IV. Hasil Dan Pembahasan New

20
27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1.Alga a. Chlorella Hasil pengamatan Chlorella pada praktikum Budidaya Pakan Alami dengan perhitungan jumlah kepadatan awal dapat dilihat pada lampiran 1. Tersaji pada tabel 8: Tabel 8. Hasil pengamatan Chlorella Hari kepadatan 1 (sel/ml) kepadata n 2 (sel/ml) Rata- rata (sel/ml) Log Rata (log.No/ml) 0 5 x 10 4 5 x 10 4 5 x 10 4 4,69 1 6 x10 4 7 x 10 4 6,5 x 10 4 4,81 2 175 x 10 4 125 x 10 4 150 x 10 4 6,17 3 250 x 10 4 250 x 10 4 250 x 10 4 6,39 4 600 x 10 4 500 x 10 4 675 x 10 4 6,82 5 0 0 0 0

Transcript of IV. Hasil Dan Pembahasan New

Page 1: IV. Hasil Dan Pembahasan New

27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1.Alga

a. Chlorella

Hasil pengamatan Chlorella pada praktikum Budidaya Pakan Alami dengan

perhitungan jumlah kepadatan awal dapat dilihat pada lampiran 1. Tersaji pada

tabel 8:

Tabel 8. Hasil pengamatan Chlorella Hari kepadatan 1

(sel/ml)

kepadatan 2

(sel/ml)

Rata-rata

(sel/ml)

Log Rata

(log.No/ml)

0 5 x 104 5 x 104 5 x 104 4,69

1 6 x104 7 x 104 6,5 x 104 4,81

2 175 x 104 125 x 104 150 x 104 6,17

3 250 x 104 250 x 104 250 x 104 6,39

4 600 x 104 500 x 104 675 x 104 6,82

5 0 0 0 0

Page 2: IV. Hasil Dan Pembahasan New

28

Berdasarkan tabel diatas maka pertumbuhan Chlorella dapat dilihat pada grafik

berikut:

0 1 2 3 4 54

4.34.64.95.25.55.86.16.46.7

7

Grafik Pertumbuhan Chlorella

Hari

log

rata

-rat

a (s

el/m

l)

Gambar 5. Grafik Pertumbuhan Chlorella

4.1.2.Diatome

a. Skeletonema sp.

Hasil pengamatan Skeletonema sp. pada praktikum Budidaya Pakan Alami

dengan perhitungan jumlah kepadatan awal dapat dilihat pada lampiran 1. Tersaji

pada tabel berikut:

Tabel 9. Hasil pengamatan Skeletonema sp.

Hari

Kepadatan (sel/ml) Rata – rata

(sel/ml)

Log Rata-rata

(log sel/ml)1 2 3

0 1 x 104 1 x 104 1 x 104 1 x 104 4,30

1 1 x 104 2 x104 1 x 104 1,3 x104 4,56

2 1 x 104 3 x 104 1 x 104 1,6 x 104 4,98

3 3 x 104 3 x 104 4 x104 3,3 x 104 5,17

4 0 0 0 0 0

5 0 0 0 0 0

Page 3: IV. Hasil Dan Pembahasan New

29

Berdasarkan tabel diatas maka pertumbuhan Skeletonema sp. dapat dilihat

pada grafik berikut:

0 1 2 3 4 50

1

2

3

4

5

Grafik Pertumbuhan Skeletonema sp.

Hari

Log

sel

/ml

Gambar 6. Grafik Pertumbuhan Skeletonema sp.

4.1.3.Rotifer

Hasil pengamatan Branchionus sp. pada praktikum Budidaya Pakan Alami

dengan perhitungan jumlah kepadatan awal dapat dilihat pada lampiran 3. Tersaji

pada tabel berikut:

Tabel 10. Hasil pengamatan Brachionus sp. Hari Kepadatan 1

(Indv/ml)

Kepadatan 2

(Indv/ml)

Rata – rata

(Indv/ml)

Log indv/ml

1 4 1 2,5 0,39

2 11 7 9 0,95

3 56 28 42 1,62

4 20 5 12,5 1,09

5 7 4 5,5 0,74

Page 4: IV. Hasil Dan Pembahasan New

30

Berdasarkan tabel diatas maka pertumbuhan Brachionus sp. dapat dilihat

pada grafik berikut:

