irigasi juli

download irigasi juli

of 63

Transcript of irigasi juli

BAB I PENDAHULUAN

1.1. UMUM Sebagai salah satu sumber daya alam, air perlu dimanfaatkan sedemikian rupa sesuai dengan pemanfaatannya untuk kebutuhan dan pengaturannya sehingga dapat memberi kesejahteraan bagi manusia. Bertitik tolak dari pemanfaatan air seperti tersebut di atas salah satu program pemerintah yang sedang giat dilaksanakan adalah usaha meningkatkan hasil produksi pertanian guna mempertahankan swasembada pangan. Untuk pembangunan pada sektor pertanian, Sub Sektor Pengairan melaksanakan program intensifikasi dan ekstensifikasi pada Daerah Irigasi. Intensifikasi Daerah Irigasi, dengan mengadakan rehabilitasi Jaringan Irigasi yang sudah ada secara menyeluruh. Ekstensifikasi Daerah Irigasi, dengan membuka lahan-lahan pertanian baru dan membangun Jaringan Irigasi yang baru pula secara lengkap dan teknis. 1.2. LATAR BELAKANG Dalam perencanaan bendung tentunya ada latar belakang masalah sehingga kita mempunyai alternatif untuk membangun bendung. Alternatif yang melatar belakanginya nilai dari keadaan debit pada daerah yang akan dibendung, tujuan, biaya, dan lain-lain. Dalam masalah debit, akan dibangun suatu bendung bila debit pada sungai yang akan kita bendung tersebut mencukupi dari yang kita butuhkan tetapi ketinggian dari muka airnya kurang. Perlunya pembendungan itu dikarenakan lahan yang akan kita airi mempunyai elevasi yang lebih tinggi dari muka air yang akan kita bendung. 1.3. TUJUAN PERENCANAAN Tujuan dari perencanaan bendung ini adalah sebagai berikut : - Untuk menampung dan menaikkan muka air sungai sehingga areal irigasi yang direncanakan akan dapat terlayani air irigasinya. - Untuk dapat meningkatkan intensitas tanam pertahun dengan harapan produksi pertanian meningkat sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat khususnya pada Daerah Irigasi tersebut.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. JARINGAN IRIGASI 2.1.1. Umum Jaringan irigasi adalah saluran dan bangunan yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, pembagian, pengambilan, pemberian dan penggunaannya. Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran aliran dan lengkapnya fasilitas, jaringan irigasi dapat dibedakan kedalam tiga tingkatan, yaitu: 1. Sederhana 2. Semi Teknis 3. Teknis Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya empat unsur fungsional pokok, yaitu: Bangunan-bangunan utama dimana air diambil dari sumbernya, umumnya sungai atau waduk, Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan aliran air irigasi ke petak-petak tersier, Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan kolektif. Air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan kesawah-sawah dan kelebihan air ditampung didalam sistem pembuangan didalam petak tersier, Sistem pembuang yang ada diluar daerah irigasi untuk membuang kelebihan air lebih kesungai atau saluran-saluran alamiah. 2.1.2. Perhitungan Luasan Daerah Irigasi Pada perencanaan jaringan irigasi, hal pertama yang harus dilakukan adalah perhitungan luas daerah irigasi. Perhitungan luas daerah irigasi dapat dilakukan dengan menggunakan alat Planimeter atau dapat juga dilakukan secara manual dengan metode pendekatan. Untuk memulai perhitungan, kita harus memperhatikan penggunaan skala pada peta rencana karena apabila terjadi kesalahan dalam penafsiran besaran skala yang digunakan dapat berakibat fatal pada proses perencanaan yang akan kita laksanakan.

2.1.3. Saluran Irigasi A. Saluran Primer Saluran primer dibuat dengan mengikuti arah garis trase dimulai dari bangunan penyadap. Apabila tingkat sedimentasi pada daerah intake terbilang cukup tinggi, pada bagian pertama dibangun kantong lumpur (sand trap) kemudian bangunan penguras yang bercabang dengan bangunan pengambilan. Dalam pembuatan saluran primer perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: Panjang saluran diusahakan tidak berlebihan, Mempertimbangkan banyaknya galian dan timbunan yang menyebabkan banyaknya kehilangan air, Dimensi saluran primer ditentukan berdasarkan banyaknya air yang dibutuhkan untuk seluruh areal irigasi. B. Saluran Sekunder Untuk memungkinkan mengairi daerah dari kedua sisi saluran, maka saluran sekunder dibuat menyilang tegak lurus garis trase dan diletakkan pada punggung topografi. Saluran sekunder dibuat dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Bentuk petak tersier dan jenis pengairannya, saluran sekunder merupakan batas petak tersier. Menghindari/ memperkecil perpotongan saluran sekunder dengan jalan raya, kereta api, desa dan sebagainya. Jika tidak memungkinkan, perpotongan dibuat tegak lurus untuk mempermudah pelaksanaan. Bangunan pembagi dan bangunan pelengkap dijadikan satu untuk memudahkan operasi dan penghematan biaya pembangunannya. Beda elevasi diusahakan seminimal mungkin.

2.1.4. Syarat dan Susunan Petak Pengairan Untuk keperluan pengairan maka daerah atau areal pertanian terbagi atas petak-petak dengan susunan sebagai berikut: A. Petak Primer Petak primer adalah petak yang dialiri oleh saluran primer, petak ini dibagi menjadi beberapa daerah petak yang lebih kecil yang dinamakan petak sekunder.

B. Petak Sekunder Petak sekunder adalah petak yang dialiri oleh saluran sekunder. Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder. Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda-tanda topografi yang jelas, seperti saluran pembuang. Luas petak sekunder bisa berbeda-beda, tergantung pada situasi daerah. C. Petak tersier Petak tersier adalah bagian dari petak sekunder yang dialiri oleh saluran tersier. Setiap bidang tanah harus dapat menerima air dengan sebaik-baiknya, maka perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Luas petak sedapat mungkin seragam, Pemberian air untuk suatu petak tersier harus melalui satu tempat yang dapat diukur dan diatur dengan baik, Batas-batas petak tersier harus jelas tegas dan jelas, Semua sawah dalam petak tersier harus dapat menerima air dari tempat pemberian air, Petak tersier diharapkan merupakan satu kesatuan yang dimiliki satu desa saja, Air kelebihan yang tidak berguna harus dapat dibuang dengan baik melalui saluran drainase yang terpisah dengan saluran pemberi, Batas-batas petak tersier diusahakan menggunakan batas alam.

2.1.5. Bangunan pada Sistem Pemberi Bangunan pada sistem pemberi dapat dibedakan menjadi: A. Bangunan Utama Bangunan yang berfungsi menyadap air dari sumbernya, seperti: bangunan intake di waduk atau bendung, bangunan pemasukan bebas ( free intake ), rumah pompa, dll. B. Bangunan Bagi dan Sadap Bangunan yang berfungsi mengatur pemberian dan penyadapan air, seperti: bangunan bagi, bangunan sadap. Bangunan bagi terletak di saluran primer dan sekunder pada suatu titik cabang dan berfungsi untuk membagi aliran antara dua saluran atau lebih. Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder ke saluran tersier penerima.

