Isihgy

53
I. STATUS PASIEN 1. Identitas Pasien Nama : An. C Umur : 19 tahun Alamat : Palas, Bandar Lampung Agama : Islam Pekerjaan : Pelajar Status : Belum Menikah Suku bangsa : Lampung Tanggal masuk : 27 Januari 2014 Dirawat yang ke : 1 (RSAM) 2. Riwayat Penyakit Anamnesis Anamnesis dilakukan secara auto dan alloanamnesis Keluhan utama : Nyeri Kepala (setelah kecelakaan) Keluhan Tambahan : Muntah dan nyeri di tempat luka (luka di atas alis mata kanan dan di pipi kanan) Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala setelah mengalami kecelakaan 30 menit yang lalu. Pasien mengendarai mobil dan menabrak pohon. Selain 1

description

koiuiyi

Transcript of Isihgy

Page 1: Isihgy

I. STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien

Nama : An. C

Umur : 19 tahun

Alamat : Palas, Bandar Lampung

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Status : Belum Menikah

Suku bangsa : Lampung

Tanggal masuk : 27 Januari 2014

Dirawat yang ke : 1 (RSAM)

2. Riwayat Penyakit

Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara auto dan alloanamnesis

Keluhan utama : Nyeri Kepala (setelah kecelakaan)

Keluhan Tambahan : Muntah dan nyeri di tempat luka (luka di atas alis

mata kanan dan di pipi kanan)

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala setelah mengalami kecelakaan

30 menit yang lalu. Pasien mengendarai mobil dan menabrak pohon. Selain

mengeluhkan nyeri kepala, pasien juga mengeluhkan nyeri di tempat luka,

yaitu di atas alis mata kanan dan di pipi kanan. Saat kejadian pasien

mengatakan bahwa mobil yang dikendarainya menabrak pohon dan kepala

pasien membentur setir mobil. Setelah itu pasien langsung tidak sadarkan

diri dan oleh teman-temannya semobil yang selamat pasien langsung dibawa

ke rumah sakit. Setibanya di rumah sakit pasien sadar, waktu antara pasien

pingsan dan sadar kurang lebih 15-20 menit. Setelah itu pasien tidak pernah

1

Page 2: Isihgy

pingsan lagi. Setelah sadar pasien muntah-muntah, muntah berisi makanan

dan tidak menyembur. Tidak ada keluar darah atau cairan yang keluar dari

hidung dan telinga. Saat ditanyakan, pasien mengetahui apa yang baru saja

terjadi dengan dirinya. Tidak ada keluhan kelemahan kedua lengan dan

tungkai. Saat mengendarai mobil, pasien tidak sedang sakit. Pasien dan

teman-temannya menyangkal adanya riwayat kejang sebelumnya, menderita

ayan, sering bengong atau mengelamun, menggunakan narkoba, minum

alkohol, maupun mengkonsumsi obat-obatan seperti obat batuk, obat

penenang, obat tidur dan obat flu. Gangguan pendengaran disangkal,

penglihatan dobel disangkal, bicara pelo tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah mengalami kecelakaan waktu SD, tungkai kiri pasien patah.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada

3. Pemeriksaan Fisik

Status Present

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4V4M6

Vital sign

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 84 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 36, 7 C

Gizi : kesan cukup

Status Generalis

Kepala

Rambut : Berwarna hitam, tidak mudah dicabut, distribusi

merata

2

Page 3: Isihgy

Mata : Konjungtiva ananemis, sklera tidak ikterik, pupil

isokor, reflek cahaya (+/+)

Telinga : Simetris, tidak terdapat sekret

Hidung : Napas cuping hidung (-), septum deviasi (-)

Mulut : sianosis (-)

Leher

Pembesaran KGB : Tidak ada pembesaran KGB regio coli

Pembesaran tiroid : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

JVP : 5 cmH2O

Trakea : Di tengah

Thoraks

Cor

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di ics IV linea midclavicula

sinistra

Perkusi : Pekak

Batas kanan : ICS 4 linea sternalis dextra

Batas kiri : ICS 5 linea midclavicularis sinistra

Batas atas : ICS 2 linea parasternalis sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop

(-)

Pulmo

Inspeksi : Pergerakan dada kanan dan kiri simetris saat stasis

dan dinamis

Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : Bunyi napas vesikular di kedua lapang paru,

rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : Datar dan lemas, tidak terlihat deformitas

3

Page 4: Isihgy

Palpasi : Nyeri tekan (-), turgor baik, hepar tak teraba

membesar, limpa tak teraba membesar, tidak teraba

massa

Perkusi : Timpani

Aukultasi : Bising usus normal

Ekstremitas

Superior : Akral hangat, edema (-/-), sianosis (-/-),ikterik (-/-)

Inferior : Akral hangat, edema (-/-), sianosis (-/-),ikterik (-/-)

4. Pemeriksaan Neurologi

Saraf Cranialis Kanan/Kiri

N. Olfaktorius (N.I)

Daya penciuman hidung : Normosmia

N.Optikus (N.II)

Tajam penglihatan : > 6/60 (bed site)

Lapang penglihatan : Normal

Tes warna : Normal

Fundus okuli : Tidak dilakukan

N. Occulomotorius, N. Trochlearis, N. Abducen (N.III-NIV-N.VI)

Kelopak mata

Ptosis : ( - / - )

Endopthtalmus : ( - / - )

Exophtalmus : ( - / - )

Pupil

Diameter : 3 mm / 3 mm

Bentuk : bulat / bulat

Isokor/anisokor : isokor / isokor

Posisi : di tengah / di tengah

Refleks cahaya langsung : ( + / + )

Refleks cahaya tidak langsung : ( + / + )

4

Page 5: Isihgy

Gerakan bola mata

Medial : normal

Lateral : normal

Superior : normal

Inferior : normal

Oblikus superior : normal

Oblikus inferior : normal

Refleks pupil akomodasi : normal

Refleks pupil konvergensi : normal

N. Trigeminus (N.V)

Sensibilitas

Ramus oftalmikus : normal

Ramus maksilaris : normal

Ramus mandibularis : normal

Motorik

M. Maseter : normal

M. Temporalis : normal

M. Pterigoideus : normal

Reflek

Reflek kornea (Sensoris N.V, motoris N.VII) : ( + / + )

Reflek bersin : Tidak dilakukan

N. Fascialis (N.VII)

Inspeksi wajah sewaktu

Diam : simetris

Tertawa : sulit dinilai

Meringis : simetris

Bersiul : Tidak dilakukan

Menutup mata : Simetris

Pasien disuruh untuk

Mengerutkan dahi : Tidak dapat dilakukan

Manutup mata kuat-kuat : Tidak dapat dilakukan

Menggembungkan pipi : Tidak dapat dilakukan

5

Page 6: Isihgy

Sensoris

Pengecapan 2/3 depan lidah : normal

N. Acusticus (N.VIII)

N. Cochlearis

Ketajaman pendengaran : normal

Tinitus : Tidak ada

N. Vestibularis

Test vertigo : Tidak dilakukan

Nistagmus : Tidak dilakukan

N. Glossopharingeus dan N.Vagus (N.IX dan NX)

Suara bindeng/nasal : Tidak ada

Posisi uvula : Tidak dilakukan

Palatum mole : Tidak dilakukan

Arcus palatoglosus : Tidak dilakukan

Arcus pharingeus : Tidak dilakukan

Reflek batuk : Tidak dilakukan

Reflek muntah : Tidak dilakukan

Peristaltik usus : normal

Bradikardi : Tidak ada

Takikardi : Tidak ada

N. Accesorius (N. XI)

M. Sternocleidomastoideus : normal

M. Trapezius : normal

N. Hipoglosus (N. XII)

Atropi : tidak ada

Fasikulasi : tidak ada

Deviasi : tidak ada

Tanda perangsangan selaput otak

Kaku kuduk : ( - / - )

Kernig sign : ( - / - )

Lasseque test : ( - / - )

Brudzinsky I : ( - / - )

6

Page 7: Isihgy

Brudzinsky II : ( - / - )

7

Page 8: Isihgy

Sistem motorik Superior ka / ki Inferior ka/ki

Gerak aktif / aktif aktif / aktif

Kekuatan otot 5 / 5 5 / 5

Tonus normotonus / normotonus normotonus /

normotonus

Klonus ( - / - ) ( - / - )

Atropi eutrofi / eutrofi eutrofi / eutrofi

Reflek fisiologis Bicep ( + / + ) Pattela ( + / + )

Tricep ( + / + ) Achiles ( + / + )

Reflek patologi Hoffman Trommer ( - / - ) Babinski ( - / - )

Chaddock ( - / - )

Oppenheim ( - / - )

Schaefer ( - / - )

Gordon ( - / - )

Gonda ( - / - )

Sensibilitas

Eksteroseptif / rasa permukaan (superior / inferior)

Rasa raba : normal

Rasa nyeri : normal

Rasa suhu panas : normal

Rasa suhu dingin : normal

Propioseptif / rasa dalam

Rasa sikap : normal

Rasa getar : normal

Rasa nyeri dalam : normal

Fungsi kortikal untuk sensibilitas

Asteriognosis : -

Grafognosis : -

Koordinasi

Tes tunjuk hidung : normal

Tes pronasi supinasi : normal

Susunan saraf otonom

8

Page 9: Isihgy

Miksi : tidak ada kelainan

Defekasi : tidak ada keainan

Fungsi luhur

Fungsi bahasa : normal

Fungsi orientasi : normal

Fungsi memori : normal

Fungsi emosi : normal

Pemeriksaan penunjang

Rontgen kepala : tidak menunjukkan adanya kelainan

RESUME

Pasien laki-laki, usia 19 tahun, mengeluh nyeri kepala setelah mengalami

kecelakaan kurang lebih 30 menit SMRS. Pasien mengendarai mobil dan

menabrak pohon, posisi saat kecelakaan kepala pasien membentur setir

mobil dan menyebabkan pasien pingsan. Setibanya di RS, pasien sadar dan

muntah-muntah, muntah tidak menyembur, jarak waktu antara pasien

pingsan dan sadar kembali sekitar 15-20 menit, setelahnya pasien tidak

pernah pingsan lagi. Tidak ada keluar darah dan cairan dari hidung dan

telinga, tidak ada keluhan kelemahan pada kedua lengan dan tungkai. Pasien

menyangkal adanya gangguan pendengaran dan penglihatan ganda, bicara

pelo tidak ada.

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4V4M6

Kekuatan otot : Ekstremitas superior ka / ki ( 5 / 5 )

Ekstremitas inferior ka / ki ( 5 / 5 )

- Fungsi sensorik : Normal

- Fungsi otonom : Normal

DIAGNOSIS

9

Page 10: Isihgy

Klinis : penurunan kesadaran, vulnus laceratum regio frontalis

dextra dan maksilaris dextra

Topis : lintasan retikularis asendens difus

Patologis : komosio serebri

Etiologi : cedera kepala ringan

DIAGNOSIS BANDING

Kontusio serebri

Laserasio serebri

Epidural hematom

Subdural hematom

PENATALAKSANAAN

Primary survey (ABCDE)

Secundary survey

Wound toilet

Hecting

TT 0,5 cc IM

IVFD RL xx gtt/menit

Ceftriaxon inj 1 gr/12 jam

Ketorolac 1 amp/12 jam

Ondancentron 4 gr/ 8 jam

PEMERIKSAAN PENUNJANG

CT SCAN kepala, rontgen thorax, lab DL, GDS, elektrolit

PROGNOSA

o Quo ad vitam : dubia ad bonam

o Quo ad fungtionam : dubia ad bonam

o Quo ad sanationam : dubia ad bonam

10

Page 11: Isihgy

II. TINJAUAN PUSTAKA

CEDERA KEPALA

A.Definisi

Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi

setelah trauma kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan

otak atau kombinasinya (Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito). Cedera

kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada

kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas .

(Mansjoer Arif ,dkk ,2000)

B.Pendahuluan

Cedera kepala adalah cedera yang mengenai kepala dan otak, baik yang terjadi

secara langsung maupun tidak langsung. Tulang tengkorak yang tebal dan keras

membantu melindungi otak. Tetapi meskipun memiliki helm alami, otak sangat

peka terhadap berbagai jenis cedera. Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat

luka yang menembus tengkorak.

Kerusakan otak bisa terjadi pada titik benturan dan pada sisi yang berlawanan.

Cedera percepatan-perlambatan kadang disebut coup contrecoup (bahasa Perancis

untuk hit-counterhit). Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau

menghancurkan saraf, pembuluh darah dan jaringan di dalam atau di sekeliling

otak. Bisa terjadi kerusakan pada jalur saraf, perdarahan atau pembengkakan

hebat. Perdarahan, pembengkakan dan penimbunan cairan (edema) memiliki efek

yang sama yang ditimbulkan oleh pertumbuhan massa di dalam tengkorak.

Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka peningkatan tekanan bisa

merusak atau menghancurkan jaringan otak. Karena posisinya di dalam tengkorak,

maka tekanan cenderung mendorong otak ke bawah. Otak sebelah atas bisa

11

Page 12: Isihgy

terdorong ke dalam lubang yang menghubungkan otak dengan batang otak,

keadaan ini disebut herniasi.

Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil dan batang otak melalui

lubang di dasar tengkorak (foramen magnum) ke dalam medula spinalis. Herniasi

ini bisa berakibat fatal karena batang otak mengendalikan fungsi vital (denyut

jantung dan pernafasan). Cedera kepala yang tampaknya ringan kadang bisa

menyebabkan kerusakan otak yang hebat. Usia lanjut dan orang yang

mengkonsumsi antikoagulan (obat untuk mencegah pembekuan darah), sangat

peka terhadap terjadinya perdarahan disekeliling otak (hematoma subdural).

Anatomi

Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang

membungkusnya. Tampak perlindungan tersebut, otak yang lembut akan mudah

sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Dan begitu rusak, neuron tidak

dapat diperbaiki lagi. Tepat diatas tengkorak terletak galea aponeurotika yaitu

jaringan fibrosa, padat, dapat digerakan dengan bebas, yang membantu menyerap

kekuatan trauma eksternal. Diantara kulit dan galea terdapat lapisan lemak dan

lapisan membran dalam yang mengandung pembulu-pembuluh darah besar yang

bila robek, sukar mengadakan vasokontriksi sehingga dapat menyebabkan

kehilangan darah bermakna. Tepat dibawah galea terdapat ruang subaponeurotik

yang mengandung vena emisaria dan diploika, pembuluh ini dapat membawa

infeksi dari kulit sampai ke dalam tengkorak.

12

Page 13: Isihgy

Gambar 1: Tabula dan pembuluh darah di kepala.

Tulang tengkorak terdiri dari dua dinding atau tabula yang dipisahkan oleh

tulang berongga. Dinding luar disebut tabula eksterna dan dinding bagian dalam

disebut tabula interna yang mengandung alur-alur yang berisi arteria meningea

anterior, media, dan posterior. Apabila arteria tersebut terkoyak maka akan

tertimbun dalam ruang epidural.

Meningens terdiri dari tiga lapis dari luar ke dalam yaitu dura mater, arakhnoid, dan pia mater. Dura adalah membran yang liat, semitranlusen, tidak elastis dan melekat erat dengan permukaan dalam tengkorak.

13

Page 14: Isihgy

Gambar 2 : Lapisan meningens dan tempat perdarahan.

Fungsinya (1) melindungi otak, (2) menutupi sinus-sinus vena, (3)

membentuk periosteum tabula interna. Bagian tengah dan poterior disuplai oleh a.

Meningea media yang bercabang dari a. Vertebralis dan a. Carotis interna.

Arakhnoid adalah membran fibrosa halus dan elastis, membran ini tidak melakat

dengan dura mater, ruangan antara kedua membran disebut ruang subdural. Vena-

vena otak yang melewati ruangan ini hanya mempunyai sedikit jaringan

penyokong sehingga mudah sekali terkena cedera dan robek pada trauma kepala.

Diantara arakhnoid dan pia mater terdapat ruang subarakhnoid yang melebar dan

mendalam pada daerah tertentu dan memungkinkan sirkulasi cairan serebrospinal.

Pia mater adalah membran halus yang memiliki sangat banyak pembuluh darah

halus dan merupakan satu-satunya lapisan meningeal yang masuk ke dalam semua

sulkus dan membungkus semua girus.

14

Page 15: Isihgy

C.Patofisiologi

Trauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang disebut lesi primer.

Lesi primer ini dapat dijumpai pada kulit dan jaringan subkutan, tulang tengkorak,

jaringan otak, saraf otak maupun pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di

sekitar otak. Pada tulang tengkorak dapat terjadi fraktur linier (±70% dari fraktur

tengkorak), fraktur impresi maupun perforasi. Fraktur linier pada daerah temporal

dapat merobek atau menimbulkan aneurisma pada arteria meningea media dan

cabang-cabangnya; pada dasar tengkorak dapat merobek atau menimbulkan

aneurisma a. karotis interna dan terjadi perdarahan lewat hidung, mulut dan

telinga. Fraktur yang mengenai lamina kribriform dan daerah telinga tengah dapat

menimbulkan rinoroe dan otoroe (keluarnya cairan serebro spinal lewat hidung

atau telinga.

Fraktur impresi dapat menyebabkan peningkatan volume dalam tengkorak,

hingga menimbulkan herniasi batang otak lewat foramen magnum. Juga secara

langsung menyebabkan kerusakan pada meningen dan jaringan otak di bawahnya

akibat penekanan. Pada jaringan otak akan terdapat kerusakan-kerusakan yang

hemoragik pada daerah coup dan countre coup. Kontusio yang berat di daerah

frontal dan temporal sering kali disertai adanya perdarahan subdural dan intra

serebral yang akut. Tekanan dan trauma pada kepala akan menjalar lewat batang

otak kearah kanalis spinalis; karena adanya foramen magnum, gelombang tekanan

ini akan disebarkan ke dalam kanalis spinalis. Akibatnya terjadi gerakan ke bawah

dari batang otak secara mendadak, hingga mengakibatkan kerusakan kerusakan di

batang otak. Saraf otak dapat terganggu akibat trauma langsung pada saraf,

kerusakan pada batang otak, ataupun sekunder akibat meningitis atau kenaikan

tekanan intrakranial.

Kerusakan pada saraf otak I kebanyakan disebabkan oleh fraktur lamina

kribriform di dasar fosa anterior maupun countre coup dari trauma di daerah

oksipital. Pada gangguan yang ringan dapat sembuh dalam waktu 3 bulan.

Dinyatakan bahwa ± 5% penderita tauma kapitis menderita gangguan ini.

Gangguan pada saraf otak II biasanya akibat trauma di daerah frontal. Mungkin

traumanya hanya ringan saja (terutama pada anak-anak), dan tidak banyak yang

mengalami fraktur di orbita maupun foramen optikum. Dari saraf-saraf penggerak

15

Page 16: Isihgy

otot mata, yang sering terkena adalah saraf VI karena letaknya di dasar tengkorak.

Ini menyebabkan diplopia yang dapat segera timbul akibat trauma, atau sesudah

beberapa hari akibat dari edema otak.

Gangguan saraf III yang biasanya menyebabkan ptosis, midriasis dan refleks

cahaya negatif sering kali diakibatkan hernia tentorii. Gangguan pada saraf V

biasanya hanya pada cabang supraorbitalnya, tapi sering kali gejalanya hanya

berupa anestesi daerah dahi hingga terlewatkan pada pemeriksaan. Saraf VII dapat

segera memperlihatkan gejala, atau sesudah beberapa hari kemudian. Yang

timbulnya lambat biasanya cepat dapat pulih kembali, karena penyebabnya adalah

edema. Kerusakannya terjadi di kanalis fasialis, dan seringkali disertai perdarahan

lewat lubang telinga. Banyak didapatkan gangguan saraf VIII pada. trauma

kepala, misalnya gangguan pendengaran maupun keseimbangan. Edema juga

merupakan salah satu penyebab gangguan. Gangguan pada saraf IX, X dan XI

jarang didapatkan, mungkin karena kebanyakan penderitanya meninggal bila

trauma sampai dapat menimbulkan gangguan pada saraf-saraf tersebut. Akibat

dari trauma pada pembuluh darah, selain robekan terbuka yang dapat langsung

terjadi karena benturan atau tarikan, dapat juga timbul kelemahan dinding arteri.

Bagian ini kemudian berkembang menjadi aneurisma.

16

Page 17: Isihgy

Gambar 3: Patofisiologi cedera kepala.

17

Page 18: Isihgy

D.Klasifikasi Cedera Kepala

18

Berdasarkan mekanisme

Cedera kepala tertutup

Cedera kepala terbuka

Berdasarkan beratnya

cedera kepala ringan

cedera kepala sedang

cedera kepala berat

Berdasarkan morfologi

Kulit

Vulnus

Laserasi

Hematom subkutan,

Hematom subgaleal

Fraktura tengkorak

Kalvaria

Linear atau stelata

Depressed atau nondepressed

Basilar

Lesi Intrakranial

Fokal

Kontusio serebri

Hematom epidural

Hematom subdural

Perdarahan subarakhnoid

Perdarahan intraserebral

Diffuse

Konkusi ringan

Konkusi klasik

Cedera aksonal difusa

Page 19: Isihgy

Gambar 4: Klasifikasi cedera kepala.

Berdasarkan Mekanisme

Cedera kepala secara luas diklasifikasikan sebagai tertutup dan penetrans

atau terbuka. Walau istilah ini luas digunakan dan berguna untuk membedakan

titik pandang, namun sebetulnya tidak benar-benar dapat dipisahkan. Misalnya

fraktura tengkorak depres dapat dimasukkan kesalah satu golongan tersebut,

tergantung kedalaman dan parahnya cedera tulang. Sekalipun demikian, untuk

kegunaan klinis, istilah cedera kepala tertutup biasanya dihubungkan dengan

kecelakaan kendaraan, jatuh dan pukulan, dan cedera kepala penetrans lebih

sering dikaitkan denganluka tembak dan luka tusuk.

1. Trauma kepala terbuka

Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi

duramater. Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak.

Fraktur longitudinal sering menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus

interna, foramen jugularis dan tuba eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak

battle sign (warna biru dibelakang telinga diatas os mastoid) dan otorrhoe

(liquor keluar dari telinga). Perdarahan dari telinga dengan trauma kepala

hampir selalu disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak. Fraktur basis

tengkorak tidak selalu dapat dideteksi oleh foto rontgen, karena terjadi sangat

dasar. Tanda-tanda klinik yang dapat membantu mendiagnosa adalah :

a. Battle sign ( warna biru/ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid )

b. Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang telinga )

c. Periorbital ecchymosis ( mata warna hitam tanpa trauma langsung )

d. Rhinorrhoe ( liquor keluar dari hidung )

e. Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga)

Komplikasi pada trauma kepala terbuka adalah infeksi, meningitis dan

perdarahan.

19

Page 20: Isihgy

Gambar 5: Tanda Cedera Kepala.

2. Trauma kepala tertutup

Secara klasik kita kenal pembagian : komosio, kontusio dan laserasio serebri.

Pada komosio serebri kehilangan kesadaran bersifat sementara tanpa kelainan

PA. Pada kontusio serebri terdapat kerusakan dari jaringan otak, sedangkan

laserasio serebri berarti kerusakan otak disertai robekan duramater. Trauma

kepala dapat menyebabkan cedera pada otak karena adanya aselerasi,

deselerasi dan rotasi dari kepala dan isinya. Karena perbedaan densitas antara

tengkorak dan isinya, bila ada aselerasi, gerakan cepat yang mendadak dari

tulang tengkorak diikuti dengan lebih lambat oleh otak. Ini mengakibatkan

benturan dan goresan antara otak dengan bagian-bagian dalam tengkorak yang

menonjol atau dengan sekat-sekat duramater. Bila terjadi deselerasi

(pelambatan gerak), terjadi benturan karena otak masih bergerak cepat pada

saat tengkorak sudah bergerak lambat atau berhenti. Mekanisme yang sama

terjadi bila ada rotasi kepala yang mendadak. Tenaga gerakan ini

menyebabkan cedera pada otak karena kompresi (penekanan) jaringan,

peregangan maupun penggelinciran suatu bagian jaringan di atas jaringan

yang lain. Ketiga hal ini biasanya terjadi bersama-sama atau berturutan.

Kerusakan jaringan otak dapat terjadi di tempat benturan (coup), maupun di

tempat yang berlawanan (countre coup). Diduga countre coup terjadi karena

gelombang tekanan dari sisi benturan (sisi coup) dijalarkan di dalam jaringan

20

Page 21: Isihgy

otak ke arah yang berlawanan; teoritis pada sisi countre coup ini terjadi

tekanan yang paling rendah, bahkan sering kali negatif hingga timbul kavitasi

dengan robekan jaringan. Selain itu, kemungkinan gerakan rotasi isi tengkorak

pada setiap trauma merupakan penyebab utama terjadinya countre coup,

akibat benturan-benturan otak dengan bagian dalam tengkorak maupun tarikan

dan pergeseran antar jaringan dalam tengkorak. Yang seringkali menderita

kerusakan-kerusakan ini adalah daerah lobus temporalis, frontalis dan

oksipitalis.

A. Komusio serebri ( Gegar otak )

Merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan (kurang dari

10 menit ). Gejala lain mungkin termasuk pusing, noda-noda didepan mata dan

linglung. Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap,

setelah terjadinya cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik

yang nyata. Konkusio menyebabkan kelainan fungsi otak tetapi tidak

menyebabkan kerusakan struktural yang nyata. Hal ini bahkan bisa terjadi

setelah cedera kepala yang ringan, tergantung kepada goncangan yang

menimpa otak di dalam tulang tengkorak. Konkusio bisa menyebabkan

kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk yang abnormal; sebagian besar

penderita mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari.

Beberapa penderita merasakan pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi

pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Gejala-

gejala ini bisa berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu,

jarang lebih dari beberapa minggu. Penderita bisa mengalami kesulitan dalam

bekerja, belajar dan bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma pasca

konkusio. Sindroma pasca konkusio masih merupakan suatu teka-teki; tidak

diketahui mengapa sindroma ini biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala

yang ringan. Para ahli belum sepakat, apakah penyebabkan adalah cedera

mikroskopi atau faktor psikis. Pemberian obat-obatan dan terapi psikis bisa

membantu beberapa penderita sindroma ini. Yang lebih perlu dikhawatirkan

selain sindroma pasca konkusio adalah gejala-gejala yang lebih serius yang

bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang beberapa hari setelah terjadinya

21

Page 22: Isihgy

cedera. Jika sakit kepala, kebingungan dan rasa mengantuk bertambah parah,

sebaiknya segera mencari pertolongan medis. Biasanya, jika terbukti tidak

terdapat kerusakan yang lebih berat, maka tidak diperlukan pengobatan. Setiap

orang yang mengalami cedera kepala diberitahu mengenai pertanda

memburuknya fungsi otak. Selama gejalanya tidak semakin parah, biasanya

untuk meredakan nyeri diberikan asetaminofen. Jika cederanya tidak parah,

aspirin bisa digunakan setelah 3-4 hari pertama.

B. Kontusio serebri (Memar otak )

Merupakan perdarahan kecil / ptechie pada jaringan otak akibat pecahnya

pembuluh darah kapiler. Pada jaringan otak akan terdapat kerusakan-kerusakan

yang hemoragik pada daerah coup dan countre coup, dengan piamater yang

masih utuh pada kontusio dan robek pada laserasio serebri. Kontusio yang

berat di daerah frontal dan temporal sering kali disertai adanya perdarahan

subdural dan intra serebral yang akut. Sebagai kelanjutan dari kontusio akan

terjadi edema otak.Penyebab utamanya adalah vasogenik, yaitu akibat

kerusakan B.B.B. (blood brain barrier). Disini dinding kapiler mengalami

kerusakan ataupun peregangan pada sel-sel endotelnya. Cairan akan keluar dari

pembuluh darah ke dalam jaringan otak karena beda tekanan intra vaskuler dan

interstisial yang disebut ekanan perfusi. Bila tekanan arterial meningkat akan

mempercepat terjadinya edema dan sebaliknya bila turun akan memperlambat.

Edema jaringan menyebabkan penekanan pada pembuluh-pembuluh darah

yang mengakibatkan aliran darah berkurang. Akibatnya terjadi iskemia dan

hipoksia. Asidosis yang terjadi akibat hipoksia ini selanjutnya menimbulkan

vasodilatasi dan hilangnya auto regulasi aliran darah, sehingga edema semakin

hebat. Hipoksia karena sebab-sebab lain juga memberikan akibat yang sama.

Jika otak membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan

otak; pembengkakan yang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak.

22

Page 23: Isihgy

Gejala dari kontusio adalah pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi

pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Biasanya

gejala berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu. Sindroma

pasca konkusio yaitu kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi.

Kontusio serebri dan robekan otak lebih serius daripada konkusio. MRI

menunjukkan kerusakan fisik pada otak yang bisa ringan atau bisa

menyebabkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang diserati dengan

kebingungan atau bahkan koma.

C. Perdarahan intracranial

Merupakan penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak dengan tulang

tengkorak. Hematoma intrakranial bisa terjadi karena cedera atau stroke.

Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak

sebelah luar (hematoma subdural) atau diantara pembungkus otak sebelah luar

dengan tulang tengkorak (hematoma epidural). Kedua jenis perdarahan diatas

biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI. Sebagian besar perdarahan

terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejala dalam beberapa menit.

Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut

dan membesar secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam

atau hari. Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan

pembengkakan dan pada akhirnya menghancurkan jaringan otak. Hematoma

yang luas juga akan menyebabkan otak bagian atas atau batang otak

mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan

kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh,

gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga

terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.

Hematoma epidural

Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara

meningens dan tulang tengkorak. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak

telah merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi

sehingga lebih cepat memancar. Gejala berupa sakit kepala hebat bisa segera

23

Page 24: Isihgy

timbul tetapi bisa juga baru muncul beberapa jam kemudian. Sakit kepala

kadang menghilang, tetapi beberapa jam kemudian muncul lagi dan lebih parah

dari sebelumnya. Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa

ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma. Diagnosis dini sangat penting dan

biasanya tergantung kepada CT scan darurat. Pada pemeriksaan dengan CT-

Scan akan tampak gambaran massa hiperdens dengan bentuk bikonveks

(double convex sign), atau ada pula yang menyebutnya sebagai gambaran

football shaped yang secara tipikal terletak di bagian temporal tengkorak.

Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang di

dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan

pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.

Hematoma subdural

Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak.

Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau

beberapa saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan.

Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi

pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua

keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya

tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan

adanya genangan darah dan didapatkan gambaran hiperdens berbentuk konkaf

atau menyerupai bulan sabit, atau sering disebut crescentic sign. Hematoma

subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang

tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil pada

dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar,

yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui

pembedahan.

Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:

1). Sakit kepala yang menetap

2). Rasa mengantuk yang hilang-timbul

3). Linglung

24

Page 25: Isihgy

4). Perubahan ingatan

5). Kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

Berdasarkan Beratnya

A. Cedera kepala ringan (GCS 13-15)

Biasanya terjadi penurunan kesadaran dan apabila ada penurunan kesadaran hanya

terjadi beberapa detik sampai beberapa menit saja. Tidak ditemukan kelaianan

pada pemeriksaan CT-scan, LCS normal, dapat terjadi amnesia retrograde.

B. Cedera kepala sedang (GCS 9-12)

Dapat terjadi penurunan kesadaran yang berlangsung hingga beberapa jam. Sering

tanda neurologis abnormal, biasanya disertai edema dan kontusio serebri. Terjadi

juga drowsiness dan confusion yang dapat bertahan hingga beberapa minggu.

Fungsi kognitif maupun perilaku yang terganggu dapat terjadi beberapa bulan

bahkan permanen.

C. Cedera kepala berat (GCS <8)

Terjadi hilangnya kesadaran yang berkepanjangan atau yang disebut koma.

Penurunan kesadaran dapat hingga beberapa bulan. Pasien tidak mampu

mengikuti, bahkan perintah sederhana, karena gangguan penurunan kesadaran.

Termasuk juga dalam hal ini status vegetatif persisten. Tanpa memperdulikan nilai

SKG, pasien digolongkan sebagai penderita cedera kepala berat bila :

1. Pupil tak ekual

2. Pemeriksaan motor tak ekual.

3. Cedera kepala terbuka dengan bocornya CSS atau adanya jaringan otak

yang terbuka.

4. Perburukan neurologik.

5. Fraktura tengkorak depressed.

25

Page 26: Isihgy

Berdasarkan Morfologi

Cedera kulit : vulnus, laserasi, hematom subkutan, hematom subgaleal

Luka dapat menimbulkan perdarahan, pembengkakan setempat, nyeri setempat,

nyeri pada pergerakan dan dirawat sebagaimana mestinya. Perdarahan subgaleal

dapat besar sekali hingga menimbulkan pembengkakan yang hebat dan bentuk

kepala menjadi besar tidak teratur. Pada keadaan ini perlu diberi balut yang

menekan dan bila teraba lunak dapat dipungsi untuk mengeluarkan darah yang

cair.

Fraktur tengkorak

Patah tulang tengkorak merupakan suatu retakan pada tulang tengkorak. Mungkin

tampak pada kalvaria atau basis, mungkin linier atau stelata, mungkin terdepres

atau tidak terdepres. Fraktur tengkorak biasanya terjadi pada tempat benturan.

Garis fraktur dapat menjalar sampai basis cranii. Patah tulang tengkorak bisa

melukai arteri dan vena, yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga

di sekeliling jaringan otak. Patah tulang di dasar tengkorak bisa merobek

meningens. Cairan serebrospinal (cairan yang beredar diantara otak dan

meningens) bisa merembes ke hidung atau telinga yang menandakan adanya

fraktur basis cranii. Depresi pada kepala atau muka (sunken eye) menandakan

terjadi fraktur maksila. Bakteri kadang memasuki tulang tengkorak melalui patah

tulang tersebut, dan menyebabkan infeksi serta kerusakan hebat pada otak.

Sebagian besar patah tulang tengkorak tidak memerlukan pembedahan, kecuali

jika pecahan tulang menekan otak atau posisinya bergeser.

Cedera aksonal difusa

Kerusakan akson oleh karena adanya proses akselerasi dan deserelasi yang terjadi

pada otak sewaktu terjadinya trauma kepala. Otak memiliki beberapa lapisan yang

membentuknya. Pada saat terjadinya trauma, lapisan – lapisan ini akan ikut

bergeser. Pergerakkan tiap lapisan ini akan berbeda – beda. Ilustrasi dibawah ini

26

Page 27: Isihgy

menunjukkan adanya penarikan neuron akibat perbedaan waktu pergeseran yang

bias menyebabkan akson teregang, terpuntir, terputus, dan terjepit. Akibatnya

cairan dan ionic akan masuk ke axon dan menyebakan pembengkakkan, yang

nantinya akan menyebakkan kerusakkan neuron. Akson terputus dan akson bagian

distal akan terpisah. Pada stadium lanjut, akan terjadi kematian akson pada ujung

distal

E.Pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan neurologis pada pasien cedera kepala yang kesadarannya cukup baik

mencakup pemeriksaaan neurologis yang lengkap, sedangkan pada penderita yang

kesadarannya menurun dapat digunakan pedoman yaitu :

1. Tingkat kesadaran dengan mengitung nilai GCS

2. Kekuatan fungsi motorik

3. Ukuran pupil dan responnya terhadap cahaya

4. Gerakan bola mata

F.Pemeriksaan penunjang

1. Foto polos cranium ( schullder )

Foto polos tengkorak adalah prosedur mutlak yang dikerjakan pada setiap

cedera kepala. Foto ini membantu mendiagnosa dini adanya fraktur pada

tulang tengkorak.

2. Pemeriksaan CT-Scan

CT scan merupakan metode standar terpilih untuk cedera kepala baik

ringan sampai berat terutama dikerjakan pada pasien – pasien yang mengalami

penurunan kesadaran dan terdapat tanda – tanda peningkatan tekanan

intrakranial. Selain untuk melihat adanya fraktur tulang tengkorak, CT scan

juga dapat melihat adanya perdarahan otak, efek desakan pada otak dan bisa

digunakan sebagai pemantau terhadap perkembangan perdarahan pada otak.

27

Page 28: Isihgy

G.Penanganan Cedera Kepala

I. Cedera kepala ringan

Bila dijumpai penderita sadar dan berorientasi dengan GCS 13 – 15.

Terdiri atas :

a. Simple head injury

Tidak ada penurunan kesadaran

Adanya trauma kepala ( pusing )

b. Commotio cerebri ( gegar otak )

Adanya penurunan kesadaran ( pingsan > 10 menit )

Amnesia retrograde

Pusing, sakit kepala, muntah

Tidak ada defisit neurologis

Manajemen

1. Airway

Periksa dan bebaskan jalan nafas dari sumbatan.

Lendir, darah,muntahan, benda asing : lakukan penyedotan dengan

suction, pasang NGT

Posisi kepala dalam posisi netral, tidak miring ke kanan atau ke kiri.

Lakukan intubasi endotrakeal terutama pada pasien GCS ≤ 7 tetapi

sebelumnya harus diyakini tidak ada fractur cervical.

Foto rontgen cervical lateral dapat menjadi pilihan sebelum melakukan

tindakan intubasi. Apabila didapatkan fractur cervical, maka tindakan

yang dilakukan adalah tracheostomi.

2. Breathing

Perhatikan gerak napasnya, jika terdapat tanda – tanda sesak segera pasang

oksigen.

3. Circulation

Periksa tekanan darah dan denyut nadi. Jika ada tanda – tanda syok segera

pasang infuse. Bila disertai dengan perdarahan yang cukup banyak bisa

28

Page 29: Isihgy

ditambah dengan tranfusi darah ( whole blood ). Pasang kateter untuk

memonitoring balans cairan.

4. Setelah kondisi pasien stabil, Periksa tingkat kesadaran pasien, perhatikan

kemungkinan cedera spinal. Adanya cedera/ luka robek atau tembus. Jika ada

luka robek, bersihkan lalu di jahit.

5. Foto rontgen tengkorak.

Dilakukan pada posisi AP dan Lateral.

6. CTscan kepala.

Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada semua cedera kepala, kecuali pada

pasien – pasien yang asimptomatik tidak perlu dilakukan.

7. Observasi

Kriteria rawat :

a. Amnesia post traumatika lebih dari 1 jam

b. Riwayat kehilangan kesadaran lebih dari 15 menit

c. Penurunan tingkat kesadaran

d. Nyeri kepala sedang hingga berat

e. CT scan abnormal ( adanya fraktur, perdarahan )

f. Otorrhea, rhinorrhea

g. Semua cedera tembus

h. Indikasi sosial ( tidak ada pendamping di rumah )

Penderita yang tidak memiliki gejala seperti di atas diperbolehkan pulang

setelah dilakukan pemantauan di rumah sakit dengan catatan harus kembali ke

rumah sakit bila timbul gejala-gejala ( observasi 1 x 24 jam ) seperti :

Mengantuk dan sukar dibangunkan

Mual dan muntah hebat

Kejang

Nyeri kepala bertambah hebat

Bingung, tidak mampu berkonsentrasi

29

Page 30: Isihgy

Gelisah

8. Terapi simtomatik

II. Cedera kepala sedang

Pasien mungkin konfusi atau somnolen namun tetap dapat mengikuti

perintah sederhana ( GCS 9 – 12 ). Walau dapat mengikuti perintah,

namun dapat memburuk dengan cepat. Karenanya harus ditindak hampir

seperti halnya pasien cedera kepala berat tapi aspek kedaruratannya tidak

begitu akut. Penanganannya sama seperti pada cedera kepala ringan

ditambah dengan pemeriksaan darah. Bila kondisi membaik,pasien boleh

pulang dan control di poli. Pemeriksaan CT scan perlu diulang apabila

kesadaran pasien tidak membaik. Pada keadaan ini pasien harus dirawat

untuk di observasi.

III. Cedera kepala berat

Penderita kelompok ini tidak dapat mengikuti segala perintah sederhana

karena adanya gangguan kesadaran ( GCS 3 – 8).

Cedera kepala berat dapat dibagi menjadi :

a. Contusio cerebri

Pingsan > 10 menit

Kegelisahan motorik

Sakit kepala, muntah

Kejang

Pada kasus berat dapat dijumpai pernapasan cheyne stokes

Amnesia anterogard

b. Laceratio cerebri

Biasanya didapat pada fraktur terbuka maupun tertutup.

Penangan kasus ini mencakup :

30

Page 31: Isihgy

Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip ABC seperti pada

cedera kepala ringan.

Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau

gangguan di bagian tubuh lainnya.

Pemeriksaan neurologis, meliputi : reflex buka mata, reflex cahaya

pupil, respon motorik, respon verbal, respon okulo sefalik ( Doll’s

eye ).

Pemeriksaan penunjang : CT-scan, angiografi.

Rawat selama 7 – 10 hari.

Beri manitol 20 % ( 1 gr/BB ) bolus dalam 5 menit.

Furosemid ( 0,3 – 0,5 mg/BB ) diberi bersama manitol.

Antikonvulsan : fenitoin dan fenobarbital.

H.Indikasi Operasi

Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis pasien, temuan

neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan panduan

sebagai berikut :

- Volume massa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah

supratentorial

- Volume massa hematom lebih dari 20 ml di daerah infratentorial

- Kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis

- Tanda fokal neurologis semakin berat

- Terdapat gejala TIK yang meningkat lebih dari 25 mmHg( sakit kepala

hebat, muntah proyektil)

- Pada pemeriksaan CT-Scan terdapat pendorongan garis tengah sampai

lebih dari 3 mm atau penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan

ulang

31

Page 32: Isihgy

I.Prognosis

Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami

penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan

beratnya kerusakan otak yang terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh

beberapa area, sehingga area yang tidak mengalami kerusakan bisa menggantikan

fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan. Tetapi semakin tua umur

penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu sama lainnya,

semakin berkurang. Kemampuan berbahasa pada anak kecil dijalankan oleh

beberapa area di otak, sedangkan pada dewasa sudah dipusatkan pada satu area.

Jika hemisfer kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8 tahun, maka

hemisfer kanan bisa mengambil alih fungsi bahasa.

Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung menyebabkan

kelainan yang menetap. Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan

lengan dan tungkai) dikendalikan oleh area khusus pada salah satu sisi otak.

Kerusakan pada area ini biasanya menyebabkan kelainan yang menetap. Dampak

dari kerusakan ini bisa diminimalkan dengan menjalani terapi rehabilitasi.

Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan tidak dapat

mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran.

Jika kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan

penderita akan pulih kembali.

32

Page 33: Isihgy

1.

33

Page 34: Isihgy

III. ANALISIS KASUS

Penegakkan diagnosa pada pasien ini berdasarkan atas anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan data yang

mengarahkan pada diagnosis cedera kepala ringan.

Anamnesis Definisi cedera kepala dan Pembagian

Laki-laki-laki, 19 tahun

Pasien datang dengan keluhan

nyeri kepala setelah mengalami

kecelakaan 30 menit yang lalu.

Pasien mengendarai mobil dan

menabrak pohon. Selain

mengeluhkan nyeri kepala, pasien

juga mengeluhkan nyeri di tempat

luka, yaitu di atas alis mata kanan

dan di pipi kanan. Saat kejadian

pasien mengatakan bahwa mobil

yang dikendarainya menabrak

pohon dan kepala pasien

membentur setir mobil. Setelah itu

pasien langsung tidak sadarkan

diri dan oleh teman-temannya

semobil yang selamat pasien

langsung dibawa ke rumah sakit.

Setibanya di rumah sakit pasien

sadar, waktu antara pasien pingsan

dan sadar kurang lebih 15-20

menit. Setelah itu pasien tidak

pernah pingsan lagi. Setelah sadar

pasien muntah-muntah, muntah

berisi makanan dan tidak

Trauma kapitis adalah trauma

mekanik terhadap kepala baik secara

langsung yang menyebabkan

gangguan fungsi neurologis yaitu

gangguan fisik, kognitif, fungsi

psikososial baik temporer maupun

permanen.

Klasifikasi trauma kapitis

berdasarkan:

Patologi:

Komosio serebri

Kontusio serebri

Laserasio serebri

Berat ringannya:

-Cedera kepala ringan

GCS > 13

Tidak terdapat kelainan pada CT Scan

otak

Tidak memerlukan tindakan operasi

Lama dirawat di RS < 48 jam

-Cedera kepala sedang

GCS 9-13

Ditemukan kelainan pada CT Scan

otak

Memerlukan tindakan operasi untuk

lesi intrakranial

Dirawat di RS setidaknya 48 jam

-Cedera kepala berat, bila dalam

34

Page 35: Isihgy

menyembur. Tidak ada keluar

darah atau cairan yang keluar dari

hidung dan telinga. Saat

ditanyakan, pasien mengetahui apa

yang baru saja terjadi dengan

dirinya. Tidak ada keluhan

kelemahan kedua lengan dan

tungkai. Saat mengendarai mobil,

pasien tidak sedang sakit. Pasien

dan teman-temannya menyangkal

adanya riwayat kejang

sebelumnya, menderita ayan,

sering bengong atau mengelamun,

menggunakan narkoba, minum

alkohol, maupun mengkonsumsi

obat-obatan seperti obat batuk,

obat penenang, obat tidur dan obat

flu. Gangguan pendengaran

disangkal, penglihatan dobel

disangkal, bicara pelo tidak ada.

waktu 48 jam setelah trauma, nilai

GCS < 9

Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan temuan-temuan defisit neurologis, kedua

belas nervus kranialis normal, fungsi motorik, sensorik, dan autonom baik.

Pemeriksaan penunjang untuk menunjang diagnosis, yaitu foto rontgen kepala

tidak ditemukan adanya kelainan. Foto polos kepala memiliki sensitivitas dan

spesifitas yang rendah dalam mendeteksi perdarahan intrakranial. CT Scan kepala

merupakan standard baku untuk mendeteksi perdarahan intrakranial. Semua

pasien dengan GCS < 15 sebaiknya menjalani pemeriksaan CT Scan, sedangkan

pada pasien dengan GCS 15, CT Scan dilakukan hanya dengan indikasi tertentu

seperti :

- Nyeri kepala hebat

35

Page 36: Isihgy

- Adanya tanda-tanda fraktur basis kranii

- Adanya riwayat cedera yang berat

- Muntah lebih dari 1 kali

- Penderita lansia (usia > 65 tahun) dengan penurunan kesadaran atau

amnesia

- Kejang

- Riwayat gangguan vaskuler atau menggunakan obat-obat antikoagulan

- Amnesia, gangguan orientasi, berbicara, membaca, dan menulis

- Rasa baal pada tubuh

- Gangguan keseimbangan atau berjalan

Penatalaksanaan pada pasien cedera kepala dilakukan secara terpadu dimulai

dengan primary survey, resusitasi dan penatalaksanaan, secondary

survey,stabilisasi dan transport. Primary survey ini meliputi airway, breathing,

circulation, disability, exposure. Secondary survey meliputi evaluasi terhadap

kepala dan leher, thoraks, abdomen, dan ekstremitas. Transportasi boleh

dilaksanakan jika penderita telah diresusitasi secara adekuat dan penderita dalam

keadaan stabil. Semuanya dilaksanakan dengan prinsip do no further harm.

Prognosis pada pasien adalah dubia ad bonam. Cedera kepala bisa menyebabkan

kematian atau penderita bisa mengalami penyembuhan total. Jenis dan beratnya

kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang terjadi.

Pemeriksaan neurologis juga dapat memperkirakan prognosis. Pemeriksaan

neurologis yang harus segera dilakukan terhadap penderita cedera kepala setelah

resusitasi meliputi :

- Tingkat kesadaran

- Pupil dan pergerakan bola mata, termasuk saraf kranial

- Reaksi motorik terhadap berbagai rangsang dari luar

- Reaksi motorik terbaik

- Pola pernapasan.

36

Page 37: Isihgy

Tetapi harus diingat bahwa hasil penilaian yang paling prediktif dalam perkiraan

prognosis adalah penilaian yang dilakukan setelah 24 jam post resusitasi karena

penilaian sebelumnya masih banyak dipengaruhi oleh keadaan sistemik yang

belum begitu stabil. Pada pasien ini pemeriksaan neurologis yang dilakukan

setelah 24 jam post resusitasi, tidak menunjukkan suatu kelaianan yang berarti

bahkan menunjukkan perbaikan.

37

Page 38: Isihgy

DAFTAR PUSTAKA

1. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Penerbit : Dian

Rakyat. Jakarta : 2009

2. Price SA, Wilson LM. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf. In : Pendit

BU, Hartanto H, Wulansari P, Mahanani DA, Editors. Patofisiologi :

Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, 6th ed. Jakarta : EGC ; 2005

3. David, Bernath. Head Injury. Available at : www.e-medicine.com.

Accessed on : 22 Juny 2013

4. Neural System Development - Cerebrospinal Fluid. Available at:

http://embryology.med.unsw.edu.au/Notes/neuron6a.htm. Accessed on :

22 Juni 2013

5. Anatomy & Causes: Cranial Anatomy. Available at:

http://dryogeshgandhi.com/cranial.htm. Accessed on : 22 Juni 2013

38