interaksi obat minggu 1
-
Upload
andi-ade-nurqalbi -
Category
Documents
-
view
53 -
download
18
description
Transcript of interaksi obat minggu 1
PENGERTIAN DASAR INTERAKSI OBAT
DEFENISI DAN TERMINOLOGI
Kejadian di mana suatu zat mempengaruhi aktivitas
obat.
Efek-efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi
aktivitas, atau menghasilkan efek baru yang tidak
dimiliki sebelumnya.
Modifikasi efek suatu obat lain yang diberikan
bersamaan.
Bila dua atau lebih obat berinteraksi sedemikian rupa
sehingga keefektifan suatu obat berubah.
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat
akibat pemakaian obat lain (interaksi obat-obat) atau
oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia
lain.
Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua
atau lebih obat digunakan bersama-sama
Pada prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan dua hal
penting. Yang pertama, interaksi obat dapat mengurangi atau
bahkan menghilangkan khasiat obat. Yang kedua, interaksi
obat dapat menyebabkan gangguan atau masalah kesehatan
yang serius, karena meningkatnya efek samping dari obat- obat
tertentu. Resiko kesehatan dari interaksi obat ini sangat
bervariasi, bisa hanya sedikit menurunkan khasiat obat namun
bisa pula fatal.
Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya
interaksi bila tercampur dengan bahan kimia lain baik yang
berupa makanan, minuman ataupun obat-obatan. Interaksi
juga terjadi pada berbagai kondisi kesehatan seperti diabetes,
penyakit ginjal atau tekanan darah tinggi. Dalam hal ini
terminologi interaksi obat dikhususkan pada interaksi obat
dengan obat.
Dalam interaksi obat-obat, obat yang mempengaruhi disebut
presipitan, sedangkan obat yang dipengaruhi disebut objek.
Contoh presipitan adalah aspirin, fenilbutazon dan sulfa. Object
drug biasanya bersifat mempunyai kurva dose-response yang
curam (narrow therapeutic margin), dosis toksik letaknya dekat
dosis terapi (indeks terapi sempit). Contoh : digoksin,
gentamisin, warfarin, dilantin, obat sitotoksik, kontraseptif oral,
dan obat-obat sistem saraf pusat.
Berdasarkan jenis atau bentuknya interaksi obat
diklasifikasikan atas:
1. Interaksi secara kimia atau farmasetis
2. Interaksi secara farmakokinetik
3. Interaksi secara fisiologi
4. Interaksi secara farmakodinamik
Interaksi secara kimia / farmasetis terjadi apabila secara fisik atau kimia suatu obat inkompatibel dengan obat lainnya. Pencampuran obat yang inkompatibel akan mengakibatkan inaktivasi obat. Interaksi ini sering terjadi pada cairan infus yang mencampurkan berbagai macam obat .
Interaksi secara farmakokinetik terjadi apabila suatu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi, biotransformasi / metabolisme, atau ekskresi obat lain.
Secara fisiologi interaksi terjadi apabila suatu obat merubah aktivitas obat lain pada lokasi yang terpisah dari tempat aksinya.
Sedangkan interaksi secara farmakodinamik terjadi apabila suatu obat mempengaruhi aktivitas obat lain pada atau dekat sisi reseptornya.
Interaksi antar obat dapat berakibat menguntungkan atau
merugikan. Interaksi yang menguntungkan, misalnya (1)
Penicillin dengan probenesit: probenesit menghambat sekresi
penicillin di tubuli ginjal sehingga meningkatkan kadar penicillin
dalam plasma dan dengan demikian meningkatkan efektifitas
dalam terapi gonore; (2) Kombinasi obat anti hipertensi:
meningkatkan efektifitas dan mengurangi efek samping: (3)
Kombinasi obat anti kanker: juga meningkatkan efektifitas dan
mengurangi efek samping (4) kombinasi obat anti tuberculosis:
memperlambat timbulnya resistansi kuman terhadap obat; (5)
antagonisme efek toksik obat oleh antidotnya masing-masing.
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila
berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi
efektifitas obat yang berinteraksi, jadi terutama bila
menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit,
misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat
sitotastik. Demikian juga interaksi yang menyangkut obat-obat
yang biasa digunakan atau yang sering diberikan bersama
tentu lebih penting daripada obat yang dipakai sekali-kali.
FAKTOR-FAKTOR PENUNJANG INTERAKSI OBAT
Insidens interaksi obat yang penting dalam klinik sukar
diperkirakan karena :
1. Dokumentasinya masih sangat kurang;
2. Seringkali lolos dari pengamatan karena kurangnya
pengetahuan para dokter akan mekanisme dan
kemungkinan terjadinya interaksi obat sehingga interaksi
obat berupa peningkatan toksisitas seringkali dianggap
sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah satu obat
sedangkan interaksi berupa penurunan efektifitas seringkali
diduga akibat bertambahnya keparahan penyakit; selain itu,
terlalu banyak obat yang saling berinteraksi sehingga sulit
untuk diingat;
3. Kejadian atau keparahan interaksi dipengaruhi oleh variasi
individual (populasi tertentu lebih peka misalnya penderita
lanjut usia atau yang berpenyakit parah, adanya perbedaan
kapasitas metabolisme antar individu ), penyakit tertentu
( terutama gagal ginjal atau penyakit hati yang parah), dan
faktor- faktor lain ( dosis besar, obat ditelan bersama-sama,
pemberian kronik).
1. USIAFisiologi tubuh, metabolisme dan eliminasi pada bayi, anak dan orang dewasa berbeda.
2. BOBOT BADANPerbandingan dosis obat – bobot badan menentukan konsentrasi obat yang mencapai sasaran.
3. KEHAMILANPengosongan lambung↑, metabolisme ↑, ekskresi/filtrasi glomerolus ↑.
4. OBAT DALAM ASIAmpisilin, eritromisin, kanamisin, linkomisin, kloramfenikol, rifampisin, streptomisin sulfat, tetrasiklin, dll.
5. VARIASI DIURENALHormon kortikosteroid dari korteks adrenal pada pagi hari ↑, mlm hari ↓
6. TOLERANSIMK : Induksi enzim
7. SUHU TUBUHDistribusi ekskresi, ikatan, aktivitas enzim
8. KONDISI PATOLOGIKGangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal.
9. GENETIKDefisiensi enzim
10. WAKTU PEMBERIAN Sesudah makan/ sebelum makan 4 X y mg ≠ 2 X 2y mg
Sekarang ini, potensi efek yang tidak terduga sebagai akibat
dari interaksi antara obat dan obat lain atau makanan telah
ditetapkan. Risiko interaksi obat akan meningkat seiring
dengan peningkatan jumlah obat yang digunakan oleh individu.
Hal ini juga menyiratkan risiko yang lebih besar pada orang tua
dan mengalami penyakit kronis, karena mereka akan
menggunakan obat-obatan lebih banyak daripada populasi
umum. Risiko juga meningkat bila rejimen pasien berasal dari
beberapa resep. Peresepan dari satu apotek saja mungkin
dapat menurunkan risiko interaksi yang tidak terdeteksi
(McCabe, et.al., 2003). Interaksi obat potensial seringkali
terjadi pada pasien rawat inap yang diresepkan banyak
pengobatan. Prevalensi interaksi obat meningkat secara linear
seiring dengan peningkatan jumlah obat yang diresepkan,
jumlah kelas obat dalam terapi, jenis kelamin dan usia pasien
MEKANISME DASAR INTERAKSI OBAT
Pada kenyataanya banyak obat yang berinteraksi obat terjadi
tidak hanya dengan satu mekanisme tetapi melibatkan dua
atau lebih mekanisme. Akan tetapi secara umum mekanisme
interaksi obat dalam tubuh dapat dijelaskan atas dua
mekanisme utama, yaitu interaksi farmakokinetik dan interaksi
farmakodinamik.
Pemberian suatu obat (A) dapat mempengaruhi aksi obat
lainnya (B) dengan mekanisme berikut:
1. Modifikasi efek farmakologi obat B tanpa mempengaruhi
konsentrasinya di cairan jaringan (interaksi
farmakodinamik).
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi
antara obat yang memiliki efek farmakologis, antagonis atau
efek samping yang hampir sama. Interaksi ini dapat terjadi
karena kompetisi pada reseptor atau terjadi antara obat-obat
yang bekerja pada sistem fisiologis yang sama. Interaksi ini
biasanya dapat diprediksi dari pengetahuan tentang
farmakologi obat-obat yang berinteraksi
Interaksi farmakodinamik meliputi aditif , potensiasi,
sinergisme dan antagonisme. Mekanisme yang terlibat
dalam interaksi farmakodinamik adalah perubahan efek pada
jaringan atau reseptor.
