JUMAT, 18 MARET 2011 Tiada Taman, Flyover pun JadiFlyover p fileSalah satunya Mubarok, 22, pedagang...

1
jang jembatan berbagai kelom- pok orang menjamur. Pedagang mendukung kenyamanan me- reka. Ada sekitar 20 gerobak mangkal sepanjang pinggir jem- batan di kedua sisi. Gerobak- gerobak tersebut menjual go- rengan, bakso, rokok, minuman ringan, hingga buah. Salah satunya Mubarok, 22, pedagang buah yang memarkir- kan gerobaknya di sisi jem- batan. Setiap hari ia menjajakan berbagai buah segar siap ma- kan. Orang-orang yang nong- krong maupun sekadar lewat dapat langsung menikmati se- mangka, melon, dan pepaya, dengan harga Rp1.000 per po- tong, tanpa harus turun dari motor. Meski baru dua bulan ber- jualan di jembatan layang Pasar Rebo, pemasukan Mubarok terhitung lumayan. Apalagi di setiap akhir pe- kan, pengun- jung bak pasar TEMA: Ducati Tantang Hegemoni Pabrikan Jepang OLAHRAGA SABTU (19/3/2011) FOKUS Tiada Taman, Tiada Taman, Flyover p Flyover p SISKA NURIFAH J EMBATAN layang (fly- over) yang membelah perempatan Pasar Rebo, Jakarta Timur, bak ho- tel transit bagi sebagian anak muda. Setiap Jumat, Sabtu, dan Minggu, kawasan itu menjadi arena memadu kasih. Tiada akar, rotan pun jadi. Tiada taman, flyover pun oke. Begitu prinsip mereka. Bukan hanya anak-anak muda, orang dewasa pun berpacaran di sana. Banyak pula orang tua yang membawa serta anak- anak. Kebanyakan mereka berda- tangan mulai pukul 17.00 WIB hingga tengah malam. Semakin malam, jembatan kian penuh. Motifnya bermacam-macam. Seperti halnya Jajang, 22, Anisa, 20, dan Bayu, 22, yang ditemui sedang bersenda gurau di ping- RUANG PUBLIK: Pasangan menikmati pemandangan kota di flyover Cijantung, Jakarta, beberapa waktu lalu. Padatnya permukiman di Jakarta menyebabkan hilangnya ruang publik untuk warga sehingga jembatan layang pun dijadikan ruang publik baru. LAHAN PARKIR: Sepasang muda-mudi duduk di tembok pembatas meskipun sudah ada larangan di areal parkir ka beberapa waktu lalu. Lahan parkir yang sepi dimanfaatkan untuk berpacaran. Jangan karena ruang publik terbatas, para remaja melakukan kegiatan yang melanggar norma susila dan etika. gir jembatan. Ketiganya sudah 1 jam nong- krong di jembatan sejak datang pukul 21.00. “Kami baru pu- lang kerja dari Pasar Minggu. Ketimbang nongkrong di mal, mending di sini. Hitung-hitung melepas lelah,” ungkap Jajang, Jumat (11/3). Sambil menyeruput kopi panas yang disediakan peda- gang bersepeda, ketiganya berbincang mengenai peker- jaan dan teman-teman mereka. Lokasi jembatan yang tinggi serasa berada di sebuah pun- cak. “Di sini kendaraan tidak macet. Kalau nongkrong tidak terlalu diperhatikan. Di sam- ping itu, hembusan angin cukup sejuk dan pemandangan ba- gus,” tambah Anisa dari atas motornya. Terlihat sepan- malam. “Kalau Sabtu dan Minggu, sangat ramai. Kalau hari biasa saya kantongi Rp100 ribu, akhir pekan bisa dua kali lipat,” ungkapnya. Mubarok bukan tanpa hambatan, musuhnya hujan. “Kalau hujan, enggak ada yang mau membeli buah dingin,” ujarnya. Berjualan di jembatan layang bebas preman. Namun, status lokasi yang ilegal membuat dia dan kawan-kawan sering main kucing-kucingan dengan petu- gas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). “Kalau dari jauh terlihat Satpol PP, saya balik kanan. Buah busuk terpaksa dibuang, tapi yang masih segar disimpan untuk dijual lagi be- sok,” cetusnya. Risiko terserempet tak meri- saukan pedagang di sana. Yang paling mereka takutkan hanya Satpol PP. Arifin, 30, dan is- trinya, Tami, 25, pedagang mi- numan ringan, pekan lalu mendapat peringatan dari Sat- pol PP. Gerobak mereka akan diangkut jika tertangkap basah berjualan di jembatan. “Tapi mau bilang apa, kami me- nafkahi keluarga dengan cara ini,” ujar Arin. Mereka menyadari kehadiran puluhan gerobak serta warga yang nongkrong cukup meng- ganggu dan membahayakan pengendara yang melintas. Apa- lagi sebagian besar yang nong- krong memarkirkan motor sem- barangan. “Waktu tutup tahun 2010, jembatan ini tidak bisa dilewati. Penuh orang-orang. Kami kan enggak bisa melarang orang parkir sembarangan.” Aktivitas sehat Rekreasi di atas jembatan layang sudah menjadi fenomena baru di Jakarta. Setiap akhir pekan, flyover Jl Raya Bogor, Kramat Jati, Jatinegara, Kema- yoran, Tanah Abang, hingga Buaran dipenuhi warga kota. Kebanyakan memang ka- langan muda yang memadu kasih. Namun banyak pula yang sekadar mengisi waktu. Seperti Lisa, 17, dan Brian, 18, warga Kampung Melayu, Jakarta Timur. Mereka nongkrong di JUMAT, 18 MARET 2011 28 F OKUS

Transcript of JUMAT, 18 MARET 2011 Tiada Taman, Flyover pun JadiFlyover p fileSalah satunya Mubarok, 22, pedagang...

jang jembatan berbagai kelom-pok orang menjamur. Pedagang mendukung kenyamanan me-reka. Ada sekitar 20 gerobak mangkal sepanjang pinggir jem-batan di kedua sisi. Gerobak-gerobak tersebut menjual go-rengan, bakso, rokok, minuman ringan, hingga buah.

