JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

94

Transcript of JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

Page 1: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011
Page 2: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JURNAL RISET MANAJEMEN DAN BISNIS Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta

ISSN : 1907-7343

Ketua Penyunting

Perminas Pangeran

Dewan Penyunting

Erni Ekawati (Universitas Kristen Duta Wacana) Murti Lestari (Universitas Kristen Duta Wacana)

Mahatma Kufepaksi (Universitas Lampung) I Putu Sugiartha Sanjaya (Universitas AtmaJaya)

Pembantu Pelaksana Tata Usaha (Administrasi, Desain, Distribusi dan Pemasaran)

Risanti Bary Hastomo Kristyadi

Heru Kristanto

Alamat Penyunting dan Tata Usaha

Fakultas Bisnis, Universitas Kristen Duta Wacana Jl. Dr. Wahidin S. No. 5-19, Yogyakarta 55224

Telp( 0274 ) 563929, Fax : ( 0274)513235

Jurnal Riset Manajemen dan Bisnis (JRMB) terbit sejak tahun 2006. Terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember. Berisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian, kajian analitis kritis dan tinjauan buku dalam bidang manajemen dan bisnis. Penyunting menerima tulisan yang belum pernah diterbitkan dalam media lain. Naskah diketik dengan format seperti tercantum pada Pedoman Penulisan Artikel yang terlampir di halaman belakang.

Page 3: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JURNAL RISET MANAJEMEN DAN BISNIS Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta

ISSN : 1907-7343

DAFTAR ISI

PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP PROFITABILITAS UKM DENGAN ORIENTASI PASAR SEBAGAI VARIABEL PEMEDIASI Maria Pampa Kumalaningrum ................................................................................. 99-112 ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN DAN KINERJA KEUANGAN PENGEMBANGAN PRODUK BARU USAHA MIKRO DAN KECIL Perminas Pangeran .................................................................................................. 113-125 PENGARUH KUALITAS, PERSEPSI NILAI, DAN CITRA TERHADAP KEPUASAN PENUMPANG BUS TRANSJOGJA Petra Surya Mega Wijaya ......................................................................................... 127-139 SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PRODUK DETERJEN DI KOTA YOGYAKARTA Wendri Rusli .............................................................................................................. 141-154 PENGARUH MODAL DAN TENAGA KERJA PER JENIS INVESTASI TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DI KABUPATEN SLEMAN PASCA OTONOMI DAERAH, TAHUN 2001-2005 Rudy Badrudin .......................................................................................................... 155-173 TINGKAT SUKU BUNGA PINJAMAN DAN KINERJA KEUANGAN PERBANKAN: STUDI KASUS PADA BPR PT PRISMADANA Sarah Usman ............................................................................................................. 175-188

Page 4: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP…………………..………………...(Maria Pampa Kumalaningrum)

99

PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP PROFITABILITAS UKM DENGAN ORIENTASI PASAR

SEBAGAI VARIABEL PEMEDIASI

Maria Pampa Kumalaningrum Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta

Jalan Seturan Yogyakarta 55281 Telepon 0274 486321, Fax. 0274 486155

E-mail: [email protected]

ABSTRACT This study examined the effect of entrepreneurial orientation on profitability in small business mediated by market orientation. Entrepreneurial orientation reflects the degree to which firms’ growth objectives are driven by the identification and exploitation of untapped market opportunities. Market orientation reflects the degree to which firms’ strategic market planning is driven by customer and competitor intelligence. Data was processed with Structural Equation Modeling using AMOS program. The results showed that Entre-preneurial orientation has an direct effect on market orientation and indirect effect on profitability mediated by market orientation. The results suggest, at least in small firms, entrepreneurial orientation complements market orientation by instilling an opportunistic culture that impacts the firm’s profitability. Keywords: market orientation, entrepreneurial orientation, and profitability. PENDAHULUAN

Dalam era dinamik seperti saat ini, Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dituntut untuk memiliki kapabilitas dinamik dan strategi yang mampu menangkap peluang dan memperbaharui pasar. Tekanan dan persaingan bisnis global mempengaruhi Unit Usaha Kecil dan Menengah (UKM), seperti halnya globalisasi, peningkatan teknologi, peru-bahan demografi dan sosial, kemampuan untuk melakukan inovasi, dukungan dana, maupun kewirausahaan. Tetapi, dalam kenyataannya, tuntutan dari lingkungan

bisnis saat ini, ternyata masih sulit untuk dipenuhi Usaha Kecil dan Menengah. Kuncoro (2006) menyatakan bahwa Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia secara kualitas sulit berkembang di pasar karena menghadapi beberapa masalah internal, yaitu rendahnya kualitas sumberdaya manusia seperti kurang teram-pilnya sumberdaya manusia, kurangnya orientasi kewirausahaan, rendahnya pe-nguasaan teknologi dan manajemen, minimnya informasi, dan rendahnya orientasi pasar Dua dari permasalahan internal yang banyak dihadapi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yaitu orientasi pasar dan orientasi kewirausahaan ternyata

Page 5: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

100

juga menjadi perhatian besar dalam banyak penelitian dewasa ini.

Orientasi kewirausahaan adalah orientasi perusahaan yang memiliki prinsip pada upaya untuk mengidentifikasi dan mengeksploitasi kesempatan (Lump-kin dan Dess, 1996). Miller (1983) mendefinisikan orientasi kewirausahaan sebagai orientasi untuk menjadi yang pertama dalam hal inovasi di pasar, memiliki sikap untuk mengambil risiko, dan proaktif terhadap perubahan yang terjadi pasar. Miller dan Friesen (1983) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki orientasi kewirausahaan yang kuat akan memiliki kemampuan untuk melakukan inovasi lebih kuat dibanding-kan perusahaan lain. Lumpkin dan Dess (1996), menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki orientasi kewirausahaan yang kuat, akan lebih berani untuk mengambil risiko, dan tidak cuma bertahan pada strategi masa lalu. Pada lingkungan yang dinamis seperti saat ini, orientasi kewirausahaan jelas merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup perusahaan.

Orientasi pasar adalah orientasi perusahaan yang memiliki prinsip pada upaya untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen (Kohli dan Jaworski, 1993). Perusahaan yang memiliki orientasi pasar, memiliki dasar perbaikan yang lebih cepat, serta akan tercermin pada kesuksesan produk unggulan baru perusa-haan, profitabilitas, bagian pasar (market share), dan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan (Day 1994; Narver dan Slater, 1994; Narver dan Slater, 1998; Becherer dan Maurer, 1997; Baker dan Sinkula, 1999; Hult dan Ketchen, 2001; Baker dan Sinkula, 2009).

Hasil dari implementasi strategi yang berdasar pada orientasi pasar, memungkinkan perusahaan beradaptasi dengan sukses terhadap perubahan lingkungan. Orientasi pasar, secara signi-fikan merupakan faktor penting yang

memungkinkan perusahaan memahami pasar dan mengembangkan strategi produk dan jasa untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan kebutuhan pasar (Baker dan Sinkula, 2009). Dalam penelitian Kohli dan Jaworski (1990), ditemukan bahwa semakin besar orientasi pasar suatu organisasi, semakin besar pula kinerja keseluruhan. Narver dan Slater (1994) menemukan hubungan positif antara orientasi pasar dan profitabilitas bisnis (Day, 1994; Narver dan Slater, 1998).

Namun tidak demikian dengan orientasi kewirausahaan. Orientasi kewira-usahaan berkaitan lebih pada identifikasi dan eksploitasi kesempatan daripada memenuhi kebutuhan pelanggan, sehingga tidak diharapkan memiliki efek pada profitabilitas yang langsung seperti halnya orientasi pasar. Ketika efek orientasi kewirausahaan dan orientasi pasar dikem-bangkan dalam suatu model bersama-sama secara simultan, orientasi kewirausahaan tidak memiliki efek langsung terhadap profitabilitas perusahaan (Matsuno, Mentzer, dan Ozsomer, 2002). Narver dan Slater (1998) melakukan regresi secara simultan terhadap orientasi kewirausahaan (Covin dan Slevin’s 1989 scale) dan orientasi pasar (Narver dan Slater’s 1990 scale) terhadap ROI. Mereka menemukan efek yang signifikan dari orientasi pasar, tetapi tidak pada orientasi kewirausahaan. Hal ini bisa saja terjadi karena dampak orientasi kewirausahaan pada profitabilitas mungkin tidak secara langsung. Karena orientasi kewirausahaan adalah suatu konstruk yang overlapping dengan orien-tasi pasar, ada kemungkinan pengaruhnya pada profitabilitas dimediasi oleh konstruk lainnya, yaitu orientasi pasar.

Kondisi Unit Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan berbagai penelitian di atas memicu keingintahuan peneliti untuk mencoba menggabungkan orientasi pasar dan orientasi kewirausahaan dalam satu model. Orientasi pasar diharapkan berpengaruh langsung pada profitabilitas.

Page 6: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP…………………..………………...(Maria Pampa Kumalaningrum)

101

Sedangkan untuk variabel orientasi kewirausahaan diharapkan berpengaruh tidak langsung pada profitabilitas melalui efek orientasi pasar. MATERI DAN METODE PENELITIAN

Gambar 1 merupakan model utama dalam penelitian ini. Hipotesis penelitian mengacu pada model ini. Model ini berupaya menganalisis pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap profitabilitas dengan orientasi pasar sebagai variabel pemediasi. Model penelitian menggunakan profitabilitas sebagai pengukuran kinerja perusahaan.

Gambar 1 Pengaruh Orientasi Kewirausahaan Terhadap Profitabilitas Usaha Kecil dengan

Orientasi Pasar Sebagai Variabel Pemediasi

Secara singkat, orientasi pasar dan orientasi kewirausahaan memiliki domain yang overlapping, tetapi berbeda (Narver dan Slater, 1998). Orientasi kewirausahaan mencerminkan sejauhmana perusahaan mampu mengidentifikasi dan mengek-sploitasi kesempatan yang belum diman-faatkan. Orientasi pasar mencerminkan sejauhmana perusahaan membina kepuasan kebutuhan dan keinginan pelanggan sebagai suatu prinsip organisasi perusahaan.

Profitabilitas adalah ukuran luaran (outcome) keuangan. Pengukuran profita-bilitas menggunakan daftar pertanyaan yang dikembangkan oleh Baker dan Sinkula (2009). Ukuran profitabilitas terdiri tiga butir pertanyaan. Daftar pertanyaan berkaitan dengan perubahan penjualan, perubahan laba, dan perubahan laba margin (profit margin). Lumpkin dan Dess (1996) mendefinisikan orientasi kewirausahaan sebagai suatu metode, praktik, dan gaya pengambilan keputusan para manajer yang mengarah ke orientasi kewirausahaan. Hal ini mencakup proses eksperimen teknologi baru yang menjanji-

kan, keinginan untuk memperbesar kesem-patan pasar produk baru dan predisposisi untuk mengambil kesempatan berisiko. Perusahaan dengan orientasi kewirausa-haan yang kuat memiliki kemampuan mengubah ketidakpastian ling-kungan menjadi suatu manfaat bagi perusa-haan. Covin dan Slevin (1989) memandang kewirausahaan sebagai suatu eksploitasi kesempatan untuk memperbaharui dan memperbaiki perusahaan.

Orientasi kewirausahaan memiliki tiga dimensi (Lumpkin dan Dess, 1996), yaitu inovasi (innovativeness), proaktif (proactiveness), dan pengambilan risiko (risk taking) (Miller, 1983; Zahra dan Covin, 1995). Mengacu pada tiga dimensi kewirausahaan, Miller (1983) memberikan definisi pada orientasi kewirausahaan. Suatu perusahaan dikatakan memiliki suatu semangat orientasi kewirausahaan jika bisa menjadi yang pertama dalam melakukan inovasi produk baru di pasar, memiliki keberanian mengambil risiko, dan selalu proaktif terhadap perubahan tuntutan akan produk baru.

Orientasi 

kewirausahaan 

Probabilitas    Orientasi      

pasar

Page 7: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

102

Orientasi kewirausahaan yang menimbulkan inovasi adalah lebih dari adaptasi atau reaksi terhadap trend pasar. Inovasi yang terjadi karena orientasi kewirausahaan adalah inovasi yang ber-upaya untuk penyegaran, pembaharuan, dan redefinisi organisasi, pasar, dan industri (Covin dan Slevin, 1986 dalam Baker dan Sinkula, 2009). Melalui proses identifikasi kesempatan dengan tujuan penyegaran, pembaharuan, dan redefinisi konsep, maka produk baru yang radikal dilahirkan. Perusahaan dengan orientasi kewirausahaan yang kuat, diprediksikan akan mampu mengembangkan konsep produk baru yang menuju kepada kebutuhan pelanggan yang ada maupun pelanggan potensial.

Zahra dan Covin (1995) menyata-kan bahwa perusahaan dengan orientasi kewirausahaan dapat mencapai target pasar dan posisi pasar lebih dibandingkan para pesaing mereka. Perusahaan selalu mengamati perubahan pasar dan melakukan respon dengan dengan cepat terhadap perubahan tersebut. Kemampuan perusahaan untuk proaktif dan keberanian mengambil risiko, menjadikan perusahaan memiliki kemampuan untuk menciptakan produk inovatif mendahului pesaing mereka sehingga memiliki orientasi pasar yang kuat karena akan mampu untuk memuaskan pelanggan dan mengidenti-fikasi faktor-faktor yang mempengaruhi para pelanggan. H1: Orientasi kewirausahaan berpengaruh

terhadap orientasi pasar.

Perusahaan yang memiliki orientasi pasar yang kuat akan memiliki prioritas pembelajaran tentang (1) pelanggan (seperti, suka atau tidak suka, ketidak-puasan, persepsi, dan lainnya), (2) faktor yang mempengaruhi pelanggan (misalkan, persaingan, kecenderungan ekonomi, sosial budaya, dan lainnya), dan (3) faktor yang mempengaruhi kemampuan perusa-haan untuk mempengaruhi dan memuas-

kan pelanggan (misalkan teknologi, regulasi, dan lainnya) (Kohli dan Jaworski, 1990; Narver dan Slater, 1994)

Perusahaan yang berorientasi pada pasar memiliki ketrampilan untuk menilai kebutuhan konsumen, sehingga mungkin menjadi yang pertama menawarkan generasi baru produk dan jasa pada pasar (Day, 1994). Selain itu, perusahaan lebih mungkin membuat perluasan lini dan merek terhadap pasar target baru (Kohli dan Jaworski, 1990; Narver dan Slater, 1990; Gatignon dan Xuereb, 1997; Baker dan Sinkula, 1999). Riset empiris memberi dukungan atas perspektif ini.

Penelitian Kohli dan Jaworski (1990), menemukan bahwa semakin besar orientasi pasar suatu organisasi, semakin besar pula kinerja keseluruhan. Narver dan Slater (1990) menemukan hubungan positif antara orientasi pasar dan profitabilitas bisnis (Day, 1994; Narver dan Slater, 1998). Orientasi pasar, secara signifikan merupakan faktor penting untuk memungkinkan perusahaan memahami pasar dan mengembangkan strategi produk dan jasa untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan kebutuhan pasar.

Orientasi pasar yang kuat menuntut organisasi untuk fokus pada lingkungan yang berpengaruh pada kemampuan organisasi untuk meningkatkan kepuasan konsumen (Baker dan Sinkula, 1999). Strategi yang berorientasi pasar, memung-kinkan perusahaan beradaptasi dengan sukses terhadap perubahan lingkungan sehingga perusahaan dengan orientasi pasar yang kuat dapat merespon kekuatan lingkungan melalui proses belajar dan memunculkan inovasi serta perilaku reaktif terhadap pasar (Baker dan Sinkula, 1999).

Penelitian yang penting dan berpe-ngaruh pada perkembangan selanjutnya adalah penelitian Kohli dan Jaworski (1993) serta Narver dan Slater (1990). Aliran yang intensif dari riset empiris telah secara konsisten, tetapi tidak secara bulat,

Page 8: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP…………………..………………...(Maria Pampa Kumalaningrum)

103

melaporkan hubungan orientasi pasar dan profitabilitas, bahkan pada perusahaan kecil (Pelham dan Wilson 1996; Narver dan Slater, 1998; Baker dan Sinkula, 2009, 1999; Pelham 2000; Hult dan Ketchen 2001; Baker dan Sinkula, 2009).

Di samping bukti empiris tersebut, ada dukungan teoritis bagi hubungan antara orientasi pasar dan profitabilitas. Perusahaan dengan orientasi pasar yang kuat seharusnya mampu menghasilkan profit margin yang lebih tinggi daripada perusahaan dengan orientasi pasar yang lemah. Profit margin yang tinggi adalah hasil sinergi dari pemilihan pasar target, pengembangan produk, strategi harga, serta distribusi dan promosi, yang memungkinkan penyampaian produk dan jasa disesuaikan dengan kebutuhan pasar. H2: Orientasi pasar berpengaruh pada

profitabilitas.

Penelitian ini menggunakan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di DIY sebagai unit analisis. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dipilih karena diharapkan memiliki fleksibilitas dan daya respon pada peristiwa lingkungan. Eksploitasi atas kesempatan baru merupa-kan pendorong utama bagi pertumbuhan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Teknik atau prosedur pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Sampel penelitian diambil berdasarkan kriteria tertentu yaitu Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di DIY yang memiliki kriteria kekayaan bersih maksimal 200 juta; hasil penjualan tahunan maksimal satu milyar; milik warga negara Indonesia; berdiri sendiri; usaha perseorangan; usaha tidak berbadan hukum; usaha berbadan hukum; atau koperasi. Penelitian ini membutuhkan res-ponden UKM yang beragam untuk mengetahui kondisi orientasi pasar dan orientasi kewirausahaan UKM di DIY. Karakteristik responden sampel yang

terdiri dari pria dan wanita, serta memiliki keberagaman dalam hal jenis usaha, lama berdiri, serta jumlah pekerja, diharapkan dapat mencerminkan keberagaman UKM yang ada di DIY.

Dalam penelitian ini, kuesioner yang disebar sebanyak 130 yang kembali hanya 105. Dari 105 tersebut yang layak diguna-kan hanya 100. Jumlah ini sesuai dengan syarat ukuran sampel minimal untuk SEM yaitu 100-200 (Ferdinand, 2002: 51).

Untuk operasionalisasi variabel, orientasi pasar diukur dengan mengguna-kan skala MORTN (Deshpane dan Farley, 1998). Orientasi pasar diukur berdasarkan 11 pertanyaan yang berkaitan dengan komitmen perusahaan pada kepuasan konsumen. Contoh pertanyaan untuk variabel ini adalah mengenai tingkat keterbukaan perusahaan mengkomunikasi-kan kesuksesan dan kega-galan dalam usaha memuaskan konsumen.

Orientasi kewirausahaan diukur dengan menggunakan konseptualisasi Miler (1983) yang dikembangkan oleh Covin dan Slevin (1989). Orientasi kewirausahaan terdiri atas tiga dimensi, yaitu keinovasian (innovativeness), proaktif, dan pengambilan risiko. Diukur dengan delapan butir pertanyaan. Contoh pertanyaan variabel ini adalah mengenai tingkat penekanan perusahaan pada R&D, dan kepemimpinan dalam teknologi dan inovasi.

Profitabilitas adalah ukuran luaran (outcome) keuangan. Pengukuran profitabilitas menggunakan daftar perta-nyaan yang dikembangkan oleh Baker dan Sinkula (2009). Ukuran profitabilitas terdiri tiga butir pertanyaan. Daftar pertanyaan berkaitan dengan perubahan penjualan, perubahan laba, dan perubahan laba margin (profit margin). Contoh pertanyaan variabel ini adalah mengenai perubahan dalam profit perusahaan.

Page 9: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

104

HASIL PENELITIAN Uji validitas dilakukan dengan menggu-nakan korelasi antar skor masing-masing butir pertanyaan dengan skor total. Teknik yang digunakan adalah teknik korelasi Product Moment Pearson. Untuk proses perhitungan, peneliti menggunakan SPSS. Untuk menentukan valid tidaknya suatu variabel yang diuji, maka secara statistik hasil korelasi dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi dengan taraf signifikansi 1% atau 5%. Semua variabel penelitian valid pada signifikansi 0.05.

Uji validitas digunakan untuk meyakinkan apakah pengukuran memang mengukur apa yang seharusnya diukur. Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur bahwa instrumen benar-benar bebas dari kesalahan sehingga menghasilkan hasil yang konsisten sehingga dapat berlaku dengan baik pada kondisi yang berbeda-beda. (Cooper dan Emory, 1995:153). Pengujian reliabilitas metode konsistensi internal dengan teknik Cronbach’s alpha untuk uji reliabilitas.

Penelitian ini menggunakan meto-de konsistensi internal dengan teknik

Cronbach’s alpha untuk uji reliabilitas. Hasil uji reliabilitas ditunjukkan oleh koefisien alpha variabel yang diuji. Proses perhitungan uji reliabilitas menggunakn SPSS for Windows. Pada penelitian ini, alat pengukur (kuesioner) yang diperguna-kan untuk mengukur semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini semuanya dapat diandalkan atau reliable.

Untuk menghitung orientasi pasar digunakan 11 pertanyaan. Jawaban terendah dari sebelas item pertanyaan tersebut adalah 3, sedangkan jawaban tertinggi adalah 10. Nilai jawaban rata-rata pertanyaan adalah 6, 9891. Variabel orientasi kewirausahaan dihitung dengan 8 pertanyaan. Jawaban terendah dari 8 item tersebut adalah 2,13 sedangkan jawaban tertinggi 9, 25 dan nilai jawaban rata-rata 5, 9225. Variabel lain yaitu profitabilitas. Profitabilitas dihitung dengan 3 pertanyaan, dengan nilai terendah 3,3 dan nilai tertinggi 10, serta jawaban nilai rata-rata 7, 1833. Tabel 1 menunjukkan deskripsi data.

Tabel 1 Deskripsi Data

Minimum Maximum Mean Std. Deviation OP OK PROF

3.00 2.13 3.33

10.00 9.25 10.00

6.9891 5.9225 7.1833

1.23337 1.48262 1.55438

Untuk menguji kecocokan secara menyeluruh, peneliti menggunakan chi square ( 2 ), indek kecocokan (GFI), indek Tucker Lewis (TLI), indek

kecocokan yang dinormalkan (Adjusted GFI), dan chi square yang dinormalkan (Normed 2 ) seperti yang tampak dalam Tabel 2.

Tabel 2

Page 10: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP…………………..………………...(Maria Pampa Kumalaningrum)

105

Ringkasan Goodness-of Fit Pengukuran Goodness-of Fit

Hasil computer Kriteria diterima Keterangan

Absolute: 1. Chi-square ( 2 ) 2. Goodness-of Fit (GFI)

2 : 2,833 Signifikan level (p): 0,092 GFI: 0,983

p > 0.05, 2 kecil dan tidak signifikan GFI = 0.90 atau lebih

Model diterima Model diterima

Incremental: 1. Tucker Lewis Index (TLI) 2. Normed Fit Index (NFI) 3. Adjusted GFI (AGFI)

TLI: 0,873 NFI: 0,940 AGFI: 0,896

TLI = 0.90 atau lebih NFI = 0.90 atau lebih AGFI = 0.90 atau lebih

Marginal Model diterima Marginal

Parsimony: 1. Normed Chi square (CMIN/DF)

Normed 2: 2,833

Limit bawah: 1.0; Limit atas: 2.0, 3.0, atau 5.0.

Model diterima

Berdasarkan Tabel 2, dapat

disimpulkan bahwa chi-square = 2,833 dengan df. 1, dan p: 0.092 > 0.10. Hasil uji ini menunjukkan bahwa model tersebut acceptable fit (secara statistik mengin-dikasikan kecocokan yang baik) atau tidak terdapat beda yang signifikan antara data observasi dengan model penelitian yang diajukan oleh peneliti (Hair et al. (1995): 682). GFI menunjukkan derajat keco-cokan model secara keseluruhan. Ukuran ini merupakan ukuran nonstatistical. Nilai GFI berkisar dari 0 (poor fit) sampai dengan 1 (perfect fit). GFI model penelitian ini sebesar 0,983. Hal ini menunjukkan model penelitian dapat diterima karena kriteria model diterima adalah GFI = 0.90 atau lebih. Tucker Lewis Index (TLI), Normed Fit Index (NFI), dan Adjusted GFI (AGFI) menunjukkan perbandingan antara model penelitian dengan baseline model, yang disebut dengan null model. Null model adalah model yang diharapkan dapat diungguli oleh model penelitian yang diajukan. Indikator-indikator ini merupa-kan ukuran nonstatistical. Kriteria

penerimaan TLI adalah 0.90 atau lebih, NFI adalah 0.90 atau lebih, dan AGFI adalah 0.90 atau lebih. TLI dalam penelitian ini menunjukkan angka di atas kriteria penerimaan. NFI dan AGFI dalam model penelitian ini menunjukkan nilai di bawah kriteria penerimaan, tetapi masih dapat diterima secara marginal. Normed chi-square menunjukkan dua kriteria suatu model tidak dapat diterima. Kriteria pertama, model peneli-tian “overfitted,” ditunjukkan dengan nilai normed chi-square yang kurang dari 1.0. Kriteria kedua adalah model tidak betul-betul mencerminkan data yang diobser-vasi, ditunjukkan dengan nilai normed chi-square lebih besar dari 2.0 atau 3.0, atau batas yang lebih liberal yaitu 5.0. Indikator ini merupakan ukuran nonstatistical. Normed chi-square dalam penelitian ini menunjukkan nilai di dalam batas bawah dan batas atas penerimaan yaitu 2.833.

Dalam hasil analisis AMOS masih banyak angka-angka lain yang dapat menunjukkan dapat diterima atau tidaknya suatu model penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan beberapa

Page 11: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

106

indikator, seperti yang tertulis dalam Tabel 6, karena indikator-indikator di atas telah cukup mencerminkan bahwa model yang

digunakan dalam penelitian ini acceptable fit.

1.66

e1

PROF

1.98

e2

1.48

OK OP.57 .40

1

1

Gambar 2 Hasil Pengujian Hipótesis Penelitian

Pada gambar 2 terlihat hasil

pengujian hipotesis penelitian. Pengujian secara simultan pengaruh orientasi kewira-usahaan terhadap profitabilitas dengan

pemoderasi orientasi pasar, dilakukan dengan model persamaan struktural. Tabel 3 menunjukkan hasil pengujian hipotesis penelitian.

Tabel 3

Ringkasan Hasil Uji Hipotesis Variabel Penelitian

Exogenous Variables

Endogenous Variables

Beta CR Signifikan pada level

H1 Orientasi kewirausahaan

Orientasi pasar 0.574 5.569 0.002

H2 Orientasi pasar Profitabilitas 0.404 4.431 0.002 Uji dua arah, df. 14, : 0.10, t tabel: 1.761; : 0.05, t tabel: 2.145; : 0.01, t tabel: 2.977; dan : 0.002, t tabel: 3.787

PEMBAHASAN Pengaruh Orientasi Kewirausahaan Terhadap Orientasi Pasar

Pada penelitian ini, orientasi kewirausahaan berpengaruh positif terhadap orientasi pasar. yang menimbul-kan inovasi adalah lebih dari adaptasi atau reaksi terhadap trend pasar. Hal ini mendukung penelitian Covin dan Slevin (1986) serta Baker dan Sinkula (2009).

Inovasi yang terjadi karena orientasi kewirausahaan adalah inovasi yang berupaya untuk penyegaran, pembaharuan, dan redefinisi organisasi, pasar, dan industri. Melalui proses identifikasi kesempatan dengan tujuan penyegaran, pembaharuan, dan redefinisi konsep, maka produk baru yang radikal dilahirkan. Perusahaan dengan orientasi kewira-usahaan yang kuat, diprediksikan akan mampu mengembangkan konsep produk baru yang menuju kepada kebutuhan

Page 12: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP…………………..………………...(Maria Pampa Kumalaningrum)

107

pelanggan yang ada maupun pelanggan potensial.

Hasil penelitisn juga mendukung penelitian Zahra dan Covin (1995) yang menyatakan bahwa perusahaan dengan orientasi kewirausahaan dapat mencapai target pasar dan posisi pasar lebih dibandingkan para pesaing mereka. Perusahaan selalu mengamati perubahan pasar dan melakukan respon dengan dengan cepat terhadap perubahan tersebut. Kemampuan perusahaan untuk proaktif dan keberanian mengambil risiko, menjadikan perusahaan memiliki kemam-puan untuk menciptakan produk inovatif mendahului pesaing mereka sehingga memiliki orientasi pasar yang kuat karena akan mampu untuk memuaskan pelanggan dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi para pelanggan. Pengaruh Orientasi Pasar Terhadap Profitabilitas

Dalam penelitian ini, orientasi pasar berpengaruh positif terhadap profitabilitas. Hal ini mendukung penelitian Narver dan Slater (1994). Perusahaan yang memiliki orientasi pasar yang kuat akan memiliki prioritas pembelajaran tentang (1) pelanggan (seperti, suka atau tidak suka, ketidakpuasan, persepsi, dan lainnya), (2) faktor yang mempengaruhi pelanggan (misalkan, persaingan, kecenderungan ekonomi, sosial budaya, dan lainnya), dan (3) faktor yang mempengaruhi kemam-puan perusahaan untuk mempengaruhi dan memuaskan pelanggan (misalkan tekno-logi, regulasi, dan lainnya)

Perusahaan yang berorientasi pada pasar memiliki ketrampilan untuk menilai kebutuhan konsumen, sehingga mungkin menjadi yang pertama menawarkan generasi baru produk dan jasa pada pasar (Day, 1994). Selain itu, perusahaan lebih mungkin membuat perluasan lini dan merek terhadap pasar target baru (Kohli dan Jaworski, 1990; Narver dan Slater,

1990; Gatignon dan Xuereb, 1997; Baker dan Sinkula, 1999). Riset empiris memberi dukungan atas perspektif ini.

Hasil penelitian juga mendukung penelitian Kohli dan Jaworski (1990), yang menemukan bahwa semakin besar orientasi pasar suatu organisasi, semakin besar pula kinerja keseluruhan. Hal ini juga sama dengan hasil penelitian Narver dan Slater (1990) yang menemukan hubungan positif antara orientasi pasar dan profitabilitas bisnis Orientasi pasar, secara signifikan merupakan faktor penting untuk memungkinkan perusahaan memahami pasar dan mengembangkan strategi produk dan jasa untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan kebutuhan pasar.

Orientasi pasar yang kuat menuntut organisasi untuk fokus pada lingkungan yang berpengaruh pada kemampuan organisasi untuk meningkatkan kepuasan konsumen (Baker dan Sinkula, 1999). Strategi yang berorientasi pasar, memung-kinkan perusahaan beradaptasi dengan sukses terhadap perubahan lingkungan sehingga perusahaan dengan orientasi pasar yang kuat dapat merespon kekuatan lingkungan melalui proses belajar dan memunculkan inovasi serta perilaku reaktif terhadap pasar (Baker dan Sinkula, 1999).

Penelitian yang penting dan berpengaruh pada perkembangan selanjut-nya adalah penelitian Narver dan Slater (1990) dan Kohli dan Jaworski (1993). Aliran yang intensif dari riset empiris telah secara konsisten, tetapi tidak secara bulat, melaporkan hubungan orientasi pasar dan profitabilitas, bahkan pada perusahaan kecil (Pelham dan Wilson 1996; Narver dan Slater, 1998; Baker dan Sinkula, 1999; Pelham 2000; Hult dan Ketchen 2001; Baker dan Sinkula, 2009).

Hasil penelitian juga sesuai dengan teori yaitu antara orientasi pasar dan profitabilitas. Perusahaan dengan orientasi pasar yang kuat akan mampu meng-hasilkan profit margin yang lebih tinggi

Page 13: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

108

daripada perusahaan dengan orientasi pasar yang lemah. Profit margin yang tinggi adalah hasil sinergi dari pemilihan pasar target, pengembangan produk, strategi harga, serta distribusi dan promosi, yang memungkinkan penyampaian produk dan jasa disesuaikan dengan kebutuhan pasar. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orientasi kewirausahaan berpe-ngaruh secara positif pada orientasi pasar. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang berorientasi pada kewirausahaan memiliki ketrampilan untuk menilai kebutuhan konsumen, sehingga mungkin menjadi yang pertama menawarkan produk dan jasa pada pasar serta membuat perluasan lini dan merek terhadap pasar target baru.

Dari kesimpulan di atas, penelitian ini memberikan implikasi bahwa pimpinan perusahaan atau Usaha Kecil dan Menengah (UKM) perlu untuk lebih meningkatkan komitmennya terhadap penerapan orientasi kewirausahaan karena telah terbukti dalam penelitian empiris bahwa orientasi kewirausahaan berhubu-ngan dan berpengaruh positif terhadap orientasi pasar. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dengan orientasi kewirausahaan yang kuat, akan mengem-bangkan konsep produk baru yang menuju kepada kebutuhan pelanggan yang ada. Maka Usaha Kecil dan Menengah (UKM) perlu semakin menumbuhkan jiwa dan semangat kewirausahaan, sehingga selalu muncul semangat untuk mengembangkan produk-produk baru. Pada hasil penelitian ini juga ditunjukkan bahwa orientasi pasar berpengaruh positif dan signifikan terha-dap profitabilitas. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dengan orientasi pasar yang kuat ternyata mampu menghasilkan profit margin yang lebih tinggi daripada

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dengan orientasi pasar yang lemah. Profit margin yang lebih tinggi adalah hasil dari pemilihan pasar target, pengembangan produk, strategi harga, serta distribusi dan promosi, yang mengakibatkan penyam-paian produk dan jasa bisa sesuai dengan kebutuhan pasar.

