jtptunimus-gdl-kusmantog2-5260-3-bab2.pdf

15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Minuman Sari Tempe (Misape) Misape adalah suatu produk minuman yang diolah dari bahan baku tempe kedelai, kemudian ditambahkan bumbu antara lain gula, garam, jahe dan kayu manis. Sedangkan bahan tambahan pangan yang digunakan adalah asam benzoat sebagai bahan pengawet, dan CMC sebagai stabilisator. Proses pembuatannya yaitu dengan mengekstrak tempe, kemudian direbus hingga mendidih sambil ditambahkan bumbu dan bahan tambahan pangan. Setelah proses perebusan kemudian dilanjutkan dengan penyaringan dan pengemasan. Misape adalah bentuk inovasi pengolahan tempe. Masyarakat Indonesia sebelumnya mengolah tempe dengan cara digoreng (tempe mendoan, tempe keripik), disayur, ataupun dikukus. Tempe yang dikonsumsi dalam bentuk ini disebut tempe generasi pertama, karena wujud dan rasanya masih dapat dikenali oleh masyarakat umum. Sedangkan tempe generasi kedua adalah produk yang dihasilkan tidak memiliki bentuk dan rasa khas tempe (Astawan, 2008). Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa misape termasuk dalam tempe generasi kedua. a. Bahan Baku 1) Tempe kedelai Hidayat (2006) menjelaskan bahwa Tempe adalah produk fermentasi yang sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia. Tempe dapat dibuat dari berbagai bahan, diantaranya adalah kedelai. Tempe kedelai merupakan jenis tempe yang paling dikenal dan paling disukai masyarakat dibanding jenis-jenis tempe yang lain, misalnya tempe benguk, tempe gembus, tempe lamtoro atau tempe bongkrek. Suprapti (2003) menyatakan bahwa kualitas tempe kedelai ditentukan oleh cita rasa, kelunakan/tingkat kelapukan kedelai, kebersihan, kemurnian, daya 4

description

RRWRWRW

Transcript of jtptunimus-gdl-kusmantog2-5260-3-bab2.pdf

Page 1: jtptunimus-gdl-kusmantog2-5260-3-bab2.pdf

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Minuman Sari Tempe (Misape)

Misape adalah suatu produk minuman yang diolah dari bahan baku

tempe kedelai, kemudian ditambahkan bumbu antara lain gula, garam, jahe

dan kayu manis. Sedangkan bahan tambahan pangan yang digunakan adalah

asam benzoat sebagai bahan pengawet, dan CMC sebagai stabilisator. Proses

pembuatannya yaitu dengan mengekstrak tempe, kemudian direbus hingga

mendidih sambil ditambahkan bumbu dan bahan tambahan pangan. Setelah

proses perebusan kemudian dilanjutkan dengan penyaringan dan pengemasan.

Misape adalah bentuk inovasi pengolahan tempe. Masyarakat Indonesia

sebelumnya mengolah tempe dengan cara digoreng (tempe mendoan, tempe

keripik), disayur, ataupun dikukus. Tempe yang dikonsumsi dalam bentuk ini

disebut tempe generasi pertama, karena wujud dan rasanya masih dapat

dikenali oleh masyarakat umum. Sedangkan tempe generasi kedua adalah

produk yang dihasilkan tidak memiliki bentuk dan rasa khas tempe (Astawan,

2008). Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

misape termasuk dalam tempe generasi kedua.

a. Bahan Baku

1) Tempe kedelai

Hidayat (2006) menjelaskan bahwa Tempe adalah produk

fermentasi yang sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia. Tempe dapat

dibuat dari berbagai bahan, diantaranya adalah kedelai. Tempe kedelai

merupakan jenis tempe yang paling dikenal dan paling disukai

masyarakat dibanding jenis-jenis tempe yang lain, misalnya tempe

benguk, tempe gembus, tempe lamtoro atau tempe bongkrek. Suprapti

(2003) menyatakan bahwa kualitas tempe kedelai ditentukan oleh cita

rasa, kelunakan/tingkat kelapukan kedelai, kebersihan, kemurnian, daya

4

Page 2: jtptunimus-gdl-kusmantog2-5260-3-bab2.pdf

tahan, dan kesuburan kapang. Bagan proses pembuatan tempe dapat

dilihat dalam Gambar 1.

