Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi...

37
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, menginstruksikan kepada setiap pemimpin Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah, Satuan Kerja atau Unit Kerja didalamnya wajib membuat laporan akuntabilitas kinerja secara berjenjang serta berkala untuk disampaikan kepada atasannya. Instruksi Presiden tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Keputusan Lembaga Administrasi Negara sebagaimana yang tertuang dalam Surat Keputusan Nomor 239/IX/6/8/2003 tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Berdasarkan hal Ini seluruh lembaga Negara diharuskan membuat laporan akuntabilitas kinerjanya. Sistem perencanaan strategis instansi pemerintah yang telah distandarisasi adalah Sistem Akuntabilitas Instansi Pemerintah (SAKIP) di mana pertanggung-jawaban kinerjanya adalah dokumen Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah (LAKIP). Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) adalah instrumen yang digunakan oleh instansi pemerintah dalam memenuhi kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan

Transcript of Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi...

Page 1: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.docx

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, menginstruksikan kepada setiap pemimpin

Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah, Satuan Kerja atau

Unit Kerja didalamnya wajib membuat laporan akuntabilitas kinerja secara berjenjang serta

berkala untuk disampaikan kepada atasannya. Instruksi Presiden tersebut kemudian

ditindaklanjuti oleh Keputusan Lembaga Administrasi Negara sebagaimana yang tertuang

dalam Surat Keputusan Nomor 239/IX/6/8/2003 tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Berdasarkan hal Ini seluruh lembaga Negara

diharuskan membuat laporan akuntabilitas kinerjanya.

Sistem perencanaan strategis instansi pemerintah yang telah distandarisasi adalah

Sistem Akuntabilitas Instansi Pemerintah (SAKIP) di mana pertanggung-jawaban kinerjanya

adalah dokumen Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah (LAKIP). Sistem Akuntabilitas

Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) adalah instrumen yang digunakan oleh instansi

pemerintah dalam memenuhi kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan

kegagalan pelaksanaan misi organisasi. SAKIP terdiri dari berbagai komponen yang

merupakan suatu kesatuan, yaitu : perencanaan strategis, perencanaan kinerja, pengukuran

kinerja dan pelaporan kinerja. Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah

dokumen gambaran perwujudan akuntabilitas instansi pemerintah yang dibuat dan disusun

berdasarkan SAKIP. Indikator kinerja kegiatan sebagai tolok ukur kinerja SAKIP ditetapkan

dan dikategorikan ke dalam kelompok (a) Masukan-masukan (Inputs); (b) Keluaran-keluaran

(Outputs); (c) Hasil-hasil (Outcomes); (d) Manfaat-manfaat (Benefits); (e) Dampak-dampak

(Impacts). Selanjutnya, pertanggungjawaban keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi

organisasi dilaksanakan melalui pengukuran kinerja. Namun sementara itu kinerja lembaga

yang tergambar jelas didalam LAKIP sering justru bukanlah gambaran sesungguhnya dari

kinerja lembaga secara keseluruhan. Terkait hal ini, Kementerian Pendayagunaan Aparatur

Page 2: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.docx

Negara (Menpan) menyatakan bahwa, SAKIP belum dapat menyediakan alat pengukuran dan

ukuran kinerja untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pencapaian organisasi, yang ada

hanyalah ukuran kinerja yang masih bersifat program yang berbasis anggaran yang

ditetapkan setelah program tersebut dilaksanakan, sehingga sulit untuk menentukan capaian

kinerja pada tingkat organisasi (Simanjuntak (2007).

Selanjutnya juga SAKIP masih terbatas pada penentuan visi, misi dan tujuan

organisasi dan belum menunjukkan arah akan dibawa kemana organisasi di masa yang akan

datang. Formulasi yang digunakan dalam pengukuran kinerja yang bersifat pencapaian

kinerja program, yaitu rasio antara rencana dan realisasi. Rencana merupakan komponen

indikator inputs yang diterjemahkan menjadi rasio antara anggaran yang digunakan dengan

keluaran yang ditargetkan, sedangkan Realisasi merupakan komponen indikator outputs yang

diterjemahkan menjadi hasil yang tercapai. Hasil rasio antara inputs dan outputs ini yang

digunakan sebagai ukuran kinerja organisasi instansi pemerintah. Hal lainnya adalah format

pelaporan SAKIP yaitu LAKIP belum melakukan pengukuran terhadap indikator-indikator

kinerja lainnya yang lebih bersifat intangible atau non teknis namun secara langsung maupun

tidak sangat mempengaruhi kinerja suatu organisasi pemerintah secara keseluruhan, misalnya

rasa puas masyarakat yang dilayani atau tingkat kenyaman dan kepuasan para pegawai di

dalamnya.

Penegasan akan pentingnya sebuah metode pengukuran yang lebih komprehensif

disampaikan oleh Niven (2005) bahwa pengukuran tradisional yang kita kenal selama ini

sangat sulit untuk mengukur hal-hal yang sifatnya intangible assets, seperti motivasi atau

misalnya skill yang bisa mendatangkan perubahan dan pertumbuhan organisasi. Oleh karena

itu dibutuhkan sebuah sistem pengukuran kinerja yang mampu mengukur nilai dari intangible

assets tersebut untuk memperkirakan dan mengantarkan sebuah kesuksesan ekonomis

organisasi.

Page 3: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.docx

Manajemen Strategis Berbasis Balanced Scorecard (BSC)

Menurut David (2002), manajemen strategik didefinisikan sebagai seni dan

pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas

fungsional demi pencapaian tujuan organisasi. Manajemen strategik difokuskan kepada

bagaimana memadukan manajemen-manajemen pemasaran/ pelayanan, keuangan/ akunting,

produksi dan operasi, penelitian dan pengembangan, serta sistem informasi komputer untuk

mencapai keberhasilan suatu organisasi. Pada era informasi ini, banyak organisasi yang

menggunakan Balanced Scorecard (BSC) bukan hanya dalam pengukuran kinerja, melainkan

sebagai inti dari sistem manajemen strategik (Kaplan dan Norton, 1996). Artinya, bahwa

BSC, yang terdiri empat perspektif (keuangan, pelanggan, proses internal, serta pertumbuhan

dan pembelajaran), tidak lagi diartikan secara harafiah sebagai pengukur kinerja, namun telah

tersirat makna sebagai suatu kerangka berpikir (framework of thinking) dalam pengembangan

peta strategi (strategy map). Balanced Scorecard merupakan sistem manajemen strategis yang

menterjemahkan visi dan strategi suatu organisasi kedalam tujuan dan ukuran operasional

(Hansen dan Mowen, 2003).

Konsep BSC lebih memiliki kemampuan menjawab berbagai persoalan

pengukuran secara komprehensif, integral dan dapat dipakai dengan mudah sebagai pijakan

didalam mendesain organisasi dan manajemen instansi pemerintah kedepan. Menurut Kaplan

dan Norton (1996), BSC mempunyai beberapa karakteristik, yakni : komprehensif, koheren,

berimbang dan terukur. Pengertian masing-masing karakteristik BSC tersebut adalah sebagai

berikut :

a. Komprehensif, dimaksudkan bahwa BSC memperluas perspektif yang dicakup dalam

perencanaan strategik, dari yang semula hanya terbatas pada aspek keuangan, menjadi

empat perspektif. Dalam dunia bisnis/ swasta, manfaat perluasan perspektif tersebut

Page 4: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.docx

adalah melipat-gandakan kinerja keuangan yang berkesinambungan serta memampukan

organisasi dalam memasuki lingkungan bisnis yang kompleks. Pada instansi pemerintah

aspek utama yang mengalami pelipat-gandaan yang berkesinambungan adalah perspektif

pelanggan atau publik.

b. Koheren, dimaksudkan agar personil organisasi dapat membangun hubungan sebab

akibat (causal relationship) di antara berbagai sasaran strategik yang dihasilkan dalam

perencanaan strategik. Dalam dunia bisnis/ swasta, setiap sasaran strategik yang

ditetapkan dalam perspektif non keuangan, harus mempunyai hubungan kausal dengan

sasaran keuangan, baik secara langung maupun tidak langsung. Ketiga perspektif non

keuangan, sesungguhnya merupakan pemicu dari kinerja keuangan organisasi.

Pencapaian sasaran strategik ini adalah penguasaan pengetahuan oleh personil organisasi,

sehingga akan meningkatkan kualitas proses untuk meningkatkan value bagi pelanggan.

Kekoherenan juga membangun hubungan sebab-akibat antara keluaran yang dihasilkan

oleh sistem perumusan strategi dengan keluaran dari sistem perencanaan strategik.

Disamping itu, kekoherenan juga dituntut dalam menjabarkan inisiatif strategik kedalam

program, dan selanjutnya program kepada anggaran (budgeting).

c. Berimbang, dimaksudkan untuk menghasilkan kinerja keuangan yang berkesinambungan

dari keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik

dalam dunia bisnis. Sedangkan pada instansi pemerintah, akan menghasilkan pelayanan

publik yang berkesinambungan.

d. Terukur, dimaksudkan bahwa BSC memberi kemudahan bagi organisasi untuk dapat

menentukan ukuran dari sasaran strategik yang akan dicapai dalam keempat perspektif,

sehingga sasaran tersebut dapat dikelola dan diwujudkan.

Menurut Kaplan dan Norton (2004), rancangan BSC yang dilaksanakan pada

organisasi publik adalah dalam rangka untuk mewujudkan misi organisasi tersebut. Suatu

Page 5: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.docx

organisasi yang akan membangun BSC sebagai sistem manajemen strategik harus

menetapkan:

a) Visi, misi, dan tujuan;

b) Menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam empat perspektif BSC. Penerapan

BSC dalam suatu perencanaan strategik dapat menuntun manajemen dan anggota

organisasi pemerintahan dalam menerjemahkan visi, misi, dan strategi organisasi ke

dalam tindakan-tindakan yang terukur dan terencana dengan baik. Perencanaan dan

pelaksanaan program maupun anggaran pemerintah akan terfokus pada upaya untuk

mencapai misi organisasi pemerintahan (mission driven), yakni demi mewujudkan

kesejahteraan masyarakat. Implementasi pendekatan ini menuntut adanya identifikasi

dan pengembangan kinerja organisasi yang komprehensif ke dalam empat perspektif

BSC (Gasperz, 2003). Dengan demikian, penerapan BSC yang didukung oleh sistem

pelaporan yang benar akan mendukung terwujudnya pemerintahan yang baik (good

governance).

