Judul Mata Kuliah : Biomedik 1 - Aliran...

download Judul Mata Kuliah : Biomedik 1 - Aliran Fluidamed.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/10/Aliran... · dalam kaitannya dengan fisiologi ... manusia tidak terbatas pada cairan

If you can't read please download the document

Transcript of Judul Mata Kuliah : Biomedik 1 - Aliran...

  • - Judul Mata Kuliah : Biomedik 1 - Aliran Fluida

    - Area Kompetensi : 5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran

    - Kompetensi Dasar :

    - Indikator :

    - Level kompetensi : 4A

    - Alokasi waktu : 2 x 50 menit

    - TIU : Mahasiswa memahami prinsip-prinsip dasar fluida dan alirannya

    dalam kaitannya dengan fisiologi kedokteran

    - TIK :

    Mahasiswa mengetahui definisi fluida dan menyebutkan beragam fluida dalam

    tubuh manusia

    Mahasiswa memahami konsep konsentrasi, lokasi, pertukaran, aliran, dan

    kesetimbangan fluida tubuh

    Mahasiswa memahami prinsip dasar aliran fluida sesuai Hukum Ohm dan Hukum

    Poiseuille

    Mahasiswa mengetahui definisi Angka Reynold dan memahami kaitannya dengan

    hukum-hukum dasar aliran fluida

    Mahasiswa mengetahui definisi dan perbedaan kedua jenis tahanan pada aliran

    fluida dan memahami aplikasinya pada pembuluh darah manusia

    Mahasiswa memahami prinsip volume gas di alveoli sesuai Hukum Laplace dan

    memahami pengaruh surfaktan pada alveoli.

    Mahasiswa memahami faktor-faktor yang mempengaruhi laju difusi gas pada

    pernapasan sesuai Hukum Fick

  • - Isi materi :

    Dalam tubuh manusia, terdapat beragam jenis fluida, baik yang berupa cairan

    maupun gas. Yang berupa cairan misalnya darah dan urin sementara yang berupa gas

    misalnya gas pernapasan dan gas hasil pencernaan zat makanan.

    Agar peran fluida dalam tubuh manusia dapat lebih dipahami, perlu diingat beberapa

    konsep dasar tentang fluida. antara lain:

    o Kadar atau konsentrasi.

    Semua fluida dalam tubuh manusia mengandung zat-zat tertentu, baik dalam bentuk

    larutan, suspensi maupun sebagai koloid. Kadar zat pada fluida bisa dinyatakan secara

    mutlak dengan satuan konsentrasi tertentu, misalnya molar atau persen.

    Kadar zat pada suatu fluida juga bisa dinyatakan sebagai kadar relatif terhadap fluida lain,

    misalnya isotonik, hipertonik, atau hipotonik yang didasarkan pada kadar zat rata-rata pada

    darah.

    o Ruang atau kompartemen.

    Suatu fluida tersimpan dalam suatu ruang atau kompartemen tertentu, misalnya sitoplasma

    sel yang yang berada di dalam sel sehingga disebut cairan intrasel. Cairan lain yang berada

    di luar sel, disebut cairan ekstrasel. Cairan ekstrasel bisa dibagi lagi menjadi cairan

    interstisial yang berada di antara sel dan cairan intravaskuler yang berada di dalam

    pembuluh darah.

    o Pertukaran atau perpindahan fluida.

    Perpindahan fluida dapat terjadi dalam satu kompartemen yang sama maupun lintas

    kompartemen. Meskipun secara makroskopis suatu fluida tubuh tertentu hanya terbatas

    pada kompartemennya sendiri, secara mikroskopis tidaklah demikian.

    Zat-zat yang terkandung di dalam fluida dapat berpindah dari satu kompartemen ke

    kompartemen lain melalui pembatas yang bersifat semipermeabel. Sifat semipermeabel

    adalah sifat suatu membran yang menghalangi perpindahan suatu zat dalam sebuah fluida

    namun tidak membatasi zat lain dalam fluida yang sama.

    Secara makroskopis, faktor yang menyebabkan perpindahan fluida antara lain adalah gaya-

    gaya tertentu. Pada cairan, gaya ini dapat berupa gaya hidrostatik ataupun gaya osmotik

    koloid (disebut juga gaya onkotik). Pada gas, gaya ini misalnya berupa gaya tekan gas.

