ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5....

33
Permasalahan, peluang dan tantangan pengembangan kopi ..... Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017 1 PENYAKIT BERCAK BERTEPUNG (Cercosporella dioscorephylli) PADA TANAMAN ANTAWALI (Tinospora crispa) DAN PENGENDALIANNYA Bercak bertepung pada tanaman antawali (Tinospora crispa) di- sebabkan oleh cendawan Cercos- porella dioscoreophylli. Cendawan ini masuk ke dalam jaringan daun melalui lubang stomata atau lubang luka/kerusakan jaringan yang ada pada daun. Inang dari C. dioscoreophylli hanya terbatas pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di beberapa daerah dengan kejadian penyakit yang bervariasi antara 10 - 50%. Memusnahkan sumber inokulum disertai dengan pengaturan kon- disi lingkungan dan perawatan tanaman merupakan cara pengen- dalian C dioscoreophylli yang paling murah dan aman. inospora crispa (Syn. Tinospora rumphii, Tino- spora tuberculata, Tino- spora nudiflora) dikenal dengan nama antawali atau brotowali merupakan tanaman obat yang merambat pada tanaman lain, pagar atau benda-benda yang ada di sekitarnya. Tanaman ini relatif tahan pada kondisi lingkungan yang terbuka atau terpapar oleh sinar matahari secara penuh. Meskipun dapat tumbuh di daerah yang relatif kering tetapi antawali banyak ditemukan dan tumbuh subur di hutan yang lebat dan lembap dengan merambat di semak- semak yang di dekatmya. Daya regenerasinya yang tinggi menye- T Volume 23, Nomor 3 Desember 2017 W A R T A BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN TERBIT TIGA KALI SETAHUN ISSN 0853 - 8204 PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Gambar 1. a) Daun antawali yang terserang Cercosporella dioscoreophylli, b) gejala pada pada permukaan atas daun, c) struktur cendawan nampak seperti tepung pada bagian bawah daun, d) konidiofor dan konidium, dari C dioscoreophylli a b c d

Transcript of ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5....

Page 1: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Permasalahan, peluang dan tantangan pengembangan kopi .....

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017 1

PENYAKIT BERCAK BERTEPUNG (Cercosporella dioscorephylli) PADA TANAMAN

ANTAWALI (Tinospora crispa) DAN PENGENDALIANNYA

Bercak bertepung pada tanaman antawali (Tinospora crispa) di-sebabkan oleh cendawan Cercos-porella dioscoreophylli. Cendawan ini masuk ke dalam jaringan daun melalui lubang stomata atau lubang luka/kerusakan jaringan yang ada pada daun. Inang dari C. dioscoreophylli hanya terbatas pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di beberapa daerah dengan kejadian penyakit yang bervariasi antara 10 - 50%. Memusnahkan sumber inokulum disertai dengan pengaturan kon-disi lingkungan dan perawatan tanaman merupakan cara pengen-dalian C dioscoreophylli yang paling murah dan aman.

inospora crispa (Syn.

Tinospora rumphii, Tino-

spora tuberculata, Tino-

spora nudiflora) dikenal dengan

nama antawali atau brotowali

merupakan tanaman obat yang

merambat pada tanaman lain,

pagar atau benda-benda yang ada

di sekitarnya. Tanaman ini relatif

tahan pada kondisi lingkungan

yang terbuka atau terpapar oleh

sinar matahari secara penuh.

Meskipun dapat tumbuh di daerah

yang relatif kering tetapi antawali

banyak ditemukan dan tumbuh subur

di hutan yang lebat dan lembap

dengan merambat di semak-

semak yang di dekatmya. Daya

regenerasinya yang tinggi menye-

T

Volume 23, Nomor 3 Desember 2017

W A R T A

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN

TERBIT TIGA KALI SETAHUN

ISSN 0853 - 8204

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TANAMAN INDUSTRI

Gambar 1. a) Daun antawali yang terserang Cercosporella dioscoreophylli, b) gejala pada pada permukaan atas daun, c) struktur cendawan nampak seperti tepung pada bagian bawah daun, d) konidiofor dan konidium, dari C dioscoreophylli

a

b

c

d

Page 2: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017 2

babkan tanaman ini mudah

ditemukan pada hutan-hutan yang

baru saja mengalami kerusakan.

Batang tanaman antawali mem-

punyai fungsi sebagai bahan obat.

Tetapi hingga saat ini, antawali

belum dibudidayakan secara besar-

besaran sehingga informasi terkait

dengan budidaya tanaman ini masih

terbatas.

Demikian juga dengan hama

dan penyakit yang menyerang

tanaman ini masih sangat ter-

batas informasinya. Larva dari

Ohreis fullonia sejenis ngengat

dilaporkan merusak daun Tinos-

pora di Thailand, juga nematoda

Meloidogyne di Pakistan. Di In-

donesia, sampai saat ini belum

pernah dilaporkan adanya gangguan

yang disebabkan oleh penyakit

tanaman maupun hama pada

tanaman ini, selain penyakit bercak

bertepung.

Gejala

Di Indonesia, penyakit bercak

bertepung merupakan penyakit yang

penting pada tanaman ini karena

menyebabkan tanaman menggu-

gurkan daunnya lebih cepat dan

mengakibatkan tanaman lemah.

Tanaman yang kehilangan daunnya

dalam jumlah besar masih dapat

bertunas untuk menghasilkan daun

yang baru, tetapi apabila hal ini terus

dibiarkan kemungkinan tanaman

akan lemah dan rentan terhadap

kekeringan maupun gangguan lain-

nya. Belum ada laporan adanya

kematian tanaman antawali akibat

penyakit bercak bertepung.

Keberadaan penyakit ini dapat

diketahui dengan melihat adanya

bercak kuning yang umumnya

berbentuk bulat berdiameter ± 1 cm.

Di lokasi dengan serangan yang

berat bercak dapat ditemui dalam

jumlah banyak pada satu helai

daun dan saling menyatu sehingga

membentuk bercak kuning yang

lebar dan tidak teratur (Gambar 1a).

Pada stadia lanjut akan terben-

tuk nekrosis (kematian jaringan)

berwarna cokelat kehitaman di

jaringan daun yang terinfeksi,

membesar dan menyebabkan daun

gugur lebih awal. Pada bagian

bawah daun akan terlihat massa dari

cendawan penyebab berwarna

kuning terang dan tebal yang

menyerupai tepung yang sebenarnya

merupakan kumpulan konidium

(spora) dan konidiofor (tangkai

konidium) dari cendawan penyebab

(Gambar 1b).

Pada stadia lebih lanjut akan

terjadi kematian jaringan daun

(nekrosis) sehingga terbentuk warna

cokelat pada bagian tengah dari

jaringan yang berwarna kuning

tersebut.

Penyebab Penyakit

Penyakit bercak bertepung

pada tanaman antawali disebabkan

oleh cendawan Cercosporella

dioscoreophylli, sinonim dengan

Cercospora dioscoreophylli dan

Cercospora tinosporae (Mycobank

2017. www.mycobank.org). Cen-

dawan ini hanya menyerang bagian

daun dan tidak menginfeksi bagian

tanaman lainnya.

Secara morfologi cendawan ini

dikenal dari karakteristik konidio-

for dan konidiumnya. Konidiofor

umumnya bersepta, tidak bercabang

dan hialin (jernih). Konidofor

terbentuk di atas stroma yang

keluar dari stomata yang ada di

permukaan bawah daun. Dalam

satu lubang stomata dapat keluar

lebih dari satu stroma dengan

konidiofor yang banyak di atas-

nya (sporodokium). Terdapat bekas

luka (scar) di ujung konidiofor

yang menandakan konidium per-

nah terbentuk di situ sebelum-

nya (Gambar 1c). Konidiumnya

berbentuk bulat hingga memanjang,

terbentuk pada ujung konidiofor,

Warta Penelitian dan Pengem-bangan Tanaman Industri me-muat pokok-pokok kegiatan serta hasil penelitian dan pengem-bangan tanaman perkebunan.

PELINDUNG : Kapuslitbang Perkebunan

FADJRY DJUFRY

PENANGGUNG JAWAB :

JELFINA CONSTANSYE ALOUW

A. DEWAN REDAKSI Ketua Merangkap Anggota

ENDANG HADIPOENTYANTI

Anggota :

DONO WAHYUNO DYAH MANOHARA

E. RINI PRIBADI OCTIVIA TRISILAWATI IWA MARA TRISAWA

SUDARSONO HERNANI

B. REDAKSI PELAKSANA

ELFIANSYAH DAMANIK TARUNA P. SURIANATA

Alamat Redaksi dan Penerbit Pusat Penelitian dan Pengembangan

Perkebunan. Jln. Tentara Pelajar No. 1 Bogor 16111

Telp. (0251) 8313083 Faks. (0251) 8336194

Sumber Dana :

DIPA 2O17 Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Perkebunan, Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian

DAFTAR ISI Informasi Komoditas

Penyakit bercak bertepung (Cercosporella

dioscoreophylli) pada tanaman antawali

(Tinospora crispa) dan pengendaliannya 1

Permasalahan, peluang dan tantangan

pengembangan kopi di Indonesia .............. ... 4

Komunikasi inovasi pertanian bioindustri

integrasi serai wangi - ternak ....................... ... 7

Keragaman pohon induk terpilih (PIT)

kayumanis pada karakter pertumbuhan

dan produksi kulit di Kabupaten Hulu

Sungai Selatan, Kalimantan Selatan ............ 12

Koleksi plasma nutfah kopi robusta di

Kebun Percobaan Pakuwon Balittri ............. 15

Penyakit jamur upas ( Pink diseases)

pada tanaman kemiri sunan (Reutealis

trisperma) .................................................... 20

Pati sagu dan produk olahan bagea ............. 22

Potensi genetik dan produksi 6 kultivar

lokal tembakau di Kabupaten Tulung-

agung ........................................................... 26

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang

tanaman karet .............................................. 29

Berita

Dukungan inovasi teknologi Balitbangtan

dalam pengembangan kawasan agrowisata

Kota Solok .................................................. 32

Pedoman bagi penulis .................................. 32

Page 3: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017

3

hialin, terdiri dari 1 - 4 septa pada

tiap konidium. Di bagian bawah dari

konidium terdapat penebalan yang

menjadi salah satu cara untuk

mengkonfirmasi identitasnya secara

morfologi (Gambar 1d).

Konidium cendawan ini ber-

kecambah kurang dari 48 jam, dan

umumnya menginfeksi jaringan

daun melalui lubang stomata atau

luka yang terdapat pada daun. Ke-

mampuan untuk berkecambah dalam

waktu yang singkat dan segera

masuk ke dalam jaringan tanaman

merupakan bentuk adaptasi dari

cendawan ini untuk bertahan hidup.

Sebaran Penyakit

Kunjungan yang telah dilakukan

di beberapa daerah dimana T. crispa

ditanam, gejala bercak bertepung

pernah ditemukan, antara lain di

Cahaya Negeri, Lampung Utara,

Provinsi Lampung dan Sukamulya,

Sukabumi, Provinsi Jawa Barat;

selain di Bogor, Jawa Barat dengan

tingkat kejadian penyakit yang

bervariasi antara 10-50%.

C. dioscoreophylli merupakan

cendawan tular udara, dengan

sumber inokulum penyebaran be-

rupa konidium. Cendawan ini

mempunyai kekhususan inang yang

tinggi sehingga belum ada tanaman

lain di Indonesia yang menjadi inang

alternatif dari C dioscoreophylli

selain Tinospora spp.

Pengendalian

Pemanfaatan varietas tahan me-

rupakan cara pengendalian yang

paling efektif dan efisien untuk

cendawan patogen yang mempunyai

kisaran inang yang sempit. Tetapi

sampai saat ini tidak ada dan belum

ada rencana untuk mengembangkan

antawali yang tahan terhadap

penyakit bercak bertepung, karena

secara ekonomi belum mengun-

tungkan.

Pengendalian dengan cara

menghilangkan sumber inokulum

sehingga tidak menjadi sumber

infeksi pada daun-daun baru yang

akan muncul merupakan cara yang

aman dan murah. Salah satu karak-

teristik dari tanaman Tinospora

adalah tanaman ini masih dapat

hidup walaupun tidak berdaun dan

dapat digunakan sebagai bahan

tanaman setelah disimpan untuk

waktu yang cukup lama (Patel

2016). Membuang semua daun

yang terinfeksi maupun yang terlihat

sehat secara serentak, dilanjutkan

dengan membenamkannya ke dalam

tanah akan mengurangi potensi ter-

jadinya infeksi pada musim selanjut-

nya. Tanaman antawali dapat tum-

buh baik di tempat yang terbuka

sehingga pengaturan kondisi ling-

kungan dengan memangkas tanaman

penegak mungkin perlu untuk

menurunkan peluang terjadinya

infeksi konidium C. dioscoreophyli.

Pengendalian dengan cara apli-

kasi fungisida tidak dianjurkan

karena tanaman ini berfungsi sebagai

bahan obat. Tetapi, pada kondisi

yang mendesak, jumlah tanaman

yang terserang dalam luasan yang

banyak misalnya, maka aplikasi

fungisida mungkin bisa dipertim-

bangkan dan tetap dikelola dengan

bijaksana. Mengingat cendawan ini

mempunyai siklus hidup yang relatif

singkat. Konidium akan berke-

cambah 24 - 48 jam setelah ada di

permukaan daun. Infeksi akan terjadi

48 - 72 jam melalui lubang stomata

dan 192 - 240 jam (8 - 10 hari)

gejala khas berupa bercak bertepung

sudah terlihat jelas. Konidium yang

jatuh pada permukaan atas daun

jarang menimbulkan gejala karena

cendawan ini masuk ke dalam

jaringan daun hanya melalui lubang

stomata atau luka pada daun. Jumlah

stomata yang sangat sedikit pada

permukaan atas daun menyebabkan

infeksi melalui bagian ini tidak

berhasil. Tetapi, apabila terdapat

luka di permukaan atas daun, maka

gejala bercak bertepung akan muncul

di sekitar luka. Pada tanaman black-

berry, serangan cendawan Cerco-

sporella rubi dapat ditekan setelah

fungsida diaplikasikan 5 kali selama

musim tanam; dua kali di awal

tanam, sekali di pertengahan tanam

dan dua kali menjelang akhir musim

tanam.

Sebagai pencegahan, antawali

sebaiknya ditanam di tempat dimana

penyakit ini tidak ada, atau pe-

nanaman dilakukan dalam tempat

yang terkurung sehingga secara fisik

ada hambatan penyebaran koni-

dium. Harlman dan Jones (1996)

menggunakan bahan tanaman

blackberry yang bebas dari serangan

C. rubi, yaitu bahan tanaman yang

keberadaannya ada di dalam tanah,

berupa akar dengan menyisakan

batang yang pendek. Untuk pe-

nanaman antawali, di daerah baru

sebaiknya tidak menyertakan

daunnya, tetapi cukup batangnya

saja sehingga kemungkinan mem-

bawa sumber inokulum ke daerah

baru dapat dihindari. Membuang

seluruh daun dan sanitasi diperlu-

kan untuk memotong siklus hidup

C dioscoreophylli.

Penutup

Penyakit bercak bertepung pada

tanaman antawali telah ditemukan di

beberapa lokasi di Indonesia. Nilai

ekonomi tanaman ini yang belum

tinggi, menyebabkan perhatian yang

diberikan untuk merawat tanaman

ini masih sedikit. Penyakit bercak

bertepung seharusnya dapat diken-

dalikan dengan efektif dan efisien

dengan melakukan perawatan

tanaman yang baik, khususnya di

saat awal terjadinya serangan.

Monitoring secara berkala ke-

beradaan sumber inokulum di lapang

dan kondisi lingkungan yang

mendorong terjadinya infeksi

penting untuk dilakukan

Dono Wahyuno, Balittro

Page 4: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Permasalahan, peluang dan tantangan pengembangan kopi .....

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017 4

PERMASALAHAN, PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN KOPI DI INDONESIA

Kebutuhan kopi dan keter-

sediaannya merupakan dua hal

saling terkait. Kopi Indonesia

tidak hanya terkenal dari cita

rasanya, namun memiliki kualitas

dan menjadi selera kelas dunia

sepanjang sejarah. Namun, seiring

dengan perkembangan perubahan

lingkungan strategis, riset dan

teknologi pertanian telah men-

ciptakan persaingan pasar dunia

semakin tidak terbendung ter-

utama terkait kualitas dan

kemasan dari kopi. Menyikapi hal

tersebut, Indonesia terus berupaya

untuk meningkatkan jumlah dan

kualitas kopi yaitu dengan per-

baikan sistem budidaya, pengolah-

an dan pengemasan agar menjadi

sumber devisa yang strategis di-

masa mendatang dalam upaya

meningkatkan kesejahteraan

petani.

opi adalah jenis minuman

yang penting bagi sebagian

besar masyarakat dunia,

karena kenikmatan aroma dan nilai

ekonomis bagi negara produsen dan

pengekspornya. Kopi yang di-

perdagangkan biasanya adalah

kombinasi dari dua varietas kopi:

arabika dan robusta. Perbedaan di

antara kedua varietas ini terutama

terletak pada rasa dan tingkat

kafeinnya. Biji arabika, lebih mahal

di pasar dunia, memiliki rasa yang

lebih lembut dan memiliki kan-

dungan kafein 70% lebih rendah

dibandingkan dengan biji robusta.

Wilayah subtropis dan tropis

merupakan lokasi yang baik untuk

budidaya kopi. Oleh karena itu,

negara-negara yang mendominasi

produksi kopi dunia berada di

wilayah Amerika Selatan, Afrika,

dan Asia Tenggara. Kopi adalah

salah satu komoditi yang diper-

dagangkan di bursa-bursa komoditi

di London dan New York. Indonesia

adalah salah satu dari lima besar

produsen dan eksportir kopi dunia

(International Coffee Organization),

penyumbang devisa terbesar ke-

empat untuk Indonesia setelah

minyak sawit, karet dan kakao.

Indonesia dikenal karena karena

memiliki sejumlah kopi khusus

seperti kopi luwak' (dikenal sebagai

kopi yang paling mahal di dunia)

dan 'kopi Mandailing'.

Sejak tahun 1960an, luas areal

dan produksi kopi Indonesia me-

nunjukkan trend positif. Akan tetapi

menurut data dari Badan Pusat

Statistik (BPS), saat ini luas

perkebunan kopi di Indonesia

menurun karena petani telah

mengubah fokus usaha tani mereka

ke tanaman perkebunan lain se-

perti sawit, karet dan kakao yang

memberikan pendapatan yang lebih

menjanjikan. Selain itu ekspansi

negara eksportir kopi lainnya untuk

meningkatkan mutu dan kemasan

yang menarik, merupakan tantang-

an yang perlu diantisipasi oleh

Indonesia. Dengan kondisi ter-

sebut, tulisan ini akan mengurai-

kan tentang permasalahan, peluang

dan tantangan pengembangan kopi

Indonesia.

Potensi Produksi Kopi Indonesia

Kopi diperkenalkan di Nusantara

oleh Belanda yang pada awalnya

ditanam di sekitar wilayah Batavia,

kemudian dengan cepat berkembang

ke wilayah Bogor, Sukabumi dan

wilayah Jawa Barat lainnya pada

abad ke-17 dan ke-18. Karena

iklim yang menunjang, maka

wilayah pengembangan kopi pada

saat itu meluas ke wilayah-wilayah

lain di Jawa, Sumatera dan juga di

Sulawesi.

Produksi kopi Indonesia tahun

2014 tercatat sebesar 643.857 ton.

Produksi ini berasal dari 1.230.495

ha luas areal perkebunan kopi di-

mana 96,19% di antaranya diusaha-

kan oleh rakyat (Perkebunan Rakyat)

sementara sisanya diusahakan oleh

perkebunan besar milik swasta

(PBS) sebesar 1,99% dan perkebun-

an besar milik negara (PBN) sebesar

1,82% (Ditjend Perkebunan, 2015).

Jika dilihat dari jenis kopi yang

diusahakan kopi robusta mendo-

minasi produksi kopi Indonesia. Di

tahun 2014, dari 643.857 ton pro-

duksi kopi Indonesia sebanyak

73,57% (473.672 ton) adalah kopi

robusta sementara sisanya sebanyak

26,43% (170,185) ton adalah kopi

arabika. Sentra produksi kopi ro-

busta di Indonesia adalah provinsi

Sumatera Selatan, Lampung, Beng-

kulu, Jawa Timur dan Sumatera

Barat. Sementara itu sentra produksi

kopi arabika terdapat di provinsi

Sumatera Utara, Aceh, Sulawesi

Selatan, Sumatera Barat dan Nusa

Tenggara Timur.

Harga kopi pada tahun 2015 di

pasar domestik Indonesia rata-rata

adalah Rp 19.135/kg, sedangkan

tingkat konsumsi kopi pada tahun

2015 berdasarkan SUSENAS yang

mencapai 0,8 % kg/kapita/tahun.

Prospek Ekspor Kopi Indonesia

Kopi merupakan salah satu

komoditas unggulan dalam subsektor

perkebunan di Indonesia karena

memilki peluang pasar yang baik di

dalam negeri maupun luar negeri.

Sebagian besar produk kopi di

K

Page 5: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017

5

Indonesia merupakan komoditas

perkebunan yang dijual ke pasar

dunia. Menurut International Coffee

Organization (ICO) konsumsi kopi

meningkat dari tahun ke tahun

sehingga peningkatan produksi kopi

di Indonesia khususnya memiliki

peluang besar untuk merespon

kebutuhan dunia melalui jalur ekspor

ke negara-negara pengkonsumsi kopi

utama dunia yaitu Uni Eropa,

Amerika Serikat dan Jepang.

Indonesia juga terkenal sebagai

penghasil kopi karena memiliki

sejumlah kopi khusus seperti kopi

luwak dan kopi mandailing. Biji

kopi arabika yang berkualitas

lebih tinggi kebanyakan diproduksi

oleh negara-negara Amerika Selatan

Oleh karena itu, sebagian besar

ekspor kopi Indonesia (kira-kira

80%) terdiri dari biji robusta.

Saat ini produksi kopi Indonesia

lebih kurang 740.000 ton dengan

produksi kopi robusta 600.000 ton

dan arabika 140.000 ton. Pada tahun

2012, 70% dari total produksi

tahunan biji kopi Indonesia diekspor,

Negara tujuan ekspor kopi Indonesia

dengan bentuk total segar dan olahan

dengan volume ekspor terbesar pada

tahun 2015 adalah USA sebesar

65.509 ton (13,05%). Negara tujuan

ekspor berikutnya adalah Jerman

sebesar 47.664 ton (9,49%), Itali

43.048 ton (8.58%), Jepang 41.241

ton (8,21%), Malaysia 39.394 ton

(7,85%), Thailand 29.305 ton

(5,84%) dan Rusia 26.940 ton

(5,37%). Ekspor kopi olahan

hanyalah bagian kecil dari total

ekspor kopi Indonesia.

Sementara Indonesia mengimpor

kopi dari Vietnam dalam bentuk

segar dan olahan pada sebesar

62.83% atau setara dengan 7.582

ton pada tahun 2015. Brazil se-

besar 7,99% (965 ton), Malaysia

1,56% (188 ton) dan United States

Amerika 1,34% (162 ton).

Permasalahan, Peluang dan Tan-

tangan Pengembangan Kopi di

Indonesia.

Potensi ekspor kopi Indonesia

yang sangat besar tersebut bukannya

tanpa tantangan, karena banyak

permasalahan yang harus diatasi

baik untuk meningkatkan pro-

duktivitas maupun mutu. Per-

masalahan pengembangan kopi di

Indonesia di antaranya : 1) rendah-

nya produktivitas tanaman, (2)

serangan organisme pengganggu

tanaman (OPT), (3) lemahnya

kelembagaan petani, (4) rendahnya

penguasaan teknologi pasca panen,

(5) produk yang dihasilkan dan

diekspor sebagian besar berupa biji

kopi (green beans), (6) rendahnya

tingkat konsumsi kopi per kapita di

dalam negeri (0,86 kg/kapita/tahun),

(7) belum optimalnya pengelolaan

kopi spesial (Specialty coffee), (8)

terbatasnya akses permodalan bagi

petani, dan (9) rantai tataniaga yang

belum efisien (masih panjang).

Untuk mengantisipasi tantangan

pengembangan dan ekspor kopi

Indonesia, beberapa peluang yang

dapat dilakukan adalah: (1) per-

luasan areal tanaman kopi ara-

bika, khususnya di wilayah yang

memiliki kesesuaian agroklimat, (2)

penerapan sistem budidaya per-

kebunan kopi yang baik (GAP) dan

berkelanjutan (sustainable coffee

production), (3) penyediaan tek-

nologi pengendalian OPT yang

ramah lingkungan, (4) peningkatan

mutu khususnya kopi arabika yang

dapat diarahkan menjadi kopi

spesialty, (5) teknologi diversifikasi

produk vertikal dan horizontal,

seperti pengolahan kopi menjadi

Instant coffee dan Liquid coffee

dan (6) peningkatan konsumsi

kopi/kapita di dalam negeri dari

860 g/kapita/tahun menjadi 1.000

g/kapita/tahun.

Peluang pengembangan kopi di

Indonesia dapat dioptimalkan lebih

lanjut dengan cara : (1) penerapan

usaha tani kopi berkelanjutan (sus-

tainable coffee production), (2)

penerapan Standar ISO 9000, 14000,

(3) peningkatan pengetahuan petani

dan konsumen kopi tentang ke-

sadaran pada aspek kesehatan

dengan sosialisasi terhadap toleran-

si komponen bahan kimia yang

berbahaya bagi tubuh seperti

Ochratoxin dan residu pestisida dan

(4) adanya kesepakatan dari anggota

ICO untuk tidak mengekspor kopi

dengan kualitas rendah.

Teknologi Budidaya

Untuk meningkatkan daya saing

kopi Indonesia, perlu adanya

peningkatan kualitas dan kuantitas

produksi yang efisien dengan

meningkatkan produktivitas melalui

perbaikan cara budidaya yang ramah

lingkungan dengan produktivitas

yang tinggi, penggunaan benih

bersertifikat serta input yang

bermutu, pengolahan produk pri-

mer yang mengacu pada standar

mutu. Badan Litbang pertanian me-

lalui Balai Penelitian Tanaman

Industri lain, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Perkebunan telah

menghasilkan teknologi untuk

mendukung program tersebut, di

antaranya :

Kopi Liberoid Meranti 1 (LIM 1)

Varietas unggul kopi Liberoid

Meranti 1 (LIM 1) merupakan hasil

seleksi pada populasi kopi Liberoid

di Desa Kedaburapat, Kecamatan

Rangsang Pesisir, Kabupaten Ke-

pulauan Meranti, Provinsi Riau.

Kopi tersebut memiliki rata-rata

produksi 2,37 kg biji kering/pohon/

tahun atau setara dengan 1,69 ton

biji kopi/ha dengan jumlah populasi

Page 6: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017 6

714 tanaman. Selain itu, varietas

kopi LIM 1 juga memiliki keung-

gulan tahan penyakit karat daun dan

agak tahan sampai tahan terhadap

hama penggerek buah kopi. Dari

sisi cita rasa, varietas ini berhasil

memperoleh nilai kesukaan (pre-

ferensi) berkisar antara 80 - 84,25

atau rata-rata 82,28. Dengan de-

mikian, varietas kopi LIM 1 me-

miliki mutu cita rasa “excellent”.

Tingkatan mutu tersebut merupakan

yang tertinggi untuk cita rasa kopi.

Varietas ini juga adaptif di lahan sub

optimal (gambut) dengan tipe iklim

A. Umur panen kopi rata-rata 3

tahun.

Kopi Liberoid Meranti (LIM 2).

Kopi Liberoid Meranti 2 (LIM 2)

juga merupakan hasil seleksi pada

populasi kopi Liberoid di Desa

Kedaburapat, Kecamatan Rangsang

Pesisir, Kabupaten Kepulauan

Meranti, Propinsi Riau. Kopi ini

memiliki buah yang besar dan

memiliki potensi produksi 2,78 kg

kopi biji/pohon/tahun atau setara

dengan 1,98 ton biji kopi/ha dengan

jumlah populasi 714 tanaman.

Varietas ini memiliki ketahanan

terhadap penyakit karat daun dan

hama penggerek buah kopi. Sama

halnya dengan varietas LIM 1,

varietas LIM 2 juga adaptif di lahan

sub optimal (gambut) dengan tipe

iklim A. Umur panen kopi rata-

rata 3 tahun. Nilai cita rasa dari

varietas kopi LIM 2 mencapai

84,50 sehingga dapat dikategorikan

memiliki mutu “excellent”.

Teknologi Pengemasan Dan

Penyimpanan Entres Kopi

Robusta Untuk Meningkatkan

Viabilitas Benih

Salah satu faktor pembatas

keberhasilan pendistribusian entres

kopi adalah tingkat kesegaran-

nya. Peningkatan lama simpan

entres kopi tersebut akan mem-

bantu penyediaan entres untuk

perbanyakan kopi robusta secara

vegetatif, yaitu penyetekan dan

penyambungan. Teknik pengemasan

entres kopi rosbuta dengan meng-

gunakan pengemas plastik + koran

+ superabsorbent polyacrylamide

polymer mampu mempertahan-

kan viabilitas entres kopi robusta

sebesar 75% walaupun telah me-

lewati masa distribusi entres selama

± 10 hari pada suhu 35 - 400C.

Teknologi Pemupukan Organik

Dengan Pelarut P Dan K pada

Tanaman Kopi Robusta

Tanah yang rendah tingkat

kesuburannya dapat ditingkatkan

dengan memanfaatkan kelompok

mikrobia indigenous pelarut fosfat

(MPF) melalui peningkatan kelarut-

an pupuk P yang diberikan maupun

senyawa P yang tertinggal sebagai

residu tanah. Mikroba pelarut P

mampu berperan melepaskan ikatan

P tersebut dan menyediakannya

bagi tanaman. MPF yang potensial

memiliki kemampuan melarutkan

unsur hara P antara lain Bacillus dan

Aspergillus. Inokulasi MPF mampu

meningkatkan berat biomassa dan

serapan hara N, P dan K. Pemberi-

an pupuk NPK dengan interval tiga

kali dan mikroba sebanyak 20 g/

tahun dapat meningkatkan keter-

sediaan hara K dan Ca sebesar 25%.

Penggunaan pupuk hayati pelarut

P dan K pada berbagai sumber

bahan organik memberikan pe-

ngaruh yang positif terhadap

tanaman kopi asal setek berakar.

Keunggulan yang ditonjolkan

dari teknologi penggunaan pupuk

hayati pelarut P dan K adalah

mampu mengurangi penggunaan

pupuk kimia sebesar 25%. Selain

itu, teknologi ini juga dapat me-

manfaatkan bahan organik lokal

yang tersedia. Dengan demikian,

penggunaan teknologi ini, mampu

mengefisienkan usaha tani kopi

secara signifikan.

Saran dan Langkah Kebijakan

Menyikapi peningkatan per-

mintaan komoditas kopi untuk

konsumsi dalam negeri dan luar

negeri terutama untuk menjaga

eksistensi produksi dan produktivi-

tas serta kualitas yang tinggi, peme-

rintah dan seluruh pelaku pengem-

bangan kopi Indonesia harus men-

cermati perkembangan lingkungan

strategis domestik dan internasional.

Langkah-langkah nyata yang perlu

dilakukan dalam menyikapi per-

masalahan, peluang dan tantangan

tersebut adalah: (1) melakukan

produksi kopi berkelanjutan, de-

ngan penerapan sistem budidaya

kopi yang baik (Good Agriculture

Practices/GAP), (2) penetapan stan-

dar/kriteria Kopi Berkelanjutan

Indonesia (Indonesian Sustainable

Coffee/ISCoffee) dalam satu standar

nasional. Saat ini sertifikasi kopi

memiliki kriteria yang berbeda-beda

tergantung pada konsumen. Apabila

akan dibuat, belum tentu dapat

diterima oleh konsumen yang lain

sehingga memerlukan persepsi

yang sama dari para konsumen

(harmonisasi). Contoh sertifikasi

kopi di dunia : Fairtrade, Utzkapeh,

Organic Coffee, Common Code for

Coffee Community (C4), Rainforest

Alliance, Coffee And Farmer Equity

(CAPE), Practices (Starbucks), (3)

peningkatan mutu kopi yang akan

diekspor ke Jepang dengan cara

menurunkan kadar carbaryl kurang

dari 30%, (4) diversifikasi vertikal

dan horizontal ekspor kopi Indonesia

untuk meningkatkan nilai tambah

dan daya saing kopi Indonesia di

pasar Internasional, (5) peningkatan

Page 7: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017

7

potensi kopi spesialty, untuk itu

perlu terus diupayakan potensi kopi

spesialty lainnya yang belum muncul

dan bagi kopi spesialty yang telah

dikenal serta memiliki nama agar

segera dilakukan sertifikasi In-

dikasi Geografisnya, dan (6)

Pengembangan kopi dalam model

kawasan agribisnis kopi yang

meliputi pengembangan dari hulu

sampai hilir, dengan dukungan

infrastruktur yang cukup memadai

antara lain jalan, listrik, energi dan

pelabuhan.

Penutup

Pemerintah perlu memberikan

perhatian serius dalam pengem-

bangan kopi dengan sistim agribisnis

modern yang berkelanjutan, me-

ngingat besarnya peluang dan

tantangan ke depan. Aktivitas riset

yang menghasilkan inovasi teknologi

terutama varietas unggul baru perlu

terus ditingkatkan agar mampu

bersaing di pasar dunia sehingga

kopi Indonesia menjadi pilihan

konsumen domestik dan inter-

nasional. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian melalui

Pusat Penelitian dan Pengembangan

Perkebunan harus mampu men-

jawab atas tantangan dan peluang

perubahan dan persaingan dunia

tersebut dengan bekerja keras

dan serius dalam mengelola

produktivitas dan kualitas kopi

nasional.

KOMUNIKASI INOVASI PERTANIAN BIOINDUSTRI INTEGRASI SERAI WANGI-TERNAK

Komunikasi menjadi bagian

penting dalam desiminasi ino-

vasi teknologi Badan Litbang

Pertanian. Teknik komunikasi

yang efektif dan efisien diperlukan

agar inovasi yang disampaikan

dimengerti dan diadopsi oleh

stakeholder. Salah satu inovasi

unggulan adalah bioindustri ber-

basis integrasi serai wangi dengan

ternak. Inovasi tersebut telah

didesiminasikan kepada petani di

Desa Cikahuripan. Desiminasi

yang dilakukan terbukti efektif

menggunakan saluran komuni-

kasi interpersonal melalui dialog,

ceramah, dan didukung demons-

trasi hasil melalui partisipasi aktif

petani dan staf Balittro. Petani

Desa Cikahuripan mendapatkan

sumber informasi pertanian

bioindustri dari sesama petani,

tokoh masyarakat, kelembagaan,

aparat desa, penyuluh dan staf

KP/Balittro. Namun sumber

informasi yang paling dominan

memberikan informasi mengenai

inovasi pertanian bioindustri

adalah sesama petani dan staf

KP/Balittro. Kredibilitas sumber

informasi sesama petani dan staf

KP/Balittro dalam hal tingkat

pengetahuan dan tingkat ke-

percayaan sesama petani dan staf

KP/Balittro berada pada kategori

tinggi, dan tingkat kompetensi

kategori mahir.

ermasalahan yang dihadapi di

sektor pertanian di antaranya

perubahan lahan pertanian

menjadi non-pertanian dan pe-

nurunan kualitas lingkungan yang

mengancam keberlanjutan sistem

pertanian sehingga konsep keber-

lanjutan menjadi faktor penting

dalam pengelolaan sektor pertanian

(Listyanti, 2015). Dengan semakin

sedikitnya lahan pertanian, maka

diperlukan pengembangan diver-

sifikasi pertanian melalui keter-

paduan subsektor pertanian (Dillon,

2009).

Salah satu alternatif untuk

menjawab permasalahan di sektor

pertanian, adalah melalui terobosan

inovasi Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian (Balit-

bangtan) telah menciptakan inovasi -

inovasi terbaru salah satunya ada-

lah inovasi pertanian bioindustri

integrasi tanaman dan ternak. Ino-

vasi tersebut mengkombinasikan

kegiatan tanaman serai wangi dan

ternak sapi yang merupakan salah

satu upaya meningkatkan pro-

duktivitas lahan dan mengurangi

input dari luar. Keuntungan integrasi

tanaman ternak adalah (1) diver-

sifikasi penggunaan sumber daya;

(2) mengurangi risiko usaha; (3)

efisiensi penggunaan tenaga kerja;

(4) efisiensi pengunaan input; (5)

mengurangi ketergantungan energi

kimia; (6) ramah lingkungan; (7)

meningkatkan produksi dan (8)

meningkatkan pendapatan petani

(Handaka et al. 2009). Inovasi

pertanian bioindustri integrasi serai

wangi - ternak menurut Sukamto et

al. (2012) dapat mendorong pihak-

pihak terkait untuk mengembang-

kannya dan menjadi peluang

meningkatkan pendapatan petani

dari minyak atsiri dan ternak sapi.

Di antara isu utama komunikasi

pembangunan di dunia saat ini

adalah komunikasi pembangun-

an berkelanjutan (sustainable

development communication). Se-

lama bertahun-tahun inisiatif ko-

munikasi untuk penanggulangannya

P

Saefudin, Puslitbang Perkebunan

Page 8: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017 8

lebih difokuskan pada penyebaran

dan adopsi paket teknis yang hanya

menghasilkan dampak terbatas.

Komunikasi pembangunan dipahami

sebagai aplikasi yang terencana

dalam metode komunikasi serta alat

yang memfasilitasi pertukaran

informasi. Pelaksanannya dilaku-

kan dengan dialog, partisipasi, serta

perubahan sikap dan praktek se-

hingga tujuan pembangunan di-

sepakati di antara semua pemangku

kepentingan, sesuai kebutuhan dan

kapasitasnya.

Pengembangan teknologi inovasi

pertanian bioindustri sampai saat ini

terus berlanjut, namun penyampaian

inovasi kepada masyarakat belum

optimal. Hal ini dipengaruhi oleh

beberapa faktor, antara lain bentuk

komunikasi yang disampaikan,

metode penyampaian, individu atau

kelompok penerima inovasi.

Menurut Hayanto (2009) sistem

penyampaian inovasi teknologi

menentukan cepat-lambatnya inovasi

teknologi yang diterapkan oleh

pengguna. Tulisan ini akan me-

nelaah efektivitas komunikasi dalam

pengembangan inovasi pertanian

bioindustri pada masyarakat seki-

tar khususnya Desa Cikahuripan,

Kecamatan Lembang, Kabupaten

Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat.

Pertanian Bioindustri

Pertanian bioindustri adalah

sistem pertanian yang pada prinsip-

nya mengelola dan/atau memanfaat-

kan secara optimal seluruh sum-

berdaya hayati termasuk biomasa

dan atau limbah organik pertanian,

bagi kesejahteraan masyarakat dalam

suatu ekosistem secara harmonis

(Kementan 2013; Basit 2014).

Dalam pengembangannya, per-

tanian bioindustri tidak terlepas dari

konsep pertanian berkelanjutan,

memutus kebergantungan petani

terhadap input eksternal dan

penguasa pasar yang mendominasi

sumber daya pertanian. Konsep

dasar pertanian berkelanjutan adalah

mengintegrasikan aspek lingkungan

dengan sosial ekonomi masyarakat

pertanian untuk mempertahankan

ekosistem alami lahan pertanian

yang sehat, melestarikan kualitas

lingkungan, dan sumber daya alam.

Dalam hal ini keuntungan ekonomi,

keuntungan sosial, dan konservasi

lingkungan secara berkelanjutan

harus menjadi keniscayaan dalam

pertanian berkelanjutan. Secara

holistik, konsep pembangunan

pertanian berkelanjutan disajikan

dalam Gambar 1.

Tiga prinsip keberlanjutan sistem

pertanian bioindusti adalah : (1) self

financing: sedapatnya bersifat

membiayai dirinya sendiri melalui

usaha yang saling menunjang dan

berjenjang; (2) menerapkan tek-

nologi skala usaha kecil dan (3)

usaha yang layak teknis dan

ekonomis. Contoh kasus bioindustri

yang menerapkan ketiga prinsip

tersebut adalah integrasi sapi perah

dengan serai wangi yang

menghasilkan susu, minyak serai

wangi, biogas dan pupuk organik di

Lembang (Hendriadi 2014).

Penyebaran Inovasi Pertanian

Lembaga penelitian dan pengem-

bangan merupakan salah satu unsur

penghasil ilmu pengetahuan dan

teknologi dalam bentuk hasil

penemuan (inovasi). Supaya inovasi

dapat didiseminasikan, diadopsi dan

diterapkan oleh masyarakat, maka

diperlukan sebuah wahana yang

dapat memfasilitasi aliran inovasi

secara lebih efisien dan efektif. Salah

satu wahana tersebut adalah kebun

percobaan (KP). KP merupakan

salah satu aset potensial mendukung

peningkatan kinerja Unit Pelaksana

Teknis (UPT) yang sekaligus dapat

dijadikan sebagai salah satu sumber

inovasi yang dapat diakses dan

dilengkapi sarana untuk masyarakat

atau pengguna yang ingin me-

nerapkan inovasi yang telah ada.

Inovasi Balitbangtan tentang

pertanian bioindustri integrasi serai

Gambar 1. Konsep holistik pertanian berkelanjutan

Hama dan

Penyakit

Pengetahuan dan

keyakinan petani

Sistem

Sosial

Keaneka

ragaman

Hayati

Tanaman/

Ternak/ikan

Tanah

Faktor

Produk/Saprodi

Pertanian Keberlanjutan

Produksi

Biota Tanah

Kuantitas dan

Kualitas Air Degradasi Sistem

Ekonomi

Sistem

Politik

Page 9: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017

9

wangi ternak merupakan model

pengembangan tanaman ternak yang

berorientasi pada kesejahteraan

sosial petani, pekerja/masyarakat

sekitar, ramah lingkungan dan

menciptakan nilai tambah ekonomi

bagi petani dan pengusaha (Balit-

bangtan, 2014). Inovasi ini telah

dikembagkan di KP. Manoko,

Lembang Bandung. Untuk itu peran

komunikasi pembangunan diharap-

kan dapat menjadi sarana untuk

mempercepat diseminasi inovasi

tersebut.

Inovasi Pertanian Bioindustri

Integrasi Serai Wangi - Ternak

Model inovasi pertanian bio-

industri integrasi serai wangi - ter-

nak, merupakan model pengem-

bangan bioindustri sebagai sistem

pertanian terpadu yang berdaya

saing. Inovasi pertanian bioindustri

integrasi serai wangi- ternak terdiri

atas kegiatan usaha tani serai

wangi, penyulingan minyak atsiri,

peternakan, energi biogas, pem-

buatan kompos dan kegiatan

pertanian lain yang memungkinkan

untuk dikembangkan. Tanaman serai

wangi menghasilkan minyak atsiri

yang dapat digunakan dalam industri

parfum, pewangi berbagai produk,

kosmetik, pestisida nabati dan

bioaditif bahan bakar minyak.

Limbah penyulingan serai wangi

digunakan sebagai pakan ternak,

serta kotoran ternak dimanfaatkan

sebagai pupuk tanaman dan biogas

(Balitbangtan, 2014).

Biogas yang dihasilkan diman-

faatkan untuk memasak dalam

rumah tangga dan membakar tungku

penyulingan serai wangi. Untuk

meningkatkan nilai tambah susu,

dilakukan proses lanjutan menjadi

yogurt, atau produk lainnya (Balit-

bangtan, 2014). Lokasi pengembang-

an pertanian bioindustri integrasi

serai wangi-ternak di KP Manoko

Lembang, Bandung tersaji pada

Gambar 2.

Pendampingan KP. Manoko pada

Diseminasi Inovasi Pertanian

Bioindustri Integrasi Serai Wangi-

Ternak

Pendampingan dilakukan oleh

Balai Penelitian Tanaman Rempah

dan Obat (Balittro) yang merupakan

balai nasional di bawah Pusat

Penelitian dan Pengembangan Per-

kebunan - Balitbangtan- Kementeri-

an Pertanian dalam melaksanakan

tugas dan fungsinya melakukan

penelitian komoditas tanaman

rempah, obat dan minyak atsiri.

Di samping itu mendiseminasikan

hasil penelitian dan inovasi melalui

bimbingan bersifat teknis (bim-

bingan teknis), dengan memanfaat-

kan sumber daya yang terdapat di

kebun percobaan.

Pada diseminasi inovasi tekno-

logi inovasi pertanian bioindustri

integrasi serai wangi-ternak di KP.

Manoko, pendampingan dilakukan

dalam bentuk :

Bimbingan Teknis

Salah satu faktor kunci ke-

berhasilan program yang sudah

diidentifikasi adalah melakukan

pembinaan, bimbingan teknis dan

penyeliaan yang sistematis dan

intensif. Kegiatan bimbingan teknis

kepada petani dilakukan oleh

peneliti Balittro Kepala Kebun

Percobaan Dan Teknisi KP. Manoko

melalui pemaparan materi bersifat

teknis, demonstrasi hasil dan

demplot komponen inovasi di

kawasan KP. Manoko. Materi yang

diberikan berkaitan dengan inovasi

pertanian bioindustri yaitu cara

memperoleh bibit serai wangi,

Gambar 2. Lokasi pengembangan inovasi pertanian bioindustri integrasi serai

wangi-ternak di Kebun Percobaan Manoko, Desa Cikahuripan,

Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.

Page 10: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017 10

budidaya, penyulingan, pasca panen

dan kemudahan dalam pemasaran.

Kelembagaan

Penguatan kelembagaan menjadi

faktor yang perlu mendapat per-

hatian dalam mengarahkan pengem-

bangan inovasi pertanian bioindustri

integrasi serai wangi-ternak di Desa

Cikahuripan. Dengan asumsi petani

memahami manfaat akan inovasi

tersebut, maka diperlukan dukungan

penguatan kelembagaan yang ber-

pihak kepada petani/kelompok tani/

gapoktan melalui pengelolaan untuk

memenuhi kebutuhan yang disesuai-

kan dengan kondisi lingkungan

sosial budaya setempat, dan mening-

katkan partisipasi anggota ke-

lompok. Dengan demikian daya tarik

tidak terbatas pada kelompok petani

usia tua tetapi juga pemuda dan

calon petani. Penumbuhan kelem-

bagaan melibatkan para petani di

sekitar Desa Cikahuripan sehingga

dapat mengakomodasi aspirasi pe-

tani, pengembangan yang dibangun

secara partisipatif melalui proses

bekerja bersama. Menurut Hen-

dayana dan Hutahaen (2015) pe-

nguatan kelembagaan tani menjadi

faktor penentu keberlanjutan sis-

tem pertanian bioindustri berbasis

tanaman-ternak sebagaimana di Kab.

Majalengka Provinsi Jawa Barat.

Kerjasama

Teknologi hasil Balitbangtan

dialihkan kepada dunia industri

(perusahaan mitra kerjasama Balit-

bangtan) agar dapat dikembang-

kan secara massal menjadi produk

yang bermanfaat bagi masyarakat.

Oleh karenanya diperlukan jejaring

kerjasama antara Balitbangtan

dengan dunia industri (perusahaan)

sebagai mitra kerjasama alih tek-

nologi. Kegiatan kerjasama yang

telah dilakukan pada inovasi

pertanian bioindustri integrasi serai

wangi-ternak yaitu melalui kerja-

sama pengembangan komponen

inovasi diversifikasi produk serai

wangi antara Balittro dengan PT

Sinergi Alam Bersama tahun 2010-

2014, dengan produk bioaditif

Gastrofac yang berasal dari minyak

serai wangi sebagai bahan aditif

untuk menghemat solar dan

premium sekitar 20 - 40%.

Kegiatan kerjasama lainnya

antara Balittro dengan PT Sapa

Berkah Persada melalui pengemasan

dan pemasaran produk pestisida

nabati Smartz Plus yang berasal dari

diversifikasi minyak serai wangi,

dan dengan PT Sainindo Kurnia

Sejati melalui kerjasama pengemas-

an dan pemasaran atraktan lem

perangkap lalat buah berbahan

minyak serai wangi tahun 2011 -

2014.

Strategi inovasi yang dilakukan

Kebun Percobaan Manoko dan

Balittro dalam pengembangan model

pertanian bioindustri integrasi serai

wangi-ternak, juga dilakukan me-

lalui pelaksanaan gelar teknologi

lapang dan pengembangan benih

sumber. Kegiatan gelar teknologi

yang dilaksanakan yaitu dalam

rangka launching inovasi pertani-

an bioindustri pada tahun 2014

yang diadakan Balittro. Kegiatan

pengelolaan benih sumber selain

di Kebun Percobaan Manoko

juga telah dilakukan melalui

pembinaan kepada petani penang-

kar yang salah satunya di Desa

Wanayasa Purwakarta.

Kerjasama lainnya dengan Ke-

menterian Kesehatan dan Kemen-

terian Ristekdikti melalui riset

insentif terapan (RIT) yaitu : (1)

Formulasi produk pestisida nabati

berbahan aktif azadirachtin, eugenol,

sinamaldehid, sitronela yang efektif

menekan serangan Aphis gossypii

dan kerusakan buah oleh lalat

buah (30%), menurunkan tingkat

serangan Pachyzanda stutalis (50-

60%) pada nilam; (2) Formula

pestisida nabati berbahan aktif

eugenol, sitronela, azadiractin yang

efektif menekan Conopomorpha

cramerella dan Helopeltis sp pada

kakao (>50%); (3) Pemanfaatan

formula pestisida nabati dan agen-

sia hayati untuk mengendalikan

penyakit jamur akar putih tahun

2011 - 2012.

Saluran Komunikasi Inter-

personal Petani Inovasi Pertanian

Bioindustri Integrasi Serai Wangi-

Ternak

Komunikasi inovasi merupakan

bentuk komunikasi yang bersifat

khusus berkaitan dengan penyebaran

pesan-pesan yang berupa gagasan-

gagasan baru yang tidak hanya top-

down tetapi bottom up dan linear.

Agar proses inovasi pertanian

menjadi nyata maka perlu dilakukan

pengaturan teknis dan hubungan

sosial yang efektif antara petani,

pemerintah dan pihak yang tertarik.

tersebut. Komunikasi yang efektif

dapat berpengaruh secara signifikan

terhadap hambatan institusional/

kelembagaan dan kebijakan, yaitu

bagaimana pemangku kebijakan

mengorganisir, membuat kesepa-

katan melalui negosiasi untuk

mencegah konsekuensi negatif

terhadap inovasi tersebut. Usaha

seperti ini memerlukan waktu

yang cukup lama agar tercipta

perasaan saling membutuhkan

dan menimbulkan kesadaran

akan pentingnya inovasi tekno-

logi tersebut.

Kegiatan komunikasi bila di-

selenggarakan dengan baik, maka

tidak hanya berfungsi untuk

penyebarluasan teknologi baru,

Page 11: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017

11

tetapi juga dapat berfungsi untuk

mengembangkan kapasitas diri

petani selanjutnya petani dapat

mengembangkan usaha pertanian-

nya. Selain itu komunikasi inovasi

yang baik akan menghasilkan umpan

balik terhadap teknologi yang

dibutuhkan petani.

Pembinaan kelompok tani dapat

meningkatkan dinamika kelompok

tani dan memberi peluang bermitra

secara saling menguntungkan

(partnership) dengan pengusaha.

Kemitraan semacam ini merupakan

salah satu jalan untuk mengatasi

kesulitan pengadaan modal usaha

pertanian dan pemasaran hasilnya.

Saluran komunikasi dapat di-

lakukan secara interpersonal cara ini

memungkinkan penyampaian pe-

san buatan, menarik perhatian,

mendukung pembelajaran aktif

dalam pengambilan keputusan,

membangun dan menggunakan

hubungan kepercayaan dan saling

keterlibatan, dan untuk mencapai

audien berpotensi tinggi (Leeuwis,

(2009). Rogers (2003) menyatakan

bahwa saluran komunikasi sebagai

sesuatu yang dapat dimanfaatkan

sumber maupun penerima informasi

untuk menyalurkan atau menyampai-

kan pesan-pesannya. Saluran ko-

munikasi interpersonal dalam

pengembangan inovasi teknologi

integrasi serai wangi dan ternak

dilakukan pada petani di Desa

Cikahuripan. Petani yang mem-

peroleh informasi diharapkan

dapat mengambil suatu keputusan

mengadopsi inovasi tersebut.

Saluran komunikasi interpersonal

terdiri atas ragam sumber informasi

dan kredibilitas sumber.

Ragam Sumber Informasi

Menurut Soekartawi (2005) salah

satu faktor intern yang dapat

memengaruhi kecepatan adopsi

inovasi, adalah pola hubungan

pengadopsi dalam memperoleh

sumber informasi. Ragam sumber

informasi inovasi untuk mengambil

keputusan mengadopsi inovasi

pertanian bioindustri integrasi serai

wangi-ternak adalah melalui ke-

giatan dialog, ceramah, pelatihan

dan demonstrasi hasil. Sumber

informannya adalah petani, tokoh

masyarakat, kelembagaan, aparat

desa, penyuluh dan staf Balittro.

Namun demikian sumber informasi

yang paling dominan adalah sesama

petani dan staf Kebun Percobaan

Balittro.

Kredibilitas Sumber Informasi

Kredibilitas sumber informasi

merupakan penilaian sejauh mana

sumber pesan inovasi pertanian

bioindustri integrasi serai wangi-

ternak sampai ke petani. Penilaian

didasarkan pada tingkat penge-

tahuan dan kompetensi dari sum-

ber informasi. Dalam hal tingkat

pengetahuanan tingkat kepercaya-

an sumber informasi, sesama petani

dan pihak Balittro berada pada

kategori tinggi. Untuk tingkat

kompetensi, sesama petani dan

staf Balittro kategori sedang. Hal

ini berarti bahwa kompetensi petani

dan staf Balittro dapat dipertim-

bangkan oleh petani untuk me-

ngambil keputusan adopsi inovasi.

Terbukti di lapangan bahwa staf

Balittro dan sesama petani sebagai

sumber informasi yang memiliki

kredibilitas tinggi, sehingga dapat

mengubah sikap sebagian petani

dari menanam sayuran beralih

menanam serai wangi. Perilaku

petani beralih ke sistem tumpang-

sari tanaman sayuran brokoli

dengan serai wangi dipercaya

petani memiliki keuntungan yang

lebih besar. Berdasarkan wawan-

cara dengan Kepala Kebun Per-

cobaan Manoko bahwa pola

tumpang sari tanaman serai wangi

dan tanaman sayuran dapat meng-

hemat biaya pengolahan tanah,

pemupukan, dan memberi ke-

untungan lebih.

Rekomendasi Strategi Diseminasi

Inovasi Pertanian Bioindustri

Integrasi Serai Wangi-Ternak

Strategi diseminasi dalam

pengembangan inovasi pertanian

bioindustri berbasis integrasi serai

wangi-ternak disusun berdasarkan

temuan-temuan penelitian dan

sebagai bahan masukan di tingkat

pemangku kebijakan Balitbangtan.

Strategi komunikasi difokuskan

terhadap sasaran khalayak yang

potensial, pengemasan isi pesan,

metode penyuluhan yang efektif dan

kerjasama pengembangan inovasi

agar inovasi pertanian bioindustri

integrasi serai wangi-ternak dapat

berkembang di masyarakat.

Sasaran potensial yang dituju

untuk mengintensifkan pengem-

bangan inovasi pertanian bioindustri

integrasi serai wangi-ternak yaitu

petani perempuan. Akses menanam

serai wangi lebih mudah dilaku-

kan bekerjasama dengan Kebun

Percobaan Manoko untuk meng-

intensifkan lahan-lahan yang tidak

terpakai melalui sistem bagi hasil.

Perlu upaya komunikasi ber-

ulang-ulang yang akan menghasil-

kan persepsi yang positif ter-

hadap komponen inovasi yang di-

perkenalkan agar diadopsi. Dengan

adanya persepsi menguntungkan

yaitu menanam serai wangi di

tingkat masyarakat, maka perlu

adanya pengemasan pesan. Materi

pesan adalah membandingkan

keuntungan menurunkan serai

wangi dengan tanaman lain. Ben-

tuk pesan dapat berupa audio-

visual interaktif, poster dan

leaflet-leaflet. Jika ada persepsi

Page 12: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017 12

kompleksitas/sulit dipraktekkan

beberapa komponen inovasi di

tingkat petani, maka perlu

pengemasan pesan melalui pen-

dampingan peragaan langsung/

demonstrasi hasil. Pelaksana-

anya dilakukan pada waktu per-

temuan kelompok tani, gelar tek-

nologi, temu lapang dan pameran-

pameran.

Agar inovasi pertanian bio-

industri integrasi serai wangi-ternak

dapat berkembang dan komponen

inovasi diterima di masyarakat,

maka metode penyuluhan yang

diperlukan berupa (1) pendampingan

pada peternak agar menggunakan

limbah penyulingan serai wangi

untuk pakan ternaknya. Limbah

penyulingan serai wangi memiliki

kandungan gizi protein lebih tinggi

dibanding pakan jerami; (2)

pendampingan cara penyulingan

serai wangi karena tidak semua

masyarakat mengerti cara menyuling

dan menggunakan alat penyulingan;

(3) sosialisasi dan pendampingan

pemanfaatan kotoran ternak men-

jadi sumber energi biogas untuk

tungku penyulingan. Di samping

pemanfaatan limbah urine menjadi

biofertilizer cair karena masyarakat

belum mengetahui kedua komponen

tersebut; (4) pelatihan di tingkat

masyarakat pada komponen diver-

sifikasi produk minyak serai wangi

diantaranya membuat pestisida

nabati, sabun serai wangi, lotion

antinyamuk dan bioaditif BBM.

Komponen tersebut memerlukan

keterampilan dalam pembuatannya.

Inovasi pertanian bioindustri

integrasi serai wangi-ternak akan

berhasil bila adanya kerjasama

dengan berbagai pihak, seperti

penyuluh dinas peternakan setempat

dalam penyuluhan tentang adaptasi

pemberian pakan ternak sapi dari

rumput gajah ke limbah penyulingan

serai wangi. Kerjasama dengan

penyuluh pertanian di tingkat ke-

camatan/kabupaten dan penyuluh

Balitbangtan diperlukan untuk

bimbingan teknis budidaya dan

teknologi penyulingan. Kerjasama

lainnya dengan lembaga permodalan

melalui kementerian/dinas koperasi

dan usaha kecil menengah berkait-

an dengan pengembangan dan

pemasaran hasil produk diversifikasi

minyak serai wangi. Dengan modal

tersebut dapat mendorong petani

kecil untuk melakukan usaha

diversifikasi minyak serai wangi.

Penutup

Komunikasi inovasi pertanian

bioindustri integrasi serai wangi-

ternak dilaksanakan di Kawasan

Kebun Percobaan Manoko Desa

Cikahuripan terbukti efektif.

Komunikasi menggunakan saluran

komunikasi interpersonal melalui

dialog, ceramah dan didukung

demonstrasi hasil melalui partisi-

pasi aktif petani dan staf Balittro.

Keberlanjutan implementasi ino-

vasi pertanian bioindustri integrasi

serai wangi - ternak oleh petani perlu

dipercepat dan difasilitasi oleh

Balitbangtan dalam hal teknologi

hilirisasi khususnya masalah

diversifikasi produk olahan serai

wangi untuk meningkatkan nilai

tambah. Upaya tersebut perlu

disertai dengan penyuluhan dan

bimbingan teknis budidaya serai

wangi.

KERAGAMAN POHON INDUK TERPILIH (PIT) KAYUMANIS PADA KARAKTER PERTUMBUHAN

DAN PRODUKSI KULIT DI KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN, KALIMANTAN SELATAN

Kayumanis merupakan salah satu

tanaman ekspor Indonesia yang

diambil hasilnya dari kulit batang,

cabang dan dahannya sebagai

bahan rempah-rempah. Tanaman

kayumanis yang dikembangkan

di Indonesia terutama jenis

Cinnamomum burmanii Blume.

Tingkat keragaman pohon induk

terpilih bisa dilakukan dengan

pemilihan melalui seleksi masa

positif dengan cara memilih

langsung pohon secara individu

dengan lompatan setiap 10 pohon

dipilih satu pohon yang memiliki

produksi tinggi dengan cara

acak, sehingga diperoleh 20 pohon

terpilih. Parameter yang diamati

tinggi tanaman, panjang lingkar

batang, jumlah cabang dan pro-

duksi kulit kayumanis. Tingkat

keragaman 20 PIT kayumanis

berdasarkan karakter tinggi

tanaman, panjang lingkar batang,

jumlah cabang dan produksi kulit

kayu manis mempunyai tingkat

keragaman yang tinggi berkisar

antara 52,407 - 100 dengan ting-

kat kedekatan antara 1,0 - 76,5,

terbagi menjadi dua kelompok

yaitu kelompok I dan II. Pada

kelompok I dan II dipisahkan

oleh karakter produksi kulit dan

lingkar batang. Pada kelompok I

dipisahkan oleh produksi kulit

kayumanis terkecil berkisar

Rushendi dan Jajat Sudrajat,

Balittro

Page 13: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017

13

antara 20 - 30 kg per pohon dan

panjang lingkar batang terkecil

berkisar antara 65 - 100 cm. Pada

kelompok II dipisahkan oleh pro-

duksi kulit tertinggi antara 30 -

35 kg dan panjang lingkar batang

tertinggi antara 110 - 140 cm.

Karakter panjang lingkar batang

dan jumlah cabang sangat mem-

mengaruhi produsi kulit kayu

manis. Semakin besar lingkar

batang dan jumlah cabang primer

maka akan semakin tinggi produsi

kulit kayumanis yang dihasilkan.

ayumanis merupakan salah

satu tanaman ekspor In-

donesia yang diambil hasil-

nya dari kulit batang, cabang dan

dahannya sebagai bahan rempah-

rempah. Tanaman kayumanis yang

dikembangkan di Indonesia terutama

dari jenis Cinnamomum burmanii

Blume dengan daerah produksinya

di Sumatera Barat dan Jambi.

Produknya di kenal sebagai cassia-

vera atau Korinjii cassia. Selain itu

jenis C. zeylanicum Nees , dikenal

sebagai kayu manis Ceylon karena

sebagian besar diproduksi di Sri

Lanka (Ceylon) dan produknya

dikenal sebagai cinnamon. Jenis

kayumanis ini juga terdapat di Pulau

Jawa. Selain kedua jenis tersebut,

terdapat pula jenis C. cassia yang

terdapat di Cina (Abdullah, 1990).

Sebagian besar kulit kayumanis yang

diekspor Indonesia adalah jenis

C.burmanii. Kulit kayumanis dapat

digunakan langsung dalam bentuk

asli atau bubuk, minyak atsiri dan

oleoresin. Minyak kayu manis dapat

diperoleh dari kulit batang, cabang,

ranting dan daunnya dengan cara

destilasi, sedangkan oleoresinnya

dapat diperoleh dengan cara

ekstraksi kulit kayu manis dengan

pelarut organik (Rusli dan Abdullah,

1988).

Sampai saat ini Indonesia hanya

mengekspor produk kulit kayu-

manis dari C. burmanii dari daerah

Sumatera Barat. Pada tahun 2006

Indonesia masih menjadi produsen

dan eksportir utama kayumanis

dengan pangsa pasar 25% senilai

25,4 juta US$. Dengan negara tuju-

an Amerika Serikat 41% dengan

13 US$ dalam bentuk gulungan atau

stick, Singapura dalam bentuk

broken sebanyak 53%.

Cara Pemilihan Pohon Induk

Pemilihan pohon induk dilakukan

melalui seleksi masa positif dengan

cara memilih langsung pohon secara

individu dengan lompatan setiap 10

pohon dipilih satu pohon yang

memiliki produksi tinggi dengan

cara acak, sehingga diperoleh 20

pohon terpilih tersebut. Parameter

yang diamati pada pohon terpilih

diantaranya tinggi tanaman, panjang

lingkar batang, jumlah cabang

dan produksi kalit kayumanis.

Pengamatan pada tinggi tanaman

diukur dari mulai pangkal batang

sampai ujung batang utama dengan

menggunakan meteran bambu.

Panjang lingkar batang diukur pada

bagian pangkal batang yang paling

besar 1 meter dari permukaan tanah.

Jumlah cabang primer dengan

menghitung cabang utama yang

mempunyai produksi kulit per

pohon. Sedangkan pada karakter

produksi kulit kayu manis dengan

menggunakan rumus balok dimana

lebar merupakan dari lingkar, tinggi

tanaman merupakan panjang balok

dan tebal kulit. Data hasil rata-

rata kemudian diolah dengan

menggunakan analisis kelompok

dengan menggunakan linkage

methode: Single, distance measure

Euclidean (Minitab, 2017).

Karakter Kualitataif

Karakter kualitatif ke 20 PIT

kayu manis pada umumnya tidak

begitu bervariasi atau hampir sama.

Warna kulit bagian luar cokelat

keabuan dengan tekstur kulit bagian

permukaan luar kasar. Warna kulit

bagian dalam krem oranye dengan

K

Tabel 1. Karakter kualitatif 20 pohon induk terpillih (PIT) kayumanis

No PIT Warna kulit bagian luar Warna kulit bagian

dalam

Permukaan kulit

bagian luar

Permukaan kulit bagian

dalam

Bentuk percabangan Bentuk kanopi

1 Cokelat keabuan Krem orenye Kasar Halus berlendir Semi tegak Oval

2 Cokelat keabuan Krem orenye Kasar Halus berlendir Semi tegak Oval

3 Cokelat keabuan Krem orenye Kasar Halus berlendir Semi tegak Oval

4 Cokelat keabuan Krem orenye Kasar Halus berlendir Semi tegak Oval

5 Cokelat keabuan Krem orenye Kasar Halus berlendir Semi tegak Oval

6 Cokelat keabuan Krem orenye Kasar Halus berlendir Semi tegak Oval

7 Cokelat keabuan Krem orenye Kasar Halus berlendir Semi tegak Oval

8 Cokelat keabuan Krem orenye Kasar Halus berlendir Semi tegak Oval

9 Cokelat keabuan Krem orenye Kasar Halus berlendir Semi tegak Oval

10 Cokelat keabuan Krem orenye Kasar Halus berlendir Semi tegak Oval

11 Cokelat keabuan Krem orenye Kasar Halus berlendir Semi tegak Oval

12 Cokelat keabuan Krem orenye Kasar Halus berlendir Semi tegak Oval

13 Cokelat keabuan Krem orenye Kasar Halus berlendir Semi tegak Oval

14 Cokelat keabuan Krem orenye Kasar Halus berlendir Semi tegak Oval

15 Cokelat keabuan Krem orenye Kasar Halus berlendir Semi tegak Oval

16 Cokelat keabuan Krem orenye Kasar Halus berlendir Semi tegak Oval

17 Cokelat keabuan Krem orenye Kasar Halus berlendir Semi tegak Oval

18 Cokelat keabuan Krem orenye Kasar Halus berlendir Semi tegak Oval

19 Cokelat keabuan Krem orenye Kasar Halus berlendir Semi tegak Oval

20 Cokelat keabuan Krem orenye Kasar Halus berlendir Semi tegak Oval

Page 14: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017 14

tekstur permukaan kulit bagian

dalam halus dan berlendir berwarna

bening dangan rasa kulit manis.

Bentuk percabangan pada umumnya

hampir semua bentuk percabangan

semi tegak dengan bentuk kanopi

oval (Tabel 1).

Karakter Pertumbuhan dan Pro-

duksi Kulit Kayumanis.

Karakter pertumbuhan dan pro-

duksi kulit kayu manis ke-20 PIT

yang ada di Kabupaten Hulu Sungai

Selatan mempunyai variasi pada

umur tanaman lebih dari 20 tahun.

Pada karakter tinggi tanaman ke 20

PIT berkisar antara 12 - 14 meter,

dengan panjang lingkar batang

berkisar antara 65 - 140 cm, jumlah

cabang berkisar antara 3 - 5 cabang

dengan produksi kulit berkisar

antara 20 - 35 kg/pohon. Karakter

panjang lingkar batang dan jumlah

cabang sangat mempengaruhi pro-

duksi kulit kayu manis. Semakin

besar lingkar batang dan jumlah

cabang primer akan semakin banyak

produksi kulit kayumanis yang

dihasilkan.

Tingkat Keragaman PIT

Kayumanis

Keragaman 20 pohon induk

terpilih kayumanis di Kabupaten

Hulu Sungai Selatan yang dianalisa

berdasarkan karakter tinggi tanam-

an, panjang lingkar batang, jumlah

cabang dan produksi kulit kayu

manis mempunyai tingkat ke-

ragaman yang tinggi berkisar antara

52,407 - 100 dengan tingkat ke-

dekatan antara 1,0 - 76,5, terbagi

menjadi dua kelompok yaitu ke-

lompok I dan II. Kedua kelompok

tersebut dipisahkan oleh karakter

produksi kulit dan panjang lingkar

batang. Pembagian kelompok sesuai

yang tertera pada Gambar 1.

Pemisahan Kelompok Antar PIT

Kayumanis

Pemisahan kelompok antar PIT

kayumanis berdasarkan karakter

tinggi tanaman, panjang lingkar

batang, jumlah cabang dan produksi

kulit kayumanis. Pada kelompok I

dan II dipisahkan oleh karakter

produksi kulit dan lingkar batang.

Pada kelompok I dipisahkan oleh

produksi kulit kayumanis terkecil

berkisar antara 20 - 30 kg/pohon

dan panjang lingkar batang terkecil

berkisar antara 65 - 100 cm. Pada

kelompok II dipisahkan oleh pro-

duksi kulit kayumanis tertinggi

berkisar antara 30 - 35 kg/pohon

dan panjang lingkar batang berkisar

antara 110 - 140 cm. Pada kelompok

I terdiri dari dua sub kelompok yaitu

sub 1 dipisahkan oleh karakter

panjang lingkar batang terkecil

berkisar antara 65 cm, sedangkan

sub 2 dipisahkan oleh karakter

lingkar batang tertinggi berkisar

antara 90 - 100 cm. Pada kelompok

sub 2 terbagi menjadi dua sub-sub

kelompok yaitu kelompok sub-sub 1

yang dipisahkan oleh karakter

produksi kulit terkecil yaitu 20 kg,

sedangkan sub-sub 2 dipisahkan oleh

karakter produksi kulit tertinggi

yaitu 25 kg.

Pada kelompok II terdiri dari dua

sub kelompok yaitu kelompok sub 1

dipisahkan oleh karakter panjang

lingkar batang tertinggi berkisar

antara 130 - 140 cm, sedangkan

Tabel 2. Pemisahan kelompok pada tinggi tanaman, panjang lingkar batang,

jumlah cabang dan produksi kulit.

Kelompok Kelompok Sub Kelompok

Sub-sub

Pohon Induk Terpilih Kelompok yang memisahkan

I Produksi kulit terkecil 20 - 30 kg

dan panjang lingkar batang terkecil

65 - 100 cm

Sub 1 1 dan 2 Panjang lingkar batang terkecil 65

cm

Sub 2 Panjang lingkar batang tertinggi 90 -

100 cm

Sub-sub 1 7, 8, 17 Produksi kulit terkecil 20 kg

Sub-sub 2 14, 15, 16, dan 19 Produksi kulit tertinggi 25 kg

II Produksi kulit tertinggi 30 - 35 kg

dan panjang lingkar batang tertinggi

110 - 140 cm

Sub 1 3, 6, 9, 10, 11 dan 20 Panjang lingkar batang tertinggi

130 - 140 cm

Sub 2 4, 5, 12, 13, dan 18 Panjang lingkar batang terkecil 110

- 120 cm

Gambar 1. Dendogram kayumanis pada karakter tinggi tanaman, panjang

lingkar batang,jumlah cabang dan produksi kulit

1218513411102096319161514178721

0,00

33,33

66,67

100,00

Pohon Induk Terpilih

Ker

agam

an

I II

Sub 1

Sub-sub 1 Sub-sub 2

Sub 1 Sub 2Sub 2

Page 15: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017

15

kelompok sub 2 dipisahkan oleh

karakter lingkar batang terkecil

antara 110 - 120 cm.

Penutup

Tingkat keragaman 20 PIT

kayumanis di Kabupaten Hulu

Sungai Selatan berdasarkan karakter

tinggi tanaman, panjang lingkar

batang, jumlah cabang dan produksi

kulit kayu manis mempunyai tingkat

keragaman yang tinggi berkisar

antara 52,407- 100 dengan tingkat

kedekatan antara 1,0 - 76,5, terbagi

menjadi dua kelompok yaitu

kelompok I dan II. PIT kayumanis

pada kelompok I dan II dipisahkan

oleh karakter produksi kulit dan

lingkar batang. Pada kelompok I

dipisahkan oleh produksi kulit

kayumanis terkecil berkisar antara

20 - 30 kg/pohon dan panjang

lingkar batang terkecil berkisar

antara 65 - 100 cm. Sedangkan pada

kelompok sub dan sub-sub lainnya

dipisahkan oleh karakter panjang

lingkar batang dan jumlah produksi

terkecil dan tertinggi.

Karakter panjang lingkar batang

dan jumlah cabang sangat mem-

pengaruhi produksi kulit kayu manis.

KOLEKSI PLASMA NUTFAH KOPI ROBUSTA DI KEBUN PERCOBAAN PAKUWON BALITTRI

Plasma nutfah kopi memegang peranan penting dalam men-dukung program pemuliaan ta-naman kopi, untuk menghasilkan bahan tanam unggul. Salah satu kegiatan plasma nutfah yang banyak dilakukan adalah eks-plorasi yang merupakan kegiatan paling hulu dan menjadi ujung tombak dalam kegiatan plasma nutfah tanaman. Langkah-lang-kah yang perlu dilakukan dalam upaya penyediaan plasma nutfah untuk perbaikan tanaman kopi adalah eksplorasi, koleksi, kon-servasi, karakterisasi, evaluasi dan

dokumentasi serta utilisasi. Varie-tas lokal, introduksi maupun klon-klon baru hasil seleksi secara individu yang memiliki sifat ung-gul spesifik lokasi merupakan koleksi plasma nutfah yang perlu dikelola dengan baik dan berke-sinambungan. Plasma nutfah hasil eksplorasi maupun yang berasal dari donor perlu dikonservasi se-cara ex situ di kebun percobaan suatu instansi dan kemudian perlu dilakukan konservasi, kolek-si, karakterisasi, evaluasi, do-kumentasi dan utilisasi. Kegiatan plasma nutfah kopi yang telah dilakukan di kebun percobaan Pakuwon-Balittri diawali dengan konservasi dan karakterisasi, tahap selanjutkan akan dilakukan

evaluasi mengenai karakter-karakter unggul yang dimiliki oleh tanaman kopi robusta yang ada dikoleksi plasma nutfah di kebun Percobaan Pakuwon. Database koleksi plasma nutfah kopi yang dikonservasi sebanyak 265 aksesi yang terkumpul dari sentra pro-duksi kopi di Lampung. Dari 265 aksesi koleksi yang ada baru 75 aksesi kopi robusta yang terkarak-terisasi baik morfologi vegetatif maupun generatif. Berdasarkan hasil karakterisasi terlihat be-berapa tanaman kurang tahan terhadap kekeringan di antaranya

CORO 001, 002, 003, 019, 031, 032 dan 037. Sedangkan 045 terlhat lebih vigor. Ujung daun merun-cing, pangkal daun tumpul, tepi daun bergelombang, warna pucuk cokelat, cokelat kehijauan dan hijau muda. Sedangkan daun muda berwarna hijau muda sam-pai hijau dan daun tua berwarna hijau dan hijau tua. Khusus untuk koleksi plasma nutfah kopi ara-bika dikonservasi di kebun Per-cobaan Gunung Putri, sesuai dengan persyaratan tumbuh kopi arabika sangat baik pertum-buhannya pada ketinggian di atas 1000 m dpl.

opi bukan jenis tanaman asli

dari Indonesia, namun ta-

naman ini dapat beradaptasi

cukup baik dan menjadi salah satu

sumber mata pencaharian penting

bagi jutaan rakyat dengan total

luasan pengusahaan mencapai 1,3

juta hektar (AEKI, 2007). Dua jenis

yang memegang peranan penting

dalam perdaganagan kopi secara

internasional adalah kopi arabika

(Coffea arabica L.) dan kopi robusta

(Coffea canephora Pierre ex

A.Froehner). Tanaman ini mulai

dibudidayakan di Indonesia pada

permulaan abad ke-17, yaitu sejak

keberhasilan introduksi jenis arabika

ke Indonesia oleh Belanda pada

tahun 1699. Pada tahun 1900 intro-

duksi jenis kopi robusta yang cukup

tahan terhadap penyakit karat daun

(Hemileia vastatrix) yang mulai

nampak menyerang pada jenis

kopi Arabika tahun 1876.

Pada tahun 2012, Balittri men-

dapat mandat baru untuk mengem-

bangkan dan meneliti tanaman kopi,

kakao, karet dan teh. Atas dasar

tersebut, dalam upaya membangun

kebun koleksi plasma nutfah dan

K

Cheppy Syukur dan Wawan

Haryudin, Balittro

Page 16: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017 16

untuk memperbaiki potensi genetik

tanaman kopi, perlunya dilakukan

eksplorasi untuk mengetahui sifat

morfologi dan sifat penting lainnya.

Koleksi plasma nutfah merupakan

kumpulan varietas, populasi, strain,

galur, klon, mutan termasuk jenis

liar yang berasal dari lokasi, agro-

klimat, atau asal usul yang berlainan

(Sumarno, 1994). Untuk memanfaat-

kan koleksi plasma nutfah sebagai

bahan tanaman maupun tetua dalam

perakitan bahan tanam unggul

diperlukan karakterisasi dari setiap

nomor aksesi koleksi. Konservasi

plasma nutfah dalam bentuk kebun

koleksi memerlukan tenaga dan

biaya besar, namun hal ini tidak ada

artinya kalau tidak dimanfaatkan.

Untuk mendukung pemanfaatan

plasma nutfah diperlukan pangkalan

data yang dikelola dengan baik.

Pengelolaan Plasma Nutfah

Plasma nutfah yang sudah ada

harus dilestarikan agar selalu tersedia

baik untuk masa kini maupun untuk

masa mendatang. Gen-gen yang

nampaknya sekarang belum berguna,

di masa mendatang mungkin diper-

lukan dalam pembentukan varietas

unggul baru. Penggunaan varietas-

varietas unggul telah menyebar cukup

luas di Indonesia. Diperkitakan se-

kitar 70 % areal tanaman di Indonesia

telah ditanami dengan varietas-

varietas unggul. Dengan semakin

berkembangnya penggunaan varietas

unggul baru oleh petani, maka

varietas lokal akan terdesak dan tidak

mustahil akan musnah. Sebelum

terlambat varietas lokal (landraces)

dan kerabat liarnya perlu diselamat-

kan melalui eksplorasi dan di-

lestarikan dalam bank gen, karena

sangat berpotensi karena mengandung

“gen-gen tertentu” yang sewaktu-

waktu dapat dimanfaatkan.

Eksplorasi yang merupakan ke-

giatan paling hulu dalam pengem-

bangan pertanian dan menjadi ujung

tombak dalam kegiatan pengem-

bangan tanaman pada tahap selanjut-

nya. Sumbangan pemuliaan tanam-

an tampak jelas dalam mendukung

peninggatan produksi berbagai

komoditas pertanian.

Eksplorasi adalah kegiatan men-

cari, mengumpulkan serta meneliti

jenis varietas lokal tertentu (di

daerah tertentu) untuk mengamankan

dari kepunahannya. Langkah ini

diperlukan guna menyelamatkan

varietas-varietas lokal dan kerabat

liar yang semakin terdesak keberada-

annya. Kegiatan eksplorasi sebaik-

nya dilakukan di daerah sentra pro-

duksi, daerah produksi tradisional,

daerah terisolir, daerah pertanian

lereng-lereng gunung, pulau ter-

pencil, daerah suku asli, daerah

dengan sistem pertanian tradisional/

belum maju, daerah yang masya-

rakatnya menggunakan komoditas

yang bersangkutan sebagai makan-

an pokok, daerah endemik hama/

penyakit serta daerah transmigrasi

lama dan baru.

Karakterisasi merupakan ke-

giatan dalam rangka menghasilkan

sifat-sifat penting yang bernilai

guna, atau yang merupakan penciri

dari varietas yang bersangkutan.

Karakter yang diamati dapat berupa

karakter morfologis (bentuk daun,

bentuk buah, warna dan sebagainya),

karakter agronomis (umur panen,

tinggi tanaman, panjang tangkai

dan sebagainya), sedangkan karakter

fisiologis berupa kandungan yang

ada di dalamnya.

Konservasi dan karakterisasi

memiliki arti dan peran penting yang

akan menentukan nilai guna dari

materi plasma nutfah yang ber-

sangkutan. Kegiatan konservasi dan

karakterisasi dilakukan secara ber-

tahap dan sistematis dalam rangka

mempermudah upaya pemanfaatan

plasma nutfah. Kegiatan tersebut

menghasilkan gen-gen dari sifat-sifat

potensial yang siap untuk digunakan

dalam program pemuliaan.

Konservasi tanaman merupakan

rangkaian dari kegiatan eksplorasi

yang dilanjutkan dengan pemelihara-

an tanaman yang mempunyai

karakter/sifat-sifat yang dianggap

baik dan perlu untuk dikoleksi

sebagai bahan sumber plasma

nutfah. Dalam setiap konservasi

plasma nutfah sebaiknya dilakukan

untuk tiga macam koleksi, yaitu

untuk koleksi dasar, koleksi aktif

dan koleksi kerja. Konservasi untuk

koleksi dasar dilakukan pada semua

aksesi plasma nutfah termasuk

varietas yang sudah dilepas, dengan

jumlah tanaman per aksesi yang

dikonservasi biasanya minimal, dan

koleksi ini tidak boleh diganggu

gugat oleh siapapun dan untuk

keperluan apapun. Koleksi aktif,

adalah koleksi yang diperuntuk-

kan memenuhi permintaan, misalnya

untuk pertukaran dengan bank gen

lain atau kebutuhan penggunaan

lain. Koleksi kerja adalah koleksi

pada aksesi yang sedang dalam

penelitian oleh pemulia.

Konservasi plasma nutfah di

lapang untuk koleksi dasar berkait-

an erat dengan kegiatan rejuvenasi

dan pemeliharaan, Jumlah tanaman

yang dikonservasi per aksesi sangat

terbatas, biasanya hanya sekitar 10-

20 tanaman. Untuk memenuhi

permintaan bank gen lain maupun

pengguna lain perlu dilakukan

perbanyakan terhadap aksesi yang

menjadi objek permintaan.

Evaluasi merupakan kegiatan

plasma nutfah lanjutan dalam

tahapan untuk melakukan penguji-

Page 17: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017

17

an varietas tanaman yang terselek-

si, mempunyai sifat-sifat unggul

dan mutu yang baik dari koleksi

terpilih.

Pohon terpilih diamati secara

morfologi memiliki vigor yang

cukup baik tumbuh tegak, per-

cabangan banyak, mempunyai ben-

tuk rimbun dan berbentuk piramid.

Pemeliharaan koleksi dalam

petak konservasi ini sangat me-

nentukan hasil yang akan diperoleh,

karena itu diperlukan cara budidaya

yang tepat, agar potensi genetik yang

dimiliki setiap aksesi dapat terlihat

nyata di lapangan.

Koleksi Plasma Nutfah Kopi di

Indonesia.

Indonesia juga dikenal se-

bagai negara yang melakukan

kegiatan konservasi plasma nut-

fah kopi. Di Puslitkoka Jember

pada tahun 2008 telah terkumpul

plasma nutfah kopi sebanyak

1.628. Dari jumlah plasma nutfah

kopi tersebut sebanyak 82,5%

merupakan jenis robusta dan 11,5%

dari jenis arabika, sedangkan sisanya

merupakan beberapa jenis kopi yang

lain.

Sampai tahun 1989 koleksi

plasma nutfah kopi juga terdapat

di Kebun Percobaan Cimanggu,

Bogor yang dikelola oleh Lem-

baga Penelitian Tanaman Industri

(LPTI). Sejak tahun itu dilakukan

penyelamatan plasma nutfah oleh

Puslitkoka sebanyak 104 aksesi

dan yang bisa diselamatkan sam-

pai saat ini sebanyak 84 aksesi

saja yang ditanam di Kebun

Percobaan Kaliwening dan Ke-

bun Percobaan Sumber Asin. Ada-

pun jenis kopi yang bisa disela-

matkan antara lain: C. canephora

(Robusta, Uganda, Quillou), C.

stenopphylla var liberika, C. liberica

var dewevrei exsels, C. congensis,

C. zangueberiae, C. arabica dan

persilangan antar spesies seperti

Kawisari (C. arabica X C. liberica)

dan Congusta (C. congensis X C.

canephora var Robusta).

Konservasi Kebun Koleksi di

Kebun Percobaan Pakuwon

Plasma nutfah di KP. Pakuwon

dikoleksi secara ex situ dalam

bentuk working collection. Koleksi

plasma nutfah yang ada didapat

dari hasil eksplorasi di sentra

produksi kopi di Lampung dan

Jawa. Koleksi yang terkumpul

merupakan jenis kopi robusta

dikarakterisasi dan dikonservasi

serta didokumentasikan sebagai data

base. Konservasi secara ex situ

sangat penting untuk menghindari

kepunahan jenis kerabat liar akibat

penanaman varietas unggul yang

mempunyai produksi tinggi, pem-

bukaan lahan baru, peralihan

pengusahaan ke tanaman lain dan

pengembangan pemukiman.

Pemeliharaan kolesi plasma

nutfah sebagai working collection

memerlukan lahan yang cukup luas

untuk menampung semua aksesi dan

perlu biaya pemeliharaan yang

berkesinambungan.

Pemeliharaan tanaman kopi

dalam working collection di Kebun

Percobaan. Pakuwon dilakukan

sesuai dengan standar budidaya

dimana jarak tanam yang digunakan

3 x 3 m, tiap baris berisi 10 aksesi

tanaman kopi robusta dengan

penaung gliricidea berjarak 3 x 3 m,

pada tiap blok diberi batas 6 meter,

yang berfungsi sebagai jalan masuk

kebun. Pada masing-masing blok

ditanam 200 aksesi kopi robusta,

blok yang ada berjumlah 4 blok.

Karakterisasi Plasma Nutfah

Karakterisasi merupakan ke-

giatan dalam rangka menghasil-

kan sifat-sifat penting yang ber-

nilai guna, atau yang merupakan

penciri dari varietas yang ber-

sangkutan. Karakter yang diamati

dapat berupa karakter morfologis

(bentuk daun, bentuk buah, warna

dan sebagainya), karakter agrono-

mis (umur panen, tinggi tanaman,

panjang tangkai dan sebagainya),

sedangkan karakter fisiologis

berupa kandungan yang ada di

dalamnya.

Kegiatan karakterisasi dan kon-

servasi memiliki arti dan peran

penting yang akan menentukan

nilai guna dari materi plasma nutfah

yang bersangkutan. Kegiatan karak-

terisasi dan konservasi dilakukan

secara bertahap dan sistematis dalam

rangka mempermudah upaya pe-

manfaatan plasma nutfah. Kegiat-

an tersebut menghasilkan gen-gen

dari sifat-sifat potensial yang siap

Tabe 1. Jenis kopi dan jumlah aksesi kopi yang dikoleksi oleh Puslitkoka

(2009) dan Balittri (2012)

Jenis Kopi Jumlah aksesi

Puslitkoka Balittri

C. arabica L 187 12 C.canephora Pierre rx Froehn 1343 800 C. congensis A. Froehn 11 0 C. kapakata (A.Chev.) Bridson 1 1 C. liberica Bull ex Hiern 45 12 C. racemosa Lour 1 0 C. sessiliflora Bridson 1 0 C. stenophylla G. Don 3 1 C. zangueberiae Lour 1 0 Hasil persilangan antar jenis 34 10 Psilanthus horsfieldianus RHAM 1 0 C. exselsa 0 5

Page 18: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017 18

untuk digunakan dalam program

pemuliaan.

Format karakterisasi meliputi

dua bagian penting yaitu data pas-

por dan data karakterisasi. Data

paspor yang digunakan secara

umum sama dengan komoditi lain

yang meliputi nama kolektor,

tanggal koleksi, asal dan nomor

aksesi. Sistem penomoran aksesi

pada kopi robusta menggunakan

seri Coro pada bagian awal,

selanjutnya diikuti oleh nomor yang

berurutan berdasarkan urutan

masuknya aksesi tersebut dalam

koleksi. Sedangkan plasma nutfah

untuk kopi arabika yang dikon-

servasi di kebun Percobaan Gunung

Putri, sesuai dengan persyaratan

tumbuh kopi arabika sangat baik

pertumbuhannya pada ketinggian di

atas 1000 m dpl. Sistem penomoran-

nya menggunakan seri Coar pada

bagian awalnya.

Koleksi plasma nutfah kopi

robusta yang ada di KP. Pakuwon

baru terkarakterisasi sebanyak 75

aksesi dan berdasarkan karakterasi

yang diamati memiliki bentuk ujung

daun meruncing, pangkal daun

tumpul, tepi daun bergelombang,

permukaan daun bergelombang,

warna pucuk cokelat 11 aksesi,

warna pucuk cokelat kehijauan 44

aksesi dan warna pucuk hijau 20

aksesi, warna daun muda hijau, daun

tua hijau, warna buah muda hijau

dan warna buah merah.

Dokumentasi dan Sistem Infor-

masi Plasma Nutfah

Pengelolaan plasma nutfah dalam

setiap tahapan akan menghasilkan

Tabel 2. Karakter kuantitatif koleksi plasma nutfah kopi robusta di Kebun

Percobaan Pakuwon Balittri.

No. Aksesi

Tinggi tanaman

(cm)

Diameter Batang (cm)

Jumlah Cabang

Daun

Panjang (cm)

Lebar (cm)

Panjang tangkai (cm)

Keterangan

Coro 001 178 1.47 43 22 10 1.5 Tidak tahan kering Coro 002 178 1.40 47 23 10 1.2 Tidak tahan kering Coro 003 174 1.46 50 21 10 1.4 Tidak tahan kering Coro 004 176 1.45 45 21 9 1.1 Coro 005 172 1.46 35 23 11 1.4 Coro 006 177 1.45 46 22 11 1.7 Coro 007 200 1.50 43 23 10 1.5 Coro 008 170 1.47 50 20 9 1.3 Coro 009 170 1.42 48 16 7 1.0 Coro 010 200 1.49 50 20 10 1.4 Coro 011 174 1.50 37 20 9 1.1 Coro 012 170 1.50 34 21 10 1.5 Coro 013 170 1.50 39 28 13 1.5 Coro 014 172 1.43 42 18 8 1.4 Coro 015 175 1.46 36 18 7 1.3 Coro 016 180 1.50 46 22 10 1.7 Coro 017 178 1.50 46 24 11 1.3 Coro 018 200 1.50 34 26 10 1.3 Coro 019 174 1.43 39 23 11 1.4 Tidak tahan kering Coro 020 170 1.37 47 28 14 1.6 Coro 021 178 1.25 51 26 10 1.2 Coro 022 178 1.21 43 28 13 1.5 Coro 023 178 1.36 47 21 11 1.5 Coro 024 174 1.33 32 25 12 1.3 Coro 025 186 1.50 39 20 10 1.2 Coro 026 182 1.50 47 22 12 1.6 Coro 027 187 1.48 35 26 14 1.4 Coro 028 178 1.38 42 26 12 1.6 Coro 029 170 1.50 39 22 12 1.2 Coro 030 177 1.15 48 24 11 1.6 Coro 031 170 0.50 30 22 12 1.5 Tidak tahan kering Coro 032 174 1.50 37 24 11 1.4 Tidak tahan kering Coro 033 170 1.50 44 24 14 1.6 Coro 034 170 1.32 50 26 12 1.3 Coro 035 172 1.46 36 23 12 1.1 Coro 036 185 1.22 45 28 14 1.5 Coro 037 170 0.50 30 22 11 1.3 Tidak tahan kering Coro 038 172 1.35 39 21 11 1.1 Coro 039 189 1.50 48 21 9 1.2 Coro 040 173 1.30 50 18 10 1.1 Coro 041 179 1.15 42 24 11 1.6 Coro 042 181 1.18 48 26 13 1.2 Coro 043 170 1.22 37 24 11 1.4 Coro 044 174 1.25 46 23 12 1.3 Coro 045 183 1.50 52 28 14 1.5 Jagur (Vigor) Coro 046 185 1.19 36 23 10 1.5 Coro 047 189 1.24 45 26 12 1.5 Coro 048 179 1.18 30 25 11 1.5 Coro 049 170 1.26 39 22 12 1.3 Coro 050 170 1.32 48 17 8 1.1 Coro 051 175 1.44 50 27 13 1.4 Coro 052 185 1.17 42 22 10 1.5 Coro 053 179 1.50 48 24 11 1.3 Coro 054 177 1.24 37 21 9 1.4 Coro 055 178 1.21 46 27 12 1.5 Coro 056 178 1.28 42 22 11 1.3 Coro 057 176 1.23 36 25 11 1.5 Coro 058 172 1.47 46 26 13 1.5 Coro 059 173 1.50 46 26 14 1.3 Coro 060 173 1.23 34 21 10 1.5 Coro 061 184 1.49 39 20 9 1.1 Coro 062 172 1.50 47 23 10 1.1 Coro 063 174 1.44 51 23 11 1.3 Coro 064 170 1.22 43 27 12 1.5 Coro 065 180 1.24 47 24 11 1.1 Coro 066 173 1.33 32 19 7 1.1 Coro 067 178 1.25 46 24 11 1.1 Coro 068 180 1.47 52 27 13 1.1 Coro 069 184 1.45 36 23 10 1.1 Coro 070 190 1.38 45 23 10 1.1 Coro 071 195 1.24 30 24 10 1.5 Coro 072 192 1.43 39 24 11 1.1 Coro 073 183 1.50 48 24 11 1.1 Coro 074 187 1.48 50 23 11 1.1 Coro 075 186 1.50 42 19 9 1.1

Tabel 3. Karakter kualitatif koleksi plasma nutfah kopi robusta di Kebun Percobaan Pakuwon Balittri

No aksesi Ujung

daun

Pangkal

daun

Tepi daun Permukaan

daun

Warna pucuk Warna daun

muda

Warna daun

tua

Warna buah

muda

Warna buah tua

Coro 001 Meruncing Tumpul Gelombang Gelombang Cokelat Hijau Hijau Hijau Merah

Coro 002 Meruncing Tumpul Gelombang Gelombang Cokelat kehijauan Hijau Hijau Hijau Merah

Coro 003 Meruncing Tumpul Gelombang Gelombang Hijau Hijau Hijau Hijau Merah

Page 19: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017

19

data yang sangat diperlukan oleh

pemulia tanaman umtuk merakit

varietas unggul baru dan juga untuk

pengelolaan selanjutnya. Nilai guna

plasma nutfah akan tergantung pada

validitas data yang terdokumentasi

dan seberapa banyak data yang dapat

diakses oleh pengguna.

Pemanfaatan data plasma nutfah

perlu didukung oleh dokumentasi

yang tertata cukup baik dan dapat

diakses secara sistematis. Penge-

lolaan data plasma nutfah dapat

dilakukan dengan berbagai cara

diantaranya menggunakan kartu

data, buku, katalog dan cara

elektronik yang akan membentuk

suatu pangkalan data (data base).

Perkembangan sistem dan tek-

nologi informasi saat ini berdampak

pada pengembangan cara dokumen-

tasi plasma nutfah sehingga infor-

masi plasma nutfah yang dapat

diakses secara mudah dan cepat.

Penggunaan sistem database plasma

nutfah di Balittri telah menggunakan

yang diseragamkan dengan balai-

balai lain sesuai dengan kondisi

pengelolaan plasma nutfah di Badan

Litbang Pertanian.

Tantangan dan Hambatan dalam

Pengelolahan Plasma Nutfah Kopi

Konservasi tanaman merupakan

rangkaian dari kegiatan eksplorasi

yang dilanjutkan dengan pemelihara-

an tanaman yang mempunyai

karakter/sifat-sifat yang dianggap

baik dan perlu untuk dikoleksi

sebagai bahan sumber plasma

nutfah. Dalam setiap konservasi

plasma nutfah sebaiknya dilakukan

untuk tiga macam koleksi, yaitu

untuk koleksi dasar, koleksi aktif

dan koleksi kerja. Konservasi untuk

koleksi dasar dilakukan pada semua

aksesi plasma nutfah termasuk

varietas yang sudah dilepas, dengan

jumlah tanaman per aksesi yang

dikonservasi biasanya minimal, dan

koleksi ini tidak boleh diganggu

gugat oleh siapapun dan untuk

keperluan apapun. Koleksi aktif,

adalah koleksi yang diperuntukkan

memenuhi permintaan, misalnya

untuk pertukaran dengan bank gen

lain atau kebutuhan penggunaan

lain. Koleksi kerja adalah koleksi

pada aksesi yang sedang dalam

penelitian oleh pemulia.

Konservasi plasma nutfah di

lapang untuk koleksi dasar berkait-

an erat dengan kegiatan rejuvenasi

dan pemeliharaan. Jumlah tanaman

yang dikonservasi per aksesi sangat

terbatas, biasanya hanya sekitar 10 -

20 tanaman. Untuk memenuhi

permintaan bank gen lain maupun

pengguna lain perlu dilakukan

perbanyakan terhadap aksesi yang

menjadi objek permintaan.

Pemeliharaan koleksi dalam

petak konservasi ini sangat

menentukan hasil yang akan

diperoleh, karena itu diperlukan cara

budidaya yang tepat, agar potensi

genetik yang dimiliki setiap aksesi

dapat terlihat nyata di lapangan.

Permasalahan kekeringan ter-

utama bila terjadi kemarau panjang

seperti terjadi pada tahun 2014 -

2015, di lokasi koleksi plasma

nutfah kopi sulit mendapatkan

sumber mata air sehingga meng-

akibatkan banyak tanaman kopi

hampir mati. Strategi untuk meng-

atasi masalah kekeringan tersebut

dengan melakukan pemberian bahan

organik sesuai standar, memberikan

irigasi tetes dengan menggantung-

kan plastik yang berisi air di setiap

tanaman, menyediakan drum pe-

nampungan air, dan menutup pang-

kal tanaman kopi dengan mulsa.

Kesulitan pendanaan yang tidak

memadai merupakan salah satu

kendala dalam usaha pengelolaan

standar plasma nutfah kopi, hal ini

juga sering terjadi di lembaga lain

seperti Centre National de Recherche

Agronomique (CNRA) di Pantai

Gambar 1. Penampilan kopi liberika (a), penampilan kopi exselca (b),

penam pilan kopi robusta (c), penampilan kopi arabika (d)

a b

c d

Page 20: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017 20

Gading, dan FOTIFA di Madagas-

kar. Pengelolaan plasma nutfah di

Balittri mendapat sumber dana dari

APBN, dana tersebut dikhususkan

untuk perawatan dan pemeliharaan

koleksi yang ada di beberapa kebun

yang dimiliki Balittri. Kegiatan lain

seperti karakterisasi dan dokumen-

tasi berjalan relatif lambat karena

menyesuaikan dengan sumber daya

manusia (SDM) yang terampil dan

perangkat lainnya.

Berdampingannya kebun koleksi

dengan pemukiman masyarakat juga

dapat mengakibatkan dampak yang

cukup parah terhadap koleksi plasma

nutfah yang ada, beberapa aktivitas

masyarakat sekitar kebun yang

sering keluar masuk kebun sering

kali berdampak tidak langsung

pada kerusakan koleksi, seperti

pengambilan tanaman penaung

untuk makan ternak pada saat musim

kemarau dimana pakan sulit didapat.

Pencurian buah kopi pada saat

menjelang buah masak panen,

hancurnya pagar kebun akibat

pengrusakan, tidak adanya lampu

penerangan di sekitar kebun. Untuk

mengatasi hal ini sering dilakukan

secara persuasif dengan melakukan

penjagaan dengan memberikan

intensif terhadap penjaga kebun.

Penutup.

Plasma nutfah adalah keaneka-

ragaman genetik termasuk jenis liar

yang merupakan aset yang sangat

berharga untuk perakitan varietas

unggul. Untuk dapat menjadikan

bahan atau materi perakitan plasma

nutfah tersebut harus diketahui sifat-

sifat apa yang dimilikinya. Sifat-

sifat tersebut akan diketahui jika

dilakukan identifikasi dan karak-

terisasi. Plasma nutfah yang sudah

ada harus dilestarikan agar selalu

tersedia baik untuk masa kini

maupun untuk masa mendatang.

Gen-gen yang nampaknya sekarang

belum berguna, di masa men-

datang mungkin diperlukan dalam

pembentukan varietas unggul baru.

Penggunaan varietas-varietas unggul

telah menyebar cukup luas di

Indonesia.

PENYAKITJAMUR UPAS (Pink disease) PADA TANAMAN KEMIRI SUNAN (Reutealis trisperma)

Penyakit jamur upas (pink disease)

disebabkan oleh cendawan

Erythricium salmonicolor syn.

Corticium salmonicolor. Cendawan

tersebut memiliki kisaran inang

yang luas yaitu berbagai jenis

tanaman berkayu seperti akasia,

apel, karet, kopi dan kakao.

Penyakit jamur upas ditemukan

pada tanaman kemiri sunan di

kebun koleksi Pusat Penelitian

dan Pengembangan Perkebunan

Cimanggu Bogor, dengan gejala

layu dan ditandai dengan adanya

lapisan miselium berwarna putih

atau jingga pada bagian batang

utama, cabang primer atau ran-

ting tanaman. Tindakan pen-

cegahan penyebaran penyakit

jamur upas di lapangan dilakukan

dengan pemangkasan cabang

tanaman kemiri sunan dengan

tujuan mengurangi kelembapan

diikuti dengan melakukan sanitasi

kebun. Pada awal penanaman ke-

miri sunan disarankan melakukan

pengaturan jarak tanam agar

dapat menekan insidensi penyakit

jamur upas yang disebabkan oleh

cendawan E. salmonicolor. Apli-

kasi fungisida berbahan aktif tem-

baga hidroksida dan mankozeb

dapat dilakukan secara bijaksana.

anaman kemiri sunan

(Reutealis trisperma) berbeda

jenis dengan kemiri dapur

(Aleurites moluccana) yang sering

digunakan untuk memasak. Kemiri

sunan merupakan salah satu komo-

ditas perkebunan penghasil minyak

nabati yang dapat dimanfaatkan

sebagai bahan baku energi ter-

barukan. Organisme pengganggu

tanaman kemiri sunan yang telah

dilaporkan terdiri dari serangga

seperti ulat kantong, kutu putih,

tungau dan belalang (Siswanto

2016); beberapa cendawan patogen

seperti Oidum sp., Rigidophorus sp.

dan Phellinus sp. (Siswanto 2016;

Winarno 2016).

Penyakit jamur upas pada ta-

naman kemiri sunan dijumpai di

kebun koleksi Pusat Penelitian

dan Pengembangan Tanaman

Perkebunan Cimanggu Bogor. Pe-

nyebabnya adalah cendawan dan

telah diidentifikasi sebagai Ery-

thricium salmonicolor (Syn.

Corticium salmonicolor).

Di Indonesia, tercatat 103 genus

tanaman yang menjadi inang

cendawan E. salmonicolor di

antaranya akasia, apel, karet, kopi

dan kakao.

Infeksi E. salmonicolor pada

tanaman kemiri sunan dapat

menyebabkan tanaman merana

dan mati jika kondisi lingkung-

an mendukung. Gejala serangan

cendawan ini dapat terjadi pada

batang utama, cabang primer dan

T

Laba Udarno, Balittri

Page 21: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017

21

ranting yang letaknya jauh dari

permukaan tanah sehingga infeksi

awal sulit dideteksi.

Dampak ekonomi akibat penyakit

jamur upas pada tanaman kemiri

sunan belum diketahui. Namun

demikian karena penyakit tersebut

dapat menyebabkan kematian

tanaman, maka perlu dilakukan

tindakan pencegahan.

Gejala Penyakit Jamur Upas (Pink

disease)

Penyakit jamur upas menyerang

batang utama dan cabang serta

ranting tanaman kemiri sunan yang

sudah berkayu. Serangan dapat

dimulai pada bagian cabang atau

ranting yang ditandai dengan adanya

lapisan miselium berwarna putih

kemerahan atau jingga (Gambar 1a);

bagian tanaman di atas cabang yang

terserang menjadi layu. Pada musim

kemarau, koloni E. salmonicolor

cenderung tumbuh di bagian bawah

cabang atau ranting yang terlindungi

dari sinar matahari. Infeksi serangan

awal, akan nampak lapisan miselium

seperti jaring laba-laba (cobweb)

(Gambar 1b). Tahap selanjutnya

tampak titik-titik berwarna terang

(pustule) dari lapisan miselium yang

menebal (Gambar 1c), kemudian

terjadi pink incrustation, yaitu kulit

batang terinfeksi pecah atau

mengelupas (Gambar 1d). Serangan

pada batang utama dapat menyebab-

kan kematian tanaman apabila

kondisi lingkungan mendukung

untuk pertumbuhan dan per-

kembangan koloni E. salmonicolor

(Gambar 1e).

Biologi Erythricium salmonicolor

Cendawan E. salmonicolor

termasuk ke dalam kelas Basi-

diomisetes yang mempunyai tubuh

buah tipe resupinate, yaitu tumbuh

rata dengan permukaan medium dan

memiliki 4 tahap pertumbuhan yaitu

koloni tumbuh tipis menyerupai

jaring laba-laba, fase infeksi

miselium mengumpul, tebal dan

sporadis (pustule), terjadi kerak atau

pecah pada kulit batang terinfeksi

(pink incrustation) dan fase

pembentukan konidium (necator).

Secara mikroskopis, cendawan

ini dicirikan dengan adanya struktur

berupa massa miselium yang tebal

Gambar 1. a. Serangan Erythricium salmonicolor pada tanaman kemiri b.

sunan. serangan cendawan pada batang utama, c fase jaring laba-

laba, d. fase pustular dan e. fase pink incrustation, tanaman mati

akibat serangan berat E salmonicolor,

Sumber: Florina et al. J Fitopatol Indones 2017. 13(2): 35-42

Gambar 2. a. Erythricium salmoncolor pada tanaman kemiri sunan, b.

Himenium dengan miselium, c. Basidium (→) pada permukaan

himenium, d. Basidiospora dan Konidium

Gambar 3. Curah hujan, hari hujan dan pertambahan keparahan penyakit jamur

upas yang menyerang tanaman kemiri sunan di Cimanggu, Bogor

antara tahun 2016 - 2017.

1a b c d e

a b c

d

1,47 1,39 2,78

0

2,78 1,39

3,25 3,24 3,25

6,9

0

5,6

1,4

4,1 2,8 2,8 2,8

0

5

10

15

20

25

30

0

100

200

300

400

500

600

700

Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul

Hari

hu

jan

Cu

rah

hu

jan

(m

m)

Bulan (2016-2017)

Pertambahan keparahan (%) Curah hujan (mm) Hari hujan

d

Page 22: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017 22

berupa himenium pada permukaan

kulit batang yang terinfeksi (Gambar

2a); memiliki basidium berben-

tuk gada dengan 4 sterigmata,

merupakan ciri khas cendawan

E. salmonicolor (Gambar 2b).

Basidiospora berbentuk bulat atau

lonjong dengan ekor (apiculus) di

bagian ujungnya (Gambar 2c).

Konidium ditemukan pada koloni

E. salmonicolor yang terlihat tebal

dan tua (Gambar 2d). Miselium

berwarna putih tebal hingga jingga

setelah diinkubasi selama 2 - 3

minggu merupakan ciri khas

cendawan E. salmonicolor.

Koloni cendawan dapat tumbuh

pada kisaran suhu 25 hingga 340C.

Isolat yang diperoleh dari Bogor

mempunyai suhu optimum 280C,

lebih tinggi dibandingkan dengan

E. salmonicolor yang tumbuh di

daerah subtropis, yang umumnya

tumbuh optimum pada kisaran suhu

250C.

Penyebaran E. salmonicolor

Penyakit jamur upas telah

ditemukan pada tanaman kemiri

sunan khususnya yang ada di Jawa

Barat. Pada kebun yang tidak

terawat dengan baik koloni E

salmonicolor banyak dijumpai.

Perkembangan penyakit jamur

upas pada tanaman kemiri sunan di

Cimanggu Bogor yang diamati

sepanjang tahun 2016 dan 2017

(Gambar 3), mengindikasikan per-

tambahan keparahan penyakit jamur

upas sebesar 6,9% pada bulan

Desember 2016. Kondisi cuaca di

wilayah Bogor selama tiga bulan

sebelumnya, yaitu bulan September

hingga November 2016 curah hujan

tinggi sehingga menyebabkan kon-

disi lingkungan yang lembap dan

basah yang mendukung perkem-

bangan cendawan E. salmonicolor.

Pada bulan Januari 2017, tidak

terjadi pertambahan keparahan

penyakit seiring dengan intensitas

curah hujan dan hari hujan yang

tidak terlalu tinggi. Pada saat curah

hujan dan hari hujan meningkat di

bulan Februari 2017, keparahan

penyakit jamur upas akibat serangan

cendawan E. salmonicolor mening-

kat sebesar 5,6%. Periode kelem-

bapan yang tinggi untuk waktu yang

lama merupakan kondisi ideal untuk

terjadinya infeksi E. salmonicolor.

Pengendalian Penyakit Jamur

Upas

Pengendalian penyakit jamur

upas pada beberapa tanaman berkayu

sudah banyak dilakukan baik secara

kultur teknis, mekanis maupun

dengan menggunakan fungisida

sintetis. Kejadian penyakit semakin

meningkat terutama pada waktu

musim hujan dengan kondisi

kelembapan tinggi sehingga di-

perlukan tindakan budidaya berupa

pemangkasan tajuk tanaman kemiri

sunan yang sudah terlalu rapat,

sanitasi dan pengaturan jarak tanam

pada waktu penanaman.

Untuk menekan sumber ino-

kulum khususnya selama musim

hujan, ranting dan cabang tanaman

yang terinfeksi harus dimusnahkan.

Setelah itu diikuti dengan pemu-

pukan dan perawatan tanaman

dengan baik khususnya menciptakan

kondisi lingkungan yang tidak sesuai

untuk terjadinya infeksi.

Aplikasi fungisida dapat di-

lakukan secara bijaksana. Fungisida

sintetis berbahan aktif tembaga

hidroksida dan mankozeb diketahui

efektif saat diuji di laboratorium.

Penggunaan agensia hayati seperti

bakteri Pseudomonas sp. dilaporkan

efektif mengendalikan jamur upas

pada tanaman karet di Malaysia

tetapi hal ini belum dicobakan di

Indonesia.

Penutup

Insidensi dan keparahan penyakit

jamur upas akibat serangan patogen

E. salmonicolor pada tanaman ke-

miri sunan terus meningkat terutama

pada waktu musim hujan dan dapat

menyebabkan kematian tanaman.

Tindakan pencegahan dapat di-

lakukan dengan memperhatikan

jarak tanam khususnya di daerah

dengan curah hujan tinggi dan

pemangkasan cabang serta ranting

yang sudah tidak produktif. Aplikasi

fungisida sintetis berbahan aktif

tembaga hidroksida dan mankozeb

dapat dilakukan secara bijaksana.

PATI SAGU DAN PRODUK OLAHAN BAGEA

Tanaman sagu merupakan komo-ditas potensial, karena sekitar 1,1 juta hektar atau sekitar 51% dari total area sagu dunia berada di Indonesia. Setiap batang sagu mengandung sekitar 200 kg pati sagu sehingga setiap hektar ta-naman sagu memproduksi 20-25

ton per hektar. Potensi ini belum dimanfaatkan secara maksi- mal, dibanding dengan negara Malaysia yang hanya memiliki luasan 1,5% dan Thailand 0,2% dari 2,2 juta lahan sagu dunia. Pati sagu merupakan makanan pokok hanya pada sebagian

daerah di Indonesia, sehingga secara nasional konsumsi pati sagu di kawasan perkotaan hanya 0,08 kg/kapita/tahun, se-dangkan di pedesaan 0,71 kg/ kapita/tahun. Dibandingkan de-ngan konsumsi terigu tahun 2009 mencapai 12,88 kg/kapita/tahun

Dini Florina, Balittro

Page 23: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017

23

di kota, sementara di desa 9,05 kg/kapita/tahun. Oleh karena itu diperlukan upaya diversifikasi produk pangan dari pati sagu. Salah satu produk pangan dari pati sagu adalah kue bagea yang proses pengolahannya masih secara tradisional. Prosesnya hanya mencampurkan pati sagu, santan, gula pasir, telur, kenari, kayumanis sampai membentuk adonan, dicetak, dibungkus daun sagu dan dipanggang. Proses pe-manggangan, menggunakan sum-ber panas langsung, menggunakan bahan bakar limbah kelapa. Pe-merintah setempat sangat men-dukung usaha pengolahan kue bagea dengan memberikan bim-bingan cara pengolahan yang baik dan higienis, sehingga produk ini telah memperoleh sertifikat dengan P-IRT.No. 606710502000419 dan sering diikut sertakan dalam kegiatan-kegiatan pameran baik lokal maupun nasional. Pemasaran kue bagea masih terbatas di pasar swalayan dan toko-toko souvenir di Provinsi Sulawesi Utara. Perbaikan fasilitas pro-duksi masih diperlukan melalui dukungan dana dari Pemerintah Daerah.

i Indonesia, sagu yang

dihasilkan dari pohon sagu

telah menjadi bahan pangan

utama (Staple food) bagi sebagi-

an masyarakat Papua, Maluku,

Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,

Sulawesi Tenggara dan Mentawai di

Sumatera Barat (Anonim, 2003).

Diperkirakan luas areal sagu di dunia

mencapai lebih dari 2 juta hektar dan

Indonesia merupakan negara dengan

areal sagu yang terluas, yaitu sekitar

1,1 juta hektar atau sekitar 51% dari

total area sagu dunia. Tetapi peman-

faatannya masih jauh tertinggal

dengan negara-negara tetangga,

seperti Malaysia yang hanya

memiliki luasan 1,5% dan Thailand

0,2% dari 2,2 juta lahan sagu dunia

(Anonim, 2010a).

Berdasarkan data Perhimpunan

Pendayagunaan Sagu Indonesia

(PPSI), produksi sagu nasional saat

ini mencapai 200.000 ton/ tahun atau

baru mencapai sekitar 5% dari

potensi sagu nasional. Rendahnya

produksi nasional juga diakibatkan

oleh teknologi pemanfaatannya

masih sangat sederhana dan tra-

disional. Setiap batang sagu me-

ngandung sekitar 200 kg sagu

sehingga setiap hektar tanaman sagu

memproduksi 20 - 25 ton/hektar.

Pada daerah-daerah tertentu di

Indonesia, seperti Papua dan

Maluku, pati sagu telah diman-

faatkan sebagai sumber pangan

utama, namun secara nasional

kontribusinya masih rendah. Seiring

dengan terjadinya perubahan sosial

di masyarakat, peran sagu sebagai

pangan pokok mulai tergeser. Ada

anggapan bahwa sebagai pangan

pokok, sagu berada pada posisi yang

lebih rendah dibanding beras atau

terigu (Hutapea et al., 2003).

Dikemukakan juga oleh Menteri

Pertanian, bahwa "dibandingkan

dengan konsumsi terigu, konsumsi

sagu semakin tertinggal, yaitu

konsumsi terigu tahun 2009

mencapai 12,88 kg/kapita/tahun

di kota, sementara di desa 9,05

kg/kapita/tahun. Sedangkan kon-

sumsi sagu di kawasan perkotaan

0,08 kg/kapita/tahun lebih rendah

dibanding pedesaan 0,71 kg/kapita/

tahun". Oleh karena itu Kemen-

terian Pertanian mengusulkan agar

penyaluran beras untuk rakyat

miskin (raskin), ditambah sagu atau

lainnya sebagai sumber karbohidrat.

Selain usulan tersebut, upaya

untuk meningkatkan konsumsi pati

sagu dapat dilakukan diversifikasi

pangan dari sagu. Meskipun, ditinjau

dari kandungan gizinya, pati sagu

memang tergolong berkadar protein

rendah, namun daya terima sagu

sebagai bahan substitusi cukup baik.

Produk pangan yang telah meng-

gunakan pati sagu, antara lain

biskuit, roti, kerupuk, sagu mutiara,

mie, beras analog, sirup glukosa,

popeda dan bagea. Bagea adalah

salah satu produk (kue) yang telah

diolah lebih dari 30 tahun di

Amurang, Kabupaten Minahasa

Selatan, Provinsi Sulawesi Utara.

Pengolahannya masih tradisional,

menggunakan bahan bakar dari

limbah kelapa dan kemasannya dari

bahan alami, yaitu daun sagu.

Pengolahan Pati Sagu

Proses utama pengolahan sagu

adalah memarut empulur batang dan

mengekstrak hancuran empulur

dengan air untuk memisahkan pati

dengan ampas. Pengolahan yang

dilakukan petani sagu adalah

menggunakan peralatan manual

berupa tokok yang berfungsi untuk

pemarutan empulur sagu yang

terdapat dalam batang sagu. Alat

tokok berupa potongan kayu yang

pada bagian ujungnya dipasang besi

untuk memudahkan pemarutan

empulur sagu, kadang-kadang dalam

bentuk papan yang dipasang paku.

Untuk mengekstrak pati sagu dari

hancuran empulur sagu meng-

gunakan kain saring berupa kain

blacu atau kain sifon. Untuk

menampung ekstrak yang dihasilkan

atau pati sagu dapat menggunakan

kulit kayu atau lembaran plastik.

Pengolahan sagu basah pada skala

pabrik dilakukan dengan meng-

gunakan mesin pemarut dengan

kapasitas olah mencapai 100 pohon/

hari dan untuk mengekstrak pati

sagu dari hancuran empulur

D

Page 24: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017 24

menggunakan bak pengendap yang

dilengkapi pengaduk dan saringan

sehingga akan terpisah pati basah

dan serat empulur.

Untuk pengolahan pati sagu skala

pedesaan sudah tersedia alat

pengolahan sagu mekanis, yang

dikenal dengan nama alat

pengolahan sagu mekanis sistem

terpadu. Proses pemarutan dan

ekstraksi menggunakan alat ini

berlangsung secara mekanis dan

terpadu dalam satu sistem proses.

Kapasitas olah sekitar 2 pohon/hari,

rendemen pati sagu basah berkisar

25 - 30% dan tingkat kehilangan

hasil berkisar 2,2 - 2,5%. Apabila

dibanding dengan alat pengolahan

sagu mekanis yang umum dipakai

pada pengolahan sagu, alat ini lebih

efisien, karena sedikit mengguna-

kan tenaga kerja, penanganan lebih

praktis, dan sesuai untuk digunakan

pada skala kelompok tani (Lay,

2002)

Karakteristik dan Keunggulan

Pati Sagu

Karakteristik pati sagu

Sagu mengandung karbohidrat

yang cukup penting di Indonesia dan

menempati urutan ke-empat setelah

ubikayu, jagung dan ubi jalar. Berat

molekul dan ukuran butir pati sagu

lebih besar dibanding bahan pati

lainnya. Komposisi kimia pati sagu

per 100 g bahan dapat dilihat

pada Tabel 1.

Keunggulan pati sagu

Ditinjau dari kandungan gizi-

nya, sagu memang tergolong ber-

kadar protein rendah, namun daya

terima sagu sebagai bahan substitusi

pada beberapa produk makanan

olahan (snack, noodles, gel dan lain-

lain) cukup baik. Ini mengindi-

kasikan, bahwa potensi sagu dapat

ditingkatkan melalui teknologi peng-

olahan makanan. Pati sagu dalam

keadaan basah dengan kadar air

sekitar 33% dapat tahan simpan

selama 2 sampai 3 bulan (Gambar

1), keunggulan ini tidak dimiliki pati

dari tanaman lain.

Selain itu sagu mengandung

pati resisten (Resistant Starch, RS)

yang sangat bermanfaat untuk

kesehatan, antara lain: a) kesehatan

saluran pencernaan (memperbaiki

kesehatan kolon dengan cara

mendorong perkembangan sel-sel

sehat yang kuat); b) manfaat

prebiotik (menstimulasi pertumbuh-

an dan aktivitas bakteri meng-

untungkan (seperti bifidobacteria),

serta menurunkan konsentrasi

bakteri patogen (misal Escherichia

coli dan Clostridia); c). pengelola-

an energi dan respon glisemik

(dapat menurunkan ketersediaan

karbohidrat tercerna, yang hasilnya

adalah tingkat respon glisemik

yang rendah sehingga pemanfaat-

an pati resisten dapat diarahkan

pada pengembangan pangan untuk

penderita diabetes maupun untuk

mereka yang melakukan diet

(Munarso, 2004; Sajilata et al.,

2006). Pati sagu juga resisten

memiliki nilai kalori rendah, yaitu

1,9 Kkal/g sehingga dapat di-

jadikan sebagai pangan rendah

kalori (Taggart, 2004). Oleh karena

itu dalam upaya meningkatkan

ketahanan pangan dari sagu, perlu

dilakukan diversifikasi pangan dari

sagu.

Kue Bagea

Kue kering yang disebut “Bagea”,

merupakan usaha turun temurun yang

proses pengolahannya masih secara

tradisional tetapi sudah berlangsung

lebih dari 30 tahun, di Amurang,

Kabupaten Minahasa Selatan,

Provinsi Sulawesi Utara. Kue Bagea

memiliki merk “FL”, merupakan

nama dari pemilik, yaitu Frans dan

Lintje (suami isteri).

Pengolahan Bagea

Bahan yang digunakan terdiri dari

pati sagu, santan, gula pasir, telur,

kenari, kayumanis, dan daun sagu

(untuk kemasan). Alat yang di-

gunakan parutan kelapa, pengepres

santan, tungku dan alat bantu

lainnya. Untuk satu kali proses

dibutuhkan 100 kg pati sagu.

Proses pengolahannya adalah

sebagai berikut: daging buah kelapa

diparut lalu dibungkus kain saring

dan diperas menggunakan alat

pengepres sehingga diperoleh san-

tan. Telur ayam diaduk sehingga

membentuk adonan yang homogen.

Selanjutnya masukkan santan secara

perlahan dan gula pasir. Pengadukan

dilakukan terus menerus sampai

membentuk adonan yang kental

(Gambar 2a). Adonan dibentuk silin-

der secara manual, seukuran jari

telunjuk dengan panjang kurang

lebih 5 cm, kemudian dibungkus

Tabel 1. Komposisi kimia pati sagu per 100 g bahan

Kandungan Jumlah

Kalori1 326,82 Kal

Kadar Protein1 0,43 g

Kadar Lemak1 0,26 g

Kadar Air1 18,10 g

Kadar Abu1 0,14 g

Kadar Pati1 62,59 g

Vitamin B12 0,1 mg

Kalsium (Ca)2 10 mg

Fosfor (P)2 95 mg

Besi (Fe)2 1,5 mg

Amilosa3 35,13 - 38,65 %

Sumber: 1 Lawalata, 2004;

2 Mahmud et al., 2005;

3 Polnaya et al., 2008

Page 25: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017

25

daun sagu yang sudah dikeringkan

dan diberi penjepit dari lidi daun

sagu (Gambar 2b dan 2c).

Adonan yang sudah terbungkus

diletakkan pada baki aluminium

dengan kapasitas sekitar 90 bungkus

(Gambar 2d), kemudian dipanggang

dalam tungku kapasitas 12 baki

(Gambar 2d), menggunakan bahan

bakar dari kelapa atau kayu lainnya.

Proses pemanggangan pertama,

dilakukan sampai timbul aroma yang

harum. Selanjutnya didinginkan,

lalu dilanjutkan pemanggangan

kedua pada alat pemanggang lain

menggunakan bahan bakar tem-

purung (Gambar 2e). Proses pe-

manggangan dilakukan agar tekstur

produk lebih keras/padat dan warna

lebih kuning-keemasan. Selanjutnya

dikemas menggunakan plastik yang

sudah diberi logo, berisi 30 buah

(Gambar 2f).

Nilai Gizi Bagea

Pada kemasan kue “Bagea”

produksi Amurang belum di-

cantumkan nilai gizinya. Informasi

gizi berikut diperoleh dari daftar

komposisi bahan makanan yang

dikeluarkan Persatuan Ahli Gizi

Indonesia (PERSAGI), yaitu dalam

100 g bahan (kue “Bagea”),

mengandung energi sebesar 416

Kkal, air 7,2 g protein 6,5 g,

karbohidrat 76,3 g, lemak 9,4 g,

serat 0,4 g, abu 0,6 g, kalsium 49

mg, fosfor 77 mg dan zat besi 4,9

mg. Selain itu terkandung karoten

total 312 ug, niasin 2,6 mg dan

vitamin B1 0,08 mg.

Upaya Peningkatan Kualitas

Kue Bagea dan Pemasaran

Bahan baku pati sagu me-

rupakan masalah utama, karena

pengolah hanya bergantung pada

pasokan dari petani yang ada

di daerah Boroko, Kabupaten

Bolaang Mongodow Utara, Pro-

vinsi Sulawesi Utara. Oleh karena

itu jika pasokan bahan baku

berkurang, pengolah harus mem-

beli pada daerah lain yang

lokasinya lebih jauh sehingga

mempengaruhi harga bahan baku.

Selanjutnya dari segi proses

pengolahan, masih dilakukan

secara tradisional, menggunakan

peralatan yang sederhana dan

bahan bakar dari kelapa (sabut,

tempurung, kulit batang kelapa)

atau kayu lainnya. Bahan bakar

dari kelapa, mudah diperoleh

karena Kabupaten Minsel adalah

salah satu daerah penghasil kopra

di Sulawesi Utara. Akan tetapi

berdasarkan tahap-tahap pengolah-

an seperti pada gambar di atas,

dapat dilihat bahwa ada proses

pembakaran/pemanggangan yang

dilakukan secara langsung sehing-

ga menyebabkan partikel-partikel

debu dari hasil pembakaran me-

lekat pada kemasan bagian luar.

Akan tetapi karena proses pem-

bungkusan menggunakan dua

lapisan daun sagu, diharapkan

tidak mempengaruhi produk di

dalamnya.

Untuk meningkatkan kualitas

kue bagea, Pemerintah Daerah

setempat memberikan penyuluhan

tentang tata cara pelaksanaan

Gambar 1. Pati sagu basah a) dalam kemasan tradisional dan pati sagu

kering b) dalam kemasan plastik, c) adonan bagea d), daun sagu

e), pencetakan dan pembungkusan bagea f), bagea siap dibakar

g), proses pembakaran h), proses pemanggangan i), bagea siap

dikemas j) dan bagea dalam kemasan berlogo k) dan l) produk

kue bagea di salah satu etalase pasar swalayan

a b

c d e f

g h i j

k

l

Page 26: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017 26

produksi yang baik dan higienis.

Instansi terkait yang sering

berkunjung di tempat pengolahan

kue bagea, antara lain Dinas

Kesehatan Kabupaten Minahasa

Selatan (Minsel) dan BPOM

Propinsi Sulawesi Utara, Dinas

Tenaga Kerja Kabupaten Minsel,

Dinas Koperasi Kabupaten Minsel,

dan Dinas Pariwisata Kabupaten

Minsel. Produk kue bagea sudah

mendapatkan sertifikat P-IRT.No.

606710502000419. Dengan demi-

kian, maka produk kue Bagea FL,

meskipun proses pengolahannya

masih tradisional, tetapi dengan

adanya dukungan pemerintah

setempat, maka kualitas produknya

tidak diragukan lagi. Namun

demikian, untuk lebih meningkatkan

fasilitas yang digunakan dalam

proses produksi kue bagea,

dukungan dana Pemerintah Daerah

sangat diperlukan, antara lain

pengadaan alat-alat yang terbuat

dari bahan stainles steel dan

perbaikan dalam pengemasannya

sehingga lebih menarik konsumen.

Selain itu diperlukan terobosan

untuk menghasilkan produk kue

bagea dalam berbagai rasa, sehing-

ga konsumen kue bagea dapat

menikmati aneka rasa dari kue

bagea.

Pengelola kue bagea, memasar-

kan produk tersebut melalui pasar

swalayan, toko souvenir di wilayah

Propinsi Sulawesi Utara. Pemilik

mengantarkan langsung ke pasar

swalayan dan toko suvenir. Pada

Gambar 3, dapat dilihat produk kue

bagea di salah satu etalase pasar

swalayan di Kota Manado.

Berdasarkan hasil pengecekan

penulis, harga eceran di pasar

swalayaan pada bulan Oktober 2017,

berkisar Rp 20.600,- per kemasan

(isi 30 buah). Untuk meningkatkan

pemasarannya, pengelola sering

diundang untuk memamerkan

produknya pada kegiatan pamer-

an yang diselenggarakan oleh

Pemerintah Daerah baik tingkat

lokal maupun nasional.

Penutup

Luas areal sagu yang mencapai

1,1 juta hektar atau sekitar 51% dari

total area sagu dunia, merupa-

kan potensi yang besar untuk

dimanfaatkan sebagai sumber pati

pada pengolahan produk pangan.

Proses untuk memperolah pati

sagu pada tingkat petani masih

dilakukan dengan cara tradisio-

nal dan menggunakan peralatan

yang sederhana. Salah satu produk

pangan tradisional yang meman-

faatkan pati sagu adalah kue bagea.

Teknologi pengolahan masih tra-

disional, tetapi telah berlangsung

lebih dari 30 tahun dan dilaku-

kan turun temurun. Bahan yang

digunakan terdiri dari pati sagu,

santan, gula pasir, telur, kenari,

kayumanis. Setelah dibuat adonan,

dicetak dibungkus daun sagu dan

dipanggang. Pengolahannya tanpa

bahan pengawet, menggunakan

bahan bakar dari limbah kelapa dan

kemasan utamanya dari bahan alami

(daun sagu).

Pemasaran kue bagea masih

terbatas di daerah Sulawesi Utara

dan pemiliknya langsung mengan-

tar ke pasar swalayan dan toko-

toko souvenir. Pemerintah setempat

sangat mendukung usaha peng-

olahan kue bagea dengan mem-

berikan bimbingan cara peng-

olahan yang baik dan higie-

nis sehingga produk ini telah

memperoleh sertifikat P-IRT.No.

606710502000419 dan sering di-

ikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan

pameran baik lokal maupun

nasional. Dukungan Pemerintah

masih diperlukan dalam peningkatan

peralatan pengolahan, mulai dari

proses memperoleh pati sagu basah

sampai pada pengolahan produk

pangan.

POTENSI GENETIK DAN PRODUKSI 6 KULTIVAR LOKAL TEMBAKAU DI KABUPATEN TULUNGAGGUNG

Tembakau Tulungagung makin digemari konsumen. Saat ini permintaannya sudah sampai pasar lelang Kabupaten Sume-dang, Jawa Barat dan Malaysia. Tembakau Tulungagung digemari oleh komunitas perokok berat,

karena rasanya yang berat (ampeg). Potensi produksi tembakau lokal ini berkisar antara 643,3664 - 1221,82 kg/ha. Produksi tertinggi pada kultivar Rejeb Arang, sedangkan terendah pada kultivar Gagang Jembrak.

Hal ini selaras dengan nilai indeks tanaman, dimana kultivar Rejeb Arang tertinggi, yaitu sebesar 74,99.

Rindengan Barlina, Astuti

Irundu dan Jerry Wungkana,

Balit Palma

Page 27: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017

27

embakau Tulungagung me-

rupakan tembakau rakyat/

asli yang sebagian besar

diproses secara rajangan. Tembakau

ini sudah cukup lama berkembang

di Kabupaten Tulungagung. Me-

nurut petani setempat, tembakau ini

mulai ditanam pada zaman pen-

jajahan Belanda. Pada mulanya

tembakau Tulungagung hanya

ditanam di sekitar Desa Tawing,

Kecamatan Gondang.

Sebelum tahun 1960, kultivar

yang banyak ditanam petani ada-

lah Tawing dan Sompok, tetapi lama

kelamaan hilang. Selanjutnya petani

setempat mengembangkan kultivar-

kultivar Gagang Sidi, Gagang Rejeb,

Rejeb Jae, Gagang Jembrak, Gagang

Ijo dan Sompok. Tembakau lokal

Tulungagung banyak ditanam petani

di sawah tadah hujan, di lahan tegal,

dan sebagian kecil di sawah

pengairan setengah teknis. Di da-

erah tersebut produk tembakau

rajangan merupakan sumber utama

pendapatan petani. Di Desa Boyo-

langu harga tembakau rajangan

halus (polosan) saat ini mencapai

Rp 75.000/kg. Harga bisa naik

hingga Rp 95.000 - 120.000/kg jika

diolah menjadi tembakau hitam

(ilesan).

Pengembangan Tembakau di

Kabupaten Tulungagung

Hasil observasi tim Balittas dan

informasi dari Dinas Pertanian

Kabupaten Tulungagung diketahui

bahwa daerah pengembangan utama

tembakau lokal terletak di Ke-

camatan Boyolangu, Campurdarat,

Gondang, Pakel, serta sebagian

kecil wilayah Sumbergempol (Dis-

hutbun Kabupaten Tulungagung,

2016), dengan ketinggian tempat

kurang dari 150 m di atas permukaan

laut. Jenis tanah Aluvial dengan

kemiringan kurang dari 15%. Curah

hujan antara 1507 - 3096 mm per

tahun dengan jumlah bulan kering

antara 3 - 5 bulan.

Luas areal rata-rata tanaman

tembakau tahun 2014 - 2015 men-

capai 1657,17 ha, dengan produk-

tivitas sekitar 1.466,67 t/ha. Lebih

dari 45% luas areal di Kabupaten

Tulungagung menanam kultivar

Gagang Sidi, 35% didominasi kul-

tivar Gagang Rejeb, sisanya 20%

luas areal ditanam kultivar cam-

puran, yaitu Gagang Ijo, Rejeb Jae,

Gagang Jembrak dan Sompok.

Existing areal untuk petanam-

an tembakau tahun 2014/2015 di

Kabupaten Tulungagung seluas

1857,69 ha (terdiri atas 5 ke-

camatan). Tahun 2017, dimana

kondisi cuaca cukup normal,

pertanaman tembakau meluas

T

(Dok. Ruly H.)

Gambar 1. Pertanaman tembakau lokal kultivar Rejeb Arang di Desa

Kendalbulur, Kecamatan Boyolangu, Tulungagung. 2. Variasi

genetik dari bentuk daun 6 kultivar lokal tembakau Tulungagung:

a. Rejeb Arang, b. Gagang Ijo, c. Gagang Sidi, d. Gagang

Jembrak, e. Rejeb Jae dan f. Sompok

Tabel 1. Luas areal pengembangan, jenis tembakau dan kebutuhan pasar

tembakau

Lokasi (Kecamatan)

Areal (ha)

Jenis tembakau Kebutuhan pasar Tahun

2014/2015

Tahun

2017

Pakel 445,65 508,85

45% Gagang Sidi

35% Rejeb Arang

20% kultivar campuran

(Gagang Ijo, Rejeb Jae,

Gagang Jembrak, dan

Sompok)

4,7 ton/thn

(panen 1 : 3,2ton/th;

panen 2 : 1,5ton/th)

Pabrikan : 30%

Pengepul : 70%

Campurdarat 492 527

Gondang 305,04 341,5

Sumbergempol 35 40

Boyolangu 580 721

Karangrejo - 5

Tulungagung - 20

Kedungwaru - 6

Ngantru - 4,5

Kalidawir - 40

Sumber : Dispertan Kab. Tulungagung (2017)

a b c

d e e

Page 28: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017 28

menjadi 10 kecamatan, dengan

luasan mencapai 2.313,85 ha.

Eksplorasi, Seleksi, dan

Identifikasi Kultivar Tembakau

Tulungagung

Eksplorasi pertama dilakukan

tahun 1989-1998, diperoleh kultivar

Gagang Rejeb, Rejeb Jae dan

Sembung Lancur. Koleksi tersebut

selanjutnya dikarakterisasi, diseleksi

untuk dimurnikan dan dievaluasi.

Tetapi saat ini Gagang Rejeb dan

Sembung Lancur sudah tidak

diminati dan tidak ditanam di

Kabupaten Tulungagung.

Eksplorasi kedua dilakukan pada

tahun 2013 di sentra pengembangan

tembakau Tulungagung dengan cara

menginventarisasi petani yang telah

dibina untuk menjaga kemurnian

tanaman. Petani pemilik kultivar

diseleksi dengan cara wawancara

yaitu petani yang memiliki fanatisme

terhadap salah satu kultivar. Petani

yang demikian berpeluang memiliki

kultivar dengan kemurnian yang

tinggi. Hasil eksplorasi kedua ini

diperoleh kultivar Rejeb Arang,

Gagang Ijo, Gagang Sidi, Gagang

Jembrak dan Sompok.

Tanaman tembakau merupakan

tanaman menyerbuk sendiri. Seleksi

dan pemurnian pertama dilakukan

pada tahun 1998 dan seleksi kedua

pada tahun 2013 dilakukan seleksi

massa lagi untuk memurnikan

kultivar-kultivar tersebut. Dari hasil

pengamatan ternyata 2 - 3 kali

seleksi, sudah tidak ditemukan

lagi tipe simpang (off type). Hasil

eksplorasi kedua dilakukan pe-

murnian dengan cara seleksi

massa positif yaitu memilih

individu-individu terbaik yang

bertujuan untuk memperoleh kul-

tivar yang secara genetis bersifat

homosigot. Dinas Kehutanan dan

Perkebunan Kabupaten Tulung-

agung bekerjasama dengan Balittas

melakukan pembinaan terhadap

petani tentang cara-cara melakukan

seleksi dan pembuatan benih

yang benar. Selanjutnya dinas

menyediakan kerodong untuk me-

lakukan isolasi tanaman-tanaman

terpilih. Dengan cara tersebut

diharapkan petani memperoleh benih

dengan tingkat kemurnian tinggi.

Pada pengujian tahun 2014-2016

dilakukan pengamatan morfologi

terhadap ke-6 kultivar tersebut dan

diperoleh beberapa perbedaan

karakter seperti pada Tabel 2.

Parameter pengukuran pada daun

(jumlah, panjang dan lebar)

merupakan sifat yang cukup penting

pada tanaman tembakau, karena

berkaitan dengan produktivitas.

Hasil penelitian Suwarso (1996),

menunjukkan bahwa jumlah daun

berkorelasi genotipik positif de-

ngan hasil dan berkorelasi positif

dengan umur berbunga. Dengan

demikian hasil produksi yang tinggi,

diperoleh dari kultivar yang jumlah

daunnya banyak.

Berdasarkan data produktivitas-

nya, 2 kultivar memperlihatkan

produktivitas yang tinggi. Jika

dirunut dari nilai tertinggi sampai

terendah: Rejeb Arang (1221,8

kg/ha), Gagang Ijo (1033,1 kg/ha),

Gagang Sidi (948,7 kg/ha), Gagang

Jembrak (833,1 kg/ha), Sompok

(746,2 kg/ha) dan Rejeb Jae (676,6

kg/ha). Hasil ini sesuai dengan

karakter genetik daun, dimana

jumlah daun terbanyak diperoleh

dari kultivar Rejeb Arang sebanyak

27,9 lembar daun/pohon.

Selain pengukuran produktivitas

tanaman, pada tembakau juga

dilakukan penghitungan nilai indeks

mutu dan indeks tanaman. Mutu

merupakan faktor penting bagi

tembakau sebagai bahan penikmat.

Mutu tembakau merupakan panduan

dari rasa, aroma, warna, pegangan

dan lain-lain. Mutu tembakau

(grade) juga dipengaruhi oleh selera

konsumen (pabrik rokok). Mutu

yang diinginkan oleh pabrik rokok

tertentu bisa berbeda dengan mutu

yang diinginkan oleh pabrik rokok

lain. Pada umumnya pabrik rokok

lebih memilih tembakau dari segi

aroma dan rasanya yang ringan,

karena digunakan sebagai bahan

racikan. Sedangkan konsumen rokok

tra-disional (lintingan) lebih memilih

pada rasa isapan yang lebih berat.

Hasil penghitungan nilai indeks

mutu menunjukkan bahwa Gagang

Sidi memiliki mutu yang paling

tinggi dibandingkan kultivar yang

lain, yaitu sebesar 61,33, selanjutnya

diikuti kultivar Sompok (58,73),

Gagang Jembrak (57,51), Rejeb

Tabel 2. Keragaan karakter morfologi 6 kultivar lokal tembakau

Tulungagung

Karakter Rejeb Arang Gagang Ijo Gagang Sidi Gagang

Jembrak Rejeb Jae Sompok

Habitus Kerucut Kerucut Kerucut Kerucut Kerucut Kerucut

Tipe daun Bertangkai Bertangkai Bertangkai Bertangkai Bertangkai Duduk

Ujung daun Sangat runcing Runcing Runcing Runcing Sangat runcing Meruncing

Tepi daun

Tidak

Berombak Berombak Berombak Rata Berombak Berombak

Permukaan daun Bendol kuat Berbendol Berbendol Berbendol Berbendol Berbendol

Phylotaxi 3/8 kanan 3/8 kanan 3/8 kanan 3/8 kanan 3/8 kanan 2/5 kiri

Bentuk daun Lanset Lanset Lanset Lanset Lanset Membulat

Tinggi tanaman (cm) 153,4 ± 8,1 154,7 ± 4,8 103,2 ± 8,1 111,7 ± 6,7 143,5 ± 12,3 96,2 ± 9,2

Jumlah daun (lb/ph) 27,9 ± 1,1 24,5 ± 1,1 21,7 ± 0,7 23,7 ± 1,2 20,7 ± 1,1 21,2 ± 0,8

Panjang daun (cm) 51,1 ± 3,7 49,1 ± 2,1 49,6 ± 3,0 52,1 ± 2,4 52,0 ± 2,4 47,2 ± 2,0

Lebar daun (cm) 23,9 ± 3,4 27,1 ± 1,1 31,2 ± 2,2 31,7 ± 2,3 36,7 ± 3,3 34,8 ± 3,4

Umur berbunga (hst) 48,4 ± 1,1 49,7 ± 1,2 52,4 ± 1,5 50,5 ± 1,6 49,2 ± 1,9 54,1 ± 1,3

Page 29: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017

29

Arang (56,98), Gagang Ijo (55,90),

dan terendah adalah kultivar Re-

jeb Jae (53,97). Sedangkan hasil

penghitungan indeks tanaman

menunjukkan bahwa Rejeb Arang

memiliki nilai tertinggi (74,99),

diikuti kultivar Gagang Sidi (70,90),

Gagang Jembrak (61,04), Gagang Ijo

(60,73), Rejeb Jae (57,68) dan nilai

terendah kultivar Sompok (45,87).

Indeks tanaman merupakan hasil

perkalian antara indek mutu dengan

produksi per hektar, yang berarti

merupakan gambaran dari nilai

komersial suatu kultivar. Semakin

tinggi nilai indeks tanaman, maka

semakin tinggi pula pendapatan

petani. Oleh karena itu pemilihan

kultivar akan lebih tepat apabila

mengutamakan nilai indek tanaman.

Penutup

Kabupeten Tulungagung me-

miliki potensi yang cukup besar

untuk pengembangan tembakau.

Hasil eksplorasi, seleksi, dan

identifikasi menghasilkan 6 kul-

tivar yang potensial, yaitu Rejeb

Arang, Gagang Ijo, Gagang Sidi,

Gagang Jembrak, Rejeb Jae dan

Sompok. Sebagai tanaman per-

kebunan rakyat, tembakau ini

perlu dikembangkan potensi genetik-

nya dengan memanfaatkannya

sebagai bahan untuk menghasilkan

kultivar yang lebih disenangi oleh

konsumen.

PENGARUH TANAMAN SELA TERHADAP LILIT BATANG TANAMAN KARET

Untuk mengetahui pengaruh

tanaman sela terhadap lilit batang

tanaman karet dan klasifikasi lilit

batang pada tiap perlakuan, telah

dilakukan observasi langsung

terhadap lilit batang tanaman

karet belum menghasilkan umur

dua tahun (TBM 2) klon PB 260

di Kebun Percobaan Pakuwon.

Luas areal 1,5 ha, jumlah populasi

830 pohon ditanam bulan April

tahun 2014, dengan pohon terpilih

sebanyak 180 jarak tanam 6 x 3 m.

Sebanyak 60 pohon dipilih pada

tanaman karet yang ditumpang-

sarikan dengan tanaman sela

kacang tanah, 60 pohon dengan

tanaman sela jagung dan 60 pohon

karet monokultur. Tanaman sela

jagung dan kacang tanah masing-

masing ditanam sebanyak empat

musim. Hasil observasi menun-

jukkan bahwa lilit batang ta-

naman karet dengan tanaman

sela kacang tanah lebih besar

dibandingkan tanaman karet

dengan tanaman sela jagung dan

tanaman karet monokultur, tetapi

lilit batang tanaman karet dengan

tanaman sela jagung sama besar

dengan tanaman karet mono-

kultur. Hasil klasifikasi terhadap

lilit batang tanaman karet yang

ditumpangsarikan dengan ta-

naman kacang tanah menunjuk-

kan bahwa sebanyak 83,33% dari

jumlah tanaman karet termasuk

kategori baik (superior dan

standar) dan hanya 11,67%

termasuk kategori kurang baik

(inferior). Tanaman karet yang

ditumpangsarikan dengan tanam-

an jagung sebanyak 73,33% dari

jumlah tanaman termasuk baik

dan 26,67% termasuk kurang

baik. Sedangkan pada tanaman

karet monokultur sebanyak

80,00% dari jumlah tanaman

termasuk baik dan 20,00%

termasuk kurang baik.

ada tahun 2013 produktivitas

perkebunan karet nasional

rendah, tercatat sebesar 1.022

kg/ha/tahun dibandingkan potensi

produksinya yang mencapai 2.100

kg/ha/tahun. Banyaknya tanaman

tua dan budidaya seadanya di-

duga menjadi sebagian penyebab

rendahnya produktivitas tersebut.

Hasil penelitian adopsi inovasi

teknologi jarak tanam, bahan tanam

dan pemupukan mendapat respon

baik dari petani karet. Sedangkan

inovasi teknologi penanaman ta-

naman sela di antara tanaman karet,

yang berpeluang menjadi pintu ke-

luar terhadap permasalahan rendah-

nya produktivitas dan pendapatan

petani karet, belum diketahui

adopsinya.

Cukup banyak jenis tanaman

sela yang diketahui dapat tumbuh

baik di antara tanaman karet belum

menghasilkan (TBM), di antaranya

adalah kacang tanah dan jagung.

Sayangnya efek kehadiran beberapa

jenis tanaman sela terhadap tanam-

an karet belum banyak dilapor-

kan. Beberapa manfaat kehadiran

tanaman sela terhadap tanaman

karet di antaranya adalah: adanya

pengolahan tanah yang dapat mem-

bantu memperbaiki sifat fisik

tanah; penambahan bahan organik

dengan cara mengembalikan sisa-

sisa panen tanaman sela ke areal

bekas penanaman; pemupukan dan

pengapuran terhadap tanaman sela;

dan pemeliharaan tanaman sela

meliputi penyiangan, pengendalian

P

Ruly Hamida, Balittas

Page 30: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017 30

hama dan penyakit yang sangat

menguntungkan terhadap tanaman

pokok karet.

Kebun karet dinyatakan men-

capai matang sadap apabila ≥ 60%

dari jumlah tanaman dalam satu

hektar telah mempunyai lilit

batang ≥45 cm. Persentase tersebut

diketahui melalui pengukuran lilit

batang setiap individu tanaman karet

atau sering disebut dengan sen-

sus lilit batang. Dengan demikian

semakin banyak tanaman yang

mempunyai lilit batang >45 cm

maka potensi hasilnya akan makin

besar.

Lilit batang merupakan parameter

penting pada tanaman karet, karena

lateks diperoleh dari kulit batang-

nya. Kondisi lingkungan dan

pemeliharaan tanaman karet akan

sangat menentukan kecepatan

tanaman karet dapat disadap. Oleh

karena itu, setiap aktivitas yang

kemungkinan akan mempengaruhi

pertambahan lilit batang perlu

dicermati agar berpengaruh mem-

percepat dan bukan sebaliknya,

seperti halnya penanaman tanaman

sela pada tanaman karet TBM.

Pertumbuhan tanaman karet

mengalami titik belok pada umur 36

bulan (TBM 3), artinya bahwa

perlakuan budidaya untuk merubah

pertumbuhan tanaman karet akan

berpengaruh secara signifikan

apabila dilakukan terhadap tanam-

an karet sebelum TBM 3, sedang-

kan pada TBM 4 dan TBM 5 kurva

pertumbuhan mulai landai sehing-

ga perlakuan budidaya menjadi

tidak efektif lagi.

Tujuan kegiatan ini adalah untuk

mengetahui pengaruh tanaman sela

terhadap lilit batang tanaman karet

pada umur dua tahun (TBM 2) dan

klasifikasi lilit batang tanaman karet

pada setiap jenis tanaman sela.

Metode Pelaksanaan

Kegiatan dilakukan di Kebun

Percobaan Pakuwon, Sukabumi-

Jawa Barat, ketinggian 450 m dpl,

jenis tanah Latosol dan tipe iklim B

menurut (Schmidt dan Fergusson),

tanggal 25 - 27 April 2016. Luas

areal 1,5 ha, jumlah populasi 830

pohon ditanam bulan April tahun

2014, dengan pohon terpilih

sebanyak 180 dan jarak tanam

6 x 3 m. Pemilihan pohon contoh

menggunakan metode observasi

langsung pada tanaman karet asal

bibit okulasi umur 2 tahun klon

PB 260. Sebanyak 60 pohon dipilih

pada tanaman karet yang di-

tumpangsarikan dengan tanaman

sela kacang tanah, 60 pohon de-

ngan tanaman sela jagung dan 60

pohon karet monokultur. Tanaman

sela jagung dan kacang tanah

masing-masing ditanam sebanyak

empat musim.

Pemeliharaan tanaman yang

dilakukan antara lain: Pemupukan

dengan dosis mengikuti anjuran dari

Balai Penelitan Karet Sembawa

(2012), penyiangan dilakukan setiap

dua bulan pada jalur tanaman karet

selebar 2 m dan dibobokor empat

kali setahun serta wiwilan dilakukan

mengikuti perkembangan tunas air

yang tumbuh. Sedangkan penanam-

an dan pemeliharaan tanaman sela

kacang tanah dan jagung mengikuti

budidaya anjuran kedua jenis

tanaman tersebut.

Untuk mengetahui kondisi per-

tumbuhan lilit batang tanaman karet

yang ditumpangsarikan dengan 3

jenis tanaman sela, dilakukan

pengklasifikasian tanaman karet

Tabel 1. Lilit batang tanaman karet TBM 2 pada berbagai perlakuan jenis

tanaman sela.

Jenis tanaman sela Lilit batang (Cm)

Karet monokultur 14,13 b

Karet dengan jagung 13,92 b

Karet dengan kacang tanah 14,67 a

Rata-rata 14,24

Simpangan deviasi 1,496

Sumber: Saefudin et al., 2015

Gambar 1. Pengukuran lilit batang tanaman karet TBM 2 pada berbagai

perlakuan tanaman sela

Page 31: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017

31

TBM 2 menjadi 3 kategori yaitu

kategori sangat baik (superior),

baik (standar) dan kurang baik

(inferior), dan dihitung mengguna-

kan cara perhitungan Paardekoo-

per tahun 1973 dalam Rouf et. al,.

2013 sebagai berikut: lebar kelas

ditentukan = 1,5 x Simpangan

Deviasi. Jumlah tanaman yang

memiliki lilit batang berada pada

cakupan lebar kelas termasuk pada

kategori standar, lebih besar

termasuk kategori superior dan lebih

rendah termasuk kategori inferior

atau pertumbuhannya kurang

optimal. Terhadap individu-indi-

vidu tanaman yang masuk kate-

gori inferior inilah yang diper-

lukan pemupukan ekstra (melebihi

dosis rekomendasi) agar pada

pariode TBM 4 atau TBM 5

sebagian dapat masuk kategori

pertumbuhan standar.

Keragaan lilit batang tanaman

karet TBM 2

Hasil pengamatan lilit batang

tanaman karet TBM 2 pada berbagai

perlakuan jenis tanaman sela

menunjukkan bahwa penanaman

tanaman sela kacang tanah ber-

pengaruh positif terhadap parameter

lilit batang tanaman karet asal

benih okulasi sampai dengan umur 2

tahun dan lebih baik dibanding-

kan tanaman karet yang mendapat

perlakuan penanaman tanaman sela

jagung maupun tanaman karet

monokultur (Tabel 1).

Rata-rata lilit batang tanaman

karet dengan tanaman sela kacang

tanah adalah 14,67 cm, lebih besar

dibandingkan dengan tanaman karet

dengan tanaman sela jagung

maupun tanaman karet monokultur

masing-masing sebesar 13,92 cm

dan 14,13 cm. Sedangkan lilit

batang tanaman karet dengan

tanaman sela jagung dan tanaman

karet monokultur sama besar. Pen-

cangkulan seluruh areal pada

pertanaman karet dengan tanaman

sela kacang tanah dan bebas dari

gulma selama ada tanaman sela

kacang tanah diduga menjadi hal

positif penyebab perbedaan ini.

Klasifikasi lilit batang

Hasil penghitungan terhadap

keseluruhan tanaman karet

pengamatan menunjukkan bahwa

rataan lingkar batang sebesar

14,24 cm dan simpangan deviasi

1,496 sehingga lebar selang men-

jadi 2,244. Oleh karena itu kla-

sifikasinya memasukkan kelompok

individu tanaman karet yang me-

miliki lilit batang >15,36 cm

termasuk superior, antara 13,12-

15,36 cm termasuk standar dan <

13,12cm termasuk inferior (Tabel

2).

Berdasarkan uraian di atas dapat

dinyatakan bahwa klasifikasi per-

tumbuhan lilit batang tanaman karet

TBM 2 yang ditumpangsarikan

dengan tanaman kacang tanah

memiliki paling banyak tanaman

dengan kategori baik dan sangat baik

yaitu sebanyak 83,33% dari jumlah

tanaman dan hanya 11,67% ter-

masuk kurang baik (inferior), diikuti

dengan perlakuan tanaman karet

monokultur sebanyak 80,00% dari

jumlah tanaman termasuk baik dan

sangat baik dan sebanyak 20,00%

termasuk inferior dan tanaman

karet yang ditumpangsarikan dengan

tanaman jagung memiliki 73,33%

dari jumlah tanaman termasuk

baik dan sangat baik dan 26,67%

termasuk inferior.

Penutup

Hasil observasi menunjukkan

bahwa lilit batang tanaman karet

dengan tanaman sela kacang tanah

lebih besar dibandingkan tanaman

karet dengan tanaman sela jagung

dan tanaman karet monokul-

tur, tetapi lilit batang tanaman

karet dengan tanaman sela jagung

sama besar dengan tanaman karet

monokultur.

Hasil klasifikasi terhadap lilit

batang tanaman karet yang di-

tumpangsarikan dengan tanaman

kacang tanah menunjukkan bahwa

sebanyak 83,33% dari jumlah

tanaman karet termasuk kategori

baik (superior dan standar) dan

hanya 11,67% termasuk kategori

kurang baik (inferior). Tanaman

karet yang ditumpangsarikan dengan

tanaman jagung sebanyak 73,33%

dari jumlah tanaman termasuk baik

dan 26,67% termasuk kurang baik.

Sedangkan pada tanaman karet

monokultur sebanyak 80,00% dari

jumlah tanaman termasuk baik dan

20,00% termasuk kurang baik.

Tabel 2. Klasifikasi lilit batang tanaman karet TBM 2 pada berbagai

perlakuan tanaman sela

Klasifikasi

lilit batang

Perlakuan tanaman sela

Karet monokultur Karet dengan kacang tanah Karet dengan jagung

Jumlah

pohon

persentase Jumlah

pohon

persentase Jumlah

pohon

persentase

Inferior 12 20,00 7 11,67 16 26,67

Standard 37 61,67 33 50,00 35 58,33

Superior 11 18,33 20 33,33 9 15,00

Sumber: Saefudin et al., 2015

Saefudin dan Nana Heryana,

Balittri

Page 32: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Permasalahan, peluang dan tantangan pengembangan kopi .....

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017 32

orkshop perumusan dan

sinergi dukungan ino-

vasi teknologi Badan

Penelitian dan Pengembangan Per-

tanian (Balitbangtan), Kementerian

Pertanian, khususnya komoditas

hortikultura dan perkebunan dalam

Pengembangan Kawasan Agro-

wisata Kota Solok telah dilak-

sanakan pada hari Senin-Selasa (4 -

5 Desember 2017) di Sentul, Jawa

Barat.

Workshop bertujuan untuk

menindaklanjuti MoU antara Pe-

merintah Kota Solok dan Balit-

bangtan serta membahas Grand

Design Dukungan Inovasi Balit-

bangtan dalam Pengembangan

Kawasan Agrowisata Solok yang

telah disusun berdasarkan hasil

observasi lapangan, FGD dan

analisis yang comprehensive dari

tim peneliti Balitbangtan. Workshop

yang dikoordinir oleh Pusat

Penelitian dan Pengembangan

Hortikultura dihadiri oleh Kepala

Balitbangtan yang diwakili oleh

Sekretaris Balitbangtan, Kapuslit

Hortikultura, Kapuslitbang Per-

kebunan yang diwakili oleh Kabid

KSPHP, Walikota Solok, kepala

Bapeda, Kadis Pertanian, Kadis

Pangan, Kadis Lingkungan hidup,

Kadis Pariwisata Pemkot Solok,

Kepala BPTP Sumatera Barat,

Kepala Balittri, dan para peneliti

Balitbangtan.

Sekretaris Balitbangtan, Dr.

Muhammad Prama Yufdy, yang

membuka workshop, dalam

sambutannya menyampaikan bahwa

inovasi teknologi Balitbangtan perlu

didiseminasikan kepada para

stakeholder dan kerjasama dengan

Pemkot Solok merupakan salah satu

bentuk diseminasi inovasi teknologi.

Pertanian perlu dilihat sebagai

industri pertanian sehingga

penggunaan alat dan mesin per-

tanian (ALSINTAN) diperlukan.

Balitbangtan menyiapkan prototipe

ALSINTAN yang bisa dimanfaatkan

oleh daerah. Selanjutnya disarankan

PEMKOT Solok untuk bersinergi

dengan pihak swasta dan perbankan

dalam pengembangan kawasan

agrowisata untuk meningkatkan

pendapatan petani dan masyarakat.

Walikota Solok, H. Zul Elfian Dt.

Tianso, SH, MSi., sangat peduli

terhadap peningkatan taraf hidup

rakyatnya. Hal ini ditunjukkan

dengan dukungannya terhadap

program agrowisata ini sebagaimana

disampaikan oleh Kepala Puslitbang

Hortikultura.

Hasil FGD, survey dan analisis

oleh Balitbangtan dipresentasikan

oleh para nara sumber antara lain:

Prof. Subarja memaparkan Hasil

pemetaan sumberdaya lahan dan

arahan pengembangan komoditas,

Dr. Buharman menyampaikan hasil

kajian sosial ekonomi masyarakat

Payo, sedangkan Dr. Idha Widi

Arsanti mempresentasikan grand

design dukungan inovasi teknologi

Balitbangtan dalam pengembang-

an agrowistata Payo. Puslitbang

Perkebunan berkontribusi dengan

menyiapkan inovasi teknologi

perkebunan mulai dari hulu sampai

hilir antara lain kopi, cengkeh,

tanaman rempah dan obat-obatan.

Jelfina C. Alouw, Puslitbangbun

PEDOMAN BAGI PENULIS

Pengertian : Warta merupakan in-

formasi teknologi, prospek komo-

ditas yang dirangkum dari sejumlah

hasil penelitian yang telah diter-

bitkan.

Bahasa : Warta memuat tulisan

dalam Bahasa Indonesia.

Struktur : Naskah disusun dalam

urutan : judul tulisan (15 kata),

Ringkasan, pendahuluan, topik-topik

yang dibahas, penutup dan saran,

serta daftar pustaka maksimal 5 serta

nama penulis dengan alamat ins-

tansinya.

Bentuk Naskah : Naskah diketik di

kertas A4 pada satu permukaan saja,

dua spasi huruf Times New Roman-

ce ukuran 12 pt dengan jarak 1,5

spasi. Tepi kiri kanan tulisan dise-

diakan ruang kosong minimal 3,5

cm dari tepi kertas. Panjang naskah

sebaiknya tidak melebihi 15 halam-

an termasuk tabel dan gambar.

Judul Naskah : Judul tulisan me-

rupakan ungkapan yang menggam-

barkan fokus masalah yang dibahas

dalam tulisan tersebut.

Pendahuluan : Berisi poin-poin

penting dari isi naskah, suatu peng-

antar atau paparan tentang latar

belakang topik, ruang lingkup ba-

hasan dan tujuan tulisan. Jika diper-

lukan disajikan pengertian-penger-

tian dan cakupan bahasan.

Topik bahasan : Informasi tentang

topik yang dibahas disusun dengan

urutan logika secara sistematis.

Penutup dan Saran : Berisi inti sari

pembahasan himbauan atau saran

tergantung dari materi bahasan.

DUKUKNGAN INOVASI TEKNOLOGI BALITBAGNTAN DALAM

PENGEMBANGAN KAWASAN AGROWISATA KOTA SOLOK

W BERITA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN

Page 33: ISSN 0853 - 8204 W A R T Aperkebunan.litbang.pertanian.go.id/dbasebun/asset_dbase... · 2018. 5. 24. · pada Tinospora spp. Cendawan ini telah ditemukan pada tanaman antawali di

Pengaruh tanaman sela terhadap lilit batang tanaman karet

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 23 Nomor 3, Desember 2017

33