INHAL ANATOMI

9
MAS YUSUF ACC INHAL ANATOMI ABORTUS NAMA: FIVI KURNIAWATI NIM: G0013098 TANGGAL PENGUMPULAN: 11 MARET 2015 UNIVERSITAS SEBELAS MARET

description

gfghf hfhgfhg hgfhgf

Transcript of INHAL ANATOMI

INHAL ANATOMIABORTUS

NAMA: FIVI KURNIAWATINIM: G0013098TANGGAL PENGUMPULAN: 11 MARET 2015

MAS YUSUFACC

UNIVERSITAS SEBELAS MARETFAKULTAS KEDOKTERANPROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER2015ABORTUS

Abortus merupakan salah satu penyebab kematian maternal yang banyak dijumpai. Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum kehamilan berusia 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya abortus antara lain adalah faktor janin, faktor ibu, dan faktor gaya hidup.Sarwono (2008) membagi abortus menjadi beberapa klasifikasi yaitu:1. Abortus spontanAbortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan uterus, maka abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata lain yang luas digunakan adalah keguguran (Miscarriage)2. Abortus imminens (keguguran mengancam)Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.3. Abortus incipiene (keguguran berlangsung)Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah.1. Abortus incomplet (keguguran tidak lengkap) Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadangkadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum.2. Abortus complet (keguguran lengkap) Perdarahan pada kehamilan muda di mana seluruh hasil konsepsi telah di keluarkan dari kavum uteri. Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan dengan lengkap.

3. Abortus infeksiosa dan Abortus septikAbortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia, sedangkan abortus septik adalah abortus infeksiosa berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum.

Ditemukan pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis.1. Missed abortion (retensi janin mati)Kematian janin sebelum berusia 20 minggu, tetapi janin yang mati tertahan di dalam kavum uteri tidak dikeluarkkan selama 8 minggu atau lebih.

2. Abortus habitualisKeadaan dimana penderita mengalami keguguran berturutturut tiga kali atau lebih. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, tetapi kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu.

3. Abortus provokatusAbortus terinduksi adalah terminasi kehamilan secara medis atau bedah sebelum janin mampu hidup.Abortus ini terbagi lagi menjadi:a. Abortus therapeutic (Abortus medisinalis)Abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.b. Abortus kriminalisAbortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.

c. Unsafe AbortionUpaya untuk terminasi kehamilan muda dimana pelaksana tindakan tersebut tidak mempunyai cukup keahlian dan prosedur standar yang aman sehingga dapat membahayakan keselamatan jiwa pasien.Kejadian abortus merupakan kejadian yang sering dijumpai tetapi masyarakat masih menganggap abortus sebagai kasus yang biasa. Komplikasi abortus yang dapat menyebabkan kematian ibu antara lain karena perdarahan dan infeksi. Perdarahan yang terjadi selama abortus dapat mengakibatkan pasien menderita anemia sehingga dapat meningkatkan risiko kematian ibu. Infeksi juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami abortus dan menyebabkan pasien tersebut mengalami sepsis sehingga terjadi kematian ibu.

Komplikasi abortus yang membahayakan kesehatan ibu harus dapat dicegah. Pencegahan terhadap abortus dapat diawali dengan melihat faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya abortus. Salah satu faktor yang penting dalam kejadian abortus adalah faktor ibu. Setiap ibu yang hamil mempunyai karakteristik masing-masing yang mempunyai kecenderungan dan risiko yang berbeda-beda untuk mengalami abortus.

Secara umum, pasien yang mengalami abortus tidak menderita anemia. Menurut pendapat Ebrahim S.H. dkk, anemia selama kehamilan dapat menyebabkan terjadinya berat bayi lahir rendah, prematuritas, cacat mental maupun motorik neonatus, bahkan kematian perinatal. Hari Basuki juga berpendapat bahwa ibu hamil yang menderita anemia selama kehamilan akan mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mengalami abortus dibandingkan dengan ibu yang tidak menderita anemia.Hasil penelitian yang tidak sesuai dengan pendapat-pendapat tersebut dapat disebabkan oleh pengukuran kadar hemoglobin pasien dilakukan saat pasien mengalami abortus, bukan saat awal kehamilan.

