Judul Skripsi : LARANGAN PERKAWINAN ANTAR DUKUH...

103
Judul Skripsi : LARANGAN PERKAWINAN ANTAR DUKUH KARENA KEPERCAYAAN PADA MASYARAKAT MUSLIM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Study kasus antara Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali) Abstrak : Wulandari, Leni Tri. 2017. Larangan Perkawinan Antar Dukuh karena Kepercayaan Pada Masyarakat Muslim dalam Perspektif Hukum Islam(Study Kasus anata Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali). Skripsi. Program Studi Hukum Keluarga Islam. Fakultas Syari‟ah. Instistut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Ilyya Muhsin, M. Si. Kata Kunci: Perkawinan, Kepercayaan dan Hukum Islam Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui larangan perkawinan karena adat kepercayaan antara dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung, mengetahui faktor yang menyebabkan adanya larangan perkawinan antar Dukuh Jaten dan Dukuh Bandung. Serta untuk mengetahui tinjauan Hukum Islam terhadap larangan nikah antar Dukuh Jaten dan Dukuh Bandung. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualititatif dengan pendekatan yuridis normative dan sosiologis. Pengambilan data dalam penelitian ini dengan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data dengan menggunakan reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan. Peneliti melakukan wawancara terhadap tokoh adat, tokoh agama, masyarakat dan pelaku perkawinan yang dilarang antar dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung. Berdasarkan temuan penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Dukuh Jaten Desa Mojo dan Masyarakat Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali masih mempercayai larangan perkawinan antar dukuh. Masyarakat memiliki kepercayaan apabila melanggar akan mendapat bencana bahkan kematian bagi yang menikah, keluarga serta masyarakat. Kemudian ketakutan masyarakat akan terputusnya tali silaturahim. Apabila tetap melanggar haruslah mengadakan ritual selamatan dari salah satu pihak dan pengangkatan anak salah satu pengantin oleh salah satu Dukuh atau lain dukuh. Larangan ini dikarenakan oleh faktor kurangnya pendidikan Agama, faktor keyakinan, faktor keluarga serta faktor social masyarakat. Larangan tersebut bertentangan dengan islam karena islam hanya mengenal larangan perkawinan yang disebabkan oleh larangan perkawinan muabbad dan larangan perkawinan muaqqod. Secara qo’i juga disebutkan ketikbolehannya antara lain nikah mut’ah, nikah muhalil, nikah syigor dan nikah tahwid.

Transcript of Judul Skripsi : LARANGAN PERKAWINAN ANTAR DUKUH...

  • Judul Skripsi : LARANGAN PERKAWINAN ANTAR DUKUH KARENA

    KEPERCAYAAN PADA MASYARAKAT MUSLIM DALAM

    PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

    (Study kasus antara Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh

    Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali)

    Abstrak : Wulandari, Leni Tri. 2017. Larangan Perkawinan Antar Dukuh

    karena Kepercayaan Pada Masyarakat Muslim dalam Perspektif

    Hukum Islam(Study Kasus anata Dukuh Jaten Desa Mojo dengan

    Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali).

    Skripsi. Program Studi Hukum Keluarga Islam. Fakultas Syari‟ah.

    Instistut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Ilyya

    Muhsin, M. Si.

    Kata Kunci: Perkawinan, Kepercayaan dan Hukum Islam

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui larangan perkawinan karena adat

    kepercayaan antara dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung, mengetahui faktor yang

    menyebabkan adanya larangan perkawinan antar Dukuh Jaten dan Dukuh Bandung.

    Serta untuk mengetahui tinjauan Hukum Islam terhadap larangan nikah antar Dukuh

    Jaten dan Dukuh Bandung.

    Metode yang digunakan adalah deskriptif kualititatif dengan pendekatan

    yuridis normative dan sosiologis. Pengambilan data dalam penelitian ini dengan

    teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data dengan menggunakan

    reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan. Peneliti melakukan wawancara

    terhadap tokoh adat, tokoh agama, masyarakat dan pelaku perkawinan yang dilarang

    antar dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung.

    Berdasarkan temuan penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Dukuh Jaten

    Desa Mojo dan Masyarakat Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong

    Kabupaten Boyolali masih mempercayai larangan perkawinan antar dukuh.

    Masyarakat memiliki kepercayaan apabila melanggar akan mendapat bencana bahkan

    kematian bagi yang menikah, keluarga serta masyarakat. Kemudian ketakutan

    masyarakat akan terputusnya tali silaturahim. Apabila tetap melanggar haruslah

    mengadakan ritual selamatan dari salah satu pihak dan pengangkatan anak salah satu

    pengantin oleh salah satu Dukuh atau lain dukuh. Larangan ini dikarenakan oleh

    faktor kurangnya pendidikan Agama, faktor keyakinan, faktor keluarga serta faktor

    social masyarakat. Larangan tersebut bertentangan dengan islam karena islam hanya

    mengenal larangan perkawinan yang disebabkan oleh larangan perkawinan muabbad

    dan larangan perkawinan muaqqod. Secara qo’i juga disebutkan ketikbolehannya

    antara lain nikah mut’ah, nikah muhalil, nikah syigor dan nikah tahwid.

  • Pengarang : a. Nama : Leni Tri Wulandari

    b. E-mail : [email protected]

    Pembimbing : a. Nama : Dr. Ilyya Muhsin, M. Si.

    Fakultas : Syari’ah

    Jurusan : Hukum Keluarga Islam

    Jumlah hlm. : 101 hal

  • LARANGAN PERKAWINAN ANTAR DUKUH

    KARENA KEPERCAYAAN

    PADA MASYARAKAT MUSLIM

    DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

    (Study kasus antara Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh Bandung Desa

    Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali)

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

    Oleh:

    LENI TRI WULANDARI

    NIM: 21110017

    PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

    FAKULTAS SYARI’AH

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

    SALATIGA

    2017

  • i

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

    MOTTO

    SEMANGAT, SENYUM, SABAR DAN SYUKUR

    SELALU.

  • vi

    PERSEMBAHAN

    Sekripsi ini kupersembahkan kepada sang maha pencipta, Allah swt, Nabi

    Muhammad saw, kedua almarhum orang tuaku, Suamiku tercinta yang selalu

    sabar dan setia memberiku semangat, Ibnuku tersayang yang selalu menghiburku,

    sahabat-sahabatku seperjuangan. Terima kasih dukungan kalian semua, aku

    mampu menyelesaikan perjuanganku menuju gelar sarjana hukum. Semoga amal

    perbuatan kalian dicatat sebagai amal yang memenuhi timbangan di akhirat dan

    mendapat ridho-Nya. Amin

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan.

    Salam dan sholawat semoga selalu terlimpah kepada Nabi dan Rasulullah

    Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta pengikut beliau hingga akhir zaman.

    Penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Larangan

    Perkawinan Antar Dukuh Karena Kepercayaan Masyarakat Muslim Dalam

    Perspektif Hukum Islam (Study Kasus antara Dukuh Jaten Desa Mojo dengan

    Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong kabupaten Boyolali)”. Penulisan

    skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk menyelesaikan program

    study S1 Hukum Keluarga Islam fakultas syari‟ah Instisut Agama Islam Negeri

    (IAIN) Salatiga. Penulisan skripsi ini disadari oleh penulis masih banyak

    kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.

    Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

    Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih dan apresiasi yang

    setinggi-tingginya kepada pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan

    ini, antara lain:

    1. Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

    2. Dr. Siti Zumrotun, M.Ag. selaku dekan fakultas syari‟ah IAIN salatiga.

    3. Bapak Dr. Ilyya Muhsin, M.Si. selaku dosen pembimbing yang dengan

    sabar memberikan bimbingan serta arahan, sehingga penulis dapat

    menyelesaikan skripsi ini.

  • viii

    4. Seluruh anggota penguji yang telah meluangkan waktunya untuk menilai

    kelayakan dan menguji skripsi dalam rangka menyelesaikan studi Hukum

    Keluarga Islam fakultas Syri‟ah di Instistut Agama Islam Negeri Salatiga.

    5. Semua Dosen-Dosen fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga.

    6. Seluruh staf Program studi yang telah membantu Penulis dalam

    menyelesaikan administrasi-sdministrasi selama perkuliahan.

    7. Almarhum kedua orang tuaku.

    8. Keluargaku tercinta yang selalu menemaniku, menghiburku, membantuku,

    memberiku semangat serta do‟a disetiap saat.

    9. Seluruh masyarakat Dukuh Jaten dan Dukuh Bandung terutama tokoh-

    tokoh Agama serta Adat yang mana telah memberikan kontribusi terhadap

    informasi yang telah diberikan.

    10. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu

    penyelesaian sekripsi ini.

    Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas bantuan dan

    dukungan yang telah diberikan. Akhirnya diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat

    bagi kita semua, Amin

  • ix

    ABSTRAK

    Wulandari, Leni Tri. 2017. Larangan Perkawinan Antar Dukuh karena

    Kepercayaan Pada Masyarakat Muslim dalam Perspektif Hukum

    Islam(Study Kasus anata Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh

    Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali). Skripsi.

    Program Studi Hukum Keluarga Islam. Fakultas Syari‟ah. Instistut

    Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Ilyya Muhsin, M. Si.

    Kata Kunci: Perkawinan, Kepercayaan dan Hukum Islam

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui larangan perkawinan karena

    adat kepercayaan antara dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung, mengetahui faktor

    yang menyebabkan adanya larangan perkawinan antar Dukuh Jaten dan Dukuh

    Bandung. Serta untuk mengetahui tinjauan Hukum Islam terhadap larangan nikah

    antar Dukuh Jaten dan Dukuh Bandung.

    Metode yang digunakan adalah deskriptif kualititatif dengan pendekatan

    yuridis normative dan sosiologis. Pengambilan data dalam penelitian ini dengan

    teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data dengan

    menggunakan reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan. Peneliti

    melakukan wawancara terhadap tokoh adat, tokoh agama, masyarakat dan pelaku

    perkawinan yang dilarang antar dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung.

    Berdasarkan temuan penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Dukuh

    Jaten Desa Mojo dan Masyarakat Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong

    Kabupaten Boyolali masih mempercayai larangan perkawinan antar dukuh.

    Masyarakat memiliki kepercayaan apabila melanggar akan mendapat bencana

    bahkan kematian bagi yang menikah, keluarga serta masyarakat. Kemudian

    ketakutan masyarakat akan terputusnya tali silaturahim. Apabila tetap melanggar

    haruslah mengadakan ritual selamatan dari salah satu pihak dan pengangkatan

    anak salah satu pengantin oleh salah satu Dukuh atau lain dukuh. Larangan ini

    dikarenakan oleh faktor kurangnya pendidikan Agama, faktor keyakinan, faktor

    keluarga serta faktor social masyarakat. Larangan tersebut bertentangan dengan

    islam karena islam hanya mengenal larangan perkawinan yang disebabkan oleh

    larangan perkawinan muabbad dan larangan perkawinan muaqqod. Secara qo’i

    juga disebutkan ketikbolehannya antara lain nikah mut’ah, nikah muhalil, nikah

    syigor dan nikah tahwid.

