Jurnal etika profesi
-
Upload
samsul-arifin -
Category
Documents
-
view
68 -
download
2
description
Transcript of Jurnal etika profesi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada penulis sehingga berhasil menyelesaikan jurnal ini tepat pada
waktunya yang berjudul “Kode Etik Profesi Kepolisian”. Jurnal ini berisikan penjelasan
mengenai Penerapan Kode Etik Profesi Kepolisian Sebagai Bentuk Akuntabilitas Kinerja
Polri.
Penulis menyadari bahwa jurnal ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi
kesempurnaan jurnal ini. Kritik dan saran yang membangun bisa di kirim ke Email :
Penulisan jurnal ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari beberapa pihak.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Irenie surinarti SH,MH
selaku dosen mata kuliah Etika Profesi yang telah membimbing dan mengajarkan penulis
dalam menyelesaikan jurnal ini, dan semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan jurnal ini.
Akhir kata, semoga jurnal ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca sebagai
referensi tambahan di bidang Etika Profesi.
Batam, 16 Desember 2013
Samsul Arifin
Etika Profesi Page i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
ABSTRAK.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................ 2
1.4 Metode Penelitian....................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 4
2.1 Bentuk pelanggaran yang di lakukan oleh polri......................................... 4
2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi akuntabilitas kinerja polri................... 5
2.3 Fktor Hukum............................................................................................... 8
2.4 Faktor Penegak Hukum.............................................................................. 8
2.5 Faktor sarana atau fasilitas.......................................................................... 9
2.6 Faktor Masyarakat atau anggota polri........................................................ 9
2.7 Faktor Budaya.............................................................................................10
2.8 Faktor yang mempengaruhi kode etik profesi kepolisian...........................11
BAB III PENUTUP.........................................................................................15
3.1 Kesimpulan.................................................................................................15
3.2 Saran...........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................17
Etika Profesi Page ii
ABSTRAK
Seorang anggota Polri berpotensi melakukan berbagai tindakan penyimpangan disebabkan kewenangan yang dimilikinya sangat besar. Dalam melaksanakan fungsi dan perannya ada saja berbagai bentuk tindakan,sikap,tingkah laku yang melanggar Kode Etik Profesi Polri itu sendiri. Guna menyeimbangkan kewenangan-kewenangan tersebut maka sangat penting bagi Polri untuk bertanggung jawab kepada hukum, negara dan warganya (publik). Pertanggungjawaban sendiri sangat erat kaitannya dengan akuntabilitas. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah penerapan Kode Etik Profesi Polri sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri di Indonesa, faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan Kode Etik Profesi Polri dan solusi mengatasinya. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif. Dari segi tujuannya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa penerapan Kode Etik Profesi Polri belum sepenuhnya dijalankan oleh anggota kepolisian di Indonesia.
Hal ini terbukti dari semakin banyaknya tingkat pelanggaran Kode Etik Profesi Polri yang terjadi, bahkan sepanjang tiga tahun terakhir dari tahun 2011 sampai 2013 cenderung mengalami peningkatan. Bentuk pelanggaran Kode Etik Profesi Polri yang paling banyak dilakukan adalah perbuatan desersi yang mencapai 38 kasus, disusul dengan perbuatan pidana sebanyak 21 kasus dan perbuatan tidak memegang teguh garis komado sebanyak 15 kasus. Polisi golongan Bintara (polisi berpangkat rendah) merupakan anggota kepolisian yang paling banyak melakukan pelanggaran.
Etika Profesi Page iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada awal masa reformasi, sejumlah pembenahan telah dilakukan dalam tubuh Polri.
TAP MPR-RI No. VI/MPR/2000 dan TAP MPR-RI No. VII/MPR/2000 telah memisahkan
Polri dari TNI dan meletakkan fungsi Polri secara terpisah dari TNI. DPR juga telah berhasil
menyelesaikan UU No.2 Tahun 2002 yang mengatur tentang Polri. Meski demikian,
reformasi Polri masih jauh dari harapan masyarakat. Dalam konteks demokrasi, institusi
kepolisian merupakan pelayan masyarakat. Kepolisian sebagai bagian dari perangkat
pemerintahan haruslah tunduk pada mandat yang diberikan rakyat, yaitu memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan
dalam negeri, yang dilakukan dengan cara-cara yang demokratis. Selain dituntut memberikan
pelayanan maksimal, Polri juga dituntut untuk meningkatkan akuntabilitas kinerjanya
sehingga menjadi lembaga yang efektif, efisien, dan akuntabel.
