Jurnal Atikah Nim 1209208020
-
Upload
arif-rahman -
Category
Documents
-
view
15 -
download
6
Transcript of Jurnal Atikah Nim 1209208020
PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK
UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS SISWA
PADA PEMBUATAN SABUN DAN DETERGEN
(Penelitian Kelas Terhadap Siswa Kelas VIII SMP Al Amanah Cileunyi)
Atikah1
Cucu Zenab Subarkah2, Neneng Windayani3
Abstrak: Sabun dan detergen merupakan salah satu subkonsep IPA yang dapat disajikan dengan eksperimen dan noneksperimen. Berdasarkan studi pendahuluan di SMP Al-Amanah Cileunyi diketahui bahwa pada proses pembelajaran di kelas khususnya subkonsep sabun dan detergen, guru lebih menekankan siswa untuk membaca dan menghafal. Hal ini menyebabkan siswa memahami konsep secara tidak utuh. Oleh karena itu siswa harus dilibatkan langsung dalam proses pembelajaran. Pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan aktivitas siswa, menganalisis keterampilan generik sains siswa dan memperoleh informasi mengenai tanggapan siswa terhadap pembelajaran berbasis proyek. Metode yang digunakan adalah penelitian kelas dengan subjek penelitian terdiri dari 32 orang siswa kelas VIII SMP Al Amanah Cileunyi. Instrumen yang digunakan meliputi deskripsi pembelajaran, LKS, penilaian kerja, lembar observasi dan angket. Pengolahan data aktivitas siswa, KGS siswa dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran berbasis proyek ini dilakukan dengan statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas siswa pada pembelajaran berbasis proyek mencapai 100% dengan kategori baik sekali. Keterampilan generik sains siswa pada pembelajaran berbasis proyek mendapatkan nilai rata-rata 80 dengan kategori baik sekali, dengan rincian nilai berturut-turut 77, 94, 91, 73, 100 dan 50 untuk keterampilan membangun konsep, kesadaran skala, pemodelan, hukum sebab akibat, pengamatan langsung, dan konsistensi logika. Hasil respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek pada pembuatan sabun dan detergen mencapai 79,7% dengan kategori kuat. Pada penelitian selanjutnya, guru hendaknya memberikan bimbingan dan arahan secara intensif khususnya pada tahap design a plan for the project, monitoring the student and the progress of the project.Kata Kunci: Pembelajaran berbasis proyek, Keterampilan generik sains, Sabun dan
detergen.
PENDAHULUAN
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang diperoleh
melalui pengumpulan data dengan cara eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk
menghasilkan suatu penjelasan mengenai sebuah gejala yang dapat dipercaya. Ada tiga
kemampuan yang terkandung dalam IPA, yaitu (1) kemampuan untuk mengetahui apa yang
diamati, (2) kemampuan untuk memprediksi apa yang belum diamati, dan kemampuan untuk 1 ) Mahasiswa Pendidikan Kimia UIN Sunan Gunung Djati2
32,? ) Dosen Program Studi Pendidikan Kimia UIN Sunan Gunung Djati Bandung
menguji tindak lanjut dari hasil eksperimen, serta (3) dikembangkannya sikap ilmiah
(Trianto, 2007:102).
Salah satu cabang dari ilmu pengetahuan alam adalah ilmu kimia. Ilmu kimia,
merupakan suatu ilmu yang dididasarkan pada percobaan (eksperimen) atau penyelidikan
tentang suatu gejala-gejala atau fenomena alam. Dalam mempelajari ilmu kimia ini, peserta
didik masih mendapatkan berbagai kesulitan, hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti,
keabstrakan subyek, kompleksitas perhitungan yang terlibat, keterpencilan dari bahasa yang
digunakan dan tingkat representasi yang berbeda yang digunakan oleh ahli kimia (Sheppard,
2006:32).
Bahan kimia dalam rumah tangga merupakan salah satu materi pokok dalam pelajaran
IPA yang dapat disajikan secara eksperimen maupun noneksperimen. Namun, pada
kenyataannyang berada di lapangan penyampaian materi bahan kimia cenderung disajikan
dengan noneksperimen, bahkan lebih cenderung untuk membacanya sendiri dan menghafal.
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di SMP Al Amanah Cileunyi,
dalam penyajian materi bahan kimia dalam rumah tangga terutama submateri sabun dan
detergen guru masih menggunakan metode ceramah dan siswa dituntut untuk menghafalkan
materi. Hal ini dapat berimplikasi pada pemahaman siswa yang tidak utuh karena siswa
hanya memahami teori saja tanpa memahami aplikasi nyata dari materi tersebut. Oleh karena
itu agar siswa tidak hanya belajar memahami konsep dengan hanya hafalan saja, maka siswa
harus dilibatkan langsung dalam proses pembelajaran dalam pencarian pengetahuan. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Bruner (dalam Dahar, 1996:103) yang menyatakan bahwa selama
kegiatan belajar berlangsung hendaknya siswa dibiarkan mencari dan menemukan sendiri
makna segala sesuatu yang dipelajari.
Pernyataan Bruner tersebut sejalan dengan sistem pengelolaan KTSP yang menuntut
kegiatan belajar mengajar yang memberdayakan semua potensi peserta didik untuk
menguasai kompetensi yang diharapkan. Kegiatan belajar mengajar yang dilakukan harus
memenuhi prinsip-prinsip (1) berpusat pada peserta didik, (2) mengembangkan kreatifitas
peserta didik, (3) menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang, (4)
mengembangkan beragam kemampuan yang bermuatan nilai, (5) menyediakan pengalaman
belajar yang beragam, dan (6) belajar melalui berbuat (Trianto, 2010:26). Salah satu cara
dalam pencarian pengetahuan adalah dengan cara melakukan eksperimen atau praktikum.
Pada eksperimen atau praktikum, keterampilan pengamatan pada kemampuan generik
sains merupakan factor penting dalam mempelajari kimia (Retno dan Sudarmin, 2006:35).
Mempelajari ilmu kimia berarti mempelajari fenomena alam. Artinya ilmu kimia
dikembangkan melalui pengamatan langsung maupun tak langsung untuk mencari hubungan
sebab akibat dari apa yang diamati dari suatu fenomena alam. Selain itu juga karena
keterbatasan alat indera manusia dalam melakukan pengamatan maka muncul pengamatan
tak langsung. Hal ini akan mengurangi kesalahan pengamatan yang nantinya akan
berimplikasi terhadap kesalahan data, kesalahan konsep atau memahami suatu fenomena
alam.
Berdasarkan penjelasan tersebut, keterampilan generik sains dalam proses
pembelajaran dapat diterapkan dengan strategi pembelajaran berbasis proyek. Pembelajaran
berbasis proyek merupakan merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan
kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek
(Thomas, 2000:1).
Strategi proyek ini bertujuan untuk memantapkan pengetahuan yang dimiliki siswa,
serta memungkinkan siswa memperluas wawasan pengetahuannya dari suatu mata pelajaran
tertentu (Semiawan, dkk dalam Wena 2011:107). Penerapan pembelajaran berbasis proyek ini
diharapkan dapat membantu untuk mengembangkan keterampilan generik sains (KGS) siswa.
Hal ini dikarenakan pada proses pembelajarannya proyek menggunakan pengamatan sebagai
alat bantu dalam menghasilkan tujuan kerja proyek seperti yang dilakukan pada saat
melakukan eksperimen atau praktikum.
Hasil penelitian Rahmadani (2012:98) yang menyatakan bahwa semua aspek KPS
dapat meningkat dengan adanya pembelajaran berbasis proyek ini sehingga dapat dikatakan
strategi pembelajaran yang efektif. Penelitian ini dilakukan atas dasar pengembangan dari
berbagai penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya.
Maka dari itu, berdasarkan uraian di atas peneliti bermaksud untuk melakukan
penelitian yang berjudul: Penerapan Pembelajaran Berbasis Proyek untuk Mengembangkan
Keterampilan Generik Sains Siswa pada Pembuatan Sabun dan Detergen (Penelitian Kelas
Terhadap Siswa Kelas VIII SMP Al Amanah Cileunyi)
RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana aktivitas siswa pada
pembelajaran berbasis proyek pada pembuatan sabun dan detergen untuk siswa kelas VIII
SMP Al Amanah Cileunyi ?, (2) Bagaimana keterampilan generik sains siswa sesuai tahapan
pembelajaran berbasis proyek pada pembuatan sabun dan detergen berdasarkan LKS dan
kinerja untuk siswa kelas VIII SMP Al Amanah Cileunyi?, dan (3) Bagaimana tanggapan
siswa terhadap pembelajaran berbasis proyek yang diterapkan pada penelitian ini?
TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan aktivitas siswa pada
pembelajaran berbasis proyek pada pembuatan sabun dan detergen, menganalisis
keterampilan generik sains siswa sesuai tahapan pembelajaran berbasis proyek berdasarkan
LKS dan kinerja, dan memperoleh informasi mengenai tanggapan siswa terhadap
pembelajaran berbasis proyek yang diterapkan pada penelitian ini.
KAJIAN PUSTAKA
1. Teori Belajar Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme menurut Sagala (2003:88) merupakan landasan berpikir (filosofi)
pendekatan kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya
diperluas diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba.
Berdasarkan pembelajaran konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja
dari otak guru kepada siswa, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh siswa (Hakiim,
2008:46). Siswa sendiri yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan konstruksi
yang telah dibangun sebelumnya.
2. Teori Belajar Ausubel (Belajar Bermakna)
Belajar bermakna (meaningfull learning) pada dasarnya merupakan suatu proses
dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur
kognitif seseorang. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh
terjadinya hubungan substantif antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi
baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa, baik dalam
bentuk hubungan- hubungan yang bersifat derivatif, elaboratif, korelatif, supportif, maupun
yang bersifat hubungan kualifikatif atau representasional.
Ausubel (dalam Dahar, 1996: 115), menyatakan ada tiga kebaikan dari belajar
bermakna, yaitu: informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat, informasi
yang tersubsumsi berakibat peningkatan diferensiasi dari subsumer-subsumer, jadi
memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip, dan informasi
yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif, meninggalkan efek resedural pada subsumer,
sehingga mempermudah hal-hal yang mirip, walaupun telah terjadi “lupa”.
