Jurnal etika profesi

26
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga berhasil menyelesaikan jurnal ini tepat pada waktunya yang berjudul “Kode Etik Profesi Kepolisian”. Jurnal ini berisikan penjelasan mengenai Penerapan Kode Etik Profesi Kepolisian Sebagai Bentuk Akuntabilitas Kinerja Polri. Penulis menyadari bahwa jurnal ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan jurnal ini. Kritik dan saran yang membangun bisa di kirim ke Email : [email protected] Penulisan jurnal ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Irenie surinarti SH,MH selaku dosen mata kuliah Etika Profesi yang telah membimbing dan mengajarkan penulis dalam menyelesaikan jurnal ini, dan semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan jurnal ini. Akhir kata, semoga jurnal ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca sebagai referensi tambahan di bidang Etika Profesi. Batam, 16 Desember 2013 Etika Profesi Page i

description

referrnsi

Transcript of Jurnal etika profesi

Page 1: Jurnal etika profesi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat

serta karunia-Nya kepada penulis sehingga berhasil menyelesaikan jurnal ini tepat pada

waktunya yang berjudul “Kode Etik Profesi Kepolisian”. Jurnal ini berisikan penjelasan

mengenai  Penerapan Kode Etik Profesi Kepolisian Sebagai Bentuk Akuntabilitas Kinerja

Polri.

Penulis menyadari bahwa jurnal ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik

dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi

kesempurnaan jurnal ini. Kritik dan saran yang membangun bisa di kirim ke Email :

[email protected]

Penulisan jurnal ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari beberapa pihak.

Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Irenie surinarti SH,MH

selaku dosen mata kuliah Etika Profesi yang telah membimbing dan mengajarkan penulis

dalam menyelesaikan jurnal ini, dan semua pihak yang telah berperan serta dalam

penyusunan jurnal ini.

Akhir kata, semoga jurnal ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca sebagai

referensi tambahan di bidang Etika Profesi.

Batam, 16 Desember 2013

Samsul Arifin

Etika Profesi Page i

Page 2: Jurnal etika profesi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

ABSTRAK.......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................ 2

1.4 Metode Penelitian....................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 4

2.1 Bentuk pelanggaran yang di lakukan oleh polri......................................... 4

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi akuntabilitas kinerja polri................... 5

2.3 Fktor Hukum............................................................................................... 8

2.4 Faktor Penegak Hukum.............................................................................. 8

2.5 Faktor sarana atau fasilitas.......................................................................... 9

2.6 Faktor Masyarakat atau anggota polri........................................................ 9

2.7 Faktor Budaya.............................................................................................10

2.8 Faktor yang mempengaruhi kode etik profesi kepolisian...........................11

BAB III PENUTUP.........................................................................................15

3.1 Kesimpulan.................................................................................................15

3.2 Saran...........................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................17

Etika Profesi Page ii

Page 3: Jurnal etika profesi

ABSTRAK

Seorang anggota Polri berpotensi melakukan berbagai tindakan penyimpangan disebabkan kewenangan yang dimilikinya sangat besar. Dalam melaksanakan fungsi dan perannya ada saja berbagai bentuk tindakan,sikap,tingkah laku yang melanggar Kode Etik Profesi Polri itu sendiri. Guna menyeimbangkan kewenangan-kewenangan tersebut maka sangat penting bagi Polri untuk bertanggung jawab kepada hukum, negara dan warganya (publik). Pertanggungjawaban sendiri sangat erat kaitannya dengan akuntabilitas. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah penerapan Kode Etik Profesi Polri sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri di Indonesa, faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Kode Etik Profesi Polri dan solusi mengatasinya. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif. Dari segi tujuannya, penelitian ini merupakan penelitian  deskriptif analitis. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa penerapan Kode Etik Profesi Polri belum sepenuhnya dijalankan oleh anggota kepolisian di Indonesia.

 Hal ini terbukti dari semakin banyaknya tingkat pelanggaran Kode Etik Profesi Polri yang terjadi, bahkan sepanjang tiga tahun terakhir dari tahun 2011 sampai 2013 cenderung mengalami peningkatan. Bentuk pelanggaran Kode Etik Profesi Polri yang paling banyak dilakukan adalah perbuatan desersi yang mencapai 38 kasus, disusul dengan perbuatan pidana sebanyak 21 kasus dan perbuatan tidak memegang teguh garis komado sebanyak 15 kasus. Polisi golongan Bintara (polisi berpangkat rendah) merupakan anggota kepolisian yang paling banyak melakukan pelanggaran.

