Judul Skripsi : LARANGAN PERKAWINAN ANTAR DUKUH...
Transcript of Judul Skripsi : LARANGAN PERKAWINAN ANTAR DUKUH...
-
Judul Skripsi : LARANGAN PERKAWINAN ANTAR DUKUH KARENA
KEPERCAYAAN PADA MASYARAKAT MUSLIM DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
(Study kasus antara Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh
Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali)
Abstrak : Wulandari, Leni Tri. 2017. Larangan Perkawinan Antar Dukuh
karena Kepercayaan Pada Masyarakat Muslim dalam Perspektif
Hukum Islam(Study Kasus anata Dukuh Jaten Desa Mojo dengan
Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali).
Skripsi. Program Studi Hukum Keluarga Islam. Fakultas Syari‟ah.
Instistut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Ilyya
Muhsin, M. Si.
Kata Kunci: Perkawinan, Kepercayaan dan Hukum Islam
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui larangan perkawinan karena adat
kepercayaan antara dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung, mengetahui faktor yang
menyebabkan adanya larangan perkawinan antar Dukuh Jaten dan Dukuh Bandung.
Serta untuk mengetahui tinjauan Hukum Islam terhadap larangan nikah antar Dukuh
Jaten dan Dukuh Bandung.
Metode yang digunakan adalah deskriptif kualititatif dengan pendekatan
yuridis normative dan sosiologis. Pengambilan data dalam penelitian ini dengan
teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data dengan menggunakan
reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan. Peneliti melakukan wawancara
terhadap tokoh adat, tokoh agama, masyarakat dan pelaku perkawinan yang dilarang
antar dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung.
Berdasarkan temuan penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Dukuh Jaten
Desa Mojo dan Masyarakat Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong
Kabupaten Boyolali masih mempercayai larangan perkawinan antar dukuh.
Masyarakat memiliki kepercayaan apabila melanggar akan mendapat bencana bahkan
kematian bagi yang menikah, keluarga serta masyarakat. Kemudian ketakutan
masyarakat akan terputusnya tali silaturahim. Apabila tetap melanggar haruslah
mengadakan ritual selamatan dari salah satu pihak dan pengangkatan anak salah satu
pengantin oleh salah satu Dukuh atau lain dukuh. Larangan ini dikarenakan oleh
faktor kurangnya pendidikan Agama, faktor keyakinan, faktor keluarga serta faktor
social masyarakat. Larangan tersebut bertentangan dengan islam karena islam hanya
mengenal larangan perkawinan yang disebabkan oleh larangan perkawinan muabbad
dan larangan perkawinan muaqqod. Secara qo’i juga disebutkan ketikbolehannya
antara lain nikah mut’ah, nikah muhalil, nikah syigor dan nikah tahwid.
-
Pengarang : a. Nama : Leni Tri Wulandari
b. E-mail : [email protected]
Pembimbing : a. Nama : Dr. Ilyya Muhsin, M. Si.
Fakultas : Syari’ah
Jurusan : Hukum Keluarga Islam
Jumlah hlm. : 101 hal
-
LARANGAN PERKAWINAN ANTAR DUKUH
KARENA KEPERCAYAAN
PADA MASYARAKAT MUSLIM
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
(Study kasus antara Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh Bandung Desa
Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
LENI TRI WULANDARI
NIM: 21110017
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2017
-
i
-
ii
-
iii
-
iv
-
v
MOTTO
SEMANGAT, SENYUM, SABAR DAN SYUKUR
SELALU.
-
vi
PERSEMBAHAN
Sekripsi ini kupersembahkan kepada sang maha pencipta, Allah swt, Nabi
Muhammad saw, kedua almarhum orang tuaku, Suamiku tercinta yang selalu
sabar dan setia memberiku semangat, Ibnuku tersayang yang selalu menghiburku,
sahabat-sahabatku seperjuangan. Terima kasih dukungan kalian semua, aku
mampu menyelesaikan perjuanganku menuju gelar sarjana hukum. Semoga amal
perbuatan kalian dicatat sebagai amal yang memenuhi timbangan di akhirat dan
mendapat ridho-Nya. Amin
-
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan.
Salam dan sholawat semoga selalu terlimpah kepada Nabi dan Rasulullah
Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta pengikut beliau hingga akhir zaman.
Penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Larangan
Perkawinan Antar Dukuh Karena Kepercayaan Masyarakat Muslim Dalam
Perspektif Hukum Islam (Study Kasus antara Dukuh Jaten Desa Mojo dengan
Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong kabupaten Boyolali)”. Penulisan
skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk menyelesaikan program
study S1 Hukum Keluarga Islam fakultas syari‟ah Instisut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga. Penulisan skripsi ini disadari oleh penulis masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih dan apresiasi yang
setinggi-tingginya kepada pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan
ini, antara lain:
1. Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Dr. Siti Zumrotun, M.Ag. selaku dekan fakultas syari‟ah IAIN salatiga.
3. Bapak Dr. Ilyya Muhsin, M.Si. selaku dosen pembimbing yang dengan
sabar memberikan bimbingan serta arahan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
-
viii
4. Seluruh anggota penguji yang telah meluangkan waktunya untuk menilai
kelayakan dan menguji skripsi dalam rangka menyelesaikan studi Hukum
Keluarga Islam fakultas Syri‟ah di Instistut Agama Islam Negeri Salatiga.
5. Semua Dosen-Dosen fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga.
6. Seluruh staf Program studi yang telah membantu Penulis dalam
menyelesaikan administrasi-sdministrasi selama perkuliahan.
7. Almarhum kedua orang tuaku.
8. Keluargaku tercinta yang selalu menemaniku, menghiburku, membantuku,
memberiku semangat serta do‟a disetiap saat.
9. Seluruh masyarakat Dukuh Jaten dan Dukuh Bandung terutama tokoh-
tokoh Agama serta Adat yang mana telah memberikan kontribusi terhadap
informasi yang telah diberikan.
10. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu
penyelesaian sekripsi ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas bantuan dan
dukungan yang telah diberikan. Akhirnya diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat
bagi kita semua, Amin
-
ix
ABSTRAK
Wulandari, Leni Tri. 2017. Larangan Perkawinan Antar Dukuh karena
Kepercayaan Pada Masyarakat Muslim dalam Perspektif Hukum
Islam(Study Kasus anata Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh
Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali). Skripsi.
Program Studi Hukum Keluarga Islam. Fakultas Syari‟ah. Instistut
Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Ilyya Muhsin, M. Si.
Kata Kunci: Perkawinan, Kepercayaan dan Hukum Islam
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui larangan perkawinan karena
adat kepercayaan antara dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung, mengetahui faktor
yang menyebabkan adanya larangan perkawinan antar Dukuh Jaten dan Dukuh
Bandung. Serta untuk mengetahui tinjauan Hukum Islam terhadap larangan nikah
antar Dukuh Jaten dan Dukuh Bandung.
Metode yang digunakan adalah deskriptif kualititatif dengan pendekatan
yuridis normative dan sosiologis. Pengambilan data dalam penelitian ini dengan
teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data dengan
menggunakan reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan. Peneliti
melakukan wawancara terhadap tokoh adat, tokoh agama, masyarakat dan pelaku
perkawinan yang dilarang antar dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung.
Berdasarkan temuan penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Dukuh
Jaten Desa Mojo dan Masyarakat Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong
Kabupaten Boyolali masih mempercayai larangan perkawinan antar dukuh.
Masyarakat memiliki kepercayaan apabila melanggar akan mendapat bencana
bahkan kematian bagi yang menikah, keluarga serta masyarakat. Kemudian
ketakutan masyarakat akan terputusnya tali silaturahim. Apabila tetap melanggar
haruslah mengadakan ritual selamatan dari salah satu pihak dan pengangkatan
anak salah satu pengantin oleh salah satu Dukuh atau lain dukuh. Larangan ini
dikarenakan oleh faktor kurangnya pendidikan Agama, faktor keyakinan, faktor
keluarga serta faktor social masyarakat. Larangan tersebut bertentangan dengan
islam karena islam hanya mengenal larangan perkawinan yang disebabkan oleh
larangan perkawinan muabbad dan larangan perkawinan muaqqod. Secara qo’i
juga disebutkan ketikbolehannya antara lain nikah mut’ah, nikah muhalil, nikah
syigor dan nikah tahwid.
-
x
DAFTAR ISI
JUDUL
LEMBAR BERLOGO .............................................................................................. i
NOTA PEMBIMBING ............................................................................................. ii
PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN.................................................... ............ iv
HALAMAN MOTTO ............................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................... vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vii
ABSTRAK ................................................................................................................. ix
DAFTAR ISI.............................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xiii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Fokus penelitian .................................................................. .................... 5
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 6
-
xi
E. Penegasan Istilah ..................................................................................... 6
F. Telaah Pustaka ......................................................................................... 7
G. Metodoligi Penelitian................................................................... ........... 9
H. Sistematika Penulisan.............................................................. ................ 15
BAB II. PERKAWINAN
A. Konsep Perkawinan ................................................................................. 16
B. Dasar Hukum Perkawinan ....................................................................... 17
C. Rukun dan Syarat Perkawinan ................................................................ 22
D. Konsep kepercayaan..................................................................... ........... 28
E. Larangan Perkawinan.................................................................... .......... 29
1. Larangan Muabbad.................................................................. .......... 29
2. Larangan Muaqqot................................................................... .......... 34
3. Hikmah Perkawinan............................................................... ................ 38
BAB III. LARANGAN PERKAWINAN ANTARA DUKUH JATEN DESA
MOJO DENGAN DUKUH BANDUNG DESA BEJI KECAMATAN
ANDONG KABUPATEN BOYOLALI
A. Gambaran Umum Dukuh Jaten Desa Mojo dan
Dukuh Bandung Desa Beji kecamatan Andong Kabupaten
Boyolali...........................................................................................42
-
xii
1. Gambaran Umum Dukuh Jaten Desa Mojo ............................ 42
a. Luas dan Letak Geografis……………………………… ... 42
b. Jumlah Penduduk………………………………………… 42
c. Keadaan Pendidikan……………………………………… 43
d. Keagamaan………………………………………………. 43
e. Keadaan Ekonomi………………………………………… 44
2. Gambaran Umum Dukuh Bandung Desa Beji……………….. 45
a. Luas dan Letak Geografis……………………………….. 45
b. Jumlah Penduduk………………………………………… 45
c. Keadaan Pendidikan……………………………………… 45
d. Keagamaan………………………………………………. 46
e. Keadaan Ekonomi……………………………………….. 46
B. Ritual Larangan Perkawinan Antar Dukuh Jaten Desa Mojo
Dengan Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong
Kabupaten Boyolali .............................................................................. 47
C. Faktor-faktor yang Mendorong Larangan Perkawinan anatra
Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh Bandung Desa Beji
Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali ..................................... 53
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM MENGENAI LARANGAN
PERKAWINAN ANTARA DUKUH JATEN DESA MOJO
KECAMATAN ANDONG KABUPATEN BOYOLALI ..... ..................... 56
-
xiii
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 63
A. Kesimpulan ...................................................................................... 63
B. Saran 64
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 65
LAMPIRAN
-
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 tokoh masyarakat yang diwawancarai ................................................. 11
Table 1.2 nama pelaku perkawinan .................................................................... 11
Table 3.1 Jumlah penduduk Dukuh Jaten berdasarkan jenis kelamin ................... 42
Tabel 3.2 persentase jenis pekerjaan Dukuh Jaten .............................................. 44
Table 3.3 Jumlah penduduk Dukuh Bandung berdasarkan jenis kelamin ............. 45
Table 3.4 persentase jenis pekerjaan Dukuh Bandung ......................................... 46
Tabel 3.5 Pelaku perkawinan antara Dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung..... ..... .....48
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur‟an merupakan sumber utama dan pertama
dalam hukum Islam, sebagaimana yang telah dijelaskan
secara terperinci di dalamnya. Akan tetapi masih diperlukan
adanya penjelasan-penjelasan dari sunnah Rosul. Meskipun
Al-Qur‟an dan Sunnah Rosul telah memberikan ketentuan-
ketentuan hukum perkawinan secara terperinci, tetapi dalam
beberapa masalah pemahaman tentang masalah-masalah itu
seringkali memerlukan adanya pemikiran para fuqoha‟.
Pada hakikatnya manusia dan segala makhluk yang
ada di alam semesta merupakan ciptaan Allah SWT. Segala
sesuatu ciptaanya di dunia, Allah menciptakan secara
berpasang-pasangan yang secara naluriah mempunyai
ketertarikan terhadap lawan jenis. Manusia adalah makhluk
ciptaan Allah yang paling sempurna lengkap dengan
pasangannya. Untuk merealisasikan hal tersebut untuk
menjadi hubungan yang benar harus melalui pernikahan.
Perkawinan merupakan salah satu cara yang dipilih oleh
Allah SWT sebagai jalan bagi makhluknya untuk
berkembang biak dan melestarikan hidupnya. Perkawinan
-
2
merupakan peristiwa penting bagi kehidupan manusia.
Dengan jalan ini, hubungan yang semula haram menjadi
halal. Pernikahan mempunyai peran penting dalam
membangun dan mewujudkan sebuah tatanan masyarakat.
Perkawinan merupakan salah satu cara untuk menciptakan
kesejahteraan umat, baik secara perorangan maupun secara
bermasyarakat, baik untuk hidup di dunia maupun di
akhirat. Kesejahteraan perorangan sangat tergantung pada
keluarganya, sehingga kesejahteraan masyarakat tergantung
pada kesejahteraan keluarganya (Ghozali, 2003:13).
Keluarga terbentuk melalui perkawinan, karena itu
perkawian dianjurkan oleh islam dan termasuk salah satu
bentuk ibadah. Tujuan perkawinan tidak hanya untuk
menyalurkan kebutuhan biologis, akan tetapi untuk
melanjutkan keturunan dan berumah tangga yang penuh
kedamaian dan kasih sayang. Berkeluarga baik menurut
Islam sangat menunjang utuk menuju kepada kesejahteraan
termasuk dalam mencari rizki Tuhan (Ghozali, 2010:14).
Firman Allah dalam Surat An Nur Ayat 32
ًِْنُحْىااْْلٌََبَهً ٌُْننْ َواَ بِ ِه ٍْيَ لواَلصَّ َواِ ِعجَبِدُمنْ ِهيْ ِح
ٍْن َواِسع َوللّاُ ,فَْعلِهِ ِهيْ للّاُ فُقََساَءٌُْغٌِِهنُ ٌَُنْىًُْىا اِىْ ,َهبئُِننْ َعلِ
Dan nikahkanlah orang-orang yang masih
membujang diantara kamu, dan juga orang-orang
-
3
yang layak(menikah) dari hamba-hamba sahayamu
yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin,
Allah akan memberi kemampuan kepada mereka
dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya, Allah Maha mengetahui.
Dalam budaya jawa ajaran Hindu Budha masih
melekat, sebagian masyarakat masih berkeyakinan terhadap
tradisi atau sistem-sistem budaya yang terdahulu yaitu
masyarakat tradisional. Masyarakat yang melanggar tradisi
berarti telah keluar dari sistem-sistem yang ada. Setelah
agama Islam masuk, maka yang menjadi asas hukum
berganti dengan aturan-aturan yang berdasarkan Hukum
Islam.
Akan tetapi, banyak masyarakat jawa pada
umumnya dan khususnya di Dukuh Bandung Desa Mojo
dengan Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan Andong
Kabupaten Boyolali dalam melaksanakan perkawinan masih
berdasar kepercayaan dari para leluhurnya. Misalnya
seseorang dilarang menikah antar dukuh karena ada
kepercayaan turun temurun dari zaman dahulu, meskipun
mereka tidak tau pasti apa yang terjadi apabila
melanggarnya. Islam memandang bahwa semua manusia
telah diciptakan berpasang-pasangan yang tidak kita sangka
dari daerah mana, karena jodoh di tangan Allah yang telah
Allah tentukan sejak ruh dimasukkan dalam kandungan.
-
4
Masyarakat hanya sekedar percaya apabila melanggar aka
nada mala petaka, tanpa melihat lebih dalam sebab
akibatnya. Ia hanyalah ikut-ikutan dan sekedar mengikuti
faham belaka. Apabila orang beranggapan bahwa nasib sial
itu disebabkan oleh beberapa hal atau sebab-sebab tertentu,
maka tidak seharusnya dia menyerah pada nasib dan
keadaan, khususnya lagi pada tataran aktifitas konkrit.
Firman Allah surat Yasin-19
ْسِسفُْىىَ ًْزُْن قَْىم هُّ َعُنْن,اَاِْى ُذِمْسرُْن ثَْل اَ قَبلُْىاغَبئُِسُمْن هَّ
Mereka (utusan-utusan) itu berkata,”Kemalangan itu
adalah karena kamu sendiri, apakah karena kamu
diberi peringatan? Sebenarnya kamu adalah kaum
yang melampaui batas.
firman Allah Qs.Al-A‟rof ayat 131
ٌَْدللّاِ َولَِنيَّ اَْمثََسهُْن َْلٌَْعلَُوْىىَ ,اََْلاًََِّوب غَْئُسهُْن ِع
Ketahuilah, sesungguhnya nasib mereka di tangan
Allah, namun kebnyaan mereka tidak mengetahui.
Selain itu ajaran islam juga sangat melarang untuk
terlalu mengkhawatirkan musibah yang akan terjadi, karena
semua musibah yang terjadi di alam semesta ini telah
ditakdirkan oleh Allah, walau sebenarnya kita perlu
waspada dengan kemungkinan yang akan terjadi agar kita
bisa senantiasa ikhlas dan tabah menerima. Sebagai firman
Allah al-Hadid ayat 22:
-
5
ًْ اَْى فُِسنُ ٍْجٍَخ فًِ اْْلَْزِض َوَْل فِ ِص ْي قَْجِل اَْى َهب اََصبَة ِهْي هُّ ًْ ِمزٍَت هِّ فِ ْن اِْلَّ
ٍْس ًَْجَساَهَب,اِىَّ َذلَِل َعلًَ للّاِ ٌَِس
Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang
menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis
dalam kitab (Lauh Mahfud) sebelum kami
mewujudkannya. Sungguh yang demikian itu mudah
bagi Allah.
Dari berbagi fenomena di atas, maka disimpulkan
bahwa percaya kepada musibah yang datang dari roh
penunggu dukuh itu dilarang agama islam. Akan tetapi
berbeda dengan masyarakat di Kecamatan Andong Boyolali
tetap saja mempercayai hal tersebut. dari berbagai fenomena
yang terjadi di Dukuh-dukuh tersebut, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai mitos pernikahan terlarang
karena adat kepercayaan tersebut penulis akan meneliti hal
tersebut dengan judul” LARANGAN PERKAWINAN
ANTAR DUKUH KARENA KEPERCAYAAN PADA
MASYARAKAT MUSLIM DALAM PERSPEKTIF
HUKUM ISLAM” (Studi Kasus antara Dukuh Bandung
Desa Beji dengan Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan
Andong kabupaten Boyolali)
B. Fokus Penelitian
-
6
Penelitian ini terfokus pada masyarakat yang
menjalankan tradisi larangan perkawinan antar dukuh
karena adat kepercayaan. Adapun fokus penelitian yang
akan dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana larangan perkawinan antara Dukuh Bandung Desa Beji
dengan Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan Andong Kabupaten
Boyolali?
2. Apa saja yang menjadi faktor pendorong larangan perkawinan antara
Dukuh Bandung Desa Beji dengan Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan
Andong Kabupaten Boyolali?
3. Bagaimana pandangan hukum Islam tentang larangan perkawinan antar
dukuh karena adat kepercayaan?
C. Tujuan Penelitian.
1. Mengetahui tentang larangan perkawinan antara Dukuh Bandung Desa
Beji dengan Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan Andong Kabupaten
Boyolali.
2. Mengetahui faktor pendorong larangan perkawinan antara Dukuh
Bandung Desa Beji dengan Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan Andong
Kabupaten Boyolali.
3. Mengetahui pandangan hukum islam tentang larangan perkawinan antara
Dukuh Bandung Desa Beji dengan Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan
Andong Kabupaten Boyolali.
-
7
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meberikan pemahaman dan
manfaat, adapun manfaatnya;
a. Secara teoritis, sebagai upaya mengembangkan ilmu pengetahuan
khususnya dibidang kekeluargaan islam yang berkaitan dengan
masalah larangan perkawinan, serta dapat dijadikan hipotesis bagi
penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan masalah perkawinan.
b. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan bagi masyarakat Dukuh Jaten Desa Mojo dan Dukuh
Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali dalam
menyikapi tradisi tersebut.
