Jtptunimus Gdl Noerainidi 5175 3 Bab2

16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Efikasi Larvisida Efikasi adalah kemampuan suatu larvisida untuk memenuhi pernyataan sebagaimana yang tercantum pada label yang diusulkan. Hal ini dapat dinyatakan dalam bentuk seberapa jauh terjadi pengurangan populasi, atau seberapa jauh perkembangan populasi larva yang masih hidup setelah perlakuan, atau dalam bentuk perlindungan terhadap hasil, kuantitas dan kualitas 6 . B. Insect Growth Regulator (IGR) Insect Growth Regulator (IGR) merupakan salah satu bahan yang digunakan dalam kegiatan larviciding. IGR adalah sejenis bahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan jentik sejak dari instar I sampai IV dan dapat mengganggu hormon pertumbuhan jentik agar tidak berhasil menjadi kepompong atau nyamuk dewasa. Akan tetapi IGR tidak langsung bereaksi meracuni nyamuk. Kematian nyamuk disebabkan karena ketidakmampuan nyamuk untuk melakukan metamorfosis. Telur gagal untuk menetas, larva gagal menjadi pupa dan Pupa tidak berhasil menjadi nyamuk dewasa. Penggunaan IGR biasanya akan benar-benar dipertimbangkan dalam pelaksanaan pengendalian biologis 3,7 . Beberapa senyawa kimia “Insect Growth Regulator” (IGR) sintetik telah diuji untuk menanggulangi nyamuk vektor stadium pra-dewasa baik di tingkat laboratorium maupun tingkat operasional. Metrophene dan diflubenzuron adalah 2 IGR sintetik yang telah diuji dan telah direkomendasikan untuk digunakan dalam program pemberantasan nyamuk vektor 5 . C. SUMILARV Salah satu larvisida alternatif yang dapat digunakan untuk mengendalikan larva nyamuk adalah Sumilarv , yang berbahan aktif Pyriproxyfen dari golongan

description

jtp

Transcript of Jtptunimus Gdl Noerainidi 5175 3 Bab2

Page 1: Jtptunimus Gdl Noerainidi 5175 3 Bab2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Efikasi Larvisida

Efikasi adalah kemampuan suatu larvisida untuk memenuhi pernyataan

sebagaimana yang tercantum pada label yang diusulkan. Hal ini dapat dinyatakan

dalam bentuk seberapa jauh terjadi pengurangan populasi, atau seberapa jauh

perkembangan populasi larva yang masih hidup setelah perlakuan, atau dalam bentuk

perlindungan terhadap hasil, kuantitas dan kualitas6.

B. Insect Growth Regulator (IGR)

Insect Growth Regulator (IGR) merupakan salah satu bahan yang digunakan

dalam kegiatan larviciding. IGR adalah sejenis bahan kimia yang dapat menghambat

pertumbuhan jentik sejak dari instar I sampai IV dan dapat mengganggu hormon

pertumbuhan jentik agar tidak berhasil menjadi kepompong atau nyamuk dewasa.

Akan tetapi IGR tidak langsung bereaksi meracuni nyamuk. Kematian nyamuk

disebabkan karena ketidakmampuan nyamuk untuk melakukan metamorfosis. Telur

gagal untuk menetas, larva gagal menjadi pupa dan Pupa tidak berhasil menjadi

nyamuk dewasa. Penggunaan IGR biasanya akan benar-benar dipertimbangkan dalam

pelaksanaan pengendalian biologis3,7.

Beberapa senyawa kimia “Insect Growth Regulator” (IGR) sintetik telah diuji

untuk menanggulangi nyamuk vektor stadium pra-dewasa baik di tingkat

laboratorium maupun tingkat operasional. Metrophene dan diflubenzuron adalah 2

IGR sintetik yang telah diuji dan telah direkomendasikan untuk digunakan dalam

program pemberantasan nyamuk vektor5.

C. SUMILARV

Salah satu larvisida alternatif yang dapat digunakan untuk mengendalikan

larva nyamuk adalah Sumilarv , yang berbahan aktif Pyriproxyfen dari golongan

Page 2: Jtptunimus Gdl Noerainidi 5175 3 Bab2

pengatur pertumbuhan serangga sebagai IGR dalam formulasi granule. Keuntungan

dari penggunaan Sumilarv berbahan aktif Pyriproxyfen sebagai IGR adalah memiliki

efikasi tinggi pada dosis rendah, efikasi tahan lama, memiliki tingkat racun yang

rendah pada mamalia yaitu LD 50 > 5000 oral, LD 50 > 2000 dermal dan LD 50 >

1000 inhalation, efek kecil pada lingkungan, memiliki selektifitas yang tinggi

terhadap organisme sasaran serta cocok digunakan untuk mengendalikan larva di

tempat yang terdapat organisme pengendali biologis5.

Pyriproxyfen yang dikenal dengan nama dagang Sumilarv merupakan IGR

sintetik terbaru yang diperkenalkan untuk digunakan dalam menanggulangi nyamuk

vektor stadium pra-dewasa. Seperti metrophene dan diflubenzuron, pyriproxyfen

selain bekerjanya menghambat perkembangan nyamuk stadium pra-dewasa menjadi

dewasa menjadi stadium dewasa, juga sangat selektif dan tidak berbahaya bagi

organisme lain (LD 50 tikus oral > 5000 mg/kg, dermal > 2000 mg/kg dan inhalation

> 1000 mg/kg). Pyriproxyfen yang ada di air mudah menembus kulit larva nyamuk

dan masuk ke dalam haemolymph. Terdapatnya pyriproxyfen didalam haemolymph

menyebabkan corpus allatum tidak menghasilkan juvenile hormon, akibatnya larva

tidak dapat berkembang menjadi nyamuk4,5.

Larvisida ini telah diuji di kepulauan Solomon. Hasil pengujian menunjukkan

bahwa aplikasi Sumilarv dosis 0,1 ppm dapat menghambat lebih dari 50 %

munculnya An. farauti, sedang dosis 0,1 ppm pada tempat perindukan nyamuk

Anopheles sp. dapat menghambat munculnya nyamuk Anopheles sp. lebih dari 70 %

selama lebih dari 3 bulan. Berdasarkan hal tersebut dilakukan uji coba larvisida

Sumilarv4.

D. Pengertian Malaria

Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan

oleh protozoa genus plasmodium ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali.

Sampai sekarang dikenal 4 jenis plasmodium, yaitu 8,9:

a. Plasmodium falciparum sebagai penyebab penyakit Malaria Tropika

b. Plasmodium vivaks penyebab penyakit Malaria Tertiana

Page 3: Jtptunimus Gdl Noerainidi 5175 3 Bab2

c. Plasmodium malariae sebagai penyebab penyakit Malaria Quartana

d. Plasmodium ovale yang menyebabkan penyakit Malaria yang hampir serupa

dengan Malaria Tertiana

Dalam daur hidupnya Plasmodium mempunyai 2 hospes, yaitu vertebrata dan

nyamuk. Siklus aseksual didalam hospes vertebrata dikenal sebagai skizogoni dan

siklus seksual yang membentuk sporozoit disebut sebagai sporogoni

1. Skizogoni

Sporozoit infektif dari kelenjar ludah nyamuk Anopheles, dimasukkan

kedalam aliran darah hospes vertebrata (manusia) melalui tusukan nyamuk, dalam

waktu 30 menit memasuki sel parenkim hati, memulai stadium eksoeritrositik dari

daur hidupnya. Di dalam sel hati parasit tumbuh skizon.

2. Sporogoni

Sporogoni terjadi didalam nyamuk. Gametosit yang masuk bersama darah,

tidak dicernakan bersama sel-sel darah lain. Pada mikrogametosit jantan titik

kromatin membagi diri menjadi 6-8 inti yang bergerak ke pinggir parasit. Di

pinggir beberapa filamen dibentuk seperti cambuk dan mempunyai gerakan aktif,

yaitu yang menjadi 6-8 mikrogamet berinti tunggal, didesak keluar akhirnya lepas

dari sel induk. Proses ini disebut sebagai aksflagelasi. Sementara makrogametosit

betina menjadi matang sebagai makrogamet terdiri atas sebuah badan dari

sitoplasma yang berbentuk bulat dengan sekelompok kromatin ditengah.

