Info Kita Online April

1
04 O rganisasi Kesehatan Dunia atau WHO menyatakan bahwa setiap tahun sebanyak tujuh juta orang di dunia meninggal akibat Hipertensi. Pada 2011, dilaporkan sekitar satu milyar orang di dunia menderita Hipertensi, dua pertiga diantaranya berada di negara berkembang, termasuk di Indonesia. Di Indonesia, 1 di antara 3 orang penduduk dewasa usia 18 tahun ke atas, berarti lebih kurang sebanyak 51 juta orang dewasa, menderita Hipertensi. Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%. Tidak ada perbedaan proporsi antara laki-laki dan wanita yang menderita hipertensi, demikian pula dengan tingkat sosial ekonomi. Semua orang berisiko terkena hipertensi. Hipertensi seringkali disebut silent killer. Penderita bisa meninggal tiba-tiba tanpa tanda-tanda atau gejala sebelumnya. “Kita mengetahui bahwa stroke merupakan penyebab kematian nomor 1. Kita pun harus menyadari betul bahwa kejadian stroke sebagian besar disebabkan oleh hipertensi”, ujar Menkes dalam peringatan Hari Kesehatan Sedunia (HKS) tahun 2013. Pada kesempatan tersebut, Menkes menyatakan bahwa Hipertensi dapat dicegah dan dikendalikan melalui perilaku hidup sehat, seperti: 1) Kurangi asupan garam, lemak dan gula; 2) Makan buah dan sayuran, minimal 5 porsi sehari; 3) Melakukan aktivitas fisik, minimal 5 kali 30 menit dalam 1 minggu; 4) Tidak merokok dan mengkonsumsi alkohol; serta 5) Mengelola stres. “Karena itu, saya mengajak seluruh masyarakat untuk selalu berperilaku CERDIK: Cek kesehatan secara berkala, salah satunya yaitu pengukuran tekanan darah secara rutin; Enyahkan asap rokok; Rajin beraktivitas fisik seperti jalan sehat dan senam jantung sehat yang akan kita lakukan hari ini; Diet yang sehat dengan kalori seimban; Istirahat yang cukup; dan Kelola stres”, tandas Menkes [] I ndonesia melihat bahwa Hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Bersama Brazil, Indonesia menjadi pemrakarsa keluarnya Resolusi tentang Virus Hepatitis pada Sidang Majelis Kesehatan Dunia (WHA) ke-63 tahun 2010. Usul inilah yang menjadi pemantik terbitnya Resolusi 63.18 yang menyatakan bahwa Hepatitis virus menjadi salah satu agenda prioritas WHO. Dengan disepakatinya resolusi tersebut, diharapkan seluruh masyarakat dunia akan memberikan perhatian serius pada pengendalian Hepatitis. Indonesia menempatkan diri sebagai teladan dalam pengendalian Hepatitis, khususnya Hepatitis B. Kawasan Asia Tenggara adalah wilayah endemis Hepatitis B. Peranan Indonesia yang lain adalah sebagai salah satu negara penanda tangan “Melbourne Statement on Prevention of Perinatal Transmission of Hepatitis B”, 7 Desember 2010 yang merupakan tindak lanjut dari Resolusi 63.18” Dirjen P2PL, Prof. Tjandra Yoga Aditama menjelaskan, hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007 menunjukkan prevalensi Hepatitis B sebesar 9,4%. Ini berarti 1 dari 10 penduduk Indonesia pernah terinfeksi Hepatitis B. Bila dikonversikan dengan jumlah penduduk Indonesia maka jumlah penderita Hepatitis B di negeri ini mencapai 23 juta orang. Menurut Dirjen P2PL, keberhasilan pengendalian Hepatitis sangat ditentukan oleh dukungan semua pihak. Prof Tjandra Yoga berharap kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengembangkan pendidikan kesehatan bagi pelajar dan mahasiswa mengenai cara pencegahan dan penularan Hepatitis. Perusahaan farmasi di bawah Kementerian Negara BUMN diharapkan dapat menyediakan obat Hepatitis dengan harga terjangkau. Sementara itu peran lembaga donor dunia diperlukan dalam pendampingan dana pemerintah [] Pengendalian Hepatitis di Indonesia Autisme: Mari Kenali, Mari Peduli Pusat Komunikasi Publik INFO KITA edisi APRIL WASPADAI HIPERTENSI, KENDALIKAN TEKANAN DARAH Informasi lebih lanjut kunjungi www.sehatnegeriku.com P engidap autis dapat dikenali melalui ketidakmampuan melakukan komunikasi sosial, kemampuan motorik kasar, motorik halus, serta tidak mampu berinteraksi sosial. Penderita autis seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Berbagai aspek gangguan perkembangan tersebut sangat bervariasi dan unik. Para orang tua perlu memahami bahwa gejala autisme bersifat individual. Gejala yang dialami anak yang satu dengan yang lainnya berbeda, meskipun sama-sama dianggap sebagai low functioning atau high functioning. Karenanyalah penanganan autisme juga membutuhkan perlakuan khusus, disamping kesabaran dan konsistensi dalam penanganannya. Demikian sambutan Menkes yang diwakili Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan (BUK) Kementerian Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Akmal Taher, Sp.U(K), pada pembukaan Seminar Sehari Peringatan Hari Autisme Sedunia, di Jakarta (9/4). ”Fenomena ini merupakan perjalanan yang panjang. Jangan berhenti pada ketidakmampuan anak, tetapi perlu upaya untuk menggali bakat-bakat serta potensi yang dimiliki”. Intervensi yang tepat bagi seorang anak yang telah terdiagnosis sebagai penyandang gangguan autisme adalah terapi untuk masalah-masalah yang dialami, misalnya: terapi wicara untuk masalah komunikasi; terapi perilaku untuk masalah afektif; dan terapi okupasi untuk mengatasi permasalahan perkembangan motorik yang berpengaruh pada kemampuan komunikasi, perilaku, juga kognitif. ”Karena itu, keberhasilan dari penanganan anak-anak penyandang autisme tergantung dari pendekatan holistik yang meliputi diagnosa akurat, terapi dan pendidikan yang tepat, serta dukungan kuat dari keluarga terdekat dan semua sektor terkait” []

description

 

Transcript of Info Kita Online April

Page 1: Info Kita Online April

04

Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menyatakan bahwa setiap tahun sebanyak tujuh juta orang

di dunia meninggal akibat Hipertensi. Pada 2011, dilaporkan sekitar satu milyar orang di dunia menderita Hipertensi, dua pertiga diantaranya berada di negara berkembang, termasuk di Indonesia.

Di Indonesia, 1 di antara 3 orang penduduk dewasa usia 18 tahun ke atas, berarti lebih kurang sebanyak 51 juta orang dewasa, menderita Hipertensi. Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%. Tidak ada perbedaan proporsi antara laki-laki dan wanita yang menderita hipertensi, demikian pula dengan tingkat sosial ekonomi. Semua orang berisiko terkena hipertensi.

Hipertensi seringkali disebut silent killer. Penderita bisa meninggal tiba-tiba tanpa tanda-tanda atau gejala sebelumnya.

“Kita mengetahui bahwa stroke merupakan penyebab kematian nomor 1. Kita pun harus menyadari betul bahwa kejadian stroke sebagian besar disebabkan oleh hipertensi”, ujar Menkes dalam peringatan Hari Kesehatan Sedunia (HKS) tahun 2013.

Pada kesempatan tersebut, Menkes menyatakan bahwa Hipertensi dapat dicegah dan dikendalikan melalui perilaku hidup sehat, seperti: 1) Kurangi asupan garam, lemak dan gula; 2) Makan buah dan sayuran, minimal 5 porsi sehari; 3) Melakukan aktivitas fisik, minimal 5 kali 30 menit dalam 1 minggu; 4) Tidak merokok dan mengkonsumsi alkohol; serta 5) Mengelola stres.

“Karena itu, saya mengajak seluruh masyarakat untuk selalu berperilaku CERDIK: Cek kesehatan secara berkala, salah satunya yaitu pengukuran tekanan darah secara rutin; Enyahkan asap rokok; Rajin beraktivitas fisik seperti jalan sehat dan senam jantung sehat yang akan kita lakukan hari ini; Diet yang sehat dengan kalori seimban; Istirahat yang cukup; dan Kelola stres”, tandas Menkes []

Indonesia melihat bahwa Hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia terutama di negara-negara

berkembang termasuk Indonesia. Bersama Brazil, Indonesia menjadi pemrakarsa keluarnya Resolusi tentang Virus Hepatitis pada Sidang Majelis Kesehatan Dunia (WHA) ke-63 tahun 2010. Usul inilah yang menjadi pemantik terbitnya Resolusi 63.18 yang menyatakan bahwa Hepatitis virus menjadi salah satu agenda prioritas WHO.

Dengan disepakatinya resolusi tersebut, diharapkan seluruh masyarakat dunia akan memberikan perhatian serius pada pengendalian Hepatitis. Indonesia menempatkan diri sebagai teladan dalam pengendalian Hepatitis, khususnya Hepatitis B. Kawasan Asia Tenggara adalah wilayah endemis Hepatitis B. Peranan Indonesia yang lain adalah sebagai salah satu negara penanda tangan “Melbourne Statement on Prevention of Perinatal Transmission of Hepatitis B”, 7 Desember 2010 yang merupakan tindak lanjut dari Resolusi 63.18”

Dirjen P2PL, Prof. Tjandra Yoga Aditama menjelaskan, hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007 menunjukkan prevalensi Hepatitis B sebesar 9,4%. Ini berarti 1 dari 10 penduduk Indonesia pernah terinfeksi Hepatitis B. Bila dikonversikan dengan jumlah penduduk Indonesia maka jumlah penderita Hepatitis B di negeri ini mencapai 23 juta orang.

Menurut Dirjen P2PL, keberhasilan pengendalian Hepatitis sangat ditentukan oleh dukungan semua pihak. Prof Tjandra Yoga berharap kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengembangkan pendidikan kesehatan bagi pelajar dan mahasiswa mengenai cara pencegahan dan penularan Hepatitis. Perusahaan farmasi di bawah Kementerian Negara BUMN diharapkan dapat menyediakan obat Hepatitis dengan harga terjangkau. Sementara itu peran lembaga donor dunia diperlukan dalam pendampingan dana pemerintah []

Pengendalian Hepatitis di Indonesia

Autisme: Mari Kenali, Mari PeduliPusat Komunikasi Publik

INFO KITAedisi APRIL

WAsPAdAI HIPerTeNsI, KeNdAlIKAN TeKANAN dArAH

Informasi lebih lanjut kunjungi www.sehatnegeriku.com

Pengidap autis dapat dikenali melalui ketidakmampuan melakukan komunikasi sosial, kemampuan motorik kasar, motorik halus, serta tidak

mampu berinteraksi sosial. Penderita autis seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Berbagai aspek gangguan perkembangan tersebut sangat bervariasi dan unik.

Para orang tua perlu memahami bahwa gejala autisme bersifat individual. Gejala yang dialami anak yang satu dengan yang lainnya berbeda, meskipun sama-sama dianggap sebagai low functioning atau high functioning. Karenanyalah penanganan autisme juga membutuhkan perlakuan khusus, disamping kesabaran dan konsistensi dalam penanganannya.

Demikian sambutan Menkes yang diwakili Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan (BUK) Kementerian Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Akmal Taher, Sp.U(K), pada pembukaan Seminar Sehari Peringatan Hari Autisme Sedunia, di Jakarta (9/4).

”Fenomena ini merupakan perjalanan yang panjang. Jangan berhenti pada ketidakmampuan anak, tetapi perlu upaya untuk menggali bakat-bakat serta potensi yang dimiliki”.

Intervensi yang tepat bagi seorang anak yang telah terdiagnosis sebagai penyandang gangguan autisme adalah terapi untuk masalah-masalah yang dialami, misalnya: terapi wicara untuk masalah komunikasi; terapi perilaku untuk masalah afektif; dan terapi okupasi untuk mengatasi permasalahan perkembangan motorik yang berpengaruh pada kemampuan komunikasi, perilaku, juga kognitif.

”Karena itu, keberhasilan dari penanganan anak-anak penyandang autisme tergantung dari pendekatan holistik yang meliputi diagnosa akurat, terapi dan pendidikan yang tepat, serta dukungan kuat dari keluarga terdekat dan semua sektor terkait” []