Jauj_vol 8 No.1 Juni 2010

108
 J J U U R R N N A A L L A A K K U U N N T T A A N N S S I I U U n n i i v v e e r r s s i i t t a a s s J J e e m m b b e e r r Volume 8 No. 1  Juni 2010. ISSN: 1693-2420. Labor at or ium Pusat P eng emb ang an Ak un t ansi FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS JEMBER AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA : PERLAKUAN DAN P E NGUKU R AN Sudarno MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM AKUNTANSI : KRITIK ATAS UPAYA MENDEKONSTRUKSI AKUNTANSI KONVENSIONAL MENUJU AKUNTANSI SYARIAH DALAM BINGKAI TASAWUF Agung Budi Sulistyo KARATER ISTIK DAN MEKANISME P E RDAGANGAN CONTRACT FOR DIFFERENCE (CFD) SEBAGAI ALTERNATIF INVESTASI KEUANGAN (S tu di Ka sus P ada P asar Derivatif Di Au str alia) Novi Wulandari Widiyanti KESUKSESAN DAN KEGAGALAN IMPLEMENTASI S ISTE M ERP : APAKAH KE S ALAHAN P ERANTI LUNAK? Wahyu Ag us Winarno PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH (S ur vei P ada P erusahaan Ma nuf akt ur di B ursa E fek Indonesia Periode 2006- 2007) Animah PENGARUH PERATAAN LABA BERDASAR MANIPULASI AKTIVITAS RIEL TERHADAP PERSISTENSI LABA (Analisis Terhadap Laporan Keuangan Interim) Nining Ika Wahyuni PENGARUH KERAGAMAN MEDIA DAN IMBALAN EKSTERNAL TERHADAP NIAT BERBAGI PENGETAHUAN MAHASISWA DAN DOSEN AKUNTANSI Kartika

Transcript of Jauj_vol 8 No.1 Juni 2010

JURNAL AKUNTANSIUniversi tas JemberVolume 8 No. 1 Juni 2010. ISSN: 1693-2420.AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA : PERLAKUAN DAN PENGUKURAN

Sudarno

AKUNTANSI : KRITIK ATAS UPAYA MENDEKONSTRUKSI

MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM

AKUNTANSI KONVENSIONAL MENUJU AKUNTANSI

Agung Budi Sulistyo

SYARIAH DALAM BINGKAI TASAWUF

KARATERISTIK DAN MEKANISME PERDAGANGAN CONTRACT FOR DIFFERENCE (CFD) SEBAGAI ALTERNATIF INVESTASI KEUANGAN

Novi Wulandari Widiyanti

(Studi Kasus Pada Pasar Derivatif Di Australia) KESUKSESAN DAN KEGAGALAN IMPLEMENTASI

SISTEM ERP: APAKAH KESALAHAN PERANTI LUNAK? PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK

Wahyu Agus Winarno

EQUITY DAN SIZE TERHADAP RETURN SAHAM PADA (Survei Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek

VALUE RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON

PERIODE BULLISH

Animah

Indonesia Periode 2006-2007)

PENGARUH PERATAAN LABA BERDASAR MANIPULASI

(Analisis Terhadap Laporan Keuangan Interim) PENGARUH KERAGAMAN MEDIA DAN IMBALAN MAHASISWA DAN DOSEN AKUNTANSI

AKTIVITAS RIEL TERHADAP PERSISTENSI LABA

Nining Ika Wahyuni

EKSTERNAL TERHADAP NIAT BERBAGI PENGETAHUAN

Kartika

Laboratorium Pusat Pengembangan Akuntansi FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS JEMBER

JURNAL AKUNTANSIUniversitas JemberVolume 8 No. 1 Juni 2010 ISSN: 1693-2420Ketua Dewan : Wakil Ketua Dewan : Dewan Penyunting :

Dra. Yosefa Sayekti, M.Com., Ak. Dr. Siti Maria W., M.Si., Ak. Drs. Wasito, M.Si., Ak. Drs. Djoko Supatmoko, Ak Drs. Sudarno, M.Si., Ak. Drs. Imam Masud, MM., Ak. Dra. Ririn Irmadariyani, M.Si., Ak. Dr. Alwan Sri Kustono, SE., M.Si., Ak. Rochman Effendi, SE., M.Si., Ak. M. Miqdad, SE., MM., Ak. Indah Purnamawati, SE., M.Si., Ak. Drs. Ahmad Akhsin, M.Si. Prof. Tatang Ari Gumanti, M.Buss., P.hD. Hadi Paramu, SE., MBA., P.hD. Agung Budi Sulistiyo, SE, M.Si., Ak. Hendrawan Santosa Putra, SE., M.Si., Ak. Novi Wulandari, SE., MAcc & Fin., Ak. Taufik Kurrohman, SE., M.SA., Ak Ahmad Sugiono Laboratorium Pusat Pengembangan Akuntansi (LPPA) Fakultas Ekonomi Universitas Jember Jl. Jawa 17 Tegalboto - Jember 68121. Telp. :(0331) 337990. Fax: (0031)332150. Email : [email protected]

Penyunting Kehormatan : Pelaksana :

Administrasi : Alamat Redaksi :

Jurnal Akuntansi Universitas Jember dimaksudkan sebagai media pertukaran informasi dan karya ilmiah di antara staf pengajar, alumni, mahasiswa, pembaca yang berminat dan masyarakat pada umumnya. Jurnal Akuntansi Universitas Jember terbit setahun 2 (dua) kali pada setiap bulan Juni dan Desember. Redaksi menerima naskah yang belum pernah diterbitkan atau dalam proses diterbitkan oleh media lain. Pedoman penulisan Jurnal tercantum pada bagian akhir Jurnal ini. Surat-menyurat mengenai naskah yang akan diterbitkan, langganan, dan lainnya dapat dialamatkan ke redaksi.

i

DAFTAR ISIAKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA: PERLAKUAN DAN PENGUKURAN Sudarno KRITIK 1

MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM AKUNTANSI: KONVENSIONAL ATAS UPAYA MENUJU MENDEKONSTRUKSI AKUNTANSI SYARIAH AKUNTANSI DALAM 13

BINGKAI TASAWUF

Agung Budi Sulistyo KARATERISTIK DAN MEKANISME PERDAGANGAN CONTRACT FOR DIFFERENCE (CFD) SEBAGAI ALTERNATIF INVESTASI Novi Wulandari Widiyanti KEUANGAN (Studi Kasus Pada Pasar Derivatif Di Australia) 25

KESUKSESAN DAN KEGAGALAN IMPLEMENTASI Wahyu Agus Winarno

SISTEM ERP: APAKAH KESALAHAN PERANTI LUNAK?

36

PENGARUH PRICE EARNING RATIO, PRICE TO BOOK VALUE TERHADAP RETURN SAHAM PADA PERIODE BULLISH Periode 2006-2007) Animah

RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, RETURN ON EQUITY DAN SIZE (Survei Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

50

PENGARUH PERATAAN LABA BERDASAR MANIPULASI AKTIVITAS RIEL TERHADAP PERSISTENSI LABA Nining Ika Wahyuni (Analisis Terhadap Laporan Keuangan Interim) 79

PENGARUH KERAGAMAN MEDIA DAN IMBALAN EKSTERNAL DOSEN AKUNTANSI Kartika

TERHADAP NIAT BERBAGI PENGETAHUAN MAHASISWA DAN

92

ii

PEDOMAN PENULISAN NASKAH 1. Jurnal Akuntansi Universitas Jember (JAUJ) ini terbit dua kali setahun, yaitu pada setiap bulan Juni dan Desember. 2. Naskah yang diusulkan untuk diterbitkan dalam Jurnal Akuntansi Universitas Jember (JAUJ) adalah naskah yang belum pernah diterbitkan dan atau tidak sedang dipertimbangkan penerbitannya di jurnal lain; 3. Naskah ilmiah yang diterbitkan berupa hasil penelitian, artikel dan hasil tulisan ilmiah lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan oleh penulisnya; 4. Naskah ilmiah ditulis dalam Bahasa Indonesia, atau dalam Bahasa Inggris; 5. Secara garis besar, naskah disusun dengan sistematika sebagai berikut ini: a. Judul: harus singkat dan jelas sehingga menggambarkan isi tulisan serta dilengkapi dengan nama penulis (tanpa gelar akademik) dan nama institusi tempat kerja penulis; b. Abstrak: dalam Bahasa Inggris untuk artikel dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Indonesia untuk artikel berbahasa Inggris, maksimal 200 kata yang secara singkat menggambarkan aspek-aspek isi naskah secara keseluruhan; serta Kata-kata kunci (keywords); c. Pendahuluan: tanpa sub bab memuat latar belakang, permasalahan, tujuan, dan hasil yang diharapkan; d. Tinjauan pustaka, yang berisi hasil penelitian sebelumnya, kerangka teori dan hipotesis yang diajukan; e. Metode: berisi langkah penelitian yang dilakukan sesuai dengan permasalahan yang disampaikan; f. Hasil dan pembahasan: memuat analisis hasil temuan dalam bentuk diskriptif kuantitatif maupun kualitatif yang dapat disertai gambar, tabel, grafik disertai dengan uraian tentang interpretasi, generalisasi, dan implikasi dari hasil yang diperoleh, serta relevansinya dengan hasil penelitian lain yang menjadi rujukan; g. Kesimpulan dan rekomendasi; h. Daftar pustaka disajikan mengikuti tata cara seperti contoh berikut, disusun secara alfabetis dan kronologis; Contoh: Bryan Lewis dan Robert W. Rouse, Problem of The Small Business Audit, The Accounting Review, September 1984. Carsberg B.V., et. al, Small Company Financial Reporting Research Studies in Accounting, 1985. 6. Setiap pengiriman naskah disertai riwayat hidup penulis secara singkat; 7. Naskah dikirim dalam bentuk print out pada kertas ukuran Letter (kwarto), dengan spasi rangkap (dua spasi), menggunakan pengolah kata minimal Microsoft Word versi 6.0 dengan jumlah halaman maksimal 25 lembar, sebanyak 3 eksemplar, dan dalam disk ukuran 3 . Naskah diketik mengikuti kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar. 8. Naskah dikirim paling lambat 2 (dua) bulan sebelum penerbitan ke alamat:

iii

Dewan Penyunting JURNAL AKUNTANSI UNIVERSITAS JEMBER (JAUJ) Laboratorium Pusat Pengembangan Akuntansi (LPPA) Fakultas Ekonomi UNEJ Jl. Jawa No. 17 Jember 68121. Telp. (0331) 337990, Fax. (0331) 332150, Email: [email protected] 9. Naskah akan disunting, dengan kriteria penilaian meliputi: orisinalitas, memenuhi kualitas keilmuan, kebenaran isi, kejelasan uraian, dan manfaat bagi masyarakat akademik; 10. Dewan penyunting berhak mengirim kembali naskah ke penulis untuk direvisi sesuai dengan saran penilai atau menolak suatu naskah; 11. Naskah yang sudah dikirim dan diputuskan untuk tidak dimuat akan dikembalikan kepada penulis dengan disertai alasan penolakan, jika disertai dengan perangko balasan. FORMAT PENILAIAN: Naskah ilmiah untuk diterbitkan dalam Jurnal Akuntansi dinilai berdasarkan criteria: 1. Apakah naskah cukup penting untuk pengembangan ilmu dan empiris yang ada? 2. Apakah naskah menyinggung hal-hal aktual dan pemecahan masalah akuntansi, keuangan, dan bisnis? 3. Apakah naskah orisinil dan mempunyai kualitas keilmuan yang baik? 4. Apakah naskah terbebas dari kesalahan atau miskonsepsi? 5. Apakah susunan naskah ditulis dengan baik? Apakah judul yang dibuat sudah cukup baik? 6. Apakah Abstrak sudah mencakup poin-poin dalam naskah? 7. Apakah naskah ditulis dengan bahasa yang baik? 8. Apakah kepustakaan yang berkaitan dengan naskah sudah mencukupi? 9. Apakah tabel, gambar, dan keterangan tabel/gambar cukup jelas? 10. Apakah isi naskah bermanfaat bagi masyarakat akademik dan masyarakat luas? REKOMENDASI 1. Naskah dapat dipublikasikan dengan catatan: a) Seperti apa adanya, b) Revisi sebagian, c) Revisi total 2. Naskah ditolak untuk diterbitkan.

iv

AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA: PERLAKUAN DAN PENGUKURAN

Sudarno* Abstract The objective of this study is to examine the accounting treatment for human resource, whether human resource is recognized as an asset or as a periodical expense. Conventional accounting believe that investment on human resources is recognized as cost as its occured. However, investment on human resources meets criteria as an expense and also as an invesment which need to be capitalized. From various measurement method on human resource, the writer believe that human resources should be recognize as an asset and the best measurement method is historical cost since this method is more reliable and objective method. Keywords: human resources accounting, measurement of HRA

1. Pendahuluan Perkembangan dalam bidang ekonomi membawa dampak perubahan yang cukup signifikan terhadap pengelolaan suatu bisnis dan penentuan strategi bersaing, para pelaku bisnis mulai menyadari bahwa kemampuan bersaing tidak hanya terletak pada kepemilikan aktiva berwujud, tetapi lebih pada inovasi, sistem informasi, pengelolaan organisasi dan sumber daya manusia yang dimilikinya. Pada beberapa dasa warsa terakhir, telah terjadi perkembangan pemikiran yang luar biasa dalam bidang manajemen sumberdaya manusia (SDM). Para pakar banyak yang menganjurkan, agar SDM suatu organisasi perusahaan tidak lagi dipandang sebagai faktor produksi yang bisa dieksploitasi sedemikian rupa sebagaimana mesin atau faktor produksi lain. Hal ini karena SDM mempunyai karakteristik yang berbeda dengan faktor produksi lain. Karakteristik yang menjadikan SDM berbeda adalah karena SDM secara kodrati dilengkapi dengan perasaan dan harapan-harapan. Oleh karenanya, para pakar Manajemen SDM menyarankan agar setiap pemimpin/manajer organisasi perusahaan dapat mengubah paradigma terhadap SDMnya yaitu, SDM harus disikapi sebagai aset yang harus diberdayakan, dikembangkan dan dijaga perasaan serta harapanharapannya, maksudkan, agar SDM selalu dapat meningkatkan motivasi kerja dan kinerjannya. Pada perusahaan jasa dan industri yang berskala besar, sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses pencapaian tujuan perusahaan, sumber daya manusia yang berkualitas sangat berperan dalam menjalankan kegiatan operasional perusahaan, mendayagunakan sumber daya-sumber daya lain dalam perusahaan, dan menjalankan strategi bisnis secara optimal, hal ini diperkuat dengan kenyataan bahwa beberapa saat yang lalu

*Dosen Jurusan Akuntansi Universitas Jember

1

2AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA: PERLAKUAN DAN PENGUKURAN

isu mengenai bajak-membajak manajer ramai dimuat di berbagai media cetak di Indonesia bahkan tidak jarang adanya kontrak manajer yang nilainya sampai mencapai milyaran rupiah. Fenomena ini menunjukkan kecenderungan meningkatnya kesadaran pemilik perusahaan tentang pentingnya peranan sumber daya manusia dalam mengembangkan perusahaannya. Hal ini juga menunjukkan bahwa ternyata sumber daya manusia yang berkualitas masih merupakan barang langka di Indonesia (Riyanto, 1990:11). Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa untuk sebagian besar perusahaan, sumber daya manusia merupakan suatu aset yang sangat berharga, yang bisa melebihi aset-aset lain milik perusahaan. Henry Ford dalam Ratnawati (2000:1), raja mobil Amerika Serikat pernah mengatakan, bahwa: Anda boleh ambil alih perusahaan-perusahaanku, hancurkan pabrik-pabrikku, tapi kembalikan orangorangku, maka aku akan membangun lagi bisnisku. Pernyataan tersebut sungguh merupakan suatu pengakuan seorang usahawan besar, bahwa sumber daya manusia adalah hal yang sangat berharga, karena jika perusahaan kehilangan sumber daya manusia yang berkualitas maka perusahaan harus mengeluarkan biaya lagi untuk proses perekrutan, seleksi, pelatihan dan pengembangan dan sebagainya, selain itu diperlukan waktu yang lama untuk bisa mendapatkan SDM yang setara. Kerugian lainnya adalah hilangnya kesempatan memanfaatkan sumber daya manusia tersebut untuk meningkatkan keuntungan yang bisa diperoleh perusahaan dan bahkan mungkin dapat juga mengancam kelangsungan hidup perusahaan yang belum mempunyai sistem perekrutan serta pendidikan sumber daya manusia yang baik. Sayangnya, revolusi pemikiran dan perlakuan terhadap SDM tersebut masih belum diikuti oleh perkembangan pemikiran yang sepadan pada bidnag Akuntansi, khususnya Akuntansi Sumberdaya Manusia (ASDM). Pada akuntansi konvensional, nilai dari sumber daya manusia ini tidak tampak dalam laporan keuangan, pengeluaran untuk sumber daya manusia, misalnya perekrutan, seleksi, pelatihan dan sebagainya langsung dibebankan ke dalam laporan laba rugi pada periode terjadinya pengeluaran tersebut, padahal pengeluaran tersebut merupakan pembentukan kapital manusia karena akan memberikan manfaat bagi perusahaan di masa yang akan datang. Hingga kini metode akuntansi yang ada tidak memperlakukan baik manusia atau investasi dalam manusia sebagai aktiva (kecuali budak, yang dipandang sebagai properti). Akuntansi konvensional yang digunakan sebagai dasar pembuatan laporan keuangan dirasa gagal dalam memberikan informasi mengenai sumberdaya manusia yang sangat penting ini, karena pengguna laporan keuangan membutuhkan informasi baik kuantifatif maupun kualitatif sebagai dasar evaluasi kinerja perusahaan serta informasi mengenai sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan. Bagi perusahaan yang sebagian besar asetnya dalam bentuk sumberdaya manusia seperti kantor akuntan publik, kantor pengacara, perserikatan sepak bola dsb, dengan tidak adanya informasi ini dalam laporan keuangan tentunya akan bisa sangat menyesatkan, karena informasi SDM tersebutlah yang sangat mempengaruhi kebijakan perusahaan. Dengan semakin pentingnya kapital manusia pada tingkat perekonomian secara keseluruhan, serta pada tingkatan perusahaan individual, sejumlah besar riset telah dirancang untuk mengembangkan konsep dan metode akuntansi bagi manusia sebagai aktiva. Perkembangan akuntansi sumber daya manusia tidakJurnal Akuntansi Universitas Jember

3AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA: PERLAKUAN DAN PENGUKURAN

lepas dari dukungan para ilmuwan untuk mengkapitalisasikan investasi sumber daya manusia dan mengelompokkannya pada pos aktiva. Tetapi sementara itu, banyak pihak yang masih meragukan konsep akuntansi sumber daya manusia dan bahkan menentang dikelompokkannya akuntansi sumber daya manusia sebagai aktiva. Hal ini terlihat dari praktek pelaporan keuangan selama ini yang mengabaikan informasi yang sangat penting yaitu informasi tentang aktiva manusia (human assets) dan perlakuan akuntansi konvensional terhadap pengeluaran-pengeluaran untuk sumber daya manusia selalu dianggap sebagai beban. Dalam beberapa dasawarsa terakhir, konsep akuntansi sumberdaya manusia telah mendapatkan perhatian besar berbagai kalangan terutama para akuntan. Fenomena ini menutut mereka untuk mencari informasi yang lebih rinci mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya manusia mulai dari cara pengidentifikasian, pengukuran sampai dengan pengungkapannya dalam laporan keuangan perusahaan. Gagasan mengenai akuntansi sumberdaya manusia sebenarnya telah muncul sekitar tahun 1960-an, yang dikemukakan oleh Rensis Linkert, direktur Institut for Social Research of the University of Michigan (Bambang Riyanto, 13). Sejauh ini para pemikir akuntansi nampaknya sependapat bahwa sumberdaya manusia merupakan bagian dari aset perusahaan, namun demikian, gagasan mengenai akuntansi sumber daya manusia masih banyak menimbulkan permasalahan, terutama pada masalah pengukuran dan penguasaannya. Kesulitan mengukur nilai sumberdaya manusia secara obyektif merupakan salah satu sebab belum dikeluarkannya satandar akuntansi yang mengatur perlakuan akuntansi sumberdaya manusia ini, meskipun berbagai riset tentang alternatif pengukuran sumberdaya manusia ini sudah banyak dilakukan oleh para akademisi, namun tampaknya masih belum ada kesepakatan mengenai kriteria pengukuran yang obyektif dari sumberdaya manusia Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulisan ini merupakan upaya untuk turut memberikan sumbangan pemikiran tentang sumberdaya manusia dan bagi perkembangan akuntansi khususnya akuntansi sumberdaya manusia dalam hal perlakuan dan pengukurannya 2. Karakteristik Sumberdaya Manusia Dalam Memperlakukan sesuatu, kita harus mengetahui apa yang akan kita perlakukan tersebut, demikian juga halnya dengan sumberdaya manusia, bagaimana seharusnya sumberdaya manusia didefinisakan. Menurut Simanjuntak (1998:1), sumber daya manusia mengandung dua pengertian: 1. Usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam produksi. Hal ini mencerminkan kualitas yaitu usaha yang diberikan seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa. 2. Manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut. Hal ini mencerminkan kuantitas yaitu jumlah manusia yang bekerja pada suatu perusahaan, dalam arti jasa kerja yang tersedia dan diberikan untuk produksi. Sedangkan menurut Sawajuwono (2003) human capital mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawannya. (Brinker 2000) memberikanJurnal Akuntansi Universitas Jember

4AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA: PERLAKUAN DAN PENGUKURAN

beberapa karakteristik dasar yang dapat dikukur dari kapital ini, yaitu trainning program, credential, experience, competence, recruitment, mentoring, learning programs, individual potential and personality. Dari kedua pengertian tersebut sudah tidak disangsikan lagi bahwa sumberdaya manusia memiliki manfaat ekonomi masa datang, seperti halnya dengan aset-aset yang lain yang dikuasai entitas. Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sumberdaya manusia adalah aset perusahaan, dan bahkan untuk perusahaan tertentu SDM merupakan aset yang paling berharga dalam hal memberi manfaat ekonomiknya dibanding aset-aset yang lain. 3. Pengakuan Sumberdaya Manusia Sebagai Aset Secara konseptual, pengakuan adalah penyajian suatu informasi melalui statemen keuangan, dan secara teknis, pengakuan berarti pencatatan secara resmi (penjurnalan) suatu kuantitas (jumlah rupiah) hasil pengukuran ke dalam sistem akuntansi sehingga jumlah rupiah tersebut akan mempengaruhi suatu pos dan terefleksi dalam statemen keuangan (Suwardjono:195) Sampai saat ini masih terdapat perbedaan di kalangan akuntan bahwa sumberdaya manusia merupakan bagian dari aset perusahaan yang harus dilaporkan di neraca, meskipun mereka telah sepakat bahwa sumberdaya manusia merupakan aset perusahaan yang sangat besar kontribusinya dalam memberikan manfaat ekonomis masa depan ke perusahaan. Upaya memasukkan sumberdaya manusia sebagai aset dalam neraca terganjal karena harus memenuhi kriteria pengakuan sebagai aset perusahaan. Kriteria pengakuan aset seperti dalam Statement of Financial Accounting Concept No. 5 prg. 63 adalah: 1. Definition suatu pos harus memenuhi definisi elemen statemen keuangan 2. Measurability suatu pos harus mempunyai atribut yang berpaut dengan keputusan dan dapat diukur dengan tingkat keandalan yang cukup 3. relevance informasi yang dikandung suatu pos mempunyai daya untuk membuat perbedaan dalam keputusan pemakai 4. reliaability informasi yang dikandung suatu pos secara tepat menyimbulkan fenomena, teruji (terverifikasi) dan netral. Definisi FASB mendifinisikan aset dalam rerangka koseptualnya sebagai berikut (SFAC No. 6, prg. 25) Assets are probable future economic benetits obtained or controlled by a particular entity as a result of past transactions or events (aset adalah manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang diperoleh atau dikuasai/dikendalikan oleh suatu entitas sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu). Dengan makna yang sama IASC dan IAI mendifinisikan aset sebagai berikut : An asset is a resource controlled by the enterprise as a result of past events and from which future economic benefits are expected to flow to the enterprise. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk bisa diakui sebagai aset harus memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Manfaat ekonomi masa datang untuk memenuhi definisi aset, suatu obyek harus mengandung manfaat ekonomi di masa datang yang cukup pasti (probable), ini mengisyaratkanJurnal Akuntansi Universitas Jember

5AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA: PERLAKUAN DAN PENGUKURAN

bahwa manfaat tersebut terukur dan dapat dikaitkan dengan kemampuannya untuk mendatangkan pendapatan atau aliran kas di masa datang. FASB mengajukan dua hal yang harus dipertimbangkan dalam menilai apakah pada saat tertentu suatu pos atau obyek masih dapat disebut aset yaitu : a) Apakah suatu pos yang dikuasai oleh suatu kesatuan usaha pada mulanya mengandung manfaat ekonomik masa datang b) Apakah semua atau sebagian manfaat ekonomik tersebut masih tetap ada pada saat penilaian? (manfaat mula-mula dapat berkurang karena pemakaian, dapat juga manfaat berkurang karene penyusutan secara alami) Dari kriteria tersebut jelas kalau sumberdaya manusia telah memenuhi definisi sebagai aset, karena sumberdaya manusia memiliki manfaat ekonomi masa datang sama seperti halnya aset-aset yang lain, bahkan untuk beberapa perusahaan sumberdaya manusia merupakan aset yang memiliki manfaat ekonomi masa datang yang paling besar, dan semakin lama semakin dirasakan bahwa aset yang paling berharga dalam perusahaan adalah sumberdaya manusia. Sikap ini sudah dibuktikan dari berbagai perkembangan ilmiah dan literatur dalam manajemen terutama dalam manajemn sumberdaya manusia. 2. Dikuasai oleh entitas Untuk dapat disebut sebagai aset, suatu obyek atau pos tidak harus dimiliki oleh entitas tetapi cukup dikuasai oleh entitas. Konsep penguasaan lebih penting daripada konsep pemilikan, hal ini dilandasi oleh konsep dasar substansi mengungguli bentuk. Penguasaan di sini berarti kemampuan entitas untuk mendapatkan, memelihara/menahan, menukarkan, menggunakan manfaat ekonomik dan mencegah akses pihak lain terhadap manfaat tersebut. Lebih lanjut, pendefinisian aset lebih difokuskan pada manfaat ekonomik masa datang yang dikuasai oleh entitas dan baru kemudian pada obyek fisis dan pihak yang menyediakan manfaat. Karena pemilikan bukan bagian dari definisi aset, tetapi manfaat ekonomi yang dikuasai oleh entitas, dan pengertian yang dikuasai disini tidak harus mencakupi seluruh obyek fisis atau seluruh manfaat yang dimiliki/dikuasai pihak lain. Dengan kriteria tersebut, menyiratkan kalau sumberdaya manusia dapat memenuhi definisi sebagai aset perusahaan, karena meskipun tidak ada bukti kepemilikaanya namun manfaat atau sebagian manfaat sumberdaya manusia tersebut dikuasai oleh perusahaan selama dia menjadi karyawan perusahaan 3. Akibat Kejadian masa lalu FASB memasukkan transaksi atau kejadian sebagai kriteria aset karena trasaksi atau kejadian tersebut dapat menimbulkan (menambah) atau meniadakan (mengurangi) aset. Aset atau nilainya dapat dipengaruhi oleh kejadian atau keadaan yang sebagian atau seluruhnya dil luar kemampuan kesatuan usaha atau manajemnnya untuk mengendalikan. Berbagai transaksi atau kejadian atau keadaan pada akhirnya akan memicu pengakuan atau penghapusan manfaat ekonomik suatu obyek (aset). Aset harus timbul akibat traksaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi definisi tetapi bukan kriteria untuk pengakuan. Kriteria ini juga bisa dipenuhi oleh sumberdaya manusia untuk bisa memenuhi definisi sebagai aset, karena untuk bisa menguasai sumberdaya manusia telah terjadi peristiwa atau kejadian yang menimbulkanya, misalnya seleksi, pengangangkatan, pelatihan, pengembangan dsb.Jurnal Akuntansi Universitas Jember

6AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA: PERLAKUAN DAN PENGUKURAN

Dari penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa sumberdaya manusia telah memenuhi definisi sebagai aset, baik dilihat dari manfaat ekonomik masa datang, dikuasai oleh entitas maupun akibat kejadian masa lalu. Meskipun demikian, tidak berarti sumberdaya manusia langsung bisa diakui sebagai aset dalam statemen keuangan, karena untuk bisa diakui sebagai aset dalam statemen keuangan masih harus dilihat kriteria berikutnya yaitu. keterukuran, relevan dan reliabel Pengukuran Pengukuran (measurement) adalah penentuan besarnya unit pengukur (jumlah rupiah) yang akan dilekatkan pada suatu obyek (elemen atau pos) yang terlibat dalam suatu transaksi, kejadian, atau keadaan untuk merepresentasi makna atau atribut (atribute) obyek tersebut (Suwardjono). Dengan makna yang sama menurut Stevens, sebagaimana dikutip oleh Vernon Kam, pengukuran merupakan pemberian angka-angka terhadap obyek-obyek atau kejadian-kejadian. Dalam akuntansi, agar data-data yang akan disampaikan mempunyai kegunaan, pengukuran dinyatakan dalam moneter. Menurut FASB pos-pos yang sekarang dilaporkan dalam statemen keuangan diukur dengan berbagai atribut pengukuran bergantung pada ciri pos tersebut, kerelevanan dan keterandalan atribut pos-pos yang diukur. FASB juga mengidentifikasi atribut pengukuran yang sekarang diterapkan dan masih dapat dilanjutkan penggunaannya (SFAC Nol 5 pfg. 67) yaitu : (1) historical cost atau proceeds, (2) current cost, (3) current market value, (4) net realizable/settlement value dan (5) presnt or discounted value of future cash flows). Pendekatan pengukuran untuk sumberdaya manunisia sebenarnya telah banyak dikembangkan baik untuk kepentingan informasi akuntansi maupun untuk kepentingan lain, baik dengan pendekatan pengukuran moneter maupun non moneter. Dalam tulisan ini kami hanya akan membahas beberapa metode pengukuran yang bisa diterapkan yaitu metode pengukuran dengan menggunakan ukuran-ukuran moneter. Pendekatan pengukuran yang bersifat moneter ini dibagi menjadi dua yaitu : pendekatan kos (cost approach) dan pendekatan nilai (value approach). Pendekatan kos bisa dengan menggunakan historical cost, replacement cost dan opportunity cost. Sedangkan untuk pendekatan nilai bisa dengan menggunakan compensation model, adjusted discounted future wages method, present monetary value method, unpurchased goodwill method, discounted future value, dan economic value approach Penjelasan dari setiap pendekatan tersebut adalah sebagai berikut : Historical Cost, Dalam metode ini nilai sumberdaya manusia dihitung dengan mengkapitalisasi biaya yang telah dikeluarkan untuk melakukan rekruitment, seleksi, hiring, pelatihan, penempatan, dan pembinaan personil yang bersangkutan. Akumulasi ini merupakan harga kos yang akan diamortisasikan selama masa kerja personil yang bersangkutan dengan memperhatikan loss yang timbul waktu menghasupkan asset ini atau kenaikan nilai karena adanya tambahan biaya yang meningkatkan potensi mafaat aset tersebut.

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

7AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA: PERLAKUAN DAN PENGUKURAN

Menurut Flamholtz, seperti yang dikutip oleh Harahap bahwa biaya awal sumberdaya manusia ini terdiri dari acquisition cost, dimana termasuk di dalamnya biaya rekruitment, seleksi, biaya wawancara, penempatan dan learning cost, termasuk didalamnya trainning dan orientasi, on-the-job trainning, trainers time, kerugian produktivitas selama masa training. Dengan demikian perlakuannya sama seperti aset tetap lainnya, dan perlakuan historical cost ini disamping bersifat praktis (mudah diterapkan dan konsisten dengan akuntansi konvensional), verifiable (karena berdasarkan apa yang benar-benar terjadi) juga lebih obyektif (sesuai dengan kejadian yang sesungguhnya), tetapi disamping itu penggunaan metode ini juga memiliki kelemahan antara lain : nilai ekonomis suatu sumberdaya manusia tidaklah musti bertalian dengan historical costnya (tidak selalu sepadan antara kos dengan nilai SDM tersebut), setiap peningkatan nilai SDM atau amortisasi bersifat subyektif (tanpa mesti ada hubungannya dengan naik turunnya produktifitas SDM) dan karena kos yang berhubungan dengan rekruitment, seleksi, hiring, pelatihan, penempatan, dan pembinaan personil berbeda antara satu pegawai dengan pegawai yang lain, maka historical cost ini tidak dapat memberikan nilai SDM yang dapat dibandingkan. Replacement Cost, Dalam metode ini nilai SDM dikukur dengan menaksir kos yang harus dikeluarkan untuk mengganti SDM yang sekarang ada dalam perusahaan. Artinya, nilai dari sumber daya manusia adalah sebesar taksiran seluruh pengeluaran yang terjadi apabila para karyawan yang ada sekarang digantikan dengan karyawankaryawan baru sampai mencapai tingkat kecakapan dan keterampilan yang sama dengan para karyawan lama tersebut. Pengeluaran-pengeluaran ini meliputi taksiran pengeluaran yang diandaikan terjadi sekarang untuk perekrutan, penyeleksian, penggajian, pelatihan, penempatan dan pengembangan para karyawan baru tersebut sampai mereka mencapai tingkat kecakapan dan keterampilan yang sama dengan karyawan yang digantikan. Keuntungan utama metode ini adalah karena replacement cost merupakan surrogate yang baik untuk nilai ekonomis aset tersebut. Karena pertimbanganpertimbangan mengenai harga pasar sangat penting dalam menentukan hasil akhir, dimana hasil akhir ini umumnya, secara konseptual dimaksudkan sebagai ekuivalen dengan gagasan manajemen nilai ekonomis seseorang. Metode ini juga memiliki kelemahan yakni: perusahaan mungkin mempunyai pegawai yang nilainya dianggap lebih besar daripada replacement cost-nya, untuk sebagian aset sumber daya manusia mungkin tidak ada ekuivalen replacement cost-nya, para manajer yang diminta menaksir biaya untuk menggantikan seluruh bawahannya mungkin akan mengalami kesulitan untuk memberikan taksiran biaya dalam hal penggantian seluruh organisasi mereka, dan manajer yang satu dengan manajer yang lain mungkin dapat memberikan taksiran biaya yang berbeda-beda. Opportunity Cost Untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan replacement cost Hekimian dan Jones seperti yang dikutip oleh Tuanakota (1984) menyarankan Opportunity

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

8AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA: PERLAKUAN DAN PENGUKURAN

cost. Metode ini digunakan agar nilai sumber daya manusia ditentukan melalui suatu proses penawaran yang bersifat kompetitif yang dilakukan secara intern dan didasarkan pada konsep opportunity cost. Seorang investment center manager mengajukan bid untuk karyawan yang langka yang harus di recruit, harga penawaran maksimum terhadap karyawan yang berkualitas tersebut dianggap sebagai nilai sumber daya manusia dalam perusahaan tersebut dan dimasukkan sebagai basis investasi jika perusahaan tersebut merupakan sebuah investment center. Apabila karyawan untuk jenis tugas tertentu tidak langka jumlahnya, ia dapat diabaikan dari human asset base. Keuntungan dari metode ini adalah dapat mendorong persaingan di antara investment center agar dapat memberikan sumbangan pendapatan income (ROI) yang paling besar, tetapi metode ini juga memiliki kelemahan yang mendasar, yakni: dengan dimasukkannya karyawan yang langka saja dalam asset base dapat diinterpretasikan sebagai diskriminasi terhadap karyawan yang lain, Investment center yang tingkat keuntungannya kurang menjadi korban karena tidak mampu memenangkan bid untuk dapat merekrut karyawan yang lebih baik, dan metode ini dapat dipandang sebagai mengada-ada dan bahkan tidak bermoral. Compensation Model Model kompensasi didasari oleh teori konsep ekonomi human capital, yaitu bahwa sumber daya manusia merupakan sumber arus pendapatan dan nilainya adalah sebesar nilai sekarang manfaat masa datang yang didiskonto dengan rate tertentu bagi pemilik sumber daya tersebut. Lev dan Schwartz (1971:103) menyarankan penggunaan pembayaran balas jasa atau kompensasi seseorang karyawan di masa depan sebagai surrogate mengenai nilai orang tersebut. Nilai sumber daya manusia yang terkandung dalam seorang karyawan yang berumur x tahun adalah nilai sekarang (present value) dari sisa penghasilan yang akan diterimanya dari pekerjaannya sampai pensiun. Kelemahan dari metode ini terletak pada subjektivitas dalam menentukan besarnya penghasilan seorang karyawan di kemudian hari, lamanya orang bekerja dalam perusahaan itu dan discount rate. Adjusted Discounted Future Wages Method Metode ini juga disarankan oleh Hermanson, seperti yang ditulis Tuanakota (1984). Saran Hermanson didasarkan pada asumsi bahwa ada hubungan antara gaji seseorang dengan nilai orang tersebut bagi organisasi. Menurut metode ini, nilai seorang individu bagi organisasi adalah nilai sekarang dari aliran gaji/upah di masa depannya, yang disesuaikan dengan suatu rasio efisiensi. Rasio efisiensi merupakan rata-rata tertimbang dari rasio ROI (Return On Investment) suatu perusahaan terhadap ROI seluruh perusahaan yang ada dalam ekonomi untuk suatu periode tertentu. Pengakuan akan perlunya rasio ini, didasarkan pada thesis bahwa perbedaan dalam tingkat profitabilitas pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan dalam human asset performance. Oleh karena itu maka compensation value harus di-adjust dengan suatu faktor efisiensi

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

9AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA: PERLAKUAN DAN PENGUKURAN

Kelemahan dari metode ini terletak pada subjektivitas dalam menentukan besarnya gaji di kemudian hari, lamanya orang bekerja dalam perusahaan itu dan discount rate serta dalam penentuan faktor efisiensinya Present Monetary Value Method Dalam metode ini akan dihitung present value dari sumber daya manusia dengan mempertimbangkan faktor nilai jasa baik secara total maupun individu, waktu, kompensasi baik langsung maupun tidak langsung, dan tingkat bunga. Nilai yang didapatkan dari perhitungan ini adalah nilai total sumber daya manusia bagi suatu organisasi. Kelemahan dari metode ini terletak pada subjektivitas dalam menentukan besarnya nilai jasa dan kompensasi di kemudian hari baik total maupun individual, lamanya orang bekerja dalam perusahaan itu dan discount rate. Goodwill Method Hermanson seperti yang ditulis oleh Brummet (1978:37-12) menyatakan bahwa: value of human resources of an organization may be assessed by capitalizing earning in excess of normal earning for industry or group of companies of which is a part. Dalam metode ini disarankan untuk mendiskontokan kelebihan diatas normal expected earning berdasarkan perbandingan perusahaan dalam suatu sektor industri dan mengalokasikannya ke aset yang belum ada misalnya pada aset sumber daya manusia. Atau dengan kata lain nilai goodwill dialokasikan pada aset sumber daya manusia dan aset nonsumber daya manusia berdasarkan rasionya terhadap total aset. Brummet menjelaskan metode ini dengan contoh sebagai berikut : Tingkat hasil pengembalian rata-rata dari owned assets (aset yang dimiliki, maksudnya aset yang tercantum dalam neraca) untuk industri selama 5 tahun terakhir adalah sebesar 12%. Suatu perusahaan menikmati tingkat hasil pengembalian dari owned asset-nya sebesar 15%, yaitu sebesar Rp. 6.000.000,-. Maka unowned asset (aset yang tidak tercantum dalam neraca), yaitu nilai sumber daya manusia dapat dihitung. Laba adalah sebesar Rp. 900.000,- yaitu 15% dari Rp. 6.000.000. Diasumsikan bahwa ini adalah laba yang diperoleh dari total aset (owned assets dan unowned assets) pada tingkat hasil pengembalian industri. Berarti total aset adalah sebesar Rp. 7.500.000 (yaitu Rp. 900.000 : 12%). Maka, nilai sumber daya manusia (selisih antara total aset dan owned assets) adalah sebesar Rp. 1.500.000. Kelemahan metode ini juga terletak pada subyektifitas dalam menentukan expected earning, dan perbandingan aset sumberdaya manusia dan non sumberdaya manusia. Discounted Future Value Metode ini dikembangkan oleh Brummer, Flamholtz, dan Pyle (Harahap: 2007). Mereka menyarankan untuk meramalkan present value dari laba perusahaan pada tingkat rate of return yang normal dan mengalokasikan sebagian dari nilai ekonomis perusahaan sebagai sumber daya manusia berdasarkan konrtibusi relatif dari mereka. Kelemahan metode ini juga terletak pada subyektifitas dalam meramalkan present value dari laba dan juga penentuan besarnya kontribusi relatif serta discount rate-nyaJurnal Akuntansi Universitas Jember

10AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA: PERLAKUAN DAN PENGUKURAN

Economic Value Approach Dalam metode ini akan digunakan nilai masa depan yang diharapkan dari service levels dan service group. Tingkat gaji dan jabatan merupakan service level sedangkan perbedaan tingkat prestasi menggambarkan service group. Dengan mempertimbangkan probabilitas individu untuk menduduki tiap keadaan dalam susunan service yang ada maka Nilai expected service output = Jumlah produk dari jumlah jasa yang diharapkan diperoleh dari setiap kemungkinan service x expected probabilitas terjadi. Probabilitas ini juga dapat dihitung dengan probabilitas masa lalu yang diperoleh dari perhitungan aktuaris atau probabilitas berdasarkan pertimbangan pribadi Kelemahan metode ini juga terletak pada subyektifitasnya dlam menentukan jasa yang diharapkan dan probabilitas terjadinya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa suatu pos atau obyek untuk bisa diakui dalam arti dilaporkan dalam statemen keuangan harus memenuhi kriteria definisi, keterukuran, relevan dan reliable. Dari aspek definisi SDM sudah dapat dikatakan memenuhi syarat sebagai aset, sedangkan untuk keterukuran, seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa sebenarnya telah cukup banyak upaya yang telah dilakukan untuk mencari cara atau metode pengukuran yang dapat diterapkan dalam menilai SDM sebagai aset perusahaan, yang menjadi pertanyaan adalah apakah alternatif pengukuran tersebut ada yang dapat memenuhi kriteria reliable dan relevan? Meskipun telah banyak usulan altenatif pengukuran atas SDM sebagai aset, kalau kita kaji dari bergai alternatif pengukuran tersebut tidak satupun yang dapat memenuhi pengukuran yang benar-benar reliable dan relevan. Dalam metode historical cost, harga kos sumber daya manusia yang akan diamortisasikan selama masa kerja yang bersangkutan digunakan biaya historis sebagi dasar pencatatannya, perlakuannya sama dengan aset tetap lainnya, metode ini mengkapitalisasi seluruh biaya yang berkaitan dengan proses perekrutan, seleksi, pendidikan dan pelatihan, sedangkan gaji, tunjangan dan bonus tidak termasuk dalam kelompok biaya yang dikapitalisasi, karena ketiganya merupakan pengeluaran untuk mempertahankan atau memelihara pegawai agar tetap bekerja dan berprestasi seperti yang diharapkan perusahaan. Tatapi metode ini tidak bisa menggambarkan nilai manfaat ekonomi masa datang yang akan dapat disumbangkan ke perusahaan, padahal iniformasi inilah yang sebenarnya dibutuhkan oleh stakehorders. Pada metode replacement cost kerumitannya terletak pada biaya pengganti dari masing-masing individu akan berbeda, adanya unsur persepsi yang menjadikan penilaiannya masih subyektif, dan biaya yang dikeluarkan untuk mencapai suatu keterampilan tertentu akan berbeda dari satu orang dengan lainnya. Metode opportunity cost terlalu diskriminatif dan apabila tidak disikapi dengan baik akan menimbulkan suasana yang negatif dan persaingan yang tidak sehat serta kesulitannya dalam menaksir harga pasar. Dalam discounted certainty equivalent net benefit model dari penggunaan rumus yang ada untuk diaplikasikan masih terlalu rumit dan adanya faktor probabilitas menunjukkan penilaian yang subyektif.demikian juga metode-metode yang lain memiliki kerumitan dan subyektifitas dalam penilaiannya.

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

11AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA: PERLAKUAN DAN PENGUKURAN

Menurut penulis yang paling memenuhi kriteria, dalam arti tidak bertentangan dengan konsep yang digunakan dalam kerangka kerja akuntansi yang diterapkan saat ini adalah metode historical cost. Historical Cost sebagai nilai masukan merupakan pengukur potensi jasa yang paling obyektif untuk pos aset yang baru diperoleh. Kos ini menunjukkan harga pertukaran pada saat terjadinya, salah satu keunggulan historical cost dari sudut penilaian adalah dapat diujinya hasil penilaian tersebut (verifiable) karena historical cost terjadi dari hasil kesepakatan dua pihak yang independen. Karena dapat diuji validitas penilaiannya, historical cost dapat diandalkan sebagai informasi (reliable) Historical cost method penulis anggap sebagai metode yang paling memungkinkan dan mudah untuk diterapkan karena : 1. Adanya bukti pendukung atas pengeluaran sumber daya manusia. Dalam proses perekrutan, seleksi, pendidikan dan pelatihan semua biayabiaya yang dikeluarkan dicatat berdasarkan bukti transaksi yang jelas dan lengkap. Jumlahnya akan digunakan sebagai dasar pencatatan. 2. Kemudahan penelusuran biaya-biaya yang dikapitalisasi Biaya-biaya sumber daya manusia yang telah dicatat kemudian akan dikapitalisasi sesuai dengan konsep akuntansi sumber daya manusia dengan menggunakan jurnal kapitalisasi. Penelusuran atas biaya-biaya ini mudah dilakukan karena mengacu pada adanya bukti transaksi. 3. Penilaian yang cukup obyektif Peneliti anggap cukup obyektif karena pengukurannya tidak hanya berdasarkan pada persepsi tertentu dan dapat diperoleh jumlah yang jelas dari bukti transaksi yang ada. 4. Dapat dipertanggungjawabkan Dengan dasar pencatatan yang jelas dan berasal dari bukti transaksi yang sah, maka jumlahnya dapat dipertanggung jawabkan. Hal ini dibuktikan dengan adanya bukti transaksi yang mempunyai kekuatan hukum yang jelas. Jadi dapat disimpulkan bahwa metode ini lebih realistis dengan adanya bukti transaksi, lebih aplikatif karena tidak hanya berdasarkan persepsi yang bersifat subyektif, lebih mudah diterapkan karena bagian akuntansi dapat menerapkan konsep ini hanya dengan menggunakan jurnal kapitalisasi, dan nilainya dapat dipertanggungjawabkan apabila kita bandingkan dengan metodemetode pengukuran lain metode ini juga merupakan suatu ukuran untuk menghitung nilai individual yang konsisten dengan penerapan akuntansi konvensional. 4. Simpulan Salah satu masalah pokok dalam akuntansi sumber daya manusia adalah masalah pengakuan sumber daya manusia, topik perdebatan terutama menyangkut masalah apakah sumber daya manusia dicatat sebagai aktiva ataukah sebagai beban periodik. akuntansi konvensional memperlakukan investasi dalam sumber daya manusia langsung diakui sebagai beban pada periode terjadinya tetapi penulis menganggap bahwa investasi sumber daya manusia mempunyai dua komponen yaitu komponen beban dan komponen investasi yang harus dikapitalisasi. Dari beberapa metode penilaian SDM sebagai aset yang paling mungkin untuk diterapkan adalah metode historical cost karena reliabilitas danJurnal Akuntansi Universitas Jember

12AKUNTANSI SUMBERDAYA MANUSIA: PERLAKUAN DAN PENGUKURAN

obyektivitasnya, meskipun kurang relevan karena masih tidak mampu memberikan informasi tentang berapa manfaat ekonomi masa depan dari SDM yang dapat diperoleh perusahaan yang menguasainya (informasi ini yang sebenarnya dibutuhkan oleh pengguna informasi). Daftar Pustaka Brinker, Barry (2000), Intelectual Capital: Tomorrows Assets, Todays Challenge http:www.cpavision.org/vision/wpaper05b.cfm. Brummet, R.L, E. Flamholtz & W.C Pyle.1969. Human Resource Accounting. Ann Arbor, Michigan. Foundation for research on human behaviour. ---------------,1991, Stetement of Financial Accounting Consepts. Homewood, IL: Irwin. Harahap, Sofyan Safri.2007.Teori Akuntansi Edisi Revisi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada Ikatan Akuntansi Indonesia.2007. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat . Kam, Vernon. 1990, Accounting Theory, New York: John Wiley & Sons. Lev B, & Schwartz BA.1971. On the Economic Concept of Human Capital in Financial Statements. The Accounting Review, January. Ratnawati, Yohana D.2000.Pengukuran dan Pengakuan Manajer sebagai Aktiva. Malang : Universitas Merdeka Malang. Riyanto, Bambang dkk.1990.Teori Akuntansi: Isu-Isu Kontemporer. Yogyakarta: Andi Offset Yogyakarta. Sawarjuwono & Kadir. 2003. Intellectual Capital: Perlakuan, Pengukuran, dan Pelaporan. Surabaya : Universitas Airlangga Simanjuntak, Pajaman J.1998.Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. LPFE UI, Jakarta Suwardjono, 2006, Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Yogyakarta: BPFE Tuanakota, Theodorus M, 1984, Teori Akuntansi, LPFE UI, Jakarta

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM AKUNTANSI: KRITIK ATAS UPAYA MENDEKONSTRUKSI AKUNTANSI KONVENSIONAL MENUJU AKUNTANSI SYARIAH DALAM BINGKAI TASAWUF Agung Budi Sulistiyo* AbstractUntil now, have not many Shariah accounting researchers and thinkers who perform critical review of the various Shariah accounting concepts. This paper done in order to view critically one of Shariah accounting concepts, that is manunggaling kawulo gusti. This concepts is to symbolize or representate of the pairs of epistemology. This symbolizasion is not precise because of these two things have difference understanding. The pairs of epistemology to point out combination from two differences characteristic, but have same level whereas manunggaling kawulo gusti need to united and disolved from these two differences characteristic and level. Because of that, in principle to describe reality of accountancy that holistic characteristic,we must give two characteristic like egoisticaltruistic, masculine-feminin, materialistic-spiritualistic etc in same level and isnt disolved each other to or change one of other. Keywords: syariah accounting, pairs of epistemology, manunggaling kawulo gusti

1.

