Intervensi Komunitas Untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja Jusuf Tjahjo Purnomo

download Intervensi Komunitas Untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja Jusuf Tjahjo Purnomo

of 19

description

ilmu kesehatan komunitas

Transcript of Intervensi Komunitas Untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja Jusuf Tjahjo Purnomo

  • Kategori A

    Intervensi Komunitas untuk Menghentikan Perilaku Merokok Remaja

    Jusuf Tjahjo Purnomo

    Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

    [email protected]

    Abstrak

    Tidak perlu diragukan bahwa perilaku merokok memiliki resiko besar

    terkait kesehatan. Berhenti merokok pada usia yang lebih muda akan

    berdampak besar dalam status kesehatan seseorang. Merokok biasanya

    mulai dilakukan selama masa kanak atau remaja, dan upaya menghentikan

    perilaku merokok bukanlah usaha mudah, terlebih lagi bagi perokok di

    Indonesia. Hanya sebagian kecil saja yang dapat berhasil berhenti merokok

    tanpa bantuan. Menghentikan perilaku merokok adalah sulit karena saat

    perokok-perokok mencoba berhenti, kondisi yang mereka rasakan menjadi

    makin buruk.

    Kebanyakan upaya-upaya untuk mengurangi kecanduan rokok pada

    remaja difokuskan pada program-program pencegahan merokok, namun

    kecil upaya untuk menghentikan perilaku merokok itu sendiri. Upaya yang

    dilakukan lebih bersifat parsial dan sangat terfokus pada individu dan bukan

    pada komunitasnya sehingga perilaku merokok tetap bertahan bahkan terus

    meningkat. Perubahan diharapkan terjadi pada tingkat individual tetapi tidak

    pada komunitasnya sehingga tingkat keberhasilan remaja berhenti merokok

    juga kecil .

    Pendekatan komunitas sangat dibutuhkan untuk menghentikan perilaku

    merokok pada remaja. Intervensi komunitas untuk menghentikan perilaku

    merokok remaja menginginkan suatu perubahan di sebuah populasi.

  • Tujuannya adalah untuk menurunkan permasalahan kesehatan terkait

    dengan merokok dan untuk meningkatkan status kesehatan komunitas.

    Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasikan bentuk intervensi

    komunitas yang dapat digunakan secara efektif untuk menghentikan perilaku

    merokok pada remaja.

    Kata kunci: invervensi komunitas, perilaku merokok, remaja

  • Masa remaja, terutama masa remaja awal, adalah masa yang penting sekaligus

    genting. Pada usia remaja sejumlah perilaku yang merugikan kesehatan terjadi baik

    untuk pertama kalinya ataupun menjadi semakin intensif. Sebagian besar kondisi

    kesehatan remaja banyak ditentukan oleh bagaimana perilaku remaja terkait kesehatan.

    Pada kenyataannya, banyak perilaku remaja yang justru membahayakan kesehatannya

    namun kurang disadari oleh remaja itu sendiri yaitu perilaku merokok.

    Pengantar

    Merokok terutama di mulai pada waktu remaja, dan percobaan tersebut akhirnya

    akan menjadi kebiasaan dan menjadi penggunaan secara tetap dalam kurun waktu

    beberapa tahun. Beberapa penelitian menginformasikan bahwa kebanyakan perokok

    mulai dengan rokoknya yang pertama pada usia antara 11-13 tahun, dan 85 % sampai

    90 % mulai sebelum usia 18 tahun. Sebagai tambahan juga ditemukan bahwa semakin

    muda seorang individu mulai dengan rokok pertamanya, semakin besar

    kemungkinannya untuk menjadi perokok berat di masa dewasa (Leventhal et al, 1988;

    Dhuyvettere, 1990)

    Berhenti merokok pada usia yang lebih muda akan berdampak besar dalam

    status kesehatan seseorang. Merokok di usia muda cenderung akan memiliki penyakit

    terkait dengan tembakau dan mengalami resiko kematian lebih besar. Usia yang lebih

    muda untuk merokok lebih mungkin untuk memiliki penyakit yang berhubungan dengan

    merokok dibandingkan dengan perokok di kelompok usia lainnya (CDC, 2006). Tidak

    perlu diragukan bahwa perilaku merokok mengandung faktor resiko untuk kesehatan.

    Merokok dapat menjurus berbagai macam penyakit paru-paru kronis. Resiko kematian

    bertambah sehubungan dengan banyaknya merokok dan umur awal merokok yang lebih

    dini (Smet, 1994). Dibandingkan dengan orang yang tidak merokok, timbulnya penyakit

    koroner lebih tinggi 50% bagi orang yang merokok kira-kira satu bungkus setiap hari,

    dan 200% bagi orang yang merokok lebih dari satu bungkus. Merokok, khususnya kalau

  • berat mengandung resiko yang sangat besar dan tetap untuk sudden cardiac death

    (Jenkins dalam Smet, 1994). Penelitian menunjukkan bahwa jika perokok berhenti

    merokok dan menjaga penghentian pada saat mereka berusia 30 tahun, kemungkinan

    penyakit dan kematian akan menurun dan sering sekali dapat dicegah (Doll, Peto,

    Boreham, & Sutherland, 2004; USDHHS, 1990).

