introduction 5

18
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit degenaratif dengan prevalensi tinggi di Indonesia. World Health Organization mengatakan dari hasil survei penderita DM di Indonesia menduduki ranking 4 terbesar di dunia. DM adalah suatu penyakit degeneratif yang ditandai dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan sensitivitas insulin, atau keduanya dan menyebabkan komplikasi (Triplitt, 2009). Dewasa ini penyakit DM tidak hanya diderita orang-orang lanjut usia, namun sudah mulai pada usia dewasa bahkan usia muda. World Health Organzation (WHO) memprediksikan bahwa di Indonesia pada tahun 2030 akan mengalami kenaikan kasus DM menjadi 21,3 juta dari sebelumnya tahun 2000 sebesar 8,4 juta. Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang memerlukan biaya pengobatan cukup tinggi. Keadaan pasien yang diikuti penyakit penyerta tentu akan berdampak pada bertambahnya biaya pengobatan, karena pengobatan yang dilakukan adalah seumur hidup. Sebanyak 80% penderita DM tipe 2 membutuhkan pengobatan secara terus menerus sepanjang hidupnya (Campbell and Martin, 2009). Penelitian oleh The United Kingdom Prospective Diabetes Study menyatakan bahwa kontrol terhadap kadar gula dan tekanan darah pasien DM tipe 2 secara ketat dapat menurunkan kejadian komplikasi jangka panjang.

description

intro 5

Transcript of introduction 5

Page 1: introduction 5

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit degenaratif

dengan prevalensi tinggi di Indonesia. World Health Organization mengatakan

dari hasil survei penderita DM di Indonesia menduduki ranking 4 terbesar di

dunia. DM adalah suatu penyakit degeneratif yang ditandai dengan hiperglikemia

yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan

protein yang disebabkan oleh penurunan sensitivitas insulin, atau keduanya dan

menyebabkan komplikasi (Triplitt, 2009). Dewasa ini penyakit DM tidak hanya

diderita orang-orang lanjut usia, namun sudah mulai pada usia dewasa bahkan

usia muda. World Health Organzation (WHO) memprediksikan bahwa di

Indonesia pada tahun 2030 akan mengalami kenaikan kasus DM menjadi 21,3 juta

dari sebelumnya tahun 2000 sebesar 8,4 juta.

Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang memerlukan biaya

pengobatan cukup tinggi. Keadaan pasien yang diikuti penyakit penyerta tentu

akan berdampak pada bertambahnya biaya pengobatan, karena pengobatan yang

dilakukan adalah seumur hidup. Sebanyak 80% penderita DM tipe 2

membutuhkan pengobatan secara terus menerus sepanjang hidupnya (Campbell

and Martin, 2009). Penelitian oleh The United Kingdom Prospective Diabetes

Study menyatakan bahwa kontrol terhadap kadar gula dan tekanan darah pasien

DM tipe 2 secara ketat dapat menurunkan kejadian komplikasi jangka panjang.

Page 2: introduction 5

2

Oleh karena itu, pemilihan terapi obat antidiabetika yang tepat menjadi sangatlah

penting untuk mendapatkan efek terapi yang efektif serta biaya yang optimal.

Diabetes melitus tidak menyebabkan kematian secara langsung, namun

dapat berakibat fatal bila penatalaksanaannya tidak tepat. Pengelolaan dan

penatalaksanaan DM memerlukan penanganan secara multidisiplin yang

mencakup terapi non farmakologi dan terapi farmakologi (Depkes, 2006). Lebih

dari 80% kematian akibat penyakit DM terjadi di negara pada tingkat penghasilan

rendah dan menengah (WHO, 2013). Komorbiditas pada pasien diabetes akan

membawa akibat yang cukup besar untuk perawatan kesehatan dan biaya (Struijs

et al., 2006). Melihat DM merupakan penyakit yang berdampak pada kualitas

sumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar maka

semua pihak harus ikut serta dalam penanggulangan penyakit DM.

Fokus farmasis untuk mengelola keefektifan terapi obat menjadi sangat

penting. Untuk pengendalian pengobatan, pemerintah mengadakan program

Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial (BPJS). BPJS merupakan suatu Badan yang dibentuk untuk

menyelenggarakan program jaminan kesehatan nasional di Indonesia. Program

pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bertujuan menyediakan akses

layanan kesehatan pada seluruh masyarakat Indonesia. Program ini sudah mulai

diterapkan di Indonesia mulai awal tahun 2014. Melalui program ini diharapkan

masyarakat mendapatkan hak atas pelayanan kesehatan yang sesuai dengan yang

diinginkan yaitu biaya terapi yang rendah dan outcome terapi yang diterima tinggi

sehingga dana yang dikeluarkan untuk kesehatan dapat digunakan secara efisien.

Page 3: introduction 5

3

World Health Organization pada tahun 2009 menyatakan bahwa sistem kesehatan

adalah semua kegiatan yang tujuannya meningkatkan, mengembalikan serta

memelihara kesehatan. Salah satu yang ada didalam sistem kesehatan menurut

WHO adalah sistem pembiayaan kesehatan. Efisiensi keuangan merupakan

outcome yang diharapkan dari sistem pembiayaan kesehatan tersebut. Namun

sejak dimulainya program JKN masyarakat belum sepenuhnya mengerti dan

masih banyak yang memilih untuk datang dan membayar sendiri biaya kesehatan

mereka(out of pocket) tanpa mengikuti program JKN. Banyak terjadi

kekhawatiran di masyarakat bahwa pelayanan yang diberikan tidak akan

maksimal dengan obat-obat yang murah dan tidak begitu efektif, serta fasilitas

yang terbatas. Masyarakat banyak yang berkaca dengan sistem asuransi kesehatan

sebelumnya yang dianggap belum memuaskan. Salah satu ketidakpuasan yang

dirasakan adalah masyarakat pengguna asuransi tersebut menganggap bahwa obat

yang diberikan tidak sesuai atau tidak tepat sehingga sembuhnya lama (Aga, dkk,

2005).Menurut Kemenkes tahun 2014 tingkat kepuasan masyarakat Indonesia

terhadap JKN masih <75%, dan masih ada 73,8 juta penduduk yang belum masuk

dalam kepesertaan JKN.

Dengan adanya permasalahan tersebut melalui penelitian ini peneliti

ingin mencoba menganalisis dari segi kefarmasian yaitu biaya dan outcome terapi

yang dihasilkan, mengingat DM tipe 2 diketahui memerlukan obat-obat yang

tidak sedikit dan durasi pengobatan yang terus-menerus. Sehingga diharapkan

penelitian ini dapat mengetahui biaya dan keefektifan terapi antara pasien JKN

dan umum pada terapi DM tipe 2.

Page 4: introduction 5

4

B. Rumusan Masalah

1. Berapa besar biaya terapi pada pasien diabetes melitus JKN dan umum?

2. Apakah ada perbedaan biaya antara pasien JKN dan umum?

3. Bagaimana outcome terapi pada pasien diabetes melitus JKN dan umum?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui besar biaya terapi pada pasien diabetes melitus JKN dan umum

2. Mengetahui perbedaan biaya antara pasien JKN dan umum

3. Mengetahui outcome terapi pada pasien diabetes melitus JKN dan umum

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Bagi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta dapat digunakan

sebagai bahan evaluasi dalam hal peningkatan efektivitas terapi pada pasien

DM tipe 2

2. Bagi BPJS dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam penyusunan

Formularium Nasional

3. Bagi klinisi dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk menetapkan terapi

yang optimal bagi pasien DM tipe 2.

E. Tinjauan Pustaka

1. Diabetes Mellitus

a. Definisi

Diabetes Melitus atau DM merupakan penyakit degeneratif yang ditandai

dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme

Page 5: introduction 5

5

karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan sensitivitas

insulin, atau keduanya dan menyebabkan komplikasi (Triplitt, 2006). Efek jangka

panjang dari diabetes meliputi retinophaty, nephrophaty dan neurophaty. Orang

dengan diabetes juga dapat meningkatkan resiko kardio, peripheral arterial, dan

cerebrovascular disease (WHO,2011).

b. Klasifikasi dan Patofisiologi

Menurut Departemen Kesehatan, berdasarkan etiologinya DM dibagi menjadi 3

yaitu:

1) Diabetes melitus Tipe 1

DM tipe 1 disebabkan rusaknya sel β pankreas sehingga menyebabkan

defisiensi insulin. Meskipun sebagian besar pasien adalah pasien dengan umur

dibawah 30 tahun saat di diagnosis, namun onset dari penyakit dapat terjadi di

semua umur. Defisiensi ini disebabkan oleh reaksi autoimun atau idiopatik

(Katzung, 2009). Adanya destruksi autoimun dari sel-sel β pulau Langerhans

kelenjar pankreas langsung mengakibatkan defisiensi sekresi insulin. Defisiensi

insulin inilah yang menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM tipe

1. Manifesasi dari keadaan tersebut adalah ketoasidosis diabetik apabila tidak

mendapatkan terapi insulin (Depkes, 2005).

2) Diabetes melitus Tipe 2

DM tipe 2 merupakan DM yang paling banyak diderita, sebanyak 90%

penderita diabetes di dunia adalah penderita DM tipe 2. Terjadi karena resistensi

insulin atau berkurangnya produksi insulin. Resistensi terjadi diantaranya karena

peningkatan produksi asam lemak bebas, peningkatan produksi hepatic glucose.

Page 6: introduction 5

6

DM tipe 2 ini biasanya juga disebabkan karena lifestyle yang buruk. DM tipe 2

banyak diderita oleh usia dewasa tetapi juga ada pada usia anak-anak

(Triplitt,2009). Awal perkembangan DM tipe 2, sel-sel β menunjukkan gangguan

pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi

resistensi insulin (Depkes, 2005).

3). Diabetes melitus gestasional

Diabetes melitus gestasional merupakan hiperglikemia yang onsetnya

atau pertama kali dikenali saat kehamilan (WHO,2012). Timbul selama masa

kehamilan dan biasanya hanya bersifat sementara. Diketahui 4-5% wanita hamil

mengalami diabetes melitus gestasional dan umumnya terdeteksi pada atau setelah

trimester kedua (Depkes, 2005). Selama kehamilan, terjadi resistensi insulin

(Vamberque el al., 2002). Resistensi tersebut menyebabkan meningkatnya

kebutuhan insulin. Saat resistensi insulin menjadi lebih dominan maka ibu hamil

akan mengalami hiperglikemia, hampir sama seperti DM tipe 2 (Ben-Haroush et

al.,2003).

Gestasional diabetes melitus tidak hanya berakibat pada ibu namun juga

berakibat buruk pada bayi seperti malformasi kongenital, peningkatan berat badan

bayi ketika lahir, dan meningkatnya resiko mortalitas perinatal (Depkes, 2005).

c. Gejala

Gejala diabetes melitus sering tidak muncul, namun gejala klasik yang

sering dirasakan penderita antara lain poliuria (sering buang air kecil), polidipsia

(sering haus), dan polifagia (banyak makan). Gejala klasik yang sering terjadi

pada DM tipe 1 adalah cepat merasa lelah dan merasa iritabilitas, sedangkan DM

Page 7: introduction 5

7

tipe 2 hampir tidak ada gejala awal dan baru akan dirasakan saat penyakit sudah

berkembang (Depkes, 2005).

d. Diagnosis

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui beberapa cara yaitu:

1) Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L).

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu

hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.

2) Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL (7.0

mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan

sedikitnya 8 jam atau.

3) Kadar gula plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) ≥200

mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO yang dilakukan dengan standar WHO,

menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa

anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

4) Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi

salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana

laboratorium yang telah terstandarisasi dengan baik (Perkeni, 2011).

Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa menurut

Perkeni tersebut dapat dilihat seperti pada Gambar 1.

2. Terapi DM tipe 2

a. Tujuan Terapi

Secara umum tujuan terapi DM adalah meningkatkan kualitas hidup pasien.

Adapun tujuan penatalaksanaan terapi meliputi tujuan jangka pendek, jangka-

Page 8: introduction 5

8

<100

<140

100-125

140-

199

GDP

Atau

GDS

≥126

≥200

GDS

Keluhan Klinik Diabetes

Keluhan klinis diabetes (+) Keluhan klasik (-)

GDP

Atau

GDS

≥126

≥200

<126

<200

≥126

≥200

<126

<200

GDP

Atau

GDS

Ulang GDS atau GDP

TTGO

GD 2 jam

≥200 140-199 <140

TGT GDPT Normal Diabetes Melitus

1. Evaluasi status gizi

2. Evaluasi penyulit DM

3. Evaluasi perencanaan

makan sesuai kebutuhan

Keterangan

GDP=Glukosa Darah Puasa

GDS=Glukosa Darah Sewaktu

GDPT=Glukosa Darah Puasa

Terganggu

TGT=Toleransi Glukosa Terganggu

1. Nasihat umum

2. Perencanaan makan

3. Latihan jasmani

4. Berat idaman

5. Belum perlu obat penurun

glukosa

Gambar 1. Langkah-langkah Diagnostik Diabetes Melitus (Perkeni, 2011)

Page 9: introduction 5

9

panjang dan tujuan akhir terapi. Tujuan jangka pendek adalah hilangnya

keluhan dan tanda diabetes melitus, mempertahankan rasa nyaman, dan

tercapainya target pengendalian glukosa darah. Tujuan jangka panjang pada

terapi diabetes melitus adalah pasien tercegah dan terhambat dari

progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan

akhir terapi adalah turunnya morbiditas dan mortalitas dini diabetes melitus.

Prinsip terapi DM adalah glikemia yang mendekati normal dapat

mengurangi risiko komplikasi penyakit mikrovaskular, tetapi manajemen

agresif faktor risiko kardiovaskular (misalnya, berhenti merokok, pengobatan

dislipidemia, kontrol tekanan darahsecara intensif, terapiantiplatelet) juga

diperlukan untuk mengurangi risiko penyakit makrovaskuler. Perawatan yang

tepat membutuhkan penetapan target untuk glikemia, tekanan darah, dan kada

rlipid; pemantauan rutin untuk komplikasi; modifikasi dietdan olahraga; self-

monitoring yang tepat glukosa darah(SMBG); dan penilaian yang tepat dari

parameter laboratorium (Triplitt, 2009).

b. Penatalaksanaan Terapi

Penalatalaksanaan diabetes ada dua yaitu tanpa obat (non-

farmakologi) dan dengan obat (farmakologi). Terapi pertama adalah

nonfarmakologi berupa edukasi, pengaturan diet, dan olahraga. Jika dengan

terapi pertama belum tercapai tujuannya, maka dapat dilakukan dengan

langkah farmakologi berupa terapi obat hipoglikemik oral (OHO) dan/atau

terapi insulin (Depkes, 2005).

Page 10: introduction 5

10

1) Terapi non farmakologi

a) Diet

Mengatur asupan makanan menjadi hal utama yang harus diperhatikan

bagi penderita DM. Kesehatan tubuh dapat dicapai dan dipelihara secara

teratur dengan keseimbangan asupan nutrisi. Makanan yang cukup dengan

nilai karbohidrat dan lemak jenuh (<7% dari kalori total) sangat

direkomendasikan (Triplitt, 2009)

b) Aktivitas

Sebagian besar pasien DM merasakan bahwa meningkatkan aktivitas

dapat menguntungkan untuk menjaga kondisinya. Latihan aerobic dapat

mengubah resistensi insulin serta mengontrol glycemic, mengurangi resiko

penyakit kardiovaskuler, dan berkontribusi untuk menurunkan berat badan

(Triplitt, 2009). Obesitas dan aktivitas yang kurang adalah salah satu

penyebab berkembangnya glucose intolerance. Konsentrasi glukosa dalam

plasma biasanya menurun sebagai respon melakukan kegiatan. American

Diabetes Association merekomendasikan orang dengan diabetes melakukan

aerobic setidaknya 150 menit/minggu. Olahraga yang rutin menunjukkan

perubahan sensitivitas insulin (Koda-Kimble, 2009).

