IRNA MAYANG SARI M 111 09 275 - Unhas
Transcript of IRNA MAYANG SARI M 111 09 275 - Unhas
i
ANALISIS BIAYA DAN PENDAPATAN USAHA PEMANENAN KAYU HUTAN RAKYAT DI KECAMATAN
DONRI - DONRI KABUPATEN SOPPENG
IRNA MAYANG SARI M 111 09 275
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Analisis Biaya Dan Pendapatan Usaha
Pemanenan Hutan Rakyat di Kecamatan Donri-
Donri Kabupaten Soppeng
Nama Mahasiswa : Irna Mayang Sari
N i m : M111 09 275
Program Studi : Kehutanan
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana Kehutanan
pada
Jurusan Kehutanan
Fakultas Kehutanan
Universitas Hasanuddin
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Pembimbing I
Prof. Dr. Ir. Iswara Gautama, M.Si
NIP. 19630915199003 1 004
Pembimbing II
Dr. H. A. Mujetahid, S.Hut, MP
NIP. 19690208199702 1 002
Mengetahui,
Ketua Jurusan Kehutanan
Fakultas Kehutanan
Universitas Hasanuddin
Dr. Ir. Beta Putranto, M.Sc
NIP. 19540418197903 1 001
Tanggal Lulus : Agustus 2013
iii
ABSTRAK
IRNA MAYANG SARI (M111 09 275). Analisis Biaya Dan Pendapatan
Pelaku Pemanenan Kayu Hutan Rakyat Di Kecamatan Donri-Donri
Kabupaten Soppeng, di bawah bimbingan Iswara Gautama dan H. A.
Mujetahid.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya biaya pemanenan kayu yang
dikeluarkan pelaku pemanenan dan besarnya pendapatan yang di peroleh
pengusaha. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
masyarakat dan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang
berkaitan dengan kegiatan pemanenan kayu pada hutan rakyat. Dalam artian
masyarakat dapat membandingkan biaya yang dikeluarkan dan pedapatan yang
mereka peroleh dalam kegiatan pemanenan. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan April - Mei 2013 pada hutan rakyat di Desa Sering Kecamatan Donri-Donri
Kabupaten Soppeng. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk
menggambarkan tahapan proses pemanenan kayu rakyat.
Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan (Observasi), dokumentasi dan
teknik wawancara (Quisioner) mengenai variabel biaya-biaya yang timbul pada
kegiatan pemanenan di hutan rakyat. Sedangkan data sekunder diperoleh dari
berbagai sumber seperti hasil penelitian atau laporan-laporan, lembaga atau
instansi-instansi yang berkaitan dengan penelitian dan bersifat teoritis tentang
analisis analisis biaya dan pendapatan.Metode analisis yang digunakan adalah
menghitung besarnya biaya pada kegiatan pemanenan dan pendapatan
(keuntungan) pemilik lahan dari hasil penjualan log jati.
Analisis data meliputi: Pengumpulan data (pencatatan dan perhitungan variabel
biaya secara langsung dan tidak langsung), penggolongan biaya tetap (Fixed Cost)
dan biaya variabel (Variable Cost), biaya total (Total Cost), penerimaan
(Revenue), pendapatan Hasil perhitungan rata-rata biaya pemanenan hutan rakyat
dari 2 pengusaha tahun 2013 di Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng
adalah sebesar Rp 973.867,25/m3. yang terdiri dari rata-rata biaya tetap sebesar
Rp. 12.726,36/m3 dan rata-rata biaya tidak tetap sebesar Rp. 908.257,15/m
3,
sedangakan Rata-Rata penerimaan dari 2 pengusaha yaitu Rp.2.388.926,73/m3
dan biaya total sebesar Rp.973.867,25/m3.sehingga Rata-Rata Pendapatan Bersih
dari 2 pengusaha sebesar Rp. 1.467.943,22/m3 .
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
berkah, rahmat, serta perlindungan dan bantuan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Anaalisis Biaya Dan Pendapatan Pelaku Pemanenan
kayu Hutan Rakyat Di Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng ”
Dengan tidak melupakan uluran tangan dan bantuan yang telah Penulis
peroleh dari berbagai pihak, penulis mengucapkan terima kasih atas segala bentuk
bantuan baik materiil maupun moril, kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Iswara Gautama, M.Si dan Bapak Dr. Ir. H. A. Mujetahid, M.P
sebagai dosen pembimbing yang telah banyak mencurahkan tenaga dan
pikirannya, meluangkan waktunya yang begitu berharga untuk memberi
bimbingan dan pengarahan dengan baik, dan memberikan dukungan serta
motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Muh. Restu, MP selaku Dekan Fakultas Kehutanan dan
Bapak Prof. Dr. Ir. Musrizal Muin, M.Sc selaku Pembantu Dekan I.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Muh. Dassir, M.Si, Dr.Ridwan,M.SE, dan Prof.Dr.Ir.Daud
Malamassam,M.Agr sebagai dosen penguji yang telah meluangkan waktunya dan
banyak memberi masukan, kritikan serta arahan sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan lebih baik.
v
4. Bapak Dr. Ir. Beta Putranto, M.Sc. dan Dr. Suhasman, S.Hut, M.Si selaku Ketua
Jurusan dan Sekertaris Jurusan Kehutanan.
5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kehutanan beserta Bapak dan Ibu Staf Pegawai
yang telah banyak memberikan pengetahuan, bantuan dan bimbingan.
6. Bapak Basri yang meluangkan waktu untuk mengurus pesuratan-persuratan.
7. Rekan-rekan seperjuangan KKNP/Magang Gel 04, Terkhusus Buat Kelompok 2 yang
memberi cerita yang selalu hangat untuk dikenang.
8. Teman-teman Pemanenan Crew (evi,acha dan masrur) terkhusus (Cindy, Anti, Hamdi
dan ayha), terima kasih atas bantuan, motivasi, semangat dan dorongan kepada
penulis.
9. Seluruh teman-teman Forester ’09’ dan semua rekan-rekan mahasiswa
Kehutanan Unhas yang telah menjadi bagian kehidupanku di Kampus.
10. Buat teman-teman ku ulu-ulu crew openk,dillha,inha, terima kasih motivasi,
dorongan dan semangat dari kalian.
11. Buat KPH Malang, BKPH Sengguruh, dan BKPH Kepanjen yang telah banyak
membantu dalam proses Magang.
12. Bapak Tanggong dan H.Abbas yang telah banyak membantu pada penyelesaian
penelitian di Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng.
Penghargaan dan terima kasih yang tidak terhingga ku persembahkan
teruntuk Ayah-Bundaku Najong.s dan Mariani, Saudaraku Iksan Pramana,Irham Nur
dan seluruh keluarga terima kasih atas doa restu tak terujung, pengertian, nasehat
vi
yang tiada henti dan pengorbanan tiada akhir sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang bersimpati
pada skripsi ini untuk penyempurnaannya. Akhir kata, tiada kata yang patut
penulis ucapkan selain doa semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan ridho dan
berkah-Nya atas amalan kita di dunia dan di akhirat. Amin.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Makassar, Agustus 2013
P e n u l i s
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
ABSTRAK ...................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Tujuan dan Kegunaan ...................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Hutan Rakyat .................................................................................. 5
B. Pemanenan Hasil Hutan ................................................................... 12
1. Penebangan .............................................................................. 15
2. Pembagian Batang .................................................................... 16
3. Penyaradan .............................................................................. 16
4. Pengangkutan ........................................................................... 17
C. Pengertian dan Penggolongan Biaya ................................................ 18
1. Pengertian Biaya ........................................................................ 18
2. Penggolongan Biaya .................................................................. 19
a. Biaya Tetap (Fixed Cost) ..................................................... 19
1) Biaya Penyusutan.......................................................... 19
2) Biaya Bunga Modal ...................................................... 21
b. Biaya Variabel (Variable Cost) ........................................... 21
3. Biaya Total (Total Cost) ............................................................ 23
4. Pendapatan (Total Revenue) ...................................................... 23
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat ........................................................................... 28
B. Populasi dan Sampel ........................................................................ 28
viii
C. Teknik Pengumpulan Data dan Jenis Data....................................... 28
1. Data Primer …………………………………………………. 28
2. Data Sekunder ……………………………………………… 29
D. Analisis Data .................................................................................. 29
1. Biaya Tetap ............................................................................... 29
2. Biaya Variabel .......................................................................... 30
3. Biaya Total ………………………………………………….. 31
4. Penerimaan ………………………………………………….. 31
5. Pendapatan Bersih ………………………………………….. 32
E. Konsep Operasional ......................................................................... 32
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Keadaan Fisik Lokasi ........................................................................ 34
1. Letak dan Luas .......................................................................... 34
2. Topografi dan Kondisi Lapangan .............................................. 34
3. Tata Guna Lahan ........................................................................ 35
4. iklim ………………………………………………………….. 35
B. Keadaan Sosial Ekonomi .................................................................. 37
1. Penduduk .................................................................................... 37
2. Mata Pencaharian ....................................................................... 38
3. Sarana dan Prasarana.................................................................. 39
4. Agama dan Adat Istiadat ……………………………………. 40
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Identitas Pelaku Pemanenan Hutan Rakyat ...................................... 41
1. Umur .......................................................................................... 41
2. Tingkat Pendidikan ..................................................................... 42
3. Jumlah Tanggungan Keluarga .................................................... 42
4. Mata Pencaharian ....................................................................... 43
B. Deskripsi Proses Pemanenan Kayu Rakyat ....................................... 43
1. Sistem Upah Kegiatan Pemanenan Kayu ................................. 43
a. Penebangan ........................................................................ 44
b. Penyaradan ......................................................................... 44
c. Pengangkutan ..................................................................... 45
2. Analisis Biaya Pemanenan Kayu di Hutan Rakyat ................... 45
1. Biaya Tetap (Fixed Cost) ................................................... 45
a. Biaya Penyusutan (D) ........................................................ 46
b. Biaya Bunga Modal (B) .................................................... 46
2. Biaya Variabel (Variable Cost) .......................................... 48
a. Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan ................................... 48
b. Biaya Bahan Bakar ............................................................ 48
c. Biaya Tenaga Kerja ........................................................... 49
ix
d. Biaya Pengangkutan ……………………………………. 50
e. Biaya Penatausahaaan Hasil Hutan …………………….. 50
f. Biaya Pembelian Pohon Berdiri ........................................ 50
3. Biaya Total (Total Cost) .......................................................... 52
4. Penerimaan (Pendapatan Kotor).............................................. 54
5. Pendapatan Bersih (Keuntungan) ............................................ 55
V. PENUTUP
Kesimpulan ............................................................................................ 57
Saran ................. ................................................................................. 57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
No Teks
Halaman
1. Tata Guna Lahan di Desa Sering Kecamatan Donri – Donri Kabupaten
Soppeng ………..…………………...…………………………………
35
2. Data Curah Hujan Rata-Rata Bulanan selama 5 Tahun Terakhir di
Desa Sering Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng (2005 –
2012) ……………………………………………………………….
36
3. Jumlah Bulan Basah, Bulan kering, dan Bulan Lembab Selama 5
Tahun Terakhir di Desa Sering Kecamatan Donri- Donri Kabupaten
Soppeng (2008 – 2012)) ……………………………………………….
35
4. Nilai Q Tipe Iklim Berdasarkan Cara Schmidt dan Ferguson ………... 37
5. Jumlah Penduduk Desa Sering Kecamatan Donri–Donri Kabupaten
Soppeng Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin……………………………………………………………
38
6. Jumlah Kepala Rumah Tangga Menurut Mata Pencaharian Penduduk
Des Sering ………………………………….
39
7. Jumlah dan Jenis Sarana dan Prasarana yang Terdapat di Desa Sering
Kecamatan Donri – Donri Kabupaten Soppeng ……..……………...
39
8. Rekapitulasi Biaya Tetap dari 2 Pengusaha Kayu di Desa Sering
Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng Toraja ………...……..
47
9. Rekapitulasi Biaya Tetap dari 10 Pengusaha Kayu di Kecamatan
Mengkendek Kabupaten Tana Toraja
48
10.
11.
12.
13.
Rekapitulasi Biaya Tidak Tetap dari 2 Pengusaha Kayu di Kecamatan
Donri-Donri Kabupaten Soppeng.…......................................................
Rekapitulasi Biaya Tidak Tetap dari 3 Pemilik Hutan Rakyat di
Kecamatan Mengkendek Kabupaten Tana Toraja.................................
Akumulasi Biaya Tetap, Biaya Tidak Tetap, dan Biaya Total dari 2
Pengusaha …………..
Rekapitulasi Biaya Tetap, Biaya Tidak Tetap, dan Biaya Total dari
Tiga Pemilik Lahan di Kecamatan Mengkendek …………………...
51
52
52
53
xi
14.
15
16.
17.
Penerimaan Pengusaha Kayu di Kecamatan Donri-Donri Kabupaten
Soppeng …………………………………………………………………..
Rekapitulasi Penerimaan dari Tiga Pemilik Lahan di Kecamatan
Mengkendek …………………………………………………………
Rekapitulasi Total Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Bersih dari 2
Pengusaha Kayu di Desa Sering Kecamatan Donri-Donri …………..
Rekapitulasi Total Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Bersih Tiga
Pemilik Lahan di Kecamatan Mengkendek …………………………
54
55
55
56
xii
DAFTAR GAMBAR
No Teks
Halaman
1. Lokasi Penelitian ………………………………………………….. 81
2. Log Jati …………………............................................................. 81
3.
4.
Proses pengangkutan Log ….………………...…………………..
Proses Wawancara ……..…………………………………………
81
81
.
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks
Halaman
1 Identitas Pengusaha Pemanenan Hutan Rakyat di Kecamatan Donri-
donri Kabupaten Soppeng ………………………………………….
62
2. Identitas Regu Pemanen H. Abbas Hutan Rakyat diKecamatan Donri-
donri Kabupaten Soppeng …………………………………………..
63
3. Identitas Regu Pemanen Tanggong Hutan Rakyat di Kecamatan
Donri- donri Kabupaten Soppeng …………………………………
64
4. Peralatan Pemanenan Kayu Hutan Rakyat dari Dua Pengusaha Kayu di
Kecamatan Donri-donri Kabupaten Soppeng …………………………
65
5.
6.
7.
Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan 2 pengusaha kayu di Kecamatan Donri-
Donri Kabupaten Soppeng ………………………………….
Analisis Biaya dari Pengusaha H. Abbas di Kecamatan Donri-donri
Kabupaten Soppeng ………………………………………………..
Analisis Biaya dari Pengusaha Tanggong di Kecamatan Donri-Donri
Kabupaten Soppeng ………………………………………………..
66
67
74
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki manfaat
baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat hutan secara langsung
adalah menghasilkan kayu yang bernilai ekonomi tinggi, serta hasil hutan ikutan
antara lain rotan, getah, buah-buahan, madu, dll. Sedangkan manfaat hutan secara
tidak langsung yaitu untuk menjaga tata air, mencegah terjadinya erosi,
memberikan manfaat terhadap kesehatan, memberikan rasa keindahan,
memberikan manfaat dalam bidang pertahanan dan keamanan, menampung tenaga
kerja, menghasilkan kayu dan sebagai tempat untuk rekreasi atau tempat
pariwisata. Pemanfaatan dan pengeloaan hasil hutan mempunyai peranan yang
cukup besar dalam perekonomian bangsa, yaitu sebagai mata pencaharian dan
sebagai wadah penyerapan tenaga kerja. Pemanenan kayu hutan rakyat adalah
salah satu contohnya.
Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas
minimal 0.25 ha. Penutupan tajuk didominasi oleh tanaman perkayuan, dan
tanaman tahun pertama minimal 500 batang (Dephutbun, 1999). Perkembangan
hutan rakyat mulai diperhitungkan keberadaanya sebab semakin berkurangnya
kayu dari kawasan hutan negara, baik hasil kayu sebagai bahan pertukangan, kayu
industri maupun kayu energi.
Kebutuhan kayu sebagai bahan bangunan dan untuk bahan baku industri
pada saat ini cenderung semakin meningkat, sedangkan pasokan kayu dari hutan
alam (areal HPH) dirasakan tidak mencukupi, sehingga memberikan peluang yang
2
besar pengembangan hutan rakyat. Dengan adanya peluang pasar bagi hasil hutan
rakyat untuk menunjang kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu, maka
usaha perhutanan rakyat merupakan peluang berusaha dan kesempatan kerja bagi
masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Hutan rakyat sebagai salah satu bentuk pengelolaan hutan dapat
memberikan banyak manfaat bagi pemiliknya, diantaranya sebagai penghasil
bahan baku untuk industri finir. Ketersedian bahan baku dalam suatu industri
merupakan unsur yang sangat penting dalam industri. Oleh karena itu di dalam
sebuah industri tersedianya bahan baku untuk keperluan proses produksi
merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan.
Namun, pemanfaatan bahan baku kayu tersebut tidak dapat terealisasi, jika
kegiatan pemanenan tidak dilakukan. Karena Kegiatan pemanenan hutan dengan
berbagai macam teknik akan mempengaruhi efisiensi, produktivitas dan biaya
pemanenan. Produktivitas pemanenan dapat dihitung dengan mengetahui waktu
kerja dan hasil kerja peralatan yang digunakan. Biaya pemanenan dapat dihitung
dengan cara mengetahui produktivitas pemanenan, biaya memiliki dan biaya
menjalankan alat pemanenan. Biaya merupakan hal yang sangat penting untuk
diperhitungkan secara cermat, karena semua langkah dan kebijakan yang diambil
harus berpangkal pada satu tujuan yaitu dapat member keuntungan.
Kecamatan Donri-Donri merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten
Soppeng yang memiliki potensi hutan rakyat. Salah satu potensi tegakan yang
dapat dilihat secara nyata adalah tersedianya bahan baku untuk industri meubel
yaitu potensi tegakan jati (tectona grandis). Masyarakat di Kecamatan Donri-
3
Donri memanen kayu dari hutan rakyat sebagai mata pencaharian untuk
menambah pendapatan mereka. Kayu-kayu tersebut mereka jual kepada industri
yang dekat dengan lokasi pemanenan yang mereka lakukan. Namun, para
pemanen kayu tersebut belum mengetahui dengan pasti biaya-biaya yang sudah
dikeluarkan setiap kali melakukan kegiatan pemanenan dan pendapatan dari hasil
penjualan kayu tersebut. Biaya haruslah didasarkan pada fakta yang
bersangkutan, dan cukup terukur sehingga memungkinkan perusahaan mengambil
keputusan yang tepat. Sedangkan, Pendapatan sebagai salah satu elemen
penentuan laba rugi suatu perusahaan.
Analisis biaya diperlukan untuk menginterpretasikan biaya yang
dihasilkan, sehingga dapat dipakai sebagai dasar pertimbangan dalam
pengambilan keputusan, merencanakan dan mengendalikan kegiatan. Oleh karena
itu, diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui seberapa besar biaya yang
dikeluarkan, dan besarnya pendapatan pada kegiatan pemanenan.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui berapa
besar biaya yang dikeluarkan dan pedapatan yang mereka peroleh selama kegiatan
pemanenan, khususnya yang berada di Kecamatan Donri-Donri Kabupaten
Soppeng Provinsi Sulawesi Selatan.
B. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari Penelitian ini yaitu untuk mengetahui :
1. Biaya yang dikeluarkan oleh pelaku pemanenan kayu
2. Pendapatan yang diperoleh pelaku pemanenan kayu
4
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
masyarakat dan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang
berkaitan dengan kegiatan pemanenan kayu pada hutan rakyat. Dalam artian
masyarakat dapat membandingkan biaya yang dikeluarkan dan pedapatan yang
mereka peroleh dalam kegiatan pemanenan. Untuk seterusnya dapat
mengupayakan jumlah keuntungan yang seharusnya mereka peroleh sebagai
imbalan terhadap upaya-upaya yang meraka lakukan.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Hutan Rakyat
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No.41 Tahun 1999
tentang kehutanan menyatakan bahwa hutan berdasarkan statusnya
diklasifikasikan ke dalam hutan negara dan hutan hak. Hutan negara dapat berupa
hutan adat yaitu hutan negara yang pengelolaannya diserahkan kepada
masyarakat. Hutan adat dan hutan negara yang dikelola oleh desa dan
dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa disebut hutan desa, serta hutan negara
yang manfaat utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakan disebut
hutan kemasyarakatan, sedangkan hutan yang tumbuh atau dibangun oleh rakyat
diatas tanah milik dengan jenis-jenis tanaman hutan disebut hutan rakyat.
Suharjito (2000) menjelaskan bahwa hutan rakyat dalam pengertian
menurut peraturan perundang-undangan ialah hutan yang tumbuh di atas tanah
yang dibebani hak milik. Definisi ini diberikan untuk membedakannya dari hutan
negara, yaitu hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik atau
tanah negara. Dalam pengertian ini, tanah negara mencakup tanah-tanah yang
dikuasai oleh masyarakat berdasarkan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan
masyarakat lokal (biasa disebut masyarakat hukum adat).
Produksi utama hutan rakyat adalah hasil berupa kayu-kayuan baik kayu
pertukangan, kayu industri, kayu serat, maupun kayu energi, sedangkan hasil
sampingan hutan rakyat dapat diperoleh sebelum hasil utama berupa kayu di
panen. Hasil sampingan tersebut dapat berupa getah, nira, buah, biji dan
sebagainya. Di sela-sela tanaman pokok kayu apabila dimungkinkan dapat
6
ditanam jenis lain yang menghasilkan produksi panenan musiman (tanaman
pangan dan tanaman obat-obatan), sehingga dapat dicapai optimalisasi hasil bagi
areal yang bersangkutan dan selanjutnya akan memberikan nilai tambah bagi
masyarakat yang mengusahakan (Supriadi, 2002).
Lebih lanjut dikemukakan oleh Supriadi (2002), bahwa pengembangan
hutan rakyat mempunyai maksud dan tujuan antara lain :
1. Meningkatkan pendapatan masyarakat di pedesaan sekaligus meningkatkan
kesejahteraan dalam upaya mengentaskan kemiskinan.
2. Memenuhi kebutuhan masyarakat pengguna bahan baku kayu untuk industri,
kayu pertukangan dan kayu energi
3. Terpeliharanya kondisi tata air dan lingkungan yang baik, khususnya lahan
milik rakyat.
4. Menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kegiatan berusaha dan
meningkatkan pendapatan negara.
5. Memberdayakan masyarakat pedesaan.
Balai Informasi Pertanian (1982) membagi bentuk hutan rakyat
berdasarkan jenis tanaman menjadi tiga yaitu :
1. Hutan rakyat murni, hutan rakyat yang hanya terdiri dari satu jenis tanaman
pohon berkayu yang ditanam dan diusahakan secara homogen atau
monokultur.
2. Hutan rakyat campuran, hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis pohon-
pohonan yang ditanam secara campuran.
7
3. Hutan rakyat agroforestry, hutan rakyat yang memiliki bentuk usaha
kombinasi kehutanan dengan cabang usaha tani lainnya, seperti perkebunan,
pertanian tanaman pangan, peternakan dan lain-lain secara terpadu.
Menurut Djajapertjunda (2003), karena hutan rakyat adalah hutan, sama
halnya hutan-hutan lainnya yang tanamannya terdiri atas pohon sebagai jenis
utamanya, maka peranannya pun tidak banyak berbeda, yaitu :
1. Ekonomi, untuk memproduksi kayu dan meningkatkan industri kecil sebagai
upaya untuk meningkatkan peranan dan jaringan ekonomi rakyat.
2. Sosial, dalam membuka lapangan pekerjaan.
3. Ekologi, sebagai penyangga kehidupan masyarakat dalam mengatur tata air,
mencegah bencana banjir, erosi dan sebagai prasarana untuk memelihara
kualitas lingkungan hidup (penyerap carbon dioksida dan produsen oksigen).
4. Estetika, berupa keindahan alam.
5. Sumberdaya alam untuk ilmu pengetahuan, antara lain ilmu biologi, ilmu
lingkungan, dll.
Karakteristik hutan rakyat menurut Ditjen RRL (2005) dalam Tinambunan
(2008):
1. Lokasi hutan rakyat terbatas pada lahan milik, lahan marga atau adat,
kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi yang tidak berhutan dan
tanah negara yang terlantar.
2. Usaha hutan rakyat ditinjau dari segi usaha, sebagian besar berskala kecil
sampai menengah yang dalam pengembangannya menghadapi masalah
8
pemilikan lahan yang sempit (di Pulau Jawa) dan status lahan sering
belum jelas.
3. Pelaksana pengelolaan hutan rakyat biasanya adalah stratum masyarakat
paling bawah yang mempunyai kemampuan teknis, ekonomis, dan
manajemen minimal.
4. Pola penanaman hutan rakyat tidak monokultur (homogen) tetapi bersifat
heterogen, yaitu penanaman berbagai jenis tanaman di satu areal lahan
pada waktu bersamaan.
5. Pelaksana pengelolaan hutan rakyat umumnya kurang mempunyai
keterampilan dalam pengelolaan hutan.
6. Kelembagaan pengelolaan hutan rakyat belum berkembang ke taraf yang
mantap.
7. Dalam peraturan perundangan yang ada, seperti dalam uraian kegiatan
pelaksanaan pengelolaan hutan rakyat yang mencapai 10 butir, tidak ada
yang mencakup keteknikan hutan.
8. Dimensi kayu yang dipanen biasanya kecil. Sebagai contoh di beberapa
hutan rakyat Jawa Barat terlihat bahwa diameter maksimum hanya
mencapai sekitar 35 cm.
9. Pola penanaman lain yang khas terdapat di Gunung Kidul, seperti
dikemukakan Simon (1995) dalam Tinambunan (2008), ada tiga pola,
yaitu (1) penanaman pohon di sepanjang batas lahan milik; (2) penanaman
pohon di teras bangku; dan (3) penanaman pohon di seluruh lahan milik.
9
Menurut Windawati (2004), secara fisik hutan rakyat memiliki pola tanam
yang beragam dan berbeda di setiap daerah, baik cara memilih jenis yang
dikembangkan maupun cara penataannya di lapangan. Pada umumnya pola tanam
yang dikembangkan oleh masyarakat petani dapat diklasifikasikan pada dua pola
tanam, yaitu murni dan campuran.
1. Hutan Rakyat Murni
Hutan rakyat yang terdiri dari satu jenis tanaman pokok yang ditanam dan
diusahakan secara homogen (monokultur), seperti di Pulau Jawa untuk jenis
sengon, jati, dan di Lampung untuk jenis damar mata kucing. Dari jenis silvikultur
pola tanam ini memiliki kelebihan, yaitu lebih mudah dalam pembuatan,
pengelolaan dan pengawasannya, namun kekurangannya yaitu kurang tahan
terhadap serangan hama penyakit dan angin, juga kurang fleksibel karena tidak
ada diversifikasi komoditi sehingga ketahanan ekonominya kurang dan
penyerapan tenaga kerja bersifat musiman.
2. Hutan Rakyat Campuran
a. Hutan rakyat campuran (polyculture) dengan 2–5 jenis tanaman kehutanan yang
dikembangkan dan diusahakan, seperti sengon, mahoni, dan surian, yang
dikombinasinya berbeda pada setiap daerah. Dari segi silvikultur cara ini lebih
baik daripada hutan rakyat murni, daya tahan terhadap hama penyakit dan
angin lebih tinggi, perakaran lebih berlapis dan dari segi ekonomi lebih
fleksibel, hasil yang diperoleh berkesinambungan dan tenaga kerja yang
terserap lebih banyak, namun pelaksanaannya memerlukan perencanaan,
pengelolaan, dan pengawasan yang lebih baik dan terampil.
10
b. Hutan rakyat campuran dengan sistem agroforestry atau wanatani, yaitu
berbentuk usaha kombinasi kehutanan dengan cabang usaha lainnya seperti
perkebunan, pertanian, peternakan, dan lain-lain secara terpadu. Pola ini
berorientasi pada optimalisasi pemanfaatan lahan secara rasional, baik dari
aspek ekonomis maupun aspek ekologis. Penerapannya di lapangan dilakukan
dengan cara pemanfaatan suatu ruang tumbuh baik vertikal maupun horizontal
dalam bentuk penanaman campuran lebih dari satu jenis seperti jenis kayu-
kayuan (sengon dan jati), sayur-sayuran (petai dan nangka), tanaman pangan
(singkong dan jagung), hijauan makanan ternak (rumput gajah), tanaman obat-
obatan (kapolaga dan jahe), lebah madu, dan lainnya. Kelebihan pola tanam
ini yaitu mempunyai daya tahan yang kuat terhadap serangan hama, penyakit,
dan angin. Secara ekonomis dapat diperoleh keuntungan ganda yang
berkesinambungan melalui panen harian, mingguan, bulanan, dan tahunan.
Tenaga kerja yang terserap akan lebih banyak dan berkelanjutan.
Menurut Djuwadi (2002) dalam Wijiadi (2007), pola penanaman hutan
rakyat ialah sebagai berikut:
1. Pola pagar, yaitu pola penanaman tanaman kehutanan yang mengelilingi
tanaman pertanian.
2. Pola selang-seling, yaitu pola penanaman tanaman kehutanan yang
berselang-seling dengan tanaman pertanian. Contohnya: tanaman pertanian
satu larik, tanaman kehutanan pada larik berikutnya.
3. Pola alley cropping, atau pola terowongan, penanaman tanaman kehutanan
dan tanaman perkebuanan berkelompok pada larikan masing-masing.
11
4. Pola acak, yaitu pola penanaman yang menyebar.
5. Pola mozaik, yaitu pola penanaman tanaman pertanian dan tanaman
kehutanan yang mengelompok masing-masing.
Umumnya pola penanaman dipengaruhi oleh ketersediaan lahan. Jika
lahan berbukit-bukit, pola yang digunakan ialah mozaik atau acak. Sedangkan jika
lahan datar, pola yang digunakan ialah pola pagar, selang-seling, atau alley
cropping. Menurut Djajapertjunda (2003) dalam Wardhana (2008), potensi hutan
rakyat yang sudah berkembang sekarang ini mencapai luasan 1.265.000 ha yang
tersebar di 24 propinsi, dan diantaranya diperkirakan seluas 500.000 ha terdapat di
Jawa. Potensi tegakan tanaman kayu milik rakyat tersebut diperkirakan mencapai
43.000.000 m3, yang terutama terdiri dari kayu sengon, jati, akasia, sonokeling,
mahoni, dan jenis tanaman buah-buahan.
Witantriasti (2010) mengemukakan bahwa pelaksanaan penebangan
dilakukan oleh tengkulak, karena petani menjual kayunya dalam bentuk tegakan.
Hal ini membuat semua proses kegiatan termasuk biaya penebangan dan biaya
angkut diserahkan kepada tengkulak. Witantriasti (2010) juga menjelaskan lebih
lanjut bahwa persepsi petani dalam pembangunan hutan rakyat merupakan
penilaian hutan rakyat terhadap kegiatan pembangunan hutan rakyat yang
menyangkut penilaian terhadap lahan milik yang dimanfaatkan untuk hutan
rakyat. Semakin baik persepsi, maka semakin baik pengelolaan hutan rakyat yang
dilakukan oleh petani.
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (2004)
dalam Mile (2007) menyebutkan ragam produk dan jasa yang mempunyai nilai
12
komersial untuk pengembangan hutan rakyat, antara lain: a) hasil hutan berupa
kayu pertukangan untuk bangunan, meubel, perkakas kerajinan; b) kayu lapis,
pulp, dan kertas; c) hasil hutan bukan kayu yang dihasilkan dari tanaman
serbaguna berupa buah-buahan, biji-bijian, bunga-bungaan, getah-getahan, rotan
bambu, gaharu, damar, minyak resin, lebah madu, dan sutera alam; d) jasa
lingkungan dari ekosistem hutan yang dapat dikembangkan sebagai obyek wisata
alam wisata petualangan, hutan pendidikan, dan hutan penelitian.
B. Pemanenan Hasil Hutan
Pemanenan hasil hutan kayu adalah upaya pemanfaatan produk kayu
sesuai jenis dan ketentuan limit diameter yang ditetapkan di areal yang telah
disahkan sesuai prosedur dengan pola yang tepat disertai perhitungan kerusakan
lahan dan tegakan tinggal yang sekecil mungkin. Pemanenan hasil hutan
bertujuan untuk mendapatkan nilai pengusahaan atas jenis volume kayu dalam
jumlah yang optimal dengan mutu yang memenuhi standar (Departemen
Kehutanan, 1999).
Pemanenan hasil hutan merupakan semua tindakan-tindakan yang
berhubungan dengan penebangan, penggarapan pohon yang diikuti dengan
penyaradan, penimbunan, pengangkutan, dan penjualan hasil-hasilnya. Jadi
pemanenan hasil hutan dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan kehutanan
yang merubah pohon atau biomassa menjadi bentuk yang bisa dipindahkan ke
lokasi lain sehingga bermanfaat sebagai sumber ekonomi dan kebudayaan
masyarakat (Departemen Kehutanan, 1994).
13
Menurut Baskara (2011) dalam Agus (2011), Reduced Impact Logging
atau biasa di singkat dengan RIL adalah suatu pendekatan sistematis dalam
perencanaan, pelaksanaan, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap pemanenan kayu.
RIL merupakan penyempurnaan praktek pembuatan jalan, penebangan dan
penyaradan yang saat ini sudah ada. Pengelolaan dan pemanenan hutan alam
Indonesia diatur dalam sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). TPTI
merupakan tahapan pengelolaan hutan yang terencana, terdiri dari penebangan,
penanaman areal bekas tebangan dan pemeliharaan tegakan tinggal untuk menjaga
kelestarian hasil hutan kayu dan non-kayu. Syarat diameter pohon yang diijinkan
untuk ditebang pada sistem ini adalah untuk hutan darat > 50 cm, sedangkan HPT
>60 cm.