3. Teori Discovery Learning Bruner
Salah satu teori yang melandasi pembelajaran proyek ini adalah teori belajar yang
dikemukakan oleh Jerome Bruner. Teorinya dikenal dengan nama belajar penemuan
(discovery learning). Bruner (dalam Dahar, 1996:103) menganggap bahwa belajar penemuan
sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya
memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah
serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar
bermakna.
Dalam belajar penemuan ini, guru tidak begitu mengendalikan proses belajar
mengajar. Akan tetapi guru hendaknya mengarahkan pelajaran pada penemuan dan
pemecahan masalah. Selain itu guru diminta pula untuk memperhatikan tiga penyajian dalam
pembelajaran yaitu dengan cara enaktif, cara ikonik, dan cara simbolik.
4. Kajian Pembelajaran Berbasis Proyek
Thomas (2000:1) mengemukakan pengertian pembelajaran berbasis proyek
merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola
pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek.
Berikut ini, adalah langkah-langkah pembelajaran berbasis proyek yang
dikembangkan oleh The George Lucas Educational Foundation (dalam Rahmadani,
2012:14), terdiri dari:
a. Start With the Essential Question
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat
memberi penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas.
b. Design a Plan for the Project
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik. Dengan
demikian, peserta didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut.
c. Create s Schedule
Pengajar dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam
menyelesaikan proyek antara lain: (a) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek, (b)
membuat deadline penyelesaian proyek, (c) membawa peserta didik agar merencanakan cara
yang baru, (d) membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak
berhubungan dengan proyek, dan (e) meminta peserta didik untuk membuat penjelasan
(alasan) tentang pemilihan suatu cara.
d. Monitor the Students and the Progress of the Project
Pengajar bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik
selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara memfasilitasi peserta didik
pada setiap proses.
e. Asses the Outcome
Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar dalam mengukur ketercapaian standar,
berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing peserta didik, memberi umpan balik
tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu pengajar dalam
menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
f. Evaluate the Experience
Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan refleksi
terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik
secara individu maupun kelompok.
5. Keterampilan Generik Sains
Menurut Brotosiswoyo (2001:6), belajar sains sebagai wahana berpikir kimia
dikembangkan melalui 9 macam keterampilan generik sains, diantaranya: Pengamatan
langsung, Pengamatan tak langsung, Pemahaman skala, Kerangka logika taat azas, Bahasa
simbolik, Inferensi logika, Hukum sebab akibat, Pemodelan matematik, Membangun konsep.
Sedangkan keterampilan generik sains yang dikembangkan dalam penelitian ini
diantaranya, keterampilan membangun konsep, kesadaran skala, pemodelan, hukum sebab
akibat, pengamatan langsung, dan konsistensi logika.
6. Konsep Sabun dan Detergen
Sabun termasuk dalam kelas umum senyawa yang disebut surfaktan (dari kata
surfaceactive agents), yakni senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan air
(Fessenden, 1982:411). Sabun atau detergen dalam aksinya sebagai pembersih, pertama-tama
bertindak sebagai pembasah, baru kemudian sebagai pengemulsi (Purba, 2006:35). Salah satu
hal yang perlu diketahui bahwa air mempunyai gaya kohesi (gaya tarik menarik antarmolekul
sejenis) yang besar. Oleh sebab itu, air tidak segera membasahi bahan cucian, khususnya
bahan-bahan sintesis tertentu. Air cenderung membentuk tetesan (butiran air) di atas
permukaan bahan cucian daripada membasahinya. Sabun menurunkan gaya kohesi air,
sehingga lebih mudah meresap ke bahan cucian.
Fungsi kedua sabun atau detergen adalah sebagai pengemulsi. Dengan ujung
hidrofobnya, molekul sabun dapat menarik partikel minyak dari bahan cucian, kemudian
menyebarkan (mendispersikan atau mengemulsikannya) ke dalam air, sehingga kotoran atau
minyak dapat dibuang dengan pembilasan. Selain itu juga, aksi sabun sebagai pembersih juga
dibantu dengan buih (busa) yang berfungsi untuk mencegah pengendapan kembali
(redeposisi) kotoran ke bahan cucian.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah metode penelitian kelas. Tujuan diadakan penelitian
kelas adalah untuk mendapatkan solusi dari permasalahan spesifik di kelas dan untuk
mengujicobakan hal-hal baru dalam proses pembelajaran. Jenis data yang diperoleh adalah
jenis data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif berupa nilai rata-rata dari LKS, format
penilaian kinerja, produk maupun angket. Proses penelitian dimulai dengan pembuatan
instrumen penelitian. Kemudian diimplementasikan dengan pembelajaran berbasis proyek
sesuai dengan tahapan pembelajarannya. Data hasil penelitian kemudian diolah dan dianalisis
dan akhirnya diambil suatu kesimpulan.