  • x

    DAFTAR ISI

    JUDUL

    LEMBAR BERLOGO .............................................................................................. i

    NOTA PEMBIMBING ............................................................................................. ii

    PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................... iii

    PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN.................................................... ............ iv

    HALAMAN MOTTO ............................................................................................... v

    HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................... vi

    KATA PENGANTAR ............................................................................................... vii

    ABSTRAK ................................................................................................................. ix

    DAFTAR ISI.............................................................................................................. x

    DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xiii

    BAB I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1

    B. Fokus penelitian .................................................................. .................... 5

    C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 5

    D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 6

  • xi

    E. Penegasan Istilah ..................................................................................... 6

    F. Telaah Pustaka ......................................................................................... 7

    G. Metodoligi Penelitian................................................................... ........... 9

    H. Sistematika Penulisan.............................................................. ................ 15

    BAB II. PERKAWINAN

    A. Konsep Perkawinan ................................................................................. 16

    B. Dasar Hukum Perkawinan ....................................................................... 17

    C. Rukun dan Syarat Perkawinan ................................................................ 22

    D. Konsep kepercayaan..................................................................... ........... 28

    E. Larangan Perkawinan.................................................................... .......... 29

    1. Larangan Muabbad.................................................................. .......... 29

    2. Larangan Muaqqot................................................................... .......... 34

    3. Hikmah Perkawinan............................................................... ................ 38

    BAB III. LARANGAN PERKAWINAN ANTARA DUKUH JATEN DESA

    MOJO DENGAN DUKUH BANDUNG DESA BEJI KECAMATAN

    ANDONG KABUPATEN BOYOLALI

    A. Gambaran Umum Dukuh Jaten Desa Mojo dan

    Dukuh Bandung Desa Beji kecamatan Andong Kabupaten

    Boyolali...........................................................................................42

  • xii

    1. Gambaran Umum Dukuh Jaten Desa Mojo ............................ 42

    a. Luas dan Letak Geografis……………………………… ... 42

    b. Jumlah Penduduk………………………………………… 42

    c. Keadaan Pendidikan……………………………………… 43

    d. Keagamaan………………………………………………. 43

    e. Keadaan Ekonomi………………………………………… 44

    2. Gambaran Umum Dukuh Bandung Desa Beji……………….. 45

    a. Luas dan Letak Geografis……………………………….. 45

    b. Jumlah Penduduk………………………………………… 45

    c. Keadaan Pendidikan……………………………………… 45

    d. Keagamaan………………………………………………. 46

    e. Keadaan Ekonomi……………………………………….. 46

    B. Ritual Larangan Perkawinan Antar Dukuh Jaten Desa Mojo

    Dengan Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong

    Kabupaten Boyolali .............................................................................. 47

    C. Faktor-faktor yang Mendorong Larangan Perkawinan anatra

    Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh Bandung Desa Beji

    Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali ..................................... 53

    BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM MENGENAI LARANGAN

    PERKAWINAN ANTARA DUKUH JATEN DESA MOJO

    KECAMATAN ANDONG KABUPATEN BOYOLALI ..... ..................... 56

  • xiii

    BAB V PENUTUP ................................................................................................ 63

    A. Kesimpulan ...................................................................................... 63

    B. Saran 64

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 65

    LAMPIRAN

  • xiv

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1.1 tokoh masyarakat yang diwawancarai ................................................. 11

    Table 1.2 nama pelaku perkawinan .................................................................... 11

    Table 3.1 Jumlah penduduk Dukuh Jaten berdasarkan jenis kelamin ................... 42

    Tabel 3.2 persentase jenis pekerjaan Dukuh Jaten .............................................. 44

    Table 3.3 Jumlah penduduk Dukuh Bandung berdasarkan jenis kelamin ............. 45

    Table 3.4 persentase jenis pekerjaan Dukuh Bandung ......................................... 46

    Tabel 3.5 Pelaku perkawinan antara Dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung..... ..... .....48

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Al-Qur‟an merupakan sumber utama dan pertama

    dalam hukum Islam, sebagaimana yang telah dijelaskan

    secara terperinci di dalamnya. Akan tetapi masih diperlukan

    adanya penjelasan-penjelasan dari sunnah Rosul. Meskipun

    Al-Qur‟an dan Sunnah Rosul telah memberikan ketentuan-

    ketentuan hukum perkawinan secara terperinci, tetapi dalam

    beberapa masalah pemahaman tentang masalah-masalah itu

    seringkali memerlukan adanya pemikiran para fuqoha‟.

    Pada hakikatnya manusia dan segala makhluk yang

    ada di alam semesta merupakan ciptaan Allah SWT. Segala

    sesuatu ciptaanya di dunia, Allah menciptakan secara

    berpasang-pasangan yang secara naluriah mempunyai

    ketertarikan terhadap lawan jenis. Manusia adalah makhluk

    ciptaan Allah yang paling sempurna lengkap dengan

    pasangannya. Untuk merealisasikan hal tersebut untuk

    menjadi hubungan yang benar harus melalui pernikahan.

    Perkawinan merupakan salah satu cara yang dipilih oleh

    Allah SWT sebagai jalan bagi makhluknya untuk

    berkembang biak dan melestarikan hidupnya. Perkawinan

  • 2

    merupakan peristiwa penting bagi kehidupan manusia.

    Dengan jalan ini, hubungan yang semula haram menjadi

    halal. Pernikahan mempunyai peran penting dalam

    membangun dan mewujudkan sebuah tatanan masyarakat.

    Perkawinan merupakan salah satu cara untuk menciptakan

    kesejahteraan umat, baik secara perorangan maupun secara

    bermasyarakat, baik untuk hidup di dunia maupun di

    akhirat. Kesejahteraan perorangan sangat tergantung pada

    keluarganya, sehingga kesejahteraan masyarakat tergantung

    pada kesejahteraan keluarganya (Ghozali, 2003:13).

    Keluarga terbentuk melalui perkawinan, karena itu

    perkawian dianjurkan oleh islam dan termasuk salah satu

    bentuk ibadah. Tujuan perkawinan tidak hanya untuk

    menyalurkan kebutuhan biologis, akan tetapi untuk

    melanjutkan keturunan dan berumah tangga yang penuh

    kedamaian dan kasih sayang. Berkeluarga baik menurut

    Islam sangat menunjang utuk menuju kepada kesejahteraan

    termasuk dalam mencari rizki Tuhan (Ghozali, 2010:14).

    Firman Allah dalam Surat An Nur Ayat 32

    ًِْنُحْىااْْلٌََبَهً ٌُْننْ َواَ بِ ِه ٍْيَ لواَلصَّ َواِ ِعجَبِدُمنْ ِهيْ ِح

    ٍْن َواِسع َوللّاُ ,فَْعلِهِ ِهيْ للّاُ فُقََساَءٌُْغٌِِهنُ ٌَُنْىًُْىا اِىْ ,َهبئُِننْ َعلِ

    Dan nikahkanlah orang-orang yang masih

    membujang diantara kamu, dan juga orang-orang

  • 3

    yang layak(menikah) dari hamba-hamba sahayamu

    yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin,

    Allah akan memberi kemampuan kepada mereka

    dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas

    (pemberian-Nya, Allah Maha mengetahui.

    Dalam budaya jawa ajaran Hindu Budha masih

    melekat, sebagian masyarakat masih berkeyakinan terhadap

    tradisi atau sistem-sistem budaya yang terdahulu yaitu

    masyarakat tradisional. Masyarakat yang melanggar tradisi

    berarti telah keluar dari sistem-sistem yang ada. Setelah

    agama Islam masuk, maka yang menjadi asas hukum

    berganti dengan aturan-aturan yang berdasarkan Hukum

    Islam.

    Akan tetapi, banyak masyarakat jawa pada

    umumnya dan khususnya di Dukuh Bandung Desa Mojo

    dengan Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan Andong

    Kabupaten Boyolali dalam melaksanakan perkawinan masih

    berdasar kepercayaan dari para leluhurnya. Misalnya

    seseorang dilarang menikah antar dukuh karena ada

    kepercayaan turun temurun dari zaman dahulu, meskipun

    mereka tidak tau pasti apa yang terjadi apabila

    melanggarnya. Islam memandang bahwa semua manusia

    telah diciptakan berpasang-pasangan yang tidak kita sangka

    dari daerah mana, karena jodoh di tangan Allah yang telah

    Allah tentukan sejak ruh dimasukkan dalam kandungan.

  • 4

    Masyarakat hanya sekedar percaya apabila melanggar aka

    nada mala petaka, tanpa melihat lebih dalam sebab

    akibatnya. Ia hanyalah ikut-ikutan dan sekedar mengikuti

    faham belaka. Apabila orang beranggapan bahwa nasib sial

    itu disebabkan oleh beberapa hal atau sebab-sebab tertentu,

    maka tidak seharusnya dia menyerah pada nasib dan

    keadaan, khususnya lagi pada tataran aktifitas konkrit.

    Firman Allah surat Yasin-19

    ْسِسفُْىىَ ًْزُْن قَْىم هُّ َعُنْن,اَاِْى ُذِمْسرُْن ثَْل اَ قَبلُْىاغَبئُِسُمْن هَّ

    Mereka (utusan-utusan) itu berkata,”Kemalangan itu

    adalah karena kamu sendiri, apakah karena kamu

    diberi peringatan? Sebenarnya kamu adalah kaum

    yang melampaui batas.

    firman Allah Qs.Al-A‟rof ayat 131

    ٌَْدللّاِ َولَِنيَّ اَْمثََسهُْن َْلٌَْعلَُوْىىَ ,اََْلاًََِّوب غَْئُسهُْن ِع

    Ketahuilah, sesungguhnya nasib mereka di tangan

    Allah, namun kebnyaan mereka tidak mengetahui.

    Selain itu ajaran islam juga sangat melarang untuk

    terlalu mengkhawatirkan musibah yang akan terjadi, karena

    semua musibah yang terjadi di alam semesta ini telah

    ditakdirkan oleh Allah, walau sebenarnya kita perlu

    waspada dengan kemungkinan yang akan terjadi agar kita

    bisa senantiasa ikhlas dan tabah menerima. Sebagai firman

    Allah al-Hadid ayat 22:

  • 5

    ًْ اَْى فُِسنُ ٍْجٍَخ فًِ اْْلَْزِض َوَْل فِ ِص ْي قَْجِل اَْى َهب اََصبَة ِهْي هُّ ًْ ِمزٍَت هِّ فِ ْن اِْلَّ

    ٍْس ًَْجَساَهَب,اِىَّ َذلَِل َعلًَ للّاِ ٌَِس

    Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang

    menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis

    dalam kitab (Lauh Mahfud) sebelum kami

    mewujudkannya. Sungguh yang demikian itu mudah

    bagi Allah.

    Dari berbagi fenomena di atas, maka disimpulkan

    bahwa percaya kepada musibah yang datang dari roh

    penunggu dukuh itu dilarang agama islam. Akan tetapi

    berbeda dengan masyarakat di Kecamatan Andong Boyolali

    tetap saja mempercayai hal tersebut. dari berbagai fenomena

    yang terjadi di Dukuh-dukuh tersebut, penulis tertarik untuk

    melakukan penelitian mengenai mitos pernikahan terlarang

    karena adat kepercayaan tersebut penulis akan meneliti hal

    tersebut dengan judul” LARANGAN PERKAWINAN

    ANTAR DUKUH KARENA KEPERCAYAAN PADA

    MASYARAKAT MUSLIM DALAM PERSPEKTIF

    HUKUM ISLAM” (Studi Kasus antara Dukuh Bandung

    Desa Beji dengan Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan

    Andong kabupaten Boyolali)

    B. Fokus Penelitian

  • 6

    Penelitian ini terfokus pada masyarakat yang

    menjalankan tradisi larangan perkawinan antar dukuh

    karena adat kepercayaan. Adapun fokus penelitian yang

    akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

    1. Bagaimana larangan perkawinan antara Dukuh Bandung Desa Beji

    dengan Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan Andong Kabupaten

    Boyolali?

