Jurnal Fix

download Jurnal Fix

of 10

description

teknik kimia

Transcript of Jurnal Fix

PENGARUH JENIS SAMPAH, KOMPOSISI MASUKAN DAN WAKTU TINGGAL TERHADAP KOMPOSISI BIOGAS DARI SAMPAH ORGANIK HASIL KEGIATAN PASAR CINDE PALEMBANG

PENGARUH JENIS SAMPAH, KOMPOSISI MASUKAN DAN WAKTU TINGGAL TERHADAP KOMPOSISI BIOGAS DARI SAMPAH ORGANIK PASAR DI KOTA PALEMBANGDavid Bahrin(1), Destilia Anggraini(2), Mutiara Bunga Pertiwi(2)(1)Dosen Jurusan Teknik Kimia FT.Unsri

(2)Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia FT.Unsri

Jurusan Teknik Kimia Universitas Sriwijaya

Jl. Raya Palembang Prabumulih KM 32 Inderalaya, Ogan Ilir Sumatera Selatan 30662

Telp. 0711-580303

Abstrak

Sampah organik dari hasil kegiatan pasar merupakan salah satu dari alternatif bahan baku untuk pembuatan pupuk organik (kompos) dan biogas. Beberapa manfaat dari biogas diantaranya adalah mengurangi volume sampah yang tidak termanfaatkan, mengurangi pencemaran lingkungan dan bahan bakar alternatif. Jumlah dan kualitas biogas yang dihasilkan berbeda-beda tergantung dengan jenis dan jumlah bahan baku yang digunakan, komposisi masukan dan waktu fermentasi. Variabel yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah jenis sampah organik sisa kegiatan pasar yaitu sampah sayuran dan usus ayam, perbandingan kadar sampah organik dengan kotoran sapi yang telah diencerkan (30 : 70, 50 : 50, 70 : 30) dan waktu fermentasi yaitu 5 hari, 9 hari, 12 hari, 15 hari, 18 hari, dan 21 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampah organik usus sapi menghasilkan biogas dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan sampah sayuran. Biogas yang dihasilkan mengandung gas metana (CH4) dengan komposisi terbesar pada perbandingan komposisi masukan usus ayam dan kotoran sapi 70 : 30 sebesar 54,03 (% volume biogas) dengan waktu fermentasi selama 21 hari.

Kata kunci : Sampah organik, fermentasi, biogas.

Abstract

Organic waste from the results of market activity is one of the alternative basic materials for the manufacture of organic ertilizer (compost) and biogas. Some of the benefits of biogas that made from organic waste are such as reducing the volume of market wate that is not utilized, reducing enviromental pollution, and alternative fuel. The amount and quality of biogas is produced with some varieties depend on the type and amount of basic used, feed composition, and fermentation time. Variabel that use as the object this research is the type of organic trash from market activities, namely vegetables waste and chickens intestine, with comparative levels of organic waste (vegetables waste and chickens intestine) with cows feces mixed with water with a ratio 30:70,50:50,70:30and the fermentation timeare5days,9days,12days,15days,18days,and21days. Biogas that containing the largest composition methane at ratio 70 : 30 chickens intestines and cows dung for 54.03 (%by volume of biogas), the fermentation time is 21 days.Keyword : Organic waste, fermentation, biogas.

I. PENDAHULUAN

Pada saat ini kota Palembang sedang dihadapkan pada masalah penanganan sampah domestik yang semakin lama semakin menumpuk (Kurdi, M.Y, Ir, 2001). Berdasarkan data dari Dinas Kebersihan dan Tata Kota Palembang, sampah organik merupakan jenis sampah yang mendominasi sampah rumah tangga di kota Palembang (masterplan persampahan kota Palembang). Persentase sampah organik yang berasal dari sampah rumah tangga di tambah dengan daun-daun dan kayu sekitar 49,4 % berat basah. Sedangkan jumlah sampah organik yang berasal dari beberapa pasar di kota Palembang pada tahun 2008 dari hasil olah data dalam masterplan persampahan kota Palembang adalah sebesar 785 ton/hari atau 2317 m3/hari.

Sampah yang dihasilkan dari kegiatan pasar di Palembang umumnya berasal dari bagian tubuh hewan atau tumbuhan yang tidak dimanfaatkan (Hadiwiyoto, 1983). Selama ini pengolahan sampah dilakukan hanya dengan cara ditimbun di suatu tempat. Bila ini dibiarkan, maka dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan terutama munculnya bau yang tidak sedap. Upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan cara memanfaatkan sampah organik tersebut sebagai bahan baku pembuatan biogas (Hermawan, Beni 2007). Gas bio dihasilkan dari penguraian sampah organik secara anaerobik yang dilakukan oleh mikroorganisme.