-

Boks-boks bagi di saluran tersier membagi aliran untuk dua saluran atau lebih

C. Bangunan Pematah Energi Bangunan yang mematahkan energi aliran, seperti: bangunan terjun, got miring. Bangunan terjun bisa memiliki terjun tegak atau terjun miring Got miring dibuat apabila trase saluran melewati ruas medan dengan kemiringan yang tajam dengan jumlah perbedaan tinggi energi yang besar. Got miring berupa potongan saluran yang diberi pasangan dengan aliran super kritis dan biasanya mengikuti kemiringan medan alamiah. D. Bangunan Silang Bangunan dengan fungsi menyebrangkan aliran dari satu sisi kesisi lainnya, seperti: talang, siphon, gorong-gorong, terowongan. Talang digunakan untuk mengalirkan air irigasi lewat diatas saluran lainnya, saluran pembuang alamiah atau cekungan dan lembah-lembah. Siphon dipakai untuk mengalirkan air irigasi dengan menggunakan gravitasi di bawah saluran pembuang, cekungan, anak sungai, siphon juga digunakan untuk melewatkan air dibawah jalan , jalan kereta api atau bangunan-bangunan yang lain. Terowongan dibangun apabila keadaan ekonomi atau anggaran memungkinkan untuk saluran tertutup guna mengalirkan air melewati bukit-bukit dan medan yang tinggi. E. Bangunan Pengaman Bangunan dengan fungsi mengamankan sistem pemberi, seperti: pelimpah, pelindung tebing, tangga cuci, penguras (waste way), saluran pembuang samping, dll. F. Bangunan Eksploitasi Diperlukan sebagai bangunan untuk eksploitasi seperti: jembatan, sistem komunikasi, gudang, dll.

2.1.6. Pembagian Air Secara Rotasi Pembagian air secara rotasi dilaksanakan apabila debit yang tersedia tidak dapat mencukupi untuk mengairi daerah irigasi yang tersedia. Pembagian air secara rotasi dilakukan untuk penghematan air irigasi, namun diperlukan saluran dengan dimensi lebih besar dan menuntut kedisiplinan petani dalam memenuhi waktu pemberian air. Macam-macam pola giliran, antara lain: a. Giliran bebas b. Giliran jam- jaman c. Giliran dalam petak d. Giliran antar petak e. Giliran siang malam Pembagian petak tersier sehubungan dengan pembagian air secara giliran tergantung luas dan topografi dari petak tersier yang didesain. Umumnya dibagi menjadi dua, tiga dan empat blok rotasi, yang masing-masing blok rotasi terdiri dari satu petak kwarter atau lebih. Dalam satu petak tersier agar diusahakan luas masing-masing blok rotasi hampir sama sehingga debit yang timbul untuk masing-masing cara pemberian air dapat hampir pula. Dengan demikian, maka penentuan dimensi saluran dan bangunan- bangunan menjadi lebih mudah dan sederhana. 2.1.7. Perencanaan Dimensi Saluran 2.1.7.1. Kapasitas Rencana Debit rencana sebuah saluran dihitung dengan rumus umum berikut: Q = c*NFR* A dimana : Q c = debit rencana = koefisien (c = 1) NFR = kebutuhan air bersih A e (l/dt/ha) = luas daerah yang diairi (ha) = efisiensi irigasi secara keseluruhan (l/dt) karena adanya sistem golongan pengurangan

Jika air yang dialirkan oleh jaringan saluran juga untuk keperluan selain irigasi, maka debit rencana harus ditambah dengan jumlah yang dibutuhkan untuk keperluan itu, dengan memperhitungkan efisiensi pengaliran. 2.1.7.2. Efisiensi Untuk tujuan-tujuan perencanaan dianggap bahwa seperempat sampai sepertiga dari jumlah air yang diambil akan hilang sebelum air itu sampai di sawah. Kehilangan ini disebabkan oleh kegiatan eksploitasi, evaporasi dan perembesan. Kehilangan akibat perembesan dan evaporasi umumnya kecil saja jika dibandingkan dengan jumlah kehilangan akibat kegiatan eksploitasi. Perhitungan rembesan hanya dilakukan apabila kelulusan tanah cukup tinggi. Pada umumnya kehilangan air di jaringan irigasi dapat dibagi-bagi, sebagai berikut : 15-22,5% di petak tersier antara bangunan sadap tersier dan sawah 7,5-12,5% di saluran sekunder 7,5-12,5 % di saluran utama Untuk memperoleh jumlah air yang dibutuhkan di bangunan pengambilan dari sungai, maka kebutuhan bersih air di sawah (NFR) harus dibagi efisiensi (e). 2.1.8. Rumus dan Kriteria Hidrolis 2.1.8.1. Rumus Aliran Untuk perencanaan ruas, aliran saluran dianggap sebagai aliran tetap dan untuk itu diterapakan rumus Strickler. V = k*R *I R=A P

A = ( b + m*h)*h P = b + 2h dimana : Q = debit saluran v = kecepatan aliran A = luas penampang P = keliling basah (l/dt) (m/dt) (m2) (m)

R = jari-jari hidrolis b h I k = lebar dasar = tinggi air = kemiringan saluran

(m) (m) (m)

= koefisien kekasaran Strickler (m /dt)

m = kemiringan talud 2.2. BENDUNG Bendung adalah merupakan salah satu dari apa yang disebut diversion head work, yaitu bangunan utama dalam suatu jaringan irigasi yang berfungsi untuk menyadap air dari sungai sebagai sumber airnya. Fungsi utamanya adalah : - Menaikkan elevasi air sehingga daerah yang diairi dapat terjangkau, - Memasukkan air dari sungai ke saluran melalui intake, - Mengontrol sedimen yang masuk ke saluran, - Mengurangi fluktuasi sungai, - Menyimpan air dalam waktu singkat. Dengan adanya bendung, air di bagian hulu akan lebih tinggi dibandingkan di bagian hilir, sehingga memungkinkan air masuk ke saluran melalui intake dan sebagian lagi air tersebut diteruskan mengalir melewati tubuh bendung menuju ke hilir. Rusaknya bendung dapat mengakibatkan berkurangnya air yang dapat diambil dari suatu sungai dan mengakibatkan daerah irigasi tidak dapat diairi, disamping itu juga apabila runtuh maka tidak akan ada yang dapat menahan aliran air dan akan mengakibatkan banjir yang lebih besar di bagian hilir. Kriteria pemilihan bendung yang cocok dipengaruhi antara lain : - Sungai, - Elevasi yang diperlukan untuk irigasi, - Topografi pada lokasi yang akan direncanakan, - Kondisi geologi teknik pada lokasi,

2.2.1. Klasifikasi Bendung Bendung ditempatkan melintang di sungai guna mengatur aliran air sungai yang melalui bendung tersebut. A. Klasifikasi Berdasarkan Fungsi 1. Bendung Pembagi Banjir Bendung semacam ini didirikan pada percabangan sungai untuk mengatur muka air sehingga terjadi pemisahan antara debit banjir dan debit rendah sesuai dengan kapasitas yang telah ditetapkan sebelumnya. 2. Bendung Penahan Air Pasang Bendung ini dibangun di bagian sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut untuk mencegah masuknya air asin dan untuk menjamin agar aliran air sungai tetap dalam keadaan normal. 3. Bendung Penyadap Bendung ini digunakan untuk mengatur muka air didalam sungai guna memudahkan penyadapan airnya untuk keperluan air minum, air perkotaan, irigasi, dan pembangkit tenaga listrik. 4. Bendung Listrik Terdapat pula beberapa tipe khusus, antara lain bendung untuk mengatur muka air debit sungai dan mengatur resim hidrologi sungai. Bendung yang berfungsi sebagai ambang untuk mencegah turunnya dasar sungai yang biasanya dibangun suatu saluran pembuangan, saluran banjir atau sudetan, bendung untuk menjaga air sungai pada kedalaman tertentu yang diperlukan bagi lalu lintas sungai dan bendung serbaguna mempunyai beberapa fungsi. B. Klasifikasi Berdasarkan Tipe Konstruksi 1. Bendungan Tetap Bendung ini terdiri dari sebuah puncak pelimpah yang permanen, bendung ini tidak dapat digunakan untuk mengatur tinggi dan debit air sungai. Dibangun di bagian hulu sungai dengan kemiringan dasar sungai yang besar tidak terjadi pengendapan. 2. Bendung Gerak Bendung ini dapat digunakan untuk mengatur tinggi dan debit banjir air sungai dengan pembukaan pintu-pintu yang terdapat pada bendung tersebut.