Sebagian besar pasien abortus mempunyai indeks massa tubuh yang normal. Menurut pendapat David H. Simanjuntak dan Etti Sudaryanti, indeks massa tubuh ibu hamil akan mempengaruhi status gizi sehingga apabila indeks massa tubuh di luar batas normal, akan terjadi gangguan pertumbuhan janin dan dapat meningkatkan risiko terjadinya abortus. Penelitian Maconochie dkk tentang faktor risiko terjadinya abortus di London yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara indeks massa tubuh dengan kejadian abortus. Hal ini berbeda dengan penelitian Kartika dan Handono terhadap pasien abortus di RS Dr. Hasan Sadikin Bandung bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara indeks massa tubuh dengan angka kejadian abortus. Perbedaan ini dapat terjadi karena pengukuran indeks massa tubuh pada penelitian Kartika dan Handono dilakukan pada saat pasien mengalami abortus, sedangkan menurut pendapat David dan Etti serta penelitian yang dilakukan Maconochie dkk, pengukuran indeks massa tubuh dilakukan saat awal kehamilan. Data indeks massa tubuh penelitian ini didapat dari hasil pengukuran indeks massa tubuh yang dilakukan pada saat pasien mengalami abortus yang ditulis dalam rekam medis sehingga hasil penelitian sesuai dengan penelitian Kartika dan Handono tetapi tidak sesuai dengan pendapat David dan Etti dan penelitian Maconochie dkk.

Menurut pendapat Danvers, semakin tinggi riwayat abortus, semakin besar pula risiko terjadinya abortus. Penelitian Maconochie dkk juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat abortus dengan kejadian abortus. Sebagian besar pasien abortus yang menjadi sampel penelitian ini tidak pernah mengalami abortus sebelumnya karena sebagian besar sampel penelitian adalah primigravida.

Sebagian besar pasien mengalami abortus pada usia reproduksi. Danvers berpendapat bahwa peningkatan umur ibu saat hamil berhubungan dengan peningkatan terjadinya abnormalitas kromosom sehingga meningkatkan risiko terjadinya abortus. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat tersebut karena didapatkan hasil bahwa jumlah abortus semakin meningkat seiring dengan meningkatnya umur pasien abortus. Penelitian Maconochie dkk juga menunjukkan bahwa terjadinya abortus semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia ibu.

Menurut Danvers, risiko abortus akan semakin meningkat ketika riwayat kehamilan ibu bertambah. Kehamilan lebih dari tiga kali mempunyai risiko terjadinya serviks inkompeten sehingga dapat menyebabkan abortus. Sebagian besar abortus terjadi pada pasien dengan kehamilan pertama kali. Abortus justru semakin menurun seiring dengan pertambahan jumlah kehamilan yang pernah dialami pasien. Penelitian Maconochie dkk juga menunjukkan bahwa kehamilan pertama mempunyai risiko abortus yang lebih tinggi daripada kehamilan kedua dan ketiga. Akan tetapi, risiko abortus kembali meningkat setelah kehamilan keempat. Penyebab kejadian ini belum dapat diketahui secara pasti.

Ibu hamil yang mengalami abortus provokatus atau abortus yang disengaja faktor penyebab jelas tidak dikarenakan paritas, dimungkinkan karena indikasi medis misalnya apabila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu atau pada abortus kriminalis abortus sengaja dilakukan karena kehamilan tidak diinginkan sehingga dilakukan abortus yang tidak legal (tidak berdasarkan indikasi medis). Ibu yang mengalami abortus spontan di ruang bersalin bukan disebabkan karena faktor risiko paritas, dimungkinkan ada faktor-faktor penyebab lain yang tidak diteliti seperti usia ibu, anemia, penyakit infeksi, hipertensi, kelainan traktus genetalia dan kelainan pertumbuhan konsepsi

Faktor penyebab abortus spontan adalah kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, kelainan pada plasenta, penyakit ibu dan kelainan traktus genetalis (Winkjosastro, 2006). Faktor lain penyebab terjadinya abortus spontan antara lain paritas, usia ibu, penyakit infeksi, penyakit kronis, kelainan endokrin, malnutrisi, anemia, umur, pemakaian obat dan faktor lingkungan antara lain alkohol, tembakau, kafein dan radiasi (Cunningham, 2005).