Secara sederhana akuntabilitas bisa didefinisikan sebagai pelaporan rutin. Akuntabilitas juga
bisa berarti pertanggungjawaban atas hasil kerja yang dilakukan dalam satu periode.
Akuntabilitas juga meliputi dimensi lain, sebagaimana diungkap oleh Bob Sugeng
Hadiwinata yang mengatakan, bahwa lembaga negara yang akuntabel juga harus siap untuk
diawasi oleh institusi lain, untuk menjamin tidak adanya penyimpangan. Dalam konteks
demokrasi, pihak eksekutif yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada
publik haruslah diawasi oleh lembaga legislatif yang merupakan representasi dari seluruh
rakyat. Dalam implementasinya, pengawasan ini tidak hanya dilakukan oleh DPR sendiri.
Sebuah akuntabilitas politik meliputi pengawasan berlapis, baik dari internal, eksekutif,
parlemen, dan publik.
Etika Profesi Page 1
Pengawasan internal dilakukan melalui pengawasan melekat dan penerapan standard
operating procedure.
Pengawasan eksekutif dilakukan melalui mekanisme penugasan dan pelaporan, dalam
hal ini oleh Presiden yang secara struktural berada di atas Polri.
Pengawasan parlemen dilakukan melalui mekanisme anggaran dan sub komisi,
sementara
Pengawasan publik melalui mekanisme penampungan keluhan warga melalui
lembaga-lembaga negara seperti Ombudsman, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
1.2 Rumusan Masalah
Berpijak dari latar belakang penelitian sebagaimana telah diuraikan di atas, dalam
penelitian ini pokok permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut dirumuskan sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah penerapan kode etik profesi kepolisian sebagai bentuk akuntabilitas
kinerja Polri?
2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi penerapan kode etik profesi kepolisian
sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri?
3. Bagaimanakah solusi dalam mengatasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan
kode etik profesi kepolisian sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian berikut ini adalah :
1. Untuk mengetahui Pelanggaran kode etik polri.
2. Untuk mengetahui sanksi yang akan di berikan untuk menindak tegas apabila seorang
anggota polri melanggar kode etik.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab banyaknya anggota polri yang melakukan
pelanggaran kode etik.
Etika Profesi Page 2
1.4 Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan pendekatan teoritis yang bersifat tertulis dari berbagi
sumber yang berguna untuk menambah wawasan pembaca pada umumnya dan khususnya
bagi penulis pribadi. Menggunakan media komunikasi dan informasi tanpa batas, dengan
menggunakan teknologi internet untuk mendapatkan setiap informasi yang dibutuhkan dalam
membuat jurnal dan media pembelajaran bagi penulis.
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dimana penelitian bertujuan untuk
menggali secara luas tentang Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi penerapan kode
etik profesi kepolisian sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri. Sehingga dapat memberikan
wawasan yang lebih luas kepada pembaca mengenai sanksi dan faktor-faktor penyebab
banyaknya pelanggaran kode etik yang di lakukan oleh polri.
Etika Profesi Page 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Bentuk pelanggaran yang di lakukan oleh Polri
Penerapan Kode Etik Profesi Kepolisian Sebagai Bentuk Akuntabilitas Kinerja Polri
Sebagaimana diketahui terdapat berbagai aspek yang berpotensi menimbulkan kerawanan
pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polri, antara lain:
1. Maraknya tempat-tempat hiburan malam yang berpotensi dikunjungi oleh anggota
Polri dengan alasan melakukan penyelidikan dengan tidak dilengkapi Surat Perintah
Tugas.
2. Pungli yang dilakukan oleh anggota Polri terhadap pelayanan masyarakat dalam
pembuatan SIM, perpanjangan STNK atau mutasi kendaraan/pendaftaran baru di
kantor Samsat maupun terhadap mobil angkutan barang dan angkutan penumpang di
jalan raya.