KEDELAI

PENCUCIAN

PERENDAMAN

PENGUPASAN

PEREBUSAN

PENIRISAN RAGI TEMPE

PENGEMASAN

PEMERAMAN

TEMPE

Gambar 1. Proses pembuatan tempe kedelai

Sumber : Pembuatan tempe (Suprapti, 2003)

Untuk dapat menghasilkan tempe yang baik, Astawan (2008)

menjelaskan ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

a) Faktor sanitasi lingkungan (ruang dan peralatan) yang baik

dan bersih untuk mencegah terjadinya kontaminasi.

5

Page 3: jtptunimus-gdl-kusmantog2-5260-3-bab2.pdf

b) Penambahan ragi dilakukan setelah biji kedelai yang telah

direbus mengalami proses penirisan secara sempurna. Hal ini

penting dilakukan untuk mencegah tertumbuhan bakteri

pembusuk.

c) Pemeraman dilakukan dengan suhu dan waktu terkrontrol.

Enzim proteolitik menyebabkan degradasi protein kedelai menjadi

asam amino, sehingga nitrogen terlarut meningkat dari 0,5 menjadi 2,5

%. Degradasi protein ini juga menyebabkan peningkatan pH. Nilai pH

tempe yang baik berkisar antara 6,3 – 6,5. Kedelai yang telah

terfermentasi menjadi tempe akan mudah dicerna karena banyak bahan

yang mudah larut. Selain itu, bau langu yang biasa ada dalam kedelai

juga hilang setelah menjadi tempe (Hidayat, 2006). Perbandingan

kandungan gizi kedelai, susu kedelai, dan tempe kedelai, dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan gizi kedelai, susu kedelai, dan tempe kedelai

No Unsur Gizi Kedelai Susu Kedelai Tempe

1. Energi (kal) 331 41 149

2. Air (g) 7,5 87 64

3. Protein(g) 34,9 3,50 18,3

4. Lemak(g) 18,1 2,50 4

5. Karbohidrat (g) 34,8 5 12,7

6. Kalsium (mg) 227 50 129

7. Fosfor (mg) 585 45 154

8. Zat Besi (mg) 8 0,70 10

9. Vitamin A (SI) 110 200 50

10. Vitamin B1 (mg) 1,07 0,08 0,17

Sumber : Direktorat Gizi, Depkes RI

6

Page 4: jtptunimus-gdl-kusmantog2-5260-3-bab2.pdf

2) Air

Suprapti (2005) menjelaskan bahwa air yang dipergunakan dalam

proses pengolahan makanan serta minuman, baik yang digunakan secara

langsung (ditambahkan ke dalam produk), maupun tidak langsung

(digunakan dalam proses pencucian dan perendaman), harus memenuhi

persyaratan sebagai air minum. Persyaratan air sebagai air minum antara

lain:

a) Tidak berasa, tidak berwarna, dan tidak berbau.

b) Bersih dan jernih

c) Tidak mengandung logam atau bahan kimia berbahaya

d) Derajat kesadahan nol

3) Gula

Hidayat (2005) mengungkapkan bahwa gula merupakan bahan

tambahan pada pengolahan makanan yang berfungsi untuk memperbaiki

cita rasa sekaligus sebagai bahan pengawet alami dengan tujuan

menghambat bakteri. Gula dalam industri pangan biasanya

menggunakan sukrosa, yaitu gula yang diperoleh dari bit atau gula tebu.