Hal ini menimbulkan implikasi perlunya penumbuhan kesadaran yang lebih besar mengenai pentingnya orientasi pada pasar. Perusahaan-perusahaan yang memili-ki kesadaran akan perlunya bisnis berorien-tasi pada pasar akan mengem-bangkan tindakan-tindakan untuk semakin ber-fokus pada kebutuhan pelanggan, sehingga dapat meningkatkan profita-bilitas. Saran

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Keterbatasan pertama, sam-pel penelitian hanyalah Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang ada di wilayah Yogyakarta. Keterbatasan peneliti menye-babkan lingkup penelitian hanya terbatas. Keterbatasan kedua, pengukuran penelitian sepenuhnya berdasarkan pada pengukuran subyektif yaitu menggunakan persepsi para pemilik dan pengambil keputusan dalam perusahaan. Hal ini disebabkan data obyektif belumlah tersedia. Meskipun dalam banyak penelitian, peng-ukuran secara subyektif secara metodo-logis dapat dibenarkan, tetapi tetap saja dapat menimbulkan bias. Berdasarkan keterbatasan peneli-tian, maka peneliti memberikan beberapa saran. Pertama, mengembangkan peneli-tian dengan membagi sampel berdasarkan karakteritik Usaha Kecil dan Menengah (UKM), sehingga bisa dipetakan dalam jenis perusahaan apa, orientasi kewira-usahaan bepengaruh terhadap profitabilitas dengan orientasi pasar sebagai variabel pemoderat. Saran kedua, mereplikasi penelitian dengan sampel yang lebih luas baik secara geografis, demografis, maupun

Page 14: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP…………………..………………...(Maria Pampa Kumalaningrum)

109

cakupan industrinya. Ini dilakukan agar generalisasi hubungan antara orientasi kewirausahaan, orientasi pasar, dan profitabilitas dapat lebih tercapai DAFTAR REFERENSI Anderson, J. C. 1987. “An Approach for

Confirmatory Measurement and Structural Equation Modelling of Organizational Properties”. Management Science, 33, 525-541.

Baker, W. E., and J. M. Sinkula. 2009.

“The Complementary Effects of Market Orientation and Entrepre-neurial Orientation on Profitability in Small Business”. Journal of Small Business Management, 47 (4), 443-464.

Baker, W. E., and J. M. Sinkula. 1999.

“The Synergistic Effect of Market Orientation and Learning Orientation on Organizational Performance”. Journal of the Academy of Mar-keting Science 27, 411-427.

Baron, R. M., and D. A. Kenny. 1986.

“The Moderator-Mediator Variable Distinction in Social Psychological Research: Conceptual, Strategic, and Statistical Consideration”. Journal of Personal and Social Psychology, 51, 1173-1182.

Becherer, R.C., and J.G. Maurer. 1997.

“The Moderating Effect of Environmental Variables on the Entrepreneurial and Market Orien-tation of Entrepreneur-Led Firms”. Entrepreneurship: Theory and Prac-tice, 22, 47-58.

Cooper, D. R. and Emory, C.W. 1991.

Business Research Methods, Fifth

Edition, Chicago: Ricard D. Irwin, Inc.

Day. 1994. “The Capabilities of Market-

Driven Organizations”. Journal of Marketing, 58 (4), 37-52.

Deshpane, R., and J. Farley. 1998.

“Measuring Market Orientation: Generalization and Synthesis,” Journal of Market Focused Mana-gement, 2, 213-232.

Drucker, P. 2002. “This Discipline of

Innovation”. Harvard Business Review, Agust, 95-102.

Gatignon, H., and J.M. Xuereb, 1997.

“Strategic Orientation of the Firm and New Product Performance”. Journal of Marketing Research, 34, 77-90.

Ghozali, Imam. 2005. “Konsep & Aplikasi

dengan Program Amos 16” UNDIP, Semarang.

Han, J.K., N. Kim and R.K. Srivastava.

1998. “Market Orientation and Organizational Performance: is Inno-vation the Missing Link?”. Journal of Marketing,62 (4), 30-45.

Hair, J. F., Jr., Rolph, E. A., Ronald, L. T.,

dan William, G. B. 1995. Multiva-riate Data Analysis with Reading, Ed. 4, New jersey: Prentice Hall International, Inc.

Henard, D.H. and D.M. Szymanski. 2001.

“Why Some New Products Are More Successful Than Others”. Journal of Marketing Research, 37, 362-375.

Hult, G.T. and D.J. Ketchen. 2001. “Does

Market Orientation Matter?: A Test of The Relationship Between

Page 15: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

110

Positional Advantage and Perfor-mance”. Strategic Management Journal, 26, 899-906.

Hurley, Robert Hult, G Thomas M. Hult.

1998.“Innovation, Market Orienta-tion and Organizational Learning: An Integration and Empirical Examination,” Journal of Marketing, p.42-54.

Kohli, A.K. and Jaworski, B.J. 1993.

“Market Orientation: Antecedents and Consequences”. Journal of Marketing, 57 (3), 53-70.

Kohli, A. L., and B.J. Jaworski. 1990.

“Market Orientation: The Construct, Research propositions, and Mana-gerial Implications”. Journal of Marketing, 54(2), 1-18.

Kohli, A. K., B. J. Jaworski, and A.

Kumar. 1993. “MARKOR: A Measure of Orientasi pasar”. Journal of Marketing Research, 30, 467-477.

Koncuro, Mudrajad. 2006. Strategi:

Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif, Jakarta: Erlangga.

Lee, J and Miller, D. 1996. “Strategy,

Environment, and Performance in Two Technological Context: Contingency Theory in Korea”. Organization Studies, Vol. 17, No.5, p.729-750.

Lukas, Bryan A., O.C. Ferrel. 2000. “The

Effect of Market Orientation on Product Innovation”. Journal of Marketing Science, p 239-247.

Lumpkin, G. T., and G. G. Dess. 1996.

“Claryfying the Entrepreneurial Orientation Construct and Linking it to Performance”. Academy of Management Review, 21, 135-172.

Matsuno, K., J. T. Mentzer, and A.

Ozsomer. 2002. “The Effects of Entrepreneurial Proclivity and Mar-ket Orientation on Business Performance”. Journal of Marketing, 66 (3) 18-33.

McKee, D.O., P.R. Varadarian and W,M.

Pride. 1989. “Strategic Adaptability and Firm Performance: A Market: Contingent Perspective”. Journal of Marketing, 53 (3), 21-35.

Mengue, N. and S. Auh. 2006. “Creating a

Firm-Level Dynamic Capability Through Capitalizing on Market Orientation and Innovativeness”. Journal of The Academy of Marketing Science, 24, 63-73.

Miller, D. 1983, “The Correlated of

Entrepreneurship in Three Types of Firms,” Management Science, 29, p.770-791.

Miller D and P.H. Friensen. 1983.

“Strategy-Making and Environment: The Third Link”. Strategic Manage-ment Journal, 4 (3), p.221-235.

Narver, John and Stanley, F Slater. 1990.

“The Effect of Market Orientation on Business Profitability”. Journal of Marketing, p 20-35.

Narver, John and Slater, F Slater. 1994.

“Does Competitive Environment Moderate the Orientasi pasar Performance Relationship”. Journal of Marketing, p.4655.

Narver, John and Slater, F Stanley. 1998.

“Customer-led and Market-Oriented: Let’s Not Confuse The Two”. Strategic Management Journal, p1 001-1 006.

Page 16: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP…………………..………………...(Maria Pampa Kumalaningrum)

111

Pelham, Alfred M. 1997. “Mediating Influences on the Relationship between Orientasi pasar and Profitability in Small Industrial Firms”. Journal of Marketing Theory and Practice, 5, 55-57.

Pelham, Alfred M. 2000. “Orientasi pasar

and Other Potential Influences on Performance in Small and Medium-Sized Manufacturing Firms”. Journal of Small Business Management, 38, 48-67.

Pelham, Alfred M., and D.T. Wilson.

1996. “Longitudinal Study of The Impact of Market Structure, Stra-tegy, and Orientasi pasar Culture on Dimensions of Small Firm Perform-ance”. Journal of Marketing Science, 24, 27-43.

Sekaran U. 1992. Researcah Methods for

Business: A Skill Building Ap-proach, Second Edition, New York: John Willey & Sons, Inc.

Stata, Ray. 1989. “Organizational

Learning: The Key to Management

Innovation”. Sloan Management Review, p.63-74.

William E. B dan James M. S. 2009. ‘The

Complementary Effects of Orientasi pasar and Entrepreneurial Orien-tation and Profitability in Small Business”. Journal of Small Busi-ness Management, 47, 4, 443-464.

Wiklund, Johan. 1998. “The Sustainability

of The Entrepreneurial Orientation-Performance Relationship”. Entre-preneurship-Theory and Practice, p.37-48.

Zahra, S. And J.G. Covin. 1995.

“Contextual Influences on The Corporate Entrepreneurship-Perfor-mance: A Longitudinal Analysis”. Journal of Business Venturing, 10(1), p.43-58.

Zahra, S. And J.G. Covin. 1995.

“Contextual Influences on The Corporate Entrepreneurship Per-formance: A Longitudinal Analysi”. Journal of Business Venturing, 10(1), p.43-58.

LAMPIRAN HASIL UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS

Tabel 1 Hasil Uji Validitas Variabel Profitabilitas

Butir Pertanyaan Profitabilitas 1. Tingkat peningkatan pendapatan penjualan. 2. Tingkat peningkatan profit. 3. Tingkat peningkatan profit marjin.

0.747** 0.719** 0.761**

Tabel 2 Hasil Uji Validitas Variabel Orientasi pasar

Page 17: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

112

Butir Pertanyaan Orientasi

pasar 1. Tingkat monitoring konsumen 2. Keterbukaan mengkomunikasikan kesuksesan 3. Keterbukaan mengkomunikasikan kegagalan 4. Srategi mencapai keunggulan kompetitif 5. Berfokus pada konsumen 6. Konsumen melakukan penilaian terhadap produk dan jasa 7. Tujuan bisnis adalah kepuasan konsumen 8. Pengukuran kepuasan konsumen 9. Standar (cara) pelayanan terhadap konsumen 10. Bisnis dilakukan untuk melayani konsumen 11. Penyebaran data kepuasan konsumen

0.518** 0.562** 0.427** 0.611** 0.358** 0.630** 0.436** 0.618** 0.551** 0.368** 0.622**

Keterangan: **signifikan pada p<0.01. *signifikan pada p<0.05.

Tabel 3 Hasil Uji Validitas Variabel Orientasi kewirausahaan

Butir Pertanyaan Orientasi

kewirausahaan 1. Penekanan pada R&D, kepemimpinan dalam teknologi dan inovasi. 2. Keberanian perusahaan mengambil sikap agresif 3. Penekanan pada proyek berisiko tinggi 4. Penerimaan perusahaan terhadap perilaku variatif 5. Perubahan pada lini produk dan jasa perusahaan 6. Kemampuan mendahului pesaing 7. Kemampuan menjadi bisnis yang pertama di pasar 8. Sikap perusahaan saat menghadapi persaingan

0.753** 0.705** 0.667** 0.538** 0.569** 0.643** 0.348** 0.259**

Tabel 4

Hasil Uji Reliabilitas

No Variabel Koefisien Alpha 1 Orientasi pasar 0.736 2 Orientasi kewirausahaan 0.700 3 Profitabilitas 0.545

Page 18: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN DAN KINERJA KEUANGAN ………………………...........………………...(Perminas Pangeran)

 

113

ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN DAN KINERJA KEUANGAN PENGEMBANGAN PRODUK BARU USAHA

MIKRO DAN KECIL

Perminas Pangeran Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana

Jl. Dr. Wahidin Sudiro Husodo 5-25, Yogyakarta, 55224 e-mail: [email protected]

ABSTRACT

Thepurpose of this study is to examine the effect of entrepreneurial orientation on performance in new product development. Drawing upon a sample of 129micro and smallsized firms, multiple regression was used for testing three hypotheses. The results reveal that risk takingand proactiveness influence performance in new product development, while innovativeness show no such effect.

Keywords: Innovativeness, Risk taking, Proactiveness,New Product

PENDAHULUAN

Peran Usaha Mikro dan Kecil

memiliki kontribusi besar terhadap ekonomi dan pembangunan Indonesia. Sektor ini telah terbukti tangguh, ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1998, hanya sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang bertahan dari kekeruntuhan ekonomi. UMKN memiliki peran strategis mengge-rakkan kegiatan ekonomi masyarakat dan menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya. Namun demikian UMKM tidak terlepas dari berbagai tantangan persaingan pasar yang semakin begitu ketat dan ancaman ekonomi global, seperti krisis global 2008-2009. Walaupun kita telah belajar dari pengalaman krisis sebelumnya bahwa UMKM tahan krisis, namun tetap saja harus ada kewaspadaan akan dampak persaingan dan krisis global terhadap sektor

UMKM. Oleh karena itu, salah satu strategi untuk tetap bertahan adalah pengembangan produk berkinerja tinggi.

Pengembangan produk berkinerja tinggi suatu perusahaan bergantung pada beberapa kapabilitas. Salah satu kapabilitasyang banyak mendapat perhatian penelitian adalah orientasi kewirausahaan. Orientasi kewirausahaan (entrepreneurial orientation) telah diakui sebagai determinan utama kinerja perusahaan (Covin dan Slevin, 1991; Lumskin dan Dess, 1999). Untuk itu, penelitian ini juga berusaha membahas bagaimana kapabilitas ini berkaitan dengan kinerja keuangan pengembangan produk baru. Kinerja keuangan pengembangan produk baru ini berkaitan dengan sejauhmana suatu produk baru dipersepsikan memenuhi pangsa pasar, target penjualan, dan sesuai penggunaan pelang-gan, pertumbuhan penjualan, dan penca-paian profit. Sementara itu, orientasi kewirausahaan mencerminkan sejauhmana

Page 19: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

  

114

perusahaan cenderung untuk melakukan inovasi, mengambil risiko, dan proaktif (Frishammar dan Horte, 2007).

Dalam literatur yang ada kapabilitas kewirausahaan ini dijelaskan sebagai karakteritisk level unit atau perusahaan. Kapabilitas adalah kebiasaan sehari hari yang komplek secara sosial yang menentukan efisiensi perusahaan dalam mentransformasikan input menjadi output (Frishammar dan Horte, 2007). Teece dan Pisano (1994) menjelaskan bahwa kewira-usahaan adalah kapabiltas yang dinamis karena memiliki sub kompetensi atau kapabilitas yang memungkinkan perusa-haan untuk menciptakan proses dan produk baru dan merespon lingkungan bisnis yang berubah. Pernyataan ini didukung oleh Frishammar dan Horte (2007) yang menyatakan bahwa orientasi kewirausahaan menciptakan ketrampilan yang komplek, tak berwujud, tak diucapkan, yang memung-kinkan perusahaan menghasilkan gagasan baru untuk penciptaan produk baru.

Beberapa penelitian telah mendoku-mentasikan bahwa orientasi kewirausahaan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Davis et al., (2010) membuktikan bahwa para manajer dengan toleransi risiko tinggi, memiliki inovasi, dan tingkat keproaktifan yang tinggi berpengaruh positif terhadapa kinerja perusahaan. Frank,et al. (2010) juga menemukan ada hubungan positif antara orientasi kewira-usahaan dan kinerja bisnis pada kondisi lingkungan yang dinamis dan akses terhadap model tinggi. Hasil penelitian Su, et al. (2011) membuktikan bahwa orientasi kewirausahaan berpengaruh positif terhadap kinerja pada kondisi perusahaan mantap. Selain itu penelitian menemukan berhubungan antara orientasi kewirausahaan dan kinerja berbentuk huruf U terbalik. Sementara itu, hasil penelitian Frishammar dan Horte (2007) membuk-tikan bahwa dimensi keinovasian berpenga-ruh positif terhadap kinerja pengembangan produk baru, sedangkan keproaktifan dan

pengambilan risiko tidak berpengaruh terhadap kinerja pengembangan produk baru.

Penelitian ini memiliki kontribusi pada beberapa hal. Pertama, penelitian memberi penekanan pada dimensi orientasi kewirausahaan, yaitu keinovasian, pengam-bilan risiko, dan keproaktifan, pada kinerja pengembangan produk baru. Hanya sedikit studi empiris yang membahas tentang dimensi ini secara terpisah. Peneliti membahas dimensi orientasi kewirausahaan yang terpisah karena perusahaan tidak harus menunjukkan level tinggi atau rendah dalam tiga dimensi secara simultan pada suatu waktu tertentu. Kontribusi kedua, penelitian ini secara khusus memfokus pada usaha mikro dan kecil sesuai definisi Badan Pusat Statistik. Kajian demikian ini belum banyak dilakukan sebelumnya sepengetahuan penulis. Penelitian yang dilakukan oleh Tzokas et al. (2001) mengindikasikan bahwa orientasi kewira-usahaan adalah faktor penting bagi kinerja perusahaan kecil. Aspek kewirausahaan dapat berperan dalam menghadapi tantangan yang dihadapi Usaha Mikro dan Kecil, yaitu bagaimana Usaha Mikro dan Kecil dapat bertindak inovatif, proaktif, dan berani mengambil risiko.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap kinerja keuangan pengembangan produk baru. Dalam hal ini, penelitian ini memfokus pada usaha mikro dan kecil. Tulisan ini mulai dengan menelaah peneliti-an sebelumnya atas orientasi kewirausahaan dan menghubungkannya pada kinerja keuangan pengembangan produk baru. Hasil sintesis membentuk dan menghasil-kan hipotesis. Berikutnya uraian tentang pendekatan dan metodologi penelitian yang digunakan. Temuan penelitian kemudian disajikan, diikuti dengan diskusi temuan ini. Tulisan ini menyimpulkan dan menyaji-kan implikasi kebijakan baik untuk pengembangan ilmu maupun praktisi.

Page 20: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN DAN KINERJA KEUANGAN ………………………...........………………...(Perminas Pangeran)

 

115

KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Hunt (2000) dan Frishammar dan Horte (2007) menyatakan bahwa organisasi tidak dapat mengetahui alternatif produk apa yang pelanggan sukai sehingga organisasi menghadapi ketidakpastian. Dalam hal ini perusahaan atau organisasi perlu inovatif, proaktif, dan mengambil risiko. Hal ini berarti organisasi perlu bertindak dengan berorientasi pada kewirausahaan.

Konseptualisasi orientasi kewirausa-haan didasarkan pada karya Covin dan Slevin (1989) dan Miller (1983). Atas dasar itu, Frishammar dan Horte (2007) menyarankan orientasi kewirausahaan terdiri dari tiga dimensi: keinovasian, pengambilan risiko, dan proaktif. Frishammar dan Horte (2007) memandang orientasi kewirausahaan ini sebagai dimensi yang terpisah karena perusahaan tidak perlu menunjukkan level tinggi atau rendah dalam tiga dimensi secara simultan pada suatu waktu tertentu. Dengan demikian, tiga dimensi akan muncul pada kombinasi yang berbeda. Secara keseluruhan, orientasi kewirausahaan mengacu kepada proses, praktik, dan aktivitas pembuatan keputusan yang mengarah kepada pendatang baru (new entry), sebagai contoh melalui penciptaan produk atau jasa baru (Lumpkin dan Dess,1996).

Dimensi pertama dari orientasi kewirausahaan adalah keinovasian. Keino-vasian mengacu kepada kecenderungan perusahaan ikut serta dan mendukung gagasan baru, kebaruan (novelty), eksperimentasi, dan proses kreatif yang menghasilkan proses teknologi, jasa, dan produk baru (Lumpkin dan Dess,1996; Tan, 1996). Keinovasian menunjukkan keingin-an perusahaan untuk meninggalkan teknologi dan praktik yang ada. Oleh karenanya, keinovasian mirip dengan suatu iklim, budaya atau orientasi bukan hasil. Menurut Lumpkin dan Dess (1996)

keinovasian terjadi sepanjang suatu kontinum, contoh dari mencoba lini produk baru atau mengadakan percobaan produk baru, mencoba menguasuai suatu teknologi terbaru. Nelson dan Winter (1992) berargumen bahwa beberapa perusahaan mendapat banyak manfaat dari imitasi daripada inovasi. Dess dan Lumpkin (2005) lebih lanjut menyarankan bahwa keinovasian akan mengarah kepada suatu perangkap biaya, karena pengeluaran pada pengembangan produk baru dapat menjadi pemborosan sumberdaya jika upaya ini tidak berhasil. Hasil penelitian Frishammar dan Horte (2007) menunjukkan bahwa keinovasian berpengaruh positif pada kinerja pengembangan produk baru.

Keinovasian menyiratkan suatu keinginan untuk meninggalkan praktik yang ada dalam suatu perusahaan (Ozsomer et al. 1997). Untuk mengeksplorasi gagasan baru dan ikut serta dalam percobaan adalah ciri utama pengembangan produk baru yang sukses (Robinson dan Stern, 1997). Dalam aliran yang sama, Cooper el al. (2004) menyarankan bahwa suatu budaya yang membantu perkembangan proses kreatif adalah penting bagi kinerja pengembangan produk baru. Disarankan lebih lanjut bahwa keinovasian harus memperhitungkan keu-nikan suatu produk, dengan demikian memungkinkan penciptaan suatu produk yang berbeda dari alternatif saingannya yang dinilai oleh pelanggan. Penelitian Cooper (1993) menunjukkan bahwa tidak adanya keinovasian merupakan penjelasan penting mengapa gagalnya suatu produk baru. Oleh karena itu hipotesis kedua adalah H1: Keinovasian berpengaruh positif

terhadap kinerja pengembangan produk baru. Komponen kedua orientasi kewirausa-

haan adalah pengambilan risiko (risk taking). Pengambilan risiko didefinisikan sebagai sejauhmana para manajer berkeinginan membuat komitmen atas sumberdaya yang berisiko dan besar tetapi mereka memiliki

Page 21: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

  

116

peluang besar gagal(Miller dan Friesen, 1978). Sama seperti keinovasian, pengambilan risiko terjadi sepanjang kontinum yang berkisar dari risiko yang relatif aman sampai risiko yang sangat tinggi (misalnya meluncurkan produk baru di pasar baru) (Lumpkin dan Dess,1996).

Walaupun banyak risiko dapat membahayakan kinerja pengembangan produk baru, risiko itu sendiri tak dapat dihindari karena kesuksesan suatu pengembangan produk baru tidak dapat diketahui sebelumnya. Contoh, perusahaan seringkali menggunakan sumberdaya pada proyek pengembangan ketika kesempatan ditangkap oleh pasar, meskipun kadang tanpa pengetahuan tentang apakah proyek pengembangan ini akan menghasilkan. Pengambilan risiko meliputi perangkap dan bahaya, tetapi perusahaan harus sering bertindak tanpa mengetahui apakah tindakan mereka akan menghasilkan (Dess dan Lumpkin, 1996). Prototipe mungkin gagal pada pabrik dan desain baru mungkin gagal di pasar tetapi jika tidak ada risiko yang diambil, tidak pernah ada produk baru yang akan dihasilkan dan diluncurkan (Frishammar dan Horte,2007). Dengan demikian dapat dihipotesiskan H2: Pengambilan risiko

berpengaruhpositif terhadap kinerja pengemba-ngan produk baru. Komponen terakhir dari orientasi

kewirausahaan adalah proaktif. Proaktif berkaitan dengan melihat ke depan (foward looking) dan upaya menjadi penggerak pertama. Tujuannya untuk memperoleh keunggulan untuk membentuk lingkungan dengan memperkenalkan produk baru dalam persaingan yang akan datang (Lyon, Dess dan Lumpkin, 2000). Menurut Lumpkin dan Dess (1996), proaktif adalah penting karena menyiratkan pendirian untuk melihat kedepan (foward looking) yang disertai dengan aktivitas yang inovatif atau spekulasi baru. Menurut Lumkin dan Dess, lawan konseptual proaktif adalah kepasifan

(ketidakmampuan meraih kesempatan). Perusahaan yang proaktif adalah

leader bukan follower, karena perusahaan memiliki kemauan dan tinjauan ke masa depan untuk meraih kesempatan baru (Lumpkin dan Dess, 1996).Lebih lanjut, perusahaan yang proaktif sering merupakan perusahaan yang mengajukan produk baru dan seringkali memperkenal produk baru lebih dulu atau mendahului pesaingnya (Miller, 1983; Venkatraman, 1989; Dess dan Lumpkin, 2005). Dalam hal ini, keunggulan kompetitif perusahaan tergan-tung pada kecepatan mereka memasuki pasar dan kemampuan mereka memenuhi kebutuhan pelanggan (Li et al, 2008). Walaupun kenyataan bahwa pelanggan perusahaan yang memperkenalkan produk baru dapat enggan beradaptasi dengan cara melakukan hal-hal baru (Miller, 1983), proaktif seharusnya berdampak positif terhadap kinerja pengembangan produk baru. Alasannya, pertama, keproaktifan memilikikeunggulan sebagai penggerak pertama (Lieberman dan Montgomery, 1988) yang memungkinkan laba tinggi atas produk baru ketika kondisi tidak adanya persaingan. Kedua, proaktif menyiratkan peningkatan kecepatan pengembangan produk baru. Kecepatan demikian ini meruapakan syarat penting bagi pengem-bangan produk baru. Terakhir, kepasifan merupakan suatu ketidakmampuan perusa-haan untuk meraih kesempatan. Hal ini benar-benar tidak diinginkan jika kinerja pengembangan produk baru menjadi tujuan perusahaan(Frishammar dan Horte, 2007). Oleh karena itu hipotesis sebagai berikut: H3: Keproaktifan berpengaruh positif

terhadap kinerja pengembangan produk baru

METODE PENELITIAN

Sampel dalam penelitian terdiri dari usaha mikro dan kecil (UMK), khususnyaindustri kerajinan yang berada Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Penentuan

Page 22: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN DAN KINERJA KEUANGAN ………………………...........………………...(Perminas Pangeran)

 

117

sampel menggunakan metoda purposive sampling. Sampel ditentukan berdasarkan beberapa kriteria. Pertama, perusahaan atau usaha kerajinan yang mencakup produk kerajinan kulit, perak, keramik, gerabah, rotan, dan mebel. Kedua, usaha kecil dan menengah mendasarkan pada pengertian dari BPS: usaha mikro dengan jumlah pekerja kurang dari 5 orang dan usaha kecil dengan jumlah pekerjakurang dari 20 orang.

Penelitian menggunakan kuesioner yang diberikan kepada usaha mikro dan kecil pada industri kerajinanyang berada di Kabupaten Bantul. Jumlah responden yang dapat digunakan dalam penelitian sebanyak 129responden. Karakteristik demografi responden mendasarkan pada gender, usia, status perkawinan, tingkat pendidikan, jumlah karyawan, dan terget pasar. Tabel 1 menjelaskan frekuensi dan prosentase responden berdasarkan karakteristik demografi.

Tabel 1

Karakteristik Responden

No Karekteristik Unsur Frekuensi Prosentase 1 Gender

Laki-laki Perempuan

52 77

40 60

2 Usia

< 30 30 -40 >40 -50 >50

24 48 45 12

18,6 37,2 34,9 9,3

3 Status Perkawinan

Nikah Belum Nikah

113 16

87,6 12,4

4

Tingkat Pendidikan

Tidak Sekolah SD/SR SMP/sederajat SMA/sederajat Diploma Sarjana

2 2 7

76 15 27

1,6 1,6 5,4

58,9 11,6 20,9

5 Jumlah Karyawan

< 5 Orang 5 - 19 Orang

71 58

55 45

6 Target Pasar Dalam Negeri Luar Negeri

128 1

99 1

Dari aspek usia responden tampak

bahwa mayoritas pengusaha berada pada usia antara 30 - 40. Selanjutnya, terbesar kedua pada kelompok usia > 40 – 50. Sementara itu, pada kelompok usia mudah sebesar 24 persen, yang menunjukkan secara tidak langsung prospek di industri ini semakin menarik bagianak muda. Ditinjau dari aspek gender dan status perkawinan, mayoritas responden wanita dan mayoritas sudah berkeluarga.

Ditinjau dari aspek sumberdaya

manusia, mayoritas responden berpendidi-kan Sekolah Menengah Atas. Hal ini mengindikasikan cukup lumayannya kualitas sumberdaya usaha industri ini. Semakin tingginya pendidikan pengusaha akan mempengaruhi kemampuan seorang dalam melakukan pengelolaan usahanya. Selain itu, ditinjau dari karakteristik jumlah karyawan mayoritas adalah usaha mikro (55%) dan usaha kecil (45%). Selanjutnya target pasar sebagian besar (99%) diarah kepada pasar dalam negeri.

Page 23: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

  

118

Variabel penelitian ini terdiri dari variabel dependen dan independen. Variabel dependen adalah kinerja keungan pengembangan produk baru. Variabel independen meliputi variabel orientasi kewirausahaan, keinovasian, pengambilan risiko, dan keproaktifan. Variabel dipilih berdasarkan penelitian sebelumnya (Atuahene-Gima and Ko,200; Covin dan Slevin, 1999; Frishammar dan Horte, 2007) dan dimodifikasi sesuai dengan tujuan penelitian ini. Pengukuran variabel mengggunakan kuesioner dengan skala likert lima dan tujuh. Semua item item dirata-ratakan untuk memperoleh skor variabel.

Orientasi Kewirausahaan (Entrepreneu-rial Orientation).

Orietansi kewirausahaan mencakup keinovasian (innovativeness), pengambil risiko (risk taking), dan keproaktifan (proactiveness). Penelitian ini mengguna-kan instrumen yang digunakan oleh Covin and Slevin(1999), dan Frishammar dan Horte (2007). Beberapa studi sebelumnya telah menggunakan skala ini dengan hasil yang memuaskan. Keinovasian (innovati-veness), pengambil risiko (risk taking), dan keproaktifan (proactiveness). Pertama, keinovasian teridiri dari tiga butir pernyataan. Item pernyataan ini mencakup penekanan pada inovasi, keunngulan teknologi, riset dan pengembangan produk baru; produk baru yang ditawarkan selama lima tehun terakhir; perubahan dramatis pada produk. Kedua, pengambilan risiko terdiri dari tiga butir pernyataan. Item pernyataan ini mencakup kecenderungan pada proyek berisiko dan laba tinggi, sikap terhadap risiko, tindakan berisiko. Ketiga, keproaktifan terdiri dari 3 butir pernyataan. Item pernyataan mencakup tindakan mendahului pesaing, menjadi pertama dalam meluncurkan produk, berusaha menghadapi pesaing. Setiap butir pernyataan diberi skala tipe likert dengan tujuh poin, 1 sampai 7 (1=

menunjukkan orientasi kewirausahaan yang sangat rendah, sedangkan 7= menunjukkan orientasi kewirausahaan yang sangat tinggi).

Kinerja Keuangan Pengembangan Produk Baru.

Kinerja Keuangan pengembangan produk baru diukur pada level perusahaan dengan menggunakan instrumen yang digunakan oleh Atuahene-Gima and Ko (2001) dan Frishammar dan Horte (2007). Alasan pengukuran dilakukan pada level perusahaan. Pertama, karena perusahaan yang diteliti adalah kecil maka tidak ada alasan untuk meyakini adanya perbedaan yang signifikan pada kinerja pengembangan produk baru diantara unit-unit yang ada dalam perusahaan. Kedua, variasi kinerja proyek produk baru pada perusahaan kecil lebih kecil dibandingkan perusahaan besar. Terakhir, kesulitan dalam menentukan proyek yang dianggap representatif bagi perusahaan secara menyeluruh. Kinerja keuangan pengembangan produk baru terdiri dari 4 butir pernyataan. Item pernyataan mencakuppangsa pasar, pertumbuhan penjualan, profit perusa-haan, dan keuntungan atas aset.Setiap item pertanyaan diberi skala tipe likert dengan lima poin, 1 sampai 5 (1= Sangat tidak setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 = Agak Setuju, 4 = Setuju, dan 5 = Sangat Setuju).

Alat Pengukuran Variabel

Uji reliabilitas dan validitas dari item pertanyaan telah dilakukan. Untuk menilai reliabilitas, uji statistik alpha Cronbach digunakan untuk menentukan tingkat konsistensi diantara butir pernyataan pada masing masing faktor atau konstruk. Suatu konstruk dikatakan cukup reliabel jika memberi nilai alpha Cronbach >70% (Nunnally, 1960). Hasil perhitungan apha Cronbach untuk masing-masing faktor disajikan pada tabel 2.

Page 24: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN DAN KINERJA KEUANGAN ………………………...........………………...(Perminas Pangeran)

 

119

Uji validitas digunakan untuk mengukur valid tidaknya suatu instrumen kuesioner. Instrumen dikatakan valid apabila instrumen dapat dengan tepat mengukur apa yang hendak diukur. Penelitian ini lebih menguji pada validitas butir instrumen. Untuk mengukur validitas butir instrumen dilakukan dengan cara menghitung korelasi (r) antar skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk. Adapun harga kritis untuk validitas butir adalah 0,30 (Widoyoko, 2009:143). Jika nilai validitas butir, korelasi,r > 0,30 maka nomor butir tersebut dapat dikatakan valid. Hasil perhitungan korelasi antar skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk juga disajikan pada tabel 2.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Organisasi bahasan akan diawali dengan penyajian data statistik deskriptif dan hasil uji reliabilitas dan validitas. Statistik deskriptif meliputi angka statistik,

yaitu rerata, standard deviasi, nilai ekstrim. Deskriptif statistik yang dimaksud disini adalah variabel-variabel utama yang digunakan sebagai dasar pengujian hipotesis, yaitu orientasi kewirausahaan teridiri dari tiga variabel. Variabel keinovasian diberi lambang INOV. Variabel keproaktifan diberi lambang PROAC. Variabel pengambilan risiko diberi lambang RISKT.

