Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina...

180
i UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TRANSFORMASI KOMPLEKS KEAMANAN: PENGARUH STRING OF PEARLS TERHADAP TRANSFORMASI KOMPLEKS KEAMANAN ASIA TIMUR DAN ASIA SELATAN (2005-2011) SKRIPSI JOAN RADINA SETIAWAN 0806352284 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL DEPOK JULI 2012 Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Transcript of Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina...

Page 1: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

i    

   

 

UNIVERSITAS INDONESIA          

STUDI TRANSFORMASI KOMPLEKS KEAMANAN: PENGARUH

STRING OF PEARLS TERHADAP TRANSFORMASI KOMPLEKS

KEAMANAN ASIA TIMUR DAN ASIA SELATAN (2005-2011)            

SKRIPSI  

                     

JOAN RADINA SETIAWAN  

0806352284                      

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

DEPOK

JULI 2012

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 2: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

ii    

 

 

UNIVERSITAS INDONESIA          

STUDI TRANSFORMASI KOMPLEKS KEAMANAN: PENGARUH

STRING OF PEARLS TERHADAP TRANSFORMASI KOMPLEKS

KEAMANAN ASIA TIMUR DAN ASIA SELATAN (2005-2011)            

SKRIPSI  

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar  

Sarjana Sosial                  

JOAN RADINA SETIAWAN  

0806352284                      

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

DEPOK

JULI 2012

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 3: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

3    

 

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS              

Skripsi ini adalah karya saya sendiri,  

dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

             

Nama : Joan Radina Setiawan  

NPM : 0806352284  

Tanda Tangan :              

Tanggal : Juli 2012

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 4: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

4  

 LEMBARPENGESAHAN

       

Skripsi ini diajukan oleh  

Nama : Joan Radina Setiawan  

NPM : 0806352284  

Program Studi  

Judul Skripsi

: Ilmu Hubungan Intemasional

 Studi Transfonnasi Kompleks Keamanan:Pengaruh String of Pearls terhadap Transformasi Kompleks Keamanan Asia timur dan Asia Selatan (2005-2011)

 

     

Telah berhasil ilipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan dherima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Scujana Sosial pada Program Studi Hubungan Intemasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.

       

DEWAN PENGUJI      

Pembimbing Andi Widjajanto, M.Sc., MS., Ph.D.          

Penguji Ardhitya E. Yeremia Lalisang, S.Sos., M.Sc ..

Ketua Sidang Drs. Hariyadi Wirawan, M.Soc.Sc.,Ph.D.

Sekretaris Sidang: Aninda Rahmasari Tirtawinata, M.Litt

     

Ditetapkan di : Depok  

Tanggal : 03 Juli 2012

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 5: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

5  

 

KATA PENGANTAR  

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat,

karunia, dan berkah-Nya sehingga penulisan skripsi ini bisa berjalan dengan

lancar dan selesai tepat pada waktunya. Penulisan skripsi ini tidak lain merupakan

salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Sosial dari Departemen Ilmu Hubungan

Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.

Banyak yang mengatakan bahwa abad ini adalah abad bagi Asia. Dunia

sedang mengamati munculnya great power baru di Asia yang sangat mungkin

akan memainkan peranan vital dalam dinamika keamanan global di masa yang

akan datang, yaitu China dan India. ASEAN juga muncul sebagai organisasi

negara dunia ketiga yang “sukses” mengembangkan caranya sendiri untuk

mewujudkan stabilitas di kawasan, Dalam konteks ini, Masalah keamanan

maritim di Asia merupakan sebuah perkembangan yang patut diamati dalam

kerangka dinamika keamanan Asia. Naval Build up besar-besaran merupakan

sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

persiapan pembangunan postur pertahanan masing-masing negara di Asia. Konsep

String of Pearls merupakan sebuah konsep yang memperlihatkan bentuk baru

perluasan kekuatan pengaruh China dalam ranah kemaritiman yang juga

mempengaruhi dinamika great power di kawasan. Mempelajari fenomena ini

merupakan sesuatu yang penting untuk memahami bagaimanakah dinamika

keamanan di Asia berjalan, dan oleh karenanya penulis menggunakan teori

Regional Security Complex Theory (RSCT) agar gambaran yang lebih holistic

mengenai fenomena ini bisa didapatkan.

Penulis di satu sisi menyadari banyaknya kekurangan dan kelemahan yang

telah dilakukan selama penulisan skripsi ini, baik secara teknis maupun substansi.

Atas dasar inilah penulis sangat mengharapkan berbagai saran dan kritik yang

membangun dari pembaca untuk semakin memperkaya skripsi ini. Pada akhirnya,

penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang

bersangkutan.  

Depok, 21 Juni 2012  

Joan Radina Setiawan

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 6: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

6  

 

UCAPAN TERIMA KASIH        

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang selalu memberikan berkah dan kemudahan dalam menjalani kehidupan dan juga mengerjakan skripsi ini. Dengan berkat-Nya lah, skripsi ini dapat penulis selesaikan. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, yang segala aspek kehidupannya menjadi panduan bagi kehidupan penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

 1. Orang tua dari penulis, (Y.S. Sardjono dan Ainun Yusana) atas kesabaran,

kepercayaan, dukungan dan kasih sayang yang tak terhingga pada penulis. Kepada mereka berdua, skripsi ini penulis persembahkan. Terima kasih juga kepada kakak penulis yang memberikan dukungan kepada penulis baik materiil maupun immateriil. Maafkan atas kesalahan dan kekhilafan penulis selama ini. Kemudian, dukungan dari keluarga lain yang terus menanyakan dan menyemangati penulis untuk dapat menyelesaikan masa studinya juga menjadi dorongan semangat tersendiri.

 

2. Andi Widjajanto, Ph.D. selaku pembimbing skripsi dan juga sebagai ketua jurusan yang telah bersedia meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk membimbing jalannya penelitian ini. Bimbingan dari Mas Andi yang selalu singkat, padat, jelas, dan selalu memecah kebuntuan otak penulis menjadi salah satu faktor utama mengapa saya dapat menyelesaikan skripsi saya semester ini.

 

3. Dra. Suzie Suparin S. Sudarman, S.Sos., M.A. selaku PA yang selalu penuh dukungan dan passion atas apa saja yang positif bagi mahasiswanya. Meskipun saya tidak terlalu banyak berkonsultasi dengan beliau, namun pemikiran-pemikirannya seringkali menginspirasi saya.

 

4. Dosen-dosen cluster PengkajianKeamanan Internasional seperti Mas Edy, Mas Andy, Mas Kus, Mas Itok, Mas Yere, MbakDhani, MbakAnin, MbakAmalia, dan lain-lain yang telah membantu memperkaya pengetahuan penulis dalam memahami fenomena-fenomena keamananstrategis internasional.

 

5. Terima kasih kepada seluruh teman-teman HI UI 2008 yang telah mewarnai kehidupan sehari-sehari penulis selama kuliah di HI dan telah berjuang bersama-sama untuk mencapai garis finish. Buat anak-anak korwil asrama,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 7: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

vii    

 

Machfudz, Kun, Gita, Adhy, dan Koang, terima kasih telah menjadi teman bermain dan sepenanggungan deadline yang selalu setia. Buat anak-anak Pengstrat brotherhood: Dhani, Emir, Citra, Sorang, Yusdam, Palar, Robi, Aria yang membuat Pengstrat selalu menyenangkan meskipun orangnya sedikit. Untuk saudara-saudara di cluster lain: Bom-bom, Ady, OK, Agung, TB, Iqbal, Yona, Arjo, Deni, Nasrul, Niko, Tulus, Dafy, Lesly, Yari, Ipeh, Dwi, Marga, Sri, Chei, Raisa, Min Ah, Weki, Gya, Mita, Melisa, Fadlin, Riza, Vina, Vivi, Yanti, Ria, Ria Febrian, Ulpa, terima kasih telah berkontribusi dalam mengisi hari-hari penulis di masa kuliah. Saya belajar banyak dari masing-masing diri kalian. Dan tidak lupa, dua rekan yang pindah, Sasya dan Ryan, semoga terus sukses mencari ilmu dan masa depan di seberang lautan sana!

 

6. Keluarga besar HMHI UI yang telah menjadi “keluarga” pertama penulis di UI. Maafkan kekurangan penulis dalam berbagai kegiatan HM. L

 7. Keluarga besar BEM FISIP UI 2009 dan 2010 yang memberikan saya pelajran

kehidupan yang lebih banyak dibanding waktu 19 tahun umur saya sebelumnya. Untuk “anak-anak” saya: Ardha, Tiffani, Nisa, Shinta, Fika, Uwi, Satrio, Nindya, Hardika dan Rekan utama saya, Bolo, terima kasih telah memberikan pelajaran yang tak ternilai harganya dalam organisasi dan hubungan manusia. Saya minta maaf untuk semua kekurangan, kesalahan, dan kealpaan selama menjadi deputi. Maaf jika tak bisa menjadi “ayah” yang baik, maaf karena tak bisa menjadi “rekan kerja” yang baik.

 

8. Keluarga besar BPM FISIP UI 2011 yang memberikan dua pelajaran berharga: (1) kuantitas bukanlah segalanya dan (2) semakin besar krisisnya, semakin banyak experience point-nya, dan semakin tinggi juga kenaikan level-nya.

 

9. Wanda Ayu, rekan yang tak henti-hentinya memberikan motivasi agar penulis dapat lulus semester ini.

 

10. Semuanya yang tidak bisa disebutkan. Terima kasih buat kalian semua. Tidak basa-basi, kehidupan kuliah saya adalah masa penuh pelajaran yang tidak akan bisa saya rasakan tanpa masing-masing dari kalian.

 

Depok, 21 Juni 2012  

Joan Radina Setiawan

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 8: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

8    

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

           

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Joan Radina Setiawan NPM : 0806352284 Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional Departemen : Ilmu Hubungan Internasional Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jenis Karya : Skripsi

 demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalti Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

 STUDI TRANSFORMASI KOMPLEKS KEAMANAN: PENGARUH

STRING OF PEARLS TERHADAP TRANSFORMASI KOMPLEKS

KEAMANAN ASIA TIMUR DAN ASIA SELATAN (2005-2011)

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

 Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

 Dibuat di : Depok Pada tanggal : 07 Juli 2012

     

Yang menyatakan        

(Joan Radina Setiawan)

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 9: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

9    

 

ABSTRAK  

Nama : Joan Radina Setiawan  

Program Studi : Sarjana Reguler Hubungan Internasional  

Judul : Studi Transformasi Kompleks Keamanan: Pengaruh String of Pearls terhadap Transformasi Kompleks Keamanan Asia timur dan Asia Selatan (2005-2011)

 

     

Skripsi ini membahas pengaruh dari konsep munculnya konsep String of Pearls, sebuah konsep yang pertama kali muncul pada tahun 2005 dalam laporan Dari konsultan Departemen Pertahanan AS mengenai aktifitas China yang semakin meningkat di Samudera Hindia, terhadap dinamika keamanan regional. Berangkat dari regional security complex theory (RSCT) yang dikemukakan Barry Buzan mengenai signifikansi dan otonomi dari level keamanan regional, penulis mencoba mencari tahu apakah pengaruh dari munculnya titik-titik pengaruh geopolitik China di sepanjang Samudera Hindia dan Laut China Selatan (bentuk nyata dari String of Pearls) terhadap kompleks keamanan Asia Timur dan Asia Selatan. Dengan menggunakan variabel-variabel dari kompleks keamanan regional yang dijelaskan oleh Buzan, penulis melakukan peneltian kuantitatif untuk menjawab permasalahan tersebut, di mana String of Pearls sebagai variabel polaritas menjadi variabel independen, variabel batasan geografis, struktur anarki, dan pola amity/enmity menjadi variabel antara (intervening variable) dan akhirnya transformasi kompleks keamanan sebagai variabel dependen. Dalam penelitian ini, ditemukan hasil bahwa String of Pearls menyebabkan transformasi eksternal kompleks keamanan regional Asia Timur dan Asia Selatan dan membentuk kompleks keamanan Asia yang solid. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya absolute power dan kapasitas interaksi India dan di saat yang sama terjadi aktifitas penguatan dan perluasan jariangan quasi alliance di antara sekutu-sekutu AS sementara di saat yang sama melakukan hedging terhadap China sebagai bentuk antisipasi untuk merespon semakin menguatnya kapabilitas kekuatan laut China. India pada akhirnya menjadi bagian dari struktur polaritas dari kawasan Asia Timur, menyebabkan peleburan batasan geografis antara kompleks Asia Timur dan Asia Selatan dan akhirnya terjadilah transformasi eksternal tersebut.

 

     

Kata kunci: Regional Security Complex theory (RSCT), String of Pearls, Respon terhadap The Rise of China, hedging strategy, Transformasi Kompleks Keamanan, ,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 10: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

10  

 

 

ABSTRACT  

Name : Joan Radina Setiawan  

Study Program : Sarjana Reguler Hubungan Internasional  

Judul : Security Complex Transformation Study: The Impact of String of Pearls for East and South Asia Security Complex Transformation (2005- 2011)

 This Thesis focus on the impact of String of Pearls concept (originated from a 2005 report for US Defense Ministry by Booz allen Hamilton about the increasing China activity in Indian Ocean) for regional security dynamics. With Buzan’s regional security complex theory (RSCT) as the basis, about the significance and authonomy of regional securitylevel, the author try to find out the impact of real form of String of Pearls for the composing variables of East Asia and South Asia security complex. With the using of regional security complex variables (as explained by Buzan), the autor conduct a quantitative research to answer the research question, where String of Pearls as polarity variable become independent variable and measured with Bueno De Mesquita’s systemic polarity measurement method. Boundary, anarchic structure, and amity/enmity pattern as intervening variable and security complex transformation as dependent variable. In this research, the author found that String of Pearls causes external transformation of East and South Asia security complex and formed a fully pledges Asia security complex. This happened because the increasing of India’s absolute power and interaction capacity, while at the same time there were activities of strengthening and expanding quasi alliance networking between US allies and hedging towards China as a respond of the increasing of China sea power capability. Because of that, India become the part of East Asia polarity structure, and with that the boundary between East and South Asia melted and the external transformation occurred.

 

     

Key word: Regional Security Complex theory (RSCT), String of Pearls, Respond

to The Rise of China, hedging strategy, Security Complex Transformation

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 11: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

11  

 

 

Daftar Isi  

HALAMAN JUDUL .................................................................................... …….. ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv KATA PENGANTAR ............................................................................................. v UCAPAN TERIMAKASIH.................................................................................... vi LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................... viii ABSTRAK .............................................................................................................. ix ABSTRACT ............................................................................................................ x DAFTAR ISI ........................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xiii DAFTAR TABEL .............................................................................................. … xiv BAB I ............................................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1 I.2 Permasalahan .................................................................................................. 6 I.3 Literature Review ........................................................................................... 6 1.4 Kerangka Pemikiran ..................................................................................... 12

1.4.1 Definisi Konseptual: String of Pearls ................................................... 12 1.4.2 Kerangka Teori: Regional Security Complex Theory (RSCT).............. 14

I.5 Metodologi Penelitian .................................................................................. 18 I.5.1 Metode Penelitian ..................................................................................... 18 1.5.2 Operasionalisasi Konsep ....................................................................... 18 I.5.3 Metode Pengukuran Polaritas Sistemik Bueno de Mesquita .................... 22 1.5.3 Model Analisis ...................................................................................... 28 1.5.4 Asumsi dan Hipotesis............................................................................ 28

1.6 Rencana Pembabakan Skripsi ...................................................................... 30 1.7 Tujuan dan Signifikansi Penelitian............................................................... 31

BAB II ......................................................................................................................... 32 II.1 Superkompleks Asia: Tinjauan Umum dan Historis .................................... 35 II.2 Asia Selatan .................................................................................................. 42

II.2.1 Periode Perang Dingin .......................................................................... 42 II.2.2 Kompleks keamanan Asia Selatan Setelah Perang Dingin ................... 48

II.3 Kompleks Keamanan Asia Tenggara dan Asia Timur Laut ............................. 51 II.3.1 Kompleks Keamanan Asia Timur Laut................................................. 52 II.3.2 Kompleks Keamanan Asia Tenggara ......................................................... 53 II.3.3 Level Interregional ................................................................................ 56

II.4 Pasca Perang Dingin: Munculnya Kompleks Keamanan Asia Timur ......... 57 II.4.1 Level Interregional: Superkompleks yang terus berekspansi............... 63

BAB III ....................................................................................................................... 65 III.1 Peningkatan Kapabilitas PLAN....................................................................... 67

III.1.1 Strategi Maritim China ............................................................................. 68 III.1 2 Modernisasi PLAN ................................................................................... 70

III.2 Penjelasan String of Pearls.............................................................................. 75 III.2.1Definisi dan Latar Belakang Teoritis ......................................................... 75 III.1.2 Motivasi dari String of Pearls................................................................... 82 III.1.3 Deskripsi Masing-Masing Pearls ............................................................. 86

III.2 Respons Negara-Negara di Asia Timur dan Asia Selatan terhadap The Rise of China dan String of Pearls .................................................................................. 90

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 12: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

xii    

 

III.2.1 Kelompok Negara-Negara yang mewaspadai String of Pearls ................ 93 III.2.2 Kelompok Negara-Negara yang mengambil keuntungan dari String of Pearls dan The Rise of China ............................................................................ 102

III.4. Pengukuran Polaritas Sistemik Asia Timur dan Asia Selatan ................ 117 III.4.1 Jumlah cluster dalam sistem ................................................................... 119 III.4.2 Tightness dan Discreteness ..................................................................... 130 III.4.3 Concentration of Power.......................................................................... 132

III.5 Kesimpulan.................................................................................................... 134 BAB IV ..................................................................................................................... 137

IV.1 Dampak Perubahan Polaritas terhadap intervening variable ........................ 137 IV.1.1 Batasan Geografis................................................................................... 137 IV. 1.2 Struktur Anarki ...................................................................................... 143 IV. 1. 3 Konstruksi Sosial/Pola amity-enmity ................................................... 147

IV.2 Variabel Dependen: Transformasi Kompleks Keamanan Regional Asia Timur dan Asia Selatan ......................................................................................... 151

BAB V....................................................................................................................... 157

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 13: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

13    

 

Daftar Gambar, Tabel, dan Diagram    

GAMBAR  

Gambar I.1 Jalur String of Pearls…………………………………………………...13 Gambar II.1 Kompleks Keamanan di Asia selama Perang Dingin ………………….39 Gambar II.2 Kompleks Keamanan di Asia setelah Perang Dingin ………………….40 Gambar III.1 Three Island Chain………………………………….…………………..68

 

Gambar III.2 Titik-titik String of Pearls………………………………………………74 Gambar III.3 Diagram Venn String of Pearls…………………………………………80 Gambar IV.1 Struktur polaritas dan batasan geografis sebelum String of Pearls……140 Gambar IV.2 Struktur polaritas dan batasan geografis sebelum String of Pearls…….141 Gambar IV.3 Peta organisasi regional-global Asia Pasifik……………………………143

     

TABEL  

Tabel I.1 Contoh table kontingensi 4x4 untuk dyad Kanada-Holandia 1951……..13  

Tabel I.2 Contoh table kontingensi 4x4 untuk dyad AS-US pada tahun 1951 …….39 Tabel III.1 Kekuatan Angkatan udara China dan Persebarannya di Taiwan ………...71 Tabel III.2 Kekuatan Angkatan udara China dan Persebarannya di Taiwan…………72

 

Tabel III.3 Kekuatan Misil China……………………………………………………..73 Tabel III.4 Lima negara penyuplai senjata terbesar dan pembeli utama mereka (2007-

2011) ……………………………………………………………………...92 Tabel III.5 Nilai Transfer Senjata ke Bangladesh (2005-2011)……………….…….110 Tabel III.6 Nilai Transfer Senjata ke Sri Lanka (2005-2011)………………………..111 Tabel III.7 Nilai Transfer Senjata ke Pakistan (2005-2011)………………………....115 Tabel III.8 Skor penilaian hubungan aliansi antar negara di Asia (2005)…………..122 Tabel III.9 Skor Tau-B AS-China (2005)…………………………………………...123

 

Tabel III.10 Skor Tau-B China-Pakistan (2005)……..………..……………………...123  

Tabel III.11 Skor tau-b seluruh dyad (2005)…………………………………………124  

Tabel III.12 Skor tau-b antara China dengan Pakistan tanpa faktor AS (2005)……...125  

Tabel III.13 Beberapa perkembangan hubungan keamanan (2005-2011)……………126  

Tabel III.14 Skor penilaian hubungan aliansi antar negara di Asia (2011)…………..127 Tabel III.15 Skor Tau-B China-India (2011)……………………...………………….128 Tabel III.16 Skor Tau-B Jepang-India (2011)……………………………………......128 Tabel III.17 Skor tau-b seluruh dyad pada tahun 2011……………………………… 128 Tabel III.18 Perbandingan nilai Tightness dan Discreteness……………………………130 Tabel III.19 Data Military Expenditures negara-negara anggota pengukuran(2005-

2011)…………………………………………………………………….132 Tabel III.20 Data GDP negara-negara anggota pengukuran dalam Miliar US$(2005-

2011)……………………………………………………………………..132 Tabel III.21 Perbandingan nilai Consentration of Power…………….......................133

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 14: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

Tabel III.22 Perbandingan semua aspek pengukuran polaritas……….......................134

14  

 

 

         

Diagram  

Diagram II.1 Perbedaan pengeluaran militer India dan Pakistan dari tahun 1991-2005 …………………………………..........................................................49

Diagram III.1 Pertumbuhan Anggaran Militer China dan Perkiraan Pengeluaran Nyata.39 Diagram III.2 Perbandingan tema-tema artikel di Modern Navy…………………………...67

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 15: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

1  

Universitas Indonesia

 

 

           

BAB I PENDAHULUAN

         

1.1 Latar Belakang Berakhirnya Perang Dingin telah membawa perubahan besar dalam pola

keamanan internasional secara keseluruhan. Sejak dekolonisasi, level keamanan

regional menjadi semakin otonom dan signifikan dalam politik internasional, dan

berakhirnya perang dingin telah mengakselerasi proses ini.1Pada masa Perang Dingin

dengan struktur bipolar di sistem global, masalah-masalah keamanan yang terjadi di

banyak negara sangat terkait dengan rivalitas antara kedua superpower di masa itu,

yaotu Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet (US). Hal ini sangat nyata terlihat dala

proxy war yang terjadi di berbagai belahan dunia.Namun, setelah berakhirnya Perang

Dingin dan berakhirnya persaingan kedua superpower, kekuatan-kekuatan di kawasan

memiliki lebih banyak ruang untuk bermanuver.2 Struktur polaritas global pun  

bergeser dari bipolar menjadi multipolar. Level keamanan regional atau kawasan

kemudian muncul sebagai sebuah level keamanan yang harus diperhitungkan selain

sistem internasional dan kondisi domestik sebuah negara. Kawasan merupakan arena

di mana keamanan nasional dan keamanan global saling mempengaruhi. Pola dan

masalah keamanan dalam sebuah kawasan menjadi semakin bergantung pada

interaksi yang terjadi dalam kawasan tersebut.

Hal inilah yang melatarbelakangi munculnya Regional Security Complex  

Theory (RSCT) atau Teori Kompleks Keamanan Regional yang dikemukakan oleh

Barry Buzan dan Ole Weaver. Ide utama dalam RSCT adalah karena ancaman dapat

menjangkau lebih mudah dalam jarak yang pendek dibandingkan jarak yang panjang,      

1 Katzens tein, Peter J. (2000): Re-examining Norms of Interstate Relations in the New Millennium, Kuala Lumpur: Paper for the 14th As ia-Pacific Roundtable 2Barry Buzan dan Ole Weaver. Regions and Powers : The Structure Of International Security. (United Kingdom: Cambridge Univers ity Pres s )

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 16: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

2  

Universitas Indonesia

 

 

     

security interdependence secara normal berpola dalam kluster-kluster regional:

security complexes (RSCs).3 Dalam teori ini, Buzan dan Weaver menggunakan

perspektif regionalisme, yang memandang bahwa berakhirnya Perang Dingin

menyebabkan intervensi yang dilakukan terhadap oleh negara-negara adikuasa

terhadap negara-negara lain menurun, sehingga pemerintahan dan komunitas kawasan

harus mampu secara mandiri mengurus hubungan-hubungan militer dan politik

mereka. Keamanan kawasan membentuk subsistem di mana kebanyakan interaksi

keamanan berlangsung secara internal di kawasan tersebut; negara-negara saling

bermusuhan dan bersekutu dengan actor-aktor regional lain. Subsistem kawasan

inilah yang disebut oleh Buzan dan Weaver sebagai Security Complex atau kompleks

keamanan. Keamanan nasional sebuah negara di suatu kompleks keamanan sangat

terkait (security interdependence) dengan keamanan nasional negara lain dalam

kawasan tersebut. Interpretasi sebuah negara terhadap keamanan nasional negara lain

akan sangat menentukan bagaimana kondisi keamanan dalam kawasan tersebut

berlangsung.

Asia merupakan sebuah wilayah yang sangat menarik untuk dikaji dalam  

konteks RSCT. Saat ini, Asia menjadi sangat penting dalam hubungan internasional

kontemporer, terutama secara ekonomi dan keamanan.Sejak kebangkitan China dan

India di tahun 1990, banyak ahli yang berpendapat bahwa Abad ke-21 adalah abad

Asia.4 Bahkan ADB memperkirakan bahwa pada tahun 2050 setengah dari Gross

National Product (GNP) dunia akan disumbang oleh Asia. Tatanan dan dinamika

keamanan yang terjadi di kawasan Asia dapat mempengaruhi sistem internasional

secara keseluruhan. Wilayah Asia, karena latar belakang historis serta karakteristik

geografis yang dimiliki, membentuk tiga kompleks keamanan yang berbeda, yaitu

Asia Timur Laut, Asia Tenggara, dan Asia Selatan. Ketiga kompleks keamanan ini

memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Interaksi keamanan yang intens

dan unik terjadi di masing-masing kompleks keamanan. Kompleks keamanan Asia    

3Barry Buzan, Security Architecture In Asia: The Interplay of Regional and Global Levels . (The Pacific Review, Vol. 16 No. 2 2003) 4Antonio Henrique Lucena Silva, “Forging Alliances: Mapping the Balance of Power between India and China” (IPSA-ECPR Joint Conference, Sau Paulo, Brazil: 2010)

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 17: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

3  

Universitas Indonesia

 

 

     

Selatan, karena letak geografis serta latar belakang historis yang dimilikinya, relatif

lebih berdiri secara otonom dibandingkan dua kompleks keamanan lain di Asia.5

Kompleks-kompleks keamanan ini membentuk superkompleks Asia dengan China

sebagai pusatnya, namun hubungan yang lemah antara kompleks keamanan Asia

Tenggara dan Asia Selatan.6

Menurut Buzan, berakhirnya Perang Dingin merubah tatanan kompleks  

keamanan di Asia. Berakhirnya Perang Dingin menjadikan C hina sebagai pihak yang

paling diuntungkan dengan berkurangnya penetrasi great power, dan hal ini

memperkuat dinamika interregional dari superkompleks Asia. Pasca berakhirnya

Perang Dingin, kompleks keamanan Asia Tenggara dan Asia Timur Laut bergabung

menjadi satu. Terbentuknya ASEAN Regional Forum (ARF) merupakan pertanda

utama meleburnya dua kompleks keamanan ini menjadi satu unit kompleks

keamanan, yaitu kompleks keamanan Asia Timur. Dengan kata lain, keamanan di

kawasan Asia Tenggara akan bergantung pada kondisi keamanan di kawasan Timur

Laut, dan begitu pula sebaliknya. Konflik di Semenanjung Korea dapat

mempengaruhi kondisi keamanan negara-negara ASEAN, dan eskalasi sengketa di

Laut China Selatan juga turut berpengaruh pada kondisi keamanan Jepang dan

negara-negara sekitarnya. Sementara itu, Asia Selatan berdiri sebagai kompleks

keamanan yang independen, namun masih terhubung dengan Superkompleks Asia

yang berpusat pada China.

Buzan pernah memrediksi bahwa hubungan antara kompleks keamanan Asia  

Tenggara dan Asia Selatan akan semakin kuat dengan semakin tingginya interaksi

keamanan antara China dan India. Dalam lingkup kawasan AsiaPasifik, China dan

India memang telah menjelma menjadi kekuatan utama. Banyak akademisi yang

menilai hubungan keduanya adalah hubungan rivalitas, jika kita melihat pada sejarah

hubungan kedua negara tersebut dan kepentingan strategis kedua negara saat ini.

Kondisi keamanan di Asia akan ditentukan oleh para Great Power dalam  

domain kelautan. Bagi China, negara pengimpor minyak terbesar kedua di dunia,    

5Barry Buzan. Op. Cit., 6Ibid.,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 18: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

4  

Universitas Indonesia

 

 

     

samudera Hindia dan transit minyak dari Asia Barat melewati Selat Malaka semakin

menjadi prioritas utama.Sekitar 80% dari impor minyak China melewati Selat

Malaka. Selain itu, hampir 25% ekspor China ke wilayah Teluk dan ke Eropa transit

melalui Selat Malaka juga. Seperti yang telah disebutkan oleh salah satu pengamat,

ledakan perdagangan China berarti bahwa “ketergantungan terhadap jalur samudra

strategis melalui Samudera Hindia dan Pasifik akan sangat meningkat.”7  

Banyak yang berpendapat bahwa kekhawatiran Beijing terhadap India sangat

dipengaruhi oleh pengalaman sejarah yakni perang 1962 antara India dan China yang

memperebutkan wilayah Himalaya. Pada perang memperebutkan wilayah tersebut,

Tentara Pembebasan Rakyat China atau People Liberation Army (PLC) berhasil

mengalahkan tentara India yang tidak dipersenjatai secara maksimal dan tidak

dipersiapkan untuk pertarungan skala besar.8 China mencurigai bahwa India

mendukung gerakan resistance di Tibet yang anti China dan pro kemerdekaan Tibet.

Kekhawatiran utama China adalah India akan berusaha membalas kekalahan yang

memalukan di tahun 1962 tersebut dan menjadikan Tibet sebagai Buffer zone antara

China dan India. Dalam konteks kontrol terhadap Samudera Hindia, India yang saat

ini juga merupakan salah satu emerging power terletak secara langsung di wilayah

Samudera Hindia.China khawatir bahwa India berkeinginan untuk mengontrol

samudera Hindia dan akhirnya mendominasi Asia selatan sebagai first rate

international big power.

Rivalitas antara China dan India ini perlahan-lahan mencapai babak baru  

dengan semakin intensnya naval build-up yang dilakukan kedua negara dan

identifikasi strategi yang dilakukan China untuk mengamankan suplai energinya di

Samudera Hindia. Sebuah laporan yang disiapkan oleh Departemen Pertahanan AS

menunjukkan bahwa China telah mengembangkan apa yang disebut sebagai string of

pearls untuk menghadapi tantangan-tangan yang ada di wilayah samudera Hindia.

Berdasarkan laporan tersebut, China terlibat sangat aktif dalam strategi geostrategic      

7Amardeep Athwal. China-India Relations: Contemporary Dynamics. (Routledge: 2008) 8Indo-China War of 1962 . Diaks es dari http://www.globals ecurity.org pada 5 Maret 2011

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 19: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

5  

Universitas Indonesia

 

 

     

jangka panjang untuk pendirian markas militer dan berbagai fasilitas di wilayah yang

krusial untuk garis komunikasi laut atau Sea Lines of Communications (SLOC) dan

choke points.

Strategi ini dsebut sebagai “String Of Pearls” (Untaian Mutiara) karena terdiri  

dari untaian pearls atau dalam artian sebenarnya merupakan poin-poin strategis yang

dimiliki oleh China yang dihasilkan oleh kedekatan diplomatik mereka dengan negara

yang memiliki keunggulan geostrategis tertentu dengan tujuan untuk memperkuat

postur militer mereka.9 String of pearls”China membentang dari Asia Selatan hingga

Asia Timur. Banyak pihak berpendapat bahwa tujuan utama pembentukan String Of

Pearls ini adalah untuk mengamankan jalur suplai energi China di sepanjang wilayah

laut tersebut, terutama karena kehadiran India di wilayah itu.

String Of Pearls yang dibentuk, seperti yang ditunjukkan pada peta di atas,

juga menjangkau wilayah Laut China Selatan di Asia Tenggara. Jika kita kaitk an

dengan Sengketa territorial Laut China Selatan yang belum menemui resolusinya

hingga saat ini, maka String Of Pearls ini turut mempengaruhi dinamika keamanan

kawasan di Asia Tenggara. Kejatuhan Uni Soviet memfasilitasi pertumbuhan

pengaruh dan kehadiran China sepanjang “String Of Pearls” di Laut China Selatan,

Samudera Hindia, dan Laut Arab dengan memberikan China lebih banyak ruang

gerak strategis.10  

Pertanyaan yang muncul selanjutnya, apakah dampak dari String Of Pearls

terhadap tatanan keamanan di kawasan Asia Selatan dan Asia Timur? Dengan

dibangunnya String Of Pearls China, interkoneksi antara kompleks keamanan di Asia

Timur dan Asia Selatan semakin menguat. Keterkaitan interregional yang semakin

menguat antara kompleks keamanan Asia Selatan dengan Asia Timur dapat

menyebabkan perubahan kompleks keamanan seperti yang Buzan jelaskan. Paling

sedikit, komponen-komponen penyusun kompleks keamanan Asia Timur dan Asia      

9 Major Lawrence Spinetta. “The Malacca Dilemmaǁ‖ – Countering China‘s String Of Pearlsǁ‖ With Land Based Air Power. Diunduh dari http://www.dtic.mil/cgi- bin/GetTRDoc?Location=U2&doc= GetT RDoc.pdf&AD=A DA4769 10Chris topher J. Pehrs on. String of Pearls: Meeting the Challenge of China‘s Rising Power Across the Asian Littoral. (Strategic Studies Ins titute:2006)

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 20: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

6  

Universitas Indonesia

 

 

     

Selatan seperti yang dikemukakan oleh Buzan pada tahun 2003 akan mengalami

perubahan dengan munculnya String of Pearls ini. Jika perubahan yang terjadi cukup

signifikan evolusi kompleks keamanan bukan merupakan sesuatu yang mustahil.      

I.2 Permasalahan Dalam kerangka berpikir kompleks keamanan, munculnya String of Pearls ini

merupakan sebuah pertanda munculnya fitur baru dalam kompleks keamanan Asia

Timur dan Asia Selatan. Permasalahan mengenai munculnya String of Pearls ini

berarti juga berarti bahwa terjadi perubahan dari elemen-elemen utama penyusun

kompleks keamanan Asia Timur dan Asia Selatan, merupakan sesuatu yang dapat

diteliti lebih lanjut. Munculnya jaringan pendukung armada laut China di sepanjang

Laut China Selatan dan Samudera Hindia yang direspon secara berbeda oleh negara-

negara lain di Asia Timur dan Asia Selatan yang memiliki potensi untuk merubah

atau menggeser tatanan keamanan kawasan regional, atau dalam kata lain, dapat

merubah kompleks keamanan Asia Timur dan Asia Selatan yang sangat dinamis

terutama setelah the Rise of China. Interaksi interregional yang terjadi karena String

of Pearls ini dapat mempengaruhi komponen-komponen penyusun dari kompleks

keamanan kawasan. Jika perubahan yang disebabkan oleh String of Pearls terhadap

kompleks keamanan Asia Timur dan Asia Selatan cukup signifikan, maka

transformasi kompleks keamanan dapat terjadi. Hal ini berarti menimbulkan

konsekuensi konseptual yang cukup signifikan terhadap pemahaman kita mengenai

kompleks keamanan di Asia.Berangkat dari latar belakang tersebut, penulis akan

mencoba menjawab pertanyaan penelitian: “Apakah String of Pearls menyebabkan

terjadinya transformasi kompleks keamanan kawasan Asia Timur dan Asia

Selatan? (Periode 2005-2011)”  

     

I.3 Literature Review Teori Regional Security Complex bukan hal yang baru.Sejak dirumuskan pada

tahun 90-an, sudah banyak kajian keamanan internasional dengan kerangka analisis

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 21: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

7  

Universitas Indonesia

 

 

     

regional security complex .Asia Timur merupakan salah satu wilayah yang banyak

dikaji melalui kerangka pemikiran regional security complex. Namun, analisis

mengenai kondisi terkini kompleks keamanan Asia Timur terutama dengan

munculnya String od Pearls di Asia masih sangat langka. Dalam tinjauan pustaka ini,

penulis akan berusaha memberikan informasi mengenai penelitian-penelitian

sebelumnya yang pernah dilakukan mengenai kompleks keamanan regional.

Salah satu hasil penelitian tesis yang penulis temukan adalah disertasi dari

Andrew Brian Green yang berjudul Is there a Central Asian security complex? An

application of Security Complex theory and securitization to problems relating to

identity in Central Asia. Disertasi ini bertujuan untuk mengaplikasikan RSCT dengan

fokus pada kawasan Asia Tengah. Garis besar dari penelitian Green adalah untuk

memahami apakah kompleks keamanan regional adalah framework yang tepat untuk

memahami keamanan dan proses sekuritisasi di Asia Tengah. Kajian yang dilakukan

adalah menganalisis faktor kemampuan suatu negara untuk melakukan sekuritisasi

terhadap suatu isu namun masih dalam kerangka kompleks keamanan yang terbangun

di Asia tengah. Penelitian ini dapat menjadi contoh untuk analisis ada atau tidaknya

kompleks keamanan regional di kawasan lain. Hal ini cukup unik karena penelitian

yang berusaha mengaplikasikan RSCT untuk mengupas keberadaan sebuah kompleks

keamanan dari awal masih cukup langka. Namun, penelitian ini masih memiliki satu

kritik besar. Dalam penelitian ini sektor keamanan sosial sebagai basis sekuritisasi di

Asia Tengah merupakan fokus penelitian utama yang diambil (dalam cara yang sama

seperti penulis skripsi berfokus pada String of Pearls). Namun, analisis yang

dilakukan tidak dikonsolidasikan secara sistematis dengan menggunakan variabel-

variabel penyusun RSC yang dijelaskan oleh Buzan. Menurut saya, hal ini

menunjukkan ketidakkonsistenan dan ketidakfokusan analisis Green mengenai

kompleks keamanan regional di Asia Tengah.

Hasil penelitian lain yang penulis temukan adalah tesis berjudul Transformasi

Kompleks Keamanan di Semenanjung Korea (1991 - 2003): Aplikasi Teori

Komppleks Keamanan Regional, yang ditulis oleh Prasojo (Universitas Indonesia,

2007). Tesis itu menjelaskan mengenai transformasi kompleks keamanan

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 22: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

8  

Universitas Indonesia

 

 

     

semenanjung Korea dari pola hubungan konfliktual (permusuhan/enmity) antara Kore

Utara dan Korea Selatan menjadi bergeser ke arah pola hubungan yang lebih

kooperatif (amity). Kajian yang dilakukan adalah melihat proses transformasi

Semenanjung Korea dengan dibukanya jalur-jalur dialog dan perundingan dengan

Korea Utara oleh Korea Selatan,dalam kerangka kompleks keamanan regional. Hal

yang masih dapat dipertanyakan dalam penelitian ini adalah bagaimana penulis dapat

menentukan Semenanjung Korea sebagai sebuah kompleks keamanan yang otonom.

Atau dalam kata lain, menurut saya mengisolasi Korea Utara dan korea Selatan

sebagai sebuah unit yang memiliki proses transformasi yang otonom memiliki dasar

yang cukup lemah. Akan lebih baik jika Prasojo berusaha mengikuti pola analisis

yang telah dikemukakan oleh Green jika tetap ingin membuktikan bahwa

Semenanjung Korea merupakan sebuah kompleks keamanan yang terpisah di Asia

Timur.

Selain tesis tersebut, terkait dengan topik kompleks keamanan regional dan  

konflik nuklir di Semenanjung Korea, Penulis juga menemukan tesis lain yang

berjudul Dampak Pengembangan Senjata Nuklir Korea Utara Terhadap

Kompleksitas Keamanan Regional Asia Timur yang ditulis oleh Alfita Farmarita

Wicahyani (Universitas Indonesia, 2010). Dalam tesisnya, Wicahyani membahas

pengaruh dari senjata nuklir Korea Utara terhadap keamanan kawasan Asia Timur

secara umum.Wicahyani mengkaji bagaimana dinamika persenjataan di Semenanjung

Korea mempengaruhi kompleks keamanan Asia Timur (buka Kompleks Keamanan

Semenanjung Korea seperti yang ditulis oleh Prasojo). Kritik utama yang dapat

diberikan bagi penelitian ini terletak pada masalah metodologi. Dari penjabaran

metodologi, Wicahyani menyebutkan bahwa penelitian yang dia gunakan

menggunakan metode kualitatif. Namun, dalam model analisis, dia membentuk dua

buah variabel (variabel dan independen) berdasarkan teori dinamika persenjataan dan

RSCT dengan analisis kausalitas (sebab-akibat).Hal ini merupakan kontradiksi karena

pada dasarnya analisis dengan menggunakan variabel dependen dan independen yang

diturunkan langsung dari teori dengan menggunakan hubungan kausalitas merupakan

bentuk penelitian kuantitatif. Selain itu, model analisis yang dia kemukakan terlihat

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 23: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

9  

Universitas Indonesia

 

 

     

tidak fokus dengan menggunakan dua teori secara simultan.  

Berikutnya adalah tulisan dari Christopher J. Pehrson yang berjudul “Meeting The

Challenge Of China‘s Rising Power Across The Asia Littoral” (2006). Tulisan ini

cenderung bersifat deskriptif. Pehrson berusaha memaparkan lebih lanjut mengenai

Strategi String Of Pearls China dengan menganalisis bentuk, tujuan dan dampak

strategis dariString OfPearls dalam konteks lingkungan keamanan global pasca

Perang Dingin. Pehrson juga mengajukan strategi yang dapat dilakukan oleh AS

dalam konteks hubungan AS China dalam lingkungan keamanan global. Dalam

tulisannya, Pehrson tidak serta merta menyatakan bahwa String of Pearls merupakan

sesuatu yang berbahaya dan bersifat militeristik. Namun, Pehrson menganggap bahwa

String of Pearls merupakan manifestasi ambisi China untuk mendapatkan status

Great Power dan mendapatkan “self determined, peaceful, and prosperous futureǁ‖.

Dengan tindakan-tindakan strategis, AS dan China dapat mencapai kerja sama yang

efektif serta menghindari ketegangan terbuka di masa mendatang.

Tulisan berikutnya adalah tulisan dari Daniel J. Kostecka yang berjudul The

Chinese Navy‘s Emerging Support Network In The Indian Ocean(Naval War College

Review, Winter 2011, Vol. 64, No. 1). Tulisan ini membahas mengenai konsep String

of Pearls yang seringkali disebut oleh AS dan India sebagai strategi besar angkatan

laut China di Samudera India yang menunjukkan peningkatan keasertifan China, di

mana Kostecka berusaha menjelaskan bagaimana China mendirikan jaringan

“tempat” (places) dan bukan “markas” (not bases) di sepanjang Samudera Hindia.

Kostecka berusaha menunjukkan bahwa kecil kemungkinannya China akan merubah

tempat-tempat ini ini menjadi pangkalan laut skala besar seperti yang dimiliki AS di

Asia Tenggara. Dengan menjelaskan mengenai keadaan-keadaan empiris di masing-

masing titik “pearls” di sepanjang Samudera Hindia (seperti di Gwadar, Salalah, dan

Aden), Kostecka berusaha menunjukkan bahwa kemungkinan adanya fungsi militer

(konvensional) dari String of Pearls sangatlah kecil. Meskipun analisis dengan data-

data empiris yang dilakukan oleh Kostecka bisa dikatakan cukup tajam, namun

menurut penulis analisis Kostecka ini masih memiliki kelemahan. Meskipun analisis

data empiris merupakan hal yang bagus, namun tanpa mempertimbangkan faktor-

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 24: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

10  

Universitas Indonesia

 

 

     

faktor non material dalam hubungan internasional (seperti yang ditandaskan oleh

kaum konstruktivis) maka analisis tersebut bisa menyebabkan mislead. Struktur dan

agen merupakan dua hal yang saling mempengaruhi; agen membentuk struktur dan

struktur pada akhirnya membatasi perilaku agen. Di sini, Kostecka masih minim

analisis terhadap immaterial forces dari agen utama, yaitu China. Kostecka tidak atau

sangat sedikit mempertimbangkan analisis intensi tersembunyi, hidden agenda, dan

persepsi China terhadap kompetitor-kompetitornya di Asia. Dalam hal ini, menurut

penulis, Kostecka terlalu banyak melandaskan argumennya pada pernyataan-

pernyataan resmi dari pejabat resmi China.

Berikutnya adalah essay dari W. Lawrence S. Prabhakar “China‘s ‗String of

Pearls‘ in Southern Asia-Indian Ocean:Implications for India and Taiwanǁ‖ (2009).

Essai ini menjelaskan mengenai dampak dari String of Pearls terhadap Taiwan dan

India. Tulisan ini berfokus pada assessment akses ekonomi dan strategi keamanan

String of Pearls China, menganalisis lokasi-lokasi akses diplomasi China di

Samudera Hindia, menganalisis konsep peaceful rise China sebagai “penghalus” dari

kekuatan koersif China, menjelaskan dimensi kompetitif-agresif dari strategi untuk

mewujudkan“One-China Policy”, dan bagaimana semua hal itu dapat berpengaruh

bagi India dan Taiwan. Berbeda dengan tulisan dari Kostecka, dalam tulisannya

Prabhakar sejak awal sudah mengambil sudut pandang mengenai String of Pearls

China sebagai suatu hal yang bersifat militeristik. Menurut penulis, tulisan ini terlalu

bias terhadap persepsi India yang melihat China sebagai sebuah ancaman besar.

Dalam tulisan ini analisis terhadap perilaku String of Pearls hamper semuanya

didasarkan pada asumsi dan kecurigaan terhadap China (cukup kontras dengan

Kostecka).

Berbagai literatur yang ditinjau di sini adalah materi pendukung penulisan

skripsi dan sebagai bahan pembanding dalam penelitian ini. Beberapa yang telah

dipaparkan secara singkat membuktikan bahwa topik penelitian yang diajukan oleh

penulis merupakan karya ilmiah yang original dan berbeda dengan penelitian serupa

sebelumnya. Misalnya, aplikasi teori RSCT di Asia Tengah yang ditulis oleh Green

berfokus pada penilaian tepat atau tidaknya kerangka analisis Regional Security

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 25: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

11  

Universitas Indonesia

 

 

     

Complex untuk digunakan di kawasan Asia Tengah, berbeda fokus dan objek analisis

dengan penelitian yang penulis ajukan. Perbedaan lainnya dapat dilihat dengan tesis

yang ditulis oleh Wicahyani yang menganalisis mengenai dampak dari

pengembangan nuklir Korea Utara terhadap Kompleks keamanan Asia Timur secara

utuh. Meskipun kerangka analisis dan objek analisisnya sama (kompleks keamanan

regional Asia Timur), namun penulis berfokus pada String of Pearls, dan bukannya

masalah nuklir di semananjung Korea sebagai sebuah fenomena yang kehadirannya

dapat mempengaruhi kondisi Kompleks keamanan Asia Timur. Selain itu, berbeda

dengan tulisan Wicahyani yang merumuskan model analisis kausalitas dengan

variabel dependen dan independen di dalamnya, penulis memposisikan String of

Pearls sebagai sesuatu yang embedded dalam kompleks keamanan Asia Timur dan

melihat perubahan yang (mungkin) terjadi bukan dalam kerangka hubungan

kausalitas. Fokus analisis penelitian ini adalah melihat bagaimanakah kondisi

keamanan kawasan Asia Timur SETELAH munculnya String of Pearls di lautan

Asia. Analisis ini dilakukan dalam kerangka RSCT agar kita dapat lebih secara

sistematis dan terarah dalam menilai perubahan tatanan keamanan di kawasan yang

terjadi. Sejauh ini, penulis belum menemukan adanya penelitian yang secara khusus

membahas String of Pearls dalam kerangka analisis kompleks keamanan regional.

Berbeda dengan analisis mengenai dampak dari String of Pearls yang sudah  

dilakukan oleh beberapa penulis sebelumnya (seperti Kostecka dan Prabhakar), di sini

penulis akan berfokus pada dampak dari String of Pearls terhadap Asia Timur dan

Asia Selatan secara keseluruhan. Tidak kalah pentingnya, penulis menggunakan

RSCT sebagai kerangka analisis utama yang dapat membuat analisis dampak RSCT

ini menjadi lebih sistematis dan berimbang. Mengapa berimbang? Seperti yang

ditunjukkan dalam tulisan Kostecka dan Prabhakar, banyak analisis mengenai String

of Pearls cenderung berfokus pada salah satu dari dua hal: material atau immaterial

forces semata. Analisis dilakukan dalam kerangka nero-realisme (analisis power yang

bersifat material) ataupun konstruktivisme semata. Selain itu, banyak analisis tidak

bebas nilai dan bias terhadap perspektif salah satu negara. Analisis pun tidak bisa

dilakukan secara berimbang dan objektif. Menurut penulis, mengandalkan pada hanya

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 26: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

12  

Universitas Indonesia

 

 

     

salah satu dari kedua pendekatan di atas dapat menyebabkan mislead dalam analisis.

Dengan menggunakan RSCT yang menggabungkan antara pendekatan neo -realisme

dan konstruktivisme sebagai kerangka analisis, maka analisis dapat dilakukan secara

lebih menyeluruh, objektif dan berimbang.Hal inilah yang menjadi poin orisinalita

dari penelitian yang diajukan penulis.

Oleh karena itu, signifikansi dari penelitian ini adalah untuk memberikan  

analisis yang lebih sistematis dan mendalam mengenai dampak dari munculnya string

of pearls bagi keamanan kawasan Asia Timur.Penelitian ini diharapkan dapat

membawa sumbangan ilmu baru mengenai String of Pearls dan dampaknya secara

holistic bagi keamanan kawasan, yang dapat memberikan kontribusi teoritik maupun

kasuistik bagi kajian Keamanan Internasional serta pemikiran neo-realisme dan

konstruktivisme dalam ilmu Hubungan Internasional.      

1.4 Kerangka Pemikiran  

1.4.1 Definisi Konseptual: String of Pearls String of Pearls merupakan sebuah konsep yang digunakan untuk merujuk

kepada pengaruh China yang terus berkembang mulai dari Laut China Selatan hingga

mencapai Samudera Hindia. Istilah ini pertama kali digunakan pada tahun 2005

dalam sebuah laporan assessment internal Departemen Pertahanan AS mengenai

masa depan rencana militer Cina berdasarkan temuan agen konsultansi Booz, Allen,

dan Hamilton. Menurut laporan tersebut, China terlibat dalam strategi jangka panjang

pembangunan markas militer dan fasilitas di wilayah yang dekat dengan Sea Line of

Communications (SLOC) yang potensial dan choke points.11Semenjak konsep ini

disebutkan, String of Pearls menjadi sebuah perhatian khusus bagi pengamat

keamanan internasional di Asia. China sendiri tidak pernah menyebut konsep String

of Pearls ini sebagai strategi keamanan nasionalnya. Semenjak digulirkan, intensi dan

dampak strategis jangka panjang di konsep ini masih diperdebatkan; di titik yang

paling ekstrim, String of Pearls dianggap sebagai perwujudan agresifitas China untuk      

11Amardeep Athwal. China-India Relations : Contemporary Dynamics (Routledge: 2008) hal. 44

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 27: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

13  

Universitas Indonesia

 

 

     

mendapatkan superioritas kekuatan laut di Asia, sedangkan di sisi lain dari spektrum

ini menyebut bahwa String of Pearls tidak mengandung ancaman militer

konvensional.  

                                   

Gambar I.1 Jalur String of Pearls      

Menurut Christopher J. Pehrson, masing-masing “mutiara” (Pearl)dalam

String of Pearl” merupakan titik pengaruh geopolitik atau kehadiran militer China.

Pulau Hainan, dengan upgrade fasilitas militer terkini China, merupakan sebuah

“mutiara”. Sebuah pangkalan udara di pulau Woody, merupakan sebuah “mutiara”.

Myanmar, Gwadar di Pakistan, dan Chittagong di Bangladesh, merupakan bagian

dari mutiara-mutiara penyusun String of Pearl”.12 String of pearls China membentang  

dari Laut China selatan, melewati Selat Malaka, Samudera Hindia, hingga Laut Arab

dan meliput Bengal, (rencana) pendanaan pembangunan Kanal di sepanjang tanah

genting Kra di Thailand, perjanjian militer dengan Kamboja dan pembangunan

kekuatan di laut China Selatan.13

Pembangunan pelabuhan dan pangkalan udara, hubungan diplomatic yang  

erat, serta kerja sama modernisasi merupakan bentuk utama dari String of Pearls  

China. Pengembangan strategi geopolitik “mutiara” ini tidak dilakukan dengan  

12Letkol USAF Chris topher J. Pehrs on. String of Pearls : Meeting The Challenge of China‘s Rising Power Across The Asian Littoral. (Strategic Studies Indan pangkalan udara, hubungan s titute, United States Army War College: Juli 2006) hal. 2 13“China‟s „String of Pearls ‟ in the Indian Ocean and Its Security Implications ,” Strategic Analysis, Vol. 32, No. 1 (January 2008), hal. 1-22

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 28: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

14  

Universitas Indonesia

 

 

     

konfrontasi dengan tiadanya bukti ambisi imperialisme atau neonolonialisme.

Pengembangan “String of Pearls” mungkin saja bukan sebuah strategi yang secara

eksplisit dirumuskan oleh pemerintah China, melainkan sebuahh label yang diberikan

oleh AS (atau Negara-negara lain) terhadap elemen kebijakan luar negeri China.14

     

1.4.2 Kerangka Teori: Regional Security Complex Theory (RSCT) Regional Security Complex Theory (RSCT) merupakan sebuah teori yang

berusaha menunjukkan bahwa dinamika keamanan internasional, terutama pasca

Perang Dingin, berpusat pada dinamika keamanan regional dan bukan hanya

dinamika great power global. Ide utama dalam RSCT adalah karena ancaman dapat

menjangkau lebih mudah dalam jarak yang pendek dibandingkan jarak yang panjang,

security interdependence secara normal berpola dalam kluster-kluster regional:

security complexes (RSCs).15  

Menurut Buzan dan Weaver, Regional Security Complex adalah:  

„a set of units whose major processes of securitisation, desecuritisation, or both are so interlinked that their security problems cannot reasonably be analysed or resolved

apart from one another‟16

Regional Security Complex (RSC) berarti bahwa kompleks keamanan (dengan  

keterkaitan masalah keamanan yang sangat mempengaruhi proses sekuritisasi

maupun desekuritisasi) tersebut terbentuk berdasarkan kawasan atau faktor kedekatan

geografis. Pemikiran RSCT ini merupakan memiliki akar dari pemikiran

konstruktivis (yang menekankan pada dimensi konstruksi sosial) dan juga neorealist

(yang menekankan pada distribusi material power). Fungsi RSCT yang utama adalah

sebagai framework untuk mengorganisasi studi empiris keamanan regional.Ini

merupakan fungsi deskriptif dari RSCT.      

14Pehrs on. Op. Cit., 15Barry Buzan. Security Architecture In Asia: The Interplay of Regional and Global Levels . (The Pacific Review, Vol. 16 No. 2 2003) 16 Barry Buzan dan Ole Weaver (2003) “Regions and Powers: The Structure ofInternational Security ”. UK: Cambridge Univers ity Pres s

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 29: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

15  

Universitas Indonesia

 

 

     

Salah satu fungsi RSCT deskriptif adalah untuk mengidentifikasi dan

menganalisis perubahan di level regional. Struktur utama dari sebuah RSC terdiri dari

empat variable:

1. Batasan (boundary), variabel pembatas membedakan sebuah RSC dengan  

tetangga di sekelilingnya  

2. Struktur Anarki (Anarchic Structure) yang berarti bahwa RSC harus

tersusun dari dua atau lebih unit-unit yang otonom

3. Polaritas (polarity) yang mencakup distribusi power di antara unit-unit

yang ada

4. Konstruksi social (Social Construction) yang meliputi pola amity-enmity  

di antara unit17      

Menurut Buzan, RSCT dapat digunakan secara deskriptif (descriptive RSCT)

maupun secara prediktif (predictive RSCT). Secara deskriptif, RSCT berfungsi untuk

mensistematiskan sebuah studi empiris. Teori dalam RSCT deskriptif berarti

merupakan digunakan untuk mengorganisasikan sebuah field secara sistematis,

menstrukturkan pertanyaan dan membangun sebuah set konsep yang saling berkaitan

dan koheren.18 RSCT deskriptif sangat berguna untuk memberikan pemahaman

terhadap sebuah kompleks keamanan yang sudah terbentuk secara holistik dan

sistematis. Di sisi lain, RSCT prediktif berguna untuk mempelajari perubahan yang

mungkin terjadi dari kompleks keamanan yang sudah terbentuk. Dengan

menggunakan seluruh kumungkinan kondisi-kondisi yang terjadi dalam sebuah

kompleks keamanan melalui RSCT deskrptif sebagai basisnya, RSCT prediktif dapat

memberikan scenario-skenario perubahan yang mungkin terjadi dalam sebuah

kompleks keamanan.

Kemungkinan – kemungkinan perubahan yang terjadi dalam RSCT prediktif  

adalah sebagai berikut:        

17Ibid., 18Ibid.,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 30: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

16  

Universitas Indonesia

 

 

     

- Kawasan yang belum terstruktur memiliki kemungkinan berubah menjadi

sebuah kompleks keamanan atau di-overlay oleh superpower.

- Sebuah kawasan yang di-overlay dapat berubah menjadi bentuk apapun.  

Bisa saja kawasan tersebut berubah menjadi sebuah kompleks keamanan

ataupun menjadi sebuah aktor yang terintegrasi (Contohnya, ekspansi dari

Rusia menjadi Uni Soviet setelah Perang Dunia I). Hal ini sangat

bergantung dari kedalaman dan karakter perubahan yang dihasilkan dari

overlay tersebut.

- Sebuah aktor yang terintegrasi dapat mengalami disintegrasi,seperti yang  

terlihat pada bubarnya Uni Soviet dan terbentuknya Negara-negara Asia

Tengah. Jika aktor tersebut cukup besar, hal ini dapat menyebabkan

terbentuknya RSC baru dan/atau perubahan internal atau eksternal dari

RSC yang sudah ada. Misalnya, pecahnya Yugoslavia yang menyebabkan

transformasi kompleks keamanan kawasan di Balkan.

- Dalam sebuah RSC standar terdapat tiga kemungkinan perubahan atau

evolusi yang terjadi:

1. Maintenance of Status Quo: tidak ada perubahan yang esensial dalam

strukturnya

2. Internal Transformation: perubahan yang esensial terjadi dalam RSC  

tersebut (tidak melibatkan RSC di sekelilingnya). Hal ini dapat berarti

perubahan dalam struktur anarki (misalnya karena integrasi regional);

polaritas kekuatan (disintegrasi, penaklukan, kesenjangan pertumbuhan

ekonomi, dan lain-lain;); dan pola amity-enmity (persaingan ideology,

perubahan rezim, dorongan historis, dan lain-lain).

3. External Transformation: perubahan batasan luar sebuah RSC (meluas

atau mengecil). Hal ini dapat terjadi karena bergabungnya dua RSC

(seperti RSC Asia Timur Laut dan Asia tenggara menjadi RSC Asia

Timur setelah berakhirnya Perang Dingin) atau sebuah RSC yang terbagi

menjadi dua.

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 31: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

17  

Universitas Indonesia

 

 

     

Potensi transformasi internal dapat dilihat dengan memperhatikan kondisi

material untuk kemungkinan perubahan polaritas, dan kondisi diskursif untuk

kemungkinan perubahan pola hubungan amity/enmity.Sementara itu, potensi

transformasi eksternal dapat dimonitor dengan melihat intensitas dinamika keamanan

interregional yang dapat menjadi pemicu perubahan. Ketika intensitas interaksi

kemanan interregional rendah, maka transformasi eksternal cenderung tidak akan

tejadi. Ketika dinamika keamanan regional yang terjadi sangat intensif, padat, dan

mengalami peningkatan, maka transformasi eksternal dapat terjadi.Berdasarkan

observasi terhadap kasus-kasus spesifik yang terjadi, Buzan danWeaver juga

mengatakan bahwa variabel-variabel seperti kemampuan interaksi, perbedaan power

dan polaritas sistem sebagai sesuatu yang dapat dimasukkan dalam analisis umum.

Buzan dan Weaver juga merumuskan beberapa tipe RSC:  

1. Standar: dalam tipe ini, polaritas dalam RSC tersebut ditentukan oleh  

regional power (contoh, Timur Tengah)  

2. Terpusat (Centered): polaritas dalam RSC tersebut bersifat unipolar, dan

bergantung dari siapa yang menjadi unit utama yang mendominasi

kompleks keamanan tersebut, tipe RSC ini dapat dideferensiasi lagi:

- Superpower: struktur unipolar yang berpusat pada superpower dunia  

(contoh, Amerika Utara  

- Great Power: struktur unipolar yang berpusat pada great power (Asia  

Selatan berpotensi menjadi RSC tipe ini)  

- Regional Power: struktur unipolar yang berpusat pada satu regional

power

- Institutional: tindakan-tindakan para actor dalam kawasan diatur  

melalui institusi yang ada (Contoh, Uni Eropa)  

3. Great Power: struktur bipolar atau multipolar dengan great powers  

sebagai kutub-kutubnya (Contoh, Asia Timur)  

4. Supercomplexes: terciptanya hubungan interregional yang kuat dalam

dinamika keamanan yang disebabkan efek spillover yang disebabkan

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 32: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

18  

Universitas Indonesia

 

 

     

great power terhadap kawasan tetangganya (Contoh, Kompleks keamanan  

Asia Selatan dan Asia TImur menjadi superkompleks Asia)19        

I.5 Metodologi Penelitian  

I.5.1 Metode Penelitian Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian kuantitatif untuk

membahas dan menjawab permasalahan pengaruh dari String of pearls China

terhadap kompleks keamanan Asia Timur dan Asia Selatan. Penelitian ini akan

bersifat deskriptif analitis dengan mencoba memaparkanString of Pearls sebagai

sebuah variabel baru dalam kompleks keamanan Asia Timur dan Asia Selatan serta

pengaruh dari hal tersebut terhadap variabel-variabel penyusun kompleks keamanan

regional yang lain. Teori dalam hal ini digunakan sebagai lensa analisis dan

merupakan seperangkat konsep, definisi, dan proposisi yang saling berhubungan

dan menjelaskan suatu fenomena dengan menspesifikkan hubungan antarvariabel.

Sedangkan konsep adalah abstraksi atau pernyataan yang terbentuk sebagai akibat

generalisasi hal-hal yang bersifat khusus. Dalam penelitian tersebut dihasilkan

beberapa hipotesis (dugaan awal) yang diturunkan dari variabel yang terdapat dalam

kerangka teori. Hipotesis-hipotesis tersebutlah yang akan diuji kebenarannya.      

1.5.2 Operasionalisasi Konsep Di penjelasan sebelumnya kita dapat melihat apa saja komponen penyusun

dari String of Pearls dan variabel-variabel operasi dari konsep Regional Security

Complex. Berangkat dari penjelasan tersebut, maka kita dapat mulai merancang

penelitian ini dengan menentukan variabel yang akan digunakan, hubungan dari

variabel-variabel tersebut, serta indicator dari variabel-variabel tersebut

Dengan menggunakan konsep Region Security Complex sebagai kerangka  

untuk menganalisis dampak dari String Of Pearls bagi keamanan kawasan Asia  

Timur, maka penulis akan menggunakan keempat variabel komponen penyusun    

19Ibid.,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 33: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

19  

Universitas Indonesia

 

 

     

Regional Security Complex untuk menilai kondisi keamanan di kawasan dengan

adanya:    

- Batasan: Di variabel ini, penulis akan menentukan batasan geografis dari

komplekskeamanan Asia Timur dan Asia Selatan. Kemungkinan menganai

adanya kontraksi atau ekspansi dari batasan geografis kompleks Asia Timur

Asia Selatan akan dapat dilihat dalam variabel ini. Di variabel ini jugalah kita

dapat melihat kemungkinan apakah keduanya akan mengalami transformasi

eksternal dengan saling mempengaruhi batas satu sama lain, seperti yang

terjadi sebelumnya pada Kompleks keamanan Asia Tenggara dan Asia Timur

Laut.

- Struktur Anarki: Dalam variabel ini, tingkat anarkisme atau derajat

otonomi aktor-aktor otonom dalam kompleks keamanan Asia Timurakan

dianalisis. Indikator utama untuk menganalisis hal ini Adalah melihat

signifikan atau tidaknya peranan institusi regional dalam menangani suatu isu

keamanan tertentu

- Polaritas: Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, variabel polaritas

mnjelaskan distribusi power dalam kawasan. Dengan rumusan permasalahan

yang telah disebutkan sebelumnya, penulis akan menganalisis distribusi atau

perimbangan kekuatan ekonomi dan militer di Asia Timur dan Asia Selatan

- Konstruksi Sosial/pola amity/enmity: Dalam variabel ini, penulis akan  

menganalisis pola hubungan antar negara di Asia Timur. Di sini, analisis

konstruktivis akan sangat ditekankan, dengan menganalisis persepsi Negara,

faktor sejarah, interaksionisme simbolik, dan lain-lain. Pada akhirnya, penulis

akan berusaha menilaipola amity-enmity seperti apakah yang terjadi di

kompleks keamanan Asia Timur dan Asia Selatan.

Munculnya String of Pearls memperlihatkan sebuah pertanda meluasnya

pengaruh geopolitik China, yang berarti juga melambangkan pertumbuhan power

yang dimiliki China di sepanjang wilayah perairan laut Asia.String of Pearls tidak

memperlihatkan munculnya sebuah rezim keamanan baru ataupun pola amity/enmity

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 34: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

20  

Universitas Indonesia

 

 

     

dari Negara-negara di Asia.String of Pearls merupakan murni sebuah faktor material

baru, dan bukan diskursif, yang muncul di Asia. String of Pearls menunjukkan

besarnya pengaruh ekonomi dan milniter China dan pengaruhnya yang sangat besar

terhadap negara-negara berkembang di sepanjang Samudera Hindia dan Laut China

Selatan.Pendekatan non konfrontatif dan dan bersifat pragmatis yang digunakan oleh

China untuk memperoleh pengaruh terhadap egara-negara tersebut menunjukkan

power yang semakin meningkat. Hal ini juga senada dengan yang dikemukakan oleh

J. Pehrson, yaitu wilayah Maritim melewati Taiwan, terutama sepanjang String of

Pearls, adalah area di mana China dapat melakukan inisiatif stratagis untuk

meluaskan power dan mendapatkan pengaruh.20 Kesempatan ini, bersama dengan

motif untuk mengamankan jalur energy dan perdagangan maritime sepanjang SLOC

yang vital, menjelaskan dengan sangat baik ―String of Pearls” dalam konteks

geopolitik.21Oleh karena itu, untuk menjelaskan perubahan yang terjadi dalam

kompleks keamanan Asia Timur dan Asia Selatan, String of Pearls masuk sebagai

variabel polaritas dari kompleks keamanan. String of Pearls sebagai variabel polaritas

inilah yang akan menjadi variabel independen untuk menganalisis perubahan yang

terjadi terhadap kompleks keamanan Asia Timur. Aspek utama yang harus

diperhatikan dalam variabel String of Pearls sebagai variabel polaritas ini adalah

respon dari negara-negara di Asia terhadap String of Pearls tersebut. Respon yang

berbeda-beda menjadi alasan utama mengapa String of Pearls bisa menyebabkan

perubahan polaritas dalam kompleks keamanan di Asia. Respon terhadap String of

Pearls dapat menentukan perubahan struktur polaritas (unipolar, bipolar, multipolar)

maupun keanggotaan dari struktur polaritas yang ada. Hal ini akan sangat berkaitan

dengan metode pengukuran polaritas yang akan dijelaskan pada subbab selanjutnya.

Tujuan akhir dari penelitian ini adalah melihat apakah terjadi transformasi

dalam kompleks keamanan Asia Timur dan Asia Selatan karena munculnya String of

Pearls. Untuk mengetahui hal tersebut, kita terlebih dahulu harus mengetahui

perubahan apa yang muncul dalam variabel-variabel penyusun kompleks keamanan.    

20 Pehrs on, Op. Cit., 21Ibid.,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 35: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

21  

Universitas Indonesia

 

 

     

Untuk itu,ketiga variabel penyusun kompleks keamanan regional yang lain (struktur

anarki, dan konstuksi sosial atau pola amity/enmity) menjadi variabel antara

(intervening variable) untuk selanjutnya menentukan apakah terjadi transformasi

dalam kompleks keamanan regional Asia Timur dan Asia Selatan. Transformasi

kompleks keamanan inilah yang akan menjadi variabel dependen dalam penelitian

ini. Kita akan melihat apakah terjadi perubahan atau tidak dalam intervening variable

karena adanya String of Pearls, dan kemudian melihat transformasi apa yang terjadi

dalam kompleks keamanan Asia Timur dan Asia Selatan: status quo (tetap/tidak

berubah), transfomasi internal, atau transformasi eksternal.Dengan menggunakan

ketiga variabel penyusun String of Pearls sebagai variabel antara dan transformasi

kompleks keamanan sebagai variabel dependen, maka penelitian ini dapat dilakukan

secara sistematis dengan logika berpikir RSCT prediktif yang dikemukakan oleh

Buzan.  

Bagan dari operasionalisasi konsep tersebut adalah sebagai berikut:  

Variabel Kategori Indikator                          

Independen

                       

Polaritas (String of  

Pearls)

       

Tetap

Kehadiran  

pengaruh China di

Negara-negara

sepanjang

Samudera Hindia

dan laut China

Selatan

(pelabuhan,

bandara, pipa

energy, dan lain-

lain) dan respon

dari negara-negara

lain di Asia Timur

dan Selatan

               

Berubah

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 36: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

22  

Universitas Indonesia

 

 

       

 

                                 

Intervening

           

Batasan

   

Tetap Cakupan geografis

 

kompleks

keamanan Asia

Timur dan Asia

Selatan setelah

munculnya String

of Pearls)

     

Berubah

         

Struktur Anarki

 Tetap

Signifikansi  

institusi regional

(ASEAN dan

ARF) dalam

menangani isu

String of Pearls

   

Berubah

     

Konstruksi sosial  

(pola amity/enmity)

 Tetap

Persepsi Negara-  

negara di Asia

Selatan dan Asia

Timur terhadap

String of Pearls

   

Berubah

           

Dependen

     

Transformasi

Komplek keamanan

Asia timur dan Asia

Selatan

Maintenance of  

Status Quo

Perubahan yang  

terjadi dari

variabel-variabel

kompleks

keamanan Asia  

Selatan dan Asia  

Timur

Transformasi  

Internal

Transformasi  

Eksternal

     

I.5.3 Metode Pengukuran Polaritas Sistemik Bueno de Mesquita Bruce Bueno De Mesquita (1975) merancang sebuah metode pengukuran

polaritas sistem secara kuantitatif. Metode pengukuran yang diberikan Mesquita

inilah yang akan digunakan untuk mengukur perubahan polaritas kompleks keamanan

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 37: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

23  

Universitas Indonesia

 

 

     

karena String of Pearls. Dalam hal ini, kompleks keamanan dianggap sebagai sebuah

sistem. Menurut Mesquita, terdapat tiga aspek polaritas yang membutuhkan

operasionalisasi dalam metode pengukuran ini:

(1) Jumlah kutub/poles/cluster dalam sistem  

(2) Tingkat keketatan dalam hubungan atau komitmen dalam sebuah kluster  

(3) Derajat hubungan atau dissimilaritas di antara kluster  

(4) Konsentrasi power (terdistribusi merata/dimonopoli satu kluster22      

A. Jumlah kutub/poles/cluster dalam sistem  

Mesquito merumuskan sebuah cara untuk menentukan jumlah dan

keanggotaan cluster yang ada dalam sebuah sistem. Prinsip dari metode tersebut

adalah melihat derajat kesamaan dalam komitmen aliansi pada semua kemungkinan

pasangan (dyad) Negara-negara dalam sebuah sisem. Oleh karena itu, aspek respon

dalam polaritas merupakan data utama yang harus didapatkan. Data respon masing-

masing negara merupakan data awal untuk melakukan pengukuran polaritas sebuah

sistem. Respon-respon dari masing-masing negara inilah yang kemudian akan

mendapatkan penilaian sebagai pola aliansi tipe tertentu berdasarkan kriteria-kriteria

khusus yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam usahanya untuk menghasilkan data-

data polaritas internasional hingga tahun 1960, Mesquita menggunakan dimensi

aliansi militer dan mengklasifikasi aliansi ke dalam empat tipe, diurutkan secara

ordinal mulai dari yang paling tinggi tingkat komitmennya (defense pact), netralitas,

entente hingga tidak beraliansi. Dia menggunakan table kontingensi 4X4 untuk

masing-masing pasangan Negara, dan setelah itu dia menggunakan fungsi

pengukuran korelasi tau-b untuk melihat derajat similaritas pola aliansi tersebut.                      

22 Bruce Bueno De Mes quita. Measuring Systemic Polarity. The Journal of Conflict Res olution, Vol. 19, No. 2 (Jun., 1975)

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 38: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

24  

Universitas Indonesia

 

 

Tabel I.1 Contoh table kontingens i 4x4 untuk dyad Kanada-Holandia pada tahun 1951

 

Tabel I.2 Contoh table kontingens i 4x4 untuk dyad AS -US pada tahun 1951

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 39: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

25  

Universitas Indonesia

 

 

     

Formula skor tau-b23 :                        

Setelah mendapatkan seluruh skor tau-b dari seluruh dyad yang ada dalam

sistem, kita daoat membangun table persegi yang memuat seluruh skor tau-b tersebut.

Setelah itu, kita akan melakukan typel analysis untuk menentukan kluster-kluster

yang ada dalam sistem beserta anggotanya.

Penelitian ini juga akan melakukan metode yang sama dengan bantuan

program pengolah data SPSS 17. Setelah semua skor dari hubungan aliansi dari

seluruh dyad dalam sistem didapatkan, maka kita dapat mendapatkan skor tau-b dari

masing-masing dyad dengan perintah analisis bivariat, sehingga pembangunan table

kontingensi 4x4 seperti di atas tidak diperlukan lagi.

Namun, dalam penelitian ini akan ada beberapa hal yang akan disesuaikan dan

berubah dari yang pertama kali diajukan oleh Mesquita. Pertama adalah masalah

tipologi aliansi yang akan digunakan. Penelitian ini berfokus pada kawasan Asia, dan

di bawah premis dasar dari RSCT yaitu level regional memiliki derajat otonomi

tertentu dari sistem global, maka tipologi aliansi yang akan digunakan akan

bergantung kepada pola interaksi yang unik di antara negara-negara dalam kawasan

Asia Timut dan Asia Selatan sendiri. Jika kita sepenuhnya mengikuti tipologi aliansi

yang diberikan oleh Mesquita yang sangat dipengaruhi oleh latar belakang Perang

Dingin di masa itu, maka dikhawatirkan dinamika keamanan lokal tidak akan

terpotret dengan sempurna dalam hasil pengukuran. Tipologi ini akan kita tentukan

setelah kita memahami bagaimanakah pola interaksi antar negara-negara di kedua

kompleks keamanan terutama dalam konteks kemunculan String of Pearls. Kedua,

adalah jumlah negara-negara yang akan dilakukan pengukuran. Belum tentu semua  

23 Curtis S. Signorino dan Jeffrey M. Rittter, ―Tau-b or not Tau-B: Measuring Alliance Portfolio Similarity”. Hal. 5

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 40: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

26  

Universitas Indonesia

 

 

     

negara dalam sistem akan masuk ke dalam pengukuran yang akan dilakukan.

Dipertanyakannya signifikansi jika seluruh negara dimasukkan dalam pengukuran

menjadi alasan utama, terutama dalam konteks variasi pola aliansi dan tingkat

national power yang dimiliki. Jika seluruh Negara yang tidak memiliki variasi dalam

pola aliansi cenderung tidak akan banyak mempengaruhi hasil penelitian, karena

mereka sudah bisa dipastikan akan berada dalam satu cluster. Oleh karena itu,

negara-negara yang akan mendapatkan pengukuran adalah major country yang sangat

berkaitan dengan isu yang ada. Penentuan negara-negara ini juga akan dilakukan

setelah kita mengetahui respon dari masing- masing negara terhadap String of Pearls.    

B. Stuktur Dalam Masing-Masing Kluster (Longgar/Ketat)  

Skor tau-b yang digunakan untuk mengidentifikasi keanggotaan cluster juga berguna

untuk menentukan kesamaan komitmen aliansi dia antara anggota dalam kluster yang

sama, atau antara anggota dari kluster yang berbeda. Sebuah kluster akan memiliki

derajat maksimum kesamaan komitmen (Ketat maksimum) jika total nilai Tau-b

dalam kluster tersebut sama dengan jumlah dyad atau pasangan negara-negara dalam

kluster tersebut. Terdapat dua skor yang dapat dilihat, yaitu tightness (T) atau derajat

keketatan sebuah kluster dan discreteness (D) atau derajat ketidaksamaan antar

Negara-negara dalam kluster yang berbeda. Rumus yang dapat digunakan untuk

menentukan keduanya adalah sebagai berikut.                          

Dengan ni= jumlah Negara-negara dalam kluster i, x=jumlah kluster dalam sistem,

dan Wab= skor tau-b untuk masing-masing pasangan ab di mana a,b adalah anggota i.

Jika T berkurang, maka keketatan sistem kluster akan berkurang.

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 41: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

27  

Universitas Indonesia

 

 

                               

Bac= skor tau-b antar kluster untuk dyad ac di mana a,c bukan merupakan anggota

kluster i, dan bilangan pembagi sama dengan total jumlah dyad di sistem dikurangi

jumlah dyad di dalam kluster.    

C. Concentration of Power  

Indikator power umumnya didapatkan dengan mengkombinasikan (1) kapabilitas

militer-didefinisikan sebagai belanja militer dan personel militer, dengan

mengecualikan cadangan, (2) kapabilitas demografis, didefinisikan sebagai total

populasi dan populasi perkotaan di kota berpenduduk 20,000 atau lebih, dan (3)

kapabilitas industri, didefinisikan sebagai produksi baja dan konsumsi energy

industry masing-masing negara untuk ke dalam skor kapabilitas yang komposit.

Kapabilitas nasional ini kemudian dijumlahkan di dalam masing-masing kluster,

menghasilkan skor power bagi masing- masing kluster.24

Untuk mengukur derajat ketidaksamaan dalam distribusi kapabilitas, kita bisa

menggunakan indeks konsentrasi yang secara langsung menjadi bagian dari derajat

ketidaksamaan distribusi kapabilitas, dengan menggunakan fungsi berikut:  

             

Di mana Si adalah bagian kluster I dalam jumlah kapabilitas sistemik, dan x adalah  

jumlah kluster dalam sistem. Bagian pembilang adalah simpangan baku dari skor          

24 Mes quita. Op. Cit.,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 42: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

28  

Universitas Indonesia

 

 

     

agregat kapabilitas kluster, dan penyebut merukpakan kemungkinan maksimun

simpangan baku untuk sistem dengan cluster x.

Dalam penelitian ini, kita akan mensimplifikasi pengukuran power dalam dua

indikator utama, kapabilitas militer (dalam bentuk pengeluaran militer) dan juga

kapabilitas perekonomian (dalam bentuk GDP). Kedua indikator ini merupakan

indikator yang tepat untuk menjelaskan dinamika great power dalam kawasan Asia,

terutama dalam konteks The Rise of china. Peningkatan anggaran militer yang sangat

besar dan pertumbuhan ekonomi yang luar biasa merupakan striking image dari Asia

saat ini. Dinamika yang terjadi di kawasan pun sebagian besar terdiri dalam dua

dimensi (yang saling berkaitan) ini. Kedua indikator ini juga sangat sesuai dengan

konsep String of Pearls, yang merupakan interseksi dari pendekatan pragmatisme

ekonomi China serta upgrading kapabilitas angkatan laut China untuk menjadi blue

water navy. Selain itu, pemilihan kedua indikator ini juga memudahkan

penghitungan, karena berbentuk nilai uang (US$), sehingga bisa langsung

dipersentasekan.        

1.5.3 Model Analisis    String  of  Pearls  

           

Batasan     Struktur   Anarki     Pola  Amity/Enmity                

Transformasi   Kompleks  keamanan   Asia  Timur  dan  Asia  Selatan    Status  Quo     Transformasi   Internal     Transformasi   Eksternal  

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 43: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

29  

Universitas Indonesia

 

 

     

1.5.4 Asumsi dan Hipotesis Penelitian ini akan menggunakan asumsi regionalisme yang juga digunakan

dalam memahami konsep keamanan kawasan. Perspektif regionalisme menyatakan

bahwa kawasan merupakan sebuah level keamanan prioritas dan sangat signifikan

dalam analisis keamanan internasional. Perspektif regionalisme mengandung baik

elemen neorealisme maupun globalisme.Asumsi neorealisme dalam hal ini dapat

dilihat pada pendekatan state-centric. Pendekatan state-centric yang akan digunakan

dalam penelitian ini berangkat pada pemikiran bahwa negara adalah aktor yang

terpenting dalam politik dunia, dan bahwa sebagai aktor yang rasional, negara akan

berupaya mencapai kepentingan maksimal melalui cara-cara yang tersedia.25  

Perspektif regionalism juga, sama seperti perspektif globalisme, juga menekankan

pada interplay antara teritorialisasi dan deteritorialisasi. Contohnya, dalam

globalisme sudah banyak dipahami bahwa regionalisasi, khususnya yang bersifat

kooperatif seperti grouping regionalisme ekonomi merupakan respon terhadap

globalisasi.26Selain itu, karena RSCT menjadi teoeri utama dalam penelitian ini,

maka nilai-nilai konstruktivisme yang menekankan pada pentingnya dimensi

konstruksi nilai dan persepsi yang bersifat immaterial dalam menganalisis masalah

hubungan antar negara, dan bukannya faktor material semata seperti yang

ditandaskan oleh neorealisme. Faktor material (struktur, power, polaritas) dan faktor

immaterial (persepsi, pola amity/enmity) sama pentingnya dalam penelitian ini.

Berdasarkan asumsi dan teori yang disampaikan sebelumnya, penelitian ini

akan mengajukan hipotesis sebagai berikut:

Munculnya String of Pearls China di Kompleks keamanan Asia Selatan  

dan Asia Timur memberikan dampak sebagai berikut:

a. String of Pearls menyebabkan terjadinya transformasi Kompleks

keamanan Asia Selatan dan Asia Timur        

25Dis ampaikan oleh Robert O. Keohane dalam tulis annya yang berjudul “Theory of World Politics : Structural Realis m and Bey ond”, dalam Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi, International Relations Theory: Realism, Pluralism, Globalism, (New York: Macmillan Publis hing Company, 1993), h. 191.

26Buzan dan Weaver.Op.Cit.,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 44: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

30  

Universitas Indonesia

 

 

     

b. String of Pearls menyebabkan perubahan yang signifikan terhadap

batasan kompleks keamanan Asia Timur dan Asia Selatan

c. String of Pearls tidak menyebabkan perubahan yang signifikan

terhadap struktur anarki kompleks keamanan Asia Timur dan Asia

Selatan

d. String of Pearls tidak menyebabkan perubahan yang signifikan  

terhadap pola amity/enmity kompleks keamanan Asia Timur dan Asia  

Selatan  

e. Tipe perubahan yang dialami oleh variabel penyusun kompleks

keamanan tersebut (bergesernya batasan, tidak berubahnya dimensi

internal kompleks keamanan) menyebabkan transformasi eksternal

Kompleks keamanan Asia Timur dan Asia Selatan      

1.6 Rencana Pembabakan Skripsi Penelitian dengan permasalahan dan model analisa di atas akan disusun ke

dalam lima bab. Bab I adalah bagian pendahuluan yang berisi latar belakang

permasalahan, pertanyaan permasalahan, kerangka pemikiran, metodologi penelitian,

tujuan dan signifikansi penelitian, dan sistematika penelitian. Bab II akan

menjelaskan secara khusus mengenai Kompleks keamanan Asia Timur dan Asia

Selatan secara umum, terutama evolusinya yang terjadi pada masa sebelum dan

sesudah berakhirnya Perang Dingin. Dalam bab ini, fitur-fitur utama dari kompleks

keamanan Asia Timur terutama sebelum munculnya isu String of Pearls akan mulai

dibahas sehingga kita dapat membandingkannya dengan periode sesudah isu tersebut

muncul. Selanjutnya, Bab III akan menjelaskan lebih lanjut mengenai variabel

independen penelitian ini yaitu strategi String of Pearls sebagai variabel polaritas

dalam kompleks keamanan Asia Timur dan Asia Selatanbaik secara konteks

pemikiran strategis, bentuk faktual dari String fo Pearls, dan juga respon Negara-

negara di Asia Timur dan Asia Selatan terhadapnya. Dalam bab ini, permasalahan

mengenai manifestasi nyata String of Pearls dan bagaimana respon nyata terhadap

String of Pearls yang dilakukan oleh Negara lain (penambahan kekuatan militer,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 45: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

31  

Universitas Indonesia

 

 

     

persaingan pengaruh diplomatis, dan lain-lain). Bab IV kemudian akan berisi analisa

mengenai kondisi keamanan di kompleks keamanan Asia Timur dan Asia Selatan

dengan adanya String of Pearls. Analisa ini akan dilakukan dengan meneliti ketiga

variabel antara yang sudah disebutkan sebelumnya, sehingga kita bisa melihat

bagaimanakah situasi kompleks keamanan Asia Timur dan Asia Selatan pada periode

2005-2011. Selanjutnya, pada Bab V akan dirumuskan transformasi apakah yang  

terjadi di Kompleks keamanan Asia Timur dan Asia Selatan berdasarkan perubahan-

perubahan yang telah ditemukan di bab sebelumnya. Pada bagian inilah jawaban dari

rumusan permasalahan seharusnya akan ditemukan, yakni apakah String of Pearls

menyebabkan transformasi internal, transformasi internal, atau maintenance of status

quo dalam Kompleks keamanan Asia Timur dan Asia Selatan. Penelitian ditutup

dengan Bab V, yang berisi kesimpulan dari penelitian sekaligus rekomendasi atau

usulan untuk penelitian berikutnya.        

1.7 Tujuan dan Signifikansi Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperbaharui pemahaman kondisi

kompleks keamanan Asia Timur dan Asia Seatan dengan munculnya perkembangan-

perkembangan terbaru dalam lingkungan keamanannya, di mana yang akan dibahas

dalam penelitian ini adalah munculnya String of Pearls di lautan Asia. Kondisi

keamanan Asia Timur yang saat ini dapat dikatakan sebagai salah satu motor utama

penggerak perekonomian dunia merupakan hal yang penting untuk diamati.

Meningkatnya kekuatan maritim China serta potensi ancaman String of Pearls masih

menjadi masalah yang diperdebatkan.Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat

merumuskan implikasi keamanan yang muncul karena String of Pearls dalam konteks

kerangka pemikiran RSCT

Adapun signifikansi dari penelitian ini adalah untuk memberikan analisis

yang lebih sistematis dan mendalam mengenai dampak dari munculnya string of

pearls bagi keamanan kawasan Asia Timur. Konsep String of Pearls merupakan

konsep yang masih relatif baru, dan hingga saat ini, penulis belum menemukan

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 46: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

32  

Universitas Indonesia

 

 

     

adanya penelitian yang secara khusus berusaha mensistematiskan studi mengenai

String of Pearls bagi keamanan kawasan Asia Timur melalui kerangka pemikiran

RSCT. Penelitian ini diharapkan dapat membawa sumbangan ilmu baru mengenai

String of Pearls dan dampaknya secara holistik bagi keamanan kawasan, yang dapat

memberikan kontribusi teoritik maupun kasuistik bagi mata kuliah Dinamika

Kawasan Asia Timur dan Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan China.

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 47: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

33  

Universitas Indonesia

 

 

     

BAB II  

Kompleks Keamanan Asia (Timur dan Selatan)        

Setiap kawasan di dunia memiliki keunikannya tersendiri. Asia, dengan latar

belakang historis yang panjang dan cenderung konfliktual, seperti yang dikatakan

oleh Buzan, memiliki struktur yang regional yang berbeda dan tahan yang minimal

sama pentingnya dengan level keamanan global dalam membentuk dinamika

keamanan regional.27 Saat ini, Asia yang menggaungkan prinsip Asian Way

merupakan kawasan yang menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi dunia. Satu tahun

setelah terjadinya resesi perekonomian yang terparah sejak Malaise pasca perang

Dunia I, Asia menjadi pemimpin dalam pemulihan ekonomi global. Sementara

perekonomian di Negara-negara maju terhambat dengan tingkat pengangguran yang

tinggi, neraca pembayaran yang lemah, dan kredit macet, aktivitas perekonomian

emerging and developing market di Asia terus tumbuh pesat. Pola pemulihan

ekonomi bervariasi di Asia, dengan perekonomian yang lebih berorientasi domestic

(China, India, dan Indonesia) dan Australia yang berhasil keluar dari resesi.28Secara  

keseluruhan, pemulihan ekonomi di Asia telah matang dengan permintaan eksport

dan domestic member bahan bakar bagi pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat,

yang mencapai 8,3% di tahun 2010. Prospek jangka pendek sangat menjanjikan.

Dengan pertumbuhan di kawasan Asia dan Pasifik mencapai hampir7% di tahun 2011

dan 2012. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan dipimpin oleh China dan India,

yang pertumbuhan ekonominya diproyeksikan mencapai 9,5% dan 8% untuk dua

tahun ke depan. Pertumbuhan mereka akan menyebabkan dampak yang penting bagi

Negara-negara lain di kawasan (dan dunia), secara khusus melalui permintaan untuk

komoditas. Contohnya Australia yang diperkirakan pertumbuhan ekonominya

mencapai 3% dan 3,5% di tahun 2011 dan 2012, karena permintaan komoditas di      

27 Barry Buzan. Security Architecture in Asia: The Interplay of Regional and Global Level. (The Pacific Review, Vol. 16 No.2 2003 : Routledge) hal. 143 28 Regional Economic Outlook : Leading the Global Recovery, Rebalancing of The Medium Term . (International Monetary Fund: 2010 ) hal. ix

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 48: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

34  

Universitas Indonesia

 

 

     

Asia dan investasi swasta dalam pertambangan yang semakin meningkat menjadi

pendorong pertumbuhan yang utama.29

Dari segi keamanan, pertumbuhan ekonomi yang pesat diiringi dengan

pertumbuhan kekuatan militer yang tinggi. Asia Timur dan Asia Selatan menyaksikan

peningkatan belanja militer besar-besaran di kawasan, yang terutama diarahkan untuk

pengembangan kekuatan armada laut dan udara. Keamanan di wilayah lautan lepas

menjadi sebuah concern keamanan baru di Asia. Mulai paruh kedua tahun 2000-an,

dunia sedang melihat interaksi inter regional yang semakin menguat antara Asia

Timur dan Asia Selatan terkait masalah keamanan maritime ini. Dinamika keamanan

ini tentunya menjadi salah satu spotlite isu keamanan internasional, yang terutama

disebabkan oleh status Asia sebagai penggerak perekonomian dunia saat ini dan

perairan di Asia merupakan urat nadi rute perdagangan dunia.

Kondisi kompleks keamanan Asia saat ini merupakan sebuah produk evolusi

yang berlangsung sejak lama. Dalam garis waktu sejarah, Asia tak henti-hentinya

mengalami berbagai dinamika politik dan keamanan dan mengalami beberapa titik

evolusi penting yang akhirnya berpengaruh pada situasi keamanan Asia yang kita

lihat saat ini. Dalam bab ini, kita akan melihat deskripsi dari kompleks keamanan di

Asia dari masa ke masa yang sudah banyak dijelaskan oleh Buzan. Kita akan melihat

bagaimana pengalaman Asia dalam banyak babakan waktu yang berbeda akhirnya

membentuk kompleks keamanan yang saat ini kita lihat. Kita juga akan melihat

bagaimana posisi Asia dan power lokal dalam kaitannya dengan konteks keamanan

global dan interplay dari para superpower dunia. Dua masa utama yang akan banyak

dijelaskan di sini adalah masa selama Perang Dingin dan setelah Perang Dingin

hingga paruh kedua dekade pertama millennium baru. Di sini, penulis memilih untuk

banyak mengambil penjelasan dari Buzan karena yang diuji dalam penelitian ini

adalah konsepsi kompleks keamanan Asia Timur dan Asia Sekatan yang dipaparkan

oleh Buzan sendiri.  

         

29 Ibid.,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 49: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

35  

Universitas Indonesia

 

 

     

II.1 Superkompleks Asia: Tinjauan Umum dan Historis  

Asia merupakan salah satu kawasan di dunia di mana dinamika keamanan

regional-nya sebagian besar masih didominasi oleh isu-isu politik dan militer

tradisional. Hal ini tentunya berbeda dengan, misalnya, Uni Eropa yang telah

memiliki rezim keamanan yang terinstitusionalisasi sanga kuat dan isu-isu yang

berkembang pun sekarang justru lebih banyak didominasi isu-isu seperti

perekonomian dan lingkungan Perspektif realisme masih mendominasi kebijakan luar

negeri dan keamanan di Asia. Asia, khususnya Asia Selatan merupakan studi kasus

awal di mana teori kompleks keamanan regional pertama kali dikembangkan.

Saat ini, Asia bukan hanya menjadi kawasan utama dalam mendorong

pertumbuhan ekonomi dunia, namun Asia juga memiliki dimensi keamanan yang

sangat penting di level global karena Asia memiliki beberapa great power tingkat

global dan juga potential power lain. Asia memiliki dua great power (China dan

Jepang) serta Negara ketiga (India) yang berusaha meningkatkan status dari regional

power menjadi great power. Asia juga memiliki tiga Negara pemilik senjata nuklir

(China, India, Pakistan), kemungkinan Negara keempat (Korea Utara) dan tiga

Negara pengguna energy nuklir (Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan yang melakukan

“recessed deterrence” – kapabilitas untuk bergerak secara cepat menjadi NWS ketika

lingkungan keamanan local semakin mengancam secara militer atau jaminan

dukungan AS kehilangan kredibilitas.30

Jika kita melakukan perbandingan sejarah, Asia saat ini dapat dibandingkan  

dengan balance of power Eropa di abad ke-19. Asia, seperti Eropa masa lalu,

memiliki sejumlah power dengan derajat industrialisasi yang berbeda. Jepang,

misalnya, seperti Inggris, terdepan dalam kesejahteraan dan pembangunan, dan

berada terpisah dari daratan yang tak stabil. China, seperti Jerman, berada di pusat,

semakin meningkatkan power absolute dan relatifnya, memiliki masalah perbatasan

dan permusuhan yang berlatar belakang historis dengan beberapa tetangganya.

Banyak Negara yang mengkhawatirkan meningkatnya kekuatan militer dan asertifitas    

30 Barry Buzan dan ole Weav er, Regions and Powers The Structure of International Security . (United Kingdom: Cambridge Univers ity Pres s , 2003) hal. 93

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 50: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

36  

Universitas Indonesia

 

 

     

China. Analogi ini berusaha menunjukkan bahwa perilaku power politic klasik

kemungkinan besar akan menjadi standar Asia selama beberapa decade ke depan.

Keamanan politik-militer akan menjadi prioritas, dan penggunaan kekuatan fisik, atau

perang skala penuh, diangkat sebagai sebuah kemungkinan. Pembangunan ekonomi

menjadi prioritas bukan hanya untuk tujuan kesejahteraan dan menjaga kekuatan

militer, namun juga untuk menaikkan peringkat kekuatan militer.31  

Namun, tentunya Asia juga memiliki perbedaan yang berarti terhadap Eropa. Asia

membawa sejarah yang berbeda. Dengan pengecualian Jepang, China, dan Thailand,

seluruh wilayah Asia merupakan bekas jajahan kolonial. Bahkan ketiga Negara

tersebut sangat dipengaruhi oleh imperialisme Barat. Namun tidak seperti di Afrika

dan Amerika, proses dekolonisasi di Asia meninggalkan sistem negara yang

merefleksikan politik zaman pra colonial. Hal ini juga berhubungan bagaimana posisi

Asia dalam level global, terutama status great power yang diklaim China, Jepang,

dan India. 32  

Sejarah bangsa-bangsa pra kolonial di Asia memiliki porsi besar dalam

membentuk dinamika interaksi antar Negara di Asia setelah berakhirnya

kolonialisme. Sebelum menjadi bagian dari sistem hubungan internasional yang

dibuat Eropa, Asia memiliki dinamika keamana pra kolonial sendiri. Di Asia Timur

pra kolonial kekhawatiran utama adalah kekuatan imperial China. Ekspedisi Laut

Admiral Zheng He pada abad ke-12 telah dicirikan sebagai bagian dari usaha

ambisius kekaisaran Ming China untuk mewujudkan Pax Sinica di seluruh Samudra

Hindia. Sebagai tandem dengan ekspedisi militer ke yunnan dan Vietnam, ekspansi

maritim yang diperintahkan oleh kekaisaran Yong Le diperhitungkan akan membawa

kekuatan-kekuatan politik yang jauh dalam kontrol China, mendapatkan pengakuan

superioritas, dan mendominasi perdagangan Laut-Barat. Pelayaran kekaisaran Ming,

eperti halnya yang dilakukan Portugis seabad kemudian dalam arah yang berlawanan,

dilakukan untuk mengontrol kota-kota pelabuhan dan rute perdagangan sebagai cara-        

31 Ibid., hal. 94 32 Ibid., hal. 96

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 51: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

37  

Universitas Indonesia

 

 

     

cara eksploitasi ekonomi.33 Xu Qi mengatakan bahwa geostrategi China kontemporer

sangat dipengaruhi oleh apa yang disebutnya sebagai “sejarah tragis” di mana China

menutup dirin dari dunia luar dan melupakan pentingnya pertahanan laut, yang pada

akhirnya menjadi jalur masuk utama para penginvasi asing dan menyebabkan China

di abad ke-19 mengalami “periode yang memalukan” di bawah kontrol kekuatan

Barat.34  

Kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara sendiri memiliki sejarah peperangan yang

besar satu sama lain (Burma, Thailand, Vietnam, Kamboja) dan sejarah panjang

ratusan tahun perlawanan Vietnam terhadap penjajahan China. Di akhir abad ke-19,

terjadi migrasi besar-besaran dari China ke Negara-negara Asia Tenggara, yang

implikasinya dapat dirasakan hingga saat ini dalam politik domestic di Asia Tenggara

dan hubungan Negara-negara tersebut terhadap China. Asia juga memiliki sejarah

kolonialnya sendiri dengan serbuan imperial Jepang di tahun 1895 dan 1945 yang

meninggalkan luka yang mendalam bagi beberapa Negara, khususnya China dan

Korea. 35

Sementara itu, Asia Selatan atau subkontinen India pra kolonial mengembangkan  

peradabannya yang unik sendiri dan sebagian besar terpisah dari kesatuan politik

China.36 Asia Selatan memiliki dinamika kerajaan-kerajaan sendiri serta fragmentasi,

dan lebih mengkhawatirkan serangan bangsa bar-bar dari Barat daya. Kerajaan-

kerajaan besar di Asia Selatan yaitu Maurya, Gupta, dan Mughal, merupakan

kerajaan yang berpusat di India dan berusaha mewujudkan India sebagai sebuah

kesatuan politik yang mencakup seluruh Asia Selatan.37 Pengalaman sejarah ini juga

yang nantinya akan berpengaruh pada dinamika politik dan keamanan Asia Selatan

setelah kolonialisme.        

33 Emrys Chew. Crouching Tiger, Hidden Dragon: Indian Ocean and Maritime Balance of Power in His torical Pers pective. (S. Rajaratnam School of International Studies . Singapore:2007) hal. 4 34 Xu Qi. Maritime Geostrategy and the Development of the Chinese navy In the Twenty First Centur y dalam China Military Science (2004) 35 Buzan dan Weaver. Op Cit., hal. 95 36 Robert D. Kaplan. South As ia‟s Geography of Conflict. (Center for a New American Secutity. US:2010). hal. 5 37 Ibid., hal. 7-8

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 52: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

38  

Universitas Indonesia

 

 

     

Kompleks Keamanan di Asia sebagian besar terbentuk karena insulasi yang

terbentuk oleh ukuran geografisnya (yang sangat besar) dan keberadaan great ower di

dalamnya. Kronologi terbentuknya kompleks keamanan di Asia paska kolonial adalah

sebagai berikut: pertama, munculnya Great power di Asia Timur laut di akhir Abad

ke-19; dan kemudian, setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua terbentuk dua

kompleks keamanan standar di Asia Tenggara dan Asia Selatan. 38  

Keberadaan great power di Asia berarti dua hal. Pertama, dinamika keamanan

interregional di Asia menjadi jauh lebih kuat dibandingkan dinamika interregional di

kompleks keamanan standar lainnya. Kedua, hubungan keamanan antara level global

dan regional menjadi lebih kuat dengan hubungan dua arah yang tercipta (regional

mempengaruhi global, global mempengaruhi regional) jika dibandingkan dengan

kompleks keamanan lain di mana level regional biasanya kurang mempengaruhi level

kamanan global. Karena hubungannya dengan level global, Asia, terutama Asia

Timur, menjadi salah satu wilayah utama rivalitas superpower selama Perang Dingin.

Sebagai akibatnya, momen berakhirnya Perang Dingin berpengaruh sangat besar di

Asia. Pembagian Asia menjadi tiga kompleks keamanan yang berbeda merupakan

akibat dari besarnya halangan geografis dan rendahnya kapasitas interaksi. Namun,

seiring meningkatnya absolute power di Asia, signifikansi batasan geografis semakin

berkurang. 39  

Detail dari hal yang dimaksud dalam paragraf sebelumnya adalah sebagai berikut:

Pada masa Perang Dingin, Asia terdiri dari tiga kompleks Keamanan yang berbeda:

kompleks keamanan Asia timur Laut, kompleks keamanan Asia Tenggara, dan

Kompleks Keamanan Asia Selatan. Ketiga kompleks keamanan ini sangat

dipengaruhi oleh rivalitas superpower, dengan Perang Dingin yang berpengaruh

secara langsung terhadap keamanan lokal di Asia Timur Laut dan Asia Selatan.

Dengan berakhirnya perang sipil di China pada tahun 1950, China menjadi semakin

stabil dan lebih berpengaruh dalam dinamika keamanan Asia Selatan dan Asia

Tenggara. Dinamika keamanan interregional ini cukup kuat dan terjaga untuk    

38 Buzan dan Weaver. Op. Cit., hal. 96 39 Ibid., hal.

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 53: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

39  

Universitas Indonesia

 

 

     

menghasilkan Superkompleks Asia yang berpusat di China, namun dengan hubungan

yang lemah antara Asia Selatan dan Asia Tenggara.

Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan bergesernya struktur Global menjadi  

1+4 (satu superpower dan empat greatpower), dengan dua great power terletak di

Asia. Setelah perang Dingin dan runtuhnya Uni Soviet, kehadiran AS di kawasan

perlahan-lahan berkurang. Jepang memilih tetap menjadi subordinat dari AS. China

menjadi pihak utama yang diuntungkan dari mundurnya Superpower di Asia, dan

akhirnya meningkatkan hubungan inter regional dari superkompleks Asia. Asia

tenggara juga mendapatkan keuntungan dengan mundurnya superpower, dengan

bergeser dari Kompleks Keamanan yang bercorak formasi konflik yang disebabkan

rivalitas ideology luar, menjadi rezim keamanan berbasiskan ASEAN. Di saat yang

sama dengan transformasi internal ini, Asia Tenggara dan Asia Timur Laut

mengalami proses transformasi eksternal, dengan secara efektif bergabungnya

dinamika keamanan mereka dan membentuk sebuah kompleks keamanan Asia Timur

yang padu. Sementara itu, Asia selatan tetap menjaga status mereka sebagai

kompleks keamanan yang independen, namun tetap terhubung dengan superkompleks

Asia yang China-sentrik. India sendiri berusaha mencapai status great power dengan

membentuk kompleks keamanan yang berpusat pada dirinya sendiri, dengan berusaha

meruntuhkan deadlock bipolaritas bersama Pakistan. 40  

Di bagian selanjutnya akan dijabarkan deskripsi dari masing-masing kompleks

keamanan di Asia sebelum dan sesudah Perang Dingin. Kita akan melihat bagaimana

ciri khas dari kompleks keamanan di Asia menghasilkan perkembangan yang berbeda

dari kompleks keamanan lain. Seperti yang dijelaskan Buzan dan Weaver, Asia

memiki tiga poin yang menarik untuk studi kasus RSCT. Pertama, Asia merupakan

tempat di mana para pengamat dapat melihat proses transformasi internal dan

eksternal. Di Asia Selatan kita dapat melihat pergeseran dari bipolaritas menjadi

unipolaritas dengan India sebagai aktor utamanya, pembentukan security regime di

Asia tenggara, dan bergabungnya kompleks keamanan Asia Tenggara dan Asia Timur

Laut menjadi kompleks keamanan Asia Selatan. Kedua, Asia adalah tempat di mana  

40 Ibid., hal. 97

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 54: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

40  

Universitas Indonesia

 

 

                                                                                                       

41Ibid.,

     

kita dapat melihat fenomena superkompleks yang beroperasi selama periode waktu

yang lama. Ketiga, Asia memiliki tiga Insulator (Mongolia, Burma, dan Afghanistan)

serta satu kombinasi insulator dan buffer, yang peran dan evolusinya dapat dilihat

selama jangka waktu yang panjang.41                                                                                                              

Gambar II.1 Kompleks Keamanan di As ia s elama Perang Dingin (Sumber: Buzan dan Weaver (2003)

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 55: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

41  

Universitas Indonesia

 

 

                                                                                                                   

Gambar II.2 Kompleks Keamanan di As ia s etelah Perang Dingin

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 56: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

42  

Universitas Indonesia

 

 

     

II.2 Asia Selatan  

II.2.1 Periode Perang Dingin  

Seperti telah disebutkan sebelumnya, Asia Selatan merupakan studi kasus

pertama RSCT pertama kali dikembangkan. Kompleks keamanan Asia Selatan,

seperti kebanyakan kawasan keamanan paska kolonial, muncul sebagai suatu

kawasan formasi konflik. Jika dilihat kapabilitas domestiknya, semua Negara di Asia

Selatan selama Perang dingin dapat diklasifikasikan sebagai weak states, meskipun

demokrasi yang berlangsung di India mendorongnya ke arah spektrum antara lemah

dan kuat. Politik domestik negara-negara di Asia Selatan cenderung tidak stabil,

dipenuhi dengan perseteruan antar agama dan etnik, dan afiliasi etnik dan agama yang

bersifat transborder ini menyebabkan konflik domestik dapat berpegaruh pada

ketidakstabilan regional. Hubungan antara Asia Selatan dengan level keamanan

global juga sangat terkait dengan persaingan tiga arah antara AS-China-Soviet.42

Batasan Geografis. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, kompleks keamanan  

Asia Selatan berkembang secara terpisah dari Asia secara umumnya yang berpusat

pada China. Kompleks keamanan di Asia Selatan cukup terinsulasi dari sekelilingnya

oleh Burma (Asia Tenggara) dan Afghanistan (dari Teluk).43 Kawasan modern Asia

Selatan terdiri dari apa yang secara tradisional disebut sebagai subkontinen India.

Secara kasar, kawasan ini terdiri dari kawasan di antara China di bagian utara dan

Samudera Hindia di Selatan; dan antara Afghanistan di barat dan Myanmar di timur.44

Selama Perang Dingin, Asia Selatan sebagian besar terperangkap dalam kawasan  

mereka sendiri, terutama rivalitas antara India dan Pakistan. Selama masa Perang

Dingin, Pakistan, Bangladesh dan Nepal yang berada di dalam subkontinen India

memberikan ancaman yang cukup signifikan bagi India, mengurangi energi politik

India yang dapat digunakan untuk power projection ke seluruh Eurasia.45 Akhirnya

ruang gerak India pun terbatas di Asia Selatan saja. Perang utama dalam ketiga      

42 Ibid., hal. 101-104 43 Ibid., hal. 103 44 Uttara Sahas rabuddhe. REGIONALISATION PROCESSES IN SOUTH AND SOUTHEAST ASIA: A COMPARATIVE STUDY. (Univers ity of Mumbai. India:2003) hal. 4 45 Kaplan. Op. Cit., hal. 5

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 57: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

43  

Universitas Indonesia

 

 

     

kompleks keamanan ini cenderung tidak berefek pada kompleks keamanan

tetangganya.

Hubungan Asia Selatan dengan superkompleks Asia pada masa Perang Dingin

pun hanya terbatas dalam hubungan keamanan antara India dengan China. Konflik

perbatasan antara India dengan China terhadap Tibet dan Himalaya pada tahun 1962

muncul sebagai momentum pembuka terbentuknya Superkompleks Asia. Seandainya

saja, India bisa menjaga Tibet sebagai insulator antara Asia Selatan dan India,

Kompleks Keamanan Asia Selatan akan tetap terpisah dari Utara. Namun aneksasi

Tibet oleh China menempatkan perbatasan China mendekati jantung wilayah India

dan selama 1950an meningkatkan friksi terhadap perbatasan yang disengkatakan.

Akhirnya hal ini menyebabkan perang perbatasan antara India dan China pada 1962,

krisis kecil pada 1987, dan perasaan khawatir India terhadap China yang bertahan

sangat lama. Berkaitan dengan ini, kerja sama militer yang bertahan lama (meskipun

bukan aliansi) antara China dan Pakistan terbentuk sejak 1960. Dalam konteks RSCT,

dinamika keamanan Sino-India yang muncul di tahun 1950-an dapat dilihat sebagai

bagian dari proses yang lebih luas di mana superkompleks Asia terbentuk pada masa

itu.46  

Struktur Polaritas. Kompleks keamanan Asia Selatan memiliki struktur

polaritas esensial bipolar yang berakar oleh sekuritisasi Timbal-balik antara india-

Pakistan. Pemisahan Bangladesh dari Pakistan tidak terlalu mempengaruhi bipolaritas

ini karena lemahnya Negara tersebut. Bipolaritas ini semakin meruncing dengan

munculnya dimensi nuklir dalam rivalitas militer antara India dan Pakistan.47

India dan Pakistan sudah berperang sejak awal pada tahun 1947 yang dimulai

dengan disintegrasi masyarakat karena konflik agama antara Liga Muslim dan Partai

Kongress yang bertransformasi menjadi rivalitas antar Negara yang bersifat politik

militer antara Pakistan Islam dengan India yang sekuler, multicultural, namun

didominasi oleh Hindu.48 Pakistan, yang berada di Barat laut India di mana wilayah

pegunungan bercampur dengan tanah datar, adalah perwujudan nasional dan  

46 Buzan dan Weaver. Loc.Cit., 47 Ibid., hal.104 48 Ibid., hal. 102

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 58: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

44  

Universitas Indonesia

 

 

     

geografis dari gelombang Muslim yang masuk ke India selama sejarah. India adalah

Negara demorasi sekuler yang harus keluar dari politik agama untuk menghindari

perpecahan Hindu-Muslim di Negara mayoritas Hindu tersebut. Di sisi lain, Pakistan

yang meskipun menganut demokrasi juga, merupakan sebuah republic Islam dengan

elemen radikal. Dalam banyak cara, Pakistan berseberangan dengan prinsip-prinsip

liberal yang menjadi dasar India.49  

Rivalitas ini menghasilkan tiga perang (1947-8, 1965, 1971), beberapa krisis

serius yang dapat menyebabkan perang (1984, 1987, 1990, 1999, 2002) dan banyak

sekali insiden-insiden militer Konflik-konflik domestic turut menambahkan api dalam

rivalitas India Pakistan. Sejak 1998 rivalitas ini akhirnya memiliki dimensi nuklir.

Inilah yang menyebabkan Pakistan terus dipertimbangkan sebagai ancaman bagi

India hingga saat ini. Tentu saja, India dapat mengalahkan Pakistan dalam perang

konvensional. Namun dalam masalah nuklir, atau perang melawan terorisme,

Pakistan dapat menyeimbangi India.50  

Seperti Pakistan, Negara-negara kecil dan sekunder di Asia Selatan (Nepal,

Bhutan, Sri Lanka, Maldives, Bangladesh) terikat dalam kompleks keamanan karena

keterikatan ekonomi dan sosial mereka dengan India. Untuk beberapa alasan, tidak

pernah ada tendensi dari seluruh negara lain untuk berpolarisasi membentuk aliansi

anti India yang berpusat pada Pakistan. Baik India maupun Pakistan tidak menarik

sekutu kawasan Asia Selatan, di mana berarti India berhasil menjaga politik di

kawasan dengan basis bilateral.51 Meskipun begitu, kekhawatiran akan intensi India  

untuk menjadi hegemon utama di kawasan bersifat laten.  

Nepal dan Bhutan bergantung pada India untuk perdagangan dan transit. Sri

Lanka bersikap netral dalam rivalitas India-Pakistan, namun terikat kepada India

karena masalah pemberontakan minoritas Tamil yang berhubungan dengan etnis

Tamil di india Selatan. India pernah mencoba mengintervensi dari tahun 1987 hingga

1990-an, namun gagal untuk menyelesaikan masalah tersebut.Maldives merdeka pada  

1965, dan krisis politik domestik membuatnya meminta India mengintervensi pada  

49 Kaplan. Op. Cit, hal. 10 50 Ibid., 51 Buzan dan Weaver. Loc Cit.,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 59: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

45  

Universitas Indonesia

 

 

     

1989. Bangladesh lahir pada 1971 sebagai hasil dari perang sipil di Afghanistan dan

perang besar ketiga antara India dan Pakistan, serta terikat dengan India karena

kesamaan budaya Bengali, air sungai, dan masalah migrasi. Selama masa perang

dingin intensitas perekonomian tidak terlalu besar. Interdependensi ekonomi tidak

cukup kuat untuk membatasi persaingan politik militer di kawasan.

Bipolaritas di Asia Selatan ini mencapai babak baru dengan masuknya China  

dalam rivalitas India dan Pakistan. China memberikan dukungan bagi Pakistan

dengan tujuan untuk mengunci India agar tetap berfokus di Asia Selatan dan

mengurangi ancaman India terhadap China. Jika India masih harus menghadapi

Pakistan, maka India tidak bisa memusatkan perhatiannya untuk menghadapi China

yang mengancam wilayah perbatasan India. Hal inilah yang menjadi penyebab

kompleks keamanan Asia Selatan menjadi bagian dari superkompleks Asia yang

berpusat pada China.

Struktur Anarki. Secara umum dapat dikatakan bahwa ketidakstabilan  

keamanan di Asia Selatan selama Perang Dingin disebabkan ketiadaan (atau tidak

berjalannya) rezim keamanan di wilayah tersebut. Hasilnya, adalah tingkat anarki

yang sangat tinggi, dengan aktor-aktor yang sangat otonom dan kurangnya prinsip,

nilai, atau norma yang dapat menjadi aturan bermain dalam pelaksanaan politik luar

negeri di kawasan.

Asia Selatan memang memiliki sebuah organisasi regional yang disebut South

Asian Association for Regional Cooperation (SAARC). Pembentukan organisasi ini

terinspirasi oleh pembentukan ASEAN di Asia Tenggara. Namun, SAARC tidak

pernah sebegitu signifikan dan tidak mempengaruhi politik keamanan di kawasan.

Langkah awal menuju pembentukan organisasi regional adalah pertemuan Menteri

Luar Negeri di antara tujuh Negara-negara Asia Selatan (Bangladesh, Bhutan, India,

Maldives, Nepal, Pakistan and Sri Lanka), di Colombo in 1981. Hal ini kemudian

diikuti dengan pertemuan lain di New Delhi pada 1983. Pertemuan ini mengadopsi

Deklarasi South Asian Regional Co-operation (SARC) dan meluncurkan Program

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 60: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

46  

Universitas Indonesia

 

 

     

Aksi Terintegrasi. Kepala-kepala Negara di Asia Selatan bertemu di Dhaka pada  

1985 Desember dan menandatangani piagam SAARC.52  

Asia Selatan menderita saling kecurigaan satu sama lain, proliferasi nuklir,

konflik etnis yang berdarah dan penurunan dalam modal sosial yang terlihat dalam

hubungan antar Negara dan trans Negara. Rivalitas India Pakistan telah menjadi pusat

konflik identitas Asia Selatan. Hal ini terus berlangsung meskipun adanya SAARC.

Sementara blok kawasan lain mulai muncul sebagai komunitas yang terikat kuat,

SAARC belum berkembang sama sekali.53

Pola yang terjadi sebelum SAARC terbentuk tidak mengalami perubahan.  

Proses regionalisasi belum mengambil tempat di Asia Selatan. Negara-negara di

kawasan tidak memiliki pendekatan yang sama untuk menyelesaikan masalah antar

Negara di kawasan. India menekankan bilateralism dan juga menolak peran power

luar kawasan untuk menyelesaikan konflik regional. Namun, Negara-negara lain

nampaknya tidak menolak ide peran power luar kawasan. Pertemuan Tingkat Tinggi

SAARC tidak menegosiasikan konflik antar negara, baik secara formal maupun

informal. Tidak ada deliberasi dalam isu-isu politik dan keamanan utama yang

berdampak pada sebagian besar negara di kawasan, seperti masalah perbatasan,

nasionalisme etnik dan separatisme, dan demokrasi. Sebagain isu high politic

sebagian besar dikesampingkan dari pembahasan.54  

Pola Amity/Enmity.Elemen sosial bermain cukup kuat dalam dinamika

keamanan Asia Selatan, yang menghasilkan pola enmity yang cukup kuat di kawasan.

Pakistan merupakan negara baru tanpa akar sejarah khusus. Sri Lanka memiliki

tradisi sejarah sendiri. India dapat dianggap sebagai penerus kekaisaran lamanya

(Maurya, Gupta, Mughal). Dalam hal ini, kehadiran India sebagai “pewaris”

kekaisaran lama di Asia Selatan menjadi latar belakang historis mengapa Negara-

negara di Asia Selatan khawatir akan intensi agresifitas India untuk mendominasi

Asia Selatan. Kekaisaran Mughal bisa dikatakan sebagai kekaisaran terbesar Asia

Selatan Pra-Kolonial yang berpusat di new Delhi, yang wilayah kekuasaannya  

52 Uttara Sahas rabuddhe, Op.Cit., hal. 4 53 Athur Rahman. SAARC: Not Yet A Community 54 Ibid,, hal. 2

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 61: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

47  

Universitas Indonesia

 

 

     

mencakup hampir seluruh wilayah Asia Selatan, termasuk Pakistan dan Afghanistan.

Bagi para elite India, anggapan bahwa Pakistan merupakan bagian dari tanah air India

tidak hanya wajar, namun memiliki pembenaran secara historis.55

Sebelum kemerdekaan Pakistan, proses sekuritisasi antara India dan Pakistan  

utamanya bersumber dari keinginan Muslim untuk mendapatkan kemandirian politik

dan kebudayaan. Setelah kemerdekaan, sekuritisasi utamanya terjadi karena klaim

territorial, isu status dan balance of power, klaim keterlibatan kedua Negara untuk

instabilitas yang terjadi satu sama lain, dan perbedaan yang mendasar dalam

konstitusi mereka. Banyak orang-orang Pakistan yang berpikir bahwa India dengan

konstitusinya yang sekuler dan federal bersama dengan warisan imperialnya berniat

untuk menyatukan seluruh Asia Selatan di bawahnya. Sementara itu, India

mengkhawatirkan Pakistan yang mengklaim diri sebagai rumah Muslim di Asia

Selatan akan merusak tatanan multikulturalitas di negaranya sendiri.56

Hubungan Dengan Level keamanan Global. Di level global, Kompleks  

keamanan Asia Selatan bukan merupakan teater utama Perang Dingin, namun tetap

dipenetrasi oleh superpower. Teori RSCT menyatakan bahwa, ketika terdapat

rivalitas antara global power, sebuah kompleks keamanan dalam mode formasi

konflik, cenderung akan menarik intervensi dari luar. 57

Perang Dingin menciptakan hubungan khusus antara India, Pakistan, China,  

dan AS. Pakistan sejak awal berusaha mengasosiasikan dirinya sendiri dengan AS,

dan selanjutnya China. Sejak pecahnya konflik perbatasan China-India, China dengan

jelas memberikan dukungannya kepada Pakistan. Dalam persaingannya dengan India,

China membangun hubungan diplomatic khusus dengan Pakistan yang diharapkan

dapat membatu China untuk membuat India dikepung dari dua arah, sehingga India

tidak dapat memusatkan kekuatan militernya jika perang benar-benar terjadi.

Pada tahun 1950-an Pakistan sukses menjadi bagian dari jaringan AS dalam

aliansi containment. Meskipun hubungannya dengan AS mengalami pasang surut,

terutama sejak tahun 1970-an karena isu proliferasi nuklir, Pakistan mendapatkan  

55 Kaplan. Op. Cit., hal. 9 56 Buzan dan Weaver. Op. Cit., hal. 102 57 Ibid., hal. 104

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 62: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

48  

Universitas Indonesia

 

 

     

dukungan AS lagi di tahun 1980an sebagai sekutu AS melawan pendudukan Soviet di

Afghanistan. Dukungan AS terhadap Pakistan selama perang Dingin ini membuat AS

menjadi objek sekuritisasi India dan asosiasi India-Soviet mulai terventuk di tahun

1960-an. Dengan begini, perpecahan local di Asia Selatan terkait dan didorong oleh  

pola rivalitas global AS-Soviet dan China-Soviet.      

II.2.2 Kompleks ke amanan Asia Selatan Setelah Perang Dingin  

Paska Perang Dingin, Buzan merancang dua skenario masa depan kompleks

keamanan Asia Selatan. Skenario pertama merupakan kontinuitas dari kondisi

kompleks keamanan Asia Selatan selama perang Dingin, dan skenario kedua

merupakan skenario terjadinya transformasi kompleks keamanan Asia Selatan, baik

secara internal maupun eksternal.58

Keberlanjutan Status Quo dari Asia Selatan dapat dilihat pada dimensi Pola

Amity/Enmity dan struktur anarki kompleks keamanan Asia Selatan. Dari segi pola

amity/enmity, pola permusuhan dan saling curiga di Asia Selatan tidak mengalami

perubahan. Bahkan tensi antara India dan Pakistan, bukan hanya bertahan, namun

semakin tereskalasi. Kepemilikan senjata nuklir oleh kedua Negara merupakan

kekhawatiran utama. Pakistan mendapatkan asistensi dari China dalam

pengembangan nuklir, dan India kemungkinan dari Israel. Posisi Negara-negara lain

terhadap India pun tidak banyak berubah, dan saling curiga satu dengan yang lainnya

masih belum menghilang.

Dari segi struktur anarki, berakhirnya Perang Dingin tidak mengakselerasi

penguatan SAARC sebagai rezim keamanan utama di Asia Selatan. Pada Desember

2003, SAARC merayakan ulang tahun ke-18. Akan tetapi, tidak tampak adanya  

antusiasme di jalan-jalan ibukota di Asia Selatan. Harapan tinggi yang dimunculkan

pada pertengahan 1980-an mengenai kerja sama regional Asia Selatan bahkan belum

terbentuk meskipun hanya sebagian.59 SAARC sebagian besar masih dianggap

sebagai sarana lip service semata, sebuah institusi untuk “menyapu semua    

58 Ibid., hal. 106 59 Athiur Rahman. Op.Cit.,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 63: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

49  

Universitas Indonesia

 

 

     

permasalahan ke bawah karpet”. Bilateralisme masih merupakan hal ayng utama di  

kawasan.  

Sebaliknya, tanda-tanda transformasi internal dapat dilihat terutama dari segi

dimensi Polaritas. Struktur polaritas yang bertahan selama Perang Dingin di Asia

Selatan perlahan-lahan berubah. Pakistan yang menuju ke arah negara gagal

nampaknya telah kalah bersaing oleh India yang memperlihatkan performa ekonomi

yang impresif. Hal ini menyebabkan bipolaritas di Asia Selatan dipertanyakan dengan

India yang menjadi lebih hegemonik, atau terjadi perubahan menjadi unipolar.

Bahkan dengan pemerintah yang sangat korup dan berantakan, Pakistan disebut

menuju ke arah failing state. Hal ini diperparah dengan masuknya kelompok Taliban

dari Afghanistan ke wilayah Pakistan untuk mendapatkan dukungan dan melindungi

diri dari keberadaan AS di Afghanistan, meskipun Pakistan dipaksa AS untuk

bergabung dalam Perang melawan terorisme dan memaksa pemerintah Pakistan

meninggalkan sekutu Talibannya. Terjadinya kekerasan terbuka antara Suni, Syi‟ah

dan Kristen juga menjadi hal harus disekuritisasi Pakistan.60 Kesenjangan power

sangat besar antara India dan Pakistan dengan mudah dilihat dari semakin

meningkatnya perbedaan jumlah pengeluaran militer dari tahun ke tahun. Jika pada

tahun 1991 pengeluaran militer Pakistan masih mencapai sekitar 1/3 dari pengeluaran

militer India, pada tahun 2005 pengeluaran militer Pakistan hanya mencapai 1/7-nya.                                            

60 Buzan dan Weaver. Op.Cit., hal 107

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 64: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

50  

Universitas Indonesia

 

 

         

35000    

30000    

25000    

20000      

15000  

 

 India    

Pakis  tan    

10000    

5000    

0            

Diagram II.1 Perbedaan pengeluaran militer India dan Pakis tan dari tahun 1991 -2005

dalam juta US$, nilai kurs 2010 (Sumber data: SIPRI Fact Sheet, dengan editan penulis )

   

Dari segi batasan geografis kompleks keamanan, periode setelah Perang Dingin

hingga awal tahun 2000-an masih menunjukkan kontinuitas atau tidak adanya

perubahan. Kita bisa melihat ini dari kontinuitas dalam level interregional mengenai

Superkompleks Asia, terutama hubungan antara India, China, dan Pakistan. China

nampaknya tetap berusaha menjadikan Pakistan sebagian mengikat kekuatan India,

sehingga India tidak akan menyebabkan masalah bagi China.61 Akumulasi power

India yang terus melangkah untuk menggapai status great power memberikan

kemungkinan transformasi eksternal kompleks keamanan di Asia Selatan. Impresif-

nya pertumbuhan ekonomi India menunjukkan power yang semakin meningkat.

Meskipun menurut Buzan batasan kompleks keamanan Asia Selatan cenderung stabil,

namun kepentingan kompleks keamanan Asia Selatan secara keseluruhan cenderung

berkurang bagi India. India telah melangkah untuk mendapatkan great power

credentials di Asia. India bahkan turut diundang untuk turut bergabung dalam ARF.    

61 Ibid.,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 65: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

51  

Universitas Indonesia

 

 

     

Dalam level global, pola intervensi aktor luar di Asia Selatan cenderung berlanjut.

Namun, dengan terjadinya serangan 9/11, AS mulai mengintensifkan kerja sama

dengan India dan menempatkan Pakistan sebagai rekan dalam perang melawan

terorisme, sementara China masih terus menjalin kerja sama dengan Pakistan sebagai

mitranya “menjaga” India di Asia Selatan.62 Hal inilah yang menyebabkan intensitas

interaksi keamanan antara Asia Selatan dengan Asia Timur semakin menguat, dan

membuka peluang transformasi kompleks keamanan sebagaimana yang terjadi di

Asia Timur setelah perang Dingin, yang akan dijelaskan secara lebih lanjut di bawah.    

II.3 Kompleks Keamanan Asia Tenggara dan Asia Timur Laut  

Sebelum dan selama perang dunia II, kekuatan Jepang dan ambisi imperialnya

menghubungkan Asia Timur Laut dan Tenggara menjadi satu kawasan keamanan.

Selama Perang Dingin, pola keamanan regional di Asia Timur sangat dipengaruhi,

namun tidak sepenuhnya di bawah kedua superpower. Hal ini menyebabkan

kompleks keamanan Asia Tenggara dan Asia Timur Laut menjadi dua kompleks

keamanan yang berbeda.63  

Menurut Mak, Asia Pasifik dapat dianggap sebagai dua sub region yang

berbeda (Asia timur laut dan Asian tenggara) yang memiliki prioritas strategis dan

problem yang berbeda. Asia timur Laut dapat dideskripsikan menggunakan perspektif

neo-realis, sementara Asia Tenggara bersikap lebih cenderung kepada neoliberal

institusionalis.64

Situasi Perang Dingin di Asia Timur (khususnya Timur Laut) parallel dengan

yang terjadi di Eropa, yaitu sebagai frontline dari rivalitas superpower, dengan

penempatan kekuatan superpower di beberapa Negara. Hanya saja, Asia Timur tidak

sepenuhnya mengalami overlaid seperti yang terjadi di Eropa, dinamika keamanan

lokal masih aktif di bawah jubah Perang Dingin. Perang Dingin membagi Korea,

China, dan Vietnam yang mengakibatkan perang-perang lokal Taiwan, Korea Selatan    

62 Ibid., 63 Ibid., 64 J.N. Mak. “The Asia Pacific Security Order” dalam “Asia Pacific in the New World Order”. (USA: Routldge, 1998)

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 66: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

52  

Universitas Indonesia

 

 

     

dan Jepang masuk ke dalam konsep Aliansi yang dibentuk AS untuk membendung

komunisme. Setelah tahun 1960, China berpartisipasi dalam rivalitas tiga arah dengan

AS dan US. China juga memainkan peran signifikan di Asia Tenggara, bersaing

dengan Vietnam.65

   

II.3.1 Kompleks Keamanan Asia Timur Laut  

Dinamika keamanan di Asia Timur Laut pada saat Perang Dingin sebagian

besar berlangsung di level domestik (Perang sipil China) dan level global

(Pendudukan AS di Jepang, dan pendudukan bersama AS dan US di Korea. Hingga

berakhirnya Perang Sipil China dan mundurnya AS dan US dari Korea dan

dilepaskannya Jepang dari pemerintahan pendudukan, penetrasi superpower masih

sangat kuat, bahkan hampir mencapai overlaid. Keberadaan pasukan AS di Jepang

(Lewat Traktat Keamanan AS dan Jepang tahun 1951) dan Korea Selatan (Perang

Korea), serta China dan Korea Utara sebagai Sekutu US. Perang Korea menjadi titik

utama pembagiann Timur-Barat di Kawasan, dan diperkuat lagi dengan intervensi AS

dalam perang sipil China dengan mendukung secara penuh kemerdekaan Taiwan.

Batas garis-garis containment di kawasan antara lain Selat Taiwan, Laut Jepang, dan

Perbatasan Korea. Tahun 1960, China melepaskan dari dari aliansi US dan mengejar

atatus sebagai great power sebagai oposisi terhadap kedua superpower. Meskipun

kekuatan militernya tidak dapat menyaingi baik AS maupun US, China dianggap

secara serius sebagai ancaman ideologis dan strategis oleh kedua superpower.66  

Namun di bawah imposisi rivalitas level global ini, dinamika keamanan

regional asli terap beroperasi. Salah satu dimensinya adalah peninggalan Perang

Dunia II yang belum terselesaikan, dan sebagian besar adalah ketakutan dan

ketidaksukaan publik terhadap Jepang oleh China kedua Korea. Ketiga Negara

tersebut menyimpan memori buruk terhadap Jepang, dan hanya karena provokasi

sekecil apapun dapat menyebabkan diplomasi retoris mereka tereskalasi menjadi

sekuritisasi kemungkinan remiliterisasi Jepang, atau instnsi untuk menghidupkan    

65 Buzan dan Weaver, Op. Cit. hal. 128-129, 66 Ibid., hal. 131

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 67: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

53  

Universitas Indonesia

 

 

     

struktur hegemonic pra-1945. Selain itu, sengketa territorial antara China, Jepang,

dan Korea juga menjadi latar belakang regional dalam konflik yang ada. Perang

Dingin juga menciptakan dinamika keamanan lokal yang pada akhirnya menjadi

mandiri dari Perang Dingin itu sendiri. Hal ini terutama dapat dilihat dari

pembentukan dua Korea dan dua China (RRC dan Taiwan). 67

   

II.3.2 Kompleks Keamanan Asia Tenggara  

Di Asia Tenggara, dekolonisasi memproduksi formasi konflik tipikal post

kolonial. Sebagian besar terdiri dari Negara lemah, namun karena kebanyakan

Negara-negara ini memiliki akar sejarah yang cukup solid, Negara-negara modern

dan tahan lama segera muncul. Seperti Timur Tengah, kompleks keamanan ini segera

dimasuki oleh kekuatan luar. Asia Tenggara muncul sebagai sebuah kawasan yang

penuh dengan konflik dalam proses dekolonisasi. Filipina di tahun 1946, Indonesia di

1949, Burma 1948, Kamboja pada 1963, Laos dan Vietnam pada 1954, Malaya pada  

1957, dan Singapura pada 1965. Sejak awal proses dekolonisasi ini sangat

dipengaruhi oleh pertarungan ideology komunis dan anti komunis, yang bertahan

secara efektif hingga berakhirnya Perang Dingin. 68

Penetrasi level global dalam kompleks keamanan Asia Tenggara yang baru

terbentuk sangat besar, sehingga dinamika keamanan asli Asia Tenggara sulit

dibedakan. Hal ini bisa dilihat dari masuknya pasukan AS secara besar-besaran antara

1962 dan 1973, dan pembangunan markas militer superpower di Vietnam (AS dan  

US), Filipina (AS), Thailand (AS). Namun, diamika keamanan asli regional tetap

saja ada dan signifikan.69

Secara geografis dan kultural, Asia Tenggara dapat dibagi menjadi dua sub-

kawasan yang berbeda, yaitu Asia Tenggara daratan dan Asia tenggara maritim.70

Burma dapat didebatkan sebagai anggota kesepuluh, namun dalam konteks keamanan        

67 Ibid., hal. 132 68 Ibid., hal. 133 69 Ibid., hal. 134 70 Sahas rabuddhe. Op.Cit. hal. 6,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 68: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

54  

Universitas Indonesia

 

 

     

dapat lebih akurat dideskripsikan sebagai buffer state, atau zona keamanan relative

antara kompleks keamanan Asia Selatan dan Asia tenggara.71

Perang Dingin sangat berpengaruh pada pembentukan struktur polaritas di

Asia tenggara, apalagi karena salah satu proxy war utama, yaitu Perang Vietnam.

Bipolaritas dengan latar belakang rivalitas ideologi akibat Perang Dingin

mendominasi Asia tenggara. Kompleks keamanan Asia Tenggara selama Perang

Dingin terdiri dari Sembilan Negara yang terbagi dalam dua kelompok: kelompok

pertama merupakan kelompok komunis, berorientasi Soviet, dan didominasi oleh

Vietnam (Vietnam, Laos, Kamboja); dan kelompok non-komunis, kelompok

berorientasi Barat yang terdiri dari enam Negara yang sejak 1967 membentuk

Association of Southeast Asian Nations (Malaysia, Singapore, Philippines, Indonesia,

Thailand, dan sejak 1984, Brunei).72 Setelah kekalahan AS di Vietnam, peran Negara-

negara yang masuk dalam blok AS di kawasan menjadi berkurang, dan memaksa

ASEAN untuk mengambil peran yang lebih aktif melawan ekspansionisme Vietnam.

Burma tetap inward looking dan terisolasi selama Perang Dingin, dan menjadi

insulator antara Kompleks keamanan Asia Selatan dan Asia Tenggara. Namun hal ini

tidak terjadi di Indochina. Ekspansionisme komunis Vietnam yang sangat besar di

Indochina dan dominasinya terhadap Laos dan kamboja menyebabkan penyebab

utama. Thailand berhadapan secara langsung dengan “trio komunis” (Vietnam, Laos,

Kamboja) sepanjang perbatasan dengan Laos dan kamboja. Hal ini merupakan sebuah

rivalitas yang mengkombinasikan antara rivalitas tradisional Thai-Vietnam dan

pengaruh Perang Dingin yang sangat besar.73

Sebelum terbentuknya ASEAN, Asia Tenggara memiliki pola formasi konflik

yang cukup mencolok. Pola konflik formasi ini mulai berubah yang dimulai dengan

pergantian kekuasaan di Indonesia sejak 1965, yang merubah politik konfrontasi

menjadi kebijakan untuk mempromosikan stabilitas regional untuk mendorong

proyek pembangunan ekonomi berskala regional (namun terkontrol secara nasional).    

71 Barry Buzan. The Southeast Asian Security Complex dalam Contemporary Southeast Asia , Vol. 10, No. 1 (June 1988), 72 Ibid., hal. 4 73 Buzan dan Weaver., Regions and Power. Op. Cit., hal. 135

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 69: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

55  

Universitas Indonesia

 

 

     

Pada tahun 1967, Malaysia, Singapura, Filipina, Indonesia, dan Thailand sepakat

membentuk ASEAN pada 1967 dimana mereka mulai membangun rezim keamanan

sub-regional.74 Negara-negara anggota ASEAN berhasil menahan konfilik-konflik di

antara mereka, dan secara efektif membentuk rezim keamanan regional yang lemah.

ASEAN berhasil mendorong dua perjanjian penting yang menjadi dasar untuk

mencapai stabilitas regional. Pertama adalah Treaty of Amity and Cooperation di Asia

Tenggara, yang ditandatangani langsung oleh kepala pemerintahan negara-negara di

ASEAN pada 24 Februari 1976. Perjanjian ini menaruh dasar-dasar hubungan antara

negara di kawasan dan terbuka untuk negara-negara lain di luar kawasan yang ingin

bergabung. Perjanjian kedua adalah Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone

Treaty, yang ditandatangani pada Desember 1995, yang meminta komitmen semua

negara ASEAN untuk tidak "mengembangkan, memproduksi atau menerima,

memiliki atau mengontrol senjata nuklir; menempatkan atau mengangkut senjata

nuklir dengan cara apapun; atau melakukan uji coba senjata nuklir" di Asia

Tenggara.75

Negara-negara postcolonial membawa stuktur politik yang serupa dengan  

masa pra kolonial yang menghasilkan resonansi sekuritisasi berlatar historis di antara

mereka. Di masa-masa awal kemerdekaan menciptakan pola enmity atau permusuhan

yang kuat di Asia Tenggara. Thailand dan Vietnam Utara terseret dalam rivalitas

antara Kamboja dan Laos, dan Kamboja melawan hegemoni Vietnam. Antara 1963

hingga 1066 Indonesia mengancam untuk menghancurkan federasi Malaysia baru,

dan bergesekan dengan Singapura. Selain itu, terdapat pula sengketa territorial antara

Filipina dengan Malaysia terkait wilayah Sabah.76

Namun, seiring dengan berkembangnya ASEAN, pola enmity di antara  

Negara-negara Asia Tenggara perlahan-lahan dapat ditekan. Hal ini disebabkan

meningkatnya kesadaran bahwa stabilitas regional merupakan prakondisi wajib untuk

pembangunan nasional masing-masing negara. Pola enmity tersebut perlahan-lahan      

74 Ibid., hal. 134 75 Sahas rabuddhe. Op.Cit., hal. 7 76 Buzan dan Weaver. Regions and Power. Hal. 134

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 70: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

56  

Universitas Indonesia

 

 

     

dialihkan menjadi kerja sama pembangunan dan pengurangan kecurigaan satu sama

lain dengan ASEAN sebagai mekanisme confidence building measures (CBM).    

II.3.3 Level Interregional  

Dalam level ini, ada lima hal yang dapat dipertimbangkan. Pertama adalah

hubungan antara Asia Tenggara dengan Pasifik Selatan. Hal ini sebagian besar terdiri

dari traktat pertahanan antara Australia dan Selandia Baru dengan negara-negara Asia

Tenggara. Kedua, adalah sengketa territorial yang tidak terselesaikan antara Jepang

dan Uni Soviet terhadap empat pulau kecil di sebelah utara Hokkaido. Ketiga adalah

sisa-sisa ketakutan dan ketidaksukaan terhadap Jepang yang dimiliki Negara-negara

yang pernah diokupasi Jepang sebelum dan selama Perang Dunia II. Keempat adalah

hubungan terhadap Asia Selatan yang meliputi sengketa perbatasan India-China dan

aliansi China dengan Pakistan. Yang terakhir, dan juga yang paling utama dalam

analisis RSCT, adalah hubungan antara Asia Timur Laut dan Asia Tenggara. 77  

Hubungan antara Asia Tenggara dan Asia Timur Laut disebabkan oleh

spillover dari Utara ke Selatan, terutama karena keterlibatan langsung China di Asia

Tenggara. Hubungan ini serupa dengan peran China di Asia Selatan. Namun,

dibandingkan dengan Asia Selatan, pola keterlibatan China di Asia Tenggara

menunjukkan hubungan interregional yang lebih kuat. Keterlibatan China di Asia

Tenggara terutama disebabkan oleh konfliknya terhadap kekuatan lokal, yaitu

Vietnam, dan aliansi dengan aktor lokal lain (Thailand, Khmer Merah).78  

Rivalitas keduanya dapat ditelusuri dalam sejarah ribuan tahun resistensi

terhadap pendudukan kerajaan China di Vietnam. Selama perjuangan Vietnam utara

melawan AS yang berusaha membuat Vietnam tetap terbagi dua, solidaritas komunis

dan anti Amerika menutupi perbedaan lokal dan China dianggap sebagai sekutu

Vietnam Utara. Namun, setelah Vietnam kembali bersatu dan mulai menguasai Laos

dan Kamboja, dinamika keamanan level regional kembali aktif. China, bersama

dengan Negara-negara ASEAN dan Barat sangat menentang pendudukan Vietnam    

77 Ibid., hal. 136 78 Ibid., hal. 137

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 71: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

57  

Universitas Indonesia

 

 

     

terhadap Kamboja. China mendukung pasukan Khmer Merah selama masa

pendudukan Vietnam dengan pasokan senjata dan bekerja sama dengan Thailand

dalam kasus ini. Selain Vietnam, beberapa negara lain di Asia Tenggara memiliki

alasan historis yang kuat untuk melihat China sebagai ancaman.79

Kesamaan terakhir dengan Asia Selatan adalah klaim China secara langsung

terhadap teritori di kawasan. Bahkan, klaim teritori dan kedaulatan China di Asia

Tenggara berada tepat di Asia Tenggara, yaitu Laut China Selatan, wilayah kepulauan

Paracels dan Spratly. Konflik ini melibatkan secara langsung Vietnam dan Filipina

yang juga mengklaim wilayah tersebut sebagai milik mereka. Berbagai konflik militer

terjadi antara China dan Vietnam di Kepulauan Spratly di tahun 1988, dan klaim

China ini memaksa Vietnam dan Filipina memperkuat posisi militer mereka di

Spratly.    

II.4 Pasca Perang Dingin: Munculnya Kompleks Keamanan Asia Timur  

Tidak seperti di Asia Selatan, berakhirnya Perang Dingin di Asia Timur

memberikan dampak besar. Di Asia Tenggara mundurnya kekuatan Soviet dan

ditariknya pasukan AS memfasilitasi pergeseran dari bipolarisasi konfliktual menjadi

rezim keamanan. Di Asia Timur Laut, ketegangan di Semenajung Korea berlanjut,

dan Jepang masih menjadi rekan subordinat dari AS. Berakhirnya Perang Dingin

memberikan keleluasaan dan ruang gerak lebih bagi China untuk meningkatkan

pengaruh dan power di kawasan, sehingga membuka jalan untuk terjadinya

transformasi eksternal dalam arsitektur keamanan di Asia Timur, yaitu bergabungnya

Negara-negara di Asia Timur dalam sebuah kompleks keamanan tunggal. Momen

utama yang menjadi penanda berlangsungnya hal ini adalah pembentukan ARF pada

1994-5.80

Pada tahun 2000, ASEAN memenuhi targetnya yaitu bergabungnya semua

Negara di Asia Tenggara dalam keanggotaan. Berakhirnya masalah Perang Dingin

dan isu kebangkitan China yang semakin menguat, dinamika kawasan yang    

79 Ibid., 80 Ibid., hal. 144

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 72: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

58  

Universitas Indonesia

 

 

     

konfliktual perlahan menghilang. ASEAN semakin berusaha merangkul Burma,

karena kekhawatiran di ASEAN bahwa pengisolasian Burma hanya akan

meningkatkan kedekatan junta militer Burma dengan China. Sementara itu, di Asia

Timur Laut, pola dinamika keamanan lokal Pasca perang Dingin tidak banyak

berubah. Namun interdependensi keamanan dengan Asia Tenggara semakin

meningkat, hingga di titik kuatnya hubungan interregional AsiaTimur Laut dan Asia

Tenggara berubah menjadi penyatuan kedua kompleks keamanan tersebut.