II. FUNDAMENTAL2.1. Pengolahan Sampah

Sampah adalah bahan buangan padat atau semi padat yang dihasilkan dari aktifitas manusia atau hewan yang dibuang karena tidak diinginkan atau tidak digunakan lagi (tekhobanoglos, dkk,1993). Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari sampah organik, sampah anorganik dan sampah B3 yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan (Kepala Dinas dan Tata Kota Palembang, 1999).Sampah-sampah yang berada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sering mengalami kebakaran dan menumpuk karena hanya ditimbun. Dengan teknologi pemanfaatan sampah menjadi bahan baku pembuatan biogas, sampah-sampah akan dikumpulkan dan ditambah dengan pemasangan pipa agar gas metana dapat keluar. Pengolahan sampah berwawasan lingkungan ini akan memberikan segala kemudahan sehingga membantu perekonomian di sekitar tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Kota Palembang. (Sylendra, Sierra, 2000)

2.2. Sampah Hasil Kegiatan Pasar di kota Palembang

Titik awal dari suatu perancangan sistem pengelolaan sampah kota terpadu adalah pengetahuan mengenai sumber sampah. Komposisi dan karakteristik sampah berhubungan langsung dengan sumber sampah. Sumber sampah kota Palembang didominasi oleh sampah pasar dan sampah rumah tangga. Berdasarkan sifatnya sampah kota dapat dibagi menjadi dua yaitu :

1) Sampah organik adalah sampah yang mudah terdegradasi sehingga mudah terurai. Contohnya : sampah sayuran, daun-daunan, bagian tubuh hewan, sisa makanan, kertas, kayu dan lain-lain.

2) Sampah anorganik adalah sampah yang sulit terdegradasi sehingga sulit terurai. Contohnya : plastik, kaca, logam, kaleng dan lain-lain.

Berdasarkan data dari Dinas Kebersihan dan Tata Kota Palembang, sampah organik merupakan jenis sampah yang mendominasi sampah rumah tangga di kota Palembang (masterplan persampahan kota Palembang). Persentase sampah organik yang berasal dari sampah rumah tangga di tambah dengan daun-daun dan kayu sekitar 49,4 % berat basah. Sedangkan jumlah sampah organik yang berasal dari beberapa pasar di kota Palembang pada tahun 2008 dari hasil olah data dalam masterplan persampahan kota Palembang adalah sebesar 785 ton/hari atau 2317 m3/hari. Jumlah timbunan sampah yang dihasilkan dari pasar Cinde Palembang adalah sebesar 5,34 m3/hari (peringkat ke-4 pasar penghasil sampah terbesar di kota Palembang). Pasar Jakabaring adalah penyumbang sampah dengan volume terbesar yaitu sekitar 15,53 m3/hari disusul oleh pasar Plaju dan pasar Soak Batu masing-masing sebesar 9.08 m3/hari dan 6,07 m3/hari. Hampir 50% dari total sampah yang dihasilkan dari kegiatan pasar di kota Palembang tergolong sebagai sampah organik.

Jika sampah tersebut menumpuk maka akan menimbulkan pencemaran lingkungan dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Selama ini penanganan sampah kota Palembang hanya dilakukan dengan cara diangkut dengan mobil Dinas Kebersihan dan Tata Kota palembang kemudian, dikumpulkan dan ditimbun di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tanpa diolah lebih lanjut. Padahal apabila sampah tersebut diolah dengan baik akan memberikan manfaat bagi kita misalnya sebagai bahan baku pembuatan biogas dan pupuk organik.

2.3. Variabel Penelitian

2.3.1. Jenis SampahSampah organik sayur-sayuran dan usus ayam seperti layaknya kotoran ternak adalah substrat terbaik untuk menghasilkan biogas (Hammad et al, 1999). Proses pembentukan biogas melalui pencernaan anaerobik merupakan proses bertahap, dengan tiga tahap utama, yakni hidrolisis, asidogenesis, dan metanogenesis. Tahap pertama adalah hidrolisis, dimana pada tahap ini bahan-bahan organik seperti karbohidrat, lipid, dan protein didegradasi oleh mikroorganisme hidrolitik menjadi senyawa terlarut seperti asam karboksilat, asam keto, asam hidroksi, keton, alkohol, gula sederhana, asam-asam amino, H2 dan CO2. Pada tahap selanjutnya yaitu tahap asidogenesis senyawa terlarut tersebut diubah menjadi asam-asam lemak rantai pendek, yang umumnya asam asetat dan asam format oleh mikroorganisme asidogenik. Tahap terakhir adalah metanogenesis, dimana pada tahap ini asam-asam lemak rantai pendek diubah menjadi H2, CO2, dan asetat. Asetat akan mengalami dekarboksilasi dan reduksi CO2, kemudian bersama-sama dengan H2 dan CO2 menghasilkan produk akhir, yaitu metana (CH4) dan karbondioksida (CO2).

2.3.2. Komposisi Masukan

Komposisi masukan terdiri dari sampah organik pasar berupa sampah sayuran dan usus ayam masing-masing dicampur dengan kotoran sapi yang diencerkan dengan perbandingan kadar sampah organik dengan kotoran sapi yang telah diencerkan (30 : 70, 50 : 50, 70 : 30).

2.3.3. Waktu Tinggal Fermentasi

Waktu tinggal fermentasi adalah waktu yang dibutuhkan dalam proses fermentasi sampah organik pasar untuk menghasilkan gas metana (CH4). waktu fermentasi yaitu 5 hari, 9 hari, 12 hari, 15 hari, 18 hari, dan 21 hari. Pada tahap awal proses fermentasi bakteri berkembangbiak untuk hidup dan menguraikan sampah organik. Tahap selanjutnya, bakteri mendapatkan makanan yang cukup dari kotoran sapi (starter), yaitu bahan atau substrat yang di dalamnya sudah dapat dipastikan mengandung bakteri metana sesuai yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menghasilkan gas metana (CH4).

2.4. Hasil Penelitian Yang Telah Dilakukan Sebelumnya

Pada penelitian sebelumnya memiliki judul pemanfaatan limbah untuk dijadikan biogas sebagai energi alternatif yang dapat diperbaharui. Variabel yang dilakukan pada penelitian sebelumnya adalah COD dan Mixed Liquid Volatil Suspended Solid (MLVSS). Dalam penelitian terebut demensi fermentor adalah tinggi 78.4 cm, diameter 40 cm dan volume 98,5 liter kotoran sapi 8 kg basis basah dengan kadar air 97,65% kemudian disaring sedangkan limbah sayur 4 kg basis kering dihancurkan dengan menggunakan blinder. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa konsentasi organik didasarkan pada pengukuran COD, Mixed Liquid Volatil Suspended Solid ( MLVSS) dapat digunakan untuk menentukan fase perkembangan bakteri dan komposisi biogas dari limbah sayur dengan proses anaerobik digester adalah metana (CH4) 57,698%.

2.5. Hasil Penelitian Yang Dilakukan Saat Ini

Proses yang digunakan pada penelitian ini merupakan proses fermentasi anaerob. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis sampah, komposisi masukan, dan waktu tinggal terhadap proses fermentasi sampah organik pasar. Sampah organik pasar berupa sisa tumbuhan dan sisa bagian tubuh hewan yang tidak dimanfaatkan lagi. Sampah organik pasar yang digunakan terlebih dahulu dihaluskan dan kemudian dicampukan dengan kotoran sapi yang telah diencerkan. Variabel yang dilakukan pada penelitian ini adalah jenis sampah organik pasar yaitu sampah sayuran dan usus ayam, perbandingan kadar sampah organik pasar dengan kotoran sapi yang telah diencerkan (30 : 70, 50 : 50, 70 : 30) dan waktu fermentasi yaitu 5 hari, 9 hari, 12 hari, 15 hari, 18 hari, dan 21 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biogas yang dihasilkan mengandung gas metana (CH4) dengan komposisi terbesar pada perbandingan komposisi masukan usus ayam dan kotoran sapi 70 : 30 sebesar 54,03 (% volume biogas) dengan waktu fermentasi selama 21 hari.

2.6. Biogas

Secara ilmiah, biogas yang dihasilkan dari sampah organik adalah gas yang mudah terbakar (flammable). Gas ini dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi tanpa udara). Umumnya, semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas. Tetapi hanya bahan organik homogen, baik padat maupun cair yang cocok untuk sistem biogas sederhana. Bila sampah-sampah organik tersebut membusuk, akan dihasilkan gas metana (CH4) dan karbondioksida (CO2). Tapi, hanya CH4 yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Umumnya kandungan metana dalam reaktor sampah organik berbeda-beda. Zhang et al. 1997 dalam penelitiannya, menghasilkan gas metana sebesar 50-80 (% Volume) dan gas karbondioksida 20-50 (% Volume). Sedangkan Hansen (2001), dalam reaktor biogasnya mengandung sekitar 60-70 (% Volume) metana, 30-40 (% Volume) karbon dioksida, dan gas-gas lain, meliputi amonia, hidrogen sulfida, merkaptan (tio-alkohol) dan gas lainnya. Secara umum komposisi biogas dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1. Komposisi Biogas

Komponen Persentase (% Volume)

Metana (CH4) 55-75

Karbon dioksida (CO2)25-45

Nitrogen (N2)0-0.3

Hidrogen (H2)1-5

Hidrogen sulfida (H2S)0-3

Oksigen (O2)0,1-0,5

Sumber : Zhang et al. 1999

Untuk menghasilkan biogas, dibutuhkan pembangkit biogas yang disebut biodigester. Proses penguraian material organik terjadi secara anaerob (tanpa oksigen). Biogas terbentuk pada hari ke 4 5 sesudah biodigester terisi penuh, dan mencapai puncak pada hari ke 20 25. Biogas yang dihasilkan oleh biodigester sebagian besar terdiri dari 5470 (% Volume) metana (CH4), 2745 (% Volume) karbondioksida (CO2), dan gas lainnya dalam jumlah kecil (Rahmanta, 2010).

