Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

93
K K K E E E H H H U U U T T T A A AN N N A A AN N N I I n n f f o o r r m m a a s s i i U U m m u u m m Departemen Kehutanan DEPARTEMEN KEHUTANAN 2002

description

diterbitkan oleh Kementerian Kehutanan

Transcript of Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

Page 1: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

KKKEEEHHHUUUTTTAAANNNAAANNN IIIIIInnnnnnffffffoooooorrrrrrmmmmmmaaaaaassssssiiiiii UUUUUUmmmmmmuuuuuummmmmm

Departemen Kehutanan

DEPARTEMEN KEHUTANAN 2002

Page 2: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

INFORMASI UMUM KEHUTANAN 2002

Penanggung Jawab Boen M Purnama

Koordinator

Bambang Soepijanto

Tim Penyusun : Iman Santoso

SY. Chrystanto Agus Justianto

Anwar Triyono Saputro Agoes Sriyanto Suparman Rais Tetra Yanuardi

Purwoto RH Bambang Supriyanto

Syaiful Anwar Putera Parthama

Widagdo Bambang Sigit

Bambang Riyanto Aulia Aruan

Hadi Daryanto

Diterbitkan Oleh / Published by : DEPARTEMEN KEHUTANAN

Ministry of Forestry

Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya May be cited with refference to the source

Page 3: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

i

KATA PENGANTAR Dalam rangka memberikan informasi umum tentang kebijakan Departemen Kehutanan dan perkembangan pembangunan kehutanan kepada pegawai Departemen Kehutanan, pemerhati masalah kehutanan dan masyarakat umum yang berkepentingan, kami publikasikan buku “INFORMASI UMUM KEHUTANAN TAHUN 2002”. Buku ini merupakan penerbitan pertama dari rencana penyusunan seri Publikasi kebijakan kehutanan. Kami menyadari masih adanya kekurangan dalam penyusunan buku ini, oleh karena itu kami harapkan adanya kritik dan saran untuk penyempurnaan lebih lanjut. Harapan kami semoga buku ini dapat memberikan manfaat yang optimal.

Jakarta, Desember 2002

KEPALA BADAN PLANOLOGI KEHUTANAN

BOEN M PURNAMA NIP. 080037272

Page 4: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

ii

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR …………………………………………………………………... i DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………. ii 1. PENDAHULUAN ………………………………………………………………... 1 1.1 Kontribusi Sektor Kehutanan dalam Pembagunan …………………. 2 1.2 Komitmen International ………………………………………………… 3 1.3 Komitmen Nasional……………………………………………………... 5 2 SUMBER DAYA HUTAN ………………………………………………………. 8 2.1 Luas Kawasan Hutan …………………………………………………... 8 2.2 Tipe Hutan ………………………………………………………………. 10 2.3 Kondisi Penutupan Lahan …………………………………………… 11 2.4 Potensi Hutan …………………………………………………………… 14 2.5. Laju Deforestasi dan Degradasi Hutan ………………………………. 16 3 PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN

KONSERVASI KAWASAN …………………………………………………….

18 3.1 Flora dan Fauna yang Dilindungi ……………………………………… 18 3.2 Konservasi Alam ………………………………………………………... 18 3.3 Perlindungan Hutan …………………………………………………….. 21 4 INDUSTRI KEHUTANAN ………………………………………………………. 25 4.1 Perkembangan Produksi Kayu bulat, Kayu Gergajian, Kayu Lapis

dan Pulp …………………………………………………………………. 25

4.2 Produksi Hasil Hutan Non Kayu Nasional ……………………………. 26 4.3 Permintaan Hasil Hutan ………………………………………………... 27 4.4 Ekspor Kayu Olahan ……………………………………………………. 28 4.5 Keseimbangan Suplai dan Deman Hasil Hutan …………………….. 29 4.6 Kebijakan Soft-landing …………………………………………………. 30 5 PENGURUSAN HUTAN ……………………………………………………….. 31 5.1 Perencanaan Hutan …………………………………………………….. 31

Page 5: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

iii

5.2 Pengelolaan Hutan ……………………………………………………... 34 5.3 Hutan Kemasyarakatan ………………………………………………… 35 5.4 Pengelolaan Hutan Rakyat ……………………………………………. 37 5.5 Pengelolaan Hutan Adat ……………………………………………….. 37 6 PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DIKLAT DAN PENYULUHAN

KEHUTANAN ……………………………………………………………………. 39

6.1 Penelitian dan Pengembangan Kehutanan ………………………….. 39 6.2 Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan ………………………………... 41 6.3 Penyuluhan Kehutanan ………………………………………………… 42 7 KEBIJAKAN PRIORITAS KEHUTANAN 2002 – 2004 ……………………... 44 7.1 Pemberantasan Illegal Logging ……………………………………….. 45 7.2 Penanggulangan Kebakaran Hutan ………………………………….. 46 7.3 Restrukturisasi Sektor Kehutanan …………………………………….. 48 7.4 Rehabilitasi dan Konservasi Sumberdaya Hutan …………………… 49 7.5 Penguatan Desentralisasi Kehutanan ………………………………... 51 8 MASA DEPAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN 53 8.1 Pengelolaan Sumber Daya Hutan Berkelanjutan …………………… 53 8.2 Sosial Forestry …………………………….……………………………. 54 8.3 Pengembangan Sistem Informasi Kehutanan ………………………. 57 DAFTAR ISTILAH ……………………………………………………………………... 60 LAMPIRAN ……………………………………………………………………………... 67 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………… 84

Page 6: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

iv

DAFTAR KOTAK Halaman Kotak 1.1 Visi dan Misi ………………………………………………………... 2 Kotak 1.2 Kuda dan Kusir 4 Kotak 1.3 Komitmen Johanesburg …………………………………………... 6 Kotak 1.4 Komitmen Indonesia terhadap International ……………………. 7 Kotak 2.1 Paduserasi antara RTRWP dan TGHK …………………………. 9 Kotak 2.2 Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jauh …………………... 12 Kotak 2.3 Inventarisasi Hutan Nasional …………………………………….. 13 Kotak 2.4 Permanent and Temporary Sample Plot (TSP/PSP) ………….. 15 Kotak 3.1 Wisata Alam ………………………………………………………... 20 Kotak 5.1 Pertambangan di Dalam Kawasan Hutan ………………………. 33 Kotak 5.2 Daerah Aliran Sungai (DAS) 35 Kotak 5.3 Pandangan Masyarakat Adat …………………………………….. 38 Kotak 6.1 Sebagian dari Hasil Penelitian Kehutanan ……………………… 40 Kotak 6.2 Realisasi Pendidikan Kehutanan ………………………………… 41 Kotak 7.1 Illegal Logging ……………………………………………………… 47

Page 7: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

v

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Luas Kawasan Hutan Indonesia berdasarkan Penunjukan

Kawasan Hutan dan Perairan untuk 23 Propinsi ……………… 8

Tabel 2.2 Luas Kawasan Hutan Propinsi Sumatera Utara, Riau dan Kalimantan Tengah berdasarkan paduserasi TGHK-RTRWP Tahun 1999 …………………………………………………………

9

Tabel 2.3 Kondisi Penutupan Lahan/vegetasi Indonesia (diluar P. Irian Jaya) Berdasarkan Hasil Penafsiran Citra Landsat ETM+7 tahun 1999-2000 …………………………………………………...

12

Tabel 2.4 Kondisi Kondisi Penutupan Lahan/vegetasi di dalam Kawasan Hutan di Indonesia Berdasarkan Hasil Penafsiran Citra Landsat ETM+7 tahun 1999-2000 ………………………………

13

Tabel 2.5 Potensi Rata-Rata Tegakan pada Hutan Produksi (HP+ HPT) . 14 Tabel 2.6 Kriteria Potensi Hutan Alam pada Hutan Produksi dalam

rangka IUPHHK …………………………………………………….

Tabel 3.1. Jumlah Spesies yang Dilindungi Undang-Undang …………….. 19 Tabel 3.2 Jumlah Lokasi dan Luas Kawasan Konservasi di Indonesia …. 20 Tabel 3.3 Data Kebakaran Hutan dan Lahan tahun 1999 sampai dengan

2002 ………………………………………………………………… 22

Tabel 3.4 Data Gangguan Kawasan Konservasi Periode 1999-2002 …... 24 Tabel 4.1. Produksi Kayu Bulat, Gergajian, Kayu Lapis dan Pulp selama

5 Tahun Terakhir …………………………………………………... 25

Tabel 4.2 Produksi Hasil Hutan Non Kayu Selama 5 Tahun Terakhir…… 26 Tabel 4.3 Produksi Hasil Hutan Non Kayu Perum Perhutani Tahun 2001 27 Tabel 4.4 Kapasitas Produksi Industri di Indonesia ……………………….. 28 Tabel 4.5 Ekspor Kayu Olahan selama 5 tahun Terakhit ………………… 28 Tabel 4.6 Proyeksi Produksi dan Konsumsi Kayu Bulat Nasional dari

Tahun 1998 – 2019 ……………………………………………….. 29

Page 8: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

vi

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran-1 Luas Kawasan Hutan Indonesia berdasarkan Penunjukan

Kawasan Hutan dan Perairan 69

Lampiran-2 Peta Kawasan Hutan Indonesia berdasarkan Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan

70

Lampiran-3 Kondisi Penutupan Lahan/vegetasi Indonesia (diluar P. Irian Jaya) Berdasarkan Hasil Penafsiran Citra Landsat ETM+7 tahun 1999-2000

71

Lampiran-4 Peta Kondisi Penutupan Lahan/vegetasi Indonesia (diluar P. Irian Jaya) Berdasarkan Hasil Penafsiran Citra Landsat ETM+7 tahun 1999-2000

75

Lampiran-5 Laju Deforestasi dan Degradasi Hutan Indonesia dari tahun 1985 – 1997

76

Lampiran-6 Peta Deforestasi dan Degradasi Hutan Indonesia dari tahun 1985 – 1997

77

Lampiran-7 Kawasan Konservasi Darat sampai dengan Tahun 2001 78 Lampiran-8 Kawasan Konservasi Laut sampai dengan Tahun 2001 79 Lampiran-9 Daftar Taman Nasional di Indonesia sampai dengan tahun

2001 80

Lampiran-10 Perkembangan HPH Aktif sampai dengan Desember 2001 82 Lampiran-11 Perkembangan HTI sampai dengan Desember 2001 83

Page 9: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

1 Informasi Umum Kehutanan - 2002

11

HH

utan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugrahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang wajib disyukuri, diurus,

dan dimanfaatkan secara optimal serta dijaga kelestariaannya karena memberikan manfaat serba guna kepada umat manusia. Oleh karena itu hutan dikuasai oleh negara dan diselenggarakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat bagi generasi sekarang maupun yang mendatang. Hutan sebagai salah satu penentu ekosistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat, cenderung mengalami degradasi, oleh karena itu keberadaannya harus dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara lestari, dikembalikan fungsinya, dan diurus dengan adil, arif dan bijaksana, terbuka, profesional, serta bertanggung jawab. Pengurusan hutan yang berkelanjutan dan berdimensi perencanaan, pengelolaan, peningkatan profesionalisme dan pengawasan, harus berwawasan global, serta menampung dinamika aspirasi, adat dan budaya, serta tata nilai masyarakat yang berdasarkan pada norma hukum nasional. 1. Kontribusi Sektor Kehutanan dalam Pembangunan Nasional Luas sumberdaya hutan berdasarkan hasil pemaduserasian Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) adalah 120,35 juta ha atau sekitar 62,6% dari luas daratan Indonesia. Dalam kawasan hutan tersebut terkandung keanekaragaman hayati yang melimpah sehingga Indonesia juga dikenal sebagai mega-biodiversiti country. Sebagai gambaran, Indonesia memiliki sekitar 400 spesies pohon, 25.000 spesies tumbuhan berbunga,

PENDAHULUAN

Page 10: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

2 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Kotak 1.1 VISI DAN MISI

VISI “Terwujudnya kelestarian fungsi hutan sebagai system penyangga kehidupan, memperkuat ekonomi rakyat serta mendukung perekonomian nasional bagi kesejahteraan rakyat”. MISI • Memantapkan dan melindungi keberadaan kawasan hutan • Rehabilitasi hutan dan lahan kritis • Meningkatkan konservasi sumberdaya alam • Mengoptimalkan fungsi dan pemanfaatan hutan secara adil • Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan kehutanan selaras

dengan semangat otonomi daerah

1.519 species burung, 515 species satwa mamalia, 600 species satwa reptilia, dan 270 species amphibia. Sejauh ini manfaat keragaman hayati tersebut belum mendapat porsi perhatian yang seharusnya.

Sebelum tahun 2000, produksi kayu bulat dari hutan alam dan hutan tanaman (termasuk hutan tanaman di Pulau Jawa) rata-rata per tahun sebesar 25,40 juta m3. Kontribusi terhadap perekonomian nasional berupa penerimaan devisa dari ekspor komoditas primer kehutanan yang pada tahun 1998 mencapai US $ 7.52 miliar. Tahun 1997 jumlah tenaga kerja pada kegiatan pengusahaan hutan tercatat sebanyak 183 ribu orang. Jumlah masyarakat yang menggantungkan kehidupannya dari sektor kehutanan secara langsung dan tidak langsung diperkirakan sekitar 30 juta orang. Sejak tahun 2000 produksi kayu bulat tersebut cenderung menurun akibat menurunnya kualitas sumberdaya hutan. Timbulnya kesadaran akan bahaya eksploitasi kayu yang berlebihan pada hutan alam mendorong Pemerintah untuk melaksanakan program pengembangan hutan tanaman dan rehabilitasi lahan kritis dan Daerah Aliran Sungai (DAS). Pemerintah juga melaksanakan program hutan rakyat untuk mendorong penduduk pedesaan sekitar kawasan hutan untuk memenuhi permintaan kebutuhan energi dan kayu bangunan rumah tangga sehingga tekanan ekspoitasi terhadap kawasan hutan alam dapat dikurangi.

Page 11: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

3 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Kotak 1.2 KUDA DAN KUSIR

Sumber daya hutan digambarkan sebagai “kuda” yang mudah diperas tenaganya untuk kepentingan pembangunan dan peningkatan devisa negara. Sedangkan rimbawan digambarkan sebagai “kusir” yang memelihara dan mengendalikannya. Oleh karena itu laju kerusakan sumber daya hutan sangat tergantung pada kusirnya = Rimbawan. Secara singkat perlu dikatakan bahwa sudah saatnya Rimbawan melakukan introspeksi atas upaya eksploitasi SDH secara berlebihan dan membiarkan “hutan bernafas” sehingga mempunyai kesempatan berkembang memperbaiki ekosistemnya. Walaupun ada pergeseran permintaan produk sumberdaya hutan, namun pemanfaatan hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan seperti air, wisata dan lain sebagainya sampai saat ini belum maksimal. Hal tersebut antara lain disebabkan masih terfokusnya pemanfaatan hutan pada produk kayu. Pengelolaan dan pemanfaatan multi-fungsi hutan dan kebun perlu ditingkatkan sebagai alternatif sumber devisa dan pendapatan masyarakat di dan sekitar hutan. Di samping itu memberikan kesempatan pada sumber daya hutan khususnya kayu untuk bernafas. Seluruh Rimbawan tanpa kecuali perlu bercermin, koreksi diri, menyadari kelemahannya dan menatap masa depan melalui upaya konservasi dan rehabilitasi SDA dalam arti luas dengan melibatkan seluruh pihak terkait. Sumber Kuda dan Kusir : Korsa Rimbawan dan Rehabilitasi Hutan (2002)

Upaya pengembangan hutan tanaman ditargetkan dapat mencapai luasan sebesar 8.47 juta hektar tanaman dengan produksi minimum 9,7 juta m3 kayu dapat dihasilkan dari hutan tanaman tersebut pada tahun 2000-an. Namun nampaknya upaya tersebut belum mencapai sasaran, sehingga harapan untuk memenuhi kebutuhan kayu dari hutan tanaman menggantikan produksi kayu dari hutan alam masih jauh dari harapan. Disisi lain, ketersediaan kayu yang berasal dari tanaman karet, kelapa sawit dan kelapa adalah sangat potensial sebagai suplemen kayu

Page 12: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

4 Informasi Umum Kehutanan - 2002

dalam memenuhi kebutuhan kayu pada masa mendatang, namun belum diperhitungkan secara serius untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat. Selain hasil hutan kayu, kawasan hutan Indonesia memberikan komoditi lain dan jasa lingkungan yang tidak kalah penting bagi perekonomian masyarakat maupun perekonomian daerah dan nasional. Sebagai contoh, satwa dan tumbuhan telah menghasilkan devisa ekspor sebesar Rp. 3.799.033 pada tahun 1998/1999. Namun demikian, hasil penelitian Fakultas Kehutanan IPB (1999) pada kawasan hutan produksi memberikan peringatan yang penting dalam pemanfaatan kayu dan hasil hutan non kayu. Penelitian tersebut menyatakan bahwa nilai guna langsung (direct use value) dari kayu maupun komoditi non kayu yang dimanfaatkan oleh HPH maupun masyarakat hanya merupakan bagian kecil dari nilai ekonomi total ((total economic value) hutan; sedangkan bila kayu dan komoditi lainnya dieksploitasi secara berlebihan maka seluruh nilai ekonomi hutan tersebut akan hilang. Oleh karena itu kawasan hutan Indonesia yang saat ini sedang mengalami degradasi yang berat memerlukan penangan yang tepat agar fungsi dan produktivitasnya dapat dipulihkan . 2. Komitmen Internasional Perhatian dunia internasional terhadap hutan tropis pada khususnya dan sumberdaya hutan secara umum kelihatan semakin meningkat, terutama menjelang akhir abad ke 20 karena dirasakan semakin menurunnya potensi dan kualitas sumberdaya hutan yang berpengaruh pada ekosistem global. Perhatian ini ditunjukkan dengan adanya berbagai konvensi yang ditaati oleh hampir seluruh negara yang mempunyai sumberdaya hutan serta negara-negara yang mempunyai kepentingan atas keberadaan hutan di dunia. Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut dalam berbagai pembentukan dan menjalankan konvensi tersebut sebagai komitmen dalam pengelolaan sumberdaya hutan dan lingkungan hidup. Untuk menjalin kerjasama dalam pelestarian lahan basah yang mempunyai kepentingan global maka pada tahun 1971, telah ditandatangani Konvensi RAMSAR tentang pengelolaan lahan basah. Selain itu, dalam rangka mengatur perdagangan species yang terancam punah, telah disepakati konvensi internasional CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) pada tahun 1973. Sedangkan untuk pengelolaan sumberdaya hutan tropis secara lestari maka pada tahun 1980-an terbentuk organisasi kayu tropis yang dikenal dengan nama International Tropical Timber Organization (ITTO). Organisasi ini telah menerbitkan berbagai pedoman yang terkait dengan Sustainable Forest Management (SFM) dan

Page 13: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

5 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Kotak 1.3.

KOMITMEN JOHANNESBURG Komitmen terdiri dari 6 kelompok yaitu :

• From our origin to the future no. 1 to 7 • From the Rio Principles to the Johannesburg Commitment on Sustainable

Development no. 8 to 14 • The challenges we face no. 15 to 21 • The Johannesburg Commitment on Sustainable Development no. 22 to 60 • Multilateralism is the future no. 61 to 64 • Making it happen ! no. 65 to 69

Uraian butir komitmen tersebut adalah antara lain :

• Pembangunan yang berkelanjutan • Pembangunan masyarakat global yang ramah dan layak • Menjamin dunia yang bebas dari kejahatan akibat kemiskinan dan kerusakan

lingkungan • Pembangunan ekonomi, sosial dan perlindungan lingkungan pada tingkat lokal

hingga global • Mendorong kerjasama dan dialog lintas ras, agama, budaya dan bahasa.

Criteria and Indicators for SFM. Disamping itu, Food and Agriculture Organization (FAO) meluncurkan program yang dikenal dengan Tropical Forest Action Programme (TFAP) pada tahun 1985. Pada tahun 1992, United Nation Conference on Environmental and Development (UNCED) dilaksanakan di Rio de Janeiro yang menghasilkan Forest Principles dan Agenda 21 dalam rangka penyelamatan dan pelestarian lingkungan hidup dan sumberdaya alam. Sebagai tindak lanjut kemudian dilaksanakan Conference on Sustainable Development (CSD) dan disepakatinya Convention on Biodiversity (CBD) pada tahun 1992, Convention on Combating Disertification (CCD) dan Framework Convention on Climate Change (FCCC) pada tahun 1994. Tindak lanjut FCCC yang signifikan adalah Kyoto Protocol yang dicetuskan pasca COP-3 di Kyoto pada tahun 1997.

Page 14: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

6 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Untuk menindaklanjut konvensi-konvensi tersebut, maka pada tahun 1995-1997 telah bekerja suatu kelompok kerja yang disebut Intergovernmental Panel on Forests (IPF) dan dilanjutkan dengan Intergovernmental Forum on Forests (IFF) pada tahun 1997-2000. Disamping itu juga kelompok kerja lain yang bekerja pada tahun 1995-2000 yaitu Interagency Task Force on Forests (ITFF). Pada tahun 2000-an telah dibentuk forum kehutanan dibawah PBB yang disebut United Nation Forum on Forests (UNFF) pada tahun 2001, serta Collaborative Partnership on Forests (CPF pada tahun 2000). Pada bulan Agustus 2002 dilakukan pertemuan puncak para Kepala Negara di Johannesburg yang menghasilkan berbagai komitmen baru menindak lanjuti komitmen-komitmen yang pernah disepakati di Rio de Janeiro, yang pada intinya para negara bersepakat untuk meningkatkan upaya-upaya pembangunan yang berkelanjutan. 3. Komitmen Nasional Pada tingkat nasional, Indonesia juga telah menyusun Indonesian Forestry Action Plan (IFAP) pada tahun 1991, yang merupakan bagian dari prakarsa TFAP. Lebih lanjut, dalam melaksanakan proses sertifikasi produk-produk hasil hutan telah dibentuk Lembaga Ekolabel Indonesia. Dalam rangka menindaklanjut UNCED, Indonesia juga telah menetapkan peraturan-peraturan dan pedoman-pedoman yang terkait dengan Sustainable Forest Management (SFM) dan Criteria and Indicators of SFM. Selain dari itu, sebagai bagian dari komitmen dengan Consultative Group on Indonesia (CGI) yang ditindaklanjut dengan dibentuknya Consultative Group on Indonesian Forestry (CGIF), Indonesia mempunnyai komitmen yang tinggi untuk menangani berbagai masalah dan isu dalam pengelolaan hutan. Sebagai tindak lanjut dari beberapa perjanjian dan konvensi internasional, seperti Agenda 21, Forest Principles, UNCED, Proposal IPF/IFF dll., Indonesia juga telah melaksanakan National Forest Programme (NFP). Proses NFP telah diawali dengan dibentuknya forum koordinasi bidang kehutanan yang disebut dengan Inter-Departmental Committee on Forestry (IDCF).

Page 15: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

7 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Kotak 1.4

Komitmen Indonesia Terhadap Internasional

1. Pemberantasan Penebangan Liar 2. Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan 3. Restrukturisasi Industri Kehutanan 4. Hubungan antara Reforestasi dan Kapasitas industri kehutanan 5. Penilaian Sumberdaya Hutan 6. Moratorium Konversi Hutan Alam 7. Program Kehutanan Nasional 8. Penanganan Land Tenure 9. Rekalkulasi tegakan 10. Sistem Pengelolaan Hutan 11. Desentralisasi Pengelolaan Hutan

National Guidelines

National Development Programme

(Law No. 25/2000)

Strategic Planning Regional Development Programme

International Commitment, i.e. : • IPF/IFF/UNFF • Convention: CBD, CCC, CCD,

CITES, RAMSAR etc. • CGI Commitment

Law 41/99 Law 5/90 Law 22/99 Law 23/97 Law 24/92 Law 5/60

Strategic Planning on Provincial Level

Strategic Planning on District Level

N F P

LONG TERM FORESTRY PLANNING

Strategic Planning on Management Unit Level

Long Term Provincial Forestry Planning

Long Term District Forestry Planning

Long Term Forest Management Unit

Planning

Annual Forestry Planning at Provincial Level

Annual Forestry Planning at District Level

Annual Forestry Planning at Management Unit Level

Annual Forestry Planning

Page 16: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

8 Informasi Umum Kehutanan - 2002

KK

22 1. Luas Kawasan Hutan

awasan Hutan Indonesia ditetapkan oleh Menteri Kehutanan. Luas Kawasan Hutan di Indonesia berdasarkan hasil pemaduserasian antara Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) dengan Tata Guna Hutan Kesepakatan

(TGHK) tahun 2000 seluas 120,35 juta hektar atau sebesar 62,6% dari total luas daratan Indonesia seluas 192,16 juta ha. Kawasan hutan tersebut dibagi dalam kelompok Hutan Konservasi, Hutan Lindung dan Hutan Produksi. Luas kawasan hutan di Indonesia untuk 23 Propinsi belum termasuk propinsi Sumut, Riau dan Kalimantan Tengah dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Luas Kawasan Hutan Indonesia berdasarkan Penunjukan Kawasan

Hutan dan Perairan untuk 23 Propinsi

Fungsi Hutan Luas Daratan (juta Ha)

Luas Perairan (juta Ha)

Jumlah (Juta Ha)

Hutan Konservasi 18,15 5,07 23,21 Hutan Lindung 29,04 - 29,04 Hutan Produksi Tetap 27,82 - 27,82 Hutan Produksi Terbatas 16,21 - 16,21 Hutan Produksi Konversi 13,67 - 13,67 Total 104,89 - 109,96 Sumber : Statistik Kehutanan 2001, Departemen Kehutanan

SUMBER DAYA HUTAN Keadaan dan Perubahan

Page 17: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

9 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Kotak 2.1

Paduserasi antara RTRWP dan TGHK

P emaduserasian Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dan Rencana Tata Ruang

Wilayah Propinsi (RTRWP) dilakukan di seluruh propinsi untuk menyempurnakan RTRWP yang telah ada, yaitu dengan mencermati kembali keberadaan kawasan-kawasan hutan yang secara yuridis telah ada sebelum ditetapkannya RTRWP. Proses pemaduserasian Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) telah selesai dilaksanakan diseluruh propinsi kecuali Propinsi Sumatera Utara, Riau dan Kalimantan Tengah. Pemantapan peta RTRWP dan TGHK dilakukan oleh tim berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 696/Kpts-VII/1996 tgl 5 Nopember 1996. Kawasan-kawasan yang perlu dicermati (a) kawasan hutan yang telah dikukuhkan; (b) HPHTI dalam KBNK; (c) areal yang masih berhutan; (d) areal HPH yang diarahkan untuk Hutan Lindung.

Penetapan kawasan hutan di tiga propinsi Sumatera Utara, Riau dan Kalimantan Tengah saat ini masih dalam proses penyelesaian. Berdasarkan peta paduserasi Tata Guna Hutan Kesepatan (TGHK) dan Rencana Tata Ruang Propinsi tahun 1999, keadaan kawasan hutan di tiga propinsi tersebut adalah sebagai berikut Tabel 2.2. Luas Kawasan Hutan Propinsi Sumatera Utara, Riau dan Kalimantan

Tengah berdasarkan paduserasi TGHK-RTRWP Tahun 1999

Propinsi Luas

Daratan (juta Ha)

HSAW (juta Ha)

HL (juta Ha)

HPT (juta Ha)

HP (juta Ha)

HPK (juta Ha)

Sumatera Utara 7,17 0,25 1,92 0,76 0,87 0,04

Riau 9,45 0,56 0,36 0,00 2,65 0,33

Kalimantan Tengah 15,36 0,68 1,02 4,59 4,45 0,00

Jumlah 31,98 1,49 3,30 5,35 7,97 0,37

Sumber : Statistik Kehutanan 1999, Departemen Kehutanan

Page 18: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

10 Informasi Umum Kehutanan - 2002

2. Tipe Hutan

Berdasarkan hasil Inventarisasi Hutan Nasional tahun 1996, hutan di Indonesia berada di dalam maupun di luar kawasan hutan. Komposisi hutan menurut tipe dan keberadaannya adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1. Tipe Hutan di dalam dan di luar kawasan hutan Di dalam kawasan hutan : • Hutan dataran rendah dengan ketinggian dibawah 1000 m dpl seluas 63,76 juta

ha; • Hutan dataran tinggi dengan ketinggian antara 1000 – 2000 m dpl seluas 10,65

juta ha; • Hutan Pegunungan dengan ketinggian diatas 2000 m dpl seluas 2,81 juta ha • Hutan Mangrove yang didominasi Rhizophora sp, Bruquiera sp, dan Aviceneae

seluas 0,002 juta ha; • Hutan Rawa seluas 10,53 juta ha

67% 2% 0% 5%

26%

71%

2% 3 %

12%

12%

Hutan Dataran Tinggi ( 1000 – 2000 m dpl) Hutan Pegunungan ( > 2000 m dpl) Hutan Mangrove Hutan Rawa

Hutan Dataran rendah ( < 1000 m dpl)

Di dalam kawasan hutan Di luar kawasan hutan

Page 19: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

11 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Di luar kawasan hutan : • Hutan dataran rendah dengan ketinggian dibawah 1000 m dpl seluas 20,46 juta

ha; • Hutan dataran tinggi dengan ketinggian antara 1000 – 2000 m dpl seluas 0,51

juta ha; • Hutan Pegunungan dengan ketinggian diatas 2000 m dpl seluas 0,03 juta ha • Hutan Mangrove yang didominasi Rhizophora sp, Bruquiera sp, dan Aviceneae

seluas 1,37 juta ha; • Hutan Rawa seluas 7,81 juta ha

3. Kondisi Penutupan Lahan Keadaaan penutupan lahan / vegetasi terakhir diperoleh berdasarkan penafsiran citra satelit Landsat ETM+7 seluruh Indonesia sejumlah 204 scenes (data liputan tahun 1999-2000). Penafsiran penutupan lahan / vegetasi dibagi kedalam dua kelas utama yaitu kelompok Hutan dan Non Hutan, yang masing-masing diklasifikasikan lagi secara lebih detil menjadi kelas-kelas sebagai berikut : § Hutan terdiri dari Hutan lahan kering primer, Hutan lahan kering sekunder, Hutan

rawa primer, Hutan rawa sekunder, Hutan mangrove primer, Hutan mangrove sekunder, dan Hutan Tanaman. Sedangkan

§ Non Hutan terdiri dari Semak/Belukar, Belukar rawa, Pertanian lahan kering,

campur semak, Perkebunan, Pemukiman, Pertanian lahan kering, Rawa, dan Savanna.

Berdasarkan hasil penafsiran citra landsat 7 ETM (angka sementara s/d Juni 2002) di wilayah daratan Indonesia diketahui bahwa luas daratan yang masih berhutan adalah sebesar 41 %, sedangkan daratan yang bukan berupa hutan (Non Hutan) sebesar 47%, sisanya 12% tidak bisa ditafsir karena tertutup awan. Lahan non hutan adalah lahan selain vegetasi hutan, dapat berupa sawah lahan pertanian, pemukiman, alang-alang, semak/belukar serta lahan tidak produktif lainya. Keadaan Penutupan Lahan Berdasarkan penafsiran citra satelit 7 ETM disajikan pada Tabel 2.3 dan Tabel 2.4.

Page 20: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

12 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Kotak 2.2 Pemanfaatan Teknologi

Penginderaan Jauh

Teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dikenal pertama kali di USA pada tahun

1950. Perkembangan teknologi RS di bidang kehutanan saat ini sudah sangat maju baik yang menggunakan wahana pesawat terbang maupun satelit antara lain potret udara, citra landsat TM5, landsat ETM 7, Citra radar, SPOT, NOAA, IKONOS, Hyperspectral, dll. Masing-masing teknologi tersebut mempunyai kelebihan baik dalam cakupan maupun resolusi spatialnya dari 1x1 km (NOAA) s/d 1x1 m (IKONOS). Untuk mengetahui keadaan penutupan lahan dan vegetasi hutan di wilayah Indonesia, digunakan citra satelit Landsat 7 Enhanced Tematic Mapper Plus (ETM+) yang mempunyai resolusi spasial 30m untuk kanal multispektral, 60m untuk kanal thermal dan 15m untuk kanal pankromatik dengan siklus merekam daerah yang sama setiap 16 hari. Citra satelit Landsat 7 ETM+ ini merekam permukaan bumi termasuk liputan awannya, oleh karena itu untuk dapat melihat penyebaran luas hutan diperlukan citra yang bebas ataupun relatif sedikit penutupan awannya. Untuk mendapatkan citra yang bersih dari penutupan awan dapat dilakukan dengan menggabungkan beberapa citra multi temporal (mosaiking) atau melalui kombinasi dengan data citra radar yang mempunyai kemampuan penetrasi terhadap awan. Persebaran hutan di Indonesia yang diliput + 200 scene belum termasuk citra tambahan untuk membuat citra mosaik.

Tabel 2.3. Kondisi Penutupan Lahan/vegetasi Indonesia (diluar P. Irian Jaya)

Berdasarkan Hasil Penafsiran Citra Landsat ETM+7 tahun 1999-2000

Penutupan Lahan Luas (ribu ha) Persen Luas

Berhutan 60.087 40,8 Bukan Hutan / tidak berhutan 68.539 46,0 Berawan/ tidak ada data 18.519 13,2 Total Daratan yang ditafsir 147.145 100 Sumber : Badan Planologi kehutanan tahun 2002 Catatan : • Wilayah yang belum selesai penafsirannya adalah Irian Jaya seluas 40,8 juta ha • Penafsiran baik di dalam maupun di luar kawasan hutan.

Page 21: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

13 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Tabel 2.4 Kondisi Kondisi Penutupan Lahan/vegetasi di dalam Kawasan Hutan di Indonesia Berdasarkan Hasil Penafsiran Citra Landsat ETM+7 tahun 1999-2000

Penutupan Lahan Luas

(juta ha) Persen Luas

Berhutan 52,6 56,2 Bukan Hutan / tidak berhutan 27,6 29,5 Berawan/ tidak ada data 13,4 13,4 Sumber : Badan Planologi kehutanan tahun 2002 Catatan : • Tidak termasuk Propinsi Irian Jaya

Areal berhutan dalam kawasan hutan meliputi hutan primer (virgin forest) seluas 20,4 juta ha, hutan sekunder (secondary forest) seluas 29,7 ha, dan hutan tanaman (HTI) seluas 2,4 juta ha.

Kotak 2.3.

INVENTARISASI HUTAN NASIONAL

Pada tahun 1989 sampai dengan tahun 1996 Indonesia untuk pertama kali melakukan

perhitungan potensi hutan berskala nasional melalui “Inventarisasi Hutan Nasional” atau yang dikenal dengan nama National Forest Inventory (NFI) dengan memanfaatkan bantuan pinjaman Bank Dunia. Inventarisasi Hutan Indonesia dilakukan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dan GIS yang dikombinasikan dengan pencatatan data plot lapangan dari Temporary Sample Plot (TSP) dan Permanent Sample Plot (PSP) yang berjumlah kurang lebih 2735 klaster. Klaster TSP/PSP tersebar secara sistematik setiap 20 x 20 km di Seluruh Indonesia kecuali Pulau Jawa. Idealnya Inventarisasi Hutan Nasional tersebut dilaksanakan setiap lima tahun. Namun hingga kini NFI belum pernah diulang kembali.

Page 22: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

14 Informasi Umum Kehutanan - 2002

4. Potensi Hutan Data potensi hutan nasional diperoleh pertama kali melalui survei “Green Book” yang dilaksanakan sejak tahun 1969. Setelah itu melalui Inventarisasi Hutan Nasional, telah disusun buku Laporan Akhir Statistik Sumberdaya Hutan Indonesia pada tahun 1996. Melalui Inventarisasi Hutan Nasional juga dilakukan pengukuran PSP yang dilakukan setiap 5 tahun sekali dengan tujuan mengetahui potensi hutan, pertumbuhan (growth and yield) dan memantau perubahannya. Saat ini telah dilaksanakan pengukuran ulang PSP sebanyak ± 1.100 plot klaster dan telah dilakukan pengolahan data berupa konsistensi dan validasi. Data potensi hutan tersebut juga telah dijabarkan untuk seluruh kabupaten di Indonesia sebagaimana daftar terlampir. Potensi rata-rata tegakan pada hutan produksi (HP+HPT) dihitung berdasarkan basis data lapangan (TSP/PSP) dan basis data GIS pada Inventarisasi Hutan Nasional tahun 1990-1996, seperti disajikan pada Tabel 2.5. Tabel 2.5. Potensi Rata-Rata Tegakan pada Hutan Produksi (HP+HPT)

Diameter 20-49 cm Diameter 50 cm up Komersial Seluruh jenis Komersial Seluruh jenis No Pulau

Vrata2 (m3/ha)

N/Ha Vrata2 (m3/ha)

N/Ha Vrata2 (m3/ha)

N/Ha Vrata2 (m3/ha)

N/Ha

1 Sumatera 22,9 31,7 56,3 86,3 26,7 6,9 46,7 12,8 2 Kalimantan 23,7 29,8 49,2 69,0 42,6 9,2 60,6 14,4 3 Sulawesi 11,9 15,4 57,4 77,9 12,9 4,0 58,6 17,2 4 Maluku 11,5 12,0 46,9 52,6 19,4 4,3 54,9 11,8 5 Papua 2,5 3,4 22,9 35,0 2,3 0,5 15,5 4,5 Indonesia 20,0 25,8 48,3 69,1 31,6 7,3 52,3 13,0

Sumber : Data TSP/PSP Inventarisasi Hutan Nasional, Badan Planologi, Tahun 1996 Berdasarkan data TSP/PSP Inventarisasi Hutan Nasional tahun 1996, potensi total rotan di seluruh areal hutan sebesar 8,2 juta ton dan sekitar 91,2% (7,4 juta ton) terdapat di hutan dataran rendah, hutan rawa, dan hutan mangrove. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 8171/Kpts-II/2002 tanggal 5 September 2002 telah ditetapkan Kriteria potensi hutan alam pada hutan produksi

Page 23: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

15 Informasi Umum Kehutanan - 2002

yang dapat diberikan Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada Hutan Alam sebagai berikut : Tabel 2.6. Kriteria Potensi Hutan Alam pada Hutan Produksi dalam rangka IUPHHK

Potensi Tegakan Hutan (rata-rata Pohon per Hektar) Berdasarkan Kelas Diameter dan Kondisi Tanah Hutan Hutan Tanah Kering Hutan Tanah Basah/Rawa

Ø 10-19 Cm

Ø 20-49 Cm

Ø > 50 Cm

Ø 10-19 Cm

Ø 20-49 Cm

Ø > 50 Cm

No

Rayon

N/Ha N/Ha N/Ha N/Ha N/Ha N/Ha

Ket.

1 Sumatera 108 39 16 108 39 21 2 Kalimantan 108 39 15 108 39 16 3 Sulawesi 108 39 15 - - - 4 N. Tenggara 108 39 14 - - - 5 Maluku 108 39 17 - - - 6 Papua 108 39 14 109 39 18

N = Jlh pohon Ø = Dia meter

Kotak 2.4

PERMANENT AND TEMPORARY SAMPLE PLOT (PSP/TSP)

Permanent Sample Plot dan Temporary Sample Plot adalah sampel plot berupa klaster dalam kegiatan Inventarisasi Hutan Nasional. Sampel plot klaster dibuat secara sistematis pada setiap grid 20x20 km di seluruh wilayah Indonesia. Setiap klaster terdiri dari 1 unit PSP dan 9 unit TSP. Tujuan pengukuran TSP adalah untuk pendugaan volume, kondisi tegakan, dan distribusi spesies serta biodiversity, yang pengukurannya dilakukan 1 kali. Sedangkan PSP digunakan untuk mengetahui perubahan sumber daya hutan dan riap pertumbuhan. Pengukuran dilakukan setiap 5 tahun sekali.

Page 24: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

16 Informasi Umum Kehutanan - 2002

5. Laju Deforestasi dan Degradasi Hutan. Proses degradasi sumberdaya hutan dalam waktu ±20 tahun ini telah menimbulkan dampak yang cukup luas, yang menyentuh aspek lingkungan, ekonomi, kelembagaan, dan juga sosial-politik.

Kerusakan telah terjadi di semua kawasan hutan sebagai akibat dari lemahnya penegakan hukum, pembukaan hutan untuk keperluan pembangunan lain (pertambangan, dan industri), perambahan, kebakaran hutan, lemahnya kesadaran dan perhatian terhadap kelestarian ekosistem DAS, serta kurangnya upaya reboisasi yang dilakukan oleh pemerintah dan pengguna hutan lainnya.

Berdasarkan hasil analisis data RePPProt dan data Inventarisasi Hutan Nasional (NFI) tahun 1985-1997 diperoleh angka deforestasi sebesar 22,46 juta ha atau laju deforestasi nasional per tahun sebesar 1.8 juta ha/tahun. Deforestasi terbesar terjadi di Propinsi Sumatera Selatan seluas 2,3 juta ha atau sebesar 65 % dari luas hutannya pada tahun 1985. Kemudian secara berturut turut di Propinsi Kalimantan Selatan, Lampung dan Jambi. Namun Demikian deforestasi terluas terjadi di Pulau Kalimantan seluas 10,3 juta ha, yaitu di Propinsi Kaltim 4,4 juta ha, Propinsi Kalteng 3,1 juta ha, Propinsi Kalbar 2,0 juta ha dan Propinsi Kalsel seluas 0,8 juta ha.