Sampel Penelitian
Subjek penelitian yang diteliti adalah siswa kelas VIII di SMP Al-Amanah Cileunyi
yang berjumlah 32 orang siswa. Adapun karakteristik siswa kelas VIII terdiri dari 19 orang
siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan. Siswa yang berjumlah 32 orang ini dikelompokkan
ke dalam tiga kategori yaitu kelompok tinggi, sedang dan rendah. Pengelompokkan ini
dilakukan berdasarkan pada nilai hasil ulangan harian siswa. Batas kelompok ditentukan
dengan menggunakan rumus standar deviasi.
Instrumen Penelitian
Data hasil penelitian ini diperoleh dengan menggunakan instrumen penelitian,
diantaranya lembar deskripsi pembelajaran, Lembar Kerja Siswa (LKS), lembar penilaian
kinerja dan produk, lembar observasi dan angket.
Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan
data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil lembar observasi yaitu
observasi aktivitas guru dan siswa, sedangkan data kuantitatif diperoleh dari hasil LKS,
lembar penilaian kinerja dan lembar penilaian produk. Data hasil penelitian yang sudah
terkumpul diolah dan dianalisis dengan menggunakan statistika persentase. Teknik analisis
data penelitian disesuaikan dengan instrumen yang digunakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Deskripsi Aktivitas Siswa pada Proses Pembelajaran Berbasis Proyek pada
Pembuatan Sabun dan Detergen
Proses pembelajaran dimulai dengan kegiatan apersepsi dan selanjutnya motivasi. Guru
langsung menuntun siswa ke dalam tahapan-tahapan dari pembelajaran berbasis proyek.
a. Tahap Start with the Essensial Question
Pada tahap ini siswa diberikan LKS yang berisi wacana mengenai penggunaan bahan
pembersih (sabun dan detergen) meliputi pengertian, karakteristik serta pembuatannya.
Tujuannya agar dapat memberikan pengetahuan tambahan siswa mengenai sabun dan
detergen dan bagaimana cara pembuatannya.
b. Tahap Design a Plan for the Project
Setelah siswa menjawab pertanyaan esensial yang terdapat pada tahap pertama, siswa
diarahkan untuk menuju pada tahap kedua yaitu design a plan for the project. Pada tahap ini
siswa diarahkan untuk membuat rancangan proyek pembuatan sabun atau detergen yang akan
dilaksanakan. Untuk setiap kelompok, siswa diarahkan untuk membuat rancangan yang
berbeda-beda.
c. Tahap Create a schedule
Selanjutnya setelah siswa membuat rancangan proyek pembuatan sabun atau detergen,
siswa diarahkan untuk mengisi pertanyaan mengenai alokasi waktu yang diperlukan dalam
proyek, dan hal-hal yang harus diketahui seputar pelaksanaan proyek. Setelah itu, setiap
kelompok harus mengkonsultasikan rancangan proyeknya kepada guru pembimbing di kelas.
d. Tahap Monitoring the Student and the Progress of the Project
Sebelum proyek pembuatan sabun atau detergen berlangsung, siswa diberikan
petunjuk yang benar mengenai cara membuat larutan, menimbang bahan/zat, menggunakan
termometer, serta mengaduk larutan. Selain itu siswa juga diberikan pengarahan mengenai
hal-hal yang harus diperhatikan oleh siswa meliputi kebersihan alat dan keamanan siswa.
Siswa selanjutnya melaksanakan proyek sesuai dengan arahan yang telah diberikan
sebelumnya.
e. Tahap Asses the Outcome
Pada pertemuan ketiga, siswa diarahkan kembali untuk menjawab pertanyaan yang
terdapat pada LKS tahap lima. Pertanyaan ini bertujuan untuk menilai hasil dari proyek yang
telah dilakukan serta untuk membangun kembali pengetahuan siswa. Selanjutnya, setiap
kelompok diarahkan untuk mempresentasikan hasil proyeknya di depan kelas meliputi
rancangan sampai hasil produknya.
f. Tahap Evaluate the Experience
Tahap terakhir dari penerapan pendekatan pembelajaran berbasis proyek adalah tahap
evaluate the experience. Pada tahap ini siswa diarahkan untuk mengumpulkan produk sabun
dan detergennya kepada guru untuk dinilai. Selanjutnya, siswa diarahkan kembali untuk
menjawab pertanyaan pada LKS untuk mengevaluasi secara keseluruhan terhadap proyek
yang telah dilakukannya.
Selain dari pertanyaan yang terdapat pada LKS, juga dilakukan penilaian produk yang
bertujuan untuk memperkuat hasil jawaban siswa pada LKS. Penilaian produk berupa sabun
dan detergen dilakukan guru setelah LKS selesai diisi oleh siswa.