Pendahuluan Dalam ruh ilmu pengetahuan barat mengandung doktrin sekulerisme. Sebuah doktrin yang ingin membebaskan ilmu pengetahuan (science) dari belenggu agama/dogma. Paham ini menganggap bahwa kehadiran agama akan menghambat kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Doktrin ini berawal dari revolusi ilmu pengetahuan yang terjadi di Eropa Barat pada abad 16 masehi, ditandai dengan turunnya pamor dan kekuasaan gereja. Kondisi ini terjadi dikarenakan banyaknya kontradiksi atau pertentangan antara ajaran gereja dengan fakta-fakta ilmiah pada saat itu. Oleh karena itu terjadilah upaya untuk memisahkan nilai-nilai agama, ketuhanan maupun ajaran moral dari ranah ilmu pengetahuan. Inilah yang disebut dengan proses sekulerisasi. Perkembangan sekulerisasi ini pada akhirnya melahirkan ilmu pengetahuan yang bersifat positivistik. Perspektif positivistik menitikberatkan pada praktik akuntansi sebagaimana adanya (menjawab pertanyaan what is). Dalam Watts and Zimmerman (1986) menyatakan bahwa fungsi dari ilmu pengetahuan positivistik adalah to explain (menjelaskan hubungan antar variabel) dan to predict (memprediksi kejadian di masa yang akan datang berdasarkan teori yang telah ada). Sebaliknya pertanyaan normatif seperti what should atau apa yang seharusnya dilakukan menjadi terpinggirkan bahkan diserahkan sepenuhnya kepada individu-individu sesuai dengan selera dan hawa nafsunya. Dalam sejarah ilmu pengetahuan barat kondisi demikian mencerminkan adanya semangat*Dosen Jurusan Akuntansi Universitas Jember

13

14MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM AKUNTANSI : KRITIK ATAS UPAYA MENDEKONSTRUKSI AKUNTANSI KONVENSIONAL MENUJU AKUNTANSI SYARIAH DALAM BINGKAI TASAWUF

kebangkitan manusia (renaissance) dan gerakan pencerahan (aufklarung) di Eropa Barat. Manusia menjadi bebas dari belenggu agama dan Tuhan. Efek dari sekulerisasi ini melahirkan praktik kapitalisme yang merambah hampir di sebagian besar negara di dunia. Kapitalisme global mengancam ke semua aspek kehidupan manusia tak terkecuali di bidang pendidikan. Hal ini diperkuat Yusran (2002) yang menilai penerapan sistem pendidikan di semua negara-negara dunia termasuk negara kaum muslimin mengalami westoxciation (racun pemikiran barat) yaitu pluralisme, sikretisme, nasionalisme, liberalism, sekulerisme dan isme-isme lainnya yang berupaya untuk melakukan proses imitasi, perkawinan campuran Islam-Barat menjadi Islam Liberal bahkan substitusi secara total terhadap nilai-nilai ke-Islaman yang suci dan fitrah. Menurut Qutb (1986) sekulerisme dimaknai sebagai Iqomatu al-hayati ala ghoyri asasina mina al-dini yakni membangun struktur kehidupan di atas landasan selain sistem Islam. An-Nabhani mendefinisikan sebagai pemisahan agama dengan kehidupan dan gagasan ini menjadi aqidah (asas) baik sebagai qiyadah fikriyah (kepemimpinan ideologis) maupun qaidah fikriyah (landasan berpikir) sehingga menjadi jelas dalam hal ini bahwa manusialah yang memiliki kewenangan mutlak untuk membuat peraturan hidupnya sesuai dengan hawa nafsu dan akal yang terbatas (dalam Dudung, 2010).. Kalau agama diarahkan agar sesuai dengan kehendak masyarakat maka pada hakikatnya agama dipotong dan hanya dijadikan urusan privat sama artinya dengan memuseumkan agama dan menjadikannya sebagai barang antik Dalam konteks ini tepatlah kalau dikatakan bahwa paham sekulerisme sebagai al-Laadiniyah atau tanpa agama dan alLaaaqidah atau tanpa akidah (Purnomo, 2010). 2. Islam is A Way of Life Islam merupakan pedoman hidup yang lengkap bagi umat muslim. Islam merupakan agama, sistem nilai, tata cara ritual, ilmu dan juga sistem kehidupan. Al Attas (1989, dalam Harahap, 2008) menyatakan bahwa pengertian agama dalam Islam sama dengan istilah din yang berarti bukan saja semata suatu konsep tetapi sesuatu yang harus dijabarkan ke dalam realitas kehidupan secara mendalam dan kental dalam pengalaman hidup manusia. Oleh karena itu dalam Islam tidak dikenal adanya pemisahan antara agama dengan ilmu pengetahuan sehingga sekulerisme menjadi suatu keyakinan yang sangat ditentang. Ilmu pengetahuan membutuhkan agama agar dalam praktiknya tidak melanggar norma dan nilai-nilai etika sedangkan ilmu pengetahuan akan membantu manusia untuk memahami dan mengerti tentang agamanya. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam surat Adz-Dzaariyaat ayat 56 :

Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Dalam konteks surat tersebut menunjukkan bahwa manusia diberikan kelebihan oleh Allah berupa akal, panca indera maupun mata batin untuk menjalankan misinya sebagai kalifah di muka bumi yakni mengabdi hanya kepada

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

15MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM AKUNTANSI : KRITIK ATAS UPAYA MENDEKONSTRUKSI AKUNTANSI KONVENSIONAL MENUJU AKUNTANSI SYARIAH DALAM BINGKAI TASAWUF

Allah SWT. Pengabdian (ubudiyah) ini dalam kehidupan manusia memiliki makna ganda yaitu aktifitas ibadah dalam rangka syiar dan perilaku hidup yang mencakup aspek ekonomi, sosial, politik dan pendidikan. Munir & Djalaluddin (2006) menjelaskan keempat aspek tersebut sebagai berikut : a. Aspek politik hendaknya mampu memberikan jaminan kebebasan bagi manusia untuk menegakkan tauhid dan menjalankan ibadah. b. Aspek pendidikan hendaknya mampu menciptakan budaya yang mendukung misi ubudiyah ini serta memastikan peran ilmu dan proses pendidikan dalam peningkatan kualitas ubudiyah. c. Aspek sosial diharapkan mampu menciptakan kehidupan yang harmonis dan tentram dengan adanya hubungan yang kokoh dan adanya takaful (gotong royong) dalam masyarakat. d. Aspek ekonomi hendaknya difokuskan pada penciptaan al-insan al abid (manusia ahli ibadah) bukan manusia ekonomi (homo economicus). 3. Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan Akuntansi Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan ilmu pengetahuan barat sangat pesat dan melampaui ilmu yang dikembangkan oleh kaum muslimin. Berkaitan dengan aspek politik, ekonomi, agama, kultur dan pendidikan, umat Islam berada pada posisi bangsa yang tertinggal. Ada beberapa masalah yang sedang dihadapi umat muslim yaitu (a) keterbelakangan umat; (b) kelemahan umat; (c) stagnasi intelektual umat; (d) absennya ijtihad umat; (e) mandegnya kemajuan kultur umat; (f) kesenjangan umat dari norma-norma dasar peradaban Islam (Abu Sulayman, 1988). Oleh karena itu Al Faruqi (1984) memberikan 5 langkah untuk melakukan islamisasi ilmu pengetahuan, yaitu : a. Penguasaan disiplin ilmu modern b. Penguasaan khazanah Islam c. Penentuan relevansi Islam bagi masing-masing bidang ilmu modern d. Pencarian sintesa kreatif antara khazanah Islam dengan ilmu modern dan, e. Pengarahan aliran pemikiran Islam ke jalan-jalan yang mencapai pemenuhan pola rencana Allah SWT. Dengan demikian dapat dipahami bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah suatu upaya pembebasan pengetahuan dari asumsi-asumsi Barat terhadap realitas dan kemudian menggantikannya dengan pandangan dunia Islam sendiri (Zainuddin, 2003). Dalam khazanah keilmuan akuntansi proses Islamisasi juga berlangsung. Hal ini dirumuskan oleh Harahap (2008, 55) yang menjelaskan langkah-langkah untuk membentuk akuntansi Islam(syariah) sebagai berikut : a. Memahami teori akuntansi kapitalis b. Memahami beberapa pendapat normatif dari para ahli atau lembaga tentang teori akuntansi Islam c. Menguasai syariah, konsep, filosofi dan prinsip-prinsip kehidupan Islam d. Rekonstruksi teori akuntansi kapitalis menjadi teori akuntansi Islam dengan cara : - Memakai konsep atau teori yang tidak bertentangan dengan syariah Islam

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

16MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM AKUNTANSI : KRITIK ATAS UPAYA MENDEKONSTRUKSI AKUNTANSI KONVENSIONAL MENUJU AKUNTANSI SYARIAH DALAM BINGKAI TASAWUF

- Membuang, menolak dan menghilangkan konsep akuntansi kapitalis atau norma yang bertentangan dengan norma Islam - Menganalisa dan meredefinisi konsep-konsep yang dikategorikan masih kabur antara teori akuntansi kapitalis atau teori akuntansi Islam - Merumuskan konsep baru yang dimasukkan ke dalam teori akuntansi islam jika belum ada. e. Menguji konsep akuntansi Islam hasil rekonstruksi dengan cara diskusi, seminar, konferensi, symposium, public hearing, atau Delphi System dengan menggunakan tenaga ahli di bidangnya untuk mengkritisinya f. Menguji teori akuntansi syariah tersebut melalui penelitian empiris. Namun demikian ada beberapa ilmuwan muslim yang tidak sepakat dengan pendekatan Al Faruqi dan mengajukan kritik terhadapnya. Fazlurrahman dan Ziauddin Sardar (dalam Zainuddin, 2003) menyatakan bahwa ide Islamisasi ilmu pengetahuan dinilai menyesatkan dan akan menjadikan prinsip Islam tetap dalam posisi subordinate (di bawah) dari ilmu-ilmu modern. Semestinya kita dianjurkan untuk melahirkan ilmu pengetahuan yang murni berasal dari kandungan Al Quran untuk mengobati penyakit jahilliyah modern akibat krisis ilmu pengetahuan dan peradaban. Pada keilmuan akuntansi yang mengikuti paham Fazlurrahman dan Sardar adalah Triyuwono (2006) yang mengembangkan pemikiran tentang akuntansi syariahnya dengan cara memfokuskan pada metodologi yang berangkat dari nilai-nilai syariah yang murni. Jadi, dapat kita sarikan bahwa pengembangan konsep dan teori akuntansi syariah dilakukan melalui dua cara yakni (a) pendekatan filosofis teoritis atau deduktif normatif yang bermula pada konsep yang umum dan abstrak selanjutnya diderivasi pada tingkatan yang lebih pragmatis dan konkret, dan (b) pendekatan praktis, sebagaimana dijelaskan melalui metode yang dikembangkan oleh Harahap (2008). 4. Kelemahan Fundamental Akuntansi Konvensional Akuntansi adalah sebuah disiplin ilmu maupun praktik yang bersifat dinamis dan mengikuti perubahan lingkungan. Hal ini sejalan dengan pemahaman bahwa akuntansi sangat dipengaruhi oleh lingkungannya (Morgan, 1988; Hines, 1989; dan Francis, 1990), namun di sisi yang lain akuntansi juga dapat mempengaruhi lingkungannya (Mathews dan Perera, 1993). Pada kenyataannya yang namanya lingkungan memiliki karakter bawaan yang tidak mungkin diubah yaitu perubahan. Perubahan merupakan sebuah keniscayaan dalam hidup ini yang akan mempengaruhi sendi-sendi dalam kehidupan kita. Fakta menunjukkan banyaknya skandal akuntansi dan manipulasi laporan keuangan yang melanda perusahaan serta rendahnya kepedulian mereka akan tanggung jawab sosial dan lingkungan menyiratkan bahwa terjadi perubahan yang sangat besar pada para pelaku akuntansi. Kondisi ini menunjukkan bahwa akuntansi telah gagal untuk menggambarkan realitas bisnis secara utuh. Triyuwono (2006) menyatakan bahwa akuntansi modern tidak mampu merefleksikan realitas non ekonomi yang diciptakan perusahaan. Ia hanya mampu mengakui dan merefleksikan peristiwa ekonomi saja.

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

17MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM AKUNTANSI : KRITIK ATAS UPAYA MENDEKONSTRUKSI AKUNTANSI KONVENSIONAL MENUJU AKUNTANSI SYARIAH DALAM BINGKAI TASAWUF

Dalam Harahap (2008) dinyatakan ada beberapa hal yang menjadi keterbatasan dari sebuah laporan keuangan yang merupakan produk utama dari akuntansi konvensional (modern) yaitu : Masyarakat pengguna akuntansi keuangan adalah masyarakat dengan ideologi sekuler, materialisme dan rasional semata, tidak mengakui keberadaan Tuhan dan tidak percaya adanya pertanggungjawaban di akhirat; Tujuan laporan keuangan hanya untuk masyarakat Amerika atau yang seideologi; Laporan keuangan mayoritas dipakai oleh perusahaan besar atau go public; Laporan keuangan kapitalis hanya untuk tujuan informasi akumulasi kekayaan; Laporan keuangan bersifat historis; Bersifat umum bukan melayani kepentingan pihak khusus; Proses penyusunan bersifat taksiran dan pertimbangan subyektif; Hanya melaporkan informasi yang material; Mengabaikan informasi yang bersifat kualitatif; Hasil penelitian menunjukkan peran informasi akuntansi dalam menggambarkan nilai perusahaan sekitar 15-25% Triyuwono (2006) juga secara sistematis menjelaskan beberapa kelemahan yang muncul berkaitan dengan praktik akuntansi konvensional (modern) yakni : Akuntansi modern mengabaikan dua aspek penting yaitu lingkungan dan sosial sehingga gagal menggambarkan realitas bisnis yang semakin kompleks; Sifat egoisme sangat melekat pada akuntansi modern sehingga terefleksi ke dalam bentuk private costs/benefits dan berorientasi melaporkan profit untuk kepentingan pemilik modal/pemegang saham. Oleh karena itu informasi akuntansi menjadi egois dan mengabaikan pihak lain. Akuntansi modern lebih bersifat materialistik sehingga memarjinalkan nilainilai spiritualitas padahal manusia sebagai pelaku akuntansi memiliki dua hal tersebut yakni material dan spiritual. Jika manusia diarahkan untuk menjalankan praktik akuntansi yang beorientasi pada materi (profit) maka perilaku yang muncul berkaitan dengan upaya pencapaian tujuan tersebut berpotensi melanggar aturan dan kehilangan nilai-nilai etika, agama dan moralitas. 5. Konsep Manunggaling Kawulo Gusti Sebagai Upaya Mengatasi Kelemahan Fundamental Akuntansi Konvensional Berkaitan dengan formulasi akuntansi syariah, Triyuwono (2006) memaparkan ada empat perspektif yang dapat dipakai yaitu (1) Positivisme, (2) Interpretiv, (3) Kritisisme dan (4) Postmodernisme. Lebih khusus pada perspektif postmodernisme yang menekankan bahwa pendekatan apapun dalam merumuskan sebuah teori dihalalkan sepanjang sesuai dengan konteksnya. Triyuwono (2006) menyatakan bahwa pendekatan Manunggaling Kawulo-Gusti untuk merumuskan akuntansi syariah merupakan hal yang wajar dan sah untuk digunakan apalagi jika ditinjau dari perspektif posmodernisme. Di Indonesia, khususnya Jawa, ajaran Manunggaling Kawulo-Gusti disebarkan oleh toko sufi besar Syekh Siti Jenar. Ajaran ini pada dasarnya terkait dengan konsep sangkan paraning dumadi yaituJurnal Akuntansi Universitas Jember

18MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM AKUNTANSI : KRITIK ATAS UPAYA MENDEKONSTRUKSI AKUNTANSI KONVENSIONAL MENUJU AKUNTANSI SYARIAH DALAM BINGKAI TASAWUF

asal mula dan arah tujuan semua kejadian yaitu memahami bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan berakhir pada Allah. Hal ini sejalan dengan Djaya (dalam Triyuwono, 2006, 362) yang menyatakan : Ajaran sangkan paraning dumadi yang berarti pangkal atau mula dan arah tujuan semua kejadian, menggambarkan suatu (filsafat) proses, kesinambungan awal-akhir, bagaimana permulaannya dan juga kesudahannya. Hal itu menumbuhkan pemahaman Manunggaling Kawulo-Gusti. Ilmu sangkan paran yang diajarkan oleh Syekh Siti Jenar terbagi atas beberapa tahap, yaitu 1) asaling dumadi sebagai asal permulaan segala yang maujud, (2) sangkaning dumadi yakni darimana kedatangan serta bagaimana arah perkembangan yang wujud tersebut; (3) purwaning dumadi sebagai permulaan eksistensi yang maujud; (4) tataraning dumadi atau martabat suatu yang maujud, melalui berbagai cobaan kehidupan dunia, yang seharusnya diperlakukan sebagai alam kematian atau mati sakjeroning urip, agar bisa mendapatkan kondisi urip sakjeroning mati dan (5) paraning dumadi sebagai arah akhir perkembangan suatu wujud (Sholikhin, 2008, 371). Esensi ajaran ini (Triyuwono, 2006, 364) adalah kemanunggalan (unity) atas dua hal atau lebih yang berbeda. Misalnya, kemanunggalan manusia (sebagai makhluk) dengan Tuhan (sebagai Sang Pencipta), kemanunggalan suka dengan duka, kemanunggalan benar dengan salah, dan lain-lainnya. Kedua hal yang berbeda tersebut tidak saling meniadakan (mutually exclusive), tetapi sebaliknya saling menyatu. Nilai filsafat Manunggaling Kawulo-Gusti yang digunakan termasuk dalam paradigma posmodernisme. Karena Manunggaling Kawulo-Gusti pada dasarnya mensinergikan dua hal yang sangat berbeda, mensinergikan kawulo dengan Gusti, sifat maskulin-feminin, sifat ekspansif-defensif, sifat egoistikaltruistik, sifat rasional-intuitif, sifat obyektif-subyektif maupun sifat materialspiritual. Kemanunggalan sifat-sifat ini akan berimplikasi pada bentuk laporan keuangan Akuntansi Syariah yang mengedepankan epistemologi berpasangan sehingga kemampuan akuntansi syariah untuk menggambarkan realitas bisnis yang utuh dapat tercapai. Konsep Manunggaling Kawulo Gusti menurut Triyuwono (2006, 362) juga ada dalam Al Quran surat Al Baqarah 156 yaitu :

Artinya : (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". Kalimat Inna lillaahi wa innaa ilaihi raajiuun bermakna : Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali. Kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Pada dasarnya manusia menjalani hidup di dunia ini dalam rangka mencapai kesempurnaanJurnal Akuntansi Universitas Jember

19MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM AKUNTANSI : KRITIK ATAS UPAYA MENDEKONSTRUKSI AKUNTANSI KONVENSIONAL MENUJU AKUNTANSI SYARIAH DALAM BINGKAI TASAWUF

menuju Dzat Yang Tertinggi yaitu Allah SWT (ngelmu kasampurnan). Konteks kesempurnaan ini digambarkan oleh Triyuwono (2006, 363) sebagai sebuah proses dimana manusia (sang pribadi/self) kembali kepada Allah (THE SELF) melalui siklus kehidupan yang panjang, sehingga ketika sang pribadi sudah kembali kepada Allah maka pada hakekatnya ia menyatu dengan Allah (manunggaling kawulo gusti). Sang pribadi/self/kawulo menjadi tiada dan yang tinggal hanyalah GUSTI/THE SELF/Allah SWT. Filsafat manunggaling kawulo gusti jika dihubungkan dengan ilmu akuntansi menjadi sebuah Konsep Kemanunggalan Dalam Akuntansi (istilah yang diberikan penulis). Konsep ini merupakan versi Triyuwono (2006) yang penulis coba untuk mengilustrasikan sebagai berikut :

Akuntansi Konvensional Nilai-Nilai Penyeimbang

Konsep Kemanunggalan Dalam Akuntansi

Egoistik Materialistik Maskulin Kuantitatif

Altruistik Spiritualistik Feminin Kualitatif

Egositik-Altruistik Materialistik-Spiritualistik Maskulin-Feminin Kuantitatif-Kualitatif

Gambar 1. Konsep Kemanunggalan Dalam Akuntansi Berdasarkan gambar 1 dapat dilihat bahwa nilai-nilai tunggal yang melekat pada akuntansi konvensional (modern) yang melahirkan wajah akuntansi cenderung parsial dan tidak utuh diseimbangkan oleh lawannya masing-masing yang sejatinya melambangkan sesuatu yang berpasang-pasangan yang secara kodrati terjadi di dunia ini. Oleh karena itu ketika nilai-nilai egoistik berpadu dengan sifat altruistik akan menghasilkan wajah akuntansi yang bersifat egositikaltruistik. Demikian pula dengan nilai materialistik-spiritualistik, maskulinfeminin atau juga nilai kuantitatif-kualitatif. 6. Telaah Kritis Atas Konsep Kemanunggalan Dalam Akuntansi Perlu dipahami bahwa kelemahan fundamental yang ada dalam akuntansi konvensional menjadikan praktik akuntansi sarat dengan rekayasa, manipulasi, kecurangan maupun perilaku kreatif lainnya. Ketika akuntansi modern menjadi alat bisnis untuk membantu para pemilik modal (kapital) memupuk kekayaan yang sebesar-besarnya (profit maximization) demi kesejahteraan mereka

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

20MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM AKUNTANSI : KRITIK ATAS UPAYA MENDEKONSTRUKSI AKUNTANSI KONVENSIONAL MENUJU AKUNTANSI SYARIAH DALAM BINGKAI TASAWUF

(shareholder wealth) maka perilaku individu-individu yang ada dalam perusahaan cenderung menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan yang utama tersebut. Angka-angka dalam akuntansi dimainkan sedemikian rupa dengan alasan earnings management atau creative accounting, laba dipercantik dengan cara income smoothing ataupun teknik-teknik akuntansi lainnya yang cenderung mengabaikan nilai-nilai etika dan moralitas. Ada kebohongan terhadap publik yang tersirat dari tindakan-tindakan negatif yang mereka lakukan. Merujuk pada etika bisnis Islam maka tindakan yang merugikan orang lain termasuk perbuatan yang dhalim dan berdosa. Filsafat akuntansi manunggaling kawulo gusti versi Triyuwono (2006) atau kemanunggalan dalam akuntansi versi penulis sebenarnya berakar pada konsep epistemologi berpasangan. Konsep ini merujuk pada ayat Al Quran dalam surat Yasin 36 yaitu :

Artinya : Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui. Ayat ini menggambarkan bahwa segala sesuatu di dunia diciptakan berpasang-pasangan yakni ada pria-wanita, siang-malam, jantan-betina, putihhitam, besar-kecil dan analogi lainnya. Oleh karena itu sangat masuk akal ketika Triyuwono (2006) merefleksikan filosofis berpasangan ini untuk menggambarkan realitas akuntansi yang lebih utuh sebagaimana berikut : a. Salah satu kelemahan mendasar akuntansi modern terletak pada sifatnya yang egoistik. Dengan orientasi memaksimalkan profit untuk kepentingan pemegang saham atau manajemen maka perusahaan akan melakukan eksploitasi terhadap orang lain dan lingkungan alam sehingga mereka mengabaikan proses rehabililitasi untuk menjaga kelestarian lingkungan tersebut karena dipandang akan mengeluarkan banyak biaya sehingga dapat memperkecil laba (profit). Akuntansi menjadi kehilangan makna dan realitasnya, oleh karena itu supaya lebih utuh maka akuntansi juga harus memiliki sifat altruistik yang menjadikan perilaku individu maupun perusahaan menjadi lebih berbagi dengan orang lain maupun lingkungan sekitar. Konservasi alam dilakukan, masyarakat sekitar diperhatikan kesejahteraannya maupun tindakan sosial lainnya. b. Akuntansi modern hanya fokus terhadap dunia materi (gender maskulin) dan sebaliknya mengabaikan dan menghilangkan dunia non materi (spiritual) yang sifatnya feminin. Semua simbol-simbol akuntansi adalah simbol-simbol materi. Simbol-simbol ini akan menggiring manajemen dan pengguna kearah

