ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan...

49

Transcript of ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan...

Page 1: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk
Page 2: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

ISSN : 2089-3949

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI 1. Analisa Perbandingan Perhitungan Kapasitas

Metode MKJI 1997 Dengan Perhitungan Kapasitas menggunakan Metode Greenshields, Greenberg dan Underwood (Donny DJ Leihitu, ST, MT)

2. Perilaku Kolom Baja Profil Siku Tersusun Empat Menggunakan Software ANSYS 11 ( Lilis Indriani, ST, MT)

3. Analis Tarif Angkutan Kapal Layar Motor di Pelabuhan Laut Kuala Pembuang Kabupaten Seruyan (Studi Kasus Kapal Layar Motor 36 GT) (Bagus Subaganata, ST, MT)

4. Penggunaan Abu Sekam Padi Sebagai Filler Pada

Campuran Hot Roller Sheet (HRS) ( Siti Nurraj’ah Wati, ST)

TAHUN2012

VOL 1

FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS DARWAN ALI VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012

ISSN : 2089-3949

Page 3: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk
Page 4: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

DEWAN REDAKSI

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DARWAN ALI

1. KETUA : DONNY DJ LEIHITU, ST,MT 2. SEKRETARIS : LILIS INDRIANI, ST, MT 3. ANGGOTA : 1. BAGUS SUBAGANATA, ST, MT

2. SITI NURRAJ’AH WATI, ST 3. BUDI TJAHJONO, SSi, ST 4. MUHAMMAD NUR KAMALI, ST

Page 5: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah rahmat dan

karunia – Nya sehingga Jurnal dengan judul “Jurnal Penelitian Dosen

Fakultas Teknik Universitas Darwan Ali Volume 1”. dapat diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah banyak

membantu dalam pembuatan Jurnal ini sehingga dapat diselesaikan dengan

baik.

Penulis menyadari, meskipun dalam penyusunan Jurnal ini sudah

berusaha semakimal mungkin tetapi tetap tidak luput dari kekurangan,

kelemahan dan bahkan kekeliruan. Oleh karenanya segala kritik dan saran

yang bersifat membangun bagi kesempurnaannya sangat diharapkan dan

akan diterima dengan tangan terbuka.

Akhir kata, semoga Jurnal ini bermanfaat bagi kita semua.

Kuala Pembuang, Januari 2012

DEWAN REDAKSI

Page 6: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

DEWAN REDAKSI

DAFTAR ISI

1. Analisa Perbandingan Perhitungan Kapasitas Metode MKJI 1997 Dengan Perhitungan Kapasitas Menggunakan Metode Greenshields, Greenberg dan Underwood (Donny DJ Leihitu, ST, MT) 2. Permodelan Kolom Baja Profil Siku Tersusun Dengan Variasi Pelat Kopel Menggunakan Software ANSYS 11 (Lilis Indriani, ST, MT) 3. Analis Tarif Angkutan Kapal Layar Motor di Pelabuhan Laut Kuala Pembuang Kabupaten Seruyan (Studi Kasus Kapal Layar Motor 34 GT) (Bagus Subaganata, ST, MT) 4. Penggunaan Abu Sekam Padi Sebagai Filler Pada Campuran Hot Roller Sheet (HRS) (Siti Nurraj’ah Wati, ST)

i

ii

1

iii

10

11

20

Page 7: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 1

ANALISA PERBANDINGAN PERHITUNGAN KAPASITAS METODE MKJI 1997 DENGAN PERHITUNGAN KAPASITAS MENGGUNAKAN METODE

GREENSHIELDS, GREENBERG DAN UNDERWOOD

Oleh : Donny Dwy Judianto Leihitu, ST, MT

Staf Pengajar di Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil Unversitas Darwan Ali

Jl. Ahmad Yani No 1 Kuala Pembuang Kabupaten Seruyan e- mail : [email protected]

Abstrak Perhitungan Kapasitas suatu jalan diperlukan untuk mendapatkan hasil berupa kemampuan ruas jalan untuk menampung arus atau volume lalu lintas yang ideal dalam satuan waktu tertentu, dinyatakan dalam jumlah kendaraan yang melewati potongan jalan tertentu dalam satu jam (kend/jam), atau dengan mempertimbangan berbagai jenis kendaraan yang melalui suatu jalan digunakan satuan mobil penumpang sebagai satuan kendaraan dalam perhitungan kapasitas maka kapasitas menggunakan satuan mobil penumpang per jam atau (smp)/jam. Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 dan model pendekatan lalu lintas melalui model Linier Greenshields, Greenberg dan Underwood memberikan pedoman – pedoman untuk mendapatkan Kapasitas dari suatu ruas jalan. Dari hasil penelitian di Jalan Ahmad Yani Kuala Pembang Kabupaten Seruyan model Linier Greenshields dengan R2 = 0.86899 mendapatkan kapasitas/volume maksimum = 91.07672 smp/jam, model Greenberg dengan nilai R2 = 0.74716 mendapatkan kapasitas/volume maksimum = 103.951816 smp/jam, dan model Underwood dengan Nilai R2 = 0.85919, mendapatkan kapasitas/volume maksimum = 85.703698 smp/jam, sedangkan dengan menggunakan metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia MKJI – 1997 mendapatkan nilai Kapasitas sebesar = 2480.412 smp / jam. Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara perhitungan Kapasitas Jalan dengan menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesi (MKJI – 1997) dengan Pemodelan Linier Greenshields, Model Greenberg dan Model Underwood. Ini disebabkan latar belakang pemodel yang digunakan banyak yang berasal dari penelitian jalan – jalan di luar negeri sedangkan untuk Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI – 1997) menggunakan penelitiannya menggunakan karateristik jalan yang ada di Indonesia.

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pergerakan kendaraan, manusia dan barang dari suatu tempat ke tempat yang lainnya memerlukan penyediaan sarana dan prasarana Transportasi yang memadai dan maksimal , yang diharapkan dapat menunjang kemajuan pembangunan di suatu daerah baik perkotaan maupun pedesaan. Bidang transportasi dengan berbagai macam permasalahannya perlu mendapat perhatian yang serius dari semua pihak baik masyarakat sebagai pengguna maupun pemerintah sebagai penyelenggara. Kuala Pembuang sebagai ibu kota kabupaten Seruyan merupakan salah satu daerah yang berkembang dengan adanya percepatan pembangunan disegala bidang, diantaranya pembangunan pasar Saik, pembangunan pelabuhan Segintung dan pengembangan bandar udara Kuala Pembuang. Kondisi ini menyebabkan terjadinya peningkatan kegiatan transportasi khususnya peningkatan volume lalu lintas, apalagi dengan terbukanya akses jalan dan jembatan Sei Seruyan menuju ke Kuala Pembuang. Sebagai kota yang belum banyak mengalami permasalahan serius mengenai arus lalu lintas, Kuala Pembuang perlu mendapatkan management lalu lintas mulai dari sekarang dengan memperhitungkan kondisi volume, kecepatan dan

kepadatan lalu lintas yang ada sehingga kapasitas jalan yang tidak seimbang dengan arus lalu lintas yang menjadi permasalahan dalam bidang transportasi bisa diantisipasi sejak dini. Jalan Ahmad Yani dipilih sebagai lokasi penelitian dikarenakan jalan ini adalah jalan utama di Kota Kuala Pembuang yang merupakan urat nadi pergerakan transportasi dan ekonomi yang perlu mendapat perhatian dalam management lalu lintas. I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalah sebagai berikut : Seberapa besar perbandingan Perhitungan kapasitas jalan dengan menggunakan metode Greenshield, Greenberg dan Underwood dan perhitungan Kapasitas Jalan dengan menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia tahun 1997 di ruas jalan Ahmad Yani Kuala Pembuang Kabupaten Seruyan I.3 Pembatasan Masalah Ruang lingkup permasalah pada penelitian ini perlu diadakan pembatasan dikarenakan adanya keterbatasan waktu, tenaga serta biaya, adapun pembatasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penelitian hanya dilakukan pada ruas jalan

AhmadYani Kuala Pembuang Kabupaten Seruyan

Page 8: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 2

2. Perhitungan Kapasitas Jalan dilakukan dengan menggunakan metode Greenshield, Greenberg dan Underwood serta Manual Kapasitas Jalan Indonesia tahun 1997 (MKJI 1997).

I.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kapasitas jalan Ahmad Yani Kuala Pembuang Kabupaten Seruyan dengan menggunakan metode Greenshield, Greenberg dan Underwood dan dibandingkan dengan kapasitas jalan yang dihitung dengan menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia tahun 1997 (MKJI 1997)

I.5 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi Kapasitas jalan Ahmad Yani kepada Pemerintah Kabupaten Seruyan yang nantinya dapat dipergunakan dalam managemen lalu lintas yang efektif dan efisien.

2. Mengetahui perbandingan perhitungan kapasitas yang menggunakan metode Greenshield, Greenberg dan Underwood dengan perhitungan kapasitas yang dengan menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia tahun 1997 (MKJI 1997).

3. Dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian – penelitian selanjutnya

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Volume Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik pada segmen jalan dalam interval waktu tertentu yang dinyatakan dalam kendaraan per satuan waktu. Satuannya adalah kendaraan/jam atau kendaraan/hari. II.2. Kecepatan Kecepatan menggambarkan tingkat pergerakan kendaraan yang dinyatakan dalam jarak tempuh persatuan waktu atau nilai perubahan jarak terhadap waktu. Satuannya adalah kilometer/jam, meter/detik. II.3. Kepadatan Kepadatan diartikan sebagai jumlah kendaraan yang ada pada satu ruas jalan raya atau lajur biasanya dinyatakan dalam rata – rata jumlah kendaraan persatuan panjang jalan. Kepadatan sukar diukur secara langsung tetapi dapat dihitung dari kecepatan dan volume dengan : Volume/ Kecepatan II.4. Kapasitas Kapasitas adalah arus lalu lintas maksimum yang melewati suatu titik jalan yang dapat dipertahankan pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu (misalnya : rencana geometrik, lingkungan, komposisi lalu lintas dan sebagainya) Kapasitas suatu jalan biasanya dinyatakan dalam kendaraan/jam atau satuan mobil penumpang/jam (smp/jam). II.5. Derajat Kejenuhan Derajat kejenuhan adalah rasio arus lalu lintas terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan. Nilai derajat kejenuhan menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak. Derajat kejenuhan dihitung

dengan menggunakan arus dan kapasitas dinyatakan dalam smp/jam. Derajat kejenuhan digunakan untuk untuk analisa perilaku lalu lintas berupa kecepatan. II.6. Kendaraan Bermotor (Satuan Mobil Penumpang) Satuan mobil penumpang adalah satuan arus lalu lintas, dimana arus dari berbagai tipe kendaraan telah diubah menjadi kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang) dengan menggunakan Ekivalensi Mobil Penumpang (EMP) (MKJI 1997).

Penggunaan ini dimaksudkan agar analisis lalu lintas mudah dilakukan. Faktor satuan mobil penumpang (smp) masing-masing kendaraan bermotor menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997), untuk jalan perkotaan adalah sebagai berikut: 1. Kendaraan Berat (HV) = 1,30 2. Kendaraan Ringan (LV) = 1,00 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00

II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk menghitung

kapasitas suatu ruas jalan menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 (MKJI 1997) untuk daerah perkotaan adalah sebagai berikut:

Dimana: C = Kapasitas (smp/jam) C0 = Kapasitas Dasar (smp/jam) FCW = Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalu-Lintas FCSP = Faktor Penyesuaian Pemisah Arah

(hanya untuk jalan tak terbagi) FCSF = Faktor Penyesuaian Hambatan Samping FCCS = Faktor Penyesuaian Ukuran Kota II.8. Hubungan Matematis Volume, Kecepatan,

dan Kepadatan Lalu Lintas Karakteristik arus lalu lintas sangat perlu

dipelajari dalam menganalisis arus lalu lintas. Untuk dapat mempresentasikan karakteristik arus lalu lintas dengan baik, dikenal tiga parameter utama yang saling berhubungan secara matemastis satu dengan yang lainnya

Hubungan matematis antara kecepatan, arus, dan kepadatan dapat dinyatakan dengan persamaan (2.1) berikut:

……………………………….(2.1)

Dimana: V = Arus (smp/jam) D = Kepadatan (kend/km) S = Kecepatan (Km/Jam)

Hubungan matematis antar parameter

tersebut dapat juga dijelaskan dengan menggunakan Gambar 2.1 yang memperlihatkan bentuk umum hubungan matematis antara Kecepatan – Kepadatan (S – D), Arus – Kepadatan (V – D), dan Arus – Kecepatan (V – S).

C = C0 x FCw x FCSP x FCSF x FCCS

V = D . S

Page 9: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 3

Gambar 2.1 Hubungan matematis antar arus/volume,

kecepatan dan kepadatan. Dimana: Vmaks = Kapasitas atau volume maksimum Sm = Kecepatan pada kondisi volume lalu

lintas maksimum Dm = Kepadatan pada kondisi volume lalu

lintas maksimum Sff = Kecepatan pada kondisi volume lalu

lintas sangat rendah Dj = Kepadatan kondisi volume lalu lintas

macet total.

Hubungan matematis antara kecepatan – kepadatan monoton ke bawah yang menyatakan bahwa apabila kepadatan lalu lintas meningkat, maka kecepatan akan menurun. Volume lalu lintas akan menjadi nol apabila kepadatan sangat tinggi sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan kendaraan untuk bergerak lagi. Kondisi seperti ini dikenal dengan kondisi macet total. Apabila kepadatan meningkat dari nol, maka kecepatan akan menurun sedangkan volume lalu lintas akan meningkat. Apabila kepadatan terus meningkat, maka akan dicapai suatu kondisi dimana peningkatan kepadatan tidak akan meningkatkan volume lalu lintas, malah sebaliknya akan menurunkan volume lalu lintas (lihat gambar 2.1). titik maksimum volume lalu lintas tersebut dinyatakan dengan kapasitas arus.

Ada tiga jenis model yang dapat digunakan untuk mempresentasikan hubungan matematis antara ke tiga parameter tersebut, yaitu:

II.9. Model Greenshields

Greenshields merumuskan bahwa hubungan matematis antara Kecepatan–Kepadatan diasumsikan linear (Ofyar Tamin, 2000), seperti yang dinyatakan dalam persamaan (2.2). S = Sff − . D…………………….………...(2.2) Dimana: S = Kecepatan (km/jam) Sff = Kecepatan pada saat kondisi lalu lintas

sangat rendah atau pada kondisi kepadatan mendekati nol atau kecepatan mendekati nol atau kecepatan arus bebas (km/jam)

Dj = Kepadatan pada kondisi arus lalu lintas macet total (kend/km) Hubungan matematis antara Arus–

Kepadatan dapat diturunkan dengan menggunakan persamaan dasar (2.1), dan selanjutnya dengan memasukan persamaan (2.2) ke persamaan (2.1), maka bisa diturunkan persamaan (2.3) – (2.4).

S = ……………………………..……(2.3)

= Sff− . D……………………….…(2.4)

V = D . Sff− . D² ………….………(2.5)

Persamaan (2.5) adalah persamaan yang menyatakan hubungan matematis antara Arus-Kepadatan. Kondisi arus maksimum (VM) bisa didapat pada saat arus D = DM. Nilai D = DM bisa di dapat melalui persamaan.

Hubungan matematis antara Arus-Kecepatan dapat diturunkan dengan menggunakan persamaan dasar (2.1), dan dengan memasukan ke dalam persamaan (2.6) ke persamaan (2.6), maka bisa diturunkan melalui persamaan (2.7) – (2.9). D = ………………………………………. (2.6)

S = Sff − . ……………….……..………. (2.7)

. = Sff− S ……………………………… (2.8) V = Dj . S − . S²………………..………….. (2.9) Persamaan (2.9) adalah persamaan yang menyatakan hubungan matematis antara Arus–Kecepatan. Kondisi arus maksimum/ Kapasitas (VM) didapat dengan persamaan: V = ………….……………..……….(2.10)

Kondisi kepadatan maksimum (DM) didapat dengan persamaan: D = ………………..…………..……….(2.11) Kondisi kecepatan pada saat arus maksimum (SM) didapat dengan persamaan: S = ……………………………………(2.12) II.10. Model Greenberg

Greenberg mengasumsikan bahwa hubungan matematis antara Kecepatan–Kepadatan bukan merupakan fungsi linear melainkan fungsi logaritmik (Ofyar Tamin, 2000). D = C. e ……………………………….…(2.13) Dimana C dan b bukan merupakan konstanta. Jika persamaan (2.13) dinyatakan dalam bentuk logaritma natural, maka persamaan (2.13) dapat dinyatakan kembali sebagai persamaan (2.14), sehingga hubungan matematis antara Kecepatan – Kepadatan selanjutnya dinyatakan dalam persamaan (2.16). Ln D = Ln C + bS…………………..………(2.14) bS = Ln D− Ln C0 …………………..…….(2.15) S = − ………………..……………(2.16)

Hubungan matematis antara Arus – Kepadatan dapat diturunkan dengan menggunakan persamaan dasar (2.1), dan dengan memasukan persamaan (2.16) ke persamaan (2.20), maka bisa diturunkan persamaan (2.17) – (2.18).

= − ……………………….………(2.17)

V = . 퐋퐧 퐂퐛

………………………..……..(2.18) Persamaan (2.18) adalah persamanan yang

menyatakan hubungan matematis antara Arus – Kepadatan.

Hubungan matematis antara Arus – Kecepatan dapat diturunkan dengan menggunakan persamaan dasar (2.1), dan selanjutnya dengan memasukkan persamaan (2.6) ke persamaan (2.16), maka bisa diturunkan persamaan (2.19) - (2.20).

= C. e ……………………………………(2.19) V = S. C. e ……………………………..………...(2.20) Persamaan (2.20) adalah persamaan yang menyatakan hubungan matematis antara Arus – Kecepatan (Kapasitas).

Page 10: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 4

Model Greenberg tidak valid untuk kepadatan yang kecil, untuk D = ∞ (mendetaki nol), S = ∞.