Ada tiga kelompok bakteri yang berperan dalam proses pembentukan biogas, yaitu:

1) Kelompok bakteri fermentative, yaitu Steptococcus, Bacteriodes, dan beberapa jenis Enterobactericeae2) Kelompok bakteri asetogenik, yaitu Desulfovibrio3) Kelompok bakteri penghasil gas metana, yaitu Mathanobacterium,Mathanobacillus, Methanosacaria, dan MethanococcusBakteri metanogen secara alami dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti: air bersih, endapan air laut, sapi, kambing, lumpur (sludge) kotoran anaerob ataupun TPA (Tempat Pembuangan Akhir).

Selama beberapa tahun, masyarakat pedesaan di seluruh dunia telah menggunakan biodigester untuk mengubah limbah pertanian dan peternakan yang mereka miliki menjadi bahan bakar gas. Pada umumnya, biodigester dimanfaatkan pada skala rumah tangga. Namun tidak menutup kemungkinan untuk dimanfaatkan pada skala yang lebih besar (komunitas). Biodigester mudah untuk dibuat dan dioperasikan. Beberapa keuntungan yang dimiliki oleh biodigester bagi rumah tangga dan komunitas antara lain:

Mengurangi penggunaan bahan bakar lain (minyak tanah, kayu, dsb) oleh rumah tangga atau komunitas

Menghasilkan pupuk organik berkualitas tinggi sebagai hasil sampingan

Menjadi metode pengolahan sampah (raw waste) yang baik dan mengurangi pembuangan sampah ke lingkungan (aliran air/sungai)

Meningkatkan kualitas udara karena mengurangi asap dan jumlah karbodioksida akibat pembakaran bahan bakar minyak/kayu bakar

Secara ekonomi, murah dalam instalasi serta menjadi investasi yang menguntungkan dalam jangka panjang

2.7. Prinsip Teknologi Biogas

Pada prinsipnya, teknologi biogas adalah teknologi yang memanfaatkan proses fermentasi (pembusukan) dari sampah organik secara anaerobik (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara) oleh bakteri metan sehingga dihasilkan gas metana. Gas metana adalah gas yang mengandung satu atom karbon (C) dan empat atom hidrogen (H) yang memiliki sifat mudah terbakar.

Gas metana yang dihasilkan kemudian dapat dibakar sehingga menghasilkan energi panas. Meskipun demikian, hanya bahan organik homogen berbentuk padat maupun cair seperti kotoran dan air kencing hewan ternak seperti sapi yang cocok untuk sistem biogas sederhana. Di samping itu, di daerah yang banyak terdapat industri pemprosesan makanan seperti tahu, tempe, ikan pindang, brem dan lainnya, saluran limbahnya dapat disatukan ke dalam sistem biogas sehingga limbah industri tersebut tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Hal ini memungkinkan karena limbah industri tersebut berasal dari bahan organik yang homogen.

Tahap penguraian bahan organik :

1. Hidrolisis

Pada tahap ini, molekul organik yang kompleks akan diuraikan menjadi bentuk yang lebih sederhana seperti karbohidrat (simple sugar), asam amino dan asam lemak.

2. Asidogenesis

Pada tahap ini terjadi proses penguraian yang menghasilkan amonia, karbon dioksida, dan hidrogen sulfida.

3. Asetagenesis

Pada tahap ini dilakukan proses penguraian produk asidogenesis ; yang akan menghasilkan hidrogen, karbon dioksida, dan asetat.

4. Metanogenesis

Pada tahap ini adalah tahapan terakhir dan sekaligus yang paling menentukan; yaitu dilakukan penguraian dan sintesis produk tahap sebelumnya untuk menghasilkan gas metana (CH4). Hasil lain dari proses ini berupa karbon dioksida, air, dan sejumlah kecil senyawa gas lainnya.

Prinsip pembangit biogas yaitu menciptakan alat yang kedap udara dengan bagian-bagian utama terdiri dari reaktor pencerna (digester), lubang pemasukan bahan baku, dan lubang pengeluaran lumpur sisa hasil pencernaan (slurry) dan sistem pipa penyaluran biogas yang terbentuk.

Di dalam digester ini terdapat bakteri metanogenik yang mengolah limbah bio atau biomassa dan menghasilkan biogas. Dengan pipa yang didesain sedemikian rupa, gas tersebut dapat dialirkan ke kompor yang terletak di dapur. Gas tersebut dapat digunakan untuk keperluan memasak dan lain-lain sebagaimana halnya LPG. (FAO, 1980).Anaerobic Digestion adalah proses dekomposisi dan pembusukan yang dilakukan oleh mikroorganisme dimana senyawa organik terurai menjadi komponen senyawa kimia yang lebih sederhana tanpa menggunakan oksigen. 2.8. Bakteri-Bakteri dalam Proses Fermentasi Anaerobik1.) Bakteri Hidrolik

Kelompok bakteri anaerobik mengurai molekul organik komplek (misalnya selulosa, protein, lignin, dan lemak) menjadi molekul monomer terlarut (misalnya asam amino, glukosa, asam lemak, dan gliserol).

