Isu Global Gender

download Isu Global Gender

of 58

Transcript of Isu Global Gender

Isu Global Gender

Hak cipta (copyright 2008) milik Pusat Pelatihan Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan, BKKBN. Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang Dilarang memperbanyak atau mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, termasuk ilustrasi, tanpa izin tertulis dari Pusat Pelatihan Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan, BKKBN. ISBN: 978-979-16549-0-6

Penulis: Murfitriati, SE, M.Ed Asep Sopari, S.Pd Editor: dr. Nelly Nangoy, MPH Penata Letak: Bambang M.S. Asep Sopari cetakan kedua, Januari 2009

Isu Global Gender

Pengantar

Kata

Dengan mengucap puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Modul 1 Pembelajaran Jarak Jauh Pengarus-utamaan Gender (PJJ-PUG) tentang Isu Global Gender ini dapat diselesaikan. Modul yang kini ada di tangan Anda ini merupakan cetakan kedua yang diperuntukkan bagi petugas lapangan di provinsi pengembangan. Isu Global Gender ini merupakan salah satu materi Program PJJ-PUG dalam Program KB Nasional bagi petugas lapangan (PKB/PLKB). Modul ini berisi materi tentang gender, baik secara global (sebagai isu internasional) maupun lingkup nasional, sejarah perjuangan perempuan, dan kondisi perempuan. Materi dalam modul ini sangat bermanfaat bagi semua pihak yang ingin memahami gender. Materi dalam modul ini didesain sedemikian rupa sebagai bahan belajar mandiri. Namun demikian, masih perlu dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi sosial masing-masing daerah.Isu Global Gender

i

Misalnya apabila ada data/ informasi mengenai tokoh setempat yang berjasa dalam memperjuangkan kaum perempuan, dapat dijadikan contoh. Hal itu dilakukan untuk menambah pemahaman dan wawasan mengenai gender. Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangan pemikiran sehingga dapat disusun dan diterbitkannya modul ini.

Jakarta, Januari 2009 Kepala Pusat Pelatihan Gender dan Peningkatan Kualitas Perempuan,

DR. Djoko Sulistyo,MA

Isu Global Gender

ii

Daftar

Isi

Kata Pengantar ............................................................ Daftar Isi ....................................................................... BAB I PENDAHULUAN ................................................. A. Latar Belakang ........................................................ B. Relevansi .................................................................. C. Kompetensi Dasar ................................................... D. Petunjuk Mempelajari Modul .................................. BAB II URAIAN MATERI ............................................... Kegiatan Belajar Satu: Gender Sebagai Isu Global ......................................... A. Indikator Keberhasilan ............................................ B. Uraian Materi: 1. Pengertian .......................................................... 2. Sejarah Perjuangan Perempuan ....................... C. Rangkuman ............................................................. D. Tes Formatif ............................................................. E. Umpan Balik .............................................................

i iii 1 1 1 2 2 7 7 7 7 8 29 31 33

Isu Global Gender

iii

Kegiatan Belajar Dua: Kondisi Perempuan di Indonesia................................ A. Indikator Keberhasilan ........................................... B. Uraian Materi: 1. Perempuan Indonesia di Berbagai Bidang ...... 2. Kontribusi Kondisi Sosial Budaya dalam Permasalahan Gender ......................... ............ C. Rangkuman ............................................................. D. Tes Formatif ............................................................. E. Umpan Balik ............................................................ BAB III PENUTUP ......................................................... Kunci Jawaban ............................................................. Daftar Kepustakaan .................................................... 37 43 45 47 49 51 53 34 34 34

Isu Global Gender

iv

BAB I PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG Informasi tentang gender dengan berbagai faktor penyebab dan dampak terhadap pergeseran paradigma program KB Nasional dirasakan masih belum sampai ke tingkat lini lapangan. Isu tentang gender itu sendiri belum dapat dikategorikan sebagai suatu hal yang harus menjadi perhatian di masyarakat secara luas, bahkan muncul pendapat bahwa gender merupakan faham barat yang seakanakan tidak terjadi di negara Indonesia. Menghadapi kondisi tersebut, diperlukan berbagai upaya, di antaranya proses sosialisasi hingga ke tingkat lini lapangan tentang gender sebagai isu global. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dalam buku ini diuraikan tentang isu global gender.

B.

RELEVANSI INPRES Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) menginstruksikan kepada seluruh jajaran lembaga pemerintah pusat dan daerah untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraanIsu Global Gender

1

gender (KKG) di segala bidang pembangunan, termasuk program KB Nasional. Peran petugas lini lapangan memiliki peran penting dalam upaya sosialisasi KKG dalam program KB Nasional kepada keluarga dan masyarakat luas. Untuk dapat menjalankan perannya, perlu dibekali dengan pengetahuan tentang isu gender yang telah menjadi isu global sejak kaum perempuan merasakan ketertinggalannya dari kaum laki-laki. Di sisi lain, pengetahuan tentang isu global gender ini akan membuka wawasan berpikir, sehingga tidak ada lagi pemahaman bahwa gender adalah faham barat yang diadopsi oleh pemerintah Indonesia. C. KOMPETENSI DASAR Setelah mempelajari materi ini, peserta mampu memahami isu global tentang gender, yang dimulai dari perkembangan perjuangan kaum perempuan, baik secara internasional maupun nasional. D. PETUNJUK MEMPELAJARI MODUL 1. Bacalah secara berurutan, mulai dari Kata Pengantar, Latar Belakang, Relevansi, Kompetensi Dasar, Petunjuk Mempelajari Modul, Deskripsi Kegiatan, baru kemudian Materi. Cara ini akan memperlancar Anda dalam memahami isi modul, karena Anda sebelumnya sudah mengetahui apa yang ingin dicapai dan bagaimana cara mencapainya.Isu Global Gender

2

2.

Kerjakanlah soal-soal yang telah disediakan pada setiap akhir kegiatan belajar. Untuk mengecek kebenaran jawaban Anda, lihatlah kunci jawaban yang terdapat setelah rangkuman. Jangan melihat kunci jawaban sebelum Anda menyelesaikan soal-soalnya. Bila telah selesai mempelajari materi tiap kegiatan belajar, dan telah selesai mengerjakan soal-soal latihannya, hitunglah tingkat penguasaan Anda sesuai dengan petunjuk yang ada pada rambu jawaban. Tulislah hasil (skor) yang Anda peroleh pada kolom tingkat penguasaan Anda dalam deskripsi (gambaran) kegiatan belajar. Bila Anda mendapat kesulitan dalam mempelajari modul ini, berdiskusilah dengan teman sekerja pada setiap kesempatan, seperti pada saat Staf Meeting di kecamatan atau Rapat Konsultasi di kabupaten/kota. Jika Anda telah selesai mempelajari satu modul, Anda akan mengikuti kegiatan tutorial minimal satu kali dari tutor pembimbing dari tingkat provinsi dan satu kali dari tutor pembimbing tingkat kabupaten/kota.

3.

4.

5.

Isu Global Gender

3

6.

Setelah Anda mempelajari dua modul, selanjutnya Anda berhak mengikuti tes sumatif yang dilakukan oleh BKKBN pusat. Bagi yang memperoleh nilai tes sumatif minimal dengan hasil baik, akan mendapatkan sertifikat yang dapat diperhitungkan dalam pengumpulan angka kredit. Jika Anda ingin mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap modul ini, isilah matrik kegiatan belajar seperti berikut ini

7.

Isu Global Gender

4

MATRIK KEGIATAN BELAJAR MANDIRI

Isu Global Gender

5

BAB II URAIAN MATERI

Kegiatan Belajar Satu GENDER SEBAGAI ISU GLOBALA. INDIKATOR KEBERHASILAN Setelah mempelajari materi ini, peserta dapat menjelaskan isu-isu global tentang gender yang mempengaruhi kehidupan manusia di dalam pergaulan dunia. B. URAIAN MATERI 1. PENGERTIAN Apa itu gender? Gender adalah perbedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan jaman. Apa itu Isu Global? Isu global adalah permasalahan yang mengemuka dan menjadi perhatian dunia internasional. Isu global dimaksud biasanya dibahas para pemimpin duniaIsu Global Gender

