ISOLASI SENYAWA DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI …
Transcript of ISOLASI SENYAWA DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI …
ISOLASI SENYAWA DAN UJI AKTIVITAS
ANTIOKSIDAN DARI FRAKSI ETIL ASETAT BIJI KOPI ROBUSTA (Coffea canephora) DENGAN METODE
DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil)
S K R I P S I
INTAN MAGHFIRA ARIJAL
F1C117001
PROGRAM STUDI KIMA
JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI 2021
i
SURAT PERNYATAAN
ii
RINGKASAN
Antioksidan berperan menyingkirkan radikal bebas melalui reaksi dan
menghambat terjadinya reaksi oksidasi lain. Antioksidan yang banyak
digunakan adalah antioksidan sintetik, ditambah dengan pemanfaatan bahan
alami sebagai antioksidan. Salah satu bahan alami sebagai antioksidan yaitu
berasal dari kopi. Pada penelitian ini biji kopi robusta (Caffea canephora)
dilakukan roasting menggunakan suhu 200ºC dan digrinder. Kemudian
dilakukan maserasi dengan menggunakan pelarut metanol selama 48 jam.
Ekstrak yang diperoleh dipekatkan dan dipatkan crude metanol. Kemudian
dilakukan partisi cair-cair menggunakan tiga pelarut yaitu n-heksan, etil asetat
dan metanol. Selanjutnya masing-masing fraksi diuji skrining fitokimia dan uji
aktivitas antioksidan dengan penampak bercak DPPH. Sehingga diperoleh fraksi
teraktif untuk selanjutnya dilakukan proses pemisahan dan pemurnian
senyawa. Isolate yang didapatkan kemudian dikarakterisasi menggunakan
spektrofotometer UV-Vis dan FT-IR. Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan
dengan penangkapan radikal DPPH dan kontrol positif digunakan vitamin C
(asam askorbat). Golongan senyawa yang terdapat pada fraksi etil asetat yaitu
flavonoid, tannin,dan alkaloid. Sedangkan pada isolat murni F2.2 mengandung
senyawa golongan alkaloid. Ekstrak n-heksan memiliki nilai IC50 sebesar 152,55
ppm. Ekstrak etil asetat memiliki nilai IC50 82,12 ppm dan ekstrak metanol
memiliki nilai IC50 84,64 ppm. Senyawa yang berhasil diisolasi dari fraksi etil
asetat biji kopi robusta pada F2.2 memiliki nilai IC50 sebesar 21,63 ppm.
Sedangkan pada control positif vitamin C (asam askorbat) mmiliki nilai IC50
sebesar 32,301 ppm sehingga dapat disimpulkan bahwa senyawa dari golongan
alkaloid tersebut memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat.
iii
SUMMARY
Antioxidants may act to inhibit free radicals through reactions and the
occurrence other oxidation reactions. Antioxidants widely used synthetic
antioxidants, coupled with the use of natural ingredients as antioxidants. One of
the natural ingredients as antioxidants comes from coffee. In this study, robusta
coffee beans (Caffea canephora) were roasted using temperature of 200ºC and
grinded. Then maceration was carried out using methanol for 48 hours. The
extract obtained was concentrated and crude methanol was extracted. Then the
liquid-liiquid partition was carried out using three solvents, namely n-hexane,
ethyl acetate and methanol. Furthermore, each fraction was tested for
phytochemical screening and antioxidant activity test with DPPH spots. The
most active fraction is obtained for further separation and purification of the
compound. The obtained isolates were then characterized using UV-Vis and FT-
IR spectrophotometers. Antioxidant activity testing was carried out by
scavenging DPPH radicals and positive control using vitamin C (ascorbic acid).
Group compounds contained in the ethyl acetate fraction are flavonoids,
tannins, and alkaloids. While the pure isolate F2.2 contains compounds of the
alkaloid group. The n-hexane extract has an IC50 value of 152.55 ppm. The ethyl
acetate extract had an IC50 value of 82.12 ppm and the methanol extract had a
IC50 value of 84.64 ppm. The compound that was isolated from the ethyl acetate
fraction of robusta coffee beans at F2.2 had an IC50 value of 21.63 ppm. While
the positive control vitamin C (ascorbic acid) has an IC50 value of 32,301 ppm so
it can be said that the compounds from the alkaloid group have very strong
antioxidant activity.
iv
HALAMAN JUDUL ISOLASI SENYAWA DAN UJI AKTIVITAS
ANTIOKSIDAN DARI FRAKSI ETIL ASETAT BIJI KOPI ROBUSTA (Coffea canephora) DENGAN METODE
DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil)
S K R I P S I
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana pada
Program Studi Kimia
INTAN MAGHFIRA ARIJAL F1C117001
PROGRAM STUDI KIMIA JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI 2021
v
HALAMAN PENGESAHAN
vi
RIWAYAT HIDUP
Intan Maghfira Arijal, dilahirkan di Batusangkar pada
tanggal 26 Februari 1999 dari Ayah yang bernama Arijal dan
Ibu Zafni Zainal sebagai putri pertama dari dua bersaudara.
Pendidikan yang telah ditempuh oleh penulis yaitu SD
Negeri 01 Pangian dan lulus pada tahun 2011. Kemudian
melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Lintau Buo dan
lulus pada tahun 2014. Selanjutnya penulis melanjutkan
sekolah menengah atas di SMA Negeri 2 Lintau Buo dan lulus pada tahun 2017.
Pada tahun 2017 penulis melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi negeri
yaitu di Universitas Jambi, Fakultas Sains dan Teknologi, Jurusan Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Program studi Strata-1 Kimia melalui jalur
SBMPTN. Penulis aktif mengikuti kegiatan seminar-seminar baik ditingkat
jurusan, regional maupun Universitas. Penulis juga dipercaya menjadi asisten
laboratorium kimia dasar dan kimia organik I. Selama masa studi di perguruan
tinggi, penulis aktif di organisasi HIMKI (Himpunan Mahasiswa Kimia) periode
2017-2018 dan 2018-2019. Penulis mengikuti Kegiatan Magang di UPTD
Laboratorium Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Batang Hari
selama kurang lebih 2 bulan. Kemudian penulis melakukan penelitian dengan
judul “ISOLASI SENYAWA DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI FRAKSI
ETIL ASETAT BIJI KOPI ROBUSTA (Coffea canephora) DENGAN METODE DPPH
(2,2-difenil-1-pikrilhidrazil)”.
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi dengan judul
“ISOLASI SENYAWA DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI FRAKSI ETIL
ASETAT BIJI KOPI ROBUSTA (Coffea canephora) DENGAN METODE DPPH
(2,2-difenil-1-pikrilhidrazil)” dapat terselesaikan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Jambi.
Penyusunan skripsi ini tentu saja tidak terlepas dari peran serta berbagai pihak
yang telah memberikan banyak bantuan baik secara materil dan spiritual serta
secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, karena Rahmat-Nya penulis bisa menyelesaikan
Tugas Akhir hingga selesai.
2. Prof. Damris, M, M.Sc., Ph.D selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Jambi yang telah memberikan fasilitas dalam menyelesaikan
tugas akhir.
3. Dr. Tedjo Sukmono., S.Si., M.Si selaku Wakil Dekan bidang Akademik,
Kerjasama dan Sistem Informasi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Jambi yang telah memberikan izin dalam melakukan penelitian tugas akhir.
4. Heriyanti, S.T., M.Sc., M.Eng. Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Jambi, telah memberikan izin dalam melakukan
penelitian tugas akhir.
5. Prof. Drs. H. Sutrisno, M.Sc., Ph.D. selaku pembimbing utama dan Ibu
Ratih Dyah Puspitasari, S.Si., M.Si. selaku dosen pembimbing pendamping
yang telah meluangkan banyak waktu maupun tenaga serta memberikan
arahan, nasihat, saran, bantuan dan kerelaan hati dalam membimbing
penulis selama melakukan penelitian sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
6. Tim penguji skripsi Prof. Dr. rer. nat. Muhaimin, S.Pd., M.Si. Bapak Drs.
Nelson, M.Si. dan ibu Rahmi, S.Pd., M.Si. yang telah memberikan masukan
dan kritikan kepada penulis untuk kemajuan dan perbaikan penulis
sendiri.
7. Bapak dan Ibu dosen di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi
yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama perkuliahan.
8. Yang tercinta dan tersayang kedua orang tua serta Nilam selaku adik yang
sepenuhnya memberikan dukungan, doa, serta semangat kepada penulis.
viii
9. Kyuhyun, Yesung, Ten, Taeyong, Jaehyun, Luffy, Sanji, dan Zoro yang telah
menjadi motivasi penulis selama bersekolah hingga menyelesaikan kuliah.
10. Mutual dari fandom ELF dan NCTzen yang telah memberikan dorongan,
semangat, dan doa kepada penulis.
11. Tim Kopi Riris, Novi, Laras, Shara, dan Jihan. Terimakasih telah menjadi
partner selama menyelesaikan penelitian di Laboratorium Tugas Akhir.
12. Ulfa, Gita, Kiki, Devi, Ida, Wawan, dan Ardi yang telah menemani penulis
dari awal masuk ke prodi Kimia hingga sekarang.
13. Teman Seperjuangan Kimia 2017 dan Keluarga Besar Kimia Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Jambi.
Semoga Allah SWT membalas budi baik yang tulus dan ikhlas kepada
semua pihak yang bersangkutan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun untuk melengkapi kekurangan yang ada pada skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Jambi, September 2021
Penulis
ix
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN ........................................................................................... i
RINGKASAN ......................................................................................................... ii
SUMMARY .......................................................................................................... iii
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... v
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................. vi
PRAKATA ........................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xiii
I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah ......................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 5
2.1 Kopi Robusta (Coffea canephora) ................................................................ 5
2.2 Kandungan Senyawa Kimia Biji kopi Robusta ........................................... 5
2.3 Antioksidan dan Radikal Bebas ................................................................. 7
2.4 Ekstraksi dan Isolasi Senyawa Organik ..................................................... 9
2.5 Identifikasi Senyawa Organik ................................................................... 11
III. METODELOGI PENELITIAN ......................................................................... 13
3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................... 13
3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian ............................................................... 13
3.3 Prosedur Kerja ......................................................................................... 13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 19
4.1 Preparasi dan Ekstraksi Sampel Penelitian .............................................. 19
4.2 Penapisan Fitokimia (Screening Fitokimia) ............................................... 21
4.3 Isolasi senyawa Fraksi Etil Asetat Biji Kopi Robusta (Caffea canephora) . 26
4.4 Isolasi dan Pemurnian ............................................................................. 28
4.5 Karakterisasi Senyawa Hasil Isolasi ......................................................... 31
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 37
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 37
5.2 Saran ....................................................................................................... 37
x
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 38
LAMPIRAN ......................................................................................................... 43
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Banyaknya Ekstrak dan %rendemen Hasil Maserasi .................................... 21
2. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak metanol biji kopi robusta (Coffea canephora)
............................................................................................................. 21
3. Hasil rendemen fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol .......... 22
4. Hasil Skrining Fitokimia Fraksi n-heksan, Etil Asetat dan Fraksi Metanol ... 23
5. Pengelompokkan Fraksi Hasil KVC Fraksi Etil Asetat Biji Kopi Robusta
(Caffea canephora) ............................................................................... 27
6. Pengelompokkan Fraksi Hasil KKG (F2) Etil Asetat Biji Kopi Robusta (Caffea
canephora)............................................................................................ 29
7. Hasil Skrining Fitokimia Isolat F2.2 .............................................................. 30
8. Data pembanding serapan FTIR senyawa F2.2 .............................................. 34
9. Hasil Uji Aktivitas antioksidan ekstrak, fraksi, dan isolat Biji Kopi Robusta
(Coffea canephora) menggunakan metode DPPH .................................. 34
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktur Kafein (Spiller dalam Wachamo, 2017). ............................................ 6
2. Struktur asam klorogenat (Sukohar et al., 2011) ............................................ 7
3. Mekanisme Penghambatan DPPH (Molyneux, 2004)........................................ 8
4. Reaksi Uji Dragendorff (Marliana et al., 2005) ............................................... 23
5. Mekanisme reaksi flavonoid (Varghese et al., 2010)....................................... 24
6. Reaksi saponin .............................................................................................. 24
7. Reaksi tannin dengan FeCl3 .......................................................................... 25
8. Uji antioksidan menggunakan penampak noda DPPH .................................. 26
9. Pemurnian sampel dengan kromatografi vakum cair .................................... 27
10. Pola noda hasil KLT dari KVC faksi etil asetat ............................................. 27
11. Hasil uji kualitatif fraksi etil asetat (F3,F2,F1) menggunakan penampak
bercak DPPH ............................................................................................... 28
12. kromatografi kolom gravitasi (KKG) ............................................................ 28
13. Pola noda KLT subfraksi gabungan KKG ..................................................... 29
14. Uji aktivitas antioksidan F2.2 menggunakan DPPH .................................... 30
15. Hasil uji kemurnian KLT dengan 3 eluen berbeda (a) n-heksan:etil (1:9), (b)
dcm:etil (2:8), dan (c) aseton:etil (1:9) ......................................................... 31
16. Spektrum UV-Vis F2.2 ................................................................................. 31
17. Spektrum UV Vis (Bhawani et al., 2015)...................................................... 32
18. Spektrum IR F2.2 ........................................................................................ 33
19. Spektrum FTIR kafein (Kwasniewska et al., 2021) ....................................... 33
20. Isolat murni F2.2 ......................................................................................... 36
21. Struktur kafein (Spiller dalam Wachamo, 2017) .......................................... 36
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Skema Penelitian ........................................................................................... 43
2. Roasting dan Grinding ................................................................................... 44
3. Ekstraksi dan Isolasi ..................................................................................... 45
4. Uji aktivitas antioksidan ................................................................................ 49
5. Analisa Data dan Perhitungan ....................................................................... 50
6. Dokumentasi ................................................................................................. 54
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Provinsi Jambi merupakan salah satu daerah penghasil kopi terbesar di
Indonesia. Total luas areal kebun kopi di Provinsi Jambi pada tahun 2018
tercatat yaitu sebesar 27.274 Ha sedangkan pada tahun 2019 bertambah
menjadi 28.096 Ha, dengan jumlah produksi 16.588 Ton (BPS Provinsi Jambi,
2020). Produktivitas dalam menghasilkan Kopi/Ha Provinsi Jambi mencapai
997 Kg/Ha termasuk tertinggi ke 4 (empat) di Indonesia dengan produksi kopi
yang stabil dari tahun ke tahun (Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, 2019).
Kopi (Coffea sp) merupakan salah satu minuman yang diproduksi dan
dikonsumsi terbesar kedua di dunia. Kopi memiliki citarasa dan aroma yang
khas dibandingkan dengan minuman lainnya (Farhaty dan Muchtaridi, 2012).
Kopi Robusta (Coffea canephora) mulai diperkenalkan di Indonesia Tahun 1900
sebagai pengganti kopi Arabika (Coffea arabica) yang hancur akibat serangan
karat daun. Keunggulan kopi Robusta terletak pada kemampuannya yang lebih
tahan terhadap organisme pengganggu tanaman sehingga dianggap sebagai
alternatif pengganti yang tepat (Rukmana, 2014).
Kopi mempunyai banyak kandungan yang berguna untuk tubuh, salah
satunya kafein yang berguna dalam penekanan pertumbuhan sel kanker. Kafein
juga berfungsi dalam menurunkan risiko diabetes melitus tipe 2 yaitu dengan
cara menjaga sensibilitas tubuh terhadap insulin, penyakit Parkinson, dan juga
Alzheimer (Olivia, 2014). Serbuk kopi robusta (Coffea canephora) memiliki efek
untuk mempercepat penyembuhan luka insisi (Artho et al, 2015). Selain itu
kandungan senyawa bioaktif pada biji kopi robusta (Coffea canephora)
digunakan sebagai bahan obat-obatan meliputi antioksidan, antivirus,
antijamur, antiinflamasi, dan antibakteri (Amiliyah et al., 2015).
Antioksidan sangat bermanfaat untuk kesehatan. Antioksidan
merupakan senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat
memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa mengganggu
fungsinya dan dapat memutuskan reaksi berantai dari radikal bebas. Setiap
radikal bebas mempunyai elektron yang tidak berpasangan di permukaan kulit
luarnya, sehingga radikal bebas berusaha menarik elektron dari jaringan-
jaringan yang ada di dalam tubuh yang disusun oleh sel-sel.
Di dalam kopi terdapat senyawa volatil dan non-volatil yang
mempengaruhi aroma dan mutu kopi. Di dalam kopi terkandung senyawa
kafein yang merupakan alkaloid dan asam klorogenat yang merupakan
golongan senyawa polifenol yang memiliki aktivitas antioksidan dan kandungan
2
polifenol kopi robusta lebih tinggi dibandingkan kopi arabika (Coffea arabica)
ataupun tanaman lain (Johnston et al., 2003). Kandungan polifenol pada kopi
berkisar 200-550 mg dalam bentuk asam klorogenat (Yusmarini, 2011).
Menurut penelitian sebelumnya, tumbuh-tumbuhan dengan kadar fenol
tinggi memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi pula, hal ini dikarenakan
sebagian besar senyawa-senyawa antioksidan merupakan senyawa turunan
fenol (Kristiningrum dan Cahyani, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh
Ferrazzano et al (2009), menyatakan bahwa kopi mengandung turunan dari
asam hidroksinamis diantaranya kafein, klorogenik, kumarin, ferulin, asam
sinapik, flavonoid, dan polifenol. Selain itu dalam penelitian Sukohar et al
(2011), kafein dan asam klorogenat merupakan isolat kopi yang bersifat
sitotoksik dan mengandung antioksidan yang tinggi.
Menurut Iglesias et al (2016), Uji DPPH dianggap lebih sensitif untuk
penentuan aktivitas antioksidan senyawa yang bersifat kurang polar. Menurut
Karadag (2009) dalam Wulansari (2018), metode DPPH memiliki kelebihan yaitu
metode analisisnya yang sifatnya lebih sederhana, cepat, mudah diamati, dan
lebih sensitif terhadap sampel dengan konsentrasi yang relatif kecil sehingga
hasil yang diperoleh lebih akurat (Wahdaningsih et al., 2013).
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Muzdalifa dan Jamal (2019),
diperoleh data yang menunjukkan bahwa fraksi etil asetat memiliki aktivitas
antioksidan yang lebih baik dari ekstrak fraksi n-heksan dan ekstrak fraksi air.
Aktivitas antioksidan berasal dari senyawa yang terdapat pada fraksi dari kulit
biji kopi robusta, diantaranya diketahui positif berdasarkan uji fitokimia adalah
flavonoid, fenolik, alkaloid, saponin, tannin dan terpenoid. Pada penelitian
Qurrotul (2016), dilakukan uji aktivitas antioksidan pada bagian daun kopi
robusta. Uji dilakukan pada fraksi etil asetat dan fraksi etanol ekstrak etanolik.
Didapatkan hasil bahwa pada fraksi etil asetat dan fraksi etanol ekstrak
etanolik memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat dengan nilai IC50 fraksi
etil asetat sebesar 1,53 ppm dan fraksi etanol ekstrak etanolik sebesar 1,92
ppm.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diperlukan isolasi
untuk memperoleh senyawa aktif sebagai antioksidan dari biji kopi robusta.
Oleh karena itu, pada penelitian ini penulis mengambil judul penelitian, “Isolasi
Senyawa dan Uji Aktivitas Antioksidan Dari Fraksi Etil Asetat Biji Kopi
Robusta (Coffea canephora) dengan Metode DPPH (2,2-difenil-1-
pikrilhidrazil)”. Isolasi dilakukan untuk memperoleh senyawa yang aktif
sebagai antioksidan dari biji kopi robusta (Coffea canephora) yang didasarkan
pada penelitian Sukohar et al (2011), dimana kafein dan asam klorogenat
3
merupakan isolat kopi yang mengandung antioksidan yang tinggi. Selain itu
pada penelitian ini akan digunakan biji kopi robusta (Coffea canephora) yang
telah diroasting yang membedakannya dari penelitian Muzdalifa dan Jamal
(2019), yang tidak diroasting untuk mengetahui bagaimana pengaruhnya
terhadap aktivitas antioksidan yang dihasilkan. Selain itu pemilihan fraksi etil
asetat dilakukan karena pada penelitian Muzdalifa dan Jamal (2019), fraksi etil
asetat memiliki kandungan antioksidan lebih kuat dibandingkan fraksi n-
heksana dan fraksi air.
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah
Radikal bebas memiliki efek yang dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan sel-sel dalam tubuh sehingga menimbulkan berbagai penyakit.
Sehingga dibutuhkan suatu senyawa yang dapat meredam radikal bebas
tersebut. Diketahui antioksidan memiliki kemampuan untuk meredam radikal
bebas (Muzdalifa dan Jamal, 2019). Antioksidan berperan menyingkirkan
radikal bebas melalui reaksi dan menghambat terjadinya reaksi oksidasi lain.
Antioksidan yang banyak digunakan adalah antioksidan sintetik, ditambah
dengan pemanfaatan bahan alami sebagai antioksidan. Salah satu bahan alami
sebagai antioksidan yaitu berasal dari kopi. Tumbuhan merupakan sumber
antioksidan alami yang tersebar pada bagian tumbuhan baik pada kayu, biji,
daun, buah, akar, bunga, maupun serbuk sari. Salah satu tumbuhan yang
berpotensi sebagai sumber antioksidan adalah biji kopi robusta (Caffea
canephora) yang telah mengalami proses roasting. Oleh karena itu, dari
identifikasi masalah di atas maka dirumuskan permasalahan yang menjadi
pokok penelitian ini antara lain:
1. Golongan senyawa apa yang terkandung dalam fraksi etil asetat biji kopi
robusta (Coffea canephora) yang diroasting?
2. Apakah fraksi etil asetat dan senyawa kimia yang berhasil diisolasi dari
biji kopi robusta (Coffea canephora) roasting memiliki kemampuan
sebagai antioksidan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis golongan senyawa yang terkandung dalam fraksi etil asetat
biji kopi robusta (Coffea canephora) yang telah diroasting
2. Membandingkan aktivitas antioksidan dari senyawa kimia yang berhasil
diisolasi dari fraksi etil asetat biji kopi robusta (Coffea canephora)
roasting dengan vitamin C (asam askorbat).
4
1.4 Manfaat Penelitian
1. Mendapatkan senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan dari biji kopi
robusta (Coffea canephora) yang diroasting
2. Mengetahui tingkat aktivitas antioksidan dari biji kopi robusta (Coffea
canephora) yang diroasting
3. Memberikan informasi mengenai senyawa-senyawa metabolit sekunder
yang terkandung pada biji kopi robusta (Coffea canephora) yang
diroasting
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kopi Robusta (Coffea canephora)
Kopi Robusta merupakan salah satu dari dua varietas utama Coffea
canephora dari spesies itu sendiri. Nama dari kopi ini sering digunakan yang
merujuk pada spesies. Menurut Soesanto, L. (2020), kopi Robusta menyumbang
hampir 30% dari produksi kopi komersial. Umumnya kopi Robusta ditanam di
Asia Tenggara dan Afrika Barat. Kopi Robusta memiliki rasa yang sedikit lebih
pahit dari kopi Arabika. Tanaman kopi Robusta menghasilkan biji kopi yang
lebih banyak dari kopi Arabika.
Kopi robusta memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh manusia,
diantaranya yaitu dapat merangsang pernapasan, membantu pencernaan
makanan di dalam tubuh, menurunkan sirkulasi darah di otak, menenangkan
perasaan mental yang berkepanjangan dan badan yang letih, sebagai obat
penolong diare, serta pencegah muntah sesudah operasi (Suwanto dan
Oktavianty, 2010). Selain itu bubuk dari kopi robusta bermanfaat sebagai terapi
untuk mempercepat penyembuhan luka (Yuwono, 2014).
Menurut Rahardjo (2012), klasifikasi tanaman kopi robusta adalah
sebagai berikut:
Kigdom : Plantae
Subkigdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Coffea
Spesies : Coffea canephora
2.2 Kandungan Senyawa Kimia Biji kopi Robusta
Seyawa-senyawa kimia pada biji kopi dapat dibedakan atas senyawa
volatil dan non volatil. Senyawa volatil merupakan senyawa metabolit sekunder
yang memiliki sifat mudah menguap. Beberapa kelompok senyawanya antara
lain derivatif asam lemak, terpenoid fenol dan sebagainya. Sedangkan senyawa
non volatil yang berpengaruh terhadap mutu kopi antara lain kafein, asam
klorogenat, hidrokarbon alifatik, asam, alkohol, tiol, furan, piro, piridin, quinon,
fenol (asam alifatik) dan amin aromatik (Ramanaviciene et al., 2003). Hasil
skrining fitokimia yang dilakukan oleh Pratita (2017), diketahui bahwa
6
simplisia kopi Robusta mengandung golongan senyawa flavonoid, saponin,
fenol, tanin, dan kuinon.
Hasil penelitian Spiller dalam Wachamo (2017), menyebutkan bahwa
kopi mengandung sedikit nutrisi, tetapi mengandung lebih dari ribuan bahan
kimia alami seperti karbohidrat, lipid, senyawa nitrogen, vitamin, mineral,
alkaloid dan senyawa fenolik. Beberapa di antaranya berpotensi menyehatkan
dan beberapa yang lain berpotensi bahaya. Salah satu senyawa alkaloid yang
berpotensi berbahaya untuk kesehatan adalah kafein.
N
NO
CH3
CH3
O
N
N
CH3
Gambar 1. Struktur Kafein (Spiller dalam Wachamo, 2017).
Komposisi kimia dari biji kopi dapat bergantung pada spesies dan
varietas dari kopi tersebut serta faktor-faktor lain yang berpengaruh
diantaranya yaitu lingkungan tempat tumbuh, tingkat kematangan, dan kondisi
penyimpanan. Proses pengolahan juga dapat mempengaruhi komposisi kimia
dari kopi. Seperti penyangraian yang dapat mengubah komponen labil pada
kopi sehingga membentuk komponen yang kompleks (Panggabean, 2011).
Kopi memiliki banyak kandungan senyawa kimia di dalamnya. Salah
satu kandungan senyawa kimia tersebut adalah asam klorogenat. Asam
klorogenat diketahui memiliki banyak manfaat untuk menghasilkan efek
farmakologi yang berkhasiat (Farhaty dan Muchtaridi, 2012). Asam yang
dominan pada biji kopi adalah asam klorogenat yaitu sekitar 8% atau 4,5%
pada kopi sangrai. Selama penyangraian sebagian besar asam klorogenat
menjadi asam kafeat dan asam kuinat (Yusianto, 2014).
Biji Kopi hijau Robusta paling banyak mengandung asam klorogenat
dibandingkan dengan biji kopi lainnya. Nilai kandungan asam klorogenat pada
biji kopi robusta mencapai 6.1-11.3 mg per gram biji kopi. Namun, perbedaan
kandungan asam klorogenat tidak hanya didasarkan pada jenis saja, adanya
beberapa faktor seperti pemanasan atau penyangraian biji kopi hijau atau
disebut juga roasted coffee. Selama proses pemanggangan atau penyangraian
kopi terjadi perubahan secara fisik ataupun kimia, begitupun dengan
kandungan didalam biji kopi (Farah, 2012).
7
OH
OH
O
O
OH
HO
HO
O
Gambar 2. Struktur asam klorogenat (Sukohar et al., 2011)
2.3 Antioksidan dan Radikal Bebas
Antioksidan merupakan zat yang mampu melindungi tubuh dari
serangan radikal bebas yang mampu merusak struktur membran sel.
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron atau reduktan. Senyawa ini
memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya
reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga
merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat
radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif, sehingga kerusakan sel akan
terhambat (Winarsi, 2007).
Antioksidan diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu antioksidan
pencegah dan antioksidan pemutus rantai. Antioksidan pencegah bekerja
dengan menghambat pembentukan reactive oxygen species (ROS), seperti enzim
katalase, peroksidase, superoksida dismutase, dan transferin. Antioksidan
pemutus rantai merupakan senyawa yang menangkap radikal oksigen
kemudian memutus rangkaian rantai reaksi radikal, contohnya vitamin C,
vitamin E, asam urat, bilirubin, polifenol, dan sebagainya (Putri et al., 2019).
Menurut Winarsi (2007), antioksidan dapat dibedakan menjadi tiga
macam berdasarkan fungsinya, yaitu:
a. Antioksidan primer, berfungsi untuk menegah terbentuknya radikal bebas
baru. Sifatnya yang mudah untuk memutus reaksi berantai sehingga dapat
bereaksi dengan radikal-radikal lipid dan mengubahnya menjadi produk
yang lebih stabil.
b. Antioksidan sekunder, bekerja dengan cara mengkelat logam yang bertindak
sebagai pro-okisidan yang menangkap radikal dan mencegah terjadinya
reaksi berantai.
c. Antioksidan tersier, berfungsi untuk memperbaiki kerusakan biomolekul
yang disebabkan oleh radikal bebas.
Senyawa alkaloid memiliki kemampuan untuk menghentikan reaksi
radikal bebas diantaranya yaitu quinolone. Kafein dapat bertindak sebagai
8
peredam radikal hidroksil, sedangkan melatonin dapat menjaga sel dari
pengaruh radiasi (Yuhernita,2011).
Penentuan aktivitas antioksidan dilakukan dengan penangkapan radikal
(radical scavenging) terhadap radikal DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil).
Menurut Iglesias et al (2016), Uji DPPH dianggap lebih sensitif untuk penentuan
aktivitas antioksidan senyawa yang bersifat kurang polar. Metode penangkapan
radikal DPPH ini merupakan metode kuantitatif. Prinsip dari metode ini
didasarkan pada kemampuan suatu senyawa uji untuk menangkap radikal dan
mengurangi intensitas warna radikal DPPH yang berwarna ungu menjadi
berwarna kuning yang diukur oleh spektrofotometer pada panjang gelombang
515 nm. Radikal DPPH bersifat stabil dan memiliki panjang gelombang
maksimum antara 515-520 nm (Prior et al., 2005).
Konsentrasi ekstrak berbanding lurus dengan aktivitas penangkapan
radikal DPPH. Semakin besar konsentrasi senyawa antioksidan maka aktivitas
penangkapan radikal DPPH semakin besar. Senyawa antioksidan mampu
mereduksi radikal DPPH sehingga menyebabkan penurunan absorbansi DPPH
yang ditandai dengan perubahan warna ungu menjadi kuning. Persamaan
regresi linier antara hubungan konsentrasi senyawa antioksidan dan persen
penangkapan radikal DPPH dapat digunakan untuk menentukan nilai IC50
senyawa antioksidan (Isnindar et al., 2017).
Berikut merupakan mekanisme reaksi DPPH menurut Molyneux (2004)
dapat dilihat pada Gambar 3.
N
N
O2N NO2
NO2
+ RH
N
NH
O2N NO2
NO2
+ R
Gambar 3. Mekanisme Penghambatan DPPH (Molyneux, 2004).
9
2.4 Ekstraksi dan Isolasi Senyawa Organik
Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses penarikan atau pemisahan komponen atau
zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu. Proses
ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan komponen-komponen bioaktif suatu
bahan (Harborne, 1987). Sedangkan ekstrak adalah hasil dari proses ekstraksi.
Ekstrak dapat berupa sediaan kering, kental atau cair dan dibuat dengan
menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai diluar
pengaruh cahaya matahari langsung (Tiwari et al., 2011).
Ada bermacam-macam jenis metode ekstraksi yaitu: konvensional dan
metode ekstraksi modern. Metode ekstraksi konvensional meliputi maserasi,
detoks, soxhlet, refluks, perkolasi, dan infusi. Metode ekstraksi modern meliputi
ekstraksi gelombang mikro, ekstraksi tekanan tinggi, superkritis ekstraksi
cairan, ekstraksi sonikasi, ekstraksi enzimatis dan ekstraksi hidrotropi (Hanani,
2015). Menurut Handa et al (2008), terdapat beberapa metode ektraksi yaitu
sebagai berikut.
a. Maserasi
Merupakan teknik perendaman dimana zat yang sudah diperhalus (di dalam
partikel yang lebih kecil) direndam menggunakan pelarut seperti methanol
dengan beberapa kali diaduk atau dikocok pada suhu ruangan namun
terdapat kekurangan pada metode ini yaitu tidak semua senyawa bahan aktif
dapat terekstraksi
b. Perkolasi
Merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mengekstrak
senyawa yang berupa cairan. Pada metode ini digunakan larutan untuk
merendam seluruh bahan hingga bahan aktif tertarik. Ciri khas dari metode
perkolasi yaitu menggunakan pelarut yang selalu baru dan dilakukan pada
suhu kamar
c. Infusi
Metode ini dilakuan dengan cara merendam sampel dengan air dingin atau
air panas dalam waku singkat
d. Digesti
Merupakan bentuk dari maserasi dengan cara dipanaskan selama proses
ekstraksi
e. Dekoktasi
Metode ini menggunakan cara perebusan material menggunakan air pada
volume tertentu dan waktu yang telah ditetapkan dan selanjutnya
didinginkan dan disaring
10
Pada prakteknya terdapat beberapa jenis kromatografi yang disebut real
kromatografi. Menurut Leba (2017), jenis kromatograf tersebut sebagai berikut.
1. Kromatografi kertas (Paper chromatography)
2. Kromatografi lapis tipis (Thin layer chromatography)
3. Kromatografi kolom (Colomn chromatography)
4. Kromatografi gas (Gass chromatography)
5. Kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC)
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu metode analisa kualitatif
dari suatu sampel dengan memisahkan komponen senyawa pada sampel
berdasarkan perbedaan kepolarannya. Semakin dekat kepolaran antara sampel
dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fasa gerak tesebut. Uji
kromatografi lapis tipis dilakukan dengan proses elusidasi dan menghitung nilai
Rf (retention factory). Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan cara
diuapkan di atas penangas air sampai diperoleh ekstrak kental, ekstrak
ditimbang untuk mengetahui banyaknya ekstrak yang didapat, selanjutnya
dihitung nilai rendemen dari masing-masing ekstrak. Pemilihan pelarut akan
mempengaruhi hasil kandungan senyawa yang terekstraksi. Pemilihan pelarut
untuk ekstraksi dilakukan berdasarkan kepolaran zat, dimana zat yang non
polar akan larut dalam pelarut non polar sedangkan zat yang polar akan larut
dalam pelarut polar (Fatoni, 2015).
Kromatografi kolom konvensional merupakan metode kromatografi klasik
yang masih digunakan hingga saat ini untuk pemisahan dan pemurnian.
Pemisahan dengan metode ini didasarkan pada mekanisme adsorpsi dan partisi,
dimana melibatan ikatan hidrogen, gaya van der waal, gaya dipol-dipol,
interaksi ionik dan filtrasi antara senyawa dalam campuran dengan fasa
diamnya. Umumnya senyawa yang dapat berinteraksi dengan fasa diam akan
teretensi sedangkan senyawa yang tidak dapat berinteraksi dengan fasa diam
akan bergerak mengikuti pelarut dan terelusi lebih dulu. Hasil pemisahan
kemudian disebut sebagai fraksi. Penggunaan metode ini dengan cara
memasukan campuran pada bagian ujung atas kolom sehingga fasa gerak dapat
mengalir melalui fasa diam. Peristiwa ini hanya dipengaruhi oleh gaya gravitasi
(Leba, 2017).
Menurut Leba (2017), terdapat dua jenis metode dari kromatografi kolom
yaitu metode kering dan metode basah
1. Metode kering
Pada metode ini dilakukan dengan cara melapisi ujung bawah kolom dengan
kapas setelahnya masukkan serbuk silika gel secara perlahan ke dalam
11
kolom dengan ditekan hingga padat. Kemudian lapisi bagian atas selika
dengan kertas saring. Kolom siap digunakan
2. Metode basah
Pada metode ini dilakuan dengan cara silika gel dijenuhkan menggunakan
fasa gerak. Selanjutnya suspensi dialirkan melalui dinding kolom secara
perlahan. Pelarut pengelusi dialirkan hingga silika gel padat. Pelarut
kemudian dibiarkan mengalir hingga batas adsorben. Kolom siap untuk
digunakan. Pada metode ini kedua ujung kolom harus dilapisi dengan kapas
sebelum dan setelah pengemasan kolom.
Partisi merupakan suatu peristiwa yang melibatkan kesetimbangan
distribusi senyawa dalam fasa yang berbeda sehingga diperoleh suatu koefisien
yang spesifik yang berkaitan dengan proses distribusi tersebut. Partisi
bergantung pada daya larut solute terhadap pelarut yang dipengaruhi oleh berat
molekul. Umumnya kedua fasa sukar diatur polaritasnya secara konstan
karena baik fasa diam maupun fasa geraknya merupakan zat cair. Selain itu
pemisahan ini digunakan untuk memisahkan senyawa polar atau larut dalam
pelarut polar. Pemisahan menggunakan partisi umumnya bersifat kualitatif
(Rubiyanto, 2017).
2.5 Identifikasi Senyawa Organik
Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis
yang digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara
kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan
cahaya. Prinsip kerja Spektrofotometer UV-Vis yaitu apabila cahaya
monokromatik melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut
diserap, sebagian dipantulkan , dan sebagian lagi dipancarkan. Keuntungan
pemilihan metode ini karena memberikan metode sangat sederhana untuk
menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil (Yanlinastuti, 2016).
Spektrofotometer Infra Merah (IR)
Fourier Transform Infra Red Spectroscopy (FTIR) merupakan suatu
metode analisis yang didasarkan pada vibrasi atom-atom dalam suatu molekul
atau atom. Molekul akan mengarbsorpsi gelombang radiasi infra merah jika
molekul tersebut memiliki momen dipol listrik yang akan berubah selama
bervibrasi. Semakin besarnya momen dipol listrik yang dihasilan maka semakin
tajam pita absorpsi yang terbentuk. Molekul akan mengabsorpsi jika gelombang
radiasi inframerah memiliki frekuensi yang sama dengan vibrasi dari molekul.
12
Terdapat dua jenis instrument spektrofotometer IR, yaitu
spektrofotometer dispersif menggunakan monokromator berupa prisma dan
spektrofotometer fourier transform yang menggunakan interferogram. Saat ini
spektrofotometer yang paling banyak digunakan yaitu spektrofotometer FTIR.
Kelebihan dari spektrofotometer FTIR ini terletak pada sensitifitasnya yang
tinggi, waktu analisis yang cepat, akurat, dan reprodusibilitas frekuensi yang
baik, sehingga menghasilkan data yang dapat diterima, serta dilengkapi dengan
perangkat lunak kemometrika yang memungkinkan sebagai alat canggih untuk
analisis kualitatif dan kuantitatif (Sudjadi dan Rohman, 2018).
Cara kerja dari spektroskopi infra merah yaitu dengan memindai sampel
menggunakan sinar inframerah, yang kemudian menembus sampel dan
ditangap oleh detektor. Hasil pemindaian kemudian diolah dengan komputer
sehingga menyajikan spektrum sampel. FTIR menggunakan radiasi IR dari
sumber cahaya benda hitam yang meliputi seluruh spektrum IR. Spesifikasi
kimia dari FTIR berasal dari interaksi absorbsi dari sinar IR dengan mode
vibrasi dari molekul yang dideteksi. Informasi yang lengkap dari spektra IR
memungkinkan banyak terdeteksinya spesi kimia dalam sekali pengukuran.
FTIR dapat digunakan dalam tiga konfigurasi seperti transmisi, pantulan, dan
total pantulan lemah (Wibisono, 2017).
13
III. METODELOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di Laboratorium Instumentasi dan Tugas Akhir
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi. Penelitian ini dilakukan pada
bulan Desember 2020 sampai Mei 2021.
3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan untuk
proses ekstraksi yaitu botol maserasi, labu alas bulat, vaccum rotary evaporator
IKA RV 10. Kemudian peralatan untuk proses pemisahan senyawa organik yaitu
kolom kromatografi gravitasi (KKG), pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT),
chamber kromatografi, lampu UV, pinset, botol vial, lumpung alu. Peralatan
untuk uji fitokimia seperti pipet tetes dan plat tetes. Peralatan analitik seperti
neraca analitik, spektofotometer UV-Vis Hitachi UH-5300, dan spektrofotometer
FT-IR (Shimadzu 8400). Peralatan gelas (Iwaki pyrex) seperti gelas ukur, labu
ukur, gelas piala, erlenmeyer, batang pengaduk, serta peralatan lainnya seperti
alumunium foil, mistar, pensil, gunting, buku catatan dan kamera gawai.
Sampel penelitian yang digunakan adalah biji kopi Robusta (Coffea
canephora) yang diperoleh dari Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Bahan
kimia yang digunakan yaitu pelarut organik metanol, etil asetat, n-heksana,
H2SO4 2 N, pereaksi Dragendorff (merck KGaA), pereaksi Meyer, serbuk Mg
(sigma Aldrich), HCl 2 N, HCl pekat 37% (sigma aldrich), kloroform (CHCl3),
FeCl3 pereaksi Lieberman Burchad (asam asetat anhidrat dan asam sulfat
pekat), silika gel G60 (0,063-0,200 mm dan 0,040-0,063 mm). Serta sebagai
bahan untuk pengujian antioksidan yang digunakan adalah 2,2-difenil-1-
pikrilhidrazil (DPPH) (sigma aldrich), akuades, metanol p.a., dan asam askorbat
(vitamin C) sebagai senyawa antioksidan pembanding.
3.3 Prosedur Kerja
Pengambilan dan preparasi sampel penelitian
Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel yaitu biji kopi Robusta
di kawasan Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi.
Proses Roasting
Biji kopi diroasting pada suhu 200ºC. Proses roasting dilakukan di
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (Stiteknas) Jambi. Proses roasting
merupakan proses perpindahan panas yang kompleks, dimana biji kopi
mengalami penurunan berat secara konstan, peningkatan volume dan densitas,
warna, pH, flavor, dan aroma (Edzuan et al., 2015).
14
Pasang regulator gas ke tabung gas LPG dan pastikan mesin roasting
dan cooling bin terhubung ke sumber listrik. Nyalakan saklar sehingga drum
dapat berputar. Atur penunjuk pada katup gas pada posisi 7.5. nyalakan katup
api dan biarkan hingga suhu 200ºC. Jika telah mencapai suhu 200ºC
masukkan 1000 gram biji kopi melalui corong pada alat. Biji kopi yang masuk
akan diaduk dan dipanaskan secara bersamaan dalam tabung pengaduk. Saat
proses roasting berlangsung, biji kopi dapat dipantau melalui sendok yang
terdapat pada mesin. Selama proses roasting dicatat perubahan suhu dari menit
pertama hingga terakhir.
Setelah mendapatan warna biji kopi yang diinginan kemudian nyalakan
cooling bin dan tarik tuas pembuka mesin sehingga biji kopi masuk dalam
penampung dan proses pendinginan biji kopi dapat berlangsung. Jika proses
pendinginan selesai angkat pelat penutup cooling bin dan tampung biji kopi
menggunakan wadah. Matikan cooling bin dan tutup kembali pelat penutupnya.
Biji kopi kemudian ditimbang. Biarkan suhu mesin turun hingga suhu 50ºC
kemudian matikan mesin dengan menekan saklar listrik.
Proses Grinding Kopi
Biji kopi Robusta yang telah ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam
mesin grinding yang telah terpasang dengan listrik. Gunakan wadah
penampung pada bagian bawah alat. Atur alat hingga mencapai tingkat
kehalusan 1. Nyalakan alat dan tampung bubuk kopi yang diperoleh. Matikan
alat jika telah selesai. Selanjutnya sampel dibawa ke Laboratorium Instrumen
dan Tugas Akhir Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi untuk
dilakukan proses selanjutnya.
Ekstraksi senyawa organik
Sampel biji kopi Robusta diekstraksi menggunakan metode maserasi
menggunakan pelarut metanol. Maserat yang diperoleh kemudian dipisahkan
pelarutnya menggunakan alat destilasi rotary evaporator vaccum untuk
memperoleh ekstrak kental dari pelarut yang digunakan. Ekstrak kental yang
diperoleh kemudian ditimbang untuk dihitung rendemennya sehingga dapat
diketahui perkiraan bobot senyawa yang berhasil diekstrak per bobot sampel
yang digunakan untuk setiap pelarut yang digunakan.
15
Uji Skrining Fitokimia
Menurut Setyowati et al (2014), Skrining Fitokimia dapat dilakukan
dengan beberapa uji yaitu sebagai berikut:
Uji alkaloid. Sejumlah ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian
disaring dan filtrat dibagi menjadi tiga tabung reaksi.
-Tes Mayer
Filtrat A ditambahkan reagen Mayer (larutan Kalium Merkuri iodida).
Terjadinya endapan berwarna putih mengindikasikan adanya senyawa
alkaloid. Untuk senyawa alkaloid pada pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen
pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari Kalium
tetraiodomerkurat(II) membentuk kompleks Kalium-alkaloid yang
mengendap.
-Tes Dragendorff
Filtrat B ditambahkan reagen Dragendorff (larutan Kalium Bismut iodida).
Terjadinya endapan berwarna merah bata mengindikasikan adanya senyawa
alkaloid. Pada reaksi menggunakan reagen Dragendorf, dinyatakan bahwa
ion logam K+ membentuk ikatan kovalen koordinasi dengan alkaloid sehingga
membentuk kompleks Kalium-alkaloid yang mengendap.
Uji flavonoid. Sejumlah Ekstrak dilarutkan dalam 5 mL air panas, didihkan
selama 5 menit lalu disaring. Filtrat ditambahkan serbuk Mg secukupnya, 1
mL asam klorida pekat dan 2 mL etanol. Dikocok kuat dan dibiarkan
terpisah. Terbentuk warna merah, kuning atau jingga pada lapisan etanol
menunjukkan adanya senyawa flavonoid.
Uji tanin/fenolik. Sejumlah ekstrak ditambahkan beberapa tetes larutan
FeCl3 1 %. Terbentuknya warna kehitaman mengindikasikan adanya
senyawa fenolik. Warna yang terbentuk diduga berupa besi(III) heksa-fenolat
sehingga uji ini memberikan indikasi gugus -OH aromatik.
Uji steroid dan terpenoid (Tes Lieberman-Buchard). Sejumlah ekstrak
dilarutkan dalam kloroform dan disaring, filtrat ditambahkan beberapa tetes
asam asetat anhidrat, kemudian dipanaskan dan didinginkan. Selanjutnya
larutan ditambahkan beberapa tetes asam sulfat. Terbentuknya cincin coklat
mengindikasikan adanya senyawa steroid.
Uji saponin. Sejumlah ekstrak dilarutkan dalam 20 mL aquades, kemudian
larutan dikocok dalam labu ukur selama 15 menit. Terbentuknya lapisan
busa setinggi 1 cm mengindikasikan adanya senyawa saponin.
16
Uji aktivitas antioksidan Metode DPPH
Pembuatan Larutan
Metode yang digunakan pada penelitian Latief et al (2015), digunakan
untuk pengujian aktivitas antioksidan menggunakan DPPH. Dalam uji aktivitas
antioksidan ini, yang dilakukan adalah membuat larutan DPPH 50 µM dengan
cara melarutkan 1,97 mg serbuk DPPH ke dalam 100 mL methanol p.a,
terbentuk larutan berwarna ungu tua.
Pembuatan Larutan Uji
Setelah membuat larutan DPPH 50 µM, langkah selanjutnya adalah
pembuatan larutan uji, sampel ditimbang sebanyak 10 mg, dilarutkan dalam 10
ml metanol p.a dalam labu ukur 100 ml sebagai larutan induk, sehingga
didapatkan konsentrasi 1000 ppm dan dari larutan induk dibuat larutan seri
konsentrasi sebesar 100, 300, dan 500 ppm. Untuk penentuan aktivitas
antioksidan, setiap konsentrasi larutan uji dipipet sebanyak 0,2 ml dengan
menggunakan pipet mikro dan dimasukkan ke dalam botol vial, kemudian
ditambahkan dengan larutan DPPH 50 μM sebanyak 3,8 ml. Campuran larutan
dihomogenkan dan dibiarkan selama 30 menit di tempat gelap. Campuran
larutan diukur absorbansinya dengan spektrofotometri UV Visible pada panjang
gelombang 517 nm. Sebagai kontrol positif digunakan asam askorbat dengan
perlakuan yang sama seperti larutan uji dengan konsentrasi 10, 30, dan 50
ppm. Kemudian dihitung nilai persen inhibisinya yang menunjukkan aktivitas
peredaman DPPH dan nilai IC50 yaitu konsentrasi yang menghasilkan 50%
inhibisi.
Masing-masing ekstrak biji kopi robusta dianalisis kadar rendemen,
skrining fitokimia dan aktivitas antioksidan. Fraksi teraktif kemudian dilakukan
fraksinasi menggunakan kromatografi kolom vakum menggunakan fasa diam
silika gel dengan perbandingan 1:20. Sampel yang digunakan disiapkan secara
preabsorsi dan dielusi menggunakan eluen dengan kepolaran meningkat. Hasil
elusi berupa fraksi elusi ditampung dalam botol dan dikelompokkan ke dalam
fraksi-fraksi kolom berdasarkan kesamaan pola noda pada plat KLT. Masing-
masing fraksi kolom dipekatkan menggunakan rotary evaporator dan diuji
aktivitas antioksidannya menggunakan penyemprot radikal DPPH. Noda yang
aktif pada pengujian menggunakan plat KLT dari fraksi aktif selanjutnya
dipisahkan dan dimurnikan dengan teknik kromatografi dan rekristalisasi
hingga diperoleh senyawa murni aktif.
17
Karakterisasi Senyawa Murni Spektrofotometri UV-Visible
Kristal fraksi yang diperoleh dilarutkan dengan menggunakan pelarut
metanol p.a. Pada alat spektrofotometer UV-Vis, terlebih dahulu ditentukan
panjang gelombang yang digunakan yaitu 200-400 nm. Kemudian dilakukan
baseline pada alat dengan blanko berupa metanol. Sampel dianalisis dan dilihat
panjang gelombang yang dihasilkan.
Spektrofotometri FT-IR
Kristal dari fraksi yang diperoleh, digunakan sebanyak 0,5 mg kemudian
dicampur dengan KBr sebanyak 50 mg dan digerus homogen. Pada alat
Spektrofotometer FT-IR terlebih dahulu dilakukan baseline dengan blanko
berupa udara. Sampel diletakkan ke dalam sel KBr dan dimasukkan ke dalam
alat dengan lubang mengarah ke sumber radiasi kemudian dilakukan analisis
mulai dari panjang gelombang 2,5 mikron (υ 4000 cm-1) hingga 25 mikron (υ
400 cm-1).
Analisis Data Penentuan persentase rendemen ekstrak
Untuk menentukan persentase rendemen ekstrak dari masing-masing
pelarut yang digunakan terhadap sampel yang digunakan, dapat diperoleh
menggunakan persamaan berikut:
% 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 =𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙 (𝑔𝑟)
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑔𝑟) 100%
Penentuan analisis fitokimia
Untuk analisis fitokimia dilakukan dengan cara melihat adanya reaksi
antara reagen dengan sampel yang digunakan. Reaksi dapat berupa timbulnya
perubahan warna, timbunya endapan, atau terbentuknya lapisan.
Nilai % inhibisi
Penentuan nilai % inhibisi dilakukan dengan menggunakan persamaan
berikut:
% 𝐼𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑠𝑖 =𝑎𝑏𝑠𝑜𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 − 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙𝑥 100%
Keterangan:
Kontrol = larutan kosong (tanpa tambahan sampel)
Nilai IC50
Untuk menghitung nilai IC50 dapat diperoleh dengan memplotkan grafik
hubungan konsentrasi sampel dengan % inhibisi. sumbu x adalah konsentrasi
sampel sedangkan sumbu y adalah % inhibisi. Kemudian dihitung persamaan
regresinya y = a + bx dimana untuk menghitung nilai IC50 dapat diketahui dari
18
mengganti nilai y pada persamaan regresi dengan nilai 50. Dari hasil IC50 yang
dihasilkan, selanjutnya ditentukan tingkat kekuatan antioksidan yang
dihasilkan. Tingkat kekuatan antioksidan. Intensitas antioksidan Nilai IC50
(ppm) sangat kuat 500 (Praditasari, 2017).
Penentuan Stuktur Senyawa Organik
Karakterisasi senyawa menggunakan spektrotometer UV-Vis
Analisis ini dilakukan dengan melihat pada panjang gelombang puncak
gelombang yang terbentuk. Kemudian dari hasil panjang gelmbang tersebut
dapat diperkirakan transisi elektron yang terjadi yang relatif sesuai dengan
gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa yang dianalisis. Karakterisasi
senyawa menggunakan spektrofotometer FT-IR. Analisis ini dilakukan dengan
melihat daerah spektrum yang berkaitan dengan spektrum senyawa organik,
yaitu pada bilangan gelombang 4000-400 cm-1. Kemudian dengan melihat pola
vibrasi gelombang yang dihasilkan dan dengan membandingkannya dengan
database, maka dapat diperkirakan ikatan-ikatan atom dan gugus-gugus fungsi
yang ada dalam senyawa yang dianalisis.
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Preparasi dan Ekstraksi Sampel Penelitian
Preparasi sampel penelitian merupakan tahap awal dalam sebuah
penelitian. Proses ini diawali dari determinasi sampel tumbuhan. Tujuan dari
proses determinasi yaitu untuk meyakinkan bahwa sampel tumbuhan yang
digunakan merupakan tumbuhan yang benar. Berdasarkan hasil determinasi di
laboratorium Instrumentasi dan Tugas Akhir Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Jambi diketahui bahwa sampel yang digunakan pada penelitian ini
merupakan biji tumbuhan yang berasal dari Famili Rubiaceae, Genus Coffea,
dan Spesies Coffea canephora. Proses selanjutnya pengeringan sampel biji kopi
Robusta (Coffea canephora).
Pada penelitian ini, biji kopi dikeringkan di udara terbuka dengan tujuan
untuk mengurangi kadar air yang terkandung di dalamnya serta menghindari
terjadinya reaksi enzimatik sehingga dapat meminimalisir terjadinya kerusakan
sampel saat penyimpanan dan proses ekstraksi. Selanjutnya dilakukan proses
roasting. Proses roasting merupakan proses perpindahan panas yang kompleks
dalam kondisi tertutup (panas termal), di mana biji kopi akan mengalami
penurunan berat, peningkatan volume, dan penurunan densitas selama
penyangraian. Sudah terkenal bahwa proses penyangraian menyebabkan sifat
kimia dan fisikokimia biji kopi hijau. Sehingga biji kopi akan mengalami
perubahan seperti warna, tingkat pH, rasa dan aroma (Perdana et al., 2018).
Pemilihan suhu 200°C dilakukan karena pada keperluan industri
makanan diperlukan suhu tinggi untuk mengeluarkan senyawa yang terdapat
pada biji kopi robusta (Coffea canephora) disaat pemanasan berlangsung
sehingga menghasilkan aroma. Selain itu roasting dilakukan untuk
menghilangkan air yang masih terdapat di dalam biji kopi.
Selanjutnya dilakukan penggilingan (grinder) biji kopi robusta untuk
memaksimalkan proses ekstraksi hal ini dapat terjadi karena semakin luasnya
permukaan sampel yang berkontak dengan pelarut yang digunakan. Berat biji
kopi sebelum diroasting yaitu 5,04 kg. Pada proses roasting dilakukan pada
suhu 200˚C.
Ekstraksi bertujuan untuk menarik senyawa yang terdapat sampel
menggunakan pelarut yang dapat melarutkan senyawa yang diinginkan dari
komponen serta dapat menghilangkan senyawa yang tidak diinginkan. Menurut
Sudarmaji et al (2007), terdapat dua jenis ekstraksi yaitu ekstraksi tunggal dan
ekstraksi bertingkat. Ekstraksi tunggal merupakan ekstraksi yang
menggunakan satu jenis pelarut. Kelebihan dari metode ini yaitu lebih
20
sederhana dan tidak memerlukan waktu yang lebih lama. Adapun ekstraksi
bertingkat merupakan ekstraksi yang menggunakan pelarut lebih dari satu.
Kelebihan dari ekstraksi bertingkat yaitu dapat menghasilkan rendemen dalam
jumlah yang lebih banyak dengan senyawa yang berbeda tingkat kepolarannya.
Pemilihan pelarut dalam ektraksi merupakan dasar yang penting karena
pelarut yang digunakan akan mempengaruhi senyawa yang terkandung dalam
sampel. Terdapat beberapa sifat pelarut antara lain polar, semi polar dan non
polar. Pelarut yang bersifat polar mampu mengekstrak senyawa yang bersifat
polar diataranya, senyawa alkaloid kuarterner, fenolik, karatenoid, tanin, gula,
asam amino dan glikosida. Pelarut semi polar dapat mengekstrak senyawa yang
besifat sedikit polar dan sedikit non polar diantaranya senyawa fenol, terpenoid,
alkaloid, aglikon, dan glikosida. Sedangkan pelarut non polar dapat
mengekstrak senyawa non polar diataranya, lilin, lipid dan minyak yang bersifat
volatil atau mudah menguap (Harborne, 1987).
Dari penelitian yang telah dilakukan, dipilih ekstraksi tunggal karena
lebih efisien dan sederhana. Selain itu ekstraksi tunggal tidak banyak
menggunakan pelarut serta metode ini dapat menghindari kerusakan senyawa
yang bersifat termolabil pada bahan. Pelarut yang digunakan adalah metanol.
Metanol merupakan pelarut yang bersifat polar dan disebut sebagai magic
solvent karena kemampuannya yang dapat mengekstraksi senyawa aktif yang
larut dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler sehingga dapat menyari
hampir seluruh senyawa dalam tumbuhan (Harborne, 1987). Proses maserasi
menggunakan metanol dilakukan selama 2x24 jam. Dalam proses ekstraksi,
semakin lama waktu ekstraksi, kuantitas bahan yang terekstrak juga akan
semakin meningkat dikarenakan semakin banyak kontak antara bahan dengan
pelarut (Winata et al., 2015). Sedangkan waktu maserasi yang melewati waktu
optimum akan menyebabkan komponen yang terekstrak menurun. Waktu
maserasi yang melewati waktu optimum akan merusak zat terlarut yang ada di
dalam bahan dan berpotensi meningkatkan proses hilangnya senyawa-senyawa
di dalam larutan yang terekstrak karena adanya penguapan (Cikita et al., 2016).
Rendemen Ekstrak
Rendemen merupakan nilai dari perbandingan berat akhir yaitu berat
ekstrak yang dihasilkan dengan berat awal dan dikalikan dengan seratus persen
(100%) (Sani et al., 2014). Nilai rendemen dapat mengetahui besar kecilnya
efisiensi proses ektraksi. Hal ini dapat dilihat dari pemilihan metode ekstraksi
dan bagian tumbuhan yang diekstrak sehingga nilai rendemen dipengaruhi oleh
dua faktor tersebut. (Tiwari et al., 2011). Dari hasil proses ektraksi biji kopi
robusta (Coffea canephora) yang telah diroasting diperoleh ekstrak pekat
21
berwarna hitam yang selanjutnya diuapkan menggunakan alat rotary evaporator
untuk mendapatkan ekstrak kental (crude) dari biji kopi robusta. Banyaknya
ekstrak dan % rendemen dari hasil penguapan ektrak dalam gram disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Banyaknya Ekstrak dan %rendemen Hasil Maserasi
Maserasi Berat Sampel
(gr)
Volume MeOH (mL)
Volume Ekstrak
(mL)
Ekstrak Kental
(Evaporasi) (gr)
% Rendemen
I
4.220
7.600 2.927 100
5% II 4.600 4.336 80
III 3.965 3.542 31,37
Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat terlihat bahwa rendemen ekstrak biji
kopi robusta (Caffea canephora) yang didapatkan yaitu sebesar 5%. Hasil
rendemen ini dipengaruhi oleh lamanya waktu ekstraksi. Maserasi yang telah
dilakukan yaitu selama 2 hari merupakan waktu yang optimal untuk
mendapatkan rendemen ekstrak. Selain itu dilakukan pengulangan maserasi
untuk memperoleh senyawa yang lebih banyak. Data dari rendemen pada Tabel
1 memiliki hubungan dengan senyawa aktif di dalam sampel. Sehingga apabila
jumlah randemen yang dihasilkan banyak maka jumlah senyawa senyawa aktif
yang terkandung dalam sampel juga semakin banyak (Hasnaeni et al., 2019).
4.2 Penapisan Fitokimia (Screening Fitokimia)
Penapisan fitokimia dilakukan pada simplisia berupa ekstrak biji kopi
robusta (Caffea canephora) yang bertujuan untuk mengetahui golongan
senyawa yang terdapat pada sampel (Kabera et al., 2014). Hasil skrining
fitokimia ekstrak metanol biji kopi robusta (Coffea canephora) dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak metanol biji kopi robusta (Coffea canephora)
Skrining Fitokimia Hasil Keterangan (+)
Alkaloid -Pereaksi Dragendorff -Pereaksi Meyer Flavonoid Saponin Tanin Fenol Steroid Triterpenoid
+ - + - + + - +
Endapan merah hingga jingga Endapan putih kekuningan Terbentuk buih berwarna jingga Busa stabil Warna hitam kehijauan Warna hijau sampai biru kehitaman Warna biru atau hijau Warna ungu atau jingga
*keterangan
(+) terdapat seenyawa metabolit sekunder
22
(-) tidak terdapat senyawa metabolit sekunder
Berdasarkan Tabel 2 hasil penapisan fitokimia dari simplisia ekstrak biji
kopi robusta (Coffea canephora) dapat dilihat bahwa ekstrak mengandung
senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, fenol, dan triterpenoid sehingga
memungkinkan untuk dilakukan proses isolasi seyawa pada biji kopi robusta.
Ekstraksi Cair-Cair (Partisi)
Proses ekstraksi biji kopi robusta selajutnya yaitu dilakukan dengan
cara partisi (ekstraksi cair-cair) menggunakan pelarut n-heksan dan etil asetat.
Pada tahap ini ekstrak kental metanol dilarutkan dengan pelarut metanol dan
akuades kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah dan dicampurkan
dengan n-heksan selanjutnya digojlog dan didiamkan sehingga terbentuk dua
lapisan, yaitu lapisan air dan lapisan n-heksan (organik). Setelah terkumpul
lapisan n-heksan dipekatkan dengan alat rotary evaporator sehingga didapatkan
fraksi n-heksan. Selanjutnya lapisan air ditambahkan dengan larutan etil asetat
kemudian dilakukan hal yang sama seperti pada proses sebelumnya (Saputra et
al., 2018). Sehingga didapatkan fraksi etil asetat. Hasil rendemen fraksi n-
heksan dan fraksi etil asetat dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil rendemen fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol
Berdasarkan Tabel 3 didapatkan hasil bahwa rendemen terbanyak
yaitu pada fraksi metanol yaitu sebesar 32,1808 %. Pelarut metanol mampu
mengekstrak senyawa lebih baik, karena perolehan senyawa didasari oleh
kesamaan sifat kepolaran terhadap pelarut (Verdiana et al., 2018). Penggunaan
jenis pelarut dengan perbedaan polaritas dapat memberikan pengaruh terhadap
rendemen. Pelarut organik berdasarkan konstanta dielektriknya dibedakan
menjadi dua, yaitu polar dan non polar. Konstanta dielektrik menyatakan gaya
tolak menolak antara dua partikel bermuatan listrik dalam satu molekul.
Selanjutnya dilakukan uji skrining fitokimia yang bertujuan untuk mengetahui
golongan senyawa yang terdapat dalam tiap fraksi yang diperoleh.
Hasil dari skrining fitokimia dari tiap fraksi dapat dilihat pada Tabel 4.
Berdasarkan Tabel 4 hasil skrining fitokimia dari faksi n-heksan diketahui
bahwa fraksi n-heksan positif mengandung senyawa flavonoid. Pada fraksi etil
asetat diketahui bahwa fraksi etil asetat positif mengandung senyawa alkaloid,
flavonoid, dan tanin. Sedangkan pada fraksi metanol diketahui positif
mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, dan triterpenoid.
Fraksi %Rendemen
n-heksan 13,0528
Etil asetat 26,6885
Metanol 32,1808
23
Tabel 4. Hasil Skrining Fitokimia Fraksi n-heksan, Etil Asetat dan Fraksi Metanol
Skrining Fitokimia Hasil Keterangan (+)
Fraksi n-Heksan
Alkaloid -Pereaksi Dragendorff -Pereaksi Meyer
Flavonoid
Saponin
Tanin
Fenol
Steroid
Triterpenoid Fraksi Etil Asetat
Alkaloid -Pereaksi Dragendorff -Pereaksi Meyer
Flavonoid
Saponin
Tanin
Fenol
Steroid
Triterpenoid Fraksi Metanol
Alkaloid -Pereaksi Dragendorff -Pereaksi Meyer
Flavonoid
Saponin
Tanin
Fenol
Steroid
Triterpenoid
- - + - - - - - + - + - + - - - + - + - + - - +
Endapan merah hingga jingga Endapan putih kekuningan Terbentuk buih berwarna jingga Busa stabil Warna hitam kehijauan Warna hijau sampai biru kehitaman Warna biru atau hijau Warna ungu atau jingga Endapan merah hingga jingga Endapan putih kekuningan Terbentuk buih berwarna jingga Busa stabil Warna hitam kehijauan Warna hijau sampai biru kehitaman Warna biru atau hijau Warna ungu atau jingga Endapan merah hingga jingga Endapan putih kekuningan Terbentuk buih berwarna jingga Busa stabil Warna hitam kehijauan Warna hijau sampai biru kehitaman Warna biru atau hijau Warna ungu atau jingga
*Keterangan
(+) terdapat seenyawa metabolit sekunder
(-) tidak terdapat senyawa metabolit sekunder
Analisis alkaloid
Bi(NO3)3 + 3KI BiI3 + 3KNO3
Coklat
BiI3 + KI K [BiI4]
Kalium tetraiodobismutat
N NK
+ K + BiI4BiI4
Endapan Kalium-Alkaloid
Gambar 4. Reaksi Uji Dragendorff (Marliana et al., 2005)
24
Nitrogen dari alkaloid akan bereaksi dengan kalium tetraiodobismutat
yang membentuk endapan kalium alkaloid yang berwarna merah.
Analisis flavonoid
Analisis flavonoid dilakukan dengan menggunakan HCl pekat dan
serbuk Mg atau disebut dengan uji Wilstataer. Uji positif ditandai dengan
terbentuknya warna jingga. Logam Mg dan HCl pekat berfungsi untuk
mereduksi inti benzopiron yang terdapat pada struktur flavonoid (Varghese et
al., 2010). Reaksi yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Mekanisme reaksi flavonoid (Varghese et al., 2010)
Analisis saponin
Pengujian saponin dilakukan dengan mengocok sampel yang telah
dilarutkan dengan air hangat hingga muncul busa yang stabil dan apabila
ditetesi dengan larutan HCl, busa tidak akan menghilang. Reaksi yang terjadi
dapat dilihat pada Gambar 6.
CO
OH2O
CO2H+
OOH
OH
OH
CH2OH
OOH
OH
OH
CH2OH
l-arabinopiriosil-3-β-asetil oleanolat aglikon glukosa
Gambar 6. Reaksi saponin
O
O
OH
HCl
O
OH
OH
+ Cl
O
O
OH
HO
O
OH
+Cl
25
Analisis tannin
Uji positif pada tannin adalah menghasilkan warna hitam kehijauan.
Reaksi yang terjadi antara eksrak dengan FeCl3 dapat dilihat pada gambar 7.
O
OH
OH
HO
OH
3 + Fecl3
O
O
O
OH
OH
O
O
OHO
HO
O
O
O
OHHO
Fe
+
3H +3Cl
Gambar 7. Reaksi tannin dengan FeCl3
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Sebelum difraksinasi, terlebih dahulu dilakukan uji KLT untuk melihat
pola pemisahan komponen-komponen senyawa yang terdapat dalam ekstrak
kasar. Uji KLT juga dilakukan terhadap fraksi-fraksi yang akan difraksinasi dan
juga fraksi-fraksi yang didapat setelah perlakuan fraksinasi. Uji KLT dapat
dilakukan dengan sistem campuran eluen menggunakan beberapa pelarut
seperti n-heksana, etilasetat, aseton, diklorometana, dan metanol. Hasil
kromatogram diamati di bawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm
agar dapat dilihat pola pemisahan komponen-komponen senyawanya. Hasil
kromatogram tersebut kemudian disemprot menggunakan larutan DPPH untuk
menampakkan bercak/noda dari komponen senyawa tersebut. Setiap fraksi
yang menghasilkan pola pemisahan dengan nilai Rf (Retention factor) yang sama
digabung dan dipekatkan sehingga diperoleh beberapa fraksi gabungan yang
akan difraksinasi lebih lanjut.
Dari penelitian ini tiap fraksi kemudian diuji aktivitas antioksidannya
menggunakan penampak bercak/noda DPPH dengan cara disemprotkan.
Berikut merupakan gambar hasil fraksi methanol, etil asetat dan n-heksan
setelah disemprotkan dengan radikal DPPH.
Dari gambar 8 terlihat bahwa pada plat fraksi etil asetat terdapat noda
disepanjang plat sehingga pada fraksi etil asetat diduga mengandung senyawa
antioksidan. Selanjutnya digunakan fraksi etil asetat untuk diisolasi senyawa
yang terkandung di dalamnya.
26
Gambar 8. Uji antioksidan menggunakan penampak noda DPPH
4.3 Isolasi senyawa Fraksi Etil Asetat Biji Kopi Robusta (Caffea canephora)
Proses isolasi senyawa dilakukan dengan beberapa tahapan antara lain
pemisahan menggunakan Kromatografi Vakum Cair (KVC) menggunakan
bantuan pompa vakum untuk mempercepat proses pemisahan pada metode
selanjutnya. Ekstrak yang dipilih yaitu etil asetat difraksinasi menggunakan
KCV. Pada tahapan ini digunakan dua fase, yaitu fase gerak dan fase diam. Fase
diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan
melarutkan zat komponen cairan (Sri, 2014). Fase gerak menggunakan
kepolaran gradien yang dimulai dari non polar, semi polar dan polar yaitu
pelarut n-heksan, etil asetat dan metanol. Penggantian gradien fase gerak
dilakukan saat fase gerak pada gradien sebelumnya telah habis ketika melewati
kolom.
Pada penelitian ini sampel dielusi menggunakan pelarut dengan
perbandingan pelarut n-heksan dan etil asetat yang digunakan yaitu (9:1, 8:2,
7:3, 6:4, 5:5, 4:6, 3:7, 2:8, 1:9) pelarut etil asetat 100% dan perbandingan etil
asetat dengan metanol (9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, 4:6, 3:7, 2:8, 1:9), serta pelarut
metanol 100%. Hasil elusi menggunakan KCV diperoleh sebanyak 22 vial yang
selanjutnya diuapkan. Hasil fraksinasi kemudian dipantau kembali dengan KLT
menggunakan fase gerak n-heksan:etil asetat (1:9) fase diam yang digunakan
adalah silika gel untuk menentukan senyawa mana yang akan dilanjutkan
untuk proses isolasi senyawa. Kemiripan bercak noda yang timbul pada plat
KLT diamati dibawah sinar UV 254 nm. Fraksi dengan kemiripan pola noda
yang sama kemudian digabungkan menjadi satu vial. Hasil pemisahan senyawa
dengan kromatografi kolom cair dapat dilihat pada Gambar 9.
27
Gambar 9. Pemurnian sampel dengan kromatografi vakum cair
Hasil pengelompokkan fraksi hasil KVC dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Pengelompokkan Fraksi Hasil KVC Fraksi Etil Asetat Biji Kopi Robusta (Caffea canephora)
Fraksi Urutan botol vial % rendemen
F1 F2 F3
1-13 14-15 16-22
2,34
Dari hasil KVC diperoleh 22 vial yang selanjutnya dianalisa
menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) untuk mengelompokkan tiap fraksi.
Berdasarkan hasil KLT dari di atas diperoleh tiga fraksi gabungan yaitu fraksi 1
(vial 1-13), fraksi 2 (vial 14-15), dan fraksi 3 (vial 16-22). Rendemen yang
didapatkan yaitu sebesar 2,34 %.
Gambar 10. Pola noda hasil KLT dari KVC fraksi etil asetat
Berdasarkan pengelompokan noda tersebut kemudian dilakukan uji
kualitatif terhadap aktivitas antioksidan pada fraksi-fraksi yang didapat dengan
cara menotolkan kembali tiap fraksi pada plat KLT selanjutnya dielusi
menggunakan fase gerak n-heksan:etil asetat (1:9). Berikut hasil uji aktivitas
antioksidan secara kualitatif menggunakan DPPH disajikan pada Gambar 11.
28
Gambar 11. Hasil uji kualitatif fraksi etil asetat (F3,F2,F1) menggunakan penampak bercak DPPH
Setelah ketiga fraksi diuji aktivitas antioksidannya secara kualitatif
maka didapatkan hasil pemantauan dimana pada fraksi 2 (F2) setelah
disemprot dengan radikal DPPH menunjukan hasil yang positif dengan
terbentuknya bercak berwarna kuning paling banyak. Maka fraksi 2 (F2) dipilih
untuk kemudian dilakukan isolasi selanjutnya.
4.4 Isolasi dan Pemurnian
Proses selanjutnya dilakukan proses pemisahan dan pemurnian senyawa
yang telah difraksinasi menggunakan kromatografi kolom gravitasi (KKG). Pada
tahap ini digunakan untuk memisahkan senyawa yang lebih spesifik karena
lamanya kontak antara eluen dan senyawa di dalam kolom yang hanya
dipengaruhi oleh gravitasi bumi. Sebanyak 2 gram ekstrak fraksi F2 etil asetat
diimpregnasi menggunakan silika gel. Sebelum dielusi dilakukan uji KLT untuk
mencari eluen dengan pemisahan terbaik yang kemudian digunakan sebagai
eluen untuk KKG. Hasil dari KLT menunjukkan bahwa pada perbandingan
eluen n-heksan dan etil asetat belum memberikan pemisahan terbaik. Eluen
yang digunakan merupakan campuran antara n-heksan dan etil asetat dengan
perbandingan (2:8) dan (1:9) serta pelarut etil asetat 100% kemudian campuran
antara etil asetat dan metanol dengan perbandingan (9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, 4:6,
3:7). Proses pemisahan menggunakan KKG dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Kromatografi Kolom Gravitasi (KKG)
F2
29
Berdasarkan Gambar 12 dari hasil KKG diperoleh 69 vial yang kemudian
diuapkan dan dilanjutkan pemantauan dengan menggunakan KLT untuk
menggabungkan fraksi dari hasil KKG. Digunakan perbandingan eluen n-
heksan dan etil asetat (1:8). Berdasarkan hasil KLT, vial dengan pola noda yang
sama kemudian digabungkan menjadi empat subfraksi yaitu fraksi 2.1 (vial 1-
10), fraksi 2.2 (vial 11-26), fraksi 2.3 (27-45) dan fraksi 2.4 (vial 46-69). Pola
noda KLT tiap subfraksi dapat dilihat pada Gambar 13 berikut:
Vial 1-10
Vial 11-21
Vial 22-32
Vial 33-42
Vial 43-52
Gambar 13. Pola noda KLT subfraksi gabungan KKG
Pengelompokkan fraksi hasil KKG (F2) dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Pengelompokkan Fraksi Hasil KKG (F2) Etil Asetat Biji Kopi Robusta (Caffea canephora)
Fraksi Urutan botol vial Berat fraksi % Rendemen
F2.1 F2.2 F2.3 F2.4
1-10 11-26 27-45 46-69
0,1 gr 0,67 gr 0,95 gr 6,85 gr
2,0161 13,5080 19,1532 138,10
Pada F2.2 terbentuk kristal yang kemudian dilarutkan menggunakan n-
heksan untuk memisahkan senyawa nonpolar yang bersifat sebagai pengotor.
Isolat pada F2.2 tidak larut dalam n-heksan kemudian isolat diskrining
fitokimia untuk menentukan golongan senyawanya dan diuji kemurniannya
dengan uji KLT. Hasil skrining fitokimia pada F2.2 dapat dilihat pada tabel 7.
30
Tabel 7. Hasil Skrining Fitokimia Isolat F2.2
Skrining Fitokimia Hasil Keterangan (+)
Alkaloid -Pereaksi Dragendorff -Pereaksi Meyer Flavonoid Saponin Tanin Fenolik Steroid Triterpenoid
+ - - - - - - -
Endapan merah hingga jingga Endapan putih kekuningan Terbentuk buih berwarna jingga Busa stabil Warna hitam kehijauan Warna hijau sampai biru kehitaman Warna biru atau hijau Warna ungu atau jingga
*Keterangan
(+) : Terdapat senyawa metabolit sekunder
(-) : Tidak terdapat senyawa metabolit sekunder
Berdasarkan hasil skrining fitokimia dari F2.2 diketahui bahwa isolat
mengandung senyawa alkaloid. Kemudian dilakukan uji aktivitas
antioksidannya menggunakan penampak bercak yaitu DPPH dengan
menotolkan pada plat KLT kemudian disemprotkan dengan DPPH. Berikut hasil
uji aktivitas antioksidan secara kualitatif menggunakan DPPH dapat dilihat
pada Gambar 14.
Gambar 14. Uji aktivitas antioksidan F2.2 menggunakan DPPH
Selanjutnya dilakukan uji kemurnian dengan menggunakan tiga jenis
pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda. Jika noda yang terbentuk
menampakkan satu noda tunggal maka dapat dikatakan bahwa sampel sudah
merupakan senyawa murni. Hasil uji kemurnian KLT sistem tiga eluen yaitu
dapat dilihat pada Gambar 15.
Hasil uji KLT dengan menggunakan tiga eluen yang berbeda berdasarkan
Gambar 15 yaitu n-heksan : etil asetat (9:1), aseton : etil asetat (1:9), dan DCM :
etil asetat (2:8) yang menunjukkan bahwa isolat mempunyai noda tunggal dan
merupakan isolat yang telah murni. Kemudian dihitung nilai Rf dari tiap eluen
sehingga didapatkan nilai Rf pada tiap eluen sebagai berikut.
F2.2
31
a. n-heksan : etil asetat (9:1) = 0,49
b. aseton : etil asetat (1:9) = 0,6
c. DCM : etil asetat (2:8) = 0,47
Gambar 15. Hasil uji kemurnian KLT dengan 3 eluen berbeda (a) n-heksan:etil asetat (1:9), (b) DCM : etil asetat (2:8), dan (c) aseton : etil asetat(1:9)
4.5 Karakterisasi Senyawa Hasil Isolasi
Spektrofotometer UV-Vis
Berikut merupakan spektrum UV-Vis dari isolat F2.2 fraksi Etil asetat
biji kopi robusta (Caffea canephora)
Gambar 16. Spektrum UV-Vis F2.2
Berdasarkan spektrum pada senyawa F2.2 pada Gambar 16 terdapat
satu pita yang dihasilkan oleh isolat murni dalam pelarut metanol. Pita ini
memiliki panjang gelombang 286 nm. Serapan pada panjang gelombang 286 nm
ini diduga adanya transisi elektron yang tidak berikatan ke orbital anti ikatan
(n→π*) oleh gugus karbonil (C=O) dan (N-H). Serapan ini terjadi pada panjang
gelombang dengan panjang intensitasnya rendah (Sastrohamidjojo, 2001).
286 nm
a c b
Panjang gelombang (nm)
Absorb
an
si
32
Gambar 17. Spektrum UV Vis (Bhawani et al., 2015)
Hal ini diperkuat dengan panjang gelombang 276-280 nm pada Gambar
17 yang merefleksikan kandungan kafein pada sampel yang diukur (Souto et al.,
2015). Selain itu pada panjang gelombang 270 hingga 300 masih terkait erat
dengan panjang gelombang dalam biji kopi sangrai seperti kafein (Suhandy dan
Yulia, 2017). Pada penelitian Bhawani et al (2015), data spektrum yang
diperoleh memiki kemiripan dengan isolat F2.2. Diketahui bahwa serapan yang
didapat yaitu pada 274 nm merupakan golongan senyawa alkaloid yaitu kafein.
Spektrofotometer FTIR
Karaketrisasi menggunakan spektrofotometri FTIR dengan
memanfaatkan spektroskopi sinar merah digunakan untuk mengidentifikasi
material dan keberadaan gugus fungsi yang terdapat dalam sampel. Energi yang
dipancarkan akan menyebabkan getaran atau vibrasi antar molekul (Maimuna
et al., 2020). Analisa FTIR pada isolat F2.2 digunakan untuk mengetahui gugus
fungsional yang terdapat dalam isolat. Hasil dari spektrofotometri FTIR senyawa
F2.2 dapat dilihat pada Gambar 18.
Karakteristik menggunakan FTIR pada Gambar 18 dilakukan pada
rentang bilangan gelombang 600-4000 cm-1. Bilangan gelombang 971,06 cm-1
merupakan indikasi keberadaan gugus C-N dari ikatan amina alifatik.
Gelombang bilangan 1457,77 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk C-H dari gugus
fungsi alkana. Pita serapan pada bilangan gelombang 1546,08 cm-1 merupakan
karakteristik dari vibrasi ulur C=C dari cincin aromatik, sedangkan 1643,56
cm-1 menunjukkan vibrasi ulur C=O pada keton. Vibrasi ulur H-C=O, C-H pada
gugus fungsi berada pada bilangan gelombang 2953,28 cm-1. Vibrasi ulur C-H
alkana berada pada bilangan gelombang 3108,17 cm-1.
Absorb
an
si
Panjang gelombang (nm)
33
Gambar 18. Spektrum IR F2.2
Gambar 19. Spektrum FTIR kafein (Kwasniewska et al., 2021)
Berdasarkan data yang telah didapatkan diketahui bahwa hasil
spektrum FTIR memiliki kesamaan dengan senyawa yang diduga mirip dengan
alkaloid hasil dari penelitian (Kwasniewska et al., 2021) yaitu senyawa golongan
alkaloid berupa senyawa kafein. Berikut perbandingan interpretasi data analisa
FTIR terhadap isolat F2.2 pada Tabel 8.
Bilangan gelombang (cm-1)
% T
ran
sm
itan
si
% T
ran
sm
itan
si
Bilangan gelombang (cm-1)
34
Tabel 8. Data pembanding serapan FTIR senyawa F2.2
Isolat fraksi F2.2
(nm)
alkaloid (Kwasniewska et al., 2021) (nm)
Jenis Ikatan Gugus Fungsi
971,06 1457,77 1546,08 1643,56 2953,28 3108,17
970 1456,02 15555 1660 2950 3110
C-N C-H
C=C pada cincin aromatik C=O keton H-C=O,C-H
C-H
Amina alifatik Alkana
Aromatik Keton
Aldehida Alkena
Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi Etil Asetat isolat F2.2
Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan
metode DPPH. Metode ini digunakan karena prosesnya lebih sederhana dan
DPPH lebih sensitif sehingga hasil yang didapat lebih akurat (Maesaroh et
al.,2018). Metode pengujian antioksidan menggunakan DPPH dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu secara kualitatif dan secara kuantitatif.
Metode Kuantitatif
Hasil uji aktivitas antioksidan dari ektrak, fraksi, dan isolat biji kopi
robusta (Coffea canephora) dengan metode DPPH dapat dilihat pada Tabel 9.
Berdasarkan hasil dari % inhibisi dari uji aktivitas antioksidan pada Tabel 9
dapat diketahui bahwa ekstrak etil asetat memiliki nilai IC50 yaitu 82,12 ppm
lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak n-heksan dan ekstrak metanol yaitu
152,55 ppm dan 84,64 ppm. Sehingga ekstrak etil asetat memiliki aktivitas
antioksidan yang paling tinggi dibandingkan dengan dua ekstrak lainnya. Hal
Ini dikarenakan terdapat lebih dari satu senyawa aktif yang berperan sebagai
antioksidan sehingga meningkatkan nilai aktivitasnya.
Identifikasi isolat dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV
sinar tampak. Sampel dilarutkan dalam metanol kemudian diukur panjang
gelombang maksimal sampel. Hasil spektrum menunjukan bahwa panjang
gelombang optimum larutan DPPH untuk penentuan aktivitas antioksidan yaitu
517 nm. Suatu senyawa dikatakan memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat
jika nilai IC50 kurang dari 50 ppm, kelompok kuat 50-100 ppm, kelompok
sedang 101-150 ppm, dan lemah 151-200 ppm (Molyneux, 2004).
Dari Tabel 9 dapat dilihat nilai IC50 isolat fraksi etil asetat F2.2 sebesar
21,63 ppm. Pada penelitian Sukohar et al, (2011), yang menguji aktivitas
antioksidan kopi robusta tanpa diroasting memiliki nilai IC50 sebesar 21,41 ppm.
Nilai yang diperoleh tidak terlalu jauh dikarenakan isolat F2.2 merupakan
senyawa murni yang aktivitas antioksidannya dipengaruhi oleh gugus fungsi
yang aktif sebagai antioksidan. Proses roasting dapat mempengaruhi jumlah
senyawa yang aktif sebagai antioksidan. Karena pada suhu yang tinggi senyawa
35
akan mengalami degradasi. Hasil Uji Aktivitas antioksidan ekstrak, fraksi, dan
isolat Biji Kopi Robusta (Coffea canephora) menggunakan metode DPPH dapat
dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Uji Aktivitas antioksidan ekstrak, fraksi, dan isolat Biji Kopi Robusta (Coffea canephora) menggunakan metode DPPH
Sampel Konsentrasi (ppm)
Absorbansi
% Inhibisi
Persamaan linear IC50
(ppm) Blanko (kontrol negatif)
Sampel
Fraksi n-heksana
100
0,418
0,116 72,248 y=0,1577x+25,942 R² = 0,6846 152,55 300 0,096 77,033
500 0,015 96,411
Fraksi etil
asetat
100 0,027 93,540 y=0,1413x+37,831 R² =0,4554 82,12 300 0,035 91,626
500 0,028 93,301
Fraksi metanol
100 0,042 89,952 y=0,1533x+36,258 R² = 0,5172 84,64 300 0,016 96,172
500 0,013 96,889
Asam askorbat (kontrol positif)
10 0,327 21,77 y= 1,7026x-4,9957
R² = 0,7482
32,301 30 0,359 14,114
50 0,011 97,368
Isolat F2.2 Etil Asetat
10 0,163 61 y=1,1044x+26,104R2= 0,5009
21,63
30 0,097 76,79
50 0,142 66,02
Nilai IC50 pada vitamin C sebagai kontrol positif yaitu 32,301 ppm. Pada
penelitian Widyasanti et al, (2016) nilai IC50 dari vitamin C sebagai kontrol
positif yaitu 6,285 ppm. Diketahui bahwa vitamin C merupakan salah satu
senyawa yang mudah rusak. Karena vitamin C mudah teroksidasi pada suhu
tinggi dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta oleh katalis
tembaga dan besi. Oksidasi akan terhambat apabila vitamin C dibiarkan dalam
keadaan asam, atau pada suhu rendah (Yuda et al, 2016). Selain itu dapat
disebabkan oleh jumlah antioksidan yang terkandung didalam ekstrak
(Tristantini et al., 2016).
Berdasarkan gambar 20 dapat dilihat bahwa hasil isolat memiliki ciri
berwarna putih dan berbentuk kristal. Isolat yang diperoleh merupakan kafein
dari golongan alkaloid. Alkaloid bersifat basa karena memiliki paling sedikit
satu buah atom Nitrogen dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik
(Hammado dan Illing, 2013).
36
Gambar 20. Isolat murni F2.2
Berikut merupakan struktur dari kafein (Spiller dalam Wachamo, 2017).
N
NO
CH3
CH3
O
N
N
CH3
Gambar 21. Struktur kafein (Spiller dalam Wachamo, 2017)
Pada penelitian ini dilakukan pengujian titik leleh. Titik leleh merupakan
sifat fisik yang diperlukan untuk karakterisasi suatu senyawa. Titik leleh yaitu
temperatur yang merujuk tepat pada saat proses perubahan dari fasa padat ke
fasa cair (Wade, 1999). Isolat dikatakan murni apabila memiliki rentang nilai
sebesar 1° dari titik leleh pustakanya. Dari hasil uji titik leleh isolat F2.2
didapatkan hasil sebesar 219,8 °C. Menurut Pradeep et al. (2015), titik leleh
kristal kafein yaitu sebesar 238 °C. Dari hasil uji menunjukkan senyawa kurang
murni. Terjadinya rentang nilai yang jauh ini dapat diakibatkan oleh beberapa
faktor yaitu ukuran kristal, banyaknya isolat, pengemasan dalam pipa kapiler,
dan senyawa lain yang mempengaruhi range titik leleh.
37
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Senyawa yang berhasil diisolasi dari fraksi etil asetat biji kopi robusta
(Coffea canephora) yang telah diroasting mengandung senyawa
golongan alkaloid yaitu kafein.
2. Ekstrak n-heksan memiliki nilai IC50 sebesar 152,55 ppm. Ekstrak etil
asetat memiliki nilai IC50 82,12 ppm dan ekstrak metanol memiliki
nilai IC50 84,64 ppm. Senyawa yang berhasil diisolasi dari fraksi etil
asetat biji kopi robusta pada F2.2 memiliki nilai IC50 sebesar 21,63
ppm. Sedangkan pada control positif vitamin C (asam askorbat)
memiliki nilai IC50 sebesar 32,301 ppm sehingga dapat disimpulkan
bahwa senyawa dari golongan alkaloid tersebut memiliki aktivitas
antioksidan yang sangat kuat.
5.2 Saran
Perlu dilakukan analisis dan karakterisasi lebih lanjut menggunakan
NMR dan GC-MS sehingga dapat diketahui struktur senyawa yang berhasil
diisolasi serta uji aktivitas lain untuk melihat kemampuan bioaktivitas dari
senyawa yang berhasil diisolasi.
38
DAFTAR PUSTAKA
Amiliyah, R., A. Sumono dan L. Hidayati. 2015. “Deformasi Plastis Nilon Termoplastik Setelah Direndam Dalam Ekstrak Biji Kopi Robusta”. Jurnal Pustaka Kesehatan. Vol 3(1) : 117-121.
Artho, L.N., J. Wuisan dan J. A. Najoan. 2015. “Efek Serbuk Kopi Robusta
(Coffea canephora) Terhadap Penyembuhan Luka Insisi Pada Kelinci
(Oryctolagus cuniculus)”. Jurnal e-Biomedik (eBm). Vol. 3(3): 743-748.
Bhawani, S.A., S.S. Fong, dan M.N.M. Ibrahim. 2015. Spectrophotometric
Analysis of Caffeine. Hidawi. 1-7.
BPS Provinsi Jambi. 2020. Provinsi Jambi Dalam Angka Tahun 2020.
Cikita, I., I. H. Hasibuan dan R. Hasibuan. 2016. Pemanfaatan Flavonoid
Ekstrak Daun Katuk Sauropus androgynous (L) Merr) Sebagai
Antioksidan pada Minyak Kelapa. Jurnal Teknik Kimia USU. Jurnal
Teknik Kimia USU: 1-7.
Dinas Perkebunan Provinsi Jambi. 2019. Pembangunan Perkebunan Provinsi
Jambi Tahun 2019.
Edzuan F.A.M., N.A.M. Aliah dan H.L. Bong. 2015. “Physical and Chemical
Property Changes of Coffee Beans during Roasting”. American Journal of
Chemistry. Vol. 5(3): 56-60.
Farah, Adriana. 2012. Coffee :Emerging Health Effects and Disease Prevention,
First Edition. John Willey & Sons, Inc and Institute of Food Technologists.
USA: Wiley Blackwell Publising Ltd.
Farhaty, N dan Muchtaridi. 2012. “Tinjauan Kimia Dan Aspek Farmakologi
Senyawa Asam Klorogenat Pada Biji Kopi”. Suplemen. Volume 14(1): 214.
Fatoni, A., 2015. “Analisa Secara Kualitatif dan Kuantitatif Kadar Kafein Dalam
Kopi Bubuk Lokal Yang Beredar Di Kota Palembang Menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis”. Laporan Penelitian Mandiri, Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu
Farmasi Bhakti Pertiwi: Palembang.
Ferrazzano G.T., A. Ivan, L. Anielo, D.A. Natale, dan A. Polio. 2009. “Anti-
Cariogenic Effects of Polyphenols From Plant Stimulant Beverages
(Cocoa, Coffee, Tea)”. Fitoterapia. 80:255–262.
Iglesias, G.C. E. Salas, N. Barouh, B. Baréa, A. Panya, F.M. Espinoza. 2016.
“Antioxidant Activity of Protocatechuates Evaluated by DPPH, ORAC, and
CAT Methods”. Food Chem. Vol 194: 749–757.
Isnindar, S. Wahyuono dan S. Widyarini. 2017. “Aktivitas Antioksidan Buah
Kopi Hijau Merapi The Antioxidant Activity of Green Coffee Cherries at
39
Merapi”. Journal of Pharmaceutical Science and Clinical Research. Vol.02:
130-136.
Hammado, N dan I. Illing. 2013. Identifikasi senyawa Bahan Aktif Alkaloid pada
Tanaman Lahuna (Eupatorium odoratum). Jurnal Dinamika. Vol. 4(2): 1-
18.
Hanani, E. 2015. Analisis Fitokimia. Jakarta: EGC.
Handa, S.S., S.P.S. Khanuja, G. Longo dan D.D. Rakesh. 2008. “Extraction
Technologies for Medicinal and Aromatic Plants”. International Centre for
science and High Technology. Vol.1.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Modern Menganalisis.
Bandung: ITB.
Hasnaeni, Wisdawati dan S. Usman. 2019. Pengaruh Metode Ekstraksi
Terhadap rendemen dan Kadar Fenolik Ekstrak Tanaman Kayu Beta-
Beta (Lunasia amara Blanco. Jurnal Farmasi Galenika. Vol.5(2):175-182.
Johnston, K.L., M.N Clifford dan L.M. Morgan. 2003. “Coffee Acutely Modifies
Gastrointestinal Hormon Secretion And Glucose Tolerance In Human.
Dalam: Glycemic Effect Of Chlorogenic Acid And Caffeine”. Am J Clin
Nutr. Vol. 78(4):728-33.
Kristiningrum, N dan Y.N. Cahyani. 2015. “Perbandingan Kadar Fenol Total dan
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Daun Kopi Robusta dan Arabika”.
Jurnal e-Pustaka Kesehatan. Vol. 40.
Kwa´sniewska S.P., M. Wo´zniak, W. Jankowski, I. Ratajczak dan G. Cofta. 2021.
“Chemical Changes of Wood Treated with Caffeine”. Material. Vol (14):
497.
Latief, M., Nazarudin dan Nelson. 2015. “Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun
dan Buah Prepat (Sonneratia alba) Asal Tanjung Jabung Timur Provinsi
Jambi. Prosiding SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat”.
Universitas Tanjungpura. Pontianak: 112-117.
Leba, M.A.U. 2017. Ekstraksi dan Real Kromatografi. Yogyakarta: Deepublish.
Maimuna, F. Monado dan I. Royani. 2020. Studi awal pengaruh kloroform
sebagai pelarut pada proses ekstraksi molecularly imprinted polymer
(MIP) nano kafein. Jurnal Fisika. Vol 10 (1): 1-7.
Molyneux, P. 2004. “The Use Of The Stable Free Radical Diphenylpicril-Hydrazil
(DPPH) For Estimating Antioxidant Activity”. Songklanakarin J. Sci.
Technol. Vol 1: 211- 219.
Muzdalifa, D dan S. Jamal. 2019. “Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Fraksi Kulit
Biji Kopi Robusta (Coffea canephora Pierre ex A.Froehner) Terhadap
Pereaksi DPPH (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil) Antioxidant Activity Of The
40
Skin Extract Fraction Robusta Coffee Bean (Coffea canephora Pierre ex
A.Froehner) with DPPH Method”. Іndоnеѕіа Nаturаl Rеѕеаrсh
Рhаrmасеutісаl Jоurnаl. Vol 4(2): 41-50.
Olivia, F. 2014. Khasiat Bombastis Kopi. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Panggabean, E. 2011. Buku Pintar Kopi. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Perdana, B.M., R. Manihuruk, R. Ashyar, Heriyanti dan Sutrisno. 2018.
Evaluation of the effect of roasting process on the energy transition and
the crystalline structures of Arabica, Robusta, and Liberica coffee from
Jambi Indonesia. Materials Science and Engineering. Vol. 345: 1-12.
Prior, R.L., Wu, X., dan Schaich, K., 2005. “Standardized Methods for the
Determination of Antioxidant Capacity and Phenolics in Foods and
Dietary Supplements”. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 53:
4290–4302.
Praditasari, A. 2017. “Review: Uji Aktivitas Antioksidan Seara In Vitro Pada
Ekstrak tanaman”. Jurnal Universitas Padjajaran.
Pratita, A.T.K. 2017. “Skrining Fitokimia Dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis
Senyawa Alkaloid Dari Berbagai Ekstrak Kopi Robusta (Coffea
canephora)”. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada. Vol. 17(2).
Pradeep, S., G.N. Rameshaiah, H. Ashoka dan M. Chandraprasad. 2015.
“Caffeine Extraction And Characterization”. International Journal of
Current Research and Review. Vol 7(9): 16-19.
Putri, F.A., A. Arumsari dan Rusnadi. 2019. “Pembandingan Aktivitas
Antioksidan Kopi Robusta (Coffea canephora Pierre Ex A. Froehner) dan
Kopi Luwak Robusta (Coffea canephora Pierre Ex A. Froehner) dengan
Metode DPPH (1,1-Difenil- 2-Pikrilhidrazil)”. Prosiding Farmasi. Vol. 5(2):
270.
Qurrotul, A. 2016. “Uji aktivitas Antioksidan Antara Fraksi Etil Asetat dan
Etanol dari Ekstrak Etanolik Daun Kopi Robusta (Coffea canephora
Pierre ex Froehner)”. Skripsi. Semarang: Universitas Sultan Agung.
Ramanaviciene, Almira, Mostovojus, Voktoras, Bachmatova, Iriana dan
Ramanavicius. 2003. “Anti-bacterial Effect on Caffeine on Eschericia coli
and Pseudomonas florescens”. Journal Acta Medica Lituania. Vol.10(4):
185-188.
Rahardjo, P. 2012. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan
Robusta. Jakarta: Penebar Swadaya.
Rukmana, H.R. 2014. Untung Selangit dari Agribisnis Kopi. Jakarta: Lily
Publisher.
41
Rubiyanto, D. 2017. Metode Kromatografi Prinsip Dasar, Praktikum dan
Pendekatan Pembelajaran Kromatografi. Yogyakarta: Deepublish.
Sani, R.N., F.C. Nisa, R.D. Adriani dan J.M. Maligan. 2014. Analisis Rendemen
dan Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Mikroalga Laut Tetraselmis chuii.
Saputra, T.R., A. Ngatin dan Y. T. Sarungu. 2018. “Penggunaan metode
ekstraksi maserasi dan Partisi pada Tumbuhan Cocor Bebek (Kalanchoe
pinnata) dengan kepolaran berbeda”. Fullene Journal of Chemistry.
Vol.3(1): 5-8.
Sastrohamidjojo, H. 2001. Spetroskopi Infra Merah. Yogyakarta: Liberty
Yogyakarta.
Setyowati, W.A.E., S.R.D. Ariani, M.B. Ashadi dan C.P. Rahmawati. 2014.
“Skrining Fitokimia dan Identifikasi Komponen Utama Ekstrak Metanol
Kulit Durian (Durio zibethinus Murr.) Varietas Petruk”. Jurnal Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Vol. 1.
Soesanto, L. 2020. Kompendium Penyakit-penyakit Kopi. Yogyakarta: Lily
Publisher.
Souto, U.T.C.P. 2015. “Identification of adulration in Ground Roasted Coffees
using UV Vis Spectroscopy and SPA-LDA”. Journal Food, Science and
Technology. Vol.30(1-5).
Sri, A. 2014. Pengembangan Potensi Potensi Bahan Alam disampaikan dalam
Seminar Nasional Kimia Tanggal 24 September 2014.
Sudjadi dan A. Rohman. 2018. Analisis Derivat Babi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Suhandy, D dan M. Yulia. 2017. “Peaberry Coffe Discrimination Using UV
Visible Spectroscopy Combined with SIMCA and PLS-DA”. International
Journal of Food Properties. Vol.20(1):331-339.
Sukohar, A., F.F. Setiawan, Wirakusumah dan S.S. Herry. 2011. “Isolasi Dan
Karakterisasi Senyawa Sitotoksik Kafein Dan Asam Klorogenat Dari Biji
Kopi Robusta Lampung”. Jurnal Medika Planta. Vol. 1(4).
Suwanto dan Y. Oktavianty. 2010. Budi Daya 12 Tanaman Perkebunan Unggulan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tiwari, P., B. Kumar, M. Kaur, G. Kaur dan H. Kaur. 2011. “Phytochemical
Screening and Extraction: A Review”. Internationale Pharmaceutica
Sciencia. Vol. 1(1).
Tristantini, D., A. Ismawati, B. T. Pradana dan J. G. Jonathan. 2016. “Pengujian
Aktivitas Antioksidan Menggunakan Metode DPPH PADA Daun Tanjung
(Mimusops elengi L). Prosiding Teknik Kimia Kejuangan. Vol 1: 1-7.
42
Verdiana, M., W.R.I. Widarta, dan I.D.G.M. Permana. 2018. Pengaruh Jenis
Pelarut Pada Ekstraksi Menggunakan Gelombang Ultrasonik Terhadap
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Lemon Citrus limon (Linn.)
Burm F.). Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. Vol. 7(4): 213-222.
Wachamo, H. L. (2017). “Review on Health Benefit and Risk of Caffeine
Consumption”. Medical and Aromatic Plants Journal, 11:416.
Wade, L. G. 1999. Organic Chemistry. New York: Prentice Hall International.
Wahdaningsih, S., S. Wahyuono dan E.P. Setyowati. 2013. “Isolasi Dan
Identifikasi Senyawa Antioksidan dari Batang Pakis (alsophila glauca
J.SM) dengan Metode DPPH (2,2-difenil-1 pikrilhidrazil)”. Traditional
Medicine Journal. Vol. 18(1): 38-45.
Wibisono, Y. 2017. Biomaterial dan Bioproduk. Malang: UB Press.
Widyasanti, A., D. Rohdiana dan N. Ekatama. 2016. “Aktivitas Antioksidan
Ekstrak Teh Putih (Camellia sinensis) Dengan Metode DPPH (2,2-difenil-
1-Pikrilhidrazil)”. Vol 1(1): 1-9.
Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Kanisius.
Winata, E. W dan Yunianta. 2015. Ekstraksi Antosianin Buah Murbei (Morus
alba L.) Metode Ultrasonic Batch (Kajian Waktu dan Rasio Bahan :
Pelarut). Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol 3 (2) 773-783.
Wulansari, A.N. 2018. “Alternatif Cantigen Ungu (Vaccinium varingiaefolium)
Sebagai Antioksidan Alami: Review”. Farmaka. Vol. 6(2): 419-429.
Yuda, P. E. S. K dan N. M. D. S. Suena. 2016. “Pengaruh Suhu
PenyimpananTerhadap Kadar Tablet Vitamin C yang Diukur
Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis”. Jurnal Ilmiah
Medicamento. Vol.2(1): 23-27.
Yanlinastuti, F.S. 2016. “Pengaruh konsentrasi pelarut untuk menentukan
kadar zirkonium dalam paduan U-Zr dengan mengguakan metode
Spektrofotometri UV-Vis”. PIN Pengelolaan Instal Nukl. Vol.1(17): 22– 33.
Yuhernita and Juniarti. 2011. “Analisis Senyawa Metabolit Sekunder dari
Ekstrak Metanol Daun Surian yang Berpotensi sebagai Antioksidan”.
Makara Sains. Vol. 15(1): 48-52.
Yusianto, D.N. 2014. “Mutu Fisik dan Citarasa Kopi Arabika yang Disimpan
Buahnya Sebelum di- Pulping”. Pelita Perkebunan. Vol. 30(20) : 137-158.
Yusmarini. 2011. “Mini Review Senyawa Polifenol pada Kopi: Pengaruh
Pengolahan, Metabolisme dan Hubungannya dengan Kesehatan”.
Sagu.Vol. 10(2): 22-30.
Yuwono, H.S. 2014. “The New Paradigm of Wound Management Using Coffee Powder. Journal of Surgery. Vol. 2(2) : 25-29.
43
LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema Penelitian
Sampel Biji Kopi Robusta
(Coffea canephora)
Maserasi menggunakan Metanol
Partisi Cair-Cair
Lapisan bawah Fraksi n-heksana
Fraksi Metanol Fraksi Etil Asetat
Skrining
Fitokimia
Isolasi
Senyawa
Uji Aktivitas
Antioksidan
Isolat Murni
Skrining
Fitokimia
Karakterisasi
Senyawa
Uji Aktivitas
Antioksidan
Roasting
Penghalusan (grinding)
44
Lampiran 2. Roasting dan Grinding
a. Roasting
Katup api pada alat roasting dinyalakan hingga
mencapai suhu 200ºC
Dimasukkan 1.000 gr biji kopi Liberika
Dipanaskan selama 21 menit
Dicatat perubahan suhu yang terjadi setiap menit
selama proses roasting berlangsung
b. Penghalusan Grinding
Dimasukkan sampel ke dalam mesin grinder
Dinyalakan alat
Dilakukan proses grinding
1.000 gr Biji kopi Robusta
Hasil
Biji Kopi Robusta
Hasil
45
Sampel bubuk
biji Kopi Robusta
Residu Filtrat
Lampiran 3. Ekstraksi dan Isolasi
a. Ekstraksi (Maserasi)
Ditimbang dan dimasukkan ke dalam botol
Ditambahkan pelarut metanol hingga semua
sampel terendam
Diaduk
Didiamkan selama 2 x 24 jam
Disaring
Diuapkan dengan alat rotary
evaporator hingga diperoleh
ekstrak kental
Diuji skrining fitokimia dan
aktivitas antioksidan dengan
penampak noda DPPH
Hasil
46
Ekstrak metanol (crude) biji Kopi
Robusta
Fraksi n-heksana Lapisan atas
Fraksi
etil asetat
Fraksi
metanol
Lapisan atas
b. Fraksinasi Cair-Cair
Ditimbang sejumlah ekstrak
Dilarutkan dengan metanol
Ditambahkan sejumlah n-heksana
Digojlok selama beberapa menit
Didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan
Ditampung lapisan bawah yang terpisah
Dilanjutkan hingga diperoleh warna larutan yang sama
Dihitung volume dan dipekatkan
Diulangi partisi dengan pelarut etil asetat dengan prosedur yang sama
Dihitung volume, dipekatkan
Diuji skrining fitokimia dan aktivitas antioksidan tiap fraksi dengan penampak bercak DPPH
47
c. Kromatografi Vakum Cair (KVC)
Dirangkai alat kromatografi kolom vakum cair
Ditimbang ekstrak dan fasa diam berupa silika gel
Dipanaskan silika gel dalam oven pada suhu 110
ºC selama 15 menit
Dilarutkan silika gel yang telah dioven dengan n-
heksana dan dimasukkan ke dalam kolom
Dimasukkan kertas saring
Ekstrak diimpregnasi dengan silika gel yang tidak
dipanaskan dalam oven dan dimasukkan ke dalam
kolom
Dimasukkan kertas saring kembali
Dialirkan eluen secara bergradient dengan bantuan
tekanan dari alat pompa vakum
Vial-vial yang diperoleh dikelompokkan
berdasarkan noda dari hasil KLT
Hasil
Fraksi Etil Asetat
48
d. Kromatografi Kolom Gravitasi (KKG)
Dirangkai alat kromatografi kolom gravitasi
Ditimbang ekstrak dan fasa diam berupa silika gel
Dimasukkan kapas ke dasar kolom
Dilarutkan silika gel yang telah dipanaskan dalam
oven dengan n-heksana dan dimasukkan ke dalam
kolom
Dimasukkan kertas saring
Ekstrak diimpregnasi dengan silika gel yang tidak
dipanaskan dalam oven dan dimasukkan ke dalam
kolom
Dimasukkan kertas saring kembali
Dialirkan eluen secara bergradient dengan bantuan
tekanan dari alat pompa vakum
Dikelompokkan vial-vial yang diperoleh
berdasarkan noda dari hasil KLT
Diji skrining fitokimia dan uji aktivitas antioksidan
dengan penampak bercak DPPH
Hasil
Fraksi etil asetat
49
Lampiran 4. Uji aktivitas antioksidan
a. Pembuatan Larutan Stok
Dilarutkan masing-masing dalam labu ukur 10 mL dengan
metanol p.a.
Dibuat serangkaian larutan dengan variasi konsentrasi 500
ppm, 300 ppm, dan 100 ppm
b. Pembuatan larutan DPPH
Dilarutkan dengan 100 mL metanol sehingga diperoleh
larutan dengan konsentrasi 50 µM
Dijaga kondisinya pada suhu dingin dan tidak terpapar
cahaya
c. Penentuan aktivitas antioksidan
Dipipet dengan menggunakan mikropipet ke dalam vial
Ditambahkan 3,8 mL larutan DPPH 50 µM
Dihomogenkan larutan
Dibiarkan selama 30 menit di tempat gelap di suhu ruang
Diukur absorbansi menggunakan spektrofotofemeter UV
Vis pada panjang gelombang 517 nM
Digunakan asam askorbat sebagai kontrol positif
Sejumlah
sampel
Hasil
1,97 mg
serbuk DPPH
Hasil
Hasil
0,2 mL Larutan
Sampel
50
Lampiran 5. Analisa Data dan Perhitungan
A. Perhitungan Rendemen Ekstrak
% Rendemen = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑥 100% =
211,37 𝑔𝑟
4.220 𝑔𝑟 𝑥 100% = 5%
B. Pembuatan larutan DPPH (50 µM)
50 µM = 0,05 mM
Mr DPPH = 394,33 g/mol
Banyak DPPH yang ditimbang
M = gram
Mr x
1000
V (mL)
0,05 mM = X (mg)
394,33 g/mol x
1000
100 mL
X = 0,05 mM x 394,33 g/mol x 100 mL
1000
X = 1,97165 mg
Jadi, untuk membuat larutan DPPH 50 µM dibutuhkan massa DPPH
sebanyak 1,97165 mg dalam 100 mL metanol p.a
C. Pembuatan larutan asam askorbat (vitamin C)
1000 ppm = 1 g
1000 mL=
0,01 g
10 mL
Jadi, untuk membuat larutan asam askorbat 1000 ppm dibutuhkan massa
asam askorbat sebanyak 0,01 g dalam 10 mL metanol p.a
D. Pembuatan larutan asam askorbat berbagai konsentrasi
- 50 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
V1 = 50 ppm x 10 mL
1000 ppm
= 0,5 mL
Jadi, untuk membuat larutan asam askorbat 50 ppm diambil sebanyak 0,5
mL larutan asam askorbat 1000 ppm, dilarutkan dalam labu ukur 10 mL.
- 30 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
V1 = 30 ppm x 10 mL
1000 ppm
= 0,3 mL
Jadi, untuk membuat larutan asam askorbat 30 ppm diambil sebanyak 0,3
mL larutan asam askorbat 1000 ppm, dilarutkan dalam labu ukur 10 mL.
- 10 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
51
V1 = 10 ppm x 10 mL
1000 ppm
= 0,1 mL
Jadi, untuk membuat larutan asam askorbat 10 ppm diambil sebanyak 0,1
mL larutan asam askorbat 1000 ppm, dilarutkan dalam labu ukur 10 mL.
E. Pembuatan larutan uji berbagai konsentrasi
- Pembuatan larutan uji 10.000 ppm
10 g
1000 ml=
0,1 g
10 ml=10.000 ppm
- Pembuatan larutan uji 500 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
V1 = 500 ppm x 10 mL
10000 ppm
= 0,5 mL
Jadi, untuk membuat 10 mL larutan uji 500 ppm diperlukan larutan stok
10.000 ppm sebanyak 0,5 mL.
- Pembuatan larutan uji 300 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
V1 = 300 ppm x 10 mL
10000 ppm
= 0,3 mL
Jadi, untuk membuat 10 mL larutan uji 300 ppm diperlukan larutan stok
10.000 ppm sebanyak 0,3 mL.
- Pembuatan larutan uji 100 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
V1 = 100 ppm x 10 mL
10000 ppm
= 0,1 mL
Jadi, untuk membuat 10 mL larutan uji 100 ppm diperlukan larutan stok
10.000 ppm sebanyak 0,1 mL.
F. Perhitungan %Inhibisi dan IC50 dalam antioksidan
Ekstrak n-heksan Konsentrasi (ppm) 0 100 300 500 Absorbansi 0,418 0,116 0,096 0,015 %Inhibisi 0 72,248 77,033 96,411 Regresi Linear y= 0,1577x + 25,942
R2= 0,6846
52
IC50 152,55 ppm
%inhibisi
- 100 ppm
%inhibisi = absorbansi kontrol−absorbansi sampel
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 X 100%
=0,418−0,116
0,418x 100 % = 72,248%
- 300 ppm
%inhibisi = absorbansi kontrol−absorbansi sampel
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 X 100%
=0,418−0,096
0,418x 100 % = 77,033%
- 500 ppm
%inhibisi = absorbansi kontrol−absorbansi sampel
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 X 100%
=0,418−0,015
0,418x 100 % = 96,411%
IC50
y = bx + a
50 = 0,1577x+25,942
x = 50 − 25,942
0,1577 = 152,55 ppm
Ekstrak etil asetat Konsentrasi (ppm) 0 100 300 500 Absorbansi 0,418 0,027 0,035 0,028 %Inhibisi 0 93,540 91,626 93,301 Regresi Linear y= 0,1413x + 37,831
R2= 0,4554 IC50 82,12 ppm
%inhibisi
- 100 ppm
%inhibisi = absorbansi kontrol−absorbansi sampel
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 X 100%
=0,418−0,027
0,418x 100 % = 93,54%
- 300 ppm
%inhibisi = absorbansi kontrol−absorbansi sampel
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 X 100%
=0,418−0,035
0,418x 100 % = 91,626%
- 500 ppm
%inhibisi = absorbansi kontrol−absorbansi sampel
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 X 100%
=0,418−0,028
0,418x 100 % = 93,301%
IC50
y = bx + a
50 = 0,1413x + 37,831
x = 50 – 37,831
0,1413 = 82,12 ppm
Ekstrak metanol Konsentrasi (ppm) 0 100 300 500 Absorbansi 0,418 0,042 0,016 0,013 %Inhibisi 0 89,952 96,172 96,889 Regresi Linear y= 0,1533x + 36,258
R2= 0,5172 IC50 84,64 ppm
53
%inhibisi
- 100 ppm
%inhibisi = absorbansi kontrol−absorbansi sampel
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 X 100%
=0,418−0,042
0,418x 100 % = 89,952%
- 300 ppm
%inhibisi = absorbansi kontrol−absorbansi sampel
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 X 100%
=0,418−0,016
0,418x 100 % = 96,172%
- 500 ppm
%inhibisi = absorbansi kontrol−absorbansi sampel
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 X 100%
=0,418−0,013
0,418x 100 % = 96,889%
IC50
y = bx + a
50 = 0,1533x + 36,258
x = 50 – 36,258
0,1533 = 84,64 ppm
Isolat f2.2 dari Fraksi Etil Asetat Konsentrasi (ppm) 0 10 30 50 Absorbansi 0,418 0,163 0,097 0,142 %Inhibisi 0 61 76,79 66,02 Regresi Linear y= 1,1044x + 26,104
R2= 0,5009 IC50 21,63 ppm
%inhibisi
- 10 ppm
%inhibisi = absorbansi kontrol−absorbansi sampel
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 X 100%
=0,418−0,163
0,418x 100 % = 61%
- 30 ppm
%inhibisi = absorbansi kontrol−absorbansi sampel
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 X 100%
=0,418−0,097
0,418x 100 % = 76,79%
- 50 ppm
%inhibisi = absorbansi kontrol−absorbansi sampel
𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 X 100%
=0,418−0,142
0,418x 100 % = 66,02%
IC50
y = bx + a
50 = 1,1044x + 26,104
x = 50 – 26,104
1,1044 = 21,63 ppm
54
Lampiran 6. Dokumentasi
Biji kopi robusta
(Caffea canephora)
Proses roasting
Proses grinder
Bubuk biji kopi
robusta
Proses KVC
Impregnasi
dengan silika
Proses KKG
Fraksi hasil KKG