2.) Bakteri Fermentasi Asidogenik

Bakteri asidogenik atau pembentuk asam (misalnya Clostridium) mengubah glukosa, asam amino, dan asam lemak menjadi asam organik (misalnya asetat, propionat, laktat, butirat), alkohol, dan keton (misalnya etanol, metanol, gliserol, aseton), asetat, CO2, dan H2. Produk utama fermentasi karbohidrat adalah asam asetat. Produk yang dihasilkan bervariasi tergantung pada tipe bakteri dan kondisi suhu, pH, dan potensial redoks.3.) Bakteri Asetogenik

Bakteri Asetogenik, misalnya Syntrobacter wolinii dan Syntrophomonas wolfei mengubah asam lemak dan alkohol menjadi asam asetat, hidrogen, dan CO2. Bakteri ini mempunyai hubungan simbiosis dengan bakteri metanogenik.

4.) Bakteri Metanogenik

Bakteri ini terdiri dari organisme gram positif dan gram negatif dengan berbagai bentuk. Bakteri Metanogenik dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :

a. Hidrogentropik metanogenik, yaitu mengubah H2 dan CO2 menjadi metana. Bakteri ini membantu menjaga tekanan parcial agar tetap rendah untuk konversi asam voltil dan alkohol menjadi ester.

b. Asetotropik metanogenik (Asetoklastik), yaitu mengubah asam asetat menjadi metana dan CO2.

2.9. Gas Metana

Sisa atau buangan senyawa organik yang berasal dari tanaman ataupun hewan secara alami akan terurai karena disebabkan adanya jasad renik yang disebut mikroba. Mikroba atau bakteri pengurai dapat hidup dan berkembang biak dengan baik pada kondisi tertentu yang dipengaruhi oleh lingkungan fisik (seperti panas matahari) dan lingkungan kimia (seperti adanya senyawa lain). Penguraian bahan organik tersebut akan menghasilkan zat atau senyawa lain yang lebih sederhana. Salah satu di antaranya adalah gas metana (CH4). Gas metana (CH4) yang bergabung dengan gas karbondioksida (CO2) yang kemudian disebut biogas yang memiliki perbandingan 65 : 35.

Gas metana (CH4) memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

a. Sifat kimia 1) Berat molekul 16 gr/mol

2) Titik beku 90oC

3) Titik didih 111,7oC

4) Titik kritis 190oC

5) Volume kritis 99,0 cm/gr mol

b. Sifat Fisika

1) Merupakan gas yang mudah terbakar

2) Tidak berbau

3) Merupakan gas yang tidak berwarna

4) Mempunyai spesifikasi terhadap nyala api sebesar 500-700 kkal/m3III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Operasi Teknik Kimia untuk menghasilkan sampel gas. Kemudian analisa sampel gas yang diperoleh dilakukan di Dinas Laboratorium Pusat PT. Pupuk Sriwidjaja pada unit Laboratorium Gas, Kalibrasi, dan pengujian. Penelitian dimulai sejak bulan 1 Desember 2010 sampai dengan 7 Januari 2011.3.2. Metode yang dilakukan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Fermentasi Anaerob.3.3. Variabel yang Diteliti

Variabel-variabel yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah :

1. Jenis sampah organik sisa kegiatan Pasar Cinde Palembang, yaitu sampah sayuran dan usus ayam.

2. Perbandingan antara kadar sampah organik (sampah sayuran dan usus ayam) dengan kotoran sapi yang dicampur air dengan perbandingan 30 : 70, 50 : 50 dan 70 : 30.

3. Waktu fermentasi, yaitu 5 hari, 9 hari, 12 hari, 15 hari, 18 hari, dan 21 hari.

4. Komposisi biogas yang dihasilkan.

Hal yang diperhatikan dalam penelitian ini adalah berapa besar komposisi senyawa metana dan senyawa lainnya dalam biogas yang dihasilkan pada dua jenis sampah organik pada berbagai variasi perbandingan kadar sampah organik dan berbagai variasi waktu fermentasi. Senyawa-senyawa yang akan diamati adalah Gas Metana (CH4).3.4. Bahan-bahan yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :a. Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan yaitu sampah organik terdiri dari limbah sayuran dan limbah usus ayam.b. Bahan Pendukung

Bahan pendukung merupakan bahan tambahan yang dipakai dalam proses pembuatan biogas yang terdiri dari :

1. Air2. Starter (Kotoran sapi yang diendapkan selama 1 minggu)

3.5. Alat-alat yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Digester

2. Pengaduk3. Plastik Penampung Gas4. Ember 5. Pipa (PVC)6. Timbangan7. Botol minuman bekas8. Kawat9. Karet Ban10. Tali Plastik11. Keran12. Cutter13. Pisau14. Lem Pipa (PVC)15. Lakban Coklat (Perekat)16. Fitting Pipa (PVC)17. Gas Chromatografi18. OrsatGambar skema alat pembuatan biogas yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1. berikut ini;

Gambar 3.1. Skema alat pembuatan biogas yang digunakan dalam penelitian.3.6. Prosedur Penelitian Membuat Starter1. Menampurkan 12 kg kotoran sapi dan 12 kg air ke dalam sebuah digester, kemudian diaduk hingga merata.2. Memasukkan campuran bahan-bahan tadi ke dalam drum tertutup yang bervolume 19 liter. Biarkanlah digester tersebut dalam kondisi tertutup rapat.

3. Menyimpan digester yang telah berisi campuran bahan-bahan tadi pada tempat yang aman dan terlindung selama 7 (tujuh) hari.

4. Selama penyimpanan, melakukan pengguncangan pada digester tersebut sebanyak 3 (tiga) atau 4 (empat) kali dalam satu minggu Menyiapkan Bahan Baku1. Mengumpulkan bahan-bahan organik yang dalam penelitian ini digunakan limbah organik dari sisa kegiatan pasar, limbah ternak, atau limbah-limbah organik lainnya.

2. Bila bahan-bahan organik yang akan digunakan telah kering, menghancurkan terlebih dahulu dengan cara mencacahnya hingga halus.

3. Bila bahan-bahan organik yang akan digunakan masih basah (masih segar), dilakukan pencacahan untuk memudahkan pembusukan, kemudian menyimpan di tempat terbuka selama sekitar 10 hari agar mengalami pembusukan. Menempatkan Bahan Baku dalam Unit Peralatan 1. Memasukkan bahan organik yang telah disiapkan di atas bersama-sama dengan air ke dalam digester yang bervolume 19 liter, kemudian aduk hingga merata.

2. Memasukkan starter (kotoran sapi) yang telah disiapkan ke dalam digester 19 liter yang telah diisi air dan bahan organik, kemudian aduklah hingga merata.

3. Bila sudah yakin bahwa air, stater dan bahan organik telah tercampur rata, menutup digester dengan penutup yang telah dipasangi pipa, keran dan botol air (sebagai water trap) yang dilengkapi dengan logam perekat.

4. Memasang plastik pada bagian ujung pipa yang diikat dengan karet ban untuk menghindari kebocoran gas.

5. Dibiarkan keran dalam keadaan terbuka.

6. Dibarkanlah digester-digester tadi selama 5 hari, 9 hari, 12 hari, 15 hari, 18 hari dan 21 hari. Selama waktu ini proses fermentasi akan berlangsung dan gas yang dihasilkan akan terjebak di dalam digester bervolume 19 liter. Gas ini akan mengalir memenuhi plastik penampung.

7. Sambil menunggu proses fermentasi berlangsung, periksalah apakah ada kebocoran gas dari digester bervolume 19 liter. Bila terjadi kebocoran segera di tambal dengan cat atau aspal. Untuk mengetahui adanya kebocoran dapat dilakukan dengan cara membasahi dinding digester bervolume 19 liter dengan air sabun. Kebocoran akan terlihat dengan adanya buih pada daerah yang bocor tersebut.

8. Setelah diketahui digester bervolume 19 liter berisi gas, periksalah gas tersebut untuk meyakinkan bahwa gas yang terbentuk merupakan gas yang dapat digunakan untuk bahan bakar. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan membuka kran dan menyalakan api di atas pipa penyalur gas.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengaruh Jenis Sampah Terhadap Komposisi Gas Metana (CH4)

Gas Metana (CH4) adalah senyawa yang mudah terbakar. Pada pembuatan biogas senyawa metana (CH4) merupakan komponen penting yang menunjukkan kualitas biogas yang dihasilkan. Semakin banyak kandungan gas metana (CH4) yang dihasilkan maka semakin bagus kualitas biogas tersebut.

Gambar 4.1. Grafik Hubungan antara Jenis Sampah Terhadap Komposisi Metana. (Suhu Kamar dan Tekanan Atmosfer Inderalaya, Jumlah Masukan 16 Kg, Komposisi Masukan 70 : 30, Sampah Terdiri dari Campuran Sawi dan Kubis, Proses Batch)Data hasil riset, grafik hubungan antara jenis sampah pada berbagai waktu fermentasi terhadap komposisi metana dapat dilihat pada Gambar 4.1. Gambar di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah yang signifikan pada komposisi gas metana yang dihasilkan antara sampah organik dari jenis sayuran dan usus ayam. Sampah organik dari jenis usus ayam menghasilkan komposisi gas metana lebih besar daripada sampah organik jenis sayuran. Sampah organik jenis sayuran menghasilkan komposisi gas metana lebih sedikit karena sampah sayuran banyak mengandung serat dan selulosa yang berikatan kuat sehingga sulit diuraikan oleh bakteri (Subowo, 1992).