Superkompleks Asia pun menjadi terdiri dari dua kompleks keamanan: kompleks

keamanan Asia Timur dan kompleks keamanan Asia Selatan.81  

Munculnya kompleks keamanan Asia Timur ini dapat dilihat dalam dua cara

yang berbeda. Pertama, kompleks Asia Timur yang berpusat pada China, muncul dari

Perang Dingin dan hubungan keamanan antara China dan Asia tenggara. Dengan

hilangnya Soviet dari arena hubungan politik militer antara China dan Asia Tenggara

menjadi semakin penting, memicu pertumbuhan hubungan dinamika keamanan

politik militer di Asia Tenggara dan Asia TImur Laut. Kedua, adalah Asia Timur

yang berpusat pada Jepang, yang muncul dari hubungan ekonomi Asia Timur yang

mulai menguat selama tahun 1980-an.82

Batasan Geografis. Keberadaan ARF secara simbolis memperlihatkan penyatuan

kawasan Asia Timur Laut dan Asia Tenggara menjadi kompleks keamanan Asia

Timur. Kompleks keamanan Asia Timur ini mencakup seluruh Negara di kawasan

Asia timur laut (China, Jepang, Korea Selatan dan Utara, Taiwan), seluruh negara

anggota ASEAN, dan termasuk pula Australia dan Selandia Baru. Namun karena

peran dari ASEAN, ARF menjadi jauh lebih efektif untuk mengikat kekuatan utara,

terutama China dan Jepang, ke Asia Tenggara dibandingkan mengikat Asia Tenggara

ke dinamika Asia Timur Laut. Taiwan bukan anggota ARF, dan hal ini mengekslusi

salah satu konflik kunci di Asia Timur Laut dari agenda ARF. Selain itu, krisis di

semenanjung Korea juga masih tidak tertangani ARF.83      

81 Ibid., 82 Ibid., hal. 156 83 Ibid., hal. 160

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 73: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

59  

84 Ibid., hal. 157 85 Ibid., hal. 158

Universitas Indonesia

 

 

     

Polaritas. Pada akhir akhir 1990, kehilangan dukungan eksternal (dari Soviet)

memaksa Vietnam meninggalkan konfrontasi Militer langsung dengan China, dan

mencari tempat dalam ASEAN yang terus berkespansi. Menghilangnya kekuatan

Soviet dari Asia Tenggara di akhir 1980an melemahkan posisi Vietnam. Pada tahun

1988 dan 1989 Vietnam menarik mundur pasukan mereka dari Laos dan Kamboja.

Vietnam menjadi aktif bergabung di ASEAN pada 1995 sebagai langkah yang

dipandang terbaik untuk menghadapi China dalam jangka panjang. Hal ini secara

efektif mengakhiri konflik bipolar di Asia Tenggara, dan membuka jalan bagi

ASEAN untuk menyatukan sub-kawasan berdasarkan prinsip-prinsip kedaulatan dan

non-intervensi, meskipun bukan dalam bentuk aliansi militer. Pergeseran ini merubah

fokus stratagis (ASEAN) dari Kamboja dan perbatasan darat Sino-Vietnam menjadi

Laut China Selatan pada khususnya dan Asia Timur yang lebih luas pada umumnya.84

Selama Perang Dingin, asertifitas terirotial China di Laut China Selatan

terutama diarahkan terhadap Vietnam, namun juga mempengaruhi Brunei, Malaysia,

Filipina, dan Indonesia. China terus menggunakan kekuatan bersenjata untuk

mengokupasi kepulauan Spratly dan pada 1994 mengokupasi Mischief Reef, yang

sejak lama diklaim Filipina. ASEAN gagal mengambil posisi yang kuat menghadapi

gerakan China ini.85

Kegagalan ASEAN untuk menjadi counterweight bagi China ini akhirnya  

membuat ASEAN meluaskan focus strategis regional dengan China sebagai pusatnya.

ASEAN pasca Perang Dingin tidak dapat lagi hanya terbatas di Asia Tenggara saja.

ASEAN ingin melakukan pendekatan dengan China, tidak hanya bersama seluruh

Asia Timur, namun seluruh Pasifik, bahkan dalam konteks global. ASEAN Regional

Forum (ARF) yang dibentuk pada tahun 1994 menjadi kendaraan utama untuk

melaksanakan agenda ini. ARF menghubungkan power menengah dan kecil di

ASEAN bersama dengan rekan dialog mereka yaitu AS, Jepang, China, Rusia, Korea

Selatan, Australia, Selandia Baru, Papua Nugini, dan Uni Eropa. Jepang memainkan

peran yang signifikan dalam pengembangan ARF ini. ARF mengikat Jepang dan

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 74: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

60  

Universitas Indonesia

 

 

     

China dalam kerangka kerja institusional, mengizinkan Jepang untuk mengatasi

masalah historis, China untuk mengatasi masalah ketakutan Negara-negara

tetangganya, dan keduanya untuk berusaha menghindari perilaku balancing terhadap

satu sama lain yang mencurigakan. Sebuah usaha dari Jepang untuk meningkatkan

dimensi keamanan dalam hubungannya dengan ASEAN mendapatkan respon yang

dingin, karena ASEAN terbukti tidak ingin memprovokasi China dengan tanda-tanda

aliansi anti-China. ASEAN lebih memilih cara mencoba merangkul China secara

diplomatis dengan membangu masyarakat internasional regional, memaksimalkan

keterlibatan power luar dalam kawasan, dan mencoba meluaskan rezim keamanan ala

ASEAN ke seluruh Asia Timur.86

Dilihat dari perspektif realis, ARF dapat dilihat dalam dua cara yang saling  

berlawanan, namun juga saling komplementer. Pertama, di permukaan, ARF

merupakan upaya kolektif Asia Timur untuk mensosialisasikan China menjadi

“tetangga yang baik” dengan memasukkannya dalam jaringan dialog. Aspek ini dapat

dilihat sebagai pendekatan terinstitusionalisasi terhadap China. Kedua, di bawah

permukaan, ARF dapat dilihat sebagai peletakan fondasi kolektif untuk balancing

terhadap China jika upaya sosialisasi gagal dan interpretasi terhadap perkembangan

China sebagai sesuatu yang berbahaya menjadi kenyataan.87

Struktur Anarki. Struktur anarki Asia Timur merupakan sesuatu yang cukup unik.  

Asia Timur tidak bisa dikatakan memiliki sebuah rezim keamanan yang kuat seperti

di Uni Eropa, namun Asia Timur (yang dipicu oleh ASEAN) mengembangkan pola

pengaturan keamanan yang tidak didasarkan pada konsensus yang mengikat, namun

lebih pada dialog dan membangun keprcayaan antara satu dan yang lainnya. Pendek

kata, di Asia Timur kita bisa melihat paradoks dari konsep rezim keamanan; di Asia

Timur, rezim keamanan tidak mengurangi derajat otonomi Negara-negara di

bawahnya seperti yang dapat kita lihat di Uni Eropa. ASEAN dan ASEAN Regional

Forum berdiri sebagai organisasi/kerangka kerja dengan promosi perdamaian dan

keamanan melalui diplomasi preventif, dialog, dan confidence building measures    

86 Ibid., hal. 158 87 Ibid., hal. 161

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 75: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

61  

Universitas Indonesia

 

 

     

(CBM) sebagai bagian dari tujuan mereka. Namun keduanya tidak dapat dilihat

sebagai organisasi keamanan atau mekanisme pencegahan konflik formal dalam

konteks yang lebih ketat. ASEAN bertindak sebagai "organisasi keamanan luna"

meskipun negara-negara anggotanya cenderung menolak "hard scurity

arrangements".

ARF pada dasarnya hanyalah forum untuk dialog keamanan dan confidence  

building, dibandingkan sebagai organisasi keamanan.88 Pada 1992, seluruh kepala

negara ASEAN mendeklarasikan bahwa ASEAN harus mengintensifkan dialog

eksternal dalam masalah politik dan keamanan sebagai upaya untuk membangun

kerja sama di antara negara-negara di kawasan pasifik. Dua tahun kemudian, ASEAN

Regional Forum didirikan. ARF didesain untuk meningkatkan dialog konstruktif dan

konsultasi masalah-masalah politik dan keamanan yang menyangkut kepentingan

bersama serta meingkatkan upaya menuju confidence building dan diplomasi

preventif di kawasan Asia Pasifik.89  

China yang pada awalnya tidak merasa nyaman dengan multilateralisme

dengan cepat menyesuaikan diri dengan ARF, karena melihat keuntungan ARF

sebagai prosedur lunak untuk menghindari konflik. China meningkatkan

partisipasinya di ARF dan CSCAP (the council for Security Cooperation in Asia

Pacific) pada tahun 1996 sebagai respon hubungan yang memburuk di Asia Timur

Laut dan dengan AS. 90

ASEAN berusaha keras menjaga kepemimpinan dalam ARF, meskipun  

Jepang dan AS terus menginginkan pengaruh yang lebih besar bagi diri mereka

sendiri. China dan India melihat keuntungan dari kepemimpinan ASEAN ini sebagai

mekanisme yang bagus untuk membatasi dominasi AS di ARF. Ada perdebatan

dalam ARF antara beberapa Negara Asia Timur (terutama Jeoang) yang

menginginkan AS tetap berada di kawasan untuk berperan seabagi penyeimbang    

88 Mikael Weis s man, Understanding the East Asian Peace Informal and formal conflict prevention and peacebuilding in the Taiwan Strait, the Korean Peninsula, and the Sout h China Sea 1990 -2008. (Univers ity of Gothenburg. Germany:2009) 89 ASEAN Regional Forum dalam Inventory of International Nonproliferation Organizations and Regimes (Center for Non Proliferation Studies : 2012) hal. 1 90 Buzan dan Weaver. Op. Cit., hal. 159

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 76: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

62  

Universitas Indonesia

 

 

     

China yang mana negara-negara di Asia Timur belum bersedia menyediakan

penyeimbang tersebut dari diri mereka sendiri, dan di sisi lain ada tendensi dari

ASEAN untuk tidak bertindak agresif terhadap China dan di saat yang sama tidak

terlalu mendukung kehadiran militer AS. Setelah krisis tahun 1997 yang melanda

ASEAN, Asia Timur Laut mendominasi kawasan Asia Timur yang semakin

disimbolisasikan oleh “ASEAN plus 3” (Tiga yang dimaksud adalah China, Jepang,

dan Korea Selatan) di mana ASEAN tidak lagi terlalu memainkan peran dominan.91

Pola Amity/Enmity. Dengan berakhirnya Perang Dingin dan semakin meningkatnya

peran ASEAN di Asia Timur, sebagian besar pola enmity lama dapat ditekan,

terutama di Asia Tenggara. Namun di Asia timur laut secara umum pola amity/enmity

tidak banyak berubah, konflik dua Korea nampak tidak mengalami perubahan dan

sengketa Taiwan tidak menemui penyelesaian. Kecurigaan historis satu sama lain

masih tetap terasa, meskipun upaya peredaman masih intensif dilakukan di ARF.

Perkembangan ini menyisakan sebuah pertanyaan besar: jika pertumbuhan power

China terus berlanjut, apakah China akan menjadi power yang agresif atau tetap

damai. Dengan China sebagai pemain yang semakin mengukuhkan status sebagai

great power, pandangan yang berbeda terhadap pertanyaan inilah yang akan

membentuk sebagian besar pola amity/enmity di Asia Timur.

Masalah mengenai kemungkinan “ancaman China” ini meluas di Asia Timur.  

Terdapat dua pandangan utama yang mendukung kekhawatiran ini. Pertama adalah

ide bahwa China sebagai kekuatan Revisionis yang tidak terikat terhadap tatanan

internasional saat ini, dan bahkan memiliki ketidakpuasan dalam hal status, terirotial,

dan kawasan (terutama menyangkut masalah Taiwan). Kedua, China merupakan

model klasik modernisasi otoritarian yang tidak memiliki demokrasi dan rentan

terhadap (ultra) nasionalisme dan militerisme. Hal yang mendukung pandangan ini

adalah berlanjutnya tingkah laku agresif China dan ancaman penggunaan kekuatan

militer terhadap tetangganya –India, Filipina, dan Taiwan- dan berlanjutnya

kebencian yang bersifat historis terhadap Jepang.92    

91 Ibid., hal. 160 92 Ibid., hal. 157

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 77: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

63  

Universitas Indonesia

 

 

     

II.4.1 Level Interregional: Superkompleks yang terus berekspansi  

Setelah berakhirnya perang dingin, terjadi tren-tren yang menunjukkan

terintegrasinya dinamika superkompleks Asia yang berpusat pada China. Dinamika

politik militer yang mendorong terbentuknya kompleks keamanan Asia Timur yang

berpusat pada China sedemikian kuat untuk terus meluas melewati batasan Asia

Timur Laut dan Asia tenggara. Seperti yang Buzan katakana, terdapat kemungkinan

bahwa dinamika inter-regional yang menghubungkan kompleks Asia Timur dan

Selatan akan terus menguat, dan mentransformasi superkompleks menjadi kompleks

keamanan Asia yang solid.93  

Peran Burma sebagai insulator antara Asia Selatan dan Asia Tenggara juga

semakin mengalami erosi. Namun hal ini bukan disebabkan interaksi keamanan

antara Asia Selatan dan Asia Tenggara, melainkan kedekatan China dengan junta

militer Burma yang menyebabkan ASEAN dan India terus berusaha merangkul

Burma dan upaya India untuk melakukan naval balancing terhadap kehadiran militer

China di Burma. India yang juga sangat menaruh perhatian terhadap keberadaan

militer Jepang di Laut China Selatan, mengintensifkan kerja sama dengan Jepang dan

korea Selatan. Jepang dan Korea Selatan yang sangat tergantung pada suplai energi

dari luar yang melewati Samudera Hindia, mengharapkan Angkatan Laut India untuk

menjamin keamanan dalam perdagangan maritim mereka. Jepang juga waspada

terhadap pergerakan China di Laut China Selatan, telebih karena Jepang bergantung

pada transportasi laut untuk impor 90% energinya dan 60% bahan makanan. India

memiliki jalur minyak yang unik dari Sakhalin menuju Mangalore lewat jalur laut ini

dan India tidak ingin China mengontrol jalur perairan ini.94

Selain itu, selama 1990, Australia yang sebelumnya menjadi bagian dari  

Pasifik Selatan yang tidak terstruktur, juga turut tertarik dalam kompleks keamanan

Asia Timur yang berpusat pada China. Sebelumnya selama Perang Dingin, hubungan

Australia ke Asia Tenggara lebih dapat dilihat dalam konteks aliansi level global

yang dibentuk AS dan Inggris. Selama tahun 1990, Australia menjadi pemain  

93 Ibid., hal. 172 94 Rajaram Panda dan Sams ad Khan. China and the South China Sea: Future Power Projections dalam Indian Foreign Affairs Journal5 . 3 (Jul-Sep 2010): 305-323.

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 78: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

64  

Universitas Indonesia

 

 

     

terdepan dalam pembentukan APEC, fungsi sentral yang membuat AS tetap terlibat

di Asia Timur. Namun sejak tahun 1990, Australia mulai mengambil langkah mandiri

dan meningkatkan hubungan keamanannya dengan seluruh Asia. White Paper

pertahanan Australia pada 1994 menunjuk China sebagai sumber isu, dan pada

Desember 1995, Australia dan Indonesia memasuki perjanjian pertahanan.

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 79: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

65  

Universitas Indonesia

 

 

     

BAB III  

String of Pearls sebagai Variabel Polaritas Kompleks Keamanan Asia Timur      

Fenomena The Rise of China dicirikan oleh akumulasi kapabilitas ekonomi

dan militer China. Pertumbuhannya yang sangat besar di Asia Timur membuat

banyak pihak bertanya mengenai arah masa depan yang akan dipilih China, apakah

dia akan menjadi kekuatan revisionist atau menerima dan bergabung dengan status

quo yang ada. Sebagian besar jawaban dari pertanyaan ini nampaknya akan banyak

diprediksikan lewat perkembangan di matra laut.

Great power merupakan sebuah status yang dihasilkan dari kapasitas ekonomi

dan militer sebuah Negara. Dalam konteks memperoleh dan mendapatkan status great

power, tingkat kontrol sebuah negara merupakan jalur laut merupakan hal yang

sangat penting, karena melalui jalur laut inilah sebuah negara dapat menjaga dan

mengembangkan kapasitas perekonomiannya melalui ekspansi perdagangan, serta

meningkatkan akses ke negara-negara lain dengan keberadaan kekuatan lautnya.

Logika ini semakin menguat jika sebuah kebutuhan energi great power tersebut

berasal dari sumber yang jauh dan harus melalui jalur laut yang panjang sebelum

mencapai tanah air. Energi merupakan faktor determinan dalam kelancaran proses

industrialisasi emerging economy seperti China.

Dengan logika seperti ini, tidaklah mengherankan jika China menempatkan

laut sebagai matra pertahanan prioritasnya. Modernisasi dan peningkatan kekuatan

angkatan laut China menunjukkan bahwa China serius untuk menjadi kekuatan laut

global. Hal ini dimulai, dengan menjadi kekuatan laut regional yang paling besar di

Asia.  

Bagi China, peningkatan kapabilitas kekuatan laut dengan yang bisa

menjangkau seluruh Asia menjadi kewajiban karena banyaknya titik-titik yang China

identifikasi sebagai ancaman bagi mereka. Di Asia Selatan, India yang mengalami

sejarah konflik dengan China telah meninggalkan Pakistan yang gagal mengimbangi

India dan mulai menunjukkan aspirasinya untuk menjadi regional power utama di

Asia. Di Asia Tenggara, sengketa Laut China Selatan menjadi hotspot utama yang

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 80: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

66  

Universitas Indonesia

 

 

     

dapat menjadi gangguan stabilitas kawasan. Keberadaan AS di Asia pun menghambat

China untuk memaksakan klaim kedaulatannya terhadap Taiwan. Jepang, yang masih

menjadi kekuatan ekonomi utama di Asia, mengidentifikasi berkembangnya China

sebagai ancaman. Belum lagi permasalahan choke point Selat Malaka di mana 60%

suplai energi China melalui perairan ini, menyebabkan China merasa sangat rentan

terhadap ketergantungannya di wilayah tersebut.

String of Pearls merupakan perwujudan dari meningkatnya pengaruh

geopolitik China di sepanjang Samudera Hindia. Dilatarbelakangi oleh isu keamanan

jalur energi China di Samudera Hindia, China mendapatkan akses (baik secara

politik, ekonomi dan militer) terhadap lokasi-lokasi strategis di Samudera Hindia

sehingga dapat meningkatkan relative power China di seluruh Asia. Concern yang

meningkat terhadap munculnya India sebagai regional great power di Asia Selatan

disebut menjadi salah satu penyebab utama munculnya String of Pearls ini. Tentu

saja, munculnya String of Pearls ini menimbulkan respon yang berbeda-beda dari

Negara-negara lain di Asia. India dan Jepang merupakan Negara yang sangat

menunjukkan kecurigaannya terhadap String of Pearls. Sementara itu, beberapa

Negara lain justru nampak menangguk keuntungan dari String of Pearls. Respon

terhadap String of Pearls inilah yang pada akhirnya membentuk pola-pola keamanan

tersendiri dan akhirnya meningkatkan interaksi keamanan antara Asia Selatan dan

Asia Timur

Dalam konteks RSCT, String of Pearls lebih merefleksikan meningkatnya  

power China yang diproyeksikan menembus batas Asia Timur, bahkan hingga ke

kawasan Asia Selatan. Oleh karena itu, String of Pearls dan respon yang diberikan

Negara-negara lain terhadapnya dapat dijelaskan sebagai variabel polaritas dalam

kompleks keamanan di Asia Timur. Munculnya String of Pearls berpotensi untuk

merubah struktur polaritas di Asia Timur dan Asia Selatan, yang sebagai kompleks

keamanan selama Perang Dingin hingga awal tahun 2000-an (sebelum istilah String

of Pearls mengemuka) telah banyak dipaparkan pada bab sebelumnya.

Dalam bab ini, kita akan melihat deskripsi dan anatomi String of Pearls secara  

lebih lanjut, respons Negara-negara di Asia Timur dan Asia Selatan terhadapnya, dan

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 81: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

67  

Universitas Indonesia

 

 

     

pada akhirnya melihat apakah String of Pearls mempengaruhi struktur polaritas

Kompleks Keamanan Asia Timur dan Asia Selatan. Hal ini dilakukan dengan metode

pengukuran polaritas yang telah dijelaskan sebelumnya pada bagian metodologi

penelitian Bab I.    

III.1 Peningkatan Kapabilitas PLAN  

Pada dasarnya, China tidak menginginkan tejadinya perang. Dengan

lingkungan eksternal yang damai dengan ciri-ciri interdependensi, dan rendahnya

ancaman perang besar (yang tercipta sejak runtuhnya Uni Soviet dan berakhirnya

Perang Dingin), China sangat diuntungkan dengan dapat befokus pada pembangunan

internal dan sambil menghindari konfrontasi langsung dengan AS dan yang lainnya.95

Peningkatan intensitas perdagangan dan kerja sama perekonomian dengan negara-

negara di Asia lain juga sangat berpengaruh positif pada perekonomian China, yang

pertumbuhan perekonomiannya terutama didasarkan kegiatan ekspor.

Namun, China tidak berharap bahwa kondisi seperti ini dapat berlangsung

selamanya. Bagaimanapun juga, China masih memiliki banyak masalah dengan

negara – negara tetangganya yang belum terselesaikan hingga saat ini. Sebagian besar

permasalahan tersebut merupakan sengketa territorial laut ataupun berada di seberang

lautan. Taiwan, Laut China Selatan, dan Kepulauan Senkaku adalah flash point

sengketa China dan negara-negara Asia lainnya. Ketiga persengketaan tersebut saat

ini masih menjadi concern keamanan utama China, dan Taiwan bisa disebut sebagai

prioritas utama kedaulatan maritime China.

Seiring dengan perekonomian China yang terus tumbuh, lautan menjadi

semakin memiliki nilai penting dalam kepentingan nasional China, terutama masalah

keamanan SLOC yang sangat vital dalam konteks perdagangan dan jalur suplai

energy China. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan-tujuan strategis China

(menjaga kekuasaan Partai Komunis, menjaga pertumbuhan dan pembangunan

ekonomi, mempertahankan kedaulatan nasional dan integritas territorial, mencapai    

95 Annual Report To Congress: Military and Security Developments Involving the People‘s Republic of China 2012 (Office of Secretary of Defens e. United States : 2012) hal. 2

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 82: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

68  

Universitas Indonesia

 

 

     

penyatuan nasional menjaga stabilitas internal, dan mengamankan status great power

China), China melakukan upaya-upaya peningkatan kapabilitas kekuatan laut China,

dalam hal ini terwujud dalam modernisasi PLAN secara besar-besaran.    

III.1.1 Strategi Maritim China  

Para teori kekuatan laut China mendefinisikan strategi keamanan maritime

mereka dalam konsep Three Island Chain. Konsep Three Island Chain juga

memperlihatkan tiga jangkauan kekuatan laut China. Ekspansi perdagangan maritime

dan SLOC China didasarkan pada kapabilitas, pengaruh, dan wilayah (kontrol) dari

wilayah litoral (brown water); zaona perekonomian yang lebih luas (green water);

dan wilayah oseanik atau samudra (blue water).

Three Island Chain memperlihatkan tiga lingkaran konsentrik wilayah sea-

control/denial China yang menjamin keamanan SLOC China. First Island Chain

memperlihatkan perimeter pertahanan in-shore (Jinan) dari China, yang meliputi

wilayah selat Taiwan, Bohai, Qiongzhou, dan Laut China Selatan. First Island Chain

ini dapat dianggap sebagai perimeter pertahanan akhir China, dan Taiwan masuk ke

dalam wilayaj ini.

Second Island Chain menjadi lingkaran operasi kedua di mana China dapat

memperlihatkan kapabilitas kekuatan lautnya yang membentang dari Kepulauan

Osawa-Gunto Jepang, melewati kepulauan Io-Retto hingga Kepulauan Mariana.

Second Island Chain sangat berhubungan dengan tujuan jangka pendek modernisasi

militer China yaitu untuk menyiapkan kekuatan yang dapat berhasil dalam konflik

jangka pendek dengan Taiwan dan berperan sebagai kekuatan anti-akses untuk

menangkal atau memperlambat intervensi kekuatan laut dan udara AS. 96                

96 You Ji, China‘s Naval Strategy and Transformation dalam Lawrence W.Prabhakar et.al, The Evolving Maritime Balance of Power i n the Asia-Pacific: Maritime Doctrines and Nuclear Weapons At Sea (Singapore: NTU Ins titute of Defence and Strategic Studies , 2006) hal. 71 (Singapore: World Scientific, 2006) hal. 75

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 83: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

69  

Universitas Indonesia

 

 

       

 

Gambar III.1 Three Island Chain (Sumber: Huang, Chinese Navy’s Offshore Active  

Defense Strategy      

Sumber ancaman utama China saat ini berada di kedua chain ini. AS memiliki

kekuatan besar di Pasifik Barat dan telah membentuk sistem markas militer di kedua

chain tersebut dengan postur strategis yang melibatkan Jepang dan Korea Utara

sebagai northern anchors, Australia dan Filipina sebagai southern anchors, dan

dengan Guam yang diposisikan sebagai forward base.97

Third Island Chain menjadi konsentrik pertahanan laut China terluar, wilayah

dari off-shore defense (jinhai) atau high-sea defense. Third Island Chain yang

mencakup seluruh samudera Hindia-Pasifik ini merupakan konsekuensi dari semakin    

97 Xu Qi. Maritime Geostrategy and the Development of the Chinese navy In the Twenty First Century. China Military Science (2004) dalam Naval War College Review, Autumn 2006, Vol. 59, No.4 (diterjemahkan oleh Andrew S. Ericks on dan Lyle J. Golds tein) hal. 57

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 84: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

70  

Universitas Indonesia

 

 

     

maraknya pelayaran sipil China (termasuk pelayaran perdagangan dan suplai energi).

Meningkatnya aktifitas pelayaran China ini menyebabkan China harus melindungi

mereka dengan kapabilitas angkatan laut.98 Menurut Xu Qi, karena integrasi global

dan interdependensi maritime antar negara dan kawasan, China berupaya meluaskan

pengaruh strategis dengan tendensi geostrategi maritim didorong oleh integrasi global

dan interdependensi maritim antar negara dan kawasan.99 China telah merancang  

strateginya pada tahun 1992 di mana PLA-General Logistic Department menjabarkan

langkah-langkah yang bervariasi, yaitu: i) kunjungan angkatan laut yang intens; ii)

penjualan senjata/asistensi ekonomi; iii) Proyek infrastruktur ekonomi-militer dengan

negara-negara littoral untuk fungsi ganda dan penempatan aset maritim lokal dan

China.100 Prabhakar menginterpretasikan ini sebagai upaya mewujudkan String of

Pearls China. Pembangunan pelabuhan di Myanmar dan Pakistan (Gwadar)

merupakan contoh utama dari pelaksanaan strategi high sea defense ini.101

   

III.1 2 Modernisasi PLAN  

Peningkatan kapabilitas dan modernisasi sistem persenjataan PLAN bukanlah

sebuah rahasia. Modernisasi ini sudah dimulai sejak tahun 1990-an, seiring dengan

semakin banyaknya kepentingan nasional China yang menyangkut kedaulatan dan

keamanan maritim. Dari tahun ke tahun, anggaran pertahanan China menunjukkan

tren peningkatan yang cukup tinggi, dengan transparansi yang masih dipertanyakan

komunitas internasional. Banyak organisasi yang melakukan penelitian dengan

metode yang berbeda-beda untuk mencari tahu seberapa besarkah pengeluaran militer

China yang sebenarnya, dan hasilnya sebagian besar lebih tinggi daripada angka

resmi yang dikeluarkan pemerintah China. Grafik di bawah ini menunjukkan          

98 W.Lawrence S. Prabhakar. China‘s ‗String of Pearls‘ in Southern Asia-Indian Ocean: Implications for India and Taiwan dalam M.J.Vinod, Yeong -kuang Ger, S.Y.Surendra Kumar . ed.(2009) Security Challenges in the Asia -Pacific Region: The Taiwan Factor (New Delhi: Viva Books International) pp39-60 99 Xu Qi. Op.Cit., 100 Prabhakar. Op. Cit., 101 Xu Qi. Op. Cit.,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 85: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

71  

Universitas Indonesia

 

 

     

perbandingan pertumbuhan anggaran militer China yang dilansir oleh Pemerintah  

China dan Defense Intelligence Agency AS.      

Diagram III.1: Pertumbuhan Anggaran Militer China dan Perkiraan Pengeluaran Nyata  

(Sumber: Annual Report To Congress, US Department of Defense, 2007)    

     

Untuk jangka pendek, modernisasi PLAN bertujuan untuk membangun

kekuatan sea-denial/anti-access untuk menangkal ataupun memperlambat kedatangan

armada laut dan udara AS jika konflik Taiwan terjadi. Taiwan yang berada di wilayah

First Island Chain memang masih menjadi concern teratas kedaulatan maritim

China. Hal ini dapat dilihat dari tulisan-tulisan di PLA Daily, Modern navy (Jurnal

Angkatan Laut China), dan di surat kabar China.

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 86: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

Universitas Indonesia

 

 

     

72                                    

Diagram III.2: Perbandingan tema-tema artikel di Modern Navy (Sumber: The Chinese  

Navy. Expanding Capabilities, Evolving Role . 2011  

Tidak heran jika Taiwan sering disebut sebagai faktor pendorong utama

modernisasi PLAN. Namun, kegiatan modernisasi PLAN nampaknya diararahkan

power projection yang lebih jauh daripada Taiwan. China berinvestasi pada dalam

program militer yang didesain untuk extended-range power projection. Tren

pengembangan kapabilitas militer China adalah faktor utama perkembangan

keseimbangan militer di Asia, yang dapat menyediakan China sebuah kekuatan yang

dapat operasi militer di Asia, memperluas pereimeter defensif China dan

meningkatkan kemampuannya untuk mempengaruhi SLOC regional. 102

Tabel III.1 dan III.2: Kekuatan Angkatan Udara dan Angkatan Laut China dan  

pers ebaran di wilayah Taiwan (Sumber: Annual report to Congress 2012 , Military and Security  

Development Involving People Republic of China )    

           

102 Annual Report to Congress: Military Power of the People‘s Republic of China 2007 . (Department of Defense. US: 2007) hal. 22

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 87: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

Universitas Indonesia

73    

 

       

   

Tabel III.3 Kekuatan Mis il China (Sumber: Annual report to Congress 2012 , Military

and Security Development Involving People Republic of China )

 

Power projection beyond Taiwan ini dapat dilihat pada komposisi

persenjataan dan armada baru China. Pengembangan Kapal selam nuklir China,

antara lain nuclear powered ballistic missile submarine (SSBN) Jin-class atau Tipe

094 dan nuclear powered attack submarine (SSN) Shang-Class atau tipe 093. Jin-  

class (Tipe 094) akan 12 submarine-launched ballistic missile (SLBM) tipe JL-2

yang memiliki jarak 8,000+ km, sehingga memungkinkannya menyerang wilayah AS

seperti Hawai, Alaska, California dan Minnesota. Shang-class (Tipe 094) memiliki

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 88: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

Universitas Indonesia

74    

 

     

kemampuan untuk antisurface warfare dengan jarak yang lebih jauh dari pantai

China dibandingkan dengan kapal selam diesel. Kapal selam ini merupakan senjata

utama untuk grup tempur aircraft carrier dan dukungan logistik mereka. Kedua kapal

selam ini akan memperluas jangkauan operasi kapal selam China, dan bahkan dapat

menjadi cornerstone untuk blue-water navy yang sebenarnya.103

Penempatan unit-unit peluncuran misil baru di berbagai lokasi di China juga  

dapat digunakan bukan hanya untuk Taiwan. PLA Secondary Artillery Corps

memodernisasi misil balistik jarak pendeknya. Mereka juga memperoleh medium-

range ballistic missiles (MRBMs) untuk meningkatkan jarak di mana mereka dapat

menghantam secara akurat target darat dan kapal laut, termasuk aircraft carriers,

yang beroperasi jauh dari pantai China melewati First Island Chain. Pada tahun 2015

China juga akan menmiliki intercontinental ballistic missiles (ICBM) yang bertipe  

road mobile DF-31A dan juga silo-based DF-5.104  

Pengembangan Aircraft Carrier China mungkin menjadi bukti paling

mencolok keinginan China untuk memiliki blue-water navy yang dapat beroperasi

jauh melewati First Island Chain dan Taiwan. Pada Maret 2009, Menteri Pertahanan

China (Liang Guanglie, mengumumkan bahwa China berencana untuk melengkapi

PLAN dengan dua aircraft carrier konvensional pada 2015. Carriers

merepresentasikan military power projection dalam arti yang paling mendasar, dan

nampak tidak kongruen dengan dengan kebijakan non-interferensi dalam hubungan

dengan negara lain.105 Dengan adanya aircraft carrier dalam jajaran armada laut  

China, maka teater operasi kekuatan militer China jelas tidak terbatas pada coastal

defense saja, namun dapat menjangkau wilayah Asia yang lebih jauh dengan postur

ofensif.            

103 Ronald O‟Rourke, PLAN Force Structure: Submarines, Ships, and Aircraft dalam Philip C. Saunders et.al..ed. The Chinese Navy: Expanding Capabilities: Expanding Roles (USA: National Defens e Univers ity Pres s , 2011) hal. 141-170 104 Ibid., 105 John Frewen. “Harmonious Ocean? Chines e Aircraft Carriers and Aus tralia -US Alliances .” JFQ issue 59, 4th quarter 2010 (USA: NDU Pres s )

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 89: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

Universitas Indonesia

75    

 

     

III.2 Penjelasan String of Pearls  

III.2.1Definisi dan Latar Belakang Teoritis  

String of Pearls pertama kali muncul pada tahun 2005 dalam laporan dalam

laporan "Energy Futures in Asia" yang disiapkan untuk Departemen Pertahanan AS

oleh konsultan yang berbasis di Washington, Booz Allen Hamilton. String of Pearls

adalah “untaian” pengaruh geopolitik China di Samudera Hindia. Masing-masing

pearls dalam String of Pearls adalah perwujudan pengaruh geopolitik atau kehadiran

China. Kepulauan Hainan, dengan fasilitas militer yang telah di-upgrade, adalah

sebuah "pearl." Sebuah bandara di kepulauan Woody, yang terletak di kepulauan

Paracel 300 nautical mil sebelah timur Vietnam, adalah sebuah “pearlǁ‖. Sebuah

kontainer fasilitas pengapalan di Chittagong, Bangladesh, adalah sebuah "pearl".

Pembangunan pelabuhan deep water port di Sittwe, Myanmar dan di Gwadar,

pakistan adalah sebuah "pearl”. Pelabuhan dan proyek konstruksi bandara, ikatan

diplomatik, dan modernisasi kekuatan bersenjata membentuk esensi String of Pearl

China.                                          

Gambar III. 2: String of Pearls China. (Sumber: Lawrence Spinetta, Countering The  

China’s String of Pearls With Land Based Air Power)  

String of Pearls didapatkan melalui kedekatan diplomatik dan kerja sama

China dengan negara-negara rekannya. Di Myanmar, misalnya, kedekatan China

dengan Junta militer Myanmar sudah berlangsung sejak lama. China seringkali

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 90: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

Universitas Indonesia

76    

 

     

memberikan bantuan perekonomian dan berinvestasi di Myanmar. Perusahaan-

perusahaan China mengerjakan proyek modernisasi pelabuhan di kita-kota pesisir

Myanmar. Saat ini, China memiliki fasilitas radar dan monitoring elektronik di

Myanmar. Pola yang sama juga terjadi di negara tempat pearls lain berada. China

mengedepankan pada kerja sama pragmatisme ekonomi serta jaminan non-

interferensi terhadap urusan-urusan dalam negeri negara tersebut.

Pemikiran kekuatan laut Alfred Thayer Mahan menjadi dasar utama strategi

String of Pearls China. Menurut Mahan, tidak ada Negara yang dapat menjadi great

global power tanpa memiliki kekuatan laut dan kapal dagang yang tangguh. Dalam

The Influence of Sea Power upon History, 1660-1783, Mahan membangun teori yang

menyebutkan bahwa perdagangan maritime, pengusaaan di seberang lautan, dan

akses special terhadap pasar asing akan memproduksi kesejahteraan dan kejayaan

nasional. Negara merkantilis akan memperoleh power melalui kontrol lautan;

superioritas kekuatan laut akan mengamankan produksi, transportasi, koloni, dan

pasar. Negara yang bergantung pada komunikasi maritime untuk kesejahteraan

namun tidak memiliki sea power yang kuat akan bergantung pada belas kasihan naval

great power.106 Mahan yang merupakan pemikir kekuatan laut dari AS pada masanya

menyarankan pada AS agar tidak hanya membangun armada merchant yang besar

namun juga kekuatan militer laut yang dapat mengontrol sea lines of communication.

Meskipun China tidak menunjukkan ketertarikan dalam koloni, pembangunan

ekonominya sangat bergantung pada merkantilisme bentuk baru.107  

Menurut Mahan, perdagangan, merchant dan kapal perang laut, serta markas di sebarang lautan merupakan tiga pilar utama pembentuk sea power. Ketiganya

merupakan pilar yang saling menopang.108 Memperbesar porsi sebuah negara dalam

perdagangan internasional akan memastikan performa perekonomian neggara      

106 Margaret Tuttle Sprout. Mahan: Evangelist of Sea Power dalam Mak ers of Modem Strategy: Military Thought from Machiavelli to Hitler, ed. Edward Meade Earle, 430-31 (Princeton: Princeton Univer s ity Pres s , 1943). 107 James Holmes dan Tos hi Yos hihara. The Influence of Mahan upon China‘s Maritime Strategy . Comparative Strategy 24 (March 2005), 23 108 Alfred Thayer Mahan, The Influence of Sea Power upon History, 1660 -1783 (Bos ton: Little, Brown, Dover, 1987 [1890]),71

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 91: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

Universitas Indonesia

77    

 

     

tersebut; stasiun atau markas yang tersebar di sepanjang jalur laut akan mendukung

aktifitas komersial; armada militer akan mempertahankan markas tersebut dan alur

perdangan, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan untuk membiayai

angkatan laut.109 Armada tempur yang kuat, menurut Mahan, seharusnya digunakan

untuk mendapatkan kontrol terhadap jalur laut strategis.dari saingan yang kuat dan

memastikan akses yang dominan terhadap jalur laut dan perdagangan yang mereka

lakukan.  

Penerapan dari pemikiran Mahan ini dapat dilihat dari apa yang dilakukan AS

pada masanya. Pada waktu itu, China dianggap sebagai sebuah pasar raksasa bagi

barang-barang produk AS sebagai bagian dari "kemajuan dunia".110 Namun,

kebijakan luar negeri yang Asian-Centered membutuhkan perhatian untuk kondisi-

kondisi yang dekat ke tanah air AS. AS perlu menggali kanal Isthmus membelah

Amerika Tengah, menghubungkan pantai timurnya dengan Asia lewat lautan. AS

juga perlu melindungi kanal tersebut, yang berarti mendapatkan markas militer laut di

Karibia, "Mediterania" Amerika. Oleh karena itu, Kekuatan militer laut, merupakan

hal yang utama bagi AS. Gerbang menuju wilayah Pasifik bagi AS adalah Isthmus;

komunikasi menuju Isthmus adalah Teluk Meksiko dan Laut Karibia.111

Hal yang cukup menarik dari pemikiran Mahan ini adalah, meskipun menaruh

penekanan yang sangat besar terhadap sea power di wilayah jalur laut strategis, yang

notabene merupakan nosi yang sering terdengar dari para realis, Mahan justru

menekankan pada pentingnya menjaga stabilitas dan perdamaian. Meskipun

pemikirannya terdengar agresif, Mahan menolak untuk dikatakan bahwa dia

mendorong terjadinya peperangan. Dia berkeras bahwa, karena "Perdagangan

disuburkan oleh perdamaian dan mundur karena perang," perdamaian merupakan

"kepentingan utama" bagi negara-negara penjelajah lautan.112 Angkatan laut

merupakan perdagangan dari aktifitas perdagangan maritim yang damai. Markas yang    

109Ibid., 110 Alfred Thayer Mahan. The Problem of Asia (Port Was hington, NY: Kennikat Pres s , 1970 [1900]), 15. 111 Alfred Thayer Mahan. Naval Strategy, Com pared and Contrasted with the Principles and Prac tice of Military Operations on Land (Bos ton: Little, Brown, and Company, 1911), 111. 112 Mahan. The Problem of Asia. Op.Cit., 42

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 92: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

Universitas Indonesia

78    

 

     

ditempatkan secara strategis di sepanjang SLOC perlu untuk memungkinkan kapal

perang beroperasi "ke depan".

Mahan mengidentifikasi enam karakteristik yang diperlukan bagi sebuah

negara untuk menjadi kekuatan maritime global:

(1) Posisi geografis: geografi maritime, koloni  

(2) Physical conformation

(3) Perpanjangan wilayah

(4) Populasi

(5) Karakter Nasional  

(6) Tipe pemerintahan113

     

Mahan juga mengidentifikasi lime titik geografis kunci yang krusial bagi untuk  

global maritime power:

(1) Selat Dover

(2) Gibraltar

(3) Selat Malaka  

(4) Tanjung Harapan  

(5) Kanal Suez114      

Pengaruh Mahan terhadap pemikiran keamanan China yang berate bbahwa

great power politic akan memainkan peran besar dalam strategi maritim China,

menurut Yoshiwara dan Holmes, bukan merupakan sebuah rahasia. Menurut mereka,

hal ini dapat dilihat dari dokumen-dokumen pertahanan China sertatulisan-tulisan dan

pernyataan dari para pemikir pertahanan China yang seringkali menyebutkan atau

merefleksikan pemikiran-pemikiran Mahan. China‘s National Defense 2004 (Kertas

Putih Pertahanan China) merupakan salah satu yang bisa dijadikan rujukan utama.

Dokumen tersebut menyebutkan bahwa perdamaian dan pembangunan akan menjadi

tema utama. Globalisasi akan mempercepat pertumbuhan ekonomi, kerja sama    

113 Tos hi Yos hihara dan James Holmes . As ia Looks Seaward 114 Ibid.,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 93: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

79  

Universitas Indonesia

 

 

     

ekonomi regional akan terus meningkat, dan interdependensi antar negara akan

semakin menguat. Namun, di sini lain, dokumen tersebut juga menunjukkan

bagaimana faktor-faktor ketidakpastian, instabilitas, dan ketidakamanan juga

meningkat. "Terjadi penyesuaian baru dan signifikan di antara negara-negara di

dunia," dengan " balance of power di antara pemain-pemain utama internasional"

mengalami pergeseran mendasar. dokumen tersebut juga menyebutkan bahwa

"tatanan politik dan ekonomi internasional yang adil dan rasional juga belum

terbentuk," di mana "perjuangan untuk titik-titik, sumber daya, dan dominasi yang

strategis terus terjadi dari waktu-ke waktu". Sebagai akibatnya, "faktor militer" akan

"memainkan peran yang lebih besar dalam konfigurasi internasional dan keamanan

nasional. Negara-negara akan mengejar transformasi militer melalui Revolution of

Military Affairs untuk ,engembangkan "persenjataan dan peralatan militer yang

canggih dan peletakan doktrin militer baru". Poin yang paling mencolok adalah,

untuk pertama kalinya mengarahkan People's Liberation Army (PLA) untuk

membentuk struktur kekuatan yang mampu "memenangkan komando di laut dan

udara." Dokumen tersebut memerintahkan Angkatan laut PLA (PLAN) untuk

memfokuskan energinya dalam membangun kapal perang baru, memberikan prioritas

spesial untuk pasukan amfibi, mendapatkan special purpose aircraft, dan penggunaan

maksimun untuk persenjataan akurat dan teknologi informasi.115  

Pemikir-pemikir pertahanan China dalam banyak kesulitan dan kesempatan

juga memperlihatkan dukungan mereka pada pemikiran Mahan sebagai landasan

strategi Maritim China. Contohnya bisa dilihat alam simposium mengenai "keamanan

jalur-laut" yang dilaksanakan di Beijing pada musim semi 2004. Banyak akademisi

mengutip poin-poin pemikiran Mahan yang terdengar paling agresif, yang

mendefinisikan komand laut sebagai "kekuatan yang sangat besar di laut yang

mampu mendorong keluar bendera musuh, atau memungkinkannya hanya muncul

sebagai seorang sandera; dan di mana, dengan mengontrol pemain-pemain umum

lainnya, menutup jalur di mana perdagangan bergerak dari dan menuju garis pantai    

115 Tos hi Yos hihara dan James Holmes . ―China and The Commons : Angell or Mahan? ǁ‖ World Affairs vol. 168, no. 4 Spring 200 6 hal. 172-191.

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 94: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

80  

Universitas Indonesia

 

 

     

musuh."116Contoh lainnya, dalam Zhongguo Junshi Kexue, jurnal yang berpengaruh

dari Akademi ilmu Militer PLA dan Asosiasi Ilmu Militer China seorang perwira

menggunakan Mahan untuk menjustifikasi kontrol komunikasi China, terutama "jalur

strategis" di mana barang-barang dan material lalu lalang. Disebutkan bahwa dalam

era modern, upaya untuk mengamankan kontrol terhadap komunikasi perlahan

menjadi faktor esensial yang yang menjadi keharusan dalam mewujudkan keamanan

nasional. Menurutnya, pembangunan ekonomi sangat terikat dengan "komando

komunikasi di laut," yang merupakan hal "vital dalam masa depan dan takdir sebuah

negara."117  

Kita bisa melihat keterkaitan antara String of Pearls dengan pemikiran laut

Mahan yang telah dipaparkan. Dua hal utama yang paling menunjukkan the Rise of

China adalah meledaknya perekonomian China dan modernisasi besar-besaran

kekuatan militer China. Pertumbuhan perekonomian besar-besaran China

menyebabkan peningkatan lalu lintas kapal-kapal dagang China dan suplai energi

China di sepanjang perairan Asia. Bahkan saat ini China memiliki beberapa

perusahaan pengapalan terbesar di dunia.118 Modernisasi kekuatan militer China,  

terutama PLAN (Angkatan Laut China) tentu saja dapat dilihat sebagai upaya China

untuk mewujudkan blue water navy untuk melindungi kepentingan nasionalnya yang

secara strategis sudah banyak berada di lautan. Kedua hal di atas dapat dilihat sebagai

dua pilar sea power yang disebutkan Mahan, yaitu commerce shipping dan naval

military power. String of Pearls merupakan upaya China untuk memperoleh akses

terhadap lokasi-lokasi strategis di sepanjang Samudera Hindia dan Laut China

Selatan. Dalam pemikiran Mahanian, kita bisa melihat ini sebagai upaya China

mendapatkan pilar ketiga, yaitu bases.

Bases atau markas ini berfungsi sebagai pijakan kaki di poin-poin strategis di  

sepanjang perairan. Jika kita melihat masing-masing pearls sebagai ekstensi dari      

116 Ibid., 117 Ibid., 118 Seth Crops ey dan Artur Milikh. “Mahan‘s Naval Strategy: China Learned It. Will America Forget It?”, diaks es dari http://www.worldaffairs journal.org/article/ mahan% E2%80% 99s -navals trategy - china-learned-it -will-a me rica -forget- it pada 15 Mei 2012

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 95: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

81  

Universitas Indonesia

 

 

     

pengaruh geopolitik China di seberang lautan, maka kita bisa melihat masing-masing

pearls dalam String of Pearls berperan sebagai bases tersebut. Namun, pearls

tersebut tidak secara eksplisit muncul sebagai markas militer murni. Seperti yang

akan kita lihat pada bagian berikutnya, sebagian pearls ini muncul dalam bentuk

pelabuhan, Bandar udara, atau fasilitas-fasilita strategis untuk perdagangan. Dalam

konteks inilah String of Pearls seringkali diperdebatkan. Misalnya, Daniel Kostecka

berpendapat bahwa String of Pearls merupakan sebuah untaian “tempat” bukan

“markas” (Places not bases). String of Pearls dalam pandangan Kostecka tidak

memiliki nilai ancaman militer, karena hanya berfungsi sebagai tempat-tempat transit

kapal-kapal dagang China. Pandangan ini tentunya sangat berbeda dengan pandangan

para pengamat lain, terutama dari India, Jepang, dan AS yang menekankan pada

nature agresif dari String of Pearls.

Dalam hal ini, Jika kita merujuk kembali pada pemikiran Mahan di mana sea

power dianggap sebagai silent power, maka String of Pearls dapat dianggap sebagai

upaya China untuk mengamankan kepentingan nasionalnya dengan menggunakan

pragmatisme ekonomi yang tidak bersifat agresif. China lebih menekankan pada

pembangunan jaringan kerja sama yang, jika terjadi masa yang genting di masa

mendatang, peluang untuk mengkonversi titik-titik kerja sama tersebut menjadi titik-

titik yang memiliki nilai militer strategis akan tetap ada.            

Strategi  Maritim  dan  

Pengembangan  Blue  Water  navy  China  

   Pragmatisme  Ekonomi  China  

         

Gambar III.3 Diagram Venn Hubungan antara Strategi Maritim dan Pragmatis me ekonomi  

China dalam String of Pearls, di mana wilayah iris an (biru gelap) menunjukkan String of Pearls

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 96: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

82  

Universitas Indonesia

 

 

     

Dengan hal ini, China dapat berharap bahwa power yang terus bekembang

dan meluas di sepanjang Samudera Hindia tidak akan memicu kewaspadaan dan

kecurigaan negara-negara lain di Asia Timur, sementara di saat yang sama China

dapat membangun jaringan untuk melindungi kepentingan nasionalnya di lautan. Kita

bisa merujuk kepada laporan Departemen Pertahanan China terhadap Kongres China

tahun 2005:

“Dependence on overseas resources and energy supplies, especially oil and natural gas, is playing a role in shaping China‘s strategy and policy. Such concerns factor heavily in Beijing‘s relations with Angola, Central Asia, Indonesia, the Middle East (including Iran), Russia, Sudan, and Venezuela—to pursue long-term supply agreements—as well as its relations with countries that sit astride key geostrategic chokepoints—to secure passage. Beijing‘s belief that it requires such special relationships in order to assure its energy access could shape its defense strategy and force planning in the future. Indicators of such a shift would include increased investment in a blue-water capable fleet and, potentially, a more activist military presence abroad.”

The Military Power of the People‘s Republic of China,  

Department of Defense Annual Report to Congress, 2005119

   

III.1.2 Motivasi dari String of Pearls  

Meskipun masih terjadi perbedaan pendapat mengenai agresif atau tidaknya

tujuan dari String of Pearls, secara umum para pengamat menilai bahwa String of

Pearls muncul karena kekhawatiran China akan ketergantungan mereka terhadap

jalur suplai energi mereka di perairanAsia. Kekhawatiran ini merupakan sesuatu yang

dapat dipahami, karena bagi negara yang mengalami ledakan perekonomian seperti

China, ketersediaan energi merupakan prakondisi utama agar perindustrian tetap terus

tumbuh. Gangguan dalam suplai energi dapat menginterupsi pembangunan nasional

yang sedang bergerak dalam kecepatan maksimum. Kekhawatairan ini juga turut

didorong dengan kesadaran China bahwa banyak negara di Asia, baik Asia Timur dan

Asia Selatan yang karena berbagai alasan politik, sejarah, maupun kultural

menganggap China sebagai ancaman, dan begitu juga sebaliknya. Beberapa negara      

119 Chris topher J. Pehrs on. Op. Cit.,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 97: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

83  

Universitas Indonesia

 

 

     

tersebut merupakan negara maju (Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Australia) dan juga

negara berkembang yang sedang sedang menikmati pertumbuhan perekonomian yang

tinggi (Vietnam), dan negara yang sedang mengalami fase yang sama seperti China

dan juga memiliki aspirasi menjadi global great power (India). Tidak mengherankan

jika isu energi menjadi isu keamanan nasional. Di bawah ini akan dijelaskan secara

lebih detail mengenai motivasi di balik String of Pearls.

Memperoleh dan Mengamankan Suplai Energi. China memiliki tiga

concern stategis: keberlangsungan rezim, integritas terirorial, dan stabilitas domestik.

Ketiganya berhubungan erat dengan perekonomian, dan kecukupan suplai energy

meletakkan dasar pembangunan ekonomi. Sedangkan di saat yang sama, China

memiliki ketergantungan yang amat besar terhadap jalur laut internasional untuk

suplai energi, bahan mentah, dan perdagangan.

Korea Selatan, taiwan, Thailand, Hong Kong, dan Singapura disebut sebagai

"Macan Asia" karena bmereka berhasil menjaga pertumbuhan ekonomi yang tinggi

dan industrialisasi dari tahun 1960-an hingga 1990an. Kebangkitan china di abad ke-

21 sebagai "Naga Asia" dapat melampaui pertumbuhan "Macan Asia". Sejak 1978,  

perdagangan asing china telah tumbuh dari hanya sepersekian persen dari

perekonomian dunia, atau sekitar $20.6 Miliar, menjadi lebih dari 4% atau sekitar

$851 Miliar pada 2005.120 Pertumbuhan ekonomi tahunan China mencapai lebih dari  

9.5% selama 20 tahun terakhir, yang membuatnya memperoleh status sebagai pabrik

dunia, sangat tergantung terhadap minyak. China sekarang menempati peringkat

pertama konsumen minyak dunia. Pada Juni 2010 China mengonsumsi 36.51 juta ton

pil pada Juni 2010, sekitar 11% di atas periode yang sama pada tahun lalu.121 Oleh

karena itu, tidaklah mengherankan jika salah satu alasan utama String of Pearls

muncul adalah untuk memitigasi kerawanan ini.

Mengamankan akses ke sumber energi berarti mengamankan pelabuhan dan

jalur pipa, elemen-elemen dasar yang membentuk hub transpor energi China.

Bukanlah sebuah kebetulan semata jika China memiliki armada maritim terbesar  

120 Ibid., 121 Shee Poon Kim. “An Anatomy of China‟s „String of Pearls ‟ Strategy ǁ‖. THE HIKONE RONSO Journal 2011 spring / No.387 hal. 22-36

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 98: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

84  

Universitas Indonesia

 

 

     

kedua di dunia. Pada tahun 2007, 1700 kapal dengan bendera China berada di lautan,

dan jumlah ini akan terus bertamabah seiring dengan program akselerasi

pembangunan kapal sipil dan militer China. China menguatkan hubungan antara

pembangunan pelabuhan, kontrol pelabuhan dan kapal lewat String of Pearls,

mengelola sebuah "self sustaining, vertically integrated network of quasi-sovereign

economic entities" untuk mengamankan kumpulan hub transportasi yang kritis dan

jalur suplai.122

Mengamankan Sea Lane of Communications (SLOC). Sebagian besar

kebutuhan energi China berasal dari Timur Tengah dan Afrika. Untuk mencapai

China lewat jalur laut, kapal-kapal China harus melalui panjangnya Samudera Hindia,

beberapa choke point vital (terutama Selat Malaka), Laut China Selatan yang masih

disengketakan, dan pada akhirnya tanah air China sendiri. Ini merupakan jalur yang

sangat panjang dan rawan terjadinya gangguan. China merasa khawatir dengan

ketergantungan mereka yang sangat besar terhadap jalur laut internasional, terutama

Selat Malaka. China merasa harus melindungi SLOC mereka yang panjang ini.

Ni Lexion, seorang profesor studi militer Di Shanghai Normal University dan  

direktur dari Institiute of war culture and International Politics, adalah pendukung

kuat pengembangan kekuatan laut untuk melindungi SLOC CHina. Dia mengajukan

bahwa China harus secara drastis meningkatkan anggaran angkatan lautnya dan tidak

terlena dengan "romantisme" kerja sama internasional yang dapat diandalkan untuk

menjaga agar SLOC tetap terbuka, dan China tidak perlu takut akan memprovokasi

AS karena naval buildup yang dilakukan. Ahli strategi seperti Ni mempertimbangkan

akses ke laut sebagai sebuah kondisi yang tidak dapat tergantikan dan faktor penentu

dalam kebangitan China. Vulnerabilitas di SLOC dipercaya sebagai sebuah resiko

geopolitik karena cara-cara China untuk melindungi rute laut sangat terbatas, seperti

yang diperlihatkan pada chokepoint Selat Malaka. SLOC yang menghubungkan

China dengan Afrika dan Timur Tengah harus melewati Selat Malaka, sebuah jalur

sempit yang dikelola bersama oleh Singapura, Malaysia, Indonesia. 95% minyak

yang digunakan di CHina diangkut melalui laut, dan 80% di antaranya harus melalui  

122 Ibid.,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 99: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

85  

Universitas Indonesia

 

 

     

selat ini. Malaka berada di sepanjang “seaborne oil lifeline China" namun,

keberadaannya berada di luar jangkauan angkatan laut China, memberikan China

sebuah Malacca Dilemma. Masalah Selat Malaka adalah contoh utama mengapa

China mengejar strategi String of Pearls. 123

Mewaspadai The Rise of India. Beijing dengan cepat menekankan bahwa

naik dan turunnya sebuah great power tidak hanya ditentukan oleh ekonomi domestic

dan juga “kontrol terhadap rute suplai untuk sumber daya alam dari luar”. Dalam

konteks kontrol terhadap jalur laut yang penting ini, India muncul sebagai sebuah

Negara yang dipersepsikan sebagai sebuah ancaman.

Banyak yang berpendapat bahwa kekhawatiran Beijing terhadap India sangat

dipengaruhi oleh pengalaman sejarah yakni perang 1962 antara India dan China yang

memperebutkan wilayah Himalaya. Pada perang memperebutkan wilayah tersebut,

Tentara Pembebasan Rakyat China atau People Liberation Army (PLC) berhasil

mengalahkan tentara India yang tidak dipersenjatai secara maksimal dan tidak

dipersiapkan untuk pertarungan skala besar.124 China mencurigai bahwa India

mendukung gerakan resistance di Tibet yang anti China dan pro kemerdekaan Tibet.

Kekhawatiran utama China adalah India akan berusaha membalas kekalahan yang

memalukan di tahun 1962 tersebut dan menjadikan Tibet sebagai Buffer zone antara

China dan India.

Dalam konteks kontrol terhadap Samudera Hindia, India yang saat ini juga

merupakan salah satu emerging power terletak secara langsung di wilayah Samudera

Hindia. China khawatir bahwa India berkeinginan untuk mengontrol samudera Hindia

dan akhirnya mendominasi Asia selatan sebagai first rate international big power.

Saat ini, situasi dan aspirasi India similar dengan China. Kedua negara sedang  

mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat, sangat bergantung dengan minyak

impor, dan permintaan energi yang sangat besar. Diperkirakan pada 2030 China harus

mengimpor 91% kebutuhan minyaknya.      

123 Pehrs on. Op.Cit., hal. 7 124 “Indo-China War of 1962.” Diaks es dari http://www.globals ecurity.org pada 5 Maret 2011

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 100: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

86  

Universitas Indonesia

 

 

     

TIdak mengherankan jika beberapa pearls diidentifikasi memiliki nilai

strategis militer yang dapat diarahkan terhadap India. Contohnya di Myanmar, di

mana China memiliki beberapa fasilitas monitoring elektronik yang dapat

memungkinkan PLAN mengontrol aktivitas angkatan laut India. Juga, tentu saja,

Pakistan sebagai salah satu mata rantai String of Pearls yang utama di Asia

Selatan.Pembangunan pelabuhan Gwadar sering menjadi salah satu contoh yang

disebut banyak pengamat bahwa China sedang melakukan naval encirclement

terhadap India. Aktivitas naval encirclement ini sudah mulai diidentifikasi sekitar

tahun 2003, seperti yang pernah disebutkan oleh Buzan dalam salah satu tulisannya

mengenai kompleks keamanan Asia.125

String of Pearls China juga diarahkan untuk menetralkan upaya India untuk  

meluaskan pengaruh secara bisnis, militer, dan politik di berbagai negara-negara yang

kaya energi. Dengan menebar "String of Pearls" di sekeliling India dan membentuk

sebuah "pagar" ambisi India untuk memperloeh akses ke sumber energi dihambat

tepat langsung di halaman belakangnya. Efek samping dari "pagar" yang dibangun

China antara lain membatasi akses India ke pelabuhan-pelabuhan strategis, jalur

pelayaran, jalur pipa dan rute transpor yang penting untuk membawa kembali sumber

energi ke India. Dalam banyak kasus di negara-negara penghasil energi, China

seringkali mengalahkan India dalam berbagai tender sumber energi.    

III.1.3 Deskripsi Masing-Masing Pearls  

Terdapat beberapa pandangan mengenai ekstensi dari String of Pearls.

Ekstensi terpanjang dari String of Pearls mencapai wilayah Teluk Aden. Namun,

dalam tulisan ini, kita hanya akan berfokus pada pearls yang ada di wilayah Asia

Timur dan Asia Selatan. Di bagian ini akan dijelaskan masing-masing mata rantai

pearls yang dianggap paling signifikan dan paling relevan dalam konteks energy

security.      

125 Barry Buzan, “Security Architecture in As ia, the Interplay of R Barry Buzan. Security Architecture in Asia: The Interplay of Regional and Global Level. (The Pacific Review, Vol. 16 No.2 2003 : Routledge) hal. 156

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 101: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

87  

Universitas Indonesia

 

 

     

a. Myanmar  

Kedekatan China dengan Junta militer Myanmar dan letak strategis Myanmar

yang berada di daerah perbatasan Samudera Hindia dan Selat Malaka memungkinkan

China membangun jaringan pearls di sini yang dapat mengurangi Malacca Dilemma.

Sejak tahun 1990, China terlibat dalam modernisasi dan pembangunan beragam

fasilitas sepanjang pantai Myanmar di laut Andaman dan Teluk Bengal. Perusahaan-

perusahaan China mengerjakan proyek modernisasi pelabuhan dan fasilitas

pengurusan kargo di kota pesisir seperti Sittwe, Bassein, Mergui dan Yangon. Selain

itu, di pulau At Hainggyi, selatan Bassein perusahaann China mengerjakan pelabuhan

baru dan markas militer. China juga membagun fasilitas operasi radar dan monitoring

elektronik di Pulau Ramree, pulau Cocos dan Zadetkyi Kunsouth of Bassein. Fasilitas

di Zadetkyi Kyun merupakan satu dari dua stasiun bumi yang dikelola oleh China di

luar perbatasan negeri China dan bekerja sebagai fasilitas monitoring elektronik di

lokasi ini (dan juga di Ramree dan Cocos) memungkinkan PLAN (Angkatan Laut

Tentara Pembebasan China) untuk terus memantau aktivitas militer India.126

Provinsi Kyaukphyu nampaknya merupakan provinsi yang paling banyak  

mendapatkan pengerjaan proyek dari China. Pada tahun 2008, China mulai

membangun sebuah deep water port di sini. Proyek ini akan menjadi permulaan

terminal minyak menuju pipa minyak yang berasal dari Timur Tengah dan Afrika

melalui Myanmar. Selain itu, China juga membangun jalur pipa minyak sepanjang

1450 km dari Kyaukphyu menuju Kunming, Ibukota Provinsi Yunnan, China barat  

daya. Selesainya pembangunan pipa minyak ini akan memberikan China kemampuan

untuk mengalirkan minyak langsung dari Myanmar menuju China, yang berarti

memotong jalur Selat Malaka. China juga memiliki sebuah markas angkatan laut di

Kyaukphyu, yang menyediakan kontrol militer dan pengaruh di Teluk Bengal.127

Proyek ambisius lainnya yang dilakukan China di Myammar adalah

pembangunan system transportasi terintegrasi yang akan provinsi Yunnan di China

dengan pelabuhan Kyaukpyu di wilayah utara pulau Ramree (yang juga disebut    

126 Amardeep Athwal. China-India Relations: Contemporary Dynamics. (Routledge: 2008) 127 Poon Kim. Op.Cit., hal. 33

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 102: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

88  

Universitas Indonesia

 

 

     

sebagai koridor Irawadi). Banyak jalan yang telah dibangun dari Yunnan ke Lasio,

Bhami dan Mandalay di wilayah utara Myanmar. Selain itu, sebuah pelabuhan deep

water baru telah berhasil dikembangkan di Thilawa, 25 Mil wilayah selatan dari

Yangon. Pelabuhan ini dapat mengakomodasi kapal-kapal penjelajah Samudera dan

jalur kereta yang akan dibuat di senelah utara dari Jembatan yang melewati sungai

bagon di Yangon juga turut diajukan. 128      

b. Pakistan  

Selain dengan Myanmar, hubungan khusus juga dijalin oleh China dengan

Pakistan yang merupakan strategi penting China untuk menghadapi India. Dalam

persaingannya dengan India, China membangun hubungan diplomatik khusus dengan

Pakistan yang diharapkan dapat membatu China untuk membuat India dikepung dari

dua arah, sehingga India tidak dapat memusatkan kekuatan militernya jika perang

benar-benar terjadi. Salah satu proyek utama yang diijalankan China adalah Proyek

Gwadar yang dijalankan sejak tahun 2001 dengan nilai US$1.2 Miliar.

Sebenarnya para pemimpin India telah mendiskusikan proyek ini selama  

bertahun-tahun, namun karena krisis Kargil di tahun 1999, pryek ini semakin

diprioritaskan dan prosesnya dipercepat. Selama krisis tersebut kapal selam, Fregat

dan destroyer India diluncurkan secara cepat di luar pelabuhan Karachi. Pelabuhan

ini mengangkut hingga 90% perdagangan Pakistan, termasuk impor minyaknya.

Selain itu, pelabuhan ini juga merupakan pelabuhan induk bagi angkatan laut

Pakistan. Para elite Pakistan dengan cepat menyadari bahwa angkatan laut Pakistan

telah terpojok dengan cepat oleh konsentrasi kekuatan laut India. Hal ini segera

menyadarkan China dan Pakistan bahwa Pakistan tidak bisa terus-menerus hanya

bergantung pada pelabuhan Karachi saja. 129

Gwadar dipilih Pelabuhan deep sea Gwadar disebut sebagai cara bagi China  

untuk membantunya melindungi kapal yang transit di Teluk Persia. Lebih dari 60%  

minyak China berasal dari Timur Tengah dan Afrika. Jarak Gwadar yang dekat    

128 Athwal. Op.Cit., 129 Ibid.,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 103: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

89  

Universitas Indonesia

 

 

     

dengan Selat Hormuz dan Iran dinilai sebagai keuntungan geostrategis kunci untuk

menjadi titik transit impor minyak China dari Iran dan Afrika. Pelabuhan Gwadar

juga disebut-sebut memiliki fasilitas untuk berubah dari energy transportation hub

semata menjadi sebuah markas kekuatan laut yang kuat. Dengan begitu Gwadar juga

dapat berfungsi sebagai markas operasi kapal-kapal militer China yang berada di

kawasan tersebut. Gwadar yang berada di jalur pelayaran tersibuk di dunia juga

menjadikan Gwadar lokasi yang tepat bagi China untuk mengembangkan pos

pengawasan maritim untuk memonitor pergerakan kekuatan laut AS dan India di

wilayah itu.130  

Selain itu, di Pakistan juga berpotensi untuk pembangunan pipa minyak dan

juga jalan tol serta rel kerata dari Pelabuhan Gwadar di Pakistan menuju Xin Jiang.

Jalur ini berfungsi sebagai cadangan seandainya saja Myanmar mengalami instabilitas

dan junta militer Myanmar digulingkan dari pemerintahannya yang dapat

mengganggu rencana China untuk mengangkut langsung minyak dari Kyaukphyu

menuju Kunming.131

   

c. Bangladesh  

Di Bangladesh, proyek utama China adalah deep water port

Chittagong.Proyek ini bisa dianggap sebagai kembaran dari proyek Gwadar, dengan

nilai strategis yang serupa. Chittagong menyediakan titik transit bagi angkatan laut

China untuk berlabuh dan mengisi bahan bakar lagi selama berpatroli di Samudera

Hindia. Dengan begitu pelabuhan Chittagong dapat menjadi titik proyeksi militer

China yang lain di Samudera Hindia dan juga menjaga aspek komersial sebagai titik

transit energy. Chittagong juga dinilai memiliki poin strategis untuk meningkatkan

platform kekuatan laut permuakaan dan bawah permukaan China dan menjadi titik

yang sangat tepat bagi China untuk meluncurkan kapal selam.132  

d. Sri Lanka      

130 Ibid., 131 Kim. Op.Cit., 132 Ibid.,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 104: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

90  

Universitas Indonesia

 

 

     

Bangladesh saat ini memiliki pemerintahan dan tentara yang bersahabat

dengan India. Sebelumnya Bangladesh memiliki pemerintahan anti India, dan China

telah mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari hal ini. Salah satunya dalah

dengan membangun fasilitas pelabuhan Chittagong.

Pelabuhan Hambatonta yang bernilai sekitar US$1 Miliar menjadi pearl

China di Sri Lanka. Hambatonta berperan sebagai back-up seandainya pelabuhan

Gwadar di Pakistan jatuh oleh gerakan kekerasan Balochistan yang menilai bahwa

Gwadar merupakan symbol eksploitasi China terhadap Pakistan.    

e. Thailand  

Salah satu pearls yang paling menarik untuk diperhatikan adalah

“pemotongan” tanah genting Kra di Thailand untuk pembangunan Kanal. Ide tersebut

sudah ada sejak tahun 1677 namun paru pada tahun 1993 proyek tersebut mencuat

lagi karena proposal yang ditawarkan pemerintah Thailand. Total pembiayaan untuk

proyek ini mencapai $23 Miliar. Jika proyek ini berhasil dilakukan maka China dapat

mengubah rute suplai minyak mereka melalui teluk Thailand yang pada akhirnya

akan sangat menguntungkan China karena dapat mengurangi “Dilema Malaka”

mereka. Karena titik ini dekat dengan rute minyak dari Timur Tengah, Cina mendapat

lokasi intelijen utama, memungkinkannya untuk memonitor lalu lintas kapal regional

dan kehadiran angkatan laut AS dan dapat digunakan sebagai power projection

hubs.133 Namun, hingga saat ini, proyek ini masih terhambat dan belum berhasil  

direalisasikan.      

III.2 Respons Negara-Negara di Asia Timur dan Asia Selatan terhadap The Rise

of China dan String of Pearls

String of Pearls merupakan perwujudan meningkatnya power China di  

sepanjang perairan Asia. Namun, untuk memahami dampak strategis dari String of

Pearls terhadap keamanan di kawasan, hal lain yang perlu dipahami adalah

pandangan dari negara-negara lain di kawasan. Seperti yang telah disebutkan  

133 Amardeep Athwal. Op. Cit.,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 105: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

91  

Universitas Indonesia

 

 

     

sebelumya, para pengamat keamanan Asia Timur sendiri masih memiliki perbedaan

pandangan mengenai berbahaya atau tidaknya String of Pearls secara militer bagi

keamanan di kawasan. Pandangan yang berbeda terhadap String of Pearls tentu akan

menghasilkan respon yang berbeda. Bagaimana pengaruh String of Pearls terhadap

struktur polaritas di kawasan akan sangat bergantung pada respon yang diberikan oleh

negara-negara lain di kompleks keamanan.

Secara umum, hedging merupakan sikap utama yang diberikan oleh negara-

negara di Asia, baik terhadap rise of China secara umum dan String of Pearls secara

khusus. Hedging strategy secara sederhana, dapat dilihat sebagai strategi untuk

menggunakan sebesar-besarnya peluang yang ada dan bersiap-siap untuk resiko

terburuk. Menurut Cheng-Chwee Kuik, hedging dapat didefinisikan sebagai “a

behaviour in which a country seeks to offset risks by pursuing multiple policy options

that are intended to produce mutually counteracting effects, under the situation of

high-uncertainties and high-stake”.134 Negara yang melakukan hedging tidak akan  

melakukan balancing maupun bandwagoning terhadap great power manapun.

Mereka berusaha mengambil posisi moderat sehingga dengan bebas menjalin kerja

sama dan mendapatkan keuntungan dari power yang saling bersaing. Strategi ini bisa

dikatakan sebagai strategi yang digunakan oleh seluruh negara di ASEAN (dan juga

sebagian besar negara di Asia Selatan dan Asia Timur) untuk menyikapi The Rise of

China. Bahkan beberapa negara yang melakukan hedging tersebut adalah sekutu

tradisional AS di Asia tenggara (seperti Thailand dan Filipina). Ciri-ciri utamanya

adalah tingginya interaksi perekonomian dan intensitas hubungan diplomatic antara

negara-negara tersebut dengan China, dan di saat yang sama tetap menjalin dan

mempercayakan stabilitas keamanan kepada AS. Menurut Cheng Chwee Kuik,

Hedging berada di antara dua ujung spektrum balancing-bandwagoning yang

berdasarkan skala kedekatannya dengan sebuah rising power, dapat dibagi menjadi  

           

134 Kuik Cheng-Chwee. Malaysia and Singapore Response to A Rising China . Contemporary Southeast Asia Vol 30 No.2 (SEAS: 2008) hal. 160

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 106: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

92  

Universitas Indonesia

 

 

     

lima tipe yang dapat dijalankan secara simultan: indirect balancing, dominance

denial, economic pragmatism, binding engagement, and limited bandwagoning.135

Menurut Kuik, terdapat tiga faktor utama kenapa negara-negara memilih

hedging untuk merespon sebuah rising power: (1) ketiadaan ancaman secara langsung

(yang dapat memaksa sebuah negara untuk mencari perlindungan dari great power

lain), (2) Ketiadaan perbedaan/pemisah ideology (yang dapat secara kaku membagi

negara-negara dalam kelompok yang saling beroposisi), (3) absennya persaingan all-

out antar great power (yang dapat memaksa negara-negara kecil untuk memilih

pihak).136 Dengan mendasarkan pada ketiga alasan di atas, maka bisa kita katakan  

bahwa negara-negara yang melakukan hedging tidak melihat String of Pearls dan The

Rise of China sebagai sebuah ancaman langsung. String of pearls yang merupakan

sisi tidak terpisahkan dari dimensi economic statecraft China memang dibangun

bukan dengan postur militer yang kekar, melainkan dengan pendekatan diplomatik

dan pragmatisme ekonomi ala China, sehingga negara-negara ini belum melihatnya

sebagai sebuah ancaman. Bahkan, istilah string of pearls masih sangat jarang

disebutkan di antara negara-negara ASEAN, meskipun isu kerja sama strategis China

dengan sejumlah negara di Asia dalam hal infrastruktur SLOC sudah lama diketahui.

Pelaksanaan hedging di lapangan nampak terlihat dari naval build up besar-

besaran yang terjadi di kawasan, perluasan jaringan aliansi dari para major power,

dan di saat yang sama terus melakukan diplomatic engagement serta pengintensifan

kerja sama perekonomian dengan China. Dalam periode 2007-2011, volume

perdagangan senjata internasional meningkat 24% dibandingkan periode 2002-2006,

dan kawasan Asia dan Oceania menjadi kawasan importir senjata terbesar di dunia

(44%).137  

                 

135 Ibid., 136 Ibid., 137 SIPRI Fact Sheet. May 2012

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 107: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

93  

Universitas Indonesia

 

 

     

Tabel III.4 Lima negara penyuplai s enjata terbes ar dan pembeli utama mereka (Sumber: SIPRI

Fact Sheet)

 

Sistem aliansi hub and spoke di mana AS menjadi pusatnya, perlahan bergeser

dengan jaringan kerja sama keamanan di antara sekutu-sekutu AS sendiri. Semakin

mendekatnya Australia, Jepang, dan Korea Selatan serta kerja sama strategis dengan

India menjadi indikator-indikator bergesernya sistem hub and spoke dengan jaringan

aliansi yang bilateral yang bersifat non-binding dan lebih fleksibel. Confidence

building dengan China terus ditingkatkan dengan keikutsertaan aktif negara-negara

tersebut bersama China dalam berbagai wadah multilateral serta pengintensifan

hubungan bilateral.

Sejauh ini, kita bisa mengelompokkan negara-negara di kawasan berdasarkan  

responnya terhadap String of Pearls dalam dua kelompok besar: Kelompok yang

mewaspadai dan kelompok yang mengambil keuntungan terhadap String of Pearls.    

III.2.1 Kelompok Negara-Negara yang mewaspadai String of Pearls  

Negara-negara yang mewaspadai String of Pearls sebagian besar adalah

negara-negara major power yang melihat China sebagai negara revisionis yang ingin

merubah status quo keamanan nasional. Oleh karena itu, the rise of China dapat

menganggu stabilitas keamanan nasional. Selain itu, beberapa negara-negara tersebut

juga memiliki pola enmity yang mendalam terhadap China karena berbagai

pengalaman sejarah. AS, Jepang, India, Australia, merupakan anggota dari kelompok

negara-negara yang menilai String of pearls sebagai sebuah bentuk ancaman,

meskipun dengan skala yang berbeda. Negara-negara ini melakukan hedging terhadap

China; melakukan pendekatan-pendekatan secara bilateral dan multilateral dengan

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 108: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

94  

Universitas Indonesia

 

 

     

China, pembangunan kepercayaan, namun di saat yang sama membuka jaringan kerja

sama yang kompleks dengan major power lain

Hal yang perlu digarisbawahi dari kelompok ini adalah hubungan kerja sama

yang terjalin secara kompleks di antara great power lain di kompleks keamanan Asia

Timur dan Asia Selatan. Dalam lima tahun terakhir, pola aliansi hub and spoke AS di

mana AS menjadi sentralnya bergeser dengan kerja sama keamanan di antara sekutu-

sekutu AS sendiri di Asia, yaitu Jepang, Korea Selatan, dan Australia, India menjadi

aktor di luar kawasan Asia Timur yang masuk ke dalam jaringan kerja sama bilateral

ini. India yang muncul sebagai major power bisa dilihat sebagai penyebab utamanya.

Dengan power yang semakin bertumbuh, India yang memiliki hostilitas yang cukup

kentara dengan China mulai bisa menyebarkan eksistensi dan pengaruhnya di Asia

Timur. India secara serius memperkuat dan memoodenisasi angkatan lautnya. Hal ini

menarik perhatian para great power di kawasan seperti Jepang dan Australia untuk

menjalin kerja sama dengan India. India diharapkan dapat menjadi kompetitor utama

sea power China di Samudera Hindia. Bentuk kerja sama yang paling mencolok

adalah Quadrilateral initiative yang terdiri dari AS, Jepang, India, dan Australia.

Selain keempat negara tersebut, Korea Selatan dan Taiwan juga menjadi

negara yang memiliki perkembangan besar terhadap String of Pearls dan peningkatan

kapabilitas PLAN yang sangat besar. Bagi Taiwan, tentu saja hal ini merupakan

concern besar, karena fokus keamanan laut China saat ini adalah penegakan “One

China Policy” dengan penyatuan kembali Taiwan. Korea Selatan, dengan skala yang

berbeda, juga menilai modernisasi besar-besaran angkatan laut China sebagai sebuah

ancaman yang cukup potensial. Berikut ini akan dipaparkan respon dari masing-

masing negara tersebut.

Amerika Serikat. Meskipun secara geografis AS bukanlah bagian dari

kompleks keamanan Asia Timur dan Asia Selatan, AS sebagai superpower

merupakan aktor overlay utama yang menjaga status quo keamanan maritim di Asia.

Dengan keberadaan pangkalan militernya di Asia, AS berperan sebagai penyedia

public goods dalam hal keterbukaan di jalur laut. Kemampuan AS untuk

memproyeksikan power di lautan belum tertandingi. Di masa damai kekuatan laut AS

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 109: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

95  

Universitas Indonesia

 

 

     

bertugas untuk pengelolaan laut lepas “blue water”. Sejak Perang Dunia II AS telah

memungkinkan free trade di Asia dengan menjamin kebebasan navigasi di sepanjang

SLOC utama Asia. Tidak ada negara, termasuk China, yang sudah memiliki kapasitas

untuk mengklaim tangggung jawab untuk protecting the commons. Pada tahun 2005,

jumlah tonase kapal AS mencapai 2.8 6 juta ton, sedangkan total armada China hanya

mencapai 263 ribu ton.138  

Kepentingan AS di Asia adalah untuk tetap menjaga pengaruh AS di lautan

untuk tetap tidak terganggu dan menjaga sekutu-sekutunya seperti Jepang dan Korea

Selatan dari konflik yang mungkin terjadi. Sampai sekarang, asuransi yang diberikan

AS terbukti cukup efektif di Asia. Namun, The Rise of China memberikan AS tanda

tanya besar mengenai intense China di masa yang akan datang. Jika China secara

sukses muncul sebagai great power, apakah China akan berpartisipasi di sistem

internasional sebagai stakeholder yang bertanggung jawab? ataukah dengan

kemampuan ekonomi dan militer yang kuat, akankah China menjadi power yang

revisionis dan disruptif untuk merubah sistem internasional bagi keuntungannya

sendiri? 139  

String of Pearls semakin menguatkan pertanyaan ini. Munculnya String of

Pearls berpotensi menimbulkan kompetisi untuk hegemoni regional antara AS dan

China. Balance of Power di sepanjang jalur String of Pearls akan terus bergeser

seiring dengan tumbuhnya pengaruh power dan pengaruh China di wilayah

tersebut.140 AS yang berkepentingan untuk menjaga status quo di Asia tentunya tidak

menginginkan Asia yang didominasi China. Dalam Buku Putih Pertahanan AS tahun

2010, AS menyatakan akan “memonitor program modernisasi militer China dan

memastikan bahwa kepentingan dan sekutu AS, secara regional dan global, tidak

terpengaruh.” Dalam hal ini, kita bisa melihat dua cara yang dilakukan AS untuk

menghadapi China. Pertama, AS menggunakan pendekatan diplomatik

multilateralisme dengan memaksimalkan partisipasinya dalam organisasi-organisasi    

138 Pehrson. Op.Cit., 139 Robert B. Zoellick. Whither China: From Membership to Responsibility? Remarks to the US National Committee on U.S.-China Relations , September 21, 2005 140 Pehrson. Op. Cit.,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 110: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

96  

Universitas Indonesia

 

 

     

regional di Asia, terutama ARF. AS berusaha untuk mendapatkan posisi dominan dan

pemimpin dalam posisi-posisi tersebut. Kedua, AS berusaha memperkuat jaringan

aliansinya dan juga melihat potensi rekan-rekan baru di Asia. Dalam hal ini, AS

berusaha memperkuat dan mengambangkan jaringan aliansi bilateral dengan AS

sebagai hub utamanya. Quadrilateral Initiative menjadi bentuk nyata usaha untuk

mencegah hegemoni China terhadap Asia. Dengan tumbuhnya India sebagai major

power Asia Selatan dengan power yang sudah bisa menjangkau Asia Tenggara, AS

menjadikan India sebagai rekan sekutu baru di Asia, meskipun India berada di posisi

yang berseberangan dari AS selama Perang Dingin.

India. Rajiv Sikri, mantan Sekretaris Negara india mengatakan, jika India

ingin memperoleh status great power, maka satu-satunya arah di mana India bisa

menyebarkan pengaruhnya adalah lewat laut. Dalam dua dekade terakhir, India

merubah pola pikir strategis dari kontinental menjadi maritim. Hal ini

memperlihatkan bahwa India beraspirasi untuk menjadi sebuah kekuatan yang

diperhitungkan di dunia. Sebagai negara deng yang secara geografis berbentuk

semenanjung di pusat Samudera Hindia (dan juga dengan populasi terbesar di Asia

Selatan) dan dengan warisan kejayaan Dinast-dinasti India pra kolonial, dominasi

terhadap Samudera Hindia merupakan sebuah “takdir”. Dominasi di Samudera

Hindia akan memberikan pengaruh yang signifikan di AsiaTimur.

India berusaha mencegah perairan Asia yang didominasi China. Banyak pihak

di India menilai bahwa String of Pearls merupakan sebuah ancaman naval

encirclement bagi India, karena China melihat India sebagai ancaman bagi jalur

suplai energi di Samudera Hindia. Terlepas dari intensi China sebenarnya dan

keberadaan String of Pearls yang masih diperdebatkan, teori String of Pearls yang

agresif diikuti secara luas di New Delhi. Banyak pejabat di New Delhi, salah satunya

mantan Kepala Staf Angkatan Laut India, menyebutkan adanya resiko signifikan

bahwa “India dan China akan bersaing dan bertabrakan di beberapa titik strategis”. 141        

141 David Brews ter “An Indian Sphere of Influence in the Indian Ocean”, Security Challenges, Vol. 6, No. 3 (Spring 2010), pp. 1-20.

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 111: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

97  

Universitas Indonesia

 

 

     

India melakukan apa yang para pengamat sebut sebagai counter encirclement

terhadap String of Pearls, dengan berkompetisi dengan China dalam meluaskan

pengaruhnya di wilayah Samudera Hindia dan Asia tenggara, termasuk

mengusahakan kehadiran militer di titik-titik vital seperti Selat Malaka serta turut

melakukan modernisasi kekuatan laut besar-besaran, seperti apa yang India lakukan

di Vietnam.

Anggaran angkatan bersenjata India meningkat per tahunnya sekitar 5% dari

tahun 2001 hingga 2005 dan sekitar 10% dari tahun 2005 ke 2008. Di saat yag sama,

bagian angkatan laut dari anggaran pertahanan yang meningkat tersebut juga terus

meningkat dari 11% pada tahun 1992/93 menjadi 18% pada 2008/09. Peningkatan

anggaran ini mendorong perubahan yang signifikan dalam struktur kekuatan angkatan

laut India, dengan penekanan pada kapabilitas kontrol laut.142

India sedang menjalankan “look east policy”, sebuah usaha untuk memperoleh

status tersendiri di antara emerging countries di Asia. Hal ini bisa dilihat dengan

pendekatan yang dilakukan India terhadap Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan

Australia. Jepang sendiri telah semakin memantapkan kerja sama pertahanan dengan

India, sebagai upaya untuk menyeimbangkan kekuatan laut China, dengan

menandatangani kerja sama keamanan pada tahun 2008. Hal ini berarti India menjadi

negara kedua yang memiliki kerja ssama pertahanan dengan Jepang setelah

Australia.143 Hal ini merupakan sesuatu yang tidak terlihat di dekade sebelumnya dan

sebelum Perang Dingin, di mana intensitas kerja sama pertahanan cenderung rendah.

Semakin kuatnya kerja sama pertahanan ini nyata dalam Quadrilateral Initiative yang

telah disebutkan di atas.

Jepang. Meskipun China dan Jepang memiliki kerja sama dalam kerangka

kerja startegis yang lebih luas dan terus memperlihatkan tanda-tanda positif,

keterbatasan-keterbatasan seperti sejarah, sengketa teritorial dan kompetisi global dan

regional masih menghambat sercara signifikan pembangunan kepercayaan antara      

142 Ibid., 143 Hayoun Ryou. India Japan Security Cooperations: Chinese Perceptions . Ins titute of Peace and Conflict Studies Is s ue Brief, No. 89 January 2009. (New Delhi). Hal. 3

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 112: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

98  

Universitas Indonesia

 

 

     

China dan Jepang144. Permasalahan sengketa teritorial dengan Jepang (Pulau Senkaku

dan Dyayou), serta kekhawatiran Jepang terhadap keamanan jalur lautnya (yang

sangat vital untuk sebagai jalur energy dan perdagangan Jepang) menjadi poin utama

potensi-potensi ancaman China terhadap Jepang.

Hideaki Kaneda, mantan Wakil Admiral Japan Maritime Self Defense Force

(JMSDF) secara eksplisit menghubungkan strategi maritim China dengan Mahan.

Kaneda berargumen bahwa China memenuhi enam syarat sea power Mahan,

termasuk posisi geografis yang menguntungkan, populasi besar, dan kemauan

nasional untuk berkompetisi di lautan lepas. String of Pearls dengan meluasnya ikatan

diplomatif dan infrastruktur pertahanan China di lautan Asia dianggap sebagai

perwujudan nyata pemikiran Mahan dalam strategi maritime China. Dia

menyimpulkan bahwa "Seluruh Asia harus bangun untuk menghadapi kedatangan

Sea power China yang Agresif". Jepang, secara khusus, harus mereformulasikan

strategi maritim nasionalnya dengan hal ini di dalam pikiran.145  

Jepang terlihat sebagai pihak yang paling aktif dalam mengusahakan

Quadrilateral Initiative. Seperti yang kita lihat pada penjelasan sebelumnya,

dimulainya hubungan keamanan Jepang dan India menjadi permulaan kerja sama

yang lebih luas, dan Jepang yang mengajukan dibentuknya Quadrilateral Initiative

dengan AS dan Australia. Keaktifan jepang ini juga bisa dilihat sebagai upaya Jepang

untuk tidak hanya bergantung pada jaminan keamanan dari AS sendiri. Dengan

kekuatan laut China yang semakin meluas, Pemerintah Jepang didesak untuk

melakukan perubahan strategi dan peningkatan kapabilitas kekuatan laut Jepang yang

selama ini dirancang dengan asumsi komitmen keamanan AS yang tidak

dipertanyakan lagi.

Di tahun-tahun terakhir, Jepang sangat aktif mengembangkan hubungannya

dengan India, pada 2006, Jepang dan India mendeklarasikan "strategic partnership" di

antara mereka, di mana Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menulis bahwa: "Tidak

akan mengejutkan jika di dekade mendatang, hubungan Jepang-India akan  

144 Ibid., 145 James R. Holmes . Japanese Maritime Thought: If Not Mahan, Who? Dalam James Holmes dan Tos hi Yos hihara. Ed. Asia Look s Seaward ed. (Praeger Security international. London: 2007)

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 113: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

99  

Universitas Indonesia

 

 

     

mengambil alih hubungan Jepang-AS dan Jepang China." Di awal 2007, Perdana

Menteri Abe mengajukan "Quadrilateral Initiative, di mana India akan bergabung

dengan dialog multilateral formal dengan Jepang, As, dan Australia. Pada Agustus

2007 di hadapan parlemen India Abe berbicara mengenai kerja sama demokrasi "Asia  

yang lebih luas” dan menyarankan bahwa kerja sama India-Jepang akan berevolusi

menjadi jaringan yang mencakup seluruh Samudera Pasifik, memasukkan AS dan

Australia. Di saat yang sama, hubungan militer AS, India, dan Jepang meningkat

secara signifikan. Pada April 2007, untuk pertama kalinya latihan angkatan laut

trilateral antara Jepang, AS, dan india diadakan di Pasifik Barat dan pada Agustus

2007, latihan angkatan laut tahunan India-AS di Malabar berubah menjadi latihan

multilateral skala besar antara AS, india, jepang, Australia, dan Singapura. Banyak

yang melihat Inisiatif politik dan militer ini sebagai permulaan aliansi keamanan

empat arah antara AS, India, Jepang, dan Australia untuk menyeimbangkan China

yang sedang bangkit.146 China sendiri pernah menyatakan kekhawatirannya bahwa

Quadrilateral initiative akan menghidupkan kembali nuansa persaingan Perang

Dingin di Asia Timur, karena melihat kuatnya gelagat quadrilateral initiative yang

diarahakan untuk membendung China.  

Australia. Posisi Australia dalam the rise of China cukup unik. Meskipun

Australia mewaspadai the rise of China, Australia terlihat resisten untuk melakukan

manuver-manuver yang dapat memprovokasi China. Australia menyatakan

keraguannya akan intensi dari pengembangan kekuatan militer China yang memiliki

kapasitas power projection dan mengatakan bahwa China belum mencapai “tingkat

transparansi yang dibutuhkan”. Dalam hal ini, setelah reaksi China yang sangat

negatif terhadap Quadrilateral Initiative di tahun 2007, Australia menjadi ragu-ragu

untuk terlibat lebih jauh dalam pembentukan koalisi anti China, melihat itu sebagai

sesuatu yang kontra-produktif dalam merangkul China ke dalam tatanan internasional

yang sudah ada. Australia tetap menjalin kerja sama keamanan dengan negara-negara

tersebut, namun lebih menekankan pada mekanisme bilateral. Dideklarasikannya    

146 David Brews ter. “The Aus tralia-India Security Declaration, the Quadrilateral Redux?” Security Challenges, Vol. 6, No. 1 (Autumn 2010), pp. 1-9.

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 114: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

100  

Universitas Indonesia

 

 

     

kerja sama keamanan Australia-India pada 2009 menjadi bukti akan hal ini. Dalam

buku putih pertahanan di tahun 2009, India disebut sebagai rekan Australia yang

sangat penting dalam menjaga jalur laut di Samudera Hindia Timur yang vital sebagai

rute perdagangan, dan menjaga agar jalur tersebut tetap aman dan terbuka merupakan

kepentingan strategis kedua negara. Australia juga mempertanyakan transparansi

China mengenai pengembangan kekuatan lautnya untuk kemampuan power

projection jarak jauh.147

Dalam hal penjagaan stabilitas di Asia Pasifik, Asutralia tetap mengandalkan

keterlibatan AS. Australia menyatakan bahwa AS tetap perlu dilibatkan dalam

pengelolaan keamanan di Asia Pasifik. Trilateral Security Dialogue antara Jepang,

AS, dan Australia terus diperkuat. Tren ini (penguatan aliansi trilateral serta

hubungan keamanan bilateral dengan India dan jepang) nampaknya akan dilanjutkan

oleh Australia hingga tahun-tahun ke depan.

Taiwan. String of Pearls memiliki beberapa dampak terhadap Taiwan.  

Pertama, dengan hubungan baik yang terjalin dengan negara-negara di wilayah String

of Pearls melalui berbagai instrument perekonomian, China berhasil mendapatkan

compliance untuk One China Policy. 148 Di Asia Selatan, Taiwan sangat teralienasi,

dan di Asia tenggara, semua negara mengakui “One China Policy” meskipun tidak

menginginkan konflik di Selat Taiwan. Kedua, dalam dimensi modernisasi kekuatan

laut China, Tujuan jangka pendek dari modernisasi PLAN yang utama sangat

berkaitan dengan masalah Taiwan. China berusaha membangun anti-access/area

denial force, sebuah kekuatan yang dapat menangkal intervensi AS dalam konflik

yang melibatkan Taiwan, atau minimal menunda atau mengurangi efektifitas

intervensi kekuatan udara dan laut AS.149 Selain itu, dengan melakukan tindakan        

147 Defending Australia in The Asia Pacific Century: Force 2030 . (Departemen Pertahanan Pemerintah Aus tralia: 2009) 148 W. Lawrence S. Prabhakar, China‘s ‗String of Pearls‘ in Southern Asia -Indian Ocean: Implications for India and Taiwan , dalam Security Challen ges in the Asia-Pacific Region: The Taiwan Factor. Ed. M.J.Vinod, Yeong-kuang Ger, S.Y.Surendra Kumar (New Delhi. Viva Books International:2009) hal. 44 149 Ronald O‟Rourke. China Naval Modernization: Implications for U.S. Navy Capabilities — Back ground and

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 115: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

101  

Universitas Indonesia

 

 

     

pengamanan dan membangun alternatif bagi jalur laut vital China melalui String of

Pearls, China bisa mengurangi vulnerabilitasnya terhadap blokade jalur laut yang

mungkin dilakukan AS jika konflik Taiwan pecah.

Untuk mempersiapkan diri akan kemungkinan-kemungkinan ini, Taiwan  

masih mempercayakan dirinya pada jaminan keamanan AS. Dibandingkan dengan

pendekatan-pendekatan diplomatis terhadap China, Taiwan lebih memilih untuk

memperkuat bandwagoning terhadap AS dan tidak segan-segan mengambil langkah

yang dapat memprovokasi China dan menyebabkan hostilitas terbuka, seperti upaya

pembelian jet-jet tempur dari AS yang menimbulkan tensi tinggi dalam hubungan

AS-China.

Korea Selatan. Dalam skala yang berbeda, Korea Selatan memiliki concern  

yang sama terhadap modernisasi kekuatan laut China. Terlepas dari longstanding

enmity dengan Korea Utara, para ahli keamanan Korea Selatan menganggap China

dan Jepang sebagai ancaman terbesar bagi Korea Selatan. Dalam sebuah survei yang

dilaksanakan oleh Korean Institute For Defence Analysis, publik Korea Selatan

menganggap China sebagai ancaman utama bagi masa depan mereka.150

Concern utama Korea Selatan terhadap China sangat berhubungan dengan

masalah keamanan SLOC. Korea Selatan, seperti halnya China dan Jepang, sangat

bergantung pada jalur laut untuk suplai energinya. Peningkatan kapabilitas PLAN

serta peningkatan postur strategisnya di sepanjang Samudera Hindia dan Laut China

Selatan (termasuk fasilitas militer di pulau Hainan dan deep water ports di

Bangladesh, Myanmar, dan Pakistan) menunjukkan kesenjangan kapabilitas kekuatan

laut yang besar antara China dan negara-negara lainnya di Asia.151

Pembangunan blue water navy Korea Selatan menunjukkan bahwa Korea

Selatan mulai memiliki visi keamanan yang lebih jauh daripada masalah keamanan

dengan Korea Utara saja. Melihat naval build-up besar-besaran yang dilakukan oleh      

Issues for Congress. Congres s ional Res earch Service (CSR) For Congres s . 23 Maret 2012 (Amerika Serikat) 150 Mingi Hyun. South Korea‟s SLOC Dilemma. Strategic Insight No. 20 , Des ember 2009. Diaks es dari http://www.s ldinfo.com/s outh -koreas -s loc-dilemma/ 151 Ibid.,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 116: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

102  

Universitas Indonesia

 

 

     

negara-negara Asia lain, terutama China dan Jepang, Korea Selatan meresponsnya

dengan melakukan hal serupa. Selain meningkatkan kapabilitas angkatan lautnya

sendiri, Korea Selatan juga terus memperkuat ikatan keamanan dengan AS, dengan

kerangka kerja sama keamanan yang diperluas yaitu penjagaan keamanan laut Asia.

Korea Selatan dan Jepang juga berusaha menjalin kerja sama keamanan terlepas

kecurigaan satu sama lain yang masih kuat, membentuk apa yang Victor D. Cha sebut

sebagai Quasi Alliance.152

Namun, Korea Selatan tidak memperlihatkan sikap agresif vis-à-vis China.

Bagaimanapun juga, China merupakan partner perdagangan utama Korea Selatan.

Sementara Korea Selatan melakukan naval build up dan penguatan kerja sama

dengan AS, Korea Selatan terus berusaha mengembangkan hubungan diplomatic dan

perekonomian dengan China dalam upaya confidence building measures.    

III.2.2 Kelompok Negara-Negara yang mengambil keuntungan dari String of  

Pearls dan The Rise of China  

The Rise of China secara umum menciptakan aura rivalitas yang cukup

kentara di antara great power di Asia. Namun, dengan pendekatan pragmatisme

ekonomi yang ditawarkan oleh China dan yang direspon dalam kompetisi perluasan

pengaruh oleh great power lain terlibat membuat banyak negara memilih untuk

mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari kondisi yang terjadi, dan di saat yang

sama tetap melakukan langkah-langkah antisipasi untuk kemungkinan China dapat

menjadi ancaman. Kompetisi pengaruh antara China, AS, dan India berarti semakin

banyak tawaran kerja sama dan keuntungan yang akan diterima banyak small power

di Asia. Pola seperti inilah yang sebagian besar menjadi reaksi dari negara-negara di

Asia. Negara-negara yang mengambil keuntungan ini sendiri dapat dibagi dalam dua

tipe yang berbeda: negara-negara yang melakukan hedging strategy, dan negara yang

melakukan bandwagoning terhadap China (Pakistan dan Korea Utara).      

152 Victor D. Cha. Abandonment, Entrapment, and Neoclassical Realism in Asia: The United States, Japan, and Korea. International Studies Quarterly, Vol. 44, No. 2 (Jun., 2000) . International Studies Association.

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 117: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

103  

Universitas Indonesia

 

 

     

Myanmar. Limited Bandwagoning merupakan karakteristik utama hubungan

China dan Myanmar. Hubungan erat China dan junta militer Myanmar telah

terbangun sejak lama. Dimulai dari tahun 1988, hubungan yang

tadinyaberbentuk”strategic neutrality” berubah menjadi “strategic ententeǁ‖yang

bersifat asimetris, namun menguntungkan bagi kedua belah pihak. Myanmar

mendapatkan aliran uang dan investasi yang sangat besar dari China, sesuatu yang

sangat berharga di tengah isolasi dunia internasional terhadapnya. Di sisi lain, China

sangat memerlukan Myanmar untuk memotong jalur suplai energi dan mengurangi

“Malacca Dilemma”. Terlebih lagi, posisi Myanmar yang berbatasan langsung

dengan China dan India dan berada di kawasan Samudera Hindia juga semakin

menguatkan argument Myanmar sebagai strategic pivot bagi China. Di tahun 2050,

China berharap untuk mencapai status blue water nav y, dan Myanmar secara strategis

penting bagi China untuk mendapatkan akses langsung ke Samudera Hindia dan

Pasifik.153  

Myanmar mendapatkan keuntungan yang sangat besar dari hubungannya

dengan China. Investasi infrastruktur China yang sangat besar di Myanmar tentunya

mendorong pembangunan ekonomi di Myanmar. China pun mendapatkan banyak

keuntungan strategis, misalnya, China ditemukan memiliki sebuah fasilitas

monitoring elektronik di Pulau Coco – Polau yang disewkan oleh Myanmar kepada

China. Kehadiran China yang sangat besar di Myanmar mengusik India, dan India

pun juga memulai pendekatan strategisnya terhadap Myanmar (dengan cara yang

relatif sama seperti China). ASEAN yang melihat tren tersebut di atas akhirnya

memilih untuk melakukan constructive engagement terhadap Maynmar, menerima

Myanmar dalam ASEAN dan mengakhiri isolasi Myanmar di kawasan.

Myanmar tidak bisa disebut sepenuhnya melakukan bandwagoning terhadap

China. Nasionalisme Myanmar yang besar membuat Myanmar tidak mau menjadi

sepenuhnya negara satelit China. Penerimaan China secara diplomatis terhadap

engagement yang dilakukan India dan ASEAN merupakan tanda bahwa Myanmar  

153 Poon Kim Shee. The Political Economy of China -Myanmar Relations: Strategic and Economic Dimensions. Rits umeikan Annual Review of International Studies , 2002. ISSN 1347-8214. Vol.1, pp. 33-53

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 118: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

104  

Universitas Indonesia

 

 

     

pun khawatir akan ketergantungan yang berlebihan pada China.154 Hal ini bisa

disebut sebagai strategi hedging Myanmar terhadap China. Dengan masuknya aktor

lain ke Myanmar, Myanmar dapat meningkatkan bargaining position terhadap China

dan menikmati berlangsungnya kompetisi yang terjadi.

Filipina. Seperti halnya Myanmar, Filipina nampaknya menjadikan The Rise

of China dan dinamika major power yang dihasilkan sebagai sebuah keuntungan

untuknya sendiri. Karena masalah kepulauan Mischief Reef (salah satu titik Pearls

yang secara de facto beradal dalam teirori yang dikontrol China secara langsung),

Filipina memiliki kekhawatiran yang besar terhadap China. Filipina pun mengakui

bahwa mereka tidak memiliki kapabilitas militer untuk bersaing dengan China.

Setelah penutupan pangkalan militer AS di tahun 1992, Filipina menjadi semakin

khawatir terhadap The Rise of China dan menyadari pentingnya kehadiran militer AS

di kawasan.155

China yang menyadari apa yang dilakukan Filipina akhirnya memilih untuk  

menurunkan tensi sengketa Mischief Reef dan sepakat untuk membahas permasalahan

Laut China Selatan secara multilateral bersama ASEAN. China juga melakukan

serangkaian konsesi diplomatic dan pengintensifan kerja sama dengan Filipina dalam

berbagai hal, terutama perekonomian. Hal ini dapat dilihat dari intensitas

perdagangan kedua negara yang terus meningkat, membuat China menjadi salah satu

rekan dagang terbesar Filipina. China juga banyak memberikan investasi dalam

pengadaan infrastruktur di Filipina, seperti pembangunan rel kereta Luzon utara.

China menjadi salah satu rekan penting dalam pertumbuhan ekonomi Filipina.156

Di saat yang sama, Filipina juga memainkan kartu “China” terhadap AS untuk

menaikkan bargaining position mereka. Contohnya terjadi ketika Filipina melakukan

penarikan tentara dari Irak yang diprotes keras Washington dan terdengar ancaman

bahwa hal itu akan mengganggu hubungan kerja sama AS dan Filipina. Filipina      

154 Ibid., 155 Renato Cruz De Cas tro, Between the Eagle and the Dragon: Is s ues and Dilemmas in the Philippine Foreign Policy of “Equi-balance” dalam Lam Peng Er. Ed. Eas t As ia‟s Relations with Ris ing China (Korea Selatan: Konrad -Adenauer-Stiftung, 2008) hal. 325-359 156 Ibid.,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 119: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

105  

Universitas Indonesia

 

 

     

menggunakan kedekatannya dengan China sebagai daya tawar terhadap AS. Dengan  

kata lain, Filipina melakukan “equi-balancing” antara AS dan China.157  

Vietnam. Serupa dengan Filipina, Vietnam yang juga sedang bersengketa

dengan China mengenai masalah Laut China Selatan juga mengadopsi pendekatan

prgamatis dalam menyikapi The Rise of China. Vietnam tidak secara langsung

merujuk pada String of Pearls sebagai sebuah ancaman. Isu utama Vietnam dalam

hubungannya dengan China tentu saja masalah sengketa Laut China Selatan (wilayah

yang krusial dalam SLOC China). Keberadaan angkatan laut China di Laut China

Selatan yang semakin kuat (dan sudah diperkuat dengan airstrip di pulau Woody,

kepulauan Paracel). Vietnam menyadari bahwa China terlalu kuat untuk dikonfrontir

secara langsung dan juga terlalu banyak peluang perekonomian yang terbuang jika

Vietnam secara keras bermusuhan dengan China. Oleh karena itu, Vietnam

melakukan pendekatan deference terhadap China, atau berusaha menjaga

kepentingannya dengan sebanyak mungkin berkompromi dengan China.

Di sisi lain, Vietnam juga terus melakukan external balancing dengan

membuka kerja sama yang erat dengan great power lain, terutama AS, Jepang, dan

India. Kedekatan Vietnam dengan AS dapat mulai dilihat pada tahun 2003 dengan

seringnya kunjungan pejabat Vietnam ke AS dan kapal perang AS secara rutin

mengunjungi Vietnam setiap tahunnya. Hal semacam ini, tidak pernah terpikirkan di

periode sebelumnya, apalagi kalau bukan karena sejarah perang Vietnam. Vietnam

juga membuka kerja sama dengan dua rival China di Asia, yaitu “reliable

partnership” Jepang dan “strategic and comprehensive cooperative partnership”

dengan India yang dimulai dalam kunjungannya ke kedua negara di tahun 2003.158

Kehadiran India di Laut China Selatan bisa dilihat dari hubungannya dengan  

Vietnam. Harsh Pant berargumen bahwa kepentingan utama India terhadap Vietnam

berada pada dimensi pertahanan. New Delhi melihat China sebagai counterwight

terhadap China. Hubungan khusus dengan india dimulai pada tahun 2007, di mana    

157 Ibid., 158 Alexander L. Vuving. Strategy and Evolution of Vietnam's China Policy: A Changing Mixture of Pathways dalam Asian Survey, Vol. 46, No. 6, November/December 2006 (Univers ity of California Pres s ) hal. 817

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 120: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

106  

Universitas Indonesia

 

 

     

India dan Vietnam menandatangi Strategic Partnershp Agreement. Bahkan media-

media India melaporkan kemungkinan penjualan misil Brahmos (joint venture antara

Rusia dan India) kepada Vietnam.159

Thailand. Thailand bisa dikatakan sebagai negara kedua di ASEAN setelah  

Myanmar yang memiliki hubungan sangat erat dengan China. Bahkan, hubungan

Thailand dengan China dianggap sebagai katalis hubungan China dengan negara

ASEAN lain. Kebijakan luar negeri Thailand terkenal dengan adagium bending with

the wind; seperti bambu, mantap dan kuat di akar, namun juga fleksibel, tidak kaku,

dan selalu mengikuti arah angin agar tidak patah. Dalam konteks ini, Leszek

Buszynski menempatkan bending with the wind dalam konteks sejarah untuk

mengindikasikan kebutuhan Thailand untuk terus merubah sekutu internasional dan

regional untuk menjaga kemerdekaan mereka.160

Strategi luar negeri ini sangat terlihat dalam hubungan antara Thailand dengan

China dan AS. Hubungan dekat China dan Thailand nampak jelas dalam berbagai

dimensi. Thailand juga memiliki strategic partnership dengan China. Thailand

dengan Proyek kanal Kra (Kra Isthmus) juga disebut sebagai salah satu bagian String

of Pearls China. Ide tersebut sudah ada sejak tahun 1677 namun paru pada tahun

1993 proyek tersebut mencuat lagi karena proposal yang ditawarkan pemerintah

Thailand. Total pembiayaan untuk proyek ini mencapai $23 Miliar. Jika proyek ini

berhasil dilakukan maka China dapat mengubah rute suplai minyak mereka melalui

teluk Thailand yang pada akhirnya akan sangat menguntungkan China karena dapat

mengurangi “Dilema Malaka” mereka. Karena titik ini dekat dengan rute minyak dari

Timur Tengah,, Cina mendapat lokasi intelijen utama, memungkinkannya untuk

memonitor lalu lintas kapal regional dan kehadiran angkatan laut AS dan dapat

digunakan sebagai power projection hubs.161 Thailand juga dengan tegas mendukung

“One China Policy”, yang berarti tidak mengakui keberadaan Taiwan. Di sisi lain,    

159 Amruta Karambelkar. Indo-Vietnam Defence Relations: Strategically Responsive. (Ins titute of Peace and Conflict Studies : 2012) Diaks es dari http://www.ipcs .org/article/india/indo -vietnam- defence-relations -s trategically-res pons ive-3568.html pada 28 Mei 2012 160 Les zek Bus zyns ki. Thailand's Foreign Policy: Management of a Regional Vis ion" As ian Survey, Vol. 34, No. 8 (Augus t 1994), hal 721-737 161 Amardeep Athwal. Op. Cit.,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 121: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

107  

Universitas Indonesia

 

 

     

meskipun terus mengalami fluktuasi, Thailand tetap menjaga aliansinya dengan AS,

di mana Thailand menjadi salah satu sekutu utama AS non-NATO.162 Thailand telah

menjadi sekutu formal AS sejak keanggotaannya dalam SEATO, bubarnya SEATO

tidak memutuskan hubungan ini, dan AS menjamin keamanan Thailand sebagai salah

satu sekutunya di Asia Tenggara. AS seringkali dianggap memperlakukan aliansi ini

sebagai taken for granted, yang menyebabkan insekuritas di antara pemimpin

Thailand. Hal ini juga yang menjadi salah satu faktor pendorong intensitas hubungan

Thailand dengan China. Meskipun demikian, Thailand hingga saat ini tidak

meninggalkan hubungan aliansi ini.

Malaysia. Hubungan China dan Malaysia mengalami perubahan yang drastis

dari mas Perang Dingin hingga sekarang. Hingga tahun 1980-an hubungan mereka

dipenuhi rasa saling curiga, bukan hanya dukungan China terhadap kelompok

komunis di Malaysia, namun juga sengketa terhadap kepulauan Spratly di Laut China

Selatan. Namun hal ini berubah setelah reformasi perekonomian yang dilakukan

China, dari sumber ancaman menjadi rekan kunci dalam perekonomian dan kebijakan

luar negeri. Kedekatan Malaysia ini, menurut Kuik, hingga mencapai level limited

bandwagoning.

Respon utama yang diberikan Malaysia terhadap String of Pearls adalah

pragmatisme, yaitu mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari meningkatnya

kapabilitas China dan dinamika great power yang ditimbulkan. Pragmatisme

ekonomi menjadi landasan utamanya. Perilaku limited bandwagoning Malaysia dapat

dilihat dari kesediaan para pemimpinnya untuk mendukung kepentingan inti China,

seperti “One China Policy” dan juga kerja sama China dan Malaysia dalam

mendorong East Asia Economic Caucus. Malaysia men-downplay kemungkinan

potensi ancaman dari China, dan menargetkan reward yang sepantasnya dari

hubungan mereka.163

Malaysia juga sudah lama menjadi partisipan dalam Five-Power Defence

arrangements (FPDA), dan menjaga hubungan pertahanan yang erat dengan AS, pada  

162 Pavin Chachavalpongpun, Thailand: Bending with the (Chinese) Wind? , Lam Peng Er. Ed. Eas t As ia‟s Relations with Ris ing China (Korea Selatan: Konrad -Adenauer-Stiftung, 2008) hal. 365-402 163 Kuik Cheng-Chwee.Op.Cit.,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 122: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

108  

Universitas Indonesia

 

 

     

Mei 2005, Malaysia dan AS memperbaharui Acquisition and Cross-Servicing

Agreement, yang pertama kali ditandatangani pada 1994. Namun pengaturan ini lebih

dapat dianggap sebagai manifestasi dari indirect balancing, karena lebih kepada

persiapan untuk kontingensi, dibandingkan untuk menargetkan terhadap ancaman

tertentu. Malaysia juga tidak menginginkan Asia yang didominasi China. Hal ini

terefleksikan dengan hubungan erat Malaysia dengan Major Power lain.164  

Singapura. Hedging merupakan strategi kebijakan luar negeri yang dilakukan

oleh Singapura yang sudah dijalankan sejak lama. Singapura selalu berusaha

menciptakan keseimbangan great power di sekelilingnya. Karena ukuran negaranya

yang kecil dan vulnerabilitas secara geopolitik, Singapura menekankan pada

penegakan status quo dalam (1) kebebasan navigasi di laut, (2) ASEAN yang kohesif,

(3) distribution of power yang stabil. Dalam konteks hubungannya terhadap the rising

China, posisi Sinngapura cenderung ambivalen: hangat dalam hubungan

perekonomian dan diplomatik, namun cenderung jauh dalam dimensi politik dan

strategis.165

China tidak muncul sebagai ancaman keamanan secara langsung bagi  

Singapura, karena kedua negara tersebut tidak memiliki sengketa territorial dan

semacamnya. Ancaman utama yang mungkin diberikan China kepada Singapura

adalah jika China menyebabkan instabilitas di kawasan, faktor determinan bagi

perekonomian Singapura. Karena sebagian besar perekonomiannya berasal dari

aktifitas perdagangan di lautas Asia, Singapura menaruh perhatian besar terhadap

keamanan jalur laut. Singapura akan konflik yang mungkin terjadi di Selat Taiwan

dan Spratly, karena perekonomian mereka sangat tergantung pada kebebasan dan

keamanan navigasi di lautan. Dalam konteks String of Pearls, Singapura tidak pernah

menyatakan kekhawatirannya secara langsung bahwa String of Pearls akan menjadi

ancaman bagi keamanan Singapura. Namun para analis beranggapan bahwa

Singapura sangat khawatir dengan proyek Kanal Kra yang dapat mem-bypass Selat        

164 Ibid., 165 Ibid.,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 123: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

109  

Universitas Indonesia

 

 

     

Malaka, sehingga dapat berpengaruh negaif bagi perekonomian Singapura yang

bergantung pada perdagangan.

Singapura meletakkan China sebagai rekan yang dapat meningkatkan

pertumbuhan dan kesejahteraan kawasan secara bersama. Sejauh ini, Singapura

merupakan rekan perdagangan China yang terbesar di Asia Tenggara. Singapura tidak

melakukan containment terhadap China, melainkan usaha engangement untuk

merangkul China ke dalam wadah-wadah multilateral. Singapura juga berusaha

mengembangkan hubungannya dengan China bersama dengan major power lain

seperti AS, Jepang, India, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. 166 Singapura  

bisa disebut sebagai salah satu sekutu non-formal AS di Asia Tenggara. Sejak Perang

Dingin hingga sekerang, Singapura merupakan pendukung keberadaan militer AS di

Asia Tenggara. Dari perspektif Singapura, AS merupakan non benign power yang

sangat penting untuk menjaga kestabilan di kawasan. Singapura juga terus

meningkatkan kerja sama keamanan dengan India. Sejak tahun 2003, kerja sama ini

semakin intensif ditandai dengan dialog regular dan latihan intensif angkatan laut,

angkatan darat, dan angkatan udara. India juga mengizinkan angkatan udara

Singapura untuk berlatih di markas Indian Air Force di kalaikunda, West Bengal.

Indonesia. Indonesia pada dasarnya berusaha membangun hubungan yang

baik dengan semua negara di ASEAN dan great power. Indonesia selalu berusaha

mempertahankan independensinya dari interferensi great power manapun, termasuk

AS. Sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, Indonesia bisa dikatakan sebagai

negara paling netral dalam isu the rising China.

Kebijakan Indonesia terhadap China merefleksikan ambiguitas yang nampak

serupa seperti yang ditunjukkan oleh Singapura. Di satu sisi, Indonesia melihat

keuntungan dengan memiliki hubungan bang baik dengan China dan mulai

mendemonstrasikan meningkatnya kepercayaan dalam pengelolaan hubungan

bilateral kedua negara. Sejak reformasi 1998, Hubungan Indonesia dengan China

terus meningkat secara bilateral, terutama dalam hal kerja sama perekonomian. Di sisi  

166 Lye Lian Fook, Singapore: Balancing among China and Other Great Powers dalam Lam Peng Er. Ed. Eas t As ia‟s Relations with Ris ing China (Korea Selatan: Konrad -Adenauer-Stiftung, 2008) hal.277-320

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 124: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

110  

Universitas Indonesia

 

 

     

lain, Indonesia masih tetap ragu-ragu terhadap peran dan intense jangka panjang

China di kawasan. Keragu-raguan ini terlihat ketika Indonesia menginginkan

dimasukkannya India, Australia, dan Selandia Baru dalam East Asia Summit, dan

tidak hanya terbatas pada ASEAN Plus Three. 167Ambiguitas ini menyebabkan

Indonesia mengambil kebijakan re-engagement yang dicirikan dengan strategi

Hedging terhadap kehadiran China. Strategi hedging Indonesia mirip dengan apa

yang dilakukan Singapura di mana tidak nampaknya intensi dari Indonesia untuk

mengambil keuntungan dari dinamika great power di kawasan. Hal ini Nampak

berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Burma, Thailand, dan Filipina yang terlihat

menggunakan dinamika great power untuk mendapatkan tujuan nasionalnya.

Indonesia juga tidak secara khusus menyebut String of Pearls sebagai sebuah  

ancaman. Nampaknya dalam isu ini dan isu meningkatnya kekuatan laut China,

Indonesia tetap bersikap netralitas dan independensi menjadi sikap utama Indonesia.

Hal ini terlihat di mana Indonesia bersama Malaysia, menolak kehadiran kekuatan

asing manapun di Selat Malaka, karena hal tersebut dianggap sebagai bentuk

pelanggaran terhadap kedaulatan negara.

Bangladesh. Bangladesh menjadi salah satu negara dalam jaringan String of

Pearls China. Terlepas dari masa lalu yang yang kelam dalam hubungan dengan

China (pada masa di mana Bangladesh sangat dekat dengan India dan Rusia, dan

China menghalangi upaya Bangladesh untuk menjadi anggota PBB), saat ini

Bangladesh secara publik dikenal sebagai “all-weather friend” China, seperti yang

terlihat dalam penandatanganan Joint Statement Bangladesh-China pada saat

kunjungan Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina, pada 2010.168 Beijing

menjadi donor utama bagi Bangladesh.169 China mendanai berbagai proyek  

infrastruktur di Bangladesh, di mana hingga saat ini China memberikan bantuan      

167 Rizal Sukma, Indonesia‘s Response to the Rise of C hina: Growing Comfort amid Uncertainties dalam Jun Ts unekawa. Ed. The Rise of China: Response from Southeast Asia and Japan , NIDS Joint Research Series No.4 (Tokyo: 2009) hal. 139-155 168 Iftekhar Ahmed Chowdhury. Bangladesh-China: An Emerging Equation in Asian Diplomatic Calculations. ISAS Working Paper No. 105 – 31 March 2010 169 J. Mohan Malik. South Asia in China‘s Foreign Relations. Paci. ca Review, Volume 13, Number 1, February 2001

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 125: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

111  

Universitas Indonesia

 

 

     

dengan total nilai $1.5 Miliar. Pada tahun 2010, 186 proposal proyek dari China

dengan nilai US$320 juta telah didaftarkan di Bangladesh Board of Investment.170

Proyek utama yang menjadi sorotan dalam konteks String of Pearls adalah proyek

Pelabuhan Chittagong di Teluk Bengal. China juga menjadi penyuplai terbesar bagi

Bangladesh saat ini. Tabel III.5 Nilai Trans fer s enjata ke Banglades h periode 2005 -2011 dalam juta US$ nilai

 

kons tan tahun 1990. (Sumber: SIPRI Arms trans fer Databas e)  

  2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Total

China 21 10 8 53   5   96

Total  

transfer

senjata

51 58 49 64   5   237

Namun, hubungan China-Bangladesh sulit untuk disebut sebagai sebuah  

upaya balancing terhadap India di Asia Selatan, seperti hubungan China dan

Pakistan. Bangladesh justru dapat dilihat sebagai sebuah jembatan penghubung antara

India dan China, karena hubungan baik yang terjalin dengan keduanya. Bangladesh

selalu berusaha menghindari ketegangan yang muncul karena kedekatannya dengan

India. Dalam pembangunan pelabuhan Chittagong misalnya, PM Bangladesh terkesan

mengundang India untuk mendapatkan keuntungan dari proyek tersebut, dengan

menyebutkan “China mendapatkan keuntungan dari pembangunan deep seaport

tersebut, sementara semua negara tetangga juga dapat menggunakannya”. India juga

bisa mendapatkan keuntungan dari Proyek sungai Brahmaputra yang dikerjakan oleh

China di Bangladesh yang sangat terkait dengan India, Jika India dan China bisa

merancang mekanisme pertukaran data mengenai Brahmaputra. 171

Sri Lanka. Seperti halnya Bangladesh, Sri Lanka menjadi salah satu pearls  

penting bagi China di Asia Selatan. Dengan ditandatanganinya Joint Communiqué

pada September 2005, hubungan keduanya terus menguat. China berinvestasi besar-

besaran dalam pembangunan infrastruktur di Sri Lanka, dengan menyediakan      

170 Chowdury.. Op.Cit., 171 Ibid.,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 126: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

112  

Universitas Indonesia

 

 

     

pinjaman bebas bunga atau pinjaman bersubsidi. Sebagai hasilnya, bantuan dan

investasi komersial China meningkat sangat pesat selama masa Presiden Rajapakse,

terutama Proyek Pembangunan Pelabuhan Hambatonta (US$ 1 Miliar); Proyek

Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara Norochcholai; dan jalur ekspres Colombo

Katunayake. Selama tahun 2006-2008, bantuan China ke Sri Lanka meningkat pesat

dan menggantikan Jepang sebagai pemberi donor terbesar bagi Sri Lanka. China juga

menjadi penyuplai persenjataan utama bagi Sri Lanka. Tabel III.6 Nilai Trans fer s enjata ke Sri Lanka periode 2005-2011 dalam juta US$ nilai kons tan

 

tahun 1990. (Sumber: SIPRI Arms trans fer Databas e)  

  2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Total

China 1 184 55 10   12 161 422

Total  

transfer

senjata

10 221 76 13   35 164 518

Keberhasilan China dalam Sri Lanka ini sangat berkaitan dengan  

ketidakpuasan Sri Lanka terhadap India dan negara-negara Barat terutama dalam

masalah pemberontakan Macan Tamil. Negara-negara Barat terus mengecam

pemerintahan Sri Lanka krena dianggap melakukan kejahatan perang dan

pelanggaran HAM terhadap Macan Tamil, sedangkan India mengambil posisi ambigu

dengan mendukung “kesatuan dan integritas” Sri Lanka dan di sisi lain mendorong

“penyelesaian (konflik) dengan negosiasi”.172 China yang memegang teguh prinsip

non interferensi dalam setiap kerja sama luar negerinya menjadi pihak yang lebih

difavoritkan oleh Sri Lanka.

Meski begitu, Sri Lanka juga tidak bisa sepenuhnya dianggap melakukan

bandwagoning terhadap China. Sri Lanka tetap mengakui India sebagai major power

di Asia Selatan dan tidak ingin mengambil posisi yang antagonistic terhadap India.

Pragmatisme tetap menjadi landasan hubungan Sri Lanka dan China. India berusaha

memperkuat kembali pengaruhnya di Sri Lanka melalui berbagai pendekatan      

172 Brian Orland. India‘s Sri Lank a Policy: Towards Economic Engagement . IPCS Res earch Paper. (Singapore: 2008)

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 127: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

113  

Universitas Indonesia

 

 

     

perekonomian.173 Sri Lanka masih berusaha menciptakan keseimbangan dalam

persaingan keduanya di Sri Lanka seperti yang dikatakan oleh mantan diplomat Sri

Lanka Jayantha Dhanapala, “Ini bukanlah zero-sum game di mana hubungan Sri

Lanka dengan China harus mengorbankan hubungan dengan India.Kami dengan

cerdik menyeimbangkan hubungan ini.”174

Nepal. Sebagai buffer zone antara India dan China, Nepal merupakan arena  

perebutan pengaruh antara keduanya. Dalam beberapa tahun terakhir, hubungan

Nepal dengan China terus meningkat, apalagi setelah partai Maoist Nepal memegang

kekuasaan. Pada tahun 2008, China mengumumkan pemberian bantuan militer

sebesar US$1.3 juta, dan bantuan militer non lethal sebesar $2.6 juta kepada Nepal.

Pada tahun 2011, delegasi pertahanan tingkat tinggi China mengunjungi Nepal.

Pimpinan delegasi China mengatakan bahwa "Kerja sama yang bersahabat antara dua

negara dan dua ketentaraan tidak hanya kondusif bagi rakyat kedua negara, namun

juga terhadap perdamaian dunia dan Asia Pasifik khususnya." Dia juga menyebutkan

komitmen China untuk meningkatkan kerja sama pertahanan dengan tentara Nepal.

Nepal menyebut China sebagai teman yang dapat diandalkan dan sangat berterima

kasih atas dukungan yang diberikan Pemerintah, rakyat, dan tentara China terhadap

transformasi sosial di Nepal.175

Partai Maoist yang berkuasa di Nepal saat ini memperlihatkan kecenderungan  

pro China yang sangat kuat dan seringkali memperlihatkan sentiment anti India.

Namun, Nepal tetap berusaha menjaga hubungan baik dengan India. Hal ini terlihat

dari kunjungan Perdana Menteri Nepal Baburam Bhattarai ke India pada tahun 2011.

Baburai tetap mengakui pentingnya India bagi Nepal. Dia mengatakan, pada

kenyatannya interaksi sosio-ekonomi Nepal sebagian besar adalah dengan India, dan              

173 Ibid., 174 Sergei DeSilva-Ranas inghe. Sri Lank a, The New Great Game. Strategic Analysis Paper, 24 Maret 2010. (Future Directions International. Aus tralia) 175 Satis h Kumar. China‘s Expanding Footprint in Nepal: Threats to India . Vol 5. No 2. April 2011. Journal of Defence Studies

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 128: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

114  

Universitas Indonesia

 

 

     

2/3 dari jumlah nilai perdagangan tahunan Nepal juga dengan India, dan dengan  

China hanya 10%.176  

Kamboja. Kamboja disebut-sebut sebagai salah satu pearls baru dalam String

of Pearls China. Dalam beberapa tahun terakhir, China menjadi pendonor terbesar di

Kamboja, melewati Jepang, AS, dan Uni Eropa. Berbagai macam proyek

infrastruktur, investasi, dan bantuan mengalir dari China ke Kamboja, antara lain

fasilitas docking di Ream dan upgrade pelabuhan Sihanoukville (yang disebut-sebut

sebagai pearls tersebut).177 Militer Kamboja pun sangat banyak mendapatkan

asistensi dari China. Hubungan militer yang erat ini dapat dilihat pada tahun 2008,

kapal perang China Zhenghe dengan 400 kru berlabuh di Sihanoukville.

Hubungan Kamboja dan China memperlihatkan perbedaan nyata antara

pendekatan pragamtisme ekonomi dan prinsip non-interferensi China dibandingkan

dengan nilai-nilai demokrasi, Ham, dan transparansi yang diusung oleh negara-negara

Barat untuk mendekati negara-negaralain. Sementara negara-negara Barat seringkali

mengecam masalah-masalah pelanggaran HAM dan militer yang kerap terjadi di

Kamboja serta tingginya tingkat korupsi di Kamboja, China tetap “bermurah hati”

memberikan berbagai macam bantuan, investasi, dan pinjaman kepada Kamboja. Hal

ini nyata terlihat pada kasus, pemulangan etnis Uygghur China yang meminta suaka

politik di Kamboja pada tahun 2009, di mana dua hari kemudian China

menandatangani 14 perjanjian dengan total nilai $1.4 Miliar. Sementara itu, AS justru

merepsonnya dengan menunda pemberian bantuan ke Kamboja pada 2010.178  

Namun, hal ini tidak berarti bahwa Kamboja sepenuhnya menggantungkan

diri pada China. Kamboja sangat memerlukan bantuan luar negeri. Prinsip

pragmatism menyebabkan Kamboja tidak peduli dari mana datangnya bantuan

tersebut. Selama ada uang datang, stance politik Kamboja dapat berubah. Kerja sama      

176 Col. C. Hariharan. CHINA‘S IMPACT ON INDIA-NEPAL RELATIONS . South Asia Analysis Group, Paper No. 4780, 20 Nov. 2011. Diaks es dari http://www.s outhas iaanalys is .org/ \papers 48\paper4780.html 177 Ian Storey. China's Tightening Relationship with Cambodia. 01 Juli 2006. Diaks es dari http://www.as ianres earch.org/articles /2881.html 178 Jennifer Chen. US-China-Cambodia Relations: The trilateral balance . 02 Oktober 2010. Diaks es dari http://www.eas tas iaforum.org/2010/10/02/us -china-cambodia- re lations -the-trilatera l-ba lance/

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 129: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

115  

Universitas Indonesia

 

 

     

ekonomi merupakan kunci untuk mendekati Kamboja. Sikap Kamboja terhadap

sanksi yang diberikan AS pada tahun 2010 mendemonstrasikan hal ini.179

Laos. Laos menerima uluran kerja sama China dengan tangan terbuka. Dari

tahun 1999-2009, China memberikan 2.3 Miliar yuan untuk membiayai 60 proyek

infrastruktur dan US$ 291 Juta sebagai pinjaman untuk Sembilan proyek lain.

Perdagangan bilateral pada tahun 2006 mencapai US$220 juta, dibandingkan pada

tahun 1999 yang hanya mencapai US$34 juta. Investasi china di Laos pada tahun

2006 mencapai US$ 498 juta, meningkat 158 kali lipat daripada jumlah di tahun  

1996.180 Aktivitas investasi dan ekonomi terbesar China di Laos berada pada sektor

energy dan pertambangan. China telah merelokasi lebih dari 30,000 keluarga China

untuk bekerja di Laos di proyek infrastruktur dan pembangkit energi serta konsesi

pertambangan untuk emas, tembaga, baja, potasium, dan bauksit.181

Namun, pemerintah Laos nampaknya tidak ingin bergantung terlalu banyak

dengan China dan menciptakan keseimbangan diplomatik dengan memperkuat

hubungan dengan rekan lain di kawasan. Laos adalah anggota ASEAN yang sangat

aktif, dan selama periode 2007-2009, Laos adala negara koordinir ASEAN bersama

Jepang, mereka bekerja sama dengan sangat baik sehingga komunikasi ASEAN

Jepang berjalan halus. Di saat yang sama Presiden Chounmaly Sayasone mengadakan

kunjungan ke Jepang pada 2008, dan Perdana Menteri Bouasone Bouphavanh pada

2007. Selain itu, PM laos juga mengadakan kunjungan ke Korea (pada 2008) dan

Presiden mengadakan kunjungan ke China (2008). Tanda-tanda pendekatan antara

Laos dan AS, juga terlihat, misalnya, dengan pembukaan kantor atase militer pertama

di Vientiane dan Washington D.C.182          

179 Ibid., 180 Kazuhiro Fujimura. The Increas ing Pres ence of China in Laos Today: A Report on Fixed Point Obs ervation of Local News papers from March 2007 to February 2009. (Rits umeikan As ia pacific Univers ity: 2009) 181 Teres ita Cruz-del Ros ario. ENTER THE DRAGON, SOFTLY: CHINESE AID IN SOUTH, SOUTHEAST AND CENTRAL AS IA. Lee Kuan Yew School of Public Policy Working Paper Series . (Paper pres ented at the works hop on “Chines e Inves tments in Southeas t As ia.” Hongkong, 17 June 2011). 182 Kazuhiro Fujimura. Op.Cit.,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 130: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

116  

Universitas Indonesia

 

 

     

Pakistan. Proyek pembangunan pelabuhan Gwadar di Pakistan merupakan

pearls yang paling menjadi concern para pengamat keamanan India. Proyek ini

menjadi dasar utama kecurigaan India akan strategi encirclement yang dilakukan oleh

China terhadap India. Hal ini wajar, karena Pakistan merupakan nemesis India di Asia

Selatan hingga saat ini, meskipun dari segi kapabilitas Pakistan sudah tertinggal jauh

dan bahkan mengarah ke failed state. Kedekatan Pakistan dengan China yang

memiliki sejarah konflik dengan India tentu saja memicu kecurigaan India.

Bandwagoning Pakistan terhadap China ini dilakukan khususnya dalam konteks vis-

à-vis India. China berharap untuk terus “mengikat” India di Asia Selatan dengan  

menggunakan Pakistan. Tabel III.7 Nilai Trans fer s enjata ke Pakis tan periode 2005-2011 dalam juta US$ nilai

kons tan tahun 1990. (Sumber: SIPRI Arms trans fer Databas e)  

  2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Total

China 78 98 144 250 779 858 898 3104

AS 147 124 341 282 118 1126 527 2664

Total  

transfer

senjata

419 274 636 1037 1124 2450 1675 7616

Pakistan saat ini memang sangat bergantung pada China untuk berbagai  

bantuan ekonomi dan peralatan militer. Tidak ada negara di Asia lain yang

dipersenjatai dengan tingkat kekonsistenan yang sama selama periode waktu yang

panjang seperti China mempersenjatai Afghanistan.183 Aliansi dengan China ini tidak

membuat Pakistan tidak menjalin hubungan dengan great power lain. Pakistan masih

terus menjalin hubungan dengan AS, karena AS masih membutuhkan Pakistan untuk

memerangi Al-Qaeda dan Taliban di perbatasan dengan Afghanistan. Hubungan AS

dan Pakistan bukan merupakan hubungan yang stabil, namun AS masih mengakui

Pakistan sebagai rekan yang sangat diperlukan dalam War on Terrorism. AS juga

tidak merasa nyaman dengan kedekatan Pakistan terhadap China, dan terus berusaha

memperbaiki hubungannya dengan Pakistan. Namun, aliansi de facto China dan    

183 J. Mohan Malik. Op.Cit., 75.

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 131: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

117  

Universitas Indonesia

 

 

     

Pakistan nampaknya sudah semakin mantap. Dalam agregat periode 2005-2011,

China melampaui AS dalam nilai transfer senjata ke Pakistan. Aziz menjelaskan

penjelasan geopolitik ikatan Pakistan terhadap China, dengan merujuk pada hukum

ketiga Newton - setiap aksi menghasilkan reaksi yang setara dan berlawanan - bahwa

hubungan Pakistan-China merupakan sebuah reaksi terhadap hubungan AS-India.184

Korea Utara. Beberapa pengamat menilai Korea utara sebagai ujung dari  

String of Pearls China di Asia Timur. Hubungan khusus China dengan Korea Utara

memang sudah terbangun sejak lama. Hingga saat ini, hubungan aliansi tersebut

masih terbentuk. Namun, hubungan aliansi tersebut nampaknya telah tereduksi cukup

drastis. China tidak lagi dianggap sebagai “blood ally” Korea Utara seperti yang

terjadi selama perang Dingin. Hal ini bisa dilihat pada perbedaan sikap mengenai

konflik Semenanjung Korea, di mana China lebih menginginkan kestabilan di

Semenanjung Korea dan berusaha mende-nuklirisasi Korea Utara, sikap yang

diabaikan oleh Korea Utara.

Korut sekarang lebih memposisikan China sebagai rekan pragmatis untuk

regime survival, dengan menyediakan resource militer dan pertahanan, makanan dan

energi. Korut saat ini menapaki jalan menuju independensi politik dari Beijing.

Kebijakan luar negeri Korut memperlihatkan level independensi yang tinggi dari

China, di mana Korut berusaha membuka jalur perundingan sendiri dengan lawan-

lawannya di Asia, termasuk dengan AS dan Jepang. Namun, untuk masa depan yang

masih terlihat, Korea Utara nampaknya masih akan terus dilihat sebagai sekutu

China.    

III.4. Pengukuran Polaritas Sistemik Asia Timur dan Asia Selatan  

Setelah seberlumnya dijabarkan mengenai strategi maritime China, konsep  

String of Pearls, dan respon dari negara-negara di Asia timur dan Asia Selatan, maka      

184 Telegram 04 ISLAMABAD 9705 dari kedubes AS di Is lamabad, “Subject: Pak-Sino Relations :„Higher than the Himalayas , Deeper than the Sea,” a copy of which is available at http://wikileaks .org/cable/2006/05/ 06IS LAMABA D9705.ht ml , Lihat John J. Tkacik, The Enemy of Hegemony is My Friend: Pak istan‘s de facto ‗Alliance‘ with China (USA: House Committee on Foreign Affairs Oversight and Investigations Subcommittee , 2011)

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 132: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

118  

Universitas Indonesia

 

 

     

sekarang kita dapat mulai mengukur secara kuantitatif dampak String of Pearls bagi

polaritas sistemik di kompleks keamanan Asia timur dan Asia Selatan. Seperti yang

telah dijelaskan pada Bab I subbab metodologi, untuk melakukan pengukuran ini

penulis akan menggunakan metode pengukuran polaritas sistemik yang diperkenalkan

oleh Bueno De Mesquita. Sesuai dengan meotde tersebut, pada bagian ini kita akan

melihat tiga elemen polaritas sistem, yaitu jumlah cluster (atau bisa disebut juga

poles/bloc), tingkat keketatan (tightness) dalam kluster dan dissimilaritas antar

kluster, serta concentration of power dalam sistem tersebut. Untuk penelitian ini,

penulis akan melakukan beberapa penyesuaian dalam metode yang akan digunakan

sesuai dengan keunikan dari kompleks keamanan Asia Timur serta konsep String of

Pearls itu sendiri.

Dalam pengukuran ini, kompleks keamanan Asia Timur dan Asia selatan akan

disatukan agar kita bisa melihat dampaknya secara keseluruhan. Namun, kita tidak

akan menganalisis seluruh negara yang ada di Asia timur dan Asia Selata, melainkan

kita akan memilih beberapa negara yang memang signifikan untuk dimasukkan ke

dalam analisis ini. Terdapat beberapa alasan untuk hal ini. Pertama, pengukuran

jumlah cluster dalam sistem mensyaratkan kita untuk menentukan seluruh pasangan

(dyad) negara-negara yang mungkin dalam sebuah sistem. Jika kita mengambil

seluruh negara di Asia, maka jumlah dyad yang dianalisis akan melebihi 200. Kedua,

banyaknya dyad yang dianalisis tidak sebanding dengan signifikansi yang diberikan,

karena banyak negara tersebut memiliki pola aliansi yang sama terhadap negara lain,

yaitu hedging, dan tidak memiliki hubungan aliansi yang lebih tinggi dari itu (akan

dibahas lebih lanjut pada bagian jumlah cluster dalam sistem). Ketiga, dimensi-

dimensi kapabilitas power yang dimiliki negara tersebut jumlahnya tidak signifikan

sehingga tidak akan berpengaruh banyak dalam analisis (akan dibahas lebih lanjut

pada bagian power concentration).

Berkaitan dengan periode penelitian ini (2005-2011), maka pengukuran ini

akan membandingkan polaritas sistemik yang terjadi pada tahun 2005 dan 2011,

shingga kita dapat melihat perubahan yang telah terjadi. Selain itu, berkaitan dengan

posisi AS yang tumpang tindih dan tidak bisa dilepaskan dari kompleks keamanan

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 133: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

119  

Universitas Indonesia

 

 

     

regional Asia, maka dalam pengukuran polaritas sistemik ini akan selalu

membandingkan keadaan polaritas dengan dan tanpa faktor AS. Sehingga, dalam satu

bagian kita akan menganalisis empat keadaan sistem yang berbeda, yaitu tahun 2005

dengan dan tanpa AS, serta tahun 2011 dengan dan tanpa AS.    

III.4.1 Jumlah cluster dalam sistem  

Pengukuran jumlah cluster ini, seperti yang telah dijelaskan oleh Mesquita,

secara prinsipnya dilakukan melalui analisis similaritas pola aliansi dari seluruh

negara dalam sebuah sistem. Analisis ini dilakukan dengan melihat derajat similaritas

hubungan aliansi dalam seluruh kemungkinan pasangan negara (dalam sebuah

sistem).185 Dalam operasionalisasinya, analisis ini akan membutuhkan beberapa

langkah:

1) Penentuan tipe/kategori aliansi  

2) Menentukan seluruh dyad (pasangan) negara-negara yang ada dalam sebuah

sistem

3) Menentukan tipe hubungan aliansi dari seluruh dyad yang ada  

4) Menghitung derajat similaritas pola aliansi masing-masing dyad dengan

menggunakan fungsi asosiasi kendall tau-b

5) Memasukkan seluruh skor tau-b yang sudah didapatkan dalam table persegi  

6) Melakukan typal analysis, untuk menentukan cluster yang ada dalam sebuah

sistem beserta anggotanya

Dalam metode yang Mesquita ajukan (pada tahun 1975), dia menentukan tiga

tipe aliansi yang memiliki derajat komitmen yang berbeda, yaitu (a) Pakta

pertahanan, di mana negara yang terlibat setuju untuk saling membantu pertahanan

jika salah satu negara anggota diserang; (b) netralitas atau pakta non-agresi, di mana

negara-negara yang terlibat setuju untuk tidak saling mendeklarasikan perang satu

sama lain jika ada negara lain yang mendeklarasikan perang terhadap mereka; dan (c)

entente, di mana negara-negara yang terlibat setuju untuk saling berkonsultasi jika    

185 Bruce Bueno De Mes quita. Measuring Systemic Polarity. The Journal of Conflict Resolution, Vol. 19, No. 2 (Jun., 1975) . Sage Publications.

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 134: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

120  

Universitas Indonesia

 

 

     

salah satu dari mereka diserang oleh pihak ketiga.186 Tipologi ini mengikuti tipologi

yang dibuat oleh Small dan Singer yang memang cukup merefleksikan kondisi

ketatnya hubungan aliansi dari abad ke-19 hingga Perang Dingin dalam data polaritas

sistemik yang mereka kumpulkan (dari tahun 1816-1960). Namun, penulis

berargumen bahwa tipologi seperti ini tidak tepat untuk diterapkan dalam penelitian

ini, karena ciri khas dari hubungan negara-negara di Asia.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tidak ada satupun negara-negara di

Asia yang memberikan respon frontal dan keras terhadap China karena munculnya

String of Pearls. Hedging merupakan respon dari sebagian besar negara di Asia

Timur dan Asia Selatan terhadap China. Small powers melakukan hedging untuk

menciptakan kesimbangan dan mendapatkan keuntungan dari dinamika great power

yang ada dengan menerima uluran kerja sama dan membina hubungan erat dengan

mereka semua. Sementara great dan major power melakukan hedging terhadap China

untuk menghindari ketegangan terbuka dan juga tetap dapat menjalin hubungan baik

dengan China (yang telah menjadi rekan perekonomian kunci). Mereka melakukan

enganging secara bilateral dan multilateral, menjaga dan meningkatkan kerja sama

perekonomian, dan upaya-upaya confidence building terhadap China. Namun, di sisi

lain, mereka juga melakukan upaya-upaya balancing, bukan dengan tindakan frontal

yang memicu ketegangan, namun dengan memperdalam dan memperluas jaringan

aliansi mereka dengan berbagai kerja sama keamanan dan strategic partnership. Para

great power ini (dan juga seluruh negara di Asia Selatan dan Asia Timur), tidak

menginginkan adanya ketegangan terbuka yang dapat menjadi ancaman bagi

stabilitas regional, dan dalam dimensi perekonomian, negara-negara tersebut juga

sangat membutuhkan China. Bahkan, China merupakan kreditor terbesar AS saat ini.

Hal ini tentu berbeda dengan yang terjadi selama Perang Dingin, di mana ketegangan

terbuka adalah hal biasa, dan aliansi yang ketat yang antagonistic satu sama lain

merupakan hal yang umum. Oleh karena itu, merupakan hal yang kurang tepat jika

kita menyebut hubungan para great power lain dengan China sebagai pola zero-sum

game dan tanpa mutual gain sama sekali.  

186 Ibid.,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 135: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

121  

Universitas Indonesia

 

 

     

Dalam penelitian ini, penulis mengembangkan tipologi hubungan aliansi yang

berbeda sesuai dengan keadaan di Asia: (1) Formal Alliance, (2) Quasi Alliance, (3)

Hedging, (4) No Alliance . Berikut ini adalah penjelasan dan kriteria-kriteria

operasionalisasi dari masing- masing tipe tersebut.

Formal Alliance. Ini adalah tipe hubungan aliansi tertinggi dan dengan

definisi yang sudah cukup jelas. Dalam tipe ini, negara-negara yang terlibat memiliki

sebuah perjanjian aliansi resmi yang menjamin dukungan negara-negara tersebut jika

salah satu anggota memiliki masalah keamanan. Contoh yang paling jelas dari formal

alliance ini, misalnya, hubungan AS-Taiwan melalui Taiwan Relations Act dan Six

Assurances yang menjadi landasan jaminan keamanan AS terhadap Taiwan. Kriteria

utama dari formal alliance ini cukup mudah diidentifikasi, yaitu terdapat sebuah

perjanjian formal (atau instrument hokum lain) yang mengikat negara-negara yang

terlibat, seperti contoh hubungan AS-Taiwan tersebut.

Quasi Alliance. Tipologi Quasi Alliance merupakan tipologi yang sengaja  

dirancang untuk memotret munculnya hubungan beberapa great power yang cukup

intens untuk hanya sekedar disebut “negara sahabat” semata, namun juga tidak

memiliki perjanjian formal untuk disebut sebagai aliansi formal. Beberapa ahli

memiliki definisinya sendiri untuk Quasi Alliance. Menurut Victor D. Cha, Quasi

Alliance merupakan hubungan dua negara yang tidak beraliansi, namun memiliki

great power yang menjadi pihak ketiga sebagai common ally (contoh, Jepang-Korea

Selatan).187 Sementara itu, menurut Weng, Quasi Alliance bisa terbentuk di antara  

dua negara yang memiliki common threat serta similaritas kebudayaan dan ideology

(contoh, iran-Suriah). Dalam tulisan ini, penulis mendefinisikan quasi alliance

sebagai hubungan di antara dua negara yang memiliki identifikasi threat yang sama

dan membangun kerja sama bukan dalam bentuk pakta pertahanan kaku, namun

dengan kerja sama strategis yang lebih fleksibel. Terdapat dua kriteria utama untuk

kategori ini: (1) kedua negara memiliki identifikasi threat yang sejenis, atau memiliki

great power lain sebagai common ally, (2) mengembangkan kerja sama strategis      

187 Victor D. Cha. Op.Cit.,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 136: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

122  

Universitas Indonesia

 

 

     

dalam bidang pertahanan dan keamanan, namun bukan dalam bentuk pakta

pertahanan formal.

Hedging. Hedging, seperti yang telah dilakukan sebelumnya, merupakan

sikap yang dilakukan untuk menghadapi keadaan yang diwarnai ketidakpastian

dengan menjalin hubungan baik ke semua pihak. Dimasukkannya hedging dalam

tipologi aliansi ini merupakan hal yang sangat penting untuk menggambarkan

dinamika keamanan yang nyata terjadi di Asia. Meskipun sikap hedging memang

tidak memperlihatkan komitmen untuk saling membantu pertahanan satu dengan

yang lainnya, namun kategori hedging merupakan kunci untuk menggambarkan sikap

sebagian besar negara terhadap China, termasuk great power. Hal ini sangat penting

dalam analisis kuantitatif yang dilakukan agar tidak menghasilkan mislead dalam

angka-angka yang dihasilkan. Tanpa kategori hedging, maka analisis yang ada dapat

memperlihatkan kuatnya hubungan antagonistik antara cluster China dan cluster

lainnya. Padahal, pada faktanya, hubungan di antara cluster tidak memperlihatkan

rivalitas yang eksplisit. yang nantinya akan diperlihatkan pada bagian selanjutnya.

Hedging dalam tipologi ini tidak memperlihatkan hubungan aliansi, namun lebih

menggambarkan sikap sebuah negara terhadap negara lain. Kriteria utama dari

hedging dalam sebuah dyad adalah: (1) hubungan diplomatik dan perekonomian yang

normal di antara negara tersebut, dan (2) identifikasi threat yang tidak sama.

No alliance. Hubungan no alliance menggambarkan hubungan dua negara

yang tidak memiliki hubungan diplomatic resmi, tidak memiliki traktat formal, atau

memperlihatkan total hostility satu sama lain. Hal ini tentunya berbeda dengan

hedging di mana hubungan diplomatic dan perekonomian normal masih terus

berjalan.

Hampir seluruh small power di Asia Timur dan Asia Selatan melakukan

hedging terhadap Great Power dan juga terhadap satu sama lain. Kelompok negara-

negara ini, akan menghasilkan cluster dari negara-negara yang (sebenarnya) non-

clustered atau tidak memiliki alignment. Oleh karena itu, negara-negara ini tidak akan

signifikan untuk dimasukkan ke dalam analisis. Negara-negara yang akan

dimasukkan dalam analisis ini adalah negara yang memiliki minimal satu hubungan

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 137: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

123  

Universitas Indonesia

 

 

     

aliansi dengan tingkat di atas hedging (Formal alliance atau quasi alliance), yaitu

Amerika Serikat (AMS), China (CHN), Korea Selatan (KRS), Korea Utara (KRU),

Jepang (JPN), Taiwan (TWN), Thailand (THN), Filipina (PHL), India (IND),

Pakistan (PAK), dan Australia (AUS).

Masing-masing kategori hubungan aliansi diberikan nilai yang berbeda:  

3=Formal Alliance, 2=Quasi Alliance, 1=Hedging, dan 0=no alliance. Nilai-nilai ini

merupakan data ordinal untuk pengukuran non-parametric joint ranking dengan tau-b

dengan menggunakan program SPSS 17.    

A. Jumlah dan anggota cluster dalam sistem pada tahun 2005  

Dengan menggunakan kriteria tipe aliansi yang telah dijelaskan sebelumnya,

kita sekarang dapat melakukan penilaian mengenai tipe hubungan aliansi apa yang

terjadi di antara semua pasangan negara-negara yang dianalisis .Berikut ini adalah

data penilaian hubungan aliansi di antara negara-negara yang menjadi masuk ke

dalam pengukuran pada tahun 2005. Tabel III.8 Skol penilaian hubungan alians i antar negara di As ia

 

  AMS CHN KRS KRU JPN TWN THN PHL IND PAK AUS AMS 3 1 3 0 3 3 3 3 1 2 3 CHN 1 3 1 2 1 0 1 1 1 2 1 KRS 3 1 3 0 1 0 1 1 1 1 1 KRU 0 2 0 3 0 0 1 1 1 2 0 JPN 3 1 1 0 3 0 1 1 1 1 1 TWN 3 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 THN 3 1 1 1 1 0 3 1 1 1 1 PHL 3 1 1 1 1 0 1 3 1 1 1 IND 1 1 1 1 1 0 1 1 3 0 1 PAK 2 2 1 2 1 0 1 1 0 3 1 AUS 3 1 1 0 1 0 1 1 1 1 3 Setelah kita mengatahui hubungan aliansi masing-masing pasangan, kita bisa

 

berlanjut dengan menilai skor tau-b dari masing-masing pasangan. Dengan

menggunakan SPSS, proses komputas bisa dilakukan dengan lebih efektif.

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 138: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

124  

Universitas Indonesia

 

 

     

Tabel III.9 Skor Tau-B antara AS dengan China  

Correlations  

  Am erika Serikat

 China

Kendall's tau_b Am erika Serikat Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N

China Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N

1.000 .

11 -.667(**)

.010 11

-.667(**) .010

11 1.000

. 11

** Correlation is s ignificant at the .01 level (1 -tailed).    

Tabel III.10 Skor tau-b China dengan Pakis tan  

Correlations  

  China Pakis tan Kendall's tau_b China Correlation Coefficient

Sig. (1-tailed) N

Pakis tan Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N

1.000 .

11 .734(**)

.004 11

.734(**) .004

11 1.000

. 11

** Correlation is s ignificant at the .01 level (1 -tailed).  

Skor tau-b yang dihasilkan akan memiliki nilai dalam range -1 hingga 1. Skor

tau-b bernilai positif menunjukkan korelasi similaritas aliansi yang positif, dan skor

yang bernilai minus menunjukkan yang sebaliknya. Nilai 0 menunjukkan ketiadaan

korelasi. Nilai 1 berarti bahwa similaritas pola aliansi di antara kedua negara

sempurna, dan -1 adalah kebalikannya. Setelah didapatkan skor tau-b untuk seluruh

dyad yang ada, maka kita bisa membuat table kontingensi persegi yang akan memuat

seluruh skor tau-b tersebut.

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 139: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

125  

Universitas Indonesia

 

 

     

Tabel III.11 Skor tau-b s eluruh dyad pada tahun 2005       AMS CHN KRS KRU JPN TWN THN PHL IND PAK AUS

AMS 1 -0.667 0.369 -0.761 0.369 0.328 0.137 0.137 -0.171 -0.299 0.369

CHN -0.667 1 -0.031 0.707 -0.492 -0.492 0.137 0.137 0.034 0.734 -0.31

KRS 0.369 -0.031 1 -0.387 0.719 0 0.555 0.555 0.277 0.166 0.719 KRU -0.761 0.707 -0.387 1 -0.387 -0.442 0.031 0.031 0.031 0.415 -0.387

JPN 0.369 -0.492 0.719 -0.387 1 0 0.555 0.555 0.277 0.166 0.719

TWN 0.328 -0.492 0 -0.442 0 1 -0.046 -0.046 -0.37 -0.11 0 THN 0.137 0.137 0.555 0.031 0.555 -0.046 1 0.615 0.346 0.337 0.555

PHL 0.137 0.137 0.555 0.031 0.555 -0.046 0.615 1 0.346 0.337 0.555

IND -0.171 0.034 0.277 0.031 0.277 -0.37 0.346 0.346 1 -0.276 0.277 PAK -0.299 0.734 0.166 0.415 0.166 -0.11 0.337 0.337 -0.276 1 0.166

AUS 0.369 -0.387 0.719 -0.387 0.719 0 0.555 0.555 0.277 0.166 1            

Setelah table ini dibentuk, maka kita bisa melakukan typal analysis untuk

menentukan cluster yang ada dalam sistem beserta anggotanya. Typal analysis ini

cukup sederhana. Pertama, di tiap-tiap kolom, skor tau-b tertinggi diberi tanda (skor 1

untuk negara yang sama atau bukan dyad tidak dihitung). Skor tau-b tertinggi dari

skor yang sudah ditandai tersebut menunjukkan dyad yang menjadi dua anggota

pertama dari cluster pertama. Baris di mana skor tersebut berada dilihat, dan jika

terdapat skor lain yang sudah ditandai, maka negara yang direpresentasikan oleh skor

tersebut dimasukkan ke dalam anggota. Masing-masing baris dari negara yang sudah

menjadi anggota cluster tersebut kemudian dilihat lagi, dan jika terdapat skor yang

juga ditandai dalam baris tersebut, maka negara yang direpresentasikan kembali

ditambahkan. Jika sudah tidak ada lagi, maka nilai skor tau-b tertinggi yang ditandai

dan masih belum masuk cluster menjadi anggota cluster berikutnya, dan proses yang

sama diulangi, hingga semua negara sudah terkelompok dalam cluster.

Dengan typal analysis tersebut, maka kita sudah dapat menemukan jumlah

cluster yang ada pada tahun 2005 beserta anggotanya. Ditemukan tiga cluster dengan

anggota yang berbeda, yaitu:

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 140: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

126  

Universitas Indonesia

 

 

     

- Cluster I (China, Pakistan, Korea Utara)  

- Cluster II (AS, Australia, Korea Selatan, Jepang, Taiwan)  

- Cluster III (Thailand, Filipina, India)  

Hal yang sama juga dilakukan untuk menemukan jumlah cluster dalam sistem

tanpa faktor AS. Analisis ini berarti memperlihatkan jumlah cluster murni dari

kompleks keamanan Asia sendiri. Setelah menghapus variabel AS dari dataset, skor

tau-b masing- masing dyad kembali dihitung. Tabel III.12 Skor tau-b antara China dengan Pakis tan tanpa faktor AS (bis a dibandingkan

dengan table s kor tau-b China Pakis tan dengan faktor AS s ebelumnya)

Correlations  

  China Pakis tan Kendall's tau_b China Correlation Coefficient

Sig. (1-tailed) N

Pakis tan Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N

1.000 .

10 .808(**)

.003 10

.808(**) .003

10 1.000

. 10

** Correlation is s ignificant at the .01 level (1 -tailed).      

Setelah mendapatkan seluruh table dan mengulangi prosedur yang sama

sebelumnya, termasuk typal analysis, kita mendapatkan komposisi cluster baru:

- Cluster I: China, korea Utara, Pakistan  

- Cluster II: Australia, Korea Selatan, Jepang  

- Cluster III: Thailand, Filipina, India  

- Unclustered: Taiwan  

Terdapat beberapa hal yang layak dianalisis dalam hasil ini. Pertama, ditariknya

faktor AS tidak memberikan perubahan bagi jumlah kluster, dan sebagian besar

anggota kluster masih tetap sama, kecuali Taiwan. Dihilangkannya faktor AS

menyebabkan Taiwan keluar dari cluster yang awal. Keanggotaan Taiwan di cluster

tersebut memang sangat terikat dengan keberadaan AS, karena tidak ada negara

dalam cluster itu yang memiliki hubungan diplomatic resmi dengan Taiwan, sehingga

masuk ke dalam kategori No Alliance. Kedua, adalah masuknya Thailand, Filipina,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 141: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

127  

Universitas Indonesia

 

 

     

dan India dalam satu kluster. Apakah hal ini berarti bahwa Thailand, India, dan

Filipina memiliki komitmen atau keterikatan satu sama lain? Jika dianalisis secara

lebih seksama ketiga negara tersebut melakukan hedging terhadap nyaris seluruh

negara lain pada tahun 2005 ini. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hedging

dalam kategori aliansi ini lebih memperlihatkan sikap “normal” sebuah negara

terhadap negara lain. Tidak ada attachment yang mendalam di antara mereka.

Masuknya negara-negara ini dalam satu cluster menunjukkan bahwa kesamaan sikap

mereka tersebut kepada kebanyakan negara lain dan tidak lebih dari itu. Hal ini

penting untuk dipahami agar tidak terjadi salah interpretasi bahwa ketiga negara

tersebut tergabung dalam satu cluster karena memiliki ikatan yang khusus satu sama

lain. Jika negara-negara yang melakukan hedging terhadap seluruh negara lainnya

dimasukkan ke dalam analisis, maka negara-negara tersebut akan masuk ke dalam

cluster ini, seperti yang terjadi pada India.    

B. Jumlah dan anggota cluster dalam sistem pada tahun 2011  

Prosedur yang sama kembali dilakukan untuk menentukan jumlah dan angota

cluster pada tahun 2011 dengan terlebih dahulu menyusun data penilaian hubungan

aliansi di antara negara-negara yang menjadi masuk ke dalam pengukuran untuk

tahun 2011. Berikut ini adalah beberapa perkembangan utama yang muncul selama

periode 2005-2011 untuk masing-masing pasangan.negara yang menjadi bahan

pertimbangan perubahan penilaian tipe aliansi.    

Tabel III.13 Beberapa perkembangan hubungan keamanan s elama periode 2005 -2011 (dari

berbagai s umber)  

Tahun Negara yang terlibat Perkembangan yang muncul

2007 Jepang Perdana Menteri Shinzo Abe mengajukan  

Quadrilateral Initiative

2007 AS-India-Jepang,Australia Latihan bersama Quadrilateral Initiative

2007 AS, Jepang, India Trilateral naval Exercise (untuk pertama  

kalinya)

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 142: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

128  

Universitas Indonesia

 

 

       

2006 AS, Jepang, Australia Trialteral Security Dialogue Upgrading  

(level menteri luar negeri dan pertahanan)

2007 Australia, Jepang Australia-Japan Security Declaration

2009 Australia, Korea Selatan Australia-South Korea Security Declaration

2009 Australia, India Australia-India Security Declaration

2010 India, Jepang Deklarasi Strategic Partnership

2010 Korea Selatan, India Deklarasi Strategic Partnership, diikuti dengan kunjungan Menhan India A.K. Anthony untuk meningkatkan kerja sama pertahanan

   

Dengan berbagai perkembangan yang terjadi tersebut, data penilaian hubungan

aliansi mengalami beberapa perubahan. Tabel data penilaian hubungan aliansi 2011

adalah sebagai berikut.    

Tabel III.14 Data penilaian ahubungan alians i tahun 2011  

  AMS CHN KRS KRU JPN TWN THN PHL IND PAK AUS AMS 3 1 3 0 3 3 3 3 2 2 3 CHN 1 3 1 2 1 0 1 1 1 2 1 KRS 3 1 3 0 1 0 1 1 2 1 2 KRU 0 2 0 3 0 0 1 1 1 2 0 JPN 3 1 1 0 3 0 1 1 2 1 2 TWN 3 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 THN 3 1 1 1 1 0 3 1 1 1 1 PHL 3 1 1 1 1 0 1 3 1 1 1 IND 2 1 2 1 2 0 1 1 3 0 2 PAK 2 2 1 2 1 0 1 1 0 3 1 AUS 3 1 2 0 2 0 1 1 2 1 3 Berikut ini beberapa skor tau-b yang dihasilkan.

 Tabel III.15 Skor Tau-B China-Indi a

     

Correlations  

   

China  

India  Kendall's tau_b China

 Correlation Coefficient

 

1.000  

-.188

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 143: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

129  

Universitas Indonesia

 

 

       

.  

.250

   

11  

11  India Correlation Coefficient

Sig. (1-tailed)

N

 -.188

 1.000

 

.250  

.

11 11

 

       

Sig. (1-tailed)  

N                

Tabel III.16 Skor Tau-B Jepang-Indi a  

Correlations  

   

Jepang  

India  

Kendall's tau_b  Jepang Correlation Coefficient

Sig. (1-tailed)

N

 

1.000 .643**

. .009

11 11  India Correlation Coefficient

Sig. (1-tailed)

N

.643**  

1.000

.009 .

11 11  

**. Correlation is s ignificant at the 0.01 level (1 -tailed).    

Selanjutnya, adalah tabel yang memuat seluruh skor tau-b pada tahun 2011.  

Tabel III.17 Skor tau-b s eluruh dyad pada tahun 2011  

  AMS CHN KRS KRU JPN TWN THN PHL IND PAK AUS

AMS 1 -0.727 0.322 -0.816 0.322 0.328 0.137 0.137 0.134 -0.353 0.394

CHN -0.727 1 -0.134 0.707 -0.134 -0.492 0.137 0.137 -0.188 0.734 -0.184 KRS 0.322 -0.134 1 -0.458 0.643 0 0.424 0.424 0.643 -0.024 0.837

KRU -0.816 0.707 -0.458 1 -0.458 -0.442 0.031 0.031 -0.361 0.415 -0.565

JPN 0.322 -0.134 0.643 -0.458 1 0 0.424 0.424 0.643 -0.024 0.837 TWN 0.328 -0.492 0 -0.442 0 1 -0.046 -0.046 -0.145 -0.11 0

THN 0.137 0.137 0.424 0.031 0.424 -0.046 1 0.615 0.272 0.337 0.384

PHL 0.137 0.137 0.424 0.031 0.424 -0.046 0.615 1 0.272 0.337 0.384 IND 0.134 -0.188 0.643 -0.361 0.643 -0.145 0.272 0.272 1 -0.313 0.698

PAK -0.353 0.734 -0.024 0.415 -0.024 -0.11 0.337 0.337 -0.313 1 -0.047

AUS 0.394 -0.184 0.837 -0.565 0.837 0 0.384 0.384 0.698 -0.047 1  

Sebagai langkah terakhir, kita melakukan typal analysis terhadap table tersebut, yang akan menghasilkan tiga cluster sebagai berikut:

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 144: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

130  

Universitas Indonesia

 

 

       

- Cluster I: Australia, Jepang, Korea Selatan, Jepang, India, Taiwan  

- Cluster II: China, Korea Utara, Pakistan  

- Cluster III: Thailand, Filipina  

Jika kita menghilangkan faktor AS, maka sebagai hasil akhir kita kembali

mendapatkan tiga cluster dengan komposisi sebagai berikut:

- Cluster I: Australia, Korea Selatan, Jepang, India  

- Cluster II: China, Pakistan, Korea Utara  

- Cluster III: Thailand, Filipina  

- Unclustered: Taiwan  

Perbedaan utama dari tahun 2005 dan 2011 adalah bergabungnya India ke dalam

cluster AS dan aliansinya yang lain. Cluster-cluster inilah yang akan selanjutnya

akan digunakan untuk mengukur dua elemen polaritas lainnya, yaitu tightness-

discreteness, dan concentration of power.

 III.4.2 Tightness dan Discreteness

 Tightness memperlihatkan similaritas komitmen dari negara-negara anggota

sebuah cluster. System cluster memperlihatkan seberapa ketatnya ikatan cluster yang

ada dalam sebuah sistem. Discreteness, sebaliknya, memperlihatkan derajat

dissimilaritas komitmen aliansi negara-negara antar cluster. Discreteness dan

tightness memperlihatkan kuat aliansi dan seberapa tebal batasan antar cluster dalam

sebuah sistem. Rumus tightness (T):

                       

ni= jumlah negara dalam cluster i

x= jumlah cluster dalam sistem

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 145: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

131  

Universitas Indonesia

 

 

     

Wab=Skor tau-b untuk dyad an di mana ab adalah bagian dari cluster i                                  

Rumus discreteness (D):  

 

Bac= skor tau-b antar cluster untuk ac di mana ac bukan anggota cluster i  

Dengan menggunakan data skor tau-b yang sudah didapatkan, maka kita dapat

menentukan nilai T dan D pada tahun 2005 dan 2011, dengan dan tanpa faktor AS. Tabel III.18 Perbandingan nilai T dan D pada tahun 2005 dan 2011 (dengan dan tanpa AS)

 

  2005 2011

T D T D

Dengan AS 0.422 -0,08 0.427737   0.085  

Tanpa AS 0.533 -0.11 0.6792   0.0365  

   

Pada tahun 2005 skor D bernilai negatifs. Menurut Mesquita, range nilai dari 0

hingga 1 menunjukkan sistem bipolar. Nilai 1 menunjukkan bahwa perbedaan antar

cluster yang terjadi berada pada titik maksimum. Nilai minus di sini berarti dapat kita

interpretasikan bahwa antar cluster tidak terjadi dissimilaritas, bahkan terjadi

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 146: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

132  

Universitas Indonesia

 

 

     

interkoneksi yang sangat kuat oleh intercluster dyad. Dengan kata lain, bipolaritas

belum terjadi di sini. Sedangkan pada tahun 2011, nilai D meningkat dan menjadi

bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa selama periode, boundaries antar cluster

mbertambah (meskipun sangat rendah), dan jika merujuk pada penjelasan Mesquita,

maka sistem sudah masuk ke kategori bipolar. Di sisi lain, nilai T juga bertambah

selama periode 2005-2011 dan jika faktor AS dihilangkan. Hal ini terutama pada

tahun 2011. Efek dihilangkannya faktor AS bagi nilai D merupakan kebalikan dari T,

nilai D justru menurun jika faktor AS dihilangkan.    

III.4.3 Concentration of Power  

Elemen concentration of power (Con) menunjukkan tingkat persebaran power

di antara cluster yang ada dalam sebuah sistem. Untuk mengukur nilai Con, maka

pertama-tama kita harus mengukur persentase power dari masing-masing cluster

terhadap total kapabilitas komposit dalam sistem. Indikator-indikator power yang

Mesquita ajukan terdiri dari kapabilitas Militer, kapabilitas demografis, dan

kapabilitas industrial. Namun, dalam penelitian ini, indikator yang akan digunakan

adalah kapabilitas militer (dalam bentuk pengeluaran militer) dan juga kapabilitas

perekonomian. Kedua indikator ini merupakan indikator yang tepat untuk

menjelaskan dinamika great power dalam kawasan Asia. Peningkatan anggaran

militer yang sangat besar dan pertumbuhan ekonomi yang luar biasa merupakan

striking image dari Asia saat ini. Dinamika yang terjadi di kawasan pun sebagian

besar terdiri dalam dua dimensi (yang saling berkaitan) ini. Kedua indikator ini juga

sangat sesuai dengan konsep String of Pearls, yang merupakan interseksi dari

pendekatan pragmatisme ekonomi China serta upgrading kapabilitas angkatan laut

China untuk menjadi blue water navy. Selain itu, pemilihan kedua indikator ini juga

memudahkan penghitungan, karena berbentuk nilai uang (US$), sehingga bisa

langsung dipersentasekan.    

Tabel III.19 Data Military Expenditures negara-negara anggota pengukuran dalam Miliar US$

(Sumber: SIPRI)

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 147: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

133  

Universitas Indonesia

 

 

       

Negara 2005 2011 AS 562039 689591 China 64726 129272 Korea Utara    Korea Selatan 22791 28280 Jepang 55330 54529 Taiwan 8300 8888 Thailand 2846 5114 Filipina 2145 2225 India 33690 44282 Pakistan 5572 5685 Australia 18413 22955 Jumlah Total 775852 990821 Jumlah Total (Tanpa AS) 213813 301230

     

Tabel III.20 Data GDP negara-negara anggota pengukuran dalam Miliar US$ (Sumber: IMF  

World Economic Outlook Database)  

Negara 2005 2011 AS 12,455,825.00 15,094,025.00 China 2,234,133.00 7,298,147.00 Korea Utara    Korea Selatan 787,567.00 116,247.00 Jepang 4,567,441.00 5,869,471.00 Taiwan 346,178.00 466,832.00 Thailand 173,130.00 345,649.00 Filipina 98,371.00 213,129.00 India 771,951.00 1,676,143.00 Pakistan 110,970.00 210,566.00 Australia 708,519.00 1,488,221.00 Jumlah Total 22,254,085.00 32,778,430.00 Jumlah Total (Tanpa AS) 9,798,260.00 17,684,405.00

   

Dengan data-data yang sudah ada tersebut, kita bisa melakukan perhitungan dengan

rumus Con yang dijelaskan Mesquita.

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 148: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

134  

Universitas Indonesia

 

 

       

 

Si=bagian cluster I dalam kapabilitas sistem  

X=jumlah cluster dalam sistem  

Hasil perhitungan dari formula ini akan berada di antara 0 sampai 1. Nilai 1

menunjukkan bahwa kapabilitas sistem terpusat pada satu cluster, sedangkan 0 berarti

kapabilitas sistem terbagi merata di semua cluster. Berikut ini adalah hasil

perhitungan Con dengan formula tersebut. Tabel III.21 Perbandingan nilai Con

 

  2005 2011

Dengan AS 0.80298 0.695821

Tanpa AS 0.47068 0.471554    

Hal yang menarik diperhatikan di sini adalah besarnya signifikansi dari AS dalam

power concentration dan perubahan power concentration yang cukup signifikan dari

tahun 2005 ke 2011. Jika AS dimasukkan ke dalam analisis, nilai Con pada tahun

2005 mencapai 0.8, yang berarti bahwa konsentrasi power sangat berpusat di cluster

tersebut. Begitu juga padatahun 2011, di mana terjadi hampir tiga poin pengurangan.

Namun, jika faktor AS dihilangkan, poin konsentrasi berkurang drastis, yang berarti

kapabilitas sistem lebih merata. Pemerataan power juga terjadi dalam konteks

periodis diperlihatkan dengan penurunan nilai Con dari 0.8 hingga ke 0.69 (dengan

faktor AS).    

III.5 Kesimpulan  

Pada bab ini kita melihat bagaimanah strategi maritime China, deskripsi

String of Pearls, respon dari masing-masing negara terhadap String of Pearls, dan

akhirnya pengukuran secara kuantitatif perubahan polaritas sistemik kompleks

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 149: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

135  

Universitas Indonesia

 

 

     

keamanan Asia timur dan Asia Selatan yang disebabkan String of Pearls. China yang

seiring dengan perkembangan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan konsumsi

energinya menempatkan keamanan lautan sebagai salah satu kepentingan

strategisnya, dan berusaha merancang blue water navy untuk menjaga kepentingan

dan kedaulatannya di lautan. String of Pearls muncul sebagai perluasan pengaruh

China di sepanjang Laut China Selatan dan Samudera Hindia sebagai infrastruktur

pendukung tujuan blue water navy ini. Negara-negara di Asia timur dan Asia Selatan

sebagian besar menanggapi String of Pearls secara pragmatis, yaitu

memanfaatkannya untuk keuntungan negaranya sendiri (terutama perekonomian), dan

di saat yang sama tetap menjalin hubungan yang erat dengan great power lain.

Sementara itu, major power meresponnya dengan mengembangkan jaringan

aliansinya dan di saat yang sama tetap melakukan diplomatic engagement dan kerja

sama ekonomi yang intensif dengan China. Hal inilah yang menyebabkan beberapa

perubahan dalam polaritas sistem di Asia.    

Tabel III.21 Perbandingan s emua as pek pengukuran polaritas  

  2005 2011   Clus ter T D Con Clus ter T D Con      

Dengan AS

Clus ter I (CHN, PAK, KRU),

Clus ter II (AMS, AUS, KRS, JPN, TWN), Clus ter III (THN, PHL,

IND)

     

0.422

     

-0,08

     

0.803

Clus ter I (CHN, PAK, KRU),

Clus ter II (AMS, AUS, KRS, JPN,

TWN, IND), Clus ter III

(THN, PHL)

     

0.427737

     

0.085

     

0.695821

     

Tanpa AS

Clus ter I (CHN, PAK, KRU),

Clus ter II (AUS, KRS, JPN), Clus ter III

(THN, PHL, IND)

     

0.533

     

-0.11

     

0.470

 

Clus ter I (CHN, PAK, KRU),

Clus ter II (AUS, KRS, JPN, IND), Clus ter III (THN,

PHL)

     

0.6792

     

0.0365

     

0.471554

   

Dengan hasil pengukuran polaritas sistemik, maka terlihat bahwa perubahan

utama yang terjadi adalah India sebagai regional power utama di Asia Selatan masuk

ke dalam struktur polaritas bersama dengan great power lainnya di Asia Timur.

Dinamika great power telah mengalami pergeseran yang cukup signifikan, di mana

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 150: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

136  

Universitas Indonesia

 

 

     

secara struktur polaritas great power kawasan Asia Timur dan Asia Selatan bisa

dipandang sebagai satu kesatuan polaritas. Dengan hal ini berarti bahwa variabel

polaritas sebagai variabel independen dalam penelitian ini mengalami perubahan.

Lalu bagaimanakah dampak terhadap perubahan dari variabel dependen ini terhadap

variabel lainnya? Analisis mengenai hal tersebut akan kita lohat pada bab selanjutnya.

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 151: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

137  

Universitas Indonesia

 

 

     

BAB IV  

Dampak dari Perubahan Polaritas Terhadap Perubahan Kompleks Keamanan  

Asia Timur dan Asia Selatan      

Sebagai sebuah variabel polaritas, String of Pearls seperti yang telah

dibuktikan di bab sebelumnya memberikan beberapa perubahan terhadap polaritas

sistem di kawasan Asia, atau dalam konteks ini kita bisa menyebutnya superkompleks

Asia. Strinng of Pearls menyebabkan dinamika interregional yang lebih intens di

antara kompleks Asia Timur dan Asia Selatan. Struktur polaritas yang ditandai

dengan sistem aliansi hub and spoke bergeser menjadi jaringan kerja sama pertahanan

bilateral dan masuknya India ke dalam sistem aliansi tersebut. Lalu, bagaimanakah

hal tersebut membentuk perubahan kompleks keamanan Asia Timur dan Asia

Selatan? Apakah perubahan yang terjadi cukup signifikan seperti transformasi

eksetrnal yang terjadi di Asia Timur setelah Perang Dingin? Di dalam bab ini kita

akan melihat transformasi apakah yang terjadi dari kompleks keamanan Asia Timur

dan Asia Selatan karena perubahan polaritas yang terjadi, dan pada akhirnya

menemukan jawaban atas pertanyaan permasalahan dalam penelitian ini.

Seperti yang telah dijelaskan dalam bab I, untuk melihat transformasi

kompleks keamanan yang mungkin terjadi, maka kita terlebih dulu melihat perubahan

yang terjadi dalam intervening variable, yaitu batasan geografis (boundary), struktur

anarki, dan konstruksi sosial (pola amity/enmity). Masing-masing variabel ini akan

dianalisis untuk melihat apakah berubahnya struktur polaritas juga menyebabkan

perubahan terhadap mereka. Setelah mendapatkan hasilnya, maka kita akan dapat

menentukan tipe transformasi yang terjadi (variabel dependen): transformasi

eksternal, transformasi eksternal, atau status quo.    

IV.1 Dampak Perubahan Polaritas terhadap intervening variable  

IV.1.1 Batasan Geografis  

Variabel batasan geografis merupakan sebuah variabel yang menjadi kunci

untuk melihat sejauh mana jangkauan sebuah RSC. Batasan geografis menunjukkan

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 152: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

138  

Universitas Indonesia

 

 

     

hingga sejauh mana isu-isu keamanan dalam sebuah kawasan tersekuritisasi bersama.

Variabel batasan geografis ini juga menjadi faktor penentu dalam melihat

transformasi eksternal sebuah kompleks keamanan. Terdapat beberapa faktor yang

menjadi pembentuk utama variabel ini, antara lain kapasitas interaksi aktor-aktor

yang ada dan rintangan geografis alami. Masuknya sebuah negara dalam kompleks

keamanan menunjukkan bahwa kapasitas interaksi negara tersebut dengan negara lain

dalam kompleks berada pada level yang cukup, sehingga mereka dapat menjadi

bagian/berinisiatif dalam proses sekuritisasi isu keamanan dalam kompleks. Faktor

halangan geografis alami juga sangat berpengaruh. Dalam beberapa kompleks,

insulator alami dapat menjadi cukup kuat untuk memisahkan dua kompleks

keamanan yang bersebalahan. Kedua faktor inilah yang nantinya dapat membantu

menjelaskan pengaruh polaritas terhadap variabel batasan geografis kompleks

keamanan Asia Timur dan Asia Selatan. Namun sebelumnya, kita kembali me-review

proses transformasi eksternal yang terjadi di kompleks keamanan Asia Timur setelah

perang Dingin sebagai bahan perbandingan.

Selama masa Perang Dingin, kompleks keamanan Asia Tenggara dan Timur  

laut merupakan dua kompleks keamanan yang terpisah. Kompleks Asia Timur Laut

terdiri dari China, Jepang, Korea Selatan, Korea Utara dan Taiwan. Sedangkan

Kompleks keamanan Asia tenggara terdiri dari negara-negara yang tergabung dalam

ASEAN saat ini. Secara geografis, wilayah Selat Taiwan secara efektif menjadi batas

geografis antara kompleks Asia Timur Laut dan Asia Tenggara. China menjadi great

power yang berpengaruh dalam kedua kompleks tersebut. Namun, karena overlay

yang terjadi, interaksi keamanan antara aktor-aktor lain aeperti Jepang dan negara-

negara di Asia Tenggara menjadi rendah. Hal inilah yang menyebabkan tidak

keduanya menjadi kompleks keamanan yang terpisah.

Berakhirnya Perang Dingin memperlihatkan perubahan drastis dalam  

arsitektur keamanan di Asia Timur. Kompleks keamanan Asia Tenggara dan Asia

Timur Laut yang tadinya merupakan entitas kompleks keamanan yang terpisah

menjadi sebuah kompleks keamanan yang solid. Berakhirnya Perang Dingin

menyebabkan berkurangnya secara drastis pengaruh superpower di kedua kompleks.

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 153: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

139  

Universitas Indonesia

 

 

     

Keberadaan kekuatan Uni Soviet secara efektif menghilang, dan kekuatan AS

berkurang secara signifikan. Hal ini menyebabkan kapasitas interaksi aktor-aktor

dalam kedua kompleks semakin meningkat, terutama China, Jepang, dan negara-

negara ASEAN secara agregat. China menjadi aktor yang paling diuntungkan dengan

keluarnya superpower dari kompleks. Jepang, setelah Perang Dingin, diberikan

keleluasaan oleh AS untuk mengambil peran lebih besar di kawasan Asia Pasifik

secara keseluruhan. Hal ini dimanfaatkan oleh Jepang untuk mengintensifkan

hubungan dengan ASEAN sebagai bagian dari upaya untuk merespon The Rise of

China. ASEAN menyadari bahwa berakhirnya Perang Dingin menuntut mereka untuk

lebih memperluas jangkauannya dan lebih banyak melibatkan aktor-aktor lain di luar

kawasan mereka. ASEAN memiliki peran penting dalam menciptakan keseimbangan

di kawasan tanpa melakukan alignment ke salah satu pihak sebagai upaya

mengakomodasi The Rise of China dan mendapatkan keuntungan dari hal tersebut.

Interaksi yang terus meningkat di antara aktor-aktor ini berpuncak pada terciptanya

ARF pada tahun 1994-1995 yang akhirnya secara efektif menghilangkan batasan

geografis kedua kompleks keamanan. Pada akhirnya Australia juga tertarik ke dalam

kompleks keamanan Asia Timur ini dengan logika yang sama seperti aktor-aktor lain.

Bergabungnya kedua kompleks keamanan ini menunjukkan perubahan

struktur polaritas di antara keduanya. Dengan menghilangkan unsur overlay AS,

struktur polaritas esensial di Asia Timur Laut bersifat bipolar, di mana dua great

power kawasan, China dan Jepang (bersama dengan Korea Selatan, namun tidak

beraliansi) berada pada dua camp yang berbeda. Bergabungnya kedua kompleks

keamanan menunjukkan bahwa struktur esensial bipolar ini masuk ke dalam

Kompleks keamanan Asia Timur secara umum. ASEAN tidak melakukan alignment

ke pihak manapun dengan kebijakan hedging mereka, namun rendahnya kapasitas

power negara-negara di ASEAN tidak membuat ASEAN dipehitungkan menjadi satu

kekuatan khusus.

Lalu, bagaimana hal ini dapat dibandingkan dengan setelah munculnya isu

String of Pearls? Seperti yang telah ditunjukkan dalam pengukuran polaritas sistem

di bab sebelumnya, hingga tahun 2005 di mana isu String of Pearls mulai mencuat,

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 154: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

140  

Universitas Indonesia

 

 

     

struktur polaritas tersebut tidak berubah. Melalui pengukuran derajat similaritas pola

aliansi, Jepang, Australia, dan Korea Selatan berada dalam satu bloc yang berbeda

dengan China, yang terutama dibentuk karena kesamaan sikap mereka terhadap

Korea Utara. Hanya saja, karena sikap hedging yang dilakukan negara-negara lain di

kawasan serta belum kuatnya hubungan di antara Jepang, Australia, dan Korsel

sendiri (yang masih mengandalkan pada sistem hub and spoke AS), maka

keterpisahan antar pole tersebut masih tidak terasa. Sementara itu, India masih belum

tergabung dengan sistem aliansi di Asia Timur. Interaksi India tersebut, dalam

pengukuran polaritas, masih terbatas di Asia Selatan. Karena India masih belum

masuk ke dalam struktur polaritas di Asia Timur, maka batasan geografis dari

kompleks keamanan Asia Timur masih belum berubah. Keadaan seperti pada saat

Jepang berhasil memperkuat interaksinya dengan negara-negara di Asia Tenggara

saat peleburan Kompleks Keamanan belum terjadi. Hubungan di antara Pakistan dan

Korea Utara tidak bisa menggambarkan menyatunya kompleks keamanan Asia

Selatan, karena hubungan keduanya tidak memperlihatkan kuatnya kapasitas interaksi

mereka. Hubungan di antara keduanya terutama disebabkan karena hubungan quasi

alliance mereka dengan China yang meningkat menjadi proliferasi nuklir.

Hal yang berbeda terlihat pada pengukuran tahun 2011. String of Pearls

memperlihatkan semakin meluasnya pengaruh geopolitik China, dari Asia Tenggara

bersambung ke Asia Selatan. Di saat yang sama, India muncul sebagai regional

power baru di Asia Selatan dengan kapasitas interaksi yang semakin besar dan Look

East Policy, merasakan potensi ancaman dari String of Pearls. Sementara itu, di Asia

Timur, muncul aktifitas di antara sekutu-sekutu AS di kawasan untuk membentuk dan

memperluas jaringan aliansi non-formal dan strategic partnership diantara mereka

untuk merespon meningkatnya naval presence China tanpa menimbulkan ketegangan

langsung dengan China. Dalam pengukuran polaritas sebelumnya, hubungan di antara

mereka meningkat menjadi quasi alliance. Kedua hal ini berlangsung secara parallel,

dan akhirnya pada tahun 2011, India telah masuk ke dalam struktur polaritas di Asia

Timur. Bergabungnya India dalam struktur polaritas Asia Timur dimulai dengan

pembentukan Strategic Partnership antara India dan Jepang, membentuk apa yang

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 155: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

141  

Universitas Indonesia

 

 

     

kedua pemimpin negara tersebut klaim sebagai “String of Democracy” di sepanjang

perairan Asia. Jaringan aliansi bilateral ini bahkan sempat berpeluang untuk berubah

menjadi forum multilateral melalui Quadrilateral Initiative, seandainya saja reaksi

China yang sangat negative tidak memundurkan langkah negara-negara tersebut.

Meskipun Quadrilateral Initiative gagal diwujudkan, namun jaringan aliansi bilateral

tersebut tetap ada dan terus mengalami penguatan.

Masuknya India ke dalam struktur polaritas di Asia Timur ekuivalen dengan

apa yang terjadi sebelumnya oleh Jepang dan Australia. Kondisi di mana Jepang

meningkatkan interaksinya dengan ASEAN untuk merespon The Rise of China

dilakukan lagi oleh India untuk merespon String of Pearls dengan mewujudkan kerja

sama dengan negara-negaar lain di Asia Timur. Berangkat dari kesamaan ini kita bisa

menyimpulkan bahwa perubahan polaritas sistem menyebabkan memudarnya batasan

geografis kompleks keamanan Asia Timur dan Asia Selatan.

Buzan tidak menjelaskan indikator-indikator berubahnya batasan geografis  

sebuah kompleks keamanan, namun dia memberikan beberapa tanda di mana

kemungkinan besar transformasi eksternal akan terjadi yang berarti juga bahwa

terjadi perubahan dalam variabel batasan geografis. Peningkatan kapasitas interaksi

yang disertai dengan munculnya sebuah isu (keamanan) bersama dapat menyebabkan

peningkatan interaksi negara-negara yang berada di dua kompleks yang berbeda, dan

jika peningkatan interaksi ini terus berlanjut, maka di satu titik hal ini dapat

menyebabkan peleburan kedua kompleks keamanan yang berbeda tersebut.

Terbentuknya kompleks keamanan Asia Timur menjadi contoh nyata, dan titik

penentuannya, menurut Buzan adalah pada saat terbsentuknya ARF.

Buzan juga tidak mengatakan bahwa berubahnya kompleks keamanan harus  

melibatkan seluruh negara dalam suatu kompleks secara langsung. Contohnya adalah

masuknya China sebagai bagian dari kompleks keamanan Asia Selatan, yang

akhirnya menyebabkan terbentuknya Superkompleks Asia. Konflik perbatasan antara

India dengan China terhadap Tibet dan Himalaya pada tahun 1962 muncul sebagai

momentum pembuka terbentuknya Superkompleks Asia. Seandainya saja, India bisa

menjaga Tibet sebagai insulator antara Asia Selatan dan India, Kompleks Keamanan

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 156: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

142  

Universitas Indonesia

 

 

     

Asia Selatan akan tetap terpisah dari Utara. Namun aneksasi Tibet oleh China

menempatkan perbatasan China mendekati jantung wilayah India dan selama 1950an

meningkatkan friksi terhadap perbatasan yang disengkatakan. Akhirnya hal ini

menyebabkan perang perbatasan antara India dan China pada 1962, krisis kecil pada

1987, dan perasaan khawatir India terhadap China yang bertahan sangat lama.188 Di  

sini, kita bisa melihat bahwa dalam konteks RSCT Buzan menganggap signifikansi

interaksi antar negara terhadap sebuah kompleks keamanan dapat dilihat dari skala

kapasitas di antara mereka. Interaksi di antara negara-negara dengan kapasitas power

yang besar cenderung akan menjadi faktor pembentuk utama arsitektur keamanan.

Buzan juga menyebutkan bahwa karena ukuran dari India, adalah hal yang beralasan

jika kompleks keamanan Asia Selatan dibentuk melalui hubungan antara India

dengan negara-negara tetangganya dalam dimensi politik dan keamanan.189

Dengan kedua contoh tersebut, maka perubahan polaritas sistem yang terjadi

dari String of Pearls menyebabkan hilangnya batasan geografis kompleks keamanan

Asia Selatan dan Asia Timur. Namun, jika kita melepaskannya dari struktur polaritas

pun, String of Pearls memang berkontribusi secara nyata dalam meningkatkan

kapasitas interaksi negara-negara di Asia Selatan terhadap Asia Tenggara. Hal ini

misalnya terlihat dari proyek pembangunan rel kereta api yang akan menghubungkan

Bangladesh dan Myanmar, dan juga upgrading berbagai fasilitas pelabuhan di Asia

Selatan. Dengan berbagai proyek ini, maka interaksi antara negara-negara di Asia

Selatan dan Asia Timur terus meningkat, dan pada akhirnya interdependensi antar

kawasan akan meningkat dan relevansi batasan geografis akan berkurang.      

China Jepang      

India Pakis t an

 Korut

 Kors el

       

188 Barry Buzan dan Ole Weaver. Op. Cit., hal. 160 189 Ibid., hal. 107

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 157: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

143  

Universitas Indonesia

 

 

     

Gambar IV.1 Struktur Polaritas dan pengaruhnya terhadap batas an geografis : Sebelum String  

of Pearls  

China  

Pakis t an

Korut

                     

Jepang  

India  

   Aus tr alia

 Kors el

             

Gambar IV.2 Struktur Polaritas dan pengaruhnya terhadap batas an geografis : Ses udah String  

of Pearls      

Ket:    : Keberadaan batasan Geografis

 

: Menghilangnya Batasan Geografis      

IV. 1.2 Struktur Anarki  

Terbentuknya kompleks keamanan Asia Timur disebabkan oleh peningkatan

interaksi antar aktor utamanya justru merubah struktur anarki dan bukannya polaritas

dalam kompleks (seperti yang terjadi karena String of Pearls). Hal ini terwujud dalam

pembentukan ARF yang menggeser struktur anarki yang tadinya lebih cenderung ke

arah conflict formation menjadi security regime. Perubahan dalam struktur anarki

inilah yang pada akhirnya turut merubah variabel batasan geografis, karena ekspansi

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 158: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

144  

Universitas Indonesia

 

 

     

ARF yang melingkupi Asia timur Laut dan Asia Tenggara, sehingga batasan

geografis antara kedua kompleks keamanan menghilang. Namun, perubahan struktur

anarki ini, tidak merubah secara signifikan struktur esensial bipolar dalam kawasan

antara China dan Jepang. Jika kita memasukkan variabel Korea Utara, maka Australia

dan korea Selatan akan berada pada satu bloc bersama Jepang. Negara-negara

ASEAN tidak melakukan alignment ke pihak manapun, sehingga satu-satunya

perubahan yang terjadi adalah peningkatan interkoneksi antar pole dalam struktur

bipolar tersebut (nilai discreteness negatif dalam pengukuran polaritas di bab

sebelumnya), atau dalam kata lain menghilangkan “jarak” antara kedua cluster

tersebut dengan ASEAN sebagai media penghubungnya. Namun, tetap saja

keanggotaan cluster tidak berubah dan konsentrasi kekuatan masih berada pada great

power tersebut.

Hal yang berbeda muncul dari String of Pearls. Perubahan utama yang

diberikan String of Pearls kepada kompleks justru melalui perubahan polaritas. Dan

jika pada saat terbentuknya kompleks keamanan Asia Timur perubahan struktur

anarki tidak berpengaruh pada polaritas, maka kali ini perubahan polaritas pun tidak

merubah struktur anarki yang ada. Di Asia Timur, ASEAN dan ARF masih menjadi

institusi keamanan utama untuk menjaga stabilitas di kawasan, sedangkan di Asia

Selatan SAARC masih tetap terfragmentasi dan “mandul”.

ASEAN dan ARF masih menjadi tumpuan utama struktur anarki di kawasan.

ASEAN, pada khususnya, merupakan inti dari concentric circle berbagai institusi

regional di Asia Pasifik yang saling overlap satu sama lain dari segi keanggotaan dan

isu. ARF di sisi lain, lebih dispesifikkan untuk CBM dan diplomasi preventif untuk

berbagai masalah keamanan di Asia Timur.

Meskipun banyak pihak menyebutnya sebagai sebuah “rezim keamanan”,

namun ASEAN tidak bisa didefinisikan melalui konsep rezim keamanan secara

umum. Jika kita berbicara mengenai “rezim keamanan” maka semestinya yang ada di

benak kita aalah sekumpulan negara yang rela melepaskan sebagian otonominya dan

mengikuti nilai-nilai dalam sebuah rezim demi upaya pencapaian stabilitas keamanan.

ASEAN dalam kebalikannya, sangat mendewakan asas non-interferensi dalam code

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 159: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

145  

Universitas Indonesia

 

 

     

of conduct mereka. Dalam kata lain, keberadaan sebuah negara dalam ASEAN tidak

akan mengurangi sedikit pun derajat otonomi mereka. Prinsip non interferensi inilah

yang banyak pemimpin Asia banggakan sebagai The Asian Way. ARF merupakan

ekstensi dari nilai-nilai yang dibawa ASEAN tersebut. Pada kenyataannya, ARF

memang merupakan sebuah forum dialog biasa, yang tujuan utamanya adalah sebagai

upaya confidence building mechanism di antara negara-negara anggotanya.                                                          

Figur IV.3 Peta Organis as i Regional Global di Kawas an As ia Pas ifik. (Sumber: Setneg.org)  

Michael Leifer menjelaskan bahwa prinsip non-interferensi merupakan

cherished principle dari ASEAN yang baru dilanggar dua kali: pada tahun 1986 di

mana ASEAN menyerukan peaceful resolution untuk kekacauan politik yang terjadi

di Filipina serta pada tahun 1977 ketika terjadi pemberontakan di di Kamboja.190

Prinsip institusional yang paling ASEAN pegang hingga saat ini adalah prinsip non-  

interferensi.          

190 Michael Leifer, The ASEAN Regional Forum: Extending ASEAN's Model of Regional Security , Adelphi Paper 302 (Oxford: Oxford Univers ity Pres s , 1996).

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 160: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

146  

Universitas Indonesia

 

 

     

Hingga saat ini, prinsip non-interferensi masih belum tergoyahkan, dan

munculnya isu String of Pearls tidak memperlihatkan tanda-tanda akan adanya

perubahan dalam struktur anarki security regime “ala Asia” seperti ini. Prinsip non-

interferensi ini nampaknya akan terus dipegang hingga foreseeable future. Tidak ada

tanda-tanda akan dilakukannya langkah-langkah untuk menjadikan ASEAN dan ARF

menjadi security regime yang lebih mengikat. Sementara banyak scholar yang

menyarankan agar prinsip non-interferensi direvisi kembali demi keefektifan ASEAN

sendiri, nampaknya para pemimpin di Asia Tenggara (dan Asia Pasifik dalam ARF)

sudah nyaman dengan aturan main seperti ini. Hal ini juga yang menyebabkan China

merasa cocok dan terus melakukan engagement dengan multilateralisme ala Asia ini.

Di bawah aturan main seperti ini juga, great power lain melakukan pendekatan

multilateral diplomatik dengan China untuk menjaga tingkat kepercayaan dan

meredakan ketegangan yang mungkin terjadi sebagai bagian dari sikap hedging

mereka terhadap China. Terlepas dari efektifitas yang masih diperdebatkan,

kenyamanan semua pihak menjadi dasar prinsip seperti ini terus dijalankan.

Sementara itu, SAARC masih belum dapat mencapai stabilitas keamanan  

yang diinginkan di kawasan Asia. Bahkan, para pemimpin di Asia Selatan sendiri

mengakui bahwa SAARC adalah sebuah kegagalan.191 Ratusan juta penduduk di Asia Selatan hidup di bawah 1 dolar per hari, sementara Asia selatan terus menderita

saling curiga yang mendalam satu sama lain, proliferasi nuklir, konflik antar etnis

yang penuh kekerasan dan penurunan modal sosial.192 Selama 25 tahun SAARC pencapaian SAARC masih amat kecil dan dianggap sebagai organisasi dengan

kemanfaatan yang minim baik di dalam maupun di luar kawasan,193 Keberadaannya hanya menjadi sekedar talk shop rutin di antara para penguasa tanpa adanya aksi

substantif. Berbagai peristiwa baik positif dan negatif terjadi di Asia Selatan yang      

191 South Asia leaders admit SAARC failure; blame India, Pak (29 April 2010). Diaks es dari http://zeenews .india.com/news /nation/s outh -as ia-leaders -admit-s aarc-failure-blame-india- pak_622703.html pada 17 Juni 2012 192 Athiur Rahman, SAARC, Not Yet A Community. 193 SD Muni. SAARC at Twenty Five. Institute of South Asian Studies (National University of Singapore) , Brief No. 160, 04 May 2010.

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 161: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

147  

Universitas Indonesia

 

 

     

sama sekali tidak dipengaruhi keberadaan SAARC. Peningkatan hubungan

oerdagangan pun juga tidak disebabkan oleh Peran SAARC. Sekitar 200 pertemuan

dilangsungkan di bawah SAARC tiap tahunnya, namun banyaknya pertemuan ini

tidak diimbangi dengan hasil yang nyata.

Dalam konteks String of Pearls dan peningkatan aktifitas China di Asia

Selatan, masih belum muncul upaya-upaya peningkatan kapasitas SAARC agar

mampu memberikan kontribusi nyata bagi stabilitas kawasan. Perbedaan persepsi,

distrust, dan berbagai hal lainnya masih belum terselesaikan. Dalam hal ini,

kekhawatiran India mengenai pengaruh geopolitik China di Bangladesh, Sri Lanka,

dan tentu saja Pakistan, tidak banyak dibahas dalam SAARC. India justru

meresponnya dengan naval build up dan membentuk jaringan kerja sama dengan

sekutu-sekutu AS di Asia Timur.

Tren yang muncul justru adalah tertariknya negara-negara di Asia Selatan

terhadap institusi ARF. Bergabungnya Bangladesh dan Sri Lanka di ARF pada tahun

2006 dan 2007 dan juga Pakistan menjadi penanda bahwa negara-negara di Asia

Selatan justru lebih berminat untuk bergabung dengan institusi regional yang telah

berhasil menarik great power lain di kawasan dibandingkan memperkuat SAARC

yang sudah ada. Apakah tren ini akan berlanjut, sehingga ARF menjadi rezim

keamanan yang akan menjangkau seluruh wilayah Asia merupakan hal yang sulit

dijawab, karena keterbatasan dari geographical footprint ARF dan masih belum

terselesaikannya berbagai agenda keamanan ARF di kawasan Asia Timur sendiri.

Tapi yang jelas, dilihat dari sisi manapun, peningkatan intertwined masalah

keamanan antara Asia Timur dan Asia Selatan merupakan sesuatu yang sulit untuk

dibantah.    

IV. 1. 3 Konstruksi Sosial/Pola amity-enmity  

Variabel pola amity-enmity dalam kompleks keamanan menjadi dimensi

konstruktivisme dalam teori ini. Variabel ini memperlihatkan bagaimana sebuah

negara mempersepsikan negara lainnya, apakah sebagai teman (amity) ataukah

sebagai musuh (enmity). Selama Perang Dingin, pola amity-enmity ini sebagian besar

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 162: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

148  

Universitas Indonesia

 

 

     

mengalami overlay akibat rivalitas ideologi kedua superpower. Namun, pola amity-

enmity lokal memberikan warna tersendiri dalam berbagai proxy war yang terjadi.

Pola amity-enmity ini bersifat sangat durable, dan terlepas dari berbagai perubahan

yang terjadi, pola yang ada selama Perang Dingin masih bertahan hingga sekarang.

Perubahan polaritas akibat String of Pearls tidak memberikan perubahan yang berarti

terhadap pola amity-enmity yang sudah ada. Lebih tepatnya, berbagai perubahan

yang terjadi di kompleks keamanan tidak pernah sepenuhnya menghilangkan atau

merubah pola amity-enmity di Asia, karena sebagian besar pola tersebut bersifat deep

rooted dengan latar belakang sejarah yang sangat berpengaruh dalam pembentukan

persepsi.

Di Asia Timur Laut, kecurigaan antara satu dengan yang lainnya masih terasa  

sangat kuat. Seluruh negara di Asia Timur masih memendam dendam dan kecurigaan

yang besar terhadap Jepang akibat imperialisme dan kekejaman dalam penjajahan

yang Jepang lakukan selama Perang Dunia II. Korea Selatan, misalnya meskipun

sama-sama menjadi sekutu AS di Asia bersama Jepang, tetap sulit untuk menjalin

hubungan keamanan yang lebih erat dengan Jepang karena kecurigaan yang masih

besar terhadapnya. Sementara Korea Selatan dan Jepang sudah menghasilkan pakta

kerja sama keamanan dengan Australia dan India, namun hingga saat ini keduanya

masih “dalam proses” untuk mencapai kerja sama yang sejenis (skor “1” dalam

penilaian hubungan aliansi). Pada bulan Mei 2012 lalu, semestinya Perdana Menteri

Korea Selatan berangkat ke Jepang untuk menandatangani perjanjian kerja sama

militer dengan China, namun hal tersebut dibatalkan dan mengatakan bahwa

Pemerintah Korea Selatan akan mempertimbangkan kembali rancangan kerja sama

tersebut.194 Longstanding enmity Korea Selatan dengan Korea Utara juga terus  

bertahan, di mana ancaman nuklir Korea Utara terus menjadi ancaman utama bagi

Korea Selatan. Korsel terus memperkuat kerja sama pertahanan dengan AS, dan

bahkan beberapa politisi konservatif mempertimbangkan agar Korea Selatan juga

memiliki arsenal nuklir, hal yang sangat berusaha dicegah oleh Presiden AS Barack    

194 South Korean defense minister calls off trip to Japan (18 Mei 2012). Diaks es dari http://ajw.as ahi.com/article/as ia/korean_penins ula/AJ201205180040 pada 18 juni 2012

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 163: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

149  

Universitas Indonesia

 

 

     

Obama.195 Saling curiga antara China dan negara-negara tetangganya pun juga terus

berlanjut. Sama seperti Korea Selatan, China juga mencurigai Jepang yang

dilatarbelakangi luka Perang Dunia II, dan China juga mencurigai Jepang memiliki

niatan untuk menghentikan The Rise of China. Di sisi lain, rivalitas dan kebijakan-

kebijakan agresif China selama Perang Dingin serta berbagai masalah territorial

seperti Kepulauan Senkaku turut mengundang kecurigaan Jepang dan Korea Selatan

terhadap naval build up yang dilakukan China. Jepang mengkhawatirkan China yang

dapat bertindak sebagai aktor revisionist yang berniat menjadi hegemon utama di

kawasan. Munculnya String of Pearls hanya menguatkan kembali pola kecurigaan

ini, meskipun hal ini terus saling curiga ini terus diupayakan untuk dikurangi dengan

berbagai pendekatan diplomatik yang mereka lakukan. Bagaimanapun juga,

keuntungan dari tingginya intensitas perdagangan di antara mereka terlalu berharga

untuk dirusak akibat kecurigaan politik. Sementara itu, permasalahan Taiwan hingga

saat ini belum menemui titik resolusi. Adalah natural jika China menjadi ancaman no.

1 bagi Taiwan, karena penyatuan Taiwan ke mainland adalah core interest China,

jangka pendek maupun jangka panjang. Permasalahan Taiwan inilah yang yang

menjadi alasan utama kecurigaan dan keengganan China untuk kehadiran AS di

kawasan Asia Timur.

Di Asia Tenggara, pola enmity sudah jauh ditekan dengan semakin  

berkembangnya ASEAN dan manfaat stabilitas regional yang dirasakan secara

langsung terhadap pembangunan ekonomi di masing-masing negara. Hubungan di

antara negara-negara di ASEAN terjalin cukup baik, dan tren ini diharapkan dapat

terus berlangsung. Minimal kita bisa mengharapkan bahwa tidak aka nada major war

di antara negara-negara ASEAN setidaknya hingga foreseeable future. Namun,

terdapat beberapa pola enmity lama yang terjadi secara bilateral yang masih bertahan

hingga saat ini, misalnya kecurigaan Thailand terhadap ekspansionisme Vietnam,

yang memiliki latar belakang sejarah yang cukup panjang, dari masa kerajaan pra-    

195 New “Military Cooperation” unveiled between S. Korea and Japan (24 Mei 2012). Diakses dari http://www.k oreab ang.c om/2012/s tories /new-militar y-c ooperation- un veiled- be t ween -k orea- an d- japan.ht ml pada 18 Juni 2012

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 164: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

150  

Universitas Indonesia

 

 

     

kolonial hingga masa Perang Dingin. Selain itu, hubungan dengan China pun terlihat

sangat positif. Interaksi perdagangan hingga terbentuknya zona perdagangan bebas

(ACFTA) dan juga kedekatan diplomatic China baik dengan negara-negara di Asia

Tenggara secara bilateral maupun dengan ASEAN menjadi bukti nyata. Namun, hal

ini tidak menghilangkan pola enmity yang harus dilihat tentu saja terjadi antara China

dengan beberapa negara di Asia Tenggara, terutama Malaysia, Vietnam, dan Filipina

terkait dengan masalah Laut China Selatan yang juga tidak menemukan resolusinya

hingga saat ini akibat sikap “indisputable sovereignty” China. Bagi Malaysia dan

Filipina, sengketa dengan China tidak bersifat deep rooted, dalam artian tidak

memiliki permusuhan historis yang sangat mendalam. Namun, bagi Vietnam,

kecurigaan terhadap China memiliki latar belakang sejarah yang berusia ribuan tahun.

Negara-negara tersebut menyadari kerugian yang sangat besar jika mengkonfrontir

China dan membuang potensi keuntungan yang mereka dapatkan jika mereka tidak

bekerja sama dengan China. The rise of China tidak dianggap sebagai immediate

threat, dan String of Pearls China justru dianggap sebagai sebuah peluang baru

untuk mendapatkan berbagai keuntungan ekonomi lain dari China dan great power

lain yang merespon String of Pearls seperti India. Dengan alasan-alasan ini, pola

enmity di Asia Tenggara benar-benar dapat ditekan. Tidak ada yang mau

mengganggu pertumbuhan ekonomi regional yang sangat menjanjikan dengan

instabilitas regional.

Di Asia Selatan, pola conflict formation masih belum berubah. Permusuhan  

nyata antara Pakistan dan India masih menjadi konflik utama di kawasan Asia

Selatan, dan juga saling curiga antara negara-negara kecil di Asia Selatan dan India.

Tingginya pola enmity di Asia Selatan memang sulit diurai, karena permasalahan

yang ada bersifat multi dimensi dan multi sektoral, di mana permasalahan etnis dan

agama memainkan peranan vital. Permusuhan India dan Pakistan, jika disimplifikasi,

bisa disebut sebagai permusuhan atara Islam radikal dengan Hindu sekuler yang

memiliki latar belakang uang sangat mendalam. Sementara itu, negara-negara lain di

Asia Selatan mencurigai intense hegemonik India, apalagi dengan fakta sejarah

bahwa kerajaan India di masa lampau memang menguasai hampir seluruh sub

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 165: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

151  

Universitas Indonesia

 

 

     

kontinen Asia Selatan. Sementara itu, India mencurigai intensi negara-negara kecil

tersebut untuk bersatu melawan kepentingan nasional India. Sementara itu, hubungan

negara-negara lain di China bukanlah merupakan hubungan yang positif. Bahkan pola

amity di antara mereka sangat terasa. Munculnya String of Pearls dan perubahan

polaritas yang ditimbulkan memberikan dua efek yang cukup berlawanan. Di satu

sisi, pola enmity tersebut menjadi semakin menajam, karena India kecurigaan India

terhadap negara-negara di sekelilingnya semakin besar, terutama permusuhannya

dengan Pakistan. Namun di sisi lain, India berusaha melakukan counter encirclement

dengan berupaya melakukan pendekatan-pendekatan terhadap small power lain

seperti Bangladesh dan Sri Lanka dalam kompetisi dengan China untuk merebut

pengaruh di negara-negara tersebut. Pada akhirnya, negara-negara ini menikmati

keuntungan dari persaingan antara India dan China dengan semakin bannyaknya

aliran uang, investasi, dan tawaran kerja sama yang masuk ke negara mereka.    

IV.2 Variabel Dependen: Transformasi Kompleks Keamanan Regional Asia  

Timur dan Asia Selatan  

Dari analisis pengaruh perubahan polaritas terhadap variabel dependen, kita

mendapatkan tiga hasil:

- Berubahnya polaritas kompleks keamanan Asia Timur dan Asia Selatan  

karena String of Pearls menyebabkan hilangnya batasan geografis antara

kompleks Asia Timur dan Asia Selatan

- Berubahnya polaritas kompleks keamanan Asia Timur dan Asia Selatan

karena String of Pearls tidak menyebabkan perubahan struktur anarki

kompleks keamanan

- Berubahnya polaritas kompleks keamanan Asia Timur dan Asia Selatan

karena String of Pearls tidak menyebabkan perubahan pola amity-enmity di

kedua kompleks keamanan

Lalu, bagaimanakah perubahan dalam intervening variable ini berpengaruh

terhadap variabel dependen, yaitu transformasi kompleks keamanan?

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 166: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

152  

Universitas Indonesia

 

 

     

Terdapat tiga kemungkinan transformasi kompleks keamanan yang mungkin

terjadi:

- Transformasi internal: transformasi ini terjadi jika terdapat perubahan dalam

struktur internal sebuah kompleks keamanan, terutama karena perubahan

dalam polaritas, struktur anarki dan pola amity-enmity

- Transformasi eksternal: transformasi ini terjadi jika terdapat sebuah kompleks  

keaman mengalami kontraksi atau ekspansi di batas terluarnya, menyebabkan

perubahan keanggotaan dalam kompleks tersebut. Variabel batasan geografis

menjadi kunci untuk mengidentifikasi hal ini.

- Maintenance of Status Quo: tidak ada perubahan yang berarti dalam struktur

esensialnya

Dengan melihat perubahan yang terjadi dalam intervening variable, maka kita

dapat mengatakan bahwa terjadi transformasi eksternal di dalam kompleks

keamanan Asia Timur dan Asia Selatan yang menyebabkan kedua kompleks

keamanan tersebut melebur menjadi satu. Meleburnya kedua kompleks keamanan ini

membentuk Kompleks Keamanan Asia yang lebih solid dibandingkan dengan

Superkompleks Asia yang berpusat pada China dengan interaksi interregional yang

lemah.

Terjadinya transformasi eksternal ini similar dengan apa yang terjadi saat  

terbentuknya kompleks keamanan Asia Timur. Semakin meningkatnya power China

dan meluasnya pengaruh geopolitiknya di sepanjang perairan Asia hingga ke Asia

Selatan menarik perhatian para great dan small power yang dalam cara yang berbeda

merespon fenomena ini. Ketika pengaruh ini “mencapai” Asia Tenggara setelah

Perang Dingin, negara-negara ASEAN meresponnya dengan memperluas

memperluas struktur pengaturan keamanan yang mereka miliki kepada great power

lain untuk menciptakan kestabilan di kawasan. Hal ini disambut Jepang dengan

negara-negara lain di kawasan sehingga terbentuklah ARF yang meleburkan

kompleks keamanan Asia. Ketika pengaruh China sudah mencapai Asia Selatan

dalam bentuk String of Pearls, maka pola yang sama terjadi dengan India sebagai

aktor baru yang menentukan, namun kali ini bukan dalam bentuk perubahan struktur

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 167: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

153  

Universitas Indonesia

 

 

     

anarki lagi, melainkan pergeseran pola aliansi dan polaritas. Penguatan dan perluasan

jaringan aliansi di antara negara-negara sekutu AS dalam bentuk strategic

partnership dan berbagai kerja sama keamanan lain yang tidak secara langsung

diarahkan pada China namun membentuk fondasi jaringan komunikasi dan

kepercayaan yang kuat menjadi pola respon utama yang muncul. India yang muncul

sebagai major power baru dengan kapasitas interaksi yang semakin besar dan juga

merasakan vulnerabilitas karena String of Pearls China di kawasan menjadi bagian

dari struktur polaritas yang lebih besar di kawasan Asia Timur, dan menjadi bagian

dari cluster keamanan bersama dengan Jepang, Korea Selatan, Australia, dan juga

AS.  

Dengan masuknya India ke dalam struktur polaritas Asia Timur, maka batasan

geografis kedua kompleks keamanan menjadi hilang. Superkompleks Asia yang

tadinya berpusat padah China berubah menjadi kompleks keamanan Asia di mana

aktor-aktor lain yang terlibat mengukuhkan jaringan interaksi di antara mereka

sendiri sebagai respon terhadap The Rise of China tersebut.

Dengan terjadinya transformasi eksternal ini, apa yang tadinya menjadi level  

kompleks keamanan, tingkatannya berubah menjadi subkompleks, dan apa yang

tadinya menjadi level superkompleks, menjadi kompleks keamanan secara solit.

Level interregional pun berubah menjadi level regional. Berikut ini akan dijelaskan

kembali variabel-variabel penyusun kompleks keamanan Asia dan hubungannya

dengan level global.

Batasan geografis: Kompleks keamanan Asia menjadi kompleks keamanan

terluas di dunia yang mencakup seluruh wilayah yang tadinya merupakan bagian dari

kompleks keamanan Asia Timur Laut, Asia Tenggara, Asia Selatan, dan ditambah

dengan Australia. Di utara, batasnya adalah Mongolia (Insulator China dengan Rusia)

dan di barat batasnya adalah Afghanistan dan negara-negara Asia Tengah. Samudra

Pasifik dan Samudra Hindia menjadi pembatas alami sebelahtimur dan selatan

kompleks keamanan.

Di kompleks keamanan Asia Timur, karena peran dari ASEAN, ARF menjadi  

jauh lebih efektif untuk mengikat kekuatan utara, terutama China dan Jepang, ke Asia

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 168: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

154  

Universitas Indonesia

 

 

     

Tenggara dibandingkan mengikat Asia Tenggara ke dinamika Asia Timur Laut.

Dinamika Asia Timur Laut sebagai sebuah subkompleks masih banyak berdiri

sendiri. Hal serupa juga terjadi ketika kita melihat bergabungnya kompleks keamanan

Asia Timur dan Asia Selatan. Secara polaritas, India memang telah masuk dalam

struktur polaritas di Asia Timur. Namun, dinamika keamanan di Asia Selatan sebagai

sebuah subkompleks sendiri masih akan mengalami otonomi dari kompleks

keamanan yang lain.

Polaritas. Struktur esensial di dalam kompleks keamanan Asia bersifat bipolar,

dengan China (bersama dengan Pakistan dan Korea Utara) sebagai salah satu pole

dan Jepang, Australia, Korea Selatan dan India sebagai pole lain. Tiga negara yang

disebut di atas memiliki senjata nuklir, dan ketiga negara lainnya menggunakan

energi nuklir dan memiliki kapabilitas mengembangkan senjata nuklir. Jaringan

aliansi non-formal menjadi keunikan utama struktur polaritas tersebut. Concentration

of Power berpusat pada kedua pole ini, dan terbagi cukup merata di antara keduanya.

Sementara itu, negara-negara lainnya, yaitu negara-negara ASEAN serta negara-

negara Asia Selatan lainnya dengan strategi hedging yang beragam skala (hingga

limited-bandwagoning) tidak melakukan bandwagoning ke pihak manapun. Kedua

pole tersebut tidak terpisah jauh, dan tidak memperlihatkan rivalitas terbuka di antara

mereka. Mereka melakukan balancing satu sama lain sebagai upaya antisipasi

seandainya di masa depan pihak lainnya menunjukkan keagresifan yang berbahaya,

sementara itu di saat yang sama mereka tidak menginginkan instabilitas regional dan

butuh untuk menjalin kerja sama perekonomian yang menguntungkan dengan pole

lainnya.  

Struktur Anarki. ASEAN dan ARF masih menjadi rezim keamanan utama

yang mencakup sebagian besar negara di dalam kompleks keamanan Asia, termasuk

Pakistan, Sri Lanka, dan Bangladesh. The Asian Way dan prinsip non-interferensi

menjadi prinsip yang masih terus dipegang kuat oleh negara-negara anggotanya,

menjadikan ASEAN dan ARF sebagai rezim keamanan unik yang lebih

mengandalkan pada pembangunan kepercayaan dan pengadopsian norma

dibandingkan dengan peraturan yang mengikat. Tentunya hal ini sangat berbeda

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 169: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

155  

Universitas Indonesia

 

 

     

dengan institusionalisme rezim sepeti yang terjadi di Uni Eropa yang di beberapa

dimensi mengurangi derajat otonomi dari negara-negara yang tergabung dalam

anggota. Di ASEAN dan ARF, kerja sama diwujudkan sementara di saat yang

kedaulatan tidak akan dipertanyakan dan tidak akan berkurang sama sekali, hal yang

sangat membuat pemimpin-pemimpin di Asia merasa nyaman. Namun, karena masih

banyaknya isu yang belum terselesaikan di Asia Timur, geographical footprint dari

ARF masih terbatas di Asia Timur, merestriksi pengembangan keanggotaan ARF

lebih luas.

Sementara itu, SAARC gagal disebut sebagai institusi keamanan regional  

yang menentukan di Asia Selatan, menyebabkan conflict formation masih menjadi

karakteristik struktur anarki di Asia Selatan. Beberapa negara di Asia Selatan justru

lebih memilih ARF sebagai institusi regional, terutama dilatarbelakangi oleh motif

untuk semakin mengintensifkan interaksi dan kerja sama dengan negara-negara di

Asia Timur.

Pola amity-enmity. Kompleks keamanan Asia dipenuhi oleh berbagai

longstanding enmity antar negara anggotanya yang dapat ditekan secara efektif

karena interdependensi ekonomi di antara mereka. Para great power menjadi

episentrum dari pola amity-enmity yang ada, terutama China, Jepang, dan India. Latar

belakang sejarah imperialisme dan agresifitas negara-negara tersebut baik selama

masa pra kolonial, Perang Dunia, dan Perang Dingin sebagian besar membentuk pola

enmity terhadap mereka. Di Asia Timur Laut, longstanding enmity antara korea

Utara-Korea Selatan berulangkali memanas, dan Taiwan selalu bersiaga untuk

kemungkinan invasi China untuk menyatukan Taiwan ke mainland, sementara China

bersiap untuk segala kemungkinan intervensi AS dalam masalah keamanannya.

Permasalahan territorial seperti kepulauan Senkaku dan laut China Selatan hingga

kini tidak terselesaikan. Namun, di Asia Timur, pola enmity ini dapat diabaikan demi

terjaganya hubungan dan kerja sama perekonomian yang menguntungkan. Di Asia

Selatan, pola enmity akibat berbagai permasalahan etnisitas dan agama masih terasa

kuat, namun sebagai upaya untuk menetralisir pengaruh China di Asia Selatan, India

berusaha memperbaiki hubungan dengan negara-negara lain di sekelilingnya.

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 170: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

156  

Universitas Indonesia

 

 

     

Sementara itu, longstanding enmity antara India dan Pakistan nampaknya belum

menemukan resolusinya dan berulangkali eskalasi konflik terus terjadi.

Hubungan dengan Level Global. Keterlibatan AS dalam kawasan

merupakan indikator utama terhubungnya Kompleks Keamanan Asia ke dalam level

global, Lebih tepatnya, keberadaan dua great power di Asia menyebabkan dinamika

keamanan di Asia sebagai interplay antara level keamanan regional dan global. AS

berencana untuk terus meningkatkan jumlah pasukan di kawasan, hal yang sangat

didukung oleh para sekutunya di sini. China, tentu saja, sangat enggan dengan

rencana ini. Hingga saat ini, secara militer, kekuatan AS masih jauh melampaui

negara-negara lain di Asia, termasuk China. AS juga memberikan asuransinya

terhadap sekutu-sekutunya di Asia, termasuk Taiwan. Seperti yang telah ditunjukkan

pada bab sebelumnya, faktor AS memberikan perbedaan yang cukup berarti dalam

polaritas di kawasan. Jika faktor AS dimasukkan sebagai bagian dari kompleks

keamanan, maka Taiwan juga akan menjadi bagian dari cluster di mana Jepang dan

lainnya berada, dan konsentrasi power secara asimetris akan berada pada cluster di

mana AS berada. China dalam berbagai kesempatan di forum multilateral regional,

berusaha untuk mengurangi keberadaan AS di kawasan.

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 171: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

157  

Universitas Indonesia

 

 

     

BAB V

Kesimpulan    

Setelah berakhirnya Perang Dingin, level regional menjadi level analisis

keamanan internasional yang sangat signifikan. Jika selama masa perang Dingin

hampir seluruh konflik dapat dijelaskan dalam konteks superpower rivalry, maka

setelah Perang Dingin konflik-konflik regional yang ada memiliki keunikannya

masing-masing dan memiliki derajat oronomi dari pengaruh kekuatan global seperti

AS. Hal ini melatarbelakangi munculnya Regional Security Complex Theory yang

dikembangkan oleh Buzan. Dunia terbagi dalam kompleks-kompleks keamanan

Regional di mana proses sekuritisasi yang terjadi di dalamnya utamanya dipengaruhi

oleh dinamika yang terjadi di dalam regional tersebut. Sebuah kompleks keamanan

regional tidaklah statis, melainkan dinamis dan dapat mengalami transformasi, seperti

yang terjadi dalam pada transformasi eksternal yang menyebabkan terbentuknya

kompleks keamanan regional Asia Timur.

Dalam konteks itu, Asia menjadi salah satu kawasan yang menarik untuk  

diamati. Superkompleks Asia yang terdiri dari kompleks keamanan Asia Timur dan

Asia Selatan pada Abad ke-21 ini sedang mengamati tumbuhnya great power baru di

Asia, yaitu China. Pertumbuhan ekonominya yang sangat mengesankan yang diikuti

dengan modernisasi militer besar-besaran menyebabkan The Rise of China menjadi

bahan diskusi yang tidak pernah habis-habisnya. Keberadaan China yang semakin

meningkat di lautan Asia baik dalam militer dan perdagangan menimbulkan concern

tersendiri di antara pemimpin negara di Asia. Semakin banyaknya kepentingan

nasional China, baik perekonomian maupun keamanan, yang berada di laut

mendorong China untuk terus memperkuat sea power mereka. Munculnya konsepsi

String of Pearls menunjukkan keberadaan secara fisik pengaruh geopolitik China di

Sepanjang Samudera Hindia dan Laut China Selatan. String of Pearls ini

menimbulkan reaksi yang berbeda-beda di antara negara-negara di Asia. Hingga

sejauh mana String of Pearls mempengaruhi kompleks keamanan di kawasan?

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 172: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

158  

Universitas Indonesia

 

 

     

Bagaimanakah pengaruh String of Pearls terhadap Kompleks Keamanan di Asia  

Timur dan Asia Selatan?  

String of Pearls nampaknya memiliki pengaruh besar terhadap superkompleks

Asia, yaitu menyebabkan transformasi kompleks keamanan dengan meleburnya

kompleks keamanan Asia Timur dan Asia Selatan, merubah superkompleks Asia

menjadi kompleks keamanan Asia. String of Pearls menunjukkan terus meluasnya

pertumbuhan geopolitik China, sementara itu di sisi lain great power lain

mewaspadai langkah China tersebut sebagai sebuah potensi ancaman. India yang juga

telah tumbuh sebagai major power baru dengan kapasitas interaksi yang semakin

besar dan memiliki isu keamanan khusus dengan China mewaspadai String of Pearls

sebagai sebuah bentuk encirclement China terhadap India di Samudera Hindia.

Jepang dan sekutu-sekutu AS yang lain di Asia juga waspada akan potensi String of

Pearls yang melihatnya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari strategi

pengembangan blue water navy China. Sementara itu, tidak ada staupun di antara

negara-negara ini (dan juga negara-negara lain di seluruh kawasan) yang ingin

merusak stabilitas regional di kawasan dengan mengkonfrontir China secara langsung

dan merusak hubungan perekonomian dengan China yang sedang berada pada

kondisi terbaik. Akhirnya, The Rise of China dan String of Pearls direspon oleh para

great power dengan melakukan hedging dan indirect balancing dengan penguatan

dan perluasan jaringan aliansi yang berisfat non-formal dan kerja sama strategis di

antara mereka sendiri, yang pada akhirnya menarik India bersama ke dalam satu

cluster, secara efektif memasukkan India ke dalam polaritas Asia Timur. Sementara

itu, small powers lain di kawasan tidak melakukan alignment ke pihak manapun.

Mereka melakukan hedging kepada semua pihak, menjalin hubungan yang baik

dengan semua, dan mengambil keuntungan dari dinamika great power yang muncuk.

Bagi negara-negara ini, String of Pearls justru merupakan sebuah kesempatan untuk

mendapatkan keuntungan perekonomian yang lebih besar.

Perubahan polaritas ini menyebabkan perubahan terhadap salah satu variabel

penyususn struktur esensial dari sebuah kompleks keamanan, yaitu batasan geografis.

Dengan masuknya India dalam struktur polaritas yang sudah ada di Asia Timur, maka

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 173: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

159  

Universitas Indonesia

 

 

     

batasan geografis yang memisahkan kompleks keamanan Asia Selatan dan Asia

Timur melebur. Perubahan polaritas itu berarti bahwa dengan kapasitas interaksi yang

kuat, maka para aktor lain di kawasan, termasuk India, mampu terhubung dengan

aktor lainnya secara langsung untuk menyikapi secara bersama The rise of China,

menyebabkan sekat batasan dalam kompleks keamanan menghilang.

Sementara itu, variabel lain dalam struktur esensial yaitu struktur anarki dan  

pola amity-enmity tidak mengalami perubahan. ASEAN dan ARF dengan The Asian

Way dan prinsip non-interferensi tetap menjadi rezim keamanan utama dan terbesar di

kawasan di mana berbagai negara terus melakukan pendekatan diplomatic

multilateral kepada China. SAARC di Asia Selatan masih tetap gagal menjadi rezim

keamanan yang signifikan, menyebabkan masih tingginya tingkat anarkisme di Asia

Selatan. Konstruksi sosial atau persepsi yang diberika satu negara kepada negara lain

juga tidak banyak mengalami perubahan. Banyak Longstanding enmity (Korsel-

Korut, India-Pakistan, China-Taiwan, dll) tidak terselesaikan hingga saat ini dengan

China, Jepang dan India menjadi faktor utama terbentuknya pola yang sudah ada.

Namun, di Asia Timur, dengan interdependensi ekonomi dan rezim keamanan

berbasis CBM, pola enmity tersebut dapat ditekan dan tidak ada yang ingin

mengganggu stabilitas regional dengan ketegangan yang tidak perlu.

Perubahan dalam variabel batasan geografis dan tidak berubahnya dua  

variabel lain berarti bahwa kompleks keamanan mengalami transformasi eksternal,

karena berubahnya batasan geografis menunjukkan bahwa sebuah kompleks

keamanan mengalami ekspansi dan terjadi perubahan keanggotaan dalam kompleks.

Kompleks keamanan Asia Timur dan Asia Selatan melebur menjadi kompleks

keamanan Asia, yang terdiri dari tiga subkompleks utama, Asia Selatan, Asia

Tenggara, dan Asia Timur Laut. Struktur polaritas tetap bipolar namun kali ini

dengan India sebagai bagian dari struktur polaritas tersebut bersama dengan Jepang

dan yang lain. Struktur anarki dan pola amity-enmity di kompleks keamanan tidak

mengalami perubahan berarti.

Dengan adanya perubahan ini, maka penjelasan dari Buzan mengenai  

superkompleks Asia nampaknya harus direvisi, karena salah satu prediksi Buzan

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 174: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

160  

Universitas Indonesia

 

 

     

mengenai transformasi eksternal superkompleks Asia menjadi kompleks keamanan

yang solid dan fully pledged telah terbukti. Hal ini juga berarti bahwa para pengamat

dan para pengambil kebijakan keamanan harus mulai memperlakukan kawasan Asia

menjadi sebuah kawasan yang integral dalam dimensi keamanan. Karena ukuran,

jumlah populasi, dan posisinya yang berada di jalur perdagangan global, berubahnya

superkompleks Asia menjadi kompleks Asia, maka interplay terhadap level global

pun juga akan terus meningkat. Tidak akan mengherankan jika dalam beberapa

dekade ke depan dinamika keamanan dan perekonomian global akan berpusat did ala

kompleks keamanan Asia ini.

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 175: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

161  

Universitas Indonesia

 

 

     

Daftar Referensi      

Buku  

Athwal, Amardeep. China-India Relations: Contemporary Dynamics. USA: Routledge: 2008.

 Buzan, Barry dan Ole Weaver. Regions and Powers: The Structure Of International

Security. United Kingdom: Cambridge University Press, 2003.  

Holmes, James dan Toshi Yoshihara. Ed. Asia Looks Seaward. Praeger Security international. London: 2007.

 J. Pehrson , Christopher. String of Pearls: Meeting the Challenge of China‘s Rising

Power Across the Asian Littoral. USA:Strategic Studies Institute, 2006.    

Mahan, Alfred Thayer. The Influence of Sea Power upon History, 1660-1783. Boston: Little, Brown, Dover, 1987 (1890)

 Mahan, Alfred Thayer. The Problem of Asia. New York: Kennikat Press, 1970

(1900).  

Mahan , Alfred Thayer. Naval Strategy, Com pared and Contrasted with the Principles and Prac tice of Military Operations on Land. Boston: Little, Brown, and Company, 1911.

 Mak, J.N. Asia Pacific in the New World Order. USA: Routldge, 1998.

     

Peng Er, Lam. Ed. East Asia‘s Relations with Rising China Korea Selatan: Konrad- Adenauer-Stiftung, 2008.

 

   

Saunders, Philip C. et.al..ed. The Chinese Navy: Expanding Capabilities: Expanding Roles. USA: National Defense University Press, 2011.

 

   

Spinetta , Lawrence. “The Malacca Dilemmaǁ‖ – Countering China‘s String Of Pearlsǁ‖ With Land Based Air Power”. USA: School of Advanced Air and Space Studies Air University, 2006.

     

Tsunekawa. Jun Ed. The Rise of China: Response from Southeast Asia and Japan, NIDS Joint Research Series No.4 (Tokyo: 2009).

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 176: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

162  

Universitas Indonesia

 

 

         

Vinod M.J. et.al. Ed., Security Challenges in the Asia-Pacific Region: The Taiwan Factor. New Delhi: Viva Books International, 2009.

 Viotti R. Paul dan Mark V. Kauppi, International Relations Theory: Realism,

Pluralism, Globalism, New York: Macmillan Publishing Company, 1993.  

W.Prabhakar, Lawrence et.al, The Evolving Maritime Balance of Power in the Asia- Pacific: Maritime Doctrines and Nuclear Weapons At Sea. Singapore: NTU Institute of Defence and Strategic Studies, 2006.

       

Jurnal dan Paper  

B. Zoe lll ick, Robert. “Whither China: From Membership to Responsibility?” Remarks to the US National Committee on U.S.-China Relation, (2005)

 Brewster, David. “An Indian Sphere of Influence in the Indian Ocean”, Security

Challenges, Vol. 6, No. 3 (2010)  

Brewster, David. “The Australia-India Security Declaration, the Quadrilateral Redux?” Security Challenges, Vol. 6, No. 1 (2010)

 Buszynski, Leszek. “Thailand's Foreign Policy: Management of a Regional Vision"

Asian Survey, Vol. 34, No. 8 (Agustus 1994)  

Buzan, Barry. “Security Architecture In Asia: The Interplay of Regional and Global Levels.” The Pacific Review, Vol. 16 No. 2 (2003).

 Buzan, Barry. “The Southeast Asian Security Complex”. Contemporary Southeast

Asia, Vol. 10, No. 1 (1988).  

Cha, Victor D.. “Abandonment, Entrapment, and Neoclassical Realism in Asia: The United States, Japan, and Korea.” International Studies Quarterly, Vol. 44, No. 2 (Jun., 2000). International Studies Association.

 Chew, Emrys. Crouching Tiger, Hidden Dragon: Indian Ocean and Maritime

Balance of Power in Historical Perspective. Singapore: S. Rajaratnam School of International Studies, 2007.

 Cheng-Chwee, Kuik. “Malaysia and Singapore Response to A Rising China.”

Contemporary Southeast Asia Vol 30 No.2 (SEAS: 2008)

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 177: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

163  

Universitas Indonesia

 

 

     

Chowdhury, Iftekhar Ahmed. “Bangladesh-China: An Emerging Equation in Asian Diplomatic Calculation”s. ISAS Working Paper No. 105 – 31 (Maret 2010)

 De Mesquita, Bruce Bueno. “ Measuring Systemic Polarityǁ‖. The Journal of

Conflict Resolution, Vol. 19, No. 2 (Sage Publications: 1975).  

Del Rosario, Teresita Cruz-. “ENTER THE DRAGON, SOFTLY: CHINESE AID IN SOUTH, SOUTHEAST AND CENTRAL ASIA.” Lee Kuan Yew School of Public Policy Working Paper Series. (2011)

 Frewen, John. “Harmonious Ocean? Chinese Aircraft Carriers and Australia-US

A lll iances.” JFQ issue 59, 4th quarter 2010.  

Holmes, James dan Toshi Yoshihara. “The Influence of Mahan upon China‟s Maritime Strategy”..Comparative Strategy 24 (Maret, 2005)

 Holmes, James dan Toshi Yoshihara. ―China and The Commons: Angell or

Mahan?ǁ‖. World Affairs vol. 168, no. 4 (Spring 2006)  

Fujimura, Kazuhiro. The Increasing Presence of China in Laos Today: A Report on Fixed Point Observation of Local Newspapers from March 2007 to February 2009. Jepang: Ritsumeikan Asia pacific University, 2009

 Katzenstein, Peter J. “Re-examining Norms of Interstate Relations in the New

Millennium”Paper for the 14th Asia-Pacific Roundtable. Kuala Lumpur, 2000.

 Kaplan, Robert D., South Asia‘s Geography of Conflict. US: Center for a New

American Secutity, 2010.  

Kim, Shee Poon. “An Anatomy of China‟s „String of Pearls‟ Strategyǁ‖. THE HIKONE RONSO Journal 2011 spring / No.387 hal. 22-36

 Kim Shee, Poon. “The Political Economy of China-Myanmar Relations: Strategic and

Economic Dimensionsǁ‖. Ritsumeikan Annual Review of International Studies, ISSN 1347-8214. Vol.1 (2002)

 Kumar, Satish. “China‟s Expanding Footprint in Nepal: Threats to India.” Journal of

Defence Studies Vol 5. No 2. (April 2011).  

Malik, J. Mohan. “South Asia in China‟s Foreign Relations. ” Pacifica Review, Vo. 13.1,(Februari 2001)

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 178: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

164  

Universitas Indonesia

 

 

     

Michael Leifer. “The ASEAN Regional Forum: Extending ASEAN's Model of Regional Security”. Adelphi Paper 302 (Oxford: Oxford University Press, 1996).

 Muni, SD.. “SAARC at Twenty Five. Institute of South Asian Studiesǁ‖ National

University of Singapore, Brief No. 160, 04 (Mai 2010)  

O‟Rourke, Ronald. China Naval Modernization: Implications for U.S. Navy Capabilities—Background and Issues for Congress. USA: Congressional Research Service (CSR), 2012

 Orland, Brian. “India‟s Sri Lanka Policy: Towards Economic Engagement.” IPCS

Research Paper. (Singapore: 2008)  

Panda, Rajaram dan Samsad Khan. “China and the South China Sea: Future Power Projections”. Indian Foreign Affairs Journal Vol. 5. 3 (2010).

 Ranasinghe, Sergei DeSilva. “Sri Lanka, The New Great Game.” Strategic Analysis

Paper (Australia: Future Directions International, 2010)  

Ryou, Hayoun. “India Japan Security Cooperations: Chinese Perceptions.” Institute of Peace and Conflict Studies Issue Brief, No. 89 (Januari 2009)

 Sahasrabuddhe, Uttara. Regionalisation Processes In South and Southeast Asia: A

Comparative Study. India: University of Mumbai, 2003.  

Silva, Antonio Henrique Lucena “Forging A lll iances: Mapping the Balance of Power between India and China” IPSA-ECPR Joint Conference. Brazil: Sao Paulo, 2010.

 Signorino, Curtis dan Jeffrey M. Rittter, “Tau-b or not Tau-B: Measuring Alliance

Portfolio Similarity” Paper for annual meeting of the Midwest Political Science Association. USA: 1997.

 Weissman, Mikael. Understanding the East Asian Peace Informal and formal conflict

prevention and peacebuilding in the Taiwan Strait, the Korean Peninsula, and the South China Sea 1990-2008. Jerman: University of Gothenburg.

 Xu Qi. “Maritime Geostrategy and the Development of the Chinese navy In the

Twenty First Century”. Trans. Andrew S. Erickson dan Lyle J. Goldstein. China: China Military Science, 2004. Trans. Naval War College Review, Autumn

2006, Vol. 59, No.4, 2006.  

“China‟s „String of Pearls‟ in the Indian Ocean and Its Security Implications,” Strategic Analysis, Vol. 32, No. 1 (2008).

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 179: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

165  

Universitas Indonesia

 

 

               

Internet  

Chen, Jennifer. “US-China-Cambodia Relations: The trilateral balance”. Diakses dari http://www.eastasia forum.org/2010/10 /02/us-c hina-ca mbod ia-re la tio ns-the- trilatera l-ba la nce /

 Cropsey, Seth dan Artur Milikh. “Mahan‟s Naval Strategy: China Learned It. Willl

America Forget It?”, diakses dari http://www.wo rlda ffa irsjo urna l. org/a rtic le /ma ha n%E2%80%99s- navalstrate gy-c hina- lea rned- it -will-a me rica- forge t- it

 Hariharan. “CHINA‟S IMPACT ON INDIA-NEPAL RELATIONSǁ‖. South Asia

Analysis Group, Paper No. 4780, 20 Nov. 2011. Diakses dari http://www.so uthasiaa na lysis.org/\pap ers48 \paper4780. html

 Hyun, Mingi. ―South Korea‟s SLOC Dilemma ”. Strategic Insight No. 20, Desember

2009. Diakses dari http://www.sld info.co m/so uth-koreas-sloc-d ile mma /  

Storey, Ian. “China's Tightening Relationship with Cambodiaǁ‖. 01 Juli 2006. Diakses dari http://www.asia nrese arc h.org/artic les/2881. html

 ―Indo-China War of 1962”. Diakses dari http://www. globa lsec urity.org

 

 ―New “Military Cooperation” unveiled between S. Korea and Japan” (24 Mei 2012). Diakses dari http://www.koreab a ng.co m/2012/stories/ne w- military-cooperatio n-unve iled-betwee n-

korea-and-japan.html  

“South Asia leaders admit SAARC failure; blame India, Pak” (29 April 2010). Diakses dari http://zee ne ws. ind ia.co m/ne ws/natio n/so uth-asia- leaders-ad mit- saarc-failure-b la me- ind ia-pak_622703.html

 ―South Korean defense minister ca lll s off trip to Japan” (18 Mei 2012). Diakses dari

http://ajw.a sa hi.co m/a rtic le /asia/kore a n_pe ninsula/AJ201205180040  

SIPRI Arms Transfer Database. Diakses dari http://www.sipri.o rg/da tabase s/armstra nsfers

 IMF World Economic Outlook Database.

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012

Page 180: Joan Radina Setiawan - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20321207-S-Joan Radina Setiawan.pdf · sesuatu yang sangat menarik untuk diamati serta dijadikan bahan studi untuk

166  

Universitas Indonesia

 

 

     

Dokumen  

Annual Report to Congress: Military Power of the People‘s Republic of China 2007. (Department of Defense. US: 2007)

 Annual Report To Congress: Military and Security Developments Involving the

People‘s Republic of China 2012 (Office of Secretary of Defense. United States: 2012)

 

   

ASEAN Regional Forum dalam Inventory of International Nonproliferation Organizations and Regimes (Center for Non Proliferation Studies: 2012)

 Defending Australia in The Asia Pacific Century: Force 2030. (Departemen

Pertahanan Pemerintah Australia: 2009)  

Regional Economic Outlook: Leading the Global Recovery, Rebalancing of The Medium Term. (International Monetary Fund: 2010)

 SIPRI Fact Sheet. May 2012 (Stockholm International Peace Research Institute)

 SIPRI Military Expenditure Data 1988-2011

Studi transformasi..., Joan Radina Setiawan, FISIP UI, 2012