ipi199887

8
1 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA KNISLEY TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMA (Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas XI di Salah Satu SMA Negeri di Cimahi) Oleh: Nonoy Intan Haety (1) Endang Mulyana (2) ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kemampuan koneksi matematis siswa SMA yang belum dikembangkan secara optimal. Salah satu model pembelajaran yang berpotensi memenuhi Standar Proses dan diduga dapat menumbuhkembangkan kemampuan koneksi matematis adalah Model Pembelajaran Matematika Knisley (MPMK). Berdasarkan uraian tersebut penulis membuat penelitian kuasi eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan koneksi matematis antara siswa SMA yang memperoleh MPMK dan yang memperoleh pembelajaran konvensional. Disain yang digunakan adalah disain kelompok kontrol non-ekuivalen. Dari seluruh siswa kelas XI di salah satu SMA negeri di Cimahi sebagai populasi, dipilih dua kelas sebagai sampel. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes koneksi matematis, lembar observasi, dan jurnal harian siswa. Hasil analisis data penelitian ini menggunakan statistik inferensial menyatakan bahwa peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa SMA yang memperoleh MPMK lebih tinggi daripada yang memperoleh pembelajaran konvensional. Kata kunci: Model Pembelajaran Matematika Knisley, Kemampuan Koneksi Matematis. ABSTRACT This research is motivated by the mathematical connection ability of high school students who have not developed optimally. Knisley Model of Mathematical Learning has the potential to fulfilled the ‘Standar Proses’ and develop mathematical connection abili ty. Based on the description, the author makes the quasi-experimental study aimed to determine the increase of mathematical connection ability between high school students who obtain Knisley Model and conventional learning. The study used the non-equivalent control group design. Of all the students on grade XI at one senior high school in Cimahi as population, two classes selected as sample. The study used three instruments: mathematical connection test, observation sheets, and daily journal. This research found that the experiment students who obtain Knisley Model have higher increase of mathematical connection ability than those of control ones. Keywords: Knisley Model of Mathematical Learning, Mathematical Connection Ability. PENDAHULUAN Mengacu kepada tujuan pembelajaran matematika dalam Standar Isi (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006: 146) dan standar pembelajaran matematika dari NCTM (2000: 29), salah satu kemampuan matematis yang perlu dikuasai dan dikembangkan adalah kemampuan koneksi matematis. Menurut Kusuma (Fauzi, 2011: 42), koneksi matematis merupakan bagian dari kemampuan berpikir matematis tingkat

description

f

Transcript of ipi199887

Page 1: ipi199887

1

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA KNISLEY TERHADAP

PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMA

(Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas XI di Salah Satu SMA Negeri

di Cimahi)

Oleh:

Nonoy Intan Haety (1)

Endang Mulyana (2)

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kemampuan koneksi matematis siswa SMA yang belum

dikembangkan secara optimal. Salah satu model pembelajaran yang berpotensi memenuhi Standar

Proses dan diduga dapat menumbuhkembangkan kemampuan koneksi matematis adalah Model

Pembelajaran Matematika Knisley (MPMK). Berdasarkan uraian tersebut penulis membuat

penelitian kuasi eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan koneksi

matematis antara siswa SMA yang memperoleh MPMK dan yang memperoleh pembelajaran

konvensional. Disain yang digunakan adalah disain kelompok kontrol non-ekuivalen. Dari seluruh

siswa kelas XI di salah satu SMA negeri di Cimahi sebagai populasi, dipilih dua kelas sebagai

sampel. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes koneksi matematis, lembar

observasi, dan jurnal harian siswa. Hasil analisis data penelitian ini menggunakan statistik

inferensial menyatakan bahwa peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa SMA yang

memperoleh MPMK lebih tinggi daripada yang memperoleh pembelajaran konvensional.

Kata kunci: Model Pembelajaran Matematika Knisley, Kemampuan Koneksi Matematis.