Kondisi kepadatan maksimum (DM) didapat dengan persamaan: D = e …………………………………(2.21) Kondisi kecepatan pada saat arus maksimum (SM) didapat dengan persamaan: S = − ……………………………………(2.23) II.10. Model Underwood

Underwood mengasumsikan bahwa hubungan matematis antara Kecepatan – Kepadatan bukan merupakan fungsi linear melainkan fungsi eksponensial (Ofyar Tamin,2000). Persamaan dasar model Underwood dapat dinyatakan melalui persamaan (2.24).

S = S . e ………………………….……(2.24) Dimana: Sff = Kecepatan arus bebas DM = Kepadatan pada kondisi arus maksimum Jika persamaan (2.24) dinyatakan dalam bentuk logaritma natural, maka persamaan (2.24) dapat dinyatakan kembali sebagai persamaan (2.25) sehingga hubungan matematis antara Kecepatan – Kepadatan, selanjutnya dapat juga dinyatakan dalam persamaan (2.25). Ln S = Ln Sff− ..….……………………(2.25) Hubungan matematis antara Arus – Kepadatan dapat diturunkan dengan menggunakan persamaan dasar (2.1) dan dengan memasukkan persamaan (2.3) ke persamaan (2.4), bisa diturunkan persamaan (2.26) – (2.27).

= S . e …………………………….…(2.26)

V = D. S . e …………………..….……(2.27) Persamaan (2.27) adalah persamaan yang menyatakan hubungan matematis antara Arus – Kepadatan. Hubungan matematis antara Arus – Kecepatan dapat diturunkan dengan menggunakan persamaan dasar (2.1), dan selanjutnya dengan memasukan persamaan (2.6) ke persamaan (2.16), bisa diturunkan persamaan (2.280) – (2.31).

S = S . e . …………………….……….(2.28) Ln S = Ln Sff−

. ..….……………….…(2.29)

= Ln S − Ln S…………….…….……(2.30) V = S. D (Ln S − Ln S) …….….…….…(.2.31) Persamaan (2.31) adalah persamaan yang menyatakan hubungan matematis antara Arus – Kecepatan (Kapasitas). Model Underwood tidak valid untuk kepadatan yang tinggi, karena kecepatan tidak pernah mencapai nol pada saat kepadatan yang tinggi. Kondisi kecepatan pada saat arus maksimum (SM) didapat dengan persamaan: S = e …………………….……….(2.32) III. METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Metode Penelitian Untuk mencapai tujuan dalam penulisan ini maka metode yang digunakan penulis adalah : 1. Studi literatur

2. Survey lapangan di Jalan Ahmad Yani Kuala Pembuang Kab Seruyan untuk mendapatkan data primer berupa : volume lalulintas, kecepatan kendaraan ringan, dan data geometrik jalan.

3. Mencari data sekunder mengenai jumlah penduduk kota Kuala Pembuang di Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Seruyan.

III.2. Pekerjaan Persiapan Lapangan Sebelum pengambilan data dilapangan maka dilakukan persiapan terlebih dahulu berupa pembuatan batas awal dan akhir pada jalan Ahmad Yani Kuala Pembuang, diusahkan tanda pembatas yang baik untuk 100 m dapat dilihat oleh pengamat dimana tanda tersebut dibuat dengan menggunakan cat warna merah yang dioleskan pada tempat – tempat yang terlihat oleh pengamat. III.3. Waktu Pengambilan Data Pengambilan data primer berupa volume lalu lintas, kecepatan kendaraan ringan, dilakukan secara bersamaan di lokasi penelitian di jalan Ahmad Yani selama 5 hari dari jam 06.00 Wib sampai dengan 17.00 Wib, mulai dari tanggal 19 Desember sampai dengan 23 Desember 2011. Sedangkan pengambilan data geometrik jalan berupa lebar jalur lalulintas (m), lebar jalan masuk ke jalan utama m), kereb , jarak kereb – penghalang (m) dilakukan pada malam sehingga tidak menggangu aktifitas lalulintas pada saat penelitian. III.4. Teknik Pengambilan Data

1. Data Lalulintas kendaraan didapatkan dengan melakukan survey secara manual dijalan Ahmad Yani pada dua jalur jalan mempunyai panjang 100 m. Jalan Ahmad Yani merupakan jalan dengan 4 lajur dan 2 arah, jadi untuk setiap jalur jalan ditempatkan 2 orang pengamat dengan arah yang berbeda dimana mereka bertugas mengamati dan mencatat jenis – jenis kendaraan yang lewat beserta jumlahnya pada formulir yang telah disiapkan.

2. Data kecepatan didapatkan dengan metode kendaraan contoh berdasarkan “Panduan Survey” dan “Perhitungan Waktu Perjalanan” lalu lintas yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Direktorat Pembinaan Jalan Kota yaitu dengan menetapkan titik awal dan titik akhir dari rute yang disurvey untuk memperkirakan kondisi lalulintas yang ada, kemudian pegamat yang berada dalam dikendaraan contoh menjalankan stopwacth ketika kendaraan melewati titik awal survey, selanjutnya kendaraan contoh bergerak berjalan pada segmen jalan yang ditentukan yaitu sepanjang 100 m setelah kendaraan melewati titik akhir survey maka stop watch dihentikan dan catat waktu total perjalanan. Karena lokasi survey yang diambil berdekatan maka perhitungan kecepatan dilakukan secara bersamaan dengan masing – masing segmen jalan 000 m .

3. Data Geometrik Jalan didapat melalui

pengukuran langsung dilapangan, pengukuran meliputi : lebar jalur lalulintas, jumlah dan lebar lajur, jarak antar persimpangan, kondisi kereb, trotoar dan rambu atau marka jalan.

Page 11: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 5

4. Data Populasi jumlah penduduk Kuala Pembuang didapatkan melalui Kantor Biro Pusat Statistik Kabupaten Seruyan

III.5 Metode Analisa Data 1. Analisa Regresi Linier

Analisis regresi Linier adalah metode statistik yang dapat digunakan untuk mempelajari hubungan antarsifat permasalahan yang sedang diselidiki. Model analisis regresi linier dapat memodelkan hubungan antara dua peubah atau lebih. Pada model ini terdapat peubah tidak bebas (y) yang mempunyai hubungan fungsional dengan satu atau lebih peubah bebas (xi). Dalam kasus yang paling sederhana, hubungan secara umum dapat dinyatakan dalam persamaan berikut berikut: Y = A + BX …………………….…..…….. (3.1) Dimana: Y = Peubah tidak b X = Peubah bebas A = Konstanta regresi B = Koefisien Regresi

Konstanta A dan koefisien regresi B dapat dihitung dari persamaan normal sederhana:

∑푦 = 푛.퐴 + 퐵.∑푥 ………………(3.2) ….…. (3.2) ∑푥푦 = 퐴.∑푥 + 퐵.∑푥 …………..(3.3) ……...(3.3)

Dimana: n = banyaknya sampel Parameter A dan B dapat diperkirakan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil yang meminimumkan total kuadratis residual antara hasil model dengan hasil pengamatan. Nilai Parameter A dan B bisa didapatkan dari persamaan (3.4) dan (3.5) berikut (Tamin, 2000).

퐵 = ∑ ( ) ∑ ( ).∑ ( )∑ ( ) (∑ ( ))

…….(3.4)

퐴 = (∑ .∑ ) …………..…….(3.5) Cara di atas disebut metode kwadrat terkecil (least square method). 2. Analisa Korelasi

Derajat atau tingkat hubungan antara dua variabel diukur dengan Indeks Korelasi, yang disebut sebagai koefisien korelasi dan ditulis dengan symbol R. apabila nilai koefisien korelasi tersebut dikuadratkan (R2), maka disebut sebagai koefisien determinasi yang berfungsi untuk melihat sejauh mana ketepatan fungsi regresi.

Nilai koefisien korelasi dapat dihitung dengan memakai rumus :

…………………………….……….(3.6)

Dimana : R = koefisien korelasi R2 = koefisien determinasi 3. Analisa Regresi Non Linier/Kurva Estimasi

Di samping peramalan dengan analisa regresi linier juga dalam penelitian ini dipakai metode regresi non linier atau disebut juga kurva estimasi. Regresi non linier merupakan suatu cara membuktikan suatu hipotesis jika regresi liniernya tidak didapat yaitu dilihat letak titik-titik liniernya dalam diagram sangat menyimpang dari letak titik-titik yang sebenarnya.

Oleh karena itu perlu memperbaikinya dengan regresi non linier. Berikut ini adalah beberapa bentuk metode regresi non linier: a. Metode Exponensial

Perkiraan untuk model ini, yang persamaannya adalah :

Y = abx…………………………………….. (3.7) Ternyata dapat dikembalikan kepada model linier apabila diambil logaritmanya. Sehingga dalam logaritma persamaannya menjadi : Log Y = Log a + (log b)X ……….…..…..(3.8) Dan apabila diambil Y = Log Y ; a = Log a ; dan b = Log b, maka diperoleh model liniernya : Y = a + bX …………………………………..(3.9) b. Metode Logaritmic Taksiran untuk model ini dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut : Y = a + b Ln X …………………….…….. (3.10) IV. HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN IV. 1. Data Volume Lalu Lintas Pengambilan data volume lalu lintas dibagi dalam 4 kelompok lalu lintas yang memberikan pengaruh yang berbeda yaitu : kendaraan ringan (LV), kendaraan berat (HV), sepeda motor (MC) dan kendaraan tak bermotor. Data pengamatan dicatat dan dikelompokkan pada setiap arah pergerakan di lembar pengisian data jumlah kendaraan yang sudah disiapkan. Data volume lalu lintas dalam satuan kend / jam dan kemudian dikalikan dengan faktor ekivalen mobil penumpang (emp) sebagai berikut :

1. Kendaraan ringan = 1,0 2. Kendaraan berat = 1.3 3. Sepeda motor = 0,4 4. Kendaraan tak bermotor = 1,0

Dari hasil perkalian tersebut didapatkan data volume lalu lintas di jalan Ahmad Yani Kuala Pembuang . IV.2. Data Waktu Tempuh Kendaraan Data waktu tempuh kendaraan didapatkan dengan cara manual. Perhitungan kecepatan kendaraan didapat dengan menggunakan rumus :

tdS

……………….…..……(4.1)

Dimana : S = Kecepatan (Km/jam) d = Jarak Tempuh (m) t = Waktu tempuh kendaraan (det) IV.3. Kepadatan Kepadatan kendaraan dihitung dengan membagi volume lalu lintas dengan variabel kecepatan rata-rata dengan menggunakan persamaan di bawah ini:

SVD

………………….……………..(4.2)

Dimana: D = Kepadatan lalu lintas (kendaraan/km) V = Volume lalu lintas (kendaraan/jam) S = Kecepatan kendaraan (km/jam)

2222 YiYinXiXin

YiXiXiYinR

Page 12: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 6

IV.4. Perhitungan Kapasitas ( C ) MKJI 1997 Persamaan yang digunakan C = C0 x FCw x FCSP x FCSF x FCCS Dimana : C = Kapasitas (smp/jam) Co = Kapasitas Dasar (smp/jam).

Digunakan jalan empat-lajur dua-arah terbagi dengan kapasitas dasar menurut tabel kapasitas dasar maka didapat, Co = 1650/lajur.

FCW = Faktor Penyesuaian Lebar Jalan. Menurut tabel Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Pengaruh Lebar Jalan Lalu-Lintas Perkotaan. Untuk jalan empat-lajur terbagi dengan masing-masing lajur 3 meter, FCw = 0,92

FCSP = Faktor Penyesuaian Pemisah Arah, untuk jalan dengan pembatas median faktor penyesuaian kapasitas pemisahan arah digunakan FCSP = 1,00

FCSF = Faktor Penyesuaian Hambatan Samping dan Bahu Jalan/Kerb. Untuk faktor penyesuaian hambatan samping digunakan faktor penyesuaian hambatan samping untuk jalan dengan kerb, dengan kelas hambatan samping sangat rendah dan dengan jarak antara kerb dan penghalang (pohon) 0,3 meter maka diperoleh FCSF = 0,95

FCCS = Faktor Penyesuaian Ukuran Kota. Menurut tabel Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Ukuran Kota (FCCS) dengan jumlah penduduk Kuala Pembuang pada tahun 2010 yang berjumlah 29.456 jiwa, maka digunakan faktor penyesuaian ukuran kota FCCS = 0,86

C = (1650 x 2) x 0.92 x 1 x 0.95 x 0.86 = 2480.412 smp/jam IV.5 Hubungan Matematis Volume, Kecepatan

dan Kepadatan dengan Model Linier Greenshields

a. Hubungan Kecepatan (S) – Kepadatan (D) S = 푆푓푓 − .퐷

Dengan melakukan transformasi linier, persamaan tersebut dapat disederhanakan dan ditulis kembali dengan persamaan linier Y = A + BX dengan mengasumsikan S = Y dan D = X. Dengan mengetahui beberapa set data S dan D yang bisa di dapat dari hasil perhitungan kecepatan dan kerapatan lalu lintas, maka dengan menggunakan bantuan program komputer program SPSS v.17.0, parameter A dan B dapat dihitung menggunakan model linier Greenshields. A. Untuk Hari Senin, 19 Desember 2011 (arah

Bundaran I – Bundaran II) Perhitungan hubungan Volume, Kecepatan dan Kepadatan lalu lintas dapat dilihat selengkapnya di bawah ini : Dari perhitungan analisa regresi didapat nilai : Nilai A = 36.05779 Nilai B = - 3.56887 Sehingga dihasilkan nilai A = Sff = 36,05779 nilai Dj = − = − .

( . ) = 10.10342 smp/jam

Dengan menggunakan nilai Sff dan nilai Dj, maka dapat ditentukan hubungan matematis antar parameter sebagai berikut : b. Hubungan Kecepatan (S) – Kepadatan (D) Dengan menggunakan persamaan (2.2) dibawah ini didapat hubungan kecepatan – kepadatan : S = Sff − . D = 36,05779 − ,

. D

………………………. (5.1) Hubungan Volume (V) – Kepadatan (D) Dengan menggunakan persamaan (2.5) didapat hubungan volume – kepadatan : V = D . Sff − . D2

V = D . 36,05779 − , .

D2

c. Hubungan Volume (V) – Kecepatan (S) Dengan menggunakan persamaan (2.9) didapat hubungan volume – kecepatan : V = Dj . S − . S2

V = 10.10342. S − ..

S2

……………………… (5.3) Kepadatan Maksimum (DM) = = . = 5.05171 smp/km Kecepatan saat volume maksimum (SM) = = . = 17,4388 km/jam Volume Maksimum (VM) =

.

= . . = 91.07672 smp/jam Kapasitas (C) = Volume Maksimum = 91.07672 smp/jam IV.6. Hubungan Matematis Volume, Kecepatan

dan Kepadatan dengan Model Greenberg Greenberg mengasumsikan bahwa

hubungan matematis antara Kepadatan dan Kecepatan merupakan fungsi eksponensial. Persamaan dasar model Greenberg dapat dinyatakan melalui persamaan (2.18): 퐷 = 퐶. 푒 Dimana: D = Kepadatan Lalu lintas e = Eksponensial S = Kecepatan lalu lintas C dan b = Konstanta A = dan B = sehingga akhirnya didapat

nilai b = dan nilai C = e- A/B

Dengan transformasi linier, persamaan ini dapat disederhanakan dan ditulis kembali dengan persamaan linier Y = A + BX dengan mengasumsikan S = Y dan LnD = X. Dengan mengetahui beberapa set data S dan D yang bisa didapat dari hasil perhitungan kecepatan dan kerapatan lalu lintas, maka dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS v.17.0, parameter

S = 36,05779 - 3,568871 D

V = 10.10342 S – 0.280201 S2

V = 26,91559143.S e

Page 13: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 7

A dan B dapat dihitung menggunakan model Greenberg. B. Untuk Hari Senin, 19 Desember 2011 (arah

Bundaran I – Bundaran II) Perhitungan hubungan Volume, Kecepatan

dan Kepadatan lalu lintas dapat dilihat selengkapnya di bawah ini : Dari hasil perhitungan analisa regresi didapat nilai :

Nilai A = 34.56810 Nilai B = -10.49839

Sehingga dihasilkan nilai b = .