    U

    Di Indonesia, upaya yang telah dilakukan untuk menghentikan perilaku merokok

    remaja antara lain: (1) program atau sosialisasi pencegahan penggunaan rokok yang

    dilakukan oleh dinas pendidikan dan dinas kesehatan secara rutin tiap tahun baik

    dengan kelompok sasaran siswa SMP dan SMU/SMK. Program ini biasanya lebih

    bersifat pendidikan kesehatan pada remaja; (2) pihak sekolah membuat larangan/tanda

    dilarang merokok di sekolah. Adanya konsekuensi atau hukuman bila ada siswa yang

    merokok di sekolah; (3) penelitian-penelitian telah banyak dilakukan baik survei maupun

    eksperimen untuk melihat dan merubah sikap, persepsi remaja tentang merokok dengan

    harapan bahwa perubahan persepsi dan sikap akan membawa perubahan perilaku

    remaja untuk tidak merokok.

    paya menghentikan perilaku merokok bukanlah usaha mudah, terlebih lagi bagi

    perokok di Indonesia. Remaja yang mulai merokok pada usia 12 tahun atau lebih muda,

    lebih cenderung menjadi perokok berat dan merokok secara teratur daripada remaja

    yang merokok pada usia yang lebih tua. Biasanya perokok akan menemui kesulitan-

    kesulitan yang dialami pada fase awal perubahan, mulai dari penolakan, keraguan,

    hingga efek samping. Hasil survei yang dilakukan oleh LM3 (Lembaga Menanggulangi

    Masalah Merokok), dari 375 responden yang dinyatakan 66,2 persen perokok pernah

    mencoba berhenti merokok, tetapi mereka gagal. Kegagalan ini ada berbagai macam;

    42,9 persen tidak tahu caranya; 25,7 persen sulit berkonsentrasi dan 2,9 persen terikat

    oleh sponsor rokok (Helman, 1994).

  • Kebanyakan upaya-upaya untuk mengurangi kecanduan rokok pada remaja

    difokuskan pada program-program pencegahan merokok, namun kecil upaya untuk

    menghentikan perilaku merokok itu sendiri. Berdasarkan data medis, ada sekitar 70

    persen perokok yang ingin berhenti sendiri tanpa bantuan lebih lanjut, namun hanya 5

    persen perokok yang berhasil melakukannya tanpa bantuan dalam usaha mereka untuk

    berhenti merokok (Fiore et al., 2000). Sepertiga perokok melaporkan bahwa mereka

    telah mencoba berhenti merokok setiap tahun, tanpa bantuan siapapun, tetapi lebih dari

    95% dari mereka gagal (Centers for Disease Control and Prevention [CDCP], 2004).

    Fakta tersebut menunjukkan bahwa keinginan untuk berhenti tidaklah cukup. Semua

    perokok menyatakan keinginan untuk berhenti tetapi tidak mencoba melakukannya.

    Meski kebanyakan remaja perokok mencoba meninggalkan perilakunya, metoda-metoda

    bantuan mandiri terbaik memiliki keberhasilan kecil jika tidak ada terapi dan hampir-

    hampir tidak efektif dengan nasihat sederhana dari para profesional kesehatan untuk

    meninggalkan perilaku ini (Lancaster & Stead, 2005). Menghentikan perilaku merokok

    adalah sulit karena saat perokok-perokok mencoba berhenti, kondisi yang mereka

    rasakan menjadi makin buruk. Secara psikologis, upaya berhenti merokok menjadi sulit

    karena adanya pengaruh lingkungan sosial, kebiasaan mengkonsumsi rokok,

    kemudahan akses terhadap rokok, ketiadaan aturan membatasi usia perokok, pengaruh

    teman sebaya dan banyak hal lain.

    Dengan demikian, upaya harus difokuskan tidak hanya pada kegiatan program

    pencegahan khusus merokok untuk remaja, tetapi juga merancang intervensi

    penghentian merokok khusus untuk remaja yang merokok. Intervensi yang dirancang

    untuk kelompok usia ini sangat diperlukan. Upaya ini harus didasarkan pada penelitian

    yang berhubungan dengan karakteristik perokok (yaitu, usia mulai merokok, tingkat

    merokok, dan kesulitan-kesulitan untuk berhenti) remaja (Kishchuk, Tremblay, Lapierre,

    Heneman, & O "Loughlin, 2004; Lawrence, Fagan, Backinger, Gibson & Hartman, 2007;

    Rigotti, Lee, & Wechsler, 2000).

  • Pendekatan dalam intervensi merokok.

    Dalam perkembangannya, ada banyak upaya telah dilakukan untuk

    meningkatkan ketersediaan metode bantuan yang meliputi konseling individual dan

    kelompok, materi self-help, terapi penggantian nikotin, program-program intervensi, dan

    mengidentifikasi mitra untuk membantu mendukung upaya berhenti merokok (Fiore et

    al., 1990; Zhu, Melcer, Sun, Rosbrook, & Pierce, 2000). Apabila dikelompokkan maka

    ada tiga pendekatan besar yang dilakukan dalam upaya untuk menghentikan perilaku

    merokok yaitu:

    1. Pendekatan individu

    2. Pendekatan kelompok

    Tritmen individu diyakini akan bermanfaat dengan pertimbangan bahwa calon

    peserta akan mendapatkan kontak yang lebih banyak dan personal dengan konselor

    mereka dan kesempatan untuk tritmen yang dirancang secara individu (Burgess et al.,

    2002). Dengan pendekatan individual, diyakini lebih bermanfaat karena menciptakan

    sebuah kelompok homogen akan sulit. Rekrutmen dianggap lebih mudah saat

    seseorang mencoba mendaftarkan diri individu daripada dilakukan secara kelompok

    remaja karena penjadwalan akan sulit dilakukan. Akhirnya, dari perspektif klinis dan

    etika, bahwa tidak dibenarkan untuk menahan tritmen bagi individu untuk jangka waktu

    lama untuk memperoleh jumlah optimal subyek untuk kelompok intervensi. Hasil-hasil

    penelitian ilmiah menunjukkan ketidakmampuan dari pendekatan individual , intervensi

    saluran tunggal (single-channel intervention) dalam mempengaruhi perilaku merokok

    pada populasi yang lebih luas (Klausner, 1997; Rp HHS, 1989).

    Pendekatan kelompok mencapai hasil yang terbaik di akhir 1970-an sampai

    pertengahan 1980-an dengan tanpa komponen farmakologis. Pada awal sampai

    pertengahan 1980-an program kelompok mencapai hasil 40 % pada 12 - bulan tindak

    lanjut yang dilakukan. Program ini terdiri dari beberapa komponen kunci. Peserta ada

  • dalam kelompok kecil (biasanya 8 sampai 15 peserta) untuk memaksimalkan kohesi

    kelompok. Jumlah sesi penelitian bervariasi antara 12 dan 16. Beberapa sesi yang

    diadakan sebelum tanggal berhenti ditetapkan dan menekankan antisipasi situasi sulit

    dan metode coping direncanakan. Sesi tambahan setelah tanggal berhenti awalnya

    berfokus pada tantangan dalam mempertahankan pantang merokok dalam jangka

    pendek dan selanjutnya pada pantang merokok dalam jangka panjang dan perubahan

    gaya hidup, termasuk perbaikan diet dan olahraga untuk mendukung berhenti merokok

    yang lebih panjang lagi. Sesi yang dijadwalkan dengan penekanan pada minggu awal

    segera mungkin dan 2 minggu setelah tanggal berhenti merokok (Lando, 2006).

    3. Pendekatan komunitas

    Mayoritas tritmen untuk perokok remaja dalam reviu oleh McDonald et al. (2003)

    dilakukan di sekolah-sekolah dan dilakukan dalam format kelompok. Demikian pula di

    Indonesia, pendekatan yang digunakan lebih banyak untuk kelompok kecil dan banyak

    dilakukan di sekolah-sekolah. Lebih lanjut, Colby et al. (1998) menyatakan bahwa

    program-program berbasis sekolah lebih berkonsentrasi pada pencegahan daripada

    tritmen perokok aktif. Masalah lain menjadi jelas juga. Meskipun hasil yang baik

    didapatkan melalui pendekatan kelompok, kebanyakan program kelompok yang efektif

    memiliki dampak yang sedang pada tingkat populasi, artinya hanya mampu mencapai

    sebagian kecil dari populasi perokok. Potensi intervensi kelompok kecil untuk

    mengurangi prevalensi merokok secara keseluruhan (Lando, 2006).

    Dalton et al. (2001) menggambarkan bidang psikologi komunitas berfokus pada

    hubungan saling bergantung antar individu dalam komunitas, berkomitmen untuk

    menghasilkan pengetahuan yang valid yang berguna untuk komunitas dan terlibat dalam

    penelitian dan tindakan melalui kemitraan kolaboratif dengan individu dan komunitas.

    Definisi komunitas sangat penting bagi praktisi kesehatan komunitas karena intervensi

    kesehatan harus menargetkan komunitas yang spesifik. Bagaimana komunitas target

  • didefinisikan menentukan bagaimana sumber daya akan dialokasikan, bagaimana

    intervensi akan dilakukan dan bagaimana pesan akan rangkai.

    Penggunaan pendekatan berbasis komunitas untuk pengendalian perilaku

    merokok berusaha untuk mengubah penggunaan tembakau di tingkat populasi - tidak

    hanya individual dan semakin fokus pada mempengaruhi kebijakan yang

    mempromosikan pengurangan merokok. Contoh kegiatan pengendalian merokok

    berbasis komunitas mencakup pengorganisasian kelompok komunitas untuk mendukung

    penerapan tata kelola tembakau- (misalnya, restoran bebas rokok, larangan swalayan

    menampilkan rokok); media advokasi untuk meningkatkan kesadaran komunitas tentang

    penjualan rokok untuk anak di bawah umur; dan sponsor dari komunitas luas-berhenti

    merokok seperti peristiwa-berhenti dan-memenangkan kontes. Bukti yang mendukung

    efektivitas intervensi berbasis komunitas untuk mengurangi merokok ditemukan dalam

    penurunan secara tajam dan konsisten dalam konsumsi rokok di negara-negara yang

    telah berinvestasi untuk pencegahan komprehensif dan program pengendalian rokok

    dibandingkan dengan mereka yang belum (Cummings, 1999)

    Intervensi komunitas berbeda dengan pendekatan yang sifatnya individual dan

    kelompok yaitu pertama, intervensi komunitas berusaha melakukan perubahan

    pemakaian rokok pada tingkat populasi, tidak hanya individu atau kelompok sasaran

    yang dipilih. Intervensi komunitas untuk pemakaian rokok beroperasi pada premis

    bahwa norma-norma sosial dan keyakinan tentang konsekuensi positif dan negatif dari

    pengaruh perilaku penggunaan rokok. Intervensi komunitas biasanya berusaha untuk

    mengubah perilaku dengan mempengaruhi norma-norma deskriptif (yaitu, persepsi

    prevalensi merokok), norma-norma injungtif (yaitu, persepsi tentang toleransi sosial

    merokok), dan keyakinan tentang kerugian dan konsekuensi merokok (yaitu, persepsi

    tentang bahaya kesehatan, daya tarik, potensi kecanduan, dan sebagainya). Keunikan

    kedua dari intervensi komunitas adalah secara komprehensif, melibatkan usaha-usaha

    campur tangan melalui struktur sosial di beberapa komunitas (National Cancer Institute,

  • 1991). Intervensi komunitas mengakui fakta bahwa sikap tentang merokok dibentuk dari

    berbagai sumber, termasuk keluarga, tempat kerja, pendidikan, layanan kesehatan

    lembaga, dan media.

    Salah satu contoh pentingnya mendefinisikan komunitas target dapat dilihat

    dalam merancang intervensi menghentikan merokok. Jika targetnya adalah remaja,

    fokus pada dampak kesehatan jangka panjang dari penggunaan tembakau tidak

    mungkin menjadi strategi efektif karena populasi ini berada dalam tahap perkembangan

    remaja. Remaja percaya bahwa "tidak akan terjadi hal yang buruk pada saya" dan

    fokusnya adalah keadaan sekarang dan bukan masa depan. Sebuah strategi yang lebih

    berhasil untuk berhenti merokok dengan populasi ini akan menjadi intervensi yang

    menunjukkan cara untuk menolak tekanan sosial, sementara mereka tetap

    mendapatkan penerimaan dari teman sebaya.

    Dengan menawarkan sebuah intervensi yang komprehensif yang beroperasi

    melalui berbagai saluran dalam suatu komunitas, intervensi menghasilkan sinergi

    dimana norma-norma yang melemahkan penggunaan rokok akan menyebar lebih cepat

    di seluruh populasi (Cummings, 1999). Intervensi komunitas untuk mengurangi perilaku

    merokok di dunia Barat sering sedikit dilakukan dengan memberikan layanan pada

    perokok secara langsung. Ini tentunya akan menjadi sebuah kelemahan bila dikaitkan

    dengan situasi di Indonesia. Pada umumnya, intervensi komunitas lebih memfokuskan

    diri pada para pimpinan, penyedia layanan kesehatan, politisi, dan tokoh komunitas yang

    memiliki posisi untuk menerapkan kebijakan yang membantu menentukan norma-norma

    sosial tentang penggunaan rokok di tingkat populasi (National Cancer Institute, 1991).

    Apakah ada bukti bahwa pengurangan rokok dengan intervensi komunitas akan

    berhasil? Memang tidak semua intervensi komunitas di negara Barat menunjukkan

    tingkat keberhasilan yang tinggi. Ada beberapa contoh intervensi berbasis komunitas

    yaitu North Karelia, Stanford Three Community, Stanford Five-City, Kesehatan Jantung

  • Pawtucket, dan Kesehatan Jantung Minnesota, yang semuanya ditujukan beberapa

    aspek penyakit kardiovaskular. Pada Proyek Stanford Lima-Kota menunjukkan pengaruh

    tritmen perilaku berhenti merokok kecil, dan tidak ada pengaruh pada prevalensi

    merokok (Fortmann, Taylor, Nora, & Jatulis, 1993). Program Kesehatan Jantung

    Minnesota menunjukkan pengaruh positif bagi perempuan dalam analisis kroseksional,

    tetapi tidak berpengaruh pada sampel kelompok kohort (Leupker et al, 1994.). Program

    Kesehatan Jantung Pawtucket gagal menunjukkan pengaruh intervensi secara signifikan

    untuk merokok dalam analisisnya (Carlton, Lasater, Assaf, Feldman, & McKinlay, 1994).

    Intervensi komunitas untuk menghentikan Perilaku Merokok yang dilakukan National

    Cancer Institute gagal untuk mempengaruhi para perokok berat, tapi meningkatkan

    perilaku berhenti merokok sekitar 3% pada perokok ringan dan sedang (COMMIT

    Research Group, 1995a, 1995b). Meskipun tidak mencapai keberhasilan seperti yang

    diperkirakan, namun terjadi kenaikan jumlah untuk berhenti merokok pada perokok

    ringan sampai sedang, Jika dihitung secara nasional, berarti ada 1.200.000 orang

    dewasa berhenti merokok (Klausner, 1997).

    Prinsip dan Asumsi Intervensi Kesehatan Berbasis Komunitas

    1.

    Intervensi awal kesehatan berbasis komunitas menunjukkan beberapa asumsi umum

    dan prinsip-prinsip yang menginformasikan alasan, desain, serta asumsi tentang cara

    intervensi tersebut harus bekerja. Berikut ini adalah beberapa prinsip dan asumsi yang

    membimbing orang merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi intervensi

    tersebut.

    Fokusnya adalah pada perubahan perilaku berisiko

    Intervensi berusaha mengubah norma-norma dan perilaku sebelum menghasilkan

    morbiditas. mereka juga berusaha untuk meningkatkan kesehatan mereka yang

    sudah didiagnosis dengan kondisi kesehatan kronis.

  • 2.

    3.

    Pendekatan berbasis populasi diperlukan untuk dairahkan pada perilaku kesehatan.

    Intervensi ini merangkul gagasan bahwa perilaku berisiko didistribusikan di seluruh

    penduduk, dengan beberapa orang yang beresiko tinggi atau lebih rendah. Karena

    jumlah penduduk yang ditargetkan, bahkan meskipun peningkatan kecil dalam

    perilaku berisiko dapat menyediakan reward besar

    4.

    Komunitas memiliki batas-batas geografis. Awal intervensi kesehatan berbasis

    komunitas didefinisikan sebagai suatu entitas geografis atau yurisdiksi politik.

    Meskipun komunitas bervariasi dalam ukuran, keanggotaan didefinisikan sebagai

    tempat tinggal dalam komunitas.

    5.

    Peningkatan temuan kasus mereka yang beresiko tinggi dalam populasi itu penting.

    Tujuan dari intervensi kesehatan berbasis komunitas adalah untuk memperluas

    jangkauan komunitas medis dengan mengidentifikasi mereka yang memiliki risiko

    tertinggi. Intervensi ini mencari kesempatan untuk skrining faktor risiko dan

    memastikan bahwa mereka yang diidentifikasi sebagai risiko tinggi akan terkait

    dengan penyedia layanan kesehatan.

    6.

    Individu lekat dalam keluarga. Beberapa strategi intervensi ini difokuskan pada

    keluarga dan bertujuan untuk mengubah atau memperkuat perubahan perilaku

    risiko pada bagian dari mereka yang beresiko dengan mendaftar anggota keluarga

    dalam membuat perubahan di dalam rumah tangga.

    Keluarga lekat dalam komunitas yang lebih besar yang memiliki konteks dan

    budaya. Keluarga pada gilirannya mempengaruhi perilaku. Intervensi harus

    berfokus pada menciptakan norma-norma sosial berkaitan dengan perilaku

    kesehatan. Selain melihat individu tertanam dalam keluarga mereka, praktisi juga

    tampak di luar keluarga untuk pengaruh-pengaruh lain pada perilaku berisiko dan

    kondisi kesehatan. Mereka melihat aspek fisik dan lingkungan sosial sebagai target

    yang masuk akal untuk intervensi yang akan memfasilitasi dan memperkuat

    perubahan perilaku dengan mengubah atau membentuk norma-norma, nilai, dan

    sikap anggota komunitas.

  • 7.

    8.

    Hal ini dimungkinkan dan diperlukan untuk bekerja dalam banyak seting sekaligus.

    Agar asesmen mempengaruhi kesehatan individu, para desainer dari intervensi

    kesehatan berbasis komunitas yakin bahwa program harus ditempatkan di dalam

    institusi dan struktur lain di komunitas. Dengan demikian, intervensi kesehatan

    berbasis komunitas mengembangkan program di sekolah, gereja, organisasi

    komunitas, pengaturan perawatan kesehatan, taman, toko, dan tempat-tempat

    lainnya.

    9.

    Program dan kegiatan bermacam-macam memiliki efek sinergis. Sementara

    masing-masing intervensi ini melibatkan beberapa strategi dan proyek, para

    perancang awal intervensi kesehatan berbasis komunitas tertarik pada dampak

    kumulatif dari beberapa intervensi pada individu atau perilaku berisiko seperti rumah

    tangga mereka dengan cara memberikan kontribusi terhadap upaya secara

    keseluruhan. Intervensi, dalam merangkul konteks sosial sebagai penentu perilaku,

    akan bekerja di banyak wilayah - seperti gereja, media, perawatan kesehatan,

    pekerjaan - dengan gagasan bahwa antar tindakan dari intervensi yang berbeda

    akan memacu kegiatan baru dan menambahkan dampak masing-masing secara

    spesifik.

    Intervensi dapat berhasil dievaluasi untuk menangkap proses dan dampak

    perubahan perilaku. Intervensi ini ketat dievaluasi, dengan menggunakan desain

    kuasi-eksperimental dan menggunakan beberapa metode pengumpulan data.

    Evaluator percaya bahwa indikator proses dan indikator hasil baik dapat

    diidentifikasi dan dinilai dan bahwa evaluasi dapat memberikan informasi tentang

    bagaimana intervensi bekerja dan apa dampaknya itu.

    Tantangan untuk menerapkan program-program berbasis komunitas yang

    berhubungan dengan karakteristik unik dari komunitas itu sendiri. Setiap komunitas

    terdiri dari sikap sendiri, nilai-nilai, sumber daya, iklim sejarah, kekuatan, dan kelemahan

    (Edwards et al., 2000). Hal tersebut dapat mempengaruhi upaya pencegahan terutama

  • ketika tidak adanya pertimbangan situasi target selama perencanaan dan pelaksanaan

    program. Keberhasilan program pencegahan berbasis komunitas dapat bergantung

    pada apakah karakteristik komunitas mendukung tujuan program. Bila hal ini tidak

    terjadi, program pencegahan mungkin harus mengatasi rintangan tambahan untuk

    mencapai tujuan mereka. Sebuah pertanyaan kunci meliputi bagaimana untuk

    mendapatkan dukungan komunitas untuk jenis intervensi. Konsultan sekolah dan

    komunitas harus mencoba untuk bekerja sama dengan setiap komponen dalam

    masyarakat terhadap perubahan sosial (Isenberg, Loomis, Humphreys, & Maton, 2003;

    Wandersman et al., 1983).

    Intervensi komunitas untuk menghentikan perilaku merokok remaja dengan

    demikian perlu diupayakan dengan memperhatikan yaitu:

    a. Kerjasama dan kemitraan

    Kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait dengan remaja (seperti keluarga,

    sekolah, konselor, universitas, media, dinas kesehatan, pemerintah) sangat bermanfaat

    bagi jalannya program intervensi. Dalam kerjasama ini berbagai pihak dapat saling

    belajar dan berbagi pengalaman tentang keberhasilan dan kekurangan program, tentang

    cara menggunakan berbagai sumber daya yang ada, serta memaksimalkan investasi

    dalam pemanfaatan untuk melakukan promosi kesehatan.

    Kemitraan dengan berbagai unit organisasi baik pemerintah, LSM, sekolah,

    universitas maupun usaha swasta akan sangat mendukung pelaksanaan program

    intervensi. Disamping itu, dengan kemitraan akan dapat mendorong mobilisasi guna

    meningkatkan status kesehatan remaja. Kemitraan antara peneliti dalam negeri, peneliti

    dan para pendukung dari negara-negara kaya tampaknya menjanjikan. Kemitraan yang

    kuat antara semua stakeholder pengurangan tembakau diperlukan untuk mulai

    memerangi epidemi yang sangat besar dalam lingkup dan dampak. Kemitraan seperti ini

    juga penting dalam pertempuran agresif yang didanai oleh multi-nasional.

  • b. Penguatan kapasitas

    Kemampuan kerja dalam kegiatan peningkatan status kesehatan remaja harus

    dapat dilaksanakan secara optimal. Untuk itu berbagai sektor terkait harus diyakini dapat

    memberikan dukungan untuk memperkuat program untuk intervensi komunitas bagi

    remaja seperti pelatihan profesional kesehatan untuk memberikan saran dan menjadi

    konselor penghentian perilaku merokok yang efektif, untuk memasukkan perilaku

    merokok ke dalam kurikulum pendidikan kesehatan dan untuk mendorong budaya

    motivasi yang relevan (misalnya keluarga, agama) untuk mempromosikan penghentian

    merokok, ketersediaan penyedia layanan kesehatan terlatih termasuk saran dokter,

    materi self-help, intervensi perilaku dan psikologis, intervensi farmakologis, kampanye

    komunikasi media massa, layanan telepon / layanan berbasis internet, dan tempat

    bebas asap rokok, pembatasan merokok dalam ruangann, kenaikan harga, menyerukan

    efektif larangan merokok di tempat umum dan menegaskan hak-hak non-perokok untuk

    menghirup udara bebas dari asap tembakau

    d. Penelitian

    dan lain-lain akan memiliki dampak yang

    sangat terasa. Dukungan berbagai sektor ini dapat terkait dalam rangka penyusunan

    rencana kegiatan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program intervensi.

    Penelitian merupakan salah satu komponen dari pengembangan dan penilaian

    program. Penelitian merupakan akses untuk masuk dalam mengembangkan promosi

    kesehatan. P

    eneliti-peneliti yang peduli terhadap penghentian perilaku merokok dan

    pengurangan tembakau harus bergabung dengan pemangku kepentingan lainnya,

    termasuk praktisi, dan pembuat kebijakan.

  • Kesimpulan dan Implikasi

    Masalah merokok adalah masalah global yang terlalu besar untuk ditangani

    secara terpisah. Penghentian perilaku merokok remaja memiliki potensi besar untuk

    menyelamatkan banyak nyawa dan memberikan kesempatan hidup yang lebih baik.

    Upaya-upaya yang dilakukan untuk menghentikan perilaku merokok pada remaja

    memberikan beberapa pelajaran berharga untuk direnungkan saat kita

    mempertimbangkan bentuk intervensi apakah yang akan efektif. Apakah pendekatan

    yang bersifat individual, kelompok atau intervensi komunitas merupakan investasi yang

    baik.

    Sebuah pendekatan yang komprehensif perlu dilakukan untuk mencapai

    keberhasilan yang lebih besar. Perubahan besar dalam status kesehatan remaja dengan

    kehidupan tanpa rokok akan terjadi bila norma-norma sosial terkait dengan pemakaian

    dan perilaku merokok perlu diubah. Hal ini membutuhkan waktu yang tidak singkat.

    Tidak cukup dengan intervensi komunitas yang hanya terfokus pada para pimpinan,

    penyedia layanan kesehatan, politisi, dan tokoh komunitas yang memiliki posisi untuk

    menerapkan kebijakan, tetapi juga intervensi pada kelompok remaja secara langsung

    akan memberikan dampak yang lebih besar pada status kesehatan remaja.

  • Daftar Pustaka

    Burgess, E. S., Brown, R. A., Kahler, C. W., Niaura, R., Abrams, D. B., Goldstein, M. G.,

    et al. (2002). Patterns of change in depressive symptoms during smoking

    cessation: whos at risk for relapse? Journal of Consulting and Counseling

    Psychology, 70, 356-361.

    Centers for Disease Control and Prevention. (2006). Behavioral risk factor surveillance

    system survey data. http://apps.nccd.cdc.gov/statesystem.

    Centers for Disease Control and Prevention. (2004). Cigarette smoking among adults

    United States, 2002. Morbidity and Mortality Weekly Report, 53, 427-431.

    Colby, S.M., Monti, P.M., Barnett, N.P., Rohsenow, D.J., Weissman, K., Spirito, A., et al.

    (1998). Brief motivational interviewing in a hospital setting for adolescent smoking:

    a preliminary study. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 66(3), 574-578.

    Carlton, R.A., Lasater, T.M., Assaf, A.R., Feldman, H.A., McKinlay, S.M. (1994). The

    Pawtucket Heart Health Program: cross-sectional results from a community

    intervention trial. In: Abstracts of the 34th

    COMMIT Research Group. (1995a). Community Intervention Trial for Smoking

    Cessation (COMMIT): I. Cohort results from a four- year community intervention.

    American Journal of Public Health 85:183-192.

    Annual Conference on Cardiovascular

    Disease Epidemiology and Prevention, Tampa, FL. Dallas, TX: American Heart

    Association.

    COMMIT Research Group. (1995b). Community Intervention Trial for Smoking

    Cessation (COMMIT): II. Changes in adult cigarette smoking prevalence. American

    Journal of Public Health 85:193-200.

    Cummings, K.C. (1999). Community-wide interventions for tobacco control. Nicotine &

    Tobacco Research, 1, Sl13-Sl16

  • Dalton, J.H., Elias, M.J., & Wandersman, A. (2001). Community psychology: Linking

    individuals and communities. Belmont, CA: Wadsworth.

    Dhuyvettere, H. (1990). Smoking behavior and (anti-)smoking climate among students

    psychology, Scription for a Licentiate (Masters) Degree, University of Gent,

    Belgium

    Doll, R., Peto, R., Boreham, J., & Sutherland, I. (2004). Mortality in relation to smoking:

    50 years observations on male British doctors. British Medical Journal,

    328(7455), 1519- 1528.

    Edwards, R.W., Jumper-Thurman, P., Plested, B.A., Oetting, E.R., & Swanson, L.

    (2000). Communitiy readiness: Research to practice. Journal of Community

    Psychology, 28, 291307.

    Fortmann, S.P., Taylor, C.B., Flora, J.A., & Jatulis, D.E. (1993). Changes in adult

    cigarette smoking prevalence after 5 years of community health education: The

    Stanford Five-City Project. American Journal of Epidemiology 137:82-96.

    Fiore, M.C., Novotny, T.E., Pierce, J.P., Giovino, G.A., Hatziandreu, E.J., Newcomb,

    P.A., et al. (1990). Methods used to quit smoking in the United States: Do

    cessation programs help? Journal of the American Medical Association, 263(20),

    2760-2765.

    Fiore, M.C., Bailey, W.C., Cohen, S.J., Dorfman, S.F., Goldstein, M.G., Gritz, E.R., et al.

    (2000). Treating Tobacco Use and Dependence. Clinical Practice Guideline.

    Rockville, MD: US Department of Health and Human Services, Public Health

    Service.

    Helman, C.G. (1994). Culture, Health and Illness. Oxford: Butterworth-Heinemann Ltd.

  • Isenberg, D.H., Loomis, C., Humphreys, K., & Maton, K.I. (2003). Self-help research:

    Issues of power sharing. In L. A. Jason, C. B. Keys, Y. Suarez-Balcazar, R. R.

    Taylor, M. I. Davis, J. A. Durlak,&D.H. Isenberg (Eds.), Participatory community

    research: Theories and methods in action. Washington, DC: American

    Psychological Association.

    Kishchuk, N., Tremblay, M., Lapierre, J., Heneman, B., & OLoughlin, J. (2004).

    Qualitative investigation of young smokers and ex-smokers views on smoking

    cessation methods. Nicotine and Tobacco Research, 6(3), 491-500.

    Klausner, R. (1997). Evolution of tobacco control studies at the National Cancer Institute.

    Tobacco Control 6 (Suppl. 2): SI-S2.

    Lancaster, T., & Stead, L. F. (2005). Self-help interventions for smoking cessation

    [update of the Cochrane Database of Systematic Reviews.

    Lando, H.A. (2005). Reflections on 30 years of smoking cessation research: from the

    individual to the world. Drug and Alcohol Review (January 2006), 25, 5 14

    Lawrence, D., Fagan, P., Backinger, C. L., Gibson, J. T., & Hartman, A. (2007). Cigarette

    smoking patterns among young adults aged 18-24 years in the United States.

    Nicotine & Tobacco Research, 9(6), 687-697.

    Leupker, R.V., Murray, D.M., Jacobs, D.R. Jr., Mittelmark, N., Bracht, R., Carlaw, R.,

    Crow, R., Elmer, P., Finnegan, J., Fulsom, A.R., Grimm, R., Hannan, P.J., Jeffrey,

    R., Lando, H., McGovern, P., Mullis, R., Perry, C.L., Pechacek, T., Piric, P.,

    Spmfka, J.M., Weisbrad, R., Blackburn, H. (1994). Community education for

    cardiovascular disease prevention: risk factor changes in the Minnesota Heart

    Health Program. American Journal of Public Health 84:1383-1393.

    Leventhal, H., Fleming, R., & Glynn, K. (1988). A cognitive-developmental Approach to

    Smoking Intervention, in Maes, S., spielberger, C.D., Defares, P.B., & Sarason,

    I.G., Topics in Health Psychology, New York: john Wiley & Sons Ltd. ;

  • McDonald, P., Colwell, B., Backinger, C.L., Husten, C., & Maule, C.O. (2003). Better

    practices for youth tobacco cessation: Evidence of review panel. American Journal

    of Behavior, 27(Suppl. 2), S144-S158.

    National Cancer Institute. (1991). October. Monograph 1: Strategies to Control Tobacco

    Use in the United States: A Blueprint for Public Health Action in the1990's. U.S.

    Department of Health and Human Service, Public Health Service, National

    Institutes of Health. NIH Publication 92-3316.

    Rigotti, N. A., Lee, J. E., & Wechsler, H. (2000). U. S. college students use of tobacco

    products. Results of a national survey. Journal of the American Medical

    Association, 284(6), 699- 705.

    Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Grasindo.

    U. S. Department of Health and Human Services. (1990). The health benefits of smoking

    cessation. A report of the Surgeon General (DHHS Publication No. CDC 90-8416).

    Rockville, MD: Office on Smoking and Health. National Center for Chronic Disease

    Prevention and Health Promotion, Centers for Disease Control and Prevention,

    Public Health Service.

    Wandersman, A., Chavis, D., & Stucky, P. (1983). Involving citizens in research. In R.

    Kidd & M. Saks (Eds.), Advances in applied social psychology (pp. 189212).

    Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

    Zhu, S-H, Melcer, T., Sun, J., Rosbrook, B., & Pierce, J. P. (2000). Smoking cessation

    with and without assistance: A population-based analysis. American Journal of

    Preventive Medicine, 18(4), 305-311.

    Jusuf Tjahjo PurnomoFakultas Psikologi Universitas Kristen Satya [email protected]