ABSTRACT

This research is motivated by the mathematical connection ability of high school students who

have not developed optimally. Knisley Model of Mathematical Learning has the potential to

fulfilled the ‘Standar Proses’ and develop mathematical connection ability. Based on the

description, the author makes the quasi-experimental study aimed to determine the increase of

mathematical connection ability between high school students who obtain Knisley Model and

conventional learning. The study used the non-equivalent control group design. Of all the students

on grade XI at one senior high school in Cimahi as population, two classes selected as sample.

The study used three instruments: mathematical connection test, observation sheets, and daily

journal. This research found that the experiment students who obtain Knisley Model have higher

increase of mathematical connection ability than those of control ones.

Keywords: Knisley Model of Mathematical Learning, Mathematical Connection Ability.

PENDAHULUAN

Mengacu kepada tujuan pembelajaran

matematika dalam Standar Isi (Badan

Standar Nasional Pendidikan, 2006: 146)

dan standar pembelajaran matematika dari

NCTM (2000: 29), salah satu kemampuan

matematis yang perlu dikuasai dan

dikembangkan adalah kemampuan koneksi

matematis. Menurut Kusuma (Fauzi, 2011:

42), koneksi matematis merupakan bagian

dari kemampuan berpikir matematis tingkat

Page 2: ipi199887

2

tinggi, dapat diartikan sebagai keterkaitan

antara konsep-konsep matematika secara

internal yaitu berhubungan dengan

matematika itu sendiri ataupun keterkaitan

secara eksternal yaitu matematika dengan

bidang lain, baik bidang studi lain maupun

dengan kehidupan sehari-hari. Dengan

demikian, kemampuan koneksi matematis

adalah kemampuan mengaitkan konsep-

konsep matematika secara internal (dalam

matematika itu sendiri) maupun eksternal

(konsep matematika dengan bidang lain).

Menurut NCTM (2000: 64), melalui

pembelajaran yang menekankan keterkaitan

antar gagasan dalam matematika, siswa

tidak hanya belajar matematika, tapi mereka

juga belajar tentang kegunaan matematika.

Ketika siswa mampu mengaitkan antar

gagasan dalam matematika, pemahaman

mereka menjadi lebih mendalam dan lebih

tahan lama.

Kemampuan koneksi matematis

penting untuk dikuasai, namun masalah

yang terjadi adalah kemampuan koneksi

matematis siswa SMA masih rendah. Hasil

survei Programme for International Student

Assesment atau PISA pada tahun 2009

(Organisation for Economic Cooperation

and Development atau OECD, 2010)

menunjukkan bahwa persentase siswa

sekolah menengah di Indonesia yang

mampu menyelesaikan soal-soal yang

membutuhkan proses koneksi matematis

hanya 5,4%. Ini berarti sekitar 95% siswa

belum mampu mengaitkan beberapa

representasi yang berbeda dari suatu konsep

matematika serta menggunakan simbol dan

konsep matematika untuk menyelesaikan

masalah dalam bidang studi lain atau

masalah kehidupan sehari-hari. Hasil

penelitian Lestari (2011: 68) pun

menyatakan bahwa kualitas peningkatan

kemampuan koneksi matematis siswa

setingkat SMA tidak terlalu tinggi. Fakta-

fakta penelitian ini mengisyaratkan bahwa

kemampuan koneksi matematis siswa

belum dikembangkan secara optimal.

Kemampuan koneksi matematis siswa

yang belum berkembang optimal sehingga

mempengaruhi hasil belajar matematikanya

tentu tidak sepenuhnya disebabkan oleh

faktor internal siswa. Hasil belajar siswa

dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam

membuat perencanaan penyajian materi

yang kemudian disajikan dalam suatu

model pembelajaran. Hal ini mengacu

kepada pendapat An, Kulm, dan Wu

(Mulyana, 2009: 6) yang mengemukakan,

teachers and teaching are found to be one

of the factors majors related to students’

achievement in TIMSS and others studies.

