Jika Aku Menjadi Sosok Guru Ma Di Desa Caracas
Click here to load reader
-
Upload
indah-saraswati -
Category
Documents
-
view
44 -
download
5
Transcript of Jika Aku Menjadi Sosok Guru Ma Di Desa Caracas
JIKA AKU MENJADI SOSOK GURU MA DI DESA CARACAS
NAMA : PUTU INDAH SARASWATI
NPM : 260110100054
FAKULTAS : FARMASI
KKNM DESA CARACAS KECAMATAN KALIJATI, SUBANG
Desa Caracas adalah desa dengan kekentalan pendidikan berbasiskan Islami.
Di desa ini para pemuka agama merupakan tombak pergerakan pendidikan bagi
anak-anak dari mulai anak-anak hingga remaja. Desa Caracas memiliki daerah
yang cukup luas sehingga terbagi menjadi 3 dusun, diantaranya adalah dusun
caracas I, dusun caracas II, dan dusun kareo. Dimana, pada masing-masing dusun
terdapat sarana dan prasarana pendidikan masing-masing baik di tingkat SD atau
MI hingga SMA atau MA.
Keadaan sarana dan prasarana pendidikan di desa ini memang tergolong
kurang. Dengan adanya keterbatasan sumber daya pengajar yang bahkan para
pengajarnya pun harus pula didatangkan dari luar Desa Caracas. Adanya
keterbatasan sumber daya pengajar di desa ini disebabkan oleh sangat sedikitnya
murid yang dapat meneruskan pendidikan hingga ke jenjang sarjana. Tercatat
hanya sekitar 10-15% masyarakat di Desa Caracas yang telah melalui jenjang S1,
dan hanya sekitar 5% yang bersedia untuk tinggal di desa ini, sementara 10% lagi
memilih untuk merantau keluar dari desa.
Banyak sekali murid di tingkat SD/MI yang tidak menyelesaikan
sekolahnya hingga tamat dan lulus dari kelas 6, bahkan ada yang berhenti di
tengah jalan dan tidak meneruskan kembali jenjang pendidikannya. Sama hal nya
dengan murid-murid di di tingkat SMP/MTS dan SMA/MA. Banyak dari warga
yang beranggapan bahwa sekolah hanya buang-buang waktu dan menghabiskan
uang saja. Sebagian dari mereka juga berpendapat bahwa lebih baik bekerja
daripada harus susah payah bersekolah. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor
ekonomi yang tidak memadai sehingga minat sekolah pun sangat kurang.
Program wajib belajar sembilan tahun telah masuk ke desa ini. Dengan
adanya tunjangan dan subsidi untuk bersekolah gratis dari pemerintah. Namun hal
ini tidak menyebabkan minat bersekolah semakin tinggi. Terlebih lagi peminat
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Seperti contohnya di
SMA/MA yayasan YICDAI ( Yayasan Islamic Center Daarul Islam). Tercatat
hanya sekitar 30 – 40 jumlah seluruh siswa yang bersekolah dari kelas X hingga
XII. Dan dari total jumlah 30 siswa tersebut hanya 10 orang yang tercatat sebagai
murid kelas XII. Ketika ditanya mengenai penyebab sangat minimnya jumlah
murid yang bersekolah di Yayasan tersebut, seorang guru mengatakan bahwa para
remaja di desa ini tidak tertarik untuk melanjutkan kuliah, sehingga mereka
merasa sia-sia jika harus menghabiskan waktu untuk belajar di Yayasan YICDAI.
Terlebih lagi untuk melanjutkan sekolah ke jenjang perguruan tinggi.
Hampir seluruh murid dan warga berpendapat bahwa kuliah membutuhkan biaya
yang sangat besar dan jika tidak memiliki uang, maka tidak akan bisa melanjutkan
kuliah. Hal ini benar-benar membuat hati saya miris dan sangat ingin
menyadarkan mereka untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Kemirisan pun bertambah setelah para mahasiswa KKNM UNPAD
mencoba untuk mengajar di Yayasan YICDAI ini. Dengan mencoba mengajar
beberapa mata pelajaran diantaranya Matematika, IPS, IPA, Bahasa Indonesia,
Bahasa Inggris, dan Bahasa Arab. Terlihat bahwa kemampuan dan kemahiran
para siswa tidak sesuai dengan kurikulum yang ditentukan pemerintah. Banyak
dari mereka yang bahkan belum dapat menghitung lancar, dan banyak pula dari
mereka yang bahkan masih kesulitan untuk berbahasa indonesia.
Keterbatasan buku pelajaran dan juga pengajar disini menjadi salah satu
penyebab kesulitan tersebut. Pengajar yang tersedia untuk mengajar di tingkat
SM/MA di Yayasan YICDAI ini hanya ada 6 orang. Dan beberapa diantaranya
juga merupakan aparat pegawai di kantor desa yang memiliki tanggungjawab
yang cukup banyak untuk mengatur regulasi di desa tersebut. Sehingga dengan
merangkap dua pekerjaan tersebut menyebabkan sulitnya untuk memperhatikan
kebutuhan para siswa MA kelas X hingga XII.
Guru adalah figur contoh dan panutan yang menjadi semangat dan
motivator murid-muridnya untuk senang bersekolah. Jika saya diberi kesempatan
untuk menjadi sosok guru di Yayasan YICDAI, pertama-tama saya akan mencoba
untuk meyakinkan orangtua yang memiliki anak usia sekolah untuk
menyekolahkan anak-anaknya. Karena dengan bersekolah maka kelak anak
tersebut akan dapat meningkatkan derajat hidup keluarganya. Dengan bersekolah
maka anak tersebut akan memiliki masa depan yang lebih baik dan tidak terjebak
hanya menjadi kuli di pabrik atau sekedar pengangguran di desa. Jika saya
menjadi guru di yayasan tersebut, saya akan menggali banyak-banyak informasi
dari internet dan buku mengenai cara mengembangkan berbagai potensi murid
yang ada di yayasan dari mulai potensi akademik hingga potensi di bidang lain
seperti olahraga, kesenian, dan lain sebagainya. Dan kemudian saya akan
membuat program yang bekerjasama dengan aparat pegawai kantor desa untuk
mengadakan penyuluhan pendidikan kepada seluruh warga yang ada di Desa
Caracas. Dengan begitu warga dapat memahami betapa pentingnya pendidikan di
zaman globalisasi ini. Betapa pendidikan dapat memberikan berbagai manfaat di
masa depan kelak.
Selain itu saya akan mencari banyak-banyak informasi mengenai berbagai
Universitas Negeri yang ada di Indonesia beserta dengan tawaran-tawaran
beasiswa bagi mahasiswa pintar yang kurang mampu yang ada di dalamnya. Dan
kemudian memperkenalkan dan mensosialisasikan hal tersebut kepada seluruh
siswa di Yayasan YICDAI. Karena sesungguhnya sangat banyak tawaran
beasiswa yang diberikan di berbagai perguruan tinggi negeri di Indonesia. Dengan
begitu akan menjadi motivasi tersendiri bagi mereka untuk belajar dengan
sungguh-sungguh dan melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi tanpa harus
khawatir dan mempermasalahkan “biaya kuliah yang mahal”.