1 2 3 4 50

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

Grafik Pertumbuhan Rotifer

Hari

Log

ind

v/m

l

Gambar 7. Grafik Pertumbuhan Rotifer

4.1.4. Kultur Artemia

Hasil pengamatan Artemia pada praktikum Budidaya Pakan Alami tersaji

pada tabel berikut:

Tabel 11. Hasil pengamatan ArtemiaJam Artemia Menetas HP EP Gambar

13.30 - - -

14.30 - - -

15.30 - - -

Page 5: IV. Hasil Dan Pembahasan New

31

Lanjutan Tabel 11. Hasil pengamatan ArtemiaJam Artemia Menetas HP EP Gambar

16.30 - - -

17.30 - - -

18.30 - - -

19.30 - - -

20.30 - - -

21.30 - - -

22.30 - - -

23.30 - - -

00.30 2 0,78% 0,00785

01.30 19 7,46% 0,0746

02.30 22 8,64% 0,0864

Page 6: IV. Hasil Dan Pembahasan New

32

Lanjutan Tabel 11. Hasil pengamatan ArtemiaJam Artemia Menetas HP EP Gambar

03.30 28 11% 0,11

04.30 34 13,35% 0,1335

05.30 36 14,14% 0,1414

06.30 39 15,32% 0,1532

07.30 48 18,85% 0,1885

08.30 76 29,86% 0,2986

09.30 79 31,03% 0,3103

10.30 128 50,29% 0,5029

11.30 144 56,57% 0,5657

12.30 192 75,43% 0,7543

13.30 230 90,36% 0,9036

Page 7: IV. Hasil Dan Pembahasan New

33

Berdasarkan tabel diatas maka pertumbuhan Artemia dapat dilihat pada

grafik berikut:

13.30

15.30

17.30

19.30

21.30

23.30

1.30

3.30

5.30

7.30

9.30

11.30

13.30

0%

20%

40%

60%

80%

100%Grafik Pertumbuhan Artemia

Jam

Hat

chin

g P

rece

nta

ge

Gambar 8. Grafik Pertumbuhan Artemia

4.2. Pembahasan

4.2.1.Alga

a. Chlorella

Kepadatan jumlah populasi Chlorella pada awal pertumbuhan pada wadah

pertama yaitu 6 × 104 sel dan wadah kedua berjumlah 7 × 104 sel. Chlorella pada

wadah pertama dan kedua mengalami peningkatan jumlah sel sampai hari

keempat mencapai 24 × 25 × 104 sel dan 20 × 25 × 104 sel. Hari kelima Chlorella

pada kedua media sama-sama mengalami fase kematian, hal tersebut dikarenakan

kandungan nutrisi pada kedua media mengalami penurunan.

Menurut Andarini (2001), Chlorrella menghasilkan senyawa bioaktif berupa

zat pemacu pertumbuhan. Senyawa pemacu pertumbuhan itu dikenal dengan

nama CGF (Chlorella Growth Factor), di mana CGF dapat membantu regenerasi

Page 8: IV. Hasil Dan Pembahasan New

34

sel-sel rusak dengan sel-sel baru dan dapat merangsang kembali sel-sel yang

lemah. Zat pemacu pertumbuhan adalah suatu zat yang mampu merangsang

peningkatan pertumbuhan maupun hasil pada kultur makhluk hidup.

Pertumbuhan phytoplankton dalam kultur dapat ditandai dengan bertambah

besarnya ukuran sel atau bertambah banyaknya jumlah sel. Hingga saat ini

kepadatan sel digunakan secara luas untuk mengetahui pertumbuhan

phytoplankton dalam kultur pakan alami.

Menurut Setyowati (2006), ada empat fase pertumbuhan yaitu:

Fase Istirahat

Sesaat setelah penambahan inokulum kedalam media kultur, populasi tidak

mengalami perubahan. Ukuran sel pada saat ini pada umumnya meningkat. Secara

fisiologis phytoplankton sangat aktif dan terjadi proses sintesis protein baru.

Organisme mengalami metabolisme, tetapi belum terjadi pembelahan sel sehingga

kepadatan sel belum meningkat.

Fase Logaritmik/Eksponsial

Fase ini diawali oleh pembelahan sel dengan laju pertumbuhan tetap. Pada

kondisi kultur yang optimum, laju pertumbuhan pada fase ini mencapai maksimal.

Fase Stasioner

Pada fase ini, pertumbuhan mulai mengalami penurunan dibandingkan

dengan fase logaritmik. Pada fase ini laju reproduksi sama dengan laju kematian.

Dengan demikian penambahan dan pengurangan jumlah phytoplankton relatif

sama ata seimbang sehingga kepadatan phytoplankton tetap.

Page 9: IV. Hasil Dan Pembahasan New

35

Fase Kematian

Pada fase ini laju kematian lebih cepat daripada laju reproduksi. Jumlah sel

menurun secara geometric. Penurunan kepadatan phytoplankton ditandai dengan

perubahan kondisi optimum yang dipengaruhi temperature, cahaya, pH air, jumlah

hara yang ada, dan beberapa kondisi lingkungan yang lain.

Tidak selamanya semua fase pertumbuhan pada kondisi lingkungan terbatas

teramati secara lengkap. Hal tersebut terjadi ada awal fase pertumbuhan/fase lag.

Fase tersebut sebenarnya ada, hanya tidak teramati terutama bila periode

pengamatan pertumbuhan menggunakan interval waktu yang lama (Djarijah A.B,

1995).

Nilai nutrisi mikroalga dihubungkan langsung dengan spesies, suplai

nutrien, cahaya, dan kondisi fisika kimia selama pertumbuhan selnya. Perbedaan

jenis mikroalga yang dikultur di bawah kondisi lingkungan kultur yang sama akan

menghasilkan perbedaan kandungan dan komposisi asam lemak. Pertumbuhan

yang baik pada kultur mikroalga adalah keseimbangan antara unsur-unsur nutrien

esensial di dalam air media baik nutrien makro maupun mikro. Kekurangan

nutrien di dalam media kultur merupakan salah satu faktor penting yang

membatasi pertumbuhan dan kontrol kualitas nutrisi produksi biomassa. Banyak

kandungan zat penyubur yang tidak sesuai kebutuhan sel seperti jumlah nitrogen

atau ketidak stabilan metal, khususnya Fe akan menurunkan pertumbuhan yang

sangat drastis. Kondisi larutan media kultur alkaline, Fe, dan bentuk metal lainnya

sering terjadi pengurangan pada periode waktu tertentu sehingga aktifitas

metabolisme baik proses fotosintesa maupun respirasi sel alga menjadi menurun.

Kondisi demikian, diperlukan suatu zat chelator yang berfungsi untuk

Page 10: IV. Hasil Dan Pembahasan New

36

melancarkan larutan metal di dalam media bisa dimanfaatkan untuk proses

mmetabolisme sel mikroalga. Zat chelator yang cukup baik digunakan yaitu Na-

EDTA. Nutrien makro, mikro, dan tris metal di dalam pembuatan media kultur

masih diperlukan penambahan vitamin untuk untuk mengoptimalkan

pertumbuhannya. Sebagian jenis mikroalga mempunyai sifat auxothropic di mana

mereka tidak dapat mensintesa semua vitamin yang terlarut secara berlebihan dan

cukup yang disediakan dari lingkungannya. Sebagian besar dari jenis mikroalga

(70%) mampu mensintesa vitamin dengan baik untuk mendukung produksi

maksimal biomassanya. Vitamin yang biasa digunakan untuk media kultur

mikroalga dan mampu disintesa sebagian besar mikroalga adalah vitamin B1

(Thiamin), vitamin B6 (Biotin), vitamin B12 (Cobaltamin). Elemen anorganik

esensial yang dibutuhkan oleh sebagian besar spesies alga adalah N, P, K, Ca, Fe,

Cu, Mg, Mn, Zn, Mo, Na, Co, Fd, Si, Cl, Bo, dan I (Suminto, 2005).

Penghitungan kepadatan plankton digunakan sebagai salah atu ukuran

mengetahui pertumbuhan phytoplankton, mengetahui kepadatan bibit, kepadatan

pada awal kultur, dan kepadatan pada saat panen. Kepadatan phytoplankton dapat

dihitung dengan menggunakan hemacytometer. Menurut Isnansetyo (2001),

Hemacytometer banyak digunakan untuk menghitung sel-sel darah. Untuk dapat

mempergunakan alat-alat ini perlu alat yang lain yaitu mikroskop dan pipet tetes.

Untuk memudahkan penghitungan phytoplankton yang diamati biasanya

menggunakan alat bantu hand counter.

Kegunaan Chlorella secara tidak langsung mulai berkembang. Chlorella

merupakan makanan hidup bagi jenis-jenis tertentu golongan ikan sehingga

seringkalisangat diperlukan dalam budidaya. Penyediaan makanan alami berupa

Page 11: IV. Hasil Dan Pembahasan New

37

plankton nabatidan plankton hewani yang tidak cukup tersedia, seringkali

menyebabkan kegagalan dalam mempertahankan kelangsungan hidup larva pada

pemeliharan larva udang Penaeid (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

4.2.2.Diatome

a. Skeletonema

Percobaan kultur skeletonema dikultur dengan menggunakan media

Suminto Hirayama modifikasi. Pengamatan dilakukan pada 3 wadah yang

berbeda. Untuk hasil rata-rata dari pengamatan skeletonema ini adalah, pada hari

pertama rata-rata jumlahnya 1,3 x 10⁴, pada hari kedua 1,6 x 10⁴ pada hari ketiga

3,3 x 10⁴, pada hari keempat dan kelima hasilnya 0. Dengan begitu hasil sel

tertinggi terdapat pada hari ketiga.

Menurut Panggabean dan Sutomo (2000), pola pertumbuhan dalam

mengikuti pola pertumbuhan jasad renik lainnya yang terdiri dari fase adaptasi,

fase logaritmik atau eksponensial, fase stasioner, fase penurunan laju

pertumbuhan. Pertumbuhan mikroalga didalam kultur biasanya tidak mengalami

fase lag bila kondisi lingkungan sebelumnya.

Menurut Ruth dan Charles (1966), untuk mendapatkan hasil kultur

Skeletonema costatum yang berkualitas baik, maka diperlukan beberapa faktor

yang dapat mendukung keberhasilan lingkungan kultur tersebut. Faktor-faktor

yang mendukung tersebut diantanya adalah faktor biologis, kimia, fisika, dan

keberhasilan lingkungan kultur. Faktor biologis meliputi penyediaan bibit yang

bermutu dan jumlah yang mencukupi. Faktor fisika yang mempengaruhi

antaralain suhu, salinitas, pH, dan intensitas cahaya. Faktor kimia adalah unsur

hara dalam media pemeliharaan harus sesuai dengan kebutuhan jenis plankton

Page 12: IV. Hasil Dan Pembahasan New

38

yang akan dikultur. Selain faktor tersebut diatas ada faktor lain yang perlu

diperhatikan yaitu kebersihan dari alat-alat kultur agar tidak terkontaminasi

dengan organisme lain yang akan mengganggu pertumbuhan.

4.2.3.Rotifer

Rata-rata kepadatan jumlah rotifer selama lima hari ialah 2,5; 9; 42; 12,5;

dan 5,5 individu/ml, dalam perhitungan jumlah ini didapatkan pola pertumbuhan

rotifer sampai dengan hari ketiga, setalh itu pada hari keempat mulai terjadi

penurunan jumlah. Menurut Redjeki (1999), rotifer dapat hidup mencapai umur

3,4 - 4,5 hari pada suhu 25°C. Setelah itu rotifer akan berada pada fase kematian.

Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut (1995) dalam Wahyuni

(2009), menjelaskan bahwa rotifer jenis Brachionus plicatilis mempunyai daur

hidup yang unik  dalam keadaan normal rotifera berkembang secara

parthenogenesis (bertelur tanpa kawin). Brachionus plicatilis betina yang

amiktik akan menghasilkan telur yang berkembang menjadi betina amiktik pula.

Namun dalam keadaan yang tidak normal, misalnya terjadi perubahan salinitas,

suhu air dan kualitas pakan, maka rotifer betina yang amiktik tadi, telurnya dapat

menetas menjadi betina miktik. Betina miktik akan menghasilkan telur yang akan

berkembang menjadi Brachionus plicatilis jantan. Selanjutnya bila Brachionus

plicatilisjantan dan Brachionus plicatilis betina miktik tersebut kawin maka betina

miktik akan menghasilkan telur kista yang akan tahan terhadap kondisi perairan

yang sangat jelek dan tahan terhadap kekeringan. Telur kista ini akan dapat

menetas lagi apabila keadaan perairan telah menjadi normal kembali.

Rotifer mempunyai sistem reproduksi biseksual, kelamin yang terpisah

tetapi yang betina dapat melangsungkan reproduksi secara partenogenesis. Sistem

Page 13: IV. Hasil Dan Pembahasan New

39

reproduksi betina disebut ovum dan jantan disebut testis. Untuk menghasilkan

spermatozoa, rotifer jantan siap berkopulasi setelah satu jam telur menetas. Lama

hidup rotifer betina berkisar 12 - 19 hari. Rotifera terdiri atas 2 tipe yaitu tipe

amiktik dan miktik. Satu tipe betina miktik dapat menghasilkan satu tipe telur

yaitu amiktik atau miktik. Betina amiktik ialah betina yang menghasilkan telur

dan melakukan pembelahan meiosis. Telur amiktik bila tidak dibuahi akan

menghasilkan telur yang ukurannya kecil. Apabila telur dibuahi akan

menghasilkan telur yang ukurannya besar, telur tersebut disebut telur dorman

dengan kulit telur yang tebal dan akan berkembang menjadi betina yang bersifat

amiktik. Generasi selanjutnya dapat bersifat amiktik atau miktik. Sedangkan

betina miktik ialah betina yang menghasilkan telur secara partenogenesis meiosis.

Rotifer setelah 24 jam menetas, dapat menghasilkan dua atau tiga butir telur.

Kecepatan penetasan telur tergantung dari suhu media air. Waktu yang dibutuhkan

rotifer untuk melepaskan telur adalah selama 24 jam (pada suhu air 15°C), 120

jam (pada suhu 20 - 25°C) dan 6 jam (pada suhu air 30°C), sedangkan waktu yang

dibutuhkan untuk menjadi rotifer dewasa yaitu selama 2 - 3 hari (pada suhu

15°C), 1 - 2 hari (pada suhu 20°C), 0,5 - 1,5 hari (pada suhu 25°C). (Chumaidi et

al., 1992).

Rotifer pada hari pertama dan kedua diberikan pakan alga dengan kepadatan

1 x 106 sel/ml media, yaitu 3,75 ml pada hari pertama dan 3,49 ml pada hari

kedua. Hari ketiga dan keempat diberikan pakan alga denga kepadatan 1,5 x 106

sel/ml media, yaitu 5,2 ml pada hari ketiga dan 6,29 ml pada hari keempat.

Menurut Rachmasari (1989), untuk mendapatkan rotifer yang lebih baik

Page 14: IV. Hasil Dan Pembahasan New

40

disarankan agar dalam memberikan pakan Chlorella sebaiknya dengan kepadatan

2,13 - 3,5 x 1 juta sel/ml.

Menurut Iwayan Ekanata (2011), untuk keperluan budidaya Rotifer, kita

perlu membudidayakan Chlorella sp. terlebih dahulu, sebab rotifer termasuk

zooplankton yang bersifat filter feeder yaitu cara makannya dengan menyaring

partikel makanan dari media tempat hidupnya.  Populasi Chlorella sp. akan

mencapai puncak 5 - 6 hari, dan rotifer 2 - 3 hari.

4.2.4.Artemia Lokal/Impor

Hasil yang didapatkan pada pengamatan pertumbuhan artemia ialah kista

artemia menetas pada jam ke-12 setelah dimulainya proses hidrasi. Artemia yang

digunakan dalam pengamatan ialah artemia impor, bukan artemia lokal, karena

artemia lokal membutuhkan waktu hingga 24 jam sampai dengan kista menetas.

Menurut Thariq (2001), kista yang direndam didalam air laut dengan tingkat

salinitas 30 - 35 ppt, maka akan terjadi hidrasi. Setelah 24 jam, membran luar

akan pecah dan kista menetas menjadi embrio. Beberapa jam kemudian embrio

berkembang menjadi nauplius dan mampu berenang bebas didalam air.

Kista Artemia pada saat praktikum dilakukan perendaman pada air laut

dengan salinitas 30 ppt. Menurut Thariq (2001), kista yang direndam didalam air

laut dengan tingkat salinitas 30 - 35 ppt, maka akan terjadi hidrasi. Setelah 24

jam, membran luar akan pecah dan kista menetas menjadi embrio. Beberapa jam

kemudian embrio berkembang menjadi nauplius dan mampu berenang bebas di

dalam air.