Data deskriptif, hasil uji reliabilitas, dan validitas disajikan pada tabel 2. Hasil uji statistik alpha Cronbach untuk masing masing faktor dan itemnya disajikan ada tabel 1. Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa nilai alpha untuk keinovasian, alpha = 70,5 pengambilan risiko, alpha = 71,1, dan keproaktifan, alpha = 80,5. Selanjutnya, alpha untuk kinerja pengembangan produk baru adalah72, 6.Nilai alpha untuk semua konstruk memberi nilai alpha Cronbach, α > 70%. Hasil uji ini dapat disimpulkan bahwa semua variabel memenuhi kriteria reliabilitas.

Tabel 2

Data Deskriptif Variabel Penelitian

Variabel Rata-rata

Std Range Maks Min Cronbach’s

Alpha

Corrected Item-Total Correlation

Keinovasian 4,68 1,10 5,00 7,00 2,00 .705 >0,30

Keproaktifan 4,25 1,16 6,00 7,00 1,00 .711 >0,30

Pengambilan Risiko

4,49 1,27 5,67 7,00 1,33.805 >0,30

Kinerja Pengembangan Produk Baru

3,60 0,64 3,75 5,00 1,25.726 >0,30

Sementara itu, hasil perhitungan

korelasi (r) antar skor butir pertanyaan dengan total skor konstruk dapat rinci sebagai berikut. Untuk tiga item

keinovasian masing-masing, item per-nyataan 1 (r = 0,401), item pernyataan 2 (r = 0,561), dan item pernyataan 3 (r = 0,620). Berikutnya, Item pernyataan

Page 25: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

  

120

untuk dimensi keproaktifan, yaitu item pernyataan 1 (r = 0,564), item pernyataan 2 (r = 0,512), dan item pernyataan 3 (r = 0,525). Item pernyataan untuk dimensi pengambilan risiko, yaitu item pernyataan 1 (r = 0,706), item pernyataan 2 (r = 0,716), dan item pernyataan 3 (r = 0,545). Juga, item pernyataan untuk dimensi kinerja pengembangan produk baru, yaitu item pernyataan 1 (r = 0,501), item pernyataan 2 (r = 0,559), item pernyataan 3 (r = 0,617), dan item pernyataan 4 (r = 0,395).

Hasil uji validitas butir menunjuk-kan bahwa semua item pernyataan untuk masing-masing variabel berada diatas nilai kritis, r > 0,30. Hasil ini dapat dikatakan semua variabel memenuhi kriteria validitas butir. Jelas dapat disimpulkan bahwa faktor keinovasian (innovativeness), pengambil risiko (risk taking), dan kinerja pengembangan produk baru semua indikator valid.

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan model regresi berganda. Hasil pengujian disajikan

pada tabel 3. Model empiris penelitian sebagai berikut:

Y,it = α + β1INOV,it+ β2RISKT,it + β3

PROAC,it + µ,it Keterangan:Y = Kinerja Keungan Pengembangan Produk Baru sebagai variabel dependen, α adalah konstanta, β adalah koefisien, Variabel Indepen-den meliputi INOV (keinovasian), PROAC (keproaktifan), dan RISKT (Pengambilan Risiko).

Hasil uji hipotisis dirangkum dalam tabel 3.Hasil analisis koefisien regresi berganda menunjukkan bahwa kinerja pengembangan produk baru perusahaan adalah dipengaruhi secara signifikan oleh faktor keproaktifan (p-value= 0,025< α =0,05). Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa perusahaan yang bertindak proaktif dapat meningkatkan kinerja pengembangan produk baru. Hasil penelitian ini mendukung hipotesis 1 (H1).

Tabel 3

Ringkasan Hasil Model Empiris Penelitian

Hipo-tesis

Variabel Lambang Prediksi Hasil (β)

Nilai t (P-Value)

Simpulan

H1 Keinovasian INOV β > 0 -.053 -.855 (0.394)

Tidak didukung

H2 Pengambilan Risiko RISKT β > 0 .101 1.751 (.085)

Didukung

H3 Keproaktifan PROAC β > 0 .114 2.269

(0.025) Didukung

Berikutnya, hasil analisis koefisien

regresi juga menunjukkan bahwa pengambilan risiko berpengaruh terhadap kinerja pengembangan produk baru perusahaan (p-value= 0,085 > α =0,10). Arah koefisien pengambilan risiko adalah

postif dan signifikan. Hasil penelitian ini sejalan dengan harapan bahwa pengambilan risiko berpengaruh positif terhadap kinerja pengembangan produk baru perusahaan. Hasil penelitian ini mendukung hipotesis 2a.

Page 26: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN DAN KINERJA KEUANGAN ………………………...........………………...(Perminas Pangeran)

 

121

Sementar itu, hasil analisis koefisien regresi menunjukkan bahwa keinovasian tidak berpengaruh pada kinerja pengembangan produk baru perusahaan (p-value = 0,394> α =0,10). Arah koefisien keinovasian adalah negatif dan tidak signifikan. Hasil penelitian ini mengindi-kasikan bahwa perusahaan tidak harus melakukan inovasi besar-besaran untuk menghasilkan produk baru dan mening-katkan kinerja pengembangan produk baru. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan prediksi hipotesis 3.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keproaktifan berpengaruh terhadap kinerja pengembangan produk baru. Dengan demikian, untuk meningkatkan kinerja pengembangan produk baru, kebutuhan pelanggan sekarang dan yang akan datang seharusnya dipenuhi secara proaktif. Hasil ini sesuai dengan harapan bahwa keproaktifan berdampak positif terhadap kinerja pengembangan produk baru. Hal ini bisa terjadi karena beberapa alasan, pertama, keproaktifan memiliki keunggulan sebagai penggerak pertama (Frishammar dan Hörte, 2007) yang memungkinkan laba tinggi atas produk baru. Kedua, keproaktifan mengindikasikan adanya peningkatan kecepatan pengembangan produk baru. Kecepatan demikian ini merupakan syarat penting bagi pengembangan produk baru. Hasil penelitian sebelumnya, Frishammar dan Horte, (2007) mengungkapkan proaktif tidak berpengaruh positif pada peningkatkan kinerja pengembangan produk baru.

Berikutnya, pengambilan risiko, sebagai salah satu komponen dari orientasi kewirausahaan, menunjukkan bahwa pengambilan risiko berpengaruh positif terhadap pengembangan kinerja produk baru. Berkaitan dengan pengambilan risiko, interpretasi yang mungkin adalah bahwa usaha kecil memiliki kendala pada komitmen sumberdaya berisiko. Karena

perusahaan kecil umumnya memiliki basis sumberdaya terbatas, komitmen sumberdaya besar dengan kegagalan yang terjadi memiliki dampak serius pada profit atau mungkin memperburuk masa depan perusahaan. Namun demikian, perusahaan yang lebih kecil akan memilih projek pengembangan produk baru dengan tingkat risiko yang lebih tinggi, sementara itu secara simultan mencoba untuk mengontrol probabilitas keterjadiannya. Dikarenakan keterbatasan ukuran dan sumberdaya yang ada, perusahaan kecil ini lebih rentan dibandingkan perusahaan besar. Oleh karena itu, kunci untuk mengelola risiko adalah mengontrol probabilitas keterjadian risiko (Frishammar dan Hörte, 2007). Pengambilan risiko adalah penting bagi perusahaan. Jika tidak ada risiko yang diambil, tidak pernah ada produk baru yang akan dihasilkan dan diluncurkan.

Dengan demikian jelas dari hasil penelitian ini bahwa kapabilitas strategik yang berbeda memberi kontribusi pada pengembangan produk. Hasil penelitian ini menegaskan bahwa kapabilitas strategik yang berbeda berkontribusi pada kinerja pengembangan produk baru. Di satu sisi perusahaan perlu sensitif pada informasi pelanggan, melakukan penyesuaian tambahan pada lini produk dan produk, dan mendasarkan pembuatan keputusan pengem-bangan produk baru pada kebutuhan dan keinginan pelanggan, aktivitas berkaitan dengan orientasi pemasaran.Secara simultan, perusahaan juga perlu ikut serta pada gerakan yang lebih berani, pada tingkat tertentu mengabaikan informasi pelanggan, menciptakan budaya yang membantu perkembangan kreativitas dan mendukung proses kreatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orientasi pemasaran dan pengam-bilan risiko adalah kapabilitas strategik penting bagi pengembangan produk baru.

Demikian juga, tidak adanya asosiasi antara keproaktifan dan kinerja pengembangan produk baru dapat dijelaskan dengan beberapa alasan.

Page 27: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

  

122

Mayoritas perusahaan dalam penelitian ini mungkin tidak dapat membentuk lingkungan yang memperkenalkan produk baru yang lebih dulu dari pesaing. Mereka lebih cenderung melakukan emitasi pada produk yang ada sehingga tidak terjadi pengembangan produk baru yang signifikan. Kurangnya pengembangan produk lebih dulu dari pesaing bisa jadi terjadi karena perusahaan kecil memiliki hambatan terbatasnya sumberdaya dan kapabilitas yang dibutuhkan untuk mengeksploitasinya. Meskipun dalam pene-litian ini keproaktifan tidak berpengaruh pada kinerja pengembangan produk baru, namun dalam penelitian sebelumnya faktor ini mempengaruhi kinerja keseluruhan perusahaan.

Sementara itu, keinovasian tidak berpengaruh terhadap kinerja pengembangan produk baru. Hasil ini tidak konsisten dengan penelitian sebelumnya, Frishammar dan Horte (2007), yang menemukan bahwa keinovasian sangat berkaitan dengan kinerja pengembangan produk baru bila dibanding-kan orientasi pemasaran. Selain itu, hasil ini tidak sejalan dengan saran Sethi et al (2001) yang menyatakan bahwa keinovasian perusahaan seharusnya dapat memberi kontribusi pada penawaran produk yang unik, yaitu nilai produk yang berbeda dari pesaingnya. Hasil ini tidak signifikan bisa jadi karena lemahnya perusahaan dalam mengeksplorasikan gagasan baru dan ikut serta dalam eksperimentasi sebagai faktor utama bagi kesuksesan pengembangan produk baru. Artinya, disamping pentingnya perusahaan mendengar suara pasar, perusahaan juga seharusnya perlu menyimpang dari praktik yang ada, ikut serta dalam eksperimentasi mendukung gagasan baru dan memfasilitasi proses kreatif. Namun demikian peryataan ini tidak didukung dalam penelitian ini.

Hasil penelitian ini mendukung pandangan bahwa dimensi orientasi kewirausahaan sebagai konstruk yang terpisah bukan sebagai sesuatu konstruk

strategik tunggal. Dengan demikian tiga dimensi orientasi kewirausahaan tidak memberi kontribusi yang sama pada tinggi rendahnya kinerja pengembangan produk baru. SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBA-TASAN, DAN SARAN Simpulan

Hasil penelitian ini menyimpulkan beberapa simpulan penting. Pertama, hasil penelitian menunjukkan bahwa keproaktifan berpengaruh positif terhadap kinerja pengembangan produk baru. Kedua, pengambilan risiko, sebagai salah satu dari orientasi kewirausahaan, juga berpengaruh terhadap kinerja pengembangan produk baru. Sementara itu, keinovasian tidak berpengaruh terhadap kinerja pengem-bangan produk baru. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa dimensi orientasi kewirausahaan adalah sebagai konstruk yang terpisah bukan sebagai sesuatu konstruk strategik tunggal. Dengan demikian tiga dimensi orientasi kewira-usahaan tidak memberi kontribusi yang sama pada tinggi rendahnya kinerja pengembangan produk baru.

Implikasi Bagi Manajemen

Penelitian ini memiliki beberapa implikasi bagi manajemen khususnya usaha mikro dan kecil. Pertama, perusa-haan yang tertarik meningkatkan kinerja pengembangan produk baru seharusnya mendorong organisasinya lebih proaktif. Penggunaan informasi di sepanjang proses pengembangan produk baru akan mengarah kepada tingkat kesuksesan produk lebih tinggi.

Kedua para menajer yang tertarik meningkatkan kinerja pengembangan produk seharusnya berani mengambil risiko dalam pengembangan produk barunya. Namun, perlu diperhatikan bahwa untuk meningkat kinerja pengembangan

Page 28: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN DAN KINERJA KEUANGAN ………………………...........………………...(Perminas Pangeran)

 

123

produk baru perusahaan harus mampu mengelola risiko dengan mengontrol probabilitas keterjadian risiko serta dampaknya. Pengelolaan risiko yang baik memiliki dampak pada kinerja perusahaan.

Keterbatasan dan Saran Penelitian Yang akan Datang

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, variabel independen hanya memfokus pada orientasi kewirausahaan dan masih ada orientasi strategik lainnya yang memiliki potensi berpengaruh terhadap kinerja pengem-bangan produk baru. Penelitian ke depan dapat juga mempertimbangkan orientasi pemasaran dan orientasi teknologi.

Kedua, faktor eksogenus dapat juga berdampak pada variabel orientasi kewirausahaan. Frishammar dan Horte (2007) menjelaskan bahwa rintangan masuk dan keluar berdampak pada kondisi persaingan suatu industri. Rintangan signifikan yang mempengaruhi arah strategik usaha mikro dan keciladalah adanya perusahaan besar yang bersaing dalam industri kerajinanan yang sama. Perusahaan besar lebih mampu meng-hasilkan produk dengan kualitas sama tetapi berbiaya lebih rendah dibandingkan usaha mikro dan kecil. Tindakan perusahaan besar demikian dapat mempengaruhi kecen-derungan usaha mikro dan keciluntuk melakukan inovasi, mengambil risiko, dan bertindak secara proaktif. Hal ini tidak menjadi perhatian dalam penelitian ini. Keterbatasan ini penting diperhatikan untuk penelitian yang akan datang.

Ketiga, penelitian ini terikat waktu dan ruang, dan penelitian hanya meneliti usaha mikro dan kecil khususnya industri kerajinan di Kabupaten Bantul Yogyakarta. Dalam penelitian ini perusahaan yang diteliti tidak membedakan variasi ukuran usaha, yaitu usaha mikro dan kecil. Penelitian ke depan disarankan untuk membedakan variasi ukuran usaha, yaitu usaha mikro, kecil, dan

menengah. Pendekatan penelitian ke depan sebaiknya menggunakan ukuran sampel yang lebih besar untuk meningkatkan eksternal validitas penelitian. Selain itu penelitian ini adalah penelitian survey, data dependen variabel adalah data perseptual, yang mungkin bisa bias. Penelitian ke depan sebaiknya tidak hanya survey tetapi dapat juga studi kasus dengan wawancara mendalam.

DAFTAR REFERENSI Atuahene-Gima, K and Ko, A. 2001. “An

empirical investigation of the effect of market orientation and entrepreneurship orientation align-ment on product innovation”. Organization Science, 12(1): 54-74;

Clark, K.B.and Fujimoto,T. 1991.Product

Development and Performance: Strategy, Organiza-tion and Management in the World Auto Industry. Boston: Harvard Business School Press

Collis, D. J. 1994. “Research note: How

valuable are organizational capabilities?”Strategic Manage-ment Journal, 15:143-152.

Cooper, R. G.andKleinschmidt, E. 1991.

New product processes at leading industrial firms.Industrial Marke-ting Management, 20 (2):137-147;

Cooper, R., Edget, S. and Kleinschmidt,

E. 2004. “Benchmarking best NPD practices I”. Research Technology Management, 47(1):31-44.

Covin, J. G. and Slevin, D. P. 1989.

“Strategic management of smaller firms in hostile and benign environments”. Strategic Manage-

Page 29: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

  

124

ment Journal, 10(1): 75-87; Davis, J.L., Bell, R.G., Payne, G.T., and

Kreiser, P.M. 2010. “Entrepreneurial Orientation and Firm Performance: The Moderating Role of Managerial Power”. American Journal of Business, 25 (2): 42-54.

Dess, G. G. and Lumpkin, G. T. 2005.

“The role of entrepreneurial orientation in stimulating effective corporate entrepreneurship”. Acade-my of Management Executive, 19(1):147-156;

Frank, H., Kessler, A. and Fink, M. 2010.

“Entrepreneurial Orientation and Business Performancce: A Replication Study”. SBR, 62: 175 – 198.

Frishammar, J. 2005. “Managing informa-

tion in new product development: a literature review”. International Journal of Innovation and Tech-nology Management, 2(3): 259-275;

Frishammar, J. and Hörte, S.Å. 2005.

“Managing external information in manufacturing firms: the impact on innovation performance”. Journal of Product Innovation Management, 22(3): 251-266.

Frishammar, J. and Hörte, S.Å. 2007. “The

Role of Market Orientation and Entrepreneurial Orientation for New Product Development Performance in Manufacturing Firms”. Techno-logy Analysis & Strategic Management, 22(3): 251-266.

Gatignon, H. and Xuereb, J. M. 1997.

“Strategic orientation of the firm and new product performance”. Journal of Marketing Research, 34(1):77-90.

Griffin, A. 1997. “PDMA research on new

product development practices: updating trends and benchmarking best practices”.Journal of Product Innovation Management, 14(6), 1997, pp. 429-458.

Harmsen, H, Grunert, K and Bove, K. 2000. “Company competencies as a network: the role of product development”. Journal of Product Innovation Management, 17(3):194-207.

Kahn, K. B. 2001. “Market orientation,

interdepartmental integration, and product development performance”. Journal of Product Innovation Management, 18(5):314-323;

Kreiser, P. M., Marion, L. D. and Weaver,

K. M. 2002. “Assessing the psychometric properties of the entrepreneurial orientation scale: a multi-country analysis”. Entrepre-neurship Theory & Practice, 26(4):49-66.

Lumpkin, G. T. and Dess, G. G. 1996.

“Clarifying the entrepreneurial orientation construct and linking it to performance”. Academy of Management Review, 21(1):135-172.

Miles, M. P. andArnold, D. R. 1991.“The

relationship between marketing orientation and entre-preneurial orientation”.Entrepre-neurship Theory & Practice, 15(4): 49-66.

Miller, D. 1983. “The correlates of

entrepreneurship in three types of firms”. Management Science, 29(7):770-791.

Moorman, C. 1995. “Organizational mar-

Page 30: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN DAN KINERJA KEUANGAN ………………………...........………………...(Perminas Pangeran)

 

125

ket information processes: cultural antecedents and new product outcomes”. Journal of Marketing Research, 32(3): 318-335.

Özsomer, A. Calantone, R. J. and

DiBenedetto, A. 1997. “What makes firms more innovative? A look at organizational and environmental factors”.Journal of Business & Industrial Marketing, 12(6): 400-416.

Sethi, R., Smith, D. C. and Park, W.

2001. “Cross-functional product development teams, creativity,

and the innovativeness of new consumer products”. Journal of Marketing Research, 38(1): 73-85.

Teece, D. and Pisano,G. 1994.“The

dynamic capabilities of firms: an introduction”.Industrial and CorporateChange, 3:537-556.

Tzokas, N., Carte, S. and Kyriazopoulos,

P. 2001.“Marketing and entrepreneurial orientation in smaller firms”.Enterprise and Innovation Management Studies, 2(1):19-33.

Page 31: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

PENGARUH KUALITAS, PERSEPSI NILAI, DAN CITRA TERHADAP…………………..……………..(Petra Surya Mega Wijaya)

127

PENGARUH KUALITAS, PERSEPSI NILAI, DAN CITRA TERHADAP KEPUASAN PENUMPANG BUS TRANSJOGJA

Petra Surya Mega Wijaya

Fakultas Bisnis, Universitas Kristen Duta Wacana Jalan Dr. Wahidin Sudiro Husodo 5-25, Yogyakarta , 55224

E-mail : [email protected]

ABSTRACT The purpose of this study is to examine the effect of core quality, relational quality, perceived value, image towards TransJogja bus passenger’s satisfaction. A random sample of 100 was drawn from passengers in halt areas and another places. They have used TransJogja buses for at least three months. This study shows that core quality and relational quality have influence on the TransJogja bus passanger’s satisfaction, meanwhile perceived value and image have not influence on TransJogja bus passenger’s satisfaction Keywords: core quality, relational quality, perceived value, image, passenger’s satisfaction PENDAHULUAN Daerah Istimewa Yogyakarya sebagai salah satu propinsi di Indonesia memiliki berbagai daya tarik bagi wisatawan, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Sejumlah predikat disandang oleh Yogyakarta, diantara kota pelajar, budaya dan pariwisata. Sebagai kota pelajar, Yogyakarta sedikitnya memiliki mahasis-wa sedikitnya 250.000 (http://bisnisukm. com), walaupun dikhawatirkan jumlah ini akan terus menurun berkaitan dengan isu-isu miring terkait masalah sosial mahasiswa dan pelajar di Yogyakarta (http://news.okezone.com). Sebagai kota budaya, Yogyakarta yang merupakan salah satu ikon budaya di pulau Jawa masih memiliki sejumlah kraton dan berbagai peninggalannya, selain itu juga masih diterpeliharanya dengan baik gedung-gedung tua peninggalan Belanda dibeberapa lokasi.

Perkembangan Yogyakarta tersebut membuat pemerintah daerah perlu untuk menyiapkan sarana transportasi yang nyaman dan murah bagi penggunanya. Salah satu kebijakan yang awalnya menuai banyak kritik dari masyarakat khususnya pelaku tranportasi umum adalah pemberla-kukan moda transportasi bus TransJogja.

TransJogja adalah sebuah sistem transportasi bus cepat, murah dan ber-AC di seputar kota Yogyakarta dan sebagian Sleman. Proyek ini merupakan salah satu bagian dari program penerapan bus rapid transit (BRT) yang dicanangkan departe-men perhubungan. Sistem ini dioperasikan pada awal bulan Maret 2008 (http://id.wi-kipedia.org/wiki/TransJogja).

Sistem yang menggunakan bus (berukuran sedang) ini menerapkan sistem tertutup, dalam arti penumpang tidak dapat memasuki bus tanpa melewati gerbang pemeriksaan, seperti juga TransJakarta. Selain itu, diterapkan sistem pembayaran yang berbeda-beda: sekali jalan, tiket

Page 32: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

128

pelajar, dan tiket umum berlangganan. Ada tiga macam tiket yang dapat dibeli oleh penumpang, yaitu tiket sekali jalan (single trip), dan tiket umum berlangganan. Tiket ini berbeda dengan karcis bus biasa karena merupakan merupakan kartu pintar (smart card). Karcis akan diperiksa secara otomatis melalui suatu mesin yang akan membuka pintu secara otomatis. Penumpang dapat berganti bus tanpa harus membayar biaya tambahan, asalkan masih dalam satu tujuan.

Penelitian mengenai TransJogja menjadi sesuatu yang menarik untuk dilakukan guna menganalisis tingkat kepuasan bagi penggunanya. Salah satu teori yang dikembangkan oleh McDougall dan Levesque (2000) mengenai dimensi kualitas yaitu core quality, dan relational quality dapat digunakan untuk mengukur terbentuknya kepuasan. Selain kedua dimensi kualitas tersebut, penelitian ini mencoba untuk memasukkan variabel image dan perceived value sebagai variabel lain yang diduga dapat menjadi variabel anteseden kepuasan.

Menurut McDougall dan Levesque (2000) bahwa kualitas inti (core quality) adalah kualitas yang diberikan oleh perusahaan kepada pelanggannya. Konsu-men tidak mempersepsikan kualitas secara unidimensional namun berdasarkan faktor-faktor ganda yang relevan dengan konsteksnya. Misalkan untuk menilai kualitas layanan bus yang dipertimbang-kan adalah bus yang tidak mudah rusak, banyaknya halte bus, kemudahan meng-akses bus, keamanan, dan kenyamanan. Semakin tinggi kualitas inti dibenak pelanggan, maka kepuasan pelanggan akan semakin tinggi.

Kualitas relasional adalah bagai-mana jasa diberikan oleh perusahaan kepada pelanggannya (Gronroos, 1985 dalam McDougall dan Levesque, 2000). Terdapat bukti bahwa kualitas relasional yang baik yang dihasilkan dari karyawan yang puas akan berpengaruh pada pula

pada kepuasan konsumen (Zeithaml, 1988).

Persepsi nilai adalah kualitas jasa yang diterima konsumen dibandingkan dengan harga atau biaya yang mereka keluarkan (Hallowell, 1996). Persepsi nilai tersebut hanya berlaku pada satu produk saja tetapi terkadang konsumen juga membandingkan antara penyedia jasa yang satu dengan yang lain. Semakin tinggi persepsi nilai yang ditangkap oleh konsumen terhadap suatu produk, maka diharapkan kepuasannya akan semakin tinggi.

Menurut Mardalis (2002), citra dapat diartikan sebagai suatu tanggapan atau gambaran yang diperoleh dari sebuah perusahaan melalui iklan, media, promosi, dan pemasaran. Selain itu, citra juga dapat dipersepsikan dengan prestise yang dirasakan oleh konsumen karena produk yang digunakan tidak dapat diimitasi oleh produk pesaingnya. Diyakini bahwa semakin tinggi citra positif yang tertanam dibenak konsumen terhadap suatu produk maka semakin tinggi kepuasannya pada saat menggunakan produk tersebut.

Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja suatu produk dan harapan-harapannya (Kotler, 2000). Semakin tinggi kesan pelanggan terhadap kinerja suatu produk dan harapan-harapannya, maka kepuasan pelanggan tersebut akan semakin tinggi.

Berdasarkan pada pemaparan di atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah apakah Kualitas Inti, Kualitas Relasional, Persepsi Nilai dan Citra mempengaruhi Kepuasan penumpang TransJogja. KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Menurut Kotler (2000), jasa adalah aktivitas atau manfaat yang ditawarkan

Page 33: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

PENGARUH KUALITAS, PERSEPSI NILAI, DAN CITRA TERHADAP…………………..……………..(Petra Surya Mega Wijaya)

129

oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tanpa wujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Hal tersebut didukung oleh Loverlock (2001) yang menyatakan bahwa meskipun jasa terkait dengan barang secara fisik dalam proses penyediaannya, namun apa yang dihasilkan oleh jasa tersebut pada dasarnya bersifat tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan.

Jasa berbeda dengan barang, hal ini dikarenakan adanya empat karakteristik jasa yang unik yang membedakan antara jasa dan barang (Kotler, 2000). Keempat karakteristik jasa tersebut adalah (1) tidak berwujud, artinya jasa tidak dapat dilihat, dikecap, dirasakan, didengar, atau dicium sebelum dibeli, (2) tidak terpisahkan, berarti bahwa jasa tidak dapat dipisahkan antara produksi dan konsumsi atau antara penyedia jasa maupun pengguna jasa, (3) tidak tahan lama, artinya jasa tidak dapat disimpan atau dijual atau dipakai kemudian, dan (4) beraneka ragam, berarti bahwa mutu saja tergantung pada siapa yang menyediakan jasa disamping waktu, tempat, dan bagaimana jasa tersebut disediakan.

Mittal dan Lassar (1998) menyatakan tentang jenis dari jasa yang didasarkan pada tingkat hubungan interpersonal antara penyedia jasa dan pengguna jasa karakteristik yang berbeda. Pertama, jasa dengan tingkat hubungan interpersonal yang tinggi (high contact). Biasanya jenis jasa ini ditujukan pada diri seseorang, misalkan perawatan kesehatan. Kedua, jasa dengan tingkat hubungan interpersonal rendah (low contact). Jenis jasa ini biasanya ditujukan pada apa yang dimiliki oleh seseorang, misalnya jasa perawatan kendaraan.

Kualitas jasa digambarkan oleg Cronin dan Taylor (1992) sebagai bentuk sikap yang terkait dan tidak sama dengan kepuasan. Kualitas jasa adalah konsep yang abstrak dan tidak mudah untuk dipahami, tidak seperti kualitas barang

yang dapat diukur secara obyektif dengan indikator-indikator yang tampak seperti keawetan/ketahanan produk (Parasuraman, Zeithaml, dan Berry, 1998). Hal ini dikarenakan jasa memiliki karakteristik unik yang membedakannya dengan barang seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Kualitas inti merupakan kualitas dari jasa yang diberikan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa (McDougall dan Levesque, 2000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumen tidak mempersepsikan kualitas secara unidimen-sionalitas jasa tetapi berdasarkan faktor-faktor ganda yang relevan dengan konteksnya. Sebagai contoh, untuk menilai kualitas dari sebuah mobil yang dipertim-bangkan adalah daya tahan, fungsi, prestice, kemudahan perbaikan, kemudian pemakaian dan ketangguhan. Sedangkan untuk menilai kualitas suatu makanan yang menjadi bahan pertimbangan adalah cita rasa, aroma, kebersihan, keindahan, dan kesehatan (Zeithaml, 1988; Bitner, 1990). Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Cronin dan Taylor (1992) yang menyata-kan bahwa penentuan item-item pengu-kuran kualitas jasa pada suatu industri dimungkinkan untuk berbeda dengan industri yang lain.

Komponen kualitas jasa merupakan aspek-aspek yang dievaluasi oleh kon-sumen untuk membentuk keseluruhan penilaian mengenai suatu jasa (McDougall dan Levesque, 2000). Parasuraman, et al. (1988) sebagai pelopor penelitian telah mengidentifikasi dimensi spesifik kualitas jasa. Riset mereka memperkenalkan lima dimensi spesifik kualitas jasa yang dapat diaplikasi pada berbagai variasi konsteks jasa, yang meliputi reliability, respon-siveness, assurance, emphaty, dan tangibles.

Kualitas memiliki hubungan erat dengan kepuasan pelanggan. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Selain itu

Page 34: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

130

perusahaan juga dapat meningkatkan pangsa pasarnya melalui pemenuhan kualitas yang bersifat customer driven. Hal ini akan memberikan keunggulan harga dan customer value (Tjiptono, 2000). Menurut Bounds (dalam Tjiptono, 2000) customer value merupakan kombinasi dari manfaat dan pengorbanan yang terjadi apabila pelanggan menggunakan suatu barang atau jasa guna memenuhi kebutuhan tertentu.

Menurut Zeithaml dan Betner (2003), kepuasan konsumen dipengaruhi oleh spesifikasi jasa maupun kualitas jasa. Dalam proses evaluasi kualitas jasa berbeda dari waktu ke waktu, antara orang satu dengan orang lain, antara budaya yang satu dengan budaya yang lain. Hal tersebut dikarenakan harapan seseorang akan kualitas bersifat dinamis. Kualitas produk atas jasa yang dapat memuaskan konsumen di masa yang akan datang harus dipertimbangkan oleh penyedia jasa dalam membahas hubungan antar kualitas dan kepuasan konsumen, bukan criteria jasa seperti apa yang seharusnya diberikan tetapi lebih didasarkan pada persepsi konsumen akan jasa.

Hal-hal yang harus dipertimbang-kan oleh penyedia jasa dalam membuat keputusan berkenaan dengan penyedia jasa untuk konsumen meliputi beberapa hal, yaitu kapan, dimana, dan bagaimana suatu jasa diberikan kepada konsumen (Lovelock, 2001). Keputusan tersebut sangat dipengaruhi oleh segmen pasar mana yang akan dilayani oleh penyedia jasa. Masing-masing penyedia jasa pasti memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu berkaitan dengan proses penyediaan jasa tersebut.

Sejumlah perusahaan jasa menye-diakan jasanya dalam 24 jam seharinya, ada yang beroperasi setiap hari, hari-hari tertentu, maupun jam tertentu. Hal tersebut sangat tergantung dari jenis jasa yang ditawarkan. Sebagai contoh adalah rumah sakit dan hotel bintang 5 beroperasi 24 jam

per hari, jasa transportasi kapal dan kereta api jarak jauh mungkin tidak akan pernah berhenti beroperasi dalam beberapa hari, dan restoran tertentu hanya beroperasi pada hari dan jam-jam tertentu.

Banyak penyedia jasa yang mena-ruh perhatian pada pemilik pendesain tempat penyediaan jasa ini. Pada kenya-taannya banyak penyedia jasa mendapat-kan manfaat dari hal ini karena persepsi pengguna jasa terhadap jasa yang ditawarkan dapat dibentuk melalui tempat dimana penyedia jasa beroperasi. Misalnya suatu toko yang menjual baju-baju bisa menciptakan suatu persepsi bahwa barang-barang yang dijual di toko tersebut berkualitas dan berharga malah apabila toko tersebut didesain dengan mewah.

Konsumen membuat penilaian atas apa yang ditawarkan oleh suatu perusahaan. Penilaian konsumen atas nilai dari suatu barang atau jasa tergantung dari apa yang mereka korbankan, baik biaya moneter maupun non moneter, dikaitkan dengan manfaat dari barang dan jasa tersebut (Zeithaml, 1988). Dan persepsi nilai digunakan oleh konsumen untuk mengelompokkan berbagai aspek suatu jasa yang kemudian dibandingkan dengan apa yang ditawarkan oleh penyedia jasa lain (McDougall dan Levesque, 2000).

Nilai yang diterima konsumen adalah kualitas jasa yang diterima konsumen dibandingkan dengan harga atau biaya yang mereka keluarkan (Hallowell, 1996). Hal tersebut hanya berlaku pada satu penyedia jasa saja tetapi terkadang konsumen juga membandingkan antara penyedia jasa yang satu dengan yang lain. Menurut Kotler (2000), nilai bagi konsumen adalah selisih antara jumlah nilai pelanggan dan biaya total konsumen.

