Isolasi dan Identifikasi Alkaloid Piperin dari Fructus Piperis Albi

40
PERCOBAAN I ISOLASI DAN IDENTIFIKASI ALKALOID PIPERIN DARI FRUCTUS PIPERIS ALBI I. Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa diharapkan dapat memahami prinsip dan melakukan isolasi piperin dari fructus piperis albi beserta analisis kualitatif hasil isolasi dengan metode kromatografi lapis tipis. II. Tinjauan Pustaka Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah, hampir segalah jenis tumbuhan dapat tumbuh di negara ini. Sebagian besar sudah dimanfaatkan oleh nenek moyang kita untuk mengobati berbagai penyakit. Wilayah hutan tropika Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tertinggi ke dua di dunia setelah Brazilia. Indonesia dikenal lebih dari 20.000 jenis tumbuhan obat. Namun baru 1.000 jenis saja yang sudah didata, sedangkan baru sekitar 300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional (Aksara et al, 2013). Obat tradisional dalam kimia bahan alam mengandung senyawa-senyawa yang dikenal dengan metabolit sekunder. Metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang terbentuk dalam tanaman. Senyawa- senyawa yang tergolong ke dalam kelompok metabolit sekunder ini antara lain alkaloid, flavonoid,

description

Isolasi dan Identifikasi Alkaloid Piperin dari Fructus Piperis Albi

Transcript of Isolasi dan Identifikasi Alkaloid Piperin dari Fructus Piperis Albi

PERCOBAAN IISOLASI DAN IDENTIFIKASI ALKALOID PIPERIN DARI FRUCTUS

PIPERIS ALBI

I. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa diharapkan dapat memahami

prinsip dan melakukan isolasi piperin dari fructus piperis albi beserta analisis

kualitatif hasil isolasi dengan metode kromatografi lapis tipis.

II. Tinjauan Pustaka

Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah,

hampir segalah jenis tumbuhan dapat tumbuh di negara ini. Sebagian besar

sudah dimanfaatkan oleh nenek moyang kita untuk mengobati berbagai

penyakit. Wilayah hutan tropika Indonesia memiliki keanekaragaman hayati

tertinggi ke dua di dunia setelah Brazilia. Indonesia dikenal lebih dari 20.000

jenis tumbuhan obat. Namun baru 1.000 jenis saja yang sudah didata,

sedangkan baru sekitar 300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan

tradisional (Aksara et al, 2013).

Obat tradisional dalam kimia bahan alam mengandung senyawa-

senyawa yang dikenal dengan metabolit sekunder. Metabolit sekunder

merupakan senyawa kimia yang terbentuk dalam tanaman. Senyawa-senyawa

yang tergolong ke dalam kelompok metabolit sekunder ini antara lain alkaloid,

flavonoid, steroid, terpenoid, saponin, dan lain-lain. Senyawa metabolit

sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya mempunyai kemampuan

biokaktifitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan (Aksara et al, 2013).

Salah satu dari tumbuhan metabolit sekunder yang biasa digunakan

sebagai tumbuhan obat adalah tanaman lada, baik lada hitam, maupun lada

putih. Lada adalah rempah-rempah berwujud bijian yang dihasilkan tanaman

Piper nigrum L. Lada sangat penting dalam komponen masakan dunia dan

dikenal luas sebagai komoditi perdagangan penting di dunia. Piperin

merupakan suatu senyawa yang sangat bermanfaat dalam kesehatan, misalnya

piperin berkhasiat sebagai obat cacing, anti asma, dan anti nyeri. Piperin

banyak ditemukan pada simplisia yang termasuk dalam keluarga piperaceae,

yaitu pada piperis nigrii fructus, piperis albi fructus, piperis retrofracti fructus,

dan lain-lain. Tanaman yang termasuk dalam keluarga piperaceae sangat

banyak ditemukan hampir seluruh dataran rendah di Indonesia, karena tanaman

ini tidak tahan dengan genangan air. Piperis nigri sangatlah mudah ditemukan

di seluruh daerah di Indonesia dengan harga yang relatif rendah. Pada

umumnya kandungan piperin dalam Piperis nigri sebanyak 1,7-7,4%

(Septiatin, 2008).

Nama latin dari lada adalah Piper nigrum. Dikenal sebagai penyedap

makanan, mengatasi bau dan rasa makanan yang beraroma tak sedap, serta

pengawet daging. Ada dua macam lada yang menjadi komoditi perdagangan

yaitu lada hitam dan lada putih. Lada hitam diperoleh dengan memetik buah

yang masih hijau, mengupasnya, difermentasi untuk menambah rasa lada,

kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari, dan rasanya lebih pedas.

Sedangkan lada putih diperoleh dengan memetik biji masak merah, diremas

perlahan-lahan dan direndam dalam air, kulit, dan daging buah dibuang

sebelum dikeringkan di bawah sinar matahari (Septiatin, 2008).

Lada mengandung minyak atsiri, pinena, kariofilena, lionena, filandrena

alkaloid piperina, kavisina, piperitina, piperidina, zat pahit dan minyak lemak.

Rasa pedas disebabkan oleh resin yang disebut kavisin. Kandungan piperine

dapat merangsang cairan lambung dan air ludah. Selain itu lada bersifat pedas,

menghangatkan dan melancarkan peredaran darah. (Septiatin, 2008). Lada

hitam memiliki kandungan kimia berupa saponin, flavonoida, minyak atsiri,

felandren, dipenten, kariopilen, limonen, alkaloid, piperina, kavisin, karvakrol,

kalamin, dan minyak lemak. Bau khas aromatik, rasa pedas, hangat dan sedikit

pahit dari lada hitam bermanfaat sebagai penyegar, penghangat badan,

merangsang semangat dan meningkatkan sekresi keringat. Seduhan serbuk lada

hitam sebesar 305,76 mg/kg bb yang diberikan bersama parasetamol 250

mg/kg bb dapat menghambat proses hepatotoksis pada mencit (Sumarny et al,

2013).

Zaman dahulu sebagian besar sumber alkaloid adalah pada tanaman

berbunga, angiospermae. Pada tahun-tahun berikutnya penemuan sejumlah

besar alkaloid terdapat pada hewan, serangga, organisme laut, mikroorganisme

dan tanaman rendah. Beberapa contoh yang terdapat pada berbagai sumber

adalah isolasi muskopiridin dari sebangsa rusa; kastoramin dari sejenis musang

Kanada; turunan Pirrol, feromon seks serangga; saksitosin, neurotoksik

konstituen dari Gonyaulax catenella; pirosiamin dari bakterium Pseudomonas

aeruginosa; khanoklavin-I dari sebangsa cendawan, Claviceps purpurea; dan

likopodin dari genus lumut Lycopodium (Sastrohamodjojo, 1996).

Prosedur Wall banyak digunakan untuk mengambil alkaloid, meliputi

ekstraksi sekitar 20 gram bahan tanaman kering yang di refluks dengan 80%

etanol. Setelah dingin dan disaring, residu dicuci dengan 80% etanol dan

kumpulan filtrat diuapkan. Residu yang tertinggal dilarutkan dalam air,

disaring, diasamkan dengan asam klorida 1% dan alkaloid diendapkan baik

dengan pereaksi Mayer atau dengan siklotungstat. Bila hasil tes positif, maka

konformasi tes dilakukan dengan cara larutan yang bersifat asam tersebut

dibasakan, alkaloid diekstrak ke dalam pelarut organik, dan kemudian alkaloid

diekstrak kembali ke dalam larutan asam. Jika larutan asam ini menghasilkan

endapan dengan pereaksi tersebut di atas, ini berarti tanaman mengandung

alkaloid. Fasa basa berair juga harus diteliti untuk menentukan adanya alkaloid

quartener (Sastrohamodjojo, 1996).

Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk memisahkan berbagai

senyawa seperti ion-ion anorganik, kompleks senyawa senyawa organik

dengan anorganik, dan senyawa senyawa organik baik yang terdapat di alam

dan senyawa senyawa organik sintetik. Kelebihan penggunaan kromatografi

lapis tipis dibandingkan dengan kromatografi kertas ialah karena dapat

dihasilkannya pemisahan yang lebih sempurna, kepekaan yang lebih tinggi, dan

dapat dilaksanakan dengan lebih cepat. Banyak pemisahan yang memakan

waktu berjam-jam bila dikerjakan dengan kromatografi kertas, tetapi dapat

dilaksanakan hanya beberapa menit saja bila dikerjakan dengan KLT. Empat

macam adsorben yang umum dipakai ialah silika gel, alumina, kieselguhr, dan

selulosa. Sampel yang merupakan campuran senyawa yang akan dipisahkan,

dilarutkan dalam zat pelarut yang mudah menguap, misalnya kloroform atau

zat pelarut lain yang serupa, yang mempunyai titik didih antara 50-1000C.

Tetesan sampel harus di usahakan sekecil mungkin dengan meneteskan

berulang kali, dengan di biarkan mengering sebelum tetesan berikutnya

dikerjakan. Pemilihan sistem pelarut yang dipakai didasarkan atas prinsip like

dissolves like, tetapi akan lebih cepat. Pemilihan sistem pelarut atas dasar like

dissolves like berarti untuk memisahkan sampel yang bersifat nonpolar

digunakan sistem pelarut yang bersifat non polar juga. Dengan menempatkan

plat yang telah dikeringkan dalam ruangan yang mengandung uap iodium,

komponen penyusun dalam bentuk bercak (spot) akan berwarna coklat dengan

dasar putih. Penggunaan sinar ultraviolet dapat memberikan fluoresensi pada

plat yang mengandung unsur fosfor (Adnan, 1997).

Gambar 1. Kromatogram Standar Piperin

(Zarkani et al, 2009).

III. Metode Praktikum

3.1. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah batang

pengaduk, batu didih, botol penampung ekstrak, cawan porselin, corong,

gelas beker 1000 mL, gunting, kompor dengan penangas air atau heating

mantel, neraca analitik, perangkat KLT, perangkat penyari soxhlet (volume

ekstraktor 100 mL), dan vial.

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini diantaranya

adalah dragendorf (pereaksi semprot), es batu, etanol 96%, fase gerak

(toluena : etil asetat = 7 : 3), kertas saring, KOH etanolik 10 %, lanolin,

serbuk buah piper album dan silika gel GF254.

3.2. Cara Kerja

3.2.1. Minggu pertama (Jumat, 27 Februari 2015)

40 gram serbuk merica

Ditimbang Dibungkus dengan kertas

saring

Ditambahkan dalam tabung tempat serbuk diletakkan

Ditambahkan dalam labu alas bulat yang berisi etanol 96% tadi

3 biji batu didih

Diekstraksi selama beberapa jam hingga sampai terjadi 5 siklus pada suhu 78oC

Serbuk merica

400 ml Etanol 96%

Hasil

Disaring dengan kertas saring

Dimasukkan dalam vial

Disimpan

Diuapkan di atas penangas air sampai konsistensi kental

3ml filtrat Sisa filtrat

Lanolin

Dioleskan pada bagian ujung tabung simplisia dan ujung labu alas bulat

Dimasukkan ke perangkat soxlet bagian tabung tempat serbuk diletakkan

3.2.2. Minggu Kedua

Ditambahkan sambil diaduk sampai terbentuk endapan

10 mL KOH-etanolik 10%

Disaring dengan kertas saring

Filtrat

Hasil campuran

Dimasukkan dalam vial Diberi etiket pada vial Didiamkan dalam lemari es

sampai 1 minggu atau sampai terbentuk kristal

Hasil

Hasil

Dipisahkan dari cairan dengan kertas saring yang ditetesi etanol

Kristal+kertas saring

Dikeringkan dalam desikator selama 15 menit

Hasil berupa kristal

Hasil

Ditetesi etanol secukupnya

Filtratnya

Filtrat

Disimpan dalam vial untuk uji KLT

Hasil

3.2.3. Minggu ketiga

IV. Hasil Percobaan

No. Perlakuan Hasil Dokumentasi

1 Menimbang serbuk

merica

Berat serbuk =

40 gram

2 Membungkus serbuk

dalam kertas saring

Serbuk siap di

soxletasi

3 Mengoleskan lanolin

pada bagian ujung

tabung diletakkannya

serbuk dan ujung labu

alas bulat

Ujung tabung

dan labu alas

bulat menjadi

licin dan

mudah untuk

dilepaskan

Digunakan untuk sampel kromatografi

Hasil bukan berupa kristal yakni cairan

Hasil

Diuji KLT

Hasil

4 Memasukkan serbuk

yang sudah dibungkus

dalam kertas saring

dalam tabung tempat

diletakkannya sampel

Serbuk siap di

ekstraksi

5 Mengalirkan pelarut

etanol 96% dari tabung

sampel hingga masuk

dalam labu alas bulat

yang sudah berisi batu

didih

Pelarut sudah

berada di labu

alas bulat dan

siap untuk

diuapkan

6 Merangkai peralatan

soxlet

Soxlet sudah

bisa digunakan

untuk ekstraksi

7 Menyalakan waterbath

pada suhu 90oC untuk

meninggikan suhu

pelarut

Pelarut sudah

mulai menguap

8 Mengatur suhu

waterbath menjadi

78oC

Suhu sesuai

dengan titik

didih etanol

96%

-

9 Mengekstraksi sampel

sampai pada shifon

arm terlihat larutan

jernih

Hasilnya 5

siklus eksraksi

10 Menyaring hasil

ekstraksi dengan kertas

saring

Diperoleh

ekstrak cair

bebas dari

partikel tida

larut

11 Memipet ekstrak cair

dengan pipet volume

dan memasukkannya

dalam vial berwarna

gelap dan dilapisi

aluminium foil

3 ml ekstrak

cair siap untuk

uji KLT

13 Menimbang cawan

porselin kosong

Berat = 160, 41

gram

14 Memasukkan ekstrak

cair ke dalam cawan

porselin

-

15 Menimbang cawan

berisi ekstrak cair

Berat = 416,29

gram

16 Menguapkan ekstrak

cair hingga menjadi

eksrak kental

Ekstrak kental

17 Menimbang cawan

yang berisi ekstrak

kental

Berat= 163,83

gram

18 Membuat 10 ml KOH

etanolik 10 % dengan

cara mencampurkan 1

ml KOH dengan 9 mL

etanol 96%

10 ml KOH

etanolik 10 %

19 Menambahkan 10 ml

KOH etanolik pada

ekstrak kental yang ada

di cawan porselin dan

diaduk

Menghasilkan

endapan

20 Menyaring endapan

dengan kertas saring

Filtrat yang

berupa ekstrak

bebas dari

partikel tidak

larut

-

21 Memasukkan filtrat

dalam vial berwarna

gelap dan dilapisi

aluminium foil-

22 Memasukkan vial

dalam lemari es dan

menunggu selama 1

minggu

Terbentuk

kristal-

23 Menimbang kertas

saring kosong

Berat = 0,80

gram-

24 Menyaring kristal

dengan kertas saring

yang ditetesi etanol

96%

Dihasilkan

filtrat dan

kristal yang

tertahan di

kertas saring

25. Memasukkan filtrat

dalam vial

Filtrat siap

diuji KLT

26 Menimbang kertas

saring+kristal dimana

berat kertas

saring+kristal+cawan

porselin – berat cawan

porselin kosong

Berat kertas

saring+kristal+

cawan porselin

= 162,20 g

Berat cawan

porselin

kosong =

160,40 g

Sehingga, berat

kertas

saring+kristal=

162, 20–160,40

= 1,8 g

27 Memasukkan kertas

saring+kristal ke dalam

desikator selama 15

menit

Kertas saring

menjadi kering

dan terlihat

kristal yang

jelas

28 Menimbang kertas

saring setelah di

desikator

Berat kertas

saring+kristal =

1,38 gram

29 Kristal dilarutkan

dengan etanol 96%

Semua kristal

ikut terlarut

dalam etanol

96 %

30 Mengaduk filtrat

dengan batang

pengaduk

Krital terlarut

sempurna

dalam etanol

96%

31 Memasukkan filtrat

dalam vial

Filtrat siap

diuji KLT

32 Silika gel sebagai fase

diam diaktifkan dalam

oven dengan suhu

105oC selama 30 menit

Silika gel telah

aktif dan siap

ditotolkan

33 Sementara menunggu,

dibuat eluen etil

asetat : toluena dengan

perbandingan 7:3

Eluen etil

asetat : toluena

7:3

34 Memasukkan eluen ke

dalam chamber

Eluen siap

dijenuhkan

35 Eluen ditunggu dengan

menutup rapat

chamber yang telah

dimasukkan kertas

saring ke dalamnya

Eluen naik

hingga kertas

saring bagian

atas

36 Untuk penotolan,

dibuat design

membentuk ukuran

silika gel dan diberi

batas atas dan batas

bawah untuk penotolan

37 Ekstrak 1, ekstrak 2,

dan ekstrak 3

ditotolkan pada garis

batas bawah silika gel

Ada 3 totolan

di silika gel

7,8 cm

4 cm

a = 1 cm

b = 0,2 cm

a

b

38 Silika gel dielusi dalam

chamber hingga batas

atas

Semua bagain

silika gel telah

terelusi

39 Silika gel diangkat

pada bagian sisi silika

Silika gel

masih basah

oleh eluen

40 Silika gel diangin-

anginkan

Silika gel yang

kering

41 Silika gel diamati

dibawah sinar UV 254

nm

Nampak plat

berflorouresen-

si

42 Silika gel diamati

dibawah sinar UV 366

nm

Nampak plat

berwarna gelap

43 Plat silika gel

disemprot dengan

pereaksi dragendorf

Nampak warna

kuning pada

noda

a. Hasil % Rendeman

% Rendeman ekstrak = Berat ekstrak

Berat simplisia awalx 100%

= 8,42 g40 g

x 100%

= 21,05 %

% Rendeman kristal = Berat kristalBerat ekstrak

x 100%

= 1,38 g8,42 g

x 100%

= 16,3895 %

b. Gambar dan nilai Rf silika gel pada sinar UV 254 nm

3 ml ekstrak cair hasil ekstraksi soxlet

Rf = 4cm

6,6 cm=0,61

Filtrat hasil penyaringan kristal

Rf = 1 cm

6,6 cm=0,15

Rf = 2cm

6,6 cm=0,30

Rf = 4 cm

6,6 cm=0,61

Rf = 4,6 cm6,6 cm

=0,70

Rf = 5,1 cm6,6 cm

=0,77

Larutan etanol yang mengandung kristal

Rf = 4cm

6,6 cm=0,61

7,8 cm

4 cm

a

b

Larutan etanol yang mengandung kristal

3 ml ekstrak cair hasil ekstraksi soxlet

Filtrat hasil penyaringan kristal

4 cm

1 cm

2 cm

4,6 cm

5,1 cm

a = 1 cmb = 0,2 cm

c. Gambar dan nilai Rf silika gel pada sinar UV 366 nm

a = 1 cm

b = 0,2 cm

3 ml ekstrak cair hasil ekstraksi soxlet

Rf = 2cm

6,6 cm=0,30

Rf = 4 cm

6,6 cm=0,61

Filtrat hasil penyaringan kristal

Rf = 2cm

6,6 cm=0,30

Rf = 4 cm

6,6 cm=0,61

Larutan etanol yang mengandung kristal

Rf = 2cm

6,6 cm=0,30

Rf = 4 cm

6,6 cm=0,61

7,8 cm

4 cm

a

Filtrat hasil penyaringan kristal

Larutan etanol yang mengandung kristal

3 ml Filtrat hasil ekstraksi soxlet b

2 cm

4 cm

V. Pembahasan

Praktikum ini berjudul isolasi dan identifikasi alkaloid

piperin dari fructus piperis albi. Tujuan dari percobaan ini

adalah mahasiswa diharapkan dapat memahami prinsip dan

melakukan isolasi piperin dari fructus piperis albi beserta

analisis kualitatif hasil isolasi dengan metode kromatografi

lapis tipis. Praktikum ini menggunakan sampel tanaman Piperis

albi, karena pada umumnya kandungan piperin banyak ditemukan pada

simplisia yang termasuk dalam keluarga piperaceae, yaitu pada piperis nigri

fructus, piperis albi fructus, piperis retrofracti fructus, dan lain-lain. Selain itu,

tanaman yang termasuk dalam keluarga piperaceae sangat banyak ditemukan

hampir seluruh dataran rendah di Indonesia, karena tanaman ini tahan terhadap

genangan air. Piperis albi maupun Piperis nigri sangatlah mudah ditemukan di

seluruh daerah di Indonesia dengan harga yang relatif rendah. Lada hitam

(Piperis nigri) diperoleh dengan memetik buah yang masih hijau,

mengupasnya, difermentasi untuk menambah rasa lada, kemudian dikeringkan

di bawah sinar matahari, dan rasanya lebih pedas. Sedangkan lada putih

(Piperis albi) diperoleh dengan memetik biji masak merah, diremas perlahan-

lahan dan direndam dalam air, kulit, dan daging buah dibuang sebelum

dikeringkan di bawah sinar matahari. Menurut Septian, pada umumnya Piperis

albi memiliki kandungan piperin sebanyak 1,7-7,4% (Septiatin, 2008).

Piperin merupakan senyawa amida berupa kristal berbentuk jarum,

berwarna kuning, tidak berbau, tidak berasa, lama-kelamaan pedas, larut dalam

etanol, asam cuka, benzena, dan kloroform. Piperin memiliki manfaat sebagai

anti-inflamasi, antiarthritik, analgesik, depresan sistem safaf pusat dan

anticonvulsan. Kombinasi zat-zat yang terkandung mengakibatkan lada hitam

memiliki rasa pedas, berbau khas dan aromatik. Kandungan zat yang

memberikan warna, bau dan aroma dalam lada hitam adalah α-terpinol,

acetophenone, hexonal, nerol, nerolidol, 1,8 cineol, dihydrocarveol, citral, α-

pinene dan piperolnol. Piperin memiliki banyak efek farmakologi yaitu sebagai

antiinflamasi, antimikroba, hepatoprotektor, antikanker dan meningkatkan efek

antioksidan sel. Piperin mampu melindungi sel dari kanker dengan mengikat

protein di mitokondria sehingga memicu apoptosis tanpa merusak sel-sel yang

normal melalui peningkatan aktivitas enzim antioksidan seperti superoxide

dismutase, catalase dan glutathione peroxidase. Piperin juga berkhasiat sebagai

antioksidan, antidiare, dan insektisida (Septiatin, 2008).

Gambar 2. Struktur senyawa piperin

(Vasavirama & Mahesh, 2014).

Klasifikasi tanaman lada adalah sebagai berikut:

Kingdo

m

: Plantae

Divisi : Spermatophy

ta

Subdivi

si

: Angiosperma

e

Class : Dicotyledone

ae

Ordo : Piperales

Familia : Piperaceae

Genus : Piper

Specie

s

: Piper albi L.

(Tjitrosoepomo, 2007).

Lada mengandung minyak atsiri, pinena, kariofilena, lionena, filandrena

alkaloid piperina, kavisina, piperitina, piperidina, zat pahit dan minyak lemak.

Rasa pedas disebabkan oleh resin yang disebut kavisin. Kandungan piperin

dapat merangsang cairan lambung dan air ludah. Selain itu lada bersifat pedas,

menghangatkan dan melancarkan peredaran darah. (Septiatin, 2008). Lada

hitam memiliki kandungan kimia berupa saponin, flavonoida, minyak atsiri,

felandren, dipenten, kariopilen, limonen, alkaloid, piperina, kavisin, karvakrol,

kalamin, dan minyak lemak. Bau khas aromatik, rasa pedas, hangat dan sedikit

pahit dari lada hitam bermanfaat sebagai penyegar, penghangat badan,

merangsang semangat dan meningkatkan sekresi keringat. Berdasarkan

percobaan yang dilakukan Sumarny et al, seduhan serbuk lada hitam sebesar

305,76 mg/kg bb yang diberikan bersama parasetamol 250 mg/kg bb dapat

menghambat proses hepatotoksis pada mencit (Sumarny et al, 2013).

Rekristalisasi merupakan suatu teknik pemisahan zat

padat dari suatu zat pencemar dengan cara mengkristalkan

kembali zat tersebut setelah dilarutkan dengan pelarut yang

sesuai. Metode rekristalisasi menggunakan prinsip perbedaan

kelarutan zat pencemar dengan zat yang akan kita ambil.

Syarat pelarut yang baik:

1. Pelarut tidak bereaksi dengan zat yang akan dimurnikan

2. Pelarut dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan

3. Titik didih pelarut lebih rendah dari titik didih zat yang akan

dimurnikan

4. Titik didih pelarut lebih rendah dari titik lebur zat yang

akan dimurnikan.

Langkah awal proses isolasi piperin ini adalah menarik

semua komponen kimia yang terkandung dalam fructus piperis

albi, yang disebut dengan proses ekstraksi. Ekstraksi adalah

salah satu metode pemisahan kimia untuk memisahkan atau

menarik suatu komponen-komponen kimia yang berada dalam

suatu sampel dengan menggunakan pelarut. Ekstraksi

didasarkan pada perbedaan sifat kelarutan suatu senyawa

organik di dalam suatu cairan pelarut yang tidak saling

bercampur. Senyawa yang berada dalam bentuk ion (bersifat

polar) umumnya dapat larut dalam air, sementara senyawa

organik yang bersifat non polar umumnya tidak dapat larut

dalam pelarut air atau pelarut polar. Sifat ini dikenal dengan

istilah “like dissolve like” sehinggga suatu zat atau senyawa

dalam campurannya dapat dialarutkan dalam kombinasi

pelarut yang tidak saling bercampur. Pada praktikum ini

menggunakan 40 gram serbuk lada putih (piperis albi)  yang

dimasukkan pada kertas saring yang kemudian dibuat tertutup

pada tepi-tepinya dan dimasukkan ke dalam alat soxhletasi.

Ekstraksi soxhlet merupakan pemisahan satu atau beberapa

bahan dari suatu padatan dengan menggunakan bantuan

pelarut. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang

berbeda dari komponen-komponen dalam campuran/pemilihan

jenis pelarut ini didasarkan atas beberapa faktor, yaitu

selektivitas, kelarutan, kemampuan tidak saling campur,

reaktivitas, titik didih, dan kriteria lainnya (Bernasconi, 1995).

Prinsip soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut

yang selalu baru yang umumnya sehingga terjadi ekstraksi

kontinyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya

pendingin balik. Metode soxhlet ini dipilih karena pelarut yang

digunakan lebih sedikit (efesiensi bahan) dan larutan sari yang

dialirkan melalui sifon tetap tinggal dalam labu, sehingga

pelarut yang digunakan untuk mengekstrak sampel selalu baru

dan meningkatkan laju ekstraksi, waktu yang digunakan pun

lebih cepat. Kerugian metode ini ialah pelarut yang digunakan

harus mudah menguap.

Ekstraksi dilakukan dengan penambahan pelarut etanol

96%. Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel

tanaman piperis albi yaitu etanol 96% akan menembus dinding

sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat

aktif. Zat aktif akan larut dalam etanol 96% di luar sel, maka

larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan

berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara

konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel. Pemilihan

etanol 96% karena jika yang dipakai etanol 70% di

khawatirkan banyak amilum yang akan lebih banyak ditarik

dibandingkan piperinnya, jadi piperinnya sedikit dan

pengotornya yang lebih banyak. Pada proses ekstraksi

soxhletasi ini, pelarut yang digunakan dimasukkan dalam labu

alas bulat yang dipanaskan kemudian pelarut berubah menjadi

fase uap dan dengan menggunakan kondensor, pelarut yang

dalam fase uap tadi berubah menjadi fase cair (kondensasi)

dan akan jatuh menetesi sampel lada putih. Jika pelarut yang

jatuh pada bagian alat soxhlet yang terdapat sampel lada

putih telah penuh (telah melewati sifon), dan sifon tersebut

telah penuh maka pelarut dan bahan yang terkandung dalam

sampel (piperin) akan jatuh ke dalam labu alas bulat karena

adanya tekanan yang diberikan larutan.  Proses ini dinamakan

satu kali siklus ekstraksi, dan demikian proses ekstraksi oleh

pelarut ini terjadi secara berulang-ulang. Pada dasarnya

sirkulasi yang baik dilakukan selama 1-2 jam dengan

kecepatan 6-8 siklus per jam, untuk mendapatkan zat aktif

yang lebih banyak dan murni. Sirkulasi pada percobaan kali ini

dilakukan dengan kecepatan sirkulasi mencapai 5 siklus.

Hasil dari ekstraksi ini kemudian didinginkan dan

disaring  dengan kertas saring untuk memisahkan sari dari

bagian yang tidak larut. Sebanyak 3 mL ekstrak cair dipipet dan

dimasukkan dalam vial. Sisanya diuapkan dengan penangas air

sampai kental. Untuk menghilangkan etanol 96% diatur suhu

60-80°C. Penambahan KOH-etanolik 10% untuk memisahkan

senyawa resin dengan meminimalkan pembentukan garam,

sehingga didapatkan alkaloida yang murni. Endapan

dipisahkan dengan cara penyaringan dengan kertas saring,

hasilnya resin menempel di kertas saring karena resin bersifat

lengket. Seharusnya penyaringan dilakukan dengan glasswool,

agar filtrat bisa tersaring. Penyaringan dengan glasswool untuk

meminimalkan kandungan resin yang ikut tersaring, kemudian

didapatkan sari yang jernih dan disimpan dalam lemari es

untuk selanjutnya dilakukan proses kristalisasi.

Praktikum dilanjutkan diminggu kedua setelah filtrat

berbentuk kristal piperin, yaitu berbentuk jarum dan berwarna

kuning. Kristal yang didapatkan kemudian dipisahkan dari

filtrat menggunakan kertas saring yang telah ditetesi dengan

etanol 96% untuk membantu penguapan filtrat dari kristal.

Filtrat yang didapat disimpan ke dalam vial untuk diuji

menggunakan kromatografi lapis tipis. Sedangkan kertas

saring yang berisi kristal dikeringkan dalam desikator selama

15 menit. Berat kertas saring dan kristal yang didapat setelah

dikeringkan menggunakan desikator adalah 1,38 gram. Hasil

tersebut ditetesi dengan etanol dan filtratnya diuji dengan

menggunakan kromatografi lapis tipis.

Identifikasi kristal piperin dengan metode KLT menggunakan fase

diam berupa silika gel GF 254 dan fase gerak etil asetat : toluena dengan

perbandingan 7:3. Silika gel GF 254 bersifat polar serta dapat berfluororesensi

pada panjang gelombang 254. Prinsip kerja dari kromatografi lapis tipis ini

adalah pemisahan secara fisikokimia berdasarkan prinsip adsorpsi dan partisi,

dimana komponen kimia bergerak mengikuti cairan pengembang/fase gerak

yang digunakan. Sebelum dianalisis dengan KLT, fase diam harus diaktifkan

terlebih dahulu dengan cara memanaskannya di dalam oven dengan suhu 105oC

selama 30 menit dengan harapan semua air dan pelarut pengganggu menguap,

sehingga silika gel murni dari zat pengganggu. Sembari menunggu pengaktifan

fase diam, eluen dimasukkan ke dalam chamber kira-kira setinggi 1 cm dan

dijenuhkan dengan cara menutup rapat chamber yang telah dimasukkan kertas

saring sampai eluen naik ke bagian kertas saring. Tujuan penjenuhan adalah

agar partikel eluen dapat terdistribusi merata pada seluruh bagian chamber dan

fase diam, sehingga kemungkinan terjadinya tailing akan semakin kecil.

Setelah penjenuhan eluen, tahap selanjutnya adalah penotolan ekstrak 1 dan

ekstrak 2 pada silika gel yang telah diaktifkan, jarak penotolan pada silika gel

diharapkan tidak berdempet ataupun melewati batas atas, karena dapat

menyebabkan kegagalan pembacaan, kemudian dimasukkan ke dalam chamber

hingga eluen bergerak ke batas atas dan silika gel dikeluarkan untuk diamati di

bawah sinar UV 254 nm dan 366 nm setelah diangin-anginkan. Pemilihan

panjang gelombang 254 nm adalah untuk menampakkan zat terlarut sebagai

bercak yang gelap, sedangkan pemilihan panjang gelombang 366 nm

digunakan untuk menampakkan bercak yang berflouresensi. Hasil dari

percobaan adalah plat berflouresensi (berpendar) pada panjang gelombang 254

nm dan tidak berwarna gelap pada panjang gelombang 366 nm.

Tahap selanjutnya adalah pengamatan dan perhitungan

jarak perjalanan totolan pada plat, atau yang biasa disebut

dengan Rf. Nilai Rf digunakan sebagai nilai perbandingan

relatif antar sampel. Semakin non polar suatu komponen,

maka semakin besar nilai Rf, dan semakin polar suatu

komponen, makak semakin kecil nilai Rf. Nilai Rf yang

dapatkan pada totolan 3 mL ekstrak cair hasil ekstrak soxhlet

dengan disinari sinar UV 254 nm yaitu sebesar 0,61. Nilai Rf

yang dapatkan pada totolan filtrat hasil penyaringan kristal

dengan disinari sinar UV 254 nm ada 5, yaitu 0,15; 0,30; 0,61;

0,70; dan 0,77. Nilai Rf yang dapatkan pada totolan larutan

etanol yang mengandung kristal dengan disinari sinar UV 254

nm yaitu sebesar 0,61. Sedangkan nilai Rf yang dapatkan pada

totolan 3 mL ekstrak cair hasil ekstrak soxhlet dengan disinari

sinar UV 366 nm yaitu sebesar 0,30 dan 0,61. Nilai Rf yang

dapatkan pada totolan filtrat hasil penyaringan kristal dengan

disinari sinar UV 366 nm yaitu sebesar 0,30 dan 0,61. Nilai Rf

yang dapatkan pada totolan larutan etanol yang mengandung

kristal dengan disinari sinar UV 366 nm yaitu sebesar 0,30 dan

0,61.

Menurut Vyas et al (2011), nilai Rf standar dari piperin

adalah 0,42±0,03. Jika nilai Rf percobaan menunjukkan nilai

yang sama dengan nilai tersebut, maka dapat disimpulkan

bahwa senyawa yang terkandung dalam ekstrak memiliki

karakteristik yang sama dengan piperin. Namun, jika nilai Rf

percobaan berbeda dengan nilai Rf tersebut, berarti senyawa

tersebut berbeda dengan senyawa piperin. Hasil dinyatakan

spesifik dengan bahan baku standar jika warna bercak antara sampel dan

standar memiliki harga Rf saling mendekati dengan selisih harga ≤ 0,2.

Berdasarkan hasil percobaan, nilai Rf yang paling mendekati dengan nilai Rf

standar adalah sebesar 0,30 yang terdapat pada semua sampel dengan

pengamatan menggunakan sinar UV 366 nm dan hanya sampel pada filtrat

hasil penyaringan kristal dengan pengamatan sinar UV 254. Beberapa

ketidaksesuaian hasil percobaan dengan nilai standar mungkin disebabkan oleh

beberapa kesalahan dalam percobaan, seperti kurang telitinya dalam pembuatan

eluen, eluen kurang homogen, maupun kesalahan dalam proses

kromatografinya.

VI. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan yang

telah dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Prinsip percobaan adalah piperin disari dari buah piper

dengan etanol 96%, dipisahkan dari senyawa resin dengan

penambahan KOH-etanolik 10% b/v, kristalisasi dengan

etanol, dan dianalisis kandungan isolatnya dengan

menggunakan kromatografi lapis tipis.

2. Nilai Rf yang dapatkan pada totolan 3 mL ekstrak cair hasil

ekstrak soxhlet dengan disinari sinar UV 254 nm yaitu

sebesar 0,61. Nilai Rf yang dapatkan pada totolan filtrat

hasil penyaringan kristal dengan disinari sinar UV 254 nm

ada 5, yaitu 0,15; 0,30; 0,61; 0,70; dan 0,77. Nilai Rf yang

dapatkan pada totolan larutan etanol yang mengandung

kristal dengan disinari sinar UV 254 nm yaitu sebesar 0,61.

Sedangkan nilai Rf yang dapatkan pada totolan 3 mL

ekstrak cair hasil ekstrak soxhlet dengan disinari sinar UV

366 nm yaitu sebesar 0,30 dan 0,61. Nilai Rf yang

dapatkan pada totolan filtrat hasil penyaringan kristal

dengan disinari sinar UV 366 nm yaitu sebesar 0,30 dan

0,61. Nilai Rf yang dapatkan pada totolan larutan etanol

yang mengandung kristal dengan disinari sinar UV 366 nm

yaitu sebesar 0,30 dan 0,61.

3. Nilai Rf pada semua sampel dengan pengamatan sinar UV

366 nm dan sampel filtrat hasil penyaringan kristal dengan

pengamatan sinar UV 254 nm memilik nilai yang sama

dengan nilai Rf standar piperin.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. 1997. Teknik Kromatografi. Andi Offset. Yogyakarta.

Aksara, R., W.J.A. Musa & L. Alio. 2013. Identifikasi Senyawa Alkaloid Dari Ekstrak Metanol Kulit Batang Mangga (Mangifera indica L). Jurnal Entropi. Vol. 3 (1).

Sastrohamidjojo, H. 1996. Sumber Bahan Alam. UGM Press. Yogyakarta.

Septiatin, E. 2008. Apotek Hidup dari Rempah-Rempah, Tanaman Hias, dan Tanaman Liar. CV. Yrama Widya. Bandung.

Sumarny, R., L. Rahayu, N.M.D. Sanutami & L. Mory. 2013. Efek Stimulansia Infus Lada Hitam (Piperis nigri fructus) pada Mencit. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. Vol.11 (2).

Vasavirama, K & Mahesh, U. 2014. Piperine: A Valuable Alkaloid From Piper Species. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. Vol. 6 (4).

Zarkani, A., D. Prijono & Pudjianto. 2009. Pengujian Ekstrak Piper retrofractum sebagai Insektisida Nabati terhadap Crocidolomia pavonana dan Plutella xylostella Serta Keamanannya terhadap Diadegma semiclausum. Jurnal Akta Agrosia. Vol.12 (1).

PERTANYAAN

1. Apa yang dimaksud dengan alkaloid? Apa yang dimaksud dengan amida?

Gambarkan kerangkanya!

Jawab :

Alkaloid adalah senyawa siklik yang mengandung atom nitrogen yang

penyebarannya terbatas pada organisme hidup dan bersifat polar (Lenny,

2015).

Amida adalah senyawa yang diperoleh melalui amidasi turunan asam

karboksilat seperti asil halida dan metil ester dengan amina. Amida adalah

suatu jenis senyawa kimia yang dapat memiliki dua pengertian. Jenis pertama

adalah gugus fungsional organik yang memiliki guguskarbonil (C=O) yang

berikatan dengan suatu atom nitrogen (N), atau suatu senyawa yang

mengandung gugus fungsional ini. Jenis kedua adalah suatu

bentukanion nitrogen. (Surbakti, 2006).

Gambar 3. Gugus fungsional amida

2. Gambarkan piperin dan bagaimana polaritasnnya?

Jawab :

Struktur piperin adalah sebagai berikut :

Gambar 4. Struktur piperin

Adapun polaritas piperin adalah non polar (Kolhe, 2011).

3. Apa fungsi penambahan KOH-etanolik dalam percobaan ini dan jelaskan

dengan reaksi yang terjadi!

Jawab :

Penambahan larutan KOH dalam etanol bertujuan untuk memperoleh piperin

dari ekstrak pekat tersebut, dimana di dalam ekstrak tersebut terdapat

komponen lain ketika ditambahkan KOH-etanol. Hal ini menyebabkan piperin

yang ada dalam ekstrak tersebut bereaksi menjadi garam asam piperat dan

dengan penambahan KOH-etanol dapat mengeliminasi senyawa lainnya,

karena dalam ekstak tersebut masih ada zat pengotor. Intinya adalah untuk

menghidrolisis piperin menjadi asam piperat. Reaksi yang terjadi adalah :

4. Bagaimana kedudukan sistematikanya Piper nigrum?

Jawab :

Sistematika tumbuhan lada adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Anak divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Piperales

Suku : Piperaceae

Marga : Piper

Spesies : Piper nigrum L.

(Murniaty, 2011).

5. Sebutkan kandungan golongan senyawa yang pada umumnya terdapat dalam

tumbuhan yang termasuk satu jenis dengan Piper nigrum!

Jawab :

Kandungan kimia dari buah lada adalah minyak atsiri mengandung felandren,

dipenten, kariopilen, enthoksilin, limonen, alkaloida piperina dan kavisina

(Murniaty, 2011).

6. Apa perbedaaan fructus piperis albi dan piperis albi.

Jawab :

Fructus piperis albi adalah merica yang berwarna hitam sedangkan piperis albi

adalah merica berwarna putih. keduanya bukan dari spesies yang berbeda tetapi

cara penglohan dan pemetikan bijinya yang membuat keduanya lain. Untuk

lada hitam dibuat dengan memetik buah lada yang masih setengah matang

hingga berubah menjadi warna merah kemudian dibiarkan kering, dari proses

pengeringan akan mengerut dan berubah warna menjadi gelap. Sementara lada

putih dipetik saat biji sudah matang, cara mengolahnya dengan merendam biji-

biji lada ke dalam air garam untuk menghilangkan kulit terluar sampai

meninggalkan bijinya yang berwarna putih. Kandungannya juga berbeda. Lada

yang dipetik dalam keadaan setengah matang dan melalui proses pengeringan

(lada hitam) menurut Times of Health lebih banyak memiliki sifat sehat, seperti

kandungan asam klorida yang mampu merangsang organ perut dalam

meningkatkan kesehatan pencernan, dan antioksidan yang berguna menangkal

radikal bebas.