Inovasi Sumber Pangan Lokal Untuk Mewujudkan Kemandirian Pangan
-
Upload
isnaeni-s-rahmadi -
Category
Documents
-
view
136 -
download
3
description
Transcript of Inovasi Sumber Pangan Lokal Untuk Mewujudkan Kemandirian Pangan
-
INOVASI SUMBER PANGAN LOKAL
UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN
Oleh : Isnaini Rahmadi-Universitas Lampung
Pangan lokal merupakan produk pangan yang telah lama diproduksi, berkembang dan
dikonsumsi di suatu daerah atau suatu kelompok masyarakat lokal tertentu. Umumnya
produk pangan lokal diolah dari bahan baku lokal, teknologi lokal dan pengetahuan
lokal serta dikembangkan sesuai dengan preferensi konsumen lokal. Keberadaan produk
pangan lokal Indonesia sangat melimpah dan sering dikaitkan dengan budaya
masyarakat setempat serta menyandang nama daerah, seperti kopi lampung, dodol
garut, jenang kudus, dan lain-lain (Yuliatmoko, 2011). Dengan demikian, keberadaan
pangan lokal juga membawa kekhasan daerah asalnya selain sebagai salah satu pilar
utama untuk menjaga keberagaman pangan dan kemandirian pangan.
Keanekaragaman dan jumlah yang sangat besar dari produk pangan lokal ini sangat
potensi untuk mewujudkan kemandirian pangan nasional. Terwujudnya kemandirian
pangan dengan sendirinya akan mempercepat tercapainya ketahanan pangan nasional.
Ketahanan pangan sendiri telah didefinisikan dalam UU No 7/1996 dan PP NO 68 tahun
2002 yaitu sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan
terjangkau. Dari pengertian tersebut, maka pangan tidak hanya harus memenuhi dari
aspek kuantitatifnya, namun juga mencakup aspek kualitatif yang meliputi aman,
bermutu, dan bergizi. Dari aspek kuantitas, keberagaman produk pangan lokal di
Indonesia sangat melimpah dan tidak menimbulkan masalah yang berarti dalam
ketahanan pangan. Namun dari aspek kualitas, produk pangan lokal masih belum
mampu bersaing dengan produk lain (produk impor). Hal ini karena penyerapan
teknologi termutakhir belum sepenuhnya dapat diaplikasikan pada produk pangan lokal.
Potensi ketersediaan pangan lokal Indonesia dapat dikatakan sangat melimpah secara
jumlah. Indonesia setidaknya memiliki 77 bahan makanan lokal yang mengandung
-
karbohidrat yang hampir sama dengan nasi. Diantara produk pangan lokal yang dapat
dijadikan pengganti beras adalah jagung, kacang kedelai dan singkong (ketela pohon)
yang jumlahnya produksinya cukup besar di Indonesia. Dengan alasan demikian,
produk pangan lokal ini dapat dijadikan substitusi konsumsi beras di Indonesia yang
saat ini dipenuhi dari hasil impor. Banyaknya keragaman pangan lokal olahan tersebut
apabila dikembangkan dengan baik akan memiliki nilai ekonomi dan strategis
ketahanan pangan yang menjanjikan. Penggunaan bahan lokal juga biasanya lebih
terjamin ketersediaanya sebagai makanan pokok yang terjangkau, sehingga berdampak
secara langsung pada penambahan pendapatan riil rumah tangga. Berdasarkan hal ini,
semakin menguatkan bahwa pangan lokal dapat berperan sebagai survival strategi bagi
masyarakat golongan ekonomi lemah dalam sistem ketahanan pangan (Yuliatmoko,
2011).
Masalah yang berkembang saat ini adalah daya gedor pangan lokal Indonesia belum
mampu untuk mematahkan dominasi pangan impor, seperti beras atau tepung terigu.
Salah satu penyebabnya adalah rendahnya inovasi teknologi terhadap produk pangan
lokal tersebut. Walaupun mulai bermunculan kreasi terhadap produk pangan lokal,
namun jumlahnya masih dirasakan masih sangat terbatas. Sehingga pangan lokal
tersebut belum mampu menarik minat konsumen untuk mengkonsumsinya. Di sisi lain,
di era dengan mobilisasi tinggi ini, tuntutan konsumen terhadap pangan terus
berkembang. Dengan kata lain, selera konsumen menjadi faktor yang sangat penting
untuk diperhatikan oleh setiap produsen. Oleh karena itu, inovasi teknologi terhadap
pangan lokal bukan saja tertuju pada aspek mutu, gizi, dan keamanan. Namun juga
inovasi teknologi ini juga harus menyentuh aspek preferensi konsumen, yaitu
kesesuaian; baik kesesuaian terhadap selera, kebiasaan, kesukaan; kebudayaan ataupun
agama. Pada akhirnya, konsumen bertindak sebagai penentu pilihan terhadap suatu
produk pangan untuk dikonsumsi atau tidak, meskipun produk tersebut dinyatakan
bermutu, bergizi, dan aman untuk dikonsumsi.
Untuk melakukan inovasi teknologi terhadap produk pangan lokal yang erat kaitannya
dengan aspek preferensi tidaklah terlalu sulit untuk diaplikasikan. Hal ini karena produk
pangan lokal biasanya telah mempunyai tingkat preferensi yang baik terutama ditingkat
-
lokal dimana produk tersebut berasal. Sehingga produsen hanya perlu sedikit
mengkreasikan produk pangan lokal sesuai preferensi konsumen saat ini. Salah satu cara
yang dapat ditempuh agar pangan lokal sesuai dengan preferensi konsumen saat ini
adalah melakukan inovasi terhadap nama, bentuk, trend penyajian dan kemasan.
Beberapa inovasi atau kreasi terhadap produk pangan lokal dengan memanfaatkan
nama, bentuk, warna, trend penyajian dan kemasan yang popular, singkatan unik
ataupun istilah asing oleh produsen terbukti mampu menarik minat konsumen untuk
mengkonsumsi produk pangan lokal. Salah satu bentuk inovasi dari produk pangan
lokal adalah keripik pisang tunas khas Lampung yang melakukan kreasi dari bentuk.
Contoh lain adalah keripik pisang dengan rasa udang cabe ijo yang keberadaannya
cukup menarik pangsa pasar yang tinggi karena mengkreasikan rasa.
Di era global ini, konsumen juga menuntut produk pangan yang memperhatikan aspek
kesehatan dan keamanan. Hal ini juga berlaku untuk produk pangan lokal baik pangan
lokal murni maupun pangan lokal kreasi. Oleh karena itu, untuk membuat produk
pangan lokal mampu merebut hati konsumen, maka produk pangan lokal harus mampu
menjawab tuntutan konsumen. Produk pangan lokal harus senantiasa dikembangkan
terutama menyangkut aspek kesehatan dan keamanan. Salah satu langkah yang dapat
dilakukan adalah dengan mendaftarkan produk pangan lokal yang diproduksi. Apabila
produk pangan lokal yang dipasarkan merupakan produk siap saji, maka produsen dapat
memberi nama produk lokal yang seolah-olah menandakan produk tersebut aman dan
berkhasiat. Sebagai contoh adalah es goyobod khas Bandung yang diberi nama Es
Goyobod Murah Segaaarrr. Contoh lain adalah jajanan sehat khas Bandung seperti
Fruity Yogurt Mamah Eha dan Mango Dessert Kedai Ling-Ling.
Membahas tentang mutu pangan lokal, maka keamanan pangan merupakan syarat mutu
pangan yang baik. Cita rasa dan nilai gizi atau sifat fungsional yang baik tidak ada
artinya apabila produk pangan tersebut tidak aman untuk dikonsumsi. Keamanan
pangan secara umum dapat digolongkan menjadi keamanan pangan secara jasmani dan
keamanan pangan secara rohani. Keamanan pangan secara jasmani artinya adalah
konsumen terbebas dari berbagai jenis bahan pangan yang berbahaya bagi kesehatan.
Beberapa masalah utama keamanan pangan yang sering muncul adalah pencemaran
-
pangan oleh mikroba karena rendahnya praktik sanitasi dan higienis; pencemaran bahan
pangan berbahaya, seperti residu pestisida, residu obat, logam berat, dan sebagainya;
penggunaan bahan kimia berbahaya, seperti formalin, boraks, dan sebagainya; dan
penggunaan bahan tambahan yang melebih batas maksimal yang diizinkan. Sedangkan
keamanan pangan secara rohani maksudnya adalah keamanan yang berkaitan dengan
kepercayaan dan agama. Konsumen Indonesia yang mayoritas muslim, maka faktor
kehalallan merupakan syarat wajib yang harus dipenuhi oleh setiap produsen pangan.
Dalam upaya peningkatan keamanan pangan lokal, maka produsen yang memproduksi
produk pangan lokal perlu mengembangkan praktik-praktik yang baik dalam
penanganan dan pengolahan produk pangan lokal. setidaknya terdapat enam hal teknis
penting yang perlu dilakukan oleh produsen atau industri pangan lokal dalam rangka
meningkatkan keamanan pangan, yaitu menghindari kontaminasi atau pencemaran
silang; menjaga kebersihan dengan program sanitasi dan higienis; mengendalikan
kelembaban dan atau kadar air; mengendalikan keasaman atau pH; mengendalikan
proses dengan baik, khususnya waktu dan suhu; serta mengendalikan pengujian
lobaratorium (Yuliatmoko, 2011).
Upaya subtitusi konsumsi beras dan tepung terigu tidak cukup dengan mengkreasikan
produk lokal, namun juga dapat melalui diversifikasi pangan. Menurut Almatsier (2001)
diversifikasi pangan diartikan sebagai upaya untuk menganekaragamkan pola konsumsi
pangan masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu gizi makanan. Diversifikasi juga
dapat menjadi salah satu pilar utama dan kunci keberhasilan dalam mewujudkan
ketahanan pangan. Adanya diversifikasi pangan juga mendorong munculnya pemikiran
untuk mengganti makanan pokok nasi dengan bahan pangan lainnya yang berfungsi
sebagai sumber karbohidrat. Dengan demikian, pentingnya upaya adopsi teknologi
hasil-hasil penelitian diversifikasi produk olahan, terutama bagi masyarakat di daerah
sentra produksi. Tujuannya adalah agar nilai tambah pengolahan produk primer daerah
dapat dinikmati oleh masyarakat pertanian setempat. Beberapa produk hasil pertanian
yang mungkin dapat menggantikan beras adalah jagung, singkong, ubi, talas, dan umbi-
umbian lainnya.
-
Pembangunan ekonomi lokal sangat dimungkinkan melalui pertumbuhan dan
perkembangan industri pengolahan berbasis sumberdaya lokal. Upaya pencapaian
tujuan ini dapat dilakukan melalui pemberdayaan organisasi kelompok masyarakat yang
ada. Pemberdayaan petani secara berkelompok menjadi sangat penting untuk
memperbaiki situasi yang dihadapi. Petani yang terorganisasi dalam wadah
kelembagaan, misalnya kelompok tani dan kelompok wanita tani akan mencapai tujuan
yang tidak mungkin dicapai secara perorangan. Hal ini dapat dilakukan melalui
pemberdayaan, seperti peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan petani
sehingga timbul kesadaran dan keinginan untuk memperbaiki situasi dan taraf hidup
mereka (Fitriani, dkk, 2011).
Keberhasilan model pemberdayaan sangat tergantung pada sumberdaya manusia (SDM)
yang bersangkutab. Peningkatan kualitas SDM dalam jangka pendek dapat dilakukan
melalui pelatihan-pelatihan yang sifatnya terapan, terfokus, terarah, dengan tujuan untuk
membangun jiwa kewirausahaan menjadi ulet dan kreatif. Ataupun melalui belajar
sambil bekerja pada bidang-bidang yang langsung dapat diimplementasikan. Cara lain
yang dapat ditempuh adalah penyebaran melalui kelembagaan sosial masyarakat yang
ada, misalnya pondok-pondok pesantren, kelompok tani serta bimbingan secara terarah
melalui contoh-contoh nyata oleh tokoh-tokoh masyarakat yang dapat diterima
komunitas setempat (Fitriani, dkk, 2011).
Referensi :
Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Fitriani, Sarono, dan Y. R. Widodo. 2011. Tingkat Adopsi terhadap Diversifikasi
Pangan Berbasis Jagung pada Organisasi Kelompok Masyarakat di Propinsi
Lampung. Jurnal Politeknik Negeri Lampung. Volume 24, Nomor 1: 68-73
Yuliatmoko, W. 2011. Inovasi Teknologi Produk Pangan Lokal untuk Percepatan
Ketahanan Pangan. Universitas Terbuka. Tangerang Selatan
-
BIODATA DIRI
Nama Penulis : Isnaini Rahmadi
Tempat & Tanggal Lahir : Karang Anyar, 13 Maret 1992
Perguruan Tinggi : Universitas Lampung
Fakultas : Pertanian
Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian
Alamat Rumah : Perumahan Griya Kencana Blok E No. 3, Kel. Rajabasa,
Kec. Rajabasa, Bandarlampung
Alamat Email : [email protected]
No. Telpon : 0899 228 3977
Aktivitas
1. Mahasiswa semester 6 (enam) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung
2. Ketua Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia Ikatan Mahasiswa
Lampung Timur (IKAM LAMTIM)
3. Kepala Staf Kesekretariatan UKMF Forum Studi Islam Fakultas Pertanian
(FOSI FP) Universitas Lampung
4. Kepala Departemen Kajian Strategi dan Isu Ikatan Mahasiswa Muslim Pertanian
Indonesia (IMMPERTI) DPW II (Sumbagsel)
5. Anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian (HMJ THP)
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung