Jamu

17
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan tanaman obat sebagai bahan baku obat dalam dunia kesehatan semakin berkembang, hal ini didukung oleh perubahan cara pikir masyarakat yang cenderung back to nature. Dewasa ini berbagai produk obat-obatan untuk berbagai jenis penyakit telah diciptakan dan dikembangkan dengan menggunakan tumbuhan obat sekitar. Beberapa produk tumbuhan obat yang beredar dan menjadi primadona dipasaran yaitu tumbuhan obat dalam bentuk simplisia dan jamu. Simplisia merupakan bentuk kering dari tumbuhan obat, dimana bentuk, aroma, rasa masih tampak seperti aslinya, karena simplisia merupakan usaha pengawetan tumbuhan obat dengan cara menurunkan kadar airnya sehingga komponen kimia yang dikandung tanaman obat tersebut tidak berubah selama waktu penyimpanan sebelum obat tersebut dikonsumsi. Sedangkan tumbuhan obat dalam bentuk jamu biasanaya sediaan obat dalam bentuk serbuk, dimana bentuk, aroma, rasa pada tumbuhan obat sulit dikenali karena selain bentuknya yang 1

description

jamu

Transcript of Jamu

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPenggunaan tanaman obat sebagai bahan baku obat dalam dunia kesehatan semakin berkembang, hal ini didukung oleh perubahan cara pikir masyarakat yang cenderung back to nature. Dewasa ini berbagai produk obat-obatan untuk berbagai jenis penyakit telah diciptakan dan dikembangkan dengan menggunakan tumbuhan obat sekitar. Beberapa produk tumbuhan obat yang beredar dan menjadi primadona dipasaran yaitu tumbuhan obat dalam bentuk simplisia dan jamu. Simplisia merupakan bentuk kering dari tumbuhan obat, dimana bentuk, aroma, rasa masih tampak seperti aslinya, karena simplisia merupakan usaha pengawetan tumbuhan obat dengan cara menurunkan kadar airnya sehingga komponen kimia yang dikandung tanaman obat tersebut tidak berubah selama waktu penyimpanan sebelum obat tersebut dikonsumsi. Sedangkan tumbuhan obat dalam bentuk jamu biasanaya sediaan obat dalam bentuk serbuk, dimana bentuk, aroma, rasa pada tumbuhan obat sulit dikenali karena selain bentuknya yang seperti serbuk biasanya sediaan obat dalam bentuk jamu terdiri dari beberapa jenis tumbuhan obat yang diracik dengan tujuan penggunaan untuk beberapa jenis penyakit (Pramono,2002).Obat tradisional merupakan obat yang didapat dari bahan alam (mineral, tumbuhan, atau hewan ) diolah secara sederhana berdasarkan pengalaman dan digunakan dalam pengobatan tradisional. Obat tradisional umumnya menggunakan bahan-bahan alam yang lebih dikenal sebagai simplisia (Syamsuni, 2005). Bahan alam merupakan zat kimia murni yang sering digunakan dalam bentuk obat berizin. Senyawa-senyawa ini terkadang di produksi secara sintetis dan di kenal sebagai senyawa identik alami (jika itu kasusnya), tetapi pada awalnya ditemukan dari obat-obat tanaman. Obat tradisional telah dikenal secara turun menurun dan digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan kesehatan. Pemanfaatan obat tradisional pada umumnya lebih diutamakan sebagai upaya menjaga kesehatan atau preventif meskipun ada pula upaya sebagai pengobatan suatu penyakit. Dengan semakin berkembangnya obat tradisional, ditambah dengan gema kembali ke alam, telah meningkatkan popularitas obat tradisional. Hal ini terbukti dari semakin banyaknya industri jamu dan industri farmasi yang memproduksi obat tradisional untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (Heinrich,M.2009). Dibanding obat-obat sintetis, obat alami tersebut memiliki kelebihan yaitu, tidak memiliki efek samping negatif pada tubuh kita .Namun, teknik pengkonsumsian oabat alami tersebut kurang praktis. Berbagai penelitian tentang tanaman obat kerap dilakukan sebagai usaha pengembangan dalam menambah nilai tanaman obat baik dari segi sosial maupun ekonomi. Salah satu hasil penelitian tersebut yaitu pembuatan obat alami dalam bentuk kapsul yaitu sengan cara mengekstrak senyawa kimia aktif tanaman obat, hal ini meningkatkan minat masyarakat untuk mengkonsumsi obat alami secara praktis, selain itu hal ini dapat meningkatkan nilai ekonomi tumbuhan obat, ini terbukti dengan berkembangnya usaha budidaya tumbuhan obat sebagai bahan baku obat alami (Pramono,2002).

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Jamu adalah bahan atau campuran bahan tanaman, hewan, mineral, sediaan galenik yang secara tradisional digunakan untuk mengobati, mencegah penyakit, atau meningkatkan kesehatan berdasarkan pengalaman. Masyarakat Indonesia mengenal sudah sejak lama mengenal jamu sebagai obat tradisional turun temurun yang diwariskan dari pengalaman nenek moyang (Jannah, Annisa Nur, 2012).Jamu merupakan ramuan dari berbagai simplisia bahan-bahan alami yang dengan cara-cara tertentu dan pengolahan sederhana mampu menghasilkan produk berkhasiat. Kandungan yang terdapat pada produk jamu merupakan suatu komposisi yang sangat kompleks. Bila ditinjau dari aktifitasnya, maka kandungan jamu dapat diklasifikasikan menjadi tiga bahan pokok yaitu : 1.Bahan aktif, yaitu bahan yang berperan dalam efek terapik. Bahan aktif dibedakan menjadi 2, yaitu bahan aktif utama dan bahan aktif pembantu. 2.Bahan sampingan, yaitu bahan yang dinyatakan sebagai beberapa senyawa yang mampu mempengaruhi efek terapik dari bahan aktif utama dan pembantu. 3.Bahan pengotor, yaitu bahan yang sangat tidak efektif. Keberadaannya dalam sediaan obat sangat tidak dikehendaki karena pengaruh negatifnya terhadap kerja obat. Pengaruh yang utama antara lain terjadi perubahan warna, bau, dan rasa dari sediaan obat sehingga timbul kekeruhan yang dapat mengurangi stabilitas serta dapat mengganggu kumpulan analitik bahan aktifnya (Anonim, 2008).Kandungan bahan organik dari hasil metabolisme sekunder yang terdapat pada tanaman sebagai bahan baku obat tradisional merupakan identitas kimiawi dan ciri spesifik tanaman yang berhubungan dengan efek farmakologis yang ditimbulkannnya, karena metabolit sekunder yang dihasilkan tanaman memiliki karakteristik untuk tiap genara, spesies dan strain/varietas tertentu (Anonim, 2007).Uji kadar sari dari suatu ekstrak bahan obat alam dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran awal sejumlah kandungan, dengan cara melarutkan ekstrak sediaan dalam pelarut organik tertentu (etanol atau air) (Anonim, 2007).Berbagai senyawa penyarian dari bahan obat alam seperti penyarian dengan pelarut air atau alkohol digunakan untuk menentukan presentase tersarinya dengan pelarut tersebut. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol lebih sering digunakan untuk mengetahui apakah bahan baku obat tradisional tersebut dapat larut dalam pelarut organik. Penetapan kadar sari larut dalam air digunakan untuk menentukan kemampuan dari bahan obat tersebut apakah tersari dalam pelarut air (Anonim, 2007).Kemampuan bahan obat terserap dalam air dapat menjadi acauan penggunaan jamu dalam bentuk rebusan (infusa) oleh masyarakat. Sehingga efek yang diinginkan tercapai, sedangkan kemampuan bahan obat tersari dalam etanol dapat dijadikan standar dalam pembuatan sediaan ekstrak. Besarnya kadar yang tersari dapat dijadikan standar atau control untuk mutu dari suatu bahan atau obat herbal tersandarkan (Anonim, 2007).Dalam menetapkan besarnya kadar sari yang terkandung dalam bahan obat tradisional (ekstrak) dilakukan beberapa kali penimbangan hingga diperoleh bobot tetap/konstan. Bobot konstan yang dimaksud adalah dua kali penimbangan berturut-turut berbeda tidak lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa yang ditimbang (Anonim, 2007).Penetapan fisis dari sediaan jamu (simplisia) dilakukan berupa penetapan kadar abu sisa pemijaran (kadar abu total) dan kadar abu yang tidak larut dalam asam (Anonim, 2007).Pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasi suatu simplisia karena tiap simplisia mempunyai kandungan atau kadar abu yang berbeda-beda, dimana bahan anorganik yang terdapat dalam simplisia tersebut ada yang terbentuk secara alami dalam tumbuhan. (Anonim, 2007)Atas dasar tersebut dapat ditentukan besarnya cemaran bahan-bahan anorganik yang terdapat dalam simplisia yang terjadi pada saat pengolahan ataupun dalam pengemasan simplisia (Anonim, 2007)Prinsipnya adalah bahan dipanaskan pada temperature dimana senyawa oraganik dan turunannya terdekstruksi dan menguap hingga tersisa unsur mineral organik, penetapan kadar abu bertujuan memberi gambaran kandungan mineral internal dan eksternal dalam simplisia, mulai dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Kadar abu diperiksa untuk menetapkan tingkat pengotoran oleh logam-logam dan silikat (Anonim, 2007).Kadar abu total (sisa pemijaran) dan abu yang tidak dapat larut dalam asam dapat ditetapkan melalui metode yang resmi. Dalam hal ini terjadi pemijaran dan penimbangan, total abu kemudian dididihkan dengan asam klorida, disaring, dipijarkan dan ditimbang abu yang tidak larut dalam asam dimaksudkan untuk melarutkan kalsium karbonat, alkali klorida sedangkan yang tidak larut dalam asam biasanya mengandung silikat yang berasal dari tanah atau pasir. Jumlah kotoran, tanah, tanah liat dan lain-lain yang terdapat dalam sample uji disebut sebagai zat anorganik asing yang terbentuk dalam bahan obat atau melekat pada bahan obat pada saat pencampuran (Anonim, 2007).Perlu diingat, saat penimbangan kadar abu diakukan sampai diperoleh bobot tetap/konstan dari alat dan bahan yang digunakan. Bobot konstan yang dimaksud bahwa dua kali penimbangan berturut-turut berbeda tidak lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa yang ditimbang (Anonim, 2007).

Dalam menetapkan besarnya kadar sari yang terkandung dalam bahan obat tradisional (ekstrak) dilakukan beberapa kali penimbangan hingga diperoleh bobot tetap/konstan. Bobot konstan yang dimaksud adalah dua kali penimbangan berturut-turut berbeda tidak lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa yang ditimbang.Pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasi suatu simplisia karena tiap simplisia mempunyai kandungan atau kadar abu yang berbeda-beda, dimana bahan anorganik yang terdapat dalam simplisia tersebut ada yang terbentuk secara alami dalam tumbuhan. Atas dasar tersebut dapat ditentukan besarnya cemaran bahan-bahan anorganik yang terdapat dalam simplisia yang terjadi pada saat pengolahan ataupun dalam pengemasan simplisia.Prinsipnya adalah bahan dipanaskan pada temperature dimana senyawa organik dan turunannya terdekstruksi dan menguap hingga tersisa unsur mineral organik, penetapan kadar abu bertujuan memberi gambaran kandungan mineral internal dan eksternal dalam simplisia, mulai dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Kadar abu diperiksa untuk menetapkan tingkat pengotoran oleh logam-logam dan silikat.Kadar abu total (sisa pemijaran) dan abu yang tidak dapat larut dalam asam dapat ditetapkan melalui metode yang resmi. Dalam hal ini terjadi pemijaran dan penimbangan, total abu kemudian dididihkan dengan asam klorida, disaring, dipijarkan dan ditimbang abu yang tidak larut dalam asam dimaksudkan untuk melarutkan kalsium karbonat, alkali klorida sedangkan yang tidak larut dalam asam biasanya mengandung silikat yang berasal dari tanah atau pasir. Jumlah kotoran, tanah, tanah liat dan lain-lain yang terdapat dalam sample uji disebut sebagai zat anorganik asing yang terbentuk dalam bahan obat atau melekat pada bahan obat pada saat pencampuran.

Amin, A. 2005. Penuntun Praktikum Farmakognosi. Makassar : Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia. Anonim. 2008. Buku Ajar Mata Kuliah Farmakognosi. Jimbaran : Jurusan Farmasi FMIPA Universitas Udayana. Jimbaran.Dharma, A.P. 1985. Tanaman Obat Tradisional Indonesia. Jakarta : PN Balai Pustaka.Jannah, Annisa Nur. 2012. Saintifikasi Jamu dan Standardisasi Bahan Alam (http://farmasi.unsoed.ac.id/) diakses pada tanggal 15 Desember 2012.

Anonim. 2010. Penuntun PraktikumFarmakognosi II. Makassar : Fakultas farmasi. Universitas Muslim indonesia. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.,2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Jakarta : DEPKES RI. Frans A. Rumate. A.Ilham Makhmud. 2007. Peraturan Perundang-undangan Bidang Farmasi dan Kesehatan.Makasar : Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. Heyney, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia II, Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Heinrich,Michael,etc. 2009. Farmakognosi dan Fitoterapi.Jakarta : EGC. Lincoln, Yvona S dan Egon G. Guba, 1985. Naturalistic Inquiry, Texas: Sage Publication. Baverly Hills. Pramono E. 2002. The Comercial use of traditional knowledge and medicinal plants in Indonesia. Paper Submitted for Multistakeholder Dialogue on Trade, Intelectual Property

and Biological resources in Asia, BRAC Centre for Development Management, Ranjendrapur, Bangladesh April 19 21, 2002. Agustin , Sera Nur. 2011. Buah Adas. http://rashekimfar.blogspot.com/2011/08/buah-adasfoeniculi-vulgaris-fructus.html diakses pada tanggal 11 Desember 2012. Syamsuni.2005. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta : EGC. Tim Penyusun Materia Medika Indonesia. 1995. Materia Medika Indonesia Edisi VI. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Wibowo,Aji.2011.HerbalTerstandar. http://farmatika.blogspot.com/p/herbalterstandar.html diakses pada tanggal 10Desember 2012

7