Judul_Pemanfaatan Ekstrak Daun Bandotan Sebagai Insektisida Nabati Ulat Grayak
-
Upload
titikwijayanti -
Category
Documents
-
view
312 -
download
3
description
Transcript of Judul_Pemanfaatan Ekstrak Daun Bandotan Sebagai Insektisida Nabati Ulat Grayak
LAPORAN PENELITIAN
PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN BANDOTAN (Ageratum conyzoides. L) SEBAGAI INSEKTISIDA NABATI
ULAT GRAYAK (Spodoptera litura. F)
Oleh :
TITIK WIJAYANTI, SPd., MSi
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN IKIP BUDI UTOMO MALANG
TERAKREDITASI
JL. SIMPANG ARJUNO 14-B MALANG TELP. (0341) 323214 - 326019
2011
!i!
!!
ABSTRAK
PEMANFAATAN EKSTRAK DAUN BANDOTAN (Ageratum conyzoides. L) SEBAGAI INSEKTISIDA NABATI ULAT GRAYAK (Spodoptera litura. F)
Oleh :
Titik Wijayanti, SPd., MSi
Hama merupakan salah satu faktor pembatas yang menghambat peningkatan produk tanaman pertanian. Pengendalain hama dan penyakit sering menggunakan berbagai jenis pestisida kimia. Namun banyaknya permasalahan serta dampak negatif yang ditimbulkan terhadap penggunaan bahan kimia pertanian, maka upaya terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan sistem pengendalian hama terpadu (PHT) yang melibatkan pengendalian hama secara kimiawi, biologis, kultur teknis, dan penggunaan varietas resisten terhadap hama tertentu. Alternatif yang dapat dilakukan adalah penggunaan pestisida nabati. Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan berbahan dasar tumbuhan. Karena bahan dasarnya alami maka akan mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia karena residunya mudah hilang. Salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati adalah bandotan (Ageratum conyzoides. L).
Ulat Spodoptera litura F. dikenal dengan nama ulat grayak atau ulat tentara. Hama ini dapat merusak tanaman sejak fase vegetatif dengan memakan daun tanaman yang muda hingga tinggal tulang daun saja. Dan pada fase generatif dengan memangkas polong-polong muda. S. litura F. bersifat polifag (memakan berbagai macam tanaman) sehingga hampir semua tanaman bisa dijadikan inangnya. Serangga ini merupakan hama yang intensitas serangannya berat, sehingga memerlukan usaha pengendalian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak daun bandotan (Ageratum coyizoides. L) terhadap mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura. F) dan untuk mengetahui konsentrasi ekstrak daun bandotan (yang optimum terhadap mortalitas ulat grayak. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ulat Spodoptera litura pada instar I, II, III, IV, V dan VI, yang didapat dari hasil pembiakan ulat di Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat di Malang. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling. Selanjutnya data diuji normalitas, homogenitas, anova dan uji lanjut (Duncan’s 5%) dengan program komputasi SPSS v.16.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun bandotan (Ageratum conyzoides L). memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap mortalitas Spodoptera litura. F pada instar I sampai dengan instar VI. Hal ini disebabkan karena peningkatan konsentrasi ekstrak daun Ageratum conyzoides. L berarti meningkatkan kandungan precocene, sehingga daya bunuh terhadap ulat juga meningkat. !
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Penelitian ............................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Ulat Grayak (Spodoptera litura F) ........................................... 6
2.2 Tinjauan Tentang Pestisida .................................................................................. 10
2.3 Tinjauan Tentang Ageratum conyzoides. L ......................................................... 12
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian .................................................................................................... 17
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................................. 17
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Penelitian ................................................................................ 17
3.3.2 Sampel Penelitian .................................................................................. 18
3.4 Variabel Penelitian .............................................................................................. 18
3.5 Rancangan Penelitian .......................................................................................... 18
3.6 Prosedur Penelitian
3.6.1 Alat dan bahan ....................................................................................... 19
3.6.2 Persiapan Larva ..................................................................................... 19
3.6.3 Pembuatan Ekstrak Daun Bandotan ...................................................... 19
3.6.4 Pelaksanaan Penelitian .......................................................................... 20
3.7 Analisis Data ....................................................................................................... 20
iv
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ................................................................................................... 21
4.2 Pembahasan.......................................................................................................... 23
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 26
5.2 Saran .................................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 27
LAMPIRAN .................................................................................................................... 30
v
DAFTAR TABEL No. Judul Halaman
1. Mortalitas (%) Ulat Grayak (Spodoptera litura. F) Instar 1
Setelah Pemberian Perlakuan Ekstrak Daun
Ageratum conyzoides. L ............................. ...................................... 21
2. Tabel Uji Duncan Persentase Mortalitas (%) Ulat Grayak
(Spodoptera litura. F).......................................................................... 22
vi
DAFTAR GAMBAR No. Judul Halaman
1. Morfologi Spodoptera litura. F ............................................................. 8 2. Ageratum conyzoides. L ..................................................................... 13 3. Grafik Gambaran Mortalitas Ulat Grayak (Spodoptera litura. F) Akibat Perlakuan Ekstrak Ageratum conyzoides. L .............................. 22
vii
DAFTAR LAMPIRAN No. Judul Halaman 1. Hasil Analisis Statistik SPSS v. 16....................................................... 30
2. Dokumentasi Penelitian ........................................................................... 38
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengendalian hama dan penyakit pada proses pertanian adalah suatu hal
yang pokok, karena disamping merupakan kunci dari keberhasilan bertanam,
keberhasilan pengendalian hama dan penyakit adalah mutlak harus dilakukan
dalam urutan mekanisme pertanian agar tanaman budidaya yang kita tanam tidak
habis di serang oleh hama dan penyakit.
Perkembangan pengendalian hama dan penyakit dari masa Mesir kuno dan
Mesopotamia pada tahun 6000 SM sampai pengendalian hama dan penyakit
secara modern mempunyai banyak teknik. Pada garis besarnya sebelum abad ini
adalah era pengendalian hama secara manual, kultur teknis dan mekanis. (Flint,
1990).
Hama merupakan salah satu faktor pembatas yang menghambat
peningkatan produk tanaman pertanian. Berbagai jenis organisme penganggu
yang dikenal sebagai hama telah banyak ditemukan di lahan pertanian. Pada
umumnya, pengendalain hama dan penyakit sering menggunakan berbagai jenis
pestisida kimia. Cara pemberantasan hama yang semata-mata hanya didasarkan
pada penggunaan pestisida kimia apalagi dilakukan dengan pemberian yang
berlebihan dapat menimbulkan berbagai masalah yang tidak diinginkan. Dampak
yang muncul diantaranya adalah terjadinya resistensi (kekebalan) pada hama
sasaran, munculnya hama-hama sekunder, rusaknya lingkungan bahkan lebih jauh
lagi dapat menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan ekosistem.