Etika Profesi Page iii

Page 4: Jurnal etika profesi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada awal masa reformasi, sejumlah pembenahan telah dilakukan dalam tubuh Polri.

TAP MPR-RI No. VI/MPR/2000 dan TAP MPR-RI No. VII/MPR/2000 telah memisahkan

Polri dari TNI dan meletakkan fungsi Polri secara terpisah dari TNI. DPR juga telah berhasil

menyelesaikan UU No.2 Tahun 2002 yang mengatur tentang Polri. Meski demikian,

reformasi Polri masih jauh dari harapan masyarakat. Dalam konteks demokrasi, institusi

kepolisian merupakan pelayan masyarakat. Kepolisian sebagai bagian dari perangkat

pemerintahan haruslah tunduk pada mandat yang diberikan rakyat, yaitu memelihara

keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan,

pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan

dalam negeri, yang dilakukan dengan cara-cara yang demokratis. Selain dituntut memberikan

pelayanan maksimal, Polri juga dituntut untuk meningkatkan akuntabilitas kinerjanya

sehingga menjadi lembaga yang efektif, efisien, dan akuntabel.

Secara sederhana akuntabilitas bisa didefinisikan sebagai pelaporan rutin. Akuntabilitas juga

bisa berarti pertanggungjawaban atas hasil kerja yang dilakukan dalam satu periode.

Akuntabilitas juga meliputi dimensi lain, sebagaimana diungkap oleh Bob Sugeng

Hadiwinata yang mengatakan, bahwa lembaga negara yang akuntabel juga harus siap untuk

diawasi oleh institusi lain, untuk menjamin tidak adanya penyimpangan. Dalam konteks

demokrasi, pihak eksekutif yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada

publik haruslah diawasi oleh lembaga legislatif yang merupakan representasi dari seluruh

rakyat. Dalam implementasinya, pengawasan ini tidak hanya dilakukan oleh DPR sendiri.

Sebuah akuntabilitas politik meliputi pengawasan berlapis, baik dari internal, eksekutif,

parlemen, dan publik.

Etika Profesi Page 1

Page 5: Jurnal etika profesi

Pengawasan internal dilakukan melalui pengawasan melekat dan penerapan standard

operating procedure.

Pengawasan eksekutif dilakukan melalui mekanisme penugasan dan pelaporan, dalam

hal ini oleh Presiden yang secara struktural berada di atas Polri.

 Pengawasan parlemen dilakukan melalui mekanisme anggaran dan sub komisi,

sementara 

Pengawasan publik melalui mekanisme penampungan keluhan warga melalui

lembaga-lembaga negara seperti Ombudsman, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia

1.2 Rumusan Masalah

Berpijak dari latar belakang penelitian sebagaimana telah diuraikan di atas, dalam

penelitian ini pokok permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut dirumuskan sebagai

berikut :

1. Bagaimanakah penerapan kode etik profesi kepolisian sebagai bentuk akuntabilitas

kinerja Polri?

2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi penerapan kode etik profesi kepolisian

sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri?

3. Bagaimanakah solusi dalam mengatasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan

kode etik profesi kepolisian sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian berikut ini adalah :

1. Untuk mengetahui Pelanggaran kode etik polri.

2. Untuk mengetahui sanksi yang akan di berikan untuk menindak tegas apabila seorang

anggota polri melanggar kode etik.

3. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab banyaknya anggota polri yang melakukan

pelanggaran kode etik.

Etika Profesi Page 2

Page 6: Jurnal etika profesi

1.4 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan pendekatan teoritis yang bersifat tertulis dari berbagi

sumber yang berguna untuk menambah wawasan pembaca pada umumnya dan khususnya

bagi penulis pribadi. Menggunakan media komunikasi dan informasi tanpa batas, dengan

menggunakan teknologi internet untuk mendapatkan setiap informasi yang dibutuhkan dalam

membuat jurnal dan media pembelajaran bagi penulis.

Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dimana penelitian bertujuan untuk

menggali secara luas tentang Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi penerapan kode

etik profesi kepolisian sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri. Sehingga dapat memberikan

wawasan yang lebih luas kepada pembaca mengenai sanksi dan faktor-faktor penyebab

banyaknya pelanggaran kode etik yang di lakukan oleh polri.

Etika Profesi Page 3

Page 7: Jurnal etika profesi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Bentuk pelanggaran yang di lakukan oleh Polri

 Penerapan Kode Etik Profesi Kepolisian Sebagai Bentuk Akuntabilitas Kinerja Polri

Sebagaimana diketahui terdapat berbagai aspek yang berpotensi menimbulkan kerawanan

pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polri, antara lain:

1. Maraknya tempat-tempat hiburan malam yang berpotensi dikunjungi oleh anggota

Polri dengan alasan melakukan penyelidikan dengan tidak dilengkapi Surat Perintah

Tugas.

2. Pungli yang dilakukan oleh anggota Polri terhadap pelayanan masyarakat dalam

pembuatan SIM, perpanjangan STNK atau mutasi kendaraan/pendaftaran baru di

kantor Samsat maupun terhadap mobil angkutan barang dan angkutan penumpang di

jalan raya.

3. Perilaku oknum anggota Polri yang memanfaatkan penanganan penyidikan dengan

melakukan penyimpangan untuk kepentingan pribadi atau kelompok dengan

berlindung di bawah institusi Polri/kesatuan kewilayahan.

4. Adanya kolusi antara panitia pengadaan barang dan jasa dengan penyedia barang dan

jasa dalam proses lelang/tender pengadaan barang dan jasa yang sarat akan

pelanggaran.

5. Adanya kolusi dalam proses penerimaan anggota Polri.

6. Perilaku arogan yang dilakukan anggota Polri dalam upaya paksa tindakan kepolisian

maupun tugas-tugas pengamanan.

7. Rekayasa pembuatan laporan pertanggunggjawaban penggunaan DIPA yang

dilakukan oleh satuan kerja organisasi Polri.

Etika Profesi Page 4

Page 8: Jurnal etika profesi

Mendasarkan pada berbagai aspek yang berpotensi menimbulkan kerawanan pelanggaran

yang dilakukan oleh anggota Polri sebagaimana disebutkan di atas, dari data-data berikut

dapat diketahui bentuk-bentuk pelanggaran Kode Etik Profesi Polri yang dilakukan oleh para

anggota kepolisian sepanjang tahun 2011 sampai dengan tahun 2013.

2.2 Faktor-faktory yang mempengaruhi penerapan kode etik profesi Kepolisian

sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri 

Masalah pokok penegakan hukum terletak pada faktor-faktor yang mungkin

mempengaruhi. Soerjono Soekanto menjelaskan beberapa unsur atau faktor yang

mempengaruhi penegakan hukum. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral

sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi dari faktor-faktor tersebut. Faktor-

faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Faktor hukumnya sendiri.

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan

hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegak hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada

karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Sebagaimana proses penegakan hukum pada umumnya dalam penerapan Kode Etik Profesi

Polri juga tidak terlepas dari lima faktor yang saling terkait dengan eratnya karena merupakan

esensi dari penegakan hukum itu sendiri. Mulai dari faktor hukumnya, faktor penegak

hukumnya, faktor masyarakat dalam hal ini anggota Polri sebagai objek dari penegakan

hukum Kode Etik Profesi Polri dan faktor kebudayaan dalam organisasi Polri maupun dalam

masyarakat pada umumnya, dan untuk mengetahui sejauh mana kelima faktor tersebut

sebagai tolak ukur bagi efektivitas penegakan hukum Kode Etik Profesi Polri. Berangkat dari

teori inilah faktor-faktor yang menjadi mempengaruhi penerapan Kode Etik Profesi

Kepolisian sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri akan diuraikan dalam penelitian ini.

Etika Profesi Page 5

Page 9: Jurnal etika profesi

2.3 Faktor Hukum

Masalah penyimpangan polisi di Indonesia pada dasarnya telah diantisipasi oleh Polri melalui

berbagai instrumen pengawasan terhadap personil polisi. Pertama, melalui keberadaan

instrumen legal berupa peraturan. Selain pelanggaran pidana yang secara umum diatur dalam

KUHP, dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap personilnya, Polri memiliki dua

landasan utama yaitu melalui keberadaan peraturan disiplin dan kode etik profesi. Peraturan

disiplin anggota Polri diatur melalui PP No. 2 Tahun 2003.

Landasan kedua adalah kode etik profesi yang diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 14

Tahun 2011. Permasalahannya adalah sulit untuk memisahkan secara tegas antara berbagai

aturan intern tersebut, selalu ada warna abu-abu, selalu ada sisi terang dan sisi gelap, akan

selalu ada tumpang tindih antara berbagai aturan tersebut. Permasalahan lain selain masalah

di atas adalah seringnya  peraturan yang mengatur tentang Kode Etik Profesi Kepolisian ini

dilakukan perubahan. Sebagaimana diketahui sebelum ditetapkannya Peraturan Kapolri

Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian, sebelumnya sudah ada dua

Peraturan Kapolri yang mengatur tentang hal yang sama, yaitu Keputusan Kapolri No.Pol:

KEP/32/VII/2003 dan Peraturan Kapolri Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2006. Artinya,

peraturan tentang Kode Etik Profesi Kepolisian ini sudah dua kali mengalami perubahan. Di

samping itu, Peraturan tentang Kode Etik Profesi Kepolisian yang baru ini tidak tersedia

penjelasan yang memadai bahkan tidak ada penjelasan sama sekali. Akibat peraturan yang

multitafsir tersebut masing-masing pihak akan memiliki penafsiran yang berbeda-beda,

sehingga dapat membuka peluang terjadinya manipulasi dalam penegakan hukum yang pada

akhirnya menimbulkan ketidakpastian hukum.

2.4 Faktor Penegak Hukum

Aparat penegak hukum yang dimaksud disini adalah fungsi kepolisian yang akan

menegakkan Kode Etik Profesi Kepolisian. Permasalahan lain adalah Kepala Satuan

Organisasi Polri selaku Ankum di seluruh tingkatan belum mampu memberikan sanksi

kepada anggota polri yang melakukan pelanggaran melalui sidang Komisi Kode Etik Polri,

sehingga harapan pelanggaran sekecil apapun ditindak lanjuti dengan tindakan korektif atau

sanksi tidak tercapai. Penyebabnya adalah masih adanya di antara pimpinan satuan selaku

Ankum yang belum sepenuhnya memberikan atensi atas pelaksanaan tugas penegakan hukum

Kode Etik Profesi Polri termasuk kepada petugas Subbidang Wabprof.

Etika Profesi Page 6

Page 10: Jurnal etika profesi

2.5 Faktor Sarana atau Fasilitas

Aspek yang tidak kalah pentingnya dalam penegakan Kode Etik Profesi Polri adalah

aspek sarana atau fasilitas baik peralatan yang memadai maupun dukungan anggaran

keuangan yang cukup. Hasil penelitian ini menemukan bahwa dalam pelaksanaan tugasnya,

baik Subbidpaminal, Subbidprovos, dan Subbidwabprof selaku unsur pelaksana utama

Bidpropa menghadapi hambatan terkait dengan masalah sarana dan prasarana yang belum

memadai dan keterbatasan dukungan anggaran, sehingga bagi mereka hal tersebut sangat

mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas sehari-hari.

2.6 Faktor Masyarakat atau Anggota Polri

Anggota Polri sebagai objek dalam penegakan hukum Kode Etik Profesi Polri cukup

mempengaruhi keberhasilan dari penerapan kode etik profesi kepolisian. Beragam latar

belakang dan karakteristik pribadi yang dimiliki para anggota polisi, turut mempengaruhi

tingkat kualitas kinerja masing-masing, ada yang tinggi dan ada yang rendah, yang pada

akhirnya sebagai akumulasi akan mempengaruhi tingkat kualitas kinerja, baik latar belakang

pendidikan, adat istiadat yang dianut, termasuk beragamnya karakter kualitas emosional dan

intelejensia setiap anggota polisi, kualitas mental dan keimanan setiap orang yang juga sangat

beragam, belum meratanya tingkat profesionalisme anggota polisi dalam segala tingkatan.

Berikut adalah beberapa faktor dari anggota Polri yang mempengaruhi penerapan kode etik

profesi kepolisian :

1. Tingkat kesadaran dan kepatuhan anggota Polri atas peraturan Kode Etik Profesi Polri

yang mengikat dan berlaku baginya masih relatif rendah sehingga pelanggaran Kode

Etik Profesi Polri tetap terjadi.

2. Tingkat pemahaman dan penerapan aturan hukum oleh Subbidang Wabprof dalam

penyidikan perkara pelanggaran Kode Etik Profesi Polri masih rendah.

3. Masih banyak campur tangan, intervensi dari para pejabat Polri di dalam pelaksanaan

penegakan hukum Kode Etik Profesi Polri, sehingga hasil dari penegakan hukum

yang dicapai masih relatif subyektif dan kurang transparan.

Etika Profesi Page 7

Page 11: Jurnal etika profesi

Intervensi oleh atasan yang berupa perintah tertentu seringkali memiliki legitimasi

yang  lebih  kuat  daripada  prosedur  yang  ada  dalam  hal penanganan  suatu 

perkara  pelanggaran kode etik.  Hal  tersebut seringkali terjadi manakala seorang

atasan memiliki kepentingan  tertentu  terhadap  penanganan  suatu  perkara perkara 

pelanggaran kode etik yang  sedang  ditangani  oleh  Subbidang Wabprof  yang

menjadi bawahannya.

4. Masih ada tenggang rasa yang tinggi dari Ankum untuk melakukan sidang Komisi

Kode Etik Polri terhadap anggota. Hal ini dikarenakan masih tingginya pertimbangan

keputusan yang bersifat subyektif sehingga unsur-unsur obyektif yang seharusnya

lebih diutamakan menjadi kurang diperhatikan.

5. Sosialisasi dan pelatihan semua aturan bidang kepropaman belum dilaksanakan oleh

semua Satker.

2.7 Faktor Budaya

Dalam konteks ini, yang agak sulit diubah adalah budaya organisasi yang dibentuk

oleh kekuasaan menjadi budaya organisasi pelayanan dan adanya keengganan pemeriksa dari

Bidpropam dalam memeriksa anggota Polri yang diduga melakukan pelanggaran kode etik.

Hal ini dikarenakan rasa solidaritas (spirit decorps) yang dianggap berlebihan diantara

sesama anggota Polri, terutama yang masa pendidikan pemeriksa satu angkatan dengan

terduga pelanggar atau terduga pelanggar lebih senior daripada pemeriksa. Masalah lain

adalah masih terdapatnya kekeliruan dalam hal penempatan anggota, sehingga apabila terjadi

penempatan anggota yang tidak tepat/bermasalah dapat mengancam kerahasiaan suatu tugas

yang diembannya. Artinya, masih ditemukan penempatan anggota polisi yang tidak sesuai 

dengan  bidang  keahliannya,  dalam  hal  ini  kemampuan  di  bidang kepropaman.

Etika Profesi Page 8

Page 12: Jurnal etika profesi

2.8 Solusi mengatasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan kode etik profesi

kepolisian

Ada beberapa solusi yang dapat dilakukan dalam mengatasi faktor-faktor yang

mempengaruhi penerapan kode etik profesi kepolisian sebagai bentuk akuntabilitas

kinerja polri. Beberapa solusi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Terkait dengan faktor hukumnya dimana permasalahan yang timbul seperti sulitnya

untuk memisahkan secara tegas antara berbagai aturan intern Polri seperti antara

peraturan disiplin dan kode etik profesi, maka dalam konteks penelitian ini perlu

adanya penggabungan aturan tentang etika dan disiplin menjadi satu. Selanjutnya

terkait dengan peraturan tentang Kode Etik Profesi Polri tidak tersedia penjelasan

yang memadai, sehingga mengakibatkan peraturan yang multitafsir dalam hal ini

membuka peluang terjadinya manipulasi dalam penerapan hukum yang pada akhirnya

menimbulkan ketidakpastian hukum.

2. Terkait dengan faktor penegak hukumnya dimana permasalahan yang timbul seperti

Kepala Satuan Organisasi Polri selaku Ankum di seluruh tingkatan belum mampu

memberikan sanksi kepada anggota polri yang melakukan pelanggaran melalui sidang

Komisi Kode Etik Polri, sehingga harapan pelanggaran sekecil apapun ditindak lanjuti

dengan tindakan korektif atau sanksi tidak tercapai, maka dalam konteks penelitian ini

Bidpropam harus mampu mewujudkan peran sebagai ujung tombak perubahan,

transformasi profesionalisme dan kinerja Polri dan benteng terakhir fungsi

pengawasan serta pengendalian mutu kinerja Jajaran.

3. Terkait dengan faktor sarana atau fasilitas dimana permasalahan yang timbul seperti

dalam pelaksanaan tugasnya, baik Subbidpaminal, Subbidprovos, dan Subbidwabprof

selaku unsur pelaksana utama Bidpropam sering menghadapi hambatan terkait dengan

masalah sarana dan prasarana yang belum memadai dan keterbatasan dukungan

anggaran, sehingga bagi mereka hal tersebut sangat mengganggu kelancaran

pelaksanaan tugas sehari-hari, maka dalam konteks penelitian ini sarana dan fasilitas

yang perlu diadakan untuk mendukung penegakan Kode Etik Profesi Polri

diantaranya seperti:

Etika Profesi Page 9

Page 13: Jurnal etika profesi

a) Alat transportasi dan alat komunikasi

b) Alat deteksi

c) Ruang kerja yang kondusif

d) Peralatan administrasi yang memadai

e) Komputer dan internet yang memiliki program dan jaringan luas

f) Sarana pustakaan hukum sebagai bahan referensi bagi Subbidpaminal,

Subbidprovos, dan Subbidwabprof selaku unsur pelaksana utama Bidpropam

g) Dana yang cukup seperti terpenuhinya hak-hak anggota mulai dari gaji sampai

dengan tunjangan jabatan dan tersedianya anggaran yang cukup atau memadai

dalam menunjang pelaksanaan tugas seperti dalam hal pemeriksaan

pendahuluan, sidang Komisi Kode Etik Polri sampai pada kegiatan penjatuhan

hukuman kode etik.

4. Terkait dengan faktor masyarakat/anggota Polri yang dalam hal ini sebagai objek

dalam penegakan hukum Kode Etik Profesi Polri, dimana permasalahan yang timbul

seperti tingkat kesadaran dan kepatuhan anggota Polri atas peraturan Kode Etik

Profesi Polri yang mengikat dan berlaku baginya masih relatif rendah sehingga

pelanggaran Kode Etik Profesi Polri tetap terjadi, maka dalam konteks penelitian ini

sebagai upaya pemuliaan dan penegakan peraturan Kode Etik Profesi Polri, pimpinan

dalam hal ini dituntut mampu memberikan sanksi kepada anggota Polri yang

melakukan pelanggaran melalui sidang kode etik. Diharapkan penegakan peraturan

Kode Etik Profesi Polri dilaksanakan oleh setiap Kepala Satuan Organisasi Polri

selaku Ankum diseluruh tingkatan sehingga pelanggaran sekecil apapun

ditindaklanjuti dengan tindakan korektif atau sanksi.

Apabila kondisi ini selalu terpelihara, maka pelanggaran-pelanggaran peraturan Kode

Etik Profesi Polri yang akan dilakukan oleh anggota Polri dapat diminimalisasi.

Mendasarkan pada hal tersebut di atas, dalam rangka mewujudkan tegaknya hukum

peraturan Kode Etik Profesi Polri, maka meningkatkan komitmen seluruh anggota

kepolisian merupakan hal mutlak untuk dilakukan. Caranya dapat dengan melakukan

usaha atau kegiatan seperti:

Etika Profesi Page 10

Page 14: Jurnal etika profesi

a) Peningkatan pemahaman anggota Polri terhadap peraturan Kode Etik Profesi

Polri

b) Pemberian teladan ketaatan terhadap hukum

c) Pembinaan kesadaran hukum

d) Pembinaan tanggung jawab sosial sebagai warga negara

e) Tradisi penegakan hukum peraturan Kode Etik Profesi Polri yang benar dan

konsekuen untuk menghindari kekecewaan masyarakat

f) Komitmen seluruh anggota Polri untuk melaksanakan peraturan Kode Etik

Profesi Polri dengan titik berat pada keberhasilan pelaksanaan tugas sesuai

amanat dan harapan warga masyarakat

5. Terkait dengan faktor budaya dimana permasalahan yang timbul seperti masih adanya

keengganan pemeriksa dari Bidpropam dalam memeriksa anggota Polri yang diduga

melakukan pelanggaran kode etik, maka dalam konteks penelitian ini untuk

menghasilkan fungsi Kepolisian yang menjunjung tinggi supremasi hukum tentu perlu

didahului dengan pembangunan kultur individu anggota kepolisian, diantarnya

seperti:

a) Membangun mentalitas dasar bahwa masyarakat dengan polisi adalah mitra,

namun tetap tegas dalam menegakkan hukum

b) Sistem keyakinan dasar yang mengatur perilaku hubungan dengan masyarakat,

baik dengan orang yang melakukan kejahatan maupun orang yang bukan

pelaku kejahatan

c) Mempelajari ethos kerja atau semangat polisi dalam lingkungan kerjanya

sehingga menjadi motivasi sebagai polisi yang baik

d) Memiliki pedoman pola berpikir dan berperilaku yang membentuk profil

polisi dalam tugas di lapangan.

Etika Profesi Page 11

Page 15: Jurnal etika profesi

Setelah membangun kultur individu anggota kepolisian, maka langkah selanjutnya adalah

membangun kultur organisasi kepolisian. Keanekaragaman latar belakang kultur setiap

individu anggota kepolisian mencerminkan adanya berbagai perbedaan kultur individu

tersebut, hal ini berdampak pada warna kultur pluralistik namun harmonisasi harus

dikembangkan sehingga akan bermuara dalam pelaksanaan tugas yang efektif. Demikian juga

dalam pengambilan keputusan yang berakar dari masing-masing anggota polisi perlu

diarahkan kepada kultur organisasi polisi yang mengacu pada visi, dan misinya. Polisi dan

masyarakat yang demokratis, pemolisiannya mengacu pada prinsip-prinsip demokratis, yaitu

antara lain berdasarkan supremasi hukum, memberikan jaminan dan perlindungan hak asasi

manusia, transparan, bertanggung jawab kepada publik, berorientasi kepada masyarakat, serta

adanya pembatasan dan pengawasan kewenangan polisi.

Etika Profesi Page 12

Page 16: Jurnal etika profesi

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab

sebelumnya, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan.

1. Penerapan Kode Etik Profesi Polri yang diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 14

Tahun 2011 belum sepenuhnya dijalankan oleh anggota kepolisian di wilayah hukum.

Hal ini terbukti dari semakin banyaknya tingkat pelanggaran Kode Etik Profesi Polri

yang dilakukan oleh anggota kepolisian. Berbagai tindakan penyimpangan tersebut

jelas menjadi preseden buruk bagi terwujudnya akuntabilitas kinerja Polri. Hal ini

menunjukkan bahwa etika kenegaraan, etika kelembagaan, etika kemasyarakatan, dan

etika kepribadian yang seharusnya dimiliki oleh setiap anggota Polri. Kondisi ini

secara tidak langsung memberikan signal, bahwa masih belum optimalnya fungsi

pengawasan internal Bidpropam dalam melaksanakan tugas pokok, fungsi dan

perannya.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan kode etik profesi kepolisian sebagai

bentuk akuntabilitas kinerja Polri adalah sebagai berikut:

a) Faktor hukumnya

b) Faktor penegak hukumnya3). Faktor sarana atau fasilitas

c) Faktor masyarakat

d) Faktor budaya

3. Solusi dalam mengatasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan kode etik

profesi kepolisian sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri adalah sebagai berikut:

a) Terkait dengan faktor hukumnya, maka perlu adanya penggabungan aturan

tentang etika dan disiplin menjadi satu serta perlu adanya penjabaran lebih

lanjut tentang Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik

Profesi Kepolisian;

b) Terkait dengan faktor penegak hukumnya, maka perlu memantapkan kiprah

Bidpropam sebagai garda terdepan penegakan hukum peraturan kode etik

profesi kepolisian.

Etika Profesi Page 13

Page 17: Jurnal etika profesi

3.2 Saran

Setelah menetapkan beberapa simpulan sebagaimana dijelaskani dari bab-bab di atas,

maka saran yang perlu disampaikan adalah sebagai berikut:

Sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri serta agar memberikan efek jera maupun

efek deterrence bagi personel yang melakukan pelanggaran kode etik profesi Polri, maka

penindakannya harus diproses secara transparan, tegas dan bertanggungjawab. Untuk

mewujudkan kondisi demikian perlunya ditempatkan personel-personel yang memiliki

integritas tinggi dan berkomitmen memberantas polisi nakal (yang tidak professional) namun

tetap didukung dengan anggaran dan prasarana yang memadai. Selain itu, sosialisasi terhadap

peraturan tentang Kode Etik Profesi Polri yang masih baru ini harus dilaksanakan secara terus

menerus.

Etika Profesi Page 14

Page 18: Jurnal etika profesi

DAFTAR PUSTAKA

Kunarto. 1997. Etika Kepolisian, Cipta Manunggal, Jakarta

Sadjijono,2008, Etika Profesi Hukum Suatu Telaah Filosofis terhadap Konsep dan

Implementasi Kode Etik Profesi Polri. Laksbang Mediatama, Jakarta.

http://www.metro.polri.go.id/kode-etik-kepol

Etika Profesi Page 15