Jawa

download Jawa

of 4

description

jawa

Transcript of Jawa

Nama: Binti Nur KholifahNIM: C0113013Jurusan/SMT: SASTRA DAERAH/ II

Sekar DhandhanggulaMungguh laku miwah hurip hiki/ Wus cinakup hing aksara Jawa/ Jawi jiwa lan jiwine/ JAWA pikajengipun/ Prasaha JA Walaka yekti/ JAWI basa kramanya/ Ya susilanipun/ JIWA ning budayanira/ JIWI hiku sawiji lawan Ywang Widhi/ Purneng haksara Jawa//

Sekar Dhandhanggula wonten ing inggil menika tegesipun:

Gesanging manungsa Jawi menika sampun kacakup wonten ing aksara Jawi ingkang ngandhut piwulang kangge tiyang gesang ing alam ndonya. JAWA tegesipun prasaja lan walaka. Prasaja, emut marang sesaminipun ingkang nlgampahi gesang tansah kekirangan. Ugi, ingkang sae tiyang Jawi menika kersa nglampahi laku prihatin. Wondene walaka menika tiyang Jawi ing saben pangucapipun kedah sae lan temen. menawi gadhah gegayuhan ugi kedah dilampahi kanthi temenan. Jawi menika panggenan basa, krama, utawi kesusilan. Pramila tiyang Jawi wajib nggadhahi jiwa susila. Sami kurmat marang tiyang sanes. Sedaya patrap saha pangucapipun kedah sae lan nggadhahi tata susila. Tiyang Jawi wajib handarbe jiwa kejawen, inggih menika jiwaning tiyang jawi. Amargi jiwa Jawi ingkang saged suka daya raos miwah sempalanipun tembung kaliyan watonipun jiwaning aksara Jawi. Menggah ing bab kebatosan, tiyang Jawi ugi sageda sawiji kaliyan Gusti. Kedah nglampahi 'amal ma'ruf nahi munkar', tegesipun punapa kemawon ingkang sampun diwajibaken dening Gusti kedah dilampahi, lan nilaraken punapa ingkang awon.Dadosipun menawi kita kersa ngudhar, sejatosipun aksara Jawi ngandhut piwulang kang adiluhung tumrap bebrayan.

Monggo silahkan dikopi, tapi dikreasi sendiri ya (tugas resume pentas wayang seminar internasional 22/3/2014)Lakon: Arjuna Tohjalining JagadDalang: Ki Drs. Imam Sutardjo, M.Hum.Alkisah, tersebutlah seorang satria yang berasal dari kembar lima Pandhawa, yaitu Raden Arjuna alias Raden Janaka. Dia terkenal tulus dan rendah hati, serta sopan dan baik budinya. Maka tak heran, ia sering dijadikan senapati atau andalan dalam segala hal, termasuk dalam upaya mencapai kejayaan di era Asia seperti saat ini. Batara Narada, selaku penasihat Batara Guru, sang penguasa kahyangan dan pemimpin para dewa, menganugerahinya dengan gelar Tohjalining Jagad.Alkisah, Raden Dewasrani, putra Batara Guru dan Batari Durga, menghadap sang ibu. Batari Durga heran, tak biasanya si anak menghadapnya, kalau tak ada sesuatu hal. Maka bertanyalah Batari Durga, apa yang sebenarnya terjadi pada Dewasrani. Dewasrani pun mengutarakan unek-uneknya, bahwa ia merasa iri pada Janaka. Ia iri karena dimana-mana orang ramai memperbincangkan Janaka, si Tohjalining Jagad. Dunia penuh dengan nama Janaka. Janaka, Janaka, Janaka, dan Janaka terdapat dan terdengar dimana saja. Ia meminta supaya gelar tersebut diberikan atau dialihkan padanya.Batari Durga kaget. Dengan sabar, ia menjelaskan mengapa Janaka bisa memperoleh gelar tersebut. Hal itu, tak lain dan tak bukan, ialah karena Janaka senang menolong sesama, rendah hati, dan tanpa sungkan atau malu-malu membantu orang yang mengalami kesulitan. Lagipula, Janaka sudah tersohor karena wataknya yang baik. Janaka pun digadang-gadang bisa membantu kebangkitan Asia, di era dimana peran Asia semakin meningkat dan mengalahkan dominasi Barat. Namun dasar Dewasrani, wejangan ibunya itu hanya masuk di kuping kanan, keluar kuping kiri, tak ada sedikitpun yang mampir di otaknya. Dewasrani tetap ngotot menuntut supaya ia bisa mendapat gelar Tohjalining Jagad, yang disandang Janaka. Karena Batari Durga yang seringkali lemah dan tidak bisa mengontrol putranya, akhirnya ia mau membantu putranya membinasakan Janaka, supaya gelar Tohjalining Jagad beralih pada si Dewasrani.Di jalan, Dewasrani yang hendak mencari Janaka, tiba-tiba bertemu dengan orang yang dicarinya di jalan. Dewasrani kelabakan, dan berusaha mengatur sikapnya. Janaka, karena sering laku tirakat dan terkenal kesabarannya, tenang-tenang saja. Setelah basa-basi saling memberi salam, Dewasrani pun langsung mengutarakan niatnya. Dia iri pada Janaka, dan menuntut supaya gelarnya dialihkan pada Dewasrani. Janaka berusaha menjelaskan dengan sabar, bahwa ia memperolehnya bukan karena tiba-tiba mendapat gelar dari dewa, namun karena kemandirian dan kesenangannya melakukan kebaikan dan pengabdian pada sesama. Dewasrani marah mendengar jawaban Janaka. Terjadilah perang antara Dewasrani dan Janaka. Pertama-tama, Dewasrani hendak memukul Janaka, namun berhasil ditangkis, malahan ia dipukul balik. Janaka lari, dikejar oleh Dewasrani, dan terjadi perang lagi. Segala upaya Dewasrani memukul Janaka sia-sia, karena ternyata Janaka kebal pukulan. Dewasrani ganti dihantam Janaka, sehingga terbanting. Akhirnya, Dewasrani mengeluarkan pusakanya, berupa Candrasa yang jika dilemparkan berubah menjadi ular besar. Janaka kaget melihat ular yang sangat besar hendak membunuhnya, maka ia menangkisnya dengan pusaka berwujud sumping miliknya. Sumping dilempar, berubah menjadi Garuda. Terjadi perang antara ular besar melawan Garuda. Ular besar pun akhirnya mati dipatuk Garuda. Sekali lagi, Dewasrani kaget menyaksikan kesaktian Janaka yanng ternyata tidak main-main.Alkisah, Dewasrani pun lari pulang ke kahyangan, melapor pada ibunya, karena ia kalah perang melawan Janaka. Batari Durga pun berangkat sendiri hendak membinasakan Janaka, namun ditengah jalan bertemu dengan Batara Ismaya, yang menjelma pada keturunannya sebagai Semar. Semar menjelaskan pada Batari Durga, bahwa masalah ini sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan Batari Durga, karena ini memang masalah personal antara Dewasrani dan Janaka. Biarlah mereka berdua yang merampungkan masalahnya sendiri. Namun Batari Durga tidak terima, hendak melegalkan aksinya dengan berkata bahwa Dewasrani itu anaknya, sehingga pantas dibela. Semar tak kurang akal. Sebagai emban atau pengasuh Pandhawa, termasuk Janaka, yang selalu memberi nasihat pada mereka berlima, ia juga berhak membela Janaka jika ia menghadapi masalah yang duduk perkaranya sudah salah, termasuk melawan Dewasrani. Batari Durga marah, hendak melawan Semar, namun Semar juga bertekad melawan Batari Durga apapun yang terjadi, demi membela kebenaran. Batari Durga pun akhirnya sadar akan kesalahannya, kemudian meminta maaf pada Semar alias Batara Ismaya, lalu kembali ke kahyangan. Dan Janaka pun tetap sah sebagai pemegang gelar Tohjalining Jagad alias Lelananging