2
Kemungkinan yang lebih parah lagi adalah penggunaan bahan kimia dapat
berakibat pada petani itu sendiri.
Banyaknya permasalahan serta dampak negatif yang ditimbulkan terhadap
penggunaan bahan kimia pertanian, kiranya upaya terbaik yang dapat dilakukan
adalah dengan menerapkan sistem pengendalian hama terpadu (PHT) yang
melibatkan pengendalian hama secara kimiawi, biologis, kultur teknis, dan
penggunaan varietas resisten terhadap hama tertentu.
Dalam pengendalian hama tepadu yang tidak hanya menggunakan satu
aspek pengendalian saja, pengendalian secara biologis yang merupakan salah satu
komponen dari PHT sesungguhnya sudah terjadi secara alami yang melibatkan
adanya mekanisme alam, sehingga dapat berfungsi mengembalikan keseimbangan
ekosistem. Disamping aspek keseimbangan ekosistem, penerapan sistem
pengendalian biologis dipandang perlu, karena apabila dibandingkan dengan
pengendalian secara kimia mempunyai beberapa keuntungan diantaranya; biaya
pengendalian hama relatif lebih murah, lebih spesifik, sarana pengendalian dapat
dikembangkan di lapangan oleh petani dan dapat bersifat permanen. Walaupun
demikian, bukan berarti pengendalian hama dengan metode yang lain tidak
penting, karena dalam penerapan pengendalian hama terpadu, disamping
pengendalian secara biologis dan kultur teknis, penggunaan bahan kimia untuk
membasmi hama juga masih diperlukan secara selektif dengan
mempertimbangkan waktu dan cara yang tepat.
Alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah
penggunaan pestisida nabati. Secara umum pestisida nabati diartikan sebagai
pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Oleh karena berasal dari
3
bahan alami maka jenis pestisida ini mudah terurai di alam sehingga tidak
mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia, karena residunya mudah
hilang (Sudarmo, 2005).
Salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati adalah
bandotan (Ageratum conyzoides L.). Ageratum conyzoides L., memiliki manfaat
sebagai pengobatan tradisional di beberapa Negara di dunia (Anonymous, 2007).
Menurut Lemmens (1999), manfaat dan kegunaan Ageratum conyzoides L.
banyak dibidang medis yang secara (obat luar) untuk mengobati luka dan penyakit
kulit, dan sebagai obat dalam untuk mengobati mencret dan sebagai anti alergi.
Menurut Novizan dalam Anggraini (2007), daun Ageratum conyzoides L. yang
dianggap sebagai gulma ternyata bermanfaat sebagai insektisida nabati.
Ageratum conyzoides L. memiliki bahan bioaktif yang bermanfaat untuk
pertanian, seperti yang ditunjukkan oleh beberapa penelitian di negara-negara
yang berbeda. Pereira di tahun 1929, disebutkan oleh Jaccoud (1961),
menjelaskan manfaat daun sebagai penolak serangga (ngengat). Aktivitas
insektisida bisa menjadi yang terpenting dalam aktivitas biologi tumbuhan
Ageratum conyzoides L.
Ulat Spodoptera litura F. dikenal dengan nama ulat grayak atau ulat
tentara. Hama ini dapat merusak tanaman sejak fase vegetatif yaitu memakan
daun tanaman yang muda hingga tinggal tulang daun saja. Dan pada fase generatif
dengan memangkas polong-polong muda (Direktorat Perlindungan Tanaman
Pangan, 1985).
Spodoptera litura F. adalah salah satu ulat penyerang tanaman produksi
pertanian dan perkebunan yang membahayakan, tanaman yang berpotensi adalah
4
tanaman kedelai. Ngengat (kupu-kupu) menghisap madu pada malam hari
(nokturnal), sedangkan larvanya hidup dengan cara menggerombol sehingga
memudahkan ulat untuk memakan tanaman. Serangga ini memakan daun
sehingga daun menjadi berlubang-lubang dan serangan yang berat seluruh daun
dapat termakan.
Spodoptera litura F. bersifat polifag (memakan berbagai macam tanaman)
sehingga hampir semua tanaman bisa dijadikan inangnya. Serangga ini merupakan
hama yang intensitas serangannya berat, sehingga selalu memerlukan usaha
pengendalian. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, diadakan uji beberapa
konsentrasi ekstrak daun Ageratum conyzoides L. terhadap daya tahan ulat
Spodoptera litura yang menjadi hama pengganggu bagi beberapa tanaman
terutama kedelai, tembakau dan sayuran.
1.2 Rumusan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Adakah pengaruh konsentrasi ekstrak daun bandotan (Ageratum conyzoides
L.) terhadap mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura F.)?
2. Pada konsentrasi berapakah ekstrak daun bandotan (Ageratum conyzoides
L.) yang optimum terhadap mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura F.)?
5
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian
ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak daun bandotan
(Ageratum coyizoides L.) terhadap mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura
F.).
2. Untuk mengetahui konsentrasi ekstrak daun bandotan (Ageratum
conyzoides L.) yang optimum terhadap mortalitas ulat grayak (Spodoptera
litura F.).
1.4 Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan sebagai pihak yang
berkepentingan (bidang pendidikan dan bidang penelitian) dengan masalah
serangga Spodoptera litura F.
2. Dari penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi pada petani dalam
pengendalian hama Spodoptera litura F., sehingga mampu meningkatkan
kualitas produk pertanian dan perkebunan.
3. Penelitian diharapkan dapat menjadi alternatif lain dalam pengendalian
hama Spodoptera litura F., yang nantinya dapat mengganti peranan
pestisida kimia.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)
Pada tahun 1775, Fabricus menamakan serangga tersebut sebagai Noctua
litura, sedangkan pada tahun 1909 Hampson memberi nama Prodenia litura.
Adapun nama ilmiah yang banyak dipakai sampai sekarang adalah Spodoptera
litura F. Menurut Sudarmo (1987), nama umum dari Spodoptera litura adalah ulat
pemotong rumput namun sering dikenal dengan ulat tentara. S. litura termasuk
keluarga Noctuidea, bangsa Lepidoptera. Sebelumnya S. litura ini memiliki nama
ilmiah yaitu Prodenia litura (Fibricius) dan untuk Negara Afrika Dan Eropa
disebut S.litura (Boisd).
Spodoptera litura merupakan serangga yang bersifat polifag. Hama
tersebut tidak hanya menyerang tanaman liar. Di Indonesia yang menjadi
inangnya adalah kedelai, tembakau, kacang tanah, kangkung, bawang merah, padi,
pisang, bayam-bayaman, kacang hijau, kubis dan jagung.
Klasifikasi Spodoptera litura menurut Borror (1992), sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Divisi : Arthropoda
Classis : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Familia : Noctuidae
Genus : Spodoptera
Species : Spodopotera litura F.