2. Analisis Keterampilan Generik Sains Siswa pada Setiap Tahapan Pembelajaran
Berbasis Proyek berdasarkan LKS dan Kinerja
Analisis kemampuan siswa pada setiap tahapan pembelajaran berbasis proyek dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kemampuan siswa tiap kelompok belajar pada setiap tahapan pembelajaran berbasis proyek
No. KelompokNilai Tiap Tahap Pembelajaran Berbasis
Proyek Rata-rata
Kategori I II III IV V VI
1 I 88 89 50 100 75 72 79 Baik 2 II 100 100 100 100 50 78 88 Baik sekali3 III 88 93 88 100 63 61 82 Baik sekali4 IV 75 95 63 100 63 56 75 Baik 5 V 88 90 63 100 75 83 84 Baik sekali6 VI 56 80 75 100 75 67 76 Baik
Rata-rata 83 91 73 100 67 70 80 Baik sekaliKategori BS BS B BS B B BS -
Keterangan :I : tahap start with the essensial questionII : tahap design a plan for the projectIII : tahap create a scheduleIV : tahap monitoringthe the student and the progress of the projectV : tahap asses the outcomeVI : tahap evaluate the experience
Berdasarkan Tabel 1. kemampuan siswa untuk setiap tahapan pembelajaran berbasis
proyek pada pembuatan sabun dan detergen menunjukkan nilai rata-rata pada semua tahapan
pembelajaran berbasis proyek adalah 80 dengan kategori baik sekali. Adapun nilai rata-rata
tertinggi yaitu pada LKS tahap IV mencapai nilai 100 dan nilai rata-rata terendah yaitu pada
LKS tahap V yang hanya mencapai nilai 67.
Kelompok belajar yang memperoleh nilai rata LKS paling tinggi adalah kelompok II
dengan perolehan nilai rata-rata 88. Sedangkan kelompok yang memperoleh nilai yang paling
rendah adalah kelompok IV dengan perolehan nilai rata-rata 75
Selanjutnya, berikut ini analisis kemampuan siswa secara keseluruhan pada LKS
berdasarkan pada indikator keterampilan generik sains dapat disajikan ke dalam tabel 2.
Tabel 2. Nilai keterampilan generik sains siswa pada pembelajaran berbasis proyek berdasarkan kelompok belajar
Kelompok Keterampilan Generik Sains Skor
totalNilai Kategori
1 2 3 4 5 6I 70 88 86 50 100 50 445 74 Baik II 81 100 100 100 100 50 531 89 Baik sekaliIII 72 88 91 88 100 50 496 83 Baik sekali IV 65 90 93 63 100 50 466 78 Baik V 84 100 89 63 100 50 480 80 Baik sekaliVI 63 100 82 75 100 50 460 77 Baik
Nilai 77 94 91 73 100 50 480 80 Baik sekaliKategori B BS BS B BS C - B -
Keterangan (KGS):1: membangun konsep2: kesadaran skala3: pemodelan4: hukum sebab akibat5:pengamatan langsung6:konsistensi logika
Berdasarkan tabel 2 analisis kemampuan generik sains siswa berdasarkan kelompok
belajar pada setiap indikator, nilai tertinggi diperoleh pada indikator pengamatan langsung
dengan nilai 100 kategori baik sekali, dan nilai terendah diperoleh pada indikator konsistensi
logika dengan nilai 50 kategori cukup. Sedangkan kelompok belajar yang mencapai
keterampilan generik sains dengan nilai tertinggi diperoleh oleh kelompok 2 dengan nilai 89
kategori baik sekali, dan kemampuan generik sains dengan nilai terendah diperoleh oleh
kelompok 1 dengan nilai 74 kategori baik.
Selama proyek berlangsung, dilakukan penilaian kinerja meliputi cara menimbang dan
menggunakan termometer. Nilai rata-rata siswa untuk indikator kesadaran skala dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Kemampuan kinerja siswa (kesadaran skala) siswa per kelompok pada tahap monitoring the student and the progress of the project
KelompokKinerja Skor
total***Nilai Kategori
1* 2**I 9 6 15 88 Baik sekaliII 10 7 17 100 Baik sekaliIII 9 6 15 88 Baik sekaliIV 8 7 15 88 Baik sekaliV 10 7 17 100 Baik sekaliVI 10 7 17 100 Baik sekali
Skor 56 40 96 - -Nilai 93 95 188 94 Baik sekali
Kategori BS BS - BS -Keterangan:
* : skor maks. 10 ** : skor maks. 7*** : skor maks. 17Kinerja 1: menimbang zatKinerja 1: menggunakan termometer
Berdasarkan Tabel 3 nilai rata-rata tertinggi terdapat pada aspek kinerja (indikator
kesadaran skala) nomor 2 dengan nilai rata-rata 96 yang termasuk kategori baik sekali,
sedangkan nilai rata-rata terendah terdapat pada aspek kinerja (indikator kesadaran skala)
nomor 1 dengan nilai 93 yang termasuk kategori baik. Secara keseluruhan, persentase nilai-
rata-rata kemampuan kinerja adalah 94, ini menunjukkan bahwa kinerja siswa dalam
mengembangkan kemampuan kesadaran skala tahap monitoring student and the progress of
the project adalah sangat baik.
3. Analisis Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran Berbasis Proyek Pada
Pembuatan Sabun dan Detergen
Tanggapan siswa terhadap pembelajaran berbasis proyek menggambarkan persepsi dan
respon siswa terhadap penerapan pembelajaran ini. Ketertarikan siswa terhadap model
pembelajaran berbasis proyek menjadi faktor penting terhadap pelaksanaan pembelajaran.
Untuk mengetahui bagaimana tanggapan siswa terhadap pembelajaran berbasis proyek,
peneliti menyebarkan angket kepada siswa. Angket yang diberikan kepada siswa terdiri dari
16 pernyataan. Berdasarkan hasil tanggapan siswa mengenai respon siswa terhadap
pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek mencapai 79,7% dengan kategori kuat.