Data rincian laju deforestasi/degradasi hutan disajikan pada Lampiran. Laju kerusakan tersebut disebabkan beberapa faktor antara lain :

a. Kebijakan pembangunan hutan tanaman melalui konversi hutan alam yang belum diikuti dengan penyiapan sumber daya yang baik telah mengakibatkan terlantarnya rencana penanaman sementara pemanfaatan konversi hutan alam melalui IPK berjalan dengan cepat. Hal ini telah memberikan kontribusi terbesar untuk terciptanya lahan kritis. Produksi kayu dari IPK selama 5 tahun terakhir sebesar 92,6 juta m3. Seiring dengan kondisi tersebut, keberhasilan pembangunan hutan tanaman dinilai belum sesuai dengan rencana. Dari 9,2 juta ha yang direncanakan hingga tahun 2001 baru terealisir 2,3 juta ha.

b. Kesenjangan supply-demand bahan baku industri, dimana kapasitas industri terpasang sekitar 58,24 juta m3 sedangkan kemampuan lestari hutan adalah sekitar 25,4 juta m3. Disamping itu kebijakan di masa lalu pembukaan kran ekspor kayu bulat yang belum diikuti dengan kesiapan instrumen

Page 25: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

17 Informasi Umum Kehutanan - 2002

pengendaliannya telah mengakibatkan terbukanya pasar gelap yang bersumber dari kayu illegal logging.

c. Kebakaran hutan tahun 1997/1998 menyebabkan hilangnya 4,8 juta hektar

kawasan hutan. Walaupun upaya pencegahan kebakaran hutan telah dilaksanakan secara terus menerus dalam berbagai upaya, namun hasilnya belum optimal. Setiap tahun masih selalu terjadi kebakaran hutan antara 0,1 – 0,25 juta ha.

d. Masyarakat di sekitar hutan belum sepenuhnya menikmati hasil pembangunan

hutan dan bahkan sebagian termarjinalkan akibat sebagian pola pembangunan hutan cenderung tidak mendorong peran serta masyarakat. Kecemburuan akan peran serta di dalam pembangunan kehutanan dan faktor kemiskinan telah mendorong proses pemanfaatan masyarakat oleh intelektual illegal logger. Disamping itu pola slash and burn dalam membuka lahan untuk pertanian dan perkebunan mengakibatkan terjadinya kebakaran lahan dan hutan yang dari tahun ke tahun terus meningkat.

e. Tatanan sistem pemerintahan yang semula sentralistis telah berubah menjadi desentralisasi yang memberikan penekanan otonomi urusan di bidang kehutanan belum sepenuhnya diikuti dengan peraturan dan ketentuan di daerah.

Page 26: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

18 Informasi Umum Kehutanan - 2002

33

1. Flora dan Fauna yang dilindungi Indonesia merupakan negara mega biodiversity, dengan kelengkapan jenis flora dan fauna yang sangat besar dibanding negara-negara lain. Kekayaan ini tersimpan di dalam kerimbunan hutan Indonesia yang begitu luas. Paling sedikit terdapat 400-an jenis pohon, 500-an jenis mamalia, 1.500-an jenis burung, 25.000-an bunga-bungaan dan masih banyak lagi. Namun demikian tidak seluruh jenis flora dan fauna tersebut boleh diperdagangkan, sebagian dari mereka dilindungi dari kegiatan pemanfaartan dan perdagangan. Pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan alam (flora) dan satwa liar (fauna) diatur dalam UU No. 5/1990 berdasarkan prinsip-prinsip konservasi (sesuai dengan daya dukung, keanekaragaman, dan potensinya). Jumlah species flora dan fauna yang dilindungi di Indonesia dapat dilihat pada Table 3.1. Jenis satwa yang dilindungi antara lain Gajah Sumatera (Elephas maximus), Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrensis), Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), Babi Rusa (Babyrousa babyrussa), dan Anoa (Bubalus depresicornis). Jumlah spesies di Indonesia yang dilindungi Undang-Undang diberikan Tabel 3.1.

2. Konservasi Alam

Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KONSERVASI KAWASAN

Page 27: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

19 Informasi Umum Kehutanan - 2002

ekosistemnya. Hutan Konservasi Indonesia terdiri atas Kawasan Suaka Alam (KSA), Kawasan Pelestarian Alam (KPA) dan Taman Buru (TB).

Kawasan Hutan Suaka Alam (KSA) adalah adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan.

Kawasan hutan pelestarian alam (KPA) adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya

Taman buru adalah kawasan hutan yang di tetapkan sebagai tempat wisata berburu.

Rincian mengenai jumlah lokasi KSA, KPA dan Taman Buru di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.2. Table 3.1. Jumlah Spesies yang Dilindungi Undang-Undang

NO FLORA/FAUNA JUMLAH SPECIES JUMLAH SPECIES

DILINDUNGI 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 11 12 13 14

Pohon Bunga Paku-pakuan Mamalia Burung Reptil Ampibi Ikan Kupu-kupu Kerang-kerangan Palm Anggrek Rafflessiaceae Lain -lain (akar bahar, kantong semar, dll)

400 25.000 1.250 515 1.519 600 270 8.500 121 20.000 - - - -

13 - - 70 93 20 - 7 20 14 14 29

semua jenis

semua jenis

Sumber: Ditjen PHKA tahun 2002

Page 28: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

20 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Kotak 3.1 WISATA ALAM

Wisata alam (eco-tourism) adalah obyek atau kegiatan yang berkaitan dengan rekreasi/pariwisata yang memanfaatkan sda dan ekosistemnya. Tujuannya adalah untuk mengembangkan sektor pariwisata sekaligus mempertahankan keutuhan dan keunikan keragaman hayati dan ekosistemnya. Daya tarik wisata alam di Indonesia antara lain : • Keanekaragaman flora (terdapat 375 genera flora asia, 644 flora Australia, 421 flora

philipina, terdapat suku dipterocarpaceae sejamulah 386 jenis); • Keanekaragaman Fauna sejumlah 663 jenis seperti komodo, anoa, babirusa, jalak

bali, badak jawa,dll); • Keanekaragaman Biota laut (tumbuhan alga 197 jenis, mangrove 38 jenis, karang batu

70 jenis, molusca/siput 1500 jenis, ikan 2000 jenis, penyu 5 jenis, lumba-lumba 24 jenis,dll);

Tabel 3.2 Jumlah lokasi dan luas Kawasan Konservasi di Indonesia

Total Daratan Perairan Jenis

Kawasan Luas

(juta ha) Unit Luas

(juta ha) Unit Luas

(ha) Unit

Kawasan Konservasi 22,56 385 17,94 357 4,62 28

Kawasan Suaka Alam

1. Cagar Alam 2,67 174 2,48 169 0,19 5

2. Suaka Margasatwa 3,62 50 3,55 47 0,07 3

Kawasan Pelestarian Alam

1. Taman Nasional 14,82 40 11,13 34 3,68 6

2. Taman Wisata Alam 0,97 93 0,29 79 0,68 14

3. TAHURA 0,24 14 0,24 14 - -

4. Taman Buru 0,24 14 0,24 14 - -

Sumber : Ditjen PHKA tahun 2002

Page 29: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

21 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Kawasan Konservasi darat yang telah ditunjuk dan ditetapkan sampai dengan tahun 2001 adalah 169 unit Cagar Alam, 47 unit Suaka Margasatwa, 79 Unit Taman Wisata Alam, 14 unit Taman Buru, 34 unit Taman Nasional, dan 14 unit Taman Hutan Raya. Sedangkan Kawasan Konservasi Laut terdiri dari 5 Unit Cagar Alam, 3 unit Suaka Margasatwa, 14 unit Taman Wisata, dan 6 unit Taman Nasional, dengan rincian pada Tabel 3.2.

3. Perlindungan Hutan

Perlindungan hutan bertujuan menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya agar fungsi lindung, konservasi dan produksi dari hutan tercapai secara optimal dan lestari. Secara umum perlindungan hutan diarahkan untuk menanggulangi bahaya kebakaran hutan, degradasi kawasan dan penurunan potensi ekonomi hutan.

3.1. Kebakaran lahan dan hutan

Kebakaran hutan, kebun, dan lahan telah menjadi salah satu bentuk gangguan lingkungan hidup yang akhirnya menjadi gangguan yang serius terhadap pembangunan berkelanjutan. Dampaknya cukup besar terhadap kerugian ekonomis, kerusakan ekologis, estetika, produktivitas tanah, perubahan iklim, serta menurunnya keanekaragaman sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, yang merupakan sumber plasma nutfah yang tak ternilai.

Kebakaran hutan tahun 1997/1998 menyebabkan hilangnya lahan 9,7 juta hektar di mana 4,8 juta hektar merupakan areal hutan. Kerugian ekonomi diperkirakan sebesar 9,3 milyar dollar (Bappenas, 1999).

Kerugian seketika akibat asap kebakaran hutan dan kebun antara lain gangguan terhadap kesehatan masyarakat dan transportasi, baik darat, perairan, maupun udara. Kejadian terakhir kebakaran di Sumatra Utara dan di Kalimantan Barat telah menyebabkan ditutupnya bandara di Medan dan di Pontianak untuk beberapa jam pada beberapa minggu yang lalu. Sementara itu, negara tetangga khususnya Singapura dan Malaysia melaporkan adanya gangguan asap yang menyelimuti beberapa bagian negara tersebut.

Penyebab kebakaran hutan dan lahan di Indonesia hampir 99% diakibatkan oleh aktivitas manusia, baik disengaja maupun tidak disengaja (kelalaian). Secara umum, konversi hutan menyumbang 34%, peladangan liar 25%, pertanian 17%, kecemburuan sosial (konflik masyarakat dengan pengusaha hutan) 14%, transmigrasi 8%, dan hanya 1% yang disebabkan oleh alam. Faktor lain yang

Page 30: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

22 Informasi Umum Kehutanan - 2002

menjadi penyebab kebakaran hutan dan lahan adalah iklim yang ekstrim, sumber energi berupa kayu, deposit batubara, dan gambut.

Daerah utama yang rawan kebakaran di Indonesia di antaranya adalah Sumatera Utara, Riau, Jambi, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Data luas kebakaran lahan dan hutan di Indonesia disajikan pada tabel berikut:

Tabel 3.3. Data Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 1999 sampai dengan 2002.

KEBAKARAN Tahun

Hutan (Ha) Lahan (Ha)

1999 44,593.50 4,997.11

2000 3,002.45 14,578.13

2001 14,329.50 3,636.79

2002 (s/d Sept) 7,932.34 1,371.50 Sumber : Ditjen PHKA, tahun 2002 Catatan : Data tahun 2002 sampai dengan bulan September 3.2. Pengamanan Hutan

Kawasan hutan, termasuk kawasan konservasi dan hutan lindung, pada saat ini umumnya mengalami berbagai gangguan dan tekanan yang luar biasa beratnya. Gangguan tersebut pada umumnya berupa penebangan liar (illegal logging), perburuan liar, perambahan kawasan untuk perladangan dan pemukiman, eksplorasi dan eksploitasi tambang, serta konflik lahan untuk penggunaan lain. Akibatnya, laju degradasi hutan Indonesia sudah sangat memprihatinkan yaitu mencapai 1,6 juta hektar per tahun (interpretasi citra landsat 10 tahun terakhir).

Penyebab perusakan tersebut, tidak hanya dari masyarakat sekitar kawasan hutan, namun lebih karena kelemahan kebijaksanaan pemerintah, seperti:

1. Kegagalan menurunkan pertumbuhan penduduk, khususnya masyarakat sekitar kawasan hutan;

2. Kegagalan menjamin kepastian hukum kawasan;

3. Kegagalan reformasi di bidang agraria dan pembaharuan sosial pada lahan-lahan produktif;

4. Kegagalan menciptakan lapangan kerja alternatif dalam industri dan agroindustri yang jauh dari kawasan hutan;

Page 31: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

23 Informasi Umum Kehutanan - 2002

5. Lebih membuka daripada membatasi akses ke kawasan hutan; serta

6. Pemberian susbsidi dan insentif bagi transmigrasi dan translokasi di lahan-lahan hutan negara.

7. Kendala kelembagaan pemerintah yang turut bertanggung jawab terhadap pengelolaan kawasan konservasi, seperti : ­ Prioritas bagi upaya konservasi alam biasanya rendah karena sistem sosial

terbiasa dengan pemanfaaatan sumberdaya alam secara bebas. ­ Sistem komando dalam struktur organisasi pemerintah kaku, dan lemahnya

dukungan dari lembaga-lembaga lain dalam menghadapi konflik; ­ Kondisi politik, ekonomi, dan sosial saat ini yang melemahkan dukungan

finansial dan kemampuan birokrasi untuk menangani tindakan konservasi dan perlindungan.

­ Adanya tantangan politik lokal, tekanan organisasi kemanusiaan internasional dibidang HAM, dan perkembangan pemberdayaan otoritas daerah, di mana pihak berwenang tidak mendahulukan aspek konservasi dalam kasus-kasus yang terkait dengan eksploitasi sumberdaya alam.

Kerugian atau dampak kerusakan hutan sangat memprihatinkan, terutama yang disebabkan oleh illegal logging dan perdagangan kayu haram, di antaranya adalah:

­ Degradasi sumberdaya hutan, antara lain berupa (a) Penggundulan hutan dan meningkatnya lahan kritis; (b) Menurunnya kualitas ekosistem; serta (c) Berkurangnya kuantitas dan kualitas biodiversity.

­ Economic Loss, antara lain berupa (a) Hilangnya pendapatan negara seperti DR, IHH, dan pajak-pajak lainnya (diperkirakan sebesar Rp. 2,34 Trilyun per tahun di luar kerugian penyelundupan); (b) Nilai/harga kayu di pasar yang tidak wajar atau rendah akibat suplai yang berlebihan; (c) Rendahnya efisiensi pembalakan (limbahnya besar); serta (d) Pendapatan masyarakat yang tidak nyata dan hanya berjangka pendek.

­ Degradasi moral, baik moral aparat, pengusaha, maupun masyarakat. Hal ini mudah dirasakan, sebagai contoh adalah para pelaku pelanggaran sudah tidak merasa salah/berdosa apabila berbuat penebangan dan peredaran kayu haram/illegal.

­ Degradasi sosial kemasyarakatan, antara lain berupa (a) Masyarakat yang humanis berubah menjadi masyarakat yang individual; (b) Kesederhanaan yang tenteram berubah menjadi ketidakcukupan yang mengedepankan hukum rimba; (c) Pola kecenderungan menjadikan masyarakat bodoh,

Page 32: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

24 Informasi Umum Kehutanan - 2002

miskin, dan sengsara dalam jangka panjang; (d) Terwujudnya kesenjangan sosial dalam masyarakat humanis; serta (e) Terbentuknya masyarakat yang tidak/kurang memiliki sikap taat hukum, tidak mau berusaha, dan tidak bekerja secara wajar.

­ Degradasi budaya kemasyarakatan, antara lain berupa (a) Rasa cinta alam dan lingkungan tidak berkembang ke generasi berikutnya; (b) Terbangunnya masyarakat munafik, tidak bertanggung jawab, dan apriori; serta (c) Terbangunnya masyarakat malas, tidak beretos kerja, dan pesimistis.

Data gangguan kawasan konservasi periode tahun 1999-2002 disajikan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Data Gangguan Kawasan Konservasi Periode Tahun 1999-2002

Tahun Penebangan Liar Perambahan Hutan

1999 11.773 batang 117.117,97 Ha

45.468 m3 33.480 KK

2000 14.354 batang 136.120,59 Ha

42.466,60 m3 37.248 KK

2001 11.313 batang 2.590.459,25 Ha

279.014,02 m3 43.872 KK

2002 1.491 batang 169.019,71 Ha

(s/d Sept) 1.386.060 m3 39.725 KK

Sumber : Ditjen PHKA 2002

Page 33: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

25 Informasi Umum Kehutanan - 2002

44

1. Perkembangan Produksi Kayu Bulat, Kayu Gergajian , kayu Lapis dan Pulp

Kayu gerjajian, kayu lapis dan pulp mulai tahun 1997/1998 mengalami permasalahan yang serius ditandai dengan adanya penurunan produksi sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.1. Penurunan produksi tersebut disamping karena adanya penurunan potensi hutan alam, juga kemungkinan adanya kegiatan produksi dan perdagangan ilegal yang volumenya tidak tercatat.

Keadaan produksi dari industri kehutanan juga tidak jauh berbeda. Jumlah produksi kayu gergajian, kayu lapis, pulp dan produk-produk olahan lainnya juga mengalami penurunan yang signifikan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir seperti disajikan pada Tabel 4.1 di bawah ini. Tabel 4.1 Produksi Kayu Bulat, Gergajian, Kayu Lapis, dan Pulp selama 5 tahun

terakhir

Produksi (m3) Tahun Kayu Bulat Gergajian Kayu Lapis Pulp

97/98 29.520.322 2.613.452 6.709.836 2.424.453

98/99 19.026.944 2.707.221 7.154.729 1.993.624

99/00 20.619.942 2.060.163 4.611.878 1.194.283

2000 13.798.240 2.789.543 4.442.735 658.984

2001 10.051.481 674.868 2.101.485 702.121

Sumber : Ditjen Bina Produksi Kehutanan

INDUSTRI KEHUTANAN

Page 34: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

26 Informasi Umum Kehutanan - 2002

0

5.000.000

10.000.000

15.000.000

20.000.000

25.000.000

30.000.000

M3

97/98 98/99 99/00 2000 2001

Perkembangan Produksi Kayu

Kayu Bulat

Kayu Lapis

Kayu Gergajian

Pulp

2. Produksi Hasil Hutan Non Kayu Nasional

Produksi Hasil Hutan Non kayu yang cukup menonjol sampai dengan tahun 2001 antara lain adalah rotan gondorukem, damar, dan kopal. Tabel 4.2 menyajikan produksi hasil hutan non kayu selama lima tahun terakhir.

Tabel 4.2. Produksi Hasil Hutan Non Kayu Selama 5 Tahun Terakhir

Jenis Komoditas Satuan 1997/98 1998/99 1999/00 2000 2001

Rotan Ton 32.389 62.644 38.417 94.752 23.836 Gondorukem Ton 69.658 43.785 24.025 - 580 Damar Ton 6.423 7.887 6.310 3.342 2.921 Sagu Ton 3.944 1.479 585 114 - Terpentin Ton 13.700 7.633 2.667 - - Sutera Kg 13.440 13.279 1.911 - - Kopal Ton 764 516 114 647 428 M.Kayu Putih Liter 331.457 357.035 63.465 - - Sumber : Ditjen BPK tahun 2002

Angka-angka di atas belum termasuk angka produksi PERUM PERHUTANI seperti rotan sampai dengan Desember 2001 mencapai 417.744 batang, serta getah pinus, kopal, daun kayu putih, lak cabang, bambu dan madu. Rincian produksi hasil hutan non kayu di Perum Perhutani seperti disajikan pada Tabel 4.3.

Page 35: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

27 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Tabel 4.3. Produksi Hasil Hutan Non Kayu di Perum Perhutani Tahun 2001.

Jenis Komoditas Satuan Produksi

Getah Pinus Ton 70.743 Kopal Ton 428 Daun Kayu Putih Ton 26.213 Lak Cabang Ton 966 Kokon Kg 74.052 Kopi (Oce) Kg 28.951 Kopi Glondong Kering Kg 1.196 Cengkeh Bunga Kg 6.787 Cengkeh Gagang Kg 102 Rotan Btg

Ton 417.744

7.547 Bambu Btg 3.200 Kelapa Btr 70.778 Madu Kg 10.445

Sumber : Perum Perhutani tahun 2002 3. Permintaan Hasil Hutan

Kebutuhan bahan baku kayu untuk kepentingan Industri Perkayuan (kayu lapis, pulp, kayu gergajian, dll) di Indonesia diperkirakan sebesar 58,24 juta m3 berdasarkan dari kapasitas terpasang industri perkayuan. Rincian kebutuhan kayu tersebut meliputi Industri yang terkait HPH 41,09 juta m3 dan industri tak terkait HPH sebesar 17,15 juta m3 (Badan Planologi tahun 2000).

Data konsumsi kayu untuk kepentingan domestik (masyarakat) sebesar 0.9 m3 per kapita per tahun (berdasarkan ITTO tahun 1990) secara significant akan terus meningkat sesuai dengan laju pertumbuhan penduduk.

Kapasitas izin IPKH tahun 2001 yang terbesar adalah jenis kayu gergajian/sawntimber sebesar 11.048.083 m3/tahun dari 1.618 unit izin IPKH dan kayu lapis sebesar 9.433.095 M3/tahun dari 107 unit izin IPKH.

Page 36: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

28 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Tabel 4.4. Kapasitas Produksi Industri Perkayuan di Indonesia

No Jenis Industri Unit Kapasitas (M3/th) 1 Sawntimber 1.618 11.048.083 2 Plywood 107 9.433.095 3 Pulp 6 3.980.000 4 Block Board 78 2.085.738 5 Chipmill 7 1.923.236 6 Chopstick 47 1.530.557 7 Pencilslat 7 106.666 8 Kerangka Ply/Lunch Box 3 7.530 9 Korek Api 8 6.576.800

Sumber : Ditjen BPK tahun 2002

4. Ekspor Kayu Olahan

Ekspor kayu olahan meliputi jenis kayu gergajian, kayu lapis, wood working dan block board. Selama lima tahun terakhir sampai dengan tahun 2001 ekspor kayu lapis merupakan yang terbesar menghasilkan devisa yaitu 6.093,53 juta US $.