Zeithaml (1998) mengusulkan bahwa persepsi nilai merupakan keseluruhan penilaian konsumen tentang manfaat produk berdasarkan atas persepsi konsumen tentang manfaat produk

Page 35: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

PENGARUH KUALITAS, PERSEPSI NILAI, DAN CITRA TERHADAP…………………..……………..(Petra Surya Mega Wijaya)

131

berdasarkan atas persepsi apa yang diberikan dan apa yang diterima. Penelitian Zeithaml (1998) mengusulkan bahwa nilai jasa dapat dipertimbangkan untuk melibatkan trade off antara evaluasi konsumen mengenai manfaat penggunaan jasa dan biaya dari jasa tersebut.

Setelah konsumen membuat penilaian, konsumen akan membaut keputusan berdasarkan pada penilaian tersebut. Dan keputusan yang dibuat oleh konsumen akan mempengaruhi perilaku konsumen, apakah konsumen akan membeli barang atau jasa yang ditawarkan atau tidak. Konsumen akan puas apabila kinerja barang atau jasa sesuai atau lebih dari yang diharapkan. Dan konsumen akan merasa tidak puas apabila kinerja barang atau jasa tidak sesuai dengan harapannya (Kotler, 2000).

Menurut Mardalis (2002), citra (image) dapat diartikan sebagai suatu tanggapan atau gambaran yang diperoleh dari sebuah perusahaan melalui iklan, media, promosi, dan pemasaran. Selain itu, citra juga dapat dipersepsikan dengan prestise yang dirasakan oleh konsumen karena produk yang digunakan tidak dapat diimitasi oleh produk pesaingnya. Diyakini bahwa semakin tinggi citra positif yang tertanam dibenak konsumen terhadap suatu produk maka semakin tinggi kepuasannya pada saat menggunakan produk tersebut.

Shimp (2003:12) berpendapat bahwa: “Citra merek (brand image) dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul di benak konsumen ketika mengingat sebuah merek tertentu. Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan kepada suatu merek, sama halnya ketika kita berpikir tentang orang lain”.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa citra merek dapat positif maupun negatif di dalam benak seseorang, tergantung pada

persepsi masing-masing orang terhadap merek itu sendiri.

Menurut Aaker (dalam Simamora, 2002:96) bahwa: “Citra merek adalah seperangkat asosiasi unik yang ingin diciptakan atau dipelihara oleh pemasar. Asosiasi-asosiasi itu menyatakan apa sesungguhnya merek dan apa yang dijanjikan kepada konsumen”. Sementara itu, merek merupakan simbol dan indikator dari kualitas sebuah produk. Oleh karena itu, merek-merek produk yang sudah lama akan menjadi sebuah citra bahkan simbol status bagi produk tersebut yang mampu meningkatkan citra pemakainya.

Produk dan jasa merupakan suatu kesatuan dari bermacam-macam atribut yang membentuknya, dimana masing-masing atribut mempunyai pengaruh yang berbeda-beda dalam memberikan tingkat kepuasan kepada pemakai produk dan jasa tersebut. Kepuasan merupakan salah satu bentuk sikap. Menurut Kotler (2000), kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara prestasi atau produk yang dirasakan dan diharapkannya.

Kepuasan adalah semacam langkah perbandingan antara pengalaman dengan hasil evaluasi, dapat menghasilkan sesuatu yang nyaman secara rohani, bukan hanya nyaman karena dibayangkan atau diharapkan. Puas atau tidak puas bukan merupakan emosi melainkan sesuatu hasil evaluasi dari emosi. Penelitian mengenai kepuasan konsumen menjadi topik sentral dalam dunia riset pasar dan berkembang pesat.

Konsep berpikir bahwa kepuasan konsumen akan mendorong meningkatnya profit adalah bahwa konsumen yang puas akan bersedia membayar lebih untuk “produk” yang diterima dan lebih bersifat toleran akan kenaikan harga. Hal ini tentunya akan meningkatkan margin perusahaan dan kesetiaan konsumen pada perusahaan.

Page 36: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

132

Konsumen yang puas akan membeli “produk” lain yang dijual oleh perusahaan, sekaligus menjadi “pemasar” yang efektif melalui word of mouth yang bernada positif. Hal ini dapat membantu meningkatkan penjualan dan kredibilitas perusahaan, namun perlu diingat bahwa ternyata peningkatan market share tidak selamanya sesuai dengan peningkatan kepuasan konsumen. Bahkan, dalam banyak hal atau kasus yang terjadi adalah justru kebalikannya, semakin besar market share sebuah perusahaan justru kepuasan konsumen semakin menurun.

Meningkatnya market share, paling tidak sampai pada titik tertentu, memang dapat mencapai economies of scale (biasanya perusahaan mencapai titik paling optimal) dan sebagai hasilnya perusahaan dapat memberikan “harga yang relatif murah” pada konsumen yang menjadi salah satu faktor kepuasan. Namun, pada sisi lain, meningkatnya jumlah konsumen atau perluasan segmen dapat mengakibat-kan turunnya kualitas pelayanan yang diberikan.

Kualitas Inti dan Kepuasan Konsumen. Beberapa penelitian memusat-kan perhatiannya pada pengidentifikasian dimensi atau komponen kualitas jasa yang akan mempengaruhi bagaimana konsumen mengevaluasi dan membentuk penilaian jasa secara keseluruhan (Parasuraman, 1988; Brown et al. 1993). Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya dimensi kualitas jasa tersebut telah membantu para manajer dalam mengidentifikasi penting-nya memastikan usaha-usaha yang dilakukan untuk menghasilkan ‘jasa yang tepat pada saat yang tepat’ dan untuk memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan konsumen atau suatu jasa (McDougall dan Levesque, 2000).

Kualitas jasa memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan konsumen. Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1998) mengemuka-kan dalam penelitiannya bahwa tingginya kualitas jasa yang

diterima konsumen akan meningkatkan kepuasannya. Demikian juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Cronin, et al. (2000) yang menyatakan bahwa kepuasan konsumen akan dipengaruhi oleh tingkat kualitas jasa yang diterima.

Namun tidak semua kualitas dapat menciptakan kepuasan konsumen pada semua jenis jasa. Untuk jasa dengan hubungan interpersonal yang tinggi antara penyedia jasa dan pengguna jasa, kualitas fungsional/relasional lebih merupakan pendorong terciptanya kepuasan konsumen daripada kualitas inti. Sedangkan jasa dengan hubungan interpersonal yang rendah, kualitas inti lebih merupakan pendorong terciptanya kepuasan konsumen dibandingkan kualitas relasional. Berdasarkan pemaparan di atas, maka hipotesis yang dibangun adalah: H1: Kualitas inti memiliki pengaruh yang

positif pada terbentuknya kepuasan pelanggan TransJogja.

Kualitas Relasional dan Kepuasan Konsumen. Faktor yang mempengaruhi kualitas jasa selain kualitas lingkungan fisik dan kualitas jasa yang dihasilkan adalah kualitas interaksi atau kualitas relasional (Zeithaml dan Bitner, 2003). Menurut Gronroos, Morgan dan Pierce (dalam McDougall dan Levesque, 2000), kualitas relasional adalah cara bagaimana jasa diberikan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa. Dan pihak yang terlibat di dalam proses penyediaan jasa, dalam hal ini adalah karyawan, dapat mempengaruhi kualitas relasional. Terdapat bukti bahwa kualitas relasional yang baik yang dihasilkan dari karyawan yang puas akan berpengaruh pula pada kepuasan konsumen (Zeithaml dan Bitner, 2003).

Kegagalan proses penyediaan jasa yang dapat berdampak pada kepuasan konsumen dapat disebabkan karena sejumlah faktor kinerja yang berasal dari karyawan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Mittal

Page 37: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

PENGARUH KUALITAS, PERSEPSI NILAI, DAN CITRA TERHADAP…………………..……………..(Petra Surya Mega Wijaya)

133

dan Lassar (1998) yang menguji pengaruh kualitas relasional terhadap kepuasan konsumen. Hipotesis yang dibangun dari kondisi tersebut adalah: H2: Kualitas relasional memiliki

pengaruh yang positif pada terben-tuknya kepuasan pelanggan TransJogja.

Persepsi Nilai dan Kepuasan Konsumen.

Persepsi nilai sangat sulit untuk ditentukan dan diukur. Menurut Hallowell (1996), secara umum persepsi nilai merupakan perbandingan antara jasa yang diterima dibandingkan dengan harga atau biaya yang dikeluarkan oleh konsumen. Konsumen membuat penilaian terhadap apa yang ditawarkan oleh suatu perusahaan dan membuat keputusan berdasarkan pada penilaian tersebut. Kepuasan konsumen merupakan hasil dari persepsi nilai yang diterima oleh konsumen (Hallowell, 1996). Kepuasan konsumen akan terjadi apabila kinerja barang atau jasa sesuai atau lebih baik dari yang diharapkan dan konsumen akan merasa tidak puas apabila kinerja barang atau jasa tidak sesuai dengan yang diharapkan (Kotler, 2000). Hasil riset membuktikan bahwa konsumen yang merasa menerima nilai uang sesuai dengan apa yang telah mereka korbankan akan lebih puas daripada konsumen yang tidak merasakan kesesuaian tersebut (Zeithaml, 1988). Hal tersebut juha dinyatakan oleh Ravald dan Gronroos (1996) bahwa persepsi nilai berpengaruh langsung terhadap kepuasan konsumen terkait dengan penyediaan jasa. Perusahaan berusaha memperbaiki kepuasan konsumennya dengan menambah

nilai pada barang atau jasa utamanya (Ravald dan Gronroos, 1996). Berdasarkan pada kenyataan tersebut, maka hipotesis yang dibangun adalah: H3: Persepsi nilai memiliki pengaruh

yang positif pada terbentuknya kepuasan pelanggan TransJogja.

Citra dan Kepuasan Konsumen.

Menurut Kotler dan Keller (2006), citra (image) didefinisikan sebagai persepsi masyarakat terhadap perusahaan atau produknya. Citra diyakini dapat mempengaruhi terbentuknya sikap terhadap sesuatu yang dikonsumsinya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati (2007) yang mencoba untuk melakukan penelitian terhadap nasabah perbankan milik pemerintah, terdapat pengaruh yang signifikan antara citra dan sikap. Penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2007) pada industri cafe di Yogyakarta mencoba untuk menghubung-kan variabel citra terhadap kepuasan konsumen. Hasil penelitian yang didapatkan bahwa tidak ada pengaruh antara citra dan kepuasan konsumen.

Penelitian ini mencoba untuk melakukan pengujian ulang terhadap pengaruh citra pada kepuasan konsumen. Berdasarkan pada kenyataan tersebut maka hipotesis yang dibangun adalah: H4: Citra memiliki pengaruh yang positif

pada terbentuknya Kepuasan Penumpang TransJogja.

Model Teoritis Penelitian.

Berdasarkan pada keterkaitan antar variabel penelitian dan hipotesis yang dibangun, maka model penelitian yang terbentuk seperti pada Gambar 1.

Page 38: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

134

Gambar 1 Model Penelitian

METODE PENELITIAN Populasi penelitian ini adalah semua orang yang pernah menggunakan jasa bus TransJogja dalam jangka waktu 3 bulan terakhir karena dengan jangka waktu tersebut diharapkan penumpang tersebut masih dapat mengingat pengalamannya menggunakan bus TransJogja, dan belum ada perubahan yang cukup signifikan dari pelayanan yang diberikan oleh operator bus tersebut. Dengan perhitungan bahwa jumlah populasi penelitian ini sangat banyak dan tidak diketahui dengan jelas jumlahnya, maka akan digunakan sebagian dari populasi tersebut sebagai sampel penelitian. Adapun jumlah sampel yang digunakan sebanyak 100 orang.

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode random sampling. Pengambilan sampel dengan metode ini bertujuan untuk mendapatkan sampel yang representatif. Pengambilan sampel dilakukan di tempat-tempat umum seperti kampus, halte bus TransJogja dan tempat-tempat yang dirasa cukup mewakili populasi dalam pengambilan sampel.

Definisi Variabel dan Pengukuran-nya. Kualitas inti (core quality) adalah kualitas yang diberikan oleh operator bus TransJogja kepada pelanggannya. Kualitas

relasional (relational quality) adalah bagaimana jasa diberikan oleh operator bus TransJogja kepada pelanggannya. Persepsi nilai (perceived value) adalah kualitas jasa yang diterima konsumen dibandingkan dengan harga atau biaya yang mereka keluarkan untuk menggunakan bus TransJogja. Citra (image) dapat diartikan sebagai suatu tanggapan atau gambaran yang diperoleh dari operator bus TransJogja melalui iklan, media, promosi, dan pemasaran. Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa pelanggan yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja bus TransJogja dan harapan-harapannya.

Pengukuran variabel-variabel dalam penelitian ini menggunakan Skala Likert dengan 5 skala yaitu 1 untuk jawaban sangat tidak setuju sampai dengan 5 untuk jawaban sangat setuju. HASIL PENELITIAN DAN PEMBA-HASAN Uji Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pearson Product Moment. Jumlah data yang diolah untuk uji validitas adalah sebanyak 100 kuesioner. Data yang diteliti dinyatakan valid apabila mempunyai nilai koefisien korelasi Pearson’s sama atau lebih besar

Kualitas Inti

Kualitas Relasional

Persepsi Nilai

Citra

Kepuasan Konsumen

Page 39: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

PENGARUH KUALITAS, PERSEPSI NILAI, DAN CITRA TERHADAP…………………..……………..(Petra Surya Mega Wijaya)

135

daripada nilai tabel r yaitu 0.135, maka dapat dikatakan bahwa tiap pernyataan dalam kuesioner adalah valid atau tidak ada yang gugur.

Adapun hasil uji validitas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.

Hasil Uji Validitas

Item-Total Statistics

Scale Mean if

Item Deleted

Scale Variance if

Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

KI1 77.94 66.703 .477 .881 KI2 78.43 66.510 .517 .880 KI3 77.50 67.485 .494 .881 KI4 78.20 66.929 .475 .881 KI5 78.51 66.899 .453 .882 KR1 78.51 66.151 .506 .880 KR2 79.01 66.535 .425 .883 KR3 78.25 66.492 .491 .881 KR4 78.16 66.398 .442 .883 PN1 78.01 66.616 .544 .880 PN2 77.87 66.700 .599 .879 PN3 77.89 65.877 .583 .878 PN4 77.96 64.847 .642 .876 C1 78.70 68.636 .294 .887 C2 77.67 69.698 .226 .888 C3 78.46 70.332 .210 .888 K1 78.21 66.370 .611 .878 K2 78.30 66.636 .516 .880 K3 78.23 65.613 .585 .878 K4 78.48 65.767 .516 .880 K5 78.04 66.564 .561 .879 K6 78.20 66.182 .487 .881

Pada Tabel 1. kolom corrected

item-total correlation terlihat bahwa semua indikator pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai r di atas 0.135 sehingga dapat dikatakan bahwa semua indikator pertanyaan penelitian telah valid sehingga dapat digunakan untuk olah data selanjutnya.

Penelitian ini menggunakan uji reliabilitas Cronbach Alpha dengan ukuran

minimal 0.60 (Nunnaly, 1967 di dalam Ghozali, 2005: 42). Hasil analisis reliabilitas menunjukkan bahwa nilai Cronbach Alpha data penelitian adalah 0.886 atau di atas 0.60 sehingga dapat dikatakan bahwa seluruh indikator penelitian telah reliabel dan dapat digunakan untuk pengolahan uji hipotesis.

Setelah dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas dan dinyatakan

Page 40: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

136

bahwa semua indikator penelitian telah valid dan reliabel maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan data untuk melakukan uji hipotesis penelitian. Penelitian ini menggunakan alat analisis regresi linier berganda.

Hasil uji F memberi nilai F = 12,377 (sig = 0,00 < α = 5%). Hasil ini menunjukkan bahwa ada nya kesuaian (fit) garis regresi. Demikian juga, hasil nilai koefisien determinasi terlihat bahwa pada R2 sebesar 0.315 yang berarti bahwa besarnya pengaruh semua variabel independen adalah 31.5% terhadap variabel dependen, sedangkan sisanya

68.5% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini.

Sementara itu hasil uji t untuk pengujian hipotesis dapat dilihat pada Tabel 2. Sebelum dilakukan kesimpulan apakah hipotesis yang diajukan dapat didukung atau tidak, maka perlu ditetapkan ukuran signifikansi suatu pengaruh antar suatu variabel independen terhadap variabel dependen. Ukuran tersebut dapat dilihat pada kolom ‘sig’ yang ada pada Tabel 2. Apabila nilai p-value maksimal 0.05 maka dapat dikatakan bahwa ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependennya.

Tabel 2

Hasil Uji t

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std.

Error Beta

(Constant) 5.272 2.672 1.973 .051 Kualitas Inti .333 .121 .270 2.747 .007 Kualitas Relasional .384 .128 .288 2.997 .003 Persepsi Nilai .221 .154 .155 1.428 .154

Citra .551 .197 .068 .769 .444 a. Dependent Variable: Kepuasan

Berdasarkan ukuran tersebut maka terdapat 2 variabel independen yang memiliki pengaruh terhadap variabel dependen (kepuasan), yaitu Kualitas Inti (KI) dan Kualitas Relasional (KR) karena memiliki p-value masing-masing adalah 0.007 dan 0.003. Penelitian ini juga menemukan hasil yang tidak signifikan pada variabel independen terhadap variabel dependen (Kepuasan) yaitu Persepsi Nilai dan Citra karena memiliki nilai ‘Sig’ sebesar 0.154 dan 0.444 atau di atas standar yang telah ditentukan.

PEMBAHASAN Pada Tabel 2 terlihat bahwa ada pengaruh yang signifikan dari variabel Kualitas Inti terhadap Kepuasan yaitu dengan p-value sebesar 0.007. Berdasarkan hal ini maka hipotesis 1 dapat didukung atau terbukti. Bus TransJogja sebagai moda transportasi yang dikelola langsung oleh Pemda DIY memiliki kualitas yang sangat bagus, yaitu mulai dari penggunaan bus yang masih baru, interior yang mewah, memiliki AC, memiliki halte ditempat-tempat tertentu untuk menaikkan dan menurunkan penumpang dan memiliki jadwal kedata-

Page 41: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

PENGARUH KUALITAS, PERSEPSI NILAI, DAN CITRA TERHADAP…………………..……………..(Petra Surya Mega Wijaya)

137

ngan yang tepat membuat para penumpang TransJogja merasa puas dengan pelayanan yang diberikan tersebut.

Tabel 3 juga memberikan hasil adanya pengaruh yang signifikan antara Kualitas Relasional terhadap Kepuasan dengan p-value sebesar 0.003 sehingga hipotesis 2 dapat dikatakan didukung atau terbukti. Kualitas Relasional ini diantara-nya adalah jam operasi bus TransJogja, jumlah penumpang dijaga supaya tidak berdesak-desakan, keramahan kru bus, dan sopir yang membawa bus dengan baik atau tidak ugal-ugalan. Para penumpang bus TransJogja merasakan secara langsung Kualitas Relasional ini dengan baik sehingga mempengaruhi kepuasan para penumpang tersebut. Penumpang juga merasakan bahwa pelayanan ini diberikan dengan baik dan bukan hanya lip service semata saja.

Pada Tabel 2 juga ditemukan 2 variabel yang tidak signifikan yaitu Persepsi Nilai dan Citra sehingga hipotesis 3 dan 4 tidak dapat didukung atau tidak terbukti. Berkaitan dengan Persepsi Nilai, hal ini berhubungan dengan penetapan tarif bus untuk para penumpangnya. Ada kesan yang timbul pada penumpang bahwa tarif yang diberikan selama ini masih dirasakan cukup tinggi untuk ukuran Jogjakarta yang mayoritas penggunanya adalah pelajar dan mahasiswa yang menginginkan adanya harga yang lebih murah daripada sekarang. Hal inilah diyakini membuat Persepsi Nilai tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Kepuasan penumpang bus TransJogja.

Berkaitan dengan citra bus TransJogja yang tidak terlalu dirasakan oleh penumpang karena berkaitan dengan promosi yang sangat kurang oleh operator bus, baik di internet, maupun media massa. Penumpang merasakan bahwa bus TransJogja sangat mudah ditemukan di jalan sehingga tanpa promosipun mereka sudah mengenal bus ini dengan baik. Hal

inilah yang menyebabkan citra bus TransJogja tidak signifikan mempengaruhi Kepuasan penumpang. KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan, maka ada sejumlah temuan yang dapat diperlihatkan. Pertama, sebagian besar penumpang bus TransJogja adalah berjenis kelamin wanita (58%), berusia maksimal 20 tahun (47%), pekerjaan sebagai pelajar dan mahasiswa (61%) dan berpenghasilan maksimal Rp 1.000.000,- per bulan (44%). Kedua, terdapat 2 variabel yang signifikan mempengaruhi Kepuasan yaitu Kualitas Inti dan Kualitas Relasional, sedangkan untuk variabel Persepsi Nilai dan Citra tidak memiliki pengaruh terhadap Kepuasan. Keterbatasan dan Saran Bagi Penelitian Selanjutnya

Pengambilan sampel dilakukan secara acak, yaitu dalam arti tidak dilakukan secara sistematis berdasarkan jam pengamatan tertentu secara perio-dik.Pengambilan sampel sebaiknya dilakukan secara periodik, misalkan pagi, siang, sore dan malam hari. Pengambilan ini supaya dapat memenuhi keberagaman responden yang menggunakan jasa transportasi TransJogja. Guna meningkat-kan besarnya pengaruh variabel indepen-den terhadap variabel dependen, sebaiknya dimasukkan variabel-variabel lainnya, misalkan Kualitas Jasa, dan Marketing Mix Jasa.

Page 42: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

138

DAFTAR REFERENSI Brown, T.J., Churchill, J.R., Gilbert, A.,

and Peter, J.P., 1993. “Improving the Measurement of Service Quality”. Journal of Retailing, 69(1): 127-147.

Bitner, M.J., 1990. “Evaluating Service

Encounters: the Effect of Physical Surrounding and Employee Responses”. Journal of Marketing, 54 (April): 69-82.

Cronin, Jr., J.J., and Taylor, S.A.,

1992.”Measuring Service Quality: A Reexamination and Extension”. Journal of Marketing, 56 (July): 55-68.

Cronin, Jr., J.J., Brady, M.K., dan Hult,

G.T.M., 2000, “Assessing the Effect of Quality, Value, and Customer Satisfaction in Consumer Behavioral Intentions in Service Environments”. Journal of Retailing, 76(2): 193-218.

Ghozali, I. 2005. Aplikasi Analisis

Multivarite dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbitan Universitas Diponegoro

Hallowell, R., 1996. “The Relationship of

Customer Satisfaction, Customer Loyalty, and Profitability: an Empirical Study”. International Journal of Service Industry Management, 7(4): 27-42.

http://bisnisukm.com/belanja-mahasiswa-

diy-capai-rp300-miliar-per-bulan.html

http://id.wikipedia.org/wiki/TransJogja http://news.okezone.com/index.php/ReadS

tory/2008/02/24/1/86358/jumlah-

penerimaan-mahasiswa-pt-di-yogyakarta-terus-turun

Kotler, P., 2000, Manajemen Pemasaran,

Edisi Milenium, PT Prenhallindo, Jakarta: Pearson Education Asia.

Kotler, P., dan Keller, K.L., 2006,

Marketing Management, 12th Ed, Upper Saddle River, New Jersey, Prentice-Hall Inc.

Kusumawati, R., 2007. “Analisis Pengaruh

Image, Kualitas yang dipersepsikan, Harapan Nasabah pada Kepuasan Nasabah dan Pengaruh Kepuasan Nasabah pada Loyalitas Nasabah dan Perilaku Beralih Merek”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 1(1): 53-62.

Lovelock, C,. 2001, Service Marketing, 4th

Ed., Upper Saddle River, New Jersey: Prentice Hall International Inc.

Mardalis, A., 2002, Peran Citra

Perusahaan dalam Mempengaruhi Nasabah untuk Memilih Suatu Bank, Benefit, 6(1): 8-15.

McDougall, Gordon, H.G., dan Levesque,

T., 2000. “Customer Satisfaction With Service: Putting Percieved Value Into the Equation”. Journal of Service Marketing, 14(5): 392-410.

Mittal, B., dan Lassar, W.M., 1998. “Why

Do Customer Swicth? The Dinamics of Satisfaction versus Loyalty”. Journal of Service Marketing, 12(3): 177-194.

Parasuraman, A., Zeithaml, V.A., dan

Berry, L.L., 1988. “SERQUAL: A Multiple-Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality”. Journal of Retailing, Vol. 64(1): 14-40.

Page 43: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

PENGARUH KUALITAS, PERSEPSI NILAI, DAN CITRA TERHADAP…………………..……………..(Petra Surya Mega Wijaya)

139

Ravald, A., dan Gronroos, C., 1996. “The Value Concept and Relational Marketing”. European of Marketing, 30(2): 19-30.

Shimp, A., 2003. Periklanan Promosi

Aspek Tambahan Komunikasi Terpadu. Jakarta: Erlangga.

Simamora, B., 2004. Panduan Riset

Perilaku Konsumen. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Wijaya, P.S.M., 2007 “Pengaruh Citra, Kualitas Relasional, dan Persepsi Nilai Terhadap Sikap, Loyalitas Serta Keinginan untuk Berpindah pada Industri Café di Yogyakarta”. Jurnal Siasat Bisnis, 12(1): 39-46.

Zeithaml, V.A., 1988.”Customer

Perceptions of Price, Quality, and Value: a Means-end Model and synthesis of Evidence”. Journal of Marketing, 52(July): 2-22

Page 44: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PRODUK DETERJEN…………………………………..…………..……………..(Wendri Rusli)

 

141

SIKAP MASYARAKATTERHADAP PRODUK DETERJEN DI KOTA YOGYAKARTA

Wendri Rusli

Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Cokroaminoto Yogyakarta

ABSTRACT This study examines the effect ofadvertisement, brand, dan product quality on society attitude in Yogyakarta. Thesampleis drawn with a stratified random precedure, resulted on the respondents 100 fromyogyakarta society. Using Ajzen and Fishbein analysis, the results show that advertisement, brand, and product qualityinfluence on society’s attitude in Yogyakarta. Keywords: Advertisement, Brand, Product Quality, Attitude PENDAHULUAN

Industri deterjen di Indonesia saat ini berkembang secara positif dan signifikan dengan kegiatan perekonomian yang sedang berjalan. Keberadaan alat pember-sih di Kota Yogyakarta bisa dilihat pada beredar berbagai merek dari perusa-haan yang berdampak pada pertambahan lapangan kerja di satu sisi dan di sisi lain memberikan nilai positif bagi masyarakat untuk menjaga kebersihan dari sudut kesehatan dan dari segi efisiensi waktu mimiliki nilai positif. Pertumbuhan pesat dalam industri deterjen itu ditunjang oleh pergeseran pola konsumsi masyarakat yang semula cukup menggunakan pem-bersih tradisional beralih ke produk pembersih modern .

Wijayanto (2009) tentang pengaruh harga, kualitas, jenis dan kemasan berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap keputusan konsumen dalam melakukan pembelian deterjen Rinso di Wonogiri. Pada survei kepuasan pelanggan 2005 hingga 2006 posisi teratas pada produk sabun cuci bubuk dikuasai oleh

Attack dan Rinso. Pada tahun 2005 So Klin berada pada posisi ketiga dibawah posisi Rinso dan Attack dan lebih unggul dibandingkan Daia dan Surf.Pada tahun 2006 posisi So Klin diungguli oleh Daia dan Surf sehingga turun pada posisi kelima.

Kota Yogyakarta terletak ditengah-tengah Propinsi DIY.Jumlah penduduk kota Yogyakarta, berdasar Sensus Penduduk 2010 berjumlah 388.088 jiwa, dengan proporsi laki-laki dan perempuan yang hampir setara dengan tingkat kepadatan rata-rata 15.197/km² dengan luas wilayah 32,50 km2. Angka harapan hidup penduduk Kota Yogyakarta menurut jenis kelamin, laki-laki usia 72,25 tahun dan perempuan usia 76,31 tahun. Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin adalah 48,86 persen laki-laki dan 51,14 persen perempuan. Untuk memberikan dan memenuhi kebutuhan masyarakat, para pelaku usaha deterjen berupaya sepenuh tenaga untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan.

Page 45: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

 

142

Pelaku usaha memahami untuk mendapat-kan pelanggan yang loyal dan pelanggan baru perlu mengeluarkan biaya.Situasi demikian diperlukan hubungan yang positif kepada pelanggan yang setia.Untuk memperoleh pelanggan baru perusahaan mengeluarkan biaya lebih besar dari pada nilai pelanggan sebenarnya. Didalam masyarakat telah terjadi persaingan antar merk dalam harga jual yang berdampak pada perilaku masyarakat untuk melaku-kan peralihan merk sesering mungkin Brand Switching, menyadari situasi para pelaku usaha berusaha mencari terobosan yang positif agar konsumen tetap loyal.

Hsu dan Chang (2003) menyatakan bahwa masyarakat dapat dibentuk pola persepsi melalui iklan dan perilaku Brand Switching sehingga dapat membagi konsumen menjadi empat bagian yaitu innovative customer, random purchasers, loyal customer dan information laggards . Kondisi masyarakat Indonesia terbentuk dalam kondisi demikian yang berdampak pada seringnya berpindah merk dari iklan yang ada. Strategi dari perpindahan merk akibat perilaku masyarakat Kota Yogya-karta berkaitan dengan harga.

Tujuan penelitian ini untuk meng-analisis persepsi masyarakat terhadap iklan yang dilakukan oleh deterjen Rinso dan perilaku switching masyarakat kota Yog-yakarta atas harga yang dilakukan oleh perusahaan Unilever terhadap deterjen merk Rinso. Secara khusus, penelitian bertujuan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh iklan, merek, dan kualitas produk rinso erhadap sikap masyakarat di Yogyakarta. TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Mempertahankan pelanggan adalah yang paling utama, hal demikian bisa dipertahankan dengan dua cara yaitu melakukan brand switching barriers dengan menyulitkan pembeli untuk

berganti pemasok. Langkah pertama pelanggan cenderung switch tidak berganti pemasok, kalau biaya modalnya tinggi, biaya pencariannya tinggi, potongan sebagai pelanggan setia hilang. Langkah kedua memberikan kepuasan pelanggan yang tinggi, sehingga akan lebih sulit bagi pesaing untuk lain.

Cokajaya (2009) menyatakan bahwa kegiatan pemasaran harga, citra toko, distribusi, iklan dan promosi harga membentuk kesan kualitas yang signifikan dan positif.consumer behavior adalah kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa tersebut didalamnya untuk proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan perlu pemahaman yang baik (Dharmmesta dan Irawan, 2001).

Setiadi (2003) mengklasifikasikan empat fungsi-fungsi sikap konsumen sebagai berikut Fungsi utilitarian meru-pakan fungsi yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dasar imbalan dan hukuman. Disini konsumen mengembang beberapa sikap terhadap produk atas dasar apakah suatu produk memberikan kepuasan atau kekecewaan. Fungsi ekspresi nilai konsumen mengembangkan sikap terhadap suatu merk produk bukan didasarkan atas manfaat produk itu, tetapi lebih didasarkan atas kemampuan merk produk itu mengespresikan nilai-nilai yang ada pada dirinya. Fungsi mempertahankan ego sikap yang dikembangkan oleh konsumen cenderung untuk melindunginya dari tantangan eksternal maupun perasaan internal, sehingga membentuk fungsi mempertahankan ego.Fungsi pengetahuan sikap membantu konsumen mengorgani-sasikan informasi yang begitu banyak yang setiap hari dipaparkan pada dirinya. Fungsi pengetahuan dapat membantu konsumen mengurangi ketidakpastian dan ke-bingungan dalam memilah-milah informa-si yang relevan dan tidak relevan dengan

Page 46: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PRODUK DETERJEN…………………………………..…………..……………..(Wendri Rusli)

 

143

kebutuhan. Pemahaman sikap konsumen merupakan hal yang sangat krusial. Pengembangan produk dapat dilakukan dengan terlebih dahulu. Penelitian menunjukkan bahwa menemukan adanya pengaruh karakteristik produk baru dan memori iklan media televisi terhadap keputusan konsumen secara positif dan signifikan. Kotler (2003) mengindikasikan kepuasan pelanggan sebagai hasil yang dirasakan oleh pembeli dari kinerja perusahaan yang memenuhi harapan mereka.Pelanggan puas bila harapan mereka terpenuhi dan senang bila harapannya terpenuhi. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitif pada harga dan member komentar baik tentang merk yang dijual.Agung (2009)menganalisis kepuasan harga bagi konsumen terhadap harga, mutu produk, merk produk memberikan daya tarik yang positif. Pringle dan Thompson (2001) menyatakan bahwa seiring waktu, merk berubah menjadi suatu simbol bagi konsumen dimana merek tertentu dianggap sebagai status, identifikasi diri, dan life style yang mewakili konsumen atau yang ingin dicapai oleh konsumen. Contohnya, konsumen menganggap bahwa memakai pakaian merek Armani atau mengendarai mobil Mercedes Benz akan meningkatkan status sosial mereka karena citra merk tersebut merupakan perwakilan dari prestise. Marconi (1994) memberikan definisi bahwa status, atau lebih tepatnya persepsi akan status adalah hal yang dijual dari merk-merk berharga tinggi tersebut. Ketika konsumen membeli produk dengan merek tertentu, mereka membeli kualitas dengan harga yang dapat diterima – belum tentu murah – dan bersamaan dengan itu, timbulnya perasaan akan selera, style, kesuksesan dan status yang dipersepsikan atas merk tersebut. Perpindahan merk (brand switching) adalah saat dimana seorang pelanggan atau sekelompok pelanggan berpindah kesetiaan dari satu merk sebuah

produk tertentu ke merk produk lainnya. Perpindahan merk yang dilakukan oleh pelanggan untuk setiap waktu penggunaan, tingkat brand switching ini menunjukkan sejauh mana sebuah merk memiliki pelanggan yang loyal. Perpindahan merk brand switching merupakan fenomena yang sering terjadi pada berbagai pasar, terutama pasar persaingan sempurna dimana terdapat berbagai macam produk sejenis dengan harga yang bersaing sehingga memudahkan konsumen melakukan variety seeking.