Dengan menerapkan sistem-sistem tersebut maka keberadaan hutan
dengan luasan, keadaan dan kualitas ideal tertentu seperti yang dikehendaki,
merupakan keluaran pemanenan hutan yang harus dicapai agar hasil yang
diharapkan untuk diperoleh, berupa barang, manfaat, dan nilai-nilai ekosistem
yang telah ditentukan dapat dicapai. Kemajuan dalam pengelolaan hutan lestari
akan dipromosikan dengan penetapan teknik RIL, yaitu suatu teknik yang
bertujuan mengurangi kerusakan pada tanah dan tegakan tinggal serta dampaknya
terhadap kehidupan satwa liar. Penerapan teknik RIL dapat memberikan beberapa
kebaikan, antara lain:
1. Pengurangan resiko lingkungan dan sosial.
2. Biaya aplikasi teknik RIL dalam operasi pemanenan hutan tidak berbeda nyata
dengan cara pemanenan konvensional, tetapi teknik RIL memberikan
14
keuntungan ekologis dan sosial yang sangat tinggi dibandingkan cara
konvensional.
3. Penerapan teknik RIL memberikan jaminan kepada konsumen untuk
menggunakan komoditi yang dihasilkan dari operasi pemanenan berbasis RIL.
4. Penerapan teknik RIL menghasilkan operasi pemanenan yang mengindahkan
kebijakan dan peraturan.
Menurut Wiradinata, 1989 tahapan pemanenan kayu yaitu: Proses
pemanenan kayu terdiri dari beberapa kegiatan:
1. Operasi tunggak (stump operation), yaitu penebangan pohon dan
pembentukan permulaan dari log.
2. Penyaradan, yaitu memindahkan batang kayu secara keseluruhan atau berupa
log dari tempat penebangan ketempat pengumpulan (loading), jarak yang
ditempuh hanya beberapa ratus meter.
3. Pemuatan (loading), yaitu menaikkan kayu ke atas alat angkut. Kegiatan
memuat dilakukan di landing.
4. Angkutan utama, yaitu pengangkutan dari landing ketempat tujuan.
5. Pembongkaran, yaitu membongkar muatan ditempat tujuan
Iskandar dan Sri (2005) dalam Ningsih (2008), menyebutkan bahwa
pemanenan kayu (harvesting) pada tegakan masa tebang atau sudah mencapai
daur merupakan salah satu elemen penting bagi kelangsungan usaha kehutanan.
Sistem dan teknik pemanenan meliputi fungsi penebangan, penyaradan (skidding
atau forwading), pemisahan kayu dan limbah, penyepihan (chipping) dan
pengangkutan dari hutan ke pabrik.
15
1. Penebangan
Penebangan adalah langkah awal dalam operasi pemanenan kayu di hutan
yang bertujuan merebahkan pohon yang dipanen dengan aman dan efisien.
Kegiatan ini dilakukan oleh seorang penebang (operator chain saw) yang dibantu
seorang helper. Alat dan perlengkapan yang dibawa dalam kegiatan penebangan
terdiri dari sebuah chain saw, sebuah parang atau mandau, peralatan pemeliharaan
chain saw terutama gergaji rantai yang sudah ditajamkan, bahan bakar dan
pelumas (Elias, 1998). Penebangan merupakan kegiatan pengambilan kayu dari
pohon-pohon dalam tegakan yang berdiameter sama atau lebih dari diameter batas
yang ditentukan (Departemen Kehutanan, 1999).
Kegiatan penebangan dilakukan sedemikian rupa, sehingga dapat
menjamin hasil kayu yang maksimal serta membatasi kerusakan-kerusakan kayu
hasil penebangan dan kerusakan permukaan tanah. Untuk keperluan tersebut, yang
perlu dipersiapkan yaitu arah rebah, pelaksanaan penebangan tinggi tunggak yang
serendah-rendahnya, pembagian batang, penyaradan, pengupasan kulit dan
pengangkutan kayu dari tempat pengumpulan kayu (TPn) ke tempat penimbunan
kayu (TPk) (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 2002).
Pada dasarnya kegiatan penebangan pohon terdiri dari tiga kegiatan, yaitu :
a. Persiapan dan pembersihan tumbuhan bawah. Tujuannya adalah untuk
mempermudah kegiatan penebangan dan mencegah terjadinya kecelakaan
selama kegiatan penebangan.
b. Penentuan arah rebah.
c. Pembuatan takik rebah dan takik balas.
16
2. Penyaradan
Sastrodimedjo ( 1979 ), mengatakan bahwa penyaradan dapat dibedakan
berdasarkan tenaga yang digunakan, yaitu :
a. Penyaradan dengan tenaga manusia tanpa peralatan, seperti memikul.
b. Penyaradan dengan menggunakan tenaga manusia yang dibantu dengan
peralatan non mekanis seperti lori dan penyaradan dengan gaya berat.
c. Penyaradan dengan menggunakan tenaga hewan.
d. Penyaradan secara mekanis, penyaradan ini kebanyakan menggunakan sistem
traktor dan sistem kabel.
Kegiatan yang dilakukan setelah penebangan adalah penyaradan kayu dari
tempat penebangan ke TPn, yaitu tempat pengumpulan kayu yang sifatnya
sementara sebelum diangkat ke TPk. Penyaradan dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu: secara tradisional dengan menggunakan tenaga hewan maupun secara
mekanis dengan menggunakan traktor atau sistem kuda-kuda di hutan rawa.
Penyaradan hasil penebangan dilakukan setelah bagian tajuk dipotong.
Penyaradan harus melalui jalan darat yang telah dibuat terlebih dahulu.
Penyaradan dilakukan pada saat kayu diikatkan pada rantai atau tali penyaradan di
tempat penebangan, kemudian disarad ke TPn atau ke tepi sungai atau ke tepi
jalan mobil/jalan lokomotif dan terak setelah dirantai atau penyarad dilepas dari
kayu yang telah disarad (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 2002).
3. Pembagian Batang
Pembagian batang dilakukan di tempat penebangan. Bila seluruh panjang
pohon diangkut, maka pembagian batang adalah untuk sortimen-sortimen yang
17
dapat digergaji menjadi kayu gergajian dengan kualitas maksimum. Pekerjaan ini
meliputi kegiatan pemotongan batang menjadi log-log penghupas kulitnya atau
mengerjakan menjadi balok. Pembagian batang sangat menentukan nilai yang
dapat diperoleh dari suatu batang (Rostiati, 1990).
Departemen Kehutanan (1996), faktor-faktor yang harus diperhatikan
dalam pelaksanaan pembagian batang yaitu :
a. Keadaan pohon/batang
b. Kapasitas alat sarad/alat angkutan
c. Sortimen yang diminta/dipesan oleh konsumen
Adapun tahap-tahap dalam pembagian batang (bucking) :
a. Pembersihan cabang (limbing) dan pangkal
b. Pemotong ujung (topping)
c. Pembagian batang (bucking)
Faktor-faktor yang dipertimbangkan yaitu :
a. Kapasitas alat sarad
b. Sortimen yang diminta atau industri/pasar
c. Adanya cacat (bengkok, kena penyakit/hama)
d. Pelaksanaan pembagian batang harus memperhatikan posisi batang.
4. Pengangkutan
Pengangkutan kayu merupakan kegiatan memindahkan kayu yang telah
dipotong-potong sesuai sortimen yang dikehendaki, dari TPn ke TPk dengan
menggunakan alat angkut truk atau alat angkut lainnya. Selanjutnya ke tempat
tujuan penjualan. Pengangkutan meliputi kegiatan pemuatan dan pembongkaran.
18
Pemuatan merupakan kegiatan menaikkan kayu di TPn ke atas truk untuk
diangkut ke TPk atau tempat penyimpanan kayu bulat. Sedangkan pembongkaran
kayu ialah kegiatan menurunkan kayu dari atas alat angkutan ke TPk atau tempat
penyimpanan. Sistem pengangkutan dipengaruhi letak dan topografi lapangan,
geologi, tanah, dan iklim, luas areal, pengangkutan (Departemen Kehutanan dan
Perkebunan, 2002).
C. Biaya
1. Pengertian Biaya
Hansen (2005) mendefenisikan bahwa biaya sebagai kas atau nilai
ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang
diharapkan memberikan manfaat saat ini atau di masa yang akan datang bagi
organisasi. Secara umum, dalam akuntansi manajemen dikenal 2 (dua) golongan
biaya, yaitu biaya variabel dan biaya tetap.).
Menurut Mulyadi (1990), biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi
yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan
terjadi untuk tujuan tertentu. Ada empat pokok dalam defenisi biaya tersebut di
atas yaitu :
1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi
2. Diukur dalam satuan uang
3. Yang telah atau secara potensial akan terjadi.
4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.
19
Biaya haruslah didasarkan pada fakta yang bersangkutan, dan cukup
terukur sehingga memungkinkan perusahaan mengambil keputusan yang tepat.
Para akuntan, insinyur, sarjana ekonomi, dan pihak-pihak lainnya yang
menghadapi masalah biaya telah menyusun konsep biaya dan istilah-istilah biaya
yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Tidaklah mudah untuk memberikan
batasan atau menjelaskan istilah ”biaya” tanpa menimbulkan keraguan akan apa
yang kita maksudkan. Committee on Cost Concepts & Standards of American
Accounting Association, misalnya mengatakan bahwa biaya adalah pengorbanan,
yang diukur dengan satuan uang yang dilakukan atau harus dilakukan untuk
mencapai tujuan tertentu. Dalam Tentative Set of Broad Accounting Principles for
Business Enterprises, biaya dinyatakan sebagai harga penukaran atau
pengorbanan yang dilakukan pada saat terjadinya biaya mengambil bentuk susut
atau berkurangnya uang atau aktivasi lainnya pada saat ini atau pada saat yang
akan datang (Kartadinata, 2000).
2. Klasifikasikasi Biaya
a. Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap selama periode waktu
tertentu meskipun terjadi perubahan besar dalam total kegiatan atau volume yang
berkaitan dengan biaya tetap tersebut (Sinaga, 1988). Biaya tetap adalah konstan
dalam jangka pendek, tanpa melihat volume produksi atau penerimaan penjualan.
Adapun contoh dari biaya ini adalah sewa, bunga, bahan bakar, gaji eksekutif, dan
20
departemen fungsional - seperti pembelian dan Litbang - yang dibutuhkan untuk
mendukung produk yang dibuat oleh perusahaan (Rosa, 2006).
Komponen biaya tetap antara lain :
1) Biaya Penyusutan
Kartadinata (1983) memberikan pengertian depresiasi sebagai susutnya nilai
suatu asset tetap yang disebabkan oleh aus dan koyaknya asset selama
digunakan sepanjang waktu. Biaya suatu kekayaan berupa mesin, peralatan,
kendaraan, serta asset tetap nilainya yang tidak dapat dibebankan sekaligus
pada tahun pembelian tetapi harus disebar selama asset tersebut dapat
digunakan.
Kotler (1994), menyatakan bahwa penyusutan adalah modal yang hilang pada
suatu peralatan yang disebabkan oleh umur pemakaian. Untuk menentukan
penyusutan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu :
a) Straight line
Turunnya nilai modal dilakukan dengan pengurangan nilai penyusutan
yang sama besar sepanjang umur ekonomis dari alat.
b) Sum of the years digits
Memungkinkan penyusutan yang lebih cepat pada tahun-tahun produksi
mula-mula dari alat karena pengurangannya dilakukan dengan ukuran
faktor yang terbalik dengan menggunakan perbandingan umur dalam
tahun dengan jumlah digitnya.
21
c) Doubel declining balance
Memungkinkan penyusutan yang lebih cepat pada tahun-tahun produksi
mula-mula dari harga pokok.
2) Biaya Bunga Modal
Bunga Modal adalah jumlah uang yang dibayarkan atau yang diperhitungkan
dalam sejumlah uang atau modal yang terpakai. Bunga modal yang ditetapkan
berdasarkan tingkat suku bunga yang berlaku pada tahun berjalan yaitu
sebesar 12 % (Sinaga, 1988).
Menurut Pass dan Lowess (1999), biaya tetap adalah biaya yang tidak
berubah sejalan dengan tingkat output karena lebih berhubungan dengan waktu
dan bukannya tingkat aktivitas. Kadang-kadang juga disebut biaya periode, biaya
ini meliputi sewa, tingkat biaya peminjaman dan depresiasi. Depresiasi
merupakan jatuhnya nilai aset selama waktu penggunaannya. Kondisi dari mesin
dan peralatan pabrik yang digunakan dalam produksi terus menerus selama waktu
pemakaian dan lambat laun harus diganti. Depresiasi dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
D = ( M – R ) / N
Dimana :
D : Biaya penyusutan /Depresiasi (Rp/tahun)
M : Modal (Rp)
R : Residu/nilai sisa (Rp 0,-)
N : Umur ekonomis alat (tahun)
22
b. Biaya Tidak Tetap
Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya totalnya berubah sebanding
dengan perubahan volume kegiatan. Biaya variabel per unit konstan (tetap)
dengan adanya perubahan volume kegiatan. Biaya bahan baku merupakan contoh
biaya variabel yang perilakunya bertingkat (step like behavior) yang mempunyai
perilaku sebagai step variable costs. Biaya ini naik atau turun tidak pada saat
yang sama dengan perubahan volume kegiatan. Setiap perubahan volume
kegiatan tidak secara langsung diikuti dengan perubahan biaya (Mulyadi.1999).
Biaya variabel adalah biaya yang berubah sebanding dengan volume
produksi atau aktivitas masing-masing departemen dalam perusahaan. Biaya
variabel terdiri dari biaya tenaga kerja, biaya pengadaan bahan dan biaya
transportasi (Dipodiningrat, 1981).
Menurut Kartadinata (2002), pada umumnya biaya variabel memiliki ciri-
ciri berikut ini :
1. Jumlah akan berubah berbanding lurus dengan volume produksi.
2. Biaya per satuan, sekalipun volume produksi mengalami perubahan tetapi
pada umunya konstan.
3. Dapat dengan mudah dialokasikan pada bagian-bagian operasional.
4. Pemakaian dan pengawasannya dapat dilimpahakan pada bagian yang
bersangkutan.
Biaya variabel bervariasi dalam besaran total secara langsung dengan
tingkat produksi, tetapi per unitnya tetap constan tanpa melihat berapa banyak unit
yang diproduksi. Biaya variabel meliputi biaya bahan, biaya pengemasan, dan
23
ongkos tenaga kerja yang dibutuhkan untuk memproduksi setiap unit produk
(Rosa, 2006).
c. Biaya Total (Total Cost)
Menurut Kartadinata (2002), biaya total adalah besarnya biaya yang
dikeluarkan dalam menghasilkan sejumlah produk. Biaya total dapat dihitung
dengan persamaan
Biaya Total = Biaya Tetap + Biaya Tidak Tetap.
D. Pendapatan
Pendapatan merupakan unsur yang sangat penting dalam laporan
keuangan, karena dalam melakukan suatu aktivitas usaha, manajemen perusahaan
tentu ingin mengetahui nilai atau jumlah pendapatan yang diperoleh dalam suatu
periode akutansi yang diakui sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku umum.
Skousen dan Stice (2009) pendapatan merupakan arus masuk atau
peningkatan aktiva lainnya sebuah entitas pembentukan utang (atau sebuah
kombinasi dari keduanya) dari pengantaran barang atau penghasilan barang,
memberikan pelayanan atau melakukan aktivitas lain yang membentuk operasi
pokok atau bentuk entitas yang terus berlangsung.
Pendapatan sebagai salah satu elemen penentuan laba rugi suatu
perusahaan yang belum mempunyai pengertian yang seragam. Hal ini disebabkan
pendapatan biasanya dibahas dalam hubungannya dengan pengukuran dan waktu
pengakuan pendapatan itu sendiri. Secara garis besar konsep pendapatan dapat
ditinjau dua segi, yaitu :
24
1. Ilmu ekonomi
Pendapatan menurut ilmu ekonomi merupakan nilai maksimum yang dapat
dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan keadaan
yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula. Pengertian tersebut
menitikberatkan pada total kuantitatif pengeluaran terhadap konsumsi selama satu
periode. Dengan kata lain, pendapatan adalah jumlah harta kekayaan awal periode
ditambah keseluruhan hasil yang diperoleh selama satu periode, bukan hanya yang
dikonsumsi.
Definisi pendapatan menurut ilmu ekonomi menutup kemungkinan
perubahan lebih dari total harta kekayaan badan usaha pada awal periode, dan
menekankan pada jumlah nilai statis pada akhir periode. Secara garis besar
pendapatan adalah jumlah harta kekayaan awal periode ditambah perubahan
penilaian yang bukan diakibatkan perubahan modal dan hutang.
2. Ilmu akuntansi
Banyak konsep pendapatan didifinisikan dari berbagai literatur akuntansi
dan teori akuntansi. Namun pada dasarnya konsep pendapatan dapat ditelusuri
dari dua sudut pandang, yaitu :
Pandangan yang menekankan pada pertumbuhan atau peningkatan jumlah
aktivitas yang timbul sebagai hasil dari kegiatan operasional perusahaan dan
Pandangan yang menekankan kepada penciptaan barang dan jasa oleh perusahaan
serta penyerahan barang dan jasa atau outflow.
Pendapatan atau income dari seorang warga masyarakat adalah hasil
penjualannya dari faktor-faktor produksi yang dimilikinya kepada sektor produksi.
25
Kemudian sektor produksi ini membeli faktor-faktor produksi tersebut untuk
digunakan sebagai input proses produksi dengan harga yang berlaku di pasar
faktor produksi (Fauzi, 1995).
Sedangkan, Menurut Soekartawi (1991), pendapatan adalah selisih antara
biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh. Pendapatan tersebut
dibedakan atas dua macam yaitu :
1. Keuntungan (Net Farm Income)
Keuntungan adalah selisih antara pendapatan kotor dengan total biaya yang
digunakan selama proses produksi. Pendapatan bersih ini merupakan
gambaran nilai keuntungan yang diperoleh petani dalam menghasilkan
kegiatan usaha taninya.
2. Pendapatan Kotor (Gross Farm Income)
Pendapatan kotor adalah nilai hasil produk total usaha tani dalam jangka
waktu tertentu baik yang tidak dijual maupun yang dijual.
Soeharjo dan Patong (1973) dalam Kadang (2008), ukuran-ukuran
pendapatan petani adalah :
1. Pendapatan kerja petani diperoleh dengan menghitung semua penerimaan
yang berasal dari penjualan yang dikonsumsi keluarga dan kenaikan nilai
inventaris setelah itu dikurangi dengan semua pengeluaran baik yang tunai
maupun yang diperhitungkan bunga modal dan tenaga kerja.
2. Penghasilan kerja diperoleh dengan menambah penghasilan kerja petani
dengan nilai kerja keluarga.
26
3. Pendapatan kerja keluarga diperoleh dengan menghitung pendapatan dari
sumber-sumber lain yang diterima petani bersama keluarganya disamping
kegiatan pokoknya.
4. Pendapatan keluarga diperoleh dengan menghitung pendapatan dari sumber-
sumber lain yang diterima petani bersama keluarganya disamping kegiatan
pokoknya.
Besarnya pendapatan yang diterima oleh setiap petani berbeda-beda. Perbedaan
tersebut tidak hanya ditentukan oleh skala usaha yang diusahakan petani tersebut
tetapi juga faktor iklim, jenis tanah, efisiensi produksi, dan efisiensi kerja
seorang petani.
a. Pendapatan Nasional Netto (bersih)
Pendapatan Nasional Bersih (Net Nasional Income/NNI) adalah nilai dari
produk nacional bersih income) di kurangi dengan pajak tidak langsung.
NNI = NNP - Pajak tidak langsung
b. Pendapatan Perseorangan
Pendapatan perseorangan (personal income) adalah jumlah seluruh
penerimaan yang diterima perseorangan sebagai balas jasa dalam proses produksi.
Pendapatan perseorangan ini dapat juga disebut pendapatan kotor, karena tidak
semua pendapatan perseorangan netto jatuh ke tangan pemilik faktor produksi,
sebab masih harus di kurangi laba yang tidak di bagi, pajak penghasilan, iuran
jaminan sosial maupun pembayaran yang bersifat transfer payment (pembayaran
pindahan) seperti pensiunan.
27
PI = (NNI + Transfer Payment) - Iuran Jaminan Sosial + Iuran Asuransi +
Laba Ditahan + Pajak Perseorangan).
c. Pendapatan Bebas
Pendapatan bebas (Disposable Income /DI) adalah pendapatan yang
diterima masyarakat yang sudah siap untuk dibelanjakan penerimaannya.
Pendapatan ini merupakan hak mutlak bagi penerimanya.
DI = PI – Pajak Langsung
28
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2013. Lokasi
penelitian bertempat di Desa Sering Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng
Provinsi Sulawesi Selatan.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini yaitu semua pelaku pemanenan kayu yang
melakukan pemanenan kayu hutan rakyat di Desa Sering Kecamatan Donri-Donri.
Penentuan pelaku pemanenan yang akan diwawancarai dilakukan secara
purposive sampling sebanyak 2 pelaku pemanenan dengan kriteria :
1. Melakukan pemanenan hutan rakyat.
2. Melakukan pemanenan dengan menggunakan tenaga kerja penebangan,
penyarad, dan tenaga kerja pengangkut.
3. Menjual kayunya
C. Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan
data sekunder.
1. Data Primer
Data primer diperoleh dengan mengadakan observasi langsung di
lapangan dan wawancara langsung dengan Pelaku pemanenan kayu hutan rakyat.
Pengamatan langsung di lapangan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh
informasi tentang : teknik penebangan, pembagian batang, penyaradan, dan
29
pengangkutan. Wawancara dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan
(kuisioner) yang telah dipersiapkan.
Jenis-jenis data yang dikumpulkan dari wawancara, meliputi :
a. Identitas pengusaha (nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, dan jumlah tanggungan keluarga).
b. Aktivitas pemanenan yang dilakukan responden dalam kawasan hutan rakyat.
c. Biaya yang timbul dari kegiatan pemanenan kayu hutan rakyat.
d. Pendapatan pelaku pemanenan yang diperoleh dari kegiatan pemanenan kayu
hutan rakyat.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari literatur, instansi terkait dan laporan atau hasil-
hasil penelitian dari berbagai pihak yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti
data UMP (Upah Minimum Provinsi) dari Badan Pusat Statistik dan data sosial
ekonomi masyarakat dari Kantor Kecamatan Donri-Donri, dll.
D. Analisis Data
Berdasarkan data yang dikumpulkan, terlebih dahulu dilakukan analisis
secara deskriptif untuk menggambarkan proses masing-masing kegiatan dalam
pemanenan kayu hutan rakyat. Sedangkan analisis biaya dan pendapatan selama
kegiatan pemanenan sampai kayu tersebut dijual. dilakukan sebagai berikut :
1. Biaya Tetap
Biaya Tetap adalah biaya yang selama satu periode kerja tetap jumlahnya, dan
tidak mengalami perubahan. Adapun yang termasuk dalam biaya tetap pada
30
penelitian ini adalah biaya penyusutan terhadap peralatan-peralatan yang
digunakan pada proses pemanenan seperti chainsaw, parang dan kampak, dll.
Metode yang digunakan untuk menghitung penyusutan ini adalah metode
garis lurus, yakni investasi dibebani penyusutan dengan jumlah yang sama
setiap tahun selama umur ekonomis dari peralatan. Menurut United Tractor
1984 nilai sisa alat sebesar 10 % dari harga alat. Besarnya biaya penyusutan
dapat dihitung dengan persamaan :
D = (M – R) / N ............................................Persamaan 1
Dimana :
D = Biaya penyusutan/Depresiasi (Rp/tahun)
M = Modal (Rp)
R = Residu/nilai sisa (Rp)
N = Umur ekonomis alat (Tahun)
2. Biaya Variabel (Biaya Tidak Tetap)
Adapun jenis-jenis biaya variabel atau biaya tidak tetap dalam penelitian ini
adalah :
a. Biaya bahan bakar
Penggunaan bahan bakar (liter/jam) x Harga bahan bakar
(Rp/liter) …………………………………………… Persamaan 2
b. Biaya pemeliharaan/perbaikan
harga alat(Rp) x 0,1/1000 jam …………………………. Persamaan 3
c. Biaya upah
U = G : (H x W)…………………………………………… Persamaan 4
31
Dimana :
U = Biaya upah (Rp/jam);
G = Gaji (Rp/bulan) ;
H = Hari kerja rata-rata per bulan;
W = Jam kerja per hari (jam/hari).
e. Biaya peralatan pemanenan
{Harga alat (Rp) x 0,005}/ 1000 jam ……………………. Persamaan 5
3. Biaya Produksi Total (TB)
Biaya produksi total adalah biaya-biaya yang terjadi untuk menghasilkan suatu
produk jadi yang siap untuk dijual atau tidak dijual.
Rumusnya sebagai berikut :
TB = BT + BV .................................................. Persamaan 6
Dimana :
TB = Biaya Produksi Total (Rp/Tahun)
BT = Biaya Tetap (Rp/Tahun)
BV = Biaya Variabel atau Biaya Tidak Tetap (Rp/Tahun)
4. Penerimaan
P = (Bn x Pn) ...................................... Persamaan 8
Dimana :
P = Penerimaan (Rp/Tahun)
Bn = Harga Jual Kayu (Rp)
Pn = Jumlah Produksi Kayu (m³)
32
5. Pendapatan Bersih
F = P – TB ........................................ Persamaan 9
Dimana :
F = Pendapatan Bersih (Rp/Tahun)
P = Penerimaan (Rp/Tahun)
TB = Biaya Total (Rp/Tahun)
E. Konsep Operasional
Konsep operasional adalah batasan operasional dari beberapa istilah yang
berhubungan dengan penelitian dan untuk menghindari kesalah pahaman
mengenai pengertian dari istilah-istilah tersebut, maka berikut ini batasan
pengertian dari beberapa istilah :
1. Hutan Rakyat adalah hutan yang berada diluar kawasan hutan negara yang
dibebani hak milik.
2. Pemanenan hasil hutan kayu adalah kegiatan-kegiatan yang berhubungan
dengan penebangan, penyaradan, pengumpulan, penimbunan, dan penjualan
hasil hutan kayu.
3. Pelaku pemanenan adalah orang yang terdiri dari pemilik, pedagang
pengumpul dan pengusaha
4. Biaya pemanenan hasil hutan kayu adalah seluruh biaya yang dikeluarkan
untuk dapat mengeluarkan kayu dari dalam hutan dan merupakan jumlah
biaya dari seluruh kegiatan pemanenan hasil hutan.
33
5. Pendapatan adalah semua hasil penjualan ataupun balas jasa yang diperoleh
oleh pelaku pemanenan hutan rakyat dan dapat juga dinyatakan sebagai selisih
antara penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan.
6. Keuntungan adalah selisih antara biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan
yang diperoleh.
34
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Keadaan Fisik Lokasi
1. Letak dan Luas
Desa Sering berada secara administrasi pemerintah berada dalam wilayah
Kecamatan Donri – Donri Kabupaten Soppeng. Desa Sering terletak ± 12 km
dari jalan poros Soppeng-Sidrap kemudian ± 3 km dari jalan poros. Desa Sering
memiliki luas wilayah 62 km2 dengan batas wilayah desa sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Marioriawa dan Desa Lalabata
Riaja
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Lalabata Riaja dan Desa Donri-Donri
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pesse
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Barru
2. Topografi dan Kondisi Lapangan
Secara umum Kecamatan Donri-Donri merupakan daerah datar, berombak,
hingga berbukit dengan ketinggian 250-600 meter di atas permukaan laut dengan
kelerengan 0 – 45 %. Pada Desa Sering berada pada ketinggian 300-600 meter di
atas permukaan laut dengan keadaan topografi datar, bergelombang sampai
berbukit. Tegakan jati yang terdapat pada Desa Sering ditanam dengan pola
tanam campuran dengan kelerengan 0–45 %.
35
3. Tata Guna Lahan
Penggunaan lahan di Desa Sering sebagian besar adalah sawah, ladang,
pekarangan, perkebunan, tanaman rumput dan hutan negara. Rincian dari
penggunaan lahan di Desa Sering di sajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Tata Guna Lahan di Desa Sering Kecamatan Donri – Donri Kabupaten
Soppeng
No Jenis Penggunaan lahan Luas (ha) Persentase (%)
1 Sawah 83
7,6
2 Pekarangan 535
49
3 Tanaman Rumput 15
1,4
4 Hutan Rakyat 459
42
Jumlah 1092 100
Sumber: Kantor Kecamatan Donri-Donri, 2013
4. Iklim
Keadaan iklim pada suatu daerah sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan, perkembangan serta produksi tanaman. Salah satu faktor iklim
yang sangat berperan terhadap pertumbuhan tanaman adalah curah hujan. Data
curah hujan selama Lima tahun terakhir di Desa Sering Kecamatan Donri-Donri
dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2. Data Curah Hujan Rata-Rata Bulanan selama 5 Tahun Terakhir di Desa
Sering Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng (2005 – 2012)
36
Bln Tahun
Rata-rata 2008 2009 2010 2011 2012
Jan 34 46 54 170 208 102
Feb 87 37 79 200 160 112
Mar 206 167 28 137 159 139
Apr 322 289 79 20 - 142
Mei 210 559 202 - - 194
Jun 78 38 528 130 110 177
Jul 114 118 30 130 178 114
Agst 5 28 - 147 207 77
Sept - - - 152 227 76
Okt 2 89 - 278 308 135
Nov 195 73 9 149 167 119
Des 220 238 - - - 92
Sumber : Stasiun Klimatologi Kelas 1 Maros, 2013.
Keterangan :
- : Tidak ada data
Berdasarkan data yang diperoleh dari stasiun klimotologi kelas I Maros,
periode 2008 – 2012 dapat dilihat rata-rata curah hujan tahunan. Nilai rata-rata
bulan basah, bulan kering dan bulan lembab selama lima tahun terakhir di Desa
Sering Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng dapat dilihat pada Tabel 3
berikut ini
Tabel 3. Jumlah Bulan Basah, Bulan kering, dan Bulan Lembab Selama 5 Tahun
Terakhir di Desa Sering Kecamatan Donri- Donri Kabupaten Soppeng
(2008 – 2012)
No Tahun Bulan Basah Bulan Kering Bulan Lembab
1 2008 6 4 2
2 2009 5 4 3
3 2010 2 7 3
4 2011 9 3 -
5 2012 9 3 -
Jumlah 31 21 8
Rata-rata 6,2 4,2 1,6
Sumber : Stasiun klimatologi Kelas I Maros, 2013
37
Selama kurun waktu 5 tahun terakhir, jumlah bulan basah 31 dengan rata-
rata 6,2 bulan kering sebanyak 21 dengan rata-rata 4,2 dan bulan lembab sebanyak
8 dengan rata-rata 1,6. Dengan demikian berdasarkan data tersebut dapat
ditentukan nilai Q untuk mengetahui tipe iklim di Desa Sering Kecamatan Donri-
Donri Kabupaten Soppeng, yaitu :
Q = Rata-rata bulan kering
───────────── X 100%
Rata-rata bulan basah
=
x 100%
= 67,74%
Tabel 4. Nilai Q Tipe Iklim Berdasarkan Cara Schmidt dan Ferguson
Tipe Iklim Quotient Q (%) Kondisi Iklim
A 0 – 14,3 Sangat basah B 14,3 – 33,3 Basah C 33,3 – 60 Agak basah
D 60 – 100 Sedang E 100 – 167 Agak kering F 167 – 300 Kering G 300 – 700 Sangat kering H > 700 Luar biasa kering
Berdasarkan penggolongan iklim dari Schmid dan Fergusson, maka tipe
iklim Desa Sering Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng termasuk ke
dalam tipe iklim D (Sedang) yaitu berkisar antara 60-100 %
B. Keadaan Sosial Ekonomi
1. Penduduk
Desa Sering Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng, mempunyai
jumlah penduduk 1876 jiwa dengan jumlah laki-laki 738 jiwa dan jumlah
38
perempuan 1138 jiwa, yang terdiri dari 597 KK. Data kependudukan Desa Sering
dapat dilihat pada Tabel 5 sebagai berikut.
Tabel 5. Jumlah Penduduk Desa Sering Kecamatan Donri–Donri Kabupaten
Soppeng Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin.
Sumber : Kantor Kecamatan Donri – Donri, 2013
Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk Desa Sering yang
terbesar adalah pada kelompok umur 50 – 54 tahun sebanyak 350 jiwa yang
terdiri dari 159 jiwa laki-laki dan 191 jiwa perempuan, sedangkan jumlah
penduduk yang paling sedikit terdapat pada kelompok umur 0 – 4 tahun yaitu
sebanyak 43 jiwa.
2. Mata Pencaharian
Sebagian besar penduduk Desa Sering bermata pencaharian sebagai petani,
selebihnya adalah tukang kayu,tukang jahit dan pengangkutan.Untuk lebih
jelasnya mata pencaharian Desa Sering dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.
Kelompok Umur (Tahun) Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah (jiwa)
0 -4 19 24 43
5 – 9 44 34 78
10 – 14 55 92 147
15 – 19 58 94 152
20 – 24 95 44 139
25 - 49 93 119 212
50 – 54 159 191 350
55 – 59 141 185 326
60– 64 52 44 96
>65 22 311 333
Jumlah 738 1138 1876
39
Tabel 6. Jumlah Kepala Rumah Tangga Menurut Mata Pencaharian Penduduk
Desa Sering.
No Pekerjaan/Usaha Jumlah (KK) Persentase (%)
1 Petani 557 84,6
2 Buruh 55 8,4
3 Pedagang 6 1
4 Guru 7 1
5 Tukang Kayu 24 3,6
6 Pengangkutan 9 1,4
Jumlah 658 100
Sunber : Kantor Kecamatan Donri – Donri, 2013
3. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor penting dalam upaya
pembangunan suatu daerah. Secara umum, sarana dan prasarana yang terdapat di
Desa Sering masih minim, hal ini dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah dan Jenis Sarana dan Prasarana yang Terdapat di Desa Sering
Kecamatan Donri – Donri Kabupaten Soppeng
No Jenis Saran dan Prasarana Jumlah
1 Poskamling 4
2 Poskesehatan 3
3 Posyandu 2
4 Tempat Ibadah 8
5 Lapangan sepak bola 4
6 Sekolah 7
Sumber : Kantor Desa Sering, 2013
40
4. Agama dan Adat Istiadat
Penduduk Desa Sering berasal dari suku bugis dan seluruhnya beragama
Islam. Bahasa yang dipergunakan sehari-hari adalah bahasa bugis yang sering
diselingi dengan bahasa Indonesia. Latar belakang budaya bugis yang dimiliki
penduduk menyebabkan setiap aspek kehidupan mereka dipergunakan oleh adat
istiadat Bugis. Hal ini tampak dari gaya hidup penduduk yang selalu memegang
teguh nilai-nilai adat Bugis, seperti dalam penggunaan bahasa, bentuk rumah, cara
bertani, pengolahan makanan dan lain-lain.
41
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Identitas Pelaku Pemanen Hutan Rakyat
1. Umur
Umur seseorang menentukan prestasi kerja dan pola pikir tiap individu.
Pengusaha yang memiliki umur muda dan sehat mempunyai fisik yang lebih cepat
menerima hal-hal yang dianjurkan. Semakin berat pekerjaan secara fisik maka
semakin tua umur akan semakin turun pula prestasinya. Namun, dalam hal
tanggungjawab semakin tua umur tenaga kerja tidak akan berpengaruh karena
justru semakin berpengalaman. Penggolongan umur responden (pengusaha) dapat
dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yang didasarkan pada penggolongan umur
produktif dan non produktif. Penggolongan umur 20 -35 tahun disebut usia
produktif muda, umur 36-50 tahun disebut usia produktif tua, dan umur ≥ 51
tahun disebut usia non produktif.
Berdasarkan hasil penelitian dari kedua responden diperoleh tingkat umur
(pengusaha) pemanenan kayu di Desa Sering Kecamatan Donri-Donri yaitu 36-50
tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pengusaha di Desa Sering Kecamatan Donri-
Donri tergolong usia produktif tua, artinya memiliki prestasi kerja yang cukup
bagus dan memiliki kemampuan fisik yang cukup baik dalam menjalankan usaha
pemanenan kayu dan memiliki pengalaman yang banyak serta lebih mempunyai
tanggungjawab yang tinggi. Eksistensi pengusaha yang berumur produktif sangat
penting bagi input tenaga kerja.
42
2. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan mempengaruhi seseorang dalam kemampuan berfikir,
memahami arti penting hutan dan mudah mencari solusi dari masalah-masalah
yang ada. Pendidikan dapat diperoleh dari dua sumber yaitu sumber formal dan
nonformal. Sumber formal adalah pendidikan yang diperoleh dari bangku
sekolah, sedangkan pendidikan nonformal adalah pengetahuan yang diperoleh
pengusaha hutan rakyat baik dari pengalaman petani hutan rakyat itu sendiri.
Dalam penelitian ini, tingkat pendidikan pengusaha pemanen kayu hutan
rakyat di Desa Sering Kecamatan Donri-Donri sudah menempuh pendidikan
sampai SMA, hal ini dapat menunjukkan bahwa pengusaha pemanen hutan rakyat
di Desa Sering Kecamatan Donri-Donri cukup memiliki kualitas sumberdaya
manusia secara intelektual dalam arti khusus, yakni kemampuan penalaran dan
kecakapan.Walaupun secara tradisional masyarakat telah terbiasa mengelola alam
dengan mengerahkan kecakapan tradisionalnya, namun dalam hal-hal teknologis
hal itu terbukti masih kurang dibandingkan dengan metode dan perangkat
teknologi yang modern. Dalam hal ini diasumsikan bahwa pendidikan tinggi
formal secara otomatis identik dengan kecanggihan penalaran dan kecakapan
teknologis. Dengan pendidikan yang tinggi terasumsikan pembagian statusnya
dengan jabatan kerja dan kualitas hidup yang sudah lebih baik karena ditunjang
oleh pendidikannya.
3. Jumlah Tanggungan Keluarga
Tanggungan keluarga adalah orang yang tinggal dalam satu rumah dimana
biaya dan kebutuhan hidupnya ditanggung oleh kepala keluarga. Tanggungan
43
keluarga yang besar dapat mempengaruhi besarnya biaya yang harus ditanggung
oleh kepala keluarga. Biaya tersebut meliputi biaya kebutuhan sehari-hari,
komsumsi, pendidikan dan lain-lain.
Jumlah tanggungan keluarga dari kedua pengusaha pemanenan kayu hutan
rakyat di Kecamatan Donri-Donri terdapat pada kategori sedang yaitu 3-5 orang.
Hal ini menunjukkan bahwa pengusaha memiliki beban ekonomi keluarga yang
besar. Jumlah tanggungan keluarga ini selain sebagian besar keluarga dengan
banyaknya pengeluaran untuk membiayai tanggungan tersebut, juga sebenarnya
merupakan sumberdaya yang dapat meringankan beban keluarga tersebut.
4. Mata Pencaharian
Penduduk di Desa Sering Kecamatan Donri-Donri pada umumnya bermata
pencaharian sebagi petani. Masyarakat setempat lebih cenderung melakukan
pekerjaan sebagai petani, karena pada umumnya mereka memiliki ketrampilan
dan pengetahuan seputar bercocok tanam yang diperoleh secara turun temurun.
Selain lahan yang sangat luas, Desa Sering Kecamatan Donri-Donri juga
memiliki hutan rakyat sebagai tempat memanen kayu, dimana hasil dari kegiatan
memanen kayu tersebut seluruhya disuplai ke industri untuk dijadikan sebagai
bahan baku meubel.
B. Deskripsi Proses Pemanenan Kayu Hutan Rakyat
1. Sistem Upah Kegiatan Pemanenan Hutan Rakyat
Kegiatan pemanenan kayu pada hutan rakyat meliputi penebangan dan
pembagian batang, penyaradan, dan pengangkutan. Kegiatan pemanena ini
menggunakan peralatan-peralatan seperti chainsaw, parang, meteran. Chainsaw
44
digunakan untuk menebang pohon yang berdiameter besar dan jumlahnya banyak.
Parang digunakan untuk membersihkan cabang-cabang pohon yang diameternya
masih bernilai ekonomis yang biasanya dijadikan sebagai kayu bakar. Meteran
digunakan untuk mengukur kayu pada saat pembuatan log pinus.
a. Penebangan
Kegiatan Penebangan yang dilakukan menggunakan gergaji rantai
(Chainsaw), Tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan penebangan dan
pembagian batang untuk Pengusaha H.Abbas sebanyak tujuh orang, dimana
semua tenaga kerja bertindak sebagai penebang sekaligus pembagi batang. Upah
yang diberikan adalah sebesar Rp 35.000/m3, Sedangkan tenaga kerja penebang
untuk pengusaha Tanggong sebanyak enam orang, dimana semua tenaga kerja
bertindak sebagai penebang sekaligus pembagi batang. Upah yang diberikan
adalah sebesar Rp 40.000/m3
.Upah ini diberikan kepada tenaga kerja berdasarkan
berapa m3 yang dihasilkan dari pohon yang telah ditebang. Upah yang diberikan
kepada regu penebang dan pembagi batang kemudian dibagi dengan jumlah
tenaga kerja dari tiap pengusaha sehingga masing-masing mendapatkan upah yang
sama besar
b. Penyaradan
Kegiatan yang dilakukan setelah penebangan adalah penyaradan kayu
dari tempat penebangan ke tempat pengumpulan kayu (TPn) atau kepinggir jalan
(lokasi yang sudah dapat dilalui oleh kendaraan), sebelum diangkut ketempat
penimbunan kayu (TPk). Dalam kegiatan penyaradan ini menggunakan tenaga
manusia dengan cara diguling atau dipikul sesuai jarak areal penebangan menuju
45
ke pinggir jalan angkutan. Sistem upah yang digunakan adalah metode upah
satuan, Tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan Penyaradan untuk dua
Pengusaha sebanyak tujuh orang. Upah yang diberikan adalah sebesar Rp
50.000/m3.
c. Pengangkutan
Kegiatan yang dilakukan pada pengangkutan kayu dengan memindahkan
kayu yang telah dipotong-potong sesuai sortimen yang dikehendaki, dari TPn di
pinggir jalan desa sering Ke TPk di kota soppeng dengan menggunakan alat
angkut truk enam roda ketempat tujuan penjualan. Alat angkut truk di sewa oleh
Pengusaha dengan harga sewa Rp.450.000/trip. Dalam satu kali proses
pengangkutan, truk tersebut dapat mengangkut 3-4 m³. Dalam satu hari truk
dapat melakukan sampai dua kali pengangkutan kayu dengan jarak + 10 km.
Tenaga kerja yang terlibat dari dua pengusaha sebanyak dua orang dimana satu
orang sebagai supir dan satu sebagai pembantu.untuk Pengusah H.Abbas Upah
yang diberikan sebesar Rp 151.741,56/m3, sedangkan untuk pengusaha Tanggong
sebesar Rp. 151.152,03/m3 .
2. Analisis Biaya Pemanenan Kayu Hutan Rakyat
1. Biaya Tetap
Jenis biaya yang termasuk dalam biaya tetap dalam penelitian ini adalah
biaya penyusutan dan bunga modal pada peralatan yang digunakan di dalam
kegiatan pemanenan kayu hutan tanaman jati. Kondisi peralatan pemanenan kayu
akan terus menurun selama waktu pemakaian dan lama kelamaan harus diganti
dengan peralatan yang baru. Untuk tahun 2012 semua pengusaha kayu di Desa
46
Sering Kecamatan Donri-Donri melakukan pemanenan kayu jati pada musim
kemarau, sehingga dapat memperlancar proses pemanenan.
a. Biaya Penyusutan (D)
Penyusutan merupakan modal yang hilang pada suatu peralatan yang
disebabkan oleh umur pemakaian untuk menjamin agar biaya modal
diperhitungkan dalam neraca rugi laba tahunan. Jadi, penyusutan bukan
merupakan pengeluaran biaya riil, karena sesungguhnya yang merupakan
pengeluaran biaya riil adalah investasi awal.
Biaya penyusutan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menutupi
investasi alat. Besarnya biaya penyusutan selama masa pakai chainsaw dapat
dilihat pada Lampiran 3. Masa pakai chainsaw untuk pengusaha H.Abbas sudah
berjalan selama dua tahun dengan jangka pemakaian selama enam tahun yang
memiliki total biaya penyusutan sebesar Rp. 8.632,72/m3dan untuk pengusaha
Tanggong pemakaian chainsawnya selama enam tahun sehingga total biaya
penyusutan sebesar Rp. 6.057,03/m3. Biaya penyusutan pengusaha H.Abbas lebih
besar dibanding dengan biaya penyusutan pengusaha Tanggong.
b. Bunga Modal (B)
Uang adalah sumberdaya langka untuk itu perlu dihargakan. Harga uang
secara umum disebut bunga. Bunga modal diperlukan sebagai kompensasi atas
uang yang diinvestasikan. Biaya bunga dari investasi dapat dihitung sebagai biaya
tetap. Suku bunga yang digunakan dalam penelitian ini adalah 18 % berdasarkan
suku bunga bank pada saat bulan diolahnya data ini (suku bunga riil).
47
Besarnya biaya bunga modal chainsaw yang di gunakan pada pemanenan
di areal hutan jati rakyat di Desa Sering Kecamatan Donri-Donri Kabupaten
Soppeng untuk pengusaha H.Abbas sebesar Rp. 6.338,75/m3 dengan masa pakai
alat selama enam tahun, untuk pengusaha Tanggong sebesar Rp. 4.424,21/m3m
3
dengan masa pakai enam tahun.
Biaya tetap dari masing-masing kedua pengusaha sebesar Rp. 14.971,47
/m3dan Rp. 10.481,25/m
3. Salah satu faktor yang mempengaruhi biaya tetap
adalah harga alat dan jumlah produksi yang di hasilkan. Biaya tetap selalu konstan
secara total sehingga biaya per unitnya bervariasi terhadap volume kegiatan.
Biaya tetap selalu dikeluarkan meskipun alat tidak beroperasi. Oleh karena itu,
alat diusahakan beroperasi terus menerus supaya tidak terjadi kerugian.
Adapun biaya tetap dari 2 pengusaha dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rekapitulasi Biaya Tetap dari 2 Pengusaha Kayu di Desa Sering
Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa pengusaha H.Abbas memiliki
biaya tetap lebih besar yaitu Rp. 14.971,47/m3. Sedangkan Tanggong sebesar Rp.
10.481,25/m3. Salah satu faktor yang mempengaruhi biaya tetap adalah harga alat
dan jumlah produksi yang di hasilkan Hal ini terjadi karena pengusaha H.Abbas
memiliki 4 chainsaw yang memproduksi 566,16 m3 sehingga biaya penyusutan
Nama
Pemilik
Lahan
Biaya Penyusutan Bunga Modal Biaya Tetap
Rp/m3
Rp/m3
Rp/m3
H.Abbas 8.632,72 6.338,75 14.971,47
Tanggong 6.057,03 4.424,21 10.481,25
Rata-Rata Biaya Tetap 12.726,36
48
dan bunga modal untuk pengusaha lebih banyak, sedangkan Tanggong memiliki 3
chainsaw yang memproduksi 648,42 m3.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ainul (2012) di
Kecamatan Mengkendek Kabupaten Toraja, dapat dibandingkan bahwa rata-rata
biaya tetap di Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng lebih tinggi bila
dibandingkan dengan Kecamatan Mengkendek. Rata-rata biaya pemanenan kayu
di Kecamatan Mengkendek Rp 10.461,77/m3,dengan penjabaran seperti yang
tertera pada tabel 9.
Tabel 9. Rekapitulasi Biaya Tetap dari 10 Pengusaha Kayu di Kecamatan
Mengkendek Kabupaten Tana Toraja
2. Biaya Tidak Tetap
a. Biaya Pemeliharaan dan Biaya Perbaikan
Biaya pemeliharaan dimaksudkan sebagai upaya untuk menjaga keragaan
(performance) alat. Biaya pemeliharaan yang rutin dikeluarkan jika alat beroperasi
terus menerus. Sedangkan biaya untuk perbaikan dimaksudkan sebagai upaya
untuk memulihkan chainsaw agar dapat beroperasi kembali. Biaya perbaikan
merupakan biaya yang dikeluarkan untuk mengganti alat-alat yang rusak,
perhitungan biaya pemeliharaan dan biaya perbaikan dapat dilihat pada Lampiran
Nama
Pemilik
Lahan
Biaya Penyusutan Bunga Modal Biaya Asuransi Biaya Pajak Biaya Tetap
Rp/jam Rp/m3 Rp/jam Rp/m3 Rp/jam Rp/m3 Rp/jam Rp/m3 Rp/jam Rp/m3
Samuel Rare 1.239,79 2.710,04 528,98 1.156,00 220,41 2.710,04 220,41 2.710,04 2.209,59 9.286,12
Nengsi 1.575,09 5.250,30 441,02 1.470,08 183,76 5.250,30 183,76 5.250,30 2.383,63 17.220,98
KY Tupa 989,01 1.442,30 421,98 551,28 148,35 1.442,31 148,35 1.442,31 1.707,69 4.878,20
Rata-Rata Biaya Tetap 2.100,30 10.461,77
49
4. Biaya pemeliharaan dan perbaikan untuk pengusaha H.Abbas sebesar
Rp.18.598,98 /m3 sedangkan pengusaha Tanggong sebesar Rp. 12.283,71/m
3.
b. Biaya Bahan Bakar
Biaya bahan bakar adalah biaya yang dikeluarkan pemilik lahan sesuai
dengan kebutuhan mesin chainsaw. Semakin lama chainsaw berproduksi maka
semakin banyak bahan bakar yang terpakai sehingga besar biayanya yang
dikeluarkan untuk membeli bahan bakar tersebut. Bahan bakar yang digunakan
adalah bensin eceran dan oli yang diisi sesuai dengan kapasitas jerigen penebang.
Pemakaian bahan bakar dihitung berdasarkan waktu jalan mesin. Hasil
pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pemakaian bahan bakar dilihat pada
Lampiran 4 dan 5, pengusaha H.Abbas menggunakan bahan bakar sebesar 482
liter.. Harga bahan bakar pada saat penelitian berlangsung sebesar Rp 4.500,-/liter
dan biaya oli sebesar Rp. 25.000,-, Sedangkan pengusaha Tanggong
menggunakan bahan bakar sebesar 517 liter.. Harga bahan bakar pada saat
penelitian berlangsung sebesar Rp 4.500,-/liter dan biaya oli sebesar Rp. 25.000,-.
jadi, total biaya bahan bakar untuk 2 pengusaha H.Abbas sebesar Rp. 7.070,41/m3
dan pengusaha Tanggong sebesar Rp. 6.623,79//m3.
c. Biaya Tenaga Kerja
Biaya untuk upah dimaksudkan adalah upah yang diberikan kepada
operator dan pembantu operator. Dalam hal ini sistem upah yang digunakan
adalah sistem borongan. Besarnya upah dapat dihitung setiap jam kerja dan
besarnya produktivitas penebangan per jam.