PEMBAHASAN
Pembelajaran diawali dengan menggali pengetahuan awal siswa mengenai konsep
prasyarat yaitu mengenai bahan pembersih terutama sabun dan detergen. Hal ini penting
dilakukan agar siswa dapat mengaitkan informasi yang dipelajari dengan informasi yang
telah dimiliki sebelumnya ataupun dengan konsep yang sudah ada sehingga menghasilkan
suatu pembelajaran yang bermakna. Hal ini sejalan dengan pernyataan Arifin (2000:79) atau
Ausubel (dalam Dahar, 1996:112) yang menyatakan bahwa belajar bermakna dapat
berlangsung apabila informasi baru dikaitkan dengan informasi yang telah dimilki
sebelumnya.
Selanjutnya dilakukan pemberian motivasi tentang bagaimana cara pembuatan sabun
dan detergen. Pada tahap ini beberapa siswa menunjukkan rasa senangnya dalam belajar dan
termotivasi untuk mencari tahu dan mempelajari bagaimana cara pembuatan sabun dan
detergen. Setelah pemberian motivasi siswa diarahkan untuk memasuki setiap tahapan
pembelajaran berbasis proyek yaitu sebanyak enam tahap yang terdiri dari start with the
essensial question, design a plan for the project, create a schedule, monitoring the student
and the progress of the project, asses the outcome, dan evaluate the experience. Hal ini
sejalan dengan Bruner (dalam Dahar, 1996:107) yang mengungkapkan bahwa dalam belajar
penemuan guru berperan dalam mengarahkan dan membimbing siswa untuk memecahkan
masalah yaitu mengenai bahan-bahan apa saja yang harus dipersiapkan dalam pembuatan
sabun dan detergen dan bagaimana cara membuatnya.
Sejalan dengan Bruner (dalam Dahar, 1996:107) yang menyatakan bahwa dalam
belajar penemuan salah satu peranan guru yaitu untuk menilai hasil belajar. Penilaian yang
dilakukan terhadap pembelajaran berbasis proyek ini meliputi tiga aspek, yaitu aspek sikap,
proses, dan hasil. Analisis terhadap aspek sikap siswa selama pembelajaran berlangsung yang
dilakukan oleh observer menunjukkan bahwa aktivitas siswa berlangsung dengan baik. Hal
ini tentunya akan berpengaruh pada pencapaian yang akan diperoleh siswa dalam
pembelajaran.
Analisis terhadap aspek proses dilakukan berdasarkan nilai LKS dalam setiap tahap
pembelajaran seperti terlihat pada tabel 1. Berdasarkan tabel 1 tersebut terlihat bahwa LKS
pada tahap monitoring the student and the progress of the project mendapatkan nilai rata-rata
100 dengan kategori baik sekali. Hal ini sesuai dengan respon siswa yang baik terhadap
angket tanggapan mengenai pernyataan “sebelum adanya pembelajaran berbasis proyek ini,
saya merasa sulit untuk memahami tentang mata pelajaran IPA terutama pokok bahasan
pembuatan sabun dan detergen”. Nilai yang tinggi pada tahap ini diduga diakibatkan oleh
keingintahuan siswa yang tingi yang tercermin pada saat melaksanaan proyek pembuatan
sabun dan detergen. Nilai tinggi yang dicapai ini menandakan bahwa siswa telah mampu
untuk mengaplikasikan ide-ide dari rancangan proyek yang yang telah dibuat. Pada tahap ini
pembelajaran berlangsung dengan sistem student centered, dimana siswa pada kelompok
belajar lebih berperan aktif dan diberikan kesempatan bebas untuk mengkonstruksikan ide-
ide dan mengaplikasikannya (Sagala 2003:38).
Nilai rata-rata paling rendah terdapat pada tahap asses the outcome yang hanya
mencapai nilai 67 dengan kategori baik. Hal ini sesuai dengan aktivitas siswa yang terlihat
kurang bekerja sama dengan anggota kelompoknya dan juga diduga siswa merasa bingung
dalam menjawab setiap pertanyaan yang terdapat pada LKS tahap 5. Hal ini sejalan dengan
jawaban LKS siswa pada tahap 5 no 5d mengenai pertanyaan untuk membuat kesimpulan
terhadap hasil proyek yang telah dilaksanakan. Hasilnya sebagian besar siswa pada kelompok
belajar tidak dapat menjawab pertanyaan dengan tepat sesuai yang diharapkan. Berdasarkan
jawaban siswa pada pertanyaan tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa masih merasa
kesulitan dalam membuat kesimpulan. Hal ini dimungkinkan adanya keterkaitan dengan
pernyataan guru IPA dari kelas yang bersangkutan yang menyatakan bahwa selama
pembelajaran sampai saat ini siswa belum pernah melakukan praktikum. Oleh karena itu
siswa belum terbiasa untuk membuat atau memberikan kesimpulan terhadap praktikum yang
telah dilaksanakan.
Nilai kemampuan generik sains siswa pada setiap tahapan pembelajaran berbasis
proyek berdasarkan LKS diperoleh oleh kelompok II dengan nilai tertinggi 88 kategori baik
sekali. Hal ini sesuai dengan pada waktu pelaksanaan pembelajaran berlangsung, siswa
terlihat paling antusias dan paling semangat diantara kelompok lainnya. Berdasarkan hasil
observasi aktivitas siswa, ketika guru sedang memberikan pengarahan dan memberikan
bimbingan anggota kelompok inilah yang paling banyak mengajukan pertanyaan misalnya
MA dan MRA yang paling berperan dalam kegiatan pembelajaran ini.
Kelompok yang mendapat nilai LKS terendah adalah kelompok IV dengan perolehan
nilai 75 kategori baik. Hal ini sesuai dengan pada saat pelaksanaan pembelajaran berlangsung
memang kelompok inilah yang paling kurang dalam hal keaktifan dan kerja sama. Beberapa
anggota kelompok seperti DPA dan NKW inilah yang paling kurang memberikan respon
positif terhadap kegiatan pembelajaran yang berlangsung. Hal ini sejalan dengan respon
NKW yang menyatakan tidak setuju pada angket tanggapan mengenai pembelajaran berbasis
proyek pada beberapa pernyataan seperti “saya sangat tertarik dengan mata pelajaran IPA
tentang pembuatan sabun dan detergen” kemudian menyatakan sangat tidak setuju pada
pernyataan “saya suka melakukan sebuah proyek sains kimia”. Kemungkinan penyebab nilai
rendah ini juga dimungkinkan karena penyampaian arahan dan bimbingan yang diberikan
oleh peneliti kurang dapat diterima dan dimengerti oleh siswa.
Selanjutnya, keterampilan generik sains siswa yang berhasil dikembangkan dengan
nilai tertinggi adalah keterampilan pengamatan langsung dengan perolehan nilai 100 kategori
baik sekali. Keterampilan pengamatan langsung yang dikembangkan siswa yang berkembang
dengan baik sekali akan berimplikasi terhadap konstruksi pengetahuan siswa yang dihasilkan.
Hal ini sejalan dengan pendapat Cobern (1991:1) yang mengemukakan bahwa pengetahuan
yang dimiliki seseorang tidak diberikan secara langsung melainkan dibangun sendiri oleh
seseorang tersebut. Proses konstruksi pengetahuan siswa dapat dilakukakan melalui interaksi
dengan fenomena, pengalaman, lingkungan serta objek melalui panca inderanya sendiri.
Melalui pembelajaran berbasis proyek ini, sebagian besar siswa sudah mempunyai kepekaan
tinggi terhadap skala numerik dan mampu mengungkapkan prosedur proyek ke dalam bentuk
bagan alir. Kelompok yang mendapat nilai keterampilan generik sains tertinggi adalah
kelompok II dengan perolehan nilai 89 kategori baik sekali. Seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya kelompok II ini adalah kelompok terbaik dengan perolehan nilai LKS tertinggi,
anggota kelompok yang paling solid.
Sedangkan keterampilan generik sains siswa yang hanya mencapai nilai terendah 50
dengan kategori cukup adalah keterampilan konsistensi logika. Semua siswa dianggap belum
dapat menarik kesimpulan dari proyek pembuatan sabun dan detergen yang telah dilakukan.
Hal ini diduga karena siswa belum dapat menghubungkan antara tujuan, prinsip dengan hasil
yang diperoleh dari proyek. Sehingga jawaban yang diungkapkan pada LKS tidak sesuai
dengan tujuan proyeknya. Selain itu juga diduga peneliti karena belum terbiasanya siswa
dalam menyimpulkan suatu konsep baik melalui pembelajaran konsep maupun pembelajaran
praktikum sehingga siswa dianggap kurang dalam merangkai kata untuk membuat
kesimpulan. Kelompok yang memperoleh nilai keterampilan generik sains terendah adalah
kelompok III. Nilai rendah yang diperoleh ini diduga karena siswa belum mampu
membangun konsepnya sendiri sehingga pada penilaian hasil proyek mendapatkan nilai yang
rendah.
Analisis terhadap aspek proses yang selanjutnya didapatkan dari nilai kinerja siswa
meliputi kinerja keterampilan dalam menimbang zat dan menggunakan termometer serta
kinerja dalam presentasi seperti yang terlihat pada tabel 3. Berdasarkan tabel 3 tersebut
terlihat bahwa kinerja siswa mendapatkan nilai rata-rata keseluruhan 79 dengan kategori baik.
Nilai tertinggi diperoleh pada aspek kinerja (keterampilan) menimbang zat dan menggunakan
termometer dengan perolehan nilai 94 kategori baik sekali. Nilai yang tinggi ini diduga
karena keinginan siswa yang besar dalam menggunakan alat-alat proyek berupa neraca dan
termometer dengan baik dan benar. Walaupun siswa belum pernah menggunakan termometer
sebelumnya dan hanya diberikan contoh bagaimana cara menggunakan termometer yang
baik dan benar akan tetapi siswa sudah mampu menunjukkan keterampilannya dalam
menggunakan termometer tersebut, hanya saja siswa belum baik dalam hal kebersihan alat.
Kelompok yang memperoleh nilai kinerja tertinggi adalah kelompok V dengan perolehan
nilai 89 kategori baik sekali.
Nilai kinerja siswa terendah diperoleh pada aspek kinerja presentasi yang hanya
mencapai 65 kategori baik. Nilai yang rendah ini diduga peneliti karena siswa belum terampil
dan terbiasa dalam tampil di depan kelas mempresentasikan pengetahuannya sehingga
kemampuan siswa dalam berbicara di depan orang belum tidak terasah dengan baik.
Kelompok yang memperoleh nilai kinerja terendah adalah kelompok IV dengan perolehan
nilai 73 kategori baik. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kelompok ini merupakan
kelompok yang paling kurang memberikan respon positif terhadap pembelajaran yang sedang
dilakukan.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dinyatakan bahwa penerapan pembelajaran
berbasis proyek pada pembuatan sabun dan detergen dapat mengembangkan keterampilan
generik sains siswa, akan tetapi harus lebih ditekankan lagi pada keterampilan konsistensi
logikanya.
Hasil analisis tanggapan positif siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran berbasis
proyek pada pembuatan sabun dan detergen yaitu 79,7% dengan kategori kuat.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian terhadap penerapan pembelajaran berbasis proyek untuk
mengembangkan keterampilan generik sains siswa pada pembuatan sabun dan detergen
terhadap siswa kelas VIII IPA SMP Al-Amanah Cileunyi dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Aktivitas siswa pada proses pembelajaran berbasis proyek pada pembuatan sabun dan
detergen untuk setiap tahap dalam pembelajaran berbasis proyek, yaitu start with the
essensial question, design a plan for the project, create a schedule, monitoring the
student and the progress of the project, asses the outcome dan evaluate the experience
dapat berlangsung sangat baik dengan rata-rata keterlaksanaan mencapai 100%.
2. Keterampilan generik sains siswa terhadap pembelajaran berbasis proyek pada
pembuatan sabun dan detergen berdasarkan LKS dan kinerja secara keseluruhan baik
sekali dengan nilai rata-rata 80, dengan perolehan nilai secara berturut-turut 94, 91 dan
100 untuk keterampilan kesadaran skala, keterampilan pemodelan dan keterampilan
pengamatan langsung dengan kategori baik sekali, 77 dan 73 untuk keterampilan
membangun konsep dan keterampilan hukum sebab akibat dengan kategori baik, dan 50
untuk keterampilan konsistensi logika dengan kategori cukup.
3. Berdasarkan hasil analisis tanggapan siswa terhadap pembelajaran berbasis proyek pada
pembuatan sabun dan detergen mencapai 79,7% dengan kategori kuat.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta kesimpulan yang telah dikemukakan
di atas, maka diajukan beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi Guru
Untuk pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis proyek, guru
hendaknya memberikan bimbingan dan arahan secara intensif pada setiap tahapan
pembelajaran berbasis proyek dari awal sampai akhir terutama pada tahap design a plan for
the project dan monitoring the student and the progress of the project..
2. Bagi Siswa
Pada proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis proyek
hendaknya siswa lebih memahami terhadap rancangan proyek yang akan dilaksanakan
khususnya terhadap tujuan, prinsip dan prosedur sehingga pada tahap V siswa dapat
menyimpulkan hasil proyeknya dengan baik.
3. Bagi Peneliti lain
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis proyek hendaknya
mampu mengalokasikan waktu dengan sangat baik dan memerlukan persiapan yang sangat
matang sehingga proyek yang dilakukan dapat terlaksana dengan baik dan sesuai dengan
yang diharapkan. Pembelajaran dengan menggunakan model ini juga hendaknya tidak hanya
diterapkan pada materi sabun dan detergen saja, namun dapat diterapkan pada materi IPA
lainnya yang sesuai dengan model pembelajaran berbasis proyek misalnya materi zat aditif
dalam makanan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. 2000. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Bandung : FMIPA UPI.
Dahar, R.W. 1996. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Fessenden and Fessenden. 1986. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta : Penerbit Erlangga
Hakiim, L. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: CV. Wacana Prima.
Parmin dan Sudarmin. 2013. Strategi Belajar Mengajar IPA. Semarang: Fakultas MIPA Universitas Negeri Semarang
Purba, M. 2006. Buku Paket IPA Kimia untuk SMP Kelas VIII. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Retno dan Sudarmin. 2006. Potret Kemampuan Generik Sains Pengamatan Calon Guru Kimia dan Implikasinya pada Pembelajaran Kimia. Semarang: Jurusan Kimia FMIPA Unnes dan Unined Medan. 35-41
Sagala, S. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sheppard, K. 2006. “High School Students’ Understanding of Titrations and Related Acid-Base Phenomena”. Chemistry Education Research and Practice. 7, (1), 32-45.
Sri, R. 2012. Pembelajaran Berbasis Proyek Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Dan Penguasaan Konsep Siswa SMK Pada Pemisahan Campuran. Tesis. Bandung: UPI. FP MIPA-UPI
Thomas, J.W. 2000. A Review of Research on Project-Based Learning. [Online]. Tersedia:http://.bie.org/index.php/site/RE/pbl_research/29 [20 Juni 2013]
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka
. 2010. Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam KTSP. Jakarta: Bumi Aksara
Wena, M. 2011. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara