ipb sisik ikan

59
KARAKTERISTIK KIMIA DAN FISIK SISIK IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) VANADIA YOGASWARI C34102067 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Transcript of ipb sisik ikan

Page 1: ipb sisik ikan

KARAKTERISTIK KIMIA DAN FISIK SISIK IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy)

VANADIA YOGASWARI

C34102067

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Page 2: ipb sisik ikan

RINGKASAN

VANADIA YOGASWARI. C 34102067. Karakteristik Kimia dan Fisik Sisik Ikan Gurami (Osphronemus gouramy). Dibimbing oleh NURJANAH dan RUDDY SUWANDI.

Sisik ikan merupakan limbah yang belum dimanfaatkan dengan optimal. Sisik ikan dalam skala industri (diperoleh dari industri fillet ikan) dapat dimanfaatkan sebagai sumber kolagen, sedangkan dalam skala rumah tangga biasanya hanya dibuang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi sisik ikan dengan menenentukan rendemen, karakteristik kimia dan fisik, dan mengetahui kemungkinan adanya komponen aktif dalam sisik ikan. Jika tujuan tersebut telah diperoleh, maka yang ingin diketahui selanjutnya adalah pengaruh bobot ikan terhadap kandungan sisik ikan. Pengaruh bobot ikan terhadap kandungan sisik ikan diketahui dengan menggunakan tiga kelompok bobot yang berbeda, yaitu rata-rata 0,3, 1,2, dan 3,1 kg masing-masing tiga ulangan. Pada tiap kelompok bobot dilakukan analisis proksimat, pengukuran kadar kalsium, kitin, pH, ketebalan, dan diameter. Pada bobot ikan dengan rendemen terbanyak dilakukan uji fitokimia (alkaloid, steroid, saponin, fenol hidrokuinon, molisch, benedict, biuret, dan ninhidrin).

Sisik ikan diperoleh dari ikan gurami dengan bobot 260–3315 gram. Rendemen sisik gurami berkisar antara 3,0-5,7 %. Sisik gurami mengandung air 30,0–36,8 %, abu 18,7-26,3 %, lemak 0,1-1,0 %, protein 29,8-40,9 %, karbohidrat by differences 2,0-5,7 %, kitin 0,4-3,7 %, kalsium 5,0-8,6 %. Tingkat keasaman sisik gurami berkisar antara 7,7-8,7 yang berarti sisik gurami bersifat basa. Ketebalan sisik berkisar antara 20-70 µm dan diameternya berkisar antara 9-21 mm. Berdasarkan uji fitokimia, sisik gurami mengandung alkaloid, karbohidrat, senyawa peptida, dan asam amino. Bobot gurami tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen, kadar air, abu, protein, lemak, dan kalsium. Bobot gurami berpengaruh pada kadar kitin, semakin besar bobot ikan semakin rendah kadar kitin sisiknya.

Page 3: ipb sisik ikan

KARAKTERISTIK KIMIA DAN FISIK SISIK IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Vanadia Yogaswari

C34102067

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Page 4: ipb sisik ikan

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: KARAKTERISTIK KIMIA DAN FISIK SISIK IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy) Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2009

VANADIA YOGASWARI C34102067

Page 5: ipb sisik ikan

SKRIPSI

Judul : KARAKTERISTIK KIMIA DAN FISIK SISIK IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy)

Nama Mahasiswa : Vanadia Yogaswari

Nomor Pokok : C34102067

Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Nurjanah M.S Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil NIP. 131 578 848 NIP. 131 474 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP. 131 578 799

Tanggal kelulusan :

Page 6: ipb sisik ikan

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Vanadia Yogaswari, dilahirkan

di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, pada tanggal 2 Juni 1984, sebagai

anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Samsul

Arifin dan Ibu Ina Indreswary.

Penulis pernah bersekolah di Taman Kanak-kanak Al

Tirah Ujung Pandang, Sekolah Dasar Negeri (SDN) Mangkukusuman 9 Tegal,

SDN 1 Banda Aceh, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Palembang, dan

Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 1 Palembang. Pada tahun 2002

penulis menyelesaikan pendidikan dari SMUN 1 Malang dan pada tahun yang

sama lulus Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), diterima di Program

Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut

Pertanian Bogor.

Selama menjalani studi di IPB, penulis bergabung dalam organisasi

kemahasiswaan yaitu Lembaga Dakwah Fakultas (LDF), Majelis Ta’lim Al

Marjan FPIK IPB (2003 dan 2006) dan Lembaga Dakwah Kampus, Badan

Kerohanian Islam Mahasiswa IPB (2004-2005), sebagai staf Biro Opini dan Syiar

pada Departemen Keputrian.

Page 7: ipb sisik ikan

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan

rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul Karakteristik Kimia dan Fisik Sisik Ikan Gurami (Osphronemus

gouramy). Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah

Muhammad SAW, khatamun nabiyyin.

Penulis menghaturkan jazakumullah bil jannah atas segala kebaikan,

kepada:

1. Keluarga Besar penulis: Ayah dan Ibu. Kakak dan adik-adik. Paman-paman,

bibi-bibi semuanya.

2. Ibu Ir. Nurjanah M.S selaku pembimbing skripsi pertama. Terima kasih atas

kesabaran dan kebaikan hati Ibu selama ini.

3. Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku pembimbing skripsi kedua.

Terima kasih atas kesabaran dan kebaikan hati Bapak selama ini.

4. Bapak Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, MS dan Bapak Uju, S.Pi, M.Si selaku dosen

penguji. Terima kasih atas banyak masukan yang telah diberikan.

5. Bapak Bambang Riyanto, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing akademik.

6. Keluarga Besar THP: Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen yang selalu memberi

motivasi. Ibu Desniar yang pernah menjabat sebagai Ketua Komisi

Pendidikan (Komdik), Bapak Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb selaku Ketua Komdik.

Laboran-laboran yang luar biasa pelayanannya, Bu Emma, Mas Saepul dan

Ka Zaki. Staf TU yang sabar mengurusi segala keperluan mahasiswa. Bibi

atas informasi-informasinya terkait dengan keberadaan dosen. Rekan-rekan

seangkatan (’39) yang amat peduli pada nasib kelulusan rekannya dengan

selalu menanyakan kemajuan studi penulis, dan Dina the last partner. Senior

(’38; Mba Yanti the last partner dan Mba Sarah, ’37, ’36 dan ‘35≥) yang

memberi banyak bekal ke-THP-an. Junior [’40, ’41 (partner-partner

penelitian, warga Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Hasil Perairan),

’42, ’43≤].

7. Keluarga Besar FPIK.

Page 8: ipb sisik ikan

8. Keluarga Besar IPB. Staf LSI yang sabar menanti para mahasiswa yang

beraktivitas di dalamnya bahkan hingga malam.

9. Keluarga Besar Pejuang Islam Kãffah: Apa jadinya penulis tanpa pemikiran

revolusioner itu. Euis, Mba Meti, Nindira, Noneng, dan Nauli atas bantuan

teknis yang diberikan.

10. Keluarga Besar 106A. Semoga menjadi tempat berteduh yang ideologis.

Amin.

Penulis benar-benar menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih

banyak kekurangan. Kritik dan saran siap diterima, walau demikian semoga

skripsi ini tetap dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya.

Darmaga, Januari 2009

Vanadia Yogaswari

Page 9: ipb sisik ikan

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... v

DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... vii

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1

1.2. Tujuan ..................................................................................................... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sisik Gurami (Oshpronemus gouramy) .................................................. 3

2.2. Komposisi Kimia Bahan ......................................................................... 4

2.2.1. Air ………………………………………………………………. 4 2.2.2. Lemak …………………………………………..………………. 5 2.2.3. Protein ……………………………………………..……………. 5 2.2.4. Mineral …………………………………………..……………… 6 2.2.5. Karbohidrat …………………………………………..…………. 6 2.2.6. Kitin ……………………………………………………..……… 6 2.2.7. Kalsium ………………………………………………..………... 7 2.2.8. Komponen aktif ……………………………………..………….. 7

2.3. Potensi Sisik Ikan ……………………………………………………… 8

3. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat …………………………………………………….. 9

3.2. Bahan dan Alat …………………………………………………..…….. 9

3.3. Metode Penelitian ………………………………………………........... 10

3.3.1. Rendemen …………………………………………….……….... 11 3.3.2. Karakterisasi fisik …….......……………………………..…….... 12

1) Pengukuran diameter .............................................................. 12 2) Pengukuran ketebalan ............................................................. 12

3.3.3. Karakterisasi kimia …..………………………………………..... 13 a. Analisis proksimat …………………………………..……….. 13

1) Kadar air (Apriyantono et al. 1989) ..................................... 13 2) Kadar abu (Apriyantono et al. 1989) ................................... 13 3) Kadar protein (Apriyantono et al. 1989) .............................. 14 4) Kadar lemak (Apriyantono et al. 1989) ............................... 14 5) Kadar karbohidrat (by differences) ....................................... 15

b. Kalsium (Apriyantono et al. 1989) ........................................... 15 c. Kitin (Suptijah et al. 1992) ……..........…………………......... 16 d. Pengukuran pH ……………………..…………………............17

Page 10: ipb sisik ikan

e. Uji fitokimia ………………………....……..……........……… 17 1) Uji alkaloid .............................………..………..….....……..17 2) Uji steroid ..............................................................................17 3) Uji saponin ............................. .............................................. 18 4) Uji fenol hidrokuinon ............................................................ 18 5) Uji molisch ............................................................................ 18 6) Uji benedict ........................................................................... 18 7) Uji biuret ............................................................................... 18 8) Uji ninhidrin .......................................................................... 18

3.4. Rancangan Percobaan dan Analisis Data ……………………..…..….... 18

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Rendemen Sisik Gurami ............................…………………………...... 20

4.2. Karakteristik Fisik Sisik Gurami ……….............................…………... 21

4.3. Karakteristik Kimia Sisik Gurami ...........................……....…………... 22

4.3.1. Analisis proksimat ……………………………………………… 22 1) Protein ...................................................................................... 23 2) Air ............................................................................................. 24 3) Abu ........................................................................................... 24 4) Lemak ....................................................................................... 24 5) Karbohidrat ............................................................................... 25

4.3.2. Kalsium …………………………………………………........…. 25 4.3.3. Kitin …………………………………………………………...... 26 4.3.4. Nilai pH …...............……………………………………….....…. 27

4.4. Kandungan Komponen Aktif ……………………………………….…. 28

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan …………………………………………………………..... 31

5.2. Saran …………………………………………………………………... 31

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 32

LAMPIRAN ...................................................................................................... 35

Page 11: ipb sisik ikan

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Sisik ikan tipe stenoid pada ikan bertulang punggung (bony ridge) (Lagler et al. 1977) ......................................................................................... 4

2. Struktur kitin (Richards 1951) ........................................................................ 7

3. Diagram alir metode penelitian ......................................................................11

4. Ilustrasi letak sisik terbesar pada gurami .......................................................12

5. Histogram rata-rata rendemen sisik gurami....................................................20

6. Ilustrasi gurami beserta gambar bentuk-bentuk sisik yang tersebar di beberapa bagian tubuh gurami ........................................................................22

7. Diagram pie rata-rata proksimat sisik gurami tiap kelompok bobot ..............23

8. Histogram rata-rata kadar kalsium sisik gurami .............................................25

9. Histogram rata-rata kadar kitin sisik gurami ..................................................27

10. Histogram rata-rata pH sisik gurami ..............................................................28

Page 12: ipb sisik ikan

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Rata-rata hasil pengukuran ketebalan dan diameter sisik gurami ................... 21

2. Hasil uji fitokimia sisik gurami ......................................................................29

Page 13: ipb sisik ikan

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kondisi sisik gurami ..................................................................................... 35

2. Data gurami yang digunakan sebagai sampel penelitian .............................. 36

3. Data rendemen sisik gurami ..........................................................................37

4. Hasil pengukuran ketebalan dan diameter sisik gurami ............................... 38

5. Data karakteristik kimia sisik gurami ........................................................... 39

6. Gambar hasil uji fitokimia sisik gurami ....................................................... 45

Page 14: ipb sisik ikan

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung berbagai

macam zat nutrisi. Diantara produk protein hewani dan nabati, ikan masih

menjadi pilihan sumber protein. Disaat komoditi sapi diterpa isu sapi gila,

penyakit kuku dan mulut, sementara komoditi ayam diterpa isu flu burung dan

ayam tiren (mati kemaren) yang berakibat buruk bagi kesehatan manusia dan

berlabel tidak halal, ikan menjadi sumber protein yang aman.

