Jtptunimus Gdl Chomisatun 6142 2 Babii
-
Upload
edy-dwi-permana -
Category
Documents
-
view
6 -
download
3
Transcript of Jtptunimus Gdl Chomisatun 6142 2 Babii
5
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.
Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia 50an, 50% individu mengalami
berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang terkena. Kehamilan
diketahui mengawali atau memperberat adanya hemoroid. ( Smeltzer, 2001).
Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidales yang
tidak merupakan keadaan patologik ( Sjamsuhidayat & Jong, 2004 ).
Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen atau lebih vena-vena
hemoroidales ( Bacon ). Patologi keadaan ini dapat bermacam-macam, yaitu
trombosis, ruptur, radang, ulserasi, dan nekrosis ( Mansjoer, 2000 ).
Untuk itu dapat disimpulkan hemoroid adalah pelebaran vena varicosa
satu segmen atau lebih vena-vena hemoroidales yang berdilatasi dalam anus
dan rectum.
B. Anatomi Fisiologi
Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rektum dan
terbentang dari kolon sigmoid sampai anus, kolon sigmoid mulai setinggi
krista iliaka dan berbentuk lekukan huruf S. Lekukan bagian bawah
membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Satu inci
dari rektum dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfingter eksternus
6
dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani sekitar 15 cm. Usus besar
secara klinis dibagi menjadi belahan kanan dan belahan kiri sesuai
dengan suplai darah yang diterimanya. Arteri mesentrika superior
memperdarahi belahan bagian kanan yaitu sekum, kolon asendens dan
dua pertiga proksimal kolon transversum, dan arteri mesentrika anterior
memperdarahi belahan kiri yaitu sepertiga distal kolon transversum,
kolon desendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum. Suplai darah
tambahan untuk rektum adalah melalui arteri sakralis media dan arteri
hemoroidales inferior dan media yang dicabangkan dari arteri iliaka
interna dan aorta abdominalis.
Gambar 2.1
Sumber : www.gambar anatomi fisiologi hemoroid.com
Alir balik vena dari kolon dan rektum superior melalui vena
mesentrika superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu
bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena
hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan
7
merupakan bagian dari sirkulasi sistematik. Terdapat anastomosis antara
vena hemoroidalis superior, media dan inferior, sehingga peningkatan
tekanan portal dapat mengakibatkan aliran darah balik ke dalam vena-
vena ini.
Gambar 2.2
Sumber : www.gambar anatomi fisiologi hemoroid.com
Terdapat dua jenis peristaltik propulsif : (1) kontraksi lamban dan
tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan,
menyumbat beberapa haustra; (2) peristaltik massa, merupakan kontraksi
yang melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan
massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul
dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh reflek gastrokolik setelah
makan, khususnya setelah makanan pertama masuk pada hari itu.
Propulasi feses ke rektum mengakibatkan distensi dinding rektum
dan merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani
eksterna dan interna. Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf
8
otonom, dan sfingter eksterna berada di bawah kontrol voluntar. Refleks
defekasi terintegrasi pada segmen sakralis kedua dan keempat dari
medula spinalis. Serabut-serabut parasimpatis mencapai rektum melalui
saraf splangnikus panggul dan bertanggung jawab atas kontraksi rektum
dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rektum yang mengalami
distensi berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga menyebabkan
sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot-otot sfingter interna dan
eksterna berelaksasi pada waktu anus tertarik atas melebihi tinggi massa
feses. Defekasi dipercepat dengan adanya peningkatan tekanan intra
abdomen yang tejadi akibat kontraksi voluntar. Otot-otot dada dengan
glotis ditutup, dan kontraksi secara terus menerus dari otot-otot abdomen
(manuver atau peregangan valsava). Defekasi dapat dihambat oleh
kontraksi voluntar otot-otot sfingter eksterna dan levator ani. Dinding
rektum secara bertahap akan relaks, dan keinginan untuk berdefekasi
menghilang.