3. Perilaku oknum anggota Polri yang memanfaatkan penanganan penyidikan dengan
melakukan penyimpangan untuk kepentingan pribadi atau kelompok dengan
berlindung di bawah institusi Polri/kesatuan kewilayahan.
4. Adanya kolusi antara panitia pengadaan barang dan jasa dengan penyedia barang dan
jasa dalam proses lelang/tender pengadaan barang dan jasa yang sarat akan
pelanggaran.
5. Adanya kolusi dalam proses penerimaan anggota Polri.
6. Perilaku arogan yang dilakukan anggota Polri dalam upaya paksa tindakan kepolisian
maupun tugas-tugas pengamanan.
7. Rekayasa pembuatan laporan pertanggunggjawaban penggunaan DIPA yang
dilakukan oleh satuan kerja organisasi Polri.
Etika Profesi Page 4
Mendasarkan pada berbagai aspek yang berpotensi menimbulkan kerawanan pelanggaran
yang dilakukan oleh anggota Polri sebagaimana disebutkan di atas, dari data-data berikut
dapat diketahui bentuk-bentuk pelanggaran Kode Etik Profesi Polri yang dilakukan oleh para
anggota kepolisian sepanjang tahun 2011 sampai dengan tahun 2013.
2.2 Faktor-faktory yang mempengaruhi penerapan kode etik profesi Kepolisian
sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri
Masalah pokok penegakan hukum terletak pada faktor-faktor yang mungkin
mempengaruhi. Soerjono Soekanto menjelaskan beberapa unsur atau faktor yang
mempengaruhi penegakan hukum. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral
sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi dari faktor-faktor tersebut. Faktor-
faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Faktor hukumnya sendiri.
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan
hukum.
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegak hukum.
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan.
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada
karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Sebagaimana proses penegakan hukum pada umumnya dalam penerapan Kode Etik Profesi
Polri juga tidak terlepas dari lima faktor yang saling terkait dengan eratnya karena merupakan
esensi dari penegakan hukum itu sendiri. Mulai dari faktor hukumnya, faktor penegak
hukumnya, faktor masyarakat dalam hal ini anggota Polri sebagai objek dari penegakan
hukum Kode Etik Profesi Polri dan faktor kebudayaan dalam organisasi Polri maupun dalam
masyarakat pada umumnya, dan untuk mengetahui sejauh mana kelima faktor tersebut
sebagai tolak ukur bagi efektivitas penegakan hukum Kode Etik Profesi Polri. Berangkat dari
teori inilah faktor-faktor yang menjadi mempengaruhi penerapan Kode Etik Profesi
Kepolisian sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri akan diuraikan dalam penelitian ini.
Etika Profesi Page 5
2.3 Faktor Hukum
Masalah penyimpangan polisi di Indonesia pada dasarnya telah diantisipasi oleh Polri melalui
berbagai instrumen pengawasan terhadap personil polisi. Pertama, melalui keberadaan
instrumen legal berupa peraturan. Selain pelanggaran pidana yang secara umum diatur dalam
KUHP, dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap personilnya, Polri memiliki dua
landasan utama yaitu melalui keberadaan peraturan disiplin dan kode etik profesi. Peraturan
disiplin anggota Polri diatur melalui PP No. 2 Tahun 2003.
Landasan kedua adalah kode etik profesi yang diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 14
Tahun 2011. Permasalahannya adalah sulit untuk memisahkan secara tegas antara berbagai
aturan intern tersebut, selalu ada warna abu-abu, selalu ada sisi terang dan sisi gelap, akan
selalu ada tumpang tindih antara berbagai aturan tersebut. Permasalahan lain selain masalah
di atas adalah seringnya peraturan yang mengatur tentang Kode Etik Profesi Kepolisian ini
dilakukan perubahan. Sebagaimana diketahui sebelum ditetapkannya Peraturan Kapolri
Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian, sebelumnya sudah ada dua
Peraturan Kapolri yang mengatur tentang hal yang sama, yaitu Keputusan Kapolri No.Pol:
KEP/32/VII/2003 dan Peraturan Kapolri Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2006. Artinya,
peraturan tentang Kode Etik Profesi Kepolisian ini sudah dua kali mengalami perubahan. Di
samping itu, Peraturan tentang Kode Etik Profesi Kepolisian yang baru ini tidak tersedia
penjelasan yang memadai bahkan tidak ada penjelasan sama sekali. Akibat peraturan yang
multitafsir tersebut masing-masing pihak akan memiliki penafsiran yang berbeda-beda,
sehingga dapat membuka peluang terjadinya manipulasi dalam penegakan hukum yang pada
akhirnya menimbulkan ketidakpastian hukum.
