Intra-operative Nerve...

178

Transcript of Intra-operative Nerve...

Page 1: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar
Page 2: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar
Page 3: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Intra-operativeNerve Monitoringdalam Praktik Klinis

Edisi Pertama

Dr. dr. Rahyussalim, Sp. OT(K)Departemen Orthopaedi

dan Traumatologi

FKUI-RSCM

Page 4: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis • I

INTRA-OPERATIVE NERVE MONITORING DALAM PRAKTIK KLINISEdisi Pertama

Penulis : Dr. dr. Rahyussalim, Sp. OT(K) | Kontributor : Tri Kurniawati, Rio Wikanjaya, Aisyah Rifani, Clara Gunawan, Joanna Erin, Lika, Renata Tamara, Stefanus Sutopo, Tiffany R | Editor : Aisyah Rifani, Regan Edgary, Indah Fitriani | Tata Letak Cetak : Devi Alora, Fiona Valerie Mus-kananfola, Irfan Kresnadi, Teresia Putri | Ilustrasi : Kania Indriani, Kristian Kurniawan, Robby Hertanto | Desain Sampul : Kania Indriani | Tim Penerbitan : Bunga Cecillia Sinaga, Regan Edgary, Indah Fitriani

Diterbitkan oleh Media Aesculapius

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronik maupun mekanik, termasuk memfotokopi, mer-ekam, atau dengan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit.

Cetakan Pertama, Oktober 2018

Intraoperative Nerve Monitoring dalam Praktik Klinis / Rahyusalim -- Jakarta : Media Aesculapius; 2018.XII + 162 hlm. ; 17,6 x 25 cm.

ISBN 978-602-61056-4-6

Penerbit Media AesculapiusRumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia, DepokGedung C Lantai 4Jl. Prof. Dr. Bahder Djohan, Depok, Jawa BaratHotline : 0896-7022-5562 | Website : beranisehat.com

Page 5: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

II • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Kata Pengantar Assalamualaikum Wr. Wb

Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala Rahmat serta KaruniaN-ya sehingga pembuatan buku Intra-Operative Nerve Monitoring dalam Praktik Klinis ini dapat terwujud. Shalawat dan salam semoga Allah curahkan kepada Nabi kita, Muhammad SAW, beserta keluarga, para shahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Penggunaan Intra Operative Nerve Monitoring (IONM) dalam praktik klinis belum populer di Indonesia, pa-dahal jika dilihat dari manfaat penggunaan alat ini bagi pasien sungguh luar biasa, karena penggunaan IONM mampu menyelamatkan pasien dari kematian dan ke-cacatan berupa kelumpuhan pada suatu prosedur op-erasi tulang belakang.

Angka cedera saraf yang mengakibatkan kelumpuhan pasca prosedur operasi tulang belakang di Indonesia masih tinggi. Salah satu penyebabnya adalah ketiadaan monitor fungsi saraf selama dilakukan prosedur oper-asi tulang belakang. Hal ini tidak hanya terjadi pada fasilitas kesehatan di daerah, tetapi juga terjadi pada fasilitas kesehatan utama di kota besar yang seharusn-ya dekat dengan kemajuan teknologi.

Perkembangan ilmu pengetahuan di bidang neurolo-gi semakin baik dari hari ke hari, begitu pula pema-haman seorang dokter terhadap fenomena hantaran saraf dan cara memonitornya baik secara neurofisi-ologi maupun klinis juga semakin mudah. Atas dasar hal tersebut maka Penulis berkeinginan untuk mem-perkenalkan apa itu intra operative nerve monitor-ing, apa saja dasar-dasar teori penggunaannya hingga bagaimana manfaatnya di dalam praktek klinis.

Buku ini menguraikan secara ringkas teori-teori prak-tis yang menjadi dasar dalam memonitor dan menge-lola fungsi saraf menggunakan alat IONM selama oper-asi tulang belakang berlangsung.

Terimakasih kepada yang terhormat Dekan FKUI Dr.

Dr. dr Rahyussalim Sp.OT(K)Penulis

Page 6: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis • III

Kata Pengantar

dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, MMB, FINASIM, FACP, Direktur Utama RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo dr. Lies Dina Liastuti SpJP(K), MARS, Kepala Depar-temen Orthopaedi dan Traumatologi FKUI-RSCM dr. Wahyu Widodo, SpOT(K), para Sejawat di Departemen Orthopaedi dan Traumatologi serta seluruh kontribu-tor yang telah membantu memberikan ruang, kesem-patan dan dukungan sehingga buku Intra-Operative Nerve Monitoring dalam Praktik Klinis edisi pertama ini dapat tersusun dan diterbitkan.

Penulisan buku Intra-Operative Nerve Monitoring da-lam Praktik Klinis edisi pertama ini tentu masih jauh dari sempurna, karenanya besar harapan Penulis agar pembaca dapat memberi masukan dan saran untuk perbaikan buku ini di masa yang akan datang. Akhirn-ya semoga buku ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan kedokteran neurofisiologi tulang be-lakang dan menjadi acuan bagi para penggunanya.

Wassalamualaikum Wr Wb

Page 7: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

IV • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

SambutanKepala

DepartemenOrthopaedi

Alhamdulillah, Puji Syukur Kehadiran Alloh SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kita tetap bisa berkarya di tengah kesibukan tugas se-bagai staf pengajar.

Selamat kami ucapkan kepada Dr.dr. Rahyussalim, SpOT(K) yang dapat menghasilkan satu karya lagi be-rupa buku dengan judul Intra Operative Nerve Mon-itoring ( dalam Praktik Klinis ) Edisi pertama. Kami sangat bangga sekali dengan Dr.dr. Rahyussalim, SpOT(K) yang dapat menerbitkan satu buku lagi ,hal ini menunjukkan bahwa kesibukan bukan suatu halan-gan untuk menghasilkan suatu karya ilmiah.

Tema yang dipilih sejalan dengan isu yang sedang berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar dan tujuan utama dari pelayanan kita kepada pasien. Selain gambar dan ker-tas yang bagus ditambah dengan ukuran buku yang se-dang dan ringan serta isinya yang praktis dan aplikatif membuat buku ini mudah dibawa dan enak dibaca. Saya yakin buku ini juga dapat menambah kekayaan ilmu pengetahuian terutama ilmu pengetahuan yang bersifat kolaboratif dan terapan.

Semoga hadirnya buku karya Dr.dr. Rahyussalim, SpOT (K) ini menjadi inspiratif untuk staf lainnya agar terus berkarya menghasilkan karya ilmiah yang bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan prosedur pe-layanan dalam bidang kedokteran.

dr. Wahyu Widodo, Sp.OT(K)Kepala Departemen

Orthopaedi dan Traumatologi FKUI/RSCM

Page 8: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis • V

Sambutan KepalaDepartemenOrthopaedi

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas berkah dan karunia-Nya, maka Buku “Intra-Operative Nerve Monitoring dalam Praktik Klinis” ini dapat diselesaikan dan diterbitkan.

RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo merupakan rumah sakit pendidikan utama FKUI dan rumah sakit umum pusat rujukan Nasional yang melayani pasien dari berbagai wilayah di Indonesia dengan kompleksi-tas penyakit yang beragam. Untuk menjalankan peran tersebut RSCM memiliki dokter berkeahlian spesialis dan subspesialis, maka tidak dapat dipungkiri bahwa selain para staf medik yang harus siap melayani berb-agai jenis layanan kesehatan baik layanan tersier mau-pun kuartener, juga harus melakukan tindakan dengan teknologi kedokteran canggih dan terbarukan yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan di RSUP Nasional dr. Cipto Mangunkusumo.

Intra-Operative Nerve Monitoring (IONM) adalah penggunaan alat pemeriksaan elektrofisiologis sep-erti Electro Encephalo-Graphy (EEG), dan Electro Myo-Graphy (EMG) untuk membangkitkan potensi sistem saraf agar dapat memantau integritas fungsion-al struktur saraf tertentu (misalnya pada sistem saraf pusat, sumsum tulang belakang dan otak) selama op-erasi berlangsung. Tujuan penggunaan IONM adalah untuk mengurangi risiko kerusakan iatrogenik pada sistem persarafan pasien dan atau untuk memberikan panduan dalam pemeriksaan fungsional sistem saraf oleh Dokter Bedah atau Dokter Anestesi.

Penatalaksanaan pasien di RSUP Nasional dr. Cip-to Mangunkusumo, khususnya pada pasien yang mendapatkan tindakan Intra-Operative Nerve Moni-toring (IONM), tetap berorientasi pada standar mutu dan keselamatan pasien, dan harus diselenggarakan

dr. Lies Dina Liastuti, SpJP.(K), MARS Direktur Utama RSUPN dr Cipto Mangunkusumo

SambutanDirekturUtamaRSCM

Page 9: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

VI • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

secara terintegrasi dan terkolaborasi, sehingga dapat berjalan dengan “seamless” dan tanpa hambatan.

Penulisan Buku “Intra-Operative Nerve Monitoring da-lam Praktik Klinis” oleh Dr. dr. Rahyussalim, SpOT (K) ini merupakan bukti bahwa informasi pelayanan prima di RSCM juga dapat dibagikan kepada kalangan kedok-teran di Indonesia yang memerlukan dan diharapkan memperluas jangkauan penyampaian ilmu ke seluruh pelosok Indonesia.

Semoga kita dapat terus meningkatkan mutu pe-layanan kesehatan untuk “Menolong dan Memberikan yang terbaik” bagi pasien kita.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Jakarta, 10 Oktober 2018

SambutanDirektur

UtamaRSCM

Page 10: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis • VII

Sambutan KepalaDepartemenOrthopaediPertama–tama saya mengucapkan selamat kepada Dr.

dr. Rahyussalim, SpOT(K) dan atas terbitnya buku In-tra-operative Nerve Monitoring dalam Praktik Klinis Edisi pertama. Pemantauan pasien saat operasi dan pasca operasi menjadi hal yang penting terutama da-lam era kemajuan teknologi saat ini. Apabila dokter mengesampingkan hal ini, tentunya akan berdampak buruk bagi kualitas hidup pasien pasca operasi. Hal ini dibuktikan oleh angka kelumpuhan akibat cedera saraf pasca operasi masih cukup tinggi di Indonesia. Dengan demikian, pembelajaran dan penelitian dalam bidang ini masih sangat dibutuhkan.

Buku ini berisi topik-topik yang komprehensif mulai dari fisiologi dasar, pendekatan klinis, hingga pemerik-saan dan pemantauan fungsi saraf pada operasi tulang belakang. Selain itu buku ini juga memberikan soal dan evaluasi untuk menguji pemahaman yang dimiliki oleh pembacanya. Dengan lengkapnya isi dari buku ini menjadikan buku ini sebagai bahan yang dapat digu-nakan untuk pendidikan dan pembelajaran serta dit-erapkan dalam praktik klinis sehari-hari.

Saya berharap buku ini akan diterima oleh semua pi-hak baik peserta didik maupun klinisi. Dokter yang sedang menjalani pendidikan spesialis baik spesialis 1 maupun 2 juga membutuhkan keberadaan buku ini. Saya juga melihat buku ini bisa menjadi bahan bacaan para klinisi yang sehari-hari bertemu pasien yang akan menjalani operasi tulang belakang.

Kami sebagai pimpinan fakultas mengucapkan terima kasih atas upaya yang telah dilakukan oleh Dr. dr. Ra-hyussalim, SpOT(K), staf pengajar FKUI seperti yang ada di hadapan para pembaca sekalian. Mudah-muda-han buku ini juga menjadi inspirasi buat staf penga-jar lain terutama bagi staf-staf muda untuk membuat

Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD-KGEH, MBB, FINASIM, FACPDekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

SambutanDekanFKUI

Page 11: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

VIII • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

buku seperti buku Intra-operative Nerve Monitoring dalam Praktik Klinis ini. Tugas pengajaran dalam ben-tuk pembuatan buku memang merupakan salah tugas dari staf pengajar yang bekerja di institusi pendidikan. Buah karya ilmiahnya selalu ditunggu untuk menjadi bahan rujukan baik untuk pendidikan maupun untuk pelayanan.

Mudah-mudahan buku ini bermanfaat untuk para pembacanya dan menjadi ladang amal untuk para penulisnya.

SambutanDirektur

UtamaRSCM

Page 12: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis • IX

This page is intentionally left blank

Page 13: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

X • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

BAGIAN 1Dasar Fisiologi dan Fisika

Daftar Isi

.......2

.........2

.........4

.........5

.........7

.........8

.....12

.......12

.......12

.......13

.......13

.......14

.......19

.......20

.......23

.......24

.......25

.......26

1. FISIOLOGI SARAF DAN OTOT

1.1 Fisiologi Jaringan Tereksitasi1.2 Neurotransmitter1.3 Fisiologi Otot1.4 Aktivitas Kelistrikan Neuron1.5 Studi Elektrofisiologi

2. FISIKA DAN ELEKTRONIKA

2.1 Struktur Atom2.2 Konduktor, Non-Konduktor, Semi Konduktor2.3 Medan2.4 Aliran Arus2.5 Teori dan Penyusun Rangkaian Listrik2.6 Hukum-hukum Rangkaian2.7 Sifat-sifat Rangkaian2.8 Filter2.9 Analisis Sinyal Digital2.10 Hubungan Pasien-Alat2.11 Amplifikator

BAGIAN 2Elektro-Ensefalografi

.....30 .......30.......35.......41.......43.......43.......43.......44.......44.......45

.....48

.......48

.......51

.......52

.......53

.....55

.......55

.......56

3. DASAR ELEKTRO- ENSEFALOGRAFI

3.1 Fisiologi EEG3.2 Aspek Teknis EEG3.3 Kalibrasi3.4 Metode Aktivasi3.5 Impendansi Elektroda3.6 Transmisi Telepon EEG3.7 Laboratorium EEG3.8 Laporan3.9 Penyimpanan Perekaman

4. EEG NORMAL4.1 EEG pada Orang Dewasa4.2 EEG pada Anak4.3 Transien dan Varian Normal4.4 SREDA( Subclinical Rythmic Electrographic Discharges of Adults)

5. EEG ABNORMAL5.1 Definisi Abnormal5.2 Aktivitas Lambat

Page 14: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis • XI

8.3 Evaluasi yang Direkomendasikan untuk Presentasi Klinis Umum

10. NEUROPATI10.1 Ikhtisar10.2 Degenerasi Neuron10.3 Polineuropati10.4 Mononeuropati

11. MIOPATI11.1 Ikhtisar11.2 Distrofi Otot11.3 Miopati Inflamasi11.4 Miopati Metabolik11.5 Sindrom dengan Aktivitas Serat Otot Kontinu11.6 Kelainan Otot Lainnya

12. PENYAKIT TAUT NEUROMUSKULAR12.1 Ikhtisar12.2 Miastenia Gravis12.3 Sindrom Metabolik Lambert Eaton12.4 Botulisme12.5 Miastenia Neonatal

8. PRINSIP DASAR STUDI KONDUKSI SARAF DAN ELEKTROMIOGRAFI

8.1 Ikhtisar8.2 Fisiologi Neuromuskular8.3 Peralatan8.4 Dasar Konduksi Saraf8.5 Dasar Elektromiografi8.6 Uji Fungsi Taut Neuromuskular8.7 Pendekatan Pertanyaan Klinis

9. PENDEKATAN PERTANYAAN KLINIS

9.1 Ikhtisar9.2 Klasifikasi dan Identifikasi Gangguan Neuromuskular

6. EEG NEONATUS6.1 Teknis yang Dibutuhkan6.2 EEG Neonatus Normal6.3 Pola Abnormal

7. STUDI KHUSUS PADA EEG

7.1 Kematian Otak7.2 Monitor EEG7.3 EEG Kuantitatif

.....62

.......62

.......63

.......64

.....67 .......67.......68.......69

BAGIAN 3Studi Konduksi Saraf dan Elektromiografi

.....72

.......72

.......72

.......74

.......75

.......81

.......81

.......84

.....88

.......88

.......88

.......88

.....94

.......94

.......95

.......95

.....100

...106

.....106

.....106

.....107

.....108

.....109

.....108

...112

.....112

.....112

.....112

.....113

.....114

Page 15: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

XII • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

...117

.....117

.....118

.....118

...123

.....123

.....123

.....126

.....128

...131

.....131

.....131

.....131

.....134

.....135

.....136

..138

.....138

.....138

.....140

.....142

13. DASAR POTENSIAL BANGKITAN13.1 Ikhtisar13.2 Fisiologi Evoked Potentials (EP)13.3 Prinsip Umum EP

14. BANGKITAN POTENSIAL VISUAL14.1 Ikhtisar14.2 Metode14.3 Interpretasi14.4 Korelasi Klinis

15. BANGKITAN POTENSIAL AUDITORIK BATANG OTAK15.1 Ikhtisar15.2 Metode14.3 Interpretasi14.4 BEP Pediatrik14.4 Korelasi Klinis14.4 Audiometri

16. BANGKITAN POTENSIAL SOMATOSENSORI16.1 Ikhtisar16.2 Median SEP14.3 Tibial SP14.4 Korelasi Klinis

BAGIAN 4PotensialBangkitan

...147

.....147

.....147

.....148

.....151

...153

.....153

.....153

.....155

.....156

.....157

...160

...161

17. FISIOLOGI TIDUR DAN GANGGUAN TIDUR17.1 Ikhtisar17.2 Fisiologi Dasar Tidur17.3 Fase Tidur17.4 Indikasi untuk Pemeriksaan Tidur

18. UJI TIDUR18.1 Ikhtisar18.2 Polisomnografi Nokturnal18.3 Protokol Perekaman untuk Uji Nokturnal Standar18.4 Gangguan18.5 Tes Latensi Tidur Multipel (Multiple Sleep Latency Test, MLST)

REFERENSIPROFIL PENULIS

BAGIAN 5Polisomnografi

Page 16: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab I - Fisiologi Saraf dan Otot • 1

DASAR FISIOLOGI

DAN FISIKABab I : Fisiologi Saraf dan Otot........2Bab 2 : Fisika dan Elektronika...........12

BAGIAN 1

Page 17: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

2 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

1. Potensial Membran

Membran sel tubuh manusia memiliki muatan listrik terpolarisasi yang dikenal dengan potensial membran. Potensial membran timbul ketika distribusi muatan (ion) positif dan negatif sepanjang membran tidak merata dan terdapat perbedaan permeabilitas membran terhadap ion-ion tersebut. Ion-ion yang berperan di antaranya adalah Na+, K+, Cl-, dan protein anion intrasel.

Potensial Keseimbangan (Equilibrium Potential)

Potensial keseimbangan tercapai ketika gradien elektrik telah seimbang dengan gradien konsentrasi dan aliran ion telah terhenti. Transpor ion mengikuti gradien konsentrasi dapat terjadi, sehingga terdapat perbedaan muatan antara sel dengan lingkungannya. Adanya gradien listrik membuat ion ditranspor kembali menuruni gradien tersebut. Potensial membran di mana kedua transpor tersebut berimbang disebut dengan potensial keseimbangan (E/ equillibrium potential).

2. Potensial Generator

Potensial generator terbentuk karena adanya perbedaan pada konduksi sehingga potensial yang dihasilkan melalui

BAB 1

Fisiologi Saraf dan Ototperhitungan persamaan Goldman berbeda dengan potensial keseimbangan kalium. Ikatan neurotransmitter dengan reseptor pada membran post-sinaps mengakibatkan terjadinya peningkatan konduksi natrium dan kalsium yang selanjutnya akan mendepolarisasi membran.

Ketika sel peka-rangsang (reseptor) diberikan stimulus tertentu, dapat terjadi perubahan potensial membran lokal (potensial berjenjang) yang kemudian menyebar pasif (arus) dari daerah aktif ke bagian lain dari membran sel tersebut (daerah inaktif) dengan adanya pengurangan kekuatan berjenjang yang sebanding dengan jarak tempuh arus akibat kebocoran kanal K+.

3. Konduksi Elektronik

Depolarisasi yang terekam pada suatu membran sel yang letaknya jauh dari letak sumber potensial membran akan menjadi

Fisiologi Jaringan Tereksitasi

BAGIAN 1

Gambar 1.1 • Saraf dan otot, salah satu jaringan tereksitasi tubuh

Page 18: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab I - Fisiologi Saraf dan Otot • 3

lebih kecil. Konduksi elektronik tidak hanya dapat bekerja di dalam satu sel, tetapi dapat menyebar ke sel lain melalui tight junction. Pada sel berikutnya, depolarisasi dapat menimbulkan suatu potensial aksi walaupun pada sel sebelumya tidak terjadi potensial aksi.

Konduktivitas berperan dalam menentukan besar arus yang ditimbulkan oleh potensial berjenjang. Pada kondisi ini, resistensi menyebabkan arus semakin rendah. Konduktor seperti cairan intrasel dan cairan ekstrasel memiliki resistensi rendah sedangkan insulator seperti lipid memiliki resistensi tinggi.

4. Potensial Aksi

Ketika besar potensial membran yang terbentuk mencapai nilai potensial ambang sel, akan dihasilkan potensial aksi. Potensial aksi merupakan perubahan potensial membran secara cepat dan besar (100mV), pada membran lokal sel yang kemudian dihantarkan ke seluruh bagian membran-sel lainnya tanpa adanya pengurangan kekuatan meliputi potensial generator, depolarisasi regeneratif, potensial puncak, repolarisasi, dan hiperpolarisasi. Depolarisasi regeneratif terjadi akibat aktifnya kanal natrium voltage-gated, sehingga potensial membran dapat mencapai potensial puncak (sekitar +45 mV). Repolarisasi ditandai dengan tertutupnya

Gambar 1.2 • Fase-fase Propagasi Potensial Aksi

Page 19: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

4 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

kanal natrium dan terbukanya kanal kalium. Periode hiperpolarisasi menyebabkan sel sulit tereksitasi.

5. Propagasi potensial Aksi

Penghantaran potensial aksi bersifat all or none. Arus yang terbentuk pada daerah aktif mencapai puncak potensial aksi kemudian memicu depolarisasi membran di sebelahnya. Daerah yang inaktif kemudian menjadi aktif dan mencapai puncak potensial aksi sementara daerah yang sebelumnya aktif menjadi inaktif dan masuk ke dalam periode refraktori, seterusnya membentuk siklus hingga potensial aksi mencapai area sinaptik sel. Akson yang termyelinasi akan menghantarkan lebih cepat karena selubung myelin.

Neurotransmiter

1. Pelepasan Neurotransmiter

Penjalaran potensial aksi dalam suatu sel neuron akan berakhir pada ujung terminalnya. Depolarisasi di ujung terminal ini akan membuka kanal ion. Salah satu kanal ion tersebut adalah kanal Ca2+ yang berperan dalam transport masuk ion kalsium ke dalam

sel. Masuknya sejumlah ion kalsium tersebut menjadi sinyal dan menyebabkan fusi antara vesikel neurotransmiter dengan membran area sinaps sehingga vesikel membuka dan terjadi pelepasan neurotransmiter ke celah sinaps.

Potensial aksi tidak selalu ditemukan pada neuron karena tidak semua neuron dapat menghasilkan potensial aksi. Pada neuron yang memiliki potensial aksi, neurotransmiter dilepaskan dalam jumlah tetap pada setiap siklus potensial aksinya. Sebaliknya, pada neuron yang tidak dapat memiliki potensial aksi, neurotransmiter tetap dapat dilepaskan, tetapi jumlahnya berjenjang (graded) karena bergantung terhadap derajat depolarisasi di terminal neuron.

2. Ikatan Neurotransmiter dengan Reseptor

Pada celah sinaps, neurotransmiter akan berdifusi melewati celah sempit tersebut dan berikatan dengan reseptor spesifik yang ada pada membran pasca sinaps dari neuron lainnya. Pengikatan neurotransmiter terhadap reseptor spesifiknya tersebut akan menyebabkan aktivasi reseptor. Selanjutnya, sinyal tersebut akan diterjemahkan menjadi keluaran (output) spesifik neurotransmiter.

Gambar 1.3 • Pelepasan dan pengikatan neurotransmitter pada neuron pre- dan pasca-sinaps

Page 20: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab I - Fisiologi Saraf dan Otot • 5

Gambar 1.4 • Potensial Pos-Sinaptik Eksitatorik dan Inhibitorik

Umumnya, keluaran tersebut berupa pembukaan dari kanal ion pada membran neuron tersebut.

3. Potensial Pasca Sinaps

Aktivasi dari reseptor pada membran pasca sinaps dapat menghasilkan baik potensial pasca sinaps eksitatorik (excitatory post-synaptic potentials, EPSP) maupun potensial pasca sinaps inhibitorik (inhibitory post-synaptic potentials, IPSP).

EPSP dihasilkan apabila pengikatan neurotransmiter mengakibatkan peningkatan konduktansi ion natrium dan/atau kalsium, sehingga potensial membran semakin positif (depolarisasi) pada area post-sinaps. Peningkatan konduktansi ion tersebut (sumasi EPSP) memungkinkan membran tersebut mencapai ambang batas potensial aksi.

Fisiologi Otot

Berbeda dengan EPSP, IPSP dihasilkan apabila aktivasi reseptor mengakibatkan peningkatan konduktansi ion kalium dan/atau klorida. Hal tersebut membuat potensial membran berada dalam rentang yang semakin negatif (hiperpolarisasi) sehingga membran sulit untuk mencapai batas ambang potensial membran. Akibatnya, potensial generator tidak dapat dihasilkan.

1. Transmisi Neuromuskular

Transmisi neuromuskular serupa dengan transmisi sinaptik yang telah dijelaskan sebelumnya. Potensial aksi dihantarkan melalui akson dari motor neuron dan menghasilkan pelepasan dari neurotransmiter asetilkolin pada ujung saraf terminal.

Page 21: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

6 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Gambar 1.5 • Fase relaksasi dan kontraksi dari miosit

Asetilkolin akan melalui celah sempit sinaps dan berikatan dengan reseptor spesifik pada membran otot. Hal ini menyebabkan terbukanya kanal ion natrium dan kalsium membran dan terjadi aliran masuk ion natrium dan kalsium ke dalam sel dalam jumlah yang cukup hingga menyebabkan perubahan potensial membran. Perubahan tersebut disebabkan oleh menurunnya negativitas dari potensial membran istirahat akibat adanya influks dari ion-ion positif tersebut. Selanjutnya, perubahan potensial membran akan memicu timbulnya potensial aksi pada membran serat otot.

2. Komponen Kelistrikan Otot

Aktivasi otot rangka menimbulkan potensial aksi yang dihantarkan melalui serat-serat otot. Depolarisasi pada membran serat otot akan menyebabkan pelepasan

ion kalsium. Selanjutnya, ion kalsium akan berperan dalam pengendalian kontraksi otot yang ditimbulkan.

3. Kontraksi Otot

Seperti telah disebutkan sebelumnya, salah satu faktor yang mengendalikan kontraksi otot adalah ion kalsium. Selain itu, ATP juga berperan dalam memfasilitasi aktivitas filamen aktin dan miosin. Saat berkontraksi, filamen aktin dan miosin yang saling berikatan silang akan saling menempel untuk merapat dan meregang. Ion kalsium dibutuhkan dalam pengikatan siklik dan pelepasan kedua filamen tersebut. Oleh karena itu, reuptake ion kalsium oleh retikulum sarkoplasma akan menyebabkan relaksasi otot

Generator EEG dan EMG bersifat kom-pleks yang berarti sebagian besar detail sub-selularnya pada praktik klinis bersifat tidak

Page 22: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab I - Fisiologi Saraf dan Otot • 7

Gambar 1.6 • Bagan Perekaman EEG Kulit

penting. Adanya korelasi klinis terhadap reka-man elektrofisiologi tertentu lebih penting daripada detail subselular itu sendiri. Banyak ahli yang berkesimpulan bahwa akan lebih baik jika dokter melakukan interpretasi EEG, EMG, dan EP berdasarkan tinjauan fisiologis daripada berdasarkan pengenalan terhadap pola-pola tertentu mengingat generator EEG dan EMG sangat kompleks. Oleh karena itu, interpretasi elektrodiagnosis pada umumnya merupakan kombinasi dari pengenalan pola dan penalaran terhadap aspek fisiologis.

Pada pemeriksaan elektrofisiologi, yang terekam adalah aktivitas dari berkas saraf atau hubungan antar saraf. Semua rekaman tersebut bersifat ekstraseluler. Adapun per-ekaman terhadap elektrofisiologi intraseluler tidak dipertimbangkan.

berkas saraf, seperti pengukuran kecepatan konduksi atau potensial bangkitan dengan cara memberikan rangsang listrik di satu lokasi pada saraf dan merekam aktivitas di lokasi lainnya. Hal ini disebabkan oleh rekaman ekstraseluler, terutama yang dibuat melalui kulit, yang tidak dapat mendeteksi potensial aksi tunggal.

2. Hubungan Antar Saraf

Saraf-saraf bersinaps terutama di korteks serebral, korteks serebelum, dan nukleusnya. Dalam korteks serebral, sinaps terarah pada seluruh lapisan. Neuron eferen kortikal utama beerorientasi secara vertikal dengan arborisasi dendritik sehingga aktivitas rangsang atau penghambatan dapat menghasilkan medan listrik di dalam korteks yang memiliki sumbu vertikal dan distribusi radial.

Sebagian besar aktivitas listrik yang direkam selama EEG adalah aktivitas sinaps, sedangkan sinyal yang direkam selama pengukuran konduksi saraf adalah konduksi saraf, yaitu potensial aksi.

Rekaman EEG kulit kepala tidak dapat

Aktivitas Kelistrikan Neuron

1. Berkas Saraf

Kumpulan saraf dalam sistem saraf pusat maupun perifer menghasilkan potensial aksi. Banyak studi yang dilakukan berdasarkan potensial aksi yang sinkron dalam suatu

Page 23: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

8 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

neuron perifer menghasilkan sejumlah potensial aksi. Potensial near-field dapat direkam dengan pengaturan perekaman unipolar atau bipolar. Untuk perekaman unipolar, elektroda aktif (G1 atau Grid 1) diletakkan secara langsung di atas area neuron dan elektroda lainnya (G2) diletakkan pada area yang sama, tetapi tidak di atas area neuron yang akan direkam. Ketika gelombang depolarisasi sedang melewati elektroda G1, arus masuk menyebabkan munculnya gelombang negatif yang menonjol pada hasil perekaman. Ketika gelombang depolarisasi sudah melewati elektroda, potensial kembali ke baseline.

Gambar 1.7 • Potensial near-field unipolar

A. Gelombang depolarisasi belum mencapai elektroda perekam

B. Depolarisasi maksimal mencapai elektroda aktif, arus masuk menghasilkan potensial ekstraseluler negatif

C. Depolarisasi sudah melewati elektroda aktif dan potensial kembali ke baseline

D. Depolarisasi sudah melewati elektroda aktif, sehingga hasil rekaman menunjukkan potensial baseline. Kelistrikan elektroda reference tidak aktif karena berada pada area yang jauh dari neuron.

"melihat" satu neuron, melainkan melihat aktivitas sinkron banyak neuron sebelum suatu gelombang dihasilkan. Ini terjadi, walaupun kelistrikan tersebut mengalami atenuasi melalui bagian melalui tengkorak dan kulit kepala. Aktivitas kejang akan dibahas dalam Bab 3, tetapi gambaran rekaman yang ditimbulkan berbeda dari sebagian besar aktivitas non-epileptik oleh sinkronisasi potensial listrik.

Sebagian besar potensial aksi yang direkam selama studi elektrofisiologi adalah tipe far-field potentials, meskipun dapat pula terekam tipe near-field potentials dan tipe campuran. Perbedaan antara kedua tipe ini bukan hanya pada jarak, tetapi terdapat pula perbedaan fisik yang mendasar.

Masuknya ion natrium ke dalam sel selama potensial aksi membuat membran sel menjadi lebih positif dari keadaan istirahat yang selanjutnya menghasilkan arus masuk dan dinilai oleh elektroda intraseluler sebagai potensial positif. Sementara, elektroda ekstraseluler akan melihat arus masuk tersebut sebagai potensial negatif karena adanya pergerakan muatan positif dari ruang ekstraselular ke dalam sel. Potensial ekstraseluler dapat direkam pada jarak yang cukup jauh dari sel dan dikenal sebagai field potential. Adapun pergerakan muatan dari jaringan tereksitasi ke jaringan sekitarnya disebut dengan volume conduction.

Studi Elektrofisiologi

1. Potensial Near-field

Sadapan near-field direkam oleh elektroda yang dekat dengan membran, sementara sadapan far-field direkam dengan elektroda pada jarak yang jauh. Sebagai gambaran,

Page 24: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab I - Fisiologi Saraf dan Otot • 9

tersebut dikatakan bersifat bifasik. Potensial far-field direkam dengan G1 terletak pada suatu jarak dari generator dan G2 pada jarak yang lebih jauh lagi, bahkan biasanya hingga diletakkan di kompartemen jaringan yang berbeda. Potensial far-field adalah gelombang stasioner yang disebabkan oleh adanya arah gerak depolarisasi pada akson.

Oleh karena potensial far-field diukur dari jarak yang cukup jauh, besaran yang terekam kemudian menjadi kurang dipengaruhi oleh ketepatan peletakkan elektroda. Apabila terdapat potensial aksi yang bergerak mendekati elektroda tersebut, akan muncul rekaman pontensial near-field dari potensial aksi tersebut.

2. Potensial Far-field

Perekaman bipolar mirip dengan perekaman unipolar. Perbedaan keduanya terletak pada lokasi penempatan G2, yakni pada segmen distal neuron pada perekaman bipolar.

Ketika depolarisasi melewati area di bawah sadapan G2, fase positif dihasilkan oleh karena amplifier mengukur perbedaan potensial antara G1 dan G2. Depolarisasi di area sadapan G1 membuat G1 bernilai negatif relatif terhadap G2. Begitu pula depolarisasi pada G2 membuat G2 bernilai negatif relatif terhadap G1, yang berarti G1 bernilai positif relatif terhadap G2. Oleh karena itu, rekaman

Gambar 1.8 • Potensial Far-field

A. Gelombang depolarisasi mendekati elektroda aktif dan menghasilkan rekaman berupa gelombang positif.

B. Depolarisasi bergerak di area sepanjang elektroda diletakkan sehingga potensial negatif dapat terlihat.

C. Fase repolarisasi menghasilkan potensial positif.

D. Potensial aksi sudah melewati elektroda dan sadapan yang terekam kembali pada baseline.

Page 25: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

10 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

4. Potensial membran sel terbentuk akibat peristiwa berikut ini :a. Gradien konsentrasi pelarut yang melintasi membran selb. Distribusi ion antara intrasel dan ekstrasel tidak meratac. Ion-ion bebas melintasi membran seld. Semua di atas salah

5. Pernyataan berikut ini sesuai dengan Sarkomer :a. Terletak dari gari Z ke Z berikutnyab. Terdiri atas aktin dan miosinc. Merupakan unit kontraksi terkecild. Di tengah Sarkomer terdapat pita I

6. Ion Ca2+ sangat dibutuhkan dalam kontraksi otot, yaitu :a. Berperan terhadap sekresi Asetilkolin dari Vesikel saraf terminalb. Ca2+ mempengaruhi depolarisasi selc. Ca2+ dibutuhkan untuk menyingkirkan Troponin-Tropomiosin kompleksd. Ca2+ dibutuhkan setelah kontraksi selesai.

1. Sumber Ca2+ untuk kontraksi otot dapat berasal dari :a. Ekstraselulerb. Sitosolc. Retikulum sarkoplasmikd. A dan C

2. Peristiwa berikut ini terjadi pada Depolarisasi sel :a. Permeabilitas membran sel terhadap ion Na meningkatb. Permeabilitas membran sel terhadap ion Na menurunc. Permeabilitas membran sel terhadap ion K menurund. A dan C

3. Pernyataan berikut ini sesuai dengan Nilai ambang untuk terjadinya potensial aksi :a. Nilai ambang adalah besarnya voltase yang dibutuhkan untuk mencapai potensial aksi.b. Dibutuhkan peningkatan potensial membran sebesar 15 – 30 mvc. Rangsangan yang mencapai nilai ambang tidak selalu menimbulkan Potensial aksi.d. Pada potensial aksi terjadi perubahan voltase membran sel dari -90 mv menjadi -65 mv.

Latihan Soal

Page 26: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab I - Fisiologi Saraf dan Otot • 11

7. Potensial ekstraseluler kemudian dibedakan menurut jarak perekaman EEG, menjadia. Near-field dan Far-fieldb. Intern dan Eksternc. Near-site dan Far-sited. Pass dan Trough

8. Sinaps dibentuk oleh :a. Hubungan antara akson dengan aksonb. Hubungan antara akson dengan somac. Hubungan antara akson dengan jaringand. Hubungan antara akson dengan dendrit

9. Rangsang saraf yang melalui sinaps dapat mengalami eksitasi atau inhibisi. Inhibisi akan terjadi jika :a. Kanal K pada membran sel menutupb. Kanal Na pada membran sel membukac. Kanal Cl pada membral sel membukad. Hiperpolarisasi

10. Pernyataan berikut ini merupakan pengaruh transmitter terhadap neuron post sinaps :a. Pembukaan kanal Na akan mengeksitasi neuronb. Hiperpolarisasi sel akan berakibat pada eksitasi selc. Repolarisasi sel akan mengeksitasi neuron post sinapsd. Semua pernyataan di atas salah

Jawaban Latihan Soal1. D | 2. D | 3. A | 4. B | 5. D | 6. A | 7. A | 8. D | 9. D | 10.A

Page 27: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

12 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Atom merupakan unit dasar penyusun materi dengan struktur berupa inti dan elektron yang berputar mengelilingi inti atom. Elektron berputar dalam lintasannya yang disebut orbital. Inti atom tersusun atas proton dan neutron. Dalam keadaan stabil, atom memiliki jumlah elektron (partikel bermuatan negatif) yang sama dengan jumlah proton (partikel bermuatan positif) pada inti atom. Atom stabil tersebut dikenal dengan atom bermuatan listrik yang netral. Atom dengan jumlah elektron berlebih disebut bermuatan negatif sedangkan atom dengan jumlah elektron lebih sedikit dari proton intinya memiliki muatan listrik positif. Dalam keadaan tidak stabil atau bermuatan, atom dapat mendonasikan elektron ke atom lainnya.

Konsep transfer elektron sangat berkaitan dengan stabilitas dari orbital-orbital elektron

BAB 2

Fisika dan Elektronikapada atom, yaitu bersifat lebih stabil bila terisi elektron berpasangan. Jika terdapat elektron tidak berpasangan pada suatu tingkat orbital, elektron tersebut dapat lepas dengan mudah sehingga memungkinkan transfer elektron antar atom. Hal inilah yang menyebabkan suatu atom dapat memiliki muatan listrik yang tidak netral (positif maupun negatif).

Struktur Atom

BAGIAN 1

Konduktor, Non-konduktor, Semi- konduktor

Gambar 2.1 • Struktur atom

Uraian pada bagian 2.1 mengenai atom dapat diaplikasikan dalam pemahaman mengenai materi konduktor, non-konduktor, dan semikonduktor.

Konduktor dipahami sebagai bahan dengan orbital elektron yang hanya terisi sebagian, sehingga elektron mudah didonasikan. Contoh bahan yang bersifat konduktor adalah logam, beberapa materi sintetik dengan atom berkonduksi, dan cairan ionik seperti pada jaringan biologis.

Non-konduktor. Berbeda dengan konduktor, materi ini tidak memiliki orbital elektron dengan elektron yang mudah lepas, sehingga sulit untuk mengalirkan elektron sekalipun diberikan medan listrik maupun magnet yang kuat.

Semi-konduktor adalah materi yang tersusun atas bahan dengan sifat non-konduktif dengan sedikit materi bersifat konduktif tersisipkan di dalamnya. Kondisi ini menyebabkan materi semi-konduktor

Page 28: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 2 - Fisika dan Elektronika • 13

yang berlawanan (contoh: salah satu positif, dan yang lainnya negatif), maka medan akan menciptakan gaya tarik bagi keduanya.

1. Medan Magnet

Medan magnet, khususnya yang berfluktuasi, mampu menyebabkan aliran elektron. Medan magnet khususnya mampu menyebabkan aliran ini dalam sebuah materi konduktif. Medan magnet sendiri dapat dibentuk melalui beragam cara, seperti dengan mengatur orientasi spin atau putaran atom dalam suatu bahan, dan bahkan dengan mempengaruhi pergerakan elektron itu sendiri.

Pergerakan elektron dalam sebuah bahan konduktif juga dapat menciptakan suatu medan magnet yang dapat, dengan sendirinya, mempengaruhi aliran elektron. Ini akan dibahas dalam uraian selanjutnya.

Medan-medan listrik dan magnet dapat menciptakan suatu gaya elektromotif (EMF), yang sebagaimana namanya, adalah gaya yang menciptakan pergerakan elektron. EMF memiliki sebuah vektor yang menggambarkan kekuatan dan besaran dari gaya tersebut.

mengalirkan elektron dalam kapasitas yang lebih sedikit dibandingkan dengan materi konduktor. Proses penyisipan atom-atom konduktif secara terkontrol ke dalam bahan non-konduktif disebut doping. Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai doping akan didiskusikan pada uraian selanjutnya.

Gambar 2.2 • Diagram konduktor

Medan

Medan adalah gaya-gaya yang mampu memindahkan elektron. Secara umum, terdapat dua jenis medan, yakni medan listrik dan medan magnet.

1. Medan Listrik

Medan listrik diciptakan melalui pemisahan dari dua atau lebih muatan. Bila elektron-elektron dan atom-atomnya dipisahkan oleh suatu jarak, akan terdapat suatu medan listrik di antara dua titik muatan tersebut. Bahkan, terdapat medan listrik antara tiap partikel yang bermuatan. Pada dua muatan yang sama (contoh: keduanya negatif, atau keduanya positif), maka medan akan menciptakan gaya tolak di antara kedua partikel tersebut, sementara pada dua muatan

Aliran Arus

Aliran arus adalah pergerakan dari muatan. Dalam suatu atom, elektron bersifat mobil (mudah bergerak), sementara proton pada umumnya tidak. Jadi, pada sebuah rangkaian listrik, arus adalah aliran dari elektron-elektron bermuatan negatif. Pada skenario ini, elektron akan mengalir dari satu atom ke atom lain, seakan-akan meloncat-loncat dari satu orbital tidak penuh ke orbital berikutnya.

Page 29: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

14 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

komunikasi dan kenyataannya ini harus bisa dimengerti.

Secara umum, elektron memang terus-menerus bergerak, namun pergerakan ini bersifat acak. Ini tidaklah dianggap sebagai sebuah arus, karena secara bersih, tidak terjadi suatu aliran elektron-elektron pada suatu arah (dalam istilah elektronika, secara bersih tidak terdapat suatu vektor dari aliran elektron).

Bila suatu medan listrik atau magnet diaplikasikan pada sebuah konduktor, maka akan terjadi aliran arus. Ini terjadi karena medan tersebut akan menyebabkan elektron-elektron untuk mengalir dalam satu arah, sehingga terdapat sebuah vektor yang jelas dari aliran elektron tersebut. Suatu satuan jumlah untuk muatan dapat berupa elektron (-1), ataupun juga partikel atomik lain dengan beragam valensi, seperti natrium (+1), dan kalsium (+2). Satuan standar internasional untuk muatan adalah coulomb, dimana satu coulomb setara dengan 6,24 X 1018 muatan, baik positif maupun negatif.

Arus adalah pergerakan dari muatan. Suatu satuan standar untuk arus adalah ampere, yang dapat pula disebut amp. Satu ampere sama dengan arus yang diakibatkan muatan sebesar satu coulomb yang melewati satu titik dalam konduktor per detiknya. Secara matematis, ini dapat digambarkan dengan rumus:

I = Q/t

dimana I adalah arus, Q adalah muatan, dan t adalah waktu.

Secara teoretis, suatu arus adalah aliran dari elektron-elektron, sehingga adalah aliran muatan-muatan negatif. Walaupun demikian, secara konvensional, arus dianggap sebagai aliran dari muatan-muatan positif. Perbedaan antara konvensi yang kita gunakan dalam

Gambar 2.3 • Tabel IQT

1. Teori Sirkuit (Rangkaian Listrik)

Suatu sirkuit adalah suatu rangkaian tertutup (loop) yang terdiri dari beberapa komponen, seperti resistor, kapasitor, induktor, transistor, dan sumber-sumber gaya elektromotif. Sambungan antarelemen ini adalah konduktor, baik kawat ataupun konduktor eter pada sebuah papan sirkuit tercetak (printed circuit board, PCB).

2. Komponen Rangkaian Listrik

ResistorSuatu resistor melawan aliran elektron.

Secara fungsional, aliran energi dari elektron akan diubah menjadi panas. Secara fisik, resistor melepaskan energi yang diberikan ke elektron oleh medan listrik menjadi panas. Elektron yang keluar dari kutub negatif sebuah sumber arus (baterai) mengalir pada gradien potensial yang dibentuk oleh reaksi kimia pada baterai. Aliran elektron ini di konduktor terjadi cepat, bahkan mendekati kecepatan cahaya. Namun, keberadaan resistor melepaskan energi tersebut menjadi

Teori dan Penyusun Rangkaian Listrik

Page 30: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 2 - Fisika dan Elektronika • 15

panas sehingga lebih sedikit elektron berhasil melintas yang menyebabkan jumlah arus berkurang.

Hambatan dari suatu rangkaian listrik dinyatakan dalam satuan ohm. Pengukuran energi yang dilepaskan resistor dapat

Gambar 2.4 • Konduksi rangkaian listrik tanpa resistor, arus mengalir dari kutub positif

ke negatif, elektron mengalir dengan arah sebaliknya (A). Resistor mengurangi aliran

arus (B)

dilakukan melalui pengukuran potensial listrik dengan voltmeter yang dipasang pada kedua ujung resistor dalam sebuah rangkaian. Energi yang diukur adalah perbedaan voltase (voltage drop).

KapasitorKapasitor adalah keping-keping

konduktor tipis yang dipisahkan oleh sebuah nonkonduktor sehingga tidak ada konduksi langsung pada kedua ujung kapasitor. Walaupun demikian, ada arus kapasitatif yang melalui komponen ini. Salah satu ujung sebuah kapasitor mengakumulasi elektron yang berlalu dari komponen-komponen

rangkaian sebelumnya. Akumulasi elektron ini menciptakan sebuah medan listrik yang menolak elektron-elektron pada ujung yang lain dari kapasitor tersebut, sehingga elektron tampak seperti berlalu dari satu ujung ke ujung lain dari kapasitor.

Keberadaan arus kapasitatif membentuk sebuah muatan yang berlawanan dengan

Gambar 2.5 • Teori Kapasitor. Rangkaian seri dengan baterai yang mengisi kapasitor

(A). Pada fase pengisian (charging), elektron terakumulasi di keping bawah dan keluar dari

keping atas (B). Ketika baterai dimatikan, elektron mengalir dari keping bawah ke

keping atas (C).

muatan dari sumber arus. Ini perlahan akan melawan gaya yang memasukkan elektron ke dalam komponen ini hingga suatu titik, yaitu ketika potensial listrik pada kapasitor sama dengan potensial listrik sumber arus, dan gaya elektromotif terhenti.

Kapasitansi adalah ukuran kapasitas penyimpanan muatan, dengan satuan farad. Semakin besar kapasitansi, semakin banyak

Page 31: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

16 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

jari-jari yang tertutup. Medan magnet ini dapat mempengaruhi pergerakan arus di dalam kawat, bahkan mempengaruhi gerak arus pada konduktor sekitarnya yang bukan bagian dari rangkaian tersebut.

Aliran elektron dalam lilitan kawat membentuk medan magnet yang besar karena merupakan penjumlahan medan-medan magnet dari resultan yang kompleks (distribusi medan magnet dapat dilihat pada gambar 2.5)

Induktor adalah suatu komponen rangkaian yang terdiri dari suatu gulungan kawat. Inti logam dapat berada di tengah kawat. Induktor menyimpan energi sebagai medan magnet, yang serupa kapasitor (menyimpan energi sebagai arus). Saat arus arus mengalir di kawat, sebagian energi elektron digunakan untuk membentuk medan magnet. Ketika sumber listrik dimatikan, medan magnet ini kembali diubah menjadi suatu gaya elektromotif yang menggerakkan elektron sebagai arus untuk beberapa waktu.

Perbedaan sifat induktor dan kapasitor, antara lain:1. Aliran arus berkurang saat pengisisan daya

induktor, tetapi bertambah saat pengisian daya kapasitor.

2. Arah aliran arus terminal (setelah sumber listrik dimatikan) maju pada induktor, dan kebalikannya pada kapasitor.

3. Terdapat suatu batasan listrik yang dapat mengalir pada kapasitor, namun tidak pada induktor

SemikonduktorSemikonduktor adalah zat-zat yang

mengkonduksi listrik lebih baik dari

muatan terbentuk pada sebuah kapasitor pada tegangan tertentu. Arus yang mengalir pada kapasitor sebanding dengan kapasitansi dan perubahan tegangan. Hubungan ini terjadi karena arus paling besar segera setelah perubahan tegangan. Secara matematis seperti berikut ini:

C = dV/dt

C adalah kapasitansi, dV adalah perubahan tegangan, dan dt adalah perubahan waktu.

InduktorInduksi adalah efek medan magnet

pada partikel-partikel bermuatan. Ketika elektron melewati kawat, terbentuk medan magnet yang berorientasi secara radial terhadap kawat. Orientasi medan magnet ini sesuai dengan aturan tangan kanan, yaitu sebuah hukum yang sering diajarkan dalam pelajaran fisika, tetapi aplikasinya sering kali dilupakan. Dengan jari-jari tangan kanan ditutup dan ibu jari ekstensi, arus mengalir melalui sumbu ibu jari menghasilkan medan magnet yang diorientasikan searah dengan

Gambar 2.6 • Medan-medan magnet yang dihasilkan konduktor dan induktor. Arus yang mengalir melalui sebuah konduktor menghasilkan suatu medan magnet yang

mengitari konduktor tersebut. Ketika kawat tersebut dililitkan, terbentuk sebuah medan

magnet yang lebih besar

Page 32: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 2 - Fisika dan Elektronika • 17

DiodaDioda terdiri dari zat-zat N-doping dan

P-doping ditempatkan bersama. Ujung suatu dioda dihubungan dengan zat yang mengalami N-doping, sementara ujung yang satu lagi didekatkan pada zat yang mengalami P-doping.

Daerah interaksi di antara materi-materi dengan N-doping dan P-doping sangat menarik karena elektron-elektron yang tidak sepenuhnya terikat pada dioda N akan menyebrang ke dioda P untuk menempati tempat yang kosong pada atom tersebut. Situasi ini secara kelistrikan tidak netral, tetapi secara atomik cukup stabil; dioda N bermuatan positif karena kehilangan sebuah elektron yang “diberikan” kepada dioda P, yang kini bermuatan negatif. Migrasi elektron ini terjadi terus menerus hingga suatu muatan terbangun pada jembatan antara dioda N dan P, sehingga migrasi elektron berhenti. Ekuilibrium kelistrikan ini serupa dengan potensial difusi dari jaringan-jaringan yang mampu dirangsang, yaitu ketika ion kalium (K+) yang melewati membran sesuai dengan penurunan gradien kimiawi sampai suatu muatan listrik terbentuk di antara membran dan menghentikan migrasi ion.

Dioda menggunakan efek jembatan antara semikonduktor untuk menghasilkan arus yang satu arah. Bila ujung positif sebuah baterai dikaitkan dengan sisi P dan ujung negatifnya dengan sisi N, potensi difusi pada jarak antara N dan P cepat menghilang dan arus dapat dengan mudah melewati dioda. Oleh karena arus dapat lewat, dioda ini bersifat bias ke arah depan (forward-biased).

Di sisi lain, apabila ujung positif baterai

nonkonduktor, tetapi lebih buruk dari konduktor. Secara umum, semikonduktor dibentuk dari zat-zat non-konduktif yang ditambahkan dengan sedikit zat konduktif. Proses penambahan ini disebut doping.

Nonkonduktor yang paling sering digunakan dalam pembuatan semikonduktor adalah silikon, dengan bahan dasar dari kaca dan pasir. Silikon memiliki elektron orbital terluar yang penuh dan tanpa elektron tidak berpasangan, sehingga zat ini tidak mampu memberi atau menerima elektron. Galium dan arsen adalah atom konduktif yang sering digunakan dalam proses doping silikon untuk pembuatan semikonduktor.

Arsen memiliki sebuah elektron tidak berpasangan yang terikat secara lemah. Elektron ini dapat dengan mudah didonasikan pada suatu orbital yang belum penuh di sekitarnya, sehingga atom arsen bermuatan +1. Oleh karena elektron yang berikatan secara lemah ini memiliki muatan negatif, semikonduktor ini mengalami proses doping negatif (N-doped).

Galium memiliki sebuah orbital yang kosong pada lapisan terluarnya dan dapat menerima elektron untuk melengkapinya, sehingga galium bermuatan -1. Oleh karena dapat menerima suatu elektron bermuatan negatif, semikonduktor ini mengalami proses doping positif (P-doped).

Arus dapat mengalir pada sebuah semikonduktor dengan mudah, meskipun lebih buruk ketimbang melalui konduktor. Ketika satu jenis zat yang di-doping saja yang digunakan, arus dapat mengalir pada kedua arah.

Page 33: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

18 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

pengendaranya menggunakan tenaga kaki hampir sepenuhnya untuk menggerakkan sepeda tersebut. Rangkaian pasif seutuhnya menggunakan energi yang diberikan oleh sumber daya listrik. Transistor adalah elemen penting dalam suatu rangkaian aktif karena mampu meningkatkan tegangan keluaran ketimbang tegangan masukan yang diberikan.

Terdapat tiga hukum-hukum dasar terkait rangkaian, yakni Hukum Ohm, Hukum I

dikaitkan dengan sisi N dan ujung negatif dengan sisi P, potensi jembatan meningkat. Semua elektron yang tidak terikat secara kuat akan berpindah dari sisi N ke sisi P sehingga semua orbital tidak berpasangan di sisi P akan terisi. Ini menyebabkan arus terhenti, dan dioda semacam ini dinamakan dioda bias ke arah balik (reverse-biased).

Ini adalah fungsi esensial dari sebuah dioda; arus hanya dapat mengalir searah. Pada rangkaian listrik modern yang kita gunakan, dioda adalah salah satu elemen terpenting yang dapat mengubah arus listrik bolak-balik (alternating current; AC) menjadi arus langsung (direct current; DC) mengingat arus DC lebih sering digunakan ketimbang arus AC. Masukan arus AC diarahkan menjadi dua jaras, yakni jaras dengan dioda bias ke arah depan dan dioda ke arah balik. Bila digabungkan, kedua jaras ini akan menciptakan tegangan berkelanjutan bernilai positif. Alat ini dinamakan rectifier.

TransistorTransistor berasal dari dua kata, yakni

transfer dan resistor, karena transistor mengatur pemindahan energi melalui sebuah resistor. Transistor telah menggantikan tabung-tabung dari elektronika masa lalu.

Terdapat sebuah anaologi, berupa sebuah rangkaian aktif sebagai mobil dan rangkaian pasif sebagai sepeda. Rangkaian bertransistor dianggap sebagai sebuah mobil karena kaki sopir menggerakkan mobil dibantu dengan dorongan mesin. Rangkaian aktif adalah rangkaian yang menggunakan suatu suplai energi internal untuk meningkatkan keluaran dari rangkaian dibandingkan masukannya. Hal ini berbeda dengan sepeda, yang

Gambar 2.7 • Teori Transistor. Transistor dibentuk dari tiga lapisan bahan

semikonduktor. Tegangan yang diberikan pada sisi kiri rangkaian mengontrol

konduktansi pada seluruh resistor, sehingga jumlah kecil tegangan pada sisi pengontrol mengatur arus yang mengalir (A). Hasilnya

adalah peningkatan tegangan yang sebanding namun jauh lebih besar dari tegangan awal.

Diagram sirkuit dari transistor (B).

Page 34: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 2 - Fisika dan Elektronika • 19

Hukum Ohm: tegangan yang ada sama dengan arus dikalikan hambatan rangkaian.

Implikasi hukum Ohm adalah : 1. Peningkatan tegangan menghasilkan

peningkatan arus.2. Peningkatan hambatan menghasilkan

penurunan arus.

Analogi terbaik untuk hukum ini adalah seember air yang diberikan lubang kecil di bawahnya. Kecepatan keluarnya air ditentukan dari kedalaman ember dan perubahan ukuran lubang. Air dianalogikan sebagai arus, kedalaman air sebagai tegangan, dan ukuran lubang sebagai hambatan (ukuran lubang yang lebih kecil disamakan dengan hambatan yang lebih besar).

Hukum Ohm mungkin terlihat sederhana, namun ia sangatlah mendasar untuk mengerti mengenai hukum-hukum lain yang berkaitan dengan fungsi rangkaian.

2. Hukum I Kirchoff

Suatu titik simpul (node) adalah pertemuan antara dua atau lebih konduktor. Simpul ini tidak mampu mengubah atau menyimpan energi, tidak ada resistensi atau kapasitansi, dan sifat magnetiknya tidak signifikan. Oleh karenanya, seluruh elektron yang melalui simpul harus melalui konduktor dengan kehilangan gaya elektromotif yang dapat diabaikan. Ini dinyatakan dalam Hukum I Kirchoff tentang arus, yakni:

Untuk tiap simpul, jumlah dari arus yang mengalir masuk sama dengan jumlah arus yang mengalir ke luar dari persimpangan tersebut. Karena arus yang mengalir ke luar dari persimpangan dapat dikatakan

Kirchoff, dan Hukum II Kirchoff . Walau hukum-hukum ini tidak digunakan dalam praktik elektrofisiologi sehari-hari, hukum-hukum ini penting untuk mengerti sifat listrik dari sirkuit.

1. Hukum Ohm

Hukum Ohm menjelaskan hubungan tegangan (V), hambatan (R), dan arus (I) pada suatu rangkaian dengan hambatan. Gambar 2.8 menunjukkan suatu rangkaian hambatan sederhana dengan sumber listrik yang dikaitkan dengan sebuah resistor. Untuk rangkaian ini, tegangan yang ada sama dengan arus dikalikan hambatan. Secara matematis:

Satuan tegangan diukur dalam volt, arus dalam ampere, dan hambatan dalam ohm.

Hukum-Hukum Rangkaian

Gambar 2.8 • Hukum Ohm. Suatu rangkaian dengan hambatan sederhana yang disusun secara seri dengan resistor. Arus mengalir

melalui hambatan sebanding dengan tegangan dan berbanding terbalik dengan

hambatan resistor (A). Hubungan sebanding antara arus dan tegangan yang diberikan (B).

Hubungan berbanding terbalik antara arus dan hambatan (C)

Page 35: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

20 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Hukum-Hukum Ohm dan Kirchoff dapat dijabarkan menjadi hukum-hukum rangkaian lain yang tidak terlalu bermakna untuk aplikasi klinis. Akan tetapi, pengertian dasar dari prinsip-prinsip ini cukup penting.

1. Resistor

Teori dasar resistor telah diuraikan sebelumnya, tetapi akan dilanjutkan dengan uraian mengenai rangkaian beberapa resistor dalam seri, beberapa resistor dalam paralel, dan sirkuit RC.

Resistor SeriResistor sering dipasang dalam seri, seperti yang digambarkan dalam gambar 2.10.A

Penurunan tegangan (voltage drop) adalah elemen rangkaian yang menurunkan gaya elektromotif pada elektron, dan contohnya adalah hambatan. Penurunan tegangan dapat diukur dengan voltmeter pada kedua ujung hambatan, tetapi dapat dihitung dengan hukum Ohm.

Hukum II Kirchoff tentang tegangan: untuk setiap loop rangkaian, jumlah semua sumber tegangan dan semua penurunan tegangan sama dengan nol.

Dapat dilihat pada salah satu loop rangkaian di gambar 2.9 bahwa ketika tegangan sumber ditingkatkan dan hambatan tetap, arus akan meningkat. Peningkatan arus akan meningkatkan penurunan tegangan pada hambatan yang akan sama dengan peningkatan tegangan dari sumber tegangan listrik.

berlawanan arah dengan arus yang masuk, maka dapat dinyatakan bahwa:

Hukum I Kirchoff tentang arus: jumlah dari arus yang mengalir masuk dan keluar dari sebuah persimpangan adalah nol.

3. Hukum II Kirchoff

Hukum II Kirchoff tentang tegangan menyatakan bahwa untuk setiap loop rangkaian, jumlah sumber tegangan sama dengan jumlah semua penurunan tegangan. Sumber-sumber tegangan adalah baterai atau sumber-sumber listrik lainnya

Gambar 2.9 • Hukum-Hukum Kirchoff. A: Hukum I Kirchoff tentang Arus – jumlah

arus yang mengalir masuk dan keluar suatu persimpangan dalam rangkaian

adalah nol. Persimpangan rangkaian tidak dapat menyimpan atau mengubah energi. B: Hukum II Kirchoff tentang Tegangan – jumlah sumber-sumber tegangan listrik

dan penurunan tegangan dalam suatu lup rangkaian adalah nol. C: Hukum II Kirchoff

berlaku untuk semua lup rangkaian, termasuk masing-masing loop kecil dalam rangkaian dan loop besar yang mengandung masing-

masing baterai dan resistor.

Sifat-Sifat Rangkaian

Page 36: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 2 - Fisika dan Elektronika • 21

Hambatan total dari dua atau lebih resistor dalam rangkaian seri sama dengan penjumlahan dari masing-masing resistor, atau:

Rtotal= R1 + R2 + ... + Ri

Ini sesuai dengan Hukum Kedua Kirchoff tentang tegangan karena daya yang diberikan pada sirkuit (VS) sama dengan jumlah dari penurunan tegangan pada masing-masing resistor (VR1 dan VR2), atau:

VS = VR1 + VR2 + ....

V = I x R untuk setiap resistor, maka:

I.Rtotal = (IR1) + (IR2) + ....

I dalam kedua sisi persamaan dapat dihilangkan, maka

Rtotal = R1 + R2 + ...

Rumus ini sama dengan rumus yang diberikan sebelumnya.

Gambar 2.10 • A. Resistor seri – hambatan total dari dua resistor seri adalah penjumlahan dari resistensi masing-masing hambatan.

B. resistor paralel – resiprok dari resistensi total kedua hambatan dalam paralel sama dengan jumlah dari resiprok masing-masing hambatan.

Resistor ParalelResistensi paralel sedikit lebih kompleks.

Pada gambar 2.10.B digambarkan rangkaian paralel sederhana, yakni dua resistor yang bersifat paralel.

Resistensi total dari kedua buah resistor ternyata lebih rendah dari resistensi masing-masing resistor. Analoginya adalah ember yang terisi setengah penuh yang sudah didiskusikan pada uraian sebelumnya. Jika satu titik kecil dilubangi pada dasar ember, air akan keluar sedikit demi sedikit. Jika diberikan satu lagi lubang kecil, kedua lubang akan tetap memiliki hambatan yang tinggi dengan dua jalur keluar untuk air. Secara total, hambatan dalam sistem akan lebih rendah.

Konduktansi (dilambangkan dengan G) adalah resiprok resistensi. Secara sederhana, sebuah benda dengan resistensi yang lebih rendah akan mengkonduksi dengan lebih mudah. Sehingga, G = 1/R setiap resistor.

Page 37: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

22 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Kembali pada analogi ember, tiap lubang memiliki sebuah konduktansi (aliran air pada kedalaman tertentu pada air yang menganalogikan tegangan). Konduktansi total dari ember adalah jumlah dari konduktansi masing-masing lubang. Secara matematis:

Gtotal= G1 + G2 + ... + Gi

Di mana Gi adalah tegangan individual G = 1/R, maka kita dapat mengubah rumusan ini menjadi:

1/Rtotal = 1/R1 + 1/R2 + ...

KapasitorKapasitor dapat dimasukkan pada

rangkaian secara seri maupun paralel, seperti resistor. Akan tetapi, karena perbedaan sifat kelistrikan, perhitungannya terbalik.

Kapasitor ParalelGambar 2.11 menunjukkan diagram

rangkaian dengan kapasitor paralel paling sederhana. Secara esensial, plat kapasitor bertambah besar, tetapi tetap tidak ada rute

Gambar 2.11 • Kapasitas aditif. A. Kapasitor paralel – kapasitas total dari dua kapasitor secara paralel sama dengan penjumlahan dari kapasitas masing-masing kapasitor. B. Kapasitor seri –

resiprok dari kapasitas total sama dengan penjumlahan resiprok-resiprok dari kapasitas masing-masing

bagi elektron untuk berpindah dari kutub negatif ke kutub positif. Kapasitas total dari sistem ini akan sama dengan penjumlahan dari masing-masing kapasitor dalam rangkaian paralel, atau:

Ctotal = C1 + C2 + ...

Kapasitor SeriKapasitor pada rangkaian seri memiliki

interaksi yang kompleks. Muatan yang terkumpul dari satu kapasitor akan mempengaruhi waktu yang dibutuhkan untuk mengisi kapasitor berikutnya. Hal ini akan mempengaruhi kedua kapasitor secara resiprokal. Secara matematis, ini lebih kompleks daripada hambatan, tetapi memiliki perhitungan yang serupa. Pada dua buah resistor yang dirangkai secara seri, resiprok dari kapasitas total akan sama dengan resiprok dari masing-masing kapasitor. Atau,

1/Ctotal = 1/C1 + 1/C2 + ...

Page 38: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 2 - Fisika dan Elektronika • 23

kapasitor (RC) yang ditunjukkan pada gambar 2.12.Filter

Gambar 2.12 • Rangkaian resistor-kapasitor. A. Sebuah rangkaian resistor dan kapasitor

dipasang seri dengan baterai. B. Ketika baterai dinyalakan, terdapat sebuah arus yang segera menurukan tegangan pada

hambatan (VR). Saat arus mengalir, kapasitor terisi (VC)dan tegangan ini melawan arus yang

terjadi kemudian

Semua sinyal biologis dapat dipecah menjadi frekuensi-frekuensi dasar dengan intensitasnya masing-masing. Intensitas semua frekuensi ditampilkan dalam bentuk spektrum kekuatan. Dalam neurologi klinis, sinyal ditampilkan dalam bentuk rentang frekuensi yang disebut band width. Band width yang ditentukan oleh filter (alat-alat yang digunakan untuk mengubah komposisi frekuensi sinyal) berbeda-beda untuk setiap studi. Terdapat tiga jenis filter, yakni: filter frekuensi rendah, filter frekuensi tinggi, dan filter 60 Hz (noktah).

Filter frekuensi rendah menghilangkan frekuensi rendah. Filter frekuensi tinggi menyaring frekuensi rendah. Pengaturan tertentu dari filter menentukan frekuensi tertentu yang dipengaruhi.

Filter 60 Hz menggunakan filter frekuensi rendah dan frekuensi tinggi secara bergantian untuk menghilangkan frekuensi pada sekitar 60 Hz. Sayangnya, frekuensi ini tidak sempurna, dan frekuensi di sekitar frekuensi ini juga dihilangkan. Oleh karena itu, bentukan dari sinyal biologis mungkin berubah pada pemakaian filter ini. Hal ini penting terutama pada EEG.

1. Rangkaian Resistor-Kapasitor

Filter yang paling sederhana ini tidak digunakan pada kebanyakan peralatan neurodiagnostik, tetapi patut diuraikan untuk mengerti mengenai konsep. Sebuah resistor dan kapasitor menyusun rangkaian resistor-

Saat tegangan sinyal menjadi nol, kapasitor bukan hanya sumber utama gaya elektromotif di dalam rangkaian, sehingga ia mengeluarkan elektron kembali yang arahnya berlawanan dengan arah arus sebelumya.

Ini berarti ketika terdapat perubahan tegangan mendadak, terjadi tegangan tinggi sepanjang resistor dan rendah sepanjang kapasitor. Pada keadaan normal, tegangan akan maksimal pada kapasitor dan nol sepanjang kapasitor yang secara esensial berfungsi sebagai filter. Resistor akan memfilter perubahan tegangan frekuensi rendah, sementara kapasitor akan memfilter perubahan tegangan frekuensi tinggi.

Konstanta waktu (TC) adalah waktu yang diperlukan bagi kapasitor pada sebuah rangkaian RC untuk memberi atau melepas tegangan pada 1/e dari plato, di mana e adalah konstanta Euler, kira-kira 2,7. Nilai ini tidak terkait dengan tegangan yang diberikan

Page 39: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

24 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

1. Konversi Analog ke Digital (ADC)

Dahulu, kita harus berkonsentrasi mengenai detail-detail konversi analog ke digital. Kartu-kartu konversi sangat mahal, memiliki performa yang buruk, dan membutuhkan perangkat lunak yang terkadang perlu dibuat sendiri. Aspek konversi analog-digital tersebut sangat berbeda dengan zaman sekarang.

Detail fungsi dari alat-alat konversi analog-digital tidak terlalu penting, tetapi secara ringkas dapat dilihat bahwa alat digital-analog mengambil sampel tegangan dari tegangan sinyal pada waktu-waktu yang tidak tentu, sehingga terdapat sekelompok nilai-nilai digital. Setiap titik memiliki tiga

Gambar 2.13 • Respons frekuensi dari filter. A: Efek dari konstanta waktu terhadap

arus (I), tegangan sepanjang hambatan (VR), dan tegangan sepanjang kapasitor (VC) dari sebuah rangkaian RC. B: Kurva respons

frekuensi pada rangkaian-rangkaian RC dengan konstanta-konstanta waktu berbeda.

Peningkatan konstanta waktu mendorong kurva pada frekuensi yang lebih rendah.

Penurunan yang terkait frekuensi rendah adalah VR, sementara untuk frekuensi tinggi

adalah VC

Analisis Sinyal Digital

selama tegangan tetap konstan setelah terjadi perubahan.

2. Filter-Filter Aktif dan Digital

Rangkaian RC adalah filter yang paling sederhana. Karena tidak ada energi eksogenik yang dibutuhkan untuk menggerakkan filter, filter ini bersifat pasif. Kebanyakan filter analog adalah filter aktif yang membutuhkan sumber energi untuk menjalankan rangkaian yang mengubah komposisi frekuensi tanda-tanda. Filter digital, yang merupakan bagian utama dari peralatan neurofisiologi, mengubah respons frekuensi dari sinyal dengan melakukan perhitungan pada data.

3. Respons Frekuensi

Semua filter menghasilkan suatu respons frekuensi tertentu. Filter tidak menghilangkan secara utuh semua frekuensi di luar jarak yang diinginkan. Terdapat suatu penurunan respons, yaitu ketika frekuensi yang jauh di bawah batas filter frekuensi rendah akan dihilangkan jauh lebih kuat daripada frekuensi yang tidak terlalu besar selisihnya. Hal yang sama terjadi pada frekuensi di atas filter frekuensi tinggi. Gambar 2.13. menunjukkan respons frekuensi pada beberapa aturan filter.

Kebanyakan peralatan memiliki aturan tertentu untuk filter. Akan tetapi, nilai-nilai yang dihasilkan pabrik ini harus dicek karena terkadang terdapat kesalahan pemrograman.

Filter sebaiknya digunakan pada EEG digital, yaitu ketika aktivitas, slow, fast, dan spike dalam waktu yang sama dapat dimainkan ulang dengan parameter-parameter perekaman yang berbeda.

Page 40: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 2 - Fisika dan Elektronika • 25

Hubungan Pasien-Alat

Gambar 2.14 • A: Diagram hubungan elektroda-amplifikator. VS = tegangan sinyal dari tubuh, Re = resistensi elektroda, Rmasuk =

resistensi masuk oleh amplifikator. Tegangan sinyal sama dengan penjumlahan tegangan pada Re dan Rmasuk. B: kapasitansi kecil (C)

dimasukkan ke dalam rangkaian. Kapasitansi ini terbentuk oleh kedekatan dari lead

elektroda dengan pasien. Dengan resistensi elektroda dan kapasitansi ini, rangkaian

listrik ini akan bekerja seperti sebuah rangkaian RC atau filter. Bila resistensi dan/

atau kapasitansi bersifat signifikan, dapat terjadi perubahan pada tampilan tegangan

sinyal yang ada.

nilai – identitas kanal, waktu, dan tegangan, yang kemudian dapat dimanipulasi dengan kalkulasi sederhana.

2. Kalkulasi

Data digital dapat dimanipulasi untuk beragam kegunaan, seperti menentukan rata-rata, mendeteksi puncak, dan menyaring secara digital. Penyaringan digital adalah fungsi yang paling sering digunakan. Kalkulasi pada data digital dapat menghilangkan frekuensi-frekuensi yang tidak diinginkan dan merubah tampilan rekaman.

Penentuan rata-rata khususnya penting bagi studi elektrofisiologi, walau NCS sensoris juga membutuhkan penentuan apabila terdapat kesulitan untuk memperoleh respons yang dapat diukur dengan baik.

Deteksi puncak dominan digunakan pada pasien-pasien yang dicurigai epilepsi. Kalkulasi yang dilakukan pada data EEG digital dapat memberitahu apakah pernah terjadi suatu aktivitas tajam tidak normal yang muncul pada latar belakang.

Pertemuan elektroda dan amplifikator adalah bagian penting dari sebuah hubungan pasien-alat. Gambar 2.10.1. menunjukkan hubungan rangkaian listrik. Vs adalah tegangan sinyal yang dibuat oleh neuron. Elektroda aktif merupakan lead atas dari VS dan elektroda referensi merupakan lead bawahnya. Re adalah resistensi elektroda yang ada pada pasien. Ini bukan sebuah resistor, tetapi bentukan dari sifat-sifat kelistrikan elektroda yang ditempelkan pada kulit. Rmasuk adalah hambatan masuk dari amplifikator. Ini bukan sebuah resistor yang tetap, tetapi

sebuah dampak dari rangkaian listrik, sama seperti Re di atas.

Tegangan yang masuk amplifikator dan penunjuk adalah jatuhan tegangan yang berada pada Rmasuk, sehingga tiap perubahan tegangan yang terjadi pada hambatan ini mengubah pengukuran. Hal ini dapat terjadi dalam beberapa keadaan, seperti resistensi elektroda (Re) yang tinggi dan kapasitansi elektroda (C) yang signifikan.

Page 41: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

26 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

mode rejection. Amplifikator dari driver memperhitungkan perbedaan teramplifikasi antara kedua input, sehingga tegangan sinyal akan secara terpilih diarahkan pada amplifikator driver. Bising mungkin akan sama pada kedua input, sehingga dieksklusikan dari output. Kemampuan sebuah amplifikator diferensial untuk menolak sinyal yang sama disebut rasio rejeksi mode sama (common mode rejection rate)

Pada kebanyakan amplifikator modern, rasio ini adalah 10,00 : 1 Impedansi elektroda yang tidak sama dapat mengubah tegangan yang berada pada impendansi input dari amplifikator, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya. Hal ini membuat kemampuan amplifikator diferensial untuk mengeliminasi common mode dikurangi oleh impedansi elektroda yang tidak sama.

Adapun hubungan antara komponen tersebut dapat terlihat dalam rumus berikut:

Vmasuk / VS = Rmasuk / (Rmasuk + Re)

Hal ini berarti bahwa rasio tegangan pada amplifikator dan tegangan pada sumber sinyal tergantung pada rasio dari hambatan masuk dan hambatan keseluruhan dari rangkaian listrik. Resistensi elektoda yang tinggi akan menyebabkan jatuhan tegangan yang lebih tinggi pada elektroda, dan mengurangi pasokan tegangan pada amplifikator.

Dalam uraian-uraian sebelumnya, kita telah mempelajari mengenai resistensi elektroda dan amplifikator. Terminologi yang lebih tepat sebenarnya adalah impedansi. Hal ini karena impedansi merupakan resistensi berbasis frekuensi. Matematika dari konsep impedansi jauh lebih sulit dari konsep resistensi, sehingga kita mendiskusikan dalam konsep resistensi secara konseptual. Setelah ini, uraian akan menggunakan kata impedansi.

Gambar 2.15 • Amplikator diferensial.

A : amplifikator satu ujung mengambil sinyal biologis dari kiri dan mengamplifikasinya

sebagai keluaran pada sisi kanan. Amplifikator tidak dapat membedakan antara sinyal dari elektroda aktif dan

referensi. B: sebuah amplifikator diferensial memperlihatkan keluaran yang termagnifikasi dari perbedaan antara kedua input. Bila kita

berasumsi bahwa sinyal yang tidak diinginkan lebih mungkin sama pada kedua masukan daripada sinyal yang diinginkan, keluaran teramplifikasi akan menghilangkan sinyal

yang sama tersebut (common mode)

Amplifikator

Amplifikator menggunakan transistor yang telah didiskusikan sebelumnya. Konsepnya adalah suatu tegangan sinyal pengontrol dapat ditingkatkan ukurannya oleh amplifikator. Kumpulan beberapa amplifikator dibutuhkan untuk membentuk tegangan yang dibutuhkan untuk menyalakan alat pantau atau pengubah analog ke digital dari komputer. Kunci dari alat-alat pemeriksaan elektrofisiologis adalah amplifikator diferensial. Ini ditunjukkan pada gambar 2.15.

Keuntungan yang besar dalam elektrofisiologi adalah kemampuan untuk mengurangi banyak bising sinyal yang terdapat pada kedua elektroda, atau common

Page 42: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 2 - Fisika dan Elektronika • 27

4. Arus adalah …a. Muatan listrik yang mengalir tiap satuan jarakb. Tegangan listrik yang mengalir tiap satuan jarakc. Muatan listrik yang mengalir tiap satuan waktud. Tegangan listrik yang mengalir tiap satuan waktue. Hambatan listrik yang mengalir tiap satuan waktu

5. Berikut pernyataan yang tidak sesuai dengan Hukum Ohm dan Hukum-Hukum Kirchoff:a. Tegangan adalah hasil kali arus dan hambatanb. Jumlah arus yang mengalir masuk dan keluar dari sebuah persimpangan rangkaian biasanya bernilai positifc. Jumlah arus yang mengalir masuk dan keluar dari sebuah persimpangan rangkaian bernilai nold. Pada setiap lup rangkaian, jumlah sumber-sumber dan penurunan tegangan adalah nole. Hambatan adalah hasil bagi tegangan dan arus

6. Semikonduktor …a. Adalah zat-zat yang mengalirkan listrik dengan baikb. Dibentuk melalui proses dopingc. Memiliki bahan dasar konduktor

1. Konduktor…a. Mudah untuk menyerap listrikb. Sulit untuk melewatkan listrikc. Memiliki orbital elektron yang terisi sebagian dan elektron yang mudah lepasd. Memiliki orbital elektron yang terisi sebagian dan elektron yang sulit lepase. Memiliki orbital elektron yang terisi seluruhnya dan elektron yang mudah lepas

2. Orbital elektron akan cenderung stabil bila …a. Terisi elektron secara berpasanganb. Mampu melepaskan elektron secara berpasanganc. Mampu menerima 1 elektrond. Terisi sepasang elektrone. Mampu melepas 1 elektron

3. Pernyataan yang benar mengenai medan magnet adalah…a. Mampu menciptakan pergerakan elektronb. Menyebabkan aliran elektron secara radiatifc. Terjadi akibat terpisahnya dua atau lebih muatand. Disebabkan medan listrik antara dua bendae. Menyebabkan aliran elektron secara konvektif

Latihan Soal

Page 43: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

28 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Jawaban Latihan Soal1. C | 2. A | 3. A | 4. C | 5. B | 6. B | 7. C | 8. B | 9. A | 10.B

yang ditambahkan isolatord. Mengalami doping negatif dan positif sekaliguse. Meningkatkan tegangan keluar dibanding tegangan masuk

7. Data dari alat-alat analog …a. Dapat langsung digunakanb. Harus dikalkulasi terlebih dahuluc. Harus dijadikan data digital terlebih dahulud. Berguna bila berdiri sendirie. Tidak dapat digunakan sama sekali

8. Band width adalah...a. Suatu sebaran sinyal dalam frekuensi tertentu yang tidak bermaknab. Suatu sebaran sinyal dalam frekuensi tertentu yang dapat difilter dan menjadi ketertarikanc. Suatu sebaran sinyal dalam frekuensi tertentu yang dapat dan harus difilterd. Suatu sebaran sinyal dalam frekuensi tertentu yang tidak sesuai dengan yang diinginkane. Suatu sebaran sinyal dalam frekuensi tertentu yang harus dibuang karena tidak sesuai dengan aplikasi klinis

9. Pernyataan ini sesuai dengan prinsip respons frekuensi …a. Pada filter frekuensi tinggi, sinyal dengan frekuensi 250 Hz akan lebih kuat disaring ketimbang sinyal berfrekuensi 100 Hzb. Pada filter 60 Hz, sinyal dengan frekuensi 59 Hz akan lebih kuat disaring ketimbang sinyal berfrekuensi 100 Hzc. Pada filter frekuensi rendah, sinyal dengan frekuensi 250 Hz akan lebih kuat disaring ketimbang sinyal berfrekuensi 100 Hzd. Pada filter 60 Hz, sinyal dengan frekuensi 59 Hz akan sama kuatnya disaring ketimbang sinyal berfrekuensi 100 Hz

10. Amplifikator diferensial bekerja dengan..a. Meningkatkan tegangan sinyal dari satu buah input teganganb. Meningkatkan tegangan sinyal dari selisih dua buah input teganganc. Meningkatkan tegangan sinyal dari penjumlahan dua buah input tegangand. Menurunkan tegangan sinyal dari selisih dua buah input tegangane. Menurunkan tegangan sinyal dari penjumlahan dua buah input tegangan

Page 44: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 3 - Dasar Elektroensefalografi • 29

ELEKTRO-ENSEFALOGRAFI

Bab 3 : Dasar Elektroensefalografi.......30Bab 4 : EEG Normal................................48Bab 5 : EEG Abnormal............................55Bab 6 : EEG Neonatus............................62Bab 7 : Studi Khusus EEG.....................67

BAGIAN 2

Page 45: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

30 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Potensial EEG dibentuk pada korteks serebri dan kemudian dihantarkan melalui tengkorak dan kulit kepala. Sifat kelistrikan dari jaringan yang tidak aktif menyebabkan potensial yang terbentuk memiliki amplitudo yang kecil dan mewakili total aktivitas dari banyak neuron. Sebagian aktivitas yang direkam terbentuk dari potensial aksi, tetapi sebagian besar terbentuk dari potensial post-sinaptik eksitatorik dan inhibitorik.

BAB 3

Dasar Elektroensefalografi1. Pembentukan Ritme EEG

Elektroda pada kulit kepala hanya mendeteksi pergerakan muatan listrik pada bagian paling superfisial dari korteks serebri. Aktivitas kelistrikan pada nukleus-nukleus yang lebih dalam menghasilkan potensial permukaan dengan amplitudo yang terlalu rendah untuk dideteksi secara pasti, dan potensial tersebut dikalahkan oleh aktivitas kortikal.

2. Potensial Kortikal

Sebagian besar eferen-eferen kortikal memiliki badan sel besar yang tegak lurus terhadap permukaan korteks. Meskipun permukaan korteks sangat berlekuk-lekuk, elektroda-elektroda EEG pada kulit kepala paling baik untuk melihat aktivitas elektrik dari daerah yang secara relatif sejajar terhadap kulit kepala. Masukan inhibitorik dan eksitatorik pada neuron-neuron eferen yang besar tersebut menghasilkan arus substansial yang bila dijumlahkan akan menjadi EEG kulit kepala. Percabangan dendritik terletak pada lapisan superfisial korteks, sementara soma dan bukit akson berada pada lapisan yang lebih dalam, sehingga terbentuk susunan korteks yang vertikal kolumnar.

Aktivasi aferen-aferen thalamokortikal menghasilkan potensial-potensial post-sinaptik eksitatorik dan inhibitorik pada interneuron dan neuron eferen. Depolarisasi dendrit dikonduksikan sepanjang membran sel

Fisiologi EEG

Gambar 3.1 • Susunan korteks serebral(A) Sebagian dari koneksi jaringan kortikal dan subkortikal. Proyeksi dari satu tempat

ke tempat lainnya dapat menghasilkan potensial yang terekam saat EEG. (B) Susunan

kolumnar korteks serebral dengan orientasi kortikal eferen besar agar percabangan

dendritik dekat dengan permukaan.

BAGIAN 2

Page 46: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 3 - Dasar Elektroensefalografi • 31

3. Potensial Kulit Kepala

Elektroda kulit kepala tidak dapat mendeteksi seluruh pergerakan muatan listrik pada permukaan kortikal. Diperkirakan bahwa area kortikal seluas 6 cm2 harus teraktivasi secara bersamaan agar sebuah potensi dapat direkam pada kulit kepala. Potensial dikonduksikan melalui meninges, tengkorak, dan kulit kepala hingga akhirnya mereka sampai pada elektroda permukaan.

Potensial kulit kepala ditentukan oleh vektor dari aktivitas kortikal. Jika permukaan superfisial korteks memiliki bidang potensial positif dan bagian yang lebih dalam bidang potensialnya negatif, akan terbentuk vektor vertikal dengan ujung positif menghadap elektroda kulit kepala. Total area korteks yang teraktivasi dan derajat sinkronisasi antara neuron kortikal menentukan amplitudo dari vektor. Elektroda kulit kepala tidak dapat menentukan aktivitas listrik pada nukleus yang terletak pada bagian dalam. Kedalaman rekaman yang efektif hanya beberapa milimeter.

4. Ritme EEG Dasar

Ritme EEG diklasifikasikan menjadi empat gelombang frekuensi. Secara definisi, suatu gelombang individual tidak dapat dikatakan normal atau abnormal. Seluruh gelombang diinterpretasi berdasarkan konteks lokasi topografis, umur, serta status kesadaran pasien.

Ritme AlfaRitme alfa umumnya ditemukan

pada individu normal rileks yang terjaga dengan mata tertutup. Pada orang dewasa, ritme tersebut sekitar 10Hz dengan tegangan maksimal muncul dari elektroda oksipital, O1 dan O2. Istilah ritme alfa

menuju bukit akson, tempat terbentuknya potensial aksi eferen. Potensial aksi eferen tersebut akan disebarkan pada nukleus di subkorteks, batang otak, tulang belakang, serta regio kortikal lainnya. Influks ion positif ke dalam neuron eferen menghasilkan potensial bidang ekstraselular yang negatif. Depolarisasi elektrotonik dari soma dan bukit akson menghasilkan potensial bidang yang positif. Susunan kolumnar vertikal dari korteks membuat posisi bidang negatif lebih dangkal dibanding bidang positif, sehingga terbentuk dipol. Meskipun istilah dipol digunakan untuk mendeskripsikan vektor positif-negatif dari spike dan gelombang tajam, hampir seluruh aktivitas elektrofisiologis dapat direpresentasikan sebagai dipol positif-negatif, meskipun umumnya tidak sebagai garis lurus.

Aktivitas EEG baik normal maupun abnormal berhubungan dengan ritme. Aktivitas listrik neuronal memiliki ritmisitas inheren, dan ritme tersebut dapat dibentuk pada beberapa level. Ritmisitas dapat bersifat lokal terhadap suatu neuron, regional dengan melibatkan sirkuit neuronal yang berdekatan, atau jarak jauh yang melibatkan sirkuit neuronal melalui struktur otak. Salah satu contoh adalah sel individual dari thalamus yang memperlihatkan osilasi membran potensial pada kultur. Potongan hippokampal mengembangkan pelepasan muatan selular ritmis yang bergantung pada interaksi neuronal. Banyak ritme pada elektroda kulit kepala rekam dihasilkan oleh ritmisitas sinkron yang melibatkan sirkuit thalamokortikal. Ketiga contoh tersebut menunjukkan bahwa rismisitas merupakan sifat yang mendasar dari banyak neuron dan sirkuit neuronal, yang kemudian dapat membentuk aktivitas fisiologis seperti aktivasi sistem motorik, serta aktivitas patologis seperti kejang.

Page 47: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

32 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Ritme BetaAktivitas EEG dengan frekuensi lebih cepat

dari 13 Hz terjadi pada seluruh individu, tetapi umumnya pada amplitudo rendah dan sering kali diabaikan dibandingkan dengan fokus pada frekuensi yang melambat pada kondisi tidur dan terjaga. Aktivitas beta umumnya didistribusikan secara maksimal pada regio sentral dan frontal. Ritme beta beramplitudo rendah dengan frekuensi tinggi cukup prominen, terutama pada tidur normal bayi dan anak-anak serta dapat ditingkatkan oleh beberapa sedatif seperti benzodiazepin dan barbiturat. Pada anak-anak tertentu aktivitas beta cukup prominen dan dapat mendominasi rekaman.

Orang dengan hipertiroidisme dapat mempercepat ritme posterior dari 10-14 Hz atau lebih. Secara teknis ia berada pada jangkauan beta, tetapi ritme tersebut terus bereaksi seperti ritme oksipital yang terjaga dan beristirahat, sehingga pada konteks ini harus dianggap tidak berbeda dari ritme alfa.

Perubahan pada amplitudo, frekuensi, dan kuantitas aktivitas beta sebaiknya dideskripsikan pada rekaman, tetapi diinterpretasikan dengan hati-hati. Asimetri yang signifikan yang terlihat pada aktivitas beta dapat mengarah pada kemungkinan

Gambar 3.2 • Ritme Alfa

digunakan oleh sebagian fisiologis untuk menandakan ritme posterior dominan tanpa mempertimbangkan frekuensi, tetapi hal ini merupakan cara yang kurang tepat untuk menggunakan istilah tersebut.

Pada anak-anak, ritme posterior dominan lebih lambat dan frekuensi tidak dapat mencapai minimum 8,5 Hz hingga usia 12 tahun. Frekuensi yang lebih lambat pada anak berusia 12 tahun dapat diinterpretasikan abnormal dan dapat menandakan ensefalopati difus atau lesi struktural jika terjadi unilateral.

Ritme dominan posterior ditekan oleh mata yang membuka dan kembali muncul ketika mata ditutup. Reaktivitas dari ritme alfa posterior tersebut harus diuji secara rutin pada rekaman EEG. Ritme posterior akan tertekan jika pasien merasa tegang pada rekaman. Tidak adanya ritme posterior tidak dapat diinterpretasikan sebagai abnormal pada situasi ini. Kondisi EEG lain yang dapat menggambarkan kondisi tegang di antaranya artefak otot pada lead frontal dan temporal, serta kedipan mata yang sering.

Amplitudo ritme posterior sebesar 15-50 µV pada kelompok usia dewasa muda. Individu yang lebih tua sering kali memiliki amplitudo lebih rendah dengan frekuensi yang sama. Amplitudo rendah tidak diinterpretasikan sebagai abnormal jika komposisi frekuensi normal. Perlambatan dari ritme dominan posterior bukan merupakan bagian normal dari penuaan. Asimetrisitas amplitudo dari ritme yang dominan cukup umum. Amplitudo tersebut umumnya lebih tinggi dari hemisfer non dominan, tetapi perbedaan tersebut tidak melebihi 50%.

Ritme alfa yang prominen dapat diobservasi pada koma dan anestesia, tetapi distribusinya berbeda dari ritme posterior alfa normal. Pada koma dan anestesia, ritme alfa tergeneralisasi dengan predominansi

anterior. Aktivitas alfa tersebut bersifat monoton dan invarian, tidak memiliki modulasi pada frekuensi dan amplitudo alfa oksipital pada umumnya. Terlihatnya koma alfa pada pasien menandakan prognosis buruk.

Page 48: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 3 - Dasar Elektroensefalografi • 33

Ritme Deskripsi Normal AbnormalAlfa 8-13 Hz Ritme dominan posterior

pada anak yang lebih tua dan orang dewasa

Alfa difus pada alfa koma. Dapat menandakan aktivi-tas kejang, terutama pada neonatus

Beta >13 Hz Normal pada saat tidur, terutama pada bayi dan anak-anak yang masih muda

Beta frontal terinduksi obat. Breach rhythm melalui defek tengkorak

Theta 4-7 Hz Kondisi kantuk dan tidur. Gelombang posterior yang lambat pada usia muda dapat memiliki komponen theta

Theta temporal pada lanjut usia. Theta fokal di atas lesi struktural

Delta <4 Hz Tidur Aktivitas ritmis delta intermiten. Aktivitas delta polimorfik dengan lesi fokal.

Spike dan gelombang tajam

Spike: Durasi 25-70 milidetik. Gelombang tajam: Durasi 70-200 milidetik

Gelombang verteks dan transien tajam frontal pada neonatus. Transien tajam oksipital positif pada tidur. Transien epileptiform jinak pada tidur

Aktivitas epileptiform fokal dan tergeneralisasi.

terjadinya lesi struktural pada sisi yang tanpa beta. Aktivitas beta fokal dan beramplitudo tinggi dapat terekam melalui sebuah kelainan tengkorak, dapat berupa situs fraktur atau lubang bedah. Hal ini disebut breach rhythm.

Ritme ThetaFrekuensi 4 Hz – 8 Hz normal ditemukan

pada EEG orang dewasa dalam kondisi mengantuk dan tidur. Anak-anak dapat mengalami aktivitas theta saat terjaga, sehingga cukup sulit untuk menginterpretasi ensefalopati. Deteksi theta umumnya membutuhkan rekaman bersensitivitas tinggi atau analisis frekuensi digital. Analisis

Gambar 3.3 • Ritme Beta

Gambar 3.4 • Ritme Theta

frekuensi digital memperlihatkan sejumlah kecil theta pada EEG orang dewasa yang terjaga dengan amplitudo rendah.

Gelombang lambat posterior pada usia muda dapat berada pada spektrum theta atau delta. Aktivitas theta pada regio temporal individu yang lebih tua dikaitkan dengan penyakit vaskular. Akan tetapi, signifikansi theta temporal masih bersifat kontroversi. Disarankan untuk menyatakan theta temporal pada laporan dengan interpretasi abnormalitas ringan.

Tabel 3.1 • Ritme EEG Dasar

Page 49: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

34 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Ritme DeltaAktivitas delta pada orang dewasa secara

normal tidak terekam saat terjaga, tetapi terlihat ketika tidur. Aktivitas tersebut meningkat saat progresi tidur tahap 2 – 4. Aktivitas delta polimorfik fokal dapat terekam sepanjang regio terlokalisasi dari gangguan serebral. Aktivitas ritme delta intermitten terekam ketika terdapat disfungsi relay antara substansi grisea dalam dan korteks. Aktivitas ini predominan pada bagian frontal orang dewasa (delta ritmik frontal intermitten). Pada anak, aktivitas delta lebih predominan di oksipital sehingga dikenal dengan delta ritmik oksipital intermitten atau delta ritmik posterior intermitten.

durasi kurang dari 70 milidetik, sementara durasi gelombang tajam 70 – 200 milidetik. Potensial aksi multipel pada krista depolarisasi diasosiasikan dengan depolarisasi neuron yang terus menerus (sustained). Satu neuron saja yang teraktivasi tidak dapat dideteksi elektroda. Namun bila depolarisasi menyebar secara sinkron melalui hubungan asosiasi dan mencapai banyak neuron, total potensial bidang yang terbentuk dapat dideteksi sebagai spikes, dengan negatif pada fokus. Letupan dari spike tersebut dinamai pergeseran depolarisasi paroksismal. Umumnya kutub negatif dari dipol epileptiform mengarah pada permukaan kortikal sehingga kebanyakan spikes yang direkam, negatif pada kulit kepala. Bidang (field) merupakan distribusi dari negativitas pada permukaan kulit kepala dan dapat digambarkan sebagai peta topografi. Terkadang, spikes dan gelombang tajam bisa bersifat positif pada kulit kepala. Hal ini terlihat pada hemoragia intraventrikular pada bayi yang baru lahir serta positive occipital sharp transients of sleep (POST).

Gambar 3.5 • Ritme Delta

5. Pembentukan Aktivitas Epileptiform

Aktivitas epileptiform terbentuk ketika depolarisasi korteks menghasilkan aktivitas sinkron dari banyak neuron. Secara konsep cukup mirip dengan potensial aksi dalam keadaan normal. Abnormalitas aktivitas epileptiform terletak pada derajat sinkron dan sifat bangkitannya yang repetitif. Dengan karakteristik rekaman EEG kulit kepala, aktivasi sinkron dari banyak neuron dibutuhkan untuk terbentuknya ritme normal dan abnormal.

6. Spikes dan Gelombang Tajam

Spikes dan gelombang tajam menyusun aktivitas epileptiform. Aktivitas lambat dan supresi dari epileptiform juga dapat terjadi meskipun tidak umum. Spikes memiliki Gambar 3.6 • Distribusi topografik dari fokus

spike

Page 50: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 3 - Dasar Elektroensefalografi • 35

5. Pergeseran Depolarisasi Paroksismal

Pergeseran Depolarisasi Paroksismal merupakan potensial bidang ekstraselular, yaitu gelombang depolarisasi yang diikuti oleh repolarisasi. Ketika korteks memperoleh input aferen dengan amplitudo tinggi, terjadi depolarisasi neuron kortikal yang cukup untuk memicu potensial aksi yang berulang yaitu ketika hal ini berkontribusi terhadap potensial yang terekam pada permukaan. Repolarisasi sendiri terjadi karena inaktivasi interneuron yang diikuti oleh periode singkat hiperpolarisasi.

Depolarisasi dan repolarisasi siklik diduga merupakan bagian intrakortikal dari aktivitas spikes ritmik pada epilepsi. Ritmisitas dapat berperan dalam ketidakmampuan mempertahankan letupan frekuensi tinggi jangka panjang dari neuron kortikal. Letupan repetitif bukan menghilang karena kelelahan selular melainkan mekanisme inaktivasi setelah letupan yang terus berlangsung. Kondisi ini kemungkinan disebabkan oleh aktivasi kanal K+ dan inaktivasi kanal Ca2+, yang berperan dalam mempertahankan depolarisasi.

Hilangnya aktivitas epileptiform diduga

Gambar 3.7 • Paroxysmal Depolarization Shitf(PDS) menimbulkan letupan spike pada

puncak depolarisasi

1. Peralatan EEG

Dalam beberapa tahun terakhir, EEG mengalami beberapa perubahan. Dahulu mesin EEG merupakan mesin analog dengan tampilan kertas serta 16 kanal. Kini, mesin EEG bersifat digital dengan CRT display. Kertas hanya dicetak untuk bagian tertentu, bukan untuk seluruh rekaman.

Tampilan Digital dan Analog Peralatan EEG dapat bersifat analog

atau digital. Meskipun mesin digital mulai banyak digunakan, mesin analog masih cukup umum. Mesin analog merepresentasikan langsung sinyal serebral yang diamplifikasi pada kertas dengan mengubah frekuensi sinyal. Sementara itu, mesin EEG digital juga memiliki keluaran yang mirip dengan analog, tetapi pemrosesan sinyal yang terjadi berbeda. Secara elektronik, filter dan montage dapat diubah secara langsung.

Mesin digital memiliki keuntungan dibanding analog, di antaranya display montage yang fleksibel, gain yang dapat diubah secara kontinu, tidak adanya distorsi mekanis, serta berkurangnya memori penyimpanan. Interpretasi mesin digital harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak dapat menjadi substitusi interpretasi visual.

Aspek Teknis EEG

disebabkan oleh sistem umpan balik inhibitorik yang mencapai neuron. Neuron inhibitorik sendiri dapat memperlihatkan letupan-letupan yang ditemukan pada neuron kortikal eksitatorik. Supresi akan dilakukan oleh neuron inhibitorik sehingga menghentikan letupan yang memicu aktivasi neuron lain dan aktivasi repetitif.

Page 51: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

36 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Secara matematis, perbedaan kuantitatif dapat berbeda, tetapi tidak berarti secara klinis. Selain itu, analisis matematis dapat melewatkan kepentingan klinis.

Tampilan montageSebagian besar mesin digital merekam

potensial dari masing-masing elektroda agar montage dapat diubah oleh pembaca. Spike yang terlihat pada montage bipolar longitudinal dapat dilihat sebagai montage bipolar transversal yang membantu lokalisasi. Namun, perlu diingat bahwa beberapa sudut pandang dari suatu kejadian tidak berarti terdapat lebih dari satu kejadian pada suatu waktu.

GainTransien amplitudo tinggi dapat

mempertahankan pen dari tampilan analog sehingga terdapat informasi yang hilang. Dengan mesin digital, gain dapat diubah sehingga epoch dengan berbagai amplitudo

tidak menghilang.

Memori PenyimpananMeskipun diskus optikal, CD, dan DVD lebih

mahal dibanding kertas, jika dibandingkan berdasarkan jumlah informasi yang dapat disimpan, alat-alat tersebut lebih hemat dari segi biaya karena dapat menyimpan data. Namun, tidak semua mesin EEG memiliki format yang sama untuk penyimpanan data digital, sehingga untuk membaca informasi tersebut di lain waktu dibutuhkan mesin yang kompatibel. Untuk itu, penting untuk menyimpan data dalam format terstandardisasi.

Distorsi mekanisTerdapat beberapa distorsi yang terjadi

pada perekaman EEG di antaranya distorsi arkus, distorsi inersi, dan overshoot. Distorsi arkus terjadi saat pen dari tampilan kertas bergerak mengelilingi titik tumpuan sehingga sinyal yang vertikal sempurna membentuk

Gambar 3.8 • Bagan perekaman digital dan analog

Page 52: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 3 - Dasar Elektroensefalografi • 37

Gambar 3.9 • Distorsi mekanis. (A)Respon ideal pengamplifikasi, filter, dan

tampilan EEG terhadap pulsasi kalibrasi square-wave. (B)Distorsi mekanis pada kertas

karena overshoot pen. Tampak inersia dari pen yang bergerak di antara target. Hal

ini dapat dikurangi dengan menyesuaikan tekanan pen dan umpan balik korektif elektik.

(C)Distorsi mekanis ketika mekanisme kompensasi pada gambar B berlebihan.

Tampak puncak potensial bundar.

arkus. Sementara itu distorsi inersi terjadi akibat tekanan dan massa pen terhadap kertas, sehingga dibutuhkan lebih banyak energi untuk menggerakkan pen secara vertikal dibanding mempertahankan pergerakan pen. Salah satu potensi distorsi inersi yang ekstrim adalah terjadinya overshoot pen ketika ia bergerak vertikal. Jika tidak terdapat manuver untuk menyeimbangkan, pen melewatinya target vertikalnya, dan kondisi ini disebut overshoot. Untuk dapat mengkompensasi distorsi ini, dapat dilakukan kompensasi elektrik pengamplifikasi serta penyesuaian tekanan pen. Mekanisme kompensasi untuk distorsi inersial disebut sebagai damping. Berbeda dengan mesin analog, mesin digital

tidak mengalami distorsi mekanis.

Jumlah kanalDelapan kanal merupakan jumlah minimal

untuk perekaman rutin. Akan tetapi, sebagian besar ahli neurofisiologi membutuhkan 16 dan 21 kanal tambahan untuk montage agar lokalisasi lebih mudah dilakukan. Memonitor pasien ICU dengan status epileptikus dapat dilakukan dengan 4 kanal, tetapi, perekaman dasar dengan elektroda yang lengkap harus dilakukan untuk mengevaluasi letupan dan latar belakang.

Faktor yang Dipertimbangkan Dalam Membeli Peralatan EEG

Terdapat banyak faktor yang dapat dipertimbangkan dalam pembelian peralatan EEG, beberapa di antaranya yaitu:• Biaya: Biaya dari mesin EEG itu

sendiri merupakan bagian kecil dari pengeluaran laboratorium EEG. Biaya ruang dan bantuan teknis jauh lebih besar dibanding biaya mesin. Sehingga tidak perlu mencari fitur yang lebih sedikit untuk menghemat biaya.

• Familiaritas teknis: Idealnya, teknisi harus menggunakan peralatan dengan fungsi yang sama. Sehingga dalam mencari mesin harus dipertimbangkan bahwa peralatan tersebut dapat digunakan kantor dan fasilitas lain di mana teknisi akan bekerja. Dokter juga akan menggunakan peralatan pada fasilitas yang berbeda, sehingga fungsi yang mirip atau sama lebih menguntungkan.

• Perawatan: Tentunya peralatan EEG akan membutuhkan perawatan, sehingga aspek tersebut harus dipertimbangkan. Jaminan terhadap fungsi dan perbaikan cukup penting. Sebuah laboratorium EEG yang tidak berfungsi selama seminggu

Page 53: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

38 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

dengan gel:1. Tentukan posisi elektroda dengan 10-20

Electrode Placement System.2. Pisahkan helaian rambut di atas elektroda

dengan ujung kayu dari aplikator berujung kapas.

3. Bersihkan kotoran dan kulit mati dari daerah tersebut dengan aplikator berujung kapas seperti Omni-Prep.

4. Sendokkan beberapa gel ke elektroda dan letakkan pada kulit.

5. Letakkan gauze pad 2x2 inchi di atas elektroda dan tekan ke kepala sehingga terbentuk suatu batasan yang mencegah elektroda jatuh.

Sementara aplikasi elektroda dengan collodion dilakukan dengan cara berikut:1. Siapkan kepala pada posisi elektroda

seperti pada pemasangan gel elektroda.2. Tempatkan elektroda pada kulit kepala.3. Tempatkan sepotong gauze yang

direndam collodion di atas elektroda.4. Keringkan collodion dengan udara yang

terkompresi.5. Masukkan jarum berujung tumpul dan

gosokkan pada kulit agar impedansi elektroda dapat menurun.

6. Injeksikan elektrolit pada wadah elektroda dengan jarum berujung

dapat kehilangan cukup banyak keuntungan dan basis rujukan.

• Portabilitas: Setidaknya harus terdapat satu mesin EEG yang portabel agar rekaman ICU, IGD, dan ruang operasi dapat dilakukan.

• Stasiun Pembacaan: Pada EEG kertas, aspek ini tidak bersifat tetap. Sementara interpretasi EEG digital pada stasiun kerja (workstations), yang availabilitas, jumlah, dan lokasinya harus dipertimbangkan.

ElektrodaElektroda permukaanElektroda tipe ini digunakan pada

hampir seluruh pemeriksaan EEG rutin. Ia merupakan kepingan yang difiksasi pada kulit dengan memberikan gel elektroda. Elektroda difiksasi pada kulit kepala dengan menekan gauze pad pada kombinasi gel-elektroda. Jika pasien bergerak, terlihat gambaran rambut yang kaku atau hambatan fiksasi elektroda yang lain. Fiksasi collodion lebih aman dalam memfiksasi elektroda pada kulit kepala, meskipun teknik fiksasi tersebut membutuhkan ventilasi adekuat, peralatan khusus, dan waktu teknis yang lebih lama.

Berikut merupakan langkah-langkah dalam mengaplikasikan elektroda permukaan

Gambar 3.10 • Sistem penempatan elektroda 10-20 (A)Tampilan superior sistem penempatan elektroda 10-20. (B)Tampilan sisi kiri sistem

penempatan elektroda 10-20

Page 54: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 3 - Dasar Elektroensefalografi • 39

tumpul.

Pada metode fiksasi gel, elektroda dapat dilepas dengan mudah. Gauze pad serta elektroda dapat ditarik agar efek vakum dapat menghilang. Gosokkan kain basah hangat pada gel yang tersisa di kulit. Sementara itu, collodion lebih sulit untuk dihilangkan. Pertama, digunakan aseton untuk melembutkan collodion, kemudian area dibersihkan seperti pada elektroda gel. Beberapa pasien mengeluhkan bau aseton dari prosedur yang dilakukan. Penempelan oleh collodion lebih kuat dan tepat untuk perekaman jangka panjang, selama gel elektroda lebih mudah dipasang dan dilepas, serta cukup tepat untuk pemeriksaan rutin.

Elektroda jarumElektroda ini tidak memberi keuntungan

lebih dibanding elektroda konvensional dan tidak dipakai pada pemeriksaan rutin kecuali menjadi pilihan satu-satunya. Risiko infeksi pada pasien dan teknisi cukup tinggi.

Elektroda sfenoidalElektroda tipe ini digunakan untuk

perekaman aktivitas pada lobus temporal yang tidak terlihat pada rekaman kulit kepala. Elektroda dimasukkan secara perkutan sehingga ia mencapai dasar tengkorak. Metode ini hanya dapat digunakan oleh tenaga medis yang terlatih pada pemasangan dan interpretasi potensial yang terekam.

Strip elektroda subduralElektroda ini banyak dipakai mengevaluasi

pasien yang akan menjalani operasi epilepsi. Strip dipasang saat operasi melalui lubang burr, sehingga aktivitas elektrik yang terjadi dapat terekam dengan jelas. Ia hanya dapat digunakan oleh tenaga medis terlatih dan berpengalaman dalam penempatan dan interpretasi, serta sebagai bagian dari program intervensi epilepsi komprehensif.

Elektroda dalamDigunakan untuk melokalisir fokus kejang

pada operasi. Elektroda tersebut terdiri atas susunan elektroda pada sebuah barrel.

Posisi elektroda Penempatan elektroda dilakukan menurut

10-20 Electrode Placement System, yang terdiri atas 21 elektroda sebagai posisi yang diukur pada 10% dan 20% keliling kepala. Elektroda dinamai menurut posisinya pada sistem 10-20. Bagian pertama adalah regio dan bagian kedua adalah area dalam regio tersebut. Untuk regio, susunan yang digunakan adalah sebagai berikut:• F: Frontal• C: Sentral• P: Parietal• T: Temporal• O: Oksipital• A: Aurikular• Fp: Frontopolar

Bagian kedua dari nama elektroda menandai lokasi spesifiknya. Angka adalah lokasi yang telah disusun sebelumnya berdasarkan sistem 10-20. Angka ganjil ada pada sisi kiri otak meski angkanya terletak di kanan. Dalam sebuah regio, angka lebih rendah diposisikan lebih anterior dan medial dibanding angka yang lebih besar. Elektroda garis tengah ditandai dengan z dan bukan angka. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut: • Fz: frontal pada vertex• T3: Temporal kiri• T5: Temporal kiri, posterior terhadap T3

MontageUrutan dari elektroda yang direkam dalam

satu waktu adalah montage. Terdapat dua jenis montage, yaitu bipolar atau referensial. Referensial berarti asal tiap elektroda sama dengan elektroda lain. Ia dapat berupa sebuah elektroda non-sefalik, telinga ipsilateral atau

Page 55: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

40 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Gambar 3.10 • Montage bipolar dan referensial(A) Posisi elektroda sesuai sistem 10-20. (B) Montage Longiditudinal Bipolar(LB). (C) Montage

Transverse Bipolar(TB). (D) Montage referensial

bahkan Cz, meski hal ini bukan referensi yang berguna karena aktivitas elektrikalnya. Montage bipolar berarti asal elektroda untuk satu kanal adalah elektroda aktif untuk kanal selanjutnya. Montage jenis ini terutama penting untuk analisis visual aktivitas serebral fokal seperti spike dan gelombang tajam. Untuk seluruh kanal, negativitas pada elektroda aktif menghasilkan defleksi ke atas dari pen pada kertas dan negativitas pada referensi menghasilkan defleksi ke bawah.

Direkomendasikan untuk mengikuti prinsip berikut dalam mendesain montage:• Gunakan penempatan 21 elektroda dari

sistem 10-20 secara menyeluruh• Rekam setidaknya 8 kanal• Setiap sesi perekaman harus melibatkan

minimal satu montage referensial, bipolar longitudinal dan bipolar transversal

• Beri label pada tiap montage rekaman• Gunakan montage sederhana dan umum

digunakan pada laboratorium yang mempermudah visualisasi orientasi spasial gelombang

• Posisikan kanal anterior dan sisi kiri di atas kanal posterior dan sisi kanan

• Ingat bahwa negativitas pada elektroda aktif kanal menghasilkan defleksi pen ke atas

Rutin EEGRekaman EEG akan direkam pada kertas

atau kepingan. Terdapat lembaran yang terlampir pada rekaman kertas atau terpisah pada rekaman digital. Lembaran tersebut mengandung informasi berupa nama, umur, nomor identifikasi, nomor indeks rekaman, alasan perekaman, nama teknisi, obat yang dikonsumsi, waktu kejang terakhir (jika sesuai), rangkuman teknis (artifak, metode aktivasi), observasi teknis, waktu dan tanggal rekaman, dokter yang meminta rekaman, dan obat sedatif yang digunakan. Jika rekaman

Page 56: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 3 - Dasar Elektroensefalografi • 41

digital, cantumkan nomor indeks kepingan dan format penyimpanan. Lembaran tersebut harus terisi secara lengkap sebelum pasien meninggalkan laboratorium. Jika terdapat temuan atau kondisi klinis tertentu, segera panggil ahli neurofisiologi.

Terdapat dua fase kalibrasi yang digunakan sebelum perekaman, yaitu kalibrasi gelombang kotak (square-wave) dan kalibrasi biologis.

1.Kalibrasi Gelombang Kotak

Terdapat ritme gelombang kotak beramplitudo 50 μV yang hidup dan mati dengan interval 1 detik. Gelombang ini dihasilkan oleh generator dan masukannya (input) ke setiap alat penguat (amplifier). Gelombang tersebut tidak berbentuk kotak secara akurat karena efek filter. Contoh rekaman dapat dilihat pada gambar di bawah.

Filter frekuensi rendah mengubah kedataran (plateau) square-wave menjadi penurunan secara eksponensial, sedangkan filter frekuensi tinggi sedikit membulatkan puncak kalibrasi. Dalam proses pembelajaran, pengaturan berbagai filter frekuensi rendah dan tinggi dapat dicoba pada uji kalibrasi untuk melihat efeknya. Penting untuk mengubah pengaturan filter pada perekaman aktivitas EEG pada waktu yang tidak akan mengganggu interpretasi klinis.

Konstanta waktu (time constant, TC) filter frekuensi rendah dapat diukur dari halaman kalibrasi gelombang kotak, dan merupakan waktu yang dibutuhkan sebuah potensial untuk mencapai 37% (kira-kira sepertiga) dari nilai puncak. Walaupun nilai filter frekuensi tinggi lebih sulit diperkirakan, ahli neurofisiologi harus mengetahui gambaran

Kalibrasi

bagaimana seharusnya puncak terlihat. Jika filter frekuensi tinggi terlalu rendah, akan terdapat roll-off lambat dari puncak pulsasi kalibrasi. Namun, apabila terlalu tinggi, gelombang akan terlihat terlalu memuncak atau bahkan berlebih (overshoot), seakan-akan redaman pena (pen damping) kurang.

Gambar 3.10 • Kalibrasi square-waveA. Pengaturan filter standar; B. Reduksi

pengaturan frekuensi pada filter frekuensi rendah; C. Peningkatan pengaturan frekuensi

pada filter frekuensi tinggielektroda 10-20. (B)Tampilan sisi kiri sistem

penempatan elektroda 10-20

Ahli yang telah berpengalaman akan dapat mengetahui keberadaan masalah pada satu atau lebih alat pengamplifikasi dengan melihat hasil rekaman tiap kanal. Kelainan pada satu kanal dapat terlihat dengan jelas, tetapi kelainan pada beberapa kanal tidak terlalu terlihat. Abnormalitas dapat berupa puncak yang terlalu melengkung atau melebihi yang seharusnya, atau tingkat peluruhan (decay) gelombang yang tidak tepat.

Apabila puncak terlalu bulat, terdapat gangguan pada respons sistem frekuensi tinggi. Umumnya ini terjadi karena terdapat

Page 57: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

42 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

redaman pen berlebihan atau pengaturan filter frekuensi tinggi tidak tepat. Jika puncak berlebihan, berarti redaman pen terlalu rendah, sehingga inersia menimbulkan deviasi pen yang berlebihan. Decay yang tidak tepat dapat disebabkan oleh kesalahan pengaturan satu atau lebih kanal atau kegagalan mesin amplifikasi.

2. Kalibrasi Biologis

Kalibrasi biologis melihat respons dari filter, mesin amplifikasi, serta perekam terhadap sinyal biologis. Elektrode Fp1 dan O2 terhubung dengan seluruh input mesin amplifikasi. Rekaman seluruh kanal harus identik.

3. Tekanan Pena dan Redaman

Distorsi ini hanya muncul pada rekaman pada kertas dan tidak pada digital. Instrumen mekanis memiliki batasan inersia dan gesekan/friksi. Faktor tersebut dapat menyebabkan respons frekuensi yang tidak akurat meskipun filter yang digunakan tepat. Inersia oleh massa fisik pena memperlambat waktu responsnya terhadap perubahan voltase sinyal. Hal ini dikompensasi oleh mekanisme kontrol pada sistem pena. Gesekan juga dikompensasi oleh mesin EEG, tetapi tekanan berlebih dari pena pada kertas menghasilkan respons yang melambat. Oleh karena itu, teknisi dan ahli neurofisiologi harus mengingat bagaimana ritme kalibrasi terlihat pada filter yang sesuai.

Inersia yang menghambat gerakan pena juga menghasilkan gerakan pena yang berlebihan (overshoot). Fenomena overshoot diminimalisasi oleh mekanisme kontrol pena yang disebut damping. Jika damping tidak cukup, gelombang normal dapat terlihat

sebagai letupan tajam (spike discharge). Pengaturan tekanan pena dan redaman yang tepat akan meminimalisasi efek tersebut.

4. Sensitivitas

Mulanya sensitivitas rekaman diatur sebesar 7 μV/mm, kemudian disesuaikan berdasarkan amplitudo EEG. Artefak pergerakan dan transien non-serebral lainnya dapat melebihi ekskursi pena maksimal, tetapi aktivitas elektroserebral tidak demikian. Jika sensitivitas terlalu rendah, gelombang penting dapat terlewat.

Pada anak, sensitivitas dapat menurun hingga 10-15 μV/mm akibat tingginya amplitudo EEG pada kondisi terjaga dan tertidur. Sementara itu, aktivitas EEG geriatri sering kali bertegangan rendah sehingga sensitivitas perlu ditingkatkan. Untuk menentukan kematian otak, pengaturan sensitivitas dimulai pada 7 μV/mm, tetapi selalu ditingkatkan hingga 2 μV/mm.

5. Durasi

Pemeriksaan EEG rutin harus melibatkan setidaknya 20 menit perekaman yang relatif bebas artefak. Untuk neonatus, durasi perekaman yang lebih lama dapat membantu untuk mengidentifikasi transisi antar fase. Pada kematian otak, perekaman direkomendasikan selama 30 menit.

5. Filter

Pengaturan filter EEG standar adalah:• Low-frequency filter (LFF) = 1 Hz → TC

0,16 detik• High-frequency filter (HFF) = 70 Hz

Apabila pengaturan LFF lebih besar dari 1 Hz, dapat terjadi distorsi dan atenuasi

Page 58: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 3 - Dasar Elektroensefalografi • 43

beberapa gelombang lambat. Gelombang lambat memiliki lebih banyak fase dengan frekuensi yang lebih cepat. Oleh karena itu, teknisi tidak perlu meningkatkan LFF, terutama apabila terdapat banyak aktivitas lambat. HFF yang diatur terlalu lambat dapat menumpulkan aktivitas cepat. Gelombang tajam dan runcing dapat sulit diidentifikasi.

Filter 60 Hz umumnya tidak digunakan di kebanyakan laboratorium, tetapi studi di unit perawatan khusus biasanya membutuhkan filter 60 Hz. Aktivitas 60 Hz dapat diminimalisasi dengan pemilihan lokasi peralatan, pertanahan (grounding), dan perlindungan (shielding). Shielding umumnya tidak esensial dan tidak dapat sepenuhnya menghilangkan artefak yang dipicu elektromagnetik yang kuat. Sumber artefak dapat berupa pompa infus intravena, ventilator, selimut penghangat, dan peralatan monitor.

Metode Aktivasi

Interpretasi rekaman yang diperoleh den-gan metode aktivasi didiskusikan pada bab 4. Hiperventilasi, stimulasi fotik, dan tidur dapat mengaktivasi aktivitas epileptiform. Setelah periode rekaman pada situasi rileks dan ter-jaga, pasien diminta untuk hiperventilasi se-lama 3 menit. Jika dicurigai adanya kejang absans, pasien diminta hiperventilasi sela-ma 4 menit. Akan tetapi, hiperventilasi tidak dilakukan pada geriatri atau pasien dengan penyakit aterosklerosis yang parah.

Beberapa pihak tidak menganggap tidur sebagai metode aktivasi yang nyata karena merupakan transisi dari dua kondisi natural. Akan tetapi, tidur dapat membantu terben-tuknya aktivitas epileptiform. Pada rekaman EEG tidur diinduksi oleh obat sedatif, dan jika tidak berhasil, dibutuhkan deprivasi tidur.

Impedansi Elektroda

Dilihat dari sudut pandang tersebut, tidur

Transmisi Telepon EEG

Karena pada rekaman bipolar voltase sinyal aktivitas dikurangi voltase referensi, bising dapat diminimalisisasi. Sinyal yang sama pada kedua input disebut sebagai common mode. Kemampuan mesin amplifikasi untuk meno-lak sinyal yang sama pada kedua input mesin disebut sebagai common mode rejection ratio.

EEG dengan transmisi telepon berguna dan akurat pada kondisi tertentu. Ahli yang menginterpretasi harus mempertimbangkan beberapa sumber artefak dari jaringan tele-pon publik dan peralatan yang dibutuhkan

merupakan metode aktivasi. Perekaman saat tidur merupakan indikasi rutin untuk evalu-asi pasien kejang, tetapi tidak berguna pada penilaian pasien ensefalopati. Tidak terdapat bukti mengenai perbedaan antara tidur alami, tidur sedasi, dan tidur yang sedikit dalam me-nimbulkan aktivitas epileptiform.

Angka impedansi minimal adalah 100 ohm dan maksimal sebesar 5 kohm. Impedan-si yang lebih rendah memiliki koneksi yang tidak sesuai antar elektroda, sementara im-pedansi lebih tinggi dapat menimbulkan keti-dakcocokan impedansi, sehingga penolakan artefak oleh rekaman bipolar dapat berku-rang.

Interferensi elektrik sering ditemukan pada laboratorium EEG, tetapi karena seba-gian besar rekaman bersifat bipolar, umum-nya bising yang terjadi memiliki kesamaan dalam amplitudo dan bentuk pada sadapan.

Page 59: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

44 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

terjadi dengan electrode caps, di antaranya:• Penempatannya yang tidak tepat pada

kepala.• Impedansi yang umumnya lebih tinggi

dari elektroda yang dipasang secara nor-mal.

• Posisi elektroda dapat berbeda antar pa-sien karena ukuran kepala.

EEG dapat dilakukan di mana saja di ru-mah sakit, namun perekaman rutin dilakukan pada laboratorium EEG dengan bising elektr-ik dan akustik yang minimal serta peralatan yang lengkap. Pasien umumnya berada pada ruang yang berbeda dari teknisi dan pera-latan, tetapi pada perekaman rutin tidak se-lalu dilakukan.

Laboratorium EEG harus mengikuti pan-duan standar terhadap keamanan listrik. Bi-

untuk mengubah data menjadi bentuk digi-tal untuk transmisi. Kini, transfer informasi mudah dilakukan dengan internet kecepatan tinggi, meskipun terdapat pertimbangan ter-tentu dalam transfer data pasien melalui in-ternet.

Panduan yang ada merekomendasikan bahwa EEG transmisi telepon harus dilaku-kan sesuai panduan EEG rutin. Rekomendasi berikut, antara lain:• Produsen peralatan harus menyediakan

spesifikasi dari noise (bising), respons frekuensi, dan cross-talk. Peralatan juga harus dicek secara berkala agar spesifi-kasi selalu terpenuhi secara kontinu, ser-ta harus mengindikasikan jika terdapat kesulitan transmisi/penerimaan.

• Sebelum dan sesudah rekaman, integri-tas rekaman harus diperiksa. Rekaman yang telah dibuat harus diberi label dan ditandai bahwa ia merupakan rekaman transmisi telepon.

• Harus dibuat rekaman kertas pada sta-siun yang mentransmisikan dan mener-ima agar informasi-informasi kondisi psikologis, aktivitas, dan artefak dapat dipindahkan secara akurat. Hasilnya juga harus disimpan untuk perbandingan di kemudian hari.

• Teknisi pada stasiun terkait tidak hanya harus terlatih pada rutin EEG, melaink-an juga terlatih pada masalah dan teknik yang terkait dengan EEG transmisi tele-pon.

• EEG transmisi telepon tidak dapat digu-nakan sebagai uji konfirmasi untuk pe-nentuan kematian otak.

Electrode caps umumnya digunakan pada fasilitas yang jarang merekam EEG. Staf teknis tidak melakukan EEG sebagai tugas utama

sehingga dengan caps penempatan elektroda dapat dilakukan dengan efisien dan konsisten.

Secara umum, sebagian besar neurologis merekomendasikan penempatan elektroda bebas setelah pengukuran kepala. Akan teta-pi, pada area yang kurang berkembang den-gan teknisi yang kurang berpengalaman, ke-salahan akan dapat diminimalisisasi dengan penggunaan electrode caps. Kemungkinan ke-salahan tetap ada, seperti electrode caps yang terpasang terbalik.

Terdapat beberapa masalah yang dapat

Laboratorium EEG

Laporan

asanya shielding tidak dibutuhkan dengan pembumian (grounding) serta teknik yang

Page 60: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 3 - Dasar Elektroensefalografi • 45

baik. Jika secara terpaksa laboratorium EEG harus berlokasi pada lokasi yang bising secara elektrik, shielding elektris mungkin dibutuh-kan. Sementara itu, jika laboratorium tersebut berada pada lokasi yang bising secara akustik, dapat dibutuhkan insulasi akustik.

Laporan EEG harus jelas dan padat. Ide-alnya, laporan tidak melebihi satu halaman. Jarang sekali rekaman sampel dilampirkan pada laporan EEG karena dapat digunakan untuk laporan EMG dan EP. Komponen pent-ing dari laporan adalah:• Kop laporan (report header)• Deskripsi rekaman• Interpretasi

Report headerDi dalamnya terkandung informasi-infor-

masi untuk mengidentifikasi pasien, meliputi:• Informasi pasien, meliputi nama pasien,

jenis kelamin, tanggal lahir, dan nomor identifikasi.

• Informasi laboratorium, meliputi nama, alamat, serta nomor telepon laboratori-um.

• Informasi rekaman, meliputi tanggal dan alasan perekaman, dokter yang merujuk, serta hasil interpretasi.

Deskripsi laporanRekaman harus dideskripsikan dengan

menyeluruh tanpa detail yang terlalu berlebi-han. Informasi yang dicantumkan di antaran-ya adalah:• Status dan perubahan status, antara

lain terjaga, mengantuk, tidur, termasuk deskripsi temuan pada setiap tingkat.

• Ritme latar belakang, antara lain ritme dominan posterior, ritme frontal, dan theta temporal.

Penyimpanan Perekaman

• Abnormalitas fokal, antara lain kondisi asimetris, perlambatan fokal, dan aktivi-tas tajam fokal

• Aktivitas epileptiform – gelombang runcing dan tajam (baik fokal maupun umum), serta prominensi regional

• Artefak yang mengganggu interpretasi rekaman dan impresi apakah rekaman dapat diinterpretasi

InterpretasiBagian ini merupakan bagian terpenting

dari laporan rekaman. Informasi berikut ha-rus dicantumkan:• Normal atau tidak normal.• Bagaimana rekaman tersebut bersifat ti-

dak normal.• Implikasi klinis dari temuan.

Berikut beberapa contoh interpretasi sam-pel:• EEG terjaga dan tidur normal.• Studi abnormal karena 3 kompleks ge-

lombang runcing umum per detik yang konsisten dengan gejala kejang general-isata.

Interpretasi klinis harus mempertimbang-kan informasi klinis yang diberikan dokter. Misalnya, apabila riwayat klinis pasien ter-dapat kejang kompleks parsial dan EEG mem-perlihatkan fokus runcing, interpretasi dapat

berupa “studi abnormal dengan adanya fokus runcing pada regio temporal anterior kanan yang konsisten dengan gangguan kejang par-sial”. Sementara itu, jika riwayat klinis pasien berupa gangguan perilaku, pelaporan dapat berupa “studi abnormal yang konsisten den-gan fokus gelombang tajam pada regio pos-

Page 61: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

46 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

terior temporal kiri yang konsisten dengan gangguan kejang, tetapi pasien tanpa kejang juga dapat menunjukkan manifestasi ini”.

Cetakan laporan EEG harus disimpan se-lama durasi praktik, meskipun tidak terdapat publikasi rekomendasi yang jelas mengenai hal ini. Seorang pasien dengan kejang dapat mengalami beberapa rekaman EEG seumur hidupnya. Perbandingan EEG dapat menjadi amat berguna.

Rekaman EEG kertas tidak dapat disim-pan selamanya, tetapi setidaknya sebagian dari rekaman harus disimpan selama mini-mal dua tahun. Teknologi microfilming dapat mengembangkan penyimpanan rekaman. Dengan teknologi digital, rekaman dapat di-simpan secara tidak terbatas yang di masa depan akan menjadi metode yang dominan. Diskus optikal, CD, dan DVD memiliki durasi dan reliabilitas yang melebihi persyaratan penyimpanan rutin. Regulasi wilayah dan lo-kal dapat memiliki persyaratan tambahan un-tuk penyimpanan rekaman.

Page 62: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 3 - Dasar Elektroensefalografi • 47

b. Hasil interpretasi dapat langsung diperoleh c. Display montage yang fleksibel

6. Distorsi yang disebabkan tekanan dan massa pen terhadap kertas adalah…a. Overshootb. Arc distortionc. Inertial distortion

7. Salah satu kalibrasi yang digunakan sebelum perekaman adalah…a. Kalibrasi filterb. Kalibrasi Square-wavec. Kalibrasi elektroserebral

8. Artefak pada rekaman dapat timbul dari hal berikut, kecuali…a. Denyut jantungb. Pompa infus intravenac. Selimut penghangat

9. Kemunculan artefak dituliskan pada bagian … dari laporan EEGa. Kop laporanb. Deskripsi rekamanc. Interpretasi

10. Angka impedansi minimal adalah sebesar…a. 10 ohmb. 50 ohmc. 100 ohm

1. Potensial yang terekam oleh EEG terbentuk pada…a. Korteks serebralb. Thalamusc. Batang otak

2. Distribusi ritme posterior alfa yang berbeda dengan normal ditemukan pada kondisi berikut, kecuali…a. Komab. Anestesiac. Pingsan

3. Ritme EEG yang terutama muncul pada bayi dan anak-anak yang masih muda adalah…a. Alfab. Betac. Delta

4. Manakah dari pertanyaan berikut yang benar?a. Aktivitas epileptiform tersusun atas spikes, gelombang tajam, dan pergeseran depolarisasib. Bangkitan aktivitas epileptiform tidak bersifat repetitifc. Durasi gelombang tajam lebih lama dibanding spikes

5. Berikut beberapa keuntungan mesin EEG digital dibanding analog, kecuali…a. Tidak adanya distorsi mekanis

Latihan Soal

Jawaban Latihan Soal1. A | 2. C | 3. B | 4. C | 5. B | 6. C | 7. B | 8. A | 9. B | 10.C

Page 63: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

48 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

1. Perekaman Saat Terjaga

Ketika terjaga dengan mata tertutup, EEG dewasa yang didominasi oleh frekuensi cepat merekam ritme posterior. Mata yang terbuka melemahkan ritme posterior yang dominan. Terdapat gradien anterior-posterior dengan frekuensi lebih cepat pada regio frontal, biasanya dalam lingkup beta. Frekuesi cepat tersebut memiliki amplitude yang rendah.

BAB 4

EEG Normalyang ditingkatkan dengan gerakan mata. Ritme beta dapat direkam dari regio frontal dan sentral, terutama ketika sedasi digunakan. Obat sedasi benzodiazepin dan barbiturat dapat meningkatkan ritme beta dibandingkan dengan hidrasi kloral. Aktivitas theta dan delta tidak begitu terlihat pada EEG normal orang dewasa yang terjaga. Akan tetapi, pada analisis sinyal EEG digital terlihat sedikit theta bihemisfer pada kebanyakan pasien.

EEG pada Orang Dewasa

Gambar 4.1 • EEG normal ketika bangunEEG normal direkam dengan montage

longitudinal bipolar bagian parasagittal. Terdapat ritme posterior dominan frekuensi 9-10 Hz yang dilemahkan oleh pembukaan

mata.

BAGIAN 2

2. Aktivitas Serebri Anterior

Aktivitas regio frontal didominasi oleh susunan aktivitas cepat bervoltase rendah

3. Aktivasi Serebri Posterior

Pada kondisi terjaga dengan mata tertutup, ritme 10 Hz (rentang normal 8,5-11 Hz) didominasi oleh regio oksipital. Frekuensi kurang dari 8,5 Hz merupakan frekuensi abnormal yang biasanya mengindikasikan demensia atau ensefalopati. Terdapat beberapa osilasi dari ritme ini, tetapi masih menunjukkan penampakan yang normal.

Ritme posterior yang dominan biasanya simetris, tetapi bentuk asimetris hingga 25% sering terlihat. Asimetris tidak diintepretasikan sebagai abnormal kecuali di atas 50%. Amplitudo dari hemisfer kiri sering kali lebih rendah dari kanan, sehingga harus dipertimbangkan saat menafsirkan amplitudo asimetris.

Usia yang bertambah menghasilkan ritme dominan posterior dengan amplitudo yang lebih rendah dan kurang terorganisasi. Walaupun ritme yang berkurang biasanya muncul di usia lanjut, ia harus tetap dipertimbangkan sebagai abnormal.

Page 64: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 4 - EEG Normal • 49

Gelombang vertex adalah potensial negatif permukaan dengan amplitudo maksimum pada garis tengah (C3 dan C4). Gelombang ini biasanya muncul di tahap 2 dan sering muncul saat terjaga parsial. Bentuknya tajam bifasik dengan defleksi negatif di awal yang diikuti defleksi positif. Gelombang yang tajam diikuti oleh gelombang lambat atau kompleks K.

Gelombang vertex bisa asimetris, terutama pada anak, dengan amplitudo lebih tinggi

Batas ambang yang digunakan adalah 8 Hz. Frekuensi kurang dari 8 Hz dianggap abnormal pada semua usia.

4. Mengantuk (Tidur Tahap 1A dan 1B)

Pada tahap pertama (tahap 1A) terjadi atenuasi dari ritme posterior dominan dengan penyebaran ke arah anterior ditambah sedikit perlambatan ritme. Semakin dalam tidur pasien, ia masuk ke tahap 1B dengan ritme dominan di posterior kurang dari 20% dan aktivitas theta yang semakin jelas. Gelombang vertex dapat dilihat di tahap 1B, tetapi lebih merupakan tanda dari tahap 2.

5. Tidur

Pola TidurPOSTs

tahap terjaga dan mata terbuka. POSTS dapat berhubungan dengan informasi visual saat tidur, yang tidak dapat dlihat pada pasien dengan gangguan penglihatan atau tuna netra. POSTS tidak konsisten saat pasien tidur dan tidak ada diagnostik yang spesifik.

BETSBenign epileptiform transients of sleep

(BETS) merupakan potensial dengan bentuk seperti tanduk kecil pada regio temporal selama mengantuk dan tidur. Voltasenya kurang dari 50µV dengan durasi kurang dari 15 ms. BETS dibedakan dari gelombang tajam epileptiform dengan amplitudonya yang kecil, ada tidaknya gelombang pendek, durasi singkat, dan riwayat EEG normal.

Gelombang Vertex

Gambar 4.2 • POSTsPOSTs direkam menggunakan montage

longitudinal bipolar dengan bagian parasagittal kiri. Terdapat defleksi ke atas

pada kanal akhir karena potensial positif O1

Positive occipital sharp transients of sleep (POSTs) merupakan potensial positif permukaan dengan O1 dan O2 yang dapat berbentuk gelombang tunggal atau rangkaian. Gelombang lambda hanya dapat dilihat di

Gambar 4.3 • Gelombang Vertex.Gelombang vertex selama tidur tahap 2

dengan montage bipolar transversal bagian frontal.

Page 65: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

50 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

pada pasien muda. Kondisi simetris menjadi abnormal jika lebih dari 25% dan pada kedua hemisfer. Gelombang vertex muncul pertama kali pada usia 8 minggu.

Spindel TidurSpindle tidur merupakan gelombang

dengan ritme 11-14 Hz dan durasi 1-2 detik (minimum 0,5 detik dan 25µV). Lebih jelas pada regio sentral tahap 2. Amplitudo maksimum dapat dilihat di lateral dari garis tengah (C3 dan C4).

Tahap TidurTahap 1Tahap 1 adalah mengantuk yang dibagi

menjadi 1A dan 1B. 1A dicirikan dengan hambatan pada ritme posterior yang dominan dan perubahan pada distribusinya yang lebih menuju anterior.

Tahap 1B dicirikan dengan hilangnya ritme posterior dominan secara progresif dengan kurang dari 20% dibentuk oleh ritme alfa. Aktivitas theta menjadi lebih jelas. Gelombang vertex ada di tahap 1B, tetapi lebih jelas pada tahap 2.

Tahap 2Tahap 2 dicirikan dengan spindle tidur,

gelombang vertex, peningkatan theta, dan delta. Akan tetapi, kurang dari 20% mengandung delta. Karena vertex dapat terlihat pada tahap 1B, fitur utama yang khas adalah terlihatnya spindle tidur.

Tahap 3Tahap 3 dicirikan dengan meningkatnya

delta (20-50%) dan menurunnya frekuensi.

Tahap 4Tahap 4 dicirikan dengan peningkatan

gelombang delta (>50%). Gelombang vertex dan spindle tidur kurang jelas dan terkadang tidak ada.

REMRapid eye movement (REM) memiliki

voltase rendah dengan frekuensi cepat. REM tidur dan REM mengantuk ringan sulit dibedakan. Aktivitas dengan ritme 6-8 Hz memiliki bentuk yang tidak biasa dan dapat muncul di regio frontal dan verteks.

REM tidur terjadi setelah tidur tahap 1 hingga 4. Progresi dari mengantuk ke tidur tanpa melewati tahapan lainnya disebut REM tidur, yang dapat terjadi pada kondisi antara lain narkolepsi, deprivasi setelah tidur, dan deprivasi setelah konsumsi alkohol atau obat.

Tampilan REM tidur dan mengantuk antara lain gerakan mata yang cepat, hipotoni pada EMG submental, dan laju pernapasan yang iregular.

Sekuens Tahap TidurPada EEG yang rutin, jarang dilihat tahap

tidur lebih dalam yang sulit dibedakan dengan ritme abnormal. Progresi menjadi gelombang tidur lambat kemudian meningkat

Tabel 4.1 • Ritme tidur

Bentuk DeskripsiGelombang verteks Potensial negatif maksimum pada Cz. Tejadi pada

tahap 2 tidur dan sadarSpindle 11-14 Hz dengan durasi 1-2 detik

Maksimum pada C3 dan C4Lebih jelas pada tahap 2

Kompleks K Gabungan gelombang verteks dan spindle tidur. Lebih jelas pada tahap 2 dan kesadaran parsial

Transien positif yang tajam pada tidur

Potensial positif dengan maksimum pada O1 dan O2

Page 66: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 4 - EEG Normal • 51

menjadi sadar pada saat tidur malam. Siklus berulang sebanyak tiga sampai empat kali setiap malam. REM tejadi setelah satu siklus tidur dan semakin meningkat durasinya pada siklus-siklus selanjutnya.

Gambar 4.4 • Perkembangan ritme dominan posterior.

Ritme posterior dominan meningkat secara bertahap pada anak-anak. Frekuensi seperti orang dewasa tercapai pada usia 4-5 tahun

Tahap Tampilan1. Mengantuk Penghambatan alfa, terjadi sedikit perlambatan,

penyebaran gelombang alfa ke anterior1A: Rasa kantuk ringan1B: Rasa kantuk dalam

2. Tidur ringan Spindle tidur, gelombang vertex, meningkatnya aktivi-tas theta, dan tampilan gelombang delta

3. Gelombang tidur ringan Aktivitas delta bertambah (20-50%). Spindle tidur dan gelombang vertex tidak terlalu jelas

4. Gelombang tidur lambat Aktivitas delta bertambah (>50%). Spindle tidur dan gelombang vertex sering kali tidak ada

Tabel 4.2 • Tampilan Gelombang Tahap Tidur

EEG pada Anak

1. EEG saat terjaga

Maturasi Ritme Posterior

Ritme posterior dominan pada bayi baru lahir sekitar 4 Hz. Seiring bertambah usia, ritme meningkat hingga usia 10 tahun

kira-kira 10 Hz. Amplitudo juga meningkat bertahap, pada usia 10 tahun mencapai 50-100 µV. Amplitudo alfa berkurang seiring bertambahnya usia.

Gelombang Posterior Lambat Pada RemajaPada remaja, gelombang lambat terdapat

saat terjaga dan mengantuk. Gelombang ini terdapat pada delta dan ditingkatkan oleh ritme posterior dominan. Gelombang ini menghilang setelah usia 30 tahun.

2. EEG saat Tidur

Terdapat aktivitas gelombang epileptik saat tidur yang berbeda dengan saat terjaga. Ritme posterior dominan berkurang saat mengantuk, disertai hilangnya ritme alfa dan munculnya ritme theta.

Gelombang VertexGelombang vertex muncul pada usia lima

bulan. Awalnya morfologi berbentuk tumpul. Pada usia dua tahun, morfologi menjadi jelas, tajam, dan tinggi.

Sleep SpindlesGelombang ini muncul pada usia dua bulan

dengan bentuk asimetris dan menjadi sama dengan bentuk dewasa pada usia dua tahun.

Page 67: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

52 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

sedangan frekuensi 14 Hz muncul pada anak yang lebih besar. Gelombang ini lebih sering ada di segmen posterior temporal. Gelombang ini berkaitan dengan kondisi patologis seperti ensefalopati metabolik. Jika tidak ditemukan kelainan lain, gelombang ini normal.

Varian Lambat AlfaGelombang ini merupakan bagian dari

ritme posterior dominan dengan frekuensi 4-5 Hz. Gelombang ini dapat dibedakan dengan gelombang pada ensefalopati jika terdapat varian alfa pada ritme posterior yang berlubang (notched), varian alfa dengan aktivitas posterior lambat berbentuk polimorfik pada ensefalopati, serta varian alfa pada aktivitas pusat dan frontal yang normal dengan perlambatan pada pusat, temporal, dan frontal pada ensefalopati.

Ritme Theta Midtemporal pada KantukVarian ini disebut varian psikomotor.

Ritme ini terdiri dari gelombang tajam ukuran theta yang lebih jelas pada regio temporal dan pusat. Ritme ini dibedakan dari kejang dengan adanya latar belakang yang normal sebelum dan setelah ritme, tidak adanya perubahan frekuensi yang progresif, dan gelombang ini muncul pada saat kantuk, bukan tidur.

Gelombang LamdaGelombang ini normal pada daerah

oksipital pada saat melihat suatu objek. Gelombang ini menunjukkan adanya pengamatan visual dan hilang saat mata tertutup.

Ritme MuRitme Mu yang normal pada EEG memiliki

bentuk tajam dengan frekuensi 10 Hz dan durasi kurang dari satu hingga beberapa detik. Mu biasanya serupa dengan ritme alfa. Ritme ini hilang oleh gerakan ekstremitas kontralateral atau dengan memikirkan gerakan tungkai.

Gelombang WicketGelombang ini tajam, muncul di regio

temporal pada saat mengantuk, dan tidur ringan. Gelombang ini tidak memiliki gelombang lambat, muncul pada aktivitas sehari-hari, dan frekuensinya 6-10/detik.

Gelombang Positif 14-dan-6Bentuknya tajam yang muncul saat

mengantuk. Frekuensi bervariasi dari 6-14 Hz. Frekuensi 6 Hz muncul pada anak kecil,

Transien dan Varian Normal

Gambar 4.5 • Sleep spindelsGelombang pada tahap dua berdasarkan usia. Gelombang ini berbeda untuk dua sisi kepala.

Gambar 4.6 • Ritme theta temporal pada kantuk

Ritme ini sering terlihat pada regio temporal anterior. Gambar ini menujukkan bagian

lateral kiri dari montage bipolar longitudinal.

Page 68: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 4 - EEG Normal • 53

SREDA (Subclinical Rhythmic Electrographic Discharges of Adults)

Ritme ini berbentuk tajam lalu berubah menjadi gelombang theta. Onset ritme ini mendadak. Selain itu, konformasi dan frekuensinya berubah saat dialiri listrik. SREDA muncul pada pasien usia lanjut selama fase terjaga, dan sulit dibedakan dengan kejang. Perbedaannya adalah ritme ini hanya saat fase terjaga dan kesadaran utuh saat listrik dialirkan.

MittensMittens hanya dilihat saat tidur yang terdiri

dari sleep spindle yang berfusi sebagian dan gelombang verteks. Gelombang akhir spindle tersuperimposisi dengan gelombang verteks. Sumasi ini menyebabkan gambaran lebih cepat sehingga menghasilkan bentuk seperti duri. Gelombang ini normal, tetapi sulit dibedakan dengan gelombang berbentuk tajam.

Page 69: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

54 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

5. Artefak yang muncul lebih jelas saat bangun?a. Ototb. Glosokinetikc. Mesind. EKGe. Gerakan

1. Apa yang terjadi pada saat tahap tidur pertama?a. Pengambatan gelombang deltab. Penghambatan gelombang alfac. Penghambatan gelombang thetad. Meningkatnya aktivitas deltae. Meningkatnya aktivitas alfa

2. Kapan ritme SREDA muncul?a. Saat fase mengantukb. Saat tidur ringanc. Saat tidur lambatd. Saat tidur dalame. Saat bangun

3. Gelombang Wicket yang terdapat di regio temporal muncul saat...a. Saat fase mengantukb. Saat kesadaran penuhc. Saat tidur lambatd. Saat tidur dalame. Saat bangun

4. Gerakan mata terbuka menyebabkan perubahan pada...a. Gelombang alfab. Gelombang deltac. Ritme posteriord. Ritme Wickete. Ritme anterior

Latihan Soal

1. B | 2. E | 3. E | 4. C | 5. A

Jawaban Latihan Soal

Page 70: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 5 - EEG Abnormal • 55

Abnormal berarti temuan tidak diharapkan pada pasien yang tidak berdampak pada klinis atau temuan yang memiliki dampak klinis yang tidak berfungsi dengan baik.

1. Perlambatan

Aktivitas lambat terkadang normal, seperti theta saat mengantuk dan delta saat tidur. Akan tetapi, delta fokal saat bangun atau theta pada ritme posterior merupakan gelombang abnormal. Terdapat 3 klasifikasi perlambatan, yakni perlambatan umum, regional, dan fokal.

BAB 5

EEG AbnormalDefinisi Abnormal

BAGIAN 2

Gambar 5.1 • Perlambatan Umum Aktivitas melambat pada gelombang theta

dan delta.

Gambar 5.2 • Perlambatan Fokal Terdapat aktivitas lambat fokal beramplitudo

tinggi pada montage longditudinal-bipolar kepala kiri (Tiga gelombang teratas), disertai dengan superimposisi bersma aktivitas lambat

umum di bagian kanan dan kiri.

Perlambatan umum mencakup aktivitas lambat pada ensefalopati, perlambatan ritme posterior dominan, disorganisasi ritme, dan berlebihnya aktivitas theta di anterior.

Perlambatan regional terdiri dari aktivitas lambat yang hanya memberi dampak pada satu bagian otak. Sebagai contoh, ritme delta intermiten di anterior atau perlambatan ritme posterior dominan pada ensefalopati.

Perlambatan fokal mengindikasikan adanya lesi struktural, seperti yang ditemukan pada aktivitas theta fokal dan aktivitas delta polimorfik.

Page 71: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

56 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

1. Perlambatan menyeluruh

Perlambatan menyeluruh dapat memiliki beberapa bentuk. Bentuk paling umum adalah ritme dominan posterior saat bangun.

Perlambatan ritme posterior dominanPada orang dewasa normal, banyak

terdapat gelombang cepat saat bangun. Saat mata tertutup, ritme alfa dapat ditemukan di regio posterior dengan frekuensi yang lebih cepat di regio frontal. Perlambatan ritme ini hingga kurang dari 8,5 Hz merupakan suatu keadaan yang abnormal. Perlambatan ritme ini berbeda dari ritme cepat yang normal dalam hal kurang stereotipik, kurang reaktif saat mata terbuka, dan memiliki gelombang theta yang lebih jelas dari arah oksipital dibandingkan ritme posterior dominan yang normal.

Ritme dominan posterior dapat disebabkan oleh ensefalopati toksik atau metabolik, demensia degeneratif, dan penyakit vaskular multifokal. Varian normal dari ritme posterior dominan jatuh pada

2. Gelombang yang runcing dan tajam

Gelombang yang runcing dan tajam merupakan gelombang cepat yang sementara karena bersifat episodik dan terpisah dari gelombang lainnya. Gelombang runcing biasanya memiliki permukaan negatif dan berdurasi 2-70 milidetik. Gelombang tajam yang juga memiliki permukaan negatif, berdurasi 70-200 milidetik. Jika kurang dari 20 milidetik, kemungkinan besar bukan dari otak, tetapi bisa berasal dari otot atau artefak lainnya.

Gelombang yang runcing dan tajam dapat bersifat normal pada dewasa. Beberapa gelombang runcing yang bersifat normal, antara lain, gelombang verteks, gelombang lambda oksipital, gelombang runcing 14 dan 6 Hz, gelombang wickets, BETS (benign epileptiform transients of sleep), POSTS (positive occipital sharp transients of sleep), dan gelombang tiap 6 detik.

3. Abnormalitas fokal dan umum

Abnormalitas dapat berbentuk fokal atau umum. Implikasi klinis bergantung pada bentuk dan lokasinya. Perlambatan

Gambar 5.3 • Gelombang runcing fokal dengan negativitas maksimal di F7

fokal biasanya menggambarkan adanya lesi struktural fokal pada daerah di bawah elektroda. Gelombang tajam dan runcing yang fokal menggambarkan adanya lesi strukturul fokal yang berkaitan dengan kejang. Perlambatan yang menyeluruh berkaitan dengan ensefalopati, toksik, metabolik, degeneratif, dan vaskular. Gelombang runcing dan tajam yang menyeluruh berkaitan dengan kejang umum.

Komposisi frekuensi abnormal antara lain ritme melambat, aktivitas cepat yang berlebih, dan aktivitas theta yang berlebih.

Aktivitas Lambat

Page 72: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 5 - EEG Abnormal • 57

frekuensi 5-6 Hz. Perbedaan varian normal dengan perlambatan ritme dominan posterior antara lain ritme posterior dominan pada rentang 5-6 Hz berhubungan dengan lobus oksipital, biasanya tidak mengalami atenuasi menyeluruh saat mata membuka, serta memiliki tampilan yang tidak reguler dan polimorfik dibandingkan dengan varian normal ritme posterior dominan.

Aktivitas delta dan theta saat bangun biasanya abnormal. Gambaran perlambatan menyeluruh dari delta dan theta berbeda di kedua hemisfer. Penyebab superimposisi aktivitas lambat saat bangun adalah ensefalopati akibat toksik atau metabolik, penyakit serebrovaskular multifokal atau menyeluruh, dan trauma kepala.

Pada saat tidur, identifikasi perlambatan sulit dilakukan. Saat tidur, terdapat aktivitas lambat theta dan delta yang tergantung fase tidur. Ensefalopati dapat diinterpretasikan jika rekaman saat tidur menunjukkan perlambatan yang tidak konsisten dalam siklus tidur. Akan tetapi, gelombang normal saat tidur belum tentu dapat menyingkirkan diagnosis ensefalopati, sehingga perlu diperhatikan aktivitas perlambatan saat bangun.

2. Perlambatan fokal

Perlambatan fokal menggambarkan lesi stuktural fokal di hemisfer. Lesi batang otak yang menyeluruh menggambarkan perlambatan umum. Perlambatan fokal bersifat tidak reguler dan terdiri dari aktivitas delta dengan superimposisi gelombang theta. Gambaran tidak reguler ini disebut aktivitas delta polimorfik (ADP). ADP tidak terjadi terus menerus, tetapi jika ada, perlu dipertimbangkan kondisi patologis. ADP biasanya dianggap abnormal pada substansia

alba antara korteks dan nukleus subkortikal. Umumnya, ADP terdapat pada lesi struktural fokal, seperti tumor, kontusio, perdarahan, infark, dan abses. Adanya gelombang runcing atau tajam tanpa gangguan pada pasien umumnya merupakan tanda lesi fokal parenkim. Selain itu, migren komplit dan kejang post-iktal juga menunjukkan perlambatan fokal.

Ritme aktivitas delta intermiten merupakan tanda adanya disfungsi serebri dan diperkirakan terjadi akibat terputusnya

Gambar 5.4 • Ritme aktivitas delta intermiten di regio frontal (Frontal intermitten rhythmic delta activity)

Gambar 5.5 • Ritme aktivitas delta intermiten di regio oksipital(Occiptal/

Posterior intermitten rhythmic delta activity)

Page 73: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

58 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

koneksi korteks serebri dari nukleus profundal. Aktivitas lambat terjadi pada 2,5 Hz yang berbeda, tergantung usia dan keadaan patologi. Pada dewasa, aktivitas yang lambat terjadi di frontal yang disebut frontal intermittent rhythmic delta activity (FIRDA). Sementara itu, pada anak, gelombang lambat terjadi di oksipital, yang disebut occipital/posterior intermittent rhythmic delta activity (OIRDA/PIRDA). IRDA muncul pada lesi yang bervariasi. PIRDA muncul pada anak-anak dengan epilepsi absans. PIRDA dan FIRDA dapat disebabkan oleh tumor garis tengah, ensefalopati metabolik, penyakit degeneratif, dan ensefalitidis.

Kejang dapat bermanifestasi sebagai gelombang lambat pada EEG rutin. Komponen runcing dapat memiliki amplitudo yang sangat kecil atau tidak diproyeksikan ke korteks. Epilepsi dapat menggangu kondisi klinis normal, tetapi FIRDA dapat memiliki tampilan mendekati normal. Gelombang epilepsi lebih halus dan bilateral, berbeda dengan ADP.

Atenuasi fokal EEG menunjukkan adanya lesi struktural. Aktivitas beta sangat sensitif terhadap kondisi ini. Lesi oksipital menyebabkan hilangnya alfa posterior unilateral. Lesi unilateral juga mengganggu pola tidur sehingga spindle tidur, gelombang verteks, atau keduanya tidak terlihat.

Supresi unilateral dapat terjadi pada hematom subdural. Jika terdapat perubahan pada hemisfer kontralateral, perlu dipikirkan adanya kompresi garis tengah yang menyebabkan pergeseran.

3. Gelombang runcing dan tajam

Gelombang fokal runcing dan tajam mengindikasikan kejang dengan onset

parsial, tetapi gelombang fokal menunjukkan isi struktural walau tanpa kejang. Gelombang frontosentral dapat dilihat pada pasien dengan kejang parsial sederhana. Gelombang runcing dan frontal dapat dilihat pada kejang parsial kompleks. Dikatakan gelombang fokal apabila bagian runcing konsisten, memiliki area yang jelas, dan bukan merupakan artefak.

Gelombang fokal berkaitan dengan kejang parsial dan epilepsi jinak pada masa anak-anak. Kejang parsial sederhana memiliki gelombang runcing yang jelas pada korteks yang terlibat (berlawanan dengan ekstremitas yang terlibat). Aktivitas epileptiform dapat terjadi di lapisan dalam korteks dan subkortikal sehingga dapat tidak terbaca. Kejang parsial dapat menyebar ke hemisfer kiri dan kanan sehingga terjadi kejang umum yang sekunder, seperti absans. Kejang umum sekunder memiliki awitan fokal.

Kejang parsial kompleks menggambarkan adanya aktivitas fokal runcing di temporal dan frontal. EEG rutin dapat tidak mendeteksi hal ini. Oleh karena itu, dibutuhkan elektrode di nasofaring, sfenoid, atau elektrode dalam. Kejang parsial kompleks dapat menjadi kejang umum sekunder.

Epilepsi fokal jinak pada anak-anakEpilepsi rolandik digambarkan dengan

gelombang inter-iktal dari regio sentral dengan C3 dan C4 yang independen dan diperkuat dengan tidur. Epilepsi rolandik memiliki gelombang yang khas menggambarkan lokasi dan bentuk.

Epilepsi oksipital ditandai dengan adanya gelombang tajam inter-iktal di daerah O1 dan O2. Oksipital dan rolandik dapat terjadi pada anak yang memiliki riwayat keluarga. Gelombang ini dapat dihambat oleh stimulasi fotik dan pembukaan mata.

Aktivitas fokal tajam atau runcing dapat

Page 74: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 5 - EEG Abnormal • 59

terjadi pada pasien tanpa kejang secara klinis (non-epilepsi). Hal ini dapat terjadi pada anak-anak dengan riwayat keluarga epilepsi. Pasien dengan gelombang epilepsi tanpa memiliki gelombang EEG dapat berkembang menjadi kejang. Akan tetapi, pasien tidak dapat diberikan anti-konvulsan tanpa adanya bukti kejang secara klinis. Anak-anak dengan gangguan sikap dapat memiliki gelombang tajam dan runcing yang mengganggu perkembangan sosial dan intelektual.

Aktivitas gelombang tajam umum bersama dengan gelombang lambat membentuk kompleks gelombang runcing yang berkaitan dengan kejang secara klinis. Gelombang ini dibagi dalam lima kategori, yaitu:1. Gelombang runcing setiap 3 detik

yang berkaitan dengan epilepsi absans. Namun, dapat pula terjadi kejang secara klinis yang lain, seperti tonik klonik. Gelombang ini sinkron di dua hemisfer dengan amplitudo tertinggi di regio garis tengah dan terendah di temporal dan oksipital. Gelombang ini juga berkaitan dengan epilepsi umum pimer (ditegakkan diagnosisnya dengan adanya abnormalitas EEG, lepasan fokal, gangguan neurologis lambat, dan abnormalitas neurologis pada pemeriksaan).

Gambar 5.6 • Gelombang runcing tiap tiga detik

2. Kompleks gelombang tajam lambat dengan frekuensi kurang dari 2,5/detik memiliki morfologi yang tidak stereotipik seperti gelombang runcing setiap 3 detik. Kompleks ini terjadi sinkron di dua hemsifer dan umum dengan amplitudo tertinggi di regio tengah. Gelombang ini terus terjadi saat tidur dan dapat tidak mengindikasikan status epileptikus. Gelombang ini berasosiasi dengan sindrom Lennox Gastaut, yang merupakan varian petit mal.

Gambar 5.7 • Gelombang tajam lambat

3. Kompleks gelombang runcing cepat dengan frekuensi 4-5/detik memiliki gelombang lambat yang disuperimposisi dengan aktivitas tajam. Amplitudo maksimal terdapat di regio frontosentral. Pada pasien, dapat terjadi kejang umum tonik-klonik yang idiopatik.

4. Kompleks gelombang tajam 6-per detik dicirikan dengan adanya kompleks gelombang runcing yang kecil dan menyebar di kedua hemisfer, terutama di daerah frontal dan oksipital, yang muncul saat bangun atau mengantuk dan menghilang saat tidur. Jika muncul di daerah frontal, berasosiasi dengan kejang tonik klonik umum, sedangkan bila terjadi di okspital, tidak berkaitan dengan kejang klinis.

Page 75: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

60 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

panensefalitis sklerosis subakut terdapat kompleks periodik dengan bentuk supresi dan ledakan. Pada penyakit Creutzfeltd-Jakob, gambaran EEG tergantung dari tahapan penyakit. Terdapat pola periodik dengan bentuk gelombang tajam dan gelombang lambat.

5. Hisparitimia ditandai dengan adanya gelombang theta dan delta yang bervoltase tinggi dengan superimposisi gelombang tajam multifokal, yang tiap gelombang dipisahkan dengan supresi.

Gambar 5.9 • Hisparitmia

Bentuk periodik mengindikasikan adanya gangguan korteks akibat stroke, anoksia, infeksi, dan kondisi lainnya yang berbentuk fokal, regional, atau umum. Periodic lateralized epileptiform discharges (PLED) memiliki gelombang tajam dengan amplitudo tinggi yang berbeda di kedua hemisfer. PLED menandakan adanya destruksi parenkim. Pada ensefalitis herpes simpleks juga dapat terjadi PLED yang tajam dengan gelombang lambat. Pada ensefalopati anoksia, yang biasanya menyebabkan henti jantung, terdapat gelombang lambat yang menyebar dan juga supresi. Ensefalopati berat terdapat gambaran supresi dan ledakan. Pada

Gambar 5.9 • Periodic lateralized epileptiform discharges (PLED)

Gambar 5.8 • Kompleks gelombang tajam 6-per detik

Page 76: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 5 - EEG Abnormal • 61

a. Kejang tonikb. Kejang klonikc. Edema serebrid. Strokee. kejang parsial

5. Periodic lateralized epileptiform discharges menunjukkan adanyaa. Destruksi parenkimb. Kejang fokalc. Kejang umumd. Edema serebrie. Stroke

1. Aktivitas perlambatan yang termasuk normal adalaha. Ritme theta saat tidurb. Ritme delta saat mengantukc. Ritme theta saat mengantukd. Ritme delta saat bangune. Ritme theta saat bangun

2. Gelombang runcing dan tajam yang abnormala. Gelombang vertexb. Gelombang wicketsc. Gelombang runcing dan tajam yang menyeluruhd. Positive occipital sharp transients of sleepe. Benign epileptiform transients of sleep

3. Penyebab ritme dominan posterior abnormal adalaha. Kejangb. Ensefalopati metabolicc. Stroke iskemikd. Stroke hemoragike. Edema serebri

4. Gambaran klinis yang dapat muncul jika terdapat gambaran gelombang fokal runcing dan tajam

Latihan Soal

Jawaban Latihan Soal1. C | 2. C | 3. B | 4. E | 5. A

Page 77: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

62 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

EEG neonatus berbeda dengan dewasa pada montase dan monitor fisiologinya. Akan tetapi, voltasenya sama dengan dewasa, sehingga harus diturunkan. Parameter yang perlu dimonitor adalah respirasi, gerak mata, dan EKG. Respirasi dapat cepat dan menghasilkan artefak yang mimikri aktivitas lambat EEG. Monitor EKG dapat membantu membedakan artefak jantung dan pulsasi. Gerakan mata dan EMG submental dapat mengidentifikasi bangun atau tidur.

BAB 6

EEG NeonatusNeonatus tidak membutuhkan sedasi

karena sebagian besar waktunya dihabiskan dengan tidur. Elektroda diletakkan sebelum bayi makan. Setelah makan, bayi akan cepat tidur. Stimulasi fotik, respons yang ditingkatkan, fotokonvulsif, dan hiperventilasi tidak digunakan pada neonatus.

Montase pada neonatus merupakan montase longitudinal bipolar (LB) dengan lebih sedikit sadapan pada kepala. Terdapat dua kanal antara frontopolar dan oksipital (pada dewasa terdapat empat kanal).

Montase LB dewasa dapat digunakan,

BAGIAN 2

Channel Longitudinal Bipolar Ear reference Newborn montage1 Fp1-F3 Fp1-A1 Fp1-C32 F3-C3 Fp2-A2 C3-O13 C3-P3 F3-A1 Fp1-T34 Fp2-F4 F4-A2 T3-O15 F4-C4 C3-A1 Fp2-C46 C4-P4 C4-A2 C4-O27 F7-T3 P3-A1 Fp2-T48 T3-T5 P4-A2 T4-O29 T5-O1 O1-A1 T3-C310 F8-T4 O2-A2 C3-Cz11 T4-T6 T3-A1 Cz-C412 T6-O2 T4-A2 C4-T413 ECG/EMG ECG/EMG ECG/EMG14 Resp Resp Resp15 Left EOM Left EOM Left EOM16 Right EOM Right EOM Right EOM

Tabel 6.1 • Montase EEG bayi

Teknis yang Dibutuhkan

Page 78: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 6 - EEG pada Neonatus • 63

tetapi dapat terjadi perbedaan. Kanal mesin 21 dapat digunakan karena adanya monitor fisiologis. Jika terdapat kanal lebih, dapat direkam dari vertex montase biasanya berubah pada rekaman dewasa.

EEG neonatus sangat berbeda dari orang dewasa. Kondisi normal, abnormal, dan epilepsi dapat tampak dengan sangat jelas pada neonatus. Neurofisiologis perlu mengetahui usia gestasi, usia pasca natal, status fisiologi, reaktivitas, dan lakukan pertanyaan klinis. Usia konsepsi yang merupakan penjumlahan usia gestasi dan pasca natal digunakan untuk interpretasi EEG. Status fisiologis yang dimaksud adalah siklusi bangun dan tidur. Pendekatan sistematik dalam interpretasi EEG neonatal adalah evaluasi komposisi frekuensi dan distribusi gelombang apakah sesuai dengan usia konsepsi dan status fisiologi; adakah ketidaksimetrisan kiri dan kanan; adanya gelombang delta; adanya gelombang tajam dan runcing, apakah gelombangnya unifokal atau multifokal, unilateral atau bihemisferik, di frontal atau temporal, tunggal atau repetitif; adanya aktivitas kejang, apakah episode kejangnya ada supresi, apakah ritmenya stereotipik; adanya perubahan gelombang; dan adanya abnormalitas yang mungkin ditemukan pada ritme normal.

lambat yang didominasi aktivitas delta dan trace alternant. EEG pada tidur aktif dicirikan dengan aktivitas delta dan beta yang saling tumpang tindih. Selama tidur panjang, periode tidur aktif pertama memiliki amplitudo yang lebih tinggi dibandingkan gelombang tidur aktif selanjutnya.

1. Maturasi EEG

Pada usia konsepsi 22-29 minggu terdapat aktivitas voltase rendah yang panjang dengan ledakan voltase lebih tinggi menghasilkan frekuensi theta dan frekuensi cepat. Kedua frekuensi tersebut menghasilkan ledakan normal seperti epilepsi, tetapi normal. Interval antarledakan adalah dua menit. Dengan berkembangnya usia, akan terjadi sinkronisasi perkembangan dua hemisfer. Trace discontinu (TD) adalah kondisi alternasi antarledakan dan aktivitas voltase rendah yang mirip pada pasien dewasa dengan ensefalopati.

Pada usia konsepsi 29-31 minggu tetap terdapat pola TD, tetapi interval antarledakan menjadi lebih singkat dan iregular. Pada saat ini tampak gelombang delta yang lebih jelas, yang ditumpang tindih dengan aktivitas alfa dan beta. Gelombang delta tampak lebih jelas di sentral dan oksipital. Gelombang delta menggambarkan sleep spindle yang tidak tampak jelas pada REM dan minimal pada regio oksipital.

Pada usia konsepsi 32-34 minggu, pola EEG masih diskontinu dengan interval yang lebih singkat pada tidur tenang dan aktif. Gelombang delta masih tampak serta adanya sleep spindle dengan frekuensi lebih tinggi. Gelombang delta lambat tampak di sadapan posterior. Pada usia ini tampak gelombang multifokal tajam transien pada saat bangun dan tidur yang berbeda dengan gelombang

EEG Neonatus Normal

Pola siklus bangun dan tidur bayi dapat dilihat pada usia konsepsi 38 minggu. Tidur tenang dicirikan tanpa adanya gerakan dengan pernapasan regular. Tidur aktif dicirikan dengan adanya sedikit gerakan pada mata dan tubuh, serta respirasi tidak terlalu regular. Tidur aktif ekuivalen dengan tidur rapid eye movement (REM), sedangkan tidur tenang ekuivalen dengan non-REM.

Terdapat dua pola EEG yang berkaitan dengan tidur tenang, yakni tidur gelombang

Page 79: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

64 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

runcing patologis.

Pada usia konsepsi 34-37 minggu masih tampak TD dengan interval yang jauh lebih singkat. REM (tidur aktif) masih tetap ada dengan dominasi gelombang delta di posterior dan gelombang theta, serta frekuensi cepat di anterior. Pada saat ini, EMG dapat digunakan sebagai indikator kondisi tidur. Gelombang multifokal tajam transien berkurang dan digantikan dengan gelombang frontal tajam transien. Gelombang tersebut memiliki voltase lebih tinggi. Saat usia ini, EEG lebih reaktif terhadap stimulus eksternal.

Gambar 6.1 • Pola diskontinuitas dari bayi prematur

Atas: Adanya epok EEG dengan ledakanBawah: Adanya epok EEG tanpa ledakan

Pada usia konsepsi 38-40 minggu (neonatus cukup bulan), gelombang REM, non-REM, dan bangun sudah dapat dibedakan dengan baik. Pada non-REM, terdapat alternasi pada tidur dengan perbandingan ledakan dan antarledakan 1:1. Hal tersebut merupakan trace alternant (TA) yang matur. Pada usia ini non-REM digambarkan pola gelombang lambat terus menerus dengan gelombang frontal tajam transien yang dapat dilihat hingga usia dua bulan. Saat ini, gelombang delta menghilang.

Gambar 6.2 • Pola trace alternant

Neonatus memiliki pola diskontinu yang disebut trace alternant yang kurang terlihat

pada neonatus prematur

Pola Abnormal

Pola abnormal EEG pada neonatus antara lain abnormalitas maturasi, aktivitas epilepsi, dan abnormalitas kondisi pasien.

Dismaturitas berarti pola EEG tidak sesuai dengan usia konsepsi. Kondisi ini menunjukkan adanya abnormalitas maturasi yang mengindikasikan adanya ensefalopati. Dismaturitas yang terjadi terus meneus

Page 80: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 6 - EEG pada Neonatus • 65

mengganggu kondisi neurologis bayi. Dismaturitas yang transien bisa disebabkan nonneurologi dan tidak perlu dihubungkan dengan kerusakan otak.

Abnormalitas kondisi EEG neonatus, antara lain aktivitas lambat yang berlebihan, voltase rendah, adanya pola ledakan dan supresi, dan pola asimetris. Aktivitas melambat yang berlebihan sulit dinilai karena neonatus sudah memiliki gelombang delta. Akan tetapi, delta dapat ada pada neonatus dengan kerusakan otak. Kondisi lambat menggambarkan saat bangun dan tidur yang responsnya buruk terhadap stimulus luar. Amplitudo tidak simetri dapat mengindikasikan kerusakan serebri fokal di voltase yang tersupresi, dan dikatakan signifikan jika ditemukan lebih dari 50%. Rekaman voltase rendah jarang pada neonatus. Jika ada, mengindikasikan abnormalitas pada aktivitas listrik di korteks.

Aktivitas epilepsi pada neonatus dapat berbeda dengan orang dewasa atau anak-anak. Aktivitas epilepsi pada neonatus dapat fokal, multifokal, atau umum. Serebri yang tidak matur biasanya tidak menyebabkan gelombang epilepsi. Gelombang fokal muncul di regio sentral dengan frekuensi 5-10/detik. Epilepsi fokal memiliki gelombang frontal dan multifokal tajam transien dengan lateralisasi. Gelombang fokal memiliki bentuk lembut yang sulit dibedakan dengan ritme alfa dan theta. Aktivitas ritmik yang tetap tidak pernah terjadi pada neonatus di usia konsepsi berapapun. Oleh karena itu, ritme perlu dibedakan dengan komponen cepat delta. Gelombang fokal berkaitan dengan kejang fokal klonik. Pada neonatus lokasi lesi fokal tidak menentukan kejang fokal.

Gelombang neonatus umumnya memiliki permukaan negatif. Jika permukaan positif, terdapat perdarahan intraserebral. Jika gelombang tajam diikuti gelombang lambat, dapat terjadi perdarahan subaraknoid. Jika

gelombang tajam tidak diikuti komponen lambat, kemungkinan terjadi perdarahan intraventrikular, subependimal, atau intraparenkim.

Gelombang multifokal berkaitan dengan kondisi abnormal yang dicirikan dengan disorganisasi atau supresi. Gelombang runcing dapat tunggal atau multipel. Kejang biasanya klonik.

Pseudo-beta-alpha-theta-delta adalah terminologi untuk gelombang dengan 8-12/detik dan melambat perlahan hingga 0,5-3,0/detik. Gelombang ini tajam, tetapi terkadang dapat berubah menjadi lembut. Pola iktalnya berkaitan dengan tonik atau mioklonik. Pseudo-beta-alpha-theta-delta memiliki prognosis buruk dan terjadi pada pasien dengan asfiksia perinatal. Neonatus jarang muncul kejang tanpa ada latar belakang faktor risiko. Aktivitas epilepsi biasanya dimulai di subkortikal yang tidak diproyeksikan ke permukaan. Neonatus tersebut dapat memiliki kerusakan otak berat.

Gambar 6.3 • Aktivitas ritmik pada neonatus

Aktivitas ritmik alfa tidak normal pada neonatus saat siklus tidur-bangun. Gambaran

tersebut adaah kejang. Pola kejang yang umum dengan gelombang runcing tidak

tampak pada neonatus, hanya tampak pada dewasa dan anak.

Page 81: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

66 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

d. Subaraknoide. Subepindemal

5. Hal-hal yang menentukan gambaran neurofisiologi neonatusa. Usia kehamilanb. Usia ibuc. Kelainan kongenitald. Infeksi kehamilane. Berat badan lahir

1. Kapan pola siklus bangun dan tidur bayi dapat dilihat dengan EEG?a. Konsepsi 28 minggub. Konsepsi 30 mingguc. Konsepsi 32 minggud. Konsepsi 34 minggue. Konsepsi 36 minggu

2. Penyebab abnormalitas EEG neonatus adalaha. Gangguan maturasib. Adanya kelainan kongenitalc. Adanya TORCHd. Adanya berat badan bayi lahir rendahe. Ikterik

3. Gambaran kejang pada neonatusa. Fokalb. Absansc. Klonikd. Tonike. Spastik

4. Gambaran gelombang tajam diikuti gelombang lambat menunjukkan adanya perdarahana. Intraventrikularb. Subduralc. Epidural

Latihan Soal

Jawaban Latihan Soal1. E | 2. A | 3. A | 4. D | 5. A

Page 82: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 7 - Studi Khusus EEG • 67

1. Panduan Penentuan Kematian Otak

Untuk memenuhi kriteria kematian otak terdapat kriteria yang harus terpenuhi, antara lain berhentinya semua fungsi otak, tidak mungkin terjadi kesembuhan, dan penyebab koma sudah diketahui. Pada pemeriksaan klinis, temuan yang didapat untuk menentukan kematian otak, antara lain tidak ada refleks pupil, tidak ada refleks kornea, tidak ada respons terhadap stimulus auditori dan visual, tidak ada respons terhadap manuver Doll’s head, tidak ada respons terhadap tes kalori air dingin, dan tidak ada usaha bernapas terhadap tes apneu.

Klinisi harus memastikan tidak adanya respons bukan disebabkan intoksikasi obat, gangguan metabolik, atau tertutupnya jalur neuromuskular. Oleh karena itu, hal lain yang perlu dipastikan adalah suhu minimal 90oF, tekanan darah sistolik minimal 80 mmHg, tidak ada level toksik depresan sistem saraf pusat, dan tidak ada penutupan jalur neuromuskular.

Dapat terjadi hipotermi dan hipotensi pada pasien dengan kematian otak sehingga kadang diperlukan selimut hangat dan pemberian tekanan. Penutupan neuromuskular dapat dieksklusi dari keberadaan refleks tendon, respons primitif terhadap stimulus nosiseptif,

BAB 7

Studi Khusus pada EEGdan respons otot terhadap stimulus elektrik.

Jika penyebab kematian otak bukan anoksia, periode observasi dengan tes penunjang konfirmasi berlangsung selama 6 jam. Sementara itu, tanpa tes penunjang, periode observasi selama 12 jam. Jika penyebab kematian otak adalah anoksia dan dilakukan tes penunjang konfirmasi, observasi dilakukan selama 12 jam. Sementara itu, jika tidak dilakukan tes penunjang konfirmasi, observasi dilakukan selama 24 jam. Sebelum dan sesudah observasi perlu dilakukan pencatatan terhadap hasil yang didapat.

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, antara lain EEG, potensial terpacu auditori di batang otak, studi aliran darah nukleotida, dan angiogram. Saat ini, doppler transkranial juga sudah digunakan untuk penunjang konfirmasi kematian otak. Akan tetapi, karena kematian otak merupakan isu legal yang kompleks, teknik ini tidak digunakan hingga klinisi meyakini bahwa alat ini benar-benar memastikan kematian dan diterima dipraktik kedokteran.

2. Panduan Penentuan Kematian Otak pada Anak

Dalam menentukan kematian otak pada anak, terdapat beberapa syarat yang perlu diperhatikan, antara lain jangan menyatakan pasien di bawah usia 7 hari mengalami kematian otak karena bukti klinis dan EEG tidak dapat ditegakkan pada periode awal

BAGIAN 2

Kematian Otak

Page 83: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

68 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

kehidupan. Jika usia pasien antara 7 hari hingga 2 bulan, lakukan dua pemeriksaan dan dua EEG dengan interval 48 jam untuk menentukan kematian otak. Jika usia pasien 2 bulan hingga 1 tahun, lakukan dua pemeriksaan dan dua EEG berselang 24 jam. Jika pasien lebih dari 1 tahun, lakukan dua pemeriksaan berjarak 12 jam tanpa tes konfirmasi. Jika terdapat EEG, interval pemeriksaan selama 6 jam.

3. EEG pada Kematian Otak

Teknik standar untuk menilai kematian otak pada EEG antara lain menggunakan 8 elektrode yang ditempatkan di kepala meliputi semua regio otak, jarak antarelektroda minimal 10 cm untuk dapat mendeteksi aktivitas EEG amplitudo rendah, impedansi antarelektrode maksimal 10 kohms dan minimal 100 ohms, sensitivitas yang digunakan selama perekaman adalah 2µ/mm, frekuensi minimal 1 Hz dan maksimal 30 Hz, monitor EKG dan fungsi fisiologisnya digunakan jika perlu, rekam reaktivitas terhadap EEG auditori, visual, dan taktil, uji integritas sistem dengan menyentuh elektroda yang ditandai dengan munculnya artefak beramplitudo tinggi, tidak menggunakan transmisi telepon EEG untuk mendiagnosis kematian otak, dan perekaman harus dilakukan oleh ahli yang bersertifikat.

4. Studi Kematian Otak pada Dewasa

Kematian otak pada dewasa harus dilakukan antara dua pemeriksaan neurologis ekstensif. Pemeriksaan yang dilakukan harus mengeksklusikan suhu tubuh, tekanan darah, dan penggunaan sedatif dan penghalang neuromuskular.

5. Studi Kematian Otak pada Anak

Monitor kematian otak pada anak sedikit lebih kompleks. Hal ini disebabkan perbedaan ukuran tubuh, artefak gerakan pernapasan, dan gerakan dinding dada yang dapat mempengaruhi hasil. EKG diperlukan pada anak yang dapat memiliki artefak yang dominan.

EEG tidak selalu abnormal pada pasien epilepsi. Oleh karena itu, monitor jangka panjang diperlukan untuk penegakkan diagnosis. Jika pasien mengalami kejang, tetapi EEG normal, perlu dipertimbangkan monitor EEG. Terdapat dua teknik dasar, yakni monitor EEG pasien rawat inap dan rawat jalan.

Pada pasien rawat inap, monitor EEG dapat dilakukan di unit monitor, monitor EEG di lab tidur, dan monitor EEG pada ruang rawat inap. Monitor EEG perlu diintegrasikan dengan pusat epilepsi komprehensif. Monitor EEG portabel berguna pada pasien di ICU. Elektroda dan montase yang digunakan sama dengan EEG rutin. Pada sebagian besar kondisi, dipasang set komplit elektroda. Paisen-pasien dengan kejang pseudo, beberapa episode sehari tidak memerlukan perekaman yang berulang. Biasanya, perekaman dilakukan 6 jam jika EEG menunjukkan hasil negatif. Antikonvulsan perlu dihentikan pada pasien yang perlu perekaman EEG jangka panjang. Perekaman jangka panjang tidak dapat dinilai secara menyeluruh sehingga interpreter akan menilai EEG setiap pengambilan data. Selain itu, diperlukan penilaian kondisi klinis melalui video. Kejang dapat dilihat pada perekaman jangka panjang. Jika kejang sangat jelas, kompleks gelombang umum dan fokal

Monitor EEG

Page 84: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 7 - Studi Khusus EEG • 69

Gambar 7.1 • Monitor EEG pada kejang palsuAtas. Pola normal saat sadar

Bawah. Kejang klinis dengan artefak otot dari lobus frontalis dan kondisi latar normal dari

regio pusat dan posterior

dapat muncul sebelum dan selama kejang. Kesulitan interpretasi dapat muncul jika terdapat artefak otot selama perekaman pada saat kejang.

Pada pasien rawat jalan, EEG dilakukan di laboratorium. Elektroda disambungkan ke perekam yang berada di leher pasien kemudian hasilnya direkam pada kaset magnetik

EEG kuantitatif sudah digunakan dalam beberapa dekade. Akan tetapi, aplikasi secara klinis masih jarang, sehingga tidak dimasukkan dalam EEG rutin. Sinyal digital akan menganalisis secara kuantitatif, sehingga interpretasi EEG menjadi lebih objektif dan mengurangi bias interpretasi. Akan tetapi, beberapa data akan dihilangkan saat menilai

EEG Kuantitatif

EEG sehingga kekuatan diagnostik berkurang. EEG kuantitatif sebaiknya digunakan sebagai pelengkap dan bukan pengganti EEG konvensional.

EEG kuantitatif bekerja dengan mengubah sinyal analog menjadi digital, menginterpretasi masing-masing informasi dari setiap kanal EEG, kemudian disimpan dan dimanipulasi. Montase diciptakan dengan membandingkan sinyal voltase antar kanal. Deteksi gelombang runcing membantu analisis digital karena memiliki frekuensi dan amplitudo. Analisis kekuatan spektrum merupakan aplikasi pertama dalam analisis EEG digital. Hal ini melibatkan pemisahan sinyal EEG dari frekuensi dasarnya dan penentuan jumlah frekuensi yang direkam. Analisis spektrum digunakan untuk memberikan visualisasi frekuensi yang dapat menentukan ensefalopati atau fase tidur.

Pemetaan otak secara topografis dapat mendeteksi kondisi asimetris sekecil apa pun, sehingga dapat menentukan lesi struktural. Analisis digital lebih sensitif dalam melakukan pemetaan otak dibandingkan analisis visual. Akan tetapi, analisis digital dapat menunjukkan hasil positif palsu. Pemetaan otak banyak digunakan pada pasien kejang dan demensia. Pada pasien kejang, pemetaan otak berperan untuk menentukan sensitivitas area yang mengalami peningkatan epilepsi. Sementara itu, pada pasien demensia, EEG kuantitatif dapat menilai demensia organik lambat yang ringan.

Penyakit serebrovaskular juga dapat dideteksi dengan EEG kuantitaif karena perubahan di EEG segera muncul meskipun bukti klinis tidak ada. Akan tetapi, informasi dari EEG kuantitatif tidak dapat digunakan untuk menilai stroke akut dan TIA. MRI lebih sering digunakan untuk pasien stroke.

Page 85: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

70 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

4. Pada usia berapakah minimal seorang anak dapat ditentukan kematian otak dengan EEG?a. 1 harib. 7 haric. 1 buland. 2 bulane. 1 tahun

5. Syarat pemeriksaan kematian otak pada dewasaa. Minimal melakukan satu pemeriksaan neurologisb. Minimal melakukan dua pemeriksaan neurologisc. Melakukan tes apneud. Melakukan tes pupile. Melakukan tes kornea

1. Yang tidak dicari dalam penentuan kematian otak?a. Refleks pupilb. Refleks pernapasanc. Refleks kornead. Tes apneue. Denyut nadi

2. Jika kematian otak disebabkan karena anoksia dan tidak dilakukan tes konfirmasi, berapa waktu yang diperlukan observasi?a. 6 jamb. 12 jamc. 24 jamd. 36 jame. 48 jam

3. Yang termasuk pemeriksaan penunjang untuk menentukan penyebab kematian otak, adalaha. EEGb. EKGc. CT scand. Tes apneue. EMG

Latihan Soal

Jawaban Latihan Soal1. E | 2. C | 3. A | 4. B | 5. B

Page 86: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 8 - Prinsip Dasar Studi Konduksi • 71

STUDI KONDUKSI SARAF DAN

ELEKTROMYOGRAFI

BAGIAN 3

Prinsip Dasar Studi Konduksi Saraf dan Elektromiografi....72Pendekatan Pertanyaan Klinis......................................88Neuropati................................94Miopati..................................106Penyakit Taut Neuromuskular...................112

Bab 8 :

Bab 9 :

Bab 10 : Bab 11 : Bab 12 :

Page 87: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

72 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Studi konduksi saraf - nerve conduction study (NCS) dan elektromiografi (EMG) menjadi komponen rutin dalam evaluasi rutin neuromuskular. NCS yang rutin dilakukan adalah NCS motorik dan sensorik. Sementara itu, F-wave study, H-reflex, paired stimulation, repetitive stimulation at high and low rates, dan blink reflex (refleks kornea atau refleks berkedip) merupakan studi konduksi saraf lainnya yang jarang diterapkan. EMG jarum dilakukan pada hampir semua studi, antara lain conventional needle EMG, macro EMG, surface EMG, dan single-fiber EMG. Studi lainnya memasukkan respon kulit simpatetik dan uji khusus yang dibahas pada bagian terpisah.

Beberapa indikasi umum NCS dan EMG adalah kelemahan fokal atau difus, baal fokal atau difus, dan keram otot. Setelah dilakukan NCS dan EMG, diagnosis dapat berupa neuropati perifer, carpal turnel syndrome, neuropati ulnaris, dan miopati.

BAB 8Prinsip Dasar Studi Konduksi Saraf dan Elektromiografi

1. Fungsi Normal Neuromuskular

Fungsi motorikAdanya input dari otak menuju neuron

motorik di medulla spinalis menimbulkan depolarisasi dendrit yang terjadi pada axon hillock melalui pembukaan kanal natrium.

Ikhtisar

BAGIAN 3

Fisiologi Neuromuskular

Apabila depolarisasi tersebut mencukupi, potensial aksi akan terbentuk dan menjelar sepanjang akson neuron motorik menuju perhubungan neuromuskular. Akibatnya, depolarisasi pada terminal akson menyebabkan pelepasan neurotransmiter asetilkolin pada celah sinaps yang menyebabkan depolarisasi. Depolarisasi yang cukup membentuk aksi potensial di sepanjang membran sel otot (sarkolema) hingga akhirnya terjadi pelepasan ion kalsium dari sisterna retikulum sarkoplasma yang berperan dalam kontraksi otot. Kontraksi berhenti apabila ion kalsium ini masuk kembali ke dalam retikulum sarkoplasma untuk digunakan kembali pada periode kontraksi selanjutnya.

Mengingat satu neuron motorik memiliki beberapa cabang terminal akson yang masing-masing mempersarafi satu sel otot, aktivasi neuron motorik menyebabkan semua sel otot yang diinervasinya turut berkontraksi (unit motorik). Sel otot terdiri atas serat intrafusal (terkait muscle spindle - gelendong otot) dan serat ekstrafusal (terkait kekuatan kontaksi), yang keduanya diinervasi oleh akson neuron motorik yang berbeda.

Fungsi sensorikAktivasi neuron sensorik terjadi melalui

beragam hal mengingat variasinya yang bermacam-macam mulai dari ujung saraf bebas hingga sel yang bentuk terspesialisasi. Depolarisasi pada saraf sensorik perifer memicu terbentuknya aksi potensial yang mejalar proksimal menuju medulla spinalis dan otak.

Page 88: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 8 - Prinsip Dasar Studi Konduksi • 73

Stimulus listrik pada saraf sensorik akan mengaktifkan semua akson aferen tanpa memerhatikan modalitas sensorik itu sendiri. Oleh karena itu, neuron sensorik berdiameter besar memiliki batas ambang terendah dibandingkan akson tidak termielinasi dan akson kecil termielinasi. NCS sensorik menggunakan stimulasi maksimal sehingga dapat menstimulasi seluruh neuron sensorik. Akan tetapi, saraf dengan perambatan cepat (berdiameter besar dan termielinasi) berkontribusi dalam aksi potensial neuron sensorik (SNAP). Dengan demikian, NCS sensorik cenderung mengukur konduksi saraf tercepat.

2. Abnormalitas Fungsi Neuromuskular

Fungsi neuromuskular dapat mengalami gangguan pada berbagai level neuron.

Gangguan badan sel neuronGangguan badan sel ini sering kali

dikarenakan degenarasi neuronal. Kelainan yang terpenting adalah amyotropic lateral sclerosis (ALS) dan spinal muscular atrophy (SMA). Walaupun kita mengalami degenerasi neuron sepanjang hidup, pada kelainan ini kematian neuron terjadi lebih cepat karena membran neuron bocor sehingga influks ion menyebabkan depolarisasi yang terkadang mencapai batas ambang untuk aksi potensial spontan. Pada ALS, kejadian ini bermanifestasi menjadi fasikulasi.

Depolarisasi pada badan sel neuron mengaktifkan kanal natrium berpintu tegangan yang akan tidak aktif setelah kanal terbuka sebentar. Kanal ini tidak akan membuka kembali sampai potensial membran tercapai. Oleh karenanya, neuron motorik yang tidak dapat diaktifkan listrik ini berkontribusi dalam kelemahan.

Influks ion, terutama kalsium, pada neuron

mengaktifkan enzim seperti protease dan fosfolipase untuk menghancurkan neuron itu sendiri. Kematian neuron ini menyebabkan sel otot yang diinervasinya berusaha mencari inervasi dari akson motorik lainnya. Hal ini menyebabkan semakin banyaknya sel otot yang diinervasi oleh sebuah akson motorik, yang terlihat pada EMG sebagai potensial raksasa (giant potential) yang akan terbaca dalam EMG sebagai potensial polifasik (polyphasic potential).

Sel otot terdenervasi menyebabkan fluktuasi pada membran potensial yang terkadang dapat mencapai batas ambang. Aksi potensial sel otot tunggal merupakan dasar potensial fibrilasi (fibrillation potential) dan positive sharp wave. Secara patologi tidak ada perbedaan diantara keduanya, hanya berbeda pada pola geometri aksi potensial yang terbentuk dan terekam.

NCS pada degenerasi neuron motorik menunjukkan penurunan amplitudo CMAP dengan sedikit perubahan pada kecepatan konduksi saraf (NCV) karena konduksi pada neuron tercepat hanya sedikit terpengaruh. NCS sensorik normal.

Gangguan akson neuron periferDegenerasi akson merupakan jenis

tersering pada neuropati perifer yang penyebabnya beragam. Ciri umumnya adalah degenerasi akson distal disertai denervasi otot yang diinervasinya. Pada EMG, hasilnya memiliki kemiripan dengan degenerasi neuron, seperti potensial polifasik, fibrilasi, dan positive sharp wave. Fasikulasi terjadi pada degenerasi akson dan kejadiannya tidak umum pada degenerasi akson.

NCS pada denervasi akson menampilkan penurunan amplitudo CMAP dan SNAP, meskipun rentang amplitudo normal begitu lebar sehingga amplitudo itu sendiri tidak cukup untuk mendeteksi kelainan, kecuali terdapat penurunan akson yang menonjol. NCV sering kali normal, tetapi dapat melambat

Page 89: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

74 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

sedikit karena demielinasi sekunder. Kerusakan akson menyebabkan penguraian selubung mielin sebagian. Apabila akson ini masih dapat berfungsi pada kerusakan yang terjadi, disfungsi pada mielin berakibat pada penurunan kecepatan konduksi.

Gangguan mielin neuron periferDemielinasi neuron perifer memiliki

diagnosis diferensial yang lebih sempit dibandingkan degenerasi akson. Penyebab terpenting pada demielinasi ini adalah autoimun, yang mencakup AIDP (GBS) dan CIDP.

Normalnya, konduksi akson terjadi cepat karena adanya selubung mielin yang meningkatkan impedansi/hambatan membran akson sehingga membran yang dilapisi mielin tidak dapat menjalarkan aksi potensial. Dengan demikian, konduksi melompat-lompat ke nodus Ranvier selanjutnya (celah antarmielin). Selain itu, mielin juga berfungsi untuk mencegah bocornya konduksi yang terjadi.

Saat terjadi demielinasi, terjadi penurunan impedansi membran yang berujung pada kegagalan konduksi. Pada NCS, hal ini dinamakan blok konduksi (conduction block). Gangguan konduksi ini juga dapat menyebabkan penurunan signifikan pada kecepatan konduksi sehingga terjadi perubahan gambaran aksi potensial CMAP dan SNAP, yang dinamakan dispersi (dispersion).

Gangguan taut neuromuskularTransmisi neuromuskular normalnya

terjadi sangat aman antara satu akson dengan otot yang diinervasinya. Akan tetapi pada kelainan neuromuskular, manifestasi yang terjadi tergantung patologi yang mendasarinya. Pada NCS, hal ini bermanifestasi pada penurunan CMAP dengan NCV normal. Stimulasi berulang dengan cepat dapat meningkatkan pelepasan neurotransmiter sehingga terjadi peningkatan respons (incremental response).

Gangguan ototJenis miopati yang terpenting adalah

distrofi muskular dan miopati inflamasi (polimiositis dan dematomiositis). Miopati menyebabkan kerusakan pada membran sel otot, yang ketika influks ion natrium sering kali mencapai batas ambang aksi potensial. Hal ini mengakibatkan terbentuknya potensial fibrilasi dan positive sharp wave yang tidak dapat dibedakan dengan degenerasi neuron, tetapi berbeda dalam hal potensial unit motorik. Oleh karena tidak ada reinervasi, potensial polifasik berdurasi panjang atau potensial raksasa tidak terbentuk. Akan tetapi, setiap unit motorik memiliki potensial otot yang lebih sedikit (small motor unit action potential). Konduksi pada sel otot yang tersebar menyebabkan potensial sel otot agak terpisah sehingga terbentuk potensial polifasik, tetapi berdurasi singkat mengingat perubahan konduksi yang terjadi lebih ringan daripada kerusakan akson. Dengan demikian, potensial unit motorik pada miopati beramplitudo kecil dengan durasi singkat disebut brief small-amplitude polyphasic potentials (BSAPPs).

Peralatan

Peralatan yang digunakan untuk uji elektrofisiolgi neuron dan otot mirip dari segi desain dan fungsi. Hampir semua peralatan menggunakan komputer dengan kartu antarmuka untuk akuisisi sinyal dan kontrol stimulator. Stimulator adalah generator gelombang yang dikendalikan oleh modul pengontrol di komputer. Peralatan akuisisi terdiri atas penguat (amplifier) dan wide-band filter, yang berada di luar komputer. Keluaran dari alat akuisisi akan terhubung ke modul konversi analog ke digital di komputer.

Page 90: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 8 - Prinsip Dasar Studi Konduksi • 75

Dasar Konduksi Saraf

Studi konduksi saraf di tungkai atas meliputi NCS sensorik dan motorik, dengan saraf yang diuji adalah n. medianus, ulnaris, dan radialis. Dalam studi ini, akan lebih mudah untuk melakukan NCS motorik dilanjutkan dengan NCS sensorik.

1. Studi Konduksi Saraf Motorik

Metode

Elektroda:Pada stimulasi permukaan, elektroda

stimulator biasanya terbuat dari baja tahan karat dengan kedua probe berjarak 2-3 cm. Katoda (kutub negatif) berwarna hitam dan anoda (kutub positif) berwarna merah.

Posisi elektroda: Elektroda stimulator ditempatkan pada

kulit dekat dengan saraf pada dua lokasi atau lebih di sepanjang saraf tersebut. Elektroda perekam berada pada permukaan otot yang diinervasi saraf.

Karakteristik stimulus:Stimulasi saraf menggunakan lecutan

arus searah singkat. Stimulator terdiri atas dua jenis, yakni tegangan konstan dan arus konstan. Stimulator arus konstan memiliki variasi tegangan stimulasi untuk mengompensasi perubahan impedansi kulit, sedangkan stimulator tegangan konstan memiliki variasi arus untuk mencapai tegangan konstan ke saraf. Biasanya arus yang diberikan ke jaringan <100 mA dan tegangannya jarang melebihi 500-600 volt. Durasi stimulus berkisar antara 50-300 ms, kecuali pada studi H-reflex yang memerlukan stimulus lebih lama, sekitar 500-1000 ms.

Artefak stimulus dapat menjadi masalah, terutama pada NCS sensorik, yang dapat terjadi karena beragam hal. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi artefak stimulus adalah sebagai berikut:• Membersihkan kulit yang akan dipasang

elektroda dengan alkohol• Menempatkan elektroda tanah (ground

electrode) di antara lokasi stimulus dan perekaman

• Memastikan kontak listrik baik di semua titik kontak

• Mengurangi intensitas dan/atau durasi stimulasi

• Meningkatkan jarak antara lokasi stimulasi dan perekaman

Gambar 8.1 • Posisi anoda dan katoda pada studi konduksi saraf motorik

Gambar 8.2 • Posisi elektroda pada studi konduksi saraf motorik

Page 91: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

76 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Prosedur:Setelah elektroda dipasang, stimulus

berulang diberikan pada frekuensi 1 Hz dan tegangan pada awalnya dimulai dari 0 dan ditingkatkan secara bertahap. CMAP akan tampak dan semakin membesar seiring dengan peningkatan tegangan stimulus hingga akhirnya peningkatan tegangan ini tidak menghasilkan peninggian amplitudo CMAP. Respons stabil tercapai apabila tegangan yang digunakan 25% lebih besar dari tegangan yang dibutuhkan untuk menghasilkan amplitudo tertinggi CMAP. Ketika rekaman sudah baik, hasilnya disimpan untuk dianalisis dan elektroda stimulator dipindahkan ke proksimal untuk lokasi stimulasi kedua. Hampir semua saraf distimulasi pada dua lokasi pada NCS motorik, tetapi ada beberapa yang memerlukan minimal tiga lokasi sepanjang saraf.

InterpretasiApabila salah satu gelombang melemah

atau ada perbedaan bentuk CMAP, hal ini kemungkinan ada implikasi patologi, yang dipastikan terlebih dahulu bukan karena aktivasi neuron motorik tidak lengkap.

Jarak antarlokasi stimulus diukur untuk menentukan kecepatan konduksi saraf (NCV) dengan rumus berikut ini:

NCV (m/s) = Jarak (Latensi Proksimal-Latensi Distal)

Parameter NCS Motorik NCS Sensorik F-wave H-reflex

Gain 2 mV/divisi 20 µV/divisi 200 µV/divisi 200 µV/divisi

Time base 2 ms/divisi 1 ms/divisi 10 ms/divisi 10 ms/divisi

LFF 10 Hz 10 Hz 10 Hz 10 Hz

HFF 32 kHz 32 kHz 32 kHz 32 kHz

Durasi stimulus 0,2 ms 0,1 ms 0,2 ms 0,2 ms

Tabel 8.1 • Parameter Stimulus dan Perekaman pada NCS Motorik dan Sensorik

Jenis abnormalitas:Jenis abnormalitas NCV motorik yang

paling sering adalah:• NCS motorik lambat (slow motor NCV):

NCV yang melambat di bawah rentang normal menandakan adanya gangguan pada selubung mielin sehingga konduksi pada akson tidak secepat biasanya. Hal ini dapat terjadi akibat neuropati, saraf terjepit (nerve entrapment), cooling, dan penyebab lainnya.

• Peningkatan latensi distal (increased distal latency): peningkatan latensi distal CMAP menandakan perlambatan konduksi pada bagian distal neuron motorik yang dapat diakibatkan neuropati perifer.

• Perlambatan relatif NCV motorik dengan membandingkan segmen (relative slowing of motor NCV by comparing segments): NCV motorik absolut dapat tampak normal, tetapi bisa saja ada perbedaan kecepatan antarsegmen saraf. Hal ini dapat terjadi pada terjepitnya n. ulnaris di daerah siku.

• Blok konduksi (conduction block): Blok konduksi adalah perlambatan NCV motorik yang ekstrim, yang menandakan gangguan konduksi saraf terkait fungsi atau kompresi saraf.

• Penurunan amplitudo atau perubahan gelombang pada CMAP: Penurunan signifikan pada amplitudo menandakan

Page 92: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 8 - Prinsip Dasar Studi Konduksi • 77

gangguan akson. Kerusakan mielin yang parah menyebabkan perubahan gelombang sehingga amplitudo dapat lebih rendah.

2. Studi Konduksi Saraf Sensorik

Metode

Elektroda:Pada dasarnya elektroda yang

digunakan sama dengan elektroda untuk NCV motorik. Namun, pada NCV sensorik dapat menggunakan elektroda berbentuk cincin pada jari untuk stimulasi atau perekaman. Peletakan elektroda tanah di antara lokasi stimulasi dengan perekaman dapat mengurangi artefak. Penting pula memberitahu pasien untuk merelaksasikan ekstremitasnya ketika dilakukan pengujian.

Lokasi elektroda:Untuk mendapatkan hasil yang murni

sensorik, elektroda stimulator dan perekam harus ditempatkan pada bagian sensorik saraf tersebut. Pada NCS sensorik, stimulasi saraf campuran akan mengaktifkan serabut saraf sensorik dan motorik sehingga perekaman harus dilakukan pada cabang sensorik distal agar SNAP dapat terekam.

Saraf Latensi Distal NCV Amplitudo

NCS Motorik

Medianus ≤ 3,8 ms @ 7 cm ≥ 50 m/s _ 5 mV

Ulnaris di bawah siku ≤ 3,1 msec @ 7 cm ≥ 50 m/s _ 5 mV

Ulnaris di siku --- ≥ 50 m/s _ 5 mV

Radialis ≤ 3,4 msec @ 6 cm ≥ 50 m/s _ 5 mV

Peroneus ≤ 6 msec @ 8 cm ≥ 40 m/s _ 2,5 mV

Tibialis ≤ 5 msec @ 10 cm ≥ 40 m/s _ 2,5 mV

Tabel 8.2 • Hasil Normal NCS Motorik

Gambar 8.3 • Posisi anoda dan katoda pada studi konduksi saraf sensorik

Gambar 8.4 • Posisi elektroda pada studi konduksi saraf sensorik

Page 93: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

78 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Perata-rataan:Hampir semua peralatan terkini mampu

merata-ratakan hasil dari beberapa stimulasi. Fitur ini berguna pada NCS sensorik karena signal-to-noise rasio lebih rendah dan tegangan kerja besarnya satu atau dua urutan lebih rendah daripada NCS motorik. Dengan merata-ratakannya akan didapatkan amplitudo aksi potensial saraf sensorik yang rendah.

Interpretasi

Pengukuran:Pengukuran yang dihasilkan adalah:

• Latensi menuju mula potensial• Latensi menuju puncak potensial• Amplitudo potensial• Jarak antara katoda stimulator dengan

elektroda perekam aktif

NCV sensorik kemudian dihitung dengan rumus berikut ini:

NCV (m/s)=Jarak Latensi menuju mula potensial sensorik

Jenis abnormalitas:• Konduksi lambat (slowed conduction):

Konduksi saraf sensorik yang melambat berakibat pada NCV sensorik yang lambat atau peningkatan latensi sensorik distal.

• Amplitudo rendah (low amplitude): Amplitudo normalnya rendah, yakni yang memerlukan perata-rataan hasil untuk mendapatkan respon terukur.

• Tidak ada respon (absent response): Ketiadaan respon merupakan bentuk terparah amplitudo yang berkurang dan harus dianggap tidak normal yang dapat diakibatkan kerusakan akson atau mielin.

Faktor nonpatologis yang memengaruhi hasil• Usia: Kecepatan NCS pada neonatus lahir

cukup bulan biasanya hanya setengah dari dewasa.

• Suhu tubuh: Suhu >37oC tidak

memengaruhi NCS secara signifikan. Suhu <34oC menyebabkan perlambatan NCV dan peningkatan amplitudo akibat kanal natrium membuka lebih lama ketika suhu lebih dingin.

3. Studi Gelombang F (F-wave study)

Stimulasi neuron motorik pada NCS ruein tidak hanya membentuk aksi potensial yang menjalar normal ke sel otot yang diinervasinya, tetapi juga menjalar ke arah sebaliknya hingga dendrit. Depolarisasi dendrit ini kemudian kembali mendepolarisasi ke axon hillock, yang sudah repolarisasi sehingga aksi potensial ini ditransmisikan kembali menuju otot. Respon lambat yang terekam ini dinamakan gelombang F.

Pada F-wave study, elektroda diletakkan seperti pada NCS motorik, akan tetapi elektroda stimulator dibalik, sehingga katoda mengarah ke tulang belakang. Hasil terpendek dari 10 gelombang F berurutan menjadi titik pengukuran. Latensi diukur sejak pemberian stimulus hingga mula gelombang F, bukan puncaknya.

Gambar 8.5 • Studi gelombang F

Page 94: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 8 - Prinsip Dasar Studi Konduksi • 79

4. Refleks H (H-reflex)

Refleks H merupakan refleks tendon Achilles, yang diperoleh dengan stimulasi n. tibialis di fossa poplitea saat pasien dalam posisi pronasi. Kaki dapat diberikan pengganggah bantal untuk mendapat sedikit tekukan pada lutut.

Latensi refleks H normal adalah 35 ms atau kurang dan perbedaan antarlokasi tidak melebihi 1,4 ms. Amplitudo refleks H berbeda antarpasien sehingga tidak ada kriteria pasti

5. Refleks Berkedip (blink reflex)

Refleks berkedip dapat dimanfaatkan dalam evaluasi pasien dengan lesi n. facialis atau batang otak. Akan tetapi, pemeriksaan pencitraan lebih dipilih untuk masalah pada batang otak. Oleh karenanya, refleks ini umumnya untuk memeriksa n. trigeminalis dan facialis.

MetodePenempatan elektroda permukaan dapat

dilihat pada gambar 8.7, dan stimulus dan parameter perekaman dapat dilihat pada tabel 8.3.

Stimulasi n. facialis menghasilkan CMAP

Gambar 8.6 • Refleks H

dari otot orbicularis oculi, yang merupakan respon langsung (direct response) dan menjadi uji integritas sistem eferen. Stimulasi n. supraorbital membangkitkan refleks berkedip.

Interpretasi• Respon langsung memanjang dengan

latensi normal menandakan lesi n. facialis, seperti pada Bell’s palsy.

• R1 memanjang menandakan lesi pada jaras refleks dari n. trigeminalis menuju n. facialis. Lesi pada n. facialis sendiri dapat menghasilkan R1 memanjang, tetapi tidak bisa dibedakan dengan lesi batang otak atau n. trigeminalis karena respons langsung juga memanjang. Apabila R2 kontralateral normal, n. trigeminalis normal dan lesinya kemungkinan pada batang otak.

• Latensi respon langsung normal, tetapi latensi R1, R2 ipsilateral, dan R2 kontralateral memanjang menandakan kemungkinan lesi pada n. trigeminalis, tetapi tidak dapat mengeksklusikan lesi batang otak.

Parameter Respon Langsung

Refleks Berkedip

Gain 1 mV/divisi 500 µV/divisi

Time base 1 ms/divisi 2 ms/divisi

LFF 20 Hz 20 Hz

HFF 10 kHz 10 kHz

Durasi stim-ulus 0,1 ms 0,1 ms

Tabel 8.3 • Refleks berkedip

Page 95: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

80 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Gambar 8.8 • Respon normal refleks berkedip

Gambar 8.7 • Penempatan elektroda permukaan pada refleks berkedip

Page 96: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 8 - Prinsip Dasar Studi Konduksi • 81

MetodeElektroda:Elektromiografi menggunakan sebuah

jarum kecil yang ditusukkan melalui kulit ke otot secara tegak lurus. Pada EMG jarum monopolar, elektroda referensi dan elektroda tanah yang digunakan adalah elektroda permukaan yang sama dengan NCS.

Posisi elektroda:Elektroda permukaan dipasang pada

ekskremitas yang akan diuji. Elektroda jarum dimasukkan ke otot, sedekat mungkin dengan lempeng ujung motorik (motor endplate), yang kira-kira berada pada bagian otot yang tebal (muscle belly).

Prosedur:Elektroda permukaan ditempatkan

Dasar Elektromiografiterlebih dahulu, baru kemudian jarum dimasukkan ke otot. Otot yang dipilih untuk studi bergantung pada masalah yang ada. Pada miopati dan kelemahan otot proksimal, otot proksimal pada minimal dua ekstemitas diuji. Selanjutnya, amplifier dinyalakan untuk memulai perekaman.

InterpretasiHasil EMG normal dapat dilihat pada tabel

8.5. Aktivitas EMG abnormal dapat dilihat pada gambar 8.9 dan tabel 8.6.

Parameter Istirahat Unit Motorik Rekrutmen Serat Saraf Tunggal

Gain 50 µV/divisi 200 µV/divisi 1 mV/divisi 0,2-1 mV/divisi

Time base 10 ms/divisi 10 ms/divisi 10 ms/divisi 0,1-10 ms/divisi

LFF 10 Hz 10 Hz 10 Hz 500 Hz

HFF 32 kHz 32 kHz 32 kHz 32 kHz

Tabel 8.4 • Parameter Stimulus dan Perekaman EMG

Pola Perekaman Penemuan

Aktivitas istirahat

Otot relaksasi dan jarum tidak dipindahkan Tidak ada aktivitas

Aktivitas penyisipan

Otot relaksasi dan jarum dipindah-kan Lecutan singkat potensial aksi

Potensial unit motorik

Pasien mengontraksikan otot sedikit dan jarum tidak dipindahkan

Beberapa potensial aksi unit motorik, bifasik atau trifasik, durasi singkat

Rekrutmen Pasien meningkatkan kontraksi otot sampai kekuatan maksimal

Peningkatan unit motorik hingga baseline tidak terlihat

Tabel 8.5 • Potensial EMG Normal

Uji Fungsi Taut Neuromuskular

1. Stimulasi Repetitif

Pada taut neuromuskular normal, setiap depolarisasi terminal neuron mengakibatkan

Page 97: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

82 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Gambar 8.9 • Penempatan jarum elektroda EMG

Gambar 8.10 • Aktivitas EMG normal

Gambar 8.11 • Aktivitas EMG abnormal

Page 98: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 8 - Prinsip Dasar Studi Konduksi • 83

Penemuan Penampakan Fisiologi Penyebab

Aktivitas istirahat

Potensial fibrilasi

Potensial bifasik singkat pada laju tidak teratur

Potensial aksi sel otot karena ketidakstabilan membran Neuropati, miopati

Positive sharp wave

Potensial tajam positif dengan downstroke cepat dan mencapai baseline melambat

Potensial aksi sel otot, seper-ti pada potensial fibrilasi Neuropati, miopati

Potensial fasikulasi

Bangkitan unit motorik normal atau neuropati dengan laju tidak teratur pada keadaan istirahat

Bangkitan spontan unit motorik

Neuropati, kelain-an neuron motorik.

Normal pada beberapa pasien

Bangkitan repetitif kom-pleks

Bangkitan repetitif beberapa sel otot yang menguat dan melemah

Bangkitan repetitif beberapa sel otot Denervasi kronik.

Beberapa pasien den-gan miopati

Myokymia

Bangkitan berulang unit motorik tunggal pada frekuensi 30-40 Hz

Bangkitan repetitif unit motor-ik tunggal karena ketidaksta-bilan potensial membran

Sklerosis multipel, glioma batang otak, pleksopati radiasi

Bangkitan miotonik (myotonic discharge)

Bangkitan berulang sel otot dengan suara “dive bomber” pada monitor audio

Bangkitar repetitif sel otot

Distrofi miotonik, miotonia kongen-ital, paramiotonia kongenital, paral-isis hiperkalemik periodik

Aktivitas unit motorik

Potensial unit motorik neuropatik

Potensial polifasik dengan durasi pan-jang dan amplitudi tinggi

Reinervasi menimbulkan bangkitan sel otot pada laten-si berbeda

Neuropati, degen-erasi neuron

Potensial unit motorik miopatik

Potensial polifasik dengan durasi singkat dan amplitudo rendah

Semakin sedikitnya sel otot yang teraktivasi dengan po-tensial aksi selanjutnya dan waktu terbentuknya potensial sel otot bervariasi

Miopati

Tabel 8.6 • Potensial EMG Abnormal

Page 99: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

84 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Kontraksi maksimalRekrutmen berkurang (reduced recruitment)

Bangkitan cepat beberapa unit motorik yang sering kali tam-pak polifasik

Semakin sedikitnya unit motorik yang teraktivasi; bangkitan setiap unit sema-kin cepat

Denervasi

Rekrutmen dini (early recruitment)

Banyak unit motorik kecil yang terekrut pada tegangan rendah

Penurunan jumlah sel otot di setiap unit dan kontraksi yang tidak efektif membutuh-kan aktivasi lebih banyak unit motorik

Miopati

depolarisasi membran sel otot. Setelah bangkitan neuron pada frekuensi tinggi dalam jangka waktu lama, jumlah neurotransmiter yang dilepaskan masih melebihi dari jumlah yang minimal yang dibutuhkan untuk transmisi sinyal pada taut neuromuskular. Perbedaan jumlah neurotrasmiter yang ada dengan jumlah minimal yang dibutuhkan ini dinamakan safety factor. Penyakit yang mengganggu pelepasan neurotransmiter atau ikatannya dengan reseptornya akan menurunkan atau menghilangkan safety factor ini sehingga terjadi kegagalan transmisi neuromuskular. Setiap vesikel asetilkolin di terminal akson mengandung 50.000 molekul. Ikatan asetilkolin dengan reseptornya akan terekam sebagai miniature end plate potentials (MEPPs). Penyakit yang mengganggu pelepasan neurotransmiter menurunkan frekuensi MEPP, tetapi tidak pada amplitudonya karena amplitudo MEPP bergantung pada jumlah reseptor pada membran pascasinaps. Gangguan pada reseptor pascasinaps akan menampakkan frekuensi MEPP normal dengan amplitudo yang menurun.

Stimulasi saraf berulang dapat mengungkap suatu kelainan pada transmisi taut neuromuskular. Setelah memilih saraf yang distimulasi, amplitudo CMAP direkam pada baseline dan diberikan 5-6 stimulus pada 2-5 Hz. Pada beberapa kasus, stimulasi perlu dilakukan 50-100 kali pada 50-60 Hz. Penurunan amplitudo antara stimulasi

awal dan akhir yang melebihi 10% dapat mengindikasikan fungsi taut neuromuskular abnormal

2. EMG Fiber Tunggal (Single Fiber EMG/SFEMG)

SFEMG merupakan teknik yang sulit dan menghabiskan waktu. Uji ini menghasilkan dua jenis informasi, yakni Jitter dan densitas fiber. Jika taut neuromuskular mengalami gangguan, interval interpotensial akan bervariasi sehingga dinamakan “Jitter.” Densitas fiber merupakan ukuran total fiber yang aktif dalam jarak 300 mikron. Peningkatan densitas tidak spesifik dan dapat ditemukan pada miopati, neuropati akson, radikulopati, hingga penuaan.

Pada anamnesis, perlu ditanyakan mengenai pola gejala dan progresivitasnya selama ini. Adakah rasa baal, lemah, atau nyeri, bagaimana tingkat keparahannya, dan apa yang dapat memperparah dan memperingannya? Pada pemeriksaan fisik, perlu menguji fungsi sensorik dan motorik, serta refleks.

Pendekatan Pertanyaan Klinis

1. Evaluasi Saraf Individual

Pendekatan untuk neuropati perifer

Page 100: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 8 - Prinsip Dasar Studi Konduksi • 85

pada fossa poplitea.

Nervus SuralisNervus suralis adalah satu-satunya saraf

sensorik di kaki dan diperiksa rutin. Elektroda perekam ditempatkan pada belakang saraf dan sedikit inferior dari epikondilus lateral. Lokasi stimulasi pada sisi posterior kaki, sekitar 14 cm proksimal dari lokasi perekaman.

Nervus IschiadicusNeuropati nervus ischiadicus jarang

ditemukan, tetapi sering kali dapat tampak sebagai neuropati peroneus. Pada EMG yang menampakkan denervasi kedua nervus peroneus dan tibialis posterior mendukung diagnosis.

Nervus FemoralisNervus femoralis berasal dari pleksus

lumbaris (L2-L4). NCS nervus femoralis cukup sulit dilakukan sehingga diagnosis kebanyakan dengan EMG. Denervasi m. quadricep menandakan neuropati femoralis.

2. Evaluasi Otot Individu

Lihat tabel 8.7

3. Evaluasi Transmisi Neuromuskular

Terdapat tiga kondisi yang berkontribusi pada 99% kasus gangguan transmisi neuromuskular pada EMG, yakni miastenia gravis, sindrom Lambert-Eaton (myasthenic), dan botulisme. Gangguan pada miastenia gravis ada pada pascasinaps, sedangkan sindrom Lambert-Eaton dan botulisme ada pada presinaps. Gangguan neuromuskular ini berakibat pada kelemahan otot yang diinervasi, tanpa gangguan sensorik. Selain hasil abnormal pada uji RNS, terdapat peningkatan jitter pada SFEMG.

adalah NCS sensorik dan motorik, minimal di satu lengan dan satu kaki, serta pada dua segmen (proksimal dan distal). EMG perlu dilakukan pada minimal satu otot proksimal dan satu otot distal setiap ekstremitas.

Nervus MedianusNeuropati akibat terjepitnya saraf yang

paling sering ditemui adalah Carpal Tunner Syndrome (CTS), yang merupakan neuropati n. medianus distal. Diagnosis klinis biasanya dapat langsung ditegakkan. Adapun temuan pada uji elektrofisiolgi adalah pelambatan NCV sensorik distal dan/atau pemanjangan latensi terminal n. medianus.

Nervus UlnarisNeuropati ulnaris di daerah siku juga

sering kali ditemukan, dengan karakteristik NCV yang melambat dan abnormalitas pada NCS sensorik. Terkadang lesi ini hanya pada akson dan perlambatan terjadi hanya sedikit, tetapi pada EMG terlihat denervasi otot yang diinervasi n. ulnaris, yakni m. fleksor carpi ulnaris.

Nervus RadialisTerjepitnya nervus radialis atau kerusakan

pada sulkus spiralis pada tulang humerus tidak jarang. Biasanya dapat ditemukan fleksi pergelangan tangan (wrist drop) dengan hilangnya sensasi nervus radialis. Terdapat abnormalitas pada NCS sensorik dan motorik. Denervasi yang terlihat pada EMG bervariasi.

Nervus PeroneusNervus peroneus yang terjepit dapat

mengakibatkan foot drop. Pada NCV, ditemukan penurunan kecepatan. Denervasi m. tibialis anterior dan m. peroneus dapat terlihat.

Nervus TibialisNCV sensorik nervus tibilais jarang

dilakukan. NCV motorik direkam dengan menempatkan elektroda perekam pada m. abduktor hallucis di sisi medial kaki. Stimulasi distal diberikan di belakang epikondilus medial dan stimulasi proksimal diberikan

Page 101: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

86 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Otot Saraf Pleksus Radiks Aksi

LenganAbduktor pollicis brevis Medianus MC C8, T1 Abduksi jempol

Bisep Muskulokuta-nus LC, UT C5-6 Fleksi siku

Deltoid Aksilaris PC, UT C5-6 Abduksi lengan

Ekstensor digito-rum komunis Radialis PC, MT, LT C7-8 Ekstensi jari

tengahInterossesus dor-salis pertama Ulnaris MC, LT C8, T1 Abduksi jari

telunjuk

Infraspinatus Supraskapular UT C5-6 Rotasi ke ster-nal lengan

Pronator teres Medianus LC, UT, MT C6-7 Pronasi lengan bawah

Serratus anterior Thoracicus longus C5-7 Stabilisasi

skapulaSuprapsinatus Supraskapular UT C5-6 Abduksi lengan

Trisep Radialis PC, MT, LT C7 Ekstensi Len-gan

KakiEkstensor digito-rum brevis Peroneus SP L5-S1 Ekstensi jari

kaki 2-4

Gluteus medius Gluteus supe-rior L4-S1

Abduksi dan rotasi medial paha

Gastrocnemius medial Tibialis SP S1-2 Plantar fleksi

Rektus femoris Femoralis LP L2-4 Ekstensi lutut

Peroneus longus Peroneus SP L5-S2 Eversi kaki

Bisep femoris caput brevis

Ischiadicus cabang pero-neus

SP L5-S1 Fleksi lutut

Tibialis anterior Peroneus SP L4-5 Dorso fleksi

Vastus medialis Femoralis LP L2-4 Ekstensi lutut

Tabel 8.7 • Inervasi dan Aksi Otot Penting

Page 102: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 8 - Prinsip Dasar Studi Konduksi • 87

5. Apa saja pengukuran yang dapat diperoleh dari studi konduksi saraf sensorik?a. Latensi, kecepatan, dan percepatan konduksi saraf sensorikb. Latensi, resistensi, dan kecepatan konduksi saraf sensorikc. Latensi, amplitudo potensial, dan kecepatan konduksi saraf sensorik

1. Berikut ini adalah indikasi dilakukannya NCS atau EMG, kecuali:a. Keram ototb. Syncopec. Kelemahan fokal

2. Salah satu kelainan taut neuromuskular adalah:a. Amyotropic lateral sclerosis (ALS)b. Sindrom Guillain-Barrec. Sindrom Lambert-Eaton

3. Refleks H diperoleh dengan menstimulasi:a. Nervus ischiadicusb. Nervus tibialisc. Nervus peroneus

4. Saat usia pasien lebih dari 60 tahun, maka kecepatan NCS akan:a. Melambatb. Normal seperti pada umumnyac. Meningkat

Latihan Soal

Jawaban Latihan Soal1. B | 2. C | 3. A | 4. B | 5. C

Page 103: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

88 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Gangguan NCS EMG

Neuropati demielinasi

• NCV sensorik dan motorik lambatGelombang F memanjang atau absen

Rekrutmen berkurang 1 ms/divisi

Tabel 9.1 • Korelasi Klinis NCS dan EMG

Tanpa informasi klinis pasien, tidak ada pemeriksaan yang memberikan arti. Semua pemeriksaan elektrofisologi hanya melengkapi hasil pemeriksaan fisik, sehingga anamnesis dan pemeriksaan yang tidak adekuat dapat berujung pada kesalahan diagnosis.

Anamnesis berfokus pada pola, kemunculan, dan progresi gejala. Jika ada keluhan mati rasa, kelemahan, atau nyeri, cari lokasinya di mana, seberapa parah, dan apa yang memperparah dan meredakannya. Pemeriksaan fisik mencakup pemeriksaan sensorik dan motorik, termasuk refleks. Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat menuntun kita untuk memilih pemeriksaan lanjutan yang diperlukan setiap pasien. Komplikasi terburuk pemeriksaan elektrofisiologis adalah kegagalan mendapatkan informasi yang dibutuhkan atau justru mendapatkan informasi yang membingungkan. Hal pertama dalam diagnosis neuromuskular adalah mengklasifikasikan gangguan dengan tepat.

BAB 9

Pendekatan Pertanyaan KlinisIkhtisar

BAGIAN 3

Klasifikasi dan Identifikasi Gangguan Neuromuskular

Klasifikasi penyakit pada NCS dan EMG didasarkan pada patofisiologi. Dengan tambahan informasi waktu dan keparahan penyakit, diagnosis banding dapat dipersempit. Tabel 9.1 menunjukkan penemuan dari beragam patologi.

Pada pasien dengan gangguan neuromuskular generalisata, neuropati akson merupakan patologi yang paling sering ditemukan. Diagnosis banding sangat luas dan diagnosis tertentu tidak dapat ditegakkan pada semua pasien.

Evaluasi yang Direkomendasikan untuk Presentasi Klinis Umum

Dokter harus mengawasi pelaksanaan NCS dan melakukan EMG oleh diri mereka sendiri. Alasan utamanya adalah NCS dan EMG merupakan keahlian spesialistik. Tabel 9.2 menunjukkan evaluasi yang dianjurkan untuk pasien dengan presentasi klinis tertentu.

Page 104: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 9 - Pendekatan Pertanyaan Klinis • 89

Neuropatik akson

Normal, kecuali penurunan amplitudo CMAP

Akut dan/atau denervasi kronik

Miopati Normal, terkadang amplitudo CMAP rendah

MUP Miopatik dan rekrutmen dini

Degenerasi neuron sensorik

Normal, kecuali penurunan amplitudo SNAP Normal

Degenerasi neuron motorik

Normal, kecuali mungkin ada penurunan amplitudo CMAP Denervasi akut dan kronik

Defek transmisi neuromuskular

• Normal atau penurunan amplitudo CMAP.

• Abnormalitas stimulus repetitif atau respon terhadap stimulasi berpasangan

Normal atau denervasi sedang

Pleksopati brakial

NCS sensorik dan motorik, serta ge-lombang F medianus

Interosseus dorsalis perta-ma, pronator teres, bisep, dan trisep

Radikulopati servikalis

NCS sensorik dan motorik, serta ge-lombang F medianus

Abduktor pollicus brevis, in-terosseus dorsalis pertama, ekstensor digitorum komu-nis, bisep, trisep, deltoid, paraspinalis servikalis

Polineuropati versus miopati penyakit kritis

• NCS motorik dan gelombang F nervus tibialis

• NCS motorik peroneus• NCS sensorik suralis

Tibialis anterior, gastrocne-mius medialis, vastus me-dialis, interosseus dorsalis pertama, bisep, deltoid

Disartria atau disfagia

NCS sensorik dan motorik, serta ge-lombang F medianus

Lidah, deltoid, interosseus dorsalis pertama, rektus femoris, tibialis anterior

Kelelahan atau kelemahan yang tidak terlokalisasi

NCS motorik peroneus

Interosseus dorsalis perta-ma, bisep, deltoid, rektus femoris, vastus medialis, tibialis anterior

Foot drop NCV motorik dan gelombang F pero-neus.

Tibialis anterior, peroneus longus, bisep femoris caput brevis

Carpal tunnel syndrome NCS sensorik dan motorik medianus Abduktor pollicis brevis

Guillain-Barre syndrome

• NCS sensorik dan motorik, serta gelombang F medianus

• NCS motorik dan gelombang F peroneus

• NCS sensorik suralis

Interosseus dorsalis per-tama, tibialis anterior, paraspinalis servikalis, rektus femoris

Page 105: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

90 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Tarsal tunnel syndrome

• NCS motorik plantaris medialis• NCS motorik plantaris lateralis• NCS motorik tibialis• NCS sensorik suralis

Abduktor hallucis

Thoracic outlet syndrome

• NCS sensorik dan motorik medi-anus

• NCS sensorik dan motorik, serta gelombang F ulnaris

Abduktor pollicus brevis, in-terosseus dorsalis pertama, ekstensor digitorum komunis

Nyeri tangan, kelemahan tangan, atau keduanya

• NCS sensorik dan motorik medi-anus

• NCS sensorik dan motorik ulnaris

Interosseus dorsalis perta-ma, abduktor pollicis brevis, abduktor digiti minimi

Pleksopati lumbaris

• NCS motorik tibialis • NCS motorik peroneus

Tibialis anterior, gastrocne-mius medialis, vastus media-lis, rektus femoris

Radikulopati lumbaris

• NCS motorik, gelombang F, dan refleks H tibialis

• NCS sensorik suralis

Tibialis anterior, gastrocne-mius medialis, vastus media-lis, paraspinalis lumbaris

Meralgia paresthetica

• NCS motorik tibialis • NCS sensorik suralis • Latensi distal femoris • Konduksi nervus femoralis kutane-

us lateralis

Rektus femoris, vastus medi-alis, tibialis anterior, gastroc-nemius medialis

Penyakit motorneuron

• NCS motorik tibialis • NCS sensorik suralis

Otot-otot yang didistribusi tiga saraf di tiga ekstremitas

Neuropati perifer

• NCS motorik dan gelombang F tibialis

• NCS sensorik suralis

Tibialis anterior, gastrocne-mius medialis

Palsy nervus peroneus

• NCS motorik peroneus • NCS sensorik peroneus superfisial

Tibialis anterior, peroneus longus, bisep femoris caput brevis

Neuropati radialis NCS sensorik dan motorik radialis Ekstensor digitorum komu-

nis, trisep

Neuropati ischiadicus

• NCS motorik dan gelombang F tibialis

• NCS motorik dan gelombang F peroneus

• NCS sensorik suralis

Tibialis anterior, gastrocne-mius medialis, vastus media-lis, gluteus medius

Stenosis spinal• NCS motorik, gelombang F, dan

refleks H tibialis• NCS sensorik suralis

Tibialis anterior, gastrocne-mius medialis, vastus media-lis, paraspinalis lumbaris

Neuropati ulnaris

• NCS motorik ulnaris siku dan bawah siku

• NCS sensorik ulnaris

Interosseus dorsalis perta-ma, abduktor digiti minimi

Page 106: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 9 - Pendekatan Pertanyaan Klinis • 91

Gangguan NCS EMG

Sklerosis lateral amiotrofik

Penurunan amplitudo CMAP atau NCS normal

Denervasi aktif dan kronik meluas

Guillain-Barre syndrome

• Peningkatan latensi gelombang F • Penurunan NCV sensorik dan

motorik

• Biasanya normal • Penurunan rekrutmen Terkadang ada denervasi ringan

Carpal tunnel syndrome

• Peningkatan latensi distal (DL) motorik

• Peningkatan DL sensorik medi-anus

Denervasi abduktor pollicis brevis

Miastenia gravis Penurunan abnormal pada stimulasi repetitif

Dapat terjadi potensial fibrilasi

Distrofi muskular

Penurunan amplitudo CMAP atau NCS normal

Ciri miopatik, terutama di otot proksimal

Palsi nervus peroneus

• Penurunan NCV motorik peroneus • Penurunan amplitudo CMAP

peroneus

• Denervasi tibialis anterior dan ekstensor digitorum komunis

• Pronator teres normal

Polimiositis

Dapat terjadi penurunan amplitudo CMAP atau NCS normal

Ciri miopatik, terutama pada otot proksimal

Pronator teres syndrome Penurunan NCV motorik medianus

Denervasi abduktor pollicis brevis dan fleksor digitorum superfisialis

Radikulopati • Biasanya NCS normal • Gelombang F normal

Denervasi pada distribusi dermatomal

Thoracic outlet syndrome

• Penurunan amplitudo SNAP ulnaris

• Peningkatan latensi gelombang F ulnaris

Denervasi pada otot intrinsik tangan, termasuk abduktor pollicis brevis

Tarsal tunnel syndrome

• Peningkatan DL motorik tibialis • Penurunan NCS plantaris lateralis

dan/atau medialis

Normal atau denervasi ab-duktor hallucis brevis

Neuropati ul-naris, Guyton’s canal

• Peningkatan DL motorik ulnaris • Penurunan NCV sensorik ulnaris

Denervasi interosseus dor-salis pertama

Tabel 9.2 • Gangguan Klinis Umum dan Temuan pada NCS dan EMG

Page 107: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

92 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Neuropati ulnaris, cubital tunnel

Konduksi lambat di terowongan cubiti (cubital tunnel)

Denervasi interosseus dorsalis pertama, abduktor digiti minimi, bagian fleksor digitorum profundus yang diinervasi nervus ulnaris

Page 108: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 9 - Pendekatan Pertanyaan Klinis • 93

4. Temuan NCS penyakit sindrom Guillain-Barre adalah:a. Penurunan latensi gelombang F dan penurunan NCV sensorik dan motorikb. Peningkatan latensi gelombang F dan penurunan NCV sensorik dan motorikc. Peningkatan latensi gelombang F dan peningkatan NCV sensorik dan motorik

5. Berikut ini adalah otot yang ditemukan kelainan dalam studi EMG penyakit pleksopati lumbaris, kecuali:a. Rektus femorisb. Tibialis posteriorc. Vastus medialis

1. Otot apa yang digunakan dalam studi EMG untuk mendiagnosis carpal tunnel syndrome?a. Abduktor pollicis brevisb. Abduktor pollicis longusc. Fleksor digitorum profundus

2. Apabila ditemukan kelainan pada NCV motorik dan gelombang F peroneus dalam studi NCS, kemungkinan pasien mengalami:a. Kelemahan yang tidak terlokalisasib. Pleksopati lumbarisc. Foot drop

3. Bentuk denervasi pada radikulopati adalah:a. Dermatomalb. Segmentalc. Generalisata

Latihan Soal

Jawaban Latihan Soal1. A | 2. C | 3. A | 4. B | 5. B

Page 109: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

94 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Pendekatan untuk neuropati perifer adalah dengan NCS sensorik dan motorik, setidaknya pada satu lengan dan satu tungkai di segmen proksimal dan distal. EMG juga dilakukan pada segmen proksimal dan distal setiap ekstremitas. Hal ini memungkinkan untuk mengetahui keterlibatan akson, sekaligus blok konduksi dan demielinasi. Diabetes mellitus adalah salah satu penyebab tersering neuropati, baik neuropati akson, neuropati demielinasi, maupun gabungan keduanya. Modalitas EMG esensial dalam penilaian menyeluruh elektrofisiologi karena sensitif

BAB 10

NeuropatiIkhtisar

dalam mengidentifikasi denervasi akut dan kronik pada neuropati.

Neuropati Temuan Klinsi NCS dan EMG

Atrofi muskular spinal

Kelemahan otot proksimal (dekat dengan garis tengah badan, seperti punggung) dan tungkai.

Denervasi aktif dan kronik, terutama bagian proksimal.Fasikulasi.

Sklerosis lateral amiotrofik

Kelemahan dan ketiadaan koordinasi ektremitas.Disartria dan disfagia.Tandatraktus kortikospinal.

Denervasi aktif dan kronik meluas.Fasikulasi.Otot proksimal dan distal terpengaruh.

Poliomielitis Kelemahan akut fokal dan multifokal. Denervasi kronik.NCS normal.

Sklerosis lateral primer

Kelemahan tungkai.Tanda traktus kortikospinal. Normal.

Degenerasi neuron motorik

Normal, kecuali mungkin ada penurunan amplitudo CMAP Denervasi akut dan kronik

Neuropati Penting

Tabel 10.1 • Neuropati Penting

Beberapa jenis neuropati yang sering ditemukan pada praktik klinik sehari-hari adalah:• Polineuropati perifer idiopatik• Polineuropati perifer diabetik• Neuropati peroneus• Carpal tunnel syndrome• Polineuropati penyakit kritis• Neuropati ulnaris pada siku dan

pergelangan tangan• Sklerosis lateral amiotrofik

BAGIAN 3

Page 110: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 10 - Neuropati • 95

Pada Tabel 10.1 dapat dilihat neuropati perifer yang sering ditemui serta temuan klinis dan elektrofisiologis.

Kelainan di atas tersebut terbagi menjadi tiga kelompok besar, yakni degenerasi neuron, polineuropati, dan mononeuropati.

Degenerasi Neuron

1. Sklerosis Lateral dan Amiotrofik (Amyotrophic Lateral Sclerosis, ALS)

ALS adalah degenerasi neuron tersering pada saraf perifer berupa degenerasi neuron motorik atas (UMN) dan bawah (LMN), tanpa keterlibatan sensorik. Hasil NCV sensorik dan motorik normal, tetapi amplitudo CMAP dapat menurun. Pada EMG, terlihat denervasi meluas. Pemeriksaan gangguan neuron motorik, termasuk ALS, mencakup pemeriksaan setidaknya pada tiga otot dari tiga distribusi saraf di masing-masing ketiga ekstremitas. Denervasi akut dan kronik terlihat, tetapi tanda akut ini terkadang sulit terlihat karena bergantung pada keparahan penyakitnya. Walaupun fasikulasi umum ditemukan pada ALS, tetapi semata-mata bukan tanda denervasi karena fasikulasi yang tidak terkait penyakit juga dapat terjadi.

2. Atrofi Muskular Spinal (Spinal Muscular Atrophy, SMA)

SMA adalah penyakit neurodegeneratif pada anak maupun dewasa yang hanya melibatkan LMN. NCV motorik normal atau melambat sedikit, dan sensorik normal. EMG menunjukkan denervasi dengan potensial fibrilasi dan gelombang tajam positif. Rekrutmen dapat tidak lengkap, dengan letupan cepat pada unit tunggal. MUP polifasik durasi panjang jarang ditemukan pada awal penyakit, tetapi semakin tampak ketika sudah

terjadi reorganisasi unit motorik.

3. Poliomielitis

Poliomielitis disebabkan oleh enterovirus neurotropik yang menghancurkan sel kornu anterior. Berkat adanya vaksin, saat ini polio sudah jarang ditemukan. Hasil NCV motorik normal atau hampir normal. EMG menunjukkan denervasi kronik. Oleh karena polio fokal atau multifokal, penemuan EMG paling nampak pada otot yang terkena dampak secara klinis.

Apabila polio dialami pasien usia muda, derajat polifasia lebih kecil, tetapi MUP lebih besar yang menandakan reinervasi serat otot yang mengalami denervasi lebih baik. Tanda reorganisasi unit motorik seringkali ditemukan pada otot-otot yang tidak terkena dampak secara klinis.

Sindrom pasca polio menarik perhatian klinisi sebab pasien seringkali mengeluhkan beragam gejala, seperti kelemahan dan nyeri yang meningkat. EMG menunjukkan tanda denervasi kronik dengan MUP polifasik beramplitudo tinggi, kadang dengan potensial fibrilasi. Dokter perlu mencari apakah ada tanda-tanda dari penyakit baru yang menyebabkan keluhan pasien. Neurofisiolog dapat mendokumentasikan denervasi sebelumnya berdasarkan EMG. Temuan denervasi aktif kemungkinan akibat kerusakan akson baru. Stimulasi dan EMG serat tunggal berulang kurang bermanfaat dalam evaluasi kelemahan pada pasien dengan sindrom pasca polio karena polio menghasilkan abnormalitas.

Polineuropati

Neuropati perifer generalisata sering ditemukan pada studi elektrodiagnostik. Abnormalitas pada NCV dan amplitudo masing-masing secara umum membantu

Page 111: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

96 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Polineuropati Temuan Klinis NCS dan EMG

Mononeuropati diabetik multi-pleks

Mononeuropati pada ulnaris, perone-us, dan femoralis.

Pelambatan dan denervasi multifokal, terutama di n. ulnaris, peroneus, femoralis.

Neuropati sensorimotorik diabetik

Mati rasa dan kelemahan distal.Sering-kali disertai sensasi terbakar.

NCS dapat normal, tetapi biasanya melambat sedikit.Denervasi kronik.

Neuropati sen-sorik-motorik herediter tipe II (Neuronal form of CMT)

Kelemahan distal dengan supresi deep-tendon reflex (DTR) yang lebih rendah dibandingkan tipe I.Penurunan autosomal dominan.

NCV normal atau melambat sedikit.DL motorik mening-kat.

CMAP dan SNAP dapat menurun.

Penurunan abnormal pada stimulasi repetitif

Dapat terjadi potensial fibrilasi

Neuropati sen-sorik-motorik herediter tipe I (Charcot-Ma-rie-Tooth)

Kelemahan dan mati rasa distal.Berku-rangnya refleks.

Ciri miopatik, terutama di otot proksimal

Penurunan auto-somal dominan.

NCV lambat, DL meningkat, gelom-bang F terlambat atau tiada.

Denervasi tibialis anterior dan ekstensor digitorum komunis Pronator teres normal

Neuropati sen-sorik-motorik herediter tipe IV (Penyakit Refsum)

Tanda SSP sekaligus neuropati perifer.Tanda UMN.

NCV melambat.Denervasi kurang nampak.

Neuropati sen-sorik-motorik herediter tipe III (Dejerine-Sot-tas)

Kelemahan dan mati rasa distal.Penurunan autosomal resesif.

NCV melambat.Denervasi kurang nampak.

Tabel 10.2 • Polineuropati Penting

memperkirakan banyaknya demielinasi dan keterlibatan akson. Neuropati akson primer dapat memengaruhi saraf sensorik dan/atau motorik dan menyebabkan penurunan ampli-tudo SNAP dan CMAP. NCV mutlak dapat nor-mal atau melambat sedikit, meskipun pada neuropati akson parah akhirnya terjadi de-mielinasi sekunder. Sementara itu, pada neu-

ropati demielinasi primer akan menyebabkan NCV maksimal melambat. Apabila demielinasi sangat parah dapat terjadi blok konduksi, yai-tu kegagalan total konduksi impuls pada lo-kasi tertentu di saraf. Hal ini bermanifestasi sebagai kelemahan pada otot yang diinervasi. Secara elektrofisiologis, kejadian ini dibuk-tikan dengan penurunan amplitudo CMAP

Page 112: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 10 - Neuropati • 97

>50% antara situs stimulasi distal dan prok-simal. Kebanyakan neuropati, seperti pada pasien diabetes mellitus dan uremia, menye-babkan kehilangan akson dan demielinasi.

1. Neuropati Diabetik

Diabetes mellitus menyebabkan empat je-nis neuropati, yakni:

• Polineuropati serat kecil (small-fiber polyneuropathy), yang merupakan neu-ropati sensorik yang cenderung ada di segmen distal. Terlihat disfungsi serat C prominen, meski degenerasi akson juga melibatkan serat motorik. NCS dapat normal karena SNAP didominasi oleh serat berdiameter besar. EMG biasanya normal. Respon simpatik kulit merupa-kan pemeriksaan paling sensitif untuk disfungsi serat kecil.

• Polineuropati serat besar (large-fiber polyneuropathy), yang melibatkan ak-son neuron sensorik dan motorik. Pen-yakit ini menyebabkan kehilangan ser-at motorik, vibrasi, persepsi sendi, dan diskriminasi dua titik.

• Neuropati otonom merupakan kelainan serat kecil yang cukup umum ditemukan pada neuropati diabetik.

• Mononeuropati (satu saraf) dan mononeuropati multipleks (beberapa saraf). Mononeuropati multipleks didi-agnosis oleh perubahan NCS multifokal, abnormalitas EMG, atau keduanya. Saraf yang sering terganggu adalah femoralis, pleksus lumbosakralis, okulomotor, ab-dusen, ulnaris, dan medianus. Saraf kra-nialis juga dapat terganggu. Mononeu-ropati n. femoralis atau pleksus lumbaris proksimal dinamakan amiotrofi diabetik. Mononeuropati pada akar saraf individu-al dinamakan radikulopati diabetik.

NCV pada sebagian besar pasien dengan neuropati diabetik melambat, meskipun de-mielinasi seringkali terjadi sekunder dari de-generasi akson. EMG menunjukkan denervasi

pada otot yang terpengaruh. Pasien dengan mononeuropati atau radikulopati terpisah yang juga mengalami polineuropati seringka-li memiliki potensial fibrilasi dan MUP neu-ropatik pada otot yang terpengaruh.

2. Poliradikulopati demielinasi inflamasi akut (Guillain-Barre syndrome, GBS)

GBS menyebabkan kelemahan subakut yang seringkali disertai perubahan sensorik. Arefleksia prominen dan menjadi petunjuk dalam diagnosis. NCS sensorik dan motorik dapat normal pada fase awal, kemudian men-jadi abnormal disertai perlambatan konduksi proksimal dan distal. Perubahan paling awal adalah pemanjangan atau hilang gelombang F dan dispersi CMAP.

Denervasi pada EMG jarang ditemukan, tetapi dapat terjadi pada keadaan parah. Penurunan rekrutmen dan blok konduksi ter-lihat pada fase awal penyakit.

Apabila demielinasi parah, kehilangan ak-son permanen terjadi pada otot distal. EMG dan NCV biasanya kembali normal, tetapi kon-duksi tetap lambat pada keadaan parah.

3. Polineuropati demielinasi inflamasi kronik

Kelainan ini menyebabkan kelemahan yang dapat relaps. NCV sensorik dan motorik seringkali melambat, tetapi temuan pertama adalah latensi gelombang F yang memanjang. EMG awalnya normal, kemudian menunjuk-kan denervasi saat sudah kronik. Denervasi aktif dan kronik juga terlihat. Dengan pengo-batan, klinis pasien maupun NCV membaik, walaupun NCV tetap lambat.

4. Neuropati Motorik Multifokal

Pasien dengan kelainan ini mengalami kelemahan tanpa gangguan sensorik. Kondisi ini juga mudah dikecohkan dengan ALS atau-pun atrofi otot progresif. Ditemukan blok kon-

Page 113: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

98 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

duksi akson motorik segmental dan ketiadaan atau pemanjangan gelombang F. NCV motorik menunjukkan keterlambatan konduksi pada segmen saraf. NCS sensorik normal, walau konduksi motorik segmen tersebut melam-bat.

5. Neuropati Akson Lainnya

Terdapat beragam jenis neuropati akson, dan kebanyakan diantaranya merupakan toksik-metabolik. Neuropati toksik terjadi akibat degenerasi akson, tetapi demielinasi juga dapat ditemukan. Agen penting yang menyebabkan neuropati adalah vinkristin, cisplatin, timbal, dan etanol. NCS dan EMG ti-dak dapat membedakan antara neuropati ak-son toksik dengan sebab lainnya.

6. Neuropati herediter

Neuropati sensorik-motorik herediter tipe II (HMSN-II)

HMSN-I adalah bentuk demielinatif atau hipertrofik pada penyakit Charcot-Ma-rie-Tooth (CMT). NCV sensorik dan motorik lambat, sekitar 20-30 m/s, dan latensi mo-torik distal memanjang. Gelombang F absen atau terlambat. EMG terlihat denervasi rin-gan, tetapi degenerasi akson kurang nampak dibandingkan demielinasi. Pelambatan kon-duksi saraf melibatkan n. fasialis yang menye-babkan refleks kedip abnormal.

Neuropati sensorik-motorik herediter tipe II (HMSN-II)

HMSN-II, bentuk neuronal dari CMT, secara klinis mirip dengan HMSN-I, tetapi dengan temuan NCS dan EMG yang sangat berbeda. NCV sensorik dan mototik dapat normal atau melambat sedikit, yang menandakan kondisi mielin relatif lebih baik. Latensi motorik dis-tal dapat meningkat, dan amplitudo CMAP dan SNAP dapat menurun. EMG menunjukkan tanda denervasi akut dan kronik, termasuk potensial fibrilasi, fasikulasi, dan MUP poli-fasik beramplitudo tinggi dan berdurasi pan-jang.

Neuropati sensorik-motorik herediter tipe III (HMSN-III)

HMSN-III (penyakit Dejerine-Sottas) ada-lah kelainan demielinasi yang secara klinis mirip dengan HMSN-I, tetapi berbeda dalam hal pewarisan dan keparahan penyakit. NCV sensorik dan motorik lambat dan latensi motorik distal meningkat karena demieli-nasi segmen saraf distal. HMSN-III hanya memengaruhi satu saraf (bersifat fokal) se-hingga NCV saraf lainnya normal. Denervasi pada EMG dan perlambatan NCV tidak terla-lu menurun. EMG normal kecuali pada saraf yang terpengaruh yang mengalami denervasi akut dan kronik.

Neuropati sensorik-motorik herediter tipe IV (HMSN-IV)

HMSN-IV (penyakit Refsum) melibat-kan sistem saraf pusat dan tepi. Pada saraf tepi, demielinasi menyebabkan NCV melam-bat. Degenerasi sel kornu anterior ditandai temuan denervasi akut dan kronik pada EMG.

Neuropati sensorik-motorik herediter tipe V (HMSN-V)

HMSN-V merupakan gabungan neuropati perifer dan degenerasi UMN. Perubahan pada elektrofisiologi mirip dengan HMSN-IV dan hanya dapat dibedakan berdasarkan gamba-ran klinis.

Atalaksia FriedrichAtaksia Friedrich diturunkan secara auto-

somal resesif. Gambaran klinis dan elektro-fisiologi neuropati sangat jelas. NCS motorik biasanya normal, tetapi SNAP absen atauu beramplitudo rendah. Jika SNAP didapatkan, NCV sensorik dapat normal atau melambat sedikit karena defisit sensorik terjadi akibat degenerasi neuron sensorik.

Page 114: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 10 - Neuropati • 99

Mononeuropati Temuan Klinis NCS dan EMG

Jebakan ulnaris pada kanal Guyon

Kehilangan sensasi pada sisi ulnaris tangan.Kelemahan otot intrinsik ulnaris, tetapi tidak otot ektrinsik ulnaris (fleksor digi-torum profundus dan superfisialis)

NCV sensorik dan motorik di pergelangan tangan melam-bat.Denervasi interosseus dor-salis pertama dan abduktor digiti minimi pada lesi kronik.

Carpal tunnel syndrome

Nyeri dan perubahan sensasi pada sisi tenar telapak tangan.Dapat terjadi kelemahan abduktor pol-licis brevis dan oponens pollicis.

DL motorik medianus meningkat.NCV sensorik medianus melambat di terowongan kar-pal.Dapat terjadi denervasi abduktor pollicus brevis.

Jebakan ulnaris pada terowon-gan kubiti

Kelemahan otot intrinsik sekaligus ekstrinsik ulnaris.

NCV ulnaris di siku melam-bat.CMAP dan SNAP ulnaris kecil pada lesi parah.

Neuropati radialis pada sulkus spiralis (“Saturday night palsy”)

Tangan terjuntai (wrist drop) dan kelemahan trisep.

DL radialis meningkat dan pelambatan konduksi pada tempat dan distal lesi.Denervasi EMG pada lesi kronik.

Neuropati fem-oralis

Kelemahan ekstensi lutut dengan penurunan refleks patella.

Konduksi femoralis inkon-sisten sehingga tidak dapat diandalkan.

Denervasi quadrisep pada lesi kronik.

NCV lambat, DL meningkat, gelom-bang F terlambat atau tiada.

Denervasi tibialis anterior dan ekstensor digitorum komunis Pronator teres normal

Palsi n. fasialis (Bell’s palsy)

Kelemahan wajah unilateral pada otot wajah atas dan bawah, tanpa kehilan-gan sensasi.

Respon langsung pada refleks berkedip abnormal.Denervasi hanya pada otot yang terpengaruh.

Jebakan per-oneus pada kolum fibula

Kelemahan tibialis anterior.

NCV motorik peroneus di kollum fibula melambat.De-nervasi tibialis anterior pada lesi kronik.Bisep femoris kaput brevis aman.

Tabel 10.3 • Mononeuropati

Page 115: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

100 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

1. Neuropati Jebakan (Entrapment Neuropathy)

Nervus MedianusCarpal tunnel syndrome (CTS)Carpal tunnel syndrome merupakan kondi-

si n. medianus distal terjebak di terowongan karpal. Kondisi ini merupakan neuropati jeb-akan tersering. Temuan pada NCS dan EMG dapat dilihat pada tabel 10.3.

Untuk meningkatkan deteksi CTS, stimu-lasi palmar dan studi komparatif seringkali dilakukan. Pada stimulasi palmar, nervus me-dianus dirangsang pada tiap 1 cm pada sulkus palmaris medial hingga lateral ketika mer-ekam SNAP medianus. Konduksi pada pasien dengan CTS biasanya melambat di satu atau lebih segmen kecil. Ketika melakukan pen-ingkatan stimulasi, perlu diingat untuk tidak menggunakan tegangan atau durasi stimulus berlebih.

Studi komparatif mencakup komparasi SNAP medianus-radialis dan medianus-ul-naris. Perbedaan latensi SNAP 0,5 ms atau lebih dianggap sigifikan sebagai hasil abnor-mal. Komparasi motorik dapat berguna, tapi kurang dibandingkan komparasi sensorik. Perbedaan latensi motorik distal pada ner-vus medianus dan ulnaris seharusnya tidak lebih dari 1,8 ms. Apabila lebih dari itu, dapat mengindikasikan CTS. Pada komparasi latensi motorik medianus distal di dua sisi, perbe-daan seharusnya kurang dari 1 ms, apabila lebih dari itu mengindikasikan pelambatan relatif signifikan pada sisi dengan DL lebih panjang.

Pronator teres syndrome Pronator teres syndrome terjadi akibat

kompresi n. medianus saat melalui otot pro-nator teres di lengan bawah proksimal. NCV motorik medianus di lengan bawah lambat, tetapi latensi distal normal. NCS sensorik nor-mal karena segmen yang diuji lebih distal dari

pronator teres.

EMG menunjukkan denervasi aktif dan kronik otot abduktor pollicis brevis, fleksor digitorum superfisialis, dan fleksor digitorum profundus yang diinervasi medianus. Pro-nator teres tidak mengalami denervasi kare-na inervasinya lebih proksimal dari lokasi kompresi. Ini merupakan ciri penting untuk membedakan pronator teres syndrome den-gan kompresi nervus medianus oleh ligamen Struthers.

Kompresi oleh ligamen StruthersLigamen Struther berada di atas epikondi-

lus medialis. Semua otot yang diinervasi ner-vus medianus di lengan bawah melemah. Per-bedaannya dengan pronator teres syndrome adalah keterlibatan otot pronator teres. Pada pronator teres syndrome, pronator teres nyeri, tetapi kekuatannya normal, dan tidak ada denervasi pada EMG. Pada kompresi oleh ligamen Struthers, pronator teres lemah dan EMG menunjukkan denervasi akut dan kro-nik.

Sindrom interosseus anteriorN. interosseus anterior adalah cabang ner-

vus medianus yang menginervasi beberapa otot di lengan bawah, seperti fleksor digi-torum profundus digit I dan II, fleksor pol-licis longus, dan pronator quadratus. Pada sindrom ini NCS biasanya normal. Stimulasi nervus interosseus anterior pada siku dapat memperlihatkan peningkatan DL CMAP yang direkam di pronator quadratus. EMG menn-gungkap denervasi pada otot-otot yang diin-ervasi n. medianus.

Nervus UlnarisNervus ulnaris rentan mengalami cedera

pada pergelangan tangan, lengan bawah, siku, dan di atas siku. Neuropati ulnaris sering ditemukan pada pasien diabetes mellitus.

Jebakan ulnaris pada kanal GuyonKompresi n. ulnaris pada pergelangan tan-

gan mirip dengan CTS, tetapi otot fleksor yang diinervasi ulnaris di lengan bawah tidak ter-pengaruh. Kehilangan sensasi sensorik hanya terjadi pada sisi ulnar tangan.

Mononeuropati

Page 116: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 10 - Neuropati • 101

NCV ulnaris melambat pada pergelangan tangan dan DL meningkat ketika direkam di abduktor digiti minimi. EMG menunjukkan denervasi abduktor digiti minimi dan interos-seus dorsalis pertama.

Jebakan ulnaris pada kubitiKompresi ulnaris sekitar siku berhubun-

gan dengan pekerjaan atau kebiasaan yang meningkatkan tekanan pada sulkus ulnaris atau lengan bawah proksimal, obesitas, flek-si siku, dan polineuropati yang menyebabkan palsi tekanan.

NCS mengungkap NCV motorik menurun di daerah siku dan konduksi sensorik distal melambat. Terkadang lesi ini terjadi pada akson dan hanya terlihat sedikit pelambatan, tetapi EMG menunjukkan denervasi otot in-trinsik yang diinervasi ulnaris. Denervasi ti-dak terlihat pada fleksor karpi ulnaris karena cabang saraf yang menginervasi otot ini ber-cabang proksimal dari siku.

Lesi ulnaris cabang palmarCabang palmar nervus ulnaris menginer-

vasi abduktor digiti minimi dan merupakan sensorik digiti V. Oleh karenanya, lesi pada saraf ini akan menghasilkan NCS dan DL mo-torik ulnaris normal. Walaupun demikian, terjadi denervasi dan pemanjangan DL pada interosseus distalis pertama. Cabang sensorik superfisial nervus ulnaris dapat cedera, teru-tama pada pesepeda.

Nervus Radialis

Lokasi umum cedera nervus radialis adalahh sulkus spiralis di lengan atas dan len-gan bawah saat saraf menembus otot supina-tor. Cedera juga dapat terjadi akibat dislokasi siku atau kompresi oleh borgol.

Sulkus spiralisJebakan nervus ulnaris di sulkus spiralis

tulang humerus, disebut juga kelumpuhan malam minggu (saturday night palsy), menye-babkan wrist drop disertai kehilangan sensa-si pada area yang diinervasi nervus radialis. Hasil NCS sensorik dan motorik tidak normal dan banyaknya denervasi otot pada EMG ber-variasi. Kelainan ini dapat mudah dibedakan

dengan radikulopati C7/C8 karena fungsi otot-otot yang diinervasi nervus medianus dan ulnaris masih normal.

Sindrom interosseus posteriorSaat n. radialis memasuki lengan bawah, ia

akan terbagi menjadi n. interosseus posterior dan cabang sensorik superfisial. N. interos-seus superfisial mempersarafi ekstensor jari dan pergelangan tangan. Cedera mengaki-batkan kelemahan, tanpa kehilangan sensasi sensorik.

NCV radialis melambat pada segmen yang terlibat. EMG menunjukkan denervasi di pergelangan tangan dan ekstensor jari, tetapi ekstensor karpi radialis longus dan supinator tidak terpengaruh sebab keduanya diinervasi nervus yang bercabang di proksimal lesi.

Pleksus BrakialisLesi pleksus atas (Erb’s palsy) Otot proksimal terpengaruh lebih parah

daripada otot distal dan otot intrinsik tangan tidak terpengaruh. Denervasi paling terlihat pada otot deltoid, bisep, supraspinatus, dan infraspinatus. Serratus anterior dan rhom-boid aman karena diinervasi lebih proksimal dari lesi.

Plekus atas seringkali cedera karena tere-gang, misalnya saat bahu ditekan dengan kuat atau lengan yang ditarik ke bawah. Akibatn-ya, konduksi aksi potensial tidak terjadi se-mentara. Apabila saraf teregang parah, akson dapat terputus sehingga terjadi kerusakan jangka panjang.

Gambar 10.2 • Saturday Night Palsy

Page 117: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

102 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Pleksopati radiasi adalah penyebab pent-ing lain cedera pleksus atas. Jaringan di seki-tar pleksus atas lebih sedikit dibandingkan pleksus bawah. Dengan demikian, radiasi leb-ih mungkin menyebabkan efek merusak jang-ka panjang.

Lesi pleksus bawahPleksus bawah rentan mengalami trauma,

tetapi lebih sensitif terhadap infiltrasi neo-plasma. Tumor dari apeks paru akan mengin-filtrasi, mengompresi pleksus bawah, ataupun keduanya. Denervasi paling nampak pada otot yang diinervasi nervus medianus dan ulnaris (akar C8-T1).

Infiltrasi neoplasma berbeda dengan plek-sopati radiasi terutama dalam klinis pasien, tetapi NCS dan EMG dapat membantu. Infil-trasi tumor memperlambat konduksi pada pleksus, sedangkan konduksi normal pada pleksopati radiasi. EMG menunjukkan mio-kimia pada pasien pleksopati radiasi, tetapi tidak pada infiltrasi neoplasma.

Pleksitis brakialNCV dapat normal atau melambat pada

pleksus. Lesi parah akan memperlambat kon-duksi n. medianus dan ulnaris distal. EMG menunjukkan denervasi tidak hanya pada otot yang melemah, tetapi juga otot yang se-cara klinis tidak terpengaruh. Walaupun bu-tuh beberapa waktu sampai EMG memperli-hatkan abnormalitas, dalam praktiknya, EMG menunjukkan denervasi saat pasien sudah mengalami kelemahan. Oleh karenanya, jika ada nyeri tetapi tanpa kelemahan, EMG awal masih normal.

Neuropati PeroneusJebakan nervus peroneus pada kolum fib-

ular menyebabkan kaki terkulai (foot drop). Biasanya hal ini terjadi akibat trauma, tetapi dalam praktiknya seringkali neuropati pero-neus merupakan komplikasi pasien tirah bar-ing saat hospitalisasi.

Pelambatan NCV peroneus pada kaput fib-ula merupakan temuan klasik. Denervasi otot tibialis anterior dan peroneus dapat terjadi. Perawatan harus dilakukan untuk mengek-

sklusi kemungkinan radikulopati L5 dan neuropati iskiadika. Pada radikulopati L5, de-nervasi dan kelemahan pada otot tibialis pos-terior dan hamstring terlihat, di samping otot yang diinervasi n. peroneus komunis. Pada neuropati iskiadika, temuan EMG abnormal pada bisep femoris kaput brevis cukup untuk melokalisasi cedera yang lebih proksimal.

Neuropati TibialisJebakan n. tibialis di belakang malleolus

medialis dinamakan tarsal tunnel syndrome. Kondisi ini relatif jarang ditemukan, teta-pi seringkali dipertimbangkan oleh podia-tris dan ahli bedah ortopedi yang meminta pemeriksaan NCS dan EMG. DL motorik n. plantaris medialis, plantaris lateralis, atau keduanya seringkali meningkat. Nervus plan-taris medialis diuji dengan stimulasi n. tibialis dengan perekaman di otot abduktor hallucis. Sementara itu, uji nervus plantaris lateralis direkam pada otot abduktor digiti kuinti. Kon-duksi sensorik di terowongan tarsal diperoleh dengan stimulasi nervus plantaris medialis atau lateralis dan direkam dari nervus tibialis yang ada di belakang malleolus medialis. Oleh karena suhu kaki memiliki dampak signifikan pada konduksi saraf, terutama sensorik, per-bedaan latensi yang sedikit harus diinterpre-tasikan dengan hati-hati, dan ketiadaan SNAP pada sisi yang terpengaruh mendukung diag-nosis klinis. Latensi motorik distal lebih tidak terpengaruh oleh suhu. Perbedaan konduk-si kiri-kanan dan medial-lateral merupakan bukti tarsal tunnel syndrome.

Neuropati iskiadikaNeuropati iskiadika jarang ditemukan,

tetap seringkali menyamar sebagai neuropati peroneus. Pada kebanyakan cedera n. ischiad-ica, n. peroneus mengalami cedera lebih par-ah dibandingkan n. tibialis posterior, tetapi alasannya masih belum jelas. Hasil EMG be-rupa denervasi pada kedua distribusi saraf membantu dalam diagnosis.

Sindrom piriformisSindrom piriformis terjadi saat nervus

ischiadica tertekan oleh otot piriformis dan

Page 118: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 10 - Neuropati • 103

dapat didiagnosis secara klinis, tanpa temuan elektrofisologi khas. EMG menunjukkan de-nervasi pada distribusi peroneal n. iskiadika , tanpa atau sedikit keterlibatan distribusi tibi-alis. Denervasi otot distal tanpa memengaruhi otot gluteus medius mendukung sindrom piriformis karena otot ini menerima inervasi cabang n. iskiadika di proksimal lesi. Sindrom piriformis dapat dibedakan dengan jebakan peroneus di fibula. Biseps femoris tidak ter-pengaruh oleh jebakan peroneal karena in-ervasinya dari cabang yang lebih proksimal pada lutut.

Regangan iskiadika (sciatic stretch)N. iskiadikus dapat cedera akibat regan-

gan, terutama pada posisi litotomi sehingga otot yang diinervasi saraf ini melemah. Ke-lainan ini juga dapat terjadi pada pasien fleksi pinggang ke depan secara tiba-tiba.

NCV nervus tibialis dan suralis bi-asanya normal. Latensi gelombang F dapat meningkat. EMG normal atau menunjukkan penurunan MUP segera setelah cedera. Studi elektrofisiologi dilakukan langsung setelah cedera, sebelum denervasi timbul.

RadikulopatiRadikulopati terjadi akibat iritasi akar saraf

yang keluar dari medulla spinalis. Biasanya iritasi bersifat ekstradural, tetapi inflamasi bisa mencapai ruang subaraknoid sehingga terjadi abnormalitas di cairan serebrospinal. Pemilihan otot mana yang diuji dengan EMG jarum penting dan harus didasarkan anam-nesis dan pemeriksaan neurologi, yaitu otot pada miotom abnormal dan otot di sekitarn-ya. Contohnya adalah pada kecurigaan radiku-lopati C7, otot yang diuji adalah bisep, trisep, pronator teres, ankoneus, interosseus dorsa-lis pertama, dan abduktor pollicis brevis. Ab-normalitas pada otot-otot yang diinervasi C7 tersebut membuktikan radikulopati, bukan mononeuropati. Ketika gambaran klinis mer-agukan dan hasil pemeriksaan normal, otot yang diuji dapat berasal dari beberapa level akar saraf, seperti C5, C6, C7, dan C8 pada ek-stremitas atas. NCS harus dilakukan sebelum EMG untuk mengurangi kebingungan. Apabila

ada denervasi pada semua otot yang diinerva-si C8, NCS dapat memambtu menentukan pa-kah hal ini akibat neuropati distal generalisa-ta. NCS sensorik pada radikulopati seringkali menunjukkan perlambatan sedikit berserta penurunan amplitudo, sedangkan NCS sen-sorik normal. Tabel 10.4 menunjukkan radi-kulopati yang sering ditemukan.

Mononeuropati multipleksDiabetes mellitus dan poliarteritis nodosa

adalah penyebab tersering mononeuropati multipel di Amerika Serikat, sedangkan lepra merupakan penyebab tersering di dunia.

Poliarteritis nodosa (PAN)PAN adalah kelainan jaringan ikat idiopa-

tik yang dicirikan dengan vaskulitis multi-fokal. Kelainan ini dapat didiagnosis secara klinis, dan didukung, tetapi tidak dapat dikon-firmasi oleh NCS dan EMG. Saraf yang terpen-garuh menunjukkan perlambatan atau blok konduksi pada lokasi arteritis. EMG menun-jukkan denervasi akut dan kronik. Denervasi lengkap menyebabkan potensial fibrilasi, pos-itive sharp wave, dan ketiadaan MUP dengan usaha volunter.

LepraNeuropati pada lepra disebabkan oleh in-

filtrasi saraf primer atau infark vasa nervo-rum.

Page 119: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

104 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Radikulopati Temuan Klinis NCS dan EMG

C5

Sensorik: hilang pada radialis lengan bawah Motorik: deltoid, bisep Refleks: bisep

NCS biasanya normal Denervasi: deltoid, bisep, paraspinalis

C6Sensorik: digiti 1 dan 2 Motorik: bisep, brakioradialis Refleks: bisep

NCS biasanya normal Denervasi: bisep, paraspi-nalis

C7

Sensorik: digiti 3 dan 4 Motorik: ekstensor pergelangan tan-gan, trisep Refleks: trisep

NCS biasanya normal Denervasi: ekstensor digito-rum komunis, trisep, paraspi-nalis

C8Sensorik: hilang pada digiti 5 Motorik: otot intrinsik tangan Refleks: trisep

NCS biasanya normal Denervasi: trisep, intrinsik, paraspinalis

L2Sensorik: paha atas anterior lateral Motorik: psoas, quadrisep femoris Refleks: -

NCS biasanya normal Denervasi: quadrisep femo-ris, paraspinalis

L3Sensorik: paha bawah medial Motorik: psoas, quadrisep femoris Refleks: lutut

NCS biasanya normal Denervasi: quadricep femo-ris, paraspinalis

L4

Sensorik: tungkai bawah medial Motorik: tibialis anterior, quadrisep femoris Refleks: lutut

NCS biasanya normal Denervasi: quadrisep femo-ris, paraspinalis

L5

Sensorik: tungkai bawah lateral Motorik: peroneus longus, gluterus me-dius, tibialis anterior, ekstensi jari kaki Refleks: -

NCS biasanya normal Denervasi: tibialis anterior, paraspinalis

S1

Sensorik: kaki lateral, digiti 4 dan 5, sisi luar plantar Motorik: gastrocnemius, gluteus mak-simus Refleks: pergelangan kaki

NCS biasanya normal Denervasi: gastroknemius, paraspinalis

Tabel 10.4 • Radikulopati

Page 120: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 10 - Neuropati • 105

1. Neuropati sering ditemukan pada pasien:a. Hipertensib. Kolestrolc. Diabetes mellitus

2. Kelainan radikulopati L4 dapat ditemukan pada otot, kecuali:a. Tibialis anteriorb. Bisep femorisc. Quadricep femoris

3. Hilangnya sensorik pada digiti 5 dapat ditemukan pada radikulopati:a. C6b. C7c. C8

4. Apa hasil yang dapat ditemukan pada NCS dan EMG sklerosis lateral primer?a. Normalb. Denervasi aktif dan kronikc. Fasikulasi

5. Jebakan nervus ulnaris di sulkus spiralis os humerus dinamakana. Saturday night palsyb. Bell’s palsyc. Erb’s palsy CBCAA

Latihan Soal

Jawaban Latihan Soal1. C | 2. B | 3. C | 4. A | 5. A

Page 121: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

106 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Kelainan Temuan Klinis NCS dan EMG

Distrofi otot Becker

Ciri seperti tipe Duchenne, tetapi mula (awitan) penyakit lebih terlam-bat dan kelangsungan hidup lebih lamaXR

Mirip dengan tipe Duchenne dengan lebih banyak fibrilasi CRD

Distrofi otot Duchenne

KelemahanPseudohipertrofi pada betisTanda GowerXR

NCV normalMUP miopatikDini: aktivitas iner-sional meningkat, fibrilasi (tidak menonjol dibandingkan miopati inflamasi dan denerva-si), rekrutmen diniLanjut: aktivitas iner-sional menurun dan tanpa fibrilasi akibat otot sudah digantikan lemak dan jaringan ikat

Distrofi humeroperoneal (Emery-Dreifuss)

Kelemahan pada lengan, bahu, kaki pada bagian peroneusKontraktur pada leher dan sikuKerusakan jantungXR

EMG campuran miopa-tik dan neuropatik

Tabel 11.1 • Distrofi Otot

Kelainan pada otot terbagi menjadi distrofi, miopati inflamasi, dan miopati metabolik. Miopati didiagnosis berdasarkan kelemahan pada otot, tidak adanya hilang-fungsi sensorik, adanya kenaikan kadar enzim kreatinin kinase, dan penemuan miopati pada EMG. Secara umum, hasil NCV dan EMG yang ditemukan berupa NCV sensorik dan motorik

BAB 11

MiopatiIkhtisar

Distrofi Otot

BAGIAN 3

normal, aktivitas insersional meningkat, potensial unit motorik miopatik berupa penurunan amplitudo dengan durasi singkat, dan rekrutmen dini.

Macam-macam distrofi otot dapat dilihat pada tabel 11.1

Page 122: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 11 - Myopati • 107

Miopati Inflamasi

Hasil NCV pada semua jenis miopati inflamasi adalah normal, meskipun amplitudo

CMAP dapat menurun. Temuan EMG dapat dilihat lebih lengkap pada tabel 11.2.

Distrofi skapuloperoneal

Footdrop dan kelemahan pada bahuAwitan pada masa anak-anakAD atau AR

MUP miopatik

Distrofi limb-girdle

Kelemahan prograsif pada otot-otot gelang panggul dan bahu pada dewasaSporadik, AR, atau AD (jarang)Fenotip umum pada beberapa ke-lainan.Contoh: pasien yang didiagnosis dis-trofi limb-girdle ternyata sebenarnya mengalami distrofi Becker, kelainan neuropatik, atau miopati metabolik

MUP biasanya miopa-tik; adapun yang menampakkan ciri neuropatik kemungk-inan mengalami atrofi muskular spinalKadang-kadang ada tanda denervasi

Distrofi miotonik

Atrofi dan kelemahan otot disertai miotoniaKebotakan, katarak, endokrinopatiAD

Miotonia pada pasien dan beberapa anggota keluarga asimtoma-tik. Akibat discharge serat otot repetitif yang awalnya frekuensi tinggi kemudian menurun ber-tahap, terdengar suara “dive bomber” pada monitor audioMUP miopatik dan NCV melambat sedikit disertai penurunan unit motorik

Distrofi fasioskapulohumeral

Kelemahan pada wajah diikuti lengan dan kedua skapula seperti sayap (scapular winging)AD

Dini: perubahan ringanLanjut: MUP miopatik

Kelainan Temuan Klinis NCS dan EMG

Dermatomiositis

Gejala polimiositis dengan perubahan warna kelopak mataRuam pada dorsal jari, terutama sendi metakarpofalangeal (MKF) dan inter-falang proksimal (IFP)

Seperti polimiositis

Tabel 11.2 • Miopati Inflamasi

Page 123: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

108 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Miositis virus Nyeri ototPeningkatan CK Seperti miositis badan inklusi

PolimiositisKelemahan pada otot proksimalPeningkatan CKInfiltrat inflamasi pada biopsi otot

MUP miopatikFibrilasi dan positive sharp wave (PSW)Complex repetitive discharge (CRD)Temuan tidak konsisten antar otot

Miositis badan inklusi

Kelemahan pada otot proksimal dan distal pada dewasa yang biasanya bersifat asimetrisPeningkatan CK dalam jumlah kecil

Seperti poliomiositisDapat disertai ciri neuropatik

Kelainan Temuan Klinis NCS dan EMG

Miopati mitokondria

Kelemahan otot dan gejala lain, seperti ptosis, oftalmoplegia, kelainan jantungPeningkatan sedikit CK

MUP miopatik, tetapi temuan ini dapat tidak kentara atau absenDapat memiliki penampakan neuropati

Miotonia kongenital

Miotonia dengan atau tanpa keramAwitan pada remaja dan dewasa mudaAD, AR, atau sporadik

MiotoniaRepetitive nerve stimulation (RNS) menunjukkan pengu-rangan dengan peningkatan frekuensi stimulasiBeberapa pasien menunjuk-kan MUP miopatik

Tabel 11.3 • Miopati Metabolik

Miopati endokrin berhubungan dengan sindrom Cushing, penyakit Addison, tirotoksikosis, hipotiroid (jarang), dan hiperparatiroid (jarang). Temuan NCV pada miopati endokrin umumnya normal, kecuali pada kasus terkait hipotiroid yang keadaan NCV dapat melambat. Temuan EMG miopati endokrin berupa miopatik minor. Miopati steroid (sindrom Cushing) biasanya dinilai berdasarkan diagnosis klinis karena pada temuan EMG tidak ditunjukkan adanya miopatik dan pada temuan NCV normal walaupun amplitudo CMAP dapat menurun.

Miopati Metabolik

Pada kasus miopati mitokondria, dapat ditunjukkan adanya neuropati atau miopati, sehingga NCV dan EMG harus dilakukan. Untuk keperluan skrining, cukup dilakukan pemeriksaan pada NCV motorik tibialis anterior dan NCV sensorik suralis. Bila SNAP suralis absen dengan NCV motorik tibialis anterior normal, NCV sensorik di lengan atau peroneus superfisial dapat dilakukan.

Page 124: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 11 - Myopati • 109

Paralisis periodik hipokalemik

Kelemahan episodik yang dipicu isti-rahat setelah mengonsumsi makanan tinggi karbohidrat

Normal antar episodeMUP menurun selama seran-ganAmplitudo CMAP menurun

Paralisis periodik hiperkalemik

Kelemahan episodik yang dipicu istira-hat setelah olahraga atau kedinginan

Antar serangan: miopatikSelama serangan: mioto-nia, peningkatan insersi, penurunanMUP hingga keinginan untuk stimulasi

1. Tetanus

Tetanus dicirikan dengan adanya kaku otot (eksitabilitas neuron motorik meningkat) karena inhibisi pasca sinaps oleh toksin. Pada kasus ini, EMG menunjukkan MUP repetitif yang lenyap oleh saraf perifer atau blok neuromuskular. Adapun aktivasi otot tersebut akan menghilang selama tidur dan anastesi umum atau spinal.

2. Sindrom stiff-man

Sindrom ini bukanlah kelainan pada otot, tetapi merupakan gejala berupa aktivasi neuron motorik berlebihan yang tidak diketahui penyebabnya. Akibatnya, terjadi kontraksi otot (terutama otot proksimal) secara tidak sadar. Pada temuan EMG otot tersebut menunjukkan MUP normal. Aktivasi ini akan menghilang ketika tidur, anastesi umum, administrasi benzodiazepin, blok saraf perifer, dan blok neuromuskular.

3. Sindrom Schwartz-Jampal

Sindrom ini dicirikan dengan kelainan kongenital multipel yang disertai peningkatan aktivitas serat otot yang kemungkinan

Sindrom dengan Aktivitas Serat Otot Kontinu

masalahnya terletak di ujung terminal saraf. Aktivitas otot pada sindrom ini serupa dengan miotonia, tetapi pada EMG tampak discharge repetitif kompleks. Aktivasi otot ini akan menghilang oleh blok neuromuskular.

4. Neuromiotonia

Neuromiotonia menunjukkan aktivitas repetitif sebuah serat otot, bukan unit motorik, akibat adanya masalah pada ujung terminal akson. Pada neuromiotonia, discharge serat otot repetitif terjadi pada frekuensi tinggi pada awalnya dan kemudian menurun. Discharge ini juga tampak pada keadaan istirahat. Amplitudo MUP dapat menurun akibat kehilangan serat otot fungsional setelah terjadi aktivitas kontinu. Aktivasi serat otot ini akan menghilang oleh blok neuromuskular.

Kelainan Otot Lainnya

1. Miotonia Kongenital (Thomsen disease)

Miotonia kongenital merupakan kelainan autosomal dominan dengan ciri kontraksi otot tidak sadar yang dipicu oleh adanya kontraksi kuat. Sebagai contoh, pasien dapat menggenggam pegangan tangga secara sadar,

Page 125: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

110 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

tetapi tidak mampu melepaskannya kembali. Kontraksi repetitif akan meringankan miotonia yang terjadi. Temuan NCV pada kasus ini normal dengan EMG miotonia.

2. Paramiotonia Kongenital (Eulenberg disease)

Paramiotonia kongenital menyebabkan kelemahan pada otot yang dapat diperparah oleh adanya kontraksi repetitif. Pada kasus ini, terjadi peningkatan kadar ion kalsium, seperti yang juga ditemukan pada paralisis periodik hiperkalemia. Pada penyakit ini suhu yang rendah dapat memicu kelemahan pada otot dan miotonia, tetapi akan menghilang seiring dengan suhu yang semakin dingin hingga akhirnya otot lemas (flaccid). Temuan NCV normal dan pada kasus ini EMG menunjukkan miotonia saat insersi jarum atau perkusi.

3. Paralisis Periodik

Paralisis periodik adalah kelainan otot yang dicirikan dengan adanya hilang-eksitabilitas membran sel otot. Gejala yang muncul umumnya berupa paralisis otot secara episodik. Akan tetapi, tampilan klinisnya cukup beragam.

Pada paralisis periodik hiperkalemik familial, terjadi kelemahan episodik ketika istirahat setelah olahraga, kedinginan, dan tidur. Temuan NCV dan EMG normal, tetapi dapat juga menunjukkan ciri miopatik. Selama serangan, stimulasi neuron motorik mengaktivasi lebih sedikit serat otot sehingga CMAP lebih kecil.

Page 126: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 11 - Myopati • 111

5. Paralisis periodik hiperkalemik adalah kelemahan episodik yang dipicu istirahat setelah...a. Olahragab. Makan tinggi karbohidratc. Kepanasan

1. Tetanus terjadi akibat toksin yang...a. Menginhibisi pelepasan neurotransmitterb. Merangsang neuron paskasinaps secara langsungc. Menghambat inhibisi neuron pascasinaps

2. Berikut ini adalah beberapa jenis miopati, kecuali...a. Miopati metabolikb. Distrofic. Miastenia gravis

3. Awitan miotonia kongenital adalah pada...a. Balitab. Remaja dan dewasa mudac. Paruh baya

4. Kontraksi repetitif akan …. kondisi miotonia kongenital dan …. kondisi paramiotonia kongenital.a. Memperberat, memperinganb. Memperingan, memperberatc. Tidak berpengaruh

Latihan Soal

Jawaban Latihan Soal1. C | 2. C | 3. B | 4. B | 5. A

Page 127: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

112 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

NCS sensorik normal, tanpa abnormalitas pada NCV. EMG juga biasanya normal, tetapi dapat menunjukkan potensial unit motorik miopatik tanpa potensial fibrilasi atau positive sharp wave.

Setidaknya harus ada dua otot yang diuji dan salah satunya adalah otot yang diinervasi nervus kranialis. Otot orbicularis oculi dan trapezius adalah pilihan yang terbaik. Jika ingin menguji otot pada lengan dan tungkai, perlu papan stabilisasi untuk mengurangi artefak gerakan. Ketika respons pertama dan kelima dibandingkan, stimulasi pada laju rendah, biasanya pada 3-5 Hz, menghasilkan penurunan amplitudo CMAP. Penurunan lebih dari 11% dianggap tidak normal.

Gambar 12.1 • Stimulasi Repetitif pada Miastenia Gravis

Respon pertama paling tinggi dan terjadi sedikit penurunan pada respon selanjutnya.

Sindrom Miastenik Lambert-Eaton

Kelainan taut neuromuskular menyebabkan kelemahan pada otot, tanpa gangguan sensorik. Terdapat tiga kondisi umum yang sering ditemui pada 99% kasus kelainan taut neuromuskular, yakni miastenia gravis (MG), sindrom miastenik Lambert-Eaton, dan botulisme.

BAB 12

Penyakit Taut NeuromuskularIkhtisar

Miastenia Gravis

Miastenia gravis adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya antibodi IgG terhadap reseptor asetilkolin di membran pasca sinaps. Penempelan antibodi ini merangsang internalisasi dan degradasi reseptor, sehingga hanya sedikit reseptor yang diekspresikan di permukaan membran. Akibatnya, neurotransmitter yang dilepaskan oleh neuron prasinaps tidak bisa mengaktivasi reseptor dalam jumlah yang cukup untuk mencapai aksi potensial di serat otot.

Tanda kelainan ini adalah kelemahan fluktuatif, kelemahan setelah otot digunakan tetapi membaik setelah otot diistirahatkan (fatigable weakness), dan keterlibatan otot okulobulbar. Kelemahan pada sisi proksimal lebih parah daripada distal. Miastenia okular murni seringkali dapat ditemukan.

Temuan studi elektrofisiologi bisa tidak mengesankan, berupa amplitudo CMAP dan

BAGIAN 3

Sindrom ini termasuk dalam kondisi paraneoplastik yang berhubungan dengan kanker paru sel kecil dan keganasan lainnya. Sindrom ini disebabkan oleh adanya antibodi terhadap kanal kalsium berpintu listrik di

Page 128: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 12 - Defek Taut Neuromuskular • 113

terminal saraf prasinaps, sehingga terjadi kelemahan proksimal akibat kelelahan (fatigable) dan arefleksia, dengan temuan yang lebih sedikit pada okulobulbar dibandingkan MG. Ketika aktivitas otot dilanjutkan, kekuatan dan refleks meningkat secara dramatis akibat akumulasi kalsium pada terminal prasinaps.

Pada studi elektrofisiologi, terlihat penurunan respons terhadap RNS pada stimulasi laju rendah dan peningkatan respons pada stimulasi laju tinggi (50 Hz atau lebih). Amplitudo CMAP hampir selalu menurun, tetapi setelah latihan singkat dapat meningkat secara dramatis. NCS sensorik jarang terpengaruh.

Stimulasi berpasangan dengan interval singkat menyebabkan fasilitasi pada respons kedua. Respons ini mirip dengan yang terlihat pada botulisme. Namun, ketika interval

Botulisme

Kelainan Temuan Klinis NCS dan EMG

Miastenia gravis

Kelemahan tubuh yang semakin parah dengan aktivitas. Ptosis dan diplopia.

CMAP normal. Stimulasi nervus repetitif (RNS) – penurunan respons pada laju rendah. EMG serabut tunggal. (SFEMG) abnormal den-gan peningkatan jitter dan blocking.

Sindrom miastenik Lambert-Eaton

Kelemahan generalisata atau proksimal. Mulut kering, impoten, dan/atau tanda kelainan otonom lainnya.

RNS – penurunan respons pada laju rendah, peningka-tan respons pada laju tinggi. Fasilitasi dengan latihan.

BotulismeMasalah gastrointestinal, diikuti kelema-han disertai keterlibatan bulbar (di batang otak).

Amplitudo CMAP rendah dan dapat meningkat dengan latihan. RNS – sedikit penurunan respons pada laju rendah, peningkatan respons pada laju tinggi.

Tabel 12.1 • Kelainan Taut Neuromuskular

stimulus >15 ms, fasilitasi juga terlihat pada respons kedua.

Botulisme adalah kondisi yang disebabkan adanya neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum. Toksin ini terdiri atas dua rantai peptida. Rantai panjang berperan dalam penempelan peptida pada permukaan sel dan memfasilitasi masuknya toksin, sedangkan rantai pendek merupakan neurotoksin aktif. Rantai pendek ini merupakan serine metalloprotease untuk memotong peptida yang berperan dalam transpor vesikel di terminal saraf prasinaps. Hal ini menyebabkan neurotransmitter tidak dilepaskan. Toksin ini sangat poten dan hanya membutuhkan sedikitnya empat molekul toksin untuk menginaktivasi satu taut

Page 129: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

114 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

neuromuskular.

Secara klinis, sindrom botulisme dibedakan dengan kelainan taut neuromuskular lainnya dalam hal keterlibatan otonom, utamanya paralitik ileus. Mual, muntah, konstipasi, dan gejala gastrointestinal lainnya umum ditemukan pada fase awal penyakit.

Pada studi elektrofisiologi, temuannya mirip dengan sindrom Lambert-Eaton, tetapi tanpa peningkatan respons pada stimulus laju tinggi. Dalam beberapa minggu, temuan EMG mengindikasikan adanya denervasi. NCS ditemukan normal, kecuali adanya penurunan amplitudo CMAP. Stimulus selanjutnya akan semakin menurunkan amplitudo CMAP. Stimulasi berpasangan pada interval singkat (<15 ms) meningkatkan respons selanjutnya oleh karena stimulus kedua mengaktivasi beberapa terminal yang tadinya tidak teraktivasi oleh stimulus pertama.

stimulus tunggal menghasilkan depolarisasi berkepanjangan pada membran pasca sinaps. Pada defisiensi asetilkolinesterase, depolarisasi berkepanjangan ini terjadi akibat gagalnya pemecahan asetilkolin, sehingga terus mengaktivasi reseptor pasca sinaps. Pada slow-channel syndrome, depolarisasi berkepanjangan terjadi akibat kanal ion yang berhubungan dengan reseptor asetilkolin terbuka lebih lama.

NCS dan EMG rutin dilakukan pada semua pasien untuk mencari neuropati atau miopati yang dapat rancu dengan miastenia genetik. Transitory neonatal myasthenia terjadi pada anak-anak dari ibu yang menderita miastenia. Stimulasi repetitif pada 3 Hz menghasilkan penurunan respons.

Miastenia Neonatal

Genetik:Prasinaps

Sintesis ulang asetilkolin abnormal atau mobilisasiPelepasan asetilkolin abnormal

PaskasinapsDefisiensi asetilkolinesterase pada ujung lempeng (endplate)Jumlah reseptor asetilkolin berkurangFungsi reseptor asetilkolin berkurangSlow-channel syndrome

Didapat:Antibodi reseptor asetilkolin positif

Transitory neonatalJuvenile myastenia

GeneralizedMainly ocular

Antibodi reseptor asetilkolin negatifJuvenile myastenia

Mainly ocularRelapsing ocular

Tabel 12.2 • Penyebab Miastenia Neonatal

Diagnosis sindrom ini bergantung pada teknik yang masih belum tersedia pada kebanyakan laboratorium, seperti muscle acetylcholinesterase assay, in vitro intracellular electrophysiology, dan receptor binding studies.

Stimulasi repetitif tidak terlalu berguna karena hasilnya abnormal pada semua pasien miastenia genetik. Respons normal pada stimulasi repetitif 3 Hz dilaporkan terjadi pada pasien dengan fungsi reseptor asetilkolin yang terganggu.

Defisiensi asetilkolinesterase dan slow-channel syndrome ditandai dengan discharge serat otot repetitif oleh stimulus saraf tunggal. Pada uji stimulasi neuron motorik dengan memasang elektroda jarum pada otot,

Page 130: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 12 - Defek Taut Neuromuskular • 115

4. Berikut ini adalah kelainan taut neuromuskular, kecuali...a. Erb’s palsyb. Botulismec. Sindrom Lambert-Eaton

5. Pada kelainan taut neuromuskular, stimulasi nervus repetitif menyebabkan...a. Penurunan respon pada laju rendah, peningkatan respon pada laju tinggib. Peningkatan respon pada laju rendah, penurunan respon pada laju tinggic. Respon pada laju rendah dan tinggi sama saja

1. Ciri hasil stimulasi repetitif pada Miastenia Gravis adalah...a. Respon pertama kali tinggi, kemudian amplitudo tetap tinggi setelahnyab. Respon pertama kali yang tertinggi, kemudian amplitudo menurun setelahnyac. Respon pertama kali yang terendah, kemudian amplitudo meningkat setelahnya

2. Ciri defisiensi asetilkolinesterase adalah...a. Discharge serat otot tunggal oleh stimulus saraf tunggalb. Discharge serat otot repetitif oleh stimulus saraf tunggalc. Discharge serat otot tunggal oleh stimulus saraf repetitif

3. Miastenia gravis terjadi akibat...a. Defisiensi asetilkolinesteraseb. Toksin terhadap reseptor asetilkolin di neuron paskasinapsc. Antibodi terhadap reseptor asetilkolin di neuron paskasinaps

Latihan Soal

Jawaban Latihan Soal1. B | 2. B | 3. C | 4. A | 5. A

Page 131: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

116 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

POTENSIALBANGKITAN

BAGIAN 4

Bab 13 : Bab 14 : Bab 15 :

Bab 16 :

Dasar Potensial Bangkitan...117Bangkitan Potensial Visual..123Bangkitan Potensial Auditorik di Batang Otak .....................131Bangkitan Potensial Somatosensori....................138

Page 132: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 13 - Dasar Potensial Bangkitan • 117

Potensial bangkitan (evoked potential, EP) adalah respons listrik terhadap stimulus sen-sorik. Terdapat istilah potensial bangkitan motorik (motor evoked potential, MEP) yang tidak digunakan dalam praktik klinik rutin se-hingga tidak akan dibahas di sini. Ada tiga ma-cam EP yang digunakan dalam praktik klinik, yaitu auditorik batang otak atau brainstem auditory (BAEP), visual (VEP), dan somato-sensorik (SEP).

EP digunakan untuk beberapa indikasi klinis, yaitu: 1. Penilaian lesi tak terdeteksi secara klinis

pada kemungkinan kasus multipel skle-rosis (MS).

2. Kehilangan penglihatan yang mungkin disebabkan oleh neuritis optik,

3. Mielopati, apabila gambaran radiologi tidak menunjukkan abnormalitas struk-tural.

4. Penilaian fungsi batang otak pada neona-tus.

Dengan kecanggihan MRI saat ini, per-an dari EP untuk lokalisasi neurologi tel-ah berkurang, tetapi masih ada beberapa keuntungan untuk studi fungsional. Salah satu peran utama EP adalah dalam mengevaluasi pasien yang kemungkinan menderita MS. Pasien yang mengalami paraparesis, hemiparesis, dan kehilangan penglihatan, akan terlihat lesi

Dasar Potensial Bangkitandi substansia alba pada MRI. EP dapat menunjukkan abnormalitas fungsional pada regio yang terpengaruh maupun yang tidak terpengaruh secara klinis. Penemuan lesi multipel mendukung diagnosis MS.

Pada kasus kehilangan penglihatan, biasanya merujuk pada dua macam eval-uasi, yaitu evaluasi oftalmologi dan MRI. Evaluasi oftalmologi dapat menentukan ke-hilangan penglihatan termasuk dalam pre-ki-asmatik atau post-kiasmatik. Perubahan funduskopi dapat menunjukkan adanya neu-ritis optik, peningkatan tekanan intrakranial, abnormalitas vaskular, atau kelainan retina primer. Ketika lesinya dirasa bukan berasal dari okular, pemeriksaan MRI biasanya diker-jakan untuk mencari lesi struktural. Apabila tidak ditemukan, EP dapat digunakan untuk mencari abnormalitas pada fungsi nervus op-tikus yang dapat mengarah pada adanya neu-ritis optik retrobulbar.

Paraparesis dapat terlihat pada MRI atau mielografi, atau keduanya. Jika tidak terlihat lesi struktural, diagnosis yang paling mungkin adalah mielitis transversus, MS, dan infark ar-teri spinalis anterior. Somatosensory EP dapat memperlihatkan abnormalitas fungsional pada tulang belakang ketika hasil studi struk-tural normal. Sindrom arteri spinalis anterior biasanya memberikan hasil EP normal, tetapi mielitis transversus dan multipel sklerosis akan menghasilkan defek konduksi pada seg-men-segmen yang terlibat.

Ikthisar

BAB 13 BAGIAN 4

Page 133: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

118 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

EP juga berguna untuk membantu penilaian lesi yang tak terdeteksi secara klinis pada ka-sus yang dicurigai MS. Pada kondisi ini, SEP merupakan dipilih untuk menilai pasien den-gan neuritis optik, sedangkan VEP digunakan untuk pasien dengan paraparesis.

Fisiologi Evoked Potentials (EP)

1. Generator Neural EP

Terdapat banyak generator dalam EP karena berbagai respons direkam dari beberapa lokasi di sepanjang jaras proyeksi aferen. VEP terkait dengan gerakan muatan yang berhubungan dengan konduksi dari genikulatum lateral ke korteks visual. Aktivitas sentral SEP terkait dengan proyeksi kortikotalamus, tetapi konduksi impuls di nervus perifer dan kolumna dorsalis juga ikut terekam. BAEP diperoleh dari lecutan impuls saraf simultan (nerve volley) pada nervus VIII dan potensial listrik yang dihasilkan di traktus dan nukleus batang otak. Lokasi spesifik generator akan dibahas pada bagian bahasan khusus mengenai VEP, BAEP, dan SEP.

Terdapat dua macam generator EP, yaitu bundel saraf (saraf perifer dan traktus sentralis) dan nukleus. Potensial yang terekam terkait dengan kecanggihan senyawa aksi potensial. Vektor potensial ini ditentukan oleh arah proyeksi beberapa akson.

2. Fisiologi normal dan abnormal

Potensial yang dibangkitkan di nukleus tidak dapat digambarkan dengan mudah melalui vektor dan konduksi aksonal. Gerakan muatan di nukleus merupakan hasil kombinasi dari potensial aksi aksonal dan gerakan muatan selama transmisi sinaps.

Parameter Nilai MinimumRentang masukan amplitudo

5μV – 50mV

Masukan impedansi dari differential amplifier

10 megohm

Sinaps berorientasi ke semua arah pada dendrit dan badan sel secara virtual, sehingga tidak mungkin untuk memprediksi vektor pokok (ultimate vector) dari positivitas dan negativitas. Selain itu, orientasi yang kompleks dari sinaps-sinaps ini tidak menjamin medan listrik akan menjadi dipol sederhana. Oleh karena itu, sedang dikembangkan hipotesis mengenai sumber dari EP individu dengan dasar patologi manusia dan studi hewan, sebagai tambahan dari ilmu dasar neuroanatomi.

Prinsip Umum EP

1. Peralatan EP

Peralatan yang digunakan untuk merekam EP mirip dengan yang digunakan untuk studi rutin EEG dan EMG, serta harus memenuhi panduan keselamatan listrik. Secara umum, mesin yang digunakan adalah mesin modern yang dapat dipertahankan dengan baik dan memenuhi kriteria batasan kebocoran arus yang diperbolehkan. Walaupun menggunakan peralatan terbaik, praktik yang tidak aman tetap dapat membahayakan pasien. Risiko terbesar terjadi pada SEP sebab stimulusnya berupa pulsasi elektrik. Grounding harus dilakukan dengan benar sehingga alur dari arus tidak dapat melintasi jantung atau tulang belakang pasien. Teknis yang diperlukan untuk mesin EP dirangkum pada Tabel 13-1.

Tabel 13.1 • Teknis untuk mesin EP

Page 134: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 13 - Dasar Potensial Bangkitan • 119

Rasio umum mode yang ditolak (common mode rejection rasio)

10.000 : 1 (80dB)

Waktu resolusi 20μsec/data point

Kapasitas rerata 4.000 perco-baan

Jumlah channel BAEP = 2 chan-nelsSEP = 4 chan-nels

Tingkat bising (noise) dari amplifier

Rata-rata akar kuadrat dari 2μV

Arus bocor chassis < 100 μA

Idealnya, peralatan EP tidak perlu dika-librasi sebelum memulai perekaman, tetapi dalam praktiknya kebanyakan mesin modern menjalankan uji diagnostik sendiri sebelum perekaman. Eror yang terjadi pada fungsi suatu komponen biasanya akan terdeteksi pada saat menyalakan mesin atau saat pen-gambilan perekaman pertama.

3. Akuisisi Signal

Stimulus dan responsStimulus tidak bergantung pada modalitas

EP dan akan dipaparkan pada bahasan ter-kait. Terdapat proyeksi sentral untuk masu-kan sensorik. Proyeksi ini memberikan hasil EP normal.

RerataEP memiliki amplitudo yang sangat kecil

dan biasanya tidak dapat dilihat tanpa rerata. Rerata memberikan hasil EP dengan asumsi bahwa sebagian besar potensial tidak dise-babkan oleh stimulus yang timbul dalam pola acak dan tidak akan menimbulkan potensi-al dari amplitudo substansial. Secara umum

asumsi ini benar adanya, tetapi memiliki ke-mungkinan dua sumber eror. Pertama, stimu-lus menyebabkan sedikit gerakan dari pasien yang dapat diulang pada percobaan-per-cobaan selanjutnya untuk dapat terdeteksi reratanya. Neurofisiologis berpengalaman biasanya dapat mengidentifikasi gambaran gelombang yang abnormal. Kedua, interfer-ensi 60 Hz dapat timbul sebagai gelombang sinus amplitudo tinggi pada rerata. Dalam rangka mencegah sumber eror kedua ini, laju stimulus tidak boleh dengan harmonisasi pada 60 Hz.

Penolakan artefakPenolakan artefak merupakan suatu hal

yang krusial pada reduksi bising. Sebuah rentang listrik dibuat dalam jangka waktu dan voltase yang spesifik. Potensial yang leb-ih besar dari tegangan standar pada rentang listrik akan ditolak dari rerata. Jika suatu per-cobaan memiliki potensial di luar rentang ini, seluruh percobaan dianggap tidak terpercaya sehingga akan ditolak dan ditampilkan pada layar. Selain itu, di akhir periode proses re-rata, sebagian besar mesin akan menyajikan jumlah atau persentase percobaan yang dito-lak. Persentase penolakan yang tinggi menan-dakan teknik yang buruk atau perolehan pa-rameter yang tidak sesuai.

Waktu analisisSuatu rentang waktu ditentukan selama re-

spons direkam. Pengambilan sampel dimulai segera setelah ada stimulus. Penundaan ses-aat dilakukan sebelum pengambilan sampel untuk mengurangi pengaruh stimulus artefak terhadap masukan ke amplifier. Stimulus ar-tefak dengan tegangan tinggi dikonduksikan ke elektroda kulit kepala dan kemudian men-capai puncak pada masukan amplifier. Poten-sial yang tinggi ini dapat mengubah amplifi-kasi amplifier selama beberapa detik, tetapi waktu yang singkat ini mungkin cukup untuk

Page 135: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

120 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

terjadinya kehilangan suatu respons. Hal ini menjadi sangat penting pada SEP, tetapi pada saat BAEP dapat juga terdapat artefak dari pergerakan arus pada sadapan headdphone. Pola balikan dari VEP tidak memiliki stimulus artefak, walau VEP kilat mungkin dapat men-ciptakan potensial pada sadapan anterior. Hal ini dapat diminimalkan dengan kontak elek-troda yang baik.

Pembatasan durasi perekaman merupa-kan hal yang sangat penting pada mesin-me-sin terdahulu dengan kapasitas operasi dan penyimpanan yang rendah, tetapi saat ini sudah menjadi faktor yang tidak signifikan. Walaupun begitu, tetap tidak ada gunanya un-tuk melanjutkan rekaman yang lama setelah respons telah berlalu. Peralatan EP terbaru memperbolehkan penggantian kecepatan yang akan mengubah durasi perekaman dan interval pengambilan sampel.

Replikasi Dua replikasi direkomendasikan untuk

dilakukan untuk setiap EP. Konsistensi berb-agai bentuk gelombang divisualisasikan jika jejak tercetak pada hard copy. Mungkin saja dibutuhkan empat replikasi ketika tujuan perekaman SEP adalah untuk menyediakan identifikasi yang meyakinkan terhadap mas-ing-masing gelombang.

3. Penyajian dan Analisis Respon

Semua perekaman EP adalah bipolar. Naik atau turun pada jejak bergantung pada elek-troda mana yang aktif dan dirujuk. Hal ini jelas pada VEP, tetapi tidak begitu jelas pada SEP dan BAEP. Untuk EEG, potensial negat-if dihantarkan ke elektroda yang aktif dapat dilihat sebagai defleksi ke atas dari pena. Konvensi polaritas akhir-akhir ini cukup kon-sisten untuk EP dan secara umum cenderung menunjukkan potensial kepentingan klinis

berupa defleksi ke atas. Untuk SEP dan VEP, suatu proses negatif pada elektroda yang aktif menciptakan defleksi ke atas pada jejak. Un-tuk BAEP, suatu proses positif pada elektroda yang aktif menciptakan defleksi ke atas.

4. Respon Normal dan Abnormal

Data normal dari Rumah Sakit Universitas Vanderbilt telah disajikan pada bagian sebel-umnya. Walaupun lingkungan dan peralatan pengujian yang dipakai berbeda antar labo-ratorium, setiap laboratorium harus mene-tapkan standar data normatifnya sendiri atau setidaknya memastikan data yang diperoleh dari subjek normal sesuai dengan norma yang telah dipublikasikan. Untuk menggunakan norma yang terpublikasi ini, tak hanya harus ada verifikasi data di laboratorium, tetapi juga teknik pengambilan data juga harus identik.

Terdapat beberapa perubahan pada EP di usia awal kehidupan, sehingga beberapa panduan merekomendasikan data normatif ditetapkan setiap minggu untuk periode peri-natal, setiap bulan untuk bayi, dan selanjutnya setiap dekade. Minimal ada 20 subjek dari tiap kelompok umur yang harus diuji untuk setiap respons bangkitan. Respons dari sisi kiri dan kanan yang diperoleh dari subjek yang sama tidak dapat dihitung sebagai dua subjek. Data demikian digunakan untuk membentuk data normatif perbedaan antarsitus pada periode latensi dan amplitudo.

Data normal dinyatakan sebagai standar deviasi rerata plus atau minus. Suatu peri-ode laten dinyatakan abnormal apabila data melebihi 2,5-3,0 standar deviasi rerata. Be-berapa laboratorium memakai dua standar deviasi, tetapi hal ini menghasilkan persen-tase interpretasi positif palsu yang tidak dapat diterima. Ketika data normal disajikan, jelas bahwa data tersebut tidak jatuh ke da-

Page 136: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 13 - Dasar Potensial Bangkitan • 121

lam distribusi “normal”. Transformasi data dapat menyebabkan distribusi yang semakin normal sehingga standar deviasinya dapat dihitung. Transformasi yang dapat dilakukan adalah logaritma, akar kuadrat, resiprokal, dan lain-lain.

Analisis regresi linear memungkinkan evaluasi latensi bentuk gelombang sebagai fungsi dari peningkatan usia menjadi lebih presisi. Hubungan antara usia dan periode laten tidak tepat linear, tetapi memang level presisi demikian tidak dibutuhkan.

5. Laporan

Laporan harus singkat, tetapi rinci. Data sebaiknya disajikan dalam bentuk tabel. Menandai nilai abnormal juga sangat mem-bantu. Interpretasi terdiri dari dua bagian. Pertama, mendeskripsikan mengenai hal-hal abnormal. Kedua, menentukan implikasi ab-normalitas tersebut. Interpretasi dari data harus dikaitkan dengan riwayat klinis.

Salinan cetak bentuk gelombang harus disimpan dalam rekam medis pasien di lab-oratorium. Sebagian besar peralatan terba-ru menyediakan fitur pencetakan beberapa gelombang terpilih untuk disajikan bersama dengan data dalam tabel.

Page 137: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

122 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

4. Risiko terbesar ada pada penggunaan modalitas EP berikut dikarenakan stimulusnya berupa pulsasi elektrik, yaitu......a. BAEPb. VEPc. MEPd. SEP

5. Perekaman EP bersifat: a. Unipolarb. Bipolar c. Tripolard. Bukan ketiganya

1. Tiga macam Evoked Potentials (EP) yang digunakan dalam praktik klinik: a. BAEP, VEP, SEPb. BAEP, MEP, VEPc. MEP, VEP, SEPd. BAEP, MEP, SEP

2. Di bawah ini merupakan indikasi klinis penggunaan EP, kecuali:a. Penilaian fungsi batang otak pada neonatusb. Kehilangan penglihatan akibat lesi pre-kiasmatikc. Kehilangan penglihatan yang mungkin disebabkan oleh neuritis optik retrobulbard. Penilaian lesi yang tidak terdeteksi secara klinis pada kemungkinan kasus MS

3. Di bawah ini merupakan dua macam generator EP, yatiu:a. Bundel saraf dan potensial aksib. Nukleus dan kolumna dorsalisc. Bundel saraf dan nukleusd. Potensial aksi dan kolumna dorsalis

Latihan Soal

Jawaban Latihan Soal1. A | 2. B | 3. C | 4. D | 5. B

Page 138: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 14 - Potensial Bangkitan Visual • 123

Visual evoked potential (VEP) atau bangkitan potensial visual adalah potensial yang terekam dari regio oksipital sebagai respons dari stimulus visual. Berbeda dengan respons bangkitan lainnya, VEP menghasilkan respons laten yang panjang. BAEP dan SEP hanya menghasilkan respons laten yang pendek. BAEP dan SEP memiliki komponen laten yang panjang, tetapi hal ini tidak digunakan secara rutin dalam interpretasi karena memiliki variasi yang terlalu banyak.

VEP merupakan satu-satunya respons bangkitan yang dapat dilihat tanpa proses rerata. Pada pemeriksaan EEG rutin, stimulasi fotik digunakan untuk mengaktifkan keluaran epileptiform pada pasien yang diduga mengalami kejang. Stimulasi fotik berbentuk cahaya terang yang diarahkan ke subjek ketika mata subjek tertutup. Pada frekuensi cahaya yang kurang dari 5-7/detik, respons bangkitan direkam dari sadapan oksipital. Hasil VEP dapat diulang dan menghasilkan hasil yang sama selama pasien mempertahankan fiksasi dan tidak mengalami perubahan pada ketajaman penglihatannya.

Bangkitan Potensial Visual Ikthisar

Metode

1. Stimulus

Stimulus VEP dapat berupa cahaya, full-

field pattern reversal, atau half-field pattern reversal. Cahaya digunakan untuk pasien yang tidak dapat melakukan fiksasi yang dibutuhkan untuk stimulasi pattern reversal. Latensi dari VEP cahaya memiliki variasi yang lebih banyak dibandingkan dengan VEP pattern-reversal, sehingga VEP cahaya hanya dapat digunakan sebagai uji kontinuitas dari jaras visual. Stimulus yang cukup sering digunakan dalam VEP adalah full-field pattern reversal. Masing-masing mata diperiksa terpisah, sehingga jaras visual anterior dapat dievaluasi dengan baik. Jika tujuan yang ingin dicapai adalah lokalisasi lesi di belakang kiasma optik, stimulasi half-field pattern yang dipilih. Akan tetapi, uji dengan stimulasi ini sudah berkurang penggunaannya untuk aplikasi klinis pada prosedur pencitraan modern.

CahayaLampu strobo yang digunakan mirip

dengan yang digunakan untuk stimulasi fotik pada EEG konvensional. Lampu diletakan di depan kedua mata pasien, biasanya mata pasien tertutup. Banyak cahaya akan masuk melewati kelopak mata untuk mengaktifkan retina. Adanya VEP cahaya mengindikasikan jaras yang intak dari retina hingga genikulata lateral. VEP cahaya ini direkam tanpa adanya fungsi korteks. Oleh karena itu, stimulus cahaya ini tidak dipakai jika gelombang yang sama bisa didapatkan dengan stimulus pattern-reversal.

BAB 14 BAGIAN 4

Page 139: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

124 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Pattern-reversal : Sebuah video diputarkan dari komputer

EP di depan pasien yang telah duduk di kursi. Pasien memfiksasikan pandangannya pada satu target kecil pada display. Sebuah pola kotak catur keluar sebagai dari display dan tidak akan berubah pada setiap uji. Ketika uji dimulai, kotak-kotak hitam dan putih akan bergantian warna, hitam menjadi putih dan putih menjadi hitam (pattern-reversal). Respons yang didapatkan dari uji ini adalah VEP pattern reversal (PR-VEP).

Pola kotak catur ini dapat diatur melalui perangkat lunak komputer, sehingga ukuran, kecerahan, kontras, dan laju pembalikan kotak dapat diatur. Akan tetapi, pada praktik klinis pengaturan ini jarang dilakukan. Rangkuman parameter stimulus dan perekaman untuk VEP dapat dilihat pada Tabel 14-1.

1. Ukuran lapang stimulus setidaknya harus mencapai 8 derajat dari arkus karena 80% respons diciptakan oleh penglihatan sentral 8 derajat. Ukuran lapang yang lebih kecil telah direkomendasikan untuk meningkatkan sensitivitas terhadap defek, tetapi laju positif palsu tidak dapat diterima. Ketajaman penglihatan menjadi faktor limitasi pada stimulus lapang dan ukuran kotak yang berkurang.

2. Laju pembalikan harus sebesar 2/detik, dengan interval antar stimulus 500 milidetik. Laju pembalikan yang lebih cepat akan menyebabkan peningkatan latensi dari gelombang mayor, yaitu P100. Laju yang lebih cepat dari 5-7/detik menciptakan kenaikan respons yang dapat dilihat pada pemeriksaan EEG dengan stimulasi fotik.

Parameter NilaiLaju pembalikan 2/detikKontras >50%Ukuran kotak 28-32 menit atau arkusUkuran lapang 8 derajat arkusElektroda yang direkomendasikan

Oksipital midline (MO) Oksipital kanan (RO) Oksipital kiri (LO) Frontal midline (MF) Telinga (A1)

5 cm di atas inion 5 cm di kanan MO 5 cm di kiri MAU 12 cm di atas nasion Telinga kiri atau mastoid

Montase yang direkomendasikan Channel 1 Channel 2 Channel 3 Channel 4

LO – MF MO – MF RO – MF MF – A1

Parameter perekaman LFF HF Waktu analisis

1. 0 Hz (-3dB)100 Hz (-3 B) 250 milidetik

Tabel 14.1 • Parameter stimulus dan perekaman VEP

Page 140: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 14 - Potensial Bangkitan Visual • 125

3. Luminans telah distandardisasi karena kadar yang terlalu rendah akan meningkatkan latensi P100 dan mengurangi amplitudo. Monitor komputer standar memberikan pancaran cahaya yang cukup untuk pemeriksaan VEP rutin, tetapi hal ini harus diperiksa secara periodik. Monitor LCD yang semakin canggih saat ini sering kali memiliki pancaran cahaya yang kurang setelah dinyalakan dan memiliki laju refresh yang rendah apabila dibandingkan dengan monitor CRT. Diameter pupil dapat mempengaruhi iluminasi retinal yang efektif, sehingga perbedaan diameter pupil harus diperhitungkan dalam interpretasi VEP. Walaupun tidak ada rekomendasi spesifik untuk level luminans, direkomendasikan untuk menjaga level luminans agar tetap konstan untuk setiap uji.

4. Kontras antara kotak yang terang dan gelap harus lebih besar dari 50%. Kontras yang rendah menyebabkan amplitudo P100 yang rendah dan terlambat.

5. Fiksasi pada target lebih berefek pada amplitudo daripada latensi. Fiksasi yang kurang mengakibatkan penurunan amplitudo, tetapi ketika respons sudah dapat terdeteksi, efek terhadap latensinya tidak terlalu besar.

Half-field pattern reversalStimulasi half-field disampaikan ke

salah satu mata kanan atau kiri pada suatu

waktu dan satu half-field. Teknik ini sama dengan stimulasi full-field dengan pola kotak catur pada satu sisi. Perbandingan respons yang didapatkan dari stimulasi dua half-field menunjukkan jaras visual di belakang

kiasma optik.

MRI dan CT sebenarnya memberikan hasil yang sangat baik untuk visualisasi jaras visual retrokiasma dan superior terhadap VEP dalam hal deteksi lesi pada bagian ini. Oleh karena itu, stimulasi half-field sudah tidak lagi digunakan untuk evaluasi pasien dengan patologi otak.

Secara bergantian dilakukan stimulasi half-field kanan dan kiri, serta setidaknya berjarak satu lebar kotak dari titik fiksasi. Montase dapat dilihat pada Tabel 14-2.

2. Perekaman

Penempatan elektrode dan montasePenempatan elektrode dan montase

yang direkomendasikan dirangkum dalam Tabel 14-1. Respons dari elektrode MO digunakan untuk sebagian besar interpretasi VEP. Elektrode pada kedua sisi MO adalah RO dan LO, keduanya dapat membantu menginterpretasikan hasil yang abnormal, tetapi kedua respons ini tidak digunakan jika respons MO normal. Elektrode LO dan RO sangat membantu dalam identifikasi bentuk gelombang, khususnya untuk stimulasi half-field. Untuk stimulasi rutin pattern-

Pengukuran Latensi N75 dari masing-masing mata Latensi P100 dari masing-masing mataPerbedaan latensi interokular Amplitudo (nilai dasar hingga puncak P100 atau N75 hingga puncak P100) Rasio amplitudo interokular (lebih besar/lebih kecil)

Page 141: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

126 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

reversal, penempatan elektrode ditentukan oleh penemuan hasil bentuk gelombang. Jika bentuk gelombang kurang baik atau tidak seperti biasanya, direkomendasikan untuk menggunakan elektrode lateral, elektrode anterior, atau keduanya untuk mencari distribusi potensial yang

dicurigai bersifat patologis.

Parameter perekamanParameter perekaman juga telah disajikan

pada Tabel 14-1. Pengaturan filter standar, dengan panjang pita 1 hingga 100 Hz.

Pada sebagian besar mesin, waktu analisis sepanjang 250 milidetik. Parameter standard untuk perekaman diatur untuk mesin EP, tetapi parameter ini dapat diubah melalui perangkat lunak.

Parameter NilaiElektrode

Oksipital kiri (LO) Oksipital kanan (RO) Frontal midline (MF) Temporal posterior kiri (LT) Temporal posterior kanan (RT)

5 cm di kiri oksipital midline 5 cm di kanan oksipital midline 12 cm di atas nasion 10 cm di kiri oksipital

midline 10 cm di kanan oksipital midline

Montase untuk stimulasi half-field kiri Channel 1 Channel 2 Channel 3 Channel 4

LO – MF MO – MF RO – MF RT – MF

Montase untuk stimulasi half-field kanan Channel 1 Channel 2 Channel 3 Channel 4

LT – MF LO – MF MO – MF RO - MF

Pengukuran Latensi P100 Amplitudo P100

Perhitungan Perbedaan latensi interokular half-field kiri Perbedaan latensi interokular half-field kanan Perbedaan latensi half-field mata kiri Perbedaan latensi half-field mata kanan Rasio amplitudo interokular half-field kiri Rasio amplitudo interokular half-field kanan Rasio amplitudo half-field mata kiri Rasio amplitudo half-field mata kanan

Tabel 14.2 • Parameter stimulus dan perekaman half-field VEP

Interpretasi

1. Identifikasi Bentuk Gelombang

VEP normal menghasilkan 3 bentuk gelombang, yaitu N75, P100, dan N145.

Page 142: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 14 - Potensial Bangkitan Visual • 127

P100 merupakan potensial positif pada 100 milidetik dan satu-satunya gelombang yang digunakan untuk interpretasi VEP. Potensial negatif pada 75 milidetik dan 145 milidetik membantu identifikasi oleh P100, tetapi keduanya terlalu bervariasi dan tidak konsisten untuk digunakan dalam interpretasi rutin.

2. Berbagai Bentuk Gelombang

Dua varian bentuk gelombang yang sangat sering ditemukan adalah pola bifid dan pola terbalik. Keduanya dihasilkan dari variasi orientasi anatomis dari korteks visual dan radiasio optik. Bentuk-bentuk gelombang dapat dilihat pada Gambar 14-1.

Pola bifidP100 dipisahkan menjadi 2 gundukan.

Gelombang ini dilihat seperti unta dengan satu atau dua gundukan. Ukur gundukan di antara dua puncak gundukan atau interpolasi di antara kedua gundukan. Apabila hasil interpolasi P100 normal, uji diinterpretasikan

Gambar 14.1 • VEP Normal. Pojok atas kiri merupakan pola tipikal dengan label pada ketiga komponen gelombang. Hanya P100 yang digunakan untuk interpretasi rutin. Ketiga gelombang lainnya hanya varian

normal.

sebagai hasil normal.

Pola terbalikPola terbalik merupakan artefak dari

montase yang sering digunakan untuk perekaman VEP. Pada beberapa pasien, sifat positif dari VEP bergeser ke arah superior dan anterior. Elektrode Cz lebih positif dibandingkan dengan Oz, sehingga menghasilkan arah defleksi yang negatif. N75 dan N14 juga terbalik hingga dapat salah diinterpretasikan menjadi P100. Apabila bentuk gelombang atipikal dari VEP normal, perekaman harus dibuat dari channel lain selain Cz-Oz, seperti A1-Oz, A1-Pz, dan A1-Cz. Hal ini dapat membantu pemetaan topografi dari VEP dan sangat membantu dalam identifikasi P100.

3. Abnormalitas

Tipe abnormalitas:• Perpanjangan unilateral dari latensi VEP• Perpanjangan hemifield dari latensi VEP• VEP yang tidak ada• Amplitudo VEP yang berkurang

Pengukuran NilaiVEP Pattern-reversal

Latensi 117 milidetikPerbedaan latensi interokular

6 milidetik

Amplitudo 3 μV Perbedaan amplitudo interokular

5.5 μV

VEP CahayaLatensi 132 milidetikPerbedaan latensi interokular

6 milidetik

Tabel 14.3 • Data normal VEP

Page 143: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

128 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Perpanjangan unilateral dari VEP menunjukkan adanya perlambatan konduksi pada satu saraf optik. Perpanjangan hemifield dari latensi VEP menunjukkan adanya defek pada konduksi di belakang kiasma optik.

1. Neuritis Optik

Neuritis optik biasanya meningkatkan latensi P100 dari PR-VEP. Jika neuritis optik murni unilateral, peningkatannya biasanya juga bersifat unilateral. Perpanjangan latensi P100 dari mata yang tidak bergejala menunjukkan adanya episode neuritis optik sebelumnya. Contoh VEP dari seorang pasien dengan neuritis optik dapat dilihat pada Gambar 14-2.

2. Multipel Sklerosis

Setidaknya 15% pasien dengan neuritis optik selanjutnya dapat mengembangkan kondisi penyakit lain yang akan menyulitkan

Korelasi Klinis

Gambar 14.2 • Hasil VEP pada pasien dengan neuritis optik.

Optik neuritis kiri menciptakan keterlambatan munculnya VEP pada stimulasi mata terkait.

diagnosis MS. Pada pasien dengan neuritis optik, SEP biasanya dilakukan untuk melihat lesi yang tak terdeteksi secara klinis dari tulang belakang. Uji VEP dapat dilakukan juga untuk mendokumentasikan defek visual pada mata yang secara klinis terpengaruh dan untuk evaluasi mata yang tidak terpengaruh.

Latensi VEP yang abnormal terdapat pada 40% pasien dengan multipel sklerosis yang tidak memiliki riwayat neuritis optik.

3. Tumor

Tumor yang muncul dari regio jaras optik anterior sering kali mengakibatkan kompresi dari neuritis optik dan/atau kiasma optik. Oleh karena itu, hasil defek lapang visual mempengaruhi masing-masing mata dengan caranya sendiri. Hasil VEP hampir setiap kali abnormal, tetapi korelasi antara ketajaman penglihatan dan derajat abnormalitas VEP kurang baik.

Tumor yang mempengaruhi jaras visual posterior lebih jarang mempengaruhi VEP. Uji VEP dengan stimulus full-field pattern-reversal biasanya memberikan hasil yang normal pada pasien dengan hemianopia. Stimulasi half-field dapat menunjukkan adanya abnormalitas pada beberapa individu, tetapi sensitivitas dan spesifisitasnya kurang baik untuk memastikan skrining lesi posterior. Oleh karena itu, teknik pencitraan seharusnya digunakan.

4. Pseudomotor Serebri

Pasien dengan pseudotumor serebri memiliki peningkatan tekanan intrakranial yang tidak disebabkan oleh lesi massa, trombosis vena, atau defek struktural lainnya. Jika tidak diterapi, peningkatan tekanan dapat mengakibatkan gangguan penglihatan.

Page 144: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 14 - Potensial Bangkitan Visual • 129

lebih kecil dapat membantu menemukan abnormalitas.

Apabila terapi efektif, gangguan penglihatan dapat membaik, tetapi jika sudah terjadi peningkatan tekanan dalam waktu yang cukup lama, defisit permanen dapat terjadi.

Sebagian besar pasien dengan pseudomotor serebri memiliki VEP yang normal. VEP tidak seharusnya digunakan sebagai prosedur skrining untuk peningkatan tekanan intrakranial.

5. Gangguan Pengelihatan Fungsional

PR-VEP sering digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan kecurigaan gangguan penglihatan fungsional. Beberapa individu dapat secara sadar menekan VEP. VEP yang masih utuh biasanya menunjukkan jaras visual yang masih baik, tetapi tidak mengeksklusikan kebutaan kortikal.

Hasil VEP cahaya yang normal mengindikasikan jaras visual yang masih intak dan hanya menuju ke genikulata lateral. Respons cahaya utuh diharapkan pada lesi radiasio optik dan korteks visual.

6. Kelainan Okular

Banyak kelainan okular yang menyebabkan abnormalitas pada PR-VEP. VEP biasanya tidak digunakan untuk diagnosis kelainan-kelainan ini. Walaupun beberapa pasien dengan glaukoma memiliki peningkatan latensi dan pengurangan amplitudo dari P100, VEP normal tidak dapat diinterpretasikan sebagai tekanan intraokular yang normal.

7. Kebutaan Kortikal

Beberapa pasien dengan kebutaan kortikal memiliki PR-VEP yang normal. Penggunaan pola kotak catur dengan ukuran kotak yang

Page 145: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

130 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

4. Hasil VEP pasien terlihat adanya peningkatan latensi P100 dari PR-VEP ide mata kiri, apakah kemungkinan kelainan yang didertia pasien: a. Kebutaan kortikal b. Tumorc. Pseudotumor serebrid. Neuritis optik

5. VEP seharusnya tidak digunakan untuk skrining kelainan:a. Neuritis optikb. Peningkatan intrakranialc. Multipel sklerosisd. Gangguan penglihatan fungsional

1. VEP adalah..a. Potensial yang terekam dari regio oksipital sebagai respons dari stimulus visualb. Potensial yang digunakan untuk evaluasi jaras auditorik di batang otakc. Potensial yang terekam dari respons saraf perifer terhadap stimulasi listrikd. Bukan salah satu di atas

2. Hasil dari VEP adalah...a. Respons laten yang pendek b. Respons laten yang panjang c. Respons laten yang moderatd. Bukan ketiganya

3. Dua stimulus yang digunakan pada prosedur VEP, yaitu: a. Cahaya dan pattern-reversalb. Cahaya dan suarac. Cahaya dan gelombang d. Bukan ketiganya

Latihan Soal

Jawaban Latihan Soal1. A | 2. B | 3. A | 4. D | 5. B

Page 146: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 15 - Bangkitan Potensial Auditorik Batang Otak • 131

BAEP (Brainstem Auditory Evoked Potentials) digunakan untuk evaluasi jaras auditorik di batang otak. Biasanya, BAEP digunakan untuk skrining neuroma akustik. Pemantauan dengan BAEP juga digunakan pada saat operasi fossa posterior. Namun, dibandingkan dengan VEP dan SEP, BAEP kurang berguna untuk evaluasi multipel sklerosis.

Bangkitan Potensial Auditorikdi Batang Otak Ikhtisar

Metode

1. Stimulius

Stimulus auditori diberikan melalui headphone yang harus menutupi telinga luar agar penyampaian suara baik dan tidak ada bising lain. Anak kecil dan bayi tidak dapat menggunakan headphone yang besar, sebagai gantinya, earphone berukuran kecil dimasukkan ke saluran telinga luar. Stimulus dan parameter perekaman BAEP dapat dilihat pada tabel 15.1

2. Tipe Stimulus

Suara yang paling sering digunakan adalah klik, tones, dan white noise. Suara klik paling sering digunakan untuk BAEP rutin. Sinyal elektriknya berbentuk gelombang persegi dengan kenaikan gelombang ke atas yang

cepat, plateau, dan penurunan gelombang yang cepat hingga mencapai potensial netral. Oleh karena arah dari perubahan potensial berlawanan dengan kenaikan dan penurunan fase sinyal potensial, diafragma earphone bergerak ke arah gendang telinga searah dengan satu fase dan fase lain menjauhi gendang telinga. Ketika diafragma bergerak menuju gendang telinga, udara pada kanal terkompres atau terpadatkan, kejadian ini disebut kondensasi. Ketika diafragma bergerak menjauhi gendang terlinga udara pada kanal menjadi tidak terkompres dan disebut sebagai rarefaction.

Tones dihasilkan dari gelombang sinus, tetapi jarang digunakan pada BAEP rutin. White noise tidak digunakan sebagai stimulus, tetapi disampaikan ke telinga sebagai masking sound. Masking sound ini akan mengurangi penyebaran konduksi dari stimulus suara ke telinga yang tidak distimulasi, sehingga mencegah stimulasi bilateral. Suara ini disebut white noise disebabkan spektrumnya yang luas seperti cahaya putih.

BAB 15 BAGIAN 4

Interpretasi

1. Identifikasi Gelombang

Gelombang yang dianalisis pada uji BAEP diberikan nomor I hingga V. Gelombang VI dan VII juga diidentifikasi, tetapi tidak digunakan untuk interpretasi. Gelombang I dan V harus

Page 147: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

132 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

No Parameter Nilai

Parameter Stimulus

1 Intensitas 115-120 dB per SPL2 Laju 8-10/detik3 Durasi Pulsasi 100 μsec

4 Polaritas stimulus Rarefaction atau kondensasi, ditotal secara independen

5 Karakter stimulus MonoauralMasking noise kontralateral (60 dB per SPL)

6 Jumlah percobaan 1.000-4.000Parameter Perekaman

1 Montase yang direkomendasikanChannel 1Channel 2

Cz – AiCz – Ac

2 HFF 2.500-3.000 Hz (-3 dB)3 LFF 10-30 Hz (-3 dB)4 Waktu analisis 10-15 milidetik5 Pengukuran Latensi puncak gelombang I

Latensi puncak gelombang IIILatensi puncak gelombang VAmplitudo gelombang IAmplitudo gelombang V

6 Perhitungan Interval antar-puncak I-IIIInterval antar-puncak III-VInterval antar-puncak I-VRasio amplitudo gelombang V/I

diidentifikasi terlebih dahulu. Gelombang I merupakan gelombang yang dihasilkan dari bagian distal dari saraf akustik dan kira-kira muncul 2 milidetik setelah stimulus.

Gelombang V terbentuk sebagai hasil proyeksi pons ke otak tengah. Gelombang tersebut biasanya muncul 6 milidetik dan tergabung dengan gelombang IV membentuk satu bentukan gelombang kompleks. Kompleks gelombang III-V memiliki jarak pemisah yang lebih luas pada perekaman

telinga ipsilateral. Ini berarti, gelombang IV yang kontralateral memiliki latensi yang lebih pendek, sedangkan gelombang V memiliki latensi yang lebih panjang. Gelombang V merupakan gelombang yang akan hilang terakhir ketika intensitas stimulus berkurang.

Gelombang III terbentuk sebagai hasil proyeksi dari nukleus olivarius superior melalui leminiskus lateral dan merupakan puncak terbesar di antara gelombang I dan V.

Tabel 15.1 • . Stimulus BAEP dan Parameter Perekaman

Page 148: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 15 - Bangkitan Potensial Auditorik Batang Otak • 133

2. Analisis Data

1. Latensi gelombang I2. Latensi gelombang III3. Latensi gelombang V

Melalui data-data ini, akan dilakukan perhitungan pada: 4. Interval antar-puncak I-III5. Latensi antar-puncak III-V6. Latensi antar-puncak I-V

No Bentuk Gelombang Lakilaki

Perem-puan

1 Latensi gelombang I 2,10 2,102 Interval antar-puncak

I-III2,55 2,40

3 Interval antar-puncak III-V

2,35 2,20

4 Interval antar-puncak I-V

4,60 4,45

5 Perbedaan antar-sisi I-V

0,05 0,05

6 Rasio amplitudo gelombang V/I

0,05 0,05

Gambar 15.3 • Peningkatan interval antar-puncak I-III pada BAEP.

Lesi di batang otak bagian bawah mengakibatkan peningkatan interval antar-

puncak gelombang I-III dan kegagalan identifikasi gelombang definit III pada sisi

kontralateral.

Gambar 15.2 • BAEP Normal. Respons dari stimulasi telinga kanan

digambarkan pada gelombang di bagian atas. Respons dari stimulasi telinga kiri

digambarkan pada gelombang di bagian bawah.

Tabel 15.2 • . Data Normal BAEP

Pada interpretasi data BAEP, pengukuran latensi menjadi lebih penting daripada amplitudo. Pengukuran yang paling penting mencakup:

Interpretasi dari gelombang pada gambar 15.3 di atas adalah:1. Peningkatan latensi gelombang I:

kerusakan pada bagian paling distal dari saraf akustik. Neuroma akustik jarang mempengaruhi gelombang I.

2. Peningkatan interval antar-puncak I-III: kerusakan pada jaras dari saraf kranial ke-8 bagian proksimal ke pons inferior. Lokasi lesi bisa terdapat di saraf atau di batang otak. Abnormalitas ini paling sering ditemukan pada pasien dengan neuroma akustik.

Page 149: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

134 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

3. Peningkatan interval antar-puncak III-V: kerusakan konduksi pada pons kaudal dan otak tengah.

4. Peningkatan interval antar-puncak I-III dan gelombang III-V: lesi mengenai batang otak pada pons kaudal atau di atas pons kaudal, dengan atau tanpa keterlibatan saraf akustik.

5. Absensi gelombang I dengan III dan V yang normal: dapat mengindikasikan adanya gangguan pendengaran perifer, dengan catatan bahwa konduksi di pons kaudal tidak dapat dieksklusikan.

6. Absensi gelombang III dengan gelombang I dan V yang normal: normal, tetapi jika interval gelombang I-V diperpanjang, dicurigai adanya lesi yang mempengaruhi konduksi di sepanjang jaras saraf akustik hingga ke otak tengah.

7. Absensi gelombang V dengan gelombang I dan III yang normal: Keadaan ini jarang ditemukan, tetapi ketika ada mengindikasikan adanya lesi yang mempengaruhi jaras auditori di atas pons kaudal. Kondisi ini dipertimbangkan dikenal dengan perpanjangan ekstrem dari interval gelombang III-V.

3. Abnormalitas

Lesi di batang otak bagian bawah atau saraf akustik dapat mengakibatkan peningkatan interval antar-puncak gelombang I-III. Kondisi ini dapat dikaitkan dengan adanya neuroma, tetapi lebih tepat jika dikaitkan dengan adanya lesi pada sudut serebelopontin. Di sisi lain, lesi di batang otak bagian atas dapat mengakibatkan peningkatan pada interval antar-puncak gelombang III-V. Kondisi ini dapat terkait dengan stroke, adanya massa, atau penyakit demielinisasi. Walaupun begitu, BAEP kurang sensitif untuk diagnosis MS.

BAEP paling sering digunakan pada pasien anak untuk mengevaluasi fungsi batang otak di bayi prematur. Penilaian pendengaran juga biasanya dilakukan dengan menggunakan audiometri.

BAEP Pediatrik

1. Anak-anak

BAEP pada anak-anak digunakan untuk penilaian pendengaran pada anak yang tidak kooperatif dengan uji pendengaran konvensional. Hasil abnormal dari BAEP biasanya terkait dengan abnormalitas pada uji perilaku dari pendengaran, walaupun begitu hasil normal dari BAEP tidak menjamin pendengaran normal. Apabila lesi terdapat pada struktur pendengaran perifer, ambang batas dapat meningkat, tetapi tidak ada perubahan pada interval antar-puncak gelombang I-V.

Hasil abnormal pada BAEP sering ditemui pada beberapa penyakit di anak, yaitu fenilketonuria, maple syrup urine disease, hiperglikemia non-ketotik, dan penyakit Leigh’s. Pada kasus-kasus ini, interval antar-puncak gelombang I-V biasanya meningkat. Tetapi, BAEP tidak digunakan sebagai metode penegakan diagnosis pada penyakit-penyakit tersebut karena tidak bersifat disease-spesifik.

2. Neonatus

Pada neonatus, selain digunakan earphone, diperlukan juga sedasi. Agen yang biasanya dipakai adalah hidrat kloral, walaupun meperidin ditambah sekobarbital atau meperidin ditambah prometazin juga dapat digunakan. Sedasi tidak akan mempengaruhi hasil BAEP.

Page 150: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 15 - Bangkitan Potensial Auditorik Batang Otak • 135

Pemeriksaan BAEP dilakukan pada bayi untuk mengevaluasi adanya disfungsi fungsi respirasi dan makan, terutama pada bayi prematur dengan asfiksia perinatal. Interval antar-puncak gelombang I-V diperpanjang pada bayi prematur. Hal ini diduga terkait dengan kematangan nukleus batang otak dan jaras yang terlambat. Namun, interval antar-puncak gelombang I-V juga dapat meningkat pada bayi yang lahir cukup bulan, tetapi mengalami episode asfiksia total dengan kerusakan pada nukleus batang otak. Bayi baru lahir dengan asfiksia parsial panjang menyebabkan kerusakan hemisfer, tetapi interval gelombang V dapat terbaca normal walaupun kondisi neurologisnya buruk.

1. Neuroma akustik

Temuan paling khas untuk diagnosis neuroma akustik adalah perpanjangan interval antar-puncak gelombang I-III. Pada pasien dengan tumor yang terlalu besar, kerusakan yang terlalu parah menyebabkan gelombang setelah gelombang I tidak dapat dihasilkan.

positif dibandingkan dengan Oz, sehingga menghasilkan arah defleksi yang negatif. N75 dan N14 juga terbalik hingga dapat salah diinterpretasikan menjadi P100. Apabila bentuk gelombang atipikal dari VEP normal, perekaman harus dibuat dari channel lain.

2. Tumor batang otak

Pada pasien dengan tumor intrinsik di batang otak, uji BAEP memberikan hasil abnormal. Abnormalitas yang ditemukan biasanya berupa keterlambatan atau hilangnya gelombang III dan V, serta peningkatan

interval antar-puncak gelombang I-III dan gelombang III-V.

3. Stroke

Beberapa pasien dengan infark batang otak ekstensif dilaporkan memiliki BAEP yang normal. Amplitudo dari gelombang pada beberapa pasien ini rendah, tetapi abnormalitas amplitudo tidak terlalu menjadi fokus pada interpretasi BAEP.

Kira-kira setengah dari pasien serangan iskemia transien yang mengenai sirkulasi posterior memiliki abnormalitas pada latensi. Setengah dari pasien yang pulih dari stroke batang otak definit memiliki BAEP yang normal.

4. Multipel sklerosis

Dibandingkan dengan VEP dan SEP, uji BAEP memiliki sensitivitas yang lebih rendah untuk deteksi lesi MS yang tidak memberikan manifestasi klinis. Abnormalitas yang ditemukan biasanya berupa pengurangan amplitudo gelombang V dan peningkatan interval antar-puncak gelombang III-V. Perlu diingat, uji BAEP ini tidak dapat membedakan penyakit demielinisasi dengan tumor atau infark.

5. Koma dan kematian otak

Pada kematian otak, hasil uji BAEP konsisten menunjukkan tidak terbentuknya gelombang lagi setelah gelombang I. Gelombang II masih mungkin bisa terbentuk pada kurang dari 10% pasien dengan kematian otak, memperkuat hipotesis bahwa gelombang II dihasilkan dari bagian intrakranial dari saraf kranial ke-8.

Korelasi Klinis

Page 151: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

136 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Audiometri menggunakan BAEP untuk mengevaluasi fungsi dari telinga tengah dan telinga dalam, bukan untuk batang otak. Pada pemeriksaan ini, latensi gelombang V perlu diberi perhatian khusus sebagai fungsi intensitas stimulus. Stimulus diberikan dengan intensitas 20, 40, 60, dan 80 dB lebih besar dari batas ambang.

Umumnya, intensitas stimulus dan latensi gelombang V menunjukkan hubungan linear, dengan semakin besar intensitas semakin pendek latensi. Gangguan pendengaran konduksi tidak mengubah kecuraman kurva, tetapi memperlama latensi pada setiap intensitas. Oleh karena itu, kurvanya bergeser ke atas. Pada gangguan pendengaran sensorineural, kurva memiliki dua kecuraman. Pada intensitas yang rendah terdapat penurunan respons, sehingga latensi gelombang V akan diperlama untuk suatu intensitas yang diberikan. Dengan peningkatan intensitas, terjadi proses perekrutan saraf yang lebih banyak dari kondisi normal, sehingga kurva menjadi lebih curam. Pada intensitas yang tinggi, jumlah rekrutmen saraf sudah cukup sehingga dapat memberikan gambaran latensi yang normal. Hal ini memberikan kecuraman kurva yang normal. Kurva berbentuk L ini khas untuk gangguan pendengaran sensorineural.

Audiometri berguna untuk evaluasi pasien dengan gangguan pendengaran ketika lokasi lesi belum bisa dipastikan. Selain itu, pemeriksaan ini juga dapat digunakan untuk mengevaluasi pasien kemoterapi yang mengalami efek samping ototoksik.

Audiometri

Page 152: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 15 - Bangkitan Potensial Auditorik Batang Otak • 137

4. Hasil BAEP ditemukan peningkatan interval antar-puncak gelombang I-III dan gelombang III-V, serta ditemukan keterlambatan atau hilangnya gelombang III dan V. Interpretasi klinis yang benar di bawah ini adalah....a. Neuroma akustikb. Strokec. Koma dan kematian otakd. Tumor batang otak

5. Audiometri digunakan untuk evaluasi:a. Batang otak b. Telinga dalamc. Telinga tengahd. Telinga dalam dan telinga tengah

1. BAEP adalah...a. Potensial yang terekam dari regio oksipital sebagai respons dari stimulus visualb. Potensial yang digunakan untuk evaluasi jaras auditorik di batang otakc. Potensial yang terekam dari respons saraf perifer terhadap stimulasi listrikd. Bukan salah satu di atas

2. 2. Stimulus untuk perekaman BAEP pada bayi ditransmisikan dengan menggunakan...a. Headphonesb. Earphonesc. Speakerd. Microphone

3. BAEP pada anak-anak digunakan untuk penilaian pendengaran pada.....a. Anak yang tidak kooperatif dengan uji pendengaran konvensionalb. Anak yang tidak bisa dilakukan uji pendengaran dengan audiometri c. Anak yang tidak bisa menggunakan earphoned. Bukan ketiganya

Latihan Soal

Jawaban Latihan Soal1. B | 2. B | 3. A | 4. D | 5. D

Page 153: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

138 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Bangkitan Potensial Somatosensori atau Somatosensory evoked potentials (SEP) adalah respons dari saraf perifer terhadap stimulasi listrik. Stimulasi dapat dilakukan di saraf apa saja, tetapi ada 4 saraf yang lebih sering digunakan dalam beberapa studi, yaitu saraf median, ulnar, peroneal, dan tibial.

Pulsasi listrik diteruskan ke saraf perifer dengan katode yang diposisikan proksimal terhadap anode. Dilakukan penyesuaian intensitas dari stimulus untuk mengaktivasi serat saraf termielinisasi yang memiliki ambang batas rendah, yaitu yang menghasilkan kedutan kecil dari otot-otot yang diinervasi serat saraf motoriknya. Potensial aksi diteruskan dari radiks dorsalis menuju ke kolumna dorsal. Impuls akan bergerak naik dari kolumna dorsal menuju ke tempat sinaps antara serat saraf aferen primer dengan neuron orde kedua di nukleus grasilis dan kuneatus. Akson dari neuron orde kedua melanjutkan perjalanan menuju batang otak dan talamus. Perekaman dilakukan pada beberapa tingkat di sistem saraf, yaitu saraf aferen, korda spinalis, dan otak.

Perekaman dari saraf aferen memastikan stimulus yang diberikan cukup dan menilai adanya defek yang terjadi pada konduksi perifer karena defek konduksi perifer akan mengganggu interpretasi bentuk gelombang sentral. Perekaman dari korda spinalis mengukur aktivitas listrik pada traktus di

Bangkitan Potensial Somatosensori

Ikhtisar

Median SEP

substansia alba dan nukleus relay. Perekaman dari otak akan mengukur proyeksi dari nukleus relay menuju ke korteks. Respons latensi pendek digunakan untuk interpretasi klinis, sedangkan respons latensi panjang tidak digunakan oleh karena variabilitas yang terlalu banyak.

SEP berguna untuk evaluasi fungsi dari korda spinalis, khususnya pada lesi yang mungkin tidak dapat terdeteksi pada pemeriksaan radiologi rutin (MRI dan mielografi). Mielitis transversal, multipel sklerosis, dan infark korda spinalis merupakan contoh kasus lesi korda spinalis yang mungkin tidak terdeteksi pada pemeriksaan anatomis.

1. Metode

Elektrode yang akan digunakan untuk stimulasi dipasang di atas saraf median pada pergelangan tangan dengan posisi katode proksimal terhadap anode. Stimulus yang diberikan berupa pulsasi square-wave dengan laju 4-7/detik.

Elektrode perekam dipasang pada beberapa lokasi, yaitu: • Titik Erb pada masing-masing sisi (EP)

Titik Erb berada 2-3 cm di atas klavikula, lateral dari penempelan otot sternokleidomastoideus. Stimulasi pada poin Erb’s menghasilkan gerakan abduksi dari sendi bahu dan fleksi dari sendi siku.

BAB 16 BAGIAN 4

Page 154: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 16 - Bangkitan Potensial Somatosensori • 139

• Di atas prosesus spinosus cervivalis ke 2 atau 5 (C2S atau C5S)

• Kulit kepala di atas korteks kontralateral (CPc) dan ipsilateral (CPi)CPc kontralateral terhadap stimulus, sedangkan CPi ipsilateral terhadap stimulus. Kedua elektrode ini diletakkan di atas korteks sensori-motor

• Elektrode non-sefalik (Ref)

2. Identifikasi dan interpretasi bentuk gelombang

Gelombang yang diperhatikan adalah: • N9 = dari channel Epi• P14 = dari channel leher• N20 = dari channel kulit kepala

No Parameter Nilai1 Waktu analisis 40 milidetik2 Jumlah uji 500-2.0003 Bandpass 30-3.000 Hz (-6 dB)4 Elektrode stimulator

KatodeAnode

Saraf median 2 cm proksimal dari pergelan-gan tangan 2 cm distal dari katode

5 Elektroda perekamCPcCpiC5SEpiRef

Kulit kepala kontralateral, antara C3/4 dan P3/4Kulit kepala ipsilateral, antara C3/4 dan P3/4Di atas prosesus spinosus C5Titik Erb ipsilateral terhadap stimulusReferensi non-sefalik, seperti lengan distal

6 Montase Channel 1 Channel 2 Channel 3 Channel 4

CPc – Cpi CPi – Ref C5S – Ref EPi – Ref

7 Pengukuran Latensi puncak dari potensial N9 Latensi puncak dari P14 di channel le-her-kulit kepalaLatensi puncak dari N20 antar kulit kepala atau kulit kepala-saluran telinga

Tabel 16.1• Stimulus SEP dan parameter perekaman saraf median

Gelombang N9: merupakan hasil potensial aksi yang terekam dari akson yang distimulasi oleh saraf median. Seluruh gelombang lain terekam hanya berdasarkan hasil dari aktivasi sensori, tetapi potensial N9 terekam dari potensial saraf sensori ortograd dan potensial saraf motorik retrograd.

Gelombang P14: potensial leher mencakup N13 dan P14. P14 yang digunakan dalam interpretasi klinis. Asal dari gelombang ini diperkirakan dari leminiskus medial kaudal.

Gelombang N20: potensial kulit kepala mencakup N18 dan N20, tetapi hanya N20 yang digunakan dalam interpretasi klinis. Asal gelombang ini diperkirakan dari radiasi talamokortikal.

Page 155: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

140 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

berhubungan dengan konduksi otak.

Kalkulasi dataKetika pengukuran N9, P14, dan N20

telah dibuat, kalkulasi dilakukan untuk menilai konduksi antar regio. Interval N9-P14 merepresentasikan waktu yang dibutuhkan untuk konduksi antara pleksus brakialis dan spina servikalis. Interval P14-N20 merepresentasikan konduksi antara spina cervikalis dan otak. Hasil perhitungan ini disebut dengan brain conduction time (BCT).

Beberapa interpretasi dari abnormalitas gelombang, yaitu: • N9 terlambat dengan interval NP-P14

dan P14-N20 normal: lesi pada saraf somatosensori di pleksus brakialis atau distal terhadap pleksus brakialis.

• Peningkatan interval N9-P14 dengan interval P14-N20 normal: lesi antara titik Erb dan medulla bagian bawah.

• Peningkatan P14-N20 dengan interval N9-P14 normal: lesi antara medulla bawah dan korteks serebral.

N20 yang hilang di saat N9 dan P14 ada menunjukkan hasil abnormal. Jika P14 tidak ada, tetapi N9, N20, dan interval N9-N20 normal, hasil mengindikasikan adanya lesi antara pleksus brakialis dan medulla, tetapi tidak dapat menyatakan hasil yang

Gambar 16.1 • Gelombang normal saraf median SEP

No Gelombang Latensi

Perbe-daan inter-side

1 Saraf median SEP

N9/EPP14 N20 P14-N20

11,8016,1021,507,10

0,87 0,70 1,20 1,20

2 Saraf peroneal SEP

LP P27 N33 Interval LP-P27

13,50 31,80 40,70 19,38

0,50 2,24 5,96 2,30

Tabel 16.2 • Data SEP Normal

1. Metode

Elektrode stimulator proksimal (katode) diletakkan pada pergelangan kaki, di antara maleolus medialis dan tendon Achilles. Anode diletakkan 3 cm distal dari katode. Ground diletakan proksimal terhadap elektrode stimulator, biasanya pada betis. Intensitas stimulus disesuaikan, sehingga tiap stimulus menciptakan sedikit gerakan plantar fleksi

2. Identifikasi dan interpretasi bentuk gelombang

Gelombang yang digunakan untuk interpretasi adalah: • LP = dari channel T12S• P37 = dari channel kulit kepala

Gelombang LP: potensial lumbar (LP) diperkirakan dihasilkan dari saraf aferen pada

Tibial SEP

Page 156: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 16 - Bangkitan Potensial Somatosensori • 141

channel Cpi-FPz dan CPz-Fpz.

Data terkalkulasi: interval LP-P37 merupakan waktu dari kaudaekuina ke otak. Ini disebut dengan central conducting time (CCT).

Data spina servikal: potensial servikal kadang-kadang dapat direkam selama SEP tibial, tetapi potensial ini terlalu tidak konsisten dan bervariasi untuk digunakan dalam interpretasi klinis.

Abnormalitas• Perpanjangan LP dengan interval LP-

P37 normal: lesi perifer atau distal. Kemungkinan besar neuropati perifer, tetapi perlambatan yang terjadi dapat terjadi di cauda equina.

• LP normal dengan perpanjangan interval LP-P37: konduksi antara kauda ekuina dan otak tidak normal. Median SEP dibutuhkan untuk melokalisasi abnormalitas dari korda

radiks dorsalis dan zona masuknya. Pasien dengan neuropati perifer memiliki saraf aferen yang tidak sinkron, amplitudo dari potensial saraf rendah atau tidak konsisten.

Gelombang P37: P37 merupakan potensial positif pada 37 milidetik. Asal potensial ini diperkirakan dari korteks sensori primer. P37 merupakan gelombang positif mayor dalam

Gambar 16.2 • Gelombang normal SEP saraf Tibial

No Parameter Nilai1 Jumlah uji 1.000-4.0002 Waktu analisis 60 milidetik3 Elektrode stimulator Di belakang maleolus medial4 Bandpass 30-3.000 Hz (-6 dB)5 Elektroda perekam

Cpi CPz FPz C5S T12S Ref

Korteks ipsilateral antara C3 dan P3 atau C4 dan P4Garis tengah antara Cz dan PzPosisi Fpz dari. 10-20 sistem elektrodeDi atas prosesus spinosus C5Di atas prosesus spinosus T12Referensi non-sefalik

6 Montase Channel 1 Channel 2 Channel 3 Channel 4

CPi – Fpz CPz – FpzFpz – C5ST12S – Ref

7 Pengukuran Latensi LP. Latensi P37 8 Kalkulasi Interval antar puncak LP-P37

Tabel 16.3 • Stimulus SEP dan parameter perekaman saraf tibial

Page 157: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

142 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Korelasi klinis SEP terhadap beberapa kelainan dapat dilihat pada tabel 16.4

spinalis. Hasil median SEP yang normal mengindikasikan lesi di bawah level mid-servikal. Perpanjangan median SEP mengindikasikan lesi di atas level mid-servikal. Lesi kedua di bawah korda servikal tidak dapat diidentifikasi oleh karena latensi P37 telah diperpanjang oleh lesi di level yang lebih tinggi.

• Perpanjangan LP dan perpanjangan interval LP-P37: kondisi ini

Korelasi Klinis

No Kelainan Penemuan

Lengan1 Amiotrofik lateral sklerosis Normal2 Kematian otak Potensial kulit kepala tidak ada3 AIDP (sindrom Guillain-Barre) Perlambatan konduksi proksimal (spinal

klavikular) lebih dari konduksi perifer; BCT normal

4 Lesi pleksus brakialis Potensial servikal terlambat; BCT normal5 Sindrom arteri spinalis anterior Normal; kolumna posterior dipertahankan6 Radikulopati servikal Biasanya normal7 Stroke batang otak Normal pada sindrom lateral medullar;

pada infark melibatkan leminiskus medial, potensial kulit kepala tidak ada atau terlambat

8 Gagal ginjal kronik Keterlambatan semua puncak gelombang dan penurunan amplitudo; BCT biasanya normal

9 Lesi korda servikal Potensial servikal hilang; potensial klavi-kular normal; peningkatan BCT

10 Penyakit Creutzfeldt-Jakob Hasil beragam; dapat normal atau mengalami peningkatan atau penurunan amplitudo

11 Insensitivitas terhadap rasa sakit kon-genital

Normal

12 Ataksia Friedreich Konduksi perifer melambat, dapat juga mengalami peningkatan BCT

13 Hemisferektomi Potensial kulit kepala yang terhenti14 Jejas pada kepala Normal atau abnormal

Tabel 16.4 • Penemuan SEP pada beberapa kelainan

mengindikasikan dua lesi yang mempengaruhi saraf perifer dan konduksi sentral. Kemungkinan terdapat sebuah lesi di kauda ekuina.

Page 158: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 16 - Bangkitan Potensial Somatosensori • 143

15 Hipertiroidisme Peningkatan amplitudo potensial kulit kepala

16 Ensefalopati hepatik Peningkatan BCT17 Penyakit Minamata (merkuri) Potensial kulit kepala tidak ada; potensial

servikal normal18 Palsi pressure-sensitive herediter Perlambatan konduksi perifer19 Asfiksia perinatal Peningkatan latensi, amplitudo rendah,

atau tidak ada potensial kulit kepala; derajat abnormalitas berkorelasi dengan tingkat kerusakan

20 Leukodistrofi Pengurangan atau penghentian potensial servikalis; potensial kulit kepala terlambat atau terhenti

21 Lesi parietal Amplitudo potensial kulit kepala tidak ada atau rendah; perlambatan lebih sedikit terjadi pada lesi kortikal dibandingkan dengan lesi subkortikal

22 Sklerosismultipel Peningkatan klavikular-spinal atau BCT23 Epilepsi mioklonik Peningkatan amplitudo potensial kulit

kepala24 Persistent vegetative state Potensial kulit kepala biasanya tidak ada

atau terlambat25 Sindrom Reye Gelombang abnormal yang muncul terlalu

cepat; pengembalian puncak mengindi-kasikan prognosis yang baik

26 Polineuropati Puncak yang terlambat. BCT normal; wak-tu klavikular-servikal dapat meningkat

27 Sindrom Tourette Normal

28 Sindrom Thoracic Outlet Potensial servikal terlambat; potensial klavikular mungkin terlambat atau amplitu-do rendah

29 Perdarahan subaraknoid Amplitudo rendah atau potensial kulit kepala terlambat

Kaki1 Diabetes mellitus Perlambatan perifer; kadang perlambatan

sentral 2 Adrenoleukodistrofi Peningkatan CCT3 Ataksia Friedreich Peningkatan CCT4 Lesi parasagital serebral Potensial kortikal terhenti

Page 159: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

144 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

5 Distrofi miotonik Perlambatan konduksi perifer 6 Sklerosis multipel Peningkatan CT, konduksi perifer normal

7 Radikulopati Biasanya normal

8 Penyakit Charcot-Marie-Tooth Normal; perlambatan perifer9 Degenerasi subakut gabungan Potensial kortikal terlambat atau tidak ada

10 Jejas korda spinalis Sering kali abnormal, pengembalian yang cepat atau respons normal mengindi-kasikan prognosis yang dapat lebih baik

Page 160: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 16 - Bangkitan Potensial Somatosensori • 145

4. Di manakah diletakan elektrode stimulator proksimal (katode) pada Tibial SEP?a. Di antara maleolus medial dan tendon Achillesb. Di antara tibia dan maleolus medial c. Di maleolus medial

5. Penemuan SEP pada kelainan berikut normal, kecuali....a. Amitrofik lateral sklerosisb. Insensitivitas terhadap rasa sakit kongenital c. Ensefalopati hepatik

1. SEP adalah......a. Potensial yang terekam dari regio oksipital sebagai respons dari stimulus visualb. Potensial yang digunakan untuk evaluasi jaras auditorik di batang otakc. Potensial yang terekam dari respons saraf perifer terhadap stimulasi listrikd. Bukan salah satu di atas

2. Stimulasi listrik dapat dilakukan pada saraf-saraf di bawah ini yang telah terbukti dalam beberapa studi klinis, kecuali...a. Saraf medianb. Saraf ulnarc. Saraf tibiald. Saraf kranial

3. Peningkatan P14-N20 dengan interval N9-P14 pada Median SEP dapat diinterpretasikan sebagai.....a. Lesi antara medulla bawah dan korteks serebralb. Lesi antara poin Erb’s dan medulla bagian bawahc. Lesi pada saraf somatosensori di pleksus brakialis atau distal terhadap pleksus brakialis

Latihan Soal

Jawaban Latihan Soal1. C | 2. D | 3. A | 4. A | 5. C

Page 161: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

146 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

POLISOMNOGRAFIBab 17 :

Bab 18 :

BAGIAN 5

Fisiologi Tidur dan Gangguan Tidur......................................112Uji Tidur ...............................110

Page 162: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 17 - Fisiologi Tidur dan Gangguan Tidur • 147

Polisomnografi (PSG) dapat dikatakan sebagai salah satu pemeriksaan neurofisiologis yang jarang digunakan. Banyak pasien dengan gangguan tidur yang gagal didiagnosis karena kurangnya kecurigaan dan sulitnya pemeriksaan kualitas tidur yang baik. Prosedur PSG adalah perekaman EEG dan parameter fisiologis lainnya pada saat tidur. Beberapa indikasi yang paling sering untuk pemeriksaan PSG adalah: • Rasa mengantuk pada siang hari yang

berlebihan• Insomnia• Jerking ekstremitas pada malam hari • Serangan tidur

Beberapa diagnosis yang sering ditegakkan setelah hasil laboratorium pemeriksaan tidur adalah:• Obstructive sleep apnea (OSA)• Central sleep apnea• Narkolepsi• Pergerakan ekstremitas periodik

Fisiologi Tidur dan Gangguan Tidur

Ikhtisar

Fisiologi Dasar Tidur

Siklus tidur diatur oleh reticular activating system (RAS). RAS terdiri dari formasio retikular batang otak, hipotalamus posterior, dan otak depan bagian basal. Semua struktur ini harus dilihat sebagai satu kesatuan, bukan sebagai nukleus yang terpisah. Aktivitas pada formasio retikular di pons, otak tengah,

BAB 17 BAGIAN 5

hipotalamus posterior berperan dalam fase bangun, sedangkan aktivitas pada formasio retikular di medula berperan dalam fase tidur. Adapun sinyal untuk tidur dan bangun diintegrasikan di otak depan bagian basal.

Fase bangun merupakan fungsi dari adanya aktivitas tonik di beberapa sel yang berproyeksi ke korteks. Aktivitas ini meningkatkan eksitabilitas neuronal untuk merespons terhadap stimulus eksogen. Di sisi lain, fase tidur dimulai ketika terdapat proses aktif yang diinisiasi dari neuron sleep-promoting, seperti nukleus serotonergic raphe. Aktivasi nukelus ini diinduksi oleh pengurangan stimulus eksogen dan endogen yang mengindikasikan waktu untuk tidur. Aktivitas tonik dari sel dan respons terhadap stimulus eksogen juga akan ditekan pada fase tidur.

Salah satu teori yang telah diajukan mengatakan bahwa fase tidur merupakan waktu untuk manajemen dan reorganisasi data. Pada keadaan bangun, otak menerima informasi yang cukup banyak dan beragam. Informasi yang sangat banyak ini belum tersusun secara rapi menjadi sebuah konsep dan otak belum bisa mengakses informasi yang masih acak ini. Beberapa pemrosesan data dapat terjadi pada keadaan bangun, tetapi fase tidur mungkin diperlukan untuk mengorganisasikan masukan informasi ke otak setiap harinya, mengintegrasikan data baru dengan data yang sudah ada, serta mengeliminasi informasi yang dianggap tidak berguna atau tidak menarik oleh otak.

Page 163: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

148 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

1A menunjukkan adanya hubungan antara latar belakang dan pengurangan ritme alfa posterior yang tidak sinkron. Aktivitas teta dapat terlihat, tetapi tidak menonjol. Di sisi lain, fase 1B mirip dengan 1A, kecuali munculnya gelombang lambat pada rentang teta. Gelombang verteks dan transien tajam oksipital positif dapat terlihat pada fase ini.

3. Fase Tidur 2

Fase tidur 2 merupakan tidur ringan. Dalam kebutuhan EEG, tidak akan dipertimbangkan

1. Keadaan bangun

Hasil EEG pada keadaan bangun di orang dewasa didominasi oleh frekuensi-frekuensi yang cepat. Ketika mata tertutup, ritme alfa posterior mendominasi.

2. Fase Tidur 1

Fase tidur 1 terbagi menjadi 1A (mengantuk ringan) dan 1B (mengantuk berat). Fase

Fase Tidur

Gambar 17.1 • Gelombang normal EEG pada keadaan bangun

Fase α β θ δ Verteks K Spindle EMGBangun + + ± - - - - +

1A ± - + ± - - - ±1B ± ± + - ± - - ±2 - ± + + + + + ±3 - - + + ± ± ± -4 - - + + ± ± ± -REM - + + + - - - -

Tabel 17.1 • Fase Tidur

Page 164: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 17 - Fisiologi Tidur dan Gangguan Tidur • 149

Gambar 17.2 • Fase Tidur 1

Gambar 17.3 • Fase tidur 2

untuk dilakukan pemeriksaan hingga fase 2 ini terlihat. Latar belakang terdiri dari gabungan beberapa frekuensi. Aktivitas delta ada, walau tidak terlalu menonjol seperti pada fase tidur yang lebih dalam. Munculnya sleep spindles merupakan salah satu karakteristik yang membedakan fase 2 dengan fase 1B. Gabungan antara sleep spindles dengan gelombang verteks menghasilkan kompleks K, yang bersamaan dengan gelombang verteks sering ditemukan.

4. Fase Tidur 3

Fase tidur 3 dan 4 merupakan tidur dengan gelombang lambat. Fase 3 ditandai dengan aktivitas delta dengan predominan frontal. Adapun sleep spindles, gelombang verteks, dan kompleks K masih dapat ditemukan, tetapi tidak terlalu menonjol seperti pada fase tidur 2.

Page 165: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

150 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

dengan adanya aktivitas cepat dari voltase rendah. Perekaman pergerakan mata dan EMG penting untuk membedakan fase ini dari pola mengantuk normal. Tidur REM biasanya tidak terjadi dalam 60 menit setelah onset tidur. REM yang terjadi tepat saat onset tidur dapat ditemukan pada pasien narkolepsi. REM yang terjadi lebih dulu daripada onset tidur dapat ditemukan pada pasien yang kekurangan tidur, delirium, dan lesi batang otak.

5. Fase Tidur 4

Fase tidur 4 ditandai dengan menonjolnya aktivitas lambat pada rentang delta yang merupakan predominan frontal. Sleep spindles dan gelombang verteks jarang terlihat, jika ada, biasanya kurang terbentuk dengan jelas.

6. Tidur REM

Tidur Rapid eye movement (REM) ditandai

Gambar 17.4 • Fase tidur 3

Gambar 17.5 • Fase tidur 4

Page 166: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 17 - Fisiologi Tidur dan Gangguan Tidur • 151

• MSLT diindikasikan ketika ada kecurigaan narkolepsi. MSLT tidak bisa digunakan untuk mendukung diagnosis narkolepsi bila tidak ada riwayat klinis yang tidak konsisten. Adapun mengantuk berlebihan pada siang hari sendiri tanpa gejala lain bukan merupakan indikasi untuk MSLT.

PSG mencakup uji tidur nokturnal dan uji latensi tidur multipel. Rekomendasi resmi dari panduan yang telah dikeluarkan untuk indikasi pemantauan tidur adalah:

• Episode tidur pada waktu-waktu yang tidak tepat

• Insomnia• Hiperinsomnia• Kejadian atypical behavioral pada saat

tidur, seperti somnambulisme, kejang, abnormalitas pernapasan, gerakan yang berlebihan

• Penilaian efektivitas tata laksana gangguan tidur

Indikasi klinis lain di luar panduan resmi dapat disesuaikan dengan pengalaman personal, seperti:

• PSG nokturnal diindikasikan untuk pasien yang memiliki sleep apnea dan terbukti secara klinis atau memiliki kondisi mengantuk berlebih pada siang hari. Kondisi ini menandakan adanya gangguan tidur nokturnal.

Indikasi untuk Pemeriksaan Tidur

Gambar 17.6 • Fase tidur REM

Page 167: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

152 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

5. Pasien dengan kecurigaan narkolepsi diindikasikan untuk dilakukan pemeriksaan: a. PSG nokturnalb. MSLTc. Bukan salah satu di atas

1. Siklus tidur diatur oleh...a. Reticular activating system (RAS)b. Korteks otak c. Thalamus

2. Aktivitas pada formasio retikular di medulla penting untuk signal....a. Bangun b. Tidur c. Bangun dan tidur

3. 3. EEG akan mulai dipertimbangkan untuk dilakukan ketika seseorang telah mencapai fase .... tidur.a. 1b. 2c. 3

4. REM yang terjadi tepat saat onset tidur, ditemukan pada pasien.....a. Kekurangan tidur b. Delirium c. Narkolepsi

Latihan Soal

Jawaban Latihan Soal1. A | 2. B | 3. B | 4. C | 5. B

Page 168: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 18 - Uji TIdur • 153

Rekomendasi pelaksanaan teknis untuk PSG diambil dari Guidelines in EEG, Evoked Potentials, and Polysomnography (American Electroencephalographic Society, 1994).

BAB 18

Uji Tidur

Ikhtisar

BAGIAN 5

Polisomnografi Nokturnal

Pedoman tersebut merekomendasikan untuk melakukan beberapa pengukuran fisiologis, yaitu:• EEG• Elektro-okulogram (EOG)• EMG submental• ECG• Respirasi• Saturasi oksigen darah• CO2 ekspirasi• Gerakan tubuh dan ekstremitas• Pemantauan audiovisual• Waktu

Tidak semua pemeriksaan di atas dilakukan di laboratorium, tetapi eror akan meningkat apabila semakin sedikit informasi yang didapatkan.

1. EEG

Setidaknya 6 saluran EEG harus direkam dengan posisi elektroda seperti di bawah ini:• Fp1 dan Fp2

• C3 dan C4• O1 dan O2• T3 dan T4

Teknik pemasangan elektroda sama dengan pemeriksaan EEG rutin. Collodion lebih dipilih dibandingkan dengan gel elektroda untuk PSG. Walaupun montase longitudinal bipolar dan transversal bipolar digunakan, hanya 1 montase yang perlu digunakan saat penilaian tidur. Pada saat interpretasi, laju kertas biasanya diatur 10 mm/detik, meskipun laju yang lebih cepat kadang dapat membantu perekaman digital.

2. EOG

Dua saluran rutin digunakan untuk EOG dengan elektrode dipasang pada posisi berikut: • 1 cm di atas dan 1 cm lateral dari mata kiri• 1 cm di bawah dan 1 cm lateral dari mata

kanan• Telinga atau mastoid kiri• Telinga atau mastoid kanan

Dua saluran yang dimaksud mencakup salah satu mata dengan telinga ipsilateral. Dengan montase ini, dapat terlihat perbedaan yang jelas antara gerakan mata dengan aktivitas frontal lambat. Gerakan mata akan menghasilkan potensial dengan polaritas berlawanan arah pada dua sadapan mata. Aktivitas frontal lambat dapat menghasilkan gelombang lambat dari polaritas yang sama

Page 169: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

154 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

atau gelombang lambat independen pada kedua saluran.

3. EMG Submental

Perekaman EMG submental menggunakan elektrode standar yang diposisikan di bawah dagu. Elektrode disambungkan ke EEG pengamplifikasi standar dengan filter frekuensi rendah (10 Hz) dan filter frekuensi tinggi (70 Hz). Hasil EMG submental menurun pada fase tidur dalam dan secara virtual menghilang pada tidur REM. Ketiadaan aktivitas EMG dapat menolong dalam identifikasi tidur REM.

4. EKG

EKG direkam dengan menggunakan dua elektroda yang dipasang pada dada, biasanya pada sternum dan dada lateral kiri. Filter frekuensi rendah diatur pada 5 Hz dan filter frekuensi tinggi diatur pada 70 Hz. Tujuan perekaman EKG ini ada 2. Pertama, untuk memberikan estimasi keparahan dari apnea. Oleh karena laju jantung dapat berubah dengan adanya stres pernapasan, pada pasien dengan apnea tidur yang dapat berujung pada hipoksia dan hiperkarbia dapat ditemukan takikardia dan kemudian disusul bradikardia. Kedua, untuk mengidentifikasi artefak jantung pada saluran EEG.

5. Respirasi

Pemantauan respirasi merupakan komponen yang esensial untuk diagnosis apnea tidur. Pengukuran dibuat berdasarkan usaha pernapasan dan aliran udara. Usaha pernapasan direkam dengan menggunakan transduser toraks dan abdominal, EMG interkostal, atau impendansi toraks dan abdominal. Di sisi lain, aliran udara biasanya

dipantau menggunakan sensori termal di dekat nares dan mulut. Ketiadaan aliran udara dengan masih intaknya atau peningkatan usaha napas mengindikasikan adanya apnea tidur obstruktif.

6. Saturasi Oksigen Darah

Oksimetri nadi merupakan instrumen yang paling umum digunakan untuk penilaian saturasi oksigen. Probe oksimetri biasanya diletakan pada lobulus telinga, tetapi dapat juga diletakan pada jari. Oksimetri cukup akurat, tetapi mungkin dapat memberikan hasil yang tinggi palsu pada pasien dengan karbon monoksida di darahnya, khususnya pada perokok aktif. Selain itu, oksimetri juga dapat memberikan hasil yang rendah palsu pada pasien dengan ekstremitas yang dingin atau penyakit arteri perifer..

7. CO2 ekspirasi

CO2 ekspirasi dapat diukur dengan meletakkan tabung sampel kecil di bawah setiap lubang hidung dan dekat dengan mulut. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis CO2 harus cepat bereaksi dan hasilnya dapat dimasukkan langsung ke alat perekam. Udara pada akhir ekspirasi sebagian besar berasal dari alveolus, sehingga penentuan konten CO2 dapat dijadikan indikator yang baik untuk mengukur pertukaran gas. Pasien dengan kelainan obstruktif akan mengalami penurunan pada jumlah CO2 ekspirasinya pada selama obstruksi, tetapi memiliki konten CO2 yang lebih tinggi setelah obstruksi.

8. Gerakan Tubuh

Elektroda EMG permukaan diletakkan di tibialis anterior pada satu sisi. Hal ini

Page 170: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 18 - Uji TIdur • 155

dapat menunjukkan adanya mioklonus dan membantu penegakan diagnosis restless legs syndrome (RLS).

9. Pemantauan Audiovisual

Closed-circuit television (CCT) dan perekaman mikrofon digunakan untuk pemantauan perilaku dan gerakan. Kamera diposisikan agar dapat merekam pasien di tempat tidur dengan mudah. Monitor audio oleh mikrofon yang kecil dapat mendeteksi vokalisasi dan menjadi salah satu indikator untuk usaha pernapasan. Beberapa aspek yang paling penting pada pemantauan audiovisual adalah kedutan otot, tanda kesadaran, gerakan aksial dan ekstremitas, usaha pernapasan, dan kejang.

10. Waktu

Waktu diukur dengan waktu asli pada komputer. Waktu mulai dan berhenti perekaman harus dicantumkan pada hasil perekaman. Kertas perekaman harus memiliki indikator waktu yang akurat untuk diasosiasikan dengan pemantauan audiovisual.

Protokol Perekaman untuk Uji Nokturnal Standar

Berikut ini merupakan ringkasan rekomendasi untuk perekaman PSG nokturnal standar: • Buat ruangan nyaman dan sunyi.

Letakkan alat perekam di ruang yang terpisah.

• Mulai uji sedekat mungkin dengan waktu tidur normal.

• Meminimalkan interupsi. Elektroda ekstra dan sensor memfasilitasi penjagaan perekaman agar tetap adekuat

apabila pasien bergerak terhadap elektroda dan sensor primer.

• Durasi dari perekaman idealnya sepanjang 8 jam, dengan minimum 6,5 jam.

Interpretasi

Gambar 18.1 • Histogram Fase Tidur

Grading PSG nokturnal biasanya dilakukan pada 20-40 detik epoch. Epoch diklasifikasikan berdasarkan pola predominan. Sebagai contoh, suatu epoch dengan latar belakang yang tidak sinkron dapat diklasifikasikan sebagai tidur fase 1, walaupun ada beberapa aktivitas bangun alfa posterior.

Mula (onset) tidur didefinisikan sebagai satu atau tiga epoch berkelanjutan dari fase 1 tidur atau yang pertama dari fase tidur 2, 3, atau 4. Pedoman merekomendasikan bebera-pa pengukuran tidur, yaitu: • Waktu total di tempat tidur • Durasi dari fase bangun • Waktu tidur total• Latensi tidur • Latensi REM• Jumlah terbangun • Waktu dalam setiap fase tidur (aktual

dan persentase)

Page 171: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

156 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Efisiensi tidur merupakan persentase dari total waktu di ranjang yang digunakan untuk tidur. Beberapa pengukuran akan dilakukan, yaitu:

• Laju pernapasan pada saat bangun dan fase tidur

• Ada atau tidaknya mendengkur • Ada atau tidaknya pola respirasi para-

doks• Jumlah dan tipe episode apnea• Frekuensi dan derajat desaturasi oksigen

Data EKG dianalisis untuk mencari bebera-pa informasi berikut: • Rerata dan rentang laju jantung pada

keadaan bangun dan tidur • Aritmia, jika ada• Respons jantung terhadap perubahan

pernapasan, seperti apneaData EMG dianalisis untuk mencari miok-

lonus dan perbedaan antara mioklonus ter-kait kesadaran, mioklonus terkait aktivitas epileptiform pada EEG, dan mioklonus yang tidak terkait dengan perubahan fisiologis apa pun.

Gangguan

Gangguan tidur dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori, yaitu: • Hipersomnia• Insomnia• Gangguan siklus bangun-tidur• Gangguan kesadaran dan paroksismal

dalam tidur • Excessive daytime sleepinessTemuan neurofisiologis gangguan tidur spesi-fik dirangkum dalam tabel 18.1.

1. Narkolepsi

Narkolepsi ditandai dengan serangan tidur

Gangguan Temuan

Insom-nia terkait obat

Periode tidur REM terfragmentasi

Narko-lepsi

Tidur onset REM

Apnea tidur sentral

Kehilangan usaha napas saat mengantuk atau tidur dalam Kesadaran akhir

Apnea tidur ob-struktif

Usaha napas tanpa pergerakan udara. Kesadaran akhir.

Tabel 18.1 • Temuan neurofisiologis pada gangguan tidur spesifik

pada siang hari. Ada 2 tipe narkolepsi: • Narkolepsi non-REM atau terisolasi• Narkolepsi REM

Narkolepsi non-REM memiliki serangan tidur non-REM pada saat serangan dengan tidur malam normal. Di sisi lain, narkolepsi REM memiliki tidur REM pada saat serangan. Pada malam hari, terdapat fragmentasi tidur dan latensi REM yang diperpendek. MSLT dapat digunakan untuk mendeteksi latensi REM pendek atau sleep-onset REM.

2. Apnea Tidur

Apnea tidur merupakan indikasi klinis tersering untuk memesankan pemeriksaan PSG. Terdapat 3 tipe apnea tidur:

Semua tipe ditandai dengan kehilangan aliran udara untuk 10 detik atau lebih. Pasien dengan OSA secara terus menerus mengalami peningkatan usaha pernapasan yang gradual. Kesadaran parsial berakibat pada pembukaan saluran napas atas dan restorasi ventilasi. Pasien dengan apnea tidur sentral kehilangan pergerakan udara karena telah kehilangan

Page 172: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 18 - Uji TIdur • 157

pemeriksaan PSG terlebih dahulu untuk mengevaluasi kualitas tidur malam sebelumnya.

• Elektroda dipasang sesuai dengan 10-20 Electrode Placement System. Sadapan sentral dan oksipital penting untuk identifikasi aktivitas verteks sentral dan ritme dominan posterior. Selain sadapan EEG, beberapa elektroda harus dipasang untuk memantau beberapa parameter fisiologis lainnya. Elektroda tersebut mencakup EOG, EMG submental, dan EKG.

• Setidaknya terdapat 4 kali tidur pada interval yang telah dijadwalkan. Teknisi akan menurunkan intensitas cahaya dan meminta pasien untuk tidur. Setelah itu, perekaman dibuat hingga beberapa kriteria berikut ini didapatkan:• 20 menit tanpa tidur • 15 menit tidur berkelanjutan• 20 menit tidur terinterupsi, bahkan

ketika terjadi tidur kurang dari 15 menit

2. Interpretasi

Beberapa pengukuran fisiologis ini dibuat pada saat MSLT, yaitu:

• Latensi dari komando “selamat malam” ke onset tidur

• Latensi dari onset tidur ke tidur REM

Latensi tidur rerata adalah rata-rata latensi tidur yang ditentukan untuk setiap tidur. Abnormalitas khas yang paling sering ditemukan pada tes latensi tidur adalah latensi tidur pendek. Latensi 10 menit atau lebih tergolong normal. Latensi rerata antara 5 dan 10 menit tergolong garis batas. Laporan rerata latensi tidur kurang dari 10 menit sugestif menunjukkan adanya gangguan tidur, tetapi bukan merupakan diagnosis.

MLST dilakukan pada siang hari dan dapat dilakukan di laboratorium EEG standar, tanpa memerlukan semua peralatan monitor untuk PSG nokturnal. Meskipun persiapan pasien minimal, penting untuk memastikan bahwa pasien tidak mengonsumsi sedatif selama satu minggu saat pemeriksaan karena hasil tes dapat dipengaruhi oleh efek dari obat-obatan sedatif atau penarikan sedatif

1. Metode

Perekaman dilakukan saat keadaan terjaga dengan elektroda EEG konvensional. Selanjutnya, pasien diminta untuk tidur.

MLST dilakukan dengan tata cara di bawah ini:

• Pasien harus memiliki tidur malam yang normal sebelum dilakukannya perekaman. Beberapa neurofisiologis menggunakan

dorongan untuk bernapas. Dengan hipoksia dan hiperkarbia lanjutan, akan ada kesadaran parsial dan restorasi dari ventilasi normal.

Apnea tidur merupakan indikasi klinis tersering untuk memesankan pemeriksaan PSG. Terdapat 3 tipe apnea tidur:

Semua tipe ditandai dengan kehilangan aliran udara untuk 10 detik atau lebih. Pasien dengan OSA secara terus menerus mengalami peningkatan usaha pernapasan yang gradual. Kesadaran parsial berakibat pada pembukaan saluran napas atas dan restorasi ventilasi. Pasien dengan apnea tidur sentral kehilangan pergerakan udara karena telah kehilangan dorongan untuk bernapas. Dengan hipoksia dan hiperkarbia lanjutan, akan ada kesadaran parsial dan restorasi dari ventilasi normal.

Tes Latensi Tidur Multipel (Multiple Sleep Latency Test, MSLT)

Page 173: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

158 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Latensi tidur rerata dapat terganggu oleh beberapa kondisi, seperti kurang tidur, obat-obatan tertentu (sedatif, antihistamin, stimulan), penarikan (withdrawal) obat-obatan tertentu, dan usia.

Penarikan obat-obatan, seperti benzodiazepin dan barbiturat memberikan efek yang signifikan. Oleh karena itu, penggunaan obat-obatan ini harus dihentikan setidaknya 2 minggu sebelum tes.

Banyak pasien dengan excessive daytime sleepiness (EDS) akan memiliki latensi tidur yang lebih pendek. Pasien dengan narkolepsi biasanya akan memiliki periode onset tidur REM. Sebelum menyimpulkan onset tidur atau periode REM latensi pendek, seorang penginterpretasi harus yakin bahwa pasien tidak dalam kondisi kurang tidur.

Page 174: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Bab 18 - Uji TIdur • 159

b. Pasien harus tidur 8 jam di malam sebelumnya, sebelum dilakukan perekaman c. Pasien harus memiliki tidur malam yang normal

1. Gel yang dipilih untuk Polisomnografi nokturnal adalah....a. Gel elektrode b. Collodionc. Bukan salah satu di atas

2. Dua saluran biasanya rutin digunakan untuk perekaman EOG, yaitu...a. Salah satu mata dengan telinga kontralateralb. Salah satu mata dengan telinga ipsilateralc. Kedua mata

3. Elektrode EMG untuk melihat gerakan tubuh diletakan di....a. Tibialis posterior b. Tibialis anterior c. Maleolus medial

4. Durasi ideal untuk perekaman uji nokturnal standar, yaitu..a. 6,5 jam b. 8 jam c. 9 jam

5. Di bawah ini merupakan syarat dilakukannya MLST, yaitu..a. Pasien harus puasa 8 jam sebelum dilakukan perekaman

Latihan Soal

Jawaban Latihan Soal1. B | 2. B | 3. B | 4. B | 5. C

Page 175: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

160 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

Referensi1. Misulis KE, Head TC. Essentials of clinical neurophysiology. 3rd ed. Oxford: Butter-worth-Heinemann; 2003.

2. Sherwood L. Human physiology from cells to systems. 9th ed. Boston: Cengage Learn-ing; 2016. p. 104-11.

3. Carpenter R, Reddi B. Neurophysiology a conceptual approach. 5th ed. London: Hod-der Education; 2012. p. 18-47.

4. Huynh W. Nerve conduction studies. Australian family physician. 2011; 40: 9.

5. Husain AM. A practical approach to neurophysiologic intraoperative monitoring. 1st ed. New York: Demos Medical Publishing; 2008. p. 21-43.

6. Wu Y, Martinez MAM, Balaguer PO. Overview of the application of EMG recording in the diagnosis and approach of neurological disorders [Internet]. 2013 [cited on 2018]. Available from: https://www.intechopen.com/books/electrodiagnosis-in-new-fron-tiers-of-clinical-research/overview-of-the-application-of-emg-recording-in-the-diagno-sis-and-approach-of-neurological-disorders

7. Kirschstein T, Kohling R. What is the source of the EEG?. Clin EEG Neurosci. 2009; 40(3):146-9.

8.J ackson AF, Bolger DJ. The neurophysiological bases of EEG and EEG measurement: a review for the rest of us. Psychophysiology. 2014; 51(11):1061-71.

9. Britton JW, Frey LC, Hopp JL, Korb P, Koubeissi MZ, Lievens WE, et al. Electroen-cephalography (EEG): an introductory text and atlas of normal and abnormal findings in adults, children, and infants. Chicago: American Epilepsy Society; 2016.

10. Barohn RJ, Dimachkie MM, Jackson CE. A pattern recognition approach to the pa-tient with a suspected myopathy. Neurol Clin. 2014; 32(3): 569–vii.

Page 176: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis • 161

Profil PenulisRahyussalim, lengkapnya Dr. dr. Rahyussalim, SpOT(K) lahir di Padang, pada 5 Juni 1971, adalah dokter Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi Konsulen Tulang Be-lakang di FKUI-RSCM, merupakan sosok yang pantang menyerah, selalu berusaha mencari terobosan baru, tampil maksimal dan mau berbagi.

Saat ini Rahyussalim menjabat sebagai Manajer Riset dan Pengabdian Masyarakat FKUI sekaligus sebagai Staf Dosen dan Staf Medik di FKUI-RSCM, Jakarta.

Rahyussalim merupakan alumni dari SMA Negeri 3 Padang dan lulus tahun 1989. Setelah tamat dari bangku SMA, ia memutuskan merantau ke Jakarta untuk men-gambil jalur pendidikan Kedokteran dan diterima menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia melalui jalur UMPTN di tahun yang sama.

Setelah lulus dari FKUI tahun 1996, Rahyussalim sempat menjalani penugasan dokter di daerah operasi militer Aceh dari tahun 1996-1998. Pada tahun 2003 Rahyussalim mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan lulus pada tahun 2008. Setelah lulus ia menjalani Program Training Sub Spesialis Tulang Belakang di Kolegium Orthopaedi dan Short Fellowship Spine Training di Tohoku University/Nishitaga Hospital Japan dan berhasil lulus sebagai Konsultan Tulang Belakang pada tahun 2009.

Rahyussalim menjadi Staf Dosen dan Staf Medik di Fakultas Kedokteran Universi-tas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo sejak lulus se-bagai dokter spesialis Orthopaedi di tahun 2008 hingga saat ini. Gelar Doktor Ilmu Kedokteran berhasil diperolehnya dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 2013 dengan predikat Cum Laude atas disertasi berjudul “Transplan-tasi Sel Punca Mesenkimal pada Defek Spondilitis Tuberkulosis : Pengaruh Terhadap Perbaikan Pembentukan Tulang Baru dan Eradikasi Infeksi pada Model Kelinci”.

Sebagai Doktor, Rahyussalim telah melakukan penelitian-penelitian yang meng-hasilkan 38 publikasi nasional dan internasional terindeks SCOPUS maupun Pubmed yang bertemakan permasalahan TBC Tulang Belakang (spondilitis tuberkulosis), Skoliosis, Operasi Tulang Belakang dengan Luka Minimal (Minimal Invasive Spine Surgery) dan penggunaan Sel Punca Mesenkimal (mesenchymal

Page 177: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar

162 • Intra-operative Nerve Monitoring Dalam Praktik Klinis

stem cell) pada berbagai permasalahan di tulang belakang. Rahyussalim juga berhasil menjadi Peringkat ke-23 pada 108 Inovasi Indonesia tahun 2016 dari Kemenristek Dikti untuk HAKI dengan judul: Subroto Angle Aid (SAA) – Software pengukur sudut kemiringan skoliosis yang cepat, akurat, mudah diaplikasikan dan terjangkau, selain giat mengembangkan software dan device dibidang bidang Orthopaedi dan Traumatologi. Di bidang penelitian, hingga saat ini Rahyussalim telah berhasil memperoleh pendanaan atas 12 judul proposal melalui skema hibah kompetitif di lingkungan Universitas Indonesia, RSCM, Kementrian Keseha-tan dan Kemenristek Dikti senilai lebih dari 2 milyard rupiah, selain melakukan penelitian-penelitian mandiri.

Buku ini ‘Intra Operative Nerve Monitoring dalam Praktek Klinis’ ini merupakan buku kedua yang ditulis oleh Rahyussalim.

Dokter yang gemar menulis essay dan puisi ini juga aktif menulis blog di www.rahyussalim.com dan www.rahyussalim.blogspot.com. Komunikasi melalui email di [email protected].

Page 178: Intra-operative Nerve Monitoringstaff.ui.ac.id/system/files/users/rahyussalim71/publication/32213... · berkembang dalam pelayanan yaitu tentang patient safety yang merupakan standar