Insight Lukas 10

7

Click here to load reader

description

good

Transcript of Insight Lukas 10

Page 1: Insight Lukas 10

Insight Lukas 10Dalam teks ini Yesus diuji oleh seorang guru agama Yahudi. Dia menanyakan bagaimanakah cara agar mendapatkan kehidupan yang kekal. Mungkin semua orang gelisah akan hidup yang kekal itu, sebab semuanya akan memasuki ruang kematian dan kehidupan sesudah kematian itu segera tiba. Semua agama ternyata mempunyai dua konsep keadaan sesudah kematian itu,yakni akan mendapatkan sorga, tetapi bisa juga mendapatkan neraka. Kegelisahan itu milik orang-orang awam, tetapi tidak untuk ahli-ahli agama Yahudi. Mereka yakin melalaui pengamalan tuntutan hukum taurat Musa mereka akan memperoleh sorga, bukan neraka.Oleh karena itulah bagitu faham guru terhormat ini menjawab ketika Yesus menanyakan bagaimana anjuran Musa, dan dia menjawab: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" (ay. 27). Benar, kata Yesus lakukanlah demikian. Tapi guru itu masih bertanya siapakan sesama ku itu?.. Maka Yesus kemudian menceritakansebuah perumpaan tentang seorang Samaria yang baik hati.

Yesus dengan sangat jelas mengatakan bahwa ketika si tersamun itu tergeletak tak berdaya penuh luka, seorang imam dan seorang Lewi meninggalkan begitu saja orang tersamun tersebut. Justru seorang Samaria, yang selama ini dibenci oleh orang Yahudi termasuk kedua tokoh agama dan yang tersamun itu sendiri, menghampiri membersihkan luka dan membalutnya. Menaikkan keatas keledainya membawanya ke rumah perawatan, bahkan mengatakan kalau yang dua dinar ini masih kurang, nanti akan dia lunasi lunasi. Yesus berkata, siapakah sesama bagi yang tersamun tersebut? jawab Guru tersebut: orang Samaria yang menolongnya. Dan Yesus sekali lagi mengatakan: perbuatlah demikian.

Ada beberapa hal yang sangat menarik dalam hal ini, pertama ahli ahli agama berjubah itu, yang senantiasa mengucapan kasih ternyata tidak tergerak hatinya membantu, Mungkin saja mereka berpikir : nanti jubah kemilauku kotor"... atau mengatakan kalau dia telah mati dan tersentuh tanganku, aku menjadi najis....(seperti tradisi Yahudi yang mengatakan seperti itu). Ini sangat menyedihkan...mungkin saja yang tersamun itu adalah orang yang pernah mendengar uraian khotbahnya tentang kasih itu, tetapi mereka kering....palsu...jauh kata dari perbuatan. Mereka sebenarnya membohongi diri dan TUHAN, sebab mereka adalah gembala Israel yang dipilih oleh Tuhan, Gembala yang memiliki pendengaran yang tajam, telinga yang bening mendengar, Mata yang melihat jelas, tangan yang ringan terutama perasaan yang peka, yang semuanya inderanya hanya untuk merawat, menjamin keselamatan domba-dombanya agar sehat sejahtera. Mereka sebenarnya sosok yang bisa menjawab pergumulan orang Yahudi. Tetapi imam dan orang lewi dalam perumpamaan Yesus ini, yang hidup dari altar dan meja Tuhan ini, fakum tanpa rasa, empati dan solidaritas.

Kedua, orang Samaria yang mereka benci karena dianggap tidak hidup suci, tidak seagama, bahkan orang yang dalam ajaran-ajaran agamanya di cap kafir, ternyata menghampiri, membersihkan dan membalut lukanya. Menumpahkan anggurnya (pengganti alkohol penawar sakit, tentunya)

Page 2: Insight Lukas 10

menaikkan ke atas keledai dan mengiringnya ke rumah penginapan/perawatan. Ini menentang logika, ajaran agama mengatakan mengasihi sesama terlebih satu agama. Walau dia orang tak dikenal, asing tetapi hatinya tersentuh, simpati dan tangannya terulur. bahkan rela memberi dari yang dia mampu berikan (dia berjanji kalau biaya pengobatan yang dia beri 2 dinar kurang akan dia tambahi). Orang Samaria ini tidak melihat ke belakang, tentang betapa pahitnya perlakuan orang Yahudi ini terhadap bangsanya, tentang bagaimana mereka dianggap kafir, tak berharga. Walau dia tau di belakang banyak kesedihan, duka dan pasti air mata, dia tidak balas dendam dan berkata: mampus lho, tahankan, emang gua pikirin..." Wah dia orang lain, lain dari kelajiman, satu anomali kemanusiaan yang selalu berfiukir sebab akibat. Mata kita diungkap, diberi pencerahan oleh Yesus, seperti orang Samaria ini, bahwa sesama itu adalah orang yang mengasihi sesamanya walaupun tidak satu marga, suku, bahkan tidak satu agama.

Bagi kita sebagai orang beriman, ada beberapa catatan yang mau ditegur oleh Yesus:

1. Alangkah seringnya kita berperan sebagai kaum imam, yang percaya tetapi terkerangkeng dengan retorika kasih tanpa mau menjadi sesama kepada orang lain. Kita sering hidup terisolir, mengagumi diri kita sendiri dan tidak peduli dengan mereka yang menderita di dekat kita.

2. Para pelayan seharusnya tidak perlu takut bahwa jubahnya akan kotor...mereka harus mendekati dan memberi diri menjawab. Terakhir ini cukup banyak pendapat jemaat yang menggelisahkan hati, salah satu dantaranya mengatakan bahwa para pendeta telah pula terhisap kepada roh mammonisme, ingin kaya dan memiliki rumah mewah serta perabotan berharga puluhan juta. Jemat tadi mengatakan kami sebenarnya ingin meminta pak pelayan itu menasehati kami, tetapi kami tak berani ke rumahnya yang mentreng itu, takut lumpur dikakikami mengotori lantai rumahnya yang indah itu...

3. Perumpamaan ini mengambarkan bahwa pelayan perlu meniru si orang Samaria tersebut, yang turun dan menghampiri si tersamun tadi untuk menyelamatkan. Gereja menjadi gambaran amannya status gereja, sekali gus menina bobo para pelayan dan jemaatnya. Sebenarnya kita harus kembali ke model pelayanan gereja mula-mula, gereja yang mobil bergerak menyembuhkan yang terluka.

4. Di tengah bangsa kita yang sedang sakit parah ini... bisakah kita menjadi orang samaria? walau gereja sering dianggap orang asing, musuh, tak beradat bahkan kafir....tetapi mampu memberi setets air penyejuk, dengan kesabarannya, kerendahan hatinya, pengorbanannya, hati tulusnya dan degan kasih yang bukan hanya kata-kata tetapi mau melakukannya juga. Sebagai mana Yesus telah memerankan orang Samaria pertama waktu dia datang ke tengah kemanusiaan, dan dengan kasihnya ingin menyelamatkan kita walau harus menjalani peristiwa penyaliban itu? kita dalah anak anak teologis Yesus, dia mengharapkan agar kita menjadi pelaku pelaku kasih. lihatlah ayat dibawah ini:

"Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami

Page 3: Insight Lukas 10

melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku (Mat 25:34-40).

Lukas 11:33-36"Tidak seorangpun yang menyalakan pelita lalu meletakkannya di kolong rumah atau di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian, supaya semua orang masuk, dapat melihat cahayanya. 34. Matamu adalah pelita tubuhmu. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu, tetapi jika matamu jahat, gelaplah tubuhmu. 35. Karena itu perhatikanlah supaya terang yang ada padamu jangan menjadi kegelapan. 36. Jika seluruh tubuhmu terang dan tidak ada bagian yang gelap, maka seluruhnya akan terang, sama seperti apabila pelita menerangi engkau dengan cahayanya."PELITA: berbicara tentang pelita membawa kita kepada alat penerang ditengah kegelapan, walau nyalanya kecil tapi sangat berguna bila berada dikegelapan!firman Tuhan mengingatkan kita bahwa sesungguhnya mata kita ini adalah suluh dalam kehidupan kita manusia yang sesungguhnya. ayat 35 menekankan mata kita adalah pelita tubuh! manusia jatuh dalam dosa dari mulanya melihat dengan mata...hawa melihat buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya memakannya. (Kejadian 3:6). Mata adalah pelita tubuh....jika kita tidak menggunakannya sebaik mungkin...tawaran dunia ini sangat menggiurkan untuk membwah kita pada kejatuhan dalam dosa. dari mata turun ke hati... untuk mengatisipasi pelita kita padam hanya satu cara yang ampuh...jangan remehkan firman Tuhan, jadikan Firman Tuhan menjadi pelita dalam hidup ini, dengan kata lain renungkan Firman Tuhan setiap saat, Firman Tuhan menjadi remah dalam menghadapi tantangan yang ada dihadapan kita. Tuhan mengutus kita kedalam dunia ini menjadi alat penerang...Apakah pelita kita masih bersinar? atau sebaliknya?Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan PELITAMU TETAP MENYALA, Lukas 12:35

Ayat bacaan: Lukas 12:20======================“Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?”

Page 4: Insight Lukas 10

Perpecahan di kalangan keluarga bisa bermacam-macam penyebabnya, tetapi yang biasanya menjadi sumber sengketa terbesar adalah masalah harta. Ada begitu banyak pertikaian antar saudara kandung sendiri hanya karena ribut soal pembagian warisan. Belum lama ini saudara-saudara ayah saya sendiri ribut karena ada yang merasa pembagian untuknya tidak adil. Ada yang tiba-tiba merasa masih dihutangi, sementara pihak lainnya

merasa tidak punya hutang apa-apa. Maka keributan pun tidak bisa dihindari. Ini punyaku, bukan punyamu. Itulah sepertinya yang ada di benak orang-orang yang terus menghamba kepada harta. Sedikit saja melihat kesempatan mata mereka pun menjadi silau dan ingin meraup semuanya tanpa peduli soal saudaranya sendiri. Sebuah keluarga ternama di sebuah kota di Sumatra pun pernah sampai saling bunuh-bunuhan hanya karena pembagian harta warisan ini. Harta seringkali menjadi penyebab retak atau pecahnya sebuah keluarga besar. Betapa ironis ketika sebuah warisan yang ditinggalkan seharusnya bermanfaat dan menjadi perekat keluarga untuk mengenang orang tua yang meninggal dunia tetapi malah menjadi sumber pertikaian yang tidak jarang sampai berujung maut.

Pada suatu ketika Yesus pernah diminta seseorang untuk menjadi penengah soal sengketa warisan ini yang tercatat dalam Lukas 12:13-21. Lihatlah bagaimana jawaban Yesus. Dia langsung mengacu kepada masalah ketamakan, dan berkata: “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.” (Lukas 12:15). Yesus pun kemudian memberi sebuah perumpamaan mengenai seorang kaya yang tanahnya berlimpah hasilnya. Begitu melimpahnya sampai ia kemudian merasa bingung dimana harus menyimpan hasil tanahnya. (ay 17). Dia hanya berpikir bagaimana untuk menimbun hartanya sebanyak-banyaknya, membangun lumbung untuk dinikmati sepuas-puasnya kelak. (ay 18-19). Ia lupa bahwa seharusnya ia memiliki tugas untuk membantu saudara-saudaranya yang kesusahan, mempergunakan hartanya untuk kebaikan atas dasar kasih. Dan yang lebih parah, ia melupakan Pemilik yang sebenarnya, yaitu Tuhan. Pikirannya dikuasai soal harta dan bagaimana ia bisa memperoleh sebanyak-banyaknya demi kenyamanan dirinya sendiri. Lihat apa isi hatinya: “Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!” (ay 19). Maka perhatikan ayat selanjutnya: “Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?” (ay 20).

Kita seringkali tergiur akan harta dan mengira bahwa itu akan mampu membuat kita bahagia. Kita lupa bahwa pada hakekatnya apapun yang kita punya bukanlah milik kita sendiri, tetapi Tuhanlah sesungguhnya Pemilik segala sesuatu yang ada di muka bumi ini. Ayub sendiri sudah mengatakan: “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!” (Ayub 1:21). Inilah yang seringkali kita lupakan. Bagi orang-orang yang terpengaruh oleh silaunya harta Yesus memberikan teguran: “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?” (Matius 16:26). Sekaya apapun kita, apalah gunanya jika kita malah kehilangan kesempatan untuk memasuki kehidupan kekal bersama Bapa di Surga? Bisakah kita menyuap Tuhan dengan harta kekayaan kita di dunia ini, meski sebanyak apapun? Tidak. Justru kita akan kehilangan segala kesempatan untuk selamat jika kita terus menghamba kepada harta kekayaan. Ingatlah bahwa Yesus sudah

Page 5: Insight Lukas 10

mengingatkan kita untuk menabung bukan di bumi melainkan di Surga. “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya.Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.”(Matius 6:19-20). Harta yang ditimbun sendiri untuk kepentingan pribadi hanyalah akan sia-sia. Menolong sesama, memakai harta kita untuk memuliakan Tuhan lewat menyatakan kasih kepada orang lain, itulah yang sebenarnya harus kita lakukan. Itulah yang bisa membuat kita menabung di surga, meski di dunia mungkin kita akan kehilangan sebagian dari harta yang kita miliki. Tetapi jika itu membuat kita berinvestasi demi masa depan yang kekal kelak, mengapa tidak? Berkelahi dengan orang lain saja sudah salah, apalagi dengan saudara kandung sendiri. Itu jelas-jelas bertentangan dengan yang digariskan Tuhan lewat FirmanNya. Itu jelas akan menghanguskan kesempatan yang telah dibukakan Yesus lewat karya penebusanNya, dan bayangkanlah jika itu yang kita lakukan hanya karena kita silau dengan harta di dunia yang fana ini. Tuhan merupakan pemilik segala sesuatu. Kita hanya mengelola apa yang menjadi milikNya, apa yang dipercayakanNya kepada kita. Apakah itu harta, waktu, tenaga, talenta dan sebagainya, semua itu seharusnya dipergunakan untuk memuliakanNya dan bukan untuk ditimbun demi kepentingan pribadi. Karena itu kelola dan kembangkanlah dengan penuh tanggung jawab, pergunakan untuk menolong saudara-saudara kita yang kesusahan. Kasih seharusnya berada jauh di atas segalanya, jangan korbankan itu hanya karena silau kepada harta.

Kita datang dan pergi tanpa membawa apa-apa, pergunakanlah apa yang ada demi kemuliaanNya