Isi.pdf

36
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah.. Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Prancis “jaune” yang berarti kuning. Ikterus sebaiknya diperiksa dibawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata, dan kalau ini terjadi konsentrasi bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dL (34 sampai 43 umol/L). Jika ikterus sudah jelas dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin mengkin sebenarnya sudah mencapai angka 7 mg%. 1 Bilirubin merupakan produk pemecahan hemoglobin normal yang dihasilkan dari sel darah merah tua oleh sistem retikuloendotelial. Bilirubin tak terkonjugasi yang ti dak larut ditransportasikan ke hati terikat dengan albumin. Bilirubin ditransportasikan melewati membran sinusoid hepatosit kedalam sitoplasma. Enzim uridine diphosphateglucuronyl transferase mengkonjugasikan bilirubin tak-terkonjugasi yang tidak larut dengan asam glukoronat untuk membentuk bentuk terkonjugasi yang larut-air, bilirubin monoglucuronide dan bilirubin diglucuronide. Bilirubin terkonjugasi kemudian secara aktif disekresikan kedalam kanalikulus empedu. Pada ileum terminal dan kolon, bilirubin dirubah menjadi urobilinogen, 10-20% direabsorbsi kedalam sirkulasi portal. Urobilinogen ini diekskresikan kembali kedalam empedu atau diekskresikan oleh ginjal didalam urin. 2 Munculnya jaundice (ikterus) pada pasien adalah sebuah kejadian yang dramatis secara visual. Jaundice selalu berhubungan dengan penyakit penting, meskipun hasil akhir jangka panjang bergantung pada penyebab yang mendasari jaundice. Jaundice adalah gambaran fisik sehubungan dengan gangguan metabolisme bilirubin. Kondisi ini biasanya disertai dengan gambaran fisik abnormal lainnya dan biasanya berhubungan dengan gejala- gejala spesifik. Kegunaan yang tepat pemeriksaan darah dan pencitraan, memberikan perbaikan lebih lanjut pada diagnosa banding. Umumnya, jaundice non-obstruktif tidak membutuhkan intervensi bedah, sementara jaundice obstruktif biasanya membutuhkan intervensi bedah atau prosedur intervensi lainnya untuk pengobatan. 3 Ada 3 tipe ikterus yaitu ikterus pre hepatika (hemolitik), ikterus hepatika (parenkimatosa) dan ikterus post hepatika (obstruksi). Ikterus obstruksi (post hepatika) adalah ikterus yang disebabkan oleh gangguan aliran empedu antara hati dan duodenum yang terjadi

Transcript of Isi.pdf

Page 1: Isi.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran

mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya

dalam sirkulasi darah.. Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Prancis “jaune” yang berarti

kuning. Ikterus sebaiknya diperiksa dibawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera

mata, dan kalau ini terjadi konsentrasi bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dL (34 sampai

43 umol/L). Jika ikterus sudah jelas dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin mengkin

sebenarnya sudah mencapai angka 7 mg%. 1

Bilirubin merupakan produk pemecahan hemoglobin normal yang dihasilkan dari sel

darah merah tua oleh sistem retikuloendotelial. Bilirubin tak terkonjugasi yang ti dak larut

ditransportasikan ke hati terikat dengan albumin. Bilirubin ditransportasikan melewati

membran sinusoid hepatosit kedalam sitoplasma. Enzim uridine diphosphate–glucuronyl

transferase mengkonjugasikan bilirubin tak-terkonjugasi yang tidak larut dengan asam

glukoronat untuk membentuk bentuk terkonjugasi yang larut-air, bilirubin monoglucuronide

dan bilirubin diglucuronide. Bilirubin terkonjugasi kemudian secara aktif disekresikan kedalam

kanalikulus empedu. Pada ileum terminal dan kolon, bilirubin dirubah menjadi urobilinogen,

10-20% direabsorbsi kedalam sirkulasi portal. Urobilinogen ini diekskresikan kembali kedalam

empedu atau diekskresikan oleh ginjal didalam urin.2

Munculnya jaundice (ikterus) pada pasien adalah sebuah kejadian yang dramatis

secara visual. Jaundice selalu berhubungan dengan penyakit penting, meskipun hasil akhir

jangka panjang bergantung pada penyebab yang mendasari jaundice. Jaundice adalah

gambaran fisik sehubungan dengan gangguan metabolisme bilirubin. Kondisi ini biasanya

disertai dengan gambaran fisik abnormal lainnya dan biasanya berhubungan dengan gejala-

gejala spesifik. Kegunaan yang tepat pemeriksaan darah dan pencitraan, memberikan

perbaikan lebih lanjut pada diagnosa banding. Umumnya, jaundice non-obstruktif tidak

membutuhkan intervensi bedah, sementara jaundice obstruktif biasanya membutuhkan

intervensi bedah atau prosedur intervensi lainnya untuk pengobatan.3

Ada 3 tipe ikterus yaitu ikterus pre hepatika (hemolitik), ikterus hepatika

(parenkimatosa) dan ikterus post hepatika (obstruksi). Ikterus obstruksi (post hepatika) adalah

ikterus yang disebabkan oleh gangguan aliran empedu antara hati dan duodenum yang terjadi

Page 2: Isi.pdf

2

akibat adanya sumbatan (obstruksi) pada saluran empedu ekstra hepatika. Ikterus obstruksi

disebut juga ikterus kolestasis dimana terjadi stasis sebagian atau seluruh cairan empedu dan

bilirubin ke dalam duodenum.3

Jaundice merupakan manifestasi yang sering pada gangguan traktus biliaris, dan

evaluasi serta manajemen pasien jaundice merupakan permasalahan yang sering dihadapi oleh

ahli bedah. Serum bilirubin normal berkisar antara 0,5 – 1,3 mg/dL; ketika levelnya meluas

menjadi 2,0 mg/dL, pewarnaan jaringan bilirubin menjadi terlihat secara klinis sebagai

jaundice. Sebagai tambahan, adanya bilirubin terkonjugasi pada urin merupakan satu dari

perubahan awal yang terlihat pada tubuh pasien.4

Bilirubin merupakan produk pemecahan hemoglobin normal yang dihasilkan dari sel

darah merah tua oleh sistem retikuloendotelial. Bilirubin tak terkonjugasi yang tidak larut

ditransportasikan ke hati terikat dengan albumin. Bilirubin ditransportasikan melewati

membran sinusoid hepatosit kedalam sitoplasma. Enzim uridine diphosphate–glucuronyl

transferase mengkonjugasikan bilirubin tak-terkonjugasi yang tidak larut dengan asam

glukoronat untuk membentuk bentuk terkonjugasi yang larut-air, bilirubin monoglucuronide

dan bilirubin diglucuronide. Bilirubin terkonjugasi kemudian secara aktif disekresikan kedalam

kanalikulus empedu. Pada ileum terminal dan kolon, bilirubin dirubah menjadi urobilinogen,

10-20% direabsorbsi kedalam sirkulasi portal. Urobilinogen ini diekskresikan kembali kedalam

empedu atau diekskresikan oleh ginjal didalam urin.5

Umumnya diagnosis ikterus obstruktif secara klinik ditegakkan dengan cara imaging.

Pemeriksaan ultrasonografi mudah membedakan penyebab ikterus ekstra hepatik atau intra

hepatik dengan melihat pelebaran dari saluran empedu dengan ketepatan 95%. Tindakan biopsi

umumnya hanya dilakukan untuk evaluasi dari ikterus intra hepatik. Pada kasus tertentu tidak

selalu mudah untuk menegakkan diagnosis ikterus obstruktif ektrahepatik atau intra hepatik.

Kadang-kadang saluran empedu tidak terlihat jelas pada pemeriksaan USG untuk menentukan

letak obstruksi, karena bagian distal saluran empedu sukar terlihat pada 30-50% kasus,

sehingga dibutuhkan pemeriksaan patologi anatomi dengan tindakan biopsi hepar dalam

memastikan diagnosis ikterus obstruktif ekstrahepatik.8,13-16 Berikut ini dilaporkann sebuah

kasus ikterus obstruktif yang mula-mula tidak bisa ditegakkan diagnosisnya dengan imaging,

tetapi kemudian akhirnya diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi.1

Page 3: Isi.pdf

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Hepatobilier.

I. Hepar

Hepar bertekstur lunak, lentur, dan terletak di bagian atas cavitas abdominalis tepat di

bawah diafragma. Sebagian besar hepar terletak di profunda arcus costalis dextra, dan

hemidiaphragma dextra memisahkan hepar dari pleura, pulmo, pericardium dan cor. Hepar

terbentang ke sebelah kiri untuk mencapai hemidiaphragma sinistra. Hepar berwarna

cokelat kemerahan dan dikelilingi oleh selubung fibrosa yang dikenal sebagai kapsul

Glisson. Permukaan atas hepar yang cembung melengkung di bawah kubah diaphragma.

Facies visceralis atau posteroinferior, membentuk cetakan visera yang letaknya berdekatan

sehingga bentuknya menjadi tidak beraturan. Hepar dibagi menjadi lobus hepatis dexter

yang besar dan lobus hepatis sinister yang kecil oleh perlekatan ligamentum peritoneale,

ligamentum falciforme. Lobus hepatis dexter dibaginlagi menjadi lobus quadratus dan lobus

caudatus oleh adanya vesica biliaris, vesica ligamentum teres, vena cava inferior dan fissura

ligamenti venosi.6

Page 4: Isi.pdf

4

Porta hepatis atau hilus hepatis, terdapat pada facies visceralis dan terletak diantara

lobus caudatus dan lobus quadratus. Pada tempat ini terdapat ductus hepaticus dexter dan

sinister, ramus dexter dan sinister arteri hepatica, vena portae hepatis, serta serabut-serabut

saraf simpatis dan parasimpatis. Disini terdapat beberapa kelenjar limfe hepar. Kelenjar

limfe ini menampung cairam limfe hepar dan vesica biliaris dan mengirimkan serabut

eferennya ke nodi lymphoidei coeliaci. Vena centralis pada masing-masing lobulus

bermuara ke vana hepatica. Di dalam ruangan di antara lobulus terdapat canalis hepatis yang

berisi cabang arteri hepatica, vena portae hepatis dan sebuah cabang ductus choledocus

(trias hepatis). Darah arteri dan vena berjalan diantara sel-sel hepar melalui sinusoid dan

dialirkan ke vena centralis.6

a. Ligamentum Hepatis

Ligamentum falciforme yang merupakan lipatan ganda peritoneum, berjalan keatas

dari umbilicus ke hepar. Ligamentum ini mempunyai pinggir bebas berbentuk bulan sabit

dan mengandung ligamentum teres hepatis yang merupakan sisa vena umbilicalis.

Ligamentum falciforme berjalan ke permukaan anterior dan kemudian ke permukaan

superior hepar dan akhirnya membelah menjadi dua lapis. Lapisan kanan membentuk

lapisan atas ligamentum coronarium, lapisan kiri membentuk lapisan atas ligamentum

triangulare sinistrum. Bagian kanan ligamentum coronarium dikenal sebagai ligamentum

triangulare dextrum. Ligamentum teres hepatis berjalan kedalam fissura yang terdapat

Page 5: Isi.pdf

5

pada facies visceralis hepatis dan bergabung dengan ramus sinister vena portae hepatis

di porta hepatis.6

Ligamentum venosum arantii, suatu pita fibrosa yang merupakan sisa ductus

venosus, melekat pada ramus sinister vena portae hepatis dan berjalan keatas di dalam

fissura pada facies visceralis hepar dan di atas melekat pada ramus sinister vena portae

hepatis dan berjalan ke atas di dalam fissura pada facies visceralis hepar, dan di atas

melekat pada vena cava inferior.6

b. Perdarahan.6

i. Arteria.

Arteri hepatica propria, cabang truncus coeliacus, berakhir dengan bercabang

menjadi ramus dexter dan sinister yang masuk ke dalam porta hepatis.

ii. Venae.

Vena portae hepatis bercabang dua menjadi dua cabang terminal yaitu ramus

dexter dan sinister yang masuk portae hepatis dibelakang arteri. Vena hepaticae (tiga

buah atau lebih) muncul dari pars posterior hepatis dan bermuara ke dalam vena cava

inferior.

c. Sirkulasi darah melalui hepar

Pembuluh-pembuluh darah yang mengalirkan darah ke hepar adalah arteria

hepatica propria (30%) dan vena portae hepatis (70%). Arteria hepatica propria

Page 6: Isi.pdf

6

membawa darah yang kaya oksigen ke hepar dan vena porta membawa darah yang kaya

akan hasil metabolisme pencernaan yang diabsorbsi dari tractus gastrointestinalis.

Darah arteri dan vena dialirkan ke vena centralis masing-masing lobuli hepatis

melalui sinusoid hepar. Vena centrale mengalirkan darah ke vena hepatica dextra dan

sinistra, dan vena-vena ini meninggalkan pars posterior hepar dan bermuara langsung ke

dalam vena cava inferior.6

d. Duktus Biliaris Hepatis

Empedu disekresikan oleh sel-sel hepar, disimpan dan dipekatkan di dlaam vesica

biliaris, kemudian dikeluarkan ke duodenum. Ductus biliaris hepatis terdiri atas ductus

hepaticus dexter dan sinister, ductus hepaticus sinister, ductus hepaticus communis,

dustus choledocus, vesica biliaris dan ductus cysticus.6

Cabang-cabang interobulares ductus choledocus terkecil terdapat didalam canalis

hepatis; cabang-cabang ini menerima canaliculi biliaris; cabang-cabang ini saling

berhubungan satu dengan yang lain dan secara bertahap membentuk saluran yang lebih

besar, sehingga akhirnya pada portae hepatis membentuk ductus hepaticus dexter dan

sinister.

Ductus hepaticus dexter mengalirkan empedu dari lobus hepatis dexter dan

ductus hepaticus sinister mengalirkan empedu dari lobus hepatis sinister, lobus caudatus,

dan lobus quadratus.6

e. Ductus Hepaticus

Ductus hepaticus dexter dan sinister keluar dari lobus hepatis dexter dan sinister

pada portae hepatis. Keduanya segera bersatu membentuk ductus hepaticus communis.

Panjang ductus hepaticus communis sekitar 1,5 inci (4 cm) dan berjalan turun di pinggir

bebas omentum minus. Ductus ini bergabung dengan ductus cysticus dari vesica biliaris

yang ada di sisi kanannya membentuk ductus choledocus.6

f. Ductus Choledocus

Panjang ductus choledocus sekitar 3 inci (8 cm). Pada bagian pertama

perjalanannnya, ductus ini terletak di pinggir bebas kanan omentum minus, didepan

foramen epipoicum. Disini ductus choledocus terletak di depan pinggir kanan vena portae

hepatis dan pada sisi kanan arteri hepatica. Pada bagian kedua perjalanannya, ductus

terletak di belakang pars superior duodenum di sebelah kanan arteria gastroduodenalis.

Pada bagian ketiga perjalanannya, ductus terletak di dalam sulcus yang terdapat pada

facies posterior caput pancreatis. Disini, ductus choledocus bersatu dengan ductus

pancreaticus.

Page 7: Isi.pdf

7

Ductus choledocus berakhir dibawah dengan menembus dinding medial pars

descendens duodenum kira-kira di pertengahan panjangnya. Biasanya ductus choledocus

bergabung dengan duvtus pancreaticus, dan bersama-sama bermuara ke dalam ampula

kecil di dinding duodenum, yang disebut ampulla hepatopancreatica (ampulla vater).

Ampulla ini bermuara ke dalam lumen duodenum melalui sebuah papilla kecil, yaitu

papilla duodeni major.

Bagian terminal kedua ductus beserta ampulla dikelilingi oleh serabut otot

sirkuler yang disebut musculus sphincter ampullae (sphincter oddi). Kadang ductus

choledocus dan pancreaticus major bermuara ke dalam duodenum pada tempat yang

terpisah.6

II. Vesica Biliaris (Kandung Empedu)

Vesica biliaris adalah sebuah kantong berbentuk buah pir yang terletak pada

permukaan bawah (facies visceralis) hepar. Vesica biliaris mempunyai kemampuan

menampung empedu sebanyak 30-50 ml dan menyimpannya, serta memekatkan empedu

dengan cara mengabsorbsi air. Vesica biliaris terbagia atas fundus, corpus dan collum.

Fundus vesica billiaris berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawahmargo inferior

hepar, penonjolan ini merupakan tempat fundus bersentuhan dengan dinding anterior

abdomen setinggi ujung cartilago costalis IX dextra. Corpus vesica biliaris terletak dan

berhubungan dengan facies visceralis hepar dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum

vesicae biliaris melanjutkan diri sebagai dustus cysticus, yang berbelok ke dalam omentum

minus dan bergabung dengan sisi kanan ductus hepaticus communis untuk membentuk

ductus choledocus. Peritoneum meliputi seluruh bagian fundus vesicae biliaris dan

menghubungkan corpus dan collum vesicae billiaris dengan facies visceralis hepar.6

a. Perdarahan

Arteria cystica, cabang arteria hepatica dextra. Vena cystica mengalirkan darah

langsung ke vena portae. Sejumlah arteria dan venae kecil juga berjalan di antara hepar

dan vesica biliaris.6

b. Aliran limfe

Cairan limfe mengalir ke nodus cysticus yang terletak dekat collum vesicae billiaris.

Dari sini, pembuluh limfe berjalan ke nodi hepatici dengan berjalan sepanjang perjalanan

arteria hepatica communis dan kemudian ke nodi coelici.6

c. Persyarafan

Page 8: Isi.pdf

8

Saraf simpatis dan parasimpatis membentuk plexus coeliacus. Vesica biliaris

berkontraksi sebagai respon terhadap hormon kolesistokinin yang dihasilkan oleh tunica

mukosa duodenum karena masuknya makanan berlemak dari gaster.6

d. Ductus Cysticus

Panjang ductus cyticus sekitar 1,5 inci (3,8 cm) dan menghubungkan collum vesicae

biliaris dengan ductus hepaticus communis untuk membentuk ductus choledocus.

Biasanya ductus cysticus berbentuk seperti huruf S dan berjalan turun dengan jarak yang

bervariasi pada pinggir bebas kanan omentum minus.6

Tunica mukosa ductus cysticus menonjol untuk membentuk plica spiralis yang

melanjutkan diri dengan plica yang sama pada collum vesicae biliaris. Plica ini umumnya

dikenal sebagai “valvula spiralis”. Fungsi valvula spiralis adalah untuk mempertahankan

lumen terbuka secara konstan.6

III. Fisiologi Sistem Hepatobilier.7,8

a. Fisiologi Hepar

Hepar adalah organ metabolik terbesar dan terpenting dalam tubuh. Organ ini

penting bagi sistem pencernaan untuk sekresi garam empedu, tetapi hati juga

melakukan berbagai fungsi lain, mencakup hal-hal diantaranya :

Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak, protein) setelah

penyerapan mereka dari saluran pencernaan.

Detoksifikasi atau degradasi zat-zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa asing

lainnya.

Sintesis berbagai protein plasma, mencakup protein yang penting untuk pembekuan

darah serta untuk mengangkut hormon tiroid, steroid dan kolesterol dalam darah.

Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga dan banyak vitamin.

Pengaktifan vitamin D, yang dilaksanakan oleh hati bersama dengan ginjal.

Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang usang berkat adanya makrofag

residen.

Ekskresi kolesterol dan bilirubin, yang terakhir adalah produk penguraian yang

berasal dari destruksi sel darah merah yang sudah usang.

Walaupun fungsinya sangat beragam, spesialisasi sel-sel di dalam hati sangat

sedikit. Tiap-tiap sel hati atau hepatosit tampaknya mampu melaksanakan berbagai

tugas metabolik diatas, kecuali aktivitas fagositik yang dilaksanakan oleh makrofag

Page 9: Isi.pdf

9

residen atau yang lebih dikenal dengan sel kupfer. Spesialisasi berlangsung di organel

yang sangat berkembang di dalam hepatosit. Untuk melaksanakan berbagai tugas

tersebut, hati secara anatomis tersusun sedemikian rupa, sehingga setiap hepatosit dapat

berkontak langsung dengan darah dari dua sumber; darah yang langsung datang dari

saluran pencernaan dan darah arteri yang langsung datang dari aorta. Darah vena

memasuki hati melalui hubungan vaskuler yang khas dan kompleks yang dikenal

sebagai sistem porta hati.

Hati tersusun menjadi unit fungsional yang dikenal sebagai lobulus, yaitu

susunan heksagonal jaringan yang mengelilingi sebuah vena sentral. Di tepi luar setiap

potongan lobulus terdapat tiga pembuluh : cab. a.hepatika, cab v. portae dan duktus

biliaris. Darah dari cabang hepatika dan vena portae tersebut mengalir dari perifer

lobulus ke dalam luar kapiler yang melebar yang disebut sinusoid. Sinusoid ini terdapat

di antara barisan sel-sel hati ke vena sentral seperti jari-jari bagian ban sepeda.

b. Fisiologi Kandung Empedu

Hepar memproduksi empedu terus-menerus dan diekskresikan melalui

kanalikuli biliaris. Orang dewasa normal rata-rata memproduksi empedu hepar

sebanyak 500 sampai 1000 ml sehari. Sekresi empedu responsif terhadap neurogenik,

humoral, dan rangsangan kimia. Stimulasi vagal meningkatkan sekresi empedu,

sedangkan stimulasi saraf splenikus menurunkan aliran empedu. Asam klorida,

sebagian protein pencerna dan asam lemak dalam duodenum merangsang pelepasan

hormone sekretin dari duodenum yang kemudian, meningkatkan produksi empedu dan

aliran empedu. Empedu mengalir dari hepar melalui duktus hepatika menuju duktus

hepatika komunis, lalu ke kandung empedu, kemudian melalui duktus biliaris komunis,

dan akhirnya masuk ke duodenum.

Empedu terdiri dari cairan alkalis encer yang serupa dengan sekresi NaHCO3

pankreas serta beberapa konstituen organik, termasuk garam-garam empedu,

kolesterol, lesitin dan bilirubin. Konstituen organik berasal dari aktivitas hepatosit,

sedangkan air, NaHCO3, dan garam anorganik lain ditambahkan di sel-sel duktus.

Walaupun tidak mengandung enzim pencernaan apapun, empedu penting untuk proses

pencernaan dan penyerapan lemak, terutama melalui aktivitas garam empedu. PH dari

empedu hepatik biasanya netral atau sedikit basa, tetapi bervariasi dengan diet. Garam

empedu primer yaitu cholat dan chenodeoxycholate, disintesis dalam hepar yang

berasal dari kolesterol. Mereka terkonjugasi disana dengan taurin dan glisin, dan

Page 10: Isi.pdf

10

bertindak dalam empedu sebagai anion (asam empedu) yang diseimbangkan dengan

natrium.

Garam empedu diekskresikan ke dalam empedu oleh hepatosit dan membantu

dalam pencernaan dan penyerapan lemak di usus halus. Pada usus halus, sekitar 80%

dari asam empedu yang terkonjugasi diserap di ileum terminal. Sisanya, di-

dehidroksilasi (dekonjugasi) oleh bakteri usus, lalu membentuk asam empedu sekunder

yaitu deoxycholate dan lithocholate. Asam empedu sekunder ini diserap di kolon, lalu

ditranspor ke hepar, dikonjugasikan, dan disekresikan ke dalam empedu. Akhirnya,

sekitar 95% dari asam empedu diserap kembali dan dikembalikan melalui sistem vena

portal ke hepar yang disebut sirkulasi enterohepatik. Lima persen diekskresikan dalam

tinja, meninggalkan sejumlah kecil asam empedu.

Kolesterol dan fosfolipid yang disintesis dalam hepar merupakan lipid utama

yang ditemukan dalam empedu. Sintesis fosfolipid dan kolesterol oleh hepar diregulasi

oleh asam empedu. Warna empedu berasal dari adanya pigmen bilirubin diglukuronida,

yang merupakan produk metabolisme dari pemecahan hemoglobin, dan terdapat dalam

empedu dengan konsentrasi 100 kali lebih besar dari pada di dalam plasma. Di dalam

usus halus, bakteri mengubahnya menjadi urobilinogen, sebagian kecil diserap dan

disekresikan ke dalam empedu.

Kandung empedu, duktus biliaris, dan sfingter Oddi bertindak bersama-sama

untuk menyimpan dan mengatur aliran empedu. Fungsi utama dari kandung empedu

adalah untuk mengkonsentrasikan dan menyimpan empedu hepatik dan mengirim

empedu ke duodenum sebagai respon terhadap makanan.

Sfingter Oddi mengatur aliran empedu (dan juga cairan Pankreas) ke dalam

duodenum, mencegah regurgitasi isi duodenum ke kandung empedu, dan mengalihkan

Page 11: Isi.pdf

11

empedu ke kandung empedu. Sfingter Oddi adalah struktur kompleks yang secara

fungsional terlepas dari otot-otot duodenum dan menciptakan zona tekanan tinggi

antara duktus biliaris dan duodenum.

c. Fisiologi Sfringter Oddi.

Sfingter Oddi berukuran panjang sekitar 4 sampai 6 mm dan memiliki tekanan

istirahat basal sekitar 13 mmHg di atas tekanan duodenum. Pada manometry, sfingter

Oddi menunjukkan kontraksi phasic dengan frekuensi sekitar empat kali per menit dan

dengan amplitudo 12 sampai 140 mmHg. Motilitas spontan dari sfingter Oddi diatur

oleh sel-sel interstitial melalui input hormon intrinsic dan ekstrinsik dan aksi neuron sel

otot polos.Relaksasi terjadi dengan kenaikan CCK, menyebabkan amplitudo kontraksi

phasic berkurang dan penurunan tekanan basal, sehingga memungkinkan terjadi

peningkatan aliran empedu ke dalam duodenum.

d. Metabolisme Bilirubin

Bilirubin adalah produk pemecahan dari katabolisme heme normal. Bilirubin

terikat pada albumin dalam sirkulasi dan dikirim ke hati. Dalam hepar, bilirubin

dikonjugasikan menjadi asam glukuronat dalam reaksi katalisasi oleh enzim glucuronil

transferase, yang membuatnya larut dalam air. Setiap molekul bilirubin bereaksi dengan

dua molekul asam diphosphoglucuronic uridin untuk membentuk bilirubin

diglucuronida. Glukuronida ini kemudian diekskresikan ke dalam kanalikuli biliaris.

Sejumlah kecil bilirubin glukuronida lolos ke dalam darah dan kemudian

diekskresikan dalam urin. Sebagian besar bilirubin terkonjugasi diekskresikan dalam

usus sebagai buangan, karena mukosa usus relatif tidak permeabel terhadap bilirubin

terkonjugasi. Namun, mukosa usus reatif permeable terhadap bilirubin tak terkonjugasi

dan urobilinogen yang merupakan derivat dari bilirubin yang dibentuk oleh aksi bakteri.

Dengan demikian, beberapa bilirubin dan urobilinogen direabsorpsi dalam sirkulasi

portal, lalu diekskresikan kembali oleh hepar atau masuk ke dalam sirkulasi dan

diekskresikan ke dalam urin.

2.2. Obstruksi Ikterus (Jaundice).

2.2.1. Definisi.

Ikterus berasal dari bahasa Yunani yang mempunyai arti kuning. Nama lain dari

ikterus yaitu jaundice yang berasal dari bahasa Perancis yang berarti kuning. Dimana

keadaan tersebut muncul karena adanya peningkatan pigmen empedu di dalam jaringan

dan serum.darah . berdasarkan pernyataan tersebut maka ikterus adalah warna kuning

Page 12: Isi.pdf

12

pada sklera, mukosa, dan kulit yang disebabkan oleh akumulasi pigmen empedu di dalam

jaringan, dan darah (> 2 mg / 100 ml serum). 5,9

Pada keadaan ikterik yang disebabkan karena obstruksi pada bilier (kolestasis)

dimana terjadinya sumbatan aliran empedu dari hati ke kandung empedu atau dari kandung

empedu ke usus halus. Obstruksi ini dapat terjadi pada berbagai tingkatan dalam biliari

sistem mulai dari saluran empedu yang kecil (kanalikuli) sampai ampula Vateri. Penyebab

obstruksi bilier secara klinis terbagi dua yaitu intrahepatik (hepatoseluler) yaitu terjadi

gangguan pembentukan empedu dan ekstrahepatik (obstruktif) yaitu terjadi hambatan

aliran empedu.10

2.2.2. Epidemiologi.

Angka kejadian obstruksi bilier (kolestasis) diperkirakan 5 kasus per 1000 orang

per tahun di AS. Angka kesakitan dan kematian akibat obstruksi bilier bergantung pada

penyebab terjadinya obstruksi. Mayoritas kasus yang terbanyak adalah kolelitiasis (batu

empedu). Di Amerika Serikat, 20% orang tua berusia ≥65 tahun menderita kolelitiasis

(batu empedu) dan 1 juta kasus baru batu empedu didiagnosa setiap tahunnya. Resiko

terjadinya kolelitiasis terkenal dengan kriteria 4F yaitu female, fourty, fat, dan fertile.

Resiko terjadinya batu empedu meningkat pada usia >40 tahun. Insiden teringgi terjadi

pada usia 50-60 tahun. Berdasarkan jenis kelamin wanita lebih sering terkena kolelitiasis

dari pada pria. Hampir 25% wanita AS menderita batu empedu dengan 50% diantaranya

berusia 75 tahun, dan 20% pria dengan usia yang sama menderita batu empedu. Rasio

penderita wanita terhadap pria yakni 3:1 pada kelompok usia dewasa masa reproduktif dan

berkurang menjadi >2:1 pada usia di atas 70 tahun. Faktor predisposisi terjadinya batu

empedu antara lain obesitas terutama pada wanita, kehamilan, penurunan berat badan

yang cepat, kontrasepsi oral, dan diabetes mellitus.11,12,13

Faktor genetik juga terlibat pada pembentukan batu empedu yang dibuktikan oleh

prevalensi batu empedu yang tersebar luas di antara berbagai berbagai bangsa dan

kelompok etnik tertentu. Prevalensi paling menyolok pada suku Indian Pima di Amerika

Utara (>75%), Chili dan kaukasia di Amerika Serikat. Prevalensi terendah pada orang

Asia.11

Jenis batu empedu yang banyak ditemukan adalah batu kolesterol (75%),

berhubungan dengan obesitas terutama pada wanita. Pada penderita diabetes mellitus

paling banyak ditemukan mixed stones (80%), sedangkan batu kolesterol murni hanya

10%. 25% dari batu empedu merupakan batu pigmen (bilirubin, kalsium, and berbagai

Page 13: Isi.pdf

13

material organik lainnya) berhubungan dengan hemolisis dan sirosis. Sedangkan batu

pigmen hitam ditemukan pada kolelitiasis yang tidak sembuh dengan medikamentosa.13

Batu kolesterol banyak ditemukan di negara barat (80-90%), sedangkan batu

pigmen sekitar 10%. Batu pigmen lebih banyak ditemukan di negara Asia dan Afrika.

Walaupun demikian akhir-akhir ini batu kolesterol meningkat di Asia dan Afrika, terutama

di Jepang ketika westernisasi pola diet dan gaya hidup.11

Di negara Barat 10-15% pasien batu empedu juga disertai batu saluran empedu.

Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di dalam saluran

empedu intra atau ekstrahepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Batu saluran empedu

primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien

di negara Barat.12

2.2.3. Etiologi.

Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran

misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu empedu dan

cacing askaris sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di dalam lumen saluran.

Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas

di daerah ligamentum hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu dari luar

menimbulkan gangguan aliran empedu. Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai

penyebab sumbatan antara lain kista koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu,

divertikel duodenum dan striktur sfingter papila vater. Ringkasnya etiologi disebabkan

oleh: koledokolitiasis, kolangiokarsinoma, karsinoma ampulla, karsinoma pankreas,

striktur bilier. 10,14

Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain

kista koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan striktur

sfingter papila vater.15

Penyebab terjadinya jaundice obstruktif adalah adanya obstruktif post hepatik

yang antara lain disebabkan oleh15 :

1. Obstruksi dalam lumen saluran empedu:

Batu

Parasit (ascaris)

2. Kelainan di dinding saluran empedu

Page 14: Isi.pdf

14

Atresia bawaan

Striktur traumatic

Tumor saluran empedu

3. Penekanan saluran empedu dari luar

Tumor caput pancreas

Tumor ampula Vateri

Pankreatitis

Metastasis di dalam ligamentum hepaoduodenale

2.2.4. Klasifikasi.

Obstruksi ikterik atau jaundice yang disebabkan karena kolestasis secara etiologi

dibedakan menjadi 2 bagian yaitu intrahepatik dan ekstrahepatik, yaitu :4,10

1. Obstruksi bilier (kolestasis) intrahepatik

Kolestasis intrahepatik umumnya terjadi pada tingkat hepatosit atau membran

kanalikuli. Penyebab tersering kolestasis intrahepatik adalah hepatitis, keracunan obat,

penyakit hati karena alkohol dan penyakit hepatitis autoimun. Penyebab yang kurang sering

adalah sirosis hati bilier primer, kolestasis pada kehamilan, karsinoma metastatik, dan

penyakit-penyakit lain yang jarang.

Peradangan intrahepatik mengganggu ekskresi bilirubin terkonjugasi dan

menyebabkan ikterus. Hepatitis A merupakan penyakit self limited dan dimanifestasikan

dengan adanya ikterus yang timbul secara akut. Hepatitis B dan C akut sering tidak

menimbulkan ikterus pada tahap awal (akut), tetapi dapat berjalan kronik dan menahun, dan

mengakibatkan gejala hepatitis menahun atau bahkan sudah menjadi sirosis hati. Alkohol

dapat mempengaruhi gangguan pengambilan empedu dan sekresinya, sehingga

mengakibatkan kolestasis.

Penyebab yang lebih jarang adalah hepatitis autoimun. Dua penyakit autoimun yang

berpengaruh pada sistem bilier tanpa terlalu menyebabkan reaksi hepatitis adalah sirosis

bilier primer dan kolangitis sklerosing. Sirosis bilier primer merupakan penyakit hati

bersifat progresif dan terutama mengenai perempuan paruh baya. Gejala yang mencolok

adalah rasa lelah dan gatal yang sering merupakan penemuan awal, sedangkan kuning

Page 15: Isi.pdf

15

merupakan gejala yang timbul kemudian. Kolangitis sklerosis primer (Primary Sclerosing

Cholangitis/PSC) merupakan penyakit kolestatik lain, lebih sering pada laki-laki, dan

sekitar 70% menderita penyakit peradangan usus. PSC dapat mengarah pada kolangio

karsinoma. Obat seperti anabolik steroid dan klorpromazid sekarang diketahui merupakan

penyebab langsung dari kolestasis dengan mekanisme yang tidak diketahui. Golongan

diuretik tiazid dapat meningkatkan resiko terbentuknya batu empedu. Amoksisillin dengan

asam klavulanat (Augmentin) sering menyebabkan kolestasis akut yang menyerupai

keadaan obstruksi bilier. Drug induced jaundice memberikan gejala pruritus, namun hanya

terdapat pada sebagian pasien, dan gejala ini segera hilang apabila penggunaan obat tersebut

dihentikan.

2. Obstruksi bilier (kolestasis) ekstrahepatik

Penyebab paling sering obstruksi bilier (kolestasis) ekstrahepatik adalah batu duktus

koledokus dan kanker pankreas. Penyebab lainnya yang relatif jarang adalah striktur jinak

(operasi terdahulu) pada duktus koledokus, karsinoma duktus koledokus, pankreatitis, dan

kolangitis sklerosing, AIDS-related cholangiopathy, TB bilier, dan infeksi parasit (Ascaris

lumbricoides). Kolestasis mencermin kegagalan seksresi empedu.

Efek patofisiologi mencerminkan efek balik empedu (bilirubin, garam empedu, dan

kolesterol) ke dalam sirkulasi sistemik dan kegagalannya untuk masuk untuk eksresi.

Retensi bilirubin menghasilkan campuran hiperbilirubinemia dengan kelebihan bilirubin

konjugasi masuk ke dalam urin. Tinja sering berwarna pucat karena lebih sedikit yang dapat

mencapai usus halus. Penigkatan garam empedu dalam sirkulasi diperkirakan sebagai

penyebab keluhan gatal (pruritus), walaupun sebenarnya hubungannya belum jelas

sehingga patogenesis gatal masih belum bisa diketahui dengan pasti.

Garam empedu dibutuhkan untuk penyerapan lemak dan vitamin K. Gangguan eksresi

garam empedu dapat mengakibatkan steatorrhea dan hipoprotombinemia. Pada keadaan

kolestasis yang berlangsung lama, dapat menyebabkan gangguan penyerapan Ca dan

vitamin D dan vitamin lain yang larut dalam lemak dapat terjadi dan dapat menyebabkan

osteoporosis atau osteomalasia. Retensi kolesterol dan fosfolipid mengakibatkan

hiperlipidemia.

Page 16: Isi.pdf

16

Gambar. Klasifikasi Ikterus11

2.2.5. Patofisiologi.

Secara umum, obstruksi bilier menyebabkan terjadinya ikterus obtruktif. Ikterus

(jaundice) yaitu perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran

mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya

dalam darah. Bilirubin sebagai akibat pemecahan cincin heme dari metabolisme sel darah

merah. Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal pada sklera mata, dan ini

menunjukkan kadar bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dl, sedangkan jika ikterus

jelas dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin diperkirakan sudah mencapai 7 mg/dl.

Tahapan metabolisme bilirubin berlangsung melalui 3 fase yaitu fase prehepatik,

intrahepatik, dan pascahepatik, atau dikenal juga melalui tahapan 5 fase yaitu (1) fase

pembentukan bilirubin dan (2) transpor plasma, terjadi pada fase prahepatik, (3) liver

uptake dan (4) konyugasi, pada fase intrahepatik, serta (5) ekskresi bilirubin pada fase

ekstrahepatik.4

Page 17: Isi.pdf

17

Gambar. Metabolisme normal bilirubin7

Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk

pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obat-

obatan, dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen

endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon.15

Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan komponen

empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus halus, dan

cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses biasanya

menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus. Ketiadaan garam

empedu dapat menyebabkan malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi

vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level protrombin.

Pada kolestasis berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa menyebabkan

osteoporosis atau osteomalasia.15

Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin

terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam

empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan retensi

Page 18: Isi.pdf

18

fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun

meningkatnya sintesis hati dan menurunnya esterifikasi kolesterol juga punya andil); level

trigliserida sebagian besar tidak terpengaruh.15

Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik, disfungsi

mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan asam empedu

hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan perubahan sejumlah

fungsi sel penting, seperti produksi energi mitokondria. Gangguan metabolisme

mitokondria dan akumulasi asam empedu hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya

produksi oksigen jenis radikal bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif.15

Bila kadar bilirubin sudah mencapai 2 – 2,5 mg/dl maka sudah telihat warna kuning

pada sklera dan mukosa sedangkan bila sudah mencapai > 5 mg/dl maka kulit tampak

berwarna kuning . 17

Ikterus obstruksi terjadi bila :17

1. Terjadinya gangguan ekskresi bilirubin dari sel-sel parenkim hepar ke

sinusoid. Hal ini disebut ikterus obstruksi intra hepatal. Biasanya tidak disertai

dengandilatasi saluran empedu. Obstruksi ini bukan merupakan kasus bedah.

2. Terjadi sumbatan pada saluran empedu ekstra hepatal. Hal ini disebut sebagai

ikterus obstruksi ekstra hepatal. Oleh karena adanya

sumbatan maka akan terjadi dilatasi pada saluran empedu . Karena adanya

obstruksi pada saluran empedu maka terjadi refluks bilirubin direk (bilirubin

terkonyugasi atau bilirubi II) dari saluran empedu ke dalam darah sehingga

menyebabkan terjadinya peningkatan kadar bilirubin direk dalam darah.

Bilirubin direk larut dalam air, tidak toksik dan hanya terikat lemah pada

albumin. Oleh karena kelarutan dan ikatan yang lemah pada albumin maka

bilirubin direk dapat diekskresikan melalui ginjal ke dalam urine yang

menyebabkan warna urine gelap seperti teh pekat. Urobilin feses berkurang

sehingga feses berwarna pucat seperti dempul (akholis) . Karena terjadi

peningkatan kadar garam-garam empedu maka kulit terasa gatal-gatal

(pruritus).

Page 19: Isi.pdf

19

Klasifikasi tipe sumbatan pada ikterus obstruksi terbagi atas 4 tipe yaitu :17

1. Tipe I : Obstruksi komplit.

Obstruksi ini memberikan gambaran ikterus. Biasanya terjadi karena

tumor kaput pancreas, ligasi duktus biliaris komunis, kolangiokarsinoma, tumor

parenkim hati primer atau sekunder.

2. Tipe II : Obstruksi intermiten.

Obstruksi ini memberikan gejala-gejala dan perubahan biokimia yang

khas serta dapat disertai atau tidak dengan serangan ikterus secara klinik.

Obstruksi dapat disebabkan oleh karena koledokolitiasis, tumor periampularis,

divertikel duodeni, papiloma duktus biliaris, kista koledokus, penyakit hati

polikistik, parasit intra bilier, hemobilia.

3. Tipe III : Obstruksi inkomplit kronis.

Dapat disertai atau tidak dengan gejala-gejala klasik atau perubahan

biokimia yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya perobahan patologi pada

duktus bilier atau hepar. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh karena striktur

duktus biliaris komunis ( kongenital, traumatik, kolangitis sklerosing atau post

radiotherapy ), stenosis anastomosis bilio-enterik, stenosis sfingter Oddi,

pankreatitis kronis, fibrosis kistik, diskinesia.

4. Tipe IV : Obstruksi segmental.

Obstruksi ini terjadi bila satu atau lebih segmen anatomis cabang biliaris

mengalami obstruksi. Obstruksi segmentalini dapat berbentuk obstruksi

komplit, obstruksi intermiten atau obstruksi inkomplit kronis. Dapat disebabkan

oleh trauma (termasuk iatrogenik), hepatodokolitiasis, kolangitis sklerosing,

kolangiokarsinoma.

Kolestasis menyebabkan peningkatan sintesis dan sekresi alkali fosfatase, sehingga

terjadi kerusakan sel hepatosit. Hal ini akan menghambat sintesis protein dan faktor-faktor

pembekuan. Fungsi detoksifikasi pun akan menurun. Akibatnya akan terjadi peningkatan

asam empedu dan alkali fosfatase di dalam darah.16

Page 20: Isi.pdf

20

Gambar . Kolestasis4

Efek primer kolestasis terutama menyerang fungsi hati dan usus, sedangkan efek

sekundernya mempengaruhi tiap sistem organ. Efek primer meliputi retensi empedu,

regurgitasi empedu ke dalam serum, dan penurunan sekresi bilier ke dalam usus. Efek

sekundernya menyebabkan pemburukan penyakit hati serta penyakit sistemik. Kolestasis

menyebabkan beberapa kondisi berikut, yaitu :16

1. Retensi konjugasi dan regurgitasi bilirubin ke dalam serum

Peningkatan kadar serum bilirubin terkonjugasi merupakan tanda primer

kolestasis. Hal ini menyebabkan jaundice yang dapat dideteksi dengan ikterus sklera

dan urine berwarna gelap.

2. Peningkatan kadar serum bilirubin non konjugasi

Page 21: Isi.pdf

21

Laju konjugasi bilirubin mengalami penurunan akibat jejas hepatosit. Laju

produksi bilirubin dapat pula mengalami peningkatan akibat hemolisis yang dapat

menyertai kolestasis.

3. Hiperkolemia (peningkatan kadar garam empedu serum).

4. Pruritus.

5. Hiperlipidemia

Pada kolestasis, kolesterol serum mengalami peningkatan karena terjadi

gangguan degradasi dan ekskresi metabolik. Dengan penurunan pembentukan empedu,

kolesterol mengalami retensi sehingga kandungan kolesterol pada membran meningkat,

menyebabkan penurunan fluiditas dan fungsi membran.

6. Xanthoma

Xanthoma terutama terjadi pada kolestasis obstruktif disebabkan deposisi

kolesterol ke dalam dermis.

7. Gangguan perkembangan

Gangguan perkembangan adalah efek klinis terpenting dari kolestasis. Terjadi

malabsorpsi, anoreksia, penggunaan nutrien yang rendah (penurunan kadar serum

protein), gangguan hormon dan jejas jaringan sekunder.

2.2.6. Manifestasi Klinis.

Dalam praktik klinis sehari hari gejala kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik

sukar untuk dibedakan. Karakteristik dari kolestasis yaitu ikterus (jaundice), perubahan

warna urin menjadi lebih kuning gelap karena eksresi bilirubin melalui ginjal meningkat,

tinja pucat akibat terhambatnya aliran bilirubin ke usus halus dan berbau busuk serta

mengandung banyak lemak (steatorrhea) karena aliran empedu terhambat ke usus halus

sehingga absorpsi lemak terganggu, dan gatal (pruritus) yang menyeluruh akibat retensi

empedu di kulit. Kolestasis kronik dapat menimbulkan pigmentasi kulit kehitaman,

ekskoriasi karena pruritus, sakit tulang karena absorpsi kalsium dan vitamin D berkurang

sehingga lama kelamaan jaringan tulang berkurang, perdarahan intestinal karena absorpsi

vitamin K terganggu dan endapan lemak kulit (xantelasma atau xantoma). Gambaran

keluhan seperti yang disebutkan tidak tergantung penyebabnya. Selain itu dapat disertai

Page 22: Isi.pdf

22

keluhan sakit perut, dan gejala sistemik (seperti anoreksia, muntah, demam), atau

tambahan gejala lain yang tergantung pada penyebab terjadinya obstruksi bilier.4

Pasien dengan obstruksi bilier karena batu empedu dapat dibagi menjadi tiga

keompok yaitu pasien dengan batu asimtomatik, simtomatik, dan dengan komplikasi batu

empedu (kolesistitis akut, kolangitis, dan pankreatitis). Sebagian besar (80%) pasien

dengan batu empedu tanpa gejala. Gejala batu empedu yang dapat dipercaya adalah kolik

bilier yaitu nyeri diperut atas berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam.

Biasanya lokasi nyeri di perut kanan atas atau epigastrium yang dapat menjalar ke

punggung bagian kanan atau bahu kanan. Nyeri ini bersifat episodik dan dapat dicetuskan

oleh makan makanan berlemak atau dapat juga tanpa suatu pencetus dan sering timbul

malam hari. Terkadang nyeri dapat dirasakan di daerah substernal atau prekordial atau di

kuadran kiri atas abdomen. Batu kandung pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan

punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif

apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung

empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik

nafas. Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba

hati dan sklera ikterik.9,16,18

Kolestasis ekstrahepatik dapat diduga dengan adanya kandung empedu teraba

(Courvoisier sign). Jika sumbatan karena keganasan kaput pankreas sering timbul kuning

yang tidak disertai gejala keluhan sakit perut (painless jaundice). Kadang-kadang apabila

kadar bilirubin telah mencapai kadar yang lebih tinggi sering warna kuning sklera mata

memberi kesan berbeda dimana ikterus lebih memberi kesan kehijauan (greenish jaundice)

pada kolestasis ekstrahepatik dan kekuningan (yellowish jaundice) pada kolestasis

intrahepatik.4,9,10

2.2.7. Diagnosis.

1. Anamnesis.17

Mata, badan menjadi kuning, kencing berwarna pekat seperti air teh, badan

terasa gatal (pruritus), disertai atau tanpa kenaikan suhu badan, disertai atau tanpa

kolik diperut kanan atas. Kadang-kadang feses berwarna keputih-putihan seperti

dempul. Tergantung kausa ikterus obstruksi yaitu :

A. Bila kausa oleh karena batu.

Page 23: Isi.pdf

23

Penderita mengalami kolik hebat secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas.

Keluhan nyeri perut di kanan atas dan menusuk ke belakang. Penderita tampak

gelisah dan kemudian ada ikterus disertai pruritus. Riwayat ikterus biasanya

berulang. Riwayat mual ada, perut kembung, gangguan nafsu makan disertai

diare. Warna feses seperti dempul dan urine pekat seperti air teh.

B. Bila kausa oleh karena tumor.

Gejalanya antara lain : penderita mengalami ikterus secara tiba-tiba,

tidak ada keluhan sebelumnya, Biasa penderita berusia diatas 40 tahun. Terjadi

penurunan berat badan, kaheksia berat, anoreksia dan anemis memberi kesan

adanya proses keganasan.

2. Pemeriksaan Fisik.

Pemeriksaan fisik meliputi perabaan hati, kandung empedu, limpa, mencari

tanda-tanda stigmata sirosis hepatis, seperti spider naevi, eritema palmaris, bekas

garukan di kulit karena pruritus, tanda-tanda asites. Anemi dan limpa yang membesar

dapat dijumpai pada pasien dengan anemia hemolitik. Kandung empedu yang

membesar menunjukkan adanya sumbatan pada saluran empedu bagian distal yang

lebih sering disebabkan oleh tumor (dikenal hukum Courvoisier).14

Hukum Courvoisier : “Kandung empedu yang teraba pada ikterus tidak

mungkin disebabkan oleh batu kandung empedu”. Hal ini biasanya menunjukkan

adanya striktur neoplastik tumor (tumor pankreas, ampula, duodenum, CBD), striktur

pankreatitis kronis, atau limfadenopati portal.19

Pemeriksaan faal hati dapat menentukan apakah ikterus yang timbul disebabkan

oleh gangguan pada sel-sel hati atau disebabkan adanya hambatan pada saluran

empedu.1

Diagnosa klinis untuk pemeriksaan jaundice obstruktif antara lain :3

a. Peningkatan level bilirubin direk (terkonjugasi) (> 0,4 mg/ml), Normal = 0,1-0,3

mg/ml.

b. Peningkatan level bilirubin indirek (tak terkonjugasi) (> 0,8 mg/ml), Normal = 0,2-

0,8 mg/ml.

Page 24: Isi.pdf

24

c. Tidak adanya bilirubin dalam urin atau peningkatan bilirubin urin (konsentrasi tinggi

dalam darah).

d. Peningkatan urobilinogen (> 4 mg/24 jam) tergantung pada kemampuan hati untuk

mengabsorbsi urobilinogen dari sistem portal, Normal = 0-4 mg/hari.

e. Menurunnya urobilinogen fekal (< 40 mg/24 jam), Normal = 40-280 mg/hari, karena

tidak mencapai usus.

f. Peningkatan alkalin fosfat dan level kolesterol karena tidak dapat diekskresi ke

kandung empedu secara normal.

g. Pada kasus penyakit hati yang sudah parah, penurunan level kolesterol

mengindikasikan ketidakmampuan hati untuk mensintesisnya.

h. Peningkatan garam empedu yang menyebabkan deposisi di kulit, sehingga

menimbulkan pruritus.

i. Pemanjangan waktu PTT (Prothrombin Time) (> 40 detik) dikarenakan penurunan

absorbsi vitamin K.

Gambar. Alur Pasien dengan Ikterus.

3. Pemeriksaan Penunjang.

a. Pemeriksaan Laboratorium.

Tes laboratorium harus dilakukan pada semua pasien jaundice termasuk serum

bilirubin direk dan indirek, alkali fosfatase, transaminase, amilase, dan hitung sel

darah lengkap. Hiperbilirubinemia (indirek) tak terkonjugasi terjadi ketika ada

Page 25: Isi.pdf

25

peningkatan produksi bilirubin atau menurunnya ambilan dan konjugasi hepatosit.

Kegagalan pada ekskresi bilirubin (kolestasis intrahepatik) atau obstruksi bilier

ekstrahepatik menyebabkan hiperbilirubinemia (direk) terkonjugasi mendominasi.

Elevasi tertinggi pada bilirubin serum biasanya ditemukan pada pasien dengan

obstruksi maligna, pada mereka yang levelnya meluas sampai 15 mg/dL yang

diamati. Batu kandung empedu umumnya biasanya berhubungan dengan

peningkatan lebih menengah pada bilirubin serum (4 – 8 mg/dL). Alkali fosfatase

merupakan penanda yang lebih sensitif pada obstruksi bilier dan mungkin meningkat

terlebih dahulu pada pasien dengan obstruksi bilier parsial.1

Bilirubin direk meningkat lebih tinggi dari bilirubin indirek lebih mungkin

disebabkan oleh sumbatan saluran empedu dibanding bila bilirubin indirek yang

jelas meningkat. Pada keadaan normal bilirubin tidak dijumpai di dalam urin.

Bilirubin indirek tidak dapat diekskresikan melalui ginjal sedangkan bilirubin yang

telah dikonjugasikan dapat keluar melalui urin. Karena itu adanya bilirubin lebih

mungkin disebabkan akibat hambatan aliran empedu daripada kerusakan sel-sel hati.

Pemeriksaan feses yang menunjukkan adanya perubahan warna feses menjadi akolis

menunjukkan terhambatnya aliran empedu masuk ke dalam lumen usus (pigmen

tidak dapat mencapai usus).2

b. Hematologi.

Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin

terkonjugasi. Serum gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat pada

kolestasis. Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu

hiperbilirubinemia lebih rendah dibandingkan pasien dengan obstruksi maligna

ekstra-hepatik. Serum bilirubin biasanya < 20 mg/dL. Alkali fosfatase meningkat

10 kali jumlah normal. Transaminase juga mendadak meningkat 10 kali nilai

normal dan menurun dengan cepat begitu penyebab obstruksi dihilangkan.

Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas dan

kanker obstruksi lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL, alkali

fosfatase meningkat 10 kali nilai normal, namun transamin tetap normal.1

Page 26: Isi.pdf

26

Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat pada

karsinoma pankreas, kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula, namun

penanda tersebut tidak spesifik dan mungkin saja meningkat pada penyakit jinak

percabangan hepatobilier lainnya.2

c. Pencitraan.

Pada obstruksi ikterik perlu dilakukan pencitraan, hal ini mempunyai

beberapa tujuan gunamnenentukan diagnosis, yaitu :

Memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik (yaitu membuktikan apakah

jaundice akibat post-hepatik dibandingkan hepatik).

Untuk menentukan level obstruksi.

Untuk mengidentifikasi penyebab spesifik obstruksi.

Memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang

mendasarinya (misal, informasi staging pada kasus malignansi).

i. USG1

Pemeriksaan pencitraan pada masa kini dengan sonografi sangat

membantu dalam menegakkan diagnosis dan dianjurkan merupakan pemeriksaan

penunjang pencitraan yang pertama dilakukan sebelum pemeriksaan pencitraan

lainnya. Dengan sonografi dapat ditentukan kelainan parenkim hati, duktus yang

melebar, adanya batu atau massa tumor. Ketepatan diagnosis pemeriksaan

sonografi pada sistem hepatobilier untuk deteksi batu empedu, pembesaran

kandung empedu, pelebaran saluran empedu dan massa tumor tinggi sekali. Tidak

ditemukannya tanda-tanda pelebaran saluran empedu dapat diperkirakan

penyebab ikterus bukan oleh sumbatan saluran empedu, sedangkan pelebaran

saluran empedu memperkuat diagnosis ikterus obstruktif.1

Page 27: Isi.pdf

27

Pada pemeriksaan USG akan memperlihatkan ukuran duktus biliaris,

mendefinisikan level obstruksi, mengidentifikasi penyebab dan memberikan

informasi lain sehubungan dengan penyakit (mis, metastase hepatik, kandung

empedu, perubahan parenkimal hepatik). Identifikasi obstruksi duktus dengan

akurasi 95%, memperlihatkan batu kandung empedu dan duktus biliaris yang

berdilatasi, namun tidak dapat diandalkan untuk batu kecil atau striktur. Juga

dapat memperlihatkan tumor, kista atau abses di pankreas, hepar dan struktur

yang mengelilinginya.1

ii. Pemeriksaan Radiologi Invasif.1,14

Pemeriksaan foto polos abdomen kurang memberi manfaat karena sebagian

besar batu empedu radiolusen. Kolesistografi tidak dapat digunakan pada

pasien ikterus karena zat kontras tidak diekskresikan oleh sel hati yang

sakit.

CT-scan : memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu,

pankreas, ginjal dan retroperitoneum; membandingkan antara obstruksi

intra- dan ekstrahepatik dengan akurasi 95%. CT dengan kontras digunakan

untuk menilai malignansi bilier.

Page 28: Isi.pdf

28

ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancre atography) dan PTC

(Percutaneus Transhepatic Cholangiography) : menyediakan visualisasi

langsung level obstruksi. Namun prosedur ini invasif dan bisa

menyebabkan komplikasi seperti kolangitis, kebocoran bilier, pankreatitis

dan perdarahan.

EUS (endoscopic ultrasound) : memiliki beragam aplikasi, seperti staging

malignansi gastrointestinal, evaluasi tumor submukosa dan berkembang

menjadi modalitas penting dalam evaluasi sistem pankreatikobilier. EUS

juga berguna untuk mendeteksi dan staging tumor ampula, deteksi

Page 29: Isi.pdf

29

mikrolitiasis, koledokolitiasis dan evaluasi striktur duktus biliaris benigna

atau maligna. EUS juga bisa digunakan untuk aspirasi kista dan biopsi lesi

padat.

MRCP (Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography): merupakan

teknik visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus

pankreas. Hal ini terutama berguna pada pasien dengan kontraindikasi

untuk dilakukan ERCP. Visualisasi yang baik dari anatomi bilier

memungkinkan tanpa sifat invasif dari ERCP. Tidak seperti ERCP, MRCP

adalah murni diagnostik.

2.2.8. Tatalaksana

1. Tindakan operatif.20

a. Drainase.

1. Drainase ke luar tubuh (drainase eksterna)

Drainase eksterna dilakukan dengan mengalihkan aliran empedu ke luar

tubuh misalnya dengan pemasangan pipa naso bilier atau pipa T pada

duktus koledokus atau kolesistostomi.

2. Drainase interna (pintasan bilio-digestif).

Drainase interna dapat dilakukan dengan membuat pintasan bilio-digestif

antara lain hepatiko-jejunostomi, koledoko-duodenostomi atau kolesisto-

jejunostomi. Drainase interna pertama kali dilaporkan oleh Pareiras et al

dan Burchart pada tahun 1978, dan presentase munculnya kembali ikterus

obstruksi setelah dilakukan pintasan adalah 0 – 15 % tergantung dari tehnik

operasi yang digunakan.

b. Kolesistektomi.

Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan operasi.

Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan

tindakan pengobatan untuk penderita dengan batu empedu simptomatik.

Page 30: Isi.pdf

30

Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih diperdebatkan, banyak ahli

menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli lainnya berpendapat lain

mengingat “silent stone” akhirnya akan menimbulkan gejala-gejala bahkan

komplikasi, maka mereka sepakat bahwa pembedahan adalah pengobatan yang

paling tepat yaitu kolesistektomi efektif dan berlaku pada setiap kasus batu

kandung empedu kalau keadaan umum penderita baik. Indikasi kolesistektomi

sebagai berikut :

1. Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering atau berat.

2. Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu.

3. Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi misalnya

Diabetes Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada foto kontras

dan sebagainya

c. Kolesistostomi

Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi cabang-

cabang saluran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada penderita kolesistitis

dengan resiko tinggi yang mungkin tidak dapat diatasi dengan kolesistektomi

dini. Indikasi dari kolesistostomi adalah :

1. Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis

2. Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat yang

menyertai, kesulitan teknik operasi.

3. Tersangka adanya pankreatitis.

Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar

dikeluarkan dan kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau tidak diikuti

dengan kolesistektomi.

d. Sfingerotomy endosokopik, PTBD (perkutaneus transhepatik bilirian drainage)

, Pemasangan “T Tube ” saluran empedu koledoskop dan Laparatomi

kolesistektomi pemasangan T Tube.

2. Tindakan non operatif.20

a. Terapi medika mentosa.

Pengobatan ikterus sangat bergantung penyakit dasar penyebabnya.

Beberapa gejala yang cukup mengganggu misalnya gatal (pruritus) pada

keadaan kolestasis intrahepatik, pengobatan penyakit dasarnya sudah

mencukupi. Pruritus pada keadaan irreversibel (seperti sirosis bilier primer)

biasanya responsif terhadap kolestiramin 4-16 g/hari PO dalam dosis terbagi

Page 31: Isi.pdf

31

dua yang akan mengikat garam empedu di usus. Kecuali jika terjadi kerusakan

hati yang berat, hipoprotrombinemia biasanya membaik setelah pemberian

fitonadion (vitamin K1) 5-10 mg/hari SK untuk 2-3 hari.1

Pemberian suplemen kalsium dan vitamin D dalam keadaan kolestasis

yang ireversibel, namun pencegahan penyakit tulang metabolik

mengecewakan. Suplemen vitamin A dapat mencegah kekurangan vitamin

yang larut lemak ini dan steatorrhea yang berat dapat dikurangi dengan

pemberian sebagian lemak dalam diet dengan medium chain trigliceride.1

b. Terapi disolusi

Penggunaan garam empedu yaitu asam Chenodeodeoxycholat (CDCA) yang

mampu melarutkan batu kolesterol invitro, secara invivo telah dimulai sejak

1973 di klinik Mayo, Amerika Serikat juga dapat berhasil, hanya tidak

dijelaskan terjadinya kekambuhan.Pengobatan dengan asam empedu ini dengan

sukses melarutkan sempurna batu pada sekitar 60 % penderita yang diobati

dengan CDCA oral dalam dosis 10 – 15 mg/kg berat badan per hari selama 6

sampai 24 bulan. Penghentian pengobatan CDCA setelah batu larut sering

timbul rekurensi kolelitiasis.

Pemberian CDCA dibutuhkan syarat tertentu yaitu :

1. Wanita hamil

2. Penyakit hati yang kronis

3. Kolik empedu berat atau berulang-ulang

4. Kandung empedu yang tidak berfungsi.

c. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL)

ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah

disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih

kecil. Pemecahan batu menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam

asam empedu menjadi meningkat serta pengeluarannya melalui duktus sistikus

dengan kontraksi kandung empedu juga menjadi lebih mudah.

d. Dietetik

Prinsip perawatan dietetic pada penderita batu kandung empedu adalah

memberi istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga untuk

memperkecil kemungkinan batu memasuki duktus sistikus. Di samping itu

untuk memberi makanan secukupnya untuk memelihara berat badan dan

keseimbangan cairan tubuh. Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena

Page 32: Isi.pdf

32

pada umumnya batu kandung empedu tergolong juga ke dalam penderita

obesitas. Bahan makanan yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan

makanan juga harus dihindarkan. Kadang-kadang penderita batu kandung

empedu sering menderita konstipasi, maka diet dengan menggunakan buah-

buahan dan sayuran yang tidak mengeluarkan gas akan sangat membantu.

2.2.9. Komplikasi.15

Salah satu penyulit dari drainase interna pada ikterus obstruktif adalah gagal ginjal

akut (GGA). GGA pada penderita ikterus obstruktif lanjut pasca drenase interna sampai saat

ini masih merupakan komplikasi klinis yang mempunyai risiko kematian tinggi. Pada

penderita ikterus obstruktif lanjut yang mengalami tindakan pembedahan sering mengalami

komplikasi pasca operatif. Komplikasi ini berhubunga dengan endoktoksemia sistemik

terjadi melalui 2 mekanisme yang pertama, tidak adanya empedu pada traktus

gastrointestinal yang bersifat “detergen like” sehingga terjadi transolakasi endotoksin

melalui mukosa usus. Dengan tidak adanya empedu dan cinjugated bilirubin di traktus

gastrointestinal akan menganggu funngsi barier usus sehingga terjadi over growth bakteri,

terutama bakteri gram negatif, yang dapat menyebabkan translokasi bakteri maupun

endotoksinnya kedalam sirkulasi. Mekanisme kedua, ikterus obstruktif menyebabkan

menurunnya fungsi kupffer sebagai “clearance of endotoxin” sehingga endotoksin semakin

meningkat di dalam sirkulasi.

Perubahan hemodinamika ginjal yang terjadi pada pasien denga ikterus obstruktif

bersifat reversible. Oleh karena itu harus segera dilakukan intervensi optimal untuk

mencegah semakin memburuknya fungsi ginjal. Pencegahan terjadinya gagal ginjal akut

pada pembedahan ikterus obstruktif dengan melakukan ekspansi volume cairan dari

intaseluler menuju ekstraseluler dan menurunkan terjadinya endotoksinemia.6

Komplikasi yang terjadi pada ikterus obstruktif adalah sepsis primer, perdarahan

gastrointestinal, koagulopati, gangguan penyembuhan luka bedah dan gagal ginjal akut

(GGA).

2.2.10. Prognosis.17

Bahaya akut dari ikterus obstruksi adalah terjadinya infeksi saluran empedu

(kolangitis akut), terutama apabila terdapat nanah di dalam saluran empedu dengan

Page 33: Isi.pdf

33

tekanan tinggi seperti kolangitis piogenik akut atau kolangitis supuratifa. Kematian terjadi

akibat syok septic dan kegagalan berbagai organ. Selain itu sebagai akibat obstruksi kronis

dan atau kolangitis kronis yang berlarut-larut pada akhirnya akan terjadi kegagalan faal

hati akibat sirosis biliaris. Ikterus obstruksi yang tidak dapat dikoreksi baik secara medis

kuratif maupun tindakan pembedahan mempumnyai prognosis yang jelek diantaranya

akan timbul sirosis biliaris.

Bila penyebabnya adalah tumor ganas mempunyai prognosis jelek.

Penyebab morbiditas dan mortalitas adalah :

a. Sepsis khususnya kolangitis yang menghancurkan parenkim hati.

b. “Hepatic failure” akibat obstruksi kronis saluran empedu.

c. “Renal failure”.

d. Perdarahan gastro intestinal.

Page 34: Isi.pdf

34

BAB III

PENUTUP

Secara umumnya, obstruksi jaundice adalah perubahan warna kulit, sclera mata atau

jaringan lainnya (mebran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan bilirubin yang

meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Obstruksi jaundice dapat terjadi akibat

adanya hambatan saluran empedu. Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan

pada dinding saluran empedu misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma

(iatrogenik).

Manifestasi klinis dari obtruksi jaundice dapat berupa mata, badan menjadi kuning,

urine berwarna pekat seperti teh, badan terasa gatal (pruritus), disertai atau tanpa kenaikan suhu

badan, disertai atau tanpa kolik perut kanan atas, kadang-kadang feses berwarna keputih-

putihan seperti dempul. Tergantung dari penyebab ikterus obstruksi. Untuk diagnosis dari

obetruksi jaundice bisa dilakukan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Dilakukan pemeriksaan labolatorium yang meliputi pemeriksaan darah, urine dan

feses rutin. Pemeriksaan fungsi hati bisa dijumpai adanya kenaikan dari bilirubin direct

(tekonjugasi), alkali fosfatase meningkat 2-3 kali diatas normal. Serum transminase (SGOT,

SGPT) dan Gamma GT sedikit meninggi. Selain itu juga bisa dilakukan pencitraan untuk

menentukan penyebab obstruksi seperti pemeriksaan USG, CT Scan abdomen, ERCP

(Endoskopic Retrograde Cholangio Pancreatography) dll.

Pengobatan ikterus sangat bergantung penyakit dasar penyebabnya.

DAFTAR PUSTAKA

Page 35: Isi.pdf

35

1. Lesmana L.: Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 380-384.

2. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC. 2005. 570-9.

3. I J Beckingham. 2001. ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary System

Gallstone Disease. Dalam: British Medical Journal Vol 13, Januari 2001: 322 (7278): 91–

94. Available from : http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1119388

[diakses pada tanggal 10 Oktober 2015].

4. Sulaiman A. Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

FK.UI; 2006. 422-5.

5. Price, Sylvia Anderston. Patofisiologi Konsep Klinis Preose-Proses Penyakit. Jilid 1.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1994. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-

prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC. 2000. 459-464.

6. Snell. Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta : EGC .

2006

7. Sherwood, Lauralee. Fisiologi manusia dari Sel ke Sistem, Edisi I. Jakarta : EGC. 2001.

8. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta :

EGC; 2008. p. 843

9. Lesmana L.: Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.

10. Bonheu J.L, Ells P.F. Biliary Obstruction 2009. http://www.emedicine.com [ Diakses

tanggal 14 Oktober 2015].

11. Sulaiman A, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Edisi I. Jakarta : Jayabadi; 2007.9,14-5,

161, 165, 171, 174, 175.

12. McPhee S. J, Papadakis M. A, Tierney L. M. Biliary Obstruction. In : Current Medical

Diagnosis and Treatment. San Fransisco : Mc Graw Hill; 2007. e-book.

13. Ferri FF. Cholelithiasis. In : Ferri’s Clinical Advisor. 10th Edition. USA : Mosby Elsevier;

2008. e-book.

14. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery).

Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. 459-464.

15. Kasper Dennis, Harrison Tinsley Randolph. 2005. Harrison Principle’s of Internal

Medicine 16th. New York: Mc Graw Hills Publishing. 1880-1890.

Page 36: Isi.pdf

36

16. Sulaiman A, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Edisi I. Jakarta : Jayabadi; 2007.9,14-5,

161, 165, 171, 174, 175.

17. Podolsky D.K, Issel B.K, Penyakit Kandung Empedu dan Duktus Biliaris, Harrison;

Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 4, Edisi 13, EGC, Jakarta, 2000, Hal. 1688-

1693.

18. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2005. 573.

19. Sujono Hadi. 1983. Nyeri Epigastrik Penyebab dan Pengelolaannya. Dalam: Cermin

Dunia Kedokteran No. 4, 1983: 29. Available From:

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/03_NyeriEpigastrik.pdf/03_NyeriEpigastrik.html

[diakses pada tanggal 10 Oktober 2015].

20. Adeyinka, Adisa Charles. JAUNDICE. Associated professor of Surgery.Abia State

University Teaching Hospital. ABA Nigeria, 2010.