50
Sistem pengupahan yang digunakan pada penebangan chainsaw di areal
hutan jati rakyat di Desa Sering Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Sopppeng
adalah sistem borongan melalui satuan per meter kubik yang dapat dilihat pada
Lampiran 4 dan 5, masing-masing pemilik lahan. Berdasarkan pengamatan selama
penelitian, Pengusaha H.Abbas mengeluarkan biaya tenaga kerja sebesar Rp.
144.741,35/m3 , sedangkan pengusaha Tanggong sebesar Rp. 145.961,1/m
3.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, upah biaya tenaga kerja pengusaha
H.Abbas lebih besar daripada pengusaha Tanggong..
d. Biaya Pengangkutan
Pengangkutan merupakan hal yang terpenting dalam kegiatan pemanenan
kayu hutan rakyat. Kayu-kayu yang sudah ditebang, disarad dan kemudian
diangkut untuk dijual. Alat yang digunakan dalam pengangkutan ini adalah truk
roda 6, dimana harga sewa truk sebesar Rp. 450.000 Biaya pengangkutan
dihitung berdasarkan m³ log Jati yang diangkut. Sehingga total biaya
pengangkutan pengusaha H.Abbas yaitu Rp. 151.741,56m3, sedangkan Tanggong
yaitu Rp. 151.152,03/m3.
e. Biaya Penatausahaan Hasil Hutan
Biaya penatausahaan hasil hutan yaitu retribusi yang harus dikeluarkan
oleh pengusaha kayu berupa Donasi Hasil Hutan Kayu berdasarkan Surat
Keterangan dari Dinas Kehutanan sebesar Rp 25.000,-/m³/bulan, dan surat izin
berupa pembiayaan di lapangan sebesar Rp 7.500.000,-/izin, serta biaya kontribusi
yang harus dibayar kekantor Lembang sebesar Rp 5000,-/m³. jadi total biaya
51
penataan hasil hutan 2 pengusaha yaitu sebesar Rp. 96.235,69/m3dan Rp.
87.832,89/m3.
f. Biaya pembelian pohon berdiri
Biaya pembelian pohon berdiri yaitu biaya yang harus di keluarkan
pengusaha untuk dapat memproduksi kayu. Biaya pembelian pohon berdiri
pemanenan untuk 2 pengusaha di Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng
yaitu H.Abbas sebesar Rp. 515.048,75/m3sedankan pengusaha Tanggong sebesar
Rp. 484,254,03/m3
Biaya tidak tetap merupakan biaya yang jumlah totalnya berubah
sebanding dengan perubahan volume kegiatan atau aktivitas (Mulyadi, 1993).
Jenis biaya yang termasuk dalam unsur biaya tidak tetap pada pemanenan kayu
hutan tanaman Jati adalah biaya tenaga kerja, biaya bahan bakar, biaya
pemeliharaan/perbaikan, biaya alat pemanenan, biaya pengangkutan, biaya
penatausahaan hasil hutan, dan biaya pembelian pohon berdiri. Adapun biaya
tidak tetap dari 2 pengusaha kayu di Desa Sering Kecamatan donri-Donri
Kabupaten Soppeng dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Rekapitulasi Biaya Tidak Tetap dari 2 Pengusaha Kayu di Kecamatan
Donri-Donri Kabupaten Soppeng.
Tabel 10 menunjukkan bahwa rata-rata total biaya tidak tetap dari 2
pengusaha kayu di Desa Sering Kecamatan Donri-Donri sebesar Rp
Nama
Pemilik
Lahan
Biaya Pemeliharaan
dan perbaiakan
Biaya bahan
bakar
Biaya
tenaga kerja
Biaya
Pengangkutan
Biaya Penatausahaan
Hasil Hutan
Biaya pembelian
pohon berdiri
Biaya Tidak
Tetap
Rp/m3 Rp/m3 Rp/m3 Rp/m3 Rp/m3 Rp/m3 Rp/m3
H.Abbas 18.598,98 7.070,41 144.741,35 151.741,56 96.235,69 515.048,75 933.406,74
Tanggong 12.283,71 6.623,79 145.961,1 151.152,03 87.832,89 484,254,03 888.107,51
Rata-Rata Biaya Tetap 908.257,13
52
908.257,13/m3, dimana pengusaha H.Abbas mengeluarkan biaya tidak tetap
paling besar dari pengusaha Tanggong yaitu sebesar Rp. 933.406,74/m3.
Perhitungan biaya tidak tetap dihitung berdasarkan volume yang dihasilkan per/m³
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ainul (2012) di
Kecamatan Mengkendek Kabupaten Toraja, dapat dibandingkan bahwa rata-rata
biaya tidak tetap di Kecamatan Donri-Donri kabupaten soppeng lebih tinggi bila
dibandingkan dengan Kecamatan Mengkendek. Rata-rata biaya pemanenan kayu
di Kecamatan Mengkendek Rp 178.792,53/m3,dengan penjabaran seperti yang
tertera pada tabel 11.
Tabel 11. Rekapitulasi Biaya Tidak Tetap dari 3 Pemilik Hutan Rakyat di
Kecamatan Mengkendek Kabupaten Tana Toraja
No. Nama Pemilik Lahan Biaya Tidak Tetap
Rp/tahun Rp/m³
1. Samuel Rare 81.579.100 198.273,22
2. Nengsi 64.591.000 161.687,01
3. KY Tupa 158.052.500 176.417,37
Rata-Rata Biaya Tidak Tetap 101.407.533 178.792,53
3. Biaya Total
Biaya total adalah seluruh biaya yang dibebankan dalam melaksanakan
kegiatan produksi atau menghasilkan kegiatan lain. Total biaya yang dikeluarkan
oleh pengusaha untuk memanen kayu jati sampai kepada industri merupakan
akumulasi biaya tetap dan biaya tidak tetap. Akumulasi biaya total produksi
tersebut dapat dilihat pada Tabel 12
Tabel 12. Akumulasi Biaya Tetap, Biaya Tidak Tetap, dan Biaya Total dari 2
Pengusaha
Nama Biaya Tetap (Rp/m3) Biaya Tidak Tetap (Rp/m
3) Biaya Total (Rp/m
3)
H.Abbas 14.971,47 933.406,74 948.378,21 Tanggong 10.481,25 888.107,51 898.588,75 Rata-rata 12.726,36 910.757,13 923.483,48
53
Berdasarkan Tabel 12 biaya tidak tetap (biaya variabel) lebih besar
dibandingkan dengan biaya tetap. Hal ini terjadi karena biaya variabel merupakan
hasil penjumlahan dari biaya-biaya yang di keluarkan selama memproduksi log
Jati tersebut, diantaranya biaya tenaga kerja, biaya bahan bakar, biaya
pemeliharaan dan perbaikan, biaya alat pemanenan, biaya pengangkutan, biaya
penatausahaan hasil hutan dan biaya pembelian pohon berdiri. Pengeluaran total
atau biaya total suatu usaha merupakan pengeluaran tunai yang ditujukkan oleh
jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usaha
tersebut. Seluruh biaya-biaya yang dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan
merupakan komponen biaya yang dibebankan terhadap produk yang akan
dipasarkan. Nilai jual produk yang di pasarkan diharapkan akan memenuhi biaya-
biaya yang dikeluarkan sampai pada akhirnya akan memberikan keuntungan bagi
pihak pengusaha pemanenan kayu hutan rakyat tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ainul (2012) di
Kecamatan Mengkendek Kabupaten Toraja, dapat dibandingkan bahwa rata-rata
biaya total di Kecamatan Donri-Donri kabupaten soppeng lebih tinggi bila
dibandingkan dengan Kecamatan Menkendek. Rata-rata biaya pemanenan kayu
di Kecamatan Mengkendek Rp 189.254/m3,dengan penjabaran seperti yang tertera
pada table 13.
Tabel 13. Rekapitulasi Biaya Tetap, Biaya Tidak Tetap, dan Biaya Total dari Tiga
Pemilik Lahan di Kecamatan Mengkendek
Nama Biaya Tetap Biaya Tidak Tetap Biaya Total
Rp/jam Rp/m³ Rp/tahun Rp/m³ Rp/tahun Rp/m³
Samuel Rare 2.209,59 9.286,12 81.579.100 198.273,22 81.581.310 207.559
Nengsi 2.383,63 17.220,98 64.591.000 161.687,01 64.593.384 178.908
KY Tupa 1.707,69 4.878,20 158.052.500 176.417,37 158.054.208 181.296
Total 6.300,91 31.385,30 304.222.600 536.377,60 304.228.901 567.763
Rata-RataTot. Biaya 2.100,30 10.461,77 101.407.533 178.792,53 101.409.634 189.254
54
4. Penerimaan (Pendapatan Kotor)
Penerimaan atau pendapatan kotor pada kegiatan pemanenan kayu hutan
rakyat adalah hasil penjualan jumlah log yang dihasilkan dengan harga yang telah
ditentukan . Harga log jati ditentukan oleh industri
Adapun hasil penerimaan pengusaha kayu di Kecamatan Donri-Donri
dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Penerimaan Pengusaha Kayu di Kecamatan Donri-Donri Kabupaten
Soppeng
No. Nama Pengusaha Penerimaan
(Rp/m3)
1. H.Abbas 2.371.343,79
2. Tanggong 2.406.509,7
Rata-rata Penerimaan 2.388.926,73
Berdasarkan Tabel diatas diketahui bahwa Pengusaha Tanggong
memperoleh penerimaan yang paling besar bila dibandingkan dengan pengusaha
H.Abbas sebesar Rp. 2.406.509,7/m3. Hal ini terjadi karena selama tahun 2012
pengusaha Tanggong memproduksi volume kayu lebih banyak yaitu sebanyak
648,42 m3, Sedangkan H.Abbas memproduksi volume kayu sebanyak 566,16 m
3.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ainul (2012) di
Kecamatan Mengkendek Kabupaten Toraja, dapat dibandingkan bahwa rata-rata
Penerimaan di Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng lebih tinggi bila
dibandingkan dengan Kecamatan Mengkendek. Rata-rata biaya pemanenan kayu
di Kecamatan Mengkendek Rp 443.050,20/m3,dengan penjabaran yang tertera
pada tabel 15.
55
Tabel 15. Rekapitulasi Penerimaan dari Tiga Pemilik Lahan di Kecamatan
Mengkendek
No. Nama Pengusaha Penerimaan
(Rp/jam) Penerimaan
(Rp/m3)
1. Samuel Rare 240.240.000 446.542,75
2. Nengsi 219.342.000 446.361,41
3. KY Tupa 489.992.000 436.246,43
Rata-rata Penerimaan 316.524.667 443.050,20
5. Pendapatan Bersih (Keuntungan)
Pendapatan bersih atau keuntungan pada pemanenan kayu hutan tanaman
Jati di Desa Sering Kecamatan Donri-Donri merupakan pendapatan bersih yang
diterima oleh pengusaha kayu, dimana diperoleh dari hasil penjualan log Jati
dikurangi biaya produksi (penjumlahan antara biaya tetap dan biaya tidak tetap).
Selisih hasil penjualan kayu dalam bentuk log dengan biaya produksi selama
setahun dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Rekapitulasi Total Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Bersih dari 2
Pengusaha Kayu di Desa Sering Kecamatan Donri-Donri
Pengusaha Penerimaan
(Rp/ m3)
Biaya Total
(Rp/m3)
Pendapatan Bersih
(Rp/m3)
H.Abbas 2.371.343,79 948.378,21 1.422.965,57
Tanggong 2.406.509,7 898.588,75 1.507.922,5
Rata-rata 2.388.926,73 923.483,48 1.465.444,2
Berdasarkan Tabel diatas menunjukkan bahwa pada pemanenan kayu di
Desa Sering Kecamatan Donri-Donri pengusaha Tanggong memperoleh
pendapatan bersih tertinggi yaitu sebesar Rp. 1.507.922,5/m3 bila dibandingkan
dengan pengusaha H. Abbas. Hal ini disebabkan karena pengusaha Tanggong
lebih menekan biaya pengeluaran.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ainul (2012) di
Kecamatan Mengkendek Kabupaten Toraja, dapat dibandingkan bahwa rata-rata
56
pendapatan bersih di Kecamatan Donri-Donri kabupaten soppeng lebih tinggi
bila dibandingkan dengan Kecamatan Mengkendek. Rata-rata biaya pemanenan
kayu di Kecamatan Mengkendek Rp 231.911,08/m3,dengan penjabaran seperti
yang tertera pada tabel 17.
Tabel 17. Rekapitulasi Total Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Bersih Tiga
Pemilik Lahan di Kecamatan Mengkendek
Pemilik lahan
Biaya Total Penerimaan Pendapatan Bersih
Rp/tahun Rp/m³ Rp/tahun Rp/m³ Rp/tahun Rp/m³
Samuel Rare 84.398.680 203.514,07 240.240.000 446.542,75 155.841.320 289.667,88
Nengsi 68.173.400 168.977,19 219.342.000 446.361,41 151.168.600 307.628,40
KY Tupa 163.359.500 182.786,79 489.992.000 436.246,43 326.632.500 253.459,64
Rata-Rata 105.310.527 185.092,68 316.524.667 443.050,20 151.696.173 231.911,08
57
VI. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil analisis biaya pemanenan kayu
hutan rakyat, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Rata-rata biaya pemanenan hutan rakyat dari 2 pengusaha kayu di
Kecamatan Donri-Donri sebesar Rp. 923.483,48/m3.
2. Penerimaan bersih dari 2 pengusaha pemanenan kayu hutan rakyat di
Kecamatan Donri-Donri yang terbesar adalah Tanggong yaitu sebesar Rp.
2.406.509,7/m3, sedangkan H.Abbas sebesar Rp. 2.371.343,79/m
3.
3. Pendapatan bersih yang terbesar dari 2 pengusaha di Kecamatan Donri-Donri
adalah pengusaha Tanggong sebesar Rp. 1.507.922,5/m33
selain biaya total
yang dikeluarkan selama melakukan kegiatan pemanenan cukup sedikit bila
dibandingkan dengan pengusaha H.Abbas. Sedangkan pendapatan bersih yang
diterima oleh pengusaha H.Abbas sebesar Rp. 1.422.965,57/m3.
B. Saran
Sebaiknya pengusaha-pengusaha pemanen kayu hutan rakyat melakukan
penekanan terhadap elemen biaya yang ada, khususnya biaya tenaga kerja dan
lebih memperbanyak produksi log yang ukuran panjangnya, karena harga jual
lognya besar sehingga dapat menambah pendapatan.
58
DAFTAR PUSTAKA
Agus, A.A. 2011 Potensi Limbah dan Waktu Penebangan Pada Hutan Jati di desa
sering Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng. Skripsi Penelitian.
Makassar.
Balai informasi Pertanian. 1982. Usaha Tani Hutan Rakyat, Ciawi. Bogor.
Christoper,P and Lowes, B. 1999. Kamus Lengkap Bisnis Collins Edisi Kedua.
Penerjemah : Sumarso Santoso, MEA. Penerbit Erlangga. Jakarta
Departemen Kehutanan. 1992. Manual Kehutanan. Jakarta : Departemen
Kehutanan Republik Indonesia.
Departemen Kehutanan. 1994. Pemungutan Hasil Hutan (Jilid I). Ujung
Pandang.
Departemen Kehutanan. 1996. Pemungutan Hasil Hutan (Jilid II). SKMA,
Makassar.
Departemen Kehutanan. 1999. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutranan. PT. Mitra Info, Jakarta.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 2002. Informasi Tentang Pemanenan
Hutan Hak. Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan.
Dipodiningrat, S., 1981. Analisa Biaya dan Pengusahaan hutan (HPH). Jilid I.
Yayasan Pembinaan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, 2004. Tentang
petunjuk teknis penyusunan lahan kritis.
Djajapertjunda, S. 2003. Mengembangkan Hutan Milik di Jawa. Jatinangor:
Alqaprint.
Djuwadi. 2002. Pengusahaan Hutan Rakyat. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan
Universitas Gajah Mada.
Elias, 1987. Analisis Biaya Eksploitasi Hutan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Elias. 1998. Bahan Kuliah Pemanenan Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan IPB
Bogor. Bogor
59
Fauzi, 1995. Kamus Akuntansi Praktis. Indah, Surabaya.
Gusti, S.S .2008 Analisis Biaya dan Pendapatan Pengusaha Pemanenan Hutan
Rakyat di Kecamatan Mengkendek Kabupaten Tana Toraja Provinsi
Sulwasi Selatan. Skripsi Penelitian. Makassar
Hansen dan Mowen. 2005. Management Accounting. Buku 2. Edisi ke 7.
Salemba Empat. Jakarta.
Harnanto, 1992. Akuntansi Biaya untuk Perhitungan Harga Pokok Produksi.
Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Harahap dan S,Syafri,1993. Teori Akuntansi, PT. Raja Grafindo Perseda, Jakarta.
Kadang, D.R. 2008. Analisis Biaya dan Pendapatan Pengusaha Pemanenan
Kayu Hutan Rakyat pada Berbagai Ukuran Sortimen Bantalan di
Kecamatan Mallawa Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan.
Skripsi Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin, Makassar. Tidak
Dipublikasikan.
Kadri., W., R. Soeriono, D. V. Perbatasari, 1992. Manual Kehutanan.
Departemen Kehutanan. Jakarta.
Kartadinata, A., 1983. Pengaturan Manajemen Keuangan. Penerbit ERlangga,
Jakarta.
Kartadinata, A, 2000. Akuntansi dan Analisis Biaya, Suatu Pendekatan terhadap
Tingkah Laku Biaya. Rineka Cipta, Jakarta.
Kartadinata,A, 2002. Akuntansi dan Analisa Biaya. Penerbit Rieke Cipta,
Jakarta.
Kotler, P., 1994. Manajemen Pemasaran (Analisis Perencanaan , Implementasi
dan Pengendalian). Edisi Keenam, Jilid I, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Manullang, M., 1991. Pengantar Ekonomi Perusahaan. CV. Liberty. Jakarta.
Mercy, E. 2005. Analisis Biaya Produksi Kayu Gergajian Pada PT. Global
Forestindo Kabupaten Tana Toraja. Skripsi Fakultas Kehutanan
Universitas Hasanuddin, Makassar. Tidak Dipublikasikan.
Mulyadi, 1999. Akuntansi Biaya Edisi V. Penerbit Aditya Mrdia, Yogyakarta.
Musdalifah, 2005. Productivitas dan Biaya Penyaradan Jati Rakyat Dengan
Menggunakan Tenaga Manusia di Kecamatan Amali Kabupaten Bone.
60
Skripsi Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin, Makassar. Tidak
Dipublikasikan.
Ningsih,A.S, 2008. Produktivitas Penebangan Kayu dengan Chainsaw Still 070
pada Areal Hutan Kemiri Rakyat di Desa Mattampa Pola Kecamatan
Mallawa Kabupaten Maros. Skripsi Fakultas Kehutanan Universitas
Hasanuddin, Makassar. Tidak Dipublikasikan.
Pass, Christoper & lowes, Bryant. 1999. Kamus Lengkap Bisnis. Jakarta:
Erlangga.
Rosmidar. 2011. Tingkat Keterlayanan Jalan dalam Wilayah Pemanenan Hutan
Rakyat di Desa Cenrana, Kecamatan Camba, Kabupaten Maros,
Propinsi Sulawesi Selatan. Skripsi Penelitian .Makassar.
Rostiati. 1990. Produktivitas Pembagian Batang Kayu Meranti dan Kayu Palapi
di Areal HPH PT. Rante Mario. Skripsi (tidak dipublikasikan) Fakultas
Kehutanan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Rorin, L. 2008. Analisis Biaya Penebangan Dengan Chainsaw STHIL 070 Pada
Areal Hutan Jati Rakyat Di desa Lili riattang Kecamatan Amali
Kabupaten Bone. Skripsi Fakultas Kehutan Universitas Hasanuddin,
Makassar. Tidak Dipublikasikan..
Rosa, S., 2006. Analisa Biaya Penyaradan Kayu Pinus dengan Menggunakan
Yarder pada Areal Kerja PT. Global Forestindo Kabupaten Tana
Toraja. Skripsi Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Tidak Dipublikasikan.
Sastrodimedjo. 1979. Eksploitasi Hutan II. Bagian Pertama. Pusat Pendidikan
Kehutanan Cepu.
Sinaga, M., 1988. Akuntansi Biaya, Suatu Pendekatan Manajemen. Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Soeharjo dan Patong, 1973. Sendi-Sendi Pokok Usaha Tani. Departemen Ilmu
Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.Bogor.
Suharjito, D. 2000. Hutan Rakyat di Jawa. Program Penelitian Pengembangan
Kehutanan Masyarakat (P3KM). Bogor:Fakultas Kehutanan IPB.
Supriadi, D. 2002. Pengembangan hutan rakyat di indonesia. Jurnal hutan rakyat
Vol.4 No.1:55-68
Wiradinata, 1989. Manual Biaya Pembalakan. Fakultas Kehutanan IPB.Bogor.
62
Lampiran 1. Identitas Pengusaha Pemanenan Hutan Rakyat di Kecamatan Donri-
Donri Kabupaten Soppeng
No. Nama Pengusaha Kayu Umur
(Tahun) Jumlah Tanggungan
(Orang) Pendidikan
Terakhir 1. H.Abbas 54 7 SMA 2. Tanggong 41 6 SMA
63
Lampiran 2. Identitas Regu Pemanen H. Abbas Hutan Rakyat diKecamatan
Donri-donri Kabupaten Soppeng
No Nama Umur
(tahun) Pendidikan
Pengalaman
Kerja (tahun) Pekerjaan
1 Ullah 51 SMP 11 Mandor
2 Iwan 41 SMA 9 Operator
3 Herman 38 SMP 8 Operator
4 Jamal 40 SD 9 Operator
5 Anto 32 SMP 7 Helper
6 Sanu’ 34 SMP 7 Helper
7 Wawan 31 SMA 6 Helper
8 Fauzi 28 SMP 5 Helper
9 Herun SMP Penyarad
10 Aswar SMA Penyarad
11 Malik SMP Penyarad
12 Pandi SMA Penyarad
13 Faisal SMP Penyarad
14 Hidayat SMP Penyarad
15 Iksan SMA Penyarad
16 Isra 27 SMA 5 Sopir
17 Samsul 25 SMP 4 Kernek
64
Lampiran 3. Identitas Regu Pemanen Tanggong Hutan Rakyat di
Kecamatan Donri- donri Kabupaten Soppeng
No Nama Umur
(tahun) Pendidikan
Pengalaman
Kerja (tahun) Pekerjaan
1 Arman 47 SMP 10 Mandor
2 Kadir 43 SMP 9 Operator
3 Yasin 38 SMA 6 Operator
4 Kahar 38 SD 7 Helper
5 Rahman 42 SMP 7 Helper
6 Ardi 28 SMA 3 Helper
7 Idda’ 30 SMP 5 Helper
8 Marzuki SMP Penyarad
9 Daru’ SMA Penyarad
10 Dedi SD Penyarad
11 Sabang SMP Penyarad
12 Ilham SMA Penyarad
13 Ramli SMP Penyarad
14 Amri SMA Penyarad
15 Hamzah 26 SMP 4 Sopir
16 Usman 25 SMP 4 Kernek
65
Lampiran 4. Peralatan Pemanenan Kayu Hutan Rakyat dari Dua Pengusaha Kayu di Kecamatan Donri-donri Kabupaten Soppeng
NO NAMA
JENIS ALAT CHAINSAW PARANG METERAN
Jumlah (Unit)
Harga (Rp)
Umur Pakai
(Thn) Jumlah (Unit)
Harga (Rp)
Umur Pakai
(Thn) Jumlah (Unit)
Harga (Rp)
Umur
Pakai
(Thn)
1 H.Abbas 2 9.000.000 6
3 35.000 2 2 25.000 1 2 6.950.000 6
2 Tanggong 2 9.150.000 6
3 35.000 2 2 25.000 1 1 7.200.000 6
66
Lampiran 5. Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan 2 pengusaha kayu di Kecamatan Donri-Donri Kabupaten Soppeng
Nama
Pengusaha
URAIAN
PEMELIHARAAN PERBAIKAN
Kikir Rantai Bar Platina Kondensor Bobeng Busi
Harga
(Rp)
Biaya
(Rp/thn)
Harga
(Rp)
Biaya
(Rp/thn)
Harga
(Rp)
Biaya
(Rp/thn)
Harga
(Rp)
Biaya
(Rp/thn)
Harga
(Rp)
Biaya
(Rp/thn)
Harga
(Rp)
Biaya
(Rp/thn)
Harga
(Rp)
Biaya
(Rp/thn)
H.Abbas 15.000 180.000 150.000 1.800.000 410.000 410.000 50.000 100.000 30.000 30.000 60.000 120.000 10.000 60.000 Tanggong 15.000 180.000 150.000 1.800.000 410.000 410.000 50.000 100.000 30.000 30.000 60.000 120.000 10.000 60.000
X4 720.000 X2 3.600.000 X2 820.000 X2 200.000 X2 60.000 X2 240.000 X2 120.000 X3 540.000 X2 3.600.000 X2 820.000 X2 200.000 X2 60.000 X2 240.000 X2 120.000 140.000 1.680.000 400.000 400.000 25.000 25.000 140.000 1.680.000 400.000 400.000 25.000 25.000 X2 3.360.000 X2 800.000 X2 200.000 X2 50.000 X2 240.000 X2 120.000 X1 1.680.000 X1 400.000 X1 100.000 X1 25.000 X1 120.000 X1 60.000 720.000 6.960.000 1.620.000 400.000 110.000 480.000 240.000 540.000 5.280.000 1.220.000 300.000 85.000 360.000 180.000
Jumlah 720.000 9.810.000 Jumlah Total 10.530.000
540.000 7.425.000 7.965.000
Keterangan
Waktu Penggantian :
Untuk Biaya Pemeliharaan
- Kikir : tiap bulan Untuk Biaya Perbaikan
- Rantai : Tiap Bulan
- Bar : TiapTahun
- Platina : Tiap 6 Bulan
- Kondensor : TiapTahun
- Bobeng : Tiap 6 Bulan
- Busi : Tiap 2 Bulan
67
Lampiran 6. Analisis Biaya dari Pengusaha H. Abbas di Kecamatan Donri-
Donri Kabupaten Soppeng
Masa pakai alat (jam/tahun) = 5 jam/hari, 77 hari/bulan, 5 bulan/tahun
= 1925 jam/tahun
A. Biaya Tetap
1. Biaya Penyusutan
a. Chainsaw pendek D = N
RM
= 6
000.695.000.950.6. RpRp
= Rp. 1.042.500/unit/tahun
Biaya penyusutan untuk dua buah chainsaw pendek adalah
= Rp. 1.042.500x 2 buah
= Rp. 2.085.000/tahun = Rp. 1.083,12/jam
= Rp. 3.682,7 /m3
b. Chainsaw panjang D = N
RM
= 6
000.900.000.000.9. RpRp
= Rp. 1.350.000/unit/tahun
Biaya penyusutan untuk dua buah chainsaw panjang adalah
= Rp. 1.350.000 x 2 buah
= Rp. 2.700.000/tahun = Rp. 1.402,6/jam
= Rp. 4.768,97/m3
Total biaya penyusutan chainsaw = Rp. 2.085.000 + Rp. 2.700.000
= Rp. 4.785.000/tahun = Rp. 2.485,71/jam
= Rp. 8.451,67/m3
c. Parang D = PakaiUmur
aH arg
= Tahun
Rp
2
000.35.
= Rp. 17.500/unit
Biaya penyusutan untuk tiga buah parang adalah
= Rp. 17.500 x 3 buah
= Rp. 52.500/tahun = Rp. 27,27/jam
= Rp. 92,73/m3
68
d. Meteran D = PakaiUmur
aH arg
= Tahun
Rp
1
000.25.
= Rp. 25.000
Biaya penyusutan untuk dua buah meteran adalah
= Rp. 25.000 x 2 buah
= Rp. 50.000/tahun = Rp. 25,97/jam
= Rp. 88,31/m3
Total biaya penyusutan = Biaya penyusutan Chainsaw + Parang + Meteran
= Rp. 4.785.000 + Rp. 52.500 + Rp. 50.000
= Rp. 4.887.500/tahun = Rp. 2.538,96/jam
= Rp. 8.632,72/m3
2. Bunga Modal
a. Chainsaw pendek
I = %2
)1()(iR
N
NRM
= %18000.695)6(2
)16()000.695.000.950.6.(
RpRp
= (Rp.3.648.750 + Rp. 695.000) 18%
= Rp. 781.875/unit/tahun
Bunga modal untuk dua buah chainsaw pendek adalah
= Rp. 781.875 x 2
= Rp. 1.563.750/tahun = Rp.812,34/jam = Rp. 2.762,03/m3
b. Chainsaw panjang
I = %2
)1()(iR
N
NRM
= %18000.900)6(2
)16()000.900.000.000.9.(
RpRp
= (Rp.4.725.000 + Rp. 900.000) 18%
= Rp. 1.012.500/unit/tahun
Bunga modal untuk dua buah chainsaw panjang adalah
= Rp. 1.012.500 x 2
= Rp. 2.025.000/tahun = Rp. 1.051,95/jam = Rp. 3.576,73/m3
69
Total Bunga Modal = Rp. 1.563.750 + Rp. 2.025.000
= Rp. 3.588.750/tahun = Rp. 1.864,28/jam = Rp. 6.338,75/m3
Dengan demikian :
Total Biaya Tetap (Bt) = Biaya penyusutan + Bunga Modal
= Rp. 4.887.500 + Rp. 3.588.750 = Rp. 8.476.250/tahun
= Rp. 4.403,25/jam = Rp. 14.971,47 /m3
B. Biaya Tidak Tetap
Jumlah pohon = 1458 batang
Volume Tebangan = 566,16 m³
Lama pemanenan = 77 hari
1. Biaya Tenaga Kerja
a. Mandor sebanyak 1 orang
Upah = Rp. 13.500/m³
Jumlah kubik = 566,16 m³/tahun
BiayaMandor = Rp. 13.500/m³ x 566,16 m³/tahun
= Rp. 7.643.160/tahun = Rp. 13.500/m3
b. Penebang sebanyak 7 orang
Upah = Rp. 35.000/m3
Jumlah pohon = 566,16 m³/tahun
Biaya Tenaga Penebangan = Rp. 35.000/m3 x 566,16 m
3/tahun
= Rp. 19.815.600/tahun = Rp. 35.000/m3
c. Penyarad sebanyak 7 orang
Upah = Rp. 50.000/m3
Jumlah pohon = 566,16 m3/tahun
Biaya Tenaga Penyarad = Rp. 50.000/m3 x 566,16 m
3/tahun
= Rp. 28.308.000/tahun = Rp. 50.000/m3
d. Biaya Uang Makan
Uang makan = Rp. 10.000/orang/hari
Biaya makan = Rp. 10.000,- x 17
= Rp. 170.000,-
Total biaya makan = Rp. 170.000 x 77 hari
= Rp. 13.090.000 = Rp. 23.120,67/m3
e. Biaya Transportasi
Uang transportasi = Rp. 10.000/orang/hari
Upah = Rp. 10.000 x 17
= Rp. 170.000
70
Total biaya transportasi = Rp. 170.000 x 77 hari
= Rp. 13.090.000 = Rp. 23.120,67/m3
Total Biaya Tenaga Kerja = Rp. 7.643.160 + Rp. 19.815.600 + Rp. 28.308.000 +
Rp. 13.090.000 + Rp. 13.090.000
= Rp. 81.946.760/tahun = Rp. 144.741,35/m3
2. Biaya Bahan Bakar
a. Pemakaian Bahan Bakar Campuran
c. Harga Bensin : Rp 4.500,-/liter
d. Harga Oli 2T : Rp 25.000/liter
e. Jumlah Bahan bakar : 482 liter
f. Jumlah Oli 2T : 48,2 liter
Biaya Bahan Bakar :
g. Bensin : Rp 4.500,- x 482 liter = Rp. 2.169.000
h. Oli : Rp 25.000,- x 48,2 liter = Rp. 1.205.000
Total = Rp. 3.374.000/tahun = Rp.
5.959,45/m3
b. Pemakaian Oli Mesin
Biaya oli mesin = 19 liter x Rp 30.000
= Rp 570.000/tahun = Rp. 1.006,78/m3
c. Oli Bekas = 21 liter x Rp. 2.000
= Rp. 42.000/tahun = Rp. 741,84/m3
Total Biaya Bahan Bakar = Biaya Bahan Bakar + Biaya Oli Mesin +
Biaya Oli Bekas
= Rp. 3.374.000 + = Rp 570.000+ Rp. 42.000
= Rp. 3.986.000/tahun = Rp. 7.070,41/m3
3. Biaya Pengangkutan
Pengangkutan merupakan hal yang terpenting dalam kegiatan pemanenan
kayu hutan rakyat.Kayu-kayu yang sudah ditebang, disarad dan kemudian diangkut
untuk dijual menggunakan truk roda enam dengan jarak tempuh 5-15km. Biaya
pengangkutan dihitung berdasarkan trip log jati yang diangkut.
- Volume Tebangan : 566,16 m³
- Biaya sewa : Rp 450.000/trip
- Biaya tampungan truk : 4 m³
Jumlah trip : 566,16 m³ : 4 m³ = 141,54 trip (142 trip)
- Biaya retribusi jalan = Rp. 5.000 x 142
= Rp. 710.000/tahun = Rp. 1.254,06/m3
71
- Biayapengangkutan = Rp. 450.000 x 142trip
= Rp. 63.900.000/tahun = Rp. 112.865,62/m3
- Biaya bahan bakar truk = Rp. 50.000 x 142 trip
= Rp. 7.100.000 = Rp. 12.540,62/m3
- Biaya Muat
Sopir = Rp. 25.000 X 142 = Rp. 3.550.000
= Rp. 6.270,31/m3
Kernek = Rp. 25.000 x 142 = Rp. 3.550.000
= Rp. 6.270,31/m3
Total biaya muat = Rp. 3.550.000 + Rp. 3.550.000
= Rp. 7.100.000 = Rp. 12.540,62/m3
- Biaya Bongkar
Sopir = Rp. 25.000 X 142 = Rp. 3.550.000
= Rp. 6.270,31/m3
Kernek = Rp. 25.000 x 142 = Rp. 3.550.000
= Rp. 6.270,31/m3
Total biaya bongkar = Rp. 3.550.000 + Rp. 3.550.000
= Rp. 7.100.000 = Rp. 12.540,62/m3
Total biaya pengangkutan = Rp. 710.000 + Rp. 63.900.000 + 7.100.000 +
Rp. 7.100.000 + Rp. 7.100.000
= Rp. 85.910.000/tahun = Rp. 151.741,56/m3
4. Biaya Penatausahaan Hasil Hutan
Biaya penatausahaan hasil hutan yaitu retribusi yang harus dikeluarkan oleh
pengusaha kayu berupa Donasi Hasil Hutan Kayu berdasarkan Surat Keterangan dari
Dinas Kehutanan sebesar Rp 25.000,-/m³, dan surat izin berupa pembiayaan di
lapangan sebesar Rp 7.500.000,-/izin/panen, serta biaya kontribusi yang harus
dibayar kekantor Lembang sebesar Rp 5000,-/m³.
Donasi Hasil Hutan Kayu = Rp. 25.000,-/m³ x 566,16 m³
= Rp. 14.154.000/tahun = Rp. 25.000/m3
Surat izin = Rp. 7.500.000 x 5
= Rp. 37.500.000/tahun = Rp. 66.235,69/m3
Biaya kontribusi = Rp. 5000,-/m³ x 566,16 m³
= Rp. 2.830.800/tahun = Rp. 5.000/m3
Total Biaya Penatausahaan Hasil Hutan adalah = Rp. 14.154.000 + Rp. 37.500.000 +
Rp. 2.830.800
= Rp 54.484.800/tahun
= Rp. 96.235,69/m3
72
5. Biaya Pembelian Pohon Berdiri
- Harga pohon berdiri berdiameter ˃30cm : Rp. 200.000,-/pohon
- Pohon berdiri yang dibeli : 1458 pohon
Besarnya biaya pembelian pohon berdiri = Rp. 200.000 x 1458 pohon
= Rp. 291.600.000/tahun
= Rp.515.048,75/m3
Dengan demikian :
Total Biaya Tidak Tetap = Biaya Tenaga Kerja+ Biaya Bahan Bakar + Biaya
Pengangkutan + Biaya Penatausahaan Hasil Hutan +
Biaya Pembelian Pohon Berdiri
= Rp. 81.946.760 + Rp. 3.986.000 + Rp. 85.910.000 +
Rp 54.484.800 + Rp. 291.600.000 + 10.530.000
= Rp. 528.457.560/tahun
= Rp. 933.406,74/m3
C. Biaya Total
Biaya total adalah = Biaya Tetap + Biaya Tidak Tetap
= Rp. 8.476.250 + Rp. 528.457.560
= Rp. 536.933.810/tahun = Rp. 948.378,21/m3
D. Penerimaan (Pendapatan Kotor)
Perhitungan penerimaan (pendapatan kotor) oleh pengusaha H.Abbas yang
menjual log jati sebanyak 566,16 m³ adalah :
Penerimaan :
Diameter 15-19cm = 89,2 m³ x Rp. 1.700.000
= Rp. 151.640.000
Diameter 20-24cm = 168,43 m³ x Rp. 2.000.000
= Rp. 336.860.000
Diameter 25-30cm = 63,5 m³ x Rp. 2.300.000
= Rp. 146.050.000
Diameter 31-35cm = 103,96 m³ x Rp. 2.500.000
= Rp. 259.900.000
Diameter 36-40cm = 91,27 m³ x Rp. 3.000.000
= Rp. 273.810.000
Diameter 41-45cm = 49,8 m³ x Rp. 3.500.000
= Rp. 174.300.000
73
Total penerimaan (pendapatan kotor) = Rp. 151.640.000 + Rp. 336.860.000 + Rp.
146.050.000 + Rp. 259.900.000 + Rp.
273.810.000+ Rp. 174.300.000
= Rp. 1.342.560.000/tahun
= Rp. 2.371.343,79/m3
E. Pendapatan Bersih
Perhitungan pendapatan bersih oleh pengusaha H.Abbas yang menjual log jati
sebanyak 245,03 m³ adalah :
Biaya Total : Rp. 536.933.810/tahun
Penerimaan : Rp. 1.342.560.000
PendapatanBersih = Penerimaan-Biaya Total
= Rp. 1.342.560.000 - Rp. 536.933.810
= Rp. 805.626.190/tahun = Rp. 1.422.965,57/m3
74
Lampiran 7. Analisis Biaya dari Pengusaha Tanggong di Kecamatan Donri-
Donri Kabupaten Soppeng
Masa pakai alat (jam/tahun) = 5 jam/hari, 83 hari/bulan, 5 bulan/tahun
= 2075 jam/tahun
A. Biaya Tetap
1. Biaya Penyusutan
a. Chainsaw pendek D = N
RM
= 6
000.720.000.200.7. RpRp
= Rp. 1.080.000/unit/tahun
= Rp. 520,48/jam = Rp.1.665,58 /m3
b. Chainsaw panjang D = N
RM
= 6
000.915.000.150.9. RpRp
= Rp. 1.372.500/unit/tahun
- Biaya penyusutan untuk dua buah chainsaw panjang adalah
= Rp. 1.372.500x 2 buah
= Rp. 2.745.000/tahun
= Rp. 1.322.89/jam
= Rp. 4.233,37/m3
Total biaya penyusutan chainsaw = Rp. 1.080.000+ Rp. 2.745.000
= Rp. 3.825.000/tahun = Rp. 1.843,37/jam
= Rp. 5.898,85/m3
c. Parang D = PakaiUmur
aH arg
= Tahun
Rp
2
000.35.
= Rp. 17.500/unit/tahun
Biaya penyusutan untuk tiga buah parang adalah
= Rp. 17.500 x 3 buah
= Rp. 52.500/tahun = Rp. 25,3/jam
= Rp. 80,96/m3
d. Meteran D = PakaiUmur
aH arg
75
= Tahun
Rp
1
000.25.
= Rp. 25.000/unit/tahun
Biaya penyusutan untuk dua buah meteran adalah
= Rp. 25.000 x 2 buah
= Rp. 50.000/tahun = Rp. 24,1/jam
= Rp. 77,11/m3
Total biaya penyusutan = Biaya penyusutan Chainsaw + Parang
+ Meteran
= Rp. 3.825.000+ Rp. 52.500 + Rp. 50.000
= Rp. 3.927.500/tahun = Rp. 1.892,77/jam
= Rp. 6.057,03/m3
1. Bunga Modal
a. Chainsaw pendek
I =
%2
)1()(iR
N
NRM
=
%18000.720)6(2
)16()000.720.000.200.7.(
RpRp
= (Rp.3780000 + Rp. 720.000) 18%
= Rp. 810.000/unit/tahun
= Rp. 390,36/jam = Rp. 1.249,19/m3
b. Chainsaw panjang
I =
%2
)1()(iR
N
NRM
=
%18000.915)6(2
)16()000.915.000.150.9.(
RpRp
= (Rp.4.803.750 + Rp. 915.000) 18%
= Rp. 1.029.375/unit/tahun
Bunga modal untuk dua buah chainsaw panjang adalah
= Rp. 1.029.375x 2
= Rp. 2.058.750/tahun
= Rp. 992,17/jam = Rp. 3.175,02/m3
Total Bunga Modal = Rp. 810.000+ Rp. 2.058.750
= Rp.2.868.750/tahun = Rp. 1.382,53/jam = Rp. 4.424,21/m3
76
Dengan demikian :
Total Biaya Tetap (Bt) = Biayapenyusutan + Bunga Modal
= Rp. 3.927.500+ Rp. 2.868.750
= Rp. 6.796.250/tahun = Rp. 3.275,3/jam
= Rp. 10.481,25/m3
B. Biaya Tidak Tetap
Jumlah pohon = 1570 batang
Volume Tebangan = 648,42 m³
Lama pemanenan = 83 hari
2. Biaya Tenaga Kerja
a. Mandor sebanyak 1 orang
Upah = Rp. 15.000/m³
Jumlah kubik = 648,42 m³ ³/tahun
BiayaMandor = Rp. 15.000/m³ x 648,42 m³ tahun
= Rp. 9.726.300/tahun = Rp. 15.000/m3
b. Penebang sebanyak 6 orang
Upah = Rp. 40.000/m3
Jumlah pohon = 648,42 m³ /tahun
BiayaTenaga Penebangan = Rp. 40.000/m3x 648,42 m³ /tahun
= Rp. 25.936.800/tahun = Rp. 40.000/m3
c. Penyarad sebanyak 7 orang
Upah = Rp. 50.000/m3
Jumlah pohon = 648,42 m³ /tahun
Biaya Tenaga Penyarad = Rp. 50.000/m3x 648,42 m³ /tahun
= Rp. 32.421.000/tahun
= Rp. 50.000/m3
d. Biaya Uang Makan
Uang makan = Rp. 10.000/orang/hari
Biaya makan = Rp. 10.000,- x 16
= Rp. 160.000,-
Total biaya makan = Rp. 160.000 x 83 hari
= Rp. 13.280.000 = Rp.20.480,55/m3
e. Biaya Transportasi
Uang transportasi = Rp. 10.000/orang/hari
Upah = Rp. 10.000 x 16
= Rp. 160.000
Total biaya transportasi = Rp. 160.000 x 83 hari
77
= Rp. 13.280.000 = Rp.20.480,55/m3
Total Biaya Tenaga Kerja = Rp. 9.726.300 + Rp. 25.936.800 +
Rp. 32.421.000+ Rp.13.280.000 + Rp. 13.280.000
= Rp. 94.644.100/tahun = Rp. 145.961,1/m3
3. Biaya Bahan Bakar
a. Pemakaian Bahan Bakar Campuran
HargaBensin : Rp 4.500,-/liter
Harga Oli 2T : Rp 25.000/liter
Jumlah Bahan bakar : 517 liter
Jumlah Oli 2T : 51,7 liter
Biaya Bahan Bakar :
Bensin : Rp 4.500,- x 517 liter = Rp. 2.326.500
Oli : Rp 25.000,- x 51,7 liter = Rp. 1.292.500
Total = Rp. 3.619.000/tahun
= Rp. 5.581,26/m3
b. Pemakaian Oli Mesin
Biaya oli mesin = 21 liter x Rp 30.000
= Rp 630.000/tahun = Rp. 971,59/m3
c. Oli Bekas = 23 liter x Rp. 2.000
= Rp. 46.000/tahun = Rp. 70,94/m3
Total Biaya Bahan Bakar = Biaya Bahan Bakar + Biaya Oli Mesin +
Biaya Oli Bekas
= Rp. 3.619.000 + Rp 630.000+ Rp. 46.000
= Rp. 4.295.000/tahun = Rp. 6.623,79/m3
4. Biaya Pengangkutan
Pengangkutan merupakan hal yang terpenting dalam kegiatan pemanenan
kayu hutan rakyat.Kayu-kayu yang sudah ditebang, disarad dan kemudian diangkut
untuk dijual menggunakan truk roda enam dengan jarak tempuh 5-15km. Biaya
pengangkutan dihitung berdasarkan trip log jati yang diangkut.
- Volume Tebangan : 648,42m³
- Biaya sewa : Rp 450.000/trip
- Biaya tampungan truk : 4 m³
Jumlah trip : 648,42m³ : 4 m³ = 161,1 trip (162 trip)
- Biaya retribusi jalan = Rp. 5.000 x 162
= Rp. 810.000/tahun = Rp. 1.249,19/m3
- Biaya pengangkutan = Rp. 450.000 x 162trip
= Rp. 72.900.000/tahun
= Rp. 112.427,13/m3
78
- Biaya bahan bakar truk = Rp. 50.000 x 62 trip
= Rp. 8.100.000/tahun = Rp. 12.491,9/m3
- Biaya Muat
Sopir = Rp. 25.000 X 162 = Rp. 4.050.000/tahun
= Rp. 6.245,95/m3
Kernek = Rp. 25.000 x 62 = Rp. 4.050.000/tahun
= Rp. 6.245,95/m3
Total biaya muat = Rp. 4.050.000 + Rp. 4.050.000
= Rp. 8.100.000/tahun = Rp. 12.491,9/m3
- Biaya Bongkar
Sopir = Rp. 25.000 X 162 = Rp. 4.050.000/tahun
= Rp. 6.245,95/m3
Kernek = Rp. 25.000 x 162 = Rp. 4.050.000/tahun
= Rp. 6.245,95/m3
Total biaya bongkar = Rp. 4.050.000+ Rp. 4.050.000
= Rp. 8.100.000 = Rp. 12.491,9/m3
Total biaya pengangkutan = Rp. 810.000 + Rp. 72.900.000 + 8.100.000
+ Rp. 8.100.000 + Rp. 8.100.000
= Rp. 98.010.000/tahun
= Rp. 151.152,03/m3
6. Biaya Penatausahaan Hasil Hutan
Biaya penatausahaan hasil hutan yaitu retribusi yang harus dikeluarkan oleh
pengusaha kayu berupa Donasi Hasil Hutan Kayu berdasarkan Surat Keterangan dari
Dinas Kehutanan sebesar Rp 25.000,-/m³, dan surat izin berupa pembiayaan di
lapangan sebesar Rp 7.500.000,-/izin/panen, serta biaya kontribusi yang harus
dibayar kekantor Lembang sebesar Rp 5000,-/m³.
Donasi Hasil Hutan Kayu = Rp. 25.000,-/m³ x 648,42 m³
= Rp. 16.210.500/tahun = Rp. 25.000/m3
Surat izin = Rp. 7.500.000 x 5
= Rp. 37.500.000/tahun
Biaya kontribusi = Rp. 5000,-/m³ x 648,42 m³
= Rp. 3.242.100/tahun = Rp. 5.000/m3
Total Biaya Penatausahaan Hasil Hutan = Rp. 16.210.500 + Rp. 37.500.000 +
Rp. 3.242.100
= Rp 56.952.600/tahun
= Rp. 87.832,89/m3
79
7. Biaya Pembelian Pohon Berdiri
- Harga pohon berdiri berdiameter ˃30cm : Rp. 200.000,-/pohon
- Pohon berdiri yang dibeli : 1570 pohon
Besarnya biaya pembelian pohon berdiri = Rp. 200.000 x 1570 pohon
= Rp. 314.000.000/tahun
= Rp. 484,254,03/m3
Dengandemikian :
Total Biaya Tidak Tetap = Biaya Tenaga Kerja+ Biaya Bahan Bakar +
Biaya Pengangkutan + Biaya Penatausahaan
Hasil Hutan + Biaya Pembelian Pohon Berdiri
= Rp. 94.644.100+ Rp. 4.295.000 +
Rp. 98.010.000+ Rp. 56.952.600 +
Rp. 314.000.000 + Rp.7.965.000
= Rp. 575.866.670/tahun = Rp. 888.107,51/m3
C. Biaya Total
Biaya total adalah = Biaya Tetap + Biaya Tidak Tetap
= Rp. 6.796.250 + Rp. 575.866.670
= Rp. 582.662.920/tahun = Rp. 898.588,75/m3
D. Penerimaan
Perhitungan penerimaan (pendapatan kotor) oleh pengusaha H.Abbas yang
menjual log jati sebanyak 648,42 m³ adalah :
Penerimaan :
Diameter 15-19cm = 103,28 m³ x Rp. 1.700.000
= Rp. 175.576.000
Diameter 20-24cm = 187,6 m³ x Rp. 2.000.000
= Rp. 375.200.000
Diameter 25-30cm = 71,36 m³ x Rp. 2.300.000
= Rp. 164.128.000
Diameter 31-35cm = 97,46 m³ x Rp. 2.500.000
= Rp. 243.650.000
Diameter 36-40cm = 118,74 m³ x Rp. 3.000.000
= Rp. 356.220.000
Diameter 41-45cm = 68,53 m³ x Rp. 3.500.000
= Rp. 239.855.000
Diameter 46-50cm = 1,45 m³ x Rp. 4.000.000
= Rp. 5.800.000
80
Total penerimaan (pendapatan kotor) = Rp. 175.576.000 + Rp. 375.200.000+ Rp.
164.128.000+ Rp. 243.650.000+ Rp.
356.220.000+ Rp. 239.855.000+ Rp.
5.800.000
= Rp. 1.560.429.000/tahun
= Rp. 2.406.509,7/m3
E. Pendapatan Bersih
Perhitungan pendapatan bersih oleh pengusaha H.Abbas yang menjual log jati
sebanyak 648,42 m³ adalah :
Biaya Total : Rp. 579.420.850
Penerimaan : Rp. 1.560.429.000
Pendapatan Bersih = Penerimaan-Biaya Total
= Rp. 1.560.429.000 – Rp. 582.662.920
= Rp. 977.767.080/tahun = Rp. 1.507.922,5/m3