C. Etiologi
Menurut (Sjamsuhidayat & Jong, 2004) hemoroid dapat menimbulkan
gejala karena banyak hal. Faktor yang memegang peranan kausal ialah
mengedan pada waktu defekasi, konstipasi menahun, kehamilan, dan
obesitas.
9
Penyebab hemoroid yaitu konstipasi, diare, sering mengejan, kongesti
pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor rektum
(Price, 2005).
Yang menjadi faktor predisposisi adalah herediter, anatomi, makanan,
pekerjaan, psikis, dan senilitas. Sedangkan sebagai faktor presipitasi adalah
faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan intra
abdominal), fisiologis dan radang. Umumnya faktor etiologi tersebut tidak
berdiri sendiri tetapi saling berkaitan.
D. Patofisiologi
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan
balik dari vena hemoroidalis
Hemoroid ada dua jenis yaitu hemoroid interna dan eksterna.
Hemoroid interna terjadi varises pada vena hemoroidalis superior media dan
timbul disebelah dalam otot spingter ani. Hemoroid eksterna terjadi varises
pada vena hemoroidalis inferior, dan timbul disebelah luar otot spingter ani.
Hemoroid eksterna ada dua klasifikasi yaitu akut dan kronik. Bentuk
akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya
merupakan hematoma, walaupun disebut sebagai hemoroid trombosis akut.
Bentuk terasa sangat nyeri gatal karena ujung saraf pada kulit merupakan
reseptor nyeri. Hemoroid eksterna kronik (skin tag) berupa satu atau lebih
lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit
pembuluh darah.
10
Hemoroid interna diklasifikasikan sebagai derajat I, II, dan III.
Hemoroid interna derajat I tidak menonjol melalui anus dan dapat ditemukan
dengan proktoskopi. Lesi biasanya terletak pada posterior kanan dan kiri dan
anterior kanan, mengikuti penyebaran cabang-cabang vena hemoroidalis
superior, dan tampak sebagai pembengkakan globular kemerahan. Hemoroid
interna derajat II dapat mengalami prolapsus melalui anus setelah defekasi,
hemoroid ini dapat mengecil secara spontan atau dapat direduksi secara
manual. Hemoroid interna derajat III mengalami prolapsus secara permanen.
Gejala hemoroid interna yang paling sering adalah perdarahan tanpa nyeri
karena tidak ada serabut-serabut nyeri pada daerah ini. Kebanyakan kasus
hemoroid adalah hemoroid campuran interna dan eksterna.
Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan,
trombosis, dan stranggulasi. Hemoroid yang mengalami stranggulasi adalah
hemoroid yang mengalami prolapsus dimana suplai darah dihalangi oleh
sfingter ani.
Kebanyakan penderita hemoroid tidak memerlukan pembedahan.
Pengobatan berupa kompres duduk atau bentuk pemanasan basah lain, dan
penggunaan supositoria. Eksisi bedah dapat dilakukan bila perdarahan
menetap, terjadi prolapsus, atau pruritus dan nyeri anus tidak dapat diatasi
( Price, 2005 ).
11
E. Manifestasi Klinis
Hemoroid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering
menyebabkan perdarahan berwarna merah terang pada defekasi. Hemoroid
eksternal dihubungkan dengan nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang
disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah pembekuan darah dalam
hemoroid. Ini dapat menimbulkan iskemia pada area tersebut dan nekrosis.
Hemoroid interna tidak selalu menimbulkan nyeri sampai hemoroid ini
membesar dan menimbulkan perdarahan atau prolaps.
Hemoroid interna diklasifikasikan sebagai derajat I, II,dan III.
Hemoroid interna derajat I ( dini ) tidak menonjol melalui anus dan hanya
dapat ditemukan dengan proktoskopi. Lesi biasanya terletak pada posterior
kanan dan kiri dan anterior kanan, mengikuti penyebaran cabang-cabang vena
hemoroidalis superior, dan tampak sebagai pembengkakan globular
kemerahan. Hemoroid derajat II dapat mengalami prolaps melalui anus
setelah defekasi, hemoroid ini dapat mengecil secara spontan atau dapat
direduksi ( di kembalikan ke dalam ) secara manual. Hemoroid derajat III
mengalami prolaps secara permanen. Gejala-gejala hemoroid interna yang
paling sering adalah perdarahan tanpa nyeri, karena tidak ada serabut-serabut
nyeri pada daerah ini. Kebanyakan kasus hemoroid campuran interna dan
eksterna ( Smeltzer, 2001).