Penggunaan ikan skala industri maupun skala rumah tangga, menjadikan

daging ikan sebagai bahan baku utama. Ini berarti bagian-bagian tubuh ikan

selain dagingnya disebut sebagai hasil samping (by-product). Rata-rata bagian

daging ikan yang dapat dimakan (edible portion) sebanyak 40-50 % (Trilaksani

2004). Berarti selebihnya tidak dimakan. Bagian tubuh ikan yang biasanya

menjadi limbah adalah sisik, kulit, tulang, insang, semua organ dalam seperti

pankreas, hati, jantung, gonad, gelembung renang, dan usus.

Limbah bukannya tidak dimanfaatkan atau hanya dibuang saja.

Berdasarkan konsep zero waste system yang diusung program Silarsatu (Sistem

Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu) (Kastaman dan Kramadibrata 2007),

limbah bisa saja dijadikan sebagai pupuk alami atau kompos yang ramah

lingkungan. Ikanpun dapat dimanfaatkan dengan prinsip zero waste. Kulit ikan

dapat dijadikan kerajinan kulit, gelatin, dan kerupuk. Tulang, kepala, dan sirip

diambil asam lemak omega-3 dan gelatinnya atau dijadikan tepung tulang sebagai

tambahan kalsium pakan ternak. ‘Jeroan’ ikan diantaranya diambil enzim dan fish

oilnya, dijadikan kecap ikan dan silase (pakan ternak) (Trilaksani 2004). Sisik

ikan berpotensi sebagai sumber alternatif kolagen. Kolagen terdapat pada sisik

ikan sardin dalam bobot kering sebesar 50,9 %, red sea bream 37,5 %, dan

Japanese sea bass 41,0 % (Nagai et al. 2004).

Sisik sebagai by-product dari industri fillet ikan jumlahnya besar sehingga

dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kolagen, namun sisik pada konsumer

kecil biasanya hanya dibuang. Sisik ikan skala kecil ini belum dimanfaatkan

secara optimal karena belum diketahui potensinya. Potensi tersebut dapat

Page 15: ipb sisik ikan

diketahui jika tersedia data-data mengenai kandungan sisik. Belum adanya data

mengenai kandungan sisik, mendorong penelitian tentang hal tersebut. Informasi

mengenai beberapa komposisi kimia sisik ikan yang akan diperoleh dalam

penelitian ini, diharapkan dapat menjadi jembatan untuk mengetahui potensi sisik

ikan terutama pada skala kecil.

Penelitian ini menggunakan sisik ikan yang berasal dari ikan gurami

dengan varietas (strain) yang tidak seragam, sebab dalam penjualannya kepada

konsumen tidak dibeda-bedakan varietasnya. Gurami merupakan jenis ikan air

tawar yang paling unggul dari segi tingginya permintaan dan kestabilan harga

(Him 2007). Sehingga jika sisik dimanfaatkan sebagai bahan baku produksi,

ketersediaannya juga stabil dan kontinyu.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi sisik ikan, dengan:

1) Menentukan persentase rendemen sisik ikan gurami.

2) Menentukan komposisi kimia dan beberapa karakteristik fisik sisik ikan

gurami.

3) Melakukan uji komponen aktif dalam sisik ikan gurami.

4) Menentukan pengaruh bobot ikan gurami terhadap rendemen dan komposisi

kimia sisiknya.

Page 16: ipb sisik ikan

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sisik Gurami (Oshpronemus gouramy)

Sebagian besar ikan tubuhnya ditutupi oleh sisik. Sisik berasal dari

lapisan kulit yang dinamakan dermis, sehingga kulit sering disebut rangka dermis.

Beberapa ikan sisiknya menjadi keras karena bahan penyusunnya. Ikan

yang tingkat evolusinya lebih modern, kekerasan sisiknya sudah tereduksi

menjadi sangat lentur (Rahardjo et al. 1988). Sisik ikan adalah jaringan yang

mengandung osteoblast dan osteoclast seperti yang ditemukan pada tingkat

vertebrata yang lebih tinggi, namun regulasi aktivitas sel dalam jaringan masih

sedikit diketahui (Rotllant et al. 2005). Sisik juga mempunyai karakteristik yang

ditemukan dalam struktur-struktur lain seperti tulang, gigi, dan urat daging yang

bermineral. Semua bahan ini sebagian besar dibentuk oleh suatu komponen

organik (yaitu kolagen), suatu komponen mineral (yaitu hydroxyapatite) dan air

(Torres et al. 2007).

Susunan sisik yang seperti genting akan mengurangi gesekan dengan air

sehingga ikan dapat berenang dengan lebih cepat (Rahardjo et al. 1988). Bagian

sisik yang menempel ke tubuh kira-kira separuhnya. Penempelannya tertanam ke

dalam sebuah kantung kecil di dalam dermis. Bagian yang tertanam pada tubuh

disebut anterior, transparan dan tidak berwarna. Bagian yang terlihat adalah

bagian belakang (posterior), berwarna karena mengandung butir-butir pigmen

(kromatofor).

Berdasarkan bentuk dan kandungan bahan, sisik ikan dibedakan menjadi

lima jenis yakni plakoid, kosmoid, ganoid, sikloid dan stenoid (Rahardjo et al.

1988).

Jenis sisik gurami adalah stenoid Nikol’skii (1961). Sisik stenoid terdapat

pada sebagian besar golongan Osteichthyes, yang masing-masing terdapat pada

golongan ikan berjari-jari sirip lemah (Malacopterygii). Sisik ini sangat tipis,

fleksibel, transparan dan tidak mengandung dentin ataupun enamel. Bagian-

bagian sisik sikloid pada dasarnya sama dengan sisik stenoid, kecuali bagian

posterior sisik stenoid dilengkapi dengan stenii (semacam gerigi kecil). Bentuk

sisik stenoid dicantumkan pada Gambar 1.

Page 17: ipb sisik ikan

kromatofor

bagian yang tampak

anulus I

geligi (stenii)

bagian yang tertanam pada dermis

alur(radii/radius)

fokus

garis tepidepan

sirkulus;garis gelap

Gambar 1 Ilustrasi sisik ikan tipe stenoid pada ikan bertulang punggung (bony ridge) (Lagler et al. 1977).

2.2. Komposisi Kimia Bahan

Kebanyakan komponen kimia organisme hidup merupakan senyawa

organik yang berunsur atom karbon, yang secara kovalen diikat oleh atom-atom

karbon lainnya dan oleh hidrogen, oksigen, atau nitrogen. Kimiawi organisme

hidup terorganisasi pada unsur karbon, yang mencapai lebih dari setengah berat

keringnya (Lehninger 1982). 2.2.1. Air

Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda,

baik itu bahan makanan hewani maupun nabati. Air berperan sebagai pembawa

zat-zat makanan dan sisa-sisa metabolisme, sebagai media reaksi yang

menstabilkan pembentukan biopolimer, dan sebagainya. Air dapat mempengaruhi

penampakan, tekstur serta cita rasa makanan kita (Winarno 1992). Adanya air

juga mempengaruhi kemerosotan mutu makanan secara kimia dan mikrobiologi

(Deman 1997).

Air dalam suatu bahan makanan terdapat dalam berbagai bentuk

(Sudarmadji et al.1981):

1) Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan inter-granular dan pori-

pori yang terdapat pada bahan.

Page 18: ipb sisik ikan

2) Air yang terikat secara lemah karena terserap (teradsorbsi) pada permukaan

koloid makromolekular seperti protein, pektin pati, selulosa. Air yang ada

dalam bentuk ini masih tetap mempunyai sifat air bebas dan dapat dikristalkan

pada proses pembekuan.

3) Air dalam keadaan terikat kuat yaitu membentuk hidrat. Ikatannya bersifat

ionik sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan. Air ini tidak membeku

meskipun pada 0 ºF. 2.2.2. Lemak

Lipida adalah senyawa organik berminyak atau berlemak yang tidak larut

dalam air, yang dapat diekstrak dari sel dan jaringan oleh pelarut nonpolar, seperti

kloroform, atau eter. Jenis lipida yang paling banyak adalah lemak atau

triasilgliserol, yang merupakan bahan bakar utama bagi hampir semua organisme

(Lehninger 1982).

Bahan pangan banyak mengandung lemak dan minyak, terutama bahan

yang berasal dari hewan. Lemak dalam jaringan hewan terdapat pada jaringan

adiposa (Winarno 1992). 2.2.3. Protein

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur

C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein

juga dapat mengandung fosfor, belerang dan ada unsur logam seperti besi dan

tembaga (Winarno, 1992).

Protein di alam banyak jenis dan rumit strukturnya, karena itu tidak

mudah mengelompokkannnya. Protein sederhana digolongkan berdasarkan sifat

kelarutannya. Protein penyusun rangka hewan tergolong kedalam kelompok

protein yang tak larut, dan terdiri dari dua kelompok yaitu kolagen dan keratin

(Sudarmadji et al. 1989). Alfa-keratin (α-keratin) adalah protein serat utama yang

memberikan perlindungan eksternal bagi vertebrata. Protein ini menyusun hampir

seluruh berat kering dari rambut, wol, sayap, kuku, cakar, duri, sisik, tanduk, kuku

kuda, kulit penyu, dan banyak lapisan kulit sebelah luar (Lehninger 1982).

Keratin tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan, kemungkinan besar

karena banyaknya jembatan dithio (S–S) dari rantai-rantai peptida penyusun

Page 19: ipb sisik ikan

keratin. Jika keratin tidak dapat dicerna oleh enzim proteolitik dalam sistem

pencernaan, maka berbeda halnya dengan kolagen (Sudarmadji et al. 1989). 2.2.4. Mineral

Unsur mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam

proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak,

karena itu disebut abu. Sampai sekarang telah diketahui ada empat belas unsur

mineral yang berbeda jenisnya diperlukan manusia agar memiliki kesehatan dan

pertumbuhan yang baik. Unsur tersebut adalah natrium, klor, kalsium, fosfor,

magnesium, dan belerang. Unsur-unsur ini terdapat dalam tubuh dengan jumlah

yang cukup besar dan karenanya disebut unsur makro atau mineral makro

(Winarno 1992).

Mineral mikro atau trace element atau minor element merupakan istilah

yang digunakan untuk sisa mineral yang secara tetap terdapat dalam sistem

biologis (Winarno 1992). Mineral mikro yang penting adalah besi, iodium,

mangan, tembaga, zink, kobalt, fluor, kromium, molibdenum, nikel, vanadium

dan selenium (Parker 2003). 2.2.5. Karbohidrat

Pada umumnya karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi monosakarida,

oligosakarida, serta polisakarida. Polisakarida dalam bahan makanan berfungsi

sebagai penguat tekstur (selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin) dan sebagai

sumber energi (pati, dekstrin, glikogen, fruktan). Beberapa polisakarida

mempunyai nama kebiasaan (trivial) yang berakhiran ”in” misalnya: kitin,

dekstrin, dan pektin (Winarno 1992).

Larutan semua jenis karbohidrat akan berwarna merah bila dicampur

dengan beberapa tetes larutan α-naphtol dan diberi asam sulfat pekat secara hati-

hati. Sifat ini dikenal sebagai dasar uji kualitatif karbohidrat dan dikenal sebagai

uji molisch (Sudarmadji et al. 1989). 2.2.6. Kitin

Kitin adalah substansi organik kedua yang banyak ditemukan di bumi ini

setelah selulosa, terdapat dalam berbagai spesies binatang. Pada binatang

Page 20: ipb sisik ikan

perairan, kitin banyak ditemukan pada kerang-kerangan, contohnya pada karapas

udang dan sisik ikan (Suptijah et al. 1992).

Kitin adalah polimer dari asetilglukosamin. Kitin murni, seperti banyak

substansi lainnya, menjadi coklat karena iodin, sedangkan kitosan dalam kadar

asam yang sedang menjadi violet atau violet kemerah-merahan oleh iodin (Neville

1975). Struktur kitin dicantumkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Struktur kitin (Richards 1951). 2.2.7. Kalsium

Peranan kalsium dalam tubuh yaitu membantu membentuk tulang dan gigi

(Winarno 1992). Metabolisme kalsium sangat kompleks sifatnya karena

banyaknya faktor yang mempengaruhinya seperti P (fosfor), vitamin D, karoten,

umur dan sebagainya (Suwardi et al. 1973).

Pada tubuh ikan teleostei, kalsium sebagian besar terdapat pada sisik

(Rotllant et al. 2005). Kalsium merupakan komponen struktural mineral tulang

atau hidroksiapatit yang komposisinya kira-kira adalah [Ca3(PO4)2)]3.Ca(OH)2

(Lehninger 1982), namun kalsium yang terdapat pada sisik ikan berupa kalsium

yang kurang hidroksiapatit (Torres et al. 2007). 2.2.8. Komponen aktif

Senyawa obat (farmaka) adalah senyawa bioaktif, yaitu komponen aktif

obat yang bertujuan untuk mempengaruhi fungsi tubuh, khususnya untuk

mencegah, meringankan atau menyembuhkan penyakit. Senyawa aktif yang

paling tua dan masih digunakan sampai saat ini untuk farmakoterapi berasal dari

tanaman, dan yang paling menonjol adalah alkaloid (Schunack et al. 1990).

Alkaloid umumnya terjadi dalam tanaman, tetapi beberapa diantaranya

didapatkan pada hewan (Soetarno et al. 1981). Sejumlah besar senyawa obat

Page 21: ipb sisik ikan

organik menunjukkan sifat basa yang disebabkan oleh adanya gugus amina, yang

termasuk golongan ini adalah alkaloid dan basa nitrogen sintetik yang menyerupai

alkaloid. Untuk identifikasi golongan ini dapat diterapkan reaksi pengendapan

dengan pereaksi Mayer atau pereaksi Dragendorff (Schunack et al. 1990).

Alkaloid adalah hasil dari metabolit sekunder, dimana metabolit primer mencakup

proses katabolisme (degradasi) dan anabolisme (sintesis) dalam tubuh makhluk

hidup seperti mensintesis gula, asam amino, asam lemak dan sebagainya (Mann

1987).

2.3. Potensi Sisik Ikan

Nagai et al. (2004) menyatakan bahwa sisik berpotensi untuk menjadi

sumber alternatif kolagen selain dari kulit dan tulang hewan ternak, yang menarik

banyak perhatian dibidang kosmetik dan kesehatan. Potensi sisik ikan lainnya

disarankan oleh Ikoma et al. (2003) yaitu sebagai penyerap bahan anorganik

untuk digunakan dalam teknologi separasi, katalisis dan aplikasi biomedikal.

Kegunaan sisik ikan secara ilmiah adalah untuk membedakan populasi

ikan di sungai (Poulet et al. 2005). Sisik ikan juga dapat digunakan untuk

mengetahui sejarah keadaan perairan (Perga et al. 2003) dan menjadi bio-

indikator kualitas air sungai Gangga (Khanna et al. 2007).

Page 22: ipb sisik ikan

3. METODOLOGI

3. 1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Juli 2008.

Penelitian dimulai dengan survei mengenai fakta sisik ikan (gurami) di pasar

Anyar dan pasar Laladon Bogor (Lampiran 1). Pada bulan Januari, dilakukan

preparasi pertama terhadap ikan gurami berbobot rata-rata 250 gram untuk

mengetahui jumlah rendemennya, sehingga dapat memperkirakan jumlah sampel

yang digunakan.

Tempat pelaksanaan penelitian adalah Laboratorium Biokimia Hasil

Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan dan Laboratorium

Penanganan, Karakterisasi dan Fisiologi Hasil Perairan. Ketiga laboratorium

tersebut berada di Departemen Teknologi Hasil Perairan, gedung Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

3. 2. Bahan dan Alat

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sisik ikan yang berasal

dari ikan gurami dengan bobot rata-rata 0,3; 1,2; dan 3,1 kg. Setiap sampel

diambil tiga hingga empat ekor ikan (Lampiran 2). Pemilihan bobot berdasarkan

ukuran ikan gurami yang biasa dikonsumsi dan untuk memenuhi salah satu tujuan

penelitian, yaitu mengetahui pengaruh bobot ikan terhadap kandungan sisik ikan.

Ikan gurami dibeli dari kolam pembesaran Kurnia Fishery di jalan Babakan

Gunung Selamet Rt. 01/01 Cibeureum Petir 16680.

Bahan-bahan kimia yang digunakan yaitu akuades, tablet kjeltab, indikator

PP (Penol Phtaline), asam asetat anhidrida, pelarut n-heksana, kloroform-amonia,

eter, etanol 70 %; pereaksi Mayer, Dragendorff, Wagner, molisch, benedict,

biuret; larutan asam sulfat pekat 0,05 N dan 2 M, lantanum klorida, HCl 0,1 N, 2

N, 3 N, dan 6 N, NaOH 0,05 N dan 3,5 %, H2BO3 30 %, FeCl3 5 %, ninhidrin

0,1 %. Bahan-bahan non kimia yang digunakan yaitu kertas saring, kapas bebas

lemak, plastik bening, dan kertas label.

Peralatan yang digunakan yaitu saringan, baskom, nampan, blender, pisau,

kain lap, oven dengan kisaran suhu >100 °C, cawan porselen, desikator, gegep,

Page 23: ipb sisik ikan

timbangan digital, tanur pengabuan, kompor listrik, labu kjeldahl berukuran 30

ml, destruktor (pemanas listrik pada uji protein), labu takar, labu destilasi, alat

destilasi, gelas piala, buret berukuran 50 ml, alat ekstraksi soxhlet, kondensor,

labu lemak, homogenizer, pH meter, alat spektrofotometer absorpsi atom (AAS),

pipet tetes, tabung reaksi, corong kaca, erlenmeyer 125 ml, jangka sorong,

mikrometer sekrup.

3. 3. Metode Penelitian

Penelitian ini diawali dengan pencucian ikan. Setelah itu ikan ditimbang

sehingga diperoleh bobotnya. Preparasi selanjutnya adalah pemisahan sisik dari

ikan dan pencucian sisik ikan. Sisik ikan yang telah dicuci dengan penggantian

air sebanyak empat kali, diseka dengan kain lap, ditimbang sehingga diperoleh

bobotnya. Bobot ikan dan sisik digunakan dalam perhitungan rendemen. Data

rendemen berguna untuk memprediksi jumlah bahan baku pada industri.

Kemudian sisik ikan digunakan untuk mengetahui beberapa karakteristik kimia

dan fisiknya.

Karakteristik kimia yang ingin diketahui secara kuantitatif adalah kadar

air, abu, karbohidrat (by difference), protein, lemak, kalsium, kitin, dan pH.

Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui nilai gizi dan komposisi sisik ikan

secara umum. Pengukuran kalsium dan kitin didasarkan pada literatur yang

menuliskan bahwa komponen tersebut terdapat dalam sisik. Pengukuran pH

umum dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman suatu bahan.

Keberadaan beberapa komponen aktif diketahui dengan uji fitokimia

meliputi uji alkaloid, steroid, saponin, fenol hidrokuinon, molisch, benedict, biuret

dan ninhidrin. Karakteristik fisik yang diukur dari sisik ikan adalah ketebalan dan

diameternya. Diagram alir metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Page 24: ipb sisik ikan

3.3.1. Rendemen

Ikan gurami utuh yang telah dibersihkan dari lendir (dicuci) dan diseka

menggunakan lap, ditimbang bobotnya dengan timbangan digital. Setelah

ditimbang, diperoleh bobot B1. Kemudian diambil sisiknya. Sisik yang telah

dibersihkan dari benda-benda asing yang menempel (air, lendir dan sebagian

Pengukuran rendemen sisik ikan

Penimbangan sisik

Penentuan karakteristik kimia: a. Analisis proksimat

1) kadar air 2) kadar abu 3) kadar protein 4) kadar lemak 5) kadar karbohidrat

b.Analisis kalsium c. Analisis kitin d.Pengukuran pH e. Uji fitokimia

1) uji alkaloid 2) uji steroid 3) uji saponin 4) uji fenol hidrokuinon 5) uji molisch 6) uji benedict 7) uji biuret 8) uji ninhidrin

Penentuan karakteristik fisik: a. Ketebalan b. Diameter

Penimbangan ikan

Ikan gurami bobot rata-rata 0,3; 1,2; dan 3,1 kg

(masing-masing 3 kali ulangan)

Pengambilan sisik

Gambar 3 Diagram alir metode penelitian

Page 25: ipb sisik ikan

dermis yang menempel) ditimbang bobotnya sehingga diperoleh bobot B2.

Rendemen sisik ikan dihitung pada persamaan di bawah ini:

Rendemen = %1001

2 ×B

B

3.3.2. Karakterisasi fisik

1) Pengukuran diameter

Sisik gurami diambil pada lima titik berbeda, dari yang berukuran kecil hingga

yang berukuran paling besar untuk mengetahui kisaran diameternya. Hanya

nilai dari satu titik yang disajikan sebagai perbandingan ukuran sisik diantara

bobot ikan. Titik tersebut adalah sisik yang diduga memiliki diameter

terbesar. Berdasarkan pengamatan, sisik terbesar terdapat di sekitar belakang

kepala, di atas sirip dada, pada lingkar tubuh yang paling besar. Ilustrasinya

dicantumkan pada Gambar 4. Diameter diukur menggunakan jangka sorong.

Keterangan: Dua garis merah mengilustrasikan dimensi lebar pada tubuh ikan. (A) Letak sisik terbesar diperkirakan berada diantara titik pertemuan dua

garis merah yang mengilustrasikan lingkar tubuh terbesar.

Gambar 4 Ilustrasi letak sisik terbesar pada gurami 2) Pengukuran ketebalan

Sisik gurami diambil pada lima titik berbeda, dari yang berukuran paling kecil

hingga yang berukuran paling besar untuk mengetahui kisaran ketebalannya.

Nilai pengukuran yang dibandingkan diperoleh dari sisik yang terbesar

berdasarkan pengamatan. Ketebalan diukur menggunakan mikrometer sekrup.

A

Page 26: ipb sisik ikan

3.3.3. Karakterisasi kimia

a. Analisis proksimat

Suatu bahan organik secara umum tersusun dari lima komponen utama yaitu

karbohidrat, protein, lemak, mineral dan air. Analisis proksimat dilakukan

untuk mengetahui kadar dari komponen-komponen tersebut. Prosedur analisis

proksimat sebagai berikut:

1) Kadar air (Apriyantono et al. 1989)

Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 20 menit dan didinginkan

dalam desikator. Kemudian ditimbang dan diperoleh bobotnya. Sampel

ditimbang dengan cepat kurang lebih 2 gram. Bobot cawan kosong

ditambah bobot sampel awal menjadi W1. Cawan berisi sampel

dimasukkan ke dalam oven. Setelah kurang lebih 12 jam, cawan tersebut

dipindahkan ke desikator untuk didinginkan. Setelah itu ditimbang

kembali dan diperoleh bobot cawan berisi sampel kering (W2). Nilai W1

dikurangi W2 diperoleh nilai kehilangan air (W3). Untuk memperoleh

nilai kadar air dalam basis basah, nilai W3 dan dihitung dalam persamaan

berikut:

Persen kadar air (wet basis) = %1003 ×basahsampelbobot

W

2) Kadar abu (Apriyantono et al. 1989)

Cawan pengabuan dibakar dalam tanur, didinginkan dalam desikator dan

ditimbang sehingga diperoleh bobot cawan kosong. Sampel ditimbang

sebanyak 2 gram, dibakar dalam tanur pengabuan sampai didapat abu

berwarna abu-abu atau sampai beratnya tetap. Pengabuan dilakukan pada

suhu 600 °C. Setelah 6 jam, diangkat dan didinginkan dalam desikator,

kemudian ditimbang, diperoleh bobot cawan berisi abu. Berat abu

diperoleh dari pengurangan bobot cawan berisi abu dengan bobot cawan

kosong. Untuk memperoleh kadar abu dalam persen, nilai-nilai bobot

dihitung dalam persamaan berikut:

% abu = %100)(

)( ×gsampelberat

gabuberat

Page 27: ipb sisik ikan

3) Kadar protein (Apriyantono et al. 1989)

Tahap pertama adalah tahap destruksi. Sampel ditimbang 1 gram,

dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Ke dalam tabung kjeldahl

berisi sampel, ditambahkan 10 ml H2SO4, dan seperempat sampai setengah

tablet kjeltab. Sampel dididihkan selama 1–3 jam, dengan suhu ± 400 °C

sampai cairan menjadi jernih. Setelah dingin, diencerkan ke dalam labu

takar 100 ml dengan akuades secara perlahan-lahan. Tahap kedua adalah

tahap destilasi. Bahan yang telah diencerkan tersebut diambil 10 ml,

dimasukkan ke dalam labu destilasi dan ditambahkan 10 ml H2BO3 30 %,

lalu didestilasi selama 15 menit. Cairan yang terdestilasi ditangkap pada

gelas piala 100 ml yang berisi 10 ml H2SO4 0,05 N ditambah 3 tetes

indikator PP. Pada tahap titrasi, cairan terdestilasi dititrasi dengan NaOH

0,05 N. Dilakukan pula pada blanko.

% N = %1000007,0)( ×××−

sampelbobot

npengencerafaktortitrasimlblankoml

% protein = % N × faktor konversi Keterangan: faktor konversi umum = 6,25

4) Kadar lemak (Apriyantono et al. 1989)

Labu lemak dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator lalu

ditimbang. Lima gram sampel ditimbang dalam kertas saring, ditutup

dengan kapas yang bebas lemak. Kertas saring berisi sampel tersebut

diletakkan dalam alat ekstraksi soxhlet, dengan posisi alat kondensor di

atasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut n-heksana dituangkan ke

dalam labu lemak secukupnya, sesuai dengan ukuran Soxhlet yang

digunakan sehingga sampel yang dibungkus kertas saring terendam.

Kemudian dilakukan refluks selama minimum 5 jam sampai pelarut yang

turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada di labu

lemak didestilasi, ditampung pelarutnya. Selanjutnya labu lemak hasil

ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 °C untuk menguapkan

pelarut yang masih tersisa di labu lemak. Setelah dikeringkan sampai

berat tetap dan didinginkan dalam desikator, labu berisi lemak tersebut

Page 28: ipb sisik ikan

ditimbang. Bobot lemak adalah bobot labu lemak hasil ekstraksi

dikurangi bobot labu lemak kosong. Bobot lemak dalam persen dapat

dihitung dengan memasukkan nilai-nilai bobot yang diperoleh kedalam

persamaan di bawah;

% Lemak = %100)( ×

sampelberat

glemakberat

5) Kadar karbohidrat (by differences)

Kadar karbohidrat (% bb) = 100 % − [kadar air (% bb) + kadar abu (%

bb) + kadar protein (%bb) + kadar lemak

(% bb)] b. Kalsium (Apriyantono et al. 1989)

Penentuan kadar kalsium menggunakan alat spektrofotometer absorpsi atom

(AAS). Abu yang berasal dari pengabuan kering (uji kadar abu), ditambahkan

5-6 ml HCl 6 N, kemudian dengan hati-hati dipanaskan di atas hot plate

(pemanas) (dengan pemanasan rendah sampai kering). Lalu ditambahkan 15

ml HCl 3 N, dipanaskan di atas pemanas sampai mulai mendidih. Setelah itu

didinginkan dan disaring melalui kertas saring, filtrat dimasukkan ke dalam

labu takar yang sesuai. Ke dalam cawan ditambahkan 10 ml HCl 3 N,

kemudian dipanaskan sampai larutan mulai mendidih. Setelah itu

didinginkan, disaring dan filtrat dimasukkan ke dalam labu takar. Cawan

dicuci dengan air sedikitnya tiga kali, air cucian disaring lalu dimasukkan ke

dalam labu takar. Kertas saring dicuci dan air cucian dimasukkan kembali ke

dalam labu takar. Ke dalam labu takar ditambahkan 5 ml larutan lantanum

klorida untuk setiap 100 ml larutan. Kemudian didinginkan dan isi labu

diencerkan dengan air sampai tanda tera. Blanko disiapkan dengan

menggunakan sejumlah pereaksi yang sama. Sebelum melakukan

pengukuran, alat dikalibrasi terlebih dahulu. Alat AAS diset sesuai dengan

instruksi dalam manual alat tersebut. Larutan standar logam dan blanko

diukur. Larutan sampel diukur. Selama penetapan sampel, secara periodik

nilai standar diperiksa agar tetap konstan. Kurva standar untuk masing-

masing logam dibuat (nilai absorpsi/emisi vs konsentrasi logam dalam µ

g/ml).

Page 29: ipb sisik ikan

Konsentrasi logam dalam sampel ditentukan dari kurva standar yang diperoleh

dalam persamaan:

Kadar logam (mg/100 g) = W

Vba

10

)( ×−

Kadar logam (mg/1000 g) = W

Vba ×− )(

Keterangan: W = berat sampel (g) V = volume ekstrak a = konsentrasi larutan sampel (µg/ml) b = konsentrasi larutan blanko (µg/ml)

c. Kitin (Suptijah et al. 1992)

Kadar kitin diketahui dengan menimbang kitin yang dibuat dari sisik ikan.

Kitin dibuat berdasarkan metode Suptijah et al. (1992) dengan modifikasi

bobot, tanpa pencucian dengan air panas, tanpa proses blender dan bleeching.

Setelah sisik ikan dicuci dan dikering udarakan, ditimbang 10 gram. Tahap

pertama dalam ekstraksi kitin adalah demineralisasi (penghilangan mineral).

Sampel dimasukkan dalam gelas piala 100 ml dicampur dengan larutan HCl

0,1 N dengan perbandingan 1:7 (10 gram bahan dengan 70 ml HCl).

Penambahan HCl dilakukan sedikit-sedikit sambil diaduk. Timbulnya busa

pada pencampuran menunjukkan adanya reaksi antara garam mineral dengan

HCl yang menghasilkan gas CO2. Campuran dibiarkan selama 1 jam sambil

diaduk-aduk. Setelah 1 jam kemudian didekantasi dan dicuci dengan air

sampai netral (3-4 kali), kemudian disaring, dan siap untuk diproses

selanjutnya yaitu deproteinase (penghilangan protein). Pada tahap ini bahan

yang telah mengalami demineralisasi dicampur dengan larutan NaOH 3,5 %

dengan perbandingan 1:10, kemudian dipanaskan sampai temperatur 65 °C

selama 2 jam sambil diaduk. Setelah 2 jam dibiarkan turun kemudian

didekantasi, dan dicuci sampai netral, disaring dan dikeringkan dengan oven

60 °C selama semalam.

Jika rendemen kitin yang dihasilkan sangat kecil, maka dalam penyaringan

akhir digunakan kertas saring yang sebelumnya telah dioven dan ditimbang.

Page 30: ipb sisik ikan

Bobot kitin diperoleh dari pengurangan bobot kertas saring yang berisi kitin

yang telah dioven dengan kertas saring kosong yang telah dioven.

% Kitin = %100)(

)( ×gsampelbobot

gkitinbobot

d. Pengukuran pH

Sampel dikering udarakan lalu diblender kering, sehingga diperoleh sisik

dalam bentuk serbuk. Tepung sisik ditimbang tepat 2,5 gram, ditambah 22,5

ml akuades. Kemudian dimogenkan dengan homogenizer, selama 2 menit

dengan kecepatan 50 rpm. Lalu diukur dengan pH-meter.

e. Uji fitokimia

Uji fitokimia yang umum dilakukan adalah uji alkaloid, steroid, saponin, fenol

hidrokuinon, molisch, benedict, biuret dan ninhidrin. Metode uji didasarkan

pada Harborne (1984) dengan modifikasi sampel dalam bentuk simplisia yaitu

bahan hanya dikeringkan dan dihaluskan, tanpa diekstrak terlebih dahulu. Uji

ini hanya dilakukan pada tepung sisik gurami dari kelompok bobot ikan rata-

rata 3,1 kg, karena jumlah rendemennya banyak.

1) Uji alkaloid

Sejumlah sampel dilarutkan dalam 6 ml asam sulfat 2 N, nantinya berupa

larutan yang berendapan. Cairan tanpa endapan dipindahkan ke dalam

tiga tabung berbeda dengan volume yang sama, lalu diteteskan pereaksi

Mayer (berwarna kuning), Dragendorff (berwarna jingga), dan Wagner

(berwarna jingga kecoklatan). Adanya alkaloid ditandai dengan endapan

putih untuk pereaksi Mayer, endapan merah jingga untuk pereaksi

Dragendorff, dan endapan coklat untuk pereaksi Wagner.

2) Uji steroid (Liebermann-Burchard)

Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform, lalu ditambah 10 tetes

asam asetat anhidrida (tidak berwarna) dan 3 tetes asam sulfat pekat (tidak

berwarna). Adanya steroid ditandai dengan terbentuknya warna hijau-

biru.

Page 31: ipb sisik ikan

3) Uji saponin

Sejumlah sampel dilarutkan dalam air panas. Adanya saponin ditandai

dengan terbentuknya busa yang stabil dalam 30 menit dan ketika

ditambahkan 1 tetes HCl 2 N busa tidak hilang.

4) Uji fenol hidrokuinon

Sejumlah sampel dilarutkan dalam 20 ml etanol 70 %, lalu ditambahkan 2

tetes larutan FeCl3 5 % (berwarna kuning). Adanya senyawa fenol

ditandai dengan warna hijau atau hijau biru.

5) Uji molisch

Sejumlah sampel dilarutkan dalam 1 ml akuades, lalu ditambahkan 2 tetes

pereaksi molisch (berwarna ungu) dan 1 ml asam sulfat pekat. Uji molisch

melihat keberadaan karbohidrat yang ditandai dengan warna ungu diantara

dua lapisan cairan.

6) Uji benedict

Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml akuades. Kemudian diambil 8

tetes dari larutan sampel, lalu diteteskan kedalam 5 ml pereaksi benedict

(berwarna biru), dikocok dan didihkan selama 5 menit. Adanya gula

pereduksi ditandai berubahnya warna menjadi hijau, kuning atau terdapat

endapan merah bata.

7) Uji biuret

Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambah 4 ml peraksi biuret (berwarna

biru). Campuran dikocok dengan seksama. Adanya senyawa peptida

ditandai dengan terbentuknya larutan berwarna ungu.

8) Uji ninhidrin

Sebanyak 2 ml larutan sampel ditambah beberapa tetes larutan ninhidrin

0,1 % (tidak berwarna). Campuran dipanaskan selama 10 menit. Adanya

asam amino ditandai dengan berubahnya warna larutan menjadi biru.

3. 4. Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bobot

gurami terhadap kandungan sisiknya, untuk maksud tersebut beberapa data pada

penelitian ini dirancang dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model

sebagai berikut:

Page 32: ipb sisik ikan

Keterangan: Yij = hasil pengamatan sampel sisik dari ikan dengan bobot ke-i, ulangan ke-j µ = rataan umum τi = sampel sisik dari ikan dengan bobot ke-i εij = error (galat) sampel sisik dari ikan dengan bobot ke-i, ulangan ke-j

Hipotesis yang diuji dari model tersebut terhadap data rendemen, kadar air, abu,

protein, kalsium, dan kitin adalah sebagai berikut:

H1 : Bobot ikan berpengaruh nyata terhadap data-data tersebut (τ ≠ 0)

Uji analisis ragam dan uji lanjut Duncan diolah dengan software SAS

1997. Data kualitatif yaitu uji fitokimia dianalisis secara deskriptif.

Yij = µ + τi + εij

Page 33: ipb sisik ikan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Rendemen Sisik Gurami

Sisik ikan yang tersebar di permukaan tubuh ikan, dari pangkal ekor

hingga kepala, dipisahkan dari tubuh ikan. Nilai rendemen diperoleh dari

perbandingan antara bobot sisik yang telah dibersihkan dengan bobot ikan.

Histogram hasil penelitian rendemen sisik dicantumkan pada Gambar 5.

Keterangan: Angka-angka pada histogram yang diikuti huruf seragam (a) pada masing-masing kelompok bobot ikan menunjukkan tidak berbeda nyata (F hitung < F tabel).

Gambar 5 Histogram rata-rata rendemen sisik gurami Urutan rata-rata rendemen sisik gurami dari yang tertinggi hingga terendah

adalah sisik ikan C; A; B, masing-masing 4,95 %; 4,03 %; 3,85 %. Hasil analisis

ragam (Lampiran 3) menyimpulkan bahwa perbedaan persentase rendemen sisik

gurami diantara kelompok bobot tidak signifikan.

Kesulitan dalam preparasi sisik gurami berupa tingkat kekerasan sisik dan

ukuran ikan. Ikan A mempunyai tekstur sisik yang lebih lembut dan ukuran tubuh

yang lebih kecil dari ikan B dan C, sehingga lebih mudah dan cepat dalam

preparasinya. Tingkat kekerasan dan ketajaman tepi sisik meningkat seiring

bertambahnya bobot ikan. Ikan C memiliki tekstur sisik yang lebih keras dan

lebih tajam tepinya dari sisik ikan B.

4,95 (a)

4,03 (a) 3,85 (a)

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

Sisik Ikan A Sisik Ikan B Sisik Ikan C

Kelompok Bobot Ikan

Ren

dem

en S

isik

% (b

/b)

Sisik Ikan A (bobot gurami

rata-rata 0,3 kg)

Sisik Ikan B ((bobot gurami

rata-rata 1,2 kg)

Sisik Ikan C ((bobot gurami

rata-rata 3,1 kg)

Page 34: ipb sisik ikan

4.2. Karakteristik Fisik Sisik Gurami

Ketebalan dan diameter adalah dua parameter fisik yang diukur pada

penelitian ini. Sisik gurami diambil pada lima titik berbeda, dari yang berukuran

kecil hingga yang berukuran paling besar untuk mengetahui kisaran ketebalan dan

diameternya (Lampiran 4).

Tabel 1 menunjukkan bahwa kenaikan nilai ketebalan dan diameter

seiring dengan kenaikan bobot (umur) ikan. Sirkulus selalu bertambah selama

ikan hidup (Rahardjo et al. 1988). Sirkulus merupakan garis-garis melingkar

yang tampak pada permukaan sisik. Bertambahnya umur ikan diikuti dengan

meluasnya sirkulus, sehingga diameter sisik semakin bertambah. Tabel 1 Rata-rata hasil pengukuran ketebalan dan diameter sisik gurami

Kelompok Bobot Gurami

Ketebalan (µm) Diameter (mm)

Sisik Ikan A (bobot ikan rata-rata 0,3 kg) 22,0±0,0 11,38±5,66

Sisik Ikan B (bobot ikan rata-rata 1,2 kg) 32,0±2,8 17,98±6,84

Sisik Ikan C (bobot ikan rata-rata 3,1 kg) 58,5±4,9 19,23±0,47

Berdasarkan pengamatan, sisik ikan tidak berwarna (transparan), hanya

bagian kromatofornya yang berwarna. Warna kromatofor sisik gurami kuning

kecoklatan atau abu-abu.

Bentuk sisik pada gurami juga beragam, tergantung posisi. Sisik-sisik

kecil menutupi pangkal ekor dan sekitar sirip. Sisik yang dilalui linea lateralis

(ll), seperti terbelah di bagian tengahnya. Sisik ini berbeda dengan sisik-sisik

yang menutupi sebagian besar tubuh ikan. Sisik-sisik yang menutupi sebagian

besar permukaan tubuh ikan inilah yang digunakan untuk menentukan jenis sisik.

Sisik-sisik pada kepala gurami berbentuk elips tidak sempurna, seperti yang

dicantumkan pada Gambar 6. Sisik pada kepala tersusun acak, tidak seperti sisik

pada tubuh yang tersusun seperti genting, dan tertanam pada dermis lebih kuat.

Page 35: ipb sisik ikan

Gambar 6 Ilustrasi gurami beserta gambar bentuk-bentuk sisik yang tersebar di beberapa bagian tubuh gurami

4.3. Karakteristik Kimia Sisik Gurami

4.3.1. Analisis proksimat

Kandungan kimia pada sisik ikan secara umum dapat diketahui dengan

analisis proksimat, yang terdiri dari kadar air, abu, protein, lemak, dan

karbohidrat. Analisis dilakukan pada empat kadar pertama, sedangkan kadar

karbohidrat diperoleh dengan cara by differences yaitu dengan perbedaan, caranya

adalah mengurangi seratus persen dengan penjumlahan persen empat kadar yang

diukur.

Kandungan sisik ikan secara umum adalah air 70 %, protein 27 %, lipid

1 % dan abu 2 %. Komponen organik yang terkandung didalam sisik ikan yaitu

40-90 % dan komponen terbanyak adalah kolagen (Nagai et al. 2004). Rata-rata

nilai proksimat sisik gurami dari tiap kelompok bobot dapat dilihat pada Gambar

7. Ketiga diagram pie menunjukkan bahwa tiga kadar terbesar sisik gurami

berdasarkan urutan persentasenya adalah protein, air dan abu. Beberapa

persentase proksimat sisik gurami berbeda dengan persentase yang dikemukakan

oleh Nagai et al. (2004), kecuali persentase kadar lemak.

Page 36: ipb sisik ikan

Gambar 7 Diagram pie rata-rata proksimat sisik gurami tiap kelompok bobot

1) Protein

Kadar protein sisik gurami adalah yang terbesar diantara empat kadar

lainnya, dengan kisaran 35-40 %. Urutan rata-rata kadar protein sisik gurami

dari yang tertinggi hingga terendah adalah sisik ikan C; A; B, masing-masing

39,12 %; 38,80 %; dan 35,16 %. Hasil analisis ragam (Lampiran 5)

menyimpulkan bahwa perbedaan kadar protein sisik gurami diantara

kelompok bobot tidak signifikan.

Protein pada sisik ikan kemungkinan berupa kolagen dan keratin.

Menurut Basu et al. (2007) sisik ikan kaya dengan protein (terutama kolagen).

Torres et al. (2007) menambahkan bahwa kolagen fibril tipe 1 adalah

komponen organik utama pada sisik ikan sama seperti pada tulang. Alfa-

keratin adalah protein serat utama yang memberikan perlindungan eksternal

bagi vertebrata. Protein ini menyusun hampir seluruh berat kering dari

Sisik Ikan A

lemak; 0,73%

air; 32,95%

karbohi-drat;5,43%

protein; 38,80%

abu; 22,08%

Sisik Ikan B

lemak; 0,66%

air; 33,68%

karbohi-drat;

5,68%

abu; 24,82%

protein; 35,16%

Sisik Ikan C

protein; 39,12% lemak;

0,79%

karbohi-drat; 2,30%

abu; 22,05%

air; 35,74%

Page 37: ipb sisik ikan

rambut, wol, sayap, kuku, cakar, duri, sisik, tanduk, kuku kuda, kulit penyu,

dan banyak lagi lapisan kulit luar (Lehninger 1982). 2) Air

Komponen terbesar kedua pada sisik gurami setelah protein adalah air

dengan kisaran 30-37 %. Urutan rata-rata kadar air sisik gurami dari yang

tertinggi hingga terendah adalah sisik ikan C; B; A, masing-masing 35,74 %;

33,68 %; 32,95 %. Hasil analisis ragam (Lampiran 5) menyimpulkan bahwa

perbedaan kadar air sisik gurami diantara kelompok bobot tidak signifikan. 3) Abu

Mineral menjadi komponen penyusun terbesar ketiga pada sisik gurami

setelah protein dan air, dengan kisaran 22-25 %. Urutan rata-rata kadar abu

sisik gurami dari yang tertinggi hingga terendah adalah sisik ikan C; A; B,

masing-masing 22,05 %; 22,08 %; dan 24,84 %. Bertambahnya ukuran sisik

gurami ternyata tidak memberikan kenaikan kadar abu yang teratur, namun

hasil analisis ragam (Lampiran 5) menyimpulkan bahwa perbedaan kadar abu

sisik gurami diantara kelompok bobot tidak signifikan.

Torres et al. (2007) menyatakan bahwa kandungan anorganik pada sisik

yang utama berupa hidroksiapatit. Kalsium merupakan komponen struktural

mineral tulang atau hidroksiapatit yang komposisinya kira-kira adalah

[Ca3(PO4)2)]3.Ca(OH)2 (Lehninger 1982). 4) Lemak

Sisik gurami dilarutkan dengan pelarut nonpolar n-heksana, diperoleh

rata-rata kadar lemak berkisar 0,6–0,8 %. Urutan rata-rata kadar lemak sisik

gurami dari yang tertinggi hingga terendah adalah sisik ikan B; A; C, masing-

masing 0,66 %; 0,73 %; dan 0,79 %.

Seperti halnya kadar abu dan kadar protein, rata-rata kadar lemak juga

menunjukkan penurunan yang tidak teratur sesuai bobot. Belum dapat

dijelaskan mengapa beberapa kadar tersebut menunjukkan tren yang tidak

teratur, namun hasil analisis ragam (Lampiran 5) menyimpulkan bahwa

perbedaan kadar lemak sisik gurami diantara kelompok bobot tidak signifikan.

Page 38: ipb sisik ikan

5) Karbohidrat

Kadar karbohidrat diperoleh dengan mengurangi seratus persen dengan

keempat jumlah rata-rata kadar (air, abu, protein dan lemak). Karbohidrat by

differences sisik ikan tidak memberikan pola yang teratur, berkisar antara

2-6 %. Urutan rata-rata kadar karbohidrat sisik gurami dari yang tertinggi

hingga terendah adalah sisik ikan B; A; C, masing-masing 5,68 %; 5,43 %;

dan 2,30 %. Berdasarkan literatur yang diperoleh, kemungkinan karbohidrat

yang terdapat pada sisik ikan salah satunya berupa kitin.

4.3.2. Kalsium

Kadar kalsium diukur untuk mengetahui berapa persen kalsium pada sisik

ikan. Histogram kadar kalsium sisik ikan dicantumkan pada Gambar 8.

Keterangan: Angka-angka pada histogram yang diikuti huruf yang seragam (a) pada masing-masing kelompok bobot ikan menunjukkan tidak berbeda nyata (F hitung < F tabel).

Gambar 8 Histogram rata-rata kadar kalsium sisik gurami Rata-rata kadar kalsium pada sisik gurami berkisar 5,0-7,5 %. Urutan

rata-rata kadar kalsium sisik gurami dari yang tertinggi hingga terendah adalah

sisik ikan B; A; C, masing-masing 7,32 %; 6,49 %; 5,98 %. Hasil analisis ragam

(Lampiran 5) menyimpulkan bahwa perbedaan kadar kalsium sisik gurami

diantara kelompok bobot tidak signifikan.

Menurut Rotlland et al. (2005) penelitian secara histologi menunjukkan

bahwa sisik diserap kembali pada keadaan fisiologi tertentu seperti saat kelaparan,

kematangan seksual, dan perlakuan estradiol-17β (E2), menjadi dugaan bahwa

5,98 (a)

7,32 (a)6,49 (a)

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

Sisik Ikan A Sisik Ikan B Sisik Ikan C

Kelompok Bobot Ikan

Kad

ar K

alsi

um (%

)

Sisik Ikan A (bobot gurami

rata-rata 0,3 kg)

Sisik Ikan B (bobot gurami

rata-rata 1,2 kg)

Sisik Ikan C (bobot gurami

rata-rata 3,1 kg)

Page 39: ipb sisik ikan

secara fisiologi sisik berperan sebagai penyimpan kalsium. Berdasarkan

pernyataan tersebut, kadar kalsium sisik gurami kemungkinan tidak dipengaruhi

oleh bobot tapi dipengaruhi oleh kondisi fisiologi ikan. Penyerapan kalsium

dipengaruhi oleh umur. Makin tinggi umur makin rendah efisiensi penyerapan

kalsium (Suwardi et al. 1973), namun kenaikan bobot gurami tidak memberikan

kenaikan kadar kalsium sisik yang teratur. Pola tersebut sama seperti pola pada

kadar abu, dimana urutan tertinggi hingga terendahnya adalah B; A; C. Jika

penyerapan kalsium diasumsikan dapat menjelaskan kandungan kalsium pada

sisik gurami dan jika penyerapan kalsium mungkin juga mempunyai limit, maka

penjelasan pola pada Gambar 8 adalah bahwa puncak penyerapan kalsium terjadi

pada sisik dari gurami berbobot rata-rata 1,2 kg. Kadar kalsium sisik menurun

pada bobot rata-rata gurami 3,1 kg, mengingat umur gurami yang bertambah dan

menuju kematangan telur dan kelamin yaitu pada umur 3-8 tahun untuk betina dan

4-10 tahun untuk jantan (Sitanggang dan Sarwono 2006). Jika untuk mencapai

bobot 1 kg diperlukan waktu satu tahun, maka kemungkinan kematangan kelamin

dicapai pada bobot lebih dari 3 kg.

Rata-rata kadar abu sisik gurami adalah 22-25 % dan salah satu zat

anorganik penyusunnya yaitu kalsium kira-kira seperempatnya. Unsur anorganik

lain yang kemungkinan terdapat dalam sisik adalah unsur S (belerang). Belerang

merupakan salah satu struktur penyusun keratin (Sudarmadji et al. 1981) yaitu

protein penyusun integumen. Unsur anorganik lainnya adalah unsur P (fosfor),

dimana fosfor merupakan faktor yang mempengaruhi metabolisme kalsium.

4.3.3. Kitin

Pada binatang perairan, kitin banyak ditemukan pada kerang-kerangan,

contohnya pada karapas udang dan sisik ikan (Suptijah et al. 1992). Belum

terdapat cara untuk mengetahui kadar kitin secara praktis kecuali dengan

mengolah bahan mentah menjadi kitin sehingga diperoleh persentasenya dalam

bobot per bobot.

Pada sisik gurami, rata-rata kadar kitin menunjukkan penurunan seiring

dengan kenaikan bobot gurami. Urutan rata-rata kadar kitin sisik gurami dari

yang tertinggi hingga terendah adalah sisik ikan A; B; dan C, masing-masing

2,38 %; 0,99 %; dan 0,57 %. Hasil analisis ragam (Lampiran 5) menyimpulkan

Page 40: ipb sisik ikan

bahwa kadar kitin sisik gurami diantara kelompok bobot perbedaannya signifikan.

Rata-rata kadar kitin dicantumkan dalam Gambar 9.

Keterangan: Angka-angka pada histogram yang diikuti huruf yang berbeda (a, b atau a dan b) pada masing-masing kelompok bobot ikan menunjukkan tidak berbeda nyata (F hitung > F tabel).

Gambar 9 Histogram rata-rata kadar kitin sisik gurami

Perbedaan kadar kitin kemungkinan berbanding lurus dengan tekstur sisik

ikan. Pada pembahasan rendemen, dinyatakan bahwa tekstur sisik ikan A lebih

lembut dari sisik ikan B dan C. Semakin besar bobot ikan, tekstur sisik ikan

semakin keras dan tajam tepi-tepinya. Jika dikaitkan dengan kandungan kitin

dalam sisik ikan, maka kemungkinan semakin besar bobot ikan secara

proporsional kandungan kitin semakin berkurang sehingga teksturnya semakin

keras disebabkan oleh pertambahan kandungan mineral hidroksiapatit.

4.3.4. Nilai pH

Pengukuran pH adalah salah satu prosedur yang paling penting dan sering

dipergunakan di dalam biokimia, karena pH menentukan banyak peranan penting

dari struktur dan aktivitas makromolekul biologi. Tingkat keasaman suatu larutan

dapat diduga dengan menggunakan berbagai indikator zar warna, termasuk litmus,

fenoplatein, dan fenol merah, tetapi pengukuran pH yang tepat di dalam

laboratorium kimia klinis dilakukan dengan elektroda gelas khusus yang secara

selektif bersifat sensitif terhadap konsentrasi H+, tetapi tidak sensitif terhadap Na+,

K+, dan kation lain. Di dalam suatu instrumen yang disebut pH meter isyarat yang

disampaikan oleh elektroda diperbesar dan dibandingkan dengan isyarat yang

0,57 (b)

0,99 (a,b)

2,38 (a)

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

Sisik Ikan A Sisik Ikan B Sisik Ikan C

Kelompok Bobot Ikan

Kad

ar K

itin

(%) (

b/b)

Sisik Ikan A (bobot gurami

rata-rata 0,3 kg)

Sisik Ikan B (bobot gurami

rata-rata 1,2 kg)

Sisik Ikan C (bobot gurami

rata-rata 3,1 kg)

Page 41: ipb sisik ikan

diberikan oleh larutan yang mempunyai pH yang telah diketahui dengan tepat

(Lehninger 1982). Rata-rata pH sisik dicantumkan dalam Gambar 10.

Gambar 10 Histogram rata-rata pH sisik gurami

Urutan rata-rata pH sisik gurami dari yang terendah hingga tertinggi

adalah sisik ikan A; B; dan C, masing-masing 77,7; 8,40; dan 8,46. Rata-rata pH

menunjukkan kenaikan seiring dengan kenaikan bobot ikan, walaupun perbedaan

nilainya tidak signifikan. Kisaran nilai pH tersebut menunjukkan bahwa sisik

gurami bersifat basa. Tingkat keasaman sisik gurami kemungkinan dipengaruhi

oleh kandungan kalsium. Kalsium pada sisik terdapat dalam bentuk kristal

hidroksiapatit yang mengandung gugus OH, dimana gugus OH mempengaruhi

kebasaan.

4.4. Kandungan Komponen Aktif

Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui keberadaan komponen aktif

suatu bahan. Bahan tersebut berasal dari makhluk hidup yang diduga memiliki

metabolisme sekunder pada siklus metabolismenya. Produk dari metabolisme

sekunder biasanya digunakan tumbuhan atau hewan laut sebagai pertahanan

tubuh. Uji fitokimia dilakukan pada sisik gurami, mengingat sisik sebagai rangka

luar dan merupakan sistem integumen yang berfungsi sebagai pertahanan diri

paling luar. Hasil uji fitokimia sisik gurami dicantumkan dalam Tabel 2. Uji

fitokimia menunjukkan positif pada uji alkaloid, molisch, biuret dan ninhidrin.

Gambar hasil uji fitokimia dapat dilihat pada Lampiran 6

8,467,77 8,40

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

1 2 3

Kelompok Bobot Ikan

pH S

isik

Ikan

Sisik Ikan B (bobot gurami

rata-rata 1,2 kg)

Sisik Ikan C (bobot gurami

rata-rata 3,1 kg)

Sisik Ikan A (bobot gurami

rata-rata 0,3 kg)

Page 42: ipb sisik ikan

Tabel 2 Hasil uji fitokimia sisik gurami

Komponen Aktif Hasil Keterangan

Alkaloid +

Terdapat endapan dari masing-masing pereaksi, namun jumlahnya sedikit

menandakan bahwa kuantitas alkaloidnya sedikit

Steroid –

Saponin –

Fenol hidrokuinon –

Molisch + Perubahan warna menjadi ungu sangat muda, menandakan bahwa kuantitas

karbohidratnya sedikit

Benedict –

Biuret + Terdapat endapan ungu

Ninhidrin + Perubahan warna menjadi biru pekat, menandakan bahwa kuantitas asam

aminonya banyak Uji positif biuret menandakan keberadaan senyawa peptida. Ikatan

peptida menandakan keberadaan protein. Jenis protein pada sisik gurami

kemungkinan adalah kolagen dan keratin.

Uji positif ninhidrin menandakan keberadaan asam amino pada sisik

gurami. Asam amino yang terdapat pada sisik gurami kemungkinan berasal dari

protein yaitu kolagen dan keratin. Asam amino yang menyusun keratin salah

satunya adalah sistin dan pada kolagen terdapat sedikit tirosin dan metionin

(Sudarmadji et al. 1981).

Alkaloid mungkin terdapat pada sisik gurami, mengingat alkaloid

merupakan prazat dari asam amino (Harborne 1984) dan uji ninhidrin pada sisik

gurami menunjukkan hasil yang positif. Jenis asam amino yang menjadi prazat

alkaloid ini belum diketahui karena tidak dilakukannya karakterisasi asam amino

pada sisik ini, sehingga belum diketahui jenis alkaloid secara spesifik.

Uji positif molisch menandakan keberadaan karbohidrat. Ini menjadi

bukti, mengingat pada analisis proksimat kadar karbohidrat hanya dihitung secara

by difference. Secara kualitatif uji molisch mendeteksi semua jenis karbohidrat

baik mono maupun polisakarida (Sudarmadji et al.1981), sehingga belum

Page 43: ipb sisik ikan

diketahui secara pasti jenis karbohidrat selain kitin yang terdapat pada sisik

gurami.

Page 44: ipb sisik ikan

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Rendemen sisik gurami dengan bobot gurami 260–3.315 gram, berkisar

antara 3,0-5,7 %.

Sisik gurami mengandung kadar air berkisar 30,0–36,8 %, abu 18,7-26,3

%, lemak 0,1-1,0 %, protein 29,8-40,9 %, karbohidrat by differences 2,0-5,7 %,

kitin 0,4-3,7 %, kalsium 5,0-8,6 %. Tingkat keasaman sisik gurami berkisar

antara 8,0-8,7 yang berarti sisik gurami bersifat basa. Ketebalan sisik berkisar

antara 20-70 µm dan diameternya berkisar antara 9-21 mm.

Berdasarkan uji fitokimia, sisik gurami mengandung alkaloid, karbohidrat,

senyawa peptida, dan asam amino.

Bobot ikan tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen, kadar air, abu,

protein, lemak, kalsium sisik ikan. Bobot ikan berpengaruh pada kadar kitin.

Semakin besar ukuran sisik, semakin rendah kadar kitinnya.

5.2. Saran

Masih banyak eksplorasi yang bisa dilakukan pada sisik gurami atau pada

sisik-sisik ikan lainnya diantaranya analisis kuantitatif kolagen, keratin, asam

amino, dan tinjauan mikroskopis pada sisik. Kemudian masih harus dilakukan

spesifikasi komponen aktif sisik ikan agar diketahui benar potensinya sebagai

bioaktif.

Page 45: ipb sisik ikan

DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budianto S. 1989. Analisis Pangan. Bekerjasama dengan PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. IPB Press.

Basu BR, Banik AK, Das M. 2008. Production and characterization of

extracellular protease of mutant Aspergillus niger AB100 grown on fish scale. World J Microbiol Biotechnol. 24:449-455.

Deman JM. 1997. Kimia Makanan. Edisi ke-2. Padmawinata K, penerjemah;

Sutomo T, penyunting. Bandung:Penerbit ITB. Terjemahan dari:Principle of Food Chemistry.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K dan Soediro I,

penerjemah. Bandung:Penerbit ITB. Terjemahan dari:Phytochemical methods.

Him. 2007. Gurami Masih Unggul. Warta Pasar Ikan Edisi Nopember 2007 No.

51. Direktorat Pemasaran Dalam Negeri. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. hlm. 16-17.

Ikoma T, Kobayashi H, Tanaka J, Walsh D, Mann S. 2003. Microstructure,

mechanical, and biomimetic properties of fish scales from Pagrus major. Journal of Structural Biology. 142:327-333.

Kastaman R dan Kramadibrata AM. 2007. Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu

(Silarsatu). Bandung:Humaniora. Khanna DR, Sarkar P, Gautam A, Bhutiani R. 2007. Fish scales as bio-indicator

of water quality of River Ganga. Springer Science. 134:153-160. Lagler KF, Bardach JE, Miller RR, Passino DRM. 1977. Ichthyology. Ed ke-2.

New York:John Wiley & Sons. Lehninger AL. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Jilid 1. Maggy Thenawidjaja,

penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari:Principles of Biochemistry.

Mann J. 1987. Secondary metabolism. Ed ke-2. New York:Oxford University

Press Inc. Nagai T, Izumi M, Ishii M. 2004. Preparation and partial characterization of fish

scale collagen. International Journal of Food Science and Technology. 39:239-244.

Neville AC. 1975. Biology of the Arthropod Cuticle. Springer-Verlag:New York. Nikol’skii GV. 1961. Special Ichthyology. Ed rev ke-2. Lengy JI dan Krauthamer

Z, penerjemah; PST Staff, editor. Jerusalem:The Israel Program for Scientific Translations. Terjemahan dari:Chastnaya Ikhtiologiya.

Page 46: ipb sisik ikan

Parker Rick. 2003. Introduction to Food Science. Delmar : United State of America.

Perga ME dan Gerdeaux D. 2003. Using the δ

13 and δ15N of whitefish scales for retrospective ecological studies:changes in isotope signatures during the restoration of Lake Geneva, 1980-2001. Journal of Fish Biology. 63:1197-1207.

Poulet N, Reyjol Y, Collier H, Lek S. 2005. Does fish scale morphology allow the

identification of populations at a local scale? A case study for rostrum dace Leuciscus leuciscus burdigalensis in River Viaur (SW France). Aquatic Sciences. 67:122-127.

Rahardjo MF, Sjafei DS, Affandi R, Sulistiono. 1988. Biologi Ikan I. Life

Sciences Inter University Centre, Institut Pertanian Bogor. ______. 1989. Penuntun Praktikum Ikhtiologi. Life Sciences Inter University

Centre, Institut Pertanian Bogor. Richards AG. 1951. The Integument of Arthropods. University of Minnesota

Press:Minneapolis. Rotllant J, Redruello B, Guerreiro PM, Fernandes H, Canario AVM, Power DM.

2005. Calcium mobilization from fish scales is mediated by parathyroid hormone related protein via the parathyroid hormone type 1 receptor. Regulatory Peptides 132:33-40.

Schunack W, Mayer K, Haake M. 1990. Senyawa Obat. Ed ke-2. Wattimena JR

dan Soebito S, penerjemah; Kosasih Padmawinata, editor. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.

Sitanggang M dan B Sarwono. 2006. Budi Daya Gurami. Edisi Revisi.

Jakarta:Penebar Swadaya. Soetarno S, Padmawinata K, Kusmardiyani S, Hoyaranda E. 1981.

Pengembangan Obat Tradisional Indonesia I, Pemeriksaan Pendahuluan Fitokimia dan Uji Diuretika Beberapa Ekstrak Biji Anyang-Anyang (Elaeocarpus grandiflorus JE Smith). Laporan Penelitian Dibiayai oleh Proyek Studi Sektoral dan Regional Direktorat Pembinaan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Institut Pertanian Bogor.

Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan

Pertanian. Yogyakarta:Liberty Yogyakarta bekerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada.

Suptijah P, Salamah E, Sumaryanto H, Purwaningsih S, Santoso J. 1992.

Pengaruh Berbagai Metode Isolasi Khitin Kulit Udang Terhadap Mutunya. Laporan Akhir Hasil Penelitian Dibiayai oleh Program Operasi dan Perawatan Fasilitas (OPF)-IPB 1991/1992. Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.

Page 47: ipb sisik ikan

Suwardi B, Girindra A, Sihombing DTH. 1973. Metabolisme Mineral; Aspek Mineral dalam Tubuh Hewan. Institut Pertanian Bogor. Biro Penataran.

Torres FG, Troncoso OP, Nakamatsu J, Grande CJ, G´omez CM. 2008.

Characterization of the nanocomposite laminate structure occurring in fish scales from Arapaima gigas. Materials Science & Engineering C. 28(8):1276-1283.

Trilaksani W, 2004. Diversifikasi dan Pengolahan Hasil Samping Produk

Perikanan. Departemen Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Tidak Dipublikasikan.

Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.

Page 48: ipb sisik ikan

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kondisi sisik gurami

Keterangan: (a) Gurami hidup dalam wadah baskom. (b) Kondisi tempat jual beli gurami. (c) Limbah dari preparasi gurami yang telah terjual. (d) Sisik dicampur dengan jeroan.

Menurut pengakuan pedagang, limbah ini dibuang ke kolam ikan sebagai pakan. Jeroan dimakan ikan, sedangkan sisik hanya mengendap di dasar kolam.

(e) Pedagang lainnya memisahkan sisik gurami dari jeroan gurami. (f) Limbah dari preparasi gurami, jeroan untuk pakan ikan sedangkan sisik

dibuang.

(a)

(e) (f)

(b) (c)

(d)

sisik

‘jeroan’ lainnya

Page 49: ipb sisik ikan

Lampiran 2. Data gurami yang digunakan sebagai sampel penelitian

a. Gambar ketiga kelompok ukuran sampel gurami

Keterangan: (a) Ikan terkategori dalam kisaran bobot A; 250–400 gram, rata-rata 0,3 kg. (b) Ikan terkategori dalam kisaran bobot B; 1,1–1,4 kg, rata-rata 1,2 kg. (c) Ikan terkategori dalam kisaran bobot C; 2,9–3,3 kg, rata-rata 3,1 kg. (d) Penggaris berukuran 30 cm.

b. Data fisik sampel gurami

Ikan dengan kelompok bobot

Bobot (g)

Rata-rata bobot (g)

Panjang (cm)

Lebar (cm)

Tinggi (cm)

Bobot sisik (g)

A (1) Ulangan 1 400,00 29,20 3,47 11,10 11,26 Ulangan 2 263,33 25,10 3,63 9,17 12,90 Ulangan 3 368,67 26,30 3,57 9,93 14,69

A (2) Ulangan 1 331,00 27,37 3,70 10,17 11,26 Ulangan 2 258,33 25,43 3,77 9,60 12,78 Ulangan 3 356,00

329,56

27,50 3,80 10,18 14,69 B Ulangan 1 1.107,33 39,43 5,17 15,50 42,03

Ulangan 2 1.217,00 39,67 5,43 15,13 45,43 Ulangan 3 1.411,00

1.245,11 40,60 6,45 15,07 56,77

C Ulangan 1 3.146,67 53,00 7,17 21,50 155,87 Ulangan 2 2.988,33 52,13 7,65 19,83 170,58 Ulangan 3 3.315,00

3.150,00 55,00 8,37 20,73 138,99

(d)

(a)

(b)

(c)

Page 50: ipb sisik ikan

Lampiran 3. Data rendemen sisik gurami

a. Contoh perhitungan rendemen sisik gurami

Berat ikan = 1.217 g Berat sisik ikan = 45,43 g

Rendemen sisik ikan = %100×ikanberat

ikansisikberat

= %100217.1

43,45 ×

= 3,7329 %

b. Rendemen sisik gurami (%) (b/b)

Sisik Ikan Ulangan

A B C 1 3,1084 3,7956 4,9535 2 4,9229 3,7329 5,7082 3 4,0541 4,0234 4,1928

Rata-rata 4,0285±0,9075 3,8506±0,1528 4,9515±0,7577 c. Hasil uji analisis ragam rendemen sisik gurami

derajat Jumlah Kuadrat Sumber bebas Kuadrat Tengah F hitung F tabel Model 2 2,0954 1,0477 2,21 5,1433 Error 6 2,8422 0,4737 Total Terkoreksi 8 4,9376

Keterangan: Beda nyata dapat diputuskan dengan melihat nilai F hitung. Jika F hitung > F tabel, maka keputusan terhadap hipotesis adalah gagal tolak H1.

Hipotesis dapat dilihat pada bab tiga. Hasil uji analisis rendemen sisik

gurami menunjukkan bahwa F hitung < F tabel, berarti keputusan yang diambil adalah tolak H1 dengan interpertasi; bobot ikan tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen sisik.

Page 51: ipb sisik ikan

Lampiran 4. Hasil pengukuran ketebalan dan diameter sisik gurami

Ketebalan (µm) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

Ti-tik

A B C A B C A B C 1 22 30 73 21 34 62 22 49 55 2 20 29 65 20 31 60 21 41 49 3 11 22 55 10 30 60 14 40 48 4 6 11 55 5 25 40 11 28 35 5 6 4 41 3 25 35 10 27 20

Diameter (mm)

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ti-tik

A B C A B C A B C 1 9,67 16,82 21,85 10,98 17,50 24,62 11,78 18,47 21,57 2 8,90 16,19 21,25 10,73 16,55 23,70 11,45 17,65 21,50 3 7,73 12,58 15,13 5,60 11,23 19,27 9,30 15,92 19,20 4 5,70 8,13 14,65 3,30 10,35 14,75 5,68 11,37 16,90 5 3,40 3,70 10,57 2,88 8,25 10,78 6,55 8,98 8,18

Page 52: ipb sisik ikan

Lampiran 5. Data karakteristik kimia sisik gurami

a. Resume hasil uji analisis ragam dan uji lanjut Duncan sisik gurami

Uji derajat bebas (v1,v2)

Anova SS jumlah kuadrat

F hitung F tabel keputusan kesimpulan

Kadar Air

2,6 12,5260 6,2630 1,48 5,14 tolak H1 tidak berbeda

nyata Kadar Abu

2,6 15,1634 7,5817 1,26 5,14 tolak H1 tidak berbeda

nyata Kadar Protein

2,6 29,0458 14,5229 1,50 5,14 tolak H1 tidak berbeda

nyata Kadar Lemak

2,6 0,0282 0,0141 0,11 5,14 tolak H1 tidak berbeda

nyata Kadar Ca

2,6 2,7468 1,3734 1,88 5,14 tolak H1 tidak berbeda

nyata

Kadar Kitin

2,6 5,4038 2,7019 4,64* 5,14 gagal tolak H1

berbeda nyata Ikan A (a) Ikan B (a,b) Ikan C (b)

* F hitung menunjukkan angka kurang dari F tabel, namun hasil uji lanjut Duncan menunjukkan beda nyata diantara kelompok bobot, sehingga keputusan yang diambil adalah gagal tolak H1. Interpretasi hasil uji analisis ragam terhadap analisis kimia adalah sebagai berikut: 1) Gagal tolak H1, sehingga dapat dianggap bahwa bobot ikan berpengaruh

nyata terhadap kadar kitin. 2) Tolak H1, sehingga dapat dianggap bahwa bobot ikan tidak berpengaruh

nyata terhadap rendemen, kadar air, abu, lemak, protein, kalsium, dan pH sisik ikan.

b. Contoh perhitungan kadar air sisik gurami

Bobot sampel = 2,00 g Bobot cawan kosong = 17,30 g Bobot akhir (cawan + sampel kering) = 18,60 g Bobot sampel kering = bobot akhir – bobot cawan kosong = 18,60 g – 17,30 g = 1,30 g Kehilangan air = bobot sampel – bobot sampel kering = 2,00 g – 1,30 g = 0,70 g

Kadar air = %100×sampelbobot

airkehilangan

= %10000,2

70,0 ×g

g

= 35,00 %

Page 53: ipb sisik ikan

c. Data kadar air sisik gurami (%) (b/b)

Sisik Ikan Ulangan

A B C 1 32,01 34,96 36,79 2 30,77 31,46 34,58 3 36,08 34,62 35,85

Rata-rata 32,95±2,78 33,68±1,93 35,74±1,11 d. Histogram rata-rata kadar air sisik gurami

Keterangan: Angka-angka pada histogram yang diikuti huruf yang seragam (a) pada masing-masing kelompok bobot ikan menunjukkan tidak berbeda nyata (F hitung < F tabel).

e. Contoh perhitungan kadar abu sisik gurami

Bobot sampel = 2,00 g Bobot cawan kosong = 17,30 g Bobot akhir (cawan + abu) = 17,80 g Bobot abu = bobot akhir – bobot cawan kosong = 17,80 g – 17,30 g = 0,50 g

Kadar abu = %100×sampelbobot

abubobot

= %10000,2

50,0 ×g

g

= 25,00 %

f. Data kadar abu sisik gurami (%) (b/b)

Sisik Ikan Ulangan

A B C 1 24,6329 25,1794 23,5849 2 19,5874 22,9290 18,6567 3 22,0333 26,3487 23,9054

Rata-rata 22,0846±2,5231 24,8191±1,7381 22,0490± 2,9422

32,95 (a) 33,68 (a)35,74 (a)

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

35,00

Sisik Ikan A Sisik Ikan B Sisik Ikan C

Kelompok Bobot Ikan

Kad

ar A

ir S

isik

(%) (

b/b)

Sisik Ikan A (rata-rata 0,3 kg)

Sisik Ikan B (rata-rata 1,2 kg)

Sisik Ikan C (rata-rata 3,1 kg)

lanjutan Lampiran 5

Page 54: ipb sisik ikan

g. Histogram rata-rata kadar abu sisik gurami

Keterangan: Angka-angka pada histogram yang diikuti huruf yang seragam (a) pada masing-masing kelompok bobot ikan menunjukkan tidak berbeda nyata (F hitung < F tabel).

h. Contoh perhitungan kadar protein sisik gurami

Bobot sampel = 0,96 g Faktor pengenceran = 20 Titrasi blanko = 10,90 Titrasi sam,pel = 6,55

% N = %1000007.0)( ×××−

sampelbobot

npengencerafaktortitrasimlblankoml

= %10096,0

0007.020)55,690,10( ×××−

= 6,34375 %

Kadar protein = % N × faktor konversi = 6,34375 % × 6,25 = 39,6484 %

i. Data kadar protein sisik gurami (%) (b/b)

Sisik Ikan Ulangan

A B C 1 36,3019 38,6532 40,0773 2 40,9454 29,7848 37,9252 3 39,1626 37,0455 39,3603

Rata-rata 38,8033±2,3425 35,1611±4,7250 39,1210±1,0958

22,08 (a)24,82 (a)

22,05 (a)

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

Sisik Ikan A Sisik Ikan B Sisik Ikan C

Kelompok Bobot Ikan

Kad

ar A

bu S

isik

% (b

/b)

Sisik Ikan A (rata-rata 0,3 kg)

Sisik Ikan B (rata-rata 1,2 kg)

Sisik Ikan C (rata-rata 3,1 kg)

lanjutan Lampiran 5

Page 55: ipb sisik ikan

j. Histogram rata-rata kadar protein sisik gurami

Keterangan: Angka-angka pada histogram yang diikuti huruf yang seragam (a) pada masing-masing kelompok bobot ikan menunjukkan tidak berbeda nyata (F hitung < F tabel).

k. Contoh perhitungan kadar lemak sisik gurami

Bobot sampel = 5,00 g Labu lemak kosong = 77,69 g Bobot akhir (labu + sampel) = 77,74 g Bobot lemak = bobot akhir – bobot labu kosong = 77,74 g – 77,69 g = 0,05 g

Kadar lemak = %100)( ×

sampelberat

glemakberat

= %10000,5

05,0 ×

= 1 % l. Data kadar lemak sisik gurami (%) (b/b)

Sisik Ikan Ulangan

A B C 1 0,3960 0,1984 0,3883 2 0,7905 0,7843 0,9960 3 1,0000 0,9901 1,0000

Rata-rata 0,7289±0,3067 0,6576±0,4108 0,7948±0,3520

39,12 (a)35,16 (a)

38,80 (a)

0,005,00

10,0015,0020,00

25,0030,0035,0040,00

Sisik Ikan A Sisik Ikan B Sisik Ikan C

Kelompok Bobot Ikan

Kad

ar P

rote

in S

isik

% (b

/b)

Sisik Ikan A (rata-rata 0,3 kg)

Sisik Ikan B (rata-rata 1,2 kg)

Sisik Ikan C (rata-rata 3,1 kg)

lanjutan Lampiran 5

Page 56: ipb sisik ikan

m. Histogram rata-rata kadar lemak sisik gurami

Keterangan: Angka-angka pada histogram yang diikuti huruf yang seragam (a) pada masing-masing kelompok bobot ikan menunjukkan tidak berbeda nyata (F hitung < F tabel).

n. Contoh perhitungan kadar karbohidrat sisik gurami

Rata-rata kadar air = 32,9539 % Rata-rata kadar abu = 22,0846 % Rata-rata kadar protein = 38,8033 % Rata-rata kadar lemak = 0,7289 % Kadar Karbohidrat (by differences) = 100 % – jumlah rata-rata empat kadar = 5,4294 %

o. Data kadar karbohidrat sisik gurami (%)

Sisik Ikan Rata-rata kadar A B C Air 32,9539 33,6806 35,7394 Abu 22,0846 24,8191 22,0490

Protein 38,8033 35,1611 39,1210 Lemak 0,7289

Jumlah 94,5706

0,6576

Jumlah 94,3184

0,7948

Jumlah 97,7041

Karbohidrat 5,4294 5,6816 2,2959 p. Histogram kadar karbohidrat sisik gurami

Jumlah = 94,5706 %

0,79 (a)

0,66(a)0,73 (a)

0,0000

0,1000

0,2000

0,30000,4000

0,5000

0,6000

0,7000

0,8000

Sisik Ikan A Sisik Ikan B Sisik Ikan C

Kelompok Bobot Ikan

Kad

ar L

emak

Sis

ik %

(b/b

)

Sisik Ikan A (rata-rata 0,3 kg)

Sisik Ikan B (rata-rata 1,2 kg)

Sisik Ikan C (rata-rata 3,1 kg)

5,43 5,68

2,30

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

Sisik Ikan A Sisik Ikan B Sisik Ikan C

Kelompok Bobot Ikan

Kad

ar K

arbo

hidr

at (%

)

Sisik Ikan A (rata-rata 0,3 kg)

Sisik Ikan B (rata-rata 1,2 kg)

Sisik Ikan C (rata-rata 3,1 kg)

lanjutan Lampiran 5

Page 57: ipb sisik ikan

q. Data kadar kalsium sisik gurami (%)

Sisik Ikan Ulangan

A B C 1 6,71 7,16 6,24 2 6,13 6,26 5,01 3 6,63 8,55 6,70

Rata-rata 6,49±0,31 7,32±1,15 5,98±0,87 m. Data kadar kitin sisik gurami (%)

Sisik Ikan Ulangan

A B C 1 1,14 1,27 0,60 2 3,71 0,90 0,40 3 2,29 0,80 0,70

Rata-rata 2,38±1,29 0,99±0,25 0,57±0,15 n. Hasil uji lanjut Duncan kadar kitin sisik gurami

Alpha= 0,05 df= 6 MSE= 0,581754

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N BOBOT A 2,3810 3 a B A 0,9909 3 b B 0,5667 3 c

Keterangan: Kadar kitin ikan A berbeda nyata dengan ikan C, tapi tidak berbeda nyata dengan ikan B. Kadar kitin ikan B tidak berbeda nyata dengan ikan C.

o. Data pH sisik gurami (%)

Sisik Ikan Ulangan

A B C 1 7,88 8,52 8,41 2 7,95 8,41 8,64 3 7,49 8,27 8,33

Rata-rata 7,77±0,25 8,40±0,13 8,46±0,16

lanjutan Lampiran 5

Page 58: ipb sisik ikan

Lampiran 6. Gambar hasil uji fitokimia sisik gurami a. Uji alkaloid

b. Uji steroid

Keterangan: Sampel yang dilarutkan dalam kloroform, asam asetat anhidrida dan asam sulfat pekat tidak membentuk warna hijau atau biru, menandakan negatif steroid.

c. Uji saponin

Keterangan: Sisik gurami yang ditambah air panas dan dikocok tidak membentuk busa, menandakan negatif saponin.

d. Uji fenol hidrokuinon

Keterangan: Sampel dilarutkan dalam etanol 70 %, setelah ditambah FeCl3 5 % warna larutan tidak menjadi hijau atau hijau biru, menandakan negatif fenol hidrokuinon.

Pereaksi Mayer Pereaksi Dragendorff Pereaksi Wagner

Endapan jingga pada pereaksi Dragendorff

Page 59: ipb sisik ikan

e. Uji molisch

Keterangan: Warna larutan sampel menjadi ungu setelah ditambah pereaksi molisch, menandakan positif karbohidrat.

f. Uji benedict

Keterangan: Warna larutan sampel tetap biru setelah ditambah pereaksi benedict, menandakan negatif terdapat gula pereduksi.

g. Uji biuret

Keterangan: Terdapat endapan ungu pada larutan sampel yang telah ditambah pereaksi biuret, menandakan positif terdapat senyawa peptida.

h. Uji ninhidrin

Keterangan: Warna larutan sampel menjadi biru pekat setelah ditambah pereaksi ninhidrin, menandakan positif terdapat asam amino.

lanjutan Lampiran 6