Joko (Epidural Hematoma)

17

Click here to load reader

Transcript of Joko (Epidural Hematoma)

EPIDURAL HEMATOM

1. DefinisiEpidural Hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara tulang dan lapisan duramater ataupun suatu perdarahan akut pada lokasi epidural. Fraktur tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan berjalan antara duramater dan tulang di permukaan dalam os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan epidural hematoma. Desakan oleh hematom akan melepaskan duramater lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar. (2).

2. EpidemiologiEpidural hematoma jarang ditemukan pada anak usia kurang dari 2 tahun atau orang lebih dari 60 tahun. Perdarahan otak ini lebih sering ditemukan pada dewasa muda. Penderaan menyebabkan 6 18% epidural hematoma pada anak. Kecelakaan jalan raya merupakan faktor utama perdarahan epidural pada usia dewasa muda. Di United States, tingkat mortalitas akibat epidural hematoma adalah 5-50%. Tingkat mortalitas bagi pasien pre operasi bisa ditentukan dari kesadaran pasien yaitu, 0% bagi yang sadar, 9% bagi yang subconscious, dan 20% bagi yang masih koma.(2)

3. EtiologiEpidural hematoma dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja, beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematoma misalnya benturan pada kepala akibat kecelakaan motor. Pada anak bisa terjadi apabila terjatuh dari basikal atau buaian dan menimbulkan trauma pada bagian temporal. Epidural hematoma akibat trauma kepala, biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah. (1)

4. Patofisiologi Pada epidural hematoma, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura meter. Perdarahan lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital. (2)Perdarahan yang terjadi menimbulkan epidural hematom, desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar. Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.(3)Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formasio retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuklei saraf kranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif.(2)Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang progresif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. (2)Masa antara dua penurunan kesadaran ini, selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan disebut sebagai lucid interval. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada epidural hematoma. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hampir selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar. (4)

Gambar 1. Gambaran epidural hematomaEpidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans dan infra tentorial.Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus segera di rawat dan diperiksa dengan teliti.(4).

5. Tanda dan Gejala KlinisGejala perdarahan pada epidural adalah kesadaran menurun secara progresif. Pasien dengan kondisi seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada hidung atau telinga. Pasien seperti ini harus di observasi dengan teliti. (2)Gambaran klinis yang biasanya ditemukan : Penurunan kesadaran, bisa sampai koma Bingung Penglihatan kabur Susah bicara Nyeri kepala yang hebat Keluar cairan darah dari hidung atau telinga Tampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala. Mual Pusing Berkeringat Pucat Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.Pada tahap kesadaran sebelum koma, bisa dijumpai hemiparese atau serangan epilepsi fokal. Pada perjalanannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi negatif. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Gejala-gejala respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya disfungsi rostrocaudal batang otak.(1)

6. Pemeriksaanpenunjang :Dengan CT-scan dan MRI, perdarahan intrakranial akibat trauma kepala lebih mudah dikenali. Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang mengalami trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong sulkus arteria meningea media. (5)Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedera intrakranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonveks, paling sering di daerah temporo- parietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma, densitas yang tinggi pada stadium yang akut ( 60 90 HU), ditandai dengan adanya peregangan dari pembuluh darah.(5)MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis.(5)

Pemeriksaan laboratorium:Level hematokrit, kimia, dan profil koagulasi (termasuk hitung trombosit) penting dalam penilaian pasien dengan perdarahan epidural, baik spontan maupun trauma. (7)Cedera kepala berat dapat menyebabkan pelepasan tromboplastin jaringan, yang mengakibatkan DIC. Pengetahuan akan koagulopati dibutuhkan jika pembedahan akan dilakukan. Jika dibutuhkan, faktor-faktor yang tepat diberikan pre-operatif dan intra-operatif. (7)Pada orang dewasa, perdarahan epidural jarang menyebabkan penurunan yang signifikan pada level hematokrit dalam rongga kranium. Pada bayi, yang volume darahnya terbatas, perdarahan epidural dalam kranium meluas dengan sutura terbuka yang menyebabkan kehilangan darah yang berarti. Perdarahan yang demikian mengakibatkan ketidakstabilan hemodinamik; karenanya dibutuhkan pengawasan ketat dan sering terhadap level hematokrit. (6)

Gambar 2. Gambaran CT scan yang menunjukkan epidural hematoma7. DiagnosisBanyak cara yang dapat digunakan untuk mendiagnosis sebuah kondisi epidural hematoma. Dari gambaran klinis, gambaran radiologi hingga gambaran patologi anatomi dapat dijadikan pendekatan untuk mendiagnosis sebuah kondisi epidural hematoma.(6)