12
F. Penatalaksanaan
Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan
higiene personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama
defekasi. Diet tinggi serat yang mengandung buah dan sekam mungkin satu-
satunya tindakan bila diperlukan. Apabila tindakan ini gagal, laksatif yang
berfungsi mengabsorpsi dengan salep, dan supositoria yang mengandung
anestesi, astringen ( witch hazel ) dan tirah baring adalah tindakan yang
memungkinkan pembesaran berkurang.
Terdapat berbagai tipe tindakan nonoperatif untuk hemoroid.
Fotokoagulasi inframerah, diatermi bipolar, dan terapi laser adalah teknik
terbaru yang digunakan untuk melekatkan mukosa ke otot yang
mendasarinya. Injeksi larutan sklerosan juga efektif untuk hemoroid
berukuran kecil dan berdarah. Prosedur ini mencegah prolaps.
Tindakan bedah konservatif hemoroid interna adalah prosedur ligasi
pita-karet. Hemoroid dilihat melalui anosop, dan bagian proksimal diatas
garis mukokutan dipegang dengan alat. Pita karet kecil kemudian diselipkan
diatas hemoroid. Bagian distal jaringan pada pita karet menjadi nekrotik
setelah beberapa hari dan lepas. Terjadi fibrosis yang mengakibatkan mukosa
anal bawah turun dan melekat pada otot dasar. Meskipun tindakan ini
memuaskan bagi beberapa pasien, namun pasien lain merasakan tindakan ini
menyebabkan nyeri dan mengakibatkan hemoroid sekunder dan infeksi
perianal.
13
Hemoroidektomi kriosirurgi adalah metode untuk mengangkat
hemoroid dengan cara membekukan jaringan hemoroid selama waktu tertentu
sampai timbul nekrosis. Meskipun hal ini relatif kurang menimbulkan nyeri,
prosedur ini tidak digunakan dengan luas karena menyebabkan keluarnya
rabas yang berbau sangat menyengat dan luka yang ditimbulkan lama
sembuhnya.
Laser Nd:YAG telah digunakan saat ini dalam mengeksisi hemoroid,
terutama hemoroid eksterna. Tindakan ini cepat dan kurang menimbulkan
nyeri. Hemoragi dan abses jarang menjadi komplikasi pada periode pasca
operatif.
Metode pengobatan hemoroid tidak efektif untuk vena trombosis
luas,yang harus diatasi dengan bedah lebih luas.
Hemoroidektomi atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk
mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Selama
pembedahan, sfingter rektal biasanya didilatasi secara digital dan hemoroid
diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi dan kemudian dieksisi.
Setelah prosedur operatif selesai, selang kecil dimasukkan melalui sfingter
uintuk memungkinkan keluarnya flatus dan darah. Penempatan Gelfoan atau
kasa Oxygel dapat diberikan diatas luka anal ( Smeltzer, 2001).
14
G. Komplikasi
Komplikasi penyakit ini adalah perdarahan hebat, abses, fistula para
anal, dan inkarserasi. Untuk hemoroid eksterna, pengobatannya selalu
operatif. Tergantung keadaan, dapat dilakukan eksisi atau insisi trombus serta
pengeluaran trombus.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ani karena eksisi yang
berlebihan ( Smeltzer, 2001).
H. PENGKAJIAN FOKUS
1. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan.
a) Keadaan lingkungan yang tenang (nyaman)
b) Pengetahuan tentang perawatan post operasi.
c) Apa harapan klien setelah operasi.
2. Pola nutrisi metabolik
a) Kepatuhan diet.
3. Pola eliminasi
a) Perdarahan
b) Pola buang air besar dan buang air kecil.
c) Mengejan
d) Kebersihan setelah buang air besar dan buang air kecil.