E. Penegasan Istilah
Untuk mendapatkan kejelasan judul diatas, penulis perlu
memberikan penegasan dan batasan terhadap istilah-istilah yang ada.
Istilah-istilah tersebut adalah:
1. Perkawinanan berasal dari kata kawin yang menurut bahasa
membentuk keluarga dengan lawan jenis. Perkawinan menurut
syara’yaitu akad yang ditetapkan syara’ untuk memperbolehkan
bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan
menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki
(Ghozali, 2003:7).
2. Kepercayaan berasal dari kata percaya atau iman, yang berarti
meyakini dalam hati. Iman merupakan kekuatan abstrak yang dapat
-
8
menyatukan dan menggalang persatuan antara masyarakat (Indiyawati:
2007:73). Iman menggerakkan setiap anggota masyarakat untuk
beramal, baik dalam bentuk ibadah atau dalam bentuk amal lainnya
demi kepentingan bersama.
3. Hukum Islam adalah peraturan dan ketentuan yang berkenaan dengan
kehidupan berdasarkan al-Qur‟an, hadist dan juga para fuqoha
(Sudarsono, 1992:169).
F. Telaah Pustaka
Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang
memiliki kesamaan tema dengan penelitian ini adalah
penelitian yang ditulis oleh Muhammad Isro‟i skripsi
STAIN Salatiga angkatan 2009 dengan judul “Larangan
Menikah Pada Bulan Muharram Dalam Adat Jawa
Perspektif Hukum Islam (StudiKasus di Desa Bangkok,
Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali”). Adapun
rumusan masalah tersebut adalah faktor apa yang
mendorong masyarakat untuk tidak melakukan
pernikahan pada bulan muharram, bagaimana pandangan
ulama setempat tentang pernikahan yang dilakukan pada
bulan muharram, serta bagaimana pandangan hokum
islam tentang pernikahan yang dilakukan pada bulan
muharram. Adapun hasilnya masyarakat Desa Bangkok
mayoritas beragama islam, akan tetapi tradisi yang
-
9
diwariskan nenek moyang masih tetap dipertahankan.
Masyarakat Desa Bangkok masih mempercayai bahwa
pernikahan yang dilakukan pada bulan muharram akan
mendapat banyak halangan, selain itu jika perkawinan
tetap dilakukan hubungan antara suami istri akan sering
terjadi percecokan. Dalam hukum islam tidak ada
larangan menikah pada waktu-waktu tertentu, sehingga
perkawinan itu bisa dilakukan kapan saja asalkan
bertujuan baik. Apabila perkawinan itu tetap dilakukan
pada bulan muharram itu sangatlah baik karena bulan
tersebut merupakan salah satu dari empat bulan haram
yang sangat dimuliakan oleh Allah.
Adapun penelitian yang lain ialah “Perkawinan
Adat Jawa Dalam pemikiran Hukum Islam”(study kasus
di Desa Ngrombo Kecamatan Plupuh Kabupaten
Sragen), yang diteliti oleh Siti Mukaromah skripsi IAIN
Salatiga mahasiswa angkatan 2011. Adapun rumusan
masalahnya adalah bagaimana prosesi perkawinan yang
dilakukan masyarakat Ngrombo, kecamatan plupuh
kab.Sragen, bagaimana alasan-alasannya sehingga
perkawinan adat jawa masih dipegang teguh oleh
masyarakat dan bagaimana implikasinya terhadap
masyarakat desa Ngrembo, kecamatan Plupuh,
-
10
kabupaten Sragen serta bagaimana perkawinan adat jawa
yang dilakukan oleh masyarakat desa ngrombo,
kecamatan Plupuh, kabupaten Sragen dilihat dari
pemikiran hokum islam. Hasilnya Perkawinan adat
merupakan bentuk penghormatan kepada roh nenek
moyang, menjaga budaya, meminta keselamatan kepada
setan penunggu desa dan roh nenek moyang
mendatangkan ketentraman bagi kedua pengantin,
keluarga dan masyarakat. Apabila tidak melakukan
perkawinan secara adat jawa maka kedua pengantin akan
jatuh sakit dan tidak mempunyai keturunan. Padahal
anggapan seperti itu adalah sebuah mitos. Pandangan
hukum islam mengenai itu merupakan dilarang dalam
agama.
Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian
terdahulu adalah penelitian pertama membahas mengenai
larangan perkawinan pada bulan muharram, penelitian
yang kedua mengenai pernikahan adat jawa sedangkan
penelitian skripsi ini adalah larangan perkawinan antar
dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh Bandung Desa
Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian dan pendekatan.
-
11
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah tampilan yang berupa kata-kata lisan atau tertulis yang
dicermati oleh peneliti, dan benda-benda yang diamati sampai
detailnya agar dapat ditangkap makna yang tersirat dalam suatu
dukumen atau bendanya (arikunto, 2010:22). Dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan sosiologis. Pendekatan sosiologis adalah
suatu landasan kajian sebuah studi atau penelitian untuk mempelajari
hidup bersama dalam masyarakat.
2. Kehadiran peneliti
Dalam penelitian ini, penulis bertindak menjadi pengumpul data
sekaligus juga bertindak sebagai instrumen. Instrumen lain yang
digunakan penulis adalah alat tulis, alat perekam, serta alat
dokumentasi. Tetapi instrumen tersebut hanya sebagai pendukung
tugas penulis sebagai instrumen. Oleh karena itu kehadiran penulis
dilapangan sangatlah mutlak diperlukan. Penulis juga berperan sebagai
partisipan penuh, yang mana penulis ikut serta membaur dengan objek
yang akan diteliti. Akan tetapi kehadiran penulis sebagai peneliti telah
diketahui statusnya.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah Dukuh Bandung, Desa Beji dan
Dukuh jaten, Desa Mojo, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali.
Karena masyarakat daerah tersebut percaya akan mitos mengenai
perkawinan yang dilarang antar dukuh. Adapun diperbolehkannya
-
12
harus melakukan ritual adat tertentu. Sampai saat ini masyarakat
daerah tersebut masih melaksanakan kebiasaan yang mereka percayai
itu.
4. Prosedur Pengumpulan Data
a. Wawancara/Interview
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu
(Moelong, 2009:186). Adapun yang telah diwawancarai ialah
sebagai berikut:
Tabel 1.1 nama tokoh masyarakat yang telah diwawancarai
No Dukuh Jaten No Dukuh Bandung
1.
2.
3.
4.
Lajimin
kaliman
Bejo
Slamet
5.
6.
7.
8.
Samadi
Kusmanto
Kasirin
Sardi
Table 1. 2 nama pelaku perkawinan antar Dukuh Bandung
dengan Dukuh Jaten.
No Dukuh Bandung DukuhJaten
1.
2.
3.
4.
Leni
Rarik
Yuni
Ratna
Yusuf
Bahrudin
Mulyadi
Daryono
-
13
b. Observasi
Metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan
jalan pengamatan dan pencatatan secara langsung dan sistematis
terhadap fenomena-fenomena yang akan diteliti. Sedangkan teknik
observasi yang digunakan peneliti adalah terjun langsung ke
lapangan yang hendak diteliti. Peneliti ikut serta dalam mengamati
ritual perkawinan yang sudah dilakukan oleh Yuni dengan
Mulyanto, perkawinan dilakukan dengan ritual selamatan
kemudian pengankatan anak oleh pihak bandung dan
melangsungkan perkawinan di KUA. Peneliti juga pelaku dalam
perkawinan antar dukuh yang dilarang (peneliti partisipatory).
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data
dengan cara membaca dan mengutip dokumen-dokumen yang ada
yang berkaitan. Dalam pelaksanaan metode ini, peneliti meneliti
benda-benda tertulis seperti buku dll(Arikunto, 1989:131).
Adapun dokumen yang digunakan adalah KTP, KK dan foto-foto.
5. Tehnik Analisis Data
Setelah seluruh data-data terkumpul maka
barulah langkah selanjutnya penyusun menentukan
-
14
bentuk pengolahan terhadap data-data tersebut
antara lain :
a. Reduksi Data
Reduksi merupakan pemilihan,
pemusatan, perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan tertilis di lapangan.
Dalam penelitian ini reduksi data dapat
dilakukan dengan cara menysun ringkasan,
mengelompokkan, membuang yang tidak perlu
diberi kode bagian yang penting dan sebagainya
hingga laporan itu selesai (sugiyono, 2011:244).
b. Display Data
Yaitu deskripsi kumpulan informasi
tersusun yang memungkinkan untuk melakukan
penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan.
c. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan penelitian selalu
harus mendasarkan diri atas semua data yang
diperoleh dalam kegiatan penelitian (arikunto,
2010:385). Dengan kata lain penarikan
kesimpulan harus didasarkan atas data bukan
-
15
angan-angan atau keinginan penelitian.
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan adalah
merupakan jawaban yang dicari, walaupun tidak
selalu menyenangkan. Peneliti menarik
kesimpulan berdasarkan data rekaman
wawancara observasi dan dokumen-dokumen.
6. Pengecekan Keabsahan Data
Keabsahan suatu data merupakan hal yang sangat penting dalam
penelitian, karena dari data nantinya akan muncul beberapa teori,
untuk itu peneliti perlu melakukan teknik-teknik tertentu yaitu
observasi memperpanjang kehadiran peneliti dilapangan dan
menggunakan triagulasi (tri= tiga, angulasi dari angle= sudut).
Triagulasi dengan sumber yang sama tetapi dengan cara atau metode
yang berbeda. Triagulasi juga dilakukan dengan cara atau metode yang
sama tetapi dengan sumber yang berbeda. Triagulasi bertujuan untuk
mengumpulkan data secara lebih hati-hati dan cermat agar pekerjaan
tidak sia-sia dan hanya menambah waktu saja. Hal ini dapat tercapai
dengan jalan; 1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil
wawancara, 2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan
umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, 3. Membandingkan
apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa
yang dikatakan sepanjang waktu, 4. Membandingkan keadaan dan
perspektif sesorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang
-
16
seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi,
orang berada, orang pemerintahan dan, 5. Membandingkan hasil
wawncara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan (Moelong,
2009:331).
7. Tahap-tahap Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini penulis melakukan izin dan
mencari data ke kelurahan yang bersangkutan, kemudian penulis
mencari data ke Dukuh-dukuh yang bersangkutan, kemudian peneliti
melakukan analisis setelah itu penulis melakukan penulisan hasil
laporan.
H. Sistematika Penulisan
Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang
terdiri dari latar belakang masalah, fokus penelitian,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah,
telaahpustaka, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab kedua berisi landasan teori perkawinan dalam
islam. Bab ini memuat pembahasan tentang perkawinan
dalam islam meliputi pengertian, dasar hokum, syarat
dan rukun, tujuan dan hikmah perkawinan.
Bab ketiga berisi mengenai paparan data dan temuan penelitian. Bab
ini memuat data yang berkenaan dengan hasil penelitian terhadap larangan
perkawinan antara Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh Bandung Desa
-
17
Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali. Subbab ini membahas
keadaan geografis, pendidikan, keagamaan, ekonomi dan deskripsi tentang
larangan perkawinan antara Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh
Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali serta faktor-
faktor penyebab terjadinya larangan perkawinan antar dukuh.
Bab keempat berisi tentang analisis tinjauan hukum islam mengenai
larangan perkawinan antara Dukuh Bandung, Desa Beji dan Dukuh Jaten,
Desa Mojo, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali.
Bab kelima adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Serta
bagian akhir terdiri dari daftar pustaka dan lampiran.
-
18
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Konsep Perkawinan
1. Pengertian
Perkawinan merupakan nilai keagamaan sebagai
ibadah kepada Allah dan merupakan sunah Nabi.
Pernikahan Merupakan sunnatuallah yang umum dan
berlaku pada semua mahluk-Nya, baik pada Manusia,
hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. (Tihani, 2010:6).
Perkawinan menurut islam ialah suatu akad atau ikatan
untuk menghalalkanhubungan kelamin antara laki-laki dan
perempuan dalam rangka mewujutkan kebahagiaan
keluarga dengan cara yang diridhoi Allah (Basyir, 1996:11).
Dalam bahasa Indonesia perkawinan berasal dari kata kawin
yang berarti membentuk keluarga dari lawan jenis,
melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Perkawinan
menurut syara‟ yaitu akad yang ditetapkan syara‟ untuk
membolehkan bersenang-senang antara perempuan dan
laki-laki (Ghozali, 2003 : 8). Perkawinan adalah suatu akad
yang secara keseluruhan aspeknya terkandung kata nikah
atau tazwij dan merupakan ucapan seremonial yang sacral
(Tihani, 2010 : 8).
-
19
Perkawinan adalah suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi
manusia untuk memperbanyak keturunan. Perkawinan juga mempunyai
tujuan seperti dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 pada pasal 1 yang
disebutkan bahwa: “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Esa”. Perkawinan dikatakan sah apabila memenuhi syarat. Syarat
tersebut meliputi syarat bagi kedua mempelai, wali, dan saksi. Demikian pula
dalam intruksi presiden Republik Indonesia NO.1 tahun 1991 tentang
kompilasi hokum islam (KHI) BAB 1 disebutkan bahwa “ Perkawinan
menuruthukum islam adalah Pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau
misaqon gholidzon untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah. Sepeti firman Allah yang artinya “Dan segala sesuatu
kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran
Allah”.
B. Dasar Hukum
Indonesia merupakan Negara yang jumlah mayoritas penduduknya
beragama Islam, namun konstitusi negaranya tidak menyatakan diri sebagai
Negara Islam tetapi sebagai Negara yang mengakui otoritas agama dalam
membangun karakter bangsa. (khusen, 2012:9). Sehingga Indonesia
mengakomodir hukum-hukum agama sebagai sumber legislasi nasional, selain
hukum adat dan hukum barat. Sedangakan untuk hukum perkawinan Indonesia
merujuk pada Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 dan Kompilasi
-
20
Hukum Islam. Hukum Nikah (perkawianan), yaitu hukum yang mengatur
hubungan antara manusia dengan sesamanya yang menyangkut penyaluran
kebutuhan biologis antarjenis, dan hak serta kewajiban yang berhubungan dengan
akibat perkawinan tersebut. (Tihani, 2010:8).
Perkawinan merupakan sunatullah hukum alam di dunia. Perkawinan
dilakukan oleh semua mahluk ciptaan Allah. Hukum perkawinan ialah hukum
yang mengatur tentang perkawinan yang berdasarkan Al-Qur‟an dan sunnah agar
suatu perkawinan diridhoi oleh Allah. Sebagai firman Allah pada surat Al-Dzariat
ayat 49
ُسوَى ٍِْي لََعلَُّنْن رََرمَّ ٍء َخلَْقٌَب َشْوَج ًْ َوِهي ُملِّ َش
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu
mengingat kebesaran Allah.
Firman-Nya pula pada surat Yasin ayat 36
ب رُ ٌجُِذ اْْلَْزُض َوِهْي أًَفُِسِهْن ُسْجَحبَى الَِّري َخلََق اْْلَْشَواَج ُملَّهَب ِهوَّ
ب َْل ٌَْعلَُوىَى َوِهوَّ
Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan
semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri
mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.
Qs.An-nisa ayat 1
ٌْهَب َشْوَجهَب ي ًَّْفٍس َواِحَدٍح َوَخلََق ِه ٌَب أٌَُّهَب الٌَّبُس ارَّقُىْا َزثَُّنُن الَِّري َخلَقَُنن هِّ
ٌْهَُوب ِزَجبْلً َمثًٍِسا َوًَِسبء َوارَّقُىْا للّاَ الَِّري رََسبءلُىَى ثِِه َواْلَْزَحبَم َوثَثَّ ِه
ٍُْنْن َزقٍِجًب إِىَّ للّاَ َمبَى َعلَ
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
-
21
menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang
biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada
Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta
satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
Perkawinan merupakansuatu cara Allah sebagai jalan bagi manusia
untuk berkembang biak dan menjaga kelestarian hidupnya. Kemudian
memulai menjalankan perannya masing-masing untuk mencapaikeluarga
yang bahagia dan sejahtera.
Firman Allah Al-Hujurat Ayat 13
ي َذَمٍس َوأًُثَى َوَجَعْلٌَبُمْن ُشُعىثًب َوقَجَبئَِل لِزََعبَزفُىا ٌَب أٌَُّهَب الٌَّبُس إًَِّب َخلَْقٌَبُمن هِّ
ِ أَْرقَبُمْن إِىَّ للاَّ َعلٍِن َخجٍِس إِىَّ أَْمَسَهُنْن ِعٌَد للاَّ
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal.
Hukum melakukan perkawinan menurut ibnu Rusyid menjelaskan bahwa
segolongan fuqoha’ yakni jumhur (mayoritas ulama) berpendapat bahwa nikah itu
hukumnya sunnat. Golongan Zhahiriyah berpendapat bahwa nikah itu wajib. Para
ulama Malikiyah mutaakhirin berpendapat bahwa nikah itu wajib untuk sebagian
orang, sunnat untuk sebagian lainnya dan mubah untuk segolaongan lainnya.
-
22
Bagi fuqoha yang berpendapat nikah itu wajib bagi sebagian orang, sunnat
untuk sebagian yang lain, dan mubah untuk sebagian yang lain, maka pendapat ini
didasarkan atas pertimbangan kemaslahatan. Qiyas seperti ini yang disebut qiyas
mursal, yakni suatu qiyas yang tidak mempunyai dasar penyadaran. Kebanyakan
ulama mengingkari qiyas tersebut, tetapi dalam mazhab maliki tampak jelas
dipegangi (ghozali, 2003:12).
Al-jaziri mengatakan bahwa sesuai dengan keadaan orang yang melakukan
perkawinan, hukum nikah berlaku untuk hukum-hukum syara”yang lima,
adakalanya wajib, haram, makruh, sunnat(mandud) dan adakalanya mubah.
Ualama syafi‟iyah mengatakan bahwa hukum asal nikah adalah mubah,
disamping ada yang sunnat, wajib, haram dan yang makruh. Di Indonesia,
umumnya masyarakat memandang bahwa hukum asal melakukan perkawinan
ialah mubah. Hal ini banyak dipengaruhi pendapat ulama Syafi‟iyah.
Terlepas dari berbagai pendapat imam-imam mazhab, berdasarkan nash-nash,
baik Al-Qur‟an maupun as-sunnah, islam sangat menganjurkan kaum muslimin
yang mampu untuk melangsungkan perkawinan. Namun dilihat dari kondisi orang
yang melaksanakan serta tujuan melaksanakannya, maka melakukan perkawinan
itu dapat dikenalkan hukum sebagai berikut ;
1. Nikah Wajib Nikah diwajibkan bagi yang khawatir terjerumus kedalam
perbuatan dosa, sementara ia mampu untuk menikah. Hal ini didasarkan pada
pemikiran hukum bahwa setiap muslim wajib menjaga diri itu untuk tidak
berbuat yang terlarang. Jika penjagaan diri itu wajib, maka hukum melakukan
perkawinan itupun wajib sesuai dengan kaidah :
-
23
“sesuatu yang wajib tidak sempurna kecuali
dengannya,maka sesuatu itu hukumnya wajib juga”
Hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut merupakan hokum sarana
sama dengan hukum pokok yakni menjaga diri dari perbuatan maksiat.
2. Nikah haram, Nikah diharamkan bagi yang belum mampu berjima’ dan
membahayakan kondisi pasangannya jika menikah. Termasuk juga
hukumnya haram perkawinan bila sesorang kawin dengan maksud untuk
menerlantarkan orang lain, masalah wanita yang dikawini itu tidak diurus
hanya agar wanita itu tidak dapat kawin dengan orang lain.
3. Nikah Makruh, Nikah Makruh bagi yang membutuhkannya dan khawatir jika
menikah justru membuat kewajibannya terbengkalai. Bagi orang yang
mempunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan juga cukup
mempunyai kemampuan untuk menahan diri sehingga tidak memungkinkan
dirinya tergelincir berbuat zina sekiranya tidak kawin. Hanya saja orang ini
tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk dapat memenuhi kewajiban
suami istri dengan baik.
4. Nikah Sunnah, Nikah disunnahkan bagi orang yang mampu dan memenuhi
syarat syah nikah akantetapi masih sanggup mengendalikan diri. Dalam hal
ini menikah lebih baik daripada membujang.
5. Nikah Mubah, Nikah dimubahkan bagi orang yang tidak memiliki pendorong
maupun penghalang apapun untuk menikah. Ia tidak wajib menikah dan tidak
haram menikah. Pernikahan orang tersebut hanya didasarkan untuk
memenuhi kesenangan bukan dengan tujuan menjaga kehormatan agamanya
-
24
dan membina rumah tangga keluarga sejahtera. Hukum mubah ini juga
ditujukan bagi orang yang antara pendorong dan penghambatnya untuk kawin
itu sama, sehingga menimbulkan keraguan orang yang akan melakukan
perkawinan, seperti mempunyai keinginan tetapi belum mempunyai
kemampuan, mempunyai kemampuan untuk melakukan tetapi belum
mempunyai kemauan yang kuat.
Berdasarkan uraian di atas, Allah tidak menjadikan manusia seperti
mahluk lainnya yang hidup bebas mengikuti nalurinya. Allah menjaga manusia
denganpenuh martabat dan kehormatan. Maka daripada itu Allah membuat
aturan terperinci atau hkum mengenai tata cara hidup khususnya dalam hal
perkawinan.
C. Rukun dan Syarat Perkawinan.
1. Rukun yaitu sesuatu yang harus ada untuk menentukan sah dan tidaknya
suatu pekerjaan ( ibadah) (Ghozali, 2003:46).Adapun rukun perkawinan
sebagai berikut;
a. Adanya calon mempelai laki-laki dan calon mempelai perempuan.
1). Calon mempelai laki-laki ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.
sebelum pernikahan dilaksanakan. Syari‟at islam menentukan beberapa
syarat yang harus dipenuhi oleh calon suami berdasarkan ijtihad para
ulam, yaitu
(a). calon suami beragama islam.
(b). Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki.
(c). Orangnya diketahui dan tertentu
-
25
(d). Calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan calon istri.
(e). Calon mempelai laki-laki tahu/ kenal pada calon istri serta tahu
betul calon istrinya halal baginya.
(f). calon suami rela (tidak dipaksa) untuk melakukan perkawinan itu.
(g). Tidak sedang melakukan ihrom.
(h). Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri.
(i). Tidak sedang mempunyai istri empat.
2). Calon mempelai perempuan.
(a). Beragama Islam. Hal ini berdasarkan firman
Allah Q.S Al-Baqoroh 2:221
َوْلَ رٌَِنُحىْا اْلُوْشِسَمبِد َحزَّى ٌُْؤِهيَّ َوْلََهخ
ْشِسَمٍخ َولَْى أَْعَججَْزُنْن َوْلَ ي هُّ ٍْس هِّ ْؤِهٌَخ َخ هُّ
َعْجد رٌُِنُحىْا اْلُوِشِسِمٍَي َحزَّى ٌُْؤِهٌُىْا َولَ
ْشِسٍك َولَْى أَْعَججَُنْن ي هُّ ٍْس هِّ ْؤِهي َخ هُّ
أُْولَـئَِل ٌَْدُعىَى إِلَى الٌَّبِز َوللّاُ ٌَْدُعَى إِلَى
اْلَجٌَِّخ َواْلَوْغفَِسِح ثِئِْذًِِه َوٌُجٍَُِّي آٌَبرِِه لِلٌَّبِس
لََعلَّهُْن ٌَزََرمَُّسوىَ
yang artinya ” Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita
musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita
budak yang mu'min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun
dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-
orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum
-
26
mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih
baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu.
Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga
dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-
ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya
mereka mengambil pelajaran.”
(b). Tidak ada halangan Shara yaitu tidak bersuami atau dalam
pinangan orang lain yang ingin menjadikan isteri,bukan mahram,
tidak dalam masa „iddah.
(c). Berdasarkan kemauan sendiri. Tidak dibenarkan memaksa
seorang perempuan untuk menikah dengan seorang laki-laki yang
bukan pilihan dan disukainya. Hal tersebut dijelaskan dalam firman
Allah,
An-Nisa 4:19
ىهُيَّ ٌَب أٌَُّهَب الَِّرٌَي آَهٌُىْا ْلَ ٌَِحلُّ لَُنْن أَى رَِسثُىْا الٌَِّسبء َمْسهًب َوْلَ رَْعُعلُ
ٍَخ َوَعبِشُسوهُيَّ جٌٍَِّ ٍْزُُوىهُيَّ إِْلَّ أَى ٌَؤْرٍَِي ثِفَبِحَشٍخ هُّ لِزَْرهَجُىْا ثِجَْعِط َهب آرَ
ًٍْسا ٍْئًب َوٌَْجَعَل للّاُ فٍِِه َخ ثِبْلَوْعُسوِف فَئِى َمِسْهزُُوىهُيَّ فََعَسى أَى رَْنَسهُىْا َش
َمثًٍِسا
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai
wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka
karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah
kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan
pekerjaan keji yang nyata . Dan bergaullah dengan mereka secara
patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal
Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.
b. Adanya wali dari calon pengantin perempuan.
Perkawinan dilangsungkan oleh pihak mempelai
perempuan atau wakilnya dengan calon suami atau
-
27
wakilnya. (Ghozali, 2003:59). Wali hendaknya seorang
laki-laki, muslim, baligh, berakal dan adil. Perkawinan
tanpa wali tidak sah, berdasarkan sabda Nabi SAW:
“Tidak sah perkawinan
tanpa wali”
Hanafi tidak mensyaratkan wali dalam
perkawinan. Perempuan yang telah baligh dan berakal
menurutnya boleh mengawinkan dirinya sendiri, tanpa
wajib dihadiri oleh dua orang saksi. Sedangkan Maliki
berpendapat, wali adalah syarat untuk mengawinkan
perempuan bangsawan, bukan untuk mengawinkan
wanita awam. Anak kecil, budak dan orang gila tidak
mendapatkan wali.
Wali yang utama adalah ayah, kemudian kakek
(ayah dari ayah), kemudian saudara laki-laki seayah
seibu, kemudian saudara laki-laki seayah, kemudian anak
laki-laki dari saudara laki-laki seayah, kemudian paman
(saudara laki-laki ayah), kemudian anak laki-laki dari
paman tersebut. Tertib ini wajib dijaga dengan baik.
Wali mujbir adalah seorang wali yang berhak
mengawinkan tanpa menunggu kerelaan yang
dikawinkan itu. Menurut syafi‟i, wali mujbir adalah ayah
dan ayah dari ayah (kakek). Golongan hanafiyah
-
28
berpendapat, wali mujbir adalah berlaku bagi „ashabah
seketurunan terhadap anak yang masih kecil, orang gila
dan orang yang kurang akalnya.
c. Adanya dua orang saksi.
Saksi yang menghadiri akad nikah haruslah dua
orang laki-laki, muslim, baligh, berakal, melihat dan
mendengar serta mengerti (paham) akan maksut akad
nikah. (Ghozali, 2003:64). Di tengah-tengah masyarakat
biasanya ada Naib, yaitu: Orang yang bertugas atau dapat
mewakili kedua calon pengantin laki-laki dan perempuan
atau mewakili seorang dalam akad pernikahan.
(Sudarsono, 1994:52).
Tetapi menurut golongan Hanafi dan Hambali, boleh
juga saksi itu satu orang lelaki dan dua orang perempuan.
Dan menurut Hanafi, boleh dua orang fasik (tidak adil).
Orang tuli, orang tidur dan mabuk tidak boleh menjadi
saksi. Ada yang berpendapat bahwa syarat-syarat saksi
itu adalah sebagai berikut:
1. Berakal, bukan orang gila.
2. Baligh, bukan anak-anak.
3. Merdeka, bukan budak.
4. Islam.
5. Kedua orang saksi itu mendengar.
-
29
d. Sighat akad Nikah (ijab dan qobul).
Yaitu ijab qobul yang diucapkan oleh wali atau
wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon
pengantin laki-laki. Perkawinan wajib dilakukan ijab
dan qobul dengan lisan. Bagi orang bisu sah
perkawinannya dengan isyarat tangan atau kepala
yang bisa dipahami. Ijab dilakukan oleh pihak wali
mempelai perempuan walinya, sedangkan Kabul
dilakukan oleh mempelai laki-laki atau wakilnya.
Ijab dan Kabul dilakukan di majelis, dan tidak
boleh ada jarak yang lama antara ijab dan Kabul yang
merusak kesatuan akad dan kelangsungan akad, dan
masing-masing ijab dan Kabul dapat didengar dengan
baik oleh kedua belah piahk dan dua orang saksi.
Jumhur ulama sepakat bahwa rukun perkawinan itu terdiri
atas:
a. Adanya calon suami dari istri yang akan melakukan pernikahan.
b. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.
c. Adanya dua orang saksi.
d. Sighot akad nikah.
Menurut ulama Hanafiyah, rukun nikah itu hanya ijab dan qobul saja
(yaitu akad yang dilakukan oleh pihak wali perempuan dan calon pengantin
-
30
laki-laki). Sedangkan menurut imam syafi‟I berkata bahwa rukun nikah itu ada
lima macam yaitu:
1. Calon pengantin laki-laki.
2. Calon pengantin perempuan.
3. Wali.
4. Dua orang saksi.
5. Sighot akad nikah.
Sedangkan menurut segolongan yang lain rukun nikah itu ada
empat, yaitu:
1. Sighot (ijab dan qobul).
2. Calon pengantinperempuan.
3. Calon pengantin laki-laki.
4. Wali dari pihak calon pengantin perempuan.
Rukun perkawinan menurut KHI dinyatakan dalam Pasal 14 yaitu:
1. Calon mempelai laki-laki dan calon mempelai perempuan.
2. Wali dari mempelai perempuan.
3. Dua orang saksi
4. Ijab dan Qobul.
2. Syarat Sah Perkawinan
Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya perkawinan. Apabila
syarat-syarat terpenuhi itu sah dan menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban
sebagai suami istri. Pada garis besarnya syarat-syarat sahnya perkawinan itu ada
dua:
-
31
1. Calon mempelai perempuannya halal dikawini oleh laki-laki yang ingin
menjadikan istri. Jadi, perempeuannya itu bukan merupakan orang yang
haram dinikahi, baik karena haram dinikahi untuk sementara maupun untuk
selama-lamanya.
2. Akad nikahnya dihadiri para saksi.
Syarat sahnya perkawinan menurut KHI dalam Pasal 4 adalah
dinyatakan:
“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut
hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-
undang No. 1 Tahun1974 tentang Perkawinan”.
Rukun perkawinan menurut UU No.1/1974 tidak diatur secara tegas. Akan
tetapi Undang-Undang tersebut menyerahkan persyaratan sahnya suatu
perkawinan sepenuhnya kepada ketentuan yang diatur oleh agama orang yang
akan melangsungkan perkawinan tersebut. Syarat sahnya perkawinan menurut UU
No.1 Tahun 1974 diatur dalam pasal 2 yaitu:
(1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hokum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu.
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Jadi bisa disimpulkan bahwa rukun dan syarat dalam perkawinan yang dimuat
dalam Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang
perkawinan sebagai berikut:
-
32
Rukun perkawinannya adalah Pertama, adanya calon mempelai laki-laki dan
calon mempelai perempuan, kedua adanya wali dari pihak perempuan, ketiga
adanya saksi pernikahan, dan keempat adanya ijab qobul.
D. Konsep Kepercayaan.
Kepercayaan berasal dari kata percaya atau iman, yang
berarti meyakini dalam hati. Iman merupakan kekuatan abstrak
yang dapat menyatukan dan menggalang persatuan antara
masyarakat (Indiyawati: 2007:73). Iman menggerakkan setiap
anggota masyarakat untuk beramal, baik dalam bentuk ibadah
atau dalam bentuk amal lainnya demi kepentingan bersama.
Kepercayaan masyarakat terhadap sesuatu merupakan suatu
hasil dari tradisi, demi kepentingan bersama masyarakat harus
meyakini sesuatu hal tersebut. Islam sendiri mengajarkan
banyak hal mengenai kepercayaan demi kemaslahatan. Akan
tetapi dengan adanya berbagai peristiwa yang tertanam sebelum
masuknya islam banyak kepercayaan yang menyimpang dari
agama islam.
E. Larangan Perkawinan
Kemudian syarat sahnya perkawinan menurut kedua peraturan tersebut adalah
pernikahan dilakukan menurut hokum masing-masing agama dan perkawinan
tersebut harus dicatatkan. Meskipun perkawinan telah memenuhi rukun dan syarat
yang ditentukan belum tentu perkawinan tersebut sah, karena karena masih
-
33
tergantung lagi pada satu hal, yaitu perkawinan itu telah lepas dari segala hal yang
menghalang. Halangan perkawinan itu disebut juga larangan perkawinan.
Larangan perkawinan dalam bahasa ini adalah orang-orang yang tidak boleh
melakukan perkawinan. Secara garis besar, larangan perkawinan antara seorang
pria dengan seorang wanita menurut syara’ dibagi menjadi dua yaitu:
1. Larangan Muabbad
Larangan muabbad adalah halangan perkawinan yang
bersifat abadi.
Larangan perkawinan tersebut didasarkan dalam firman Allah dalam surat An-nisa
ayat 23;
برُُنْن َوَخبْلَرُُنْن َوثٌََبُد هَبرُُنْن َوثٌََبرُُنْن َوأََخَىارُُنْن َوَعوَّ ٍُْنْن أُهَّ َهْذ َعلَ ُحسِّ
َي هَبرُُنُن الالَّرًِ أَْزَظْعٌَُنْن َوأََخَىارُُنن هِّ اْلَِخ َوثٌََبُد اْلُْخِذ َوأُهَّ
هَبُد ًَِسآئُِنْن َوَزثَبئِجُُنُن الالَّرِ َظبَعِخ َوأُهَّ ي ًَِّسآئُِنُن السَّ ً فًِ ُحُجىِزُمن هِّ
ٍُْنْن َوَحالَئُِل الالَّرًِ َدَخْلزُن ثِِهيَّ فَئِى لَّْن رَُنىًُىْا َدَخْلزُن ثِِهيَّ فاَلَ ُجٌَبَح َعلَ
ٍِْي إَْلَّ َهب قَْد َسلََف ٍَْي اْلُْخزَ أَْثٌَبئُِنُن الَِّرٌَي ِهْي أَْصالَثُِنْن َوأَى رَْجَوُعىْا ثَ
ِحًٍوب إِىَّ للّاَ َمبَى َففُىًزا زَّ
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu
yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-
saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang
perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang
laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang
perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan
sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang
dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi
jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan
diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan
menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang
bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
-
34
a. Nasab (keturunan)
Berdasarkan ayat di atas, wanita-wanita yang
haram dinikahi untuk selamanya karena pertalian
nasab adalah:
1. Ibu: Yang dimaksud ialah perempuan yang ada hubungan darah
dalam garis keturunan garis ke atas, yaitu ibu, nenek (dari pihak
ayah maupun ibu dan seterusnya ke atas.
2. Anak perempuan: yaitu wanita yang mempunyai hubungan darah
dalam garis lurus ke bawah, yakni anak perempuan, cucu
perempuan, baik dari anak laki-laki maupun anak perempuan dan
seterusnya kebawah.
3. Saudara perempuan , baik seayah seibu, seayah saja maupun seibu
saja.
4. Bibi: yaitu saudara perempuan ayah atau ibu, baik saudara
sekandung ayah atau seibu dan seterusnya ke atas.
5. Kemenakan (keponakan) perempuan: yaitu anak perempuan
saudara laki-laki atau saudara perempuan dan seterusnya ke atas.
Hikmah dari larangan ini adalah karena
merupakan hal mustahil secara fitrah adalah
orang yang merasakan syahwat terhadap ibunya
atau ia hendak berfikir untuk bersenang-senang
dengannya, karena cinta kasih yang terjalin
diantara anak laki-laki dengan ibunya. Apa yang
-
35
dijelaskan mengenai keharaman menikahi ibu,
dikatakan pula dalam ketetapan keharaman
menikahi perempuan-perempuan berdasarkan
keturunan yang lainnya. Antara seorang laki-laki
dengan kerabat dekatnya mempunyai perasaan
yang kuat mencerminkan suatu penghomatan.
Maka akan lebih utama kalau dia mencurahkan
perasaan cintanya itu untuk perempuan lain
melalui perkawinan sehingga terjadi hubungan
yang baru dan rasa cinta kasih saying yang terjadi
antara kedua manusia itu menjadi sanagt luas.
b. Pembesanan (Pertalian kerabat semenda)
1. Mertua perempuan, nenek perempuan istri dan
seterusnya ke atas, baik seterusnya ke atas ,
baik garis ibu atau ayah.
2. Anak Tiri dengan syarat kalau terjadi hubungan
kelamin antara suami dengan ibu anak tersebut.
3. Menantu yakni istri anak, istri cucu, dan
seterusnya kebawah.
4. Ibu Tiri yakni bekas istri ayah, untuk ini tidak
disyaratkan harus adanya hubungan seksual
antara ibu dengan ayah. Imam syafi‟i
berpendapat bahwa laranga perkawinan karena
-
36
musyaharah hanya disebabkan karena semata-
mata akad saja, tidak bisa karena perzinaan,
dengan alasan tidak layak perzinaan yang dicela
itu disamakan dengan hubungan musyaharah.
Sebaliknya imam abu hanifah berpendapat
bahwa larangan perkawinan karena mushaharah,
disamping disebabkan akad yang sah, bisa juga
disebabkan karena perzinaan.
Larangan ini bertujuan untuk menjaga
keberadaan keluarga dari pertentangan, untuk
hal-hal yang penting. Semisal putusnya
kekerabatan, buruknya pengertian, tersebarnya
kecemburuan antara ibu dengan anak
perempuannya atau ayah dengan anak laki-
lakinya, dan sebagainya yang terkadang
mengakibatkan pertentangan antara anggota
satu keluarga. Hikmah yang alain adalah
menyebabkan kelemahan fisik anak-anaknya.
c. Sesusuan
Berdasarkan An-nisa ayat 23 jika
diperinci hubungan sesusuan yang diharamkan
adalah:
-
37
1. Ibu susuan yaitu ibu yang menyusui,
maksudnya seorang wanita yang pernah
menyusui seorang anak, dipandang sebagai ibu
bagi anak yang disusui itu, sehingga haram
melakukan perkawian
2. Nenek susuan yaitu ibu dari yang pernah
menyusui atas ibu dari suami yang menyusui
itu, suami dari ibu yang menyusui itu dipandang
seperti ayah bagi anak susuan, sehingga haram
melakukan perkawinan.
3. Bibi susuan yakni saudara perempuan suami ibu
susuan atau saudara perempuan suami ibu
susuan dan seterusnya ke atas.
4. Kemenakan susuan perempuan, yakni anak
perempuan dari saudara ibu susuan.
5. Saudara susuan perempuan, baik saudara
seayah kandung maupun seibu saja.
Hikmah dari pelarangan perkawinan karena susuan adalah sebab
makan (susuan) memiliki pengaruh besar dalam pembentukan diri
seseorang, bukan hanya secara fisik, namun juga jiwa dan akhlak.
Dengan adanya kekerabatan karena persusuan menjadikan tubuh
mereka (tulang, daging dan darahnya) dibentuk dari satu jenis
-
38
makanan. Karena itu terlihat ada keserupaan dalam karakter akhlak
mereka.
Diantara larangan perkawinan abadi ada yang
diperselisihkan,yaitu zina dan sumpah li’an. Wanita
yang haram dinikahi karena sumpah li’an. Seorang
suami yang menuduh istrinya berbuat zina tanpa
mendatangkan empat orang saksi. Maka suami
diharuskan bersumpah empat kali dan yang kelima kali
dilanjutkan dengan menyatakan bersedia menerima
laknat Allah apabila tindakannya itu dusta. Istri yang
mendapat tuduhan itu bebas dari hukuman zina kalau
mau bersumpah seperti sumpah suami di atas empat
kali dan yang kelima kalinya diteruskan bersedia
mendapat laknat Allah bila tuduhan suami itu benar.
Sumpah yang demikian adalah sumpah li’an. Apabila
terjadi sumpah li’an antara suami dan istri maka
putuslah hubungan perkawinan antara keduanya untuk
selama-lamanya.
2. Larangan Muaqqot
Larangan muaqqot adalah larangan perkawinan
untuk sementara.
a. Halangan Bilangan
-
39
Seorang pria dilarang melangsungkan
perkawinan dengan seorang wanita apabila pria
tersebut sedang memiliki empat orang istri.
b. Halangan Mengumpulkan
Dua perempuan bersaudara haram dikawini oleh seorang
laki-laki dalam waktu bersamaan, maksudnya mereka haram
dimadu dalam waktu bersamaan. Apabila mengawini mereka
berganti-ganti, seperti seorang laki-laki mengawini seorang wanita,
kemudian wanita tersebut meninggal atau dicerai, maka laki-laki
itu tidak haram menikahi adik atau kakak perempuan dari wanita
yang meninggal dunia atau dicerai tersebut. Keharaman
mengumpulkan, ini juga diberlakukan terhadap dua orang yang
mempunyai hubungan keluarga bibi dan kemenakan.
Ualama fikih menyatakan bahwa mengawini dua orang
wanita yang berhubungan kekerabatan bisa membuat pecahnya
hubungan kekerabatan sehingga menimbulkan permusuhan yang
terus menerus antara kerabat itu.
c. Halangan Kehambaan
Wanita musyrik haram dinikahi, yang dimaksud wanita
musyrik ialah yang menyembah selain Allah. Adapun wanita ahli
kitab, yakni wanita nasrani dan wanita yahudi boleh dinikah.
d. Halangan Kafir
-
40
Seorang wanita islam dilarang menikah dengan seorang
pria yang tidak beragama islam.
e. Halangan Ihram
Wanita yang sedang ihram, baik ihram haji maupun ihram
umroh, tidak boleh dikawini.
f. Halangan Sakit
Wanita yang sakit yang tidak bisa sembuh dan lumpuh serta
tidak bisa melayani dan mengabdi pada suami haram untuk
dinikahi.
g. Halangan „iddah
Wanita yang sedang dalam „iddah, baik „iddah cerai
maupun „iddah ditinggal mati tidak boleh dikawini.
h. Halangan perceraian tiga kali
Wanita yang ditalak tiga, haram dikawini
lagi dengan bekas suaminya, kecuali kalau sudah
kawin lagi dengan orang lain dan telah
berhubungan kelamin serta dicerai oleh suami
terakhir itu dan telah habis masa „iddahnya.
i. Halangan Peristrian.
Seorang pria haram menikahi wanita yang
terikat perkawinan dengan laki-laki lain.
j. Halangan perzinaan
-
41
Seorang perempuan melakukan perzinaan
dengan seorang laki-laki atas dasar suka sama
suka dilarang menikah dengan seorang laki-laki
yang baik. Begitu pula sebaliknya. Seorang
wanita pezina harus menikah dengan laki-laki
pezina pula begitu juga sebaliknya.
Islam sendiri menyebutkan bahwa perkawinan
yang dilarang dalam islam selain yang sudah diatur
secara Qo’i ketidakbolehannya antara lain adalah;
a. Nikah mut’ah
Nikah mut’ah hukumnya haram. Nikah
ini disebut juga “ziwaj muaqqod” dan “ziwaj
munqathi” artinya nikah yang ditentukan untuk
sesuatu waktu tertentu, atau perkawinan yang
diputuskan. Adapun dinamakan mut’ah ialah
nikah dengan maksud dalam waktu yang tertentu
itu seseorang dapat bersenang-senang
melepaskan keperluan syahwatnya.
Perkawinan mut’ah pernah diperbolehkan
dalm keadaan darurat, yakni pada waktu
peperangan authas dan pembukaan kota mekkah,
di mana waktu itu tentara islam telah lama pisah
dengan keluarga, agar mereka tidak melakukan
-
42
perbuatan terlarang maka diizinkan oleh nabi
melakukan nikah mut’ah. Kemudian nabi
melarang untuk selama-lamanya.
b. Nikah muhalil
Nikah muhalil ialah nikah yang dilakukan
oleh seseorang terhadap wanita yang telah ditalak
tiga kali oleh suaminya yang pertama, setelah
selesai iddahnya. Oleh suami kedua wanita itu
dikumpuli dan diceraikan agar dapat dikawin lagi
dengan suami pertama. Jadi dalam nikah muhalil
itu ada unsur perencanaan dan niat bukan untuk
selamanya, tetapi dengan maksud agar setelah
diceraikan oleh orang yang mengawini kedua itu
dapat dikawini kembali oleh bekas suami yang
yang pernah menceraikannya sampai tiga kali.
Hukum perkawinan itu haram dan
akibatnya tidak sah, tidaklah batal wanita yang
telah dicerai oleh muhallil (orang yang
melangsungkan perkawinan kedua tersebut)
untuk kawin dengan suami pertamanya.
c. Nikah syigar
Yang dimaksud nikah syighar yaitu seorang wali
mengawinkan putrinya dengan seorang laki-laki dengan syarat agar
-
43
laki-laki mengawinkan putrinya dengan si wali tadi tanpa bayar
mahar.
Jumhur ulama berpendapat bahwa kawin sighar itu pada
pokoknya tidak diakui, karena itu hukumnya batal (tidak sah).
Tetapi Abu hanifah berpendapat, kawin syighar itu sah, hanya bagi
tiap-tiap anak perempuan yang melakukan perkawinan wajib
mendapatkan mahar yang sepadan dari masing-masing suaminya,
karena laki-laki yang menjadikan pertukaran anak perempuannya
sebagai mahar sangatlah tidak tepat, sebab wanita itu bukan sebagai
barang yang dapat dipertukarkan sesama mereka.
Dalam perkawinan ini yang batal adalah segi maharnya,
bukan pada akad nikahnya, sebagaiman kalau suatu perkawinan
dengan persyaratan memberikan minuman khamar atau babi, maka
akad nikahnya di sini tidak batal dan bagi perempuannya berhak
atas mahar mitsil(maskawin yang sepadan).
d. Nikah tahwid
Nikah tahwid yaitu nikah yang kurang salah satu
rukunnya.
3. Hikmah Perkawinan.
Islam menganjurkan pernikahan karena pernikahan mengandung
banyak hikmah bagi pelakunya sendiri, masyarakat dan semua umat
manusia. Adapun hikmah pernikahan menurut Ghozali ( 2003:65) adalah:
-
44
a. Dengan pernikahan maka banyaklah keturunan. Ketika keturunan itu
banyak, maka proses memakmurkan bumi berjalan dengan mudah,
karena suatu perbuatan yang harus dikerjakan bersama-sama akan
sulit dikerjakan secara individual. Dengan demikian
keberlangsungan keturunan dan jumlahnya harus terus dilestarikan
sampai benar-benar makmur.
b. Keadaan hidup manusia tidak akan tentram kecuali jika keadaan
rumah tangganya teratur. Kehidupannya tidak akan tenang kecuali
dengan adanya ketertiban rumah tangga. Ketertiban tersebut tidak
mungkin terwujud kecuali harus ada perempuan yang mengatur
rumah tangga itu. Dengan alasan itulah maka nikah disyariatkan,
sehingga keadaan kaum laki-laki menjadi tentram dan dunia semak
in makmur.
c. Laki-laki dan perempuan adalah dua sekutu yang berfungsi
memakmurkan dunia masing-masing dengan ciri khasnya berbuat
dengan berbagai macam pekerjaan. Dalam kaitan ini Rosulallah
SAW bersabda;
“hendaklah kamu sekalian menjadikan hati yang
bersyukur, lidah yang selalu mengingat Allah, dan
istri mukminah shalihah yang akan menyelamatkan
di akhirat”
-
45
Sesuai dengan tabiatnya, manusia itu cenderung
mengasihi orang yang dikasihi. Sebagai firman
Allah al-„arof: 189 :
ٍْهَب ٌْهَب َشْوَجهَب لٍَِْسُنَي إِلَ ……..َوَجَعَل ِه
Artinya; Dia (Allah) yang menciptakan istrinya,
agar dia merasa senang kepadanya.
d. Manusia diciptakan dengan memiliki rasa ghiroh (kecemburuan)
untuk menjaga kehormatan dan kemulyaannya.
e. Perkawinan akan memelihara keturunan serta menjaganya.
f. Berbuat baik yang banyak lebih baik daripada berbuat baik sedikit.
g. Manusia itu jika telah mati terputuslah seluruh amal perbuatannya
yang mendatangkan rahmat dan pahala padanya.
Selain hikah-hikmah di atas, syayyid sabiq menyebutkan pula
hikmah-hikmah yang lain, sebagai berikut:
1. Sesungguhnya naluri seks merupakan naluri yang paling kuat, yang
selamanya menuntut jalan keluar. Bilamana jalan keluar tidak dapat
memuaskannya, maka banyaklah manusia yang mengalami goncangan, kacau
dan menerobos jalan yang jahat. Perkawinan merupakan jalan alami dan
biologis yang paling baik dan sesuai untuk menyalurkan dan memuaskan
naluri seks ini. Dengan perkawinan, badan jadi segar, jiwa jadi tenang, mata
terpelihara dari melihat yang haram perasaan tenang menikmati barang yang
halal.
-
46
2. Perkawinan merupakan jalan terbaik untuk menciptakan anak-anak menjadi
mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia serta
memelihara nasab yang oleh islam sangat diperhatikan. Dan dalam penjelasan
yang lalu telah dikemukakan sabda Nabi Muhammad SAW tentang hal ini
yang artinya sebagai berikut :
“kawinlah dengan perempuan yang penuh kasih saying
(pencinta) lagi bisa banyak anak, agar aku nanti dapat
membanggakan jumlahmu yang banyak di hadapan para
Nabi pada hari kiamat nanti”
3. Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi dalam suasana
hidup dengan anak-anak dan akan tumbuh pula perasaan-perasaan ramah,
cinta dan saying yang merupakan sifat-sifat baik yang menyempurnakan
kemanusiaan seseorang.
4. Menyadari tanggung jawab beristri dan menanggung anak-anak akan
menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat bakat dan
pembawaan seseorang. Ia akan cekatan bekerja karena dorongan tanggung
jawab dan memikul kewajibannya, sehingga ia akan banyak bekerja dan
mencari penghasilan yang dapat memperbesar jumlah kekayaan dan
memperbanyak produksi.
5. Adanya pembagian tugas, dimana yang satu mengurusi dan mengatur rumah
tangga, sedangkan yang lain bekerja di luar, sesuai dengan betas-batas
tanggung jawab antara suami istri dalam menangani tugas-tugasnya.
-
47
Jadi secara secara singkat dapat disebutkan bahwa hikmah perkawinan itu
antara lain:
1. Menyalurkan naluri seks.
2. Jalan mendapatkan keturunan yang sah.
3. Penyaluran naluri kebapakan dan keibuan.
4. Dorongan untuk bekerja keras.
5. Pengaturan hak dan kewajiban dalam rumah tangga .
6. Menjalin silaturrahmi antara dua keluarga, yaitu keluarga dari pihak suami
dan kelurga dari pihak perempuan.
-
48
BAB III
LARANGAN PERKAWINAN ANTAR DUKUH
JATEN
DESA MOJO DENGAN DUKUH BANDUNG
DESA BEJI KECAMATAN ANDONG
KABUPATEN BOYOLALI
A. Gambaran Umum Dukuh Jaten Desa Mojo Dan Dukuh Bandung Desa Beji
Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali
1. Gambaran Umun Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan Andong Kabupaten
Boyolali.
a. Luas dan Letak Geografis
Luas wilayah Dukuh Jaten kurang lebih 260 km2
yang terbagi menjadi perkebunan, persawahan serta
pemukiman. Adapun batas wilayahnya sebagai
berikut:
1). Sebelah Timur adalah Dukuh Pule, Desa Mojo.
2). Sebelah Selatan adalah Dukuh Tumpang, Desa
Mojo.
3). Sebelah Barat adalah Dukuh Bandung Kidul,
Desa Beji.
-
49
4). Sebelah Utara adalah Dukuh Mojo dan Dukuh
Ngelo, Desa Mojo.
b. Jumlah Penduduk
Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan Andong
Kabupaten Boyolali mempunyai 5 RT dengan
penduduk yang berjumlah 2.390 dengan jumlah
kepala keluarga (KK) adalah 761.
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk dukuh jaten berdasarkan Jenis kelamin
Sumber: data kependudukan kelurahan desa Mojo
c. Keadaan Pendidikan
Masyarakat Dusun Jaten mayoritas
masyarakatnya tidak buta huruf, rata-rata mereka
sudah pernah bersekolah. Banyak Mayoritas
penduduk setempat mengirim anak-anak mereka
untuk belajar di lembaga pendidikan yang bersifat
umum, baik negeri maupun swasta. Karena sekolah
NO Keterangan Jumlah
1 Laki-laki 1210
2 Perempuan 1180
Jumlah 2390
-
50
umum menjadi mayoritas, dan lembaga pendidikan
Islam menjadi minoritas, maka tidak jarang di antara
mereka kurang memperhatikan pentingnya
pendidikan agama Islam. Namun untuk mengimbangi
hal tersebut, maka pemerintah desa membuat
lembaga pendidikan berbasis Agama yang bersifat
non formal seperti TPQ, TPA. Setiap dusun, masing-
masing terdapat lembaga pendidikan Islam non
formal tersebut. Selain itu, ada beberapa anak yang
melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi, baik
berbasis Islam maupun umum, baik swasta maupun
negeri.
d. Keagamaan
Masyarakat Dukuh Jaten mayoritas penduduknya
beragama islam. Mengingat mayoritas masyarakat
setempat merupakan anggota dari organisasi sosial-
keagamaan terbesar di Indonesia, yaitu Nahdatul
Ulama‟, yang secara historis dibentuk dan didirikan
untuk mempertahankan tradisi. Maka kegiatan
kegamaan masyarakat Desa Jaten erat dengan nuansa
Nahdatul Ulama seperti yasinan, Nariyahan,
diba’an, dan lain-lain. Kegiatan yasinan di Dukuh
Jaten dilakukan setiap sebulan sekali oleh para kaum
-
51
laki-laki, Nariyahan adalah pembacaan sholawat
nariyah, surat yasin,tahlil serta sholat-sholat sunnah
dan tausiah. Kegiatan ini dilakukan oleh kaum ibu-
ibu setiap seminggu sekali pada hari jum‟at. Adapun
pembacaan diba’an (sholawat Nabi) dilakukan pada
hari kamis malam jum‟at di Masjid.
e. Keadaan Ekonomi
Dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari, para
penduduk Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan
Andong Kabupaten Boyolai, mayoritas
berwirausaha, bercocok tanam, bekerja di
pemerintahan, serta buruh. Adapun wirausaha yang
semakin maju dalam pembuatan pakaian dalam
wanita dan membuat barang dari bahan besi (pande
besi). Hampir setiap rumah ada yang menjahit
pakaian dan rumah Pande, kemudian ada pengepul
yang siap menampung. Demikian dengan SDM
masyarakat yang semakin hari semakin baik.
Table 3.2 persentase jenis pekerjaan dukuh jaten
N
o
Jenis
pekerj
aan
Presen
tase
1
.
2
.
3
.
Petani
Penja
hit
Pand
e besi
Pedag
10%
15%
35%
22%
3%
15%
-
52
4
.
5
.
6
.
ang
PNS
Buruh
Sumber: data statistic desa Mojo
2. Gambaran Umum Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong
Kabupaten Boyolali.
a. Luas dan Letak Geografis
Luas wilayah Dukuh Bandung kurang lebih
200km2 , yang terdiri dari persawahan, perkebunan
serta pemukiman warga. Adapun batas wilayah
Dukuh Bandung sebagai berikut:
1. Sebelah Timur adalah Dukuh Kliwonan, Desa Mojo.
2. Sebelah Selatan adalah Dukuh Bandung Kidul, Desa Beji.
3. Sebelah Barat adalah Dukuh Beji, Desa Mojo.
4. Sebelah Utara adalah Dukuh Duwet, Desa Andong.
b. Jumlah Penduduk
Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong
Kabupaten Boyolali mempunyai 6 RT dengan
penduduk yang berjumlah 782 dengan jumlah kepala
keluarga (KK) adalah 325.
Tabel 3.3 Jumlah Penduduk dukuh bandung berdasarkan Jenis kelamin
N
O
Ketera
ngan
Ju
mla
h
-
53
1 Laki-
laki
401
2 Perem
puan
381
Jumlah 782
Sumber: data kependudukan kelurahan Desa Beji
c. Keadaan Pendidikan
Mayoritas masyarakat Dukuh Bandung tidak buta huruf,
banyak masyarakat mengerti tentang baca tulis. Rata-rata anak-anak
mereka bersekolah minimal sampai SMP dan Mondok. Banyak anak
mereka mondok, ini dikarenakan di dalam dukuh telah berdiri sebuah
pondok pesantren beserta sekolah formal dan non-formal (TPQ).
Bahkan diantara mereka juga bersekolah di perguruan-perguruan tinggi
Negeri maupun swasta di berbagai wilayah.
d. Keagamaan.
Masyarakat Dukuh Bandung semua beragama
islam. Bahkan di dalam dusun berdiri sebuah pondok
pesantren plus. Banyak anak-anak mereka belajar
keagamaan di Pondok tersebut. Di masyarakt juga
ada kegiatan-kegiatan keagamaan seperti yasiana,
nariyahan, diba’an, pengajian rutinan setiap sebulan
sekali dan setahun sekali. Yasinan dilakukan oleh
bapak-bapak pada hari kamis malam jum‟at secara
bergilir disetiap rumah. Akan tetapi tiap sebulan
sekali setiap malam jum‟at pon, masyarakat
-
54
melakukan yasinan di Bangsal Makam. Nariyahan
dilakukan oleh para ibu-ibu pada hari jum‟at satu
minggu sekali. Setiap sebulan sekali para ibu-ibu
melakukan pengajian di masjid serta membaca
diba’an tiap sebulan sekali di mushola terdekat.
Adapun pembacaan diba’an di masjid dilakukan
setiap hari kamis malam jum‟at. Pengajian dilakukan
setiap setahun sekali di Masjid dan di Makam,
apabila dimakam di sebut sadranan.
e. Keadaan ekonomi
Dalam kehidupan sehari-hari penduduk dukuh
Bandung mayoritas masyarat bekerja sebagai
pedagang, petani, wiraswasta, bekerja di
pemerintahan dan juga buruh. Masih banyak
masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah.
Akan tetapi masyarakat masih mampu dalam
memenuhi sandang dan pangan.
Table 3.4 persentase jenis pekerjaan dukuh
bandung
N
o
Jenis
pekerj
aan
Perse
ntase
1
.
2
.
3
.
4
Petani
Pedag
ang
Wiras
wasta
Pekerj
a
50%
10%
10%
5%
25%
-
55
.
5
.
pemer
intah
dan
PNS
Buruh
Sumber: data statistic desa beji
B. Ritual Larangan Perkawinan antara Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh
Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali.
Perkawinan merupakan suatu ritual yang terpenting dalam hubungan
seorang manusia dengan lawan jenis. Dengan perkawinan diharapkan dapat
membina rumah tangga yang langgeng, bahagia, sejahtera dan mempunyai
keturunan yang sholeh serta sholehah. Ini jelas berbeda dengan perkawinan
yang dilakukan antara Dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung. Dalam
kepercayaan masyarakat setempat, masyarakat Dukuh Jaten dilarang menikah
dengan masyarakat Dukuh Bandung. Ini dikarenakan kepercayaan mereka
terhadap Roh penunggu Dukuh akan marah apabila melakukan pernikahan.
Salah satunya akan terjadi malapetaka bahkan kematian disalah satu pengantin
apabila tetap melanggar. Sebagaimana penjelasan kasirin, tokoh masyarakat
dukuh Bandung pada tanggal 7 mei 2017 “wong bandung intok wong jaten ki
ora oleh, amargo dayange biso nesu. Yen nganti nglanggar biso mati”(orang
bandung dapat orang jaten itu tidak boleh, karena penunggu dukuh bisa marah.
Jika ada yang melanggar aka nada kematian).
Kepercayaan ini sudah mendarah daging dari dulu hingga sekarang, sejak
berdirinya dukuh hingga sekarang.
-
56
”nalika jaman semono danyang jaten karo danyang bandung pado
serek, ora akur. Nganti poro danyang nguni janji ojo ngasi anak
keturunan jaten nikah karo anak keturunan soko bandung, lajeng
sakkualiane. Yen enek wong nglanggar biso ciliko nganti salah siji
pengantin mati, iku uwes kejadian naliko semono wong jaten besanan karo
bandung, salah siji pengantin mati”
(pada zaman dahulu roh penunggu dukuh jaten dan roh penunggu
dukuh bandung podo sebel, tidak akur. Sampai para roh penunggu
mengucap janji jangan sampai anak keturunan dukuh jaten dapat anak
keturunan dukuh bandung begitu pula sebaliknya. Jika ada yang melanggar
maka aka ada petaka bahkan kematian. Ini sudah terjadi pada zaman
dahulu terjadi pernikahan antara dukuh jaten dengan dukuh bandung,
kemudian salah satu pengantin mati.) (wawancara dengan Sardi 4 April
2016).
Kemudian ada pendapat berbeda mengenai cerita larangan tersebut,
perkawinan antara dukuh jaten dengan dukuh bandung itu dilarang karena
antara dukuh ada hubungan saudara antar danyang / roh penunggu dukuh.
“danyange jaten lan danyang bandung iku sedul