Ittiba

6
MAKALAH ITTIBA Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuli dosen pengampu mata kuliah Dr. Wawan Hermawan, Disusun oleh: Nurlatifah !"## PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2013

description

Ushul Fiqh

Transcript of Ittiba

MAKALAHITTIBA

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ushul Fiqhdosen pengampu mata kuliah Dr. Wawan Hermawan, M. Ag.

Disusun oleh:Nurlatifah1104221

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAMFAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIALUNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIABANDUNG2013

ITTIBAA. PengertianSecara bahasaittibterambil dari akar kata yang berarti mengikuti. Adapun menurut istilah ittiba yaitucara yang ditempuh seorang pengikut sesuai dengan cara yang dilakukan oleh orang yang diikuti serta mengambil atau menetapkan hukum dari dalil-dalil yang jelas-jelas ia ketahui tingkat kesahannya (Zuhaili, 1986, hal. 1121)Sementara itu, Imam Syafii (Umam & Aminudin, 2001, hal. 163) mengemukakan pendapat bahwa ittiba berarti mengikuti pendapat-pendapat yang datang dari Nabi Muhammad SAW dan para sahabat atau yang datang dari tabiin yang mendatangkan kebajikan. Adapun menurut Bakry (2003, hal. 60), ia mengemukkan bahwa ittiba yaitu menerima ucapan atau perkataan orang serta mengetahui alasan-alasannya (dalil), baik dalil itu al-Quran maupun Hadis.Sejalan dengan pendapat di atas, Dahlan (1996, hal. 1763) menyatakan bahwa ittiba yaitu mengikuti pendapat Imam-imam mujtahid dengan mengetahui dalil-dalilnya yang mendasari pendapat tersebut. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa ittiba yaitu menerima atau mengikuti pendapat yang datang dari Nabi saw., sahabat, atabiin, atau seorang imam mujtahid dengan mengetahui dalil atau alasan yang mendasari pendapat tersebut.B. Dasar Hukum dan Hukum IttibaPerintah untuk ittiba dinyatakan dalam al-quran, sebagai berikut: Artinya: Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. (QS. Al-Hasyr: 7). ()Artinya: Katakanlah: Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir. (Q.S. ali-Imran: 32) .... ()Artinya: Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. (Q. S. an-Nahl: 43)Rasul saw. juga bersabda, yang artinya: Wajib kamu turut sunnahku (cara) dan sunnah Khulafaur Rasyidin sesudahku.(HR Abu Daud) (Bakry, 2003, hal. 60-61).Akan tetapi, Haq & Faisal (1997, hal. 164), menjelaskan bahwa bagi orang yang mempunyai kesanggupan untuk mengadakan penelitian terhadap nash-nash dan mengistinbatkan hukum dari nash-nash tersebut, tidak layak mengikuti pendapat orang lain tanpa mengemukakan hujjahnya. Akan tetapi bagi orang-orang yang tidak mampu meneliti nash-nash tersebut, maka ia dianjurkan mengikuti apa yang disampaikan oleh mujtahid, tentunya dengan mengentahui dasar dari pendapat mujtahid tersebut.C. Tujuan IttibaAdapun tujuan ittiba yaitu agar kita dapat memahami secara baik agama kita dan semua peraturan-peraturan yang ada didalamnya (Umam & Aminudin, 2001, hal. 163). Selain it, ittiba kepada Rasul juga sebagai syarat untuk diterimanya ibadah. Seperti dinyatakan dalam hadist: Artinya: Barangsiapa yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak.D. Macam-Macam IttibaAda dua macam ittiba, diantaranya:1. ttiba` kepada Allah dan Rasul-Nya2. Ittiba` kepada selain Allah dan Rasul-NyaUlama berbeda pendapat, ada yang membolehkan ada yang tidak membolehkan. Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan bahwa ittiba` itu hanya dibolehkan kepada Allah, Rasul, dan para sahabat saja, tidak boleh kepada yang lain. Pendapat yang lain membolehkan berittiba` kepada para ulama yang dapat dikatagorikan sebagai ulama waratsatul anbiyaa (ulama pewaris para nabi).E. Kedudukan Ittiba dalam Melaksanakan Hukum IslamAdapun kedudukan ittiba dalam melaksanakan syariat islam, antara lain:1. Sebagai syarat diterimanya amalan, sebagiamana dijelaskan dalam suatu hadist: Artinya: Barangsiapa yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak.

2. Sebgai bukti kecitaan terhadap Allah dan Rasulnya. Hal tersebut dikatakan dalam al-quran: ()Artinya: Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q. S. ali-Iimran:32)3. Ittiba' adalah sifat yang utama wali-wali Allah swt.Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa "Tidak boleh dikatakan wali Allah kecuali orang yang beriman kepada Rasulullah saw dan syari'at yang dibawanya serta ittiba' kepadanya baik lahir maupun batin. Barangsiapa mengaku cinta kepada Allah SWT dan mengaku sebagai wali Allah SWT, tetapi dia tidak ittiba' kepada Rasul-Nya, berarti dia berdusta. Bahkan kalau dia menentang Rasul-Nya, dia termasuk musuh Allah SWT dan sebagai wali syaitan."DAFTAR PUSTAKABakry, N. (2003). Fiqh dan Ushul Fiqh. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.Dahlan, A. (1996). Ensiklopedi Hukum Islam (Vol. V). Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.Haq, M. A., & Faisal, A. (1997). Ushul Fiqh Kaidah-Kaidah Penetapan Hukum Islam. Surabaya: Citra Media.Umam, K., & Aminudin, A. A. (2001). Ushul Fiqih II. Bandung: Pustaka Setia.Zuhaili, W. (1986). Ushul al-Fiqh al-Islam (Vol. II). Damaskus: Dar al-Fikr.