Tabel 4.5. Ekspor kayu olahan selama 5 tahun terakhir

No Produk Olahan satuan 97/98 98/99 99/00 2000 2001

1 Sawntimber 1.000 M3 juta US $

0,30 0,48

15,90 22,00

20,50 68,76

9,87 40,52

12,31 5,19

2 Plywood 1.000 M3 juta US $

4.800,74 2.320,38

4.863,38 1.300,53

3.372,88 1.276,41

3.096,24 881,00

930,35 315,21

3 Wood Working

1.000 M3 juta US $

142,11 75,62

1.130,49 480,77

849,14 379,71

1.190,40 309,71

153,90 66,52

4 Block Board 1.000 M3 juta US $

120,63 37,10

511,74 109,39

436,66 114,72

368,78 70,56

407,95 34,05

Sumber Ditjen BPK tahun 2002

Page 37: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

29 Informasi Umum Kehutanan - 2002

0500

100015002000250030003500400045005000

1.000 M3

97/98 98/99 99/00 2000 2001

Volume Ekspor Kayu Olahan

Sawntimber

Plywood

Wood Working

Block Board

Selain kayu, hasil hutan lainnya yang diekspor adalah berupa rotan, arang, kayu manis, kopal, damar, tengkawang, jelutung serta hasil hutan ikutan lainnya. Tetapi untuk tiga tahun terakhir ekspor hasil hutan non kayu yang menonjol adalah rotan, arang dan damar. 5. Keseimbangan Suplai dan Demand Hasil Hutan Berdasarkan informasi diatas maka Indonesia mengalami kesenjangan bahan baku sebesar 32,84 juta m3 per tahunnya. Kesenjangan ini diperoleh dari perbedaan antara produksi kayu bulat sebesar 25,40 juta m3 per tahun dan konsumsi untuk kepentingan industri perkayuan sebesar 58,24 juta m3 per tahun. Berdasarkan kajian proyeksi produksi dan konsumsi kayu bulat nasional tahun 1998 digambarkan perbedaaan pertahun selama lima tahun sebagai berikut:

Table 4.6 Proyeksi Produksi dan Konsumsi Kayu Bulat Nasional dari tahun 1998 – 2019

Tahun Optimis Moderat Pesimis

1998-1999 40,34 51,60 34,62 50,39 29,69 49,18 2000-2004 54,16 56,86 44,30 55,57 35,58 54,36 2005-2009 60,16 64,02 48,60 62,39 38,45 61,18 2010-2004 72,50 70,96 57,11 68,93 44,01 67,71 2005-2019 76,99 77,83 60,02 75,34 45,43 73,89 Sumber : Ditjen INTAG tahun 1998

Page 38: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

30 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Penyebab kesenjangan tersebut antara lain : (a) Pengembangan industri primer melampaui jatah tebangan tahunan (AAC); (b) Kurang berhasilnya pembangunan hutan tanaman; (c) Pemanfaatan hutan alam kurang optimal sehingga banyak limbah yang terbuang

(efisiensi pembalakan rendah); (d) Praktek pengelolaan hutan alam yang belum berhasil melestarikan tingkat

produksi kayu; (e) Industri perkayuan kurang efisien dalam pemanfaatan kayu karena

peralatan/mesin yang sudah ketinggalan zaman.

Kesenjangan kemampuan pasokan kayu bulat dengan kebutuhan industri perkayuan merupakan salah satu faktor yang mendorong terjadinya penebangan liar. 6. Kebijakan Soft-landing Sistem pengelolaan hutan produksi di Indonesia berdasarkan asumsi yang diterapkan untuk pengelolaan hutan primer, sedangkan kondisi hutan produksi saat ini didominasi oleh bekas tebangan. Disamping itu, terjadinya konversi, kebakaran, perambahan hutan, penebangan kayu secara liar dan tebangan melebihi jatah tebangan (over-cutting) menunjukkan bahwa Jatah Produksi Tahunan atau Annual Allowable Cut (AAC) yang ada tidak mendukung kelestarian hasil, sedangkan AAC yang lestari merupakan syarat utama untuk pengelolaan hutan lestari dan komitmen dari Pemerintah. Berdasarkan kondisi hutan tersebut, maka dikeluarkan kebijakan Softlanding, yang dilakukan dengan mengurangi AAC secara terencana dan bertahap untuk memberikan kesempatan kepada industri kehutanan menyesuaikan langkah kebijakan terhadap kapasitas mereka. Kebijakan ini ditempuh untuk menghindari “shocklanding” dengan implikasi-implikasi yang berbahaya, seperti permasalahan keuangan dan sosial yang berat. Disamping itu, industri perkayuan akan menuju kebangkrutan jika dihadapkan pada pengurangan pasokan bahan baku secara drastis. Disamping itu, penyesuaian AAC akan merupakan bagian dari penyempurnaan sistem perencanaan manajemen hutan termasuk penyempurnaan metoda inventarisasi hutannya. Langkah-langkah yang dilakukan untuk implementasi kebijakan ini adalah:

a. Langkah pertama : menerapkan pengurangan AAC sementara untuk Propinsi, misalnya 25% pada tahun 2002. Pengurangan secara bertahap pada tahun

Page 39: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

31 Informasi Umum Kehutanan - 2002

berikutnya dapat dilakukan (misalnya 15% untuk tahun 2003 dan 10% untuk tahun 2004) hingga mencapai kelestarian hasil yang dapat dipertangggung jawabkan. Berdasarkan perkiraan bahwa luas hutan primer telah berkurang lebih dari 40%, maka pengurangan AAC sebesar 25% pada tahun depan dan dilanjutkan pada tahun berikutnya merupakan hal yang masuk akal.

b. Langkah kedua : penyusunan Rencana Karya Pengusahaan Hutan (RKPH) baru untuk semua unit pengelolaan hutan disertai dengan penyempurnaan peraturan, pedoman dan petunjuk teknis untuk perencanaan hutan produksi secara lestari.

Kebijakan softlanding ditetapkan dalam rangka mengurangi kerusakan hutan yang disebabkan oleh eksploitasi yang berlebihan, yaitu melalui penebangan hutan alam secara bertahap. Perangkat hukum yang mendukung teknis pelaksanaannya adalah: • Kuota tebangan tahunan nasional sesuai dengan SK Menhut No. 6652/Kpts-

II/2002 tanggal 4 Juli 2002 tentang penyusunan, penilaian dan pengesahan Rancana Kerja Tahunan (RKT) Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (UPHHK) pada hutan alam dan hutan tanaman.

• Dalam penetapan target produksi tahunan, Kepala Dinas Kehutanan Propinsi wajib mempedomani rakapitulasi LHC (laporan hasil cruising) yang disahkan Bupati/Walikota

• Rekapitulasi LHC blok tebangan tahunan dijadikan dasar penerbitan SPP PSDH / DR sesuai dengan PP Nomor 25 tahun 2002.

Page 40: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

32 Informasi Umum Kehutanan - 2002

55

1. Perencanaan Kehutanan Berdasarkan UU No. 41/1999, perencanaan kehutanan perlu dilaksanakan secara transparan, bertanggung-gugat, partisipatif, terpadu, serta memperhatikan kekhasan dan aspirasi daerah. Perencanaan kehutanan meliputi Inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan, dan penyusunan rencana kehutanan. Inventarisasi hutan dilaksanakan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi sumber daya hutan, potensi kekayaan alam hutan serta lingkungan secara lengkap. Hasil inventarisasi tersebut digunakan sebagai dasar pengukuhan kawasan hutan, penyusunan Neraca Sumber Daya Hutan Nasional (NSDH), penyusunan rencana kehutanan dan system informasi kehutanan. Pengukuhan kawasan hutan meliputi proses (a) penunjukan kawasan; (b) penataan batas kawasan hutan; (c) pemetaan kawasan hutan; dan (d) penetapan kawasan hutan. Penatagunaan kawasan hutan meliputi penetapan fungsi dan penggunaan kawasan hutan. Pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara adil dan lestari. Pemanfaatan dapat dilakukan diseluruh kawasan hutan kecuali pada cagar alam (CA) dan zona inti atau zona rimba pada TN.

PENGURUSAN HUTAN

Page 41: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

33 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Pemanfaatan Hutan Lindung berupa (a) pemanfaatan kawasan; (b) jasa lingkungan; (c) pemungutan hasil hutan non kayu. Sedangkan pada hutan produksi ditambah pemanfaatan hasil hutan kayu. Ijin usaha pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, pemungutan hasil hutan kayu dan non kayu dapat diusahakan oleh perorangan, koperasi, badan usaha milik swasta Indonesia, badan usaha milik negara atau daerah. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan tingkat unit pengelolaan dilaksanakan dengan mempertimbangkan karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisi DAS, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat setempat termasuk masyarakat hukum adat dan batas administrasi pemerintahan.

Penyusunan rencana kehutanan berdasarkan jangka waktu perencanaan, skala geografis, fungsi pokok kawasan hutan. Dasar hukum penyusunan rencana kehutanan antara lain adalah propenas 2000-2004 sesuai dengan UU Nomor 25 Tahun 2000 dan Program Kehutanan Nasional yang dikenal dengan National Forest Programme (NFP). Menurut jangka waktu perencanaan perlu disusun Rencana Jangka Panjang (RUK), Rencana Strategis (Renstra), Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta).

Kotak 5.1. PERTAMBANGAN DI DALAM KAWASAN HUTAN

Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan non kehutanan meliputi pertambangan dan energi, religi, pertahanan dan keamanan, telekomunikasi, dan perhubungan. Kepentingan pertambangan meliputi (a) pertambangan umum/mineral; (b) minyak dan gas bumi; (c) panas bumi; (d) jalur listrik; (e) instalasi air. UU no.41/1999 pada hakekatnya mengatur penggunaan kawasan hutan di hutan produksi (HP dan HPT) dan hutan lindung (HL) melalui prosedur pinjam pakai. Khusus penambangan di HL dilakukan dengan pola tertutup. Persetujuan penggunaan kawasan hutan yang berdampak luas dilakukan oleh Menhut berdasarkan persetujuan DPR. Hutan yang rusak akibat penggunaan tsb harus direklamasi dan direhabilitasi.

Page 42: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

34 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Kegiatan mendasar yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pembangunan kehutanan adalah (1) penyelesaian penegakan hukum terhadap pelanggaran di sektor kehutanan al. : penebangan dan perdagangan liar, kebakaran hutan,dll.; (2) perubahan paradigma pemanfaatan hasil hutan kayu menjadi non-kayu dan jasa lingkungan (ekotorisme, carbon sequestration,dll); (c) membuka diri terhadap pembangunan sektor lainnya dalam rangka konservasi sumber daya air. 2. Pengelolaan Hutan Pengelolaan hutan meliputi kegiatan (1) tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan; (2) pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan; (3) rehabilitasi dan reklamasi hutan; (4) perlindungan hutan dan konservasi alam. Dalam rangka pengelolaan kawasan hutan yang lebih intensif untuk memperoleh manfaat yang lebih optimal dan lestari dilakukan kegiatan tata hutan meliputi pembagian kawasan hutan dalam blok-blok berdasarkan ekosistem, tipe, fungsi dan rencana pemanfaatan hutan. Rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan perananya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga, yaitu dengan memperhatikan kesesuaian luas dan letak hutan dalam Daerah Aliran Sungai (DAS). Rehabilitasi hutan dan lahan meliputi reboisasi, penghijauan, pemeliharaan dan pengayaan tanaman, serta penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis pada lahan kritis dan tidak produktif. Pelaksanaan rehabilitasi dengan memperhatikan kondisi biofisik serta potensi masyarakat setempat. Reklamasi hutan meliputi usaha untuk memperbaiki dan memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai fungsinya. Kegiatan reklamasi meliputi kegiatan inventarisasi lokasi, penetapan lokasi, perencanaan dan pelaksanaan reklamasi.

Page 43: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

35 Informasi Umum Kehutanan - 2002

3. Hutan Kemasyarakatan

Pada awalnya, Hutan Kemasyarakatan (HKm) diartikan sebagai hutan yang dikelola dengan tujuan mendukung kehidupan dan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan tanpa mengurangi fungsi pokoknya. Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan meningkatkan daya dukung lahan melalui pemanfaatan ruang tumbuh dan bagian-bagian tertentu dari areal pertanaman hutan, baik yang berada di dalam maupun di luas kawasan hutan.

Prioritas kegiatan hutan kemasyarakatan diarahkan pada daerah-daerah yang mendapat tekanan penduduk penduduk, sebagai akibat desakan kebutuhan akan lahan dan hasil hutan. Model/pola hutan kemasyarakatan pada wilayah tertentu disesuaikan dengan kondisi dan situasi wilayah setempat dengan pendekatan jenis komoditi sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Pada tahun 1995 diterbitkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 622/Kpts-II/1995 tanggal 20 Nopember 1995 tentang Pedoman Hutan Kemasyarakatan. Dalam keputusan tersebut, yang dimaksud dengan Hutan Kemasyarakatan adalah sistem pengelolaan hutan berdasarkan fungsinya dengan mengikutsertakan masyarakat.

Kotak 5.2.

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)

Dalam memposisikan hutan sebagai pelindung tanah, air, dan lingkungan, maka rehabilitasi dan reklamasi hutan dan lahan dilakukan dengan menggunakan DAS sebagai unit analisis, dengan kriteria dan indikator kinerja DAS adalah: a. Pengunaan lahan (indikator : penutupan vegetasi, kesesuaian lahan, indeks erosi,

dan pengelolaan lahan) b. Tata air (indikator : debit sungai, sedimen, polutan, dan nisbah handar sedimen) c. Sosial (indikator : kepedulian individu terhadap konservasi, partisipasi masyarakat,

dan tekanan penduduk) d. Ekonomi (indikator : ketergantungan terhadap lahan, tingkat pendapatan

masyarakat, produktivitas lahan dan jasa lingkungan) e. Kelembagaan (indikator : keberdayaan lembaga adat/lokal, ketergantungan

terhadap pemerintah, dan kegiatan usaha bersama)

Page 44: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

36 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Hutan kemasyarakatan dilaksanakan dalam rangka rehabilitasi lahan kritis di hutan lindung dan hutan produksi yang ditetapkan untuk kegiatan hutan kemasyarakatan. Tujuannya adalah :

a. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar dan di dalam hutan b. Meningkatkan mutu dan produktivitas hutan sesuai fungsi dan peruntukannya c. Menjaga kelestarian hutan dan lingkungan hidup.

Kawasan hutan yang dapat ditetapkan untuk kegiatan Hutan Kemasyarakatan adalah kawasan hutan lindung dan atau hutan produksi yang kritis dan perlu direhabilitasi dan belum dibebani hak-hak lain. Kegiatan HKm dilakukan oleh masyarakat yang berada di dalam ataupun di sekitar kawasan hutan baik perorangan ataupun kelompok atau berupa koperasi.

Pada tahun 1998 diterbitkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 677/Kpts-II/1998 tentang Hutan Kemasyarakatan yang merupakan bentuk pengusahaan hutan oleh masyarakat. Hutan Kemasyarakatan adalah hutan negara yang dicadangkan atau ditetapkan oleh Menteri untuk diusahakan oleh masyarakat setempat dengan tujuan pemanfaatan hutan secara lestari sesuai dengan fungsinya dan menitik beratkan pada kepentingan mensejahterakan masyarakat.

Pada tahun 1999 dilakukan penyempurnaan lagi dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 865/Kpts-II/1999. Selanjutnya dengan terbitnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom, dilakukan penyempurnaan lagi dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Kehutanan No. 31/Kpts-II/2001 tentang Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan. Beberapa penyempurnaan kebijakan hutan kemasyaratan antara lain sebagai berikut :

1. Sesuai dengan UU No. 41 Tahun 1999, pengertian Hutan Kemasyarakatan adalah hutan negara dengan sistem pengelolaan hutan yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat setempat tanpa mengganggu fungsi pokoknya.

2. Penyelenggaraan hutan kemasyarakatan berazaskan kelestarian fungsi hutan baik dari aspek ekosistem, kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan, pengelolaan sumberdaya alam yang demokratis, keadilan sosial, akuntabilitas publik serta kepastian hukum.

3. Hutan Kemasyarakatan yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan dalam pengelolaan hutan dalam rangka

Page 45: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

37 Informasi Umum Kehutanan - 2002

meningkatkan kesejahteraannya dengan tetap menjamin kelestarian fungsi hutan dan ekosistemnya.

Prinsip pengelolaannya adalah sebagai berikut : a. Memberi peran yang lebih aktif kepada masyarakat setempat dengan

menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama dalam pengelolaan hutan; b. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan hutan kemasyarakatan

dengan melimpahkan kewenangan kepada Pemerintah Kabupeten / Kota; c. Memberi peran kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk :

• Bertindak lebih pro aktif dalam pemberdayaan masyarakat setempat secara terus menerus dan berkesinambungan;

• Memberikan kemudahan dalam proses penyelenggaraan, berupa penyederhanaan perencanaan, perijinan, penarikan pungutan dan lain-lain;

• Membantu dan memfasilitasi masyarakat setempat untuk menentukan kelembagaannya secara mandiri

Hutan kemasyarakatan dilaksanakan di seluruh Indonesia, kecuali di Provinsi DKI Jakarta karena tidak adanya kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai wilayah pengelolaan hutan kemasyarakatan. Dalam periode 5 tahun terakhir sejak 1997/1998 s.d. 2001, total realisasi pembuatan tanaman hutan kemasyarakatan adalah 35.427 ha.

4. Pengelolaan Hutan Rakyat

Pengembangan hutan rakyat mempunyai peranan semakin penting, karena menghasilkan kayu untuk memenuhi permintaan kayu selain dari hutan alam yang kondisinya saat ini cenderung menurun kemampuannya dalam memenuhi permintaan kayu yang semakin meningkat. Dengan demikian pengembangan hutan rakyat akan mendorong berkembangnya usaha rakyat perdesaan. Kegiatan Pengembangan/pembangunan hutan rakyat selama tahun 2000 dan 2001 adalah seluas 5.792 ha.

5. Pengelolaan Hutan Adat Berdasarkan UU no. 41 Tahun 1999, Hutan Adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah adat yang pengelolaannya diserahkan pada masyarakat hukum adat. Hutan Adat tersebut sebelumnya disebut sebagai hutan ulayat, hutan marga, hutan pertuanan atau sebutan lainnya. Dengan demikian masyarakat adat yang keberadaan dan wilayahnya diakui ada, akan memperoleh hak mengelola dan memanfaatkan hutan sebagai hutan adat.

Page 46: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

38 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Hutan Adat merupakan bagian dari hutan negara sebagai konsekuensi penguasaan oleh hutan negara dan prinsip negara kesatuan. Meskipun demikian, hak-hak masyarakat adat untuk melakukan pengelolaan hutan tetap dijunjung tinggi sepanjang kenyataannya masyarakat adat tersebut ada dan diakui keberadaannya. Saat ini sudah disusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Hutan Adat yang mengatur hak dan kewajiban masyarakat adat. Dalam kaitan ini pengelolaan hutan oleh masyarakat adat akan diikuti dengan tanggung jawab pelestarian sumber daya yang dikelola oleh masyarakat.

Kotak 5.3. Pandangan Masyarakat Adat

Pandangan masyarakat adat mengenai hutan adat sangat beragam dan terkait dengan konsep wilayah adat setempat antara lain :

• hutan adat sebagai daerah keramat yang harus dihormati; • hutan adat sebagai hutan lindung atau hutan cadangan yang dapat dibuka jika

anggota masyarakat membutuhkannya; • hutan adat adalah semua hutan dalam wilayah adat sebagai hutan adat.

Pengertian yang beragam tersebut memerlukan kesepakatan bersama semua stakeholder.

Page 47: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

39 Informasi Umum Kehutanan - 2002

66 1. Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Penelitian dan pengembangan kehutanan dimaksudkan untuk meningkatkan penguasaan dan penerapan IPTEK kehutanan guna mendukung percepatan terwujudnya kelestarian hutan dan kesejahteaan masyarakat. Dalam konteks ini, penelitian dan pengemnbangan kehutanan diarahkan untuk menghasilkan kajian-kajian ilmiah sebagi dasar pembuatan kebijakan (sebagai pemandu), menghasilkan teknologi untuk pemecahan permasalahan yang dihadapi, dan menghasilkan paket-paket teknologi tepat guna untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan dan peningkatan nilai tambah sumberdaya. Berbagai produk telah dihasilkan dari kegiatan penelitian dan pengembangan, namun berbagai permasalahan masih dihadapi oleh Badan Litbang Kehutanan sebagai pemegang otoritas IPTEK kehutanan. Secara umum permasalahan tersebut adalah : (1) Badan Litbang belum menghasilkan IPTEK yang diharapkan membantu pemecahan permasalahan dalam pengelolaan hutan, (2) masih rendahnya appresiasi pihak pengguna atas perlunya IPTEK dalam praktek pengelolaan hutan. Kedua penyebab ini secara bersama-sama dari waktu ke waktu semakin memarginalkan peranan IPTEK (baca: Badan Litbang Kehutanan) dalam konstelasi pembangunan kehutanan, sementara di sisi lain kian disadari bahwa masalah-masalah kompleks dan multidimensi yang dihadapi sektor kehutanan dewasa ini sebagian bersumber dari pengabaian kaidah-kaidah IPTEK dalam pemanfaatan sumberdaya hutan beberapa dasa warsa berselang.

PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DIKLAT DAN PENYULUHAN KEHUTANAN

Page 48: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

40 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Masalah lain yang dihadapi Badan Litbang Kehutanan untuk meningkatkan produktifitasnya berkaitan dengan keterbatasan sumberdaya manusia. Saat ini jumlah tenaga S3 tidak lebih dari 50 orang dan sebagian sudah cukup senior mendekati purna tugas (bandingkan dengan Badan Litbang Pertanian yang mencapai lebih dari 200 orang plus sejumlah besar sedang dalam pendidikan).

Saat ini Badan Litbang Kehutanan sedang membenahi dan mereposisi diri. Satu langkah awal yang dilakukan ialah menata kembali program penelitian dan pengembangan jangka panjang (Renstra LITBANG) agar tanggap dengan permasalahan sektor kehutanan. Kegiatan penelitian dan pengembangan diarahkan lebih berorientasi kepada pengguna; hanya kegiatan-kegiatan yang akan menghasilkan IPTEK yang diperlukan oleh pengguna yang akan dilakukan. Secara khusus, dalam jangka menengah, kegiatan penelitian difokuskan pada interface (persinggungan) antara progam penelitian dan pengembangan jangka panjang (10 program) dan 5 (lima) kebijakan prioritas Departemen Kehutanan. Selain itu, kegiatan jangka pendek juga mencakup pengkajian atas status (review) dan sintesis IPTEK berbagai bidang. Untuk itu penyelenggaraan penelitian dan pengembangan dimasa datang akan dilakukan dalam bentuk jejaring (networking) dengan berbagai pihak, termasuk perguruan tinggi, perusahaan swasta, dan organisasi atau lembaga penelitian

Kotak 6.1.

Sebagian dari Hasil Penelitian Kehutanan

• Teknologi pembangunan hutan tanaman meranti • Teknologi pemanfaatan mikrobiologi tanah (mikoriza dan bakteri) untuk

mempercepat pertumbuhan • Varietas ulat sutera unggul, • Teknologi budidaya lebah dan pengolahan madu • Teknologi budidaya gaharu • Teknologi penangkaran burung bayan (burung langka) • Perangkat perencanaan pengelolaan hutan produksi • Pengolahan batang sawit sebagai substitut kayu

• Kapasitas jenis-jenis hutan tanaman sebagai rosot karbon

Page 49: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

41 Informasi Umum Kehutanan - 2002

lainnya. Diharapkan melalui starategi ini akan dihindarkan terjadinya duplikasi yang tidak perlu, sekaligus untuk meningkatkan sinergi. 2. Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan Keberhasilan pembangunan kehutanan sangat tergantung pada kualitas sumberdaya manusia, bahkan pada era reformasi dan globalisasi dalam persaingan antar negara yang tajam maka tuntutan tersedianya tenaga yang professional adalah mutlak. Dengan demikian pengembangan sumber daya manusia kehutanan sangat penting dan strategis. Untuk itu Visi pembangunan sumberdaya manusia kehutanan adalah terwujudnya tenaga kehutanan yang professional dan berintegritas moral tinggi, berwawasan lingkungan dan peduli terhadap dinamika sosial masyarakat. Adapun misinya adalah (1) menyelenggarakan diklat kehutanan; (2) meningkatkan kualitas sumber daya manusia; (3) meningkatkan kerjasama dan kemitraan. Kegiatan diklat yang menonjol antara lain : (1) melanjutkan program pendidikan sarjana dan pasca sarjana, diploma, menengah kejuruan kehutanan; (2) menyelenggarakan pelatihan aparatur/PNS; (3) mengembangkan tenaga kediklatan; (4) mengembangkan kerjasama pendidikan dan pelatihan antara lain dengan ITTO mengenai Sustainable Forest Management and Human Resources Development, Australia mengenai Reduce Impact Logging (RIL), Denmark mengenai TOT and production of extention materials.

Kotak 6.2.

Realisasi Pendidikan Kehutanan Jumlah karya siswa Departemen Kehutanan sejak tahun 1994 - 2001 seluruhnya berjumlah 443 orang terdiri dari

• S3 (Dalam Negeri dan Luar Negeri) sejumlah 76 orang;

• S2 sejumlah 167 org (Luar Negeri) dan 169 orang (Dalam Negeri);

• MM/MBA sejumlah 15 orang; dan • S1 sejumlah 16 orang.

Dari jumlah 443 orang sejumlah 332 orang telah menyelesaikan pendidikannya sedangkan 90 orang masih dalam penyelesaian studi dan drop -out sejumlah 20 orang.

Page 50: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

42 Informasi Umum Kehutanan - 2002

3. Penyuluhan Kehutanan. Penyuluhan kehutanan sebagai bagian integral dari pembangunan kehutanan yang intinya adalah upaya pemberdayaan masyarakat, dunia usaha dan para pihak lainnya, merupakan investasi dalam mengamankan asset negara terutama sumber daya hutan. Tujuan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar mau dan mampu mendukung pembangunan kehutanan sehingga terwujud masyarakat yang mandiri yang berbasis kehutanan. Adapun sasarannya adalah masyarakat di dalam maupun diluar kawasan hutan yang berkaitan dengan pembangunan kehutanan.

Tenaga Penyuluh Kehutanan saat ini sebanyak: 5.767 orang yang terdiri dari Penyuluh PNS sebanyak 5.038 orang, Penyuluh CPNS 180 orang, Calon Penyuluh PNS 114 orang dan Calon Penyuluh Honorer sebanyak 435 orang.

Gambar 6.1. Komposisi Tenaga Penyuluh Kehutanan

Wilayah binaan penyuluh kehutanan mencapai 21 propinsi terdiri atas 38 kabupaten/kota yang meliputi 2.192 kecamatan dan terdiri atas 11.725 Desa, dengan jumlah masyarakat binaan sebanyak 27.363 Kelompok Tani atau sebanyak 1.328.040 orang petani. Permasalahan yang dihadapi antara lain lemahnya kelembagaan masyarakat, belum optimalnya metodologi dan pelaksanaan penyuluhan yang melibatkan potensi masyarakat dan LSM.

5,038

180

114435

P-PNS

P-CPNS

CP-PNS

CP-HONOR

Page 51: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

43 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Kebijakan operasional dalam penyelenggaraan penyuluhan kehutanan, yaitu: (1) mengembangkan system perencanaan dan program pennyuluhan dengan pendekatan bottom up–top down; (2) meningkatkan fungsi kelembagaan penyuluhan kehutanan Pusat, Daerah, dan Masyarakat; (3) meningkatkan peran serta penyuluhan dalam pembangunan kehutanan; (4) melakukan desentralisasi penyelenggaraan penyuluhan; dan (5) meningkatkan kualitas SDM penyuluhan saran dan prasarana dalam rangka pelaksanaan penyuluhan secara professional, efektif dan efisien.

Page 52: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

44 Informasi Umum Kehutanan - 2002

77

Upaya dan strategi yang dilakukan Departemen Kehutanan bersama masyarakat

dan Pemerintah Daerah untuk mengatasi permasalahan sektor kehutanan diharapkan akan menciptakan keseragaman pemahaman semua pihak untuk mendukung pencapaian pengelolaan hutan lestari yang selanjutnya dapat mengembalikan citra positif dalam penyelenggaraan pembangunan kehutanan dan pada gilirannya dapat memacu persaingan produk hutan Indonesia di pasar global serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka itu, untuk menangani permasalahan-permasalahan tersebut diatas Departemen Kehutanan pada tahun 2002 – 2004 memprioritaskan program pembangunan sebagai berikut : 1. Pemberantasan penebangan liar. 2. Penanggulangan kebakaran hutan. 3. Restrukturisasi sektor kehutanan. 4. Rehabilitasi dan Konservasi Sumberdaya Hutan 5. Desentralisasi bidang kehutanan Berdasarkan evaluasi pembangunan kehutanan, titik lemah kebijakan pembangunan kehutanan adalah pada tataran orientasi operasional. Selama ini orientasi pembangunan cenderung memberikan peluang yang besar bagi pelaku ekonomi skala besar. Masyarakat hanya diikutsertakan bukan sebagai pelaku usaha, sementara itu hutan diberlakukan sebagai objek bukan sebagai suatu bagian sistem pembangunan. Design kebijakan pembangunan kehutanan dilakukan secara

KEBIJAKAN PRIORITAS KEHUTANAN 2002 - 2004

Page 53: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

45 Informasi Umum Kehutanan - 2002

sentralistis dan sifatnya berlaku makro sehingga muatan-muatan lokal kurang terwakili.

1. Pemberantasan Illegal Logging

Kebijakan pemberantasan illegal logging dimaksudkan untuk mencegah dan mengurangi kerusakan sumberdaya hutan, mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan. Di samping itu, kebijakan ini juga dimaksudkan untuk membangun persepsi yang sama dari seluruh pemangku kepentingan bahwa illegal logging telah menyebabkan masalah multidimensi yang berhubungan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan.

Implementasi kebijakan berupa :

1. Sampai saat ini, pemberantasan illegal logging masih ditangani secara parsial, sehingga belum mampu menyelesaikan akar permasalahannya. Kegiatannya masih terfokus pada penangkapan dan pelelangan barang bukti.

2. Illegal logging terjadi bukan hanya karena adanya ketimpangan pasokan dan permintaan saja, tetapi pada sisi lain juga sangat terkait dengan penegakan hukum dan masalah kesejahteraan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan. Masalah ini tidak dapat ditangani hanya oleh satu institusi saja, karena melibatkan banyak sektor. Untuk itu perlu adanya komitmen dan koordinasi yang sinergis di antara sektor-sektor terkait.

3. Dampak dari adanya illegal logging tidak hanya dirasakan pada tingkat lokal saja, tetapi juga dirasakan sampai tingkat regional, nasional bahkan internasional. Untuk itu penanganan illegal logging harus dimulai sejak dari awal kegiatan penebangan terjadi sampai kepada jalur pemasaran di semua tingkatan.

4. Beberapa hal yang harus ditangani adalah:

a. Penyusunan konsep pemberantasan illegal logging secara komprehensif dan sistematis.

b. Pembangunan sistem informasi antara Pusat dan Daerah serta antardaerah dan perbaikan tata usaha kayu serta penguatan data dan informasi.

c. Percepatan proses yustisi yang didukung oleh sistem pemantauan penyelesaian perkara.

Page 54: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

46 Informasi Umum Kehutanan - 2002

d. Pengadaan, pemberdayaan dan pendayagunaan PPNS Kehutanan, POLHUT dan PPKBRI.

e. Penegakan hukum tanpa pandang bulu oleh instansi penegak hukum di daerah dengan dukungan secara tegas dari Pemerintah Pusat.

f. Penggalangan dan peningkatan komitmen pemberantasan illegal logging dan illegal trade sebagai masalah nasional dan internasional.

g. Dukungan dana operasional dan sarana prasarana yang memadai.

h. Peningkatan kegiatan penyuluhan untuk penyamaan persepsi.

i. Pemberian insentif bagi pihak-pihak yang berjasa.

j. Pengkajian efektivitas kinerja operasi pengamanan hutan Wanalaga dan Wanabahari.

k. Membangun flying-team GAKKUM (penegakan hukum) yang memberi dukungan kepada daerah yang menghadapi masalah penegakan hukum.

2. Penanggulangan Kebakaran Hutan

Kebijakan penanggulangan kebakaran hutan dimaksudkan untuk mencegah dan mengendalikan kebakaran hutan serta mewujudkan kondisi masyarakat yang terlindungi dari berbagai dampak akibat kebakaran hutan. Kebakaran hutan menimbulkan dampak negatif berupa kerusakan hutan dan lingkungan termasuk musnahnya keanekaragaman hayati.

Implementasi kebijakan berupa :

1. Kebakaran hutan tidak hanya merupakan ancaman yang serius bagi keutuhan dan kelestarian hutan, tetapi juga sangat merugikan perekonomian dan lingkungan hidup, baik di tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional. Untuk itu kemampuan pencegahan dan penanggulangan terhadap gangguan kebakaran hutan harus terus ditingkatkan.

2. Pembangunan jejaring kerja antar daerah perlu dilaksanakan untuk memungkinkan terbentuknya kerjasama dan dukungan antar daerah dalam upaya penanggulangan kebakaran hutan yang efektif dan sinergis.

Page 55: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

47 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Kotak 7.1. ILLEGAL LOGGING

Dalam pemberantasan illegal logging, pada akhir tahun 2001 telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang penting antara lain : (1) Instruksi Presiden tentang Pemberantasan Illegal Logging di TN Gunung Leuser dan TN Tanjung Putting, (2) SKB Menhut dengan Mendagri tentang Larangan Ekspor Log, (3) Kerjasama Dephut dengan Polri dan TNI Angkatan Laut tentang Wanalaga dan Wanabahari, (4) SK Menhut tentang Moratorium Ramin dan (5) SK Menhut tentang Penertiban IPK,HPHH,IPPK dan Penetapan P2LHP,P3KB. Operasi Wanalaga dilaksanakan di seluruh wilayah hukum Indonesia (kecuali Nanggroe Aceh Darussalam, Maluku dan Maluku Utara) adalah berupa penegakan hukum terhadap kejahatan pencurian, penebangan, pengangkutan dan perdagangan kayu secara illegal. Hasil Operasi wanalaga adalah sebagai berikut :

• Jumlah kasus yang diungkap : 1.031 perkara • Jumlah tersangka yang ditangkap : 1.277 orang • Jumlah barang bukti yang disita :

o Kayu : 317.954,9 m3 ; 125.868 batang log; 11.161 lembar; 28,5 ton o 39 unit alat pemotong dan 6 unit alat berat o Alat angkut : 72 unit kapal; 201 unit truck dan 45 unit roda 4

Taksiran kerugian negara yang dapat diselamatkan mencapai Rp. 286,159 milyar (dengan standar harga Rp. 900.000/m3) Sedangkan Operasi Wanabahari yang dilaksanakan TNI-AL adalah dalam rangka penegakan hukum pengangkutan dan perdagangan kayu secara illegal dan pencegahan penyelundupan kayu ke luar negeri melalui transportasi laut Hasil Operasi Wanabahari pada Januari-April 2002 adalah menahan dan memproses sejumlah 35 unit kapal. Disamping pelaksanaan Operasi Wanabahari dan Operasi Wanalaga, Jajaran kehutanan bekerjasama dengan instansi terkait di daerah juga melaksanakan operasi pengamanan hutan secara terus menerus, anatara lain seperti :

• Operasi fungsional TN Gunung Leuser • Operasi Gabungan TN Kerinci Seblat di Bengkulu • Operasi gabungan dengan POLRES Rejang Lebong • Operasi Gabungan Unit KSDA Riau di Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit

Baling • Operasi Pamhut Dinas Kehutanan Propinsi Kaltim dan CDK Bulungan

Page 56: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

48 Informasi Umum Kehutanan - 2002

3. Dalam jangka panjang penanggulangan kebakaran hutan dilaksanakan dengan membangun kelembagaan daerah dengan dukungan pusat yang melibatkan peran aktif masyarakat di dalam dan sekitar hutan.

4. Beberapa hal yang harus ditangani:

a. Untuk mengatasi kebakaran hutan secara cepat dan tepat diupayakan tersedianya dana siap pakai (on-call budget) secara nasional.

b. Memfokuskan upaya penanggulangan kebakaran hutan pada usaha pencegahan dengan mengembangkan sistem peringatan dini (early warning system) dan membangun satuan-satuan pemadam kebakaran hutan (brigade kebakaran) di tiap daerah yang rawan gangguan kebakaran hutan, dengan dukungan dana, sarana dan prasarana yang memadai.

c. Membangun jejaring kerja antara pusat dan daerah serta antardaerah.

d. Mengadakan kampanye penanggulangan kebakaran hutan 3. Restrukturisasi Sektor Kehutanan Kebijakan restrukturisasi sektor kehutanan dimaksudkan agar sumberdaya hutan dapat dikelola secara lestari, sehingga dapat memberikan manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan. Untuk itu, dalam kerangka restrukturisasi industri kehutanan diharapkan dapat tercipta industri kehutanan yang tangguh, kompetitif, tidak rentan terhadap perubahan lingkungan, serta terwujudnya struktur industri pengolahan kayu yang efisien dan berwawasan lingkungan yang dapat menghasilkan produk bernilai tinggi dan berdaya saing global.

Implementasi kebijakan berupa :

1. Terjadinya perubahan kondisi dan penurunan potensi sumber daya hutan yang signifikan mengharuskan dilakukannya redesign pengelolaan sumber daya hutan. Termasuk dalam hal ini adalah penetapan sistem pengelolaan dan sistem silvikultur yang sesuai dengan kondisi dan potensi sumber daya hutan, serta kondisi sosial masyarakat setempat.

2. Mempercepat pembangunan hutan tanaman untuk mengatasi kekurangan bahan baku industri.

3. Merasionalkan kapasitas industri, sehingga seimbang dengan kemampuan pasokan bahan baku secara lestari.

Page 57: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

49 Informasi Umum Kehutanan - 2002

4. Mendukung penutupan industri kehutanan yang bermasalah di BPPN, tidak efisien dan tidak didukung penyediaan bahan baku.

5. Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah : a. Pemberlakuan sertifikasi wajib pengelolaan hutan alam produksi lestari bagi

HPH/IUPHHK. b. Pendataan kapasitas industri kehutanan yang ada saat ini dan kemampuan

pasokan bahan baku. c. Melakukan evaluasi potensi sumberdaya hutan yang ada sebagai dasar

rasionalisasi kapasitas industri.

4. Rehabilitasi dan Konservasi Sumberdaya Hutan

Kebijakan rehabilitasi dan konservasi sumberdaya hutan dimaksudkan untuk mempercepat pulihnya kondisi sumberdaya hutan yang rusak dan lahan yang kritis serta mempertahankan dan melindungi kawasan konservasi dan keaneka ragaman hayati beserta ekosistemnya. Kegiatan-kegiatan rehabilitasi hutan ditujukan untuk peningkatan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Dalam kaitan dengan tujuan pemenuhan kebutuhan kayu, kebijakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan hutan tanaman yang produktif dan bernilai tinggi. Sedangkan konservasi sumberdaya hutan tidak hanya dilakukan pada kawasan konservasi, tetapi juga pada hutan lindung, hutan produksi dan kawasan ekosistem esensial lainnya di luar kawasan hutan, dengan harapan keanekaragaman hayati dapat tetap terpelihara dan bahkan meningkat. Implementasi kebijakan berupa :

1. Keberhasilan rehabilitasi hutan memerlukan komitmen Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota dan para pemangku kepentingan, dengan dukungan dana, iptek dan SDM yang memadai.

2. Daerah Aliran Sungai (DAS) harus dijadikan unit analisis/perencanaan dalam penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan.

3. Pembangunan Hutan Kemasyarakatan (HKM) harus mencirikan jenis tanaman pokok hutan unggulan setempat yang dipadukan dengan jenis tanaman yang bernilai tinggi.

4. Model pembangunan hutan yang berkolaborasi dengan masyarakat perlu dikembangkan, termasuk model Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

Page 58: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

50 Informasi Umum Kehutanan - 2002

(PHBM) yang dikembangkan oleh PERHUTANI. Namun demikian perlu diikuti dengan evaluasi atas keberhasilannya.

5. Penanganan tindakan hukum secara tegas dan tuntas terhadap pelaku perusakan kawasan konservasi, perburuan liar, dan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar secara tidak sah, agar lebih diprioritaskan dan ditingkatkan.

6. Penciptaan kondisi dan iklim usaha yang kondusif dalam usaha hutan tanaman, melalui pemberian kepastian hukum yang mantap dan perlindungan kepada investor hutan tanaman secara konsisten.

7. Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah:

a. Mempercepat pengesahan pedoman penyusunan Master Plan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.

b. Memacu kegiatan rehabilitasi dengan memprioritaskan pada kawasan-kawasan hutan yang sudah dikukuhkan.

c. Menerapkan cost benefit sharing dalam pengembangan hutan rakyat.

d. Menyelesaikan secara tuntas pembangunan HTI yang menggunakan dana reboisasi yang dinilai bermasalah dengan mempedomani ketentuan yang berlaku. Restrukturisasi perusahaan HTI Patungan dan HTI BUMN mengupayakan pembenahan yang dilakukan dalam kegiatan usaha Pembangunan HTI yang didanai sebagian dari DR.

e. Mengembangkan hutan tanaman yang memiliki nilai ekonomis dan ekologis pada areal yang tidak produktif dalam kawasan hutan produksi (berupa lahan kosong, padang alang-alang dan semak belukar).

f. Memenuhi kebutuhan bahan baku industri perkayuan dalam negeri, dengan tingkat harga jual yang wajar dan seimbang dengan harga jual kayu di pasar regional dan global.

g. Mengembangkan Lembaga Keuangan dan Lembaga Pemasaran yang sesuai dengan sifat dan karakter usaha hutan tanaman, antara lain berjangka panjang dan beresiko tinggi.

h. Melaksanakan penelitian terhadap jati unggul hasil pembiakan kultur jaringan yang saat ini banyak beredar di masyarakat.

i. Mempercepat penyusunan standar dan kriteria reklamasi kawasan hutan bekas penambangan.

Page 59: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

51 Informasi Umum Kehutanan - 2002

j. Mengembangkan mekanisme pengawasan dan pengendalian yang efektif dalam penyelenggaran RHL melalui DAK-DR.

k. Mengintegrasikan antara kepentingan konservasi dan kebutuhan masyarakat akan sumber penghasilan dalam pengelolaan kawasan konservasi.

l. Merehabilitasi kawasan konservasi yang rusak dengan suksesi alami atau rehabilitasi buatan apabila diperlukan, dengan mengutamakan jenis setempat.

m. Membentuk kelembagaan taman nasional yang sudah ditetapkan.

n. Menterjemahkan manfaat kawasan konservasi ke dalam nilai-nilai nyata yang dapat dipahami seluruh lapisan masyarakat.

o. Mengembangkan pemanfaatan dan pemasaran keanekaragaman hayati dan jasa lingkungan yang didahului dengan penyusunan kriteria, indikator, prosedur dan mekanisme pemanfaatannya.

p. Membangun sistem pengelolaan daerah penyangga kawasan konservasi yang efektif dikaitkan dengan upaya penyediaan alternatif pendapatan atau lapangan usaha bagi masyarakat di sekitar kawasan konservasi serta pencegahan terjadinya konflik kepentingan antara masyarakat dan satwa.

q. Mensosialisasikan PP No. 35 tahun 2002 tentang Dana Reboisasi, termasuk skema penggunaan DR untuk kredit.

5. Penguatan Desentralisasi Kehutanan

Kebijakan penguatan desentralisasi kehutanan dimaksudkan agar terselenggara koordinasi antarpemangku kepentingan pada berbagai tingkat. Dengan demikian dapat terbentuk kesamaan pemahaman dan tindakan tentang desentralisasi bidang kehutanan dalam rangka mewujudkan pengelolaan hutan lestari. Mengacu kepada GBHN 1999-2004, maka desentralisasi pengelolaan sumberdaya alam dilaksanakan secara bertahap, selektif dan sesuai dengan kemampuan daerah. Untuk mencapai maksud tersebut antara lain perlu dibangun jejaring kerja yang efektif dan diterima oleh segenap pemangku kewenangan di bidang kehutanan.

Implementasi kebijakan berupa :

Page 60: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

52 Informasi Umum Kehutanan - 2002

1. Perbedaan pandangan tentang kewenangan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang dapat memperburuk pelaksanaan administrasi kepemerintahan, harus diakhiri dengan meningkatkan komunikasi antarpemangku kepentingan.

2. Pembagian peran antara pihak-pihak yang menangani pengelolaan hutan merupakan sikap terbaik daripada hanya mempermasalahkan kewenangan.

3. Pelaksanaan Undang-Undang Kehutanan yang dihubungkan dengan undang-undang lainnya harus disikapi secara arif dan bijaksana yang dilandasi dengan suara “hati nurani” dalam memilih yang terbaik bagi kelestarian hutan.

4. Dalam rangka membangun jejaring kerja perlu ditetapkan hirarkhi dan sistem manajemennya, mencakup perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan, sehingga norma-norma pelaksanaannya dapat diketahui dengan pasti.

5. Pelaksanaan tata batas dalam rangka pengukuhan kawasan hutan memerlukan legitimasi masyarakat dengan pendekatan partisipatif.

6. Dalam pembentukan institusi kehutanan (pusat dan daerah) perlu memperhatikan luasan wilayah atas dasar kesatuan ekosistem.

7. Hal-hal yang perlu dilaksanakan :

a. Membangun jejaring kerja kehutanan untuk menciptakan sinergi pengelolaan hutan, yang diimplementasikan dalam bentuk Tata Hubungan Kerja antara pusat, provinsi, kabupaten/kota.

b. Mengkomunikasikan PP No. 34 Tahun 2002 dan PP No. 35 Tahun 2002 serta PP lainnya sebagai penjabaran UU No. 41 Tahun 1999, kepada semua pihak terkait oleh tim terpadu yang kompeten.

c. Pelimpahan kewenangan pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan hutan kepada Gubernur sesuai dengan UU No. 41 Tahun 1999 dan PP No. 20 Tahun 2001 serta Keppres No. 74 Tahun 2001.

d. Meningkatkan jaringan komunikasi antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota sebagai sarana pertukaran data dan informasi aktual yang berkaitan dengan pengelolaan hutan.

Page 61: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

53 Informasi Umum Kehutanan - 2002

88 1. Pengelolaan Sumber Daya Hutan Berkelanjutan Pengelolaan hutan sebagai bagian dari pembangunan wilayah masih menghadapi berbagai masalah yang komplek dan saling terkait. Permasalahan tersebut antara lain terjadinya banjir, erosi, kekeringan, degradasi lahan, belum adanya keterpaduan antar sektor dan antar instansi, dan kesadaran masyarakat yang rendah tentang pelestarian manfaat sumberdaya alam. Pembangunan kehutanan ke depan harus bisa memecahkan permasalahan-permasalahan tersebut dengan peluang-peluang yang ada. Peluang yang paling memungkinkan dalam menghadapi permasalahan yang komplek tersebut adalah dengan meningkatkan pengelolaan hutan dalam kontek pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) terpadu. Pengelolaan DAS mempunyai tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem hutan, tanah, dan air dalam DAS serta meningkatkan daya dukung dan manfaat sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan. Pengelolaan ini dilakukan secara terpadu melalui pendekatan ekosistem DAS yang dilaksanakan berdasarkan prinsip “ satu sungai, satu rencana, satu pengelolaan”.

MASA DEPAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN

Page 62: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

54 Informasi Umum Kehutanan - 2002

2. Social Forestry Pada waktu lampau, pengelolaan hutan menekankan pada pendekatan teknik dan ekonomi. Namun sekarang rimbawan dituntut untuk menfokuskan masalah sosial sebagai bagian dari proses pengelolaan hutan yang lestari. Memecahkan masalah sosial memerlukan sebuah pemahaman terhadap nilai-nilai yang dipegang oleh masyarakat dan partisipasi dari kelompok masyarakat kunci dalam membuat keputusan antara hutan sebagai barang atau sebagai jasa. Social Forestry dilaksanakan dengan prinsip: 1) Penciptaan suasana yang memungkinkan berkembangnya potensi/daya yang dimiliki masyarakat, 2) memperkuat potensi/daya yang dimiliki masyarakat, dan 3) melindungi masyarakat dari dampak persaingan yang tidak sehat, antara lain dengan pemihakan kepada masyarakat. Sebagai dasar konsepsi, pembangunan social Forestry dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat dalam pemanfaatan hutan, dengan tujuan membangkitkan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar hutan dan mempercepat rehabilitasi hutan dengan mempersatukan masyarakat, investasi, dan institusi usaha pengelolaan hutan. Konsepsi berikutnya adalah bahwa social foresty merupakan: bentuk usaha pemanfaatan hutan dengan struktur usaha yang kokoh yang berkeadilan sosial bagi rakyat Indonesia, tahapan yang dibangun melalui proses (enterpreneurships masyarakat), kemitraan dengan pelaku usaha, dan bentuk pemanfaatkan hutan sesuai fungsinya. Social Forestry harus dilaksanakan dengan berpedoman pada prinsip pengelolaan sumber daya hutan dan pemberdayaan masyarakat, yaitu : kelestarian sumberdaya hutan, kerakyatan, swadaya masyarakat, kemitraan dan berkelanjutan. Berdasarkan prinsip tersebut diperlukan :

• Pengembangan social forestry harus menjamin peningkatan integritas kelestarian ekosistem sumberdaya hutan;

• Pembangunan kehutanan diutamakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat banyak, bukan perorangan;

• Bantuan, bimbingan dan dukungan yang diberikan harus mampu menumbuhkan kemampuan dan kemandirian masyarakat sebagai kelompok penerima manfaat (target beneficiaries);

Page 63: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

55 Informasi Umum Kehutanan - 2002

• Pembangunan social forestry perlu dilaksanakan melalui kemitraan antara peserta social forestry dengan dunia usaha dan lembaga non bisnis (diklat, litbang) sesuai prinsip kesetaraan, ketergantungan dan saling menguntungkan;

• Pembangunan social forestry dilaksanakan sesuai dengan potensi dan kemampuan masyarakat setempat serta kesinambungan manfaat dan kelestarian lingkungannya.

Pada prinsipnya pembangunan social forestry mempunyai 2 (dua) pokok pemahaman yaitu (a) meningkatkan kelestarian pengelolaan hutan; (b) memberdayakan peran serta masyarakat. Sedangkan tujuan jangka panjang adalah : • Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalam dan disekitar hutan; • Mewujudkan kelestarian SDH sehingga dapat berfungsi secara optimal sebagai

system penyangga kehidupan (life support system); • Memberikan kontribusi nyata dalam ketahanan pangan nasional. Tujuan jangka menengah pembangunan social forestry adalah : • Merehabilitasi kawasan hutan yang rusak sesuai dengan fungsinya; • Mengembangkan dan memperkuat kelembagaan ekonomi rakyat di dalam dan

disekitar hutan (on farm dan off farm) yang efektif, efisien dan competitive; • Menciptakan iklim usaha rakyat yang berbasis kehutanan secara kondusif; • Menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung kelancaran

pengembangan usaha social forestry. Untuk itu, dalam rangka pemecahan masalah-masalah sosial kehutanan, pengelolaan hutan harus selalu diupayakan berorientasi kepada seluruh potensi sumberdaya hutan dan berbasis kepada kepentingan masyarakat melalui pemberian peluang usaha kepada masyarakat setempat yang terintegrasi dalam pengelolaan pembangunan pedesaan. Pengelolaan hutan berbasis masyarakat ini diselenggarakan berazaskan kelestarian fungsi hutan dari aspek ekosistem, kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan, pengelolaan sumberdaya alam yang demokratis, keadilan social, akuntabilitas public serta kepastian hukum. Perubahan paradigma pembangunan kehutanan menyebabkan perubahan kebijakan dan implementasi pengelolaan hutan yang lebih berkeadilan sosial, demokratis dan dapat dipertanggung jawabkan, yaitu: pengelolaan hutan bersama/berbasis/oleh masyarakat dalam rangka mengantisipasi tuntutan kebutuhan dan menampung aspirasi yang berkembang di masyarakat.

Page 64: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

56 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Pengelolaan ini bertujuan meningkatkan partisipasi masyarakat setempat dalam pengelolaan hutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup. Kegiatan-kegiatan di lapangan difokuskan pada pengembangan kelembagaan, pengelolaan SDA dan pemberdayaan masyarakat. Dalam pelaksanaannya, pengelolaan ini harus memperkecil permasalahan-permasalahan yang biasanya timbul pada pengelolaan yang bersifat Top-down, yaitu dengan: a. memperhatikan dan mengakomodir aturan-aturan dan nilai adat tradisional, b. memperhatikan dan mengakui hak-hak penguasaan lahan adat tradisional, c. memperhatikan keikutsertaan dan pemberdayaan masyarakat local, dan d. menciptakan alternatif sumber pendapatan yang memadai Strategi pembangunan social forestry meliputi :

• Peningkatan produksi pangan dalam rangka menanggulangi kemiskinan dan kerawanan ketahanan pangan nasional melalui (a) membuka akses masyarakat terhadap pemnanfaatan SDH; (b) menciptakan dan memperluas lapangan kerja; (c) meningkatkan produktivitas lahan; (d) meningkatkan akses terhadap pasar, sumber pembiayaan, teknologi dan informasi.

• Penguatan kapasitas (Institutional capacity building) melalui pengembangan SDM dan pemantapan jejaring kerja (networking) yang melibatkan perguruan tinggi, LSM, dan lembaga penelitian;

• Pengembangan kelembagaan ekonomi rakyat melalui penguatan kelembagaan SF sebagai suatu system agribisnis kehutanan dengan pelaku utama masayarakat dan pemerintah berperan sebagai fasilitator;

• Pengembangan permodalan sesuai dengan kelembagaan masyarakat dan ketersediaan SDH melalui bantuan murni, bantuan bergulir, kredit subsidi, dan kredit komersial.

• Pengembangan agribisnis social forestry dengan karakteristik tersendiri berdasarkan sistem usaha kehutanan;

• Pengembangan sistem tenurial (land tenure system) dilaksanakan dalam rangka mengurangi konflik kepentingan antara SDH dengan berbagai pihak;

Page 65: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

57 Informasi Umum Kehutanan - 2002

3. Pengembangan Sistem Informasi Kehutanan Pengembangan Sistem Informasi Kehutanan berbasis komputer sudah dimulai sejak tahun 1990. Pengembangannya di bagi dalam tiga tahap pengembangan. Tahap pertama tahun 1990 – 1994 adalah tahap Persiapan. Target pada tahap persiapan ini adalah terciptanya pola sistem informasi yang dapat memenuhi kebutuhan masing-masing organisasi di Departemen Kehutanan dan terpenuhinya kebutuhan sumberdaya meliputi tenaga, perangkat keras dan perangkat lunak. Pada tahun 1991 telah dibangun laboratorium Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh dan sistem jaringan komputer lokal (LAN) di beberapa lantai di Gedung Departemen Kehutanan Pusat. Dalam pengembangan database kehutanan telah dimulai pengumpulan database kehutanan secara spasial berupa peta-peta sumberdaya hutan dan potensi hutan, dan database kepegawaian.

Tahap kedua adalah tahap pengembangan dari tahun 1995 – 1999. Pada tahap ini diharapkan terciptanya suatu siatem informasi yang terintegrasi yang didukung dengan sistem pengumpulan data dan distribusi Informasi yang mantap, dan terpenuhinya kebutuhan sumber daya operasional dalam

memenuhi kebutuhan sistem informasi baik di pusat maupun di daerah. Pada tahap ini, di gedung pusat Departemen Kehutanan untuk pertama kalinya dibangun secara lengkap sistem jaringan komputer lokal (LAN) di 14 lantai gedung Blok I dan 8 lantai gedung Blok VII dan pembangunan sistem internet dan surat elektronis (email). Pada tahun 1996 Departemen Kehutanan mulai meluncurkan Website Departemen Kehutanan pada alamat http://www.dephut.go.id/ yang terus berkembang hingga saat ini. Pada tahap pengembangan ini juga dibangun sistem jaringan komunikasi data jarak jauh di 4 unit kantor kehutanan di Bogor dan 27 unit Kantor Wilayah Kehutanan Propinsi, dan beberapa unit Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dephut, kemudian pengembangan Sistem Informasi Geografis di beberapa UPT Departemen Kehutanan.

Page 66: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

58 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Tahap ketiga adalah tahap mantap (tahun 2000 ke atas) dimana telah tercipta suatu sistem informasi Departemen Kehutanan yang mampu memberikan semua informasi bagi manajemen dan pelayanan kepada masyarakat dengan didukung oleh suatu sistem pengelolaan data dan informasi yang mantap dan telah terpenuhinya seluruh kebutuhan hardware, software dan sumberdaya manusia yang mampu memantapkan pemenuhan kebutuhan data dan informasi bagi manajemen dan masyarakat. Pada kenyataannya harapan ini masih sulit untuk dipenuhi. Sampai dengan saat ini perkembangan sistem informasi kehutanan masih bergumul dengan keberagaman database kehutanan yang cenderung tidak konsisten dan tidak akurat, belum lagi adanya kendala terganggunya aliran komunikasi data dari daerah ke pusat setelah diterapkannya otonomi daerah pada tahun 2000. Dengan terganggunya aliran data dari daerah ke pusat, pusat mengalami kesulitan yang sangat serius dalam mengkompilasi data kehutanan untuk menghasilkan angka nasional. Dalam mengatasi permasalahan-permasalahan sistem informasi kehutanan, kedepan Departemen Kehutanan perlu mengembangkan sistem informasi kehutanan yang dapat menjangkau sebagian besar pelaku/pemerhati/pemakai data dan informasi kehutanan. Teknologi yang paling dimungkinkan adalah mengembangkan sistem informasi kehutanan yang berbasis internet (web) dengan aktivitas antara lain :

a. Memantapkan dan mengembangkan Sistem Informasi Kehutanan dalam bentuk pembangunan database kehutanan yang terpadu berbasis web.

b. Mengkaji dan menyempurnakan strategi pengembangan sistem informasi kehutanan.

c. Mengoptimalkan pemberdayaan SDM dan teknologi informasi yang relevan melalui program pelatihan dan pendidikan formal dan program magang (on the job training);

d. Memelihara dan mengembangkan jaringan komputer dan infrastruktur web di Pusat dan Daerah.

e. Meningkatkan kesadaran pemanfaatan data dan informasi kehutanan melalui workshop, seminar dan konsultasi publik.

f. Meningkatkan mutu pelayanan data dan informasi kehutanan melalui evaluasi secara periodic sesuai perkembangan teknologi informasi;

Page 67: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

59 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Pengembangan aplikasi sistem informasi kehutanan yang telah dilakukan oleh Departemen Kehutanan antara lain :

• Aplikasi penyusunan anggaran LK/PO/DIP

• Monitoring persuratan/disposisi Menteri Kehutanan

• Aplikasi sistem gaji

• Sistem Kepegawaian (SIMPEG)

• Aplikasi CITES

• Inventarisasi kekayaan milik negara

• Sistem monitoring absensi kepegawaian

Sedangkan pembangunan aplikasi sistem informasi kehutanan yang akan datang antara lain adalah :

• Sistem administrasi perencanaan;

• Sistem informasi kepegawaian;

• Sistem Informasi keuangan;

• Sistem informasi dokumentasi, antara lain kearsipann, perlengkapan, perundang-undangan, kelembagaan, tata laksana, hubungan luar negeri dan kehumasan;

• Sistem informasi pemanfaatan hutan;

• Sistem informasi sumberdaya hutan antara lain HTI, PSDH, penutupan lahan, pelestarian alam dan lain-lain;

• Sistem informasi pengawasan hutan;

• Sistem informasi perpetaan kehutanan.

Page 68: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

60 Informasi Umum Kehutanan - 2002

DAFTAR ISTILAH Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak terpisahkan. Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang terikat oleh hukum adat, keturunan dan tempat tinggal. Hutan desa adalah hutan negara yang dikelola desa untuk kesejahteraan desa. Hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya untuk memberdayakan masyarakat tanpa mengganggu fungsi pokoknya. Hutan rakyat adalah hutan pada tanah yang diakui sebagai milik rakyat baik bersama maupun perorangan Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.

Page 69: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

61 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekositemnya. Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Hutan bakau adalah zona peralihan antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang memiliki nilai penting untuk perlindungan pantai, penahanan endapan lumpur dan fungsi keseimbangan lingkungan. Cagar alam adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kebudayaan dan perkembangannya berlangsung secara alami. Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan dan kebanggaan nasional yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikaan, penunjang budidaya tumbuhan dan atau satwa, pariwisata dan rekreasi. Taman hutan raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli atau bukan jenis asli yang

Page 70: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

62 Informasi Umum Kehutanan - 2002

dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya tumbuhan dan atau satwa, budaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam. Taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata buru. Kebakaran vegetasi adalah istilah yang dipakai dalam menggambarkan kebakaran hutan dan lahan yang meliputi penangkapan, pengolahan, penginterpretasian, dan presentasi data kebakaran yang diperoleh NOAA. Kebakaran liar (wild fire) adalah istilah yang dipakai untuk kebakaran tetumbuhan yang tidak terkendali. Titik panas (hot spot) adalah istilah untuk menunjukkan lokasi terjadinya kebakaran vegetasi yang terlihat di layar komputer atau di peta kebakaran, atau sebagaimana yang diindikasikan oleh koordinatnya. Asap (smoke) adalah gas yang tampak akibat dari pembakaran (Deutches Institut fur Normung) Kabut (haze) adalah partikel-partikel kering yang mengakibatkan berkurangnya jarak pandang (World Meteorological Organization) Penutupan lahan/vegetasi adalah kondisi permukaan bumi yang menggambarkan kenampakan penutupan lahan dan vegetasi. Perubahan kawasan hutan adalah berubahnya luas kawasan hutan sebagai akibat dari adanya pelepasan kawasan hutan (untuk keperluan non kehutanan), adanya tukar menukar kawasan atau adanya perubahan fungsi hutan. Penataan batas kawasan hutan adalah suatu kegiatan dalam rangka menetapkan batas-batas yang pasti mengenai batas kawasan hutan berdasarkan fungsi-fungsinya yaitu fungsi hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Inventarisasi hutan adalah kegiatan untuk mengetahui keadaan potensi hutan berupa flora, fauna, sumberdaya manusia dan sosial ekonomi serta potensi budaya masyarakat di dalam dan luar kawasan hutan.

Page 71: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

63 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Pengusahaan hutan adalah kegiatan pemanfaatan hutan yang berdasarkan atas azas kelestarian fungsi dan azas perusahaan yang meliputi penanaman, peliharaan, pengamanan, pemanenan hasil, dan pemasran hasil hutan. Hak pengusahaan hutan tanaman industri (HPHTI) adalah hak yang diberikan oleh Menteri Kehutanan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta atau Koperasi untuk mengusahakan Hutan Tanaman Industri dalam jangka waktu tertentu. Hasil hutan adalah benda-benda hayati, nonhayati turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan. Kayu gergajian adalah kayu hasil konversi kayu bulat dengan menggunakan mesin gergaji, mempunyai bentuk yang teratur dengan sisi-sisi sejajar dan sudut-sudutnya siku dengan kadar air tidak lebih dari 18%. Kayu lapis adalah panel kayu yang tersusun dari lapisan veneer dibagian luarnya, sedangkan dibagian intinya (core) bisa berupa veneer atau material lain, diikat dengan lem kemudian ditekan sedemikian rupa sehingga menjadi panel yang kuat. Termasuk dalam artian ini adalah kayu lapis yang dilapisi lagi dengan material lain. Rotan adalah rotan asalan yang dihasilkan dari hutan alam atau hasil budidaya masyarakat hutan. Gondorukem adalah getah dari pohon pinus (Pinus merkusii) yang kemudian diolah menjadi gondorukem. Kegunaan gondorukem adalah untuk bahan baku industri kertas, keramik, plastik, cat, batik, sabun, tinta etak, politur, farmasi, kosmetik, dll. Terpentin adalah getah dari pohon pinus (Pinus merkusii) yang kemudian diolah menjadi terpentin. Kegunaan terpentin adalah untuk bahan baku industri kosmetik, minyak cat, campuran bahan pelarut, antiseptik, kamfer dan farmasi. Minyak kayu putih adalah produk dari daun pohon kayu putih (Melaleuca leucadendron) melalui proses penyulingan dihasilkan minyak kayu putih. Kegunaan minyak kayu putih adalah untuk bahan farmasi. Damar adalah hasil sekresi (getah) dari pohon Shorea sp., Vatica sp., Dryobalanops sp., dan dari suku Dipterocarpaceae, termasuk damar mata kucing dan damar gelap.

Page 72: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

64 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Kegunaan damar adalah sebagai bahan korek api, plastik, plester, vernis, lak, dan sebagainya. Sagu adalah ekstrak tepung sagu yang diambil dari empulur pohon sagu (Metroxylon rumphii Mart) yang tumbuh secara alam dan tanaman. Sutera adalah hasil/produk Usaha Tani Persuteraan Alam yang merupakan kegiatan usaha tani dengan hasil pokok berupa kokon atau benang sutera mentah. Kopal adalah getah dari pohon damar (Agathis alba) yang kemudian diolah menjadi kopal. Kegunaan kopal adalah untuk melapisi kertas agar tidak rusak kalau ditulis dengan tinta. Perlebahan adalah budidaya lebah untuk menghasilkan madu, jelly, lilin dan hasil lainnya.

Page 73: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

65 Informasi Umum Kehutanan - 2002

DAFTAR SINGKATAN AAC adalah Annual Allowable Cut CBD adalah Convention on Biodiversity CCD adalah Convention on Combating Disertification CGI adalah Consultative Group on Indonesian CGIF adalah Consultative Group on Indonesian Forestry CIFOR adalah Centre for International Forestry Research CITES adalah Convention on International Trade in Endangered Species CPF adalah Collaborative Partnership on Forest CSD adalah Conference on Sustainable Development DAS adalah Daerah Aliran Sungai DAK-DR adalah Dana Alokasi Khusus-Dana Reboisasi DR adalah Dana Reboisasi FAO adalah Food and Agricultural Organization FCCC adalah Framework Convention on Climate Change GDP adalah Gross Domestic Product GOI adalah Government of Indonesia HKM adalah Hutan Kemasyarakatan HPH adalah Hak Pengusahaan Hutan HPHH adalah Hak Pemungutan Hasil Hutan HRD adalah Human Resources Development HTI adalah Hutan Tanaman Industry ICRAF adalah International Centre for Research in Agro Forestry IDCF adalah Interdepartmental Committee on Forestry IFAP adalah Indonesian Forestry Action Plan IPF/IFF adalah Intergovernmental Panel on Forests/Intergovernmental Forum on

Forests IPKH adalah Industri Pengolahan Kayu Hilir IUPHHK adalah Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu ITFF adalah Interagency Task Force on Forest ITTO adalah International Tropical Timber Organization JICA adalah Japanese International Co-operation Agency LSM adalah Lembaga Swadaya Masyarakat NFP adalah National Forest Programme PHBM adalah Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

Page 74: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

66 Informasi Umum Kehutanan - 2002

POLHUT adalah Polisi Hutan RIL adalah Reduce Impact Logging RHL adalah Rehabilitasi Hutan dan Lahan SFM adalah Sustainable Forest Management SDM adalah Sumber Daya Manusia SIK adalah Sistem Informasi Kehutanan TFAP adalah Tropical Forest Action Programme TOT adalah Training of Trainers UNFF adalah Unit Nation Forum on Forests UNCED adalah Conference on Environmental and Development WFC adalah World Forestry Congress WWF adalah World Wide Fund for Nature WTO adalah World Trade Organisation

Page 75: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

LAMPIRAN

Page 76: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

Lampiran 1. Luas Kawasan Hutan Indonesia berdasarkan Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan.

KSA / KPA No Propinsi Luas Daratan Nomor

SK Menhut Tanggal

SK Jumlah Perairan Daratat

HL Daratan

HPT Daratan

HP Daratan

HPK Daratan

Jml Luas Kawasan

Hutan daratan

Jml luas kawasan

daratan dan perairan

1 N. Aceh

Darussalam 5.539.000 170/Kpts-II/2000 29-06-00 1.066.733 231.400 835.333 1.844.500 37.300 601.280 - 3.318.413 3.549.813

2 Sumbar 4.289.800 422/Kpts-II/1999 15-06-99 846.175 39.900 806.275 910.533 246.383 407.849 189.346 2.560.386 2.600.286

3 Jambi 5.343.600 421/Kpts-II/1999 15-06-99 676.120 0 676.120 191.130 340.700 971.490 - 2.179.440 2.179.440

4 Bengkulu **) 1.978.900 420/Kpts-II/1999 15-06-99 444.882 0 444.882 252.042 189.075 34.965 - 920.964 920.964

5 Lampung 3.538.500 256/Kpts-II/2000 23-08-00 462.030 0 462.030 317.615 33.358 191.732 - 1.004.735 1.004.735

6 Jabar 4.317.700 419/Kpts-II/1999 15-06-99 252.604 46.187 206.417 240.402 213.412 338.653 - 998.883 1.045.071

7 Jateng 3.254.900 435/Kpts-II/1999 15-06-99 115.086 110.117 4.969 75.538 174.185 396.751 - 651.443 761.560

8 Jatim 4.792.300 417/Kpts-II/1999 15-06-99 230.248 0 230.248 315.505 - 811.453 - 1.357.206 1.357.206

9 DI Yogyakarta 318.600 171/Kpts-II/2000 29-06-00 910 0 910 2.058 - 13.851 - 16.819 16.819

10 Bali 563.300 433/Kpts-II/1999 15-06-99 26.293 3.415 22.879 95.766 6.719 1.907 - 127.271 130.686

11 DKI Jakarta 66.400 220/Kpts-II/2000 02-08-00 108.272 108.000 272 45 - 158 - 475 108.475

12 Kalsel 3.653.500 453/Kpts-II/1999 17-06-99 175.565 0 175.565 554.139 155.268 688.884 265.638 1.839.494 1.839.494

13 Kalbar 14.680.700 259/Kpts-II/2000 23-08-00 1.645.580 77.000 1.568.580 2.307.045 2.445.985 2.265.800 514.350 9.101.760 9.178.760

14 Sulut 2.748.800 452/Kpts-II/1999 17-06-99 518.130 89.065 429.065 341.447 552.573 168.108 34.812 1.526.005 1.615.070

15 Sultra 3.814.000 454/Kpts-II/1999 17-06-99 1.664.069 1.471.800 192.269 1.061.270 419.244 633.431 212.123 2.518.337 3.990.137

16 Sulteng 6.368.900 757/Kpts-II/1999 23-09-99 676.248 0 676.248 1.489.923 1.476.316 500.589 251.856 4.394.932 4.394.932

17 Sulsel 6.248.300 890/Kpts-II/1999 14-10-99 789.066 580.765 208.301 1.944.416 855.730 188.486 102.073 3.299.006 3.879.771

18 Maluku 7.787.100 415/Kpts-II/1999 15-06-99 443.345 118.598 324.747 1.809.634 1.653.625 1.053.171 2.304.932 7.146.109 7.264.707

19 NTB **) 2.015.300 418/Kpts-II/1999 15-06-99 139.025 11.064 127.961 421.854 334.409 126.278 - 1.010.502 1.021.566

20 NTT 4.734.900 423/Kpts-II/1999 15-06-99 350.330 253.922 96.408 731.220 197.250 428.360 101.830 1.555.068 1.808.990

21 Irja 42.198.100 891/Kpts-II/1999 14-10-99 9.704.300 1.926.475 7.777.825 10.619.090 2.054.110 10.585.210 9.262.130 40.298.365 42.224.840

22 Sumsel 10.925.400 76/Kpts-II/2001 15-03-01 714.416 0 714.416 760.523 217.370 2.293.083 431.445 4.416.837 4.416.837

23 Kaltim 21.098.500 79/Kpts-II/2001 15-03-01 2.165.198 500 2.164.698 2.751.702 4.612.965 5.121.688 - 14.651.053 14.651.553

24 Sumut 7.168.000 - - - - - - - - - - -

25 Riau 9.456.100 - - - - - - - - - - -

26 Kalteng 15.356.400 - - - - - - - - - - -

Jumlah 192.257.000 23.214.626 5.068.209 18.146.418 29.037.397 16.215.977 27.823.177 13.670.535 104.893.505 109.961.713

Sumber : Statistik Kehutanan, 2001, Departemen Kehutanan Catatan) Luas Kawasan Hutan dan Perairan yang telah ditetapkan Menhutbun/Menhut di 23 Propinsi semula luasnya : 108.571.713,28 Ha, belum

termasuk TN (L) Wakatobi Prop. Sultra seluas 1.390.000 Ha (KPA Perairan di Prop. Sulawesi Tenggara semula luasnya 271.800 Ha menjadi 1.471.800 Ha), sehingga luas kawasan hutan dan perairan menjadi 109.961.713 Ha

Page 77: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

Lampiran 2. Peta Kawasan Hutan Indonesia berdasarkan Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan

PETA KAWASAN HUTAN INDONESIA Berdasarkan Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan

Page 78: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

Lampiran 3. Kondisi Penutupan Lahan/vegetasi Indonesia (diluar P. Irian Jaya) Berdasarkan Hasil Penafsiran Citra Landsat ETM+7 tahun 1999-2000

KAWASAN HUTAN (X 1.000 Ha) APL TOTAL

HUTAN TETAP No PROPINSI HL KSA-KPA HP HPT

HPK Jumlah (X 1.000

Ha)

Jumlah (X 1.000 Ha)

1 N. ACEH DARUSSALAM A. Hutan 1.570 730 438 18 0 466 3.221 B. Non Hutan 153 26 128 16 0 1.554 1.876 C. Tidak Ada Data 130 72 72 4 0 238 515 Total 1.853 828 637 37 0 2.258 5.613 2 SUMATERA UTARA A. Hutan 725 181 236 790 113 300 2.346 B. Non Hutan 623 19 246 760 242 2.156 4.045 C. Tidak Ada Data 207 70 39 190 6 235 746 Total 1.556 270 520 1.740 361 2.690 7.137 3 RIAU A. Hutan 210 188 655 1.126 849 3 3.030 B. Non Hutan 104 40 435 728 2.943 172 4.422 C. Tidak Ada Data 87 133 728 448 805 9 2.209 Total 401 361 1.818 2.301 4.597 184 9.661 4 SUMATERA BARAT A. Hutan 549 603 234 131 87 161 1.766 B. Non Hutan 294 64 101 67 68 1.224 1.817 C. Tidak Ada Data 101 107 93 25 24 274 625 Total 944 774 428 223 179 1.658 4.208 5 BENGKULU A. Hutan 175 390 22 136 0 168 891 B. Non Hutan 44 50 15 47 0 855 1.011 C. Tidak Ada Data 32 22 1 2 0 67 124 Total 251 461 38 185 0 1.090 2.025 6 JAMBI A. Hutan 96 349 575 211 0 232 1.463 B. Non Hutan 23 187 241 58 0 1.862 2.372 C. Tidak Ada Data 56 177 194 34 0 509 970 Total 174 714 1.010 303 0 2.603 4.804 7 SUMATERA SELATAN A. Hutan 201 239 205 29 18 175 866 B. Non Hutan 327 301 1.359 210 544 4.294 7.035 C. Tidak Ada Data 24 192 211 3 33 277 739 Total 552 732 1.774 242 595 4.745 8.639 8 BANGKA BELITUNG A. Hutan 50 0 96 0 0 46 192 B. Non Hutan 131 0 327 0 0 767 1.225 C. Tidak Ada Data 37 0 57 0 0 143 237 Total 218 0 480 0 0 956 1.654

Page 79: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

Lampiran 3. (…. lanjutan)

KAWASAN HUTAN (X 1.000 Ha) APL TOTAL HUTAN TETAP No PROPINSI

HL KSA-KPA HP HPT HPK

Jumlah (X 1.000

Ha)

Jumlah (X 1.000

Ha) 9 LAMPUNG

A. Hutan 54 248 72 11 0 185 569 B. Non Hutan 237 129 97 25 0 2.169 2.657 C. Tidak Ada Data 26 16 4 0 0 84 129 Total 317 393 172 36 0 2.438 3.355 SUMATERA A. Hutan 3.629 2.929 2.532 2.452 1.067 1.735 14.344 B. Non Hutan 1.936 816 2.948 1.911 3.797 15.052 26.459 C. Tidak Ada Data 700 789 1.399 705 867 1.835 6.294 Total 6.265 4.534 6.878 5.067 5.731 18.622 47.097 10 BANTEN A. Hutan 16 66 12 32 0 26 151 B. Non Hutan 11 7 17 31 0 698 764 C. Tidak Ada Data 3 7 0 2 0 20 32 Total 30 80 29 65 0 743 947

11 DKI JAKARTA A. Hutan 0 0 0 0 0 0 0 B. Non Hutan 0 0 0 0 0 65 65 C. Tidak Ada Data 0 0 0 0 0 11 11 Total 0 0 0 0 0 76 76

12 JAWA BARAT A. Hutan 109 75 124 87 0 103 497 B. Non Hutan 98 34 191 86 0 2.658 3.066 C. Tidak Ada Data 5 0 0 4 0 154 163 Total 211 109 315 177 0 2.916 3.727

13 JAWA TENGAH A. Hutan 60 3 276 73 0 193 605 B. Non Hutan 14 5 186 38 0 2.505 2.748 C. Tidak Ada Data 0 1 6 7 0 76 90 Total 74 9 467 119 0 2.775 3.444

14 D.I.YOGYAKARTA A. Hutan 2 0 1 0 0 8 12 B. Non Hutan 1 1 12 0 0 280 293 C. Tidak Ada Data 0 0 0 0 0 14 14 Total 3 1 13 0 0 302 318

15 JAWA TIMUR A. Hutan 283 198 443 0 0 159 1.083 B. Non Hutan 70 28 395 0 0 3.185 3.677 C. Tidak Ada Data 0 4 4 0 0 91 100 Total 354 230 842 0 0 3.435 4.860 JAWA A. Hutan 470 342 856 192 0 489 2.349 B. Non Hutan 194 74 800 156 0 9.391 10.613 C. Tidak Ada Data 9 13 11 13 0 366 411 Total 672 428 1.666 360 0 10.246 13.372

Page 80: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

Lampiran 3. ( ….Lanjutan)

KAWASAN HUTAN (X 1.000 Ha) APL TOTAL HUTAN TETAP No PROPINSI

HL KSA-KPA HP HPT HPK

Jumlah (X 1.000

Ha)

Jumlah (X 1.000 Ha)

16 KALIMANTAN BARAT A. Hutan 1.770 1.184 952 1.492 296 1.018 6.712 B. Non Hutan 392 190 1.113 686 169 3.969 6.520 C. Tidak Ada Data 130 244 215 236 0 655 1.480 Total 2.293 1.618 2.279 2.414 465 5.642 14.712

17 KALIMANTAN TENGAH A. Hutan 762 516 3.670 2.853 1.676 6 9.483 B. Non Hutan 35 77 2.072 341 2.539 54 5.118 C. Tidak Ada Data 43 40 270 191 99 5 648 Total 840 633 6.013 3.384 4.315 65 15.249

18 KALIMANTAN TIMUR A. Hutan 2.343 1.185 2.685 4.064 0 2.035 12.312 B. Non Hutan 84 238 1.432 372 0 2.735 4.860 C. Tidak Ada Data 366 347 506 736 0 381 2.336 Total 2.794 1.769 4.623 5.172 0 5.151 19.509

19 KALIMANTAN SELATAN A. Hutan 215 72 351 71 29 198 936 B. Non Hutan 106 47 306 15 120 1.374 1.968 C. Tidak Ada Data 163 12 181 47 50 356 810 Total 484 131 838 133 199 1.929 3.714 KALIMANTAN A. Hutan 5.091 2.957 7.658 8.479 2.001 3.257 29.443 B. Non Hutan 618 551 4.923 1.414 2.828 8.133 18.466 C. Tidak Ada Data 702 643 1.173 1.210 150 1.397 5.275 Total 6.411 4.151 13.753 11.103 4.979 12.787 53.184

20 SULAWESI UTARA A. Hutan 71 101 37 118 13 75 415 B. Non Hutan 43 20 21 45 1 499 628 C. Tidak Ada Data 68 127 8 55 2 146 406 Total 183 247 66 218 15 720 1.449

21 GORONTALO A. Hutan 136 154 68 277 13 77 725 B. Non Hutan 17 10 20 28 6 258 338 C. Tidak Ada Data 20 30 11 46 2 13 123 Total 174 194 98 351 21 348 1.186

22 SULAWESI TENGAH A. Hutan 866 310 263 913 165 585 3.102 B. Non Hutan 68 44 60 114 38 997 1.321 C. Tidak Ada Data 394 224 141 391 67 335 1.553 Total 1.328 578 464 1.418 270 1.917 5.975

23 SULAWESI TENGGARA A. Hutan 626 161 299 314 55 211 1.666 B. Non Hutan 72 47 142 37 78 694 1.070 C. Tidak Ada Data 372 93 124 111 40 183 923 Total 1.070 301 565 463 172 1.089 3.659

Page 81: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

Lampiran 3. ( …. Lanjutan)

KAWASAN HUTAN (X 1.000 Ha) APL TOTAL HUTAN TETAP No PROPINSI

HL KSA-KPA HP HPT HPK Jumlah

(X 1.000 Ha) Jumlah

(X 1.000 Ha)

24 SULAWESI SELATAN A. Hutan 1.274 63 91 559 42 271 2.300 B. Non Hutan 403 95 78 186 40 2.249 3.052 C. Tidak Ada Data 301 47 30 104 21 231 732 Total 1.978 206 199 849 102 2.750 6.084 SULAWESI A. Hutan 2.973 789 758 2.182 287 1.219 8.209 B. Non Hutan 604 215 321 410 162 4.696 6.409 C. Tidak Ada Data 1.155 521 314 707 131 908 3.736 Total 4.732 1.525 1.393 3.299 581 6.823 18.354

25 BALI A. Hutan 49 12 0 1 0 32 94 B. Non Hutan 23 7 2 4 0 341 376 C. Tidak Ada Data 28 4 0 2 0 69 103 Total 100 23 2 6 0 441 573

26 NUSA TENGGARA BARAT A. Hutan 367 66 103 200 0 196 932

B. Non Hutan 78 61 54 55 0 652 900 C. Tidak Ada Data 38 47 13 22 0 87 207 Total 483 174 170 277 0 935 2.039 27 NUSA TENGGARA TIMUR A. Hutan 227 144 58 74 16 436 955 B. Non Hutan 409 147 196 116 91 2.315 3.275 C. Tidak Ada Data 66 8 58 31 6 326 495 Total 702 299 313 221 113 3.077 4.725 BALI DAN NUSA TENGGARA A. Hutan 643 222 162 275 16 663 1.980 B. Non Hutan 509 215 252 174 91 3.309 4.550 C. Tidak Ada Data 133 59 71 56 6 481 806 Total 1.286 496 485 505 113 4.453 7.337

28 MALUKU UTARA +MALUKU A. Hutan 830 256 550 1.015 943 167 3.761 B. Non Hutan 149 52 316 155 1.036 332 2.041 C. Tidak Ada Data 378 143 322 412 586 158 1.998 Total 1.357 451 1.189 1.581 2.565 657 7.800 INDONESIA A. Hutan 13.637 7.495 12.516 14.595 4.314 7.530 60.086 B. Non Hutan 4.010 1.923 9.559 4.219 7.915 40.913 68.539 C. Tidak Ada Data 3.076 2.167 3.290 3.102 1.740 5.145 18.519 TOTAL INDONESIA 20.723 11.585 25.365 21.916 13.969 53.587 147.145

29 IRIAN JAYA 40.849 Sumber : Badan Planologi Kehutanan Keterangan : - KSA-KPA termasuk didalamnya Taman Buru - HPT = Hutan Produkasi Terbatas - HL = Hutan Lindung - HPK = Hutan Produksi yang dapat Dikonversi - HL = Hutan Lindung - HPK = Hutan Produksi yang dapat Dikonversi - KSA-KPA = Kawasan Suaka Alam/ Kawasan Pelestarian Alam - APL = Areal Penggunaan Lain - HP = Hutan Produksi Tetap (Non Kawasan Hutan)

Page 82: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

Lampiran 4. Peta Kondisi Penutupan Lahan/vegetasi Indonesia Berdasarkan Hasil Penafsiran Citra Landsat ETM+7 tahun 1999-2000

Peta Penutupan Lahan / Vegetasi IndonesiaBerdasarkan Hasil Penafsiran Citra Landsat 1999/2000

Page 83: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

Lampiran 5. Laju Deforestasi Hutan Indonesia periode 1985 – 1997

PROPINSI

RePPProT (1985)

Dephutbun (1997)

RePPProT - Dephutbun

No.

Province Total Hutan % Total * Hutan % Lain-lain ** Def. % Def.

1 D.I. Aceh 5,674,800 3,882,300 68.4 5,669,345 3,611,953 63.7 13,533 270,347 7.0

2 Sumatera Utara 7,250,100 2,812,000 38.8 7,113,131 1,891,819 26.6 100,508 920,181 32.7

3 Sumatera Barat 4,169,000 2,590,400 62.1 4,153,618 1,944,015 46.8 597,757 646,385 25.0

4 Riau 9,859,700 5,936,500 60.2 9,661,817 5,071,891 52.5 2,506 864,609 14.6

5 Jambi 4,873,900 2,765,800 56.7 4,855,923 1,603,079 33.0 232,890 1,162,721 42.0

6 Sumatera Selatan 10,226,300 3,562,100 34.8 10,149,068 1,248,209 12.3 913,789 2,313,891 65.0

7 Bengkulu 2,090,400 1,126,600 53.9 2,096,606 899,858 42.9 0 226,742 20.1

8 Lampung 3,386,700 647,800 19.1 3,359,906 361,319 10.8 237,929 286,481 44.2

9 Kalimantan Barat 14,753,000 8,700,600 59.0 14,546,318 6,713,026 46.1 243,570 1,987,574 22.8

10 Kalimantan Tengah 15,360,400 11,614,400 75.6 15,249,222 8,543,384 56.0 1,883,359 3,071,016 26.4

11 Kalimantan Selatan 3,749,000 1,795,900 47.9 3,703,550 999,182 27.0 288,120 796,718 44.4

12 Kalimantan Timur 19,721,000 17,875,100 90.6 19,504,912 13,361,195 68.5 716,512 4,513,905 25.3

13 Sulawesi Utara 2,655,500 1,553,600 58.5 2,645,243 1,106,031 41.8 635,586 447,569 28.8

14 Sulawesi Tengah 6,032,900 4,359,100 72.3 6,001,253 2,892,697 48.2 1,152,403 1,466,403 33.6

15 Sulawesi Selatan 6,245,100 2,879,200 46.1 6,139,434 2,114,703 34.4 534,416 764,497 26.6

16 Sulawesi Tenggara 3,681,000 2,477,500 67.3 3,676,422 1,975,726 53.7 329,540 501,774 20.3

17 Maluku 7,801,900 6,348,000 81.4

7,808,786

5,538,506 70.9

939,414

809,494 12.8

18 Irian Jaya 41,480,000 34,958,300 84.3

40,756,291

33,548,021 82.3

3,812,903

1,410,279 4.0

19 Jawa dan Bali 13,820,400 1,345,900 9.7

20 Nusa Tenggara 8,074,000 2,469,400 30.6

INDONESIA 190,905,100 119,700,500 62.7 167,090,847 93,424,613 55.9 12,634,735 22,460,587 18.8

Laju Deforestasi nasional per tahun : 1.871.716 ha (selama periode 19985-1997)

Sumber : Data RePPProt (1985) dan Dephutbun (1997)

Page 84: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

Lampiran 6. Peta Deforestasi Hutan Indonesia periode 1985 – 1997

Peta Deforestasi Hutan Indonesia Periode 1985 - 1997

Page 85: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

Lampiran 7. Kawasan Konservasi Darat sampai dengan tahun 2001

Cagar Alam Suaka Margasatwa Taman Wisata Taman Buru Taman Nasional TAHURA JUMLAH NO PROPINSI Unit Luas (Ha) Unit Luas (Ha) Unit Luas (Ha) Unit Luas (Ha) Unit Luas (Ha) Unit Luas (Ha) Unit Luas (Ha)

1 N. Aceh Darussalam 2 11.300 1 10.500 - - 1 80.000 1 1.094.692 1 6.300 6 1.202.792

2 Sumatera Utara 8 12.568 4 85.552 6 3.506 1 8.350 - - 1 51.600 20 161.576

3 Sumatera Barat 7 39.494 - - 3 610 - - 1 190.500 1 71.807 12 302.411

4 Riau 3 5.900 2 145.000 1 2.066 1 16.000 1 127.698 1 5.920 9 302.584

5 Jambi 4 6.616 - - 1 300 - - 3 1.598.550 1 15.830 8 1.621.296

6 Bengkulu 9 1.782 - - 2 14.612 2 25.300 - - 1 1.122 14 42.816

7 Sumatera Selatan 1 1 7 292.414 1 50 - - - - - - 9 292.465

8 Bangka Belitung - - - - - - - - - - - - - -

9 Lampung - - - - - - - - 2 490.621 1 22.244 3 512.865

10 DKI. Jakarta 2 343 2 115 - - - - - - - - 4 458

11 Jawa Barat 27 45.216 2 13.528 14 3.501 1 12.421 2 55.000 2 596 49 130.262

12 Banten 3 4.230 - - 2 1.323 - - 1 122.956 - - 6 128.509

13 Jawa Tengah 25 3.053 - - 5 254 - - - - - - 30 3.307

14 DI. Yogyakarta 3 286 - - 2 1.085 - - - - - - 5 1.371

15 Jawa Timur 16 10.999 2 17.976 3 297 - - 4 176.696 1 25.000 26 230.970

16 Bali 1 17 - - 2 69 - - 1 19.002 1 12 5 19.100

17 NTB 1 543 - - 5 5.641 3 63.250 1 40.000 1 3.155 11 112.590

18 NTT 5 29.384 4 8.060 5 43.101 2 3.062 4 313.298 1 1.900 21 398.804

19 Kalimantan Barat 4 186.788 1 180.000 2 835 - - 4 1.203.090 - - 11 1.570.713

20 Kalimantan Tengah 4 83.871 - - 2 2.533 - - 1 415.040 - - 7 501.444

21 Kalimantan Selatan 4 67.242 1 6.000 2 1.560 - - - - 1 112.000 8 186.803

22 Kalimantan Timur 3 51.964 - - 1 61.250 - - 2 1.559.129 - - 6 1.672.344

23 Sulawesi Utara 4 16.233 1 6.500 2 1.250 1 21.400 1 287.115 - - 11 332.498

24 Gorontalo 3 45.847 1 31.125 - - - - - - - - 2 76.973

25 Sulawesi Tengah 3 219.646 5 20.747 1 250 1 5.000 1 217.991 1 7.128 12 470.762

26 Sulawesi Selatan 6 85.098 3 9.390 9 105.408 1 4.610 - - - - 19 204.506

27 Sulawesi Tenggara 2 509 4 124.621 2 5.700 1 8.000 1 105.194 1 7.878 11 251.902

28 Maluku 11 54.557 3 14.000 2 11.734 - - 1 189.000 - - 17 269.292

29 Maluku Utara 1 1.250 - - - - - - - - - - 1 1.250

30 Irian Jaya 13 1.369.599 4 2.552.018 6 14.283 - - 2 2.863.810 - - 25 6.799.710

Jumlah 175 2.354.339 47 3.517.547 81 281.219 15 247.393 34 11.069.382 16 332.492 368 17.802.372

Sumber : Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

Page 86: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

Lampiran 8. Kawasan Konservasi Laut sampai dengan tahun 2001

Cagar Alam Sk Margasatwa Taman Wisata Taman Nasional JUMLAH NO PROPINSI

Unit Luas (Ha) Unit Luas (Ha) Unit Luas (Ha) Unit Luas (Ha) Unit Luas (Ha)

1 N. Aceh Darussalam - - - - 2 231.400 - - 2 231.400

2 Sumatera Utara 1 1950 - - - - - - 1 195

3 Sumatera Barat - - - - - - - - - -

4 Riau - - - - - - - - - -

5 Jambi - - - - - - - - - -

6 Bengkulu - - - - - - - - - -

7 Sumatera Selatan - - - - - - - - - -

8 Lampung 1 13.7350 - - - - - - 1 13.735

9 DKI. Jakarta - - - - - - 1 108.000 1 108.000

10 Jawa Barat 1 1.150 - - - - - - 1 1.150

11 Banten 1 700 - - - - - - 1 700

12 Jawa tengah - - - - - - 1 110.117 1 110.117

13 DI. Yogyakarta - - - - - - - - - -

14 Jawa Timur - - - - - - - - - -

15 Bali - - - - - - - - - -

16 NTB - - - - 2 728 - - 2 728

17 NTT 1 2.000 - - 3 119.350 - - 4 121.350

18 Kalimantan Barat 1 77.000 - - - - - - 1 77.000

19 Kalimantan Tengah - - - - - - - - - -

20 Kalimantan Selatan - - - - - - - - - -

21 Kalimantan Timur - - 1 220 1 280 - - 2 500

22 Sulawesi Utara - - - - - - 1 89.065 1 89.065

23 Gorontalo - - - - - - - - - -

24 Sulawesi Tengah - - - - - - - - - -

25 Sulawesi Selatan - - - - 1 50.000 1 530.765 2 580.765

26 Sulawesi Tenggara - - - - 1 81.800 1 1.390.000 2 1.471.800

27 Maluku 2 116.500 - - 3 2.378 - - 5 118.878

28 Maluku Utara - - - - - - - - - -

29 Irian Jaya - - 2 65.000 1 183.000 1 1.453.500 4 1.701.500

JUMLAH 8 211.280 3 65.220 14 668.936 6 3.681.447 31 4.626.884 Sumber : Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

Page 87: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

Lampiran 9. Daftar Taman Nasional di Indonesia sampai dengan Tahun 2001

No Nama Lokasi Kawasan Luas (Ha)

A TAMAN NASIONAL DARAT 1 Gunung Leuser D.I. Aceh dan Sumatera Utara 1.094.692 2 Siberut Sumatera Barat 190.500 3 Bukit Tiga Puluh Riau, Jambi 127.698 4 Kerinci Seblat Sumbar,Jambi,Bengkulu,

Sumsel 1.375.349

5 Berbak Jambi 162.700 6 Bukit Dua Belas Jambi 60.500 7 Bukit Barisan Selatan Lampung dan Bengkulu 365.000 8 Way Kambas Lampung 125.621 9 Ujung Kulon Banten 122.956

10 Gn. Gede Pangrango Jawa Barat 15.000 11 Gunung Halimun Jawa Barat 40.000 12 Bromo Tengger Semeru Jawa Timur 50.276 13 Meru Betiri Jawa Timur 58.000 14 Baluran Jawa Timur 25.000 15 Alas Purwo Jawa Timur 43.420 16 Bali Barat Bali 19.002 17 Gunung Rinjani Nusa Tenggara Barat 40.000 18 Kelimutu Nusa Tenggara Timur 5.000 19 Komodo Nusa Tenggara Timur 173.300 20 Manupeu-Tanah Daru Nusa Tenggara Timur 87.984 21 Laiwangi-Wanggameti Nusa Tenggara Timur 47.014 22 Gunung Palung Kalimantan Barat 90.000 23 Betung Kerihun Kalimantan Barat 800.000 24 Bukit Baka-Bukit Raya Kalimantan Barat 181.090 25 Danau Sentarum Kalimantan Barat 132.000 26 Tanjung Puting Kalimantan Tengah 415.040 27 Kutai Kalimantan Timur 198.629 28 Kayan Mentarang Kalimantan Timur 1.360.500 29 Bogani Nani Wartabone Sulawesi Utara 287.115 30 Lore Lindu Sulawesi Tengah 217.991 31 Rawa Aopa Watumohai Sulawesi Tenggara 105.194 32 Manusela Maluku 189.000 33 Wasur Irian Jaya 413.810 34 Lorentz Irian Jaya 2.450.000

JUMLAH/Total A : 11.069.382

Page 88: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

No Nama Lokasi Kawasan Luas (Ha)

B TAMAN NASIONAL LAUT

1 Kepulauan Seribu DKI. Jakarta 108.000

2 Kepulauan Karimun Jawa Jawa Tengah 110.117

3 Bunaken Sulawesi Utara 89.065 4 Taka Bone Rate Sulawesi Selatan 530.765 5 Kepulauan Wakatobi Sulawesi Tenggara 1.390.000 6 Teluk Cendrawasih Irian Jaya 1.453.500

Jumlah/Total B : 3.681.447

JUMLAH/Total 14.750.829

Sumber : Ditjen PHKA

Page 89: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

Lampiran 10. Perkembangan HPH Aktif sampai dengan Desember 2001

Swasta Murni BUMN Murni Penyertaan Patungan Jumlah No Propinsi

Unit Luas (Ha) Unit

Luas (Ha)

Luas (Ha) Unit

Luas (Ha) Unit

Luas (Ha)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 N A D 6 491.000 - - 6 409.544 - - 12 900.544

2 Sumut 2 97.000 1 139.100 6 372.181 - - 9 608.281

3 Sumbar 5 299.556 - - 1 33.700 - - 6 333.256

4 Riau 10 776.401 3 164.483 11 641.720 1 45.990 25 1.628.594

5 Jambi 8 533.479 2 115.375 - - 3 143.740 13 792.594

6 Sumsel 2 190.000 2 466.720 2 162.930 - - 6 819.650

7 Bengkulu 1 45.275 - - - - 1 45.100 2 90.375

8 Kaltim 31 3.467.890 7 1.878.750 32 2.461.327 4 360.250 74 8.168.217

9 Kalsel - - 2 358.500 3 244.170 - - 5 602.670

10 Kalteng 19 1.311.168 8 805.010 29 2.530.922 7 556.156 63 5.203.256

11 Kalbar 11 801.100 2 388.470 12 725.789 1 77.780 26 1.993.139

12 Sulut 7 344.150 - - 2 126.234 - - 9 470.384

13 Sulteng 10 746.835 - - 4 264.610 - - 14 1.011.445

14 Sultra 2 416.000 - - - - - - 2 416.000

15 Sulsel 4 239.162 1 48.640 1 50.800 - - 6 338.602

16 N T B 1 31.550 - - - - - - 1 31.550

17 Maluku 23 1.771.221 - - 4 338.271 1 148.450 28 2.257.942

18 Papua 50 10.751.613 - - - - - - 50 10.751.613

Jumlah 192 22.313.400 28 4.365.048 113 8.362.198 18 1.377.466 351 36.418.112

I. (Sumber : Ditjen Bina Produksi Kehutanan)

Page 90: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

Lampiran 11. Perkembangan HTI sampai dengan Desember 2001

PULP Pertukangan (Non-Trans)

Pertukangan (Trans)

Lainnya Jumlah No. Propinsi

Unit Luas (Ha) Unit Luas (Ha) Unit Luas (Ha) Unit Luas (Ha) Unit Luas (Ha)

1 N A D 2 208.300 - - 4 25.570 - - 6 233.870

2 SUMUT 2 299.060 4 43.445 1 6.200 - - 7 348.705

3 SUMBAR - - - - 1 6.675 1 28.617 2 35.292

4 R I A U 3 535.492 4 109.692 6 83.190 - - 13 728.374

5 J A M B I 1 191.130 5 92.330 5 100.760 - - 11 384.220

6 SUMSEL 2 340.100 1 40.000 - - - - 3 380.100

7 LAMPUNG - - 4 149.067 - - - - 4 149.067

8 KALBAR 2 412.896 1 56.060 9 120.744 - - 12 589.700

9 KALTENG 2 166.880 - - 7 108.795 - - 9 275.675

10 KALSEL 1 268.585 2 26.635 3 37.040 - - 6 332.260

11 KALTIM 5 793.237 7 258.529 10 159.789 - - 22 1.211.555

12 SULSEL - - 1 29.000 1 13.300 - - 2 42.300

13 SULTENG - - 1 10.041 1 13.400 - - 2 23.441

14 SULTRA - - 1 37.845 - - - - 1 37.845

15 MALUKU - - 1 14.851 3 49.717 - - 4 64.568

16 IRJA 1 206.800 - - - - - - 1 206.800

T O T A L 21 3.422.480 32 867.495 51 725.180 1 28.617 105 5.043.772 Sumber : Ditjen Bina Produksi Kehutanan

Page 91: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

84 Informasi Umum Kehutanan - 2002

DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2001. Statistik Indonesia Tahun 2001. Badan Pusat Statistik.

Jakarta. Chrystanto and Agus Justianto. 2002. Indonesia’s Forest Policy Reviews. FAO.

Bangkok. CIFOR. 2002a. Warta Kebijakan No. 1 tahun 2002 : Pengusahaan Hutan di Daerah.

Bogor. CIFOR. 2002b. Warta Kebijakan No. 2 tahun 2002 : Masyarakat Adat. Bogor. Departemen Kehutanan. 2002a. Statistik Kehutanan Indonesia Tahun 2001,

Departemen Kehutanan, Jakarta. Departemen Kehutanan. 2002b. Eksekutif Data Strategis Kehutanan Tahun 2002,

Departemen Kehutanan, Jakarta. Departemen Kehutanan. 2002c. Reporting Criteria and Indicators at National Level

for ITTO. Departemen Kehutanan . Jakarta. Departemen Kehutanan. 2002d. MKI 2002 Majalah Kehutanan Indonesia; Edisi

VI/2002 : Restrukturisasi Sektor Kehutanan. Jakarta. Departemen Kehutanan. 2001a. Perkembangan Hutan Kemasyarakatan Sampai

Dengan Mei 2001. Direktorat Bina Hutan Kemasyarakatan Bekerjasama Dengan The Ford Foundation, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan Dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan, Jakarta.

Departemen Kehutanan. 2001b. Suatu Kajian Strategi Dan Rencana Induk Sistim Informasi Manajemen Kehutanan (SIMHUTAN), Badan Planologi Kehutanan, Departemen Kehutanan, Jakarta.

Departemen Kehutanan. 2001c. Panel Discussion on Sustainable Wooden Based

Industry Strategy in the frame of data analysis and forestry sector policy. Agency for Forestry Planning, Proceeding. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Page 92: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

85 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Departemen Kehutanan. 2000. Rekalkulasi Areal Hutan Produksi, Hutan Lindung

dan Kawasan Konservasi. Badan Planologi Kehutanan. Jakarta

Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 2000. Rencana Stratejik (RENSTRA) tahun 2001-2005. Jakarta. 31 hal.

Departemen Kehutanan. 1997. Country Brief Indonesian Forestry Action Program (IFAP). Jakarta.

Departemen Kehutanan & ITTO. 2001a. Penanggulangan Penebangan Liar; Seri 1 Hasil Laporan Misi Teknis ITTO untuk Indonesia. Jakarta.

Departemen Kehutanan & ITTO. 2001b. Restrukturisasi Industri Kehutanan; Seri 2 Hasil Laporan Misi Teknis ITTO untuk Indonesia. Jakarta.

Departemen Kehutanan & ITTO. 2001c. Hutan Tanaman Untuk Penciptaan Sumber Daya; Seri 3 Hasil Laporan Misi Teknis ITTO untuk Indonesia. Jakarta.

Departemen Kehutanan & ITTO. 2001d. Rekalkulasi Nilai Kayu; Seri 4 Hasil Laporan Misi Teknis ITTO untuk Indonesia. Jakarta.

Departemen Kehutanan & ITTO. 2001e. Desentralisasi Sektor Kehutanan; Seri 5 Hasil Laporan Misi Teknis ITTO untuk Indonesia. Jakarta.

FAO. 2001. The Global Forest Resources Assessment 2000: Summary Report. COFO-2001/INF-5. Rome.

FAO. 1999. State of World’s Forests. Rome.

FAO. 1988. Asia-Pacific Forestry Towards 2010. Report of the Asia-Pacific Forestry Sector Outlook Study. Rome.

GOI/FAO. 1991. An Agenda for Forestry Sector Development in Indonesia. UTF/INS/065/INS Forestry Studies. Jakarta.

Kartodihardjo, H. 1999. Forest Management Policy Reform in Indonesia : The Need of Accountable Direction. Mimeo

Nasendi, B.D. 1997. A State of the Art Report on Some Recent Forestry Policies, Initiatives and Achievements in Indonesia. MoF, Jakarta.

Pemerintah Indonesia, 2002. Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan. Jakarta.

Page 93: Informasi Umum Kehutanan Tahun 2002

86 Informasi Umum Kehutanan - 2002

Pemerintah Indonesia 2000. Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonomi

Pemerintah Indonesia 2002. Peraturan Pemerintah No.63 Tahun 2002 Tentang

Hutan Kota. Pemerintah Indonesia. 1999a. Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang

Kehutanan Pemerintah Indonesia. 1999b. Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang

Permerintahan Daerah Pemerintah Indonesia. 1999c. Undang Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang

Perimbangan Keuangan Pusat Dan Daerah. Pemerintah Indonesia. 1992. Undang Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang

Penataan Ruang. Patrick Durst and Thomas Enters. 2002. Ten Reason Why We Know Less about

Forestry Statistic in Asia than We Should, EC-FAO Partnership Program, Bangkok. P. 19 – 25

Scotland, N., A. Fraser and N. Jewell. 1999. Round-wood Supply and Demand in

the Forest Sector in Indonesia. Indonesia – U.K. Tropical Forest Management Programme.

Sunderlin, William D. 1998. Between Danger and Opportunity: Indonesia’s Forests in

an Era of Economic Crisis and Political Change. CIFOR, Bogor. Walton, T.E. 2000. Coordination and Implementation of Forest Strategy in

Indonesia: Ten Years of History and Some Directions for the Future. Paper presented at the Workshop on “Forest Strategy: Coordination and Implementation at Country Level” held at the World Bank. Jakarta. May 16-18, 2000.

World Bank. 1995. The Economics of Long-term Management of Indonesia’s

Natural Forests. Jakarta.