2.2.3. Bagian-bagian Bendung Bagian-bagian bendung terdiri dari, sebagai berikut : A. Tubuh Bendung Bagian yang selalu/boleh dilewati air baik normal maupun banjir. Gunanya untuk menahan aliran air sungai dan menaikkan muka air sungai agar dapat masuk ke saluran. B. Bangunan Pembilas Berfungsi untuk mencegah masuknya bahan sedimen kasar ke dalam jaringan irigasi. Pembilas dapat direncanakan sebagai berikut : a. Pembilas pada tubuh bendung dekat pengambilanb.

Pembilas bawah (Undersluice)

c. Shund Undersluiced.

Pembilas bawah type box Lantai pembilas merupakan tempat mengendapnya bahan-bahan kasar di

depan pembilas. Sedimen yang terkumpul dapat dibilas dengan jalan membuka pintu pembilas secara berkala guna menciptakan aliran terkonsentrasi tepat di depan pengambilan. Beberapa pedoman untuk menentukan panjang pembilas : Panjang pembilas ditambah tebal pilar pembagi sebaiknya sama dengan 1/6-1/10 dari panjang bendung (jarak antara pangkal-pangkalnya) untuk panjang sungai kurang dari 100 m. Panjang pembilas dapat diambil 60% dari panjang total pengambilan termasuk pilar-pilarnya. Keuntungan : - Ikut mengatur kapasitas bendung, karena air dapat mengalir melalui pintu-pintu yang tertutup selama banjir. - Pembuangan benda-benda terapung lebih mudah, khususnya bila pintu dibuat dalam dua bagian dan bagian atas dapat diturunkan.

Kelemahannya : - Sedimen akan terangkut ke pembilas selama banjir, apabila sungai mengangkut banyak bongkah. Bongkah-bongkah ini dapat menumpuk di depan pembilas dan sulit disingkirkan. - Benda-benda hanyut dapat merusak pintu. - Karena debit sungai mengalir melalui pintu pembilas dengan demikian kecepatan menjadi lebih tinggi dan lebih banyak membawa sedimen.

C. Bangunan Pengelak Bangunan pengelak adalah bagian dari bangunan utama yang benarbenar dibangun di dalam air. Bangunan ini diperlukan untuk memungkinkan dibelokkannya air sungai ke jaringan irigasi, dengan jalan menaikkan muka air di sungai atau dengan memperpanjang pengambilan di dasar sungai seperti pada tipe bendungan saringan bawah. Bila bangunan tersebut juga akan dipakai untuk mengatur elevasi air di sungai, maka ada 2 (dua) tipe yang digunakan yaitu bendungan pelimpah dan bendung gerak. D. Kolam Olak (Peredam Energi) Kolam Olak/ Peredam Energi berfungsi untuk meredam energi yang ada pada downstream. E. Peil Schall Berfungsi untuk mengetahui debit air yang ada dan juga untuk mengetahui debit pendistribusian air irigasi. F. Pintu Air1.

Pintu Pengambilan (Intake) Dibangun untuk dapat mengatur banyak air yang masuk ke saluran

sesuai dengan yang diperlukan dan menjaga agar banjir tidak masuk ke saluran. Dimensi pintu pengambilan ditentukan berdasarkan debit maksimum yang akan dialirkan.2.

Pintu Penguras (Scouring Sluice) Pintu penguras dibangun sesuai terusan dari tubuh bendung terdekat

pada upstream ambang pengambilan. Tingginya dibuat sama dengan tinggi bendung sehingga dapat melewati air banjir.

2.2.4.

Penelitian dan Pemilihan Bendung 2.2.4.1. Penelitian yang dibutuhkan Dalam rangka desain bendung dilakukan penelitian untuk mengumpulkan data dasar selengkapnya, sehingga dapat diketahui kondisi lokasi tempat kedudukan. Beberapa faktor yang menentukan dalam pemilihan lokasi bendung antara lain: 1. Sungai Ada beberapa karakteristik sungai yang diperlukan selama perencanaan antara lain: kemiringan sungai (dasar sungai), bahanbahan dasar dan morfologi.-

Kemiringan sungai dan bahan dasar sungai bias Morfologi Sungai. Dalam keadaan aslinya, hanya sedikit saja sungai yang lurus

bervariasi dari sangat curam sampai hampir datar, di dekat laut,-

sampai jarak jauh. Bahkan pada ruas lurus mungkin terdapat pasir, kerikil, atau bongkahan batu. Kecenderungan alamiah suatu sungai yang mengalir melalui daerah-daerah endapan alluvial adalah terjadinya meandering atau anyaman tergantung apakah berbentuk alur tunggal, atau beberapa alur kecil. Bahkan pada ruas yang berbeda dapat berbentuk meander atau anyaman. Biasanya terdapat panjang tertentu di suatu tempat sepanjang sungai yang merupakan batas meander. Besarnya batas meander ini merupakan data penting bagi perencanaan tangguk banjir di sepanjang sungai. Untuk perencanaan bangunan utama perlu diketahui apakah meander di lokasi bangunan yang direncanakan stabil atau rawan terhadap erosi selama terjadi banjir. Apabila terjadi pengevaluasian stabilitas tanggul sungai, naiknya muka air setelah terjadinya pelaksanaan bangunan pengelak harus diperhitungkan. Ada satu hal yang mendapat perhatian khusus, yakni vegetasi yang ada akan mampu bertahan hidup pada muka air tinggi, atau lenyap beberapa waktu kemudian.

Ruas-ruas sungai yang teranyam tidak akan memberikan kondisi yang baik untuk perencanaan dan pelaksanaan bangunan pengelak, karena aliran-aliran rendah akan tersebar di sungai-sungai panjang yang terdiri dari pasir. Ruas-ruas demikian sebaiknya dihindari, kalau mungkin atau dipilih bagian yang sempit dengan aliran air yang terkonsentrasi. 2. Muka Air Muka air rencana di depan pengambilan tergantung pada :a.

Evaluasi muka air yang diperlukan untuk irigasi Beda tinggi energi yang diperlukan untuk membilas Beda tinggi energi pada bangunan pembilas sedimen Beda tinggi energi yang diperlukan untuk meredam Untuk evaluasi muka air yang diperlukan, tinggi, kedalaman

(eksploitasi normal),b.

sedimen dari kantong,c.

dekat pengambilan, d. energi pada kolam olakan. air, dan kehilangan tinggi energi berikut harus dipertimbangkan.a. b. c. d. e. f. g.

Elevasi sawah yang akan diairi, Kedalaman air di sawah, Kehilangan tinggi energi di saluran dan boks tersier, Kehilangan tinggi energi di bangunan sadap tersier, Variasi muka air untuk eksploitasi di jaringan primer, Panjang dan kemiringan saluran primer, Kehilangan tinggi energi pada bangunan di jaringan Kehilangan tinggi energi di bangunan utama.

primer, siphon, pengatur dan sebagainya: h. 3. Kondisi geologi teknik

4. Metode pelaksanaan Metode pelaksanaan akan dipertimbangkan juga dalam pemilihan lokasi yang cocok pada tahap awal penyelidikan. Lokasi yang dipilih harus cocok dengan metode pelaksanaan dan pekerjaan-pekerjaan sementara yang harus dipertimbangkan adalah: Saluran Pengelak Saluran pengelak akan dibuat jika konstruksi akan dilaksanakan di dasar sungai yang dikeringkan. Kemudian aliran sungai akan dibelokkan untuk sementara. Tanggul Penutup Tanggul penutup diperlukan untuk menutup saluran pengelak atau lengan sungai lama setelah pelaksanaan dan pengelak selesai. Kopur Jika pekerjaan dilakukan diluar dasar sungai di tempat kering dan sungai akan dilimpas (disedot), maka ini disebut lengan sungai lama kemudian harus ditutup. Bendungan Bendungan (cover dam) adalah bangunan sementara di sungai untuk melindungi saluran (sumuran) Tempat kerja Tempat kerja adalah tempat dimana bangunan dibuat. Biasanya sumuran cukup dalam dan perlu dijaga tetap kering dengan jalan memompa air di dalamnya.

2.2.4.2. Pemilihan tempat kedudukan bendung Bendung harus dibuat pada bagian sungai yang lurus, karena bila terjadi banjir sungai akan mengangkut sedimen dan batu-batu bongkah yang tentunya akan lebih memperbesar kerusakan bila bendung tersebut dibangun pada belokan sungai. Pada belokan sungai, bendung akan menerima gerusan yang lebih kuat sehingga akan mempercepat kerusakan bendung.

KRITERIA PERENCANAANPERENCANAAN JARINGAN IRIGASI Perhitungan Luas Daerah Irigasi Skala peta 1 : 5000 Berdasarkan perhitungan dengan planimeter diperoleh luasan: Petak 1 = 32,88 Ha Petak 2 = 74,92 Ha Petak 3 = 68,68 Ha Petak 4 = 52,68 Ha Petak 5 = 35,27 Ha Petak 6 = 86,26 Ha

Luas Daerah Irigasi =32,88+74,92+68,68+52,68+35,27+86,26 = 350,69 Ha

Skema Jaringan Irigasi dan Skema Bangunan Pemberian nama untuk jaringan irigasi dapat menggunakan nama sesuai dengan nama daerah setempat, desa penting di daerah tersebut yang dekat dengan jaringan bangunan utama atau sungai yang airnya diambil untuk keperluan tersebut. Saluran primer dan sekunder diberi nama sesuai dengan daerah irigasi yang dilayani, seperti: Saluran Primer Bross, Saluran Sekunder Chinchine dan Saluran Sekunder Bando. Saluran dibagi menjadi ruas-ruas yang berkapasitas sama, seperti: RG6 adalah ruas saluran sekunder (G) antara bangunan sadap BG6ki dan BG6ka seperti pada Gambar 3.1 Skema Jaringan Irigasi dan Gambar 3.2 Skema Bangunan dan Saluran Irigasi.

+` Skema Jaringan bangunan BB1B BB1A

BBo

BB1

BB2

BB3

Keterangan : BBo : bangunan bagi o BB1A : bangunan bagi 1.A BB1B : bangunan bagi 1.B BB2 : bangunan bagi 2 BB3 : bangunan bagi 3 BB4 : bangunan bagi 4

Skema jaringan

Q = 754,642 lt/dt

Q = 497,178 lt/dt

Q = 278,056 lt/dt

Q = 202,75 lt/dt

SPST1

SS1Q = 74,555 lt/dt ST3

SS2Q = 111,605 lt/dt ST5

SS3Q = 126,36 lt/dt

A32,88 ha 59,644 68,68 ha

A89,284 35,27 ha

A101,08 888

NFR= 1,3 L/DET/HA

Q = 89,245 lt/dtST2

Q = 85,605 lt/dtST4

Q = 136,35 lt/dtST6

B74,92 ha 71,396 52,68 ha

B68,484 76,24 ha

B99,112

PERHITUNGAN DIMENSI SALURAN IRIGASI(dengan RUMUS Strickler) wEfisiensi Saluran Tersier Efisiensi Saluran Sekunder Efisiensi Saluran Primer NFR diambil 0,8 0,9 0,9 1,3 1,625 1,806 2,006 l/det/ha l/det/ha l/det/ha l/det/hat m h

b

No

Nama saluran SALURAN KANAN Saluran Tersier (ST) ST1 ST2 ST3 ST4 ST5 ST6

A (ha) 45,88 68,68 77,76 54,92 52,68 76,24

Q (m3/det ) 0,075 0,112 0,126 0,089 0,086 0,124

K

I

t

m

w (m)

b (m ) 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4

h (m) 0,191 0,217 0,219 0,162 0,167 0,210

A (m2) 0,186 0,228 0,231 0,143 0,150 0,216

P (m) 1,322 1,448 1,457 1,180 1,206 1,414

R (m) 0,141 0,158 0,159 0,121 0,125 0,153

V (m/dt) 0,403 0,491 0,544 0,623 0,572 0,575

Q Kontrol (m3/det) 0,075 0,112 0,126 0,089 0,086 0,124 Nama Saluran Trapesium Trapesium Trapesium Trapesium Trapesium Trapesium

1 2 3 4 5 6

45 45 45 45 45 45

0,0011 0,0014 0,0017 0,0032 0,0026 0,0020

1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1

0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4

1 2

Saluran Sekunder (SS) SS1 SS2

275,36 154,00

0,497 0,278

45 45

0,0011 0,0014

1 1

1 1

0,5 0,5

0,4 0,4

0,4389 0,324

0,753 0,445

2,519 1,964

0,299 0,226

0,660 0,625

0,497 0,278

trapesium trapesium

1

Saluran Primer (SP) SP

376,16

0,755

45

0,0006

1

1

0,6

0,4

0,589

1,276

3,244

0,393

0,592

0,755

trapesium

Perhitungan gorong-gorong BB1+ 9,9 m

BBo

BB1B

BB1A

Keterangan : BB1B BB1A : Gorong-gorong 1 : Gorong-gorong 2

Menghitung kehilangan energi pada gorong-gorong :

Intake

Gorong-gorong

C B AL3 L2 L1

Perhitungan L3 = 540 m ;I = 0,002 ;V = 1 m/dt ;V = 1,5 m/dt ;I = 0,004

L2 = panjang gorong-gorong segi empat = 10 m L1 = panjang saluran = 380 m

1m 0,5m

0,4m

Menghitung elevasi di titik A : Hf di titik A = I x L = 0,004 x 380 = 1,52 Jadi elevasi di titik A = 1,52 + 9,90 = 11,42 m Menghitung kehilangan energi pada gorong-gorong : h =V2 2g

(1 + a + b I

Q ) 4A

b 0,286

= 1,5 ( 0,01989 +

0,0005078 ) 4R

dengan R = A/P = 0,4 + (2 x0,5) =

1x0,4

= 1,5 ( 0,01989 + = 0,031 h =12 2 x9,8 1

0,0005078 1,144

)

( 1+ 0,8 + 0,02 x 10 4 x0,4 )

1,4

= 0,103 Jadi elevasi di titik B = 0,103 + 10,41 = 10,513 m Elevasi di intake = I x L + elevasi di titik B = 0,002 x 540 + 10,513 = 11,593 m

Pembagian Air Secara Rotasi Petak sekunder dibagi atas dua blok rotasi : Blok A = 32,88 Blok B = 74,92 Ha Ha

Cara pembagian air, yaitu : a. Pembagian air secara terus menerus (Continues Flow), dilakukan bila

Q>80% Qmaks b. Rotasi I (satu blok diairi, satu blok lainnya tidak) dilakukan bila

50%Q80% Qmaks pemberian air menjadi 2 periode dalam 7 hari atau 168 jam Periode I = A diairi B tidak =A 168 x A+B 23 ,8 2 8

= 7 ,92 ,+ 2 ,8 x 4 3 8 = 25,620 jam

168 2

Periode II = B diairi A tidak =B 168 x A+B 274 ,92

= 32 ,88 + 74 ,92 x 2 =58,379 jam

168

c. Qmaks

Rotasi II (satu blok diairi, lainnya tidak), dilakukan bila Q 80 % Qmax No Hari Jam 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu Senin06.00 06.00

Rotasi I 50% Q 80 % Qmax Jam Petak yang diari

Rotasi II Q < 50 % Qmax Petak yang diari

Petak yang diari

Jam06.00 -

A +

06.00 18.00

10.00

A

04.00 -

B A + B B10.00 06.00

Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu06.00

A B

14.00

24.00

10.00

20.00

Perencanaan Dimensi Saluran

Kriteria desain NFR = 1,3 lt/dt/ha K = 45 Bentuk saluran trapesium dengan harga m = 1,3 Perhitungan debit saluran Primer ( Q ) Q =NFR * A 350 ,69 * 1,3 = = 703,544 lt/dt Ef 0,648

Perhitungan debit saluran Sekunder ( Q ) Q =257 ,36 * 1,3 NFR * A = = 497,178 lt/dt Ef 0,72

Perhitungan debit saluran Tersier ( Q ) Q =NFR * A 45 ,8 *1,3 8 = = 74,555 lt/dt Ef 0,8

Kemiringan Dasar Saluran I= dimana: I L = Kemiringan = Jarak (m) H = Beda elevasi (m) H 9,9 8,5 = = 0,000105 L 1340 H L

SS1 =

Perhitungan Rumus Dimensi Saluran Saluran Trapesium Q = V*A V= k*R2/3*I A = ( b + m*h)*h P = b + 2*h (1+m2)0,5 R=A P c * NFR * A e

,

Q=

BAB IV PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA

4.1. RATING CURVE SEBELUM ADA BENDUNG

H M3 = 3,107 2mh2 = 0.664 m

II

M3 = 3,107

H 1

H1 =4,336 m mm4.336 m

M2= 0,634

I

m1 = 0,807 m

2,063 m

4,5 m

2,75 m

2m

3.5 m

2.063 m

Data-data : Kemiringan dasar sungai rata-rata (I) :136 ,823 133 = 0,053 72 ,5

Jenis tanah pada lokasi bendung Koefisien kekasaran Strickler Elevasi dasar sungai Menghitung A, P, R, V, dan Q Digunakan interval 0,5 m Luas Penampang Basah (A)

: kerikil & batu kali : 45 : + 133 m

AI = b*h1+ 1/2(m1*h2 ) + (m2* h2 ) = 2*4.336 +1/2(0,807*4,3362 ) +1/2 ( 0,634*4,3362 ) = 22,218 m Keliling Basah (P) P I = b + h1m12 +1 + h10,8 7 02

m 2 2 +1

= 2 + 4,336 = 12,706 m

+1

+4,336

0,6 4 3

2

+ 1

Jari-jari Hidrolis (R) RI = AI / PI = 22,218 / 16,1920 = 1,749 m Kecepatan (V) V1 = k*R2/3* I1/2 = 45 x 1,749 x0,053 = 15,037 m/dt Debit Sungai (Q) Q = V*A = 15,037 x 22,218 = 334,085 m3/dt

Tabel 4.1 Hasil perhiungan debit sungai sebelum ada bendung Elevasi 133 133,5 H (m) 0 0,5 A (m2) 0 1,180125 P (m) 2 3,234526 R (m) 0 0,365 V (m/dt) 0 5,290 Q (m/dt) 0 6,242

134 134,5 135 135,5 136 136,5 137 137.336

1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,336

2,7205 4,621125 6,882 9,503125 12,4845 15,82613 19,528 22,21805

4,469052 5,703577 6,938103 8,172629 9,407155 10,64168 11,87621 12,70581

0,609 0,810 0,992 1,163 1,327 1,487 1,644 1,749

7,441 9,004 10,304 11,456 12,511 13,498 14,432 15,037

20,244 41,607 70,911 108,865 156,194 213,616 281,835 334,086

Keterangan: Karena nilai Q100 = 200 m3/dt didapat di antara Q = 168,186m3/dt dan Q = 230,312 m3/dt, maka perhitungan tidak dilanjutkan. Untuk mendapatkan nilai h pada Q = 350 m3/dt, dipakai metode interpolasi: Q1 = 168,186 m3/dt h = 2,5 m Q2 = 230,312 m3/dt h = 3 m Sehingga : h = 3 + (230,312 - 168,186) x(3 2,5) = 3,256 m(200 - 168,186)

Grafik rating curve sebelum ada bendung

5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 0 100 200Debit (m /dt)3

Kedalaman (m)

300

400

.2.

ELEVASI MERCU BENDUNG Elevasi mercu bendung ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: Elevasi sawah tertinggi yang akan diairi, Tinggi genangan, Kehilangan tekanan pada bangunan tersier maupun di bangunan induk untuk eksploitasi. Data yang ada: Elevasi sawah tertinggi yang akan diairi Tinggi genangan Kehilangan tekan Dari saluran tersier ke sawah Dari saluran induk ke tersier Pada bangunan ukur Pada bangunan pengambilan = 0,15 = 0,15 = 0,15 = 0,15 m m m m = +140 = 0,15 m m

-

Eksploitasi dan yang lain Gorong gorong Elevasi Mercu Bendung Elevasi dasar sungai Ketinggian Mercu Bendung

= 0,15 = 0,1 = +141 = +133 = 8m

m m m m

= (141 m 133 m)

v/2g

+141

+133 mmmm m mm

4.3. LEBAR BENDUNG Lebar bendung adalah jarak antara pangkal tembok yang satu dengan yang lainnya. Lebar bendung sebenarnya adalah lebar bendung total yang dikurangi oleh tebal pilar dan pintu penguras/ pengambilan. Lebar efektif adalah lebar sesungguhnya bendung yang telah diperhitungkan dengan koefisien konstruksi, dengan menggunakan rumus: L = B 2 (n*kp + ka) H atau (KP 02, hal. 38)

L = B-b-t dimana: L = Lebar efektif bendung L = Lebar sebenarnya bendung H= n

(Bendungan Tipe Urugan, hal. 183) (m) (m) (m)

Tinggi tekanan total di atas mercu

= Jumlah pilar

kp = Koefisien kontraksi pada pilar ka = Koefisien kontraksi pada pangkal bendung b = Lebar pintu penguras/ pengambilan (m) t = Jumlah tebal pintu penguras/ pengambilan Berdasarkan morfologi sungai, lebar sungai diambil lebar sungai pada ketinggian (h) = 8-4,336 = 3,664 m , dengan: Lebar bendung (B) = 8,25 + (m2*3,664+m3*3,664) 21,957 m Direncanakan dipakai 2 pilar dengan tebal pilar @ 1 m Pada setiap bendung terdapat bangunan pembilas atau bangunan yang berfungsi mengurangi banyaknya bahan padat yang masuk ke pintu pengambilan, dan bangunan penguras biasanya diletakkan pada sisi tegak lurus as bendung. Lebar bersih bangunan penguras antara 1/6 1/10 kali lebar bendung (KP 02, hal.88). b = 1/6 x 21,957 = 3,6595 m b = 1/10 x 21,957 = 2,196 m digunakan b = 3 m =

Kriteria perencanaan: Lebar bendung = 21,957 Jumlah pilar Tebal pilar kp ka = 2 = 1 m pilar m

= 0,01 (untuk mercu bulat) = 0,10 (untuk pangkal tembok bulat 0,5H1 > r > 0,15H1) (KP 02, hal. 40)

sehingga: Bn = B-b-t Bn = 21,957-3-(2x1) Bn = 16,957 m Be = L 2(n*kp + kp) * H Be = 16,957 2(2x0,01 + 0,10) xH Be = 16,957 0,24H 4.4. PERHITUNGAN TINGGI AIR DI ATAS MERCU Bangunan ini direncanakan memakai tipe bulat, hingga debit yang melimpah di atas mercu: Q = Cd** dimana: Q = debit rencana yang melewati mercu (m3/dt) Cd = koefesien debit g = percepatan gravitasi Be = lebar efektif bendung H = tinggi energi diatas mercu Kriteria perencanaan: r = jari-jari mercu bendung berkisar antara 0,1H-0,7H direncanakan dengan r = 0,4H Cd = direncanakan dengan Cd = 1,3 Q = 200 m3/dt Be = 16,957 0,24H Maka: Q = Cd**2 g *Be*H 3/2 32 x9,81 x(16,957 0,24H)xH3/2 3 2 * g *Be*H 3/2 (KP 02, hal. 42) 3

(Cd = C0*C1*C2) (m/dt2) (m) (m)

200 = 1,3* 2/3 *

200 = 2,216x(16,957 0,24H)xH3/2 200 = 37,577H3/2 0,532H5/2 Dengan cara trial and error diperoleh nilai H = 3,1423 m

Pengecekan nilai Cd Cd r P = C0*C1*C2 = 0,4x1,851 = 0,4H = 2,932 m = tinggi mercu bendung = 8mH 3,1423 = =1,072 r 2,932 P 8 = = 2,546 1,072 ...ok! H 3,1423

maka: berdasarkan grafik 4.5 KP.02 hal.44, diperoleh nilai C0 = 1,35 berdasarkan grafik 4.7 KP.02 hal.45, diperoleh nilai C2 = 0,986 Cd = C0*C2 = 1,35x0,986 = 1,33 1,3 Jadi, lebar efektif bendung: Be = Bn 2(n*kp + kp) * H Be = 16,957 2(2x0,01 + 0,10) x3,1423 Be = 10,547 m

4.5. DESAIN KOLAM OLAK Aliran air yang telah melewati mercu pelimpah mempunyai kecepatan yang sangat tinggi dengan kondisi aliran sangat kritis. Dalam kondisi ini dapat menimbulkan kerusakan berupa penggerusan pada bagian belakang pelimpah sehingga menyebabkan terganggunya kestabilan bendung tersebut. Untuk menghindari hal ini perlu diubah kondisi aliran superkritis menjadi aliran subkritis, yaitu dengan jalan meredam energi aliran tersebut. Adapun untuk meredam energi aliran bisa digunakan: 1. Tipe Loncatan (Jump Bazin Type) 2. Tipe Kolam Olak (Stilling Bazin Type)

3. Tipe Bak Pusaran (Roller Bazin Type) Pada bendung ini direncanakan tipe kolam olak. Berdasarkan bilangan froude tipe kolam olak dapat dikelompokkan menjadi: 1. Untuk Fr 4,5 ini akan merupakan kolam olak yang paling ekonomis karena kolam ini pendek, tipe ini termasuk kolam olak USBR type III yang dilengkapi dengan blok depan atau blok halang. Kolam loncat air yang sama dengan tangga di bagian ujungnya akan jauh lebih panjang dan mungkin harus digunakan dengan pasangan batu.

Data-data yang tersedia: P H B = = = 8 3,1423 21,957 200 m m m m3/dt

Q100 =

Kecepatan Aliran di Hulu Bendung ( V0 ) VO =Vo =

Q AQ Vo 2 )) 2.g

(B * (P + H

Vo =

200 21,957 (8 + 3,1423 Vo 2 ) 2 x9,812

Vo =

200 244 ,651 21,957 xVo 19 ,62

VO =

200 244 ,651 1,119 xV O 2

Dengan cara trial and error diperoleh nilai Vo = 1,2399 m/dt Sehingga: A = 244,651 1,119Vo2 = 244,651 1,119(1,2399)2 = 242,931 m2 Hd = HVo 2 2* g1,2399 2 2 x (9,81 )

Hd = 3,1423 Hd = 3,064 m

H=3.1423 m mmm m

V1

V0P=8 m

V2

0

I

II

Besarnya Kecepatan Aliran (V1) V1 = =Q B * y1 200 21,957 y1

=

9,109 y1

Keterangan : b = lebar bendung y1 = lebar pintu penguras dari persamaan energi: P+H 8+3,1423 11,1423 Sehingga: y13 11,1423y12 + 4,229 = 0 = = = y1+ y1 + y1 +

(m) (m)V12 2* g82 ,974 19,62(y1) 2

4,229 y1 2

dengan cara trial and error didapat d1 = y1 = 0,634 m sehingga, kecepatan air pada penampang 1 ( V1 ) V1 =V Jadi 1 = 2*g2

9,109 0,63414 ,368 2 2 x9,81

= 14,368 m/dt = 10,5522 m

Menentukan Bilangan FroudeFr = V1 g*y

(KP.02 hal.156)

dimana: Fr = Bilangan Froude V = kecepatan g y = kedalaman aliran14 ,368 9,81 x0,634

(m/dt) (m)

= percepatan gravitasi (m/dt2)

sehingga:Fr = = 5,761

Karena Fr 4,5, maka tipe kolam olak yang digunakan adalah USBR Type III Tinggi Loncat Air Persamaan untuk tinggi loncat air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

y2 1 = * ( 1 + 8 * Fr 2 1) y1 2

(KP. 02, hal. 56)

dimana: y2 y1 Fr V1 g = Tinggi loncat air (kedalaman air di atas ambang ujung) (m) = Kedalaman air di awal loncat air = Bilangan Froude = Kecepatan awal loncatan = Percepatan gravitasi (m/dt) (m/dt2) (m)

y2 1 = ( 1 + 8 * Fr 2 1) y1 2y2 1 = ( 1 + (8 * 5,761 2 ) 1) 0,634 2

y2 = 4,858 m

Kecepatan Air Pada Penampang 2 ( V2 )V2 = Q B * y2200 =1,875 m/dt 21 ,957 x 4,858

V2 =

V 2 2 1,875 2 = = 0,179 2g 2 x9,81

Persamaan energi: P+H 8+3,1423f h

= y2 +

V2 + hf 2.g

= 4,858 + 0,179 + hf = 6,1053 m

Elevasi Dasar Kolam Olakan Elevasi dasar kolam olak = elevasi mercu + H V1 - y1 2*g2

= 141 + 3,1423 10,5522 0,634 = 132,956m

Menghitungkan Dimensi Kolam Olak Tinggi blok muka/ pemecah aliran d1 Yaitu d1 = y1 = 0,634 m

Tinggi ambang ujung (n) n=d1 * (18 + fr ) 0,634 x(18 + 5,761) = = 0,837 m 18 18

Tinggi blok halang (n3)n3 = d1 * (4 + fr ) 0,634 x(4 + 5,761) = = 1,031m 6 6

Jarak antar blok muka dan blok halang L1 = 0,82* d 2 = 0,82x4,858 = 3,984 m

Panjang kolam olak total L1 = 2,7* d 2 = 2,7x4,858 = 13,117 m

Jarak kolam blok muka = d1 = 0,634 m Lebar blok halang Jumlah blok muka Lebar sisi blok halang = 0,75n3 = 0,75x1,031 = 0,773m = 2 x 0,773 = 14 buah = 0,2n3 = 0,2x1,031 = 0,206 m21 ,957

24 2( 2 * 0,375 n3 ) 24 2( 2 x0,375 x0,837 ) = = 18 buah 2 x 0,75 x0,837 2 * 0,75n34.6. DESAIN PINTU PENGAMBILAN Pintu pengambilan adalah pintu tempat masuknya air untuk dialirkan ke saluran primer. Ukuran dari pintu harus sesuai dengan debit rencana saluran irigasi. Berdasarkan KP.02 hal.184: Q = V*A Q = *b*a*2* g * z

dimana: Q = debit rencana yang masuk untuk saluran irigasi (m3/dt) = koefisien debit (m) (m) (m/dt2) (m) b = lebar bukaan a = tinggi bukaan g = percepatan gravitasi z = kehilangan tinggi energi pada bukaan Kriteria perencanaan Kebutuhan air tanaman : 1,2 l/dt/ha Luas daerah irigasi : 376,160 ha Direncanakan pintu pengambilan dengan pintu radial, dengan keuntungan tidak

ada gesekan yang harus diperhitungkan, sehingga = 0,8

Berdasarkan petunjuk pelaksanaan irigasi hal.77 bahwa elevasi dasar bangunan

pengambilan sebesar 0,2 m diatas muka kantong dalam keadaan penuh guna mencegah pengendapan partikel sedimen pada dasar pengambilan itu sendiri. Sehingga, kehilangan tinggi energi (z) diambil sebesar 0,2 m. Direcanakan dengan menggunakan 2 pintu dan lebar masing-masing pintu direncanakan 1 m, karena dibuat 2 pintu maka harus ada pilar pemisah ditengahnya dan tebal pilar direncanakan 1 m, maka: Lebar bukaan =1+1=2m Lebar total pengambilan = 2 + 1 = 3 m Maka debit yang dibutuhkan adalah:Qkebutuhan = q* A

dimana: = efesiensi pengaliran = 65% = 0,65Qkebutuhan = 1,3 x376 ,16 0,65

= 752,32 lt/dt = 0,75232 m3/dt

Berdasarkan KP.02 hal.84: Kapasitas pengambilan sekurang-kurangnya 120% dari kebutuhan pengambilan guna menambah fleksibilitas agar dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi selama umur proyek. Maka: Qp = Qkebutuhan *120% = 0,75232x120% = 0,903 m3/dt Qp = *b*a*Qp2* g * z

a = *b * 2 * g * z a = 0,8 x 2 x 2 x9,81 x0,2 a = 0,285m 4.7. DESAIN PINTU PEMBILAS Air yang mengalir pada sungai yang akan dibendung banyak membawa sedimen. Sungai sedimen ini tidak memasuki intake maka perlu diadakan pembilasan. Dalam pembilasan ini, sedimen yang mengendap dibuang ke sungai utama. Untuk melaksanakan pembilasan ini diperlukan bangunan pembilas. Dimensi Pintu Pembilas Kecepatan Pembilas Kecepatan rencana yang diperlukan selama pembilasan dapat diambil = 3,0 m/dt (KP. 04, hal.134), dan besarnya kecepatan hendaknya selalu dibawah kecepatan kritis, karena superkritis akan mengurangi efektifitas proses pemilihan (KP. 02, hal. 148) Kecepatan Kritis dan Kedalaman Kritis H= 3q2 g0,903

(KP.02, hal. 63)

Vc= g * hc dimana: Hc = Kedalaman kritis g = Percepatan gravitasi (m) (m/dt2) q = Debit rencana permeter lebar (m3/dt/m)

Vc = Kecepatan kritis Debit Rencana Tiap Meter Lebar (q) q=Q 200 = = 100 m3/dt/m L 2

(m/dt)

L = Lebar pintu penguras, direncanakan 2 m

Dengan harga qs di atas, maka harga Kedalaman kritis hc= 3 Kecepatan kritis Vc= 100 2 9,81

= 10,064 m

9,8 x1 ,0 4 1 0 6

=9,936 m/dt > 3 m/dt ...OK! Kemiringan Lantai Penguras Untuk mempertahankan kecepatan yang ada maka kemiringan lantai penguras hendaknya dihitung dengan menggunakan rumus manning: V= k*R*I dimana: V = kecepatan pada saat pembilasan (m/dt) R = jari-jari hidrolis I = kemiringan dasar saluran Pada saat R = hc, maka V = Vc Vc = k*R *I 9,936 = 45x(10,064)2/3xI 9,936 = 209,762xI I = 2x10-3 (m)

4.8. DESAIN TINGGI JAGAAN Tinggi jagaan pada bangunan pelimpah atau bendung direncanakanuntuk menghindari adanya limpasan ombak maupun benda-benda padat yang terapung pada aliran. Tinggi jagaan adalah jarak vertical dari muka air sampai keujung dinding. Perhitungan untuk memperoleh tinggi jagaan digunakan rumus: Fb = 0,6+0,0037vd dimana: Fb = tinggi jagaan (m)

V = kecepatan aliran (m) d = kedalaman air (m) Tinggi jagaan pada upstream bendung = 1,823 m d = Hd = 1,823 m maka: Fb = 0,6+(0,0037x0,743x1,823) = 0,603 m 0,61 m Tinggi jagaan pada penampang I dengan: V1 = 10,449 m/dt d = y1 = 0,425 m Fb = 0,6+(0,0037x 10,449x 0,425 ) = 0,629 m 0,63 m Tinggi jagaan pada kolam olak dengan: V2 = 1,479 m/dt d = y2 = 3,003 m Fb = 0,6+(0,0037x1,479x 3,003 ) = 0,608 m 0,61 m

4.9. DESAIN KANTONG LUMPUR Kantong Lumpur adalah suatu bangunan pelengkap yang mempunyai fungsi untuk mengendapkan lumpur yang masuk ke saluran. Kantong Lumpur ditempatkan dibelakang pintu intake kemudian hasil pembilas Lumpur dibuang melalui saluran buang. Langkah- langkah perencanaan berdasarkan Petunjuk Teknis Perencanaan Irigasi hal 60 adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. dengan rumus :LB = Q W

Menentukan ukuran partikel, Menentukan volume kantong lumpur yang diperlukan, Membuat perkiraan awal luas rata-rata permukaan kantong Lumpur

dimana: L = Panjang kantong (m)

B = Lebar rata-rata profil pembawa

(m)

Q = Kebutuhan pengambilan rencana (m3/dt) W = Kecepatan endap partikel rencana (m/dt) 4. normal, Vn = Ks* Kn2/3* In Qn = Vn * An dimana : Vn = Kecepatan rata-rata selama eksploitasi (m/dt) Ks = Koefisien kekasaran Rn = Jari-jari hidrolis In = Kemiringan energi An = Luas penampang basah Qn = Kebutuhan pengambilan rencana 5. (m2) (m3/dt) Menentukan kemiringan energi dikantong lumpur selama eksploitasi

Menentukan kemiringan energi selama pembilasan dengan kolam Vs = Ks* Rs2/3* Is1/2 Qs = Vs * As

dalam keadaan kosong dengan rumus Strickler,

dimana : Vs = Kecepatan rata-rata selama pembilasan (m/dt) Ks = Koefisien Kekasaran Rs = Jari-jari hidrolis Is = Kemiringan energi An = Luas penampang basah Qs = Debit untuk membilas As = Luas penampang basah 6. (m2) (m3/dt) (m2)

Menentukan dimensi kantong lumpur

Perencanaan sebagai berikut : Ukuran partikel rencana Dimisalkan sample yang diambil pada kali sedimen rata-rata berukuran = 7x10-6 . Sedimen itu terangkut oleh aliran sungai sebagai sedimen layang. Diasumsikan bahwa air yang dielakkan mengandung 0,5% sedimen yang harus diendapkan dalam kantong lumpur (KP.02 hal 136).

Volume kantong lumpur V bergantung pada jarak waktu pembilasan. Jarak waktu pembilasan atau pembersihan biasanya diambil jarak waktu 1 atau 2 minggu (KP.02 hal 145). V = 0,0005* Qn * T dimana : Qn = Kebutuhan pengambilan rencana (m3/dt) T = Waktu pembilasan, direncanakan dengan melakukan pembilasan diambil 1 minggu jadi : V = 0,0005x0,657x7x24x3600 = 198,677 m3 Luas rata-rata permukaan kantong lumpurLB = Q W

Dari grafik hubungan antara kecepatan Apabila :

W dengan diameter partikel d,

kecepatan endap bisa diketahui (KP. 02 hal 143) Diameter partikel (d) = 0,07 mm dan partikel berupa pasir alamiah, sehingga faktor bentuk (fb) = 0,7 mm, maka berdasarkan grafik 7.4 hal 143 pada KP.02. diperoleh kecepatan endap partikel : W = 4mm = 0,004 m maka : LB = Qn/W = 0,903/0,004 = 225,750 m2 Karena L/B > 8, maka L/B = 8 L*B 8*B*B B2 B L L = 225,750 = 225,750 = 484 = 21,957 = 8 *B = 8x22 = 176 m

22 m

Menetukan kemiringan energi (In) Kecepatan aliran (Vn) tidak boleh kurang dari 0.30 m/dt, guna mencegah tumbuhnya vegetasi (KP. 02 hal 142). Digunakan Vn = 0.40 m/dt.

o Luas penampang basah (An)

=

0,657 =1,643 m 2 0,4

o Dengan harga B = 4.1 m, maka kedalaman air (hn) adalah : hn =1,6 3 4 An = 4,1 B

= 0,401 m o Direncanakan kemiringan talud = 2 : 1, maka lebar dasar saluran (bn) : bn = B-2*(hn*m) = 4,1-2x(0,401x1,5) = 2,897 m Penampang melintang kantong lumpur pada saat penuh :

hn = 0,401 m hs = 0,2m bn = 2,897m B = 4,1 m Keliling basah (Pn) : Pn = bn + 2 *hn*(12+m2)1/2 = 2,897+ 2x0,401x(12+1,52)1/2 = 4,343 m Jari-jari hirdolis (Rn) Rn =A n P n1,643

= 4,343 = 0,378

Jadi kemiringan energi In, jika saluran terbuat dari batu kaliVn = K * R 2 / 3 * In 1 / 2 0,4 Vn In = = = 2,342 x10 4 K * R2/3 50 x 0,378 2 / 3 2 2

Sehingga kemiringan energi di kantong Lumpur = 2,342x10-4 7. Menentukan kemiringan energi selama pembilasan (In) Penentuan Is pada saat pengambilan, kantong lumpur dalam keadaan kosong kecepatan rata-rata yang diperlukan selama pembilasan untuk pasir kasar Vs = 1,5 m/dt (KP. 02 hal 146). Maka debit untuk pembilas Qs (KP.02 hal 146). Qs = 1,2 Qn = 1,2x0,657 m3/dt = 0,788 m3/dt Luas penampang basah pada saat pembilasan (As) : As = Qs/Vs =0,788 = 0,525 m 2 1,5

Lebar dasar kolam (bs) = bn = 2,897 m As = bs*hs hs = As/bs = 2,897 = 0,181 m Keliling penampang basah pada saat pembilasan (Ps) Ps = bs + 2*Hs = 2,897 + 2x0,181 = 3,259 m (di ambil Ps = 3,3) Jari-jari hidrolis Rs = As/Ps = 3,3 = 0,159 m Untuk pembilas, koefisien kekasaran digunakan 40, maka kemiringan saluran pada saat pembilasan : = = 10 x10 3 Is = Ks * Rs 2 / 3 50 x0,159 2 / 3 Vs 1.52 2

0,525

0,525

Pada saat pembilasan harus diusahakan kecepatan alirannya dalam kondisi sub kritis (Fr < 1), hal ini untuk menghindari tergerusnya saluran akibat kecepatan air.Fr = 1 g * hs = 1 9,81 x 0,181 = 0,75 5

CL normal

1 1 LH 35 ,5 + .x30 ,19 3 = 3 = =11,008 > 5 4,139 H Normal LV +

BAB V ANALISA STABILITAS BENDUNG

Untuk mengetahui keamanan dari tubuh bendung harus diadakan analisa stabilitas. Dalam analisa bendung dilakukan kontrol terhadap: 1. 2. 3. 4. meliputi : a. b. c. d. e. Tekanan Air (W), Beban Mati/ Berat Bangunan (G), Tekanan Lumpur/ Sedimen (PL), Tekanan Tanah (P), Tekanan Up lift (U). Guling, Geser, Daya dukung tanah, Erosi bawah tanah/ piping

Analisa stabilitas bendung ini ditentukan oleh gaya-gaya yang bekerja pada bendung

Dan dalam perhitungan ditinjau dengan 2 keadaan, yaitu : 1. 2. Rumus- rumus dalam analisa stabilitas 1. a. Stabilitas Terhadap Guling (Berdasarkan KP. 02 hal 122) Untuk keadaan normal Keadaan Normal Keadaan Banjir/ Ekstrim

SF =b.

MT > 1,5 MGUntuk keadaan ekstrim

SF =

MT > 1,25 MG= angka keamanan = jumlah momen tahan (tm )

dimana : SF (Safety Factor)

M T

M G

= jumlah momen guling (tm ) Stabilitas Terhadap Geser (Berdasarkan KP. 02 hal 122)

2. a.

Untuk keadaan normal

SF =b.

f * V + CA > 2,0 HUntuk keadaan ekstrem

SF =

f * V + CA > 1,25 H

dimana : f = koefisien gesek = jumlah gaya vertikal (m2) = Jumlah gaya horizontal Stabilitas eksentrisitas (e) e= (t) (t)

VA C = luas dasar = kohesi

H3.

M RV

L 2

1,5

(OK)

= 1,756 + 7,476 =4,631 > 1,5 (OK)

Kontrol Stabilitas Bendung Pada Saat Air BanjirGaya-gaya yang bekerjaR V R H = M s

= 3,344 = = =

-63,047

MH MV

12,245 -959,758 -947,513 a. Tekanan tanah dibawah bendung

Panjang telapak pondasi (L) = Eksentrisitas (e) = = = b. Tekana tanah

30,19 m

Ms RV

L 2

< < 1,25 (OK)

339 ,128

Nilai koefisien gesekan (f) untuk tubuh bendung dengan bahan pasangan batu adalah 0,6-0,75 (KP.02 hal 121)

SF =

V . f H + Ge 63 ,047 .0,7

>

1,5

(OK)

= 3.344 + 7,476 =4,079 > 1,5 (OK)