istarno

8
Ekstraksi bangungan dari data LIDAR untuk pembentukan model tiga dimensi Istarno a) , Hartono b) , Dulbahri b) dan Subaryono a) a) Staf Jurusan Teknik Geodesi, FT. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta b) Staf Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Ringkasan Dalam kajian ini dikemukakan metoda ekstraksi bangunan dari data Lidar . Algoritma ektrasi berdasar segmentasi obyek untuk memudahkan proses Laser points. Penentuan per- mukaan atap bangunan dipandu dengan tumpangsusun citra sebagai control kualitas dan posisi bagian tepi batas bidang atap lebih teliti jika struktur bangun bangunan terlihat pada citra. Vektor Tapak bangunan 2D akan menentukan ketelitian alignmen bidang bangunan dan posisi dinding. Tampilan model 3D dengan menyederhanakan model vektor dari bentuk kecil dan detil serta ketidaklengkapan struktur bidang atap, bidang atas, bidang samping dan bidang dasar serta pembentukan dinding yang dimulai di bawah ground pada posisi dari footprint. Kata kunci : Ekstraksi bangunan, data Lidar, kontrol kualitas, model 3D 1 Pendahuluan Pembuatan Model Permukaan Digital (MPD) merupakan aplikasi yang paling banyak diperoleh dari data Lidar untuk daerah terbuka maupun daerah yang memiliki banyak bangunan dan vegetasi. Lidar dapat digunakan untuk daerah yang mempunyai bangunan dan vegetasi kare- na kemampuannya merekam pantulan pertama dan terakhir dari sinyal yang dipancarkan ke permukaan bumi. Aplikasi data Lidar untuk ekstraksi bangunan untuk mewujudkan dalam pembuatan model kota 3 dimensi. Deteksi bangunan dari data Lidar merupakan salah satu bagian dari proses segmentasi Lidar. Dalam rangka untuk memperoleh model bangunan 3D, terlebih dahulu seluruh area bangunan akan dapat dideteksi dan diekstraksi dari data Lidar. Pendekatan berbasis citra untuk otoma- tisasi ekstraksi bangunan secara umum tergantung dari kelengkapan fitur yang akan diekstrak dari data citra. Algoritma yang digunakan untuk melakukan ekstraksi data akan mempengaruhi hasilnya dan sering kali menghasilkan fitur-fitur yang tidak lengkap di mana banyak fitur yang hilang. Modifikasi pada algoritma ekstraksi fitur dan perbaikan fitur-fitur hasil ekstraksi, meru- pakan pokok persoalan dalam melakukan otomatisasi ekstraksi bangunan. Algoritma-algoritma pembagian citra, pada kondisi tertentu, kemungkinan besar akan menghasilkan pembagian ja- rak pada citra yang tidak bersesuaian dengan pembagian pada jarak antar obyek menurut ke- nampakan permukaan. Persoalan ini biasanya disebabkan dengan segmentasi berlebih (over- segmentation) dan segmentasi kurang (under-segmentation) pada data citra. Sebagai akibat dari over-segmentation dan under-segmentation ini, otomatisasi system akan tidak sempurna dalam merekonstruksi model bangunan 3D (Rottensteiner, et. al, 2005). Berbagai macam pendekatan untuk melakukan otomatisasi ekstraksi bangunan memperoleh fitur-fitur citra yang tidak lengkap dan hilang dalam berbagai cara. Pendekatan semi-otomatis (semi-automated) biasanya terfokus pada bagian yang saling mempengaruhi pada interpretasi citra, yang dapat menjamin keandalan dan kelengkapan ekstraksi fitur oleh operator (Baltsavias, 1999a ). PIT MAPIN XVII, Bandung 10-12-2008 250

Transcript of istarno

Page 1: istarno

Ekstraksi bangungan dari data LIDAR untukpembentukan model tiga dimensi

Istarnoa), Hartonob), Dulbahrib) dan Subaryonoa)

a)Staf Jurusan Teknik Geodesi, FT. Universitas Gadjah Mada, Yogyakartab)Staf Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Ringkasan

Dalam kajian ini dikemukakan metoda ekstraksi bangunan dari data Lidar . Algoritmaektrasi berdasar segmentasi obyek untuk memudahkan proses Laser points. Penentuan per-mukaan atap bangunan dipandu dengan tumpangsusun citra sebagai control kualitas danposisi bagian tepi batas bidang atap lebih teliti jika struktur bangun bangunan terlihat padacitra. Vektor Tapak bangunan 2D akan menentukan ketelitian alignmen bidang bangunandan posisi dinding. Tampilan model 3D dengan menyederhanakan model vektor dari bentukkecil dan detil serta ketidaklengkapan struktur bidang atap, bidang atas, bidang sampingdan bidang dasar serta pembentukan dinding yang dimulai di bawah ground pada posisi darifootprint.