Balanced Scorecard (BSC) pada Organisasi Publik

Organisasi publik merupakan organisasi yang didirikan dengan tujuan

memberikan pelayanan kepada masyarakat bukan mendapatkan keuntungan (profit).

Organisasi ini bisa berupa organisasi pemerintah dan organisasi nonprofit lainnya. Meskipun

organisasi publik bukan bertujuan mencari profit, organisasi ini dapat mengukur efektivitas

dan efisiensinya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu organisasi

publik dapat menggunakan balanced scorecard dalam pengukuran kinerjanya.

Eagle (2004), menyampaikan salah satu alasan mengapa kerangka BSC penting untuk

diimplementasikan ke organisasi yang bersifat publik yaitu untuk merespon tuntutan publik

yang merupakan stakeholder akan akuntabilitas dan efisiensi organisasi publik.

Page 6: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.docx

Kecenderungan saat ini adalah pengukuran kinerja telah dilakukan pada semua tingkatan

organisasi pemerintahan. Tantangan utamanya adalah bagaimana memiliki sebuah sistem

atau kerangka kinerja yang secara efektif mampu membagi dengan baik alokasi-alokasi

prioritas terhadap keterbatasan sumberdaya yang ada dalam pelaksanaan prioritas tersebut

dan mengukur hasilnya.

Untuk dapat memenuhi kebutuhan organisasi publik yang berbeda dengan organisasi bisnis,

maka sebelum digunakan ada beberapa perubahan yang dilakukan dalam konsep balanced

scorecard. Perubahan yang terjadi antara lain: 1) perubahan framework dimana yang menjadi

driver dalam balanced scorecard untuk organisasi publik adalah misi untuk melayani

masyarakat 2) perubahan posisi antara perspektif finansial dan perspektif pelanggan 3)

perspektif customers menjadi perspektif customers & stakeholders 4) perubahan perspektif

learning dan growth menjadi perspektif employees and organization capacity (Rohm, 2005).

Carmona dan Gronlund (2003) menyatakan ada banyaknya bentuk organizational

performance framework di organisasi-organisasi publik membuat banyaknya data maupun

fakta yang bersifat spesifik yang tidak semuanya bersifat finansial sehingga pengukuran

yang harus dilakukan untuk mengkajinya haruslah sebuah pengukuran yang juga mengukur

perspektif-perspektif non finansial yang ada.

Sumber : Rohm (2004)

Gambar 2. Gambaran BSC yang Digunakan dalam Organisasi Publik.

Gambar 2 menunjukkan apa yang menurut Imelda (2005) yang menjadi fokus utama dalam

organisasi publik yaitu misi organisasi, secara umum misi suatu organisasi publik adalah

melayani dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dari misi tersebut diformulasikan

strategi-strategi yang akan dilakukan untuk pencapaian misi tersebut. Strategi tersebut

Page 7: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.docx

kemudian diterjemahkan dalam keempat perspektif, yaitu : perspektif customer &

stakeholders, perspektif financial, perspektif internal business process dan perspektif

employees & organization capacity. Perspektif customer & stakeholders menggambarkan

pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Perspektif financial mengidentifikasikan

pemberian pelayanan yang efisien. Perspektif internal business process menggambarkan

proses-proses yang penting bagi organisasi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Perspektif employees & organization capacity menggambarkan kompetensi dan kemampuan

semua anggota organisasi. 

Perancangan Balanced Scorecard (BSC)

Perancangan ukuran kinerja adalah suatu tahapan yang penting dalam penerapan Balanced

Scorecard pada suatu organisasi. Perancangan Balanced Scorecard pada Lembaga

Pemerintahan seperti Lembaga pemerintah, diawali dengan penentuan komponen-komponen

strategik oleh Manajemen. Komponen strategik dimaksud adalah visi, misi, tujuan, dan

strategi Lembaga pemerintah. Komponen strategik tersebut merupakan penjabaran dari visi,

misi, tujuan dan sasaran yang disusun sebelumnya didalam Renstra (Rencana Strategis) dan

LAKIP yang kemudian disesuaikan dengan kondisi saat ini dan keterkaitannya dengan tugas

pokok dan fungsi Lembaga pemerintah.

1. Penjabaran Visi dan Misi kedalam Tujuan dan Strategi.

Penjabaran visi, misi, tujuan dan strategi ke dalam sasaran strategis melalui empat perspektif

BSC dilaksanakan melalui mekanisme FGD (Focus Group Discussion) dengan panduan

kuesioner dengan target responden adalah manajemen. Visi, misi, tujuan dan strategi Kantor

yang digunakan berdasarkan Rencana Strategis Lembaga pemerintah.

Visi adalah gambaran masa depan organisasi yang akan diwujudkan. Visi menjawab

Page 8: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.docx

pertanyaan : ”organisasi ingin menjadi apa di masa depan (what do we want to be)”. Visi

yang jelas akan membantu dalam penjabarannya ke dalam tujuan (goal) organisasi dan

menentukan sasaran strategik yang sejalan dengan tujuan tersebut.

Misi adalah jalan yang dipilih oleh suatu organisasi untuk menuju ke masa depan yang

diinginkan. Pernyataan misi suatu organisasi menentukan aktivitas bisnis organisasi itu.

Dalam FGD, dibahas tentang substansi dari misi dan mempertimbangkan visi yang sudah

ditetapkan, dengan mengacu pada kriteria sebuah misi. Kriteria sebuah misi antara lain:

a. Kebutuhan para stakeholders yang mana yang dipenuhi sehubungan dengan adanya

Lembaga Negara itu termasuk unit-unit kerjanya di Provinsi dan Kabupaten/Kota.

b. Siapakah mereka para stakeholders Lembaga pemerintah itu.

c. Apa Bisnis organisasi dari Lembaga yang bernama Lembaga pemerintah.

d. Apakah kompetensi yang harus dimiliki organisasi dalam menjalankan bisnis

organisasinya.

Tujuan adalah pernyataan luas tentang apa yang akan diwujudkan oleh organisasi.

Strategi adalah pola yang digunakan oleh organisasi untuk mengambil keputusan,

mengerahkan sekaligus mengarahkan seluruh sumberdaya yang ada dalam rangka

mewujudkan visi organisasi.

Gambar 3 Berikut adalah Contoh penjabaran visi dan misi organisasi/program kedalam

keempat perspektif BSC sampai kepada Tujuan dan Strategi pencapaiannya. Pada tahapan

ini Visi organisasi diturunkan kedalam misi-misi yang ingin dicapainya, kemudian dilakukan

diskusi untuk mengelompokkannya kedalam masing-masing perspektif BSC yang relevan

selanjutnya ditentukan tujuan masing-masing Perspektif serta bagaimana strategi umum

yang akan dilakukan untuk pencapaiannya.

2. Sasaran Strategis, Indikator Kinerja Kunci, Target dan Inisiatif Strategis.

Page 9: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.docx

Penentuan sasaran strategis, indikator kinerja kunci, target dan inisiatif strategis

dilaksanakan melalui FGD yaitu unsur manajemen atau pimpinan terkait dengan panduan

kuesioner. Sebagai bahan masukan untuk kelengkapan data dan informasi perlu dilakukan

wawancara terbuka dengan beberapa Penanggung Jawab Kegiatan. Hasil kuesioner dari

Manajemen dan wawancara terbuka dengan para Penanggung Jawab Kegiatan kemudian

dirumuskan dan selanjutnya hasil rumusan dimaksud dikonfirmasi kembali kepada

Manajemen secara berulang sampai sasaran strategis, indikator kinerja kunci, target, dan

inisiatif strategis siap menjadi kerangka kerja Lembaga pemerintah . Contoh perumusan

Sasaran strategis, indikator kinerja kunci, target dan inisiatif strategis ini dapat dilihat pada

Gambar 4.

3. Pembobotan Perspektif dan Indikator Kinerja Kunci (Key Performance Indicators)

Setelah ditentukan sasaran strategis dan indikator kinerja kunci, target dan inisiatif strategis

dari masing-masing perspektif, selanjutnya adalah pembobotan masing-masing perspektif

dan indikator kinerja kunci. Pembobotan ini dapat dilakukan dengan berbagai metode antara

lain teknis Paired Comparison (Perbandingan Berpasangan) dengan menggunakan Rumus :

Pembobotan ini selain berfungsi untuk mengetahui peringkat dari masing–masing perspektif

dan indikator kinerja kunci yang ada dalam tiap perspektif juga berfungsi untuk mengetahui

besaran kontribusi tiap indikator kinerja kunci terhadap kinerja Kantor secara keseluruhan.

Gambar 5. dibawah ini adalah Contoh Hasil Pembobotan Perspektif dan pembobotan

Indikator Kinerja Kunci yang dilakukan oleh pelaksana Kegiatan/program atau Manajemen

Organisasi dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD).

Setelah Visi dan Misi organisasi atau Program telah dikelompokkan dalam masing-masing

perspektif, maka langkah selanjutnya adalah menentukan Indicator Kinerja Kunci (Key

Performance Indicators) sehingga terhadap satu perspektif bisa dirumuskan beberapa KPI

Page 10: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.docx

yang relevan dengannya. KPI-KPI ini selanjutnya melalui forum FGD akan dibobot

berdasarkan tingkat kepentingannya atau tingkat prioritasnya, pembobotan pertama adalah

ratio terhadap perspektif masing-masing, dan pembobotan kedua adalah ratio bobot terhadap

kinerja keseluruhan yaitu keempat perspektif. Dari proses ini kemudian bisa dilihat:

1. Posisi Tingkatan Perspektif berdasarkan bobot terpenting atau prioritas terhadap

keseluruhan kinerja.

2. Posisi Tingkatan KPI berdasarkan bobot terpenting didalam masing-masing perspektif.

Peta Strategi (Strategy Map)

Salah satu sifat dari perancangan balanced scorecard adalah adanya kekoherenan dari

sasaran-sasaran strategik yang ditetapkan. Kekoherenan dimaksud adalah terciptanya

hubungan sebab-akibat antara satu sasaran strategik dengan sasaran strategik yang lain.

Hubungan sebab-akibat yang terjalin antara sasaran-sasaran strategik dari keempat perspektif

balanced scorecard membentuk strategy map organisasi. Strategy map yang tersusun itu akan

membantu organisasi untuk mewujudkan tujuan dan visi organisasi tersebut.

Menurut Scholey (2005), strategy map ini adalah langkah yang dapat diambil untuk

memandu dalam mengukur, memanajemeni, dan mengomunikasikan rencana yang telah

dibuat secara lebih jelas. Strategy map Lembaga pemerintah disusun oleh hubungan sebab-

akibat yang terjalin antara sasaran-sasaran strategik yang bermuara pada pencapaian visi,

misi dan tujuan Kantor. 

Strategy Map Lembaga pemerintah harus mampu menunjukkan adanya hubungan sebab-

akibat yang diawali dari sasaran strategik pada Perspektif Pegawai dan Kapasitas Organisasi,

sasaran strategik Perspektif Proses Internal, sasaran strategik Perspektif Keuangan, sampai

kepada sasaran strategik pada Perspektif Stakeholders, yang pada akhirnya akan mendorong

pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi. Sasaran strategis yang telah ditetapkan

Page 11: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.docx

menunjukkan hubungan sebab-akibat sehingga membentuk rancangan peta strategi.

Contoh Hubungan sebab-akibat yang terbentuk oleh setiap sasaran strategik tersebut

ditunjukkan oleh Gambar 6. dibawah ini :

Implementasi Balanced Scorecard (BSC) dalam Pengukuran Kinerja

Kerangka kerja BSC ini kemudian akan diimplementasikan melalui pengukuran kinerjanya

masing-masing guna mengetahui kemampuan penerapan dari masing-masing indikator

kinerja kunci tersebut. Pengukuran kinerja dilakukan untuk mengetahui capaian kinerja

Organisasi atau lembaga.

Pengukuran kinerja dilakukan dengan kinerja aktual yaitu pada tahun atau periode yang

diukur dari setiap indikator kinerja kunci dibandingkan dengan target dengan memperhatikan

kinerja organisasi atau lembaga terhadap masing-masing indikator kinerja kunci pada

periode atau tahun sebelumnya.

Capaian kinerja dapat diketahui melalui perhitungan indeks kinerja, untuk itu terlebih dahulu

harus ditentukan indeks capaian terhadap kinerja organisasi/lembaga. Indeks capaian kinerja

yang digunakan adalah mengacu kepada indeks kinerja dalam format LAKIP, yaitu sebagai

berikut:

0%

-

55%

dikategorikan

Buruk

Page 12: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.docx

56%

-

70%

dikategorikan

Sedang

71%

-

85%

dikategorikan

Baik

Page 13: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.docx

86%

-

>100%

dikategorikan

Sangat Baik

Penerapan pengukuran kinerja dengan menggunakan kerangka kerja yang telah disusun

dengan Balanced Scorecard membutuhkan skor tertentu (Norma Scoring), maka perlu

penetapan skor terlebih dahulu oleh manajemen (FGD). Berdasarkan hal tersebut maka

indeks capaian kinerja organisasi/lembaga yang digunakan dalam penelitian ini mengacu

pada kategori berikut:

Skor 1

:

0%

-

Page 14: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.docx

55%

dikategorikan

Buruk

Skor 2

:

56%

-

70%

dikategorikan

Sedang

Page 15: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.docx

Skor 3

:

71%

-

85%

dikategorikan

Baik

Page 16: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.docx

Skor 4

:

86%

-

>100%

dikategorikan

Sangat Baik

Page 17: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.docx

Capaian kinerja setiap indikator kinerja kunci diketahui melalui persentase antara kinerja

aktual dan target yang telah ditetapkan. Persentase dimaksud akan menunjukkan nilai skor

dan kategori keberhasilan pencapaian masing-masing indikator kinerja kunci. Selanjutnya,

skor yang diperoleh dikalikan dengan bobot indikator kinerja kunci tersebut. Fungsi bobot

adalah untuk menunjukkan besaran nilai dari setiap indikator kinerja kunci, sehingga setiap

capaian kinerja dari indikator kinerja kunci dapat dievaluasi. Hasil perkalian skor dengan

bobot indikator kinerja kunci akan menghasilkan skor terbobot. Kemudian, seluruh skor

terbobot dijumlahkan untuk memperoleh Total Skor.

Contoh Tabel Pengukuran Kinerja dengan kerangka BSC ditunjukkan oleh Gambar 7.

dibawah ini.

Setelah bobot KPI dan Peta strategi ditentukan beserta dengan hubungan Sebab-Akibat antar

KPI maka dengan melihat Capaian dan Target dalam Periode tertentu yang dijadikan sebagai

periode pengukuran, maka bisa dihasilkan Indeks Kinerja yang merupakan perbandingan

antara target dan kinerja aktual. Untuk menentukan Skor dan Kriterianya, bisa digunakan

macam-macam skala atau ukuran sesuai dengan kebutuhan atau preferensi masing-masing,

namun mengingat ini adalah sebuah pengukutan kinerja bagi obyek instansi pemerintah

maka disarankan untuk menggunakan kriteria LAKIP dalam menentukan Skornya.

Masing-masing KPI akan menghasilkan Skor Terbobot sesuai dengan Rasio Capaian Kinerja

Aktualnya terhadap Target. Akumulasi Skor dari keseluruhan KPI inilah yang

menggambarkan Kinerja Lembaga/ Organisasi/Program atau Kegiatan secara Overall.

Proses Pengintegrasian Kerangka BSC kedalam Kerangka SAKIP

Sebagaimana diketahui bahwa SAKIP sebagai kerangka kerja pengukuran kinerja instansi

pemerintah yang telah distandarisasi oleh pemerintah melalui Instruksi Presiden No. 7 Tahun

1999 memiliki komponen-komponen yaitu : Perencanaan Strategik, Perencanaan Kinerja,

Page 18: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.docx

Pengukuran Kinerja dan Pelaporan Kinerja. Tulisan ini sejak awal tidak dimaksudkan untuk

melakukan penggantian secara total baik secara konsep maupun substansi SAKIP mengingat

esensi SAKIP itu sendiri memang merupakan suatu keharusan bagi instansi pemerintah atau

organisasi-organisasi yang bersifat publik guna mempertanggung jawabkan pelaksanaan

tugas pokok dan fungsinya masing-masing.

Dalam tulisan ini salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah bagaimana perancangan

kerangka pengukuran berbasis BSC pada Lembaga/Organisasi Pemerintah dapat

diintegrasikan kedalam SAKIP mengingat bahwa sifat BSC sebagai alat dalam ilmu

manajemen strategik yang relatif lebih komprehensif sifatnya untuk merepsentasikan kinerja

suatu organisasi dan tidak terbatas pada aspek-aspek tertentu saja seperti aspek finansial atau

keuangan misalnya.

Oleh sebab itu komponen-komponen dalam SAKIP selanjutnya akan disusun melalui

pendekatan BSC setelah penjabaran visi misi organisasi dilakukan berdasarkan keempat

perspektif BSC. Hal ini akan membuat SAKIP Lembaga pemerintahan memiliki gambaran

yang jelas dan menyeluruh tentang kinerjanya, baik secara anggaran, program dan kegiatan

namun juga terhadap bagaimana kinerja organisasi atau lembaga mendapatkan apresiasi

masyarakat maupun stakeholders lainnya melalui persepsi kepuasan masyarakat dan

stakeholders.

Pada Gambar 7. dapat dilihat proses pengintegrasian kerangka BSC kedalam SAKIP/LAKIP.

Implikasi Manajerial dan Rekomendasi

Berdasarkan pembahasan diatas maka yang dapat direkomendasikan kepada Lembaga

Pemerintahan adalah menerapkan kerangka kerja BSC yang telah disusun dan

Page 19: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.docx

mengintegrasikannya kedalam SAKIP dan LAKIP sebagai format pengukuran dan pelaporan

AKIP yang telah menjadi standar yang diatur oleh Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999. 

Penerapan kerangka kerja BSC yang telah dirancang akan memberikan arah dan fokus

pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh organisasi sesuai dengan visi, misi, tujuan, dan

strategi yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengukuran kinerja dengan kerangka kerja BSC

akan memberikan data dan informasi tentang kondisi organisasi secara lebih komprehensif

dan akurat. Integrasi dengan SAKIP dan LAKIP bisa dilakukan karena dalam perancangan

dan penyusunan kerangka BSC, visi, misi, tujuan dan indikator-indikator teknis yang

dicantumkan adalah apa yang terdapat didalam SAKIP dan LAKIP Lembaga pemerintah

sesuai dengan apa yang telah digariskan dan dijadikan acuan dalam RENSTRA BPN RI

Tahun 2005-2009 yang kemudian disempurnakan dalam RENSTRA BPN RI Tahun 2007-

2009. Penyesuaian hanya dilakukan pada sebagian frase dalam Visi, strategi, sasaran

strategik dan inisiatif strategik, target dan memasukan indikator-indikator kinerja kunci

organisasi yang sifatnya non teknis lembaga pemerintah dan belum terdapat didalam SAKIP

dan LAKIP namun merupakan pemicu kinerja organisasi. 

Di lain pihak, implikasi dari penerapan kerangka kerja dimaksud akan memberikan tanggung

jawab pekerjaan yang lebih banyak lagi bagi organisasi yang ditandai dengan bertambahnya

jumlah indikator kinerja kunci yang telah ditetapkan, selain kewajiban yang telah

distandarisasi oleh pemerintah melalui SAKIP dan LAKIP. Namun mengingat kerangka

kinerja BSC bersifat lebih komprehensif dan akurat serta bertujuan untuk menyajikan

kondisi aktual kantor yang dapat melengkapi indikator-indikator yang ada didalam SAKIP

dan LAKIP maka penerapannya di Lembaga Pemerintahan sangat direkomendasikan untuk

dilakukan.

Kekomprehensifan dan keakuratan data dan informasi yang diperoleh dari pengukuran

kinerja dimaksud akan membantu manajemen yaitu unsur pimpinan Lembaga pemerintah

Page 20: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.docx

dalam mengambil kebijakan lebih lanjut tentang pelayanan lembaga pemerintah dan aspek-

aspek lembaga pemerintah lainnya yang disesuaikan dengan perkembangan politik, sosial,

ekonomi, dan teknologi yang sedang berkembang.

Dengan demikian pihak-pihak tersebut memperoleh data dan informasi yang komprehensif

dan akurat tentang kondisi pelayanan lembaga pemerintah maupun gambaran terkini dari

kondisi lembaga pemerintah dengan segala aspek yang terkait didalamnya di wilayah

kabupaten/kota maupun Provinsi dan secara nasional guna pengambilan kebijakan lebih

lanjut tentang kebijakan –kebijakan lembaga pemerintah di Indonesia.

Evaluasi dan Perbandingan antar Kerangka Pengukuran Kinerja

Antara SAKIP dengan BSC memiliki kesamaan dalam kerangka sistemnya karena keduanya

terdiri dari komponen perencanaan strategik yang menjabarkan visi, misi, sasaran dan tujuan,

perencanaan kinerja, proses pengukuran kinerja, serta evaluasi dan format pelaporan kinerja.

Namun, guna mengantisipasi perkembangannya yang semakin pesat dan tuntutan untuk

semakin mengutamakan kepentingan masyarakat dalam pelayanan publik yang dilakukan

maka mekanisme SAKIP khususnya terhadap komponen Pengukuran Kinerja dan Pelaporan

Kinerja (LAKIP) dianggap masih membutuhkan masukan untuk kesempurnaannya.

Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini mencoba untuk memberikan sebuah alternatif strategi

maajemen dengan melaksanakan perancangan kerangka kerja pengukuran kinerja Instansi

Kantor atau lembaga dengan menggunakan BSC yang bukan ditujukan untuk menggantikan

kerangka AKIP yang ada didalam SAKIP, melainkan merupakan upaya untuk memberikan

masukan dalam kerangka kerja AKIP dengan memasukan indikator-indikator kinerja kunci

yang masih belum diperhatikan didalam kerangka SAKIP.

Hasil evaluasi dan pembandingan adalah sebagai berikut:

1. Selama ini dalam penyusunan SAKIP hanya melibatkan beberapa orang pejabat yang

Page 21: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.docx

diberikan tanggung jawab untuk menyusun dan melaporkan LAKIP organisasi atau kantor

masing-masing. Hal ini membuat partisipasi aktif dari seluruh komponen organisasi/kantor

(pejabat maupun pegawai) yang menjadi syarat dalam penyusunan AKIP tidak berjalan

dengan baik, dengan mekanisme kerangka kinerja BSC keterlibatan seluruh unsur

manajemen (Eselon 1-4 bahkan 5) serta seluruh pegawai yang ada bisa lebih dimaksimalkan

sejak dari penjabaran visi, misi, sasaran dan tujuan, penentuan program-program prioritas

yang akan menjadi indikator kinerja kunci bagi Kantor sampai kepada proses pengukuran

yang melibatkan SDM didalam kantor.

2. Capaian indeks kinerja dalam SAKIP organisasi atau lembaga pemerintahan selama ini

secara keseluruhan tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibatnya (koheren).

Sedangkan peta strategi (Strategy Map) yang dirumuskan dalam BSC adalah hipotesis yang

mampu menjelaskan hubungan sebab-akibat dari pencapaian indikator-indikator kinerja baik

keberhasilan maupun kegagalannya. 

3. Indikator kinerja yang digunakan dalam SAKIP selama ini hanya indikator kinerja teknis

saja yang sifatnya berbasis anggaran, tidak memperhatikan indikator non teknis non

keuangan sebagai pemicu kinerja. Indikator kinerja dalam BSC telah memperhatikan

indikator kinerja pemicu kinerja seperti: tingkat kepuasan stakeholders, tingkat kepuasan

kerja pegawai, jumlah pegawai yang mengikuti diklat atau tugas belajar, dan penggunaan

dan kualitas sistem informasi yang menunjang pelayanan yang diberikan, dan lain-lain.

4. Indikator kinerja yang digunakan dalam SAKIP cenderung tidak konsisten karena antara

indikator kinerja didalam komponen perencanaan strategik dengan indikator kinerja didalam

komponen pengukuran kinerja ada perbedaan, karena indikator kinerja dalam komponen

pengukuran kinerja dalam SAKIP lebih memuat hal-hal operasional dalam masing-masing

program sehingga hal ini akan berpotensi membelokkan fokus organisasi dari pencapaian

visi, misi, tujuan dan sasaran yang telah ditentukan dalam rencana strategis (RENSTRA).

Page 22: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.docx

Sedangkan indikator kinerja BSC bersifat lebih konsisten dengan perencanaan strategik yang

telah dilakukan sebelumnya sehingga antara indikator kinerja yang direncanakan dengan

yang diukur merupakan poin-poin yang sama.

5. Target kinerja yang ada dalam SAKIP organisasi atau lembaga pemrintah biasanya adalah

target kinerja yang disesuaikan dengan anggaran kegiata yang disahkan oleh Legislatif. Hal

ini menyebabkan pencapian visi, misi, tujuan, dan strategi organisasi pemerintahan secara

keseluruhan menjadi sangat tergantung kepada pengesahan anggaran oleh DPR. Sedangkan

Target kinerja dalam BSC merupakan akumulasi dari kondisi lembaga atau organisasi yang

sebenarnya untuk pencapaian sasaran strategis dalam keempat perspektif BSC.

Kesimpulan dan Saran

Tuntutan untuk meningkatkan peran strategis sebagai instansi pemberi layanan publik

dengan mekanisme dan sistem pelayanan yang prima mengharuskan adanya keseragaman

antara hasil pengukuran kinerja dengan kondisi aktual kinerja kantor/lembaga atau organisasi

pemerintah. Dengan turut memperhitungkan persepsi stakeholders dan pegawai serta

Indikator Kinerja Kunci lainnya yang bersifat non teknis dan belum pernah menjadi

Indikator Kinerja dalam SAKIP, membuat Lembaga pemerintah membutuhkan suatu metode

pengukuran kinerja yang lebih komprehensif, koheren, berimbang dan terukur guna

melengkapi SAKIP yang selama ini menjadi standar pengukuran kinerja instansi pemerintah.

Sebagai sebuah metode pengukuran kinerja kerangka kerja BSC dirasakan relatif lebih

komprehensif, koheren, berimbang dan terukur dibandingkan dengan pengukuran kinerja

AKIP dalam SAKIP, oleh sebab itu BSC kemudian dirasakan diperlukan lembaga

pemerintahan untuk diimplementasikan dalam pengukuran kinerja kantor sehingga

penyusunan SAKIP selanjutnya digunakan dengan menggunakan pendekatan BSC.

Tabel pengukuran Kinerja berdasarkan kerangka BSC dapat dijadikan sebagai Laporan yang

Page 23: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.docx

Berdiri sendiri untuk kepentingan pengambilan kebijakan dalam organisasi maupun untuk

level yang lebih rendah seperti Program dan Kegiatan-Kegiatan tertentu ditingkatan Eselon

yang ada, namun dalam hubungannya dengan pelaporan kinerja instansi maka Tabel

Pengukuran Kinerja berdasarkan kerangka BSC ini kemudian bisa diintegrasikan kedalam

Format-Format yang telah distandarisasi didalam LAKIP, sebagaimana dalam contoh

gambar diatas.

Dengan menggunakan pendekatan BSC dalam melakukan pengukuran kinerja, sebuah

organisasi akan secara otomatis membentuk dirinya sebagai organisasi yang berorientasi

strategi, sehingga dalam penyusunan program, internal process sampai kepada tahapan

eksekusi dan evaluasi hasil senantiasa memperhatikan hubungan sebab-akibat dalam peta

strateginya (koheren).

Keempat perspektif yang ada didalam BSC yaitu : finansial, internal proses/bisnis,

stakeholder/customer dan pendidikan, pembelajaran serta kapasitas organisasi membuat BSC

sebagai sebuah sistem pengukuran kinerja memiliki keseimbangan dalam menentukan

kinerja organisasi dengan melibatkan semua unsur didalamnya (Berimbang).

Mekanisme dan tahapan-tahapan penyusunannya, membuat BSC tidak saja hanya

merupakan pengukur out put tetapi juga sebagai penyedia input dari strategi dan indikator

indikator kinerja kunci apa yang akan di hasilkan, bagaimana mencapainya, bagaimana

pengaruhnya bagi organisasi secara keseluruhan dan sebagai gambaran kinerja.

(Komprehensif).

Semua KPI yang ada dimasing-masing Perspektif adalah gambaran visi yang diturunkan

kedalam misi dan membuatnya bisa diukur dalam sebuah ukuran tertentu. Hal ini membuat

organisasi berhasil membuat Visi dan Misi organisasi sebagai sebuah ‘mimpi’ atau ‘cita-cita’

menjadi ‘nyata’ karena kemampuannya untuk diukur (Terukur).

Page 24: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.docx

Adapun perbedaan karakteristik organisasi swasta dan pemerintah adalah sebagai mana ditunjukkan dalam tabel berikut.

______________________________________________________________________Perspektif Swasta Pemerintah_______________ Finansial Pemegang saham DPR, pembayar pajak, konstituen

Pelanggan Pelanggan Orang yang menggunakan jasa/pelayanan publik

Proses Proses Membuat produk Memberikan pelayanan secara kompetitifInternal yang diunggulkan

Pertumbuhan & karyawan, direksi pejabat politik (menteri), pegawai pemerintahPembelajaran ________________________________________________________________________