Cateora (2002) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang atau suatu kekecewaan yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesan terhadap hasil yang didapat dan dapat pula suatu kinerja produk sesuai dengan harapan. Merk merupakannama, simbol, yang dirancang untuk mengidentifikasi produk yang ditawarkan. Merk berfungsi untuk membedakan produk yang dihasilkan oleh perusahaan dengan produk pesaing. Mempermudah konsumen dalam mengidentifikasi konsumen melalui kua-litas yang dimiliki produk. Citra adalah persepsi masyarakat terhadap perusahaan atas produknya. Citra menjadi efektif dalam memantapkan karakter produk dan memberikan kekuatan emosional yang lebih dari sekedar citra mental. Pemben-tukkan citra melalui berbagai persepsi yang terdapat dalam alam pikiran seseorang terhadap suatu obyek dan berakhir pada pengaruh analisa serta tindakan dalam keputusan untuk membeli. Aaker (1991) menyatakan bahwaurutan loyalitas merk dalam lima tingkatan. Pertama, Switcher adalah pembeli yang sama sekali tidak loyal. Pembeli yang tidak mau terikat sama sekali dengan merk apapun, merk mempunyai peranan kecil dalam keputusan pembeli jenis ini. Kedua, Habitual buyer adalah pembeli yang merasa puas dengan produk atau paling

Page 47: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

 

144

tidak mereka tidak kecewa, pembeli ini memiliki merk karena kebiasaan saja. Ketiga, Satisfied buyer with switching cost yaitu pembeli yang merasa puas dengan menanggung atau mengeluarkan biaya peralihan switching cost seperti biaya, waktu, uang dan resiko pemakaian karena peralihan merk. Keempat, Liking the brand yaitu tipe pembeli yang sangat menyukai merk, pembeliannya berdasarkan assosiasi merk atau simbul atau karena rangkaian pengalaman penggunaan yang sudah lama. Kelima, Commited buyer adalah pembeli pelanggan yang sangat loyal dan setia, mereka sangat bangga dalam menggunakan merk tertentu itu. Merk sangat penting bagi pembeli karena functional benefit dan emotional benefit mampu mengekspresikan jati dirinya. Berdasarkan penjelasan teori dan hasil penelitian yang ada, maka hipotesis dirumuskan sebagai berikut: H1: Merk, kualitas produk, Iklan

berpengaruh positif terhadap sikap konsumen.

METODA PENELITIAN

Husain Umar (2000) Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan cara mengumpulkan infor-masi terhadap sekelompok masyarakat yang melakukan hubungan antara individu dengan individu dan sekelompoknya baik secara langsung maupun tak langsung dengan obyek yang dipelajari seperti individu, organisasi, masyarakat yang diadakan secara sistematis dengan cara pengisian daftar pertanyaan, wawancara.

Populasi penelitian adalah masyarakat yang memiliki dan yang pernah menggunakan produk yang dipasarkan dengan masa waktu penelitian selama 6 (enam) bulan sejak awal bulan Februari 2011 sampai bulan Juli 2011. Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan di daerah kotaYogyakarta

dilakukan olah data yang terdiri analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.

Sampel yang digunakan untuk penelitian sebanyak 100 orang pemakai atau pernah membeli deterjen Rinso di kota Yogyakarta secara random sampling berjenjang dengancaraacak, serta melakukan pengukuran variable melalui cara Scale Likert 5 . Data yang Digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer berupa informasi data awal dari responden mengenai harga, merk produk, iklan,pelayanan, situasi serta karakteristik responden. Sementara itu, data sekunder adalah data yang didapat dari pustaka berbentuk literatur, makalah, jurnal yang berhubungan dengan penelitian. Data demikian digunakan untuk gambaran umum yang berhubungan dengan masalah penelitian.

Penelitian ini menggunakan analisis kualitatifdan kuantitatif. Analisis kualitatif menampilkan karakteristik para pembeli dan pernah memakai deterjen merek Rinso di kota Yogyakarta. Sementara itu, analisis kuantitatif adalah untuk membuktikan dan menguji hipotesis penelitian yang diajukan agar tercapai tujuan penelitian.

Uji Validitas dan Reliabilitas. Uji validitas menggunakan kriteria dikatakan valid atau tidak valid adalah bila korelasi r yang diperoleh lebih besar dari pada koefisien di tabel nilai-nilai kritis r yaitu pada taraf signifikansi 5% instrumen tes yang diuji cobakan tersebut dinyatakan valid.Kriteria pengujian adalah Bila r hitung > r tabel, maka pertanyaan yang diberikan adalah valid.Bila r hitung < r tabel maka pertanyaan yang diterima adalah tidak valid.

Uji relaibilitas digunakan untuk menggambarkan sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap obyek yang sama dengan alat ukur yang sama dan mengetahui reliabilitas dari pertanyaan-pertanyaan

Page 48: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PRODUK DETERJEN…………………………………..…………..……………..(Wendri Rusli)

 

145

dalam kuesioner digunakan teknik Cronbachs Alpha. Suatu instrumen dianggap reliebel apabila koefisien lebih dari 0,05. Kriteria pengujian Bila rxx> r tabel maka pertanyaan adalah reliabel Bila rxx< r tabel maka pertanyaan yang disebar adalah tidak reliable.

Selanjutnya, analisis Reasoned Action, teori yang dikemukakan oleh Ajzen dan Fishbein untuk menghitung besaran skor atas loyalitas konsumen (Ab) dengan menggunakan rumus. Rumus perhitungan loyalitas sebagai berikut:

Ab bi . ei

Keterangan: Ab= Loyalitas konsumen terhadap minat pelayanan pembelian deterjen merek “Rinso”(Harga ,Iklan , kualitas, desain produk, lokasi, pelayanan dan pertanggung jawaban produk)bi= Variabel keyakinanei= Variabel evaluasin = Jumlah atribut

Seseorang memiliki loyalitas searah objek berdasarkan kepada kepercayaan mengenai objek.Menghitung Norma Subjektif

SN NBj MCj

Keterangan: SN= Norma SubyektifNBj= variabel keyakinan normatif konsumen

terhadap referen MCj= variabel motivasi konsumen terhadap referen,referen= kelompok sosial yang menjadi ukuran untuk membentuk kepribadian dan perilaku konsumen berupa teman dekat, anggota keluarga atau saudara dekat.

Analisis uji beda dilakukan dengan pendekatan uji Mann-Whitney U, yaitu uji yang digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan sikap masyarakat Kota Yogyakarta terhadap sabun deterjen Rinso berdasarkan pekerjaan, tingkat penghasilan, usia, dan pendidikan terhadap atribut merek, kualitas, dan iklan.

HASIL PENELITIAN

Kegiatan hasil kuesioner yang dibagikan kepada 100 masyarakat Yogyakarta maka dapat diketahui karakteristik umum responden menurut usia, pendapatan, pendidikan dan pekerjaannya. Komposisi Responden Berdasarkan Usia dijelaskan dalam tabel 1. Tabel 1 menginformasikan karakteristik responden menurut tingkat usia, terbanyak adalah mereka yang memiliki tingkat usia antara 25-33 tahun sebanyak 38 responden (38%), kemudian tingkat usia 33-40 tahun sebanyak 29 responden (29%), berarti usia 25 tahun sampai usia 40 tahun merupakan pasar potensial bagi konsumen deterjen bubuk.

Tabel 1

Komposisi Responden Menurut Usia

Usia Jumlah Prosentase (%)

17-25 tahun 25-33 tahun 33 - 40 tahun 40 tahun ke atas

19 38 29 14

19% 38% 29% 14%

Jumlah 100 100 Sumber : Data diolah Tahun: 2011

Page 49: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

 

146

Selanjutnya komposisi responden berdasarkan pendidikan disajikan dalam tabel 2. Tabel 2 menyatakan karakteristik responden secara mayoritas menurut pendidikan SMA sebanyak 49 responden

(49 %), kemudian pendidikan D3 sebanyak 21 responden (21 %), berarti pasar potensial adalah masyarakat berpendidikan.

Tabel 2

Komposisi Responden Menurut Pendidikan

Pendidikan Jumlah Prosentase

(%) SMA D3 S1 S2/S3

49 21 19 11

49% 21% 19% 11%

Jumlah 100 100 Sumber : Data diolah Tahun: 2011

Komposisi responden berdasarkan

pekerjaan disajikan pada tabel 3.Tabel 3 menunjukkan karakteristik responden menurut pekerjaan, responden yang

memiliki pekerjaan secara mayoritas menggunakan deterjen bubuk untuk mencuci.

Tabel 3 Komposisi Responden Menurut Pekerjaan

Pendidikan Jumlah Prosentase (%)

PNS Pegawai Swasta Pelajar/Mahasiswa Ibu Rumah Tangga

21 39 3 37

21% 39% 3% 37%

Jumlah 100 100 Sumber : Data diolah Tahun: 2011

Selanjutnya, komposisi responden berdasarkan pendapatan disajikan pada tabel 4. Tabel 4 menjelaskan karakteristik responden menurut pendapatan perbulan,

responden terbanyak adalah mereka yang memiliki pendapatan per bulan Rp. 2.000.000,- keatas sebagai pasar potensial.

Page 50: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PRODUK DETERJEN…………………………………..…………..……………..(Wendri Rusli)

 

147

Tabel 4 Komposisi Responden Menurut Pendapatan per bulan

Pendapatan Jumlah Prosentase

(%) ≤ Rp. 2.000.000,- 16 16% Rp. 2.000.000,- s.d Rp. 4.000.000,- 42 42% Rp. 4.000.000,- s.d Rp. 6.000.000,- 31 31% ≥ Rp. 6.000.000,- 11 11%

Jumlah 100 100 Sumber : Data diolah Tahun: 2011

Hasil jawaban respondenuntuk

pertanyaan parameter keyakinan tentang merek, kualitas, dan iklan disajikan pada tabel. Prosentase jawaban keyakinan responden untuk variabel merek disajikan

pada tabel 5. Tabel 5 menginformasikan bahwa responden secara mayoritas menyatakan setuju sebanyak 136 (45,3%), bahwa merek menjadi pilihan.

Tabel 5

Prosentase Jawaban Keyakinan Responden Untuk Variabel Merek

Jawaban STS TS N S SS Total

Pertanyaan F % F % F % F % F % F %

1 10 10% 8 8% 16 16% 51 51% 15 15% 100 100%2 7 7% 16 16% 23 23% 48 48% 6 6% 100 100%3 11 11% 22 22% 24 24% 37 37% 6 6% 100 100%

Total 28 9,4% 46 15,3% 63 21% 136 45,3% 27 9% 300 100%Sumber : Data Primer Diolah Tahun : 2011

Prosentase jawaban keyakinan responden untuk variabel kualitas dijelaskan pada tabel 6. Tabel 6 memberi informasi secara keseluruhan responden

setuju dengan prosentase 40,7% bahwa kualitas menjadi pertimbangan dalam membeli deterjen bubuk Rinso.

Tabel 6 Prosentase Jawaban Keyakinan Responden Untuk Variabel Kualitas

Jawaban STS TS N S SS Total Pertanyaan F % F % F % F % F % F %

1 6 6% 11 11% 31 31% 38 38% 14 14% 100 100%2 7 7% 20 20% 35 35% 30 30% 8 8% 100 100%

3 3 3% 4 4% 21 21% 54 54% 18 18% 100 100%

Total 16 5,3% 35 11,7% 87 29% 122 40,7% 40 13,3% 300 100%Sumber: Data Primer Diolah Tahun : 2011

Page 51: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

 

148

Berikutnya prosentase jawaban keyakinan responden untuk variabel iklandijelaskan pada tabel 7. Tabel 7 menginformasikan bahwa masyarakat

secara mayoritas setuju sebanyak 46% dengan membeli deterjen bubuk Rinso berdasarkan iklan.

Tabel 7 Prosentase Jawaban Keyakinan Responden Untuk Variabel Iklan

Jawaban STS TS N S SS Total

Pertanyaan F % F % F % F % F % F %

1 6 6% 7 7% 16 16% 54 54% 17 17% 100 100%2 7 7% 20 20% 35 35% 30 30% 8 8% 100 100%3 3 3% 4 4% 21 21% 54 54% 18 18% 100 100%

Total 16 5,3% 31 10,3% 72 72 138 46% 43 14,4% 300 100%Sumber Data : Primer Diolah Tahun : 2011

Jawaban responden untuk parameter

evaluasi tercermin pada variabel merek, kualitas, dan iklan. Penejelasan masing-masing variabel disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 8 menjelaskan prosentase jawaban keyakinan responden

untuk variabel merek. Tabel 8 mengindikasikan bahwa responden untuk evaluasi pada merk secara keseluruhan setuju sebanyak 50,60%.

Tabel 8

Prosentase Jawaban Keyakinan Responden Untuk Variabel Merek

Jawaban STS TS N S SS Total

Pertanyaan F % F % F % F % F % F %

1 7 7% 7 7% 19 19% 62 62% 5 5% 100 100%2 8 8% 19 19% 20 20% 46 46% 7 7% 100 100%3 8 8% 22 22% 23 23% 44 44% 3 3% 100 100%

Total 23 7,7% 48 16% 62 20,7% 152 50,6% 15 5% 300 100%Sumber Data : Primer Diolah Tahun : 2011

Tabel 9 Prosentase Jawaban Keyaki-

nan Responden Untuk Variabel Kualitas. Tabel 9 memberi informasi bahwa responden memiliki keyakinan deterjen

bubuk Rinso didasarkan kualitas secara keseluruhan berpendapat setuju sebesar 36,70%.

Page 52: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PRODUK DETERJEN…………………………………..…………..……………..(Wendri Rusli)

 

149

Tabel 9 Prosentase Jawaban Keyakinan Responden Untuk Variabel Kualitas

Jawaban STS TS N S SS Total

Pertanyaan F % F % F % F % F % F %

1 5 5% 11 11% 28 28% 45 45% 11 12% 100 100%2 8 8% 33 33% 21 21% 25 25% 13 13% 100 100%

3 13 13% 20 20% 24 24% 40 40% 3 7% 100 100%

Total 26 8,7% 64 21,3% 73 24,3% 110 36,7% 27 9% 300 100%Sumber : Data Primer Diolah Tahun : 2011

Prosentase jawaban keyakinan

responden untuk variabel iklan disajikan pada tabel 10. Tabel 10 menginformasikan

bahwa masyarakat berkeyakinan membeli deterjen bubuk Rinso berdasarkan iklan dengan jawaban setuju sebesar 46%.

Tabel 10

Prosentase Jawaban Keyakinan Responden Untuk Variabel Iklan

Jawaban STS TS N S SS Total

Pertanyaan F % F % F % F % F % F %

1 6 6% 5 5% 20 20% 58 58% 11 11% 100 100%2 2 2% 6 6% 24 24% 55 55% 13 13% 100 100%3 8 8% 25 25% 36 34% 25 25% 6 6% 100 100%

Total 16 5,3% 36 12% 80 26,7% 138 46% 30 10% 300 100% Sumber Data : Data Primer yang Diolah Tahun : 2011

Uji validitas dalam penelitian ini

menggunkan pendekatan atau teknik korelasi product moment.Nilai rXY yang didapat akan dibandingkan dengan nilai rtabel. Besarnya rtabel ditentukan dengan derajat kebebasan N-2 yaitu 100-2 = 98 pada taraf signifikansi 5%.Hasil yang

didapat untuk rtabel adalah 0,202.Apabila rXY berada di atas rtabel, atau rXY lebih besar daripada rtabel berarti dinyatakan valid dan sebaliknya. Hasil perhitungan korelasi product moment disajikan pada tabel 12.

Tabel 11 Hasil Uji Reabilitas

Parameter Cronbach’s Alpha rtabel Keterangan Keyakinan 0,92191 0,202 Reliabel Evaluasi 0,82015 0,202 Reliabel

Sumber : Data Primer Diolah Tahun: 2011

Page 53: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

 

150

Tabel 12 Hasil Uji Validitas

Variabel

Pertanyaan

Parameter Keterangan

Keyakinan Evaluasi Keyakina

n Evaluas

i

Rxy Rhitun

g Rxy

Rhitung

Merek 1 0.844303 0.202 0.656631 0.202 Valid Valid 2 0.826153 0.202 0.763596 0.202 Valid Valid 3 0.745907 0.202 0.651188 0.202 Valid Valid

Kualitas 1 0.706674 0.202 0.59171 0.202 Valid Valid 2 0.608762 0.202 0.628127 0.202 Valid Valid 3 0.644645 0.202 0.656275 0.202 Valid Valid

Iklan 1 0.644171 0.202 0.608454 0.202 Valid Valid 2 0.728047 0.202 0.44455 0.202 Valid Valid 3 0.72204 0.202 0.58195 0.202 Valid Valid

Sumber : Data Primer Diolah Tahun : 2011

Selanjutnya uji Reliabilitas menggu-nakan pendekatan nilai Cronbach’s Alpha. Sugiyono dan Wibowo (2003),menyata-kan bahwa suatu intrumen dikatakan reliabel apabila nilai Cronbach’s Alpha yang diperoleh lebih besar dari nilai r-tabel. Hasil uji reliabilitas disajikan pada tabel 11.

Analisis data menggunakan analisis Fishbein. Langkah pertama menentukan skor parameter keyakinan (bi). Hasil skor parameter keyakinan (bi) disajikan pada tabel 13 dan tabel 14.

Langkah berikutnya menentukan skor parameter evaluasi (ei). Hasil perhitungan skor parameter evaluasi disajikan pada tabel 15 dan tabel 16.

Tabel 13

Parameter Keyakinan

Variabel Pertanyaan STS TS N S SS Jumlah

Merek 1 10 8 16 51 15 100 2 7 16 23 48 6 100 3 11 22 24 37 6 100

Kualitas 1 6 11 31 38 14 100 2 7 20 35 30 8 100 3 3 4 21 54 18 100

Iklan 1 6 7 16 54 17 100 2 7 20 35 30 8 100 3 3 4 21 54 18 100

Sumber : Data Primer Diolah Tahun: 2011

Page 54: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PRODUK DETERJEN…………………………………..…………..……………..(Wendri Rusli)

 

151

Tabel 14 Skor Parameter Keyakinan

Variabel Pertanyaan Nilai Jawaban Atribut

Jumlah Rata-Rata STS TS N S SS

Merek 1 10 16 48 204 75 353

3.29 2 7 32 69 192 30 330 3 11 44 72 148 30 305

Kualitas 1 6 22 93 152 70 343

3.45 2 7 40 105 120 40 312 3 3 8 63 216 90 380

Iklan 1 6 14 48 216 85 369

3.54 2 7 40 105 120 40 312 3 3 8 63 216 90 380

Sumber: Data Primer Diolah Tahun: 201

Tabel 15 Parameter Evaluasi

Variabel Pertanyaan STS TS N S SS Jumlah

Merek 1 7 7 19 62 5 100 2 8 19 20 46 7 100 3 8 22 23 44 3 100

Kualitas 1 5 11 28 45 11 100 2 8 33 21 25 13 100 3 13 20 24 40 3 100

Iklan 1 6 5 20 58 11 100 2 2 6 24 55 13 100 3 8 25 36 25 6 100

Sumber : Data Primer Diolah Tahun : 2011

Tabel 16 Skor Parameter Evaluasi

Variabel Pertanyaan Nilai Jawaban Atribut

Jumlah Rata-Rata STS TS N S SS

Merek 1 7 14 57 248 25 351

3.29 2 8 38 60 184 35 325 3 8 44 69 176 15 312

Kualitas 1 5 22 84 180 55 346

3.16 2 8 66 63 100 65 302 3 13 40 72 160 15 300

Iklan 1 6 10 60 232 55 363

3.43 2 2 12 72 220 65 371 3 8 50 108 100 30 296

Sumber : Data Primer Diolah Tahun : 2011

Page 55: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

 

152

Langkah terkahir adalah menentukan

skor sikap total individu. Hasil perhitung-an nilai skor sikap konsumen disajikan pada tabel 17 dan 18.

Tabel 17

Nilai Skor Sikap Konsumen

Atribut Nilai Parameter Keyakinan (ei)

Nilai Parameter Evaluasi (bi)

Nilai Skor Sikap (A0)

Merek 3.29 3.29 10.82 Kualitas 3.45 3.16 10.90

Iklan 3.54 3.43 12.14 Total Skor Sikap 33.86

Sumber: Data Primer Diolah Tahun : 2011

Tabel 18 Skor Sikap Masyarakat Yogyakarta Terhadap Sabun Rinso

Atribut Keyakinan Ideal Nilai Parameter

Evaluasi (bi) Nilai Skor Sikap

Merek 5 3.29 16.45 Kualitas 5 3.16 15.80

Iklan 5 3.43 17.15 Total Skor Sikap 49.40

Sumber : Data Primer Diolah Tahun : 2011

Hasil perhitungan skor sikap dapat

dijelaskan dalam bentuk skala sikap. Gambar2 menjelaskan posisi skala skor sikap masyarakat kota Yogyakarta.

0 1 2 3 4 5

0 9.88 19.76 29.64 39.52 49.40

33.86

Gambar 2 Skala Skor Sikap

PEMBAHASAN

Berdasarkan analisis Fishbein diterangkan bahwa masyarakat membeli deterjen bubuk Rinso berdasarkan pertama pengaruh informasi Iklan kedua berdasarkan Merk dan yang ketiga Kualitas. Total skor sikap konsumen berada pada rentang skor 3 sampai dengan 4 dan rentang sikap ideal 29,64 dan 39,52

disimpulkan sikap masyarakat Yogyakarta terhadap sabun deterjen Rinso adalah positif. Berdasarkan hasil analisis ini bahwa iklan, merek dan kualitas produk berpengaruh terhadap sikap masyarakat kota Yogyakarta.

Analisis uji bedadengan menggunakan uji Mann-Whitney U, untuk mengetahui apakah ada perbedaan sikap masyarakat Kota Yogyakarta terhadap

Page 56: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PRODUK DETERJEN…………………………………..…………..……………..(Wendri Rusli)

 

153

sabun deterjen Rinso berdasarkan tingkat penghasilan, pekerjaan, usia, dan pendidikan terhadap atribut merek,

kualitas, dan iklan. Hasil analisis ditampilkan dalam tabel 19..

Tabel 19

Hasil Uji Mann-Whitney

Atribut U Utabel Keterangan Merek 1383.5 5000 Tidak ada

perbedaan Kualitas 1286 5000 Tidak ada

perbedaan Iklan 1457.5 5000 Tidak ada

perbedaan Sumber : Data diolah 2011

Tabel 19 di atas dapat diketahui

bahwa semua atribut mempunyai nilai U lebih kecil dari pada nilai Utabel. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan sikap masyarakat kota Yogyakarta terhadap deterjen Rinso.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan analisis dan pemba-hasan sebelumnya dapat disimpulkan beberapa hal. Pertama, merk, iklan, dan kualitas berperan positif dan signifikan terhadap sikap masyarakat dalam pemakaian deterjen bubuk Rinso. Kedua, karakteristik pengguna deterjen bubuk Rinso berusia remaja sampai orang tua dengan latar belakang berpendidikan dengan berprofesi dan berpenghasilan tetap. Saran

Beberapa saran penelitian peratama perlu memberikan informasi secara berke-lanjutan agar masyarakat Kotamadya Yogyakarta semakin loyal.Variabel Iklan, Merk dan Kualitas perlu dikembangkan secara berkelanjutan agar masyarakat Kotamadya Yogyakarta menjadi puas dan

tidak mencari alternatif lain. Deterjen bubuk Rinso sebagai industri yang dominan perlu melakukan peranan aktif dalam kegiatan sosial bermasyarakat agar masyarakat Kotamadya Yogyakarta semakin mencintai produk ini.Penelitian hanya menggunakan 100 responden, oleh karena itu perlu ditambah untuk meningkatkan kemampuan generalisasi penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aake, D. 1991. Marketing Research 8th Editio. John weill& Sons

Cakajaya, I. 2009. Analisis Faktor

Kegiatan Pemasaran Terhadap Ekuitas Merk Deterjen Bubuk.Tesis. S 2 Universitas 17 Agustus 1945

Cateora, P.R. 2002.International Mar-

keting 11 edition. McGraw-Hill Higher Education

Endah, D. 2009. Pengaruh Karakteristik

Produk Baru dan Memori Iklan Media Televisi Terhadap Kepu-tusan Konsumen Mengadopsi

Page 57: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

 

154

Deterjen di Kalurahan Makam Haji Surakarta.Skripsi. S 1 Fakultas Ekonomi Universitas Muhama-diyah Surakarta.

Gde Agung, A. 2009. Pengaruh price

Satisfaction Produk Indosat IM3 Terhadap Perilaku Brand Switching Konsumen. Jurnal Bisnis&Manajemen Universitas Pajajaran Bandung 10 (2):

Hsu dan Chang 2003.”The Role of

Advertising Played in Brand Switching”.Journal of American Academy Business Cambridge (2003).

Husein.U. 2000. Metode Penelitian Untuk

Skripsi dan Tesis Bisnis.Jakarta: Raja Grafindo Persada Jakarta

Kotler, P. 2003. Marketing Management

11 Edition. Prentince Interna-tioanal. New Jersey: Hall Inc:

Nugroho, S.J. 2003. Perilaku Konsumen:

Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Jakarta: Prenada Media

Priadiana, M..S. dan Saludin, M.2009.

Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis.Yogyakarta: Graha Ilmu ,

Pringle dan Thompson, 2003.Consumer Behavior.New Jersey: Prentince Internatioanal Hall Inc.

Sugiyono dan Wibowo, E. 2002. Statistika

Penelitian, Edisi Pertama, Cetakan Pertama.: Bandung:Alfabeta.

Swastha, B. dan Irawan.2001.Manajemen

Pemasaran Modern. Yogyakarta: Liberty.

Wijayanto, C. 2009. Pengaruh Harga, Kualitas, Jenis dan kemasan Terhadap Keputusan Konsumen Dalam Melakukan Pembelian Deterjen Rinso. Skripsi S1 Fakul-tas Ekonomi Universitas Muhama-diyah Surkarta.

Page 58: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

PENGARUH MODAL DAN TENAGA KERJA PER JENIS INVESTASI…………………………...…..……………..(Rudy Badrudin)

155

PENGARUH MODAL DAN TENAGA KERJA PER JENIS INVESTASITERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL

BRUTO (PDRB) DI KABUPATEN SLEMAN PASCA OTONOMI DAERAH, TAHUN 2001-2005

Rudy Badrudin

STIE YKPN Yogyakarta Jalan Seturan, Yogyakarta 55281

Telepon +62 274 486160, 486321, Fax. +62 274 486155 E-mail: [email protected]

ABSTRACT

This research analyze the effect of capital and labor of Foreign Investment, Local Investment, and Non-facility Investment on Gross Domestic Regional Product in Sleman Regency after regional autonomy. Based on research method using 3 models of regression equation with significance level of 5%, the result are capital and labor of Foreign Investment had no significant effect on Gross Domestic Regional Product in Sleman Regency; capital of Local Investment had no significant effect on Gross Domestic Regional Product in Sleman Regency and labor of Local Investment had significant effect on Gross Domestic Regional Product in Sleman Regency, capital and labor of Non-facility Investment had no significant effect on Gross Domestic Regional Product in Sleman Regency. Keywords: capital, labor, foreign invesment, local invesment, non-facility invesment PENDAHULUAN Otonomi daerah yang dilaksanakan per 1 Januari 2001 telah memberikan peran yang lebih besar kepada pemerintah dan para pelaku ekonomi daerah untuk menangani pembangunan di daerah (Badrudin, 2000:2). Oleh karena itu, pelaksanaan otonomi daerah merupakan moment yang tepat untuk memberi peran yang lebih besar kepada pemerintah dan para pelaku ekonomi daerah untuk menangani pembangunan di daerah. Hakekat pem-bangunan ekonomi daerah adalah suatu proses yang ditunjukkan dengan tindakan pemerintah dan masyarakat dalam menge-lola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

pemerintah daerah dengan masyarakat untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan ekonomi daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan meng-gunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal. Orientasi ini mengarahkan pada inisiatif yang muncul dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.

Page 59: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

156

Pemerataan pembangunan wilayah dengan pemerataan alokasi investasi antarwilayah perlu memperhatikan masalah dan potensi yang ada di wilayah sehingga diharapkan akan terjadi spesialisasi dalam proses pembangunan dengan keunggulan komparatif yang dimi-liki masing-masing wilayah. Demi-kian pula dengan pengembangan wilayah melalui pembangunan di daerah antara pusat pemerintahan daerah propinsi dengan kota/kabupaten dan antara daerah kota/kabupaten dengan kecamatan, dan seterusnya harus pula memperhatikan masalah dan potensi yang ada. Menurut UU Nomor 32 tahun 2004, Republik Indonesia menganut asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan tugas pembantuan dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberi kesem-patan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Hal itu juga disebutkan dalam penjelasan Pasal 18 UUD 1945 yang menyatakan bahwa Pasal 18 UUD 1945 menjadi landasan yang kuat bagi TAP MPR Republik Indonesia Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyeleng-garaan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian dan Pemanfataan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Per-imbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai landasan yang kuat untuk menyelenggarakan otonomi daerah.

Menurut UU Nomor 33 tahun 2004, dalam penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keu-angan pemerintah pusat dan daerah. Sum-ber pembiayaan pelaksanan desentralisasi

terdiri dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah. Berdasarkan sumber pembiayaan daerah tersebut, maka pelaksanaan pembangunan di daerah menjadi lebih lancar dengan tidak mengabaikan distribusi pendapatan antarwilayah yang timpang seperti yang terjadi pada masa lalu.Hasil pembangunan yang ditunjukkan pada nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat dianalisis dengan memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai PDRB tersebut. Pemerintah Kabupaten Sleman dalam melaksanakan perencanaan pembangunan daerah sebagai bagian dari perencanaan pembangunan nasional beren-cana untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat Sleman dengan mengembangkan perekonomian akar rumput, yakni kegiatan ekonomi yang berbasis pada masyarakat dan untuk pe-ningkatan kesejahteraan masyarakat.Agar usaha pengembangan perekonomian tersebut dapat terealisasi maka diperlukan sumber pembiayaan untuk kebutuhan investasi. Pemerintah Kabupaten Sleman berupaya menggali dana pembangunan secara optimal dari berbagai sumber, baik dari sumber pemerintah daerah melalui APBD maupun dari sumber masyarakat -investor. Jenis investasi yang dilakukan di Kabupaten Sleman dikelompokkan ke dalam investasi fasilitas yang meliputi investasi Penanaman Modal Asing atau PMA dan Penanaman Modal Dalam Negeri atau PMDN dan investasi non-fasilitas. Nilai dan rincian investasi di Kabupaten Sleman pada tahun 2001 sampai dengan 2005 ditunjukkan pada Tabel 1 berikut ini:

Page 60: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

PENGARUH MODAL DAN TENAGA KERJA PER JENIS INVESTASI…………………………...…..……………..(Rudy Badrudin)

157

Tabel 1 Nilai dan Rincian Investasi di Kabupaten Sleman, Tahun 2001-2005 (dalam Rp)

Tahun Investasi Fasilitas Investasi Fasilitas Investasi Fasilitas Investasi Investasi Total

PMA PMDN PMA + PMDN Non Fasilitas Fasilitas + Non Fasilitas

2001 745,469,897,326 553,054,016,000 1,298,523,913,326 698,163,538,000 1,996,687,451,326

2002 676,599,243,750 539,057,642,000 1,215,656,885,750 745,295,665,000 1,960,952,550,750

2003 911,587,481,000 532,630,642,000 1,444,218,123,000 954,116,800,000 2,398,334,923,000

2004 828,094,258,000 525,817,642,000 1,353,911,900,000 1,045,479,089,475 2,399,390,989,475

2005 1,286,379,314,000 507,711,454,000 1,794,090,768,000 1,265,757,408,801 3,059,848,176,801

Sumber: P2KPM Kabupaten Sleman.Investasi di Kabupaten Sleman Tahun 2006. Manfaat per jenis investasi (investasi fasilitas PMA, investasi fasilitas PMDN, dan investasi non fasilitas) bagi masyarakat Sleman ditunjukkan dengan dampaknya terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan angka pendapatan per kapita dari tahun 2001 sampai dengan 2005 yang absolutnya selalu meningkat seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2, rata-rata pendapatan per kapita masyarakat Kabupaten Sleman selama 5 tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah mencapai Rp4,922,954,-. Manfaat investasi yang masuk ke Kabupaten Sleman sehingga

berdampak terhadap peningkatan angka pendapatan per kapita masyarakat Kabupaten Sleman terjadi di antaranya melalui penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Sleman. Peningkatan penye-rapan tenaga kerja, di samping akan menambah pendapatan masyarakat Kabupaten Sleman juga akan mengurangi angka pengangguran. Berikut ini ditunjukkan pada Tabel 2 tentang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan pendapatan per kapita Kabupaten Sleman tahun 2001-2005 dan Tabel 3 tentang penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Sleman per jenis investasi.

Tabel 2

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Pendapatan Per Kapita Kabupaten Sleman,

Tahun 2001-2005

Tahun Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB (Rp000,-)

Pendapatan per Kapita

2001 4,135,882,000 Rp4,588,614

2002 4,874,054,000 Rp4,710,465

2003 5,285,158,400 Rp4,877,989

2004 5,817,680,400 Rp5,118,675

2005 6,350,202,400 Rp5,319,025

Sumber: BPS Kabupaten Sleman, Sleman Dalam Angka, Tahun 2006.

Page 61: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

158

Berdasarkan Tabel 3 berikut ini, nampak penyerapan tenaga kerja per jenis investasi di Kabupaten Sleman tahun 2001-2005 berfluktuasi untuk setiap jenis investasi. Untuk jenis investasi PMA, penyerapan tenaga kerja cenderung

mengalami kenaikan. Untuk jenis investasi PMDN, penyerapan tenaga kerja cenderung mengalami fluktuasi. Untuk jenis investasi non fasilitas, penyerapan penyerapan tenaga kerja cenderung mengalami kenaikan.

Tabel 3

Penyerapan Tenaga Kerja per jenis Investasi di Kabupaten Sleman, Tahun 2001-2005

Tenaga Kerja 2001 2002 2003 2004 2005 PMA 4.495 4.640 4.696 5.472 6.248 PMDN 10.276 10.435 10.457 10.155 10.305 Non Fas 81.991 85.455 87.787 96.764 105.741 PMA+PMDN 14.771 15.075 15.153 15.627 16.101 TOTAL 96.762 100.530 102.940 112.391 138.395

Sumber: P2KPM Kabupaten Sleman.Investasi di Kabupaten Sleman Tahun 2006. Berdasarkan Tabel 1, nampak nilai investasi di Kabupaten Sleman meningkat dalam periode tahun 2001-2005. Peningkatan nilai investasi tersebut beriringan dengan perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Sleman dari struktur ekonomi yang agragris menuju ke arah industri dan jasa.Perubahan struktur ekonomi tersebut berdampak terhadap kebutuhan lahan yang mengakibatkan permintaan lahan di daerah tertentu sangat tinggi sehingga harga lahan menjadi

semakin mahal. Berikut ini ditunjukkan data pada Tabel 4 tentang perubahan struktur ekonomi (Metode Produksi) dan Tabel 5 tentang perubahan peran pelaku ekonomi (Metode Penggunaan) selama 5 tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sleman. Penjelasan peru-bahan sruktur ekonomi menurut metode produksi dan metode penggunaan berdasarkan pengertian bahwa keduanya menunjukkan nilai PDRB yang dihitung dari sudut pandang yang berbeda.

Tabel 4

Perubahan Struktur Ekonomi di Kabupaten Sleman (Metode Produksi), Tahun 2001-2005

NOMOR LAPANGAN USAHA 2001 2002 2003 2004 2005

1 Pertanian 18.97% 17.67% 18.37% 18.33% 18.29%

2 Pertambangan dan Penggalian 0.42% 0.56% 0.52% 0.54% 0.55%

3 Industri Pengolahan 15.53% 18.91% 18.12% 18.53% 18.87%

4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 0.79% 1.23% 1.10% 1.13% 1.16%

5 Bangunan 8.97% 8.48% 8.57% 8.50% 8.44%

6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 20.55% 20.37% 20.64% 20.78% 20.89%

7 Pengangkutan dan Komunikasi 8.61% 8.22% 8.10% 7.97% 7.87%

8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 9.69% 9.30% 9.07% 8.93% 8.81%

9 Jasa-Jasa 16.47% 15.26% 15.49% 15.29% 15.13%

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00%

Sumber: BPS, Sleman Dalam Angka, 2006.

Page 62: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

PENGARUH MODAL DAN TENAGA KERJA PER JENIS INVESTASI…………………………...…..……………..(Rudy Badrudin)

159

Tabel 5 Perubahan Struktur Ekonomi di Kabupaten Sleman (Metode Penggunaan),

Tahun 2001-2005

NOMOR JENIS PENGGUNAAN ADHB/ADHN 2001 2002 2003 2004 2005

1 Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga 60.30% 62.65% 63.51% 64.03% 64.46%

2 Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 0.32% 0.31% 0.20% 0.17% 0.14%

3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah dan Pertahanan 12.50% 12.26% 12.35% 12.38% 12.40%

4 Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 42.38% 40.88% 40.21% 39.83% 39.51%

5 Perubahan Stok dan Ekspor Antardaerah -22.58% -22.90% -23.37% -23.50% -23.62%

6 Ekspor Antarnegara / Luar Negeri 8.42% 8.15% 8.23% 8.21% 8.20%

7 Dikurangi Impor Antarnegara / Luar Negeri 1.34% 1.35% 1.13% 1.11% 1.09%

Sumber: BPS, Sleman Dalam Angka, 2006.

Berdasarkan Tabel 4, nampak kontribusi peran sektor pertanian cenderung semakin menurun sedang kontribusi sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran cenderung semakin mening-kat. Ini menunjukkan adanya permintaan lahan yang cenderung semakin meningkat sehingga akan menaikkan harga lahan di Kabupaten Sleman mengingat keterbatasan lahan yang dapat digunakan untuk kegiatan ekonomi. Di samping itu, perubahan struktur ekonomi berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan alokasi tenaga kerja dan modal dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa. Tenaga kerja yang berkualitas lebih tertarik bekerja di sektor industri dan jasa daripada sektor pertanian karena mengharapkan memperoleh upah yang lebih tinggi. Bagi pemilik modal, pemanfaatan modal di sektor industri dan jasa akan mendatangkan return on invesment yang lebih tinggi daripada di sektor pertanian. Berdasarkan Tabel 5, nampak peran pelaku ekonomi di Kabupaten Sleman yang semakin meningkat adalah pelaku ekonomi rumah tangga dalam berkonsumsi, sedang pembentukan modal tetap domestik bruto yang menunjukkan peran investor dalam melakukan investasi

cenderung semakin menurun. Walaupun semakin turun kontribusinya, tetapi peranan investor di Kabupaten Sleman selama tahun 2001-2005 masih relatif tinggi, yaitu berfluktuasi di sekitar 40%. Berdasarkan uraian dalam penda-huluan yang menjelaskan tentang pengaruh modal dan tenaga kerja per jenis investasi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sleman Pasca Otonomi Daerah maka disusun permasalahan penelitian, yaitu 1) apakah modal pada jenis investasi Fasilitas Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sleman pasca Otonomi Daerah; 2) apakah tenaga kerja pada jenis investasi Fasilitas Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sleman pasca Otonomi Daerah; 3) apakah modal pada jenis investasi Fasilitas Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berpengaruh signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sleman pasca Otonomi Daerah; 4) apakah tenaga kerja pada jenis investasi Fasilitas Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berpengaruh signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Page 63: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

160

Kabupaten Sleman pasca Otonomi Daerah; 5) apakah modal pada jenis investasi Non Fasilitas berpengaruh signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sleman pasca Otonomi Daerah; dan 6) apakah tenaga kerja pada jenis investasi Non Fasilitas berpengaruh signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sleman pasca Otonomi Daerah. MATERI DAN METODE PENELITIAN Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang telah diolah lebih lanjut yang kemudian diterbitkan/ atau dilaporkan suatu lembaga. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data studi dokumentasi yang mempelajari beberapa dokumen dan naskah dari instansi-instansi yang berkaitan dengan masalah yang penulis teliti dan studi kepustakaan yaitu mempelajari buku-buku serta sumber lain seperti artikel, literatur, dan jurnal dalam usaha mengumpulkan berbagai informasi yang berhubungan dengan teori atau konsep-konsep yang berkaitan dengan masalah yang penulis teliti.

Berdasarkan aspek ekonomi, dae-rah mempunyai tiga pengertian, yaitu 1) daerah homogen, suatu daerah dianggap sebagai ruang di mana kegiatan ekonomi terjadi dan di dalam berbagai pelosok ruang tersebut terdapat sifat-sifat yang sama dari segi pendapatan per kapita, sosial-budaya, geografis, dan sebagainya; 2) daerah nodal, suatu daerah dianggap sebagai suatu ekonomi ruang yang dikuasai oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi; dan 3) daerah perencanaan atau daerah administrasi, suatu daerah adalah suatu ekonomi ruang yang berada di bawah satu administrasi tertentu seperti satu propinsi, kabupaten, kecamatan, dan sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa

yang dimaksud dengan daerah di sini didasarkan oleh pembagian administratif suatu negara (Arsyad, 2004:297).

Dalam praktik, pengertian daerah yang ketiga lebih banyak digunakan dalam membahas perencanaan pemba-ngunan ekomomi, karena 1) dalam melaksanakan kebijaksanaan dan rencana pembangunan daerah diperlukan tindakan-tindakan dari berbagai lembaga pemerintah sehingga akan lebih praktis jika suatu negara dipecah menjadi beberapa daerah ekonomi berdasarkan suatu administratif yang ada dan 2) daerah yang batasannya ditentukan secara administratif lebih mudah dianalisis, karena biasanya pengunpulan data di berbagai daerah dalam suatu negara pembagiannya didasarkan pada satuan administratif.

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merang-sang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, 2004:298). Masalah pokok dalam pembangunan daerah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelemba-gaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi. Pemba-ngunan ekonomi daerah merupakan suatu proses, yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan

Page 64: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

PENGARUH MODAL DAN TENAGA KERJA PER JENIS INVESTASI…………………………...…..……………..(Rudy Badrudin)

161

kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru. Teori Ekonomi Neo Klasik menjelaskan bahwa terdapat dua konsep pokok dalam pembangunan ekonomi daerah. Adapun dua konsep tersebut adalah keseimbangan dan mobilitas faktor produksi. Artinya, sistem pereko-nomian akan mencapai keseimbangan alamiah jika modal dapat mengalir tanpa restriksi. Oleh karena itu, modal akan mengalir dari daerah yang berupah tinggi menuju ke daerah yang berupah rendah. Teori Basis Ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permin-taan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja. Strategi pembangunan daerah yang muncul berdasarkan teori ini adalah penekanan terhadap arti penting ban-tuan kepada dunia usaha yang mempu-nyai pasar secara nasional maupun internasional. Implementasi kebijakannya mencakup pengurangan hambatan/batasan terhadap perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan di daerah tersebut.

Salah satu teori pertumbuhan ekonomi yang berkembang sejak tahun 1950-an adalah teori pertumbuhan ekonomi Neo-Klasik yang dikemukakan oleh Solow-Swan. Menurut teori pertumbuhan ekonomi Solow-Swan, pertumbuhan ekonomi tergantung kepada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja, dan akumulasi modal) dan tingkat kemajuan teknologi. Peran kemajuan teknologi di dalam pertumbuhan ekonomi sangat

tinggi. Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa perekonomian tetap mengalami tingkat pengerjaan penuh dan kapasitas perlatan modal tetap sepenuhnya digunakan sepanjang waktu. Dengan demikian, perkembangan perekonomian tergantung pada pertambahan penduduk, akumulasi kapital, dan kemajuan teknologi. Teori pertumbuhan ini didasarkan kepada fungsi produksi yang dikembangkan oleh Charles Cobb dan Paul Douglas (fungsi produksi Cobb-Douglas) yang diformulasikan sebagai berikut, yaitu Q = T Ka Lb keterangan: Q = tingkat output pada tahun tertentu T = tingkat teknologi pada tahun tertentu K = jumlah stok barang modal pada

tahun tertentu L = jumlah tenaga kerja pada tahun

tertentu a = persentase perubahan output yang

diciptakan oleh perubahan 1% modal b = persentase perubahan output yang

diciptakan oleh perubahan 1% tenaga kerja

Menurut Algifari (2003:149-150), analisis terhadap hubungan antara input dan output dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglass dapat memberi-kan banyak informasi mengenai karakteristik proses produksi yang dianalisis. Karakteristik peoses produksi yang dapat diketahui dari persamaan Q = T Ka Lb, yaitu 1) nilai konstanta T menunjukkan tingkat teknologi yang digunakan dalam proses produksi waktu tertentu; 2) Nilai a menunjukkan elastisitas input K. Jika teknologi dan jumlah input K yang digunakan dalam proses produksi tidak berubah, maka a menunjukkan besarnya persentase perubahan jumlah output setiap perubahan 1% jumlah input K yang digunakan dalam proses produksi; 3) nilai b menunjukkan elastisitas input L. Jika teknologi dan jumlah input L yang digunakan dalam proses produksi tidak berubah, maka b menunjukkan

Page 65: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

162

besarnya persentase perubahan jumlah output setiap perubahan 1% jumlah input L yang digunakan dalam proses produksi; 4) jumlah nilai a dan b menunjukkan skala produksi suatu proses produksi. Jika a+b > 1, maka skala produksi tersebut adalah increasing return to scale yang berarti jika teknologi tidak berubah sedangkan input L dan input K masing-masing ditambah 1% maka output akan meningkat lebih daripada 1%. Jika a+b = 1, maka skala produksi tersebut adalah constant return to scale yang berarti jika teknologi tidak berubah sedangkan input L dan input K masing-masing ditambah 1% maka output akan meningkat sebesar 1% pula. Jika a+b < 1, maka skala produksi tersebut adalah decreasing return to scale yang berarti jika teknologi tidak berubah sedangkan input L dan input K masing-masing ditambah 1% maka output akan meningkat kurang daripada 1%; dan 5) hasil bagi nilai a dan b menunjukkan intensitas penggunaan input dalam proses produksi. Jika pada suatu proses produksi di mana hasil bagi a dengan b lebih besar daripada 1 maka proses produksi tersebut lebih banyak menggunakan input K atau capital intensive (padat modal). Jika pada suatu proses produksi di mana hasil bagi a dengan b lebih kecil daripada 1 maka proses produksi tersebut lebih banyak menggunakan input L atau labor intensive (padat tenaga kerja). Penelitian ini menggunakan pendekatan teori Robert Solow-Trevor Swan karena digunakannya bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas oleh Solow-Swan. Penelitian sebelumnya tentang pengaruh modal dan tenaga kerja terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) telah dilakukan oleh Purnamawati dan Badrudin (2004) yang meneliti tentang Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sleman, Propinsi DIY, Tahun 2001. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Skala produksi di Kabupaten

Sleman adalah increasing return to scale karena jumlah nilai a + b = 0,0171+1,0427 = 1,0598 > 1; 2) Intensitas penggunaan input dalam kegiatan ekonomi di Kabupaten Sleman lebih banyak menggunakan input modal K daripada input tenaga kerja L atau bersifat padat modal (capital intensive) karena a/b = 0,0171/1,0427 = 0,4005 < 1; dan 3) Uji statistik terhadap koefisien regresi persamaan 2 (dengan uji statistik 2 sisi dan tingkat signifikansi 5%), menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja berpengaruh tidak signifikan terhadap PDRB Kabupaten Sleman tahun 2001 sedang variabel modal berpengaruh signifikan terhadap PDRB Kabupaten Sleman tahun 2001.

Badrudin (2009) meneliti Dampak Kegiatan Investasi Terhadap Pendapatan Per Kapita Masyarakat Kabupaten Sleman Pasca Otonomi Daerah di Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogya-karta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa investasi fasilitas PMA berpengaruh tidak signifikan terhadap pendapatan per kapita masyarakat Kabupaten Sleman, investasi fasilitas PMDN berpengaruh signifikan dan negatif terhadap pendapatan per kapita masyarakat Kabupaten Sleman, dan investasi non fasilitas berpengaruh signifikan dan positif terhadap pendapatan per kapita masyarakat Kabupaten Sleman. Berdasarkan penje-lasan tersebut, dirumuskan hipotesis sebagai berikut H1: Modal pada jenis investasi Fasilitas

Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sleman pasca Otonomi Daerah.

H2: Tenaga kerja pada jenis investasi Fasilitas Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sleman pasca Otonomi Daerah.

Page 66: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

PENGARUH MODAL DAN TENAGA KERJA PER JENIS INVESTASI…………………………...…..……………..(Rudy Badrudin)

163

H3: Modal pada jenis investasi Fasilitas Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berpengaruh signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sleman pasca Otonomi Daerah.

H4: Tenaga kerja pada jenis investasi Fasilitas Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) berpengaruh signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sleman pasca Otonomi Daerah.

H5: Modal pada jenis investasi Non Fasilitas berpengaruh signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sleman pasca Otonomi Daerah.

H6: Tenaga kerja pada jenis investasi Non Fasilitas berpengaruh signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sleman pasca Otonomi Daerah.

Definisi operasional dan pengu-kuran setiap variabel penelitian yang berhubungan dengan hipotesis penelitian adalah 1) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai produk yang dihasilkan dari sektor-sektor produktif di Kabupaten Sleman dalam waktu tertentu (1 tahun) yang diukur dengan satuan rupiah; 2) Modal adalah nilai investasi fasilitas yang meliputi investasi dari luar negeri (Penananam Modal Asing atau PMA) dan investasi dari dalam negeri (Penananam Modal Dalam Negeri atau PMDN) yang menggunakan fasilitas bea masuk dari pemerintah serta investasi non fasilitas sebagai jenis investasi yang tidak menggunakan fasilitas bea masuk dari

pemerintah, misalnya pendirian usaha yang dilakukan oleh pengembang perumahan dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang diukur dengan satuan rupiah; dan 3) tenaga kerja adalah jumlah orang yang bekerja di masing-masing jenis investasi yang diukur dengan satuan orang. Model penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Y = α + β1 MPMA + β2 TKPMA + e Y = α + β1 MPMDN + β2 TKPMDN + e Y = α + β1 MINF + β2 TKINF + e keterangan: Y = Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) MPMA = jumlah modal pada jenis investasi fasilitas PMA TKPMA = jumlah tenaga kerja pada jenis investasi fasilitas PMA MPMDN = jumlah modal pada jenis investasi fasilitas PMDN TKPMDN = jumlah tenaga kerja pada jenis investasi fasilitas PMDN MINF = jumlah modal pada jenis investasi non fasilitas TKINF = jumlah tenaga kerja pada jenis investasi non fasilitas HASIL PENELITIAN Berdasarkan data nilai dan rincian investasi di Kabupaten Sleman pada Tabel 1, maka dapat dihitung kontribusi investasi fasilitas PMA dan PMA terhadap investasi fasilitas yang hasilnya ditunjukkan pada Tabel 6 berikut ini:

Page 67: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

164

Tabel 6 Kontribusi Investasi Fasilitas PMA dan PMDN terhadap Investasi Fasilitas

di Kabupaten Sleman, Tahun 2001-2005

Tahun Investasi Fasilitas PMA

Investasi Fasilitas PMDN

2001 57.41% 42.59% 2002 55.66% 44.34% 2003 63.12% 36.88% 2004 61.16% 38.84% 2005 71.70% 28.30%

rata-rata 61.81% 38.19%

Sumber: P2KPM Kabupaten Sleman. Investasi diKabupaten Sleman Tahun 2006. Data diolah dari Tabel 1. Nampak pada Tabel 6, selama 5 tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sleman, rata-rata kontribusi investasi fasilitas PMA sebesar 61,81% per tahun dan investasi fasilitas PMDN sebesar 38,19% per tahun. Berarti rata-rata kontribusi investasi fasilitas PMA lebih besar daripada investasi fasilitas PMDN.

Berdasarkan data nilai dan rincian investasi di Kabupaten Sleman pada Tabel 1, maka dapat dihitung pertumbuhan investasi fasilitas PMA dan PMDN per tahun yang hasilnya ditunjukkan pada Tabel 7 berikut ini:

Tabel 7

Pertumbuhan Investasi Fasilitas PMA dan PMDN di Kabupaten Sleman, Tahun 2001-2005

Tahun Investasi Fasilitas PMA

Investasi Fasilitas PMDN

2001 21.95% 1.86%

2002 -9.24% -2.53%

2003 34.73% -1.19%

2004 -9.16% -1.28%

2005 55.34% -3.44%

rata-rata 18.73% -1.32%

Sumber: P2KPM Kabupaten Sleman. Investasi di Kabupaten Sleman Tahun 2006. Data diolah dari Tabel 1. Nampak selama 5 tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sleman, rata-rata pertumbuhan investasi

fasilitas PMA sebesar 18,73% per tahun dan investasi fasilitas PMDN sebesar -1,32% per tahun. Berarti rata-rata

Page 68: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

PENGARUH MODAL DAN TENAGA KERJA PER JENIS INVESTASI…………………………...…..……………..(Rudy Badrudin)

165

pertumbuhan investasi fasilitas PMA lebih besar daripada investasi fasilitas PMDN. Besarnya rata-rata kontribusi dan pertumbuhan investasi fasilitas PMA yang lebih besar daripada investasi fasilitas PMDN di Kabupaten Sleman diduga disebabkan investor asing relatif tidak ada permasalahan dengan faktor modal sehingga otonomi daerah yang mulai berlaku per 1 Januari 2001 bagi investor asing dipandang sebagai peluang bisnis untuk meraup return on invesment. Bagi investor lokal, faktor modal masih menjadi permasalahan sehingga otonomi daerah

yang mulai berlaku per 1 Januari 2001 belum dipandang sebagai peluang bisnis untuk meraup return on invesment karena bunga pinjaman yang masih relatif tinggi sebagai dampak krisis ekonomi tahun 1998. Berdasarkan data nilai dan rincian investasi di Kabupaten Sleman pada Tabel 1, maka dapat dihitung kontribusi investasi fasilitas (PMA dan PMDN) dan investasi non fasilitas terhadap total investasi yang hasilnya ditunjukkan pada Tabel 8 berikut ini:

Tabel 8

Kontribusi Investasi Fasilitas (PMA dan PMDN) dan Investasi Non Fasilitas terhadap Total Investasi di Kabupaten Sleman, Tahun 2001-2005

Tahun Investasi Fasilitas (PMA+PMDN)

Investasi Non Fasilitas

2001 65.03% 34.97%

2002 61.99% 38.01%

2003 60.22% 39.78%

2004 56.43% 43.57%

2005 58.63% 41.37%

rata-rata 60.46% 39.54%

Sumber: P2KPM Kabupaten Sleman. Investasi di Kabupaten Sleman Tahun 2006.Data diolah dari Tabel 1. Nampak selama 5 tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sleman, rata-rata kontribusi investasi fasilitas (PMA dan PMDN) sebesar 60,46% per tahun dan investasi non fasilitas sebesar 39,54% per tahun. Berarti rata-rata kontribusi investasi fasilitas

(PMA dan PMDN) lebih besar daripada investasi non fasilitas. Berdasarkan data nilai dan rincian investasi di Kabupaten Sleman pada Tabel 1, maka dapat dihitung pertumbuhan investasi fasilitas PMA dan PMDN per tahun yang hasilnya ditunjukkan pada Tabel 9 berikut ini:

Page 69: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

166

Tabel 9 Pertumbuhan Investasi Fasilitas (PMA dan PMDN) dan Investasi Non Fasilitas

di Kabupaten Sleman, Tahun 2001-2005

Tahun Investasi Fasilitas (PMA+PMDN)

Investasi Non Fasilitas

2001 12.50% 10.87%

2002 -6.38% -1.79%

2003 18.80% 22.30%

2004 -6.25% 0.04%

2005 32.51% 27.53%

rata-rata 10.24% 11.79%

Sumber: P2KPM Kabupaten Sleman. Investasi di Kabupaten Sleman Tahun 2006. Data diolah dari Tabel 1. Nampak selama 5 tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sleman, rata-rata pertumbuhan investasi fasilitas (PMA dan PMDN) sebesar 10,24% per tahun dan investasi non fasilitas sebesar 11,79% per tahun. Berarti rata-rata pertumbuhan investasi fasilitas (PMA dan PMDN) lebih kecil daripada investasi non fasilitas. Hal ini disebabkan karena kontribusi investasi fasilitas (PMA dan PMDN) selama tahun 2001-2005 cenderung semakin menurun sedang

kontribusi investasi non fasilitas selama tahun 2001-2005 cenderung semakin meningkat. Hasil pengujian hipotesis untuk mengetahui signifikan tidaknya pengaruh modal dan tenaga kerja terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk masing-masing jenis investasi pada tingkat signifikansi sebesar 5% ditunjukkan pada Tabel 10 sebagai berikut(Subiyakto, 2004: 53):

Tabel 10

Hasil Pengujian Hipotesis dengan Regresi

Hipotesis Jenis Investasi T test P value Pengujian 1 Fasilitas PMA 0,0401 0,1043 0,9264 Tidak signifikan 2 Fasilitas PMA 1,0008 1,469 0,2796 Tidak signifikan 3 Fasilitas PMDN -5,0488 -6,005 0,0266 Signifikan *) 4 Fasilitas PMDN -0,617 -0,2785 0,8068 Tidak signifikan 5 Non Fasilitas 0,4634 1,0793 0,3933 Tidak signifikan 6 Non Fasilitas 0,4595 0,4499 0,6968 Tidak signifikan

Sumber: Hasil olah data. Keterangan: *) pada α = 5%.

Page 70: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

PENGARUH MODAL DAN TENAGA KERJA PER JENIS INVESTASI…………………………...…..……………..(Rudy Badrudin)

167

Berdasarkan hasil olah data dapat dilakukan analisis terhadap bentuk fungsi produksi Cobb-Douglass Kabupaten

Sleman untuk jenis investasi Fasilitas PMAsebagaiberikut:

ln Q = ln 19,6471 + 0,0401 ln K + 1,0008 ln L (persamaan 1)

(0,1043) (1,469) Persamaan 1 kemudian diubah menjadi bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas

seperti yang ditunjukkan pada persamaan 2 sebagai berikut:

Q = 19,6471 . K0,0401 . L1,0008 (persamaan 2) Hasil analisis terhadap fungsi produksi Cobb-Douglas (persamaan 2) tersebut dapat disimpulkan bebeapa hal. Pertama, skala produksi untuk jenis investasi PMA di Kabupaten Sleman adalah increasing return to scale karena jumlah nilai a + b = 0,0401 + 1,0008 = 1,0409 > 1. Dengan demikian, tidak adanya perubahan teknologi tetapi adanya penambahan input tenaga kerja L dan input modal K masing-masing sebesar 1% akan meningkatkan PDRB Kabupaten Sleman lebih besar daripada 1%. Kedua, intensitas penggunaan input dalam kegiatan ekonomi untuk jenis investasi PMA di Kabupaten Sleman lebih banyak menggunakan input tenaga kerja L daripada input modal K atau bersifat padat tenaga kerja (labor intensive) karena a/b = 0,0401/1,0008 = 0,0401 < 1. Ketiga, uji statistik terhadap koefisien regresi persamaan 1 (dengan uji statistik 2 sisi dan tingkat signifikansi 5%), nampak bahwa nilai t hitung variabel K (0,1043) berada di daerah penerimaan H0, karena nilai t hitung tersebut di antara –4,303 dan 4,303 atau di antara dua t tabel (0,025;2) = 4,303. Hal ini berarti H0 yang

menyatakan bahwa nilai koefisien regresi variabel K adalah nol diterima. Dengan demikian, nilai koefisien regresi 0,0401 tidak signifikan atau dapat dianggap sama dengan nol pada tingkat siginifikan 5%. Nilai t hitung variabel L (1,469) berada di daerah penerimaan H0, karena nilai t hitung tersebut di antara –4,303 dan 4,303 atau di antara dua t tabel (0,025;2) = 4,303. Hal ini berarti H0 yang menyatakan bahwa nilai koefisien regresi variabel L adalah nol diterima. Dengan demikian, nilai koefisien regresi 1,0008 tidak signifikan atau dapat dianggap sama dengan nol pada tingkat siginifikan 5%. Berdasarkan hasil uji statistik tersebut maka disimpulkan bahwa nilai PDRB Kabupaten Sleman tahun 2001-2005 (lima tahun pertama pemberlakuan Otonomi Daerah) secara signifikan tidak dipengaruhi oleh variabel modal dan tenaga kerja untuk jenis investasi PMA. Berdasarkan hasil olah data dapat dilakukan analisis terhadap bentuk fungsi produksi Cobb-Douglass Kabupaten Sleman untuk jenis investasi Fasilitas PMDN sebagai berikut:

ln Q = ln 171,3018 - 5,0488 ln K - 0,617 ln L (persamaan 3) (-6,005) (-0,2785)

Persamaan 3 kemudian diubah menjadi bentuk fungsi produksi Cobb-

Douglas seperti yang ditunjukkan pada persamaan 4 sebagai berikut:

Q = 171,3018 . K-5,0488 . L-0,617 (persamaan 4)

Page 71: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

168

Hasil analisis terhadap fungsi produksi Cobb-Douglas (persamaan 4) tersebut dapat disimpulkan beberapa hal. Pertama, skala produksi untuk jenis investasi PMDN di Kabupaten Sleman adalah decreasing return to scale karena jumlah nilai a + b = -5,0488 - 0,617 = -5,6658 < 1. Dengan demikian, tidak adanya perubahan teknologi tetapi adanya penambahan input tenaga kerja L dan input modal K masing-masing sebesar 1% akan menurunkan PDRB Kabupaten Sleman lebih besar daripada 1%. Kedua, intensitas penggunaan input dalam kegiatan ekonomi untuk jenis investasi PMDN di Kabupaten Sleman lebih banyak menggunakan input tenaga kerja K daripada input modal L atau bersifat padat modal (capital intensive) karena a/b = -5,0488/-0,617 = 8,1828 > 1. Ketiga, uji statistik terhadap koefisien regresi persamaan 3 (dengan uji statistik 2 sisi dan tingkat signifikansi 5%), nampak bahwa nilai t hitung variabel K (-6,005) berada di daerah penolakan H0, karena nilai t hitung tersebut tidak berada di antara –4,303 dan 4,303 atau di antara dua t tabel (0,025;2) = 4,303. Hal ini

berarti H0 yang menyatakan bahwa nilai koefisien regresi variabel K adalah nol ditolak. Dengan demikian, nilai koefisien regresi 5,0488 signifikan atau dapat dianggap tidak sama dengan nol pada tingkat siginifikan 5%. Nilai t hitung variabel L (-0,2785) berada di daerah penerimaan H0, karena nilai t hitung tersebut di antara -4,303 dan 4,303 atau di antara dua t tabel (0,025;2) = 4,303. Hal ini berarti H0 yang menyatakan bahwa nilai koefisien regresi variabel L adalah nol diterima. Dengan demikian, nilai koefisien regresi -0,617 tidak signifikan atau dapat dianggap sama dengan nol pada tingkat siginifikan 5%. Berdasarkan hasil uji statistik tersebut maka disimpulkan bahwa nilai PDRB Kabupaten Sleman tahun 2001-2005 (lima tahun pertama pemberlakuan Otonomi Daerah) secara signifikan hanya dipengaruhi oleh variabel modal untuk jenis investasi PMDN. Berdasarkan hasil olah data dapat dilakukan analisis terhadap bentuk fungsi produksi Cobb-Douglass Kabupaten Sleman untuk jenis investasi Non Fasilitas sebagai berikut:

ln Q = ln 11,2720 + 0,4634 ln K + 0,4595 ln L (persamaan 5) (1,0793) (0,4499) Persamaan 5 kemudian diubah menjadi bentuk fungsi produksi Cobb-

Douglas seperti yang ditunjukkan pada persamaan 6 sebagai berikut:

Q = 11,2720 . K0,4634 . L0,4595 (persamaan 6) Hasil analisis terhadap fungsi produksi Cobb-Douglas (persamaan 6) tersebut dapat disimpulkan beberapa hal. Pertama, skala produksi untuk jenis investasi Non Fasilitas di Kabupaten Sleman adalah decreasing return to scale karena jumlah nilai a + b = 0,4634 + 0,4595 = 0,9229 < 1. Dengan demikian, tidak adanya perubahan teknologi tetapi adanya penambahan input tenaga kerja L dan input modal K masing-masing sebesar 1% akan

menurunkan PDRB Kabupaten Sleman lebih besar daripada 1%. Kedua, Intensitas penggunaan input dalam kegiatan ekonomi untuk jenis investasi Non Fasilitas di Kabupaten Sleman lebih banyak menggunakan input tenaga kerja K daripada input modal L atau bersifat padat modal (capital intensive) karena a/b = 0,4634/0,4595 = 1,0085 > 1. Ketiga, uji statistik terhadap koefisien regresi persamaan 5 (dengan uji

Page 72: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

PENGARUH MODAL DAN TENAGA KERJA PER JENIS INVESTASI…………………………...…..……………..(Rudy Badrudin)

169

statistik 2 sisi dan tingkat signifikansi 5%), nampak bahwa nilai t hitung variabel K (1,0793) berada di daerah penerimaan H0, karena nilai t hitung tersebut di antara –4,303 dan 4,303 atau di antara dua t tabel (0,025;2) = 4,303. Hal ini berarti H0 yang menyatakan bahwa nilai koefisien regresi variabel K adalah nol diterima. Dengan demikian, nilai koefisien regresi 0,4634 tidak signifikan atau dapat dianggap sama dengan nol pada tingkat siginifikan 5%. Nilai t hitung variabel L (0,4499) berada di daerah penerimaan H0, karena nilai t hitung tersebut di antara –4,303 dan 4,303 atau di antara dua t tabel (0,025;2) = 4,303. Hal ini berarti H0 yang menyatakan bahwa nilai koefisien regresi variabel L adalah nol diterima. Dengan demikian, nilai koefisien regresi 0,4595 tidak signifikan atau dapat dianggap sama dengan nol pada tingkat siginifikan 5%. Berdasarkan hasil uji statistik tersebut maka disimpulkan bahwa nilai PDRB Kabupaten Sleman tahun 2001-2005 (lima tahun pertama pemberlakuan Otonomi Daerah) secara signifikan tidak dipengaruhi oleh variabel modal dan tenaga kerja untuk jenis investasi Non Fasilitas. PEMBAHASAN Pengujian terhadap H1 dan H2 yang masing-masing menyatakan bahwa modal dan tenaga kerja untuk jenis investasi fasilitas PMA berpengaruh terhadap PDRB Kabupaten Sleman tidak terbukti. Ini menunjukkan bahwa modal dan tenaga kerja untuk jenis investasi fasilitas PMA tidak berpengaruh terhadap PDRB Kabupaten Sleman karena investasi PMA yang masuk ke Kabupaten Sleman belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat Kabupaten Sleman, misalnya persyaratan keahlian ketenagakerjaan antara yang dibutuhkan PMA dengan yang ditawarkan oleh pencari kerja dari Kabupaten Sleman tidak sama. Banyak

PMA di Kabupaten Sleman membutuhkan persyaratan keahlian ketenagakerjaan yang justru dapat dipenuhi oleh masyarakat di luar Kabupaten Sleman sehingga masyarakat Kabupaten Sleman tidak mampu memperoleh manfaat secara langsung keberadaan PMA tersebut. Pengujian terhadap H3 yang menyatakan bahwa modal untuk jenis investasi fasilitas PMDN berpengaruh terhadap PDRB Kabupaten Sleman terbukti. Ini menunjukkan bahwa modal untuk jenis investasi fasilitas PMDN berpengaruh terhadap PDRB Kabupaten Sleman karena modal untuk jenis investasi PMDN yang masuk ke Kabupaten Sleman dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat Kabupaten Sleman. Pengujian terhadap H4 yang menyatakan bahwa tenaga kerja untuk jenis investasi fasilitas PMDN berpengaruh terhadap PDRB Kabupaten Sleman tidak terbukti. Ini menunjukkan bahwa tenaga kerja untuk jenis investasi fasilitas PMDN tidak berpengaruh terhadap PDRB Kabupaten Sleman karena tenaga kerja untuk jenis investasi PMDN yang masuk ke Kabupaten Sleman belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat Kabupaten Sleman, misalnya persyaratan keahlian ketenagakerjaan antara yang dibutuhkan PMDN dengan yang ditawarkan oleh pencari kerja dari Kabupaten Sleman relatif berbeda. Banyak PMDN di Kabupaten Sleman membutuhkan persyaratan keahlian ketenagakerjaan yang justru dapat dipenuhi oleh masyarakat di luar Kabupaten Sleman sehingga masyarakat Kabupaten Sleman tidak mampu memperoleh manfaat secara langsung keberadaan PMDN tersebut. Persyaratan pemerintah Kabupaten Sleman yang menyatakan bahwa 70% tenaga kerja suatu PMDN merupakan penduduk Kabupaten Sleman memang terpenuhi pada kondisi awal PMDN tersebut beroperasi. Namun, sejalan dengan beroperasinya PMDN pada

Page 73: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

170

waktu-waktu berikutnya, angka 70% tenaga kerja yang semula diserap dari penduduk Kabupaten Sleman malah berkurang dengan dipekerjakannya penduduk dari luar masyarakat Kabupaten Sleman.