= - 0,095253 nilai C = e (-34.568104/ -10.498388) = 26,91559 dengan menggunakan nilai b dan C, maka dapat ditentukan hubungan matematis antar parameter sebagai berikut :

Hubungan Kecepatan (S) – Kepadatan (D) Dengan menggunakan persamaan (2.16) didapat hubungan kecepatan – kepadatan :

S = − = -10,498388 + 34.56810355

……..………...……..… (5.7) Hubungan Volume (V) – Kepadatan (D) Dengan menggunakan persamaan (2.18) didapat hubungan volume – kepadatan : V = − = - 10,498388 D + 34,56810355 D2

……………..……...…. (5.8) Hubungan Volume (V) – Kecepatan (S) Dengan menggunakan persamaan (2.20) didapat hubungan volume – kecepatan : V = S . C . ebS

= 26.91559143.S e-0.095253 S Kepadatan maksimum (DM) = eLn C – 1 = eLn 26,91559– 1 = 25,91559 smp/km Kecepatan saat volume Maximum (SM) = -1 / b= - (1/-0,095253) = 10,498388 km/jam Volume Maximum (VM) = 26,91559143 x 10.498388 e-(0,095253x 10,498388 ) = 103,951816 smp/jam Kapasitas (VM) = 103.951816 smp/jam IV.7. Hubungan Matematis Volume,

Kecepatan dan Kepadatan dengan Model Underwood Underwood mengasumsikan bahwa

hubungan matematis antara kecepatan dan kepadatan bukan merupakan fungsi linier melainkan fungsi eksponensial. Persamaan dasar model Underwood dapat dinyatakan melalui persamaan (2.27):

푆 = 푆 . 푒 Dimana: DM = Kerapatan pada kondisi arus maksimum Sff = Kecepatan arus bebas

Jika persamaan di atas dinyatakan dalam bentuk logaritma natural, maka persamaan tersebut dapat dinyatakan kembali dengan persamaan di bawah ini sehingga hubungan matematis antara kecepatan – kerapatan dinyatakan pada persamaan (2.29) di bawah ini. 퐿푛푆 = 퐿푛푆 −

Dengan melakukan transformasi linier, persamaan di atas dapat disederhanakan dan ditulis kembali sebagai persamaan linier Yi = A + BXi dengan mengetahui beberapa set data Si dan Di yang bisa didapat dari hasil perhitungan kecepatan dan

kerapatan lalu lintas, maka dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS v.17.0, parameter A dan B dapat dihitung dan dihasilkan beberapa nilai berikut:

A = Ln Sff dan MD

B 1 sehingga didapat nilai

BDM

1 dan nilau Sff = eA

A. Untuk hari Senin, 19 Desember 2011 (Bundaran

I ke Bundaran II) Perhitungan hubungan volume, kecepatan

dan kepadatan lalu lintas dapat dilihat selengkapnya di bawah ini : Dari hasil analisa regresi didapat nilai-nilai parameter A dan B sebagai berikut : Nilai A = 3,73439 Nilai B = - 0.17969 Sehingga dihasilkan nilai DM = −

, = 5.565044 smp/km

nilai Sff = e (3,73439) = 41,86253 Dengan menggunakan nilai Sff dan DM, maka dapat ditentukan hubungan matematis antarparameter sebagai berikut : Hubungan Kecepatan (C) – Kepadatan (D) Dengan menggunakan persamaan (2.28) didapat hubungan kecepatan – kepadatan : Ln S = Ln Sff − = 3,734391 – 0,179693 Hubungan Volume (V) – Kepadatan (D) Dengan menggunakan persamaan (2.27) didapat hubungan volume – kepadatan : V = D . Sff . e − = 41,86253 D e (-0,17969. D)

…………………... (5.14)Hubungan Volume (V) – Kecepatan (S) Dengan menggunakan persamaan (2.31) didapat hubungan volume – kecepatan : V = S . DM (Ln Sff – Ln S) = (S . DM (Ln Sff)) – (S . DM (Ln S) …………………. (5.15) Kepadatan Maksimum (DM) = 5.565044156 smp / km Kecepatan saat volume maksimum (SM) = e Ln Sff – 1 = e Ln (40,05179)-1 = 14,7339 km/jam Volume Maksimum didapat persamaan = 41,86252587 – 5.565044156.e -0.17969 . 5.565044156 = 85.703698 smp/jam Kapasitas (VM) = 85.703698 smp/jam V. KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan di jalan Ahmad Yani Kuala Pembuang , maka diperoleh kesimpulan bahwa : 1. Perhitungan Kapasitas Jalan dengan

menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI-1997) mendapatkan nilai

S = 34.56810355 – 10.498388 Ln D

V = 34,56810355 D – 10,498388 D Ln D

Ln S = 3,734391 – 0,17969 D

S = 41,86253 e(-0,17969 D)

V = 41,86253 D e (-0,17969. D)

V = 20,7820511 S – 5,565044 S Ln S

Page 14: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 8

Kapasitas Jalan Ahmad Yani Kuala Pembuang = 2480.412 smp / jam

2. Untuk Perhitungan Kapasitas Jalan dengan menggunakan model Linier Greenshileds, Greenberg dan Underwood yang mempunyai nilai koefisien determinasi tertinggi adalah terjadi pada hari Senin tanggal 19 Desember 2011 dengan persamaan :

a. Model Linier Greenshields Nilai R2 = 0.86899 Hubungan Kecepatan (S) – Kepadatan (D) S = 36,05779 - 3,568871 D Hubungan Volume (V) – Kepadatan (D) V = 36.05779 D – 3.568871 D2

Hubungan Volume (V) – Kecepatan (S) V = 10.10342 S – 0.280201 S2

Kapasitas / Volume Maksimum = 91.07672 smp/jam, Kepadatan Maksimum (DM) = 5.05171 smp / km dan Kecepatan saat volume maksimum (SM)= 17.4388 km/jam.

b. Model Greenberg Nilai R2 = 0.74716 Hubungan Kecepatan (S) – Kepadatan (D) S = 34.56810355 – 10.498388 Ln D

Hubungan Volume (V) – Kepadatan (D) V = 34,56810355 D – 10,498388 D Ln D Hubungan Volume (V) – Kecepatan (S) V = 26,91559143.S e-0,095253. S Kapasitas / Volume Maksimum = 103.951816

smp/jam, Kepadatan Maksimum (DM) = 25.91559 smp / km dan Kecepatan saat volume maksimum (SM)= 10.498388 km/jam.

c. Model Underwood Nilai R2 = 0.85919

Hubungan Kecepatan (S) – Kepadatan (D) S = 41,86253 e(-0,17969 D) Hubungan Volume (V) – Kepadatan (D) V = 41,86253 D e (-0,17969. D)

Hubungan Volume (V) – Kecepatan (S) V = 20,7820511 S – 5,565044 S Ln S Kapasitas / Volume Maksimum = 85.703698

smp/jam, Kepadatan Maksimum (DM) = 5.565044 smp / km dan Kecepatan saat volume maksimum (SM)= 14.7339 km/jam.

3. Terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara perhitungan Kapasitas Jalan dengan menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI – 1997) dengan Pemodelan Linier Greenshields, Model Greenberg dan Model Underwood. Ini disebabkan latar belakang pemodel yang digunakan banyak yang berasal dari penelitian jalan – jalan di luar negeri sedangkan untuk Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI – 1997) penelitiannya menggunakan karateristik jalan yang ada di Indonesia.

V.2. Saran 1. Analisa perbandingan perhitungan kapasitas

dengan menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI – 1997) dan Pemodelan Linier Greenshields, Model Greenberg dan Model Underwood perlu di teliti lagi dengan kondisi lalu lintas yang padat dan hambatan samping yang tinggi

2. Belum diperlukan pembenahan manajemen lalu lintas di Jalan Ahmad Yani Kota Kuala Pembuang Kab Seruyan karena volume lalu lintas masih sangat rendah.

3. Menanbahkan pembanding model lalu lintas yang lebih lagi untuk perhitungan kapasitas jalan seperti Model Nortwestern.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1990. Panduan Survei dan Perhitungan Waktu Perjalanan Lalu Lintas, Januari 1990, Dirjen Bina Marga Direktorat Pembinaan Jalan Kota, Jakarta

Anonim, 1990. Tata Cara Pelaksanaan Survei Perhitungan Lalu Lintas Cara Manual, Januari 1990, Dirjen Bina Marga Direktorat Pembinaan Jalan Kota, Jakarta

Anonim, 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia, February 1997, Dirjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta

Anonim, 1999. Rekayasa Lalu Lintas, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Cetakan Pertama, Jakarta

Hobbs, F.D. 1995. Perencanaan Teknik Lalu Lintas, Gadjah Mada University Press, Edisi Kedua, Yogyakarta

Khysty, J.C. 1990. Transportation Engineering An Introduction, Prentice Hall, New Jersey

May, A.D. 1990. Trafic Flow Fundamentals, Prentice-Hall, New Jersey

Tamin, O.Z. 1991. Hubungan Volume, Kecepatan dan Kepadatan Lalu Lintas, Jurnal Teknik Sipil ITB No.3

Wells, G.R. 1969. Traffic Engineering Griffin London.

Leihitu Donny DJ, 2001. Skripsi, Studi Hubungan Volume, Kecepatan dan Kepadatan Lalu Lintas dengan Model Linier Greenshileds

Lehitu Donny DJ, 2004. Thesis, Analisis Pengaruh Hambatan Samping Terhadap Kinerja Jalan Di Kota Manado (Studi Kasus Jalan Sam Ratulangi)

Page 15: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 9

PERILAKU KOLOM BAJA PROFIL SIKU TERSUSUN EMPAT DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ANSYS

Lilis Indriani, ST, MT,

E-mail: [email protected]

Abstract At the design standard longitudinal section don’t demand rules as pressure axial, so some longitudinal section can bunch become one by connection plate until shape built up column. It give large area, built up column can restrain load and stiffness more great than column singular. Purpose research is know influence configuration profile built up to capacity column built up, know behavior built up column to force pressure axial ultimate, know influence increment variation space couple plate to stiffness column, know pattern stress strain built up column to force pressure axial, pound coefficient factor length buckling )(K result influence increment variation space couple plate to capacity built up column. Analysis built up column, use model built up column long 1000 mm )(L with couple plate result experimental (Basuki,2007) and variation with Finite Element Analysis (FEA) used ANSYS Ed.9.0 by element SOLID45 for spacing couple plate 1000 mm, spacing variation couple plate 500 mm, 500 mm; spacing variation couple plate 333,33 mm, 333,33 mm, 333,333 mm; spacing variation couple plate 200 mm, 300 mm, 500 mm; spacing variation couple plate 308 mm, 308 mm, 384 mm and variation cross section column. Steel stress yield yf = 322,02 MPa and Modulus Elastisitas E = 228404,9 MPa. Find result from Finite Element Analysis: column model A shape box four profile angel with inersia moment 1.063.333,33 mm4 to column model B shape box four profile angel up side down with inersia moment 930.523,6 mm4, ratio inersia moment 1,143 will increase load critical 0,865%, load yield 0,219%, load ultimate 0,701% and stiffness 1,962% model A than model B. Column with used four couple plate distance uniform will load critical increase 13,636%, load yield increase 0,291%, load ultimate down 0,319% and stiffness increase 5,686% from column with used four couple plate distance not uniform. Stress softening column used two couple plate to strain more 0,200 and stress softening column used more two couple plate distance not uniform to strain less 0,200. Coefficient factor length buckling for load yield 0,629. L model A and 0,630. L model B, coefficient factor length buckling for load ultimite 0,521. L model A and 0,522. L model B. Keyword: Steel Column, Built Up Column Profile Angel, Couple Plate PENDAHULUAN Fenomena tekuk berkaitan dengan kekakuan elemen struktur. Suatu elemen yang mempunyai kekakuan kecil lebih mudah mengalami tekuk dibandingkan dengan elemen yang mempunyai kekakuan besar. Untuk menghindari kegagalan akibat tekuk pada kolom, maka luas tampang tekan dan bentuk dari tampang harus dipilih secara benar. Momen inersia menjadi salah satu pertimbangan yang penting dalam pemilihan tampang, maka nilai momen inersia dapat ditingkatkan dengan menyebarkan luas tampang dalam batas-batas praktis sejauh mungkin dari sumbunya. Salah satu alternatif untuk meningkatkan momen inersia adalah dengan membuat penampang bentukkan yang dikenal dengan kolom batang tersusun. Selain memberikan luasan yang lebih besar, kolom

tersusun juga dapat menahan beban dan kekakuan lebih besar dibandingkan dengan kolom tunggal. PERUMUSAN MASALAH

Bentuk dan ukuran profil standar (rolled section) adalah terbatas, dikarenakan adanya pertimbangan ekonomis dan faktor kesulitan dalam proses manufakturnya. Saat tampang standar sudah tidak mencukupi persyaratan sebagai batang tekan yang diinginkan, maka beberapa tampang dapat dirangkai menjadi satu agar didapat suatu bentuk tampang yang diinginkan dengan dihubungkan oleh pelat sehingga membentuk kolom batang tersusun.

Berdasarkan uraian diatas maka perlu dibuat sebuah permodelan untuk dapat mengetahui perilaku dan kekuatan dari kolom batang tersusun dengan menggunakan analisis

Page 16: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 10

metode elemen hingga dengan bantuan software ANSYS ED Version 9.0.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: a. Mengetahui pengaruh konfigurasi profil

tersusun terhadap kapasitas kolom baja profil siku tersusun.

b. Mengetahui perilaku kolom baja profil siku tersusun terhadap gaya aksial tekan ultimit.

c. Mengetahui pengaruh penambahan variasi jarak pelat kopel terhadap kekakuan kolom baja profil siku tersusun.

d. Mengetahui pola stress-strain kolom baja profil siku tersusun terhadap gaya aksial tekan.

e. Mendapatkan koefisien faktor panjang tekuk akibat pengaruh variasi jarak antara pelat kopel terhadap kapasitas kolom baja profil siku tersusun.

BATASAN MASALAH Pada penelitian ini dilakukan pembatasan

yaitu: a. Kolom batang tersusun yang dibahas terdiri

dari empat profil siku L 20 x 20 x 2 mm dan pelat kopel 30 x 3 mm

b. Variasi jarak pengaku adalah 1000 mm, 500 mm, 333,3 mm, variasi jarak 200 mm, 300 mm, 500 mm dan variasi jarak 308 mm, 308 mm, 385 mm.

c. Kolom dibuat dengan ukuran yang sama, yaitu kolom batang tersusun persegi dengan ukuran b = 100 mm, h = 100 mm dan L = 1000 mm

d. Peraturan konstruksi mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI 03-1729-2002).

e. Mutu baja yang digunakan yf = 322,02 MPa dan E = 228404,9 MPa.

f. Beban yang bekerja adalah beban aksial tekan sentris.

g. Tumpuan ujung kolom dianggap sebagai sendi sendi. Kekuatan kolom mengasumsikan ujung sendi di mana tidak ada kekangan rotasional momen.(Charles G. Salmon, 1992).

h. Kekuatan las pada sambungan pelat pengaku dianggap mampu menahan beban yang bekerja.

i. Momen pada kolom tidak dibahas, karena kekangan momen pada ujung – ujung batang benar – benar ada sehingga menyebabkan titik momen nol dan bergerak menjauhi ujung – ujung yang ditahan.

ANALISIS KOMPONEN STRUKTUR TERSUSUN YANG TIDAK MEMPUNYAI SUMBU BAHAN Berdasarkan SNI-03-1729-2002, analisis komponen struktur tersusun yang tidak mempunyai sumbu bahan adalah sebagai berikut: a. Komponen struktur tersusun dari beberapa

elemen yang disatukan pada seluruh panjangnya boleh dihitung sebagai komponen struktur tunggal.

b. Suatu komponen yang mengalami gaya tekan konsentris akibat beban terfaktor, uN , harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

uu NN (1) Dimana: = Faktor reduksi kekuatan (Tabel 6.4-2

SNI 03-1729-2002)

nN = Kuat tekan nominal komponen struktur (N)

Daya dukung nominal komponen struktur :

nN = gA . crf =

yg

fA . (2)

crf =

yf (3)

Dimana:

gA = Luas penampang tersusun (mm²)

yf = Tegangan leleh baja (MPa) = Koefisien tekuk

c. Kelangsingan ideal dari komponen struktur

tersusun yang tidak mempunyai sumbu bahan terhadap sumbu x dan sumbu y dihitung sebagai berikut:

ix = 22

2 lxm (4)

iy = 22

2 lym

(5)

l = minrLl (6)

x =x

kx

rL

(7)

Page 17: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 11

y =y

ky

rL

(8)

Dimana :

lL = spasi antar pelat kopel pada arah komponen struktur tekan, mm

kyL = panjang tekuk komponen struktur tersusun pada arah tegak lurus sumbu y-y, dengan memperhatikan pengekang lateral yang ada dari kondisi jepitan ujung-ujung komponen struktur, mm

kxL = panjang tekuk komponen struktur tersusun pada arah tegak lurus sumbu x-x, dengan memperhatikan pengekang lateral yang ada, dari kondisi jepitan ujung-ujung komponen struktur, mm

xr = jari-jari girasi komponen struktur tersusun terhadap sumbu x-x, mm

yr = jari-jari girasi komponen struktur tersusun terhadap sumbu y-y, mm

minr = jari-jari girasi elemen komponen struktur terhadap sumbu yang memberikan nilai yang terkecil (sumbu ll ), mm

m = konstanta

d. Kekuatan Nominal batang tekan tersusun selanjutnya dapat dihitung dengan Persamaan (2) dan (3), dengan nilai parameter kelangsingan ( c ), koefisien tekuk ( ) dihitung berdasarkan persamaan-persamaan berikut :

Ef y

iyc

1 (9)

Dimana: iy = Angka kelangsingan

c = Faktor angka kelangsingan

E = Modulus elastisitas baja (MPa)

yf = Tegangan leleh baja (MPa)

Untuk c 0,25 maka 1 Untuk 0,25 < c <1,2 maka

c

67,06,143,1

Untuk c 1,2 maka 225,1 c ANALISIS BEBAN KRITIS KOLOM TERSUSUN Besarnya beban kritis yang dapat dipikul oleh kolom tersusun adalah sebagai berikut:

yd

e

ekritis

IEL

tabEL

btEaL

LKIE

LKIE

PP

PP

..24....56,1

...2.

)(..1

)(..

12

113

12

2

2

2

.(10)

Dimana:

kritisP = Beban kritis pada batang (N)

E = Modulus Elastisitas Baja (N/mm²) I = Inersia gabungan penampang batang

(mm4) L = Panjang batang (mm) K = Faktor tekuk batang

1L = Jarak antar kopel terpanjang (mm) a = Jarak antara sumbu penampang batang

(mm) t = Lebar pelat kopel (mm) b = Tebal pelat kopel (mm)

yI = Inersia gabungan pelat kopel (mm4) ANALISIS DEFLEKSI LELEH Besarnya nilai defleksi pada kolom akibat beban leleh ditentukan berdasarkan perbandingan antara beban leleh dengan modolus elastisitas bahan dan luas penampang serta faktor panjang tekuk kolom. Nilai defleksi dapat ditentukan dengan Persamaan:

ExALxKxP

profiltotal

nyY (11)

Dimana :

yP = Beban leleh (N)

K = Panjang faktor tekuk ditentukan berdasarkan perletakan kolom.

nL = Jarak bersih antara pelat kopel (mm)

profiltotalA = Luas total profil (mm²)

Page 18: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 12

E = Modolus Elastisitas (N/mm²) Finite Element Analysis Menggunakan ANSYS Pada penelitian ini model kolom baja profil siku tersusun menggunakan analisis model elemen hingga dengan bantuan program komputasi ANSYS Ed.9.0. Dalam program ANSYS, model elemen hingga dibuat menggunakan graphical user interface (GUI). 1. Model Baja Model baja pada model kolom baja profil siku

tersusun menggunakan elemen model elemen bricknode8 SOLID45 dari struktur yang padat.

