islam memandang post mortem

23
BAB III PEMERIKSAAN POSTMORTEM PADA RAHANG BAWAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE MANDIBULA CANINA INDEX UNTUK MENENTUKAN JENIS KELAMIN DITINJAU DARI SEGI ISLAM 3.1. Pemeriksaan Postmortem Pada Rahang Bawah untuk Kepentingan Penegakan Hukum menurut Islam Dalam suatu negara diperlukan tegaknya hukum yang seadil-adilnya untuk digunakan sebagai pengatur umatnya. Dalam hal ini penegak hukum dengan disertai kesadaran seluruh warga negara tersebut. Penegakan hukum suatu kasus dilakukan dengan pemeriksaan identifikasi forensik yang bekerja sama dengan ahli forensik. Pemeriksaan identifikasi menggunakan pemeriksaan post-mortem dalam hal ini menggunakan manusia sebagai obyeknya dan ante-mortem benda sebelum korban meninggal (Mahjudin, 1992). Al-Quran menegaskan bahwa ‘manusia adalah mahluk yang mulia’. Dengan kemudian tersebut manusia harus 50

description

pemeriksaan post mortem dipandang dari sisi islam

Transcript of islam memandang post mortem

Page 1: islam memandang post mortem

BAB III

PEMERIKSAAN POSTMORTEM PADA RAHANG BAWAH DENGAN

MENGGUNAKAN METODE MANDIBULA CANINA INDEX UNTUK

MENENTUKAN JENIS KELAMIN DITINJAU DARI SEGI ISLAM

3.1. Pemeriksaan Postmortem Pada Rahang Bawah untuk Kepentingan

Penegakan Hukum menurut Islam

Dalam suatu negara diperlukan tegaknya hukum yang seadil-adilnya untuk

digunakan sebagai pengatur umatnya. Dalam hal ini penegak hukum dengan

disertai kesadaran seluruh warga negara tersebut. Penegakan hukum suatu kasus

dilakukan dengan pemeriksaan identifikasi forensik yang bekerja sama dengan

ahli forensik. Pemeriksaan identifikasi menggunakan pemeriksaan post-mortem

dalam hal ini menggunakan manusia sebagai obyeknya dan ante-mortem benda

sebelum korban meninggal (Mahjudin, 1992).

Al-Quran menegaskan bahwa ‘manusia adalah mahluk yang mulia’.

Dengan kemudian tersebut manusia harus diperlakukan secara terhormat dan adil,

baik saat hidup maupun mati, seperti ditegaskan dalam ayat Al-Quran :

Artinya :“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat (Q.S An-Nisa (4): 58).”

50

Page 2: islam memandang post mortem

Untuk menyikap dan mengungkapkan kebenaran suatu obyek tertentu,

manusia memerlukan ilmu khusus yang terkait dengan obyek tertentu. Mengingat

keterbatasan manusia untuk dapan menguasai semua cabang ilmu pengetahuan,

maka diperlukan orang yang ahli di bidang ilmu tertentu untuk dapat menjawab

persoalan yang dihadapi. Hal ini sejalan dengan penegasan pada ayat Al-Quran :

Artinya :

"Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahu (Q.S. Al-Nahl (16): 43).”

Peralatan modern terkadang sulit untuk membuktikan sebab kematian dan

identitas seseorang dengan hanya penyelidikan dari bagian tubuh manusia.

Kesulitan tersebut menjadi alasan untuk memperbolehkan pembedahan mayat

dengan memeriksa rahang bawah sebagai obyek penyidikan, karena dianggap

sangat dihajatkan dalam menegakkan hukum dan Jika berkepentingan tersebut

berkaitan dengan penegakkan hukum.

Untuk alasan mashlahah tersebut di atas maka seharusnya penegak hukum

berkerjasama dengan dokter ahli terkait (ahli forensik, ahli gigi forensik, patologi

forensik, dll) yang dapat dipercaya kejujurannya tersebut mendapatkan visum et

repertum, sehingga dari hasil penyelidikan itu dapat memberi keterangan kepada

para penegak hukum untuk mengetahui identitas seseorang, sekaligus pelaku

tindak pidana tersebut (Mahjudin, 2008).

51

Page 3: islam memandang post mortem

Dalam melakukan pemeriksaan post-mortem maupun ante-mortem

sebaiknya dengan tujuan untuk penengakan hukum. Dan bersifat darurat untuk

kemaslahatan. Dengan melakukan pemeriksaan pada rahang bawah yang

menggunakan pengukuran mandibula pada manusia atau pada anggota tubuh

manusia yang lainnya itu semata hanya untuk penegakan hukum. Pemeriksaan

tidak hanya pada bagian tubuh manusia saja ada yang menggunakan dokumen

seperti foto, properti, ktp dan masih banyak lagi yang dapat digunakan dalam

penegakan hukum suatu kasus (Mahjudin, 2008).

Salah satu tujuan menjatuhkan sanksi hukum kepada terdakwa adalah

dalam rangka memberikan pelajaran kepada mereka dan menakut-nakuti orang

lain yang masih mempunyai niat seperti terdakwa. Karena itu menjatuhkan sanksi

hukum, tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan yang tidak manusiawi. Bahkan

Allah di dalam Al-Quran memerintahkan untuk menjatuhkan hukuman potong

tangan bagi pencuri, karena Islam mengutamakan ketentraman orang banyak

(Mahjudin, 2008).

Kalau penegak hukum tidak mau mengusut kejahatan karena yang

dianiaya sudah mati lalu takut melakukan pengusutan dengan melalui

pembedahan mayat berarti penegak hukum tersebut telah memberi jalan kepada

penjahat agar tidak takut beraksi (Mahjudin, 2008).

52

Page 4: islam memandang post mortem

3.2 Pandangan Islam Penggunaan Metode Mandibula Canina Index

Sebagai Pembedahan Mayat (Autopsi)

Pemeriksaan pada rahang bawah manusia berkaitan dengan pembedahan

mayat (autopsi). Bedah disebut juga operasi, bedel (untuk mengobati penyakit).

Secara bahasa, bedah berarti pengobatan dengan jalan memotong atau mengiris

bagian tubuh seseorang. Dalam bahasa Arab disebut al-Tasyrih, al-Jirahah atau

al-‘Amaliyyah bi al-Jirahah (melukai atau operasi pembedahan). Bedah mayat

sendiri mengandung makna yaitu suatu upaya tim dokter ahli untuk membedah

mayat karena dilandasi maksud atau kepentingan tertentu. Sedangkan autopsi

adalah pemeriksaan tubuh dengan jalan pembedahan untuk mengetahui penyebab

kematian ditinjau dari aspek tujuan, bedah mayat (autopsi) dibagi dalam empat

kelompok, yaitu autopsi anatomis, autopsi klinis, dan autopsi forensik, bedah

mayat bertujuan untuk menyelamatkan janin yang ada di dalam kandungan atau

untuk mengeluarkan benda berharga. Autopsi forensik merupakan pembedahan

terhadap mayat yang bertujuan mencari kebenaran hukum dari suatu peristiwa

yang terjadi, misalnya dugaan pembunuhan, kecelakaan, bunuh diri, bencana dan

lain-lain. Pembedahan seperti ini biasanya dilakukan atas permintaan pihak

kepolisian atau kehakiman untuk memastikan sebab kematian seseorang. Hasil

visum dokter (visum et repertum) ini akan mempengaruhi keputusan hakim dalam

menentukan suatu perkara (Amirudin,2008); (Zuhroni,2008).

Pemeriksaan rahang bawah atau dikenal dengan pemeriksaan odontologi

forensik dengan mengukur rahang bawah sendiri merupakan bagian dari

pemeriksaan autopsi forensik yang berfungsi dalam penelitian serta proses

identifikasi untuk menentukan jenis kelamin seseorang. Tujuan autopsi forensik

53

Page 5: islam memandang post mortem

sejalan dengan prinsip islam, yaitu untuk menegakkan kebenaran dan keadilan

penentuan hukum (Aminudin,2008).

3.2.1 Hukum Islam Mengenai Pembedahan Mayat (Autopsi)

Syariat Islam sangan memuliakan jiwa dan jasad seorang muslim setelah

wafat sekalipun. Sehingga secara umum, melukai atau melakukan tindakan tidak

hormat pada mayat seorang muslim diharamkan (Sadeli, 2008).

Dlam hadist nabawi tidak ada keterangan yang sharih tentang hukum

melakukan autopsi. Sebab, autopsi seperti zaman sekarang ini belum dikenal di

masa lalu, yang dapat ditemukan hanyalah dalil-dalil dari sunnah nabiwiyah yang

beberapa perbedaan pendapat diantara para ulama tentang hukum membedah

mayat (Sarwat, 2008); (Zuhroni, 2008).

Ada beberapa pokok hukum agama Islam dalam meninjau masalah

hambatan yang timbul dalam pelaksanaan bedah mayat :

1. Islam menyuruh menghormati manusia, baik ketika masih hidup

maupun ketika sudah mati, hal tesebut terdapat pada ayat :

Artinya:

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (Q.s, Al-Isra (17): 70)

54

Page 6: islam memandang post mortem

2. Islam melarang merusak tubuh orang yang sudah mati. Diriwayatkan

oleh Imam Muslim dan perawi lain. Dijelaskan dalam kitab Tuhfatul

Ahwadzi Syarh Sunan at Tirmidzi bahwa jika duduk di atas kuburan

tidak diperkenankan, maka untuk hal lain berupa tindakan tidak

pantas, lebih tidak diperbolehkan (Ahmad, 2008); (Muhammad,

2008).

3. Islam melarang melihat aurat orang lain, hal tersebut terdapat pada

ayat Al-Quran:

Artinya: Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka

menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan

55

Page 7: islam memandang post mortem

(terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (Q.S. Annur (24):31)

4. Allah mensyariatkan agama Islam agar memelihara mashlahat.

5. Islam menyuruh agar menghukum terhadap sesuatu perkara dengan

hukuman yang adil, hal ini terdapat pada ayat Al-Quran :

Artinya:

Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.(Q.s, al-Ma’idah (5): 45).

Meskipun dalam Al-Qur’an tidak ada ayat khusus yang menegaskan

hukum bedah mayat, tetapi banyak ayat yang dapat dijadikan sebagai acuan dan

landasan dalam menetapkan praktik bedah mayat, misalnya janji Allah yang akan

memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya diangkasa luar dan dalam diri

manusia itu sendiri seperti dalam ayat Al-Quran :

56

Page 8: islam memandang post mortem

Artinya:

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu. (Q.s, al-Ahqaf (41): 53).

Pengertian “dalam diri manusia”, pada ayat di atas menurut para mufassir

berarti di dalam tubuh manusia ada nilai ilmu pengetahuan dan kebenaran untuk

diteliti. Ayat ini dapat dijadikan sebagai acuan perintah untuk melakukan

penelitian secara mendalam tentang struktur tubuh manusia, jaringan, otot, tulang

dan semua bagian manusia, baik luar maupun dalam (Zuhroni, 2008).

3.2.2 Pertimbangan Maslahah tentang Bedah Mayat terhadap pengukuran

Rahang Bawah.

Meskipun secara umum termasuk merusak jasad mayit adalah dilarang,

namun beberapa ulama kontemporer membolehkan atas dasar pertimbangan

maslahat tapi dengan beberapa syarat. Dalam ushul fikih dikenal kaidah yang

menyatakan, jika ada dua maslahat yang kontradiktif, maka didahulukan maslahat

yang paling besar. Dalam hal ini, maslahat bagi mayit adalah hendaknya jasadnya

tidak dirusak. Sedangkan maslahat umatnya, dengan diadakannya autopsi,

beberapa masalah terkait bisa mendapatkan solusi. Terkait juga kaidah tentang

mafsadah, jika ada dua mafsadah yang bertentangan maka dipilihlah yang paling

ringan. Autopsi bisa menyebabkan mafsadah (kerusakan). Sedangkan

57

Page 9: islam memandang post mortem

ketidaktahuan akan sebab kematian, penyakit berbahaya dan tidak berkembangnya

ilmu kedokteran adalah mafsadah yang jauh lebih besar (Sadeli, 2008).

3.2.3 Fatwa Ulama tentang Bedah Mayat

Beberapa pendapat para Ulama berkenaan dengan pembedahan mayat :

a. Syeikh Hasanain Makhluf (mufti dari Mesir) dalam buku Lajnah Fatwa

dari Mesir menyatakan, pemeriksaan bedah mayat untuk mayat yang

terbunuh dalam rangka mengetahui dan menjelaskan sebab-sebab

kematiannya serta untuk menetapkan sekaligus untuk menentukan

tindak pidana (jinayat) atasdiri pembunuh atau membebaskannya,

maka hal seperti ini tidak dilarang tentang bolehnya, apanila kebenaran

tentang jinayat ini tergantung kepadanya. Karena ada dalil-dalil yang

menunjukkan wajib berlaku adil dalam hukum, agar tidak terjadi

menghukum orang yang tidak bersalah dan membebaskan orang yang

bersalah. Sudah banyak pemeriksaan mayat yang memperjelas antara

yang benar dan yang salah, yang adil dan yang zalim.

Ia juga menjelaskan tentang hukum bedah mayat terkait dengan hokum

belajar ilmu kedokteran itu sendiri. Dia menyatakan, karena belajar

ilmu kedokteran hukumnya fardu kifayah, maka segala ilmu yang

dapat menuju kesempurnaannya menjadi wajib pula (Mahjudin, 1992).

b. Syeikh Yusuf Ad-dajuy dalam rangka lokakarya Visum et Repertum

USU Medan 1981 menyatakan di dalam kitab-kitab fiqih tidak

dijumpai keterangan-keterangan yang memuaskan tentang hal ini.

Sementara orang mengira pemeriksaan bedah mayat itu haram. Tidak

58

Page 10: islam memandang post mortem

bilehkan syariat karena Islam memuliakan dan menghormati orang

mati. Akan tetapi orang yang mengetahui jiwa syariah dan

tuntutan0tuntutan akan melihat. Selamanya harus ditimbang

berimbang, sehingga akan timbul penetapan hukum yang paling kuat

di antara keduanya, berdasarkan hikmah dan pandangan yang benar.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa harus jauh

mempertimbangkan maslahat yang kuat sesuai dengan jiwa dan syariat

Islam serta disesuaikan pula dengan kepentingan dan kebahagian

akhirat.

Karena itu dalam melakukan visum , adakalanya merupakan suatu

keharusan dalam beberapa hal, seperti apabila seseorang dituduh

melakukan jinayat terhadap orang lain. Kecurigaan dan tuduhan itu

akan hilang jika telah dilakukan pembuktian dengan melakukan

autopsi yang dapat memberikan keterangan bahwa matinya orang

tersebut bukan karena mati dianiaya (jinayat). Begitulah kemampuan

pemeriksaan bedah mayat itu untuk menyelamatkan orang yang sudah

diikat oleh kesulitan dari berbagai segi dan begitu juga sebaliknya.

Maka orang yang memikirkan hal tersebut di atas secara global serta

keterangan-keterangan lebih lanjut yang lebih terperinci, maka orang

tersebut akan berpendapat memperbolehkan tindakan autopsi, itu

karena mendahulukan maslahat yang kuat atas mudharat yang lemah.

Pemeriksaan bedah mayat dengan maksud tersebut di atas, bukanlah

penghinaan atau merusak kehormatan jenazah, karena autopsi dengan

maksud tersebut malahan bertujuan untuk kemaslahatan umat. Banyak

59

Page 11: islam memandang post mortem

hadist-hadist yang menonjolkan kemuliaan tubuh manusia dan orang

mengira bahwa pemeriksaan bedah mayat tidak dibenarkan untuk

alasan apapun. Akan tetapi jika berfikir sedikit tentang kaidah-kaidah

syariat dapat diketahui bahwa ruang lingkup hukum syara’ adalah

memelihara mashlahat dan menghindari mudharat. Sesuatu yang

mengandung mashlahat yang kuat menyuruh setiap muslim untuk

mengerjakannya dan segala sesuatu yang mengandung mudharat yang

kuat haruslah ditinggalkan. Sudah jelas bahwa pertimbangan antara

mafsadah (merusakkan kehormatan/kemulian orang mati) dengan

mashlahat (mengobati, menetapkan keadilan, melepaskan orang yang

tidak bersalah dari hukuman atas pelaku kejahatan) menunjukkan

bahwa mashlahahtnya lebih kuat dari pada mudharatnya (Mahjudin,

1992).

c. Majlisul Majma’ al Fiqhi al Islami dari Rabithah al ‘Alam al Islami

dalam sebuah darrah di Makkah pada hari Sabtu, 24 Shafar 1480 H

menyatakan, berdasarkan atas beberapa faktor darurat yang menuntut

adanya autopsi (at-Tasyrih) pada mayat, dan maslahat yang bisa

diambil meski dengan merusak jasad mayit, maka majelis

mengeluarkan beberapa ketetapan.

I. Diperbolehkan melakukan autopsi mayat untuk salah satu

tujuan di bawah ini :

1. Investigasi atas tuduhan kriminal untuk mengetahui sebab-

sebab kematian atau kejahatan yang dilakukan. Hal itu

dilakukan manakala seorang hakim kesulitan untuk

60

Page 12: islam memandang post mortem

mendapatkan informasi valid seputar sebab kematian dan

autopsi dipandang sebagai jalan keluarnya.

2. Mengetahui dan meneliti penyebab suatu penyakit, yang

untuk mengetahunya diharuskan melakukan pembedahan

atau autopsi. Sehingga penyakit tesebut bisa diidentifikasi

dan dicari cara penanggulangannya.

3. Pembelanjaran medis seperti yang ada di beberapa jurusan

kedokteran (Muhammad, 2008).

II. Autopsi untuk praktek (pembelajaran) harus menjaga beberapa

hal berikut :

1. Jika mayat diketahui identitasnya, maka harus ada ijin dari

si mayit sebelum meninggal atau ijin dari ahli warisnya.

Sebab, dilarang membedah mayat yang terjaga darahnya

(muslim) kecuali karena dalam kondisi darurat.

2. Autopsi hendaknya pada bagian yang dibutuhkan saja agar

tidak terjadi hal-hal yang berlebihan.

3. Tidak diperbolehkan mengautopsi mayat wanita selain ahli

medis wanita, kecuali jika mereka benar-benar tidak ada.

3.3 Pandangan Islam Pemeriksaan Postmortem Pada Rahang Bawah

dengan Metode Canina Index untuk Menentukan Jenis Kelamin dan

Penentuan Identitas Seorang Muslim

Metode identifikasi dibuat dalam rangka menentukan jenis kelamin dan

identitas seseorang, baik itu sebagai korban maupun sebagai tersangka. 61

Page 13: islam memandang post mortem

Penentuan identitas korban sendiri sangatlah penting untuk diketahui, karena

itu terkait erat masalah hukum, social, ekonomi, budaya, dan agama.

Bagi korban yang telah meninggal dunia dan diketahui bahwa identitasnya

adalah seorang muslim, maka hal ini penting dalam beberapa urusan

diantaranya adalah :

1. Tata cara pemakaman harus dilakukan menurut agama Islam

Dalam hal ini jenazah harus dirawat sesuai syariat Islam, seperti

memandikan, mengafani, menyembahyangkan dan menguburkan. Jika

jenazah yang digunakan sebagai bahan penyidikan dan pendidikan itu

diketahui seorang muslim, maka diharuskan untuk disholatkan terlebih

dahulu, sebelum digunakan untuk penyidikan dan pendidikan dalam

kedokteran forensik. Jika jenazah tidak diketahui identitasnya sekaligus

agamanya, maka haruslah diketahui mayoritas agama tempat jenazah

tersebut berasal, jika mayoritas Islam maka jenazah tersebut disholatkan

terlebih dahulu (al-Albani, 1999).

2. Pembagian harta warisan

Pembagian harta warisan sangat penting bagi keluarga yang ditinggalkan.

Hal ini terkait dalam beberapa hal di antaranya adalah penentuan siapa

yang berhak menjadi ahli waris (berhubungan dengan nasab), penentuan

mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris

untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya. Adanya beberapa hal yang

harus dilakukan sebelum pembagian warisan diantaranya adalah :

62

Page 14: islam memandang post mortem

a. Pembayaran utang baik kepada Allah swt (nazar dan zakat) maupun

kepada manusia, hutang ini harus dilunasi terlebih dahulu dengan

harta waris, sebelum harta waris dibagikan.

b. Jika ada biaya perawatan (tahjiz), maka harta waris harus dikurangi

dahulu biaya perawatan.

c. Pelaksanaan wasiat si mayit, Islam membatasi jumlah wasiat yang

akan diberikanyaitu tidak lebih dari 1/3 bagian harta waris.

3. Massa iddah bagi istrinya.

4. Kejelasan nasab bagi anak dan keluarga yang ditinggalkan (Anonim,

2005); (Siddiq, 2006).

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1) Perkembangan ilmu pengetahuan telah mengantarkan umat manusia

untuk menelaah lebih jauh tentang kepentingan dan kemaslahatannya,

lebih-lebih dari tinjauan kemaslahatan menurut hukum Islam. Semua

penemuan baru sebagai hasil dari perkembangan teknologi tersebut,

hendaknya disejalankan dengan kaidah-kaidah hukum Islam, seperti

hukum “Bedah Mayat” menurut pandangan Islam.

2) Bedah mayat adalah suatu upaya tim dokter ahli untuk membedah

mayat, karena ada suatu maksud atau kepentingan tertentu. Jadi, bedah

mayat tidak boleh dilakukan oleh sembarangan orang, walaupun hanya

sekedar mengambil barang dari tubuh (perut) mayat itu. Sebab,

manusia harus dihargai kendatipun ia sudah menjadi mayat. Apalagi

yang ada hubungannya dengan ilmu pengetahuan dan penegakan

hukum. Autopsi juga dilakukan dengan tujuan-tujuan tertentu yang

63

Page 15: islam memandang post mortem

berdasarkan hukum-hukum Islam, yaitu tindakan ini dilakukan hanya

sebatas pada hal-hal yang sangat dibutuhkan (tidak berlebihan) dan

harus tetap menghargai serta menghormati hak-hak mayat yang di

autopsi.

3) Penentuan Identitas seorang muslim dengan metode odontologi

forensik sangat penting dilakukan dikarenakan terkait dengan

pengenalan identitas korban termasuk jenis kelamin korban sangat

berarti bagi orang-orang yang ditinggalkan terutama bagi keluarga dan

anak-anaknya. Selain itu, ada beberapa bidang yang memiliki

kepentingan yang erat dalam pengenalan mayat di antaranya adalah

hukum, sosial, ekonomi, budaya dan agama. Dalam bidang agama

berkaitan dengan tata cara pemakanan sesuai syariat Islam, pembagian

harta waris, masa iddah untuk wanita muslim dan menjelaskan nasab

seorang anak. Oleh sebab itu autopsi dilakukan sangat bermanfaat bagi

seorang muslim.

64