Jalur Neurobiologis Antara Stres Kronis Dan Depresi

25
Clinical Medicine: Psychiatry 2009:2 33–45 Jalur neurobiologis Antara Stres Kronis dan Depresi: Mekanisme Gangguan Regulasi Penyesuaian Diri? Christopher F. Sharpley University of New england, Armidale, NSw, Australia. email: [email protected] Abstrak: Penyakit yang berhubungan Stres diperkirakan menjadi faktor utama bagi beban penyakit secara menyeluruh dalam 20 tahun ini. Dari jumlah tersebut, depresi merupakan salah satu sumber utama teridentifikasi keprihatinan bagi kesehatan jiwa masyarakat, dan telah disimpulkan akibat dari stres yang berkepanjangan. Pemeriksaan hiper-responsif pada kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal, sebagai akibat peningkatan serum kortisol, ditambah efek struktur dan fungsi otak, memberikan contoh untuk memahami bagaimana stres kronis dapat menjadi vektor penyebab dalam perkembangan depresi. Bukti dari penelitian tentang efektivitas antidepresan mempunyai tujuan untuk mengurangi kortisol dalam pasien depresi telah ada dan menyarankan untuk penelitian masa depan dan pengobatan yang disebabkan oleh stres depresi. Kata kunci: stres, depresi, kortisol Pendahuluan Organisasi Kesehatan Dunia telah memperkirakan bahwa gangguan yang berhubungan dengan stres, termasuk

description

neurologis

Transcript of Jalur Neurobiologis Antara Stres Kronis Dan Depresi

Page 1: Jalur Neurobiologis Antara Stres Kronis Dan Depresi

Clinical Medicine: Psychiatry 2009:2 33–45

Jalur neurobiologis Antara Stres Kronis dan Depresi: Mekanisme Gangguan Regulasi Penyesuaian Diri?

Christopher F. SharpleyUniversity of New england, Armidale, NSw, Australia. email: [email protected]

Abstrak: Penyakit yang berhubungan Stres diperkirakan menjadi faktor utama bagi beban penyakit secara menyeluruh dalam 20 tahun ini. Dari jumlah tersebut, depresi merupakan salah satu sumber utama teridentifikasi keprihatinan bagi kesehatan jiwa masyarakat, dan telah disimpulkan akibat dari stres yang berkepanjangan. Pemeriksaan hiper-responsif pada kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal, sebagai akibat peningkatan serum kortisol, ditambah efek struktur dan fungsi otak, memberikan contoh untuk memahami bagaimana stres kronis dapat menjadi vektor penyebab dalam perkembangan depresi. Bukti dari penelitian tentang efektivitas antidepresan mempunyai tujuan untuk mengurangi kortisol dalam pasien depresi telah ada dan menyarankan untuk penelitian masa depan dan pengobatan yang disebabkan oleh stres depresi.

Kata kunci: stres, depresi, kortisol

PendahuluanOrganisasi Kesehatan Dunia telah memperkirakan bahwa gangguan yang

berhubungan dengan stres, termasuk kecemasan dan depresi, menjadi beban penyakit secara menyeluruh pada tahun 20201 setelah penyakit jantung. Stres dapat bersumber dari rumah, tempat kerja, atau dalam kelompok2 yang secara klasik didefinisikan sebagai "respons nonspesifik tubuh untuk membuat permintaan apapun",3(p. 14). Artinya,"stres" adalah mekanisme fisiologis atau proses dimana organisme mempersiapkan diri , danbereaksi terhadap, tekanan yang ini dipenuhi (disebut "stressor").4 Tuntutan ini mungkin menjadi eksternal atau internal dan dapat menimbulkan "melawan atau lari " respon stres. Tuntutan internal biasanya muncul dalam bentuk rasa sakit atau berhubungan kerusakan sistemik, dan dapat dimasukkan dalam nomenklatur yang sama sebagai tuntutan eksternal yang mengancam kelangsungan hidup, meskipun dapat bertindak melalui berbagai jalur neurologis dan endokrin.5 Makalah ini menjelaskan cara di

Page 2: Jalur Neurobiologis Antara Stres Kronis Dan Depresi

mana manusia merespon stres, bagaimana pendapat mereka mengatasi stres, fisiologis dan psikologis terhadap respon gejala sisa pada stres yang berlebih.

Mengapa Kita Bereaksi Terhadap Stressor Lingkungan: Sebuah Keuntungan Evolusioner

Untuk bagian dari sejarah hewan, hidup merupakan hal yang selektif. Beberapa ancaman dari predator, persaingan untuk mendapatkan sumber daya, infeksi dari agen mikroba, kelangkaan tempat tinggal, makanan, air, dan lingkungan yang telah hampir sepenuhnya tidak terkontrol.6 Mampu bereaksi dengan cepat, kuat dan sengaja (dalam hal kelangsungan hidup) dari ancaman salah satu sumber telah memberikan keuntungan yang jelas.7-10 Kemampuan untuk menyeimbangkan ancaman dengan respon yang ditandai dalam mekanisme "homeostasis", dan menentukan kelangsungan.11 Keseimbangan ini digambarkan dalam hubungan inverted-Uantara stimulasi stres dan kinerjanya,12 dan diperantarai oleh hormon dan neurotransmiter lain, sitokin dan faktor pertumbuhan, sehingga, setelah respon stres telah terjadi, mediator ini akan kembali pada"kesetimbangan dinamis"11(p. 34). Namun, sebagian besar ancaman primitif yang mendorong bahwa proses seleksi telah hilang, menyisakan respon stres manusia yang agak berlebihan.11

Neurologi Dan Endokrin Respon StresKetika tekanan dari luar terjadi, seseorang sadar melalui saraf sensoris

yang dilanjutkan ke otak. Sistem Sensorik dari reseptor rasa sakit atau reseptor suhu di kulit, citra retina, reseptor taktil di otot, sinyal pendengaran, dan lain-lain, datang dari berbagai bagian tubuh menuju ke sistem saraf pusat (ssp) untuk diolah.5 Sinyal sensori ini yang menyebabkan segera mencapai pada bagian paling bawah otak kemudian menghasilkan respon yang lebih kompleks atau bergerak kearah bagian dari otak yang lebih spesifik melalui thalamus dengan perantara neuron yang khusus.13 Saat sinyal sensori diterima, respon stres kemungkinan direspon baik salah satu atau dua reaksi spesifik dimana keduanya mengaktifkan otak untuk memberikan respon yang spesifik terhadap rangsangan dari reseptor.14

Terdapat dua bentuk reaksi yang melibatkan sistem yang berbeda dan telah secara klasik diklasifikasikan berdasarkan kepada efek alaminya dimana satu efek terjadi melalui rangsangan sistem saraf simpatis dan monoamin adrenalin-nonadrenali dan reaksi berikutnya lebih lambat melalui jalur kortikosteroid. Walaupun perbedaan dari dua mekanisme ini terus diperdebatkan. Joel dan Baram15

menyatakan bahwa kedua respon sistem tersebut berinteraksi pada bagian tertentu diotak yang spesifik sehingga menghasilkan respon yang lebih spesifik dan cepat dalam hitungan detik.

Page 3: Jalur Neurobiologis Antara Stres Kronis Dan Depresi

Perbedaan dari stres akut dan kronik penting untuk dipahami sebagai acuan dari respon stres. Stres akut menghasilkan respon stres yang cepat contohnya, penglihatan yang tiba tiba melihat mobil akan menyebabkan neurotransmiter aktifasi saraf simpatis diikuti dengan penurunan yang cepat kearah normal dari istirahat dari semua mekanisme diatas.15 Stres kronik biasanya dibagi menjadi 2 jenis yang terjadi dalam 1 minggu atau lebih15 dan menyebabkan perubahan ekspresi gen dan lebih lanjut menyebabkan perubahan struktur neuron dan respon dari neuron tersebut.16-17 Sebagai tambahan berlebihnya respon terhadap stres akut dan kronik memberikan efek yang berbeda pada penyakit yang berhubungan dengan stres,11 contohnya stres akut dapat memunculkan respon alergi seperti asma, eksim, migrain, nyeri dan serangan panik diman stres kronik lebih menyebakan disfungsi psikologi seperti kecemasan, depresi, penurunan kemampuan kognitif, masalah kardiovaskuler dan kelainan metabolik. Namun demikian stressor itu sendiri tidak menyebabkan penyakit, mereka hanya menginisiasi jalur respon stres dimana kalau itu berlangsung terus menerus atau lama dapat menyebabkan penyakit. Jalur stres yang akan menyebabkan penyakit akan dijelaskan dibawah ini.

Respon Cepat pada Stressor: Axis SAMJalur respon stres pertama disebut dengan simpatoadrenomedulari(SAM)

axis karena ini berefek melalui sistem saraf simpatis dan medula adrenal untuk berespon sangat cepat terhadap stressor, contohnya sistem saraf simpatis menyebabkan denyut jantung dua kali lipat lebih cepat dalam waktu 3 detik dan meningkatkan tekanan darah dalam waktu sepuluh detik ketika stressor tersensitifikasi.5 Stressor fisik menghasilkan jalur aferen dari organ organ kepada sistem saraf pusat dan menyebabkan respon cepat melalui sistem saraf otonom.18

Sinyal ini diproses sangat cepat melalui ganglion otonom melalui medula spinalis otak atau hipothalamus dan jalur eferen subconcious, menuju ke organ untuk memberikan respon menghadapi stressor5(p. 748). Ada juga beberapa input stres yang berasal dari kortek cerebri dan sistem limbik.14 Perbedaanya stres psikogenik memerlukan lebih sedikit transmisi untuk menyebabkan respon dimana respon stres berdasarakan adanya pengalamn dari stressor tersebut dan emosi yang ditimbulkan.

Seperti dijelaskan diatas SAM bereaksi langsung dan sangat cepat pada sistem saraf simpatis yang menstimulasi banyak organ target seperti menyebabkan dilatasi pupil, peningkatan denyut jantung, vasokontriksi pembuluh darah, pengkatan tekanan darah.5 SAM juga mengirimkan sinyal kepada sel kromafin pada medula adrenal yang menyebabkan sekresi adrenalin pada pembuluh darah dan hal ini menyebabkan respon yang sangat luas.5 Beberapa efek dari peningkatan serum adrenalin termasuk didalam nya peningkatan tekanan darah

Page 4: Jalur Neurobiologis Antara Stres Kronis Dan Depresi

pada otot, peningkatan denyut jantung dan kontraktilitasnya, asam lemak bebas dalam darah untuk menghasilkan glukosa meningkatkan metabolisme basal19 dan meningkatkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk aktifitas otot.5

Noradrenalin juga meningkat didalam darah. Noradrenalin dilepaskan baik itu berasal dari medula adrenal, paraganglia saraf simpatis otak dan sel saraf medula spinalis. Tapi kebanyakan berasal dari ganglion post sinap dari berbagai organ.19

Noradrenalin pada dasarnya bertanggung jawab secara psikologis untuk fokus terhadap reaksi “fight or flight” dengan cara menginhibisi dari aktifitas gastrointestinal, meningkatkan aliran darah ke otot meningkatkan produksi keringat pada telapak tangan,5 dahi dan ketiak sebagai reaksi selama proses pendinginan, meningkatkan kontraksi jantung untuk memberikan oksigen19 dan glukosa pada otot, dan lipolisis untuk menyediakan glukosa.19 Sistem parasimpatis bekerja melalui ganglion pos sinap dan nervus vagus untuk menyebabkan organ relaksasi dan membangun kembali homeotastis.

Hipothalamus-Pituitary Adrenal AxisJalur respon stres yang kedua menimbulkan banyak waktu tapi tidak

terlalu lama. Ini bereaksi melalui jalur hipothalamus-pituitary adrenal axis untuk menghasilkan peningkatan glukokortikoid dalam darah dalam waktu 10 menit setelah terjadi stressor.20

Inisiasi Respon Stres HPA; Peran Komunikasi NeuronMelihat secara keseluruhan respon HPA axis yang diikuti dengan

transmisi sinyal sensor aferen dari berbagai organ menuju dienchepalon (eopithalamus-thalamu-hipothalamus dan subthalamus).13 Diencephalon telah digambarkan sebagai "sebuah stasiun pada sela antara korteks dan tingkat di bawah batang otak sehingga sangat erat berkaitan dengan motor dan fungsi sensorik baik somatik maupun lingkungan visceral",21 (hal. 222). Dengan demikian, struktur thalamic juga menerima sinyal dari korteks serebral, ganglia basal dan cerebellum.13 Sinyal ini mungkin merupakan evaluasi ancaman, masukan sensorik langsung maupun tingkat input homeostatis yang lebih rendah.5

Banyak struktur limbik yang sangat erat terlibat dengan proyek keadaan emosional dengan hipotalamus,22 meningkatkan profil hipotalamus sebagai fokus terhadap respon ketakutan organisme dari ancaman. Hipotalamus juga telah digambarkan sebagai "transduser antara impuls saraf dan sekresi hormon",4 (hal. 41), yang pertama menjadi input dari sentral kortikal dan sensorik pada organisme, dan terakhir menjadi respon metode utama terhadap input mereka. Langkah pertama dalam aktivasi jalur ini yaitu persarafan dari bagian parvocellular nukleus paraventrikular (PVN) dari hipotalamus, yang dicapai melalui beberapa proses.14 Regulator utama dari hipotalamus adalah amigdala dan

Page 5: Jalur Neurobiologis Antara Stres Kronis Dan Depresi

hipokampus.18 Amigdala berfungsi untuk merangsang PVN dan hipokampus berfungsi untuk menghambatnya,18 dan saling berinteraksi satu sama dengan lainnya.5 Informasi sensori dari korteks prefrontal (PFC) diterima oleh basolateral amigdala, diproses dan dikirim ke nucleus amigdala sentral, yang menginervasi dan merangsang PVN melalui nukleus bed dari stria terminalis.22 Reseptor glukokortikoid dalam hipokampus memberikan umpan balik negatif terhadap PVN tersebut,18 menghambat atau mengaktifkan sekresi corticotrophin-releasing hormone (CRH) yang tergantung pada tingkat konsentrasi serum yang terdeteksi dalam hipokampus.18 Hipokampus ini juga menerima informasi dari PFC, dan kedua stimulasi dan penghambatan aktivitas amigdala dan hipokampus yang saling mempengaruhi informasi yang diterima dari PFC, dimana keputusan dibuat berdasarkan signifikansi dari stimuli eksternal.14 Hubungan timbal balik antara fungsi hipotalamus (yang dipengaruhi oleh amigdala dan hipokampus) dan PFC telah dibuktikan oleh Minton dkk.23 dalam penelitiannya yang menunjukkan bahwa mendatarkan ritme diurnal kortisol (dimulai dari hipotalamus) pada tikus berkaitan dengan perubahan dalam pengeluaran dopamin dalam PFC, yang menunjukkan terdapat kelainan fungsi neurokognitif PFC. Dengan kata lain, pembelajaran sebelumnya dapat mempengaruhi responsivitas HPA axis dan respon stres endokrin sendiri, yaitu sebuah hipotesis yang didukung oleh temuan bahwa subyek eksperimental yang percaya bahwa mereka tidak bisa mengendalikan stres yang mereka alami memiliki respon kortisol yang lebih tinggi dan tahan lama dibandingkan subyek yang percaya bahwa stresor dapat mereka kendalikan.24 Hasil yang relevan dari evaluasi kognitif ini yaitu kontrol terhadap stres (yaitu melalui PFC), sampai dengan 35% dari varians dalam besarnya respon kortisol individu terhadap stressor yang merupakan fungsi dari penilaian pra-stressor mereka.25 Ketika dihubungkan dengan amigdala, yang membuat respon perilaku seseorang sesuai dengan setiap keadaan,5 (hal. 738) dan input respon emosional seperti ketakutan (dibentuk atas dasar pengalaman sebelumnya, sehingga membantu individu untuk membentuk kenangan buruk), hipokampus dan PFC bekerjasama dalam mengenali ancaman stres dan kemudian menyesuaikan respon dari hipotalamus.26 Berkaitan dengan pengaruh proses kortikal tingkat tinggi pada responsivitas dari HPA axis, PVN juga menerima masukan serotonergik dari raphe nuklei median di otak tengah (tetapi hanya ketika stressor dianggap tak terkendali),15 dan hal ini mengaktifkan HPA axis melalui reseptor serotonin pada neuron PVN.14 Otak tengah menerima masukan dari korteks serebral (di mana ancaman juga dievaluasi) dan mengirimkan akson ke batang otak dan sumsum tulang belakang, bertindak sebagai saluran untuk pertukaran informasi ke dan dari sumsum tulang belakang pada otak depan.18 otak tengah ini juga berkontribusi dalam pergerakan, fungsi sensorik dan (yang paling relevan untuk respon melawan atau lari) agresi melalui akson dari hipotalamus ke

Page 6: Jalur Neurobiologis Antara Stres Kronis Dan Depresi

daerah tegmental ventral otak tengah.18 Hal ini telah membuktikan bahwa jalur ini bertindak sebagai respon stres non-fisik atau "psikogenik" yang diakui oleh pemrograman genetik atau riwayat individu (yaitu pengalaman pengkondisian klasik dan instrumental yang mungkin telah terbentuk hubungan antara rangsangan tertentu dan konsekuensi kerusakan mereka).14 Koneksi ini perlu diproses di otak bagian depan.27 dan menekankan peran pembelajaran dalam stres responsivitas,28-30 serta menyoroti pentingnya agresi dalam menghadapi stres besar (misalnya predator dan sumber yang membahayakan hidup lainnya). Setidaknya satu penelitian telah menunjukkan bahwa penilaian kognitif "apa yang mungkin terjadi" lebih kuat dalam memprediksi respon kortisol dibandingkan dengan refleksi "apa yang terjadi",25 meskipun interpretasi ini dapat dilawan oleh model instrumental perilaku yang akan berpendapat bahwa dahulu tergantung pada pengalaman sebelumnya dan pembelajaran yang timbul dari sebelumnya, dan dengan demikian keduanya penyebabnya berhubungan.31 Posisi terakhir ini telah ditekankan oleh Roozendaal, McEwen dan Chattarji,26 yang meneliti hubungan antara pengalaman stres berat yang disebabkan amygdaloid plastisitas dan kemudian dilihat perilaku masa depan dan respon endokrin terhadap stres tersebut dengan cara efek amigdala pada konsolidasi memori.

Respons hormonal HPAHipotalamus dan kelenjar hipofisis bekerjasama untuk mengontrol tiroid,

kelenjar adrenal dan gonad sebagai tambahan regulasi aktivitas metabolisme, fungsi otonom dan respon terhadap emosional perilaku, suhu, minum, makan, tidur dan kewaspadaan.5 Delapan neurohormon utama disekresi oleh hipotalamus dan diklasifikasikan ke dalam dua kelompok sesuai dengan tujuan mereka. Kelompok pertama (hormon hypophysiotropic, dinamakan demikian karena mereka disekresi ke dalam hipofisis untuk merangsang neurohormon lanjutan) meliputi growth hormone-releasing hormone, somatostatin, dopamin, thyrotropin-releasing hormone, CRH dan gonadotropin-releasing hormone.32 Kelompok kedua dilepaskan oleh sistem hypothalamuspituitary dan dikirim langsung ke dalam sistem peredaran darah ke organ sasaran, yaitu arginin vasopressin (AVP) dan oxytocin.5 Hanya CRH dan AVP yang merupakan bagian dari HPA axis respon stres33, AVP relatif kurang penting, meskipun pengaturan keseimbangan air dalam tubuh dapat menjadi relevan jika respon stres berlanjut untuk beberapa waktu dan terjadi dehidrasi.34 AVP juga penting sebagai hormon trofik pada langkah berikutnya dalam hormon stres responsivitas (lihat di bawah). Prolaktin-releasing hormone dan pertumbuhan-releasing hormone juga dikeluarkan selama stres tetapi tidak muncul pada stres efek respon terkait yang penting pada prolaktin, thyrotropin atau follicle-stimulating hormone.35 Kaskade endokrin pada

Page 7: Jalur Neurobiologis Antara Stres Kronis Dan Depresi

responsivitas stres: CRH, hormon adrenokortikotropik (ACTH), kortisol CRH (dan AVP)

Setelah input yang relevan telah diterima oleh PVN hipotalamus, CRH dilepaskan dari CRH-mengandung neuron yang terletak dalam divisi parvocellular medial nukleus paraventrikular (PVN) di hipotalamus,5 serta oksitosin, AVP dan vasoaktif peptida usus, namun hanya AVP yang berperan penting di sini (seperti yang disebutkan di atas). CRH dan AVP mencapai kelenjar pituitari melalui kapal hypophysial portal yang berasal dari eminensia median hipotalamus dan bergabung dengan hipofisis anterior,36 hal ini memungkinkan untuk pertukaran dua arah darah dan neurohormonnya antara hipotalamus dan hipofisis gland.36

Pada stimulasi listrik langsung, PVN telah terbukti dapat meningkatkan tingkat portal CRH dan tingkat perifer ACTH,37 yang menegaskan perannya dalam sekresi CRH. Selain itu, stimulasi kimia hipotalamus Dorsomedial (DMH) meningkatkan sekresi ACTH ke darah dan meningkatkan denyut jantung dan tekanan rata-rata arteri.38 Hal ini membuktikan bahwa CRH-memproduksi neuron dalam DMH merangsang mereka dalam PVN.14 Selain berasal dari PVN dan DMH, CRH juga dihasilkan oleh nukleus sentral amigdala, dengan tingkat spesifisitas respon yang berbeda antara stres fisik dan psikogenik dan yang tidak hadir dalam PVN.39 Peniliti mencatat bahwa jalur CRH di nucleus sentral amigdala secara khusus dikaitkan dengan perilaku yang berhubungan dengan rasa takut dan "lebih responsif terhadap stres dengan komponen kognitif besar" sedangkan "CRH jalur hipotalamus sensitif terhadap stres dengan baik kognitif atau fisik komponen besar" (hal. 128). Selain itu, CRH mengaktifkan lokus coeruleus sirkuit noradrenergik yang menimbulkan gairah umum dan perhatian terhadap rangsangan tertentu dan juga menghambat nafsu makan, libido dan fungsi vegetatif lainnya,40 hal ini menegaskan bahwa kondisi optimum untuk organisme untuk memfokuskan sumber daya pada stressor.

Proopiomelanocortin (POMC) dan ACTHSetelah dilepaskan dari PVN (dan mungkin DMH dan amygdala), CRH

dan perjalanan AVP ke kelenjar pituitari dan merangsang pelepasan proopiomelanocortin (POMC), meskipun AVP hanya memiliki peran kecil dalam proces ini.41 POMC merupakan prekursor untuk ACTH5 dan disintesis oleh mRNA tunggal menjadi beberapa fragmen biologis aktif yang lebih kecil, termasuk fragmen n-terminal POMC (N-POMC), ACTH dan β-lipotropin.35

ACTH terdiri dari 39 asam amino dan mengandung α-melanosit stimulating hormone (α-MSH) dan corticotropin-like intermediate lobus peptida (CLIP),35 β -LPH mengandung β-melanocyte stimulating hormone (β-MSH), -LPH and β-endorphin.36 Hormon stimulasi β melanosit (β-MSH), γ-LPH, dan β-endorfin.36

Jika terjadi hipersekresi ACTH, ACTH akan berikatan dengan reseptor MSH dan

Page 8: Jalur Neurobiologis Antara Stres Kronis Dan Depresi

akan menyebabkan pigmentasi kulit berlebih (dikenal sebagai penyakit Addison).35 Hal ini juga berhubungan dengan proteksi UV selama jangka waktu radiasi sinar matahari intens atau lama. Sekresi ACTH mengikuti pola grafik bergelombang secara diurnal berbeda dan berfluktuansi.35 Grafik ini juga menunjukkan sekresi kortisol.5

Kortisol (dan Androgen Adrenal)ACTH beredar melalui aliran darah dari kelenjar pituitari ke kelenkar

adrenal yang terletak di bagian anteriosuperior ginjal.35 ACTH akan menstimulasi korteks adrenal untuk menyekresikan glukokortikoid, termasuk kortisol.35 Hal ini terjadi saat ACTH berikatan dengan reseptor glukokortikoid intraseluler di sel target. Hormon lainnya yang disekresikan oleh kelenjar adrenal adalah androgen dan aldosteron., namun kedua hormon tersebut hanya memiliki efek kecil dalam merespon stres. Korteks adrenal mempunyai 3 daerah: glomerolus (paling luar) yang menghasilkan aldosteron dan 2 daerah penghasil kortisol (daerah tengah: fasikulata serta bagian dalam: retikularis).32 Fasikulata dan retikularis juga menghasilkan androgen dan keduanya diregulasi oleh ACTH. Kelebihan atau kekurangan ACTH akan mengubah strukturnya35 : akan membesar saat stimulasi ACTH kronik dan atrofi ketika ACTH kurang menstimulasi.35 Hal ini menjadi mekanisme adaptasi dalam membantu seseorang menghadapi stres jangka lama yang menimbulkan peningkatan produksi kortisol.

Sintesis kortisol (dan semua steroid) dimulai dari kolesterol yang berasal dari lipoprotein plasma di mana secara prinsipnya 80% dari lipoprotein densitas rendah.35 Kolesterol diubah menjadi pregnenolon di mitokondria dengan cara 2 kali hidroksilasi dan salah satu sisinya dipecah oleh enzim CYP11A.35

Pregnenolon akan dipindahkan ke retikulum endoplasma halus. Pregnenolon ini akan bereaksi dengan enzim CYP17 untuk membentuk 17α – hidroksipregnenolon.35 Enzim retikulum endoplasma akan mengubah 17α – hidroksipregnenolon menjadi 17α – hidroksiprogesteron. Enzim CYP21A2 menghidroksilasi 17α – hidroksiprogesteron menjadi 11 – deoksikortisol kemudiian akan dipindahkan kembali ke mitokondria. Di mitokondria hidroksilasi lanjut terjadi guna membentuk kortisol.35

Bagaimana Kortisol Meningkatkan Survival : Aturan “Penyelamatan” dari Stres

Kortisol berikatan dengna protein reseptor glukokortikoid sistolik yang terdapat di hampir seluruh jaringan. Kortisol akan masuk ke dalam nukleus sel dan akan mengubah ekspresi gen spesifik dan mRNA.35 mRNA ini membentuk protein sebagai respon adanya glukokortikoid dengan jumlah bervariasi sesuai jenis sel spesifik dan ekspresi gennya. Berdasarkan jaringan spesifik dan gennya,

Page 9: Jalur Neurobiologis Antara Stres Kronis Dan Depresi

respon glukokortikoid ini dapat berupa inhibisi atau stimulasi.35 Kortisol berefek dalam metabolisme intermediet; homeostatis kalsium; sistem imun; kelenjar endokrin lainnya; kulit dan jaringan penghubung; payudara; paru dan sistem kardiovaskuler; mood, nafsu makan, dan pola tidur; daya ingat; serta visi.5

Walaupun kortisol telah diketahui seabgai hormon regulasi utama untuk homeostatis setiap hari, tujuan penelitian ini adalah mengetahui perannya dalam respon cepat dan dramatis akibat rasa terancam yang dirasakan seseorang –yang lebih dikenal sebagai respon stres. Selain itu, mengetahui bagaimana kontribusinya dalam memunculkan depresi. Kortisol dikenal sebagai “hormon stres”36 dan berfungsi dalam 2 jalur utama dalam coping efektif terhadap rasa terancam. Jalur pertama adalah mengembangkan kemampuan individu guna berespon menyerang secepat mungkin dengan cara meningkatkan frekuensi nadi, vasokonstriksi, dan tekanan darah (untuk memberikan oksigen lebih banyak ke otot) serta pelepasan lemak dan asam amino cadangan dari jaringan lemak (untuk mensintesis glukosa dan protein dalam meningkatkan pegerakan otot selama aktivitas segera dan intens dalam jangka waktu lama).5 Kedua, kortisol membantu tubuh mempertahankan dirinya sendiri terhadap agen infeksius (yang mungkin saja akibat dari kondisi menyerang tadi) dengan menstabilisasi membran lisosom.42-44 Hal ini akan meningkatkan kemampuan mengikat dan membungkus senyawa atau agen asing yang masuk ke dalam sel melalui fagositosis. Lisosom akan mengeluarkan enzim yang akan mengurangi pH –nya sehingga dapat membuat nekrosis senyawa atau agen asing tersebut. Hal ini merupakan kontribusi langsung respon imun terhadap infeksi.43-44

Ketika terinfeksi oleh agen patogen tubuh akan berespon dengan mekanisme inflamasi untuk mengisolasi kemudian menyerang agen patogen tersebut. Walaupun mekanisme inflamasi jangka pendek adalah proses peningkatan survival, pemanjangan mekanisme inflamasi dapat menjadi bumerang bagi seseorangnya. Hasil pemanjangan ini berupa aterosklerosis,32

penyakit pencernaan,5 gangguan mood, penyakit degeneratif saraf, diabetes, dan kanker.45 Berpusat pada efek menguntungkan dari kortisol, Jantz dan Sahn46

merangkum beberapa efek antiinflamasi dari kortikosteroid, yaitu inhibisi beberapa sitokin yang menimbulkan inflamasi; mengganggu transkripsi protein aktivator faktor (yang mempengaruhi ekspresi gen yang berperan dalam memperbanyak inflamasi). Degradasi mRNA mengkode inflamasi, menghambat sintesis nitrit oksidase, menghambat bronkhokonstriksi, desensitisasi reseptor β-adrenergic, menghambat adhesi molekul intraseluler dan mengurangi inflamasi jalan nafas. Penelitian sebelumnya juga menemukan bahwa kortisol dapat mengurangi kebocoran mikrovaskuler.47 Klaitman dan Almog48 menemukan efek anttinflamasi pada sepsis, serta menemukan 17 efek antiinflamasi yang berbeda pada kortisol yang bekerja melalui lipokortin, interleukin, neutrofil, dan agen agen

Page 10: Jalur Neurobiologis Antara Stres Kronis Dan Depresi

imunitas lainnya. Dengan demikian, peran kortisol dalam membunuh agen infeksi dan mengurangi respon inflamasi yang berkepanjangan pada manusia. Oleh karena itu, ketika terjadi proses perkembangan yang cepat dari respon tubuh untuk mengisoloasi dan menghancurkan agen infkesi di dermis, maka akan menghambat proses infeksi dan sepsis yang berkepanjangan dengan demikian mekanisme ini akan menjadi satu kesatuan yang parallel dalam meningkatkan angka survival.

Konsekuensi Disregulasi Kortisol: Peran Negatif pada StressHiperkortisolemia

Meskipun kadar kortisol dalam sirkulasi dapat mempengaruhi hipotlamus dan menghambat sekresi CRH serta POMC dan ACTH di kelenjar pituitari, mekanisme ini tidak cukup adekuat jika pasien dalam kondisi stress kronik.49

Overaktivasi dini pada sistem imunitas dapat diikuti oleh aktivasi kondisi depresi, nyeri, kelelahan,49 dan hiperglikemi.36 Peningkatan dan perpanjangan ekspresi kadar kortisol dapat menyebabkan peningkatan angka lipid di dalam serum, kerusakan endotel , acute coronary syndrome,50-52 dan gagal nafas akut.46

Hiperkortisolemia juga dapat menyebabkan dermatitis atopik53 dan menekan sistem imunitas pada kulit.11,54 Efek yang lain antara lain menurunkan imunokompeten,55,56 meningkatkan risiko infeksi, osteoporosis, diabetes, dan destruksi neuron hipokampus, serta depresi dan distress kronik.11,57,58

Selain itu, peningkatan kadar kortisol juga dapat mengubah struktur dan fungsi region-regio di otak.14 Perubahan ini juga termasuk peningkatan ekspresi CRH dan AVP mRNA di PVN,59,60 mengubah ekspresi reseptor neurotransmitter61

dan meningkatkan GABA di hipotalamus.62 Stress kronik dapat mengakibatkan peningkatan ACTH dan respon kortisol terhadap stress baru, serta meningkatkan ekspresi dari noradrenaln dan peningkatan sensitivitas dari locus coerueleus pada CRH.14

Hubungan langsung dengan depresi, peningkatan kortisol dapat menurunkan densitas neuron piramidal dan pertahanan hidup sel di hipokampus, menurunkan pengaruh stressor terhadap kognitif,63 dan meningkatkan perkembangan sel dendritik pada piramidal, neuron amigdala nasolateral yang dapat berpengaruh pada perilaku kecemasan.26 Peningkatan kortisol dapat berkontribusi dalam memicu gangguan neuropsikiatri seperti depresi64 melalui mekanisme perpanjangan aktivasi glukokortikoid berdasakan respon reseptor glukokortikoid yang dihambat di hipokampus dan umpan balik negatif,65 atrofi dendrit apikal hippocampal66-68 dan nenurunkan kemampuan fungsi hipokampus.69

Beberapa data penelitian memperlihatkan bahwa aktivasi glukokortikoid dalam 24

Page 11: Jalur Neurobiologis Antara Stres Kronis Dan Depresi

jam dapat meningkatkan kejadian apoptosis di hipokampus secara signifikan,70

kemungkinan melalui inhibisi uptake glukosa pada neuron71,72 yang dapat menyebabkan penurunan volume dan kinerja hippocampal.66 Stress yang berkepanjangan dan peningkatan kortisol juga mengakibatkan supresi neuron inhibitor hippocampal pada aksis HPA.73 Beberapa data penelitian juga menunjukkan bahwa degenerasi hippocampal berhubungan dengan depresi onset dini pada orang tua.74

Yang lebih penting adalah mekanisme melemahnya kemampuan mengambil keputusan serta akivitas sehari-hari pada depresi.75 Meskipun hanya stress ringan namun dapat melemahkan fungsi PFC76 dan strukturnya,15,77

kemungkinan melalui regulasi gen yang mengekspresikan plastisitas sinaps78-81

dan reorganisasi dendrit apikal pada neuron piramidal di PFC.82 Pengubahan pada struktur PFC ini dapat mempengaruhi atensi perseptual pada stress yang berkaitan dengan penyakit psikiatri.83 Stressor yang tidak terkontrol dapat melemahkan atau merusak PFC pada binatang84 dan manusia.85 Oleh karena itu, kondisi non stress dapat ditandai dengan dominansi PFC dalam mengambil keputusan dengan pengaruh locus coeruleus pada batang otak, substansia nigra, dan area ventral tegmental yang merupakan tempa muasal dopamine.76 Selain itu, pada kondisi stress kronik, amigdala dapat mengambil alih konrtol fungsi PFC dan mengaktifkan jalur stress pada hipothalamus dan batang otak, dengan demikian juga dapat meningkatkan pelepasan noradrenalin dan dopamine.76 Kondisi seperti ini dapat meningkatkan konsentrasi katekolamin sehingga seperti siklus self-serving.86 Selain itu, efek apoptosis pada neuron hippocampal dan hiperkortisolemia dapat meningkatkan fungsi dan struktur amigdala26 yang mempengaruhi faktor emosi pada pengambilan keputusan pada fase stress kronik.70

Modifikasi struktur otak oleh stress pada prenatal87 dapat mengakibatan depresi onset dini pada remaja.88 Perubahan struktural pada pusat penting di otak merefleksikan perpindahan fikiran kontrol PFC yang “top-down” pada perilaku menjadi bersifat refleksif dan respon emosional menjadi bersifat”bottom-up” terhadap respon amigdala yang mana dapat menyebabkan karakteristik perilaku yang ditimbulkan pada cemas dan depresi.75,89 Kortisol juga dapat mengakibatkan efek bifasik pada fungsi mitrokondria. Dengan konsentrasi kortisol yang rendah memicu efek neuroprotektan pada hipokampus dan konsentrasi kortisol yang tinggi dapat menurunkan potensial membran mitokondria, kapasitas kemampuan pengikatan kalsium dan oksidasi mitokondria yang mana semua itu dapat berpengaru pada kemampuan mitokondria dalam mensintesis ATP.90 Pengaruh fundamental ini dapat mempengaruhi kemampuan fungsi dan perkembangan dari neuron. Mekanisme ini dapat menjadi penjelasan dimana hiperkortisolemi dpat menghambat plasitistas neuron kortikal pada PFC dan hipokampus.91

Page 12: Jalur Neurobiologis Antara Stres Kronis Dan Depresi

Hiperkortisolemia dan depresi mayorSeperti yang sudah dibahas sebelumnya, perubahan struktur dan fungsi

pada PFC dan amigdale, peningkatan kortisol yang berkepanjangan yang merupakan akibat dari stress kronik, dapat berhubungan dengan penyakit psikis seperti gangguan depresi mayor.92 Pelemahan pada fungsi PFC dan reduksi volume dan fungsi hipokampus, neurogenesis amigdala dan hiperaktivitas pengaturan amigdala terhadap hipotalamus merupakan kemungkinan kausa yang saling berhubungan antara peningkatan kortisol dan gangguan depresi mayor.93,94

Hipotesis ini didukung oleh penemuan konsentrasi CRH, ACTH, dan kortisol yang lebih tinggi pada pasien depresi.95-98 Thompson dan Craighead99 melaporkan bahwa lebih dari 80% pasien depresi terjadi peningkatan konsentrasi kortisol, meskipun lebih banyak ditemukan pada pasien dengan depresi disertai dengan gejala psikotik daripada depresi tanpa gejala psikotik.96 Selain itu terdapat penemuan bahwa lebih dari setengah pasien dengan penyakit Cushing berkembang menjadi mood depresi33 meskipun gejala ini dapat menghilang dengan antikortisol. Hiperaktivasi aksis HPA juga berhubungan dengan depresi pada anak anak melalui penghambatan reseptor gen Nr3c1 yang berhubungan pada pengaturan kadar glukokortikoid hippocampal pada neonatus yang yang memiliki pengalaman asuhan atau perawatan yang menyedihkan atau merugikan100-102 melalui mekanisme pelemahan umpan balik negatif ke hipotalamus akibat respon kadar kortisol di sirkulasi.18 Anak-anak dengan orang tua yang telah meninggal terjadi peningkatan konsentrasi kortisol serum,103

pengalaman permusuhan yang dialami dalam waktu dekat juga diprediksi dapat meningkatkan responsivitas kortisol pada remaja104 dan peningkatan CRH juga berhubungan dengan depresi pada orang dewasa105 yang kemungkinan melalui efeknya pada aktivitas serotonin pada PFC.106 Korban bunuh diri akibat depresi juga menunjukkan peningkatan CRH pada PFC mereka jika dibandingkan dengan individu tanpa depresi dan tidak bunuh diri.107

Efek kerusakan oleh hiperaktivitas aksis HPA dan peningkatan kortisol pada apoptosis sel dalam restrukturisasi dan inhibisi efektifitas jaringan pada PFC dan hipokampus, ditambah neurogenesis di amigdala dan efek downstream pada perubahan structural dan fungsional upo hiperaktivitas HPA akan memicu stress yang berhubungan dengan depresi, beberapa penelitian mengenai efek kebalikan dari antidepresi telah dilakukan. Lucassen, Fuchs, dan Czeh108 mendapati antidepresi tianeptine mengurangi apoptosis hipokampus; Crochemore, dkk.109

telah meneliti efek pembalik apoptosis neuron hipokampus dengan cara mengaktivasikan aldosteron agonis mineralokortikoid; serta Oomen, Mayer, de Kloet, Joels, dan Lucassen110 dapat menormalisasikan reduksi hipokampus yang diinduksi stres pada tikus dengan pemberian mifepristone yang dilarutkan ke

Page 13: Jalur Neurobiologis Antara Stres Kronis Dan Depresi

dalam krim dan disuntikan langsung ke perutnya hanya dalam waktu 4 hari. Pengobatan antidepresan berdasarkan fungsi aksis HPA termasuk penggunaan antiglukokortikoid yang menghambat sintesis kortisol (aminoglukotetimid, ketokonazol, dan metirapon)111 didukung data penelitian dari penelitian hewan uji112 dan pasien depresi.113-116 Corticotrophin-releasing hormone (CRH) telah diteliti Gold; Licinio; Wong dan Croussos;117 serta Holsboer97 dan Nemeroff118

melalui penelitian menggunakan antagonis CRH R121919. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan adanya penurunan gangguan depresif mayor setingkat penelitian klinis tahap I.119-120

Salah satu penelitian penting berhubungan dengan mekanisme yang mungkin terjadinya disfungsi aksis HPA difokuskan ke bagian ketidakseimbangan aktivitas reseptor glukokortikoid (GR) dan mineralokortikoid (MR).65,109 Reseptor-reseptor ini merupakan reseptor komplementer dan berfungsi dalam menyeimbangkan aktivitas aksis HPA dengan fungsi normal MR sebagai pencegah gangguan yang berhubungan dengan stres.65 Dua gen MR dan 6 gen GR telah teridentifikasi121 menentukan apakah seseorang itu berlebihan berespon terhadap stresnya. Peningkatan gen-gen tersebut juga berhubungan dengan patogenesis depresi,122 imunitas, dan penyakit psikiatrik.123

HipokortisolemiaWalaupun sebagian perhatian terpusat ke konsekuensi buruk dari produksi

kortisol berlebih, respon menurun terhadap aksis HPA juga berhubungan dengan timbulnya penyakit psikiatrik di mana terdapat perbedaan jelas atas status psikopatologisnya. Sekitar seperempat pasien dengan kelainan akibat stres seperti rasa nyeri kronis, fibromialgia, sindrom iritasi pencernaan, gangguan stres paska trauma, dan nyeri punggung bawah juga mengalami hipokortisolemia.49,61 Ada dugaan terjadinya hipokortisolemia berkembang setelah hiperaktivitas aksis HPA jangka panjang melalui124 a.) penurunan biosintesis atau pelepasan CRH, AVP, ACTH, atau kortisol. b.) hipersekresi salah satu dari hormon-hormon tersebut kemudian diikuti oleh konsekuensi down regulation reseptor target. c.) peningkatan sensitivitas feedback negatif dari glukokortikoid. d.) penurunan kadar kortisol bebas. e.) penurunan efek kortisol pada reseptornya dan target sel atau jaringannya.49 Hipokortisolemia juga memiliki efek negatif terhadap kesehatan secara keseluruhan, yaitu menghambat feedback negatif dari efek kortisol terhadap sinstesis dan sekresi katekolamin; serta aktivasi sistem imun berlebih akibat tidak adanya efek antiinflamasi oleh kortisol.49,64

Baik hiper- atau hipokortisolemia bisa berhubungan dengan konseskuensi buruk bagi seseorang. Chrousos11 menyimpulkan efek komparatif dari tiap disregulasi sintesis kortisol yang terjadi. Chrousus menyimpulkan bahwa “malfungsi respon stres dapat menyebabkan ketidakseimbangan pertumbuhan,

Page 14: Jalur Neurobiologis Antara Stres Kronis Dan Depresi

perkembangan, kebiasaan, dan metabolisme yang berpotensial menimbulkan berbagai kelainan akut dan kronis”(p. 380). Efek merugikan ini terhadap kesehatan secara umum juga menjadi faktor penyumbang berkembangnya depresi.

Hanya Penyakit, Ataukah Sebuah Adaptasi Yang Salah?Walaupun kerusakan dapat digolongkan menjadi penyakit fisik atau

psikologis, perubahan stuktur dan fungsional yang telah disebutkan sebelumnya dapat terjadi di bagian tertentu dari otak selama stres kronis dan akibat hiperkortisolemia juga dapat dianggap sebagai hasil dari adaptasi (ekstrim) terhadap situasi stres aversif tidak terkontrol di mana seseorang temukan sendiri daripada sebuah kondisi patologis murni.125-128 Satu keuntungan potensial dari pengurangan fungsi otak akibat stres saat timbul depresi mungkin adalah membantu individu depresi withdraw dari lingkungan aversif yang mengandung stresor-stresor tidak terkontrol dan terus berlangsung.129-132 Pandangan seperti ini juga berlaku untuk remodeling jaringan saraf setelah terpapar stres kronik.77

Selain itu, ketika individu tidak lagi memiliki cara penghindaran lainnya dari stresor-stresor aversif tidak terkontrol dan menghancurkan, satu-satunya cara adaptif seseorang adalah mengurangi intensitas emosional terhadap lingkungan tersebut. Hal ini dilakukan dengan cara withdraw dan respon ahedonik yang sering menyertai gejala depresi.75 Hal tersebut juga telah dianggap bahwa restruktur neural mungkin saja mengikuti adaptasi Darwinian sense.133-135 Darwin sendiri juga berkomentar tentang hal ini, “Akan tetapi, rasa nyeri atau ketakutan apapun, jika berlangsung lama, menyebabkan depresi dan mengurangi kekuatan aksi; namun ini juga disesuaikan untuk membuat perlindungan orang itu sendiri terhadap setiap kejahatan besar atau tiba-tiba”.136 (p.51)

Beberapa dukungan untuk hipotesis"depression-as-adaptive-withdrawal-from-stress" (melalui efek samping negatif dari peningkatan kortisol yang berkepanjangan) berasal dari identifikasi faktor genetik yang mempengaruhi individu terhadap intensitas yang lebih tinggi dari respon stres HPA dan efek yang tidak diinginkan dari kadar kortisol yang tinggi.137 Dikarenakan disregulasi HPA-axis selama masa remaja secara signifikan berhubungan dengan pengalaman saat masa prenatal dan bayi yang tidak menyenangkan,88 vektor gen mereka yang mana menimbulkan peningkatan respon stres ini dapat bertindak secara primer untuk organisme lingkungan hidup yang mengancam. Dengan cara ini, efek gabungan dari stressor dan disposisi genetik yang terlihat pada hiperkortisolemia dan gejala sisa dapat manggambarkan sebuah adaptasi yang telah menjadi disregulasi. Disregulasi yang mungkin lebih tepat terdapat dalam bidang melanjutkan hyperesponsivitas yang memberikan keuntungan selektif dalam lingkungan masa lalu di mana respon SAM dan HPA yang tinggi dan berkepanjangan mungkin

Page 15: Jalur Neurobiologis Antara Stres Kronis Dan Depresi

telah membantu dalam konservasi energi, menghindari dehidrasi, mengalahkan lawan dan mengatasi lingkungan yang tidak bersahabat.11 Dalam ringkasan mereka tentang manfaat evolusi dari sistem respon terhadap stres, Nesse dan Young10 berkomentar bahwa keuntungan selektif diberikan kepada individu dengan responsivitas tinggi "harus lebih kuat supaya memperoleh keuntungan lebih banyak daripada kerugiannya" (p. 79), dapat menjelaskan mengapa orang dengan responsivitas yang tinggi terhadap stres dapat tetap berada dalam kelompok gen manusia modern.

KesimpulanRespon stres manusia jelas memiliki keuntungan dalam mempersiapkan

individu untuk tindakan segera dan tegas dalam situasi fight or flight. Keuntungan tersebut telah dipelihara sepanjang sejarah, mungkin karena kepentingan kelangsungan hidup mereka, meskipun melibatkan beberapa risiko penyakit fisiologis dan psikologis yang tidak diinginkan ketika intensitas atau panjang respon yang ekstrim.125 Kedua jalur dijelaskan di sini (yaitu SAM dan HPA)yang membantu dalam hal ini, yang pertama adalah lebih cepat daripada yang kedua dan berorientasi ke arah stressor yang berbeda. Namun, stres yang berkepanjangan dan tak terkendali dapat memicu proses respon jangka panjang dan berpotensi merusak proses respon secara genetik yang bersifat individual, yang menyebabkan perubahan neurobiologis yang terkait dengan depresi. Hipotesis adaptasi dasar ini tampaknya merusak konsekuensi, dan tanggapan yang mengikuti mereka. dapat menjelaskan mengapa mereka telah berlangsung terus sepanjang sejarah kami dan mengapa mereka menggambarkan seperti sebagian besar dari total beban penyakit di abad 21.

PenyingkapanLaporan penulis tidak ada konflik kepentingan.