“INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA...

219
“INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA PROGRAM THERAPEUTIC COMMUNITY DI RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT JAKARTA” Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos) Oleh: RATIH EKA SUSILAWATI 1110054100002 PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014 M

Transcript of “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA...

Page 1: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

“INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA PROGRAM THERAPEUTIC

COMMUNITY DI RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT JAKARTA”

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh:

RATIH EKA SUSILAWATI

1110054100002

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H / 2014 M

Page 2: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf
Page 3: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf
Page 4: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, September 2014

Ratih Eka Susilawati

Page 5: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

i

ABSTRAK

Ratih Eka Susilawati

Interaksi Sosial Antar Pasien NAPZA Pada Program Therapeutic Community Di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta

Penyalahgunaan NAPZA semakin menjadi masalah serius yang harus dicari solusi penyembuhannya. Penggunaan NAPZA dapat berdampak kepada kerusakan-kerusakan, bukan hanya kerusakan fisik maupun psikis tetapi juga dapat merusak kemampuan pengguna NAPZA dalam berinteraksi sosial di masyarakat. Untuk itu, tempat rehabilitasi selain untuk upaya pemulihan dari ketergantungan terhadap NAPZA juga diharapkan menjadi tempat untuk membantu pengguna NAPZA membangun kembali kemampuan interaksi sosialnya. Hal ini tentu akan bermanfaat karena dapat membuat mantan pecandu lebih siap untuk kembali ke masyarakat saat mereka keluar dari tempat rehabilitasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk interaksi sosial yang terjadi antar pasien NAPZA pada program Therapeutic Community dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi interaksi sosial yang terjadi antar pasien pada program Therapeutic Community.

Metodologi penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan tiga metode yaitu: observasi, wawancara dan dokumentasi. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori interaksi sosial yang mencangkup bentuk-bentuk serta faktor-faktor interaksi sosial yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto dalam buku Sosiologi Suatu Pengantar tahun 2002.

Penelitian ini menemukan bahwa, interaksi sosial yang terjadi antar pasien NAPZA menjadi jauh lebih baik dari pada saat mereka masuk pertama kali untuk menjalani program TC. Interaksi sosial disini mencangkup bentuk-bentuk interaksi sosial yang terjadi antar pasien NAPZA pada program therapeutic community. Bentuk-bentuk interaksi sosial yang terjadi diantaranya kerja sama, persaingan, pertikaian dan akomodasi. Kerja sama dilakukan setiap hari antar pasien dalam berbagai kegiatan yang ada di dalam program TC seperti morning meeting, function dan group, kerja sama yang dilakukan didasari oleh sikap saling tolong menolong satu sama lain agar kegiatan yang dijalankan bisa berjalan dengan baik sehingga dapat berpengaruh pada proses pemulihannya. Persaingan terjadi antara kelompok dengan kelompok, dalam hal ini persaingan terjadi di dalam kegiatan olah raga yang dilakukan pada sore hari. Dalam menjalankan berbagai kegiatan pasien tidak luput dari pertikaian atau konflik, pertikaian sering terjadi karena adanya perbedaan pendapat antara pasien satu dengan pasien lainnya. Dalam menyelesaikan konflik atau pertikaian yang terjadi antar pasien dibutuhkan proses akomodassi dengan bantuan chief yang bertugas untuk menyelesaikan pertikaian yang ada.

Page 6: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillahi robbil alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan kesehatan dan keselamatan kepada kita semua hingga saat ini.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda Rasulullah

SAW sebagai suri tauladan kita menuju jalan yang di ridhoi Allah SWT.

Berkat rahmat dan ridho Allah SWT penyusunan skripsi ini dapat

diselesaikan dengan judul “ Interaksi Sosial Antar Pasien NAPZA Pada

Program Therapeutic Community Di Rumah Sakit Ketergantungan Obat

(RSKO) Jakarta” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata

Satu (S1) pada program Studi Kesejahteraan Sosial, Dalam menyusun penulisan

skripsi ini, penulis menyadari banyak menemui kesulitan terutama dalam

mengumpulkan data-data yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan

pengalaman yang penulis miliki. Namun, dengan bimbingan dari berbagai pihak,

akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan, walaupun penulis menyadari

dari penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan.

Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa

penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak

yang telah memberi banyak dukungan, baik dukungan moril maupun dukungan

materil. Dengan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih sedalam-

dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi

kepada penulis untuk menyelesaikannya. Ucapan terima kasih tersebut terutama

kepada:

Page 7: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

iii

1. Pertama-tama saya panjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah

memberikan kesehatan dan pemikiran yang jernih kepada penulis, karena

berkat rahmat, hidayah serta pertolongan-Nya skripsi yang dibuat dapat

terselesaikan, karena Penulis sadar tanpa rahmat dan hidayah-Nya, Penulis

bukanlah apa-apa.

2. Yang terhormat dan terkasih orang tua penulis yaitu Bapak Adi Sukirno

dan Ibu Ngatinah atas kasih sayang, do’a, bimbingan, dan motivasinya

yang selalu diberikan kepada penulis. Semoga Allah SWT selalu

mencurahkan karunia dan nikmat yang tiada henti sebagai balasan yang

telah diberikan kepada penulis.

3. Bapak Ismet Firdaus, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah baik,

selalu support dan sabar membimbing penulis dengan memberikan nasehat

dan saran yang tidak akan penulis lupakan, karena atas semua itulah

penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

4. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Siti Napsiyah, M.SW dan Bapak Ahmad Zaky, M.Si sebagai Ketua

Program Studi Kesejahteraan Sosial dan Sekretaris Program Studi

Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kesejahteraan Sosial dan seluruh Dosen

Staff Pengajar Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah

mengajarkan ilmu yang bermanfaat sebagai bekal untuk meraih cita-cita

dimasa depan dan seluruh Staff Usaha serta Staff Perpustakaan Fakultas

Page 8: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

iv

Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan Staff Perpustakan Utama UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

7. Kepada Bapak Dr. Laurentius Panggabean, SpKJ, MS selaku Direktur

Utama Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta yang telah mengijinkan

penulis untuk dapat melakukan penelitian di RSKO Jakarta.

8. Kepada Bapak Agus Darmawan, S.Sos selaku Pembimbing di Rumah

Sakit Ketergantungan Obat Jakarta dan Bapak Syarifhudin, S.Sos yang

selalu memberi arahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan. Tidak lupa kepada para Konselor dan Seluruh Pasien

NAPZA di Rehabilitasi Halmahera House yang telah banyak membantu

penulis.

9. Untuk adiku tersayang Bunga Dewi Arum Sari dan Adam Zamalludin

yang selalu memberikan motivasi, dan mendo’akan penulis agar dapat

menyelesaikan skripsi ini.

10. Spesial untuk Agung Setiyawan, ST terima kasih untuk kesabaran, waktu,

tenaga, materi, dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis

dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini sehingga dapat memacu dan

menyemangati penulis. Semoga Allah SWT selalu meridhoi langkah kita

kedepannya.

11. Untuk Sahabat-sahabat penulis yakni Asisah, Ilmawati Hasanah, Nur

hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf dan Epidasari terima kasih telah

memberikan banyak kesan, semangat, do’a serta canda tawa kepada

penulis. Terima kasih selalu ada untuk penulis saat suka maupun duka,

terima kasih selalu membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan

Page 9: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

v

terima kasih untuk semua yang telah diberikan selama ini. Peluk cium

untuk kalian.

12. Untuk Teman-teman Penulis Juwita Deca Ryane, Fifi Nurmagfiroh, Ayu

Ratna Sari dan Seluruh Teman-teman Kessos 2010 terima kasih atas

kebersamaan kalian.

13. Terakhir, kepada pihak yang telah membantu dan berpartisipasi dalam

penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Dengan

tidak mengurangi rasa hormat, penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Akhirnya atas semua ini, penulis mendo’akan semoga Allah SWT

membalas jasa-jasa mereka sesuai dengan amal dan perbuatan yang telah

diberikan dan harapan penulis semoga penulisan skripsi ini ada manfaat baik

untuk Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, maupun bagi masyarakat pada

umumnya. Aamiin yaa Rabbal’alamin

Ciputat, September 2014

Ratih Eka Susilawati

Page 10: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

vi

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ....................................... 8 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 8 D. Metodologi Penelitian .............................................................. 9

1. Pendekatan Penelitian ........................................................ 9 2. Jenis Penelitian ................................................................... 10 3. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................ 11 4. Sumber Data ....................................................................... 11 5. Teknik Pemilihan Informan ............................................... 12 6. Teknik Pengumpulan Data ................................................. 13 7. Teknik Analisa Data ........................................................... 15 8. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ................................ 15 9. Tinjauan Pustaka ................................................................ 18 10. Pedoman Penulisan Skripsi ................................................ 20

E. Sistematika Penulisan ............................................................... 20

BAB II KAJIAN TEORI A. Interaksi Sosial ......................................................................... 22

1. Pengertian Interaksi Sosial ................................................. 22 2. Syarat-Syarat Interaksi Sosial ............................................ 24 3. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial ......................................... 27 4. Faktor-Faktor Yang Mendasari Interaksi Sosial ................ 32

B. Pasien NAPZA ......................................................................... 36 1. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif

Lainnya ............................................................................... 36

Page 11: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

vii

a. Pengertian Narkotika .................................................... 36 b. Pengertian Psikotropika ................................................ 37 c. Pengertian Zat Adiktif .................................................. 39

2. Penyebab Penyalahgunaan Narkotika ................................ 39 3. Dampak Penyalahgunaan NAPZA ..................................... 41 4. Pasien Napza ...................................................................... 42

a. Pengertian Pasien .......................................................... 42 C. Metode Therapeutic Community .............................................. 43

1. Pengertian Metode ............................................................. 43 2. Konsep Therapeutic .......................................................... 44 3. Karakteristik Metode Therapeutic Community ................. 48 4. Nilai-Nilai di dalam Metode Therapeutic Community ...... 50 5. Terapi Kelompok ............................................................... 51

BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA A. Latar Belakang Berdirinya RSKO Jakarta ............................... 56 B. Visi dan Misi RSKO Jakarta .................................................... 59 C. Program Lembaga .................................................................... 60

1. Perencanaan Program ......................................................... 60 2. Rencana Jangka Pendek, Menengah dan Panjang.............. 60 3. Teknik Perencanaan ........................................................... 61 4. Monitoring dan Evaluasi .................................................... 71

D. Jangkauan Layanan .................................................................. 72 1. Deskripsi Target Layanan .................................................. 72 2. Penjangkauan dan Perekrutan ............................................ 72 3. Kriterian Pemilihan Pasien ................................................. 73

E. Sarana dan Prasarana ................................................................ 73

BAB IV TEMUAN DATA DAN ANALISIS INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA PROGRAM THERAPUTIC COMMUNITY A. Hasil Temuan............................................................................ 75

1. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial Antar Pasien NAPZA pada Program Therapeutic Community Tahap Fase Primary ..... 75 a. Kerja Sama (Coorperation).......................................... 75 b. Persaingan (Competition) ............................................. 85 c. Pertikaian (Conflict) ..................................................... 89 d. Akomodasi (Accomodation)......................................... 96

2. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial Antar Pasien NAPZA pada Program Theraputic Community Tahap Fase Re-Entry ..... 98 a. Kerja Sama (Coorperation) .......................................... 98

Page 12: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

viii

b. Persaingan (Competition) ............................................. 103 c. Pertikaian (Conflict) ..................................................... 106 d. Akomodasi (Accomodation) ......................................... 108

B. Analisis Interaksi Sosial Antar Pasien NAPZA Pada Program Theraputic Community .............................................. 110 1. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial Antar Pasien NAPZA

Pada Program Theraputic Community................................ 110 a. Kerja Sama (Coorperation) .......................................... 111 b. Persaingan (Competition) ............................................. 112 c. Pertikaian (Conflict) ..................................................... 113 d. Akomodasi (Accomodation) ......................................... 115

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................... 117 B. Saran ......................................................................................... 122

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Page 13: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Teknik Pemilihan Informan

Tabel 2 : Jadwal Kegiatan Pasien Primary di RSKO Jakarta

Tabel 3 : Jadwal Kegiatan Pasien Re-Entry di RSKO Jakarta

Tabel 4 : Jumlah Konselor dan Pasien Rehabilitasi di RSKO Jakarta

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Tempat Penelitian.

Gambar 2 : Tempat Instalasi Rehabilitasi Halmahera House di RSKO Jakarta.

Gambar 3 : Tempat yang di Pakai Dalam Kegiatan Morning Meeting.

Gambar 4 : Tempat untuk Group Lecture, Profesional session, Religius class.

Gambar 5 : Tempat untuk Group Confrontation, Na meeting, Encounter.

Gambar 6 : Kegiatan Function.

Gambar 7 : Tempat untuk Berolah Raga.

Gambar 8 : Tempat atau Ruangan Kamar Pasien.

Gambar 9 : Tempat atau Ruangan Untuk Makan Bersama.

Page 14: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

NAPZA kini merupakan salah satu masalah yang serius, tidak saja

pada tingkat lokal dan nasional melainkan juga pada tingkat internasional.

Bagaimana tidak, dari tahun ke tahun penyalahgunaan NAPZA semakin

meningkat.

Pada awalnya NAPZA hanya digunakan sebagai alat bagi ritual

keagamaan di samping itu juga dipergunakan untuk pengobatan. Adapun jenis

NAPZA pertama yang digunakan pada mulanya adalah candu atau lazim

disebut sebagai madat atau opium.1 Namun di sisi lain, penggunaan NAPZA

dapat menyebabkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila

dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama.2

Terkait dengan penyalahgunaan NAPZA, di Indonesia telah terjadi

peningkatan yang cenderung tajam. Data terbaru dari Badan Narkotika

Nasional (BNN) menyebutkan, dalam kurun waktu lima tahun terakhir dari

tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 jumlah kasus penyalahgunaan

narkotika di Indonesia terus merangkak naik. Pada tahun 2009 tercatat ada

2.112.503 kasus. Lalu tahun berikutnya naik lagi menjadi 2.222.100 kasus,

1 Kusno Adi, Diversi Sebagai Upaya Alternative Penanggulangan Tindak Pidana

Narkotika Oleh Anak, (Malang: Umum Press, 2009), h.3. 2 Taufik Makarao dkk, Tindak Pidana Narkotika, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2007), h.17.

Page 15: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

2

kenaikan itu semakin bertambah dan yang terakhir pada tahun 2013 jumlah

penyalahguna semakin bertambah menjadi 2.578.524 kasus.3

Permasalahan NAPZA di Indonesia dari tahun ke tahun semakin

bertambah. Awal mula nya muncul pada tahun 1969, lalu pada tahun 1975

pemerintah menyatakan jumlah penyalahgunaan narkotika terdapat 5000

orang. Selanjutnya, pada tahun 1990 atau 15 tahun kemudian dinyatakan

jumlahnya meningkat menjadi 85.000 orang dan terus bertambah dengan

seiring berjalannya waktu. Ibarat gunung es, kasus penyalahgunaan NAPZA

tampak yang berada di permukaan lebih kecil dibandingkan dengan yang tidak

tampak. Dengan kata lain artinya bila ada satu yang menyalahgunakan

NAPZA berarti ada sepuluh orang lain di belakangnya yang

mengkonsumsinya.4

NAPZA sudah seharusnya diperangi dengan dua sudut yaitu yang

pertama, supply reduction dan yang kedua adalah demand reduction. Upaya

supply reduction adalah upaya penegakan hukum, pencegahan penyelundupan

dan peredaran narkotika. Sedangkan upaya demand reduction adalah lebih

kepada upaya di bidang prevensi, terapi dan juga rehabilitasi.5 Dari penelitian

yang dilakukan oleh Dadang Hawari telah dapat dibuktikan bahwa sebenarnya

seorang penyalahguna/ketergantungan NAPZA adalah seorang yang

mengalami gangguan kejiwaan, orang yang sakit dan seorang pasien yang

memerlukan pertolongan terapi serta rehabilitasi. Penyalahgunaan NAPZA

3 “Kasus Narkoba di Indonesia Naik Tajam, “ artikel ini diakses pada tanggal 14-april-

2014 “http://www.bnn.go.id/portal/index.php/konten/detail/puslitdatin/kasus-narkoba-di-Indonesia-naik-tajam.html.

4Dadang Hawari, AL-QUR’AN Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 2004), cet. Ke-3, h.236-265.

5 Ibid, h.267-268.

Page 16: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

3

merupakan masalah kesehatan masyarakat yang akan berdampak pada

kriminalitas, disabilitas, morbiditas dan mortalitas. Oleh karena itu

seyogyanya penanganan seorang penyalahguna/ketergantungan NAPZA

adalah dengan melakukan rehabilitasi.6

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam surah Al-Maidah/5 ayat 90

berikut:

���ن ����� �� أ��� +ه ا�-�� آ��+ا إ&�� ا�(�' وا���)' وا"&%�ب وا"ز م ر�� �� ��� ا��

�3405 012/+ن

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum arak, khamar, berjudi, berkurban tentang berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan tersebut agar kamu mendapat keberuntungan”. (Qs. Al-Maidah ayat 90) Penyalahgunaan NAPZA adalah penyalahgunaan salah satu atau

beberapa jenis narkotika secara berkala atau teratur di luar indikasi medis,

sehingga menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan gangguan fungsi

sosial.7

Dalam hal ini diharapkan pemerintah dapat menangani permasalahan

NAPZA dengan serius agar dapat meminimalisir penyalahguna yang kian

bertambah. Perlu penanganan khusus yang dilakukan untuk menangani

pengguna NAPZA. Menjalani rehabilitasi adalah tindak lanjut yang

dianjurkan pemerintah kepada pengguna NAPZA agar penyalahguna dapat

memantapkan kepribadian untuk bisa kembali bersosialisasi dengan

masyarakat. Dijelaskan rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan

6 Ibid, h.2-3 7 Astwin, Pengertian Narkoba, artikel ini diakses pada tanggal 20-februari-2014 dari

http://astwin.Blogspot.com/2009/03-pengertian-narkoba.

Page 17: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

4

mengembalikan kondisi para mantan penyalahguna atau ketergantungan

NAPZA agar kembali sehat, dalam arti fisik, psikologis, sosial dan spiritual

keagamaan.8 Seperti yang dijelaskan dalam Pasal 54 Undang-Undang No 35

Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa, pecandu narkotika dan

korban penyalahgunaan NAPZA wajib menjalani rehabilitasi medis dan

rehabilitasi sosial.

Berbagai program rehabilitasi NAPZA menjadi salah satu langkah

yang serius dalam penanganan penyalahgunaan NAPZA. Adanya program

rehabilitasi di Indonesia sesuai dengan pasal 1 butir 16 UU No. 35/2009

tentang narkotika yang menyebutkan bahwa rehabilitasi medis adalah suatu

kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari

ketergantungan NAPZA. Dan butir lainnya tentang narkotika adalah pasal 1

butir 17 UU No. 35/2009 menyatakan bahwa rehabilitasi sosial adalah suatu

proses kegiatan pemulihan secara terpadu baik fisik, mental, maupun sosial

agar mantan pecandu NAPZA dapat kembali melaksanakan fungsi sosial

dalam kehidupan masyarakat.9

Rehabilitasi pada pengguna NAPZA menjadi penting karena seseorang

yang telah menyalahgunakan NAPZA akan mengalami penurunan dan

kerugian. Antara lain, merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan

kemampuan belajar, ketidakmampuan untuk membedakan mana yang baik

dan mana yang buruk, mana yang halal dan mana yang haram, perubahan

mental dan prilaku anti sosial, merosotnya produktivitas kerja, gangguan

kesehatan, mempertinggi kecelakaan lalu lintas, kriminalitas, dan tindakan

8 Dadang Hawari, Penyalahgunaan dan Ketergantungan Napza, (Jakarta: FKUI, 2000), h.132.

9 Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang narkotika.

Page 18: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

5

kekerasan lainnya baik yang kuantitatif maupun kualitatif dan akhirnya

kematian sia-sia.10

Resiko psikososial penyalahgunaan NAPZA akan mengubah seseorang

menjadi pemurung, pencemas, depresi, paranoid dan mengalami gangguan

jiwa yang akan menimbulkan sikap bodoh, tidak perduli dengan penampilan,

sekolah, rumah, menjadi pemalas serta tidak ada sopan santun dan tidak peduli

dengan norma masyarakat, hukum dan agama. Resiko psikososial NAPZA

selanjutnya dapat mengganggu kemampuan pengguna dalam berinteraksi

sosial, baik di lingkungan keluarga, teman maupun masyarakat sekitarnya.

Dengan adanya gangguan-gangguan yang diderita oleh pecandu, akan ada

halangan bagi mereka untuk mengembangkan kemampuan berinteraksi secara

sosial di masyarakat, padahal interaksi sosial bagi seorang individu sangat

penting untuk menjalankan sebuah hubungan sosial yang dinamis dan

menjalankan fungsi serta peranannya. Sedangkan dalam proses rehabilitasi,

interaksi sangat dibutuhkan karena dapat membantu para pengguna dalam

beradaptasi dengan pengguna lainnya di dalam proses pemulihan. Interaksi

sosial yang dibangun di dalam tempat rehabilitasi akan dapat membantu para

pengguna untuk menjadi bahan perbandingan ketika keluar nanti bisa atau

tidaknya mereka berinteraksi sosial dengan baik di masyarakat. Sebab apabila

interaksi sosialnya tidak berjalan dengan baik di tempat rehabilitasi

kemungkinan besar ketika pengguna berinteraksi dengan masyarakat juga

tidak akan berjalan baik atau tidak wajar.

10 Dadang Hawari, AL-QUR’AN Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa,

(Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 2004), cet. Ke-3, h.242.

Page 19: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

6

Terapi rehabilitasi korban penyalahgunaan NAPZA semakin tumbuh

dan berkembang di masyarakat baik melalui sistem rumah sakit, panti ataupun

tempat keagamaan. Salah satu program penanganan bagi korban

penyalahgunaan NAPZA yang profesional dan dibutuhkan pada saat ini

adalah penerapan program Therapeutic Community (TC), yaitu sistem

pelayanan terpadu di dalam tempat rehabilitasi.

Metode Therapeutic Community mulai berkembang pada tahun 1963

dengan didirikannya Daytop Village di New York Amerika Serikat dan

sekarang telah berkembang di 63 negara.11 Therapeutic Community pada

mulanya ditunjukan untuk pasien-pasien psikiatri yang dikembangkan sejak

perang dunia kedua. Asal mulanya therapeutic community adalah kelompok

synanon di Amerika Serikat yaitu self-help group atau kelompok kecil yang

saling membantu dan mendukung proses pemulihan yang awalnya sangat

dipengaruhi oleh gerakan alcoholic anonymous. Therapeutic community

adalah metode rehabilitasi sosial yang di tunjukan kepada korban

penyalahgunaan NAPZA, yakni sebuah keluarga yang terdiri atas orang-orang

yang mempunyai masalah sama dan memiliki tujuan yang sama yaitu

menolong orang lain untuk menolong dirinya sendiri sehingga terjadi

perubahan tingkah laku di dalam diri pecandu. Tujuan dari TC adalah

merubah tingkah laku pecandu dari tingkah laku negatif ke arah tingkah laku

yang positif.12 Metode therapeutic community cukup berhasil di laksanakan di

11 Ayu Oktaviani, Skripsi (Lingkungan Fisik Rumah Rehabilitasi Pengguna Narkoba

dengan Metode Therapeutic Community : Studi Kasus di UNITRA Lido BNN dan FAN Campus), Fakultas Teknik UI, 2010.

12 Winanti, “Pendahuluan Therapeutic Community (TC)”, artikel diakses pada 13 November 2014 dari lapas narkotika.file.wordpress.com/2008/07 therapeutic community.rev1_1doc.pdf.

Page 20: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

7

luar negeri, sebanyak 80% pasien NAPZA berhasil bertahan pada kondisi

terbebas dari zat dalam waktu yang cukup lama, apabila pasien berhasil

mengikuti tahapan sampai dengan selesai. Atas dasar keberhasilan tersebut

maka Kementrian Kesehatan RI mempertimbangkan untuk menerapkan dan

menggunakan metode therapeutic community dalam merehabilitasi pecandu

NAPZA.13

Salah satu tempat rehabilitasi yang berada dibawah pengawasan

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yang menggunakan metode

therapeutic community adalah Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta

yang terletak di jalan Lapangan Tembak No. 75 Cibubur, Jakarta Timur. Awal

mula penerapan metode therapeutic community sendiri pada tahun 2003, dan

sampai dengan sekarang sudah hampir 75% metode tersebut berhasil

digunakan untuk pemulihan pasien dari ketergantungan terhadap NAPZA di

Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta.14 Dengan adanya metode tersebut

diharapkan Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta tidak hanya mampu

membantu para pengguna NAPZA bebas dari ketergantungannya tetapi juga

dapat membantu memulihkan kondisi psikososial mereka dari tingkah laku

negatif ke arah tingkah laku yang positif, dengan begitu pasien NAPZA dapat

membangun interaksi sosialnya dengan baik di lingkuan keluarga, teman

maupun masyarakat.

Berkaitan dengan hal di atas maka peneliti tertarik untuk membahas

bagaimana interaksi sosial yang dilakukan antar pasien NAPZA pada program

13 Ayu Oktaviani, Skripsi (Lingkungan Fisik Rumah Rehabilitasi Pengguna Narkoba

dengan Metode Therapeutic Community : Studi Kasus di UNITRA Lido BNN dan FAN Campus), Fakultas Teknik UI, 2010.

14 Wawancara Pribadi dengan Kepala Konselor di Unit Rehabilitasi RSKO Jakarta,

Jakarta 21 November 2014.

Page 21: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

8

therapeutic community dengan judul “Interaksi Sosial Antar Pasien NAPZA

Pada Program Therapeutic Community di Rumah Sakit Ketergantungan

Obat (RSKO) Jakarta “.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah dan memperjelas permasalahan yang akan

dibahas, dalam penulisan skripsi ini penulis hanya memfokuskan

penelitian pada interaksi sosial yang dijalani antar pasien NAPZA pada

program Theraputic Community.

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan permasalahan adalah bagaimana bentuk-bentuk

interaksi sosial antar pasien NAPZA pada program therapeutic coomunity?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

bentuk-bentuk interaksi sosial antar pasien NAPZA pada program

Therapeutic Community.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut:

a. Manfaat teoritis

Page 22: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

9

1) Memberi sumbangan perkembangan ilmu pengetahuan

khususnya mengenai interaksi sosial yang terjadi di dalam

program Therapeutic Community antar pasien NAPZA.

2) Dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya

pada kajian yang sama tetapi pada ruang lingkup yang lebih

luas dan mendalam tentang interaksi sosial pada program

Therapeutic Community.

b. Manfaat Praktis

1) Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pasien NAPZA

dalam membangun interaksi sosial antar pasien program

therapeutic community.

D. Metodologi Penelitian

Metode penelitian merupakan strategis umum yang dipakai dalam

pengumpulan dan analisis data yang diperlakukan guna menjawab

permasalahan yang diselidiki. Penggunaan metodologi ini dimaksudkan untuk

menentukan data valid, akurat dan signifikan dengan permasalahan sehingga

dapat digunakan untuk mengungkapkan permaslahan yang diteliti.

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaiamana

interaksi sosial yang terjadi antar pasien NAPZA pada program theraputic

community di RSKO Jakarta. Peneliti berusaha memahami dan

mendeskripsikan interaksi sosial yang terjadi antar pasien pada program

Page 23: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

10

therapeutic community. Oleh karena itu, peneliti menggunakan

pendekatan kualitatif.

Sebagaimana yang di ungkapkan Bogdan dan Taylor yang dikutip

oleh Lexy J. Moelong, bahwa pendekatan kualitatif sebagai prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati.15

Berbagai data yang diperoleh dari wawancara, observasi maupun

dokumentasi yang penulis dapatkan dari berbagai sumber yang terkait

dengan penelitian akan diolah sehingga dapat memperoleh gambaran yang

jelas mengenai bagaimana interaksi sosial yang terjadi pada saat

mengikuti therapeutic community di RSKO Jakarta.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu

usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa

sebagaimana adanya sehingga bersifat untuk mengungkapkan fakta.16

Jadi gambaran yang dipaparkan secara objektif tentang keadaan

sebenarnya dari objek yang diselidiki pada saat sekarang berdasarkan

fakta-fakta yang tampak. Oleh karena itu dibutuhkan data-data sebagai

penguat dalam penelitian tersebut. Data yang di kumpulkan berupa kata-

kata, gambar dan bukan angka-angka.17 Data dalam penelitian ini dapat

15 Lexy J. Moelong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya, 2001), Cet Ke-15, h.4. 16 Hadari Nawawi, Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,

2005), Cet Ke-11, h.3. 17 Lexy J. Moelong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Rosda Karya,

2006), h.11.

Page 24: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

11

berasal dari wawancara catatan lapangan, catatan atau memo dan

dokumen resmi lainnya.

3. Tempat dan Waktu Penelitian

a. Tempat Penelitian

Penelitian pada skripsi ini dilakukan di Rumah Sakit

Ketergantungan Obat Jakarta. Yang beralamat di jalan Lapangan

Tembak Raya No.75 Cibubur, Jakarta Timur. Alasan penulis memilih

tempat tersebut adalah penulis ingin meneliti tentang bagaimana

interaksi sosial yang terjadi antar pasien NAPZA pada program

Theraputic Community yang berbasis rumah sakit atau medis. Dan

juga jarak yang tidak terlalu jauh bagi peneliti.

b. Waktu Penelitian

Peneliti akan melakukan penelitian ini pada bulan Juli sampai

dengan bulan September 2014.

4. Sumber Data

Untuk menetapkan sumber data, peneliti mengklasifikasinnya

berdasarkan jenis data yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan sumber data, yaitu:

a. Sumber data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung

dari subyek penelitian, yaitu Kepala unit Rehabilitasi, Konselor

dan para Pasien NAPZA dan pihak Lembaga.

b. Sumber data sekunder, diperoleh melalui catatan-catatan,

dokumen, foto maupun benda-benda tertulis lainnya yang

berhubungan dengan penelitian.

Page 25: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

12

5. Teknik Pemilihan Informan

Sesuai karakteristik penelitian kualitatif, dalam pemilihan

informan penelitian ini dipilih dengan sengaja atau non random

(purposive sampling), yaitu sample yang ditarik dengan sengaja.18

Dimana pada teknik purposive sampling tersebut dimaksudkan

untuk memberikan keluluasaan kepada peneliti dalam menyeleksi

informan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Yang terpenting di sini

bukanlah jumlah informan khususnya, melainkan potensi dari tiap kasus

untuk memberikan pemahaman teoritis yang lebih baik mengenai aspek

yang dipelajari.

Dalam penelitian ini, terdapat informan utama dan informan

pendukung. Beberapa kriteria informan yang menjadi sasaran terkait

dengan penelitian yaitu:

Kriteria untuk pemilihan residen adalah:

a. Pasien NAPZA Program Reguler

b. Pasien Laki-laki

c. Pasien yang Berusia 20-30 Tahun

Pasien NAPZA program reguler adalah pasien yang sedang

menjalani proses rehabilitasi pada program therapeutic community

karena dapat memberikan pendapat mengenai bagaimana interaksi sosial

yang terjadi dalam program tersebut. Pasien laki-laki di pilih karena

pasien laki-laki berada dalam fase primary dan re-entry. Dan pasien yang

berusia 20-30 tahun agar lebih terarah dan tidak berbeda-beda.

18 Lexy J. Moelong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,

2006), h.224.

Page 26: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

13

6. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang objektif maka dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan metode pengumpulan data yang bersifat kualitatif,

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Observasi (pengamatan)

Observasi adalah usaha untuk memperoleh dan

mengumpulkan data dengan melakukan pengamatan langsung

dilapangan terhadap suatu kegiatan secara akurat, serta mencatat

fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hungan antara

aspek dalam fenomena tersebut.19 Peneliti melakukan pengamatan

dilapangan dengan cara mengumpulkan data-data lapangan serta

data-data yang ada.

b. Wawancara

Wawancara yaitu peneliti mengumpulkan data yang

diperoleh dari pengajuan secara lisan kepada informan.

Wawancara dengan semua informan di lakukan di RSKO Jakarta

dengan catatan tulisan tangan.

Tabel 1

Pengambilan Informan

Adapun yang akan di wawancarai adalah, yaitu:

No Informan Info yang dicari Jumlah Metode Pengumpulan

Data

19 E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi, (Jakarta:

LPSP3-UI, 1998), Cet Ke-1, h.62.

Page 27: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

14

1. Pekerja Sosial (PEKSOS) dan Kepala Konselor di Unit Rehabilitasi Halmaher House RSKO Jakarta

Gambaran program Therapeutic Community dan Pelaksanaannya.

2 Org Wawancara bebas, terstruktur, dokumen dan observasi.

2. Konselor di RSKO Jakarta

Temuan data tentang pelaksanaan program therapeutic community dan kemajuan para pasien saat berinteraksi sosial dengan hasil yang dicapai.

4 Org Observasi langsung dan wawancara.

3. Klien Aktivitas pasien di tempat rehabilitasi serta perubahan yang dirasakan.

4 Org Observasi langsung dan wawancara.

Jumlah 10 Org

Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data dari

sumber langsung tentang masalah yang akan diteliti. Wawancara

ini akan dilakukan secara bebas, tetapi tetap menggunakan

pedoman wawancara agar pertanyaan yang terarah.

c. Studi Kepustakaan (Library Reseacrh)

Studi kepustakaan yaitu peneliti mengumpulkan,

membaca dan mempelajari berbagai macam bentuk data tertulis

baik yang berupa data tentang interaksi sosial pada program

therapeutic community, pasien NAPZA serta hasil penelitian di

perpustakaan yang dapat dijadikan bahan analisa untuk hasil

Page 28: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

15

dalam penelitian ini. Teknik ini digunakan untuk memperoleh

data yang telah didokumentasikan dalam buku.

7. Teknik Analisis Data

Analisis mempunyai kedudukan yang sangat penting jika dilihat

dari tujuan penelitian. Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan

dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-

milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensikannya, mencai

dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang di

pelajari, dan memutuskan apa yang dapat di ceritakan kepada orang lain.20

Bedasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa analisis

data yang peneliti gunakan dalam penelitian dengan cara mengumpulkan

data yang berkaitan dengan penelitian yaitu mengenai bentuk-bentuk

interaksi sosial pada program therapeutic community. data seputar

interaksi sosial pada program TC peneliti dapatkan ketika mengikuti

program TC. Setelah mengumpulkan, lalu menyusun, menyajikan,

kemudian menganalisis dan menyimpulkan.

8. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Data yang digali, dikumpulkan dan dicatat dalam kegiatan

penelitian. Untuk menjaga keabsahan data dalam penelitian ini

diperlukan teknik pemeriksaan.

Adapun teknik yang digunakan untuk menjaga keabsahan data

adalah sebagai berikut:

1. Kriteria Kredibilitas/Kepercayan

20 Lexy J. Moelong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007).

Edisi Revisi, h.28.

Page 29: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

16

Fungsi kriterium kredibilitas ini adalah untuk

melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat

kepercayaan penemuannya dapat dicapai, kemudian

mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan

dengan jalan pembuktian oleh penulis pada kenyataan ganda yang

sedang diteliti.

Kriterium kredibilitas ini menggunakan dua tehnik

pemeriksaan, yaitu:

a. Ketekunan Pengamatan

Dimaksudkan untuk menemukan ciri-ciri dan

unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan

persoalan atau isu dalam penelitian ini dan kemudian

memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.

Dengan kata lain, penulis mengadakan pengamatan

kepada subjek penelitian yaitu para pasien program

reguler di RSKO Jakarta. Sehingga data yang didapat

benar-benar valid, objektif dan saling mendukung, untuk

keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data

tersebut (triangulasi).

b. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsaan

data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Hal tersebut

dapat dicapai melalui: (a) membandingkan data hasil

wawancara dengan pengamatan penelitian. Misalnya

Page 30: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

17

peneliti membandingkan hasil wawancara subyek

penelitian dengan hasil temuan pengamatan lapangan. (b)

membandingkan keadaan dan persepektif seseorang

dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain. (c)

membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen

yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Wawancara

tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai

pembanding terhadap data tersebut.21

2. Kriterium Kepastian

Mengutip pendapat Scriven, yang menyatakan bahwa

masih ada unsur ‘kualitas’ yang melekat pada konsep objektivitas.

Hal ini dapat digali, dari pengertian bahwa jika sesuatu objektif,

berarti dapat dipercaya, faktual dan dapat dipastikan. Dari sini

peneliti dapat membuktikan bahwa data-data yang diperoleh dari

hasil rekaman wawancara informan dan observasi terhadap

subyek penelitian.

Kepastian dengan teknik pemeriksaan audit, kepastian

auditor dalam hal ini ialah objektif atau tidak tergantung pada

persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat dan

penemuan seseorang. Dapatlah dikatakan bahwa pengalaman

seseorang itu subjektif, sedangkan jika disepakati oleh beberapa

orang barulah dapat dikatakan objektif.

21 Lexy J. Moelong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda

Karya, 2006), h.331.

Page 31: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

18

9. Tinjauan Pustaka

Dalam penyusunan skripsi ini sebelum peneliti mengadakan

penelitian lebih lanjut kemudian menyusunnya menjadi sebuah karya

ilmiah, maka langkah-langkah awal yang peneliti akan lakukan adalah

mengkaji terlebih dahulu terhadap hasil-hasil penelitian terdahulu.

Setelah peneliti melakukan suatu kajian kepustakaan, peneliti akhirnya

menemukan beberapa hasil penelitian yang membahas tentang narkotika.

Di antaranya adalah hasil penelitian karya Mohammad Khafid Rossid

(104052001988) mahasiswa jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam

dengan judul “Efektifitas Konseling pada Rehabilitasi NAPZA di

Rumah Sakit Khusus Darma Graha BSD”. Dalam karya tersebut

menjelaskan bagaimana efektifitas dari konseling untuk korban NAPZA,

namun dalam karya tersebut tidak menjelaskan kegiatan apa saja yang

dilakukan untuk melihat efektifitas atau tidak layanan konseling di

Rumah Sakit tersebut. Dan yang menjadi pembeda antara skripsi ini

dengan skripsi peneliti adalah peneliti hanya terfokus kepada interaksi

sosial yang dilakukan antar pasien NAPZA pada program therapeutic

community dan bukan berpusat kepada konselingnya atau bukan melihat

bagaimana penanganan pengguna NAPZA seperti penelitian-penelitian

sebelumnya.

Selanjutnya penulis juga dapat membandingkan pada judul skripsi

“Gambaran Interaksi Sosial Pada Anak dengan Kesulitan Belajar

(Studi Deskriptif Pada 3 Siswa dengan Kesulitan Belajar di SD

Pantara)”. Yang disusun oleh Sabrina Alya Paramitha (0606096534)

Page 32: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

19

mahasiswi jurusan Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia. Dalam

skripsi tersebut berisi tentang gambaran mengenai interaksi sosial pada

anak dengan kesulitan belajar dan juga berisi tentang hambatan apa saja

yang terjadi dalam berkomunikasi pada anak dengan kesulitan belajar.

Sedangkan yang menjadi pembeda antar skripsi tersebut dengan penulis

adalah penulis membahas tentang bentuk-bentuk interaksi sosial antar

pasien NAPZA pada program theraputic community tetapi dalam hal ini

skripsi tersebut juga dijadikan penulis untuk menjadi referensi pada

pembuatan pedoman wawancara bagi informan.

Selanjutnya tinjauan pustaka lain yang peneliti gunakan adalah

skripsi karya Nina Riyanti Januarita (108052000014) Mahasiswa

jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tahun 2013 dengan jdul skripsi “Interaksi Sosial Para Pengguna

NAPZA Dalam Mengikuti Metode Therapeutic Community Di Panti

Sosial Pamardi Putra (PSPP), Galih Pakuan Putat Nutug-Bogor”

dalam karya tersebut menjelsakan bagaimana interaksi sosial para

pengguna NAPZA dalam mengikuti metode therapeutic community dan

juga menjelaskan tentang faktor penghambat dan pendukung pada

metode tersebut. Dan yang menjadi pembeda dalam karya tersebut

dengan karya penulis adalah dalam skripsi ini penulis menjelaskan

bagaimana bentuk-bentuk interaksi sosial antar pasien NAPZA pada

program TC yang di dalamnya mencangkup kerja sama, persaingan,

pertentangan/pertikaian, dan juga akomodasi.

Page 33: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

20

Dan terakhir adalah hasil penelitian karya Tino Hapsoro

Tertanto dengan judul “Gambaran Status Depresi Pada Pecandu

Narkoba Yang Berada Dalam Pusat Rehabilitasi (12 Step dan

Therapeutic Community)”. Dalam karya mahasiswa jurusan Psikologi

Universitas Indonesia ini fokus pembahasannya mengenai status depresi

pecandu narkoba di pusat rehabilitasi dan yang menjadi pembeda antara

skripsi ini dengan skripsi peneliti adalah peneliti hanya terfokus kepada

interaksi sosial yang terjadi antar pasien napza pada program therapeutic

community.

10. Pedoman Penulisan Skripsi

Untuk tujuan mempermudah, tehnik penulisan yang dilakukan

dalam skripsi ini merujuk pada buku pedoman penulisan kaya ilmiah

(Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang diterbitkan CeQDA (Center For

Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta) sebagai pedoman penulisan skripsi ini.

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahsan dalam skripsi ini penulis menguraikan dalam

beberapa BAB, yaitu:

BAB I, Pendahuluan, yang membahas tentang latar belakang masalah,

pembatasan dan peumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian.

Metode penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II, Menguraikan landasan teori, yang mencangkup pengertian interaksi

sosial, bentuk-bentuk interaksi sosial, pengertian NAPZA, pasien

Page 34: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

21

NAPZA, pengertian therapeutic community, teori dalam

Therapeutic Community, dan karakteristik Therapeutic Community.

BAB III, Gambaran Umum Lembaga, menjelaskan tentang profil lembaga,

yang mencangkup latar belakang berdirinya, visi dan misi. Sarana

dan prasarana, dan struktur organisasi.

BAB IV, Memaparkan gambaran umum program Theraputic Community di

RSKO Jakarta, temuan analisa yakni, bagaimana bentuk-bentuk

interaksi sosial antar pasien pada program Therapeutic Community.

BAB V, Merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran dari

semua permasalahan yang ada dalam skripsi ini.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 35: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

22

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Interaksi Sosial

1. Pengertian Interaksi Sosial

Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang paling mulia di antara

mahluk-mahluk lainnya. Berbeda dengan mahluk lain yang biasanya

mahluk tersebut secara keseluruhan perilakunya dikendalikan oleh naluri

yang diperoleh sejak awal hidupnya. Hewan tidak perlu menentukan apa

yang harus dimakannya atau diperbuatnya karena hal itu diatur oleh naluri.

Sedangkan manusia merupakan mahluk tak berdaya karena dilengkapi

oleh naluri yang relatif tidak lengkap. Oleh sebab itu, manusia kemudian

mengembangkan kebudayaan untuk mengisi kekosongan yang tidak diisi

oleh naluri. Manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri

tanpa berhubungan dengan yang lainnya, karena satu dengan yang lainnya

saling berkaitan dan saling membutuhkan. Manusia berkembang secara

bertahap melalui interaksi dengan masyarakat yang lainnya agar dapat

mengerti dengan apa yang diinginkan orang lain.22

Interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial dinamis yang

menyangkut hubungan antar perseorangan, individu dengan kelompok,

dan kelompok dengan kelompok lainnya. Interaksi sosial merupakan kunci

dalam sendi-sendi kehidupan sosial karena tanpa berlangsungnya proses

interaksi tidak mungkin terjadi aktivitas dalam kehidupan sosial. Secara

22 Yusran Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar Tinjauan Pemikiran Sosiologi Persepktif

Islam, (Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama, 2008), h.50.

Page 36: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

23

sederhana interaksi sosial dapat terjadi apabila dua orang saling bertemu,

saling mengatur, saling berkenalan dan saling mempengaruhi. Pada saat

itulah interaksi sosial terjadi.23

Menurut Bimo Walgito dalam bukunya yang berjudul Psikologi

Sosial mengatakan bahwa Interaksi sosial adalah hubungan antara individu

satu dengan yang lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang

lain atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal

balik. Hubungan tersebut dapat antara individu dengan individu, individu

dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok. Di dalam interaksi

sosial ada kemungkinan individu dapat menyesuaikan dengan yang lain,

atau sebaliknya. Pengertian penyesuaian disini dalam arti luas, yaitu

bahwa individu dapat meleburkan diri dengan keadaan di sekitarnya, atau

sebaliknya individu dapat mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan

dalam diri individu, sesuai dengan apa yang diinginkan oleh individu yang

bersangkutan.24

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto bahwa,

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial dinamis yang

menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-

kelompok manusia maupun antara orang perorangan dengan kelompok

manusia.25 Sedangkan menurut Bonner mengemukaan bahwa, Interaksi

sosial ialah suatu hubungan antara dua orang atau lebih sehingga kelakuan

23 Ibid, h.57. 24 Bimo Walgito, Psikologi Sosial (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: CV Andi

Offset,2003). H.65. 25 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2002), h.61.

Page 37: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

24

individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan

individu yang lain dan sebaliknya.

Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan

bahwa interaksi sosial adalah hubungan dua orang atau lebih yang saling

mempengaruhi satu sama lain sehingga terjadinya suatu hasil yang dapat

dicapai bersama.

Dalam mempelajari interaksi sosial digunakan pendekatan tertentu,

yang dikenal dengan nama interactionist perspective. Di antara berbagai

pendekatan yang digunakan untuk mempelajari interaksi sosial, dijumpai

pendekatan yang dikenal dengan nama interaksionisme simbolik (symbolic

interactionism). Pendekatan ini bersumber pada pemikiran George dan

Herbet Mead. Dari kata interaksionisme sudah nampak bahwa sasaran

pendekatan ini ialah interaksi sosial; kata simbolik mengacu pada

penggunaan simbol-simbol dalam interaksi.26

2. Syarat-Syarat Interaksi Sosial

Secara teoritis, sekurang-kurangnya ada dua syarat bagi terjadinya

suatu interaksi sosial, yaitu terjadinya kontak sosial dan komunikasi.

Terjadinya suatu kontak sosial tidaklah semata-mata tergantung dari

tindakan, tetapi juga tergantung kepada adanya tanggapan terhadap

tindakan tersebut. Sedangkan aspek terpenting dari komunikasi adalah bila

seseorang memberikan tafsiran pada sesuatu.27

26 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi Edisi Revisi, (Jakarta: Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), h.35. 27 J. Dwi Narwoko, Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta:

Kencana, 2007), h.16.

Page 38: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

25

Dalam buku sosiologi yang berjudul Sosiologi Sebuah Pengantar

karya Yusran Razak juga menjelaskan secara rinci bahwa suatu interaksi

sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat

sebagai berikut:

1. Adanya kontak sosial (Social Contact).

Kata kontak berasal dari bahasa latin, yaitu con atau cum

(bersama-sama) dan tango (menyentuh) jadi artinya bersama-sama

menyentuh. Kontak sosial mempunyai dua sifat. Yang pertama

bersifat primer, artinya terjadi apabila hubungan diadakan secara

langsung yang berhadapan muka. Yang kedua bersifat sekunder

artinya suatu kontak memerlukan suatu perantara.

Kontak sosial dapat terjadi melalui dua cara. Cara yang

pertama adalah verbal/gestural, yaitu kontak yang terjadi melalui

saling menyapa, saling berbicara, dan berjabat tangan. Cara kedua

adalah non verbal/non-gestural yaitu kontak yang tidak

mepergunakan kata kata-atau bahasa melainkan dengan adanya

isyarat.

2. Adanya komunikasi (communication)

Arti terpenting komunikasi adalah seseorang memberikan

tafsiran pada prilaku orang lain. Tafsiran tersebut dapat berwujud

melalui pembicaraan, gerak-gerik badan atau sikap perasaan-

perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. 28

28 Ibid, h.59.

Page 39: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

26

Komunikasi melalui syarat-syarat sederhana adalah bentuk

paling elementer dan yang paling pokok dalam komunikasi.

Karakteristik dari komunikasi manusia adalah mereka tidak

terbatas hanya menggunakan isyarat-isyarat fisik sebagaimana

halnya dilakukan binatang. Di dalam berkomunikasi manusia

menggunakan kata-kata, yakni simbol-simbol suara yang

menganduk arti bersama dan bersifat standar. Dalam hal ini, tidak

perlu selalu ada hubungan yang intristik antara satu bunyi tertentu

dengan respon yang disimbolkan. Simbol di sini berbeda dengan

tanda. Makna sebuah tanda biasanya identik dengan bentuk

fisiknya dan dapat di tangkap dengan panca indera, sedangkan

simbol bisa abstrak.29

Interaksi sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Interaksi sosial baru bisa berlangsung apabila dilakukan

minimal dua orang atau lebih.

b. Adanya interaksi dari pihak lain atas komunikasi dan kontak

sosial.

c. Adanya hubungan timbal balik yang saling mempengruhi

antara satu dan yang lainnya.

d. Interaksi cenderung bersifat positif, dinamis, dan

berkesinambungan.

e. Interaksi cenderung menghasilkan penyesuaian diri bagi

subjek-subjek yang menjalin interaksi.

29 J. Dwi Narwoko, Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta:

Kencana, 2007), h.17.

Page 40: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

27

f. Berpedoman pada norma-norma atau kaidah-kaidah secara

acuan dalam interaksi.30

3. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

Berlangsungnya suatu proses interaksi menurut Soerjono Soekanto

didasarkan pada berbagai bentuk, antara lain dapat berupa kerja sama

(coorperation), persaingan (competition), pertentangan/pertikaian

(conflict) dan juga akomodasi (accomodation).

a. Kerja sama (coorperation)

Kerja sama adalah suatu bentuk proses sosial, dimana di

dalamnya terdapat aktifitas tertentu yang ditunjukan untuk mencapai

tujuan bersama dengan saling membantu dan saling memahami

terhadap aktifitas masing-masing.31

Bentuk dan pola-pola kerja sama dapat dijumpai pada semua

kelompok manusia. Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap demikian

dimulai sejak masa kanak-kanak didalam kehidupan keluarga atau

kelompok-kelompok kekerabatan. Atas dasar itu, anak tersebut akan

menggambarkan bermacam-macam pola kerja sama setelah menjadi

dewasa. Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila orang dapat

digerakan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada

kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat

bagi semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam

pembagian kerja serta balas jasa yang akan diterima. Dalam

30 Yusran Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar Tinjauan Pemikiran Sosiologi Persepkitf

Islam, (Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama, 2008), h.59. 31 Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori, Dan Terapan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,

2002), h.156.

Page 41: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

28

perkembangan selanjutnya, keahlian-keahlian tertentu diperlukan bagi

mereka yang bekerja sama, supaya rencana kerja samanya dapat

terlaksana dengan baik.32

Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap

kelompoknya (yaitu in group-nya) dan kelompok lainnya (yang

merupakan out group-nya). Kerja sama mungkin akan bertambah kuat

apabila ada bahaya luar yang mengancam atau tindakan-tindakan luar

yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau institusional

telah tertanam didalam kelompok, dalam diri seseorang atau

segolongan orang. Kerja sama dapat bersifat agresif apabila kelompok

dalam jangka waktu yang lama mengalami kekecewaan akibat

perasaan tidak puas, karena keinginan-keinginan pokoknya tak dapat

terpenuhi oleh karena adanya rintangan-rintangan yang bersumber dari

luar kelompok itu. Keadaan tersebut dapat menjadi lebih tajam lagi

apabila kelompok demikian merasa tersinggung atau dirugikan sistem

kepercayaan atau dalam salah satu bidang agresif dalam kebudayaan.

Betapa pentingnya fungsi kerja sama, digambarkan oleh Charles H.

Cooley sebagai berikut33 :

“Kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerja sama yang bersama”.

32 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2002), h.72. 33 Ibid., h. 73.

Page 42: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

29

Sehubungan dengan pelaksanaan kerja sama, ada lima bentuk

kerja sama, yaitu:

1. Kerukunan yang mencangkup gotong royong dan tolong

menolong.

2. Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran

barang-barang dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih.

3. Ko-optasi, yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru

dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu

organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya

kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.

4. Koalisi, yaitu kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang

mempunyai tujuan-tujuan sam. Koalisi dapat menghasilkan

keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu, karena dua

organisasi atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktur

yang tidak sama antara satu dengan yang lainnya. Akan tetapi

karena maksud utama adalah untuk mencapai satu tujuan

bersama, maka sifatnya adalah kooperatif.

5. Joint-ventrue, yaitu kerja sama dalam perusahaan proyek-

proyek tertentu. Misalnya, pemboran minyak, pertambangan

batu bara, perfilman, perhotelan dan seterusnya.34

b. Persaingan (competition)

Persaingan merupakan suatu usaha dari seseorang untuk

mencapai sesuatu yang lebih dari pada yang lainnya. Sesuatu itu bisa

34 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2002), h.74-75.

Page 43: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

30

berbentuk harta benda atau popularitas tertentu. Persaingan biasanya

bersifat individu, apabila hasil dari persaingan itu dianggap cukup

untuk memenuhi kepentingan pribadi. Akan tetapi apabila hasilnya

dianggap tidak mencukup bagi seseorang, maka persaingan bisa terjadi

antar kelompok, yaitu antara satu kelompok kerja sama dengan

kelompok kerja sama yang lainnya. Dengan kata lain, bahwa terjadinya

persaingan oleh karena ada perasaan atau anggapan seseorang bahwa

ia akan lebih beruntung jika tidak bekerja sama dengan orang lain.

Orang lain dianggap dapat memperkecil hasil suatu kerja. Persaingan

ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu persaingan pribadi dan

persaingan kelompok. Persaingan pribadi adalah persaingan yang

berlangsung antara individu dengan individu atau individu dengan

kelompok secara langsung. Sedangkan persaingan kelompok adalah

persaingan yang berlangsung antara kelompok dengan kelompok.

Menurut Soedjono Dirdjosisworo, persaingan merupakan suatu

kegiatan yang berupa perjuangan sosial untuk mencapai tujuan, dengan

bersaing terhadap yang lain, namun secara damai atau setidak-tidaknya

tidak saling menjatuhkan.35

c. Pertikaian atau Pertentangan (conflict)

Pertikaian adalah bentuk persaingan yang berkembang secara

negatif, artinya di satu pihak bermaksud untuk mencelakakan atau

paling tidak berusaha untuk menyingkirkan pihak lainnya. Singkatnya

pertikaian dapat diartikan sebagai usaha penghapusan keberadaan

35 Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan,(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2002),

h.157.

Page 44: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

31

pihak lain. Menurut Soedjono, pertikaian adalah suatu bentuk dalam

interelasi sosial dimana terjadi usaha-usaha pihak yang satu berusaha

menjatuhkan pihak yang lain, atau berusaha mengenyahkan yang lain

yang menjadi rivalnya. Hal ini terjadi mungkin karena perbedaan

pendapat antara pihak-pihak tersebut. Pertikaian ini bisa berhubungan

dengan masalah-masalah ekonomi, politik, kebudayaan dan

sebagainya. Kemudian menurut Soerjono Soekanto menjelaskan

bahwa “pertentangan adalah suatu proses sosial dimana orang

perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi

tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan

ancaman dan/atau kekerasan”.

Kendatipun demikian, pertikaian tidak selamanya disertai

kekerasan bahkan ada pertikaian yang berbentuk lunak dan mudah

untuk dikendalikan misalnya pertentangan antara orang-orang dalam

seminar, dimana perbedaan pendapat bisa diselesaikan secara ilmiah

atau sekurang-kurangnya tidak emosional.36

d. Akomodasi (accomodation)

Akomodasi adalah suatu keadaan hubungan antara kedua belah

pihak yang menunjukan keseimbangan yang berhubungan dengan nilai

dan norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Akomodasi

sebenarnya suatu bentuk proses sosial yang merupakan perkembangan

dari bentuk pertikaian, dimana masing-masing pihak melakukan

penyesuaian dan berusaha mencapai kesepakatan untuk tidak saling

36Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori Dan Terapan, (Jakarta: PT Bumi Aksara,

2002), h.158.

Page 45: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

32

bertentangan. Menurut Soerjono Soekanto dalam buku Sosiologi Suatu

Pengantar mengatakan bahwa, “akomodasi adalah suatu keadaan

dimana suatu pertikaian atau konflik, mendapat penyelesaian, sehingga

terjalin kerja sama yang baik kembali”. Tujuan akomodasi dapat

berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu: yang

pertama untuk mengurangi pertentangan orang perorangan atau

kelompok-kelompok manusia sebagai perbedaan paham. Akomodasi

disini bertujuan untuk menghasilkan suatu sintesa antara kedua

pendapat tersebut, agar menghasilkan suatu pola yang baru. Yang

kedua untuk mencegah meledaknya suatu pertentangan, untuk

sementara waktu atau secara temporer. Yang ketiga akomodasi

terkadang diusahakan untuk memungkinkan terjadinya kerja sama

antara kelompok-kelompok sosial yang sebagai akibat faktor-faktor

sosial psikologis dan kebudayaan, hidupnya terpisah seperti halnya

yang dijumpai pada msayarakat-masyarakat yang mengenai sistem

berkasta. Dan yang keempat mengusahakan peleburan antara

kelompok-kelompok sosial yang terpisah, misalnya melalui

perkawinan campuran atau asimilasi dalam arti yang luas.37

4. Faktor-Faktor Yang Mendasari Interaksi Sosial

Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada berbagai

faktor, antara lain faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Faktor-

37 Ibid., h.156.

Page 46: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

33

faktor tersebut dapat bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun

dalam keadaan tergabung.38

1. Faktor Imitasi

Imitasi berasal dari kata imitation, yang berarti peniruan.

Meskipun manusia memiliki pola dasar masing-masing yang uni

(individualis), tetap saja dalam diri manusia ada keinginan untuk

meniru seperti orang lain atau kelompok. Dengan demikian imitasi

merupakan proses seseorang mencontoh orang lain atau kelompok.

Faktor imitasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam

proses interaksi sosial. Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi

dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-

nilai yang berlaku. Namun demikian, imitasi mungkin pula

mengakibatkan terjadinya hal-hal yang negatif dimana misalnya, yang

ditiru adalah tindakan-tindakan yang menyimpang. Kecuali dari pada

itu imitasi juga dapat melemahkan atau bahkan mematikan

pengembangan daya kreasi seseorang.39

2. Faktor Sugesti

Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu

pandangan atau sesuatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian

diterima oleh pihak lain. Jadi proses ini sebenarnya hampir sama

dengan imitasi akan tetapi titik tolaknya berbeda. Berlangsungnya

38 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2002), h. 63. 39 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2002), h.63

Page 47: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

34

sugesti dapat terjadi karena pihak yang menerima dilanda oleh emosi,

hal mana menghambat daya berpikirnya secara rasional.

Proses sugesti terjadi apabila orang yang memberikan

pandangan adalah orang yang berwibawa atau mungkin karena sifatnya

yang otoriter. Kiranya mungkin pula bahwa sugesti terjadi oleh sebab

yang memberikan pandangan atau sikap merupakan bagian terbesar

dari kelompok yang bersangkutan atau masyarakat.40

3. Faktor Identifikasi

Identifikasi merupakan kecenderungan-kecenderungan atau

keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan

pihak lain. Indentifikasi sifatnya lebih mendalam dari pada imitasi,

oleh karena kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar proses

ini. Proses identifikasi dapat berlangsung dengan sendirinya (secara

tidak sadar), maupun dengan disengaja oleh karena seringkali

memerlukan tipe-tipe ideal tertentu didalam proses kehidupannya.

Walaupun dapat berlangsung dengan sendirinya, proses identifikasi

berlangsung dalam suatu keadaan di mana seseorang yang

beridentifikasi benar-benar mengenal pihak lain (yang menjadi

idealnya), sehingga pandangan, sikap maupun kaidah-kaidah yang

berlaku dalam pihak lain tadi dapat melembaga dan bahkan

menjiwainya. Nyatalah bahwa berlangsungnya identifikasi

mengakibatkan terjadinya pengaruh-pengaruh yang lebih mendalam

ketimbang proses imitasi dan sugesti walaupun ada kemungkinan

40

Ibid.,

Page 48: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

35

bahwa pada mulanya proses identifikasi diawali oleh imitasi dan

sugesti.

Menurut Polak, identifikasi berjalan lebih jauh dari pada

simpati. Dengan demikian dimaksudkan bahwa orang dapat ikut

merasakan apa yang dirasakan orang lain. Tetapi identifikasi seolah-

olah diri kita sendiri yang menjadi dia. Seseorang yang

mengidentifikasikan diri dengan orang lain biasanya akan menirunya,

merasa simpati dengannya dan terkena sugestinya. Tetapi sebaliknya,

imitasi, simpati dan sugesti tidak perlu disertai dengan identifikasi.41

4. Faktor Simpati

Proses simpati sebenarnya merupakan proses dimana seseorang

merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses ini perasaan

memegang peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama

pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk

bekerja sama dengannya. Inilah perbedaan utamanya dengan

identifikasi yang didorong oleh keinginan-keinginan untuk belajar dari

pihak lain yang dianggap kedudukannya lebih tinggi dan harus

dihormati karena mempunyai kelebihan-kelebihan atau kemampuan-

kemampuan tertentu yang patut dijadikan contoh. Proses simpati akan

dapat berkembang didalam suatu keadaan dimana faktor saling

mengerti dan terjamin.

Hal-hal tersebut di atas merupakan faktor-faktor minimal yang

menjadi dasar bagi berlangsungnya proses interaksi sosial, walaupun

41 Polak Mayor, Sosiologi Suatu Buku Pengantar Ringkas, (Jakarta: PT. Ikhtiar, 1979),

h.68.

Page 49: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

36

didalam kenyataannya proses tadi memang sangat kompleks, sehingga

kadang-kadang sulit mengadakan pembeda tegas antara faktor-faktor

tersebut. Akan tetapi dapatlah dikatakan bahwa imitasi dan sugesti

terjadi lebih cepat, walau pengaruhnya kurang mendalam bila

dibandingkan dengan identifikasi dan simpati yang secara relatif agak

lebih lambat proses berlangsungnya.42

B. Pasien NAPZA

1. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adikitif Lainnya)

a. Pengertian Narkotika

Narkotika berasal dari bahasa inggris “narcitics” yang berarti

obat yang menidurkan atau obat bius.43

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Narkotika adalah obat

untuk menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan

rasa ngantuk atau rangsangan (opium, ganja, dsb).44Kemudian

Departemen Agama RI, Mengungkapkan bahwa Narkotika adalah

bahan atau zat aktif yang bekerja pada sistem syaraf, dapat

menyebabkan hilangnya kesadaran dan rasa sakit, dan dapat pula

menyebabkan ketergantungan atau adiksi. Jenis-jenisnya adalah

putaw, ganja, kokain, morfin, hasish dan opium.45

42

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 64.

43 S. Warjowarsito dan Tito W, Kamus Lengkap Bahasa Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris, (Bandung: 1998), h.122.

44 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h.609.

45 Departemen Agama RI, Penyalahgunaan Narkoba Oleh Masyarakat Sekolah, (Jakarta: 2003), h.4.

Page 50: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

37

Dalam buku A. Kadarmanta menurut pasal 1 butir (1) Undang-

Undang nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika (UU No.22/1997):

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman sintesis

maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.46

b. Pengertian Psikotropika

Psikotropika merupakan salah satu zat yang dapat digunakan

untuk pengobatan dan dapat berbahaya jika digunakan dengan dosis

yang berlebihan.

Di dalam buku Penggunaan Penyalahgunaan NARKOBA Oleh

Masyarakat Sekolah, Psikotropika adalah zat atau bahan yang bekerja

pada sistem syaraf pusat, dapat menyebabkan perubahan pada aktifitas

mental dan prilaku, dan dapat menyebabkan ketergantungan atau

adiksi. Jenis-jenisnya yaitu ekstasi, shabu-shabu, LSD, pil BK,

rohypnol, magadon, valium, mandrax.47

Kemudian Hari Sasangka mengungkapkan bahwa

“Psikotropika adalah obat yang bekerja pada atau mempengaruhi

fungsi psikis, kelakuan, atau pengalaman”.48

Adapun jenis-jenis psikotropika berdasarkan Undang-Undang

No. 5 tahun 1997 psikotropika dibedakan menjadi empat golongan,

yaitu:

46 Gatot Sumpramono, Hukum Narkoba Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2007), h.159. 47 Departemen Agama RI, Penggunaan Penyalahgunaan NARKOBA Oleh Masyarakat

Sekolah, (Jakarta:2003), h. 4. 48 Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana, (Jakarta:Mandar

Maju, 2003), cet. Ke-1, h.125-126.

Page 51: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

38

1. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat

digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan

dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat yang

mengakibatkan sindroma ketergantungan.

2. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat

untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau

untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi yang

mengakibatkan sindroma ketergantungan.

3. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat

untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau

untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi

sedang yang mengakibatkan sindroma ketergantungan.

4. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat

untuk pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi

dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi

ringan yang mengakibatkan sindroma ketergantungan.49

Dari beberapa pengertian diatas penulis memahami bahwa

psikotropika merupakan zat yang bisa menjadi obat untuk pengobatan

jika digunakan dalam dosisi yang sesuai akan tetapi akan menjadi zat

yang dapat merusak susunan sistem syaraf pusat jika dikonsumsi

secara berlebihan.

49 Ibid, h. 125-126

Page 52: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

39

c. Pengertian Zat adiktif Lainnya

Hari Sasangka menjelaskan bahwa “zat-zat adiktif lainnya

yaitu selain narkotika dan selain psikotropika. Penggunaannya dapat

menimbulkan ketergantungan, contohnya adalah rokok, kelompok

alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan

ketagihan, cafein pada kopi dan jamur pada tahi sapi”.50

2. Penyebab Penyalahgunaan Narkotika

Ketika seseorang memutuskan untuk mengkonsumsi NAPZA

terdapat beberapa penyebab yang ditemukan sehingga seseorang sering

mengkonsumsinya. Menurut Dadang Hawari yang terdapat didalam

bukunya, terdapat tiga faktor penyebab penyalahgunaan NAPZA ditinjau

dari sudut pandang psikodinamik, yaitu: faktor predisposisi, faktor

kontribusi dan faktor pencetus.

a. Faktor predisposisi

Merupakan gangguan kepribadian (anti sosial), kecemasan

dan depresi. Seseorang dengan gangguan kepribadian tidak mampu

untuk berfungsi secara wajar dan efektif dalam menjalani

kehidupan sehari-hari atau bergaul dengan lingkungan sosial.

Untuk mengatasi ketidakmampuan berfungsi secara wajar dan

untuk menghilangkan kecemasan dan depresinya itu maka orang

cenderung menyalahgunakan NAPZA. Upaya ini dimaksudkan

untuk mencoba mengobati dirinya sendiri atau sebagai bentuk

pelarian.

50 Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana, (Jakarta: Mandar

Maju, 2003), cet. Ke-1, h.43.

Page 53: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

40

b. Faktor kontribusi

Merupakan kondisi keluarga yang terdiri dari tiga

komponen, yaitu keutuhan keluarga, kesibukan keluarga dan

hubungan interpersonal antar keluarga. Seseorang yang berada

dalam kondisi keluarga yang tidak baik akan merasa tertekan dan

ketertekanan itu dapat menjadi faktor penyerta bagi dirinya sendiri

terlibat dalam penyalahgunaan NAPZA.

Kondisi keluarga yang tidak baik atau disfungsi keluarga

yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Keluarga tidak utuh.

2. Kesibukan orang tua.

3. Hubungan interpersonal yang tidak baik.

c. Faktor pencetus

Merupakan pengaruh teman kelompok sebaya dan NAPZA

itu sendiri. Penelitian yang dilakukan oleh Hawari menyebutkan

bahwa pengaruh kelompok teman sebaya mempunyai andi sebesar

81,3 % bagi seseorang yang terlibat penyalahgunaan NAPZA.

Sedangkan tersedianya dan mudahnya NAPZA diperoleh

mempunyai andil 88 % bagi seseorang yang terlibat

penyalahgunaan NAPZA.51

Ditinjau dari pendekatan kesehatan jiwa, pemakai zat

dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu:

51 Dadang Hawari, Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA : Narkotika, Alkohol dan

Zat adikitif lain, (Jakarta: FKUI, 2006), h. 24-29.

Page 54: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

41

a. Experimental Use, yaitu pemakaian zat yang tujuannya

ingin mencoba, sekedar memenuhi rasa ingin tahu.

b. Sosial Use, disebut juga recreational use yaitu penggunaan

zat-zat tertentu pada waktu resepsi (minum wishky) atau

untuk mengisi waktu senggang (merokok) atau pada waktu

pesta ulang tahun atau waktu berkemah (menghisap ganja

bersama teman-teman).

c. Situasional Use, yaitu penggunaan zat pada saat mengalami

ketegangan, kekecewaan, kesedihan dan sebaginya dengan

maksud menghilangkan perasaan-perasaan tersebut.

d. Abuse atau penyalahgunaan, yaitu suatu pola penggunaan

yang bersifat patologik, paling sedikit satu bulan lamanya

sehingga menimbulkan gangguan fungsi sosial.

e. Dependent Use, yaitu bila sudah dijumpai toleransi dan

gejala putus zat bila pemakaian zat dihentikan atau

dikurangi dosisnya.52

3. Dampak Penggunaan NAPZA

Pemakaian NAPZA dapat mengakibatkan dampak yang negatif

terhadap penggunanya, terutama bila dilakukan dengan cara

disalahgunakan. Selain merusak kesehatan dampak lain adalah kecanduan.

Kecanduan menyebabkan prilaku obsesif komplusif, artinya pengguna

harus terus menerus menggunakan NAPZA untuk menghindari rasa sakit.

Kemudian terhadap ekonomi dampak penggunaan NAPZA semakin besar.

52 Satya Joewana, Gangguan Penggunaan Zat : Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif Lain,

(Jakarta: PT. Gramedia, 1989), h. 13-14.

Page 55: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

42

Dampak kesehatan bagi penyalahgunaan NAPZA terdiri dari dampak

langsung karena zat aktifnya, baik kesehatan fisik aupun kesehatan psikis.

Seperti HIV, Hepatitis C, rusaknya organ-organ tubuh. Dan secara psikis

NAPZA merusak hubungan sosial dan perubahan kejiwaan.53

4. Pasien NAPZA

a. Pengertian Paisen

Kata pasien berasal dari bahasa Indonesia analog dengan kata

patient dari Bahasa Inggris. Patient diturunkan dari bahasa latin yaitu

patiens yang memiliki kesamaan arti dengan kata kerja pati yang

artinya menderita.54

Ada beberapa pengertian pasien yang penulis kutip dari

beberapa buku, berikut uraian pengertian pasien:

1) Menurut Christine Brooker dalam bukunya Kamus Saku

Perawat:

a. Pasien adalah penderita penyakit yang mendapatkan

penanganan medis dan/atau asuhan keperawatan.

b. Klien yang memanfaatkan jasa pelayanan kesehatan.55

2) Menurut Barbara F. Weller dalam buku Kamus Saku Perawat,

pasien adalah orang yang sakit atau yang menjalani

pengobatan karena menderita penyakit.56

53 A. Kadarmata, Narkoba Pembunuh Karakter Bangsa, (Jakarta: Forum Media Utama,

2010), h. 54-56. 54 Wikipedia,“Pengertian Pasien”,artikel ini diakses 17 Juli 2014 dari http://wikipedia.

Org.id/2014/0116/Index.html. 55 Christine Brooker, Kamus Saku Keperawatan, (Jakarta: EGC, 2001), h. 309 56 Barbara F. Weller, Kamus Saku Perawat, (Jakarta: EGC, 2005), h.508.

Page 56: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

43

3) Menurut Bahder Djohan, paisen adalah seseorang yang

menderita penyakit jasmaniah maupun rohaniah.57

Dari beberapa pengertian pasien diatas penulis dapat menarik

kesimpulan, pasien adalah seseorang yang menderita suatu penyakit

baik jasmaniah maupun rohaniah yang mendapatkan pengobatan dan

perawatan medis. Dalam hal penyakit pasien ada penyakit yang dapat

sembuh dengan sendirinya tetapi umumnya setiap penderita

memerlukan bantuan dari seorang dokter dan seorang perawat.58

C. Therapeutic Community

1. Pengertian Metode

Metode atau cara sering sekali didengar dimanapun, karena dalam

berbagai kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan kita selalu

menggunakan metode atau cara baik dalam kehidupan yang sederhana

maupun yang sulit sekalipun.

Sedangkan metode secara etimologi adalah berasal dari dua kata

yaitu meta artinya melalui dan hodos artinya jalan atau cara. Dalam bahasa

Yunani metode berasal dari kata methados (jalan). Dalam pengertian yang

lebih luas, metode bisa pula diartikan sebagai “segala sesuatu atau cara

yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan”.59

57 Bahder Djohan, Hubungan Antara Dokter, Perawat, dan Pasien Dalam Pembangunan

Mental Bangsa Kita, (Jakarta: PT.Sinar Hudaya, 1972), h.15. 58 Ibid., h. 15-16. 59 M. Lutfi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta:

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h.120.

Page 57: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

44

Dari beberapa pengertian diatas penulis dapat dipahami bahwa

pengertian metode yang dimaksud adalah cara atau jalan dengan sistematis

untuk mencapai hasil yang sempurna.

2. Konsep Therapeutic

Kata terapi sering sekali didengar dalam berbagai bentuk

pengobatan dan penyembuhan baik pengobatan medis ataupun non medis.

Dan terapi telah banyak digunakan dipusat-pusat penelitian, rehabilitasi,

rumah sakit dan Departemen Kesehatan.

Secara etimologi perkataan “terapi” berasal dari bahasa Inggris,

yakni “therapy” dan dalam bahasa Indonesia dimaknai dengan

“pengobatan, perawatan dan penyembuhan”. Sedangkan dalam kamus

istilah Konseling dan Terapi, therapeutic ialah menunjuk pada sifat

menyembuhkan atau menyehatkan.60

Untuk pertama kalinya program Therapeutic Community atau yang

biasa disebut TC di implementasikan oleh James Moerono pada tahun

1934, yang disebut juga sebagai Bapak dari Psychodrama. TC juga di

implementasikan oleh Maxwell Jones pada tahun 1952 untuk orang-orang

yang mengalami gangguan kejiwaan. Program TC pertama kali dijalankan

untuk sebuah rehabilitasi ketergantungan obat di Amerika bagi para

pecandu pengguna jarum suntik, sebagai akibat gagalnya terapi yang

selama ini telah diberikan oleh sebuah rumah sakit.61

60 Andi Mapiare A.T, Kamus Istilah Konseling dan Terapi, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2006), h.334. 61Instalasi Rehabilitasi Halmahera House RSKO Jakarta, Walking Paper Reguler

Program.

Page 58: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

45

Menurut Satya Joewana dalam bukunya Gangguan Penggunaan Zat

: Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya:

“Therapeutic Community adalah suatu bentuk terapi sosial atau terapi milieu, orang-orang berkumpul untuk tinggal bersama dan bekerja bersama-sama dengan tujuan yang sama yaitu mendapat terapi. Dimana anggotanya mendapat kesempatan untuk mengubah sifat-sifatnya dari yang belum terlepas dari ketergantungan menjadi lepas. Dalam therapeutic communty pasien merupakan faktor yang aktif dalam terapi”.62

Dalam jurnal penelitian dari Gouw Aij Lien, “therapeutic

community adalah sebagai pusat perawatan dan rehabilitasi untuk

gangguan kecanduan zat yang menyediakan berbagai kelompok untuk

memfasilitasi perubahan yang positif dan meningkatkan proses pemulihan

untuk klien kecanduan”.63 Kemudian jurnal David dan Wendi

mengemukakan bahwa:

“Model therapeutic community diterapkan dengan kedua pengaturan yaitu pasien rawat dan pasien jalan. Komunitas ini mengadakan terapi filsafat umum bhawa lingkungan dari lingkungan theraputik dalam dan dari dirinya sendiri merupakan bagian terpenting dari pemulihan. Prinsip dari therapeutic community adalah tanggung jawab diri sendiri, pembuatan keputusan bersama dan komunikasi terbuka serta keyakinan bahwa setiap anggota masyarakat, staff dan pasien lama adalah agen dalam pemulihan”.64

Therapeutic Community merupakan salah satu teknik

penyembuhan atau rehabilitasi. TC adalah kumpulan atau komunitas

dengan masalah yang sama tinggal ditempat yang sama, memiliki

seperangkat peraturan, filosofi, norma dan nilai yang semuanya dijalankan

62 Satya Joewana, Gangguan Penggunaan Zat : Narkotika, Alkohol dan zat adiktif lain,

(Jakarta: PT. Gramedia, 1989), h. 121. 63 Gouw Aij Lien, Group Psychotherapies For Subtance Addiction Client in Therapeutic

Community Setting, Psikomedia – Jurnal Psikologi Maranatha, Vol. 5 No. 5, September 2008. 64 David dan Wendi, Treating post-traumatic stress disorder in a therapeutic community:

the experience of Canadian psychiatric hospital, tehrapeutic community : the journal international for therapeutic community and supportive organization 21 (2) : 105-118 summer 2000.

Page 59: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

46

demi pemulihan masing-masing. Jadi dalam TC sumber penyembuhan

utamanya tidak tergantung pada individu tetapi pada dorongan atau

kekuatan kelompok/komunitas. Konsep dasar TC memilih untuk

mengembangkan sistem hirarki yang ketat pada organisasi sosial. Tujuan

dari TC ini adalah bagaimana seorang individu mengolah sub-kultur yang

dianut pecandu ke arah sub-kultur masyarakat luas (mainstream society),

menuju kehidupan yang sehat dan produktif. Meskipun si pecandu sendiri

memiliki beberapa nilai untuk mempertahankan pemulihannya.65

Dari beberapa pengertian diatas, maka penulis memahami bahwa

therapeutic community adalah suatu bentuk terapi untuk pemulihan dari

ketergantungan yang penerapannya dilakukan secara komunitas agar

mereka dapat memecahkan masalah sendiri, masalah komunitas yang

dilakukan bersama-sama.

De Leon menyebutkan therapeutic community memiliki empat

kerangka teori. Kerangka teori ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi

kepentingan klinis, penelitian dan pengembangan dalam ruang lingkup

adiksi dan masalah-masalah yang menyertainya.66

Pertama, TC didenifisikan sebagai bentuk self-help approach yang

unik. Therapeutic memiliki makna menggunakan pendekatan interaksi

sosial dan psikologikal sebagai tujuan utamanya dalam merubah gaya

hidup dan identitas individu sedangkan makana dari therapeutic

65 Ibid. 66 Tito Hapsoro Tertanto, Gambaran Status Depresi Pada Pecandu Narkoba yang Berada

dalam Pusat Rehabilitasi (12 Steps dan Therapeutic Community), (Skripsi SI Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008), h.23.

Page 60: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

47

community merupakan metode yang digunakan dalam mencapai perubahan

yang diinginkan dalam tiap individu.

Kedua, secara esensi TC dibentuk dari kumpulan konsep-konsep,

kepercayaan, asumsi-asumsi dan pengetahuan klinis yang telah melalui

proses penelitian dan observasi lebih dari 30 tahun yang memiliki fokus

terhadap adiksi dan ilmu kejiwaan.67

Ketiga, TC diatur kedalam tiga komponen, meliputi perspektif,

model dan metode. Secara persepektif menggambarkan bagaimana TC

memandang gangguan penyalahgunaan narkoba, individu yang

menyalahgunakan narkoba, proses pemulihan yang dijalani dan dinilai

hidup yang dianut. Dalam perawatan program TC dilatih atau diajarkan

bagaimana mereka belajar untuk lebih mengenal diri mereka melalui

interaksi sosial dengan rekan sebaya dan komunitas.

Keempat, menjelaskan bagaimana ketiga komponen utama

(persepektif, model dan metode) bekerja secara bersama dan saling

berhubungan dalam proses perubahan yang dialami. Ketiga elemen

tersebut bertujuan untuk memfasilitasi perubahan gaya hidup dan identitas

individu. Untuk memperoleh perubahan yang optimal membutuhkan

respon dari interaksi individu dalam komunitas dan internalisasi dalam

proses belajar.68

TC merupakan program rumatan yang memiliki perencanaan

tinggal 15 sampai dengan 24 bulan. Programnya berfokus pada

resosialisasi dari individu dan komunitas sebagai saran perubahan yang

67 Ibid, h.23. 68 Ibid, h.24.

Page 61: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

48

dilakukan oleh residen, staff dan lingkungan sosial sebagai komponen aktif

dari treatmen tersebut.

3. Karakteristik Metode Therapeutic Community

Teori yang mendasari metode therapeutic community (TC) adalah

pendekatan behavioral dimana berlaku sistem reward

(penghargaan/penguatan) dan punisment (hukuman) dalam mengubah

suatu prilaku. Selain itu digunakan juga pendekatan kelompok, dimana

sebuah kelompok di jadikan suatu media untuk mengubah suatu prilaku.

TC adalah sekelompok orang dengan masalah yang sama, mereka

berkumpul untuk saling membantu dalam mengatasi masalah yang di

hadapinya. Dengan kata lain, man helf man to help himself, yaitu

seseorang menolong orang lain untuk menolong dirinya sendiri. Dalam

program TC kesembuhan di ciptakan lewat perubahan persepsi/pandangan

alam (the renewal of worlview) dan penemuan diri (self discovery) yang

menolong pertumbuhan dan perubahan (growth and change).69

TC merupakan suatu wujud kehidupan nyata dalam bentuk

simulasi. Di dalam metode TC ada berbagai norma dan falsafah yang

dianut untuk membentuk perilaku yang lebih baik. Norma-norma dan

falsafah yang di tanamkan dalam TC tersebut kemudian berkembang

menjadi suatu budaya dalam TC yang di dalamnya mencangkup:

1. The creed (philosophy) Merupakan filosofi atau falsafah yang

dianut dalam TC. Falsafah ini merupakan kerangka dasar berfikir

dalam program TC yang harus dipahami dan dihayati oleh seluruh

pasien.

69 Winanti, “Pendahuluan Therapeutic Community”.

Page 62: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

49

2. Unwritten Philosophy Merupakan nilai-nilai dasar yang tidak

tertulis, tetapi harus dipahami oleh residen. Karena inilah nilai-nilai

atau norma-norma yang hendak dicapai dalam program tersebut.

3. Cardinal Rules Merupakan peraturan utama yang harus dipahami

dan ditaati dalam program TC, yaitu tidak di perkenankan

menggunakan narkoba, tidak di perkenankan melakukan hubungan

seksual dalam bentuk apapun, dan tidak di perkenankan melakukan

kekerasan fisik.

Didalam metode TC juga terdapat empat struktur pilar

utama, yaitu:

a. Behavioral management shapping (pembentukan tingkah

laku)

Pemangkasan sikap dan perilaku negatif yang terbentuk

akibat pola pemakaian, serta pembentukan nilai-nilai yang

baru.

b. Emotional/psychological development (pengendalian emosi

dalam psikologi)

Pengembangan dari pembentukan emosi, serta identifikasi

gejala-gejala psikologis akibat gangguan obat-obatan.

c. Spiritual/intelectual (pengembangan pemikiran dan

kerohanian)

Pembentukan pola pikir yang efektif, serta meningkatkan

lagi aspek-aspek spiritual.

d. Vocational/survival skills (keterampilan kerja dan

keterampilan bersosial serta bertahan hidup)

Page 63: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

50

Perubahan prilaku yang di arahkan pada

peningkatan kemampuan dan ketrampilan pasien yang dapat

di terapkan untuk menyelesaikan tugas-tugas sehari-hari

maupun masalah dalam kehidupannya.

e. Tool’s of the house

Merupakan alat-alat atau instrumen yang ada dalam

TC yang di gunakan untuk membentuk prilaku. Penerapan

tool’s of the house yang benar di harapkan dapat membawa

perubahan prilaku yang lebih baik.

f. Struktur (hirarki) fungsi kerja

Di dalam TC di kenal adanya kelompok-kelompok

yang terbagi dalam departemen (divisi), dimana pasien

yang berada dalam departemen tersebut akan menjalankan

tugasnya setiap hari sesuai dengan fungsi kerjanya masing-

masing. Hal ini diperlukan untuk menjaga kelangsungan

operasional kegiatan sehari-hari serta sebagai latihan

ketrampilan dan meningkatkan tanggung jawab pasien

terhadap komunitasnya.

4. Nilai-Nilai di dalam metode Therapeutic Community

Di dalam penerapannya metode TC juga mempunyai nilai-nilai atau

konsep dasar atau tonggak utama, yaitu:

a. Familly mileu concept (konsep kekeluargaan)

Untuk menyamakan persamaan di kalangan komunitas supaya

bersama menjadi bagian dari sebuah keluarga.

Page 64: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

51

b. Peer presurre (tekanan rekan sebaya)

Proses dimana setiap anggota keluarga memberikan tekanan yang

positif sehingga dapat memicu perubahan yang positif.

c. Sesi terapi

Bentuk pembinaan emosional/psikologis dan nalar/kognitif melalui

penyampaian pesan akan nilai dan moral secara terapi.

d. Sesi agama

Menyangkut kehidupan beragama dan penerapannya dalam

kehidupan sehari-hari, memahami hubungan dengan orang lain dan

dengan dirinya sendiri serta hubungannya dengan Tuhan.

e. Role modeling (model panutan)

Pengembangan diri melalui panutan/model, dalam hal ini harus

dipilah antara sisi positif dan negatif dari setiap individu yang akan

dijadikanpanutan.70

5. Terapi Kelompok

Terapi kelompok merupakan salah satu metoda pekerja sosial yang

menggunakan kelompok sebagai media dalam pertolongan profesionalnya.

a. Definisi Terapi Kelompok

Menurut National Association of Social Work/ NASW seperti

yang dikutip Edi Suharto menjelaskan bahwa terapi kelompok adalah

suatu pelayanan kepada kelompok yang tujuan utamanya untuk

membantu anggota-anggota kelompok memperbaiki penyesuaian

sosial mereka (Social Adjusment), dan tujuan keduanya untuk

70 Ibid,.

Page 65: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

52

membantu kelompok mencapai tujuan-tujuan yang disepakati oleh

masyarakat.71

Adapun menurut American Association of Group Worker &

Grace L. Coyle dalam Edi Suharto menerangkan bahwa terapi

kelompok memungkinkan berbagai jenis kelompok berfungsi

sedemikian rupa, sehingga interaksi kelompok dan kegiatan-kegiatan

program memberikan kontribusi pada pertumbuhan individu-individu

dalam pencapaian tujuan-tujuan sosial yang diinginkan.72

Bedasarkan definisi terapi kelompok diatas dapat disimpulkan

bahwa terapi kelompok merupakan suatu bentuk pelayanan kepada

sekelompok anggota untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anggota

guna membantu mencegah permasalahan sosial yang dihadapinya,

serta mendorong keterlibatan individu dalam mengikuti program-

program kegiatan yang dapat membantu mengembalikan

keberfungsian dirinya di mata masyarakat.

b. Jenis-Jenis Terapi Kelompok

Dalam kaitannya dengan terapi kelompok, terdapat beberapa

jenis kelompok yang sering digunakan sebagai media pertolongan

menurut Zastrow dalam Edi Suharto, yaitu:73

a. Kelompok Percakapan Sosial

Kelompok ini merupakan tipe yang paling terbuka dan paling

informal. Tidak memiliki rencana kegiatan yang dirumuskan secara

71 Edi Suharto, Ph.D., Pekerja Sosial di Dunia Industri: Memperkuat Tanggung Jawab

Sosial Perusahaan (Jakarta: Aditama, 2007), h. 38. 72 Ibid., h. 38. 73 Edi Suharto, Ph.D., Pekerja Sosial di Dunia Industri: Memperkuat Tanggung Jawab

Sosial Perusahaan (Jakarta: Refika Aditama, 2007), h. 39-41.

Page 66: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

53

jelas dan formal, namun memiliki topik yang diperbincangkan.

Para anggota mungkin saja memiliki beberapa tujuan tertentu,

yakni memiliki teman baru untuk dapat mengetahui sejauh mana

relasi ini dapat dikembangkan.

b. Kelompok Rekreasi

Tujuan kelompok ini adalah untuk menyelenggarakan kegiatan

rekreatif atau latian olah raga. Dibentuknya kelompok ini adalah

suatu keyakinan bahwasanya kegiatan rekreasi dan interaksi yang

terjadi dalam kelompok ini dapat membantu membangun karakter

yang dapat mencegah prilaku-prilaku maladaptif.

c. Kelompok Keterampilan Rekreasi

Tujuan kelompok ini untuk menyelenggarakan kegiatan rekreatif,

juga untuk meningkatkan keterampilan tertentu dianatara para

anggotanya. Berbeda dengan kelompok rekreasi, kelompok ini

memiliki penasihat, pelatih atau instruktur serta memiliki orientasi

tugas yang lebih jelas.

d. Kelompok Pendidikan

Fokus kelompok ini adalah untuk memperoleh pengetahuan dan

keterampilan-keterampilan yang lebih kompleks. Pemimpin

kelompok ini biasanya berasal dari seorang profesional yang

menguasai keahlian tertentu.

e. Kelompok Pemecahan Masalah dan Pembuatan Keputusan

Kelompok ini melibatkan klien atau penerima pelayanan dan para

petugas pemberi pelayanan di suatu lembaga Kesejahteraan Sosial.

Page 67: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

54

Bagi klien, tujuan bergabungnya dengan kelompok ini ialah untuk

menemukan pendekatan yang dapat digunakan sebagai sumber-

sumber baru dalam memenuhi kebutuhan baru, sedangkan bagi

para pemberi pelayanan, kelompok ini dijadikan sarana untuk

mengembangkan rencana penyembuhan bagi klien atau

sekelompok klien merumuskan keputusan.

f. Kelompok Mandiri

Kelompok mandiri menekankan kepada para anggotannya terhadap

kelompok bahwa mereka memiliki masalah, pernyataan para

anggotanya kepada kelompok mengenai pengalamannya di masa

lalu, dan rencana pemecahan masalah di masa depan, serta apabila

salah seorang anggota kelompok berada pada krisis, anggota

kelompok tersebut disarankan untuk menghubungi anggota lain

yang kemudian mendapinginya sampai krisis tersebut berkurang.

Kelompok mandiri banyak mengalami keberhasilan dalam

memecahkan masalah anggotanya, adalah karena para anggotanya

memiliki pemahaman diri mengenai masalahnya yang membantu

dia dalam membantu orang lain. Pengalaman mereka merasakan

penderitaan dan akibat-akibat dari permasalahannya, membuat para

anggota termotivasi untuk mencarikan jalan baik bagi dirinya

maupun bagi anggota lain yang sependeritaan. Para anggota juga

mendapat manfaat berdasarkan prinsip terapi tolong menolong,

para penolong mendapat kepuasan psikologis dengan menolong

orang lain.

Page 68: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

55

g. Kelompok Sosialisasi

Tujuan dibentuknya kelompok ini adalah untuk mengembangkan

atau merubah sikap-sikap dan prilaku para anggota kelompok agar

lebih dapat diterima secara sosial. Kelompok sosialisasi biasanya

memfokuskan pada pengembangan keterampilan sosial,

peningkatan kepercayaan diri, dan perencanaan masa depan.

h. Kelompok Penyembuhan

Kelompok penyembuhan ini umumnya beranggotakan orang-orang

yang mengalami masalah personal dan emosional yang berat atau

serius. Tujuan dari kelompok ini ialah mengupayakan agar para

anggota kelompok mampu menggali masalahnya secara mendalam

dan kemudian mengembangkan satu atau lebih strategi dalam

pemecahan masalah.

i. Kelompok Sensitivitas

Kelompok ini dikenal dengan nama kelompok pertemuan atau

kelompok pelatihan. Dalam kelompok ini setiap anggota

berinteraksi satu sama lain secara mendalam dan saling

mengungkapkan masalahnya sendiri secara terbuka.

Page 69: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

56

BAB III

GAMBARAN UMUM LEMBAGA

A. Latar Belakang Berdirinya RSKO Jakarta

Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta digagas pada

tahun 1971 oleh Bapak Ali Sadikin. Pada waktu itu, Bapak Ali Sadikin

menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Beliau menggagas berdirinya RSKO

tidak sendirian tetapi bekerjasama dengan dr. Herman Susilo, MPH sebagai

kepala dinas kesehatan DKI Jakarta, Prof. Dr. Kusumanto Setyonegoro

sebagai kepala DITKESWA DepKes, dan bagian psikiatri FKUI. Masa

kepemimpinan RSKO yang pertama dipimpin oleh Direktur Utama (Alm) dr.

Erwin Widjono, SpKJ pada tahun 1972 sampai dengan tahun 1987. Kemudian

pada tanggal 06 November 1971 terbentuklah nama Drug Dependence Unit

(DDU) yang terletak di kompleks Rumah Sakit Fatmawati dan diresmikan

pada tanggal 12 April 1972 oleh Bapak Ali Sadikin.

Pasien pertama yang berobat berjenis kelamin perempuan dengan

ketergantungan morphine (morphine addict). Pasien tersebut dirawat pada

tanggal 03 Juli 1972 dan selanjutnya ditetapkan sebagai tanggal beroperasinya

RSKO. Pada tahun 1974, DDU berubah menjadi Lembaga Ketergantungan

Obat (LKO) dengan tujuan utama adalah usaha penanganan NAPZA yang

bersifat komperhensif dan jangka panjang, meliputi bidang preventif, kuratif,

dan rehabilitatif. Narkotika menarik dan unik karena selalu berkembang baik

dari segi jenisnya, pemulihannya, cara penanggulangannya, dan lain

sebagainya. Maka dari itu, RSKO penanganannya bersifat komperhensif yakni

Page 70: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

57

penanganan penyalahgunaan NAPZA dengan berbagai macam disiplin

keilmuan, antara lain: Dokter, Perawat, Pekerja Sosial, Psikolog atau Psikiater,

Ahli fisioterapi, dan lain-lain.74

Masa kepemimpinan RSKO yang kedua dipimpin oleh dr. Al Bachri

Husin, SpKJ pada tahun 1987 sampai dengan tahun 1997. Beliau seorang figur

yang luar biasa. Beliau mau turun langsung sewaktu-waktu, artinya beliau

bersedia dihubungi kapan saja walaupun jabatan beliau adalah seorang

Direktur Utama. Dahulu pada masa kepemimpinan beliau, perawat dan tenaga

medis sangat terbatas atau sedikit. Untuk mengatasi hal tersebut, pihak RSKO

melatih tenaga medis bagi para dokter, psikolog, pekerja sosial dan perawat

untuk melaksanakan pelatihan dasar NAPZA.

Pada tahun 1990, RSKO mendapatkan bantuan dari masyarakat Eropa

berupa seperangkat alat laboratorium urinalisis. Alat ini sangat canggih dan

hanya satu-satunya yang memiliki alat yaitu RSKO pada tahun 1990. Masa

kepemimpinan yang ketiga dipimpin oleh Direktur utama (Alm) dr. Sudirman,

MA, SpKJ pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2005. Beliau sangat berjasa

dalam menangani pemindahan RSKO Fatmawati ke Cibubur. Beliau sangat

lihai dalam menangani pemimdahan dan mengusahakan lahan pinjaman bagi

RSKO Cibubur, Jakarta Timur. RSKO dibawah pimpinan (Alm) dr. Sudriman,

MA, SpKJ berhasil memperjuangkan pengakuan akreditasi melalui SK Dirjen

YanMedik DepKes RI Nomor YM. 00.03.2.2.1.951 pada tanggal 23 Mei 2000

yang meliputi bidang Administrasi Manajemen, pelayanan Medik, Gawat

Darurat, dan Keperawatan. Perubahan kelembagaan dari tipe C menjadi tipe B

74 Buku Kilas Balik 30 Tahun Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta, h.7.

Page 71: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

58

Non Pendidikan diperoleh pada tanggal 14 Juni 2002 melalui SK MenKes RI

Nomor 732/MenKes/SK/VI/2002. Tanah seluas 15.204 m2 diperoleh

berdasarkan izin prinsip Gubernur DKI Jakarta No. 3797/1.771.5 pada tanggal

11 November 1999. Upaya merealisasikan gedung RSKO Cibubur, Jakarta

Timur diperoleh dari pembuatan Master Plan berdasarkan surat-surat Ditjen

YanMedik No. PR. 02.01.6.1.6620. pada tanggal 15 Oktober 2002 dilakukan

saat opening RSKO Cibubur yang menandai dimulainya operasional RSKO

Cibubur.

Masa kepemimpinan yang keempat dipimpin oleh dr. Ratna Mardianti.

S, SpKJ pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2008. Sejak masa jabatan

beliau berakhir sebagai Direktur, RSKO sempat mengalami kekosongan

selama beberapa tahun. Jadi tidak ada Direkturnya semenjak dr. Ratna lengser.

RSKO mulai ada Direktur Utama kembali pada tanggal 1 Februari 2007 dan

sejak saat itu, RSKO sudah beroperasi secara penuh di Cibubur, yaitu di jalan

Lapangan tembak Nomor 75 Cibubur-Jakarta Timur. Telp. (021) 87711968-69

Fax. (021) 87711970, Website: www.rsko-jakarta.com.

Masa kepemimpinan yang kelima dipimpin oleh DR. dr. Fidiansjah,

SpKJ pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2010. Beliau mempunyai masa

bakti yang lama. Sebelum beliau menjadi seorang Direktur Utama, beliau

berprofesi sebagai seorang dokter di RSKO Cibubur. Masa kepemimpinan

yang keenam dipimpin oleh Direktur Utama dr. Diah Setia Utami, SpKJ,

MARS pada tahun 2010 sampai dengan 2012. Beliau menjabat di RSKO

Cibubur, Jakarta Timur selama 2 tahun. Beliau merupakan teman dr.

Page 72: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

59

Fidiansjah, SpKJ. Kemudian RSKO pada masa kepemimpinan yang keenam

ini sistem pelayanannya berubah menjadi Badan Layanan Umum (BLU).

Masa kepemimpinan yang ketujuh dipimpin oleh Dr. Laurentius

Panggabean, SpKJ, MS pada tahun 2012 sampai dengan saat ini. Semenjak

RSKO menggunakan sistem Badan Layanan Umum (BLU), sistem

keuangannya juga ikut berubah. Kini, RSKO dapat mengelola pendapatannya

sendiri dan digunakan untuk mengelola pengembangan RSKO itu sendiri.

B. Visi dan Misi RSKO Jakarta

Berdasarkan hasil dari Renstra RSKO Cibubur-Jakarta Timur tahun

2009 sampai dengan 2014 :

VISI RSKO : “Sebagai pusat layanan dan kajian nasional

maupun regional dalam Bidang Gangguan yang Berhubungan dengan Zat

(GBZ)”.

MISI RSKO :

a. Melaksanakan upaya preventiv, promotif, kuratif, dan rehabilitatif

bagi masyarakat umum dalam bidang GBZ dan penyakit terkait

serta memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum.

b. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga profesi serta

masyarakat umum dalam bidang GBZ.

c. Melaksanakan penelitian dan pengembangan dalam bidang GBZ.

Page 73: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

60

C. Program Lembaga

1. Perencanaan Program

Dalam merencanakan program, RSKO menerapkan model

perencanaan yaitu Bottom Up, artinya benar-benar dari bawah. Pimpinan

mendapatkan masukan dari para pegawai atau karyawan. Misalnya,

mengajukan pengadaan pelatihan, mengajukan penambahan fasilitas, dan

lain-lain. Pengajuan berasal dari pegawai atau karyawan yang disampaikan

ke tingkat manajer, lalu didiskusikan. Jadi semacam case conference.

Apabila disetujui, maka sudah pasti rencana yang telah dibuat segera

dilaksanakan. Sedangkan teknik perencanaannya berdasarkan analisa

kebutuhan RSKO.75

2. Rencana Jangka Pendek, Menengah, dan Panjang

a. Rencana Jangka Pendek dan Menengah

Rencana jangka pendek dan menengah dilaksanakan selama

satu tahun sekali dalam bentuk pengajuan dan perencanaan kegiatan.

Diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Mengusulkan kebutuhan ATK

2. Bahan-bahan computer

3. Barang cetakan

4. Peningkatan keterampilan staff

5. Penelitian

6. Dll.

75 Wawancara Pribadi dengan Bapak Agus Darmawan, Jakarta 16 Juli 2014.

Page 74: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

61

b. Rencana Jangka Panjang

Rencana jangka panjang merupakan sesuatu yang akan dicapai

dalam jangka satu sampai dengan lima tahun. Tujuan yang ditetapkan

telah mengacu kepada visi dan misi RSKO. Rencana jangka panjang

RSKO, diantaranya:

a. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang

NAPZA.

b. Memperluas cangkupan layanan tentang NAPZA (RSKO

sudah bisa memberikan pelayanan bagi pasien dual diagnosis).

c. Meningkatkan pendapatan RSKO guna meningkatkan kualitas

pelayanan Rumah Sakit.

d. Menyelenggarakan pemeliharaan saran dan prasarana sesuai

standar.

e. Mewujudkan RSKO sebagai Rumah Sakit pendidikan.

f. Meningkatkan profesionalisme Sumber Daya Manusia (SDM).

g. Meningkatkan penelitian dan pengembangan dalam bidang

gangguan yang berhubungan dengan zat (GBZ).

3. Teknik Perencanaan

1. Teknik perencanaan penyembuhan pada klien

Penyembuhan merupakan fokus utama yang dilakukan setiap

rumah sakit bagi para pasiennya. Begitupun RSKO yang

menggunakan beberapa cara dalam menyembuhkan pasien yang

berhubungan dengan zat beserta penyakit-penyakit yang

menyertainya. Untuk para pasien rawat inap akan melalui proses

Page 75: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

62

detoksifikasi yang lebih dikenal dengan Medical Psikiatik Evaluation

(MPE) pasien menjalani pemulihan fisik selama 1 sampai 3 minggu

atau yang lebih di kenal dengan program detoksifikasi. Setelah

menjalani program detoksifikasi, pasien dapat meneruskan perawatan

rehabilitasi yang masih satu instansi dengan program detoksifikasi.

Model program rehabilitasi yang dipakai oleh RSKO adalah TC yang

berbasis Rumah Sakit. Artinya ada sentuhan-sentuhan medis dalam

prakteknya. Selain itu ada pula penerapan 12 Steps Narcotic

Anonymous.

TC merupakan suatu kumpulan/komunitas orang dengan

masalah yang sama tinggal di tempat yang sama, memiliki

seperangkat peraturan, filosofi dan norma dan nilai serta kultur yang

disepakati, dipahami, dan dianut bersama. Hal tersebut dijalankan

demi pepemulihan diri masing-masing. Artinya dalam program ini

kelompoklah yang berperan penting dalam penyembuhan setiap pasien

GBZ. Tujuan dari program tersebut adalah mengembalikan dari

tingkah laku yang negatif ke arah tingkah laku yang positif.

Terdapat dua jenis bentuk penyembuhan yang ada di RSKO,

yaitu subsitusi dan simptomatis. Subsitusi adalah dengan memberikan

zat pengganti NAPZA, sedangkan simptomatis adalah memberikan

pengobatan sesuai dengan keluhan pasien. Pasien yang menjalani

pengobatan di RSKO ada dua pilihan program yaitu program rawat

jalan dan program rawat inap. Adapun penjelasannya adalah sebagai

berikut:

Page 76: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

63

a. Program Rawat Jalan

Dalam instalansi rawat jalan terdapat berbagai jenis

layanan salah satu diantaranya adalah Program Terapi

Rumatan Metadon (PTRM). Dalam program ini proses

perencanaan penyembuhan dilakukan dengan cara substitusi

dimana para pasien GBZ diberikan penganti NAPZA berupa

methadone. Mereka yang mendaftarkan diri sebagai pasien

methadone akan mempunyai perlindungan hukum tersendiri

dan mempunyai kartu IPWL (Institusi Penerimaan Wajib

Lapor), yaitu kartu tanda bukti status pasien methadone.

Dalam meningkatkan progres penyembuhan pasien,

dosis methadone akan dikurangi secara berkala sesuai dengan

perkembangan positif yang ada pada pasien. Selain itu

pengurangan juga harus berdasarkan rujukan dari dokter.

Sedangkan mereka yang diketahui mencampur methadone-nya

dengan bahan lain.76

b. Instalasi Rawat Inap

Langkah awal yang dilakukan dalam penanganan

pasien rawat inap adalah, pasien akan menjalankan proses

detoksifikasi atau penghilangan racun-racun yang terdapat

didalam tubuh pasien. Setelah melakukan detoksifikasi, jika

pasien merupakan rujukan dari keluarga maka pasien bisa

memilih apakah akan melanjutkan ke program selanjutnya,

76 Wawancara Pribadi dengan Bapak Agus Darmawan, Jakarta 17 Juli 2014.

Page 77: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

64

yaitu program rehabilitasi atau langsung kembali ke

lingkungannya masing-masing, namun biasanya pihak Rumah

Sakit akan memberikan rekomendasi untuk melanjutkan ke

program rehabilitasi. Jika pasien merupakan putusan

pengadilan maka dirinya wajib melanjutkan program

rehabilitasi untuk menjalani perawatan sesuai dengan

keputusan pengadilan. Pasien yang diutuskan melanjutkan ke

program rehabilitasi maka mereka akan menjalankan beberapa

program dan fase. Namun sebelum itu, pasien juga akan

menjalani evaluasi psikososial untuk menyesuaikan program

yang akan didapatkan oleh pasien sesuai dengan hasil diagnosa

atau evaluasi psikososial kesehatan tersebut. Di dalam

rehabilitasi terdapat dua program yang diperuntukkan untuk

pasien NAPZA, diantaranya sebagai berikut:

a. Spesial Program

Merupakan program yang diperuntukkan bagi pasien

atau klien yang mempunyai masalah dengan diagnosa

kecanduan terhadap NAPZA dan dengan gangguan fisik dan

atau gangguan mental (dual diagnosis). Dalam penerapnnya

spesial program tidak menggunakan metode TC, tetapi terdapat

metode tersendiri untuk menangani para pasiennya.

b. Program Reguler

Merupakan tahap adaptasi guna menyesuaikan diri klien

terhadap program pemulihannya yang akan dijalani. Dalam

Page 78: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

65

penerapan program reguler RSKO menggunakan metode TC

dengan dibantu para pekerja profesional yakni konselor yang

sudah berpengalaman. Pemilihan pasien reguler program untuk

mengikuti metode TC, pasien harus sehat secara medis yang

artinya pasien tidak boleh mempunyai gangguan fisik ataupun

mental yang di derita karena dengan begitu pasien akan lebih

bisa menjalani program TC dengan lebih baik.

Selama menjalani proses pemulihan di program reguler,

pasien akan menjalani 2 tahapan program dan terdiri dari

beberapa fase dengan menunjukkan tingkat kemajuan dari

proses pemulihan, meliputi:

1. Program primary, yang terdiri dari beberapa fase yakni:

a). Fase induction

Merupakan tahap adaptasi yang bertujuan untuk

penyesuaian diri pasien terhadap program pemulihannya

yang akan dijalani. Dalam fase ini biasanya dibutuhkan

waktu selama satu setengah bulan.77 Pasien induction

mendapatkan tantangan yang mungkin terbesar di hidupnya

ketika dia harus melepaskan ketergantungannya terhadap

NAPZA dan subtitusi NAPZA, memisahkan dirinya dari

lingkungan lama yang lebih nyaman, sementara itu

beradaptasi kedalam suatu lingkungan “asing” yang

kesannya “intimidatif”. Sifat-sifat negatif seorang pecandu

77Brosur Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta, Profil Halmahera House

Rehabilitation Center.

Page 79: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

66

masih nampak kental seperti banyaknya penyangkalan,

manipulasi, berbohong, mencari alasan, tidak menerima

dan lain-lain.78

b). Fase primary

Bertujuan untuk mengarahkan pasien untuk

menerima dan menyadari bahwa dirinya adalah seorang

pecandu yang membutuhkan pertolongan. Motivasi dari

dalam diri, serta menyadari bahwasanya di samping

masalah penyalahgunaan NAPZA ada masalah yang jauh

lebih penting yaitu masalah prilaku dan bagaimana cara

merubahnya. Biasanya dalam fase ini membutuhkan waktu

dua sampai dengan tiga bulan.

c). Fase Pre-Re-Entry

Merupakan stabilisasi sikap dan prilaku hidup sehat.

Pemantapan kondisi emosi dan keseimbangan psikologi.

Proses simulasi fungsi-fungsi kognitif, pemantapan sikap

dan prilaku bertanggung jawab serta proses interaksi sosial

dengan keluarga sebagai basis utama. Fase ini merupakan

masa persiapan untuk menjalani fase Re-Entry yang

biasanya dibutuhkan waktu selama satu sampai dengan dua

bulan untuk menjalaninya. Tujuan dari fase ini adalah untuk

melatih jiwa kepemimpinan (leader skill) dan dapat

berkoordinasi dengan sesama familly dan staff. Belajar

78Buku Panduan Instalasi Halmahera House RSKO Jakarta, Walking Paper Reguler

Program.

Page 80: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

67

untuk lebih memahami secara mendalam berbagai

komponen program, belajar untuk dapat menjelaskan inti

dari berbagai macam permasalahan (issue), yang

menyangkut rumah, tingkah laku, pola pikir dan perasaan

yang ada. Belajar untuk mulai berinteraksi dengan

masyarakat luar, dengan keluarga sebagai basis utama.79

2. Program re-entry, merupakan pengembangan sikap dan

prilaku bertanggung jawab dan proses pengenalan serta

pemantapan sikap dan prilaku hidup sehat di dalam keluarga

dan lingkungan sosial. Menambah wawasan untuk

mempersiapkan diri untuk masa depan. Mendaya gunakan

penalaran, dan mengembangkan keterampilan sosial dalam

kehidupan bermasyarakat. Mengimplementasikan

kemampuan dan keterampilan yang telah dicapai. Mampu

mewujudkan sikap dan prilaku yang bertanggung jawab

dengan kualitas hidup yang lebih baik di dalam integrasinya

dalam masyarakat dalam status pemulihannya. Dalam fase

ini biasanya membutuhkan waktu sesuai kebutuhannya.

Dalam program Re-Entry terdiri dari beberapa fase yakni

sebagai berikut:

a). Fase orientasi

Terdiri dari pengenalan terhadap program primary,

assesment ulang pada klien untuk melihat

peningkatan/perubahan yang telah dicapai. Target dan

79 Wawancara Pribadi dengan Konselor RSKO, Jakarta 19 Juli 2014.

Page 81: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

68

evaluasi dalam fase ini adalah pasien telah memahami dan

mengerti maksud dan tujuan fase orientasi pasien di

program re-entry. Pasien mengerti memahami tujuan dari

program re-entry secara umum. Telah memahami dan

mengaplikasikan peraturan, prosedur, budaya yang ada di

program re-entry.

b). Fase A

Pada fase ini pasien mulai melakukan interaksi

dengan masyarakat umum, bermula dari keluarga sebagai

lingkungan kecil. Pasien di persiapkan untuk menghadapi

berbagai hambatan dalam bersosialisasi (konflik

nilai/norma/pandangan masyarakat, keluarga maupun antar

individu). Pelaksanaan sesi edukasi dan pengaplikasian

relapse prevention. Pelaksanaan sesi individual konseling

yang terfokus pada perencanaan klien. Percobaan kembali

ke rumah tanpa pendamping dengan waktu 24 jam, saat

weekend.

Target dan evaluasi dalam fase ini adalah pasien tetap

menunjukan sikap dan prilaku yang bertanggung jawab,

dapat dipercayai baik komunitas terapi maupun keluarga.

Pasien memiliki rencana yang cukup matang, jelas dan

rasional berkaitan dengan education/vocational.

c). Fase B

Dalam fase ini pengintegrasian konsep pemulihan

kedalam kehidupan sehari-hari tertanam jauh, sejalan

Page 82: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

69

dengan pasien bergerak maju ke arah pengembangan karir

dan tujuan hidup seperti yang telah di rencanakan dalam

fase A. Fase ini lebih mengarah kepada penyempurnaan

target fase A sekaligus transisi ke fase C dimana pasien

akan jauh lebih sering berada diluar fasilitas. Pasien terus

mendapat bimbingan untuk menyelesaikan berbagai

permasalahan yang mungkin timbul dari sosialisasinya

dengan masyarakat umum. Proses pengaplikasian nilai-nilai

TC yang telah didapat dilingkungan masyarakat yang lebih

luas.

Target dan evaluasi dalam fase ini adalah pasien secara

konsisten menunjukan peningkatan kemampuan untuk

memecahkan masalah. Pasien menunjukan peningkatan

performa dalam kegiatan homeleave nya, pasien

menunjukan peningkatan kemampuan dalam menghadapi

situasi dan kondisi beresiko tinggi untuk relapse.

d). Fase C

Merupakan fase dimana pasien

mengimplementasikan seluruh kemampuan dan

keterampilan yang didapat selama menjalani resindential

treatment baik bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungan

sosialnya (masyarakat umum). Dalam fase ini pasien akan

lebih banyak tinggal diluar. Pelaksanaan edukasi dan

pengaplikasian relapse prevention makin intens. Persiapan

Page 83: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

70

penyelesaian program re-entry dan masuk kedalam

aftercare program.

Target dan evaluasi dalam hal ini adalah pasien dapat

memahami peran dan fungsinya dimasyarakat, sesuai

dengan kemampuan dan keterampilannya. Pasien memiliki

status identitas. Pasien memiliki tujuan dan arah yang jelas

dalam educational/vocational. Pasien memahami

bagaimana cara terus memelihara pemulihannya. Pasien

mampu menunjukan sikap dan prilaku sosial yang secara

konsisten bertanggung jawab serta dapat dipercaya.80

Setelah menjalani program primary dan re-entry pasien juga

harus menjalani fase aftercare. Aftercare program merupakan satu

tingkat dimana seoarang pecandu kembali membangun hidup

dengan keluarga di lingkungan masyarakat, pasien yang telah

menyelesaikan program residensial secara otomatis menjadi bagian

dari aftercare dan dibawah monitor komunitas aftercare.

Adapun tujuannya menyediakan dukungan bagi anggotanya

kembali ke masyarakat serta bertujuan untuk memastikan

penyelesaian keseluruhan program pemulihannya. Secara terus

menerus memberikan motivasi untuk melanjutkan pemulihannya

dan mencegah terjadinya relapse atau kambuh kembali. Dalam fase

ini dibagi menjadi dua yang pertama adalah in house atau didalam

rumah rehabilitasi dan yang kedua adalah reguler program biasanya

80Buku Panduan Instalasi Halmahera House RSKO Jakarta, Walking Paper Reguler

Program.

Page 84: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

71

satu bulan sekali untuk test urin dan konseling dengan konselor

sesuai dengan kesepakatan.81

Didalam penerapan program TC di RSKO Jakarta

mempunyai banyak peraturan utama yang harus di ikuti oleh para

pasien rehabilitasi yakni peraturan pertama adalah Cardinal Rules.

1. No Drugs (tidak dibenarkan memakai narkotika, alkohol, dan

zat adiktif lainnya)

2. No Sex (tidak ada sex)

3. No Violence (tidak melakukan kekerasan)

4. No Vandalism (tidak boleh melakukan pengrusakan

barang/property fasilitas).82

4. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi bisa dilakukan dengan bimbingan lanjut

ketika pasien sudah berada diluar lingkungan RSKO, yaitu dengan

melakukan home visit. Jadi untuk home visit instansi memiliki biaya

khusus untuk bimbingan lanjut, yaitu dengan program home visit yang

diajukan setahun sekali. Jadi home visit tidak hanya memperdalam data-

data tetapi bisa dilakukan saat pasien berada di dalam, misalnya untuk

dapat memberi pelayanan kepada pasien kita harus mengetahui

permasalahannya secara mendalam bisa dilakukan home visit. Namun

untuk home visit seperti itu bukanlah untuk monitoring dan evaluasi.

81Brosur Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta, Profil Halmahera House

Rehabilitation Center. 82 Buku Panduan Instalasi Rehabilitasi Halmahera House RSKO Jakarta, Walking Paper

Reguler Program.

Page 85: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

72

Perbedaan antara monitoring dan evaluasi yakni, monitoring

dilakukan sambil berjalan ketika pasien masih berada di dalam atau di luar

tapi pelayanan belum selesai. Sedangkan evaluasi dilakukan ketika

pelayanan sudah selesai. Fasilitas monitoring dan evaluasi bisa melalui

home visit.83

Dalam hal monitoring dan evaluasi proses penyembuhan

pasien/residen terdapat beberapa alasan kenaikan fase diantaranya:

1. Kondisi atau progress yang sudah layak naik fase. Kriteria layak

yaitu residen memahami program dan mengetahui apa kebutuhan

untuk pemulihan dirinya sesuai fase yang ia jalani.

2. Bahwa kenaikan fase dibutuhkan klien untuk melanjutkan

hidupnya secara produktif.84

D. Jangkauan Layanan

1. Deskripsi Target Layanan

Layanan yang di mulai ialah pasien mulai masuk dilakukan

detoksifikasi/penghilangan racun. Mengikuti rehabilitasi dengan program

TC berbasis Rumah Sakit setelah itu After Care. Selain itu untuk program

rawat jalan, dapat mengikuti salah satu programnya salah satunya adalah

PTRM.85

2. Penjangkauan dan Perekrutan

Proses perekrutan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat yang

terjadi sampai saat ini ialah pasien datang ke RSKO baik dia datang

83 Wawancara Pribadi dengan Agus Bapak Darmawan, Jakarta 17 Juli 2014. 84 Wawancara Pribadi dengan Konselor RSKO, Jakarta 18 Juli 2014. 85 Wawancara Pribadi dengan Konselor RSKO, Jakarta 18 Juli 2014.

Page 86: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

73

sendiri, di antar kelurga dan ada juga dari putusan pengadilan atau

biasanya rujukan dari LP. Dalam penjangkauannya, Pihak RSKO

menerima pasien secara umum (Nasional) bahkan WNA asalkan mereka

merupakan pasien yang berhubungan dengan zat maupun penyakit

bawaannya. Sedangkan perekrutannya sendiri, Klien langsung mendatangi

RSKO, baik secara individual, diantar oleh pihak keluarga maupun

berdasarkan rujukan pihak kepolisisan termasuk putusan pengadilan.

Bagi mereka yang mempunyai masalah dalam hal ekonomi, bisa

mengurus persyaratan seperti Kartu Pelayanan JAMKESMAS, GAKIN

maupun SKTM, dengan penambahan data seperti KK, KTP, Surat rujukan

Puskesmas sesuai kebutuhan.

3. Kriteria Pemilihan Pasien

RSKO tidak memilih-milih karakteristik pasien, jika pasien

memang membutuhkan pertolongan medis maka akan dilayani oleh medis

karena peraturan Rumah Sakit.

E. Sarana dan Prasarana

Fasilitas layanan kesehatan yang tersedia antara lain:

1. Instalasi Gawat Darurat

a. Pelayanan Umum dan NAPZA

2. Instalasi Rawat jalan

a. Poliklinik Umum

b. Poliklinik Spesialis yang terdiri dari: Klinik Jiwa, Klinik NAPZA,

Klinik Penyakit Dalam, Klinik Saraf, Klinik Kebidanan dan

Page 87: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

74

Kandungan, Klinik Anak, Klinik Kulit dan Kelamin, Klinik Gigi

dan Mulu, Klinik Psikologi, dan Klinik Gizi.

3. Instalasi Rawat Inap

a. Ruang perawatan NAPZA

b. Detoksifikasi (VIP, Kelas I, Kelas II, Kelas III)

c. Rehabilitasi (Kelas III)

d. Ruang Komplikasi Medik

e. Ruang High Care Unit

f. Fasilitas Penunjang Medik

4. Instalasi Farmasi

5. Instalasi Laboratorium Toksiologi

6. Instalasi Laboratorium Patologi Klinik

7. Instalasi Radiologi

8. Instalasi Rehabilitasi Medik

9. Instalasi Pemusalaraan Jenazah86

86 Brosur Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta, Profil RSKO Jakarta.

Page 88: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

75

BAB IV

HASIL TEMUAN DAN ANALISIS

Berdasarkan hasil temuan penulis dapat diperoleh suatu informasi

mengenai interaksi sosial antar pasien NAPZA pada program therapeutic

community di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta. Pada bab ini,

hasil temuan penulis dijelaskan melalui teori interaksi sosial yang

dikemukakan oleh Soerjono Soekanto. Adapun sub bab yang akan dibahas

diantaranya ialah mengenai bentuk-bentuk interaksi sosial antar pasien

NAPZA pada program therapeutic community.

A. Hasil Temuan

1. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial Antar Paisen NAPZA pada

Program TC Tahap Fase Primary

a. Kerja Sama

Kerja sama merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang

terjadi antar pasien NAPZA pada program TC. Tahapan primary

merupakan program awal bagi pasien NAPZA dalam mengikuti

therapeutic community. Dalam tahapan ini bertujuan untuk mengarahkan

pasien menerima dan menyadari bahwa dirinya adalah seorang pecandu

yang membutuhkan pertolongan. Motivasi dari dalam diri, serta menyadari

bahwasannya disamping masalah penyalahgunaan narkoba, ada masalah

yang jauh lebih penting yaitu masalah prilaku, dan bagaimana cara

merubahnya. Memperkenalkan program TC serta filosofi dan prinsip yang

dipakai dalam masa pemulihan pasien di Halmahera House. Seperti yang

Page 89: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

76

di ungkapkan oleh Broh Okto selaku kepala konselor di unit Rehabilitasi

Halmahera House:

“tahapan program primary merupakan tahapan awal dimana pasien akan menyadari bahwa dirinya membutuhkan pertolongan tidak hanya dalam ketergantungan terhadap narkoba tetapi juga masalah lain yakni masalah prilaku.”87

Pernyataan tersebut juga didukung oleh pemaparan dari Pekerja

Sosial di RSKO, Bapak Agus Darmawan:

“tahapan primary merupakan tahap awal pengenalan program TC serta pengenalan kultur dan peraturan-peraturan yang ada di Halmahera House.”88

Dari pemaparan kedua informan diatas dapat terlihat bahwa

program primary berfungsi untuk membantu menyadarkan pasien bahwa

dirinya adalah seorang pecandu yang membutuhkan pertolongan baik

dalam hal ketergantungan terhadap NAPZA, serta masalah prilaku yang

ada di dalam diri pasien. Pemberitahuan kepada pasien akan masalah yang

di deritanya. Dalam tahapan ini interaksi sosial sangat diperlukan karena

pasien akan mendapatkan nasihat, pengarahan serta pembelajaran dari

pasien lainnya, hal tersebut dapat dilihat dari kutipan wawancara yang

penulis lakukan dengan Broh Okto, selaku kepala konselor di Halmahera

House:

“dalam hal ini interaksi sosial sangat diperlukan antara pasien satu dengan pasien lainnya seperti mendapat nasihat, pengarahan serta pembelajaran dari pasien lainnya agar proses pemulihan yang dijalankan bisa berjalan dengan baik.”89

87 Wawancara pribadi dengan Broh Okto selaku Kepala Konselor di Unit Rehabilitasi

Halmahera House. Jakarta, 18 Agustus 2014. 88 Wawancara pribadi dengan Bapak Agus Darmawan selaku Pekerja Sosial di RSKO.

Jakarta, 17 Juli 2014. 89

Wawancara pribadi dengan Broh Okto selaku Kepala Konselor di Unit Rehabilitasi Halmahera House. Jakarta, 18 Agustus 2014.

Page 90: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

77

peran dari konselor sangat lah penting karena agar dapat

memperkenalkan pasien terhadap program serta norma-norma yang

berlaku serta membantu pasien untuk bertanggung jawab dengan bekerja

secara team. Tidak hanya peran konselor yang sangat penting tetapi juga

peran ketua kelompok dalam tahapan ini sangat lah penting karena agar

pasien baru bisa menyadari bahwa mereka adalah sebuah team yang

tujuannya adalah pemulihan dari ketergantungannya terhadap NAPZA.

Di dalam membangun sebuah team harus ada kerja sama satu sama

lain agar tujuan yang ingin dicapai bisa terlaksana dengan baik. Kerja

sama yang di bangun pada tahap ini awalnya cukup sulit biasa nya terjadi

di dalam fase induction karena pasien baru yang belum bisa menerima

keberadaannya di dalam tempat rehabilitasi. Dibutuhkan peran dari

konselor dan juga ketua kelompok terhadap pasien yang baru demi tujuan

pemulihan bersama. Peran konselor dalam hal ini adalah membantu

mereka agar dapat berpikir positif dan juga membantu mereka untuk

menyadari bahwa disini adalah keluarga mereka atau sebuah team yang

tujuannya adalah sama-sama ingin sembuh dari ketergantungan dengan

begitu mereka bisa dengan baik menjalankan pemulihannya di berbagai

kegiatan yang ada di dalam program TC.

Hal tersebut dibenarkan oleh kepala konselor di unit rehabilitasi

Halmahera House dari kutipan berikut, Broh Okto:

“pada tahap primary terdapat fase induction yang dalam hal ini awalnya cukup sulit untuk membangun kerja sama untuk

Page 91: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

78

menjadi sebuah team butuh peran dari konselor, buddy serta ketua kelompok agar pasien sadar tujuan mereka”.90

Penulis juga menanyakan mengenai hal yang sama kepada salah

satu pasien baru di tahapan primary, informan R:

“awalnya saya sangat sulit membangun kerja sama, soalnya kan belum bisa menerima jadi masih ga ada pikiran untuk ngejalanin semuanya sama-sama”. Dari pemaparan kedua informan tersebut dapat diketahui bahwa

kerja sama yang di lakukan pada pasien baru di tahapan primary atau

berada pada fase induction cukup sulit di lakukan karena berbagai macam

faktor, salah satu nya adalah karena pasien yang belum bisa menerima

keberadaannya. Dalam hal ini pasien sulit untuk bekerja sama dengan

pasien lainnya karena belum bisanya pasien untuk menerima

keberadaannya untuk pemulihan. Hal tersebut tentu akan sangat

mengganggu pasien di dalam menjalankan berbagai kegiatan yang ada di

dalam program TC.

Dari hasil observasi yang dilakukan penulis terhadap informan R

yakni pasien baru pada tahap primary fase induction dalam mengikuti

kegiatan yang ada di dalam program TC, pasien memang belum bisa

menerima keberadaannya terlihat dari kegiatan morning meeting yang di

ikuti oleh pasien pada pagi hari. Pasien terlihat diam saja dan sangat pasif

dalam kegiatan tersebut tetapi pada saat itu juga peran ketua kelompok

membantu pasien agar tidak hanya menjadi penonton tetapi setiap anggota

keluarga juga harus berpartisipasi dengan mengambil peran dan tanggung

90

Wawancara pribadi dengan Broh Okto selaku Kepala Konselor di Unit Rehabilitasi Halmahera House. Jakarta, 18 Agustus 2014.

Page 92: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

79

masing-masing untuk memberi kontribusinya terhadap komunitas.

Misalnya dengan bertanya, mengeluarkan pendapat agar pasien bisa

dengan sendirinya beradaptasi untuk menjalani dalam berbagai kegiatan.91

Setelah beberapa minggu informan R akhirnya menyadari

keberadaannya disini adalah untuk pemulihan dan komunitas ini adalah

keluarganya. Informan R juga sudah bisa beradaptasi dengan

lingkungannya yang baru, menyadari bahwa dirinya adalah sebuah team

yang harus memenangkan suatu tujuan yakni pemulihan dari

ketergantungan terhadap NAPZA dan memangkas prilaku-prilaku negatif

yang ada di dalam diri informan. Dengan begitu pasien pun bisa menjalani

kegiatan bersama-sama dengan pasien lainnya. Berikut adalah kutipan

wawancara penulis dengan informan R:

“kalo sekarang sih sudah bisa bekerja sama dengan yang lain, soalnya mereka juga baik-baik dan selalu membantu saya dalam berbagai kegiatan”.92

Kerja sama dilakukan dalam berbagai kegiatan yang ada di dalam

program TC. Kerja sama biasa dilakukan antar sesama pasien dengan

saling membantu satu sama lain di setiap kegiatan. Kerja sama ini di

bangun untuk kebaikan diri pasien itu sendiri agar pasien bisa hidup rukun

dengan pasien lainnya.

Hal tersebut di dukung oleh pemaparan dari konselor pribadi

informan R, Broh Taufan:

“kerja sama dilakukan dalam berbagai kegiatan, karena TC yang bersifat komunitas atau kelompok jadi semuanya dilakukan secara bersama-sama.”93

91 Hasil Observasi pribadi pada kegiatan Morning Meeting, Jakarta Agustus 2014. 92 Wawancara Pribadi dengan Informan R, Jakarta 12 Agustus 2014. 93 Wawancar Pribadi dengan Konselor Broh Tufan, Jakarta 13 Agustus 2014.

Page 93: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

80

Dari hasil pemaparan kedua informan tersebut dapat diketahui

bahwa kerja sama dilakukan dalam berbagai macam kegiatan setiap

harinya yang ada di dalam program TC. Kerja sama dilakukan pada setiap

pasien, bentuk kerja sama yang dilakukan adalah dengan tanggung jawab

dari aktifitas-aktifitas pasien tersebut yang artinya adalah pasien wajib

menjalankan peranannya masing-masing yang akan dibantu oleh pasien

lainnya demi tujuan yang sama.

Dari hasil temuan lapangan terlihat kerja sama yang dilakukan

pasien NAPZA pada program TC berlangsung setiap hari pada semua

kegiatan karena semua kegiatan membutuhkan kerja sama antar pasien

NAPZA selain berkerja sama demi pemulihan, bentuk lain dari kerja sama

yang dilakukan antar pasien NAPZA adalah dengan saling tolong

menolong antar pasien dalam berbagai kegiatan sehari-hari misalnya

kegiatan bangun pagi, morning meeting (merupakan kegiatan yang

dilakukan setiap pagi untuk mengawali hari), fuction (kegiatan kebersihan

yang tujuannya untuk melatih pasien untuk hidup lebih sehat), dan group

(merupakan kegiatan yang di dalamnya terdiri dari berbagai macam

kegiatan yang menunjang program therapeutic community).

Hal tersebut dibenarkan oleh salah satu informan pasien primary,

terlihat dari kutipan wawancara informan D:

“kerja sama dilakukan dalam berbagai kegiatan contohnya morning meeting, lalu function dan group yang ada di program TC”.94

94 Wawancara Pribadi dengan Informan D, Jakarta 08 Agustus 2014.

Page 94: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

81

Penulis juga menanyakan hal serupa pada konselor dari informan

D, yakni broh Nasrul:

“kerja sama dilakukan dalam berbagai kegiatan yang ada di dalam program TC, bentuk kerja sama ialah dengan saling membantu satu sama lain dalam mencapai tujuannya. Kerja sama dilakukan dari awal pagi hari sampai malam pada malam hari. Kegiatan yang dilakukan biasanya morning meeting, function, group”.95

Dari pemaparan kedua informan tersebut dapat di lihat bahwa kerja

sama dilakukan dalam setiap kegiatan yang ada di dalam program TC.

Kegiatan yang dilakukan adalah bangun pagi, ketika bangun pagi untuk

mengawali hari ada proses kerja sama yang dilakukan antara informan D

dengan pasien lainnya yang sebelumnya pada saat di luar tidak pernah

dilakukan oleh informan D yaitu dengan cara saling tolong menolong,

membantu satu sama lain dengan membangunkan pasien lain agar bisa

memulai aktifitas-aktifitas sehari-hari. Karena ketika sudah berada dalam

program pasien harus mengikuti semua kegiatan TC yang bersifat

komunitas atau kelompok jadi semua kegiatan tidak bisa dilakukan sendiri

melainkan harus dilakukan bersama-sama dan saling bekerja sama.

Selain bangun pagi kedua informan juga mengatakan bahwa

kegiatan lain yang harus dilakukan dengan bekerja sama adalah dalam

kegiatan morning meeting, morning meeting merupakan pertemuan yang

dilakukan setiap pagi dan dihadiri oleh seluruh anggota rumah yang

bertujuan sebagai pembuka hari yang selalu dipimpin oleh mayor on dutty

(staff).96 Dalam hal ini semua informan sebagai anggota keluarga harus

bekerja sama dengan pengatur rumah atau (COD/Chief), untuk mau

95 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Nasrul, Jakarta 14 Agustus 2014.

96 Hasil Observasi Pribadi pada Kegiatan Morning Meeting, Jakarta Agustus 2014.

Page 95: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

82

mengikuti kegiatan ini di setiap paginya. Selain itu dalam kegiatan

morning meeting kerja sama yang dilakukan informan dengan pasien lain

adalah dengan saling tolong menolong mengingatkan akan kesalahan

pasien lain atau memotivasi pasien lain demi pemulihan bersama.97 Karena

dalam kegiatan morning meeting ada tahapan memberi peringatan antar

pasien dan juga memotivasi antar pasien lain agar bisa jauh lebih baik dan

membantu pasien lain yang sedang mempunyai masalah. Selain kegiatan

morning meeting menurut kedua informan kegiatan yang membutuhkan

kerja sama adalah fuction. Kedua informan menyebutkan bahwa kegiatan

lain yang membutuhkan kerja sama antar pasien dalam kegiatan sehari-

hari pada program TC adalah fuction, function merupakan kegiatan rutin

yang dilakukan pasien untuk membersihkan rumah rehabilitasi. Fuction

dilakukan setiap harinya pada pagi dan sore hari dengan tujuan yakni

mengajarkan pasien untuk hidup lebih bersih dan teratur. Dalam kegiatan

ini pasien diwajibkan untuk saling bekerja sama antar sesama pasien

karena dalam kegiatan ini tidak bisa dilakukan sendiri melainkan harus

berkordinasi antar pasien agar pembagian tugas bersih-bersih bisa adil dan

tidak pilih-pilih.98 Selain fuction kegiatan lain yang dilakukan bersama-

sama adalah group. Semua informan mengatakan dalam group

membutuhkan kerja sama antara pasien satu dengan pasien lainnya.

Misalnya saja dalam group seminar atau group lainnya, sama halnya

dengan kegiatan morning meeting di dalam group ini kerja sama dilakukan

97Hasil Observasi Pribadi Dalam Kegiatan Morning Meeting Terhadap semua Informan,

Jakarta Agustus 2014. 98 Hasil Observasi Pribadi Dalam Kegiatan Function Terhadap Semua Informan, Jakarta

Agustus 2014.

Page 96: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

83

antara pengatur rumah dengan anggota rumah agar group yang sudah

dijadwalkan bisa berjalan dengan baik. misalnya pengatur rumah mengatur

anggota rumah agar tepat waktu dalam menghadiri group yang sudah di

jadwalkan agar tidak ada pasien yang telat.

Dalam bekerja sama antara pasien satu dengan pasien lainnya

dalam menjalankan berbagai kegiatan yang ada pada program TC tentu

akan berdampak kepada interaksi yang dilakukan pasien dengan pasien

lainnya, hal tersebut dapat dilihat dari kutipan wawancara yang dilakukan

penulis terhadap informan D:

“dengan bekerja sama dengan pasien lainnya kegiatan yang dijalankan akan menjadi lebih baik sehingga interaksi yang dijalankan juga akan menjadi lebih baik”99

Pernyataan tersebut didukung oleh Broh Narul, yakni konselor

pribadi dari informan D:

“dengan bekerja sama dengan saling tolong menolong satu sama lain akan berdampak kepada berbagai kegiatan yang akan dijalankan pasien dan hal tersebut tentu akan dapat mempengaruhi interaksi yang dijalankan pasien dengan pasien lainnya”100

Dari pemaparan kedua informan tersebut dapat diketahui bahwa

dalam bekerja sama antara pasien satu dengan pasien lainnya akan

berdampak pada berbagai macam kegiatan yang dijalankan pada program

TC, sehingga ketika pasien dapat bekerja sama dengan baik dalam

berbagai kegiatan dengan pasien lainnya tentu interaksi yang dilakukan

juga akan menjadi lebih baik dan pasien juga dapat lebih fokus di dalam

menjalankan proses pemulihannya.

99 Wawancara Pribadi dengan Informan D, Jakarta 08 Agustus 2014. 100 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Nasrul, Jakarta 12 Agustus 2014.

Page 97: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

84

Dalam membangun kerja sama antar pasien kedua informan

mengalami kendala yakni jika ada salah satu pasien yang sulit untuk diatur

atau diberi tahu. Hal tersebut akan bisa menggangu kegiatan yang setiap

hari di jalankan. Berikut kutipan wawancara penulis dengan salah satu

informan, yakni informan R:

“kendala sih pasti ada, biasanya ada salah satu pasien yang sulit untuk diatur”.101

Penulis juga menanyakan hal yang sama kepada konselor dari

informan R, Broh Taufan:

“saya lihat kendala klien pada saat membangun kerja sama dengan pasien lain adalah ketika pasien lain tidak bisa di ajak kompromi dengan klien”102

Dari hasil pemaparan kedua informan tersebut dapat di lihat bahwa

dalam bekerja sama, informan juga mengalami kendala yakni jika ada

salah satu pasien tidak bisa diatur atau tidak bisa untuk diajak kompromi.

Dengan begitu dalam menjalani kegiatan informan akan terganggu dan

akan berakibat tidak baik kepada interaksinya. Dari informan R dan

informan D pada saat mereka sedang kesal atau bahkan sedang marah

tidak sama sekali mengganggu kerja sama yang mereka lakukan dengan

pasien lain dalam kegiatan yang mereka kerjakan sehari-hari.103

Dari pengamatan penulis, kerja sama yang dilakukan semua

informan berjalan cukup baik karena semua kegiatan yang dilakukan harus

dengan kerja sama antar pasien. Kerja sama ini bersifat tolong menolong,

tolong menolong untuk saling mengingatkan akan kesalahan yang

101

Wawancara Pribadi dengan Informan R, Jakarta 12 Agustus 2014. 102 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Taufan, Jakarta 13 Agustus 2014. 103 Hasil Observasi terhadap Informan R dan Informan D dalam kegiatan Group, Jakarta

Agustus 2014.

Page 98: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

85

dilakukan pasien lain atau membantu satu sama lain. Semua informan

saling bergotong royong dan saling tolong menolong dalam menjalankan

semua kegiatan selain itu semua informan juga mengingatkan akan

kesalahan yang dilakukan pasien lain. Itu semua dilakukan semata-mata

demi tujuan bersama yaitu pulih dari ketergantungan terhadap NAPZA

dan juga merubah tingkah laku yang negatif menjadi tingkah laku yang

positif. Dengan bekerja sama antara pasien satu dengan pasien lainnya

sehingga kegiatan yang dijalankan pada program TC akan menjadi lebih

baik dan interaksi yang dilakukan pasien satu dengan pasien lainnya juga

akan menjadi lebih baik.

b. Persaingan (competition)

Bentuk kedua dari interaksi sosial adalah Persaingan. Berbeda

dengan kerja sama dalam tahapan ini persaingan memang sengaja dibuat

untuk tujuan yang baik kepada pasien yaitu agar pasien mengerti dan

memahami bahwa mereka bisa bersaing secara sehat atau tidak saling

menjatuhkan dan dengan bersaing pasien akan mencapai tujuan yang

diinginkan. Hal tersebut di jelaskan oleh kepala unit rehabilitasi

Halmahera House, Broh Okto:

“dalam fase primary sebetulnya tidak diperkenankan terjadi persaingan antar pasien. Namun dalam program TC persaingan sengaja dibuat dalam satu kegiatan. Contohnya adalah kegiatan olah raga yang didalam nya terdapat beberapa permainan. Dengan begitu pasien akan mengerti tentang arti persaingan namun secara sehat dan dapat menumbuhkan keinginan dalam diri pasien agar dapat memenangkan permainan tersebut”.104

104 Wawancara Pribadi dengan Broh Okto Selaku Kepala Konselor di Unit Rehabilitasi

Halmahera House, Jakarta 18 Agustus 2014.

Page 99: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

86

Penulis juga menanyakan hal serupa kepada salah satu Informan,

yakni inforrman R:

“dalam fase ini persaingan di luar akal sehat sih ga ada yaa mba, tetapi kalo persaingan yang sehat ada kaya setiap sore ada waktu untuk olah raga nah disitu di isi dengan bermain sepak bola, biasanya antara kelompok primary sama re-entry sih.”105

Dari pemaparan kedua informan tersebut dapat di lihat bahwa

sebenarnya persaingan tidak dianjurkan berada dalam fase ini, pasien

dilarang untuk bersaing dengan pasien lainnya diluar kegiatan yang

terdapat pada program TC. Hanya saja persaingan sengaja dibuat di dalam

kegiatan agar pasien bisa menumbuhkan prilaku yang baik dengan

bersaing secara sehat dan juga menumbuhkan keinginan dalam diri pasien

agar dapat mencapai suatu tujuan yakni kemenangan.

Dari hasil observasi yang penulis lakukan dalam kegiatan olah raga

pada saat sore hari, penulis melihat persaingan itu memang benar-benar

sengaja di buat untuk pasien. Konselor dengan sengaja memperbolehkan

pasien untuk bermain sepak bola melawan fase yang lain, pada saat itu

fase primary melawan fase re-entry. Terlihat bahwasanya persaingan

bersifat sehat karena dalam hal ini konselor menumbuhkan nilai-nilai yang

baru kepada pasien agar pasien bisa berprilaku secara baik. Dalam

permainan sepak bola tersebut terlihat pasien fase primary sangat antusias

untuk memenangkan permainan tersebut. Baik fase primary maupun re-

entry sama-sama bersaing untuk memenangkan permaianan tersebut.106

105

Wawancara Pribadi dengan Informan R, Jakarta 12 Agustus 2014. 106

Hasil Observasi Terhadap Kegiatan Olah Raga, Jakarta Agustus 2014.

Page 100: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

87

Dengan bersaing secara sehat pasien akan mengerti nilai-nilai yang

baru agar dapat menjadi prilaku yang jauh lebih baik. permainan sebak

bola tidak hanya menjadi wadah bagi pasien untuk bersaing secara sehat

tetapi juga membentuk prilakunya agar bisa menjadi jauh lebih baik. Hal

tersebut dijelaskan oleh Broh Okto selaku kepala konselor di unit

rehabilitasi Halmahera House Jakarta, sebagai berikut:

“permainan sepak bola sengaja dibuat agar pasien mengerti nilai-nilai yang baru dari hal-hal yang kecil. Permainan sepak bola tentu akan mengajarkan pasien selain untuk hidup sehat tetapi juga tau bagaimana cara bersaing secara sehat dengan tidak menjatuhkan pasien lainnya.”107

Penulis juga menanyakan hal yang sama kepada salah satu pasien

primary yang mengikuti permainan sepak bola, informan D:

“persaingan terjadi pada kegiatan olah raga pada saat sore hari, kami selaku pasien di ajarkan untuk tetap bersaing secara sehatdengan tidak menjatuhkan satu sama lain”.108

Dari hasil pemaparan kedua informan tersebut persaingan memang

dilakukan. Persaingan itu bersifat kelompok antar kelompok yakni antara

pasien fase primary melawan pasien fase re-entry. Persaingan tersebut

bersifat sehat karena tidak saling menjatuhkan satu sama lain tetapi dengan

tujuan yang sama.

Senada keterangan dari informan R sama dengan keterangan

informan D yang menjelaskan bahwa persaingan itu ada tetapi persaingan

yang bersifat sehat karena dilakukan untuk bersenang-senang. Dalam hal

ini sama seperti keterangan informan D dan informan R pun menjelaskan

bahwa persaingan biasanya ada karena ingin merebutkan suatu tujuan

107 Wawancara Pribadi dengan Broh Okto Selaku Kepala Konselor di Unit Rehabilitasi, Jakarta 18 Agustus 2014.

108 Wawancara Pribadi dengan Informan D, Jakarta 08 Agustus 2014.

Page 101: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

88

misalnya pada saat sore hari ketika ada permainan sepak bola antara group

primary dan group re-entry, disini informan bersama pasien lain bersaing

untuk memenangkan permainan sepak bola.

Hal tersebut bisa dilihat dari kutipan wawancara penulis dengan

informan R:

“Persaingan biasanya dilakukan pada saat ada permainan sepak bola atau permainan lain. Disni saya bersama pasien lain bersaing untuk memenangkan permainan tersebut”.109

Penulis juga menanyakan hal yang sama kepada konselor dari

informan R, Broh Taufan:

“Kalo persaingan ringan contohnya pada saat sore hari yang dijadwalkan untuk berolah raga. Antar kelompok melakukan persaingan dengan bermain sepak bola untuk memenangkan persaingan tersebut.”110

Dari hasil pemaparan dari kedua informan dapat di lihat bahwa

persaingan terjadi pada saat sore hari dalam kegiatan olah raga. Persaingan

tersebut bersifat positif karena pasien tidak melakukan dengan cara

kekerasan.

Hasil pengamatan yang dilakukan penulis pada semua informan

pada fase primary tentang pesaingan, memang persaingan terjadi pada saat

jadwal untuk kegitan berolah raga pada sore hari. Penulis melihat pasien

re-entry dan pasien primary bersaing dalam permainan sepak bola. Mereka

bersaing untuk merebutkan suatu tujuan yakni untuk memenangkan

pertandingan.111 Permainan sepak bola memang tidak di adakan setiap hari

109 Wawancara Pribadi dengan Informan R, Jakarta 12 Agustus 2014. 110 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Taufan, Jakarta 13 Agustus 2014. 111 Hasil Observasi Pribadi Terhadap Semua Informan, Jakarta Agustus 2014.

Page 102: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

89

hanya saja dalam satu minggu sesekali pasti mereka melakukan

permainan tersebut.

c. Pertikaian (conflict)

Bentuk ketiga dari interaksi sosial adalah pertikaian. Di dalam

menjalankan program TC tidak di pungkiri telah terjadi banyak pertikaian

dari para pasien, seperti yang di jelaskan oleh salah satu informan fase

primary, informan D:

“dalam fase ini pertikaian sering terjadi, karena banyaknya pasien yang sulit untuk di beritahu”.112 Penulis juga menanyakan hal serupa kepada konselor D, yakni

Broh Nasrul:

“dalam fase primary pertikaian hampir sering terjadi karena banyak pasien yang belum bisa mengatur emosinya dan juga ketika ada pasien lain yang sulit untuk diberi tahu”.113

Dari pemamparan kedua informan tersebut dapat di lihat

bagaimana pertikaian bisa terjadi di dalam kegiatan yang ada pada

program TC. Pertikaian sendiri terjadi karena pada fase ini pasien belum

bisa mengatur emosinya dengan baik. Hal tersebut tentu akan menggangu

kegiatan yang sedang dijalani oleh pasien.

Pertikaian sering dialami oleh semua informan di fase primary,

baik informan R maupun informan D. Pertikaian biasanya terjadi karena

salah satu dari pasien sulit untuk diatur serta dari sindiran-sindiran yang

diberikan oleh pasien lain kepada informan yang berujung kepada

pertikaian, biasanya pertikaian terjadi di dalam kegiatan maupun di luar

112 Wawancara dengan Informan D, Jakarta 08 Agustus 2014. 113 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Nasrul, Jakarta 14 Agustus 2014.

Page 103: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

90

kegiatan. Hal tersebut bisa di lihat dari kutipan wawancara yang penulis

lakukan terhadap informan R:

“Pertikaian sering terjadi karena ada pasien yang susah untuk diatur dan susah untuk dibilangin dengan cara yang baik”.114

Penulis juga menanyakan hal serupa kepada konselor pribadi dari

informan R, Broh Taufan:

“pertiakain sering terjadi karena berbagai macam faktor salah satunya karena pasien lain yang sulit untuk di atur oleh pasien lainnya. Dengan kejadian seperti itu akan dapat menimbulkan konflik walaupun disini adalah komunitas tetapi tidak dipungkri jika di dalam suatu komunitas terjadi banyak konflik”. 115

Dari hasil pemaparan kedua informan tersebut dapat di lihat bahwa

pertikaian memang sering terjadi di dalam kegiatan yang ada di program

TC. Pertikaian terjadi karena beberapa faktor yang salah satunya adalah

jika ada salah satu pasien yang sulit untuk di beri masukan oleh pasien

lainnya, padahal masukan tersebut adalah untuk kebaikan dirinya sendiri.

Dari hasil observasi yang di lakukan penulis, pertikaian memang

terjadi karena ada salah satu pasien yang sulit untuk diberitahu oleh pasien

lainnya. Terlihat pada saat informan R mengikuti kegiatan encounter pada

hari kamis sore. Informan R mengungkapkan kekesalannya kepada S

(pasien lain di fase primary) dengan cara menyatakan dirinya bahwa

informan R sudah kesal dengan S, karena sifat nya yang jorok sulit untuk

di beritahu. Informan R mengungkapkan dengan cara berteriak kepada

pasien S karena rasa kesal di dalam dirinya di simpan selama satu minggu

114 Wawancara Pribadi dengan Informan R, Jakarta 12 Agustus 2014. 115 Wawancara Pribadi dengan Konselor, Broh Taufan, Jakarta 13 Agustus 2014.

Page 104: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

91

dan baru saat ini di ungkapkan. Informan R pun terlihat sangat kesal

dengan S.116

Encounter merupakan sebuah kegiatan group dimana setiap

anggota di bebaskan untuk mengespresikan persaannya terhadap anggota

lain dengan cara yang pantas dan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Hal

tersebut senada dengan kutipan wawancara yang penulis lakukan dengan

kepasalah satu informan, informan D:

“encounter merupakan kegiatan dimana anggota keluarga dibebaskan meluapkan perasaannya terhadap anggota lain”.117 Penulis juga menanyakan mengenai hal serupa kepada konselor

pribadi D, Broh Nasrul:

“encounter merupakan kegiatan dimana pasien meluapkan persaannya terhadap pasien lainnya, dalam hal ini pasien selama satu minngu diberi pelajaran yaitu mengonrol persaanya sampai kegiatan itu terlakasana”.118

Dari pemaparan kedua informan tersebut dapat di lihat dalam

kegiatan TC encounter adalah wadah yang diperuntukkan untuk pasien

mengungkapkan kekesalannya kepada pasien lain. Dalam hal ini pasien

juga di ajarkan bagaimana dirinya harus mengkontrol emosinya agar tidak

meledak pada saat itu, karena kegiatan encounter hanya di adakan

seminggu sekali.

Dari hasil obeservasi yang penulis lakukan dalam kegiatan

encounter, pada kegiatan ini informan D juga megungkapkan

kekesalannya kepada Y (pasien lain di fase primary). Informan D kesal

karena Y mempunyai sikap yang jorok, Y adalah pasien primary yang

116 Hasil Observasi dalam Kegiatan Encounter, Jakarta Agustus 2014. 117 Wawancara Pribadi terhadap Informan D, Jakarta 08 Agustus 2014. 118 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Taufan, Jakarta 13 Agustus 2014.

Page 105: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

92

memang sulit untuk di atur sifatnya yang jorok jarang menggosok gigi,

jarang mandi dsb membuat informan D kesal. Informan D memang sangat

kesal tetapi cara mengungkapkannya tidak sampai memakai emosi,

informan D hanya memberitahu jika yang dilakukan oleh pasien Y adalah

salah. Informan D pun memberitahu kepada Y agar Y bisa berubah, hal

tersebut tentu untuk kebaikan Y sendiri. Tetapi ada pasien lain yaitu P

yang tidak setuju dengan pernyataan informan D, P mengatakan bahwa

pasien Y tidak usah diberitahu atau diberi masukan karena tidak akan ada

gunanya. P mengatakan kepada informan D bahwa tidak usah perduli

terhadap Y karena percuma memberitahu kepada Y tidak akan pernah

didengar. Tetapi informan D pun menjawab pendapat P, dia menjelaskan

bahwa mereka adalah keluarga yang harus saling mengingatkan satu sama

lain bukannya malah menjauhi keluarganya yang mempunyai kesalahan.

Setelah berbicara seperti itu P pun terdian dan perdebadatan pun dapat

diselesaikan. Dalam hal ini terlihat bahwa perdebatan terjadi antara

informan D dan juga P masih bisa diselesaikan atau tidak menggunakan

emosi atau kekerasan. 119

Selain encounter pertikaian atau konflik juga sering terjadi dalam

kegiatan group, salah satu nya adalah pada saat lecture group. Seperti

wawancara yang dilakukan penulis terhadap salah satu informan, Informan

D:

“kalo pertikaian kecil sih sering dalam kegiatan lecture group, lecture merupakan kegiatan yang di dalam nya berisi seminar. Dalam kegiatan ini banyak perbedaan pendapat antara

119 Hasil Observasi dalam Kegiatan Encounter, Jakarta Agustus 2014.

Page 106: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

93

pasien satu dengan pasien lainnya dan itu diperbolehkan ko mba.”120

Penulis juga menanyakan kepada konselor D mengenai hal serupa,

Broh Taufan:

“perbedaan pendapat sering terjadi di dalam kegiatan lecture group dimana dalam kegiatan itu banyak perbedaan pendapat hal ini tentu diperbolehkan karena pasien memang harus berperan aktif didalam lingkungannya”.121 Dari pemaparan kedua informan diatas dapat di lihat bahwa di

dalam menjalankan kegiatan yang ada pada program TC pasien pun sering

berbeda pendapat antara pasien satu dengan pasien lainnya. Kegiatan

lecture group merupakan kegiatan yang di dalamnya berisi seminar yang

berhubungan dengan adiksi. Dalam hal ini biasanya pasien sering berdebat

karena pengetahuannya yang lebih antara pasien satu dengan pasien

lainnya. Tetapi cara pengungkapannya tidak emosional melainkan dengan

cara memberi tahu kepada pasien lainnya. Dalam hal ini pertikaian dengan

perbedaan pendapat diperbolehkan karena pasien memang dituntut untuk

berperan aktif di dalam lingkungannya dalam menjalankan berbagai

kegiatan yang ada di dalam program TC. Kegiatan tersebut dapat menjadi

wadah untuk mengembangkan prilaku pasien yang awalnya pasif menjadi

lebih aktid di lingkungannya.

Dari hasil observasi yang penulis lakukan dalam kegiatan lecture

group pada hari senin pukul 11.30 WIB, ada perbedaan pendapat antara

informan D dan juga G (pasien lain di fase primary). Dalam kegiatan kali

ini informan D terlihat menentang pendapat dari G karena menurut

120 Wawancara Pribadi dengan Informan D, Jakarta 15 Agustus 2014. 121 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Taufan, Jakarta 13 Agustus 2014.

Page 107: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

94

informan D pendapatnya kurang masuk diakal. Dalam sesi kali ini

membahas tentang bagaimana penanganan seorang pecandu yang

mengalami depresi. Menurut pendapat G pecandu yang mengalami hal

tersebut hendaknya tidak direhabilitasi tetapi dengan penanganan keluarga

saja. Informan D pun langsung menentang pendapat dari G karena

menurutnya pecandu yang seperti itu lebih baik di rehabilitasi karena

dengan begitu pasien agar bisa melupakan kejadian-kejadian yang lalu

yang membuatnya menjadi depresi. Dalam hal ini terlihat bagaimana

berbedaan pendapat antara informan D dan juga pasien G, tetapi walupun

mereka berbeda pendapat masih bisa diselesaikan dengan cara yang baik

atau tidak emosional.122

Dalam hal ini penulis juga menanyakan bagaimana perasaan

informan pada saat perbedaan pendapat dengan pasien lain, informan D:

“perasaan saya sih biasa aja, kalo saya tau itu tidak benar yaa saya harus menentang pendapat pasien lain”.123

Penulis juga menanyakan hal yang sama kepada konselor dari

infroman D, Broh Nasrul:

“perbedaan pendapat sering terjadi, dalam hal ini saya tidak akan menyalahkan klien”.124

Dari pemaparan kedua informan tersebut dapat di lihat bahwa

perbedaan pendapat sering terjadi di dalam berbagai kegiatan, Broh Nasrul

selaku konselor tidak akan menyalahkan informan karena informan

menentang pendapat pasien lain. Asal itu di lakukan dengan cara yang

benar atau tidak dengan cara yang emosional.

122 Hasil Observasi dalam Kegiatan Lecture Group, Jakarta Agustus 2014. 123 Wawancara Pribadi dengan Informan D, Jakarta 08 Agustus 2014. 124 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Nasrul, Jakarta 13 Agustus 2014.

Page 108: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

95

Selain lecture group perbedaan pendapat juga sering terjadi di

dalam confrontation group, seperti yang di ungkapkan salah satu

informan, Informan R:

“perbedaan pendapat juga sering terjadi di dalam kegiatan confrontation, dalam hal ini sering terjadi karena pembahas layak atau tidaknya pasien yang melakukan permohonan di setujui”.125

Penulis juga menanyakan mengenai hal serupa kepada konselor

pribadi informan R, Broh Taufan:

“confrontation merupakan kegiatan yang di dalamnya sering terjadi perbedaan pendapat antara pasien satu dengan pasien lainnya”.126

Dari pemaparan kedua informan tersebut dapat diketahui bahwa

dalam kegiatan lecture group bisa menimbulkan pertikaian karena

perbedaan pendapat antara pasien yang satu dengan pasien yang lainnya.

Dalam hal ini peran ketua kelompok sangat penting karena agar dapat

melerai jika pertiakain terjadi. Pertikaian dalam hal ini tidak menggunakan

emosi, pertikaian terjadi karena menentang pihak lawan untuk memenuhi

tujuannya yakni informan dapat ikut andil di dalam berbagai kegiatan

dengan mengeksplorasikan dirinya.

Pertikaian sengaja diperbolehkan dalam berbagai kegiatan

misalnya berbedaan pendapat antara pasien satu dengan pasien lainnya.

Hal itu dikarenakan pihak konselor mengingkan agar pasien dapat

mengungkapkan pendapatnya dengan cara menentang pendapat orang lain

tetapi masih dalam koridor atau tidak menggunakan kekerasan. Berikut

125 Wawancara Pribadi dengan Inforam R, Jakarta 12 Agustus 2014. 126 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Taufan, Jakarta 13 Agustus 2014.

Page 109: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

96

kutipan wawancara yang penulis lakukan dengan kepala unit rehabilitasi,

Broh Okto:

“dalam berbagai kegiatan pertikaian memang sengaja di perbolehkan misalnya dengan berpedaan pendapat dalam menjalankan kegiatan yang ada di dalam program TC. Kami sebagai konselor memang sengaja memperbolehkan pasien melakukan hal tersebut agar pasien lebih bisa mengeksplorasikan dirinya dan lebih peka terhadap keluarganya sendiri (pasien lainnya) dalam hal ini pasien memang dituntut untuk bisa aktif di dalam lingkungannya”.127

Dari pemaparan informan diatas dapat diketahui bahwa dalam

berbagai kegiatan yang ada di dalam program TC, pertikaian memang

sengaja di perbolehkan misalnya dengan perbedaan pendapat antara pasien

satu dengan pasien lainnya tetapi dengan cara tidak emosional. Hal

tersebut dikarenakan agar pasien lebih perduli terhadap pasien lainnya atau

lingkungannya dan juga pasien dapat mengeksplorasikan pendapat dirinya

dengan cara yang baik di dalam lingkungannya.

d. Akomodasi (accomodation)

Bentuk terakhir dari interaksi sosial adalah akomodasi yang

merupakan suatu keadaan dimana suatu pertikaian atau konflik, mendapat

penyelesaian sehingga terjalin kerja sama yang baik kembali.

Dari keterangan yang diberikan oleh semua informan di dalam fase

primary akomodasi berlangsung jika pertikaian sudah tidak bisa dilerai

oleh sesama pasien atau ketua kelompok melainkan harus dengan mayor

yang bertugas. Semua informan pun sering mengalami pertikaian dalam

kegiatan sehari-hari tetapi jika sampai mayor yang bertugas turun langsung

127 Wawancara Pribadi dengan Broh Okto Selaku Kepala Konselor di Unit Rehabilitasi

Halmahera House, Jakarta 18 Agustus 2014.