7
Hama Spodoptera litura F. dapat merusak tanaman sejak fase vegetatif
hingga fase generatif. Imago berbentuk ngengat berwarna kecoklatan dengan
panjang tubuh antara 14-17 mm dan rentang sayapnya antara 35-45 mm. hama ini
aktif di malam hari dan pada siang hari bersembunyi di tempat-tempat gelap.
Betinanya meletakkan telur dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari
300-400 butir telur per kelompok. Kelompok telur ditutupi oleh rambut-rambut
halus yang berwarna kecoklatan. Telur berbentuk bulat dengan diameter 0,5 mm.
stadium telur berlangsung kurang lebih 3 hari. Sedangkan menurut Noch et al.
dalam Prayogo (2004), melaporkan bahwa setiap ekor ngengat betina dapat
menghasilkan telur hingga 3000 butir yang terdiri atas 11 kelompok dengan 350
butir tiap kelompok telur.
Larva yang keluar dari telur hidup bergerombol di permukaan bawah daun
dan menggerogoti epidermis daun. Setelah beberapa hari mereka mulai hidup
berpencar. Kemampuan merusak hama ini tergantung pada perkembangan
instarnya. Stadium larva terdiri atas 6 instar dan berlangsung selama 13-17 hari.
Larva instar muda merusak daun sehingga bagian daun yang tersisa hanya tulang-
tulang daun epidermis bagian atas. Instar II atau III hanya memakan helaian daun
dengan meninggalkan tulang-tulang daun.
Instar ke 4 dan 5 larva dapat memakan seluruh daun sampai ke tulang-
tulang daunnya. Selain merusak daun, larva juga menyerang polong muda (Noch
et al. dalam Prayogo, 2004).
Dalam perkembangannya Spodoptera litura F. termasuk serangga yang
dalam proses perkembangannya mengalami metamorfosis sempurna
(holometabola), dari telur menjadi larva, pupa (kepompong) kemudian imago.
8
Larva instar V biasanya sangat rakus, membuat lubang yang besar pada daun,
masuk ke dalam buah (Ricinus) dan akar umbi kentang (Kalsoven dalam Hendra
dkk, 2003).
Gambar 1. Morfologi Spodoptera litura F.
Setelah telur menetas maka serangga akan berubah menjadi larva atau
sering disebut dengan ulat. Menurut Sudarmo (1986), larva Spodoptera litura F.
mengalami 5-6 kali pergantian kulit (instar) dengan lama stadia 20-46 hari.
Sedangkan menurut Subiyakto dan Nurindah (2000), larva besar berwarna hijau
kecoklatan atau hijau gelap dan abu-abu kebiruan dengan garis-garis terang
sepanjang tubuhnya. Panjang larva dapat mencapai 30-40 mm. stadia larva
dimulai selama 15 hari dengan 5-6 kali ganti kulit. Larva dalam tahap akhir
biasanya sangat rakus, membuat lubang yang besar pada daun tembakau.
Larva Lepidoptera yang disebut ulat, memiliki alat mulut menggigit
dan mengunyah, dapat menyerang hampir semua bagian tanaman. Disamping
sebagai perusak tanaman di lapangan, beberapa jenis larva diantaranya merupakan
pemakan biji-bijian dan bahan (makanan lainnya yang disimpan dalam gudang)
(Natawigena, 1990).
9
Saluran pencernaan dimulai dari mulut dengan fungsi memasukkan
makanan, kemudian menguraikannya dengan cara hidrolisis enzimatik,
mengabsorbsi hasil penguraian makanan tersebut kedalam tubuh, kemudian
dilanjutkan dengan mengeluarkan bahan-bahan sisa keluar tubuh melalui alat
saluran belakang, yaitu anus. Saluran pencernaan serangga berbentuk seperti
tabung yang mungkin lurus atau berkelok-kelok, memanjang dari mulut sampai
anus.
Saluran makanan terdiri atas tiga bagian, yaitu: Stomodeum, yaitu saluran
pencernaan bagian depan, mesentron, yaitu saluran pencernaan bagian tengah,
proktodeum, yaitu saluran pencernaan bagian belakang (Sugiharso, 1981).
Sistem peredaran darah pada serangga termasuk sistem peredaran darah
terbuka, yaitu darah mengalir melalui rongga-rongga dalam tibuh menggenangi
jaringan dan alat-alat tubuh. Rongga-rongga dalam tubuh yang dilalui darah
disebut hemocoel. Serangga mempunyai pembuluh darah dorsal yang terdapat di
sepanjang badan bagian dorsal kemudian terbuka di daerah kepala. Pada rongga
badan ini terjadi pengaturan peredaran darah. Rongga dasar bagian dorsal terdiri
dari aorta. Aorta akan bermuara di otak.pada jantung biasanya dijumpai adanya
ostia, yaitu sejumlah lubang berkatub yang berada di bagian samping (Jumar,
2000).
Pada umumnya kisaran suhu yang efektif untuk pertumbuhan ulat
adalah 15° C untuk suhu minimum, 25° C untuk suhu optimum dan 45° C untuk
suhu maksimum. Untuk kelembaban udara berkisar antara 70%-80%. Ngengat
Spodoptera litura F. menghisap madu atau makanan daun pada malam hari,
sedangkan pada siang hari lebih sering bersembunyi di dalam tanah atau di bawah
10
daun. Setelah menjadi kupu-kupu warna yang disukainya hanya warna putih,
sebab pada malam hari hanya warna putih saja yang terang. Makanan atau inang
bermacam-macam sehingga ulat spodoptera litura F. bersifat polifag (Arif dalam
Anggraini, 2007).
Pada umumnya yang dimaksud dengan pengendalian hama adalah usaha
untuk menurunkan populasi hama, sampai pada tingkat populasi yang secara
ekonomis tidak merugikan usaha pertanian manusia. Usaha ini dapat dilakukan
dengan berbagai cara, yaitu secara tunggal atau secara bersama-sama dengan
mengikuti segala faktor yang mempengaruhi. Dengan cara tersebut dapat
diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dan secara umum disebut sebagai usaha
Pengendalian Hama Terpadu (PHT). PHT merupakan pengendalian hama dengan
memadukan berbagai cara yang dinilai cocok. Beberapa cara pengendalian hama
yang dikenal adalah: pengendalian fisik dan mekanik, pengendalian hayati dan
pengendalian biologis, pengendalian kultur teknik, serta pengendalian kimiawi.
2.2 Tijauan Tentang Pestisida
Pestisida adalah zat yang terdiri dari senyawa kimia yang digunakan
untuk mengendalikan atau membunuh jasad pengganggu. Pestisida digolongkan
ke dalam senyawa racun yang mempunyai nilai ekonomis dan didefinisikan
sebagai segala jenis senyawa yang dapat digunakan untuk mengendalikan,
mencegah, membasmi, menangkis, dan mengurangi jasad pengganggu
(Sastroutomo, 1992).