Salah satu model pembelajaran yang

berpotensi memenuhi Standar Proses adalah

model pembelajaran yang dikembangkan

oleh Jeff Knisley (2003). Model

pembelajaran matematika Knisley (MPMK)

adalah model pembelajaran matematika

yang dikembangkan atas teori gaya belajar

Kolb yang ditafsirkan menjadi empat

tahapan belajar matematika. Adapun tahap-

tahap pembelajaran itu adalah sebagai

berikut (Mulyana, 2009: 6):

1. Konkret–Reflektif: Guru menjelaskan

konsep secara figuratif dalam konteks

yang familiar berdasarkan istilah-istilah

yang terkait dengan konsep yang telah

diketahui siswa.

2. Konkret–Aktif: Guru memberikan tugas

dan dorongan agar siswa melakukan

eksplorasi, percobaan, mengukur, atau

membandingkan sehingga dapat

membedakan konsep baru ini dengan

konsep-konsep yang telah diketahuinya.

3. Abstrak–Reflektif: Siswa membuat atau

memilih pernyataan yang terkait dengan

konsep baru, memberi contoh kontra

untuk menyangkal pernyataan yang

salah, dan membuktikan pernyataan

yang benar bersama-sama dengan guru.

Page 3: ipi199887

3

4. Abstrak–Aktif: Siswa melakukan

practice (latihan) menggunakan konsep

baru untuk memecahkan masalah dan

mengembangkan strategi.

Siswa diajak untuk mengingat

kembali konsep yang telah dipelajari yang

berkaitan dengan konsep yang akan

dipelajari pada tahap konkret-reflektif,

kemudian pada tahap konkret-aktif siswa

diberi soal penerapan konsep baru secara

sederhana dan diberi tugas eksplorasi sifat-

sifat konsep baru tersebut (Mulyana, 2009:

142). Pada tahap abstrak-reflektif siswa

mencari alasan logis yang dapat

menjelaskan dugaan tentang kaitan antar

konsep matematika yang telah dibuatnya

pada dua tahap pertama. Tahap abstrak-

aktif memfasilitasi siswa untuk mengaitkan

penggunaan konsep matematika dengan

masalah dalam bidang studi lain atau

kehidupan sehari-hari. Dengan demikian,

MPMK memberikan ruang kepada siswa

untuk memahami suatu konsep matematika

dan melihat keterkaitan konsep tersebut

secara internal dan eksternal. Ini berarti

MPMK diduga berpotensi untuk

menumbuhkembangkan kemampuan

koneksi matematis.

Berdasarkan latar belakang masalah

tersebut, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apakah peningkatan

kemampuan koneksi matematis siswa SMA

yang memperoleh pembelajaran

matematika Knisley lebih tinggi daripada

yang memperoleh pembelajaran

konvensional?”.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian kuasi

eksperimen karena penulis tidak memilih

siswa secara acak untuk menjadi kelas

eksperimen dan kontrol, tetapi penulis

menggunakan kelas yang ada di sekolah

tempat penelitian. Disain penelitian yang

digunakan adalah disain kelompok kontrol

non-ekuivalen (the non-equivalent control

group design) yang melibatkan dua

kelompok, ada pretes, perlakuan yang

berbeda, kemudian ada postes. Disain

kelompok kontrol non-ekuivalen dapat

digambarkan dalam diagram sebagai

berikut (Ruseffendi, 2010: 53):

O X1 O

-----------------------

O X2 O

Keterangan:

X1 : Model pembelajaran matematika

Knisley

X2 : Pembelajaran konvensional dengan

menggunakan metode ekspositori

O : Pretes dan postes

Populasi penelitian ini adalah seluruh

siswa kelas XI di salah satu SMA negeri di

Cimahi dengan seluruh karakteristiknya.

Alasan pemilihan populasi tersebut adalah

masih sedikit penelitian, khususnya

penelitian pendidikan matematika yang

dilakukan di SMA tersebut. Dari seluruh

kelas XI SMA tersebut, wakil kepala

sekolah bidang kurikulum memberikan dua

kelas kepada penulis untuk dijadikan

sampel penelitian. Dari seluruh

karakteristik yang dimiliki siswa kelas XI

SMA tersebut, yang akan diteliti dalam

penelitian ini adalah tentang kemampuan

koneksi matematis siswa.

Data dari sampel dikumpulkan lalu

dianalisis untuk dibuat kesimpulan tentang

karakteristik populasinya, sehingga sampel

harus representatif dalam arti segala

karakteristik populasi tercermin pula dalam

sampel yang diambil (Sudjana, 2005: 6).

Pengelompokan siswa kelas XI di sekolah

tempat penelitian dilakukan dengan

pengelompokan secara ekuivalen. Melalui

pengelompokan secara ekuivalen ini

diperoleh kelas-kelas yang kemampuan

Page 4: ipi199887

4

akademisnya homogen dengan proporsi

jumlah siswa putra dan putri yang

seimbang. Dengan demikian, dua kelas

sebagai sampel penelitian ini dapat

mewakili seluruh karakteristik populasi.

Instrumen yang digunakan dalam

peneltian ini terdiri dari instrumen tes dan

non-tes. Instrumen tes yaitu tes koneksi

matematis disusun oleh penulis untuk

mengukur kemampuan koneksi matematis

siswa. Instrumen non-tes yaitu lembar

observasi dan jurnal harian siswa. Lembar

observasi digunakan untuk mengamati

optimalisasi penerapan pembelajaran

matematika Knisley. Jurnal harian siswa

digunakan untuk mengetahui respon siswa

kelas eksperimen terhadap pembelajaran

matematika Knisley.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran

Matematika Knisley

Berikut adalah deskripsi setiap tahap

pembelajaran matematika Knisley yang

dilaksanakan di kelas eksperimen.

Tahap Konkret–Reflektif

Guru berperan sebagai pencerita pada

tahap konkret–reflektif, maksudnya yaitu

guru menceritakan suatu masalah yang

mengarah pada konsep Kaidah Pencacahan

dan Peluang dalam bentuk tugas yang akan

dikerjakan oleh siswa. Tugas Kaidah

Pencacahan dan Peluang pada tahap

konkret–reflektif dibuat dalam konteks

yang familiar bagi siswa. Selama

mengerjakan tugas konkret–reflektif siswa

beraktivitas sebagai allegorizer, maksudnya

yaitu siswa mempelajari konsep baru

tentang Kaidah Pencacahan dan Peluang

berdasarkan konsep yang telah dimilikinya

dari pengalaman belajar sebelumnya.

Tahap Konkret–Aktif

Pada tahap konkret–aktif disebutkan

bahwa peran siswa lebih dominan daripada

guru. Siswa beraktivitas sebagai integrator,

maksudnya yaitu siswa mencoba

menambahkan konsep baru tentang Kaidah

Pencacahan dan Peluang melalui eksplorasi

karakteristik konsep baru tersebut, sehingga

siswa dapat mengetahui kaitan dan

perbedaan konsep baru itu dengan konsep

yang telah diketahuinya. Eksplorasi

karakteristik konsep baru dilakukan siswa

selama mengerjakan tugas konkret-aktif.

Peran guru sebagai pembimbing dan

motivator dilakukan di awal ketika siswa

berusaha memahami tugas konkret–aktif.

Tahap Abstrak–Reflektif

Pada tahap abstrak–reflektif, guru

berperan sebagai sumber informasi dengan

mengenalkan suatu konsep tentang Kaidah

Pencacahan dan Peluang yang tersirat

dalam tugas konkret–reflektif dan konkret–

aktif. Selama siswa memperhatikan

penjelasan guru, siswa beraktivitas sebagai

analyzer, maksudnya yaitu siswa

menganalisis konsep yang dikenalkan oleh

guru dengan memperhatikan

representasinya dalam tugas konkret–

reflektif dan konkret–aktif. Setelah

menganalisis konsep baru yang tersirat

tersebut, kemudian dibawah bimbingan

guru siswa mencoba merumuskan konsep

baru tersebut.

Tahap Abstrak–Aktif

Pada tahap abstrak–aktif disebutkan

bahwa peran siswa lebih dominan daripada

guru. Siswa beraktivitas sebagai

synthesizer, maksudnya siswa telah

mengetahui ciri unik dari suatu konsep

Kaidah Pencacahan dan Peluang sehingga

dapat membuat prosedur penggunaan

konsep tersebut dalam memecahkan

masalah. Guru berperan sebagai pelatih

yang memberikan masalah dalam bentuk

tugas.

Page 5: ipi199887

5

Masalah yang diberikan dalam tugas

abstrak–aktif dapat berupa masalah internal

(masalah dalam matematika) maupun

masalah eksternal (masalah dalam bidang

studi lain atau dalam kehidupan sehari-

hari). Tugas abstrak–aktif ini berupa soal

yang dimodifikasi sehingga tidak secara

langsung terlihat penggunaan konsepnya.

Setelah siswa mengerjakan tugas

abtrak–aktif, dilakukan pembahasan.

Teknik membahasnya yaitu dengan

memilih siswa untuk mengerjakan di papan

tulis kemudian dibahas bersama-sama.

Pengerjaan tugas abtrak–aktif

memungkinkan siswa untuk menggunakan

prosedur yang berbeda, sehingga

pembahasan menjadi lebih menarik.

Berdasarkan lembar observasi dan

rekaman video pembelajaran, kegiatan

pendahuluan dan penutup selama empat

kali pertemuan dilakukan dengan baik oleh

guru. Keterlaksanaan aktivitas guru pada

kegiatan inti pembelajaran matematika

Knisley dari pertemuan 1 sampai pertemuan

4 belum mencapai 100%. Pada tahap

abstrak–aktif di pertemuan 4, guru tidak

memilih siswa untuk mengemukakan

caranya mengerjakan tugas abstrak–aktif.

Hal ini karena waktu pembelajaran yang

hampir habis, sehingga pembahasan

dilakukan bersama-sama satu kelas. Secara

keseluruhan dari pertemuan 1 sampai

pertemuan 4, aktivitas siswa pada kegiatan

inti pembelajaran matematika Knisley

terlaksana dengan baik.

Berdasarkan jurnal, secara

keseluruhan dari pertemuan 1 sampai 4,

sebagian besar siswa merespon positif

terhadap pembelajaran matematika Knisley

yang diawali pemberian tugas yang

mengarah pada suatu konsep sehingga

siswa tertantang untuk berpikir terlebih

dahulu sebelum penjelasan konsepnya.

Respon negatif yang muncul di antaranya

adalah beberapa siswa merasa pembelajaran

kurang efektif dan merasa bosan harus

mengerjakan tugas-tugas pembelajaran.

Siswa memberikan respon negatif terhadap

pembelajaran matematika Knisley pada

pertemuan 1, 2, dan 3 hanya sebagian kecil.

Pada pertemuan 4 siswa yang memberikan

respon negatif hampir setengahnya. Hal ini

karena pembelajaran pada pertemuan 4

melebihi alokasi waktu 90 menit sehingga

siswa merasa jenuh dalam mengerjakan

tugas-tugas selama pembelajaran tersebut.

2. Kemampuan Koneksi Matematis

Pretes diberikan kepada kelas

eksperimen dan kontrol pada awal

penelitian untuk mengetahui kemampuan

awal koneksi matematis siswa sebelum

pembelajaran. Berdasarkan analisis data

skor pretes secara deskriptif diperoleh rata-

rata skor pretes kelas eksperimen dan

kontrol masing-masing adalah 25,93 dan

29,86. Hal ini menunjukkan bahwa pada

saat pretes, rata-rata skor siswa kelas

eksperimen masih 52% dari SMI (SMI =

50) sedangkan di kelas kontrol rata-rata

skor siswanya mencapai 60% dari SMI.

Simpangan baku skor pretes kelas

eksperimen dan kontrol masing-masing

adalah 6,984 dan 6,004. Simpangan baku

skor pretes kelas eksperimen lebih besar

daripada kelas kontrol. Hal ini

menunjukkan bahwa skor pretes siswa di

kelas eksperimen lebih menyebar dari rata-

ratanya jika dibandingkan dengan

penyebaran skor pretes siswa di kelas

kontrol.

Penarikan kesimpulan tentang

kemampuan awal koneksi matematis kelas

eksperimen dan kontrol berdasarkan

pengujian hipotesis yaitu uji kesamaan dua

rata-rata data skor pretes. Berdasarkan hasil

uji kesamaan dua rata-rata data skor pretes

menggunakan uji Mann Whitney pada

Page 6: ipi199887

6

software SPSS 20.0 diperoleh bahwa

kemampuan awal koneksi matematis kelas

eksperimen dan kontrol berbeda.

Karena kemampuan awal koneksi

matematis kelas eksperimen dan kontrol

berbeda maka analisis data skor postes

dimaksudkan untuk mengetahui pencapaian

kemampuan koneksi matematis siswa kelas

eksperimen dan kontrol setelah

pembelajaran. Rata-rata skor postes kelas

eksperimen dan kontrol masing-masing

adalah 40,41 dan 35,59. Hal ini

menunjukkan bahwa pada saat postes, rata-

rata skor siswa kelas eksperimen mencapai

80% dari SMI sedangkan di kelas kontrol

rata-rata skor siswanya mencapai 72% dari

SMI. Berdasarkan hasil uji perbedaan dua

rata-rata data skor postes menggunakan uji

Mann Whitney pada software SPSS 20.0

diperoleh bahwa pencapaian kemampuan

koneksi matematis kelas eksperimen yang

memperoleh pembelajaran matematika

Knisley lebih tinggi daripada kelas kontrol

yang memperoleh pembelajaran

konvensional.

Kemampuan awal koneksi matematis

kelas eksperimen dan kontrol berbeda,

pencapaian kemampuan koneksi matematis

kelas eksperimen lebih tinggi daripada

kelas kontrol, maka untuk mengetahui

peningkatan kemampuan koneksi

matematis digunakan data skor gain

ternormalisasi. Gain ternormalisasi setiap

siswa diperoleh dengan menggunakan

rumus menurut Hake (2002: 3) yaitu:

𝑔 =%𝐺𝑎𝑖𝑛

%𝐺𝑎𝑖𝑛𝑚𝑎𝑥=%𝑃𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡 −%𝑃𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡

100 −%𝑃𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡

dimana %𝑃𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡 dan %𝑃𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡 adalah

persentase pretes dan postes setiap siswa.

Berdasarkan analisis data skor gain

ternormalisasi secara deskriptif diperoleh

rata-rata skor gain ternormalisasi kelas

eksperimen dan kontrol masing-masing

adalah 0,5921 dan 0,2555. Simpangan baku

skor gain ternormalisasi kelas eksperimen

dan kontrol masing-masing adalah 0,27123

dan 0,36562. Simpangan baku skor gain

ternormalisasi kelas kontrol lebih besar

daripada kelas eksperimen. Hal ini

menunjukkan bahwa skor gain

ternormalisasi siswa di kelas kontrol lebih

menyebar dari rata-ratanya jika

dibandingkan dengan penyebaran skor gain

ternormalisasi siswa di kelas eksperimen.

Penarikan kesimpulan tentang

peningkatan kemampuan koneksi

matematis kelas eksperimen dan kontrol

berdasarkan pengujian hipotesis yaitu uji

perbedaan dua rata-rata data skor gain

ternormalisasi. Data skor gain

ternormalisasi memenuhi asumsi normalitas

dan asumsi homogenitas, maka uji

perbedaan dua rata-rata menggunakan

Independent Sample t-Test atau uji-t pada

software SPSS 20.0 dengan asumsi kedua

varians homogen (equal variances

assumed). Hasil uji perbedaan dua rata-rata

data skor gain ternormalisasi menggunakan

uji-t pada software SPSS 20.0 diperoleh

bahwa peningkatan kemampuan koneksi

matematis kelas eksperimen yang

memperoleh pembelajaran matematika

Knisley lebih tinggi daripada kelas kontrol

yang memperoleh pembelajaran

konvensional.

Kualitas peningkatan kemampuan

koneksi matematis untuk kelas eksperimen

dan kontrol diketahui melalui interpretasi

gain ternormalisasi rata-rata (⟨𝑔⟩) untuk

masing-masing kelas. Gain ternormalisasi

rata-rata diperoleh dengan menggunakan

rumus menurut Hake (2002: 3) yaitu:

⟨𝑔⟩ =%⟨𝐺𝑎𝑖𝑛⟩

%⟨𝐺𝑎𝑖𝑛⟩𝑚𝑎𝑥=

%⟨𝑃𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡⟩−%⟨𝑃𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡⟩

100−%⟨𝑃𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡⟩

dimana %⟨𝑃𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡⟩ dan %⟨𝑃𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡⟩

adalah persentase rata-rata pretes dan postes

kelas eksperimen dan kontrol.

Page 7: ipi199887

7

Gain ternormalisasi rata-rata (⟨𝑔⟩)

kelas eksperimen dan kontrol masing-

masing adalah 0,60 dan 0,28. Ini berarti,

secara keseluruhan siswa kelas eksperimen

mengalami peningkatan kemampuan

koneksi matematis yang tergolong kualitas

sedang, sedangkan siswa kelas kontrol

mengalami peningkatan kemampuan

koneksi matematis yang tergolong kualitas

rendah.

Hasil analisis data menggunakan

statistik inferensial tersebut menunjukan

bahwa pembelajaran matematika Knisley

dapat memfasilitasi siswa untuk

meningkatkan kemampuan koneksi

matematis khususnya untuk pokok bahasan

Kaidah Pencacahan dan Peluang. Tahap

pertama sampai tahap ketiga pembelajaran

matematika Knisley memberikan ruang

bagi siswa untuk menambahkan konsep

baru tentang Kaidah Pencacahan dan

Peluang ke dalam struktur pengetahuannya.

Internalisasi konsep baru ke dalam struktur

pengetahuan siswa melalui proses

membandingkan untuk membedakan

konsep baru tersebut dengan konsep yang

telah diketahuinya. Hal ini membuat siswa

dapat memahami keterkaitan dan perbedaan

konsep baru tersebut dengan konsep yang

telah dipelajari sebelumnya. Selanjutnya,

tahap keempat memfasilitasi siswa untuk

mengaitkan penggunaan konsep

matematika tentang Kaidah Pencacahan dan

Peluang dengan masalah dalam bidang

studi lain atau kehidupan sehari-hari.

Pada penelitian ini diduga terdapat

varibel luar yang berpengaruh yaitu faktor

waktu pengetesan. Pelaksanaan postes di

kelas kontrol lebih dahulu daripada di kelas

eksperimen, sehingga lebih tingginya skor

postes siswa kelas ekperimen dibandingkan

kelas kontrol diduga tidak murni hanya

karena perlakuan pembelajaran. Namun

selama penelitian penulis mengamati siswa

di sekolah tempat penelitian memiliki

kesadaran untuk bertindak dengan disiplin

dan jujur. Dengan demikian, dapat

diasumsikan tidak terjadi kebocoran soal

postes. Jadi, penelitian memberikan hasil

yang berarti pada taraf nyata 5% atau

dengan kata lain penulis 95% yakin telah

membuat kesimpulan yang benar.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dalam

penelitian ini menggunakan statistik

inferensial diperoleh bahwa peningkatan

kemampuan koneksi matematis siswa SMA

yang memperoleh pembelajaran

matematika Knisley lebih tinggi daripada

yang memperoleh pembelajaran

konvensional.

Berdasarkan hasil penelitian dan

kesimpulan yang diperoleh, maka dapat

dikemukan beberapa saran yaitu (1) bagi

guru bidang studi matematika,

pembelajaran matematika Knisley dapat

dijadikan salah satu model pembelajaran

alternatif dalam menyampaikan materi yang

menekankan keterkaitan antar konsep; (2)

untuk penelitian lanjutan, disarankan untuk

mengkaji pengaruh model pembelajaran

matematika Knisley terhadap kemampuan

matematis siswa dibandingkan dengan

model pembelajaran lain yang juga

bernuansa konstruktivisme.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standar Nasional Pendidikan.

(2006). Standar Isi: Standar

Kompetensi dan Kompetensi Dasar

SMA/MA. Jakarta: BSNP.

Fauzi, M.A. (2011). Peningkatan

Kemampuan Koneksi Matematis dan

Kemandirian Belajar Siswa dengan

Pendekatan Pembelajaran

Page 8: ipi199887

8

Metakognitif di Sekolah Menengah

Pertama. Disertasi Doktor pada

FPMIPA UPI.

Hake, R.R. (2002). Relationship of

Individual Student Normalized

Learning Gains in Mechanics with

Gender, High-School Physics, and

Pretest Scores on Mathematics and

Spatial Visualization. Dalam Physics

Education Research Conference;

Boise, Idaho (August 2002) [Online].

Tersedia:

http://www.physics.indiana.edu/~hak

e/PERC2002h-Hake.pdf [09 Oktober

2013]

Knisley, J. (2003). A Four-Stage Model of

Mathematical Learning. Dalam

Mathematics Educator [Online], vol

12 (1), 10 halaman. Tersedia:

http://math.coe.uga.edu/TME/issues/v

12n1/v12n1.Knisley.pdf

[16 November 2012]

Lestari, P. (2011). Peningkatan

Kemampuan Koneksi Matematis

Siswa SMK Melalui Pendekatan

Pembelajaran Kontekstual. Dalam

Prosiding Seminar Nasional

Pendidikan Matematika STKIP

Siliwangi Bandung [Online], vol 1,

hal 64-72. Tersedia:

http://publikasi.stkipsiliwangi.ac.id/fil

es/2012/09/Prosiding-Seminar-

Nasional-Pendidikan-Matematika.pdf

[19 Juni 2013]

Mulyana, E. (2009). Pengaruh Model

Pembelajaran Matematika Knisley

terhadap Peningkatan Pemahaman

dan Disposisi Matematika Siswa

Sekolah Menengah Atas Program

Ilmu Pengetahuan Alam. Disertasi

Doktor pada FPMIPA UPI.

National Council of Teachers of

Mathematics (NCTM). (2000).

Principles and Standards for School

Mathematics. Reston, VA: NCTM.

Organisation for Economic Cooperation

and Development (OECD). (2010).

PISA 2009 Results: What Students

Know and Can Do – Student

Performance in Reading,

Mathematics and Science (Volume I).

Paris: OECD Publishing.

Ruseffendi, E.T. (2010). Dasar-dasar

Penelitian Pendidikan dan Bidang

Non-Eksakta Lainnya. Bandung:

Tarsito.

Sudjana. (2005). Metoda Statistika.

Bandung: Tarsito.