Pembuahan (fertilisasi) terjadi karena masuknya satu mikrogamet kedalam

makrogamet untuk membentuk Zigot9.

E. Vektor Penular Malaria

Spesies nyamuk vektor malaria berbeda-beda dari setiap daerah. Perbedaan ini

dipengaruhi faktor-faktor penyebaran, geografi, iklim dan jenis tempat perindukan.

Peran vektor dalam menularkan penyakit dipengaruhi umur nyamuk, kerentanan

nyamuk terhadap infeksi gametocyte, frekuensi menggigit manusia, kepadatan vektor,

pemilihan hospes, siklus gonotrofik. Siklus gonotrofik adalah waktu yang diperlukan

oleh nyamuk dari menghisap darah sampai bertelur kemudian menghisap lagi2.

Faktor geografi dan meteorologi di Indonesia sangat menguntungkan

transmisi malaria di Indonesia. Pengaruh suhu ini berbeda bagi setiap spesies. Pada

Page 4: Jtptunimus Gdl Noerainidi 5175 3 Bab2

suhu 26,7 0C masa inkubasi ekstrinsik adalah hari untuk P. Falciparum dan 8-11 hari

untuk P.vivax, 14-15 hari untuk P. Malariae dan P. Ovale12.

1. Suhu

Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang

optimum berkisar antara 20 dan 300 C. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu)

makin pendek masa inkubasi ekstrinsik sporogoni dan sebaliknya makin rendah

suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik.

2. Kelembaban

Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun tidak

berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60 % merupakan batas paling

rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada kelembaban yang lebih

tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga

meningkatkan penularan malaria.

3. Hujan

Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan

terjadinya epidemi malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis dan

deras hujan, jenis vektor dan jenis tempat dan perindukan. Hujan yang diselingi

panas akan memperbesar kemungkinan berkembang biaknya nyamuk Anopheles.

4. Ketinggian

Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin

bertambah. Hal ini berkaitan dengan menurunnya suhu rata-rata. Pada ketinggian

diatas 2000 m jarang ada transmisi malaria. Di pegunungan Irian Jaya yang dulu

jarang ditemukan malaria kini lebih sering ditemukan malaria. Ketinggian paling

tinggi masih memungkinkan transmisi malaria ialah 2500 m diatas permukaan

laut (di Bolivia).

5. Angin

Kecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi jarak terbang nyamuk dan

ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia.

6. Sinar matahari

Page 5: Jtptunimus Gdl Noerainidi 5175 3 Bab2

Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-

beda An. sundaicus lebih suka tempat yang teduh. An. Barbirostris dapat hidup

baik ditempat yang teduh maupun yang terang

7. Arus air

An. barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis / mengalir

lambat, sedangkan An. minimus menyukai aliran air yang deras dan An. letifer

menyukai air tergenang.

8. Kadar garam

An. sundaikus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya 12

sampai dengan 18 % dan tidak berkembang pada kadar garam 40 % keatas.

Namun di Sumatera Utara ditemukan pula perindukan An. sundaikus dalam air

tawar2.

Penularan malaria secara ilmiah berlangsung melalui gigitan nyamuk

Anopheles betina. Hanya spesies nyamuk Anopheles tertentu yang mampu

menularkan penyakit malaria dan spesies tersebut disebut sebagai vektor. Dari lebih

dari 400 spesies Anopheles di dunia, hanya sekitar 67 yang terbukti mengandung

sporozoit dan dapat menularkan malaria. Di Indonesia telah ditemukan 24 spesies

Anopheles yang menjadi vektor malaria2.

Penyebaran geografik vektor malaria di Indonesia adalah sebagai berikut2 :

1. An. aitkenii : ditemukan di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.

2. An. umbrosus : terdapat di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.

3. An. beazai : Pulau jawa, Sumatera, kalimantan dan Sulawesi.

4. An. letifer : terdapat di pulau Sumatera dan Kalimantan

5. An. roperi : Sumatera dan Kalimantan

6. An. barbirostris : terdapat di Irian Jaya, Jawa, Sumatera, Kalimantan dan

Sulawesi

7. An. vanus : ditemukan di pulau Kalimantan dan Sulawesi.

8. An. bancrofti : terdapat di Irian Jaya.

9. An. sinensis : di pulau Sumatera

10. An. nigerrimus : Ditemukan di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi

Page 6: Jtptunimus Gdl Noerainidi 5175 3 Bab2

11. An. kochi : Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi

12. An. tesselatus : Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi

13. An. leucosphyrus : terdapat di Sumatera dan Kalimantan

14. An. balabacensis : terdapat di Jawa dan Kalimantan

15. An. punctulatus : saat ini hanya terdapat di Irian jaya

16. An. farauti : ditemukan di Irian jaya.

17. An. koliensis : Irian Jaya

18. An. aconitus : terdapat di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi

19. An. minimus :ditemukan di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi

20. An. flavirostris : Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi

21. An. sundaicus : Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi

22. An subpictus : Irian Jaya, Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi

23. An. annularis : Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi 24. An. maculatus : jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi

Efektifitas vektor untuk menularkan malaria ditentukan oleh hal-hal sebagai berikut2 : 1. Kedekatan vektor dekat pemukiman manusia 2. Kesukaan menghisap darah manusia atau antropofilia 3. Frekuensi menghisap darah (tergantung suhu) 4. Lamanya sporogoni (berkembangnya parasit dalam nyamuk sehingga menjadi

infektif) 5. Lama hidup nyamuk harus cukup untuk sporogoni dan kemudian menginfeksi

jumlah yang berbeda-beda menurut spesies Anopheles dapat diduga sebagai vektor malaria apabila memenuhi persyaratan

tertentu, diantaranya yang terpenting adalah2 : 1. Kontaknya dengan manusia cukup besar. 2. Merupakan spesies yang selalu dominan. 3. Anggota populasi yang pada umumnya berumur cukup panjang, sehingga

memungkinkan perkembangan dan pertumbuhan plasmodium hingga menjadi sporozoit.

4. Di tempat lain terbukti sebagai vektor.

Page 7: Jtptunimus Gdl Noerainidi 5175 3 Bab2

F. Nyamuk Anopheles Aconitus

Parasit malaria ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk

Anopheles betina. Salah satu jenis nyamuk Anopheles yang gemar hidup di sawah

adalah Anopheles aconitus. Nyamuk tersebut hidup di perairan yang mendapat

lindungan bayangan daun-daunan atau rumput. Mula-mula jentik nyamuk tidak dapat

hidup karena padinya masih kecil, kemudian setelah padi tumbuh kira-kira setengah

dari tinggi semestinya, daun padi itu telah cukup memberi bayangan untuk dijadikan

perlindungan oleh jentik-jentik nyamuk tersebut, mulai saat itulah nyamuk-nyamuk

berkembang. Perlindungan yang diberikan oleh daun padi makin lama makin banyak,

karena padi makin menjadi besar. Puncak pertumbuhan nyamuk adalah pada waktu

panen.

Usaha pemberantasan wabah malaria hanya dapat dilakukan dengan

mengeringkan sawah-sawah itu dalam waktu yang agak lama dan dilakukan serentak

pada semua petak-petak sawah dalam kompleks sawah yang luas. Rumput dipinggir-

pinggir saluran pengairan, walaupun hanya sedikit sudah cukup untuk memberi

keteduhan bagi jentik-jentik. Semua rumput dan tumbuhan lain harus dilenyapkan

agar air dapat deras mengalir dan jentik-jentik dapat dimusnahkan. Pengaliran air

yang baik dalam selokan-selokan yang rata dan bersih biasanya dapat menghindarkan

pertumbuhan nyamuk5,7.

Setelah padi diketam kemudian biasanya oleh petani jerami-jeraminya

dirobohkan atau dibabat, petak-petak sawah itu diairi sehingga semua yang ada di

sawah digenangi air. Biasanya dalam sawah tadi sudah banyak jentik An. Aconitus.

Apabila pembabatan jerami tidak bersih, maka sawah tersebut dapat memberi

kesempatan yang baik sekali pada jentik-jentik untuk berkembang. Salah satu jalan

untuk menghindari pertumbuhan jentik-jentik An. aconitus, yaitu sebelumnya petak

sawah digenangi air, jerami-jerami yang ada di sekitar dibabat sampai bersih. Babatan

jerami dapat ditimbun pada suatu tempat di sawah11

Di Indonesia nyamuk An. aconitus terdapat hampir diseluruh kepulauan,

kecuali Maluku dan Irian. Biasanya dapat dijumpai di dataran rendah tetapi lebih

banyak di daerah kaki gunung pada ketinggian 400-1000 m dengan persawahan

Page 8: Jtptunimus Gdl Noerainidi 5175 3 Bab2

bertingkat. Nyamuk ini merupakan vektor pada daerah tertentu di Indonesia, terutama

di Tapanuli, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Bali11.

G. Tata Hidup dan Perilaku Nyamuk Anopheles aconitus

1. Klasifikasi Nyamuk Urutan Penggolongan klasifikasi nyamuk An. Aconitus seperti binatang lainnya adalah sebagai berikut 12:

Phylum : Arthropoda Klas : Hexapoda

Ordo : Diptera Family : Culicidae

Sub Famili : Anophelinae Genus : Anopheles

Spesies : An. Aconitus 2. Bionomik

a. Tempat Berkembang Biak (Breeding Place)

Tempat-tempat yang airnya menggenang, sawah, irigasi yang bagian

tepinya banyak ditumbuhi rumput dan tidak begitu deras airnya.

b. Tempat Mencari Makan (Feeding Place)

Hanya nyamuk betina yang menghisap darah. Nyamuk Anopheles

aconitus lebih suka berada di luar rumah dan menggigigit diwaktu senja

sampai dengan dini hari (eksofagik) serta mempunyai jarak terbang sejauh 1,6

km sampai dengan 2 km. Nyamuk ini lebih bersifat suka menggigit binatang

(zoofilik) daripada sifat suka menggigit manusia (antrophofilik) .

Pada saat mencari mangsa nyamuk betina yang lapar darah terbang

melawan arah angin menelusuri jejak bau hospes. Sensila pada palp dan

antena berfungsi untuk mengetahui lokasi hospes, membantu memonitor

kecepatan, ketinggian dan arah terbang. serta rincian lokasi mangsa. Karena

kebanyakan Anopheles aktif pada malam hari, maka tampaknya faktor mata

hanya merupakan pembantu.

c. Tempat Beristirahat (Resting Place)

Page 9: Jtptunimus Gdl Noerainidi 5175 3 Bab2

Nyamuk Anopheles aconitus suka berada di alam atau luar rumah

(eksofilik) yaitu tempat-tempat lembab, terlindung sinar matahari, gelap.

d. Umur Nyamuk

Panjang umur nyamuk sesudah terinfeksi harus cukup agar parasit

dapat menyelesaikan siklus hidupnya sehingga nyamuk menjadi infektif.

Plasmodium vivax

e. Siklus Hidup

Nyamuk jantan dan betina menghisap nektar dan cairan yang lain yang

diperlukan untuk pertumbuhan dan sumber tenaganya. Nyamuk Anopheles

betina selain menghisap nektar juga menghisap darah mamalia, burung, katak

dan sebagainya, tergantung pilihan spesies. Pada saat menghisap darah, pisau

proboscis ditusukkan sampai mencapai ke pembuluh kapiler pada korban kulit

korban. Rasa gatal akibat gigitan nyamuk merupakan reaksi kulit terhadap air

liur dari nyamuk. Jumlah darah yang dihisap dapat lebih dari dua kali rata-rata

berat badan pada saat perut kosong. Setelah cukup menghisap darah, nyamuk

betina menggunakannya sebagai nutrisi untuk menghasilkan 200-300 telur

atau lebih sekaligus.