Menurut Wudianto (1988), pestisida adalah semua zat kimia dan bahan
lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk: memberantas dan
mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau
11
hasil pertanian, memberantas gulma (tanaman pengganggu), mematikan daun dan
mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan, mengatur atau merangsang
pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, tidak termasuk pupuk, dan
memberantas atau mencegah hama-hama air.
Menurut Novizan dalam Kusuma (2006), secara umum dampak negatif
dari pemakaian pestisida sintesis sebagai berikut:
1. Residu pestisida sinteti sangat sulit terurai secara alami. Bahkan untuk
beberapa jenis pestisida sintetis, residunya dapat bertahan ditanah, dan air
hingga puluhan tahun.
2. Resurjensi hama dapat terjadi karena pestisida sintetis memiliki daya racun
yang tinggi dengan spectrum pengendalian yang luas dan memetikan apa
saja.
3. Kemungkinan terjadinya serangan hama sekunder.
4. Kematian organisme yang menguntungkan, seperti lebah yang sangat
berperan dalam penyerbukan bunga.
5. Timbulnya kekebalan OPT terhadap pestisida sintesis.
Sedangkan menurut Endo et al. dalam Bedjo (1992), penggunaan
pestisida yang tidak bijaksana dapat menimbulkan resistensi Spodoptera litura F.
terhadap pestisida dan resurgensi.
Pestisida botani atau nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal
dari tumbuhan. Pestisida nabati relative mudah diabuat dengan kemampuan dan
pengetahuan yang terbatas. Oleh karena terbuat dari bahan alami atau nabati maka
jenis pestisida ini bersifat mudah terurai (biodegradable) dialam sehingga tidak
mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan
12
karena residunya mudah hilang. Pestisida nabati bersifat “pukul dan lari” (hit and
run), yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh hama pada waktu itu dan setelah
hamanya terbunuh maka residunya akan cepat menghilang dialam. Dengan
demikian tanaman akan terbebas dari residu pestisida dan aman untuk
dikonsumsi. Penggunaan pestisida nabati atau alami dimaksudkan bukan untuk
meninggalkan dan menganggap tabu penggunaan pestisida sintesis, tetapi hanya
merupakan suatu cara alternatif dengan tujuan agar pengguna tidak hanya
tergantung kepada pestisida sintesis. Tujuan lainnya adalah agar penggunaan
pestisida sintesis dapat diminimalkan sehingga kerusakan lingkungan yang
diakibatkannya pun diharapkan dapat dikurangi pula (Kardinan dalam Anggraini,
2008).
Penggunaan pestisida nabati bukan hanya untuk ekonomis pengendalian
hama tanaman, melainkan mempunyai fungsi ganda, yaitu mendukung
pembangunan yang berwawasan lingkungan, pengendalian organisme penganggu
tanaman (OPT) diarahkan kepada sistem pengendalian hama terpadu (PHT).
selain itu, pestisida nabati merupoakan salah satu komponen PHT yang telah teruji
efektif, efisien, dan ramah lingkungan (Anonymous, 2001).
2.3 Tinjauan Tentang Ageratum conyzoides L.
Tumbuhan Ageratum conyzoides L. mempunyai banyak istilah atau nama,
misalnya di Jawa tanaman ini dinamakan babandotan, bandotan, b. leutik, b.
beureum, b. hejo, jakut bau, ki bau, berokan, wedusan, tempuyak; di Sumatra
dinamakan bandotan, daun tombak, siangit, tombak jantan rumput tahi ayam; dan
di Sulawesi dinamakan dawet, lawet, rukut manooe, r. weru, sopi (Dalimartha,
2000).
13
Ageratum conyzoides L. berasal dari Amerika tropis. Di Indonesia
Ageratum conyzoides L. merupakan tumbuhan liar dan lebih dikenal sebagai
tumbuhan pengganggu (gulma) di kebun dan di ladang. Tumbuhan ini dapat
ditemukan juga dipekarangan rumah, tepi jalan, tanggul dan sekitar saluran air
pada ketinggian 1 - 2.100 m dpl. Jika daunnya telah layu dan membusuk,
tumbuhan ini akan mengeluarkan bau yang tidak enak.
Ageratum conyzoides L. tergolong ke dalam tumbuhan terna semusim,
tumbuh tegak atau bagian bawahnya berbaring, tingginya sekitar 30 - 90 cm dan
bercabang. Batang bulat berambut panjang, jika menyentuh menyentuh tanah
akan mengaluarkan akar. Daun bertangkai, letaknya saling berhadapan dan
bersilang (composite), helaian daun bulat telur dengan pangkal membulat dan
ujung runcing, tepi bergerigi, panjang 1 - 10 cm, lebar 0,5 - 6 cm, kedua
permukaan daun berambut panjang dengan kelenjar yang terletak di permukaan
bawah daun, warnanya hijau. Bunga majemuk berkumpul 3 atau lebih, berbentuk
malai rata yang keluar dari ujung tangkai, warnanya putih. Panjang bonggol
bunga 6 - 8 mm, dengan tangkai yang berambut. Buahnya berwarna hitam dan
bentuknya kecil. Ageratum conyzoides L. dapat diperbanyak dengan biji
(Backer, 1963).
Gambar 2. Ageratum conizoides L.
14
Tumbuhan Bandotan (Ageratum conyzoides L.) dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Dicotiledonae
Ordo : Asterales
Familia : Asteraceae
Genus : Ageratum
Species : Ageratum conyzoides
Ageratum conyzoides L. dimanfaatkan sebagai obat tradisional diberbagai
Negara. Di Afrika Ageratum conyzoides L. digunakan untuk menyembuhkan
penyakit pneumonia. Di India dan Amerika Selatan Ageratum conyzoides L.
digunakan sebagai bakterisida., antidisentri dan antilitik (Ming, 1999). Di
Kameron, Kongo dan Brasil Ageratum conyzoides L. berkhasiat untuk mengobati
penyakit rematik, demam, sakit kepala dan perut (Menut et al. dalam Ming 1993).
Sedangkan di Indonesia dan Malaysia, akar dan daun Ageratum conyzoides
L.berkhasat sebagai obat luka, wasir, sakit dada, mata dan perut (Lemmens,
1999).
Menurut Dalimartha (2002), Ageratum conyzoides L herba rasanya sedikit
pahit, pedas dan sifatnya netral, berkhasiat stimulan, tonik, pereda demam
(antiperik), antitoksik, menghilangkan pembengkakan, menghentikan perdarahan
(hemostatis), peluruh haid (emenagog), peluruh kencing (diuretic) dan pelurih
kentut (karminatif). Selain itu dapat pula digunakan sebagai insektisida nabati.
15
Salah satu kandungan daun Ageratum conyzoides L. yang berperan penting
sebagai insektisida nabati yaitu kandungan precocene I dan II. Di beberapa
Negara tumbuhan Ageratum conyzoides L. digunakan sebagai insektisida,
diantaranya yaitu di Pereira oleh Jacoud dalam Ming (1961), yang melaporkan
bahwa daun Ageratum conyzoides L. memiliki aktivitas biologi (anti hormon
juvenil) yang bertanggung jawab sebagai insektisida. Di Colombia oleh Gonzales
et al. dalam Ming (1991), melaporkan bahwa aktivitas tumbuhan Ageratum
conyzoides L. terhadap larva Musca domestica dengan menggunakan keseluruhan
ekstrak tanaman. Vyas dan Mulchandani dalam Ming (1980), melaporkan bahwa
aktivitas precocene (I dan II) yang ditemukan dari tumbuhan Ageratum
conyzoides L. dapat menghambat metamorfosis larva sehingga mengakibatkan
larva menjadi lemah, tidak bisa dewasa dan akhirnya mati. Pada penelitian
Ekundayo et al. dalam Ming (1987), juga mengatakan bahwa aktivitas hormone
juvenile dari precocene (I dan II) pada serangga, sebagian besar berpengaruh
terhadap penghambatan metamorfosis. Sedangkan menurut Raja et al. dalam
Ming (1987), denagan menggunakan ekstrak metanol dari daun Ageratum
conyzoides L. (250 ppm dan 500 ppm) pada instar empat Chilo partellus
(Lepidoptera, Pyralidae) pengganggu tanaman jagung, terlihat adanya noda hitam
pada larva dan pembentukan kutikula yang belum matang (Ming, 1999).
Menurut Anonymous (2001), cara kerja pestisida nabati dalam membunuh
atau mengganggu pertumbuhan hama sasaran adalah:
1. Mengganggu / mencegah perkembangan telur, larva dan pupa
2. Mengganggu / mencegah aktivitas pergantian kulit dari larva
3. Mengganggun proses komunikasi seksual dan kawin dari larva
16
4. Meracuni larva dan serangga dewasa (imago)
5. Mengganggu atau mencegah aktivitas makan serangga
6. Menghambat proses metamorfosis pada berbagai tahap
7. Menghambat pertumbuhan penyakit
Cara masuk racun kedalam tubuh serangga dengan berbagai cara
diantaranya adalah racun perut atau racun lambung yang masuk melalui alat
pencernaan serangga (Wudianto, 1994). Sebagai racun perut, precocene akan
masuk melalui alat pencernaan kemudian masuk pada hemolimfa. Dalam
hemolimfa, kandungan tersebut disalurkan ke jaringan-jaringan tubuh serangga.
Apabila racun mencapai otak maka serangga akan mengalami kematian
(Sastrodihardjo, 1984)
Menurut Ming (1999), Ageratum conyzoides L. mengandung precocene (I,
II) dapt menghambat pertumbuhan dan metamorfosis serangga serta
mengakibatkan kematian. Ming juga mengatakan precocene (I, II) bersifat
penghambat pertumbuhan merupakan komponen dari terpenic yang memiliki
kemampuan sebagai insektisida karena bersifat hormon anti juvenil.
Berdasarkan penelitian Ergen (1999), precocene dapat menyebabkan
nekrosis atau atrophy serta degradasi pada kelenjar korpora allata yang berfungsi
mensekresi hormon juvenil pada serangga.
17
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen
sungguhan (True Experimental Research) di mana ciri khas pada rancangan
penelitian eksperimental selain adanya perlakuan, ada tiga prinsip yang harus
dipenuhi, yaitu adanya randomisasi, replikasi dan kontrol.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 14 April sampai 3 Mei 2011 di
Laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah Malang.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan obyek yang diteliti (Rofieq, 2001).
Sedangkan menurut Sudjana (1992), populasi adalah totalitas dari semua nilai
yang mungkin baik hasil menghitungnya maupun pengukuran (kuantitatif /
kualitatif) dari suatu karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang
lengkap dan jelas. Populasi dalam penelitian ini adalah larva dari biakan
Spodoptera litura yang diambil dari biakan ulat di Balai Penelitian Tanaman
Tembakau dan Serat di Malang. Karakteristik larva tersebut adalah jenis larva
pada instar I, II, III, IV, V, dan VI.
18
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti
dan dianggap mewakili seluruh populasi (Rofieq, 2001). Sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah ulat Spodoptera litura pada instar I, II, III, IV, V dan
VI, yang didapat dari hasil pembiakan ulat di Balai Penelitian Tanaman
Tembakau dan Serat di Malang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah simple random sampling.
3.4 Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini adalah variabel bebas, variabel tergantung atau
terikat, variabel kendali. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah berbagai
konsentrasi ekstrak daun bandotan (Ageratum conizoides L.). Variabel terikat
dalam penelitian ini adalah mortalitas ulat Spodoptera litura L. Variabel kendali
dalam penelitian ini adalah larva pada instar I, II, III, IV, V dan VI, suhu dan
cahaya.
3.5 Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan adalah dengan menggunakan
rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 4 kali ulangan, yaitu :
A. Kelompok kontrol: dengan menggunakan pelarut dan pelarut 0 ppm
B. Pemberian ekstrak daun bandotan dengan konsentrasi 70 ppm
C. Pemberian ekstrak daun bandotan dengan konsentrasi 80 ppm
D. Pemberian ekstrak daun bandotan dengan konsentrasi 90 ppm
E. Pemberian ekstrak daun bandotan dengan konsentrasi 100 ppm
F. Pemberian ekstrak daun bandotan dengan konsentrasi 110 ppm
19
3.6 Prosedur Penelitian
3.6.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi: gelas plastik, kuas
gambar, erlenmeyer Schott Duran (500 ml), gelas kimia, kain kasa, timbangan
Analis (AA-250), kertas label, lidi, gelas ukur (1000 ml), nampan plastik, blender,
pipet tetes, rotary evaporator
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah: daun Ageratum
conyzoides L, larva Spodoptera litura mulai dari instar I, II, III, IV, V dan VI ,
daun jarak kepyar (Ricinus comunnis), air (aquades steril) dan etanol
3.6.2 Persiapan Larva
Ulat Spodoptera litura diperoleh dari BALITTAS (Balai Penelitian
Tanaman Tembakau dan Serat). Ulat yang digunakan adalah ulat pada instar I, II,
III, IV, V, dan VI.
3.6.3 Pembuatan Ekstrak daun Bandotan
a. Daun bandotan (Ageratum conyzoides L.) dibersihkan kemudian
dikeringanginkan
b. Setelah kering daun Ageratum conyzoides L. diblender atau digiling dengan
penggilingan tepung sehingga didapatkan serbuk kering.
c. Serbuk bahan dimaserasi dengan etanol, maserat diambil setiap 24 jam atau
setiap hari dan maserasi dihentikan apabila larutan memberikan maserat yang
agak jernih.
d. Maserat yang sudah didapatkan selanjutnya diuapkan dengan menggunakan
rotary evaporator pada suhu 45°C sampai kental.