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

21MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM AKUNTANSI : KRITIK ATAS UPAYA MENDEKONSTRUKSI AKUNTANSI KONVENSIONAL MENUJU AKUNTANSI SYARIAH DALAM BINGKAI TASAWUF

dunia materi yang pada akhirnya akan menciptakan dan memperkuat realitas materi. Oleh karenanya manusia menjadi terkooptasi dengan materi. Jika kita perhatikan lebih mendalam maka epistemologi berpasangan merupakan sebuah konsep yang sudah tepat untuk menggambarkan realitas akuntansi yang lebih utuh (lengkap) karena mencakup dua hal yang berbeda tetapi saling melengkapi. Dua hal ini mencerminkan obyek-obyek yang memiliki kedudukan saling setara. Kesetaraan ini mengandung arti bahwa kedua hal yang berpasangan tersebut tidak bisa saling menyatu, melebur atau menggantikan satu dengan lainnya. Kesetaraan menunjukkan tidak ada yang lebih superior dibandingkan dengan yang lain. Kedua pasangan tersebut bersifat saling melengkapi sehingga keberadaannya memang dibutuhkan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik. Ketika akuntansi dengan realitas yang utuh memiliki kekuatan untuk mempengaruhi praktek akuntansi modern menjadi lebih manusiawi, memiliki empati sosial dan berkeadilan maka akuntansi syariah dengan semangat keislamannya dan nilai-nilai ke-ilahiyahan-nya akan membawa akuntansi modern menjadi lebih bersifat spiritual. Spiritual yang menjadikan para pelaku akuntansi bukan hanya bertanggung jawab kepada pimpinannya (manusia) atau hablum minanas tetapi juga bertanggung jawab kepada Allah SWT (hablum minnalah). Dengan demikian substansi dari filsafat manunggaling kawulo gusti tentu menjadi berbeda makna jika disejajarkan dengan pemahaman epistemologi berpasangan. Manunggaling kawulo gusti menjadi gugur sebagai sebuah simbolisme dari epistemologi berpasangan dengan dua alasan sebagai berikut : 1. Dua hal yang bersifat setara tidak akan saling menggantikan bahkan melebur sekalipun jika kedua hal tersebut dibutuhkan keberadaannya. Akuntansi modern yang egoistik dan beorientasi pada pencapaian laba yang setinggitingginya akan memiliki kepekaan lingkungan dan tanggung jawab sosial jika dikombinasikan dengan sifat altruistik. Wajah akuntansi yang sangat berorientasi pada materialisme (kebendaan) atau duniawi akan menjadi lebih seimbang dengan masuknya nilai spiritualisme (akhirat) sehingga praktek akuntansi menjadi lebih beretika, berkeadilan dan bernuansa ke-Ilahiyah-an. 2. Bahasa manunggaling kawulo gusti menunjukkan adanya penyatuan antara dua zat yang berbeda bentuk dan tingkatan. Kawulo merujuk pada manusia atau makhluk sedangkan Gusti berarti Allah SWT atau Sang Khalik (Pencipta). Adapun konsep epistemologi berpasangan menyiratkan adanya kesamaan tingkatan sehingga menganalogikannya dengan pemahaman kawulo dan gusti tentu menjadi tidak sama artinya bahkan tidak sepadan untuk diperbandingkan. Dalam Al Quran surat Al Ikhlash secara tegas, jelas dan tidak terbantahkan menunjukkan keesaan Allah SWT dan menggambarkan bahwa tidak ada sesuatupun yang menyamai-Nya.

1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

22MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM AKUNTANSI : KRITIK ATAS UPAYA MENDEKONSTRUKSI AKUNTANSI KONVENSIONAL MENUJU AKUNTANSI SYARIAH DALAM BINGKAI TASAWUF

2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.

3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,

4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." Berdasarkan dua argumentasi tersebut maka upaya untuk memanunggalkan antara sifat egoistik dan altruistik menjadi egoistik saja atau altruistik saja atau bahkan melebur menjadi istilah yang baru dan juga antara materialistik-spiritualistik, maskulin-feminin dengan analogi yang sama tentu menjadi tidak tepat untuk dilakukan. Seandainya konsep manunggaling kawulo gusti dianggap sebagai sebuah simbol dari epistemologi berpasangan pun terkesan dipaksakan karena konsep ini berkaitan dengan aqidah dan banyak perdebatan seputar pemahaman ini di kalangan masyarakat. 7. Simpulan Bahwa akuntansi syariah berkembang melalui dua pendekatan yang diyakini keberadaannya yakni aliran filosofis teoritis dan aliran pragmatis/praktis. Khusus untuk aliran filosofis teoritis terdapat suatu perspektif unik dalam upaya mendesain karakter dari laporan keuangan akuntansi syariah yakni filsafat manunggaling kawulo gusti yang dikembangkan oleh Iwan Triyuwono. Konsep manunggaling kawulo gusti ini kalau kita telaah lebih dalam merupakan sebuah simbolisasi dari konsep epistemologi berpasangan yang berupaya mendekonstruksi akuntansi konvensional (modern) menjadi akuntansi syariah dengan penggambaran realitas praktik akuntansi yang lebih utuh (holistik). Akuntansi yang utuh ini menyajikan wajah dengan kombinasi egoistik-altruistik, maskulin-feminin, materialistik-spiritualistik, dan kuantitatif-kualitatif. Diharapkan akuntansi dengan realitas yang utuh ini mampu memperbaiki kelemahan dan kegagalan dari praktik akuntansi modern menjadi lebih manusiawi, berkeadilan dan mengandung nilai ke-Ilahiyah-an. Namun demikian simbolisasi epistemologi berpasangan dengan konsep manunggaling kawulo gusti menjadi tidak tepat dilakukan karena dua konsep tersebut memiliki pemahaman yang berbeda. Epistemologi berpasangan menunjukkan persandingan antara dua sifat dalam realitas praktik akuntansi yang berbeda namun saling berhubungan dan saling melengkapi. Hal ini mengindikasikan bahwa dua hal yang berbeda tersebut tidak saling menyatu atau melebur menjadi istilah baru ataupun diantara dua hal tersebut ada yang lebih superior atau inferior dibandingkan yang lain. Keduanya berdiri sejajar atau

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

23MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM AKUNTANSI : KRITIK ATAS UPAYA MENDEKONSTRUKSI AKUNTANSI KONVENSIONAL MENUJU AKUNTANSI SYARIAH DALAM BINGKAI TASAWUF

berkedudukan setara untuk bersama-sama membentuk wajah akuntansi syariah. Adapun konsep manunggaling kawulo gusti menuntut adanya penyatuan, peleburan, atau kemanunggalan dari dua hal yang berbeda tersebut sehingga mengarahkan kita kepada pemahaman akan manunggalnya setiap jiwa manusia (makhluk) dengan Allah SWT (Sang Khalik). Dengan demikian, sebenarnya konsep epistemologi berpasangan merupakan sebuah simbolisasi yang sudah tepat untuk menggambarkan realitas praktik akuntansi yang utuh (holistik) khususnya pada akuntansi syariah.

Daftar Pustaka Al-Quran al-Karim Al Faruqi, Ismail R. 1984. Islamisation of Knowledge, terj. Anas Muhyiddin. Bandung: Pustaka Buletin Islam Al Ilmu. 2005. Membongkar Kedok Sufi: Beraqidah Sesat. www.salafy.or.id Francis, Jere R. 1990. After virtue? accounting as a moral and discursive practice. Accounting, Auditing and Accountability Journal Harahap, Sofyan Syafri. 2008. Kerangka Teori & Tujuan Akuntansi Syariah. Edisi Satu. Jakarta : Pustaka Quantum Hines, D. Ruth. 1992. Accounting Filling The Negative Space. Accounting, Organization, and Society Mathews, MR and MHB Perera. 1993. Accounting Theory and Development. Melbourne. Thomas Nelson Australia Morgan, Gareth. 1988. Accounting as reality construction : towards a new epistemologi for accounting practice. Accounting, Organizations, and Society Muhamad. 2002. Penyesuaian Teori Akuntansi Syariah: Perspektif Akuntansi Sosial dan Pertanggungjawaban. Vol 3 No. 1. Journal of Islamic Economics Munir, Misbahul dan A. Djalaluddin. 2006. Ekonomi Qurani : Doktrin Reformasi Ekonomi dalam Al Quran. Malang. UIN Malang Press Purnomo. 2010. Tuntutan Sekulerisme, Agama Menyesuaikan Masyarakat. http : //www.voa-islam.net

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

24MEMAHAMI KONSEP KEMANUNGGALAN DALAM AKUNTANSI : KRITIK ATAS UPAYA MENDEKONSTRUKSI AKUNTANSI KONVENSIONAL MENUJU AKUNTANSI SYARIAH DALAM BINGKAI TASAWUF

Saputro, Andik S. 2009. Koreksi Konsep Nilai Tambah Syariah: Menimbang Pemikiran Konsep Dasar Teoritis Laporan Keuangan Akuntansi Syariah. SNA 12 Palembang Sholikhin, Muhammad. 2008. Manunggaling Kawula-Gusti : Filsafat Kemanunggalan Syekh Siti Jenar. Yogyakarta. Penerbit NARASI. Triyuwono, Iwan. 2006. Perspektif, Metodologi, Dan Teori Akuntansi Syariah. Edisi Satu. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada Watts, Ross L. and Jerold L. Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory. Englewood Cliffs: Prentice Hall, Inc Yusran, Muhammad. 2002. Sekulerisme Dalam Sistem Pendidikan. http : // www. dudung.net Zainuddin, M. 2003. Filsafat Ilmu : Perspektif Pemikiran Islam. Bayumedia Publishing

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

KARATERISTIK DAN MEKANISME PERDAGANGAN CONTRACT FOR DIFFERENCE (CFD) SEBAGAI ALTERNATIF INVESTASI KEUANGAN (Studi Kasus Pada Pasar Derivatif di Australia) Novi Wulandari Widiyanti*

Abstract The paper explores the nature of CFDs as a derivative and CFDs as hedging instrument in derivatif markets in Australia. It argues that CFD is leveraged instrument, which means they offer the potential to make a higher return from a smaller initial investment relative to the total position value. Using CFD, we can obtain full exposure to a share or commodity for a fraction of the price of buying the underlying asset. The higher percentage return from the CFD demonstrates how leverage can work. The writer presents two parts in describing CFDs nature and trading mechanism which are: the nature of the CFDs, which include CFDs characteristics and how they are traded. This part will focus on equity CFDs which underlying instrument is stocks. The second part will be an application of delta neutral hedging of long stock position by using and option compare to CFDs. Keywords: derivatif instrument, CFD, underlying asset, hedging, long position, short position 1. Latar Belakang Beberapa dekade terakhir ini, CFD (Contract for Difference) telah banyak digunakan oleh investor sebagai salah satu produk investasi yang relatif menjanjikan di pasar derivatif. CFD menjadi salah suatu produk alternatif investasi di pasar derivatif, selain opsi, warrant, swaps dan futures. Sebelum CFD diperdagangkan secara resmi di pasar derivatif, CFD telah banyak diperdagangkan di bursa pararel atau lebih dikenal dengan instilah over the counter market (OTC). Bursa pararel merupakan segmen pasar sekunder terbesar dalam jumlah sekuritas yang diperdagangkan, dibandingkan pasar reguler seperti bursa efek (Tandelilin, 2007). Namun seiring dengan perkembangan pasar, CFD selanjutnya juga diperdagangkan di pasar reguler khususnya pasar derivatif negara-negara maju seperti Amerika, Inggris dan Australia. Saat ini individual investor dapat memperdagangkan CFD melalui broker masing-masing. Popularitas CFD semakin meningkat karena banyaknya fasilitas/kelebihan yang ditawarkan kepada para pemiliknya. Salah satu kelebihan CFD dibandingkan jenis derivatif lainya adalah kepemilikan penuh atas underlying asset dengan menggunakan porsi yang relatif lebih kecil dari total nilai underlying asset (disebut margin awal) untuk melakukan perdagangan. Kelebihan CFD lainnya terkait dengan kemampuannya untuk menghasilkan laba, meskipun harga underlying asset mengalami penurunan (ASX, 2008). Sehingga CFD banyak