4. Pola aktivitas dan latihan
a) Aktivitas yang menimbulkan nyeri
b) Kelemahan
15
5. Pola tidur dan istirahat
a) Gangguan tidur akibat nyeri
6. Pola persepsi kognitif
a) Tindakan yang dilakukan bila timbul nyeri.
7. Pola persepsi dan konsep diri
a) Kecemasan
16
Dilatasi
Tekanan vena
meningkat
Stranggulasi
Prolapsus
saat defekasi
Edema
hematoma
Pembengkakan
globular
kemerahan
Prolapsus
permanen
Pembengkakan
pinggir anus bulat
kebiruan
Gangguan aliran
balik vena
↑hemoroid
Kongesti vena
rektalis superior
dan media
Distensi dan
stasis vena
Bendungan vena
pleksus hemoroid
Kongesti vena
pleksus rektalis
inferior
Perdarahan
saat defekasi
Mengabaikan
defekasi
Pembedahan
Post operatif perdarahan Luka
insisi
Takut
gerak
Spasme
otot
Peristaltik usus
menurun
nyeri
Konstipasi
Nyeri
Resiko
keseimbangan
cairan
Gangguan
mobilitas fisik
Konstipasi
Gangguan
pola tidur
Resti
infeksi
(Price, 2005)
I. PATHWAYS KEPERAWATAN
17
J. Fokus intervensi dan rasional
1. Nyeri b.d adanya luka operasi.
TUJUAN : Nyeri berkurang setelah perawatan 2x24 jam dengan KH:
- Skala nyeri 0-1
- Wajah pasien tampak rileks.
INTERVENSI :
a. Kaji skala nyeri
Rasional: Menentukan tingkat nyeri, untuk menentukan tindakan
yang tepat.
b. Anjurkan teknik nafas dalam dan pengalihan perhatian.
Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri.
c. Berikan posisi supinasi
Rasional: Mengurangi regangan pada daerah anorectal.
d. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional: Identifikasi dini komplikasi nyeri.
e. Berikan bantalan flotasi di bawah bokong saat duduk.
Rasional: Menghindari penekanan pada daerah operasi.
f. Kolaborasi untuk rendaman duduk setelah tampon diangkat.
Rasional: Kehangatan meningkatkan sirkulasi dan membantu
menghilangkan ketidaknyamanan.
g. Kolaborasi pelunak feses dan laksatif
Rasional: Feses yang keras menekan insisi operasi.
h. Kolaborasi untuk pemberian terapi analgetik.
18
Rasional: Mengurangi nyeri.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan luka post operasi
TUJUAN : Tidak terjadi gangguan mobilitas setelah dilakukan
perawatan 1x24 jam dengan KH :
- Klien mampu melakukan aktivitas sesuai keadaan untuk
memenuhi kebutuhan sendiri
- Klien dapat mempertahankan posisi yang fungsional
INTERVENSI :
a. Kaji kemampuan klien terhadap aktivitas
Rasional : untuk mengetahui seberapa kemampuan klien
b. Anjurkan pada klien untuk meningkatkan aktivitas secara
bertahap
Rasional : untuk menghindari kekakuan pada otot
c. Hindari duduk dengan posisi yang tetap dalam waktu lama
Rasional : menghindari regangan pada anorectal
d. Lakukan ROM
Rasional : untuk menghindari kekakuan pada ekstremitas
e. Ubah posisi secara periodik sesuai dengan keadaan klien
Rasional : mencegah terjadinya luka dekubitus atau komplikasi
kulit
3. Resiko tinggi infeksi b.d adanya luka operasi di daerah anorektal.
TUJUAN : Tidak terjadi infeksi setelah perawatan 2x24 jam KH:
- Luka sembuh dengan baik.
19
- Tanda-tanda vital dalam batas normal.
INTERVENSI :
a. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional: Peningkatan nilai tanda-tanda vital merupakan indikator
dini proses infeksi.
b. Berikan rendaman duduk setiap kali setelah buang air besar
selama 1-2 minggu.
Rasional: Mematikan kuman penyebab infeksi.
c. Kaji daerah operasi terhadap pembengkakan dan pengeluaran pus.
Rasional: Merupakan tanda-tanda infeksi.
d. Ganti tampon setiap kali setelah bab.
Rasional: Mencegah infeksi.
e. Kolaborasi untuk pemberian terapi antibiotika.
Rasional: Membunuh bakteri yang menyebabkan infeksi.
4. Gangguan pola tidur b.d nyeri post hemorroidectomy
TUJUAN : Tidak terjadi gangguan kebutuhan tidur setelah dilakukan
tindakan perawatan selama 2 X 24 jam dengan KH:
- Melaporkan perasaan keseimbangan antara istirahat
dan aktivitas
- Klien tidak terbangun lagi pada malam hari
20
INTERVENSI :
A. Kurangi kebisingan
B. Tetapkan bersama klien suatu jadwal untuk aktivitas sepanjang
waktu
C. Batasi jumlah dan panjang waktu tidur jika berlebihan
D. Batasi masukan minuman yang mengandung kafein setelah sore
hari(Carpenito,2000)
5. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
sekunder akibat drainase, menurunnya motivasi untuk minum cairan
sekunder akibat keletihan.
TUJUAN : Tidak terjadi penurunan turgor kulit setelah dilakukan
tindakan perawatan selama 2x24 jam dengan KH :
- Mendemonstrasikan keseimbangan cairan yang adekuat,
ditunjukkan dengan tanda-tanda vital stabil, (nadi
berkualitas baik, turgor kulit normal, membran mukosa
lembab dan pengeluaran urine individu yang sesuai).
INTERVENSI:
a. Ukur dan catat intake dan output dan tinjau ulang catatan intra operasi
Rasional : dokumentasi yang akurat akan membantu dalam
mengidentifikasi pengeluaran cairan atau kebutuhan penggantian dan
pilihan-pilihan yang mempengaruhi intervensi.
b. Pantau Tanda-tanda Vital
21
Rasional : hipertensi, takhikardi, peningkatan pernafasan
mengidentifikasi kekurangan cairan (dehidrasi atau hipovolemia).
c. Catat munculnya mual atau muntah
Rasional : mual selama 12-24 jam post operasi umumnya
dihubungkan dengan anestesi. Mual berlebihan lebih dari 3 hari
mungkin dihubungkan dengan pilihan narkotik pengontrol sakit atau
terapi obat lain.
d. Periksa pembalut
e. Pantau suhu kulit, palpitasi denyut perifer
f. Beri cairan parentral, produksi darah atau plasma sesuai petunjuk
g. Pantau studi laboratorium Hb, Ht
h. Bandingkan studi darah pra operasi dan pasca operasi ( Doengoes,
2000)
6. Konstipasi berhubungan dengan nyeri saat defekasi
TUJUAN : Tidak terjadi konstipasi dan penurunan bising usus setelah
dilakukan tindakan perawatan selama 2x24 jam dengan KH :
- Menngambarkan program defekasi terapeutik
- Melaporkan atau menunjukkan eliminasi yang
membaik (lunak namun tidak berdarah saat
defekasidan lebih dari 3x dalam seminggu)
22
INTERVENSI :
a. Tetapkan pola toileting rutin bersama klien
b. Ajarkan pada klien atau keluarga tentang pentingnya segera berespon
terhadap perasaan defekasi
Rasional: dengan distensi kronik feses akan lebih keras dalam rektum
c. Rekomendasikan perubahan diit tinggiserat 1x sehari dan cairan ± 8-
10 gelas perhari
Rasional : meningkatkan penyerapan cairan dalam usus sehingga feses
lembek
d. Anjurkan mencoba supositoria daripada oral dalam satu jam setelah
sarapan
Rasional: meningkatkan reflek gastrokolik bila lambung kosong
e. Meningkatkan aktivitas secara adekuat
Rasional : latihan yang tidak adekuat merupakan faktor utama dalam
perubahan konsistensi feses
f. Hindari sarapan yang mengandung asam lemak
Rasional : memperlambat rangsangan reflek dan memperlambat
pencernaan ( Wartonah, 2006 )