iut akhir
-
Upload
ridwan-sami -
Category
Documents
-
view
119 -
download
1
description
Transcript of iut akhir
Kelompok 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.1 Latar Belakang
Bentuk geografis permukaan bumi memiliki ketinggian/elevasi yang
berbeda-beda dari suatu tempat dengan tempat yang lain untuk memenuhi
keperluan teknis bidang teknik sipil maka perlu dilakukan proses pengukuran.
Jenis pengukuran yang dilakukan adalah Poligon Tertutup, Poligon Terbuka,
Beda Tinggi, dan Detail Situasi.
Pada praktikum ini data-data disajikan dalam bentuk peta, tujuannya
untuk mendapatkan data pengukuran mengenai letak atau posisi, elevasi serta
konfigurasi dari pada areal Halaman Depan Gedung GB III Universitas Bengkulu
dan akan dibuat peta detail situasinya.
Detail situasi adalah memindahkan gambar permukaan bumi ke dalam
suatu bidang gambar (kertas gambar). Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil
yang baik pada pengukuran dan perhitungan harus teliti dan akurat dan dibutuhan
mahasiswa yang benar-benar menguasai materi mata kuliah Ilmu Ukur Tanah ini.
1.1.2 Poligon Terbuka
Yang dimaksud dengan polygon terbuka ialah polygon yang titik awal
dan titik akhirnya merupakan titik yang berlainan (bukan satu titik yang sama).
Polygon terbuka ini dapat kita bagi lebih lanjut berdasarkan peningkatan pada
titik-titik (kedua titik ujungnya). Ada dua macam peningkatan untuk polygon
terbuka ini yaitu:
- Peningkatan azimut
- Peningkatan koordinat
Berdasarkan peningkatan-peningkatan itu, maka polygon terbuka dapat dibagi
lebih lanjut menjadi :
1. Tanpa ikatan sama sekali,
2. Pada salah satu ujung yang lain tanpa ikatan sama sekali,
3. Pada salah satu ujungnya terikat azimut saja, sedangkan pada ujung yang lain
tanpa ikatan sama sekali,
1
45
32
2
31
4
5
1S2S
3S 4S 5S6S
Q
Kelompok 10
4. Pada salah satu ujungnya terikat azimut dan koordinat, sedangkan pada ujung
yang lain tanpa ikatan sama sekali,
5. Pada kedua ujungnya masing-masing terikat azimuth,
6. Pada salah satu ujungnya terikat koordinat, sedangkan ujung yang lain terikat
azimuth,
7. Pada kedua ujungnya masing-masing terikat koordinat ,
8. Pada salah satu ujungnya terikat azimut dan koordinat, sedangkan ujung yang
lain terikat azimut saja,
9. Pada salah satu ujungnya terikat azimut dan koordinat, sedangkan ujung yang
lain terikat koordinat saja
10. Pada kedua ujungnya masing-masing terikat baik azimut maupun koordinat
Kesepuluh macam polygon terbuka berdasarkan pengikatan-pengikatannya
itu akan dibicarakan satu persatu berikut ini.
a. Polygon terbuka tanpa ikatan
Gambar : Poligon terbuka tanpa ikatan
βI = sudut yang diukur
Si = sisi yang diukur
Kesimpulan dari polygon macam ini :
- Tidak ada koreksi sudut
- Tidak ada koreksi koordinat
- Orientasi lokal
- Koordinat local
2
Kelompok 10
b. Polygon terbuka, satu ujung terikat azimut terikat azimut saja dan
ujung lain tanpa ikatan
Gambar : Polygon terbuka, satu ujung terikat azimut terikat azimut saja dan
ujung lain tanpa ikatan
βI = sudut-sudut ukuran
Si = jarak-jarak ukuran
α aw = azimut yang diketahui
Kesimpulan pada polygon tipe ini ialah :
- Tidak ada koreksi sudut
- Tidak ada koreksi koordinat
- Orientasi : benar (bukan lokal)
- Koordinat : lokal
c. Polygon terbuka, satu ujung terikat koordinat saja dan ujung lain
tanpa ikatan
Gambar : Polygon terbuka, satu ujung terikat koordinat saja dan
ujung lain tanpa ikatan
βI = sudut-sudut yang diukur
Si = jarak-jarak yang diukur
P = titik yang diketahui koordinatnya
Kesimpulan kita mengenai polygon ini ialah :
- Tidak ada koreksi sudut
3
Kelompok 10
- Tidak ada koreksi koordinat,
- Orientasi : local,
- Koordinat : lokal (kecuali P)
d. Polygon terbuka, satu ujung terikat azimut dan koordinat, satu ujung
lagi tanpa ikatan
Gambar : Polygon terbuka, satu ujung terikat azimut dan koordinat, satu ujung lagi
tanpa ikatan
βI = sudut-sudut ukuran
Si = jarak-jarak ukuran
α aw = azimut yang diketahui
P = titik yang diketahui koordinatnya
Kesimpulan kita mengenai polygon ini ialah :
- Titik ada koreksi sudut
- Titik ada koreksi koordinat
- Orientasi : betul
- Koordinat : betul (bukan lokal)
e. Polygon terbuka, pada kedua ujung-ujungnya terikat azimut
Gambar : Polygon terbuka, pada kedua ujung-ujungnya terikat azimut
βI = sudut-sudut ukuran
4
453
2
2
3
1
4
5
1S2S
3S 4S 5S6S
1
6
Kelompok 10
Si = jarak-jarak ukuran
α aw dan α ak = azimut-azimut yang diketahui
Kesimpulan kita mengenai polygon ini ialah :
- Koreksi sudut : ada
- Koreksi koordinat : tidak ada
- Orientasi : benar
- Koordinat : local
f. Polygon terbuka, satu ujungnya terikat azimut, sedangkan ujung yang
satu lagi terikat orientasi
Gambar : Polygon terbuka, satu ujungnya terikat azimut, sedangkan
ujung yang satu lagi terikat orientasi
βI = sudut-sudut ukuran
Si = jarak-jarak ukuran
α aw = azimut yang diketahui
P = titik yang diketahui koordinatnya
Kesimpulan yang dapat kita tarik dari polygon tipe ini ialah :
- Koreksi sudut : tidak ada
- Koreksi koordinat : tidak ada
- Orientasi : benar
- Koordinat : benar
5
453
2
2
3
1
4
5
1S2S
3S 4S 5S6S
1
66
7
Kelompok 10
g. Polygon terbuka, kedua ujungnya masing-masing terikat koordinat
Gambar : Polygon terbuka, satu ujungnya terikat azimut, sedangkan
ujung yang satu lagi terikat orientasi
βI = sudut-sudut ukuran
Si = jarak-jarak ukuran
P, Q = titik yang diketahui koordinatnya
Kesimpulan kita dari polygon tipe ini ialah :
- Koreksi sudut : Tidak ada, yang ada hanya rotasi
- Koreksi koordinat : ada
- Orientasi : benar
- Koordinat : benar
h. Polygon terbuka, satu ujung terikat azimut dan koordinat, ujung yang
lain terikat azimut saja
Gambar : Polygon terbuka, satu ujung terikat azimut dan koordinat,
ujung yang lain terikat azimut saja
βI = sudut ukuran
Si = sisi-sisi ukuran
α aw = azimut yang diketahui
6
Kelompok 10
Kesimpulan kita dari polygon tipe ini ialah :
- Koreksi sudut : ada
- Koreksi koordinat : tidak ada
- Orientasi : benar
- Koordinat : benar
i. Polygon terbuka, satu ujungnya terikat azimuth dan koordinat, ujung
yang lain terikat koordinat
Gambar : Poligon terbuka, satu ujungnya terikat azimuth dan
koordinat, ujung yang lain terikat koordinat
βI = sudut-sudut ukuran
Si = jarak-jarak ukuran
α aw = azimut yang diketahui
P = titik yang diketahui koordinatnya
Dari polygon ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
- Koreksi sudut : tidak ada
- Koreksi koordinat : ada
- Orientasi : benar
- Koordinat : benar
j. Polygon terbuka, kedua ujungnya terikat azimuth maupun
koordinat
7
Kelompok 10
Polygon tipe ini merupakan polygon yang paling baik karena kedua ujungnya
terikat penuh. Kalau digambarkan polygon tipe ini mempunyai bentuk
sebagai berikut :
Gambar : Polygon terbuka, kedua ujungnya terikat azimuth maupun
koordinat
βI = sudut-sudut ukuran
Si = jarak-jarak ukuran
α aw dan α ak = azimut-azimut yang diketahui
P, Q = titik yang diketahui koordinatnya
Kesimpulan polygon tipe ini dapat ditarik sebagai berikut :
- Koreksi sudut : ada
- Koreksi koordinat : ada
- Orientasi : benar
- Koordinat : benar
Rumus Umum Perhitungan Poligon Terbuka :
8
Kelompok 10
untuk mendapatkan koordinat titik 1, 2, 3 dan 4 maka dilakukan pengukuran
sudut (β1, β2,β3, β4) dan jarak (dB1, d12, d23, d34, d4C).
Rumus koordinat secara umum :
Syarat Geometris Hitungan Koordinat
1. Syarat Sudut
9
Kelompok 10
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum poligon tertutup, beda tinggi, detail situasi dan
peta tranches adalah:
1.2.1 Poligon Tertutup
Untuk mengetahui dan mendapatkan koordinat titi-titik pada daerah
yang diukur serta dapat mengetahui luas daerah yang diukur. Disamping itu
juga kita dapat lebih mengenal dan dapat menggunakan alat theodolite secara
benar.
1.2.2 Beda Tinggi
Dalam praktikum ini kita dapat mempraktekkan dengan benar teknik
pengukuran beda tinggi, meliputi cara mengukur dan menghitung ketinggian
antara 2 titik.
1.2.3 Detail Situasi
Detail Situasi adalah Penyajian gambar dalam bentuk peta dengan
menggunakan aplikasi suatu dasar teoritis yaitu pemetaan situasi dan detail.
1.2.4 Peta Tranches
Peta tranches atau peta detail sering disebut juga dengan peta
topografi dengan skala besar. Peta Topografi yang dilengkapi yaitu peta
situasi dengan kontur atau garis yang mempunyai ketinggian sama. Adanya
pemetaan topografi ini bermula dari adanya data-data dan informasi yang
didapat dari pengukuran topografi. Pengukuran topografi ini merupakan
istilah yang dipergunakan dari kata sebagai terjemahan “TOPOGRAFI
SURVEYING”.
10
Kelompok 10
1.3 Sistematika Penulisan
Bab I. Pendahuluan
Menjelaskan tentang latar belakang, maksud dan tujuan, dan
sistematika penulisan.
Bab II. Deskripsi Proyek
Menjelaskan tentang lokasi praktikum, waktu praktikum.
Bab III. Dasar Teori
Menjelaskan tentang pengertian peta Tranches, tahapan pelaksanaan
pembuatan peta Tranches, jalannya praktikum.
Bab IV. Metodologi Pengukuran
Menjelaskan tentang peralatan yang digunakan, prosedur pelaksanaan,
cara pembuatan peta tranches dan garis kontur.
Bab V. Penentuan Azimut Geografis
Menjelaskan tentang cara perhitungan dan proses untuk mendapatkan
azimuth astronomis untuk kontrol hasil ukuran poligon.
Bab VI. Perhitungan dan Penggambaran
Menjelaskan cara-cara perhitungan dan proses penggambaran peta
Tranches.
Bab VII. Hasil dan Pembahasan
Menjelaskan tentang perhitungan dan penggambaran kerangka peta,
perhitungan titik detail dan cara penggambaran.
Bab VIII. Kesimpulan dan Saran
11
Kelompok 10
Berisikan kesimpulan tentang poligon tertutup, beda tinggi, detail
situasi, dan saran-saran agar didapat hasil yang sempurna.
Daftar Pustaka
Lampiran
Lampiran berisi tentang :
Data pengukuran lapangan dan hasil pengolahan data
Gambar hasil pengukuran
12
Kelompok 10
BAB II
DESKRIPSI PROYEK
Pada pengukuran poligon tertutup dalam detail situasi ini kami terdiri dari
beberapa kelompok mengukur pada daerah yang berbeda. Pengukuran ini dilakukan
di daerah UNIB. Berbentuk tempat, waktu, tanggal atau hari dan kegiatan yang kami
lakukan.
No Lokasi Hari/Tgl Waktu Kegiatan
1 Laboratorium Hukum Sabtu/16-04-11 14.30-17.30 Pengenalan alat Theodolite
dan pemasangan titik-titik
(patok-patok)
2 Laboratorium Hukum Sabtu/23-04-11 14.30-17.30 Pengukuran poligon tertutup
dan cabang titik 1 & 2
3 Laboratorium Hukum Sabtu/30-04-11 14.30-17.30 Pengukuran poligon tertutup
dan cabang titik 3,4 & 5
4 Laboratorium Hukum Rabu/11-05-11 08.00-11.30 Pengukuran poligon tertutup
dan cabang titik 6,7 & 8
5 Laboratorium Hukum Minggu/15-05-11 08.00-11.30 Pengukuran poligon tertutup
dan cabang titik 9
6 Laboratorium Hukum Senin/23-05-11 09.30-10.00 Penentuan azimuth matahari
13
Kelompok 10
14
Kelompok 10
LAY OUT
Skala 1: 800
BAB III
DASAR TEORI
15
Kelompok 10
3.1 Pengertian Peta Tranches
Peta tranches atau peta detail sering disebut juga dengan peta
topografi dengan skala besar. Peta Topografi yang dilengkapi yaitu peta
situasi dengan kontur atau garis yang mempunyai ketinggian sama. Adanya
pemetaan topografi ini bermula dari adanya data-data dan informasi yang
didapat dari pengukuran topografi. Pengukuran topografi ini merupakan
istilah yang dipergunakan dari kata sebagai terjemahan “TOPOGRAFI
SURVEYING”. Beberapa ahli memberi definisi tentang pengukuran
topografi antara lain:
1. Pengukuran topografi adalah: Penentuan ukuran dari bentuk alamiah
lapangan termasuk bangunan pertanian dan bangunan lain yang
terdapat pada areal tanah.
2. Pengukuran topografi adalah: Proses penentuan letak (posisi dari) titik
atau segala sesuatu yang terdapat pada areal tersebut beserta bentuk
konfigurasinya.
3. Pengukuran topografi adalah: Pekerjaan penentuan tempat kedudukan,
baik secara horizontal maupun vertikal dari segala sesuatu yang
terdapat pada areal tersebut (tanah yang diukur).
Berdasarkan hasil pengukuran topografi ini, maka dapat ditulis dan
dilukiskan pada suatu peta yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya
dan dikenal sebagai peta topografi. Beberapa pengertian peta topografi adalah
sebagai berikut:
1. Peta topografi adalah: Peta yang menggambarkan simbol-simbol yang
spesifik mengenai;
a. Konfigurasi dari areal yang dipetakan.
b. Keadaan alami/buatan seperti: saluran irigasi, lembah sungai,
pagar dan sebagainya.
2. Peta topografi adalah: Peta yang menggambarkan sifat permukaan
tanah dilengkapi dengan garis-garis kontur yang berbeda-beda dengan
menggambarkan simbol tertentu.
16
Kelompok 10
3.2 Pengertian Skala
Yang dimaksud dengan skala adalah perbandingan antara jarak yang
sesungguhnya di lapangan. Sehingga apabila jarak dari dua tempat di atas
peta diketahui, maka jarak yang sesungguhnya di lapangan dapat dihitung
atau sebaliknya.
Sebagai contoh:
Skala 1 : 1000, berarti 1 cm di peta sama dengan 1000 cm di
lapangan atau 10 meter.
Skala 1 : 2500, berarti 1 cm di peta sama dengan 2500 cm atau 25
meter di lapangan.
Skala 1 : 5000, berarti 1 cm di peta sama dengan 5000 cm atau 50
meter di lapangan dan sebaliknya.
Untuk memilih skala peta, tergantung dari maksud pembuatan peta itu
sendiri yaitu ketelitian hasil pengukuran yang dilakukan di atas Peta. Skala
peta harus ditentukan lebih dahulu sebelum pekerjaan lapangan dimulai.
Karena ada kaitannya atau berhubungan erat dengan kerapatan titik – titk
detail yang harus diambil, khususnya untuk pembuatan garis kontur.
3.3 Tahapan Pelaksanaan Pembuatan Peta Tranches
3.3.1 Pengukuran Kerangka Peta
Dalam pratikum Ilmu Ukur Tanah ini perhitungan kerangka peta yang
harus dilakukan meliputi 2 macam yaitu:
a. Kerangka Horizontal
b. Kerangka Vertikal
3.3.1 A Kerangka Horizontal.
Praktikum ini menggunakan perhitungan poligon meliputi poligon
terbuka dan poligon tertutup. Untuk poligon tambahan (merupakan titik-titik
detail) dapat dilakukan dengan cara grafis. Dalam proses hitungan poligon
17
Kelompok 10
ada berbagai rumus yang dapat digunakan, tergantung dari data yang diukur
(yaitu jarak dan sudut). Untuk menggunakan rumus yang tepat sesuai dengan
data yang diukur dilapangan dalam proses perhitungan poligon ada berbagai
rumus yang dapat digunakan tergantung dari data yang diukur, yaitu jarak
dan sudut.
Dalam pelaksanaan pratikum IUT, kerangka peta yang digunakan
adalah Poligon Tertutup yang diikatkan pada titik tetap. Biasanya titik tetap
tersebut digunakan titik awal dan berfungsi pula sebagai titik akhir agar
poligon ini dapat dihitung koordinatnya, maka azimuth awal dapat diketahui,
selanjutnya sudut-sudut poligon dapat dicari dari hasil pengukuran setelah
dikoreksi terhadap jumlah segi-n. Sebelum itu kita harus mengetahui letak
azimut awal poligon tersebut. Setelah azimuth awal dan masing-masing sudut
poligon diketahui, maka langkah selanjutnya adalah mencari azimuth untuk
setiap sisi poligon. Dan disesuaikan dengan keadaan lapangan dan luas
daerah yang dipetakan, maka kerangka peta yang digunakan dalam praktikum
adalah berupa poligon.
Gambar 2 Sketsa poligon
Untuk menggunakan rumus yang tepat sesuai data yang diukur di
lapangan tepat di jelaskan sebagai berikut:
Rumus dan persyaratan yang harus dipenuhi : Poligon tertutup jika
yang diukur sudut dalam.
18
Kelompok 10
Gambar 3 Poligon sudut dalam
Keterangan:
1, 2, 3, nomor titik
β1, β2, β3.....sudut dalampoligon
α 1, α 2, α 3…azimuth
1. Syarat sudut.
Jumlah sudut [ Σβ ] = ( n – 2 ) x180º : dimana :
n = jumlah titik poligon.
Σβ = jumlah sudut hasil ukuran.
2. Syarat sisi.
Σd sin α = 0
Σd sin α = hasil proyeksi pada sumbu X
Σd cos α = 0
Σd cos α = hasil proyeksi pada sumbu Y
3. Azimut awal.
Azimut awal dapat dihitung dengan menggunakan titik tetap yaitu dengan
cara poligon di ikatkan pada titik tetap tersebut.
19
Kelompok 10
Apabila tidak ada titik ikat, maka azimut awal yang digunakan adalah
azimut matahari yaitu azimut yang dihitung dengan pertolongan matahari.
Dalam Praktikum Ilmu Ukur Tanah, apabila tidak ada titik ikat ( titik
tetap ) dapat menggunakan azimut kompas ( tergantung pengarahan pada
waktu asistensi ).
4. Menghitung azimut masing–masing garis.
Azimut masing–masing garis, dihitung dengan rumus :
α n – ( n -1 ) = α n – ( n -1 ) + 180º - βn : dimana
n = nomer titik poligon
β = sudut hasil ukuran
α = Azimut
Exc: α 2-3 = α 1-2 + 180º - β2
α 3-4 = α 2-3 + 180º - β3
Untuk poligon tertutup dimana sudut poligon yang di ukur adalah sudut
luar. (Lihat Gambar 4)
Gambar 4 Poligon sudut luar
Keterangan gambar:
1, 2, 3, .. . . . . . . . n = nomer titik poligon
20
Kelompok 10
β1, β2, . . . . . . . . βn = sudut poligon hasil ukuran
α12 = azimut 1 – 2 = azimut awal
Rumus dan persyaratan yang harus dipenuhi :
1. Syarat sudut.
Jumlah sudut [ Σβ ] = ( n + 2 ) x180º : dimana :
n = jumlah titik poligon
Σβ = jumlah sudut luar polygon
2. Syarat sisi.
Σd sin α = 0
Σd sin α = hasil proyeksi pada sumbu X
Σd cos α = 0
Σd cos α = hasil proyeksi pada sumbu Y
3. Azimut awal.
Untuk menentukan Azimut awal sama dengan azimuth pada sudut
dalam polygon.
4. Menghitung azimut masing – masing sisi polygon.
Azimut masing – masing garis, dihitung dengan rumus :
α n – ( n -1 ) = α n – ( n -1 ) + 180º - βn dimana
n = nomer titik poligon
β = sudut hasil ukuran
α = Azimut
Exc: α 2-3 = α 1-2 + 180º - β2
21
Kelompok 10
α 3-4 = α 2-3 + 180º - β3
3.3.1 B Kerangka Vertikal
Seharusnya lebih tepat bila pengukuran kerangka vertikal peta ini
digunakan alat waterpass, sebagai alat untuk menentukan selisih ketinggian
antara titik-titik diatas permukaan bumi, dimana titik-titik tersebut dinyatakan
dalam suatu bidang referensi, pekerjaan waterpass atau pengukuran beda
tinggi dapat dibagi atas:
Waterpassing atau penyipat datar untuk menentukan selisih tinggi
antara dua tempat atau yang ke dua adalah waterpassing profil atau
penampang tanah arah memanjang maupun pada arah melintang.
Untuk pembuatan peta tranches, waterpassing yang digunakan adalah
waterpass memanjang yaitu untuk menentukan ketinggian titik poligon
sebagai kerangka peta yang berguna menentukan titik-titik detail.
Namun untuk keadaan tertentu dapat juga dipakai alat theodolit.Hal
ini tidak berpengaruh terhadap hasil pengukuran yang dapat difungsikan
sebagai waterpass.
Dari pekerjaan pengukuran yang dilakukan dapat ditentukan beda
tinggiatau ketinggian suatu titik ikat (titik ikat) terhadap titik lainnya,
selanjutnya ketinggian titik poligon tersebut digunakan untuk menghitung
ketinggian tiap-tiap titik detail.
Untuk kepentingan pembuatan peta tranches adalah pengukuran beda
tinggi profil memanjang, yaitu untuk menentukan ketinggian titik-titik
poligon, sehingga kerangka peta guna menentukan ketinggian titik detail.
22
Kelompok 10
Gambar 5 Pekerjaan pengukuran
Keterangan:
Ta = Benang tengah rambu A
Tb = Benang tengah rambu B
h A-B = beda tinggi = Ta –Tb
3.3.2 Pengukuran Detail
Yang dimaksud detail atau titik detail adalah semua kenampakan yang
ada dipermukaan bumi, baik yang bersifat alamiah ataupun kultural. Peta
pengukuran terestris (ground survey) seperti dalam pratikum IUT II, yaitu
pratikum pengukuran detail, maka tidak mungkin mengukur detail secara
lengkap. Seperti pada fotogrammetri yaitu seluruh permukaan bumi dapat
direkam. Oleh karena itu titik-titik detail yang akan diambil harus selektif dan
harus sesuai dengan tujuan dari pemetaan itu sendiri dan sekala peta yang
dikehendaki.
Dalam pengukuran pelaksanaan titik detail data yang harus diukur
adalah: jarak, sudut, azimuth dan ketinggiannya, sehingga dapat digambar
kembali diatas kertas gambar (lihat gambar 6). Pada umumnya setiap
melakukan pengukuran-pengukuran detail akan dicatat data-data seperti
dibawah ini:
Untuk theodolith yang dilengkapi kompas meliputi: tinggi intrument,
azimuth, heling, dan pembacaan benang atas, tengah, dan bawah.
23
Kelompok 10
Untuk theodolith tanpa kompas meliputi: tinggi intrument, sudut
horizontal yang diikatkan pada titik ikat helling dan pembacaan benang
atas, tengah dan bawah.
Secara umum jalannya pratikum IUT seperti gambar dibawah ini :
Gambar 6 Contoh jalannya praktikum
Keterangan: 1, 2, 3, 4 merupakan tempat pesawat dan rambu berdiri
Untuk mengukur beda tinggi dapat dilihat dalam gambar.
Gambar 7 Cara mengukur beda tinggi
Keterangan Gambar:
A = Titik Tempat Berdiri Pesawat
B = Titik Tempat Rambu (Titik Detail Yang Akan Diukur)
h = Sudut Helling (Sudut Miring)
Z = Sudut Zenit; (90 –h)
24
Kelompok 10
BA = Benang Atas
BT = Benang Tengah
BB = Benang Bawah
L = BA – BB
D’ = Jarak Miring
D = Jarak Datar
Hi = Tinggi Pesawat
ΔH = Beda Tinggi A dan B
Dari pengukuran dilapangan yang dilakukan dapat diperoleh pembacaan: BA;
BT; BB; azimuh, maka;
L’ = L cos h = L sin z; sehingga:
D’ = L’ x K = L sin z x 100 = 100 x L x sin z
D = D’ sin z = 100 x L sin2 z
Beda tinggi ( ΔH );
(ΔH) = D’ cos z
=100 x L x sin z x cos z
= 100 x ½ (2 cos z x sin z)
= 50 L cos z
Sehingga Beda tinggi = A & B
ΔH = hi + ΔH – BT
Sehingga titik B ketinggiannya :
HA-B = HA + hi + ΔH –BT
Pengukuran titik detail ada banyak cara seperti dengan koordinat siku-
siku, koordinat kutup, interpolasi dan pengukuran titik detail cara memancar
(menyebar dan meloncat).
Dalam praktikum IUT II ini dilaksanakan dengan metode memancar,
untuk lebih jelasnya akan sedikit diuraikan dibawah ini:
a. Pengukuran titik detail dengan metode memancar
25
Kelompok 10
Cara ini dipakai bila titik tetap berdekatan.
Gambar 8 Metode memancar
A, B, C adalah titik tetap, jika disekitar titik tetap harus diambil
banyak titik detail, maka titik detail tersebut ditentukan letaknya
dengan mengukur sudut dan jarak dari titik tetap tersebut.
Dari gambar pesawat diletakkan diatas A kemudian diambil titik
terdekat detailnya a : 1,2,3, ; b :1,2,3,4 sedang arah rambu masing-
masing menjauhi titik A kemudian pesawat dipindah ke titik B dan
dengan cara yang sama pesawat dilakukan seperti pesawat di titik A.
Pengukuran titik detail ini biasanya diikuti pengukuran poligon.
b. Pengukuran titik detail dengan metode meloncat
Ada kalanya kita mengalami kesulitan menggunakn metode
memancar dalam pengukuran titik detail karena titik tetap sehingga
diperlukan cara melompat ini diperlukan adalah karena sangat jauh.
A, B, C, D, E adalah titik tetap.
Gambar 9 Metode meloncat
26
Kelompok 10
Jalannya Praktikum :
1. Pesawat dipasang diatas statip, diatas titik 1 dengan unting-unting tepat
diatasnya, kemudian disetel sampai pesawat dalam keadaan setimbang stabil
dan kuat.
2. Stel gelembung nivo, sampai masuk pada lingkaran kaca.
3. Kunci azimut dibuka, dan tutup kembali.
4. Ukur tinggi pesawat.
5. Memasang rambu pada titik 7 yang merupakan rambu belakang.
6. Bidikan rambu pda rambu belakang, sesuaikan benang tengah teropong tepat
sama dengan tinggi pesawat yang telah diukur.
7. Baca benang atas dan benang bawah, azimuth dan zenith lalu catat hasilnya.
8. Kemudian catat nonius I, nonius II dalam keadaan biasa.
9. Dirikan rambu di titik 2, yang merupakan rambu depan.
10. Bidikan rambu theodolith kearah rambu sedimikian, benang tengah tepat
pada tinggi pesawat yang telah diukur.
11. Bacalah benang tengah, Atas, Bawah, Azimuth, Zenith, dan catat hasilnya
(buka kunci Azimuthnya).
12. Kemudian baca nonius I, nonius II dalam keadaan biasa ke titik 2.
13. Lalu teropong kita batik (vitier dibawah) ini teropong dalam keadaan luar
biasa lalu bidikan kearah 2 baca nonius I & II.
14. Kemudian arahkan pesawat kearah titik 7 (rambu belakang) catatlah nonius I
dan nonius II.
15. Teropong di balik (dalam keadaan biasa) lalu diadakan pengukuran detail
sesuai titik yang dibutuhkan (titik a, b, c dst) lalu bidik rambu sesuai tinggi
pesawat.
16. Buka kunci azimuthnya, tunggu beberapa saat lalu tutup lagi.
17. Catatlah Azimuth, BA, BB, Zenith.
18. Lalu pindahkan pesawat ke titik 2 rambu satu sebagai titik belakang dan titik
3 sebagai rambu belakang,lakukan langkah-langkah diatas pada kedudukan
ini, dst tinggi pesawat sampai ke titik 1 dan akhir lintasan berupa poligon.
19. Jarak praktikum maksimum antara pesawat & rambu ±80 m.
27
Kelompok 10
20. Membuat seketsa jalannya praktikum memberi tanda adanya saluran, pagar,
dan sebagainya sehingga mempermudah pekerjaan selanjutnya.
21. Semakin banyak titik, titik yang kita detail semakin baik peta kontur yang
kita peroleh (lebih teliti).
28
Kelompok 10
BAB IV
METODOLOGI PENGUKURAN
4.1 Cara Pembuatan Peta Tranches
4.1.1 Pembuatan peta
Seperti telah dikemukakan diatas, bahwa pembuatan peta tranches
tidak asal langsung jadi, melainkan harus diperoleh data-data dengan
melakukan pengukuran-pengukuran, baik pengukuran posisi horizontal
maupun vertikal sehingga setiap titik detail yang ada pada peta tranches dapat
diketahui posisinya terhadap suatu bidang datar.
Dalam pembuatan peta tranches kita harus melakukan beberapa
kegiatan antara lain:
a. Pengukuran di lapangan termasuk pembuatan titik-titik tetap sebagai
kerangka peta.
b. Pekerjaan hitungan.
c. Cara pemberian koreksi hasil hitungan.
d. Proses penggambaran.
Supaya diperoleh hasil yang memuaskan, maka masing-masing
kegiatan harus dikerjakan dengan benar dan ditunjang dengan sarana yang
memadai.
Sebelum pengukuran lapangan dimulai maka skala peta harus
ditentukan dahulu, untuk memilih skala peta tergantung dari maksud
pembuatan dari peta itu sendiri yaitu tergantung dari ketelitian pengukuran
diatas peta.
Secara garis besar pekerjaan pembuatan peta dibagi menjadi dua
bagian yaitu:
4.1.2 Pengukuran Kerangka Peta
Pada permukaan bumi diukur titik-titik pasti yaitu titik yang diketahui
koordinat yang ketinggiannya. Dari titik-titik pasti ini kita petakan yang
29
Kelompok 10
kemudian kita sebut kerangka peta. Misal kita ingin membuat tranche jalan,
maka peta daerahnya harus dibuat dahulu.
Untuk keperluan ini dibutuhkan beberapa titik pasti sebagai dasar
pemetaan titk pasti dapat diukur dengan beberapa cara antara lain:
a. Dengan Cara Astronomis
Prinsipnya menentukan posisi tempat dibumi dengan menggunakan
pertolongan peta dilangit.
Gambar 10 Cara Astronomis
Pengukuran semacam ini untuk wilayah yang luas dan pandangan
yang tidak bebas. Misal A adalah titik yang ada ditentukan posisinya
dibumi dan disebut titik astronomi, BT, adalah pedoman bintang yang
dipakai sebagai pedoman.
Dari A pesawat diarahkan ke BT, sehingga A akan mempunyai unsur-
unsur: Azimuth (A), garis lintang (Q), garis bujur (λ), karena
menggunakan pertolongan bintang maka pengukuran ini hanya dapat
dilakukan pada malam hari.
b. Dengan Cara trianggulasi
Sebenarnya trianggulasi adalah untuk memperbanyak titik pasti,
karena awal dari pembuatan jaring-jaring trianggulasi adalah sebuah
titik yang telah diketahui posisinya. Dengan jaring-jaring trianggulasi
yang merupakan kumpulan dari banyak segitigadapat dibuat titik yang
lain, sebuah titik pasti yang digunakan untuk membuat titik pasti yang
lain dalam jumlah yang banyak.
30
Kelompok 10
Gambar dengan cara trianggulasi:
Gambar 11 Cara Trigulasi
Dengan mengukur jarak AB, sudut A dan C serta BG maka jarak AC
dan dapat diukur dengan rumus sinus:
AC = AB Sin B6 Sin c
Dengan demikian posisi titik c dapat diketahui dengan jalan yang
sama dapat di cari dengan posisi yang lain.
c. Dengan cara menggunakan satelit
Dengan menggunakan satelit dopller dan titik yang dicari koordinat
dipasang pesawat geosifer dan data langsung diketahui dari pesawat
tersebut.
4.1.3 Pengukuran Detail
Maksud pengukuran detail adalah untuk memberikan data
topografi diatas peta, sehingga diperoleh data informasi dari relief
bumi. Kelengkapan dan ketelitian data topografi. Ini sangat
tergantung dari kerapatan titik detail yang diukur untuk mengukur
titik detail yang lengkap dan effisien, maka harus dipahami maksud
dan kegunaan peta yang akan digunakan atau dibuat itu.
Sebelum suatu daerah diadakan pengukuran detail harus sudah
ada titik pasti yang akan dipakai sebagai pengikat, titik pasti adalah
titik yang sudah diketahui koordinatnya.
Biasanya yang perlu diketahui adalah segala benda atau
bangunan yang terdapat dipeta yang akan dipetakan yang nantinya
akan menangkap data peta. Hal ini, misal perbedaan tinggi muka
tanah yang cuckup extrim, sehingga nantinya akan menambah /
membantu dalam pembuatan kontur.
31
Kelompok 10
4.2 Garis Kontur
Garis kontur adalah garis yang menunjukan atau menghubungkan
tempat-tempat yang mempunyai ketinggian yang sama terhadap bidang
reverensi yang digunakan, yaitu biasanya bidang geode (bidang yang
berhubungan dengan permukaan air laut rata-rata atau Mean Scd level (MSL)
Pada gambar berikut ditunjukkan dengan jenis 3 dari garis-garis tersebut.
Gambar 12 Jenis kontur
Keterangan gambar:
Gbr 1: Gambar yang mencerminkan gunung
Gbr 2: Gambar yang mencerminkan lembah
Gbr 3: Gambar yang mencerminkan dataran
Kecuraman suatu lereng atau (Stipness) dapat ditentukan dari adanya
intervar kontur dan jarak horisontal antara dua garis kountur dapat dicari
dengan interpolasi.
Garis kontur tidak boleh saling berpotongan selain itu garis kontur
adalah garis tetutup terletak yang berturutan menunjukan gunung/cekungan
(lihat gambar). Lihat pula perbedaan yang ditunjukkan pada peta suatu
dataran atau tanah yang datar. Agar diperoleh kemudahan dalam kepentingan
praktis biasanya dianjurkan setiap 5 garis, salah satunya yang kelima
dipertebal. Untuk garis kontur yang teratur dan relatif dekat hanya garis
kountur yang dipertebal yang diberi angka.
32
Kelompok 10
4.3 Peralatan Yang Digunakan
Dalam pemetaan dan pengukuran peralatan yang digunakan dapat
dikelompokan menjadi 2 bagian :
1. Peralatan yang digunakan di lapangan
2. Peralatan yang digunakan di kontur
4.3.1 Peralatan Yang Digunakan Di Lapangan
Peralatan yang digunakan di lapangan untuk melakukan pengukuran
ada berbagai macam antara lain :
a Theodolith
b Rambu 2 buah
c Payung 2 buah (non metol)
d Patok dan paku
e Alat pencatat, alat hitung dan formulir hitung
f Alat Pengukur jarak (pita ukur)
Dari alat yang tersebut diatas yang perlu di terangkan penggunaannya
adalah theodolith:
Cara penggunaan Theodolith:
1. Memasang Statip
Membuka sekrup statip pembuka kaki, kemudian statif kita angkat hingga
kaki memanjang, tinggi statip setinggi leher dan sehorisontal mungkin,
kemudian kaki statif kita injak sebelumnya sekrup kita kenangkan.
2. Memasang Pesawat
Setelah kedudukan statip kuat, tidak bergoyang, dan bidang atas
horisontal, Instrument kita letakkan diatasnya dan dikuna rapat – rapat,
kemudian memasang unting-unting di penggantungnya .
3. Menyetel Pesawat
Menyetel ketiga sekrup penyetel pesawat, hingga gelembung nivo
didalam lingkaran kaca nivo, dan alat siap digunakan.
4. Menegakkan Rambu
33
Kelompok 10
Rambu ditegakkan pada titik yang akan dicari diatas dan harus benar-
benar tegak di atas tanah tersebut. Jarak diantara pesawat dan rambu
±60 m
Cara membuka pesawat:
Pada praktikum IUT ini yang akan di baca menggunakan pesawat ini
adalah:
a Jarak lapangan secara obtis.
Mula-mula kita ukur tinggi pesawat, kemudian kita ukur (baca rambu
pada angka sesuai tinggi pesawat (tinggi BT = Tinggi pesawat).
Kemudian kita baca benang atas dan benang bawah kita peroleh jarak =
(BA – BB) 100 cm.
Ket : rambu yang digunakan 1 E = 5 cm ,
Berarti 1 kaki E = 1,0 cm
Contoh : digambar BA =10; BT = 8,25; BB = 7
Maka jarak optis = (10 – 7 ) 10 = 30 cm
Gambar 13 contoh rambu
b. Cara membaca zenith;
Meletakan gelembung nivo ditengah lingkaran kaca nivo (kedudukan
pesawat horizontal), kemudian pembacaan sudut zenith dilakukan :
berdasarkan angka yang sama kiri, atas, kanan, dan bawah.
34
Kelompok 10
(1 strip = 10 menit)
Sebelum kita melakukan pembacaan, terlebih dahulu klem kunci.
Boussuk kita buka, sekala lingkaran akan bergerak setelah berhenti, kunci
kita tutup kembali (catatan benda-benda logam harus kita jauhkan dari
pesawat ), cara membacanya berdasarkan selisih angka 180˚ dari kiri
bawah kanan atas.
(keterangan 1 strip = 1 derajat
Contoh cara membaca:
Gambar 14 Contoh cara membaca
Angka yang mempunyai selisih 180˚ adalah 70˚ dan 250˚ , kemudian
pengatur mikrometer menunjuk angka 20’. Jadi contoh diatas menunjuk sudut
azimuth : 78˚20’
Menentukan besarnya sudut miring (heling)
Setelah sudut azimuth diketahui, kemudian sudut azimuth kita kunci,
maka pembacaan sudut helling (miring) dilakukan pada kotak sudut helling
pada kiri, atas, kanan, bawah yang angkanya sama.
Keterangan : 1strip :10’
Pembacaan contoh sudut helling disamping adalah 94˚ 20’
Gambar 15 contoh sudut helling
35
Kelompok 10
Menentukan besarnya Nonius sudut
Pembacaan nonius sudut prinsipnya sama dengan azimuth hanya klem
boussuk dalam keadaan tertutup. Sebaiknya pada waktu akan membaca
nonius tromol menunjuk angka nol dahulu. Kemudian kita putar sampai
garis-garis berimpit.
Keterangan: Alat-alat diatas harus di chek dahulu agar alat tersebut
siap pakai bila telah sampai lapangan.
4.3.2 Peralatan Yang Digunakan Di Kountur
Alat-alat yang digunakan di kuntur untuk proses perhitungan dan
penggambaran meliputi:
1. Mesin hitung (kalkulator)
2. Kertas gambar
3. Penggaris dan sejenisnya
4. Penghapus dan sebagainya
5. Alat-alat yang digunakan lainnya
36
Kelompok 10
Keterangan Gambar :
1. Instrument Height Mark
2. Pengatur Diafragma
3. Tabung Okuler
4. Sekrup Pengatur Okelur
5. Boussuk
6. Nivo Tabung
7. Sekrup Penggerak Halus
8. Sekala Horizontal
9. Nivo Kotak, berfungsi bersama sekrup 19a ,19b, 19c membuat sumbu I
vertikal.
10. Sekrup koreksi nivo tabung alhedade horizontal, untuk mengoreksi nivo
tabung alhedade agar tegak lurus sunbu I
11. Plat dasar Instrument, untuk landasan instrument dan untuk menempatkan
instrumentpada statip
12. Plat dasar statip, untuk menempatkan instrument diatas statip
13. Lensa obyektif teropong, untuk membentuk bayangan obyek yang
ditunjukkan pada pengukuran
14. Teropong, Berguna untuk memperbesar bayangan obyek agar dibidik jelas.
15. Kaki penyangga sumbu II, untuk menyangga teropong dan sumbu II yang
bersama-sama berputarnya teropong pada sumbu II tersebut.
16. Mikrometer, berfungsi untuk kedudukan pembacaan teropong agar teliti.
17. Klem teropong, Untuk menguci teropong pada arah putaran vertikal.
18. Centering obtik, berfungsi agar instrument berdiri tepat diatas patok.
19. Sekrup penyetel instrument, berfungsi untuk membuat sumbu I vertikal.
20. Sekrup penggerak halus repetisi, untuk menggerakkan halus sumbu repetisi.
21. Vitier mengarahkan teropong secara kasarpada sasaran.
22. Klem repetisi, untuk mengunci sumbu repetisi.
23. Statip, penopang teropong agar kokoh.
24. Lensa Okuler
Berfungsi sebagai loupe, untuk memperbesar bayangan yang diterima dari
lensa obyektip.
37
Kelompok 10
4.4 Prosedur Pelaksanaan
4.4.1 Pengukuran Poligon Sebagai Kerangka Peta.
Agar diperoleh hasil yang memuaskan dan dapat bekerja
dengan efisien pengukuran lapangan dapat ditempuh dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
1. RECONAISANCE
Sebelum melakukan pengukuran dilapangan yang akan
dipetakan dalam meninjau harus dilengkapi dengan gambar tentang
keadaan tanah atau daerah secara sketsa, guna memudahkan
pelaksanaan dilapangan selanjutnya.
Pada tahap ini pula pemasangan patok poligon dilakukan baik
poligon keliling ataupun poligon bantu. Yang perlu diperhatikan
dalam pemasangan patok-patok tersebut adalah:
a Patok harus ditanam dalam tanah, harus cukup kuat dan tidak
mudah dicabut.
b Harus diberi sketsa pemasangannya dan ditandai
kedudukannya sehingga mudah mencarinya pada pengukuran
selanjutnya.
c Patok jangan terlalu tinggi diatas tanah, 1-2 cm sudah cukup.
d Mengingat tinggi ketelitian alat maka arah antar patok ±80 m.
e Patok harus diberi nomor agar tidak membingungkan.
2. Pengikatan pada titik yang tetap
Dalam pekerjaan pemetaan, umumnya sudah ada titk yang
ditunjuk sebagai titk tetap. Biasanya titik tetap tersebut sebagai
pengembangan lebih lanjut dari titik ikat yang lebih tinggi kedudukan,
yaitu titik trianggulasi kwarter yang dikembangkan dengan metode
poligon (poligon kota).
Untuk pratikum IUT ini sebagai titik ikat tetap adalah poligon
titik nomor 1 pada ketinggian ± 50 meter dari MSL.
38
Kelompok 10
4.4.1.A Pengukuran sudut
Pengukuran sudut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
A. Untuk sudut poligon
Sudut poligon harus diukur 2 kali yaitu dalam keadaan biasa
dan luar biasa, selanjutnya sudut yang diambil adalah sudut rata-rata
dan harga sudut inilah yang akan digunakan sebagai dasar untuk
perhitungan poligon (choord poligon).
B. Untuk sudut azimuth atau arah dari titik detail
Sudut azimuth ataupun arah dari titik detail cukup diukur
dengan bossole (kompas) saja dalam pemakaian bossole ini perlu
diingat apakah daerah tempat bekerja dapat mempengaruhi jarum
magnet, kalau ada pratikan harus mengikatkan pada titik tetap dan
mengukur sudut horizontalnya yaitu titik poligon yang diikatkan pada
titik tetap atau sudah diketahui koordinatnya.
C. Pengukuran sudut vertikal
Dalam pengukuran sudut vertikal harus diperhatikan masalah
ketelitian, karena masalah tersebut sangat penting yaitu sebagai dasar
untuk perhitungan beda tinggi. Setiap pembacaan sudut vertikal, nivo
indek harus diseimbangkan terlebih dahulu. Dan jika terjadi kesalahan
indek harus dibenarkan terlebih dahulu.
4.4.1.B Pengukuran Jarak
Pengukuran jarak bisa dilakukan dengan 2 metode yaitu:
A. Pengukuran jarak dengan cara langsung.
Yang dimaksud pengukuran jarak disini adalah pengukuran
jarak antar titik poligon. Sisi jarak poligon harus diukur minimal 2x
yaitu pergi dan pulang lalu diambil harga rata-rata jarak diukur
sampai fraksi cm dan didalam pelaksanaanya harus diusahakan posisi
horizontal. Selain itu harus dihindari adanya pelengkungan pegas
(pada daerah yang bergoyang).
Dalam praktek harus diusahakan titik poligon terlindungi dari
bahaya hilangnya patok dan tidak mengganggu lalu lintas, perlu
39
Kelompok 10
diperhatikan juga pada pengukuran pegas harus dijaga keselamatan
alatnya.
B. Pengukuran jarak dengan cara obtis.
Pengukuran ini dengan menggunakan instrument TO, dengan
bantuan rambu dan jarak yang diperoleh hasil penurunan dari besaran-
besaran yang dihasilkan dari pengukuran. Dan untuk mempermudah
perhitungan arah teropong pada tengah-tengah book (angka 1520)
mm. Hanya terpaksa pratikan dibolehkan mengambil angka
sembarang pada bak. Tetapi angka tersebut harus dicatat pada
formulir agar tidak lupa.
Tinggi instrument segera dicatat pada saat instrument diatas
titik poligon dan selanjutnya teropong disiapkan untuk mengamati
poligon lain.
Jarak antara poligon satu dengan poligon lainnya harus diukur
2x dengan maksud untuk kontrol untuk hasil pengukuran di lapangan
dengan jalan menurunkan instrument ( di diperkecil / diperbesar ).
Sehingga akan diperoleh 2 hi dengan 2 jarak. Dengan
membandingkan 2 hasil pengukuran yang diperoleh disimpulkan
sudah betul / meragukan.
4.4.1.C Penentuan Tinggi Titik Poligon.
Dalam praktikum ini, berhubung terbatasnya waktu dan
jumlah alat dan banyaknya pengikut praktikum maka pengukuran
kerangka peta vertikal dengan waterpass tidak dilakukan, maka untuk
mencari beda tinggi dilakukan dengan cara tachimetri seperti pada
gbr.5 dengan menggunakan theodolit dan pelengkapnya.
40
Kelompok 10
Gambar 17 Penentuan tinggi titik poligon
L = BA –BB Ket : D = jarak datar ;ΔH = beda tinggi
D = 100 L cos h D’= jarak optis ;h = sudut helling
D = 100 L cos2 h Hi = tinggi pesawat ; L =BA- BB.
D = 100 L sin2 Z
Δh = D tg h = { 100 (BA- BB) sin2 Z }tg h
= 50 (BA-BB) sin2 ( 90-Z ).
Beda tinggi (ΔH)
(ΔH) = Hi + Δh – BT
HB = HA + Hi + Δh – BT (tinggi titik B)
Contoh perhitungan :
1. Beda tinggi titik B-A
Diketahui = titik awal, tingginya ± 15,00 m
Jarak datar B - A = 49,9866 m
BA = 1500; BB = 1000 ; Z= 91˚ 00’ 00”
Δh = 50 (1500 – 1000) sin2 (90˚ - 91˚ 00’ 00”)
= 0,8191 m
41
Kelompok 10
Hi = BT = 1250
Ketinggian titik 2 (H2 )
H2 = Hi + Δh – BT + H1
= 1250 + 0,8191 - 1250 + 15 = 15,8191 m
Jadi tinggi titik A = ± 15,8191 m
2. Beda tinggi titk A - D
Diketahui titik A tingginya = ± 15,8191 m
Jarak datar A-D = 51,9580 m
BA = 1590; BB = 1070 ; Z = 88˚ 22’20”
Δh = 50 (1590 – 1070) sin 2 (90˚ - 88˚ 22’20”)
4.4.1.DPemilihan Titik Detail
Hal ini harus disesuaikan dengan keadaan lapangan yaitu jangan
sampai terlalu jarang atau terlalu dekat. Terlalu jarang hasil peta tranches
detail tidak mencerminkan keadaan lapangan yang sesungguhnya, dan bila
terlalu rapat tidak terlalu efisien, untuk daerah datar hanya diambil titik-titik
yang perlu saja, untuk daerah bukit/bergelombang titik detail perlu diperapat
agar peta bisa mencerminkan keadaan lapangan yang sesungguhnya.
Untuk menentukan bangunan penting harus dikerjakan seteliti
mungkin contoh untuk parit/selokan harus diambil lebar dan kedalamannya
dan mengambil beberapa titik untuk tiap-tiap belokan. Jalan tapak, jalan tak
beraspal penyajiannya harus dibedakan demikian juga daerah pertanahan,
sawah dan ladang harus dibedakan dan lain-lain.
42
Kelompok 10
Agar pengambilan titik detail lebih mudah mengenai sasaran sesuai
yang dikehendaki (sesuai maksud pemetaan), maka detail-detail yang diambil
dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Semua jalan yang meliputi ; jalan raya, jalan KA, jalan kecil dan lain-lain.
2. Saluran-saluran air, batas sungai, pantai dan telaga.
3. Jembatan, gardu listrik, tugu monumen,rumah sakit dan lain-lain.
4. Lapangan olah raga, lapangan terbang, persawahan, tempat rekreasi,
peninggalan bersejarah, daerah industri.
5. Kantor pemerintah, polisi, bank dan lain-lain.
6. Batas propinsi, kabupaten, kecamatan, kelurahan.
7. Detail ketinggian sesuai dengan skala peta dan obyek-obyek lain yang
dianggap penting berdasarkan keperluaannya.
4.4.1E Pengukuran Titik Detail
Gambar 18 Titik Detail
Pengukuran titik-titik detail dilakukan ditiap-tiap titik poligon denga cara
memancar, dan TO di pindahkan pada tiap titik poligon.
43
Kelompok 10
Pesawat berdiri di A , arahkan ke I baca nonius I & II.
Dengan bantuan rambu baca sudut vertikal BA, BB, BT lakukan dan
ulangi pada titik detail yang lain sampai 12 x.
Pemilihan titik-titik detail ini dibuat sedemikian rupa sehingga mewakili
keadaan lapangan, misalnya jalan, puncak bukit, pojok bangunan dan
sebagainya.
Yang diperlukan disini adalah pemberian notasi yang teratur, baik notasi
titik detail maupun titik poligon sehingga tidak akan menyulitkan dalam
penyusunan laporan selanjutnya.
44
Kelompok 10
BAB V
PENENTUAN AZIMUTH GEOGRAFIS
METODA PENENTUAN TINGGI MATAHARI
5. 1 Umum
Pengukuran dengan azimuth matahari adalah pengukuran yang dilakukan
untuk mendapatkan azimuth astronomis, dimana sudut jurusan ke satu titik
ditentukan berdasarkan referensi lintang astronomis.
Jadi dapat dikatakan disini bahwa maksud dan tujuan dari pengukuran,
pengamatan matahari adalah :
Untuk mendefinisikan azimuth dititik awal pekerjaan dan titik akhir
pekerjaan.
Untuk kontrol hasil ukuran poligon.
5. 2 Dasar Teori
Posisi bintang atau matahari terhadap bumi dinyatakan dengan bantuan bola
langit dan beberapa sistem koordinat yang ditentukan pada bola langit tersebut.
Penentuan azimuth geografis dari suatu garis di permukaan bumi dengan metode
pengamatan tinggi matahari dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
Pengamatan tinggi matahari.
Penentuan azimuth matahari.
Penentuan azimuth geografis.
5. 2. 1 Pengamatan Tinggi Matahari
Pengukuran azimuth georafis dengan pengamatan tinggi matahari dapat
dilakukan dengan cara ditadah, filter dan prisma reolofs. Dalam praktikum IUT ini
metode dilakukan dengan cara ditadah.
Pengamatan dilakukan dengan menempatkan penadah atau tabir, dibelakang
lensa okuler, penadah tersebut bisa sebuah kertas putih, sebagai layar yang
menangkap cahaya matahari dan bayangan benang diafragma. Bayang yang jelas
dapat diatur sedemikian rupa dengan menekan tromol pengatur bayangan atau fokus.
45
Kelompok 10
5. 2. 1. 1 Koreksi ½ d Sudut Vertikal
Pembidikan dilakukan terhadap tepi-tepi matahari, untuk mendapatkan tinggi
ke pusat matahari, maka sudut vertikal harus diberi koreksi ½ diameter bayangan
matahari. “ d “ adalah sudut yang dibentuk oleh garis yang menghubungkan stasiun
pengamatan ke tepi-tepi matahari. Makanya d dinyatakan dalam satuan sudut.
Namun karena jarak ke bumi berubah-ubah, maka harga d juga berubah sesuai
dengan jarak bumi.
Pada bulan Desember nilai d 32’34” sedngkan pada bulan Juli nilainya
31’35”. Untuk keperluan hitungan, diambil pembulatan rata-rata sebesar 32’. Koreksi
½ d yang diberikan pada sudut vertikal tergantung pada kuadran beberapa bayangan
matahari ditempatkan
Kuadran IV Kuadran I
Kuadran III Kuadran II
Gambar 19 Sistem kuadran dalam IUT
Sebagai contoh penggunaan kuadran tersebut dapat dilihat pada gambar 20,
sedangkan aturan pemakaian tanda (+) / (-) ½ dapat dilihat pada gambar 19.3
46
Kelompok 10
Gambar 20 (a) bayangan matahari di kuadran III
(b) bayangan matahari
+ ½d + ½d
- ½d - ½d
Gambar 21 Koreksi ½ d untuk sudut vertikal
Note : pada posisi luar biasa, bacaan lingkaran tegak zenith “V” harus dikonversikan
ke posisi biasa. Kemudian bacan lingkaran zenith dikonversikan lagi ke bacaan
lingkaran magnetis, hu’ = 90 - V .
47
Kelompok 10
Gambar 22 Koreksi ½ diameter matahari
Dengan demikian koreksi terhadap azimuth adalah :
Tepi kiri bayangan , ψ = ψ’ - ∆ψ
Tepi kanan bayangan, ψ = ψ’ + ∆ψ
Dengan ψ’ = Hs – Hm
Gambar 23 Azimuth Matahari (Am)
5. 2. 2 Koreksi Paralaks dan Refraksi
1. Koreksi Paralaks Horizontal
48
Kelompok 10
Gambar 24
Dimana : D = jarak dari bumi ke matahari ( C – M )
Z’= sudut zenith pengamatan
Z = sudut zenith geosentris
V = Z’ – Z = paralaks horizontal
R = jari-jari bumi ( C – O )
Perhatikan segitiga OCM :
Secara pendekatan :
Jika Z’ = 90º, maka diperoleh paralaks horizontal :
Harga paralaks ini dapat diperoleh dari tabel yang terdapat pada Almanak
Matahari dan bintang.
2. Koreksi Refraksi
49
Sin P = R/D x sin (180 – Z’) + R/D x sin’
P = R/D x sin Z’
Ph = R/D
Kelompok 10
Faktor alam, seperti temperatur, tekanan dan tekanan udara adalah hal yang
sangat berpengaruh terhadap pengukuran yang dilakukan. Hal ini jelas diketahui
karena dapat memberikan efek pemuaian ataupun melengkungnya sinar yang masuk
ke dalam teropong ( Refraksi ). Semua gejala ini dialami oleh hasil pengukuran sejak
mulai dari target yang dibidik sampai didalam teropong itu sendiri. Oleh karenanya
juga diperlukan koreksi.
Harga koreksi refraksi tersebut dapat diperoleh dari tabel pada almanak
Tahunan Matahari dan Bintang, dengan rumus sebagai berikut :
Dimana :
Rm = koreksi refraksi menengah ( pada p = 760 mmHg ; t = 10ºC;
kelembaban nisbi = 60% ) dengan argument adalah tinggi ukuran
dari matahari.
Cp = faktor koreksi barometric, dengan argument adalah tekanan udara
stasiun pengamat atau ketinggian pendekatan dari stasiun pengamat.
Ct = faktor koreksi temperatur, dengan argument adalah temperatur
udara stasiun pengamat.
5.2.3 Segitiga Astronomi
Segitiga astronomi adalah bola langit yang dibatasi oleh lingkaran besar yang
dibentuk oleh titik zenith, titik matahari atau bintang yang diamati dan sebuah titik
kutub (Indonesia mengambil kutub utara sebagai acuan).
50
r” = rm Cp Ct
Kelompok 10
Penentuan azimuth geografi dengan metoda pengamatan tinggi matahari
diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan data :
Tinggi matahari (h) diperoleh dari hasil pengamatan dari stasiun pengamat.
Deklinasi matahari (δ) yang diperoleh dari tabel pada almanak matahari dan
bintang dengan argument adalah waktu, tanggal dan tahun pengamatan.
Lintang (φ) stasiun pengamat yang diperoleh dari hasil interpolasi peta, yaitu
dari peta topografi daerah pengamatan.
Gambar 25 Bola langit dengan posisi bintang terhadap bumi dinyatakan dengan A dan Z
Pada gambar unsur-unsur yang tertera adalah :
a = 90º - δ
b = 90º - φ
c = 90º - h
A = Azimut matahari
51
Kelompok 10
Dengan menggunakan rumus cosinus pada segitiga bola diperoleh :
Apabila yang diukur adalah sudut zenith (z = 90º - h), maka :
5.2.4 Azimut Geografis Ke Titik Sasaran
Pengukuran Azimuth Geografis dengan metode pengamatan tinggi matahari
dapat dilakukan pada waktu :
1. Pagi : jam 07.00 – 09.00
Bila dilakukan pada pagi hari maka zenith yang sesungguhnya sama
dengan azimut matahari yang diperoleh dari perhitungan.
2. Sore : Jam 15.00 – 17.00
Bila pengamatan dilakukan pada sore hari, maka azimuth matahari
sesunguhnya adalah : 3600 - Am.
5.2 Peralatan
Peralatan yang diperlukan untuk pengamatan tinggi matahari adalah :
1. Alat ukur theodolit lengkap dengan statipnya.
2. Kertas tadah.
3. Jam atau pengukur waktu lainnya, yang sebelumnya telah disesuaikan
dengan waktu radio atau televisi.
5.4 Pelaksanaan Pengukuran
Tahap Pelaksanaan Pengukuran :
1. Posisi pengamat ( lintang, bujur dan ketinggian ) dapat ditentukan pada
peta tofografi.
52
Cos A = (sin δ – sin φ . sin h)/(cos φ . sin Z)
Cos A = (sin δ – sin φ . cos Z)/(cos φ . sin Z)
Kelompok 10
2. Alat theodolit ditempatkan di atas statip dan kemudian diletakan di atas
titik patok. Lakukan Centering dan pengaturan nivo.
3. Atur fokus teropong ke titik jauh tak hingga, perjelas benang diafragma.
4. Persiapkan jam digital yang telah distandarkan.
5. Dengan menutup lensa teropong terlebih dahulu, arahkan teropong
dengan bantuan visier ke matahari.
6. Siapkan kertas putih yang akan digunakan untuk menadah bayangan dan
ditempatkan dimuka lensa okuler.
7. Posisi pengamat membelakangi matahari dan menghadap pada kertas tadi.
8. Longgarkan sekrup pengunci gerakan horizontal dan vertikal, sehingga
mudah untuk mngatur gerakan teropong yang mengarah ke matahari
sedemikian rupa sehingga bayangan matahari terlihat yang merupakan
lingkaran penuh pada kertas tadah.
9. Kunci sekrup pengunci gerakan horizontal dan vertikal kemudian
bayangan matahari dipertajam dengan mengunakan pengatur fokus dan
benang diafragma diperjelas dengan pengatur benang diafragma.
10. Dengan menggunakan sekrup halus horizontal dan vertikal tempatkan
bayangan matahari ke dalam kwadran (sesuai dengan waktu pengamatan).
11. Dengan sekrup gerak halus horisontal tempatkan tepi bayangan matahari
pada benang vertikal.
12. Pada pagi hari dengan sekrup gerak vertikal tepi bawah / atas bayangan
matahari digeserkan ke atas / bawah benang horisontal diafragma sedikit,
bila pada sore hari tepi bawah / atas bayangan matahari digeser ke bawah.
53
Kelompok 10
Penggeseran tepi bayangan tersebut tergantung pada kuadran berapa
bayangan tersebut ditempatkannya.
13. Memberi aba-aba “AWAS”, disini pencatat waktu siap dan selalu
mengawasi jalannya detik. Pada saat bayangan matahari tepat
menyinggung benang diafragma beri aba-aba “YA”.
14. Pada saat mendengar aba-aba “YA” pencatat waktu mencatat detiknya,
kemudian menit dan jamnya.
15. Selanjutnya dicatat sudut horisontal dan vertikal.
16. Pembacaan dilakukan secara berurutan; biasa ke matahari, biasa ke patok;
luar biasa ke matahari, luar biasa ke patok untuk masing-masing kuadran.
17. Untuk kuadaran lain langkah pelaksanaan sama dengan prosedur diatas,
disesuaikan dengan waktu pengamatan ( pagi atau sore ) dan kuadran
pengamatan ( I, II, III, IV ).
18. Data-data lain yang perlu diambil : temperatur, tekanan udara pada saat
pengamatan.
5.5 Perhitungan
DATA
Dari lapangan diperoleh data-data sebagai berikut :
Waktu pengamatan matahari ( T )
Tinggi matahari ( h )
Temperatur udara ( t )
Tekanan udara ( p )
Sudut orientasi horisontal ( Ψ )
54
Kelompok 10
Dari interpolasi peta, diperoleh :
Lintang pendekatan titik pengamat (Ψ )
Lintang pendekatan titik pengamat ( λ )
Ketinggian lintang pendekatan titik pengamat ( H )
Yang akan ditentukan adalah azimut geografis garis geodetik yang
menghubungkan titik pengamat ke titik sasaran.
SOLUSI :
1. Berikan koreksi diameter terhadap tinggi matahari dan sudut orientasi
( jika menggunakan metode pengamatan dengan cara ditadah atau dengan
cara kaca hitam). Dimana harga 1/2d dapat diperoleh dari tabel almanak
matahari dan bintang yang disesuaikan dengan tanggal dan bulan
pengamatan.
Koreksi diameter terhadap tinggi matahari : h’ = h ± 1/2d – i
Koreksi diameter terhadap sudut orientasi : Ψ = Ψ’ ± 1/2d sec h’
2. Koreksi refleksi dan paralaks terhadap tinggi matahari, harga rm, Cp, Ct,
diperoleh dari tabel almanak matahari dan bintang :
h” = h’ – (rm x Cp x Ct) + p”
3. Menghitung azimuth matahari = A
Sin δ – sin Ψ x sin h” = N
Cos Ψ x Cos h” = D
Maka A = arc cos N/D
4. Menghitung azimuth matahari sesungguhnya = Am
Pagi hari : Am = A
Sore hari : Am = 360 – A
55
Kelompok 10
5. Menghitung azimuth geografi ketitik sasaran
Α = Am ± Ψ (tergantung pada posisi titik sasaran dipermukaan bumi)
Untuk lebih sistematis dalam perhitungan dan pengolahan azimut matahari,
lakukan sesuai pedoman berikut ini :
Tentukan kedudukan matahari
Catat waktu pengamatan (detik, menit, dan jam)
Tentukan bacaan lingkaran tegak terhadap tepi matahari (hu’)
Cari koreksi ± ½ d (tabel 1)
Tentukan tinggi pusat matahari (hu) = hu’ ± ½ d
Catat bacaan lingkaran mendatar
o a.Terhadap acuan (Hs)
o b.Terhadap tepi matahari (Hm)
Tentukan :
o a.Sudut horizontal terhadap tepi matahari Ψcccc = Hs - Hm
o b.Koreksi ∆Ψ = ½ d / cos hu
Sudut horizontal terhadap pusat matahari Ψ = Ψ cc ± ∆Ψ
Tinggi matahari (hu)
Tentukan rm , Cp dan Ct dengan interpolasi dari tabel VI, VIIb dan VIII.
Hitung refraksi (r’) = rm x Cp x Ct
Tentukan paralaks (p”) dengan interpolasi tabel IX
Hitung koreksi refraksi dan paralaks terhadap tinggi matahari (h)
h = hu – r’ + p
Tentukan lintang posisi pengamat, biasanya diketahui (Q)
Tentukan diklinasi (δ)…………………..tabel 1
56
Kelompok 10
Hitung nilai sin δ = L
Hitung nilai sin Q
Hitung nilai sin h
Hitung : sin Q x sin h = M
Hitung L – M = N
Hitung cos Q
Hitung cos h
Hitung : cos Q x cos h = D
Hitung nilai : arc cos N/D = A
Am = Azimuth pusat matahari
o a.Pagi hari = A
o b.Siang hari = 360 – A
Hitung azimuth ketitik acuan : α = Am ± Ψ
57
Kelompok 10
BAB VI
PERHITUNGAN DAN PENGGAMBARAN
6.1 Keterangan Tabel Hitungan Koordinat Poligon
Kolom 1 :No,yaitu nomor titik polygon
Kolom 2 :Sudut poligon yang diperoleh dari sudut rata tabel
pengukuran sudut mendatar yang merupakan sudut dalam polygon
Koreksi yaitu: f β = ∑ β – (n - 2)180
∑ β = ∑ β = β1 + β2 + β3 + β4
= 360o 11’ 40”
f β = 360o 11’ 40” - ( 4 - 2) 180˚
= 360o 11’ 40” - 360o 00’ 00”
= 0o 11’ 40”
Jadi Harga Koreksi Setiap Sudut
Vβ = - f β n
= - 0 o 11’ 40” 4
= - 0o 2’ 55”
Kolom 3 : Sudut Jurusan = Sudut Azimuth (x)
Rumus: αn , n + 1 = αn -1 ,n - 180° - β
Untuk αA,B = 329o 10’ 27,69” + 180˚ - 157o 6’ 10”
= 352o 4’ 17,69”
dan seterusnya………
58
Kelompok 10
Kolom 4 : Jarak ( D ) jarak ini diambil jarak mendatar pada tabel
Perhitungan pengukuran jarak diambil rata-ratanya.
D = (B1 - B2 ) 100 sin2 z
D1,2=
D2,1+D1,2
2 ( jarak titik 1-2 )
Contoh = D1,2 =
49 ,9848+49 , 98662 = 49,9857 m
Kolom 5 : Jarak mendatar sisi polygon yang diproyeksi terhadap sumbu
x yang nantinya berguna untuk menghitung koordinat absis dan titik
poligon dimana : ∆x = ∆ sinα
Contoh : D1,2 = 49,9857 m
α1,2 = 329o 10’ 27,69”
∆x = 49,9857 sin (329o 10’ 27,69”)
= -25,5764 m
koreksi ∆x = jumlah jarak ∑ D = 201,8848 m
jumlah ∆x = ∑ Dx = -0,0456
koreksi f( x ) =
49 ,9857201 ,8848
(−0 , 0456 )
= -0,0113 m
Kolom 6 : ∆y = jarak vertical sisi polygon yang diproyeksikan terhadap
sumbu y yang nantinya berguna untuk menghitung koordinat ( sumbu y )
dari titik polygon dimana: ∆y : D cos α
Contoh: D1,2 = 49,9857 m
α1,2 = 329o 10’ 27,69”
∆y = 49,9857 cos (329o 10’ 27,69”)
= 42,5376 m
59
Kelompok 10
koreksi ∆y = jumlah jarak ∑ D = 201,8848 m
jumlah ∆y = ∑ Dy = 0,0561
koreksi f(y) =
49 ,9857201 , 8848
0 ,0561
= 0,0139 m
Kolom 7 : x : Absis titik polygon dimana koordinat titik 1 ( 0,0 )
∆x = -25,5764 m
f( x ) = -0,0113 m
Absis titik 1 = x1 = 0 - 25,5764 - 0,0113
= -25,5877
Kolom 8 : y : ordinat titik polygon dimana koordinat titik 1 (0,0)
∆y = 42,5376 m
f( y ) = 0,0139 m
Ordinat titik 1= y1 = 0 + 42,5376 + 0,0139
= 42,5515 m
6.2 Perhitungan Titik Detail
6.2.1 Cara perhitungan jarak
Data yang perlu diisikan dalam tabel
PENGUKURAN JARAK OPTISDari Ke BA Sudut
VertikalJarak Datar
( m ) Rata-rata
jarakBB
1 2 158091o 00’00” 49,9848
49,98571080
2 1 150089o 03’40” 49,9866
1000Keterangan :
Kolom Dari : Menunjukkan letak kedudukan pesawat, misal 1
Kolom Ke : Menunjukkan tempat rambu berada, misal 2
Kolom Benang atas dan Bawah
: Menunjukkan Bacaan pada rambu,misal BA :1580; BB :1080
60
Kelompok 10
Kolom Sudut Vertikal
: Menunjukkan kemiringan pesawat terhadap arah vertikal,
misal 1 – 2 = 91˚00’00”
Kolom jarak Datar
: Besarnya jarak datar antara titik-titik poligon tersebut.
Rumus : ( B1 – B2 ) 0,1 sin2 Z
Misal : 1 – 2 = (1580 – 1080 ) 0,1 sin2 (91˚00’00” )
= 49,9848 m
Kolom jarak Rata-rata
: Jarak rata-rata didapat dengan menjumlahkan jarak yang
diukur dari 1 – 2 dan 2 – 1, lalu dibagi 2,misal
Jarak 1 ke 2, D = 49,9848 + 49,9866 2
= 49,9857
6.2.2 Cara Perhitungan Tinggi Titik Detail
Keterangan Tabel Pengukuran Situasi
Kolom 1 : Tempat berdiri pesawat dititik poligon (atas patok).
Kolom 2 : Tempat yang dituju membuat titik-titik detail.
Kolom 3 : Diukur dari tinggi as teropong ke ujung atas paku
( tinggi Pesawat)
Kolom 4 : Bacaan rambu benang tengah ( BT ).
Sama dengan tinggi Pesawat, bila tidak mungkin di
Bidik rambu yang kelihatan.
Kolom 5 : Bacaan rambu benang atas ( BA ).
Kolom 6 : Bacaan rambu benang bawah ( BB ).
Kolom 7 : Yaitu sudut Azimuth pada nonius I.
Kolom 8 : Sudut Zenith atau sudut vertikal.
Kolom 9 : Sudut miring yaitu = 90˚ - sudut zenith = helling (h).
Kolom 10 : Jarak optis yaitu = ( BA –BB ) cos h x 1m
Kolom 11 : Jarak mendatar = jarak optis cos h x 1 m
61
Kelompok 10
Kolom 12 : Beda tinggi = jarak optis sin h x 1m,apabila beda
Tinggi positif (+).
Kolom 13 : Apabila negatif ( - ).
Kolom 14 : Tinggi diatas titik nol yaitu tinggi titik poligon
Ditambah tinggi titik detail polygon yang ditinjau.
Kolom 15 : Catatn dan sketsa untuk memberi keterangan situasi
Titik detail, misalnya sudut bangunan dan seterusnya.
Contoh Perhitungan Ketinggian titik detail :
Diketahui data sebagai berikut :
Ketinggian titik B = 15 dari MSI
Tinggi alat = 1330
Titik B1 ; BA = 1410 ; BT = 1250 ; BB = 1090
Sudut azimuth = 89˚ 58’ 00”
Sudut Zenith = 86˚ 57’ 20”
Maka sudut miring ( helling ) = 90˚ - 86˚ 57’ 20”
= 3˚ 03’ 00”
Jarak optis = ( BA – BB ) x 0,1 (sinα) 2
= (1410 – 1090 ) x 0,1 (sin 86˚ 57’ 20”) 2
= 31,9094 m
Jarak rantai = jarak optis x cos h
= 31,9094 x cos 3˚ 03’ 00”
= 31,8642 m
Beda tinggi = jarak optis x sin h
= 31,9094 x sin 3˚ 03’ 00”
= 1,6978 m
Jadi tinggi titik detail B1 = ( 15 + 1,6978 )
= 15,6978 m
62
Kelompok 10
6.3 Cara Penggambaran
6.3.1 Persiapan
Hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam penggambaran kontur antara
lain :
1. menyiapkan data hasil pengukuran.
2. menyiapkan kertas milimeter dengan ukuran 100 x 65 cm.
3. menyiapkan alat-alat tulis, pensil, penggaris, pengapus, jangka dsb.
4. menyiapkan alat hitung/calculator
6.3.2 Plotting/Penggambaran Kerangka Peta
Dalam pengeplotan atau penggambaran sketsa diatas kertas milimeter,
tahap-tahap yang harus dilaksanakan sbb:
1. Menentukan skala peta yang akan dipakai.
2. Membuat titik koordinat dengan titik pusat (0,0).
3. Dibuat sedemikian agar gambar yang direncanakan bisa dibuat/digambar.
4. Menentukan titik-titik poligon dengan melihat data perhitungan dari hasil
pengukuran dilapangan.
5. Membuat garis penghubung titik poligon sehingga terbentuk kerangka
polygon.
6. Menentukan titik-titik detail yaitu dengan cara membuat garis-garis pancar
dari sebuah titik poligon yang menghubungkan titik poligon tersebut dengan
titik poligon dibelakangnya dengan sudut jurusan (α).
7. Menentukan titik detail dengan ketinggian tertentu dengan cara
menginterpolasi titik-titik detail yang ada.
8. Menggambar garis contur yaitu dengan cara menghubung-hubungkan titik-
titik detail yang mempunyai ketinggian yang sama.
9. Memindahkan gambar/sketsa yang telah dibuat dengan cara diatas tersebut
pada kertas kalkir ukuran 100 x 65 cm.
63
Kelompok 10
6. 3. 3 Garis Kontur dan Pemetaan
Dalam penggambaran kontur tahap-tahap yang harus, dilakukan
adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan skala paper, yaitu kertas gambar yang telah diberi kerangka
koordinator. Biasanya skala paper ini berupa milimeter blok.
2. Penggambaran / ploting dari titik poligon.
Titik–titik poligon yang telah di hitung koordinator nya di gambar di atas
skala paper, yang telah di siapkan dengan skala tertentu.
3. Penggambaran titik-titik detail
Untuk titik detail tidak perlu dengan data koordinator cukup. Secara grafis
saja, jadi dari perhitungan cukup. Didapat sudut jurusan (α ) jarak terhadap
titik detail sudah bisa digambar .
Hal-hal yang perlu di perhatikan :
- Jika detail berupa bangunan , harus diperhatikan skala bangunan tersebut.
dari lapangan , tujuannya untuk menghindari kekeliruan.
- Jika detail hanya merupakan titik-titik tinggi yang nantinya untuk
menggambarkan garis kontur, maka sebaiknya harus digambarkan
ketinggiannya agar efektip.
4. Penggambaran garis kontur. Proses terakhir penggambaran peta adalah
menentukan letak kedudukan garis kontur di antara titik tinggi yang telah di
plot lebih dahulu untuk itu, harus mengadakan dulu interpolasi secara linier
antara lain dua titik tinggi sesuai dengan interval kontur yang dipilih interval
antar kontur adalah 1 meter. Setelah garis kontur ditarik menjadi garis terang
semua angka-angka tinggi di hapus. Hanya titik-titik tertentu yang tercantum,
pada setiap kontur di pertebal untuk mempermudah dan kepraktisan.
64
Kelompok 10
BAB VII
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Pengukuran Azimut Matahari
Kuadran IV(Biasa)
(09 : 47 : 62)
V = 400 40' 10’’
H = 2390 32' 10’’
Kuadran III (Biasa)
(09 : 47 : 47)
V = 410 31' 10’’
H = 2390 45' 40’’
Kuadran I (Biasa)
(09 : 44 : 09)
V = 410 41' 00’’
H = 2390 30' 00’’
Kuadran II (Biasa)
(09 : 47 : 01)
V = 410 40' 30’’
H = 2390 02' 30’’
Pengukuran ke patok sebelah kanan tempat alat berdiri :
Tinggi alat = 1480 mm
BT = 1480
BA = 1700
BB = 1260
Sudut (Biasa) Sudut (Luar Biasa)
Vertikal = 89o 12’ 10” Vertikal = 270o 46’ 50”
Horizontal = 20o 36’ 50” Horizontal = 200o 35’ 50”
65
Kelompok 10
7. 1 ANALISA PERHITUNGAN AZIMUT MATAHARI
Titik pengamatan : 9
Titik acuan : 8
Tanggal pengamatan : 23 Mei 2011
Daerah pengamatan : Laboratorium Hukum
Temperatur udara : 29 0C
Ketinggian : 5 meter
Lintang kota bengkulu : 030 51' 00’’
Pengamatan I
Kedudukan teropong : biasa , kuadran I
Waktu pengamatan : 090 44' 09’’
Bacaan lingkaran tegak (V) : 410 41' 00’’
Bacaan lingkaran mendatar :
-ke titik acuan (hs) : 200 36' 50’’
-ke tepi/pusat matahari (hm) : 2390 30' 00’’
Kedudukan matahari
66
Kuadran I (+)
Kelompok 10
1) Bacaan lingkaran tegak terhadap tepi matahari
α = 900 – V
= 900 – 410 41' 00’’
= 480 19’00’’
koreksi 21
d = 0o 15’ 58” (Tabel 1)
tinggi pusat matahari (hu)
hu = α ± 1
2d
= 480 19’00’’ + 0o 15’ 58”
= 480 34' 58’’
cos hu = 000 39' 41.53’’
2) sudut horizontal
terhadap tepi matahari (ψ')
ψ' = Hs - Hm
= 200 36' 50’’- 2390 30' 00’’ + 3600
= 1410 06' 50"
∆ψ =
−12d
Coshu =
- 00 15' 58” 000 39' 41 .53'' = -00 24' 8.14’’
Terhadap pusat matahari
ψ = ψ ' + ∆ψ
= 1410 06' 50"+ (-00 24' 8.14’’)
= 1400 42’41.8"
67
Kelompok 10
3) Menentukan rm, cp, dan ct
rm = 51,5+ 14 {50,9 - 51,5 20 }= 51.08 (table VI)
cp : 1,003+ 5{0 .996 - 1 . 003 50 } = 1,0023 (tabel VIIB)
ct : 290 C = 0,937 (tabel VIIIB)
4) Menentukan Refraktor dan Koreksi Paralaks
hu = 480 34' 58’’
refraksi (r') = rm . cp . ct
= 51.08 x 1,0023 x 0,937
= 000’47.972”
koreksi paralaks (p’’) = 00 0’ 5.9”
5) Menentukan Tinggi Matahari (h)
h = hu - r' + p’’
= 480 34' 58’’ - 000’47.972” + 00 0’ 5.9”
= 480 34' 15.93’’
6) deklinasi (δ)
(tabel I; 23 Mei 2011)
δ (09.44) = 000 05' 29’’
∆ δ = (09h 44m 09s – 10h) (-58.4”)
= -00 0' 15.43”
δ (09h 44m 09s ) = δ + ∆ δ
= 000 05' 29’’+ (-00 0' 15.43”)
68
Kelompok 10
= 000 05' 13.57’’
7) N = L - M
L = Sin δ
= Sin 000 05' 13.57’’
= 0,001520229674
SinQ = Sin (030 51' 00’’)
= 0,067144621
Sin h = Sin (480 34' 15.93’’)
= 0,749777312
M = SinQ . Sin h
= 0,067144621 . 0,749777312
= 0,050343513
N = L – M
= 0,001520229674 - 0,050343513
= -0,048823283
8) Cos Q = Cos (030 51' 00’’)
= 0,997743254
Cos h = Cos (480 34' 15.93’’)
= 0,661690246
D = Cos Q . Cos h
= 0,997743254 . 0,661690246
= 0,660196979
69
Kelompok 10
9) Cos A = N
D
=
-0,0488232830,660196979
A = 940 14' 27.76’’
10) A M = 940 14' 27.76’’
A S = A M + ψ
= 940 14' 27.76’’ + 1400 42’41.8"
= 2340 57' 9.56”
70
Kelompok 10
Pengamatan II
Kedudukan teropong : biasa , kuadran II
Waktu pengamatan : 090 47' 01’’
Bacaan lingkaran tegak (V) : 410 40' 30’’
Bacaan lingkaran mendatar :
-ke titik acuan (hs) : 200 36' 50"
-ke tepi/pusat matahari (hm) : 2390 02' 30’’
Kedudukan Matahari
1) Besar lingkaran tegak terhadap Matahari
α = 900 - V
= 900 – 410 40' 30’’
= 480 19' 30’’
koreksi 1
2d = 00 15' 58’’ ( tabel 1 )
Tinggi pusat matahari (hu)
hu = α ± 1
2d
= 480 19' 30’’ - 00 15' 58’’
= 480 03' 32’’
71
Kuadran II (-)
Kelompok 10
cos hu = 00 40' 6.12’’
2) sudut horizontal
Terhadap tepi matahari (ψ')
ψ' = Hs - Hm
= 200 36' 50" - 2390 02' 30’’ + 3600
= 1410 34' 20"
∆ψ =
−12d
Coshu =
- 00 15' 58” 000 40' 6 . 12'' = -00 23' 53.34’’
terhadap pusat matahari
ψ = ψ'+ ∆ψ
= 1410 34' 20"+ (-00 23' 53.34’’)
= 1410 10' 26.6"
3) Menentukan rm, cp, dan ct
rm : 52.1+ 3 {51 .5 - 52 . 1 20 } = 52.01 ( tabel VI )
cp : 1,003+ 5{0 .996 - 1 . 003 50 } = 1,0023 (tabel VIIB)
ct : 0,937 ( tabel VIIIb )
4) Menentukan Refraktor dan Koreksi Paralaks
hu = 480 03' 32’’
refraksi (r') = rm . cp . ct
= 52.01 . 1,0023 . 0,937
= 00 0' 48.845”
• koreksi paralaks (p’’) = 00 0' 5.9’’
72
Kelompok 10
5) Tinggi matahari (h)
h = hu - r' + p’’
= 480 03' 32’’– 00 0' 48.845” + 00 0' 5.9’’
= 480 02' 49.06’’
6) Deklinasi (δ)
(tabel I: 23 Mei 2011)
δ (09.44) = 000 05' 29’’
∆ δ = (09h 47m 01s – 10h) (-58.4’’)
= -00 0' 12.64’’
δ (09h 47m 01s) = δ1 + ∆ δ
= 000 05' 29’’+ (-00 0' 12.64’’)
= 000 05' 16.36’’
7) Menentukan N
L = Sin δ
= Sin 000 05' 16.36’’
= 0.00153375596
Sin Q = Sin (030 51' 00’’)
= 0,067144621
Sin h = Sin (480 02' 49.06’’)
= 0,743693012
M = SinQ . Sin h
= 0,067144621 . 0,743693012
= 0.049934985
73
Kelompok 10
N = L - M
= 0.00153375596 - 0.049934985
= -0.048401229
8) Menentukan D
Cos Q = Cos (030 51' 00’’)
= 0,9977432535
Cos h = Cos (480 02' 49.06’’)
= 0,66852128
D = Cos Q . Cos h
= 0,9977432535 . 0,66852128
= 0,667012597
9) Menentukan A = Cos
ND
Cos
ND =
-0 . 0484012290,667012597
A = 940 09' 40.61’’
10) A M = 940 09' 40.61’’
A S = A M + ψ = 940 09' 40.61’’ + 1410 10' 26.6"
= 2350 20' 7.21”
74
Kelompok 10
Pengamatan III
Kedudukan teropong : biasa, kuadran III
Waktu pengamatan : 090 47' 47’’
Bacaan lingkaran tegak (V) : 410 31'10’’
Bacaan lingkaran mendatar :
-ke titik acuan (hs) : 200 36' 50’’
-ke tepi/pusat matahari (hm) : 2390 45' 40’’
Kedudukan Matahari
1) Besar lingkaran tegak terhadap tepi Matahari
α = 900 - V
= 900 - 410 31'10’’
= 480 28' 50’’
koreksi 1
2d = 00 15' 58’’ ( tabel 1 )
Tinggi pusat matahari (hu)
hu = α ± 1
2d
= 480 28' 50’’ - 00 15' 58’’
= 480 12' 52’’
cos hu = 00 39' 58,84’’
75
Kuadran III (-)
Kelompok 10
2) Sudut Horizontal
Terhadap tepi matahari (Ψ')
Ψ ' = Hs – Hm
= 200 36' 50’’ - 2390 45' 40’’ + 3600
= 1400 51' 10’’
∆ψ =
−12d
Coshu
=
-00 15' 58''
000 39' 58,84''
= - 00 23' 57.69’’
terhadap pusat matahari
ψ = ψ' + ∆ψ
= 1400 51' 10’’+ (- 00 23' 57.69’’)
= 1400 27' 12.3’’
3) Menentukan rm, cp, dan ct
rm : 52.1+ 12 {51 .5 - 52 . 1 20 } = 51.74 ( tabel VI )
cp : 1,003+ 5{0 .996 - 1 . 003 50 } = 1,0023 (tabel VIIB)
ct : 0,937 ( tabel VIIIb )
4) Menentukan Refraktor dan Koreksi Paralaks
hu = 480 12' 52’’
refraksi (r') = rm . cp . ct
= 51.74 . 1,0023 . 0,937
= 00 0' 48.592”
76
Kelompok 10
• koreksi paralaks (p’’) = 00 0' 5.9’’
5) Tinggi matahari (h)
h = hu - r' + p’’
= 480 12' 52’’ - 00 0' 48.592” + 00 0' 5.9’’
= 480 12’ 9.31’’
6) Deklinasi (δ)
(tabel I; 23 Mei 2011)
δ (09.44) = 000 05' 29’’
∆ δ = (09h 47m 47s – 10h) (-58.4”)
= - 00 0' 11.89"
δ (09h 47m 47s) = δ + ∆ δ
= 000 05' 29’’+ (- 00 0' 11.89" )
= 000 05' 17.11’’
7) N = L - M
L = Sin δ
= Sin 000 05' 17.11’’
= 0,001537392059
SinQ = Sin (030 51' 00’’)
= 0,067144621
Sin h = Sin (480 12’ 9.31’’)
= 0.745506083
M = SinQ . Sin h
= 0,067144621 . 0.745506083
= 0,050056723
77
Kelompok 10
N = L – M
= 0,001537392059 - 0,050056723
= -0.04851933
8) Menentukan D = Cos Q . Cos h
Cos Q = Cos (030 51' 00’’)
= 0,997743253
Cos h = Cos (480 12’ 9.31’’)
= 0,666498821
D = Cos Q . Cos h
= 0,997743253 . 0,666498821
= 0,664994702
9) Menentukan A = arc Cos
ND
Cos A =
ND
=
-0 . 048519330,664994702
A = 940 11' 2.87’’
10) Menentukan As
A M = 940 11' 2.87’’
A S = A M + ψ = 940 11' 2.87’’ + 1400 27' 12.3’’
= 2340 38' 15.1”
78
Kelompok 10
Pengamatan IV
Kedudukan teropong : biasa ,kuadran IV
Waktu pengamatan : 090 47' 62’’
Bacaan lingkaran tegak (V) : 400 40' 10’’
Bacaan lingkaran mendatar :
-ke titik acuan (hs) : 200 36' 50’’
-ke tepi/pusat matahari (hm) : 2390 32' 10’’
Kedudukan Matahari
1) Besar lingkaran tegak terhadap tepi Matahari
α = 900 - V
= 900 – 400 40' 10’’
= 490 19' 50’’
koreksi 1
2d = 00 15' 58’’ ( tabel 1)
Tinggi pusat matahari (hu)
hu = α ± 1
2d
= 490 19' 50’’+ 00 15' 58’’
= 490 35' 48’’
cos hu = 00 38' 53.39’’
79
Kuadran IV (+)
Kelompok 10
2) Sudut Horizontal
Terhadap tepi matahari (Ψ')
Ψ ' = Hs – Hm
= 200 36' 50’’- 2390 32' 10’’ + 3600
= 1410 04' 40’’
∆ψ =
−12d
Coshu
=
-00 15' 58''
000 38' 53 .39''
= - 00 24' 38.02’’
terhadap pusat matahari (Ψ)
ψ = ψ' + ∆ψ
= 1410 04' 40’’+ (- 00 24' 38.02’’)
= 1400 40' 1.98’’
3) Menentukan rm, cp, dan ct
rm : 49.7+ 15{49 . 1 - 49 . 7 20 } = 49.25 ( tabel VI )
cp : 1,003+ 5{0 .996 - 1 . 003 50 } = 1,0023 (tabel VIIB)
ct : 0,937 ( tabel VIIIb )
4) Menentukan Refraktor dan Koreksi Paralaks
hu = 490 35' 48’’
refraksi (r') = rm . cp . ct
= 49.25 . 1,0023 . 0,937
= 00 0' 46.253’’
80
Kelompok 10
• koreksi paralaks (p’’) = 00 0' 5.8’’
5) Tinggi matahari (h)
h = hu - r' + p’’
= 490 35' 48’’ - 00 0' 46.253’’ + 00 0' 5.8’’
= 490 35’ 7.55’’
6) Deklinasi (δ)
(tabel I; 23 Mei 2011)
δ (09.44) = 000 05' 29’’
∆ δ = (09h 47m 62s – 10h) (-58.4”)
= -00 0' 11.65’’
δ (15h 09m 22s)= δ + ∆ δ
= 000 05' 29’’+ (-00 0' 11.65’’)
= 000 05’ 17.35’’
7) N = L - M
L = Sin δ
= Sin 000 05’ 17.35’’
= 0,00153855561
SinQ = Sin (030 51' 00’’)
= 0,0671446211
Sin h = Sin (490 35’ 7.55’’)
= 0,761373475
M = SinQ . Sin h
= 0.0671446211 . 0,761373475
= 0.051122133
81
Kelompok 10
N = L – M
= 0,00153855561 - 0.051122133
= -0.049583577
8) Menentukan D = Cos Q . Cos h
Cos Q = Cos (030 51' 00’’)
= 0,9977432535
Cos h = Cos (490 35’ 7.55’’)
= 0,648313527
D = Cos Q • Cos h
= 0,9977432535 . 0,648313527
= 0,646850448
9) Menentukan A = arc Cos
ND
Cos A =
ND
=
-0 . 0495835770,646850448
A = 940 23’ 46.52’’
10) Menentukan As
A M = 940 23’ 46.52’’
A S = A M + ψ = 940 23’ 46.52’’ + 1400 40' 1.98’’
= 2350 03' 48.5”
82
Kelompok 10
Azimuth Geografis
= 2340 57' 9.56” + 2350 20' 7.21” + 2340 38' 15.1” + 2350 03' 48.5”
= 939 0 59 ’ 20.3 ”
4
= 2340 59' 50”
7.2 ANALISA PERHITUNGAN POLIGON TERTUTUP
1.) Menghitung Jarak Optis Antar Titik
a. Jarak 1 - 2
D optis = ( ba – bb ) .0,1 x ( sin sudut vertikal )2
= ( 1690 - 1250 ) 0,1 x ( sin 92° 57’ 40” )2
= 43,8826 m
b. Jarak 2 - 3
D optis = ( ba – bb ) 0,1 x ( sin sudut vertikal )2
= ( 1580- 1380 ) 0,1 x ( sin 93o 11’ 40” )2
= 19,9379 m
c. Jarak 3 – 4
D optis = ( ba – bb ) 0,1 x ( sin sudut vertikal )2
= ( 1780 - 1280 ) 0,1 x ( sin 91o 32’ 20” )2
= 49,9639 m
d. Jarak 4 - 5
D optis = ( ba – bb ) 0,1 x ( sin sudut vertikal )2
= ( 1690 - 1270 ) 0,1 x ( sin 82o 54’ 20” )2
= 41,3594 m
83
Kelompok 10
e. Jarak 5 - 6
D optis = ( ba – bb ) 0,1 x ( sin sudut vertikal )2
= ( 1770 - 1250 ) 0,1 x ( sin 90° 19’ 50” )2
= 51,9983 m
f. Jarak 6 - 7
D optis = ( ba – bb ) 0,1 x ( sin sudut vertikal )2
= ( 1739- 1221 ) 0,1 x ( sin 98o 10’ 20” )2
= 50,7533 m
g. Jarak 7 – 8
D optis = ( ba – bb ) 0,1 x ( sin sudut vertikal )2
= ( 1690 - 1230 ) 0,1 x ( sin 84o 29’ 20” )2
= 45,5757 m
h. Jarak 8 - 9
D optis = ( ba – bb ) 0,1 x ( sin sudut vertikal )2
= ( 1560 - 1180 ) 0,1 x ( sin 86o 16’ 30” )2
= 37,8396 m
h. Jarak 9 - 1
D optis = ( ba – bb ) 0,1 x ( sin sudut vertikal )2
= ( 1619 - 1181 ) 0,1 x ( sin 90o 35’ 10” )2
= 43,7954 m
84
Kelompok 10
2.) Menghitung Sudut Horizontal Besar Sudut Dalam Setiap Titik
a. Titik 1 - 9
sudut horizontal : biasa = 149o 13’ 20”
luar biasa = 329o 19’ 20”
b. Titik 1 - 2
sudut horizontal : biasa = 71o 41’ 00”
luar biasa = 251o 39’ 20”
biasa =149o 13’ 20” - 71o 48’ 40” = 77o 24’ 40”
luar biasa =329o 19’ 20” - 251o 39’ 20” = 77o 40’ 00”
Maka besar sudut β1 = 77 o 24’ 40” + 77 o 40’ 00” 2
β1 = 77o 32’ 20”
c. Titik 2 - 1
sudut horizontal : biasa = 18o 58’ 00”
luar biasa = 198o 58’ 40”
d. Titik 2 - 3
sudut horizontal : biasa = 260o 33’ 00”
luar biasa = 80o 29’ 20”
biasa =18o 58’ 00” - 260o 33’ 00” = -257o 35’ 0” + 360o
= 118o 25’ 0”
luar biasa =198o 58’ 40” - 80o 29’ 20” = -118o 30’ 40”
Maka Besar Sudut β2 = 118 o 25 ’ 0” + 118 o 29 ’ 2 0” 2
β2 = 118o 27’ 10”
85
Kelompok 10
e. Titik 3 - 2
sudut horizontal : biasa = 136o 33’ 00”
luar biasa = 316o 10’ 00”
f. Titik 3 - 4
sudut horizontal : biasa = 283’1’10’’
luar biasa = 102o 36’ 20”
biasa = 136o 33’ 00” - 283o 01’ 10” = -146o 28’ 10”+ 360o
=213 o 31’ 50”
luar biasa = 316o 10’ 00”- 102o 36’ 20”= 213o 33’40”
Maka Besar Sudut β3 = 213 o 31’ 50” + 213 o 3 3’ 4 0” 2
β3 = 213o 32’ 45”
g. Titik 4 - 3
sudut horizontal : biasa = 262o 16’ 00”
luar biasa = 82o 15’ 40”
h. Titik 4 - 5
sudut horizontal : biasa = 25o 11’ 20”
luar biasa = 205o 14’ 40”
biasa = 262o 16’ 00” - 25o 11’ 20” = 237o 4’ 40”
luar biasa = 82o 15’ 40” - 205o 14’ 40” = -123o 59’ 00” + 360 o
= 237o 1’ 0”
Maka Besar Sudut β4 = 237 o 4’ 40” + 237 o 1’ 0” 2
β4 = 237o 2’ 50
86
Kelompok 10
i. Titik 5 - 4
sudut horizontal : biasa = 288o 55’ 00”
luar biasa = 108o 52’ 50”
j. Titik 5 - 6
sudut horizontal : biasa = 228o 57’ 30”
luar biasa = 48o 00’ 10”
biasa = 288o 55’ 00” - 228o 57’ 30” = 60o 57’ 30”
luar biasa = 108o 52’ 50” - 48o 00’ 10” = 60o 52’ 40”
Maka besar sudut β5 = 60 o 57 ’ 3 0” + 60 o 52 ’ 40 ” 2
β5 = 60o 55’5 ”
k. Titik 6 - 5
sudut horizontal : biasa = 207o 45’ 00”
luar biasa = 27o 01’ 20”
l. Titik 6 - 7
sudut horizontal : biasa = 110o 24’ 00”
luar biasa = 290o 25’ 40”
biasa = 207o 45’ 00” - 110o 24’ 00” = 97o 21’ 0”
luar biasa = 27o 01’ 20” - 290o 25’ 40” = -263o 24’ 20” + 360o
= 97o 35’ 40”
Maka Besar Sudut β6 = 97 o 21 ’ 0” + 97 o 35 ’ 40 ” 2
β6 = 97o 58’ 20”
87
Kelompok 10
m. Titik 7 - 6
sudut horizontal : biasa = 312o 18’ 20”
luar biasa = 132o 17’ 10”
n. Titik 7 - 8
sudut horizontal : biasa = 153o 40’ 10”
luar biasa = 333o 40’00”
biasa = 312o 18’ 20” - 153o 40’ 10” = 159o 38’ 10”
luar biasa = 132o 17’ 10” - 333o 40’00” = -201o 22’ 50” +360o
= 159o 37’ 10”
Maka Besar Sudut β7 = 159 o 38’ 10” + 159 o 37 ’ 1 0” 2
β7 = 159o 37’ 40”
o. Titik 8 - 7
sudut horizontal : biasa = 80o 22’ 10”
luar biasa = 260o 21’ 50”
p. Titik 8 - 9
sudut horizontal : biasa = 290o 08’ 10”
luar biasa = 110o 10’ 30”
biasa = 80o 22’ 10” - 290o 08’ 10” = -210o 46’ 0” + 360 o
= 150o 14’ 0”
luar biasa = 260o 21’ 50” - 110o 10’ 30” = 150o 11’ 20”
Maka Besar Sudut β8 = 150 o 14 ’ 0” + 150 o 11 ’ 20 ” 2
β8 = 150o 12’ 40”
88
Kelompok 10
q. Titik 9 - 8
sudut horizontal : biasa = 61o 53’ 00”
luar biasa = 241o 32’ 40”
r. Titik 9 - 1
sudut horizontal : biasa = 277o 13’ 30”
luar biasa = 96o 20’ 25”
biasa = 61o 53’ 00” - 277o 13’ 30” = -215o 20’ 30” + 360 o
= 144o 39’ 30”
luar biasa = 241o 32’ 40” - 96o 20’ 25” = 145o 12’ 15”
Maka Besar Sudut β9 = 144 o 39 ’ 30” + 145 o 12 ’ 15” 2
Β9 = 144o 55’ 53’’
3.) Menghitung Salah Penutup Sudut
f β = ∑ β – (n-2)180
∑ β = β1 + β2 + β3 + β4 + β5 + β6 + β7 + β8 + β9
= 1260o 14’ 43”
f β = 1260o 14’ 43” – (9-2) 180 o
= 1260o 14’ 43” - 1260 o
= 0o 14’ 43”
89
Kelompok 10
4.) Mengitung Harga Koreksi Batas Toleransi Kesalahan Penutup Sudut
dengan Ketentuan Bahwa :
f β ≤ ( 1,5 ) x √n
0o 14’ 43” ≤ ( 1,5 ) x √9
0o 14’ 43” ≤ 4o 30’ 00” ( oke!!! )
5.) Menghitung Harga Koreksi Setiap Sudut
Vβ = - f β n
= -(0 o 14’ 43 ”)
9
= -0o 1’ 38.11”
Catatan : -00 1’ 38” (8) ---- > untuk 8 jarak optis terkecil
-00 1’ 39” (1) ---- > untuk 1 jarak optis terbesar
Mencari sisa : f β + (Vβ . n)
= 0o 14’ 43” + (-0o 1’ 38.11” . 9)
= 0o 0’ 0.01”
6.) Menghitung Harga Sudut Defenitif Setiap Sudut
β1 = 77o 32’ 20” + (-00 1’ 38”)
= 77o 30’ 42”
β2 = 118o 27’ 10” + (-00 1’ 38”)
= 118o 25’ 32”
β3 = 213o 32’ 45” + (-00 1’ 38”)
= 213o 31’ 7”
90
Kelompok 10
β4 = 237o 2’ 50” + (-00 1’ 39”)
= 237o 1’ 11”
β5 = 60o 55’ 5” + (-00 1’ 38”)
= 60o 53’ 27”
β6 = 97o 58’ 20” + (-00 1’ 38”)
= 97o 56’ 42”
β7 = 159o 37’ 40” + (-00 1’ 38”)
= 159o 36’ 2”
β8 = 150o 12’ 40” + (-00 1’ 38”)
= 150o 11’ 2”
Β9 = 144o 55’ 53” + (-00 1’ 38”)
= 144o 54’ 15”
7.) Menghitung Azimut Sisi-sisi Poligon
α awal = 2340 59' 50” = α 9- 1
α 1 - 2 = α awal - 180 o + β1
= 2340 59' 50” - 180o + 77o 30’ 42”
= 132o 30’ 32”
α 2 - 3 = α 1- 2 - 180 o + β2
=132o 30’ 32” - 180 o + 118o 25’ 32”
= 70o 56’ 4”
α 3 - 4 = α 2 - 3 - 180 o + β3
= 70o 56’ 4” - 180o + 213o 31’ 7”
= 104o 27’ 11”
91
Kelompok 10
α 4 – 5 = α 3 - 4 - 180 o + β4
=104o 27’ 10” - 180 o + 237o 1’ 11”
= 161o 28’21 ”
α 5 – 6 = α 4 - 5 - 180 o + β5
= 161o 28’22 ” - 180o + 60o 53’ 27”
= 42 o 21’ 49”
α 6 - 7 = α 5 - 6 - 180 o + β6
= 42 o 21’ 49” - 180 o + 97o 56’ 42”
= -39o 41’ 29” + 360o = 320o 18’ 31”
α 7 - 8 = α 6 - 7 - 180 o + β7
= 320o 18’ 31”- 180o + 159o 36’ 2”
= 299o 54’ 33”
α 8 – 9 = α 7 - 8 - 180 o + β8
=299o 54’ 33” - 180 o + 150o 11’ 2”
= 270o 5’ 35”
α 9 - 1 = α 8 - 9 - 180 o + β9
= 270o 5’ 35” - 180o + 144o 54’ 15”
= 234o 59’ 50” …… ( ok )
8.) Menghitung Koreksi Hasil Perhitungan Azimut
∑ β = azimut awal – azimut akhir + 180o ( 9-2 )
1260o 00’ 00” = 234o 59’ 50” - 234o 59’ 50” + 180o ( 7 )
1260o 00’ 00” = 1260o 00’ 00”
92
Kelompok 10
9.) Menghitung Absis untuk masing-masing titik poligon
d 1-2 sin α1-2 = 43.996 sin 132o 30’ 32”
= 32.372 m
d 2-3 sin α2-3 = 19.9254 sin 70o 56’4”
= 18.832 m
d 3-4 sin α3-4 = 49.9661 sin 104o 27’ 11”
= 46.346 m
d 4-5 sin α4-5 = 41.3850 sin 161o 28’ 21”
= 13.150 m
d 5-6 sin α5-6 = 51.9982 sin 42o 21’ 49”
= 35.0381 m
d 6-7 sin α6-7 = 50.6674 sin 320o18’ 31”
= -32.359 m
d 7-8 sin α7-8 = 45.9014 sin 299o 54’ 33”
= -39.788 m
d 8-9 sin α8-9 = 37.8571 sin 270o 5’ 35”
= -37.857 m
d 9-1 sin α9-1 = 43.7975 sin 234o 59’ 50”
= -35.876 m
93
Kelompok 10
10.) Menghitung d cos α untuk masing-masing titik poligon
d 1-2 cos α1-2 = 43.9142 cos 132o 30’ 32”
= -29.673 m
d 2-3 cos α2-3 = 19.9254cos 70o 56’4”
= 6.509m
d 3-4 cos α3-4 = 49.9661 cos 104o 27’ 11”
= -12.471 m
d 4-5 cos α4-5 = 41.3850 cos 161o 28’ 21”
= -39.519 m
d 5-6 cos α5-6 = 51.9982 cos 42o 21’ 49”
= 38.421 m
d 6-7 cos α6-7 = 50.6674 cos 320o18’ 31”
= 38.988 m
d 7-8 cos α7-8 = 45.9014 cos 299o 54’ 33”
= 22.888 m
d 8-9 cos α8-9 = 37.8571 cos 270o 5’ 35”
= 0.061m
d 9-1 cos α9-1 = 43.7975 cos 234o 59’ 50”
= -25.1230 m
11.) Menghitung Salah Penutup Jarak Terhadap Sumbu x dan y
a. Absis
f (x) = ∑ d sin α
= 0.142m
94
Kelompok 10
b.Ordinat
f (y) = ∑ d cos α
= 0.0808 m
12.) Menghitung Jumlah Panjang Sisi-sisi Poligon
D = ∑ D optis
= d1-2 + d2-3 + d3-4 + d4-5+d5-6 + d6-7 + d7-8 + d8-1
= 385.412
13.) Menghitung Batas Toleransi Kesalahan Linier (Toleransi Kesalahan
Pengukuran Jarak)
Dengan ketentuan bahwa :
FD = √ fx2+fy2 ≤ 0,01√385.412
√ (0.142) 2 + (0.0808) 2 ≤ 0,01√385.412
0.1485 ≤ 0.196
14.) Menghitung Koreksi Kesalahan Penutup Jarak f(x) Terhadap
Masing-masing Sisi Poligon.
Vx12 =
d12D f(x)
= 43.9142 . ( 0.142) 385.412= 0.016 m
Vx23 =
d23D f(x)
= 19.9254 . ( 0.142 ) 385. 412= 0.007 m
95
Kelompok 10
Vx34 =
d34D f(x)
= 49.9661 . ( 0.142 ) 385. 412= 0.018 m
Vx45 =
d45D f(x)
= 41.3850 . ( 0.142 ) 385. 412= 0.015 m
Vx56 =
d56D f(x)
= 51.9982 . ( 0.142) 385. 412= 0.019 m
Vx67 =
d67D f(x)
= 50.6674 . ( 0.142 ) 385. 412= 0.019 m
Vx78 =
d78D f(x)
= 45.9014 . ( 0.142 ) 385. 412= 0.017 m
Vx89 =
d81D f(x)
= 37.8571 . ( 0.142 ) 385. 412= 0.014 m
96
Kelompok 10
Vx91 =
d91D f(x)
= 43.7975 . ( 0.142 ) 385. 412= 0.016 m
15.) Menghitung Koreksi Kesalahan Penutup Jarak f(y) Terhadap
Masing- Masing Sisi Poligon.
Vy12 =
d12D f(y)
= 43.9142 . (0.0808) 385. 412= 0.009 m
Vy23 =
d23D f(y)
= 19.9254 . (0.0808) 385. 412= 0.004 m
Vy34 =
d34D f(y)
= 49.9661 . (0.0808) 385. 412= 0.010 m
Vy45 =
d45D f(y)
= 41.3850 . (0.0808) 385. 412= 0.009 m
Vy56 =
d56D f(y)
= 51.9982 . (0.0808) 385. 412= 0.011 m
97
Kelompok 10
Vy67 =
d67D f(y)
= 50.6674 . (0.0808) 385. 412= 0.011 m
Vy78 =
d78D f(y)
= 45.9014 . (0.0808) 385. 412= 0.010 m
Vy89 =
d89D f(y)
= 37.8571 . (0.0808) 385. 412= 0.008 m
Vy91 =
d91D f(y)
= 43.7975 . (0.0808) 385. 412= 0.009 m
16.) Menghitung Selisih Absis dan Ordinat Defenitif Antara Titik-Titik
Poligon
a. Absis
∆x 1-2 = d 1-2 sin α1-2 + Vx12
= 32.372 + 0.016
= 32.388
∆x 2-3 = d 2-3 sin α2-3 + Vx23
= 18.832 + 0.007
= 18.839
98
Kelompok 10
∆x 3-4 = d 3-4 sin α3-4 + Vx34
= 46.346 + 0.018
= 46.364
∆x 4-5 = d 4-5 sin α4-5 + Vx45
= 13.150 + 0.015
= 13.165
∆x 5-6 = d 5-6 sin α5-6 + Vx56
= 35.038 + 0.019
= 35.057
∆x 6-7 = d 6-7 sin α6-7 + Vx67
= -32.359 + 0.019
= -32.34
∆x 7-8 = d 7-8 sin α7-8 + Vx78
= -39.788 + 0.017
= -39.771
∆x 8-9 = d 8-9 sin α8-9 + Vx89
= -37.857 + 0.014
= -37.843
∆x 9-1 = d 9-1 sin α9-1 + Vx91
= -35.876 + 0.016
= -35.86
99
Kelompok 10
b. Ordinat
∆y 1-2 = d 1-2 cos α1-2 + Vy12
= -29.673 + 0.009
= -29.664
∆y 2-3 = d 2-3 cos α2-3 + Vy23
= 6.509+ 0.004
= 6.513
∆y 3-4 = d 3-4 cos α3-4 + Vy34
= -12.471 + 0.010
= -12.461
∆y 4-5 = d 4-5 cos α4-5 + Vy45
= -39.519 + 0.009
= -39.51
∆y5-6 = d 5-6 cos α5-6 + Vy56
= 38.421 + 0.011
= 38.432
∆y 6-7 = d 6-7 cos α6-7 + Vy67
= 39.988 + 0.011
= 39.999
∆y 7-8 = d 7-8 cos α7-8 + Vy78
= 21.736 + 0.010
= 21.736
100
Kelompok 10
∆y 8-9 = d 8-9 cos α8-9 + Vy89
= 0.061 + 0.008
= 0.069
∆y 9-1 = d 9-1 cos α9-1 + Vy91
= -25.123 + 0.009
= -25.114
17.) Menghitung Koordinat Defenitif Titik-Titik Poligon
Koordinat titik 9 (0,0)
a.Absis
X1 = X9 + ∆X 9-1
= 0 – 35.86
= -35.86
X2 = X1 + ∆X 1-2
= -35.86 + 32.388
= -3.472
X3 = X2 + ∆X 2-3
= -3.472+ 18.839
= 15.367
X4 = X3 + ∆X 3-4
= 15.367 + 46.364
= 61.731
X5 = X4 + ∆X 4-5
= 61.731 + 13.165
= 74.896
101
Kelompok 10
X6 = X5 + ∆X 5-6
= 74.896 + 35.057
= 109.7719
X7 = X6 + ∆X 6-7
= 109.953 – 32.34
= 77.613
X8 = X7 + ∆X 7-8
= 77.613 – 39.771
= 37.842
X9 = X8 + ∆X 8-9
= 37.842 – 37.842
= 0
b. Ordinat
Y1 = Y9 + ∆Y9-1
= 0 – 25.114
= -25.114
Y2 = Y1 + ∆Y1-2
= -25.114 – 29.664
= -54.778
Y3 = Y2 + ∆Y2-3
= -54.778 + 6.513
= -48.265
102
Kelompok 10
Y4 = Y3 + ∆Y3-4
= -48.265 – 12.461
= -60.726
Y5 = Y4 + ∆Y4-5
= -60.726– 39.51
= -100.236
Y6 = Y5 + ∆Y5-6
= -100.236 + 38.432
= -61.804
Y7 = Y6 + ∆Y6-7
= -61.804 + 39.999
= -21.805
Y8 = Y7 + ∆Y7-8
= -21.805 + 21.736
= -0.069
Y9 = Y8 + ∆Y8-9
= -0.069+ 0.069
= 0
7.3 ANALISA PERHITUNGAN CABANG
1. Menghitung Jarak Cabang
a. Untuk Patok 1
A 1 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
103
Kelompok 10
= (1560 - 1380) 0,1 x (sin930 37’20”)2
= 17,9282 m
A 2 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1525 - 1415) 0,1 x (sin930 31’20”) 2
= 10,9585m
B 1 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1545 - 1395) 0,1 x (sin860 12’00”) 2
= 14,9341 m
B 2 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1500 - 1440) 0,1 x (sin860 11’20”) 2
= 5,9734 m
b. Untuk Patok 2
C 1 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1520 - 1440) 0,1 x (sin1020 17’50”) 2
= 7,6371 m
C 2 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1500 - 1460) 0,1 x (sin1040 37’10”)2
= 3,7452 m
D 1 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1560 – 1400) 0,1 x (sin950 43’00”)2
= 15,8412 m
D 2 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1550 - 1410) 0,1 x (sin950 39’50”)2
104
Kelompok 10
= 13,8636 m
c. Untuk Patok 3
E 1 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1580 - 1480) 0,1 x (sin890 03’20”)2
= 9,9973m
E 2 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1560 - 1500) 0,1 x (sin920 04’30”)2
= 5,9921 m
F 1 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1690 - 1370) 0,1 x (sin910 24’00”)2
= 31,9809 m
F2 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1650 - 1410) 0,1 x (sin900 13’20”)2
= 23,9996 m
F 3 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1580 - 1480) 0,1 x (sin920 56’10”)2
= 9,9738 m
G 1 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1610 - 1450) 0,1 x (sin901000 29’20”)2
= 15,4698 m
G 2 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1590 - 1470) 0,1 x (sin1140 42’50”)2
105
Kelompok 10
= 9,9024 m
H 1 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1600 - 1460) 0,1 x (sin 870 06’40”)2
= 13,9644 m
H2 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1580 - 1480) 0,1 x (sin 900 51’10”)2
= 9,9978 m
d. Untuk Patok 4
I 1 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1540 - 1420) 0,1 x (sin 1100 59’40”)2
= 10,4596 m
I 2 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1520 - 1440) 0,1 x (sin 1140 45’00”)2
= 6,5978 m
J 1 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1560 - 1400) 0,1 x (sin 980 34’40”)2
= 15,6441 m
J 2 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1540 - 1420) 0,1 x (sin 1120 19’40”)2
= 10,2681 m
K 1 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1600 - 1360) 0,1 x (sin 940 31’ 40”)2
106
Kelompok 10
= 23,8504m
K 2 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1570 -1390) 0,1 x (sin 950 10’40”)2
= 17,8534 m
L 1 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1620 - 1340) 0,1 x (sin 940 58’00”)2
= 27,7901 m
L2 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1590 - 1370) 0,1 x (sin 950 12’47”)2
= 21,8184 m
L 3 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1540 - 1420) 0,1 x (sin 980 10’20”)2
= 11,7575 m
E. Untuk Patok 5
M1 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1580 - 1440) 0,1 x (sin 1100 33’20”)2
= 12,2741 m
M 2 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1540 - 1480) 0,1 x (sin 1060 43’40”)2
= 5,5029m
N 1 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1590 - 1430) 0,1 x (sin 930 42’10”)2
107
Kelompok 10
= 15,9333 m
N 2 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1550 - 1460) 0,1 x (sin 940 08’40”)2
= 7,9582 m
N 3 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1530 - 1490) 0,1 x (sin 900 19’20”)2
= 3,9999 m
F. Untuk Patok 6
Q 1 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1630 - 1330) 0,1 x (sin 880 46’20”)2
= 29,9862 m
Q 2 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1600 - 1360) 0,1 x (sin 880 14’50”)2
= 23,9775m
Q3 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1590 - 1370) 0,1 x (sin 890 25’50”)2
= 21,9978m
R 1 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1660 - 1300) 0,1 x (sin 880 25’40”)2
= 35,9729 m
R 2 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1615 - 1345) 0,1 x (sin 880 19’50”)2
108
Kelompok 10
= 26,9771 m
S 1 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1665 - 1295) 0,1 x (sin 940 14’50”)2
= 36,7971 m
S2 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1570 - 1390) 0,1 x (sin 940 54’50”)2
= 17,8679 m
S3 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1520 – 1440) 0,1 x (sin 950 01’10”)2
= 7,9901 m
S 4 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1490 - 1470) 0,1 x (sin 1000 52’50”)2
= 1,9287 m
109
Kelompok 10
G. Untuk Patok 7
T 1 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1585 - 1335) 0,1 x (sin 930 06’50”)2
= 24,9262 m
T 2 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1540 - 1380) 0,1 x (sin 990 40’20”)2
= 15,5484 m
T 3 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1525 - 1395) 0,1 x (sin 1080 43’20”)2
= 11,6606 m
U 1 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1550 - 1370) 0,1 x (sin 950 34’50”)2
= 17,8298 m
U 2 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1540 -1380) 0,1 x (sin 990 58’10”)2
= 15,5205m
U 3 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1535 - 1385) 0,1 x (sin 1060 58’30”)2
= 13,7214 m
V1 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1630 - 1290) 0,1 x (sin 920 20’00”)2
= 33,9436 m
V 2 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1600 - 1320) 0,1 x (sin 93 0 30’50”)2
110
Kelompok 10
= 27,8948 m
V3 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1550 - 1370) 0,1 x (sin 980 42’00”)2
= 17,5852 m
V 4 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1525 - 1395) 0,1 x (sin 107o 33’40”)2
= 6,3727 m
H. Untuk Patok 8
U 1 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1460 - 1280) 0,1 x (sin 1030 11’40”)2
= 17,0622 m
U 2 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1420 - 1320) 0,1 x (sin 1010 08’20”)2
= 9,6268 m
U 3 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1390 - 1350) 0,1 x (sin 940 11’20”)2
= 3,9787 m
V1 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1450 - 1290) 0,1 x (sin 950 21’00”)2
= 15,8609 m
V2 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1420 - 1320) 0,1 x (sin 920 44’00”)2
= 9,9773 m
111
Kelompok 10
112
Kelompok 10
W 1 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1495 - 1245) 0,1 x (sin 850 02’00”)2
= 24,8126 m
W2 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1370 - 1290) 0,1 x (sin 880 22’40”)2
= 15,9872 m
I. Untuk Patok 9
X 1 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1500 - 1300) 0,1 x (sin 860 11’ 20”)2
= 19,9116m
X 2 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1450 -1350) 0,1 x (sin 860 08’20”)2
= 9,9547 m
Y 1 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1520 - 1280) 0,1 x (sin 880 08’20”)2
= 23,9747 m
Y2 = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1450 - 1350) 0,1 x (sin 880 48’00”)2
= 9,9956 m
113
Kelompok 10
7.4 ANALISA PERHITUNGAN DETAIL SITUASI
1. Menghitung Jarak Detail Situasi
D 1-A = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1610- 1330) 0,1 x (sin 90° 6’ 20”)2
= 27,999 m
D 1-B = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1555 - 1385) 0,1 x (sin 87° 0’ 20”)2
= 16,9536 m
D 2-C = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1510 - 1450) 0,1 x (sin 84° 23’ 50”)2
= 5,9428 m
D 3-C = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1615 - 1445) 0,1 x (sin 89° 36’ 20”)2
= 16,9992 m
D 3-D = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1580- 1480) 0,1 x (sin 90° 42’ 50”)2
= 9,9984 m
D 8-D = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1610 - 1130) 0,1 x (sin 88° 4’ 10”)2
= 47,9455m
D 8-E = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1000 - 1140) 0,1 x (sin 87° 59’ 0”)2
114
Kelompok 10
= 45,943 m
D 8-F = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1580 - 1160) 0,1 x (sin89° 51’ 0”)2
= 41,997 m
D 8-G = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1585 - 1155) 0,1 x (sin 88° 54’ 50”)2
= 42,9846 m
D 9-H = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1535 - 1270) 0,1 x (sin 93° 42’ 0”)2
= 26,8876 m
D 9-A = (ba-bb) 0,1 x (sin sudut vertikal)2
= (1500 - 1300) 0,1 x (sin 93° 48’ 40”)2
= 19,9116 m
2.Menghitung β Detail Situasi Terhadap sisi Kanan Poligon
Titik 1 βA2 = H12 – H1A
= 71°13’20’’- 14°50’40’’
= 56°22’40’’
βB2 = H12 – H1B
= 71°41’00’’- 39°33’10’’
= 32°07’50’’
Titik 2 βC3 = H23 - H2C
= 260°33’00’’-212°00’40’’
115
Kelompok 10
= 48°32’20’’
Titik 3 βC4 = H34 – H3C
=283°1’10’’ -85°14’30’’
= 197°46’40’’
ΒD4 = H34 - H3D
= 283°1’10’’-146°21’30’’
= 136°39’40’’
Titik 8 ΒD9 = H89 - H8D
= 290°8’10’’-233°48’00’’
= 56°20’10’’
βE9 = H89 - H8E
= 290°8’10’’-248°39’50’’
= 41°28’20’’
ΒF9 = H89 – H8F
= 290°8’10’’-248°11’10’’
=41°57’00’’
ΒG9 = H89 – H8G
= 290°8’10’’-255°27’50’’
=34°40’20’’
Titik 9 ΒH1 = H91 - H9H
= 277°13’30’’-224°53’20’’
= 52°20’10’’
ΒA1 = H91 - H9A
116
Kelompok 10
= 277°13’30’’-246°4’10’’
= 30°19’20’’
3. Menghitung α Detail Situasi Terhadap sisi Kiri Poligon
Titik 1 α1-A = α12 - βA2
= 132o 30’ 32”- 56°22’40’’
= 76° 07’52’’
α1-B = α12 - βB2
= 132o 30’ 32”- 32°00’10’’
= 100° 30’22’’
Titik 2 α2-C= α23- βC3
= 70o 56’ 4”- 48°32’30’’
= 22° 23’34’’
Titik 3 α 3-C = α34- βC4
= 104o 27’ 11”- 197°16’20’’
= -92° 49’9’’ +360 o
=267o 10’ 51”
α 3-D= α34- βD4
= 104o 27’ 11”- 136°39’40’’
= -32° 12’29’’+360 o
= 327047’31’’
117
Kelompok 10
Titik 8 α8-D = α89 – βD9
= 270o 5’ 35”- 56°20’10’’
= 213° 45’25’’
α 8-E = α89 – βE9
= 270o 5’ 35”- 41’19’20’’
= 228°46’15’’
α 8-F = α89– βF9
= 270o 5’ 35”- 41°47’00’’
= 228° 18’35’’
α 8-G = α89– βG9
= 270o 5’ 35”- 34°40’20’’
= 235° 25’15’’
Titik 9 α9-H= α91 – βH1
= 234o 59’ 50” -52°20’10’’
= 182°39’40’’
α 9-A = α91 – βA1
= 234o 59’ 50” -30°19’20’’
= 204° 40’30’’
118
Kelompok 10
119
Kelompok 10
4 Menghitung Selisih Absis dan Selisih Ordinat antara titik-titik Poligon
Absis
∆X1-a = d1-a sin α1-a
= 27,999 sin 76°07’52’’
= 27,182m
∆X1-b = d1-bbsin α1-b
= 16,9536 sin 100o 30’ 22’’
= 16,669m
∆X2-c = d2-c sin α2-c
= 5,9428 sin 22° 23’ 34’’
= 2,264m
∆X3-c = d3-c sin α3-c
= 16,9992sin 267o 10’51”
= -16,979 m
∆X3-d = d3-d sin α3-d
= 9,9984sin 327°47’ 31’’= -5,329m
∆X8-d = d8-e sin α8-d
= 47,9455sin 213° 45’ 25’’= -26,642 m
∆X8-e = d8-e sin α8-e
= 45,943 sin 228o 46’ 15”
= -34,553 m
∆X8-f = d8-f sin α8-f
= 41,997 sin 228o 18’ 35”
120
Kelompok 10
= -31.361m
∆X8-g = d8-g sin α8-h
= 42,9846 sin 235o 25’ 15”
= -35,391 m
∆X9-h = d9-h sin α9-h
= 26,8876 sin 182o 39’ 10”
= -1,244m
∆X9-a = d9-a sin α9-a
= 19,9116 sin 204o 40’ 30”
= -8,313m
Ordinat
∆Y1-a = d1-a cos α1-a
= 27,999 cos 76°07’52’’
= 6,711 m
∆Y1-b = d1-b cos α1-b
= 16,9536 cos 100o 30’ 22’’
= -3,091 m
∆Y2-c = d2-c cos α2-c
= 5,9478 cos 22° 23’ 34’’
= 5,499 m
∆Y3-c = d3-c cos α3-c
= 16,9992 cos 267o 10’51”
= -0,836 m
∆Y3-d = d3-d cos α3-d
121
Kelompok 10
= 9,9984 cos 327°47’ 31’’
= 8,460 m
∆Y8-d = d8-d cos α8-d
= 47,9455 cos 213° 45’ 25’’
= -39,862 m
∆Y8-e = d8-e cos α8-e
= 45,943 cos 228o 46’ 15”
= -29,658 m
∆Y8-f = d8-f cos α8-f
= 41,952cos 228o 18’ 35”
= -27,902 m
∆Y8-g = d8-g cos α8-g
= 42,9846 cos 235o 25’ 15”
= -24,396 m
∆Y9-h = d9-h cos α9-h
=- 26,8876 cos 182o 39’ 10”
= -26,859 m
∆Y9-a = d9-a cos α9-a
= 19,9116 cos 204o 40’ 30”
= -18,093 m
122
Kelompok 10
123
Kelompok 10
5. Menghitung Koordinat Defenitif Titik-Titik Poligon
a.Absis
XA = X1 + ∆X 1-A
= -35,86+ 27,182
= -8,678 m
XB = X1 + ∆X 1-B
= -35,86+ 16,669
= -19.191 m
XC = X2 + ∆X 2-C
= -3,472 + 2,264
= -1,208 m
XD = X3 + ∆X 3-D
= 15,367 + (-5,329)
= 10,038 m
XE = X8 + ∆X 8-E
= 37,842 + (34,553)
= 3.289 m
XF = X8 + ∆X 8-F
= 37,842 + (-31,361)
= 6.481 m
XG = X8 + ∆X 8-G
= 37,842 + (-35,391)
= 2,451 m
124
Kelompok 10
XH = X9 + ∆X 9-H
= 0 + (-1,244)
= -1,244 m
Ordinat
YA = Y1 + ∆Y 1-A
= -25,114+ 6,711
= -18,403 m
YB = Y1 + ∆Y 1-B
= -25,114+ (-3,091)
= -28,205 m
YC = Y2 + ∆Y 2-C
= -54,778 + 5,499
= -49,279 m
YD = Y3 + ∆Y 3-D
= -48,265 + 8,460
= -39,805 m
YE = Y8 + ∆Y 8-E
= -0,069 + (-29,658)
= -29,727m
YF = Y8 + ∆Y 8-F
= -0,069 + (-27,902)
= -27,971m
YG = Y8 + ∆Y 8-G
= -0,069 + (-24,396)
125
Kelompok 10
= -24,465 m
YH = Y9 + ∆Y 9-H
= 0 + (-26,859)
= -26,859m
126
Kelompok 10
BAB VIII
ANALISA, KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Analisa
Kesalahan-kesalahan pada pengukuran kemungkinan terjadi
disebabkan karena :
a. Kesalahan Kebetulan :
i. Umumnya karena akibat kesalahan pengukur.
ii. Kesalahan menaksir bacaan ( paralaks ).
iii. Kesalahan mengatur nivo.
iv. Kesalahan mencatat \ menghitung.
b. Kesalahan akibat alam:
i. Kesalahan pengaruh matahari dan angin.
ii. Kesalahan melengkungnya bumi dan refraksi.
iii. Kesalahan akibat gaya berat.
c. Kesalahan Sistematis :
i. Garis Bidik tidak sejajar garis nivo.
ii. Turunnya Statif.
d. Karena kurang memahami dalam menggunakan alat, terutama sekali
pada waktu penyetelan alat dan pembacaan nonius dan sebagainya.
8. 2 Kesimpulan
Berdasarkan pengukuran di lapangan atau pengolahan data yang telah kami
dapat menarik kesimpulan :
a. Mahasiswa bisa mempraktekan teknik-teknik pengukuran tanah detail, sudut
jarak dan beda tinggi dan sebagainya.
b. Mahasiswa bisa mengoperasikan alat ukur khususnya Theodolit
c. Peta kontur dari suatu daerah dapat dibuat apabila di ketahui data pengukuran
poligon atau pengukuran detailnya dari daerah tersebut.
d. Praktikum Ilmu Ukur Tanah merupakan praktek langsung bagi mahasiswa
untuk menerapkan mengaplikasikan Ilmu Ukur Tanah teori
127
Kelompok 10
8. 3 Saran–saran
Berdasarkan pengalaman dalam praktikum, maka demi kemajuan
pelaksanaan praktikum IUT kami berikan saran sebagai berikut :
a. Assisten lapangan hendaknya turun aktif di lapangan baik memberi
pengarahan, maupun mengawas jalannya praktikum ,sehingga apabila ada
kesulitan cepat teratasi.
b. Mahasiswa bisa mengoperasikan alat ukur khususnya Theodolit
c. Peta kontur dari suatu daerah dapat dibuat apabila di ketahui data
pengukuran poligon atau pengukuran detailnya dari daerah tersebut.
d. Mahasiswa bisa mempraktekkan teknik-teknik pengukuran tanah detail,
sudut jarak dan Beda Tinggi dan sebagainya.
e. Mahasiswa yang akan praktikum hendaknya mempersiapkan diri dengan
baik, artinya telah memahami teori IUT. Teknik pengukuran dan dapat
mengoperasikan peralatan yang akan di pakai, sehingga praktikum
berlangsung lancar.
128
Kelompok 10
DAFTAR PUSTAKA
1. Dugadale R. H., 1986. Ilmu Ukur Tanah, Edisi ketiga Bahasa
Indonesia. Erlangga, Jakarta.
2. Heinz Frick, 1985. Ilmu Ukur dan Alat Ukur tanah, cetakan ke 4
(dengan revisi). Yayasan Karnesius, Yogyakarta.
3. Franciss H. M., 1975. Surveying. Sixth Edition. Harper dan Row
Publisher.
4. Narinder Singh, 1982. Surveying, Tata McGraw-Hill.
5. Raymond E.D., 1981. Surveying, Theory and Practice, Sixht Edition
McGraw-Hill Book Company, USA.
6. Russel C.B., 1986., Dasar-dasar Pengukuran Tanah. Diterjemahkan
oleh Djoko Walijatun. Edisi ke 7. Erlangga, Jakarta
7. Soetomo wongsotjitro, 1980. Ilmu Ukur Tanah. Terbitan pertama
dalam E.Y.D. Yayasan Kanisius, Yogyakarta.
8. Yohannes, 1995. Petunjuk Praktikum Ilmu Ukur Tanah UNILA,
Lampung
129