8. Diagnosis Bandinga) Hematoma subduralHematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara duramater dan arakhnoid. Secara klinis hematoma subdural akut sukar dibedakan dengan epidural hematoma yang berkembang lambat. Bisa di sebabkan oleh trauma hebat pada kepala yang menyebabkan bergesernya seluruh parenkim otak mengenai tulang sehingga merusak a. kortikalis. Biasanya di sertai dengan perdarahan jaringan otak. Gambaran CT-Scan hematoma subdural, tampak penumpukan cairan ekstraaksial yang hiperdens berbentuk bulan sabit. (2).b) Hematoma SubarakhnoidPerdarahan subarakhnoid terjadi karena robeknya pembuluh-pembuluh darah di dalamnya. (1)

9. KomplikasiDengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intrakranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intrakranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan. Kejang pasca trauma akibat kerusakan korteks timbul setelah 1-3 bulan setelah trauma kepala, dengan berkurangnya frekuensi berlebih. Alkoholik menambah resiko kejang pasca trauma.(6) Efek yang timbulnya lambat pada epidural hematoma adalah postconcussion syndrome, khas dengan sakit kepala, bingung, vertigo, cepat lelah, sensitif terhadap konsentrasi, emosi labil, dan lemah. Epidural hematoma dapat menyebabkan spasme, nyeri neuropati dan komplikasi saluran kemih. (2)Kebanyakan dari komplikasi perdarahan epidural muncul ketika tekanan yang mereka kerahkan mengakibatkan pergeseran otak yang berarti. Ketika otak menjadi subyek herniasi subfalcine, arteri serebral anterior dan posterior mungkin tersumbat, menyebabkan infark serebral. (1)Herniasi kebawah batang otak menyebabkan perdarahan Duret dalam batang otak, paling sering di pons. (2)Herniasi transtentorial menyebabkan paresis nervus III kranialis ipsilateral, yang seringnya membutuhkan berbulan-bulan untuk beresolusi sekali tekanan dilepaskan. Paresis nervus III kranialis bermanifestasi sebagai ptosis, dilatasi pupil, dan ketidakmampuan menggerakkan mata ke arah medial, atas, dan bawah. (6)Pada anak-anak < 3 tahun, fraktur kranium dapat menyebabkan kista leptomeningeal atau fraktur bertumbuh. Kista ini diyakini muncul ketika pulsasi dan pertumbuhan otak tidak mengijinkan fraktur untuk sembuh, lalu menambah robek dura dan batas fraktur membesar. Pasien dengan kista leptomeningeal biasanya memperlihatkan massa scalp pulsatil.(6)

10. TerapiPenanganan darurat : Dekompresi dengan trepanasi sederhana Kraniotomi untuk mengevakuasi hematomTerapi medikamentosa :Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala adalah golongan dexametason (dengan dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam), mannitol 20% (dosis 1-3 mg/kgBB/hari) yang bertujuan untuk mengatasi edema cerebri yang terjadi akan tetapi hal ini masih kontroversi dalam memilih mana yang terbaik. Dianjurkan untuk memberikan terapi profilaksis dengan fenitoin sedini mungkin (24 jam pertama) untuk mencegah timbulnya fokus epileptogenik dan untuk penggunaan jangka panjang dapat dilanjutkan dengan karbamazepin. Tri-hidroksimetil-amino-metana (THAM) merupakan suatu buffer yang dapat masuk ke susunan saraf pusat dan secara teoritis lebih superior dari natrium bikarbonat, dalam hal ini untuk mengurangi tekanan intrakranial. Barbiturat dapat dipakai unuk mengatasi tekanan inrakranial yang meninggi dan mempunyai efek protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik, dosis yang biasa diberikan adalah dimulai dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan kemudian dilanjutkan dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam serta drip 1 mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar serum 3-4mg%.(1)Terapi Operatif :Operasi dilakukan bila terdapat : Volume hematom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml) Keadaan pasien memburuk (kesadaran semakin menurun, apneu, penurunan tekanan darah mendadak) Pendorongan garis tengah > 3 mmIndikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk functional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi emergensi. Biasanya keadaan emergensi ini disebabkan oleh lesi desak ruang.(7)Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume : > 25 cc = desak ruang supra tentorial > 10 cc = desak ruang infratentorial > 5 cc = desak ruang thalamusSedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek massa yang signifikan : Penurunan klinis Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan klinis yang progresif. Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan klinis yang progresif.

11. PrognosisPrognosis tergantung pada : Lokasinya ( infratentorial lebih jelek ) Besarnya Kesadaran saat masuk kamar operasi.Jika ditangani dengan cepat, prognosis epidural hematoma biasanya baik, karena kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara 7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami koma sebelum operasi. (2)

12. AlgoritmaBerikut ini merupakan algoritma diagnosa Epidural hematoma :

13. RingkasanEpidural Hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara tulang dan lapisan duramater. Hematoma epidural terletak di luar duramater tetapi di dalam rongga tengkorak dan cirinya berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering terletak di daerah temporal atau temporoparietal yang disebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat retaknya tulang tengkorak. Gumpalan darah yang terjadi dapat berasal dari pembuluh arteri, namun pada sepertiga kasus dapat terjadi akibat perdarahan vena, karena tidak jarang EDH terjadi akibat robeknya sinus venosus terutama pada regio parieto-oksipital dan fossa posterior. Epidural hematom sebaiknya dipikirkan pada setiap orang yang mengalami trauma kepala. Meskipun secara klasik berhubungan dengan lucid interval yang berada diantara awal dari hilangnya kesadaran pada saat terjadinya trauma dan penurunan dari status mental yang drastis (10-33% kasus). Foto polos radiologi pada kepala (radiografi tengkorak) yang menampakkan fraktur tengkorak, melalui CT scan dapat menunjukkan penampakan yang lebih jelas pada fraktur tengkorak daripada radiografi karena informasi yang lebih jelas ditemukan dengan CT scan.Usaha awal resusitasi sebaiknya meliputi asessment dan stabilisasi patensi jalan napas, pernapasan dan sirkulasi. Evaluasi trauma meliputi perintah, termasuk inspeksi pada tulang tengkorak dan apresiasi pada ruda paksa dan lokasi tubrukan. Immobilisasi pada medulla spinalis sebaiknya ditatalaksana dengan emergensi pada level 1 derajat trauma dan dikonsultasikan dengan ahli bedah saraf. Penatalaksanaan epidural hematoma termasuk cairan intravena, pengobatan, kortikosteroid, obat pereda nyeri, dan operasi untuk pengeluaran darah dan menghentikan perdarahan.

14. Pertanyaan1) Jelaskan mekanisme cedera kepala! Pada trauma kepala terjadi akselerasi (gerakan yang cepat dan mendadak yang terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam) dan deselerasi (penghentian akselerasi secara mendadak yaitu jika kepala membentur benda yang tidak bergerak). Pada waktu akselerasi berlangsung, terjadi dua kejadian yaitu akselerasi tengkorak ke arah dampak (kup) dan pergeseran otak ke arah yang berlawanan dengan arah dampak primer (kontra kup). Apabila akselerasi disebabkan oleh pukulan pada oksiput, maka pada tempat di bawah tampak terdapat tekanan positif akibat indentasi ditambah tekanan positif yang dihasilkan oleh akselerasi tengkorak ke arah dampak dan penggeseran otak ke arah yang berlawanan. Di seberang tempat terdapat tekanan negatif akibat akselerasi kepala yang ketika itu juga akan ditiadakan oleh tekanan yang positif yang diakibatkan oleh pergeseran seluruh otak.

2) Berapakah frekuensi epidural hematom dari cedera kepala? Sekitar 10-20% dari pasien dengan trauma kepala diperkirakan mengalami EDH, 17% pasien yang sebelumnya sadar lalu kemudian memburuk sampai koma, mengalami EDH.

3) Apakah indikasi operasi bagi epidural hematoma? Penurunan kesadaran tiba-tiba Adanya tanda herniasi/ lateralisasi Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi, dimana CT Scan kepala tidak bisa dilakukan.4) Apakah perawatan pasca bedah bagi epidural hematoma?Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Jahitan dibuka pada hari ke 5-7. Tindakan pemasangan fragmen tulang atau kranioplasti dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian.

Follow-up :CT scan kontrol diperlukan apabila post operasi kesadaran tidak membaik dan untuk menilai apakah masih terjadi hematom lainnya yang timbul kemudian.

5) Apakah teknik awal operasi epidural hematoma?

PositioningLetakkan kepala pada tepi meja untuk memudahkan operator. Head-up kurang lebih 15o (pasang donat kecil dibawah kepala). Letakkan kepala miring kontralateral lokasi lesi/ hematoma. Ganjal bahu satu sisi saja (pada sisi lesi) misalnya kepala miring ke kanan maka ganjal bantal di bahu kiri dan sebaliknya.WashingCuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon: desinfeksi, menghilangkan lemak yang ada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka, penetrasi betadine lebih baik. Keringkan dengan doek steril. Pasang doek steril di bawah kepala untuk membatasi kontak dengan meja operasiMarkeringSetelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah benar dengan melihat CT scan. Saat markering perhatikan: garis rambut untuk kosmetik, sinus untuk menghindari perdarahan, sutura untuk mengetahui lokasi, zygoma sebagai batas basis cranii, jalannya N VII (kurang lebih 1/3 depan antara tragus sampai dengan canthus lateralis orbita)DesinfeksiDesinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Suntikkan Adrenalin 1:200.000 yang mengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi dengan doek steril.Operasi

15. Daftar Pustaka1. Traumatic epidural hematoma in children. J. Child Neurol 2005.2. CHEST. Management of head trauma. Paul E. Marik, Joseph Varon and Todd Trask.3. Fundamentals of neurology, Mark Mumenthaler, Heinrich Mattle with Ethan Taub .4. Adams and Victors principels of neurology 8th edition.5. Gilroy J. Basic Neurology. USA: McGraw-Hill, 2000. p. 553-5.6. Hafid A, Epidural Hematoma, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi kedua, Jong W.D. EGC, Jakarta, 2004, 818-819.7. Markam S, Trauma Kapitis, Kapita Selekta Neurologi, Edisi kedua, Harsono, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005, 314.