Aspek terpenting dalam penggunaan bahan pemanis dalam minuman

ringan adalah untuk memberikan rasa manis dan memberikan nilai

kalori terhadap minuman tersebut.

4) Garam (NaCl)

Garam khususnya garam dapur (NaCl) akan menghasilkan

pengaruh terhadap bahan pangan, misalnya untuk memperbaiki cita rasa

dan menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Mikroba pembusuk,

khususnya jenis proteolitik sangat peka dengan kadar garam rendah,

yaitu kurang dari 6 %. Garam dapat mempengaruhi Aw dari bahan

makanan sehingga mampu menghambat pertumbuhan bakteri (Winarno,

1983).

5) Kayu manis

Kulit manis atau lebih dikenal dengan nama yang kurang tepat

kayu manis (Cinnamomum verum, synonym C. zeylanicum) ialah sejenis

pohon penghasil rempah-rempah. Termasuk ke dalam jenis rempah-

7

Page 5: jtptunimus-gdl-kusmantog2-5260-3-bab2.pdf

rempah yang amat beraroma, manis, dan pedas. Orang biasa

menggunakan rempah-rempah ke dalam makanan yang dibakar manis,

anggur panas.

Kayu manis adalah salah satu bumbu makanan tertua yang

digunakan manusia. Bumbu ini digunakan di Mesir Kuno sekitar 5000

tahun yang lalu, dan disebutkan beberapa kali di dalam kitab-kitab

Perjanjian Lama (http://www.jamitra.com/Kayumanis.htm).

6) Jahe (Zingiber officinale Roxb)

Muhtadi (1992) menerangkan bahwa jahe termasuk ke dalam

family zingiberaceae. Rimpang jahe bercabang-cabang, berwarna putih

kekuningan, dan memiliki serat. Bentuk jahe pada umumnya gemuk

agak pipih dan kulitnya mudah di kelupas. Rimpang jahe berbau harum

dan memiliki rasa pedas. Rimpang jahe dapat dimanfaatkan sebagai

bumbu masak, manisan, minuman, dan obat-obatan tradisional.

b. Bahan Tambahan Pangan

1) Carboxy Methyl Cellulosa (CMC)

Hidayat (2005) menjelaskan bahwa CMC (Carboxymethyl

Cellulose) dalam bentuk murninya disebut gum selulosa, yang terdiri

dari garam-garam kalsium, natrium dan ammonium. CMC merupakan

polielektrolit anionik turunan dari selulosa yang digunakan luas dalam

industri pangan. CMC digunakan dalam bentuk garam natrium

carboxymethyl cellulose sebagai pemberi bentuk, konsistensi, dan

tekstur. CMC juga berperan sebagai pengikat air, pengental, dan

stabilisator emulsi.

2) Asam benzoat

Cahyadi (2008) menyebutkan bahwa asam benzoat (C7H6O2)

sebagai bahan pengawet memiliki bentuk hablur atau jarum putih,

sedikit berbau benzaldehid atau benzoin. Bahan pengawet ini agak

mudah menguap pada suhu hangat dan mudah menguap dalam uap air.

Asam benzoat sulit larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan eter.

Asam benzoat merupakan asam lemah yang mengalami disosiasi

8

Page 6: jtptunimus-gdl-kusmantog2-5260-3-bab2.pdf

tergantung pada pH mediumnya. Molekul yang tidak terdisosiasi

mempunyai efektifitas sebagai pengawet. Pengaruh pH pada disosiasi

asam benzoat dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh pH pada disosiasi asam benzoat

pH Asam yang tidak terdisosiasi (%)

3 93,5

4 59,3

5 12,8

6 1,44

7 0,144

pKa 4,19

Sumber : Bahan tambahan pangan (Cahyadi, 2008)

c. Proses pembuatan misape

TEMPE

AIR, GULA, GARAM KAYU MANIS, JAHE CMC, ASAM BENZOAT

BLANCING

PENGGILINGAN

PEREBUSAN

PENYARINGAN

PENGEMASAN

PEMOTONGAN

MISAPE

Gambar 2. Alur proses pembuatan misape

9

Page 7: jtptunimus-gdl-kusmantog2-5260-3-bab2.pdf

2. Bakteri

Winarno (1983) menggolongkan jenis mikroba perusak menjadi tiga

kelompok, yaitu kapang, bakteri dan khamir. Hasil pertanian yang

mengandung pektin, misalnya biji-bijian dan buah-buahan sering dirusak oleh

kapang. Bahan pangan yang mengandung gula tinggi, misalnya anggur, apel

dan nenas mikroba perusaknya adalah khamir. Sedangkan bahan pangan

dengan kandungan protein tinggi, misalnya daging, susu dan telur mudah

dirusak oleh bakteri.

Dwijoseputra (1985) menjelaskan bahwa bakteri termasuk uniseluler,

secara umum tidak berkhlorofil, dan produksi aseksualnya dengan cara

pembelahan sel. Bakteri memiliki ukuran sel sekitar 0,5 - 1,0 um x 2,5 – 5,0

um, dan memiliki tiga bentuk, yaitu batang (bacil), bulat (coccus), dan spiral.

Fardiaz (1992) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

jumlah dan jenis mikroorganisme pada makanan dapat dibedakan menjadi

empat, yaitu :

a) Faktor intrinsik

Faktor intrinsik adalah sifat-sifat fisik, kimia dan struktur

makanan yang mempengaruhi populasi dan pertumbuhan

mikroorganisme. Hal-hal yang termasuk dalam faktor intrinsik

adalah sebagai berikut :

1. pH

2. Aktifitas air (aw)

3. Potensi oksidasi-reduksi (O/R, Eh)

4. Kandungan nutrisi

5. Senyawa anti mikroba

6. Struktur biologi

b) Faktor ekstrinsik

Faktor ekstrinsik adalah kondisi lingkungan penyimpanan yang

mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme pada makanan,

antara lain suhu penuimpanan, kelembaban relatif lingkungan, dan

susunan gas dilingkungan tempat penyimpanan.

c) Faktor implisit

10

Page 8: jtptunimus-gdl-kusmantog2-5260-3-bab2.pdf

Faktor implisit adalah parameter biotik yang mempengaruhi

jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat di dalam makanan,

meliputi antagonisme, sinergisme dan sintrofisme. Sinergisme terjadi

setelah adanya senyawa perangsang, sedangkan antagonisme terjadi

setelah adanya senyawa penghambat oleh mikroorganisme lain.

Sintrofisme adalah pertumbuhan antara dua mikroorganisme

sehingga membentuk kondisi nutrisi yang memungkinkan mikroba

lainnya untuk tumbuh. Meskipun mikroba patogen atau pembusuk

terdapat di dalam makanan, bisa tidak terjadi keracunan atau

kebusukan makanan karena pertumbuhannya dihambat oleh reaksi

antagonistik mikroba lainnya (Fardiaz, 1992).

Menurut Gamar (1994) mikroorganisme dapat diklasifikasikan menjadi

tiga kelompok berdasarkan suhu pertumbuhan, yaitu :

a. Psikrofilik

Bakteri jenis psikrofilik dapat tumbuh baik pada suhu di

bawah 20oC, dengan kisaran suhu optimal adalah 10oC – 20oC.

b. Mesofilik

Bakteri mesofilik memiliki suhu pertumbuhan optimal antara

20oC – 45oC.

c. Termofilik

Bakteri termofilik dapat tumbuh baik pada suhu di atas 45oC,

dengan kisaran pertumbuhan optimal 50oC – 60oC.

Winarno (1983) menambahkan bahwa golongan bakteri perusak antara

lain family Pseudomonadaceae, Achromobactericeae, dan Lactobacillaceae.