Nyamuk Anopheles memiliki siklus penghisapan darah dan bertelur

yang paling teratur dibandingkan nyamuk yang lain. Aktifitas menggigit dan

menghisap darah secara berulang inilah yang menyebabkan Anopheles dapat

menjadi vektor malaria dan penyakit lainnya baik terhadap manusia maupun

hewan dan penyakit-penyakit zoonosis, karena berpindahnya patogen tertentu

dari hewan ke manusia.Selesainya siklus hidup bervariasi tergantung dengan

suhu dan spesies nyamuk. Di daerah tropis dengan suhu rata – rata 27 0 C,

waktu terpendek yang dimulai dari peletakan telur sampai menjadi nyamuk

adalah 10 – 12 hari di laboratorium, dan dapat menjadi 9 hari di alam.

Stadium telur membutuhkan 1-2 hari. Pada nyamuk betina waktu

antara keluar dari pupa sampai menghisap darah yang pertama adalah 1-2 hari,

perkawinan terjadi pada hari-hari tersebut dan biasanya sebelum menghisap

darah. Siklus gonotrofik pertama mungkin membutuhkan 2-4 hari, tergantung

Page 10: Jtptunimus Gdl Noerainidi 5175 3 Bab2

berapa kali dibutuhkan penghisapan darah guna mematangkan telur telur yang

pertama

Tanda pertama akan menetasnya telur adalah gerakan pharynx yang

menelan cairan amnion, kemudian kulit telur bagian dorsal retak karena

dorongan tanduk larva dan udara masuk sistem trakhea, kepala dan thorak

mengembang serta kutikula melebar. Selanjutnya larva akan tumbuh dan

berkembang melalui 4 stadium. Perpindahan stadium diikuti dengan pelepasan

kutikula dan tubuh larva bertamnbah besar sebelum kutikulaberikutnya

mengeras. Proses pergantian kutikula ini (moulting process) diatur secara

hormonal dan diketahui terdapat 3 jenis hormon, yaitu :

1. Hormon Aktivasi dihasilkan oleh sel-sel neurosekretor pada otak

yang mengatur reaktivasi tubuh setiap kali sesudah pergantian

kutikula.

2. Hormon Moulting (pergantian kutikula) dihasilkan oleh kelenjar

prothorax yang mengatur proses pergantian kutikula dan juga

pertuimbiuhan dan morphogenesis.

3. Hormon Juvenile dihasilkan oleh corpora allata yang mengatur

pertumbuhan larva, fungsi folikel pada nyamuk dewasa dan beberapa

fungsi dan struktur organ lainnya.

Setelah menetas, larva tumbuh dan berkembang melalui 4 tahap

dengan melepaskan kulitnya diantara tahap prkembangannya tersebut. Bentuk

larva pada masing-masing tahap disebut instar. Instar pertama amat kecil

kemudian tumbuh dan berkembang serta mencapai maksimum pada instar

tahap 4.

Larva instar IV hidup lebih lama dibandingkan stadium I, II dan III

karena disini terjadi pertumbuhan beberapa calon organ untuk nyamuk

dewasa serta persiapan tumbuhnya pupa. Pada saat pergantian, larva

mengambil posisi sejajar permukaan air, kutikula membuka pada batas tengah

dorsal dan pupa keluar melalui retakan tersebut.

Pertumbuhan dan perkembangan larva sebagian besar nyamuk tropis

memerlukan waktu sekitar 1 minggu. Larva Anopheles bernafas melalui

Page 11: Jtptunimus Gdl Noerainidi 5175 3 Bab2

siphon yang tidak berkembang baik, sedang pupa melalui trompet. Cara

makan larva adalah filter feeding yang menggunakan sikat maxilla dan

palatum untuk menangkap partikel makanan dan membawanya ke mulut.

Makanan larva adalah mikroorganisme dan partikel-partikel kecil, sedang

pupa tidak makan. Selain diatur hormon, pertumbuhan larva dipengaruhi oleh

faktor lingkungan seperti suhu, periode gelap terang dan persediaan makanan

dan tingkat kepadatan.

Pupa terdiri atas cephalothorax tanpa segmen dan abdomen yang

memiliki banyak segmen. Pada cephalothorax terdapat terompet sebagai alat

bernafas, bakal mata, mulut, kaki dan sayap. Abdomen meliputi 8 segmen dan

sepasang kayuh pada ujungnya yang berguna untuk berenang.

Tubuh pupa memiliki distribusi rambut peraba berpasangan yang disebut

setae. Masing-masing rambut mempunyai pangkal yang berhubungan dengan

serabut saraf. Jumlah pasangan rambut ini tetap dan posisinya juga tetap,

sehingga dapat diberi nama dan nomor yang bermanfaat untuk identifikasi.

Deskripsi tentang jumlah, posisi, lokasi, bentuk dan bercabang atau tidaknya

rambut pada pupa atau larva disebut chaetotaxy.

Stadium pupa berlangsung sekitar 2 hari kemudian trakhea yang menuju

terompet akan retak, udara terhisap masuk dan perut nyamuk membesar,

mendesak kutikula pupa sampai terbelah pada daerah cephalothorax. Nyamuk

muda muncul dan udara dari perut mengisi sayap dan kakinya. Dalam waktu

beberapa menit nyamuk sudah dapat terbang untuk jarak dekat guna mencari

perlindungan, sambil menunggu kutikula mengeras dalam waktu sekitar

setengah jam 12.

H. Pengendalian Vektor

Dewasa ini banyak sekali metode pengendalian vektor dan binatang

pengganggu yang telah dikenal dan dimanfaatkan manusia. Dari berbagai metode

yang telah dikenal dapat dikelompokkan sebagai berikut3,13:

1. Pengendalian Cara Kimia ( Chemical Control )

Page 12: Jtptunimus Gdl Noerainidi 5175 3 Bab2

Pengendalian dengan cara kimia ini disebut juga pengendalian dengan

menggunakan pestisida. Pestisida adalah zat kimia yang dapat membunuh vektor

dan binatang pengganggu. Disamping pengendalian langsung kepada vektor,

pengendalian secara kimiawi juga bisa dilakukan terhadap tanaman yang

menunjang kehidupan vektor dan binatang pengganggu dengan menggunakan

herbisida. Penggunaan pestisida untuk mengendalikan vektor dan binatang

pengganggu memang sangat efektif tapi dapat menimbulkan masalah yang serius

karena merugikan manusia dan lingkungannya.

2. Pengendalian Cara Biologi ( Biological Control )

Pengendalian dengan cara ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan

musuh alaminya ( predator ) atau dengan menggunakan protozoa, jamur, dan

beberapa jenis bakteri serta jenis - jenis nematoda.

3. Pengendalian Cara Fisika-Mekanik

Pengendalian dengan fisika-mekanika ini menitik beratkan usahanya pada

penggunaan dan memanfaatkan faktor-faktor iklim kelembaban suhu dan cara-

cara mekanis.

4. Pengendalian dengan cara pengelolaan lingkungan (Environmental management ).

Dalam pengendalian dengan cara pengelolaan lingkungan dikenal dua cara

yaitu:

a. Perubahan lingkungan (Environmental Modivication)

Meliputi kegiatan setiap pengubahan fisik yang permanen terhadap

tanah, air dan tanaman yang bertujuan untuk mencegah, menghilangkan atau

mengurangi tempat perindukkan nyamuk tanpa menyebabkan pengaruh yang

tidak baik terhadap kualitas lingkungan hidup manusia. Kegiatan ini antara

lain dapat berupa penimbunan (filling), pengeringan (draining), perataan

permukaan tanah dan pembuatan bangunan, sehingga vektor dan binatang

pengganggu tidak mungkin hidup, sehingga vektor dan binatang pengganggu

tidak mungkin hidup.

b. Manipulasi Lingkungan ( Environment Manipulation)

Sehingga tidak memungkinkan vektor dan binatang pengganggu

berkembang dengan baik. Kegiatan ini misalnya dengan merubah kadar garam

Page 13: Jtptunimus Gdl Noerainidi 5175 3 Bab2

(solinity), pembersihan tanaman air atau lumut dan penanaman pohon bakau

pada pantai tempat perindukan nyamuk sehingga tempat itu tidak

mendapatkan sinar matahari3,13.

I. Pengendalian Jentik Malaria

Usaha pengendalian terhadap jentik vektor malaria dapat dilakukan dengan:

1. Source Reduction

Source Reduction adalah suatu upaya untuk mengalirkan air pada

perindukan nyamuk atau breeding places ke laut. Di Indonesia upaya Source

Reduction dapat berhasil menurunkan populasi nyamuk dan menurunkan angka

malairia, namun konstruksi Source Reduction harus dipelihara agar aliran air

dapat lancer dan kadang-kadang dapat rusak karena terserang ombak yang

keras.

2. Biological Control

Biological Control adalah upaya untuk menebarkan ikan pemakan jentik

di breeding places yang potensial. Pemanfaatan ikan sangat cocok apabila

populasi jentik Anopheles di suatu tempat sudah rendah, karena dapat menekan

populasi sampai sangat rendah, kalau ditebarkan pada suatu tempat yang masih

tinggi populasinya hasil kurang dapat nyata karena dibutuhkan jumlah ikan

yang sangat besar. Di Indonesia pemanfaatan ikan ini sudah lama dilakukan

tetapi evaluasi terhadap perkembangan ikan setelah ditebarkan di breeding

places belum banyak dikembangkan.

3. Larviciding

Larviciding adalah upaya untuk mengurangi populasi jentik disuatu

breeding places. Berbagai bahan yang digunakan antara lain dengan

menggunakan minyak solar, insektisida, Insect Growth Regulator dan

menggunakan bakteri Baccilus Thuringiensis. Penggunaaan insektisida

(larvisida) paling banyak digunakan karena ternyata dapat menekan populasi

jentik dalam waktu yang singkat3.

Page 14: Jtptunimus Gdl Noerainidi 5175 3 Bab2

J. Kerangka Teori

Dari beberapa penjelasan yang telah dipaparkan dalam tinjauan pustaka diatas

maka dapat dibuatkan sebuah kerangka teori. Adapun bentuk kerangka teori tersebut

adalah sebagai berikut.

Musim

Pertumbuhan larva Anopheles aconitus

Predator

Larvisida

Pyriproxyfen

IGR

Pengendalian Jentik Malaria :

1. Source Reduction 2. Biological Control 3. Larvaciding

1. Suhu 2. Periode gelap

terang 3. Persediaan

Makanan 4. Tingkat

kepadatan

Faktor lingkungan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan larva Anopheles aconitus

Sumber: Modifikasi Depkes RI (1993), Kuat Prabowo (1992), Ruben

Dharmawan (1993)

Page 15: Jtptunimus Gdl Noerainidi 5175 3 Bab2

K. Kerangka Konsep

Larvisida berbahan aktif Pyriproxyfen

sebagai IGR

Kematian larva

Anopheles aconitus

Variabel Terikat Variabel Bebas

Variabel terkendali

- Temperatur air - pH air - Cahaya - Volume air

L. Hipotesa

Berdasarkan tujuan penelitian maka dapat diajukan hipotesa bahwa ada perbedaan

jumlah kematian rata-rata larva nyamuk Anopheles Aconitus pada berbagai macam

dosis IGR berbahan aktif Pyriproxyfen.

Page 16: Jtptunimus Gdl Noerainidi 5175 3 Bab2