INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS...

97
INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS NUKLIR KOREA UTARA PERIODE 2013-2016 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Sosial (S. Sos) Oleh: Rizky Afif Hidayah 11141130000081 Dosen Pembimbing: Robi Sugara, M. Sc. PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M/1439 H

Transcript of INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS...

Page 1: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM

MENGHADAPI KASUS NUKLIR KOREA UTARA

PERIODE 2013-2016

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Sosial

(S. Sos)

Oleh:

Rizky Afif Hidayah

11141130000081

Dosen Pembimbing:

Robi Sugara, M. Sc.

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M/1439 H

Page 2: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

ii

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:

INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS NUKLIR

KOREA UTARA PERIODE 2013-2016

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 7 Juni 2018

Rizky Afif Hidayah

Page 3: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:

Nama : Rizky Afif Hidayah

NIM : 11141130000081

Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional

Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:

INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS NUKLIR

KOREA UTARA PERIODE 2013-2016

dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.

Jakarta, 7 Juni 2018

Mengetahui, Menyetujui,

Ketua Program Studi, Pembimbing,

Ahmad Alfajri, MA Robi Sugara, M.Sc

NIP. NIP.

Page 4: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

SKRIPSI

INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS NUKLIR

KOREA UTARA PERIODE 2013-2016

Oleh:

Rizky Afif Hidayah

11141130000081

Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal

30 Mei 2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh

gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan Internasional.

Ketua, Sekretaris,

Ahmad Alfajri, MA

NIP.

Eva Mushoffa, MHSPS

NIP.

Penguji I,

Penguji II,

Ahmad Alfajri, MA

Inggrid Galuh M., MHSPS

NIP. NIP.

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 5 Juli 2018.

Ketua Program Studi Hubungan Internasional

FISIP UIN Jakarta,

Ahmad Alfajri, MA

NIP.

Page 5: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

v

ABSTRAK

Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis kepentingan nasional yang ingin

dicapai suatu negara melalui kebijakan luar negeri yang mereka terapkan dalam

hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

Tiongkok dalam menghadapi kasus nuklir Korea Utara. Teori yang digunakan

dalam skripsi ini adalah Neorealisme, untuk melihat bagaimana negara mencapai

survivalitas dalam dunia internasional yang anarki. Kepentingan nasional dalam

kerangka pemikiran Neorealisme juga dibahas untuk menguatkan argumen

mengenai faktor di balik perilaku negara di dunia internasional. Tiongkok

berusaha untuk mencapai survivalitas dengan menunjukkan inkonsistensi dalam

mengadapi kasus nuklir Korea Utara.

Penjabaran mengenai kebijakan Tiongkok tersebut kemudian

menghasilkan temuan bahwa Tiongkok menghadapi ancaman dari aktor lain dan

memiliki kepentingan untuk mencapai survivalitas dan mempertahankan

hegeomoni mereka di Semenanjung Korea (regional hegemons). Kepentingan

tersebut membuat Tiongkok menerapkan kebijakan yang terkesan inkonsisten

dalam menghadapi kasus nuklir Korea Utara.

Kata kunci: Tiongkok, kepentingan nasional, inkonsistensi, senjata nuklir, Korea

Utara.

Page 6: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

vi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah

SWT atas segala rahmat dan nikmat yang telah diberikan, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan

kepada Nabi Muhammad SAW.

Penulis sadar bahwa tidak akan bisa diselesaikan tanpa adanya dukungan,

nasehat, dan bantuan, baik berupa materi maupun non-materi. Oleh karena itu,

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Keluarga penulis, Ayahanda Eko Suyanto, Ibunda Dyah Priyani, dan

adik-adik penulis, Zahra Kamallina, Fakhri Muhammad, dan Firdaus

Hafiz, yang selalu memberikan semangat, doa, cinta, saran, dan

nasehat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Bapak Robi Sugara, selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih

atas waktu, saran, dan kesabaran yang tidak henti-hentinya diberikan

dalam membimbing penulis selama masa pengerjaan skripsi ini.

3. Dosen-dosen program studi Hubungan Internasional UIN Jakarta.

Terima kasih atas ilmu dan pengalaman yang telah diberikan kepada

penulis selama masa perkuliahan.

4. Mr. Mike. Terima kasih atas segala bentuk bantuan yang telah

diberikan kepada penulis selama masa kuliah.

Page 7: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

vii

5. Saudari Ratna Dwi Martanti. Terima kasih atas waktu, dukungan,

motivasi, bantuan, saran, dan doa yang tidak ada habisnya untuk

penulis selama pengerjaan skripsi ini.

6. Sahabat-sahabat seperjuangan skripsi, khususnya Allysa Julia Safira

dan Unggul Waskito. Terima kasih untuk bantuan, saran, dan motivasi

yang tidak ada habisnya.

7. Senior-senior HI UIN Jakarta, kak Arya Wirawan, kak Rifat Sauqi,

kak Idzat, dan kak Ghalib. Terima kasih atas bantuan, saran, nasehat,

dan motivasi yang diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

8. Sahabat Kontrakan Inhutani dan teman-teman HI UIN Jakarta

angkatan 2014, khususnya kelas HI-C. Terima kasih telah memberikan

pengalaman yang menyenangkan selama masa kuliah.

Penulis berharap semua bentuk bantuan dan dukungan ini mendapat

balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Terakhir, penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini masih terdapat

banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat

penulis harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini

bermanfaat bagi para pembacanya dan bagi studi ilmu Hubungan Internasional.

Jakarta, Juni 2018

Rizky Afif Hidayah

Page 8: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ............................................................................................... i

LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .............................. iv

ABSTRAK ........................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ............................................................................................... x

DAFTAR GRAFIK ........................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah ........................................................................ 1

B. Pertanyaan Penelitian ..................................................................... 8

C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 9

D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 9

E. Tinjauan Pustaka ............................................................................ 9

F. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 12

G. Metodologi Penelitian ........................................................................ 16

H. Sistematika Penulisan ........................................................................ 17

BAB II HUBUNGAN TIONGKOK DAN KOREA UTARA TERKAIT

PENGEMBANGAN DAN UJI COBA SENJATA NUKLIR

KOREA UTARA

A. Hubungan Tiongkok dan Korea Utara Terkait Pengembangan

dan Uji Coba Senjata Nuklir Korea Utara Pada Era Kim Il Sung

................................................................................................... 20

B. Hubungan Tiongkok dan Korea Utara Terkait Pengembangan

dan Uji Coba Senjata Nuklir Korea Utara Pada Era Kim Jong Il

................................................................................................... 24

Page 9: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

ix

C. Hubungan Tiongkok dan Korea Utara Terkait Pengembangan

dan Uji Coba Senjata Nuklir Korea Utara Pada Era Kim Jong

Un .............................................................................................. 29

BAB III INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI

KASUS NUKLIR KOREA UTARA

A. Denuklirisasi Korea Utara ......................................................... 39

B. Hubungan Ekonomi Tiongkok dan Korea Utara ....................... 43

C. Kaitan Ekonomi Tiongkok dan Denuklirisasi Korea Utara;

Inkonsistensi Tiongkok ............................................................. 48

BAB IV ANALISIS TERHADAP INKONSISTENSI TIONGKOK

TERKAIT PENGEMBANGAN DAN UJI COBA SENJATA

NUKLIR KOREA UTARA

A. Kepentingan Nasional Tiongkok ................................................ 54

A.1. Kepentingan Keamanan ...................................................... 55

A.2. Regional Hegemons ............................................................ 66

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. 71

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... xiv

Page 10: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

x

DAFTAR TABEL

Tabel II.C.1. Kapabilitas Misil Balistik Korea Utara ..................................... 32

Tabel III.B.1. Tiongkok dalaam Perdagangan Korea Utara, 1990-2004 .......... 44

Tabel III.C.1. Rekan Dagang Teratas Korea Utara 2016.................................. 49

Tabel IV.A.2.1. Perbandingan Kekuatan Militer Tiongkok, Rusia, dan Amerika

Serikat ........................................................................................ 68

Page 11: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

xi

DAFTAR GRAFIK

Grafik III.B.1. Volume Perdagangan Tiongkok dengan Korea Utara .................. 45

Grafik III.B.2. Persentase Perdagangan Tiongkok dengan Korea Utara ............... 46

Grafik III.B.3. Peningkatan Persentase Perdagangan Tiongkok dengan Korea

Utara ............................................................................................... 47

Page 12: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.C.1. Jenis-Jenis Misil Balistik korea Utara ........................................ 33

Page 13: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

xiii

DAFTAR SINGKATAN

DK Dewan Keamanan

DK PBB Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-Bangsa

IAEA International Atomic Energy Agency

NPT Nuclear Non-Proliferation Treaty

PBB Persatuan Bangsa-Bangsa

SDF Self-Defence Force

THAAD Terminal High Altitude Area Defense

Page 14: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Skripsi ini fokus pada kebijakan yang diambil suatu negara dalam

menghadapi ancaman dan tekanan terhadap keamanan nasional dan

kepentingan nasional negara tersebut. Salah satunya adalah ancaman yang

datang dari senjata nuklir. Isu nuklir menjadi salah satu isu yang sangat

sensitif dalam ranah hubungan internasional, sehingga tidak

mengherankan apabila nuklir bisa berimplikasi pada hubungan antarnegara

di dunia. Negara yang akan menjadi fokus dalam topik kali ini adalah

Tiongkok dan Korea Utara, dimana pengembangan dan sejumlah uji coba

senjata nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara berimplikasi pada

kebijakan yang diambil Tiongkok terhadap mereka yang akhirnya

menimbulkan dinamika dalam hubungan keduanya.

Hubungan diplomatik antara Tiongkok dan Korea Utara sudah

dimulai sejak berlangsungnya perang sipil di Tiongkok, atau tepatnya pada

periode 1946 – 1949, dimana pada saat itu kedua negara menjalin kerja

sama yang menguntungkan di berbagai bidang, seperti; militer, ekonomi,

dan sosial.1 Hubungan tersebut berlanjut saat terjadi Perang Korea pada

1950-1953. Tiongkok membantu melakukan intervensi militer yang sangat

1 Kim Sang Won, “The Chinese Civil War and Sino-North Korea Relations, 1945-

50”, Seoul Journal of Korean Studies 27, No. 1 (Juni 2014): 101.

Page 15: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

2

masif untuk melindungi rezim Kim Il Sung.2 Tiongkok berkontribusi

dengan memberikan bantuan lebih dari satu juta orang relawan selama

berlangsungnya perang tersebut untuk membantu rezim Kim Il Sung

memerangi pasukan aliansi PBB.3 Pasukan ini diantaranya terdiri dari

Amerika, Inggris, Australia, Kanada, Selandia Baru, Belgia, Kolombia,

Perancis, Etiopia, Belanda, Turki, Yunani, Thailand, dan Filipina.4

Namun hubungan baik tersebut tidak bertahan lama. Seiring

dengan dimulainya program nuklir Korea Utara, hubungan keduanya terus

mengalami dinamika. Program nuklir Korea Utara tersebut dimulai pada

1956, saat mereka menandatangani sebuah perjanjian dengan Uni Soviet

dalam kerja sama penggunaan energi nuklir secara damai. Korea Utara

kemudian mengirim para ilmuwannya ke Moskow untuk mendapatkan

pelatihan seputar energi nuklir. Pada 1965, Korea Utara membangun

reaktor nuklir pertamanya, disusul dengan pembangunan reaktor kedua

pada 1970. Pada 1984, mereka sukses membuat rudal bermuatan nuklir

2 Timothy Hildebrant, ed., “Uneasy Allies: Fifty Years of China-North Korea

Relations”, Asia Program Special Report No.115:1-2, September 2003, tersedia di

https://www.google.co.id/url?q=https:/dornsife.usc.edu/tools/mytools/PersonnelInfoSy

stem/DOC/Faculty/SIR/vita_1038420.pdf&sa=U&ved=2ahUKEwi8367M35jXAhVH6mMK

HTOuBhoQFjAAegQIEhAA&usg=AOvVaw2Ga7Ty2wwR1-OcgEmbp9B- ; diunduh pada 30

Oktober 2017. 3 Ranjit Kumar Dhawan, “China and Its Peripheries; Contentious Relations with

North Korea”, Institute of Peace and Conflict Studies (IPCS) Issue Brief 231: 1, Agustus 2013, tersedia di https://www.google.co.id/url?q=https://www.files.ethz.ch/isn/168038/IB231-Dhawan-ChinaPeriphery-NorthKorea.pdf&sa=U&ved=2ahUKEwi8367M35jXAhVH6mMKHTOuBhoQFjAJegQIDRAA&usg=AOvVaw0s0BBUM91ZnIMy_Yi-rUN2; diakses pada 30 Oktober 2017.

4 Wayne Danzik, “Participation of Coalition Forces in The Korean War” (1994),

tersedia di https://www.dtic.mil/dtic/tr/fulltext/u2/a279370.pdf diunduh pada Kamis, 12 Juli 2018.

Page 16: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

3

(rudal Scrud-B) dan melakukan uji coba senjata nuklir untuk pertama

kalinya.5

Pengembangan senjata nuklir Korea Utara kemudian menimbulkan

beragam reaksi dari dunia internasional. Pada Oktober 1994, Korea Utara

dan Amerika menyepakati sebuah persetujuan. Persetujuan tersebut berisi

komitmen Korea Utara untuk menghentikan program pengembangan

senjata nuklirnya, dan sebagai gantinya, Korea Utara akan menerima

bantuan minyak dan pengadaan reaktor air. Namun, kesepakatan tersebut

dilanggar oleh Korea Utara.6 Hal ini tentu saja menjadi ancaman tersendiri

bagi dunia internasional, khususnya Tiongkok, yang merupakan salah satu

tetangga terdekat Korea Utara.

Korea Utara menghadirkan dilema tersendiri bagi para pembuat

kebijakan Tiongkok. Tiongkok memiliki kepentingan untuk mencegah

penyebaran pengaruh pengembangan senjata nuklir di Semenanjung

Korea, karena jika hal itu terjadi, maka akan mengancam stabilitas

keamanan regional dan negara Tiongkok itu sendiri.7 Sikap Korea Utara

tersebut tentu saja bisa menimbulkan dampak yang serius bagi kebijakan

luar negeri Tiongkok terhadap mereka nantinya.

Meskipun demikian, hubungan bilateral keduanya bisa dikatakan

mengalami trend yang cukup positif. Kedua negara masih melakukan

5 Prilla Marsingga, “Proliferasi Nuklir Korea Utara: Penangkalan dan Diplomasi

Kekerasan”, Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi, Vol. IV, No. II (Desember 2014): 6. 6 Joseph R. DeTrani, “After 20 Years of Failed Talks With North Korea, China

Needs to Step Up”, Arms Control Today, Vol. 44, No. 8 (October 2014): 18. 7 Timothy L. Savage, “China’s Policy Toward North Korea”, International Journal

on World Peace, Vol. 20, No. 3 (September 2003): 29.

Page 17: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

4

hubungan perdagangan meskipun nilainya bersifat fluktuatif. Pada 1990,

perdagangan bilateral keduanya menyentuh angka 480 Juta Dollar

Amerika, dan meningkat drastis menjadi 900 Juta Dollar Amerika pada

1993.

Pada tahun-tahun berikutnya, nilai perdagangan keduanya

mengalami trend yang sangat fluktuatif. Setelah Soviet runtuh, Tiongkok

mencoba untuk memainkan peran sebagai partner dagang terbesar bagi

Korea Utara. Namun, jika dibandingkan dengan nilai perdagangan Soviet-

Korea Utara, nilai perdagangan Tiongkok-Korea Utara hanya mencapai 39

persennya saja.8 Tiongkok gagal memainkan perannya untuk

menggantikan Soviet saat itu. Namun, sejak 1990 sampai 2005, hubungan

perdagangan bilateral kedua negara menunjukkan angka yang cukup

progresif. Terlebih dalam kurun waktu 2000-2005, perdagangan bilateral

keduanya terus mengalami peningkatan.

Namun, sejak 2006 sampai 2016, hubungan kedua negara kembali

mengalami tantangan. Pada Juli 2006, Rezim Kim Jong Il memutuskan

untuk meluncurkan sebuah misil dan menguji perangkat nuklir pada 9

Oktober 2006. Tiongkok akhirnya memberikan dukungan terhadap

Resolusi 1695, 1705, dan 1718 yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan

Persatuan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk memberikan sanksi kepada

8 Jaewo Choo, “Mirroring North Korea’s Growing Economic Dependence on

China: Political Ramifications”, Asian Survey, Vol. 48, No. 2 (March/April 2008): 347.

Page 18: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

5

Korea Utara atas uji coba tersebut.9 Sanksi yang dijatuhkan PBB pada

dasarnya adalah sanksi ekonomi.

Korea Utara kembali melakukan uji coba nuklir pada 2009 yang

akhirnya mendorong Tiongkok untuk mendukung Resolusi 1874 yang

dikeluarkan DK PBB pada 2009.10

Pada Desember 2012 dan Februari

2013, Korea Utara lagi-lagi melakukan uji coba nuklir.11

Hal tersebut

membuat PBB mengeluarkan resolusi 2087 dan 2094 yang kembali

didukung oleh Tiongkok.12

Uji coba nuklir ketiga pada 2013 tersebut

menjadikan denuklirisasi sebagai prioritas utama kebijakan luar negeri

Tiongkok terhadap Korea Utara.13

Korea Utara melakukan uji coba nuklir berikutnya pada 6 Januari

2016 dan penggunaan tekonologi misil balistik pada 7 Februari 2016, yang

membuat DK mengeluarkan resolusi 2270 untuk menjatuhkan sanksi bagi

mereka.14

Setelah itu, Korea Utara kembali melakukan uji coba pada

9 Zhu Feng, “Shifting Tides: China and North Korea”, in The Architecture of

Security in the Asia-Pacific (ANU Press, 2009), : 45-46. 10

Dick K. Nanto and Mark E. Manyin, “China-North Korea Relations”, CRS Report for Congress: 2-3, December 2010, tersedia di https://www.google.co.id/url?q=https://fas.org/sgp/crs/row/R41043.pdf&sa=U&ved=2ahUKEwifsrfz5ZjXAhVU92MKHRFaCpoQFjAAegQIGBAA&usg=AOvVaw1zYvA5FCoM_kYmvTickNHT ; diakses pada 30 Oktober 2017.

11 Nathan Beauchamp danMustafaga, “China-North Korea Relations: Jang Song

Thaek’s Purge vs. The Status Quo”, China Analysis No. 47:1, Februari 2014, tersedia di https://www.google.co.id/url?q=http://www.centreasia.eu/sites/default/files/publications_pdf/note_china_North_korea_relations_after_jang_song_thaek_s_purge_february2014_0.pdf ; diakses pada 30 Oktober 2017.

12 Dhawan, “China and Its Peripheries”: 5.

13 Fei Su and Lora Saalman, China’s Engagement of North Korea; Challenges and

Opportunities for Europe (Solna: Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), 2017): 8.

14United Nations Security Council, SC/12267, 2 Maret 2016.

Page 19: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

6

September 2016 yang membuat DK PBB mengeluarkan Resolusi 2321

untuk menjatuhkan sanksi dan Tiongkok mendukung resolusi tersebut.

Di samping komitmen Tiongkok untuk mewujudkan denuklirisasi

Korea Utara, Tiongkok tetap melakukan hubungan bilateral yang baik

dengan Korea Utara. Secara keseluruhan, perdagangan bilateral kedua

negara meningkat sekitar sepuluh kali lipat selama periode 2000-2015.

Catatan ini kemudian juga sekaligus menjadikan Tiongkok sebagai rekan

dagang terbesar Korea Utara dalam beberapa tahun terakhir.15

Ini

menunjukkan inkonsistensi dalam implementasi kebijakan luar negeri

Tiongkok.

Hal ini dikarenakan di satu sisi Tiongkok memprioritaskan

denuklirisasi Korea Utara, namun di sisi lain Tiongkok merupakan rekan

dagang terbesar Korea Utara. Jika Tiongkok menginginkan terciptanya

denuklirisasi Korea Utara, maka Tiongkok harus memutus aktivitas

perdagangan, atau setidaknya mengurangi sampai titik terendah untuk

mendorong Korea Utara untuk kembali ke meja perundingan dan

melakukan denuklirisasi. Jika Korea Utara masih memiliki aliansi yang

terus mendukung mereka, maka tidak ada alasan bagi Korea Utara untuk

menghentikan program nuklirnya.

Inkonsistensi yang ditunjukkan Tiongkok dalam kasus nuklir

Korea Utara secara langsung memang tidak merugikan Tiongkok, apalagi

15

Eleanor Albert, “The China – North Korea Relationship”, Council on Foreign Relationshttps://www.cfr.org./backgrounder/china-north-korea-relationship diakses pada Senin, 23 Oktober 2017.

Page 20: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

7

kerugian yang bersifat material. Namun, inkonsistensi tersebut menjadi

masalah untuk meredam ambisi nuklir Korea Utara, mengingat Tiongkok

merupakan rekan dagang terbesar bagi Korea Utara. Jika Korea Utara

masih memiliki sumber untuk memenuhi kebutuhan ekonominya, maka

tidak ada alasan bagi Korea Utara untuk berhenti mengembangkan senjata

nuklirnya.

Selain itu, jika Tiongkok inkonsisten, itu berarti mereka abai

terhadap tugas mereka sebagai anggota DK PBB. Sebagai anggota DK

PBB, Tiongkok memiliki tugas untuk menjaga keamanan dan perdamaian

internasional. Jika Tiongkok terus inkonsisten, maka tugas untuk mencapai

keamanan dan perdamaian internasional tersebut bisa terhambat.

Dari semua rangkaian kejadian di atas, peneliti akan memfokuskan

penelitian pada periode 2013-2016. Hal ini dikarenakan 2013 merupakan

tahun dimana Tiongkok dipimpin oleh presiden baru, yaitu Xi Jinping.

Banyak spekulasi mengenai kebijakan yang akan diambil Xi Jinping

dalam menghadapi nuklir Korea Utara saat ia terpilih, namun nampaknya

sampai saat ini kebijakan Tiongkok terhadap Korea Utara masih belum

banyak berubah. Tiongkok nampaknya masih menggunakan dua

pendekatan dalam menghadapi kasus nuklir Korea Utara.

Selain itu, periode 2013-2016 diwarnai pula oleh aktivitas

nuklir Korea Utara yang semakin agresif. Pada periode ini, Korea Utara

sudah tiga kali melakukan uji coba nuklir dan diikuti pula oleh tiga

resolusi yang dikeluarkan DK PBB untuk menjatuhkan sanksi bagi Korea

Page 21: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

8

Utara. Hal tersebut penting untuk melihat bagaimana Tiongkok sebagai

negara tetangga Korea Utara dan sebagai anggota DK PBB menyikapi

peristiwa tersebut.

Pada periode ini pula perdagangan antara Tiongkok dan Korea

Utara sedang berada pada periode terbaiknya, dimana perdagangan kedua

negara mengalami peningkatan dari periode-periode sebelumnya seperti

yang sudah saya sampaikan pada bagian pernyataan masalah. Hal ini bisa

digunakan sebagai indikator untuk melihat apakah benar Tiongkok

inkonsisten dalam menghadapi kasus nuklir Korea Utara.

Penjabaran di atas menunjukkan bahwa Tiongkok cenderung

inkonsisten dalam menghadapi kasus nuklir Korea Utara. Tiongkok

menempatan denuklirisasi sebagai prioritas utama kebijakan mereka

terhadap Korea Utara, namun mereka tetap memperkuat hubungan

ekonomi mereka dengan Korea Utara. Oleh karena itu, menarik untuk

diketahui kepentingan nasional apa yang sebenarnya ingin dicapai oleh

Tiongkok dengan menunjukkan kebijakan yang inkonsisten tersebut.

B. Pertanyaan Penelitian

Kepentingan nasional apa yang ingin dicapai Tiongkok terkait

inkonsistensi kebijakan mereka dalam menghadapi kasus nuklir Korea

Utara periode 2013-2016?

Page 22: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

9

C. Tujuan Penelitian

Untuk menjelaskan bagaimana kebijakan yang diambil Tiongkok

dalam menghadapi uji coba senjata nuklir yang dilakukan oleh

Korea Utara.

Untuk mengetahui kepentingan nasional Tiongkok terkait

kebijakan yang mereka ambil dalam menghadapi kasus nuklir

Korea Utara.

D. Manfaat Penelitian

Memperbanyak wawasan bagi mahasiswa Hubungan Internasional,

khususnya dalam isu nuklir Korea Utara dan kaitannya dengan

kebijakan Tiongkok terhadap Korea Utara itu sendiri.

Menjadikanpenelitian ini sebagai bahan untuk studi perbandingan

atau dikembangkan lebih jauh lagi, serta dijadikan referensi untuk

penelitian yang sejenis.

E. Tinjauan Pustaka

Literatur pertama yang peneliti jadikan sebagai tinjauan adalah

sebuah penelitian yang disusun menjadi sebuah buku karya Yu Tiejun,

Ren Yuanzhe, dan Wang Junsheng yang berisi analisis tentang kebijakan

luar negeri Tiongkok terhadap Semenanjung Korea. Penelitian tersebut

berjudul “Chinese Perspectives Toward the Korean Peninsula: In the

Aftermath of North Korea‟s Fourth Nuclear Test” yang diterbitkan oleh

Page 23: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

10

Stimson Center pada Juni 2016 lalu. Secara garis besar, penelitian ini

berisi analisa kebijakan Tiongkok terhadap Korea Utara dan Korea

Selatan, dan signifkansi dari kebijakan luar negeri Tiongkok terhadap

Semenanjung Korea di bawah kepemimpinan Xi Jinping. Penelitian ini

juga membahas ancaman nuklir Korea Utara dan dukungan Tiongkok

terhadap resolusi DK PBB.16

Persamaan penelitian tersebut dan penelitian ini adalah sama-sama

menyoroti kebijakan luar negeri Tiongkok terhadap Korea Utara,

khususnya terkait uji coba senjata nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara.

Selain persamaan tersebut, penelitian ini juga memiliki perbedaan dengan

penelitian ini.

Dalam penelitian tersebut, penulis juga menjelaskan tentang

bagaimana Tiongkok mencoba menjaga keseimbangan di Semenanjung

Korea dengan menjalin hubungan bilateral dengan dua Korea Utara.

Sementara dalam penelitian yang akan peneliti lakukan, peneliti hanya

akan sedikit membahas mengenai kerja sama ekonomi Korea Selatan

tanpa menyoroti faktor keseimbangan kebijakan yang dimainkan

Tiongkok di Semenanjung Korea.

Literatur berikutnya juga merupakan sebuah penelitian yang

disusun menjadi sebuah buku karya Fei Su dan Lora Saalman, yang

berjudul “China‟s Engagement of North Korea; Challenges and

16

Yu Tiejun, Ren Yuanzhe, dan Wang Junsheng, Chinese Perspectives Toward the Korean Peninsula: In the Aftermath of North Korea’s Fourth Nuclear Test (Washington: Stimson Center, 2016).

Page 24: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

11

Opportunities for Europe” dan ditulis pada Februari 2017 lalu. Secara garis

besar, penelitian ini berisi analisa tentang bagaimana negara-negara di

Eropa seharusnya bisa bekerja sama dengan Tiongkok dalam ekonomi,

non-proliferasi, dan keamanan yang berkaitan dengan Korea Utara.

Penelitian ini juga membahas kebijakan Tiongkok terhadap Korea Utara,

khususnya terkait senjata nuklir. 17

Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini yaitu sama-

sama membahas keterlibatan Tiongkok terhadap perekonomian Korea

Utara dan tujuan denuklirisasi yang ingin diwujudkan Tiongkok terhadap

Korea Utara. Di samping persamaan tersebut, penelitian ini juga memiliki

perbedaan dengan penelitian ini. Perbedaannya adalah penelitian tersebut

membahas bagaimana seharusnya negara-negara Eropa bisa terlibat

dengan Tiongkok dalam suatu sistem kerja sama terkait denuklirisasi

Korea Utara. Sementara itu, penelitian ini tidak membahas soal negara-

negara Eropa dalam konteks denuklirisasi Korea Utara tersebut, melainkan

hanya akan fokus kepada kebijakan yang diterapkan oleh Tiongkok.

Literatur ketiga adalah jurnal yang ditulis oleh Joseph R. DeTrani.

Jurnal ini berjudul “After 20 Years of Failed Talks With North Korea,

China Needs To Step Up” dan ditulis pada Oktober 2014 lalu. DeTrani

menjelaskan tentang pengembangan dan uji coba senjata nuklir yang

Korea Utara, serta sejumlah sanksi yang mereka terima Selain itu, DeTrani

17

Fei Su dan Lora Saalman, China’s Engagement of North Korea; Challenges and

Opportunities for Europe (Solna: Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), 2017).

Page 25: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

12

juga memberikan penjelasan mengenai hubungan diplomatik Tiongkok

dengan Korea Utara dan menyebut bahwa Tiongkok berperan besar dalam

proses denuklirisasi Korea Utara, karena Korea Utara bergantung pada

bantuan makanan dan sumber daya lain dari Tiongkok. 18

Persamaan jurnal tersebut dan penelitian iniadalah sama-sama

menyoroti perkembangan dan uji coba senjata nuklir yang dilakukan oleh

Korea Utara. Selain itu, jurnal dan penelitian yang akan peneliti lakukan

sama-sama membahas mengenai kerja sama Tiongkok dan Korea Utara,

dengan menyebutkan beberapa indikator yang membuktikan bahwa

Tiongkok merupakan rekan kerja sama ekonomi yang kuat bagi Korea

Utara.

Sementara itu, perbedaannya adalah jurnal tersebut tidak

menjelaskan mengenai inkonsistensi Tiongkok dalam menghadapi Korea

Utara, yang menjadi fokus utama dalam skripsi ini,melainkan lebih fokus

kepada bagaimana tindakan yang harus dilakukan Tiongkok sebagai rekan

dagang terbesar Korea Utara untuk menghasilkan denuklirisasi.

F. Kerangka Pemikiran

Realisme merupakan salah satu grand theory dalam ilmu hubungan

internasional. Menurut kamus Merriam-Webster, Realisme merujuk pada

hal-hal yang berhubungan dengan fakta dan realitas, dan penolakan

terhadap hal-hal yang sifatnya hanya berupa angan-angan atau imajinasi

18

Joseph R. DeTrani, “After 20 Years of Failed Talks With North Korea, China Needs to Step Up”, Arms Control Today, Vol. 44, No. 8 (October 2014).

Page 26: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

13

belaka.19

Realisme dalam hubungan internasional pada umumnya

berkaitan dengan asumsi bahwa manusia hanya mementingkan dirinya

sendiri dan haus akan kekuasaan, sehingga mereka bisa melakukan apa

saja untuk mencapai kepentingannya.20

Seiring berjalannya waktu, Realisme terus mengalami

perkembangan, sehingga lahirlah sebuah kerangka pemikiran yang

merupakan kritik sekaligus pembaruan bagi teori Realisme, yaitu Realisme

Struktural atau lebih dikenal dengan istilah Neorealisme. Tokoh yang

pertama kali memperkenalkan teori ini adalah Kenneth Waltz, melalui

karyanya yang berjudul “Theory of International Politics”. Waltz

menulisnya pada tahun 1979. 21

Sama halnya dengan Realisme Klasik, Neorealisme juga

beranggapan bahwa politik internasional lekat dengan perebutan

kekuasaan dan sistem internasional adalah anarki, yaitu sebuah sistem

yang ditandai dengan tidak adanya otoritas yang lebih tinggi dari negara,

atau dengan kata lain, tidak ada otoritas yang berkuasa untuk mengatur

relasi antarnegara.22

Namun, berbeda dengan Realisme Klasik,

Neorealisme mengabaikan peran dari sifat manusia dan lebih berfokus

19

Merriam-Webster Dictionary, tersedia di https://www.merriam-webster.com/dictionary/realism , diakses pada Selasa, 19 Desember 2017.

20 Anthony F. Lang, “Morgenthau, Agency, and Aristotle”, in Realism

Reconsidered; The Legacy of Hans J. Morgenthau in International Relations (Oxford University Press, 2007), 18.

21 Stephen McGlinchey, Rosie Walters, & Christian Scheinpflug, ed.,

International Relations Theory (England: E-International Relations Publishing, 2017), : 16-17.

22 Vinsensio Dugis, ed., Teori Hubungan Internasional; Perspektif-Perspektif

Klasik (Surabaya: Cakra Studi Global Strategis (CSGS), 2016), : 81-85

Page 27: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

14

pada sistem internasional yang anarkis tersebut dalam kaitannya dengan

perilaku negara.23

Sistem internasional yang anarkis tersebut kemudian menimbulkan

konsekuensi. Tidak adanya otoritas yang mengatur perilaku negara berarti

tidak adanya pula otoritas yang bisa menjamin keamanan suatu negara.

Hal tersebut kemudian membuat negara-negara di dunia merasa berada

dalam kondisi yang tidak aman, sehingga mendorong mereka untuk

berusaha menyelamatkan diri sendiri dan bertahan hidup (self-help dan

survival) di dalam sistem internasional yang anarki tersebut. 24

Dengan

demikian, bertahan hidup menjadi sebuah keharusan bagi setiap negara.

Terdapat dua teori dalam Neorealisme yang menjelaskan tentang

cara negara dalam mencapai keamanan tersebut, yaitu Offensive Realism

(Realisme Ofensif) dan Deffensive Realism (Realisme Defensif). Realisme

Defensif pada dasarnya menyatakan bahwa negara di dunia tidak akan

mengejar power secara berlebihan, namun cukup untuk mencapai tujuan

utama dalam sistem yang anarki yaitu survival.25

Realisme Defensif pada

intinya lebih mengedepankan cara-cara yang moderat dan tidak agresif

dalam mencapai tujuan keamanan dan mempertahankan diri.26

23

M. Saeri, “Teori Hubungan Internasional; Sebuah Pendekatan Paradigmatik”, Jurnal Transnasional, Vol. 3, No. 2, Februari 2012, : 6.

24 Vinsensio Dugis, ed., Teori Hubungan Internasional; Perspektif-Perspektif

Klasik, : 87-88. 25

Vinsensio Dugis, ed., Teori Hubungan Internasional; Perspektif-Perspektif Klasik, : 82.

26 Jeffrey W. Taliafero, “Security Seeking Under Anarchy; Defensive Realism

Revisited”, International Security, Vol. 25, No. 3 (2000/01), : 128-129.

Page 28: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

15

Berbeda dengan Realisme Defensif, Realisme Ofensif lebih

menekankan bahwa negara harus memaksimalkan power yang mereka

miliki untuk mencapai survivalitas. John Mearsheimer mengungkapkan

bahwa sistem internasional yang anarki menimbulkan ketakutan pada

setiap negara. Tidak adanya otoritas yang lebih tinggi dari negara

membuat negara-negara di dunia harus mampu melindungi diri mereka

masing-masing sehingga mereka harus memaksimalkan power yang

mereka miliki.27

Penjelasan di atas memberikan gambaran bahwa pada dasarnya

kepentingan utama negara di dunia internasional adalah keamanan atau

survival. Meskipun Neorealisme tidak terlalu banyak membahas soal

kepentingan nasional, Kenneth Waltz dalam bukunya menyatakan bahwa;

“to say that a country acts according to its national interest means that,

having examined its security requirements, it tries to meet them.” 28

Pernyataan Waltz semakin menekankan bahwa keamanan atau survivalitas

merupakan tujuan utama negara. Selain keamanan, ada tujuan utama lain

yang ingin dicapai oleh negara.

Mearsheimer menyatakan bahwa; “…, the best guarantee of

survival is to be a hegemon, because no other state can seriously threaten

such a mighty power”.29

Hegemoni dengan demikian menjadi tujuan

utama setiap negara, karena hanya dengan mencapai hegemoni negara-

27

John J. Mearsheimer, Tragedy of Great Power Politics (New York: Norton Company, 2001): 3.

28 Miroslav Nincic, “The National Interest and Its Interpretation”, The Review of

Politics, Vol. 61, No. 1 (1999) : 39. 29

John J. Mearsheimer, Tragedy of Great Power Politics: 3.

Page 29: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

16

negara akan mampu mencapai survivalitas mereka. Hal itu menunjukkan

bahwa hegemoni menjadi sesuatu yang penting dalam upaya pencapaian

survivalitas.

Inkonsistensi kebijakan Tiongkok dalam menghadapi kasus nuklir

Korea Utara bisa dipahami dalam kerangka pemikiran Realisme Ofensif,

dimana Tiongkok berusaha mengatasi ancaman yang datang dan mencapai

survivalitasnya di dalam sistem internasional yang anarki dengan cara

mempertahankan hegemoni atau pengaruh besarnya di Semenanjung

Korea (regional hegemons), dimana Tiongkok merupakan negara yang

dianggap paling banyak berinteraksi dengan Korea Utara dan punya

pengaruh besar dalam perekonomian Korea Utara, sehingga Tiongkok

memiliki cukup power untuk menghentikan nuklir Korea Utara.

G. Metodologi Penelitian

Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dalam skripsi

ini. Menurut Lawrence Newman, penelitian kualitatif adalah suatu

penelitian yang bertujuan untuk membangun realitas sosial, fokus pada

proses dan kejadian interaktif, dan menjadikan kebenaran sebagai kunci

utamanya.30

Skripsi ini menganalisa inkonsistensi Tiongkok dalam menghadapi

kasus nuklir Korea Utara dengan mencoba mencari fakta dan data dengan

melakukan studi kepustakaan, yaitu melakukan pengumpulan data dengan

30

Lawrence Newman, Social Research Methods; Qualitative and Quantitative Approaches, 4

th Edition (Boston: Allyn and Bacon, 2000), 16.

Page 30: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

17

cara melakukan studi atau tinjauan terhadap beberapa literatur seperti

buku, jurnal, artikel, dan situs-situs yang berkaitan dengan permasalahan

yang akan diteliti. Data yang digunakan dengan demikian adalah data

sekunder.

Setelah memperoleh data tersebut, peneliti akan menganalisa data

dengan metode deskriptif analitis. Teknik deskriptif analitis adalah sebuah

teknik analisa data yang dilakukan dengan menjabarkan masalah yang ada

kemudian menganalisa masalah tersebut dan menyusun analisa tersebut

secara sistematis untuk menjawab pertanyaan penelitian yang ada.

Teknik penulisan yang peneliti gunakan dalam skripsi ini adalah

teknik yang mengacu pada buku Panduan dan Penyusunan Proposal dan

Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2017.Sementara itu, teknik

pengambilan kesimpulan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik pengambilan kesimpulan secara deduktif, dimana peneliti akan

memberikan kesimpulan dari pembahasan yang bersifat umum sampai ke

pembahasan yang bersifat khusus.

H. Sistematika Penulisan

BAB I: Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang masalah, pertanyaan penelitian, tujuan

dan manfaat penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, dan

sistematika penulisan. Pembahasaan pada bab ini bertujuan untuk

Page 31: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

18

mengetahui maksud, tujuan, dan metode yang digunakan dalam penelitian

ini.