Kata kunci : Ekstraksi bangunan, data Lidar, kontrol kualitas, model 3D

1 Pendahuluan

Pembuatan Model Permukaan Digital (MPD) merupakan aplikasi yang paling banyak diperolehdari data Lidar untuk daerah terbuka maupun daerah yang memiliki banyak bangunan danvegetasi. Lidar dapat digunakan untuk daerah yang mempunyai bangunan dan vegetasi kare-na kemampuannya merekam pantulan pertama dan terakhir dari sinyal yang dipancarkan kepermukaan bumi. Aplikasi data Lidar untuk ekstraksi bangunan untuk mewujudkan dalampembuatan model kota 3 dimensi.

Deteksi bangunan dari data Lidar merupakan salah satu bagian dari proses segmentasi Lidar.Dalam rangka untuk memperoleh model bangunan 3D, terlebih dahulu seluruh area bangunanakan dapat dideteksi dan diekstraksi dari data Lidar. Pendekatan berbasis citra untuk otoma-tisasi ekstraksi bangunan secara umum tergantung dari kelengkapan fitur yang akan diekstrakdari data citra. Algoritma yang digunakan untuk melakukan ekstraksi data akan mempengaruhihasilnya dan sering kali menghasilkan fitur-fitur yang tidak lengkap di mana banyak fitur yanghilang. Modifikasi pada algoritma ekstraksi fitur dan perbaikan fitur-fitur hasil ekstraksi, meru-pakan pokok persoalan dalam melakukan otomatisasi ekstraksi bangunan. Algoritma-algoritmapembagian citra, pada kondisi tertentu, kemungkinan besar akan menghasilkan pembagian ja-rak pada citra yang tidak bersesuaian dengan pembagian pada jarak antar obyek menurut ke-nampakan permukaan. Persoalan ini biasanya disebabkan dengan segmentasi berlebih (over-segmentation) dan segmentasi kurang (under-segmentation) pada data citra. Sebagai akibatdari over-segmentation dan under-segmentation ini, otomatisasi system akan tidak sempurnadalam merekonstruksi model bangunan 3D (Rottensteiner, et. al, 2005).

Berbagai macam pendekatan untuk melakukan otomatisasi ekstraksi bangunan memperolehfitur-fitur citra yang tidak lengkap dan hilang dalam berbagai cara. Pendekatan semi-otomatis(semi-automated) biasanya terfokus pada bagian yang saling mempengaruhi pada interpretasicitra, yang dapat menjamin keandalan dan kelengkapan ekstraksi fitur oleh operator (Baltsavias,1999a ).

PIT MAPIN XVII, Bandung 10-12-2008

250

Page 2: istarno

2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis cara ekstraksi bangunan dari data Lidar dalam pem-bentukan Model tiga demensi dan menyajikan hasil Model Permukaan Digital dalam tampilananimasi tiga demensi agar supaya visualisasi model lebih mudah digunakan.