Page 110: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

97

untuk menyelesaikan pertikaian semua informan tidak pernah

mengalaminya.

Berikut kutipan wawancara yang penulis lakungan dengan salah

satu informan, Informan R:

“pertikaian sering terjadi tetapi masih bisa diselesaikan dengan sesama pasien atau ketua kelompok, tetapi jika pertikaian sudah tidak bisa diselesaikan dengan ketua kelompok maka ketua kelompok akan menyerahkan kepada mayor atau staff yang bertugas”.128

Penulis juga menanyakan hal yang sama kepada konselor R, Broh

Tuafan:

“pertiakain memang sering terjadi tetapi masih bisa diselesaikan dengan sesama pasien atau dengan ketua kelompok. Jika memang tidak bisa maka diserahkan kepada mayor yang bertugas”.129

Dari hasil pemaparan kedua informan diatas dapat di lihat bahwa

pertikaian memang sering terjadi antara pasien satu dengan pasien lainnya

tetapi masih bisa diselesaikan dengan sesama pasien atau ketua kelompok.

Pertikaian yang terjadi dapat diselesaikan dengan cara yang baik. Dalam

hal ini pasien dapat menjalin kerja sama yang baik kembali.

Dari observasi yang dilakukan penulis terhadap kegitan encounter

akomodasi dilakukan oleh COD atau Chief yang bertugas sebagai

pelerainya dan ketika pertikaian mereka sudah diselesaikan hubungan

mereka pun langsung kembali membaik. Terlihat ketika Chief melerai

pertikaian antara informan R dan pasien S, dengan cara memberitahu

bahwa mereka adalah keluarga jadi tidak boleh ada pertikaian yang

128 Wawancara Pribadi dengan Informan R, Jakarta 12 Agustus 2014. 129

Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Taufan, Jakarta 13 Agustus 2014.

Page 111: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

98

berlanjut, mereka semua mempunyai tujuan yang sama jadi tidak boleh

ada yang mengucilkan satu sama lain.

Penulis juga menanyakan kepada informan lain tentang bagaimana

bentuk penyelesaian jika terjadi pertikaian antara pasien satu dengan

pasien lainnya, Informan D:

“ketika terjadi pertikaian, bentuk penyelesaian adalah dengan adanya chief atau ketua kelompok yang bertugas”.130

Penulis juga menanyakan mengenai hal serupa kepada konselor D,

Broh Nasrul:

“jika terjadi pertikaian maka chief akan membantu menyelesaikannya”.131

Dari pemaparan kedua informan tersebut dapat di lihat bahwa jika

ada pertikaian harus langsung di selesaikan dengan bantuan chief atau

ketua kelompok yang sedang bertugas. Sehingga kerja sama dapat terjalin

kembali. Bentuk penyelesaian adalah dengan cara bermusyawarah bersama

pasien lainnya agar pertiakaian yang ada tidak berlanjut sampai keuar

kegiatan.

2. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial Antar Pasien NAPZA pada Program

Theraputic Community Tahap Fase Re-Entry

a. Kerja Sama

Kerja sama merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang

terjadi antar pasien NAPZA pada program TC. Fase re-entry merupakan

fase kedua yang ada di dalam program TC. Fase re-entry merupakan

pengembangan sikap dan prilaku bertanggung jawab serta mempersiapkan

130 Wawancara Pribadi dengan Informan D, Jakarta 15 Agustus 2014. 131 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Nasrul, Jakarta 14 Agustus 2014.

Page 112: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

99

diri untuk masa depan. Dalam fase ini kerja sama juga di terapkan dalam

fase ini. Berikut kutipan wawancara dari salah satu informan fase re-entry,

Informan W:

“dalam fase ini kerja sama juga dibutuhkan mba, karena kita kan masih dalam kelompok komunitas dan masih mempunyai kepentinga-kepentingan yang sama yakni untuk pemulihan dari ketergantungan”.132

Penulis juga menanyakan hal yang sama kepada konselor dari

informan W, Broh Taufan:

“dalam fase ini kerja sama diterapkan dalam berbagai kegiatan yang ada di dalam program TC. Kita kan bersifat komunitas jadi tetap harus ada kerja sama”.133

Dari hasil pemaparan kedua informan tersebut dapat diketahui

bahwa dalam fase re-entry juga tetap di butuhkan kerja sama antara pasien

satu dengan pasien lainnya. Karena pada dasarnya pasien satu dan pasien

laiinnya mempunyai kepentingan yang sama yakni untuk bisa sembuh dari

ketergantungannya terhadap NAPZA. Dalam hal ini seluruh pasien

mempunyai kesadaran bahwa kerja sama yang saat ini di lakukan bersama

pasien lainnya akan membawa manfaat dikemudian hari.

Dalam fase ini kerja sama yang di lakukan antara pasien adalah

dengan tetap menjalankan kegiatan secara bersama-sama, seperti yang

oleh kepala konselor di unit rehabilitasi, Broh Okto:

“dalam fase ini kerja sama tetap di lakukan, pasien tetap menjalankan kegiatan secara bersama-sama dengan pasien lainnya. Kegiatan yang di lakukan akan bermanfaat bagi kehidupan kedepan”.134

132 Wawancara Pribadi dengan Informan W, Jakarta 07 Agustus 2014. 133 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Taufan, Jakarta 13 Agustus 2014. 134

Wawancara Pribadi dengan Broh Okto Selaku Kepala Konselor di Unit Rehabilitasi Halmahera House, Jakarta 18 Agustus 2014.

Page 113: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

100

Dari hasil kutipan wawancara yang penulis lakukan dengan kepala

unit rehabilitasi Halmahera House dapat di lihat bahwa pada fase ini kerja

sama juga penting di lakukan antara pasien satu dengan pasien laiinya,

karena sifatnya masih komunitas atau sebuah team dimana di dalamnya

seluruh pasien harus bekerja sama dengan pasien lainnya agar semua

kegiatan yang ada di dalam program TC dapat berjalan dengan baik.

Dalam hal ini kerja sama di jalankan dengan baik antara pasien

satu dengan pasien lainnya. Kerja sama di lakukan dalam berbagai

kegiatan yang di dalam program TC. Hal tersebut bisa di lihat dari kutipan

wawancara yang penulis lakukan dengan salah satu pasien re-entry,

Informan AM:

“kerja sama di lakukan dalam berbagai kegiatan di dalam program TC”.135

“kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama adalah function dan group”.136

Penulis juga menanyakan hal yang sama kepada konselor dari

informan AM, Broh Latif:

“kerja sama yang di lakukan dalam berbagai kegiatan yang ada di program TC, salah satunya adalah function dan group”.137

Dari pemaparan kedua informan di atas dapat diketahui bahwa

kerja sama dilakukan dalam berbagai kegiatan. Salah satunya adalah

function, function merupakan kegiatan rutin yang dilakukan setiap hari

pada pagi hari dan sore hari. Kegiatan ini bertujuan untuk mengajarkan

pasien untuk hidup lebih bersih dan teratur. Tentu saja kegiatan ini akan

bermanfaat untuk kehidupan pasien yang akan datang. Dalam kegiatan ini

135 Wawancara Pribadi dengan Informan AM, Jakarta 10 Jakarta 2014. 136 Wawancara Pribadi dengan Informan AM, Jakarta 10 Jakarta 2014. 137 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Latif, Jakarta 13 Agustus 2014.

Page 114: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

101

pasien harus bekerja sama dengan pasien lainnya karena dalam kegiatan

ini tidak bisa di lakukan secara sendiri-sendiri melainkan harus

berkordinasi antar pasien agar pembagian tugas bersih-bersih bisa adil dan

tidak pilih-pilih. Dalam kegiatan ini peran chief atau ketua kelompok juga

penting karena agar pembagian tugas merata agar kegiatan tersebut bisa

berjalan dengan baik.

Dari hasil observasi yang penulis lakukan dalam kegiatan function

pada fase re-entry memang kegiatan di jalankan secara bersama-sama.

Kegiatan tidak bisa dilakukan secana individu atau sendiri, dalam kegiatan

ini penulis melihat chief atau ketua kelompok membagikan tugas kepada

kelompok-kelompok kecil yang ada fase re-entry agar kegiatan function

bisa berjalan dengan baik. Hal tersebut tentu akan mempunyai manfaat

bagi pasien di kemudian hari, agar pasien bisa lebih bersih dan teratur di

kehidupannya.138

Selain function kerja sama yang di lakukan antara pasien satu

dengan pasien lainnya adalah tentang pekerjaan. Dalam fase ini pasien

sudah di perbolehkan untuk keluar rehabilitasi dengan melaksanakan

aktifitas-aktifitas lain di luar misalnya dengan bekerja. Dalam hal ini

pasien juga bekerja sama untuk mendapatkan pekerjaan bersama pasien

lainnya. Hal tersebut dapat di lihat dari wawancara yang informan lakukan

dengan Informan W:

“dalam hal mencari pekerjaan juga saya bekerja sama dengan pasien O (pasien lain di fase re-entry), saya dan dia sama-

138 Hasil Observasi Pribadi dalam Kegiatan Function, Jakarta Agustus 2014.

Page 115: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

102

sama bekerja sama untuk mendapatkan pekerjaan di tempat yang sama.”139

Pernyataan tersebut di dukung oleh konselor dari informan W,

Broh Taufan:

“klien juga melakukan kerja sama dengan si O, klien dan O bekerja sama dengan mencari pekerjaan secara bersama-sama di tempat yang sama”.140

Dari pemaparan kedua informan tersebut dapat dilihat bahwa kerja

sama terjadi bukan hanya dalam berbagai kegiatan tetapi juga terjadi

antara pasien satu dengan pasien lainnya. Dalam hal ini informan W

bekerja sama dengan pasien O dalam hal mencari pekerjaan. Informan W

bersama-sama pasien O mencari pekerjaan di tempat yang sama. Kerja

sama ini berlangsung karena adanya kepentingan-kepentingan antara

informan W dengan pasien O tujuan agar mendapatkan pekerjaan. Hal

tersebut tentu akan bermanfaat bagi keduanya di kehidupan yang akan

datang.

Saat menjalani kerja sama semua informan tidak mengalami

banyak kendala hanya saja pasien terkadang kesal jika salah satu pasien

yang sulit untuk di atur oleh pasien lainnya. Hal tersebut dapat di lhat dari

kutipan wawancara yang penulis lakukan dengan informan AM:

“saat menjalin kerja sama dengan yang lain sebenarnya ga begitu susah tetapi kendalanya kalo ada pasien lain yang susah untuk di atur dan ga bisa untuk di kasih tau padahal kan tujuan kita disini sama”.141

Pernyataan tersebut di dukung dengan salah satu informan lainnya

dalam fase re-entry, Informan W:

139 Wawancara Pribadi dengan Informan W, Jakarta 07 Agustus 2014 140 Wawancara dengan Konselor Broh Taufan, Jakarta 13 Agustus 2014 141 Wawancara Pribadi dengan Informan AM, Jakarta 10 Agustus 2014.

Page 116: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

103

“kerja sama yang saya lakuin selama ini bersama pasien lain sih tidak sulit mba, apalagi kan kita sudah fase re-entry jadi prilaku kita juga berubah jadi lebih baik. Hanya saja ada kendala jika kita bekerja sama dengan pasien yang sulit untuk di atur”.142

Dari pemaparan kedua informan tersebut dapat di lihat bahwa

dalam menjalin kerja sama dengan pasien lainnya juga terdapat berbagai

kendala yakni jika ada salah satu pasien yang sulit untuk di atur dan di

beritahu, hal tersebut tentu akan mengganggu kerja sama yang akan di

lakukan di setiap kegiatan.

b. Persaingan

Dalam fase ini persaingan jarang terjadi hanya saja kegiatan yang

menimbulkan persaingan hanya pada saat olah raga pada sore hari. Berikut

kutipan wawancara yang penulis lakukan dengan informan W:

“persaingan antara individu-individu gitu mah ga ada paling ada persaingan kelompok pas olah raga”.143

Penulis juga menanyakan hal serupa kepada konselor informan,

Broh Taufan:

“dalam fase ini tidak ada persaingan antara pasien satu dengan pasien lainnya, tapi kalo kelompok sih persaingan dalam kegiatan olah raga gitu”.144

Dari hasil pemaparan kedua informan tersebut dapat di lihat bahwa

kegiatan olah raga adalah wadah bagi para pasien agar bisa bersaing secara

sehat atau tidak saling menjatuhkan satu sama lain. Kegiatan tersebut

sengaja di lakukan agar bisa bersaingan dengan pasien lainnya secara sehat

atau sekurang-kurangnya tidak emosional. Tujuan dari persaingan tersebut

142

Wawancara Pribadi dengan Informan W, Jakarta 07 Agustus 2014. 143 Wawancara Pribadi dengan Informan W, Jakarta 07 Agustus 2014. 144 Wawancara dengan Konselor Broh Taufan, Jakarta 13 Agustus 2014.

Page 117: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

104

adalah pasien di ajarkan untuk berusaha untuk bisa lebih dari pada yang

lainnya.

Dari hasil observasi yang penulis lakukan dalam kegiatan olah

raga, kegiatan tersebut memang sengaja di adakan oleh konselor karena

agar dapat melatih pasien hidup sehat selain itu pasien juga di ajarkan

bagaimana melakukan persaingan terhadap keluarga mereka sendiri namun

tidak saling menjatuhkan satu sama lain. Dalam kegiatan ini kelompok

primary melawan pasien re-entry, dalam permainan ini kedua kelompok

sangat antusias untuk memenangkan permainan tersebut. penulis melihat

bagaimana pasien primary berjuang untuk memenangkan permainan

tersebut.145

Selain di dalam kegiatan olah raga persaingan sering terjadi antara

pasien satu dengan pasien lainnya. Persaingan tersebut terjadi karena

perebutan pekerjaan. Hal tersebut dapat di lihat dari kutipan wawancara

yang penulis lakukan dengan Informan AM:

“iya sering terjadi persaingan kalo soal pekerjaan, karena pada fase ini kan sudah di perbolehkan untuk bekerja jadi kalo salah satu pasien yang sudah mendapatkan pekerjaan ada saja pasien lain yang ikut-ikutan pengen kaya pasien tersebut”.146

Pernyataan tersebut juga di dukung oleh konselor dari informan

AM, Broh Latif:

“iya persaingan dalam hal pekerjaan juga ada, jadi kalo ada salah satu pasien yang sudah bekerja pasien lain suka iri”.147

Dari pemaparan kedua informan tersebut dapat di lihat bahwa

persaingan terjadi tidak hanya antara kelompok dengan kelompok namun

145 Hasil Observasi dalam Kegiatan Olah Raga, Jakarta Agustus 2014. 146 Wawancara Pribadi dengan Informan AM, Jakarta 10 Agustus 2014. 147 Wancara dengan Konselor Broh Latif, Jakarta 13 Agustus 2014.

Page 118: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

105

juga ada antara individu dengan individu lainnya. Persaingan individu

dengan individu ini terjadi karena perebutan pekerjaan antara pasien satu

dengan pasien lainnya.

Selain dalam hal pekerjaan persaingan juga terjadi di dalam

berbagai kegiatan yang ada di program TC. Pasien yang belum bekerja

bersaing dengan pasien lainnya untuk menjalankan berbagai kegiatan

dengan lebih baik. Berikut kutipan wawancara dengan salah satu informan

fase re-entry, informan W:

“persaingan sih ada mba, biasanya bersaing untuk lebih baik dalam menjalankan berbagai kegiatan TC agar bisa naik ke tahapan yang berikutnya dan di perbolehkan untuk bekerja”.148

Pernyataan tersebut juga di dukung dengan pernyataan dari

konselor pribadi dari informan W, Broh Tufan:

“persaingan yang saya lihat terjadi dalam beberapa kegiatan karena biasanya pasien akan bersaing dengan pasien lainnya agar bisa naik ke tahapan berikutnya, dengan begitu pasien bisa untuk bekerja jika pasien dengan baik dalam menjalankan berbagai kegiatan”.149

Dari hasil pemaparan kedua informan tersebut dapat dilihat bahwa

persaingan individu antar individu juga terjadi karena adanya keinginan

informan W untuk menjadi yang terbaik di dalam berbagai kegiatan yang

ada di dalam program TC, agar informan W bisa naik ke tahapan

berikutnya. Dengan begitu informan W akan di perbolehkan untuk bekerja.

Dalam hal ini persaingan yang terjadi antara informan W dengan pasien

lainnya di lakukan secara damai dan tidak saling menjatuhkan.

148

Wawancara Pribadi dengan Informan W, Jakarta 07 Agustus 2014. 149 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Taufan, Jakarta 13 Agustus 2014.

Page 119: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

106

Dari hasil observasi yang dilakukan penulis terhadap informan W,

dalam menjalankan berbagai kegiatan informan W memang terlihat ingin

lebih dari teman-teman pasien lain. Terlihat pada

c. Pertikaian

Bentuk ketiga dari interaksi sosial adalah pertikaian, pertikaian

sering terjadi karena perbedaan pendapat antara pasien satu dengan pasien

yang lainnya. Seperti yang telah di jelaskan oleh salah satu informan fase

re-entry, Informan W:

“pertikaian ini sering terjadi karena salah satu pasien yang berbeda pendapat dengan pasien lainnya”.150

Pernyataan tersebut di dukung oleh konselor informan dari W,

Broh Taufan:

“pertikaian sering terjadi di dalam berbagai kegiatan yang di program TC, perbedaan pendapat menjadi salah satu faktor penyebab pertikaian terjadi”.151

Dari hasil pemaparan diatas dapat di lihat bahwa pertikaian sering

terjadi di dalam kegiatan yang ada di dalam program TC, pertikaian

tersebut terjadi karena adanya faktor perbedaan pendapat antara pasien

satu dengan pasien lainnya. Perbedaan pendapat sering terjadi di dalam

kegiatan confrontation group, seperti kutipan wawancara yang penulis

lakukan dengan salah satu informan, Informan AM:

“perbedaan pendapat sering terjadi di dalam kegiatan confrontation, banyak perebedaan pendapat di dalamnya”.152

“confrontation merupakan group yang di buat untuk mempertanggung jawabkan permohonan dia”.153

150 Wawancara Pribadi dengan Informan W, Jakarta 07 Agustus 2014. 151 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Tufan, Jakarta 13 Agustus 2014. 152

Wawancara Pribadi dengan Informan AM, Jakarta 10 Agustus 2014. 153

Wawancara Pribadi dengan Informan AM, Jakarta 10 Agustus 2014.

Page 120: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

107

Pernyataan tersebut di dukung oleh konselor dari informan AM,

Broh Latif:

“kegiatan yang sering menimbulkan perbedaan pendapat adalah confrontation, merupakan komunikasi dasar pada saat pasien menegur, menanyakan, memberi masukan atas prilaku pasien lainnya”.154

Dari pemaparan kedua informan diatas terlihat pertikaian sering

terjadi dalam berbagai kegiatan salah satunya adalah dalam kegiatan

confrontation. Pertikaian dalam hal ini berupa perbedaan pendapat antara

pasien satu dengan pasien lainnya. Dalam kegiatan confrontation pasien

bebas mengungkapkan apa yang menurutnya tidak baik.

Dari hasil observasi yang penulis lakukan dalam kegiatan

confrontation terlihat pertikaian memang terjadi, dalam hal ini pertikaian

terjadi berupa perbedaan pendapat antara informan AM dengan B (pasien

lain di fase re-entry) T merupakan pasien baru di fase re-entry, T membuat

permohonan agar bisa naik ke fase berikutnya. Menurut B pasien T belum

layak untuk naik ke tahapan berikutnya karena T belum mengaplikasikan

yang di dapat pada fase primary, sedangkan informan AM berpendapat

bahwa T sudah layak untuk naik ke tahap berikutnya. Akhirnya perbedaan

pendapat pun dapat terselesaikan oleh chief yang bertugas, chief bertugas

untuk melerai perbedaan pendapat antara informan AM dan B, mereka

memang berbeda pendapat tetapi cara mengeluarkannya tidak dengan cara

yang emosional.

154 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Latif, Jakarta 13 Agustus 2014.

Page 121: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

108

d. Akomodasi

Akomodasi merukapakan bentuk terakhir di dalam interaksi sosial.

Dalam menjalankan berbagai kegiatan akomodasi sering terjadi.

Akomodasi merupakan suatu keadaan dimana suatu pertikaian atau konflik

mendapat penyelesaian sehingga terjalin kerja sama yang baik kembali.

Dari keterangan yang diberikan oleh semua informan di dalam fase

re-entry akomodasi berlangsung jika pertikaian sudah tidak bisa dilerai

oleh sesama pasien melainkan harus dengan ketua kelompok atau mayor

yang bertugas. Semua informan pun sering mengalami pertikaian dalam

kegiatan sehari-hari tetapi jika sampai mayor yang bertugas turun langsung

untuk menyelesaikan pertikaian semua informan tidak pernah

mengalaminya.

Berikut kutipan wawancara yang penulis lakungan dengan salah

satu informan, Informan W:

“pertikaian sering terjadi tapi masih bisa diselesaikan dengan sesama pasien atau ketua kelompok”.155

Hal tersebut di dukung oleh pemaparan dari konselor W, Broh

Tuafan:

“pertiakain memang sering terjadi tetapi masih bisa diselesaikan dengan sesama pasien atau dengan ketua kelompok.”156

Dari hasil pemaparan kedua informan diatas dapat di lihat bahwa

pertikaian memang sering terjadi antara pasien satu dengan pasien lainnya

tetapi masih bisa diselesaikan dengan adanya ketua kelompok yang

bertugas. Pertikaian yang terjadi dapat diselesaikan dengan cara yang baik

155 Wawancara Pribadi dengan Informan W, Jakarta 14 Agustus 2014. 156

Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Taufan, Jakarta 13 Agustus 2014.

Page 122: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

109

yaitu dengan cara bermusyawarah antara pasien satu dengan pasien

lainnya atau memberi pengertian kepada pasien yang saling berdebat

dengan begitu pasien dapat menjalin kerja sama yang baik kembali.

Dari observasi yang dilakukan penulis terhadap kegitan

confrontation akomodasi dilakukan oleh COD atau Chief yang bertugas

sebagai pelerainya dan ketika pertikaian mereka sudah diselesaikan

hubungan mereka pun langsung kembali membaik. Terlihat ketika Chief

melerai pertikaian antara informan W dan pasien A, dengan cara

memberikan pengertian kepada kedua pasien tersebut.157

Penulis juga menanyakan kepada informan lain tentang bagaimana

bentuk penyelesaian jika terjadi pertikaian antara pasien satu dengan

pasien lainnya, Informan AM:

“ketika terjadi pertikaian, bentuk penyelesaian adalah dengan adanya chief atau ketua kelompok yang bertugas”.158

Penulis juga menanyakan mengenai hal serupa kepada konselor

AM, Broh Latif:

“jika terjadi pertikaian maka ketua kelompok yang bertugas akan membantu menyelesaikannya”.159

Dari pemaparan kedua informan tersebut dapat di lihat bahwa jika

ada pertikaian harus langsung di selesaikan dengan bantuan chief atau

ketua kelompok yang sedang bertugas. Sehingga kerja sama dapat terjalin

kembali. Bentuk penyelesaian adalah dengan cara bermusyawarah bersama

pasien lainnya agar pertiakaian yang ada tidak berlanjut sampai keluar

kegiatan.

157 Hasil Observasi dalam Kegiatan Confrontation, Jakarta Agustus 2014. 158 Wawancara Pribadi dengan Informan AM, Jakarta 10 Agustus 2014. 159 Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Latif, Jakarta 13 Agustus 2014.

Page 123: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

110

B. Analisis

1. Interaksi Sosial Antar Paisen NAPZA pada Program Therapeutic

Community di RSKO Jakarta

Bedasarkan hasil temuan data yang penulis lakukan mengenai

interaksi sosial antar pasien NAPZA pada program therapeutic community,

penulis dapat mengetahui bahwa berlangsungnya suatu proses interaksi

sosial didasarkan pada berbagai bentuk di dalam menjalankan program

TC. Maka, untuk dapat melihat gambaran mengenai bentuk-bentuk

interaksi sosial yang terjadi di dalam program TC dapat berjalan dengan

baik atau tidak, penulis menggunakan teori yang dianggap relevan dengan

penelitian ini, yang mana sebagian besar menggunakan teori kelompok

mandiri. Teori kelompok mandiri menekankan pada pengakuan para

anggota terhadap kelompok bahwa dirinya memiliki masalah (dapat dilihat

pada bab 4 hal, 76) Dalam hal ini, pengguna NAPZA dapat menceritakan

pemasalahannya kepada kelompok mengenai kecanduannya terhadap

NAPZA dan pasien lainnya yang sudah menjalani pemulihan juga dapat

membagi pengalamannya di masa lalu untuk bersama-sama membuat

suatu perencanaan di masa depan bagi pasien yang masih membutuhkan

pertolongan. Pasien yang merasa dirinya bermasalah akan mendapatkan

manfaat berdasarkan prinsip-prinsip terapi, seperti berbagai macam

kegiatan yang di jalankan, saran, nasehat, dsb serta pasien lain yang

menolong pun juga akan mendapatkan kepuasan psikologis karena telah

menolong orang lain, seperti yang dijelaskan dalam teori kelompok

mandiri bab 2 (h. 47).

Page 124: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

111

Dari beberapa bentuk interaksi sosial yang ada di dalam program

TC tersebut dapat dianalisis bahwa:

a. Kerja Sama

Berdasarkan hasil temuan lapangan penulis, kerja sama yang

dilakukan antar pasien NAPZA pada program TC awalnya sulit terjadi

karena pasien yang belum bisa menerima keberadaannya untuk

mengikuti program TC sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh

informan R (dapat dilihat pada bab 4, h. 78). Dalam hal ini konselor

sangat berperan penting dalam merubah kebiasan pasien, karena

konselor akan memberikan penyadaran kepada pasien bahwa prilaku

atau kebiasaan pasien harus dirubah. Kerja sama dilakukan dalam

berbagai kegiatan untuk mencapai suatu tujuan yakni pulih dari

ketergantungan terhadap NAPZA. TC merupakan suatu kelompok

yang seluruh kegiatannya harus dilakukan secara bersama-sama

dengan saling bekerja sama satu sama lain sebagaimana yang sudah

dijelaskan oleh broh Taufan (dapat dilihat pada bab 4, h. 80). Kerja

sama yang dilakukan antara pasien satu dengan pasien lainnya dalam

berbagai kegiatan yang ada pada program TC meliputi, Function,

morning meeting, serta berbagai group yang ada.

Berbagai kegiatan yang dijalankan pasien diatas tentunya dapat

menciptakan suatu edukasi yang mana dapat merubah tingkah laku

para pasien dari tingkah laku yang negatif menuju tingkah laku yang

positif. Memberikan pengetahuan kepada pasien melalui adanya

kegiatan seperti function, morning meeting, serta group agar bisa

Page 125: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

112

terbebas dari ketergantungan mereka terhadap NAPZA. Hal tersebut

tentu sudah menjadi satu contoh dimana para pasien secara tidak

langsung mendapatkan pelatihan untuk menjadi pribadi yang jauh

lebih baik kelak, sebagaimana yang terdapat dalam definisi teori

kelompok pendidikan (dapat dilihat pada bab 2, h. 37). Kerja sama

tersebut juga diterapkan oleh semua informan, salah satunya ialah

informan R yang mana dirinya menyadari bahwa kegiatan yang di

jalankan secara bersama-sama akan bermanfaat dikehidupannya kelak.

Kerja sama yang dilakukan adalah dengan cara saling membantu serta

saling menolong satu sama lain di dalam berbagai kegiatan (dapat

dilihat pada bab 4, h. 80). Hal ini telah membuktikan bahwa kerja

sama yang di lakukan dengan saling tolong menolong dalam berbagai

kegiatan yang di jalankan pasien bersama pasien lainnya mempunyai

tujuan dan akan bermanfaat bagi semua, sebagaimana yang dijelaskan

oleh Soerjono Soekanto bab 2, no.3 (h. 49).

b. Persaingan

Berdasarkan hasil temuan lapangan penulis, dalam

menjalankan pemulihan sebagai pasien sebenarnya persaingan tidak

boleh terjadi tetapi dalam hal ini konselor sengaja memberikan

kegiatan agar pasien dapat menumbuhkan persaingan yang ada di

dalam dirinya secara sehat sebagaimana yang telah dijelaskan oleh

broh Okto selaku kepala konselor di unit rehabilitasi Halmahera House

Jakarta (dapat dilihat pada bab 4, h. 86). Persaingan dalam hal ini

terjadi antara kelompok dan kelompok, antara kelompok primary dan

Page 126: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

113

re-entry dalam kegiatan ini pasien dapat mengetahui bahwa persaingan

tidak hanya berarti negatif tetapi juga dapat berarti positif dengan

bersaing terhadap yang lain namun secara damai dan tidak saling

menjatuhkan (dapat dilihat pada bab 2, h. 30). Persaingan yang di buat

oleh konselor berupa adanya kegiatan yang ada pada sore hari dengan

melakukan permainan sepak bola antara pasien primary dan juga

pasien re-entry. Pada kegiatan tersebut terlihat adanya persaingan

antara kelompok primary dan juga kelompok re-entry yang sangat

antusias untuk memenangkan permainan tersebut. Dalam kegiatan

tersebut tentu dapat membangun rasa kepercayaan diri pasien untuk

dapat memenangkan permainan tersebut terhadap pasien lainnya

karena dalam hal ini pasien lain akan berperan sebagai lawan.

Disamping itu kegiatan olah raga ini tidak hanya membantu pasien

untuk hidup sehat, namun juga dapat melekatkan hubungan antara

pasien dengan kelompoknya yang mana dapat membantu pasien agar

bisa menjalankan pemulihannya dengan baik.

c. Pertikaian

Berdasarkan hasil temuan penulis, pertikaian sering terjadi di

dalam interaksi sosial antara pasien satu dengan pasien lainnya.

Pertikaian yang terjadi biasanya karena ada salah satu pasien yang sulit

untuk diberitahu oleh pasien lainnya sebagaimana yang telah

dijelaskan oleh informan D (dapat dilihat pada bab 4, h. 89), padahal

hal tersebut dilakukan oleh pasien lain agar pasien dapat mempunyai

prilaku yang lebih baik. Bentuk pertikaian yang terjadi dalam berbagai

Page 127: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

114

kegiatan yang ada pada program TC biasanya karena perbedaan

pendapat antara pasien satu dengan pasien lainnya namun dalam hal ini

pertikaian bisa diselesaikan dengan cara bermusyawarah, sebagaimana

yang terdapat dalam pengertian pertikaian pada bab 2 (h. 30).

Berbagai kegiatan yang ada di dalam program TC dapat

menjadi wadah untuk pasien dalam mengeluarkan pendapatnya. Salah

satu kegiatan yang sering menimbulkan pertikaian adalah kegiatan

encounter (dapat dilihat pada bab 4, h. 91), dalam kegiatan ini dapat

terlihat adanya proses perdebadatan antara pasien satu dengan pasien

lainnya untuk memecahkan suatu permasalahan. Pasien akan

diperbolehkan mengeluarkan pendapatnya masing-masing dengan cara

mengeluarkannya di dalam berbagai kegiatan yang telah disediakan hal

ini dapat menjadi suatu solusi dalam mengembangkan prilaku pasien

yang tadinya pasif menjadi lebih aktif di dalam lingkungannya agar

suatu saat mereka bisa berfungsi dalam memberdayakan diri mereka

melalui kelebihan yang dimiliki, sebagaimana yang telah dijelaskan

pada bentuk teori kelompok pemecahan masalah dan pembuatan

keputusan pada bab 2 (h. 38). Teori kelompok pemecahan masalah ini

melibatkan penerima pelayanan dan pemberi pelayanan, dimana dalam

hal ini pasien yang mempunyai masalah sebagai penerima pelayanan

dapat menemukan suatu solusi untuk bisa memecahkan permasalahan

yang dihadapinya. Sedangkan bagi para pemberi pelayanan yakni

konselor telah menjadikan kegiatan encounter sebagai sarana para bagi

para pasien untuk dapat membantu pasien lainnya dengan

Page 128: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

115

mengeluarkan pendapatnya agar pasien dapat berperan aktif di dalam

menjalankan berbagai kegiatan pada program TC.

d. Akomodasi

Berdasarkan hasil temuan lapangan penulis, akomodasi juga

sering terjadi dalam berbagai kegiatan yang ada di dalam program TC,

dalam hal ini akomodasi adalah suatu kedaan dimana suatu pertikaian

atau konflik dapat diselesaikan. Dalam menjalankan berbagai kegiatan

pasien tidak luput dari pertikaian dengan pasien lainnya, dengan begitu

akomodasi sangat penting karena sebagai wadah untuk menyelesaikan

pertikaian yang terjadi dan dapat membangun kerja samanya kembali.

Hal ini dapat di lihat dari berbagai kegiatan yang dijalani pasien,

kegiatan tersebut salah satu nya adalah kegiatan encounter dimana

dalam kegiatan tersebut pertikaian dengan bentuk perbedaan pendapat

sering terjadi. Dalam hal ini chief atau ketua kelompok yang bertugas

akan berperan sangat penting dalam hal akomodasi, karena lewat

dirinyalah akomodasi dapat terjadi. Dapat di lihat dalam kegiatan

primary ketika Chief melerai pertikaian antara informan R dan pasien

S karena perbedaan pendapat, dengan cara memberitahu bahwa mereka

adalah keluarga jadi tidak boleh ada pertikaian yang berlanjut, mereka

semua mempunyai tujuan yang sama untuk sama-sama dapat pulih dari

ketergantungan jadi tidak boleh ada yang mengucilkan pasien satu

dengan pasien lainnya (dapat dilihat pada bab 4, h. 98). Selain itu

dalam fase re-entry akomodasi juga sangat diperlukan karena tidak

dipungkiri pertikaian dengan perbedaan pendapat dalam fase ini juga

Page 129: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

116

sering terjadi. Dapat di lihat dari kegiatan confrontation akomodasi

dilakukan oleh COD atau Chief yang bertugas sebagai pelerainya dan

ketika pertikaian mereka sudah diselesaikan hubungan mereka pun

langsung kembali membaik. Terlihat ketika Chief melerai pertikaian

antara informan W dan pasien A, dengan cara memberikan pengertian

kepada kedua pasien tersebut (dapat dilihat pada bab 4, h. 109). Hal

tersebut membuktikan bahwa adanya ketua kelompok dalam kegiatan

econfrontation dapat melerai suatu pertikaian dan mendapatkan

penyelesaian sebagaimana telah dijelaskan oleh Soerjono Sokeanto

pada bab 2 (h. 31).

Page 130: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

117

BAB V

PENUTUP

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interaksi sosial yang terjadi

antar pasien NAPZA pada program therapeutic community. Penelitian ini

dilakuakan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta. Interaksi Sosial disini

mencangkup pada bentuk-bentuk interaksi sosial, bentuk-bentuk interaksi sosial

meliputi kerja sama, persaingan, pertikaian dan akomodasi yang mempengaruhi

interaksi sosial mereka.

A. Kesimpulan

Setelah menyelesaikan penelitian tersebut penulis dapat

menyimpulkan bahwa berlangsungnya suatu proses interaksi sosial

didasarkan pada berbagai bentuk di dalam menjalankan program

therapeutic community. Maka, untuk dapat melihat gambaran tentang

bentuk-bentuk interaksi sosial antar pasien NAPZA pada program TC,

penulis menggunakan teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini,

yang mana sebagian besar menggunakan teori kelompok mandiri. Teori

kelompok mandiri menekankan pada pengakuan para anggota terhadap

kelompok bahwa dirinya memiliki masalah. Dalam hal ini, pengguna

NAPZA dapat menceritakan pemasalahannya kepada kelompok mengenai

kecanduannya terhadap NAPZA dan pasien lainnya yang sudah menjalani

pemulihan juga dapat membagi pengalamannya di masa lalu untuk

bersama-sama membuat suatu perencanaan di masa depan bagi pasien

yang masih membutuhkan pertolongan. Hal tersebut tentu akan dapat

Page 131: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

118

mempengaruhi interaksi sosial yang akan dijalankan pasien NAPZA pada

program therapeutic commmunity dalam proses pemulihan. Dan bentuk-

bentuk interaksi sosial antar pasien NAPZA pada program therapeutic

community di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta sebagai berikut:

a. Kerja Sama

Bentuk interaksi sosial antar pasien NAPZA yang pertama

adalah kerja sama, kerja sama dilakukan dalam berbagai kegiatan

baik yang terjadwal maupun yang tidak terjadwal. Kerja sama

dilakukan dengan sesama pasien, konselor maupun orang lain.

Bentuk kerja sama yang dilakukan oleh pasien adalah dengan

saling tolong menolong satu sama lain, memberi tahu akan

kesalahan yang dilakukan pasien lain dan begitu juga sebaliknya.

Itu semua dilakukan semata-mata demi tujuan bersama yaitu pulih

dari ketergantungan terhadap NAPZA dan juga merubah tingkah

laku yang negatif menjadi tingkah laku yang positif. Dengan

bekerja sama antara pasien satu dengan pasien lainnya kegiatan

yang dijalankan pada program TC akan menjadi lebih baik

sehingga interaksi yang dilakukan pasien satu dengan pasien

lainnya juga akan menjadi lebih baik. Selain itu pasien akan

menjadi lebih fokus dalam menjalankan pemulihannya, karena

dalam hal ini pasien tidak bisa melakukan berbagai kegiatan

dengan sendiri membutuhkan kerja sama dengan saling tolong

menolong antara pasien satu dengan pasien lainnya agar kegiatan

yang dijalankan bisa berjalan dengan baik, dengan begitu proes

Page 132: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

119

pemulihan yang dijalankan akan berjalan dengan baik. Sikap saling

tolong menolong satu sama lain akan mempengaruhi interaksi

sosial yang dilakukan pasien di dalam menjalankan berbagai

kegiatan yang ada pada program TC, sehingga ketika pasien sudah

keluar pasien bisa mengaplikasikan sikap tolong menolong baik di

lingkungan keluarga, teman maupun masyarakat.

b. Persaingan

Bentuk interaksi yang kedua adalah persaingan, persaingan

ini terjadi di dalam kegiatan yang ada pada program therapeutic

community. Ada dua macam persaingan yang terjadi, yang

pertama antara individu dengan individu dan yang kedua adalah

kelompok dengan kelompok. Persaingan individu disini biasanya

terjadi karena mereka berpikir siapa yang bisa menjadi jauh lebih

baik dalam menjalankan berbagai kegiatan setiap harinya karena

dengan begitu mereka bisa cepat untuk naik ke fase yang

berikutnya sedangkan persaingan kelompok biasanya terjadi

karena mereka mengikuti permainan pada saat sore hari dan

mengharuskan mereka untuk bersaing secara sehat. Dengan

bersaing pasien akan menggali potensi yang ada di dalam dirinya

masing-masing. Seperti halnya persaingan kelompok dengan

kelompok, yang terjadi antara kelompok pasien fase primary

melawan kelompok pasien re-entry pada saat kegiatan sore hari

yakni bermain sepak bola, dalam hal ini pasien harus menjadi

sebuah team yang saling bekerja sama antara pasien satu dengan

Page 133: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

120

pasien lainnya untuk memenangkan permainan tersebut. Dengan

kegiatan tersebut dapat menjadi sebuah wadah yang akan

menumbuhkan keinginan pada diri pasien agar dapat mencapai

suatu tujuan yang diinginkan. Dan dalam hal ini juga bisa

mengeratkan tali persaudaraan antara pasien dengan kelompoknya

masing-masing sehingga interaksi yang dilakukan pasien dengan

kelompoknya akan menjadi jauh lebih baik.

c. Pertikaian

Bentuk interaksi sosial yang ketiga adalah pertikaian, dalam

menjalankan berbagai kegiatan pasien tidak luput dari berbagai

konflik atau pertikaian. Pertikaian sering terjadi karena adanya

perbedaan pendapat antara pasien satu dengan pasien lainnya,

pertikaian dalam hal ini tentu sangat diperbolehkan karena dengan

perbedaan pendapat antara pasien satu dengan pasien lainnya

membuktikan bahwa pasien telah berperan aktif di dalam

menjalankan berbagai kegiatan pada program TC dan dalam hal ini

dapat menjadi solusi dalam mengembangkan prilaku pasien yang

tadinya pasif didalam lingkungan sekitar menjadi lebih aktif dan

peka terhadap lingkungan sekitarnya. Agar suatu saat ketika keluar

pasien bisa berfungsi dalam memberdayakan diri mereka melalui

kelebihan yang dimiliki.

d. Akomodasi

Bentuk interaksi sosial yang terakhir adalah akomodasi,

dalam menyelesaikan konflik atau pertikaian antar pasien dalam

Page 134: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

121

program TC, biasanya dibutuhkan proses akomodasi dengan

bantuan chief atau staff yang bertugas untuk melerai pertikaian

atau konflik yang ada. Dengan adanya proses akomdasi manfaat

yang diterima pasien adalah ketika pasien sedang mengalami

pertikaian antara pasien satu dengan pasien lainnya tidak sampai

berlanjut sampai keluar kegiatan, sehingga kegiatan yang

dijalankan tidak terganggu dan pasien dapat menjalankan kerja

samanya lagi dengan pasien lainnya. Dengan begitu proses

pemulihan yang dijalani akan berjalan dengan baik. dalam hal ini

pasien akan diajarkan bahwa perbedaan pendapat antara satu

pasien dengan pasien lainnnya memang diperbolehkan karena

dengan begitu pasien akan menjadi aktif dan peka terhadap

lingkungannya tetapi dalam hal ini pasien juga akan menjadi tahu

bahwa ketika perbedaan pendapat terjadi harus ada proses

akomodasi agar pertikaian tidak berlanjut. Dengan begitu ketika

pasien keluar dan kembali pada lingkungannya pasien akan

menjadi tahu dalam perbedaan pendapat atau pertikaian proses

akomodasi harus terjadi agar tidak merugikan satu sama lain.

Hal-hal tersebut merupakan bentuk-bentuk yang mendasari

terjadinya proses interaksi sosial antar pasien NAPZA pada

program therapeutic community. Dalam hal ini bentuk interaksi

sosial di jalankan dalam berbagai macam kegiatan yang ada pada

program therapeutic community.

Page 135: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

122

B. Saran

Saran untuk pihak-pihak yang terkait:

1. Kepada pasien NAPZA yang mengikuti program therapeutic

community hendaknya lebih bisa mengatur perkataan serta prilaku diri

sendiri agar tidak merugikan pasien lain. Karena jika mereka sulit

untuk diberi tahu oleh pasien lain maka hal tersebut akan

mempengaruhi bentuk interaksi sosial mereka yang diantaranya

adalah proses kerja sama yang dijalankan dalam kegiatan yang ada

pada program therapeutic community.

2. Hendaknya pasien NAPZA melakukan komunikasi yang lebih baik

kepada pasien lain karena dengan begitu dapat mengurangi pertikaian

yang terjadi dalam berbagai kegiatan pada program therapeutic

community. maka kegiatan yang dijalankan akan bisa menjadi lebih

baik lagi.

3. Hendaknya konselor menabah kegiatan yang akan menimbulkan

persaingan antara pasien satu dengan pasien lainnya agar pasien dapat

berfikir dan menggali potensi atau kelebihan yang ada di dalam

dirinya.

Page 136: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

123

DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani. Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta: PT Bumi Aksara,

2002.

Adi, Kusno. Diversi Sebagai Upaya Alternative Penanggulangan Tindak Pidana

Narkotika Oleh Anak. Malang: Umum Press, 2009.

A.T, Mapiare Andi. Kamus Istilah Konseling dan Terapi. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2006.

Brooker, Christine. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta: EGC, 2001.

Departemen Agama RI. Penyalahgunaan Narkoba Oleh Masyarakat Sekolah.

Jakarta, 2003.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka, 1998.

Djohan, Bahder. Hubungan Antara Doker, Perawat, dan Pasien Dalam

Pembangunan Mental Bangsa Kita. Jakarta: PT Sinar Hudaya, 1972.

Gerungan, W.A. Psikologi Sosial. Bandung: Eresco, 1987.

Hawari, Dadang. AL-QUR’AN Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa.

Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 2004.

Joewana, Satya. Gangguan Penggunaan Zat: Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif

Lain. Jakarta: PT Gramedia, 1989.

Kadarmata, A. Narkoba Pembunuh Karakter Bangsa. Jakarta: Forum Media

Utama, 2010.

Lutfi, M. Dasar-Dasar Bimbingan Penyuluhan (Konseling) Islam. Jakarta:

Page 137: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

124

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008.

Makarao, Taufik. dkk. Tindak Pidana Narkotika. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2007.

Mayor, Polak. Sosiologi Suatu Buku Pengantar Ringkas. Jakarta: PT Ikhtiar,

1979.

Moelong, Lexy. J. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Cet ke-15. Bandung: PT

Remaja Rosda Karya, 2001.

Moelong, Lexy.J. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Rosda Karya,

2006.

Narwoko, J. Dwi dan Suyanto, Bagong. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan.

Jakarta: Kencana, 2007.

Nawari, Hadari. Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University

Presss, 2005.

Poerwandari, E. Kristi. Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi.

Jakarta: LPSP3-UI, 1998. Cet Ke-1.

Razak, Yusran. Sosiologi Sebuah Pengantar Tinjauan Pemikiran Sosiologi

Persepektif Islam. Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama, 2008.

Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Sasangka, Hari. Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana.

Jakarta: Mandar Maju, 2003. Cet Ke-1.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2002. Ed. Baru, Cet Ke 34.

Sumpramono, Gatot. Hukum Narkoba Indonesia. Jakarta: Djambatan, 2007.

Sunarto, Kamanto. Pengantar Sosiologi Edisi Revisi. Jakarta: Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004.

Warjowarsito, S dan W, Tito. Kamus Lengkap Bahasa Inggris-Indonesia,

Indonesia-Inggris. Bandung, 1998.

Page 138: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

125

Weller, Barbara F. Kamus Saku Perawat. Jakarta: EGC, 2005.

Widjono, Erwin. dkk. Buku Pedoman Diagnosa dan Terapi Korban Narkotika

Untuk Dokter Umum dan Petugas Kesehatan Lainnya. Jakarta:

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DepKes RI), 1980.

Artikel dan Jurnal

Lien, Gouw Aij. “Group Psychotherapies For Subtance Addiction Client In

Therapeutic Community Setting”, Psikomedia. Jurnal Psikologi Marantha

Vol.5, no. 5 (September 2008).

Wendi dan David, “Treating Post-Traumatic Stress Disorder In a Therapeutic

Community: The Experience Of Canadian Psychiatric Hospital,

Therapeutic Community”: The Journal International For Therapeutic

Community and Supportive Organization 21 (2): 105-118 summer 2000.

Website

Astwin, “Pengertian Narkoba,” Artikel ini diakses pada 20 Februari 2014 dari

http://astwin.Blogspot.com/2009/03-pengertian-narkoba.

“Kasus Narkoba di Indonesia Naik Tajam,” diakses pada 15 April 2014 dari

http://www.bnn.go.id/portal/index.php/konten/detail/puslitdatin/kasusnaro

ba-di-Indonesia-naik-tajam.html.

Wikipedia “Pengertian Pasien.” Artikel diakses pada 17 Juli 2014 dari

http://wikipedia. Org.id/2014/0116/Index.html

Skripsi

Rossid, Mohammad Khafid. “Efektifitas Konseling Pada Rehabilitasi NAPZA di

Rumah Sakit Khusus Darma Graha BSD”. Skripsi S1 Fakultas Dakwah

Page 139: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

126

dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

2010.

Paramitha, Sabrina Alya. “Gambaran Interaksi Sosial Pada Anak Dengan

Kesulitan Belajar (Studi Deskriptif Pada 3 Siswa Dengan Kesulitan

Belajar di SD Pantara)”. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik,

Universitas Indonesia, 2010.

Riyanti, Nina Januarita. “Interaksi Sosial Para Pengguna NAPZA Dalam

Mengikuti Metode Therapeutic Community Di Panti Sosial Pamardi Putra

(PSPP), Galih Pakuan Putat Nutug-Bogor”

Tertanto, Tito Hapsoro. “GambaranStatus Depresi Pada Pecandu Narkoba yang

Berada Dalam Pusat Rehabilitasi (12 Steps dan Therapeutic Community)”.

Skripsi S1 Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, 2008.

Lain-Lain

Brosur Rumah Sakit Ketergantungan Obat, Profil RSKO Jakarta.

Brosur Rumah Sakit Ketergantungan Obat, Profil Halmahera House

Rehabilitation Center.

Buku Kilas Balik 30 Tahun Rumah Sakit Ketergantungan Obat.

Instalasi Rehabilitasi Halmahera House RSKO Jakarta, Walking Paper Reguler

Program.

Wawancara

Wawancara Pribadi dengan Bapak Agus Darmawan, Jakarta Juli 2014

Page 140: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

127

Wawancara Pribadi dengan Broh Okto Selaku Kepala Konselor di Unit

Rehabilitasi Halmahera House, Jakarta Agustus 2014.

Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Taufan, Jakarta 13 Agustus 2014.

Wawancara Pribadi dengan Konselor Latif, Jakarta 13 Agustus 2014.

Wawancara Pribadi dengan Konselor Broh Nasrul, Jakarta 14 Agustus 2014.

Wawancara Pribadi dengan Informan “W”, Jakarta 07 Agustus 2014.

Wawancara Pribadi dengan Informan “AM”, Jakarta 10 Agustus 2014.

Wawancara Pribadi dengan Informan “R”, Jakarta 12 Agustus 2014.

Wawancara Pribadi dengan Informan “D”, Jakarta 15 Agustus 2014.

Page 141: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

LAMPIRAN

Page 142: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf
Page 143: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf
Page 144: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf
Page 145: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

Pedoman Observasi

1. Bagaimana kerja sama yang dilakukan pasien bersama teman-temannya ?

2. Bagaiman bentuk kerja sama yang dilakukan pasien dan teman-temannya ?

3. Apakah ada kesulitan saat pasien membangun kerja sama dengan kelompok ?

4. Dalam hal apa yang biasanya pasien lakukan, sehingga berakibat adanya persaingan

dengan orang sekitar ?

5. Apakah pasien pernah melakukan pertikaian dengan teman-temannya ?

6. Dalam hal apa biasanya yang biasanya menjadi bahan pertikaian antara pasien dengan

teman-temannya ?

7. Bagaimana bentuk penyelesaian pasien dengan pasien lain saat melakukan pertikaian

?

8. Bagaimana prilaku pasien saat berkumpul bersama dengan teman-temannya ?

9. Bagaimana sifat dan sikap pasien saat berinteraksi dengan orang yang ada

disekitarnya ?

10. Bagaimana sikap pasien saat sedang marah dan sedih ?

11. Bagaimana sikap pasien terhadap teman-temannya ?

Page 146: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

Pedoman Wawancara Pasien

Nama :

Waktu :

Program :

No Kategori Pertanyaan Jawaban Ket

NAPZA

1. Dasar Bagaimana sejarah awal pengenalan anda terhadap NAPZA ?

2. Jenis NAPZA apa saja yang anda gunakan ?

3. Dari siapa anda mengenal NAPZA ?

4. Sejak Kapan dan sudah berapa lama anda menggunakan NAPZA?

5. Apa alasan anda mengkonsumsi NAPZA?

6. Apa Dampak/pengaruh ketika anda mengkonsumsi NAPZA?

Therapeutic Community

7. TC Apa yang anda ketahui tentang program Therapeutic community ?

8. Menurut anda bagaimana pelaksanaan program TC? Berjalan baik/tidak?

9. Selama mengikuti program TC, bagaimana respon anda?

10. Apa motivasi anda selama mengikuti program TC?

11. Selama mengikuti program TC, apakah pengaruh positif/negatif yang anda terima?

12. Selama mengikuti program TC, ada atau tidak keinginan untuk kembali mengkonsumsi NAPZA?

13. Apa suka duka anda selama menjalani program TC?

Inteaksi Sosial 14. Dasar Bagaimana interaksi anda saat pertama

mengikuti program TC ?

15. Bagaimana interaksi anda dengan kelompok? Berjalan baik/tidak?

16. Bagaimana interaksi kelompok terhadap anda? Baik atau buruk?

17. Apakah anda merasakan perubahan saat berinteraksi dengan orang lain saat masuk

Page 147: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

sampai dengan sekarang? Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

18. Kerja Sama Apa yang anda ketahui tentang arti kerja sama?

19. Bagaimana kerja sama yang anda lakukan dengan kelompok pada program TC?

20. Apakah ada kesulitan saat anda membangun kerja sama dengan kelompok atau orang-orang sekitar?

21. Pada kegiatan apa biasanya anda melakukan kerja sama dengan kelompok atau orang lain?

22. Apa yang anda rasakan saat melakukan kerja sama dengan orang sekitar? Merasa terpaksa atau tidak?

23. Apakah ketika anda sedang marah atau kesal dengan pasien lain/kelompok, mengganggu kerja sama yang anda lakukan?

24. Persaingan Apa yang anda ketahui tentang arti persaingan?

25. Apakah anda pernah merasa bersaing pada kelompok saat menjalani program TC?

26. Pada kegiatan apa saja biasanya anda melakukan persaingan?

27. Ketika anda sedang merasa bersaing dengan sesama pasien atau kelompok, apakah anda merasa dirugikan/diuntungkan?

28. Pertikaian/ pertentangan

Apa yang anda ketahui tentang arti pertikaian/pertentangan?

29. Apakah anda pernah melakukan pertikaian/pertentangan antar pasien? Kalo ya, jelaskan!

30. Apa yang anda rasakan ketika sedang bertikai dengan pasien lain atau kelompok?

31. Apakah anda pernah melihat sesama pasien melakukan pertikaian/pertentangan?

32. Dalam kegiatan apa biasanya sering mendapat pertentangan dari teman anda/kelompok?

33. Akomodasi Bagaimana bentuk penyelesaian anda saat anda dan teman anda melakukan pertikaian?

34. Bagaimana interaksi anda terhadap teman-teman antar pasien ketika pertikaian sudah diselesaikan? Langsung membaik atau tidak?

Faktor-Faktor Interaksi Sosial

Page 148: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

35. Imitasi

Apakah anda suka meniru prilaku/kebiasaan-kebiasaan orang disekitar anda?

36. Hal apakah yang anda tiru dari pasien lain? Apakah berpengaruh positif/negatif?

37. Apakah dengan kebiasaan anda meniru prilaku /kebiasaan orang lain, membuat anda tergantung pada orang tersebut?

38. Sugesti

Apakah anda dengan mudah mendapat pengaruh/pandangan dari orang lain?

39. Faktor apa yang membuat anda menjadi tersugesti oleh orang lain? Apakah anda sedang banyak pikiran, tidak percaya diri atau karena menyegani orang yang memberikan sugesti?

40. Apakah anda mudah tersugesti apabila menerima tekanan dari kelompok mayoritas?

41. Identifikasi

Apakah anda mempunyai keinginan untuk menjadi sama dengan orang lain?

42. Apakah proses pengidentifikasian anda berlangsung secara sengaja atau tidak sengaja?

43. Bagaimana proses awal sampai anda mengidentifikasi diri anda dengan orang lain, apakah diawali dengan imitasi atau sugesti?

44. Simpati

Apa yang biasanya anda lakukan apabila merasa simpati dengan orang lain?

45. Apakah anda bisa bersimpati setiap saat atau tergantung pada keadaan mood saja?

Page 149: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

Pedoman Wawancara Untuk Konselor

Nama :

Waktu :

Lokasi :

Pasien :

No Kategori Pertanyaan Jawaban Ket

NAPZA dan TC

1. Dasar Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk proses pemuliahan dari ketergantungan NAPZA di RSKO Jakarta?

2. Program apa yang dipakai untuk pemulihan pasien NAPZA?

3. Apakah yang dimaksud dengan program theraputic community ?

4. Bagaimana tahapan/proses pelaksanaan program therapeutic community ?

5. Sejak kapan program TC ini digunakan ?

Interaksi Sosial 6. Dasar Bagaimana interaksi pasien saat pertama

mengikuti program TC ?

7. Bagaimana interaksi pasien dengan kelompok? Berjalan baik/tidak?

8. Apakah ada perubahan pasien dalam berinteraksi sosial dari awal masuk sampai dengan sekarang?

Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

9. Kerja Sama Bagaimana kerja sama yang dilakukan pasien dengan pasien lainnya ? berjalan baik atau tidak ?

10. Bagaimana bentuk kerja sama yang pasien lakukan dengan kelompok pada program TC?

11. Apakah ada kesulitan saat pasien membangun kerja sama dengan kelompok atau orang-orang sekitar?

12. Pada kegiatan apa biasanya anda melakukan kerja sama dengan kelompok atau orang lain?

Page 150: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

13. Apakah ketika sedang marah atau kesal dengan pasien lain/kelompok, mengganggu kerja sama yang anda lakukan?

14. Persaingan Apakah pasien pernah melakukan persaingan dengan pasien lain ?

15. Pada hal apa yang biasanya pasien lakukan hingga berdampak pada persaingan?

16.

Pertikaian/

pertentangan

Apakah pasien pernah melakukan pertikaian dengan pasien lain ?

17. Dalam hal apa yang biasanya menjadi bahan pertikaian oleh pasien dan teman-temannya ?

18. Akomodasi Bagaimana bentuk penyelesaian saat pasien dan teman-temanya melakukan pertikaian?

19. Bagaimana interaksi pasien terhadap teman-temannya ketika pertikaian sudah diselesaikan? Langsung membaik atau tidak?

Faktor-Faktor Interaksi Sosial

20. Imitasi Apakah pasien suka meniru prilaku/kebiasaan-kebiasaan orang disekitar?

21. Hal apakah yang biasanya ditiru oleh pasien dari orang lain? Apakah berpengaruh positif/negatif?

22. Apakah dengan kebiasaan pasien meniru prilaku /kebiasaan orang lain, membuat pasien tergantung pada orang tersebut?

23. Sugesti Apakah pasien dengan mudah mendapat pengaruh/pandangan dari orang lain?

24. Faktor apa yang membuat pasien menjadi tersugesti oleh orang lain? Apakah pasien sedang banyak pikiran, tidak percaya diri atau karena menyegani orang yang memberikan sugesti?

25. Apakah pasien mudah tersugesti apabila menerima tekanan dari kelompok mayoritas?

26. Identifikasi Apakah pasien mempunyai keinginan untuk menjadi sama dengan orang lain?

27. Apakah proses pengidentifikasian pasien berlangsung secara sengaja atau tidak sengaja?

28. Bagaimana proses awal sampai pasien mengidentifikasi dirinya dengan orang lain, apakah diawali dengan imitasi atau sugesti?

29. Simpati Apa yang biasanya pasien lakukan apabila merasa simpati dengan orang lain?

30. Apakah pasien bisa bersimpati setiap saat

Page 151: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

atau tergantung pada keadaan mood saja? 31 Apakah pasien bisa memahami perasaan

pasien lain ?

Page 152: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

A. Latar Belakang Informan I

Nama : “R”

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Nama Istri : “A”

Usia : 23 Tahun

Pekerjaan Paisen : Lembaga Pemerintah

Pendidikan : Sarjana

Agama : Islam

Klien dengan potongan rambut yang pendek agak botak menggunakan

kaca mata, berpenampilan rapih, warna kulit yang putih dengan tubuh yang kurus

dan tidak terlalu tinggi merupakan pasien putusan dari Kejaksaan Negeri

Tanggerang, menyalahgunakan Narkotika Golongan I dengan barang bukti satu

amplop warna hijau berisiskan satu bungkus plastik klip yang didalamnya berisi

shabu-shabu. Klien pertama kali mengenal NAPZA dari sepupunya sendiri yang

menawari barang kepadanya, pada saat itu klien masih kelas 3 SMP. Jenis

NAPZA yang pertama kali klien gunakan adalah ganja selanjutnya seiring dengan

berjalannya waktu klien telah merasakan semuanya dari shabu-shabu, ekstasi,

psikotropika dan lain sebagainya. Alasan klien menggunakan NAPZA karena

ingin coba-coba dan merasa penasaran, dan dampak dari penggunaan NAPZA ini

langsung di rasakan oleh klien yang menjadi kurang fokus, terkena penyakit

mental, tidak bisa berinteraksi dengan baik dengan banyak orang dan lain

sebagainya.

Klien telah menjalani dua kali masa rehabilitasi, pada saat yang pertama

klien sudah mencapai fase Re-Entry dan sudah diperbolehkan untuk bekerja tetapi

Page 153: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

klien mulai relaps (atau menggunakan lagi) pada tahun 2014. Dalam studi

dokumen yang penulis lihat di rekam medik pasien klien tipe orang yang sering

marah, mood yang cepat berubah dan klien pun sering mendengar ada yang

memanggil atau halusinasi. Klien merupakan sulung dari dua bersaudara, klien

juga pernah menikah dan di karuniai satu orang putri. Karena banyaknya masalah

dan usia yang masih sangat muda untuk berkeluarga akhirnya klien memutuskan

untuk bercerai dengan istrinya. Klien tergolong kedalam keluarga menengah

keatas. Pada saat mengikuti program TC klien dengan mudah beradaptasi dengan

pasien lain karena sebelumnya klien sudah pernah menjalani program jadi sudah

tidak kaku seperti pada saat pertama kali klien mengikuti program. Karena

menurutnya ketika klien berada disini klien tidak lagi mengunakan topeng, klien

selalu mengeluhkan bahwasanya ketika klien berada diluar klien tidak menjadi

dirinya sendiri dan ketika berada disini klien merasa senang karena banyak teman

yang tidak memandang status, diperlakukan sama dengan yang lain dan tidak

dibeda-bedakan. Setelah satu bulan menjalani program perubahan yang dirasakan

adalah klien merasa jauh lebih tenang, lebih bisa berfikir, lebih bisa bersenang-

senang walaupun didalam rehabilitasi. Karena menurut klien, klien berada disini

itu bisa menjadi dirinya sendiri, tidak memakai topeng. Tidak seperti diluar yang

mesti ini dan harus itu. Perubahan itu pun juga sudah dilihat dari konselornya

sendiri yaitu Broh Taufan yang mengatakan bahwa klien sekarang jauh lebih

tenang, lebih disiplin, tidak ada masalah dengan teman-temannya dan juga

interaksinya pun bisa dibilang cukup baik dan karena hal itu klien bisa dengan

mudah menjalankan kegiatan yang ada di dalam program TC.

Page 154: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

Transkip Wawancara Pasien

Nama : “R”

Waktu : Jakarta, 12 Agustus 2014 Pukul 10.00 WIB

Program : Primary

No Kategori Pertanyaan Jawaban Ket

NAPZA

1. Dasar Bagaimana sejarah awal pengenalan anda terhadap NAPZA ?

Awal saya mengenal NAPZA karena di tawari barang oleh sepupu saya sendiri dan rasa ingin coba-coba serta merasa penasaran.

2. Jenis NAPZA apa saja yang anda gunakan ? Awalnya ganja terus shabu-shabu, ekstasi, psikotropika dan lain sebagainya. Rata-rata udah dicobaiin sih.

3. Dari siapa anda mengenal NAPZA ? Saya mengenal NAPZA dari sepupu saya sendiri yang menawari barang tersebut kepada saya.

4. Sejak Kapan dan sudah berapa lama anda menggunakan NAPZA?

Kelas tiga SMP.

5. Apa alasan anda mengkonsumsi NAPZA? Ingin coba-coba. 6. Apa Dampak/pengaruh ketika anda

mengkonsumsi NAPZA? Dampaknya sih jadi kurang fokus, jadi banyak penyakit mental, ga bisa berinteraksi dengan baik sama masyarakat.

Therapeutic Community 7.

Apa yang anda ketahui tentang program Therapeutic community ?

TC itu program yang dibuat untuk pengguna NAPZA ditempat rehabilitasi.

8. Menurut anda bagaimana pelaksanaan program TC? Berjalan baik/tidak?

Menurut saya sih pelaksanaan TC sudah berjalan

Page 155: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

TC dengan cukup baik yaa. Karena disini saling membantu satu sama lain.

9. Selama mengikuti program TC, bagaimana respon anda?

Saya masuk disini sekarang lebih bisa nerima, ga kaya waktu pertama kali menjalani program. Ini kan sudah kali keduanya jadi udah ga terlalu kaku.

10. Apa motivasi anda selama mengikuti program TC?

Yaa untuk merubah saya baik dalam berprilaku maupun kecanduan saya terhadap NAPZA.

11. Selama mengikuti program TC, apakah pengaruh positif/negatif yang anda terima?

Pengaruh positif yang saya terima selama mengikuti program TC adalah saya sudah lebih bisa disiplin, jauh lebih tenang, bisa berpikir dengan baik dan juga ketika saya disini saya tidak lagi menggunakan topeng yang dituntut ini dan itu. Lebih keperubahan prilaku sih.

12. Selama mengikuti program TC, ada atau tidak keinginan untuk kembali mengkonsumsi NAPZA?

keinginan itu sih pasti terbesit dipikiran.

13. Apa suka duka anda selama menjalani program TC?

Suka nya saya disini kaya liburan, dukanya yaa ga bisa ketemu sama keluarga.

Interaksi Sosial 14.

Dasar

Bagaimana interaksi anda saat pertama mengikuti program TC ?

Kurang baik, sering marah serta mood saya yang mudah berubah. Itu menggangu banget interaksi saya sama yang lain.

Page 156: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

15. Bagaimana interaksi anda dengan kelompok? Berjalan baik/tidak?

Baik ko.

16. Bagaimana interaksi kelompok terhadap anda? Baik atau buruk?

Baik juga.

17. Apakah anda merasakan perubahan saat berinteraksi dengan orang lain saat masuk sampai dengan sekarang?

Yaa perubahan pasti ada mba, karena saat mengikuti program TC kan kita diajarkan ini dan itu untuk bisa lebih baik yang pasti.

Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

18.

Kerja Sama

Apa yang anda ketahui tentang arti kerja sama?

Pembagian tugas bersama yang lain untuk mencapai suatu tujuan.

19. Bagaimana kerja sama yang anda lakukan dengan kelompok pada program TC?

Kerja sama yang saya lakukan dengan kelompok berjalan baik.

20. Apakah ada kesulitan saat anda membangun kerja sama dengan kelompok atau orang-orang sekitar?

Kesulitan sih pasti ada, biasanya ada salah satu pasien yang sulit untuk diatur.

21. Pada kegiatan apa biasanya anda melakukan kerja sama dengan kelompok atau orang lain?

Biasanya diawali dari bangun pagi dengan saling membangunkan, lalu morning meeting, function dan group.

22. Apa yang anda rasakan saat melakukan kerja sama dengan orang sekitar? Merasa terpaksa atau tidak?

Engga sih, seneng-seneng aja karena saling menolong satu sama lain.

23. Apakah ketika anda sedang marah atau kesal dengan pasien lain/kelompok, mengganggu kerja sama yang anda lakukan?

Engga sih.

24. Persaingan Apa yang anda ketahui tentang arti persaingan?

Dua orang atau lebih merebutkan untuk suatu tujuan.

25. Apakah anda pernah merasa bersaing pada kelompok saat menjalani program TC?

Pernah siih, tapi persaingan sehat yaa.

26. Pada kegiatan apa saja biasanya anda melakukan persaingan?

Biasanya kalo sore hari kan ada jadwal tuh olah raga, biasanya persaingann

Page 157: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

pada saat permainan sepak bola. Disini saya bersama pasienlain bersaing untuk memenangkan permainan tersebut.

27. Ketika anda sedang merasa bersaing dengan sesama pasien atau kelompok, apakah anda merasa dirugikan/diuntungkan?

Yaa tergantung sih, kalo sifatnya kaya yang barusan saya jelasin yaa merasa diuntungkan kan memotivasi supaya bisa menang.

28. Pertikaian/ pertentangan

Apa yang anda ketahui tentang arti pertikaian/pertentangan?

Pertiakaian itu sama dengan konflik.

29. Apakah anda pernah melakukan pertikaian/pertentangan antar pasien? Kalo ya, jelaskan!

Pernah sih. Biasanya gara-gara salah paham dan ada pasien lain yang susah untuk diatur.

30. Apa yang anda rasakan ketika sedang bertikai dengan pasien lain atau kelompok?

Yaa sedih sih.

31. Apakah anda pernah melihat sesama pasien melakukan pertikaian/pertentangan?

Pernah ko, sering malah.

32. Dalam kegiatan apa biasanya sering mendapat pertentangan dari teman anda/kelompok?

Kalo pertikaian itu sih bisa kapan aja yaa namanya juga tinggal bareng-bareng tapi kalo sesi nya sendiri itu dalam kegiatan encounter sama circle group.

33. Akomodasi Bagaimana bentuk penyelesaian anda saat anda dan teman anda melakukan pertikaian?

Biasanya bentuk penyelesaian melalui pihak ketiga yaitu mayor yang bertugas.

34. Bagaimana interaksi anda terhadap teman-teman antar pasien ketika pertikaian sudah diselesaikan? Langsung membaik atau tidak?

Langsung membaik sih.

Faktor-Faktor Interaksi Sosial

35. Imitasi Apakah anda suka meniru prilaku/kebiasaan-kebiasaan orang disekitar anda?

Iyaa.

36. Hal apakah yang anda tiru dari pasien lain? Apakah berpengaruh positif/negatif?

Prilaku atau perbuatan teman-teman saya. Kaya cara berpakaian,

Page 158: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

berpenampilan, mengatur waktu, mengendalikan diri sendiri, tidak emosial dan berinteraksi dengan baik antar pasien.

37. Apakah dengan kebiasaan anda meniru prilaku /kebiasaan orang lain, membuat anda tergantung pada orang tersebut?

Ga sih.

38. Sugesti Apakah anda dengan mudak mendapat pengaruh/pandangan dari orang lain?

Tergantung.

39. Faktor apa yang membuat anda menjadi tersugesti oleh orang lain? Apakah anda sedang banyak pikiran, tidak percaya diri atau karena menyegani orang yang memberikan sugesti?

Biasanya sih karena saya menyegani orang yang memberikan sugesti.

40. Apakah anda mudah tersugesti apabila menerima tekanan dari kelompok mayoritas?

Ga juga sih. Tapi biasanya saya konsultasiin lagi sama konselor saya.

41. Identifikasi Apakah anda mempunyai keinginan untuk menjadi sama dengan orang lain?

Engga sih. Jadi diri sendiri aja.

42. Apakah proses pengidentifikasian anda berlangsung secara sengaja atau tidak sengaja?

Kalo niru sih disengaja yaa mba.

43. Bagaimana proses awal sampai anda mengidentifikasi diri anda dengan orang lain, apakah diawali dengan imitasi atau sugesti?

Kayanya diawali sama peniruan dulu tapi itu juga liat-liat dulu orangnya.

44. Simpati Apa yang biasanya anda lakukan apabila merasa simpati dengan orang lain?

Yaa saya langsung berekasi mba, misalnya menghibur jika ada pasien lain yang bersedih.

45. Apakah anda bisa bersimpati setiap saat atau tergantung pada keadaan mood saja?

Setiap saat sih kan saya baik hati hehehehe.

Page 159: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

B. Latar Belakang Informan III

Nama : “W”

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Usia : 26 tahun

Pekerjaan Pasien : Mahasiswa

Pendidikan : Diploma III

Agama : Islam

Klien yang berpotongan rambut pendek dengan tubuh yang agak gemuk

dengan tinggi yang standar bagi laki-laki pada umumnya dan warna kulit kuning

langsat dengan tanda banyak jerawat di wajahnya dan juga berpenampilan rapih

merupakan pasien Re-Entry di Halmahera House, klien berasal dari Jakarta. Klien

merupakan bungsu dari tiga bersaudara. Sejak SMP kelas 3 klien mulai mengenal

NAPZA. Awalnya klien mengenal NAPZA dari teman SMP nya yang

memberikan kepadanya, lalu dia pun terus menerus untuk coba-coba. NAPZA

yang pertama kali digunakan ialah ganja, lalu lama kelamaan merasakan semua

nya (shabu-shabu, ekstasi, dsb). Alasan klien menggunakan NAPZA agar pikiran

klien lebih tenang dan merasa tidak mempunyai beban. Klien masuk kedalam

keluarga menengah keatas.

Klien masuk kedalam Instalasi Rehabilitasi Halmahera House di RSKO

Jakarta pada pertengahan tahun 2014 yang diantar oleh keluarganya. Karena

keluarganya sudah lelah dan pusing melihat tingkah laku klien yang makin hari

makin tidak teratur. Klien merupakan tipikal orang yang mudah tersinggung,

sering marah, sering bertengkar dengan temannya, tidak mau mempunyai teman

serta acuh tak acuh dan itu semua berdampak kepada interaksinya pada saat

masuk kedalam tempat rehabilitasi ini. Pada awalnya klien memang tidak bisa

Page 160: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

terima dengan sikap keluarganya atau bisa dibilang dia marah dengan keluarganya

karena memasukan dia kedalam tempat rehabilitasi. Seiring dengan berjalannya

waktu klien pun baru sadar dan bisa menerima sedikit demi sedikit keberadaannya

disini adalah untuk diri dia sendiri artinya untuk pemulihannya terhadap

ketergantungannya pada NAPZA. Selama kurang lebih tiga bulan mengikuti

program TC klien banyak mengalami perubahan yang cukup baik, dari perubahan

emosi yang tidak naik turun seperti di awal, perubahan interaksi antar pasien dan

juga perubahan pola hidup yang jauh lebih baik. Interaksi klien saat mulai masuk

sampai dengan saat ini pun sudah mengalami banyak perubahan, Motivasi klien

dalam mengikuti program TC selain untuk bisa pulih dari kecanduannya terhadap

NAPZA klien juga berharap bahwasanya ketika klien sudah menjalani suatu

program klien mendapatkan pelajaran-pelajaran baru yang bisa ditanamkan

didalam diri klien sehingga ketika keluar klien bisa mengimplementasikan

pelajaran yang sudah didapat di luar nanti.

Page 161: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

Transkip Wawancara Pasien

Nama : “W”

Waktu : Jakarta, 07 Agustus 2014 Pukul 14.00 WIB

Program : Re-Entry

No Kategori Pertanyaan Jawaban Ket

NAPZA

1. Dasar Bagaimana sejarah awal pengenalan anda terhadap NAPZA ?

Awal pengenalan saya terhadap NAPZA itu dari teman saya mba, saya dikasih terus lama-lama ketagihan gitu.

2. Jenis NAPZA apa saja yang anda gunakan ?

Yang pertama saya gunakan pada waktu itu sih ganja, terus shabu, ekstasi dan banyak deh rata-rata sudah saya cobain.

3. Dari siapa anda mengenal NAPZA ? Dari teman SMP saya mba.

4. Sejak Kapan dan sudah berapa lama anda menggunakan NAPZA?

Sejak SMP kelas 3 mba.

5. Apa alasan anda mengkonsumsi NAPZA?

Alasannya saya menggunakan obat-obatan agar pikiran saya tenang mba. Karna setelah memakai obat-obatan itu misalnya lagi banyak masalah jadi kaya ga ada bebannya gitu. Dulu kan masalah saya banyak mba.

6. Apa Dampak/pengaruh ketika anda mengkonsumsi NAPZA?

Dampaknya ada yang positif dan negatif, kalo yang positif pikiran saya jadi bisa tenang sedikit tidak ada beban dan yang negtaif yaa saya jadi begini harus menjalani rehab, jauh dari keluarga, ga bisa kerja dan banyak lagi deh mba.

Therapeutic Community

Page 162: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

7. TC Apa yang anda ketahui tentang program Therapeutic community ?

Yang saya tau siih mba, TC itu merupakan suatu program untuk komunitas pengguna obat-obatan atau NAPZA dimana orang-orang yang mempunyai masalah yang sama, tujuan yang sama dan tinggal ditempat yang sama untuk menjalani proses pemulihan.

8. Menurut anda bagaimana pelaksanaan program TC? Berjalan baik/tidak?

Sejauh ini sih berjalan dengan baik yaa mba, semua kegiatan sudah ada jadwalnya.

9. Selama mengikuti program TC, bagaimana respon anda?

Awalnya respon saya sangat tidak baik, saya merasa sangat marah terhadap keluarga saya. Saya belum bisa menerima keberadaan saya disini untuk mengikuti program pemulihan. Tapi seiring berjalannya waktu saya pun bisa menerima keberadaan saya disini. Selama tiga bulan mengikuti program, banyak perubahan yang saya rasakan. Saya lebih bisa mengatur emosi, interaksi saya terhadap pasien lain bisa lebih baik tidak seperti diawal masuk dan juga bisa merubah pola hidup jauh menjadi lebih baik.

10. Apa motivasi anda selama mengikuti program TC?

Yaa untuk bisa pulih mba dari ketergantungan saya akan obat-obatan, selain itu juga saya mau ketika menjalani program saya bisa mendapatkan pelajaran-pelajaran yang bisa dibawa hingga keluar nanti.

Page 163: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

11. Selama mengikuti program TC, apakah pengaruh positif/negatif yang anda terima?

Positif nya saya bisa disiplin, bisa mengubah prilaku saya yang tadinya amburadul jadi lebih baik, bisa ngatur emosi dan bisa nambah temen. Negatif nya saya tidak bisa produktif mba artinya saya tidak bisa bekerja dan tidak bisa bertemu dengan keluarga.

12. Selama mengikuti program TC, ada atau tidak keinginan untuk kembali mengkonsumsi NAPZA?

Kalau keinginan pasti ada mba, tapi gimana kita ngaturnya aja. Percuma kalau keluar make lagi mendingan ga usah ikut program.

13. Apa suka duka anda selama menjalani program TC?

Suka nya bisa mengubah pola hidup jadi lebih baik, tau arti tentang pertemanan, tau bagaimana selalu membantu sesama, banyak temen baru. Kalo duka nya ga bisa ketemu sama anak dan keluarga.

Interaksi Sosial 14. Dasar Bagaimana interaksi anda saat pertama

mengikuti program TC ? Interaksi saya saat masuk disini parah banget mba, saya itu dulu ga mau punya temen, emosian, sering marah pokoknya beda banget sama sekarang. Yaa itu semua kan karena dampak dari obat-obatan mba jadi mengganggu interaksi saya dengan orang lain.

15. Bagaimana interaksi anda dengan kelompok? Berjalan baik/tidak?

Kalo sekarang interaksi saya dengan kelompok berjalan cukup baik ko mba.

16. Bagaimana interaksi kelompok terhadap anda? Baik atau buruk?

Interaksi kelompok terhadap saya juga berjalan cukup baik, mereka semua baik-baik.

Page 164: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

17. Apakah anda merasakan perubahan saat berinteraksi dengan orang lain saat masuk sampai dengan sekarang?

Iya saya merasakan perubahan yang amat jauh berbeda mba, interaksi saya saat masuk saya kan ga banget maksudnya buruk gitu tetapi sekarang bisa dibilang cukup baik. Kan disini saya juga belajar membangun interaksi dengan yang lain sehingga ketika keluar saya bisa ngaplikasiin mba.

Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

18. Kerja Sama Apa yang anda ketahui tentang arti kerja sama?

Dimana saat seseorang mempunyai kelemahan lalu saling membantu satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan. Contohnya, pasien lain mempunyai kelemahan lalu dibantu oleh pasien lainnya.

19. Bagaimana kerja sama yang anda lakukan dengan kelompok pada program TC?

Kerja sama yang saya lakukan dengan kelompok berjalan cukup baik sih mba.

20. Apakah ada kesulitan saat anda membangun kerja sama dengan kelompok atau orang-orang sekitar?

Adaa mba, waktu pertama itu susah banget buat saya harus kerja sama dengan pasien lain tapi kalo sekarang sih kesulitannya yaa kalo ada pasien lain yang susah untuk diatur.

21. Pada kegiatan apa biasanya anda melakukan kerja sama dengan kelompok atau orang lain?

Kerja sama yang saya lakukan dengan teman-teman dilakukan setiap hari dari bangun tidur sampai beranjak untuk tidur lagi. Disini kan komunitas yaa mba jadi kita melakukan kerja sama setiap waktu. Terus ada morning meeting juga, function, group dsb.

22. Apa yang anda rasakan saat melakukan kerja sama dengan orang sekitar? Merasa terpaksa atau tidak?

Awalnya merasa terpaksa sih mba, tetapi sekarang engga karena menyadari bahwa setiap orang harus saling tolong menolong

Page 165: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

satu sama lain. 23. Apakah ketika anda sedang marah atau

kesal dengan pasien lain/kelompok, mengganggu kerja sama yang anda lakukan?

Engga sih mba.

24. Persaingan Apa yang anda ketahui tentang arti persaingan?

Menurut saya persaingan itu adalah dimana sesorang ingin menjadi lebih dari orang lain itu namanya persaingan mba.

25. Apakah anda pernah merasa bersaing pada kelompok saat menjalani program TC?

Pernah mba.

26. Pada kegiatan apa saja biasanya anda melakukan persaingan?

Biasanya persaingan itu terjadi karena sama-sama merebutkan suatu tujuan, disini kan tujuannya untuk pemulihan jadi disini satu sama lain bersaing untuk kenaikan fase. Dalam kenaikan fase itu kan harus ada perubahan dari dalam diri kita sendiri maka dari itu saya dengan pasien lain bersaing untuk menjalankan kegiatan dengan baik.

27. Ketika anda sedang merasa bersaing dengan sesama pasien atau kelompok, apakah anda merasa dirugikan/diuntungkan?

Tergantung situasi kadang merasa dirugikan dan kadang merasa diuntungkan. Kalo persaingannya membuat saya bisa lebih baik kan menguntungkan mba tapi kalo sebaliknya yaa saya merasa dirugikan.

28. Pertikaian/

pertentangan

Apa yang anda ketahui tentang arti pertikaian/pertentangan?

Menurut saya pertikaian atau pertentangan itu perbedaan pendapat atau pemikiran yang akan berujung pada konflik.

29. Apakah anda pernah melakukan pertikaian/pertentangan antar pasien? Kalo ya, jelaskan!

Saya pernah melakukan pertikaian, waktu itu sih saya disindir dan saya tidak bisa menerima dengan sindiran dari pasien lain langsung saya balas dan malah berujung pertikaian.

Page 166: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

30. Apa yang anda rasakan ketika sedang bertikai dengan pasien lain atau kelompok?

Yaaa kan lagi emosi mba jadi ga ngerasain apa-apa, kalo sudah ga emosi baru nyesel kenapa bisa berantem begitu. Tapi kan pertikaiannya ga sampe pukul-pukulan mba.

31. Apakah anda pernah melihat sesama pasien melakukan pertikaian/pertentangan?

Pernah ko, bahkan sampe ada yang main fisik.

32. Dalam kegiatan apa biasanya sering mendapat pertentangan dari teman anda/kelompok?

Biasanya sih dalam semua kegiatan mba, tapi kalo jadwal untuk meluapkan emosi itu pada kegiatan encounter dan circle.

33. Akomodasi Bagaimana bentuk penyelesaian anda saat anda dan teman anda melakukan pertikaian?

Bentuk penyelesaiannya biasanya dengan orang ketiga, ada mayor yang bertugas atau juga lewat konselor.

34. Bagaimana interaksi anda terhadap teman-teman antar pasien ketika pertikaian sudah diselesaikan? Langsung membaik atau tidak?

Biasanya sih langsung membaik mba.

Faktor-Faktor Interaksi Sosial

35. Imitasi Apakah anda suka meniru prilaku/kebiasaan-kebiasaan orang disekitar anda?

Suka ko mba, tapi yang positifnya yang saya ambil.

36. Hal apakah yang anda tiru dari pasien lain? Apakah berpengaruh positif/negatif?

Saya biasanya meniru prilaku kaya cara berpenampilan supaya lebih rapih dan lebih baik karena dulu kan saya cuek banget mba sama penampilan saya, saya juga meniru cara untuk disiplin waktu, cara meredam emosi supaya ga naik turun. Saya juga meniru cara orang lain pada saat berinteraksi, saya juga suka niru cara konselor bercanda dengan konselor lain dan pada saat konselor menyapa orang lain. Yaa berpengaruh positif kan untuk lebih baik.

Page 167: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

37. Apakah dengan kebiasaan anda meniru prilaku /kebiasaan orang lain, membuat anda tergantung pada orang tersebut?

Membuat tergantung sih engga yaa mba.

38. Sugesti Apakah anda dengan mudah mendapat pengaruh/pandangan dari orang lain?

Mudah sih mba tapi saya juga pilih-pilih dulu siapa yang ngasih saya pandangan. Baik atau buruk untuk saya.

39. Faktor apa yang membuat anda menjadi tersugesti oleh orang lain? Apakah anda sedang banyak pikiran, tidak percaya diri atau karena menyegani orang yang memberikan sugesti?

Biasanya sih mba karena saya menyegangi orang yang memberikan sugesti. Kaya konselor gitu, kan saya selalu ngikutin apa yang dibilang konselor. Karena rasa nyaman juga sih yang didapet dari konselor makanya apa yang dibilang yaa saya laksanain.

40. Apakah anda mudah tersugesti apabila menerima tekanan dari kelompok mayoritas?

Engga sih mba. Paling yaa saya pikir-pikir lagi atau ga saya konsultasi lagi sama konselor saya.

41. Identifikasi Apakah anda mempunyai keinginan untuk menjadi sama dengan orang lain?

Engga sih mba, saya lebih baik jadi diri saya sendiri.

42. Apakah proses pengidentifikasian anda berlangsung secara sengaja atau tidak sengaja?

Kayanya sengaja deh mba, kan meniru dulu.

43. Bagaimana proses awal sampai anda mengidentifikasi diri anda dengan orang lain, apakah diawali dengan imitasi atau sugesti?

Biasanya lewat peniruan dulu jadi saya mencontoh prilaku dia.

44. Simpati Apa yang biasanya anda lakukan apabila merasa simpati dengan orang lain?

Yang saya lakukan biasanya menghibur pasien lain mba, kalo pasien lain lagi sedih gitu. maksudnya saya langsung bereaksi gitu.

45. Apakah anda bisa bersimpati setiap saat atau tergantung pada keadaan mood saja?

Setiap saat sih mba, Cuma pas diawal itu sulit untuk bersimpati dengan orang lain, tapi lama kelamaan saya merasa dihargai, maka dari itu saya belajar bersimpati dengan orang lain.

Page 168: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf
Page 169: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

C. Latar Belakang Informan II

Nama : “D”

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Usia : 23 Tahun

Pekerjaan Pasien : Wiraswasta

Pendidikan : SLTA

Agama : Islam

Klien berpotongan rambut pendek dengan perawakan tubuh yang kurus,

tidak terlalu tinggi dan warna kulit kuning kecoklatan adalah pasien fase Primary

di Halmahera House. Klien merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Klien

mulai menggunakan NAPZA pada tahun 2010, awalnya klien ditawari barang

oleh temannya, klien pun merasa penasaran akhirnya klien mencoba dan lama

kelamaan ketagihan. Jenis Napza yang pertama kali digunakan oleh klien adalah

ganja lalu lama-kelamaan shabu-shabu, ekstasi dan hampir semuanya pernah

digunakan. Alasan klien menggunakan NAPZA adalah karena coba-coba, dampak

dari penggunaan NAPZA terhadap klien adalah klien menjadi susah untuk fokus,

tidak bisa berkonsentrasi lalu saat ingin berinteraksi dengan orang banyak merasa

minder atau malu. Dari hasil pengamatan yang dilakukan penulis terhadap klien

memang klien tipe orang yang sangat pemalu terhadap orang lain, merasa tidak

percaya diri dan juga kurang berinteraksi dengan pasien lain.

Sedangkan respon klien saat mengikuti program TC adalah awalnya klien

susah untuk menerima, menurutnya tidak ada orang yang ingin berada disini tetapi

seiring dengan berjalannya waktu sedikit demi sedikit sudah mulai bisa menerima.

Page 170: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

Perubahan yang sudah klien terima adalah klien lebih bisa mengatur hidup

nya, bisa menjadi lebih disiplin, tepat waktu, lebih bisa mengatur emosi dan

berbaur dengan yang lain. Saat ini interaksinya pun cukup baik dengan antar

pasien lain, klien bisa melakukan kerja sama dengan pasien lain. Jika klien

melakukan kesalahan pasien lain langsung mengingatkan bahwa itu salah dan juga

banyak pengaruh positif yang diberikan oleh teman-teman terhadap klien agar

klien bisa berubah dan klien bersama teman-temannya saling mendukung satu

sama lain demi pemulihan masing-masing.

Page 171: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

Transkip Wawancara Pasien

Nama : “D”

Waktu : Jakarta, 15 Agustus 2014 Pukul 14.00 WIB

Program : Primary

No Kategori Pertanyaan Jawaban Ket

NAPZA

1. Dasar Bagaimana sejarah awal pengenalan anda terhadap NAPZA ?

Awalnya saya ditawari barang oleh teman-teman saya, dan saya merasa penasaran makanya coba-coba dan akhirnya ketagihan.

2. Jenis NAPZA apa saja yang anda gunakan ? Ganja, shabu-shabu, ekstasi dan hampir semuanya udah digunakan.

3. Dari siapa anda mengenal NAPZA ? Dari temen-temen.

4. Sejak Kapan dan sudah berapa lama anda menggunakan NAPZA?

Dari tahun 2010.

5. Apa alasan anda mengkonsumsi NAPZA? Karena coba-coba.

6. Apa Dampak/pengaruh ketika mengkonsumsi NAPZA?

Susah untuk fokus, ga bisa berkonsentrasi lalu saat berinteraksi ngerasa minder sama orang lain.

Therapeutic Community

7. TC Apa yang anda ketahui tentang program Therapeutic community ?

Program TC adalah program yang dibuat untuk pecandu yang tujuannya mengembalikan nilai-nilai positif yang pernah ada didalam diri pecandu.

8. Menurut anda bagaimana pelaksanaan program TC? Berjalan baik/tidak?

Sejauh ini sih sudah berjalan dengan baik.

9. Selama mengikuti program TC, bagaimana respon anda?

Respon saya sih awalnya susah untuk

Page 172: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

menerima, siapa sih mba yang mau dikurung disini dulu sih mikirnya gitu. Tapi setelah dijalanin ya sedikit demi sedikit sudah mulai bisa menerima dan banyak pelajaran yang bisa diambil dalam mengikuti program ini.

10. Apa motivasi anda selama mengikuti program TC?

Motivasi saya disini yaa agar bisa lebih baik semua-semuanya.

11. Selama mengikuti program TC, apakah pengaruh positif/negatif yang anda terima?

Pengaruh positifnya saya lebih bisa mengatur hidup saya, bisa disiplin, tepat waktu, lebih bisa mengatur emosi dan interaksi saya cukup baik dengan pasien lain ga minder lagi.

12. Selama mengikuti program TC, ada atau tidak keinginan untuk kembali mengkonsumsi NAPZA?

Engga sih.

13. Apa suka duka anda selama menjalani program TC?

Suka nya sih banyak perubahan yang didapat, dukanya ga bisa ketemu sama keluarga.

Inteaksi Sosial 14. Dasar Bagaimana interaksi anda saat pertama

mengikuti program TC ? Interaksi saya saat masuk itu bisa dibilang ga baik yaa mba.

15. Bagaimana interaksi anda dengan kelompok? Berjalan baik/tidak?

Kalo sekarang sih berjalan baik.

16. Bagaimana interaksi kelompok terhadap anda? Baik atau buruk?

Baik.

17. Apakah anda merasakan perubahan saat berinteraksi dengan orang lain saat masuk sampai dengan sekarang?

Perubahan itu pasti ada yaa kalo dulu cuek kalo sekarang yaa perhatian lah, semuanya dilakuin sama-sama dengan

Page 173: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

pasien lain. Saling membantu satu sama lain yang akan berdampak pada interaksi sosial kita dengan orang lain.

Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

18. Kerja Sama Apa yang anda ketahui tentang arti kerja sama?

Saling membantu satu sama lain.

19. Bagaimana kerja sama yang anda lakukan dengan kelompok pada program TC?

Baik ko.

20. Apakah ada kesulitan saat anda membangun kerja sama dengan kelompok atau orang-orang sekitar?

Kesulitan mah pasti ada mba.

21. Pada kegiatan apa biasanya anda melakukan kerja sama dengan kelompok atau orang lain?

Dari awal kegiatan sampe akhir kegiatan dilakukan dengan kerja sama.

22. Apa yang anda rasakan saat melakukan kerja sama dengan orang sekitar? Merasa terpaksa atau tidak?

Engga sih enak-enak aja.

23. Apakah ketika anda sedang marah atau kesal dengan pasien lain/kelompok, mengganggu kerja sama yang anda lakukan?

Engga ko.

24. Persaingan Apa yang anda ketahui tentang arti persaingan?

Persaingan itu bertarung ya untuk suatu tujuan.

25. Apakah anda pernah merasa bersaing pada kelompok saat menjalani program TC?

Pernah hehehe

26. Pada kegiatan apa saja biasanya anda melakukan persaingan?

Persaingan itu biasanya terjadi karena sutu tujuan, kalo saya sih persaingan itu biasanya karena untuk kenaikan fase. Jadi berlomba-lomba menjadi paling baik dalam menjalankan berbagai kegiatan.

27. Ketika anda sedang merasa bersaing dengan sesama pasien atau kelompok, apakah anda merasa dirugikan/diuntungkan?

Diuntungkan lah kan memacu untuk lebih baik.

28. Pertikaian/

pertikaian

Apa yang anda ketahui tentang arti pertikaian/pertentangan?

Pertikaian itu yaa semacam konflik kan.

29. Apakah anda pernah melakukan Pernah sih. Biasanya

Page 174: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

pertikaian/pertentangan antar pasien? Kalo ya, jelaskan!

karena saalah paham gitu dan juga biasanya karena sindiran-sindiran yang ga bisa untuk diterima.

30. Apa yang anda rasakan ketika sedang bertikai dengan pasien lain atau kelompok?

Apa yaa kesel sih yang pasti.

31. Apakah anda pernah melihat sesama pasien melakukan pertikaian/pertentangan?

Pernah ko.

32. Dalam kegiatan apa biasanya sering mendapat pertentangan dari teman anda/kelompok?

Encounter dan circle group.

33. Akomodasi Bagaimana bentuk penyelesaian anda saat anda dan teman anda melakukan pertikaian?

Biasanya lewat mayor.

34. Bagaimana interaksi anda terhadap teman-teman antar pasien ketika pertikaian sudah diselesaikan? Langsung membaik atau tidak?

Langsung membaik sih tapi mungkin ada sedkit ada jarak dan itu pun ga lama. Sesuai kasus aja sih.

Faktor-Faktor Interaksi Sosial

35. Imitasi Apakah anda suka meniru prilaku/kebiasaan-kebiasaan orang disekitar anda?

Suka sih.

36. Hal apakah yang anda tiru dari pasien lain? Apakah berpengaruh positif/negatif?

Prilaku.

37. Apakah dengan kebiasaan anda meniru prilaku /kebiasaan orang lain, membuat anda tergantung pada orang tersebut?

Engga juga.

38. Sugesti Apakah anda dengan mudah mendapat pengaruh/pandangan dari orang lain?

mudah sih tapi liat-liat dulu orangnya. Maksudnya ga sembarangan orang gitu.

39. Faktor apa yang membuat anda menjadi tersugesti oleh orang lain? Apakah anda sedang banyak pikiran, tidak percaya diri atau karena menyegani orang yang memberikan sugesti?

Lebih kepada menyegani orang yang memberikan sugesti.

40. Apakah anda mudah tersugesti apabila menerima tekanan dari kelompok mayoritas?

Engga juga.

41. Identifikasi Apakah anda mempunyai keinginan untuk menjadi sama dengan orang lain?

Engga.

42. Apakah proses pengidentifikasian anda berlangsung secara sengaja atau tidak sengaja?

Engga sengaja.

43. Bagaimana proses awal sampai anda mengidentifikasi diri anda dengan orang

Lewat peniruan dulu.

Page 175: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

lain, apakah diawali dengan imitasi atau sugesti?

44. Simpati Apa yang biasanya anda lakukan apabila merasa simpati dengan orang lain?

Saya langsung berekasi, maksudnya mencoba atau berusaha membantu orang itu.

45. Apakah anda bisa bersimpati setiap saat atau tergantung pada keadaan mood saja?

Setiap saat sih, tapi liat-liat dulu orang nya siapa ahahahaha.

Page 176: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

D. Latar Belakang Informan IV

Nama : “AM”

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Usia : 25 Tahun

Pekerjaan Pasien : Karyawan Swasta

Pendidikan : SLTP

Agama : Islam

Klien dengan rambutnya yang berpotongan pendek, perawakan yang kurus

dengan warna kulit sawo matang dan tubuhnya yang tidak terlalu tinggi serta ada

tanda berupa tahi lalat didekat alis merupakan pasien fase Re-Entry di Halmahera

House, klien berasal dari Jakarta. Klien merupakan anak sulung dari lima

bersauara. Sejak SMP kelas 3 klien sudah mengenal NAPZA, klien mengenal

NAPZA pertama kali dari teman rumahnya yang memberikan kepadanya. Faktor

lingkungan yang buruk membuat klien dengan mudah mendapatkan obat-obatan

tersebut. Lama kelamaan klien pun ketagihan dan terus-menerus menggunakan

NAPZA, jenis NAPZA yang pertama kali digunakan adalah putaw, ganja, shabu-

shabu dan aprezolam. Alasan klien menggunakan NAPZA karena rasanya yang

enak, dan saat ia menggunakan klien merasa tidak mempunyai beban. Klien

masuk kedalam keluarga menengah kebawah. Klien masuk kedalam rehabilitasi

ini karena putusan dari Polres Jakarta Timur selama satu tahun delapan bulan.

Pada hari jum’at tanggal 15 bulan Maret 2013 klien diantar oleh pihak

kepolisian Resort Jakarta Timur ke RSKO Jakarta guna dilakukan pemeriksaan

medis terhadap klien. Ini pertama kalinya klien datang ke RSKO Jakarta untuk

menjalani pemeriksaan. Pada saat awal mengikuti program TC klien belum bisa

Page 177: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

menerima bahkan interaksi yang dilakukan klien dengan pasien lain pun bisa

dibilang kurang baik tetapi akhirnya klien sadar dan berfikir bahwasanya ketika

klien berada disini adalah suatu keuntungan, karena mungkin memang ini yang

terbaik untuk dirinya. Karena klien adalah pasien putusan jadi dia berfikir

bahwasanya dari pada dia berada didalam penjara lebih baik dia menjalani

program ditempat rehabilitasi ini.

Dari hasil pengamatan penulis, klien memang cukup bisa menerima

keberadaannya disini itu terlihat dari semua kegiatan yang di jalankan klien

dengan baik. Dan juga dari hasil pengamatan ketika klien mengikuti semua group

yang ada pada program re-entry. Interaksi yang dilakukan klien terhadap teman-

temannya atau antar pasien NAPZA bisa dibilang cukup baik saat ini, karena saat

menjalani program klien menjadi tau bagaimana cara berinteraksi dengan baik dan

juga ketika klien mempunyai kesalahan banyak teman-temannya yang

memberitahu bahwa yang dilakukan klien salah, atau menolong klien misalnya

saja ketika klien kurang tepat waktu, kurang disiplin dan begitu pun sebaliknya

karena klien dan teman-temannya berharap adanya perubahan yang jauh lebih

baik sehingga ketika keluar klien dapat mengimplementasikan apa yang klien

dapat pada saat menjalani program.

Page 178: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

Transkip Wawancara Pasien

Nama : “AM”

Waktu : Jakarta, 10Agustus 2014 Pukul 13.00 WIB

Lokasi : Re-Entry House

No Kategori Pertanyaan Jawaban Ket

NAPZA

1. Dasar Bagaimana sejarah awal pengenalan anda terhadap NAPZA ?

Awalnya sih saya dikasih teman saya tapi lama-kelamaan saya ketagihan dan terus-menerus menggunakan NAPZA.

2. Jenis NAPZA apa saja yang anda gunakan ?

Putaw, ganja, shabu-shabu dan aprezolam.

3. Dari siapa anda mengenal NAPZA ? Dari teman rumah saya.

4. Sejak Kapan dan sudah berapa lama anda menggunakan NAPZA?

Dari kelas tiga SMP

5. Apa alasan anda mengkonsumsi NAPZA?

Enak dan waktu saya gunain tuh kaya ga ada beban.

6. Apa Dampak/pengaruh ketika anda mengkonsumsi NAPZA?

Dampak nya jadi ga sadar, ga ada beban sama pikiran gitu kalo lagi gunain.

Therapeutic Community

7. TC Apa yang anda ketahui tentang program Therapeutic community ?

Program untuk pecandu.

8. Menurut anda bagaimana pelaksanaan program TC? Berjalan baik/tidak?

Berjalan cukup baik.

9. Selama mengikuti program TC, bagaimana respon anda?

Respon saya awalnya kurang baik tapi setelah lama-kelamaan disini berjalan cukup baik, akhirnya semua kegiatan saya jalani aja dari pada saya harus didalam penjara mendingan disini ngejalanin kegiatan yang positif untuk perubahan saya, yaa semoga dengan dapat pelajaran dari sini saya bisa berubah untuk lebih baik.

Page 179: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

10. Apa motivasi anda selama mengikuti program TC?

Untuk bisa pulih dari kecanduan.

11. Selama mengikuti program TC, apakah pengaruh positif/negatif yang anda terima?

Pengaruh positif lah ya mba, banyak perubahan yang saya rasakan. Lebih kepada prilaku saya yang jauh lebih baik sih.

12. Selama mengikuti program TC, ada atau tidak keinginan untuk kembali mengkonsumsi NAPZA?

Kalo keinginan sih pasti ada, tapi kan disini diajarkan bagaimana kita supaya bisa ngendaliin.

13. Apa suka duka anda selama menjalani program TC?

Suka nya banyak, dukanya juga banyak ahahha. (sambil tertawa)

Interaksi Sosial 14. Dasar Bagaimana interaksi anda saat pertama

mengikuti program TC ? Awalnya saya belum bisa berinteraksi dengan baik.

15. Bagaimana interaksi anda dengan kelompok? Berjalan baik/tidak?

Kalo sekarang ini sih berjalan baik.

16. Bagaimana interaksi kelompok terhadap anda? Baik atau buruk?

Baik kok.

17. Apakah anda merasakan perubahan saat berinteraksi dengan orang lain saat masuk sampai dengan sekarang?

Yaa mba saya merasakan banyak perubahan dalam berinteraksi. Kan sudah banyak pelajaran yang saya dapat disini.

Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

18. Kerja Sama Apa yang anda ketahui tentang arti kerja sama?

Saling membantu satu sama lain untuk suatu tujuan.

19. Bagaimana kerja sama yang anda lakukan dengan kelompok pada program TC?

Sejauh ini sih berjalan baik.

20. Apakah ada kesulitan saat anda membangun kerja sama dengan kelompok atau orang-orang sekitar?

Ada, ketika ada pasien lain yang sulit untuk diatur.

21. Pada kegiatan apa biasanya anda melakukan kerja sama dengan kelompok atau orang lain?

Banyak sih, kan ini program untuk komunitas jadi semua nya mesti dilakuin dengan kerja sama. Bangun pagi, morning meeting, function dan banyak deh.

22. Apa yang anda rasakan saat melakukan kerja sama dengan orang sekitar? Merasa terpaksa atau tidak?

Awalnya merasa terpaksa tapi lama kelamaan siih engga.

23. Apakah ketika anda sedang marah atau kesal dengan pasien lain/kelompok, mengganggu kerja sama yang anda

Engga siih mba. Tapi tergantung sama masalah nya dulu ahahahaha

Page 180: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

lakukan? 24. Persaingan Apa yang anda ketahui tentang arti

persaingan? Merebutkan sesuatu.

25. Apakah anda pernah merasa bersaing pada kelompok saat menjalani program TC?

Engga sih, ngapain. Eh tapi ada deh persaingan sehat.

26. Pada kegiatan apa saja biasanya anda melakukan persaingan?

Biasanya permainan sepak bola. Antara pasien primary dan re-entry bersaing untuk memenangkan permainan. Lumayan hadiahnya hehehehe

27. Ketika anda sedang merasa bersaing dengan sesama pasien atau kelompok, apakah anda merasa dirugikan/diuntungkan?

Yaa di untungkan, kan dapet hadiah kalo menang. Buat semangat kalo bersaing itu.

28. Pertikaian/

pertentangan

Apa yang anda ketahui tentang arti pertikaian/pertentangan?

Konflik.

29. Apakah anda pernah melakukan pertikaian/pertentangan antar pasien? Kalo ya, jelaskan!

Pernah ko, namanya juga hidup masa ga pernah ada konflik sih.

30. Apa yang anda rasakan ketika sedang bertikai dengan pasien lain atau kelompok?

Apaa yaaaaa ... biasa aja sih.

31. Apakah anda pernah melihat sesama pasien melakukan pertikaian/pertentangan?

Pernah ko, bahkan ada yang sampe main fisik.

32. Dalam kegiatan apa biasanya sering mendapat pertentangan dari teman anda/kelompok?

Biasanya pertiakaian terjadi dalam berbagai kegiatan. Tapi disini sudah dijadwalkan untuk mengeluarkan emosi itu ada kegiatan namanya encounter dan circle group.

33. Akomodasi Bagaimana bentuk penyelesaian anda saat anda dan teman anda melakukan pertikaian?

Yaa berusaha untuk melerai. Kalo memang ga bisa yaa terpaksa memanggil mayor.

34. Bagaimana interaksi anda terhadap teman-teman antar pasien ketika pertikaian sudah diselesaikan? Langsung membaik atau tidak?

Langsung membaik siih.

Faktor-Faktor Interaksi Sosial

35. Imitasi Apakah anda suka meniru prilaku/kebiasaan-kebiasaan orang disekitar anda?

Suka mba.

36. Hal apakah yang anda tiru dari pasien lain? Apakah berpengaruh

Biasanya yang saya tiru itu prilaku, biasanya sih

Page 181: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

positif/negatif? sumbernya dari temen-temen sendiri sama orang lain diluar.

37. Apakah dengan kebiasaan anda meniru prilaku /kebiasaan orang lain, membuat anda tergantung pada orang tersebut?

Ga siih.

38. Sugesti Apakah anda dengan mudah mendapat pengaruh/pandangan dari orang lain?

Liat-liat dulu yang ngasih pandangan. Biasanya saya dengan mudah menerima pandangan itu yaa dari konselor.

39. Faktor apa yang membuat anda menjadi tersugesti oleh orang lain? Apakah anda sedang banyak pikiran, tidak percaya diri atau karena menyegani orang yang memberikan sugesti?

Biasanya sih karena menyegani konselor saya. Saya menghormati dia begitu.

40. Apakah anda mudah tersugesti apabila menerima tekanan dari kelompok mayoritas?

Ga juga siih, tapi tergantung siih. Biasanya kalo dapet dari kelompok saya konsultasiin lagi dengan kelompok.

41. Identifikasi Apakah anda mempunyai keinginan untuk menjadi sama dengan orang lain?

Engga.

42. Apakah proses pengidentifikasian anda berlangsung secara sengaja atau tidak sengaja?

Kayanya ga sengaja deh.

43. Bagaimana proses awal sampai anda mengidentifikasi diri anda dengan orang lain, apakah diawali dengan imitasi atau sugesti?

Awalnya sih saya suka niru-niru dulu.

44. Simpati Apa yang biasanya anda lakukan apabila merasa simpati dengan orang lain?

Yang biasanya saya lakukan siih yaa membantu dia lah mencari solusi atas masalahnya.

45. Apakah anda bisa bersimpati setiap saat atau tergantung pada keadaan mood saja?

Kalo sekarang sih setiap saat.

Page 182: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

Transkip Wawancara Konselor

Nama : Broh Taufan

Waktu : Jakarta, 13 Agustus 2014 Pukul 14.30 WIB

Lokasi : Halmahera House

Pasien : “R”

No Kategori Pertanyaan Jawaban Ket

NAPZA dan TC

1. Dasar Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk proses pemuliahan dari ketergantungan NAPZA di RSKO Jakarta?

Enam bulan sampai dengan satu tahun tetapi kemabli lagi tergantung kemajuan dan kebutuhan dari pasien tersebut.

2. Program apa yang dipakai untuk pemulihan pasien NAPZA?

Program therapeutic community.

3. Apakah yang dimaksud dengan program theraputic community ?

TC merupakan suatu komunitas pecandu dimana para pecandu tinggal ditempat yang sama, dengan masalah yang sama dan dengan tujuan bersama yaitu untuk pemulihan diri masing-masing. Tujuan TC sendiri adalah mengembalikan nilai-nilai atau norma-norma yang telah hilang dalam diri pecandu.

4. Bagaimana tahapan/proses pelaksanaan program therapeutic community ?

Dalam tahapan TC dibagi menjadi tiga fase, yakni primary, re-entry dan after care.

5. Sejak kapan program TC ini digunakan ? Program TC digunakan sejak dibukannya instalasi

Page 183: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

rehabilitasi Halamhera House yakni pada tahun 2003.

Interaksi Sosial 6. Dasar Bagaimana interaksi pasien saat pertama

mengikuti program TC ? Kurang baik, sering marah serta mood yang mudah berubah-ubah yang bredampak kepada interaksinya dengan pasien lain.

7. Bagaimana interaksi pasien dengan kelompok? Berjalan baik/tidak?

Kalo sekarang saya melihatnya berjalan cukup baik.

9. Apakah ada perubahan pasien dalam berinteraksi sosial dari awal masuk sampai dengan sekarang?

Yaa ada, jauh lebih baik.

Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

10. Kerja Sama Bagaimana kerja sama yang dilakukan pasien dengan pasien lainnya ? berjalan baik atau tidak ?

Kerja sama yang dilakukan R dengan teman-temannya berjalan cukup baik yaa.

11. Bagaimana bentuk kerja sama yang pasien lakukan dengan kelompok pada program TC?

Bentuk kerja sama yang dilakukan R adalah dengan saling tolong menolong antar sesama pasien. Hampir semua kegiatan yang ada di dalam program TC tidak bisa dilakukan sendiri melainkan harus saling membantu satu sama lain.

12. Apakah ada kesulitan saat pasien membangun kerja sama dengan kelompok atau orang-orang sekitar?

Saya melihat sih dalam diri R tidak ada kesulitan dalam membangun kerja sama antar pasien lain tetapi kendala yang ditemukan adalah jika ada pasien lain yang sulit untuk diatur atau

Page 184: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

diberitau. 13. Pada kegiatan apa biasanya anda melakukan

kerja sama dengan kelompok atau orang lain?

Hampir semua kegiatan. Bangun pagi, fuction, morning meeting, makan bersama, dan banyak lagi.

14. Apakah ketika sedang marah atau kesal dengan pasien lain/kelompok, mengganggu kerja sama yang anda lakukan?

Kalo saat sih engga.

15. Persaingan Apakah pasien pernah melakukan persaingan dengan pasien lain ?

Persaingan yaa, pernah sih. Tapi untuk kasus-kasus yang berat tidak pernah.

16. Pada hal apa yang biasanya pasien lakukan hingga berdampak pada persaingan?

Kalo persaingan ringan contohnya pada saat sore hari yang dijadwalkan untuk berolah raga. Antar kelompok melakukan persaingan dengan bermain sepak bola untuk memenangkan persaingan tersebut.

17. Pertikaian/

pertentangan

Apakah pasien pernah melakukan pertikaian dengan pasien lain ?

Pernah.

18. Dalam hal apa yang biasanya menjadi bahan pertikaian oleh pasien dan teman-temannya ?

Biasanya karena salah paham. Dan biasanya diungkapkan pada saat sesi encounter dan circle group.

19. Akomodasi Bagaimana bentuk penyelesaian saat pasien dan teman-temanya melakukan pertikaian?

Bisanya bentuk penyelesaian melalu COD atau mayor yang bertugas.

20. Bagaimana interaksi pasien terhadap teman-temannya ketika pertikaian sudah diselesaikan? Langsung membaik atau tidak?

Biasanya langsung membaik yaa.

Faktor-Faktor Interaksi Sosial

21. Imitasi Apakah pasien suka meniru prilaku/kebiasaan-kebiasaan orang disekitar?

Suka.

22. Hal apakah yang biasanya ditiru oleh pasien dari orang lain? Apakah berpengaruh

Cara berprilaku untuk jauh lebih

Page 185: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

positif/negatif? baik. 23. Apakah dengan kebiasaan pasien meniru

prilaku /kebiasaan orang lain, membuat pasien tergantung pada orang tersebut?

Tidak juga ko.

24. Sugesti

Apakah pasien dengan mudah mendapat pengaruh/pandangan dari orang lain?

Mudah ko.

25. Faktor apa yang membuat pasien menjadi tersugesti oleh orang lain? Apakah pasien sedang banyak pikiran, tidak percaya diri atau karena menyegani orang yang memberikan sugesti?

Biasanya karena faktor menyegani orang yang memberikan sugesti, seperti saya yang sebagai konselornya.

26. Apakah pasien mudah tersugesti apabila menerima tekanan dari kelompok mayoritas?

Tidak.

27. Identifikasi Apakah pasien mempunyai keinginan untuk menjadi sama dengan orang lain?

Tidak sih.

28. Apakah proses pengidentifikasian pasien berlangsung secara sengaja atau tidak sengaja?

Mungkin secara sengaja.

29. Bagaimana proses awal sampai pasien mengidentifikasi dirinya dengan orang lain, apakah diawali dengan imitasi atau sugesti?

Mungkin diawali dengan peniruan dan selanjutnya dilanjutkan oleh pemberian pandangan.

30. Simpati

Apa yang biasanya pasien lakukan apabila merasa simpati dengan orang lain?

Biasanya sih langsung berekasi.

31. Apakah pasien bisa bersimpati setiap saat atau tergantung pada keadaan mood saja?

Untuk saat ini sih setiap saat.

Apakah pasien bisa memahami perasaan pasien lain ?

Bisa.

Page 186: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

Transkip Wawancara Konselor

Nama : Broh Taufan

Waktu : Jakarta, 13 Agustus 2014 Pukul 14.30 WIB

Lokasi : Halmahera House

Pasien : “W”

No Kategori Pertanyaan Jawaban Ket

NAPZA dan TC

1. Dasar Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk proses pemuliahan dari ketergantungan NAPZA di RSKO Jakarta?

Enam bulan sampai dengan satu tahun tetapi kembali lagi tergantung kemajuan dan kebutuhan dari pasien tersebut.

2. Program apa yang dipakai untuk pemulihan pasien NAPZA?

Program therapeutic community.

3. Apakah yang dimaksud dengan program theraputic community ?

TC merupakan suatu komunitas pecandu dimana para pecandu tinggal ditempat yang sama, dengan masalah yang sama, dan dengan tujuan bersama yaitu untuk pemulihan diri masing-masing. Tujuan TC sendiri adalah mengembalikan nilai-nilai atau norma-norma yang telah hilang dalam diri pecandu.

4. Bagaimana tahapan/proses pelaksanaan program therapeutic community ?

Dalam tahapan TC dibagi menjadi tiga fase, yakni primary, re-entry dan after care.

5. Sejak kapan program TC ini digunakan ? Program TC digunakan sejak dibukannya instalasi

Page 187: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

rehabilitasi Halamhera House yakni pada tahun 2003.

Interaksi Sosial 6. Dasar Bagaimana interaksi pasien saat pertama

mengikuti program TC ? Pada saat pertama W mengikuti program TC, interaksi nya bisa dibilang kurang begitu baik. W adalah tipikal orang yang mudah marah, dan mudah tersinggung akibatnya dia tidak bisa berinterkasi dengan pasien lain dengan mudah. Tidak bisa bekerja sama dengan pasien lain dan juga pada saat diawal sering terjadi konflik antar sesama pasien.

7. Bagaimana interaksi pasien dengan kelompok? Berjalan baik/tidak?

Kalo sekarang karena sudah sekitar tiga bulan W berada disini, W banyak mengalami perubahan yang berdampak pada interaksinya. Interkasi yang dilakukan W saat ini berjalan cukup baik.

8. Apakah ada perubahan pasien dalam berinteraksi sosial dari awal masuk sampai dengan sekarang?

Yaa ada, jauh lebih baik.

Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

9

Bagaimana kerja sama yang dilakukan pasien dengan pasien lainnya ? berjalan baik atau tidak ?

Kerja sama yang dilakukan W dengan orang lain berjalan cukup baik yaa. Bisa dilihat dalam kegiatan yang dilakukan W sehari-hari.

Page 188: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

10.

Kerja Sama

Bagaimana bentuk kerja sama yang pasien lakukan dengan kelompok pada program TC?

Bentuk kerja sama yang dilakukan W adalah dengan saling tolong menolong antar sesama pasien. Hampir semua kegiatan yang ada di dalam program TC tidak bisa dilakukan sendiri melainkan harus saling membantu satu sama lain.

11. Apakah ada kesulitan saat pasien membangun kerja sama dengan kelompok atau orang-orang sekitar?

Tidak sih, tetapi yang saya lihat kendala W pada saat membangun kerja sama dengan pasien lain adalah ketika pasien lain tidak bisa di ajak kompromi dengan W.

12. Pada kegiatan apa biasanya anda melakukan kerja sama dengan kelompok atau orang lain?

Hampir semua kegiatan. Bangun pagi, fuction, morning meeting, makan bersama, dan banyak lagi.

13. Apakah ketika sedang marah atau kesal dengan pasien lain/kelompok, mengganggu kerja sama yang anda lakukan?

Kalo saat ini sih engga.

14. Persaingan Apakah pasien pernah melakukan persaingan dengan pasien lain ?

Persaingan yaa, pernah sih. Saya melihat W itu bersaing dengan pasien lain untuk lebih baik yaa. Persaingan positif. Yang akan menguntungkan dirinya sendiri.

15. Pada hal apa yang biasanya pasien lakukan hingga berdampak pada persaingan?

Yaa misalnya dalam kegiatan sehari-hari, siapa yang bisa jauh lebih baik. berlomba-lomba untuk menjadi lebih baik. Contohnya

Page 189: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

berlomba-lomba untuk kenaikan fase, tapi balik lagi kepada pasiennya sih.

16.

Pertikaian/

pertentangan

Apakah pasien pernah melakukan pertikaian dengan pasien lain ?

Pernah, semua orang kan mempunyai konflik dalam hidup.

17. Dalam hal apa yang biasanya menjadi bahan pertikaian oleh pasien dan teman-temannya ?

Yang saya tau biasanya yang menjadi bahan pertikaian itu adalah sindiran-sindiran yang tidak bisa diterima oleh lawan.

18. Akomodasi

(Bentuk

Penyelesaian

dari

Pertikaian)

Bagaimana bentuk penyelesaian saat pasien dan teman-temanya melakukan pertikaian?

Biasanya melalui orang ketiga COD yang bertugas tapi kalo memang tidak bisa dilerai biasanya langsung memanggil mayor yang bertugas.

19. Bagaimana interaksi pasien terhadap teman-temannya ketika pertikaian sudah diselesaikan? Langsung membaik atau tidak?

Langsung membaik.

Faktor-Faktor Interaksi Sosial

20. Imitasi

(Peniruan)

Apakah pasien suka meniru prilaku/kebiasaan-kebiasaan orang disekitar?

Yaa.

21. Hal apakah yang biasanya ditiru oleh pasien dari orang lain? Apakah berpengaruh positif/negatif?

Yang paling sering ditiru oleh W adalah prilaku orang lain yang berdampak positif dan ngetaif. Tergantung bagaimana dia menyikapinya.

22. Apakah dengan kebiasaan pasien meniru prilaku /kebiasaan orang lain, membuat pasien tergantung pada orang tersebut?

Tidak juga.

23. Sugesti Apakah pasien dengan mudah mendapat pengaruh/pandangan dari orang lain?

Yaa bisa dengan mudah tetapi harus di lihat siapa yang memeberi sugesti.

24. Faktor apa yang membuat pasien menjadi tersugesti oleh orang lain? Apakah pasien sedang banyak pikiran, tidak percaya diri atau karena menyegani orang yang

Yang saya lihat sih yaa karena dia menyegani orang yang memberikan

Page 190: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

memberikan sugesti? sugesti. Contohnya seperti saya konselornya, kalo saya bilang “A” yaa dia nurut aja.

25. Apakah pasien mudah tersugesti apabila menerima tekanan dari kelompok mayoritas?

Engga sih tetapi dia biasanya pasti di konsultasiin dulu sama saya. Jika itu baik yaa engga apa-apa tapi jika tidak yaa jangan.

26. Identifikasi

Apakah pasien mempunyai keinginan untuk menjadi sama dengan orang lain?

Engga sih.

27. Apakah proses pengidentifikasian pasien berlangsung secara sengaja atau tidak sengaja?

Sengaja.

28. Bagaimana proses awal sampai pasien mengidentifikasi dirinya dengan orang lain, apakah diawali dengan imitasi atau sugesti?

Sepertinya diwali oleh peniruan dahulu lalu dia akan mudah tersugesti tapi itu tidak berlangsung secara terus menerus.

29.

Simpati

Apa yang biasanya pasien lakukan apabila merasa simpati dengan orang lain?

Langsung berekasi yaa, mungkin bisa dengan cara menghibur dan sebagainya.

30. Apakah pasien bisa bersimpati setiap saat atau tergantung pada keadaan mood saja?

Kalau untuk sekarang sih setiap saat.

31 Apakah pasien bisa memahami perasaan pasien lain ?

Bisa ko.

Page 191: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

Transkip Wawancara Konselor

Nama : Broh Nasrul

Waktu : Jakarta, 14 Agustus 2014 Pukul 13.00 WIB

Lokasi : Halmahera House

Pasien : “D”

No Kategori Pertanyaan Jawaban Ket

NAPZA dan TC

1. Dasar Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk proses pemuliahan dari ketergantungan NAPZA di RSKO Jakarta?

Enam bulan sampai dengan satu tahun tetapi kemabli lagi tergantung pada perubahan dan kebutuhan dari pasien tersebut.

2. Program apa yang dipakai untuk pemulihan pasien NAPZA?

Program therapeutic community.

3. Apakah yang dimaksud dengan program theraputic community ?

TC merupakan suatu program yang dibuat untuk pecandu yang didalam nya berisi orang-orang dengan masalah yang sama tinggal ditempat yang sma, memiliki seperangkat peraturan, filosofi, norma dan nilai-nilai serta kultur yang dianut bersama demi pemulihan masing-masing.

4. Bagaimana tahapan/proses pelaksanaan program therapeutic community ?

Dalam tahapan TC dibagi menjadi tiga fase, yakni primary, re-entry dan after care.

5. Sejak kapan program TC ini digunakan ? Program TC digunakan sejak dibukannya instalasi rehabilitasi

Page 192: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

Halamhera House yakni pada tahun 2003.

Inteaksi Sosial 6. Dasar Bagaimana interaksi pasien saat pertama

mengikuti program TC ? kurang baik karena pasien yang sangat pemalu dan tidak merasa percaya diri yang berdampak kepada interaksinya dengan orang lain.

7. Bagaimana interaksi pasien dengan kelompok? Berjalan baik/tidak?

Kalo sekarang saya melihatnya berjalan cukup baik.

8. Apakah ada perubahan pasien dalam berinteraksi sosial dari awal masuk sampai dengan sekarang?

Yaa ada, jauh lebih baik yaa dibandingkan saat awal pertama masuk.

Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

9. Kerja Sama Bagaimana kerja sama yang dilakukan pasien dengan pasien lainnya ? berjalan baik atau tidak ?

Saat ini kerja sama yang dilakukan pasien dengan teman-temannya berjalan cukup baik yaa.

10. Bagaimana bentuk kerja sama yang pasien lakukan dengan kelompok pada program TC?

Bentuk kerja sama yang dilakukan pasien adalah dengan saling tolong menolong antar sesama pasien. Memberi tahu jika ada pasien lain yang berbuat kesalahan.

11. Apakah ada kesulitan saat pasien membangun kerja sama dengan kelompok atau orang-orang sekitar?

Saya sih tidak melihat kesulitan pasien dalam melakukan kerja sama.

12. Pada kegiatan apa biasanya anda melakukan kerja sama dengan kelompok atau orang lain?

Hampir semua kegiatan. Bangun pagi, fuction, morning meeting, makan bersama, dan banyak lagi.

13. Apakah ketika sedang marah atau kesal dengan pasien lain/kelompok, mengganggu

Engga sih.

Page 193: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

kerja sama yang anda lakukan? 14. Persaingan Apakah pasien pernah melakukan

persaingan dengan pasien lain ? Persaingan yaa, pernah sih.

15. Pada hal apa yang biasanya pasien lakukan hingga berdampak pada persaingan?

Yang saya lihat sih persaingan untuk berlomba-lomba menjadi jauh lebih baik yaa.

16. Pertikaian/

pertentangan

Apakah pasien pernah melakukan pertikaian dengan pasien lain ?

Pernah.

17. Dalam hal apa yang biasanya menjadi bahan pertikaian oleh pasien dan teman-temannya ?

Biasanya karena salah paham dan sindiran-sindiran yang tidak bisa diterima. Biasanya diungkapkan pada saat sesi encounter dan circle group.

18. Akomodasi Bagaimana bentuk penyelesaian saat pasien dan teman-temanya melakukan pertikaian?

Bisanya bentuk penyelesaian melalui mayor yang bertugas.

19. Bagaimana interaksi pasien terhadap teman-temannya ketika pertikaian sudah diselesaikan? Langsung membaik atau tidak?

Biasanya langsung membaik.

Faktor-Faktor Interaksi Sosial

20. Imitasi

Apakah pasien suka meniru prilaku/kebiasaan-kebiasaan orang disekitar?

Suka yaa.

21. Hal apakah yang biasanya ditiru oleh pasien dari orang lain? Apakah berpengaruh positif/negatif?

Biasanya cara berprilaku untuk jauh lebih baik.

22. Apakah dengan kebiasaan pasien meniru prilaku /kebiasaan orang lain, membuat pasien tergantung pada orang tersebut?

Tidak ko.

23. Sugesti Apakah pasien dengan mudah mendapat pengaruh/pandangan dari orang lain?

Cukup mudah.

24. Faktor apa yang membuat pasien menjadi tersugesti oleh orang lain? Apakah pasien sedang banyak pikiran, tidak percaya diri atau karena menyegani orang yang memberikan sugesti?

Biasanya karena faktor menyegani orang yang memberikan sugesti, seperti saya sebagai konselornya.

25. Apakah pasien mudah tersugesti apabila menerima tekanan dari kelompok mayoritas?

Tidak.

26. Identifikasi Apakah pasien mempunyai keinginan untuk menjadi sama dengan orang lain?

Tidak.

Page 194: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

27. Apakah proses pengidentifikasian pasien berlangsung secara sengaja atau tidak sengaja?

Mungkin secara sengaja.

28. Bagaimana proses awal sampai pasien mengidentifikasi dirinya dengan orang lain, apakah diawali dengan imitasi atau sugesti?

Mungkin diawali dengan peniruan dan selanjutnya dilanjutkan oleh pemberian pandangan.

29. Simpati

Apa yang biasanya pasien lakukan apabila merasa simpati dengan orang lain?

Biasanya sih langsung berekasi.

30. Apakah pasien bisa bersimpati setiap saat atau tergantung pada keadaan mood saja?

Setiap saat.

31. Apakah pasien bisa memahami perasaan pasien lain ?

Bisa.

Page 195: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

Transkip Wawancara Konselor

Nama : Broh Latif

Waktu : Jakarta, 13 Agustus 2014 Pukul 11.00 WIB

Lokasi : Halmahera House

Pasien : “AM”

No Kategori Pertanyaan Jawaban Ket

NAPZA dan TC

1. Dasar Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk proses pemuliahan dari ketergantungan NAPZA di RSKO Jakarta?

Kalo disini enam bulan sampai dengan satu tahun.

2. Program apa yang dipakai untuk pemulihan pasien NAPZA?

Program therapeutic community.

3. Apakah yang dimaksud dengan program theraputic community ?

TC merupakan program yang dibuat untuk pecandu saat menjalani rehabilitasi. Tujuannya adalah mengembalikan nilai-nilai atau norma-norma yang pernah hilang dalam diri pecandu.

4. Bagaimana tahapan/proses pelaksanaan program therapeutic community ?

Dalam tahapan TC dibagi menjadi tiga fase, yakni fase primary, fase re-entry dan yang terakhir after care.

5. Sejak kapan program TC ini digunakan ? Sejak dibukannya instalasi rehabilitasi Halamhera House pada tahun 2003.

Interaksi Sosial 6.

Bagaimana interaksi pasien saat pertama mengikuti program TC ?

Saat pertama interaksi pasien kurang baik karena dia belum bisa menerima keberadaanya disini

Page 196: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

Dasar yang berdampak kepada interaksi nya pada orang lain.

7. Bagaimana interaksi pasien dengan kelompok? Berjalan baik/tidak?

Saat ini sudah berjalan cukup baik.

8. Apakah ada perubahan pasien dalam berinteraksi sosial dari awal masuk sampai dengan sekarang?

Interaksi klien pada saat masuk sampai dengan sekarang mengalami banyak perubahan. Yang awalnya dia kurang bisa menerima keberadaannya lama kelamaan mulai bisa berubah yang berdampak kepada cara dia berinteraksi dengan orang lain.

Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

9.

Kerja Sama

Bagaimana kerja sama yang dilakukan pasien dengan pasien lainnya ? berjalan baik atau tidak ?

Kerja sama yang dilakukan klien sekarang ini berjalan cukup baik.

10. Bagaimana bentuk kerja sama yang pasien lakukan dengan kelompok pada program TC?

Bentuk kerja sama yang dilakukan klien adalah dengan saling tolong menolong antar sesama pasien.

11. Apakah ada kesulitan saat pasien membangun kerja sama dengan kelompok atau orang-orang sekitar?

Tidak.

12. Pada kegiatan apa biasanya anda melakukan kerja sama dengan kelompok atau orang lain?

Hampir semua kegiatan. Contohnya dari bangun pagi, morning meeting, group, fucntion, olah raga dan banyak lagi.

13. Apakah ketika sedang marah atau kesal dengan pasien lain/kelompok, mengganggu kerja sama yang anda lakukan?

Tidak.

14. Persaingan Apakah pasien pernah melakukan persaingan dengan pasien lain ?

Tergantung kasus sih. Kalo masalah individu tidak, Tetapi pada saat sore hari biasanya persaingan antar kelompok.

15. Pada hal apa yang biasanya pasien lakukan Biasanya pada saat

Page 197: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

hingga berdampak pada persaingan? sore hari waktu nya untuk berolah raga, biasanya pasien primary dan pasien re-entry bersaing dalam permainan sepak bola. Ini persaingan positif.

16.

Pertikaian/pert

entangan

Apakah pasien pernah melakukan pertikaian dengan pasien lain ?

Pernah.

17. Dalam hal apa yang biasanya menjadi bahan pertikaian oleh pasien dan teman-temannya ?

Sindiran tapi sudah ada jadwalnya biasanya banyak pertikaian itu pada kegiatan encounter dan circle group.

18. Akomodasi

(Bentuk

Penyelesaian

dari

Pertikaian)

Bagaimana bentuk penyelesaian saat pasien dan teman-temanya melakukan pertikaian?

Dengan pihak ketiga, mayor yang berugas.

19. Bagaimana interaksi pasien terhadap teman-temannya ketika pertikaian sudah diselesaikan? Langsung membaik atau tidak?

Langsung membaik.

Faktor-Faktor Interaksi Sosial

20. Imitasi

(Peniruan)

Apakah pasien suka meniru prilaku/kebiasaan-kebiasaan orang disekitar?

Iyaa.

21. Hal apakah yang biasanya ditiru oleh pasien dari orang lain? Apakah berpengaruh positif/negatif?

Biasanya paling sering meniru prilaku yang bersumber dari teman-temannya. Yaa akan berpengaruh positif untuk dirinya.

22. Apakah dengan kebiasaan pasien meniru prilaku /kebiasaan orang lain, membuat pasien tergantung pada orang tersebut?

Tidak.

23. Sugesti

(Pemberian

suatu

pandangan

yang diterima

oleh pihak

lain)

Apakah pasien dengan mudah mendapat pengaruh/pandangan dari orang lain?

Yaa mudah.

24. Faktor apa yang membuat pasien menjadi tersugesti oleh orang lain? Apakah pasien sedang banyak pikiran, tidak percaya diri atau karena menyegani orang yang memberikan sugesti?

Mungkin karena menyegani orang yang memberikan sugesti. Seperti saya, mungkin karena saya yang menjadi konselornya jadi dia menyegani saya dan mudah menerima

Page 198: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

sugesti dari saya. 25. Apakah pasien mudah tersugesti apabila

menerima tekanan dari kelompok mayoritas?

Tidak.

26. Identifikasi

Apakah pasien mempunyai keinginan untuk menjadi sama dengan orang lain?

Tidak.

27. Apakah proses pengidentifikasian pasien berlangsung secara sengaja atau tidak sengaja?

Mungkin disengaja.

28. Bagaimana proses awal sampai pasien mengidentifikasi dirinya dengan orang lain, apakah diawali dengan imitasi atau sugesti?

Diawali dengan imitasi lalu berlanjut kepada sugesti.

29.

Simpati

Apa yang biasanya pasien lakukan apabila merasa simpati dengan orang lain?

Yaa biasanya langsung berekasi. Tergantung kepada masalah orang tersebut.

30. Apakah pasien bisa bersimpati setiap saat atau tergantung pada keadaan mood saja?

Yang saya lihat sih setiap saat.

31. Apakah pasien bisa memahami perasaan pasien lain ?

Bisa.

Page 199: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

HASIL WAWANCARA PENULIS DENGAN KEPALA KONSELOR DI

UNIT INSTALASI REHABILITASI HALMAHERA HOUSE

Lokasi : Instalasi Halmahera House RSKO Jakarta

Waktu : Senin, 18 Agustus 2014

1. Bagaimana sejarah awal progarm TC?

� Rumah sakit ketergantungan obat sejak tahun 2003 tepatnya pada

bulan Mei mulai membuka layanan rehabilitasi. Orientasi program

yang diterapkan adalah therapeutic community. Layanan rehabilitasi

ini digagas oleh Dr. Sudirman dan Ibu Risa selaku Psikolog pada saat

itu. TC di implementasikan bersamaan dengan dibukanya layanan

rehabilitasi yang ada di RSKO Jakarta.

2. Kenapa program TC dipilih oleh RSKO Jakarta untuk pemulihan pasien

dari ketergantungan pada NAPZA?

� Program TC dipilih karena pada saat itu banyak sekali yang

menggunakan heroin, dan banyak stigma bahwasanya program TC

cocok untuk pemulihan pengguna heroin pada saat itu, dan memang

kebanyakan tempat rehabilitasi memang menggunakan metode TC.

� Dan sampai sekarang sudah hampir 75% metode tersebut berhasil

digunakan untuk pemulihan pasien dari ketergantungan terhadap

NAPZA di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta

3. Apa tujuan dalam program TC?

� Tujuan TC ini adalah lebih memfokuskan kepada perubahan diri atau

perubahan prilaku, jadi kita sebagai mantan pecandu percaya bahwa

Page 200: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

setiap pecandu pasti mengalami perubahan prilaku, banyak nilai-nilai

yang hilang karena pemakaian obat-obatan atau NAPZA, nah disini

kita akan mengembalikan nilai-nilai yang telah hilang supaya balik

lagi.

� Sekarang TC ini sudah bisa dimodifikasi sedemikian rupa sesuai

dengan kebutuhan artinya dalam menjalani program TC lama atau

sebentarnya masa rehabilitasi yang dijalani tergantung kepada

kebutuhan pasien itu sendiri.

4. Bagaimana tahapan pada program TC di RSKO Jakarta?

� Dalam program TC terdiri dari dua tahapan program dengan

menunjukan tingkat kemajuan dari proses pemulihan yang

berlandaskan performance based, meliputi program primary yang

terdiri dari fase induction, fase primary dan fase re-entry, selanjutnya

program re-entry yang terdiri dari fase orientasi, fase A, fase B serta

fase C, dan yang terakhir program after care.

� Tahapan program primary merupakan tahapan awal dimana pasien

akan menyadari bahwa dirinya membutuhkan pertolongan tidak hanya

dalam ketergantungan terhadap narkoba tetapi juga masalah lain yakni

masalah prilaku. Dalam hal ini interaksi sosial sangat diperlukan antara

pasien satu dengan pasien lainnya seperti mendapat nasihat,

pengarahan serta pembelajaran dari pasien lainnya agar proses

pemulihan yang dijalankan bisa berjalan dengan baik.

� Pada tahap primary terdapat fase induction yang dalam hal ini awalnya

cukup sulit untuk membangun kerja sama untuk menjadi sebuah team

Page 201: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

butuh peran dari konselor, buddy serta ketua kelompok agar pasien

sadar tujuan mereka.

5. Bagaimana interaksi sosial yang dilakukan pasien NAPZA pada saat awal

masuk menjalani program TC?

� Interaksi sosial pasien pada saat masuk pertama kali untuk menjalani

program biasanya kurang baik karena kebiasaan buruk yang terbawa

dari luar ikut masuk kedalam, maka dari itu tujuan TC disini adalah

mengembalikan nilai-nilai positif yang ada di dalam diri pecandu

untuk pulih kembali dan bisa hidup seperti masyarakat pada umumnya.

6. Bagaimana kerja sama yang dilakukan antar pasien NAPZA tahap primary

pada saat menjalani program TC?

� Sejauh ini kerja sama yang dilakukan dengan baik, kerja sama

dilakukan dalam berbagai kegiatan yang ada di dalam program TC.

Kerja sama dilakukan dengan cara saling tolong menolong satu sama

lain dengan begitu proses pemulihan akan berjalan dengan baik.

7. Apakan pasien tahap primary maupun tahap re-entry sering mengalami

persaingan dengan pasien lain?

� Dalam fase primary maupun re-entry sebetulnya tidak diperkenankan

terjadi persaingan antar pasien. Namun dalam program TC persaingan

sengaja dibuat dalam satu kegiatan. Contohnya adalah kegiatan olah

raga yang didalam nya terdapat beberapa permainan. Dengan begitu

pasien akan mengerti tentang arti persaingan namun secara sehat dan

dapat menumbuhkan keinginan dalam diri pasien agar dapat

memenangkan permainan tersebut.

Page 202: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

� Permainan sepak bola sengaja dibuat agar pasien mengerti nilai-nilai

yang baru dari hal-hal yang kecil. Permainan sepak bola tentu akan

mengajarkan pasien selain untuk hidup sehat tetapi juga tau bagaimana

cara bersaing secara sehat dengan tidak menjatuhkan pasien lainnya

8. Apakah pasien primary maupun re-entry sering mengalami pertikaian satu

sama lain?

� Dalam berbagai kegiatan pertikaian memang sengaja di perbolehkan

misalnya dengan berpedaan pendapat dalam menjalankan kegiatan

yang ada di dalam program TC. Kami sebagai konselor memang

sengaja memperbolehkan pasien melakukan hal tersebut agar pasien

lebih bisa mengeksplorasikan dirinya dan lebih peka terhadap

keluarganya sendiri (pasien lainnya) dalam hal ini pasien memang

dituntut untuk bisa aktif di dalam lingkungannya.

9. Bagaimana proses penyelesaian jika pertikaian sedang terjadi antara pasien

satu dengan pasien lainnya?

� Jika pertikaian sedang terjadi bentuk penyelesaian yang dilakukan

adalah dengan bantuan dari chief yang bertugas. Bentuk

penyelesaiannya bisa dengan bermusyawarah bersama. Dengan begitu

pertikaian tidak akan berkanjut samapi keluar kegiatan.

Page 203: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

HASIL WAWANCARA PENULIS DENGAN PIHAK RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT JAKARTA

1. Sejak kapan RSKO didirikan?

Jawab: RSKO dahulu bernama Drug Dependence Unit (DDU). Nama

tersebut diberikan pada tanggal 06 November 1971 dan letaknya belum di

Cibubur. Pada tanggal 12 April 1972 DDU resmi beroperasi dikawasan

kompleks Rumah Sakit Fatmawati Jakarta.

2. Siapa yang menjadi pecentus didirikannya RSKO?

Jawab: RSKO didirikan pada tahun 1971 oleh Bapak Ali Sadikin. Pada

waktu itu, Bapak Ali Sadikin menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Beliau menggagas berdirinya RSKO tidak sendirian tetapi bekerja sama

dengan Dokter Herman Susilo, MPH sebagai Kepala Dinas Kesehatan

DKI Jakarta, Prof. Dr Kusumanto Setyonegoro sebagai Kepala DIKESWA

DepKes, dan bagian Psikiatri FKUI.

3. Bagaimana latar belakang berdirinya RSKO?

Jawab: RSKO didirikan pada tahun 1972, yang sebelumnya merupakan

salah satu unit RSUP Fatmawati Jakarta. Semula RSKO bernama Drug

Dependence Unit (DDU) yang diresmikan oleh Bapak Ali Sadikin selaku

Gubernur Jakarta pada waktu itu. Pada tahun 1974 DDU berubah nama

menjadi lembaga ketergantungan obat (LKO), dimana tujuan utamanya

adalah penanganan ketergantungan obat yang komprehensif dan bersifat

jangka panjang, meliputi bidang preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Kemudian pada tahun 1978, status LKO ditingkatkan menjadi Rumah

Page 204: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

Sakit tipe C dengan nama rumah sakit ketergantungan obat (RSKO)

dibawah Departemen Kesehatan RI sebagai unit pelaksana fungsional dari

Dirjen pelayanan medik. RSKO di Cibubur resmi digunakan pada tanggal

15 Oktober 2002 secara bertahap dilakukan pemindahan seluruh aktifitas

rumah sakit dari Fatmawati ke Cibubur. Terhitung sejak tanggal 01

Februari 2007 hingga saat ini RSKO hanya berada pada satu lokasi, yaitu

di Jl. Lapangan Tembak No.75 Cibubur, Jakarta Timur.

4. Apa visi dan misi RSKO?

Jawab: Visi RSKO : sebagai pusat layanan dan kajian Nasional maupun

regional dalam bidang gangguan yang berhubungan dengan zat (GBZ).

Misi RSKO:

a. Melaksanakan upaya preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif bagi

masyarakat umum dalam bidang gangguan yang berhubungan dengan

zat (GBZ) dan penyakit terkait serta memberikan pelayanan kesehatan

bagi masyarakat umum.

b. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga profesi serta

masyarakat umum dalam bidang gangguan yang berhubungan dengan

zat (GBZ).

c. Melaksanakan penelitian dan pengembangan dalam bidang gangguan

yang berhubungan dengan zat (GBZ).

5. Fasilitas apa saja yang tersedia di RSKO?

Jawab: Fasilitas layanan kesehatan yang tersedia antara lain: Instalasi

gawat darurat terdapat pelayanan umum dan NAPZA, instalasi rawat jalan

terdapat poli klinik umum dan poli klinik spesialis meliputi; klinik jiwa,

Page 205: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

klinik NAPZA, klinik penyakit dalam, klinik syaraf, klinik kebidanan dan

kandungan, klinik anak, klinik kulit dan kelamin, klinik gigi dan mulut,

klinik psikologis dan klinik gizi. Kemudian instalasi rawat inap terdapat

ruang perawatan NAPZA, yaitu detoxifikasi (VIP, kelas I, kelas II, kelas

III) DAN rehabilitasi (kelas III), ruang komplikasi medik, ruang high care

unit, dan fasilitas penunjang medik. Selain itu, terdapat instalasi farmasi,

instalasi laboratorium, toxiologi, instalasi laboratorium patologi, instalasi

radiologi, instalasi rehabilitasi medik, instalasi gizi, dan instalasi

pemusalaraan jenazah.

6. Bagaimana struktur kepimpinan RSKO?

Jawab: Pada dasarnya struktur kepemimpinan di RSKO terbagi menjadi

dua Direktorat. Pertama Direktorat Medik dan Keperawatan. Kemudian

yang kedua Direktorat Keuangan dan Administrasi Umum. Masing-masing

memiliki tugas tersendiri utnuk lebih lengkapnya dapat dilihat dibrosur

RSKO.

7. Bagaimana deskripsi pekerjaan dari Pekerja Sosial di RSKO?

Jawab: Depresi pekerjaan, atau yang dilakukan Pekerja Sosial di RSKO

antara lain: melakukan evaluasi sosial, melaksanakan terapi relaksasi

kepada pasien, dinamika kelompok, kunjungan rumah, melakukan

bimbingan sosial, melakukan bimbingan rohani, melakukan terapi rekreasi,

dan melaksanakan wisata alam terpadu. Selain itu Pekerja Sosial juga

melaksanakan tugas-tugas lainnya seperti melaksanakan prevensi dan

promosi pada masyarakat baik itu pelajar, guru, pekerja, pendidik serta

mahasiswa dan dosen dan juga lain sebagainya.

Page 206: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

8. Seperti apakah penerapan kebijakan dan alur pengambilan keputusan di

RSKO?

Jawab: Penerapan kebijakan dan alur pengambilan keputusan yang ada di

RSKO adalah yang pertama dari jajaran direksi yaitu Direktur utama dan

para komite yang membuat kebijakan lalu turun ke seksi-seksi yang ada di

RSKO lalu turun ke kepala Instalasi dan sampai kepada anak buahnya atau

jajaran yang ada dibawahnya. Sama halnya dengan pengambilan

keputusan yang mutlak adalah direktur utama dia yang berhak mengambil

keputusan baru diserahkan kepada para seksi dan selanjutnya baru turun

kepada kepala instalasi-instalasi yang ada di RSKO Jakarta. Perencanaan

keputusan yang ada di RSKO harus diajukan terlebih dahulu kepada

Direktur Utama kemudian setelah diajukan baru mendapatkan instruksi

untuk melaksanakan pengajuan tersebut (non direktif).

9. Apa rencana jangka pendek, menengah dan panjang RSKO?

Jawab: Rencana jangka pendek dan menengah dilaksanakan selama satu

tahun sekali dalam bentuk pengajuan dan perencanaan kegiatan.

Diantaranya adalah sebagai berikut: Mengusulkan kebutuhan ATK,

Bahan-bahan computer, Barang cetakan, Peningkatan keterampilan staff,

Penelitian. Sedangkan rencana jangka panjang merupakan sesuatu yang

akan dicapai dalam jangka satu sampai dengan lima tahun. Tujuan yang

ditetapkan telah mengacu kepada visi dan misi RSKO. Rencana jangka

panjang RSKO, diantaranya:

a. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang

NAPZA.

Page 207: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

b. Memperluas cangkupan layanan tentang NAPZA (RSKO sudah bisa

memberikan pelayanan bagi pasien dual diagnosis).

c. Meningkatkan pendapatan RSKO guna meningkatkan kualitas

pelayanan Rumah Sakit.

d. Menyelenggarakan pemeliharaan saran dan prasarana sesuai standar.

e. Mewujudkan RSKO sebagai Rumah Sakit pendidikan.

f. Meningkatkan profesionalisme Sumber Daya Manusia (SDM).

g. Meningkatkan penelitian dan pengembangan dalam bidang gangguan

yang berhubungan dengan zat (GBZ).

10. Siapa saja target layanan RSKO?

Jawab: Pada dasarnya yang menjadi target layanan RSKO adalah pasien

yang mengalami ketergantungan obat. Namun, RSKO juga melayani

pasien umum. Deskripsi layanan khusus pasien ketergantungan obat yaitu,

ketika pasien baru masuk dilakukan detoxifikasi/penghilangan racun.

Mengikuti rehabilitasi dengan program TC (Therapeutic Community)

berbasis Rumah Sakit setelah itu After Care. Selain itu melakukan

kegiatan untuk rawat jalan, baik yang mengikuti program rumatan

methadone/substitusi maupun dengan proses simptomatis (diobati sesuai

dengan kebutuhan).

11. Apakah RSKO memiliki kriteria pemilihan pasien?

Jawab: RSKO tidak memilih-milih karakteristik pasien, jika pasien

memang membutuhkan pertolongan medis maka akan dilayani oleh medis

karena peraturan peraturan rumah sakit.

12. Bagaimana proses penjangkauan dan perekrutan pasien RSKO?

Page 208: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

Jawab: Proses perekrutan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat yang

terjadi sampai saat ini ialah pasien datang ke RSKO baik dirinya datang

sendiri, di antar kelurga dan ada juga dari putusan pengadilan dan terakhir

biasanya rujukan dari LP. Dalam penjangkauannya, Pihak RSKO

menerima pasin secara umum (Nasional) bahkan WNA asalkan mereka

merupakan pasien yang berhubungan dengan zat maupun penyakit

bawaannya. Sedangkan perekrutannya sendiri, Klien langsung mendatangi

RSKO, baik secara individual, diantar oleh pihak keluarga maupun

berdasarkan rujukan pihak kepolisisan termasuk putusan pengadilan.

13. Bagaimana alur penerimaan pasien di RSKO?

Jawab: Untuk alur penerimaan pasien di RSKO bisa dilihat gambarnya di

brosur RSKO.

14. Bagaimana jika ada pasien RSKO yang mempunyai masalah ekonomi?

Jawab: Bagi mereka yang mempunyai masalah dalam hal ekonomi, bisa

mengurus persyaratan seperti Kartu Pelayanan JAMKESMAS, GAKIN

maupun SKTM, dengan penambahan data seperti KK, KTP, Surat rujukan

Puskesmas sesuai kebutuhan.

15. Bagaimana latar belakang pendidikan staff atau pegawai yang bekerja di

RSKO?

Jawab: Berdasarkan tingkatan pendidikan staff atau pegawai yang bekerja

di RSKO antara lain: S2 (16 orang), Spesialis (14 orang), S1 (64 orang),

D3 (98 orang), SMK (14 orang), STM (9 orang), SMEA (8 orang), SMA

(26 orang), SLTP (8 orang), SMF (2 orang), SMAK (1 orang), SD (3

orang).

Page 209: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

16. Bagaimana jejaring RSKO dengan pihak luar?

Jawab: Ruang lingkup jejaring RSKO meliputi Nasional, Regional, dan

Internasional.

1. Nasional : Dengan kemenkes beserta mitra kerja kemenkes, dengan

lembaga pendidikan (kali ini UIN Syarif Hidayatullah Jakarta),

dengan institusi kesehatan (Dinas Kesehatan), dengan Institusi

penegak hukum, LSM, serta BNN.

2. Regional : bekerjasama dengan Institusi Donor, Ikatan Profesi Adiksi

Asia-Pasifik, serta Institusi lain yang bergerak di bidang NAPZA dan

HIV/AIDS.

3. Internasional : Jejaring RSKO bekerjasama dengan beberapa

organisasi internasional yang diantaranya WHO, UNODC, serta badan

PBB lainnya.

Selain itu RSKO juga sering menjadi fasilitator pelatihan VCT (Voluntery

Counseling and Testing) yang tidak hanya diakui oleh masyarakat akan

tetapi juga dunia (bagi Asia dan Pasifik Barat) dan juga RSKO sering

melakukan pertemuan rutin dengan Negara sedunia, ASEAN, Asia Pasifik

guna membahas masalah ketergantungan NAPZA dan HIV/AIDS.

Melakukan pertemuan tahunan terapi farmakologi untuk drugs dependency

tingkat Asia Tenggara dan Pasifik dibawah koordinasi University Adelaide

Australia.

Page 210: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

Tabel 3

Jadwal Kegiatan Pasien Primary1

Waktu Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu Minggu 04.30 s/d

05.00 Shubuh Prayer

06.00 s/d 06.15

Wake up call, Coffe break

06.15 s/d 06.45

Personal Time

06.45 s/d 07.15

Wash up

07.15 s/d 08.00

Breakfast, Attitude room run

08.00 s/d 10.00

Morning Meeting Morning Briefing

10.00 s/d 11.15

Function

11.15 s/d 11.30

Break & Wash up

11.30 s/d 12.30

Lecture Group Profesional Seassion

Lecture Group Na Meeting

Sholat Jum’at

-

12.30 s/d 13.30

Dzuhur Prayer & Lunch

13.30 s/d 15.00

Siesta

15.00 s/d 16.00

Confrontation Group

Static Group

Confrontation Group

EncounterGroup

Religius Class

-

16.00 s/d 17.30

Recreation Hour (Sport & Music)

17.30 s/d 18.00

Fuction Groun Floor

18.00 s/d 20.00

Wash Up, Prayer & Dinner

20.00 s/d 21.00

Turn Over Meeting Saturday Night

Activity

-

21.00 s/d 21.30

Free Time & Supper

21.30 s/d 22.00

House Follow Up & Preparation

22.00 Curfew

1Buku Panduan Instalasi Rehabilitasi Halmahera House RSKO Jakarta, Walking Paper Reguler

Program.

Page 211: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

Tabel 4

Jadwal Kegiatan Pasien Re-Entry2

Waktu Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu Minggu 04.30 – 05.00 Shubuh Prayer 05.00 – 08.00 Back For Activity 08.00 – 10.00 Morning Meeting Morning Briefing 10.00 – 11.15 Function 11.15 – 11.30 Break & Wash Up 11.30 – 12.30 Arvy Re-

Entry Session

Relapse Prevention Activity

Na Meeting Sholat Jum’at - -

12.30 – 13.30 Dzuhur Payer & Lunch 13.30 – 15.00 Siesta 15.00 – 16.00 Crackle

Barrel Static Group

Relapse Prevention

Group

Concern Group

Religius Activity

- -

16.00 – 17.30 Bersosialisasi dengan orang lain - - 17.30 – 18.00 Function Group Floor 18.00 – 20.00 Wash Up, Prayer & Dinner 20.00 – 21.30 Confrontation Group & reflection of the day Saturday

Night Activity

Weekend Reflection

21.30 -22.00 Free Time 22.00 Curview

Tabel 5

Jumlah Konselor dan Pasien di Instalasi Rehabilitasi Halmahera House

No. Nama Jumlah

1. Konselor 11 orang

2. Pasien Primary 7 orang

3. Pasien Primary Female 3 orang

4. Pasien Re-Entry 7 orang

5. Pasien Spesial Program 11 orang

Jumlah 39 orang

2 Wawancara Pribadi dengan Broh Okto Selaku Manager Program Halmahera House, Jakarta 20

Agustus 2014.

Page 212: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

HASIL DOKUMENTASI

1. Gambar 1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat

(RSKO) Jakarta yang beralamat di Jl. Lapangan Tembak Raya No. 75

Cibubur, Jakarta Timur. Telp (021) 87711967-68. Bertepatan persis di

depan pasar Cibubur Jakarta. Gambar diatas adalah gambar plang dan

kondisi bagian depan bangunan Rumah Sakit Ketergantungan Obat

Jakarta.

Page 213: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

2. Gambar 2 Instalasi Rehabilitasi Halmahera House RSKO Jakarta.

Gambar diatas merupakan bagian depan atau pintu masuk dari

ruangan rehabilitasi Halmahera House di RSKO Jakarta, di dalamnya

berisi pasien Detox, Primary dan juga Spesial Program.

Page 214: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

3. Tempat berlangsungnya kegiatan Morning Meeting

Gambar diatas merupakan ruangan atau tempat yang biasanya

dipakai oleh pasien Primary untuk melaksanakan kegiatan morning

meeting setiap hari senin sampai dengan jum’at pukul 08.00-10.00.

morning meeting merupakan pertemuan yang dilakukan setiap pagi dan

dihadiri oleh seluruh anggota rumah yang bertujuan sebagai pembuka hari

yang selalu dipimpin oleh mayor (staff) yang bertugas. Dalam kegiatan ini

membutuhkan kerja sama antara pengatur rumah yang bertugas dengan

seluruh anggota rumah agar kegiatan morning meeting bisa berjalan

dengan baik.

Dalam kegiatan morning meeting terdapat beberapa tahapan

diantaranya yang pertama adalah feeling check (yakni bagaiamana

perasaan yang dirasakan saat ini), lalu announcement (yakni

pemberitahuan atau pengumuman yang tujuannya memberi informasi baik

untuk komunitas maupun individu), selalunjutnya pull up (yakni satu

perangkat untuk membantu kesadaran/daya ingat dalam rumah serta

sebagai mata dan telinga rumah. Dilakukan dengan menuliskan berbagai

macam hal yang ada dalam rumah yang dinilai tidak sesuai), berikutnya

adalah pemberian motivasi lalu pemberian penghargaan (biasanya untuk

anggota rumah yang rajin/anggota rumah yang perubahannya memberikan

pengaruh yang positif kepada anggota rumah lainnya), setelah itu second

half (biasanya diisi dengan obrolan-obrola kecil sambil merokok),

memberikan berita lalu seluruh anggota rumah memberikan tanggapan

Page 215: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

untuk tema hari ini dan yang terakhir ditutup dengan membacakan doa

kedamaian oleh seluruh anggota rumah. Dalam kegiatan ini biasanya

posisinya dengan membentuk lingkaran oleh seluruh anggota rumah

termasuk mayor yang bertugas.

4. Gambar 4 Tempat atau Ruangan untuk Group (Lecture Group, Profesional

Sesson, dan Religius Class).

Gambar diatas merupakan ruangan atau tempat untuk berbagai

kegiatan group yakni diantaranya lecture group (lecture group merupakan

work shop yang berisi tentang berbagai hal yaang berhubungan dengan

adiksi). Lalu profesional session (berisi seminar tentang kesehatan oleh

tenaga medis yang bertugas di RSKO Jakarta), selanjutnya religius class

(yang berisi tentang ceramah keagamaan oleh Peksos).

5. Gambar 5 Tempat atau Ruangan yang di Gunakan Untuk Kegiatan

Confrontation Group, Na Meeting, dan Encaounter Group.

Page 216: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

Gambar diatas merupakan tempat atau ruangan yang dipakai untuk

kegiatan confrontation group (yang merupakan group dimana berisi untuk

mempertanggung jawabkan permohonan yang dilakukan misalnya

kenaikan fase dan juga mengevaluasi seluruh pasien oleh mayor dan

membahas prilaku negatif, mengungkapkan masalah yang dialami oleh

pasien serta mencari solusinya. Bertujuan untuk membantu para pasien

agar mampu melihat prilaku negatif yang ada di sekitar mereka kemudian

merenungkan dan dipecahkan masalah yang ada secara bersama-sama),

lalu ada na meeting (kegiatan yang berisi tentang pengalaman terdahulu

dari anggota rumah dengan cara sharing) dan selanjutnya adalah kegiatan

encounter group (dimana seluruh anggota rumah berhak mengeluarkan

perasaan yang ingin diungkapkan terhadap pasien lain).

6. Gambar 6 Kegiatan Function

Page 217: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

Gambar diatas merupakan kegiatan function yang dilakukan oleh

seluruh anggota rumah. Function merupakan kegiatan untuk melatih para

pasien hidup sehat dan juga selalu menjaga kebersihan. Kegiatan ini

dilaksanakan setiap hari pada saat pagi dan sore hari.

7. Gambar 7 Tempat untuk Kegiatan Berolah Raga.

Gambar diatas merupakan tempat atau fasilitas untuk para pasien

melakukan kegiatan olah raga. Bertujuan untuk menyehatkan fisik para

pasien setelah fisik mereka rusak karena mengkonsumsi NAPZA.

8. Gambar 8 Tempat atau Ruang Kamar Pasien.

Page 218: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

Gambar diatas merupakan tempat atau ruang kamar yang

digunakan oleh para pasien.di dalam ruangan ini terdiri dari 5 orang dalam

satu ruangan.

9. Gambar 9 Tempat atau ruangan yang di gunakan untuk makan bersama.

Page 219: “INTERAKSI SOSIAL ANTAR PASIEN NAPZA PADA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26934/1/RATIH... · Ratih Eka Susilawati ... Nur hikmah, Syarifah Lubna Asseggaf

Gambar diatas merupakan tempat atau ruangan yang biasanya

dipakai untuk makan bersama oleh pasien atau seluruh anggota rumah.

Dalam kegiatan ini bertujuan untuk membangun kerja sama dan interaksi

yang baik dengan seluruh anggota keluarga.