2. Mempengaruhi konsentrasi obat B yang mencapai situs
aksinya (interaksi farmakokinetik).
a. Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena indeks
terapi obat B sempit (misalnya, pengurangan sedikit saja
efek akan menyebabkan kehilangan efikasi dan atau
peningkatan sedikit saja efek akan menyebabkan
toksisitas).
b. Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena kurva
dosis-respon curam (sehingga perubahan sedikit saja
konsentrasi plasma akan menyebabkan perubahan efek
secara substansial).
c. Untuk kebanyakan obat, kondisi ini tidak ditemui,
peningkatan yang sedikit besar konsentrasi plasma obat-
obat yang relatif tidak toksik seperti penisilin hampir
tidak menyebabkan peningkatan masalah klinis karena
batas keamanannya lebar.
d. Sejumlah obat memiliki hubungan dosis-respon yang
curam dan batas terapi yang sempit, interaksi obat dapat
menyebabkan masalah utama, sebagai contohnya obat
antitrombotik, antidisritmik, antiepilepsi, litium, sejumlah
antineoplastik dan obat-obat imunosupresan
Interaksi farmakokinetik terjadi ketika suatu obat
mempengaruhi absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi
obat lainnya sehingga meningkatkan atau mengurangi
jumlah obat yang tersedia untuk menghasilkan efek
farmakologisnya
Interaksi farmakokinetik ditandai dengan perubahan kadar
plasma obat, area di bawah kurva (AUC), onset aksi, waktu
paruh dsb
Salah satu faktor yang dapat mengubah respon terhadap
obat adalah pemberian bersamaan dengan obat-obat lain.
Ada beberapa mekanisme dimana obat dapat berinteraksi,
tetapi kebanyakan dapat dikategorikan secara farmakokinetik
(absorpsi, distribusi, metabolisme, eksresi), farmakodinamik,
atau toksisitas kombinasi.
Pengetahuan tentang mekanisme dimana timbulnya interaksi
obat yang diberikan sering bermanfaat secara klinik, karena
mekanisme dapat mempengaruhi baik waktu pemberian obat
maupun metode interaksi. Beberapa interaksi obat yang
penting timbul akibat dua mekanisme atau lebih.
Akibat interaksi obat dapat terjadi keadaan :
a) Sumasi (adiktif).
b) Sinergisme, contoh : Sulfonamid mencegah bakteri untuk
mensintesa dihidrofolat, sedangkan trimetoprim
menghambat reduksi dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat.
Kedua obat ini bila diberikan bersama-sama akan memiliki
efek sinergistik yang kuat sebagai obat anti bakteri.
c) Antagonisme, contoh : Antagonis reseptor beta (beta bloker)
mengurangi efektifitas obat-obat bronkhodilator seperti
salbutamol yang merupakan agonis beta reseptor.
d) Potensiasi, contoh :
1) banyak diuretika yang menurunkan kadar kalium
plasma, dan yang akan memperkuat efek glikosid
jantung yang mempermudah timbulnya toksisitas
glikosid.
2) Penghambat monoamin oksidase meningkatkan jumlah
noradrenalin di ujung syaraf adrenergik dan karena itu
memperkuat efek obat-obat seperti efedrin dan tiramin
yang bekerja dengan cara melepaskan noradrenalin.
INTERAKSI OBAT BERMAKNA KLINIS
1. OBAT YANG RENTANG TERAPINYA SEMPIT
Contoh: antiepilepsi, digoksin, lithium, siklosporin, warfarin
2. OBAT YANG MEMERLUKAN PENGATURAN DOSIS TELITI
Contoh: antihipertensi
3. PENGINDUKSI ENZIM
Contoh: asap rokok, barbiturat, fenitoin, griseofulvin,
karbamzepin, rifampisin.
4. PENGHAMBAT ENZIM
Contoh: amiodaron, diltiazem, eritromisin, ketokonazol,
metronidazol, simetidin, siprofloksasin, verapamil
HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN INTERAKSI OBAT
1. Tidak semua obat yang berinteraksi signifikan scr klinik
2. Interaksi tidak selamanya merugikan.
3. Jika dua obat berinteraksi tidak berarti tidak boleh diberikan
4. Interaksi tidak hanya untuk terapi yang berbeda tetapi
kadang untuk mengobati penyakit yang sama.
5. Interaksi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
pengobatan.
GUNA INTERAKSI OBAT
1. MENINGKATKAN KERJA OBAT
Contoh : sulfametoksasol, analgetik dan kafein
2. MENGURANGI EFEK SAMPING
Contoh : anestetika dan adrenalin
3. MEMPERLUAS SPEKTRUM
Contoh : kombinasi antiinfeksi
4. MEMPERPANJANG KERJA OBAT
Probenesid dan penisilin.
PASIEN YANG RENTAN TERHADAP INTERAKSI OBAT
Pasien lanjut usia
Pasien yang mengkonsumsi lebih dari satu macam obat
Pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati
Pasien dengan penyakit akut
Pasien dengan penyakit yang tidak tidak stabil (kadang
kambuh)
Pasien dengan karakteristik genetik tertentu
Pasien yang dirawat oleh lebih dari satu dokter.