4.2. Pengaruh Komposisi Masukan Terhadap Komposisi Metana (CH4)

Gambar 4.2. Grafik Hubungan antara Komposisi Masukan Campuran Sampah Sayuran dan Kotoran Sapi Terhadap Komposisi Gas Metana. (Suhu Kamar dan Tekanan Atmosfer Inderalaya, Jumlah Masukan 16 Kg, Komposisi Masukan 70 : 30, Sampah Terdiri dari Campuran Sawi dan Kubis, Proses Batch) Keterangan :

*Komposisi masukan 30 % = 30 % berat sampah sayuran dan 70 % kotoran sapi

*Komposisi masukan 50 % = 50 % berat sampah sayuran dan 50 % kotoran sapi

*Komposisi masukan 70 % = 70 % berat sampah sayuran dan 30 % kotoran sapi

Data hasil riset, grafik hubungan antara komposisi masukan terhadap komposisi gas metana dapat dilihat pada Gambar 4.2. Gambar di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah yang signifikan pada komposisi gas metana yang dihasilkan dari sampah organik jenis sayuran dengan berbagai komposisi. Sampah sayuran dengan komposisi masukan 30 %, yaitu 30 % sampah sayuran dan 70 % kotoran sapi menghasilkan komposisi gas metana lebih besar daripada sampah sayuran dengan komposisi masukan 50 % dan 70 %. Sampah sayuran dengan komposisi masukan 30 % menghasilkan komposisi gas metana lebih besar karena pada komposisi ini jumlah kotoran sapi lebih besar, yaitu 70 %. Kotoran sapi banyak mengandung bahan selulosa yang telah dicerna di perut sapi sehingga lebih mudah diuraikan oleh bakteri pembentuk gas metana yang berperan penting dalam proses metanogenesis untuk menghasilkan gas metana (CH4).

Data hasil riset grafik hubungan antara komposisi masukan sampah sayuran pada berbagai waktu fermentasi terhadap komposisi metana dapat dilihat pada Gambar 4.3. di bawah ini.

Gambar 4.3. Grafik Hubungan antara Komposisi Masukan (Sampah Usus Ayam dan Kotoran Sapi) Terhadap Komposisi Metana. (Suhu Kamar dan Tekanan Atmosfer Inderalaya, Jumlah Masukan 16 Kg, Komposisi Masukan 70 : 30, Sampah Terdiri dari Usus Ayam, Proses Batch) Keterangan :

*Komposisi Masukan 30 % = 30 % Sampah Usus Ayam dan 70 % Kotoran Sapi

*Komposisi Masukan 50 % = 50 % Sampah Usus Ayam dan 50 % Kotoran Sapi

*Komposisi Masukan 70 % = 70 % Sampah Usus Ayam dan 30 % Kotoran Sapi

Gambar di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah yang signifikan pada komposisi gas metana yang dihasilkan dari sampah organik jenis usus ayam dengan berbagai komposisi. Sampah usus ayam dengan komposisi masukan 70 %, yaitu 70 % sampah usus ayam dan 30 % kotoran sapi menghasilkan komposisi gas metana lebih besar daripada sampah usus ayam dengan komposisi masukan 50 % dan 70 %. Sampah usus ayam dengan komposisi masukan 70 % menghasilkan komposisi gas metana lebih besar karena pada komposisi ini jumlah usus ayam lebih besar yaitu 70 %. Usus ayam mengandung kotoran ayam yang banyak mengandung bakteri pembentuk gas metana yang berperan penting dalam proses metanogenesis untuk menghasilkan gas metana (CH4), (Sofia, 2005).

4.3. Pengaruh Waktu Tinggal Fermentasi Terhadap Komposisi Metana (CH4)

Gambar 4.4. Grafik Hubungan antara Waktu Tinggal Fermentasi Terhadap Komposisi Gas Metana. (Suhu Kamar dan Tekanan Atmosfer Inderalaya, Jumlah Masukan 16 Kg, Komposisi Masukan 70 : 30, Sampah Terdiri dari Campuran Sawi dan Kubis, Proses Batch) Data hasil riset, grafik hubungan waktu tinggal fermentasi terhadap komposisi gas metana dapat dilihat pada Gambar 4.4. Gambar di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah komposisi gas metana yang dihasilkan sampah organik dari jenis sayuran dengan berbagai variasi waktu tinggal fermentasi. Pada hari ke-21 pertumbuhan bakteri mengalami penambahan jumlah atau total massa sel yang melebihi inokulum asalnya sebagai hasil pertambahan ukuran dan pertambahan jumlah sel sehingga terjadi peningkatan jumlah populasi bakteri (Sofa, 2008). Ketika jumlah populasi bakteri meningkat, aktivitas bakteri menghasilkan gas metana juga meningkat sehingga menghasilkan gas metana dengan komposisi yang lebih besar.

Data hasil riset, grafik hubungan waktu tinggal fermentasi terhadap komposisi gas metana dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar di bawah menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah komposisi gas metana yang dihasilkan sampah organik dari jenis usus ayam dengan berbagai variasi waktu tinggal fermentasi. Pada hari ke-21 pertumbuhan bakteri mengalami penambahan jumlah atau total massa sel yang melebihi inokulum asalnya sebagai hasil pertambahan ukuran dan pertambahan jumlah sel sehingga terjadi peningkatan jumlah populasi bakteri (Sofa, 2008).

Gambar 4.5. Grafik Hubungan antara Waktu Tinggal Fermentasi Terhadap Komposisi Metana. (Suhu Kamar dan Tekanan Atmosfer Inderalaya, Jumlah Masukan 16 Kg, Komposisi Masukan 70 : 30, Sampah Terdiri dari Usus Ayam, Proses Batch) Ketika jumlah populasi bakteri meningkat, aktivitas bakteri menghasilkan gas metana juga meningkat sehingga menghasilkan gas metana dengan komposisi yang lebih besar. Dalam fase pertumbuhannya, setiap makhluk hidup membutuhkan nutrisi yang mencukupi serta kondisi lingkungan yang mendukung demi proses pertumbuhan tersebut, termasuk juga bakteri (Darkoni, 2001). Selama waktu fermentasi 21 hari bakteri di dalam kotoran sapi mendapatkan nutrisi dari usus ayam sehingga berkembangbiak lebih baik untuk menghasilkan gas metana (CH4). V. PENUTUP5.1. Kesimpulan1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis sampah organik pasar dari sampah usus ayam menghasilkan gas metana (CH4) yang lebih banyak dibandingkan dengan sampah sayuran.

2. Pembuatan biogas dengan bahan baku sampah organik dan kotoran sapi dengan perbandingan komposisi masukan usus ayam dan kotoran sapi 70 : 30 dihasilkan komposisi gas metana (CH4) sebesar 54,03% volume biogas.

3. Lamanya waktu fermentasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan komposisi gas metana (CH4) terbesar terjadi pada fermentasi selama 21 hari.

5.2. Saran

1) Penelitian dapat dilakukan menggunakan bahan baku sampah organik lainnya karena sampah organik dapat dijadikan bahan baku pembuatan biogas.

2) Penelitian dapat dilakukan dengan pengamatan terhadap variabel yang lain, seperti temperatur, tekanan, penambahan bakteri yang digunakan, kadar keasamaan (pH), dan lain-lain karena akan didapatkan komposisi gas metana (CH4) yang berbeda sesuai dengan variabel yang digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1977. Digester Gas Bio, Kerjasama Pusat Teknologi Pembangunan ITB dengan Program Badan Urusan Tenaga Kerja Sukarela Indonesia (BUTSI) Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi. Bandung : Pusat Informasi Dokumentasi PTP-ITB.

Dewan Redaksi Bharata. 1995. Biogas, Cara Membuat dan Manfaatnya, Kerjasama Penerbit Bharata dengan Food and Agriculture Organization of The United Nations. Jakarta : Bharata.

Herlanto, Anthon dan Inneke Anggraini. 2009. Pembuatan Biogas dari Ampas Tahu, Laporan Riset Mahasiswa. Inderalaya : Universitas Sriwijaya.

Juliastuti, S.R. dan Farid Effendi. 2007. Pengaruh Konsentrasi Sludge pada Pembuatan Biogas, Laporan Riset Mahasiswa. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh November.

Oemar, Galir Reza dan Vinella Scorvinov Budian. 2007. Pengaruh Komposisi Feed terhadap Produksi Biogas dari Sampah Kota, Laporan Riset Mahasiswa. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh November.

Paimin, Ferry B. 1995. Alat Pembuat Biogas dari Drum. Jakarta : Penebar SwadayaRahman, Burhan. 1984. Petunjuk Teknis Pembuatan Alat Pembangkit Gas Bio. Jakarta : Direktorat Bina Produksi Peternakan, Direktorat Jenderal Peternakan.

Setiawan, Ade Iwan. 2007. Memanfaatkan Kotoran Ternak, Solusi Masalah Lingkungan dan Pemanfaatan Energi Alternatif. Jakarta : Penebar Swadaya.

Thahir, Ramli dan Mustafa. 2007. Pemanfaatan Limbah Sayur Untuk Dijadikan Biogas sebagai Energi Alternatif yang Dapat Diperbaharui, Laporan Riset Mahasiswa. Samarinda : Politeknik Negeri Samarinda.

http://www.chem-is-try.org/gas metana/ diakses pada 25 September 2010 pukul 16.00 WIB.

http://www.chem-is-try.org/biogas dari sampah organik/ diakses pada 30 September 2010 pukul 17.00 WIB.

http://wikipedia.org/biogester/ diakses pada 4 Oktober 2010 pukul 20.30 WIB.

http://www.google.com/perbandingan potensi biogas pada degradasi anaerob kotoran kambing dan campuran kontoran kambing-sayuran/ diakses pada 6 Oktober 2010 pukul 15.30 WIB.

http://www.google.com/pembuatan biogas dari campuran sampah sayur dan kotoran sapi dengan menggunakan digester sistem batch/ diakses pada 10 Oktober 2010 pukul 19.00 WIB.

http://www.google.com/pemanfaatan biogas sebagai energi alternatif/ diakses pada 25 Oktober 2010 pukul 20.30 WIB.

Komposisi Metana (% Vol)

Komposisi Metana (% Vol)

Komposisi Metana (% Vol)

Komposisi Metana (% Vol)

Keterangan Gambar:

Drum Digester

Pipa

Ball valve

Water trap

Penampung gas (Gas holder)

Komposisi Metana (% Vol)

_1360151284.vsd