Intersepsi Hujan Merupakan Bagian Proses Hidrologi Yang Mengalami Gangguan Akibat Alih Fungsi Lahan

15
1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Kondisi hutan bila dilihat dari luasan penutupan lahan telah mengalami perubahan yang cepat dan dinamis, sesuai perkembangan pembangunan dan perjalanan waktu. Banyak faktor yang mengakibatkan perubahan tersebut antara lain pertambahan penduduk dan pembangunan di luar sektor kehutanan yang sangat pesat memberikan pengaruh besar terhadap meningkatnya kebutuhan akan lahan dan produk-produk dari hutan. Kondisi ini diperparah dengan adanya perambahan hutan yang mengakibatkan semakin luasnya kerusakan hutan di Indonesia. Intersepsi hujan merupakan bagian proses hidrologi yang mengalami gangguan akibat alih fungsi lahan. Gangguan tersebut berpengaruh penting terhadap karakter tagihan hujan yang mencapai permukaan tanah sehingga berdampak pada neraca air. Kajian intersepsi hujan telah banyak dilaksanakan seperti pengukuran yang dilakukan Matthieu (1867-1877) yang dicatat oleh Andreassen (2004), Horton (1919), Delf (1955), dan Molchanov (1960) pada hutan di kawasan Eropa, Ruslan (1983) pada tegakan tusam, sungki, dan hutan alam DAS Riam kanan Kalsel, dan Kaimudin (1994) pada tegakan pinus,

Transcript of Intersepsi Hujan Merupakan Bagian Proses Hidrologi Yang Mengalami Gangguan Akibat Alih Fungsi Lahan

Page 1: Intersepsi Hujan Merupakan Bagian Proses Hidrologi Yang Mengalami Gangguan Akibat Alih Fungsi Lahan

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Kondisi hutan bila dilihat dari luasan penutupan lahan telah mengalami

perubahan yang cepat dan dinamis, sesuai perkembangan pembangunan dan

perjalanan waktu. Banyak faktor yang mengakibatkan perubahan tersebut antara

lain pertambahan penduduk dan pembangunan di luar sektor kehutanan yang

sangat pesat memberikan pengaruh besar terhadap meningkatnya kebutuhan

akan lahan dan produk-produk dari hutan. Kondisi ini diperparah dengan adanya

perambahan hutan yang mengakibatkan semakin luasnya kerusakan hutan di

Indonesia.

Intersepsi hujan merupakan bagian proses hidrologi yang mengalami

gangguan akibat alih fungsi lahan. Gangguan tersebut berpengaruh penting

terhadap karakter tagihan hujan yang mencapai permukaan tanah sehingga

berdampak pada neraca air. Kajian intersepsi hujan telah banyak dilaksanakan

seperti pengukuran yang dilakukan Matthieu (1867-1877) yang dicatat oleh

Andreassen (2004), Horton (1919), Delf (1955), dan Molchanov (1960) pada

hutan di kawasan Eropa, Ruslan (1983) pada tegakan tusam, sungki, dan hutan

alam DAS Riam kanan Kalsel, dan Kaimudin (1994) pada tegakan pinus, agathis,

dan schima di Gunung Walat Sukabumi. Zinke (1967) mendapatkan intersepsi

hujan pada hutan coniferous dan hutan deceduous di Amerika Serikat sebesar

10-40% dari total hujan tahunan. Bruijnzeel dan Critchley (1994) mendapatkan

intersepsi pada hutan tropis sebesar 10-25%. Intersepsi hujan pada hutan alam

di Kalimantan adalah 11% dari total hujan dan berkurang menjadi 6% pada hutan

yang telah diolah (Asdak et al., 1998). Chappell et al. (2001) mendapatkan

intersepsi hujan pada hutan alam di Sabah mencapai 19%. Hasil penelitian Price

dan Moses (2003) di

Page 2: Intersepsi Hujan Merupakan Bagian Proses Hidrologi Yang Mengalami Gangguan Akibat Alih Fungsi Lahan

Canada mendapatkan intersepsi hujan 18.6% dari total hujan, Intersepsi hujan

pada hutan sekunder di Nopu Taman Nasional Lore Lindu adalah 23.5% (Anwar,

2004).

Informasi penting dari hasil-hasil penelitian di atas adalah adanya variasi

intersepsi hujan berdasarkan objek vegetasi, tempat, dan waktu pengukuran.

Variasi nilai intersepsi di atas mengindikasikan adanya faktor pengendali

intersepsi yang bersifat dinamis terhadap ruang dan waktu. Banyak ahli

mengembangkan model pendugaan intersepsi untuk mendukung ketersediaan

data tersebut pada perencanaan dan pengelolaan sumber daya air, seperti Gash

(1979) yang kemudian dikenal sebagai model Gash, dan Calder (1996) dengan

model stokastik lapis dua. Kedua pendekatan tersebut selain memberikan

jawaban atas kelemahan metode konvensional juga mendeskripsikan faktor

pengendali intersepsi hujan. Akibat intersepsi, curah hujan yang mencapai

permukaan tanah berkurang karena sebagian hujan yang diintersepsi

dikembalikan ke atmosfir melalui proses evaporasi.

Hal ini berarti intersepsi hujan memiliki keterkaitan dengan pemindahan

massa dan pertukaran energi. Sesuai dengan sifat termal air, untuk

mengevaporasikan 1 mm/hari dibutuhkan energi sebanyak 0.408 MJ/m2 /hari.

Calder (1992) mempertegas bahwa intersepsi hujan berpengaruh penting pada

neraca air dan neraca energi. Pandangan ini diperkuat oleh Seller et al. (1997)

dan Ramires dan Senarath (1999), bahwa intersepsi hujan akan mempengaruhi

dinamika sensible heat dan latent heat. Menurut Oke (1987) dalam Friedrich et

al., 2000 , Monteith dan Unsworth (1990), neraca energi merupakan pernyataan

hukum kekekalan energi yang menguraikan tentang energi yang diterima dan

yang dilepaskan. Selain itu, neraca energi juga merupakan mata rantai utama

yang mengaitkan karakteristik permukaan bumi dengan model sirkulasi umum

atau general circulation model (GCM) (Sellers et al., 1997). Neraca energi Bowen

Page 3: Intersepsi Hujan Merupakan Bagian Proses Hidrologi Yang Mengalami Gangguan Akibat Alih Fungsi Lahan

ratio (NEBR) merupakan pengembangan dari neraca energi yang

mengintegrasikan dengan nilai Bowen ratio.

Metode ini selain dapat mengindentifikasi dinamika energi juga dapat

menentukan besaran kuantitatif energi yang dilepaskan. Todd et al. (2000)

melaporkan bahwa pendekatan ini awalnya dipergunakan untuk mengkaji

hubungan antara tanaman dan air, yang telah dilakukan pengujian dengan

metode lain, metode ini dapat digunakan untuk mengkaji aliran energi. Untuk

mengungkap fakta empiris pengaruh hutan terhadap lingkungan biofisik,

dilakukan kajian intersepsi hujan yang mengintegrasikan komponen fisik dan

biologi sebagai satu kesatuan dalam mata rantai daur hidrologi dengan

mengadopsi model Gash dan Neraca Energi Bowen Ratio. Kajian ini sekaligus

melengkapi kegiatan penelitian tentang stability of rainforest margin (STORMA),

kerja sama UNTAD-IPB-Kassel University dan Gottingen University di Taman

Nasional Lore Lindu (TNLL), Provinsi Sulawesi tengah.

1.2. Tujuan

Agar mahasiswa mengetahui cra membuat model percobaan intersepsi

hujan yang terjadi secara langsung di lapang.

Agar mahasiswa mengetahui cara menghitung intersepsi hujan yang

terjadi di berbagai tempat penggunaan lahan.

Page 4: Intersepsi Hujan Merupakan Bagian Proses Hidrologi Yang Mengalami Gangguan Akibat Alih Fungsi Lahan

II. Tinjauan Pustaka

Intersepsi adalah proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi di

atas permukaan tanah, tertahan beberapa saat untuk kemudian diuapkan

kembali ke atmosfer atau diserap oleh vegetasi yang bersangkutan. Proses

intersepsi terjadi selama berlangsungnya curah hujan dan setelah hujan berhenti.

Proses intersepsi terhadap curah hujan dari tutupan vegetasi adalah sebagai

salah satu proses dalam siklus hidrologi dalam hutan. Air hujan yang jatuh

menembus tajuk vegetasi dan menyentuh tanah akan menjadi bagian air tanah.

Besarnya intersepsi tidak dapat dihitung secara langsung karena morfologi tajuk

tanamanyang beragam sehingga sulit untuk dilakukan pengukuran, namun nilai

intersepsi padaekosistem hutan dapat dihitung dengan mengukur besarnya

curahan tajuk dan aliran batang pada vegetasi. Intersepsi dapat diketahui jika

kedua nilai tersebut diperoleh, nilai intersepsi merupakan perbedaan dari

besarnya presipitasi total (Pg ) dengan presipitasi bersih (Pn ).

Secara matematis besarnya intersepsi dinyatakan dengan I = Pg −Pn

dengan nilai = Pn (throughfall (Tf ) + stemflow (Sf), dengan nilai Pg didapatkan

dari hasil pengukuran di daerah kajian.Nilai persentase intersepsi hujan pada

tajuk vegetasi di daerah hutan hujan tropis adalah bervariasi (Asdak, 1995).

Hujan terintersepsi oleh tajuk vegetasi sebesar 21% dari total air hujan total di

hutan campuran Jawa Barat (Calder et al, 1986 dalam Asdak, 1995). Sementara

pada hutan yang tidak lebat dan telah dilakukan banyak penebangan persentase

intersepsi tajuk berkurang hingga 6% dari total intersepsi sebesar 11% (Asdak et

al, 1998).

Page 5: Intersepsi Hujan Merupakan Bagian Proses Hidrologi Yang Mengalami Gangguan Akibat Alih Fungsi Lahan

2.2 Curahan tajuk

Curahan tajuk adalah bagian dari air hujan yang berhasil menembus tajuk

suatu vegetasi sehingga mencapai lantai hutan baik langsung ataupun tertahan

terlebih dahulu oleh tajuk pohon. Penelitian yang dilakukan oleh Kaimuddin

(1994) didapatkan nilai curahan tajuk A. loranthifolia Sal pada hutan gunung

Walat sebesar 79.5 % dan menyatakan bahwa curahan tajuk merupakan bagian

yang paling besar dari curah hujan yang dapat mencapai lantai hutan. Morfologi

dari penutupan tajuk dan variasi dari komponen suatu tanaman mempengaruhi

jumlah presipitasi yang jatuh menyentuh lantai hujan. Curahan tajuk nilainya

akan berbeda pada setiap jenis tegakan tanaman, tergantung dari kerapatan

penutupan tajuk, ketebalan tajuk, dan luas tajuk. Penelitan yang dilakukan

Kaimuddin (1994) terhadap 3 tegakan yang berbeda yaitu P.merkusii,

A.loranthifolia Sal. dan S.wallichi didapatkan nilai curahan tajuk terkecil pada

tegakan P.merkusii dengan penutupan tajuk yang rapat sekitar 70%.Penelitian

yang dilakukan oleh Ford dan Deans (1978) menunjukkan nilai intensitas

curahan tajuk terbesar terjadi di dekat batang pohon berdasarkan penakar hujan

yang diletakkan di bawah tajuk dengan letak yang berbeda.

Faktor-faktor lain seperti arah angin saat terjadi hujan, kondisi alam, arah

angin saat terjadi hujan, dan variasi kondisi iklim sepanjang tahun mempengaruhi

perbedaan curahan tajuk pada waktu tertentu. Penelitian yang dilakukan Leyton

dan Carlisle (1959) di hutan pinus Lawson didapatkan nilai intersepsi bervariasi

sepanjang pengamatan yang dipengaruhi oleh lamanya radiasi matahari,

temperatur yang rendah dan hari berkabut. Intersepsi sebesar 16.7 % pada

bulan dengan radiasi matahari lebih lama dan 2.8 % dengan kondisi hari selalu

berkabut. Hal tersebut terjadi karena proses evaporasi rendah dan curahan tajuk

meningkat dengan terjadinya pengembunan.

Page 6: Intersepsi Hujan Merupakan Bagian Proses Hidrologi Yang Mengalami Gangguan Akibat Alih Fungsi Lahan

2.3 Aliran batang

Aliran batang adalah air hujan yang tertahan oleh vegetasi kemudian

mengalir ke bawah melalui permukaan batang tanaman. Aliran batang

merupakan bagian presipitasi yang mencapai tanah dengan mengalir ke bawah

melalui batang pohon. Percabangan pada pohon berpengaruh terhadap sisa air

jatuhan yang tertahan pada posisi lebih atas. Semakin banyak percabangan

maka air hujan yang tertahan akan semakin banyak. Faktor lainnya yaitu

kemiringan cabang pada suatu pohon, hal tersebut berpengaruh terhadap aliran

hujan yang akan menuju batang, hingga jatuh ke tanah sebagai aliran batang.

Penelitian yang dilakukan oleh Ford dan Deans (1978), kemiringan cabang

sebesar + 30o ideal untuk mengalirkan air menuju batang utama. Namun

besarnya kemiringan pada cabang pohon tidak selalu sama tiap tahunnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Jackson (1999) pada hutan tropis di Kenya

menghasilkan nilai persentase aliran batang sangat kecil, dengan kontribusi

aliran batang kurang lebih sebesar 0.7 %. Sedangkan penelitian yang dilakukan

Anwar di Hutan Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah (2003), nilai aliran

batang pada areal yang berbeda sangat bervariasi yaitu 0 - 7.6 % untuk kebun

cokelat, 0 - 4.7 % untuk hutan sekunder, dan 0 – 5.3 % untuk hutan alam.

2.4 Faktor yang memengaruhi intersepsi

Intersepsi pada hutan pertanian tergantung pada struktur penutupan

vegetasi dan juga bergantung pada faktor lainnya seperti kerapatan jarak tanam.

Selain itu factor pengendali besarnya intersepsi adalah tipe, kerapatan dan umur

vegetasi yang dominan di daerah tersebut. Jenis vegetasi juga berpengaruh

terhadap besarnya intersepsi. Penelitian yang dilakukan oleh Agustina (1999)

Page 7: Intersepsi Hujan Merupakan Bagian Proses Hidrologi Yang Mengalami Gangguan Akibat Alih Fungsi Lahan

dengan menggunakan 12 pohon contoh menunjukkan adanya perbedaan

curahan tajuk dan aliran batang pada masing-masing tegakan. Nilai curahan

tajuk terbesar terjadi di bawah pohon Balsa (Ochroma bicolor) sebesar 702.76

mm atau 44.66 % dari total curah hujan (1573.55 mm). Sedangkan untuk pohon

A.loranthifolia Sal. nilai curahan tajuk sebasar 592.72 mm atau 37.67 % dari total

curah hujan.

Hal ini disebabkan oleh keadaan penutupan tajuk. Struktur kanopi dan

batang pada vegetasi sangat mempengaruhi jatuhan hujan dalam suatu populasi

(Ford dan Deans, 1978). Lebar tajuk dan kerapatan cabang pada pohon

mempengaruhi besarnya air yang sampai ke tanah. Tajuk yang lebar dan

panjang akan menahan air lebih banyak dibandingkan tajuk yang sempit. Holder

(2003) dari hasil penelitiannya menyatakan bahwa evaporasi dari air yang

terintersepsi mulai terjadi pada periode ketika kapasitas maksimum tajuk telah

tercapai. pendapat ini juga didukung oleh Asdak et al (1998b). Dari hasil

penelitiannya dengan model Gash dan Rutter didapatkan 55 % dari total

evaporasi terjadi selama kondisi penjenuhan, 40 % selama periode kering, 2 %

ketika mulai basah dan 3% yang terjadi pada hujan ringan.

Hasil penelitian Jackson (1974) pada hutan tropis Tanzania Selatan,

diperoleh bahwa total curah hujan, durasi dan intensitas hujan memengaruhi

besarnya intersepsi pada tajuk vegetasi. Dimana peningkatan curah hujan dan

durasi hujan akan meningkatkan besarnya intersepsi. Hasil penelitian Leyton dan

Carlisle (1959) didapatkan bahwa terdapat perbedaan jumlah curahan tajuk

dalam satu vegetasi yang disebabkan oleh adanya bentuk tajuk yang berbeda

dalam satu vegetasi. Penelitian ini dilakukan dengan menempatkan 20 penakar

hujan pada tajuk vegetasi dan ditempatkan secara acak dibawah tajuk.. Pada

periode kering, air yang tertahan pada tajuk akan mengalami evaporasi dan

lajunya tergantung dari kondisi seperti temperatur, kelembaban, angin dll.

Page 8: Intersepsi Hujan Merupakan Bagian Proses Hidrologi Yang Mengalami Gangguan Akibat Alih Fungsi Lahan

Sehingga pada kondisi dingin, lembab dan terdapat angin, nilai intersepsi lebih

kecil pada kondisi lingkungan yang kering. Pendapat ini juga didukung oleh

Jackson (1974) bahwa proses evaporasi terjadi ketika terjadi hujan dan akan

berhenti setelah tajuk dalam kondisi kering. Hasil penelitian Holder (2003) di

dapatkan bahwa ada penurunan nilai intersepsi dari ketinggian 2100 mdpl dan

2550 mdpl yang disebabkan kondisi dari struktur kanopi dan kondisi yan selalu

berkabut.

Dari hasil penelitian Leyton et al (1967) menyebutkan bahwa perbedaan

morfologi pada tiap-tiap spesies akan memberikan nilai kapasitas maksimum

tajuk yang berbeda. Ketika tajuk telah mencapai kapasitas maksimum, hujan

neto akan terjadi. Hasil penelitian Kaimuddin (1994) dengan tanaman sejenis

yaitu A.loranthifolia Sal di Hutan pendidikan Gunung Walat Sukabumi didapatkan

nilai kapasitas tajuk sebesar 0.97 mm. Nilai intersepsi pada penelitian ini yaitu

sebesar 128.31 mm atau 14.7 % dari curah hujan total yaitu 871.9 mm. Hujan

yang seiring terjadi selama penelitian ini yaitu hujan kurang atau sama dengan

20 mm/hari. Penelitian yang dilakukan oleh Agustina (1999) dengan tanaman

yang sejenis yaitu A.loranthifolia Sal di Sub DAS Cikabayan Darmaga Bogor.

Nilai intersepsi pada penelitian ini yaitu sebesar 927.56 mm atau 58.94 % dari

total curah hujan yaitu 1573.55 mm.

Page 9: Intersepsi Hujan Merupakan Bagian Proses Hidrologi Yang Mengalami Gangguan Akibat Alih Fungsi Lahan

III. METODOLOGI

A. Alat Dan Bahan

Alat : gelas aqua sebanyak 4 buah

Gelas ukur

Karet

Paku

Ember

Selang

Alat tulis

Umbro meter

Lakban

Bahan : adapun bahan yang digunakan adalah pohon asem dan jagung

di lahan percobaan fakultas pertanian.

B. Cara Kerja

Pengukuran intersepsi pada tanaman jagung :

Mengukur tajuk tanaman

Menaruh gelas aqua sebanyak 4 buah pada masing – masing sisi

tanaman

Menyemprotkan air menggunakan selang sebagai pengganti

hujan atau hujan buatan selama 15 menit

Mengukur banyaknya air dalam umbro meter

Mengukur berapa mm ketinngian dari air yang masuk ke dalam

gelas yang di taruh pada 4 sisi tanaman dengan gelas ukur

Mencatat hasil dari praktikum

Page 10: Intersepsi Hujan Merupakan Bagian Proses Hidrologi Yang Mengalami Gangguan Akibat Alih Fungsi Lahan

Pengukuran intersepsi pada tanaman asem :

Membuat alur pada batang pohon untuk menaruh karet yang

nantinya sebagai jalan mengalirnya air dari batang

Memasang karet melingkar kebawah sesuai alur yang di buat

kemudian di paku

Menaruh ember pada bagian bawah tepat pada ujung lingkaran

karet ban

Meletakkan aqua botol besar pada 4 sisi tanaman asem

Menyemprotkan air menggunakan selang sebagai pengganti dari

hujan selama 15 menit

Mengukur banyaknya air yang lolos ke dalam ember dan aqua

dengan gelas ukur

Mengukur banyaknya air pada umbro meter

Mencatat hasil dari praktikum