Genus Pseudomonas dari family Pseudomonadaceae dapat tumbuh pada suhu

rendah (psychrophyllic), dan bersifat proteolitik sehingga dapat menghidrolisa

atau merusak protein. Bakteri genus Acetobacter dari family

Pseudomonadaceae dapat merubah etanol menjadi asam asetat. Selain dapat

membentuk asam, Acetobacter juga dapat memproduksi lendir. Bakteri

pembentuk lendir yang lain adalah Alcaligenes yang dapat hidup pada suhu

rendah dan sering merusak susu.

11

Page 9: jtptunimus-gdl-kusmantog2-5260-3-bab2.pdf

Fardiaz (1989) menjelaskan bahwa bakteri memiliki beberapa fase

pertumbuhan, yaitu :

a. Fase adaptasi

Fase adaptasi adalah fase dimana bakteri menyesuaikan dengan

substrat dan kondisi lingkungan di sekitarnya.

b. Fase pertumbuhan awal

Fase dimana sel bakteri mulai membelah dengan kecepatan

yang masih rendah.

c. Fase logaritmik

Fase dimana bakteri membelah dengan cepat dan konstan.

d. Fase pertumbuhan lambat

Fase dimana zat nutrisi di dalam medium sudah sangat

berkurang dan adanya hasil-hasil metabolisme yang mungkin beracun

atau dapat menghambat pertumbuhan bakteri.

e. Fase pertumbuhan tetap (statis)

Fase dimana jumlah populasi sel bakteri cenderung stabil,

karena jumlah sel yang hidup hampir sama dengan sel yang mati.

f. Fase menuju kematian dan fase kematian

Fase dimana sebagian populasi bakteri mulai mengalami

kematian karena beberapa sebab, yaitu zat gizi di dalam medium

habis dan energi cadangan di dalam sel juga habis.

Rahayu (2001) menerangkan bahwa analisa total bakteri dalam

bahan pangan dapat menggunakan metode MPN. Berbeda dengan

metode cawan yang menggunakan medium padat (agar), dalam

metode MPN digunakan medium cair di dalam tabung reaksi, dimana

perhitungan dilakukan berdasarkan jumlah tabung yang positif, yaitu

yang ditumbuhi oleh mikroba setelah inkubasi pada suhu dan waktu

tertentu.

Metode MPN biasanya dilakukan untuk menghitung jumlah

mikroba di dalam bahan pangan yang berbentuk cair. Cara melakukan

metode MPN dengan tabung durham dapat dilihat pada Gambar 3.

12

Page 10: jtptunimus-gdl-kusmantog2-5260-3-bab2.pdf

Minuman 10-1 10-2

1 ml 1 ml

9 ml 9 ml

10-1 10-1 10-1 10-2 10-2 10-2 10-3 10-3 10-3

inkubasi inkubasi inkubasi

keruh keruh keruh

Tabel MPN

Gambar 3. Metode MPN

Sumber : Penuntun praktikum mikrobiologi pangan II (Rahayu, 2001)

3. Sifat Organoleptik

Uji organoleptik adalah cara mengukur, menilai atau menguji mutu

komoditas dengan menggunakan kepekaan alat indra manusia, yaitu mata,

hidung, mulut, dan ujung jari tangan. Uji organoleptik juga disebut pengukuran

subjektif karena didasarkan pada respon subjektif manusia sebagai alat ukur

(Soekarto, 1990).

Dalam penilaian bahan pangan, faktor yang menentukan diterima atau

tidak suatu produk adalah sifat indrawinya. Penilaian indrawi ini ada enam

tahap yaitu pertama menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan

klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat kembali bahan yang telah diamati, dan

menguraikan kembali sifat indrawi produk tersebut. Indra yang digunakan

dalam menilai sifat indrawi suatu produk adalah :

a. Penglihatan yang berhubungan dengan warna kilap, viskositas,

ukuran dan bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang

lebar dan diameter serta bentuk bahan.

b. Indra peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur dan

konsistensi. Struktur merupakan sifat dari komponen penyusun,

13

Page 11: jtptunimus-gdl-kusmantog2-5260-3-bab2.pdf

tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan

mulut atau perabaan dengan jari, dan konsistensi merupakan

tebal, tipis dan halus.

c. Indra pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu

indikator terjadinya kerusakan pada produk, misalnya ada bau

busuk yang menandakan produk tersebut telah mengalami

kerusakan.

d. Indra pengecap, dalam hal kepekaan rasa , maka rasa manis dapat

dengan mudah dirasakan pada ujung lidah, rasa asin pada ujung

dan pinggir lidah, rasa asam pada pinggir lidah dan rasa pahit

pada bagian belakang lidah (www.petra.ac.id, 2009).

1. Panelis

Rahayu (1998) menjelaskan bahwa untuk melaksanakan

penilaian organoleptik diperlukan panel. Dalam penilaian suatu mutu

atau analis sifat-sifat sensorik suatu komoditi, panel bertindak sebagai

instrument atau alat. Panel ini terdiri dari orang atau kelompok yang

bertugas menilai sifat atau mutu komoditi berdasarkan kesan subjektif.

Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis.

Menurut Soekarto (1985), ada 6 macam panel yang biasa

digunakan dalam penilaian organoleptik, yaitu sebagai berikut :

a. Panel pencicip perseorangan

Pencicip perseorangan juga disebut pencicip tradisional.

Keistimewaan pencicip ini adalah dalam waktu singkat dapat menilai

suatu hasil dengan tepat, bahkan mampu menilai pengaruh macam-

macam perlakuan, misalnya bahan baku dan cara pengolahan. Tetapi

kemampuan pencicip perseorangan hanya terbatas pada komoditas

tertentu, sehingga masing-masing komoditas memerlukan panelis yang

berbeda sesuai dengan keahlian masing-masing.

b. Panel pencicip terbatas

Panel pencicip terbatas terdiri dari 3 sampai 5 orang penilai yang

memiliki kepekaan tinggi. Syarat untuk bisa menjadi panelis terbatas

adalah sebagai berikut :

14

Page 12: jtptunimus-gdl-kusmantog2-5260-3-bab2.pdf

1. Mempunyai kepekaan tinggi terhadap komoditi tertentu

2. Mengetahui cara pengolahan, peranan bahan dan teknik

pengolahan, serta mengetahui pengaruhnya terhadap sifat-

sifat komoditas.

3. Mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang cara-

cara penilaian organoleptik.

c. Panel terlatih

Anggota panel terlatih adalah 15 sampai 25 orang. Tingkat

kepekaan yang diharapkan tidak setinggi panel pencicip terbatas. Panel

terlatih berfungsi sebagai alat analisis, dan pengujian yang dilakukan

terbatas pada kemampuan membedakan. Untuk menjadi seorang

panelis terlatih, maka prosedur pengujian yang harus diikuti adalah :

a. Uji segitiga (triangel test)

b. Uji pembanding pasangan (paired comparison)

c. Uji penjenjangan (ranking)

d. Uji pasangan tunggal (single stimulus test)

d. Panel agak terlatih

Jumlah anggota panel agak terlatih adalah 15 sampai 25 orang.

Panel ini tidak dipilih menurut prosedur pemilihan panel terlatih, tetapi

juga tidak diambil dari orang awam yang tidak mengenal sifat sensorik

dan penilaian organoleptik. Termasuk di dalam panel agak terlatih

adalah sekelompok mahasiswa atau staf peneliti yang dijadikan panelis

secara musiman.

e. Panel tak terlatih

Anggota panel tak terlatih tidak tetap. Pemilihan anggotanya

lebih mengutamakan segi sosial, misalnya latar belakang pendidikan,

asal daerah, dan kelas ekonomi dalam masyarakat. Panel tak terlatih

digunakan untuk menguji kesukaan (preference test).

f. Panel konsumen

Anggota panel konsumen antara 30 sampai 1000 orang.