6

dalam berbagai per temuan untuk kemudian ditindaklanjuti oleh pemerintah di masing-masing negara. Mengapa kemudian gender mengemuka sebagai isu global, dan menjadi kesepakatan di dunia internasional agar menjadi perhatian dalam kebijakan dan perencanaan program pembangunan di segala bidang? Hal ini melalui perjalanan sangat panjang. Dimulai dari perjuangan kaum perempuan yang merasakan ketertinggalannya dari kaum laki-laki dan mulai menuntut hak-hak untuk dipenuhi dan diakui. 2. SEJARAH PERJUANGAN PEREMPUAN Manusia diciptakan Tuhan dalam dua jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. Keduanya diciptakan berbeda dengan tujuan agar saling melengkapi untuk terciptanya kelangsungan kehidupan manusia di muka bumi. Namun dalam perjalanan berikutnya, perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan ini dikonstruksi sedemikian rupa sehingga menjadikan posisi (derajat) jenis kelamin yang satu seolah-olah lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kelamin yang lainnya. Selanjutnya terjadi dominasi salah satu jenis kelamin. Hal ini mengakibatkan terjadinya perlakuan diskriminasi terhadap jenis kelamin yang satunya. Dalam perkembangan wacana berikutnya dikenal istilah patriarki (patriarchy). Apa itu patriarki? Patriarki atau patriarchy berasal dari kata patriakh (patriarch). Secara harfiah mengandung pengertian kekuasaan bapak. Mulanya digunakan untuk menyebut keluarga yang dikuasai oleh kaum laki-laki. Kini, istilah tersebut digunakan secara umum untukIsu Global Gender

7

Saya ingin suami saya menggunakan metode Keluarga Berencana, tapi dia menolak. Dia hanya menyuruh saya menggunakannya, dengan metode yang ditentukan olehnya. Katanya, KB adalah urusan perempuan. Namun, ketika saya mau memakainya, harus bilang dulu pada suami!!!

menyebut kekuasaan laki-laki atau sistem yang membuat/ menjadikan perempuan dikuasai laki-laki (Bhasin, 1996: 1). 2.1 Sejarah Perjuangan Perempuan Internasional Seiring dengan perkembangan jaman, perempuan mulai menyadari perlakuan diskriminasi terhadap dirinya yang dilakukan oleh budaya yang dikonstruksi sedemikian rupa oleh masyarakat sehingga seolah-olah menjadi takdir. Sebagai organisasi internasional, PBB pun menyadari keadaan tersebut. Sebagai wujud kepedulian organisasi dunia itu terhadap permasalah tersebut dapat terlihat dari dicantumkannya persoalan kesetaraan perempuan dan laki-laki dalam Mukadimah Piagam PBB (1945). Dalam piagam dimaksud ditetapkan adanya hak-hak yang setara antara perempuan dan laki-laki. Kaum perempuan semakin gencar memperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender setelah PBB memasukkan ketetapan dalam mukadimah piagam tersebut menjadi bagian dari Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia pada tahun 1948.Isu Global Gender

8

Hal tersebut sejalan dengan berakhirnya perang dingin antara Blok Timur dan Blok Barat, yang kemudian berdampak pada pergeseran paradigma pembangunan dunia, terutama dalam hal pendekatan (dari pendekatan keamanan dan kestabilan security ke pendekatan kesejahteraan dan keadilan prosperity. Begitu pun dalam bidang ekonomi (dari pendekatan ekonomi produktif production centered development ke pemberdayaan masyarakat people centered development. Penetapan Deklarasi HAM PBB ini kemudian memunculkan konsep emansipasi. Konsep ini mengandung pengertian: upaya yang dilakukan kaum perempuan untuk mengejar ketertinggalan dari lakilaki, termasuk di dalamnya upaya untuk memperoleh kesamaan hak, peran, dan fungsi dalam berbagai aspek kehidupan. Karena dalam pelaksanaannya dilakukan dengan gencar secara fisik dan nonfisik, maka muncul istilah gerakan. Selanjutnya, emansipasi dipahami sebagai sebuah gerakan: gerakan emansipasi.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI (1988:255), emansipasi berarti pembebasan. Dalam hal isu perempuan, emansipasi mengandung pengertian upaya yang dilakukan perempuan untuk memperoleh kesamaan hak dengan laki-laki.

Pada 12 Juli 1963, muncul gerakan global yang dipelopori gerakan kaum perempuan. Gerakan ini berhasil mendeklarasikan suatu resolusi melalui Badan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC) nomor 861 F (XXVI). 9

Isu Global Gender

Resolusi tersebut diakomodasi pemerintah Indonesia dengan dibentuknya wadah perjuangan bernama Komite Nasional Kedudukan Wanita Indonesia (SK Menteri Negara Kesra No. 34/KPTS/Kesra/1968. Apa yang dimakasud Women in Development (WID) dan Women and Development (WAD)? Pada tahun 1975, di Meksiko City, PBB menyelenggarakan World Conference International Year of Women. Pertemuan di atas juga menghasilkan konsep WID (Women in Development). Konsep WID (perempuan dalam pembangunan) secara umum bertujuan untuk mengintegrasikan perempuan dalam pembangunan. Artinya, WID lebih menekankan pada partisipasi (keikutsertaan) perempuan dalam pembangunan. Pada tahun 1980 diselenggarakan World Conference UN Decade of Women. Konferensi ini menghasilkan konvensi tentang peniadaan (penghapusan) segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan atau disingkat CEDAW (Convention on the Elimination of all form of Discrimination Apa yang dihasilkan World Against Women). Pada Conference International pertemuan ini, pemeYear of Women? rintah Indonesia diwakili Deklarasi kesamaan antara perempuan oleh Menteri Muda UPW. dan laki-laki dalam hal: a) pendidikan dan pekerjaan; Empat tahun kemudian b) memprioritaskan pembangunan (1984), pemerintah bagi kaum perempuan; c) memperluas partisipasi perempuan Indonesia meratifikasi dalam pembangunan; d) tersedia data dan informasi tentang hasil konvensi tersebut.pastisipasi perempuan; e) pelaksanaan analisis perbedaan peran berdasarkan jenis kelamin.

Isu Global Gender

10

Tahun 1985, PBB membentuk badan yang bertugas melakukan studi, advokasi, kolaborasi, dan mendanai kegiatan kesetaraan gender secara internasional. Badan ini bernama UNIFEM (United Nation Fun for Women). Dari hasil studi badan ini diketahui bahwa konsep WID kurang berhasil karena lebih mengacu pada kuantitas (jumlah kesertaan). Maka WID diubah menjadi WAD (Women and Development atau perempuan dan pembangunan). Kata and atau dan dalam WAD lebih tepat karena menekankan pada mutu (kualitas kesertaan perempuan). Konsep WAD mengandung pengertian bahwa perempuan tidak cukup hanya dengan berpartisipasi, tapi juga harus memperlihatkan keberdayaan dan kemampuannya. Bagaimana perkembangan konsep WID dan WAD? Apa yang menjadi inti konsep GAD? Pada pertemuan the 34 th Commission on the Status of Women di Vienna tahun 1990, dilakukan analisis terhadap operasionalisasi pemberdayaan perempuan. Hasil studi yang dilakukan oleh Anderson (1992) dan Moser (1993), menunjukkan bahwa pemberdayaan perempuan tanpa melibatkan kaum laki-laki kurang menunjukkan hasil yang maksimal. Oleh karena itu, WAD akhirnya diubah menjadi Gender and Development (GAD). Intinya, GAD lebih menekankan pada prinsip hubungan kemitraan dan keharmonisan antara perempuan dan laki-laki. Konsep GAD tersebut dikukuhkan lagi dalam the International Conference on Population and Development (ICPD) di Kairo tahun 1994 dan dalam the 4 th World Conference of Women di Beijing tahun 1995.

Isu Global Gender

11

Dalam ICPD Kairo dilakukan penyamaan konsep, yakni bahwa pemberdayaan perempuan merupakan kondisi dasar untuk stabilisasi kependudukan dan pembangunan yang berkelanjutan, dengan menekankan pada: memberikan kesempatan dalam pendidikan, khususnya anak perempuan; keadilan dan kesetaraan gender; menurunkan tingkat kematian ibu, bayi, dan anak; persamaan hak dalam kesehatan reproduksi, termasuk KB. Kesepakatan ICPD ini memberikan kontribusi penting dalam konferensi-konferensi yang diadakan selanjutnya, seperti Konferensi Puncak Sedunia tentang Pembangunan Sosial dan Konferensi Wanita Sedunia keempat di Beijing. FWCW Beijing pada tahun 1995 menyerukan harus adanya komitmen pemerintah untuk meningkatkan status perempuan, yang meliputi: kesetaraan gender; keadialan gender; pemberdayaan perempuan; integrasi kependudukan kedalam kebijakan pembangunan yang berkesinambungan dan program penghapusan kemiskinan. Konferensi Beijing juga menghasilkan komitmen bersama tentang perbaikan terhadap status dan peranan perempuan dalam pembangunan, yaitu mulai dari tahap perumusan kebijaksanaan dan pelaksanaan sampai pada menikmati hasil-hasil pembangunan dengan mempraktikkan 12 titik kritis yang dihadapi perempuan yang telah disepakati.Isu Global Gender