2. Model Tumpuan Model tumpuan kolom baja profil siku dalam

penelitian ini sifat regangan dan tegangan sama dengan model baja.

METODE PENELITIAN 1. Perancangan Model Analisis model kolom baja profil siku tersusun

menggunakan analisis elemen hingga dengan bantuan komputasi ANSYS. Model baja menggunakan material bricknode8 SOLID45. Langkah pertama yang dilakukan adalah memodelkan Kolom baja profil siku tersusun empat dengan data input yang sesuai dengan hasil uji eksperimental terdahulu.

Gambar 1. Profil Siku L.20.20.2

Gambar 2. Konfigurasi Model Profil

Siku Tersusun (mm) a. Kurva tegangan regangan baja untuk baja

paduan rendah berkekuatan tinggi yang memiliki tegangan leleh antara 275 MPa sampai dengan 480 MPa dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kurva Tegangan Regangan

Mutu Baja yf =322,02 Mpa b. Nilai beban pada FEM diperoleh dari hasil

konversi beban terpusat eksperimental menjadi beban merata dengan luas pelat tumpuan sebagai pembagi. Sebagai contoh untuk model LA2 beban terpusat eksperimental adalah 55000 N, dengan ukuran pelat 100 mm x 100 mm, maka beban merata menjadi 5,5 N/mm 2 demikian untuk model selanjutnya.

Page 19: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 13

2. Jumlah Model Jumlah model ditentukan berdasarkan variasi

bentuk penampang dan jarak antara kopel, adapun jumlah model analisis elemen hingga menggunakan ANSYS adalah: a. Model A

Bentuk penampang A dapat dilihat seperti gambar 3

Gambar 3. Bentuk Penampang A

Variasi jarak dari bentuk penampang A adalah: 1) LA1 jarak 1000 mm 2) LA2 jarak 500mm ;500mm 3) LA3 jarak 333,33 mm ; 333,33 mm

dan 333,33 mm 4) LA4 jarak 200 mm ; 300 mm dan 500

mm

5) LA5 jarak 308 mm ; 308 mm dan 384 mm

b. Model B Bentuk penampang B dapat dilihat seperti gambar 4

Gambar 4. Bentuk Penampang B

Variasi jarak dari bentuk penampang B adalah: 1) LB1 jarak 1000 mm 2) LB2 jarak 500mm ;500mm 3) LB3 jarak 333,33 mm ; 333,33 mm

dan 333,33 mm 4) LB4 jarak 200 mm ; 300 mm dan 500

mm 5) LB5 jarak 308 mm ; 308 mm dan 384

mm

Pembagian jarak pelat kopel dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Pembagian Jarak Pelat Kopel

LA1;LB1 LA2;LB2 LA3;LB3 LA4;LB4 LA5;LB5

Page 20: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 14

3. Bagan Alir Penelitian

Mulai

Element type: SOLID45

Real constant: SOLID45

Material model: SOLID45

A

ModelingcreateKeypoint (sesuai dengan model eksperimental)

ModelingcreateAreas ArbitraryThrough KPs

ModelingoperateExtrude AreasBy XYZ Offset

B

Mesh attribute: SOLID45

Mesh: SOLID45

A

Loads: SOLID45

Define loads: apply

Analysis type: solution and control

Time at end of loadstep Automatic time stepping

Number of substep Max no. Of substep Min no. Of substep

Modelingoperatebooleansglue

Volume: Pick all

Selesai

Tidak

Validasi Beban Kritis

dengan eksperimental

Ya

Plotting grafik

Pressure: On area

Displacement: On Area

Solving: current LS

B

Validasi Beban Leleh dan Beban Ultimit

dengan Hasil Perhitungan Manual

Ya Rumus Koefisien Panjang Tekuk Kolom

Kesimpulan

Tidak

Page 21: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 15

Hasil analisis model elemen hingga yang

sudah diolah akan dilakukan validasi model. Validasi model dengan membandingkan hasil analisis model menggunakan ANSYS dengan hasil eksperimental dengan tingkat kesalahan validasi maksimal 10% dari analisis tersebut. Jika tingkat kesalahan validasi lebih dari 10%, maka perlu dilakukan pengecekan kembali terhadap input data ke program komputasi ANSYS. Sedangkan validasi antara hasil analisis model menggunakan ANSYS dengan perhitungan manual adalah kurang dari 20%. Jika hasil tersebut telah tervalidasi semua, maka dapat digunakan mengambil kesimpulan dari model tersebut dan dilanjutkan dengan pembuatan model dengan variasi yang telah ditetapkan dalam batasan penelitian. Tetapi apabila hasil tersebut tidak tervalidasi, maka dibuatlah sebuah persamaan koefisien panjang faktor tekuk )(K , sehingga hasil perhitungan manual tervalidasi terhadap hasil FEM. Adapun langkah pembuatan persamaan (curve fitting) adalah sebagai berikut:

1. Mendifinisikan persamaan 1L dengan menggunakan Persamaan 6.

2. Membuat persamaan kelangsingan arah sumbu y-y dengan menggunakan Persamaan 7.

3. Membuat persamaan kelangsingan ideal dengan menggunakan Persamaan 4.

4. Membuat persamaan faktor angka kelangsingan kolom c dengan menggunakan Persamaan 9.

5. Menentukan nilai koefisien tekuk )( berdasarkan nilai beban hasil FEM

6. Diperoleh matrik dari tiga persamaan untuk model LA3, model LA4 dan model LA5.

7. Didapat nilai koefisien panjang faktor tekuk )(K

8. Validasi nilai beban hasil FEM dan hasil perhitungan manual, jika tervalidasi maka nilai koefisien panjang faktor tekuk.

HASIL DAN KESIMPULAN

1. Validasi Validasi terhadap hasil eksperimental hanya untuk tiga model kolom baja profil siku tersusun yaitu model LA2, LA3 dan LA4. Sedangkan validasi hasil FEM dengan hasil perhitungan manual dibandingkan untuk semua model. Tabel 1.Validasi Nilai Beban Kritis dan Defleksi Kritis pada Model Hasil FEM Terhadap Hasil

Eksperimental dan Perhitungan Manual

No Model

Validasi Beban Kritis dan Defleksi Kritis

FEM Perhitungan Manual Eksperimental

crP (KN)

cr (mm)

crP (KN)

cr (mm) crP (KN) cr (mm)

1 LA1 28,000 0,157 28,825 0,158 N/A N/A 2 LA2 65,000 0,364 53,903 0,366 55,000 3,400 3 LA3 77,000 0,463 75,594 0,464 75,000 1,340 4 LA4 61,000 0,367 53,903 0,366 45,000 1,750 5 LA5 72,000 0,433 67,368 0,430 N/A N/A 6 LB1 28,000 0,155 28,336 0,157 N/A N/A 7 LB2 65,000 0,352 52,668 0,351 N/A N/A 8 LB3 76,000 0,410 73,349 0,410 N/A N/A 9 LB4 60,000 0,322 52,668 0,351 N/A N/A 10 LB5 71,000 0,383 65,545 0,382 N/A N/A

Page 22: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 16

Gambar 6. Validasi Nilai Beban Kritis dan Defleksi Kritis pada Model Hasil FEM Terhadap Hasil

Eksperimental dan Perhitungan Manual 2. Perilaku

Model A mempunyai luas penampang 308 mm² dengan nilai momen inersia 1.0633.333,333 mm4 sedangkan model B mempunyai luas penampang 308 mm² dengan nilai momen inersia 930.523,6 mm4. Jadi rasio perbandingan nilai momen inersia model A sebesar 1,143 terhadap nilai momen inersia model B. Rekapitulasi perilaku batang kolom profil siku pada semua model adalah: a. Model LA1 Kolom baja profil siku dengan dua

pelat kopel akan mengalami tekuk lateral ke arah x 46,470 mm dan arah y 47,290 mm. Nilai Beban ultimit sebesar 393,940 KN dan deformasi ultimit sebesar 190,802 mm. Tegangan ultimit terjadi pada batang kolom dengan nilai regangan maksimum 0,231.

Gambar 7. Hasil ANSYS model LA1

b. Model LA2 Kolom baja profil siku dengan tiga pelat kopel akan mengalami tekuk lateral ke arah x 12,874 mm dan arah y 12,875 mm. Nilai Beban ultimit sebesar 387,300 KN dan deformasi ultimit sebesar 168,743 mm. Tegangan ultimit terjadi pada batang kolom dengan nilai regangan maksimum 0,214.

Gambar 8. Hasil ANSYS model LA2

c. Model LA3 Kolom baja profil siku dengan empat pelat kopel dengan jarak yang seragam akan tertekuk lateral ke arah x 9,129 mm dan arah y 9,492 mm. Nilai Beban ultimit sebesar 384,550 KN dan defleksi ultimit sebesar 163,272 mm. Tegangan ultimit terjadi pada batang kolom dengan nilai regangan maksimum 0,208.

Page 23: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 17

Gambar 9. Hasil ANSYS model LA3

d. Model LA4 Kolom baja profil siku dengan empat pelat kopel dengan jarak yang variasi akan tertekuk lateral ke arah x 11,812 mm dan arah y 11,812 mm. Nilai Beban ultimit sebesar 379,780 KN dan defleksi ultimit sebesar 156,486 mm. Tegangan ultimit terjadi pada batang kolom dengan nilai regangan maksimum 0,191.

Gambar 10. Hasil ANSYS model LA4

e. Model LA5 Kolom baja profil siku dengan empat pelat kopel dengan jarak yang hampir seragam akan tertekuk lateral ke arah x 9,725 mm dan arah y 9,725 mm. Nilai Beban ultimit sebesar 385,780 KN dan defleksi ultimit sebesar 165,052 mm. Tegangan ultimit terjadi pada batang kolom dengan nilai regangan maksimum 0,208.

Gambar 11. Hasil ANSYS model LA5

f. Model LB1 Kolom baja profil siku dengan dua pelat kopel akan mengalami tekuk lateral ke arah x 24,270 mm dan arah y 43,235 mm. Nilai Beban ultimit sebesar 392,540 KN dan deformasi ultimit sebesar 187,380 mm. Tegangan ultimit terjadi pada batang kolom dengan nilai regangan maksimum 0,224.

Gambar 12. Hasil ANSYS model LB1

g. Model LB2 Kolom baja profil siku dengan tiga pelat kopel akan mengalami tekuk lateral ke arah x 7,097 mm dan arah y 13,746 mm. Nilai Beban ultimit sebesar 385,100 KN dan defleksi ultimit sebesar 166,496 mm. Tegangan ultimit terjadi pada batang kolom dengan nilai regangan maksimum 0,214.

Page 24: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 18

Gambar 13. Hasil ANSYS model LB2

h. Model LB3 Kolom baja profil siku dengan empat pelat kopel dengan jarak yang seragam akan tertekuk lateral ke arah x 4,631 mm dan arah y 4,631 mm. Nilai Beban ultimit sebesar 382,550 KN dan defleksi ultimit sebesar 159,109 mm. Tegangan ultimit terjadi pada batang kolom dengan nilai regangan maksimum 0,199.

Gambar 14. Hasil ANSYS model LB3

i. Model LB4 Kolom baja profil siku dengan empat pelat kopel dengan jarak yang variasi akan tertekuk lateral ke arah x 6,450 mm dan arah y 11,973 mm. Nilai Beban ultimit sebesar 376,020 KN dan defleksi ultimit sebesar 150,016 mm.

Tegangan ultimit terjadi pada batang kolom dengan nilai regangan maksimum 0,176.

Gambar 15. Hasil ANSYS model LB4

j. Model LB5 Kolom baja profil siku dengan empat pelat kopel dengan jarak yang hampir seragam akan tertekuk lateral ke arah x 5,354 mm dan arah y 9,762 mm. Nilai Beban ultimit sebesar 381,650 KN dan defleksi ultimit sebesar 157,679 mm. Tegangan ultimit terjadi pada batang kolom dengan nilai regangan maksimum 0,185.

Gambar 16. Hasil ANSYS model LB5

Page 25: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 19

3. Kesimpulan Berdasarkan analisis model menggunakan

perhitungan manual dan analisis model FEM menggunakan ANSYS pada kolom baja profil siku tersusun dengan pelat kopel, maka dapat disimpulkan hasil analisis berdasarkan tujuan pada penelitian ini sebagai berikut:

a. Perbandingan kolom model A yang berbentuk kotak empat profil siku dengan momen inersia 1.063.333,33 mm4 terhadap kolom model B yang berbentuk kotak empat profil siku terbalik dengan momen inersia 930.523,6 mm4 dimana rasio momen inersia 1,143 akan meningkatkan beban kritis 0,865%, beban leleh 0,219%, beban ultimit 0,701% dan kekakuan 1,962% model A terhadap model B.

b. Kolom model A dengan empat pelat kopel dan jarak yang seragam akan mengalami kenaikan beban kritis sebesar 13,636%, kenaikan beban leleh sebesar 0,291%, penurunan beban ultimit sebesar 0,319% (terhadap model LA5) dan kenaikan kekakuan sebesar 5,686% dibandingkan dengan jarak yang tidak seragam.

c. Kolom dengan empat pelat kopel dan jarak yang seragam akan mengalami kenaikan kekakuan sebesar 5,686% dibandingkan dengan jarak yang tidak seragam.

d. Kurva tegangan regangan untuk kolom dengan dua pelat kopel akan mengalami perlemahan tegangan pada regangan lebih dari 0,200. Sedangkan kurva tegangan regangan untuk kolom dengan pelat kopel lebih dari dua dan jarak antara pelat kopel yang tidak seragam cendrung mengalami perlemahan tegangan pada regangan kurang dari 0,200. Hal ini disebabkan deformasi ultimit yang terjadi lebih kecil pada kolom yang menggunakan pelat kopel lebih dari dua.

e. Kolom baja profil siku tersusun yang menggunakan pelat kopel lebih dari tiga dengan jarak yang bervariasi dalam perhitungan analisis tidak hanya batang terpanjang yang memberikan pengaruh terhadap kapasitas beban leleh maupun beban ultimit. Untuk perhitungan analitis beban leleh maka besarnya nilai

)64599,059964,063923,0(1 cbc LLLL pada model penampang kolom A dan

)63584,062212,063003,0(1 cba LLLL pada model penampang kolom B, sedangkan untuk perhitungan analitis beban ultimit maka

besarnyanilai )50927,058895,046384,0(1 cba LLLL

pada model penampang kolom A dan )52852,054340,048963,0(1 cba LLLL

pada model penampang kolom B. Besarnya nilai K terhadap panjang kolom untuk perhitungan beban leleh adalah 0,629. L untuk model A dan 0,630. L untuk model B. Sedangkan nilai K terhadap panjang kolom untuk perhitungan beban ultimit adalah 0,521. L untuk model A dan 0,522. L untuk model B.

SARAN Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dalam penelitian ini, beberapa saran yang dapat diusulkan, sebagai berkut: 1. Penggunaan pelat kopel sebaiknya hanya

untuk kondisi elastis atau kapasitas beban leleh, karena kolom dengan pelat kopel tidak mampu meregang secara maksimal sampai tegangan ultimit.

2. Dalam penggunaan pelat kopel pada kolom harus diperhatiakan sambungan antara pelat kopel dengan profil terutama pada kopel bagian tengah kolom, karena tegangan pada daerah ini akan sama dengan tegangan pada profil kolom.

3. Untuk menghindari terjadinya tekuk lateral yang tidak seragam pada kolom, sebaiknya jarak pelat kopel diseragamkan.

4. Penggunaan sambungan las pada pelat kopel harus diperhatikan karena sangat berpengaruh terhadap kapasitas dari kolom baja tersusun

DAFTAR REFERENSI 1. Achmad Basuki, (2007). Kekakuan Kolom

Baja Tersusun Empat Profil Siku Dengan Variasi Pelat Kopel . Media Teknik Sipil/Januari 2007.

2. Agus Setiawan, (2008). Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD. Erlangga. Jakarta

3. Badan Standarisasi Nasional, (2000), Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung (SNI-03-1729-2002), Bandung.

4. Atin Sudarsono, (2005) Studi Parametik Daktilitas Balok – Kolom Baja Berpenampang I, www/digilib.itb.ac.id/gdl.phd

Page 26: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 20

5. Duggal, S.K (1993), Design of Steel Structure, Tata Mc Graw-Hill Publishing Company Limited, New Delhi.

6. Salmon,C.G, John E. Johnson, (1992). Struktur Baja Desain dan Perilaku. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

7. Sanci Barus, Ir, (2008), Analisa Perbandingan Tekuk Kolom Dengan Menggunakan Profil Baja Tersusun Dan Komposit , USU Repository © 2008.

8. Sindur P.Mangkoesubroto (2007), Bahan Kuliah Struktur Baja, www.icfee.info

9. S.R Satish Kumar, Prof, Design of Steel Structure, Indian Institute of Tecnology Madras.

10. Rene Amon, Bruce Knobloch, Atanu Mazumder, (2000). Perencanaan Konstruksi Baja Untuk Insinyur dan Arsitek Jilid 1. Pradnya Paramita. Jakarta

11. Rudy Gunawan,Ir (1987), Tabel Profil Kontruksi Baja, Kanisius, Yogyakarta

12. University of Alberta, (2002), ANSYS Tutorial Buckling, www.mece.ualberta.ca/

13. Tutorials/ansys/cl/clt/buckling/print.html 14. Y.Nakasone, S.Yoshimoto, (2006),

Engineering Analysis With ANSYS Software, Departement of Mechanical Engineering Tokyo University of Science, Tokyo, Japan.an Institute

Page 27: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VO1, EDISI JANUARAI 2012 – APRIL 2012 Page 21

ANALISIS TARIF ANGKUTAN KAPAL LAYAR MOTOR DI PELABUHAN LAUT KUALA PEMBUANG KABUPATEN SERUYAN

(Studi Kasus Kapal 34 GT)

Bagus Subaganata, S.T., M.T. (Staf Pengajar Universitas Darwan Ali)

Fakultas Teknik Program Studi Teknik Sipil Yayasan Wijaya Kusuma

Universitas Darwan Ali (UNDA) - Kuala Pembuang (Kab. Seruyan). E-mail: [email protected]

Abstrak

Pelabuhan Kuala Pembuang merupakan salah satu pelabuhan laut yang mana konstruksi bangunan pelabuhan tersebut terbuat dari kayu besi. Diharapkan dengan adanya pelabuhan laut ini, dapat digunakan sebagai sarana dan prasarana perdagangan dalam negeri di wilayah Kalimantan Tengah yang mempunyai peran strategis dalam peningkatan perekonomian di Kabupaten Seruyan khususnya. Sungai Seruyan berada di Kabupaten Seruyan memiliki panjang 400 km, lebar 250 m, dan kedalaman 5 m yang bisa dilayari ± 300 km. Pelabuhan Laut Kuala Pembuang terletak di Sungai Seruyan, tepatnya di Kuala Pembuang yang jaraknya ± 3,5 mil dari ambang luar Sungai Seruyan dengan posisi 03º - 21´ - 46 ̋LS / 112 º - 32´ - 40 ̋BT. Untuk menentukan besaran tarif angkutan barang KLM (Kapal Layar Motor) 34 GT yang beroperasi di Pelabuhan Laut Kuala Pembuang. Pendapatan Bersih kapal 34 GT yang diperoleh, untuk KLM Semangat Baru Rp. 364.983.441,28/Tahun, KLM Putra Nelayan Rp. 430.263.509,38/Tahun, dan KLM Berkat Rahmat Rp. 343.341.056,28/Tahun. Sedangkan Total Cost yang diperolah dari KLM Semangat Baru Rp. 2.177,90 (Ton/Mil), KLM Putra Nelayan Rp. 1.978,31(Ton/Mil), dan KLM Berkat Rahmat Rp. 975,51(Ton/Mil). Tarif angkutan barang KLM (Kapal Layar Motor) 34 GT yang seragam diperoleh adalah Sebesar Rp.11.583,41(Ton/Mil).

Kata Kunci : Tarif Kapal Layar Motor, Pelabuhan Laut Kuala Pembuang

PENDAHULUAN Indonesia adalah Negara maritim yang

terdiri atas 17.508 pulau merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia. Beranjak dari kondisi geografis Indonesia tersebut, maka peranan transportasi laut dan penyeberangan sangat dominan dalam memperlancar arus barang dan manusia.

Transportasi laut sangat berperan di negara kepulauan seperti Indonesia. Hal ini disebabkan oleh karena keterbatasan jangkauan transportasi darat dan transportasi udara. Keterbatasan jangkauan transportasi darat sebagai akibat dari tidak tersedianya prasarana jalan yang menghubungkan beberapa pulau. Sementara untuk transportasi udara keterbatasan jangkauannya sebagai akibat dari tarif yang relatif mahal terutama terhadap barang – barang yang bersifat bulky.

Pelayaran rakyat dalam kegiatan operasionalnya merupakan salah satu sub-sistem dari sistem angkutan laut nasional, umumnya dikelola oleh golongan ekonomi menengah ke bawah, diusahakan oleh pengusaha pribumi yang berasal dari Bugis, Banjar, Jawa, Makasar, dan Madura melalui pemupukan modal perorangan atau kekeluargaan dalam jumlah yang relatif kecil dibanding dengan usaha pelayaran lainnya. Salah satu wujud transportasi laut adalah pelayaran rakyat. Pelayaran rakyat dicirikan dengan kapal – kapal yang terbuat dari bahan kayu yang menggunakan alat penggerak berupa layar, motor atau perpaduan antara layar dan motor (kapal layar motor/KLM). Kapal – kapal yang digunakan oleh pelayaran rakyat pada umumnya berkapasitas kecil.

Dengan kondisi belum adanya penerapan tarif standar angkutan barang yang diberlakukan pada kapal layar motor di daerah Kuala Pembuang oleh Pemerintah Daerah Kabupaten

Page 28: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 22

Seruyan, mengakibatkan pemilik kapal (operator) kesulitan dalam menentukan besaran tarif angkut yang harus dibayarkan oleh pemakai jasa (user). Sehingga besaran tarif yang ditawarkan oleh operator kepada pemakai jasa, sering terjadi ketidaksepakatan dalam transaksi pembayaran tarif jasa angkut.

PERUMUSAN MASALAH Dari latar belakang tersebut diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana menentukan tarif angkutan

barang, berdasarkan kapasitas angkut kapal layar motor ?

2. Apakah penetapan tarif angkutan barang yang berlaku saat ini tidak jelas ?

TUJUAN PENELITIAN Tujuan Dengan melihat rumusan masalah

diatas, maka tujuan Penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan tarif angkutan barang kapal

layar motor yang digunakan dalam pengopersiannya di Pelabuhan Laut Kuala Pembuang

BATASAN MASALAH Agar penelitian ini dapat terarah sesuai

dengan tujuan, maka diambil batasan-batasan sebagai berikut : 1. Penelitian ini dilakukan pada kapal kayu,

jenis Kapal Layar Motor (KLM) di Pelabuhan Laut Kuala Pembuang Kabupaten Seruyan.

2. Penelitian ini membahas tarif angkutan barang pada kapal layar motor di Pelabuhan Laut Kuala Pembuang, ditinjau dari beberapa faktor yaitu : biaya solar, pelumas, reparasi dan suku cadang, administrasi, gaji ABK termasuk biaya konsumsi dan pengobatan.

3. Perjalanan kapal layar motor yang ditinjau dengan tujuan dari Kuala Pembuang ke Surabaya atau sebalik Surabaya ke Kuala Pembuang, yang berjarak 254 Mil.

4. Tipe barang yang diangkut dikelompokan menjadi bahan pokok, bahan bangunan, dan bahan-bahan lain.

5. Standar gaji ABK berdasarkan Lapangan sebesar Rp. 500.000,- dan berdasarkan UMR (Upah Minimum Regional) Provinsi Kalimantan Tengah sebesar Rp. 986.560,- (Sumber : hrcento.com).

Page 29: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 23

METODE PENELITIAN Adapun tahapan yang digunakan dalam melakukan proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut :

Mulai

Persiapan : Survey Pendahuluan Studi Pustaka Permasalahan

Tujuan Penelitian

Pengumpulan Data

A

Page 30: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 24

Gambar 3.1 Diagram Bagan Alir

Pengolahan Data : BOK Besaran Pendapatan Besaran Pengeluran

- Biaya Penyusutan(Depresiasi) - Biaya Anak Buah Kapal (ABK) - Biaya Perbekalan (Konsumsi) - Biaya Repair Maintenance dan

Supplay (RMS) - Biaya BBM - Biaya Minyak Pelumas - Biaya Manajemen - Biaya Air Tawar - Biaya Labuh - Biaya Tambat

Total Cost - Operating Movement Cost - Detention/Idling Cost

Tarif - Berdasarkan Jarak tempuh

A

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Hasil : Tarif Angkutan Barang KLM

Data Sekunder : Studi Literatur Jumlah Kapal layar

motor Kapasitas Angkut

Data Primer : BOK Pengeluaran Pendapatan

Page 31: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 25

Gambar 3.2 Peta Lokasi Peneltian

Page 32: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 26

1.1 Landasan Teori 1.1.1 Pengertian Transportasi

Transportasi merupakan proses pemindahan barang dan manusia dari tempat asal (dari mana kegiatan pengangkutan dimulai) ke tempat tujuan (kemana kegiatan pengangkutan diakhiri), sehingga transportasi bukanlah sebuah tujuan melainkan sarana pencapaian tujuan untuk menanggulangi kesenjangan jarak dan waktu (Nasution, 1996).

Angkutan didefinisikan sebagai suatu kegiatan pemindahan orang atau barang dari suatu tempat (asal) ke tempat lain (tujuan) dengan menggunakan sarana (PP No.41, 1993)

Angkutan sebagai sarana untuk membantu orang/kelompok menjangkau berbagai tempat yang dikehendaki atau mengirim barang dari tempat asal ke tujuannya, dengan batasan angkutan penumpang meliputi bis kota, minibus, kereta api, kapal, dan pesawat (Warpani, 2002).

1.1.2 Pemilihan Moda Transportasi

Dalam memilih moda transportasi untuk suatu jenis produk tertentu lazimnya pengirim mempertimbangkan tujuh kriteria (Nasution, M. Nur. 2003 : 44 - 45), yaitu :

1. Kecepatan waktu pengantaran dari rumah ke rumah atau dari gedung ke gedung (travel time);

2. Frekuensi pengiriman terjadwal; 3. Keandalan dalam memenuhi jadwal pada

waktunya; 4. Kemampuan menangani angkutan dari

berbagai barang; 5. Banyaknya tempat singgah atau bongkar

muat; 6. Biaya per ton – kilometer; 7. Jaminan atas kerusakan atau kehilangan

barang.

1.1.3 Kapal Barang

Kapal barang terdiri atas ruang palka yang dapat memuat berbagai jenis barang dan dilengkapi dengan peralatan bongkar muat barang. Kemajuan teknologi kapal barang terjadi sekitar tahun 1960 dengan kapasitas kapal sampai 200 DWT yang digerakkan dengan mesin berkekuatan besar, ruang palka yang besar, dan peralatan bongkar muat yang sempurna (Nasution, M. Nur. 2003 : 206).

1. Jenis Kapal Barang

Berbagai jenis kapal barang, (Nasution, M. Nur. 2003 : 206) dapat dibedakan sebagai berikut : a. Kapal general cargo, yang terdiri atas :

1) Kapal container; 2) Kapal Ro-Ro (Roll on and Roll of); 3) Kapal Lash (Linghter abroad the ship)

atau kapal tongkang; 4) Kapal dry bulk cargo( kapal barang

kering curah); b. Kapal tanker. c. Kapal bulk cargo (barang-barang curah). d. Kapal multi purpose vessel (serba guna)

2. Tonase Kapal

Tonase kapal, (Nasution, M. Nur. 2003 : 209) dapat dibedakan sebagai berikut : a. Gross Registered Tonnage (GRT) adalah

ukuran kapasitas kapal yang dinyatakan dalam 100 cubic feet yang terletak di bawah dek kapal yang merupakan ruang yang selalu tertutup.

b. Net Registered Tonnage (NRT) yang merupakan ukuran dari the real learning capacity dari kapal sebagai bagian dari GRT yang tersedia untuk muatan.

c. Displacement Tonnage (DT) adalah berat kapal yang sama dengan banyaknya air yang dipindahkan oleh kapal jika berada di laut. Jika kapal dalam keadaan kosong disebut light displacement dan bila kapal dalam keadaan penuh muatan disebut load displacement.

d. Deat Weight Tonnage (DWT) yaitu jumlah ton yang dapat diangkut kapal termasuk BBM, air, awak kapal dan peralatan lainnya sampai mencapai batas maksimum permitted draught. Sering juga ukuran ini disebut total dead weight capacity yang sama dengan selisih antara loaded displacement tonnage dan merupakan ukuran dalam pencateran kapal.

3. Struktur Organisasi Pelayaran Rakyat

Struktur organisasi pelayaran rakyat terkesan sangat sederhana, tidak ada pembagian tugas dan wewenang secara formal dan tertulis. Namun dalam praktiknya, masing-masing telah mengetahui tugas dan wewenangnya, baik yang menyangkut hak maupun kewajiban. Struktur organisasi usaha Pelayaran Rakyat khususnya yang menggunakan kapal layar motor dan perahu layar tipe pinisi adalah terdiri dari punggawa darat, punggawa laut, dan sawi. (Jinca, M. Y., 2001 dalam Eksistensi Transportasi Laut Pelayaran Rakyat). Tugas dan wewenang dalam pelayaran rakyat terdiri dari :

a. Punggawa 1) Punggawa Darat sebagai pemilik modal

dan bertindak sebagai manajer dalam menentukan kebijakan-kebijakan kerja

5

Page 33: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 27

dan berkewajiban untuk menyiapkan segala jenis atau bahan yang berkaitan dengan produksi jasa transportasi laut, baik dalam bentuk finansial ataupun material (barang) keperluan sehari-hari para ABK dan punggawa laut selama dalam pelayaran.

2) Punggawa Laut adalah pelaksana yang memimpin aktivitas pelayaran dan bertindak sebagai nakoda untuk menentukan kebijakan-kebijakan teknis ketika sedang berlayar. Punggawa laut bertanggungjawab penuh atas keselamatan sawinya selama dalam pelayaran. Demikian pula keselamatan armada dan peralatan yang digunakan, punggawa laut diisyaratkan mengerti pengetahuan navigasi, cuaca dan ilmu perbintangan dan penguasaan tentang gejala-gejala alam disekitarnya serta pengetahuan tradisional dalam dirinya dalam bentuk penglihatan, pendengaran, penciuman, firasat dan keyakinan.

b. Sawi Sawi merupakan komponen yang paling rendah kedudukannya dalam struktur kerja usaha pelayaran rakyat. Hubungan antara sawi dengan punggawa hanya diatur dengan kebiasaan-kebiasaan dan etika kerja yang telah diwariskan secara turun temurun. Tugas dari seorang sawi adalah membantu punggawa laut (nakoda) dalam pelayaran. Jumlah sawi dalam setiap kapal berkisar 8 sampai dengan 12 orang, disesuaikan dengan besaran armada pelayaran rakyat. Keahlian sawi diperoleh dari pengalaman berlayar, umumnya sawi memiliki pendidikan SLTA kebawah dan mayoritas belum pernah mendapat pendidikan khusus kepelautan/navigasi/ahli mesin diesel. Wujud tatakelakuan para pengelola usaha pelayaran rakyat adalah pranata-pranata yang berorentasi kepada fungsi dan hubungan kerja antara manajer, nakoda, dan sawi yang mempunyai keterkaitan satu dengan yang lainnya. Keharmonisan pola hubungan kerja tersebut dilatarbelakangi oleh faktor kekerabatan dan faktor saling membantu serta saling percaya dalam kegiatan operasional pelayaran rakyat terkait dengan berbagai pihak sebagai berikut : 1) Pihak pengguna kapal atau pemilik

muatan; 2) Pihak pemilik kapal atau punggawa

darat; 3) Pihak keagenan yang dipercayakan

mengageni kapal;

4) Pihak punggawa laut meliputi sawi, nakoda dan ABK.

2.1 Konsep Biaya Angkutan Umum 2.1.1 Pengertian Umum Tarif

Tarif angkutan adalah suatu daftar yang memuat harga-harga untuk biaya pemakai jasa angkutan yang disusun secara teratur dan dihitung menurut kemampuan angkutan (Salim, 1994).

Dalam PP RI No. 6 Tahun 2009 Tentang jenis dan tarif atas jenis penerimaan Negara bukan pajak yang berlaku pada departemen perhubungan pada (pasal 1 dan pasal 2) disebutkan : Pasal 1 1) Jenis penerimaan negara bukan pajak yang

berlaku pada Departemen Perhubungan meliputi penerimaan dari : a) Jasa Transportasi Darat; b) Jasa Transportasi Laut; c) Jasa Transportasi Udara; dan d) Jasa Pendidikan dan Pelatihan.

2) Jenis dan tarif atas jenis penerimaan Negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan.

Pasal 2 Jenis penerimaan Negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 mempunyai tarif dalam bentuk satuan Rupiah, Dollar Amerika, Gold Franc, dan persentase. Menurut teori ekonomi biaya suatu barang (jasa) adalah nilai jasa yang dikorbankan untuk menghasilkan barang atau jasa tersebut “The Committee on Cost and Standart of The American Association” merumuskan biaya sebagai pengorbanan yang diukur dengan uang yang sudah menjadi atau mungkin terjadi untuk mendapatkan sesuatu (Jinca, 1985 dalam Syahril, 2003). Dasar suatu biaya transportasi antara lain adalah biaya tetap sebagai biaya yang tak terhindari dan biaya tidak tetap adalah biaya yang dapat dihindari atau ditekan, karena biaya ini bisa menjadi nol bila kendaraan tidak beroperasi (Morlock, 1985 dalam Erwin, 2005). Sistem pelayanan angkutan umum didasarkan pada pengertian kendaraan umum menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 yaitu kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Dari pengertian ini keberadaan dan keberlangsungan sistem pelayanan angkutan umum ditentukan oleh 3 (tiga) unsur yaitu: operator sebagai penyedia jasa, masyarakat sebagai pengguna jasa, dan pemerintah sebagai regulator atau

Page 34: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 28

pengambil kebijakan. Dengan demikian pengertian tarif angkutan umum menjadi berbeda-beda sesuai sudut pandang dan/atau kepentingan masing-masing pihak (Erwin, 2005) yaitu:

a. Dari pihak penyedia jasa angkutan, tarif adalah harga dari jasa yang diberikan.

b. Dari pihak pengguna jasa angkutan, tarif adalah harga yang harus dibayar untuk menggunakan jasa yang disediakan.

c. Dari pihak regulator (pemerintah) sebagai pengambil kebijakan dalam penentuan besaran tarif, tarif yang ditetapkan akan sangat mempengaruhi besarnya pendapatan dan pengeluaran daerah pada sektor transportasi.

Kebijakan tarif dilihat melalui tiga pendekatan yaitu dari penyedia jasa, pengguna jasa, dan pemerintah (Supriyadi, 1991 dalam Erwin, 2005).

2 .1.2 Klasifikasi Tarif

Dalam kebijakan menentukan dan menetapkan tarif, tujuan apapun yang ingin dicapai pada akhirnya akan mempertimbangkan dua hal yaitu:

a. Tingkatan Tarif Adalah besaran tarif yang dikenakan dan

mempunyai rentang dari tarif bebas atau gratis sama sekali sampai pada tingkatan tarif yang akan menghasilkan keuntungan pada pihak penyedia jasa.

b. Struktur Tarif Yang dimaksud dengan struktur tarif

adalah bagaimana cara tarif tersebut dibayarkan. Menurut Giannopoulos (1989) dalam Erwin (2005), beberapa pilihan umum untuk penetapan tarif adalah tarif seragam dan tarif berdasarkan jarak.

2.1.3. Tarif Angkutan Laut

Tarif angkutan laut yang berlaku untuk pengiriman barang di Indonesia (Salim, Abbas. 2004 : 81), meliputi tarif yang terdiri dari :

a. Tarif Uang Tambang yang dibayarkan oleh pemilik barang kepada perusahaan pelayaran atas jasa yang diberikan untuk melakukan pengangkutan barang melalui laut. Tarif ini dikenal dengan nama tarif uang tambang nusantara.

b. Tarif OPP/OPT (Ongkos Pelabuhan Pemuatan/Ongkos Pelabuhan Tujuan) yang merupakan balas jasa untuk pekerjaan membongkar muatan dari dek/palka (board stevedoring), pekerjaan mengeluarkan muatan dari jaringan (cargodoring),

pekerjaan mengambil muatan dari gudang lini 1/tempat penumpukan (receiving/delivery) di pelabuhan pemuatan dan di pelabuhan tujuan.

c. Tarif pemakaian fasilitas pelabuhan, terdiri dari sewa gudang dan sewa tempat penumpukan dan fasilitas pelabuhan.

d. Tarif Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL), meliputi balas jasa atas pekerjaan inklaring dan uitklaring (biaya yang dipungut sebagai imbalan atas diterimanya jasa). Tarif EMKL ini dihitung berdasarkan berat/ton barang, dimana pengurusan dokumen dilakukan oleh perusahaan EMKL.

3.1 Struktur Biaya Operasional Kapal

Struktur biaya suatu perusahaan jasa angkutan tergantung pada kapasitas angkutan dan kecepatan alat angkutan yang digunakan, serta penyesuaian terhadap besarnya arus angkutan yang dilayani, termasuk manajemen perusahaan untuk mengatur jalannya penggunaan kapasitas kapal (Nasution, M. Nur. 2003 : 210 - 211). Jumlah biaya jasa angkutan tergantung pada : a. Jarak dalam ukuran ton – kilometer; b. Tingkat penggunaan kapasitas angkutan

dalam ukuran waktu; c. Sifat khusus muatan;

Operasional kapal memiliki tiga fase yang khas, masing-masing dengan biaya yang khusus yaitu : a. Waktu kapal berada di pelabuhan untuk

melakukan bongkar atau muat; b. Waktu maneuver untuk bersandar pada

atau melepas dari dermaga di pelabuhan; c. Waktu berlayar antar pelabuhan; Ketiga fungsi tersebut akan menentukan besarnya harga jasa angkutan yang didasarkan atas biaya perjalanan kapal, biaya di pelabuhan, dan biaya khusus. Biaya khusus adalah biaya yang dikeluarkan karena barang yang diangkut memerlukan pelayanan khusus selama dalam pelayaran.

Bahwa masyarakat masih menempatkan faktor biaya lebih dominan sebagai bahan pertimbangan pemilihan moda, lalu disusul oleh waktu perjalanan. Selain itu masyarakat memilih faktor dengan urutan keamanan, tepat waktu, kenyamanan (Magribi, 1998 dalam Giyanto, 2004).

Komponen biaya operasi kapal diantaranya biaya modal (depresiasi), biaya ABK, biaya reparasi, pemeliharaan dan supplay (RMS), biaya asuransi, biaya minyak lumas,

Page 35: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 29

biaya bahan bakar dan biaya pelabuhan (Jinca, M.Y, 2002).

Adapun komponen biaya atau pengeluaran dari sebuah kapal, (Syahrir, I., 2003 dalam Penentuan Kapasitas Kapal (GT) Armada Pelayaran Rakyat Trayek Parepare – Tanjung Redeb) adalah :

3.1.1 Biaya Tetap (Fixed cost)

Biaya tetap adalah biaya yang terjadi pada awal dioperasikannya suatu sistem angkutan umum. Dalam hal ini biaya tetap adalah capital cost yang tidak tergantung pada bagaimana sistem angkutan ini dioperasikan. Biaya tetap tergantung dari waktu dan tidak terpengaruh dengan penggunaan kendaraan. Beberapa dari biaya tetap mempunyai hubungan yang tetap dengan keberadaan kendaraan dengan kata lain, bahwa pemilik hanya dapat menghilangkan biaya ini dengan menjual kendaraannya; ada bagian lain dari biaya ini yang dapat dihindari dengan tidak mengoperasikan kendaraan dalam suatu jangka waktu tertentu. Komponen biaya dari biaya tetap adalah sebagai berikut : a. Biaya penyusutan (Depresiasi)

Biaya penyusutan kapal atau yang dikenal sebagai depresiasi ini berhubungan dengan penurunan dalam nilai aktiva tahun lama, aktiva mana memberikan sumbangan bagi produksi yang meliputi beberapa unit atau siklus produksi. Besarnya nilai ini menerut John J. Cark (Syahril, 2003) dapat dihitung : B. Dep = 1/An x Biaya Investasi …… (2.1)

1/An = (ଵା)

(ଵା) ି ଵ …………………… (3.1)

Dimana : i = Tingkat suku bunga (10%) n = Umur KLM (20 tahun)

b. Biaya repair maintenance dan supply (RMS) Biaya repair dan maintenance adalah biaya

yang dikeluarkan kepada pihak luar yang melaksanakan pekerjaan repair dan maintenance kapal. Biaya yang termasuk supply dan perlengkapan meliputi perlengkapan geladak, suku cadang, inventaris kerja yang digunakan dikapal selain bahan bakar, air tawar, minyak pelumas atau gemuk dan konsumsi ABK atau sawi.

Besarnya nilai RMS dapat dihitung dengan rumusan sebagai berikut : RMS = Docking + Suku Cadang………(3.2) Dimana : Docking = Biaya perawatan kapal per

tahun (Rp)

Suku Cadang = Biaya pembelian suku cadang per tahun (Rp)

c. Biaya Manajemen (BM) Biaya manajemen merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan administrasi dan manajemen yang tidak langsung berhubungan dengan kapal, tetapi secara tidak langsung menunjang pengelolaan operasi kapal. Besarnya biaya adalah : BM = Administrasi Kapal + Biaya

Telkom……………………..….(3.3) Dimana : Admin Kapal = Biaya Administrasi per

tahun (Rp) Biaya Telkom = Biaya komunikasi dengan

pihak lain per tahun (Rp)

3.1.2 Biaya Tidak Tetap atau Biaya Variabel (Variable cost)

Biaya tidak tetap merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat kendaraan beroperasi. Biaya ini tidak ada hubungannya dengan biaya untuk memiliki kendaraan atau biaya yang digunakan untuk mengurus ijin usaha angkutan. Biaya tidak tetap bisa juga disebut sebagai biaya variabel (variabel cost), karena biaya ini sangat bervariasi tergantung hasil yang diproduksi, seperti jarak tempuh atau jumlah penumpang atau barang yang diangkut. Di lain pihak, besar biaya tidak tetap sangat tergantung pada seberapa intens pemakaian atau pengoperasian sistem angkutan umum yang bersangkutan.

a. Biaya anak buah kapal (ABK) Biaya ini adalah merupakan komposisi terhadap kegiatan yang dilakukan oleh anak buah kapal. Besarnya upah tiap ABK tergantung dari jabatannya di kapal, adalah : BGABK = ∑(gaji ABK) x Trip……………(3.4)

b. Biaya perbekalan (B.Perb) Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan perbekalan ABK (konsumsi) selama di kapal (baik berlayar maupun tidak). Besarnya biaya ini adalah : B. Perb = Jumlah ABK x Uang makan

/hr/org x 365 hari…………(3.5) c. Biaya pemakaian bahan bakar (BBM) Besarnya penggunaan bahan bakar

tergantung kepada besaranya daya mesin penggerak (propulasi) kapal (HP) yaitu daya yang diperlukan untuk menggerakkan kapal dengan kecepatan tertentu pada kondisi pemindahan (displacement) perencanaan kapal. Komposisi pemakaian bahan bakar dikapal terdiri dari pemakian bahan bakar mesin penggerak kapal dan mesin bantu

Page 36: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 30

kapal untuk pemakaian tenaga seperti penerangan, pompa-pompa dan lain-lain. Besarnya biaya ini adalah ;

BBMlaut = Jumlah BBM x Harga BBM x F………………………………………...(3.6)

Dimana : Fr : Frekuensi kapal/tahun d. Biaya minyak pelumas (BMP) Biaya yang dikeluarkan untuk membeli

minyak pelumas yang digunakan oleh kapal, baik saat dipelabuhan maupun saat berlayar. Besarnya biaya pelumas yang dikeluarkan setiap tahun adalah ; BMP = Jumlah Minyak Pelumas x

Harga Minyak Pelumas x Fr…………………………….(3.7)

e. Biaya Air Tawar Merupakan biaya yang dikeluarkan untuk

membeli air tawar yang digunakan di kapal baik saat di pelabuhan maupun saat berlayar. Besarnya biaya air tawar yang dikeluarkan setiap tahun adalah : BAT = Jumlah Air Tawar x Harga Air

Tawar x Fr…………………(3.8) f. Biaya Labuh (BL)

Biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan adanya kapal yang melakukan kegiatan angkutan laut dan kunjungan ke pelabuhan. Besarnya biaya ini adalah : BL = Tarif Labuh/GT/Kunjungan x

GT x Masa x 100%.............(3.9) Dimana :

Masa : tanggal 01 s/d 10 dihitung 1 masa, dan seterusnya

(setiap kelipatan 10 hari dianggap 1 masa) g. Biaya Tambat (BT)

Biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan kapal yang dilakukan kegiatan penambatan di pelabuhan. Besarnya biaya ini tergantung pada GRT kapal dan tarif serta lamanya kapal di dermaga. Besarnya biaya ini pertahun : BT = Tarif Tambat / GT / etmal x

Jumlah Etmal x GT x 100%.................................(3.10)

Dimana : Etmal : jam 00.00 s/d 06.00

dihitung 0,25 etmal, dan seterusnya

(setiap kelipatan 6 jam dianggap 0,25 etmal)

4.1 Menentukan Besarnya Biaya Perusahaan Pelayaran

Pada umumnya biaya-biaya yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan pelayaran (Nasution, M. Nur. 2003 : 214) dibedakan sebagai berikut : 1. Operating Movement Cost

Biaya-biaya yang dikeluarkan selama kapal dalam pelayaran.

2. Detention/Idling Cost Biaya yang dikeluarkan selama kapal di pelabuhan.

Untuk menghitung total cost per unit (ton – km) digunakan rumus sebagai berikut :

TC = T2 + ூ

……………………………..…..… (3.11)

Dimana :

TC = Total cost per unit (ton – km)

T2 = Operating movement cost

D = Jarak (km)

I = Detention cost (Rp)

Untuk menghitung T2 (operating movement) adalah :

T2 = ௫ ௧ ௫

……………………………………..(3.12)

Dimana :

mc = total cost selama dalam pelayaran (Rp)

mt = waktu / lamanya berlayar (hari)

C = jumlah muatan yang diangkut (ton)

D = jarak yang ditempuh (km)

Untuk menghitung idling cost / detention cost (I) adalah :

I = ௫ ௧

…………………….………(3.13)

Dimana :

ic = total biaya selama dipelabuhan (Rp)

it = lama berlabuh (hari)

C = jumlah muatan yang diangkut (ton)

5.1 Menentukan Besarnya Tarif Angkut 5.1.1 Analisa Tarif Berdasar Jarak

Tempuh

Faktor utama yang menentukan struktur biaya atau harga usaha pelayaran (shipping), dapat dijelaskan oleh model dibawah ini. Berlaku bagi harga jasa angkutan sebanyak 1 ton muatan antara dua pelabuhan (2-port system) yang jarak J mil sama diumpamakan bahwa kapal beroperasi antara dua pelabuhan (Abbas 1993 : 181).

J = Jarak antara kedua pelabuhan (mil)

Page 37: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 31

F = Biaya tetap (fixed cost) per tahun

V = Kecepatan berlayar (knot-mil/jam)

C = Kapasitas angkut kapal (ton)

q = Persentase muat rata-rata (overage load factor)

B = Kecepatan bongkar / muat (ton/jam)

U = Waktu deviasi dan waktu manuver (jam per perjalanan)

T = Waktu kerja efektif keseluruhan (jam per tahun)

r = Biaya berlayar (distance cost) dari kapal per mil (Rp)

s = Biaya bongkar / muat per jam

t = Biaya pelabuhan tiap kali singgah (per call) (Rp)

Selain variable-variabel tersebut diatas, terdapat pula biaya variabel lain yang berhubungan dengan variable-variabel diatas, yang perlu diperhitungkan yaitu : N = Jumlah perjalanan (voyages) per tahun M = Jumlah muatan yang diangkut (ton per

tahun) K = Harga jasa angkutan per muatan Dengan menggunakan symbol-simbol diatas, dapat dihitung biaya angkutan per ton kapal antar pelabuhan yang berjarak J mil sebagai berikut :

K = F + J.r.N + మ.ಳಾಳ ା ௧.ே

ெ……...... (3.14)

Jumlah perjalanan per tahun dapat dinyatakan dengan rumus :

N = ்ೇା

భబబಳൗଶା

………………….………… (3.15)

Jumlah muatan (dalam ton) yang diangkut per tahun menjadi : M = C.q.N atau M = ..்

ೇା

భబబಳൗଶାஜ

……………….…………… (3.16)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 2.1 Biaya Penyusutan Per TahunKapasitas Umur Biaya Penyusutan

Angkut Kapal Kapal Tahun(GT) (Tahun) (Rp.)

1 SEMANGAT BARU 34 14 12,920,558.722 PUTRA NELAYAN 34 45 2,936,490.623 BERKAT RAHMAT 34 6 17,618,943.72

Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer 2010 Kab. Seruyan

No. Nama Kapal

Pada Tabel 2.1 dapat dilihat bahwa biaya penyusutan terbesar terjadi pada kapal Berkat Rahmat sebesar Rp. 17.618.943,72 per tahun, kondisi hal ini dipengaruhi oleh biaya investasi kapal yang tinggi sebesar Rp. 150.000.000,00. Sedangkan biaya penyusutan terkecil terjadi pada kapal Putra Nelayan sebesar Rp. 2.936.490,62 per tahun, kondisi hal ini juga dipengaruhi oleh biaya investasi kapal terkecil sebesar Rp. 25.000.000,00. Tabel 2.2 Biaya RMS Per Tahun

Kapasitas Umur Biaya RMSAngkut Kapal Kapal Tahun

(GT) (Tahun) (Rp.)1 SEMANGAT BARU 34 14 6,000,000.002 PUTRA NELAYAN 34 45 4,800,000.003 BERKAT RAHMAT 34 6 12,000,000.00

Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer 2010 Kab. Seruyan

No. Nama Kapal

Pada Tabel 2.2 dapat dilihat bahwa biaya repair maintenance dan supply (RMS) terbesar terjadi pada kapal Berkat Rahmat sebesar Rp. 12.000.000,00 per tahun, kondisi hal ini dipengaruhi oleh tingkatan perawatan kapal yang dilakukan dan biaya pembelian suka cadang untuk perawatan mesin kapal. Sedangkan biaya RMS terkecil terjadi pada kapal Putra Nelayan sebesar Rp. 4.800.000,00 per tahun. Tabel 2.3 Biaya Manajemen Per Tahun

Kapasitas UmurAngkut Kapal Kapal SBY - KP KP - SBY

(GT) (Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun)1 SEMANGAT BARU 34 14 12.000.000,00 12.000.000,002 PUTRA NELAYAN 34 45 8.400.000,00 7.800.000,003 BERKAT RAHMAT 34 6 24.000.000,00 8.400.000,00

Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer 2010 Kab. Seruyan

No. Nama KapalBiaya Manajemen

Pada Tabel 2.3 dapat dilihat bahwa biaya manajemen yang dibayarkan oleh kapal besaranya bervariasi tergantung dari biaya yang dibayarkan, seperti pembayaran surat ijin berlayar (SIB), regestrasi laporan pengoperasian kapal tramper, sarana bantu navigasi pelayaran (SBNP) dan biaya komunikasi dengan pihak lain. Tabel 2.4 Biaya Anak Buah Kapal Per Tahun

Kapasitas UmurAngkut Kapal Kapal SBY - KP KP - SBY

(GT) (Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun)1 SEMANGAT BARU 34 14 36.000.000,00 0,002 PUTRA NELAYAN 34 45 24.000.000,00 0,003 BERKAT RAHMAT 34 6 24.000.000,00 0,00

Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer 2010 Kab. Seruyan

No. Nama KapalBiaya Anak Buah Kapal

Page 38: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 32

Pada Tabel 2.4 dapat dilihat bahwa biaya anak buah kapal adalah besaran upah atau gaji yang dibayarkan setiap perjalanan pulang pergi (PP). Dari tabel yang ada besaran biaya ini bervariasi, tergantung dari jumlah anak buah kapal (ABK) atau pekerja yang ada dikapal tersebut. Tabel 2.5 Biaya Perbekalan Per Tahun

Kapasitas UmurAngkut Kapal Kapal SBY - KP KP - SBY

(GT) (Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun)1 SEMANGAT BARU 34 14 14.400.000,00 14.400.000,002 PUTRA NELAYAN 34 45 18.000.000,00 18.000.000,003 BERKAT RAHMAT 34 6 2.520.000,00 2.520.000,00

Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer 2010 Kab. Seruyan

No. Nama KapalBiaya Perbekalan

Pada Tabel 2.5 dapat dilihat bahwa biaya perbekalan adalah besaran biaya konsumsi selama kapal melakukan kegiatan berlayar, maupun tidak berlayar. Dari tabel yang ada besaran biaya ini bervariasi, tergantung dari jumlah anak buah kapal (ABK) atau pekerja yang ada dikapal tersebut dan besaran uang makan yang disediakan pemilik kapal. Tabel 2.6 Biaya Bahan Bakar Per Tahun

Kapasitas UmurAngkut Kapal Kapal SBY - KP KP - SBY

(GT) (Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun)1 SEMANGAT BARU 34 14 66.000.000,00 52.800.000,002 PUTRA NELAYAN 34 45 52.800.000,00 39.600.000,003 BERKAT RAHMAT 34 6 66.000.000,00 52.800.000,00

Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer 2010 Kab. Seruyan

No. Nama KapalBiaya Bahan Bakar (BBM)

Pada Tabel 2.6 dapat dilihat bahwa biaya bahan bakar adalah besaran biaya yang dikeluarkan untuk keperluan bahan bakar mesin penggerak kapal dan mesin bantu lainnya. Biaya bahan bakar untuk tujuan SBY – KP lebih besar dibandingkan tujuan KP – SBY. Hal ini di pengaruhi oleh kapal dengan tujuan SBY – KP, kondisi kapal terisi oleh angkutan barang yang dibawa. Sedangkan kapal dengan tujuan KP – SBY, kondisi kapal tidak terisi oleh muatan atau kapal tidak terisi penuh muatan. Tabel 2.7 Biaya Minyak Pelumas Per Tahun

Kapasitas UmurAngkut Kapal Kapal SBY - KP KP - SBY

(GT) (Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun)1 SEMANGAT BARU 34 14 10.560.000,00 0,002 PUTRA NELAYAN 34 45 10.560.000,00 0,003 BERKAT RAHMAT 34 6 2.520.000,00 0,00

Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer 2010 Kab. Seruyan

No. Nama KapalBiaya Minyak Pelumas

Pada Tabel 2.7 dapat dilihat bahwa biaya minyak pelumas adalah besaran biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelumasan mesin penggerak kapal dan mesin bantu lainnya. Dari tabel yang ada biaya yang diperlukan bervariasi, tergantung tingkat kapasitas minyak pelumas yang diperlukan. Tabel 2.8 Biaya Operasional

Kapasitas UmurAngkut Kapal Kapal SBY - KP KP - SBY

(GT) (Tahun) (Rp/Tahun) (Rp/Tahun)1 SEMANGAT BARU 34 14 175.016.558,72 92.360.558,722 PUTRA NELAYAN 34 45 121.736.490,62 70.976.490,623 BERKAT RAHMAT 34 6 148.658.943,72 81.578.943,72

Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer 2010 Kab. Seruyan

No. Nama KapalBiaya Operasional

Pada Tabel 2.8 dapat dilihat bahwa biaya operasional adalah besaran biaya yang dikeluarkan untuk pengoperasian kapal, baik itu biaya tetap maupun biaya tidak tetap. Dari kondisi tabel yang ada biaya operasional tujuan SBY – KP berbeda dengan tujuan KP – SBY.

Tabel 2.9 Perbedaan Pendapatan BersihKapasitas Umur Pendapatan

Angkut Kapal Kapal Bersih(GT) (Tahun) (Rp/Tahun)

1 SEMANGAT BARU 34 14 364.983.441,282 PUTRA NELAYAN 34 45 430.263.509,383 BERKAT RAHMAT 34 6 343.341.056,28

Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer 2010 Kab. Seruyan

No. Nama Kapal

Pada Tabel 2.9 dapat dilihat bahwa pendapatan bersih terbesar terjadi pada kapal Putra Nelayan sebesar Rp. 430.263.509,38. Tabel 2.10 Total Cost (SBY - KP)

Kapasitas Umur Total CostAngkut Kapal Kapal (TC)

(GT) (Tahun) (Ton/Mil)1 SEMANGAT BARU 34 14 2.177,902 PUTRA NELAYAN 34 45 1.978,313 BERKAT RAHMAT 34 6 975,51

Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer 2010 Kab. Seruyan

No. Nama Kapal

Pada Tabel 2.10 dapat dilihat bahwa Total Cost terbesar terjadi pada kapal Semangat Baru sebesar Rp. 2.177,90 (Ton/Mil)

Page 39: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 33

Tabel 2.11 Perbedaan Total Cost (KP-SBY)Kapasitas Umur Total Cost

Angkut Kapal Kapal (TC)(GT) (Tahun) (Ton/Mil)

1 SEMANGAT BARU 34 14 989,162 PUTRA NELAYAN 34 45 1.636,653 BERKAT RAHMAT 34 6 984,31

Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer 2010 Kab. Seruyan

No. Nama Kapal

Pada Tabel 2.11 dapat dilihat bahwa Total Cost terbesar terjadi pada kapal Putra Nelayan sebesar Rp. 1.636,65 (Ton/Mil) Tabel 2.12 Analisis Tarif berdasarkan Jarak

Kapasitas Umur Analisis Rata-rataAngkut Kapal Kapal Tarif Tarif

(GT) (Tahun) (Ton/Mil) (Ton/Mil)1 SEMANGAT BARU 34 14 15.381,442 PUTRA NELAYAN 34 45 8.967,95 11.583,413 BERKAT RAHMAT 34 6 10.400,83

Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer 2010 Kab. Seruyan

No. Nama Kapal

Pada Tabel 2.12 dapat dilihat bahwa Tarif Angkutan Barang Kapal Layar Motor 34 GT, setelah dirata-ratakan dari ketiga KLM yang adalah sebesar Rp. 11.583,41 (Ton/Mil) KESIMPULAN Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa : 1. Dari hubungan yang terjadi antara kapasitas

angkut kapal dengan biaya operasional berdasarkan realisasi lapangan. Dengan analisis tarif berdasarkan jarak antar pelabuhan (ton – mil). Didapat tarif angkutan barang tertinggi terjadi pada KLM Semangat Baru sebesar Rp. 15.381,44,- (Ton/Mil), Sedangkan tarif terendah terjadi pada KLM Putra Nelayan sebesar Rp. 8.967,95,- (Ton/Mil).

2. Ditinjau dari ketiga KLM Semangat Baru, KLM Putra Nelayan, dan KLM Berkat Rahmat. Tarif KLM dari hasil analisis yang diperoleh dapat dirata-ratakan untuk mendapatkan Tarif seragam KLM (Kapal Layar Motor). Berdasarkan kondisi tersebut Tarif Kapal Layar Motor 34 GT sebesar Rp. 11.583,41 (Ton/Mil)

SARAN 1. Perlu pengkajian yang lebih dalam untuk

penelitian selanjutnya, karena ada variable yang tidak berpengaruh secara tetap. Seperti variabel biaya BBM dan biaya gaji ABK.

2. Kondisi gambaran besaran tarif yang ada, bisa dijadikan pembanding sebagai acuan

penetapan tarif angkutan pada kapal layar motor yang ada di Kuala Pembuang nantinya

DAFTAR PUSTAKA 1. Ditjen Perhubungan Laut Dep.Hub. (2003),

Himpunan Data Peraturan di Lingkungan Dirjen Perhubungan Laut, Penerbit Bagian Hukum dan Humas Dirjen Perhubungan Laut, Jakarta.

2. Ditjen Perhubungan Laut Dep.Hub. ADPEL Kab. Seruyan. (2006), Selayang Pandang Pelabuhan Laut Kuala Pembuang.

3. Ditjen Perhubungan Laut Dep.Hub. ADPEL Kab. Seruyan. (2010), Laporan Tahunan.

4. Erwin. (2005), Analisis Angkutan Umum Kota Buntok (Studi Kasus Trayek Terminal Uria Mapas/Buntok Kota), Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.

5. Giyanto, Endro. dkk. (2004), Analisa Tarif Jalan Tol Semarang (Studi Kasus Ruas Tol Seksi B) Jurnal, FSTPT, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.

6. Goli, Antong. ST. dkk. (2005), Struktur Biaya Operasi Kapal (Studi Kasus KLM Pinisi 360 GRT) Jurnal, FSTPT, Universitas Sriwijaya, Palembang.

7. Goli, Antong. ST. dkk. (2005), Analisa Tarif Angkutan Laut (Studi Kasus KLM Pinisi 360 GRT) Jurnal, FSTPT, Universitas Sriwijaya, Palembang.

8. Jinca, M. Y. Dr. Ing., MSTr. (2001), Eksistensi Transportasi Laut Pelayaran Rakyat, Jurnal, FSTPT, Universitas Udayana, Bali.

9. Nasution, M. Nur. (2003), Manajemen Transportasi, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.

10. Nawari. (2010), Analisis Regresi, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

11. Perda Kab. Seruyan. No. 3 Tahun 2005 tentang Retribusi Perizinan Dokumen Kapal dan Fasilitas diBidang Angkutan Sungai dan Danau

12. Perda Kab. Seruyan. No. 4 Tahun 2005 tentang Retribusi Jasa Dermaga Bongkar Muat Tambat Labuh dan Terminal Penumpang di Kabupaten Seruyan

13. Ramli, M. I., ST., MT. (2004), Studi Kelayakan Finansial Pengoperasian Kapal Fery Trayek Parepare-Balikpapan, Jurnal, FSTPT, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung

14. Salim, Abbas. (1993), Manajemen Transportasi, Penerbit PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

15. Syahril, Ilham. dkk. (2003), Penentuan Kapasitas Kapal (Gt) Armada Pelayaran

Page 40: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VOL 1 EDISI JANUARI 2012 – APRIL 2012 Page 34

Rakyat Trayek Parepare – Tanjung Redeb, Jurnal, FSTPT, Universitas Hasanudin, Makasar.

16. Santosa, Purbayu Budi. Dr., MS. dkk. (2005), Analisis Statistik, Penerbit ANDI, Yogyakarta.

17. Santosa, Singgih. (2010), Statistik Nonparametrik, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

18. Universitas Lambung Mangkurat Program Pascasarjana, (2009), Pedoman Penulisan Karya Ilmiah

19. P.P No. 7 Tahun 1988 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut.

20. Perda Prov. Kalimantan Tengah. No. 9 Tahun 2005 tentang Pajak Kendaraan di Atas Air.

21. P.P No. 6 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Perhubungan.

22. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM. 02 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 17 Tahun 2000 Tentang Pedoman Penanganan Bahan/Barang Bebahaya Dalam Kegiatan Pelayaran Di Indonesia.

23. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM. 01 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance).

Page 41: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VO1, EDISI JANUARAI 2012 – APRIL 2012 Page 35

PENGGUNAAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI FILLER PADA CAMPURAN HOT ROLLED SHEET (HRS)

Siti Nurraj’ah Wati, ST

E-mail: sitinurraj’[email protected]

Abstrak Salah satu unsure yang harus ada dalam campuran aspal panas jenis HRS adalah Filler. Adapun Filler yang biasa digunakan yaitu abu batu, kapur dan semen. Berdasarkan tersebut, penelitian ini mencoba mengemukakan bahan lain sebagai alternative pengganti bahan yang biasa digunakan filler yaitu abu sekam. Abu sekam diperoleh dari sisa proses pembakaran gabah padi, yang diharapkan mempunyai sifat – sifat yang sesuai jika digunakan sebagai filler pada campuran aspal panas. Tujuan dari penelitian ini, untuk melihat sampai seberapa jauh abu sekam dapat digunakan sebagai bahan pengisi (filler) untuk campuran aspal panas. Adapun manfaat dari penelitian ini, diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pemikiran bagi Pembina jalan, Dinas Pekerjaan Umum, dapat upaya menggunakan abu sekam sebagai bahan pengisi (filler) untuk campuran aspal panas. Material penyusun untuk campuran aspal panas terdiri dari batu pecah dan abu batu yang berasal dari Kecamatan Bukit Batu Km 36 Tangkiling, sedangkan pasir berasal dari Km 28 Tangkiling dan abu sekam dari desa Lempuyang Km 65 Sampit – Samuda, dengan penetrasi aspal 80/100. Penelitian ini besifat pengujian di Laboratorium. Adapun untuk perancangan campuran menggunakan Metode Aspalt Institute. Hasil penelitian pada campuran aspal panas dengan berbagai variasi kadar filler menunjukkan bahwa terdapat satu komposisi yang optimal yaitu pada komposisi batu pecah 37.5%, abu batu 15%, pasir 35% dan abu sekam 12,5 % dengan aspal 8,5%. Kata Kunci: Filler, Abu Sekam, Metode Aspalt Institute. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dewasa ini pelaksanaan pembangunan jalan, baik yang sifatnya pembukaan jalan baru, peningkatan dan pemeliharaan cenderung menggunakan aspal panas sebagai lapis perkerasan. Salah satu unsur dari bahan yang harus ada dalam camouran aspal panas adalah filler. Biasanya dalam agregat kasar dan agregat halus sudah terdapat kandungan filler, namun demikian kadarnya sering tidak mencukupi persyaratan, sehingga perlu penambahan filler untuk menanggulangi kekurangan kadar filler dalam campuran tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian ini mencoba mengemukakan bahan pengganti alternatif yaitu dengan menggunakan abu sekam sebagai filler. Abu sekam padi yang diperoleh dari sisa – sisa proses pembakaran gabah padi pada pabrik – pabrik penggilingan padi, diharapkan mempunyai sift – sifat

yang sesuai jika digunakan sebagai filler adalah salah satu upaya mencari alternatif lain bahan filler sebagai abu batu, kapur dan semen yang sudah biasa digunakan.

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: a. Melihat pengaruh penggunaan abu

sekam padi sebagai bahan pengisi (filler) untuk campuran aspal panas jenis (Hot Rolled Sheet).

b. Mengetahui kualitas penyerapan abu sekam pada HRS.

c. Mengetahui nilai stabilitas campuran HRS dengan menggunakan abu sekamp padi.

d. Mengetahui variasi optimal penggunaan abu sekam padi pada HRS.

1.4 Batasan Masalah Pada penelitian ini dilakukan pembatasan yaitu:

Page 42: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VO1, EDISI JANUARAI 2012 – APRIL 2012 Page 36

a. Jenis aspal yang digunakan untuk campuran HRS adalah aspal keras dengan penetrasi 80/100.

b. Bahan tambahan yang bersifat sebagai pengisi (filler) adalah abu sekam padi berasal dari limbah tanaman padi yang diperoleh dari lokasi pabrik penggilingan padi Desa lampuyang Km.65 Sampit – Samuda.

c. Agregat kasar yang digunakan adalah batu pecah dari daerah Kecamatan Bukit Batu Tangkiling dan agregat halus digunakan pasir alam Km.28 Jalan Tjilik Riwut Tangkiling.

d. Untuk perancangan campuran digunakan metode Asphalt Institute.

e. Evaluasi karakteristik campuran meliputi: stabilitas, rongga udara dan quotient Marshall, rongga terisi aspal dan flow yang seluruhnya menggunakan Standart Bina Marga.

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hot Rolled Sheet (HRS)

Hot Rolled Sheet adalah campuran dengan bahan pembentuk yang terdiri dari bitumen (aspal), agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi (filler) yang merupakan lapisan penutup dengan gradasi senjang dan dipadatkan dalam keadaan panas. HRS mempunyai fungsi sebagai lapis penutup untuk mencegah masuknya air dari permukaan di dalam konstruksi perkerasan.

Tabel 1 Sfesifikasi Gradasi HRS

Komposisi Agregat

Persen Berat dari Total Campuran

Aspal 1” 100 ¾” 97 – 100 ½” 78 – 100

3/8” 60 – 87 No. 4 55 – 80 No. 8 52 – 78 No. 30 25 – 60 No. 100 8 – 30 No. 200 5 – 10

Tabel 2 Fraksi Rancangan Campuran HRS

Komposisi Agregat

Persen Berat dari Total Campuran

Aspal Fraksi Agregat Kasar

20 – 40

Fraksi Agregat Halus

47 – 67

Fraksi Bahan Pengisi

5 – 9

Fraksi Bitumen Efektif

> 6,8 %

Fraksi Aspal Total > 7,3%

Tabel 3 Sifat Campuran Yang Dipersyaratkan

untuk HRS

Komposisi Agregat

Persen Berat dari Total Campuran

Aspal Rongga Udara 4 – 6 % Hasil Bagi Marshall 1 – 4 KN/mm Stabilitas Marshall 450 – 850 Kg Rongga Terisi Aspal

75 – 85 %

Kelelehan (flow) 2,0 – 4,5 mm

2.2 Filler Filler kadang – kadang digolongkan sebagai agregat, tetapi sesungguhnya filler adalah pengisi pori atau celah dan untuk mengeraskan selaput aspal yang menyelimuti partikel – partikel agregat, sehingga dapat diperoleh campuran yang stabil.

Tabel 4 Sfesifikasi Gradasi Filler

Uraian Saringan % Berat lolos

No. 30 100 No. 50 95 – 100 No. 100 90 – 100 No. 200 30 - 100

Menurut swamy (1986), sekam padi apabila dibakar dengan kondisi yang terkontrol akan menghasilkan abu sekam padi yang

Page 43: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VO1, EDISI JANUARAI 2012 – APRIL 2012 Page 37

mempunyai sifat pozollan yang tinggi dan apabila dibakar dengan cara yang tidak dikontrol, maka abu yang dihasilkan berbentuk kristal dan tidak kreatif. Jika pembakaran abu sekam melebihi suhu 800C maka akan menghasilkan kristal silika. Mehta (dalam Swamy, 1986) menunjukkan bahwa beton yang dibuat dengan semen Portland dan abu sekam padi memiliki ketahanan yang unggul terhadap lingkungan asam dibandingkan dengan semen portland dan pozzolan lainya. Selinder beton yang dibuat dengan 35% abu sekam padi dan 65% semen Portland tipe II setelah direndam dalam larutan asam (5% asam sulfat) untuk periode 1500 jam, menunjukkan bahwa beton kontrol mengalami penyusutan berat sebesar 27% sedang beton dengan abu sekam padi hanya mengalami penyusutan 13%.

3. METODOLOGI PENELITIAN a. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode uji laboratorium. Material yang akan digunakan dalam penelitian ini diperiksa lebih dahulu di laboratorium untuk memperoleh karakteristik dari material tersebut. Data yang dihasilkan di laboratorium akan digunakan untuk perancangan campuran, selanjutnya dibuat briket (benda uji) untuk dilakukan tes Marshall sehingga dapat diketahui karakteristik fisik campuran. Penelitian ini terdiri atas tahapan-tahapan sebagai berikut : 1. Persiapan bahan dan alat Bahan terdiri dari batu pecah, abu batu,

pasir, abu sekam dan aspal penetrasi 80/100.

Alat terdiri dari saringan, penguji abrasi (keausan), penguji berat jenis, pengering agregat, pengukur suhu, pencampur, pemisah agregat dan penguji sampel (benda uji).

2. Penentuan sifat-sifat agregat meliputi penguji gradasi, keausan, kadar lempung, berat jenis dan penyerapan.

3. Penentuan proposi terhadap total agregat menggunakan metode diagonal, meliputi proporsi batu pecah, abu batu, pasir dan abu sekam.

4. Penentuan proporsi terhadap total campuran dan variasi kadar aspal.

b. Perencanaan Campuran Untuk Metode Marshall Perancangan campuran dengan Metode Marshaal bertitik tolak pada stabilitas yang dihasilkan. Kada aspal optimum ditentukan dengan melakukan pemeriksaan Marshall di laboratorium dari beberapa contoh dengan membuat beberapa variasi kadar aspal, sedangkan gradasi tetpa. Langkah pertama perencanaan campuran adalah proporsi penakaran sehingga diperoleh gradasi agregat campuran yang memenuhi spesifikasi.

c. Tujuan Perencanaan Campuran Pekerjaan mix design dimaksudkan untuk mengetahui komposisi dan besarnya persentase agregat yang dibutuhkan dalam merencanakan aspal beton. Tujuan dari mendesain campuran lapis jalan aspal beton adalah untuk menentukan suatu adonan yang ekonomis.

d. Uraian Mengenai Metode dan Persyaratan Rencana Campuran Metode yang dipergunakan adalah metode Marshall, sebelum mempersiapkan bahan percobaan, terlebih dahulu harus ditetapkan sebagai berikut : a. Material yang akan digunakan harus sudah

memenuhi spesifikasi campuran b. Kombinasi campuran agregat harus

memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.

Pada proses ini yang paling utama adalah merencanakan komposisi campuran batuannya dan sebagaimana dijelaskan diatas, namun demikian metode yang digunakan untuk penelitian adalah metode “Diagonal”. Syarat-syarat tersebut diatas yang perlu diperhatikan di laboratorium untuk keperluan schedule dalam mempersiapkan dan menganalisa agregat – agregatnya. Dari pembacaan langsung pada alat Marshall dapat diketahui ketahanan (stabilitas) terhadap kelelhan (flow) dari aspal. a. Ketahanan (stabilitas) adalah kemampuan

suatu campuran aspal untuk menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan dalam kg atau pound.

b. Kelelehan plastis (flow) adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran aspal

Page 44: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VO1, EDISI JANUARAI 2012 – APRIL 2012 Page 38

yang terjadi suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm.

e. Pengujian Campuran dengan Marshall Test

Pengujian campuran ini dengan 6 (enam) tingkatan kadar aspal yakni : 7,0 %;7,3%; 7,6%; 7,9%; 8,2%; 8,5% dari berat campuran total (berat satu sampel 1000 gram). Untuk setiap persen sepal gradasi dibuat 2 (dua) benda uji. Dari hasil percobaan ini menghasilkan : 1. Stabilitas

Besarnya stabilitas marshall didapat dari pembicaraan pada arloji (dial) alat Marshall. Hasil pembacaan terlebih dahulu dikalibrasi dengan kalibrasi alat dan dengan angka korelasi tinggi benda uji.

2. Density (kepadatan) Besarnya density didapatkan dari berat sampel dibagi isi atau dengan rumus : J=E/H…………………………… (1) Keterangan : J = density (gr/cm3) E = berat kering benda uji (gram) H = isi (cm3)

3. Kelelehan plastis (flow) Kelelehan palastis didapatkan dari pembacaan dial pada alat Marshall dalam satuan mm 0,01”. Pembacaan ini bersamaan dengan pembacaan dial stabilitas pada saat mencapai maksimum.

4. Rongga udara dalam campuran (VIM) Besarnya rongga udara dalam campuran didapat persamaan berikut : K=100(DJ)/D…………………… (2) Keterangan :

K = rongga udara dalam campuran D = berat jenis maksimum campuran 5. Marshall Quotient (MQ)

Besarnya angka Marshall Quotient ditentukan oleh : P=M/102N……………………….(3) Keterangan :

P = Marshall Quotient (kg/mm) M = stabilitas yang telah disesuaikan (kg) N = nilai Flow (mm) 6. Rongga terisi aspal adalah :

Besarnya rongga terisi aspal adalah :

………. (4)

Keterangan : R = rongga terisi aspal (%) K = rongga udara Q = rongga antar butir

4. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Rencana Campuran

Prosedur untuk menentukan proporsi terhadap total agregat pada masing – masing agregat, baik batu pecah, abu batu, pasir dan filler dengan menggunakan metode ”Diagonal”. Dari data analisa masing – masing agregat, selanjutnya direncanakan bagaimana komposisi campuran agar memenuhi persyaratan gradasi. Prosedur penentuan proporsi terhadap total agregat adalah sebagai berikut : 1. Plotkan hasil analisa saringan rata – rata

batu pecah, abu pecah, abu batau, pasir dan abu sekam (filler)

2. Tarik garis diagonal 3. Tentukan proporsi batu pecah dengan

melihat ploting untuk batu pecah dan abu batu, kemudian tentukan garis batas bawah batu pecah = garis batas atas abu batu, lalu tarik garis vertical masing – masing hingga sama – sma menyentuh garis diagonal, kemudian baca skalanya dari atas. Skala baca tersebut sama dengan skala baca proporsi batu pecah dengan satuan persen.

4. Tentukan proporsi abu batu dengan melihat ploting untuk batu pecah, abu batu dan pasir kemudian tentukan garis batas bawah batu pecah + garis batas bawah abu batu = garis batas atas pasir, lalu tarik garis vertikal masing – masing hingga sama – sama menyentuh garis diagonal. Kemudian baca skalanya dari atas selanjutnya dikurangi hasil skala baca. Proporsi batu pecah sama dengan skala batu proporsi abu batu dengan satuan persen.

Page 45: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VO1, EDISI JANUARAI 2012 – APRIL 2012 Page 39

5. Tentukan proporsi pasir dengan melihat ploting untuk batu pecah, abu batu, pasir dan filler kemudian tentukan garis batas bawah batu pecah + garis batas bawah abu batu + garis batas bawah pasir = garis batas atas filler, lalu tarik garis vertikal masing – masing hingga sama – sama menyentuh garis diagonal, kemudian baca skalanya dari atas selanjutnya dikurangi hasil skala baca proporsi batu pecah dikurangi hasil baca skala proporsi abu batu sama dengan skala baca proporsi pasir dengan satuan persen.

6. Tentukan proporsi filler dengan cara 100 – skala baca proporsi batu pecah – hasil skala baca abu batu – hasil skala baca pasir, dengan satuan persen.

7. Dari hasil langkah – langkah diatas diperoleh proporsi terhadap total agregat yang terdiri dari batu pecah (%), abu batu (%) dan filler (%).

Gambar 1 Penentuan Proporsi Terhadap Total

Agregat

Berdasarkan hasil perhitungan dengan cara diagonal diperoleh proporsi terhadap total agregat yang selanjutnya digunakan sebagai dasar acuan untuk mencari variasi proporsi terhadap total agregat dengan cara coba – coba dengan tahap memperhatikan spesifikasi total komposisi gradasi sebagai syarat mutlak. Campuran panas direncanakan berdasarkan proporsi terhadap total agregat dengan penggunaan aspal yang berfariasi (dibuat 6

variasi kadar aspal) yaitu : 7 %; 7,3 %; 7,6 %; 7,9 %; 8,2 %; 8,5 %; dari total berat total campuran, dengan berat contoh dibuat 1000 gram.

b. Hasil Test Marshall Pada pengujian Marshall diperoleh besaran – besaran seperti stabilitas dan flow. Sebelum pengujian Marshall terlebih dahulu dibuat benda uji (briket) sebanyak 2 (dua) buah untuk tiap kadar aspal mulai 7 % - 8,5 % dengan variasi penambahan 0,3 % aspal dan dipadatkan sebanyak 2 x 27 tumbukan, sehingga diperlukan 48 benda uji (setiap satu komposisi masing – masing 12 buah). Benda uji yang telah dipadatkan didiamkan pada suhu kamar selama 24 jam. Kemudian ditimbang beratnya dalam suhu ruang dan beratnya ditetapkan. Selanjutnya benda uji tersebut direndam dalam water bath selama 24 jam. Kemudian benda uji ditimbanag dalam air dan beratnya ditetapkan. Benda uji diangkat dan dikeringkan sampai mencapai kering permukaan jenuh (SSD), kemudian ditimbang dala kondisi SSD dan dicatat beratnya. Selanjutnya benda uji direndam dalam bak berisi air panas dengan temperature 600 C. Perendaman dilakukan selama waktu 30 menit, baru kemudian dilakukan pengujian dengan alat Marshall. Hasil pengujian tercantum dihalaman berikut.

Tabel 5

Pengujian Marshall untuk Presentase Abu Sekam 12,5%

Hasil pengujian Marshall untuk masing – masing persentase abu sekam 12,5 %, 10%, 7,5% dan 5%, sebagai data pembanding digunakan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Palangkaraya dengan proporsi campuran yang terdiri dari coarse aggregate 18%, medium aggregate 64%, fine aggregate 36% dan sand 32%.

Page 46: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VO1, EDISI JANUARAI 2012 – APRIL 2012 Page 40

Tabel 6 Data Sekunder Pengujian Marshall

Tanpa Abu Sekam

Analisis Hasil Test Marshall 1. Kepadatan (Densitas)

Dari hasil tes Marshall (lihat lampiran 22) dapat dilihat bahwa kecenderungan dari nilai kepadatan adalah meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar aspal.

2. Stabilitas

Stabilitas adalah suatu kemampuan campuran aspal untuk menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis. Dari grafik (lihat lampiran 22) terlihat awalnya nilai stabilitas meningkat aspal maksimum maka nilai stabilitas akan terus menurun. Ini berarti stabilitas tertinggi hanya terjadi pada saat kadar aspal maksimum. Jika telah tercapai kadar aspal maksimum maka jika terus dilakukan penambahan kadar aspal stabilitas campuran aspal akan semakin rendah.

3. Rongga Udara

Nilai rongga udara yang terlalu kecil akan mengakibatkan lapisan aspalmeleleh keluar (bleeding) pada saat beban lalu lintas diatasnya. Namun jika nilai rongga terlalu besar maka sangat berpengaruh pada durabilitas (daya tahan) lapisan permukaan dimana lapisan menjadi tidak kedap air dan udara, sehingga akan masuklah air dan udara kedalam campuran yang mengakibatkan terjadinya oksidasi dan aspal menjadi rapuh/getas. Dari grafik terlihat nilai rongga udara akan semakin kecil, seiring dengan penambahan kadar aspal. Ini berarti semakin besar kadar aspalnya, maka semakin besar kemungkinan terjadi bleeding.

4. Kelelehan Plastis

Kelelehan plastis adalah suatu keadaan bentuk yang terjadi akibat penambahan beban sampai terjadinya keruntuhan yang

Page 47: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VO1, EDISI JANUARAI 2012 – APRIL 2012 Page 41

merupakan indikator terhadap fleksibilitas (kelenturan). Dari grafik terlihat bahwa pada awalnya nilai flow menurun seiring penambahan kadar aspal, setelah mencapai titik balik maka nilai flow menjdi meningkat seiring penambahan kadar aspal . Dimana nilai flow masih berada dalam spedifikasi yang telah ditentukan. Ini berarti campuran cukup mampu mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas menimbulkan retak dan perubahan volume.

5. Hasil Bagi Marshall

Hasil bagi Marshall adalah perbandingan dari stabilitas dengan flow yang merupakan indicator dari sifat fleksibilitas (kelenturan) yang potensial terhadap keretakan. Dari hasil penelitian ini menunjukkan dengan peningkatan kadar aspal, nilai hasil bagi Marshall terjadi peningkatan. Namun jika telah sampai pada kadar aspal maksimim maka nilai hasil bagi Marshall akan terus menurun.

6. Rongga Terisi Aspal

Rongga terisi aspal adalah persentase dari rongga antar butir yang terisi aspal efektif. Nilai rongga terisi aspal yang terlalu kecil maka daya lekat antar agregar menjadi kurang sehingga mudah lepas yang sangat mempengaruhi durabilitasnya. Tetapi nilai rongga terisi aspal yang terlalu besar, kemungkinan terjadinya bleeding juga besar. Dari grafik nilai rongga udara terisi aspal semakin meningkat seiring penambahan kadar aspal. Ini berarti pada mulanya campuran (aspal), sifat durabilitas semakin baik, akan tetapi kemungkinan terjadi bleeding menjadi besar.

Page 48: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VO1, EDISI JANUARAI 2012 – APRIL 2012 Page 42

5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut: a. Abu sekam untuk pengisi (filler) pada

aspal campuran panas (HRS), cukup mudah penggunaannya terutama dalam hal penakaran dan pencampuran karena abu sekam tidak mudah membatu, tidak membentuk butiran yang kasar dan dapat tercampur merata.

b. Dari pengujian kualitas abu sekam dapat dilihat faktor penyerapan melebihi spesifikasi yang disyaratkan untuk HRS, berarti bila dipergunakan sebagai filler pada HRS untuk lapisan

c. Hasil penelitian penggunaan abu sekam sebagai filler pada campuran aspal panas jenis HRS dengan variasi kadar aspal dan variasi kadar filler, menunjukkan bahwa terdapat satu komposisi campuran yang optimal yaitu pada komposisi campuran batu pecah 37,5% (spesifikasi 20% - 40%), abu batu 15%, pasir 35% (spesifikasi 47% - 67%) dan abu sekam 12,5% (spesifikasi 5% - 9%) dengan kadar aspal 8,5%, maka stabilitas yang dihasilkan 807,12 kg (spesifikasi 450 – 850 kg) dan flow 4,05 mm (spesifikasi 2 – 4,5 mm).

d. Dari hasil penelitian yang menggunakan filler abu sekam dengan suhu tidak terukur terdapat perbedaan kadar aspal yang cukup tinggi, dengan tanpa menggunakan abu sekam yaitu pada komposisi campuran yang menggunakan abu sekam terdapat kadar asapal optimal 8,5%, sedangkan tanpa abu sekam (data sekunder) 7,5%.

e. Penelitian ini tidak dapat dipakai sebagai kesimpulan yang mewakili keseluruhan abu sekam, mengingat abu sekam yang dipergunakan pada penelitian ini hanya diambil dari satu lokasi yaitu di daerah Lampuyang km. 65 Sampit – Samuda.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dalam penelitian ini, beberapa saran yang dapat diusulkan, sebagai berkut: 1. Pembuatan benda uji (briket) untuk satu

variasi kadar aspal sebaiknya dibuat lebih banyak, agar dalam pengujian diperoleh hasil yang lebih akurat.

2. Penelitian ini sifatnya masah pada tahap awal dan masih terbuka kemungkinan untuk mengadakan penelitian kembali atas hasil – hasil yang sudah diperoleh dengan menggunakan material abu sekam dari berbagai lokasi yang tersedia. Penggunaan material/bahan yang sifatnya baru, harus melalui berbagai tahapan penelitian. Pengujian lanjutan dapat dilakukan pada beberapa laboratorium yang memiliki peralatan yang benar – benar teliti dan hasil dari penelitian bebrapa laboratorium inipun belum bisa dikatakan sebagai hasil akhir, tapi juga harus melalui tahapan pengujian di lapangan.

3. Dianjurkan untuk proses pembakaran sekam menggunakan alat pembakaran khusus agar abu sekam yang dihasilkan lebih sempurna.

DAFTAR REFERENSI

1. AASHTO, (1982). Standart Spesification For Transportation Material and method For Sampling and Testing, Part I, “ Specification”, 13th Edition .

2. Desriantomy, (2000). Penuntun Praktikum Bahan Perkerasan Jalan. Fakultas Teknik Universitas Palangkaraya.

3. Direktorat Jenderal Bina Marga, (1996), Pengujian Bahan Jalan dan Jembatan, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta

4. Direktorat Jenderal Bina Marga, (1996) Pengujian Tanah dan Bahan Batuan, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta

5. Direktorat Jenderal Bina Marga (1998), Central Quality Control & Monitoring Unit, Manual Supervisi Lapangan Untuk Pengendalian Mutu Pada Kontrak Pemeliharaan dan Peningkatan Jalan, Jakarta

6. Deman, A dan Apu, (2000). Panggunaan Abu Terbang Sebagai Filler pada Campuran Aspal Panas Jenis HRS. Tugas Akhir, Prgram Studi Teknik Sipil Universitas Palangkaraya, Palangkaraya.

7. Departemen Pekerjaan Umum, (1989), Metode Pengujian Agregat, Yayasan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta.

8. Priyonosulistyo, HRC dan Sudarmoko (1999), Pemamfaatan Limbah Abu Sekam Padi untuk Peningkatan Mutu Beton , Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

9. Prasetyo, L. (1999), Abu Sekam Sebagai Material Untuk Meningkatkan Kuat Tekan

Page 49: ISSN : 2089 -3949 - teknikseruyan.files.wordpress.com · 3. Sepeda Motor (MC) = 0,40 4. Kendaraan tidak bermotor = 1,00 II.7. Perhitungan Kapasitas Ruas Jalan Persamaan umum untuk

JURNAL PENELITIAN DOSEN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARWAN ALI, VO1, EDISI JANUARAI 2012 – APRIL 2012 Page 43

Beton, Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.

10. Sukirman, S (1992). Perkerasan Lentur Jalan Raya . Penerbit Nova, Bandung

11. Widjaja, A (1999), Karakteristik Beton Normal dan Neton dengan Abu Sekam Padi Pasca Bakar (Pendinginan Dengan Air dan Udara Bebas), Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta