Izin Poligami Pegawai Negeri PYA

14
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pegawai Negeri adalah mereka yang setelah memenuhi syarat- syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan Negeri atau diserahi tugas Negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, Pegawai Negeri Sipil (PNS) menurut UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian ialah meliputi Pegawai Negara Sipil Pusat, Pegawai Negara Sipil Daerah, termasuk calon Pegawai Negeri Sipil, dan yang dipersamakan ialah Pegawai bulanan disamping pensiun, Pegawai Bank Milik Negara, Pegawai Badan Usaha Milik Negara, Pegawai Bank Daerah, Pegawai Badan Usaha Milik Daerah, dan Kepala Desa, Perangkat Desa, dan Petugas yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di Desa. PNS sebagai aparatur negara mempunyai posisi sangat strategis dan peranan menentukan dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan. Sebagai aparatur negara, PNS berkewajiban menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan dengan penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang- undang Dasar 1945, negara dan pemerintah. Untuk itu, PNS sebagai pelaksana perundang-undangan wajib berusaha untuk taat pada setiap peraturan perundang-undangan di dalam melaksanakan tugas kedinasan. Pemerintah melalui PP Nomor 53 Tahun 2010 Tentang 1

Transcript of Izin Poligami Pegawai Negeri PYA

Page 1: Izin Poligami Pegawai Negeri PYA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pegawai Negeri adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan

dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan

diserahi tugas dalam sesuatu jabatan Negeri atau diserahi tugas Negara lainnya yang ditetapkan

berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-

undangan yang berlaku, Pegawai Negeri Sipil (PNS) menurut UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang

Pokok-Pokok Kepegawaian ialah meliputi Pegawai Negara Sipil Pusat, Pegawai Negara Sipil

Daerah, termasuk calon Pegawai Negeri Sipil, dan yang dipersamakan ialah Pegawai bulanan

disamping pensiun, Pegawai Bank Milik Negara, Pegawai Badan Usaha Milik Negara, Pegawai

Bank Daerah, Pegawai Badan Usaha Milik Daerah, dan Kepala Desa, Perangkat Desa, dan

Petugas yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di Desa.

PNS sebagai aparatur negara mempunyai posisi sangat strategis dan peranan

menentukan dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan. Sebagai aparatur

negara, PNS berkewajiban menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan dengan

penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, negara dan

pemerintah. Untuk itu, PNS sebagai pelaksana perundang-undangan wajib berusaha untuk taat

pada setiap peraturan perundang-undangan di dalam melaksanakan tugas kedinasan. Pemerintah

melalui PP Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Peraturan Disiplin PNS, memberikan pembinaan

kepada PNS yang diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan

pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna, melalui atau berdasarkan sistem karir dan

sistem prestasi kerja, yang dilakukan secara bertahap sejak pengangkatan, penempatan,

pendidikan dan latihan, pemindahan, penghargaan, serta pemberhentian, dengan selalu mengacu

kepada kode etik dan peraturan disiplin yang diberlakukan. Semua itu dilakukan dengan tujuan

untuk mengoptimalkan kinerja sumber daya aparatur. Demikian juga sebaliknya, jika PNS di

dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya melakukan pelanggaran misalnya, mengenai

melangsungkan perkawinan pertama dan beristeri lebih dari satu tetapi tanpa seijin atasan

sebagaimana diatur dalam PP Nomor 10 Tahun 1983 dan PP Nomor 45 Tahun 1990 ( Tentang

Perubahan dari PP Nomor 10 Tahun 1983). Maka dapat dijatuhi hukuman disiplin sebagaimana

diatur dalam pasal 7 PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.

1

Page 2: Izin Poligami Pegawai Negeri PYA

Ketentuan tentang perkawinan telah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

yang berlaku bagi segenap warga negara dan penduduk Indonesia, tentu termasuk didalamnya

adalah warga negara yang berstatus sebagai PNS. PNS sebagai unsur aparatur negara dan abdi

masyarakat harus menjadi teladan dengan memberikan contoh yang baik bagi masyarakat dalam

tingkah laku, tindakan, ketaatan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku, juga

dalam menyelenggarakan kehidupan berkeluarga. Namun pada pelaksanaanya banyak PNS

yang tidak melaporkan perkawinannya ke atasan, dan banyak yang berpoligami (istri lebih dari

satu) tanpa izin atasan yang berwenang. Berdasarkan keadaan seperti tersebut di atas, maka

penulis melalui makalah ini mencoba melakukan analisis terhadap Pelaksanaan Perkawinan

Pertama dan Poligami bagi PNS.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang penyusun kemukakan di atas, maka dapat dirumuskan

masalah-masalah yang timbul dan hubungan dengan analisis ini agar masalah menjadi jelas,

terarah dan tidak meluas. Maka penulis menitik beratkan permasalahannya sebagai berikut:

1. Bagaimanakah proses dan pelaksanaan izin perkawinan pertama dan poligami bagi

PNS?

2. Perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dilakukan oleh PNS berkaitan dengan

izin perkawinan dan poligami?

2

Page 3: Izin Poligami Pegawai Negeri PYA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Perkawinan, dan Poligami

Pengertian perkawinan apabila dilihat dari pandangan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, dapat diambil kesimpulan bahwa perkawinan yang sah ialah ikatan lahir batin

antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk

keluarga/ rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang

dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya/ kepercayaannya terhadap Tuhan Yang

Maha Esa, dan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi perkawinan

itu sama dengan perikatan (verbindtenis) hal ini dilihat dari kalimat UU Nomor 1 Tahun 1974

yang mengatakan bahwa perkawinan ialah “ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

seorang wanita”.

Hal ini berbeda dengan pandangan KUH Perdata tentang perkawinan yang mengatakan

bahwa “Undang-undang hanya memandang soal perkawinan dalam hubungan-hubungan

perdata”, jadi perkawinan menurut KUH Perdata hanya sebagai perikatan perdata, sedang

perkawinan menurut UU Nomor 1 Tahub 1974 tidak hanya sebagai perikatan perdata tapi juga

perikatan keagamaan.1

Sedang Dalam antropologi sosial, poligami merupakan praktik pernikahan kepada lebih

dari satu suami atau istri (sesuai dengan jenis kelamin orang bersangkutan) sekaligus pada suatu

saat (berlawanan dengan monogami, di mana seseorang memiliki hanya satu suami atau istri

pada suatu saat).

Terdapat tiga bentuk poligami, yaitu poligini (seorang pria memiliki beberapa istri

sekaligus), poliandri (seorang wanita memiliki beberapa suami sekaligus), dan pernikahan

kelompok (bahasa Inggris: group marriage, yaitu kombinasi poligini dan poliandri). Ketiga

bentuk poligami tersebut ditemukan dalam sejarah, namum poligini merupakan bentuk yang

paling umum terjadi. Jadi yang dimaksud penulis tentang “poligami” disini adalah lebih ke

poligini yaitu seorang pria yang memiliki beberapa istri sekaligus.

B. Dasar Hukum Perkawinan dan Poligami bagi PNS

1 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, Cet.III, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 2007, hlm. 7.

3

Page 4: Izin Poligami Pegawai Negeri PYA

Dasar hukum perkawinan dan poligami bagi PNS diatur dalam beberapa peraturan

perundang-undangan, anatara lain sebagai berikut:

1. Undang-undang Nomor l Tahun 1974 tentang Perkawinan;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang- undang

Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian

Bagi Pegawai Negeri Sipil;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi

Pegawai Negeri Sipil;

5. Surat Edaran Kepala Badan Admisnistrasi Kepegawaian Negara Nomor 08/SE/1983

tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil;

6. Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 48/SE/1990

tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin

Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.

BAB III

4

Page 5: Izin Poligami Pegawai Negeri PYA

PEMBAHASAN

Pada bagian ini pembahasan merupakan analisa terhadap proses serta pelaksanaan izin

perkawinan dan poligami bagi PNS.

1. Izin Perkawinan PNS

Apabila seorang subyek hukum( Naturlijke Person) berposisi, atau memiliki kedududkan

sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) sudah tentu orang tersebut harus mengikuti atau mematuhi

aturan- aturan tambahan terkait dengan jabatan/ kedudukanya sebagai seorang Pegawai Negeri

Sipil.2 Ketentuan perkawinan terhadap Pegawai Negeri Sipil ini tertera dalam PP Nomor 45

Tahun 1990 tentang perubahan PP Nomor 10 Tahun 1983 terkait izin perkawinan dan

penceraian Pegawai Negeri Sipil (PNS). Ketentuan tambahan pada PP Nomor 45 Tahun 1990

terkait Perkawinan, selain UU Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam terhadap

Subyek Hukum (orang) yang berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil ialah sebagai berikut:

Dimana dalam PP ini setiap perkawinan , perceraian, dan perubahan dalam susunan

keluarga PNS dilaporkan pada Badan Kepegawaian;

PNS yang melangsungkan perkawinan pertama wajib segera “melapor secara tertulis”

kepada pejabat secara hierarkis selambat-lambatnya satu tahun terhitung sejak

tanggal perkawinan3;

Hal ini juga berlaku bagi janda/ duda PNS yang melakukan pernikahan kedua, ketiga

hingga ke empat, dan seterusnya;

Laporan perkawinan tersebut diatas dibuat dalam rangkap tiga dan dilampiri;

a) Salinan sah Surat Nikah /Akte perkawinan, untuk tata naskah masing-masing

instansi.

b) Pas foto isteri/suami ukuran 3x4 cm sebanyak 3 lembar, yaitu:

1 lembar tata naskah kepegawaian.

2 lembar dikirim ke BKN untuk Karin, Karis/Kars

2. Izin Poligami PNS

2 http://agityakresna.blogspot.com/2010/05/analisis-perkawinan-pns.html, pada 30 Desember 2010 pukul 19.17.3 Dalam pasal 1 (b) PP Nomor 10 Tahun 1983 yang dimaksud Pejabat adalah Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Pimpinan Bank Milik Negara, Pimpinan Badan Usaha Milik Negara, Pimpinan Bank Milik Daerah, Pimpinan Badan Usaha Milik Daerah, Urutan Pejabat Negara sebagai tersebut tidak berarti urutan tingkatan kedudukan dari pejabat tersebut.

5

Page 6: Izin Poligami Pegawai Negeri PYA

Menurut pasal 3 (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dikatakan bahwa

“Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri.

Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami”. Dengan demikian UU Nomor 1

Tahun 1974 menganut asas monogami. Kaidah pasal 3 (1) UU Perkawinan agak mirip dengan

bunyi pasal 27 KUH Perdata yang mengatakan bahwa “Dalam waktu yang sama seorang lelaki

hanya diperbolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai isterinya, seorang perempuan

hanya satu orang lelaki sebagai suaminya”.

Perbedaanya terletak pada pasal 3 (2) UU Perkawinan yang mengatakan bahwa

“Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila

dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan”. Dengan adanya pasal ini maka berarti UU

Perkawinan menganut asas monogami terbuka, oleh karena tidak tertutup kemungkinan dalam

keadaan terpaksa suami melakukan poligami yang sifatnya tertutup atau poligami yang tidak

begitu saja dapat dibuka tanpa pengawasan hakim.4

Dikarenakan PNS adalah abdi negara maka PP Nomor 45 Tahun 1990 yang merupakan

perubahan atas PP 10 Tahun 1983 dibuat mempersulit PNS untuk terlibat dalam poligami.

Sesuai pasal 4 (1) PP Nomor 45 Tahun 1990 Apabila PNS laki-laki yang mau berpoligami,

maka ia wajib memperoleh izin lebih dahulu dari pejabat.5 Sedang Menurut pasal 4 (2) PNS

wanita dilarang untuk dipoligami. Permintaan izin poligami sebagaimana yang dimaksud

diajukan secara tertulis dengan harus mencantumkan alasan lengkap yang mendasari permintaan

izin untuk beristri lebih dari seorang hal ini bisa ditemukan di Pasal 4 (3) dan (4) PP Nomor 45

Tahun 1990. Permintaan izin itu diajukan kepada pejabat melalui saluran hierarki dan setiap

atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya, baik

untuk melakukan perceraian dan atau untuk beristri lebih dari seorang, wajib memberikan

pertimbangan dan meneruskannya kepada Pejabat melalui saluran hierarki dalam jangka waktu

selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin dimaksud

hal ini diatur pada pasal 5 (2) PP Nomor 45 Tahun 1990.

Pejabat yang menerima izin poligami, wajib memperhatikan dengan seksama alasan-

alasan yang dikemukakan dalam surat permintaan izin dan pertimbangan dari atasan PNS yang

4 Hilman Hadikusuma, op. cit., hlm. 32.5 Dalam pasal 1 (b) PP Nomor 10 Tahun 1983 yang dimaksud Pejabat adalah Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Pimpinan Bank Milik Negara, Pimpinan Badan Usaha Milik Negara, Pimpinan Bank Milik Daerah, Pimpinan Badan Usaha Milik Daerah, Urutan Pejabat Negara sebagai tersebut tidak berarti urutan tingkatan kedudukan dari pejabat tersebut.

6

Page 7: Izin Poligami Pegawai Negeri PYA

bersangkutan, apabila alasan-alasan dan syarat-syarat yang dikemukakan dalam permintaan izin

tersebut kurang meyakinkan, maka pejabat harus meminta keterangan tambahan dari istri PNS

yang mengajukan permintaan izin atau dari pihak lain yang dipandang dapat memberikan

keterangan yang meyakinkan. Sebelum mengambil keputusan, Pejabat memanggil PNS yang

bersangkutan sendiri atau bersama-sama dengan isterinya untuk diberi nasehat. Ketentuan ini

bisa dilihat di pasal 9 PP Nomor 10 Tahun 1983.

Izin untuk beristeri lebih dari seorang hanya dapat diberikan oleh Pejabat apabila

memenuhi sekurang-kurangnya salah satu syarat alternatif dan ketiga syarat kumulatif, sebagai

berikut:

1. Syarat alternatif:

(1) Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;

(2) isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; atau

(3) Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

2. Syarat kumulatif:

(1) Ada persetujuan tertulis dari isteri;

(2) PNS pria yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang cukup untuk

membiayai lebih dari seorang isteri dan anak-anaknya yang dibuktikan dengan

surat keterangan pajak penghasilan; dan

(3) Ada jaminan tertulis dari PNS yang bersangkutan bahwa ia akan berlaku adil

terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.

3. Dan izin dari pejabat yang bersangkutan tidak akan diberikan apabila:

(1) Bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut PNS yang

bersangkutan;

(2) Tidak memenuhi syarat alternatif dan ketiga syarat kumulatif sebagaimana

tersebut diatas;

(3) Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

(4) Alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat dan atau;

(5) Ada kemungkinan mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan.

7

Page 8: Izin Poligami Pegawai Negeri PYA

Ketentuan diatas diatur pada pasal 10 PP Nomor 10 Tahun 1983, bahkan untuk diketahui

pada bulan Desember 2006, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta PP tersebut direvisi

kembali supaya peraturan yang ada tentang poligami mencakup bukan hanya PNS tetapi juga

pejabat negara, pejabat pemerintah dan masyarakat umum. Presiden Republik Indonesia juga

berencana memperketat sanksi kepada pelanggar PP.

Berkaitan mengenai sanksi atau larangan, maka PNS dan atau atasan/Pejabat, kecuali

Pegawai Bulanan di samping pensiun, dijatuhi salah satu hukumuman disiplin berat berdasarkan

PP Nomor 30 Tahun l980, apabila melakukan perbuatan sebagai berikut:

tidak memberitahukan perkawinan pertamanya secara tertulis kepada Pejabat

dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu tahun setelah perkawinan

dilangsungkan;

melakukan perceraian tanpa memperoleh izin bagi yang berkedudukan sebagai

penggugat atau tanpa surat keterangan bagi yang berkedudukan sebagai tergugat,

terlebih dahulu dari Pejabat;

beristeri lebih dari seorang tanpa memperoleh izin terlebih dahulu dari Pejabat;

melakukan hidup bersama diluar ikatan perkawinan yang sah dengan wanita yang

bukan isterinya atau dengan pria yang bukan suaminya;

tidak melaporkan perkawinannya yang kedua/ketiga/keempat kepada Pejabat

selambat-lambatnya satu tahun setelah perkawinan dilangsungkan;

setiap atasan yang tidak memberikan pertimbangan dan tidak meneruskan

permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang dalam jangka waktu selambat-

lambatnya tiga bulan setelah ia menerima permintaan izin atau pemberitahuan

tersebut;

Pejabat yang tidak memberikan keputusan terhadap permintaan untuk beristri

lebih dari seorang dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan setelah ia

menerima permintaan izin tersebut;

Pejabat yang tidak melakukan pemeriksaan dalam hal mengetahui adanya PNS

dalam lingkungannya yang melakukan hidup bersama diluar ikatan perwinan

yang sah.

PNS wanita yang menjadi isteri kedua/ketiga/ keempat dijatuhi hukuman disiplin

pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS berdasarkan PP N0. 30 Tahun

1983.

8

Page 9: Izin Poligami Pegawai Negeri PYA

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan apa yang dianalis oleh penulis diatas maka dapat disimpulkan bahwa PNS

sebagai unsur aparatur negara dan abdi masyarakat harus menjadi teladan dengan memberikan

contoh yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku, tindakan, ketaatan kepada peraturan

perundang-undangan yang berlaku, juga dalam menyelenggarakan kehidupan berkeluarga. Oleh

karena itu hal-hal berkaitan tentang izin perkawinan (termasuk poligami) PNS diatur oleh

negara. Peran atasan dan atau pejabat sangat penting dalam kaitannya dengan izin perkawinan

dan poligami yang dilakukan oleh PNS. Sebab atasan dan atau pejabat lah yang memberikan

arahan-arahan serta nasehat bagi para PNS yang mengajukan izin perkawinan dan poligami

tersebut. Bahkan apabila menurut pandangan atasan dan atau pejabat (dalam saluran hierarki)

para PNS bersangkutan yang mengajukan izin perkawinan dan poligami tidak layak atau tidak

memenuhi syarat maka atasan dan atau pejabat dapat menolak/tidak mengabulkan izin yang

diajukan oleh PNS yang bersangkutan. Dan yang harus dikritisi disini apabila PNS sendiri untuk

poligami dipersulit, seharusnya PP Nomor 10 Tahun 1983 dan atau perubahannya PP Nomor 45

Tahun 1990 juga harus ditinjau kembali atau diperbaiki karena disini hanya mengatur tentang

izin perkawinan termasuk poligami bagi PNS sedangkan pejabat yang memberi/mengeluarkan

izin itu sendiri tidak ada aturan apapun mengenai poligami, seharusnya para pejabat yang

berkedudukan sebagai atasan PNS juga diperlakukan sama dengan PNS tentang hal izin

perkawinan sehingga ada rasa keadilan dan bisa menjadi contoh atau panutan yang baik bagi

para PNS sebagai salah satu unsur aparatur negara.6

6 Dalam pasal 1 (b) PP Nomor 10 Tahun 1983 yang dimaksud Pejabat adalah Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Pimpinan Bank Milik Negara, Pimpinan Badan Usaha Milik Negara, Pimpinan Bank Milik Daerah, Pimpinan Badan Usaha Milik Daerah, Urutan Pejabat Negara sebagai tersebut tidak berarti urutan tingkatan kedudukan dari pejabat tersebut.

9