BAB II: Hubungan Tiongkok dan Korea Utara Terkait

Pengembangan dan Uji Coba Senjata Nuklir Korea

Utara

Pada bab ini, peneliti membahas tentang sejarah pengembangan

dan uji coba senjata nuklir Korea Utara yang dilakukan pada masa

pemerintahan pemimpin yang berbeda, yaitu Kim Il Sung, Kim Jong Il,

dan Kim Jong Un. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana

pengembangan dan uji coba senjata nuklir Korea Utara berlangsung. Hal

ini penting untuk diketahui guna melihat apakah aktivitas nuklir Korea

Utara mengalami peningkatan dan menimbulkan ancaman serius atau

tidak.

Peneliti juga menjelaskan serangkaian kebijakan yang diambil

Tiongkok dalam menghadapi serangkaian uji coba senjata nuklir yang

dilakukan oleh Korea Utara pada bab ini. Bab ini bertujuan untuk

menjelaskan bagaimana sikap dan langkah-langkah yang diambil

Tiongkok dalam menghadapi Korea Utara dan kebijakan nuklirnya,

sehingga dapat terlihat apakah Tiongkok mengambil langkah yang tegas

dalam menyikapi hal tersebut atau tidak.

Page 32: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

19

BAB III: Inkonsistensi Tiongkok dalam Menghadapi Kasus

Nuklir Korea Utara

Pada bab ini, peneliti membahas secara spesifik mengenai

inkonsistensi Tiongkok dalam menghadapi kasus nuklir Korea Utara.

Peneliti mengidentifikasi dua variabel utama, yaitu prioritas kebijakan luar

negeri Tiongkok terhadap Korea Utara (denuklirisasi) dan hubungan

ekonomi kedua negara tersebut. Setelah itu, peneliti menggabungkan dua

variabel tersebut untuk memperoleh kesimpulan bahwa Tiongkok

inkonsisten dalam menghadapi kasus nuklir Korea Utara.

BAB IV: Analisis Terhadap Inkonsistensi Tiongkok Terkait

Pengembangandan Uji Coba Senjata Nuklir Korea

Utara

Pada bab ini, peneliti melakukan analisa terhadap kepentingan

nasional apa yang ingin dicapai Tiongkok dengan menerapkan kebijakan

yang inkonsisten terkait kasus nuklir Korea Utara. Analisa ini bertujuan

untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai kepentingan nasional

apa yang sebenarnya ingin dicapai oleh Tiongkok dengan menunjukkan

kebijakan yang inkonsisten dalam menghadapi kasus nuklir Korea Utara.

BAB V: Penutup

Bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan yang terdapat pada

bab-bab sebelumnya, dimana akan terdapat penjelasan tentang

kepentingan apa yang ingin dicapai oleh Tiongkok terkait kebijakan yang

mereka terapkan dalam menghadapi kasus nuklir Korea Utara

Page 33: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

20

BAB II

HUBUNGAN TIONGKOK DAN KOREA UTARA TERKAIT

PENGEMBANGAN DAN UJI COBA SENJATA NUKLIR KOREA UTARA

Bab ini berisi pembahasan mengenai kebijakan yang diambil Tiongkok

dalam merespon pengembangan dan uji coba senjata nuklir yang dilakukan oleh

Korea Utara di bawah kepemimpinan Kim Il Sung, Kim Jong Il, dan Kim Jong

Un. Pembahasan ini bertujuan untuk memberikan penjelasan tentang bagaimana

kebijakan yang diambil Tiongkok dalam menghadapi tindakan Korea Utara terkait

pengembangan dan uji coba senjata nuklirnya.

A. Hubungan Tiongkok dan Korea Utara Terkait Pengembangan dan

Uji Coba Senjata Nuklir Korea Utara Pada Era Kim Il Sung

Korea Utara sudah memiliki keinginan untuk mengembangkan

senjata nuklir sejak era kepemerintahan Kim Il Sung. Pada Juli 1955,

Korea Utara mengirim sejumlah anggota dari Akademi Sains Korea Utara

untuk menghadiri konferensi energi nuklir di Moskow. Setahun kemudian,

Korea Utara pun menandatangani sebuah perjanjian yang berisikan tentang

penelitian nuklir dengan Uni Soviet.31

Pada periode awal ini, pengembangan nuklir Korea Utara secara

garis besar dapat dibagi ke dalam tiga langkah, yaitu:

31

Walter C. Clemens Jr., “North Korea’s Quest for Nuclear Weapons: New Historical Evidence”, Journal of East Asian Studies, 10 (2010), : 129

Page 34: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

21

1. Mengirim ilmuwan ke Uni Soviet untuk mempelajari soal energi

nuklir.

2. Mengembangkan pengalaman yang diperoleh ilmuwan yang sudah

kembali dari Uni Soviet tersebut, dengan membuat perjanjian dengan

Uni Soviet dan mendanai program nuklir mereka dengan 7-Year

Economic Plan. Kebijakan tersebut menghasilkan berdirinya dua

pusat penelitian energi atom di Pakchon dan Yongbyon pada 1962,

yang sekaligus menjadi reaktor nuklir pertama Korea Utara.

3. Pengorganisasian ulang infrastruktur industri militer dan pembentukan

Komite Ekonomi Kedua dan Akademi Ilmu Pertahanan, yang menjadi

fondasi dalam kegiatan penelitian, perancangan, dan produksi senjata

nuklir mereka. 32

Korea Utara kemudian membangun reaktor kedua pada 1970. Pada

1984 mereka sukses membuat rudal bermuatan nuklir mereka (rudal

Scrud-B) dan melakukan uji coba senjata nuklir untuk pertama kalinya.

Satu tahun berselang, Uni Soviet mendesak Korea Utara untuk bergabung

ke dalam Non-Proliferation Treaty (NPT) dan Korea Utara akhirnya

memenuhinya.33

32

Joseph S. Bermudez Jr., North Korea’s Development of a Nuclear Weapons Strategy (US-Korea Institute at SAIS, 2015), : 9.

33 Prilla Marsingga, “Proliferasi Nuklir Korea Utara: Penangkalan dan Diplomasi

Kekerasan”: 6.

Page 35: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

22

Bergabungnya Korea Utara ke dalam NPT secara tidak langsung

merupakan bentuk persetujuan mereka untuk berada di bawah pengawasan

International Atomic Energy Agency (IAEA) terkait program nuklir yang

mereka jalankan. Program nuklir Korea Utara akan diawasi oleh IAEA

selama tujuh tahun. Korea Utara yang saat itu berada di bawah

kepemimpinan Kim Il Sung merasa tidak senang dengan hal tersebut.34

Hal ini dibuktikan dengan keberatan yang ditunjukkan Korea Utara

terhadap inspeksi yang dilakukan oleh IAEA. Salah satu contohnya adalah

saat IAEA melakukan inspeksi berdasarkan laporan Amerika yang melihat

bahwa Korea Utara mengembangkan nuklir secara diam-diam. Sejak Mei

1992 – Februari 1993, Korea Utara menerima enam inspeksi dari IAEA

dan keberatan dengan hasil dari inspeksi tersebut. 35

Pada 1993 dan 1994, isu nuklir kemudian menjadi isu utama dalam

hubungan luar negeri Korea Utara. Setelah melakukan inspeksi tersebut,

IAEA kemudian mengajukan permintaan untuk melakukan inspeksi

khusus terkait limbah nuklir di Yongbyon. Hal tersebut akhirnya justru

mendorong Korea Utara, yang pada dasarnya sudah merasa keberatan

dengan investigasi IAEA, untuk menarik diri dari NPT. Jika hal itu terjadi,

maka mereka akan dapat mengembangkan senjata nuklir secara legal.36

34

Prilla Marsingga, “Proliferasi Nuklir Korea Utara: Penangkalan dan Diplomasi Kekerasan”, : 7.

35 Fu Ying, “The Korean Nuclear Issue: Past, Present, and Future; A Chinese

Perspective”, Strategy Paper 3 (Brooking Institution, 2017), : 5. 36

Samuel S. Kim, “North Korea in 1994: Brinkmanship, Breakdown, and Breakthrough”, Asian Survey, Vol. 35, No. 1, 1995: 18.

Page 36: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

23

Kebijakan Korea Utara tersebut akhirnya menuai berbagai reaksi

dari berbagai negara di dunia, salah satunya Tiongkok. Tiongkok

merupakan aliansi terkuat Korea Utara. Hubungan diplomatik kedua

negara sudah berlangsung sejak 1949. Hubungan Tiongkok dan Korea

Utara pada awalnya didasari oleh latar belakang ideologi. 37

Salah satu

bukti yang menunjukkan hal tersebut adalah saat Tiongkok berkontribusi

memberikan bantuan lebih dari satu juta orang relawan pada periode 1950-

1953 untuk membantu rezim Kim Il Sung memerangi pasukan PBB dalam

Perang Korea.38

Saat krisis nuklir pertama Korea Utara pada 1990-an terjadi,

Tiongkok cenderung menunjukkan sikap yang pasif dan tidak peduli

terhadap hal tersebut. Tiongkok menyatakan bahwa mereka mendukung

denuklirisasi di Semenanjung Korea, namun tetap mengedepankan isu

kedaulatan negara sehingga mereka tidak ingin memainkan peran atau

tanggung jawab apa pun dalam kasus tersebut. Tiongkok juga menentang

semua jenis sanksi yang dijatuhkan untuk Korea Utara. Mereka lebih

mendukung penyelesaian melalui jalur negosiasi.39

Tiongkok justru lebih aktif dalam menjalin hubungan bilateral

dengan Korea Utara. Pada periode tersebut, hubungan perdagangan kedua

negara bisa dikatakan mengalami trend yang positif meskipun nilainya

37

Dongjin Jeong, 2012, “China’s Foreign Policy Toward North Korea: The Nuclear Issue”, Thesis, Naval Postgraduate School, : 35.

38 Ranjit Kumar Dhawan, 2013, China and Its Peripheries; Contentious Relations

with North Korea, Institute of Peace and Conflict Studies, Issu Brief 231, : 1 39

Dongjin Jeong, “China’s Foreign Policy Toward North Korea: The Nuclear Issue”, :14-15.

Page 37: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

24

fluktuatif. Perdagangan bilateral keduanya menyentuh angka 480 Juta

Dollar Amerika pada 1990, dan pada 1993, nilai perdagangan Tiongkok

dan Korea Utara meningkat drastis menjadi 900 Juta Dollar Amerika.40

B. Hubungan Tiongkok dan Korea Utara Terkait Pengembangan dan

Uji Coba Senjata Nuklir Korea Utara Pada Era Kim Jong Il

Pada 8 Juli 1994, Kim Il Sung meninggal dunia. Sebelum

meninggal dunia, Kim Il Sung telah mempersiapkan putra dari istri

pertamanya, Kim Jong Il, untuk menggantikannya kelak. Sepuluh bulan

setelah kematian Kim Il Sung, Kim Jong Il pun secara resmi diumumkan

untuk mengisi dua jabatan yang ditinggalkan oleh ayahnya, yaitu Presiden

dan Sekretaris Umum Partai Pekerja Korea.41

Isu nuklir kemudian masih

menjadi salah satu isu utama pada masa pemerintahan Kim Jong Il ini.

Amerika mulai menguatkan perannya terkait non-proliferasi nuklir

dengan merencanakan sebuah serangan pre-emptive ke fasilitas nuklir

Korea Utara yang ada di Yongbyon.42

Korea Utara pun merespon hal

tersebut dengan menciptakan sebuah ancaman untuk memulai perang.

Namun, di tengah tensi yang sedang meningkat tersebut, sebuah solusi

diplomatik muncul. Negosiasi yang berlangsung selama musim panas

40

Jaewo Choo, “Mirroring North Korea’s Growing Economic Dependence on China: Political Ramifications”, Asian Survey, Vol. 48, No. 2 (March/April 2008), : 347

41 Brian Bridges, “North Korea after Kim Il-Sung”, The World Today, Vol. 51, No.

6 (1996), : 103-104 42

William J. Perry, “Proliferation on The Peninsula: Five North Korean Nuclear Crises”, The Annals of The American Academy of Political and Social Science, Vol. 607 (2006), : 81.

Page 38: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

25

1994 menghasilkan U.S.- North Korea Agreed Framework 1994 yang

ditandatangani kedua pihak pada 21 Oktober 1994.43

Berdasarkan kesepakatan tersebut, Korea Utara sepakat untuk:

1. Membekukan fasilitas nuklir yang mereka miliki.

2. Tetap menjadi anggota dari NPT.

3. Mengizinkan inspeksi rutin yang dilakukan oleh IAEA.

4. Mematuhi sepenuhnya perjanjian mereka dengan IAEA.

5. Mengimplementasikan The North-South Joint Declaration on the

Denuclearization of the Korean Peninsula, yang berisi deklarasi

bersama terkait denuklirisasi di Semenanjung Korea.

6. Melibatkan diri dalam North-South Dialogue.44

Sebagai gantinya, Korea Utara memperoleh semua yang mereka

inginkan dari Amerika Serikat dalam berbagai aspek, yaitu keamanan,

politik, dan ekonomi. Amerika Serikat sepakat untuk:

1. Mendanai dan menyuplai dua reaktor air ringan dengan kapasitas

2.000 Megawat.

2. Memberikan energi alternatif berupa minyak kurang lebih sebesar

500.000 ton setiap tahun.

3. Mengurangi hambatan perdagangan dan investasi.

4. Membangun hubungan diplomatik.

43

Steven E. Miller, “The Real Crisis: North Korea’s Nuclear Gambit”, Harvard International Review, Vol. 25, No. 2 (2003), : 84.

44 Samuel S. Kim, “North Korea in 1994: Brinkmanship, Breakdown, and

Breakthrough”, : 19.

Page 39: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

26

5. Menyediakan jaminan formal bagi Korea Utara terhadap ancaman atau

penggunaan senjata nuklir Amerika.45

Kesepakatan tersebut berhasil membekukan aktivitas nuklir Korea

Utara sampai 2002.46

Namun, pada 2003, Korea Utara mengumumkan

bahwa mereka menarik diri dari NPT. Hal tersebut menimbulkan

kecemasan dari dunia internasional karena khawatir Korea Utara akan

kembali melanjutkan program nuklirnya. 47

Jika Korea Utara keluar dari

NPT, maka Korea Utara dapat mengembangkan senjata nuklirnya secara

bebas dan legal karena tidak ada yang membatasinya.

Hal yang dicemaskan tersebut akhirnya benar-benar terjadi. Setelah

mengumumkan penarikan dirinya dari NPT, Korea Utara mulai

memproses ulang plutonium yang ada di Yongbyon. Mereka juga

mengaktifkan kembali reaktor nuklir Yongbyon dan mengoperasikannya

sampai April 2005.48

Hal ini diperkuat dengan pernyataan Menteri Luar

Negeri Korea Utara pada Februari 2005, yang secara resmi menyatakan

bahwa Korea Utara kembali mengembangkan senjata nuklirnya.49

Pernyataan terkait pengembangan senjata nuklir Korea Utara

tersebut kemudian dilanjutkan dengan sejumlah uji coba yang mereka

45

Samuel S. Kim, “North Korea in 1994: Brinkmanship, Breakdown, and Breakthrough”, : 19-20.

46 William J. Perry, “Proliferation on The Peninsula: Five North Korean Nuclear

Crises”, : 82. 47

Steven E. Miller, “The Real Crisis: North Korea’s Nuclear Gambit”, : 83. 48

Wade L. Huntley, “Bucks for The Bang: North Korea’s Nuclear Program and Northeast Asian Military Spending”, Asian Perspective, Vol. 33, No. 4 (2009), : 150.

49 Seong-Ryoul Cho, “North Korea’s Security Dilemma and Strategic Options”,

The Journal of East Assian Affairs, Vol. 23, No. 2 (2009), : 74.

Page 40: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

27

lakukan. Korea Utara di bawah kepemimpinan Kim Jong Il melakukan uji

coba misil pada Juli 2006, dilanjutkan dengan uji coba nuklir pertama pada

9 Oktober 2006. Kemudian pada April 2009, Korea Utara kembali

meluncurkan misil jarak jauh dan menyatakan bahwa mereka terus

mengembangkan senjata nuklirnya. Hal ini akhirnya berujung pada uji

coba nuklir kedua pada Mei 2009.50

Pengembangan dan uji coba nuklir Korea Utara tersebut tentu saja

menimbulkan respon dari negara-negara di dunia, salah satunya dari

Tiongkok. Berbeda dengan periode sebelumnya, pada periode ini

Tiongkok mengambil peran yang lebih aktif dalam menghadapi kasus

nuklir Korea Utara. Tiongkok juga menekankan pentingnya denuklirisasi,

stabilitas keamanan dan perdamaian, dan penyelesaian masalah dengan

cara-cara yang damai.51

Tiongkok beranggapan bahwa denuklirisasi dan

stabilitas keamanan dan perdamaian dapat menciptakan lingkungan

internasional yang kondusif dan bagus untuk pertumbuhan ekonomi

mereka.

Oleh karena itu, Tiongkok mengambil langkah-langkah diplomatik

untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tiongkok pada akhirnya berhasil

mempertemukan Amerika dan Korea Utara di Beijing dalam Three Party

Talks pada April 2003. Kemudian Tiongkok juga menjadi tempat

50

Wade L. Huntley, “Bucks for The Bang: North Korea’s Nuclear Program and Northeast Asian Military Spending”, : 151-152.

51 Dongjin Jeong, “China’s Foreign Policy Toward North Korea: The Nuclear

Issue”, : 18.

Page 41: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

28

terselenggaranya Six Party Talks pada Agustus 2003 yang melibatkan

Amerika, Rusia, Jepang, Korea Utara, Kora Selatan, dan Tiongkok itu

sendiri.52

Selain itu, Tiongkok juga mengecam sikap Korea Utara terkait

senjata nuklir. Tiongkok menegaskan bahwa mereka menentang sikap

yang ditunjukkan Korea Utara dengan melakukan pengembangan dan

sejumlah uji coba senjata nuklir. Hal ini ditunjukkan dengan dukungan

mereka terhadap Resolusi Resolusi 1695 dan 1718 yang dikeluarkan oleh

DK PBB untuk memberikan sanksi kepada Korea Utara terkait uji coba

senjata nuklirnya pada 2006.53

Tiongkok juga mendukung Resolusi 1874 yang dikeluarkan oleh

DK PBB untuk memberikan sanksi kepada Korea Utara terkait uji coba

senjata nuklir yang mereka lakukan pada 2009.54

Langkah-langkah yang

diambil Tiongkok tersebut menunjukkan bahwa mereka memainkan peran

yang lebih aktif dan tegas dalam menyelesaikan kasus nuklir Korea Utara.

Namun, di samping penegasan sikap tersebut, Tiongkok juga tetap

menjalin hubungan bilateral yang baik dengan Korea Utara.

Tiongkok setidaknya sudah menerima enam kunjungan yang

dilakukan oleh Kim Jong Il dalam periode 2000-2010. Tiongkok juga

52

Jian Cai, “The Korean Nuclear Crises and The Changing Sino-DPRK Relationship”, Asian Perspective, Vol. 34, No. 1 (2010), : 144-145.

53 Zhu Feng, “Shifting Tides: China and North Korea”, in The Architecture of

Security in the Asia-Pacific (ANU Press, 2009), : 45. 54

Dick K. Nanto and Mark E. Manyin, 2010, “China-North Korea Relations”, in CRS Report for Congress, Washington: Congressional Research Service, : 2-3.

Page 42: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

29

mengirim perwakilannya untuk melakukan kunjungan ke Korea Utara

dalam periode Oktober 2009 - Desember 2010. Hubungan ekonomi

Tiongkok dengan Korea Utara juga cukup stabil dan cenderung

mengalami penguatan dalam satu dekade terakhir. Berdasarkan pernyataan

Duta Besar Tiongkok untuk Korea Utara, volume perdagangan kedua

negara tumbuh enam kali lipat sepanjang tahun 2000-2009. Ekspor

Tiongkok ke Korea Utara meningkat dua kali lipat pada tahun 2007

sampai 2008.55

C. Hubungan Tiongkok dan Korea Utara Terkait Pengembangan dan

Uji Coba Senjata Nuklir Korea Utara Pada Era Kim Jong Un

Krisis nuklir Korea Utara memasuki babak baru pasca wafatnya

Kim Jong Il pada Desember 2011.56

Setahun berselang, Kim Jong Un,

putra dari Kim Jong Il, menggantikan posisi ayahnya sebagai pemimpin

Korea Utara yang sebelumnya meninggal akibat serangan jantung

tersebut.57

Naiknya Kim Jong Un untuk menggantikan posisi ayahnya

sebagai pemimpin Korea Utara tersebut membawa krisis nuklir Korea

Utara ke dalam babak baru, yang berimplikasi terhadap hubungan mereka

dengan negara-negara di dunia, khususnya Tiongkok.

55

Bates Gill, “China’s North Korea Policy”, in United States Institute of Peace Special Report 283, (Washington: United States Institute of Peace , 2011), : 2.

56 Jinwook Choi, “A Game Changer: North Korea’s Third Nuclear Test and

Northeast Asian Security”, The Journal of East Asian Affairs, Vol. 27, No. 1 (2013), : 106. 57

Hong Yung Lee, “North Korea in 2012 Kim Jong Un’s Succession”, Asian Survey, Vol. 53, No. 1 (2013), : 176.

Page 43: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

30

Kim Jong-Un pada awalnya menyatakan bahwa dirinya tidak akan

mengubah arah kebijakan luar negeri Korea Utara. Namun, harapan

menuju meredanya ketegangan terkait senjata nuklir yang dimiliki Korea

Utara muncul pada Februari 2012, yang diawali dengan persetujuan yang

dibuat Kim Jong-Un untuk mengangguhkan uji coba senjata nuklir dan

pengayaan uranium, serta mengizinkan pemeriksaan terhadap kepemilikan

nuklir Korea Utara. Namun, Kim Jong-Un kemudian menyatakan akan

meluncurkan satelit ke luar angkasa yang membuat negara lain merasa

khawatir karena beranggapan bahwa peluncutran tersebut merupakan uji

coba misil balistik.58

Tidak hanya itu, Kim Jong Un juga melakukan rekonstruksi reaktor

nuklir dengan kapasitas listrik mencapai 5 Mega Watt dengan memakai

standar Plutonium-Uranium Extraction (PUREX) untuk memudahkan

Korea Utara dalam memproses plutonium dan memproduksi material

untuk senjata nuklirnya dengan lebih mudah. Korea Utara dibawah

kepemimpinan Kim Jong Un juga berupaya untuk mengembangkan

sumber-sumber daya yang ada untuk melakukan miniaturisasi atas senjata-

senjata nuklir yang mereka miliki, sehingga mereka mampu menyesuaikan

senjata tersebut dengan misil balistiknya.59

Korea Utara kemudian melakukan uji coba senjata nuklir mereka

pada Februari 2013. Mereka menyatakan bahwa mereka berhasil

58

Prilla Marsingga, “Proliferasi Nuklir Korea Utara: Penangkalan dan Diplomasi Kekerasan”,: 8-9.

59 Joseph R. DeTrani, “After 20 Years of Failed Talks With North Korea, China

Needs to Step Up”, Arms Control Today, Vol. 44, No. 8 (October 2014),: 19.

Page 44: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

31

melakukan uji coba tersebut dengan senjata nuklir yang telah

diminiaturisasi dan dikembangkan sebelumnya dengan daya ledak yang

lebih besar. Tiongkok kemudian mengubah kebijakan mereka dengan

menempatkan denuklirisasi sebagai prioritas utama. Namun, Korea Utara

tetap melanjutkan program nuklir mereka. Korea Utara kembali

melakukan uji coba nuklir keempat pada 6 Januari 2016, 60

disusul dengan

uji coba senjata nuklir kelima pada September 2016.61

Tindakan Korea Utara ini tentu menuai berbagai kritik dari

negara-negara di dunia, salah satunya Tiongkok. Tiongkok sangat kecewa

dengan tindakan Korea Utara. Mereka akhirnya mengkritik dan

mendukung penuh resolusi 2087 dan 2094 yang dikeluarkan DK PBB

pada 2013 untuk memberikan sanksi kepada Korea Utara. Bahkan,

Tiongkok juga menekankan bahwa mereka akan mendukung semua

langkah yang akan diambil DK PBB terkait uji coba nuklir yang dilakukan

Korea Utara. 62

Tiongkok juga mendukung Resolusi 2270 yang dikeluarkan DK

PBB yang lagi-lagi bertujuan untuk memberikan sanksi terhadap Korea

60

Samman Chung, “North Korea’s Nuclear Threats and Counter-Strategies”, The Journal of East Asian Affairs, Vol. 30, No. 2 (2016), : 88-89.

61 Kim Tae-Woo, “North Korea’s 5

th Nuclear Test: The Fallout in Seoul, 2016,

tersedia di https://thediplomat.com/2016/09/north-koreas-5th-nuclear-test-the-fallout-in-seoul/ , diakses pada Rabu, 14 Februari 2018.

62 Jiang Longfan and Wang Haifan, “North Korea’s peripheral Diplomacy in the

“Post Kim Jong-Il Era” and its Relationship with Japan”, The Journal of East Asian Affairs, Vol. 30, No. 1 (2016), : 97.

Page 45: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

32

Utara atas uji coba nuklir keempat yang mereka lakukan.63

Menteri

Perdagangan Tiongkok kemudian merilis daftar mengenai pembatasan

perdagangan dengan Korea Utara.64

Tiongkok kemudian juga mendukung

Resolusi 2321 terkait uji coba nuklir kelima Korea Utara.65

Meskipun mendapat kecaman dari berbagai pihak, Korea Utara

tetap melanjutkan program pengembangan senjata nuklir dan misil balistik

mereka. Berikut adalah gambaran kekuatan misil Korea Utara:

Tabel II.C.1 Kapabilitas Misil Balistik Korea Utara

Sistem Jumlah

Peluncur Jangkauan (Mil)

Toksa <100 75

Scud-B <100 185

Scud-C <100 310

Scud-ER <100 435-625

No Dong <50 800

IRBM <50 >2000

TD 2 Tidak Diketahui >3400

SLBM Setidaknya 1 Tidak Diketahui

KN 08 Setidaknya 1 >3400

Sumber: Eric Heginbotham, et.al., China‟s Evolving Nuclear

Deterrent, RAND Corporation (2017): 89.

63

Yu Tiejun, Ren Yuanzhe, dan Wang Junsheng, Chinese Perspectives Towards the Korean Peninsula: In The Aftermath of North Korea’s Fourth Nuclear Test (Stimson Center, 2016), : 47.

64 Sun Ru, “Beijing and Pyongyang: A “Special Friendship” Facing The Final

Curtain”, ISPI Analysis, No. 297 (2016), : 4, diunduh dari https://www.google.co.id/url?sa=t&spurce=web&rct=j&url=http://www.ispionline.it/sites/default/files/pubblicazioni/analisi297_sun_ru_05.05.2016_0.pdf&ved=2ahUKEwiA4pHW8anZAhXHpo8KHcJBBScQFjAAegQIERAB&usg=AOvVaw0fiMwnwfKh6hsBL7R_20a pada Jumat16 Februari 2018.

65 Eleanor Albert, “The China – North Korea Relationship”, Council on Foreign

Relations (2017), tersedia di https://www.cfr.org./backgrounder/china-north-korea-relationship diakses pada Jumat 16 Februari 2018.

Page 46: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

33

Sumber lain juga memberikan gambaran mengenai kapabilitas

nuklir Korea Utara berdasarkan jangkauannya. Berikut adalah

perinciannya:

Gambar II.C.1 Jenis-Jenis Misil Balistik Korea Utara

Sumber: Eleanor Albert, North Korea‟s Military Capabilities (2018), tersedia di

https://www.cfr.org/backgrounder/north-koreas-military-capabilities

Page 47: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

34

Data di atas memberikan sedikit gambaran bahwa di tengah sanksi

dan kecaman yang datang dari dunia internasional, Korea Utara tetap

melakukan pengembangan terhadap misil balistik mereka. Tiongkok

setidaknya memiliki beberapa unit misil balistik yang siap digunakan

untuk meluncurkan nuklir. Korea Utara tidak mundur sedikitpun dalam

menghadapi kecaman dan sanksi dari dunia internasional, tidak terkecuali

Tiongkok.

Namun, di samping sikap Tiongkok yang menentang Korea Utara

terkait senjata nuklir, Tiongkok masih tetap menjalin hubungan bilateral

yang baik. Hubungan perdagangan dan investasi kedua negara masih

terbilang cukup kuat. Total nilai perdagangan kedua negara mencapai

angka 5,64 Milyar Dollar Amerika pada 2011, meningkat sebesar 62,4%

dari tahun 2010. Total impor Korea Utara atas padi Tiongkok pada tahun

2011 mencapai 376,431 ton, meningkat 20% dari tahun 2010 dan 85% dari

tahun 2009.66

Hubungan ini mengalami peningkatan pada tahun-tahun

berikutnya.

Pada 2012, total nilai perdagangan kedua negara mencapai angka

6,01 Milyar Dollar Amerika. Kemudian angka perdagangan kedua negara

mencapai angka 6,86 Milyar Dollar Amerika pada 2014. Meskipun sempat

mengalami penurunan ke angka 5,42 Milyar Dollar Amerika pada tahun

2015, namun secara keseluruhan perdagangan bilateral kedua negara

66

Scott Snyder, “China-Korea Relations: Under New Leaderships”, in Comparative Connections; A Triannual E-Journal on East Asian Bilateral Relations (2013), : 4.

Page 48: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

35

meningkat sekitar sepuluh kali lipat selama periode 2000-2015.67

Fakta

tersebut menunjukkan bahwa Tiongkok masih berkomitmen untuk

menjaga hubungan bilateral mereka dengan Korea Utara.

Rangkaian peristiwa di atas menunjukkan bahwa kebijakan Tiongkok

terhadap pengembangan dan uji coba senjata nuklir Korea Utara mengalami

pergeseran. Pada saat Korea Utara melakukan pengembangan dan uji coba

senjata nuklir di era pemerintahan Kim Il Sung, Tiongkok cenderung bersikap

pasif dalam merespon hal tersebut. Bahkan, seperti yang telah disebutkan,

Tiongkok menolak segala bentuk sanksi yang dijatuhkan terhadap Korea Utara

dan lebih mengutamakan hubungan bilateralnya dengan Korea Utara.

Namun, pada saat Korea Utara melakukan pengembangan dan uji coba

senjata nuklir di era pemerintahan Kim Jong Il dan Kim Jong Un, Tiongkok mulai

menerapkan kebijakan yang berbeda. Tiongkok tidak lagi menentang semua

sanksi yang diberikan bagi Korea Utara, melainkan mendukung sanksi-sanksi

tersebut. Selain itu, Tiongkok juga melakukan upaya diplomatik, seperti

memfasilitasi Three Party Talks yang kemudian berlanjut menjadi Six Party

Talks, untuk mewujudkan denuklirisasi di Semenanjung Korea. Namun, di sisi

lain, Tiongkok juga tetap menjaga hubungan bilateral mereka dengan Korea Utara

yang sudah terjalin cukup lama. Ini dibuktikan dengan hubungan diplomatik yang

masih terjalin dengan cukup baik dan hubungan perdagangan kedua Negara yang

terus mengalami peningkatan yang signifikan.

67

Eleanor Albert, “The China – North Korea Relationship”.

Page 49: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

36

Tiongkok merupakan negara yang paling banyak berinteraksi dengan

Korea Utara jika dibandingkan dengan negara lain, khususnya terkait senjata

nuklir Korea Utara. Negara-negara anggota DK lainnya pun tidak ada yang

menjalin hubungan dengan Korea Utara seperti Tiongkok. Mereka hanya

mengecam tindakan Korea Utara tanpa menjalin kerja sama yang kuat seperti

yang dilakukan Tiongkok. Perancis, misalnya. Perancis mengecam keras uji coba

nuklir ketiga Korea Utara pada 2013. Presiden mereka saat itu, Francois Hollande,

menyatakan bahwa Perancis mengecam uji coba nuklir Korea Utara dan

mendukung penerapan sanksi yang lebih tegas untuk Korea Utara.68

Perancis juga

mengecam uji coba nuklir yang dilakukan Korea Utara pada 2016.69

Perancis tidak memiliki hubungan diplomatik yang resmi dengan Korea

Utara. Pada Oktober 2011, Perancis menjalankan misi France Cooperation Office,

namun tujuan dari pembentukan misi ini hanya fokus pada bidang kemanusiaan

dan budaya. Hubungan keduanya di bidang ekonomi juga tidak terlalu signifikan.

Pada 2016, perdagangan keduanya hanya mencapai angka 8,2 Juta Euro. Ekspor

Perancis ke Korea Utara hanya sebesar 2 Juta Euro, dimana Korea Utara hanya

menempati peringkat 200 negara tujuan ekspor Perancis. Selain itu, Perancis juga

tidak memiliki perusahaan yang beroperasi di Korea Utara.70

68

National News Agency Lebanon, “France’s Hollande Condemns North Korean Nuclear Test”, 12 February 2013, tersedia di http://www.nna-leb.gov.lb/en/show-news/5309/France-39-Hollande-condemns-North-Korean-nuclear-test , diakses pada Minggu, 8 April 2018.

69 Radio France Internationale, “France Condemns North Korea Nuclear Test

Announcement”, 6 January 2016, tersedia di http://m.en.rfi.fr/asia-pacific/20160106-france-condemns-north-korea-nuclear-test-announcement , diakses pada Minggu, 8 April 2018.

70 France Ministry of Europe and Foreign Affairs, “France and North Korea”, tersedia di

http://www.diplomatie.gouv.fr/en/country-files/north-korea/france-and-north-korea/ , diakses pada Minggu, 8 April 2018.

Page 50: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

37

Contoh lainnya adalah Inggris. Inggris mengecam setiap uji coba nuklir

yang dilakukan oleh Korea Utara. Pada 2013, Menteri Luar Negeri Inggris

menyatakan Inggris siap menerapkan sanksi yang lebih tegas terkait hal tersebut.71

Inggris juga mengecam uji coba senjata nuklir Korea Utara pada 2016 dengan

mendukung penerapan sanksi yang lebih kuat dan menuntut Korea Utara untuk

segera menghentikan program nuklir mereka.72

Berbeda dengan Perancis, Inggris

memiliki hubungan diplomatik dengan Korea Utara, Namun, fokus utamanya

adalah program nuklir Korea Utara dan hal-hal yang berkaitan dengan hak asasi

manusia. Tidak ada aktivitas ekonomi yang mereka lakukan dengan Korea

Utara.73

Sama halnya dengan Inggris dan Perancis, Rusia juga mengecam uji coba

nuklir Korea Utara. Uji coba nuklir Korea Utara pada 2013 mendorong Rusia

untuk bersikap lebih tegas yang ditunjukkan dengan pembatasan sejumlah

perdagangan dan memperketat pengiriman barang dari berbagai jalur untuk

mematuhi resolusi yang dikeluarkan oleh DK PBB.74

Dengan demikian, jelas

bahwa Tiongkok merupakan negara yang paling dekat dengan Korea Utara,

terutama dari segi ekonomi. Menarik untuk dilihat bagaimana pengaruh dan

power yang dimiliki Tiongkok untuk mewujudkan denuklirisasi Korea Utara.

71

United Kingdom Government, “Foreign Office welcomes additional UN sanctions on North Korea”, 7 Maret 2013, tersedia di https://www.gov.uk/government/news/foreign-office-welcomes-additional-un-sanctions-on-north-korea, diakses pada Minggu, 8 April 2018.

72 United Kingdom Government, “Foreign Secretary welcomes strong Resolution on

North Korea”, 2 Maret 2016, tersedia di https://www.gov.uk/government/news/foreign-secretary-welcomes-strong-resolution-on-north-korea, diakses pada Minggu, 8 April 2018.

73 United Kingdom Government, “Our Mission”, tersedia di

https://www.gov.uk/world/north-korea/news, diakses pada Minggu, 8 April 2018. 74

Elena Ponomareva & Georgij Rudov, “Russia-North Korea: State of Affairs and Trends”, Journa; of Asian Public Policy, Vol. 9, No. 1: 52.

Page 51: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

38

BAB III

INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI

KASUS NUKLIR KOREA UTARA

Bab ini membahas tentang inkonsistensi Tiongkok dalam menghadapi

kasus nuklir Korea Utara periode 2013-2016. Pembahasan ini bertujuan untuk

menjelaskan bagaimana kebijakan luar negeri yang diterapkan Tiongkok terhadap

Korea Utara, khususnya yang terkait dengan pengembangan dan sejumlah uji

coba senjata nuklir Korea Utara yang terjadi dalam periode 2013-2016.

Inkonsistensi berasal dari kata inkonsisten, atau dalam bahasa Inggris;

„inconsistent‟, yang mana menurut Kamus Merriam-Webster berarti pikiran atau

tindakan yang berubah-berubah atau tidak sesuai dengan klaim atau pernyataan

yang diungkapkan.75

Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hal

tersebut berarti tindakan yang berubah-berubah, atau tindakan yang kontradiktif,

atau tindakan yang tidak sesuai dengan pendiriannya atau ucapannya sendiri.76

Pada pembahasan ini, inkonsistensi Tiongkok dapat dipahami dalam konteks

definisi tersebut. Sebelum masuk ke pembahasan mengenai inkonsistensi, peneliti

menjelaskan dua variabel terlebih dahulu untuk dijadikan indikator yang

menggambarkan inkonsistensi Tiongkok. Variabel tersebut adalah komitmen

Tiongkok terhadap denuklirisasi Korea Utara dan hubungan bilateral Tiongkok

dengan Korea Utara, khususnya di bidang ekonomi.

75

Merriam-Webster Dictionary, tersedia di https://www.merriam-webster.com/dictionary/inconsistent , diakses pada Selasa, 3 April 2018.

76 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tersedia di https://kbbi.wed.id/inkonsisten ,

diakses pada Selasa, 3 April 2018.

Page 52: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

39

A. Denuklirisasi Korea Utara

Pada dasarnya, kebijakan inti dari Tiongkok terhadap Korea Utara

didasarkan pada tiga prinsip, yaitu; „no war, no instability, no nuclear

weapons‟.77

Menjaga perdamaian merupakan prioritas utama dari

kebijakan ini. Prioritas kedua dari kebijakan ini yaitu stabilitas

Semenanjung Korea, dimana Tiongkok tidak menginginkan terjadinya

instabilitas, khususnya pada Korea Utara, yang dapat berdampak negatif

pada Tiongkok. Sementara itu, denuklirisasi menjadi prioritas terbawah

dari kebijakan ini.78

Namun, seiring dengan semakin meningkatnya

aktivitas nuklir Korea Utara, tepatnya setelah Korea Utara melakukan uji

coba nuklir ketiga pada Februari 2013, kebijakan Tiongkok mengalami

sedikit pergeseran.

Korea Utara semakin aktif dalam melakukan pengembangan dan

uji coba senjata yang mereka miliki, tidak terkecuali senjata nuklirnya,

sejak berada di bawah kepemimpinan Kim Jong Un. Hal tersebut dapat

dilihat dari perbedaan jumlah uji coba senjata yang dilakukan oleh Kim

Jong Un dan ayahnya, Kim Jong Il, yang merupakan pemimpin Korea

Utara sebelumnya. Selama 18 tahun memimpin, Kim Jong Il sudah

melakukan setidaknya 18 kali uji coba senjata, termasuk dua kali uji coba

senjata nuklir.

77

Fei Su and Lora Saalman, China’s Engagement of North Korea; Challenges and Opportunities for Europe (Solna: Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), 2017): 8.

78 Bonnie S. Glaser dan Brittany Billingsley, Reordering Chinese Priorities on The

Korean Peninsula (Washington: Center for Strategic and International Studies (CSIS), 2012): 1-2.

Page 53: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

40

Sementara itu, baru empat tahun memimpin (sejak 2012 sampai

Juli 2016), Korea Utara di bawah kepemimpinan Kim Jong Un sudah

melakukan setidaknya 25 uji coba senjata, termasuk dua kali uji coba

senjata nuklir,79

ditambah satu lagi pada September 2016. Uji coba senjata

nuklir yang pertama kali dilakukan oleh Kim Jong Un adalah pada

Februari 2013 lalu. Ini merupakan uji coba nuklir ketiga yang dilakukan

oleh Korea Utara jika dilihat dari keseluruhan uji coba yang telah

dilakukan negara tersebut.80

Setelah uji coba nuklir ketiga tersebut, kebijakan Tiongkok

terhadap Korea Utara berubah menjadi „denuklirisasi, stabilitas dan

perdamaian, dan kembali pada Six Party Talks‟.81

Perubahan ini

menunjukkan bahwa denuklirisasi, yang sebelumnya merupakan prioritas

terbawah dalam landasan kebijakan Tiongkok terhadap Korea Utara,

menjadi prioritas utama bagi Tiongkok dalam menjalin hubungan dengan

Korea Utara.

Denuklirisasi kemudian terus ditekankan oleh petinggi-petinggi

Tiongkok. Contohnya saat Presiden Tiongkok, Xi Jinping, mengadakan

pertemuan dengan Choe Ryong Hae, utusan Kim Jong Un pada Mei 2013

lalu. Xi beberapa kali menekankan pentingnya denuklirisasi Korea Utara.

Xi menyatakan bahwa; “The denuclearization of the Korean Peninsula and

79

Samman Chung, “North Korea’s Nuclear Threats and Counter Strategies”, The Journal of East Assian Affairs, Vol. 30, No. 2 (Fall/Winter 2016): 84.

80 Al Jazeera News, “Timeline of North Korea’s Nuclear Tests”, 3 September

2017, tersedia di https://www.aljazeera.com/news/2017/09/timeline-north-korea-

nuclear-tests-170903061228305.html , diakses pada Selasa, 10 Juli 2018. 81

Fei Su and Lora Saalman, China’s Engagement of North Korea; Challenges and Opportunities for Europe: 8.

Page 54: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

41

lasting peace on the peninsula is what the people want and also the trend of the

time”. Xi kemudian menambahkan:

“The Chinese position is very clear: no matter how the situation

changes, relevant parties should all adhere to the goal of

denuclearization of the peninsula, persist in safeguarding its peace and

stability, and stick solving problems through dialogue and

consultation.”82

Wakil Presiden Tiongkok, Li Yuanchao, juga menekankan

pentingnya denuklirisasi Korea Utara saat melakukan pertemuan dengan

Kim Jong Un, dalam rangka memperingati hari jadi ke- 60 Perjanjian

Gencatan Senjata Perang Korea pada Juli 2013 lalu.83

Pada November

2013, Menteri Luar Negeri Tiongkok, Wang Yi, kembali menekankan

bahwa denuklirisasi Semenanjung Korea merupakan tujuan utama yang

harus dicapai bersama.84

Xi Jinping juga menekankan hal yang senada dengan Wang Yi saat

melakukan kunjungan ke Korea Selatan pada 2014, yaitu pentingnya

denuklirisasi Korea Utara. Xi menyebut bahwa denuklirisasi Korea Utara

merupakan tujuan bersama yang harus dicapai melalui dialog dan

negosiasi, dan untuk itu, Xi menyerukan kepada negara-negara yang

82

Jane Perlez, “China Bluntly Tells North Korea to Enter Nuclear Talks”, 2013, New York Times, tersedia di https://mobile.nytimes.com/2013/05/25/world/asia/china-tells-north-korea-to-return-to-nuclear-talks.html, diakses pada Kamis, 19 Juli 2018.

83 Sun Ru, “Beijing and Pyongyang: A “Special Friendship” Facing The Final

Curtain”, ISPI Analysis, No. 297 (2016), : 4, diunduh dari https://www.google.co.id/url?sa=t&spurce=web&rct=j&url=http://www.ispionline.it/sites/default/files/pubblicazioni/analisi297_sun_ru_05.05.2016_0.pdf&ved=2ahUKEwiA4pHW8anZAhXHpo8KHcJBBScQFjAAegQIERAB&usg=AOvVaw0fiMwnwfKh6hsBL7R_20a pada Jumat 16 Februari 2018.

84 Wang Yi, Stay Committed to The Six-Party Talks for Lasting Peace, November

2013, tersedia di http://www.ciis.org.cn/english/2013-11/13/content_6455051.htm, diakses pada Rabu, 11 Juli 2018.

Page 55: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

42

tergabung ke dalam Six Party Talks untuk melanjutkan negosiasi

kembali.85

Tiongkok kembali menegaskan komitmen mereka terkait

denuklirisasi pasca Korea Utara melakukan uji coba nuklir ke-empat

mereka pada Januari 2016 lalu. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri

Tiongkok, Hua Chunying, dengan tegas menyatakan bahwa:

“China is steadfast in its position that the Korean Peninsula should be

denuclearized and nuclear proliferation should be prevented to maintain

peace and stability in Northeast Asia… We strongly urge the DPRK to

honor its commitment to denuclearization, and to cease any action that

may deteriorate the situation.”86

Pernyataan tersebut tidak hanya menegaskan komitmen Tiongkok

terkait denuklirisasi Korea Utara, tetapi juga sekaligus menyerukan kepada

Korea Utara untuk menghormati komitmennya untuk melakukan

denuklirisasi dan tidak melakukan tindakan-tindakan yang mampu

memperburuk situasi.

Satu bulan setelah uji coba nuklir ke-empat Korea Utara atau

tepatnya pada 5 Feburari 2016, Tiongkok, melalui Xi Jinping, lagi-lagi

menegaskan komitmen mereka untuk mewujudkan denuklirisasi Korea

Utara. Xi Jinping melakukan pembicaraan melalui telepon dengan

presiden Korea Selatan, Park Geun-hye dan menyatakan bahwa Tiongkok

85 Yu Tiejun, Ren Yuanzhe, dan Wang Junsheng, Chinese Perspectives Towards

the Korean Peninsula: In The Aftermath of North Korea’s Fourth Nuclear Test (Stimson Center, 2016): 36.

86 Shannon Tiezzi, “How Will China Respond to North Korea’s Nuclear Test?”,

2016, The Diplomat, tersedia di https://thediplomat.com/2016/01/how-will-china-respond-to-north-koreas-nuclear-test/ , diakses pada Kamis, 19 Juli 2018.

Page 56: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

43

sangat berkomitmen untuk mewujudkan denuklirisasi Korea Utara dan

menjaga stabilitas dan perdamaian di Semenanjung Korea.87

Wang Yi kembali menegaskan bahwa Tiongkok akan tetap pada

tujuan awal mereka, yaitu denuklirisasi Semenanjung Korea, pada saat

menghadiri Joint Press Conference di Tokyo, Jepang, pada 24 Agustus

lalu. Wang menyatakan bahwa Tiongkok akan tetap berupaya

mewujudkan denuklirisasi sekaligus menentang segala bentuk tindakan

yang bisa meningkatkan ketegangan di Semenanjung Korea.88

Dengan

demikian, maka jelas bahwa Tiongkok menempatkan denuklirisasi sebagai

perioritas utama kebijakan luar negeri mereka terhadap Korea Utara. Hasil

tersebut tercermin dari beberapa pernyataan yang dikeluarkan oleh

beberapa pejabat negara mereka.

B. Hubungan Ekonomi Tiongkok dan Korea Utara

Tiongkok merupakan rekan dagang terpenting Korea Utara.89

Hal

tersebut dapat tercermin dari hubungan perdagangan kedua negara yang

sudah berlangsung dalam waktu yang cukup lama, dan selama periode

tersebut, peran Tiongkok sebagai rekan dagang terbesar Korea Utara

87

Yu Tiejun, Ren Yuanzhe, dan Wang Junsheng, Chinese Perspectives Towards the Korean Peninsula: In The Aftermath of North Korea’s Fourth Nuclear Test: 25.

88 Huang Jin dan Bianji, ed., “China vows to realize denuclearization of Korean

Peninsula”, People’s Daily, 24 Agustus 2016, tersedia di

http://en.people.cn/n3/2016/0824/c90883-9105070.html, diakses pada Rabu, 11 Juli

2018. 89

Eleanor Albert, “The China – North Korea Relationship”, Council on Foreign Relations (2017), tersedia di https://www.cfr.org./backgrounder/china-north-korea-relationship diakses pada Jumat 16 Februari 2018.

Page 57: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

44

semakin menonjol dari waktu ke waktu. Tahun 1990 menjadi awal periode

bagi Tiongkok untuk menjadi rekan dagang terbesar Korea Utara,

menggantikan peran Uni Soviet yang saat itu mengalami keruntuhan.

Namun, jika dibandingkan dengan nilai perdagangan Soviet-Korea Utara,

nilai perdagangan Tiongkok-Korut hanya mencapai 39 persennya saja di

awal periode 1990-an.90

Tiongkok semakin menonjol dalam perdagangan Korea Utara.

Berikut data yang menggambarkan hal tersebut:

Tabel III.B.1. Tiongkok dalam Perdagangan Korea Utara, 1990-2004

(Dalam Milyar Dolar Amerika dan Dalam Per Sen (%))

Sumber: Jaewo Choo, “Mirroring North Korea‟s Growing Economic Dependence on China:

Political Ramifications”, Asian Survey, Vol. 48, No. 2 (March/April 2008), p. 347

90

Jaewo Choo, “Mirroring North Korea’s Growing Economic Dependence on China: Political Ramifications”, Asian Survey, Vol. 48, No. 2 (March/April 2008), p. 347

1990 1992 1994 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004

Total

Perdagangan

Korea Utara

(Milyar Dolar

Amerika)

4,17 2,55 2,10 1,98 2,18 1,44 1,48 1,97 2,27 2,26 2,39 2,86

Volume

Perdagangan

Bilateral

(Milyar Dolar

Amerika)

0,483 0,697 0,624 0,566 0,656 0,413 0,370 0,488 0,737 0,738 1,023 1,385

Porsi

perdagangan

Tiongkok (%)

11,5 25,5 27,2 25,4 30,1 24,8 20,4 20,4 27,6 25,4 32,8 39,0

Pertumbuhan

(%)

−14,1 14,3 −30,7 −2,9 15,9 −37,0 −10,4 31,8 51,1 0,1 38,5 35,4

Page 58: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

45

1,58 1,7 1,97

2,79 2,68

3,47

5,63 6,01

6,54 6,86

5,71 6,06

0

1

2

3

4

5

6

7

8

2005 2007 2009 2011 2013 2015 2016Nila

i Pe

rdag

anga

n (d

alam

Mily

ar D

ola

r A

me

rika

)

Tahun Perdagangan

NilaiPerdagangan

Data tersebut menunjukkan bahwa penguasaan Tiongkok terhadap

total perdagangan Korea Utara terus mengalami peningkatan mulai dari

1990 sampai dengan 2004, dimana yang awalnya hanya 11,5% saja,

kemudian bertambah menjadi 39,0%. Ini juga menjadi tanda adanya

pertumbuhan volume perdagangan bilateral Tiongkok dengan Korea

Utara, dimana yang semula hanya -14,1% pada 1990, berubah menjadi

35,4% pada 2004. Hal tersebut menunjukkan bahwa Tiongkok mulai

menunjukkan perannya sebagai rekan dagang terbesar Korea Utara.

Perdagangan Tiongkok dan Korea Utara kemudian terus

mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Berikut adalah datanya:

Grafik III.B.1. Volume Perdagangan Tiongkok

Dengan Korea Utara

Sumber: Eleanor Albert, “The China – North Korea Relationship”, Council on Foreign Relations (2017), tersedia di https://www.cfr.org./backgrounder/china-north-korea-relationship diakses pada Jumat 16 Februari 2018

Page 59: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

46

52,6 56,7

67,1 73

0

20

40

60

80

2005 2006 2007 2008

PER

SEN

TASE

TAHUN

PersentasePerdagangan Tiongkok

Tabel di atas menunjukkan bahwa perdagangan Tiongkok dan

Korea Utara bisa dikatakan cukup stabil dan cenderung mengalami

peningkatan. Perdagangan Tiongkok dan Korea Utara mencapai

puncaknya pada 2014, dimana nilai perdagangan kedua negara mencapai

angka 6,86 Milyar Dolar Amerika. GDP Korea Utara juga mengalami

peningkatan yang cukup stabil. GDP Korea Utara meningkat 1,8% pada

periode 1999-2004. Pada 2004-2009 GDP Korea Utara meningkat lagi

sebesar 0,74% dan kembali meningkat sebesar 0.73% pada 2009-2014.91

Stabilitas perdagangan tersebut tentu membuat penguasaan

Tiongkok atas perdagangan di Korea Utara semakin besar. Berikut adalah

data untuk menggambarkannya:

Grafik III.B.2. Persentase Perdagangan Tiongkok

dengan Korea Utara

Sumber: Dong Ryul Lee, “China‟s Policy and Influence on the North Korea Nuclear

Issue: Denuclearization and/or Stabilization of the Korean Peninsula?”, The

Korean Jurnal of Defense Analysis, Vol. 22, No. 2 (Juni 2010): 168.

91

Tat Yan Kong, “China’s engagement-oriented strategy towards NorthKorea:

achievements and limitations”, The Pacific Review (2017): 8.

Page 60: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

47

78,5 83 88,6 88,3 89,1 90,2 91,3

21,5 17 11,4 11,7 10,9 9,8 8,7

0

20

40

60

80

100

120

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Perdagangan Korea Utaradengan Negara lain

Perdagangan Korea Utaradengan Tiongkok

Grafik di atas menunjukkan adanya peningkatan persentase

perdegangan Tiongkok dengan Korea Utara, yang berarti menunjukkan

semakin meningkatnya status Tiongkok sebagai rekan dagang terbesar

Korea Utara. Persentase perdagangan Tiongkok yang berada pada angka

39,0% pada 2004, meningkat menjadi 52,6% pada tahun berikutnya.

Angka tersebut terus mengalami peningkatan hingga akhirnya menyentuh

angka 73% pada tahun 2008.

Angka tersebut masih terus mengalami peningkatan pada tahun-

tahun berikutnya. Berikut adalah datanya:

Grafik III.B.3. Peningkatan Persentase Perdagangan Tiongkok

dengan Korea Utara (%)

Sumber: KuangKengKuek Ser, Public Radio International, “North Korea‟s Trade with

China Has Grown Tenfold in 15 Years – Which Gives China More Leverage

Than Ever, tersedia di

https://www.pri.org/stories/2017-02-15/north-koreas-trade-china-has-grown-

tenfold-15-years-which-gives-china-more?amp, diakses pada Kamis, 12 Juli

2018

Page 61: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

48

Grafik tersebut menunjukkan semakin meningkatnya persentase

perdagangan Tiongkok dengan Korea Utara. Jumlahnya bahkan jauh

melebihi jumlah perdagangan antara Korea Utara dengan negara-negara

lainnya. Persentase tersebut terus mengalami peningkatan yang signifikan

dan cukup stabil. Puncaknya pada 2015 lalu, dimana persentase

perdagangan Tiongkok dengan Korea Utara mencapai angka 91,3% dari

total keseluruhan perdagangan Korea Utara dengan negara lain.

C. Kaitan Ekonomi Tiongkok dan Denuklirisasi Korea Utara;

Inkonsistensi Tiongkok

. Tiongkok merupakan aliansi sekaligus rekan dagang terbesar

Korea Utara. Seiring dengan diberlakukannya sanksi internasional terkait

uji coba senjata nuklir yang dilakukan Korea Utara, mereka mengalami

ketergantungan ekonomi atas Tiongkok untuk melakukan pengembangan

dan memenuhi kebutuhan dalam negerinya. 92

Tiongkok berhasil

mendominasi sebagian besar perekonomian Korea Utara, baik ekspor

maupun impor.

Pada 2016, Tiongkok masih menempati posisi tertinggi dalam

daftar perdagangan Korea Utara. Tiongkok cukup jauh mengungguli

negara-negara lain yang menjalin hubungan dagang dengan Korea Utara.

Data berikut ini menunjukkan hal tersebut:

92 Dick K. Nanto, “Increasing Dependency: North Korea’s Economic Relations

With China”, Publikasi On-Line (Korea Economic Institute and the Korea Institute for International Economic Policy, 2011): 75.

Page 62: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

49

Tabel III.C.1. Rekan Dagang Teratas Korea Utara 2016

(Per Juta Euro 2016)

Total Perdagangan (Ekspor dan Impor)

Rekan Dagang Nilai (Juta €) % Dunia

Dunia 6.028 100,0

1 Tiongkok 5.368 89,1

2 India 127 2,1

3 Filipina 77 1,3

4 Rusia 73 1,2

5 Thailand 27 0,4

6 EU 28 25 0,4

7 Pakistan 25 0,4

8 Trinidad and Tobago 22 0,4

9 Republik Dominika 16 0,3

10 Bangladesh 15 0,2

Sumber: European Commission, Directorate-General for Trade, “European

Union, Trade in Goods with North Korea, 2017

Tiongkok dengan demikian masih menempati posisi pertama

dalam daftar rekan dagang teratas Korea Utara pada 2016 dengan

persentase sebesar 89,1%. Meskipun mengalami penurunan dari tahun

sebelumnya yang memiliki persentase sebesar 91,3%, namun Tiongkok

masih mendominasi perekonomian Korea Utara. Persentase ini jauh

berada di atas rekan-rekan dagang Korea Utara lainnya. Ini menunjukkan

Page 63: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

50

bahwa Tiongkok benar-benar rekan dagang yang paling potensial,

mengingat rekan dagang Korea Utara yang lain hanya memiliki persentase

yang sangat kecil jika dibandingkan dengan Tiongkok.

Tidak adanya rekan dagang potensial lain bagi Korea Utara selain

Tiongkok menyebabkan mereka mengalami ketergantungan ekonomi

terhadap Tiongkok. Konsep ketergantungan digunakan untuk

menggambarkan situasi dimana suatu aktor bergantung pada aktor yang

lain. Kertegantungan tersebut bisa diindikasikan oleh beberapa hal.

Indikasi pertama adalah semakin besar volume perdagangan yang dimiliki

suatu negara atas negara yang lain, maka negara tersebut akan kesulitan

menyesuaikan perekonomian jika rekan dagang terbesarnya hilang. 93

Selain itu, tidak adanya rekan dagang pengganti juga bisa menjadi

salah satu indikasinya. Jika suatu negara diputus hubungan dagangnya

dengan negara lain, maka negara tersebut terpaksa harus mencari

penggantinya. 94

Jika dilihat dari kasus Tiongkok dan Korea Utara, maka

jelas bahwa Korea Utara memiliki ketergantungan atas Tiongkok.

Tiongkok merupakan rekan dagang terbesar Korea Utara dan

mendominasi perekonomian Korea Utara selama beberapa tahun terakhir.

Korea Utara juga tidak memilki rekan dagang pengganti jika suatu

saat Tiongkok memutus hubungan dagangnya dengan Korea Utara. Hal ini

ditunjukkan dengan melihat perbandingan antara nilai perdagangan negara

93

Adreinne Armstrong, “The Political Consequences of Economic Dependence”, The Journal of Conflict Resolution, Vol. 25, No. 3 (September 1981): 402-403.

94 Adreinne Armstrong, “The Political Consequences of Economic Dependence”:

403.

Page 64: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

51

yang lain dan Tiongkok. Nilai perdagangan Tiongkok sangat besar jika

dibandingkan negara lain yang juga melakukan aktivitas perdagangan

dengan Korea Utara. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa Korea Utara

memiliki ketergantungan yang sangat besar terhadap Tiongkok, khususnya

dalam bidang ekonomi.

Ketergantungan ini kemudian menjadi power bagi Tiongkok atas

Korea Utara. Seperti yang dikatakan oleh Blau:

By supplying services in demand to others, a person establishes power

over them. If he regularly renders needed services they cannot readily

obtain elsewhere, others become dependent on and obligated to him for

these service…”

Tiongkok menjadi rekan dagang terbesar Korea Utara dan

memenuhi kebutuhan perekonomian Korea Utara selama bertahun-

bertahun. Sesuai dengan pernyataan Blau, maka Tiongkok memiliki power

atas Korea Utara, dan Korea Utara bisa saja patuh pada Tiongkok

mengingat perekonomian mereka bergantung pada Tiongkok dan

Tiongkok sudah mendominasi perekonomian Korea Utara selama

bertahun-tahun.

Power yang dimaksud mengacu pada definisi yang diungkapkan

oleh Robert Dahl, yaitu; “A has power over B to the extent that he can get

B to do something that B would not otherwise do”. 95

Negara A

meningkatkan power mereka atas negara B sebagai konsekuensi dari

ketergantungan negara B terhadap negara A. Semakin besar

95

Adreinne Armstrong, “The Political Consequences of Economic Dependence”: 405.

Page 65: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

52

ketergantungan negara B terhadap negara A, maka semakin besar pula

power yang dimiliki A atas negara B. Jika demikian, maka negara A bisa

menggunakan power yang mereka miliki untuk mendesak negara B

melakukan sesuatu sesuai kehendak negara A.96

Jika mengacu pada definisi tersebut dan melihat hubungan antara

Tiongkok dengan Korea Utara, maka jelas Tiongkok memiliki power yang

besar atas Korea Utara. Ketergantungan Korea Utara terhadap Tiongkok

semakin besar dari tahun ke tahun. Maka dari itu, secara otomatis power

yang dimiliki Tiongkok juga semakin besar atas Korea Utara, dan

Tiongkok tentu bisa memaksa Korea Utara melakukan sesuatun sesuai

dengan kehendak Tiongkok, meskipun tidak sesuai dengan kehendak

Korea Utara itu sendiri.

Prioritas utama kebijakan Tiongkok terhadap Korea Utara,

khususnya sejak Korea Utara melakukan uji coba senjata nuklir ketiga

pada 2013 adalah denuklirisasi. Tiongkok juga memiliki power yang

cukup untuk mewujudkan hal tersebut, namun hal tersebut belum terwujud

sampai saat ini dan Korea Utara masih melakukan pengembangan dan uji

coba senjata nuklir mereka. Di sini lah letak inkonsistensi Tiongkok.

Tiongkok ingin mewujudkan denuklirisasi Korea Utara, namun di

sisi lain Tiongkok justru melakukan hal yang menghambat denuklirisasi

tersebut. Tiongkok memiliki power yang cukup untuk mewujudkan

denuklirisasi Korea Utara, namun tidak melakukannya. Jika Tiongkok

96

Adreinne Armstrong, “The Political Consequences of Economic Dependence”: 40.

Page 66: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

53

memutus hubungan ekonomi mereka dengan Korea Utara, maka secara

otomatis Korea Utara akan kehilangan rekan dagang terbesarnya.

Korea Utara juga tidak memiliki pengganti yang potensial untuk

menggantikan Tiongkok bila Tiongkok memutuskan hubungan dagang

mereka dengan Korean Utara. Maka, secara otomatis Korea Utara akan

mengikuti kehendak Tiongkok, yang pada dasarnya merupakan rekan

dagang terbesarnya dan telah membantu memenuhi kebutuhan

perekonomian Korea Utara selama bertahun-tahun. Namun, Tiongkok

sampai saat ini belum melakukan hal tersebut dan justru Tiongkok

menentang sanksi ekonomi yang berat terhadap Korea Utara.97

Tiongkok dengan demikian inkonsisten karena melakukan tindakan

yang bertentangan dengan prinsipnya sendiri. Tiongkok menyatakan

denuklirisasi Korea Utara sebagai prioritas utama, namun justru

melakukan hal yang bertentangan dengan hal tersebut. Peran Tiongkok

sebagai rekan dagang terbesar Korea Utara dengan demikian sangat

sentral. Jika Korea Utara masih memiliki aliansi yang potensial di dunia

internasional, maka Korea Utara akan terus melakukan pengembangan dan

uji coba senjata nuklirnya.

97 Walter Diamana, “Strategic Alliance: China-North Korea”, tersedia di

https://intpolicydigest.org/2015/07/02/strategic-alliance-china-north-korea/amp/, diakses pada Kamis, 12 Juli 2018.

Page 67: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

54

BAB IV

ANALISIS INKONSISTENSI TIONGKOK TERKAIT

PENGEMBANGAN DAN UJI COBA SENJATA NUKLIR KOREA UTARA

Bab ini berisi analisis mengenai kepentingan nasional apa yang ingin

dicapai Tiongkok dengan menerapkan kebijakan yang inkonsisten dalam

menghadapi kasus nuklir Korea Utara periode 2013-2016. Pembahasan mengenai

kepentingan nasional Tiongkok akan dibagi menjadi dua sub bab utama, yang

masing-masing membahas kepentingan keamanan Tiongkok dan juga status

Tiongkok sebagai regional hegemons di Semenanjung Korea.

A. Kepentingan Nasional Tiongkok

Kepentingan nasional merupakan aspek yang sangat penting dalam

hubungan antarnegara di dunia. Tindakan yang dilakukan negara dalam

menjalin hubungan dengan negara lain pada umumnya dipengaruhi oleh

kepentingan nasionalnya, dan mereka akan melakukan apa saja untuk

mencapai kepentingan nasionalnya. Ini seperti apa yang diungkapkan oleh

Waltz; “Each state pursues its interests, however defined, in ways it judges

best.” 98

Meskipun Realisme Ofensif, atau bahkan Neorealisme, tidak

banyak membahas tentang kepentingan nasional, ada istilah lain yang bisa

digunakan untuk menggambarkan kepentingan nasional dalam teori ini.

Shibley Telhami menjelaskan bahwa Neorealisme sedikit membahas

98

Nincic, “The National Interest and Its Interpretation”: 35.

Page 68: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

55

tentang „states‟ preferences‟, yang berarti segala bentuk tujuan yang ingin

dicapai oleh suatu negara.99

Namun tetap saja kepentingan keamanan menjadi prioritas utama

yang harus dicapai oleh negara. Ini juga sesuai dengan apa yang

diungkapkan oleh Mearsheimer yang sejalan dengan Waltz; “prosperity

and protecting human rights… take a back seat to survival, because if a

state does not survive, it cannot pursue those other goals.”100 Berikut ini

adalah analisa mengenai kepentingan nasional yang ingin dicapai

Tiongkok

A.1. Kepentingan Keamanan

Sejak berada di bawah kepemimpinan Xi Jinping, keamanan

menjadi faktor utama yang sangat menentukan kebijakan luar negeri

Tiongkok. Ini erat kaitannya dengan situasi keamanan yang dihadapi

Tiongkok saat ini, khususnya keamanan di kawasan yang mengancam

keamanan nasional mereka. Hal ini dapat terlihat dari Laporan Resmi

Pertahanan Tiongkok yang menyatakan bahwa mereka saat ini sedang

menghadapi situasi keamanan yang cukup kompleks.101

Kompleksitas

tersebut muncul akibat adanya uji coba nuklir yang dilakukan oleh

Korea Utara.

99

Shibley Telhami, “Kenneth Waltz, Neorealism, and Foreign Policy”, Security Study 11, no. 3 (2002): 160.

100 Ozer Ciftci, “A Comparative Analysis of The National Intetrest Concept in

Theories of International Relations”, Thesis, Dokuz Eylul University (2009): 39. 101 Fernando Delage, “The Asian Strategy of Xi Jinping”, Journal Of The

Spanish Institute for Strategic Studies, Vol. 5, 2015, : 5.

Page 69: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

56

Uji coba nuklir Korea Utara telah menimbulkan berbagai

macam reaksi dari negara-negara di dunia. Hal ini juga memancing

keterlibatan aktor-aktor lain, seperti Amerika. Di Semenanjung Korea,

Amerika dan Tiongkok pada dasarnya memiliki keinginan yang sama

dalam hal stabilitas keamanan dan denuklirisasi, khususnya dalam

kasus nuklir Korea Utara. Meski begitu, keduanya tetap memiliki

kepentingan berbeda. Tiongkok fokus kepada stabilitas rezim Korea

Utara, kawasan, dan ekonomi, sedangkan Amerika lebih menekankan

pentingnya denuklirisasi untuk mencegah persebaran senjata nuklir di

dunia. 102

Hal ini kemudian mendorong Amerika untuk selalu menekan

Korea Utara untuk melakukan denuklirisasi. Perlu diketahui bahwa

bantuan ekonomi dan politik yang diberikan Tiongkok terhadap Korea

Utara merupakan sebuah hal yang sangat penting dalam menjamin

keberlangsungan hidup Korea Utara selama berada di bawah sanksi

internasional.103

Oleh karena itu, Amerika seringkali menuntut

ketegasan dari Tiongkok dalam menghadapi kasus nuklir Korea Utara

karena Korea Utara sangat bergantung terhadap bantuan dari

Tiongkok.

Hal ini tercermin dari beberapa pernyataan yang dikeluarkan

oleh pemerintah Amerika. Salah satunya adalah John Kerry, Menteri

102

Min-Hyung Kim, “Why Provoke? The Sino-US Competition in East Asia and North Korea’s Strategic Choice”, : 8-9.

103 Min-Hyung Kim, “Why Provoke? The Sino-US Competition in East Asia

and North Korea’s Strategic Choice”, : 11.

Page 70: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

57

Luar Negeri Amerika Serikat. Pada April 2013, Kerry menyatakan

bahwa:

“There is no group of leaders on the face of the planet who have

more capacity to make a difference in this than the Chinese, and

everybody knows it, including, I believe, them.”104

Selain Kerry, mantan Menteri Keuangan Amerika Serikat, Jack

Lew, juga mengemukakan pendapatnya. Dia berpendapat bahwa:

“China has the ability to both create pressure and use that as a

leverage that is a very important part of global efforts to

isolate North Korea and get North Korea to change its

policies.”105

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pada intinya

Tiongkok merupakan negara yang paling memiliki kapabilitas dengan

menangani kasus nuklir Korea Utara karena Korea Utara sangat

bergantung pada bantuan Tiongkok dan Amerika ingin Tiongkok

bertindak tegas dan memberi tekanan bagi Korea Utara agar mereka

mau melakukan denuklirisasi. Namun, perbedaan kepentingan antara

104

Doug Bandow, “Will China Solve The North Korea Problem?; The United States Should Develop a Diplomatic Strategy to Pursuade Beijing To Help”, Policy Analysis, No. 806, 2016,: 4-5, diunduh dari https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://object.cato.org/sites/cato.org/files/pubs/pdf/pa806.pdf&ved=2ahUKEwi12qrLi8bZAhXDOY8KHdIMA1wQFjAAegQIBxAB&usg=AOvVaw1liOWRQdv9bHWzpi3qh9CD pada Selasa, 27 Februari 2018.

105 Doug Bandow, “Will China Solve The North Korea Problem?; The United

States Should Develop a Diplomatic Strategy to Pursuade Beijing To Help”, Policy Analysis, No. 806, 2016,: 5.

Page 71: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

58

kedua negara sepertinya membuat ketergantungan Amerika terhadap

Tiongkok sulit untuk menimbulkan hasil.

Selain itu, Amerika menjalin kesepakatan dengan Korea

Selatan untuk menempatkan Terminal High Altitude Area Defense

(THAAD) di Korea Selatan. Tiongkok sangat menentang hal tersebut

dan beberapa kali memperingatkan Korea Selatan untuk tidak

menempatkan THAAD. Tiongkok beranggapan bahwa penempatan

THAAD di Korea Selatan akan mengancam keamanan nasionalnya.

Tiongkok juga beranggapan bahwa sistem radar yang ada pada

THAAD memiliki kemampuan untuk melihat kapabilitas militer dan

mengumpulkan informasi tentang aktivitas militernya. 106

Amerika sudah menyatakan bahwa tujuan utama dari instalasi

THAAD tersebut adalah untuk melindungi tentara dan aset militer

Amerika dari ancaman nuklir Korea Utara. Selain itu, Amerika juga

berharap bahwa dengan adanya THAAD akan mampu mengurangi

agresivitas nuklir Korea Utara.107

Namun Tiongkok tetap menentang

rencana tersebut.

Tiongkok melalui petinggi-petinggi negaranya secara umum

tetap menyatakan bahwa mereka tidak ingin Korea Selatan

melanjutkan kerja sama dengan Amerika terkait instalasi THAAD.

106

Min-Hyung Kim, “South Korea’s China Policy, Evolving Sino-ROK Relations, and Their Implications for East Asian Security”, Pacific Focus, Vol. XXXI, No. 1, April 2016, : 66.

107 Kyung-young Chung, “Debate on THAAD Deployment and ROK National

Security”, EAI Oktober 2015:4, tersedia di http://www.eai.or.kr/data/bbs/kor_report/2015102615274064.pdf, diunduh pada Rabu, 18 Juli 2018.

Page 72: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

59

Saat melakukan kunjungan ke Seoul pada 3 Juli 2014, Xi Jinping

meenyatakan bahwa Korea Selatan sebagai negara yang berdaulat

seharusnya menolak instalasi THAAD tersebut di negara mereka. 108

Menteri Pertahanan Tiongkok, Chang Wanquan, juga

menyatakan kekecewaan Tiongkok terhadap rencana instalasi THAAD

di Korea Selatan saat mengadakan pertemuan dengan Han Min-koo,

Menteri Pertahanan Korea Selatan pada Februari 2015. Satu bulan

berselang, Asisten Menteri Luar Negeri Tiongkok, Liu Jianchao,

secara terbuka menentang upaya Amerika untuk menempatkan

THAAD di Korea Selatan dan meminta perhatian pemerintah Korea

Selatan untuk mendengar penolakan Tiongkok terkait penempatan

THAAD.109

Namun belum ada respon positif dari Korea Selatan untuk

menanggapi penolakan Tiongkok tersebut. Korea Selatan, bersama

dengan Amerika, justru membuat pernyataan resmi pada 7 Juli 2016

terkait penempatan THAAD di Korea Selatan.110

Tiongkok kemudian

merespon hal tersebut dengan membatalkan sejumlah konser musik

pop Korea dan sejumlah acara drama di saluran televisi Tiongkok.

Kemudian Angkatan Udara Tiongkok juga mengumumkan

108

Kyung-young Chung, “Debate on THAAD Deployment and ROK National Security”, EAI Oktober 2015: 6.

109 Min-Hyung Kim, “South Korea’s China Policy, Evolving Sino-ROK

Relations, and Their Implications for East Asian Security”: 66. 110 Sukjoon Yoon, “THAAD in South Korea: What Does It Really Mean for

China?”, 2016, tersedia di https://thediplomat.com/2016/07/thaad-in-south-korea-

what-does-it-really-mean-for-china/, diakses pada Rabu, 18 Juli 2018.

Page 73: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

60

kemungkinan tindakan yang akan diambil terkait hal tersebut.111

Ini

menunjukkan bahwa Tiongkok merasa terancam dengan adanya

rencana penempatan THAAD.

Ancaman lain datang dari Jepang yang melakukan interpretasi

terhadap Artikel 9 pada 2014 lalu di bawah kepemimpinan Perdana

Menteri Shinzo Abe. Artikel 9 Jepang pertama kali dibuat oleh

Jenderal Douglas MacArthur, komandan perang Amerika di Pasifik

saat Perang Dunia II, pada 3 Mei 1947. Artikel 9 pada intinya dibuat

untuk meredam aktivitas militer Jepang dan mengurangi ancaman yang

ditimbulkan oleh militer Jepang pada waktu itu.112

Interpretasi Jepang pertama kali dilakukan pada 1946 atas

inisiasi dari Perdana Menteri Jepang saat itu, Shigeru Yoshida. Jepang

yang sebelumnya tidak mengembangkan militernya pasca

ditandatanganinya Artikel 9, bahkan untuk alasan pertahanan diri,

mulai melakukan interpretasi terhadap Artikel 9 untuk

mengembangkan militer mereka dengan tujuan pertahanan diri.

Interpretasi ini kemudian dikenal dengan sebutan „Ashida

Amendment‟.113

111

Paul Haenle dan Anne Sherman, “The Real Answer to China's THAAD Dilemma”, 2016, tersedia di https://thediplomat.com/2016/09/the-real-answer-to-chinas-thaad-dilemma/ diakses pada Rabu, 18 Juli 2018.

112 Jeffrey P. Richter, “Japan’s “Reinterpretation” of Article 9: A Pyrrhic

Victory for American Foreign Policy?”, IOWA LAW REVIEW, Vol. 101 (2016): 1227-1228.

113 Jeffrey P. Richter, “Japan’s “Reinterpretation” of Article 9: A Pyrrhic

Victory for American Foreign Policy?”: 1238.

Page 74: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

61

Amandemen Ashida membuat Jepang kini memiliki hak untuk

mengembangkan militer mereka untuk keperluan pertahanan diri.

Jepang memulai langkah pertama dalam menerapkan interpretasi

tersebut pada 1954, dimana mereka mengubah National Safety Force,

menjadi Self-Defence Force (SDF) untuk meningkatkan pertahanan

diri mereka. SDF diabgi menjadi tiga cabang, yaitu Air Self-Defence

Force, Maritime Self-Defence Force, dan Land Self-Defence Force.

SDF hanya boleh digunakan untuk pertahanan internal Jepang. Jepang

tetap tidak boleh menempatkan militernya di luar wilayah negara

mereka.114

Pada 1 Juli 2014, Jepang melalui Perdana Menterinya, Shinzo

Abe, mengumumkan interpretasi baru mereka terhadap Artikel 9.

Interpretasi tersebut memperbolehkan Jepang untuk melakukan

collective self-defense dan memberikan bantuan militer jika ada aliansi

mereka yang berada dalam serangan.115

Reinterpretasi ini dilakukan

sebagai akibat dari ancaman yang terus meningkat dari Korea Utara

yang terus mengembangkan senjata nuklir dan juga peningkatan

aktivitas maritim Tiongkok dalam mempertahankan kedaulatannya di

Laut Tiongkok Selatan dan Laut Tiongkok Timur.116

114

Jeffrey P. Richter, “Japan’s “Reinterpretation” of Article 9: A Pyrrhic Victory for American Foreign Policy?”: 1239-1240.

115 Jeffrey P. Richter, “Japan’s “Reinterpretation” of Article 9: A Pyrrhic

Victory for American Foreign Policy?”: 1246-1247. 116

Adam P. Liff, “Japan’s Defense Policy: Abe The Revolutionary”, The Washington Quarterly (2015): 80.

Page 75: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

62

Kebijakan tersebut mendapat respon negatif dan kecaman dari

negara-negara tetangga Jepang, khususnya dari Tiongkok. Portal berita

milik Tiongkok, Xinhua News, menyatakan bahwa kebijakan

interpretasi Artikel 9 tersebut merupakan sebuah pelanggaran yang

brutal terhadap konstitusi pasifis Jepang. Sementara itu, Menteri Luar

Negeri Tiongkok mempertanyakan komitmen Jepang terhadap

peaceful development. 117

Tiongkok semakin merasa terancam setelah reinterpretasi

tersebut disahkan pada September 2015 lalu. Tiongkok secara tegas

menyatakan bahwa Jepang mengancam perdamaian di kawasan setelah

diperbolehkannya tentara Jepang untuk bertempur di luar negaranya

untuk pertama kalinya sejak berakhirnya Perang Dunia II. Namun

Jepang melalui Ketua Sekretaris Kabinetnya, Yoshihide Suga,

menyatakan bahwa hal tersebut tetap harus dilakukan Jepang seiring

dengan memburuknya situasi keamanan di kawasan.118

Tiongkok beranggapan bahwa masih terdapat ketidakjelasan

dalam reinterpretrasi tersebut. Reinterpretasi tersebut terdapat dalam

„Cabinet Decision on Development of Seamless Security Legislation to

117

Amy King, “China’s Response to Japan’s Constitutional Reintepretation”, 2014, tersedia di http://www.eastasiaforum.org/2014/07/27/china-responds-to-japans-constitutional-reinterpretation/ diakses pada Rabu, 18 Juli 2018.

118 Justin McCurry, “China Accuses Japan of Threatening Pacific Peace with

Military Law”, 2016, tersedia di

https://amp.theguardian.com/world/2016/mar/29/china-accuses-japan-of-

threatening-peace-in-pacific-with-new-law diakses pada Rabu, 18 Juli 2018.

Page 76: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

63

Ensure Japan‟s Survival and Protect Its People‟ dan berisi sebagai

berikut:

“The Government has reached a conclusion that not only when an

armed attack against Japan occurs but also when an armed attack

against a foreign country that is in a close relationship with Japan

occurs and as a result threatens Japan‟s survival and poses a clear

danger to fundamentally overturn people‟s right to life, liberty and

pursuit of happiness, and when there is no other appropriate means

available to repel the attack and ensure Japan‟s survival and

protect its people, use of force to the minimum extent necessary

should be interpreted to be permitted under the Constitution as

measures for self-defense in accordance with the basic logic of the

Government‟s view to date.” 119

Di dalam interpretasi baru terebut terdapat pernyataan bahwa

collective self-defense hanya boleh dilakukan jika ada „clear danger‟

atau ancaman nyata terhadap survivalitas Jepang yang diakibatkan oleh

serangan bersenjata terhadap negara aliansi Jepang. Tiongkok

mengkritik Jepang terkait kejelasan status „clear danger‟, negara

aliansi Jepang, dan otoritas yang berwenang untuk menentukan

indikator tersebut. Tiongkok beranggapan bahwa ketidakjelasan

tersebut dapat digunakan Jepang semata-mata untuk mengejar

kepentingan nasional mereka yang kemudian juga dapat mengancam

kepentingan nasional Tiongkok.120

Tiongkok dengan demikian menghadapi dua ancaman

sekaligus, yaitu ancaman yang datang dari rencana penempatan

THAAD di Korea Selatan oleh Amerika dan Korea Selatan itu sendiri,

119

Jeffrey P. Richter, “Japan’s “Reinterpretation” of Article 9: A Pyrrhic Victory for American Foreign Policy?”:1247.

120 Jeffrey P. Richter, “Japan’s “Reinterpretation” of Article 9: A Pyrrhic

Victory for American Foreign Policy?”:1253-1254.

Page 77: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

64

serta ancaman yang timbul dari reinterpretasi Jepang terhadap Artikel

9. Keamanan kemudian menjadi sangat penting mengingat tujuan

utama negara dalam sistem anarki adalah untuk bertahan hidup

(survival).

Tiongkok kemudian menggunakan strategi buck-passing dalam

mencapai keamanannya. Mearsheimer dalam bukunya menjelaskan

buck-passing sebagai berikut:

“a buck-passer attempts to bear the burden of deterring or

possibly fighting an aggressor, while it remains on the

sidelines. The buck-passer fully recognizes the need to prevent

the aggressor from increasing its share of world power but

looks for some other state that is threatened by the aggressor to

perform that onerous task.” 121

Singkatnya, buck-passing adalah strategi untuk mencapai

survivalitas dengan cara menyerahkan sebuah ancaman kepada negara

lain, dengan harapan bahwa negara tersebut mampu untuk mengatasi

ancaman tersebut,122

atau dengan kata lain, suatu negara yang

melakukan buck-passer hanya mengandalkan negara lain yang juga

merasa terancam dengan ancaman yang sama untuk mengatasi

ancaman tersebut.

Tiongkok dalam menghadapi ancaman dari Amerika, Korea

Selatan, dan Jepang nampaknya menggunakan strategi buck-passing

tersebut dengan menggunakan Korea Utara sebagai negara yang

121

John J. Mearsheimer, The Tragedy of Great Power Politics: 157-158 122

Peter Toft, “John J. Mearsheimer: an Offensive Realist Between Geopolitics and Power”, Journal of International Relations and Development (2005): 385.

Page 78: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

65

melindungi mereka dari ancaman yang datang. Hal inilah yang

membuat mereka inkonsisten dalam menghadapi kasus nuklir Korea

Utara.

Tiongkok memiliki pengaruh yang besar atas Korea Utara,

khususnya di bidang ekonomi. Jika Tiongkok menginginkan

denuklirisasi Korea Utara, maka tentu Tiongkok memiliki power untuk

mendorong Korea Utara melakukan hal tersebut mengingat Korea

Utara memiliki ketergantungan ekonomi yang cukup tinggi terhadap

Tiongkok. Namun, Tiongkok memilih untuk tidak melakukannya.

Kebijakan Tiongkok tersebut adalah bagian dari buck-passing,

dimana Tiongkok menjadikan Korea Utara sebagai buffer state untuk

menghadapi ancaman yang datang terhadap negaranya.123

Jika

Tiongkok menghentikan bantuan ekonominya terhadap Korea Utara,

maka kemungkinan Korea Utara akan mengalami collapse, mengingat

ketergantungan Korea Utara yang cukup tinggi terhadap Tiongkok.

Jika Korea Utara mengalami collapse, maka Tiongkok tidak

lagi memiliki buffer state untuk melindungi mereka dari ancaman yang

datang dari luar. Oleh karena itu, Tiongkok menerapkan kebijakan

yang terkesan inkonsisten dalam rangka menjalankan strategi buck-

123

Russell Maddalena, “Why Does the People’s Republic of China Continue to Support the Democratic People’s Republic of Korea?”, Indo-Pacific Strategic Papers 2014, Juni 2014 : 4, diunduh dari https://www.google.co.id/url?url=http://www.defence.gov.au/ADC/Publications/IndoPac/Maddalena.pdf&rct=j&gcjeid=14&sa=U&ved=2ahUKEwjJpsGCnqraAhUFMY8KHUAvCLcQFjACegQICRAB&q=what+made+china+vote+for+un+sanctions+on+north+Korea+pdf&usg=AOvVaw3ggncmuD9mwWc7focxGInW pada Minggu, 8 April 2018.

Page 79: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

66

passing untuk mencapai survivalitasnya, terlebih dari ancaman yang

datang dari Amerika dan Korea Selatan terkait penempatan THAAD di

Korea Selatan, yang secara geografis letaknya berdekatan dengan

Tiongkok.

A.2. Regional Hegemons

Selain kepentingan keamanan, mencapai hegemoni merupakan

tujuan yang juga ingin dicapai setiap negara di dunia dalam sistem

yang anarki, tanpa terkecuali Tiongkok. Mearsheimer menyatakan

bahwa; “the structure of the international system encourages states to

pursue hegemony.… A state‟s ultimate goal is to be the hegemon on

the system”.124

Hegemoni penting untuk dicapai oleh setiap negara di

dunia, karena hanya hegemoni yang mampu menjamin survivalitas.125

Menurut Mearsheimer, negara hegemon adalah negara yang

sangat kuat atau memiliki power yang besar dan mampu mendominasi

negara lain yang ada di dalam sistem internasional.126

Sementara itu,

power suatu negara diukur melalui kapabilitas militer mereka, yang

terbagi menjadi potential power, yang diukur dengan besarnya

populasi dan tingkat kesejahteraan negara tersebut yang memiliki

124

John J. Mearsheimer, The Tragedy of Great Power Politics: 12&21. 125

John J. Mearsheimer, The Tragedy of Great Power Politics: 3. 126

John J. Mearsheimer, The Tragedy of Great Power Politics: 40.

Page 80: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

67

potensi untuk mengembangkan militer negaranya, dan actual power

yang merupakan kekuatan militer negara itu sendiri.127

Mearsheimer menyebut bahwa hegemoni berarti dominasi

terhadap sistem internasional atau bisa dikatakan dominasi terhadap

dunia. Mearsheimer kemudian berangggapan bahwa tidak pernah ada

negara yang menjadi global hegemons. Namun, negara tetap bisa

menjadi hegemon dalam lingkup yang lebih kecil, yaitu regional

hegemons, atau negara yang mendominasi area geografis tertentu.

Mearsheimer beranggapan bahwa sulit untuk menjadi global

hegemons, oleh karena itu, negara-negara di dunia berusaha untuk

menjadi regional hegemons.128

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, negara hegemon

merupakan negara yang mendominasi sitem. Negara-negara di dunia

akan memaksimalkan power yang mereka miliki untuk mencapai

hegemoni dan power sendiri diukur melalui kapabilitas militer suatu

negara. Tiongkok dengan demikian bisa dikatan sebagai negara

hegemon atau negara dengan power yang besar, karena mereka

merupakan negara dengan kekuatan militer terbesar ke-3 di dunia,

hanya kalah dari Rusia dan Amerika Serikat. Berikut adalah

perbandingannya:

127

John J. Mearsheimer, The Tragedy of Great Power Politics: 43. 128

John J. Mearsheimer, The Tragedy of Great Power Politics: 40-41.

Page 81: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

68

Tabel IV.A.2.1. Perbandingan Kekuatan Militer Tiongkok,

Rusia, dan Amerika Serikat

Amerika Rusia Tiongkok

Jumlah

Personel Aktif

1.400.000 766.055 2.333.000

Tank 8.848 15.398 9.150

Pesawat

Tempur

13.892 3.429 2.860

Kapal Selam 72 55 67

Ranking (Di

Dunia)

1 2 3

Sumber: Business Insider India, “Ranked: The World‟s 20 Strongest

Militaries”, 2016.

Oleh karena itu, Tiongkok dan Amerika bisa digolongkan

sebagai salah satu negara great powers jika megacu pada definisi

Mearsheimer, yang menggunakan kekuatan militer untuk mengukur

power suatu negara. Tiongkok dengan demikian memiliki kapabilitas

militer yang berada di bawah Amerika Serikat. Ini tentu menjadikan

Amerika sebagai ancaman bagi Tiongkok, terlebih Amerika memeiliki

aliansi di Asia Timur, yaitu Jepang dan Korea Selatan, yang secara

geografis letaknya berdekatan dengan Tiongkok.

Jika dibandingkan dengan kapabilites militer negara lain yang

ada di kawasan asia Timur, maka Tiongkok memiliki kapabilitas

militer tersebesar. Jepang hanya berada di peringkat ke-4 dan Korea

Page 82: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

69

Selatan berada di tempat ke-7 di dunia. 129

Tiongkok dengan demikian

bisa dikatakan sebagai hegemon di kawasan Asia Timur, mengingat

kapabilitas militer mereka berada di atas negara Asia Timur lainnya.

Tiongkok kemudian merasa terancam dengan kehadiran

Amerika Serikat sebagai dengan status great power-nya di kawasan

Asia Timur, dengan menjalin kesepakatan dengan Korea Selatan untuk

menempatkan THAAD di Korea Selatan. Tiongkok sebagai negara

hegemon di kawasan tentu tidak ingin hegemoninya diganggu oleh

negara lain.

Oleh karena itu, Tiongkok menerapkan strategi buck-passing

dengan menggunakan Korea Utara untuk mencegah kehadiran

Amerika di kawasan Asia Timur karena Tiongkok tidak ingin ada

great power lain yang berpotensi menjadi hegemon di kawasan. Ini

sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Mearsheimer:

“States that achieve regional hegemony seek to prevent great

powers in other regions from duplicating their feat. Regional

Hegemons, in other words, do not want peers.”130

Oleh karena itu, Tiongkok menerapkan kebijakan yang

inkonsisten dalam menghadapi kasus nuklir Korea Utara dalam rangka

menjalankan strategi buck-passing, agar Korea Utara mampu meredam

129

Business Insider India, “Ranked: The World’s 20 Strongest Militaries”, 2016, tersedia di https://www.businessinsider.in/military-defense/ranked/the-worlds-20-strongest-militaries/slidelist/51930339.cms diakses pada Kamis, 19 Juli 2018.

130 John J. Mearsheimer, The Tragedy of Great Power Politics: 41.

Page 83: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

70

ancaman yang datang mengancam Tiongkok. Jika Tiongkok

menghentikan bantuan ekonominya, maka Korea Utara kemungkinan

besar akan mengalami collapse. Jika Korea Utara mengalami collapse,

maka kemungkinan akan terjadi unifikasi Korea yang juga berarti

tercapainya denuklirisasi.

Tiongkok dengan demikian tidak lagi memiliki buffer state

untuk membantu mereka menghadapi ancaman yang datang,

mengingat tidak ada lagi ancaman bagi Aliansi militer Amerika, Korea

Selatan, dan Jepang di kawasan. Jika Tiongkok menghentikan bantuan

ekonominya dan Kroea Utara mengalami collapse, maka Amerika

akan meningkatkan kehadiran mereka di kawasan dan tentu akan

semakin mengancam Tiongkok. Oleh karena itu, Tiongkok

menerapkan kebijakan yang inkonsisten dalam kasus nuklir Korea

Utara untuk mengurangi ancaman terhadap mereka.131

131

Michael A. Spangler, “Preparing for North Korea’s Collapse: Key Stabilization Tasks”, Parameters, 46(2) (2016): 39.

Page 84: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

71

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tiongkok dan Korea Utara sudah menjalin hubungan bilateral

sejak lama. Hal tersebut berawal saat terjadinya perang sipil di Tiongkok,

dimana kedua negara bekerja sama di berbagai bidang untuk menghadapi

situasi perang tersebut. Hubungan bilateral tersebut berlanjut saat

Tiongkok memberikan bantuan kepada Korea Utara pada saat terjadinya

Perang Korea. Sejak saat itu, hubungan keduanya terus berlanjut sampai

saat ini. Namun, keputusan Korea Utara untuk mengembangkan dan

melakukan uji coba senjata nuklir menimbulkan dinamika dalam

hubungan keduanya.

Korea Utara memulai program nuklirnya pada 1956, lalu

dilanjutkan dengan pembangunan reaktor nuklir pertamanya pada 1965.

Korea Utara kembali membangun rekator nuklir pada 1970 dan

menghasilkan rudal bermuatan nuklir pertamanya pada 1984. Sejak saat

itu, Korea Utara terus melakukan pengembangan senjata nuklir mereka,

hingga melakukan uji coba pertama pada 2006, disusul dengan uji coba

berikutnya pada 2009, 2013, dan 2016.

Hal tersebut mengundang kekhawatiran dunia internasional. DK

PBB kemudian menjatuhkan sanksi atas semua uji coba yang dilakukan

Korea Utara tersebut. Tiongkok yang pada dasarnya merupakan negara

yang paling dekat dengan Korea Utara juga mendukung semua sanksi

Page 85: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

72

yang dijatuhkan oleh DK PBB. Bahkan, setelah Korea Utara melakukan

uji coba nuklir ketiga padaq 2013, Tiongkok merubah prioritas kebijakan

mereka menjadi denuklirisasi. Tiongkok menekankan bahwa tujuan utama

yang harus dicapai adalah denuklirisasi Semenanjung Korea.

Namun, Tiongkok justru menerapkan kebijakan yang menghambat

proses denuklirisasi tersebut. Tiongkok tetap memberikan bantuan

ekonomi dan melakukan perdagangan dengan Korea Utara. Bahkan,

Tiongkok menguasai sekitar 90% dari total nilai perdagangan Korea Utara.

Hal ini menunjukkan inkonsistensi kebijakan Tiongkok, karena jika

Tiongkok benar-benar menginginkan denuklirisasi, maka seharusnya

Tiongkok menghentikan aktivitas perdagangan mereka dengan Korea

Utara.Tiongkok memiliki power yang cukup besar untuk mendorong

Korea Utara melakukan denuklirisasi. Ini disebabkan oleh ketergantungan

ekonomi Korea Utara terhadap Tiongkok yang sangat tinggi.

Pada tingkat ketergantungan yang tinggi, Tiongkok seharusnya

mampu mendorong Korea Utara untuk melakukan denuklirisasi dengan

menghentikan aktivitas perdagangannya dengan Korea Utara. Jika

Tiongkok menghentikan aktivitas perdagangannya dengan Korea Utara,

maka Tiongkok memiliki peluang yang cukup besar untuk mewujudkan

denuklirisasi Korea Utara mengingat ketergantungan ekonomi Korea

Utara yang cukup Tinggi dengan Tiongkok dan tidak ada lagi aktor lain di

dunia internasional yang memiliki potensi untuk menggantikan peran

Tiongkok jika Tiongkok menghentikan kerja samanya.

Page 86: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

73

Setelah dianalisis, ternyata ada kepentingan nasional yang melatar

belakangi inkonsistensi kebijakan yang diterapkan Tiongkok dalam

menghadapi kasus nuklir Korea Utara. Sesuai dengan teori Realisme

Ofensif yang diungkapkan oleh John Mearsheimer, dimana tujuan utama

negara di sistem internasional yang anarki adalah survival dan mencapai

hegemoni. Hegemoni sangat penting untuk dicapai karena hanya

hegemoni yang mampu menjamin survivalitas.

Tiongkok berusaha mencapai survivalitas dan mempertahankan

hegemoninya dengan menggunakan strategi buck-passing. Tiongkok

menghadapi ancaman dari Amerika dan Korea Selatan yang menjalin

kesepakatan untuk menempatkan THAAD di Korea Selatan, serta

ancaman dari Jepang yang melakukan reinterpretasi terhadap Artikel 9

sebagai dampak dari semakin agresifnya Korea Utara dalam

mengembangkan dan melakukan uji coba senjata nuklirnya.

Tiongkok tidak menghadapi ancaman tersebut secara langsung,

melainkan menggunakan Korea Utara sebagai buffer state. Jika Tiongkok

menghentikan aktivitas ekonominya dengan Korea Utara, maka

kemungkinan besar Korea Utara akan collapse dan tentu hal tersebut

membuat Tiongkok tidak lagi memiliki buffer state untuk menghadapi

ancaman dan mencapai survivalitasnya. Hal tersebut juga dilakukan

Tiongkok untuk mempertahankan hegemoninya, yaitu dengan

menggunakan Korea Utara untuk mencegah kehadiran Amerika di

kawasan yang dapat mengganggu hegemoni mereka.

Page 87: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

xiv

DAFTAR PUSTAKA

A. Jurnal dan Artikel Jurnal

Armstrong, Adreinne “The Political Consequences of Economic

Dependence”, The Journal of Conflict Resolution, Vol. 25, No. 3

(September 1981).

Bridges, Brian“North Korea after Kim Il-Sung”, The World Today, Vol.

51, No. 6 (1996).

Cai, Jian, “The Korean Nuclear Crises and The Changing Sino-DPRK

Relationship”, Asian Perspective, Vol. 34, No. 1 (2010).

Cho, Seong-Ryoul, “North Korea‟s Security Dilemma and Strategic

Options”, The Journal of East Assian Affairs, Vol. 23, No. 2

(2009).

Choi, Jinwook, “A Game Changer: North Korea‟s Third Nuclear Test and

Northeast Asian Security”, The Journal of East Asian Affairs, Vol.

27, No. 1 (2013).

Choo, Jaewo “Mirroring North Korea‟s Growing Economic Dependence

on China: Political Ramifications”, Asian Survey, Vol. 48, No. 2

(March/April 2008).

Chung, Samman, “North Korea‟s Nuclear Threats and Counter-

Strategies”, The Journal of East Asian Affairs, Vol. 30, No. 2

(2016).

Delage, Fernando “The Asian Strategy of Xi Jinping”, Journal Of The

Spanish Institute for Strategic Studies, Vol. 5, 2015.

DeTrani, Joseph R. “After 20 Years of Failed Talks With North Korea,

China Needs to Step Up”, Arms Control Today, Vol. 44, No. 8

(October 2014).

Page 88: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

xv

Huntley, Wade L., “Bucks for The Bang: North Korea‟s Nuclear Program

and Northeast Asian Military Spending”, Asian Perspective, Vol.

33, No. 4 (2009).

J. Perry, William J., “Proliferation on The Peninsula: Five North Korean

Nuclear Crises”, The Annals of The American Academy of Political

and Social Science, Vol. 607 (2006).

Jr., Joseph S. Bermudez, North Korea‟s Development of a Nuclear

Weapons Strategy (US-Korea Institute at SAIS, 2015).

Jr., Walter C. Clemens, “North Korea‟s Quest for Nuclear Weapons: New

Historical Evidence”, Journal of East Asian Studies, 10 (2010).

Kim, Min Hyung, “South Korea‟s China Policy, Evolving Sino-ROK

Relations, and Their Implications for East Asian Security”, Pacific

Focus, Vol. XXXI, No. 1, April 2016.

Kim, Samuel S.. “North Korea in 1994: Brinkmanship, Breakdown, and

Breakthrough.” Asian Survey, Vol. 35, No. 1 (1995).

Lee, Dong Ryul, “China‟s Policy and Influence on the North Korea

Nuclear Issue: Denuclearization and/or Stabilization of the Korean

Peninsula?”, The Korean Jurnal of Defense Analysis, Vol. 22, No.

2 (Juni 2010).

Lee, Hong Yung, “North Korea in 2012 Kim Jong Un‟s Succession”,

Asian Survey, Vol. 53, No. 1 (2013).

Liff, Adam P., “Japan‟s Defense Policy: Abe The Revolutionary”, The

Washington Quarterly (2015).

Longfan, Jiang and Wang Haifan, “North Korea‟s peripheral Diplomacy in

the “Post Kim Jong-Il Era” and its Relationship with Japan”, The

Journal of East Asian Affairs, Vol. 30, No. 1 (2016).

Page 89: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

xvi

Marsingga, Prilla, “Proliferasi Nuklir Korea Utara: Penangkalan dan

Diplomasi Kekerasan”, Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi, Vol.

IV, No. II (Desember 2014).

Miller, Steven E., “The Real Crisis: North Korea‟s Nuclear Gambit”,

Harvard International Review, Vol. 25, No. 2 (2003).

Nincic, Miroslav “The National Interest and Its Interpretation”, The

Review of Politics, Vol. 61, No. 1 (1999).

Ponomareva, Elena, dan Georgij Rudov, “Russia-North Korea: State of

Affairs and Trends”, Journal of Asian Public Policy, Vol. 9, No. 1.

Richter, Jeffrey P., “Japan‟s “Reinterpretation” of Article 9: A Pyrrhic

Victory for American Foreign Policy?”, IOWA LAW REVIEW,

Vol. 101 (2016).

Saeri, M.,“Teori Hubungan Internasional; Sebuah Pendekatan

Paradigmatik”, Jurnal Transnasional, Vol. 3, No. 2, Februari

2012.

Savage, Timothy L., “China‟s Policy Toward North Korea”, International

Journal on World Peace, Vol. 20, No. 3 (September 2003).

Snyder, Scott, “China-Korea Relations: Under New Leaderships”, in

Comparative Connections; A Triannual E-Journal on East Asian

Bilateral Relations (2013).

Spangler, Michael A., “Preparing for North Korea‟s Collapse: Key

Stabilization Tasks”, Parameters, 46(2) (2016).

Taliafero, Jeffrey W., “Security Seeking Under Anarchy; Defensive

Realism Revisited”, International Security, Vol. 25, No. 3

(2000/01).

Telhami, Shibley, “Kenneth Waltz, Neorealism, and Foreign Policy”,

Security Study 11, no. 3 (2002).

Page 90: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

xvii

Tiejun,Yu, Ren Yuanzhe, dan Wang Junsheng, Chinese Perspectives

Towards the Korean Peninsula: In The Aftermath of North Korea‟s

Fourth Nuclear Test (Stimson Center, 2016).

Toft, Peter, “John J. Mearsheimer: an Offensive Realist Between

Geopolitics and Power”, Journal of International Relations and

Development (2005).

Won, Kim Sang, “The Chinese Civil War and Sino-North Korea

Relations, 1945-50”, Seoul Journal of Korean Studies 27, No. 1

(Juni 2014).

B. Buku dan E-Book

Dugis, Vinsensio. ed. Teori Hubungan Internasional; Perspektif-

Perspektif Klasik. Surabaya: Cakra Studi Global Strategis (CSGS),

2016. Buku Elektronik. Tersedia di

https://www.researchgate.net/publication/321709080_Teori_Hubu

ngan_Internasional_Perspektif-Perspektif_Klasik

F. Lang, Anthony. “Morgenthau, Agency, and Aristotle”, in Michael C.

Williams. Realism Reconsidered; The Legacy of Hans J.

Morgenthau in International Relations. Oxford University Press,

2007.

Feng, Zhu. “Shifting Tides: China and North Korea”, in Ron Huisken, ed.

The Architecture of Security in the Asia-Pacific. ANU Press, 2009.

Buku Elektronik. Tersedia di

http://www.jstor.org/stable/j.ctt24h898.10

Glaser Bonnie S., dan Brittany Billingsley, Reordering Chinese Priorities

on The Korean Peninsula (Washington: Center for Strategic and

International Studies (CSIS)), 2012. Buku Elektronik. Tersedia di

https://csis-prod.s3.amazonaws.com/s3fs-

public/legacy_files/files/publication/121217_Glaser_ReOrderingC

hinese_web.pdf

Page 91: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

xviii

McGlinchey, Stephen, Rosie Walters, & Christian Scheinpflug, ed.,

International Relations Theory (England: E-International Relations

Publishing, 2017), tersedia di http://www.e-ir.info/wp-

content/uploads/2017/11/International-Relations-Theory-E-IR.pdf

diunduh pada Kamis 19 Juli 2018.

Mearsheimer, John J., Tragedy of Great Power Politics, New York:

Norton Company, 2001.

Newman, Lawrence, Social Research Methods; Qualitative and

Quantitative Approaches, 4th

Edition, Boston: Allyn and Bacon,

2000.

Su, Fei, dan Lora Saalman. China‟s Engagement of North Korea;

Challenges and Opportunities for Europe. Solna: Stockholm

International Peace Research Institute (SIPRI), 2017. Buku

Elektronik. Tersedia di

https://www.sipri.org/sites/default/files/Chinas-engagement-North-

Korea.pdf

Tiejun, Yu, Ren Yuanzhe, dan Wang Junsheng. Chinese Perspectives

Toward the Korean Peninsula: In the Aftermath of North Korea‟s

Fourth Nuclear Test. Washington: Stimson Center, 2016. Buku

Elektronik. Tersedia di

https://www.stimson.org/sites/default/files/file-

attachments/Chinese-Perspectives-Korea.pdf

C. Tesis

Ciftci, Ozer. “A Comparative Analysis of The National Intetrest Concept

in Theories of International Relations”, Thesis, Dokuz Eylul

University (2009).

Jeong, Dongjin. “China‟s Foreign Policy Toward North Korea: The

Nuclear Issue”, Thesis, Naval Postgraduate School (2012).

Page 92: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

xix

D. Laporan dan Penelitian

Bandow, Doug “Will China Solve The North Korea Problem?; The United

States Should Develop a Diplomatic Strategy to Pursuade Beijing

To Help”, Policy Analysis, No. 806, 2016, diunduh dari

https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https:/

/object.cato.org/sites/cato.org/files/pubs/pdf/pa806.pdf&ved=2ahU

KEwi12qrLi8bZAhXDOY8KHdIMA1wQFjAAegQIBxAB&usg=

AOvVaw1liOWRQdv9bHWzpi3qh9CD pada Selasa, 27 Februari

2018.

Beauchamp, Nathan danMustafaga, “China-North Korea Relations: Jang

Song Thaek‟s Purge vs. The Status Quo”, China Analysis No. 47:1,

Februari 2014, tersedia di

https://www.google.co.id/url?q=http://www.centreasia.eu/sites/def

ault/files/publications_pdf/note_china_North_korea_relations_after

_jang_song_thaek_s_purge_february2014_0.pdf ; diakses pada 30

Oktober 2017.

Dhawan, Ranjit Kumar, “China and Its Peripheries; Contentious Relations

with North Korea”, Institute of Peace and Conflict Studies (IPCS)

Issue Brief 231, Agustus 2013, tersedia di

https://www.google.co.id/url?q=https://www.files.ethz.ch/isn/1680

38/IB231-Dhawan-ChinaPeriphery-

NorthKorea.pdf&sa=U&ved=2ahUKEwi8367M35jXAhVH6mMK

HTOuBhoQFjAJegQIDRAA&usg=AOvVaw0s0BBUM91ZnIMy_

Yi-rUN2; diakses pada 30 Oktober 2017.

Danzik, Wayne, “Participation of Coalition Forces in The Korean War”

(1994), tersedia di

https://www.dtic.mil/dtic/tr/fulltext/u2/a279370.pdf diunduh pada

Kamis, 12 Juli 2018.

European Commission, Directorate-General for Trade, “European Union,

Trade in Goods with North Korea, diunduh

darihttps://www.google.co.id/url?url=http://trade.ec.europa.eu/docl

ib/html/113428.htm&rct=j&sa=U&ved=2ahUKEwjw_fyLlKraAh

UMIpQKHRJRCeMQFJAAegQICBAB&q=europian+union+Trad

e+in+goods+with+north+korea+2016&usg=AOvVaw3S02TpuNM

boMaRW3N3LVPF pada Minggu, 8 April 2018.

Page 93: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

xx

Gill, Bates, “China‟s North Korea Policy”, in United States Institute of

Peace Special Report 283, (Washington: United States Institute of

Peace, 2011), diunduh dari

https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=www.

usip.org/sites/default/files/China%27s_North

_Korea_Policy.pdf&ved=2ahUKEwiq2oO6IlcAhVLXCsKHXsZA

2wQfjAAegQIABAB&usg=AOvVaw2vUYNkBhlwc4GjVXsz7Q-

8

Heginbotham, Eric, et.al., China‟s Evolving Nuclear Deterrent, (RAND

Corporation), 2017. Diunduh dari

https://www.rand.org/content/dam/rand/pubs/research_reports/RR1

600/RR1628/RAND_RR1628.pdf

Hildebrant, Timothy, ed., “Uneasy Allies: Fifty Years of China-North

Korea Relations”, Asia Program Special Report No.115,

September 2003, tersedia di

https://www.google.co.id/url?q=https:/dornsife.usc.edu/tools/myto

ols/PersonnelInfoSystem/DOC/Faculty/SIR/vita_1038420.pdf&sa=

U&ved=2ahUKEwi8367M35jXAhVH6mMKHTOuBhoQFjAAeg

QIEhAA&usg=AOvVaw2Ga7Ty2wwR1-OcgEmbp9B- ; diunduh

pada 30 Oktober 2017.

Maddalena, Russell, “Why Does the People‟s Republic of China Continue

to Support the Democratic People‟s Republic of Korea?”, Indo-

Pacific Strategic Papers 2014, Juni 2014, diunduh dari

https://www.google.co.id/url?url=http://www.defence.gov.au/ADC

/Publications/IndoPac/Maddalena.pdf&rct=j&gcjeid=14&sa=U&v

ed=2ahUKEwjJpsGCnqraAhUFMY8KHUAvCLcQFjACegQICR

AB&q=what+made+china+vote+for+un+sanctions+on+north+Kor

ea+pdf&usg=AOvVaw3ggncmuD9mwWc7focxGInW pada

Minggu, 8 April 2018.

Nanto, Dick K. and Mark E. Manyin, “China-North Korea Relations”,

CRS Report for Congress, December 2010, tersedia di

https://www.google.co.id/url?q=https://fas.org/sgp/crs/row/R41043

.pdf&sa=U&ved=2ahUKEwifsrfz5ZjXAhVU92MKHRFaCpoQFj

AAegQIGBAA&usg=AOvVaw1zYvA5FCoM_kYmvTickNHT ;

diakses pada 30 Oktober 2017.

Page 94: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

xxi

Nanto, Dick K.,“Increasing Dependency: North Korea‟s Economic

Relations With China”, Publikasi On-Line (Korea Economic

Institute and the Korea Institute for International Economic Policy,

2011), tersedia di https://www.keia.org/publication/increasing-

dependency-north-korea‟s-economic-relations-china

Ru, Sun,“Beijing and Pyongyang: A “Special Friendship” Facing The

Final Curtain”, ISPI Analysis, No. 297 (2016), diunduh dari

https://www.google.co.id/url?sa=t&spurce=web&rct=j&url=http://

www.ispionline.it/sites/default/files/pubblicazioni/analisi297_sun_

ru_05.05.2016_0.pdf&ved=2ahUKEwiA4pHW8anZAhXHpo8KH

cJBBScQFjAAegQIERAB&usg=AOvVaw0fiMwnwfKh6hsBL7R

_20a pada Jumat16 Februari 2018.

Ying, Fu, “The Korean Nuclear Issue: Past, Present, and Future; A

Chinese Perspective”, Strategy Paper 3 (Brooking Institution,

2017), diunduh dari https://www.brookings.edu/wp-

content/uploads/2017/04/north-korean-nuclear-issue-fu-ying.pdf

United Nations Security Council, SC/12267, 2 Maret 2016.

E. Artikel dan Berita

Albert, Eleanor. “The China – North Korea Relationship”, Council on

Foreign Relations https://www.cfr.org./backgrounder/china-north-

korea-relationship diakses pada Senin, 23 Oktober 2017.

Albert, Eleanor, North Korea‟s Military Capabilities, 2018, tersedia di

https://www.cfr.org/backgrounder/north-koreas-military-

capabilities

Al Jazeera News, “Timeline of North Korea‟s Nuclear Tests”, 3

September 2017, tersedia di

https://www.aljazeera.com/news/2017/09/timeline-north-korea-

nuclear-tests-170903061228305.html , diakses pada Selasa, 10 Juli

2018.

Page 95: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

xxii

Business Insider India, “Ranked: The World‟s 20 Strongest Militaries”,

2016, tersedia di https://www.businessinsider.in/military-

defense/ranked/the-worlds-20-strongest-

militaries/slidelist/51930339.cms diakses pada Kamis, 19 Juli

2018.

Chung, Kyung-young, “Debate on THAAD Deployment and ROK

National Security”, EAI Oktober 2015, tersedia di

http://www.eai.or.kr/data/bbs/kor_report/2015102615274064.pdf,

diunduh pada Rabu, 18 Juli 2018.

Jin, Huang dan Bianji, ed., “China vows to realize denuclearization of

Korean Peninsula”, People‟s Daily, 24 Agustus 2016, tersedia di

http://en.people.cn/n3/2016/0824/c90883-9105070.html, diakses

pada Rabu, 11 Juli 2018.

Haenle, Paul, dan Anne Sherman, “The Real Answer to China's THAAD

Dilemma”, 2016, tersedia di https://thediplomat.com/2016/09/the-

real-answer-to-chinas-thaad-dilemma/ diakses pada Rabu, 18 Juli

2018.

McCurry, Justin, “China Accuses Japan of Threatening Pacific Peace with

Military Law”, 2016, tersedia di

https://amp.theguardian.com/world/2016/mar/29/china-accuses-

japan-of-threatening-peace-in-pacific-with-new-law diakses pada

Rabu, 18 Juli 2018.

National News Agency Lebanon, “France‟s Hollande Condemns North

Korean Nuclear Test”, 12 February 2013, tersedia di

http://www.nna-leb.gov.lb/en/show-news/5309/France-39-

Hollande-condemns-North-Korean-nuclear-test , diakses pada

Minggu, 8 April 2018.

Perlez, Jane, “China Bluntly Tells North Korea to Enter Nuclear Talks”,

2013, New York Times, tersedia di

https://mobile.nytimes.com/2013/05/25/world/asia/china-tells-

north-korea-to-return-to-nuclear-talks.html

Page 96: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

xxiii

Ser, KuangKengKuek Public Radio International, “North Korea‟s Trade

with China Has Grown Tenfold in 15 Years – Which Gives China

More Leverage Than Ever, tersedia di

https://www.pri.org/stories/2017-02-15/north-koreas-trade-china-

has-grown-tenfold-15-years-which-gives-china-more?amp,

diakses pada Kamis, 12 Juli 2018.

Tae-Woo, Kim,“North Korea‟s 5th

Nuclear Test: The Fallout in Seoul,

2016, tersedia di https://thediplomat.com/2016/09/north-koreas-

5th-nuclear-test-the-fallout-in-seoul/ , diakses pada Rabu, 14

Februari 2018.

Tiezzi, Shannon, “How Will China Respond to North Korea‟s Nuclear

Test?”, 2016, The Diplomat, tersedia di

https://thediplomat.com/2016/01/how-will-china-respond-to-north-

koreas-nuclear-test/

Yi, Wang, Stay Committed to The Six-Party Talks for Lasting Peace,

November 2013, tersedia di http://www.ciis.org.cn/english/2013-

11/13/content_6455051.htm, diakses pada Rabu, 11 Juli 2018.

Yoon, Sukjoon, “THAAD in South Korea: What Does It Really Mean for

China?”, 2016, tersedia di https://thediplomat.com/2016/07/thaad-

in-south-korea-what-does-it-really-mean-for-china/, diakses pada

Rabu, 18 Juli 2018.

F. Website

Diamana, Walter, “Strategic Alliance: China-North Korea”, tersedia di

https://intpolicydigest.org/2015/07/02/strategic-alliance-china-

north-korea/amp/, diakses pada Kamis, 12 Juli 2018.

France Ministry of Europe and Foreign Affairs, “France and North

Korea”, tersedia di http://www.diplomatie.gouv.fr/en/country-

files/north-korea/france-and-north-korea/ , diakses pada Minggu, 8

April 2018.

Page 97: INKONSISTENSI TIONGKOK DALAM MENGHADAPI KASUS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · hubungan internasional. Kasus yang dianalisis adalah inkonsistensi kebijakan

xxiv

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tersedia di

https://kbbi.wed.id/inkonsisten , diakses pada Selasa, 3 April 2018.

Merriam-Webster Dictionary, tersedia di https://www.merriam-

webster.com/dictionary/inconsistent , diakses pada Selasa, 3 April

2018.

Merriam-Webster Dictionary, tersedia di https://www.merriam-

webster.com/dictionary/realism , diakses pada Selasa, 19

Desember 2017.

Perlez, Jane, “China Bluntly Tells North Korea to Enter Nuclear Talks”,

2013, New York Times, tersedia di

https://mobile.nytimes.com/2013/05/25/world/asia/china-tells-

north-korea-to-return-to-nuclear-talks.html

Radio France Internationale, “France Condemns North Korea Nuclear Test

Announcement”, 6 January 2016, tersedia di http://m.en.rfi.fr/asia-

pacific/20160106-france-condemns-north-korea-nuclear-test-

announcement , diakses pada Minggu, 8 April 2018.

United Kingdom Government, “Foreign Office welcomes additional UN

sanctions on North Korea”, 7 Maret 2013, tersedia di

https://www.gov.uk/government/news/foreign-office-welcomes-

additional-un-sanctions-on-north-korea, diakses pada Minggu, 8

April 2018.

United Kingdom Government, “Foreign Secretary welcomes strong

Resolution on North Korea”, 2 Maret 2016, tersedia di

https://www.gov.uk/government/news/foreign-secretary-

welcomes-strong-resolution-on-north-korea, diakses pada Minggu,

8 April 2018.

United Kingdom Government, “Our Mission”, tersedia di

https://www.gov.uk/world/north-korea/news, diakses pada

Minggu, 8 April 2018.