2) Terapi Farmakologi

Pasien yang tidak bisa menurunkan berat badan atau meningkatkan

aktivitas seperti olahraga maupun pasien yang sudah melakukan terapi non

farmakologi namun kadar gula darah masih dibawah goal therapy , maka

pasien akan diberikan terapi farmakologi dengan obat-obat antidiabetik. Obat

Page 11: introduction 5

11

antidiabetik tersedia dalam sediaan oral, sediaan injeksi maupun kombinasi

keduanya.

a)Insulin

Terdapat empat tipe injeksi insulin yaitu :

(1) Rapid acting (onset yang sangat cepat dan durasi pendek)

Injeksi rapid-acting yang banyak dipasarkan adalah insulin lispro, insulin

aspart, dan insulin glulisine. Durasinya jarang lebih dari 4-5 jam, dan

menurukan resiko hipoglikemia setelah makan. Insulin lispro merupakan

analog insulin yang pertama kali dipasarkan.

(2) Short acting with rapid onset of action

Short-acting insulin merupakan insulin yang dapat larut dengan crystalline

zinc yang sekarang dibuat dengan teknik DNA rekombinan untuk

memproduksi molecule idential insulin pada manusia. Efek dari insulin ini

timbul sekitar 30 menit dan puncaknya diantara jam kedua sampai

keempat setelah injeksi subcutan dengan durasi 5-7 jam (Koda-

Kimble,2009)

(3) Intermediate acting dan Long-acting insulin

Intermediate acting insulincontohnya NPH (Netral Pprotamine

Hagedorn), insulin glargine dan insulin detemir. NPH insulin memiliki

onset 2-5 jam dan durasi selama 4-12 jam. Insulin ini biasanya di campur

dengan insulin regular, lispro, aspart atau glulisine dan diberikan dua

sampai empat kali sehari. Insulin glargine merupakan analog insulin long-

acting dan memiliki onset 1-1,5 jam dan memberikan efek maksimum

Page 12: introduction 5

12

selama 11-24 jam. Insulin glargine diberikan satu kali sehari, dan tidak

boleh dicampur dengan insulin yang lain. Insulin detemir analog long-

acting insulin yang paling baru, diberikan dua kali sehari dengan onset 1-2

jam dan durasi lebih dari 24 jam (Katzung, 2006).

(4) Mixture insulin

Intermediate-acting NPH insulin membutuhkan waktu beberapa jam untuk

mencapai level terapeutik, oleh sebab itu pasien diabetes biasanya juga

membutuhkkan rapid-acting ataupun short-acting insulin sebelum makan.

Keduanya sering dicampurkan kedalam syringe yang sama sebelum

diinjeksikan.

b) Obat Hypoglycemi Oral (OHO)

Ada enam katagori OHO untuk terapi pada pasien diabetes tipe 2 :

(1). Sulfonilurea bekerja dengan meningkatkan sekresi insulin dari sel beta.

Obat-obat yang termasuk dalam golongan ini adalah : tolbutamid,

klorpropamid, tolazamid, gliburid, glipizid, glimepirid.

(2) Biguanid, menurunkan produksi hepacit glucose. Obat golongan

biguanid adalah metformin. Biguanid merupakan first-line terapi untuk

diabetes tipe2. Obat ini tidak meningkatkan berat badan pasien ataupun

menimbulkan hipoglikemia.

(3) Thiazolidinedion, mengurangi resistensi insulin dengan meningkatkan

jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan glukosa

perifer. Contoh obatnya adalah pioglitazone dan rosiglitazone (Perkeni,

2011)

Page 13: introduction 5

13

(4) α-glucosidase inhibitor, mengahmbat enzim yang bertugas memecah

ikatan olisakarida dan disakarida menjadi monosakarida didalam usus

halus. Hambatan tersebut akan mengurangi absorbsi glukosa pada usus

halus sehingga kadar gula darah setelah makan dapat turun (Lebovitz,

1997).

(5) Increatin-based therapi, mengontrol glukosa setelah makan dengan

meningkatkan pelepasan insulin dan menurunkan sekresi glukagon

(6) Analog amylin, menurunkan level glukosa setelah makan dan

mengurangi appetite (Katzung,2006)

c. Pengendalian DM

Diperlukan pengendalian yang baik untuk mencegah terjadinya

komplikasi kronik. Kriteria keberhasilan pengendalian DM dapat dilihat pada

tabel I. Keberhasilan pengendalian diabetes melitus dapat dilihat dari

beberapa parameter yaitu kadar gula darah, tekanan darah, kadar kolesterol

dan kadar trigiserid darah.

Tabel I. Kriteria Keberhasilan Pengendalian Diabetes MelitusADA (2015)

Parameter ADA ACE and AACE

Glukosa Darah Puasa (mg/dL) 90-130 mg/dL <110 mg/dL

Glukosa Darah 2 jam PP (mg/dL) <180 mg/dL <140 mg/dL

HbA1c (%) <7% <6,5%

AACE, American Assocoation of Clinical Endocrinologist; ACE, American College of

Endocrinology; ADA, American Diabetes Association

3. Jaminan Kesehatan Nasional

a. Definisi

Jaminan Kesehatan Nasional yang selanjutnya disebut JKN

merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). SJSN sendiri

Page 14: introduction 5

14

adalah suatu tata cara penyelenggaraan program Jaminan Sosial oleh Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang bertujuan untuk melindungi

penduduk Indonesia agar mendapatkan kebutuhan kesehatan yang layak

melalui sistem asuransi. Hasil dana yang dikumpulkan oleh masyarakat akan

digunakan seoptimal mungkin untuk memenuhi kesejahteraan masyarakat.

JKN juga menerapkan prinsip-prinsip dasar manajemen dalam pengelolaan

dana iuran dan pengembangannya, prinsip tersebut meliputi prinsip

keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektifitas (JKN,

2014).

b. Peserta JKN

Peserta JKN adalah semua orang termasuk warga asing yang tinggal

di Indonesia selama 6 bulan dan membayar iuran. Setiap calon peserta

diwajibkan melakukan pendaftaran dikantor BPJS terdekat/setempat. Adapun

hak dan kewajiban menjadi peserta JKN, hak yang diperoleh peserta yaitu

mendapatkan identitas peserta dan mendapatkan fasilitas kesehatan di tempat

pelayanan kesehatan yang telah bekerja sama dengan BPJS. Setelah peserta

terdaftar menjadi peserta JKN, peserta wajib membayar iuran setiap

bulannya. Jika peserta tidak membayar iuran atau meninggal dunia maka

status kepesertaan dianggap sudah tidak berlaku lagi (JKN, 2014).

c. Pembiayaan

Setiap peserta wajib membayar iuran secara teratur sesuai dengan

presentse upah (bagi penerima upah) atau sejumlah nominal tertentu (bukan

penerima upah) setiap bulannya paling lambat tanggal 10. BPJS melakukan

Page 15: introduction 5

15

pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS

dengan cara Kapitasi untuk Fasilitas kesehatan tingkat pertama dan dengan

sistem paket INA CBG’s untuk Fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan

(JKN, 2014).

d. Pelayanan Peserta Diabetes Melitus

Pelayanan kesehatan yang diperoleh peserta JKN ada 2 jenis, yaitu

pelayanan medis dan non-medis seperti ambulan atau akomodasi. Pelayanan

kesehatan untuk peserta dengan diabetes melitus juga termasuk tarif obat,

tarif pemeriksaan penunjang. Menurut Surat Edaran HK/Menkes/31/1/2014

tentang Pelaksanaan Standar Tarif Pelayanan Kesehatan tarif obat yang

diberikan adalah sesuai dengan e-catalog serta obat-obat yang masuk

formularium nasional (JKN,2014).

Tarif pemeriksaan penunjang meliputi:

1. Tarif pemeriksaan gula darah

2. Pemeriksaan gula darah tersebut dilakukan satu bulan sekali. Namun

dalam keadaan tertentu pemeriksaan gula darah sewaktu dapat dilakukan

sesuai dengan indikasi medis.

4. Analisis Biaya

Biaya menjadi salah satu hal yang paling diperhatikan dalam proses

pengobatan. Tidak sedikit masyarakat yang menginginkan mendapatkan

kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal dengan biaya yang minimal.

Kualitas pelayanan dapat dilihat salah satunya dengan outcome yang diterima

pasiendan outcome terapi juga tidak terlepas dari pemilihan obat yang

Page 16: introduction 5

16

nantinya akan mempengaruhi biaya terapi. Menurut Bootman et al tahun

2005 seorang farmasis akan menjadi kunci yang memastikan bahwa terapi

obat dan layanan farmasi yang didapat tidak hanya efektif namun juga

ekonomis.

Rumah sakit dalam era JKN ini merupakan fasilitas kesehatan

rujukan atau sekunder yang bekerjasama dengan BPJS sebagai pengelola

JKN. Sistem pembiayaan untuk rumah sakit berbeda tiap tipe rumah sakit dan

tiap kelas perawatannya, pembiayaan berdasarkan tarif Indonesia Case Based

Groups (INA CBG’s). INA CBG’s yaitu penetapan tarif berdasarkan

pengelompokkan diagnosa. Setiap tipe rumah sakit memiliki tarif yang

berbeda-beda untuk diagnosa yang sama. Tarif tersebut adalah paket biaya

yang sudah meliputi tarif pemeriksaan dokter, tarif obat yang diberikan, tarif

sewa kamar, tarif pemeriksaan penunjang medis.

Analisis biaya Rumah Sakit dapat memberikan informasi tentang

komponen biaya serta perhitungan biaya pelayanan Rumah Sakit

(Anonim,2007). Biaya terapi obat bukanlah satu-satunya anggaran yang

dikeluarkan saat perawatan dirumah sakit, namun terapi obat berperan

penting dalam terapi yang efisien pada pasien rawat inap rumah sakit. Terapi

obat yang efektif tersebut yang dapat menjelaskan mengapa Length Of

Stay(LOS) dirumah sakit menurun (Vogenberg, 2001). Adapun katagori biaya

meliputi :

1. Biaya medis langsung (direct medical cost) merupakan biaya yang

dikeluarkan langsung oleh pasien yang berkaitanlangsung dengan

Page 17: introduction 5

17

biaya pengobatan pasien yang meliputi biaya perawatan, obat-obatan,

biaya dokter, biaya pemeriksaan laboratorium.

2. Biaya non medis langsung (direct non medical cost) adalah biaya yang

dikeluarkan langsung namun tidak berkaitan dengan biaya pengobatan,

misalnya biaya hidup dirumah sakit bagi keluarganya, transportasi ke

Rumah Sakit.

3. Biaya tidak langsung ( indirect cost) berupa hilangnya produktivitas

kerja dan pengeluaran untuk keluarga.

4. Biaya tak terwujud (intangible cost) seperti perubahan kualitas hidup

yang bisa dilihat misalnya rasa nyeri (Plumridge, 2000).

Salah satu metode analisis farmakoekonomi adalahCost Consequence

Analysis (CCA), yaitu suatu metode analisis yang memberikan daftar biaya

dan efek terapi namun tidak dijumlahkan maupun diurutkan. Seluruh daftar

relevan biaya dan outcome yang disajikan dengan konsep yang sederhana dan

terdiri dari berbagai komponen meliputi : direct medical cost, direct non

medical cost, indirect cost, quality of life impact and clinical outcome

(Mauskopf et al, 1998).CCA merupakan suatu analisis yang menarik dalam

pelayanan kesehatan masyarakat dan sering disebut juga sebagai pendekatan

terpilah, karena CCA tidak menggabungkan antara biaya dan outcome

menjadi satu indikator tunggal (Parkin, 2009).

Page 18: introduction 5

18

F. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

G. Keterangan Empiris

Penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai biaya dan

outcome terapi pada pasien diabetes melitus tipe 2 JKN dan umum di Rumah

Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari-Agustus 2014

Pasien diabetes

melitus tipe 2

Pasien Jaminan

Kesehatan Nasional

Pasien non-Jaminan

Kesehatan Nasional

Biaya Outcome

a. Biaya obat

b. Biaya laboratorium

c. Biaya operasi

d. Biaya sewa kamar

e. Biaya radiologi

f. Biaya USG

g. Biaya Hemodialisis

a. Length of stay (LOS)

b. Kadar gula darah saat

keluar rumah sakit

c. Selisih kadar glukosa

darah saat masuk dan

keluar rumah sakit