3 Tinjauan pustaka dan teori

Data Lidar dapat memberikan manfaat untuk digunakan dalam melakukan ekstraksi bangun-an. Bangunan memilki permukaan yang teratur dan dapat diekstraksi dari data Lidar denganmemanfaatkan properti permukaan bangunan seperti kesamaan bidang planar. Salah satu pen-dekatan yang dapat digunakan untuk merekontruksi bangunan dari data Lidar adalah dengandengan membuat segmen atau membagi data ke dalam bidang-bidang yang kemudian dikombi-nasikan agar diperoleh model polihedral (Vosselman, 2000; Rottensteiner,et al, 2005). Sebagaikemungkinan yang lain, bangunan dapat direkonstruksi dengan menggunakan bentuk parame-ter sederhana (Wehr, et al, 2002). Penggunaan parameter sederhana dapat mereduksi tingkatkedetilan obyek yang diperoleh. Problem terbesar yang dihadapi terkait dengan metode umumyang dikerjakan dalam melakukan rekonstruksi model polihedral adalah penggambaran garisbatas-batas bidang atap bangunan. Batas-batas ini dapat disamakan dengan tepi dari dataLidar. Dalam hal membedakan tepi-tepi yang menghubungkan perpotongan pada tiap bidangatap bangunan yang saling bersebelahan dapat ditentukan dengan tepat, pangkal tepi (stepedges) kurang baik untuk ditentukan. Karena garis tepi terdapat pada garis bentuk bangunan,data SIG 2 Dimensi sering kali dikombinasikan dengan data Lidar untuk mengurangi kesulitantersebut. Jika tidak tersedia data SIG, tiap batas atap bangunan harus ditentukan dari tepihasil ekstraksi data Lidar. Posisi pendekatan untuk tiap tepi diperlihatkan oleh batas-batas darimasing-masing segmen bidang yang telah diekstraksi dari MPD sebagai hasil dari data Lidar.Karena posisi pendekatan ini sangat tidak teliti, bentuk poligon yang ditentukan akan tampaksangat tidak beraturan dan di sini teknik pengaturan perlu diaplikasikan. Beberapa algoritmaberhubungan dengan asumsi yang berkenaan dengan bentuk atap, misalnya pada setiap sudutatap yang right-angled (Vosselman, 2000), yang dapat mengurangi tingkat kedetilan pada modelyang dihasilkan. Ciri lain dari algoritma ini adalah tergantung pada pembandingan jarak ber-dasarkan ketentuan pengguna untuk keperluan pengambilan keputusan terkait batasan-batasangeometris. Masalah yang lain terletak pada kualitas dari garis bentuk segmen bidang akan cen-derung kurang baik pada area-area di mana obyek-obyek yang lain menghalangi bidang atap.

Dalam penelitian yang dilakukan Rottensteiner et. al, (2005) dijelaskan bahwa metode yangdigunakan untuk penggambaran garis bidang atap bangunan yang mengurangi sejauh mung-kin campur tangan pengguna. Hal tersebut dapat dicapai dengan membuat semua keputusanberdasarkan pertimbangan statistik, tergantung pada kerangka dari ketidakjelasan perhitungangeometri dan kekuatan estimasi. Yang kedua, adalah menjelaskan tentang bentuk algoritma ba-ru untuk mendeteksi garis tepi pada penggambaran bentuk poligon atap bangunan, mengingatakan informasi spesifik bidang kaitannya untuk mengeliminasi gangguan yang disebabkan olehpepohonan yang berdekatan dengan bangunan.

Vosselman (2000) menjelaskan sebuah metode yang dapat digunakan untuk merekonstruksi ba-ngunan dengan model polihedral dari data Lidar. Algoritma yang digunakan untuk pembagiansegmen bidang bekerja dengan menggunakan triangulasi Delaunay pada titik-titik Lidar yangsebenarnya. Garis batas awal atap digambarkan oleh masing-masing tepi segitiga terbanyakpada bidang atap. Dua bidang dianggap berpotongan jika jarak di antara garis bentuk bidangyang berpotongan tersebut kecil ukurannya. Pangkal tepi (step edges) dianggap sejajar atautegak lurus terhadap arah utama bangunan dan penggabungan algoritma digunakan agar di-peroleh rangkaian titik-titik batas yang terdapat dalam sebuah segmen garis lurus. Dengan

251

Page 3: istarno

menggunakan asumsi ini, penggunaan algoritma terbatas hanya pada bangunan yang mempu-nyai sudut-sudut yang menghadap ke kanan (right-angled) pada tiap garis bentuknya.

Rottensteiner et. al, (2005) menetapkan pangkal tepi (step edges) sebagai garis bentuk bidangatap bangunan pada elevasi yang mempunyai perbedaan elevasi yang signifikan dan menghi-tung posisi dari masing-masing tepi tersebut dengan menggunakan prosedur perataan denganmempertimbangkan kelerengan (gradient) maksimal dari MPD di area sekitar tepi bidang. Kho-shelham, (2005) mengurangi awal poligon batas atap bangunan yang diambil dari garis bentuktiap bidang yang kemudian dilakukan pengurangan titik-titik yang ditetapkan dan tidak me-miliki kontribusi secara signifikan pada poligon. Hasilnya berupa poligon-poligon yang terpisahuntuk setiap bidang atap bangunan, yang tidak perlu dihubungkan. Segmen-segmen poligonyang bersebelahan dijadikan sekutu jika jarak 2 dimensi di bawah ambang batas dan masing-masing puncak digabungkan jika jarak antar puncak tersebut kecil. Tidak ada perataan padapuncak yang dilakukan selain dari pada perhitungan posisi rata-rata tiap puncak.

Khoshelham, (2005) menjelaskan tentang algoritma ekstraksi tepi dari susunan beberapa citra.Algoritma ini dapat digunakan untuk mendeteksi tiap tepi dari ketidaksinambungan baik ber-upa ketidaksinambungan ketinggian ataupun kelandaian (slope). Dalam konteks rekonstruksibangunan, pangkal tepi (step edge) yang diekstraksi dengan menggunakan pengekstraksi umumharus disesuaikan dengan garis bentuk atap perkiraan. Pada kasus pepohonan yang berde-katan dengan bangunan, pengekstraksi tepi memiliki kemungkinan menentukan garis bentukpepohonan dari pada garis bentuk bangunan. Dalam (Rottensteiner,et al, 2005), telah ditun-jukkan bagaimana bidang-bidang dapat dideteksi dari data MPD Lidar. Bakal calon piksel tepiditentukan pada posisi yang memilki kelerengan (gradient) maksimal. Hal ini menimbulkanproblem pada pepohonan yang berdekatan dengan bangunan. Dalam hal mengatasi masalahtersebut, digunakan teknik penggunaan ekstraksi pangkal tepi (step edge) spesifik mengingatakan pentingnya informasi bidang untuk mendeteksi bakal piksel-piksel tepi.

3.1 Teknologi Lidar

Pada dasarnya sistem Lidar terdiri atas komponen dari sistem sensor laser dan komponen na-vigasi (Gambar 1). Sistem sensor Laser fungsinya adalah untuk mendapatkan informasi jaraksensor terhadap permukaan tanah. Komponen navigasi digunakan untuk mendapatkan infor-masi posisi pesawat, yang berupa alat penetuan posisi yang akurat berupa Global PositioningSystem (GPS) dan alat pencatat sikap (attitude) sensor berupa Inertial Navigation System(INS) dengan peralatan berupa Inertial Measurement Unit (IMU). Pada umumnya sistem Lidarwahana udara (lihat gambar 1) merupakan gabungan antara LRF (Laser Range Finder), POS(Positioning and Orientation System) yang dalam hal ini mengintegrasikan DGPS (DifferentialGlobal Positioning System), IMU (Inertial Measurement Unit) dan Control Unit (Wehr danLohr, 1999). Sistem Lidar biasanya menggunakan cermin penyiam (scanning mirror) untukmembentuk swath dari pulsa-pulsa sinar. Lebar swath terbentuk dari besarnya sudut osilasicermin dan tinggi terbang sedangkan kerapatan titik-titik di tanah tergantung pada beberapafaktor , yaitu: kecepatan pesawat udara, rit osilasi cermin, rit pulsa laser dan tinggi terbangpesawat (Baltsavias, 1999b). Sistem Laser mengukur jarak ke permukaan tanah atau obyek danmenghasilkan koordinat (X,Y,Z) bila dikombinasikan dengan posisi dan orientasi dari sensor.Karakteristik dari Sistem Lidar wahana udara terdiri dari : Panjang Gelombang (nm), Sudutscan (derajat), Rit pulsa (kHz), Rit scan (Hz), Tinggi terbang (m), Lebar swath (m), GPSfrekuensi (Hz), IMU frekuensi (Hz), Divergensi Beam (mrad), Diameter tapak kaki (m), Spasimelintang jalur (m), Spasi sepanjang jalur (m), Akurasi jarak (cm), Akurasi Ketinggian (cm),Akurasi Planimetrik (m). ( Baltsavias, 1999a; Optech, 2003).

252

Page 4: istarno

Gambar 1: Sistem LIDAR

3.2 Data Lidar

Intensitas Lidar (Lidar Intensity) merupakan kekuatan dari pulsa sinar pada waktu akuisisidata. Besarnya intensitas dapat digunakan untuk membuat file citra raster yang ditampilkansebagai peta citra atau bisa disimpan sebagai besaran intensitas setiap titik pada waktu diukur.Rit Pulsa Lidar (Lidar Pulse Rate) merupakan pulsa yang berkaitan dengan jumlah pulsa sinaryang dipancarkan setiap detik pada saat penyiaman. Rit pulsa akan bervariasi tergantungjenis sensornya, antara 5000 sampai 200.000 pulsa per detik. Pantulan Lidar (Lidar Returns)adalah jumlah sinyal yang diterima setiap detik. Beberapa sensor Lidar dapat menangkapribuan pantulan sinar per detik. Umumnya pantulan awal dan akhir digunakan untuk aplikasipemetaan. Pantulan awal mengukur obyek pertama yang teramati, sedangkan pantulan akhirbiasanya mengukur permukaan tanah bila tidak terhalang obyek (gambar 2).

Gambar 2: Hasil akuisisi data LIDAR

4 Metodologi

Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, maka kajian ini dilakukan dengan menggunakanbahan dan alat serta metoda sebagai berikut ; yaitu sebagai bahan digunakan adalah hasilakuisisi data Lidar untuk untuk ekstraksi bangunan di daerah , Tanjung, Kalimantan Selatan

253

Page 5: istarno

dan data penunjang lainnya, berupa peta, citra dan pengamatan GPS. Sedangkan software yangdigunakan Terrasolid Microstation V8 untuk proses data.

Metoda dalam penelitian ini merupakan proses segmentasi, Klasifikasi dan Interpolasi sertaPemodelan dan Penghalusan. Untuk penyajian model tiga demensi dilakukan proses animasicitra obyek.

1. Segmentasi (Segmentation)

Pada tahap ini berarti bahwa adanya pemisahan di antara seberkas titik ke dalam jalurhomografik yang mendiskripsikan perbedaan geometrik, radiometrik atau struktur teks-tur ( misal : jalan, bangunan atau vegetasi). Hal ini dilakukan dengan menggunakanthresholding, clustering, deteksi batas algoritma organisasi persepsi (Sithole,et al, 2002).Sedangkan segmen bangunan dapat dideteksi dengan membandingkan ketinggian.

2. Klasifikasi (Classification)

Proses ini untuk membedakan di antara beberapa obyek permukaan tanah (misal : ba-ngunan, jalan-jalan, semak-semak dan pohon) yang dikelompokkan menjadi beberapa ke-las yang berbeda pada klaster titik, (Soininen, 2005) dengan menggunakan algoritma polapengenalan (pattern recognition).

3. Interpolasi (Interpolation)

Pelaksanaan interpolasi memperkirakan ketinggian titik di beberapa lokasi. Banyak meto-da untuk menginterpolasi titik-titik yang tersebar atau permukaan format raster. Metodayang paling umum digunakan untuk interpolasi adalah TIN atau Kriging, sedangkan un-tuk interpolasi citra raster menggunakan tetangga terdekat (nearest neighbor), interpolasibilinear dan cubic convolution (Soininen,2005).

4. Pemodelan (Modelling)

Pada tahap ini dibentuk permukaan tanah atau obyek dasar pada bentuk geometrik pro-perti. Permukaan tanah diperkirakan sebagai kepingan yang menyambung secara smoothyang dibentuk TIN. Untuk bentuk kombinasi yang berbeda berupa jalan-jalan yang mem-bentuk model jalan pada tingkat resolusi yang berbeda sehingga membentuk pemandang-an yang berbeda. (Vosselman, 2000). Obyek akan dibedakan dalam bentuk fitur denganmenggunakan parametrik, prismatik dan model polihedral yang dapat dikonversi menjadibingkai kawat (wire frame).

5. Penghalusan (Smoothing)

Tahap ini berupa penghalusan untuk menghilangkan gangguan noise secara acak agarmenghasilkan permukaan yang smooth, sehingga bentuk garis akan lebih baik. Pelaksana-an ini biasanya secara iteratif, membandingkan titik dengan titik dekatnya dan meratakanketinggiannya. Biasanya bentuk yang paling cocok (the best fit) dihitung untuk sekelom-pok titik dan titik pusat ketinggian yang digunakan. (Soininen,2005).

4.1 Ekstraksi bangunan

Pada tahapan ini, diasumsikan bahwa lokasi bangunan telah diketahui. Dengan menggunakanalgoritma sebagai mana yang dijelaskan dalam (Rottensteiner et al., 2004) untuk mendeteksibangunan. Garis-garis bentuk bangunan hanya diketahui dengan akurasi antara 1-3 m. Akurasidari titik Lidar ditunjukkan oleh standar deviasi σp dan σz yang merupakan koordinat bidangdan tinggi. Pertama-tama, data Lidar dijadikan sampel ke dalam MPD untuk memperoleh gridyang beraturan pada lebar ∆ menurut perkiraan garis lurus. Sebagai contoh yang terdapatdalam kajian ini, jarak spasi antar data Lidar adalah 1 m, dan dipilih ∆ = 0,5 m. Tahapanyang dilakukan dalam melakukan rekonstruksi geometrik bangunan terdiri atas 4 langkah :

254

Page 6: istarno

1. Deteksi bidang atap; berdasarkan segmentasi pada MPD untuk menemukan bidang-bidangmana yang meluas ke seluruh area.

2. Pengelompokkan bidang-bidang atap dan delineasi garis batas bidang atap; segmen-segmenbidang atap yang sama (co-planar) digabungkan dan perkiraan garis-garis yang salingberpotongan dan/atau pangkal tepi bidang (step edge) dibuat berdasarkan analisis yangdilakukan pada bentuk-bentuk bangun sederhana seperti pada gambar 3.

Gambar 3: Bangun sederhana untuk rekonstruksi

3. Konsistensi pada estimasi parameter bangunan; untuk memperbaiki parameter-parametertersebut digunakan seluruh data sensor yang tersedia.

4. Keteraturan model dengan pengenalan hipotesis tentang batasan-batasan geometrik kedalam proses estimasi.

5 Hasil dan pembahasan

Hasil kajian yang diperoleh berupa kemampakan bangunan tiga demensi yang dibentuk darisekumpulan data Lidar yang telah diklasifikasi. Hal itu didapat setelah dilakukan klasifikasititik titik yang ada dalam kelas ground. Pada tahapan classify-routine, semua titik default akandianalisis ke kelas ground dengan dasar pemikiran bahwa pembentukan ground telah menyeleksititik-titik sebagai low point kemudian algoritma akan membangun model dari titik yang terpilih,kemudian titik terdekat dari titik yang telah terpilih jika titik terdekat tersebut masuk dalamkriteria klasifikasi ground yang meliputi terrain angle, iteration angle dan iteration distance,maka akan diklasifikasikan sebagai ground . Perlu didefinisikan maksimum ukuran bangun-an building size, Hasil yang diperoleh perlu dikoreksi untuk memperbaiki kesalahan-kesalahanyang terjadi pada tahapan klasifikasi sebelumnya. Pada tahapan koreksi yang pertama adalahmenghilangkan kesalahan klasifikasi ground pada area bangunan. Untuk mempercepat prosesdiaktifkan blok yang sesuai ditampilkan pada klas ground untuk seluruh titk yang terklasifikasidan apakah ada ground pada bangunan , untuk membantu menentukan mana daerah bangunanmaka perlu ditampilkan citra daerah kajian. Untuk melihat hasil proses tersebut dapat disajikanpada gambar 4.

Pada hasil pembuatan bangunan 3 Dimensi diperlukan pembentukan obyek bangunan supayamemiliki kenampakan 3 dimensi, karena dalam data lidar didapat titik - titik, dalam posisi x,y,zsehingga jika titik tersebut merupakan hasil penyiaman yang mengenai bangunan, yang memili-ki beda tinggi dengan tanah maka akan dapat dibuat bangunan tersebut bentuk 3 dimensinya.Hasil dari pembentukan model 3 dimensi untuk bangunan ini yang nantinya digunakan sebagaibahan masukan untuk animasi. Sebagai quality control untuk mengetahui bentuk bangunan

255

Page 7: istarno

Gambar 4: Tumpang susun citra dengan data LIDAR

maka digunakan foto. Hasil pemrosesan ini akan didapatkan atap bagian atas (upper roof),atap bagian bawah (lower roof), ataupun bagian atap (eaves) dan juga tembok. Hal ini dipe-roleh setelah dilakukan pemilihan blok yang sesuai, kemudian tampilkan bangunan yang telahdiklasifikasikan sebelumnya dan dibentuk bangun bangunannya (gambar 5) sebagai constructplanar building, building planes, building boundaries.

Gambar 5: Hasil ekstraksi bangunan dari data LIDAR

Setelah dilakukan pemilihan terhadap bangunan yang dibangun model 3 dimensi, maka diper-lukan pengelompokan batas elemen yang masuk dalam proses . Hal ini berarti bahwa yangakan dilakukan pembentukan bangunan hanya yang ada di dalam batas yang telah dipilih, dandiseleksi dari klas medium vegetation ke dalam klas bangunan dan pada klas vektor juga di-tentukan vektor bangunan. Selanjutnya perlu dilakukan setting terhadap tampilan 3 Dimensi,yang berupa warna atap atas dan bawah kemudian juga tembok, kemudian dapat juga bagianatapnya, untuk menyajikan tampilan 3D model. Seperti gambar 6 berupa visualisasi 3D bentukbangunan yang ditumpang susun dengan citra daerah kajian.

Gambar 6: Visualisasi 3D tumpang susun dengan citra

256

Page 8: istarno

6 Kesimpulan

1. Ekstraksi bangunan sangat tergantung dengan kerapatan data Lidar untuk memperolehbentuk bidang planar yang membentuk bangun bangunan.

2. Kerapatan data Lidar sangat menentukan batas pinggir bidang yang membentuk bangunbangunan.

3. Kualitas bangun bangunan sangat dipengaruhi oleh kecermatan operator, karena metodaini semi otomatis dan kontrol kualitas dilakukan dengan tumpangsusun citra.

Daftar Pustaka

Baltsavias, E., P., 1999a, A Comparison between Photogrammetry and Laser Scanning, ISPRSJournal of Photogrammetry & Remote Sensing, 54 (1999),pp.83-94

Baltsavias, E., P., 1999b, Airborne Laser Scanning : basic relations and formulas , ISPRSJournal of Photogrammetry & Remote Sensing, 54 (1999),pp.199-214

Khoshelham, K., 2005, Region Refinement and Parametric Reconstruction of Building Roofs byIntegrating of Image and Height Data, IAPRS, Vol. XXXVI, Part 3/W24, Vienna, Austria.

Luethy, J. and Stengele, R., 2005, 3D mapping of Switzerland challenges and experiences,ISPRS , WG III/3, III/4, V/3 Workshop Laser scanning 2005, Enschede, The Netherlands.

Measures, R. M., 1984, Laser Remote Sensing Fundamentals and Applications, John Wiley andSons, New York.

Mohamed, A. and Price, R., 2003, Near the speed of light-aerial mapping with GPS/INS directgeoreferencing, GPS world 13 (3).

Optech, 2003, Laser-Based Ranging, Mapping and Detection Systems, URL: http://www.optech.on.ca/.di akses Januari 2008.

Rottensteiner, F., Trinder, J., Clode, S., Kubik, K., 2005, Automated delineation of Roof Planesfrom Lidar data, ISPRS, WG III/3, III/4, V/3 Workshop Laser scanning 2005, Enschede, TheNetherlands.

Sithole, G. and Vosselman, G., 2005, Filtering of Airborne Laser Scanner Data Based on Se-gmented Point Clouds, ISPRS, WG III/3, III/4, V/3 Workshop Laser scanning 2005, Enschede,The Netherlands.

Soininen, A., 2005, TerraScan Users Guide, URL: http://www.terrasolid.fi./, diakses Januari2008

Vosselman, G., 2000, Slope based filtering of Laser altimeter data, IAPRS, 17-22 July, Amste-rdam, vol 33, part B3, pp. 935-942.

Wehr, A. and Lohr, U., 2002, Improvement of Road crossing extraction and External evaluationof the extraction result, IAPRS, Journal of Photogrammetry & Remote Sensing, 54, pp 68-82.

257