Jagad.Monggo silahkan dikopi, tapi dikreasi sendiri ya (tugas resume pentas wayang seminar internasional 22/3/2014)Lakon: Arjuna Tohjalining JagadDalang: Ki Drs. Imam Sutardjo, M.Hum.Alkisah, tersebutlah seorang satria yang berasal dari kembar lima Pandhawa, yaitu Raden Arjuna alias Raden Janaka. Dia terkenal tulus dan rendah hati, serta sopan dan baik budinya. Maka tak heran, ia sering dijadikan senapati atau andalan dalam segala hal, termasuk dalam upaya mencapai kejayaan di era Asia seperti saat ini. Batara Narada, selaku penasihat Batara Guru, sang penguasa kahyangan dan pemimpin para dewa, menganugerahinya dengan gelar Tohjalining Jagad.Alkisah, Raden Dewasrani, putra Batara Guru dan Batari Durga, menghadap sang ibu. Batari Durga heran, tak biasanya si anak menghadapnya, kalau tak ada sesuatu hal. Maka bertanyalah Batari Durga, apa yang sebenarnya terjadi pada Dewasrani. Dewasrani pun mengutarakan unek-uneknya, bahwa ia merasa iri pada Janaka. Ia iri karena dimana-mana orang ramai memperbincangkan Janaka, si Tohjalining Jagad. Dunia penuh dengan nama Janaka. Janaka, Janaka, Janaka, dan Janaka terdapat dan terdengar dimana saja. Ia meminta supaya gelar tersebut diberikan atau dialihkan padanya.Batari Durga kaget. Dengan sabar, ia menjelaskan mengapa Janaka bisa memperoleh gelar tersebut. Hal itu, tak lain dan tak bukan, ialah karena Janaka senang menolong sesama, rendah hati, dan tanpa sungkan atau malu-malu membantu orang yang mengalami kesulitan. Lagipula, Janaka sudah tersohor karena wataknya yang baik. Janaka pun digadang-gadang bisa membantu kebangkitan Asia, di era dimana peran Asia semakin meningkat dan mengalahkan dominasi Barat. Namun dasar Dewasrani, wejangan ibunya itu hanya masuk di kuping kanan, keluar kuping kiri, tak ada sedikitpun yang mampir di otaknya. Dewasrani tetap ngotot menuntut supaya ia bisa mendapat gelar Tohjalining Jagad, yang disandang Janaka. Karena Batari Durga yang seringkali lemah dan tidak bisa mengontrol putranya, akhirnya ia mau membantu putranya membinasakan Janaka, supaya gelar Tohjalining Jagad beralih pada si Dewasrani.Di jalan, Dewasrani yang hendak mencari Janaka, tiba-tiba bertemu dengan orang yang dicarinya di jalan. Dewasrani kelabakan, dan berusaha mengatur sikapnya. Janaka, karena sering laku tirakat dan terkenal kesabarannya, tenang-tenang saja. Setelah basa-basi saling memberi salam, Dewasrani pun langsung mengutarakan niatnya. Dia iri pada Janaka, dan menuntut supaya gelarnya dialihkan pada Dewasrani. Janaka berusaha menjelaskan dengan sabar, bahwa ia memperolehnya bukan karena tiba-tiba mendapat gelar dari dewa, namun karena kemandirian dan kesenangannya melakukan kebaikan dan pengabdian pada sesama. Dewasrani marah mendengar jawaban Janaka. Terjadilah perang antara Dewasrani dan Janaka. Pertama-tama, Dewasrani hendak memukul Janaka, namun berhasil ditangkis, malahan ia dipukul balik. Janaka lari, dikejar oleh Dewasrani, dan terjadi perang lagi. Segala upaya Dewasrani memukul Janaka sia-sia, karena ternyata Janaka kebal pukulan. Dewasrani ganti dihantam Janaka, sehingga terbanting. Akhirnya, Dewasrani mengeluarkan pusakanya, berupa Candrasa yang jika dilemparkan berubah menjadi ular besar. Janaka kaget melihat ular yang sangat besar hendak membunuhnya, maka ia menangkisnya dengan pusaka berwujud sumping miliknya. Sumping dilempar, berubah menjadi Garuda. Terjadi perang antara ular besar melawan Garuda. Ular besar pun akhirnya mati dipatuk Garuda. Sekali lagi, Dewasrani kaget menyaksikan kesaktian Janaka yanng ternyata tidak main-main.Alkisah, Dewasrani pun lari pulang ke kahyangan, melapor pada ibunya, karena ia kalah perang melawan Janaka. Batari Durga pun berangkat sendiri hendak membinasakan Janaka, namun ditengah jalan bertemu dengan Batara Ismaya, yang menjelma pada keturunannya sebagai Semar. Semar menjelaskan pada Batari Durga, bahwa masalah ini sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan Batari Durga, karena ini memang masalah personal antara Dewasrani dan Janaka. Biarlah mereka berdua yang merampungkan masalahnya sendiri. Namun Batari Durga tidak terima, hendak melegalkan aksinya dengan berkata bahwa Dewasrani itu anaknya, sehingga pantas dibela. Semar tak kurang akal. Sebagai emban atau pengasuh Pandhawa, termasuk Janaka, yang selalu memberi nasihat pada mereka berlima, ia juga berhak membela Janaka jika ia menghadapi masalah yang duduk perkaranya sudah salah, termasuk melawan Dewasrani. Batari Durga marah, hendak melawan Semar, namun Semar juga bertekad melawan Batari Durga apapun yang terjadi, demi membela kebenaran. Batari Durga pun akhirnya sadar akan kesalahannya, kemudian meminta maaf pada Semar alias Batara Ismaya, lalu kembali ke kahyangan. Dan Janaka pun tetap sah sebagai pemegang gelar Tohjalining Jagad alias Lelananging Jagad.