*Dosen Jurusan Akuntansi Universitas Jember

25

26KARATERISTIK DAN MEKANISME PERDAGANGAN CONTRACT FOR DIFFERENCE (CFD) SEBAGAI ALTERNATIF INVESTASI KEUANGAN (STUDI KASUS PADA PASAR DERIVATIF DI AUSTRALIA)

digunakan untuk melakukan imunisasi terhadap risiko atau yang biasa dikenal dengan istilah hedging. Selain itu, tidak seperti opsi yang mempunyai masa manfaat, CFD bersifat perpetual (tidak memiliki batas waktu jatuh tempo) sehingga dapat diperdagangkan sepanjang masa. Di Australia, perdagangan CFD dilakukan di Australian Stock Exchange (ASX). Aturan dalam Corporation Act, mewajibkan bagi ASX untuk terus mengawasi perkembangan pasar derivatif, khususnya terkait dengan perdagangan CFD. Sehingga diharapkan akan tercipta iklim investasi yang fair dan transparan. Selain itu, sebagai satu-satunya sentral atas perdagangan CFD di Australia, maka ASX telah menetapkan standar yang sama atas seluruh CFD yang diperdagangkan. Secara fundamental, pasar CFD di Australia jauh lebih baik dibandingkan pasar di negara-negara lainnya karena adanya standarisasi atas setiap CFD yang diperdagangkan dan jaminan akan pasar yang fair dan transparan. Dengan mengingat perkembangan akan produk derivatif yang sangat cepat dan kebutuhannya sebagai hedging instrumen, maka penelitian ini akan memberikan wacana sebuah alternatif produk derivatif, khususnya CFD yang telah diadopsi banyak negara maju, khususnya Australia. 2. Pasar derivatif Brigham (2004) mendefinisikan pasar derivatif adalah tempat diperdagangankannya surat-surat berharga yang nilainya didasarkan aset yang mendasarinya (underlying asset). Transaksi derivatif merupakan transaksi atas turunan produk pasar keuangan. Produk yang biasa diperdagangkan di pasar derivatif misalnya ospi (call dan put options), warrants, futures, forward. Beberapa ahli ekonomi meyakini bahwa meningkatnya transaksi di pasar derivatif akan berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi yang negative (Bentick, 2007). Karena pada dasarnya semakin dinamis dan bertambahnya volume transaksi derivatif semakin mengurangi volume transaksi riil ekonomi, akibat semakin banyaknya uang berputar di pasar keuangan. Semakin banyak produk keuangan modern hakikatnya hanya akan menambah panjang arus perputaran uang, yang berimplikasi pada turunnya kemampuan uang untuk meningkatan produksi di sektor riil seperti untuk produksi barang dan jasa. Pemerintah menyadari sepenuhnya pentingnya keberadaan pasar derivatif sebagai subsistem pasar keuangan yang memiliki peranan strategis sebagai mekanisme tranfer risiko, price discovery, market integrity yang membuat pasar keuangan semakin terpercaya (Fabozzi,2004). Pasar kontrak berjangka sangat berguna bagi suatu negara, sebab secara makro keberadaan pasar derivatif akan membantu terciptanya pasar keuangan yang efisien sehingga pada akhirnya juga akan membantu sektor riil (dunia usaha) untuk mendapatkan modal usaha secara efisien. Dengan pasar keuangan yang efisien dalam arti transparan dan biaya transaksi yang rendah, maka risiko ketidak pastian berusaha akan semakin kecil, sehingga akan terjadi capital inflow yang sangat berguna untuk membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara (Slater, 2007). Chance (2006) mengidentifikasi bahwa setidaknya ada empat manfaat derivatif sebagai salah satu insturmen keuangan. Manfaat pertama adalah pengalihan risiko (risk tansfer). Dengan menggunakan derivatif maka investor atau pengusaha dapat mengalihkan risiko keuangannya karena mereka telah

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

27KARATERISTIK DAN MEKANISME PERDAGANGAN CONTRACT FOR DIFFERENCE (CFD) SEBAGAI ALTERNATIF INVESTASI KEUANGAN (STUDI KASUS PADA PASAR DERIVATIF DI AUSTRALIA)

melindungi diri dari ketidakpastian (hedging the risk). Manfaat kedua adalah peningkatan likuiditas (liquidity improvement), maksudnya investor dan dapat menguangkan derivatif relatif cepat di pasar uang ketika mereka membutuhkan likuiditas. Manfaat lainnya adalah penciptaan kredit (credit creation) dan penciptaan ekuitas (equity creation). Derivatif juga dapat menciptakan kredit dan ekuitas karena instrument derivatif memperluas sumber kredit dan ekuitas dengan menciptakan jenis kredit dan ekuitas yang baru. Manfaat penciptaan kredit dan ekuitas ini timbul karena investor dan pengusaha memiliki lebih banyak instrument Keuangan yang bisa dipilih. Namun perlu disadari juga bahwa derivatif bagaikan dua mata pisau yang selain menawarkan manfaat juga mengandung kelemahan yang dapat memicu ketidakstabilan ekonomi dan keuangan sebuah negara (Cooley et.al, 1999). Khorana (1998) menyatakan bahwa tujuan utama dari derivatif adalah untuk melindungi perusahaan dalam melakukan transaksi bisnis. Tujuan ini lebih dikenal dengan istilah pemagaran (hedging). Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa perusahaan yang menggunakan hedging dalam melakukan transaksi bisnisnya akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang tidak menggunakan hedging. 3. Jenis-jenis instrumen derivarif Instrumen derivatif pada prinsipnya diturunkan dari instrumen efek lain yang disebut underlying (seperti saham, komoditas, mata uang asing) Ada beberapa macam instrument derivatif di Indonesia, seperti bukti right, waran, dan kontrak berjangka. Brigham (2004) selanjutnya mendeskripsikan beberapa jenis derivatif yang umum ada dalam pasar keuangan yaitut: a. Bukti right Didefinisikan sebagai hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) pada harga yang telah ditetapkan selama periode tertentu. Bukti Right diterbitkan pada penawaran umum terbatas (right issue), dimana saham baru ditawarkan pertama kali kepada pemegang saham lama. Bukti right juga dapat diperdagangkan di pasar sekunder selama periode tertentu. Apabila pemegang saham tidak menukar bukti right tersebut maka akan terjadi dilusi pada kepemilikan atau jumlah saham yang dimiliki akan berkurang secara proporsional terhadap jumlah total saham yang diterbitkan perusahaan.Bukti right dapat diperdagangkan pada pasar sekunder, sehingga investor dapat mengalami kerugian (capital loss), ketika harga jual dari bukti right tersebut lebih rendah dari harga belinya. b. Waran (Warrant) Waran biasanya melekat pada saham sebagai daya tarik (sweetener) pada penawaran umum saham ataupun obligasi. Biasanya harga pelaksanaan lebih rendah dari pada harga pasar saham. Setelah saham ataupun obligasi tersebut tercatat di bursa, waran dapat diperdagangkan secara terpisah. Periode perdagangan waran lebih lama dari pada bukti right, yaitu 3 tahun sampai 5 tahun. Waran merupakan suatu pilihan (option), dimana pemilik waran mepunyai pilihan untuk menukarkan atau tidak warannya pada saat jatuh tempo. Pemilik waran dapat menukarkan waran yang dimilikinya 6 bulan setelah waran tersebut diterbitkan oleh emiten. Harga waran itu sendiri berfluktuasi selama periode perdagangan. Karena sifat waran hampir sama

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

28KARATERISTIK DAN MEKANISME PERDAGANGAN CONTRACT FOR DIFFERENCE (CFD) SEBAGAI ALTERNATIF INVESTASI KEUANGAN (STUDI KASUS PADA PASAR DERIVATIF DI AUSTRALIA)

c.

d.

dengan kepemilikan saham, maka pemilik waran juga dapat mengalami kerugian (capital loss) jika harga beli waran lebih tinggi daripada harga jualnya. Kontrak Berjangka atas Indeks Efek (Index Futures) Adalah kontrak atau perjanjian antara 2 pihak yang mengharuskan mereka untuk menjual atau membeli produk yang menjadi variabel pokok di masa yang akan datang dengan harga yang telah ditetapkan sebelumnya. Obyek yang dipertukarkan disebut Underlying Asset. Setiap pihak sebelum membuka kontrak harus menyetorkan margin awal, dan karena kontrak tersebut memiliki waktu yang terbatas, maka pada saat jatuh tempo posisi kontrak harus ditutup pada berapapun harga yang terjadi bursa. Margin itu sendiri harus berada pada suatu level harga tertentu dan jika margin tersebut turun di bawah level akibat kerugian yang sangat besar, lembaga kliring akan meminta investor untuk menambah dananya kembali. Pada saat jatuh tempo, investor harus menutup atau menyelesaikan posisinya, walaupun harga yang terjadi berbeda dengan harapannya, sehingga investor dapat mengalami kerugian yang sangat besar jika dibandingkan dengan modal awalnya. Apabila investor mengalami kerugian yang besar, maka ia diharuskan untuk menyetor tambahan dana ke lembaga kliring. Opsi (Options) Opsi adalah suatu kontrak berupa hak tapi bukan suatu kewajiban bagi pembeli kontrak untuk membeli atau menjual suatu aset tertentu kepada penjual kontrak dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau disepakati. Sebagai salah satu instrumen turunan atau derivatif di pasar modal, ada beberapa aset yang dapat melandasi opsi tersebut, yaitu saham, obligasi, mata uang, dan juga komoditi.

4. Karakteristik dan mekanisme perdagangan CFD 4.1 Definisi Contract for Difference (CFD) Contract for Difference (CFD) didefinisikan sebagai kontrak kesepakatan antara dua pihak untuk memperdagangkan perbedaan nilai investasi dari underlying asset pada saat kontrak dibuka dan ditutup (ASX, 2008). CFD merupakan tipe derivatif yang memberikan kemungkinan kepada investor untuk membeli atau menjual instrumen invesatasi (underlying asset) meskipun tidak secara langsung (fisik) memilikinya. Memiliki CFD berarti menghadapi risiko yang sama dengan memiliki underlying asset karena performa keuangannya akan sama dengan memiliki underlying asset. Underlying asset yang biasa diperdagangkan dalam CFDs adalah saham, indek saham, nilai tukar mata uang asing, dan komoditi seperti minyak dan emas. Pada akhir periode transaksi, perbedaan harga pada waktu pembukaan dan penutupan dari suatu underlying asset akan diperhitungkan sebagai laba atau rugi.. CFDs dikategorikan sebagai leverage derivatives karena pembelian atau penjugalan CFD hanya akan membutuhkan pembayaran yang relatif kecil porsinya jika dibandingkan dengan total harga dari instrumen/underlying asset atau lebih dikenal sebagai margin. Margin yang harus dibayarkan berbeda-beda, tergantung jenis investasinya. Sehingga, dengan memiliki risiko investasi yang sama dengan memiliki underlying asset secara fisik, CFD dapat memperoleh keuntungan yang tinggi dengan inisial investasi yang sangat rendah (margin yang

Jurnal Akuntansi Universitas Jember

29KARATERISTIK DAN MEKANISME PERDAGANGAN CONTRACT FOR DIFFERENCE (CFD) SEBAGAI ALTERNATIF INVESTASI KEUANGAN (STUDI KASUS PADA PASAR DERIVATIF DI AUSTRALIA)

harus dibayar). Akan tetapi, investor CFD juga harus siap menanggung kerugian yang besar atas investasinya. Tidak seperti option, CFD tidak memiliki batasan waktu untuk dapat diperdagangkan. Investor dapat membuka atau menutup posisi CFD tergantung tujuan investasi yang ingin diambil. Investor CFD tidak secara langsung memiliki underlying asset, maka investor tetap bisa mendapatkan keuntungan sekalipun harga underlying asset turun. Dalam memperjual-belikan CFD, investor tidak harus membayar stamp duty. Akan tetapi yang perlu diperhatikan, CFD tidak cocok untuk mempertahankan posisi investor dalam jangka panjang. Hal ini dikarenakan adanya keharusan membayar biaya bunga terbuka setiap harinya dan kontrak atas bunga. Sehingga berinvestasi dalam jangka panjang, akan meningkatkan biaya transaksi (Gramlich, 2004) Berikut beberapa karakteristik spesifik dari CFD dalam ASX (2008) yaitu: a. Perdagangan CFD CFD pada umumnya diperdagangkan di bursa pararel atau lebih dikenal dengan istilah over the counter market (OTC), baik melalui market maker atau direct market access. Market Maker (MM) adalah penyedia CFD yang berperan sebagai prinsipal dan biasanya menawarakan dua arah spread berdasarkan harga pasar dari underlying a