Pengujiannya mengenai uji kesukaan (preference test) dan dilakukan

15

Page 13: jtptunimus-gdl-kusmantog2-5260-3-bab2.pdf

sebelum pengujian pasar. Dengan pengujian ini dapat diketahui tingkat

penerimaan konsumen (Soekarto,1985).

2. Jenis Pengujian Ornanoleptik

Rahayu (1998) menerangkan bahwa pengujian organoleptik

memiliki berbagai macam cara yang digolongkan dalam beberapa

kelompok. Berikut adalah jenis pengelompokan untuk menguji sifat

organoleptik :

a. Uji pembedaan

Pengujian organoleptik yang termasuk di dalam uji pembedaan

antara lain sebagai berikut :

1. Uji pembedaan pasangan (paired comparation)

Pengujian ini berfungsi untuk menilai ada atau tidaknya

perbedaan antara dua macam produk. Digunakan untuk

menguji produk baru yang dibandingkan dengan produk

terdahulu yang sudah diterima oleh konsumen.

2. Uji Perbedaan segitiga (triangel test)

Uji perbedaan segitiga digunakan untuk mengetahui

perbedaan yang kecil.

b. Uji hedonik atau uji kesukaan

Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan

pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan, sekaligus

tingkatannya. Tingkat kesukaan itu disebut skala hedonik, misalnya

amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak

suka, tidak suka, sangat tidak suka dan amat tidak suka.

c. Uji mutu hedonik

Uji mutu hedonik adalah uji hedonik yang lebih spesifik untuk

suatu jenis mutu tertentu. Contoh penggunaan uji mutu hedonik

adalah untuk mengetahui rasa buah dalam permen, sifat pera atau

pulen pada nasi, sifat gurih pada kerupuk, dan kelezatan pada daging

panggang (Rahayu, 1998).

3. Syarat pengujian organoleptik

16

Page 14: jtptunimus-gdl-kusmantog2-5260-3-bab2.pdf

Untuk mendukung pelaksanaan uji organoleptik, maka perlu

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Lokasi Laboratorium harus tenang dan bebas polusi

b. Ruang pengujian terbagi 2 : bilik pencicip dan dapur

c. Dinding dicat warna netral

d. Wastafel dilengkapi lap dan sabun

e. Tissue polos non parfum

f. Panelis tidak sedang lapar (www.coolnetters.com, 2009)

4. Penyimpanan Suhu Rendah

Muchtadi (1989) menjelaskan bahwa suhu rendah di atas suhu

pembekuan dan di bawah 15 0 C efektif dalam mengurangi laju metabolisme.

Kisaran suhu tersebut sangat berguna untuk pengawetan jangka pendek. Setiap

penurunan suhu 8 0 C laju metabolisme akan berkurang setengahnya.

Menyimpan bahan pangan pada suhu sekitar -2 0 C sampai 10 0 C dapat

memperpanjang masa simpan bahan pangan. Hal ini disebabkan karena suhu

rendah dapat memperlambat aktivitas metabolisme, menghambat pertumbuhan

mikroba, mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia, dan hilangnya kadar air

dari bahan pangan (Muchtadi, 1989).

B. Kerangka Konsep

Variabel terkendali : 1. Bahan baku 2. Bahan Tambahan Pangan 3. Waktu pemanasan 4. Suhu pemanasan 5. Suhu penyimpanan

Variabel pengaruh : Waktu penyimpanan 0, 3, 6, 9 dan 12 hari.

Variabel terpengaruh : 1. Total bakteri 2. Organoleptik

Misape

17

Page 15: jtptunimus-gdl-kusmantog2-5260-3-bab2.pdf

C. Hipotesis

Ada pengaruh variasi waktu penyimpanan selama 0, 3, 6, 9, dan 12 hari

terhadap total bakteri dan sifat organoleptik misape.

18