ISI b

51
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak kajian ilmiah yang telah meneliti mengenai berbagai manfaat bahan alam. Bahan alam banyak dimanfaatkan dalam berbagai hal, salah satu diantaranya adalah pengobatan berbagai penyakit. Khasiat bahan alam yang digunakan dalam pengobatan telah dirasakan secara langsung oleh masyarakat, sehingga penggunaan bahan alam ini cenderung semakin meningkat. Selain itu bahan alam sebagai obat tradisional dianggap oleh sebagian besar masyarakat tidak memiliki efek samping, sedangkan pengobatan secara sintesis menimbulkan banyak efek samping yang sangat berbahaya dan biaya yang harus dikeluarkan terlalu besar. Bahan alam dari tanaman maupun dari hewan memiliki khasiat obat karena mengandung satu atau beberapa senyawa bioaktif. Dengan adanya senyawa

description

prosedural

Transcript of ISI b

Page 1: ISI b

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Banyak kajian ilmiah yang telah meneliti mengenai berbagai manfaat

bahan alam. Bahan alam banyak dimanfaatkan dalam berbagai hal, salah satu

diantaranya adalah pengobatan berbagai penyakit. Khasiat bahan alam yang

digunakan dalam pengobatan telah dirasakan secara langsung oleh masyarakat,

sehingga penggunaan bahan alam ini cenderung semakin meningkat. Selain itu

bahan alam sebagai obat tradisional dianggap oleh sebagian besar masyarakat

tidak memiliki efek samping, sedangkan pengobatan secara sintesis menimbulkan

banyak efek samping yang sangat berbahaya dan biaya yang harus dikeluarkan

terlalu besar.

Bahan alam dari tanaman maupun dari hewan memiliki khasiat obat

karena mengandung satu atau beberapa senyawa bioaktif. Dengan adanya

senyawa bioaktif tersebut, suatu jenis tanaman memiliki efektifitas terhadap suatu

penyakit, misalnya penyakit akibat gangguan hormonal dan penyakit seperti

hiperkolesterolemia, hipertensi, diabetes mellitus, jantung, dan kanker (Waha,

2002). Salah satu bahan alternatif yang potensial untuk diteliti sebagai obat adalah

bambu kuning (Bambusa vulgaris Schrad) (Widjaja dkk, 2005).

Bambu merupakan tanaman yang berasal dari famili Gramineae atau

suku rumput-rumputan yang biasa tumbuh di pinggir sungai. Bambu mudah sekali

Page 2: ISI b

dibedakan dengan tumbuhan lainnya, karena tumbuhnya merumpun. Ciri lainnya

adalah: batang bulat, berlubang di tengah dan beruas-ruas, percabangan kompleks,

setiap daun bertangkai, dan bunganya terdiri atas sekam, sekam kelopak dan

sekam mahkota serta 3 – 6 buah benang sari (Widjaya, 2001).

Masyarakat memanfaatkan bambu sebagai obat kencing batu, kencing

manis, Obat maag, liver, hipertensi, ginjal dan sakit kuning. Berdasarkan hasil

analisis fitokimia dan antiplasmodial ekstrak Bambusa vulgaris Schrad

menunjukkan adanya alkaloid, triterpenoids, flavonoid, dan senyawa lactonik.

Senyawa-senyawa tersebut memiliki aktifitas obat yang efektif (Ogu dkk, 2012).

Sedangkan Sujarwo dkk (2010), menyebutkan bahwa bambu ampel gading

(Bambusa vulgaris) mengandung asam lemak jenuh (palmitik, myristik, laurik,

behenik, dan arachidik) maupun asam lemak tidak jenuh (linolenat) serta senyawa

tidak jenuh lainnya (curcumene). Selain itu, juga ditemukan adanya senyawa

aromatik seperti naphthalene.

Senyawa golongan flavonoid, polifenol, dan saponin mampu

menghambat kerja xantin oksidase. Flavonoid golongan flavon dan flavonol

mampu menangkap elektron dari sisi aktif xantin oksidase (Cos dkk, 1998).

Yulianto (2009) melaporkan bahwa ekstrak etanol ciplukan yang mengandung

senyawa flavonoid mampu menginhibisi xantin oksidase sampai 70,08% dan

ekstrak etanol rosella sebesar 35,53%.

Enzim Xantin oksidase memiliki peranan penting dalam proses

pembentukan asam urat dengan mengkatalisis berturut-turut hipoxantin menjadi

xantin kemudian asam urat melalui reaksi oksidasi. Pada reaksi tersebut dihasilkan

Page 3: ISI b

pula radikal superoksida yang bereaksi dengan air membentuk asam peroksida

(Cao, 2010). Asam urat diketahui berfungsi sebagai antioksidan dan mungkin

antioksidan yang paling penting dalam plasma dengan kontribusi sampai 60% dari

seluruh aktivitas pembersihan radikal bebas dalam serum manusia (Waring,

2000).

Asam urat yang larut dalam darah dapat menangkap superoksida, radikal

hidroksil, oksigen tunggal dan juga mempunyai kemampuan untuk chelasi logam-

logam transisi (Johnson, 2003). Asam urat dapat berinteraksi dengan peroxynitrit,

“suatu produk toksik yang terbentuk dari reaksi antara anion superoksida dengan

nitroksidan yang dapat merusak sel melalui proses nitrosilasi residu protein tirosin

(terbentuknya nitrotirosin)”, dan membentuk donor nitroksidan yang stabil,

sehingga menyebabkan vasodilatasi dan meminimalkan kerusakan oksidatif yang

diinduksi oleh peroxynitrit (Feig, 2012)

Ketika terjadi keseimbangan antara pembentukan dan degradasi

nukleotida purin serta kemampuan ginjal dalam mengekskresikan asam urat maka

keadaan tubuh akan normal. Apabila terjadi kelebihan pembentukan

(overproduction) atau penurunan ekskresi (underexcretion) atau keduanya maka

akan terjadi peningkatan konsentrasi asam urat darah yang disebut dengan

hiperurisemia (Johnstone, 2005; Nurcahyanti, 2007; Hidayat, 2009; Wisesa dan

Suastika, 2009). Secara biokimiawi akan terjadi hipersaturasi yaitu kelarutan

asam urat pada serum yang melewati ambang batasnya. Patokan untuk

menyatakan keadaan hiperurisemia adalah kadar asam urat >7 mg% pada laki-

laki dan >6 mg% pada perempuan (Hidayat, 2009). Sedangkan menurut Vazquez-

Page 4: ISI b

Mellado dkk. (2004), dikatakan hiperurisemia bila asam urat serum >7 mg/dl

(>0,42 mmol/l) pada laki-laki dan >6,5 mg/dl (>0,387 mmol/l) pada perempuan.

Sementara kadar asam urat normal pada laki-laki adalah 5,1±1,0 mg/dl, dan pada

perempuan adalah 4,0±1,0 mg/dl (Sunkureddi dkk., 2006).

Peningkataan kadar asam urat dapat mengakibatkan gangguan pada

tubuh manusia seperti perasaan linulinu di daerah persendian dan sering disertai

timbulnya rasa nyeri yang teramat sangat sakit bagi penderitanya. Hal ini

disebabkan oleh penumpukan kristal di daerah tersebut akibat tingginya kadar

asam urat dalam darah. Penyakit ini sering disebut penyakit gout atau lebih

dikenal di masyarakat sebagai penyakit asam urat. Hiperurisemia disebabkan oleh

sintesa purin oleh ensim xantin oksidase berlebih dalam tubuh karena pola makan

yang tidak teratur dan proses pengeluaran asam urat dari dalam tubuh yang

mengalami gangguan. Faktor-faktor yang diduga juga mempengaruhi penyakit ini

adalah diet, berat badan dan gaya hidup. Umumnya untuk mengatasi penyakit

hiperurisemia digunakan obat sintesis seperti allopurinol, namun dapat

menimbulkan efek yang merugikan dan berbahaya seperti gangguan pada kulit,

lambung, usus, gangguan darah (Sukandar dkk., 2008), dan interstisial nefritis

akut (Yu dan Barry, 2008). Untuk mengatasi hal tersebut, dikembangkan

pengobatan alternatif menggunakan tanaman.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan uji ekstrak daun bambu

kuning (Bambusa vulgaris Schrad) terhadap mencit hiperurisemia dan

mengetahui dosis yang memiliki pengaruh lebih baik terhadap kadar asam urat

mencit yang terkena penyakit hiperurisemia.

Page 5: ISI b

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah

1. Bagaimana pengaruh pemberian ekstrak etanol daun bambu kuning

(Bambusa vulgaris Schrad) terhadap kadar asam urat mencit (Mus musculus)

hiperurisemia ?

2. Berapa jumlah dosis yang memiliki pengaruh lebih baik terhadap kadar asam

urat mencit hiperurisemia?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Efektivitas ekstrak etanol daun bambu kuning (Bambusa vulgaris Schrad)

terhadap kadar asam urat mencit (Mus musculus) yang mengalami

hiperurisemia.

2. Kadar dosis yang memiliki pengaruh lebih baik terhadap kadar asam urat

mencit yang terkena penyakit hiperurisemia.

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai obat alternatif ketika terkenah penyakit hiperurisemia jika

penelitian terbukti mampu menurunkan kadar asam urat dalam darah.

2. Sebagai salah satu sumber informasi bagi masyarakat mengenai manfaat

ekstrak daun bambu kuning (Bambusa vulgaris Schrad).

3. Sebagai tambahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

Page 6: ISI b

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Umum Ekstrak dan Etanol

a. Ekstrak

Ekstrak merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi

zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk tersisa diperlakukan sedemikian memenuhi baku yang ditetapkan

(Simanjuntak, 2008).

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari

jaringan tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan pelarut dan metode

tertentu. Maserasi adalah proses pengekstrakan sampel (Simplisian) dengan

menggunakan peralut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada

temperatur ruangan (kamar). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan

penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan

seterusnya (Simanjuntak, 2008).

b. Etanol

Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau

alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak

berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan

sehari-hari memiliki titik didih 78,40C. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif

dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol

termasuk kedalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH dan

rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter.

Page 7: ISI b

Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan singkatan dari

gugus etil (C2H5) (Senja, 2014).

Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia

yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada

parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah

pelarut yang penting untuk sintesis senyawa kimia lainnya. Etanol memiliki letal

dosis yang berbeda-beda terhadap hewan uji dan cara pemberianya, untuk Etanol

70% memiliki LD 50 pada mencit yang diberikan secara oral dengan sebanyak

3450 mg/Kg BB (Senja, 2014).

2. Tinjauan Umum Bambu Kuning (Bambusa vulgaris Schrad)

a. Morfologi Bambu Kuning (Bambusa vulgaris Schrad)

Bambu termasuk dalam anak suku Bambusoideae dan suku Poaceae. Suku

Poaceae dikenal juga dengan nama Graminae atau suku rumput-rumputan disebut

juga Giant Grass (rumput raksasa), tumbuhnya merumpun dan terdiri dari

sejumlah batang (buluh) yang tumbuh secara bertahap, dari mulai rebung, batang

muda dan sudah dewasa pada umur 3-4 tahun. Bambu mudah sekali dibedakan

dengan tumbuhan lainnya, karena Batang bambu berbentuk silindris, berbuku-

buku, beruas-ruas, berongga, berdinding keras, pada setiap buku terdapat mata

tunas atau cabang kompleks (Yanda, 2013), setiap daun bertangkai, dan bunganya

terdiri atas sekam, sekam kelopak dan sekam mahkota serta 3 – 6 buah benang

sari (Widjaya, 2001).

Bambu kuning memiliki rumpun simpodial, tegak dan tidak terlalu rapat,

rebung kuning, (Sujarwo et al, 2010). Batang (culm) warna kuning, strait hijau

terang, dengan warna miang (trikoma) pada permukaan batang coklat dan tidak

Page 8: ISI b

merata, tinggi 7-10 m, panjang ruas 33-48 cm, diameter 5,5 -7 cm, tebal 2– 4 mm

dapat dilihat pada gambar 2.1 , pelepah yang membalut batang (culm sheath)

mudah luruh, daun pelepah tegak, bentuk kuping segi tiga dengan panjang kuping

(auricles) 2-3 mm, panjang bulu kejur (bristles) 4-8 mm. Percabangan hampir

sama besar dengan jumlah 17-21 cabang. Helaian daun (lamina) berwarna hijau

dengan ukuran 10-29 x 3-5 cm (Yani, 2012).

Gambar 2.1 Bambu Kuning (Bambusa vulgaris Schrad)

Pertumbuhan bambu tidak terlepas dari pengaruh kondisi lingkungan

tempat tumbuh. Adapun faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan syarat

tumbuh bambu yaitu : 1) Tanah dengan pH 5,6 – 6,5. 2) Ketinggian tempat, 0 –

2000 m dpl. 3) Suhu 8,8 - 36°C, curah hujan tahunan minimal 1.020 mm,

sedangkan kelembaban 80% (Yani,2012).

Page 9: ISI b

b. Taksonomi Bambu Kuning

Menurut taksonominya bambu kuning dapat digolongkan menjadi

(Widjaya,2001) :

Regnum : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Classis : Monocotyledonae

Ordo : Poales

Familia : Gramineae

Genus : Bambusa

Species : Bambusa vulgaris Schrad

c. Kandungan Kimia

Berdasarkan analisis hasil karakterisasi senyawa yang terdapat dalam daun

bambu yang dilakukan oleh Yanda (2013) menggunakan metode kromotografi

lapis tipis (KLT) berbagai perbandingan eluen yang dilihat dibawah sinar UV

menggunakan spektroskopi UV-Vis, inframerah (IR) dan Titik leleh.

menunjukkan adanya OH karboksilat, daerah bilangan gelombang 3016,12 cm-1

menunjukkan adanya C-H aromatis, daerah bilangan gelombang 2828,1 cm-1

menunjukkan adanya CH2 metilen, daerah bilangan gelombang 1679,69 cm-1

menunjukkan adanya gugus C=O karbonil, daerah bilangan gelombang 1321 cm -1

menunjukkan adanya CH3, daerah bilangan gelombang 1166,72 cm-1

menunjukkan adanya C-O alkoksi. Adanya puncak OH jenuh yang ditunjukkan

oleh bilangan gelombang 1110,8 cm-1.

Page 10: ISI b

Menurut Sujarwo dkk (2010), bambu ampel gading (Bambusa vulgaris)

mengandung asam lemak jenuh (palmitik, myristik, laurik, behenik, dan

arachidik) maupun asam lemak tidak jenuh (linolenik) serta senyawa tidak jenuh

lainnya (curcumene). Selain itu, juga ditemukan senyawa aromatik seperti

naphthalene. Adapun kandungan senyawa pada akar dan batang bambu dapat

dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Senyawa kimia pada akar dan batang bambu

No Nama senyawa kimia%normalisasi

Akar Batang1 Toluene 6,02 -2 Isoamyl acetate 30,32 -3 Hexane, 4-ethyl-2-methyl 3,55 -4 limonene 4,52 -5 1,3,5-Trimethylbenzene 1,39 -6 Octane, 4-ethyl 0,73 -7 Endobornyl acetate 0,72 -8 Curcumene 6,39 6,679 Alpha-Cendrene 3,93 4,1210 Myristic acid 0,56 1,8611 Palmitic acid 16,15 49,9912 Stearic acid 2,97 3,0713 Oleic acid 3,24 6,6614 9,12-Octadecadienal 5,21 14,1215 Stearolic acid 0,6 -16 Naphthalene - 2,0417 Pentadecylic acid - 1,0318 Margaric acid - 1,9119 Oleoamide - 2,49

Sumber : Yanda (2013)

Hasil fitokimia dari daun bambu diketahui senyawa yang terkandung

didalamnya adalah flavonoid, kumarin dan fenolik. Pada genus Dendrocalamus

dilaporkan mengandung senyawa kumarin, flavonoid, antrakuinon, polisakarida,

fenolik dan asam amino (Zhang, 2002). Golongan senyawa fenolik merupakan

Page 11: ISI b

komponen aktif dari tumbuhan yang telah digunakan untuk mengobati beberapa

penyakit dan digunakan dalam bidang farmasi untuk antioksidan, dan anabolik

(Yanda, 2013).

Flavonoid merupakan grup senyawa alami dengan ragam struktur fenolat.

Flavonoid mempunyai kerangka dasar yang terdiri atas 15 atom karbon dengan 2

cincin benzena terikat pada suatu rantai propana membentuk susunan C6-C3-C6

(Gambar 2.2). Susunan tersebut dapat menghasilkan 3 struktur, yaitu 1,3-diaril

propana (flavonoid), 1,2-diarilpropana (isoflavonoid), dan 1,1-diarilpropana

(neoflavonoid) (Yulianto, 2009).

Gambar 2.2 Kerangka dasar flavon

Flavonoid dikenal sebagai antioksidan dan memberikan daya tarik sejumlah

peneliti untuk meneliti flavonoid sebagai obat yang berpotensi mengobati

penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas. Flavonoid juga penghambat efektif

dari beberapa enzim termasuk xantin oksidase, siklooksigenase, dan

lipooksigenase (Hsieh, 2007).

Flavonoid berpotensi sebagai obat untuk penyakit asam urat (gout) dan

ischemia dengan cara menurunkan konsentrasi asam urat dan penangkapan

aktivitas superoksida dalam jaringan manusia (Hidayat, 2007). Flavon memiliki

Page 12: ISI b

aktivitas inhibisi lebih kuat dibandingkan flavonol. Senyawa krisin, apigenin,

luteolin, galangin, kaempferol, dan quarsetin memiliki aktivitas penghambat XO

dan senyawa yang memiliki aktivitas inhibisi paling kuat adalah senyawa luteolin

(Cos et al. 1998). Struktur senyawa flavonoid ditunjukan pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Struktur senyawa flavonoid

Senyawa R3 R5 R6 R7 R3’ R4’

Krisin H OH H OH H HApigenin H OH H OH H OHLuteolin H OH H OH OH OHGalangi OH OH H OH H HKaemferol

OH OH H OH H OH

Kuarsetin OH OH H OH OH OHd. Manfaat

Bambu kuning atau tiang ampel gading ( Bambusa vulgaris Schrad) pada

jaman dahulu digunakan sebagai obat sakit kuning, kencing batu, kencing manis,

Obat maag, hipertensi, ginjal dan liver (Widjaja et al, 2005).

Daun bambu didalam pengobatan tradisional dapat dimanfaatkan untuk

mengobati deman panas pada anak-anak. Hal ini disebabkan karena daun bambu

mengandung zat yang bersifat mendinginkan. Selain itu dalam masyarakat bali

bambu kuning yang tua digunakan sebagai bahan pembuatan tumpang salu yang

berfungsi sebagai sarana tempat mayat atau leluhur dalam upacara Pengabenan

(Arinasa, 2005).

3. Tinjauan Umum Mencit (Mus musculus L.)

Mencit (Mus musculus L.) termasuk mamalia pengerat (rodensia)

merupakan hewan yang paling banyak digunakan sebagai hewan model

laboratorium dengan kisaran penggunaan antara 40-80% (khususnya digunakan

Page 13: ISI b

dalam penelitian biologi), karena memiliki keunggulan-keunggulan seperti siklus

hidup relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya

tinggi, mudah ditangani, serta sifat produksi dan karakteristik reproduksinya.

Mencit yang sering digunakan dalam penelitian di laboratorium merupakan hasil

perkawinan tikus putih “inbreed” maupun “outbreed”. Dari hasil perkawinan

sampai generasi 20 akan dihasilkan strain-strain murni dari mencit (Akbar, 2010).

Mencit (Mus musculus L.) memiliki ciri-ciri berupa bentuk tubuh kecil,

berwarna putih, memiliki siklus estrus teratur yaitu 4-5 hari (Gambar 2.3).

Kondisi ruang untuk pemeliharaan mencit (Mus musculus L.) harus senantiasa

bersih, kering dan jauh dari kebisingan, Suhu ruang pemeliharaan juga harus

dijaga kisarannya antara 18-19ºC serta kelembaban udara antara 30-70%. Mencit

sering digunakan dalam penelitian dengan pertimbangan hewan tersebut memiliki

beberapa keuntungan yaitu daur estrusnya teratur dan dapat dideteksi, periode

kebuntingannya relatif singkat, dan mempunyai anak yang banyak serta terdapat

keselarasan pertumbuhan dengan kondisi manusia (Akbar, 2010).

Gambar 2.3. Mencit (Mus musculus)

Page 14: ISI b

Menurut Hardiningsih (2006), Mencit (Mus musculus) merupakan hewan

yang masuk dalam kelompok hewan menyusui (mamalia), ordo rodentia (hewan

yang mengerat), sub ordo mymorpha, famili muridae, dan sub famili murinae.

Untuk lebih jelasnya, mencit (Mus musculus L.) dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Class : Mamalia

Ordo : Rodentia

Familia : Muridae

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus L.

4. Tinjauan Umum Hiperurisemia

Hiperurisemia adalah peningkatan kadar asam urat serum di atas nilai

normal, yang pada laki-laki di atas 7 mg/dl dan pada perempuan di atas 6 mg/dl.

Hiperurisemia bisa menimbulkan penyakit asam urat. Sedangkan Kadar asam urat

normal pada mencit adalah 0,5-1,4 mg/dl, dan mencit dikatakan mengalami

hiperurisemia bila kadar asam uratnya 1,7-3,0 mg/dl (Johnstone, 2005).

Asam urat diketahui berfungsi sebagai antioksidan dan mungkin

antioksidan yang paling penting dalam plasma darah dengan kontribusi sampai

60% dari seluruh aktivitas pembersihan radikal bebas dalam serum darah manusia

(Waring, 2000).

Page 15: ISI b

Asam urat yang larut dalam darah dapat menangkap superoksida, radikal

hidroksil, oksigen tunggal dan juga mempunyai kemampuan untuk chelasi logam-

logam transisi (Johnson, 2003). Asam urat dapat berinteraksi dengan peroxynitrit,

“suatu produk toksik yang terbentuk dari reaksi antara anion superoksida dengan

nitroksidan yang dapat merusak sel melalui proses nitrosilasi residu protein tirosin

(terbentuknya nitrotirosin)”, dan membentuk donor nitroksidan yang stabil,

sehingga menyebabkan vasodilatasi dan meminimalkan kerusakan oksidatif yang

diinduksi oleh peroxynitrit (Feig, 2012)

Ketika terjadi keseimbangan antara pembentukan dan degradasi

nukleotida purin serta kemampuan ginjal dalam mengekskresikan asam urat maka

keadaan tubuh akan normal. Apabila terjadi kelebihan pembentukan

(overproduction) atau penurunan ekskresi (underexcretion) atau keduanya maka

akan terjadi peningkatan konsentrasi asam urat darah yang disebut dengan

hiperurisemia (Johnstone, 2005; Nurcahyanti, 2007; Hidayat, 2009; Wisesa dan

Suastika, 2009). Secara biokimiawi akan terjadi hipersaturasi yaitu kelarutan

asam urat pada serum yang melewati ambang batasnya. Patokan untuk

menyatakan keadaan hiperurisemia adalah kadar asam urat >7 mg% pada laki-

laki dan >6 mg% pada perempuan (Hidayat, 2009). Sedangkan menurut Vazquez-

Mellado dkk. (2004), dikatakan hiperurisemia bila asam urat serum >7 mg/dl

(>0,42 mmol/l) pada laki-laki dan >6,5 mg/dl (>0,387 mmol/l) pada perempuan.

Sementara kadar asam urat normal pada laki-laki adalah 5,1±1,0 mg/dl, dan pada

perempuan adalah 4,0±1,0 mg/dl (Sunkureddi dkk., 2006).

Page 16: ISI b

Menurut Kelley (1997), ada beberapa hal yang dapat meningkatkan kadar

asam urat dalam darah dan merupakan faktor resiko terjadinya hiperurisemia.

Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga mekanise, yaitu:

a. Peningkatan produksi asam urat

Hal ini dikarenakan faktor idiopatik primer, makanan yang kaya purin

(banyak mengandung protein), obesitas, alkohol, polisitemia vera, paget’s disease,

proses hemolitik, dan psoriasis.

b. Penurunan ekskresi asam urat

Penurunan ekskresi asam urat disebabkan oleh idiopatik primer, insufusiensi

ginjal, ginjal polikistik, diabetes, hipertensi, asidosis, toksik pada kehamilan,

penggunaan obat-obatan, alkohol.

c. Kombinasi antara kedua mekanisme tersebut

Dapat terjadi pada defisiensi glukosa 6-fosfat, defisiensi fruktosa 1-fosfat

aldosa, mengkonsumsi alkohol dan syok.

Berdasarkan penyebab peningkatan asam urat dalam darah hiperurisemia

dapat dibedakan menjadi hiperurisemia dan gout primer, sekunder dan idiopatik.

a. Hiperurisemia dan gout primer adalah hiperurisemia dan gout tanpa

disebabkan penyakit atau penyebab lain.

b. Hiperurisemia dan gout sekunder adalah hiperurisemia dan gout yang

disebabkan penyakit atau penyebab lain.

c. Hiperurisemia dan gout idiopatik adalah hiperurisemia dengan penyebab

primer yang tidak jelas, kelainan genetik, tidak ada kelainan fisiologi atau

anatomi yang jelas (Kelley, 1997).

Page 17: ISI b

Asam urat adalah senyawa alkaloid turunan purin (xantin). Senyawa asam

urat yang ditemukan pertama kali oleh Scheele pada tahun 1776 merupakan

produk akhir dari metabolisme nitrogen. Asam urat diperoleh dari hasil ekskresi

pada urin hewan pemakan daging. Asam urat (C5H4N4O3) merupakan kristal putih,

tidak berbau dan berasa, mengalami dekomposisi dengan pemanasan menjadi

asam sianida (HCN), sangat sukar larut dalam air, larut dalam gliserin dan alkali.

Asam urat dapat larut pada larutan dengan pH tinggi dan dapat pula dipanaskan

untuk membantu kelarutannya hingga suhu 60 °C. Natrium urat adalah kristal

yang terbentuk akibat tingginya konsentrasi asam urat dalam darah. Kristal

natrium urat terkumpul pada persendian dan tulang rawan. Faktor yang

mempengaruhi pembentukan kristal natrium urat ialah pH, suhu, kekuatan ionik,

dan konsentrasi Na+. Bentuk geometris kristal natrium urat adalah triklin atau

berbentuk jarum (Rinaudo & Boistelle 1982).

Penyakit asam urat umumnya menyerang lebih banyak pria dari pada

perempuan. Hal ini dikarenakan perempuan memiliki hormon estrogen yang ikut

membuang asam urat melalui urin (Mansjoer et al. 2004). Kadar asam urat rata-

rata di dalam darah atau serum bergantung pada usia dan jenis kelamin. Pada laki-

laki, sebelum dewas kadarnya sekitar 3,5 mg/dl. Setelah dewas, kadarnya

meningkat secara bertahap dan dapat mencapai 5,2 mg/dl. Pada perempuan kadar

asam urat biasanya tetap rendah, baru pada usia pramenopause kadarnya di dalam

darah rata-rata sekitar 4 mg/dl. Setelah menopause, kadarnya meningkat lagi

sampai 4,7 mg/dl (Dalimartha, 2006).

Page 18: ISI b

Xantin aksidase (XO) berperan penting dalam katabolisme purin. XO

mempunyai 2 bentuk, yaitu XO dan xantin dehidrogenase (XDH). XDH dapat

dikonversi menjadi XO pada mamalia, baik dalam reaksi reversibel maupun

irreversibel. XO merupakan enzim yang tersebar luas dalam beberapa spesies dari

bakteri hingga manusia. Di dalam tubuh, XO ditemukan di sel hati dan otot, tetapi

tidak ditemukan di dalam darah. XO merupakan suatu kompleks enzim yang

terdiri atas 1332 residu asam amino, molibdenum (HO2SMo), FAD, dan Fe2S2

sebagai pusat reaksi redoks, dengan bobot molekul sebesar 275 000 Dalton

membentuk 2 subunit yang saling setangkup (Yulianto, 2009). XO mengkatalis

oksidasi hipoxantin menjadi xantin lalu menjadi asam urat yang berperan penting

pada penyakit gout. Pada saat bereaksi dengan xantin membentuk asam urat, atom

oksigen ditransfer dari molibdenum ke xantin. Perombakan pusat molibdenum

yang aktif terjadi dengan penambahan air (Gambar 2.4) (Cos dkk. 1998)

Xantin+ 2O2 + H2O asam urat + 2O2*-+2H+

Xantin+O2 + H2O asam urat + H2O2

Gambar 2.4 Skema reaksi xantin oksidase yang mengkonversi hipoxantin menjadi xantin dan asam urat (Cos dkk. 1998).

Page 19: ISI b

Selama proses oksidasi molekul, oksigen bertindak sebagai akseptor

elektron menghasilkan radikal superoksida (O2) dan hidrogen peroksida

(Ramdani, 2003). Satu unit XO dapat mengkonversi satu mikromol substrat

(xantin) menjadi asam urat tiap satu menit pada pH optimum (pH 7,5) dan suhu

optimum (25 °C). XO memiliki pengaruh antitumor dan berperan aktif dalam

timbulnya panas akibat penyimpanan hepatik ferritin dalam plasma. Selain itu,

XO diketahui dapat mengkatalisis reduksi nitrat dan nitrit menjadi nitrit oksida

(Millr et al. 2002) dan sekaligus menyebabkan pembentukan radikal superoksida

yang dapat menyebabkan peradangan. Produksi asam urat berlebih dapat

menyebabkan hiperurisemia namun ketika asam urat disimpan di dalam

persendian akan menyebabkan peradangan dan penyakit gout (Astuti, 2011).

B. Kerangka Pikir

Hiperurisemia adalah peningkatan kadar asam urat serum di atas nilai

normal, dan bisa menimbulkan penyakit gout (Johnstone, 2005). Sedangkan asam

urat merupakan senyawa alkaloid turunan purin (xantin). Peningkatan asam urat

dipengaruhi oleh beberapa faktor makanan yang kaya purin (banyak mengandung

protein), obesitas, alkohol serta Penurunan ekskresi asam urat yang disebabkan

oleh insufusiensi ginjal, diabetes, hipertensi, toksik pada kehamilan, penggunaan

obat-obatan (Kelley, 1997).

Makanan yang mengadun banyak purin akan disintesa oleh ensim xantin

oksidase. Enzim xantin oksidase mengkatalisis berturut-turut hipoxantin menjadi

xantin kemudian asam urat melalui reaksi oksidasi. Pada reaksi tersebut dihasilkan

Page 20: ISI b

pula radikal superoksida yang bereaksi dengan air membentuk asam peroksida

(Cao, 2010). Xantin oksidase mampu diinhibisi oleh senyawa flavonoid sehingga

pembentukan asam urat dapat dikendalikan dalam serum darah. Flavonoid

merupakan grup senyawa alami dengan ragam struktur fenolat.

Berdasarkan hasil analisis fitokimia dan antiplasmodial ekstrak bambu

kuning (Bambusa vulgaris Schrad) menunjukkan adanya alkaloid, triterpenoids,

flavonoid dan senyawa lactonic, senyawa ini memiliki aktifitas obat yang efektif

(Ogu et al, 2012).

Pemberian pakan hati ayam (tinggi purin) dapat meningkatkan kadar asam

urat pada tubuh mencit, sehingga dapat menyebabkan mencit mengalami

hiperurisemia. Adanya kandungan flavonoid dari ekstrak daun bambu kuning

yang mampu menghambat kerja enzim xantin oksidase untuk menghasilkan asam

urat untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5. Bagan Kerangka Pikir

Hiperurisemia

Pakan hati ayam (tinggi purin)

Asam urat

Enzim Xantin oksidase

Ekstrak Etanol Daun bambu

men

yeba

bkan

menghambat

menyebabkan

menurunkan

Flavonoid

Page 21: ISI b

C. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pikir diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah pemberian ekstrak etanol daun bambu kuning (Bambusa vulgaris Schrad)

berpengaruh terhadap kadar asam urat mencit (Mus musculus) yang mengalami

hiperurisemia.

Page 22: ISI b

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2015 – November 2015 di

Laboratorium Biologi FMIPA UNM dan Green House Jurusan Biologi untuk

pemeliharaan hewan uji.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen untuk mengetahui

evektifitas pemberian ekstrak etanol daun bambu kuning (Bambusa vulgaris

Schrad) terhadap kadar asam urat mencit (Mus musculus) yang mengalami

hiperurisemia. Menggunakan Rancangan Penelitian Acak Lengkap (RAL) dengan

pola satu faktor yaitu pemberian ekstrak etanol daun bambu kuning dengan dosis

yang berbeda.

C. Variabel Penelitian

Variabel dari penelitian ini terdiri atas dua yaitu variabel bebas dan

variabel terikat. Variabel bebas dari penelitian ini adalah ekstrak etanol daun

bambu kuning karena merupakan variabel yang diubah konsentrasinya dan kadar

asam urat mencit sebagai variabel terikat karena variabel yang sebagai ukuran

untuk mengetahui efektivita ekstrak etanol daun bambu kuning.

Page 23: ISI b

D. Definisi Operasional Variabel

Ekstrak etanol daun bambu kuning dalam penelitian ini merupakan

ekstrak yang diperoleh dari daun bambu yang menggunakan pelarut etanol

sehingga senyawa obat yang terdapat dalam daun bambu bisa didapat. Bambu

kuning merupakan salah satu tanaman yang digunakan sebagai obat tradisional

untuk mengobati penyakit yang berasal dari kelas Gramineae. Kadar asam urat

dalam penelitian ini diartikan sebagai tolak ukur yang dipengaruhi oleh senyawa

yang terkandung dalam ekstrak etanol daun bambu kuning.

E. Prosedur Penelitian

1. Alat dan Bahan

a. Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah oven, alat pengukur

asam urat (NESCO), strip asam urat, gelas kimia (Pyrex) 250 ml dan 1000 ml,

labu Erlenmeyer (Pyrex), neraca analitik, neraca Ohaus, gelas ukur (Pyrex),

batang pengaduk, gunting, rang kawat, uji, corong, corong buhner, blender, spoit,

plat tetes, pipet tetes, oven, , batan pengaduk, dan kandang pemeliharaan hewan

uji.

b. Bahan

Daun bambu kuning (Bambusa vulgaris Schrad), etanol 96%, mencit (Mus

musculus) galur ICR jantan berumur 3 buulan berat badan 20-30 gram, hati

ayam, pakan mencit AD II, alkohol 70%, kertas saring wathmen 41, kloroform,

Page 24: ISI b

HCl 2 M, NaCl, reagen Dragendorff, reagen Wagner, reagen Mayer, amonia 25%,

CMC Na 0,5%, HCL 37%, NaCl 10%, FeCl3, gelatin, dan tissu.

2. Sterilisasi Alat

Untuk sterilisasi alat digunakan oven. Hal ini bertujuan agar alat-alat yang

digunakan bebas dari mikroorganisme.

3. Prosedur Kerja

a. Pembuatan Serbuk Daun Bambu Kuning (Bambusa vulgaris Schrad)

Daun bambu kuning sebanyak 2000g dicuci, dikeringanginkan sampai

kering Setelah kering, diblender menjadi serbuk. Daun bambu kuning yang

diambil adalah helai daun bambu ketiga dari pucuk (daun tua).

b. Ekstraksi Sampel

Serbuk daun bambu kuning sebanyak 500 gram direndam dengan 1500 ml

etanol 96% selama 24 jam pada suhu kamar, perendaman diulangi sampai tiga

kali. Etanol digunakan sebagai pelarut dalam penelitian ini karena etanol mampu

melarutkan senyawa polar serta tidak bersifat racun terhadap hewan uji (Yanda,

2013). Hasil rendaman atau maserat disaring menggunakan kertas saring

kemudian dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator hingga diperoleh ekstrak

kental (Kristiani dkk, 2013; Kusuma dkk, 2014; Suratiningsih dkk, 2013).

Page 25: ISI b

c. Uji Fitokimia

Prosedur uji fitokimia merujuk pada Mustarichie (2011). Uji

fitokimia yang dilakukan meliputi uji alkaloid, flavonoid, saponin, tanin,

dan polifenol. Kontrol positif pada uji fitokimia adalah ekstrak teh hijau.

1) Alkaloid

Sebanyak 0,5 g ekstrak kental daun bambu kuning dilarutkan dalam 5

mL kloroform. Larutan ekstrak ditambahkan 5 mL HCl 2 M dan 0,5 g NaCl.

Campuran diaduk dan disaring. Filtrat yang diperoleh ditambah 3 tetes HCl 2

M kemudian dipisah menjadi 4 bagian. Bagian pertama sebagai blanko,

bagian kedua ditambah reagen Wagner, bagian ketiga ditambah reagen

Dragendorff, dan bagian keempat ditambah reagen Mayer. Untuk uji

penegasan, bagian pertama ditambah amonia 25% hingga mencapai pH 8-9.

Kemudian ditambahkan 3 tetes kloroform 3.selanjutnya diuapkan di atas

penangas. Filtrat ditambahkan 2 mL HCl 2 M kemudian diaduk dan disaring.

Filtrat dibagi menjadi 4 bagian seperti prosedur sebelumnya. Terbentuknya

endapan menunjukkan alkaloid.

2) Flavonoid

Sebanyak 0,1 g ekstrak kental daun bambu kuning dilarutkan dalam 3

mL etanol 96%. Larutan diambil 1 mL dan ditambahkan 10 tetes HCl 37%

kemudian dipanaskan selama 10 menit. Hasil positif ditunjukkan oleh

perubahan warna menjadi kuning, jingga, atau merah.

Page 26: ISI b

4) Saponin

Sebanyak 0,1 g ekstrak kental daun bambu kuning dilarutkan dalam 5

mL akuades panas kemudian dikocok selama 10 detik. Hasil positif

ditunjukkan oleh terbentuknya buih atau busa yang stabil selama 10 menit.

5) Tanin dan Polifenol

Sebanyak 0,1 g ekstrak kental daun bambu kuning dilarutkan dalam 10

mL akuades panas kemudian didinginkan. Selanjutnya larutan ditambah 5

tetes NaCl 10% dan disaring. Filtrat yang diperoleh dibagi menjadi tiga

bagian. Filtrat pertama sebagai blanko, filtrat kedua ditambah 3 tetes FeCl3,

dan filtrat ketiga ditambah 5 tetes gelatin. Hasil positif polifenol ditunjukkan

oleh adanya perubahan warna menjadi hitam kehijauan. Sedangkan hasil

positif tanin ditunjukkan oleh adanya endapan putih.

d. Pembuatan pakan asam urat (tinggi purin)

Pakan asam urat yang digunakan yaitu tepung hati ayam yang dicampur

dengan pakan standar AD II. Cara pembuatannya yaitu hati ayam dikukus selama

45 menit dengan api sedang. Selanjutnya dihancurkan dan ditabur pada

aluminium foil. Dioven pada suhu 40°C - 45°C selama 4 jam hingga kering.

Setelah kering hati ayam dihaluskan menggunakan blender sehingga diperoleh

tepung hati ayam. Pakan tinggi purin dibuat dengan cara mencampurkan sebanyak

50 gram pakan standar dan 50 gram pakan tinggi purin (tepung hati ayam)

(Lelyana, 2008).

Page 27: ISI b

e. Pemeliharaan hewan uji

Hewan uji (mencit) diadaptasikan selama 1 minggu dengan pemberian

pakan standar AD II dan air minum secara ad libitum.

f. Perlakuan

Sebanyak 25 ekor mencit jantan Strain ICR (Imprinting Control Region)

umur 3 bulan dengan berat badan 18-30 g, dibagi atas 5 perlakuan dengan

ulangan sebanyak 5. Perlakuannya adalah sebagai berikut:

1) Kelompok kontrol negatif (Kontrol Hiperurisemia) yaitu kelompok mencit

yang diberi pakan tinggi purin selama 14 hari. Pada hari ke 8 sampai hari ke

14 diberi CMC Na 0,5%.

2) Kelompok kontrol positif (Kontrol Obat) yaitu kelompok mencit yang

diberi pakan tinggi purin selama 14 hari. Pada hari ke 8 sampai hari ke 14

diberi alopurinol 10 mg/kg BB.

3) Kelompok perlakuan I, yaitu kelompok mencit yang diberi pakan tinggi

purin selama 14 hari. Pada hari ke 8 sampai hari ke 14 diberikan ekstrak

daun bambu kuning dengan dosis 125 mg/kg BB sebanyak 1ml.

4) Kelompok perlakuan II, yaitu kelompok mencit yang diberi pakan tinggi

purin selama 14 hari. Pada hari ke 8 sampai hari ke 14 diberikan ekstrak

daun bambu kuning dengan dosis 250 mg/kg BB sebanyak 1ml.

5) Kelompok perlakuan III, yaitu kelompok mencit yang diberi pakan tinggi

puring selama 14 hari. Pada hari ke 8 sampai hari ke 14 diberikan ekstrak

daun bambu kunin dengan dosis 500 mg/kg BB sebanyak 1ml.

Page 28: ISI b

Pemberian dosis pada hewan uji merujuk pada penelitian sebelumnya

dengan menggunakan tanaman yang berbeda yaitu jintan hitam (Kusuma dkk,

2014). Adapun perhitungan dosis yang akan diberikan pada hewan uji sebagai

berikut :

g. Pengambilan Data

Pengukuran kadar asam urat dilakukan pada hari ke 0 sebagai data awal atau

kadar asam urat normal mencit, hari ke 7 setelah perlakuan pemberian pakan

tinggi purin sebagai data hiperurisemia, dan hari ke 14 sebagai data pengaruh

ekstrak daun bambu kuning terhadap hiperurisemia (Gambar 3.1). Pengukuran

meneteskan darah yang berasal dari vena ekor mencit pada test strip, tunggu

beberapa detik sampai darah merata pada zona reaksi dengan otomatis. Dalam 6

detik, kadar asam urat dalam darah mencit akan tampil pada layar alat pengukur

asam urat Nesco.

Keterangan :

BE = Berat Ekstrak (g)

BB = Berat Badan (g)

DS = Dosis yang akan diberikan (g/Kg)

BE= BB100Kg

x DS

Page 29: ISI b

KeteranganMasa adaptasi mencitMasa pemberian pakan tinggi purin pada mencitPemberian ekstrak etanol daun bambu kuning pada mencitPengukuran kadar asam urat mencit

-7 0 7 1411

A CB

Gambar 3.1 Diagram alur perlakuan hewan percobaan

h. Analisis Data

Analisis data menggunakan uji F pada taraf kritis 5 % dan 1% dengan tabel

data penelitian sebagai berikut :

Perlakuan

Ulangan (U)Jumla

hRerat

a1 2 3 4 5

A  Yij            

B              

C              

D              

E              

Jumlah  Yi          Y..  Y..

FK=Y ..2

txn

Page 30: ISI b

JKT=£Yi j2−FK

JKP=Yi2

n−FK

JKG=JKT−JKP

Sumber   Derajat   Jumlah   Kuadrat   F Hitung   F Tabel

keragaman   Bebas   Kuadrat   Tengah      

5% 1%

perlakuan t-1 = V1 JKP JKP / V1KTP / KTG F(V1,V2)

Galat   t(n-1) = V2 JKG   JKG /V2        

Total   DBP+DBG   JKT            

Keterangan :

* = nyata (F hitung > F 5%)

* * = sangat nyata (F hitung > F 1%)

KK=√ KTGY ..

X 100 %

Uji Lanjut

Uji Duncat KK minimal 10%

Uji BNT KK 5% - 10%

Uji BNJ KK maksimal 5%

Page 31: ISI b

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Budhi. 2010. Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif yang Berpotensi Sebagai Bahan Antifertilitas. Jakarta: Adabia Press UIN.

Arinasa, Ida Bagus Ketut. 2005. Keanekaragaman dan Penggunaan Jenis-Jenis Bambu di Desa Tigawasa Bali. Biodiversitas, 6(1), 17-21.

Astuti, Dewi. 2011. Efek Anthiperurisemia Kombinasi Ekstrak Air Kelopak Rosella (Hibiscus sabdariffa L) dan akar Tanaman Akar Kucing (Acalypha indica L) pada Tikus Putih Jantan yang Diinduksi Kalium Oksonat. Depok : FMIPA UI.

Cao, H., Pauff, J.M. & Hille, R. 2010. Substrate Orientation and Catalytic Specifity in the Action of Xanthine Oxidase. Journal of Biological Chemistry, 285(36): 28044-28053.

Cos, P., Ying, L., Jia P.H., Cimanga, K., Poel, B.V., Pleters, L., Vlietink, A.J. & Berghe, D.V. 1998. Structure-Activity Relationship and Classification of Flavonoids as Inhibitors of Xanthin Oxidase and Superoxide Scavengers. Journal Nat-Prod, (Online), 61(1): 71-76.

Dalimartha S. 2006. Resep Tumbuhan Obat Untuk Asam Urat. Bogor: Penebar Swadaya.

Feig, D. I. (2012). The role of uric acid in the pathogenesis of hypertension in the young. The Journal of Clinical Hypertension, 14(6), 346-352.

Hardiningsih, Riani & Novik Nurhidayat. 2006. Pengaruh Pemberian Pakan Hiperkolesterolemia terhadap Bobot Badan Tikus Putih Wistar yang Diberi Bakteri Asam Laktat. Biodiversitas, 7(2), 127-130. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI.

Hidayat R. 2007. Kinetika inhibisi flavonoid dalam sidaguri (Sida rhombifolia L.) terhadap aktivitas enzim xantin oksidase [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Hidayat, R., 2009, Gout dan Hiperurisemia, Medicinus, Vol. 22, No.1.

Hsieh JF et al. 2007. The screening and characterization of 6-aminopurinebased Xanthine oxidase inhibitors. Bioorganic & Medicinal Chemistry 15: 3450–3456

Page 32: ISI b

Johnson RJ, Kang DH, Feig D, Kivlighn S, Kannelis J, Watanabe S, Tuttle KR. 2003. Is there a pathogenetic role for uric acid in hypertension and cardiovascular and renal disease? Hypertension, 41, 1183-90.

Johnstone A. 2005. Gout; The Disease and Non-drug Treatment. Hospital Pharmacist. 12:391–393.

Kelley W.N, Wortman R.L. (1997). Gout and Hyperuricemia.In Textbook of Rheumatology, Fifth Edition, Editor WN Kelley, S Ruddy, ED Harris, CB Sledge, Philadelphia : WB Saunder Comp: 1314-1350.

Kristiani, R.D., Rahayu, D. dan Subarnas, A. 2013. Aktivitas Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Akar Pakis Tangkur (Polypodium feei) pada Mencit Jantan. Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik, 15(3), 174 – 177.

Kusuma,U.D.P, Siti Muslichah, dan Evi Umayah Ulfa. 2014. Uji Aktivitas Anti Hiperurisemia Ekstrak n-Heksana, Etil Asetat, dan Etanol 70% Biji Jinten Hitam (Nigella sativa) terhadap Mencit Hiperurisemia. e-Jurnal Pustaka Kesehatan, 2(1),115-118.

Lelyana, Rosa. 2008. Pengaruh Kopi Terhadap Kadar Asam Urat Darah. Magister Ilmu Bio Medik Universitas Diponegoro. Semarang. Tesis tidak diterbitkan.

Mansjoer et al. 2004.Reumatologi. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga jilid 1 Cetk. Keempat. Media Aesculapius FK UI, Jakarta. 542–546.

Millar TM, Kanczler JM, Bodamyali T, Blanke DR & Stevens CR. 2002. Xanthine oxidase is a peroxynintrite synthase: Newly identified roles for a very old enzyme. Redox Report 7:65-70.

Nurcahyanti, W. & R. Munawaroh. 2007. Efek Daun Salam terhadap Kadar Asam Urat pada Mencit Terinduksi Oxonate dan Profil Kromatografi Lapis Tipisnya, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Ramdani TH. 2003. Isolasi dan identifikasi senyawa bioaktif seledri (Apium graveolens) dalam menghambat aktivitas xantin oksidase [Skripsi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Rinaudo C, Boistelle R. 1982. Theoretical and experimental growth morphologies of sodium urate crystals. J. Cryst. Growth, 57, 432-442.

Senja, Rima Y. 2014. Perbandingan Metode Ekstraksi dan Variasi Pelarut Terhadap Rendemen dan Aktivitas Antioksida Ekstrak Kubis Ungu

Page 33: ISI b

(Brassica oleracea L, var. capitata f.rubra). Traditional Medicine Journal, 19(1).

Simanjuntak, Megawati. 2008. Ekstraksi dan Fraksinasi Komponen Ekstrak Daun Tumbuhan Senduduk (Melastoma malabathricum.L) Serta Pengujian Efek Sediaan Krim Terhadap Penyembuhan Luka Bakar. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sujarwo, W., I.B.K. Arinasa, dan I N. Peneng. 2010. Potensi Rebung Bambu Ampel Gading (Bambusa vulgaris Schrad. Ex wendl. Varsticta) sebagai Bahan Baku Obat Liver di Bali. Prosiding Seminar Nasional “Pengembangan Teknologi Berbasis Bahan Baku Lokal”. BPPTK LIPI. Yogyakarta. hlm. 877-881.

Sujarwo, Wawan, Ida Bagus Ketut Arinasa dan I Nyoman Peneng. 2010. Inventarisasi Jenis-Jenis Bambu yang Berpotensi Sebagai Obat Di Kabupaten Karangasem Bali. Buletin Kebun Raya, 13(1),28-38.

Sujarwo, Wawan, Ida Bagus Ketut Arinasa dan I Nyoman Peneng. 2010. Potensi Bambu Tali (Gigantochloa apus J.A. & J.H. Schult.Kurz) Sebagai Obat di Bali. Bul.Littro, 21(2), 129-137.

Sukandar, E.Y., Andrajati,R., Sigit, J.I.,Adnyana, I.K., Setiadi, A.P., dan Kusnandar. (2008). ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI.

Sunkureddi, P., T. U. Nguyen-Oghalai, and B. M. Karnath. 2006. Clinical signs of gout. Hospital Physician 39-42, 47.

Suratiningsih, Sri, Sri Rahayu dan F. M. Suhartati. Suplementasi Ekstrak Etanol Daun Bambu Petung (Dendrocalamus asper) Pengaruhnya Terhadap Konsentrasi N-NH3 dan VFA Total Secara In Vitro. Jurnal Ilmiah Peternakan, 1(2), 590 – 596.

Vazquez-Mellado, E., A. Hernandez, and R. Burgos-Vargas. 2004. Primary prevention in rheumatology: the importance of hyperuricemia. Best Practice & Research Clinical Rheumatology 18: 111-124.

Waha, M.G. 2002. Sehat Dengan Mengkudu. Jakarta : Ren Media.

Waring WS, Webb DJ, Maxwell SRJ. 2000. Uric acid as a factor for cardiovascular disease. Q J Med, 93, 707-13.

Widjaja, E.A., I.P. Astuti, I.B.K. Arinasa, I.W. Sumantera. 2005. Identifikasi Bambu di Bali. Pusat penelitian Biologi-LIPI, Cibinong.

Page 34: ISI b

Widjaya, E.A,. 2001. Identikit Jenis-jenis Bambu di Kepulauan Sunda Kecil. Puslitbang Biologi. LIPI. Bogor.

Wisesa, I. B. N. dan K. Suastika. 2009. Hubungan antara konsentrasi asam urat serum dengan resistensi insulin pada penduduk suku Bali asli di Dusun Tenganan Pegeringsingan Karangasem. J Peny Dalam 10: 110-121.

Yanda, Muha Miko Imarta, Hazli Nurdin, dan Adlis Santoni. 2013. Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Fenolik dan Uji Antioksida dari Ekstrak Daun Bambu (Dendrocalamus asper). Jurnal Kimia Unand, 2(2), 51-55.

Yani, Ariefa Primair. 2012. Keanekaragaman dan Populasi Bambu di Desa Pauh Bengkulu Tengah. Jurnal Exacta, l0(1), 61-70.

Yu, A.S.L., dan Barry, M.B. (2008). Tubulo Interstitial Diseases of The Kidney. Dalam: Harrison’s Principles of Internal Medicine. Editor: Fauci, A.S., et al. Edisi 17. Volume 2. United States of America: Mc Graw-Hill Companies, Inc. Hal. 1807.

Yulianto, D. 2009. Inhibisi Xantin Oksidase Secara In Vitro oleh Ekstrak Rosela (Hibiscus sabdariffa) dan Ciplukan (Physalis angulata). Skripsi tidak diterbitkan. Bogor: FMIPA IPB.

Zhang Y, Wu X.Q. and Yu Z.Y., 2002, Activity of the leaves of bamboo, Phyllostachys nigra, and Ginkgo biloba, China Journal of Chinese Meteria Medica 27 (4): 254–257.