12

12 Titik Kritis yang dihadapi Perempuan berdasarkan Konferensi Wanita Sedunia di Beijing, 1995:1. perempuan dan kemiskinan (struktural) 2. keterbatasan kesempatan pendidikan dan pelatihan 3. kesehatan dan hak reproduksi 4. kekerasan fisik 5. kekerasan di wilayah konflik militer 6. terbatasnya akses perempuan di bidang ekonomi produktif 7. keikutsertaan dalam pengambilan keputusan 8. terbatasnya kelembagaan/mekanisme dalam sektor pemerintah/non-pemerintah 9. perlindungan/pengayoman hak-hak asasi manusia 10. terbatasnya akses pada media massa 11. rentan terhadap pencemaran lingkungan 12. terbatasnya kesempatan mengembangkan potensi diri bagi anak perempuan

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa alur perkembangan konsep dan program gender seperti tergambar pada bagan berikut.BAGAN PERKEMBANGAN KONSEP DAN PROGRAM GENDERPerubahan Lingkungan Strategis ------------------- ICPD Cairo 1994 - FWCW 1995 - MDGS 2000

Peningkatan Peranan Perempuan (WID)

Pemberdayaan Perempuan (WAD)

Kesetaraan dan Keadilan Gender (GAD)

peningkatan aktivitas publik= beban ganda

peningkatan kualitas perempuan (sama dengan pria)

menciptakan iklim dan peluang yang sama

Isu Global Gender

13

Pada tahun 1999, di New York, the UN General Assembly mengadakan sesi spesial untuk membahas (mengkaji ulang) perkembangan pertemuan ICPD. Pertemuan sesi spesial ini menghasilkan kesepakatan (paket baru) yang dikenal dengan ICPD 5 . Paket baru yang dimaksud terdiri atas 4 (empat) standar area, yaitu: Pendidikan dan melek huruf; Pelayanan kesehatan reproduksi dan unmet need; Pengurangan jumlah kematian ibu; HIV dan AIDS. Tujuan khusus dalam ICPD 5 adalah: Akses universal terhadap pelayanan kesehatan reproduksi termasuk keluarga berencana dan kesehatan seksual; Akses terhadap pendidikan terutama untuk perempuan; Kesetaraan dan keadilan gender. Beberapa hal penting yang ditekankan dalam ICPD 5 adalah: Peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi; Kepastian kebebasan memilih dalam KB; Menghargai hak azasi manusia perempuan dan anak perempuan; Hak-hak reproduksi harus menjadi dasar fundamental (utama) bagi kebijakan dan program pemerintah yang didukung oleh masyarakat di bidang KB dan Kesehatan Reproduksi (KR).Isu Global Gender

14

Evaluasi lima tahunan ICPD kedua dilaksanakan pada tahun 2004. Sebagaimana dalam pembahasan (evaluasi) pertama pada 1999, pada evaluasi kedua juga menghasilkan kesepakatan bersama yang dikenal dengan sebutan ICPD 10 , yaitu sebagai berikut. Memperkecil Kesenjangan Gender Meningkatkan status perempuan dalam bidang politik, pendidikan, upah kerja, kesehatan, dan hak-hak reproduksi; Kesehatan reproduksi bagi remaja, meliputi: (1) pelayanan dan informasi kesehatan reproduksi; dan (2) HIV dan AIDS masih mengancam Sebelumnya, yaitu pada tahun 2000, wakil dari 187 negara berkumpul atas prakarsa PBB. Kegiatan ini menghasilkan Deklarasi PBB yang kemudian dikenal dengan Millenium Development Goals (MDGs). MDGs merupakan kesepakatan bersama untuk mengubah kehidupan masyarakat dunia, termasuk mengurangi separuh dari Apa sasaran MDGs? jumlah masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. 8 SASARAN MDGs Kesepakatan ini kemudian 1. Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan menjadi acuan dalam pelak2. Memenuhi standar pendidikan dasar sanaan pembangunan di 3. Meningkatkan keadilan dan kesetaraan gender dan seluruh negara berkembang, pemberdayaan perempuan termasuk Indonesia, yaitu 4. Mengurangi angka kematian bayi berupa 8 (delapan) sasaran/ 5. Meningkatkan kesehatan ibu 6. Memerangi HIV dan AIDS, tujuan pembangunan millenium. malaria, dan penyakit menularlainnya 7. Mengelola lingkungan hidup secara berkelanjutan 8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan

Isu Global Gender

15

2.2 Sejarah Perjuangan Perempuan Indonesia Setiap zaman ditandai oleh struktur sosial dan budaya yang berbeda. Oleh karenanya, setiap generasi suatu zaman mewakili sejarah zamannya masing-masing. Hal itu juga yang terjadi pada perjalanan perempuan Indonesia. Kaum perempuan Indonesia terus menata sejarahnya. Kartini adalah perempuan fenomenal yang namanya dihubung-hubungkan dengan perjuangan perempuan Indonesia. Hingga kini pun namanya masih harum, sebagaimana dalam lagunya: Ibu Kita Kartini. Namun, ada banyak nama di berbagai daerah yang tidak begitu dikenal, padahal sepak terjangnya begitu besar bagi perjuangan perempuan. Sebut saja misalnya Emmy Saelan yang gigih membantu perjuangan Wolter Monginsidi di Sulawesi Selatan. Periode Kerajaan Menuliskan sejarah perjuangan perempuan Indonesia, tidaklah adil jika tidak dimulai dengan periode kerajaan. Sebab, perjuangan perempuan pada periode ini tidak kalah heroiknya. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa perjuangan perempuan pada periode ini lebih berat karena kondisi sosial dan politik kerajaan berada di tangan raja dan kaum bangsawan yang sebagian besar adalah laki-laki. Merekalah pemegang kekuasaan dan hakhak istimewa. Dengan begitu, peluang bagi perempuan untuk tampil di panggung sejarah sangatlah kecil. Namun sejarah tetap saja mencatat beberapa nama perempuan meskipun kondisi sosial politik pada periode ini tidak memungkinkan. Misalnya Ratu Shima dari Kalinga (atau ada yang menyebut Kalingga). 16

Isu Global Gender

Ratu Shima memimpin kerajaan menggantikan ayahnya, Daputi Sailendra (buku Sejarah Nasional Jilid II). Selama memimpin kerajaan, Ratu Shima terkenal tegas. Kalinga adalah negeri yang makmur, rakyatnya tenteram dan damai. Ratu Shima juga menjalin hubungan diplomasi dan persahabatan dengan Kekaisaran Cina. Ratu Shima adalah generasi kedua Daputi Sailendra, moyang Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya, pendiri Dinasti Sanjaya. Dari penulusuran beberapa prasasti diketahui bahwa Kalinga terletak di Jawa Tengah bagian utara. Nama perempuan yang lainnya adalah Pramodawardhani dari Dinasti Sailendra (pemeluk Budha). Ia dikenal sebagai pelopor perkawinan lintas agama karena perkawinannya dengan Rakai Pikatan dari dinasti Sanjaya (pemeluk Hindu). Perkawinan dua dinasti berbeda agama dalam Kerajaan Mataram Lama ini merupakan kerkawinan lintas agama pertama yang tercatat dalam sejarah. Dan yang perlu dicatat adalah karena perkawinannya itulah kedua dinasti yang semula kerap berseteru (bermusuhan) itu menjadi rukun. Dari Majapahit, setelah kematian Raja Jayanegara, Tribuana Tungga Dewi naik tahta. Ia adalah adik perempuan Jayanegara. Tribuana menggantikan Jayanegara karena sang kakak tidak meninggalkan putera. Konon pada masa itu berlaku peraturan bahwa yang berhak menjadi pengganti raja adalah anak permaisuri, baik laki-laki maupun perempuan. Karenanya, beberapa ahli mencatat bahwa tradisi kepemimpinan Majapahit jauh lebih maju dalam menyetarakan laki-laki dan perempuan, meskipun pada saat itu budaya patrilineal (kekuasaan yang berpusat pada laki-laki) masih sangat dominan.Isu Global Gender

17

Di Aceh, setelah wafat Sultan Iskandar Sani, raja pada saat itu, Ratu Tajul Alam Syafiatuddin Syah muncul menggantikannya. Semula pencalonannya ditentang kaum ulama dengan berbagai dalil. Namun, ulama besar Nuruddin Ar-Raniri berhasil mematahkan semua dalil dan argumen para ulama lainnya waktu itu. Menurut catatan para musafir (orang yang melakukan perjalanan) dari Portugis, Prancis, Inggris, dan Belanda, disebutkan bahwa Ratu Tajul Alam memerintah dengan bijak, cakap, dan cerdas. Pada saat itu, adat dan sastra Aceh berkembang pesat. Sang Ratu kemudian membentuk barisan (divisi) perempuan pengawal istana yang diterjunkan dalam perang Malaka (1639). Masih banyak nama perempuan lain di beberapa kerajaan nusantara yang kiprahnya dalam perjuangan kaum perempuan patut dicatat. Periode Kolonial Perjuangan perempuan pada periode ini dilatari oleh semangat pembebasan dan perlawanan terhadap penjajah. Pada periode ini perjuangan perempuan dibagi tiga babak, yaitu perempuan mengangkat senjata, perempuan mendidik, dan babak perempuan berpolitik dan berorganisasi. Perempuan Mengangkat Senjata Sejak datang pada akhir abad XVI (1596), selama ratusan tahun Belanda terus mengeruk keuntungan dari tanah Indonesia yang menjadi jajahannya. Mereka melakukan monopoli perdagangan, merampas, dan mengeluarkan kebijakan tanam paksa. Diperlakukan sewenangwenang seperti itu, muncul perlawanan di seluruhIsu Global Gender