2.4 Faktor Penegak Hukum
Aparat penegak hukum yang dimaksud disini adalah fungsi kepolisian yang akan
menegakkan Kode Etik Profesi Kepolisian. Permasalahan lain adalah Kepala Satuan
Organisasi Polri selaku Ankum di seluruh tingkatan belum mampu memberikan sanksi
kepada anggota polri yang melakukan pelanggaran melalui sidang Komisi Kode Etik Polri,
sehingga harapan pelanggaran sekecil apapun ditindak lanjuti dengan tindakan korektif atau
sanksi tidak tercapai. Penyebabnya adalah masih adanya di antara pimpinan satuan selaku
Ankum yang belum sepenuhnya memberikan atensi atas pelaksanaan tugas penegakan hukum
Kode Etik Profesi Polri termasuk kepada petugas Subbidang Wabprof.
Etika Profesi Page 6
2.5 Faktor Sarana atau Fasilitas
Aspek yang tidak kalah pentingnya dalam penegakan Kode Etik Profesi Polri adalah
aspek sarana atau fasilitas baik peralatan yang memadai maupun dukungan anggaran
keuangan yang cukup. Hasil penelitian ini menemukan bahwa dalam pelaksanaan tugasnya,
baik Subbidpaminal, Subbidprovos, dan Subbidwabprof selaku unsur pelaksana utama
Bidpropa menghadapi hambatan terkait dengan masalah sarana dan prasarana yang belum
memadai dan keterbatasan dukungan anggaran, sehingga bagi mereka hal tersebut sangat
mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas sehari-hari.
2.6 Faktor Masyarakat atau Anggota Polri
Anggota Polri sebagai objek dalam penegakan hukum Kode Etik Profesi Polri cukup
mempengaruhi keberhasilan dari penerapan kode etik profesi kepolisian. Beragam latar
belakang dan karakteristik pribadi yang dimiliki para anggota polisi, turut mempengaruhi
tingkat kualitas kinerja masing-masing, ada yang tinggi dan ada yang rendah, yang pada
akhirnya sebagai akumulasi akan mempengaruhi tingkat kualitas kinerja, baik latar belakang
pendidikan, adat istiadat yang dianut, termasuk beragamnya karakter kualitas emosional dan
intelejensia setiap anggota polisi, kualitas mental dan keimanan setiap orang yang juga sangat
beragam, belum meratanya tingkat profesionalisme anggota polisi dalam segala tingkatan.
Berikut adalah beberapa faktor dari anggota Polri yang mempengaruhi penerapan kode etik
profesi kepolisian :
1. Tingkat kesadaran dan kepatuhan anggota Polri atas peraturan Kode Etik Profesi Polri
yang mengikat dan berlaku baginya masih relatif rendah sehingga pelanggaran Kode
Etik Profesi Polri tetap terjadi.
2. Tingkat pemahaman dan penerapan aturan hukum oleh Subbidang Wabprof dalam
penyidikan perkara pelanggaran Kode Etik Profesi Polri masih rendah.
3. Masih banyak campur tangan, intervensi dari para pejabat Polri di dalam pelaksanaan
penegakan hukum Kode Etik Profesi Polri, sehingga hasil dari penegakan hukum
yang dicapai masih relatif subyektif dan kurang transparan.
Etika Profesi Page 7
Intervensi oleh atasan yang berupa perintah tertentu seringkali memiliki legitimasi
yang lebih kuat daripada prosedur yang ada dalam hal penanganan suatu
perkara pelanggaran kode etik. Hal tersebut seringkali terjadi manakala seorang
atasan memiliki kepentingan tertentu terhadap penanganan suatu perkara perkara
pelanggaran kode etik yang sedang ditangani oleh Subbidang Wabprof yang
menjadi bawahannya.
4. Masih ada tenggang rasa yang tinggi dari Ankum untuk melakukan sidang Komisi
Kode Etik Polri terhadap anggota. Hal ini dikarenakan masih tingginya pertimbangan
keputusan yang bersifat subyektif sehingga unsur-unsur obyektif yang seharusnya
lebih diutamakan menjadi kurang diperhatikan.
5. Sosialisasi dan pelatihan semua aturan bidang kepropaman belum dilaksanakan oleh
semua Satker.
2.7 Faktor Budaya
Dalam konteks ini, yang agak sulit diubah adalah budaya organisasi yang dibentuk
oleh kekuasaan menjadi budaya organisasi pelayanan dan adanya keengganan pemeriksa dari
Bidpropam dalam memeriksa anggota Polri yang diduga melakukan pelanggaran kode etik.
Hal ini dikarenakan rasa solidaritas (spirit decorps) yang dianggap berlebihan diantara
sesama anggota Polri, terutama yang masa pendidikan pemeriksa satu angkatan dengan
terduga pelanggar atau terduga pelanggar lebih senior daripada pemeriksa. Masalah lain
adalah masih terdapatnya kekeliruan dalam hal penempatan anggota, sehingga apabila terjadi
penempatan anggota yang tidak tepat/bermasalah dapat mengancam kerahasiaan suatu tugas
yang diembannya. Artinya, masih ditemukan penempatan anggota polisi yang tidak sesuai
dengan bidang keahliannya, dalam hal ini kemampuan di bidang kepropaman.
Etika Profesi Page 8
2.8 Solusi mengatasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan kode etik profesi
kepolisian
Ada beberapa solusi yang dapat dilakukan dalam mengatasi faktor-faktor yang
mempengaruhi penerapan kode etik profesi kepolisian sebagai bentuk akuntabilitas
kinerja polri. Beberapa solusi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Terkait dengan faktor hukumnya dimana permasalahan yang timbul seperti sulitnya
untuk memisahkan secara tegas antara berbagai aturan intern Polri seperti antara
peraturan disiplin dan kode etik profesi, maka dalam konteks penelitian ini perlu
adanya penggabungan aturan tentang etika dan disiplin menjadi satu. Selanjutnya
terkait dengan peraturan tentang Kode Etik Profesi Polri tidak tersedia penjelasan
yang memadai, sehingga mengakibatkan peraturan yang multitafsir dalam hal ini
membuka peluang terjadinya manipulasi dalam penerapan hukum yang pada akhirnya
menimbulkan ketidakpastian hukum.
2. Terkait dengan faktor penegak hukumnya dimana permasalahan yang timbul seperti
Kepala Satuan Organisasi Polri selaku Ankum di seluruh tingkatan belum mampu
memberikan sanksi kepada anggota polri yang melakukan pelanggaran melalui sidang
Komisi Kode Etik Polri, sehingga harapan pelanggaran sekecil apapun ditindak lanjuti
dengan tindakan korektif atau sanksi tidak tercapai, maka dalam konteks penelitian ini
Bidpropam harus mampu mewujudkan peran sebagai ujung tombak perubahan,
transformasi profesionalisme dan kinerja Polri dan benteng terakhir fungsi
pengawasan serta pengendalian mutu kinerja Jajaran.
3. Terkait dengan faktor sarana atau fasilitas dimana permasalahan yang timbul seperti
dalam pelaksanaan tugasnya, baik Subbidpaminal, Subbidprovos, dan Subbidwabprof
selaku unsur pelaksana utama Bidpropam sering menghadapi hambatan terkait dengan
masalah sarana dan prasarana yang belum memadai dan keterbatasan dukungan
anggaran, sehingga bagi mereka hal tersebut sangat mengganggu kelancaran
pelaksanaan tugas sehari-hari, maka dalam konteks penelitian ini sarana dan fasilitas
yang perlu diadakan untuk mendukung penegakan Kode Etik Profesi Polri
diantaranya seperti:
Etika Profesi Page 9
a) Alat transportasi dan alat komunikasi
b) Alat deteksi
c) Ruang kerja yang kondusif
d) Peralatan administrasi yang memadai
e) Komputer dan internet yang memiliki program dan jaringan luas
f) Sarana pustakaan hukum sebagai bahan referensi bagi Subbidpaminal,
Subbidprovos, dan Subbidwabprof selaku unsur pelaksana utama Bidpropam
g) Dana yang cukup seperti terpenuhinya hak-hak anggota mulai dari gaji sampai
dengan tunjangan jabatan dan tersedianya anggaran yang cukup atau memadai
dalam menunjang pelaksanaan tugas seperti dalam hal pemeriksaan
pendahuluan, sidang Komisi Kode Etik Polri sampai pada kegiatan penjatuhan
hukuman kode etik.
4. Terkait dengan faktor masyarakat/anggota Polri yang dalam hal ini sebagai objek
dalam penegakan hukum Kode Etik Profesi Polri, dimana permasalahan yang timbul
seperti tingkat kesadaran dan kepatuhan anggota Polri atas peraturan Kode Etik
Profesi Polri yang mengikat dan berlaku baginya masih relatif rendah sehingga
pelanggaran Kode Etik Profesi Polri tetap terjadi, maka dalam konteks penelitian ini
sebagai upaya pemuliaan dan penegakan peraturan Kode Etik Profesi Polri, pimpinan
dalam hal ini dituntut mampu memberikan sanksi kepada anggota Polri yang
melakukan pelanggaran melalui sidang kode etik. Diharapkan penegakan peraturan
Kode Etik Profesi Polri dilaksanakan oleh setiap Kepala Satuan Organisasi Polri
selaku Ankum diseluruh tingkatan sehingga pelanggaran sekecil apapun
ditindaklanjuti dengan tindakan korektif atau sanksi.
Apabila kondisi ini selalu terpelihara, maka pelanggaran-pelanggaran peraturan Kode
Etik Profesi Polri yang akan dilakukan oleh anggota Polri dapat diminimalisasi.
Mendasarkan pada hal tersebut di atas, dalam rangka mewujudkan tegaknya hukum
peraturan Kode Etik Profesi Polri, maka meningkatkan komitmen seluruh anggota
kepolisian merupakan hal mutlak untuk dilakukan. Caranya dapat dengan melakukan
usaha atau kegiatan seperti:
Etika Profesi Page 10
a) Peningkatan pemahaman anggota Polri terhadap peraturan Kode Etik Profesi
Polri
b) Pemberian teladan ketaatan terhadap hukum
c) Pembinaan kesadaran hukum
d) Pembinaan tanggung jawab sosial sebagai warga negara
e) Tradisi penegakan hukum peraturan Kode Etik Profesi Polri yang benar dan
konsekuen untuk menghindari kekecewaan masyarakat
f) Komitmen seluruh anggota Polri untuk melaksanakan peraturan Kode Etik
Profesi Polri dengan titik berat pada keberhasilan pelaksanaan tugas sesuai
amanat dan harapan warga masyarakat
5. Terkait dengan faktor budaya dimana permasalahan yang timbul seperti masih adanya
keengganan pemeriksa dari Bidpropam dalam memeriksa anggota Polri yang diduga
melakukan pelanggaran kode etik, maka dalam konteks penelitian ini untuk
menghasilkan fungsi Kepolisian yang menjunjung tinggi supremasi hukum tentu perlu
didahului dengan pembangunan kultur individu anggota kepolisian, diantarnya
seperti:
a) Membangun mentalitas dasar bahwa masyarakat dengan polisi adalah mitra,
namun tetap tegas dalam menegakkan hukum
b) Sistem keyakinan dasar yang mengatur perilaku hubungan dengan masyarakat,
baik dengan orang yang melakukan kejahatan maupun orang yang bukan
pelaku kejahatan
c) Mempelajari ethos kerja atau semangat polisi dalam lingkungan kerjanya
sehingga menjadi motivasi sebagai polisi yang baik
d) Memiliki pedoman pola berpikir dan berperilaku yang membentuk profil
polisi dalam tugas di lapangan.