20
e. Ekstrak yang sudah didapatkan kemudian dipekatkan dengan menggunakan
water steam dan setelah selesai “crude ekstract” disimpan di dalam lemari es
dan siap digunakan.
f. Mengencerkan ekstrak sesuai dengan konsentrasi.
3.6.4 Pelaksanaan Penelitian
1. Memotong daun jarak (Ricinus comunnis) sebagai pakan ulat sesuai ukuran
2. Mencelupkan daun Ricinus comunnis ke dalam perlakuan
3. Merendam daun Ricinus comunis selama I menit
4. Mengeringkan dengan cara diangin-anginkan
5. Memasukkan ke dalam gelas plastik yang telah berisi serangga uji.
Pengamatan dilakukan setiap hari selama 24 jam. Parameter yang
diamati meliputi: jumlah kematian ulat Spodoptera litura L. hal ini dapat
dilakukan dengan menghitung jumlah ulat yang mati dengan perlakuan 24 jam.
Ulat Spodoptera litura F. dikatakan mati apabila sudah tidak ada respon atau tidak
bergerak apabila disentuh dengan lidi, posisi tubuh ulat lurus dan kaku.
3.7 Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dahulu dengan uji normalitas (uji Lilliefors)
dan uji homogenitas (uji Levene), kemudian anova dan uji lanjut Duncan 5%.
Program komputasi SPSS v.16 digunakan sebagai alat bantu analisis statistik.
21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Data mortalitas larva Spodoptera litura F. pada tiap-tiap pengamatan
seperti yang tercantum pada tabel berikut:
Tabel 1. Mortalitas (%) Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Instar 1 setelah pemberian perlakuan Ekstrak Daun (Ageratum conyzoides L.)
Perlakuan) Rerata)mortalitas)(%))instar)ke3))) 1) 2) 3) 4) 5) 6)Kontrol)negatif) 0) 0) 0) 0) 0) 0)Konsentrasi)70)ppm) 35) 45) 65) 52.5) 57.5) 55)Konsentrasi)80)ppm) 40) 52.5) 72.5) 65) 65) 72.5)Konsentrasi)90)ppm) 52.5) 62.5) 77.5) 80) 72.5) 75)Konsentrasi)100)ppm) 65) 80) 90) 87.5) 80) 82.5)Konsentrasi)110)ppm) 80) 92.5) 97.5) 97.5) 95) 95)
Tabel diatas menunjukkan bahwa secara umum, terjadi peningkatan
persentase mortalitas akibat peningkatan konsentrasi ekstrak daun Ageratum
conyzoides L. Pada konsentrasi 100 ppm, persentase mortalitas sudah diatas 80%
pada semua tingkatan instar. Berikut merupakan gambaran mortalitas ulat pada
tiap instar akibat perlakuan
22
Gambar 3. Grafik gambaran mortalitas ulat Spodoptera litura F akibat
perlakuan ekstrak Ageratum conyzoides L
Data yang diperoleh dianalisis statistik uji normalitas dan homogenitas
(lampiran 1) untuk mengetahui sifat data. Hasil uji normalitas dan homogenitas
menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dan varian data bersifat homogen,
atau dengan kata lain data bersifat baik.
Hasil uji anova (lampiran 1) menunjukkan adanya pengaruh konsentrasi
ekstrak Ageratum conyzoides L terhadap persentase mortalitas ulat grayak. Rekap
hasil uji Duncan 5% pada rerata persentase mortalitas pada tiap perlakuan dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Tabel uji Duncan persentase mortalitas (%) Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)
Perlakuan) Rerata)mortalitas)(%))instar)ke3))) 1) 2) 3) 4) 5) 6)Kontrol)negatif)Konsentrasi)70)ppm)Konsentrasi)80)ppm)Konsentrasi)90)ppm)Konsentrasi)100)ppm)Konsentrasi)110)ppm)
0)a)35)b)40)b)
52.5)c)65)d)80)e)
0)a)45)b)
52.5)b)62.5)c)80)d)
92.5)e)
0)a)65)b)
72.5)bc)77.5c)90)d)
97.5)d)
0)a)52.5)b)65)c)80)d)
87.5)d)97.5)e)
0)a)57.5)b)65)bc)
72.5)cd)80)d)95)e)
0a)55)b)
72.5)c)75)c)
82.5)c)95)d)
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%
0)20)40)60)80)100)120)
1) 2) 3) 4) 5) 6)
Mortalitas)(%
))
Instar)ke1)
Kontrol)negaFf) Konsentrasi)70)ppm) Konsentrasi)80)ppm)
Konsentrasi)90)ppm) Konsentrasi)100)ppm) Konsentrasi)110)ppm)
23
Tabel diatas menunjukkan bahwa pada instar 1 dan instar 2, ekstrak
Ageratum conyzoides L konsentrasi 110 ppm menghasilkan persentase mortalitas
yang paling tinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Pada instar 3,
konsentrasi ekstrak Ageratum conyzoides L 110 ppm menghasilkan persentase
mortalitas paling tinggi, namun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 100 ppm.
Pada instar 4, 5 dan 6, konsentrasi ekstrak Ageratum conyzoides L 110 ppm
menghasilkan persentase mortalitas paling tinggi dan berbeda nyata dengan
perlakuan yang lain.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang diperoleh, ekstrak
daun Ageratum conyzoides L. memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap
mortalitas Spodoptera litura F pada instar 1 sampai dengan instar 6. Hal ini
disebabkan karena peningkatan konsentrasi ekstrak daun Ageratum conyzoides L.
berarti peningkatan kandungan precocene. Sehingga daya bunuh ulat juga terjadi
peningkatan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Okada dalam Hennie (2003),
yang menerangkan bahwa efektivitas dalam mengendalikan Spodoptera litura F
Racun yang merupakan senyawa terpen ini bersifat anti hormon juvenil
yang dapat menghambat proses metamorfosis pada serangga (Ming, 1999).
Menurut Ergen (1999), precocene pada daun bandotan sangat beracun terhadap
serangga dengan cara merusak aktivitas korpora allata (kelenjar endokrin yang
memproduksi hormon juvenil untuk proses metamorfosis pada serangga) yang
akan menyebabkan nekrosis atau terhentinya pertumbuhan (atrophy) serta
penuruna (degradasi). Daun Ageratum conyzoides L. merupakan insektisida nabati
yang mengandung 141,120 ppm precocene I dan 880 ppm precocene II, dan juga
24
mengandung flafonoid (Duke dalam Anggraini, 2008). Menurut Wudianto (1994),
cara kerja racun perut atau racun lambung, insektisida yang melekat pada daun
Ageratum conyzoides L. masuk kedalam tubuh larva melalui saluran pencernaan
yang terbawa oleh makanan, dan racun akan menyebar kedalam tubuh larva dan
merusak jaringan tubuh (otak dan saraf) sehingga mengakibatkan keracunan.
Precocene akan masuk kedalam hemolimfa, kemudian precocene disalurkan ke
jaringan-jaringan tubuh, apabila racun mencapai otak yang terdapat korpora allata
yang bertanggung jawab terhadap proses metamorfosis pada larva, maka secara
otomatis kerja hormon juvenil terganggu dan menghambat proses metamorfosis
pada larva dan akhirnaya akan mati. Sealain itu precocene juga termasuk racun
kontak, dikatakan racun kontak apabila racun yang menyerang ulat melalui
dinding tubuhnya pada saat ulat mengadakan kontak dengan ekstrak atau ulat
berjalan diatas daun yang telah diperlakukan dengan ekstrak daun Ageratum
conyzoides L.
Gejala keracunan dan tingkah laku pada Spodoptera ltura F. yang teramati
dalam percobaan ini adalah gerakan ulat hiperaktif pada permukaan daun, ulat
menjadi kaku, lumpuh dan pada kutikula terdapat noda hitam dan larva menyusut.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Tarumingken (1992), yang menyatakan bahwa
langkah pertama dalam respon fisik keracunan adalah respon dan tingkah laku
hewan uji. Menurut Ming (1999), gejala larva yang teracuni precocene, terlihat
adanya noda hitam pada kutikula, larva lemah dan mati.
Dari hasil penelitian diatas, menunjukkan bahwa ekstrak daun
Ageratum conyzoides L. dapat digunakan sebagai pestisida nabati karena dalam
konsentrasi 110 ppm menunjukkan tingkat mortalitas yang tinggi. Ekstrak daun
25
Ageratum conyzoides L. lebih aman dan mengurangi efek samping, dibandingkan
dengan penggunaan pestisida sintesis, baik terhadap manusia, hewan dan
lingkungan sekitar.
26
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Ada pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak daun bandotan (Ageratum
conyzoides L.) terhadap mortalitas ulat grayak (Spodoptera litura F.)
2. Ekstrak daun bandotan (Ageratum conyzoides L.) yang efektif berpengaruh
terhadap mortalitas Spodoptera litura F. adalah pada konsentrasi 100 ppm-
110 ppm.
5.2 Saran
Adanya penelitian lanjutan untuk mengetahui bagian daun tumbuhan
Ageratum conyzoides L. dalam mengendalikan jenis hama yang lain serta tentang
penggunaan konsentrasi yang lebih tinggi agar dapat mempercepat dalam
membunuh larva Spodoptera litura F.
Berdasarkan penelitian ini dapat disarankan pada petani bahwa daun
bandotan (Ageratum conyzoides L.) dapat digunakan sebagai pestisida botani
untuk mengendalikan hama teutama Spodoptera litura F.
27
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2001. Pestisida Aman Yang Sempat Ditinggalkan. Dikutib dari http:// www.pikiran-rakyat.com/cetak/0104/13/0609.htm. Diakses pada tanggal 15 Mei 2207.
Anonymous. 2006. Serangga dan Lingkungan. Dikutip dari http://
www.journals. tubitak.gov.tr/zoology/issues/zoo-25-2-4-9912-8.pdf. Diakses pada tanggal 15 Mei 2007.
Anggraini. 2007. Pengaruh Pemberian Konsentrasi Filtrat Daun Bandotan
(Ageratum conyzoides L.) Terhadap Mortalitas Larva Ulat Kapas (Helicoverpa armigera H.) Secara Invitro. Skripsi. UMM.
Backer dan Bakhuizen Van Den Brink. 1963. Flora of Java (Spermatophytes
only). Vol II. N.V.P. Noordhoof Groningen Teeh Neetherland. Bedjo. 2003. Potensi, Peluang, dan Tantangan Pemanfaatan Spodoptera litura
Nuclear Polyhedrosis Virus (SlNPV) Untuk Pengendalian Spodoptera litura F. Pada Tanaman Kedelai. Dikutib dari http://www.puslitan.bogor.net/addmin/downloads/bedjo.pdf. diakses pada tanggal 4 november 2007.
Borror, Triphorn dan Jhonson. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi ke
6. UGM. Yogyakarta. Bunyapraphatsara dan Lemmens. 1999. Plant Resources of South-East Asia.
Medical and poisonus plants 1, Bogor Indonesia. Dalimartha, S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Jilid 2. Trubus Agriwijaya, Jakarta. Ergen. 1999. The Effect of Precocene II on The Struktur of Corpus Allatum
In Adult Female Anacardiaum aegyyptium L. (Orthoptera, Acrididae). Ege University. Turkey. Dikutip dari http:/www.biopestlab.ucdavis.edu/labbib/357.pdf. Diakses pada tanggal 17 Mei 2007.
Gaspersz, vincent., 1995, Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan.
Penerbit Tarsito, Bandung.
Handayani, Anik Dewi. 1998. Neraca Kehidupan Spodoptera litura Fabricius pada tanaman Kedelai, Kacang hijau, Kapas dan Jarak. SKRIPSI. Pendidikan Biologi. IKIP Malang
Nurindah, Yulianti, Rizal dan Subandrio. 1999. Organisme Pengganggu
Tanaman Kapas Dan Strategi Pengendaliannya. BALITTAS.
28
Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Rineka cipta, Jakarta. Kusuma, E. 2006. Mortalitas Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Dalam
Berbagai Pelarut dan Konsentrasi Ekstrak Biji Bengkuang (Pachyrrhizus erous Urban). Skripsi. UMM.
Laoh,J.H, Puspita dan Hendra. 2003. Kerentanan Larva Spodoptera litura F.
Terhadap Nuclear Polyhedrosis. Dikutip dari http:www.unri.ac.id./jurnal/jurnal_natur/vol5(2)/henni.pdf. Diakses pada tanggal 6 Maret 2008.
Ming L.C. 1999. Ageratum conyzoides: A Tropical Source of Medicinal and
Agricultural Products. Alexandria. Dikutip dari http://www.hort.purdue.edu/newcrop/proceeding 1999/pdf/v4.469.pdf. Diakses pada tanggal 15 Mei 2007.
Marwoto. 1992. Prospek Cendawan Entomopatogen Metarhizium anisopliae
Untuk Mengendalikan Ulat Grayak Spodoptera litura Pada Kedelai. Dikutip dari http://www.pustaka-deptan.go.id.publication/p3241053.pdf. diakses pada tanggal 4 november 2007.
Natawigena, H. 1991. Entomologi Pertanian. Orba Shakti, Bandung. Rahayu. 2003. Uji Filtrat Daun Pacar Cina (Aglaia odorata L.) Dan Daun
Legundi (Vitex trifolia L.) Terhadap Mortalitas Ulat Spodoptera litura F. Skripsi. UMM.
Rofieq, A., 2002. Metodologi Penelitian. Penerbit Universitas Muhammadiyah
Malang. Malang.
Santoso, S...... Buku Latihan Statistik Parametrik. PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta.
Santoso, T. 1980. DIKTAT. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman (Bagian
ilmu tanaman). Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian IPB.
Sastrodihardjo. 1984. Pengantar Entomologi Terapan. ITB. Bandung. Sudarmo, S. 1987. Mengenal Serangga Hama Kapas dan Pengendaliannya.
Liberty, Yogyakarta.
Sudarmo, S. 1989. Tanaman Perkebunan, Pengendalian Hama Penyakit. Kanisius, Yogyakarta.
29
Sudarmo, S. 2005. Pestisida Nabati, Pembuatan dan Pemanfaatannya. Kanisius,Yogyakarta.
Sudjana. 1992. Metodologi Statistik. Tarsito. Bandung.
Sugiharso dan Santoso, T. 1982. Diktat. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan IPB.
Sukamto. 2007. Babandotan (Ageratum conyzoides) Tanaman Multifungsi
Yang Menjadi Inang Potensial Virus Tanaman. Dikutip dari http://balittro.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=79&Itemid=38. Diakses pada tanggal 5 Maret 2008.
Suryabrata, S. 1983. Metodologi Penelitian. Universitas Gadjah Mada. Yoyakarta.
Tarumingkeng. 2006. Serangga Dan Lingkungan. Dikutip dari
http//tumoutou.net/SERANGGA_LINGK.htm. Diakses pada tanggal 17 Mei 2007.
Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada
University Press.
Winarno, B. 1989. Pengantar Praktis PHT. Fakultas Pertanian Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. UNIBRAW, Malang.
Wudianto, R. 1988. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar swadaya. Jakarta.
30
Lampiran 1 Hasil analisis statistik SPSS v. 16
1. Mortalitas Instar 1
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
instar 1 .127 24 .200* .930 24 .099
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Test of Homogeneity of Variances
instar 1 Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.740 5 18 .177
ANOVA
instar 1
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 15320.833 5 3064.167 63.034 .000
Within Groups 875.000 18 48.611 Total 16195.833 23
31
instar 1
Duncan
perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4 5
kontrol 4 .0000 70 ppm 4 35.0000 80 ppm 4 40.0000 90 ppm 4 52.5000 100 ppm 4 65.0000 110 ppm 4 80.0000
Sig. 1.000 .324 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
2. Mortalitas Instar 2
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
instar 2 .180 24 .043 .903 24 .025
a. Lilliefors Significance Correction
Test of Homogeneity of Variances
instar 2 Levene Statistic df1 df2 Sig.
2.320 5 18 .086
32
ANOVA
instar 2
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 20870.833 5 4174.167 103.634 .000
Within Groups 725.000 18 40.278 Total 21595.833 23
instar 2
Duncan
perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4 5
kontrol 4 .0000 70 ppm 4 45.0000 80 ppm 4 52.5000 90 ppm 4 62.5000 100 ppm 4 80.0000 110 ppm 4 92.5000
Sig. 1.000 .112 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
3. Mortalitas Instar 3
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
instar 3 .285 24 .000 .767 24 .000
a. Lilliefors Significance Correction
33
Test of Homogeneity of Variances
instar 3 Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.560 5 18 .222
ANOVA
instar 3
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 24370.833 5 4874.167 167.114 .000
Within Groups 525.000 18 29.167 Total 24895.833 23
instar 3
Duncan
perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
kontrol 4 .0000 70 ppm 4 65.0000 80 ppm 4 72.5000 72.5000 90 ppm 4 77.5000 100 ppm 4 90.0000
110 ppm 4 97.5000
Sig. 1.000 .065 .207 .065
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
34
4. Mortalitas Instar 4
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
instar 4 .172 24 .064 .836 24 .001
a. Lilliefors Significance Correction
Test of Homogeneity of Variances
instar 4 Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.560 5 18 .222
ANOVA
instar 4
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 24637.500 5 4927.500 168.943 .000
Within Groups 525.000 18 29.167 Total 25162.500 23
35
instar 4
Duncan
perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4 5
kontrol 4 .0000 70 ppm 4 52.5000 80 ppm 4 65.0000 90 ppm 4 80.0000 100 ppm 4 87.5000 110 ppm 4 97.5000
Sig. 1.000 1.000 1.000 .065 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
5. Mortalitas Instar 5
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
instar 5 .270 24 .000 .821 24 .001
a. Lilliefors Significance Correction
Test of Homogeneity of Variances
instar 5 Levene Statistic df1 df2 Sig.
2.600 5 18 .061
36
ANOVA
instar 5
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 21583.333 5 4316.667 103.600 .000
Within Groups 750.000 18 41.667 Total 22333.333 23
instar 5
Duncan
perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4 5
kontrol 4 .0000 70 ppm 4 57.5000 80 ppm 4 65.0000 65.0000 90 ppm 4 72.5000 72.5000 100 ppm 4 80.0000 110 ppm 4 95.0000
Sig. 1.000 .118 .118 .118 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
6. Mortalitas Instar 6
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
instar 6 .250 24 .000 .800 24 .000
a. Lilliefors Significance Correction
37
Test of Homogeneity of Variances
instar 6 Levene Statistic df1 df2 Sig.
2.966 5 18 .040
ANOVA
instar 6
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 22683.333 5 4536.667 77.771 .000
Within Groups 1050.000 18 58.333 Total 23733.333 23
instar 6
Duncan
perlakuan N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
kontrol 4 .0000 70 ppm 4 55.0000 80 ppm 4 72.5000 90 ppm 4 75.0000 100 ppm 4 82.5000 110 ppm 4 95.0000
Sig. 1.000 1.000 .095 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
38
Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian
Gambar 3. Bandotan (Ageratum conyzoides L.)
Gambar 4. Alat ekstrak (Rotary evaporator
39
Gambar 5. Alat dan Bahan Penelitian
Gambar 6. Perendaman Daun Ricinus comunnis sebagai pakan Pada Tiap Perlakuan
40
Gambar 7. Ulat Spodoptera litura F. Pada Perlakuan Kontrol
Gambar 8. Ulat Spodoptera litura F . pada Perlakuan Ekstrak Ageratumconyzoides L.
41
Gambar 9. Telur Spodoptera litura F.
Gambar 10. Larva Spodoptera litura F. Instar 1
42
Gambar 11. Larva Spodoptera litura F. Instar 2
Gambar 12. Larva Spodoptera litura F Instar 3
43
Gambar 13. Larva Spodoptera litura F. Instar 4
Gambar 14. Larva Spodoptera litura F. Instar 6