18

pelosok nusantara. Banyak yang berhasil mengusirnya untuk sementara waktu, tetapi tidak sedikit yang gagal. Sejumlah nama perempuan di beberapa daerah muncul pada periode ini. Bersama kaum lakilaki, mereka turut mengangkat senjata mengusir penjajah. Misalnya Cut Nyak Dhien dan Cut Nyak Muthia di Aceh; Raden Ayu Ageng Serang, Roro Gusik (istri Untung Surapati) di Jawa; Christina Martha Tiahahu di Maluku; dan sejumlah nama lainnya. Perempuan Mendidik Industri Eropa mulai tumbuh dan berkembang pasca tahun 1860. Hal ini menimbulkan persaingan di antara negara-negara Eropa, terutama dalam mencari bahan baku. Berbagai cara dilakukan, termasuk dengan memperluas daerah jajahan. Di Indonesia, sekitar tahun 1901 diberlakukan politik etis, yakni sebuah upaya Pemerintahan Kolonial Belanda untuk memajukan penduduk wilayah jajahan sebagai wujud balas budi atas keuntungan yang sudah dikeruknya. Salah satu upaya tersebut adalah dengan memberi peluang kepada penduduk wilayah jajahan (mereka menggunakan istilah pribumi) untuk mengenyam pendidikan hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Di kemudian hari, merekalah yang akan memperoleh kesempatan menjadi pegawai rendahan Pemerintah Kolonial. Mereka juga yang kemudian memiliki kesadaran meneruskan (menularkan/ mendiseminasikan) pengetahuan yang didapatnya kepada sesama pribumi.Isu Global Gender

19

Meskipun jumlah kaum perempuan yang beruntung memperoleh pendidikan itu tidak begitu banyak, tetapi usaha mereka untuk memajukan perempuan lainnya merupakan upaya cukup tepat. Mereka yang bergerak memajukan kaum perempuan dalam bidang pendidikan adalah R.A. Kartini di Jawa Tengah, Raden Dewi Sartika di Jawa Barat, Rohana Kudus di Minangkabau, Maria Walanda Maramis di Sulawesi Utara, Ny. Hj. Ahmad Dahlan di Yogyakarta, Ny. Hj. Rasuna Said di Sumatera Barat, dan beberapa nama lainnya yang melakukan usaha yang sama di daerah masing-masing. Perempuan Berorganisasi Pendidikan yang dikenyam pada masa kolonial melahirnya banyak perubahan pada diri kaum perempuan, di antaranya kesadaran untuk berorganisasi. Hal tersebut dilakukan demi keinginan terbebas dari belenggu penjajah, dan upaya menyelesaikan masalah sosial seperti pelacuran, permaduan (perempuan yang dimadu), perkawinan anak-anak, dan perdagangan perempuan dan anak-anak. Sadar bahwa berjuang sendiri-sendiri tidak akan memiliki arti apa-apa, mereka kemudian berkelompok dan membentuk organisasi. Menurut beberapa sumber sejarah, Poetri Mardika tercatat sebagai organisasi nasionalis perempuan pertama. Organisasi yang didirikan pada tahun 1912 ini kemudian diikuti oleh kelahiran organisasi lainnya seperti Poetri Sedjati, Wanita Oetama, Jong Java Meisjeskering, dan yang lainnya.

Isu Global Gender

20

Setelah tahun 1920, berdiri organisasi perempuan yang berbasis agama, di antaranya Aisiyyah, Muslimat NU, dan Poesara Wanita Katholik (yang dikemudian hari menjadi Persatuan Wanita Katolik Indonesia). Kemudian pada tahun 1928 di Yogyakarta diadakan Kongres Perempuan Indonesia pertama. Dihadiri oleh lebih dari 30 organisasi perempuan. Pokok-pokok yang dibahas adalah masalah pendidikan, reformasi perkawinan, koedukasi (perempuan dan laki-laki bersamasama sekolah dalam satu kelas), dan poligami. Pada kongres tersebut juga dibentuk Persatoean Perempoean Indonesia (PPI), yang setahun kemudian diubah menjadi Perikatan Perhimpoenan Perempuan Indonesia (PPPI). Organisasi ini banyak melakukan kegiatan yang memajukan pendidikan, menerbitkan majalah sendiri, dan membentuk panitia penghapusan perdagangan perempuan dan anak-anak. Kongres Perempuan Nasional berikutnya diadakan di Jakarta pada tahun 1935 dan mengubah nama Perikatan Perhimpoenan Perempuan Indonesia (PPPI) menjadi Kongres Perempuan Indonesia (KPI). Kongres berikutnya dilaksanakan di Bandung (1938) dan Semarang (1941). Satu-satunya organisasi yang mengecam politik kolonial Belanda dan anti-kapitalisme adalah Isteri Sedar. Organisasi ini berdiri tahun 1930, dan tidak bergabung dengan Kongres Perempuan Indonesia karena adanya perbedaan pandangan, terutama mengenai poligami.Isu Global Gender

21

Periode Pendudukan Jepang Pemerintahan Jepang di Indonesia waktu itu hanya mengijinkan satu organisasi perempuan, yaitu Fujinkai. Jepang menggunakannya untuk mengerahkan rakyat Indonesia sebagai tenaga sukarela. Fujinkai beranggotakan isteri pegawai negeri, dan menerapkan jabatan suami masing-masing sebagai hierarki jabatannya. Fokus kegiatan organisasi ini adalah berbagai kegiatan sosial dan pemberantasan buta huruf. Namun demikian, meski ada pelarangan dari pemerintah Jepang, ada kelompok perempuan yang gigih memperjuangkan haknya melalui gerakan bawah tanah. Mereka yang bernasib malang karena gerak-geriknya ketahuan Pemerintah Jepang, ditangkap dan dibunuh. Organisasi ini bernama Gerakan Wanita Sosialis. Periode Perang Kemerdekaan Di awal kemerdekaan, kaum perempuan turut ambil bagian dalam merumuskan kemerdekaan. Karenanya, dalam UUD 1945 dicantumkan hak-hak hukum dan politik kaum perempuan. Pada Desember 1945, diadakan Kongres Perempuan di Klaten. Dan pada kongres berikutnya (1946) di Solo, dibentuk Kongres Wanita Indonesia sebagai perhimpunan dari semua organisasi perempuan yang memberi dukungan pada kemerdekaan Republik Indonesia. Pada periode ini, mereka turut andil dalam perjuangan kemerdekaan dengan membuat dapur umum, bahkan ikut memanggul senjata di medan gerilya. Namun tidak lupa menyuarakan hak-haknya seperti upah kerja, pendidikan, perbaikan hukum perkawinan, dan hak lainnya.Isu Global Gender

22

Pada periode ini, terutama ketika Belanda kembali melakukan agresi setelah Perang Dunia II, kaum perempuan yang turut angkat senjata tergabung dalam organisasi seperti Laskar Organisasi Wanita (Laswi), Laskar Puteri Indonesia, Pusat Tenaga Perjoangan Wanita Indonesia, dll. Periode Orde Lama Pada periode ini poligami menjadi isu utama kaum perempuan. Terlebih saat Presiden Soekarno menikah lagi pada tahun 1954. Kekuatan kaum perempuan pun terpecah: yang mendukung (karena tidak mau dianggap anti-nasionalis dan antiSoekarno) dan yang mengecam tindakan Soekarno. Persatuan kaum perempuan pecah setelah pemilu pertama tahun 1955. Sebab, mereka menggabungkan diri kedalam partai politik yang masing-masing memberikan wadah bagi perempuan sebagai strategi menambah suara. Namun ada dua organisasi perempuan yang masih berdiri, yaitu Wanita Marhaen dan Gerakan Wanita Sedar (Gerwis) yang merupakan kelanjutan dari Isteri Sedar. Pada tahun 1954, Gerwis mengganti nama menjadi Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani). Gerwani berhasil mengantarkan anggotanya di kursi Parlemen hasil Pemilu 1955. Permasalahan yang diangkatnya adalah perkosaan, memperjuangan perempuan untuk jabatan lurah, mendirikan warung koperasi, mendukung gerakan tani, pemberantasan buta huruf, perubahan UU perkawinan agar lebih demokratis, menuntut hukuman berat bagi pelaku kasus perkosaan dan penculikan, dan merintis usaha ekonomi kaum tani dan buruh perempuan. Selain itu, organisasi ini menerbitkan majalah Api Kartini dan Berita Gerwani.Isu Global Gender

23

Periode Orde Baru Gerwani dibubarkan pada tahun 1966 dan ditetapkan sebagai organisasi terlarang oleh pemerintahan Orde Baru. Pada tahun 1978 dibentuk Kementerian Urusan Peranan Wanita. Gerakan perempuan pada periode ini memasuki kemunduran karena aturan yang dibuat pemerintah membuatnya tidak lagi independen. Penyeragaman dilakukan, terutama setelah dibentuk KOWANI. Organisasi ini dikendalikan pemerintah. Karenanya tidak memiliki daya kritis. Kegiatan organisasi ini sebatas lingkup domestik seperti bakti sosial dan arisan. Organisasi PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) yang awal dibentuknya (1957) adalah organisasi mandiri, dimasukkan di bawah asuhan Menteri Dalam Negeri. Orde Baru juga membentuk Dharma Wanita, yang pada praktiknya tidak lebih dari Fujinkai (organisasi perempuan bentukan Jepang). Namun demikian, keberhasilan Orde Baru dalam perjuangan kaum perempuan adalah terbitnya UU tentang perkawinan (1974). Terbitnya UU tersebut mengakhiri perdebatan panjang masalah poligami. Sekitar tahun 1970 - 1980-an mulai tumbuh gerakan intelektual perempuan dengan bermunculannya Lembaga Swadaya Masyarakat, yang membuka hubungan dengan lembaga donor dan pihak asing. Oleh karena itu, mulai mengenal isu-isu perempuan yang terjadi di tingkat internasional seperti aborsi, kekerasan domestik, dan sebagainya. Pada tahun 1984 berdiri Solidaritas Perempuan, yang menangani kasus perdagangan perempuan dan anak-anak. Setahun kemudian berdiri Kalyanamitra, yang dalam melakukan kegiatannya menggunakan metoda komunikasi dan pemberian informasi.Isu Global Gender

24

Ada juga Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, LBH APIK, dan disusul oleh kelahiran lembaga lainnya seperti Yayasan Panca Karsa di Mataram dan Sanggar Swara Perempuan di Kupang, serta yang lainnya. Periode Reformasi Ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi pada tahun 1997, dan Soeharto terpilih lagi dalam Pemilu tahun 1998, masyarakat yang dimotori mahasiswa mengemukakan ketidakpercayaannya terhadap Soeharto. Dengan melakukan demonstrasi, mahasiswa menuntut agar Soeharto mundur. Kaum perempuan menyokong perjuangan mahasiswa melalui Gerakan Ibu Peduli. Sejumlah tokoh perempuan menuntut penyelesaian atas tragedi 12-14 Mei 1998 di Jakarta karena banyak perempuan tidak berdosa yang menjadi korban kerusuhan (di antaranya terjadinya kasus perkosaan). Habibie, sebagai pengganti Soeharti ketika itu (1999) kemudian membentuk Komisi Nasional Perlindungan Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melalui Instruksi Presiden. Hingga sekarang Komnas Perempuan giat memasyarakatkan pengakuan atas hak-hak perempuan sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM). Pada saat pemerintah dipimpin oleh Gus Dur (Abdurrahman Wahid), keran demokrasi seakan diberi jalan. Para aktivis perempuan kembali menyuarakan kasus yang sebelumnya dianggap tabu, terutama yang berkaitan dengan ideologi komunis. Misalnya penahanan dan penyiksaan terhadap perempuan yang dianggap terlibat Partai Komunis Indonesia.Isu Global Gender

25

Gus Dur kemudian mengeluarkan Inpres nomor 9 tahun 2000 tentang Program Pengarusutamaan Gender. Melalui Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan, pemerintah gencar melakukan kampanye isu kesetaraan gender. Gus Dur digantikan oleh Megawati pada tahun 2001. Namun Kementerian Pemberdayaan Perempuan tetap dipertahankan, dan upaya Pengarusutamaan Gender melalui Inpres Nomor 9 tahun 2000 tetap dilakukan. Lebih dari itu, Pemerintahan Megawati juga memperhatikan masalah partisipasi perempuan dalam kehidupan publik dan jabatan politik strategis. Tuntutan kuota (jumlah kursi) 30 persen perempuan di lembaga legislatif disetujui dalam UU Pemilu yang baru di pasal 65. Namun kenyataannya, pada pemilu 2004, hanya 11 persen perempuan yang berhasil duduk di kursi legislatif. Alasan yang dikemukakan adalah sulitnya mencari kader perempuan yang berkualitas. Dalam periode ini disepakati adanya beberapa permasalahan mengenai perempuan di Indonesia. Melalui Pemilu langsung pada tahun 2004, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono memenuhi janjinya untuk menempatkan empat perempuan dalam kabinetnya.

Isu Global Gender

26

PERMASALAHAN PEREMPUAN DI INDONESIA1. Masih banyak peraturan/perundang-undangan yang diskriminatif terhadap perempuan. Misalnya UU Ketenagakerjaan. 2. Banyak kasus kekerasan (fisik/non-fisik) dan perkosaan terhadap perempuan. 3. Banyak kasus penipuan dan perdagangan perempuan. Misalnya kasus penipuan terhadap calon TKW. 4. Eksploitasi tubuh dan pornografi dengan alasan seni dan pariwisata. Misalnya pemuatan foto perempuan dengan busana seronok di majalah. 5. Budaya kawin muda yang diikuti perceraian. 6. Budaya melamar dengan mas kawin mahal sehingga seolah-olah jual beli perempuan. 7. Pemahaman dan penafsiran atas ajaran agama yang tidak memihak perempuan. Misalnya bapak adalah kepala RT dan pencari nafkah, tapi bukan berarti perempuan dilarang bekerja. 8. Masih ada budaya yang bias gender. Misalnya laki-laki tidak boleh mengerjakan pekerjaan perempuan dan sebaliknya. 9. Masih ada yang berpendapat bahwa KB adalah urusan perempuan, dan tabu membicarakan masalah kesehatan reproduksi secara terbuka. 10. Hak reproduksi masih didominasi laki-laki. Misalnya dalam menentukan jumlah anak dan metoda kontrasepsi.

Isu Global Gender

27

C.

RANGKUMAN Perjuangan perempuan mengemuka bersamaan dengan pergeseran paradigma pembangunan dari pendekatan produksi ke pendekatan kemanusiaan dalam suasana yang lebih demokratis dan terbuka. Perjuangan perempuan muncul karena mulai tumbuhnya kesadaran kaum perempuan atas kondisi sosial yang semakin tidak memihak perempuan. Kaum perempuan menyadari bahwa ketertinggalannya dari kaum laki-laki sangatlah merugikan dirinya, dan itu tidak terjadi dengan sendirinya. Kondisi tersebut pastilah diciptakan, atau tercipta sebagai akibat dari sesuatu yang salah. Menyadari isu yang menggejala ini, PBB kemudian menanggapinya dengan memasukkan konsep emansipasi sebagai bagian dari HAM, yang kemudian dideklarasikan. Emansipasi pada intinya adalah upaya yang dilakukan kaum perempuan untuk mengejar ketertinggalan dari laki-laki, termasuk di dalamnya upaya untuk memperoleh kesamaan hak, peran, dan fungsi dalam berbagai aspek kehidupan. Hal itu kemudian ditindaklanjuti dalam konferensikonferensi tingkat dunia berikutnya seperti ICPD tahun 1994 (dievaluasi setiap lima tahun: 1999 [ ICPD 5 ] dan 2004 [ ICPD 10 ]), FWCW tahun 1995, dan MDGs tahun 2000, yang intinya adalah terciptanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dengan melihat aspek sosial, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan menuju pembangunan berkelanjutan. Atau dengan kata lain terciptanya kesetaraan dan keadilan dalam hal akses, peran, dan kontrol antara laki-laki dan perempuan dalam pembangunan, baik dalam perencanaan, proses, dan menikmati hasil pembangunan.

Isu Global Gender

28

Sejarah Indonesia mencatat bahwa perjuangan perempuan dimulai sejak zaman kerajaan hingga periode reformasi saat ini. Sejumlah nama perempuan yang selama hidupnya gigih memperjuangkan kaum kesetaraan antara perempuan dengan laki-laki, di antaranya: Pramodawardhani, Tribuana Tungga Dewi, Ratu Tajul Alam, Kristina Martha Tiyahahu, Raden Ageng Serang, Kartini, Dewi Sartika, Rohana Kudus, dan perempuan lainnya dalam bidang yang berlainan. Dalam perkembangan berikutnya, dilaksanakan berbagai pertemuan untuk membahas permasalahan perempuan dan memecahkannya secara bersamasama. Dari pertemuan-pertemuan tersebut dihasilkan kesepakatan bersama, sebagai manifestasi (perwujudan) dari niat dan komitmen untuk memperkecil bahkan menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan. Konsep ini kemudian dikenal dengan sebutan keadilan dan kesetaran gender (KKG). Indonesia juga tidak ketinggalan. Hal ini terbukti dengan turut aktifnya perwakilan Indonesia dalam berbagai konferensi tentang perempuan, bahkan sebagai salah satu negara penandatangan kesepakatan MDGs. Komitmen untuk mencioptakan KKG ini juga dibuktikan dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) nomor 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender yang diikuti oleh kebijakan dan peraturan lainnya.

Isu Global Gender

29

D.

TES FORMATIF Untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi kegiatan belajar 1, kerjakanlah soalsoal di bawah ini. 1) Berilah tanda silang (X) pada B bila pernyataan di bawah ini benar, dan S bila salah. 2) Untuk mengganti pilihan jawaban, lingkarilah dengan tanda silang (X) terhadap jawaban yang telah dipilih tersebut. 1. BS Seiring dengan perubahan paradigma pembangunan, maka terjadi perubahan pendekatan: dari pendekatan produksi (product centered development) menjadi pendekatan kemanusiaan (people centered development). Secara umum, konsep WID bertujuan mengintegrasikan perempuan dalam pembangunan. WAD menekankan pada keikutsertaan (par tisipasi) perempuan dalam pembangunan. Emansipasi adalah upaya yang dilakukan perempuan, dengan segala macam cara, untuk memperoleh kesamaan hak dengan laki-laki.

2.

BS

3.

BS

4.

BS

Isu Global Gender

30

5.

BS

GAD adalah suatu pendekatan yang menekankan pada prinsip membangun kemitraan dan keharmonisan antara perempuan dengan laki-laki. Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) merupakan salah satu hasil kesepakatan ICPD 5 . Salah satu dari 8 sasaran MDGs tahun 2000 adalah meningkatkan keadilan dan kesetaraan gender serta pemberdayaan perempuan. Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) mulai menjadi perhatian dalam ICPD 5 . MDGs merupakan kesepakatan bersama untuk mengubah kehidupan ma-syarakat dunia. Keprihatinan dunia terhadap perempuan dan kemiskinan menjadikan masalah tersebut sebagai satu dari 12 titik kritis Konferensi Wanita Sedunia di Beijing.

6.

BS

7.

BS

8.

BS

9.

BS

10. B S

Isu Global Gender

31

E.

UMPAN BALIK Cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang ada di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian gunakanlah formula di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda.Jumlah soal yang dijawab benar ---------------------------------------- X 100% Jumlah keseluruhan soal

Kategori tingkat penguasaan yang Anda capai: > 81 % = Baik 60 80 % = Cukup < 60 % = Kurang Jika tingkat kategori penguasaan Anda sudah baik, maka lanjutkanlah latihan dengan menerapkan pola diskusi dengan mitra kerja Anda. Tetapi, bila penguasaan Anda masih dalam tingkat kategori cukup, apalagi kurang, maka cobalah mempelajari ulang seluruh materi modul ini sehingga penguasaan Anda pada tes formatif berikutnya berada pada tingkat kategori baik.

Isu Global Gender

32

Kegiatan Belajar Dua KONDISI PEREMPUAN DI INDONESIAA. INDIKATOR KEBERHASILAN Setelah mempelajari materi ini, Anda dapat menjelaskan isu global gender yang mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia di segala bidang. B. URAIAN MATERI 1. PEREMPUAN INDONESIA DI BERBAGAI BIDANG Bagaimana kondisi perempuan di dunia? Berdasarkan hasil penelitian, UNDP (1995) melaporkan bahwa 70 persen dari masyarakat miskin di dunia saat ini adalah perempuan. Namun, laporan UNFPA (1997) lebih mengagetkan lagi. Dalam laporan tersebut dikemukakan bahwa jumlah kematian ibu di dunia meningkat setiap satu menit karena gangguan kehamilan; 150 juta perempuan yang ingin menjarakkan kehamilannya tidak berdaya, dan mengakibatkan 45 juta di antaranyaIsu Global Gender

33

memilih aborsi; 200 ribu perempuan meninggal setiap tahun akibat buruknya pelayanan kontrasepsi; 120 juta perempuan di dunia mengalami kerusakan kelamin akibat penyunatan (sunat); dan 2 juta perempuan (usia 515 tahun) dipaksa masuk pasaran seks (Amiruddin, 2003:1). Sementara itu, jumlah perempuan yang terinfeksi HIV juga sangat memprihatinkan. UNAIDS melaporkan, di antara 39,4 juta penduduk dunia yang terinfeksi HIV, 17,6 di antaranya adalah perempuan. Dari 14.000 infeksi baru HIV yang terjadi setiap hari, 6.000 kasus baru tersebut terjadi pada perempuan. 95% infeksi baru dimaksud terjadi di negara berkembang (UNAIDS, 2004). Dalam hal upah kerja, upah perempuan rata-rata sebesar 77 persen dari upah laki-laki (di negara industri), dan di negara berkembang sebesar 73 persen dari upah laki-laki. Di bidang keterwakilan politik (aspirasi), tak satu pun negara sedang berkembang yang memiliki jumlah menteri perempuan lebih dari 8 persen (laporan Bank Dunia, 2001). Bagaimana kondisi perempuan Indonesia? Secara umum kondisi perempuan Indonesia dapat dili-hat dari Human Development Index, yang salah satu parameternya adalah kesetaraan gender. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia pada tahun 2005 adalah ke-110 dari 177 negara. Peringkat tersebut naik menjadi ke-108 pada tahun 2006 (Jurnal Nasional edisi 7 Desember 2006). Sementara itu data mengenai Indeks Pembangunan Gender (Gender-related Development Index), Indonesia menduduki peringkat ke-90.Isu Global Gender

34

Apa itu GDI?GDI (Gender-related Development Index) atau Indeks Pembangunan Gender. GDI merupakan penanda (angka, ciri-ciri, dll) yang menunjukkan atau dapat mewakili tingkat pembangunan pada laki-laki dan perempuan. GDI mengacu pada angka harapan hidup, angka melek huruf, partisipasi murid sekolah, dan GDP riil per kapita.

Dalam bidang pendidikan, jumlah angka putus sekolah didominasi anak perempuan. Atau jika dibandingkan, dari 6 juta anak, untuk setiap 3 murid laki-laki, terdapat 7 anak perempuan yang putus sekolah. Sementara itu, dari 44 juta anak usia sekolah, sejumlah 47 persen belum mendapatkan pendidikan dasar, dan 75 persen di antaranya adalah anak perempuan (CETRO,

2001). Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003 menunjukkan, tingkat melek huruf perempuan masih di bawah laki-laki. Tingkat melek huruf perempuan usia di atas 15 tahun adalah 86,4 persen. Sementara pada usia yang sama, tingkat melek huruf laki-laki adalah 92,9 persen. Di bidang kesehatan lebih mencengangkan lagi. Peringkat Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah yang terburuk di ASEAN, yakni mencapai 307 per 100.000 kelahiran (SDKI 2002-2003). Kasus HIV dan AIDS yang dikeluarkan Depkes RI mencapai 7.098 kasus (sejak tahun 1987). Perkiraan the Join United Nation Programmes on HIV/AIDS (UNAIDS) mengenai jumlah penderita HIV dan AIDS di Indonesia mencapai 110.000 kasus. Di antara jumlah tersebut, 15.000 adalah perempuan usia 1549 tahun (UNAIDS, 2004 dalam Jurnal Perempuan edisi Juli 2006).Isu Global Gender

35

Berdasarkan data dari ILO (International Labour Organization), ditemukan terjadinya diskriminasi perempuan di pasar kerja. Dari sekitar 51 persen perempuan usia produktif di Indonesia, hanya 37,2 persen yang berhasil masuk angakatan kerja. Di antara mereka yang masuk angkatan kerja pun bukan berarti tanpa masalah. Sebab, di beberapa tempat terjadi sistem pengupahan yang berbeda dengan tenaga kerja laki-laki, dan peraturan kerja lain (cuti hamil, dll) yang tidak memihak perempuan. Pada ranah privat, data dari Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan menunjukkan angka 11,4 persen dari 217 juta penduduk Indonesia, atau sekitar 24 juta perempuan (terutama di pedesaan), mengaku mengalami kekerasan. Sebagian besar dari jumlah kasus tersebut terjadi dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami atau ayah. Belum lagi angka-angka yang dilansir beberapa LSM yang peduli terhadap kasus tersebut. Sementara di ranah publik, persoalan perempuan paling akut adalah rendahnya partisipasi mereka dalam bidang politik. Persentase perempuan yang menjadi anggota MPR RI hanya 9,2 persen. Sementara jumlah anggota MPR laki-laki adalah 90,8 persen. Di DPR RI, keanggotaan perempuan hanya 9 persen (CETRO, 2001). Padahal perundangundangan telah menetapkan sejumlah 30 persen kursi bagi perempuan di parlemen. 2. KONTRIBUSI KONDISI SOSIAL BUDAYA DALAM PERMASALAHAN GENDER Kondisi perempuan hingga seperti yang dipaparkan di atas disebabkan oleh banyak hal: sosial budaya, tafsir agama, hukum/ peraturan, dll.Isu Global Gender

36

Namun yang dibahas dalam materi ini lebih menitikberatkan pada aspek sosial budaya. Apa yang dimaksud kondisi sosial budaya? Yang dimaksud kondisi sosial budaya adalah keadaan atau kondisi yang sengaja dan/ atau tidak sengaja dicipta atau dikreasi oleh orang-orang yang tinggal dalam wilayah teritori tertentu, kemudian menjadi sebuah kelaziman sehingga dengan sendirinya terwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, bahkan menjadi identitas atau ciri khas daerah/wilayah tersebut. Inilah yang oleh beberapa antropolog dan ahli sosiologi dinamakan konstruksi sosial (social construction). Masih ingat istilah kanca wingking? Ya, istilah ini identik dengan posisi perempuan di dalam keluarga. Kanca wingking berarti bahwa perempuan adalah teman yang berada di garis belakang (dari kata konco dan wingking, bahasa Jawa). Kata belakang dalam pernyataan kanca wingking mengacu pada sektor atau ranah domestik, yaitu kawasan sekitar rumah tangga. Benarkah itu kodrat? Di banyak literatur tentang perempuan, terutama menyangkut posisinya dalam kehidupan sosial, kodrat dimaknai sebagai potensi biologis yang dimiliki laki-laki dan perempuan yang secara fisik ada sejak lahir dan tidak dapat diubah. Kalau kanca wingking adalah kodrat perempuan, mengapa banyak laki-laki yang pandai memasak? Artinya, sektor domestik adalah kawasan laki-laki dan perempuan. Sebab, yang dinamakan kodrat perempuan adalah sesuatu yang ada dan terjadi hanya pada perempuan.Isu Global Gender

37

Misalnya jenis kelamin (seks), menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui. Jadi, dengan jelas dapat dikatakan bahwa istilah kanca wingking bagi perempuan bukan kodrat. Kanca wingking hanyalah peran kultural. Artinya, peran yang diciptakan oleh manusia melalui proses sejarah. Yang disebut peran kultural hanya bersifat lokal dan tidak permanen (dapat diubah/berubah). Kanca wingking dikonstruksi sedemikian rupa oleh sosial dan kultural bahkan sejarah sehingga seolaholah merupakan kodrat. Bagaimana konstruksi K o ns t r uk s i s o s ia l , terutam a tentang gender, berlangsung melalui tahap so sial isas i. P ros es tersebut berlangsung lama dan terusmenerus, dilakukan di dalam keluarga dan masyarakat. Proses sosialisasi ini disebut penggenderan (gendering). sosial bisa terjadi?Penggenderan (gendering) adalah proses sosialisasi yang mengajarkan kepada anak mengenai peran gender, termasuk mengajari bagaimana mereka seharusnya berperilaku, untuk menjadi bagian dari masyarakat tempat mereka lahir (Bhasin, 2003:16)

Menurut Ruth Hartley, proses sosialisasi tersebut dilakukan melalui empat proses, yaitu manipulasi, penyaluran (canalisation), sebutan lisan, dan terkena ekspos dari aktivitas. Manipulasi disebut juga pencetakan, yaitu cara seseorang mengurus anak. Misalnya, sejak kecil anakIsu Global Gender

38

laki-laki diperlakukan sebagai mahluk yang kuat, sementara anak perempuan harus menurut ditata rambutnya oleh sang ibu dengan alasan agar cantik. Proses ini membekas diingatan anak. Pengalaman fisik di awal kanak-kanak ini berpengaruh dalam pembentukan persepsi diri anak (sebagai laki-laki maupun sebagai perempuan). Mestinya, kondisi bilogis anak sebagai laki-laki maupun sebagai perempuan harus ditekankan sebagai kodrat. Namun perlu disampaikan juga kepada anak bahwa peran-peran sosial atas kondisi biologis (jenis kelamin) dapat dipertukarkan. Peny al uran (canalisation) adalah proses pengarahan yang melibatkan perhatian anak (lakilaki maupun perempuan) terhadap obyek atau aspek dari obyek. Misalnya, memberikan anak perempuan boneka, panci-pancian atau wajan untuk bermain, sementara anak laki-laki diberikan pistol-pistolan, pesawat, atau mobil. Melalui proses ini, anak dikenalkan dengan sektor-sektor atau ranah yang akan mereka tempati. Melalui proses ini anak akan mengembangkan kemampuan, sikap, aspirasi, dan cita-cita untuk masa depan. Sebutan lisan adalah pemberian identitas secara verbal (melalui bahasa). Misalnya dengan mengatakan Oh, betapa cantiknya kamu, nak kepada anak perempuan, dan mengatakan Kamu tampak kuat dan gagah kepada anak laki-laki. Dari hasil studi psikologis, penyebutan seperti itu ternyata akan membuat anak mengkonstruksi identitas diri (sebagai laki-laki dan perempuan). Anak akan belajar memikirkan diri mereka dan kemudian mengidentifikasi diri mereka dengan laki-laki atau perempuan lain.Isu Global Gender

39

Terkena ekspos dari aktivitas, maksudnya bahwa baik laki-laki maupun perempuan akan terkena ekspos dari aktivitas maskulin dan feminin yang dilakukan semenjak kecil. Misalnya, anak perempuan diminta untuk membantu ibunya memasak di dapur, dan anak laki-laki diminta menemani ayahnya di luar. Melalui proses ini anak menangkap makna maskulin dan feminin kemudian (dengan hampir tidak disadari) akan melakukan internalisasi. Proses tersebut terus belanjut dari satu generasi ke generasi berikutnya. Proses tersebut umumnya jarang dilakukan melalui cara pemaksaan. Namun demikian, dukungan yang begitu gencar dari faktor sosiokultural lainnya, seperti televisi dan buku-buku, membuat proses tersebut berjalan lancar. Di hampir semua daerah di Indonesia, anggapan perempuan adalah makhluk lemah (secara fisik dan psikis) sudah bukan barang baru lagi. Anggapan seperti itu terus bertahan sehingga menjadi budaya, bahkan seolah-olah memang demikianlah Tuhan menciptakan kondisi perempuan. Anggapan seperti ini menyebabkan perempuan dinomorduakan. Ia tidak perlu berkualitas, tidak perlu sekolah dan terasing dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perempuan menjadi bodoh dan tuna pekerjaan (jobless). Salah satu solusi yang ditawarkan adalah orangtua mengawinkannya, meskipun usianya masih muda. Sesungguhnya, solusi menikah bukanlah yang terbaik. Secara fisik dan psikologis ia masih tergolong remaja. Ditambah dengan ketidaksiapan pengetahuan tentang cara menjadi seorang istri dan ibu.

Isu Global Gender

40

Apa akibatnya? Dalam rumah tangga, perempuan tidak diberi peran dalam pengambilan keputusan. Segalanya tetap didominasi suami. Bahkan istri kerap menjadi korban dari keputusan salah yang diambil oleh suami. Misalnya, suami menyerahkan urusan anak kepada istri, sementara pengetahuan istri tentang hal tersebut tidak ada. Hal lain adalah ketidaksiapan pengetahuan perempuan dalam hal kesehatan reproduksi. Sementara di pihak lain, suami seolah-olah tidak mau tahu. Karena menurutnya, seperti halnya pengasuhan anak, urusan reproduksi pun adalah urusan perempuan/ istri. Tugas suami adalah mencari nafkah. Akibatnya, generasi yang dihasilkan adalah generasi yang dibesarkan oleh ibu yang tidak banyak tahu tentang peran dan tugas keibuannya dengan benar; ibu yang tidak bisa meningkatkan posisi tawarnya di depan suami/ laki-laki; ibu yang tidak tahu tentang kesehatan reproduksi; ibu yang tidak tahu cara pengasuhan anak yang benar; ibu yang tidak banyak tahu tentang ilmu pengetahuan dan teknologi. Di tambah lagi oleh banyak hal yang menjadi kekurangan ayahnya. Akibat jangka panjang dari semua itu sudah terbukti, yaitu terjadinya kemiskinan dan ketidakberdayaan pada perempuan. Kalau pandangan sosial budaya terhadap perempuan tersebut tidak segara diubah, keadaan perempuan tidak akan berubah.

Isu Global Gender

41

C.

RANGKUMAN Dalam berbagai hal, kondisi perempuan sangat memprihatinkan. Data-data yang dikeluarkan oleh berbagai pihak, berdasarkan hasil penelitian dan analisis, menunjukkan bahwa perempuan tertinggal dibanding laki-laki. Kalaupun ada angka yang didominasi perempuan, posisinya bukan sebagai prestasi, melainkan sebagai korban. Kenapa hal tersebut terjadi? Dalam beberapa literatur tentang gender disebutkan bahwa terdapat banyak faktor yang menjadi penyebab munculnya permasalahan gender. Di antara sekian banyak faktor tersebut salah satunya adalah kondisi sosial budaya. Yang dimaksud kondisi sosial budaya adalah keadaan atau kondisi yang sengaja dan/ atau tidak sengaja dicipta atau dikreasi oleh orang-orang yang tinggal dalam wilayah teritori tertentu, kemudian menjadi sebuah kelaziman sehingga dengan sendirinya terwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, bahkan menjadi identitas. Inilah yang oleh beberapa antropolog dan ahli sosiologi dinamakan konstruksi sosial (social construction). Konstruksi sosial tentang gender berlangsung melalui tahapan sosialisasi yang dinamakan gendering (penggenderan). Ruth Hartley membagi proses sosialisasi tersebut menjadi empat proses: (1) manipulasi (pencetakan); (2) penyaluran (canalisation); (3) sebutan lisan (pemberian identitas secara verbal); dan (4) terkena ekspose dari aktivitas.Isu Global Gender

42

Istilah konco wingking yang ditujukan dan melekat menjadi identitas kaum perempuan menjadikan perempuan sebagai pemeran figuran dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Hal tersebut menjadikan perempuan tidak memiliki posisi tawar: ia tidak diberi kesempatan dalam pengambilan keputusan dalam berbagai hal. Di sisi lain, secara psikologis, kondisi tersebut menjadikan laki-laki merasa sebagai penguasa: bahwa perempuan, baik istri maupun anak, adalah miliknya yang bisa diperlakukan sekehendak hati. Maka yang terjadi adalah perilaku sewenang-wenang, seper ti kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, perkosaan, dsb.

Isu Global Gender

43

D.

TES FORMATIF Untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2, maka kerjakanlah soal-soal di bawah ini. 1) Berilah tanda silang (X) pada B bila pernyataan di bawah ini benar, dan huruf S bila salah. 2) Untuk mengganti pilihan jawaban, lingkarilah dengan tanda silang (X) jawaban yang telah dipilih. 1. B S 2. B S Angka kematian ibu di Indonesia adalah yang terburuk di ASEAN. Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2002-2003 menunjukkan bahwa tingkat melek huruf perempuan Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Kodrat perempuan adalah potensi biologis yang dimiliki perempuan dan ada sejak lahir serta tidak dapat diubah. Sebutan lisan adalah pemberian identitas secara verbal (menggunakan bahasa) kepada anak yang kemudian dijadikan identitas diri oleh si anak. Proses sosialisasi yang mengajarkan kepada anak tentang peran gender (proses konstruksi sosial gender) disebut gender-related. Jumlah 30 persen kuota perempuan di parlemen adalah usaha mewujudkan kesetaraan gender di bidang politik.Isu Global Gender

3. B S

4. B S

5. B S

6. B S

44

7. B S

Memperlakukan anak laki-laki sebagai sebagai mahluk kuat dan menjadikan anak perempuan agar cantik menawan adalah salah satu contoh proses manipulasi. GDI mengacu pada angka harapan hidup, angka melek huruf, partisipasi murid sekolah, dan GDP riil per kapita. Kawin di usia muda yang banyak terjadi di Indonesia merupakan bentuk budaya yang merugikan kaum perempuan. Karena di berbagai hal perempuan tertinggal dari laki-laki, maka gender adalah urusan perempuan.

8. B S

9. B S

10. B S

Isu Global Gender

45

E.

UMPAN BALIK Cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang ada di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian gunakanlah formula di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda.Jumlah soal yang dijawab benar ---------------------------------------- X 100% Jumlah keseluruhan soal

Kategori tingkat penguasaan yang Anda capai: > 81 % = Baik 60 80 % = Cukup < 60 % = Kurang Jika tingkat kategori penguasaan Anda sudah baik, maka lanjutkanlah latihan dengan menerapkan pola diskusi dengan mitra kerja Anda. Tetapi bila penguasaan Anda masih dalam tingkat kategori cukup, apalagi kurang, maka cobalah mempelajari ulang seluruh materi modul ini sehingga penguasaan Anda pada tes formatif berikutnya berada pada tingkat kategori baik.

Isu Global Gender

46

Isu Global Gender

47

BAB III PENUTUP

Isu gender mengemuka sebagai upaya mengangkat realitas yang dinilai lebih memihak salah satu jenis kelamin dan merugikan, bahkan merendahkan, jenis kelamin yang satunya. Melalui perjuangan kaum perempuan dalam mengupayakan kesamaan haknya dengan kaum laki-laki, maka PBB memasukkan konsep emansipasi sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia sebagaimana tertuang dalam Deklarasi HAM PBB. Dari peristiwa inilah wacana gender terus mengemuka dan menjadi topik pembicaraan dalam berbagai pertemuan pemimpin dunia. Hal itu demi terciptanya sebuah kondisi kehidupan/ peradaban yang menempatkan perempuan dan laki-laki secara setara dan adil. Inilah yang kemudian dikenal dengan istilah Kesetaraan (equality) dan Keadilan (equity) Gender (KKG). PBB melalui Millenium Development Goals (MDGs) memasukkan kesetaraan dan keadilan gender serta pemberdayaan perempuan sebagai satu di antara 8 (delapan) sasarannya. Hal itu menjadi kesepakatan bersama dan harus diwujudkan di setiap negara yang ikut meratifikasinya.Pemerintah Indonesia kemudian mengeluarkan Inpres Nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan.Isu Global Gender

48

Untuk mewujudkannya, diperlukan upaya dari berbagai pihak. Salah satunya adalah dengan mengubah pola pikir (mindset) masyarakat tentang posisi perempuan dan lakilaki, mengungkap kondisi riil yang terjadi yang akan diubah, mengungkap jalan panjang perjuangan kaum perempuan dalam mewujudkan kesamaan hak dengan laki-laki, dan mengungkap berbagai kondisi yang menjadi penyebab terjadinya diskriminasi terhadap perempuan. Perkembangan ilmu sosial yang mengungkap isu global gender serta langkah-langkah antisipatif pemerintah Indonesia akan dibahas secara rinci dalam modul Teori dan Konsep Gender (Modul 2).

Isu Global Gender

49

KUNCI JAWABAN

Isu Global Gender

50

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Amiruddin, Mariana. 2003. Kesehatan dan Hak Reproduksi Perempuan: Panduan untuk Jurnalis. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan. Bhasin, Kamla. 2003. Memahami Gender. Jakarta: Teplok Press. . 2003. Menggugat Patriarki: Pengantar tentang Persoalan Dominasi terhadap Perempuan. Yogyakarta: Bentang. BKKBN. 2004. Isu Gender dalam KB dan KR: Analisis Lanjut SDKI 2002-2003. Jakarta: BKKBN. Darahim, Andarus. 2006. Pengintegrasian Materi Gender kedalam Kurikulum Diklatpim (makalah). M. King, Elizabeth. 2005. En-Gendering Development: Pembangunan Berperspektif Gender (Laporan Penelitian Kebijakan World Bank). Jakarta: Dian Rakyat. Murfitriati, dkk. 2006. Isu Global Gender: Bahan Bacaan 1 TOT Gender dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: BKKBN dan UNFPA.Isu Global Gender

51

Kementerian Negara PP, BKKBN, UNFPA. 2005. Bunga Rampai Pengarusutamaan Gender (PUG). Jakarta: Kementerian Negara PP, BKKBN, UNFPA. Jurnal Perempuan Edisi 26, Desember 2002: Kekerasan Terhadap Perempuan Edisi 42, Juli 2005: Mengurai Kemiskinan: Dimana Perempuan? Edisi 43, September 2005: Melindungi Perempuan dari HIV/AIDS - Edisi 46, Maret 2006: Sudahkah Anggaran Kita Sensitif Gender? Edisi 48, Juli 2006: Pengetahuan Perempuan Harian Jurnal Nasional edisi 7 Desember 2006: Pembangunan SDM Masih Terabaikan. Majalah Tempo Edisi 18-24 Desember 2006: Bukan Perempuan Biasa Majalah Gatra Edisi April 2004: Bukan Sekadar Kartini

Isu Global Gender

52