    2. Apa saja yang menjadi faktor pendorong larangan perkawinan antara

    Dukuh Bandung Desa Beji dengan Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan

    Andong Kabupaten Boyolali?

    3. Bagaimana pandangan hukum Islam tentang larangan perkawinan antar

    dukuh karena adat kepercayaan?

    C. Tujuan Penelitian.

    1. Mengetahui tentang larangan perkawinan antara Dukuh Bandung Desa

    Beji dengan Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan Andong Kabupaten

    Boyolali.

    2. Mengetahui faktor pendorong larangan perkawinan antara Dukuh

    Bandung Desa Beji dengan Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan Andong

    Kabupaten Boyolali.

    3. Mengetahui pandangan hukum islam tentang larangan perkawinan antara

    Dukuh Bandung Desa Beji dengan Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan

    Andong Kabupaten Boyolali.

  • 7

    D. Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan dapat meberikan pemahaman dan

    manfaat, adapun manfaatnya;

    a. Secara teoritis, sebagai upaya mengembangkan ilmu pengetahuan

    khususnya dibidang kekeluargaan islam yang berkaitan dengan

    masalah larangan perkawinan, serta dapat dijadikan hipotesis bagi

    penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan masalah perkawinan.

    b. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

    pertimbangan bagi masyarakat Dukuh Jaten Desa Mojo dan Dukuh

    Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali dalam

    menyikapi tradisi tersebut.

    E. Penegasan Istilah

    Untuk mendapatkan kejelasan judul diatas, penulis perlu

    memberikan penegasan dan batasan terhadap istilah-istilah yang ada.

    Istilah-istilah tersebut adalah:

    1. Perkawinanan berasal dari kata kawin yang menurut bahasa

    membentuk keluarga dengan lawan jenis. Perkawinan menurut

    syara’yaitu akad yang ditetapkan syara’ untuk memperbolehkan

    bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan

    menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki

    (Ghozali, 2003:7).

    2. Kepercayaan berasal dari kata percaya atau iman, yang berarti

    meyakini dalam hati. Iman merupakan kekuatan abstrak yang dapat

  • 8

    menyatukan dan menggalang persatuan antara masyarakat (Indiyawati:

    2007:73). Iman menggerakkan setiap anggota masyarakat untuk

    beramal, baik dalam bentuk ibadah atau dalam bentuk amal lainnya

    demi kepentingan bersama.

    3. Hukum Islam adalah peraturan dan ketentuan yang berkenaan dengan

    kehidupan berdasarkan al-Qur‟an, hadist dan juga para fuqoha

    (Sudarsono, 1992:169).

    F. Telaah Pustaka

    Adapun penelitian-penelitian terdahulu yang

    memiliki kesamaan tema dengan penelitian ini adalah

    penelitian yang ditulis oleh Muhammad Isro‟i skripsi

    STAIN Salatiga angkatan 2009 dengan judul “Larangan

    Menikah Pada Bulan Muharram Dalam Adat Jawa

    Perspektif Hukum Islam (StudiKasus di Desa Bangkok,

    Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali”). Adapun

    rumusan masalah tersebut adalah faktor apa yang

    mendorong masyarakat untuk tidak melakukan

    pernikahan pada bulan muharram, bagaimana pandangan

    ulama setempat tentang pernikahan yang dilakukan pada

    bulan muharram, serta bagaimana pandangan hokum

    islam tentang pernikahan yang dilakukan pada bulan

    muharram. Adapun hasilnya masyarakat Desa Bangkok

    mayoritas beragama islam, akan tetapi tradisi yang

  • 9

    diwariskan nenek moyang masih tetap dipertahankan.

    Masyarakat Desa Bangkok masih mempercayai bahwa

    pernikahan yang dilakukan pada bulan muharram akan

    mendapat banyak halangan, selain itu jika perkawinan

    tetap dilakukan hubungan antara suami istri akan sering

    terjadi percecokan. Dalam hukum islam tidak ada

    larangan menikah pada waktu-waktu tertentu, sehingga

    perkawinan itu bisa dilakukan kapan saja asalkan

    bertujuan baik. Apabila perkawinan itu tetap dilakukan

    pada bulan muharram itu sangatlah baik karena bulan

    tersebut merupakan salah satu dari empat bulan haram

    yang sangat dimuliakan oleh Allah.

    Adapun penelitian yang lain ialah “Perkawinan

    Adat Jawa Dalam pemikiran Hukum Islam”(study kasus

    di Desa Ngrombo Kecamatan Plupuh Kabupaten

    Sragen), yang diteliti oleh Siti Mukaromah skripsi IAIN

    Salatiga mahasiswa angkatan 2011. Adapun rumusan

    masalahnya adalah bagaimana prosesi perkawinan yang

    dilakukan masyarakat Ngrombo, kecamatan plupuh

    kab.Sragen, bagaimana alasan-alasannya sehingga

    perkawinan adat jawa masih dipegang teguh oleh

    masyarakat dan bagaimana implikasinya terhadap

    masyarakat desa Ngrembo, kecamatan Plupuh,

  • 10

    kabupaten Sragen serta bagaimana perkawinan adat jawa

    yang dilakukan oleh masyarakat desa ngrombo,

    kecamatan Plupuh, kabupaten Sragen dilihat dari

    pemikiran hokum islam. Hasilnya Perkawinan adat

    merupakan bentuk penghormatan kepada roh nenek

    moyang, menjaga budaya, meminta keselamatan kepada

    setan penunggu desa dan roh nenek moyang

    mendatangkan ketentraman bagi kedua pengantin,

    keluarga dan masyarakat. Apabila tidak melakukan

    perkawinan secara adat jawa maka kedua pengantin akan

    jatuh sakit dan tidak mempunyai keturunan. Padahal

    anggapan seperti itu adalah sebuah mitos. Pandangan

    hukum islam mengenai itu merupakan dilarang dalam

    agama.

    Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian

    terdahulu adalah penelitian pertama membahas mengenai

    larangan perkawinan pada bulan muharram, penelitian

    yang kedua mengenai pernikahan adat jawa sedangkan

    penelitian skripsi ini adalah larangan perkawinan antar

    dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh Bandung Desa

    Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali.

    G. Metode Penelitian

    1. Jenis Penelitian dan pendekatan.

  • 11

    Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian

    kualitatif adalah tampilan yang berupa kata-kata lisan atau tertulis yang

    dicermati oleh peneliti, dan benda-benda yang diamati sampai

    detailnya agar dapat ditangkap makna yang tersirat dalam suatu

    dukumen atau bendanya (arikunto, 2010:22). Dalam penelitian ini

    menggunakan pendekatan sosiologis. Pendekatan sosiologis adalah

    suatu landasan kajian sebuah studi atau penelitian untuk mempelajari

    hidup bersama dalam masyarakat.

    2. Kehadiran peneliti

    Dalam penelitian ini, penulis bertindak menjadi pengumpul data

    sekaligus juga bertindak sebagai instrumen. Instrumen lain yang

    digunakan penulis adalah alat tulis, alat perekam, serta alat

    dokumentasi. Tetapi instrumen tersebut hanya sebagai pendukung

    tugas penulis sebagai instrumen. Oleh karena itu kehadiran penulis

    dilapangan sangatlah mutlak diperlukan. Penulis juga berperan sebagai

    partisipan penuh, yang mana penulis ikut serta membaur dengan objek

    yang akan diteliti. Akan tetapi kehadiran penulis sebagai peneliti telah

    diketahui statusnya.

    3. Lokasi Penelitian

    Lokasi penelitian ini adalah Dukuh Bandung, Desa Beji dan

    Dukuh jaten, Desa Mojo, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali.

    Karena masyarakat daerah tersebut percaya akan mitos mengenai

    perkawinan yang dilarang antar dukuh. Adapun diperbolehkannya

  • 12

    harus melakukan ritual adat tertentu. Sampai saat ini masyarakat

    daerah tersebut masih melaksanakan kebiasaan yang mereka percayai

    itu.

    4. Prosedur Pengumpulan Data

    a. Wawancara/Interview

    Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

    Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara

    (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara

    (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu

    (Moelong, 2009:186). Adapun yang telah diwawancarai ialah

    sebagai berikut:

    Tabel 1.1 nama tokoh masyarakat yang telah diwawancarai

    No Dukuh Jaten No Dukuh Bandung

    1.

    2.

    3.

    4.

    Lajimin

    kaliman

    Bejo

    Slamet

    5.

    6.

    7.

    8.

    Samadi

    Kusmanto

    Kasirin

    Sardi

    Table 1. 2 nama pelaku perkawinan antar Dukuh Bandung

    dengan Dukuh Jaten.

    No Dukuh Bandung DukuhJaten

    1.

    2.

    3.

    4.

    Leni

    Rarik

    Yuni

    Ratna

    Yusuf

    Bahrudin

    Mulyadi

    Daryono

  • 13

    b. Observasi

    Metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan

    jalan pengamatan dan pencatatan secara langsung dan sistematis

    terhadap fenomena-fenomena yang akan diteliti. Sedangkan teknik

    observasi yang digunakan peneliti adalah terjun langsung ke

    lapangan yang hendak diteliti. Peneliti ikut serta dalam mengamati

    ritual perkawinan yang sudah dilakukan oleh Yuni dengan

    Mulyanto, perkawinan dilakukan dengan ritual selamatan

    kemudian pengankatan anak oleh pihak bandung dan

    melangsungkan perkawinan di KUA. Peneliti juga pelaku dalam

    perkawinan antar dukuh yang dilarang (peneliti partisipatory).

    c. Dokumentasi

    Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data

    dengan cara membaca dan mengutip dokumen-dokumen yang ada

    yang berkaitan. Dalam pelaksanaan metode ini, peneliti meneliti

    benda-benda tertulis seperti buku dll(Arikunto, 1989:131).

    Adapun dokumen yang digunakan adalah KTP, KK dan foto-foto.

    5. Tehnik Analisis Data

    Setelah seluruh data-data terkumpul maka

    barulah langkah selanjutnya penyusun menentukan

  • 14

    bentuk pengolahan terhadap data-data tersebut

    antara lain :

    a. Reduksi Data

    Reduksi merupakan pemilihan,

    pemusatan, perhatian pada penyederhanaan,

    pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang

    muncul dari catatan-catatan tertilis di lapangan.

    Dalam penelitian ini reduksi data dapat

    dilakukan dengan cara menysun ringkasan,

    mengelompokkan, membuang yang tidak perlu

    diberi kode bagian yang penting dan sebagainya

    hingga laporan itu selesai (sugiyono, 2011:244).

    b. Display Data

    Yaitu deskripsi kumpulan informasi

    tersusun yang memungkinkan untuk melakukan

    penarikan kesimpulan dan pengambilan

    tindakan.

    c. Penarikan Kesimpulan

    Penarikan kesimpulan penelitian selalu

    harus mendasarkan diri atas semua data yang

    diperoleh dalam kegiatan penelitian (arikunto,

    2010:385). Dengan kata lain penarikan

    kesimpulan harus didasarkan atas data bukan

  • 15

    angan-angan atau keinginan penelitian.

    Berdasarkan data yang telah dikumpulkan adalah

    merupakan jawaban yang dicari, walaupun tidak

    selalu menyenangkan. Peneliti menarik

    kesimpulan berdasarkan data rekaman

    wawancara observasi dan dokumen-dokumen.

    6. Pengecekan Keabsahan Data

    Keabsahan suatu data merupakan hal yang sangat penting dalam

    penelitian, karena dari data nantinya akan muncul beberapa teori,

    untuk itu peneliti perlu melakukan teknik-teknik tertentu yaitu

    observasi memperpanjang kehadiran peneliti dilapangan dan

    menggunakan triagulasi (tri= tiga, angulasi dari angle= sudut).

    Triagulasi dengan sumber yang sama tetapi dengan cara atau metode

    yang berbeda. Triagulasi juga dilakukan dengan cara atau metode yang

    sama tetapi dengan sumber yang berbeda. Triagulasi bertujuan untuk

    mengumpulkan data secara lebih hati-hati dan cermat agar pekerjaan

    tidak sia-sia dan hanya menambah waktu saja. Hal ini dapat tercapai

    dengan jalan; 1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil

    wawancara, 2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan

    umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, 3. Membandingkan

    apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa

    yang dikatakan sepanjang waktu, 4. Membandingkan keadaan dan

    perspektif sesorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang

  • 16

    seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi,

    orang berada, orang pemerintahan dan, 5. Membandingkan hasil

    wawncara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan (Moelong,

    2009:331).

    7. Tahap-tahap Penelitian

    Dalam melakukan penelitian ini penulis melakukan izin dan

    mencari data ke kelurahan yang bersangkutan, kemudian penulis

    mencari data ke Dukuh-dukuh yang bersangkutan, kemudian peneliti

    melakukan analisis setelah itu penulis melakukan penulisan hasil

    laporan.

    H. Sistematika Penulisan

    Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang

    terdiri dari latar belakang masalah, fokus penelitian,

    tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah,

    telaahpustaka, metode penelitian dan sistematika

    penulisan.

    Bab kedua berisi landasan teori perkawinan dalam

    islam. Bab ini memuat pembahasan tentang perkawinan

    dalam islam meliputi pengertian, dasar hokum, syarat

    dan rukun, tujuan dan hikmah perkawinan.

    Bab ketiga berisi mengenai paparan data dan temuan penelitian. Bab

    ini memuat data yang berkenaan dengan hasil penelitian terhadap larangan

    perkawinan antara Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh Bandung Desa

  • 17

    Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali. Subbab ini membahas

    keadaan geografis, pendidikan, keagamaan, ekonomi dan deskripsi tentang

    larangan perkawinan antara Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh

    Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali serta faktor-

    faktor penyebab terjadinya larangan perkawinan antar dukuh.

    Bab keempat berisi tentang analisis tinjauan hukum islam mengenai

    larangan perkawinan antara Dukuh Bandung, Desa Beji dan Dukuh Jaten,

    Desa Mojo, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali.

    Bab kelima adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Serta

    bagian akhir terdiri dari daftar pustaka dan lampiran.

  • 18

    BAB II

    KAJIAN TEORI

    A. Konsep Perkawinan

    1. Pengertian

    Perkawinan merupakan nilai keagamaan sebagai

    ibadah kepada Allah dan merupakan sunah Nabi.

    Pernikahan Merupakan sunnatuallah yang umum dan

    berlaku pada semua mahluk-Nya, baik pada Manusia,

    hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. (Tihani, 2010:6).

    Perkawinan menurut islam ialah suatu akad atau ikatan

    untuk menghalalkanhubungan kelamin antara laki-laki dan

    perempuan dalam rangka mewujutkan kebahagiaan

    keluarga dengan cara yang diridhoi Allah (Basyir, 1996:11).

    Dalam bahasa Indonesia perkawinan berasal dari kata kawin

    yang berarti membentuk keluarga dari lawan jenis,

    melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Perkawinan

    menurut syara‟ yaitu akad yang ditetapkan syara‟ untuk

    membolehkan bersenang-senang antara perempuan dan

    laki-laki (Ghozali, 2003 : 8). Perkawinan adalah suatu akad

    yang secara keseluruhan aspeknya terkandung kata nikah

    atau tazwij dan merupakan ucapan seremonial yang sacral

    (Tihani, 2010 : 8).

  • 19

    Perkawinan adalah suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi

    manusia untuk memperbanyak keturunan. Perkawinan juga mempunyai

    tujuan seperti dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 pada pasal 1 yang

    disebutkan bahwa: “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

    dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

    keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

    Yang Esa”. Perkawinan dikatakan sah apabila memenuhi syarat. Syarat

    tersebut meliputi syarat bagi kedua mempelai, wali, dan saksi. Demikian pula

    dalam intruksi presiden Republik Indonesia NO.1 tahun 1991 tentang

    kompilasi hokum islam (KHI) BAB 1 disebutkan bahwa “ Perkawinan

    menuruthukum islam adalah Pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau

    misaqon gholidzon untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya

    merupakan ibadah. Sepeti firman Allah yang artinya “Dan segala sesuatu

    kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran

    Allah”.

    B. Dasar Hukum

    Indonesia merupakan Negara yang jumlah mayoritas penduduknya

    beragama Islam, namun konstitusi negaranya tidak menyatakan diri sebagai

    Negara Islam tetapi sebagai Negara yang mengakui otoritas agama dalam

    membangun karakter bangsa. (khusen, 2012:9). Sehingga Indonesia

    mengakomodir hukum-hukum agama sebagai sumber legislasi nasional, selain

    hukum adat dan hukum barat. Sedangakan untuk hukum perkawinan Indonesia

    merujuk pada Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 dan Kompilasi

  • 20

    Hukum Islam. Hukum Nikah (perkawianan), yaitu hukum yang mengatur

    hubungan antara manusia dengan sesamanya yang menyangkut penyaluran

    kebutuhan biologis antarjenis, dan hak serta kewajiban yang berhubungan dengan

    akibat perkawinan tersebut. (Tihani, 2010:8).

    Perkawinan merupakan sunatullah hukum alam di dunia. Perkawinan

    dilakukan oleh semua mahluk ciptaan Allah. Hukum perkawinan ialah hukum

    yang mengatur tentang perkawinan yang berdasarkan Al-Qur‟an dan sunnah agar

    suatu perkawinan diridhoi oleh Allah. Sebagai firman Allah pada surat Al-Dzariat

    ayat 49

    ُسوَى ٍِْي لََعلَُّنْن رََرمَّ ٍء َخلَْقٌَب َشْوَج ًْ َوِهي ُملِّ َش

    Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu

    mengingat kebesaran Allah.

    Firman-Nya pula pada surat Yasin ayat 36

    ب رُ ٌجُِذ اْْلَْزُض َوِهْي أًَفُِسِهْن ُسْجَحبَى الَِّري َخلََق اْْلَْشَواَج ُملَّهَب ِهوَّ

    ب َْل ٌَْعلَُوىَى َوِهوَّ

    Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan

    semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri

    mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.

    Qs.An-nisa ayat 1

    ٌْهَب َشْوَجهَب ي ًَّْفٍس َواِحَدٍح َوَخلََق ِه ٌَب أٌَُّهَب الٌَّبُس ارَّقُىْا َزثَُّنُن الَِّري َخلَقَُنن هِّ

    ٌْهَُوب ِزَجبْلً َمثًٍِسا َوًَِسبء َوارَّقُىْا للّاَ الَِّري رََسبءلُىَى ثِِه َواْلَْزَحبَم َوثَثَّ ِه

    ٍُْنْن َزقٍِجًب إِىَّ للّاَ َمبَى َعلَ

    Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah

    menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah

  • 21

    menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang

    biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada

    Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta

    satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya

    Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.

    Perkawinan merupakansuatu cara Allah sebagai jalan bagi manusia

    untuk berkembang biak dan menjaga kelestarian hidupnya. Kemudian

    memulai menjalankan perannya masing-masing untuk mencapaikeluarga

    yang bahagia dan sejahtera.

    Firman Allah Al-Hujurat Ayat 13

    ي َذَمٍس َوأًُثَى َوَجَعْلٌَبُمْن ُشُعىثًب َوقَجَبئَِل لِزََعبَزفُىا ٌَب أٌَُّهَب الٌَّبُس إًَِّب َخلَْقٌَبُمن هِّ

    ِ أَْرقَبُمْن إِىَّ للاَّ َعلٍِن َخجٍِس إِىَّ أَْمَسَهُنْن ِعٌَد للاَّ

    Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu

    dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan

    menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-

    suku supaya kamu saling kenal-mengenal.

    Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu

    disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara

    kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi

    Maha Mengenal.

    Hukum melakukan perkawinan menurut ibnu Rusyid menjelaskan bahwa

    segolongan fuqoha’ yakni jumhur (mayoritas ulama) berpendapat bahwa nikah itu

    hukumnya sunnat. Golongan Zhahiriyah berpendapat bahwa nikah itu wajib. Para

    ulama Malikiyah mutaakhirin berpendapat bahwa nikah itu wajib untuk sebagian

    orang, sunnat untuk sebagian lainnya dan mubah untuk segolaongan lainnya.

  • 22

    Bagi fuqoha yang berpendapat nikah itu wajib bagi sebagian orang, sunnat

    untuk sebagian yang lain, dan mubah untuk sebagian yang lain, maka pendapat ini

    didasarkan atas pertimbangan kemaslahatan. Qiyas seperti ini yang disebut qiyas

    mursal, yakni suatu qiyas yang tidak mempunyai dasar penyadaran. Kebanyakan

    ulama mengingkari qiyas tersebut, tetapi dalam mazhab maliki tampak jelas

    dipegangi (ghozali, 2003:12).

    Al-jaziri mengatakan bahwa sesuai dengan keadaan orang yang melakukan

    perkawinan, hukum nikah berlaku untuk hukum-hukum syara”yang lima,

    adakalanya wajib, haram, makruh, sunnat(mandud) dan adakalanya mubah.

    Ualama syafi‟iyah mengatakan bahwa hukum asal nikah adalah mubah,

    disamping ada yang sunnat, wajib, haram dan yang makruh. Di Indonesia,

    umumnya masyarakat memandang bahwa hukum asal melakukan perkawinan

    ialah mubah. Hal ini banyak dipengaruhi pendapat ulama Syafi‟iyah.

    Terlepas dari berbagai pendapat imam-imam mazhab, berdasarkan nash-nash,

    baik Al-Qur‟an maupun as-sunnah, islam sangat menganjurkan kaum muslimin

    yang mampu untuk melangsungkan perkawinan. Namun dilihat dari kondisi orang

    yang melaksanakan serta tujuan melaksanakannya, maka melakukan perkawinan

    itu dapat dikenalkan hukum sebagai berikut ;

    1. Nikah Wajib Nikah diwajibkan bagi yang khawatir terjerumus kedalam

    perbuatan dosa, sementara ia mampu untuk menikah. Hal ini didasarkan pada

    pemikiran hukum bahwa setiap muslim wajib menjaga diri itu untuk tidak

    berbuat yang terlarang. Jika penjagaan diri itu wajib, maka hukum melakukan

    perkawinan itupun wajib sesuai dengan kaidah :

  • 23

    “sesuatu yang wajib tidak sempurna kecuali

    dengannya,maka sesuatu itu hukumnya wajib juga”

    Hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut merupakan hokum sarana

    sama dengan hukum pokok yakni menjaga diri dari perbuatan maksiat.

    2. Nikah haram, Nikah diharamkan bagi yang belum mampu berjima’ dan

    membahayakan kondisi pasangannya jika menikah. Termasuk juga

    hukumnya haram perkawinan bila sesorang kawin dengan maksud untuk

    menerlantarkan orang lain, masalah wanita yang dikawini itu tidak diurus

    hanya agar wanita itu tidak dapat kawin dengan orang lain.

    3. Nikah Makruh, Nikah Makruh bagi yang membutuhkannya dan khawatir jika

    menikah justru membuat kewajibannya terbengkalai. Bagi orang yang

    mempunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan juga cukup

    mempunyai kemampuan untuk menahan diri sehingga tidak memungkinkan

    dirinya tergelincir berbuat zina sekiranya tidak kawin. Hanya saja orang ini

    tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk dapat memenuhi kewajiban

    suami istri dengan baik.

    4. Nikah Sunnah, Nikah disunnahkan bagi orang yang mampu dan memenuhi

    syarat syah nikah akantetapi masih sanggup mengendalikan diri. Dalam hal

    ini menikah lebih baik daripada membujang.

    5. Nikah Mubah, Nikah dimubahkan bagi orang yang tidak memiliki pendorong

    maupun penghalang apapun untuk menikah. Ia tidak wajib menikah dan tidak

    haram menikah. Pernikahan orang tersebut hanya didasarkan untuk

    memenuhi kesenangan bukan dengan tujuan menjaga kehormatan agamanya

  • 24

    dan membina rumah tangga keluarga sejahtera. Hukum mubah ini juga

    ditujukan bagi orang yang antara pendorong dan penghambatnya untuk kawin

    itu sama, sehingga menimbulkan keraguan orang yang akan melakukan

    perkawinan, seperti mempunyai keinginan tetapi belum mempunyai

    kemampuan, mempunyai kemampuan untuk melakukan tetapi belum

    mempunyai kemauan yang kuat.

    Berdasarkan uraian di atas, Allah tidak menjadikan manusia seperti

    mahluk lainnya yang hidup bebas mengikuti nalurinya. Allah menjaga manusia

    denganpenuh martabat dan kehormatan. Maka daripada itu Allah membuat

    aturan terperinci atau hkum mengenai tata cara hidup khususnya dalam hal

    perkawinan.

    C. Rukun dan Syarat Perkawinan.

    1. Rukun yaitu sesuatu yang harus ada untuk menentukan sah dan tidaknya

    suatu pekerjaan ( ibadah) (Ghozali, 2003:46).Adapun rukun perkawinan

    sebagai berikut;

    a. Adanya calon mempelai laki-laki dan calon mempelai perempuan.

    1). Calon mempelai laki-laki ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.

    sebelum pernikahan dilaksanakan. Syari‟at islam menentukan beberapa

    syarat yang harus dipenuhi oleh calon suami berdasarkan ijtihad para

    ulam, yaitu

    (a). calon suami beragama islam.

    (b). Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki.

    (c). Orangnya diketahui dan tertentu

  • 25

    (d). Calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan calon istri.

    (e). Calon mempelai laki-laki tahu/ kenal pada calon istri serta tahu

    betul calon istrinya halal baginya.

    (f). calon suami rela (tidak dipaksa) untuk melakukan perkawinan itu.

    (g). Tidak sedang melakukan ihrom.

    (h). Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri.

    (i). Tidak sedang mempunyai istri empat.

    2). Calon mempelai perempuan.

    (a). Beragama Islam. Hal ini berdasarkan firman

    Allah Q.S Al-Baqoroh 2:221

    َوْلَ رٌَِنُحىْا اْلُوْشِسَمبِد َحزَّى ٌُْؤِهيَّ َوْلََهخ

    ْشِسَمٍخ َولَْى أَْعَججَْزُنْن َوْلَ ي هُّ ٍْس هِّ ْؤِهٌَخ َخ هُّ

    َعْجد رٌُِنُحىْا اْلُوِشِسِمٍَي َحزَّى ٌُْؤِهٌُىْا َولَ

    ْشِسٍك َولَْى أَْعَججَُنْن ي هُّ ٍْس هِّ ْؤِهي َخ هُّ

    أُْولَـئَِل ٌَْدُعىَى إِلَى الٌَّبِز َوللّاُ ٌَْدُعَى إِلَى

    اْلَجٌَِّخ َواْلَوْغفَِسِح ثِئِْذًِِه َوٌُجٍَُِّي آٌَبرِِه لِلٌَّبِس

    لََعلَّهُْن ٌَزََرمَُّسوىَ

    yang artinya ” Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita

    musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita

    budak yang mu'min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun

    dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-

    orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum

  • 26

    mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih

    baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu.

    Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga

    dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-

    ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya

    mereka mengambil pelajaran.”

    (b). Tidak ada halangan Shara yaitu tidak bersuami atau dalam

    pinangan orang lain yang ingin menjadikan isteri,bukan mahram,

    tidak dalam masa „iddah.

    (c). Berdasarkan kemauan sendiri. Tidak dibenarkan memaksa

    seorang perempuan untuk menikah dengan seorang laki-laki yang

    bukan pilihan dan disukainya. Hal tersebut dijelaskan dalam firman

    Allah,

    An-Nisa 4:19

    ىهُيَّ ٌَب أٌَُّهَب الَِّرٌَي آَهٌُىْا ْلَ ٌَِحلُّ لَُنْن أَى رَِسثُىْا الٌَِّسبء َمْسهًب َوْلَ رَْعُعلُ

    ٍَخ َوَعبِشُسوهُيَّ جٌٍَِّ ٍْزُُوىهُيَّ إِْلَّ أَى ٌَؤْرٍَِي ثِفَبِحَشٍخ هُّ لِزَْرهَجُىْا ثِجَْعِط َهب آرَ

    ًٍْسا ٍْئًب َوٌَْجَعَل للّاُ فٍِِه َخ ثِبْلَوْعُسوِف فَئِى َمِسْهزُُوىهُيَّ فََعَسى أَى رَْنَسهُىْا َش

    َمثًٍِسا

    Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai

    wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka

    karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah

    kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan

    pekerjaan keji yang nyata . Dan bergaullah dengan mereka secara

    patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka

    bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal

    Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.

    b. Adanya wali dari calon pengantin perempuan.

    Perkawinan dilangsungkan oleh pihak mempelai

    perempuan atau wakilnya dengan calon suami atau

  • 27

    wakilnya. (Ghozali, 2003:59). Wali hendaknya seorang

    laki-laki, muslim, baligh, berakal dan adil. Perkawinan

    tanpa wali tidak sah, berdasarkan sabda Nabi SAW:

    “Tidak sah perkawinan

    tanpa wali”

    Hanafi tidak mensyaratkan wali dalam

    perkawinan. Perempuan yang telah baligh dan berakal

    menurutnya boleh mengawinkan dirinya sendiri, tanpa

    wajib dihadiri oleh dua orang saksi. Sedangkan Maliki

    berpendapat, wali adalah syarat untuk mengawinkan

    perempuan bangsawan, bukan untuk mengawinkan

    wanita awam. Anak kecil, budak dan orang gila tidak

    mendapatkan wali.

    Wali yang utama adalah ayah, kemudian kakek

    (ayah dari ayah), kemudian saudara laki-laki seayah

    seibu, kemudian saudara laki-laki seayah, kemudian anak

    laki-laki dari saudara laki-laki seayah, kemudian paman

    (saudara laki-laki ayah), kemudian anak laki-laki dari

    paman tersebut. Tertib ini wajib dijaga dengan baik.

    Wali mujbir adalah seorang wali yang berhak

    mengawinkan tanpa menunggu kerelaan yang

    dikawinkan itu. Menurut syafi‟i, wali mujbir adalah ayah

    dan ayah dari ayah (kakek). Golongan hanafiyah

  • 28

    berpendapat, wali mujbir adalah berlaku bagi „ashabah

    seketurunan terhadap anak yang masih kecil, orang gila

    dan orang yang kurang akalnya.

    c. Adanya dua orang saksi.

    Saksi yang menghadiri akad nikah haruslah dua

    orang laki-laki, muslim, baligh, berakal, melihat dan

    mendengar serta mengerti (paham) akan maksut akad

    nikah. (Ghozali, 2003:64). Di tengah-tengah masyarakat

    biasanya ada Naib, yaitu: Orang yang bertugas atau dapat

    mewakili kedua calon pengantin laki-laki dan perempuan

    atau mewakili seorang dalam akad pernikahan.

    (Sudarsono, 1994:52).

    Tetapi menurut golongan Hanafi dan Hambali, boleh

    juga saksi itu satu orang lelaki dan dua orang perempuan.

    Dan menurut Hanafi, boleh dua orang fasik (tidak adil).

    Orang tuli, orang tidur dan mabuk tidak boleh menjadi

    saksi. Ada yang berpendapat bahwa syarat-syarat saksi

    itu adalah sebagai berikut:

    1. Berakal, bukan orang gila.

    2. Baligh, bukan anak-anak.

    3. Merdeka, bukan budak.

    4. Islam.

    5. Kedua orang saksi itu mendengar.

  • 29

    d. Sighat akad Nikah (ijab dan qobul).

    Yaitu ijab qobul yang diucapkan oleh wali atau

    wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon

    pengantin laki-laki. Perkawinan wajib dilakukan ijab

    dan qobul dengan lisan. Bagi orang bisu sah

    perkawinannya dengan isyarat tangan atau kepala

    yang bisa dipahami. Ijab dilakukan oleh pihak wali

    mempelai perempuan walinya, sedangkan Kabul

    dilakukan oleh mempelai laki-laki atau wakilnya.

    Ijab dan Kabul dilakukan di majelis, dan tidak

    boleh ada jarak yang lama antara ijab dan Kabul yang

    merusak kesatuan akad dan kelangsungan akad, dan

    masing-masing ijab dan Kabul dapat didengar dengan

    baik oleh kedua belah piahk dan dua orang saksi.

    Jumhur ulama sepakat bahwa rukun perkawinan itu terdiri

    atas:

    a. Adanya calon suami dari istri yang akan melakukan pernikahan.

    b. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.

    c. Adanya dua orang saksi.

    d. Sighot akad nikah.

    Menurut ulama Hanafiyah, rukun nikah itu hanya ijab dan qobul saja

    (yaitu akad yang dilakukan oleh pihak wali perempuan dan calon pengantin

  • 30

    laki-laki). Sedangkan menurut imam syafi‟I berkata bahwa rukun nikah itu ada

    lima macam yaitu:

    1. Calon pengantin laki-laki.

    2. Calon pengantin perempuan.

    3. Wali.

    4. Dua orang saksi.

    5. Sighot akad nikah.

    Sedangkan menurut segolongan yang lain rukun nikah itu ada

    empat, yaitu:

    1. Sighot (ijab dan qobul).

    2. Calon pengantinperempuan.

    3. Calon pengantin laki-laki.

    4. Wali dari pihak calon pengantin perempuan.

    Rukun perkawinan menurut KHI dinyatakan dalam Pasal 14 yaitu:

    1. Calon mempelai laki-laki dan calon mempelai perempuan.

    2. Wali dari mempelai perempuan.

    3. Dua orang saksi

    4. Ijab dan Qobul.

    2. Syarat Sah Perkawinan

    Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya perkawinan. Apabila

    syarat-syarat terpenuhi itu sah dan menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban

    sebagai suami istri. Pada garis besarnya syarat-syarat sahnya perkawinan itu ada

    dua:

  • 31

    1. Calon mempelai perempuannya halal dikawini oleh laki-laki yang ingin

    menjadikan istri. Jadi, perempeuannya itu bukan merupakan orang yang

    haram dinikahi, baik karena haram dinikahi untuk sementara maupun untuk

    selama-lamanya.

    2. Akad nikahnya dihadiri para saksi.

    Syarat sahnya perkawinan menurut KHI dalam Pasal 4 adalah

    dinyatakan:

    “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut

    hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-

    undang No. 1 Tahun1974 tentang Perkawinan”.

    Rukun perkawinan menurut UU No.1/1974 tidak diatur secara tegas. Akan

    tetapi Undang-Undang tersebut menyerahkan persyaratan sahnya suatu

    perkawinan sepenuhnya kepada ketentuan yang diatur oleh agama orang yang

    akan melangsungkan perkawinan tersebut. Syarat sahnya perkawinan menurut UU

    No.1 Tahun 1974 diatur dalam pasal 2 yaitu:

    (1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hokum masing-masing

    agamanya dan kepercayaannya itu.

    (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan

    yang berlaku.

    Jadi bisa disimpulkan bahwa rukun dan syarat dalam perkawinan yang dimuat

    dalam Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang

    perkawinan sebagai berikut:

  • 32

    Rukun perkawinannya adalah Pertama, adanya calon mempelai laki-laki dan

    calon mempelai perempuan, kedua adanya wali dari pihak perempuan, ketiga

    adanya saksi pernikahan, dan keempat adanya ijab qobul.

    D. Konsep Kepercayaan.

    Kepercayaan berasal dari kata percaya atau iman, yang

    berarti meyakini dalam hati. Iman merupakan kekuatan abstrak

    yang dapat menyatukan dan menggalang persatuan antara

    masyarakat (Indiyawati: 2007:73). Iman menggerakkan setiap

    anggota masyarakat untuk beramal, baik dalam bentuk ibadah

    atau dalam bentuk amal lainnya demi kepentingan bersama.

    Kepercayaan masyarakat terhadap sesuatu merupakan suatu

    hasil dari tradisi, demi kepentingan bersama masyarakat harus

    meyakini sesuatu hal tersebut. Islam sendiri mengajarkan

    banyak hal mengenai kepercayaan demi kemaslahatan. Akan

    tetapi dengan adanya berbagai peristiwa yang tertanam sebelum

    masuknya islam banyak kepercayaan yang menyimpang dari

    agama islam.

    E. Larangan Perkawinan

    Kemudian syarat sahnya perkawinan menurut kedua peraturan tersebut adalah

    pernikahan dilakukan menurut hokum masing-masing agama dan perkawinan

    tersebut harus dicatatkan. Meskipun perkawinan telah memenuhi rukun dan syarat

    yang ditentukan belum tentu perkawinan tersebut sah, karena karena masih

  • 33

    tergantung lagi pada satu hal, yaitu perkawinan itu telah lepas dari segala hal yang

    menghalang. Halangan perkawinan itu disebut juga larangan perkawinan.

    Larangan perkawinan dalam bahasa ini adalah orang-orang yang tidak boleh

    melakukan perkawinan. Secara garis besar, larangan perkawinan antara seorang

    pria dengan seorang wanita menurut syara’ dibagi menjadi dua yaitu:

    1. Larangan Muabbad

    Larangan muabbad adalah halangan perkawinan yang

    bersifat abadi.

    Larangan perkawinan tersebut didasarkan dalam firman Allah dalam surat An-nisa

    ayat 23;

    برُُنْن َوَخبْلَرُُنْن َوثٌََبُد هَبرُُنْن َوثٌََبرُُنْن َوأََخَىارُُنْن َوَعوَّ ٍُْنْن أُهَّ َهْذ َعلَ ُحسِّ

    َي هَبرُُنُن الالَّرًِ أَْزَظْعٌَُنْن َوأََخَىارُُنن هِّ اْلَِخ َوثٌََبُد اْلُْخِذ َوأُهَّ

    هَبُد ًَِسآئُِنْن َوَزثَبئِجُُنُن الالَّرِ َظبَعِخ َوأُهَّ ي ًَِّسآئُِنُن السَّ ً فًِ ُحُجىِزُمن هِّ

    ٍُْنْن َوَحالَئُِل الالَّرًِ َدَخْلزُن ثِِهيَّ فَئِى لَّْن رَُنىًُىْا َدَخْلزُن ثِِهيَّ فاَلَ ُجٌَبَح َعلَ

    ٍِْي إَْلَّ َهب قَْد َسلََف ٍَْي اْلُْخزَ أَْثٌَبئُِنُن الَِّرٌَي ِهْي أَْصالَثُِنْن َوأَى رَْجَوُعىْا ثَ

    ِحًٍوب إِىَّ للّاَ َمبَى َففُىًزا زَّ

    Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu

    yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-

    saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang

    perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang

    laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang

    perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan

    sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang

    dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi

    jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu

    ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan

    diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan

    menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang

    bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;

    sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

  • 34

    a. Nasab (keturunan)

    Berdasarkan ayat di atas, wanita-wanita yang

    haram dinikahi untuk selamanya karena pertalian

    nasab adalah:

    1. Ibu: Yang dimaksud ialah perempuan yang ada hubungan darah

    dalam garis keturunan garis ke atas, yaitu ibu, nenek (dari pihak

    ayah maupun ibu dan seterusnya ke atas.

    2. Anak perempuan: yaitu wanita yang mempunyai hubungan darah

    dalam garis lurus ke bawah, yakni anak perempuan, cucu

    perempuan, baik dari anak laki-laki maupun anak perempuan dan

    seterusnya kebawah.

    3. Saudara perempuan , baik seayah seibu, seayah saja maupun seibu

    saja.

    4. Bibi: yaitu saudara perempuan ayah atau ibu, baik saudara

    sekandung ayah atau seibu dan seterusnya ke atas.

    5. Kemenakan (keponakan) perempuan: yaitu anak perempuan

    saudara laki-laki atau saudara perempuan dan seterusnya ke atas.

    Hikmah dari larangan ini adalah karena

    merupakan hal mustahil secara fitrah adalah

    orang yang merasakan syahwat terhadap ibunya

    atau ia hendak berfikir untuk bersenang-senang

    dengannya, karena cinta kasih yang terjalin

    diantara anak laki-laki dengan ibunya. Apa yang

  • 35

    dijelaskan mengenai keharaman menikahi ibu,

    dikatakan pula dalam ketetapan keharaman

    menikahi perempuan-perempuan berdasarkan

    keturunan yang lainnya. Antara seorang laki-laki

    dengan kerabat dekatnya mempunyai perasaan

    yang kuat mencerminkan suatu penghomatan.

    Maka akan lebih utama kalau dia mencurahkan

    perasaan cintanya itu untuk perempuan lain

    melalui perkawinan sehingga terjadi hubungan

    yang baru dan rasa cinta kasih saying yang terjadi

    antara kedua manusia itu menjadi sanagt luas.

    b. Pembesanan (Pertalian kerabat semenda)

    1. Mertua perempuan, nenek perempuan istri dan

    seterusnya ke atas, baik seterusnya ke atas ,

    baik garis ibu atau ayah.

    2. Anak Tiri dengan syarat kalau terjadi hubungan

    kelamin antara suami dengan ibu anak tersebut.

    3. Menantu yakni istri anak, istri cucu, dan

    seterusnya kebawah.

    4. Ibu Tiri yakni bekas istri ayah, untuk ini tidak

    disyaratkan harus adanya hubungan seksual

    antara ibu dengan ayah. Imam syafi‟i

    berpendapat bahwa laranga perkawinan karena

  • 36

    musyaharah hanya disebabkan karena semata-

    mata akad saja, tidak bisa karena perzinaan,

    dengan alasan tidak layak perzinaan yang dicela

    itu disamakan dengan hubungan musyaharah.

    Sebaliknya imam abu hanifah berpendapat

    bahwa larangan perkawinan karena mushaharah,

    disamping disebabkan akad yang sah, bisa juga

    disebabkan karena perzinaan.

    Larangan ini bertujuan untuk menjaga

    keberadaan keluarga dari pertentangan, untuk

    hal-hal yang penting. Semisal putusnya

    kekerabatan, buruknya pengertian, tersebarnya

    kecemburuan antara ibu dengan anak

    perempuannya atau ayah dengan anak laki-

    lakinya, dan sebagainya yang terkadang

    mengakibatkan pertentangan antara anggota

    satu keluarga. Hikmah yang alain adalah

    menyebabkan kelemahan fisik anak-anaknya.

    c. Sesusuan

    Berdasarkan An-nisa ayat 23 jika

    diperinci hubungan sesusuan yang diharamkan

    adalah:

  • 37

    1. Ibu susuan yaitu ibu yang menyusui,

    maksudnya seorang wanita yang pernah

    menyusui seorang anak, dipandang sebagai ibu

    bagi anak yang disusui itu, sehingga haram

    melakukan perkawian

    2. Nenek susuan yaitu ibu dari yang pernah

    menyusui atas ibu dari suami yang menyusui

    itu, suami dari ibu yang menyusui itu dipandang

    seperti ayah bagi anak susuan, sehingga haram

    melakukan perkawinan.

    3. Bibi susuan yakni saudara perempuan suami ibu

    susuan atau saudara perempuan suami ibu

    susuan dan seterusnya ke atas.

    4. Kemenakan susuan perempuan, yakni anak

    perempuan dari saudara ibu susuan.

    5. Saudara susuan perempuan, baik saudara

    seayah kandung maupun seibu saja.

    Hikmah dari pelarangan perkawinan karena susuan adalah sebab

    makan (susuan) memiliki pengaruh besar dalam pembentukan diri

    seseorang, bukan hanya secara fisik, namun juga jiwa dan akhlak.

    Dengan adanya kekerabatan karena persusuan menjadikan tubuh

    mereka (tulang, daging dan darahnya) dibentuk dari satu jenis

  • 38

    makanan. Karena itu terlihat ada keserupaan dalam karakter akhlak

    mereka.

    Diantara larangan perkawinan abadi ada yang

    diperselisihkan,yaitu zina dan sumpah li’an. Wanita

    yang haram dinikahi karena sumpah li’an. Seorang

    suami yang menuduh istrinya berbuat zina tanpa

    mendatangkan empat orang saksi. Maka suami

    diharuskan bersumpah empat kali dan yang kelima kali

    dilanjutkan dengan menyatakan bersedia menerima

    laknat Allah apabila tindakannya itu dusta. Istri yang

    mendapat tuduhan itu bebas dari hukuman zina kalau

    mau bersumpah seperti sumpah suami di atas empat

    kali dan yang kelima kalinya diteruskan bersedia

    mendapat laknat Allah bila tuduhan suami itu benar.

    Sumpah yang demikian adalah sumpah li’an. Apabila

    terjadi sumpah li’an antara suami dan istri maka

    putuslah hubungan perkawinan antara keduanya untuk

    selama-lamanya.

    2. Larangan Muaqqot

    Larangan muaqqot adalah larangan perkawinan

    untuk sementara.

    a. Halangan Bilangan

  • 39

    Seorang pria dilarang melangsungkan

    perkawinan dengan seorang wanita apabila pria

    tersebut sedang memiliki empat orang istri.

    b. Halangan Mengumpulkan

    Dua perempuan bersaudara haram dikawini oleh seorang

    laki-laki dalam waktu bersamaan, maksudnya mereka haram

    dimadu dalam waktu bersamaan. Apabila mengawini mereka

    berganti-ganti, seperti seorang laki-laki mengawini seorang wanita,

    kemudian wanita tersebut meninggal atau dicerai, maka laki-laki

    itu tidak haram menikahi adik atau kakak perempuan dari wanita

    yang meninggal dunia atau dicerai tersebut. Keharaman

    mengumpulkan, ini juga diberlakukan terhadap dua orang yang

    mempunyai hubungan keluarga bibi dan kemenakan.

    Ualama fikih menyatakan bahwa mengawini dua orang

    wanita yang berhubungan kekerabatan bisa membuat pecahnya

    hubungan kekerabatan sehingga menimbulkan permusuhan yang

    terus menerus antara kerabat itu.

    c. Halangan Kehambaan

    Wanita musyrik haram dinikahi, yang dimaksud wanita

    musyrik ialah yang menyembah selain Allah. Adapun wanita ahli

    kitab, yakni wanita nasrani dan wanita yahudi boleh dinikah.

    d. Halangan Kafir

  • 40

    Seorang wanita islam dilarang menikah dengan seorang

    pria yang tidak beragama islam.

    e. Halangan Ihram

    Wanita yang sedang ihram, baik ihram haji maupun ihram

    umroh, tidak boleh dikawini.

    f. Halangan Sakit

    Wanita yang sakit yang tidak bisa sembuh dan lumpuh serta

    tidak bisa melayani dan mengabdi pada suami haram untuk

    dinikahi.

    g. Halangan „iddah

    Wanita yang sedang dalam „iddah, baik „iddah cerai

    maupun „iddah ditinggal mati tidak boleh dikawini.

    h. Halangan perceraian tiga kali

    Wanita yang ditalak tiga, haram dikawini

    lagi dengan bekas suaminya, kecuali kalau sudah

    kawin lagi dengan orang lain dan telah

    berhubungan kelamin serta dicerai oleh suami

    terakhir itu dan telah habis masa „iddahnya.

    i. Halangan Peristrian.

    Seorang pria haram menikahi wanita yang

    terikat perkawinan dengan laki-laki lain.

    j. Halangan perzinaan

  • 41

    Seorang perempuan melakukan perzinaan

    dengan seorang laki-laki atas dasar suka sama

    suka dilarang menikah dengan seorang laki-laki

    yang baik. Begitu pula sebaliknya. Seorang

    wanita pezina harus menikah dengan laki-laki

    pezina pula begitu juga sebaliknya.

    Islam sendiri menyebutkan bahwa perkawinan

    yang dilarang dalam islam selain yang sudah diatur

    secara Qo’i ketidakbolehannya antara lain adalah;

    a. Nikah mut’ah

    Nikah mut’ah hukumnya haram. Nikah

    ini disebut juga “ziwaj muaqqod” dan “ziwaj

    munqathi” artinya nikah yang ditentukan untuk

    sesuatu waktu tertentu, atau perkawinan yang

    diputuskan. Adapun dinamakan mut’ah ialah

    nikah dengan maksud dalam waktu yang tertentu

    itu seseorang dapat bersenang-senang

    melepaskan keperluan syahwatnya.

    Perkawinan mut’ah pernah diperbolehkan

    dalm keadaan darurat, yakni pada waktu

    peperangan authas dan pembukaan kota mekkah,

    di mana waktu itu tentara islam telah lama pisah

    dengan keluarga, agar mereka tidak melakukan

  • 42

    perbuatan terlarang maka diizinkan oleh nabi

    melakukan nikah mut’ah. Kemudian nabi

    melarang untuk selama-lamanya.

    b. Nikah muhalil

    Nikah muhalil ialah nikah yang dilakukan

    oleh seseorang terhadap wanita yang telah ditalak

    tiga kali oleh suaminya yang pertama, setelah

    selesai iddahnya. Oleh suami kedua wanita itu

    dikumpuli dan diceraikan agar dapat dikawin lagi

    dengan suami pertama. Jadi dalam nikah muhalil

    itu ada unsur perencanaan dan niat bukan untuk

    selamanya, tetapi dengan maksud agar setelah

    diceraikan oleh orang yang mengawini kedua itu

    dapat dikawini kembali oleh bekas suami yang

    yang pernah menceraikannya sampai tiga kali.

    Hukum perkawinan itu haram dan

    akibatnya tidak sah, tidaklah batal wanita yang

    telah dicerai oleh muhallil (orang yang

    melangsungkan perkawinan kedua tersebut)

    untuk kawin dengan suami pertamanya.

    c. Nikah syigar

    Yang dimaksud nikah syighar yaitu seorang wali

    mengawinkan putrinya dengan seorang laki-laki dengan syarat agar

  • 43

    laki-laki mengawinkan putrinya dengan si wali tadi tanpa bayar

    mahar.

    Jumhur ulama berpendapat bahwa kawin sighar itu pada

    pokoknya tidak diakui, karena itu hukumnya batal (tidak sah).

    Tetapi Abu hanifah berpendapat, kawin syighar itu sah, hanya bagi

    tiap-tiap anak perempuan yang melakukan perkawinan wajib

    mendapatkan mahar yang sepadan dari masing-masing suaminya,

    karena laki-laki yang menjadikan pertukaran anak perempuannya

    sebagai mahar sangatlah tidak tepat, sebab wanita itu bukan sebagai

    barang yang dapat dipertukarkan sesama mereka.

    Dalam perkawinan ini yang batal adalah segi maharnya,

    bukan pada akad nikahnya, sebagaiman kalau suatu perkawinan

    dengan persyaratan memberikan minuman khamar atau babi, maka

    akad nikahnya di sini tidak batal dan bagi perempuannya berhak

    atas mahar mitsil(maskawin yang sepadan).

    d. Nikah tahwid

    Nikah tahwid yaitu nikah yang kurang salah satu

    rukunnya.

    3. Hikmah Perkawinan.

    Islam menganjurkan pernikahan karena pernikahan mengandung

    banyak hikmah bagi pelakunya sendiri, masyarakat dan semua umat

    manusia. Adapun hikmah pernikahan menurut Ghozali ( 2003:65) adalah:

  • 44

    a. Dengan pernikahan maka banyaklah keturunan. Ketika keturunan itu

    banyak, maka proses memakmurkan bumi berjalan dengan mudah,

    karena suatu perbuatan yang harus dikerjakan bersama-sama akan

    sulit dikerjakan secara individual. Dengan demikian

    keberlangsungan keturunan dan jumlahnya harus terus dilestarikan

    sampai benar-benar makmur.

    b. Keadaan hidup manusia tidak akan tentram kecuali jika keadaan

    rumah tangganya teratur. Kehidupannya tidak akan tenang kecuali

    dengan adanya ketertiban rumah tangga. Ketertiban tersebut tidak

    mungkin terwujud kecuali harus ada perempuan yang mengatur

    rumah tangga itu. Dengan alasan itulah maka nikah disyariatkan,

    sehingga keadaan kaum laki-laki menjadi tentram dan dunia semak

    in makmur.

    c. Laki-laki dan perempuan adalah dua sekutu yang berfungsi

    memakmurkan dunia masing-masing dengan ciri khasnya berbuat

    dengan berbagai macam pekerjaan. Dalam kaitan ini Rosulallah

    SAW bersabda;

    “hendaklah kamu sekalian menjadikan hati yang

    bersyukur, lidah yang selalu mengingat Allah, dan

    istri mukminah shalihah yang akan menyelamatkan

    di akhirat”

  • 45

    Sesuai dengan tabiatnya, manusia itu cenderung

    mengasihi orang yang dikasihi. Sebagai firman

    Allah al-„arof: 189 :

    ٍْهَب ٌْهَب َشْوَجهَب لٍَِْسُنَي إِلَ ……..َوَجَعَل ِه

    Artinya; Dia (Allah) yang menciptakan istrinya,

    agar dia merasa senang kepadanya.

    d. Manusia diciptakan dengan memiliki rasa ghiroh (kecemburuan)

    untuk menjaga kehormatan dan kemulyaannya.

    e. Perkawinan akan memelihara keturunan serta menjaganya.

    f. Berbuat baik yang banyak lebih baik daripada berbuat baik sedikit.

    g. Manusia itu jika telah mati terputuslah seluruh amal perbuatannya

    yang mendatangkan rahmat dan pahala padanya.

    Selain hikah-hikmah di atas, syayyid sabiq menyebutkan pula

    hikmah-hikmah yang lain, sebagai berikut:

    1. Sesungguhnya naluri seks merupakan naluri yang paling kuat, yang

    selamanya menuntut jalan keluar. Bilamana jalan keluar tidak dapat

    memuaskannya, maka banyaklah manusia yang mengalami goncangan, kacau

    dan menerobos jalan yang jahat. Perkawinan merupakan jalan alami dan

    biologis yang paling baik dan sesuai untuk menyalurkan dan memuaskan

    naluri seks ini. Dengan perkawinan, badan jadi segar, jiwa jadi tenang, mata

    terpelihara dari melihat yang haram perasaan tenang menikmati barang yang

    halal.

  • 46

    2. Perkawinan merupakan jalan terbaik untuk menciptakan anak-anak menjadi

    mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia serta

    memelihara nasab yang oleh islam sangat diperhatikan. Dan dalam penjelasan

    yang lalu telah dikemukakan sabda Nabi Muhammad SAW tentang hal ini

    yang artinya sebagai berikut :

    “kawinlah dengan perempuan yang penuh kasih saying

    (pencinta) lagi bisa banyak anak, agar aku nanti dapat

    membanggakan jumlahmu yang banyak di hadapan para

    Nabi pada hari kiamat nanti”

    3. Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi dalam suasana

    hidup dengan anak-anak dan akan tumbuh pula perasaan-perasaan ramah,

    cinta dan saying yang merupakan sifat-sifat baik yang menyempurnakan

    kemanusiaan seseorang.

    4. Menyadari tanggung jawab beristri dan menanggung anak-anak akan

    menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat bakat dan

    pembawaan seseorang. Ia akan cekatan bekerja karena dorongan tanggung

    jawab dan memikul kewajibannya, sehingga ia akan banyak bekerja dan

    mencari penghasilan yang dapat memperbesar jumlah kekayaan dan

    memperbanyak produksi.

    5. Adanya pembagian tugas, dimana yang satu mengurusi dan mengatur rumah

    tangga, sedangkan yang lain bekerja di luar, sesuai dengan betas-batas

    tanggung jawab antara suami istri dalam menangani tugas-tugasnya.

  • 47

    Jadi secara secara singkat dapat disebutkan bahwa hikmah perkawinan itu

    antara lain:

    1. Menyalurkan naluri seks.

    2. Jalan mendapatkan keturunan yang sah.

    3. Penyaluran naluri kebapakan dan keibuan.

    4. Dorongan untuk bekerja keras.

    5. Pengaturan hak dan kewajiban dalam rumah tangga .

    6. Menjalin silaturrahmi antara dua keluarga, yaitu keluarga dari pihak suami

    dan kelurga dari pihak perempuan.

  • 48

    BAB III

    LARANGAN PERKAWINAN ANTAR DUKUH

    JATEN

    DESA MOJO DENGAN DUKUH BANDUNG

    DESA BEJI KECAMATAN ANDONG

    KABUPATEN BOYOLALI

    A. Gambaran Umum Dukuh Jaten Desa Mojo Dan Dukuh Bandung Desa Beji

    Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali

    1. Gambaran Umun Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan Andong Kabupaten

    Boyolali.

    a. Luas dan Letak Geografis

    Luas wilayah Dukuh Jaten kurang lebih 260 km2

    yang terbagi menjadi perkebunan, persawahan serta

    pemukiman. Adapun batas wilayahnya sebagai

    berikut:

    1). Sebelah Timur adalah Dukuh Pule, Desa Mojo.

    2). Sebelah Selatan adalah Dukuh Tumpang, Desa

    Mojo.

    3). Sebelah Barat adalah Dukuh Bandung Kidul,

    Desa Beji.

  • 49

    4). Sebelah Utara adalah Dukuh Mojo dan Dukuh

    Ngelo, Desa Mojo.

    b. Jumlah Penduduk

    Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan Andong

    Kabupaten Boyolali mempunyai 5 RT dengan

    penduduk yang berjumlah 2.390 dengan jumlah

    kepala keluarga (KK) adalah 761.

    Tabel 3.1 Jumlah Penduduk dukuh jaten berdasarkan Jenis kelamin

    Sumber: data kependudukan kelurahan desa Mojo

    c. Keadaan Pendidikan

    Masyarakat Dusun Jaten mayoritas

    masyarakatnya tidak buta huruf, rata-rata mereka

    sudah pernah bersekolah. Banyak Mayoritas

    penduduk setempat mengirim anak-anak mereka

    untuk belajar di lembaga pendidikan yang bersifat

    umum, baik negeri maupun swasta. Karena sekolah

    NO Keterangan Jumlah

    1 Laki-laki 1210

    2 Perempuan 1180

    Jumlah 2390

  • 50

    umum menjadi mayoritas, dan lembaga pendidikan

    Islam menjadi minoritas, maka tidak jarang di antara

    mereka kurang memperhatikan pentingnya

    pendidikan agama Islam. Namun untuk mengimbangi

    hal tersebut, maka pemerintah desa membuat

    lembaga pendidikan berbasis Agama yang bersifat

    non formal seperti TPQ, TPA. Setiap dusun, masing-

    masing terdapat lembaga pendidikan Islam non

    formal tersebut. Selain itu, ada beberapa anak yang

    melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi, baik

    berbasis Islam maupun umum, baik swasta maupun

    negeri.

    d. Keagamaan

    Masyarakat Dukuh Jaten mayoritas penduduknya

    beragama islam. Mengingat mayoritas masyarakat

    setempat merupakan anggota dari organisasi sosial-

    keagamaan terbesar di Indonesia, yaitu Nahdatul

    Ulama‟, yang secara historis dibentuk dan didirikan

    untuk mempertahankan tradisi. Maka kegiatan

    kegamaan masyarakat Desa Jaten erat dengan nuansa

    Nahdatul Ulama seperti yasinan, Nariyahan,

    diba’an, dan lain-lain. Kegiatan yasinan di Dukuh

    Jaten dilakukan setiap sebulan sekali oleh para kaum

  • 51

    laki-laki, Nariyahan adalah pembacaan sholawat

    nariyah, surat yasin,tahlil serta sholat-sholat sunnah

    dan tausiah. Kegiatan ini dilakukan oleh kaum ibu-

    ibu setiap seminggu sekali pada hari jum‟at. Adapun

    pembacaan diba’an (sholawat Nabi) dilakukan pada

    hari kamis malam jum‟at di Masjid.

    e. Keadaan Ekonomi

    Dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari, para

    penduduk Dukuh Jaten Desa Mojo Kecamatan

    Andong Kabupaten Boyolai, mayoritas

    berwirausaha, bercocok tanam, bekerja di

    pemerintahan, serta buruh. Adapun wirausaha yang

    semakin maju dalam pembuatan pakaian dalam

    wanita dan membuat barang dari bahan besi (pande

    besi). Hampir setiap rumah ada yang menjahit

    pakaian dan rumah Pande, kemudian ada pengepul

    yang siap menampung. Demikian dengan SDM

    masyarakat yang semakin hari semakin baik.

    Table 3.2 persentase jenis pekerjaan dukuh jaten

    N

    o

    Jenis

    pekerj

    aan

    Presen

    tase

    1

    .

    2

    .

    3

    .

    Petani

    Penja

    hit

    Pand

    e besi

    Pedag

    10%

    15%

    35%

    22%

    3%

    15%

  • 52

    4

    .

    5

    .

    6

    .

    ang

    PNS

    Buruh

    Sumber: data statistic desa Mojo

    2. Gambaran Umum Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong

    Kabupaten Boyolali.

    a. Luas dan Letak Geografis

    Luas wilayah Dukuh Bandung kurang lebih

    200km2 , yang terdiri dari persawahan, perkebunan

    serta pemukiman warga. Adapun batas wilayah

    Dukuh Bandung sebagai berikut:

    1. Sebelah Timur adalah Dukuh Kliwonan, Desa Mojo.

    2. Sebelah Selatan adalah Dukuh Bandung Kidul, Desa Beji.

    3. Sebelah Barat adalah Dukuh Beji, Desa Mojo.

    4. Sebelah Utara adalah Dukuh Duwet, Desa Andong.

    b. Jumlah Penduduk

    Dukuh Bandung Desa Beji Kecamatan Andong

    Kabupaten Boyolali mempunyai 6 RT dengan

    penduduk yang berjumlah 782 dengan jumlah kepala

    keluarga (KK) adalah 325.

    Tabel 3.3 Jumlah Penduduk dukuh bandung berdasarkan Jenis kelamin

    N

    O

    Ketera

    ngan

    Ju

    mla

    h

  • 53

    1 Laki-

    laki

    401

    2 Perem

    puan

    381

    Jumlah 782

    Sumber: data kependudukan kelurahan Desa Beji

    c. Keadaan Pendidikan

    Mayoritas masyarakat Dukuh Bandung tidak buta huruf,

    banyak masyarakat mengerti tentang baca tulis. Rata-rata anak-anak

    mereka bersekolah minimal sampai SMP dan Mondok. Banyak anak

    mereka mondok, ini dikarenakan di dalam dukuh telah berdiri sebuah

    pondok pesantren beserta sekolah formal dan non-formal (TPQ).

    Bahkan diantara mereka juga bersekolah di perguruan-perguruan tinggi

    Negeri maupun swasta di berbagai wilayah.

    d. Keagamaan.

    Masyarakat Dukuh Bandung semua beragama

    islam. Bahkan di dalam dusun berdiri sebuah pondok

    pesantren plus. Banyak anak-anak mereka belajar

    keagamaan di Pondok tersebut. Di masyarakt juga

    ada kegiatan-kegiatan keagamaan seperti yasiana,

    nariyahan, diba’an, pengajian rutinan setiap sebulan

    sekali dan setahun sekali. Yasinan dilakukan oleh

    bapak-bapak pada hari kamis malam jum‟at secara

    bergilir disetiap rumah. Akan tetapi tiap sebulan

    sekali setiap malam jum‟at pon, masyarakat

  • 54

    melakukan yasinan di Bangsal Makam. Nariyahan

    dilakukan oleh para ibu-ibu pada hari jum‟at satu

    minggu sekali. Setiap sebulan sekali para ibu-ibu

    melakukan pengajian di masjid serta membaca

    diba’an tiap sebulan sekali di mushola terdekat.

    Adapun pembacaan diba’an di masjid dilakukan

    setiap hari kamis malam jum‟at. Pengajian dilakukan

    setiap setahun sekali di Masjid dan di Makam,

    apabila dimakam di sebut sadranan.

    e. Keadaan ekonomi

    Dalam kehidupan sehari-hari penduduk dukuh

    Bandung mayoritas masyarat bekerja sebagai

    pedagang, petani, wiraswasta, bekerja di

    pemerintahan dan juga buruh. Masih banyak

    masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah.

    Akan tetapi masyarakat masih mampu dalam

    memenuhi sandang dan pangan.

    Table 3.4 persentase jenis pekerjaan dukuh

    bandung

    N

    o

    Jenis

    pekerj

    aan

    Perse

    ntase

    1

    .

    2

    .

    3

    .

    4

    Petani

    Pedag

    ang

    Wiras

    wasta

    Pekerj

    a

    50%

    10%

    10%

    5%

    25%

  • 55

    .

    5

    .

    pemer

    intah

    dan

    PNS

    Buruh

    Sumber: data statistic desa beji

    B. Ritual Larangan Perkawinan antara Dukuh Jaten Desa Mojo dengan Dukuh

    Bandung Desa Beji Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali.

    Perkawinan merupakan suatu ritual yang terpenting dalam hubungan

    seorang manusia dengan lawan jenis. Dengan perkawinan diharapkan dapat

    membina rumah tangga yang langgeng, bahagia, sejahtera dan mempunyai

    keturunan yang sholeh serta sholehah. Ini jelas berbeda dengan perkawinan

    yang dilakukan antara Dukuh Jaten dengan Dukuh Bandung. Dalam

    kepercayaan masyarakat setempat, masyarakat Dukuh Jaten dilarang menikah

    dengan masyarakat Dukuh Bandung. Ini dikarenakan kepercayaan mereka

    terhadap Roh penunggu Dukuh akan marah apabila melakukan pernikahan.

    Salah satunya akan terjadi malapetaka bahkan kematian disalah satu pengantin

    apabila tetap melanggar. Sebagaimana penjelasan kasirin, tokoh masyarakat

    dukuh Bandung pada tanggal 7 mei 2017 “wong bandung intok wong jaten ki

    ora oleh, amargo dayange biso nesu. Yen nganti nglanggar biso mati”(orang

    bandung dapat orang jaten itu tidak boleh, karena penunggu dukuh bisa marah.

    Jika ada yang melanggar aka nada kematian).

    Kepercayaan ini sudah mendarah daging dari dulu hingga sekarang, sejak

    berdirinya dukuh hingga sekarang.

  • 56

    ”nalika jaman semono danyang jaten karo danyang bandung pado

    serek, ora akur. Nganti poro danyang nguni janji ojo ngasi anak

    keturunan jaten nikah karo anak keturunan soko bandung, lajeng

    sakkualiane. Yen enek wong nglanggar biso ciliko nganti salah siji

    pengantin mati, iku uwes kejadian naliko semono wong jaten besanan karo

    bandung, salah siji pengantin mati”

    (pada zaman dahulu roh penunggu dukuh jaten dan roh penunggu

    dukuh bandung podo sebel, tidak akur. Sampai para roh penunggu

    mengucap janji jangan sampai anak keturunan dukuh jaten dapat anak

    keturunan dukuh bandung begitu pula sebaliknya. Jika ada yang melanggar

    maka aka ada petaka bahkan kematian. Ini sudah terjadi pada zaman

    dahulu terjadi pernikahan antara dukuh jaten dengan dukuh bandung,

    kemudian salah satu pengantin mati.) (wawancara dengan Sardi 4 April

    2016).

    Kemudian ada pendapat berbeda mengenai cerita larangan tersebut,

    perkawinan antara dukuh jaten dengan dukuh bandung itu dilarang karena

    antara dukuh ada hubungan saudara antar danyang / roh penunggu dukuh.

    “danyange jaten lan danyang bandung iku sedul