Intrik budaya dalam ritual haji

3
RITUAL HAJI ANTARA TREND DAN KEPERCAYAAN ( Sebuah sudut pandang tentang praktek pelaksanaan haji khas Indonesia ) Oleh : Hamidah Jabal Noer Musim Haji tlah tiba, nuansa khas bulan ini mulai tercium seiring wajah suka cita merekah menyambut panggilan bulan yang dinanti setelah sekian tahun penantian, “labbaik allahumma labbaik” berkumandang pada pelaksanaan manasik haji di masjid atau di lapangan, segenap harap, titipan do’a karib kerabat mengiring. Seiring itu, jama’ah, keluarga, tak ketinggalan para pebisnis musiman mulai menggeliat bersiap. Nuansa haji biasanya identik dengan warna putih bukan hanya sekedar trend tapi sudah menjadi budaya yang mengakar seolah-olah itu adalah bagian ritual haji yang sifatnya harus. Ketika kaum pria wajib mengenakan seragam kain ihram putih para kaum wanita tak mau beda hingga ikut menyemarakkan nuansa ini dengan busana serba putih agar matching dengan kaum pria, mulai dari kerudung putih, gamis putih, mukena putih, kaus kaki putih, sepatu putih, payung putih bahkan tas jinjingpun kalau bisa berwarna putih. Budaya putih ini nampaknya bukan untuk orang Indonesia saja, Malaysia Brunai dan Singapura pun cenderung berpakaian putih. Berbeda dengan Asia tenggara , negara-negara lainpun punya budaya seragam tersendiri, seperti Turki biasanya warna abu-abu, Arab, Iran biasanya warna hitam, Afrika biasanya memakai kain dingin motif warna-warni, Pakistan dan India Kain sari bermotif. Ada yang unik dari jama’ah khas Indonesia yaitu budaya “ baju baru” dari sekian ragam background kampung asal, dari yang kaya hingga yang tidak biasa pake sandal, mulai Haji coklat, haji cengkeh, haji kopi, haji empang, haji sawah, haji tanah, haji pegawai, haji karyawan, haji pengusaha, haji artis hingga haji pejabat. Hampir semua dibalut busana baru, necis, modis dan mahal tentunya. Pantas saja Syahrini seorang artis yang merangkap sebagai pengusaha busana, membidik pasar baju putih dari model brukat hingga kapucong putih, mungkin salah satu tujuannya adalah memanfaatkan momen haji sebagai ladang rezeki. Musim haji juga menjadi berkah bagi pengusaha oleh-oleh haji dari mulai tukang kurma, sajadah, minyak wangi, teko cantik, kerudung blink-blink dan makanan khas arab. Rupanya budaya jajan ( belanja ) orang Indonesia ini ikut menggerakan roda perekonomian global juga. Tidak ada yang salah dengan dengan budaya serba putih ini, mungkin warna putih lebih mencerminkan kebersihan pemakainya, lebih memancarkan aura cerah pada wajah, dalam filosofinya warna putih adalah lambang kesucian sebagai refleksi dari kesucian hati dan ketulusan niat pemakainya. Bahkan warna putih bisa menjadi syi’ar khas Islam. Namun yang tak kalah penting dari itu semua adalah tentang pesan dan kesan tersirat yang Allah sematkan dibalik kewajiban warna putih kain ihram. Yang pertama

Transcript of Intrik budaya dalam ritual haji

Page 1: Intrik budaya dalam ritual haji

RITUAL HAJI ANTARA TREND DAN KEPERCAYAAN

( Sebuah sudut pandang tentang praktek pelaksanaan haji khas Indonesia )

Oleh : Hamidah Jabal Noer

Musim Haji tlah tiba, nuansa khas bulan ini mulai tercium seiring wajah suka cita merekah menyambut

panggilan bulan yang dinanti setelah sekian tahun penantian, “labbaik allahumma labbaik”

berkumandang pada pelaksanaan manasik haji di masjid atau di lapangan, segenap harap, titipan do’a

karib kerabat mengiring.

Seiring itu, jama’ah, keluarga, tak ketinggalan para pebisnis musiman mulai menggeliat bersiap. Nuansa

haji biasanya identik dengan warna putih bukan hanya sekedar trend tapi sudah menjadi budaya yang

mengakar seolah-olah itu adalah bagian ritual haji yang sifatnya harus. Ketika kaum pria wajib

mengenakan seragam kain ihram putih para kaum wanita tak mau beda hingga ikut menyemarakkan

nuansa ini dengan busana serba putih agar matching dengan kaum pria, mulai dari kerudung putih,

gamis putih, mukena putih, kaus kaki putih, sepatu putih, payung putih bahkan tas jinjingpun kalau bisa

berwarna putih. Budaya putih ini nampaknya bukan untuk orang Indonesia saja, Malaysia Brunai dan

Singapura pun cenderung berpakaian putih. Berbeda dengan Asia tenggara , negara-negara lainpun

punya budaya seragam tersendiri, seperti Turki biasanya warna abu-abu, Arab, Iran biasanya warna

hitam, Afrika biasanya memakai kain dingin motif warna-warni, Pakistan dan India Kain sari bermotif.

Ada yang unik dari jama’ah khas Indonesia yaitu budaya “ baju baru” dari sekian ragam background

kampung asal, dari yang kaya hingga yang tidak biasa pake sandal, mulai Haji coklat, haji cengkeh, haji

kopi, haji empang, haji sawah, haji tanah, haji pegawai, haji karyawan, haji pengusaha, haji artis hingga

haji pejabat. Hampir semua dibalut busana baru, necis, modis dan mahal tentunya. Pantas saja Syahrini

seorang artis yang merangkap sebagai pengusaha busana, membidik pasar baju putih dari model brukat

hingga kapucong putih, mungkin salah satu tujuannya adalah memanfaatkan momen haji sebagai ladang

rezeki. Musim haji juga menjadi berkah bagi pengusaha oleh-oleh haji dari mulai tukang kurma, sajadah,

minyak wangi, teko cantik, kerudung blink-blink dan makanan khas arab. Rupanya budaya jajan ( belanja

) orang Indonesia ini ikut menggerakan roda perekonomian global juga.

Tidak ada yang salah dengan dengan budaya serba putih ini, mungkin warna putih lebih mencerminkan

kebersihan pemakainya, lebih memancarkan aura cerah pada wajah, dalam filosofinya warna putih

adalah lambang kesucian sebagai refleksi dari kesucian hati dan ketulusan niat pemakainya. Bahkan

warna putih bisa menjadi syi’ar khas Islam. Namun yang tak kalah penting dari itu semua adalah tentang

pesan dan kesan tersirat yang Allah sematkan dibalik kewajiban warna putih kain ihram. Yang pertama

Page 2: Intrik budaya dalam ritual haji

adalah pesan kesederhanaan artinya bisa dibeli oleh semua golongan kaya dan miskin, yang kedua Islam

menyukai hal yang praktis dan simple

( tidak ribet dan heboh ) yang ketiga kesan mudah karna tidak rumit dan aneh-aneh dan yang keempat

sebagai syiar kesucian. Karena itu model, jenis bahan, kepantasan, kesederhanaan, dan kesyar’ian dalam

memilih pakaian haji harus diperhatikan dengan baik mengingat ibadah haji adalah ritual atau manasik

yang sakral dan diatur oleh syarat-syarat tertentu untuk bisa mencapai predikat haji mabrur sebagai

salah satu alat yang mempunyai nilai tukar surga di hari kemudian. Bukan malah menjadi ajang fashion

show yang terkesan glamour yang dimeriahkan dengan busana yg sekedar ngetrend tanpa memenuhi

norma syariat, transparan atau nampak sexy. Apalagi ditambah dengan riasan wajah yang mencolok

bibir menor, wajah dempul, eye shadow, pipi pink, mata lentik anti badai, bahkan mungkin ada juga

yang memakai sepatu high heeled.

Dibalik filosofi busana khas ibadah haji terdapat misi dan visi yang menjadi hikmah dan berkah bagi

ummat manusia. Misi dari ibadah haji yang bersifat praktis ini adalah yang pertama : wawasan

globalisasi yang bertujuan mengenalkan wajah muslim seantero bumi yang bermuara pada terciptanya

rasa persaudaraan muslim sedunia dengannya ada kerjasama, kesepakatan bersama, menjalin kekuatan,

komunikasi sehingga terbangun networking yang bersifat global yang visix adalah agar kaum muslimin

menjadi “ummatan wahidah” yang menjadi rahmat bagi semesta yang menyeru pada kebaikan dan

mencegah kemungkaran di muka bumi. Selain dari hikmah tersebut manasik haji merupakan

kontemplasi ( perenungan )terhadap tapak tilas sejarah perjuangan anak manusia dalam meraih ridho

Allah melalui ujian kesabaran mental. Dengan pengorbanan perpisahan, kelaparan, keterasingan,

ketakutan dan kerja keras demi menggapai kasih sayang dan keridhoan Allah semata. Pelatihan

manajemen mental emosional ini diorganisir dalam ketentuan hukum yang mengatur tentang syarat-

syarat sah dan larangan-larangan ibadah haji yang jika dilanggar akan menyebabkan konsekwensi

tertentu yang dalam istilah syara disebut “dam “.

Pada praktiknya banyak diantara kaum muslimin yang masih mengikutkan sebagian budaya yang berasal

dari filosofi kepercayaan animisme dan dinamisme yang menghancurkan nilai-nilai syariat haji yang

sebenarnya. Diantaranya adalah membawa pulang pasir arab dengan tujuan sebai azimat untuk

kekuatan tertentu, menggunting kain ka’bah untuk diselipkan di dompet sebagai pengundang rezeki,

kadang juga sebagai tolak bala atau untuk tujuan pengobatan, tradisi buang “sarung basahan” bekas

dipakai mandi yang diniatkan untuk membuang sial. Belum lagi sisipan budaya romeo and Juliet

kepercayaan kalangan muda-mudi yang diklaim sebagai do’a jodoh atau do’a kesetiaan bagi yg sudah

berpasangan.

Itulah sebagian dari intrik-intrik budaya ( ritual asing )yang menyisip disela-sela pelaksanaan ibadah haji ,

selanjutnya para da’I, guru agama dan pemerintah yang berwenang perlu sama sama memikirkan

Page 3: Intrik budaya dalam ritual haji

mekanisme sistim informasi dan penyuluhan yang benar-benar membidik ragam intrik budaya yang

menyesatkan ummat sehingga target mabrur tidak tercapai. Predikat haji bukan sekedar sebuah prestise

tentang status social di masyarakat, tapi hakikatnya seorang haji adalah duta bagi ummat yang lainnya

yang mengukuhkan kebenaran syariat Islam, menyebarkan visi dan misi Haji untuk selanjutnya menjadi

agen perubahan ummat kea rah yang lebih baik.