Salah satunya Mubarok, 22, pedagang buah yang memarkir-kan gerobaknya di sisi jem-batan. Setiap hari ia menjajakan berbagai buah segar siap ma-kan. Orang-orang yang nong-krong maupun sekadar lewat dapat langsung menikmati se-mangka, melon, dan pepaya, dengan harga Rp1.000 per po-tong, tanpa harus turun dari motor.

Meski baru dua bulan ber-jualan di jembatan layang

Pasar Rebo, pemasukan Mubarok terhitung

lumayan. Apalagi di setiap akhir pe-

kan, pengun-jung bak pasar

TEMA:Ducati Tantang

HegemoniPabrikan Jepang

OLAHRAGASABTU (19/3/2011)

FOKUS

Tiada Taman, Tiada Taman, Flyover pun JadiFlyover p

SISKA NURIFAH

JEMBATAN layang (fly-over) yang membelah perempatan Pasar Rebo, Jakarta Timur, bak ho-

tel transit bagi sebagian anak muda. Setiap Jumat, Sabtu, dan Minggu, kawasan itu menjadi arena memadu kasih.

Tiada akar, rotan pun jadi. Tiada taman, flyover pun oke. Begitu prinsip mereka. Bukan hanya anak-anak muda, orang dewasa pun berpacaran di sana. Banyak pula orang tua yang membawa serta anak-anak.

Kebanyakan mereka berda-tangan mulai pukul 17.00 WIB hingga tengah malam. Semakin malam, jembatan kian penuh. Motifnya bermacam-macam. Seperti halnya Jajang, 22, Anisa, 20, dan Bayu, 22, yang ditemui sedang bersenda gurau di ping-

RUANG PUBLIK: Pasangan menikmati pemandangan kota di flyover Cijantung, Jakarta, beberapa waktu lalu. Padatnya permukiman di Jakarta menyebabkan hilangnya ruang publik untuk warga sehingga jembatan layang pun dijadikan ruang publik baru.

LAHAN PARKIR: Sepasang muda-mudi duduk di tembok pembatas meskipun sudah ada larangan di areal parkir kabeberapa waktu lalu. Lahan parkir yang sepi dimanfaatkan untuk berpacaran.

Jangan karena ruang publik

terbatas, para remaja melakukan

kegiatan yang melanggar

norma susila dan etika.

gir jembatan. Ketiganya sudah 1 jam nong-

krong di jembatan sejak datang pukul 21.00. “Kami baru pu-lang kerja dari Pasar Minggu. Ketimbang nongkrong di mal, mending di sini. Hitung-hitung melepas lelah,” ungkap Jajang, Jumat (11/3).

Sambil menyeruput kopi panas yang disediakan peda-gang bersepeda, ketiganya berbincang mengenai peker-jaan dan teman-teman mereka. Lokasi jembatan yang tinggi serasa berada di sebuah pun-cak.

“Di sini kendaraan tidak macet. Kalau nongkrong tidak terlalu diperhatikan. Di sam-ping itu, hembusan angin cukup sejuk dan pemandangan ba-gus,” tambah Anisa dari atas motornya.

Terlihat sepan-

malam.“Kalau Sabtu dan Minggu,

sangat ramai. Kalau hari biasa saya kantongi Rp100 ribu, akhir pekan bisa dua kali lipat,” ungkapnya. Mubarok bukan tanpa hambatan, musuhnya hujan. “Kalau hujan, enggak ada yang mau membeli buah dingin,” ujarnya.

Berjualan di jembatan layang bebas preman. Namun, status lokasi yang ilegal membuat dia dan kawan-kawan sering main kucing-kucingan dengan petu-gas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). “Kalau dari jauh terlihat Satpol PP, saya balik kanan. Buah busuk terpaksa dibuang, tapi yang masih segar disimpan untuk dijual lagi be-

sok,” cetusnya. Risiko terserempet tak meri-

saukan pedagang di sana. Yang paling mereka takutkan hanya Satpol PP. Arifin, 30, dan is-trinya, Tami, 25, pedagang mi-numan ringan, pekan lalu mendapat peringatan dari Sat-pol PP. Gerobak mereka akan diangkut jika tertangkap basah berjualan di jembatan. “Tapi mau bilang apa, kami me-nafkahi keluarga dengan cara ini,” ujar Arifi n.

Mereka menyadari kehadiran puluhan gerobak serta warga yang nongkrong cukup meng-ganggu dan membahayakan pengendara yang melintas. Apa-lagi sebagian besar yang nong-krong memarkirkan motor sem-

barangan. “Waktu tutup tahun 2010, jembatan ini tidak bisa dilewati. Penuh orang-orang. Kami kan enggak bisa melarang orang parkir sembarangan.”

Aktivitas sehat Rekreasi di atas jembatan

layang sudah menjadi fenomena baru di Jakarta. Setiap akhir pekan, flyover Jl Raya Bogor, Kramat Jati, Jatinegara, Kema-yoran, Tanah Abang, hingga Buaran dipenuhi warga kota.

Kebanyakan memang ka-langan muda yang memadu kasih. Namun banyak pula yang sekadar mengisi waktu. Seperti Lisa, 17, dan Brian, 18, warga Kampung Melayu, Jakarta Timur. Mereka nongkrong di

JUMAT, 18 MARET 201128 FOKUS