Etika Profesi Page 11
Setelah membangun kultur individu anggota kepolisian, maka langkah selanjutnya adalah
membangun kultur organisasi kepolisian. Keanekaragaman latar belakang kultur setiap
individu anggota kepolisian mencerminkan adanya berbagai perbedaan kultur individu
tersebut, hal ini berdampak pada warna kultur pluralistik namun harmonisasi harus
dikembangkan sehingga akan bermuara dalam pelaksanaan tugas yang efektif. Demikian juga
dalam pengambilan keputusan yang berakar dari masing-masing anggota polisi perlu
diarahkan kepada kultur organisasi polisi yang mengacu pada visi, dan misinya. Polisi dan
masyarakat yang demokratis, pemolisiannya mengacu pada prinsip-prinsip demokratis, yaitu
antara lain berdasarkan supremasi hukum, memberikan jaminan dan perlindungan hak asasi
manusia, transparan, bertanggung jawab kepada publik, berorientasi kepada masyarakat, serta
adanya pembatasan dan pengawasan kewenangan polisi.
Etika Profesi Page 12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab
sebelumnya, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan.
1. Penerapan Kode Etik Profesi Polri yang diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 14
Tahun 2011 belum sepenuhnya dijalankan oleh anggota kepolisian di wilayah hukum.
Hal ini terbukti dari semakin banyaknya tingkat pelanggaran Kode Etik Profesi Polri
yang dilakukan oleh anggota kepolisian. Berbagai tindakan penyimpangan tersebut
jelas menjadi preseden buruk bagi terwujudnya akuntabilitas kinerja Polri. Hal ini
menunjukkan bahwa etika kenegaraan, etika kelembagaan, etika kemasyarakatan, dan
etika kepribadian yang seharusnya dimiliki oleh setiap anggota Polri. Kondisi ini
secara tidak langsung memberikan signal, bahwa masih belum optimalnya fungsi
pengawasan internal Bidpropam dalam melaksanakan tugas pokok, fungsi dan
perannya.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan kode etik profesi kepolisian sebagai
bentuk akuntabilitas kinerja Polri adalah sebagai berikut:
a) Faktor hukumnya
b) Faktor penegak hukumnya3). Faktor sarana atau fasilitas
c) Faktor masyarakat
d) Faktor budaya
3. Solusi dalam mengatasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan kode etik
profesi kepolisian sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri adalah sebagai berikut:
a) Terkait dengan faktor hukumnya, maka perlu adanya penggabungan aturan
tentang etika dan disiplin menjadi satu serta perlu adanya penjabaran lebih
lanjut tentang Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik
Profesi Kepolisian;
b) Terkait dengan faktor penegak hukumnya, maka perlu memantapkan kiprah
Bidpropam sebagai garda terdepan penegakan hukum peraturan kode etik
profesi kepolisian.
Etika Profesi Page 13
3.2 Saran
Setelah menetapkan beberapa simpulan sebagaimana dijelaskani dari bab-bab di atas,
maka saran yang perlu disampaikan adalah sebagai berikut:
Sebagai bentuk akuntabilitas kinerja Polri serta agar memberikan efek jera maupun
efek deterrence bagi personel yang melakukan pelanggaran kode etik profesi Polri, maka
penindakannya harus diproses secara transparan, tegas dan bertanggungjawab. Untuk
mewujudkan kondisi demikian perlunya ditempatkan personel-personel yang memiliki
integritas tinggi dan berkomitmen memberantas polisi nakal (yang tidak professional) namun
tetap didukung dengan anggaran dan prasarana yang memadai. Selain itu, sosialisasi terhadap
peraturan tentang Kode Etik Profesi Polri yang masih baru ini harus dilaksanakan secara terus
menerus.
Etika Profesi Page 14
DAFTAR PUSTAKA
Kunarto. 1997. Etika Kepolisian, Cipta Manunggal, Jakarta
Sadjijono,2008, Etika Profesi Hukum Suatu Telaah Filosofis terhadap Konsep dan
Implementasi Kode Etik Profesi Polri. Laksbang Mediatama, Jakarta.
http://www.metro.polri.go.id/kode-etik-kepol
Etika Profesi Page 15