Pengujian terhadap H5 dan H6 yang masing-masing menyatakan bahwa modal dan tenaga kerja untuk jenis investasi Non Fasilitas berpengaruh terhadap PDRB Kabupaten Sleman tidak terbukti. Ini menunjukkan bahwa modal dan tenaga kerja untuk jenis investasi Non Fasilitas tidak berpengaruh terhadap PDRB Kabupaten Sleman karena investasi Non Fasilitas yang masuk ke Kabupaten Sleman belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat Kabupaten Sleman, misalnya persyaratan keahlian ketenagakerjaan antara yang dibutuhkan pada investasi Non Fasilitas dengan yang ditawarkan oleh pencari kerja dari Kabupaten Sleman tidak sama. Banyak investasi Non Fasilitas di Kabupaten Sleman membutuhkan persyaratan keahlian ketenagakerjaan yang justru dapat dipenuhi oleh masyarakat di luar Kabupaten Sleman sehingga masyarakat Kabupaten Sleman tidak mampu memperoleh manfaat secara langsung keberadaan jenis investasi Non Fasilitas tersebut.

Sekalipun jenis investasi non fasilitas tidak memperoleh fasilitas dari pemerintah, namun pemerintah Kabupaten Sleman sebagai organisasi pemegang mandat daerah akan melakukan resources allocation dan resources reallocation bersama-sama dengan pemerintah pusat dalam rangka mengatur potensi kekayaan daerah baik tangible maupun intangible bagi kemaslahatan masyarakat Sleman. Allocation dan reallocation potensi kekayaan daerah pada pihak penerima mencakup (Subiyanto, 2005: 2), yaitu hak eksploitasi kekayaan alam, hak melakukan distribusi barang/jasa, hak atas penguasaan pasar, hak pemanfaatan potensi intellectual

property right, hak pemanfaatan tanah, dan hak produksi

Allocation dan reallocation potensi kekayaan daerah pada pihak penerima akan membentuk berbagai perijinan kepada masyarakat. Di samping itu, dalam allocation dan reallocation potensi kekayaan daerah, pemerintah Kabupaten Sleman memandang perlu melakukan distribusi dan redistribusi hasil-hasil pengelolaan potensi guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat Sleman. Allocation dan reallocation potensi kekayaan daerah dapat diberikan kepada organisasi swasta dan perorangan, organisasi pemerintahan yang dibentuk berdasarkan konstitusi negara, dan organisasi pelaksana pemerintah pusat.

Selama 5 tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Sleman, rata-rata pertumbuhan jenis nilai investasi yang terbesar adalah investasi non-fasilitas sebesar 11,79% per tahun. Salah satu jenis investasi non-fasilitas di Kabupaten Sleman adalah investasi dalam bidang perumahan yang dilakukan oleh para pengembang real-estate.Pemberian ijin kepada para pengembang real-estate pada hakekatnya merupakan bentuk reallocation dan redistribusi potensi kekayaan daerah yang berupa hak pemanfaatan tanah.Dalam memberikan ijin tersebut, pemerintah daerah perlu memperhatikan keuntungan bagi investor dan kemaslahatan masyarakat Sleman. Hal ini berarti, ijin yang diajukan oleh para pengembang real-estate maupun perijinan lainnya tidak harus disetujui oleh pemerintah Kabupaten Sleman manakala hal itu tidak menimbulkan kemaslahatan bagi masyarakat Sleman. Peningkatan investasi di atas harus diikuti dengan adanya peluang untuk men-dapatkan keuntungan bagi investor dan manfaat bagi masyarakat Sleman, terutama golongan ekonomi lemah. Hal ini sesuai dengan arahan pemerintah Kabupaten Sleman yang berencana untuk

Page 74: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

PENGARUH MODAL DAN TENAGA KERJA PER JENIS INVESTASI…………………………...…..……………..(Rudy Badrudin)

171

meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat Sleman dengan mengem-bangkan perekonomian akar rumput. Penolakan ijin oleh pemerintah Kabupaten Sleman kepada calon investor merupakan bentuk strategi pengendalian investasi dan dibenarkan sebagai bentuk perlindungan kepada investor lama yang telah menjadi pioner investasi di Kabupaten Sleman sehingga pasar tetap stable. Investor pioner perlu dilindungi karena investor tersebut mempunyai risiko kegagalan investasi yang lebih besar pada awal mereka melakukan investasi daripada calon investor yang datangnya lebih akhir yang tinggal menjalankan investasi dengan pasar yang sudah terbentuk.

Data menunjukkan bahwa selama tahun 2000-2004 rata-rata jumlah pemohon Ijin Perubahan Peruntukan Tanah (IPPT) non-pengeringan yang ditolak sebanyak 6,37% per tahun (BPPD Kabupaten Sleman, 2005:4). Alasan penolakan karena tata ruang tidak sesuai, kondisi calon lokasi tempat investasi adalah lingkungan pertanian, dan tidak sesuai dengan permohonan. Calon investor yang ingin berinvestasi di Kabupaten Sleman seharusnya memperhatikan kekhasan daerah tempat investasi. Hal ini mempertimbangkan bahwa Kabupaten Sleman merupakan daerah resapan, lumbung beras bagi penduduk Propinsi DIY, daerah lindung bencana, dan sebagai daerah cagar budaya. Berdasarkan data jumlah pemohon IPPT yang ditolak hanya sebanyak 6,37% menunjukkan bahwa pemerintah Kabupaten Sleman mempunyai arah kebijakan dalam mengendalikan kegiatan investasi di Kabupaten Sleman melalui reallocation dan redistribusi potensi kekayaan daerah dengan memperhatikan kepentingan investor dan kemaslahatan masyarakat Kabupaten Sleman. Tidak signifikannya faktor modal dan tenaga kerja untuk semua jenis investasi (fasilitas PMA dan PMDN maupun

investasi Non Fasilitas) dalam mempe-ngaruhi PDRB Kabupaten Sleman, kecuali faktor modal untuk jenis investasi fasilitas PMDN, karena lahan (sumber daya alam) yang semakin terbatas sebagai tempat bagi berlangsungnya kegiatan ekonomi, sehingga sangat dimungkinkan menjadi faktor penghambat pertumbuhan nilai PDRB Kabupaten Sleman. Keterbatasan lahan mengakibatkan terjadinya kelebihan permintaan lahan sehingga berpengaruh pada kenaikan harga tanah. Semakin mahalnya harga tanah di Kabupaten Sleman akan menjadi kontraproduktif bagi usaha Pemerintah Kabupaten Sleman dalam menarik modal asing (PMA), lokal (PMDN), dan bahkan investasi non fasilitas, misalnya perumahan.

Kenaikan harga tanah di Kabupaten Sleman beriringan dengan terjadinya perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Sleman dari struktur ekonomi yang agragris menuju ke arah industri dan jasa. Perubahan struktur ekonomi tersebut berdampak terhadap kebutuhan lahan yang mengakibatkan permintaan lahan di daerah tertentu sangat tinggi sehingga harga lahan menjadi semakin mahal.Kontribusi peran sektor pertanian cenderung semakin menurun sedang kontribusi sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran cenderung semakin mening-kat. Ini menunjukkan adanya permintaan lahan yang cenderung semakin meningkat sehingga akan menaikkan harga lahan di Kabupaten Sleman mengingat keterbatasan lahan yang dapat digunakan untuk kegiatan ekonomi. Peran pelaku ekonomi di Kabupaten Sleman yang semakin meningkat adalah pelaku ekonomi rumah tangga dalam berkonsumsi, sedang pembentukan modal tetap domestik bruto yang menunjukkan peran investor dalam melakukan investasicenderung semakin menurun. Ini menunjukkan bahwa PDRB yang semakin meningkat selama tahun 2001-2005 sebenarnya bukan karena pengaruh modal dan tenaga kerja menurut

Page 75: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2, Desember 2011

172

jenis investasi tetapi karena kontribusi rumah tangga dalam berkonsumsi yang semakin meningkat dalam kurun waktu yang sama. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sleman digerakkan oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan faktor modal dan tenaga kerja yang mempengaruhi nilai PDRB Kabupaten Sleman menurut jenis investasi yang masuk ke Kabupaten Sleman, hanya pengaruh modal menurut jenis investasi fasilitas PMDN yang terbukti secara statistik signifikan mempengaruhi positif nilai PDRB Kabupaten Sleman. Sedangkan faktor tenaga kerja menurut jenis investasi fasilitas PMDN, faktor modal dan tenaga kerja menurut jenis investasi fasilitas PMA, dan faktor modal dan tenaga kerja menurut jenis investasi Non Fasilitas secara statistik tidak signifikan mempengaruhi nilai PDRB Kabupaten Sleman.

Saran

Keterbatasan lahan untuk kegiatan ekonomi dan faktor pengeluaran konsumsi sebagai penggerak kegiatan ekonomi menjadi pembatas faktor modal dan tenaga kerja dalam mempengaruhi PDRB Kabupaten Sleman. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Sleman harus mengatur secara jelas allocation dan reallocation potensi kekayaan daerah dengan peraturan perundangan yang benar dan baik agar tujuan pembangunan meningkatkan kemakmuran masyarakat dapat tercapai mengingat masyarakat mempunyai peran sebagai subyek dan obyek pembangunan.

DAFTAR PUSTAKA Algifari. Teori Ekonomi Mikro. Bagian

Penerbitan STIE YKPN Yogyakarta. Yogyakarta. 2003.

Arsyad, L. 2004. Ekonomi Pembangunan,

Ed. 4, BP STIE YKPN. Yogyakarta. Badrudin, R. 2000. “Pengembangan

Wilayah Propinsi DIY (Pendekatan Teoritis)”. Jurnal Ekonomi Pembangunan.FE UII.Yogyakarta.

Badrudin, R. 2009. “Dampak Kegiatan

Investasi Terhadap Pendapatan Per Kapita Masyarakat Kabupaten Sleman Pasca Otonomi Daerah”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 3 (2)

BPPD Kabupaten Sleman. 2005. Laporan Tahunan.

BPS Kabupaten Sleman. 2006. Sleman

Dalam Angka. P2KPM Kabupaten Sleman. Investasi di

Kabupaten Sleman Tahun 2006. Purnamawati, A. dan Badrudin, R. 2004.

“Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sleman, Propinsi DIY, Tahun 2001”. Jurnal Akuntansi & Manajemen, STIE YKPN, 1(3):

Subiyakto, H.. 2004. Praktikum Statistika

dengan Microsoft Excel for Windows. BP STIE YKPN. Yogyakarta.

Subiyanto, I. 2005. Kemampuan Keuangan

Daerah yang Terbatas, Strategi Pengembangan Kapasitas, dan Program Prioritas. Makalah Lokakarya ”On Good Governance Best Practices in Kabupaten/Kota”, Badan Pelaksana Rehabilitasi dan

Page 76: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

PENGARUH MODAL DAN TENAGA KERJA PER JENIS INVESTASI…………………………...…..……………..(Rudy Badrudin)

173

Rekonstruksi (BPRR) dan United Nation Development Programme (UNDP). Banda Aceh.

Page 77: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

TINGKAT SUKU BUNGA PINJAMAN DAN KINERJA KEUANGAN PERBANKAN:.………………..……………..(Sarah Usman)

175

TINGKAT SUKU BUNGA PINJAMAN DAN KINERJA KEUANGAN PERBANKAN: STUDI KASUS PADA BPR PT

PRISMADANA

Sarah Usman Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Papua

E-mail: [email protected]

ABSTRACT The purpose of this study is to analyze the role of loan interest and its implication towards Rural Bank’s financial performance. Database collected from primer data is based on observation, meanwhile secondary data from Rural Bank’s financial statements during 2006-2008 period. This study based on net interest margin analysis. The role of loan interest and it’s implication proxied by net interest income indicator.This study shows that an increase in interest income (Net Interest Income) at Rural Bank due to an increase of it’s lending activities for five years. Thus, loan interest income has important role on the increasing perfomance of PTPrismadana rural bank's finance. Keywords: Interest Rate, Financial Performing, BPR  PENDAHULUAN

Perekonomian yang terjadi di Indonesia saat ini sangat dipengaruhi oleh peran dunia perbankan, terlebih dalam menghadapi situasi persaingan global maka perbankan perlu meningkatkan kinerja keuangannya dari waktu ke waktu. Semakin banyaknya lembaga perbankan yaitu bank umum dan bank syariah lainnya, serta banyaknya lembaga keuangan lain yang memiliki peran terhadap masyarakat yang hampir menya-mai peran lembaga perbankan. Dalam persaingan dunia perbankan, bank yang memiliki kinerja yang baik yang akan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat untuk melaksanakan perannya sebagai intermediasi yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, deposito berjangka, dan menyalurkan dana alam bentuk pinjaman kepada masyarakat.

Sementara itu, perkembangan kegiatan usaha Bank Perkreditan Rakyat di Sulawesi Utara saat ini cukup besar yaitu mencapai Rp 207.946.396. Perkembangan pinjaman sebesar Rp163.685.296 dan dana pihak ketiga sebesar Rp 153.013.239. Dari segi kegiatan operasionalnya, perkem-bangan Bank Perkreditan Rakyat di Kota Manado bisa dikatakan sangat membaik karena terlihat dari perkembangan pinjaman konvensional untuk bulan Maret 2009 sebesar Rp 93.719.822, perkem-bangan dana pihak ketiga sebesar Rp 43.49.899 yang mencakup Deposito berjangka sebesar Rp35.855.369 dan Simpanan sebesar Rp 7.637.530. Dapat dikatakan bahwa Bank Perkreditan Rakyat telah dikenal masyarakat luas dan menjadi salah satu tumpuan masyarakat Indonesia dan negara dalam mensejahterakan rakyat terutama golongan mikro, kecil dan menengah di bidang informal.

Page 78: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2 Desember 2011

176

Sementara itu, Bank Perkreditan Rakyat memiliki tingkat suku bunga yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Bank Umum. Hal ini disebabkan karena Bank Perkreditan Rakyat mempunyai

deposito, giro di bank lain dan di Bank Indonesia sebagai badan pengawas. Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat suku bunga pinjaman bank umum dan bank perkreditan rakyat, sebagai berikut:

 

Tabel 1 Suku Bunga Pinjaman

Jangka Waktu Suku Bunga BPR Umum

Per Bulan 2.25% 1.50% Sumber data : Bank Indonesia website,2009.

Pada kasus penentuan tingkat suku

bunga Bank perkreditan Rakyat (BPR) PT Prismadana dalam prakteknya memiliki tingkat suku bunga yang lebih tinggi diatas rata-rata suku bunga bank umum. Namun demikian bank perkreditan rakyat secara umum menjadi alternatif pilihan bagi masyarakat sekitar ketika kebutuhan akan pinjaman sangat sulit diperoleh melalui bank konvensional atau syariah. Hal ini dikarenakan syarat dan prosedurnya yang sulit. Sementara itu, sekalipun bank perkreditan rakyat dengan bunga yang lebih tinggi, namun lebih memberikan kemudahan pinjaman bagi masyarakat sekitar sehingga masyarakat lebih memilih jasa bank perkreditan rakyat PT Prismadana dalam melakukan pinjaman dibandingkan bank umum atau bank syariah yang banyak terdapat di kota manado. Pinjaman pada bank perkreditan rakyat dilakukan oleh sebagian besar masyarakat sekitar ketika kebutuhan ekonomi rumah tangga meningkat dan ketika akan membentuk suatu usaha yang membutuhkan modal yang lebih.

Dalam peran sebagai intermediasi bunga bagi Bank perkreditan Rakyat PT Prismadana merupakan hal penting dalam penyaluran Pinjaman yang dihubungkan dengan tingkat suku bunga.Bunga bagi Bank bisa menjadi biaya modal yang harus dibayarkan kepada penabung, tetapi dilain pihak, bunga dapat menjadi pendapatan

Bank yang diterima dari debitur karena Pinjaman yang diberikan.Bank perkreditan rakyat mendapat pendapatan pinjaman yang terus meningkat dengan resiko kredit macet yang kecil, sehingga ikut menaikkan kinerja keuangan yang dilihat berdasarkan besarnya pendapatan bunga yang diterima.

Tujuan penelitian ini untuk menganalalisi bagaiman peran suku bunga pinjaman terhadap kinerja bank perkreditan rakyat di Kota Manado. Kontribusi penelitian, pertama, diharapkan penelitian ini dapat menjadi media untuk meningkatkan pengetahuan menyangkut bank perkreditan rakyat. Kedua, memberikan sumbangsi terhadap dunia perbankan baik bank perkreditan rakyat maupun bank umum lainnya. TELAAH LITERATUR Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah Bank yang tidak menyediakan jasa lalu lintas pembayaran, yang dalam pelaksanaan kegiatan usahanya dianut dual Bank system yaitu, dapat secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Bank Perkreditan rakyat menerima simpanan hanya dalam bentuk Deposito berjangka, Simpanan dan/atau bentuk lain yang dipersamakan. Pada mulanya tugas pokok Bank Perkreditan rakyat diarahkan untuk menunjang

Page 79: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

TINGKAT SUKU BUNGA PINJAMAN DAN KINERJA KEUANGAN PERBANKAN:.………………..……………..(Sarah Usman)

177

pertumbuhan dan modernisasi ekonomi pedesaan serta mengurangi praktek-praktek para pelepas uang. Dengan semakin berkembangnya kebutuhan masyarakat, tugas BPR tidak hanya ditujukan bagi masyarakat pedesaan, tetapi juga mencakup pemberian jasa perbankan bagi masyarakat golongan ekonomi lemah didaerah perkotaan.

Bentuk hukum suatu Bank umum dapat berupa perseroan terbatas, koperasi atau perusahaan daerah dan didirikan hanya seijin direksi Bank Indonesia.Untuk memperoleh izin usaha wajib memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang susunan organisasi dan kepengurusan, permodalan, kepemilikan keahlian dibidang perbankan, dan kelayakan rencana kerja. Pendirian BPR dapat dilakukan oleh: Warga (1) Negara Indonesia, (2) Badan hukum Indonesia yang seluruh kepemilikannya oleh WNI, (3) Pemerintah daerah, atau (4) Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam angka (1),(2),(3). Untuk mewujudkan tugas pokok, BPR dapat melakukan usaha seperti menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, Deposito berjangka, sertifikat Deposito berjangka, Simpanan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan, memberikan Pinjaman, menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah, dan menempatkan dana dalam bentuk sertifikat Bank Indonesia (SBI), Deposito berjangka, sertifikat Deposito berjangka, dan/atau Simpanan pada Bank lain. Sedangkan usaha-usaha yang dilarang bagi BPR yaitu menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran (LLP), melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali melakukan transaksi jual beli uang kertas asing (money changer), melakukan penyertaan modal, melakukan usaha perasuransian dan melakukan usaha

lain diluar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud diatas.

Dinyatakan juga bahwa dalam upaya membantu kelancaran operasional, Bank Perkreditan rakyat dapat membuka Kantor cabang dan unit pembantu hanya dalam provinsi yang sama dengan kantor pusatnya seizin direksi Bank Indonesia. (1) Kantor Cabang merupakan kantor BPR yang secara langsung bertanggungjawab kepada kantor pusat BPR yang bersangkutan, dengan alamat tempat usaha yang jelas dimana Kantor Cabang tersebut melakukan usahanya. (2) Kantor Kas merupakan kantor BPR yang melakukan pelayanan kas, tidak termasuk memberian Pinjaman, dalam rangka membantu kantor induknya, dengan alamat tempat usaha yang jelas dimana Kantor Kas tersebut melakukan usahanya. Konsep Suku Bunga

Pengertian dasar teori menyangkut tingkat suku bunga yaitu harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu.Bunga merupakan imbalan atas ketidaknyamanan karena melepas uang, dengan demikian bunga adalah harga Pinjaman.Tingkat suku bunga berkaitan dengan peranan waktu didalam kegiatan-kegiatan ekonomi.Tingkat suku bunga muncul dari kegemaran untuk mempunyai uang sekarang.

Dalam Teori klasik menyatakan bahwa bunga adalah harga dari loanable funds (dana investasi) dengan demikian bunga merupakan harga yang terbentuk di pasar dan dalam investasi. Sedangkan teori keynes menyatakan bahwa tingkat bunga merupakan suatu fenomena moneter. Artinya tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan akan uang (ditentukan di pasar uang). Tingkat suku bunga adalah kompensasi yang dibayar oleh peminjam dana kepada yang meminjamkan. Bagi peminjam, suku bunga merupakan biaya pinjaman atau harga yang dibayar atas uang yang

Page 80: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2 Desember 2011

178

dipinjam, yang merupakan tingkat pertukaran dari konsumsi sekarang untuk konsumsi masa mendatang, atau harga rupiah sekarang dalam ukuran rupiah masa mendatang. (Sumadji,2006). Tingkat bunga Bank (Bank rate) merupakan tingkat bunga yang diminta oleh Bank untuk pinjaman-pinjaman, tingkat bunga yang dikenakan oleh Bank sentral terhadap lembaga-lembaga keuangan (Bank) jika lembaga yang bersangkutan mengalami kekurangan dana dan meminjam dana kepada Bank sentral, serta tingkat diskonto yang ditentukan Bank sentral.(Martono, Harjito,2004). Dapat disimpulkan bahwa tingkat suku bunga merupakan tingkat diskonto yang telah ditetapkan oleh bank central dalam hal ini adalah bank indonesia yang menjadi standar penetapan tingkat suku bunga pada bank-bank yang ada di indonesia.

Menurut Kasmir (2004), Bunga Pinjaman yaitu Bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada Bank. Dalam artian bunga pinjaman merupakan beban bunga bagi peminjam namun menjadi pendapatan bunga bagi pihak perbankan. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga

Seperti dijelaskan di atas, bahwa untuk menentukan besar kecilnya suku bunga simpanan dan pinjaman sangat dipengaruhi oleh keduanya, artinya baik bunga simpanan maupun pinjaman saling mempengaruhi disamping faktor-faktor lainnya. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga adalah: 1) Kebutuhan Dana, apabila Bank kekurangan dana sementara permohonan pinjaman meningkat, maka yang dilakukan oleh Bank agar kebutuhan dana tersebut cepat terpenuhi dengan meningkatkan suku bunga simpanan. 2) Persaingan, dalam memperebutkan dana simpanan, maka disamping faktor

promosi, yang paling utama pihak perbankan harus memperhatikan pesaing. 3) Kebijakan pemerintah, dalam arti baik untuk bunga simpanan maupun bunga pinjaman kita, tidak boleh melebihi bunga yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. 4) Jangka waktu, semakin panjang jangka waktu pinjaman, maka akan semakin tinggi tinggi bunganya, hal ini disebabkan besarnya kemungkinan resiko di masa mendatan, serta faktor-faktor yang lain. Konsep Kinerja Keuangan Istilah kinerja hingga pada saat ini telah banyak dipakai disetiap organisasi baik swasta maupun instansi pemerintah.Ada yang menyamakan kata kinerja sebagai hasil kerja atau prestasi kerja atau juga produktivitas kerja. Berikut ini adalah beberapa pengertian tentang kinerja dari beberapa ahli, yaitu : Menurut Mulyono (1995) kinerja merupakan suatu pencapaian, hasil atau prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan kerja dalam bentuk fisik untuk mengukur kinerja peralatan. Indriyo (1997) mengemukakan bahwa dalam dunia usaha pencapaian investasi dari suatu bagian usaha maupun perusahaan secara keseluruhan selalu diidentikan dengan kinerja, baik itu kinerja keuangan maupun kinerja lainnya oleh karena kinerja merupakan suatu cara yang dalam mengukur kemampuan suatu usaha. Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja berkaitan dengan hasil yang dicapai dalam suatu organisasi pemerintah ataupun swasta. Menurut Sutrisno (2007), Kinerja suatu usaha secara sederhana bisa diketahui melalui tiga aspek sebagai berikut: Likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban yang segera harus dipenuhi.Likuiditas berhubungan dengan masalah kepercayaan Pinjaman jangka pendek kepada perusahaan, artinya semakin tinggi likuiditas semakin percaya

Page 81: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

TINGKAT SUKU BUNGA PINJAMAN DAN KINERJA KEUANGAN PERBANKAN:.………………..……………..(Sarah Usman)

179

para Pinjaman jangka pendek. Likuiditas perusahaan ditunjukkan oleh besar kecilnya aktiva lancar atau aktiva yang mudah dijadikan uang tunai, seperti kas, surat berharga, piutang dan persediaan. Bank dikatakan likuid jika Bank tersebut mempunyai: (1) Cash Assets sebesar kebutuhan yang akan digunakan untuk memenuhi likuiditasnya. (2) Cash Assets lebih kecil dari butir (1) diatas, tetapi Bank juga mempunyai Assets lainnya (khusus surat-surat berharga) yang dapat dicairkan sewaktu-waktu tanpa mengalami penurunan nilai pasarnya. (3) Kemampuan untuk menciptakan Cash Assets baru melalui berbagai bentuk utang. Solvabilitas, adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajibannya (jangka panjang dan jangka pendek) dengan kekayaan yang dimilikinya. Penilaian kesehatan solvabili-tas didasarkan pada perbandingan modal sendiri dengan kebutuhan modal berdasarkan perbandingan capital adequacy ratio (CAR) dan atau perban-dingan antara kerugian dengan modal disetor. Rentabilitas, adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atau keuntungan dengan semua modal yang bekerja didalamnya.Modal dalam perusahaan adalah modal sendiri dan modal asing. Rentabilitas Bank didasarkan pada laporan laba rugi dalam tiga tahun terakhir. Penilaian ditinjau dari rata-rata dan perkembangannya kesehatan Bank.Sehat apabila selalu laba atau rata-rata laba dengan trend membaik, dengan catatan pada tahun buku kedua dan atau ketiga laba. Cukup sehat apabila rata-rata laba dengan trend memburuk dengan catatan dalam tahun buku kedua dan atau ketiga rugi. Kurang sehat apabila rata-rata rugi dengan trend membaik, dengan catatan setiap tahun kerugian berkurang atau dalam tahun buku kedua dan atau ketiga menunjukkan laba.Tidak sehat

apabila menunjukkan angka rata-rata rugi dengan trend konstan atau memburuk. Kinerja merupakan penilaian untuk mengukur kemampuan suatu usaha.Jadi kinerja merupakan hasil yang dicapai suatu badan usaha yang di nilai dan di ukur berdasarkan standar yang berlaku sesuai kebutuhan. Sehingga kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Keterkaitan Tingkat Suku Bunga Pinjaman Dan Kinerja Keuangan

Suku bunga pinjaman merupakan jumlah persentasi yang menjadi kewajiban pihak kreditur (peminjam) atau balas jasa pihak kreditur kepada pihak bank, dalam bentuk angsuran kredit. Jika dilihat dari hukum permintaan pasar, Apabila suku bunga pinjaman tinggi maka permintaan (Pinjaman) akan turun sehingga pendapatan akan berkurang yang jelas akan berpengaruh pada kinerja keuangan perbankan yang dinilai dari segi pendapatan bunga yang diperoleh . Para debitur yang sebagian besar adalah pengusaha atau perusahaan akan berpikir panjang untuk meminjam dengan suku bunga yang tinggi, karena suku bunga Pinjaman yang tinggi dapat menganggu cashflow dan para peminjam akan mengalami kesulitan dalam pembayaran angsuran setiap bulannya. Namun jika dilihat dari pihak Bank, Tingkat suku bunga pinjaman tinggi bersifat positif karena suku bunga pinjaman merupakan sumber pendapatan utama bagi bank.

Ketatnya persaingan antar Bank saat ini, adanya krisis global dan semakin pintarnya masyarakat dalam memilih bank, tingkat suku bunga yang tinggi dapat berdampak negative. Dalam artian dapat berpengaruh terhadap kinerja keuangan perbankan dimana akan mengalami penurunan income, dan pihak Bank akan beresiko mengalami pinjaman macet (non performing loan). Ditengah kesulitan

Page 82: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2 Desember 2011

180

pihak Bank melakukan ekspansi Pinjaman, lonjakan non performing loan (NPL) adalah hal yang buruk karena akan memaksa perbankan menaikkan provisi atau pencadangan sehingga akan mengurangi tingkat keuntungan (laba) dari pihak Bank.

Ditengah daya beli masyarakat yang turun dan melemahnya kinerja industri nasional tingkat suku bunga pinjaman yang rendah dapat menjadi stimulus yang dinantikan oleh dunia usaha.Dan membuka peluang bagi pihak perbankan untuk menarik para debitur.

Dengan suku bunga yang rendah, para debitur bisa melakukan kewajiban pembayaran dengan tepat waktu kepada pihak Bank dan dapat menghadapi krisis global yang terjadi dalam beberapa kurun waktu ini. Dari uraian dan hasil penelitian terdahulu, maka diharapkan tingkat suku bunga pinjaman berpengaruh terhadap kinerja keuangan.

Berdasarkan penelitian terdahulu dan teori-teori yang dikemukan, maka dapat di Gambarkan model penelitian sebagai berikut:

Gambar 1 Model Teorits Penelitian

Tingkat suku bunga merupakan

kewajiban pihak nasabah kepada pihak bank, dimana besarnya ditentukan oleh bank dengan mengikuti ketentuan penetapan suku bunga dari Bank Indonesia. Tingkat bunga pinjaman merupakan hal yang penting dalam pencapaian profit dunia perbankan terlebih bank perkreditan rakyat sehingga menjadi penentu dalam menghasilkan profit atau keuntungan bank secara keseluruhan. Keuntungan atau profit yang diperoleh merupakan tolak ukur dalam menilai kinerja bank dilihat dari segi keuangan bank.

Apabila tingkat suku bunga mengalami kenaikan maka jumlah yang akan diterima pihak bank akan mengalami penaikan, begitupun jika terjadi hal yang sebaliknya. Dimana kenaikan tingkat suku bunga akan mengakibatkan kenaikan pada pendapatan bank dan kenaikan pada Kinerja keuangan yang dinilai berdasarkan profit atau keuntungan yang diterima bank. Begitupun jika terjadi penurunan pada

tingkat suku bunga maka akan terjadi penurunan pada kinerja keuangan. METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang tujuannya untuk melihat tingkat suku bunga pinjaman dan kinerja keuangan yang dilihat net income dan net interest margin (NIM). Data diperoleh berasal dari pengamatan yang dilakukan secara langsung pada Bank Perkreditan Rakyat PT. Prismadana dalam kaitannya dengan kegiatan operasional yang dilakukan, sebagai informasi tambahan dalam penyusunan hasil penelitian. Data sekunder eksternal dalam penelitian kali ini merupakan data yang berasal dari jurnal riset, terbitan oleh pemerintah, Bank Indonesia dan data pasar yang dipublikasikan melalui media-media elektronik maupun media cetak.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang ada dikota Manado. Sedangkan sampel dalam penelitian ini

Tingkat Suku Bunga Pinjaman

Kinerja Keuangan

Page 83: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

TINGKAT SUKU BUNGA PINJAMAN DAN KINERJA KEUANGAN PERBANKAN:.………………..……………..(Sarah Usman)

181

adalah bank perkreditan rakyat PT. Prismadana yang diambil dengan menggunakan teknik pengambilan sampel purpose sampling yaitu berdasarkan alasan bahwa bank perkreditan rakyat PT. Prismadana merupakan Bank Perkreditan Rakyat yang pertama berdiri dan terus berkembang walaupun telah terdapat beberapa BPR baru namun tetap unggul dibandingkan BPR lainnya.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara peneliti mendatangi dan melakukan pengamatan langsung pada Bank Perkreditan Rakyat.Melakukan wawancara terstruktur kepada pihak-pihak bank menyangkut kegiatan operasional Kegiatan operasional yang dilakukan pihak bank. Peneliti mengambil data sekunder berupa laporan keuangan bank perkreditan rakyat untuk melihat jumlah pinjaman yang terjadi dengan tingkat suku bunga yang ditetapkan.Peneliti mengambil data sekunder lainnya melalui media elektronik yaitu dengan melihat data tingkat suku bunga pada website bank indonesia.

Pengembangan Pengukuran. Bunga merupakan hal penting bagi suatu bank dalam penarikan tabungan dan penyaluran kredit.penarikan tabungan dan pemberian kredit selalu dihubungkan dengan tingkat suku bunganya. Bunga bagi bank bisa menjadi biaya modal (cost of funds) yang harus dibayarkan kepada penabung, tetapi dilain pihak, bunga dapat menjadi pendapatan bank yang diterima dari debitor karena kredit yang diberikan.

Kinerja Keuangan merupakan prestasi atau pencapaian oleh pihak Bank yang diukur melalui pencapaian keuangan bank dalam hal ini adalah Laba yang diperoleh dari bunga yang dihasilkan. walaupun sasaran setiap bank berbeda, namun sasaran yang sama yang harus dicapai oleh bank manapun, yaitu mendapatkan keuntungan yang layak.

Bank dapat dikatakan sehat apabila memberikan keamanan dana masyarakat yang dititipkan kepada mereka dalam bentuk simpanan, dapat berkembang dengan baik serta mampu memberikan sumbangan yang berarti terhadap perkembangan ekonomi nasional yaitu kemajuan perekonomian dan dunia usaha dalam hal pemberian pinjaman kepada masyarakat dalam peningkatan ekonomi rumah tangga ataupun industri/usaha. Dari segi perbankan pengukuran kinerja dilakukan dengan melihat indikator capaian pendapatan bunga (Net interest income) yang diterima serta Net interest Margin(NIM) untuk melihat perbandingan Rasio pendapatan bunga dengan total asset yang diperoleh pihak BPR.

Bunga pinjaman merupakan pendapatan bank dari kegiatan pemberian pinjaman yang diberikan, sehingga selisih pendapatan bunga pinjaman dan pengeluaran bunga deposit merupakan keuntungan pihak bank. Keuntungan yang meningkat pada bank akan meningkatkan kesehatan bank, perputaran arus kas serta secara umum menaikkan kinerja bank dari segi keuangan. Bunga ada karena adanya motif laba (spread motif) yang ingin dicapai. Bank dan para pelaku ekonomi mau dan bersedia membayar bunga didasarkan atas laba yang akan diperoleh. Jadi laba merupakan pendorong bagi terciptanya bunga baik bagi perusahaan, maupun bagi masyarakat untuk menabungkan uangnya secara efektif dan produktif.

Bunga pinjaman bank yang diberikan kepada nasabah adalah kewa-jiban nasabah kepada pihak bank untuk membayarkan sejumlah uang yang dihitung berdasarkan persentasi yang ditentukan pihak bank. Indikator suku bunga pinjaman terlihat pada tabel2.

Page 84: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2 Desember 2011

182

Tabel 2 Indikator Penilaian Suku Bunga Pinjaman

Posisi Interest Income Kondisi suku bunga naik Kondisi suku bunga turun

Positif (RSA>RSL) NIM meningkat NIM menurun

Negatif (RSA<RSL) NIM menurun NIM meningkat

Zero (RSA=RSL) NIM tetap NIM tetap HASIL PENELITIAN

Kegiatan bank perkreditan rakyat (BPR) terdapat perbedaan dengan bank umum lainnya diantaranya BPR tidak dapat menciptakan uang giral, memiliki

jangkauan dan kegiatan operasional yang terbatas yaitu, tingkat suku bunga yang berbeda Pada BPR PT. Prismadana terjadi perubahan suku bunga setiap Tahunnya yang ditunjukkan dalam tabel 3 di bawah ini, sebagai berikut:

Tabel 3

Tingkat Suku Bunga BPR PT. Prismadana

Periode Pinjaman (%)

Deposito Berjangka (%)

Simpanan (%)

2005 3,5 16 10 2006 3,25 15,5 9 2007 3 14 8,25 2008 2,5 13 7

Sumber : BPR PT.Prismadana 2009

Penetapan tingkat suku bunga pada Bank Prismadana berpatokan pada BI Rate dan tingkat suku bunga yang ditetapkan oleh lembaga penjamin simpanan (LPS). Secara umum tingkat suku bunga Bank Perkreditan Rakyat lebih tinggi dari Bank Umum dikarenakan atas adanya tingkat resiko. Dimana semakin kecil suatu usaha maka resikonya semakin besar, sehingga dibackup dengan tingkat suku bunga yang besar juga.

Seiring dengan semakin luasnya lingkup area kantor Bank Prismadana maka nasabah pada Bank Perkreditan Rakyat Prismadana semakin Tahun semakin bertambah banyak, kantor BPR Prismadana berada hampir di seluruh kabupaten di Sulawesi Utara. Jumlah nasabah Pinjaman dari Tahun 2006 sampai 2008 dapat terlihat melalui gambar 5 di bawah ini:

Page 85: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

TINGKAT SUKU BUNGA PINJAMAN DAN KINERJA KEUANGAN PERBANKAN:.………………..……………..(Sarah Usman)

183

2006 2007 2008

10.982  11.487 10.223 

Jumlah Nasab

ah

Periode

Pinjaman Pinjaman

Gambar 2 Jumlah Nasabah BPR PT.Prismadana per 2006-2008

Dari Gambar 2 terlihat jelas bahwa

jumlah nasabah yang terbanyak pada nasabah pinjaman dari 2006 – 2008 terjadi perubahan yang berfluktuasi.Selanjutnya, jika dilihat secara keseluruhan nasabah dari ketiga kegiatan operasional BPR PT

Prismadana secara membaik terjadi pertambahan jumlah nasabah.

Dalam perkembangannya bank perkreditan rakyat PTPrismadana, total pendapatan bunga yang di peroleh dari tahun 2006-2008 terlihat pada gambar3.

2006 2007 2008

Pendapatan Bunga 58.350.192  66.069.944  79.543.390 

Beban Bunga 19.607.175  19.784.683  16.971.559 

Income 38.743.017  46.285.261  62.571.831 

38.743.017 46.285.261 

62.571.831 

‐10.000.000 20.000.000 30.000.000 40.000.000 50.000.000 60.000.000 70.000.000 80.000.000 90.000.000 

Rupiah

Periode

Gambar 3 Total Pendapatan Bunga BPR PT. Prismadana Manado Pereode 2006 - 2008

Dari Gambar 3 terlihat bahwa

pendapatan bersih bunga dari kegiatan pemberian Pinjaman (Assets) dan kegiatan Deposito berjangka serta Simpanan

(liabilities) cukup berfluktuasi dari Tahun 2006 sampai Tahun 2008. Pada Tahun 2006 pendapatan bunga sebesar Rp38.743.017 dan pada 2007 naik sebesar

Page 86: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2 Desember 2011

184

31,5% atau dalam rupiah sebesar Rp11.353.654 yaitu menjadi Rp46.285.261, dan pada Tahun 2008 pendapatan bunga naik sebesar 34,85% atau dalam rupiah naik sebesar Rp16.286.570 menjadi Rp62,571,831. Perubahan pendapatan bunga bisa dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya adanya perubahan jumlah permintaan dan penawaran dari pihak

nasabah, dan adanya krisis global dimana nasabah lebih hati-hati dan teliti dalam memilih Bank untuk kegiatan simpan pinjam. Terlebih untuk kegiatan pinjaman, nasabah pasti lebih melihat lebih banyak faktor, sebelum mengambil keputusan.

Berdasarkan laporan keuangan maka data-data yang diperlukan dan berkaitan diolah dengan cara menghitung selisih pendapatan bunga dan beban bunga.

Tabel 4

Laporan Keuangan Pendapatan Bunga BPR PT. Prismadana Tahun 2006 Beban/pendapatan Maret Juni September Desember Total

Pendapatan 6.300.445

15.851.749

15.177.491

15.177.491 52.507.176

Beban 2.341.276

4.374.503

5.429.895

5.429.895 17.575.569

Net Interest Income

3.959.169

11.477.246

9.747.596

9.747.596 34.931.607

Tabel 5 Laporan Keuangan Pendapatan Bunga BPR PT. Prismadana Tahun 2007

Beban/pendapatan Maret Juni September Desember Total

Pendapatan 6.169.797

12.845.168

19.957.506

27.097.473 66.069.944

Beban 1.940.318

3.937.579

5.916.247

7.990.539 19.784.683

Net Interest Income

4.229.479

8.907.589

14.041.259

19.106.934 46.285.261

Tabel 6 Laporan Keuangan Pendapatan Bunga BPR PT. Prismadana Tahun 2008

Beban/pendapatan Maret Juni September Desember Total

Pendapatan 7.301.526

15.851.745

23.685.575

32.704.544 62.571.831

Beban 2.056.609

4.374.503

6.284.016

4.256.431 16.971.559

Net Interest Income

5.244.917

11.477.242

17.401.559

28.448.113 45.600.272

Page 87: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

TINGKAT SUKU BUNGA PINJAMAN DAN KINERJA KEUANGAN PERBANKAN:.………………..……………..(Sarah Usman)

185

Pada Tabel 4,5, dan 6 terlihat bahwa pendapatan bersih bunga dari kegiatan pemberian Pinjaman (Assets) dan kegiatan Deposito berjangka serta Simpanan (liabilities) cukup berfluktuasi dari Tahun 2006 sampai Tahun 2008. Pada Tahun 2006 pendapatan bunga sebesar Rp38.743.017 dan pada 2007 naik sebesar 31,5% atau dalam rupiah sebesar Rp11.353.654 yaitu menjadi Rp46.285.261, dan pada Tahun 2008 pendapatan bunga naik sebesar 34,85% atau dalam rupiah naik sebesar Rp16.286.570 menjadi Rp 62.571.831.

Perubahan pendapatan bunga bisa dikarenakan oleh beberapa factor, dianta-ranya adanya perubahan jumlah perminta-

an dan penawaran dari pihak nasabah, adanya krisis global dimana nasabah lebih hati-hati, dan teliti dalam memilih Bank untuk kegiatan simpan pinjam.

Setelah langkah untuk menghasilkan income yaitu pendapatan bunga dikurangi beban bunga terpenuhi maka selanjutnya data-data tersebut dimasukkan dan diolah dengan menggunakan analisis net interest margin dengan formula perhitungan:

NIM = Net Interest Income

Total earning assets× %

Berdasarkan formulasi data NIM maka diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 7

Analisa Net Interest Margin BPR Prismadana Per Triwulan Tahun 2006 s/d 2008.

Bulan/tahun Asset Pend.Bunga beban Bunga NII NIM (%)

Maret 19.958.754 6.300.445 2.341.276 3.959.169 19,84 Juni 26.005.829 15.757.419 4.559.024 11.198.395 43,06 September 51.882.941 15.177.491 5.429.895 9.747.596 18,79 Desember 57.922.284 21.114.837 7.276.980 13.837.857 23,89 Total 2006 155.769.808 58.350.192 19.607.175 38.743.017 24,87

Maret 64.351.019 6.169.094 1.940.318 4.228.776 6,57 Juni 68.905.586 12.845.168 3.937.579 8.907.589 12,93 September 69.461.042 19.957.506 5.916.247 14.041.259 20,21 Desember 72.095.163 27.097.473 7.990.539 19.106.934 26,50 Total 2007 274.812.810 66.069.241 19.784.683 46.284.558 16,84

Maret 73.769.851 7.404.094 2.341.276 5.062.818 6,86 Juni 80.033.975 15.851.745 4.374.503 11.477.242 14,34 September 80.677.880 23.685.575 6.284.016 17.401.559 21,57 Desember 80.665.419 32.704.544 4.256.431 28.448.113 35,27 Total 2008 315.147.125 79.645.958 17.256.226 62.389.732 19,80

Pada Tahun 2006 Triwulan

pertama dan kedua posisi net interest margin (NIM) sebesar 19,84% pada Triwulan pertama, 43,06% pada Triwulan kedua. Angka ini mengindikasikan bahwa

pada Triwulan pertama dan kedua terjadi net interest margin bersifat berlawanan, yaitu apabila terjadi kenaikan suku bunga maka net interest marginakan turun. Sebaliknya, pada Triwulan ketiga NIM

Page 88: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2 Desember 2011

186

sebesar 18,78% dan pada Triwulan keempat NIM sebesar 23,89%, sehingga antara NIM dengan perubahan suku bunga bersifat searah, pada saat suku bunga naik maka sebesar net interest margin jugaikut naik dalam artian keuntungan yang diperoleh juga ikut naik.

Pada Tahun 2007 Triwulan pertama NIM sebesar 6,57%, naik Triwulan kedua menjadi 12,92%, Triwulan ketiga menjadi 20,21% dan Triwulan keempat naik sebesar 6,31% menjadi 26,50%. Kecenderungan NIM bersifat searah dengan perubahan suku bunga, dimana pada saat terjadi kenaikan suku bunga maka net interest margin juga ikut naik sebesar net interest margin yang diperoleh, sebaliknya apabila suku bunga turun maka net interest marginakan ikut turun. NIM mencerminkan profitabilitas Bank Prismadana yang secara otomatis mencerminkan kesehatan dan kinerja keuangan Bank Prismadana.

Pada Tahun 2008 secara keseluruhan net interest margin bersifat positif dan naik secara membaik dari Triwulan pertama sampai Triwulan keempat. Pada triwulan pertama net interest margin sebesar 6,86 %, triwulan kedua naik menjadi 14,34%, triwulan ketiga naik sebesar 21,57% dan pada triwulan keempat naik menjadi 35,27%. sehingga Net interest margin pada Bank Prismadana mengalami profitabilitas secara fluktuatif yaitu 2006 ke 2007 naik sebesar 2,61% dan dari 2007 ke 2008 naik sebesar 8,77%. PEMBAHASAN

Kinerja merupakan hasil capaian dari setiap organisasi, sedangkan kinerja keuangan BPR adalah hasil capaian yang diperoleh BPR yang dinilai berdasarkan keadaan keuangan yaitu laba/pendapatan bersih yang diperoleh pihak BPR. Rasio pendapatan bunga yang diperoleh dari rasio perbandingan pendapatan bunga dan

total aset yang diperoleh pihak BPR. Rasio pendapatan bunga atau net interest margin pada Bank Perkreditan Rakyat dari tahun 2006 sampai 2008 terjadi peningkatan yang berfluktuatif, dimana pendapatan yang diperoleh secara triwulan terjadi kenaikan pendapatan bunga dan beban bunga. Dalam artian kinerja keuangan BPR terus meningkat setiap tahunnya yang diakibatkan oleh bertambahnya jumlah nasabah yang melakukan kegiatan peminjaman kepada bank BPR dengan membayar setiap angsuran atau biaya bunga yang merupakan pendapatan bunga bagi BPR. Ketika pembayaran bunga semakin meningkat oleh nasabah maka, pendapatan bunga yang diterima pihak BPR semakin meningkat yang ikut meningkatkan capaian keuangan dalam bentuk laba yang semakin meningkat. Laba BPR yang meningkat, menandakan capaian dalam keuangan bank mengalami kenaikan yang sering disebut kinerja keuangan.

Dalam hasil analisa Kenaikan net interest margin dapat terlihat melalui net interest income (pendapatan bersih bunga), dimana pendapatan bunga yang diperoleh dari pinjaman yang diberikan lebih besar daripada kenaikan beban bunga yang menjadi kewajiban pihak bank untuk dibayarkan kepada nasabah yang menabung. Peningkatan pendapatan bunga menandakan bahwa manajemen bank berhasil memperkecil dampak negatif perubahan suku bunga terhadap target pencapaian pendapatan bunga bersih (Net Interest Income/NII) yang stabil dan berkembang secara keseluruhan dari kegiatan pinjaman, deposito berjangka dan simpanan.Salah satu faktor yang mempengaruhi profitabilitas bank yaitu tingkat bunga yang berfluktuasi, karena hampir keseluruhan kegiatan bank melibatkan tingkat bunga didalamnya. dalam 3 tahun terakhir pada pinjaman dan simpanan tingkat suku bunga selalu terjadi perubahan, namun perubahan suku bunga

Page 89: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

TINGKAT SUKU BUNGA PINJAMAN DAN KINERJA KEUANGAN PERBANKAN:.………………..……………..(Sarah Usman)

187

pinjaman lebih tinggi dibandingkan suku bunga simpanan, sehingga setiap tahunnya terjadi pendapatan bersih bunga yang terus meningkat yang dihitung dari selisih pendapatan bunga dikurangi dengan beban bunga.

Adanya perubahan suku bunga membuat managemen Bank Prismadana lebih aktif dalam mengikuti perkembangan perubahan suku bunga yang terjadi dengan melakukan sedikit perubahan pada keputusan dalam menerima permohonan kredit, dalam hal ini managemen lebih hati-hati dan teliti dalam menyalurkan kredit kepada para nasabah terutama pada kredit usaha mikro kecil dan menengah. Dikarenakan pinjaman pada Usaha mikro kecil dan menengah, baik untuk modal usaha ataupun investasi kebanyakan nasabahnya merupakan pedagang, yang dalam usahanya perputaran modal tergantung pada daya beli masyarakat, yang saat ini terjadi penurunan daya beli akibat adanya krisis global.

Dengan adanya krisis global yang ikut melanda Kota Manado, di sini terjadi sedikit perubahan jumlah permintaan terhadap produk yang ditawarkan oleh Bank Prismadana, namun perubahan tersebut lebih pada kegiatan pinjaman usaha kecil mikro dan menengah. Untuk pinjaman konsumtif jumlah permintaannya malah semakin naik dibandingkan Tahun sebelum terjadi krisis ekonomi.Untuk produk deposito berjangka dan simpanan jumlah permintaannya tidak terjadi perubahan yang membaik. SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN PENELITIAN Simpulan

Berdasarkan hasil analis dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa terjadi kenaikan pendapatan bunga (Net Interest Income) pada Bank Perkreditan Rakyat dikarenakan

terjadi peningkatan setiap tahunnya pada kegiatan pemberian pinjaman yang lebih besar dibandingkan kegiatan deposito berjangka dan deposito. Sehingga menghasilkan pendapatan bunga yang ikut menaikkan laba bunga yang diperoleh pihak BPR, yang menjadi kinerja atau pencapaian keuangan pihak bank perkreditan rakyat PTPrismadana Keterbatasan Penelitian dan Saran Ke Depan

Penelitian ini mencari berapa besar pendapatan bunga bank yang berpengaruh terdapat pendapatan bersih bunga dan terdapat beberapa keterbatasan yang perlu diperhatikan pada penelitian selanjutnya. Penelitian ini lingkup penelitian hanya didasarkan pada satu objek penelitian yaitu BPR Prismadana, maka untuk penelitian selanjutnya diharapkan bisa mengambil lebih dari satu objek penelitian, agar dapat menggali dan membandingkan lebih dalam dengan melihat lebih banyak objek penelitiannya.

Penelitian ini jangka waktu pengambilan data dalam penelitian dari tahun 2006 - 2008, untuk penelitian selanjutnya bisa mengambil jangka waktu data tahun selanjutnya. Agar data yang dihasilkan bisa berkesinambungan dengan melihat trend yang lebih update dan menemukan hasil yang akan bisa diguna-kan sesuai dengan keadaan ekonomi yang terjadi.

Bagi pihak pembuat kebijakan yaitu bank perkreditan rakyat dalam penentuan tingkat suku bunga pinjaman dengan mempertimbangkan batas standar minimum dan maksimum yang ditetapkan Bank Indonesia, sebaiknya menetapkan standar suku bunga pinjaman yang akan terlebih dahulu mempertimbangkan lingkup nasabah dan kemampuan nasabah daerah sekitar. Selain itu, dalam mengatasi atau menghadapi persaingan yang ada saat ini, PT Bank Perkreditan Rakyat Prismadana dengan segala keterbatasan

Page 90: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No 2 Desember 2011

188

lingkup yang ada lebih meningkatkan promosi dan lebih menjangkau masyarakat sampai di pelosok pedesaan, serta dari segi interen BPR Prismadana lebih hati-hati dan memperketat internal control yang berkaitan dengan kegiatan operasional pemberian pinjaman. DAFTAR REFERENSI Aryaningsih.2008.“Pengaruh Suku Bunga,

Inflasi Dan Jumlah Penghasilan Terhadap Permintaan Pinjaman Di PT BPD Cabang Pembantu Kediri”. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora.

Bank Indonesia. 2003. Bank Indonesia

Bank Sentral Republik Indonesia.Tinjauan Kelembagaan, Kebijakan, dan Organisasi. Lembaga Pendidikan dan studi Kebank-sentralan. Jakarta.

Hasibuan, H.M. 2008.Dasar-Dasar

Perbankan.Jakarta : Penerbit Bumi Aksara.

Hidayati.2003, Pengaruh Suku Bunga

Terhadap Perubahan Suku Bunga Terhadap Perubahan Kurs Selama Krisis Ekonomi 1997 Di Indonesia.Tesis, Fakultas Ekonomi, Universitas Padjajaran.

Indriantoro, N.S. 2002.Metodologi

Penelitian BisnisUntuk Akuntansi Dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE

Jusuf, H. 2001.Dasar-Dasar

Akuntansi.Yogyakarta: STIE YKPN Kasmir, 2002.Dasar-Dasar Perbankan.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Kasmir. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Kusumaning, R.E. 2004, Assets Liability

Management PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Dalam Tingkat Bunga yang Berfluktuasi pada Periode 1997 - 2001. Tesis.Pascasarjana Institute Pertanian Bogor. Bogor.

Mulyono, T.P. 1995. Analisa Laporan

Keuangan Untuk Perbankan. Jakarta: Penerbit Jambatan.

Rose, P.S. Hudgins, S.C. 2008.Bank

Management and Financial Service, Seventh Edition, McGraw Hill, International Edition.

Siamat, D. 2005. Manajemen Dana Bank.

Jakarta: PT INDEKS Kelompok Gramedia.

Page 91: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No.2 Desember 2011

PEDOMAN PENULISAN JURNAL RISET MANAJAMEN & BISNIS (JRMB)

Standar Format Umum

1. Naskah yang ditulis untuk JRMB meliputi hasil penelitian dan hasil telaah atau konseptual pemikiran dalam bidang manajemen dan bisnis. Naskah dapat ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai gaya selingkung yang ditentukan.

2. Penulis mengirim tiga eksemplar naskah dan satu compact disk (CD) yang berisikan naskah tersebut kepada redaksi. Satu eksemplar dilengkapi dengan nama dan alamat sedang dua lainnya tanpa nama dan alamat yang akan dikirim kepada mitra bestari. Naskah dapat dikirim juga melalui e-mail.

3. Naskah yang dikirim belum pernah diterbitkan di media lain yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh semua penulis bahwa artikel tersebut belum pernah dipublikasikan.

4. Naskah dan CD dikirim kepada Dewan Redaksi Jurnal Riset Manajemen & Bisnis (JRMB) Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana Jalan Dr. Wahidin S. No. 5 – 19, Yogyakarta 55224 Telpon (0274) 563929, Fax (0274) 513235 e-mail: [email protected]

Standar Format Penampilan

1. Naskah diketik menggunakan program Microsoft Word pada ukuran kertas A4 berat 80 gram, jarak 2 spasi, jenis huruf Times New Roman berukuran 12 point, margin kiri 4 cm, serta margin atas, kanan dan bawah masing-masing 3 cm.

2. Setiap halaman diberi nomor secara berurutan. Gambar dan tabel dikelompokan bersama pada lembar terpisah dibagian akhir Naskah.

3. Angka dan huruf pada gambar, tabel, atau histogram menggunakan jenis huruf Times New Roman berukuran 10 point.

4. Naskah ditulis maksimum sebanyak 30 halaman termasuk gambar dan tabel.

Standar Sistematika Penulisan Artikel

1. Artikel hasil penelitian terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Metode, Hasil, Pembahasan, Simpulan, Saran, dan Daftar Rujukan.

2. Artikel Konseptual atau hasil pemikiran (kajian pustaka) terdiri atas Judul, Nama Penulis, Alamat Penulis, Abstrak, Pendahuluan, Pembahasan, Simpulan, dan daftar Rujukan.

3. Judul ditulis ringkas, spesifik, dan lugas yang menggambarkan isi artikel. Judul dalam bahasa Indonesia tidak boleh lebih dari 12 kata, sedangkan judul dalam bahasa Inggris tidak boleh lebih dari 10 kata. Judul ditulis dengan huruf kapital dengan jenis huruf Times New Roman berukuran 14 point, jarak satu spasi, dan terletak ditengah-tengah tanpa titik.

Page 92: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No.2 Desember 2011

4. Nama Penulis ditulis lengkap tanpa gelar akademis disertai alamat institusi penulis yang dilengkapi dengan nomor telpon, fax, dan e-mail.

5. Abstrak dan kata kunci (keyword) ditulis dalam dua bahasa (Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris). Panjang masing masing abstrak ditulis dalam satu paragraf tidak lebih dari 150 kata. Abstrak mengandung uraian minimal berisi tentang tujuan, metode, hasil utama, dan simpulan yang ditulis dalam satu spasi. Kata kunci (keyword) ditulis miring, berkisar 3 - 5 (tiga sampai lima) kata, satu spasi setelah abstrak.

6. Pendahuluan berisi latar belakang, konteks penelitian, pustaka yang mendukung, tujuan penelitian, dan harapan hasil penelitian. Seluruh bagian pendahuluan dipaparkan secara terintegrasi dalam bentuk paragraf-paragraf, dengan panjang 5-15% dari total panjang artikel.

7. Metoda berisi paparan dalam bentuk paragraf tentang rancangan penelitian, sasaran penelitian (populasi dan sampel), teknik pengumpulan data, pengembangan pengukuran, dan teknik analisis data, dengan panjang 10-20% dari total panjang artikel.

8. Hasil Penelitian menyajikan uraian hasil penelitian berkaitan dengan tujuan penelitian. Deskripsi hasil penelitian disajikan secara jelas. Deskripsi dan interpretasi hasil berkaitan dengan hasil (bersih) analisis data. Pemakaian tabel, grafik atau bagan sangat disarankan untuk meperjelaskan hasil.

9. Pembahasan memuat diskusi hasil penelitian sendiri yang dikaitkan dengan tujuan penelitian. Pembahasan menjelaskan mengapa hasil penelitian demikian, memapar logika perolehan temuan, menginterpretasi temuan, dan mengaitkan dengan teori atau hasil penelitian yang relevan. Panjang paparan hasil penelitian dan pembahasan 40-60% dari panjang artikel

10. Pembahasan (khusus tulisan konseptual atau hasil pemikiran) memuat kupasan masalah yang dikaji, bersifat analitik, argumentatif, logis, kritis, dan yang terpenting menunjukkan pendirian atau sikap penulis. Panjang paparan pembahasan 40-60% dari panjang artikel.

11. Bagian simpulan dan saran. Simpulan berisi jawaban atas tujuan penelitian dan khusus tulisan koseptual: penegasan pendirian penulis. Pemberian saran memuat keterbatasan penelitian serta saran penelitian ke depan dan bagi praktis. Simpulan dan saran disajikan dalam bentuk paragraf.

12. Kutipan Kutipan dalam teks dibuat dalam format nama, tahun, seperti Dittmar dan Thakor (2006) untuk awal kalimat, dan (Dittmar dan Thakor,2006) untuk akhir kalimat. Jika Penulis lebih dari dua dipergunakan et al. Setelah penulis pertama, seperti: Garardi, et al. (2010). Untuk referensi yang lebih dari satu, kutipan didasarkan atas kronologi tahun atau urutan abjad jika terdapat tahun yang sama. Contoh (Marosi dan Massoud, 2008; Cohen dan Smitz, 2009; Verdelhan, 2010) atau (Hoberg dan Phillips, 2010; Liberti and Mian, 2010; Verdelhan, 2010)

13. Daftar Referensi a. Diharapkan dirujuk referensi 10 tahun terakhir dengan proporsi pustaka primer

(jurnal) minimal 80%. b. Hanya memuat referensi yang diacu dalam artikel dan ditulis secara alfabetis

berdasarkan huruf awal dari nama penulis pertama. c. Cara penulisan daftar Referensi seperti yang dipakai pada JRMB/JRAK berikut ini:

Page 93: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No.2 Desember 2011

Jurnal Dittmar, A. and Thakor, A. 2006. “Why do Firms Issue Equity?”. Journal of Finance,

62 (1): 1-54 Buku Mooler, R. R. 2007. Caso Enterprise Risk Management: understanding the new

integrated ERM Framework. New Jersey: Jhon Willey & Son, Inc.

Buku Kumpulan Artikel Keasey, K. And Wright, M. (Eds.) 1997. Corporate Governance: Responsibilities, Risk

and Remuneration. New York: New Jersey: Jhon Willey & Son, Inc. Prosiding Ernyan dan Husnan, S. 2002. Perbandingan Underpricing Penerbitan Saham Perdana

Perusahaan Keuangan dan Non-Keuangan di Pasar Modal Indonesia: Pengujian Hipotesis Asimetrik Informasi. Prosiding, Simposium Nasional Keuangan dalam Rangka Dies Natalis Ke 47 Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada; Yogyakarta, 28 Sepetember 2002. Fakultas Ekonomi, UGM, Yogyakarta. Halaman 43-56.

Artikel dalam Buku Ezzamel, M. and Watson, R. 1997. Executive Remuneration and Corporate Performance.

In: K. Keasey & M. Wright. Eds. Corporate Governance: Responsibilities, Risk and Remuneration. Jhon Willey & Son, Inc., New York

Skripsi/Tesis/Disertasi Terry, S. D. 2010. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Peringkat dan Yield

Obligasi. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Duta Wacana. Yogyakarta

Internet French, K. R. 2005. Data Library, http://www.mba.tuck.dartmouth.edu/pages/faculty/

ken.french/data library.html, Diakses 10 Januari, 2011

Dokumen Resmi (ECFIN) Institute for Economic and Financial Research. 2011. Indonesian Capital

Market Directory, 2011 Twenty-Second Edition Ilustrasi

a. Tabel tidak menggunakan garis jaringan (gridlines), cukup gunakan garis horisontal di atas atau di bawah heading kolum dan di bawah baris akhir tabel atau panel.

b. Judul tabel, grafik, histogram, sketsa, diagram, peta, bagan, dan gambar diberi nomor urut. Judul singkat tetapi jelas beserta satuan-satuan yang dipakai. Judul ilustrasi ditulis dengan jenis huruf Times New Roman berukuran 10 point, masuk satu tab (5 ketukan) dari pinggir kiri, awal kata menggunakan huruf capital, dengan jarak 1 spasi.

c. Keterangan tabel ditulis di sebelah kiri bawah menggunakan huruf Times New Roman berukuran 10 point jarak satu spasi.

d. Penulisan angka desimal dalam bentuk tabel untuk bahasa Indonesia dipisahkan dengan koma (,) dan untuk bahasa Inggris digunakan titik (.).

Page 94: JRMB, Volume 6, No.2, Desember 2011

JRMB, Volume 6, No.2 Desember 2011

e. Nama Latin, Yunani, atau Daerah dicetak miring sedang istilah asing diberi tanda petik.

f. Satuan pengukur menggunakan Sistem Internasional (SI). Standar Mekanisme Penyuntingan Naskah

1. Naskah harus mengikuti gaya selingkung yang telah ditetapkan. Naskah yang sesuai dengan gaya penulisan diteruskan ke Dewan Penyunting untuk ditelaah diterima atau ditolak, tetapi Naskah yang tidak sesuai akan dikembalikan ke penulis untuk diperbaiki.

2. Naskah yang diterima atau naskah yang formatnya sudah diperbaiki selanjutnya dicarikan Penyunting Ahli (Mitra Bestari) tentang rekomendasi kelayakan terbit. Naskah yang sudah ditelaah oleh Mitra Bestari ada empat kemungkinan rekomendasi: dapat diterima tanpa revisi, dapat diterima dengan revisi kecil (revisi oleh mitra bestari dan penyunting pelaksana), dapat diterima dengan revisi mayor (perlu direview lagi setelah revisi penulis), dan tidak layak muat.

3. Apabila terjadi ketidaksesuaian di antara para Mitra Bestari, Dewan Penyunting dapat membuat keputusan untuk menerima berdasarkan pada suara mayoritas mitra bestari. Keputusan penolakan Dewan Penyunting dikirimkan kepada penulis serta alasan penolakannya.

4. Naskah yang mengalami perbaikan dikirim kembali ke penulis untuk perbaikan. Naskah yang sudah diperbaiki oleh penulis diserahkan kepada Dewan Penyunting untuk diteruskan kepada Penyunting palaksana/pelaksana Tata Usaha.

5. Contoh Cetak Naskah sebelum terbit dikirimkan ke penulis untuk mendapatkan persetujuan.

6. Naskah siap cetak dan cetak lepas (off print) dikirim ke penulis.