  • Pada skala mikroskopis, perpindahan antar-kompartemen yang terjadi pada zat terlarut

    dalam fluida bisa terjadi secara aktif maupun secara pasif. Pertukaran zat secara aktif

    maksudnya adalah pertukaran yang membutuhkan energi dari pemecahan senyawa

    tertentu yang diikuti pelepasan energi, misalnya pemecahan adenosine trifosfat (ATP)

    menjadi adenosine difosfat (ADP), fosfat non-organik (Pi), dan sejumlah energi yang akan

    digunakan untuk pertukaran tersebut di atas.

    Selain itu, pertukaran zat juga bisa terjadi secara pasif. Pertukaran pasif ini bisa terjadi

    karena adanya perbedaan atau yang biasa disebut gradien. Gradien ini bisa berupa gradien

    tekanan, konsentrasi, atau gradien antara dua kompartemen. Pertukaran fluida secara

    makroskopis dan mikroskopis ini diperlukan dalam rangka menjaga keseimbangan dinamis

    yang menjadi kunci homeostasis. Contohnya, pertukaran ion-ion dalam menjaga

    keseimbangan asam-basa tubuh, pertukaran gas-gas pernapasan dalam menjaga

    keseimbangan metabolism tubuh, dan lain-lain.

    Secara makroskopis, perpindahan fluida tubuh dalam suatu kompartemen mengikuti

    prinsip dasar fisika fludia yang berlaku secara umum. Ada perbedaan kecil antara prinsip

    fluida umum dan fluida tubuh yaitu bahwa tubuh mampu memodifikasi diameter pembuluh

    tempat fluida secara otomatis. Selain perbedaan kecil tersebut, prinsip-prinsip fisika fluida

    lain dapat diterapkan dalam memahami sifat aliran fluida tubuh.

    Ada beberapa cairan tubuh yang mengikuti prinsip fisika fluida, antara lain darah dan

    urin. Pada kedua cairan tubuh ini, hubungan antara besar aliran, kecepatan aliran, tekanan,

    diameter dan radius pembuluh, resistansi fluida, panjang pembuluh, luas penampang

    pembuluh, serta kekentalan atau viskositas dapat dijelaskan sesuai Hukum Ohm dan Hukum

    Poiseuille.

    Hukum Ohm Hukum Poiseuille Q = P/ R Q = P x x r4

    8 x L x

    Q = besar aliran V = kecepatan aliran P = perbedaan tekanan cairan R = resistensi pembuluh r = radius pembuluh

    L = panjang pembuluh = kekentalan atau viskositas A = luas penampang pembuluh = 3.14

  • Pada sistem pembuluh darah, dapat diamati dua jenis susunan pembuluh, yaitu

    serial dan paralel. Sistem aliran paralel dapat dilihat pada percabangan pembuluh darah

    menjadi aliran darah ke beberapa organ secara paralel, misalnya aliran darah ke otak

    berbeda dengan aliran darah ke ginjal meskipun keduanya sama-sama dalam satu sistem

    pembuluh. Sementara itu, sistem aliran darah serial juga terdapat di dalam tubuh, misalnya

    pada aliran vena porta hepatika. Aliran vena porta hepatika disebut aliran serial karena

    bersumber dari arteri mesenterika yang memperdarahi usus terlebih dahulu.

    Pada prinsip fluida, sistem aliran paralel memberikan tahanan total yang lebih

    rendah dibandingkan sistem tahanan serial sesuai dengan rumus berikut:

    1/Rparalel total = 1/R1 + 1/R2 + 1/R3 + Rserial total = R1 + R2 + R3 +

    Dengan banyaknya sistem aliran darah yang paralel dalam tubuh, tahanan pembuluh

    total yang harus dilawan oleh gaya kontraksi jantung tidak terlalu besar sehingga darah bisa

    mengalir secara optimal ke seluruh organ. Sebaliknya, susunan serial yang pada sistem vena

    porta hepatika menahan aliran darah sedemikian rupa sehingga kecepatan aliran darah di

    sekitar usus dan hepar tidak berlebihan demi mengoptimalkan penyerapan dan pemrosesan

    zat-zat makanan di kedua organ tersebut.

    Prinsip lain yang berlaku pada fludia tubuh adalah keteraturan aliran dalam

    pembuluh. Jika aliran ini teratur, disebut aliran laminar sementara jika aliran tersebut tidak

    teratur, disebut aliran turbulen. Banyak fenomena fisiologis dan patofisiologis yang dapat

    dijelaskan sesuai aliran laminar maupun turbulen. Contohnya, pada pemeriksaan tekanan

    darah dengan sfigmomanometer dan steteskop, terdengar denyutan khas yang disebut

    bunyi Korotkoff. Bunyi Korotkoff terdengar di lipat siku saat manset sfigmomanometer

    terpompa sedemikian rupa sehingga aliran darah di lipat siku bersifat turbulen dan

    menimbulkan bunyi yang terdengar dengan stetoskop.

    Pada kondisi lain, misalnya timbulnya murmur jantung, aliran darah yang sifatnya

    turbulen terjadi di sekitar katup jantung yang fungsinya tidak normal dalam membuka

    maupun menutup sehingga terdengar bunyi murmur tersebut. Pada murmur yang sangat

    parah, bunyi ini bisa terdengar meskipun tanpa memakai stetoskop.

  • Selain cairan, turbulensi juga terjadi pada gas. Bunyi aliran udara pernapasan dapat

    didengar jika terjadi turbulensi udara di sepanjang jalur udara pernapasan. Bunyi napas

    utama dan tambahan lebih nyata terdengar jika turbulensinya semakin besar.

    Untuk memperkirakan kemungkinan timbulnya suatu turbulensi, seorang fisikawan

    bernama Reynold mengajukan suatu rumus yang memperhitungkan kecepatan aliran fluida,

    diameter pembuluh, densitas fluida, dan viskositas fluida. Rumus Reynold adalah sebagai

    berikut:

    Re = v x d x

    Re = angka Reynold v = kecepatan aliran d = diameter pembuluh

    = densitas fluida = viskositas fluida

    Semakin besar angka Reynold, maka turbulensi semakin mungkin terjadi. Umumnya, aliran aliran

    laminar terjadi pada angka Reynold kurang dari 2000. Pada angka Reynold 2000-3000, aliran

    laminar mulai berubah menjadi aliran turbulen. Pada angka Reynold 4000 ke atas, fludia tersebut

    sudah menjadi benar-benar mengalir secara turbulen.

    Penting untuk diingat bahwa fluida di dalam tubuh manusia tidak terbatas pada cairan saja.

    Gas dalam tubuh manusia, misalnya udara pernapasan, juga bekerja mengikuti prinsip fisika fluida.

    Di dalam paru, terjadi pertukaran gas antara udara pernapasan di dalam alveoli dengan darah di

    pembuluh kapiler alveoli. Pertukaran gas ini terjadi sesuai dengan Hukum Fick yang

    memperhitungkan kecepatan perpindahan gas dari satu medium ke medium lain sebagai berikut:

    vgas = SA x D x (P1-P2) T

    Vgas = laju difusi atau perpindahan gas P = tekanan parsial gas (konsentrasi satu gas tertentu dalam campuran berbagai gas)

    P1 = tekanan parsial gas di medium awal (sebelum berdifusi) P2 = tekanan parsial gas di medium akhir (setelah berdifusi)

    SA = luas permukaan membran yang dilalui gas saat berdifusi T = ketebalan membran yang dilalui gas saat berdifusi D = koefisien difusi gas (nilainya bergantung pada jenis gas)

  • Sesuai dengan hukum Fick, dapat diperkirakan bahwa perpindahan gas di dalam paru terjadi secara

    optimal pada saat alveoli sedang mengembang karena pada saat tersebut, luas permukaan alveoli

    besar dan ketebalannya kecil. Penyakit tertentu, misalnya edema paru, terjadi karena ada

    penumpukan cairan di dalam rongga alveoli yang meningkatkan ketebalan membran yang harus

    dilalui gas sehingga laju difusi gas menjadi berkurang dan mengganggu pernapasan.

    Prinsip fluida gas yang lain terkait dengan kohesi dan tegangan permukaan juga terjadi di

    paru. Sebuah alveolus mengembang dan mengempis sesuai irama pernapasan dapat dianggap

    sebagai sebuah balon yang mengembang dan mengempis. Sebuah balon mengempis karena gaya

    tekan udara yang dalam balon lebih rendah daripada gaya kohesi (gaya tarik-menarik antara

    partikel sejenis) di dinding balon. Pada alveolus pun demikian; adanya gaya kohesi antara molekul-

    molekul air di dinding alveolus menyebabkan alveolus mengempis. Semakin kecil radiusnya, maka

    gaya kohesi ini akan semakin besar sehingga alveolus yang lebih kecil akan lebih mudah mengempis

    dibanding alveolus yang lebih besar sesuai Hukum Laplace:

    P = 2 T r

    P = tekanan yang bersifat mengempiskan akibat adanya gaya kohesi T = tegangan permukaan pada dinding rongga r = radius rongga

    Pada kenyataannya, alveolus yang normal TIDAK SEPENUHNYA mengikuti Hukum Laplace sebab

    jika sebuah alveolus betul-betul mengikuti hukum Laplace, maka semua alveoli akan kolaps setelah

    napas pertama dihembuskan. Hal ini dimungkinkan oleh adanya suatu zat yang disebut surfaktan.

    Surfaktan bekerja mengurangi tegangan permukaan pada saat alveolus mulai mengempis sehingga

    tekanan yang bersifat mengempiskan nilainya relatif sama meskipun radius alveolus berubah-ubah.

    Hal ini memungkinkan pola pernapasan yang ringan karena tidak membutuhkan energi besar untuk

    melawan tekanan akibat kohesi di dinding alveoli tersebut.

    Sayangnya, ada kondisi tertentu yang menyebabkan surfaktan tidak bekerja secara optimal,

    misalnya pada bayi prematur. Pada bayi prematur, surfaktan belum terbentuk sepenuhnya

    sehingga tegangan permukaan pada alveoli bayi tetap tinggi yang akibatnya menyulitkan bayi

    bernapas dengan baik. Kondisi ini dikenal sebagai acute repiratory stress disorder (ARDS). Kondisi ini

    dapat ditangani dengan menyuntikkan zat yang dapat merangsang pembentukan surfaktan pada

    ibu hamil dengan bayi prematur SEBELUM bayinya dilahirkan.

  • ____***____

  • - Informasi buku teks :

    Joyce James, Colin Baker, Helen Swain . Prinsip-prinsip Sains untuk Keperawatan. Jakarta: Erlangga;

    2002.

    Stuart Ira Fox. Human Phyisiology, 12 ed. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.; 2011.

    Gerard J. Tortora, Bryan Derrickson. Principles of Anatomy and Physiology, 13 ed. New Jersey: John

    Wiley and Sons, Inc.; 2012.

    Lauralee Sherwood. Human Physiology: From Cells to Systems, 7 ed. California: Brooks/Cole,

    Cengage Learning; 2010.

    Linda S. Costanzo. Physiology, 3 ed. Pennsylvania: Saunders; 2006.

    Arthur C. Guyton, John E. Hall. Textbook of Medical Physiology, 11 ed. Pennsylvania: Elsevier, Inc;

    2006.

    - Latihan :

    o Contoh soal dengan jawaban isian singkat:

    1. Apakah keuntungan sistem susunan pembuluh darah paralel dibandingkan serial?

    2. Pada saat bunyi Korotkoff timbul, berapakah angka Reynold di arteri brachialis?

    o Contoh soal dengan jawaban pilihan ganda:

    1. Surfaktan memudahkan proses pernapasan dengan cara

    A. Meningkatan tegangan permukaan alveolus

    B. Menurunkan tegangan permukaan alveolus

    C. Menetapkan tegangan permukaan alveolus

    D. Meningkatan gaya pengempis rongga alveolus

    E. Menurunkan gaya pengempis rongga alveolus

    2. Besar aliran pada suatu pembuluh dapat ditingkatkan dengan menambah

    A. Resistensi

    B. Viskositas

    C. Panjang

    D. Tekanan

    E. Densitas

    _____***____